PENENTUAN PRODUK AGROINDUSTRI UNGGULAN DI KABUPATEN CIANJUR KHOVIVATUL ISTIQOMAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENENTUAN PRODUK AGROINDUSTRI UNGGULAN DI KABUPATEN CIANJUR KHOVIVATUL ISTIQOMAH"

Transkripsi

1 i PENENTUAN PRODUK AGROINDUSTRI UNGGULAN DI KABUPATEN CIANJUR KHOVIVATUL ISTIQOMAH DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

2

3 iii PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penentuan Produk Agroindustri Unggulan di Kabupaten Cianjur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2015 Khovivatul Istiqomah NIM F

4 ABSTRAK KHOVIVATUL ISTIQOMAH. Penentuan Produk Agroindustri Unggulan di Kabupaten Cianjur. Dibimbing oleh FAQIH UDIN Kabupaten Cianjur dalam mengimplementasikan otonomi daerah berusaha untuk memanfaatkan potensi yang dimilikinya, yaitu sektor pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengetahui komoditas unggulan, serta menentukan produk agroindustri komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur. Penelitian ini menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE). Hasil dari nilai produksi tertinggi, terdapat 4 jenis komoditas unggulan yang digunakan sebagai alternatif dalam struktur hirarki AHP yaitu ikan nila, ikan mas, sapi lokal, dan padi. Hasil AHP menunjukkan bahwa terdapat 3 kriteria yang berpengaruh dalam penentuan komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur, yaitu ketersedian dan pasokan bahan baku (0.271), sarana dan prasarana pendukung (0.250), dan potensi pasar (0.142). Nilai konsisten gabungan dari pakar sebesar Komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur yaitu (0.350). Hasil analisis MPE, menunjukkan bahwa prioritas utama produk agroindustri unggulan di Kabupaten Cianjur yaitu beras giling dengan nilai MPE sebesar Kata kunci: Analytical Hierarchy Process (AHP), Komoditas Unggulan, Metode Perbandingan Eksponensial (MPE), dan Produk Agroindustri. ABSTRACT KHOVIVATUL ISTIQOMAH. Determination of Agro-industrial Product of Superior Commodity in Cianjur Regency. Supervised by FAQIH UDIN. Cianjur Regency in implementing regional autonomy tries to utilize its potential that is agriculture sector. This research aims to analyze and get the information of superior commodity and to determine agro-industrial product of superior commodity in Cianjur Regency. This research used Analytical Hierarchy Process (AHP) and Comparison of Exponential Method (MPE). The result of highest production value showed that there were 4 kind of superior commodities used as alternatives in AHP hierarchy structure. Those were tilapia, common carp, local cattle, and rice. The result of AHP showed that there were 3 criteria influenced superior commodity determination in Cianjur Regency. Those were availability and supply of raw material that was (0.271), supporting facilities and infrastructure (0.250), and market potential (0.142). Combined consistent value from expert was equal to The superior commodity in Cianjur Regency was rice (0.350). The result of MPE analysis showed that the main priority of superior agro-industrial product in Cianjur Regency was milled rice with MPE value Key words: Analytical Hierarchy Process (AHP), Superior commodity, Comparison of Exponential Method (MPE), Agro-industrial product.

5 PENENTUAN PRODUK AGROINDUSTRI UNGGULAN DI KABUPATEN CIANJUR KHOVIVATUL ISTIQOMAH Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

6

7

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2015 ini ialah Penentuan Produk Agroindustri Unggulan di Kabupaten Cianjur. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Faqih Udin MSc selaku pembimbing. Terima kasih juga saya ucapkan kepada teman-teman TIN 48. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Kabid Tanaman Pangan pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Cianjur, Kabid Perindustrian pada BAPPEDA Kabupaten Cianjur, Sekretaris Umum pada Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Kabupaten Cianjur, Sekretaris Umum pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cianjur, dan Kabid Perindustrian pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Cianjur, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Umi, serta seluruh keluarga besar Aspuri, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, September 2015 Khovivatul Istiqomah

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 3 Ruang Lingkup Penelitian 3 TINJAUAN PUSTAKA 3 Agroindustri 3 Analisis Komoditas Unggulan 4 Analisis Produk Agroindustri Unggulan 4 Analytical Hierarchy Process (AHP) 4 Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) 8 METODE 9 Kerangka Berpikir 9 Jenis dan Sumber Data 10 Teknik Analisis Data 10 Tahapan Penelitian 10 GAMBARAN UMUM KABUPATEN CIANJUR 14 Kondisi Geografi 14 Kondisi Demografi 14 Perkembangan Ekonomi Kabupaten Cianjur 15 Struktur Ekonomi Kabupaten Cianjur 16 HASIL DAN PEMBAHASAN 17 Analisis Penentuan Komoditas Unggulan 18 Analisis Penentuan Produk Agroindustri Unggulan 20 KESIMPULAN DAN SARAN 22 Kesimpulan 22 Saran 22 DAFTAR PUSTAKA 23

10 LAMPIRAN 25 RIWAYAT HIDUP 47

11 DAFTAR TABEL 1 PDRB Kabupaten Cianjur atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha tahun (juta rupiah) 1 2 Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty 7 3 Matrik keputusan dengan Metode Perbandingan Eksponensial (Manning 2005) 9 4 PDRB atas dasar harga berlaku Kabupaten Cianjur menurut kelompok sektor Tahun 2009 dan 2013 (Juta Rupiah) 17 5 Komoditas unggulan sebagai alternatif dalam struktur hirarki AHP 18 6 Hasil dalam penentuan kriteria yang berpengaruh dalam menentukan komoditas unggulan 20 7 Hasil dalam penentuan komoditas unggulan di Kabupaten 20 8 Urutan prioritas produk agroindustri unggulan di Kabupaten Cianjur 22 DAFTAR GAMBAR 1 Diagram alir proses hirarki analitik 6 2 Contoh struktur hirarki dalam AHP 7 3 Diagram alir pembuatan kuisioner penentuan komoditas unggulan dengan AHP 11 4 Diagram alir penentuan komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur 12 5 Diagram alir penentuan produk agroindustri di Kabupaten Cianjur 13 6 Struktur hirarki AHP dalam pemilihan komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur 19 DAFTAR LAMPIRAN 1 Komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur 25 2 Pohon industri komoditas padi 27 3 Kuisioner penentuan komoditas unggulan dengan AHP 28 4 Hasil analisis aplikasi Expert Choice 2000 dalam penentuan komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur 36 5 Perhitungan gabungan dari 4 pakar dalam penentuan komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur 40 6 Kuisioner penentuan produk agroindustri unggulan dengan Metode Perbandingan Eksponensial 42 7 Perhitungan penentuan produk agroindustri unggulan dengan Metode Perbandingan Eksponensial 45

12

13 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan perekonomian Kabupaten Cianjur berkaitan erat dengan pembangunan sektor pertanian. Kabupaten Cianjur secara administratif masuk ke dalam wilayah Provinsi Jawa Barat. Pada tahun 2013, luas wilayah administratif Kabupaten Cianjur seluas ha dengan jumlah penduduk sebanyak jiwa. Kabupaten Cianjur mengalami pertumbuhan ekonomi paling pesat pada sektor pertanian. Letak Kabupaten Cianjur sangat strategis karena berbatasan langsung dengan Kabupaten Bogor, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bandung, Kabupaten Sukabumi, dan berdekatan dengan ibu kota Jakarta. Letak Kabupaten Cianjur yang sangat strategis merupakan suatu potensi yang harus dipertahankan untuk perkembangan dan pertumbuhan kegiatan ekonomi. Tabel 1. PDRB Kabupaten Cianjur atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha tahun (juta rupiah) Lapangan Usaha * 2013** 1. Pertanian Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Produk Domestik Regional Bruto Sumber: BPS Kabupaten Cianjur, 2014 Keterangan: *) Angka Perbaikan **) Angka Sementara Dilihat dari Tabel 1, sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar (dominan) terhadap PDRB Kabupaten Cianjur. Sektor ini memberikan kontribusi sebesar juta rupiah atau %. Pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Cianjur tahun disebutkan misi pengembangan perekonomian masyarakat bertumpu pada kegiatan pertanian. Sektor pertanian sebagai sektor uggulan dalam perekonomian yang terus dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten Cianjur. Salah satu upaya pemerintah daerah dalam peningkatan sektor pertanian adalah melalui pendekatan agroindustri. Agroindustri merupakan pilihan alternatif yang harus dikembangkan bersamaan dengan perkembangan ekonomi dan perdagangan di era globalisasi yang sangat menuntut adanya efisiensi dan efektivitas usaha. Oleh sebab itu, peran pemerintah daerah untuk mengembangkan

14 2 produk agroindustri komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur sangat diperlukan guna meningkatkan perekonomian Kabupaten Cianjur. Selain itu, peningkatan sektor agroindustri juga dapat meningkatkan pendapatan petani yaitu dengan memberikan nilai tambah pada hasil panen. Menurut Simatupang dan Adreng Purwoto (2003) menyatakan bahwa agroindustri terbukti telah berhasil memberikan nilai tambah sekitar 20.7 %, penyerapan tenaga kerja 30.8 %, dan penyerapan bahan baku 89.9 % dari total industri yang ada. Kabupaten Cianjur sangat terkenal sebagai daerah penghasil beras pandan wangi, penghasil tauco, dan peternak ayam pelung, karena sumber daya alam Kabupaten Cianjur sangat mendukung pertumbuhan bahan baku beras dan kedelai, serta cocok untuk daerah peternakan. Selain itu, Pemerintah Kabupaten Cianjur juga menetapkan bahwa beras pandan wangi, tauco, dan ayam pelung merupakan produk dan komoditas unggulan di daerahnya tanpa melalui penelitian terlebih dahulu. Namun, sebaiknya penetapan suatu komoditas dan produk unggulan harus melalui penelitian dengan melibatkan faktor yang berpengaruh dalam menentukan suatu komoditas unggulan di daerahnya. Hal tersebut menunjukkan perlu dilakukan penelitian guna menentukan produk agroindustri unggulan di Kabupaten Cianjur. Dengan demikian penetapan produk agroindustri unggulan tersebut dapat diperoleh secara akurat dan proses pengembangannya dapat lebih terarah. Perumusan Masalah Pemerintah Kabupaten Cianjur melalui Dinas Pertanian, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, dan Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan memiliki program dan kebijakan untuk menjadikan sektor pertanian menjadi salah satu penggerak ekonomi, menciptakan lapangan kerja, melestarikan dan memanfaatkan sumberdaya alam pendukung. Pemerintah Kabupaten Cianjur mempunyai sasaran untuk meningkatkan pembangunan ekonomi yang berbasis potensi lokal. Namun kendala yang dialaminya yaitu kurangnya analisis tentang potensi komoditas unggulan dan potensi produk agroindustri komoditas unggulan pada sektor pertanian. Melihat kondisi dan permasalahan di atas maka yang perlu dikaji adalah: 1. Apa potensi komoditas unggulan pada sektor pertanian? 2. Apa produk agroindustri dari komoditas unggulan pada sektor pertanian yang dapat meningkatkan pembangunan ekonomi di Kabupaten Cianjur? Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut: 1. Mengetahui komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur. 2. Menentukan produk agroindustri unggulan di Kabupaten Cianjur

15 3 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, antara lain: 1. Sebagai masukan dan informasi bagi para pengambil kebijakan untuk pengelolaan produk agroindustri unggulan di Kabupaten Cianjur dalam merencanakan dan mengembangkan perekonomian Kabupaten Cianjur. 2. Sebagai bahan pustaka, informasi, dan referensi bagi pihak yang membutuhkan. 3. Sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian tentang analisis produk agroindustri unggulan di Kabupaten Cianjur adalah : 1. Pemilihan komoditas unggulan yang dibatasi pada sektor pertanian di Kabupaten Cianjur dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) 2. Pemilihan produk agroindustri dengan menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) TINJAUAN PUSTAKA Agroindustri Agroindustri adalah operasi-operasi pengolahan yang memproses bahan baku yang berasal dari tumbuhan atau hewan. Proses pengolahan meliputi transformasi dan pengawetan secara fisik atau kimia, penyimpanan, pengemasan dan distribusi. Sifat proses dan tingkat transformasi dapat bervariasi mulai dari pencucian, sortasi, pemotongan atau penggilingan, pencampuran, pemasakan hingga proses yang menyebabkan perubahan kimia dan tekstur. Agroindustri berbasis pada sumberdaya lokal. Pada era globalisasi sekarang dan mendatang, agroindustri tentu saja prospeknya sangat cerah, sehingga dimungkinkan akan menjadi leading sector (Suhardjo 2008). Pengembangan agroindustri di Indonesia didukung oleh besarnya potensi sumberdaya yang dimiliki dan tuntutan pasar yang semakin meningkat. Keanekaragaman produk pertanian merupakan potensi besar untuk dikembangkan menjadi berbagai produk olahan. Tuntutan pasar dengan semakin meningkatnya permintaan terhadap bahan pangan olahan, dan adanya gejala negara maju mulai meninggalkan industri pengolahan merupakan peluang untuk mengembangkan agroindustri di Indonesia (Wardoyo 2008). Menurut Suhardjo (2008), pengembangan agroindustri menyangkut berbagai aspek yang mampu menumbuh kembangkan kegiatan-kegiatan produktif lainnya yang saling terikat, saling mendukung dan saling menguntungkan. Mengingat kegiatan tersebut mempunyai ruang lingkup yang sangat luas yang meliputi semua aktivitas, mulai dari sub sistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi, sub sistem produksi (usaha tani), sub sistem pengolahan hingga sub

16 4 sistem distribusi atau pemasaran. Hal ini diharapkan akan menciptakan peluangpeluang bagi pengembangan sektor ekonomi secara luas termasuk sektor jasa, perhubungan, dan lain sebagainya. Selanjutnya menurut Suhardjo (2008), ada beberapa hal dasar dan perlu diperhatikan dalam upaya pengembangan agroindustri adalah sebagai berikut : a. Industri yang mempunyai daya saing kuat dan peluang pasar yang cukup luas, perlu didorong pengembangannya mengingat industri tersebut merupakan industri yang mengolah bahan baku yang dapat diperbaharui. b. Perlu dilakukan pengkajian dalam pemilihan teknologi yang tepat (teknologi tepat guna). c. Perlu dikembangkan dukungan Litbang terapan (R&D) secara bertahap. Perlu diarahkan agar dapat menciptakan keterkaitan yang luas antara sektor pertanian dan sektor industri sehingga dapat mendorong peningkatan nilai tambah dan menambahkan kegiatan ekonomi di daerah melalui pengaruh ganda yang pada gilirannya akan mendorong pengembangan zona industri, kantong-kantong industri, kawasan industri, dan sentra-sentra industri kecil. Analisis Komoditas Unggulan Analisis untuk menentukan komoditas unggulan menurut Ma arif (2003), dapat didasarkan pada kriteria-kriteria sebagai berikut ini, yaitu ketersediaan lahan, kesesuaian lahan, ketersediaan benih, sarana dan prasarana, teknologi, sumber daya manusia, aksesibilitas, pemasaran, aspek kelembagaan, kebijakan investasi, dan aspek lingkungan. Analisis Produk Agroindustri Unggulan Penentuan produk agroindustri unggulan dapat didasarkan pada kriteriakriteria sebagai berikut ini, yaitu kondisi bahan baku, nilai tambah produk, kondisi agroindustri dari komoditas pertanian unggulan saat ini, peluang pasar, dampak ganda terhadap produk lain, teknologi yang sudah dipakai, penyerapan tenaga kerja, kebijakan pemerintah dan dampak lingkungan (Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI 2010). Analytical Hierarchy Process (AHP) AHP merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan dalam pengambilan suatu keputusan. Metoda AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, yang ditujukan untuk memodelkan masalah-masalah tak terstruktur, baik untuk bidang ekonomi, social, maupun sains manajemen. AHP merupakan suatu model yang fleksibel dan mampu memberikan kesempatan bagi individu atau kelompok untuk membangun gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi mereka masing-masing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan darinya. Proses ini juga memungkinkan orang menguji kepekaan hasilnya terhadap perubahan informasi. AHP memasukkan pertimbangan dan nilai-nilai pribadi secara logis. Proses ini bergantung pada imajinasi, pengalaman dan pengetahuan untuk menyusun hirarki suatu masalah pada logika, intuisi, dan pengalaman untuk memberikan

17 pertimbangan. Menurut Fewidarto (1997), penggunaan hirarki dalam pengambilan keputusan mempunyai beberapa keuntungan antara lain : 1. Penyajian sistem secara hirarki dapat digunakan untuk menjelaskan bagaimana perubahan-perubahan prioritas pada level atas mempengaruhi prioritas pada elemen-elemen di bawahnya. 2. Hirarki memberikan banyak informasi yang lengkap pada struktur dan fungsi suatu sistem dalam level yang lebih rendah dan memberikan gambaran tentang pelaku-pelaku dan tujuan-tujuan pada level yang lebih tinggi. Elemen-elemen kendala yang terbaik adalah disajikan pada level yang lebih tinggi lagi untuk menjamin bahwa kendala-kendala itu diperhatikan. 3. Sistem alamiah yang disusun secara hirarki, yaitu dengan membangun konstruksi modul dan akhirnya menyusun rakitan modul-modul tersebut. Hal ini jauh lebih efisien daripada merakit modul-modul tersebut secara keseluruhan sekaligus. 4. Hirarki lebih mantap (stabil dan fleksibel). Stabil dalam arti bahwa perubahan-perubahan kecil mempunyai efek yang kecil dan fleksibel diartikan bahwa penambahan untuk mendapatkan suatu hirarki yang terstruktur baik tidak mengganggu pola kerjanya. Tahapan terpenting dalam analisis adalah penilaian dengan teknik komparasi berpasangan (pairwise comparison) terhadap elemen-elemen pada suatu tingkatan hirarki. Penilaian dilakukan dengan memberikan bobot numerik dan membandingkan antara satu elemen dengan elemen lainnya. Tahap selanjutnya adalah melakukan sintesa terhadap hasil penilaian tadi untuk menentukan elemen mana yang memiliki prioritas tertinggi dan terendah (Saaty 1980). Jika rasio konsistensi telah memenuhi syarat, maka dilakukan penggabungan pendapat dari setiap pengambil keputusan untuk dibuat matriks pendapat gabungan dan dilakukan perhitungan bobot prioritas masing-masing sub elemen, selanjutnya dilakukan pengolahan vertikal untuk memperoleh vektor prioritas sistem. Secara lengkap diagram alir proses hirarki analitik sebagaimana disajikan pada Gambar 1. 5

18 6 Mulai Analisis kebutuhan Penyusunan hierarki Penilaian perbandingan setiap elemen Pengolahan horisontal: 1. Perkaitan elemen 2. Perhitungan vektor prioritas 3. Perhitungan nilai eigen 4. Perhitungan indeks konsistensi 5. Perhitungan nilai eigen CI : CR Revisi pendapat pakar Tidak CI : CR Memenuhi Ya Penyusunan matriks gabungan Perhitungan vektor prioritas gabungan Pengolahan vertikal Perhitungan vektor prioritas sistem Selesai Gambar 1. Diagram alir proses hirarki analitik

19 7 Menurut Marimin (2004), prinsip kerja AHP adalah sebagai berikut : 1. Penyusunan Hirarki. Persoalan yang akan diselesaikan, diuraikan menjadi unsurunsurnya, yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi hirarki. Pada Gambar 2 mempresentasikan keputusan untuk memilih alternatif dengan menggunakan AHP. 2. Penilaian Kriteria dan Alternatif Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan. Menurut Saaty (1983) dalam Marimin (2004), untuk berbagai persoalan, skala 1 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat yang kualitatif dari skala perbandingan Saaty ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai dan Definisi Pendapat Kualitatif dari Skala Perbandingan Saaty Nilai Keterangan 1 Kriteria atau alternatif A sama penting dengan kriteria atau alternatif B 3 A sedikit lebih penting dari B 5 A jelas lebih penting dari B 7 A sangat jelas lebih penting dari B 9 Mutlak lebih penting dari B 2, 4, 6, 8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan 3. Penentuan Prioritas Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. Kriteria kualitatif maupun kriteria kuantitaif dapat dibandingkan sesuai dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot dan prioritas dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematik. 4. Konsistensi Logis Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis Gambar 2. Contoh struktur hirarki dalam AHP

20 8 Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) merupakan salah satu metode untuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan dengan kriteria jamak. Teknik ini digunakan sebagai pembantu bagi individu dalam pengambilan keputusan untuk menggunakan rancang bangun model yang telah terdefinisi dengan baik pada tahapan proses (Marimin 2010). Menurut Marimin (2010), ada beberapa tahapan yang harus dilakukan dalam penggunaan MPE, yaitu menyusun alternatif-alternatif keputusan yang akan dipilih, menentukan kriteria atau perbandingan kriteria keputusan yang penting untuk dievaluasi, menentukan tingkat kepentingan dari setiap kriteria keputusan atau pertimbangan kriteria, melakukan penilaian terhadap semua alternatif pada setiap kriteria, menghitung skor atau nilai total setiap alternatif, dan menentukan urutan prioritas keputusan didasarkan pada skor atau nilai total masing-masing alternatif. Formulasi perhitungan skor untuk setiap alternatif dalam metode perbandingan eksponensial adalah sebagai berikut: dengan: TNi = Total nilai alternatif ke-i RKij = derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada pilihan keputusan i TKKj = derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j; TKKj > 0; bulat n = jumlah pilihan keputusan m = jumlah kriteria keputusan Penentuan tingkat kepentingan kriteria dilakukan dengan cara wawancara dengan pakar atau melalui kesepakatan curah pendapat, sedangkan penentuan skor alternatif pada kriteria tertentu dilakukan dengan memberi nilai setiap alternatif berdasarkan nilai kriterianya (Sarma 2005). Semakin besar nilai alternatif, semakin besar pula skor alternatif tersebut. Total skor masing-masing alternatif keputusan akan relatif berbeda secara nyata karena adanya fungsi eksponensial. Berikut ditampilkan pada Tabel 3 tentang matrik keputusan dengan Metode Perbandingan Eksponensial (Manning 2005).

21 9 Tabel 3. Matrik keputusan dengan Metode Perbandingan Eksponensial (Manning 2005). KRITERIA Urutan m Prioritas A L T E R N A T I F... Tingkat kepentingan kriteria n Menurut Marimin (2010), Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) mempunyai keuntungan dalam mengurangi bias yang mungkin terjadi dalam analisa. Nilai skor menggambarkan urutan prioritas menjadi besar (fungsi eksponensial) yang mengakibatkan urutan prioritas alternatif keputusan lebih nyata (Marimin 2010). Nilai skor untuk alternatif dibagi menjadi 4, yaitu 2, 4, 6, dan 8. METODE Kerangka Berpikir Komoditas unggulan pada suatu daerah merupakan komoditas perdagangan yang dapat dijadikan bahan baku suatu industri dengan memanfaatkan seluruh bagian atau komponennya. Melalui pendekatan agroindustri, komoditas unggulan dapat diolah menjadi berbagai macam produk melalui proses hilir sehingga memberikan nilai tambah pada komoditas tersebut. Apabila pengembangan agroindustri komoditas tersebut terintegrasi dengan baik, maka dapat memberikan keuntungan yang lebih besar bagi pemerintah maupun masyarakat daerah setempat. Pengembangan agroindustri komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur berawal dari adanya permasalahan tentang perlunya penentuan komoditas unggulan yang didasarkan melalui penelitian. Komoditas unggulan yang terpilih merupakan komoditas yang dapat meningkatkan PDRB dengan melihat potensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku agroindustri. Setelah mendapatkan komoditas unggulan, berikutnya dilakukan pemilihan produk agroindustri unggulan dengan melihat potensi dan peluang pengembangan produk agroindustri Kabupaten Cianjur. Metode yang digunakan untuk penentuan komoditas unggulan adalah Analytical Hierarchy Process (AHP), sedangkan metode untuk penentuan produk agroindustri unggulan adalah Metode Perbandingan Eksponensial (MPE).

22 10 Jenis dan Sumber Data Sebelum melakukan pengumpulan data, maka diperlukan studi literatur terlebih dahulu agar memahami dan mendapatkan data serta informasi yang relevan dengan tujuan dari penelitian. Kegiatan pengumpulan data dan informasi dalam penelitian ini mencakup data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dan pengisian kuisioner oleh pakar. Menurut Millet (2007), kriteria pakar pada penelitian ini yaitu berpengalaman dengan minimal kerja 5 tahun di bidangnya, profesional, integritas, dan memiliki pendidikan formalnya minimal diploma. Data sekunder yang diperlukan dari gambaran umum Kabupaten Cianjur, perkembangan ekonomi Kabupaten Cianjur, dan struktur ekonomi Kabupaten Cianjur. Instansi yang terkait dalam penelitian ini yaitu BAPPEDA Kabupaten Cianjur, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Cianjur, Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Hortikultura Kabupaten Cianjur, Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cianjur, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cianjur, dan BPS Kabupaten Cianjur. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE). Untuk pengolahan data AHP digunakan program Expert Choice dan untuk pengolahan data MPE digunakan Excel Tahapan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan 3 tahap yaitu inventarisasi potensi agroindustri, penentuan komoditas unggulan, dan penentuan produk agroindustri unggulan. Pada tahap inventarisasi potensi agroindustri dilakukan dengan cara wawancara dan studi pustaka ke berbagai instansi terkait seperti BAPPEDA Kabupaten Cianjur, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Cianjur, Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Hortikultura Kabupaten Cianjur, Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cianjur, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cianjur, dan BPS Kabupaten Cianjur. Inventarisasi digunakan pada tahap awal dalam mengumpulkan data potensi komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur dengan indikator data produksi komoditas tersebut dalam satuan ton per tahun. Setelah mendapatkan beberapa jenis komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur maka dipilih 4 jenis komoditas unggulan yang akan digunakan sebagai alternatif di dalam struktur hirarki Analytical Hierarchy Process (AHP). Untuk lebih jelas, tahap pertama akan ditampilkan pada Gambar 3.

23 11 Mulai Hasil studi pustaka tentang komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur berdasarkan data dari BPS dengan indikator nilai produksi pada setiap komoditas dan studi pustaka penentuan kriteria dalam pemilihan komoditas unggulan - Kabid Industri pada BAPPEDA Kabupaten Cianjur - Sekretaris Umum pada Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Kabupaten Cianjur - Sekretaris Umum pada Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Cianjur - Kabid Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Cianjur - Kabid Tanaman Pangan dan Hortikultura pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Cianjur Tidak Disetujui? Ya a Persetujuan pemilihan alternatif komoditas unggulan dan kriteria dalam penentuan komoditas unggulan padastruktur hirarki Analytical Hierarchy Process Pembuatan kuisioner dan struktur hirarki Analytical Hierarchy Process dalam penentuan komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur Kuisioner penentuan komoditas unggulan dengan Analytical Hierarchy Process Gambar 3. Diagram alir pembuatan kuisioner penentuan komoditas unggulan dengan Analytical Hierarchy Process Tahap kedua, penentuan komoditas unggulan sebagai bahan baku dalam agroindustri dengan mempertimbangkan kriteria yang sudah ditentukan melalui studi pustaka dan wawancara pakar dengan pengisian kuisioner. Penentuan komoditas unggulan ini dilakukan dengan Analytical Hierarchy Process (AHP). Tahap ketiga, penentuan produk agroindustri unggulan dari komoditas unggulan terpilih dengan mempertimbangkan kriteria yang sudah ditentukan melalui studi

24 12 pustaka dan wawancara pakar dengan pengisian kuisioner. Berikut ini Gambar 4 dan Gambar 5 disajikan alur dalam tahap kedua dan ketiga tahapan penelitian. Mulai Pengisian kuisioner dalam penentuan komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur ke Kabid Industri di BAPPEDA, Kabid Tanaman Pangan dan Hortikultura di Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Kabid Perindustrian di Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Sekretaris Umum di Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Hasil pengisian kuisioner Analisis dengan aplikasi Expert Choice 2000 pada setiap pakar Ya Inkonsistensi >= 0.1? Tidak Perhitungan gabungan dari hasil analisis 4 orang pakar Hasil komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur Gambar 4. Diagram alir penentuan komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur

25 13 Mulai Wawancara dengan Kabid Perindustrian di Dinas Perindustrian dan Perdagangan tentang produk agroindustri dari padi dan penentuan kriteria dalam pemilihan produk agroindustri unggulan Pembuatan kuisioner tentang penentuan produk agroindustri komoditas unggulan Kabid Perindustrian pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Tidak Disetujui? Ya Persetujuan kuisioner Pengisian kuisioner oleh Kabid industri di BAPPEDA, Kabid Bina Usaha di Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, dan Kabid Perindustrian di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Analisis hasil pengisian kuisioner dengan MPE Produk agroindustri unggulan di Kabupaten Cianjur Gambar 5. Diagram alir penentuan produk agroindustri unggulan di Kabupaten Cianjur

26 14 GAMBARAN UMUM KABUPATEN CIANJUR Kondisi Geografi Secara geografi, Kabupaten Cianjur terletak pada koordinat Bujur Timur dan Lintang Selatan. Kabupaten Cianjur mempunyai luas wilayah hektar dengan luas lahan pertanian seluas hektar yang terdiri atas lahan sawah seluas hektar dan bukan sawah seluas hektar. Kabupaten Cianjur memiliki curah hujan pertahun rata-rata antara sampai mm dan jumlah hari hujan rata-rata 150 hari per tahun. Keadaan ini menjadikan sebagian besar lahan sangat subur. Sungaisungai besar dan kecil terdapat cukup banyak sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber pengairan bagi pertanian (BPS 2014). Kabupaten Cianjur terletak pada posisi strategis di Jawa Barat, dengan jarak 65 km dari ibukota Provinsi Jawa Barat (Bandung) dan 120 km dari ibu kota negara Indonesia (Jakarta). Hal ini yang menjadikan Kabupaten Cianjur berpotensi untuk menumbuhkan kegiatan perdagangan, industri dan pariwisata. Kabupaten Cianjur juga terletak pada daerah perbatasan yang strategis juga, sebelah utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta, sebelah barat berbatasan dengan wilayah Kabupaten Sukabumi, sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia, dan sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bandung (BPS 2014). Secara geografis, wilayah Kabupaten Cianjur terbagi menjadi 3 bagian, yaitu wilayah utara, wilayah tengah, dan wilayah selatan. Kabupaten Cianjur terdiri atas 32 kecamatan, 342 desa, dan 6 kelurahan di wilayah kota Cianjur. Cianjur bagian utara merupakan dataran tinggi terletak di kaki Gunung Gede dengan ketinggian meter, sebagian besar merupakan daerah dataran tinggi pegunungan dan sebagian lagi merupakan dataran yang digunakan untuk areal perkebunan dan persawahan. Cianjur bagian tengah merupakan daerah yang berbukit-bukit kecil dikelilingi dengan keadaan struktur tanahnya labil sehingga rentan terhadap pergeseran tanah dan longsor. Sedangkan Cianjur bagian selatan merupakan daerah berbukit kecil, dataran rendah, dan pegunungan yang melebar sampai pantai Samudera Indonesia (BPS 2014). Kondisi Demografi Jumlah penduduk Kabupaten Cianjur pada tahun 2013 adalah jiwa yang terdiri atas jiwa laki-laki dan jiwa perempuan dengan sex ratio Kepadatan rata-rata penduduk Kabupaten Cianjur tahun 2013 rata-rata 617 jiwa per km 2. Berdasarkan hasil sakernas tahun 2013, penduduk Kabupaten Cianjur usia 15 tahun ke atas merupakan angkatan kerja yaitu jiwa yang terbagi dalam dua yaitu yang bekerja sebanyak jiwa dan yang berstatus pengangguran terbuka sebanyak jiwa (BPS 2014). Angkatan kerja yang bekerja di sektor pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan mencapai persen, industri pengolahan 4.69 persen, perdagangan, rumah makan dan hotel persen, jasa kemasyarakatan 4.92 persen, dan lainnya meliputi pertambangan dan penggalian, listrik, gas dan air, bangunan,

27 15 angkutan, pergudangan dan komunikasi, keuangan, asuransi, persewaan dan jasa perusahaan mencapai persen. Hal ini membuktikan bahwa sektor pertanian sangat mendominasi penyerapan tenaga kerja terbesar dan disusul oleh sektor perdagangan (BPS 2014). Perkembangan Ekonomi Kabupaten Cianjur Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kabupaten Cianjur pada tahun 2013 sebesar 4.67 persen. Angka pertumbuhan tersebut mengalami sedikit perlambatan dibandingkan dengan LPE tahun 2012 sebesar 5.08 persen. Kondisi ini menggambarkan bahwa secara umum kinerja ekonomi di Kabupaten Cianjur pada tahun 2013 relatif lebih sedikit menurun dibandingkan tahun sebelumnya (BPS 2014). Menurut kelompok sektor ekonomi, maka dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu sektor primer, sektor sekunder, dan sektor tersier. LPE untuk masing-masing kelompok sektor tersebut pada tahun 2013 sebesar 3.6 persen, 6.45 persen, dan 5.75 persen. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa kelompok sektor sekunder memiliki capaian kinerja yang lebih baik dibandingkan dua kelompok lainnya (BPS 2014). Sektor Primer Sektor primer adalah kelompok sektor yang tidak mengolah bahan baku melainkan hanya menggunakan sumber-sumber alam yang ada (seperti tanah dan deposit lainnya). Kelompok sektor primer terdiri atas sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian. Laju pertumbuhan sektor primer pada tahun 2013 sebesar 3.06 persen. Laju pertumbuhan kelompok sektor primer sangat rendah apabila dibandingkan dengan dua kelompok sektor lainnya (BPS 2014). Pertumbuhan kelompok sektor primer erat kaitannya dengan kinerja sektor pertanian. Hal ini disebabkan sektor pertanian merupakan kontributor utama terhadap kelompok sektor primer. Pada tahun 2013 sektor pertanian tumbuh 3.05 persen. Hal ini terkait dengan peningkatan produksi padi pada tahun 2013 dibandingkan produksi padi pada tahun Namun demikian, peningkatan produksi pada pada tahun 2013 relatif lebih kecil dibandingkan kenaikan pada tahun 2012, sehingga mengakibatkan perlambatan pertumbuhan sub sektor tabama. Adapun sub sektor lainnya pada sektor pertanian rata-rata mengalami pertumbuhan positif. Pertumbuhan tertinggi dicapai sub sektor kehutanan yaitu tumbuh sebesar persen. Pertumbuhan tinggi pada sub sektor kehutanan disebabkan pada tahun 2013 memasuki masa tebang kayu lokal dan Jati dibandingkan pada tahun 2012 (BPS 2014). Demikain pula untuk sektor pertambangan dan penggalian laju pertumbuhannya sebesar 7.53 persen. Kondisi ini menggambarkan terjadinya peningkatan produksi hasil pertambangan dan penggalian pada tahun 2013 dibandingkan pada tahun 2012 (BPS 2014). Sektor Sekunder Sektor sekunder adalah sektor yang mengolah bahan baku baik dari sektor primer maupun dari sektor sekunder menjadi bahan lain yang mempunyai nilai yang lebih tinggi. Adapun yang termasuk kelompok sektor ini adalah sektor

28 16 industri pegolahan, listrik, gas, dan air minum serta bangunan/konstruksi. Kinerja sektor sekunder pada tahun 2013 yaitu sebesar 6.45 persen tumbuh relatif tinggi dibandingkan tahun 2009 yang hanya tumbuh sebesar 2.01 persen (BPS 2014). Pertumbuhan kelompok sektor sekunder tersebut diperkuat dengan pertumbuhan positif pada setiap sektornya. Pertumbuhan tertinggi dari sektor bangunan sebesar 7.33 persen sedangkan sektor industri tumbuh sebesar 5.64 persen dan sektor listrik, gas, dan air bersih tumbuh sebesar 5.69 persen. Sektor perdagangan di Kabupaten Cianjur merupakan kontributor utama pada kelompok sektor sekunder meskipun pertumbuhannya masih dibawah sektor bangunan (BPS 2014). Sektor Tersier Sektor tersier atau dikenal dengan sektor jasa, yaitu sektor yang tidak merubah bentuk fisik melainkan jasa, yang terdiri dari sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor angkutan dan telekomunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta sektor jasa-jasa. Laju pertumbuhan ekonomi untuk sektor tersier pada tahun 2013 tumbuh sebesar 5.75 persen. Adapun masingmasing LPE dari sektornya yaitu sektor perdagangan sebesar 6.37 persen, sektor pengangkutan dan telekomunikasi sebesar 5.82 persen, sektor keuangan tumbuh sebesar 5.33 persen dan sektor jasa-jasa tumbuh sebesar 4.15 persen. Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan sektor produksi, sektor perdagangan mampu tumbuh relatif besar. Selain itu, sektor keuangan juga mempunyai kontribusi yang cukup besar kepada pertumbuhan kelompok sektor tersier. Permintaan transaksi keuangan dan jasa keuangan pada tahun 2013 di Kabupaten Cianjur tumbuh positif (BPS 2014). Struktur Ekonomi Kabupaten Cianjur Pada Tabel 4 diperlihatkan nilai PDRB atas dasar harga berlaku pada tahun 2009 dan 2013 maka dapat dilihat mengenai perkembangan absolut PDRB selama kurun waktu lima tahun terakhir. PDRB atas dasar harga berlaku pada tahun 2009 yaitu sebesar Rp trilyun meningkat menjadi Rp trilyun pada tahun Pada tahun 2013, distribusi terbesar disumbangkan oleh kelompok sektor tersier yaitu sebesar Rp trilyun dan kontribusi terkecil yaitu sebesar Rp trilyun dari kelompok sektor sekunder. Sedangkan kelompok primer menyumbang sebesar Rp trilyun (BPS 2014). Apabila dicermati dari Tabel 4, terlihat bahwa kelompok tersier pada tahun 2013 mempunyai kontribusi sebesar persen dan yang terkecil dari kelompok sektor sekunder yaitu sebesar 8.54 persen. Namun demikian, apabila diperhatikan per sektornya, kontribusi terbesar disumbang dari sektor pertanian yaitu sebesar persen sedangkan terkecil dari sektor pertambangan yaitu sebesar 0.12 persen. Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa, struktur ekonomi Kabupaten Cianjur masih dipegang oleh sektor pertanian. Namun apabila dipilah menjadi kelompok sektor, PDRB Kabupaten Cianjur ditopang oleh kelompok sektor tersier (BPS 2014).

29 17 Tabel 4. PDRB atas dasar harga berlaku kabupaten cianjur menurut kelompok sektor Tahun 2009 dan 2013 (Juta Rupiah) Kelompok Sektor Primer a. Pertanian b. Pertambangan 2. Sekunder a. Industri b. Listrik, Air Minum c. Bangunan (39.35%) (39.21%) (0.14%) (7.97%) (3.34%) (1.09%) (37.11%) (37.00%) (0.11%) (8.54%) (3.79%) (1.12%) (3.54%) (3.63%) 3. Tersier (52.68%) (54.35%) a. Perdagangan (24.93%) (27.71%) b. Pengangkutan (10.03%) (9.96%) c. Keuangan (4.59%) (3.92%) d. Jasa-jasa (13.13%) (12.76%) PDRB (100%) (100%) Sumber: BPS Kabupaten Cianjur Kontributor kedua terbesar setelah sektor pertanian, adalah sektor perdagangan yaitu sebesar persen. Struktur ekonomi tersebut memperlihatkan adanya keterkaitan antara sektor produksi dengan sektor perdagangan. Apabila produksi pertanian di Kabupaten Cianjur meningkat, maka sektor perdagangannya akan terdongkrak juga. Namun disamping itu juga terpengaruh dari peningkatan konsumsi masyarakat (BPS 2014). HASIL DAN PEMBAHASAN Komoditas pertanian yang akan dijadikan sebagai produk agroindustri sangat beragam jenisnya sehingga diperlukan kriteria yang tepat dalam hal menentukan komoditas unggulan dan produk agroindustri dari komoditas unggulan tersebut di Kabupaten Cianjur. Metode yang digunakan dalam pemilihan komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur yaitu Analytical Hierarchy Process (AHP), sedangkan metode yang digunakan dalam menentukan produk agroindustri unggulan yaitu Metode Perbandingan Eksponensial (MPE). Berdasarkan studi pustaka dan hasil wawancara pakar, terdapat 49 jenis komoditas unggulan yang ada di Kabupaten Cianjur, hasil selengkapnya ditampilkan pada Lampiran 1. Komoditas unggulan hasil studi pustaka dan wawancara pakar merupakan komoditas yang saat ini rata-rata mempunyai nilai produksi tertinggi di Provinsi Jawa Barat dan mayoritas digunakan sebagai mata pencaharian masyarakat Kabupaten Cianjur. Pemilihan komoditas unggulan yang dijadikan sebagai alternatif dalam struktur hirarki AHP berdasarkan pada nilai data produksi tertinggi setiap komoditas unggulan. Maka dipilih 4 komoditas unggulan yang ada di Kabupaten Cianjur, yaitu padi, ikan nila, ikan mas, dan sapi lokal. Hasil pemilihan 4 komoditas unggulan sebagai alternatif dalam penyusunan struktur hirarki AHP ditampilkan pada Tabel 5.

30 18 Tabel 5. Komoditas unggulan sebagai alternatif dalam struktur hirarki AHP No Jenis Komoditas Produksi Tahun 2015 (ton/thn)* Ikan nila Ikan mas Sapi lokal Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, 2015 Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan, 2015 Keterangan: *) Angka Sementara Analisis Penentuan Komoditas Unggulan Kriteria dalam pemilihan komoditas unggulan ditentukan melalui studi pustaka kemudian dianalisis oleh pakar melalui pengisian kuisioner. Jumlah pakar dalam menentukan komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur ada 5 orang yaitu Kabid Tanaman Pangan pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Cianjur, Kabid Industri pada BAPPEDA Kabupaten Cianjur, Sekretaris Umum pada Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Kabupaten Cianjur, Sekretaris Umum pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cianjur, dan Kabid Perindustrian pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Cianjur. Berdasarkan hasil analisis pakar, kriteria dalam penentuan komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur ada 10 kriteria, yakni prospek pasar, nilai ekonomis bahan baku, keterkaitan pendapatan rakyat, kelayakan usaha, adanya kesempatan diversifikasi produk, penyerapan tenaga kerja, sarana dan prasarana pendukung, kebijakan pemerintah mendukung, ketersediaan dan pasokan bahan baku, dan ketersediaan lahan komoditas unggulan. Struktur hirarki dalam pemilihan komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur ditampilkan pada Gambar 6. Hirarki dalam pemilihan komoditas unggulan terdiri atas level nol, level satu, dan level dua. Level nol (level tujuan) adalah penentuan komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur, level satu adalah level kriteria dalam penentuan komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur, dan level dua adalah alternatif komoditas unggulan.

31 19 Gambar 6. Struktur hirarki AHP dalam pemilihan komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur Keterangan : PP = Prospek pasar NEBB = Nilai ekonomis bahan baku KU = Kelayakan usaha KLKU = Ketersediaan lahan komoditas unggulan AKDP = Adanya kesempatan diversifikasi produk PTK = Penyerapan tenaga kerja KPBB = Ketersediaan pasokan bahan baku KPM = Kebijakan pemerintah mendukung SPP = Sarana dan prasarana pendukung KPR = Keterkaitan pendapatan rakyat Responden yang digunakan dalam penentuan komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur dengan metode AHP sebanyak 4 orang yaitu Kabid Tanaman Pangan di Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Sekretaris Umum di Dinas Perikanan, Peternakan, dan Kelautan, Kabid Industri di BAPPEDA, dan Kabid Perindustrian di Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Pada saat pemilihan responden, terdapat kriteria yang harus dipenuhi yaitu profesional, minimal pendidikan D3, integritas, dan berpengalaman dalam menangani masalah tersebut. Data yang diperoleh dari responden melalui pengisian kuisioner selanjutnya diolah dengan menggunakan aplikasi expert choice. Pada saat diolah menggunakan expert choice maka nilai konsisten harus dibawah 0.1 untuk setiap pakar yang dijadikan sebagai responden. Nilai konsisten ini menunjukkan bahwa pakar layak dan mengerti dengan jawaban serta masalah dalam penelitian tersebut. Apabila nilai konsisten pakar lebih dari 0.1 maka ada 2 pilihan yang harus dipilih yaitu mencari pakar ahli lain atau mengulangi pengisian kuisioner pada pakar tersebut dengan lebih teliti dalam menjawab pertanyaan pada kuisioner. Kuisioner penentuan komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur dengan Analytical Hierarchy Process dilampirkan pada Lampiran 2. Berdasarkan hasil pengisian kuisioner AHP oleh pakar yang dianalisis dengan aplikasi expert choice, maka diperoleh nilai konsisten pakar sebesar 0.06 dengan menggunakan 4 orang

32 20 responden. Selanjutnya ditampilkan pada Tabel 6 hasil AHP dalam penentuan kriteria yang paling berpengaruh untuk penentukan komoditas unggulan dengan menggunakan 4 responden. Tabel 6. Hasil dalam penentuan kriteria yang berpengaruh untuk menentukan komoditas unggulan No. Kriteria Bobot Ketersediaan dan Pasokan Bahan Baku Sarana dan Prasarana Pendukung Prospek Pasar Ketersediaan Lahan Komoditas Unggulan Adanya Kesempatan Diversifikasi Pangan Nilai Ekonomis Bahan Baku Kebijakan Pemerintah Mendukung Penyerapan Tenaga Kerja Kelayakan Usaha Keterkaitan Pendapatan Rakyat Jumlah Berdasarkan hasil AHP yang diolah dengan aplikasi expert choice ditampilkan pada Tabel 6, maka terdapat 3 kriteria yang paling berpengaruh dalam penentuan komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur yaitu ketersedian dan pasokan bahan baku dengan bobot 0.271, sarana dan prasarana pendukung dengan bobot 0.250, dan prospek pasar dengan bobot Setelah diperoleh kriteria dalam penetuan komoditas unggulan, kemudian data dari 4 responden dianalisis dengan expert choice, hasil menunjukkan bahwa komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur yaitu padi dengan bobot sebesar Hasil selengkapnya analisis AHP dengan aplikasi expert choice ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil dalam penentuan komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur No. Jenis Komoditas Unggulan Bobot Sapi Lokal Jumlah Analisis Penentuan Produk Agroindustri Unggulan Hasil dari penentuan komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur dengan AHP, maka padi merupakan komoditas yang paling dominan dan potensial untuk dikembangkan menjadi produk agroindustri. Produk agroindustri turunan dari padi dapat dilihat pada Lampiran 2. Menurut Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Cianjur, terdapat 4 jenis produk agroindustri berbahan baku padi yang paling potensial untuk dikembangkan, yaitu beras giling, minyak goreng dari dedak, pati beras, dan tepung beras. Berdasarkan hasil wawancara pakar, terdapat kriteria yang digunakan untuk menentukan produk agroindustri

33 unggulan di Kabupaten Cianjur, yaitu kontinuitas bahan baku, potensi pasar, nilai tambah produk, dampak terhadap lingkungan, teknologi yang sudah dipakai, penyerapan tenaga kerja, dan kondisi sosial budaya. Kontinuitas bahan baku menunjukkan pasokan dan ketersediaan bahan baku dari komoditas unggulan tersebut di Kabupaten Cianjur. Kontinuitas bahan baku menjadi faktor penting dalam mengembangkan produk agroindustri di suatu daerah. Ketika bahan baku terkendala, maka proses produksi pada suatu pabrik berbasis agroindustri akan terkendala juga bahkan sampai gulung tikar. Suatu pabrik berbasis agroindustri harus mempertimbangkan hal-hal berikut dalam menentukan bahan baku yang digunakan, yaitu jenis, jumlah, mutu, kemudahan dalam memperoleh komoditas yang digunakan, dan spesifikasinya. Potensi pasar juga sangat berperan penting dalam hal pengembangan produk agroindustri. Hal ini menunjukkan prospek kebutuhan dari produk agroindustri tersebut di masyarakat. Ketika prospek kebutuhan produk agroindustri tersebut tinggi maka potensi pasar dalam pengembangan produk dari komoditas tersebut juga tinggi. Selain potensi pasar, nilai tambah produk dapat dijadikan sebagai kriteria dalam menentukan produk agroindustri unggulan. Nilai tambah produk merupakan suatu hasil dari proses yang digunakan agar suatu komoditas dapat dikembangkan menjadi produk yang berbeda dari komoditas aslinya. Suatu komoditas dapat bernilai tinggi ketika komoditas tersebut dapat diubah menjadi produk agroindustri yang berbeda dengan produk agroindustri di pasaran. Dampak terhadap lingkungan merupakan salah satu kriteria yang harus dipenuhi dalam menentukan produk agroindustri unggulan di suatu daerah. Hal ini berguna agar suatu produk agroindustri tersebut ramah lingkungan. Kriteria dampak terhadap lingkungan sangat berkorelasi dengan kondisi sosial budaya di suatu daerah tersebut. Ketika produk agroindustri berdampak baik bagi lingkungan sekitar maka masyarakat sekitar dapat menerima proses produksi dari produk agroindustri unggulan tersebut. Kriteria yang sangat penting dalam hal menciptakan produk agroindustri unggulan yaitu teknologi yang sudah dipakai. Ketika suatu daerah mencptakan suatu inovasi produk agroindustri unggulan namun teknologi tidak mendukung maka prospek produk agroindustri tersebut akan kurang di pasaran karena harga relatif mahal. Namun, ketika teknologi yang digunakan dalam menciptakan produk agroindustri sudah dipakai dan teknologi yang dipakai sudah kuno maka harus melakukan peremajaan teknologi yang terbarukan agar hasil dari produk agroindustri unggulan dapat meningkat. Agroindustri dapat menjadi solusi dalam mengurangi pengangguran di suatu daerah karena penyerapan tenaga kerja sangat tinggi. Jika suatu daerah memiliki komoditas unggulan, maka proses agroindustri harus dilakukan sehingga tercipta lapangan pekerjaan untuk masyarakat di daerahnya. Setelah dijelaskan mengenai 7 kriteria dalam menentukan alternatif produk agroindustri di suatu daerah, maka perlu dilakukan pengisian kuisioner lebih lanjut dengan metode perbandingan eksponensial. Responden atau pakar yang dipilih untuk menentukan produk agroindustri unggulan di Kabupaten Cianjur ada 3 orang yaitu Kabid Perindustrian di Dinas Peridustrian dan Perdagangan Kabupaten Cianjur, Kabid Bina Usaha di Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura, Kabid Perindustrian di BAPPEDA Kabupaten Cianjur. Kuisioner dalam penentuan produk agroindustri unggulan di Kabupaten Cianjur terlampir dalam Lampiran 6. 21

34 22 Pada kriteria-kriteria yang telah ditentukan akan dianalisis oleh 3 orang pakar dengan cara memberikan pembobotan pada masing-masing kriteria. Penentuan bobot untuk setiap kriteria dilakukan dengan memberi skala nilai antara 1 sampai 9. Penentuan bobot untuk setiap alternatif dilakukan dengan memberi nilai 2, 4, 6, dan 8. Hal ini disebabkan karena dengan adanya rentang nilai yang cukup besar maka hasil yang diperolah akan lebih akurat dan rinci. Hasil pendapat pakar melalui pengisian kuisioner kemudian dianalisis dengan MPE untuk menentukan produk agroindustri unggulan di Kabupaten Cianjur. Hasil analisis MPE menunjukkan bahwa prioritas utama produk agroindustri unggulan di Kabupaten Cianjur yaitu beras giling dengan nilai MPE sebesar Pada Tabel 8 ditampilkan urutan prioritas produk unggulan di Kabupaten Cianjur berdasarkan pendapat gabungan 3 pakar dengan hasil analisis MPE menggunakan pengolahan hasil pengisian kuisioner. Kuisioner penentuan produk agroindustri unggulan di Kabupaten Cianjur dilampirkan pada Lampiran 3. Tabel 8. Urutan prioritas produk agroindustri unggulan di Kabupaten Cianjur Urutan Prioritas Jenis Produk Agroindustri Unggulan Total Nilai MPE Beras Giling Pati Beras Tepung Beras Minyak Goreng dari Dedak SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasakan hasil penelitian, ada 3 macam kriteria yang berpengaruh dalam penentuan komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur, yaitu ketersedian dan pasokan bahan baku dengan bobot 0.271, sarana dan prasarana pendukung dengan bobot 0.250, dan potensi pasar dengan bobot Nilai konsistensi 4 pakar ahli dalam menentukan komoditas unggulan yaitu Hasil menunjukkan bahwa komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur yaitu padi dengan bobot sebesar Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam menentukan produk agroindustri unggulan maka ada 10 kriteria yang haris diperhatikan, yaitu kontinuitas bahan baku, potensi pasar, nilai tambah produk, dampak terhadap lingkungan, teknologi yang sudah dipakai, penyerapan tenaga kerja, dan kondisi sosial budaya. Berdasarkan hasil pengisian kuisioner dari 3 pakar dan dianalisis dengan MPE menunjukkan bahwa prioritas utama produk agroindustri unggulan di Kabupaten Cianjur yaitu beras giling dengan nilai MPE sebesar Saran Hasil penelitian ini sebaiknya dilakukan analisis lebih lanjut seperti analisis finansial dan strategi pengembangan produk agroindustri unggulan dengan mempertimbangkan nilai tambah untuk setiap produk agroindustri berbasis

35 23 komoditas unggulan terpilih, seperti pati beras yang memiliki nilai tambah sangat tinggi dibandingkan beras giling maupun tepung beras. DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Cianjur Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Cianjur Menurut Lapangan Usaha Tahun Cianjur (ID) : Badan Pusat Statistik Kabupaten Cianjur. [BPS] Ba Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Cianjur Menurut Lapangan Usaha Tahun Cianjur (ID) : Badan Pusat Statistik Kabupaten Cianjur. [DEPERINDAG] Departemen Perindustrian dan Perdagangan Produk Agroindustri. Jakarta (ID) : Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Ariani DW Manajemen Kualitas, Pendekatan Sisi Kualitatif. Jakarta (ID): Depdiknas Press. Arpah Modul Alat Bantu Manajemen Mutu Pangan (Quality Tools). Bogor (ID) : IPB Press. Fewidarto P D Proses Hirarki Analitik. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kadarisman D dan Muhandri T Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. Bogor (ID) : IPB Press. Ma arif S M dan Syam H Kajian perlunya kebijakan pengembangan agroindustri sebagai leading sector. [Tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Manning W A Decision Making, How a Microcomputer Aids The Process Interface. Di dalam Nadjikh M, Model Sistem Penunjang Keputusan Studi Kasus : Pengembangan Industri Kecil. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Marimin Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta (ID) : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Marimin Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam Manajemen Rantai Pasok. Bogor (ID) : IPB Press. Millet I dan Charles H Mawhinney Aplication Executive Imformation System. Journal of Critical Perspective Information and Manajement 23 (2007) 83 92, North Holland. Saaty T L The Analitical Hierarchy Process Planning Priority Setting Recources Allocation. New York (US) : Mc. Graw Hill International Book Company. Sarma V V S Decision making in Complex System. J. System practice Vol. 7 No. 4pp ( ). Simatupang dan Adreng Purwoto Industrialisasi pertanian sebagai strategi agribisnis dan pengembangan pertanian dalam era globalisasi. Orasi Pengukuhan Ahli Peneliti Utama. Bogor (ID) : PSE. Suhardjo S Perkembangan Agroindustri dan Kebijakan Pengembangannya. Makalah pada Seminar Nasional Agroindustri III. Desember 2008: Yogyakarta.

36 24 Thierauf R J Decision Support System for Effective Planning and Control : A Case Study Approach. New York (UK) : Prentice-Hall Inc. Wardoyo Arah Pengembangan Agroindustri. Makalah pada Seminar Nasional Agroindustri III. Desember 2008 : Yogyakarta

37 25 Lampiran 1 Komoditas Unggulan di Kabupaten Cianjur No Nama Komoditas Ikan mas Sapi Lokal Pisang Domba Ubi kayu Ayam petelur Jagung Wortel Cabai rawit Bawang daun Kambing The Tomat Cabe besar Kacang tanah Itik Aren Buncis Kerbau Sawi Kelapa Ketimun Kubis Terong Kedelai Durian Ubi jalar Jahe Petai Alpukat Susu sapi Kencur Lobak Kembang kol Karet Kunyit Cengkeh Sawo Lengkuas Sirsak Getah pinus Melinjo Jumlah Produksi Tahun 2015 (ton/thn)*

38 Kentang Kakao Kina Kopi Bawang merah Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Cianjur Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Kabupaten Cianjur Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Cianjur Keterangan: *) Angka Sementara sampai bulan Juni

39 Lampiran 2 Pohon industri komoditas padi 27

40 28 Lampiran 3 Kuisioner penentuan komoditas unggulan dengan AHP Kuesioner Penelitian Analisis Komoditas Unggulan di Kabupaten Cianjur Tanggal Pengisian: Penggunaan Proses Hirarki Analitik Penentuan Komoditas Unggulan di Kabupaten Cianjur Kuesioner ini merupakan salah satu instrumen dalam menyelesaikan penelitian. Kusioner ini disusun oleh: Peneliti : Khovivatul Istiqomah NRP : F Program studi : Teknologi Industri Pertanian Fakultas : Teknologi Pertanian Perguruan tinggi : Institut Pertanian Bogor Pembimbing : Dr. Ir. Faqih Udin, M.Sc IDENTITAS RESPONDEN Nama : Jenis Kelamin : ( ) laki-laki ( ) Perempuan Pendidikan terakhir : ( ) Tidak Tamat SD ( ) Diploma/Akademik ( ) SD ( ) Sarjana ( ) SMP ( ) Pascasarjana ( ) SMA ( ) Doktor Pekerjaan :

41 29 PETUNJUK PENGISIAN I. UMUM 1. Isi kolom identitas yang terdapat pada halaman depan kuesioner 2. Berikan penilaian terhadap hierarki penentuan strategi penerapan produksi bersih 3. Penilaian dilakukan dengan membandingkan tingkat/peran komponen dalam satu level hierarki yang berkaitan dengan komponen-komponen level sebelumnya. 4. Penilaian dilakukan dengan mengisi tanda checklist ( ) pada kolom yang tersedia II. SKALA PENILAIAN Defenisi dari skala yang digunakan adalah sebagai berikut Nilai Defenisi Perbandingan 1 Tujuan yang satu dengan yang lainnya sama penting 3 Tujuan yang satu sedikit lebih penting ( agak kuat ) dibanding tujuan yang lainnya 5 Tujuan yang satu lebih penting dibanding tujuan lainnya 7 Tujuan yang satu sangat penting dibanding tujuan lainnya 9 Tujuan yang satu mutlak penting dibanding tujuan lainnya 2, 4, 6, 8 Nilai tengah di antara dua nilai skor penilaian diatas Contoh Pengisian : Tabel 1. Bagaimana Penilaian anda terhadap perbandingan tingkat kepentingan antar kriteria di bawah ini berdasarkan tujuan Penentuan Komoditas Unggulan di Kabupaten Cianjur Kolom Kiri Produktivitas Produktivitas Produktivitas Biaya Biaya Dampak Lingkungan Diisi bila kolom kiri lebih penting dari pada kolom kanan Diisi bila sama penting Diisi bila kolom kanan lebih penting dari pada kolom kiri Kolom Kanan Biaya Dampak Lingkungan Kualitas Dampak Lingkungan Kualitas Kualitas

42 30 III. ISI KUESIONER 1. Penentuan bobot FAKTOR untuk pemilihan komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur Berilah tanda pada kolom skor yang paling sesuai terhadap penilaian tingkat kepentingan masing-masing FAKTOR pada tabel berikut Tabel 1. Perbandingan tingkat kepentingan antar FAKTOR untuk penentuan komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur Kolom Kiri Prospek pasar Prospek pasar Prospek pasar Prospek pasar Prospek pasar Prospek pasar Prospek pasar Prospek pasar Prospek pasar Nilai ekonomis bahan baku Nilai ekonomis bahan baku Nilai ekonomis bahan baku Nilai ekonomis bahan baku Nilai ekonomis bahan baku Nilai ekonomis bahan baku Nilai ekonomis bahan baku Nilai ekonomis bahan baku Diisi bila kolom kiri lebih penting dari pada kolom kanan Diisi bila sama penting Diisi bila kolom kanan lebih penting dari pada kolom kiri Kolom Kanan Nilai ekonomis bahan baku Sarana dan prasarana pendukung Kelayakan usaha Adanya kesempatan deversifikasi produk Penyerapan tenaga kerja Kebijakan pemerintah mendukung Ketersediaan dan pasokan bahan baku Ketersediaan lahan komoditas unggulan Keterkaitan pendapatan rakyat Sarana dan prasarana pendukung Kelayakan usaha Adanya kesempatan deversifikasi produk Penyerapan tenaga kerja Kebijakan pemerintah mendukung Ketersediaan dan pasokan bahan baku Ketersediaan lahan komoditas unggulan Keterkaitan pendapatan rakyat

43 31 Kolom Kiri Diisi bila kolom kiri lebih penting dari pada kolom kanan Diisi bila sama penting Diisi bila kolom kanan lebih penting dari pada kolom kiri Kolom Kanan Sarana dan prasarana pendukung Sarana dan prasarana pendukung Sarana dan prasarana pendukung Sarana dan prasarana pendukung Sarana dan prasarana pendukung Sarana dan prasarana pendukung Sarana dan prasarana pendukung Kelayakan usaha Kelayakan usaha Kelayakan usaha Kelayakan usaha Kelayakan usaha Kelayakan usaha Adanya kesempatan diversifikasi produk Adanya kesempatan diversifikasi produk Adanya kesempatan diversifikasi produk Adanya kesempatan diversifikasi produk Adanya kesempatan diversifikasi produk Kelayakan usaha Adanya kesempatan deversifikasi produk Penyerapan tenaga kerja Kebijakan pemerintah mendukung Ketersediaan dan pasokan bahan baku Ketersediaan lahan komoditas unggulan Keterkaitan pendapatan rakyat Adanya kesempatan deversifikasi produk Penyerapan tenaga kerja Kebijakan pemerintah mendukung Ketersediaan dan pasokan bahan baku Ketersediaan lahan komoditas unggulan Keterkaitan pendapatan rakyat Penyerapan tenaga kerja Kebijakan pemerintah mendukung Ketersediaan dan pasokan bahan baku Ketersediaan lahan komoditas unggulan Keterkaitan pendapatan rakyat

44 32 Kolom Kiri Penyerapan tenaga kerja Penyerapan tenaga kerja Penyerapan tenaga kerja Penyerapan tenaga kerja Kebijakan pemerintah mendukung Kebijakan pemerintah mendukung Kebijakan pemerintah mendukung Ketersediaan dan pasokan bahan baku Ketersediaan dan pasokan bahan baku Ketersediaan lahan komoditas unggulan Diisi bila kolom kiri lebih penting dari pada kolom kanan Diisi bila sama penting Diisi bila kolom kanan lebih penting dari pada kolom kiri Kolom Kanan Kebijakan pemerintah mendukung Ketersediaan dan pasokan bahan baku Ketersediaan lahan komoditas unggulan Keterkaitan pendapatan rakyat Ketersediaan dan pasokan bahan baku Ketersediaan lahan komoditas unggulan Keterkaitan pendapatan rakyat Ketersediaan lahan komoditas unggulan Keterkaitan pendapatan rakyat Keterkaitan pendapatan rakyat 2. Penentuan bobot ALTERNATIF untuk penentuan komoditas unggulan Berilah tanda pada kolom skor yang paling sesuai terhadap penilaian tingkat kepentingan masing-masing ALTERNATIF pada tabel berikut: Tabel 2. Perbandingan tingkat kepentingan antara ALTERNATIF dengan memperhatikan faktor PROSPEK PASAR untuk penentuan komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur Kolom Kiri Sapi Potong Diisi bila kolom kiri lebih penting dari pada kolom kanan Diisi bila sama penting Diisi bila kolom kanan lebih penting dari pada kolom kiri Kolom Kanan Sapi Potong Sapi Potong 3. Penentuan bobot ALTERNATIF untuk penentuan komoditas unggulan Berilah tanda pada kolom skor yang paling sesuai terhadap penilaian tingkat kepentingan masing-masing ALTERNATIF pada tabel berikut:

45 33 Tabel 3. Perbandingan tingkat kepentingan antara ALTERNATIF dengan memperhatikan faktor NILAI EKONOMIS BAHAN BAKU untuk penentuan komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur Kolom Kiri Sapi Potong Diisi bila kolom kiri lebih penting dari pada kolom kanan Diisi bila sama penting Diisi bila kolom kanan lebih penting dari pada kolom kiri Kolom Kanan Sapi Potong Sapi Potong 4. Penentuan bobot ALTERNATIF untuk penentuan komoditas unggulan Berilah tanda pada kolom skor yang paling sesuai terhadap penilaian tingkat kepentingan masing-masing ALTERNATIF pada tabel berikut: Tabel 4. Perbandingan tingkat kepentingan antara ALTERNATIF dengan memperhatikan faktor SARANA DAN PRASARANA PENDUKUNG untuk penentuan komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur Kolom Kiri Sapi Potong Diisi bila kolom kiri lebih penting dari pada kolom kanan Diisi bila sama penting Diisi bila kolom kanan lebih penting dari pada kolom kiri Kolom Kanan Sapi Potong Sapi Potong 5. Penentuan bobot ALTERNATIF untuk penentuan komoditas unggulan Berilah tanda pada kolom skor yang paling sesuai terhadap penilaian tingkat kepentingan masing-masing ALTERNATIF pada tabel berikut: Tabel 5. Perbandingan tingkat kepentingan antara ALTERNATIF dengan memperhatikan faktor KELAYAKAN USAHA untuk penentuan komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur Kolom Kiri Sapi Potong Diisi bila kolom kiri lebih penting dari pada kolom kanan Diisi bila sama penting Diisi bila kolom kanan lebih penting dari pada kolom kiri Kolom Kanan Sapi Potong Sapi Potong 6. Penentuan bobot ALTERNATIF untuk penentuan komoditas unggulan Berilah tanda pada kolom skor yang paling sesuai terhadap penilaian tingkat kepentingan masing-masing ALTERNATIF pada tabel berikut:

46 34 Tabel 6. Perbandingan tingkat kepentingan antara ALTERNATIF dengan memperhatikan faktor ADANYA KESEMPATAN DIVERSIFIKASI PRODUK untuk penentuan komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur Kolom Kiri Sapi Potong Diisi bila kolom kiri lebih penting dari pada kolom kanan Diisi bila sama penting Diisi bila kolom kanan lebih penting dari pada kolom kiri Kolom Kanan Sapi Potong Sapi Potong 7. Penentuan bobot ALTERNATIF untuk penentuan komoditas unggulan Berilah tanda pada kolom skor yang paling sesuai terhadap penilaian tingkat kepentingan masing-masing ALTERNATIF pada tabel berikut: Tabel 7. Perbandingan tingkat kepentingan antara ALTERNATIF dengan memperhatikan faktor PENYERAPAN TENAGA KERJA untuk penentuan komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur Kolom Kiri Sapi Potong Diisi bila kolom kiri lebih penting dari pada kolom kanan Diisi bila sama penting Diisi bila kolom kanan lebih penting dari pada kolom kiri Kolom Kanan Sapi Potong Sapi Potong 8. Penentuan bobot ALTERNATIF untuk penentuan komoditas unggulan Berilah tanda pada kolom skor yang paling sesuai terhadap penilaian tingkat kepentingan masing-masing ALTERNATIF pada tabel berik Tabel 8. Perbandingan tingkat kepentingan antara ALTERNATIF dengan memperhatikan faktor KEBIJAKAN PEMERINTAH MENDUKUNG untuk penentuan komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur Kolom Kiri Sapi Potong Diisi bila kolom kiri lebih penting dari pada kolom kanan Diisi bila sama penting Diisi bila kolom kanan lebih penting dari pada kolom kiri Kolom Kanan Sapi Potong Sapi Potong 9. Penentuan bobot ALTERNATIF untuk penentuan komoditas unggulan Berilah tanda pada kolom skor yang paling sesuai terhadap penilaian tingkat kepentingan masing-masing ALTERNATIF pada tabel berikut:

47 35 Tabel 9. Perbandingan tingkat kepentingan antara ALTERNATIF dengan memperhatikan faktor KETERSEDIAAN DAN PASOKAN BAHAN BAKU untuk penentuan komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur Kolom Kiri Sapi Potong Diisi bila kolom kiri lebih penting dari pada kolom kanan Diisi bila sama penting Diisi bila kolom kanan lebih penting dari pada kolom kiri Kolom Kanan Sapi Potong Sapi Potong 10. Penentuan bobot ALTERNATIF untuk penentuan komoditas unggulan Berilah tanda pada kolom skor yang paling sesuai terhadap penilaian tingkat kepentingan masing-masing ALTERNATIF pada tabel berikut: Tabel 10. Perbandingan tingkat kepentingan antara ALTERNATIF dengan memperhatikan faktor KATERSEDIAAN LAHAN KOMODITAS UNGGULAN untuk penentuan komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur Kolom Kiri Sapi Potong Diisi bila kolom kiri lebih penting dari pada kolom kanan Diisi bila sama penting Diisi bila kolom kanan lebih penting dari pada kolom kiri Kolom Kanan Sapi Potong Sapi Potong 11. Penentuan bobot ALTERNATIF untuk penentuan komoditas unggulan Berilah tanda pada kolom skor yang paling sesuai terhadap penilaian tingkat kepentingan masing-masing ALTERNATIF pada tabel berikut: Tabel 11. Perbandingan tingkat kepentingan antara ALTERNATIF dengan memperhatikan faktor KETERKAITAN PENDAPATAN DENGAN RAKYAT untuk penentuan komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur Kolom Kiri Sapi Potong Diisi bila kolom kiri lebih penting dari pada kolom kanan Diisi bila sama penting Diisi bila kolom kanan lebih penting dari pada kolom kiri Kolom Kanan Sapi Potong Sapi Potong

48 36 Lampiran 4 Hasil analisis aplikasi Expert Choice 2000 dalam penentuan komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur Hasil pakar dari Kabid Industri BAPPEDA Kabupaten Cianjur

49 Hasil pakar dari Sekretaris Umum Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Kabupaten Cianjur 37

50 38 Hasil pakar dari Kabid Perindustrian Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Cianjur

51 Hasil pakar dari Kabid Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Cianjur 39

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data-data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan gabungan antara data primer dan data sekunder. Data primer mencakup hasil penggalian pendapat atau

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

AGROINTEK Volume 7, No.2 Agustus

AGROINTEK Volume 7, No.2 Agustus AGROINTEK Volume 7, No.2 Agustus 2013 103 PENENTUAN LOKASI INDUSTRI PALA PAPUA BERDASARKAN PROSES HIERARKI ANALITIK (ANALYTIC HIERARCHY PROCESS ) DAN APLIKASI SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN (SPK) DI KABUPATEN

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI, 2005. Strategi Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Daerah Kota Bogor. Di bawah bimbingan SETIADI DJOHAR dan IDQAN FAHMI. Sektor pertanian bukan merupakan sektor

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 34 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 4.1 Gambaran Umum Provinsi Lampung Lintang Selatan. Disebelah utara berbatasan dengann Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, sebelah Selatan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kota Tangerang Selatan merupakan daerah otonom baru yang sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Tangerang Provinsi Banten berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah 5.1. Kondisi Geografis BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 o 50 ' - 7 o 50 ' Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten Subang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk dalam suatu daerah karena hal tersebut merupakan kejadian

Lebih terperinci

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12 BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Konsekuensi logis sebagai negara kesatuan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Kabupaten Kulonprogo Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan daerah di Indonesia pada dasarnya didasari oleh kebijaksanaan pembangunan nasional dengan mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan daerah. Kebijaksanaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Wilayah Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Wilayah Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara pertanian, artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Wilayah Indonesia memiliki tanah yang subur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan pola konsumsi makanan pada masyarakat memberikan dampak positif bagi upaya penganekaragaman pangan. Perkembangan makanan olahan yang berbasis tepung semakin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah beserta dengan perangkat kelengkapannya sejak penerbitan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok, 98 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia

I. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang dan masalah Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia menjadi sebuah negara industri yang tangguh dalam jangka panjang. Hal ini mendukung Peraturan

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN KEGIATAN AGRIBISNIS DI KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR. Oleh : NURUL KAMILIA L2D

ARAHAN PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN KEGIATAN AGRIBISNIS DI KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR. Oleh : NURUL KAMILIA L2D ARAHAN PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN KEGIATAN AGRIBISNIS DI KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR Oleh : NURUL KAMILIA L2D 098 455 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH & KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO 2003 ABSTRAK

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan kekayaan hayati yang melimpah, hal ini memberikan keuntungan bagi Indonesia terhadap pembangunan perekonomian melalui

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN 47 BAB III METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Meningkatnya aktivitas perkotaan seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi masyarakat yang kemudian diikuti dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 4.1. Gambaran Umum inerja perekonomian Jawa Barat pada tahun ini nampaknya relatif semakin membaik, hal ini terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi Jawa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Kajian Kajian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, dengan batasan waktu data dari tahun 2000 sampai dengan 2009. Pertimbangan pemilihan lokasi kajian antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan daerah dalam era globalisasi saat ini memiliki konsekuensi seluruh daerah di wilayah nasional menghadapi tingkat persaingan yang semakin tinggi secara langsung

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI 4.1 Keadaan Umum Provinsi Jambi secara resmi dibentuk pada tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang No. 61 tahun 1958. Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0º 45

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki peranan yang penting bagi pertumbuhan pembangunan

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki peranan yang penting bagi pertumbuhan pembangunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian sebagai penyedia dan pemenuh kebutuhan pangan di Indonesia memiliki peranan yang penting bagi pertumbuhan pembangunan perekonomian nasional. Sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto. Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas kata oikos dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto. Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas kata oikos dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas kata oikos dan nomos. Oikos berarti rumah tangga, nomos berarti aturan. Sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar

BAB I PENDAHULUAN. individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan papan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar bagi setiap individu manusia pasti

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan dan pemerintah di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan dan pemerintah di 45 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan dan pemerintah di Provinsi Lampung yaitu Badan Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Lampung,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 1. Kondisi Fisik Daerah Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara 7.33-8.12 Lintang Selatan dan antara 110.00-110.50 Bujur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam struktur pembangunan perekonomian nasional khususnya daerah-daerah.

BAB I PENDAHULUAN. dalam struktur pembangunan perekonomian nasional khususnya daerah-daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional khususnya daerah-daerah. Sektor pertanian sampai

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data 19 4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Provinsi Papua Barat. Pemilihan lokasi didasarkan pada pertimbangan bahwa Papua Barat sebagai wilayah yang mempunyai potensi sumber

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat

IV. GAMBARAN UMUM Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat 51 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat Sumatera Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di pesisir barat Pulau Sumatera dengan ibukota

Lebih terperinci

BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2012

BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2012 BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH No. 01/07/1204/Th. XII, 5 Juli 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2012 Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2012 sebesar 6,35 persen mengalami

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan disahkannya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah dan direvisi menjadi Undang-undang No. 32 tahun 2004

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim

KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim ABSTRAK Pembangunan Wilayah (regional) merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah bersangkutan (Soeparmoko, 2002: 45). Keberhasilan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. daerah bersangkutan (Soeparmoko, 2002: 45). Keberhasilan pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

OLEH : TOMI DWICAHYO NRP :

OLEH : TOMI DWICAHYO NRP : OLEH : TOMI DWICAHYO NRP : 4301.100.036 LATAR BELAKANG Kondisi Kab. Blitar merupakan lahan yang kurang subur, hal ini disebabkan daerah tersebut merupakan daerah pegunungan berbatu. Sebagian Kab. Blitar

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN PENANGANAN RUAS-RUAS JALAN DI KOTA SAMARINDA

PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN PENANGANAN RUAS-RUAS JALAN DI KOTA SAMARINDA PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN PENANGANAN RUAS-RUAS JALAN DI KOTA SAMARINDA Desy Damayanti Mahasiswa Magister Manajemen Aset FTSP ITS Ria Asih Aryani Soemitro Dosen Pembina Magister Manajemen Aset FTSP

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

III METODOLOGI. 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Penentuan Metode Destilasi Minyak Pala

III METODOLOGI. 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Penentuan Metode Destilasi Minyak Pala 50 III METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian 3.1.1 Penentuan Metode Destilasi Minyak Pala a. Penentuan Kriteria dan Alternatif : Diperlukan data primer berupa kriteria yang digunakan dalam pemilihan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012 BPS KABUPATEN SIMALUNGUN No. 01/08/1209/Th. XII, 1 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012 Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun tahun 2012 sebesar 6,06 persen mengalami percepatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor mulai Desember 2010 Maret 2011. 3.2 Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA 31 KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA Administrasi Secara administratif pemerintahan Kabupaten Katingan dibagi ke dalam 11 kecamatan dengan ibukota kabupaten terletak di Kecamatan

Lebih terperinci

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya alam yang memiliki fungsi yang sangat luas dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Di lihat dari sisi ekonomi, lahan merupakan input

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka. nasional, serta koefisien gini mengecil.

BAB I PENDAHULUAN. untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka. nasional, serta koefisien gini mengecil. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan ekonomi suatu daerah pada hakekatnya merupakan rangkaian kegiatan integral dari pembangunan ekonomi nasional yang dilaksanakan terarah dan terus

Lebih terperinci

BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP)

BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP) BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK 3.1 Pengertian Proses Hierarki Analitik Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP) pertama kali dikembangkan oleh Thomas Lorie Saaty dari Wharton

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO 4.1. Keadaan Geografis Kabupaten Karo terletak diantara 02o50 s/d 03o19 LU dan 97o55 s/d 98 o 38 BT. Dengan luas wilayah 2.127,25 Km2 atau 212.725 Ha terletak pada ketinggian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan besar untuk menggerakkan roda perekonomian. Pada saat usaha besar tidak mampu mempertahankan eksistensinya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana strategis tahun 2010-2014 adalah terwujudnya pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5. 1. Letak Geografis Kota Depok Kota Depok secara geografis terletak diantara 106 0 43 00 BT - 106 0 55 30 BT dan 6 0 19 00-6 0 28 00. Kota Depok berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2013

BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2013 BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH No. 1/8/124/Th. XIII, 25 Agustus 214 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 213 Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 213 sebesar 6,85 persen mengalami

Lebih terperinci

3 METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian. 3.2 Jenis, Sumber dan Metode Analisis Data

3 METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian. 3.2 Jenis, Sumber dan Metode Analisis Data 13 3 METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi wilayah Kabupaten yang mencakup 10 kecamatan. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 6 bulan yaitu dari bulan Mei sampai Oktober

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE 4.1 Kondisi Wilayah Pulau Simeulue merupakan salah satu pulau terluar dari propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Ο Ο Ο Ο berada pada posisi 0 0 03-03 0 04 lintang Utara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011) PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian mempunyai peranan yang strategis dalam penyerapan tenaga kerja yang ada di Indonesia, yaitu dengan tingginya penyerapan tenaga kerja sekitar 44 persen dari

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK INDUSTRI KECIL KERUPUK

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK INDUSTRI KECIL KERUPUK IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK INDUSTRI KECIL KERUPUK 4.1. Letak Geografis, Kependudukan dan Kondisi Perekonomian Kabupaten Demak Kabupaten Demak merupakan salah satu kabupaten di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah Indonesia dalam perannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas fungsi-fungsi pelayanannya kepada seluruh lapisan masyarakat diwujudkan dalam bentuk kebijakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 18 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian dari pembangunan ekonomi Nasional yang bertumpu pada upaya mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur seperti

Lebih terperinci