PENGUKURAN TARGET STRENGTH BEBERAPA SPESIES IKAN DALAM KONDISI TERKONTROL DI LABOTARIUM AKUSTIK KELAUTAN MENGGUNAKAN QUANTIFIED FISH FINDER C

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGUKURAN TARGET STRENGTH BEBERAPA SPESIES IKAN DALAM KONDISI TERKONTROL DI LABOTARIUM AKUSTIK KELAUTAN MENGGUNAKAN QUANTIFIED FISH FINDER C"

Transkripsi

1 PENGUKURAN TARGET STRENGTH BEBERAPA SPESIES IKAN DALAM KONDISI TERKONTROL DI LABOTARIUM AKUSTIK KELAUTAN MENGGUNAKAN QUANTIFIED FISH FINDER FAISAL AHMAD C DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 PENGUKURAN KARAKTERISTIK REFLEKSI IKAN DALAM KONDISI TERKONTROL DI LABOTARIUM AKUSTIK KELAUTAN MENGGUNAKAN QUANTIFIED FISH FINDER FAISAL AHMAD SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Pada Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

3 RINGKASAN FAISAL AHMAD C Pengukuran Karakteristik Refleksi Ikan Dalam Kondisi Terkontrol Di Labotarium Akustik Kelautan Menggunakan Quantified Fish Finder. Dibawah Bimbingan : Dr. Ir. Henry M. Manik M.T. Sumber daya hayati dari laut dan perairan tawar yaitu ikan. Salah satu cara untuk mengetahui bagaimana kita dapat mengeksplorasi sumber daya alam di lautan dengan tepat adalah dengan mempelajari karakteristiknya dengan menggunakan Teknologi akustik. Teknologi ini dapat mendeteksi lokasi dan jumlah dari ikan serta menduga tingkah laku ikan tersebut. Teknologi akustik yang dimaksud ini adalah echosounder. Ditinjau dari segi akustik permasalahan akurasi dalam deteksi ini terutama disebabkan scattering suara yang terjadi pada waktu transmisi dan refleksi, untuk menganalisis hal tersebut, analisis data yang umum digunakan dalam penelitian refleksi akustik ikan adalah dengan perhitungan Target Strength Output data yang dihasilkan dari echosounder ini bisa berupa echogram dan sinyal Amplitudo, Pada penelitian ini pendugaan ikan dilakukan dengan pengolahan sinyal amplitudo ikan menjadi Echo Strength dan Target Strength dari echosounder menggunakan metode hidroakustik dan Continous Wavelet Transfrom. Ikan mas (Cyprinus carpio) mempunyai rentang amplitudo volt, Echo Strength sebesar -21 db sampai -14 db, ikan lele (Clarias sp) mempunyai rentang nilai amplitudo volt, Echo Strength sebesar db sampai db dan ikan nila hitam mempunyai rentang nlai amplitudo volt, Echo Strength sebesar db sampai -19 db. Pada ikan nila hitam (Oreochromis niloticus) dengan jumlah 10 ekor dan mempunyai masing-masing ukuran tubuh (Fork Length) yang berbeda, mempunyai dugaan nilai Target Strength : 20 log dengan nilai R 2 =0.808, semakin panjang tubuh ikan maka semakin besar nilai Target Strength nya. Metode Continous Wavelet Transfrom yang digunakan untuk mengidentifikasi jenis ikan berdasarkan nilai koefisen absolute C, pada ikan mas rentang nilai Koefisien C terbesar pada semua scale adalah 1.1x10-5 sampai Pada ikan nila sebesar 0.3x10-5 sampai dan pada ikan lele sebesar 0.3x10-5 sampai

4 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pengukuran Karakteristik Refleksi Ikan Dalam Kondisi Terkontrol di Laboratorium Akustik Kelautan Menggunakan Quantified FISH FINDER adalah karya saya sendiri di bawah bimbingan Bapak Dr. Ir. Henry M. Manik M.T. dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dib again akhir skripsi ini. Bogor, Oktober 2010 Faisal Ahmad NIM C

5 Judul Skripsi Nama Mahasiswa NIM Program Studi : Pengukuran Karakteristik Refleksi Ikan Dalam Kondisi Terkontrol di Labotarium Akustik Kelautan Menggunakan Quantified FISH FINDER : Faisal Ahmad : C ; Ilmu dan Teknologi Kelautan Menyetujui, Dosen Pembimbing Dr. Ir. Henry M. Manik M.T. NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo.MSc NIP

6 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Berkat ridho-nya laporan tugas akhir ini bisa diselesaikan sesuai jadwal yang direncanakan. Tidak lupa shalawat serta salam selalu penulis haturkan kepada Rasulullah SAW, para keluarga dan sahabatnya. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Ayah dan Ibu yang telah bersabar dalam mendidik anakmu ini, tak henti-hentinya mengucapkan doa, dorongan, kasih sayang, semangat dan pengorbanan agar saya tetap fokus dalam menyelesaikan studi 2. Bapak Dr. Ir. Henry M. Manik M.T. yang senantiasa memberi kesempatan kepada penulis serta selalu meluangkan waktunya untuk membimbing dan member arahan kepada penulis. 3. Bang M. Iqbal, S.Pi (37) dan Bang Asep Ma mun, S.Pi (41) yang membantu saya dalam pengambilan data serta pengolahan data. 4. Mbak Reda, Mas Farid dan Aris yang senantiasa ada dan membantu penulis jika dalam kesulitan 5. Temen Seperjuangan hidupku, Ressy Dwi Mariska yang senantiasa ada menemaniku, 6. Teman-teman ITK 42 yang selalu mengingatkan penulis jika salah 7. Seluruh Warga ITK yang tidak saya bisa sebutkan satu-persatu yang ikut membantu dalam proses penyelesaian studi ini. Bogor, Oktober 2010 Penulis i

7 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR. i DAFTAR ISI ii DAFTAR TABEL.... v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN ix BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan. 2 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.) Ikan Mas (Cyprinus carpio) Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus) Prinsip Kerja Hidroakustik Single-Beam Echosounder Near Field dan Far Field Kecepatan Suara Target Strength (TS) Volume Backscattering Strength (Sv) Wavelet Pengenalan Wavelet Analisis Wavelet Transformasi Wavelet Continous Wavelet Transfrom (CWT) Discrete Wavelet Transfrom (DWT) BAB III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Alat PcFF80 PC Fishfinder Notebook HP 6350b Cruz Pro PC Fishfinder ii

8 3.4 Matlab r2008a Pengambilan Data Akustik Ikan kelompok Ikan tunggal Pengolahan Data Akustik Ikan kelompok Ikan tunggal BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sebaran Target Strength pada ikan mas (Cyprinus carpio), ikan lele (Clarias Sp) dan ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus) kelompok (10 ekor) Nilai Target Strength pada ikan mas (Cyprinus carpio), ikan lele (Clarias Sp) dan ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus) tunggal dengan sudut orientasi yang berbeda Hubungan antara Target Strength dengan Fork Length (FL) pada ikan Nila Hitam (Oreochromis nilaticus) Grafik Polar pada ikan mas (Cyprinus carpio), ikan lele (Clarias Sp) dan ikan Nila Hitam (Oreochromis nilaticus) tunggal Continous Wavelet Transfrom Grafik CWT dan Garfik koefisien C Ikan Mas (Cyprinus carpio) kelompok Grafik CWT dan Garfik koefisien C Ikan Nila Hitam (Oreochromis nilaticus) kelompok Grafik CWT dan Garfik koefisien C Ikan Lele (Clarias sp) kelompok Pembahasan Karakteristik Ikan Kelompok Karakteristik Ikan Tunggal Continous Wavelet Transfrom (CWT). 54 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran 56 iii

9 DAFTAR PUSTAKA.. 57 LAMPIRAN. 59 iv

10 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1 Spesifikasi PcFF80PC Kalibrasi dan setting alat PcFF80 PC Syntak PLOTMODE yang digunakan dalam pengolahan wavelet Hasil pengukuran normalized Target Strength (<TS>) terhadap nilai target strength setiap sudut (TS(θ)) pada ikan nila hitam Hubungan normalized Target Strength <TS> dengan Fork Length pada persamaan 20 log.. 45 v

11 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1 Clarias sp Cyprinus carpio. 4 3 Oreochromis niloticus Salah satu contoh beam pattern dari BioSonics dengan frekuensi 200 Khz lebar beam 6 o dan side lobes -35dB sampai -30 db (Solid line). Beam 5.5 o dengan side lobes sekitar -18 db (dotted line) Komponen single-beam echosounder pada kapal. 8 6 Echogram Prinsip kerja single-beam echosounder. 9 8 Ilustrasi daerah zona Fresnel (Near Field) dan zona Fraunhofer (Far Field) Perbedaan sinyal biasa dengan sinyal wavelet Pergesaran pada wavelet Scale pada wavelet Penyambungan Interface RS-232 dengan notebook HP 6350b dan tranducer Alur Pengambilan data akustik pada ikan kelompok tiltting mechanism system Proses pengambilan data pada tiltting mechanism system Alur Komputasi data Alur pengolahan data ikan tunggal Skematik pengukuran Target Strength Referensi (TS ref ) pada bandul pejal berukuran (3 x 3 x 3)4π cm Grafik Amplitudo dalam satuan ping (a) dan satuan detik (b), Amplitudo Relatif (c) dan Echo Strength (d) Pada Ikan mas (Cyprinus carpio) Grafik Amplitudo, Amplitudo Relatif, dan Echo strength Pada 30 Ikan Lele (Clarias Sp) Grafik Amplitudo, Amplitudo Relatif, dan Echo strength Pada Ikan Nila vi

12 22 Grafik Amplitudo Ikan Mas (Cyprinus carpio) Tunggal dengan sudut orientasi 0 o (a), -25 o (b), -40 o (c), 25 o (d), 55 o (e) dari ikan kearah vertikal Grafik Echo Strength Ikan Mas (Cyprinus carpio) Tunggal dengan sudut orieantasi 0 o (a), -25 o (b), -40 o (c), 25 o (d), 55 o (e) dari ikan kearah vertika Grafik amplitudo ikan nila 1 (FL= 22 cm) Tunggal dengan sudut orieantasi 0 o (a), -25 o (b), -40 o (c), 25 o (d), 40 o (e) dari ikan kearah vertikal Grafik amplitudo ikan nila 2 (FL= 20 cm) Tunggal dengan sudut orieantasi 0 o (a), -25 o (b), -40 o (c), 25 o (d), 40 o (e) dari ikan kearah vertikal Grafik amplitudo ikan nila 3 (FL= 24.7 cm) Tunggal dengan sudut orieantasi 0 o (a), -25 o (b), -40 o (c), 25 o (d), 40 o (e) dari ikan kearah vertikal Grafik Echo Strength ikan nila 1 (FL= 22 cm) Tunggal dengan sudut orieantasi 0 o (a), -25 o (b), -40 o (c), 25 o (d), 40 o (e) dari ikan kearah vertikal Grafik Echo Strength ikan nila 2 (FL= 20 cm) Tunggal dengan sudut orieantasi 0 o (a), -25 o (b), -40 o (c), 25 o (d), 40 o (e) dari ikan kearah vertikal Grafik Echo Strength ikan nila 3 (FL= 24.7 cm) Tunggal dengan sudut orieantasi 0 o (a), -25 o (b), -40 o (c), 25 o (d), 40 o (e) dari ikan kearah vertikal Grafik Amplitudo Ikan Lele (Clarias sp) Tunggal dengan sudut orientasi 0 o (a), -15 o (b), -25 o (c), 15 o (d), 25 o (e) dari ikan kearah vertikal Grafik Echo strength Ikan Lele (Clarias sp) Tunggal dengan sudut orientasi 0 o (a), -15 o (b), -25 o (c), 15 o (d), 25 o (e) dari ikan kearah vertikal Sebaran nilai Target Strength pada ikan mas kelompok Sebaran nilai Target Strength pada ikan nila hitam kelompok Sebaran nilai Target Strength pada ikan lele kelompok 40 vii

13 35 Grafik nilai Target Strength pada Ikan mas tunggal dengan sudut orientasi ysng berbeda-beda dari posisi horizontal ikan terhadap arah datang sumber akustik Grafik nilai Target Strength pada ikan lele tunggal dengan sudut orientasi ysng berbeda-beda dari posisi horizontal ikan terhadap arah datang sumber akustik Grafik nilai Target Strength pada ikan nila tunggal dengan sudut orientasi dan ukuran yang berbeda-beda dari posisi horizontal ikan terhadap arah datang sumber akustik Grafik hubungan normalized target strength dengan fork length pada ikan nila hitam Grafik Polar Target Strength dari ikan mas tunggal Grafik Polar Target Strength dari ikan nila dengan ukuran nila 1 47 (FL=22 cm), nila 2 (FL=20 cm) dan nila 3 (FL=24.7 cm) 41 Grafik Polar Target Strength dari ikan lele tunggal Grafik Continous Wavelet Transfrom ikan mas kelompok dengan scale 1:1:50 pada detik ke sampai Grafik Koefisien Absolut C ikan Mas kelompok pada Scale 1, 10, 20,30,40 dan 50 pada detik ke sampai Grafik Continous Wavelet Transfrom ikan Nila Hitam kelompok dengan scale 1:1:50 pada detik ke sampai Grafik Koefisien Absolut C ikan Nila Hitam kelompok pada Scale 1, 10, 20,30,40 dan 50 pada detik ke sampai Grafik Continous Wavelet Transfrom ikan Lele kelompok dengan scle 1:1:50 pada detik ke sampai Grafik Koefisien Absolut C ikan Mas kelompok pada Scale 1, 10, 20,30,40 dan 50 pada detik ke sampai viii

14 Lampiran DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Nilai akustik pada ikan mas (Cyprinus carpio) kelompok (10 ekor) 59 2 Nilai akustik pada ikan lele (Clarias sp) kelompok (10 ekor) Nilai akustik pada ikan nila hitam (Oreochromis niloticus) kelompok (10 ekor) Nilai Amplitudo pada ikan mas (Cyprinus carpio) tunggal dengan FL =19 cm Nilai Echo Strength pada ikan mas (Cyprinus carpio) tunggal FL=19 cm 67 6 Nilai amplitudo pada ikan nila hitam (Oreochromis niloticus) dengan FL= 22 cm Nilai Echo Strength ikan nila hitam (Oreochromis niloticus) tunggal dengan FL= 22cm Nilai amplitudo pada ikan lele (Clarias sp) tunggal dengan FL = 24 cm Nilai Echo Strength pada ikan lele (Clarias sp) tunggal dengan Fl = 24 cm Tabel sebaran target strength pada kelompok semua ikan (10 ekor) Nilai Target Strength (db) pada semua ikan tunggal Tabel regresi antara hubungan target strength dengan fork length Syntak MATLAB dalam membuat grafik polar Syntak MATLAB dalam pengolahan sinyal menggunakan wavelet Nilai Koefisien absolute C pada ikan mas Ukuran tubuh ikan Foto-Foto Penelitian 90 ix

15 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sumber daya hayati laut dan perairan tawar telah lama menjadi sumber makanan yang penting dan juga kegiatan ekonomi industri dan masyarakat tradisional. Sumber daya hayati ini bermacam-macam jenisnya, namun yang paling utama adalah ikan. Ikan merupakan makhluk hidup yang mempunyai habitat di air, memliki insang, dan bergerak aktif. Salah satu cara untuk mengetahui bagaimana kita dapat mengeksplorasi sumber daya alam di lautan dengan tepat adalah dengan mempelajari karakteristiknya, seperti karakteristik dari ikan laut maupun ikan air tawar dari bentuk tubuh, ukuran, dan lainlainnya Sebelum ditemukannya teknologi akustik pada tahun 1920-an, pemanfaatan sumber daya hayati ikan ini masih minim, hal ini dikarenakan ikan sangat sulit ditangkap. Kesulitan ini disebabkan karakteristik dari ikan itu sendiri yang bergerak cepat, hidup di kedalaman yang relatif dalam dimana para nelayan sangat sulit menduga keberadaan ikan. Untuk meningkatkan produktivitas penangkapan ikan nelayan maka perlu dilakukan proses modernisasi pada kapal-kapal nelayan, salah satunya dengan memasang alat-alat berteknologi akustik pada alat penangkap ikannya (Pasaribu, 1982) Teknologi akustik sudah semakin canggih dan berguna selama bertahun-tahun. Dengan menggunakan sonar, kita bisa menduga volume air dalam waktu singkat, akustik echo dari ikan, mendeteksi lokasi dan jumlah dari ikan tersebut, menduga tingkah laku ikan tersebut (MacLennan dan Simmonds,2005). Teknologi akustik yang dimaksud ini adalah echosounder. Echosounder pertama kali digunakan pada saat eksplorasi Meteor ( ) di Jerman pada saat pemetaan wilayah Atlantik Selatan. Pemetaan secara sistematis pada deep-ocean basin dimulai pada akhir tahun 1940-an. Jadi wilayah yang luas dapat diselidiki dengan mudah (Gross, 1993). Dalam pendugaan/estimasi kelompok ikan, masih dijumpai kendala-kendala yang harus diatasi sehingga estimasi yang dimaksud dapat diperoleh dengan akurasi tinggi. Menurut Pasaribu (1985), beberapa faktor yang mempengaruhi keraguan akan akurasi estimasi kelompok ikan antara lain: (1) Kondisi perairan yang tidak homogen

16 (2) Timbulnya Refleksi akustik ganda dari kelompok ikan sewaktu dideteksi (3) Variasi ukuran individu ikan dalam kelompok (4) Struktur kelompok ikan pada saat berenang dan dideteksi Ditinjau dari segi akustik, permasalahan akurasi dalam deteksi ini terutama disebabkan scattering suara yang terjadi pada waktu transmisi dan refleksi, untuk menganalisis hal tersebut. Menurut Pasaribu (1985) analisis data yang umum digunakan dalam penelitian refleksi akustik ikan adalah dengan perhitungan Target Strength. Sudah banyak metode-metode yang dilakukan untuk mendeteksi ikan dengan teknologi akustik, baik dengan echogram maupun dengan pengolahan sinyal amplitudo dari pantulan ikan tersebut. Salah satu metode adalah dengan metode hidroakustik yang cukup efisien untuk mendapatkan informasi dari karakteristik ikan. Metode ini memiliki beberapa keunggulan yaitu dapat meliputi perairan yang cukup luas, ketelitian cukup tinggi, tidak merusak kelestarian sumber daya alam dan lingkungan, dapat mengukur scattering dasar laut dan biota laut seperti ikan, plankton dan nekton secara simultan (Manik, 2006). Output data yang dihasilkan dari echosounder hidroakustik ini bisa berupa echogram dan sinyal Amplitudo. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan metode hidroakustik bisa digabungkan dengan metode-metode pengolahan sinyal data seperti Fast Fourier Transfrom (FFT), Continous Wavelet Transfrom (CWT), Discrete Wavelet Transfrom (DWT) dan lain-lainnya. Pada penelitian ini pendugaan ikan dilakukan dengan pengolahan sinyal amplitudo ikan dari echosounder menggunakan metode hidroakustik dan Continous Wavelet Transfrom. 1.2 Tujuan (1) Mengukur Target Strength Ikan Mas (Cyprinus carpio), Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus), Ikan Lele (Clarias sp) dalam kondisi terkontrol dengan Tiltting Mechanism dan Cage Method. (2) Menganalisa karakteristik Target Strength menurut spesies dan ukuran ikan serta karakteristik Echo Strength pada kelompok ikan dengan menggunakan metode CWT

17 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.) Ikan lele Dumbo merupakan hibrida dari jenis Clarias fuscus untuk induk betina yang merupakan lele asal Taiwan dengan induk jantan yang berasal dari Afrika yaitu jenis Clarias mosambicus (Suyanto, 1992) sehingga lele dumbo bukanlah merupakan lele yang berasal dari indonesia. Ikan lele merupakan ikan yang hidup di air tawar. Secara alami ikan ini bersifat nocturnal, yang artinya aktif pada malam hari atau lebih menyukai tempat yang gelap (Blaxer, 1969). Ikan ini bersifat karnivor, mempunyai bentuk tubuh yang memanjang dan berkulit licin (Chen, 1976). Bentuk kepala pipih (depress) dan disekitar mulutnya terdapat empat pasang sungut. Pada sirip dadanya terdapat patil atau duri keras yang digunakan untuk mempertahankan diri dan kadang-kadang dipakai untuk berjalan di permukaan tanah (Huet, 1972). Ikan lele mempunyai organ arboresent yang merupakan alat pernapasan tambahan dan memungkinkan ikan ini untuk mengambil oksigen dari udara di luar air ( Viveen et al., 1987). Klasifikasi Ikan lele dumbo menurut Saanin (1984) dan Suyanto (1992) adalah sebagai berikut: Filum : Chordata Kelas : Pisces Subkelas : Teleostei Ordo : Ostariophysi Subordo : Siluroide Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies : Clarias sp. Untuk lebih jelas bagaimana bentuk ikan lele, perhatikan Gambar 1 dibawah ini Gambar 1. Clarias sp ( 3

18 Tubuh ikan lele dumbo cenderung lebih panjang dan lebih besar dari pada lele lokal pada usia yang sama Pada tubuhnya ada titik-titik putih membentuk garis memotong. Indra penglihatan lele dumbo kurang baik karena ukuran mata yang kecil namun terdapat alat peraba berupa empat pasang sungut yaitu satu pasang sungut hidung, satu pasang sungut maksilar dan dua pasang sungut mandibula (Najiyati, 1992) Ikan Mas (Cyprinus carpio) Ikan mas memiliki tubuh memanjang dan sedikit pipih kesamping. Mulut terletak di ujung tengah dan dapat disembulkan. Ikan ini mempunyai dua pasang sungut. Sungut inilah yang merupakan salah satu pembeda antara ikan mas dengan mas koki. Ikan mas termasuk omnivore. Suhu dan ph air untuk pertumbuhan optimal adalah o C dan 7-8 (Susanto, 2007) Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1968) dan Tim Lentera (2002) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Superkelas : Pisces Kelas : Osteichthyes Subkelas : Actinopterygii Ordo : Cypriniformes Subordo : Cyprinoidea Famili : Cyprinidae Genus : Cyprinus Spesies : Cyprinus carpio Bentuk ikan mas diberikan pada Gambar 2 dibawah ini Gambar 2. Cyprinus carpio ( 4

19 2.1.3 Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus) Ikan nila hitam merupakan jenis ikan air tawar yang memiliki toleransi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan, tahan terhadap serangan penyakit serta ikan ini termasuk hewan pemakan segala (omnivore) (Margolang 2009). Ikan nila mempunyai sirip punggung, sirip dubur dan sirip perut yang masing-masing mempunyai jari-jari keras dan jari-jari lunak yang tajam seperti duri (Suyanto 1994). Ikan nila hidup di sungai, rawa, danau, waduk dan sawah. Pada daerah tropis ikan nila hidup dan tumbuh dengan baik sepanjang tahun pada lokasi sampai ketinggian 500 m diatas permukaan laut (Direktorat Jendral Perikanan 1991). Klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1982) dalam Suyanto (1994) adalah sebagai berikut: Filum : Chordata Subfilum :Vertebrata Kelas : Osteichytes Subkelas : Acanthopterigii Ordo : Percomorphi Famili : Cichlidae Genus : Oreochromis Spesies : Oreochromis niloticus Gambar 3 di bawah ini merupakan bentuk dari ikan nila hitam. Gambar 3. Oreochromis niloticus ( 2.2 Prinsip Kerja Hidroakustik Deteksi dengan pengukuran gema ikan secara akustik memungkinkan untuk menganalisis tingkah laku penyebaran, dan struktur ikan. Semua penelitian ikan secara akustik, didasari oleh evaluasi kepadatan relative (Petit and Cotel, 1996). Metode yang sedang dikembangkan saat ini adalah metode integrasi gema. Perkembangan teknologi ini 5

20 semakin maju, membawa kita pada penerapan teknologi yang menggunakan echosounder dan echointegrator. Teknologi ini telah membawa revolusi dalam dunia eksplorasi sumber daya alam perairan. Sistem konvensional dalam penentuan daerah penangkapan oleh nelayan, kini lebih terbantu lagi dengan metode akustik yang dapat menjadi referensi tepat dalam penentuan daerah penyebaran ikan. Peralatan echo integrator digunakan untuk mendapatkan integrasi sinyal echo dari echosounder beam tunggal, beam ganda, maupun beam terbagi atau sonar konvensional. Tingkat ketepatan teknik ini sangat tinggi dan menguntungkan, sehingga dapat digunakan sebagai penduga kelimpahan ikan di suatu perairan (Kailola dan Trap, 1984 dalam Natsir et.al., 2005). Beberapa keunggulan dan keuntungan yang di dapat dengan menggunakan peralatan metode akustik dalam pendugaan kelimpahan dan distribusi kelompok ikan (MacLennan and Simmonds, 2005): (1) Menghasilkan informasi tentang distribusi dan kelimpahan ikan secara tepat dan mencakup kawasan luas. (2) Pendugaan stok ikan dilakukan secara langsung tanpa harus bergantung kepada data statistic perikanan (3) Memiliki ketelitian dan ketepatan tinggi serta dapat digunakan saat metode lain tidak bisa dgunakan (4) Tidak berbahaya atau merusak karena frekuensi suara yang digunakan tidak membahayakan bagi pemakai alat maupun target survey. Prinsip dari pengoperasian metode akustik adalah dimulai dari timer yang berfungsi sebagai penanda pulsa listrik untuk mengaktifkan pemancaran pulsa yang akan dipancarkan oleh transmitter melalui transducer. Selanjutnya, transducer mengubah energi listrik menjadi energi suara ketika suara akan dipancarkan ke medium. Gelombang akustik yang merambat di kolom perairan akan mengenai target seperti ikan atau dasar perairan dimana gelombang akustik ini akan dipantulkan kembali dalam bentuk echo dan akan diterima oleh transducer dan mengubahnya menjadi energi listrik dan diteruskan ke receiver amplifier ini, sinyal listrik lemah yang dihasilkan oleh transducer setelah echo diterima harus diperkuat beberapa ribu kali sebelum diteruskan ke unit peraga untuk ditampilkan dalam bentuk echogram (MacLennan and Simmonds, 2005) 6

21 FAO (1985) menjelaskan gangguan yang biasa terjadi dalam menjalankan metode akustik disebut noise. Noise merupakan sinyal yang tidak diinginkan yang dapat terjadi karena beberapa faktor seperti: (1) Faktor fisik : angin, pecahan ombak, turbulensi (2) Faktor biologi : suara dan pergerakan binatang dibawah air (3) Faktor artificial : deruman mesin kapal, baling-baling kapal, dan aliran air di sekitar kapal Single-Beam Echosounder Single-beam echosounder merupakan instrumen akustik yang paling sederhana dengan memancarakan beam tunggal sehingga kita dapat informasi tentang kedalaman dan target yang dilaluinya. Dengan menggunakan berbagai frekuensi yang berbeda pada echosounder dan beam-width yang berbeda akan didapatkan hasil yang berbeda pula. Frekuensi yang digunakan pada umumnya untuk aplikasi deteksi ikan adalah 38 khz, 120 khz, 200 khz atau 420 khz sedangkan beam width yang digunakan berkisar antara 5 o - 15 o (MacLennan and Simmonds, 2005). Pada penelitian ini digunakan frekuensi 200 khz dan beam-width 6 o. Gambar 4. Salah satu contoh beam pattern dari BioSonics dengan frekuensi 200 Khz lebar beam 6 o dan side lobes -35dB sampai -30 db (Solid line). Beam 5.5 o dengan side lobes sekitar -18 db (dotted line). Sumber : (MacLennan and Simmonds, 2005) 7

22 Gambar 5. Komponen single-beam echosounder pada kapal Sumber: Ozcoast (2009) Hasil dari deteksi yang dilakukan echosounder ini selanjutnya akan ditampilkan dalam bentuk echogram. Tampilan pada echogram berupa warna-warna yang memiliki karakteristik sendiri, biasanya sinyal yang kuat ditandai dengan warna merah/hitam lalu berurut secara mundur biru/abu-abu menunjukan sinyal lemah (MacLennan and Simmonds, 2005) 8

23 Gambar 6. Echogram Sumber : MacLennan and Simmonds (2005) Konsep pada single-beam echosounder dari mendeteksi target sampai menampilkannya pada echogram dapat dilihat pada gambar dibawah ini Gambar 7. Prinsip kerja single-beam echosounder Sumber : McLennan and Simmonds (2005) 9

24 2.2.2 Near Field dan Far Field Menurut Lurton (2002) pada saat transducer memancarkan suara maka akan terjadi perpindahan energi pada lingkungan. Energi yang dipancarkan oleh transducer ke suatu medium dapat menghilang seiring perambatan suara pada medium tersebut. Proses hilangnya energi tersebut bergantung pada jarak antara titik observasi terhadap transducer. Terdapat dua zona dimana terjadi perpindahan energi saat suara dipancarkan, zona tersebut adalah Near field dan Far field. Near Field (zona Fresnel) merupakan zona adanya pengaruh dari titik-titik yang berbeda fase satu dengan lainnya pada saat transducer mentransmisikan suara (Lurton, 2002). Sedangkan menurut MacLennan and Simmonds (2005), Near Field merupakan jarak dari permukaan transducer sampai kejarak dimana terjadi fluktuasi yang tinggi dari intensitas atau tekanan. Far field (zona Fraunhofer) adalah zona terjadinya perbedaan sinyal karena pengaruh interferensi yang hilang pada wilayah tersebut. Intensitas berkurang seiring bertambahnya kedalaman. Menurut MacLennan and Simmonds (2005), Far field merupakan jarak dimana terjadinya fluktuasi intensitas suara ketika ditransmisikan transducer. Menurut Larson, Brain F. (2001) jarak Near Field dapat diformulasikan sebagai berikut :.. (1) Gambar 8. Ilustrasi daerah zona Fresnel (Near Field) dan zona Fraunhofer (Far Field) Sumber : (MacLennan and Simmonds, 2005) 10

25 dengan a sebagai diameter transducer dan adalah panjang gelombang pulsa dari transducer Kecepatan Suara Nilai kecepatan suara di laut tidak lah konstan melainkan bervariasi antara 1450 m/s hingga 1550 m/s. variasi ini dipengaruhi oleh suhu, salinitas, dan kedalaman. Selain terhadap suhu dan salinitas, kecepatan juga berubah dengan adanya perubahan frekuensi atau panjang gelombang suara yang dipancarkan menurut persamaan dimana c adalah kecepatan suara, adalah panjang gelombang dan f adalah frekuensi. Menurut MacKaenzie (1981) dan Munk et al. (1995) in Stewart (2007), hubungan kecepatan suara dengan suhu, salinitas dan tekanan dapat digambarkan melalui persamaan berikut (2) Keterangan : C = kecepatan suara (m/s) T = suhu ( o C) S = Salinitas (permil) Z = Kedalaman (m) Pengukuran kecepatan suara di perairan dilaksanakan dengan tujuan untuk menentukan dan memastikan ada atau tidaknya perubahan sifat fisik tersebut di media, dimana gelombang bunyi dipancarkan sehingga ada kemungkinan terjadi perubahan kecepatan gelombang bunyi selama penjalarannya (MacLennan and Simmonds, 2005) Target Strength (TS) Target Strength (TS) merupakan faktor terpenting dalam pendeteksian dan pendugaan stok ikan dengan menggunakan metode hidroakustik. TS merupakan suatu ukuran yang dapat menggambarkan kemampuan suatu target untuk memantulkan gelombang suara yang datang mengenainya. Nilai TS suatu ikan tergantung kepada ukuran dan bentuk tubuh, sudut datang pulsa, tingkah laku atau orientasi ikan terhadap tranducer, keberadaan gelembung renang, frekuensi atau panjang gelombang, acoustic impedance dan elemen ikan (daging, tulang, kekenyalan 11

26 kulitnserta distribusi dari sirip dan ekor) walaupun pengaruh elemen terakhir ini sangat kecil karena nilai kerapatannya tidak terlalu jauh dengan air (MacLennan and Simmonds, 2005) Menurut Coates (1990) Menyatakan TS adalah ukuran decibel intensitas suara yang dikembalikan oleh target, diukur pada jarak standar satu meter dari pusat target relatif terhadap intensitas suara yang mengenai target. Johannesson dan Mitson (1983) membagi dua definisi TS berdasarkan domain yang digunakan, yaitu intensitas target strength (TS i ) dan energi target strength (TS e ). Berdasarkan intensitas target strength dapat diformulasikan sebagai berikut : 10log, 1.(3) dimana : TS i = Intensitas target strength I r I i = Intensitas suara yang dipantulkan diukur pada jarak 1 meter dari target = Intensitas suara yang mengenai target Sedangkan energi target strength diformulasikan sebagai 10log, 1. (4) dimana : TS e = Energi target strength E r E i = Energi suara yang dipantulkan diukur pada jarak 1 meter dari target = Energi suara yang mengenai target Menurut Maclennan dan Simmond (2005), TS merupakan backscattering cross section dari target yang mengembalikan sinyal dan dinyatakan dalam bentuk persamaan : 10 log.. (5) Sedangkan menurut Burczynski dan Johnson (1986) kesetaraan backscattering cross section ( ) dengan TS dinyatakan dalam persamaan : 12

27 10 log. (6) TS ikan tunggal sebagai scalling factor bagi volume back scattering strength kelompok ikan agar diperoleh pendugaan kelimpahan ikan. Dawson dan Karlp (1990), pendugaan baik ukuran maupun densitas ikan selalu tergantung pada distribusi target strength Volume Backscattering Strength (Sv) Volume backscattering strength (Sv) merupakan rasio antara intensitas yang direfleksikan oleh suatu group single target, dimana target berada pada suatu volume air (Lurton, 2002). MacLennan and Simmonds (2005) menyatakan bahwa Sv dari kelompok ikan dapat ditentukan dari volume reverberasi. Teori volume reverberasi menggunakan pendekatan liniear untuk directional transducer dengan asumsi : (1) Ikan bersifat homogen atau terdistribusi merata dalam volume perairan. (2) Perambatan gelombang suara pada garis lurus dimana tidak ada refleksi oleh medium hanya spreading loss saja. (3) Densitas yang cukup dalam satuan volume. (4) Tidak ada Multiple Scattering. (5) Panjang pulsa yang pendek untuk propagasi diabaikan Total intensitas suara yang dipantulkan oleh multiple target adalah jumlah dari intensitas suara yang dipantulkan oleh masing-masing target tunggal... (7) dimana n = jumlah target Suatu grup terdiri dari n target dengan sifat-sifat akustik serupa maka diperoleh persamaan sebagai berikut:...(8) dimana = intensitas rata-rata yang direfleksikan oleh target tunggal Equivalent cross section rata-rata tiap target 13

28 (9) Menurut definisi 4 akan menjadi Dengan mengganti. 4.. (10) maka akan diperoleh.....(11) Jadi total intensitas dari gelombang suara yang dipantulkan oleh multiple target adalah proposional terhadap jumlah individu target (n), scattering cross section rata-rata tiap target dan intensitas suara yang mengenai target (I i ). Persamaan ini merupakan dasar untuk pendugaan secara kuantitatif dari biomassa atau stok ikan dengan metode akustik. Metode echo integration yang digunakan untuk mengukur Sv yaitu berdasarkan pada pengukuran total power backscattered pada transduser. 2.3 Wavelet Pengenalan Wavelet Analisis Transformasi Fourier adalah sebuah perangkat matematik untuk menstransformasikan sudut pandang kita terhadap sinyal dari domain waktu ke domain frekuensi, tetapi transformasi Fourier mempunyai kekurangan, yaitu apabila kita melakukan transformasi ke domain frekuensi maka informasi waktu akan hilang. Keuntungannya adalah dapat melihat transformasi Fourier dari suatu sinyal maka adalah tidak mungkin untuk mengetahui kapan fenomena itu terjadi. Sebagai usaha untuk mengurangi kekurangan pada transformasi Fourier yang gagal memberikan informasi waktu dan frekuensi secara bersamaan, Gabor memperkenalkan teknik STFT (Short Time Fourier Transfrom) yang melakukan pemetaan sebuah sinyal ke dalam fungsi berdimensi dua, yaitu dalam waktu dan frekuensi. STFT memberikan informasi mengenai kapan dan pada frekuensi berapa suatu sinyal event terjadi. Tetapi, STFT memiliki keterbatasan bahwa informasi serentak dalam waktu dan frekuensi dapat dicapai dengan presisi yang terbatas, dibatasi oleh ukuran jendela (window) yang dipilih. Sekali dipilih ukuran tertentu dari jendela maka jendela tersebut akan sama untuk semua frekuensi. 14

29 Wavelet adalah gelombang kecil yang mempunyai energy terkonsentrasi dalam waktu yang dapat dipakai sebagai alat analisis fenomena transien, nonstastioner, atau time varying. Transformasi wavelet menguraikan sinyal dilatasi dan translasi wavelet (Habibie, 2007) Analisis wavelet Sebuah gelombang (wave) biasanya didefinisikan sebagai sebuah fungsi osilasi dari waktu, misalnya sebuah gelombang sinusoidal. Sebuah wavelet merupakan gelombang singkat (small wave) yang energinya terkonsentrasi pada suatu selang waktu untuk memberikan analisis transien, ketidakstasioneran, atau fenomena berubah terhadap waktu (time-varying) (Polikar, 1996). Karakteristik dari wavelet antara lain adalah berosilasi singkat, translasi (pergeseran) dan dilatasi (skala). Berikut ini akan diperlihatkan gambar dari sebuah sinyal biasa dan sinyal wavelet. Gambar 9. Perbedaan sinyal biasa dengan sinyal wavelet (Mathworks, 2002) Secara sederhana, translasi (pergeseran) pada wavelet bermaksud untuk menggeser permulaan dari sebuah wavelet. Secara matematis, pergeseran sebuah fungsi f(t) dengan k direpresentasikan dengan f(t-k) (The Math Works Inc, 2000) Gambar 10. Pergesaran pada wavelet (Mathworks, 2002) Skala (dilatasi) dalam sebuah wavelet berarti pelebaran atau penyempitan wavelet. Seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini: 15

30 Gambar 11. Scale pada wavelet (Mathworks, 2010) Sebuah faktor skala dapat dinyatakan sebagai α. Apabila α diperkecil maka wavelet akan menyempit dan terlihat gambaran mendetail namun tidak menyeluruh, kebalikannya apabila α diperbesar maka wavelet akan melebar dan terlihat gambaran kasar, global namun menyeluruh. Dengan menggunakan wavelet pada skala resolusi yang berbeda, akan diperoleh gambaran keduanya, yaitu gambaran mendetail dan menyeluruh. Selain itu, terdapat keterkaitan antara skala pada wavelet dengan frekuensi yang dianalisa oleh wavelet. Nilai sekala yang kecil berkaitan dengan frekuensi tinggi sedangkan nilai skala yang besar berkaitan dengan frekuensi rendah. Tahap pertama analisis wavelet adalah menentukan tipe wavelet, yang disebut dengan mother wavelet atau analyzing wavelet, yang akan digunakan. Hal ini perlu dilakukan karena fungsi wavelet sangat bervariasi dan dikelompokan berdasarkan fungsi dasar masing-masing Transformasi wavelet Transformasi wavelet memiliki kemampuan untuk menganalisa suatu data dalam domain waktu dan domain frekuensi secara simultan. Analisa data pada transformasi wavelet dilakukan dengan membagi suatu sinyal ke dalam komponen-konponen frekuensi yang berbeda-beda dan selanjutnya masing-masing komponen frekuensi tersebut dapat dianalisa sesuai dengan skala resolusinya. Hal ini seperti proses filtering, dimana sinyal dalam domain 16

31 waktu dilewatkan ke dalam filter highpass dan lowpass dan memisahkan komponen frekuensi tinggi dan fekuensi rendah. Wavelet merupakan sebuah fungsi variable real t, diberi notasi dalam dalam ruang fungsi. Fungsi ini dihasilkan oleh parameter dilatasi dan translasi, yang dinyatakan dalam persamaan (Wang dan Nicholas, 1998): Dimana : a = parameter dilatasi Ψ, t a Ψ ;a 0,... (12) Ψ, 2 Ψ 2 t k ;j,k ε Z.. (13) b = parameter translasi R= mengkondisikan nilai a dan b dalam nilai integer 2 j = parameter dilatasi (parameter frekuensi atau skala) k = parameter waktu atau lokasi ruang Z = mengkondisikan nilai j dan k dalam nilai integer Fungsi wavelet pada persamaan (7) dikenalkan pertama kali oleh Grossman dan Morlet, sedangkan persamaan (8) oleh Daubechies (Polikar, 1996). Pada fungsi Grossman-Morlet, a adalah parameter dilatasi dan b adalah parameter translasi, sedangkan pada fungsi Daubechies, para meter dilatasi diberikan oleh 2 j dan parameter translasi oleh k. Kedua fungsi dapat dipandang sebagai mother wavelet, dan harus memenuhi kondisi (Wang dan Nicholas, 1998): Ψ 0.(14) yang menjamin terpenuhinya sifat ortogonalitas vektor Pada dasarnya, transformasi wavelet dapat dibedakan menjadi dua tipe berdasarkan nilai parameter translasi dan dilatasinya, yaitu transformasi wavelet kontinu (continue wavelet transform) dan diskrit (discrete wavelet transform). 17

32 2.4 Continous Wavelet Transfrom (CWT) CWT menganalisa sinyal dengan perubahan skala pada window yang dianalisis, pergeseran window dalam waktu dan perkalian sinyal serta mengintegralkan semuanya sepanjang waktu (Polikar, 1996). Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:, Ψ,...(15) dimana Ψ, seperti pada persamaan (8), sedangkan transformasi wavelet diskrit menganalisa suatu sinyal dengan skala yang berbeda dan mempresentasikannya kedalam skala waktu dengan menggunakan teknik filtering, yakni menggunakan filter yang berbeda frekuensi cut off-nya 2.5 Discrete Wavelet Transfrom (DWT) Berdasarkan fungsi mother waveletnya, bahwa fungsi wavelet penganalisa untuk transformasi wavelet diskrit dapat didefinisikan dalam persamaan (9). Berdasarkan persamaan tersebut, representasi fungsi sinyal dalam domain wavelet diskrit didefinisikan sebagai (Gonzales et al., 1993);,, Ψ,.(16), ini merupakan DWT dari fungsi f(t) yang dibentuk oleh inner product antara fungsi wavelet induk dengan f(t):, Ψ,,.(17) sehingga f(t) disebut sebagai inverse discrete wavelet transform dapat dinyatakan dengan :, Ψ, Ψ,..(18) 18

33 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dimulai pada bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2010 dan bulan Juli sampai bulan Agustus 2010 bertempat di Water Tank Labotarium Akustik Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor 3.2 Alat Alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah 1set alat PcFF80 PC Fishfinder dan Notebook HP 6350b dilengkapi perangkat lunak seperti Microsoft office, dan MATLAB r2008a PcFF80 PC Fishfinder Satu set PcFF80 PC Fishfinder dengan keterangan spesifikasi pada Tabel 1 di bawah ini Tabel 1. Spesifikasi PcFF80 PC Operating Voltage Indicator Output Power Depth Capability Operating temperature Interface Box Interface Transducer 9.5 to 16.0 VDC, 0.05 amps nominal, 4.7 amps peak at max power Front panel LED for Power ON/Off and communications indicator 2560 watts peak-to-peak (320W RMS). 24KW DSP processed power (3200 WRMS) 1000 feet or more at 200kHz, 1500 Feet or more at 50kHz 0 to 50 deg Celsius ( 32 to 122 deg Fahrenheit). 100 x 80 x 50 mm (4 x 3.2 x 2 inch). Powder Coated Aluminum Extrusion RS-232, 115 KBaud, serial data and USB Dual Frequency 50/200kHz, Depth/Temperature (single-beam echosounder Echosounder tersebut terhubung ke notebook HP 6350b melalui port pararel yang disambungkan terlebih dahulu ke interface RS-232 menggunakan kabel sepanjang 10 m 19

34 Gambar 12. Penyambungan Interface RS-232 dengan notebook HP 6350b dan tranducer Parameter setting dan kalibrasi pada waktu pengambilan data yang dilakukan pada water tank adalah sebagai berikut Tabel 2. Kalibrasi dan setting alat PcFF80 PC (Manik, H.M, 2009) Frekuensi 200 khz C 1505,06 m/s Ping rate s Beam width 11 o Clutter Filter 3 Display Threshold 4 Chart Speed 8 Transmitter Power 15,7 watt A Scope Threshold 5 Signal processing Analog Time-Varying Gain Time-Varying Gain 1. Surface Gain Changer Rate 10 Depth range 5 m Depth Ofset 0 m A Scope ON Pulse width 1 V input 12 v 20

35 3.2.2 Notebook HP 6350b Spesifikasi Notebook HP 6350b adalah sebagai berikut 1. Sistem Operasi : Windows Xp Professional 2002 service pack 2 2. Processor : Intel(R) Core(TM)2 Duo CPU 3. RAM : 3 Gb 4. SVGA : 1 Gb Share with RAM 5. HDD : 300 Gb 3.3 CruzPro PC Fishfinder Perangkat lunak yang digunakan untuk mengambil data primer ikan pada water tank yang dihubungkan dengan single-beam echosounder dual frekuensi. Sistem-sistem minimal yang dibutuhkan untuk menginstall software ini adalah sebagai berikut: WIN98 SE, 2000, XP and Vista 500 Mhz Pentium PC (Serial Port (16550 compatible UART) atau USB port 128MB RAM 50MB Hard Drive space SVGA Graphics (1024 x 768 resolution) Mouse / Keyboard Output data ini berupa nilai-nilai amplitudo yang direkam oleh echosounder dalam eksistensi file *.I Perangkat Microsoft Office yang digunakan adalah M.S Excel 2007 untuk membuka file yang bereksistensi *.I yang selanjutnya digunakan untuk merapihkan dan merata-rata kan data amplitude. 3.4 Matlab r2008a Perangkat ini digunakan untuk mengolah data dengan metode wavelet baik menggunakan toolbox maupun syntax sendiri serta menghasilkan tampilan visual grafik dalam bentuk satu dimensi, dua dimensi dan 3 dimensi dari data amplitudo yang dihasilkan, 21

36 serta menghitung nilai-nilai yang dibuthkan dalam pengolahan data akustik, seperti Sv, TS dan sebagainya 3.5 Pengambilan Data Akustik Ikan Kelompok CruzPro PC Fishfinder t =1 m Data bereksistensi *.I d = 1 m Gambar 13. Alur pengambilan data akustik pada ikan kelompok Ikan Kelompok dengan jumlah 10 ekor (mas, lele dan nila) diletakan pada jaring (cage) dengan kerangka tabung berukuran tinggi 1 m dan diameter alas 1 m serta volume sebesar m 3 didalam water tank. Selanjutnya diatas kerangka tabung tersebut diletakan tranducer, Tranduser akan mendeteksi ikan tersebut masing-masing selama 4 jam. Pengambilan data yang pertama dilakukan adalah data ikan mas, ikan lele dan yang terakhir ikan nila secara terpisah. Output data ini adalah nilai voltase amplitude yang berkesistensi *.I 22

37 3.5.2 Ikan tunggal mechanism Berikut ini adalah alur pengambilan data ikan tunggal menggunakan tilting Laptop Hp 6530b Interface Box Kabel Konektor Tiltting Mechanism Besi/Pemberat JEMBATAN Echosounder Ikan Gambar 14. Tiltting mechanism Ikan diletakan di bawah jembatan tangga tepatnya dibawah tiltting mechanism dan tranducer. Ikan di ikat pada dua buah besi pemberat dengan panjang 1,4 m yang pertama diletakan diantara tranducer dan tiltting mechanism, disambungkan. dan yang kedua diletakan di bawah ikan sebagai pemberat. Selanjutnya tranducer ini dihubungkan ke interface box yang terhubung dengan laptop HP 6530b Tiltting mechanism system ini merupakan sistem alat yang membuat kita bisa memperoleh data ikan dari sudut yang berbeda. Perlakuan pada ikan mas (Cyprinus carpio) adalah dari sudut -40 o sampai dengan 40 o, ikan lele (Clarias sp) adalah dari sudut -25 o sampai dengan 25 o dan ikan nila hitam (Oreochromis niloticus) adalah dari sudut -40 o sampai dengan 23

38 40 o bisa dilihat pada gambar 15. Data output yang diperoleh berupa nilai voltase amplitudo yang disimpan dalam file bereksistensi *.I Transducer -40 o -25 o 0 o 25 o 40 o Gambar 15. Proses pengambilan data pada tiltting mechanism. 3.6 Pengolahan Data Ikan Kelompok Data yang bereksistensi (*.I) selanjutnya di export ke Microsoft Excel 2007 untuk dirapihkan dan di ambil nilai amplitudonya saja, setelah itu dilakukan pengolahan data kembali dengan matlab untuk diambil nilai Amplitudo, Amplitudo Relatif dan Echo Strength Data (*.I) Excel Matlab r2008a Amplitudo Echo Strength Amplitudo Relatif Metode CWT Identifikasi target Gambar 16. Alur Komputasi data 24

39 Nilai Amplitudo di dapat dari rata-rata pantulan pada data (*.I) pada setiap pingnya (Manik, 2010),..(19) dimana: A (i) = Amplitudo pada ping ke-i X (i,j) = Nilai pantulan ke-j sampai k pada ping ke-i k = Total pantulan Selanjutnya untuk nilai amplitudo relatif adalah perbandingan antara nilai amplitudo dengan nilai pantulan yang maximum, secara matematis di tuliskan sebagai berikut (20) dimana: = Amplitudo relatif pada ping ke-i A (i) = Amplitudo pada ping ke-i 255 = Voltase Amplitudo Dasar Water Tank Untuk nilai Echo Strength (Es) diperoleh dengan menggunakan rumus 10 log (21) dimana : Es (i) = Nilai Echo Strength pada ping ke-i = Amplitudo relatif pada ping ke-i logaritma yang dipakai adalah logaritma basis

40 Nilai Echo Strength ini selanjutnya menjadi nilai input untuk metode Continous Wavelet Transfrom (CWT). Pada Matlab, syntak yang diberikan adalah sebagai berikut: W = cwt(ss (i),scales,'wname',plotmode)...(22) dimana : Sumber : Mathworks (2000) W cwt Es (i) SCALES Wname = nilai koefisien dari CWT = Continous Wavelet Transfrom = Echo Strength pada ping ke-i = Parameter dilatasi yang kita inginkan = Mother Wavelet Untuk PLOTMODE deskripsinya ada pada Tabel 3 di bawah ini (Mathworks, 2000) Tabel 3. Syntak PLOTMODE yang digunakan dalam pengolahan wavelet PLOT MODE lvl glb abslvl absglb Deskripsi Pewarnaan berdasarkan scale by scale Pewarnaan bedasarkan semua scale Pewarnaan berdasarkan scale by scale dengan menggunakan nilai absolute dari koefisien CWT Pewarnaan bedasarkan semua scale dengan menggunakan nilai absolute dari koefisien CWT Grafik yang dibentuk dari nilai koefisen CWT selanjutnya digunakan untuk identifikasi target seperti ukuran-ukuran dari target Ikan Tunggal Pengolahan data akustik untuk ikan tunggal berbeda dengan ikan kelompok karena adanya perbedaan perlakuan dalam menentukan posisi sudut ikan yang dilakukan secara manual. Untuk lebih jelasnya perhatikan alur pengolahan data pada Gambar

41 Mulai,,, 20log STOP 10 log 4 log 20 log Pers. Hubungan target strength dengan panjang ikan Selesai Gambar 17. Alur pengolahan data ikan tunggal (Manik, 2010) 27

42 Data yang di dapat dalam pengukuran adalah voltase amplitudo setiap perlakuan sudut pada ikan ( ), Voltase pada alat dan nilai pantulan balik bandul pejal sebagai acuan, dimana: 20log. (23) dimana merupakan nilai voltase amplitudo dari bandul pejal (gambar 18) Transducer t=3.2 m 1.5 m 6 cm d=6 m t = tinggi, d = diameter Gambar 18. Skematik pengukuran Target Strength Referensi (TS ref ) pada bandul pejal berukuran (3 x 3 x 3)4π cm 3 Selanjutnya, dari input data yang di dapat, maka nilai dari Target Strength ikan pada setiap sudut yang berbeda ( dan backscattering section dapat dicari. Untuk mengetahui hubungan antara target strength dengan panjang ikan maka normalized target strength (TS) dan normalized backscattering section dari ikan perlu 28

43 dicari. Target strength dan backscattering strength merupakan nilai pantulan keseluruhan dari ikan melalui pendekatan peluang secara statistik dengan menggunakan rumus dari Probability Density Function (PDF) dalam hal ini dilambangkan. Karena melalui pendekatan statistik maka ada syarat yang perlu di penuhi yaitu nilai dari hasil pengurangan sudut ikan dengan rata-ratanya harus kurang atau sama dengan dari nilai simpangan bakunya, jika syarat ini tidak dipenuhi maka nilai 0 29

44 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Jarak Near Field (R nf ) yang diperoleh pada penelitian ini dengan menggunakan formula (1) adalah m dengan lebar transducer 4.5 cm, kecepatan suara m/s, dan frekueansi 200 khz. Arti dari R nf ini adalah jarak minimum dari target terhadap transducer. Pada penelitian ini target ikan diletakan sejauh 1 m dan bandul sejauh 1.5 m dari transducer, sehingga tidak terpengaruh oleh fluktuasi pada zona Fresnel (Near Field) Grafik amplitudo, amplitudo relatif, dan Echo Strength pada ikan mas (Cyprinus carpio), ikan lele (Clarias Sp) dan ikan nila hitam (Oreochromis niloticus) kelompok (10 ekor) diberikan pada Gambar 19, 20 dan 21 Gambar 19. Grafik Amplitudo dalam satuan ping (a) dan satuan detik (b), Amplitudo Relatif (c) dan Echo Strength (d) Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio) Nilai amplitudo ikan mas (a,b) berkisar antara Pada nilai 50 menunjukan adanya aktifitas noise yang disebabkan oleh gerakan air pada water tank yang terjadi pada detik ke 1200, 4500 dan Nilai amplitude relatif berada pada selang 0.09 sampai

45 sedangkan untuk nilai Echo Strength (d) bekisar antara -21 db sampai -14 db. Dugaan target pada grafik menunjukan pola yang berbeda pada umunya yaitu berupa adanya gundukan, dalam hal ini terjadi pada detik ke atau ping ke dengan nilai Echo Strength -18 db ( Lampiran 1). Nilai amplitudo pada ikan lele (Gambar 19 a,b) berkisar antara Nilai amplitudo relatifnya (c) berkisar antara ,sedangkan untuk nilai Echo Strength berkisar antara db sampai db. Dugaan target terdeteksi pada detik 7000 dan dengan nilai kisaran Echo Strength dari db sampai -18 db serta db sampai db ( Lampiran 2). Gambar 20. Grafik Amplitudo, Amplitudo Relatif, dan Echo Strength Pada Ikan Lele (Clarias Sp) Nilai amplitudo pada ikan Nila berkisar antara (Gambar 20 b), sedangkan nilai amplitudo relatifnya (c) berkisar Nilai Echo Strength dari ikan Nila tersebut adalah antara -21 db sampai -19 db (Gambar d). Pola gundukan pada detik 8000 sampai detik dengan kisaran nilai Echo Strength db sampai -19 db. ( Lampiran 3) 31

46 Gambar 21. Grafik Amplitudo, Amplitudo Relatif, dan Echo Strength Pada Ikan Nila Sedangkan untuk grafik amplitudo, dan Echo Strength pada ikan mas (Cyprinus carpio), ikan lele (Clarias sp) dan ikan nila hitam (Oreochromis niloticus) tunggal diberikan pada Gambar 22 sampai Gambar 31. Pada ikan mas (Gambar 22) posisi semula (0 o ) amplitudo berkisar antara (a), posisi 25 o amplitudo berkisar antara (d), posisi -25 o berkisar antara (b), posisi 40 o berkisar antara (e) dan pada posisi -40 o berkisar antara (c) ( Lampiran 4) Gambar 22. Grafik Amplitudo Ikan Mas (Cyprinus carpio) Tunggal dengan sudut orientasi 0 o (a), -25 o (b), -40 o (c), 25 o (d), 40 o (e) dari ikan kearah vertikal. 32

47 Begitu halnya untuk Echo Strength ( Gambar 23) pada posisi semula (0 o ) berkisar antara db sampai db (a), posisi 25 o berkisar antara db sampai -18 db (d), posisi -25 o berkisar antara db sampai -18 db (b), posisi 40 o berkisar antara db sampai db (e) dan pada posisi -40 o berkisar antara db sampai -18 db (c) Setiap perbedaan posisi ikan terhadap posisi transducer akan mempengaruhi nilai voltase amplitudo, dilihat dari gambar maka pada posisi 0 o mempunya nilai Echo Strength yang terbesar. Dan juga menjelaskan bahwa posisi swimbladder berada pada badan ikan, bukan di kepala maupun di ekor ikan. ( Lampiran 5) Gambar 23. Grafik Echo Strength Ikan Mas (Cyprinus carpio) Tunggal dengan sudut orieantasi 0 o (a), -25 o (b), -40 o (c), 25 o (d), 55 o (e) dari ikan kearah vertikal.. Pada ikan nila hitam, gambar yang ditampilkan di bawah ini merupakan nilai amplitudo untuk ikan nila 1 (FL= 22 cm), ikan nila 2 (FL= 20 cm) dan ikan nila 3 ( FL= 24.7 cm). 33

48 Gambar 24. Grafik amplitudo ikan nila 1 (FL= 22 cm) Tunggal dengan sudut orieantasi 0 o (a), -25 o (b), -40 o (c), 25 o (d), 40 o (e) dari ikan kearah vertikal. Pada ikan nila 1 ( Gambar 24) posisi semula (0 o ) amplitudo berkisar antara (a), posisi 25 o amplitudo berkisar antara (d), posisi -25 o berkisar antara (b), posisi 40 o berkisar antara (e) dan pada posisi -40 o berkisar antara (c) ( Lampiran 6) Gambar 25. Grafik amplitudo ikan nila 2 (FL= 20 cm) Tunggal dengan sudut orieantasi 0 o (a), -25 o (b), -40 o (c), 25 o (d), 40 o (e) dari ikan kearah vertikal. 34

49 Pada ikan nila 2 ( Gambar 25) posisi horizontal (0 o ) amplitudo berkisar antara (a), posisi 25 o amplitudo berkisar antara (d), posisi -25 o berkisar antara (b), posisi 40 o berkisar antara (e) dan pada posisi -40 o berkisar antara (c) Pada ikan nila 3 ( Gambar 26) posisi semula (0 o ) amplitudo berkisar antara (a), posisi 25 o amplitudo berkisar antara (d), posisi -25 o berkisar antara (b), posisi 40 o berkisar antara (e) dan pada posisi -40 o berkisar antara (c). Gambar 26. Grafik amplitudo ikan nila 3 (FL= 24.7 cm) Tunggal dengan sudut orieantasi 0 o (a), -25 o (b), -40 o (c), 25 o (d), 40 o (e) dari ikan kearah vertikal. Sedangkan untuk gambar 27 sampai 29 yang di tampilkan di bawah ini merupakan nilai Echo Strength untuk ikan nila 1 (FL= 22 cm), ikan nila 2 (FL= 20 cm) dan ikan nila 3 ( FL= 24.7 cm). Pada Gambar 27 Echo Strength pada posisi semula (0 o ) berkisar antara db sampai -20 db (a), posisi 25 o berkisar antara db sampai db (d), posisi -25 o berkisar antara db sampai -20 db (b), posisi 40 o berkisar antara -21 db sampai -17 db (e) dan pada posisi -40 o berkisar antara db sampai db (c) ( Lampiran 7) 35

50 Gambar 27. Grafik Echo Strength ikan nila 1 (FL= 22 cm) Tunggal dengan sudut orieantasi 0 o (a), -25 o (b), -40 o (c), 25 o (d), 40 o (e) dari ikan kearah vertikal. Echo Strength ( Gambar 28) pada posisi semula (0 o ) berkisar antara db sampai db (a), posisi 25 o berkisar antara db sampai db (d), posisi -25 o berkisar antara db sampai db (b), posisi 40 o berkisar antara db sampai db (e) dan pada posisi -40 o berkisar antara db sampai db (c) Gambar 28. Grafik Echo Strength ikan nila 2 (FL= 20 cm) Tunggal dengan sudut orieantasi 0 o (a), -25 o (b), -40 o (c), 25 o (d), 40 o (e) dari ikan kearah vertikal. 36

51 Echo Strength ( Gambar 29) pada posisi semula (0 o ) berkisar antara db sampai db (a), posisi 25 o berkisar antara db sampai db (d), posisi -25 o berkisar antara db sampai db (b), posisi 40 o berkisar antara db sampai db (e) dan pada posisi -40 o berkisar antara db sampai db (c) Gambar 29. Grafik Echo Strength ikan nila 3 (FL= 24.7 cm) Tunggal dengan sudut orieantasi 0 o (a), -25 o (b), -40 o (c), 25 o (d), 40 o (e) dari ikan kearah vertikal. Untuk Gambar 30 dan 31 merupakan hasil pengukuran nilai akustik berupa amplitudo dan Echo Strength pada ikan lele (Clarias sp) Gambar 30. Grafik Amplitudo Ikan Lele (Clarias sp) Tunggal dengan sudut orientasi 0 o (a), -15 o (b), -25 o (c), 15 o (d), 25 o (e) dari ikan kearah vertikal. 37

52 Ikan Lele pada posisi semula (0 o ) amplitudo berkisar antara (a), posisi 15 o amplitudo berkisar antara (b), posisi -15 o berkisar antara (c), posisi 25 o berkisar antara (d) dan pada posisi -25 o berkisar antara (e). (Lampiran 8) Gambar 31. Grafik Echo Strength Ikan Lele (Clarias sp) Tunggal dengan sudut orientasi 0 o (a), -15 o (b), -25 o (c), 15 o (d), 25 o (e) dari ikan kearah vertikal. Echo Strength pada posisi semula (0 o ) berkisar antara db sampai db (a), posisi 15 o berkisar antara db sampai db (d), posisi -15 o berkisar antara -20 db sampai db (b), posisi 25 o berkisar antara -20 db sampai db (e) dan pada posisi -25 o berkisar antara db sampai db (c) (Lampiran 9) Rata-rata nilai Echo Strength pada tiap perlakuan sudut ikan seragam yaitu pada rentang -20 db-19.5 db lebih kecil dari ikan mas dan nila Sebaran Target Strength pada Ikan Mas (Cyprinus carpio), Ikan Lele (Clarias Sp) dan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus) kelompok (10 ekor) Berikut ini merupakan grafik diagram batang dari sebaran nilai Target Strength pada ikan mas, nila dan lele yang disajikan pada Gambar 32, 33 dan 34. Sebaran nilai dari TS ikan mas berkisar antara db sampai dengan db, dengan jumlah frekuensi yang paling dominan pada selang db sampai dengan 38

53 -34.2 db adalah 5632 buah dan pada selang db sampai dengan db dengan frekuensi sebanyak 7135 buah ( Lampiran 10) Frekuensi Sebaran Frekuensi Target Strength Ikan Mas Ts Target Strength (db) Gambar 32. Sebaran nilai Target Strength pada Ikan Mas kelompok (10 ekor) Sebaran nilai dari TS ikan nila hitam berkisar antara db sampai dengan db, dengan jumlah frekuensi yang paling dominan pada selang db sampai dengan db adalah 7366 buah dan pada selang db sampai dengan db dengan frekuensi sebanyak 6013 buah. ( Lampiran 10) Frekuensi k Sebaran Frekuensi Target Strength Ikan Nila Hitam Ts Target Strength (db) Gambar 33. Sebaran nilai Target Strength pada Ikan Nila Hitam kelompok (10 ekor) 39

54 Sebaran nilai dari TS ikan nila hitam berkisar antara db sampai dengan db, dengan jumlah frekuensi yang paling dominan pada nilai db sebanyak 1180 buah, db sebanyak 1342 buah, db sebanyak 2026 buah, db sebanyak 4407 buah, sebanyak 3428 buah dan db sebanyak 975 buah ( Lampiran 10) Frekuensi Sebaran Frekuensi Target Strength Ikan Lele Ts Target Strength (db) Gambar 34. Sebaran nilai Target Strength pada Ikan Lele kelompok (10 ekor) Nilai Target Strength pada ikan mas (Cyprinus carpio), ikan lele (Clarias Sp) dan ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus) tunggal dengan sudut orientasi yang berbeda Nilai Target Strength pada ikan mas tunggal dengan perlakuan perubahan sudut posisi horizontal ikan dari 0 o ke 40 o (positif) serta 0 o ke 40 o (negatif). Perubahan sudut positif inii berupa perubahan posisi kepala ikan sampai menghadap ke atas dan perubahan sudut negatif merupakan perubahan posisi kepala ikan sampai menghadap ke bawah, hasil dari perlakuan tersebut diberikan padaa Gambar 32 sampai 34 40

55 35,4 35,2 Target Strength (db) 35 34,8 34,6 34,4 34,2 Head Down Head Up Mas Sudut Orientasi Ikan ( ) Gambar 35. Grafik nilai Target Strength pada Ikan Mas tunggal dengan sudut orientasi ysng berbeda-beda dari posisi horizontal ikan terhadap arah datang sumber akustik. Nilai Target Strength pada posisi vertikal ikan (Gambar 35), yaitu pada sudut - 40 o dimana posisi kepala ikan menghadap bawah sebesar -34,83 db dan pada sudut 40 o dimana posisi kepala ikan menghadap ke atas sebesar db, sedangkan pada posisi horizontal (0 o ) memiliki nilai TS sebesar db. Nilai TS maksimum dan minimum dicapai pada perubahan sudut -25 o dan 0 o masing-masing sebesar db dan db. ( Lampiran 11) 41

56 34 33,9 33,8 Target Strength (db) 33,7 33,6 33,5 33,4 Head Up Lele 33,3 Head Down 33,2 33, Sudut Orientasi Ikan ( ) Gambar 36. Grafik nilai Target Strength pada Ikan Lele tunggal dengan sudut orientasi yang berbeda-beda dari posisi horizontal ikan terhadap arah datang sumber akustik Nilai Target Strength pada ikan lele tunggal (Gambar 36) dengan perlakuan perubahan sudut posisi horizontal ikan dari 0 o ke 25 o (positif) serta 0 o ke 25 o (negatif). Nilai TS pada posisi vertikal ikan, yaitu pada sudut -25 o dimana posisi kepala ikan menghadap bawah sebesar -33,45 db dan pada sudut 25 o dimana posisi kepala ikan menghadap ke atas sebesar db, sedangkan pada posisi horizontal (0 o ) memiliki nilai TS sebesar db. Nilai TS maksimum dan minimum dicapai pada perubahan sudut -15 o dan 5 o masing-masing sebesar -33,4 db dan db. ( Lampiran 11) 42

57 34 33,5 Target Strength (db) 33 32,5 32 Head Down Nila 1 Nila 2 Nila 3 31,5 Head UP Tilt Angle Gambar 37. Grafik nilai Target Strength pada Ikan Nila tunggal dengan sudut orientasi dan ukuran yang berbeda-beda dari posisi horizontal ikan terhadap arah datang sumber akustik Nilai Target Strength pada ikan nila tunggal ( Gambar 37 ) dengan perlakuan perubahan sudut posisi horizontal ikan dari 0 o ke 40 o (positif) serta 0 o ke 40 o (negatif) serta dengan ukurannya Nila 1 (FL=22 cm), Nila 2 (FL=20 cm) dan Nila 3 (FL=24.7 cm). Pada posisi vertikal dengan kepala menghadap bawah (-40 o ) nilai Target Strength masing-masing pada ikan nila 1, nila 2 dan nila 3 berturut-turut adalah db, db, dan db. Sedangkan dengan posisi kepala menghadap atas (40 o ) adalah db, 32.5 db, dan -33 db. Pada posisi horizontal (0 o ) nilai Target Strength ikan nila 1, nila 2 dan nila 3 berturutturut adalah db, db dan db. Nilai Target Strength terbesar pada ikan nilai 1 (FL= 22 cm) adalah db pada posisi -40 o, sedangkan yang terkecil adalah db pada sudut 20 o. Pada ikan nila 2 (FL= 20 cm) nilai Target Strength terbesar adalah db pada sudut 40 o dan yang terkecil adalah db pada posisi 0 o. Pada ikan nila 3 (FL=24.7 cm) nilai Target Strength terbesar adalah - 43

58 32.4 db pada posisi -25 o dan nilai Target Strength terkecil adalah db pada posisi 5 o. ( Lampiran 11) Hubungan antara Target Strength dengan Fork Length (FL) pada ikan Nila Hitam (Oreochromis nilaticus) Tabel. 4 Hasil pengukuran Target Strength (<TS>) terhadap nilai Target Strength setiap sudut (TS(θ)) pada Ikan Nila Hitam. Nila FL (cm) f(θ) <σ> <TS> Pada Tabel 4 diatas disajikan keragaman nilai Target Strength <TS> pada setiap ikan nila hitam dengan ukuran tubuh (Fork Length) yang berbeda-beda. <TS> dihitung dari nilai TS (θ) dari sudut -40 o sampai 40 o dengan menggunakan metode Probability Density Function (PDF) dimana merupakan fungsi kepadatan peluang dari ikan nila hitam tersebut. f(θ) merupakan nilai PDF dari sudut θ, sedangkan (θ-ō) <=S merupakan syarat dari PDF, dimana nilai sudut dikurangi rata-ratanya harus lebih kecil sama dengan nilai simpangan baku dari sudut tersebut, bila syarat ini tidak dipenuhi maka nilai f(θ) = 0. Karena tiap ikan mempunya perlakuan sudut yang sama maka nilai peluang muncul dari σ dengan batas -40 o sampai 40 o adalah sama yaitu f(θ)= Pada Tabel 5 merupakan hasil perhitungan nilai <TS> dan log FL yang dihubungkan dengan fork length dari ikan nila hitam, dengan nilai m dan A adalah konstan 44

59 Tabel 5. Hubungan normalized Target Strength <TS> dengan Fork Length pada persamaan log <TS> (db) FL (cm) log FL Dari data pada Tabel 5 diatas maka nilai m dan A pada persamaan log dapat diketahui dengan menggunakan model liner sederhana dimana log FL dapat kita misalkan X dan <TS> kita misalkan Y, sehingga persamaannya menjadi Y= mx + A. dengan menggunakan selang kepercayaan 95 % maka didapat nilai m = dan nilai A = dengan nilai R 2 =0.808 ( Lampiran 18). Nilai m pada umumnya bernilai 18 sampai dengan 30 dan paling sering berada pada nilai 20 (Maclennan and Simmonds, 2005) oleh karena itu perlu dilakukan proses normalisasi, sehingga nilai m = 20 maka nilai A menjadi

60 Target Strength (db) 43 43,2 43,4 43,6 43, ,2 44,4 44,6 44,8 45 y = 20log(FL) R² = <TS> Fork Length (cm) Gambar 38. Grafik hubungan Target Strength dengan Fork Length pada Ikan Nila Hitam Dari grafik pada gambar 38 disajikan dugaan dengan model 20 log bila nilai log FL bertambah 1 satuan maka nilai <TS> akan membesar sebesar 20 db dari semula, untuk R 2 = menjelaskan bahwa nilai log FL menjelaskan 80.8 % dari nilai <TS> Grafik Polar pada ikan mas (Cyprinus carpio), ikan lele (Clarias Sp) dan ikan Nila Hitam (Oreochromis nilaticus) tunggal Grafik polar pada Gambar 39 merupakan grafik polar dengan sudut batas -90 o sampai sudut 90 o. Grafik ini menunjukan bahwa pola nilai TS pada sudut-sudut yang berbeda dari sudut -40 o sampai sudut 40 o. Gambar 39. Grafik Polar Target Strength dari Ikan Mas Tunggal 46

61 Grafik polar pada Gambar 40 merupakan grafik polar dengan sudut batas -90 o sampai sudut 90 o. Grafik ini menunjukan bahwa pola nilai TS pada sudut-sudut yang berbeda dari sudut -40 o sampai sudut 40 o dengan ukuran masing-masing ikan nila. Gambar 40. Grafik Polar Target Strength dari Ikan Nila dengan ukuran Nila 1 (FL=22 cm), Nila 2 (FL=20 cm) dan Nila 3 (FL=24.7 cm) Grafik polar pada Gambar 41 merupakan grafik polar dengan sudut batas -90 o sampai sudut 90 o. Grafik ini menunjukan bahwa pola nilai TS pada sudut-sudut yang berbeda dari sudut -25 o sampai sudut 25 o. syntak matlab grafik polar dapat dilihat pada Lampiran 18 Gambar 41. Grafik Polar Target Strength dari Ikan Lele tunggal 47

62 4.1.5 Continous Wavelet Transfrom Grafik CWT dan Garfik koefisien C Ikan Mas (Cyprinus carpio) kelompok Pada Gambar 42 merupakan nilai koefisien C dari Continous Wavelet Transfrom dari sinyal Echo Strength ikan mas kelompok yang diambil selama 4 jam. Scale yang digunakan dimulai dari scale 1 sampai 50. Nilai koefisien C ini berada pada rentang nilai 0 sampai dengan 27. Warna hitam menunjukan nilai koefisien C terendah dan warna putih menunjukan nilai koefisien C tertinggi. Gambar 42. Grafik Continous Wavelet Transvom Ikan Mas kelompok dengan scale 1:1:50 Gambar 43. Grafik Koefisien Absolut C Ikan Mas kelompok pada Scale 1, 10, 20,30,40 dan 50 pada detik ke sampai

63 Grafik di atas merupakan grafik dari nilai koefisien C yang diambil pada detik ke sampai dengan Scale 1, 10, 20, 30, 40 dan 50. Scale 1 merupakan ukuran semula dari wavelet morlet,ditandai dengan garis lurus berwarna merah dengan rentang nilai koefisien C-nya adalah 1.1x , grafik scale 10 merupakan sepuluh kali ukuran dari wavelet morlet semula ditandai dengan garis berwarna biru dengan rentang nilai 6.3x Grafik scale 20 merupakan dua puluh kali dari ukuran wavelet morlet semula ditandai dengan garis hijau dengan rentang nilai 4.1x , Grafik scale 30 merupakan tiga puluh kali dari ukuran wavelet morlet semula ditandai dengan garis merah putus-putus dengan rentang nilai 7.7x Grafik scale 40 merupakan empat puluh kali dari ukuran wavelet morlet semula ditandai dengan garis hijau putus-putus dengan rentang nilai 3.17x Grafik scale 50 merupakan lima puluh kali dari ukuran wavelet morlet semula ditandai dengan garis biru putus-putus dengan rentang nilai 3.66x ( Lampiran 15) Dugaan target pada grafik ini mulai terlihat pada scale 10 sampai 50. Pada scale 10 target terdeteksi mulai detik ke sampai 12000, sedangkan pada scale 20 sampai 50 dugaan target sama-sama terdeteksi pada detik sampai dan sampai Grafik CWT dan Garfik koefisien C Ikan Nila Hitam (Oreochromis nilaticus) kelompok Pada Gambar 44 merupakan nilai koefisien C dari Continous Wavelet Transfrom dari sinyal Echo Strength pada ikan nila hitam yang diambil selama 4 jam. Scale yang digunakan dimulai dari scale 1 sampai 50. Nilai koefisien C ini berada pada rentang nilai 0 sampai dengan

64 Gambar 44. Grafik Continous Wavelet Transvom Ikan Nila Hitam kelompok dengan scale 1:1:50 Gambar 45. Grafik Koefisien Absolut C Ikan Nila Hitam kelompok pada Scale 1, 10, 20,30,40 dan 50 pada detik ke sampai Grafik diatas merupakan grafik dari nilai koefisien C pada Scale 1, 10, 20, 30, 40 dan 50. Scale 1 ditandai dengan garis lurus berwarna merah dengan rentang nilai koefisien C-nya adalah 3x , grafik scale 10 ditandai dengan garis berwarna biru dengan rentang nilai 71x Grafik scale 20 ditandai dengan garis hijau dengan rentang nilai 1.68x , Grafik scale 30 ditandai dengan garis merah putus-putus dengan rentang nilai 2.59x Grafik scale 40 ditandai dengan garis hijau putus-putus dengan 50

65 rentang nilai 1.83x Grafik scale 50 ditandai dengan garis biru putus-putus dengan rentang nilai 3.4x Pada scale 10 dugaan target terlihat pada detik sampai detik 10200, sedangkan untuk scale 20 sampai 50 dugaan target terlihat pada detik ke sampai detik Grafik CWT dan Garfik koefisien C Ikan Lele (Clarias sp) kelompok Pada Gambar 43 merupakan nilai koefisien C dari Continous Wavelet Transfrom menggunakan sinyal Echo Strength ikan lele. Scale yang digunakan dimulai dari scale 1 sampai 50. Nilai koefisien C ini berada pada rentang nilai 0 sampai dengan 27. Dugaan target mulai terlihat pada scale 10 sampai 50, dengan melihat pola gambar yang mulai menunjukan garis tebal Gambar 46. Grafik Continous Wavelet Transvom Ikan Lele kelompok dengan scale 1:1:50 51

66 Gambar 47. Grafik Koefisien Absolut C Ikan Lele kelompok pada Scale 1, 10, 20,30,40 dan 50 pada detik ke sampai Grafik di atas merupakan grafik dari nilai koefisien C pada Scale 1, 10, 20, 30, 40 dan 50. Scale 1 ditandai dengan garis lurus berwarna merah dengan rentang nilai koefisien C- nya adalah 1.2x , grafik scale 10 ditandai dengan garis berwarna biru dengan rentang nilai 0.3x Grafik scale 20 ditandai dengan garis hijau dengan rentang nilai 0.6x , Grafik scale 30 ditandai dengan garis merah putus-putus dengan rentang nilai 3.5x Grafik scale 40 ditandai dengan garis hijau putus-putus dengan rentang nilai 6.3x Grafik scale 50 ditandai dengan garis biru putusputus dengan rentang nilai 7.0x Dugaan target terlihat pada scale 10 sampai 50 pada detik sampai dengan 12000, namun nilai koefiesien C-nya lebih kecil dari pada ikan Mas dan ikan Nila Hitam. 52

67 4.2 Pembahasan Karakteristik Ikan Kelompok Menurut Arnaya (1991) perbedaan nilai amplitudo pada kedua ikan ini disebabkan karena ada tidaknya gelembung renang pada ikan (swimbladder), tingkah laku ikan dan ukuran dari ikan itu sendiri. Pada ikan mas (Cyprinus carpio) dan ikan nila hitam (Oreochromis niloticus) memiliki gelembung renang, ukuran ikan besar dan tingkah lakunya aktif. Sedangkan ikan lele (Clarias sp) tidak memiliki gelembung renang, ukuran ramping dan tingkah lakunya pasif pada siang hari namun aktif pada malam hari. Karena pengambilan data ini dilakukan pada siang hari, ikan lele tersebut cenderung pasif di dasar fish cage Karakteristik Ikan Tunggal Teknik deteksi ikan dengan manual menggunakan busur sudut. Pada ikan mas dan ikan nila sudut yang ditampilkan hasilnya adalah sudut 0 o, 25 o, -25 o, 40 o, -40 o Sedangkan pada ikan Lele sudut yang ditampilkan adalah 0 o, 15 o, -15 o, 25 o, -25 o pada posisi 40 o, -40 o, kondisi ikan mas dan ikan nila sudah lurus sehingga tidak diperlukan lagi dalam penambahan perubahan sudutnya sedangkan untuk ikan lele pada posisi 25 o dan -25 o Perbedaan nilai amplitudo ini disebabkan karena pantulan suara yang mengenai target ikan pada posisi yang berbeda akan menghasilkan nilai target yang berbeda juga. Menurut Simmonds and McLennan (2005), Target Strength dari suatu objek sangat dipengaruhi dari posisi sudut ikan. Pada perubahan sudut positip, ikan beroreantasi ke arah atas dimana ketika posisi ikan tegak lurus kepala ikan berada diatas. Sedangkan pada perubahan sudut negatip, ikan berorientasi kearah bawah dimana ketika tegak lurus posisi kepala ikan berada di bawah. Ketika suara dari transducer ini mengenai target pada posisi yang berbeda maka energi pantulan yang dihasilkan dari target bernilai kecil ketika pada posisi sudut dimana pantulan energi saling melemahkan (superposisi destruktif) dan bernilai besar ketika pantulan energy saling menguatkan (superposisi konstruktif) 53

68 4.2.3 Continous Wavelet Transfrom Mother wavelet yang digunakan pada penelitian ini adalah Morlet karena paling sesuai dengan metode CWT dan juga menurut Vetterli and Kovacevic (1995), wavelet morlet merupakan wavelet yang cocok dengan pengolahan sinyal pada metode CWT karena bisa terkoreksi walaupun dengan jarak yang kecil. Scale yang digunakan pada penelitian ini adalah 1:1:50, artinya setiap wavelet morlet memulai scale 1 sampai 50 dengan perubahan 1. Nilai koefisien C dari data tersebut menunjukan seberapa dekat atau similar antara data ikan dengan wavelet tersebut, semakin tinggi nilai C maka semakin mirip. (Mathworks, 2002) Sedangkan menurut Percival and Warden (2000), arti fisis nilai Koefisien C merupakan indikasi adanya proses refleksi seismik yang terjadi. Semakin tinggi nilai Koefisien C maka indikasi adanya refleksi dari target semakin besar. Nilai koefisien C ini lah yang dijadikan adanya fenomena atau keanehan dari data bisa juga di indikasikan adanya target Pada data ikan Mas (Gambar 42,43) dan ikan Nila Hitam (Gambar 44, 45), grafik CWT menunjukan adanya banyak dugaan target yang terihat pada tiap detik dengan nilai koefisen C yang cukup besar. Hal ini dikarenakan karena ikan tersebut memiliki gelembung renang dan aktif bergerak tiap detiknya. Berbeda pada ikan lele (Gambar 46,47), grafik CWT menunjukan hanya beberapa saja indikasi dugaan target dari lele pada detik-detik tertentu dengan nilai koefisien C-nya yang hamper seragam tiap detik. Hal ini karena ikan lele tidak memiliki gelembung renang dan juga bersifat pasif pada siang hari (dimana waktu melakukan pengambilan data) Perbedaan hasil CWT pada ketiga ikan tersebut terletak pada nilai refleksi seismik yang diterima, warna gelap menunjukan rendahnya pantulan seismik sedangkan warna terang menunjukan tingginya nilai pantulan tersebut, semakin tinggi pantulannya maka nilai Koefisien C dari wavelet morlet semakin tinggi (Percivial and Warden, 2000) 54

69 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Nilai-nilai data hidroaksutik yaitu voltase amplitudo, amplitudo relatif, echo strength, back scattering section, dan target strength dari ikan mas (Cyprinus carpio), ikan lele (Clarias sp) dan ikan nila hitam (Oreochromis niloticus) secara berkelompok dan tunggal memiliki nilai yang beragam diantaranya ikan mas mempunyai rentang amplitudo volt, echo strength sebesar -21 db sampai -14 db, ikan lele mempunyai rentang nilai amplitudo volt, echo strength sebesar db sampai db dan ikan nila hitam mempunyai rentang nlai amplitudo volt, echo strength sebesar db sampai -19 db. Dengan frekuensi dan panjang gelombang yang sama pada alat deteksi ikan maka pengaruh dari keragaman ini tidak lain karena adanya perbedaan ada tidaknya swimbaldder, densitas ikan, orientasi sudut deteksi pada ikan, karakter zat pada ikan dan tingkah laku dari ikan tersebut. Pada penelitian ini hanya ikan lele (Clarias sp) yang tidak memiliki swimbalddder sehingga menyebabkan nila echo strength nya mayoritas lebih kecil dari ikan lainnya. Pada Ikan nila hitam (Oreochromis niloticus) dengan jumlah 10 ekor dan mempunyai masing-masing ukuran tubuh (Fork Length) yang berbeda, mempunyai dugaan nilai Target Strength : 20 log dengan nilai R 2 =0.808, semakin panjang tubuh ikan maka semakin besar nilai target strength nya Metode Continous Wavelet Transfrom yang digunakan untuk mengidentifikasi jenis ikan berdasarkan nilai koefisen absolute C, pada ikan mas rentang nilai Koefisien C terbesar pada semua scale adalah 1.1x10-5 sampai Pada ikan nila sebesar 0.3x10-5 sampai dan pada ikan lele sebesar 0.3x10-5 sampai

70 5.2 Saran (1) Untuk pengambilan data pada ikan kelompok, sebaiknya sebelum ikan dimasukan kedalam cage berbentuk tabung, dilakukan dulu pengukuran nilai Echo Strength dari cage-nya sebagai acuan. Setelah itu ikan dimasukan kedalam cage satu persatu dengan sebelum penambahan ikan di ukur terlebih dahulu nilai Echo Strength-nya (2) Untuk pengambilan data pada ikan tunggal, sebaiknya perlakuan pada tilting mechanismnya adalah dari -45 o sampai 45 o dengan perubahan 1 o karena directivity pattern dari Target Strength ikan sangat sensitif 56

71 DAFTAR PUSTAKA Arnaya, I. N Akustik Kelautan. Proyek peningkatan Perguruan Tinggi. IPB. Bogor Blaxter JHS Development of Eggs and Larvae. Academic Press. New York. Burczynski, J dan Johnson Introduction to The Use of Sonar System for Estimating Fish Biomass. FAO. Fisheries Technical Paper No.199 Revision 1. Roma. Chen TP Aquaculture Practise in Taiwan. Page Bros. Norwich Dawson, J.j dan Karlp, W.A In Situ Measurement of Target Strength Variability of Individual Fish. Rapp.P.V.Reur.Cons Int. Expor.Mcr.189 p Direktorat Jendral Perikanan Buku Pedoman Pengenalan Sumberdaya Perikanan Laut. Jakarta : Departemen Pertanian FAO Finding Fish with Echosounders. Roma Gonzales, R. C. and Woods. R Digital Image Processing. USA: Addison-Wesley Publishing Company. Gross, M. G Oceanography: A View of Earth. 5 th. Edition Prentice Hall, Inc. Simon and Schuster Company Englewood Cliffs. New Jersey. Habibie, N. S Deteksi Kelainan Jantung Berdasarkan Suara Jantung Menggunakan Paket Wavelet dan Jaringan Syaraf Tiruan LVQ (Learning Vector Quantization). Skripsi (tidak dipublikasikan). Jurusan Teknik Elektro. Sekolah Tinggi Teknologi Telkom. Bandung. Huet M Text Book of Fish Culture Cultivation. Fishing New Books Ltd, London. Larson, B. F Center of Nondestructive Evaluation. Iowa State University Ames. USA. [15 Oktober 2010] Lurton, X An Introduction to Underwater Acaoustic. Principles and Applications. Praxis Publishing Ltd. Chichester. Uk. MacLennan, D.N and E. J. Simmonds Fisheries Acoustic, 2 nd edition. Blackwell Science. Oxford. UK Manik, H. M Study on Acoustic Quantification of Sea Bottom using Quantitative Echo Sounder. Ph.D Dissertataion. Graduate School of Marine Science and Technology Tokyo University of Marine Science and Technology, Tokyo Japan. 186 p Manik, H. M Kalibrasi Alat PcFF80 PC. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Institut Pertanian Bogor 58

72 Manik, H.M Measuring Echo Strength of Fish using Undewater Acoustic Instrument. Procedings of The Third International Conference on Mathematics and Natural Science (ICMNS) Margolang A Pembesaran Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus). [7 Agustus 2010]. Najiyati, S Memelihara Lele Dumbo di Kolam Taman. Penebar Swadaya, Jakarta. Hlm Natsir, M., B. Sadhotomo dan Wudianto Pendugaan Biomassa Ikan Pelagis Di Perairan Teluk Tomini Dengan Metode Akustik Beam Terbagi. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Vol 11: Petit, D. dan P. Cotel Weight Conversion Of The Ines Movies Acoustic Densites And The Threshold Effect On Biomass Evolution. Proceeding of Acoustic. Seminar Akustikan Mei Paercival, D. B. and Walden, A.T Wavelet Methods for Time Series Analysis. Cambridge, UK: Cambridge University Press Pasaribu, B.P Masalah Tenaga Kerja Teknis Dalam Modernisasi Perikanan Indonesia. Prosiding Workshop Sosial Ekonomi Perikanan Indonesia 1983 Pusat Penelitian Dan Pengembangan Perikanan. No.3 Hal Pasaribu, B. P., I. N. Arnaya dan Ayodhyoa Studi Refleksi Akustik dari Model ikan (II). Institut Pertanian Bogor. Fakultas Perikanan. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Saanin, H Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid 1 dan 2. Bina Cipta, Jakarta. Hlm 508. Susanto, H Budidaya Ikan Perkarangan. Jakarta : Penebar Swadaya. Suyanto, SR Budidaya Ikan Lele. Penebar Swadaya, Jakarta Suyanto, SR Budidaya Ikan Nila. Cetakan ke-1. Jakarta: Penebar Swadaya The Math Works Inc MATLAB Wavelet Toolbox User Guide. Tim Lentera Pembesaran Ikan Mas di Kolam Air Deras Cetakan Pertama. Tetty (penyunting). Agromedia pustaka. Jakarta. 5 hlm. Vetterli, M and J. Kovacevic Wavelets and Subband Coding. Englewood Cliffs. NJ : Prentice-Hall, 1995 Viveen WJAR, JJ Richer, PGWJ Van Oordit, JAL jansen, and EA Huisman Petunjuk Praktis Budidaya Lele Afrika (Clarias Lazera). [Di akses pada tanggal 27 September 2010] 59

73 Lampiran 1. Nilai akustik pada Ikan Mas (Cyprinus carpio) kelompok (10 ekor) Detik Amplitudo Amplitudo Relatif Echo Strength (db) Target Strength (db)

74

75 Lampiran 2. Nilai akustik pada Ikan Lele (Clarias sp) kelompok (10 ekor) Detik Amplitudo Amplitudo Relatif Echo Strength (db) Target Strength (db)

76

77 Lampiran 3. Nilai akustik pada Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus) kelompok (10 ekor) Detik Amplitudo Amplitudo Relatif Echo Strength (db) Target Strength (db)

78

79 Lampiran 4. Nilai Amplitudo pada Ikan Mas (Cyprinus carpio) tunggal dengan FL =19 cm Detik -40 o -35 o -30 o -25 o -20 o -15 o -10 o -5 o 0 o 5 o 10 o 15 o 20 o 25 o 30 o 35 o 40 o

80

81 Lampiran 5. Nilai Echo Strength pada Ikan Mas (Cyprinus carpio) tunggal dengan FL =19 cm Detik -40 o -35 o -30 o -25 o -20 o -15 o -10 o -5 o 0 o 5 o 10 o 15 o 20 o 25 o 30 o 35 o 40 o

82

83 Lampiran 6. Nilai amplitudo pada Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus) dengan FL= 22 cm Detik 40 o 35 o 30 o 25 o 20 o 15 o 10 o 5 o 0 o 5 o 10 o 15 o 20 o 25 o 30 o 35 o 40 o

84

85 Lampiran 7. Nilai Echo Strength Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus) tunggal dengan FL= 22cm Detik -40 o -35 o -30 o -25 o -20 o -15 o -10 o -5 o 0 o 5 o 10 o 15 o 20 o 25 o 30 o 35 o 40 o

86

87 Lampiran 8. Nilai amplitudo pada Ikan Lele (Clarias sp) tunggal dengan FL = 24 cm Detik -25 o -20 o -15 o -10 o -5 o 0 o 5 o 10 o 15 o 20 o 25 o

88

89 Lampiran 9. Nilai Echo Strength pada Ikan Lele (Clarias sp) tunggal dengan Fl = 24 cm Detik -25 o -20 o -15 o -10 o -5 o 0 o 5 o 10 o 15 o 20 o 25 o

90

91 Lampiran 10. Tabel sebaran Target Strength pada kelompok semua (10 ekor) 1. Ikan Mas (Cyprinus carpio) Selang kelas Batas kelas titik tgh frekuensi Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus) Selang kelas Batas kelas titik tgh frekuensi Ikan Lele (Clarias sp) Selang kelas Batas kelas titik tgh frekuensi

92 Lampiran 11. Nilai Target Strength (db) pada semua ikan tunggal 1. Ikan mas (Cyprinus carpio) Angle TS Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Angle Nila 1 Nila 2 Nila Ikan Lele (Clarias sp) Angle Ts

93 Lampiran 12. Tabel regresi antara hubungan Target Strength dengan Fork Length SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error Observations 10 ANOVA df SS MS F Significance F Regression Residual Total Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Intercept E X Variable Lower 95.0% Upper 95.0% Upper 95%

94 Lampiran 13. Syntak MATLAB dalam membuat grafik polar function hpol = dirplot(theta,rho,line_style,params) % DIRPLOT Polar directivity plot. % A modification of The Mathworks POLAR function, DIRPLOT generates % directivity plots in the style commonly used in acoustic and RF work. % Features include: % 1. Plots -90 to +90 or -180 to +180 degrees based on range of input % THETA, with 0 degrees at top center. % 2. Produces semicircular plots when plot range is -90 to +90 degrees. % 3. RHO is assumed to be in decibels and may include negative % values. % 4. Default automatic rho-axis scaling in "scope knob" factors. % 5. Optional PARAMS argument allows manual setting of rho-axis % scaling. % % DIRPLOT(THETA, RHO) makes a plot using polar coordinates of the % angle THETA versus the radius RHO. THETA must be in degrees, and % must be within the range -180 to +180 degrees. If THETA is within % the range -90 to +90 degrees, the plot will be semicircular. RHO is % assumed to be in decibels and the values may be positive or negative or % both. By default, with no PARAMS argument, rho-axis scaling will be determined % automatically using scope knob factors of By default, 10 % ticks will be plotted. Note: Like POLAR, DIRPLOT does not rescale the % axes when a new plot is added to a held graph. % % DIRPLOT(THETA, RHO, LINE_STYLE, PARAMS) makes a plot as described above % using the linestyle specified in string LINE_STYLE, and using the rhoaxis % scaling specified in vector PARAMS. Either of these optional arguments may be % used alone. Vector PARAMS is a 3-element row vector defined as % [RHOMAX RHOMIN RHOTICKS]. String LINE_STYLE is the standard MATLAB linestyle % string. See PLOT for a description. % % HPOL = DIRPLOT(...) returns a handle to the LINE object generated by the PLOT % function that actually generates the plot in DIRPLOT. % % See also POLAR, PLOT, LOGLOG, SEMILOGX, SEMILOGY. % % Rev 1.0, 17 January 2002 % Tested in MATLAB v. 6.0 % % Adapted from The MathWorks POLAR function by % Steve Rickman % sar@surewest.net if nargin <= 1 error('requires 2, 3, or 4 input arguments.') elseif nargin == 2 line_style = 'auto'; elseif nargin == 3 if isnumeric(line_style) params = line_style; line_style = 'auto'; end end if exist('params') 80

95 if length(params) ~= 3 error('argument PARAMS must be a 3-element vector: [RHOMAX RHOMIN RHOTICKS].') end if params(1) <= params(2) error('error in PARAMS argument. RHOMAX must be greater than RHOMIN.') end if params(3) <= 0 params(3) = 1; warning('error in PARAMS argument. RTICKS set to 1.') end end if isstr(theta) isstr(rho) error('theta and RHO must be numeric.'); end if ~isequal(size(theta),size(rho)) error('theta and RHO must be the same size.'); end if (max(theta) - min(theta)) < 6.3 warning('theta must be in degrees'); end if min(theta) >= 0 warning('plot is -90 to +90 or -180 to +180 degrees'); end if max(abs(theta)) > 180 error('plot is -90 to +90 or -180 to +180 degrees'); end % Get range of theta and set flag for full or half plot. if (max(theta)-min(theta)) > 180 max(theta) > 90 fullplot = 1; else fullplot = 0; end % Translate theta degrees to radians theta = theta*pi/180; cax = newplot; next = lower(get(cax,'nextplot')); hold_state = ishold; if hold_state & exist('params') warning('plot is held. New plot parameters ignored') end % get x-axis text color so grid is in same color tc = get(cax,'xcolor'); ls = get(cax,'gridlinestyle'); % Hold on to current Text defaults, reset them to the % Axes' font attributes so tick marks use them. fangle = get(cax, 'DefaultTextFontAngle'); fname = get(cax, 'DefaultTextFontName'); fsize = get(cax, 'DefaultTextFontSize'); fweight = get(cax, 'DefaultTextFontWeight'); funits = get(cax, 'DefaultTextUnits'); set(cax, 'DefaultTextFontAngle', get(cax, 'FontAngle'),... 'DefaultTextFontName', get(cax, 'FontName'),... 'DefaultTextFontSize', get(cax, 'FontSize'),... 81

96 'DefaultTextFontWeight', get(cax, 'FontWeight'),... 'DefaultTextUnits','data') % only do grids if hold is off if ~hold_state % make a radial grid hold on; if ~exist('params') rticks = 10; % default ticks lims = findscale(rho,rticks); % get click, rmax, rmin click = lims(1); rmax = lims(2); rmin = lims(3); rngdisp = rmax - rmin; else rmax = params(1); rmin = params(2); rticks = params(3); rngdisp = rmax - rmin; click = rngdisp/rticks; end set(cax,'userdata',[rngdisp rmax rmin]); % save variables for added plots % define a circle th = 0:pi/50:2*pi; xunit = cos(th); yunit = sin(th); % now really force points on x/y axes to lie on them exactly inds = 1:(length(th)-1)/4:length(th); xunit(inds(2:2:4)) = zeros(2,1); yunit(inds(1:2:5)) = zeros(3,1); % plot background if necessary if ~isstr(get(cax,'color')), patch('xdata',xunit*rngdisp,'ydata',yunit*rngdisp,... 'edgecolor',tc,'facecolor',get(gca,'color'),... 'handlevisibility','off'); end % draw radial circles % angles for text labels c88 = cos(88*pi/180); s88 = sin(88*pi/180); c92 = -cos(92*pi/180); s92 = -sin(92*pi/180); for i=click:click:rngdisp tickt = i+rmin; if abs(tickt) <.001 tickt = 0; end ticktext = ['' num2str(tickt)]; hhh = plot(xunit*i,yunit*i,ls,'color',tc,'linewidth',1,... 'handlevisibility','off'); if i < rngdisp text(i*c88,i*s88,... ticktext,'verticalalignment','bottom',... 'handlevisibility','off','fontsize',8) else text(i*c88,i*s88,... [ticktext,' db'],'verticalalignment','bottom',... 'handlevisibility','off','fontsize',8) end if fullplot if i < rngdisp 82

97 end text(i*c92,i*s92,... ticktext,'verticalalignment','bottom',... 'handlevisibility','off','fontsize',8) else text(i*c92,i*s92,... [ticktext,' db'],'verticalalignment','bottom',... 'handlevisibility','off','fontsize',8) end end end set(hhh,'linestyle','-') % Make outer circle solid % plot spokes at 10 degree intervals th = (0:18)*2*pi/36; cst = cos(th); snt = sin(th); cs = [-cst; cst]; sn = [-snt; snt]; plot(rngdisp*cs,rngdisp*sn,ls,'color',tc,'linewidth',1,... 'handlevisibility','off') % label spokes in 30 degree intervals rt = 1.1*rngdisp; for i = 1:3:19 text(rt*cst(i),rt*snt(i),[int2str(90-(i-1)*10),'^o'],... 'horizontalalignment','center',... 'handlevisibility','off'); end if fullplot for i = 3:3:6 text(-rt*cst(i+1),-rt*snt(i+1),[int2str(-90-i*10),'^o'],... 'horizontalalignment','center',... 'handlevisibility','off'); end for i = 9:3:15 text(-rt*cst(i+1),-rt*snt(i+1),[int2str(270-i*10),'^o'],... 'horizontalalignment','center',... 'handlevisibility','off'); end end % set view to 2-D view(2); % set axis limits if fullplot axis(rngdisp*[ ]); else axis(rngdisp*[ ]); end if hold_state v = get(cax,'userdata'); rngdisp = v(1); rmax = v(2); rmin = v(3); end % Reset defaults. set(cax, 'DefaultTextFontAngle', fangle,... 'DefaultTextFontName', fname,... 83

98 'DefaultTextFontSize', fsize,... 'DefaultTextFontWeight', fweight,... 'DefaultTextUnits',fUnits ); % transform data to Cartesian coordinates. % Rotate by pi/2 to get 0 degrees at top. Use negative % theta to have negative degrees on left. xx = (rho+rngdisp-rmax).*cos(-theta+pi/2); yy = (rho+rngdisp-rmax).*sin(-theta+pi/2); % plot data on top of grid if strcmp(line_style,'auto') q = plot(xx,yy); else q = plot(xx,yy,line_style); end if nargout > 0 hpol = q; end set(gca,'dataaspectratio',[1 1 1]), axis off; set(cax,'nextplot',next); set(get(gca,'xlabel'),'visible','on') set(get(gca,'ylabel'),'visible','on') % Subfunction finds optimal scaling using "scope knob" % factors of 1, 2, 5. Range is limited to practical % decibel values. function lims = findscale(rho, rticks) clicks = [ ]; lenclicks = length(clicks); rhi = max(rho); rlo = min(rho); rrng = rhi - rlo; rawclick = rrng/rticks; n = 1; while clicks(n) < rawclick n = n + 1; if n > lenclicks close; error('cannot autoscale; unrealistic decibel range.'); end end click = clicks(n); m = floor(rhi/click); rmax = click * m; if rhi - rmax ~= 0 rmax = rmax + click; end rmin = rmax - click * rticks; % Check that minimum rho value is at least one tick % above rmin. If not, increase click value and % rescale. if rlo < rmin + click if n < lenclicks click = clicks(n+1); else error('cannot autoscale; unrealistic decibel range.'); end m = floor(rhi/click); rmax = click * m; if rhi - rmax ~= 0 rmax = rmax + click; end rmin = rmax - click * rticks; end lims = [click rmax rmin]; 84

99 Lampiran 14. Syntak MATLAB dalam pengolahan sinyal menggunakan wavelet %Menghitung nilai Koefisien absolut C dengan metode CWT %Dengan Mother wavelet yang dipakai adalah morlet %serta scale 1:1:50 % Keterangan % vir= nilai echo strenght dari ikan % KC = koefisien absolut C vir = echstr KC=cwt(vir,1:1:50,'morl','plot') for i=1:6 for j=1:2001 C(i,j)=abs(KC(i,j)); end end subplot(3,2,1); h=plot(c(1,:),'-r'); grid on xlim ([ ]); ylim ([0 1]); Xlabel({'Time (sec)'; '(a)'}); set(gca,'xticklabel',{'2200';'2400';'2600';'2800';'3000';'3200';'3400';'360 0';'3800'}); Ylabel('Koefisien Absolut (C)'); legend('scale 1'); Title ('Grafik Koefisien Absolut dari CWT Ikan Lele'); subplot(3,2,2); plot (C(2,:),'-b'); grid on xlim ([ ]); ylim ([0 1]); Xlabel({'Time (sec)'; '(b)'}); set(gca,'xticklabel',{'2200';'2400';'2600';'2800';'3000';'3200';'3400';'360 0';'3800'}); Ylabel('Koefisien Absolut (C)'); legend('scale 10'); Title ('Grafik Koefisien Absolut dari CWT Ikan Lele'); subplot(3,2,3); plot (C(3,:),'-g'); grid on xlim ([ ]); ylim ([0 1]); Xlabel({'Time (sec)'; '(c)'}); set(gca,'xticklabel',{'2200';'2400';'2600';'2800';'3000';'3200';'3400';'360 0';'3800'}); Ylabel('Koefisien Absolut (C)'); legend('scale 20'); Title ('Grafik Koefisien Absolut dari CWT Ikan Lele'); subplot(3,2,4); plot (C(4,:),'--r'); grid on 85

100 xlim ([ ]); ylim ([0 1]); Xlabel({'Time (sec)'; '(d)'}); set(gca,'xticklabel',{'2200';'2400';'2600';'2800';'3000';'3200';'3400';'360 0';'3800'}); Ylabel('Koefisien Absolut (C)'); legend('scale 30'); Title ('Grafik Koefisien Absolut dari CWT Ikan Lele'); subplot(3,2,5); plot (C(5,:),'--g'); grid on xlim ([ ]); ylim ([0 1]); Xlabel({'Time (sec)'; '(e)'}); set(gca,'xticklabel',{'2200';'2400';'2600';'2800';'3000';'3200';'3400';'360 0';'3800'}); Ylabel('Koefisien Absolut (C)'); legend('scale 40'); Title ('Grafik Koefisien Absolut dari CWT Ikan Lele'); subplot(3,2,6); plot (C(6,:),'--b'); grid on xlim ([ ]); ylim ([0 1]); Xlabel({'Time (sec)'; '(f)'}); set(gca,'xticklabel',{'2200';'2400';'2600';'2800';'3000';'3200';'3400';'360 0';'3800'}); Ylabel('Koefisien Absolut (C)'); legend('scale 50'); Title ('Grafik Koefisien Absolut dari CWT Ikan Lele'); 86

101 Lampiran 15. Nilai Koefisien absolute C pada ikan mas Scale

102

103 Lampiran 16. Ukuran tubuh ikan 1. Ikan Mas (Cyprinus carpio) Ikan mas FL (cm) Lebar (cm) Tinggi (cm) Berat (g) Ikan Lele (Clarias sp) Ikan lele FL (cm) Lebar (cm) Tinggi (cm) Berat (g) Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus) Ikan Nila FL (cm) Lebar (cm) Tinggi (cm) berat (g)

104 Lampiran 17. Foto-Foto Penelitian 1. Foto Ikan Nila Hitam, Ikan Mas dan Ikan Lele (a) FL =22 cm (b) FL=20cm (c) FL=24.7 cm (d) FL = 20 cm (e)fl =21.5 cm (f) 22.2 cm (g) FL= 22 cm (h) FL= 22 cm (i) FL=22.1 cm (j)fl= 22.1 cm (g) FL = 19 cm (h) FL = 24 cm 90

105 2. Foto Alat (a) Jaring tabung (b) Bola Besi Pejal (c) Transducer \ (d) Tilting Mechanism System (e) Water Tank 91

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dimulai pada bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2010 dan bulan Juli sampai bulan Agustus 2010 bertempat di Water Tank Labotarium

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan 2.1.1 Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.) Ikan lele Dumbo merupakan hibrida dari jenis Clarias fuscus untuk induk betina yang merupakan lele asal Taiwan dengan induk jantan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Jarak Near Field (R nf ) yang diperoleh pada penelitian ini dengan menggunakan formula (1) adalah 0.2691 m dengan lebar transducer 4.5 cm, kecepatan suara 1505.06

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Akustik adalah teori tentang gelombang suara dan perambatannya di dalam

2. TINJAUAN PUSTAKA. Akustik adalah teori tentang gelombang suara dan perambatannya di dalam 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hidroakustik Akustik adalah teori tentang gelombang suara dan perambatannya di dalam suatu medium (dalam hal ini air). Untuk memperoleh informasi tentang obyek bawah air digunakan

Lebih terperinci

AKUSTIK REMOTE SENSING/PENGINDERAAN JAUH

AKUSTIK REMOTE SENSING/PENGINDERAAN JAUH P. Ika Wahyuningrum AKUSTIK REMOTE SENSING/PENGINDERAAN JAUH Suatu teknologi pendeteksian obyek dibawah air dengan menggunakan instrumen akustik yang memanfaatkan suara dengan gelombang tertentu Secara

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. dimana besar nilainya bisa sama panjang dengan panjang keseluruhan atau

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. dimana besar nilainya bisa sama panjang dengan panjang keseluruhan atau 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tabel Ukuran Tubuh Ikan Acoustical length adalah panjang target dalam akustik pada sebuah target, dimana besar nilainya bisa sama panjang dengan panjang keseluruhan atau panjang

Lebih terperinci

PENGUKURAN TARGET STRENGTH IKAN MAS DAN IKAN LELE PADA KONDISI TERKONTROL MENGGUNAKAN QUANTIFIED FISH FINDER. Muhammad Hamim

PENGUKURAN TARGET STRENGTH IKAN MAS DAN IKAN LELE PADA KONDISI TERKONTROL MENGGUNAKAN QUANTIFIED FISH FINDER. Muhammad Hamim PENGUKURAN TARGET STRENGTH IKAN MAS DAN IKAN LELE PADA KONDISI TERKONTROL MENGGUNAKAN QUANTIFIED FISH FINDER Muhammad Hamim DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DATA SINGLE BEAM ECHOSOUNDER. Septian Nanda dan Aprillina Idha Geomatics Engineering

PENGOLAHAN DATA SINGLE BEAM ECHOSOUNDER. Septian Nanda dan Aprillina Idha Geomatics Engineering PENGOLAHAN DATA SINGLE BEAM ECHOSOUNDER Septian Nanda - 3311401055 dan Aprillina Idha - 3311401056 Geomatics Engineering Marine Acoustic, Batam State Politechnic Email : prillyaprillina@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

Gambar 8. Lokasi penelitian

Gambar 8. Lokasi penelitian 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 30 Januari-3 Februari 2011 yang di perairan Pulau Gosong, Pulau Semak Daun dan Pulau Panggang, Kabupaten

Lebih terperinci

2. TINJUAUAN PUSTAKA

2. TINJUAUAN PUSTAKA 2. TINJUAUAN PUSTAKA 2.1. Prinsip Kerja Metode Hidroakustik Hidroakustik merupakan ilmu yang mempelajari gelombang suara dan perambatannya dalam suatu medium, dalam hal ini mediumnya adalah air. Data hidroakustik

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. No. Alat dan Bahan Type/Sumber Kegunaan.

METODE PENELITIAN. Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. No. Alat dan Bahan Type/Sumber Kegunaan. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data lapang dilakukan pada tanggal 16-18 Mei 2008 di perairan gugusan pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta (Gambar 11). Lokasi ditentukan berdasarkan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sedimen Dasar Laut Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses hidrologi dari suatu tempat ke tempat yang lain, baik secara vertikal maupun secara

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Nilai Target Strength (TS) Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio) Nilai target strength (TS) merupakan parameter utama pada aplikasi metode akustik dalam menduga kelimpahan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Lifeform Karang Secara Visual Karang memiliki variasi bentuk pertumbuhan koloni yang berkaitan dengan kondisi lingkungan perairan. Berdasarkan hasil identifikasi

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Kapal Survei dan Instrumen Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Kapal Survei dan Instrumen Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari Ekspedisi Selat Makassar 2003 yang diperuntukkan bagi Program Census of Marine Life (CoML) yang dilaksanakan oleh

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret September 2011 dengan menggunakan data berupa data echogram dimana pengambilan data secara in situ dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Data Lapangan Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan dengan melakukan penyelaman di lokasi transek lamun, diperoleh data yang diuraikan pada Tabel 4. Lokasi penelitian berada

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sedimen Dasar Perairan Berdasarkan pengamatan langsung terhadap sampling sedimen dasar perairan di tiap-tiap stasiun pengamatan tipe substrat dikelompokkan menjadi 2, yaitu:

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada koordinat 5º - 8 º LS dan 133 º º BT

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada koordinat 5º - 8 º LS dan 133 º º BT 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada koordinat 5º - 8 º LS dan 133 º - 138 º BT (Gambar 2), pada bulan November 2006 di Perairan Laut Arafura, dengan kedalaman

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengambilan Contoh Dasar Gambar 16 merupakan hasil dari plot bottom sampling dari beberapa titik yang dilakukan secara acak untuk mengetahui dimana posisi target yang

Lebih terperinci

5. ESTIMASI STOK SUMBERDAYA IKAN BERDASARKAN METODE HIDROAKUSTIK

5. ESTIMASI STOK SUMBERDAYA IKAN BERDASARKAN METODE HIDROAKUSTIK 5. ESTIMASI STOK SUMBERDAYA IKAN BERDASARKAN METODE HIDROAKUSTIK Pendahuluan Sumberdaya perikanan LCS merupakan kontribusi utama yang sangat penting di tingkat lokal, regional dan internasional untuk makanan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan lanjutan yang dilakukan dari bulan Juli sampai bulan Agustus menggunakan data hasil olahan dalam bentuk format *raw.dg yang

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Waduk Ir. H. Djuanda dan Laboratorium Akustik Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Bogor. Kegiatan penelitian ini terbagi

Lebih terperinci

PENDUGAAN KELIMPAHAN DAN SEBARAN IKAN DEMERSAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI PERAIRAN BELITUNG

PENDUGAAN KELIMPAHAN DAN SEBARAN IKAN DEMERSAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI PERAIRAN BELITUNG Pendugaan Kelimpahan dan Sebaran Ikan... Metode Akustik di Perairan Belitung (Fahmi, Z.) PENDUGAAN KELIMPAHAN DAN SEBARAN IKAN DEMERSAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI PERAIRAN BELITUNG ABSTRAK Zulkarnaen

Lebih terperinci

PENGUKURAN TARGET STRENGTH IKAN MAS DAN IKAN LELE PADA KONDISI TERKONTROL MENGGUNAKAN QUANTIFIED FISH FINDER. Muhammad Hamim

PENGUKURAN TARGET STRENGTH IKAN MAS DAN IKAN LELE PADA KONDISI TERKONTROL MENGGUNAKAN QUANTIFIED FISH FINDER. Muhammad Hamim PENGUKURAN TARGET STRENGTH IKAN MAS DAN IKAN LELE PADA KONDISI TERKONTROL MENGGUNAKAN QUANTIFIED FISH FINDER Muhammad Hamim DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Metode hidroakustik adalah suatu metode yang digunakan dalam. pendeteksian bawah air yang menggunakan perangkat akustik (acoustic

2. TINJAUAN PUSTAKA. Metode hidroakustik adalah suatu metode yang digunakan dalam. pendeteksian bawah air yang menggunakan perangkat akustik (acoustic 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metode hidroakustik Metode hidroakustik adalah suatu metode yang digunakan dalam pendeteksian bawah air yang menggunakan perangkat akustik (acoustic instrumen), antara lain: echosounder,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2010 Juli 2011 yang meliputi tahapan persiapan, pengukuran data lapangan, pengolahan dan analisis

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Side Scan Sonar merupakan peralatan observasi dasar laut yang dapat

2. TINJAUAN PUSTAKA. Side Scan Sonar merupakan peralatan observasi dasar laut yang dapat 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Side Scan Sonar Side Scan Sonar merupakan peralatan observasi dasar laut yang dapat memancarkan beam pada kedua sisi bagiannya secara horizontal. Side scan sonar memancarkan pulsa

Lebih terperinci

Scientific Echosounders

Scientific Echosounders Scientific Echosounders Namun secara secara elektronik didesain dengan amplitudo pancaran gelombang yang stabil, perhitungan waktu yang lebih akuran dan berbagai menu dan software tambahan. Contoh scientific

Lebih terperinci

KELOMPOK 2 JUWITA AMELIA MILYAN U. LATUE DICKY STELLA L. TOBING

KELOMPOK 2 JUWITA AMELIA MILYAN U. LATUE DICKY STELLA L. TOBING SISTEM SONAR KELOMPOK 2 JUWITA AMELIA 2012-64-0 MILYAN U. LATUE 2013-64-0 DICKY 2013-64-0 STELLA L. TOBING 2013-64-047 KARAKTERISASI PANTULAN AKUSTIK KARANG MENGGUNAKAN ECHOSOUNDER SINGLE BEAM Baigo Hamuna,

Lebih terperinci

PENGUKURAN KARAKTERISTIK AKUSTIK SUMBER DAYA PERIKANAN DI LAGUNA GUGUSAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU

PENGUKURAN KARAKTERISTIK AKUSTIK SUMBER DAYA PERIKANAN DI LAGUNA GUGUSAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU PENGUKURAN KARAKTERISTIK AKUSTIK SUMBER DAYA PERIKANAN DI LAGUNA GUGUSAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU Oleh: Arief Wijaksana C64102055 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini menggunakan data side scan sonar yang berasal dari survei lapang untuk kegiatan pemasangan kabel PLN yang telah dilakukan oleh Pusat

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sedimen dasar laut

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sedimen dasar laut 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sedimen dasar laut Sedimen yang merupakan partikel lepas (unconsolidated) yang terhampar di daratan, di pesisir dan di laut itu berasal dari batuan atau material yang mengalami

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini teknologi hidroakustik atau perangkat lunak pengolah sinyal akustik masih sulit untuk dapat mengetahui jenis dan panjang ikan secara langsung dan akurat. Selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan akan data batimetri semakin meningkat seiring dengan kegunaan data tersebut untuk berbagai aplikasi, seperti perencanaan konstruksi lepas pantai, aplikasi

Lebih terperinci

Pengujian Sifat Anechoic untuk Kelayakan Pengukuran Perambatan Bunyi Bawah Air pada Akuarium

Pengujian Sifat Anechoic untuk Kelayakan Pengukuran Perambatan Bunyi Bawah Air pada Akuarium JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No. 1, (13) ISSN: 31-971 D-7 Pengujian Sifat Anechoic untuk Kelayakan Pengukuran Perambatan Bunyi Bawah Air pada Akuarium Indan Pratiwi, Wiratno Argo Asmoro, dan Dhany Arifianto

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar Laut Arafura merupakan paparan yang sangat luas. Menurut Nontji

2. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar Laut Arafura merupakan paparan yang sangat luas. Menurut Nontji 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Dasar Laut Arafura merupakan paparan yang sangat luas. Menurut Nontji (1987), paparan Arafura (diberi nama oleh Krummel, 1897) ini terdiri dari tiga

Lebih terperinci

INTERPRETASI SEB NILAI TARGET STRENGTH (TS) DAN DENSITAS DEmRSAL DENGAN BlETODE AIE)ROAKUSTIK DI TELUK PELABUWAN RATU

INTERPRETASI SEB NILAI TARGET STRENGTH (TS) DAN DENSITAS DEmRSAL DENGAN BlETODE AIE)ROAKUSTIK DI TELUK PELABUWAN RATU INTERPRETASI SEB NILAI TARGET STRENGTH (TS) DAN DENSITAS DEmRSAL DENGAN BlETODE AIE)ROAKUSTIK DI TELUK PELABUWAN RATU Oleh: Munawir C64102020 PR AN TEKNOLOGI KELAUTAN AN DAN I Lm KELAUTAN INSTITUT PERTANLAN

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. mencakup teori speaker recognition dan program Matlab. dari masalah pattern recognition, yang pada umumnya berguna untuk

BAB 2 LANDASAN TEORI. mencakup teori speaker recognition dan program Matlab. dari masalah pattern recognition, yang pada umumnya berguna untuk 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori-teori Dasar / Umum Landasan teori dasar / umum yang digunakan dalam penelitian ini mencakup teori speaker recognition dan program Matlab. 2.1.1 Speaker Recognition Pada

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perairan umum daratan Indonesia memiliki keanekaragaman jenis ikan yang tinggi, sehingga tercatat sebagai salah satu perairan dengan mega biodiversity di Indonesia. Komisi

Lebih terperinci

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS 4.1 Syarat Pengukuran Pengukuran suatu antena yang ideal adalah dilakukan di suatu ruangan yang bebas pantulan atau ruang tanpa gema (Anechoic Chamber). Pengukuran antena

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. hidup di pesisir, seluruh hidupnya berada dalam air dengan salinitas cukup tinggi,

2. TINJAUAN PUSTAKA. hidup di pesisir, seluruh hidupnya berada dalam air dengan salinitas cukup tinggi, 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lamun Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang hidup di pesisir, seluruh hidupnya berada dalam air dengan salinitas cukup tinggi, berkembang biak secara vegetatif

Lebih terperinci

Melalui persamaan di atas maka akan terbentuk pola radargram yang. melukiskan garis-garis / pola pendekatan dari keadaan yang sebenarnya.

Melalui persamaan di atas maka akan terbentuk pola radargram yang. melukiskan garis-garis / pola pendekatan dari keadaan yang sebenarnya. BAB IV SIMULASI DAN ANALISIS 4.1 Pembuatan Data Sintetis Dalam karya tulis ini pembuatan data sintetis mengikuti pola persamaan (3.1) Melalui persamaan di atas maka akan terbentuk pola radargram yang melukiskan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data akustik dilakukan pada tanggal 29 Januari sampai 3 Februari 2011 di perairan Kepulauan Seribu. Wilayah penelitian mencakup di

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Dasar perairan memiliki peranan yang sangat penting yaitu sebagai habitat bagi bermacam-macam makhluk hidup yang kehidupannya berasosiasi dengan lingkungan perairan.

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian. 3.2 Bahan dan Alat

III BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian. 3.2 Bahan dan Alat III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

Arqi Eka Pradana Netro Handaru Fajar Lukman Hakim Muhammad Rizki Nandika Elok Puspa

Arqi Eka Pradana Netro Handaru Fajar Lukman Hakim Muhammad Rizki Nandika Elok Puspa Arqi Eka Pradana 115080201111007 Netro Handaru 115080600111005 Fajar Lukman Hakim 115080600111023 Muhammad Rizki Nandika 115080601111018 Elok Puspa Nirmala 115080213111012 M Rifki Fajarulloh 115080201111035

Lebih terperinci

3. DISTRIBUSI IKAN DI LAUT CINA SELATAN

3. DISTRIBUSI IKAN DI LAUT CINA SELATAN 3. DISTRIBUSI IKAN DI LAUT CINA SELATAN Pendahuluan Keberadaan sumberdaya ikan, baik ikan pelagis maupun demersal dapat diduga dengan menggunakan metode hidroakustik (Mitson 1983). Beberapa keuntungan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 17 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 211, sedangkan survei data dilakukan oleh pihak Balai Riset Perikanan Laut (BRPL) Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN DAN PERANCANGAN SISTEM. penelitian laboratorium. Studi kepustakaan dilakukan untuk mencari teori atau

BAB III METODE PENELITIAN DAN PERANCANGAN SISTEM. penelitian laboratorium. Studi kepustakaan dilakukan untuk mencari teori atau BAB III METODE PENELITIAN DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan meliputi studi kepustakaan dan penelitian laboratorium. Studi kepustakaan dilakukan untuk mencari

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Pada dunia elektronika dibutuhkan berbagai macam alat ukur dan analisa.

BABI PENDAHULUAN. Pada dunia elektronika dibutuhkan berbagai macam alat ukur dan analisa. BAB I PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pada dunia elektronika dibutuhkan berbagai macam alat ukur dan analisa. Salah satunya adalah alat untuk mengukur intensitas bunyi dan gain dari sinyal

Lebih terperinci

Welcome to Marine Acoustic Virtual Lab!

Welcome to Marine Acoustic Virtual Lab! Welcome to Marine Acoustic Virtual Lab! Halaman ini akan memperlihatkan setup peralatan (termasuk instruments dan peralatan lain) dan memberikan ide kepada mahasiswa bagaimana melakukan eksperimen. Gambar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada dua tempat yaitu di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada dua tempat yaitu di Laboratorium 45 BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada dua tempat yaitu di Laboratorium Pemodelan Fisika untuk perancangan perangkat lunak (software) program analisis

Lebih terperinci

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS 4.1 Syarat Pengukuran Pengukuran suatu antena yang ideal adalah dilakukan di suatu ruangan yang bebas pantulan atau ruang tanpa gema (Anechoic Chamber). Pengukuran antena

Lebih terperinci

BAB. IV SIMULASI DAN EKSPERIMEN SISTEM PENCITRAAN ULTRASONIK

BAB. IV SIMULASI DAN EKSPERIMEN SISTEM PENCITRAAN ULTRASONIK BAB. IV SIMULASI DAN EKSPERIMEN SISTEM PENCITRAAN ULTRASONIK 4.1 Simulasi Simulasi merupakan penggambaran suatu sistem atau proses dengan memperagakan atau menirukan (menyerupai) sesuatu yg besar dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo merupakan ikan hasil perkawinan silang antara induk betina lele Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan

Lebih terperinci

6 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

6 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 155 6 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Simulasi Perubahan Fase 6.1.1 Spektrum gerakan ikan-ikanan berukuran 20 x 25 cm Untuk memperoleh spektrum frekuensi dari gelombang ikan-ikanan berukuran 20 x

Lebih terperinci

Pendahuluan. Peralatan. Sari. Abstract. Subarsyah dan M. Yusuf

Pendahuluan. Peralatan. Sari. Abstract. Subarsyah dan M. Yusuf PENGARUH FREKUENSI GELOMBANG TERHADAP RESOLUSI DAN DELINEASI PERLAPISAN SEDIMEN BAWAH PERMUKAAN DARI DUA INSTRUMEN AKUSTIK YANG BERBEDA DI SUNGAI SAGULING Subarsyah dan M. Yusuf Pusat Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6484.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Prakata... 1 Pendahuluan... 1 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR - - GELOMBANG - GELOMBANG

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR - - GELOMBANG - GELOMBANG LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR Diberikan Tanggal :. Dikumpulkan Tanggal : Nama : Kelas/No : / Gelombang - - GELOMBANG - GELOMBANG ------------------------------- 1 Gelombang Gelombang Berjalan

Lebih terperinci

Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara

Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara Chapter 5 Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara Gelombang dasar lain datang jika jarak dari beberapa titik dari titik tertentu dianggap sebagai koordinat relevan yang bergantung pada variabel akustik.

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Hidroakustik merupakan suatu metode untuk mendeteksi suatu objek dan

2. TINJAUAN PUSTAKA. Hidroakustik merupakan suatu metode untuk mendeteksi suatu objek dan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Metode Hidroakustik Hidroakustik merupakan suatu metode untuk mendeteksi suatu objek dan peristiwa-peristiwa di dalam air dengan cara memancarkan gelombang suara dan mempelajari

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN SISTEM INFORMASI DATA HIDROAKUSTIK BERBASIS WEBSITE

RANCANG BANGUN SISTEM INFORMASI DATA HIDROAKUSTIK BERBASIS WEBSITE RANCANG BANGUN SISTEM INFORMASI DATA HIDROAKUSTIK BERBASIS WEBSITE Oleh : Asep Ma mun C64104030 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS ANTENA

BAB 4 HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS ANTENA BAB 4 HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS ANTENA Pengukuran terhadap antena dilakukan setelah antena dirancang. Pengukuran dilakukan untuk dua buah antena yaitu antena mikrostrip array elemen dan antena mikrostrip

Lebih terperinci

4. HASIL PEMBAHASAN. Sta Latitude Longitude Spesies Keterangan

4. HASIL PEMBAHASAN. Sta Latitude Longitude Spesies Keterangan 4. HASIL PEMBAHASAN 4.1 Data Lapangan Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan dengan melakukan penyelaman di lokasi transek lamun, ditemukan 3 jenis spesies lamun yakni Enhalus acoroides, Cymodocea

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perairan Laut Arafura di lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perairan Laut Arafura di lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Peta Batimetri Laut Arafura Perairan Laut Arafura di lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori perairan dangkal dimana kedalaman mencapai 100 meter. Berdasarkan data

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu penelitian dimulai pada tanggal 20 Januari 2011 dan menggunakan data hasil survei Balai Riset Perikanan Laut (BRPL). Survei ini dilakukan mulai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS HASIL PENGUKURAN

BAB IV HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS HASIL PENGUKURAN BAB IV HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS HASIL PENGUKURAN 4.1. HASIL PENGUKURAN PARAMETER ANTENA Pada proses simulasi dengan menggunakan perangkat lunak AWR Microwave Office 24, yang dibahas pada bab tiga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada pengerjaan tugas akhir ini metode penelitian yang dilakukan yaitu. dengan penelitian yang dilakukan.

BAB III METODE PENELITIAN. Pada pengerjaan tugas akhir ini metode penelitian yang dilakukan yaitu. dengan penelitian yang dilakukan. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. METODE PENELITIAN Pada pengerjaan tugas akhir ini metode penelitian yang dilakukan yaitu sebagai berikut : Studi literatur, yaitu dengan mempelajari beberapa referensi yang

Lebih terperinci

3. METODOLOGI. Pengambilan data dengan menggunakan side scan sonar dilakukan selama

3. METODOLOGI. Pengambilan data dengan menggunakan side scan sonar dilakukan selama 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data dengan menggunakan side scan sonar dilakukan selama dua hari, yaitu pada 19-20 November 2008 di perairan Aceh, Lhokseumawe (Gambar 3). Sesuai

Lebih terperinci

STUDI KARAKTER SUARA BEBERAPA SPESIES ODONTOCETI DI PERAIRAN LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR

STUDI KARAKTER SUARA BEBERAPA SPESIES ODONTOCETI DI PERAIRAN LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR STUDI KARAKTER SUARA BEBERAPA SPESIES ODONTOCETI DI PERAIRAN LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR Oleh: Ayu Destari C64102022 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III WAVEGUIDE. Gambar 3.1 bumbung gelombang persegi dan lingkaran

BAB III WAVEGUIDE. Gambar 3.1 bumbung gelombang persegi dan lingkaran 11 BAB III WAVEGUIDE 3.1 Bumbung Gelombang Persegi (waveguide) Bumbung gelombang merupakan pipa yang terbuat dari konduktor sempurna dan di dalamnya kosong atau di isi dielektrik, seluruhnya atau sebagian.

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Pada Bab IV ini menjelaskan tentang spesifikasi sistem, rancang bangun

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Pada Bab IV ini menjelaskan tentang spesifikasi sistem, rancang bangun BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Pada Bab IV ini menjelaskan tentang spesifikasi sistem, rancang bangun keseluruhan sistem, prosedur pengoperasian sistem, implementasi dari sistem dan evaluasi hasil pengujian

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 8 Peta lokasi penelitian.

3 METODE PENELITIAN. Gambar 8 Peta lokasi penelitian. 30 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini menggunakan data hasil survei akustik yang dilaksanakan oleh Balai Riset Perikanan Laut (BRPL), Dirjen Perikanan Tangkap, KKP RI pada bulan Juni

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil persilangan antara C. batracus

I. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil persilangan antara C. batracus I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) 2.1.1 Klasifikasi Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil persilangan antara C. batracus dengan C. fuscus dan merupakan ikan introduksi

Lebih terperinci

TEKNOLOGI AKUSTIK BAWAH AIR: SOLUSI DATA PERIKANAN LAUT INDONESIA

TEKNOLOGI AKUSTIK BAWAH AIR: SOLUSI DATA PERIKANAN LAUT INDONESIA Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan Vol. 1 No. 3, Desember 2014: 181-186 ISSN : 2355-6226 TEKNOLOGI AKUSTIK BAWAH AIR: SOLUSI DATA PERIKANAN LAUT INDONESIA Henry M. Manik Departemen Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

DETEKSI NILAI HAMBUR BALIK KEPITING BAKAU (Scylla spp.) MENGGUNAKAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK CRUZPRO FISHFINDER PCFF-80

DETEKSI NILAI HAMBUR BALIK KEPITING BAKAU (Scylla spp.) MENGGUNAKAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK CRUZPRO FISHFINDER PCFF-80 DETEKSI NILAI HAMBUR BALIK KEPITING BAKAU (Scylla spp.) MENGGUNAKAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK CRUZPRO FISHFINDER PCFF-80 Muhammad Zainuddin Lubis 1, 2, Sri Pujiyati 2 Pratiwi Dwi Wulandari 2 1 Corresponding

Lebih terperinci

BAB 7. INSTRUMENTASI UNTUK PENGUKURAN KEBISINGAN

BAB 7. INSTRUMENTASI UNTUK PENGUKURAN KEBISINGAN BAB 7. INSTRUMENTASI UNTUK PENGUKURAN KEBISINGAN 7.1. TUJUAN PENGUKURAN Ada banyak alasan untuk membuat pengukuran kebisingan. Data kebisingan berisi amplitudo, frekuensi, waktu atau fase informasi, yang

Lebih terperinci

Radio dan Medan Elektromagnetik

Radio dan Medan Elektromagnetik Radio dan Medan Elektromagnetik Gelombang Elektromagnetik Gelombang Elektromagnetik adalah gelombang yang dapat merambat, Energi elektromagnetik merambat dalam gelombang dengan beberapa karakter yang bisa

Lebih terperinci

Oleh : PAHMI PARHANI C SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Oleh : PAHMI PARHANI C SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan STUDI TENTANG ARAH DAN KECEPATAN RENANG IKAN PELAGIS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM AKUSTIK BIM TEmAGI (SPLIT-BEAM ACOUSTIC SYSTEM ) DI PERAIRAN TELUK TOMINI PADA BULAN JULI-AGUSTUS 2003 Oleh : PAHMI PARHANI

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ANTENA DAN METODOLOGI PENGUKURAN

BAB III PERANCANGAN ANTENA DAN METODOLOGI PENGUKURAN BAB III PERANCANGAN ANTENA DAN METODOLOGI PENGUKURAN 3.1. UMUM Pada bagian ini akan dirancang antena mikrostrip patch segiempat planar array 4 elemen dengan pencatuan aperture coupled, yang dapat beroperasi

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Pada tahap ini akan diuji hasil perancangan dengan pengukuranpengukuran serta evaluasi dari hasil pengukuran tersebut. Implementasi dan evaluasi yang dijelaskan berupa spesifikasi

Lebih terperinci

Model integrasi echo dasar laut Blok diagram scientific echosounder ditampilkan pada Gambar I. echo pada pre-amplifier, ERB :

Model integrasi echo dasar laut Blok diagram scientific echosounder ditampilkan pada Gambar I. echo pada pre-amplifier, ERB : N AWSTIK SCATTERINGSTRENGTH DASAR LAUT DAN IDENTIFIKASI WABIcrAT I DENGAN ECHOSOUNDER (Measurement of Acoustic ScatGering Strength of Sea Bottom and Identification of Fish Habitat Using Echosounder) Oleh:

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan bulan September

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan bulan September 32 BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan bulan September 2015 dan tempat pelaksanaan penelitian ini di Laboratorium Elektronika

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA. TERSEBUT DIAPLIKASIKAN UNTUK PENDETEKSIAN CACAT DALAM PADA MATERIAL BAJA. DENGAN

BAB IV ANALISA. TERSEBUT DIAPLIKASIKAN UNTUK PENDETEKSIAN CACAT DALAM PADA MATERIAL BAJA. DENGAN BAB IV ANALISA. TERSEBUT DIAPLIKASIKAN UNTUK PENDETEKSIAN CACAT DALAM PADA MATERIAL BAJA. DENGAN BAB IV ANALISA 4.1 Analisis Simulasi Salah satu teknik untuk memodelkan perambatan ultrasonik dalam medium

Lebih terperinci

KONSEP DAN TERMINOLOGI ==Terminologi==

KONSEP DAN TERMINOLOGI ==Terminologi== TRANSMISI DATA KONSEP DAN TERMINOLOGI ==Terminologi== Direct link digunakan untuk menunjukkan jalur transmisi antara dua perangkat dimana sinyal dirambatkan secara langsung dari transmitter menuju receiver

Lebih terperinci

Pengukuran Sinyal Akustik untuk Mendeteksi Sumber Noise Menggunakan Metode Beamforming

Pengukuran Sinyal Akustik untuk Mendeteksi Sumber Noise Menggunakan Metode Beamforming JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 Pengukuran Sinyal Akustik untuk Mendeteksi Sumber Noise Menggunakan Metode Beamforming Myta Pristanty, Wirawan, Endang Widjiati Bidang Studi Telekomunikasi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA. tersebut diaplikasikan untuk pendeteksian cacat dalam pada material baja. Dengan

BAB IV ANALISA. tersebut diaplikasikan untuk pendeteksian cacat dalam pada material baja. Dengan BAB IV ANALISA 4.1 Analisis Simulasi Salah satu teknik untuk memodelkan perambatan ultrasonik dalam medium adalah dengan pulse echo single probe. Pulse echo single probe adalah salah satu probe ultrasonik

Lebih terperinci

MIGRASI HARIAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) SECARA VERTIKAL DENGAN PENDEKATAN AKUSTIK

MIGRASI HARIAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) SECARA VERTIKAL DENGAN PENDEKATAN AKUSTIK MIGRASI HARIAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) SECARA VERTIKAL DENGAN PENDEKATAN AKUSTIK MUHAMMAD FAHRUL RIZA SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Akuisisi Data Seismik Akuisisi data seismik dilaksanakan pada bulan April 2013 dengan menggunakan Kapal Riset Geomarin III di kawasan batas laut dan Zona Ekonomi Eksklusif

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kajian dasar perairan dapat digunakan secara luas, dimana para ahli sumberdaya kelautan membutuhkannya sebagai kajian terhadap habitat bagi hewan bentik (Friedlander et

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. oleh tiupan angin, perbedaan densitas air laut atau dapat pula disebabkan oleh

2. TINJAUAN PUSTAKA. oleh tiupan angin, perbedaan densitas air laut atau dapat pula disebabkan oleh 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Arus Laut dan Metode Pengukurannya Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, perbedaan densitas air laut atau dapat pula disebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai suatu kasus yang akan menjadi alasan dilakukan penelitian ini, yang akan diuraikan pada Latar Belakang. Atas dasar masalah yang telah dikemukakan

Lebih terperinci

MAKALAH CEPAT RAMBAT BUNYI DI UDARA

MAKALAH CEPAT RAMBAT BUNYI DI UDARA MAKALAH CEPAT RAMBAT BUNYI DI UDARA Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Eksperimen Fisika I Dosen Pengampu : Drs. Parlindungan Sinaga, M.Si Oleh : Gisela Adelita (1305667) Rahayu Dwi Harnum

Lebih terperinci

DETEKSI SEBARAN IKAN PADA KOLOM PERAIRAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK INTEGRASI KUMULATIF DI KECAMATAN SUMUR, PANDEGLANG BANTEN

DETEKSI SEBARAN IKAN PADA KOLOM PERAIRAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK INTEGRASI KUMULATIF DI KECAMATAN SUMUR, PANDEGLANG BANTEN DETEKSI SEBARAN IKAN PADA KOLOM PERAIRAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK INTEGRASI KUMULATIF DI KECAMATAN SUMUR, PANDEGLANG BANTEN Oleh : Ahmad Parwis Nasution PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. spektrofotometer UV-Vis dan hasil uji serapan panjang gelombang sampel dapat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. spektrofotometer UV-Vis dan hasil uji serapan panjang gelombang sampel dapat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian diawali dengan pembuatan sampel untuk uji serapan panjang gelombang sampel. Sampel yang digunakan pada uji serapan panjang gelombang sampel adalah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2010 sampai dengan Oktober 2010. Perancangan alat dilaksanakan pada bulan Mei 2010 sampai Agustus 2010 di Bengkel Departemen

Lebih terperinci

DESAIN SISTEM PENGUKURAN PERGESERAN OBJEK DENGAN TRANDUSER ULTRASONIK MENGGUNAKAN METODE KORELASI SILANG SECARA REAL TIME

DESAIN SISTEM PENGUKURAN PERGESERAN OBJEK DENGAN TRANDUSER ULTRASONIK MENGGUNAKAN METODE KORELASI SILANG SECARA REAL TIME DESAIN SISTEM PENGUKURAN PERGESERAN OBJEK DENGAN TRANDUSER ULTRASONIK MENGGUNAKAN METODE KORELASI SILANG SECARA REAL TIME Ridwan Awalin, Agus Naba, D. J. Djoko Herry Santjojo Jurusan Fisika FMIPA, Universitas

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. 39 Universitas Indonesia

BAB 5 PEMBAHASAN. 39 Universitas Indonesia BAB 5 PEMBAHASAN Dua metode penelitian yaitu simulasi dan eksperimen telah dilakukan sebagaimana telah diuraikan pada dua bab sebelumnya. Pada bab ini akan diuraikan mengenai analisa dan hasil yang diperoleh

Lebih terperinci