Dry Socket. 1. Pendahuluan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Dry Socket. 1. Pendahuluan"

Transkripsi

1 Dry Socket 1. Pendahuluan Pencabutan gigi adalah suatu tindakan yang biasa dilakukan pada bidang bedah mulut dan Dry Socket merupakan salah satu komplikasi yang sering terjadi setelah pencabutan gigi. Dry Socket pada dasarnya merupakan fokal osteomielitis yang mana tidak terbentuknya atau hilangnya bekuan darah oleh karena aktifitas fibrinolitik yang tinggi yang menghasilkan bau busuk dan rasa sakit tetapi tidak ada supurasi, dinamakan Dry Socket karena socketnya yang kering setelah hilangnya bekuan darah karena tulangnya yang terbuka. (Andreasen 1997;Dhusia 2000;Pedlar 2001;Petersen 2003;Malaki 2004) Secara klinis kondisi ini menggambarkan bekuan darah yang terdapat pada alveolus menjadi nekrotik dan sisa-sisa / serpihan patahan dari tulang alveolar. Menurut Petersen dan Borle et all, seringkali terjadi pada socket molar bawah dan menurut Andreasen frekuensi terjadinya Dry Socket pada pencabutan gigi berkisar 1% - 5%, dan pada suatu penelitian lain didapat frekuensinya mencapai 6% setelah pengangkatan gigi molar tiga bawah. Insidensinya berkisar pada umur tahun kecenderungan terjadi antara pada mandibula dan maksila adalah 3 kali lebih besar pada mandibula. 2. Definisi Dry Socket pertama kali diperkenalkan oleh Crawford pada tahun 1896, Adalah suatu kondisi yang terjadi setelah pencabutan atau operasi pengangkatan gigi dengan tanda-tanda klinis terlepasnya bekuan darah pada tulang alveolar 2 3 hari setelah pencabutan atau operasi pengangkatan gigi, yang mana terdapat tulang alveolar sebagian atau keseluruhan yang terbuka dan permukaan tulang sangat sensitif, biasanya pada permukaanya terdapat lapisan jaringan nekrotik dan sisa sisa makanan. Ada beberapa macam nama lain dari Dry Socket : Alveolitis Sicca Dolorosa

2 Post Operative Osteitis Localized Acute Alveolar Osteomielitis Alveolar Osteitis Fibrinolytic Alveolitis Painful Socket Sloughing Socket Necrotic Socket Post Extraction Osteomielitis Syndrome (Andreasen 1997 ; Pedlar 2001; Dhusia 2000) 3. Proses Penyembuhan Socket secara Histologis (Andreasen 1997) Apabila diperhatikan terdapat tahap yang bersamaan secara histologis pada proses penyembuhan socket dari hasil biopsi yang dilakukan pada luka bekas pencabutan. Tahap I Koagulum Dibentuk ketika terjadi hemostatis, terdiri dari eritrosit dan leukosit dengan jumlah yang sama seperti pada peredaran darah. Tahap II Jaringan Granulasi Dibentuk pada dinding socket 2 3 hari setelah pencabutan yang merupakan proliferasi dari sel sel endothelial, kapiler kapiler dan beberapa leukosit dan selama 7 hari jaringan granulasi menggantikan tempat dari koagulum Tahap III Jaringan Konektif Mula mula berada pada bagian tepi socket, selama 20 hari setelah pencabutan menggantikan jaringan granulasi. Jaringan konektif yang baru terdiri dari sel sel, kolagen dan serat serat fiber. Tahap IV Pertumbuhan Tulang

3 Dimulai pada hari ke 7 setelah pencabutan, dimulai dari tepi dasar socket, pada hari ke 38 setelah pencabutan biasanya sudah terisi dengan tulang muda, selama 2 3 bulan tulang telah menjadi mature dan terbentuk trabekula, setelah 3 4 bulan maturasi tulang telah lengkap seluruhnya. Tahap V Perbaikan epithelial Dimulai ketika terjadi penutupan luka 4 hari setelah pencabutan dan biasanya akan selesai setelah 24 hari. Penyembuhan socket secara signifikan dipengaruhi oleh usia dan individual. Pada individu berusia 2 dekade aktivitas histologi penyembuhan socket yaitu sekitar 10 hari setelah pencabutan dan pada individu berusia 6 dekade atau lebih yaitu sekitar 20 hari setelah pencabutan.(andreasen 1997) 0 day Cessation of Hemorrhage Blood clot 2-3 days Blood clot Granulation tissue

4 7 days Granulation tissue Connective tissue Osteoid Ephithelium 20 days Connective tissue Osteoid (some mineralization) Epithelium

5 40 days Connective tissue Immature bone Epithelium 2 month Immature bone Gambar 1 Proses Penyembuhan Socket (Histologis) (Andreasen 1997) (

6 From Plasma Precursors) PROACTIVATORS PLASMINOGEN ACTIVATORS (Pro Enzyme) FIBRIN PLASMIN Released From Traumatized Tissue like mucosa, and or P eriosteum, Bone Marrow PLASMIN LIKE ENZYMES From Treponema Denticola Like Organisms SPLIT PRODUCTS DRY SOCKET Bagan 1 Patofisiologi Dry Socket (Dhusia 2000)

7 4. Patofisiologi Dry Socket terjadi karena tingkat dari aktifitas dari fibrinolisis yang tinggi pada daerah sekitar bekas pencabutan gigi karena adanya infeksi, inflamasi pada daerah tulang tersebut. Pelepasan beberapa aktivator atau kinase seperti Bradykinin dan Kininogen yang diaktivasi oleh beberapa rangsangan. Rangsangan itu dapat berasal dari cairan tubuh atau timbul pada Plasma Precursor yang mana merupakan Proaktivator, beberapa Aktivator dikeluarkan dari jaringan yang mengalami trauma seperti : mukosa, periosteum dan bone marrow, lalu Plasminogen berubah menjadi Plasmin oleh karena aktivator, hingga akhirnya Plasmin ini membuat Fibrin menjadi pecah dan terjadi Dry Socket. Menurut hasil studi yang ada, menunjukkan bahwa bakteri anaerob Treponema Denticola yang merupakan habitat normal dalam rongga mulut dapat merangsang aktivitas fibrinolitik karena kerja enzymnya seperti kerja Plasmin yang dapat memecahkan bekuan darah yang pada akhirnya dapat terjadi Dry Socket, organisme ini tidak menghasilkan pus, pembengkakan atau warna yang lebih merah tetapi ketika terinfeksi bakteri anaerob yang lain akan menghasilkan bau busuk dan rasa yang tidak enak. Menurut penelitian pada pemeriksaan kultur pada socket yang terjadi Dry Socket menunjukkan infeksi campuran, dan bakteri Fusiform Bacilli seringkali ditemukan. (Dhusia 2000) 5. Gejala dan Tanda Klinis 5.1 Rasa Sakit Pasien biasanya merasakan sakit pada hari ke 2 sampai dengan hari ke 5 setelah pencabutan dengan keluhan sakit yang hebat pada daerah bekas pencabutan dan rasa sakitnya dapat menjalar sampai ke telinga pada sisi yang sama atau bagian yang lain dari wajah tetapi tidak dengan tanda-tanda gejala dari infeksi seperti demam, pembengkakan dan erithema. Kadangkadang dijumpai lymphadenitis regional, rasa sakit dirasakan berdenyut dan kadangkala juga rasa sakit tidak hilang dengan obat-obatan analgesik. (Dhusia 2000) 5.2 Halitosis dan rasa tidak enak Sisa-sisa makanan yang dapat menumpuk di dalam socket dapat menghasilkan rasa yang tidak enak dan bau mulut. (Dhusia 2000)

8 5.3 Tanda Klinis Secara keseluruhan gejalanya timbul pada hari ke 3 sampai dengan hari ke 5 setelah pencabutan gigi dan apabila tidak ditangani gejalanya akan berlanjut sampai dengan hari ke 7 atau sampai hari ke 14. Menurut Dhusia tanda klinis yang dapat dilihat seperti Bare Bone dan margin ginggiva. 5.4 Bare Bone Pada pemeriksaan Probe Test dengan menggunakan sonde lurus, tanda yang sangat khas sekali adalah rasa sakit sekali apabila sonde menyentuh Bare Bone. Dimana awalnya terdapat gambaran bekuan darah yang berwarna abu abu kehitaman dan ketika bekuan darahnya hilang akhirnya terdapat jaringan granulasi dari Bone Bare yang berwarna kuning keabuabuan. Gambar 2 Probe Test (Dhusia 2000) 5.5 Margin Ginggiva Biasanya margin ginggiva pada daerah sekitar socket agak bengkak dan berwarna merah tua. 6. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya Dry Socket : (Andreasen 1997, Malaki 2004)

9 Ada beberapa faktor predisposisi yang dapat mempengaruhi terjadinya Dry Socket seperti : Usia, Jenis kelamin (Kontrasepsi, dan Kehamilan), Merokok, Trauma bedah, Bakteri, Kondisi inflamasi marginal, Perikoronitis, Pulpitis / Inflamasi Periapikal, Penggunaan Antibiotik Sistemik, Penggunaan Obat Kumur Chlorhexidine, Hemostatik lokal, dan Teknik Anastesi. 6.1 Usia Dalam beberapa penelitian yang telah dilakukan terdapat hubungan peningkatan terjadinya Dry Socket dengan peningkatan usia, menurut Malaki penelitian yang dilakukan Mc Gregor terjadi peningkatan dari 2,7% pada kelompok usia Tahun sampai 8,6% pada kelompok usia Tahun, dan turun lagi menjadi 2,9% pada usia Tahun, walaupun tidak dijelaskan lebih rinci mengenai hubungan ini. 6.2 Jenis Kelamin dan Kontrasepsi Perbedaan jenis kelamin menunjukkan perbedaan angka prevalensi terjadinya Dry Socket yang menggambarkan pada wanita lebih besar dibanding pada pria. Angka prevalensi pada wanita disebabkan 2 faktor, pertama Dry Socket lebih sering ditemukan pada wanita yang sedang mengalami menstruasi dan kedua kelihatannya ada hubungannya dengan pada wanita yang menggunakan pil kontrasepsi, menurut Catellani yang pernah melakukan penelitian hal ini ada pengaruhnya dengan efek dari hormon oestrogen yang dapat menstimulasi fibrinolisis. 6.3 Merokok Menurut beberapa penelitian merokok mempunyai hubungan korelasi yang signifikan dengan terjadinya Dry Socket. Patogenesisnya adalah dengan peningkatan aktifitas dari fibrinolisis pada waktu merokok. Menurut penelitian yang dilakukan Meechan dan kawan kawan pada orang yang merokok setelah pencabutan gigi bahwa terjadi pengurangan pembekuan darah pada socket secara signifikan pada orang yang merokok dibanding dengan bukan perokok. 6.4 Trauma Bedah Efek trauma sebagai faktor penyebab terhambatnya penyembuhan luka setelah pencabutan gigi telah dikemukakan pertama kali oleh Alling dan Kerr pada tahun1957. Efek

10 panas yang ditimbulkan dari bur yang mengenai tulang alveolar juga dapat mengganggu pembekuan darah yang akhirnya dapat menimbulkan Dry Socket. Pada penelitian yang dilakukan secara klinis menunjukkan bahwa pencabutan yang sulit atau seperti gigi yang patah pada waktu pencabutan menunjukkan secara signifikan rata rata jumlah yang lebih tinggi untuk terjadinya Dry Socket dibanding pada pencabutan normal, selain itu trauma jaringan lunak juga pada prosedur pencabutan gigi ada hubungannya dengan terjadinya Dry Socket, ini disebabkan karena pada trauma menimbulkan mediator - mediator peradangan. 6.5 Bakteri Keberadaan bakteri juga ada hubungannya dengan terjadinya Dry Socket, ketika koagulasi yang terbentuk setelah pencabutan aliran saliva dengan mudah memasuki lokasi bekas pencabutan, tempat inilah yang menjadi persinggahan dari saliva sedangkan pada saliva terdapat bakteri. Selanjutnya ada juga hubungan antara jumlah bakteri aerob dan anaerob yang ada sebelum pencabutan yang nantinya akan berkembang pada koagulum yang nantinya akan menimbulkan Dry Socket, dimana pasien yang mengalami Dry Socket menunjukkan jumlah bakteri yang lebih banyak sebelum operasi daripada pasien yang mengalami penyembuhan socket normal. Keterangan mengenai fenomena ini faktanya bahwa beberapa tipe dari streptococcus dan staphilococcus dalam penelitian ini dapat membuat fibrinolisis dari pembekuan darah. Sejauh ini tidak ada mikroorganisme yang spesifik yang dapat menimbulkan Dry Socket, tetapi diperkirakan oleh para peneliti adalah Treponema Denticola mempunyai pengaruh penting untuk terjadinya Dry Socket. 6.6 Kondisi Inflamasi Marginal Beberapa penelitian menunjukkan bahwa frekuensi terjadinya Dry Socket rendah bila terdapat periodontitis marginalis. Efek ini mempunyai alasan yang jelas, karena pada kondisi ini jumlah trauma selama pencabutan berkurang sekali. 6.7 Perikoronitis

11 Adanya perikoronitis (subakut dan kronis) pada beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan dengan terjadinya Dry Socket ini diduga karena pada daerah perikoronal merupakan tempat yang baik untuk beberapa mikroorganisme. 6.8 Pulpitis / Inflamasi Periapikal Hasil dari dua buah penelitian yang dilakukan terdapat hubungan yang tidak bermakna / kecil terhadap terjadinya Dry Socket pada gigi Pulpitis yang dilakukan pada pencabutan. Pada gigi dengan nekrosis pulpa disertai periodontitis apikalis yang dilakukan pencabutan menunjukkan peningkatan terjadinya Dry Socket dibanding dengan gigi yang vital. 6.9 Penggunaan Antibiotik Sistemik Bukti secara tidak langsung peranan bakteri dalam proses terjadinya Dry Socket dalam penelitian ini menunjukkan penggunaan antibiotik golongan Penicilin secara sistemik dapat mengurangi terjadinya Dry Socket. Hal ini dapat dibuktikan dengan penggunaan antibiotik golongan Penicilin sebelum pencabutan gigi yang mana efeknya dapat ditemukan juga pada bekuan darah dalam socket. Akhirnya penggunan antibiotik golongan Penicilin sebelum operasi dapat menurunkan jumlah bakteri anaerob dan aerob pada sampel darah yang diambil sebelum 48 jam setelah pencabutan gigi Penggunaan Obat Kumur Chlorhexidine Penggunaan anti mikroba lokal dengan obat kumur seperti Chlorhexidine dapat mengontrol infeksi, berkumur sebelum atau sesudah tindakan dengan 0,1 0,2 % Chlorhexidine menunjukkan penurunan terjadinya frekuensi Dry Socket setelah pengangkatan molar tiga. Kemungkinan terjadi karena pengurangan jumlah bakteri aerob dan anaerob pada saliva setelah berkumur dengan Chlorhexidine Hemostatik lokal Penggunan hemostatik lokal dilakukan karena beberapa faktor: 1. Dapat membantu koagulasi 2. Dapat mencegah pelepasan koagulum dari dinding socket

12 3. Membantu fungsi antibiotik dan antifibrinolitik Ada 2 macam bahan hemostatik lokal yang dapat diserap: 1. Gelatin Sponge (Spongostan) 2. Oxidized Regenerated Cellulose (Surgicel) Menurut penelitian keduanya dapat menurunkan terjadinya Dry Socket karena fungsi dari hemostatik lokal tersebut Teknik Anastesi Penggunaan anastesi lokal lebih meningkatkan resiko terjadinya Dry Socket dibanding dengan anastesi umum, jenis bahan anastesi lokal juga berpengaruh dimana xylocaine lebih tinggi frekuensi terjadinya Dry Socket dibanding dengan citanest dan teknik anastesi lokal seperti intraligamen / perisemental teknik dapat meningkatkan resiko terjadinya Dry Socket. 7. Terapi : Secara keseluruhan perawatan Dry Socket adalah secara paliatif yaitu : Terapi lokal dan Terapi sistemik. (Dhusia 2000;Malaki 2004) 7.1 Terapi lokal Perawatan sebelum 48 jam setelah operasi : Pembuangan sisa-sisa jaringan nekrotik dari bekuan darah dengan pengirigasian larutan garam hangat secara pelan-pelan. Membuat perdarahan baru dibawah lokal anastesi dan antibiotika. Perawatan sesudah 48 jam setelah operasi: Pembuangan sisa-sisa jaringan nekrotik dan socket diirigasi dengan larutan garam hangat. Perawatan Dry Socket

13 Perawatan Dry Socket yang biasa dilakukan adalah dengan campuran Zn oxide dan eugenol. Zn oxide / eugenol, campuran ini diulas pada kassa lalu dimasukkan ke dalam socket. Selain dapat meredakan rasa sakit, dapat juga merupakan antimikroba yang luas, pada beberapa penelitian tindakan ini sangat efektif. Campuran Zn oxide eugenol ini diganti tiap hari atau diganti 2 hari sekali sampai dengan 3 6 hari atau sampai rasa sakitnya berkurang. Setiap penggantian kassa socket selalu diirigasi dengan larutan garam. Keuntungan Zn eugenol : Sebagai antiseptik. Memproteksi bare bone dari iritasi seperti sisa makanan, saliva dan mencegah sisa makanan berkumpul di dalam socket. Eugenol dapat mengurangi rasa sakit. 7.2 Terapi Sistemik Pemberian analgesik dan anti inflamasi untuk mengurangi rasa sakit dan meminimalkan pembengkakan. Penggunaan antibiotik spektrum luas dan untuk kuman anaerob seperti metronidazole. 8. Langkah Preventif Menurut Dhusia setiap dokter gigi diharapkan mengetahui langkah-langkah ini untuk mencegah terjadinya Dry Socket. Langkah sebelum operasi: Gunakan obat kumur antiseptik sebelum melakukan pencabutan. Gunakan antibiotik profilaksis. Langkah sewaktu operasi: Perhatikan tindakan asepsis.

14 Trauma jaringan lunak dan keras yang seminimal mungkin. Perhatikan kondisi tulang yang ada setelah dilakukan pencabutan, apakah ada serpihan tulang, bagian tulang yang ekspose atau bagian tulang yang tajam. Irigasi dengan laurtan garam dan kuretase setelah dilakukan pencabutan. Apabila mungkin dilakukan penjahitan mukosa. Langkah setelah tindakan: Instruksikan pasien untuk mengigit tampon dengan betadine kurang lebih 1 jam, jangan berkumur-kumur, atau menghisap-hisap darah operasi, hindari merokok. Menjaga kebersihan mulut dan menjaga luka dari iritasi mekanik seperti mengunyah pada daerah sisi yang lain. Intake yang cukup, cairan, kalori dan protein. 9. Kesimpulan Dry Socket merupakan komplikasi yang terjadi pada saat penyembuhan luka ekstraksi gigi, dinamakan Dry Socket karena setelah bekuan darah terlepas maka socket terlihat kering karena bagian tulang yang terbuka. Terjadinya Dry Socket dapat dihindari dengan memperhatikan langkah langkah diatas, serta penanganan yang tepat Daftar Pustaka 1. Andreasen, J.O, et all., Textbook and Color Atlas of Tooth Impactions, Copenhagen : Mosby. 1997, p Dhusia Hemant, Dry Socket, http ://mediket 2000.com/associations/article. 3. Peterson L.J, Oral and Maxillofacial Surgery. 4 th ed, Sint Louis : Mosby. 2003, p

15 4. Pedlar Jonathan, Oral and Maxillofacial Surgery, London : Churchill Livingstone 2001, p Malaki Zainab, Dry Socket, practice.uktrading.com/clinical/viewd. Setelah pencabutan gigi terbentuk bekuan darah di tempat pencabutan, di mana bekuan ini terbentuk oleh jaringan granulasi, dan akhirnya terjadi pembentukan tulang secara perlahan-lahan. Bila bekuan darah ini rusak maka pemulihan akan terhambat dan menyebabkan sindroma klinis yg disebut alveolar osteitis (dry socket). Alveolar osteitis ini terjadi karena adanya perubahan plasminogen menjadi plasmin yang menyebabkan fibrinolisis pada bekuan darah di soket bekas pencabutan. Gambaran klinis Daerah paska pencabutan yang mengalami dry socket awalnya terisi oleh bekuan darah yang berwarna keabu-abuan yang kotor, kemudian bekuan ini hilang dan meninggalkan soket tulang yang kosong (dry socket). Tulang terekspos dan sangat sensitif. Penderita biasanya mengeluhkan sakit yang parah, dan dapat timbul bau tak sedap. Hal ini dapat terjadi kurang dari 24 jam setelah gigi dicabut, namun dapat juga terjadi 3-4 hari paska pencabutan. Kadang-kadang dapat terjadi pembengkakan dan limfadenopati. Frekuensi alveolar osteitis lebih tinggi pada rahang bawah dan di gigi daerah belakang (posterior). Dry socket dapat saja terjadi pada setiap pencabutan gigi, namun lebih sering terjadi pada saat pencabutan gigi molar tiga impaksi. Kemungkinan terjadinya dry socket paling besar pada kelompok umur 40 tahun. Perawatan Bila pasien mengeluhkan rasa sakit paska pencabutan gigi, perlu dilakukan pemeriksaan radiograf untuk mengetahui apakah ada ujung akar yang tertinggal atau ada benda asing. Dry socket adalah suatu reaksi peradangan, namun dapat terinfeksi oleh bakteri. Oleh karena itu, tidak setiap kejadian dry socket membutuhkan perawatan dengan antibiotik. Hal penting dalam perawatan dry socket adalah irigasi. Irigasi dilakukan dengan larutan saline, atau hidrogen peroksida 3 % bila sudah terjadi infeksi. Dry socket dapat dicegah dengan beberapa cara. Wanita yang menggunakan kontrasepsi oral lebih beresiko mengalami dry socket saat pencabutan. Oleh karena itu sebaiknya tindakan pencabutan dijadwalkan pada hari di mana kadar estrogen rendah (yaitu saat tidak ada suplementasi estrogen, sekitar hari ke-22 hingga 28 dari siklus menstruasi). Irigasi yang baik selama tindakan pencabutan juga dapat mencegah terjadinya dry socket. Beberapa penelitian menganjurkan pemakaian obat kumur chlorhexidine 0.12 % segera setelah pencabutan dan 7 hari paska pencabutan dapat mencegah terjadinya dry socke

16 Pembaruan tulang Tulang adalah sebuah jaringan dinamik. Dalam tahun pertama kehidupan, laju turnover dari skelet mendekati 100% per tahun. Laju kecepatan ini menurun hingga sekitar 10% per tahun dalam usia akhir masa kanak-kanak, dan kemudian biasanya berlanjut sedikitnya seperti laju ini atau lebih lambat sepanjang usia, hingga seratus tahun. Setelah penyempurnaan pertumbuhan tulang, bone turnover adalah terutama dari hasil remodeling: sebuah siklus terkoordinasi dari penyerapan dan pembentukan jaringan pada regio ekstensif tulang dan periode yang lama. Sepanjang usia remodeling fisiologis, pembuangan, dan penggantian tulang, pada lokasi yang sama secara kasar, terjadi tanpa memengaruhi bentuk atau densitas tulang, melewati serangkaian kejadian yang meliputi (i) aktifasi osteoklas, (ii) penyerapan tulang, (iii) aktifasi osteoblas, (iv) pembentukan tulang baru pada lokasi penyerapan (Buckwalter et al 1996). Karena sifat remodeling ini, berbagai defek dan fraktur dengan mudah diperbaiki hingga ke ukurannya yang disebut defek kritis (critical defects), didefinisikan sebagai defek dengan ukuran yang akan tidak sembuh selama masa hidup khewan (Schmitz and Hollinger 1986). Untuk defek yang lebih besar, intervensi manusia diperlukan dalam rangka membantu atau merangsang penyembuhan.

Dry Socket Elsie Stephanie DRY SOCKET. Patogenesis Trauma dan infeksi adalah penyebab utama dari timbulnya dry soket.

Dry Socket Elsie Stephanie DRY SOCKET. Patogenesis Trauma dan infeksi adalah penyebab utama dari timbulnya dry soket. DRY SOCKET Definisi Dry Socket adalah suatu kondisi hilangnya blood clot dari soket gigi. Komplikasi yang paling sering terjadi, dan paling sakit sesudah pencabutan gigi adalah dry socket. Setelah pencabutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terakhir dalam perawatan gigi dan mulut karena berbagai alasan, antara lain untuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terakhir dalam perawatan gigi dan mulut karena berbagai alasan, antara lain untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dan tulang alveolar. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang sering dilakukan oleh dokter gigi (Adeyemo dkk.,

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Gigi dan Mulut - Pendidikan (RSGM-P FKG UI) pada periode 6 Oktober 2008-10 November 2008. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode survei yang bertujuan untuk menggambarkan prevalensi dry socket pada rahang atas dan rahang

Lebih terperinci

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Definisi Menurut Pedlar dan Frame (2001) pencabutan gigi merupakan suatu prosedur bedah yang dapat dilakukan dengan tang, elevator, atau penekanan trans alveolar. 1 Pencabutan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu, dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, baik indera penglihatan, pendengaran, penciuman,

Lebih terperinci

BAB 2 OSTEOMIELITIS KRONIS PADA RAHANG. infeksi yang terjadi dapat disebabkan oleh infeksi odontogenik. Osteomielitis dibagi

BAB 2 OSTEOMIELITIS KRONIS PADA RAHANG. infeksi yang terjadi dapat disebabkan oleh infeksi odontogenik. Osteomielitis dibagi BAB 2 OSTEOMIELITIS KRONIS PADA RAHANG Osteomielitis adalah inflamasi yang terjadi pada tulang dan sumsum tulang, infeksi yang terjadi dapat disebabkan oleh infeksi odontogenik. Osteomielitis dibagi menjadi

Lebih terperinci

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama Lengkap Tempat/ Tanggal Lahir Jenis Kelamin Agama Alamat Orangtua Ayah Ibu Riwayat Pendidikan : Ganesh Dorasamy : Kuala Lumpur, Malaysia / 25September1986 : Laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pencabutan gigi merupakan salah satu jenis perawatan gigi yang

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pencabutan gigi merupakan salah satu jenis perawatan gigi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pencabutan gigi merupakan salah satu jenis perawatan gigi yang dilaksanakan di Poli Gigi dan Mulut Puskesmas. 1 Pencabutan gigi merupakan suatu tindakan mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II. 1. Definisi Menurut Pedlar (2001) Pencabutan gigi merupakan suatu prosedur bedah yang dapat dilakukan dengan tang (forceps), elevator atau pendekatan transalveolar. Ekstraksi

Lebih terperinci

Sumber: dimodifikasi dari Wagner et al.

Sumber: dimodifikasi dari Wagner et al. Komplikasi Odontektomi Odontektomi tergolong minor surgery, namun tetap mengandung risiko. Komplikasi dapat timbul pada saat dan setelah pembedahan, akibat faktor iatrogenik. Odontektomi dengan tingkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu gigi utuh atau akar gigi dari alveolus dengan alat-alat ekstraksi (forceps),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu gigi utuh atau akar gigi dari alveolus dengan alat-alat ekstraksi (forceps), 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekstraksi gigi 2.1.1 Definisi Ekstraksi Gigi Ekstraksi gigi merupakan suatu proses pengeluaran gigi yang melibatkan satu gigi utuh atau akar gigi dari alveolus dengan alat-alat

Lebih terperinci

Odontektomi. Evaluasi data radiografi dan klinis dari kondisi pasien

Odontektomi. Evaluasi data radiografi dan klinis dari kondisi pasien Odontektomi Odontektomi menurut Archer adalah pengambilan gigi dengan prosedur bedah dengan pengangkatan mukoperiosterial flap dan membuang tulang yang ada diatas gigi dan juga tulang disekitar akar bukal

Lebih terperinci

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Penyakit pulpa dan periapikal Kondisi normal Sebuah gigi yang normal bersifat (a) asimptomatik dan menunjukkan (b) respon ringan sampai moderat yang bersifat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan pendekatan transalveolar (pembedahan). Sebelum dilakukan pengangkatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan pendekatan transalveolar (pembedahan). Sebelum dilakukan pengangkatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencabutan Gigi Pencabutan gigi merupakan suatu prosedur pengangkatan gigi beserta akarnya dari dalam soket tulang alveolaris menggunakan tang, elevator ataupun dengan pendekatan

Lebih terperinci

BAB 2 EKSTRAKSI GIGI. Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang

BAB 2 EKSTRAKSI GIGI. Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang BAB 2 EKSTRAKSI GIGI 2.1 Defenisi Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang alveolar. Ekstraksi gigi dapat dilakukan dengan dua teknik yaitu teknik sederhana dan teknik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pencabutan Gigi Pencabutan gigi merupakan suatu proses pengeluaran gigi dari alveolus, dimana pada gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan lagi. Pencabutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Periodontitis kronis, sebelumnya dikenal sebagai periodontitis dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Periodontitis kronis, sebelumnya dikenal sebagai periodontitis dewasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periodontitis kronis, sebelumnya dikenal sebagai periodontitis dewasa (adult periodontitis) atau periodontitis dewasa kronis (chronic adult periodontitis), adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. imunitas gingiva yang salah satu penyebabnya adalah infeksi. Infeksi disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. imunitas gingiva yang salah satu penyebabnya adalah infeksi. Infeksi disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gingivitis adalah peradangan pada gingiva, yang merupakan suatu respon imunitas gingiva yang salah satu penyebabnya adalah infeksi. Infeksi disebabkan oleh mikroorganisme

Lebih terperinci

PERIODONTITIS Definisi Periodontitis merupakan penyakit inflamasi pada jaringan pendukung gigi yang

PERIODONTITIS Definisi Periodontitis merupakan penyakit inflamasi pada jaringan pendukung gigi yang PERIODONTITIS Definisi Periodontitis merupakan penyakit inflamasi pada jaringan pendukung gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik atau sekelompok mikroorganisme tertentu, menghasilkan destruksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia harapan hidup perempuan Indonesia semakin meningkat dari waktu ke

BAB I PENDAHULUAN. Usia harapan hidup perempuan Indonesia semakin meningkat dari waktu ke BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia harapan hidup perempuan Indonesia semakin meningkat dari waktu ke waktu. Menurut sensus penduduk tahun 2000 oleh Badan Pusat Statistik, usia harapan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Koloni bakteri pada plak gigi merupakan faktor lokal yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Koloni bakteri pada plak gigi merupakan faktor lokal yang mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal merupakan penyakit infeksi kronis rongga mulut dengan prevalensi 10 60% pada orang dewasa. Penyakit periodontal meliputi gingivitis dan

Lebih terperinci

PERAWATAN PERIODONTAL

PERAWATAN PERIODONTAL PERAWATAN EMERJENSI PERIODONTAL PERAWATAN EMERJENSI PERIODONTAL: Perawatan kasus periodontal akut yg membutuhkan perawatan segera Termasuk fase preliminari Kasus : Abses gingiva Abses periodontal akut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karies parah, nekrosis pulpa, impaksi gigi, untuk tujuan perawatan ortodontik, 3

BAB I PENDAHULUAN. karies parah, nekrosis pulpa, impaksi gigi, untuk tujuan perawatan ortodontik, 3 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pencabutan gigi merupakan prosedur yang umum dilakukan di kedokteran gigi. 1 Pencabutan gigi adalah suatu tindakan pengangkatan gigi dari soketnya pada tulang alveolar.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilakukan jika menutupi gigi yang akan dicabut (Archer, 1975). Pencabutan gigi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilakukan jika menutupi gigi yang akan dicabut (Archer, 1975). Pencabutan gigi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencabutan gigi adalah tindakan pengambilan gigi pada soketnya tanpa atau dengan pembukaan jaringan lunak dan jaringan keras. Pengurangan tulang dilakukan jika

Lebih terperinci

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY (SKILL LAB 4) PENANGANAN ABSES DAN PERIKORONITIS

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY (SKILL LAB 4) PENANGANAN ABSES DAN PERIKORONITIS PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY (SKILL LAB 4) PENANGANAN ABSES DAN PERIKORONITIS JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN Purwokerto,

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN PENCABUTAN GIGI PADA PASIEN HIPERTENSI, DIABETES MELLITUS DAN POST STROKE. Oleh : Rozario N. Ramandey

PENATALAKSANAAN PENCABUTAN GIGI PADA PASIEN HIPERTENSI, DIABETES MELLITUS DAN POST STROKE. Oleh : Rozario N. Ramandey PENATALAKSANAAN PENCABUTAN GIGI PADA PASIEN HIPERTENSI, DIABETES MELLITUS DAN POST STROKE Oleh : Rozario N. Ramandey 200852089 PENCABUTAN GIGI Pencabutan gigi yang ideal pencabutan tanpa rasa sakit satu

Lebih terperinci

memfasilitasi sampel dari bagian tengah telinga, sebuah otoscope, jarum tulang belakang, dan jarum suntik yang sama-sama membantu. 4.

memfasilitasi sampel dari bagian tengah telinga, sebuah otoscope, jarum tulang belakang, dan jarum suntik yang sama-sama membantu. 4. KONSEP MEDIK A. Pengertian Mastoiditis Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang diakibatkan oleh suatu infeksi pada telinga tengah, jika tak diobati dapat terjadi osteomielitis. Mastoiditis adalah segala

Lebih terperinci

Komplikasi Diabetes Mellitus Pada Kesehatan Gigi

Komplikasi Diabetes Mellitus Pada Kesehatan Gigi Komplikasi Diabetes Mellitus Pada Kesehatan Gigi Komplikasi diabetes mellitus pada kesehatan gigi masalah dan solusi pencegahannya. Bagi penderita diabetes tipe 2 lebih rentan dengan komplikasi kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tang, elevator, atau pendekatan trans-alveolar. Ekstraksi bersifat. irreversible dan terkadang menimbulkan komplikasi.

BAB I PENDAHULUAN. dengan tang, elevator, atau pendekatan trans-alveolar. Ekstraksi bersifat. irreversible dan terkadang menimbulkan komplikasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pencabutan gigi merupakan suatu prosedur bedah yang dapat dilakukan dengan tang, elevator, atau pendekatan trans-alveolar. Ekstraksi bersifat irreversible dan terkadang

Lebih terperinci

Perdarahan Pasca Ekstraksi Gigi, Pencegahan dan Penatalaksanaannya

Perdarahan Pasca Ekstraksi Gigi, Pencegahan dan Penatalaksanaannya Perdarahan Pasca Ekstraksi Gigi, Pencegahan dan Penatalaksanaannya Abstrak Tindakan ekstraksi gigi merupakan suatu tindakan yang sehari-hari kita lakukan sebagai dokter gigi. Walaupun demikian tidak jarang

Lebih terperinci

1. Mitos: Menyikat gigi beberapa kali sehari merugikan enamel.

1. Mitos: Menyikat gigi beberapa kali sehari merugikan enamel. 1. Mitos: Menyikat gigi beberapa kali sehari merugikan enamel. Fakta: Mungkin saja sebagian mitos ini benar. Biasanya, itu sudah cukup untuk menyikat gigi dua kali sehari, tapi jika Anda memiliki kesempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat

BAB I PENDAHULUAN. semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gingivitis sering ditemukan di masyarakat. Penyakit ini dapat menyerang semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat dengan kebersihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengobatan, gigi impaksi dan untuk keperluan prosedur ortodontik. 1, 2

BAB I PENDAHULUAN. pengobatan, gigi impaksi dan untuk keperluan prosedur ortodontik. 1, 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencabutan gigi merupakan salah satu prosedur bedah minor pada mulut yang dapat dilakukan dengan tang, elevator ataupun pendekatan transalveolar. Pencabutan gigi tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi rongga mulut. Lapisan ini terdiri dari epitel gepeng berlapis baik yang berkeratin maupun

Lebih terperinci

Awal Kanker Rongga Mulut; Jangan Sepelekan Sariawan

Awal Kanker Rongga Mulut; Jangan Sepelekan Sariawan Sariawan Neng...! Kata-kata itu sering kita dengar pada aneka iklan suplemen obat panas yang berseliweran di televisi. Sariawan, gangguan penyakit pada rongga mulut, ini kadang ditanggapi sepele oleh penderitanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komplikasi yang sering terjadi pasca prosedur dental adalah infeksi yang

BAB I PENDAHULUAN. Komplikasi yang sering terjadi pasca prosedur dental adalah infeksi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prosedur dental yang invasif sering diikuti dengan berbagai macam komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor dan tidak semua dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menopause merupakan bagian dari siklus kehidupan alami yang akan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menopause merupakan bagian dari siklus kehidupan alami yang akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menopause merupakan bagian dari siklus kehidupan alami yang akan dilalui oleh seorang wanita. Menopause merupakan fase terakhir pendarahan haid seorang wanita. Fase ini

Lebih terperinci

KEHILANGAN TULANG DAN POLA PERUSAKAN TULANG Kehilangan tulang dan cacat tulang yang diakibatkan penyakit periodontal membahayakan bagi gigi, bahkan

KEHILANGAN TULANG DAN POLA PERUSAKAN TULANG Kehilangan tulang dan cacat tulang yang diakibatkan penyakit periodontal membahayakan bagi gigi, bahkan KEHILANGAN TULANG DAN POLA PERUSAKAN TULANG Kehilangan tulang dan cacat tulang yang diakibatkan penyakit periodontal membahayakan bagi gigi, bahkan bisa menyebabkan hilangnya gigi. Faktor-faktor yang memelihara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering ditemukan pada orang dewasa, merupakan penyakit inflamasi akibat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering ditemukan pada orang dewasa, merupakan penyakit inflamasi akibat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit infeksi bakteri yang sering ditemukan pada orang dewasa, merupakan penyakit inflamasi akibat bakteri pada jaringan pendukung

Lebih terperinci

Kenali Penyakit Periodontal Pada Anjing

Kenali Penyakit Periodontal Pada Anjing Kenali Penyakit Periodontal Pada Anjing Mungkin Anda sudah sering mendengar istilah "penyakit periodontal". Namun, apakah Anda sudah memahami apa arti istilah itu sebenarnya? Kata 'periodontal' berasal

Lebih terperinci

Diabetes merupakan faktor resiko periodontitis yang berkembang dua kali lebih sering pada penderita diabetes daripada penderita tanpa diabetes.

Diabetes merupakan faktor resiko periodontitis yang berkembang dua kali lebih sering pada penderita diabetes daripada penderita tanpa diabetes. PENDAHULUAN Perawatan implan gigi adalah cara yang efisien untuk menggantikan gigi yang hilang. Namun,diabetes dapat dianggap sebagai kontraindikasi perawatan karena tingkat kegagalan sedikit lebih tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. trauma, penyakit periodontal, impaksi dan kebutuhan perawatan. dipisahkan dari jaringan lunak yang mengelilinginya menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. trauma, penyakit periodontal, impaksi dan kebutuhan perawatan. dipisahkan dari jaringan lunak yang mengelilinginya menggunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ekstraksi gigi dilakukan untuk sejumlah alasan, termasuk karies, trauma, penyakit periodontal, impaksi dan kebutuhan perawatan ortodontik. 1 Ekstraksi dicapai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan sosialnya (Monica, 2007). Perawatan ortodontik merupakan salah

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan sosialnya (Monica, 2007). Perawatan ortodontik merupakan salah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estetika merupakan salah satu tujuan dalam perawatan ortodontik dimana seseorang dapat memperbaiki estetika wajah yang berharga dalam kehidupan sosialnya (Monica,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka jaringan lunak rongga mulut banyak dijumpai pada pasien di klinik gigi. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

Lebih terperinci

BAB 2 LATAR BELAKANG TERAPI AMOKSISILIN DAN METRONIDAZOLE SEBAGAI PENUNJANG TERAPI PERIODONTAL

BAB 2 LATAR BELAKANG TERAPI AMOKSISILIN DAN METRONIDAZOLE SEBAGAI PENUNJANG TERAPI PERIODONTAL BAB 2 LATAR BELAKANG TERAPI AMOKSISILIN DAN METRONIDAZOLE SEBAGAI PENUNJANG TERAPI PERIODONTAL Dasar pemikiran diindikasikannya terapi antibiotik sebagai penunjang perawatan periodontal adalah didasarkan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Implementasi Program Implementasi adalah tahap suatu sistem siap untuk dijalankan atau diterapkan ke kondisi yang sebenarnya. Pada tahap implementasi ini akan diketahui apakah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN X O-1

BAB III METODOLOGI PENELITIAN X O-1 27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan posttest only control group design. 23 R : X O-1 ( ) O-2 Dalam rancangan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Mulut. Lingkup disiplin ilmu penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Gigi dan 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit

Lebih terperinci

BAB 2 PENGERTIAN, ETIOLOGI, TANDA DAN GEJALA OSTEOSARKOMA. Osteosarkoma adalah suatu lesi ganas pada sel mesenkim yang mempunyai

BAB 2 PENGERTIAN, ETIOLOGI, TANDA DAN GEJALA OSTEOSARKOMA. Osteosarkoma adalah suatu lesi ganas pada sel mesenkim yang mempunyai BAB 2 PENGERTIAN, ETIOLOGI, TANDA DAN GEJALA OSTEOSARKOMA 2.1 Definisi dan Etiologi Osteosarkoma 2.1.1 Definisi Osteosarkoma adalah suatu lesi ganas pada sel mesenkim yang mempunyai kemampuan untuk membentuk

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan

BAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan 1 BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan jaringan subkutan biasanya disebabkan oleh invasi bakteri melalui suatu area yang robek pada kulit,

Lebih terperinci

ENDODONTIC-EMERGENCIES

ENDODONTIC-EMERGENCIES ENDODONTIC-EMERGENCIES (Keadaan darurat endodontik) Keadaan darurat adalah masalah yang perlu diperhatikan pasien, dokter gigi dan stafnya. Biasanya dikaitkan dengan nyeri atau pembengkakan dan memerlukan

Lebih terperinci

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Definisi Ekstraksi Gigi Menurut Pedlar dkk (2001) pencabutan gigi merupakan suatu prosedur bedah yang dapat dilakukan dengan tang, elevator, atau pendekatan transalveolar.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang kemudian, secara normal, terjadi setiap bulan selama usia reproduktif.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang kemudian, secara normal, terjadi setiap bulan selama usia reproduktif. 17 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Walaupun perempuan, umumnya, memiliki umur harapan hidup (UHH) lebih tinggi daripada pria, mereka menghadapi masalah kesehatan yang lebih rumit. Secara kodrati, perempuan mengalami

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu dan terjadi setelah seseorang mengalami penginderaan terhadap suatu objek tertentu, baik indera pengelihatan, pendengaran, penciuman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia penyakit periodontal menduduki urutan kedua yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia penyakit periodontal menduduki urutan kedua yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia penyakit periodontal menduduki urutan kedua yaitu mencapai 96,58% (Tampubolon, 2005). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2013) masalah gigi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Antidepresan adalah terapi obat-obatan yang diberikan pada penderita gangguan depresif. Gangguan depresif adalah salah satu gangguan kesehatan jiwa yang paling sering

Lebih terperinci

Grafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8

Grafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Distribusi Trauma Gigi Trauma gigi atau yang dikenal dengan Traumatic Dental Injury (TDI) adalah kerusakan yang mengenai jaringan keras dan atau periodontal karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Luka merupakan kerusakan fisik yang ditandai dengan terganggunya kontinuitas struktur jaringan yang normal. 1 Luka sering terjadi dalam rongga mulut, yang

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan penelitian ini meliputi Ilmu Penyakit Gigi dan

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan penelitian ini meliputi Ilmu Penyakit Gigi dan BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan penelitian ini meliputi Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Tempat penelitian adalah di Rumah Sakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam rongga mulut terdapat fungsi perlindungan yang mempengaruhi kondisi

BAB I PENDAHULUAN. dalam rongga mulut terdapat fungsi perlindungan yang mempengaruhi kondisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara anatomis sistem pencernaan manusia dimulai dari rongga mulut. Di dalam rongga mulut terdapat fungsi perlindungan yang mempengaruhi kondisi lingkungan saliva

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Periodontitis adalah inflamasi dan infeksi yang terjadi pada jaringan periodontal dan tulang alveolar penyangga gigi. Periodontitis terjadi apabila inflamasi

Lebih terperinci

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang)

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang) Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang) Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan dari

Lebih terperinci

BAB 2 IMPLAN GIGI. perlindungan gigi tetangga serta pengembangan rasa percaya diri (9).

BAB 2 IMPLAN GIGI. perlindungan gigi tetangga serta pengembangan rasa percaya diri (9). BAB 2 IMPLAN GIGI 2.1 Definisi Implan Gigi Implan gigi merupakan salah satu cara untuk mengganti gigi yang hilang sehingga diperoleh fungsi pengunyahan, estetik dan kenyamanan yang ideal. Implan gigi adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya terdapat fungsi perlindungan yang mempengaruhi kondisi lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya terdapat fungsi perlindungan yang mempengaruhi kondisi lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rongga mulut adalah pintu gerbang sistem pencernaan manusia yang berperan penting dalam menjaga kesehatan tubuh secara keseluruhan. Di dalamnya terdapat fungsi perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit periodontal merupakan penyakit yang terjadi pada jaringan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit periodontal merupakan penyakit yang terjadi pada jaringan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal merupakan penyakit yang terjadi pada jaringan pendukung gigi disebabkan oleh infeksi bakteri dan dapat mengakibatkan kerusakan jaringan periodontal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknik radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi ada dua yaitu teknik intraoral dan ekstraoral.

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknik radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi ada dua yaitu teknik intraoral dan ekstraoral. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental dikenal memiliki peranan yang penting dalam bidang kedokteran gigi yakni membantu dalam menegakkan diagnosa, menentukan rencana perawatan dan mengevaluasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras. 7 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak rongga mulut dilindungi oleh mukosa yang merupakan lapisan terluar rongga mulut. Mukosa melindungi jaringan dibawahnya dari kerusakan dan masuknya mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan migrasi epitel jungsional ke arah apikal, kehilangan perlekatan tulang

BAB I PENDAHULUAN. dengan migrasi epitel jungsional ke arah apikal, kehilangan perlekatan tulang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Periodontitis merupakan inflamasi jaringan periodontal yang ditandai dengan migrasi epitel jungsional ke arah apikal, kehilangan perlekatan tulang dan resorpsi tulang

Lebih terperinci

aureus, Stertococcus viridiansatau pneumococcus

aureus, Stertococcus viridiansatau pneumococcus Analisis Data No Data Etiologi Masalah 1. Data Subjektif : Gangguan sekresi saliva Nyeri Penghentian/Penurunan aliran Nyeri menelan pada rahang saliva bawah (kelenjar submandibula) Nyeri muncul saat mengunyah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit periodontal adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit periodontal adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penyakit periodontal adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram negatif, anaerob dan mikroaerofilik yang berkolonisasi di area subgingiva. Jaringan periodontal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang kedokteran gigi. Indikasi pencabutan gigi bervariasi seperti pernyakit periodontal,

Lebih terperinci

BAB 2 DAMPAK MEROKOK TERHADAP PERIODONSIUM. penyakit periodontal. Zat dalam asap rokok seperti; nikotin, tar, karbon monoksida

BAB 2 DAMPAK MEROKOK TERHADAP PERIODONSIUM. penyakit periodontal. Zat dalam asap rokok seperti; nikotin, tar, karbon monoksida BAB 2 DAMPAK MEROKOK TERHADAP PERIODONSIUM Kebiasaan merokok sejak lama telah diasosiasikan sebagai penyebab berbagai macam perubahan dalam rongga mulut, seperti kaitannya dengan kanker mulut dan penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya mikroorganisme yang normal pada konjungtiva manusia telah diketahui keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan populasi mikroorganisme

Lebih terperinci

TEKNIK DAN TRIK PENCABUTAN GIGI DENGAN PENYULIT

TEKNIK DAN TRIK PENCABUTAN GIGI DENGAN PENYULIT TEKNIK DAN TRIK PENCABUTAN GIGI DENGAN PENYULIT Dipresentasikan pada Prosiding Temu Ilmiah Bandung Dentistry 6 Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Cabang Kota Bandung Oleh : Lucky Riawan, drg., Sp BM

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan mulut merupakan hal yang sangat penting dan berpengaruh pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut sering kali menjadi prioritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satu contoh luka terbuka adalah insisi dengan robekan linier pada kulit dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satu contoh luka terbuka adalah insisi dengan robekan linier pada kulit dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Luka adalah suatu diskontinuitas jaringan yang disebabkan karena trauma, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. Bentuk dari

Lebih terperinci

SOP PERAWATAN LUKA A. KLASIFIKASI LUKA BEDAH

SOP PERAWATAN LUKA A. KLASIFIKASI LUKA BEDAH SOP PERAWATAN LUKA A. KLASIFIKASI LUKA BEDAH 1. Luka bersih Luka operasi yang tidak terinfeksi, dimana tidak ditemukan adanya inflamasi dan tidak ada infeksi saluran pernafasan, pencernaan, dan urogenital.

Lebih terperinci

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA Oleh Kelompok 7 Vera Tri Astuti Hsb (071101030) Nova Winda Srgh (071101031) Hafizhoh Isneini P (071101032) Rini Sri Wanda (071101033) Dian P S (071101034) Kulit merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. berdasarkan usia, jenis kelamin, elemen gigi dan posisi gigi. Berikut tabel

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. berdasarkan usia, jenis kelamin, elemen gigi dan posisi gigi. Berikut tabel Hasil Penelitian A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian telah dilakukan di RSGM UMY mengenai evaluasi keberhasilan perawatan kaping pulpa direk dengan bahan kalsium hidroksida

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Madu adalah pemanis tertua yang pertama kali dikenal dan digunakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Madu adalah pemanis tertua yang pertama kali dikenal dan digunakan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Madu adalah pemanis tertua yang pertama kali dikenal dan digunakan oleh manusia jauh sebelum mengenal gula. Madu baik dikonsumsi saat perut kosong (Suranto, Adji :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan gigi dan mulut semakin kompleks seiring dengan perkembangan zaman. Epidemiologi masalah kesehatan dan penyakit yang dipelajari dari beberapa populasi

Lebih terperinci

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK Dokter gigi saat merawat endodontik membutuhkan pengetahuan tentang anatomi dari gigi yang akan dirawat dan kondisi jaringan gigi setelah perawatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Nurdiana dkk., 2008). Luka bakar merupakan cedera yang mengakibatkan

I. PENDAHULUAN. (Nurdiana dkk., 2008). Luka bakar merupakan cedera yang mengakibatkan I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Luka bakar merupakan salah satu insiden yang sering terjadi di masyarakat khususnya rumah tangga dan ditemukan terbayak adalah luka bakar derajat II (Nurdiana dkk., 2008).

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi dan Etiologi Trauma gigi sulung anterior merupakan suatu kerusakan pada struktur gigi anak yang dapat mempengaruhi emosional anak dan orang tuanya. Jika anak mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka yang pasti, juga ikut serta dalam mengkontribusi jumlah kejadian infeksi. tambahan untuk perawatan dan pengobatan pasien.

BAB I PENDAHULUAN. angka yang pasti, juga ikut serta dalam mengkontribusi jumlah kejadian infeksi. tambahan untuk perawatan dan pengobatan pasien. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di berbagai belahan dunia, masalah infeksi masih menjadi masalah yang belum dapat ditanggulangi sepenuhnya. Di Indonesia sendiri, kejadian penyakit infeksi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah kesehatan terutama pada kesehatan gigi dan mulut semakin kompleks

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah kesehatan terutama pada kesehatan gigi dan mulut semakin kompleks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan terutama pada kesehatan gigi dan mulut semakin kompleks seiring dengan perkembangan zaman. Salah satunya adalah penyakit periodontal yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Radiografi baik intra maupun ekstra oral sangat banyak pemakaiannya

BAB I PENDAHULUAN. Radiografi baik intra maupun ekstra oral sangat banyak pemakaiannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi baik intra maupun ekstra oral sangat banyak pemakaiannya dikalangan dokter gigi. Radiografi periapikal merupakan jenis intra oral yang sangat baik dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami penyembuhan luka (Fedi dkk., 2004). Proses penyembuhan luka meliputi beberapa fase yaitu fase inflamasi,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami penyembuhan luka (Fedi dkk., 2004). Proses penyembuhan luka meliputi beberapa fase yaitu fase inflamasi, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka adalah terputusnya kontinuitas sel dan jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma (Fedi dkk., 2004). Luka dapat disebabkan oleh trauma mekanis, suhu dan kimia (Chandrasoma

Lebih terperinci

Pendahuluan. Bab Pengertian

Pendahuluan. Bab Pengertian Bab 1 Pendahuluan 1.1 Pengertian Nyeri dento alveolar yang bersifat neuropatik merupakan salah satu kondisi nyeri orofasial dengan penyebab yang hingga saat ini belum dapat dipahami secara komprehensif.

Lebih terperinci

Sakit Gigi Akibatkan Penyakit Jantung dan Stroke

Sakit Gigi Akibatkan Penyakit Jantung dan Stroke Sakit Gigi Akibatkan Penyakit Jantung dan Stroke Jangan mengabaikan kesehatan gigi dan mulut. Salah-salah, penyakit lain pun menyerang Masih ingat pelawak Leysus? Ya, ia meninggal Selasa (3/1/06) lalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adhesi intraperitoneum paska laparotomi merupakan masalah bagi dokter

BAB I PENDAHULUAN. Adhesi intraperitoneum paska laparotomi merupakan masalah bagi dokter BAB I PENDAHULUAN 1.1.LATAR BELAKANG Adhesi intraperitoneum paska laparotomi merupakan masalah bagi dokter bedah. Adhesi menimbulkan morbiditas bagi pasien berupa obstruksi intestinal, sehingga sering

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menimbulkan masalah kesehatan gigi dan mulut. Penyakit periodontal yang sering

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menimbulkan masalah kesehatan gigi dan mulut. Penyakit periodontal yang sering I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi dan menimbulkan masalah kesehatan gigi dan mulut. Penyakit periodontal yang sering terjadi adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan pencabutan gigi adalah sebesar 1:6 bahkan di beberapa daerah lebih besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan pencabutan gigi adalah sebesar 1:6 bahkan di beberapa daerah lebih besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angka pencabutan gigi di Indonesia relatif masih tinggi. Rasio penambalan dan pencabutan gigi adalah sebesar 1:6 bahkan di beberapa daerah lebih besar daripada

Lebih terperinci

OSTEOSARCOMA PADA RAHANG

OSTEOSARCOMA PADA RAHANG OSTEOSARCOMA PADA RAHANG SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran gigi Oleh : AFRINA ARIA NINGSIH NIM : 040600056 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saliva adalah cairan kompleks yang diproduksi oleh kelenjar saliva dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem di dalam rongga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Permasalahan kesehatan gigi dan mulut pada kehamilan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Permasalahan kesehatan gigi dan mulut pada kehamilan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Permasalahan kesehatan gigi dan mulut pada kehamilan Selama kehamilan ibu membutuhkan asupan zat makanan bergizi.. Apabila ibu hamil tidak rajin kumur dan menggosok gigi maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Halitosis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan nafas tidak sedap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Halitosis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan nafas tidak sedap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Halitosis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan nafas tidak sedap pada saat nafas dihembuskan yang berasal baik dari rongga mulut maupun diluar rongga mulut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan mulut yang buruk memiliki dampak negatif terhadap tampilan wajah,

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan mulut yang buruk memiliki dampak negatif terhadap tampilan wajah, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rongga mulut yang sehat berarti memiliki gigi yang baik dan merupakan bagian integral dari kesehatan umum yang penting untuk kesejahteraan. Kesehatan mulut yang buruk

Lebih terperinci

a. b. c. Gambar 1.2 Kompresi neurovaskular pada N. Trigeminus Sumber:

a. b. c. Gambar 1.2 Kompresi neurovaskular pada N. Trigeminus Sumber: Bab 1 Pendahuluan 1.1 Definisi Trigeminal neuralgia atau yang dikenal juga dengan nama Tic Douloureux merupakan kelainan pada nervus trigeminus (nervus kranial V) yang ditandai dengan adanya rasa nyeri

Lebih terperinci