V. PERENCANAAN INDUSTRI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. PERENCANAAN INDUSTRI"

Transkripsi

1 V. PERENCANAAN INDUSTRI A. Analisis Pasar dan Pemasaran Dalam menganalisis aspek pasar dan pemasaran, beberapa hal yang diperhatikan adalah kedudukan produk dalam pasar saat ini, komposisi dan perkembangan permintaan produk, dan kemungkinan persaingan. Kotler (2000) mengemukakan bahwa untuk memasuki pasar harus memperkirakan pasar potensial agar sumber daya yang dimiliki dapat dimanfaatkan secara efektif. Pasar potensial adalah sejumlah konsumen yang mempunyai kadar minat tertentu pada tawaran tertentu. Serbuk sawit merupakan hasil pengolahan dari limbah batang kelapa sawit yang nantinya akan digunakan sebagai aditif (Loss Circulation Material) pada lumpur pengeboran didalam proses pengeboran minyak. Konsumen dari produk LCM serbuk sawit ini dikhususkan kepada perusahaan-perusahaan pengeboran minyak serta perusahaan penyedia lumpur pengeboran baik dalam negeri maupun luar negeri. 1. Potensi Pasar Pemenuhan kebutuhan bahan aditif (LCM) didalam lumpur pengeboran merupakan faktor yang cukup penting didalam proses pengeboran minyak bumi. Bahan aditif (LCM) mengambil peran sebesar 10% didalam komposisi lumpur pengeboran bersamaan dengan fasa cair sebesar 70% dan fasa padat (Clay-Bentonite) sebesar 20%. Suatu perusahaan pengeboran yang menggunakan lumpur pengeboran akan terlihat jelas volume minyak yang diperoleh. Berdasarkan wawancara dengan pakar di bidang pengeboran minyak, jumlah volume minyak yang didapat akan lebih besar dibandingan dengan yang tidak menggunakan lumpur pengeboran. Selain itu harga jual minyak bumi yang diperoleh juga akan lebih mahal dengan persentasi margin 10-50% dari harga jual yang tidak menggunakan lumpur pengeboran. Dilihat dari margin harga jual minyak bumi yang mencapai 50%, akan sangat prospektif sekali untuk membangun suatu industri LCM serbuk sawit dimana peran LCM sebagai aditif didalam lumpur pengeboran juga cukup penting. Captivated market dari serbuk sawit selain digunakan sebagai LCM dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan (persentase sebesar 25%) yang digunakan dalam pembuatan hydrolite polyakrilamit dengan campuran surfaktan yang nantinya akan digunakan dalam membantu proses pengeboran. Akan tetapi, produk tersebut sampai saat ini belum dilakukan penelitian sehingga produk tersebut belum dapat digunakan untuk membantu proses pengeboran. LCM serbuk sawit merupakan bahan aditif alternatif yang berasal dari pemanfaatan limbah batang kelapa sawit yang sudah tidak terpakai lagi. Selain batang kelapa sawit, masih banyak bahan lain yang potensial atau pemanfaatan limbah yang dapat digunakan sebagai bahan aditif didalam lumpur pengeboran dikarenakan sifat bahan aditif yang digunakan tidak terlalu rumit dan tidak memerlukan standard tertentu. Indonesia memiliki lahan perkebunan kelapa sawit yang sangat luas dan jumlahnya yang sangat banyak. Perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia juga sangatlah banyak jumlahnya sehingga limbah yang dihasilkan dari kegiatan di kebun memiliki massa terbesar. Saat ini, isu mengenai pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari perkebunan kelapa sawit sedang marak dibicarakan khususnya mengenai pencemaran udara yang dilakukan perusahaan-perusahaan perkebunan kelap sawit terhadap limbah batang kelapa sawit. Batang kelapa sawit yang sudah habis umur ekonomisnya yaitu sekitar 25 tahun sampai saat ini penanganannya hanya melalui pembakaran besar-besaran yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Selain pembakaran juga saat ini dilakukan penyuntikan batang kelapa sawit yang

2 sudah habis umur ekonomisnya sehingga batang tersebut mati dan tumbang dengan sendirinya. Pengolahan batang kelapa sawit menjadi produk yang bernilai ekonomis masih sangat minim, oleh karna itu pengolahan batang kelapa sawit menjadi LCM serbuk sawit sangatlah potensial. Pengembangan LCM serbuk sawit dapat memacu perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit untuk berinovasi dalam memanfaatkan limbah yang dihasilkan menjadi suatu produk yang bernilai ekonomis, menambah kesempatan bekerja masyarakat serta berdampak juga kepada pembangunan negara. Perlu disadari bahwa untuk menjamin pemasaran yang lancar dan harga jual yang tinggi diperlukan serbuk sawit dengan kualitas yang baik. 2. Strategi Pemasaran Faktor yang menentukan dalam pencapaian keberhasilan suatu industri adalah kemampuan industri tersebut memenuhi kebutuhan konsumen melalui pemasaran produk yang dilakukan oleh industri yang bersangkutan. Untuk mencapai keberhasilan tersebut diperlukan sebuah strategi yang tepat dalam memasarkan produk LCM serbuk sawit yang dibuat. Industri LCM serbuk sawit memerlukan strategi pemasaran dan bauran pemasaran yang tepat. Pemasaran produk difokuskan pada konsumen industri dengan penjualan melalui strategi bisnis ke bisnis. Secara lebih spesifik, strategi pemasaran yang akan dilakukan pada tahap awal meliputi: a. Segmenting Segmentasi pasar adalah usaha pemisahan pasar pada kelompok-kelompok pembeli menurut jenis-jenis produk tertentu dan yang memerlukan bauran pemasaran tersendiri. Perusahaan menetapkan berbagai cara yangberbeda dalam memisahkan pasar tersebut, kemudian mengembangkan profil-profil yang ada pada setiap segmen pasar, dan penentuan daya tarik masing-masing segmen. LCM serbuk sawit merupakan produk yang dihasilkan dengan memanfaatkan limbah batang kelapa sawit yang sudah berumur tua dan tidak produktif lagi. LCM serbuk sawit digunakan sebagai aditif didalam lumpur pengeboran. LCM serbuk sawit mempunyai kelebihan yaitu sebagai bahan yang digunakan untuk menyumbat bagian yang menimbulkan loss circulation ketika proses pengeboran berlangsung. Segmentasi pasar produk LCM serbuk sawit adalah dibedakan berdasarkan jenis industri pengguna yakni perusahaan penyedia lumpur pengeboran dan perusahaan-perusahaan pengeboran minyak seperti PT. Chevron Indonesia, PT. Exxon Mobile Oil Indonesia baik dalam negeri maupun luar negeri. b. Targeting Setelah proses segmentasi pasar selesai dilakukan, maka dapat diketahui beberapa segmen yang dianggap potensial untuk dimasuki. Secara umum, penetapan pasar sasaran dilakukan dengan mengevaluasi kelebihan setiap segmen, kemudian dilakukan penentuan target pasar yang akan dilayani. Targeting adalah suatu tindakan memilih satu atau lebih segmen pasar yang akan dimasuki. Target pasar dari produk LCM serbuk sawit ini adalah perusahaan penyedia lumpur pengeboran serta perusahaan-perusahaan pengeboran minyak yang ada di seluruh Indonesia. Dalam proses targeting produk LCM serbuk sawit ini, tidak menutup kemungkinan untuk mengekspor produk keluar negeri khususnya pada perusahaan-perusahaan pengeboran minyak serta perusahaan penyedia lumpur pengeboran.

3 c. Positioning Salah satu elemen penting dari strategi pemasaran adalah positioning, yaitu bagaimana menempatkan keunggulan produk yang sesuai dengan keinginan konsumen. Dengan menempatkan keunggulan di benak konsumen hal ini akan menumbuhkan kepuasan konsumen sekaligus akan membedakan produk dari para pesaing di benak target pasar. Jika diamati pada keadaan pasar, produk LCM serbuk sawit masih belum ditemukan terutama dikalangan produsen LCM lainnya dalam negri sehingga produk ini sangat potensial untuk dikembangkan. Sampai saat ini, belum ada pesaing dari produk LCM serbuk sawit di indonesia, akan tetapi perlu diperhatikan pula produsen LCM lainnya yang berasal dari Canada, Amerika Serikat dan sebagainya. Melalui kegiatan positioning, perusahaan harus mampu membentuk citra produk unggulan dimana persepsi konsumen terhadap LCM serbuk sawit yang diproduksi sebagai produk yang lebih unggul dibanding dengan produk pesaing dengan kualitas yang dapat dipercaya. Elemen positioning yang dimiliki oleh produk LCM serbuk sawit adalah elemen benefit positioning. Benefit positoning dari produk LCM serbuk sawit yaitu produk yang dibuat sesuai dengan kebutuhan konsumen industri yang menggunakan produk, lebih menekankan pada spesifikasi dan fungsi produk yang dibutuhkan oleh perusahaan pengguna. Positioning dari produk LCM serbuk sawit lebih mengutamakan kualitas dan spesifikasi terstandar dari industri pengguna produk tersebut, karena pengguna merupakan konsumen akhir maka positioning dari LCM serbuk sawit adalah barang berkualitas dengan tingkat standarisasi yang sesuai. d. Bauran Pemasaran Bauran pemasaran (marketing mix) merupakan seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus menerus mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran (Kotler, 2000). Alat-alat itu diklasifikasikan menjadi empat kelompok yang luas yang disebut empat P dalam pemasaran yaitu produk (product), harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion). Strategi Produk Strategi produk sangat perlu disiapkan dengan baik oleh suatu perusahaan yang berkaitan dengan produk yang dipasarkannya. Strategi produk yang tepat akan menempatkan perusahaan dalam suatu posisi persaingan yang lebih unggul daripada pesaingnya. Produk yang dihasilkan oleh industri pengolahan batang kelapa sawit adalah LCM serbuk sawit. Menurut tujuan pemakaian, produk LCM serbuk sawit yang diproduksi tergolong barang industri karena LCM serbuk sawit digunakan kembali sebagai aditif didalam pembuatan lumpur pengeboran (proses produksi berikutnya). Produk adalah sesuatu yang ditawarkan dan dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan konsumen. LCM serbuk sawit dibuat untuk memenuhi permintaan industri lumpur pengeboran dan perusahaan pengeboran yang ada baik dari dalam negeri maupun luar negeri. LCM serbuk sawit yang dihasilkan dari pengolahan limbah batang kelapa sawit belum memiliki pesaing yang amat kuat, akan tetapi pesaing yang ada biasanya berupa perusahaanperusahaan LCM lainnya yang menyediakan produk LCM serupa dengan bahan baku lain seperti serbuk gergaji, kulit walnut dan sebagainya. LCM serbuk sawit tergolong barang industri yang tergolong baru akan tetapi tidak diperlukan pengujian yang spesifik dan ekstensif dikarenakan produk sejenis LCM ini tidak membutuhkan standarisasi yang cukup signifikan. Orientasi perusahaan ke arah pasar menggunakan pendekatan konsep produk dimana dalam implementasi pemasarannya sangat mengutamakan keunggulan produk baik dari tingkat

4 mutu, bahan baku yang digunakan aman dan tidak berbahaya. Pendekatan konsep itu dibentuk dengan harapan LCM serbuk sawit dapat bersaing di pasaran. Produk yang dihasilkan dalam bentuk serbuk kemudian dikemas kedalam satu jenis kemasan. Produk LCM serbuk sawit dikemas dalam kemasan primer berupa karung plastik yang berukuran 25 kg per karung dan kemasan sekunder berupa pallete kayu. Penampakan produk dan kemasan LCM serbuk sawit yang berupa karung plastik dapat dilihat pada Gambar 17 berikut. Gambar 17. Produk dan kemasan LCM serbuk sawit Strategi Harga Menentukan harga suatu produk merupakan keputusan penting dari perusahaan, karena harga adalah satu-satunya variabel strategi pemasaran yang secara langsung menghasilkan pendapatan. Umumnya harga yang ditetapkan perusahaan akan berada pada suatu titik antara harga yang terlalu rendah dan harga yang terlalu tinggi. Biaya produk menentukan harga terendah dan persepsi konsumen terhadap nilai produk menentukan harga tertinggi. Perusahaan harus dapat menentukan harga diantara kedua titik tersebut untuk menentukan harga yang paling baik. Penentuan harga harus berkaitan dengan biaya yang dikeluarkan, pengaruh persaingan, dan pembentukan persepsi pelanggan tentang nilai produk yang dihasilkan. Biaya adalah seluruh biaya yang harus dikeluarkan (baik biaya tetap maupun biaya variabel) untuk membuat suatu produk, sedangkan harga adalah harga jual per unit yang akan ditawarkan kepada pelanggan. Tujuan penetapan harga adalah untuk : 1) Mencapai target pengembalian investasi atau tingkat penjualan netto suatu perusahaan 2) Memaksimalkan keuntungan 3) Alat persaingan utama untuk perusahaan sejenis 4) Menyeimbangkan harga itu sendiri 5) Sebagai penentu pangsa pasar, karena dengan harga dapat diperkirakan kenaikan atau penurunan penjualannya (Gitosudarmo dalam Yuliana, 2003) Menurut Kotler (2002) salah satu metode dalam penetapan harga yaitu harga margin. Dalam menentukan harga LCM serbuk sawit digunakan metode harga margin. Dipilihnya metode tersebut karena dari sisi penjual memiliki kepastian yang lebih besar mengenai biaya daripada megenai permintaan. Penjual tidak harus terlalu sering melakukan penyesuaian terhadap perubahan permintaan, dan jika semua perusahaan dalam industri menggunakan metode ini, maka harga akan cenderung sama dan persaingan harga akan minimal. Namun kelemahan dari metode ini adalah harga margin hanya berjalan jika benar-benar membawa ke tingkat penjualan yang dikehendaki dan penjual tidak memanfaatkan pembeli ketika permintaan pembeli tinggi.

5 Strategi yang dapat diterapkan untuk mempengaruhi harga adalah berkaitan dengan pengaruh kapasitas produksi LCM serbuk sawit yang bersangkutan. Kapasitas produksi dari LCM serbuk sawit dapat berpengaruh terhadap biaya produksi LCM serbuk sawit tersebut. Oleh karena itu, strategi yang dapat diterapkan adalah harus tepat guna dalam memproduksi LCM serbuk sawit, baik untuk penggunaan mesin dan peralatan maupun penggunaan bahan baku dan bahan tambahan, diusahakan untuk seefisien mungkin guna menghasilkan output yang tinggi sehingga biaya produksi yang dikeluarkan rendah serta harga jual ke konsumen dapat ditekan. Harga akhir produk LCM serbuk sawit dalam satuan per kg adalah sebesar : Harga pokok = biaya tetap tahun pertama + biaya variabel tahun pertama kapasitas penjualan tahun pertama (80%) = 493,335,145 / = Rp 3854 Harga jual = Harga pokok + Margin (20%) = Rp Rp 771 = Rp 4625/kg Strategi Distribusi Menurut Kotler (2000) saluran pemasaran dapat dilihat sebagai sekumpulan organisasi yang saling tergantung satu dengan yang lainnya serta terlibat dalam proses penyediaan sebuah produk atau pelayanan untuk digunakan. Saluran pemasaran dicirikan dengan jumlah tingkat saluran. LCM serbuk sawit sebagai barang industri memiliki tipe saluran pemasaran untuk memasarkan produk tersebut ke industri penyedia lumpur pengeboran sebagai pengguna produk. Terdapat alternatif saluran pemasaran yang dapat digunakan. Perusahaan dapat membentuk organisasi penjualan produk LCM serbuk sawit untuk menjual secara langsung produk ini ke pelanggan industri melalui metode bisnis ke bisnis. Pemilihan strategi ini mengharuskan perusahaan mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam pemasaran produk LCM serbuk sawit yang dihasilkan, diantaranya pembentukan, tim pemasaran, tempat persediaan produk, dan startegi pemasaran. Strategi Promosi Dalam pelaksanaan pemasaran produk LCM serbuk sawit diperlukan strategi promosi yang tepat karena produk LCM serbuk sawit masih tergolong produk baru yang berada pada tahap pengenalan. Promosi merupakan suatu komponen yang sangat penting dalam pemasaran karena promosi dapat dijadikan alat pengenalan produk sekaligus neraih pangsa pasar. Bauran komunikasi pemasaran (bauran pemasaran) terdiri dari empat perangkat utama, yaitu iklan, promosi penjualan (sales promotion), hubungan masyarakat (public relation), dan penjualan personal (personal selling) (Kotler, 2000). Bauran promosi yang digunakan yaitu melalui promosi penjualan melalui internet (e-commerce) dan melakukan penjualan personal bisnis ke bisnis dengan cara penawaranpenawaran ke industri pengguna LCM serbuk sawit dan selanjutnya menjalin hubungan kemitraan dengan perusahaan pengguna produk LCM serbuk sawit tersebut. Strategi pemasaran yang digunakan yaitu strategi bisnis ke bisnis karena target pasar dari produk LCM serbuk sawit adalah konsumen penyedia lumpur pengeboran dan perusahaan pengeboran minyak baik dalam negeri maupun luar negeri. Hal utama yang dipertimbangkan dalam strategi bisnis ke bisnis adalah spesifikasi dan mutu dari produk LCM serbuk sawit yang ditawarkan sesuai dengan kebutuhan perusahaan penyedia lumpur pengeboran serta perusahaan pengeboran minyak yang ada di indonesia yang akan menggunakan produk tersebut. Strategi bisnis ke bisnis dilakukan melalui promosi dengan menitik beratkan pada metode penjualan

6 personal melalui presentasi penjualan, pertemuan penjualan, komunikasi melalui media elektronika (telepon, fax, ) serta melalui pameran dagang nasional maupun internasional. Dalam melakukan promosi produk LCM serbuk sawit dilakukan penjualan dengan menjual sendiri menggunakan tenaga pemasar yang dimiliki perusahaan. Konsumen dari industri LCM serbuk sawit yaitu beberapa industri penyedia lumpur pengeboran serta perusahaan-perusahaan pengeboran minyak yang masih sedikit mengetahui kehadiran produk LCM serbuk sawit. Oleh karena itu tahapan untuk memperkenalkan kepada konsume dimulai dari menarik perhatian (awareness), setelah itu tumbuh minat (interest), kemudian berkehendak (desire) untuk melakukan (action) pembelian produk tersebut. Di Indonesia, produk LCM serbuk sawit sama sekali belum digunakan oleh industri penyedia lumpur pengeboran dan perusahaan-perusahaan pengeboran minyak akan tetapi sudah ada beberapa industri yang menghasilkan produk sejenis dengan LCM serbuk sawit dengan menggunakan bahan baku seperti serbuk gergaji. Oleh karena itu, perusahaan ini perlu menciptakan pasar, sehingga untuk memperoleh pasar perlu diciptakan pula pasar pengguna LCM serbuk sawit serta memperkenalkan produk yang dibuat pada pasar dengan menciptakan citra produk pada benak konsumen industri sebagai produk tersandar yang memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan oleh masing-masing industri penyedia lumpur pengeboran maupun perusahaan-perusahaan pengeboran yang ada di Indonesia. B. Analisis Teknis dan Teknologis 1. Spesifikasi Bahan Baku Limbah batang sawit yang selama ini menjadi persoalan serius bagi pengelola kebun ternyata bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku produk aditif didalam proses pengeboran minyak. Potensi ini belum banyak diketahui orang padahal dapat dijadikan sebagai bahan baku industri pengolahan batang kelapa sawit menjadi serbuk sawit, stok limbah kayu kelapa sawit sangat melimpah. Limbah yang tidak pernah diperhitungan sebelumnya bisa dijadikan bahan baku alternatif. Batang kelapa sawit terdiri dari dua komponen utama yaitu jaringan ikatan pembuluh (vascular bundles) dan jaringan parenkim. Hasil analisa kimia menunjukkan bahwa kadar pati kelapa sawit termasuk tinggi (Bakar, 2003). Kelapa sawit merupakan bahan yang memiliki sejumlah kekurangan. Kelemahan tersebut menurut Bakar (2003) antara lain terletak pada stabilitas dimensi, kekuatan, keawetan dan sifat permesinan. Dalam bentuk alami, kayu gergajian kelapa sawit dimensinya tidak stabil dengan variasi susut 9.2%-14%. Dari segi kekuatan, kayu kelapa sawit tergolong sangat lemah dimana papan tepinya termasuk kedalam kelas kuat IV-V. Dari segi keawetan, tergolong sangat tidak awet (kelas V). Dengan demikian perlu dilakukan upaya perbaikan kualitas dengan penambahan bahan plastik. Tabel 5 menunjukkan sifat-sifat dasar dari batang kelapa sawit. Tabel 5. Komponen-komponen batang kelapa sawit Komponen Kandungan % Air Abu 2.25 SiO Lignin Hemiselulosa α-selulosa Pentosa Sumber : Nasution DY, 2001

7 Pohon kelapa sawit produktif hingga berumur 25 tahun, tingginya mencapai 9 12 meter dan diameter cm. Komponen-komponen yang terkandung dalam kayu kelapa sawit adalah selulosa, lignin, parenkim, air, dan abu (Tomimura, 1992). Menurut Lasino (2005) Pemanfaatan batang kelapa sawit hingga saat ini penggunaannya baru sampai pada pengolahan menjadi papan komposit, kayu plastik, papan partikel dan panel kayu. Dengan banyaknya jumlah limbah kelapa sawit, maka salah satu upaya yang harus dilakukan adalah dengan pemanfaatan limbah tersebut untuk berbagai kebutuhan sehingga mempunyai nilai ekonomis seperti pada produk serbuk sawit. Diagram alir pengolahan batang kelapa sawit menjadi serbuk sawit dapat dilihat pada Gambar 18 sebagai berikut. Batang Kelapa Sawit Pengeringan Pemotongan (ukuran balok) Pengecilan Ukuran (1/4 ) Serbuk Sawit Gambar 18. Diagram alir proses pengolahan batang kelapa sawit menjadi serbuk sawit 2. Ketersediaan dan Prakiraan Bahan Baku Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, dan Sumatera Selatan merupakan propinsi sentra perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia. Data luas areal perkebunan kelapa sawit keempat propinsi tersebut dapat dilihat pada Lampiran 3. Dari keempat propinsi tersebut, Riau merupakan daerah yang memiliki luas areal perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia. Menurut data yang didapat dari Badan Pusat Statistik, luas areal perkebunan kelapa sawit propinsi Riau tahun 2009 sebesar 1,522,308 hektare dan diperkirakan akan terus bertambah pada tahun 2010, 2011 dan seterusnya. Di Riau sendiri terdapat beberapa kabupaten yang memiliki luas areal perkebunan sawit terbesar yaitu pada kabupaten Rokan Hulu, Pelalawan, Kuantan Singingi, dan Indragiri Hulu yang dapat dilihat pada Tabel 6 berikut.

8 Tabel 6. Luas areal terbesar 5 kabupaten provinsi Riau Kabupaten Luas Areal (Ha) Rokan Hulu 294,539 Kampar 212,771 Pelalawan 162,500 Kuantan Singingi 123,901 Indragiri Hulu 97,253 Sumber: Badan Pusat Statistik 2009 Dari keempat propinsi yang menjadi sentra perkebunan kelapa sawit, dilakukan pencarian beberapa kabupaten yang mempunyai luas areal perkebunan kelapa sawit untuk dilihat seberapa besar bahan baku limbah batang kelapa sawit yang tersedia. Pada propinsi Sumatera Barat terdapat tiga kabupaten yang potensial sebagai penyedia bahan baku seperti kabupaten Pasaman Barat, Dharmas Raya dan Solok Selatan. Pada Propinsi Sumatera Utara terdapat kabupaten Labuhan Batu, Tapanuli Selatan, Simalungun, Langkat, dan Asahan sedangkan pada Propinsi Sumatera Selatan terdapat kabupaten Musi Banyuasin, Ogan Kemening Ilir, dan Musi Rawas yang sangat potensial dalam penyediaan bahan baku yang berupa limbah batang kelapa sawit. Dilihat dari luas areal perkebunan kelapa sawit yang dimiliki tiap kabupaten tersebut, dapat diperkirakan besarnya bahan baku yang dimiliki yang dapat diolah dan dijadikan produk yang bernilai ekonomis atau dengan kata lain industri akan sangat kecil sekali untuk dapat kekurangan bahan baku yang nantinya akan diolah menjadi serbuk sawit. Analisis prakiraan luas perkebunan kelapa sawit di empat propinsi penghasil terbesar dihitung berdasarkan data historis yang terhitung selama 15 tahun sejak tahun Analisis prakiraan bahan baku ini dihitung dengan menggunakan metode time series, linier trend analysis. Data yang didapat dari hasil prakiraan ini dapat digunakan dalam menghitung jumlah batang kelapa sawit yang dihasilkan per kilogram per hektarnya dengan menggunakan asumsi-asumsi yang digunakan didalam perhitungan neraca massa dari bahan baku tersebut. Hasil prakiraan dapat dilihat pada Tabel 7 dan salah satu grafik dari hasil prakiraan dapat dilihat pada Gambar 19. Untuk tabel luas areal perkebunan kelapa sawit sebelum di prakirakan dapat dilihat pada Lampiran 4 sedangkan untuk grafik hasil perhitungan prakiraan luas areal perkebunan kelapa sawit lainnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Tabel 7. Hasil prakiraan luas areal perkebunan kelapa sawit ( ) Provinsi Jumlah Prakiraan Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit (Ha) Sumatera Utara 1,259,974 1,308,673 1,357,372 1,406,070 1,454,769 1,503,468 1,552,167 1,600,866 1,649,565 1,698,264 Riau 1,774,648 1,864,222 1,953,797 2,043,371 2,132,945 2,222,520 2,312,094 2,401,668 2,491,242 2,580,817 Sumatera Selatan 812, , , , ,783 1,009,078 1,048,372 1,087,667 1,126,961 1,166,255 Sumatera Barat 465, , , , , , , , , ,927

9 Gambar 19. Grafik prakiraan luas areal perkebunan kelapa sawit provinsi Riau Berdasarkan grafik, hampir di semua provinsi mengalami kenaikan walaupun kenaikan tersebut tidak terlalu besar. Hal ini disebabkan karena setiap tahunnya perkebunan kelapa sawit pasti akan mengalami kondisi re-planting atau penebangan dikarenakan umur ekonomis kelapa sawit sudah usai dan tidak produktif lagi. Oleh karena itu perlu adanya perhatian yang cukup agar kebutuhan bahan baku yang berupa batang kelapa sawit tetap terpenuhi. 3. Kapasitas Produksi Kapasitas produksi adalah volume atau jumlah satuan produk yang dihasilkan selama satuan waktu tertentu dan dinyatakan dalam bentuk keluaran (output) per satuan waktu. Penentuan kapasitas produksi dapat ditentukan dari berbagai faktor. Dalam industri LCM serbuk sawit beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu ketersediaan bahan baku, daya serap pasar, jumlah investasi, dan kemampuan teknis. Potensi pasar LCM serbuk sawit diperkirakan cukup besar karna produk tersebut dibutuhkan oleh industri penyedia lumpur pengeboran serta perusahaan-perusahaan pengeboran minyak. Berdasarkan kajian kebutuhan potensial produk LCM secara umum di Indonesia yaitu sebesar ton pertahun. Hingga saat ini, beberapa perusahaan pengeboran minyak di Indonesia masih ada yang mengandalkan pasokan impor dan belum ada industri LCM dengan bahan baku yang berasal dari limbah sehingga daya serap pasar masih sangat terbuka bagi industri LCM serbuk sawit. Selain berdasar pada pertimbangan ketersediaan bahan baku, kemampuan investasi menjadi faktor yang mempengaruhi penentuan kapasitas produksi. Sejauh mana investasi mampu memenuhi target kapasitas produksi yang akan ditetapkan. Faktor berikutnya yang harus dipertimbangkan adalah kemmapuan teknis peralatan dan tenaga kerja manusia yang akan menangani proses produksi. Kapasitas produksi harus berdasar pada kemampuan peralatan yang tersedia yang diimbangi dengan kemampuan sumberdaya manusia yang dimiliki. Berdasarkan pertimbangan daya serap pasar, ketersediaan bahan baku, kemampuan investasi, dan kemampuan teknis tersebut, maka kapasitas produksi yang dipilih adalah mengambil dua kali lipat dari pasar potensial yang diperkirakan yaitu 160 ton pertahun. Penentuan pasar yang diambil sebesar dua kali lipat dikarenakan LCM serbuk sawit merupakan produk baru yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi sehingga proses pencarian pasar akan lebih mudah dan persaingan pun tidak terlalu besar. Nilai 160 ton pertahun dianggap cukup optimis untuk membuka

10 pasar dikarenakan kebutuhan LCM di Indonesia akan meningkat setiap tahunnya serta melimpahnya ketersediaan bahan baku yang ada serta kemudahan yang didapat. Dengan kapasitas produksi diatas, diperkirakan kebutuhan bahan baku yang cukup besar akan dapat terpenuhi dengan mudah yang diimbangi dengan investasi yang memadai (Ibrahim, PT. Tiara Bumi Petroleum). 4. Proses Produksi a. Proses Pembuatan LCM serbuk sawit diproduksi dengan menggunakan bahan baku limbah batang kelapa sawit. Batang kelapa sawit yang digunakan harus memiliki kadar air yang rendah sekitar 5-10%. Berikut proses pembuatan LCM serbuk sawit dan asumsi-asumsi yang digunakan dalam pengolahan batang kelapa sawit menjadi serbuk sawit. Pengeringan. Batang kelapa sawit yang telah ditebang dan dibersihkan kulitnya masih memiliki kadar air yaitu sekitar12.05%. Dalam pembuatan LCM serbuk sawit, kadar air yang baik untuk dimiliki oleh suatu produk yang berupa serbuk yaitu sekitar 5-10%. Hal ini dikarenakan agar ketika serbuk dicampurkan kedalam lumpur pengeboran, fase cair dari lumpur pengeboran tidak melebihi standar yang ditentukan yaitu sebesar 70-80%. Proses pengeringan dilakukan dengan menjemur batang kelapa sawit yang telah dibersihkan kulitnya dibawah sinar matahari langsung sekitar dua sampai tiga hari. Pemotongan (Ukuran balok) Batang kelapa sawit yang telah dikeringkan sampai kadar air 10% dilakukan pemotongan ukuran balok agar mempermudah untuk pengolahan pada proses berikutnya. Pengecilan Ukuran Proses pengecilan ukuran dilakukan dengan menggunakan Hammer mills. Batang kelapa sawit yang berbentuk balok digiling untuk mendapatkan ukuran serbuk. b. Mesin dan Alat Pada proses produksi LCM serbuk sawit diatas diperlukan beberapa mesin dan peralatan yang mendukung proses produksi. Alat-alat yang digunakan pada proses produksi pembuatan LCM serbuk sawit adalah Hammer mills dan oven pengering untuk menguji kadar air produk. Hammer Mills Bahan baku berupa batang kelapa sawit kering diproses dengan diberi perlakuan pengecilan ukuran yaitu dengan cara digiling dan dihancurkan. Alat yang digunakan untuk menggiling batang kelapa sawit tersebut adalah Hammer Mills. Mesin penggiling tipe ini memiliki rotor kecepatan tinggi yang berputar didalam rumahan berbentuk silinder dengan sumbu putar yang biasanya mendatar (Horizontal). Pada alat ini dimodifikasi dengan serbuk nantinya ditiup melalui sistem perpipaan yang solid masuk kedalam kemasan. Hammer mills secara umum memiliki prinsip mengalirkan umpan menuju penggilingan, kemudian produk dipukul-pukul dengan menggunakan martil khusus yang bergabung dengan beater rotor dimana akan memperkecil ukuran partikel sampai dengan ukuran yang diinginkan.

11 Ukurannya dapat mencapai ¼ inch. Spesifikasi Hammer Mills yang digunakan pada industri ini dapat dilihat pada Tabel 8 dan penampakan Hammer mills dapat dilihat pada Gambar 20. Tabel 8. Spesifikasi Hammer Mills secara umum Hammer Mills Fungsi untuk pengecilan ukuran Bahan Konstruksi Baja Ukuran Produk 0.25 inch Kapasitas 600 kg/jam Konsumsi Daya watt Dimensi 1.7 x 1.2 x 1.2 m Efisiensi 80% Sumber: Gambar 20. Hammer Mills dengan modifikasi pipa Sumber: Oven Pengering Oven pengering berfungsi untuk mengeringkan sampel batang kelapa sawit didalam mini lab untuk standar kualitas kadar air dari produk serbuk sawit yang dihasilkan. Oven pengering mempunyai spesifikasi temperature derajat celcius dengan konsumsi daya 2500 watt. Berikut merupakan gambar penampakan dari oven pengering yang dapat dilihat pada Gambar 21 dibawah ini. Gambar 21. Oven pengering

12 Pompa Air Pompa air digunakan untuk mengalirkan kebutuhan air pada keseluruhan proses. Spesifikasi pompa yang digunakan ditampilkan pada Tabel 9 dan penampakan Pompa dapat dilihat pada Gambar 22. Tabel 9. Spesifikasi pompa yang digunakan pada proses produksi LCM serbuk sawit Pompa Model JetS60 Daya 0.5 HP H.max 38 M S.Head 9 M Kapasitas 42 Liter/Min 220V/50Hz/1 phase Maksimum tekanan operasi 8 Bar Sumber: Gambar 22. Pompa yang digunakan pada proses produksi LCM serbuk sawit Generator Set Energi listrik merupakan sumber daya yang penting yang digunakan dalam kegiatan industri LCM serbuk sawit. Karena sebagian besar pengoperasian alat menggunakan listrik. Untuk mencegah terjadinya kegagalan produksi akibat listrik mati, maka disediakan genset untuk persediaan energi apabila listrik mati. Penampakan dari generator set dapat dilihat pada Gambar 23. Gambar 23. Generator set

13 c. Neraca Massa dan Kebutuhan Energi Listrik dari Mesin dan Peralatan yang Digunakan Neraca Massa Proses produksi LCM serbuk sawit yang digunakan dalam penelitian ini disusun berdasarkan kajian yang dilakukan oleh penulis. Neraca massa proses pengolahan limbah batang kelapa sawit menjadi serbuk sawit dapat dilihat pada Gambar 24 di bawah ini. Asumsi: Perhitungan Neraca Massa Diameter = 60 cm = 0.6 m, r = 0.3 m Tinggi = 15 m Berat Jenis = 0.3 Ton/m 3 Volume = r 2 t = 3.14 x 0.09 m 2 x 15 m = 4.24 m 3 Massa = 4.24 m 3 x 0.3 ton/m 3 = 1.28 ton/batang = 1280 kg/batang Dalam 1 hektare = 143 batang x 1.28 ton/batang = 183 ton Loss pengecilan ukuran = 13% Kadar Air Batang Kelapa Sawit = 12.05% Kadar Air Produk (Serbuk Sawit) = 5% Sumber: Sistem jarak tanaman Segitiga sama sisi jarak = 9 m X 9 m X 9 m. Jarak Utara-Selatan tanaman = 7.82 m Jarak antara setiap tanaman = 9 m Populasi (kerapatan) tanaman = 143 pohon / hektare Sumber: Perhitungan Kadar Air (Basis Kering) Awal: KA 12.05% (wet base) Massa air bahan = (12.05/100) x 1280 = 154 kg air Massa bahan kering = = 1126 kg bahan kering Akhir: KA 5% (wet base) Massa air produk = (5/95) x 1126 kg bahan kering = 59 kg air Total produk setelah dikeringkan = = 1185 kg Total air yang diuapkan = = 95 kg

14 Batang Kelapa Sawit 1280 Kg Pengeringan KA 5% Uap Air 95 Kg Batang Kering 1185 Kg Pemotongan (ukuran Balok) 100% Balok Sawit 1185 Kg Pengecilan Ukuran (1/4 ) 87% Loss 13%= 154 Kg Serbuk Sawit 1030 Kg Gambar 24. Neraca massa proses pengolahan batang kelapa sawit menjadi serbuk sawit Kebutuhan Energi Listrik Mesin dan Alat Mesin dan alat yang digunakan sebagian besar memanfaatkan energi listrik. Pada Tabel 10 diperlihatkan jumlah energi listrik yang dibutuhkan oleh mesin dan alat pada proses produksi LCM serbuk sawit. Tabel 10. Kebutuhan energi listrik pada mesin dan peralatan yang digunakan oleh industri LCM serbuk sawit. Nama Mesin Jumlah Mesin Daya Listrik (kwh) Waktu Operasi Per Hari kwh/hari (kwh) kwh/bulan (kwh) kwh/tahun (kwh) Hammer Mills Oven Pengering Pompa MesinPengemas Total

15 5. Penentuan Lokasi Pabrik Penentuan lokasi pabrik merupakan suatu hal penting yang perlu diperhatikan dalam pendirian suatu industri. Pemilihan lokasi yang tepat akan berpengaruh terhadap kelangsungan dan efisiensi perusahaan. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi pabrik adalah ketersediaan bahan mentah, letak pasar yang dituju, tenaga listrik dan air, pasokan tenaga kerja, dan fasilitas transportasi (Husnan dan Muhammad, 2005). Suatu industri yang lokasinya tidak tepat, akan menghadapi persoalan yang terus menerus dan tidak terselesaikan, terutama dalam menghadapi saingan sehingga kelangsungan hidup dan stabilitas industri tersebut akan selalu mengalami kesulitan. Oleh sebab itu, untuk memperoleh keputusan yang teapat dalam penentuan lokasi, maka perlu dilakukan pengkajian berbagai faktor yang mempengaruhinya. Lokasi industri yang tepat dapat melayani proses-proses baru, perkembangan teknologi, dan dapat menampung kemungkinan-kemungkinan perluasan industri. Calon lokasi pabrik LCM serbuk sawit ditetapkan oleh calon pendiri pabrik yaitu di Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Kampar, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Langkat, Kabupaten Musi Banyuasin, Kabupaten Pasaman Barat dan Kabupaten Dharmas Raya. Pemilihan lokasi perlu dilakukan oleh pakar yang berasal dari pelaku bisnis kelapa sawit, manager operasional pengeboran minyak dan pelaku bisnis pengeboran minyak dengan cara mengisi kuisioner dan membandingkan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pemilihan tersebut. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE), lokasi yang terpilih adalah Kabupaten Rokan Hulu dengan total nilai pilihan terbesar yaitu 471,353,225 diikuti oleh alternatif berikutnya yaitu Kabupaten Kampar 460,340,810 dan Kabupaten Pelalawan 449,328,395 yang selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 12. Kuisioner dari pemilihan lokasi potensial tersebut dapat dilihat pada Lampiran 6. Penetapan lokasi pabrik didasarkan pada berbagai pertimbangan yang perlu diperhatikan. Dikaji dari karakteristiknya industri LCM serbuk sawit membutuhkan lokasi yang tidak terlalu luas karena hanya melakukan proses pengecilan ukuran sehingga luas area yang dibutuhkan hanya meliputi area pabrik dan kelengkapannya. Industri LCM serbuk sawit tidak menghasilkan limbah padat, cair, dan gas yang membahayakan bagi lingkungan sehingga lokasi pendirian industri pun tidak harus jauh dari pemukiman penduduk. Untuk mendukung proses pendistribusian bahan baku dan produk dibutuhkan infrastruktur yang mendukung. Diperlukan kedkatan dengan akses pasar akan mempermudah kegiatan pemasaran produk dan mampu meringankan biaya distribusi produk. Industri LCM serbuk sawit membutuhkan infrastruktur yang mendukung yaitu kebutuhan tenaga listrik harus memadai, pasokan air tanah memadai dengan kualitas air masih cukup baik. Keseluruhan kriteria kebutuhan pendirian industri tersebut terpenuhi pada alternatif lokasi Kabupaten Rokan Hulu, sehingga pemilihan lokasi di Kabupateb Rokan Hulu sudah tepat. Ketersediaan sumberdaya manusia pun menjadi faktor penting yang perlu dipertimbangkan. Pasokan sumber daya yang kompeten dan tenaga kerja tersedia dalam jumlah memadai. Dengan adanya industri di atas, tenaga kerja daerah ini dapat terserap dan mengurangi tingkat pengangguran. Selain itu faktor berbagai biaya seperti transportasi pemasaran, biaya pembelian lahan dan pembangunan lahan yang lebih rendah. Dalam pemilihan lokasi ini, tidak menutup kemungkinan pendiri industri mendirikan industri ini di sentra-sentra kabupaten yang banyak terdapat perkebunan kelapa sawit serta daerahdaerah yang menjadi sentra pengeboran minyak sehingga tidak menutup kemungkinan untuk membangun lebih dari satu pabrik. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat rencana pendirian industri ini yang tidak terlalu besar dan tidak terlalu rumit. Pendirian industri di berbagai

16 kabupaten tersebut dilakukan agar meminimumkan biaya transportasi serta distribusi dari produk LCM serbuk sawit itu sendiri. Tabel 11. Jumlah perkebunan kelapa sawit 4 provinsi terbesar di Indonesia Provinsi Tahun 2008 Tahun 2009 Sumatera Utara Riau Sumatera Selatan Sumatera Barat Tabel 12. Hasil perhitungan lokasi potensial pendirian industri LCM serbuk sawit KRITERIA ALTERNATIF K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 Nilai MPE PERINGKAT A ,353,225 1 A ,340,810 2 A ,328,395 3 A ,125,634 4 A ,125,634 4 A ,151,498 6 A ,236,683 5 A ,937,682 9 A ,139,083 7 A ,053,898 8 BOBOT Keterangan: A1: Kabupaten Rokan Hulu K1: Ketersediaan Bahan Baku A2 : Kabupaten Kampar K2: Ketersediaan Tenaga Kerja A3 : Kabupaten Pelalawan K3: Ketersediaan Infrastruktur yang Baik A4 : Kabupaten Labuhan Batu K4: Masyarakat Sekitar yang Mendukung A5 : Kabupaten Tapanuli Selatan K5: Sudah Terbangunnya Jaringan Distribusi A6 : Kabupaten Simalungun K6: Peraturan Pemerintah Lokal yang Mendukung A7 : Kabupaten Langkat K7: Biaya A8 : Kabupaten Musi Banyuasin A9 : Kabupaten Pasaman Barat A10 : Kabupaten Dharmas Raya 6. Desain Tata Letak dan Kebutuhan Ruang Pabrik Desain tata letak sangat dibutuhkan dalam rangka pendirian suatu pabrik, karena hal ini berhubungan dengan penyusunan letak mesin, peralatan-peralatan produksi, dan ruangan-ruangan dalam pabrik. Pada tahapan proses pendirian industri LCM serbuk sawit, penentuan desain tata letak menjadi salah satu faktor yang sangat diperhatikan karena akan membuat proses produksi

17 dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Hal ini mengacu pada Heinzer dan Render (2004) yang menyatakan bahwa tata letak merupakan salah satu strategi wilayah yang akan menentukan efisiensi operasi dalam jangka panjang. Tata letak pabrik merupakan perwujudan suatu sistem pembuatan produk meliputi pengaturan fasilitas-fasilitas fisik produksi antara pelaksana, aliran barang, aliran informasi dan tata cara yang diperlukan untuk memperlancar proses produksi. Fasilitas fisik yang dimaksud dapat berupa mesin, peralatan, meja, bangunan dan sebagainya. Secara garis besar tujuan utama perancangan tata letak fasilitas pabrik adalah untuk mengatur area kerja dan seluruh fasilitas yang digunakan dalam proses produksi sehingga dapat berjalan dengan lancar, dalam waktu lebih singkat, lebih ekonomis dan aman. Beberapa prinsip dasar yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan tata letak fasilitas pabrik adalah sebagai berikut : Prinsip integrasi total, seluruh elemen produksi yang ada merupakan satu unit operasi yang besar. Prinsip minimal jarak perpindahan bahan guna meningkatkan waktu produksi. Prinsip aliran proses kerja, diusahakan menghindari gerakan balik (back tracking) gerakan memotong (cross movement) dan kemacetan dalam aliran kerja. Prinsip pemanfaatan ruang, mempertimbangkan dimensi dan tidak sekedar mempertimbangkan luasnya. Prinsip kepuasan dan keselamatan kerja, tata letak yang baik adalah tata letak yang mampu menjamin kepuasan dan keselamatan kerja. Prinsip fleksibilitas, suatu tata letak harus fleksibel untuk diadakan penyesuaian atau pengaturan kembali dalam usaha mengimbangi perkembangan perusahaan. Perencanaan rancangan tata letak fasilitas pabrik yang baik selain dapat memperlancar proses produksi juga dapat memberikan keuntungan lain yaitu : Meningkatkan output produksi dalam waktu singkat dengan biaya produksi lebih murah. Mengurangi proses pemindahan bahan (material handling). Mengurangi adanya inventori in-proses karena proses berjalan dengan lancar. Mengurangi waktu tunggu (delay) dan waktu menganggur. Memperbaiki moral dan kepuasan kerja. adalah : Pada penentuan tata letak pabrik, terdapat tiga tipe tata letak pada pabrik yaitu antara lain Tata Letak Berdasarkan Produk (Layout by Product) Tata letak jenis ini membentuk suatu garis mengikuti jenjang proses pengerjaan produksi suatu produk dari awal hingga akhir. Tata Letak Berdasarkan Proses (Layout by Process) Layout pada jenis tata letak berdasarkan proses memiliki bagian yang saling terpisah satu sama lain dimana aliran bahan baku terputus-putus dengan mesin disusun sesuai fungsi dalam suatu group departemen. Tata Letak Berdasarkan Stationary (Layout by Stationary)

18 Tata letak jenis ini mendekatkan sumber daya manusia (SDM) serta perlengkapan yang ada pada bahan baku untuk kegiatan produksi. Industri LCM serbuk sawit memproduksi satu jenis produk yaitu serbuk sawit. Oleh karena itu, tipe tata letak yang digunakan adalah tipe produk. Layout by Product adalah cara pengaturan dan penempatan semua fasilitas produksi yang diperlukan ke dalam suatu departemen tertentu atau khusus. Suatu produk dapat diproduksi sampai selesai di dalam departemen tersebut, dan tidak perlu dipindah-pindahkan ke departemen yang lain. Dalam Layout by Product, mesinmesin atau alat bantu disusun menurut urutan proses dari suatu produk. Produk bergerak secara terus menerus dalam suatu garis perakitan. Layout by Product akan digunakan apabila volume produksi cukup tinggi dan variasi produk tidak banyak dan sangat sesuai untuk produk yang kontinyu. Tujuan dari Layout by Product pada dasarnya adalah untuk mengurangi proses pemindahan bahan dan memudahkan pengawasan di dalam aktivitas produksi, sehingga pada akhirnya terjadi penghematan biaya (Purnomo, 2004). Ruangan yang terdapat di industri biodiesel ini adalah ruang penerimaan bahan baku, ruang produksi, ruang pengemasan, ruang penyimpanan produk, ruang penampungan limbah, mini lab, sumber air, kantor, mushola dan toilet. Luas ruang produksi adalah sekitar 375 m 2. Tata letak ruang produksi adalah sebagai berikut : 1. Mesin pengecil ukuran 1 2. Mesin pengecil ukuran 2 3. Mesin pengemas Terdapat beberapa pola aliran bahan dalam ruang produksi, yaitu : pola aliran garis lurus jika proses produksinya pendek dan sederhana, pola aliran bentuk L jika terdapat keterbatasan pada besar gedung, pola aliran bentuk U jika aliran masuk dan keluar pada lokasi yang sama, pola aliran bentuk O jika bahan baku dan produk ditempatkan pada satu ruang, dan pola aliran bentuk S (zig zag) jika aliran produksi panjang. Aliran bahan yang lancar secara otomastis akan mengurangi biaya dan akhirnya akan meningkatkan produktivitas. Pola aliran bahan dalam ruang produksi untuk memproduksi serbuk sawit adalah pola aliran bahan berbentuk L yang dapat dilihat pada Gambar 25 berikut Gambar 25. Pola aliran bahan dalam ruang produksi LCM serbuk sawit Keterangan : 1. Mesin pengupas 2. Mesin pengecil ukuran 1 3. Mesin pengecil ukuran 2 Keterkaitan aktivitas digambarkan dengan menggunakan bagan yang disebut dengan bagan keterkaitan aktivitas. Bagan keterkaitan aktivitas merupakan bagan yang menggambarkan tingkat keterkaitan antara dua aktivitas yang ada dan dapat dilihat pada Gambar 26. Derajat keterkaitan di gambarkan dengan simbol :

19 A = mutlak perlu O = cukup/biasa E = sangat penting U = tidak penting I = penting X = tidak dikehendaki 1. R. penerimaan BB 2. R. Produksi 3. R. Pengemasan 4. R. Penyimpanan Produk 5. R. Penampungan Limbah 6. Mini Lab 7. Sumber Air 8. Kantor 9. Mushola 10. Toilet 1 A A E O O I O O I 10 2 O O I U I O I I O I E A O U U I O U U U I O I O U U 6 6 O I U U I U U U U U 10 1 Gambar 26. Diagram keterkaitan antar aktivitas Bagan keterkaitan aktivitas di atas dijadikan patokan sebagai perhitungan keterkaitan antar ruang. Diagram keterkaitan antar aktivitas menggunakan template-template yang menggambarkan kegiatan yang ada (Apple, 1990). Untuk membuat diagram ini dihitung dengan menggunakan metode Total Closeness Rating (TCR). Perhitungan TCR ini adalah penjumlahan dari bobot setiap simbol dalam satu kegiatan. Bobot dari simbol-simbol tersebut adalah : A = 3 pangkat 4 O = 3 pangkat 1 E = 3 pangkat 3 U = 3 pangkat 0 I = 3 pangkat 2 X = 0

20 Tabel 13. Nilai Total Closeness Rating (TCR) No Kegiatan Nilai TCR Peringkat 1 Penerimaan bahan baku Proses Produksi Ruang Pengemasan Gudang Produk Penampungan Limbah Mini Lab Sumber Air Kantor Mushola Toilet 33 9 Parkir Kantor Proses Produksi Penerimaan Bahan Baku Pengemasan Sumber air Mini Lab Mushola Kantor Toilet Penampungan Limbah Gudang produk jadi Stasiun pengeluaran produk Gambar 27. Keterkaitan ruang Setelah dianalisis hubungan keterkaitan antar aktivitas dan dibuat bagan dan diagram keterkaitan antar aktivitas, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis kebutuhan ruang yang diperlukan. Kebutuhan luasan ruang produksi tergantung pada jumlah mesin/peralatan, tenaga kerja atau operator yang menangani fasilitas produksi, serta jumlah dan jenis sarana lain yang mendukung kegiatan produksi yang bersangkutan. Jumlah mesin atau tenaga kerja tergantung pada tingkat produksi secara keseluruhan dan tingkat produksi pada setiap tahapan kegiatan produksi. Mesin-mesin dan peralatan yang digunakan mempunyai sistem kerja yang otomatis dan berteknologi tinggi, sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan tidak banyak dan harus terampil, ahli dan mengerti dengan baik proses yang berjalan. Pada Tabel 14 disajikan kebutuhan ruang produksi. Kebutuhan luasan ruang pabrik industri pengolahan LCM serbuk sawit dapat dilihat pada Tabel 15.

21 Tabel 14. Kebutuhan ruang produksi No Nama Ruang Mesin Jumlah Operator Sub total (m 2 ) Total x 150 % 1 Penerimaan bahan baku Proses Produksi Pengupasan Pemotongan Pengecilan Ukuran Pengemasan Total Area kelonggaran ditentukan sebesar 150 %. Kelonggaran 150 % ini disediakan untuk kegiatan penanganan bahan, pergerakan pekerja dan perawatan, lorong, kolom, dan sebagainya sesuai dengan kebutuhan. Jika jumlah mesin yang akan ditangani operator sudah ditetapkan, maka kebutuhan luas ruang untuk mesin/peralatan dapat ditentukan. Salah satu metode dalam menentukan luasan ruang produksi adalah metode pusat produksi. Pusat produksi terdiri dari mesin dan semua perlengkapan untuk mendukung proses produksi, serta luasan untuk melaksanakan proses operasi. Tabel 15. Kebutuhan luasan ruang pabrik industri LCM serbuk sawit No Lokasi Luas (m 2 ) 1 Ruang Produksi Ruang non Produksi a. Kantor 30 b. Mini Lab 15 c. Penampungan Limbah 10 d. Mushola dan toilet 20 e. Sumber air 8 3 Lain-lain a. Parkir 30 b. Jalan 70 c. Lahan terbuka 100 Total 658

22 72.0 in. x 36.0 in in. x 36.0 in. Tree Tree Tree Penerimaan dan Pensortiran Bahan Baku Kantor Ruang Produksi Mini Lab Ruang Pengemasan Musholla Gudang Penyimpanan Sumber Air Penampungan Limbah Gambar 28. Layout pabrik LCM serbuk sawit C. Aspek Manajemen dan Organisasi 1. Kebutuhan Tenaga Kerja Analisis kebutuhan tenaga kerja merupakan salah satu aspek dalam manajemen operasi yang perlu direncanakan pada awal proyek. Proses produksi LCM serbuk sawit sebagian besar dilakukan dengan menggunakan mesin, namun dalam pelaksanaan proses produksi tetap dibutuhkan tenaga kerja manusia sebagai operator, pengawas proses produksi, dan beberapa kegiatan produksi yang membutuhkan campur tangan manusia secara langsung. Selain dalam lingkup proses produksi, tenaga kerja dibutuhkan dalam pelaksanaan aktivitas di luar produksi seperti kegiatan administrasi, kegiatan pemasaran, kegiatan distribusi, dan transportasi, serta kegiatan lainnya. Tenaga kerja yang digunakan disesuaikan dengan kebutuhan pekerjaan dan kriteria tenaga kerja yang dibutuhkan. Industri LCM serbuk sawit merupakan perusahaan yang benar-benar baru didirikan sehingga kebutuhan sumber daya merupakan hal yang sangat penting untuk ditetapkan dengan baik. Untuk saat ini perlu dibuat penggolongan pekerja ke dalam golongan tetap, yaitu beberapa orang pekerja mulai dari direktur, manajer, operator, laboran, dan staf masing-masing bidang yng telah ditetapkan dan sistem penggajian ditetapkan dengan cara pembayaran berkala setiap bulan. Sedangkan buruh tebang digolongkan ke dalam tenaga kerja tidak tetap. Penentuan jumlah tenaga kerja diperhitungkan dengan mengidentifikasi kegiatan, sifat, dan beban kerja sehingga dapat ditentukan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan tersebut. Rincian penetapan kebutuhan tenaga kerja disajikan pada Tabel 16 berikut.

23 Tabel 16. Penentuan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan pada setiap pekerjaan No. Kegiatan Sifat Jumlah Tenaga Kerja (orang) 1 Penebangan Temporer 5 2 Produksi a. Pengecilan ukuran Rutin Harian 2 b. Pengemasan Rutin Harian 1 3 Perencanaan Produksi a. Membuat perencanaan produksi minimal 5 tahun ke depan Rutin Harian 1 b. Berkoordinasi dengan bagian pemasaran dan logistik untuk mengontrol kontinuitas produksi 4 Administrasi Rutin Bulanan 1 a. melakukan pembukuan perusahaan Rutin Harian b. melakukan maintenance perlengkapan kantor perusahaan Temporer 5 Keuangan a. Melakukan pembukuan keuangan Rutin Harian b. Mengatur pemasukan dan pengeluaran perusahaan Rutin Harian c. Mengatur kerjasama dengan bank serta investor Temporer 6 Pemasaran a. Membuat perencanaan pasar untuk 10 tahun ke depan (disesuaikan dengan umur proyek) Temporer b. Menetapkan sistem pemasaran bagi perusahaan Rutin Harian c. Membuat dan maintenance web perusahaan Temporer d. Menjalin kerja sama dengan perusahaan pengguna LCM serbuk sawit e. Menjalin kerja sama dengan perusahaan pengeboran asing yang potensial yang menggunakan LCM 7 Logistik Rutin Harian Rutin Harian a. mengatur jumlah persediaan bahan baku dan produk Rutin Harian 1 8 Keamanan a. menjaga keamanan pabrik selama 24 jam (dibagi menjadi 2 shift) Rutin Harian 2 9 Distribusi bahan baku dan produk a. Pendistribusian bahan baku dan produk dilakukan oleh supir dan bagian pemasaran 10 Pengawasan mutu Rutin 3 a. Melakukan pengawasan pada mutu produk yang dihasilkan Rutin Harian 2 11 Kebersihan a. Membersihkan lingkungan pabrik Rutin Harian b. Membantu para pekerja memaintenance aset perusahaan Rutin Harian Total 25 1

Tabel 1. Luas areal terbesar 5 kabupaten provinsi Sumatera Utara. Tabel 2. Luas areal terbesar 5 kabupaten provinsi Riau

Tabel 1. Luas areal terbesar 5 kabupaten provinsi Sumatera Utara. Tabel 2. Luas areal terbesar 5 kabupaten provinsi Riau Lampiran 3. Luas areal perkebunan kelapa sawit tahun 2009. Tabel 1. Luas areal terbesar 5 kabupaten provinsi Sumatera Utara Kabupaten Luas Areal (Ha) Labuhan Batu 85527 Tapanuli Selatan 57144 Simalungun

Lebih terperinci

VI. ANALISIS MANAJEMEN

VI. ANALISIS MANAJEMEN VI. ANALISIS MANAJEMEN A. KEBUTUHAN TENAGA KERJA Analisis kebutuhan tenaga kerja merupakan salah satu aspek dalam manajemen operasi yang perlu direncanakan pada awal proyek. Proses produksi katekin dan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS MANAJEMEN DAN ORGANISASI

VI. ANALISIS MANAJEMEN DAN ORGANISASI VI. ANALISIS MANAJEMEN DAN ORGANISASI A. Kebutuhan Tenaga Kerja Salah satu aspek dalam manajemen operasi yang perlu direncanakan pada awal proyek adalah analisis kebutuhan tenaga kerja. Proses produksi

Lebih terperinci

VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL

VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL 6.1 Aspek Pasar Aspek pasar merupakan aspek yang sangat penting dalam keberlangsungan suatu usaha. Aspek pasar antara lain mengkaji potensi pasar baik dari sisi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual III. METODE PENELITIAN Nilai tambah yang tinggi yang diperoleh melalui pengolahan cokelat menjadi berbagai produk cokelat, seperti cokelat batangan merupakan suatu peluang

Lebih terperinci

VI. RENCANA MANAJEMEN DAN ORGANISASI

VI. RENCANA MANAJEMEN DAN ORGANISASI VI. RENCANA MANAJEMEN DAN ORGANISASI 6.1. Aspek Legalitas Suatu industri yang didirikan perlu mendapatkan legalitas dari pihak yang terkait, dalam hal ini adalah pemerintah. Hal ini bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Bio Oil Dengan Bahan Baku Tandan Kosong Kelapa Sawit Melalui Proses Pirolisis Cepat

BAB I PENDAHULUAN. Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Bio Oil Dengan Bahan Baku Tandan Kosong Kelapa Sawit Melalui Proses Pirolisis Cepat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Selama ini Indonesia menggunakan BBM (Bahan Bakar Minyak) sebagai sumber daya energi primer secara dominan dalam perekonomian nasional.pada saat ini bahan bakar minyak

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. A. Kerangka Pemikiran. B. Pendekatan Studi Kelayakan

III. METODOLOGI. A. Kerangka Pemikiran. B. Pendekatan Studi Kelayakan III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran Pengembangan industri tepung dan biskuit dari tepung kepala ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) harus mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu analisis pasar dan pemasaran,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Kerangka Pemikiran. 3.2 Metode Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Kerangka Pemikiran. 3.2 Metode Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Ketersediaan bahan baku ikan hasil tangkap sampingan yang melimpah merupakan potensi yang besar untuk dijadikan surimi. Akan tetapi, belum banyak industri di Indonesia

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN KONSEPTUAL Gambir merupakan salah satu produk ekspor Indonesia yang prospektif, namun hingga saat ini Indonesia baru mengekspor gambir dalam bentuk gambir asalan.

Lebih terperinci

MAKALAH MANAJEMEN PEMASARAN

MAKALAH MANAJEMEN PEMASARAN MAKALAH MANAJEMEN PEMASARAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemasaran adalah salah satu kegiatan pokok yang perlu dilakukan oleh perusahaan baik itu perusahaan barang atau jasa dalam upaya untuk mempertahankan

Lebih terperinci

PENGANTAR BISNIS MINGGU KE-6. Pemasaran. Disusun oleh: Nur Azifah., SE., M.Si

PENGANTAR BISNIS MINGGU KE-6. Pemasaran. Disusun oleh: Nur Azifah., SE., M.Si PENGANTAR BISNIS MINGGU KE-6 Pemasaran Disusun oleh: Nur Azifah., SE., M.Si Definisi Pemasaran Kotler dan Lane (2007): Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyak pula jumlah rumah tinggal, gedung, bangunan perkantoran, dan lain

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyak pula jumlah rumah tinggal, gedung, bangunan perkantoran, dan lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan Dengan semakin berkembangnya tingkat perekonomian di Indonesia, maka semakin banyak pula jumlah rumah tinggal, gedung, bangunan perkantoran, dan lain sebagainya.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. Pengertian pasar telah banyak didefinisikan oleh ahli-ahli ekonomi. Pasar

BAB II LANDASAN TEORITIS. Pengertian pasar telah banyak didefinisikan oleh ahli-ahli ekonomi. Pasar BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Teori Pemasaran Pengertian pasar telah banyak didefinisikan oleh ahli-ahli ekonomi. Pasar adalah himpunan semua pelanggan potensial yang sama-sama mempunyai kebutuhan atau

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan PT. Salix Bintama Prima adalah perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan limbah kayu menjadi bahan bakar pelet kayu (wood pellet). Perusahaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Objek yang diteliti adalah keragaan dan strategi pemasaran agroindustri

BAB III METODE PENELITIAN. Objek yang diteliti adalah keragaan dan strategi pemasaran agroindustri BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Tempat Penelitian Objek yang diteliti adalah keragaan dan strategi pemasaran agroindustri kerajinan rotan untuk meningkatkan volume penjualan ekspor. Penelitian

Lebih terperinci

SISTEMATIKA BUSINESS PLAN (RENCANA BISNIS) Dr. FX. Suharto, M. Kes

SISTEMATIKA BUSINESS PLAN (RENCANA BISNIS) Dr. FX. Suharto, M. Kes SISTEMATIKA BUSINESS PLAN (RENCANA BISNIS) Dr. FX. Suharto, M. Kes Hasil yg diharapkan Setiap Kelompok terdiri dari 5-6 orang Setiap Kelompok membuat 1 (satu) Rencana Bisnis Bidang usaha yang dipilih harus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia saat ini mengalami kemunduran dibandingkan dengan

I. PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia saat ini mengalami kemunduran dibandingkan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian Indonesia saat ini mengalami kemunduran dibandingkan dengan perekonomian dunia yang mengalami perkembangan yang sangat baik. Kemunduran ini disebabkan oleh

Lebih terperinci

ASPEK-ASPEK STUDI KELAYAKAN BISNIS

ASPEK-ASPEK STUDI KELAYAKAN BISNIS Kuliah 3 ASPEK-ASPEK STUDI KELAYAKAN BISNIS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FEM - IPB Menurut Husnan, Suad ASPEK PASAR ASPEK TEKNIS ASPEK MANAJEMEN ASPEK HUKUM KEUANGAN (FINANSIAL) EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Tata Letak Fasilitas 2.1.1 Pengertian Perencanaan Fasilitas Perencanaan tata letak fasilitas termasuk kedalam bagian dari perancangan tata letak pabrik. Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ( Jamilah, 2009 ). Menurut Direktorat Bina Produksi Kehutanan (2006) bahwa

BAB I PENDAHULUAN. ( Jamilah, 2009 ). Menurut Direktorat Bina Produksi Kehutanan (2006) bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan manusia terhadap kayu sebagai konstruksi, bangunan atau furniture terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk, sementara ketersediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki total konsumsi bahan bakar minyak yang cukup tinggi. Konsumsi bahan bakar tersebut digunakan untuk menjalankan kendaraan seperti kendaraan bermotor

Lebih terperinci

PERENCANAAN FASILITAS SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI RIAU

PERENCANAAN FASILITAS SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI RIAU PERENCANAAN FASILITAS SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI RIAU DAGANGANE ISIH MAS?? Aktifitas Perencanaan Produk Perencanaan Lokasi Usaha Perencanaan Tata Letak Perencanaan Sistem Material Handling Tujuan Perencanaan

Lebih terperinci

BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN

BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN 23 BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN 4.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 4.1.1 Studi Kelayakan Usaha Proyek atau usaha merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan manfaat (benefit) dengan menggunakan sumberdaya

Lebih terperinci

MATERI 4 ASPEK TEKNIS DAN TEKNOLOGIS. e. Spesfifikasi Bahan Baku dan Hasil c. Tenaga Kerja

MATERI 4 ASPEK TEKNIS DAN TEKNOLOGIS. e. Spesfifikasi Bahan Baku dan Hasil c. Tenaga Kerja MATERI 4 ASPEK TEKNIS DAN TEKNOLOGIS 1. Perencanaan Kapasitas Produksi Aspek-aspek yang berpengaruh dalam perencanaan kapasitas produksi yaitu : 1. Perencanaan & Pemilihan Proses Tidak berarti pemilihan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Pemasaran 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran sering diartikan oleh banyak orang sebagai kegiatan atau aktivitas dalam menjual beli barang di pasaran. Sebenarnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN dan HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Tinjauan teknologi pengolahan sagu Teknologi merupakan sumberdaya buatan manusia yang kompetitif dan selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Semakin meningkatnya kebutuhan minyak sedangkan penyediaan minyak semakin terbatas, sehingga untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri Indonesia harus mengimpor

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan PT. Sari Tani Jaya Sumatera merupakan suatu perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan ubi kayu untuk menghasilkan produk tepung tapioka yang

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan UD. Kreasi Lutvi merupakan sebuah perusahaan yang memproduksi makanan ringan keripik singkong. UD. Kreasi Lutvi berdiri pada tahun 1999. Sejarah

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dunia bisnis, kenaikan volume penjualan menjadi keinginan dari

BAB I PENDAHULUAN. Di dunia bisnis, kenaikan volume penjualan menjadi keinginan dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dunia bisnis, kenaikan volume penjualan menjadi keinginan dari para pelaku bisnis. Semua menuntut keahlian dan kemampuan dari masingmasing para pelaku bisnis. Tujuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METDLGI PENELITIAN 3.1 Metodologi Penelitian Metodologi penelitian menguraikan seluruh kegiatan yang dilaksanakan selama penelitian berlangsung dari awal proses penelitian sampai akhir penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pasar bebas dipandang sebagai peluang sekaligus ancaman bagi sektor pertanian Indonesia, ditambah dengan lahirnya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 yang diwanti-wanti

Lebih terperinci

Kebutuhan. Keinginan. Pasar. Hubungan. Permintaan. Transaksi. Produk. Nilai & Kepuasan. Pertukaran

Kebutuhan. Keinginan. Pasar. Hubungan. Permintaan. Transaksi. Produk. Nilai & Kepuasan. Pertukaran Kebutuhan Pasar Keinginan Hubungan Permintaan Transaksi Produk Pertukaran Nilai & Kepuasan Memaksimumkan konsumsi Memaksimumkan utilitas (kepuasan) konsumsi Memaksimumkan pilihan Memaksimumkan mutu hidup

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Line Balancing Line Balancing adalah suatu analisis yang mencoba melakukan suatu perhitungan keseimbangan hasil produksi dengan membagi beban antar proses secara berimbang

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Penjualan Pribadi (Personal Selling) Menurut Kotler (2010: 29), pemasaran adalah suatu proses sosial-manajerial yang membuat seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sumber daya alam atau biasa disingkat SDA adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar hidup lebih sejahtera yang

Lebih terperinci

PERENCANAAN FASILITAS

PERENCANAAN FASILITAS PERENCANAAN FASILITAS Prof. Dr. Ir. ZULKIFLI ALAMSYAH, M.Sc. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jambi PERENCANAAN FASILITAS Tujuan dan klasifikasi perencanaan fasilitas Siklus fasilitas

Lebih terperinci

Boks 1 POTENSI KELAPA DALAM DI SULAWESI TENGGARA

Boks 1 POTENSI KELAPA DALAM DI SULAWESI TENGGARA Boks 1 POTENSI KELAPA DALAM DI SULAWESI TENGGARA Tanaman kelapa merupakan salah satu tanaman yang telah dibudidayakan oleh masyarakat di Sulawesi Tenggara baik menggunakan lahan pemukiman dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam pengembangan suatu wilayah, terdapat beberapa konsep pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah Aliran Sungai (DAS), konsep pengembangan

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gula pasir merupakan kebutuhan pokok strategis yang memegang peran

BAB I PENDAHULUAN. Gula pasir merupakan kebutuhan pokok strategis yang memegang peran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula pasir merupakan kebutuhan pokok strategis yang memegang peran penting di sektor pertanian, khususnya sub sektor perkebunan dalam perekonomian nasional, yaitu sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu kegiatan yang berperan penting dalam perekonomian suatu negara adalah kegiatan perdagangan internasional. Sehingga perdagangan internasional harus

Lebih terperinci

BAB VII ASPEK PRODUKSI SYAFRIZAL HELMI

BAB VII ASPEK PRODUKSI SYAFRIZAL HELMI BAB VII ASPEK PRODUKSI SYAFRIZAL HELMI Schroeder (1993) memberikan penekanan terhadap definisi kegiatan produksi dan operasi pada 3 hal yaitu: 1. Pengelolaan fungsi organisasi dalam menghasilkan barang

Lebih terperinci

Boks 1 PELUANG DAN HAMBATAN INVESTASI DI PROPINSI RIAU. I. Latar Belakang

Boks 1 PELUANG DAN HAMBATAN INVESTASI DI PROPINSI RIAU. I. Latar Belakang Boks 1 PELUANG DAN HAMBATAN INVESTASI DI PROPINSI RIAU I. Latar Belakang Penerapan otonomi daerah pada tahun 2001 telah membawa perubahan yang cukup berarti bagi kondisi ekonomi di Propinsi Riau. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Telekomunikasi merupakan bagian yang penting di dalam kehidupan manusia dan tak bisa terlepas dari kehidupan sehari-hari. Handphone menjadi salah satu sarana

Lebih terperinci

1. Pengertian Pemasaran Menurut H. Nystrom Pemasaran merupakan suatu kegiatan penyaluran barang atau jasa dari tangan produsen ke tangan konsumen. 2.

1. Pengertian Pemasaran Menurut H. Nystrom Pemasaran merupakan suatu kegiatan penyaluran barang atau jasa dari tangan produsen ke tangan konsumen. 2. Pengantar Manajemen Pemasaran Pengertian Pemasaran 1. Pengertian Pemasaran Menurut H. Nystrom Pemasaran merupakan suatu kegiatan penyaluran barang atau jasa dari tangan produsen ke tangan konsumen. 2.

Lebih terperinci

PERENCANAAN PEMASARAN USAHA KECIL (Tugas Kelompok Kewirausahaan)

PERENCANAAN PEMASARAN USAHA KECIL (Tugas Kelompok Kewirausahaan) PERENCANAAN PEMASARAN USAHA KECIL (Tugas Kelompok Kewirausahaan) Nama Kelompok : Fadhyl Muhammad 115030407111072 Ardhya Harta S 115030407111075 Ardiansyah Permana 115030407111077 UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

KEWIRAUSAHAAN III. Power Point ini membahas mata kuliah Kewirausahaan III. Endang Duparman. Modul ke: Arissetyanto. Fakultas SISTIM INFORMASI

KEWIRAUSAHAAN III. Power Point ini membahas mata kuliah Kewirausahaan III. Endang Duparman. Modul ke: Arissetyanto. Fakultas SISTIM INFORMASI Modul ke: 05 KEWIRAUSAHAAN III Power Point ini membahas mata kuliah Kewirausahaan III Fakultas SISTIM INFORMASI Endang Duparman Program Studi INFORMATIKA www.mercubuana.a.cid EVALUASI RENCANA PRODUKSI

Lebih terperinci

DIREKTUR DIREKTUR PRODUKSI WAKIL MANAJEMEN DRYER

DIREKTUR DIREKTUR PRODUKSI WAKIL MANAJEMEN DRYER L A M P I R A N Lampiran 1. Struktur Organisasi PT ADEI Crumb Rubber Industry DIREKTUR DIREKTUR PRODUKSI WAKIL MANAJEMEN AKUNTANSI MANAJER PENJUALAN MANAJER PABRIK KEUANGAN ADMINISTRASI UMUM BENGKEL PEMBELIAN

Lebih terperinci

2. Aspek pasar & pemasaran. Definisi Pasar:

2. Aspek pasar & pemasaran. Definisi Pasar: 2. Aspek pasar & pemasaran Definisi Pasar: Tempat bertemunya penjual dan pembeli Tempat bertemunya kekuatan permintaan dan penawaran Tempat dikoordinasikan orang-orang untuk melakukan tawar menawar sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan bebas antara ASEAN CHINA atau yang lazim disebut Asean

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan bebas antara ASEAN CHINA atau yang lazim disebut Asean 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan bebas antara ASEAN CHINA atau yang lazim disebut Asean China Free Trade Area (AC-FTA) yang terjadi saat ini sungguh sangat mengkhawatirkan bagi

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. dalam bidang industri pengolahan minyak goreng. Perusahaan Permata Hijau

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. dalam bidang industri pengolahan minyak goreng. Perusahaan Permata Hijau BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan Perusahaan Permata Hijau Group (PHG) adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang industri pengolahan minyak goreng. Perusahaan Permata Hijau Group

Lebih terperinci

Studi kasus untuk merancang intervensi tingkat perusahaan untuk mempromosikan produktivitas dan kondisi kerja di UKM SCORE

Studi kasus untuk merancang intervensi tingkat perusahaan untuk mempromosikan produktivitas dan kondisi kerja di UKM SCORE Studi kasus untuk merancang intervensi tingkat perusahaan untuk mempromosikan produktivitas dan kondisi kerja di UKM SCORE 1. Persoalan apa yang akan diselesaikan? Pertumbuhan produktivitas di negara-negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam masa menuju era globalisasi dan pasar bebas, kemajuan di bidang industri

I. PENDAHULUAN. Dalam masa menuju era globalisasi dan pasar bebas, kemajuan di bidang industri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam masa menuju era globalisasi dan pasar bebas, kemajuan di bidang industri dan teknologi sangat menunjang kebijakan yang telah disusun pemerintah. Salah satu kebijakan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS. Pemasaran adalah proses sosial dan dengan proses itu individu dan

BAB II KERANGKA TEORITIS. Pemasaran adalah proses sosial dan dengan proses itu individu dan BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1. Teori Tentang Bauran Pemasaran 2.1.1. Pengertian Bauran Pemasaran Pemasaran adalah proses sosial dan dengan proses itu individu dan kelompok mendapat apa yang mereka butuhkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRATEGI PEMASARAN KERAJINAN KESET DARI LIMBAH GARMEN PADA KOPERASI WANITA MELATI. A. Strategi Pemasaran Koperasi Wanita Melati

BAB IV ANALISIS STRATEGI PEMASARAN KERAJINAN KESET DARI LIMBAH GARMEN PADA KOPERASI WANITA MELATI. A. Strategi Pemasaran Koperasi Wanita Melati BAB IV ANALISIS STRATEGI PEMASARAN KERAJINAN KESET DARI LIMBAH GARMEN PADA KOPERASI WANITA MELATI A. Strategi Pemasaran Koperasi Wanita Melati Pada bab IV ini peneliti akan membahas hasil penelitian mengenai

Lebih terperinci

Gambar 12. Diagram Alir Pengolahan Gambir Rakyat (Gumbira-Sa id et al., 2009)

Gambar 12. Diagram Alir Pengolahan Gambir Rakyat (Gumbira-Sa id et al., 2009) V. ANALISIS TEKNIS DAN TEKNOLOGI A. BAHAN BAKU 1. Spesifikasi Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam industri katekin dan tanin adalah gambir asalan. Gambir merupakan produk tanaman gambir (Uncaria

Lebih terperinci

RESEARCH. Ricky Herdiyansyah SP, MSc. Ricky Sp., MSi/Pemasaran Agribisnis. rikky Herdiyansyah SP., MSi. Dasar-dasar Bisnis DIII

RESEARCH. Ricky Herdiyansyah SP, MSc. Ricky Sp., MSi/Pemasaran Agribisnis. rikky Herdiyansyah SP., MSi. Dasar-dasar Bisnis DIII RESEARCH BY Ricky Herdiyansyah SP, MSc Ricky Herdiyansyah SP., MSc rikky Herdiyansyah SP., MSi. Dasar-dasar Bisnis DIII PEMASARAN : Aliran produk secara fisis dan ekonomik dari produsen melalui pedagang

Lebih terperinci

LAMPIRAN PENELITIAN. Dengan Judul : ANALISIS RANTAI NILAI (VALUE CHAIN ANALYSIS) DALAM MENCIPTAKAN KEUNGGULAN KOMPETITIF PADA PENGRAJIN

LAMPIRAN PENELITIAN. Dengan Judul : ANALISIS RANTAI NILAI (VALUE CHAIN ANALYSIS) DALAM MENCIPTAKAN KEUNGGULAN KOMPETITIF PADA PENGRAJIN LAMPIRAN PENELITIAN Dengan Judul : ANALISIS RANTAI NILAI (VALUE CHAIN ANALYSIS) DALAM MENCIPTAKAN KEUNGGULAN KOMPETITIF PADA PENGRAJIN BATIK MUKTI RAHAYU DIKABUPATEN MAGETAN LAMPIRAN 1 FORMULA WAWANCARA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perancangan Tata Letak Pabrik 2.1.1 Definisi Perancangan Tata Letak Fasilitas Pengertian perencanaan fasilitas dapat dikemukakan sebagai proses perancangan fasilitas, termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan pasokan energi dalam negeri. Menurut Pusat Data dan Informasi Energi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan pasokan energi dalam negeri. Menurut Pusat Data dan Informasi Energi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan energi di Indonesia terus meningkat namun belum sebanding dengan pasokan energi dalam negeri. Menurut Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran dalam suatu perusahaan memegang peranan yang sangat penting, karena pemasaran merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mempertahankan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulang

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulang BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga April 2016 di Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Bahan

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA

ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA Oleh: ERNI DWI LESTARI H14103056 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 DAFTAR ISI Halaman

Lebih terperinci

APPENDIX A NERACA MASSA DAN NERACA PANAS. A.1. Neraca Massa Kapasitas bahan baku = 500Kg/hari Tahap Pencampuran Adonan Opak Wafer Stick.

APPENDIX A NERACA MASSA DAN NERACA PANAS. A.1. Neraca Massa Kapasitas bahan baku = 500Kg/hari Tahap Pencampuran Adonan Opak Wafer Stick. APPENDIX A NERACA MASSA DAN NERACA PANAS A.1. Neraca Massa Kapasitas bahan baku = 500Kg/hari Tahap Pencampuran Adonan Opak Wafer Stick Bahan baku opak wafer stick Pencampuran Adonan Adonan yang tertinggal

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoretis Kerangka pemikiran teoretis merupakan suatu penalaran peneliti yang didasarkan pada pengetahuan, teori, dalil, dan proposisi untuk menjawab suatu

Lebih terperinci

Analisis lingkungan eksternal terdiri dari lingkungan makro dan lingkungan industri. Lingkungan makro terdiri dari ekonomi, alam, teknologi, politik

Analisis lingkungan eksternal terdiri dari lingkungan makro dan lingkungan industri. Lingkungan makro terdiri dari ekonomi, alam, teknologi, politik Analisis lingkungan eksternal terdiri dari lingkungan makro dan lingkungan industri. Lingkungan makro terdiri dari ekonomi, alam, teknologi, politik dan hukum serta sosial budaya. Sedangkan lingkungan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Manajemen Pemasaran Suparyanto & Rosad (2015:3) mengatakan bahwa manajemen pemasaran adalah ilmu yang mempelajari tentang perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian

Lebih terperinci

Dr. Ir. Susinggih Wijana, MS. Lab. Teknologi Agrokimia, Jur Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya

Dr. Ir. Susinggih Wijana, MS. Lab. Teknologi Agrokimia, Jur Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT PERANCANGAN PABRIK: DOKUMENTASI PERANCANGAN PABRIK Dr. Ir. Susinggih Wijana, MS. Lab. Teknologi Agrokimia, Jur Teknologi Industri Pertanian Universitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tapioka Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung tapioka mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

KEBIJAKAN MANAGEMEN RESIKO

KEBIJAKAN MANAGEMEN RESIKO 1. Risiko Keuangan Dalam menjalankan usahanya Perseroan menghadapi risiko yang dapat mempengaruhi hasil usaha Perseroan apabila tidak di antisipasi dan dipersiapkan penanganannya dengan baik. Kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2017 sebesar 5,1%. Kondisi ini

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2017 sebesar 5,1%. Kondisi ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi ekonomi Indonesia yang belum membaik sejak tahun 2013, dan kondisi ekonomi global yang juga mengalami perlambatan menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang didukung oleh sektor pertanian. Salah satu sektor pertanian tersebut adalah perkebunan. Perkebunan memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Pada bagian ini dijelaskan tentang konsep yang berhubungan dengan penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang di

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN LITERATUR

BAB 2 KAJIAN LITERATUR BAB 2 KAJIAN LITERATUR Bab ini berisikan tentang teori yang terkait dengan pembahasan studi yakni teori mengenai perencanaan pengembangan wilayah, teori keterkaitan antar industri, dan teori pemilihan

Lebih terperinci

NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M ( ) R

NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M ( ) R USAHA TELUR ASIN NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M (0610963043) R. YISKA DEVIARANI S (0610963045) SHANTY MESURINGTYAS (0610963059) WIDIA NUR D (0610963067) YOLANDA KUMALASARI (0610963071) PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin maju perkembangan teknologi, semakin marak pula

BAB I PENDAHULUAN. Semakin maju perkembangan teknologi, semakin marak pula BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Semakin maju perkembangan teknologi, semakin marak pula keanekaragaman produk yang dihasilkan. Produk dengan jenis, kemasan, manfaat, rasa, dan tampilan

Lebih terperinci

PENGARUH PERSENTASE PEREKAT TERHADAP KARAKTERISTIK PELLET KAYU DARI KAYU SISA GERGAJIAN

PENGARUH PERSENTASE PEREKAT TERHADAP KARAKTERISTIK PELLET KAYU DARI KAYU SISA GERGAJIAN PENGARUH PERSENTASE PEREKAT TERHADAP KARAKTERISTIK PELLET KAYU DARI KAYU SISA GERGAJIAN Junaidi, Ariefin 2, Indra Mawardi 2 Mahasiswa Prodi D-IV Teknik Mesin Produksi Dan Perawatan 2 Dosen Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Nama Perusahaan : Kayla Florist. 2. Bidang Usaha : Papan Bunga. 3. Jenis Produk/ Jasa : Usaha Dagang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Nama Perusahaan : Kayla Florist. 2. Bidang Usaha : Papan Bunga. 3. Jenis Produk/ Jasa : Usaha Dagang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Profil Perusahaan Data Perusahaan Kayla Florist 1. Nama Perusahaan : Kayla Florist 2. Bidang Usaha : Papan Bunga 3. Jenis Produk/ Jasa : Usaha Dagang 4. Alamat Perusahaan : Jl.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional diberbagai lapangan usaha. Perkembangan UMKM & Usaha Besar

BAB I PENDAHULUAN. nasional diberbagai lapangan usaha. Perkembangan UMKM & Usaha Besar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) salah satu bagian terpenting dalam perekonomian pada suatu negara, bahkan di Indonesia. UMKM dipandang salah satu faktor penyelamat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan sektor pertanian dalam pembangunan nasional sangat penting karena sektor ini mampu menyerap sumber daya yang paling besar dan memanfaatkan sumber daya yang ada

Lebih terperinci

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel 54 ANALISIS SISTEM Sistem pengembangan agroindustri biodiesel berbasis kelapa seperti halnya agroindustri lainnya memiliki hubungan antar elemen yang relatif kompleks dan saling ketergantungan dalam pengelolaannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat menyebabkan permintaan energi semakin meningkat pula. Sektor energi memiliki peran penting dalam rangka mendukung kelangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian saat ini masih tetap menjadi prioritas utama dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Hal ini didasarkan pada peningkatan peran sektor pertanian

Lebih terperinci

BAHAN AJAR Jurusan : Administrasi Bisnis Konsentrasi : Mata Kuliah : Pengantar Bisnis

BAHAN AJAR Jurusan : Administrasi Bisnis Konsentrasi : Mata Kuliah : Pengantar Bisnis BAB 7 Manajemen Pemasaran 7.1. Konsep-Konsep Inti Pemasaran Pemasaran adalah sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan produk, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan

Lebih terperinci

BAB II Landasan Teori

BAB II Landasan Teori BAB II Landasan Teori 2.1 Pemasaran 2.1.1 Kebutuhan, Keinginan dan Permintaan Pembahasan konsep pemasaran dimulai dari adanya kebutuhan manusia. Kebutuhan dasar manusia bisa dibedakan berupa fisik seperti

Lebih terperinci

BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI

BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI Tenaga kerja, material dan perawatan adalah bagian dari industri yang membutuhkan biaya cukup besar. Setiap mesin akan membutuhkan perawatan dan perbaikan meskipun telah dirancang

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1 Hortikultura Komoditas hortikultura termasuk produk yang mudah rusak (perishable product), dimana tingkat kerusakan dapat terjadi dari masa panen hingga pascapanen dan pada saat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perancangan tata letak fasilitas manufaktur dapat berpengaruh secara langsung terhadap aliran material didalam pabrik. Tata letak pabrik yang baik dapat memberikan

Lebih terperinci

TATA LETAK PABRIK KULIAH 2: PERENCANAAN LAYOUT

TATA LETAK PABRIK KULIAH 2: PERENCANAAN LAYOUT TATA LETAK PABRIK KULIAH 2: PERENCANAAN LAYOUT By: Rini Halila Nasution, ST, MT Alat, bahan dan pekerja harus diatur posisinya sedemikian rupa dalam suatu pabrik, sehingga hasilnya paling efektif dan ekonomis.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. teknologi, konsumen, pemasok atau supplier, dan terutama persaingan).

BAB II LANDASAN TEORI. teknologi, konsumen, pemasok atau supplier, dan terutama persaingan). BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian dan Tingkatan Strategi Pada masa sekarang ini terminologi kata strategi sudah menjadi bagian integral dari aktivitas organisasi bisnis untuk dapat mempertahankan eksistensinya

Lebih terperinci

Makalah Kewirausahaan. Ketegasan dalam Aspek Produksi. Disusun oleh: Ambar Dwi Wuladari. Irfan Priabodo

Makalah Kewirausahaan. Ketegasan dalam Aspek Produksi. Disusun oleh: Ambar Dwi Wuladari. Irfan Priabodo Makalah Kewirausahaan Ketegasan dalam Aspek Produksi Disusun oleh: Ambar Dwi Wuladari Irfan Priabodo Ketegasan dalam Aspek Produksi Pendahuluan: Kegiatan produksi dengan menciptakan atau menambah nilai

Lebih terperinci

Manajemen Industri Perikanan

Manajemen Industri Perikanan Manajemen Industri Perikanan A. Definisi dan pengertian industri Perikanan. Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor yang mampu menciptakan penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena pengusahaannya dimulai dari kebun sampai

Lebih terperinci

PENGANTAR BUSINESS PLAN

PENGANTAR BUSINESS PLAN PENGANTAR BUSINESS PLAN Sub Pokok Bahasan : 1. Pengertian business plan 2. Latar belakang penyusunan business plan 3. Tujuan business plan 4. Manfaat business plan 5. Elemen dasar business plan 6. Aspek-aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan antar negara akan menciptakan pasar yang lebih kompetitif dan mendorong pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Kondisi sumber daya alam Indonesia

Lebih terperinci