BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu gigi utuh atau akar gigi dari alveolus dengan alat-alat ekstraksi (forceps),

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu gigi utuh atau akar gigi dari alveolus dengan alat-alat ekstraksi (forceps),"

Transkripsi

1 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekstraksi gigi Definisi Ekstraksi Gigi Ekstraksi gigi merupakan suatu proses pengeluaran gigi yang melibatkan satu gigi utuh atau akar gigi dari alveolus dengan alat-alat ekstraksi (forceps), dimana pada gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan lagi. Ekstraksi gigi juga merupakan operasi bedah yang melibatkan jaringan-jaringan dari rongga mulut serta keseluruhan, akses yang dibatasi oleh bibir dan pipi. Pada tindakan ekstraksi gigi perlu dilaksanakan prinsip-prinsip asepsis dan prinsip-prinsip pembedahan (surgery). Kesatuan dari jaringan lunak dan jaringan keras gigi dalam cavum oris dapat mengalami kerusakan yang menyebabkan adanya jalur terbuka untuk terjadinya infeksi yang menyebabkan komplikasi dalam penyembuhan dari luka ekstraksi. Oleh karena itu tindakan aseptik merupakan aturan dalam bedah mulut. Maka, definisi ekstraksi gigi yang ideal adalah ekstraksi tanpa rasa sakit dengan trauma minimal terhadap jaringan pendukung gigi, sehingga bekas pencabutan dapat sembuh dengan sempurna dan tidak terdapat masalah prostetik di masa mendatang (Uttu, 2010: h.2; Fragiskos, 2007: p.74).

2 Indikasi Ekstraksi Gigi Gigi perlu diekstraksi untuk berbagai alasan seperti pada nyeri gigi itu sendiri, nyeri pada gigi yang mempengaruhi jaringan di sekitarnya, karies sehingga dapat merugikan gigi tersebut maupun gigi tetangga bila terus dipertahankan, atau letak gigi yang salah. Berikut adalah indikasi dari pencabutan gigi (Robinson, 2005: p.2). a) Karies yang parah. Alasan paling umum dan yang dapat diterima secara luas untuk ekstraksi gigi adalah karies yang parah dan melebar. Sejauh ini gigi yang karies merupakan alasan yang tepat bagi dokter gigi dan pasien untuk dilakukan tindakan ekstraksi. (Peterson, 2003: p.145). b) Nekrosis pulpa. Sebagai dasar pemikiran, ini berkaitan erat dengan ekstraksi gigi adalah adanya nekrosis pulpa atau pulpitis irreversibel yang tidak diindikasikan untuk perawatan endodontik. Mungkin dikarenakan jumlah pasien yang menurun atau perawatan endodontik saluran akar yang berliku-liku, klasifikasi dan tidak dapat diobati dengan teknik endodontik standar. Dengan kondisi ini, perawatan endodontik yang telah dilakukan ternyata gagal untuk menghilangkan nyeri sehingga diindikasikan untuk dilakukan ekstraksi (Peterson, 2003: p.145).

3 7 c) Alasan orthodontik Pasien yang akan menjalani perawatan ortodonsi sering membutuhkan ekstraksi gigi untuk memberikan ruang untuk keselarasan gigi. Gigi yang paling sering diekstraksi adalah premolar satu rahang atas dan bawah, tapi premolar kedua dan gigi insisivus juga kadang-kadang memerlukan ekstraksi dengan alasan yang sama (Rahardjo, 2008: h.57; Peterson, 2003: p.145). d) Gigi yang mengalami malposisi. Gigi yang mengalami malposisi dapat diindikasikan untuk ekstraksi dalam situasi yang parah. Jika gigi mengalami trauma jaringan lunak dan tidak dapat ditangani oleh perawatan ortodonsi, gigi tersebut harus diekstraksi. Contoh umum ini adalah molar ketiga rahang atas yang keluar kearah bukal yang parah dan menyebabkan ulserasi dan trauma jaringan lunak di pipi. Dalam situasi gigi yang mengalami malposisi ini dapat dipertimbangkan untuk dilakukan ekstraksi (Rahardjo, 2008: h.87-89; Peterson, 2003: p.151). e) Gigi impaksi Gigi yang impaksi harus dipertimbangkan untuk dilakukan ekstraksi gigi yang bersifat surgical. Jika terdapat sebagian gigi yang impaksi maka oklusi fungsional tidak akan optimal karena ruang yang tidak memadai, maka harus dilakukan odontektomi. Jika saat odontektomi terdapat kontraindikasi seperti pada kasus kompromi medis, impaksi tulang penuh pada pasien yang berusia diatas 35 tahun atau pada pasien

4 8 dengan usia lanjut, maka gigi impaksi tersebut dapat dibiarkan (Fragiskos, 2007: p.199; Peterson, 2003: p. 145). f) Gigi pada garis fraktur rahang Pasien yang mengalami fraktur mandibula atau tulang alveolar terkadang perlu merelakan giginya untuk dicabut. Dalam sebagian besar kondisi gigi yang terlibat dalam garis fraktur dapat dipertahankan, tetapi jika gigi terluka maka ekstraksi mungkin diperlukan untuk mencegah infeksi (Peterson, 2003: p.146). g) Estetik Terkadang pasien memerlukan ekstraksi gigi untuk alasan estetik. Contoh kondisi seperti ini adalah yang berwarna karena tetracycline atau fluorosis, atau mungkin malposisi yang berlebihan sangat menonjol. Meskipun ada teknik lain seperti bonding yang dapat meringankan masalah pewarnaan dan prosedur ortodonsi atau osteotomy dapat digunakan untuk memperbaiki tonjolan yang parah, namun pasien lebih memilih untuk rekonstruksi ekstraksi dan prostetik (Peterson, 2003: p.166). 2.2 Proses Penyembuhan Luka Sebelum membahas khusus tentang proses penyembuhan dalam soket bekas ekstraksi gigi, akan dijelaskan mengenai proses penyembuhan luka pada umumnya. Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena Tahapan penyembuhan luka dibagi menjadi empat tahapan utama, yaitu

5 9 hemostasis, inflamasi, proliferasi sel dan deposisi matriks, remodelling matriks (Astika, 2012: h.1-13) Hemostasis Proses hemostasis merupakan mekanisme yang kompleks, terdiri dari empat fase yaitu fase vaskuler, fase trombosit (timbul aktivitas trombosit), fase plasma (terjadinya interaksi beberapa faktor koagulan spesifik yang beredar dalam darah), dan fase fibrinolisis yaitu proses lisis bekuan darah (Astika,2012: h.1-13) Proses Koagulasi Proses koagulasi merupakan perjalanan terbentuknya suatu bekuan darah akibat terjadinya perlukaan pada pembuluh darah yang mana terdiri dari eritrosit dan leukosit dalam jumlah yang sama seperti peredaran darah. Proses koagulasi dapat diterangkan dalam dua bentuk model, yaitu (1) Model kaskade konvensional koagulasi, dan (2) Model regulasi generasi thrombin. Model koagulasi yang sering digunakan adalah model kaskade konvensional atau yang juga disebut Waterfall cascade. Model kaskade konvensional koagulasi dibagi menjadi dua jalur utama, yaitu jalur intrinsik dan ekstrinsik (Astika, 2012: h.1-13). - Jalur Intrinsik Jalur ini dimulai ketika prekalikrein, High-Molecular Weight Kininogen (HMWK), faktor XI dan faktor XII bersentuhan dengan permukaan sel endothelial, yang disebut dengan fase kontak. Adanya fase kontak ini menyebabkan konversi dari prekalikrein menjadi kalikrein, yang kemudian

6 10 mengaktifkan faktor XII menjadi faktor XIIa. Faktor XIIa memacu proses pembekuan melalui aktivasi faktor XI, IX, X, dan II (protrombin) secara berurutan. Aktivasi faktor X memerlukan bantuan dari kompleks tenase yang terdiri dari ion kalsium, faktor VIIIa, IXa, dan X yang terdapat pada permukaan sel trombosit. Faktor VIIIa pada proses koagulasi bersifat seperti reseptor terhadap faktor IXa dan X. Aktivasi faktor VIII menjadi faktor VIIIa dipicu oleh terbentuknya trombin, akan tetapi makin tinggi kadar trombin justru akan memecah faktor VIIIa menjadi bentuk inaktif (Zhuo, 2002: p.188; Astika, 2012: h.1-13). Gambar Model kaskade konvensional koagulasi. Perdarahan yang terjadi akibat defisiensi kompleks prothrombin (Bleeding caused by acquired prothrombin complex deficiency). Continuing Education XXXV. - Jalur Ekstrinsik Jalur ini dimulai pada tempat terjadinya luka dengan melepaskan tissue factor (TF). TF merupakan suatu lipoprotein yang terdapat pada permukaan sel, adanya kontak dengan plasma akan memulai terjadinya proses koagulasi. TF akan

7 11 berikatan dengan faktor VIIa sehingga mempercepat aktivasi faktor X menjadi faktor Xa, sama seperti pada jalur intrinsik. Aktivasi faktor VII terjadi melalui kerja dari trombin dan faktor Xa. Faktor VIIa dan TF juga mampu mengaktifkan faktor IX, sehingga membentuk hubungan antara jalur esktrinsik dan intrinsic (Robinson, 2005: p.2; Astika, 2012: h.1-13). Selanjutnya, faktor Xa akan mengaktifkan protrombin (faktor II) menjadi trombin (faktor IIa). Trombin akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin monomer dengan bantuan kompleks protrombinase yang terdiri dari fosfolipid sel trombosit, ion kalsium, faktor V, dan faktor Xa. Faktor V merupakan kofaktor dalam pembentukan kompleks protrombinase. Seperti faktor VIII, faktor V teraktivasi menjadi faktor Va akibat dipicu oleh terbentuknya trombin. Selain itu, trombin juga mengubah faktor XIII menjadi faktor XIIIa yang akan membantu pembentukan cross-linked fibrin polimer yang lebih kuat (Robinson, 2005: p.2; Astika, 2012: h.1-13) Proses Fibrinolisis Fibrinolisis adalah proses penghancuran deposit fibrin, sehingga aliran darah akan terbuka kembali. Sistem fibrinolisis mulai bekerja sesaat setelah terbentuknya bekuan fibrin. Sistem fibrinolisis terdiri dari tiga komponen utama, yaitu: (1) plasminogen yang akan diaktivasi menjadi plasmin, (2) aktivator plasminogen, dan (3) inhibitor plasmin. Deposisi fibrin akan merangsang aktivasi plasminogen menjadi plasmin oleh aktivator plasminogen, seperti tissue plasminogen activator (t-pa), urokinase plasminogen activator (u-pa), faktor XIIa, dan kalikrein (Astika, 2012: h.1-13).

8 12 Plasmin yang terbentuk akan memecah fibrinogen dan fibrin menjadi fibrinogen degradation products (FDP). Dengan proses tersebut, fibrin yang tidak diperlukan dapat dilarutkan, sehingga hambatan terhadap aliran darah dapat dicegah. Untuk menghindari terjadinya aktivitas fibrinolisis yang berlebihan, tubuh mempunyai mekanisme kontrol berupa plasminogen activator inhibitor (PAI-1) yang akan menginaktivasi t-pa maupun u-pa, dan alfa-2-antiplasmin yang akan menetralkan aktivitas plasmin yang masuk ke sirkulasi (Astika, 2012: h.1-13) Peranan Estrogen dalam Hemostasis. Estrogen merupakan salah satu hormon yang memiliki pengaruh yang besar di dalam tubuh, salah satunya adalah dalam proses perdarahan. Dari beberapa studi yang telah dilakukan, estrogen dapat meningkatkan aktivitas koagulasi dan fibrinolisis, kedua aktivitas tersebut merupakan aktivitas yang berperan sangat krusial dalam proses penyembuhan luka (Astika, 2012: h.1-13) Tahap Inflamasi Tahap penyembuhan luka pada umumnya diawali oleh adanya proses inflamasi. Pada tahap inflamasi meliputi proses hemostasis dan komplemen, serta ditemukannya beberapa aktivitas sel radang seperti granulositosis dan fagositosis. Inflamasi merupakan suatu reaksi vaskuler yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut, dan sel-sel darah yang bersirkulasi ke dalam jaringanjaringan interstitial pada daerah yang mengalami perlukaan (Astika, 2012: h.1-13).

9 13 Fungsi dari terjadinya inflamasi adalah untuk memobilisasi semua pertahanan dari tubuh dan membawanya ke tempat terjadinya perlukaan. Walaupun tempat terjadinya perlukaan dapat berbeda-beda, namun tujuannya sama, yaitu: a) membawa sel-sel fagosit yang dapat mengeliminasi bakteri, sel-sel mati, dan debris; b) membawa antibodi; c) menetralisasi dan melarutkan zat-zat iritan; d) membatasi penyebaran inflamasi; e) memperbaiki jaringan atau disebut dengan repair (Astika, 2012: h.1-13). Pada awal fase inflamasi, kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet sebagai proses hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan substansi vasokonstriksi yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler vasokonstriksi, selanjutnya terjadi penempelan endotel yang akan menutup pembuluh darah (Astika, 2012: h.1-13). Periode ini hanya berlangsung 5-10 menit, dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi (Peterson, 2003: p.739). Gambar Skema waktu penyembuhan luka

10 14 Eksudasi ini juga mengakibatkan migrasi sel leukosit (terutama netrofil) ke ekstra vaskuler. Fungsi netrofil adalah melakukan fagositosis benda asing dan bakteri di daerah luka selama 3 hari dan kemudian akan digantikan oleh sel makrofag yang berperan lebih besar jika dibanding dengan netrofil pada proses penyembuhan luka. Fungsi makrofag disamping fagositosis adalah sintesa kolagen, pembentukan jaringan granulasi bersama-sama dengan fibroblast, memproduksi growth factor yang berperan pada reepitelialisasi, pembentukan pembuluh kapiler baru atau angiogenesis (Astika, 2012: h.1-13). Dengan berhasilnya dicapai luka yang bersih, tidak terdapat infeksi atau kuman serta terbentuknya makrofag dan fibroblas, keadaan ini dapat dipakai sebagai pedoman/parameter bahwa fase inflamasi ditandai dengan adanya eritema, hangat pada kulit, edema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4 (Astika, 2012: h.1-13) Tahap Proliferasi Sel dan Deposisi Matriks Pada fase ini jaring-jaring fibrin yang berasal dari koagulan darah melekat pada luka dan membentuk ikatan silang yang menjadi tempat bagi fibroblas untuk menghasilkan substansi dasar dan tropokolagen. Substansi dasarnya terdiri dari beberapa mukopolisakarida yang berfungsi menyemen serat kolagen. Fibroblas mengubah sel mesenkim pleuripoten memulai menghasilkan tropokolagen di sekitar area jaringan yang terlibat pada hari ketiga atau keempat dari luka jaringan. Fibroblas juga menghasilkan fibronektin, sebuah substansi protein yang dapat membantu menstabilkan fibrin, dan juga membantu sistem imun mengenali

11 15 antigen, serta berperan sebagai faktor kemotaksis bagi fibroblas, juga untuk membantu makrofag melakukan fagositosis pada fibrin (Peterson, 2004: p.739). Jaringan fibrin juga digunakan pada kapiler baru, dimana tunas dari pembuluh yang telah ada di tepi luka dan melalui jaring-jaring fibrin untuk melalui luka. Saat fibroplasia terjadi, dimana terjadi peningkatan pertumbuhan sel baru, maka fibrinolisis terjadi, yang disebabkan oleh plasmin yang dibawa kapiler baru untuk menghilangkan jaring-jaring fibrin yang sudah tidak diperlukan (Peterson, 2004: p.739). Angiogenesis suatu proses pembentukan pembuluh kapiler baru didalam luka, mempunyai arti penting pada tahap proliferasi proses penyembuhan luka. Jaringan vaskuler yang melakukan invasi kedalam luka merupakan suatu respon untuk memberikan oksigen dan nutrisi yang cukup di daerah luka karena biasanya pada daerah luka terdapat keadaan hipoksik dan turunnya tekanan oksigen. Pada fase ini fibroplasia dan angiogenesis merupakan proses terintegrasi dan dipengaruhi oleh substansi yang dikeluarkan oleh platelet dan makrofag (growth factors). Proses selanjutnya adalah epitelisasi, dimana fibroblas mengeluarkan keratinocyte growth factor (KGF) yang berperan dalam stimulasi mitosis sel epidermal. Keratinisasi akan dimulai dari pinggir luka dan akhirnya membentuk barrier yang menutupi permukaan luka. Dengan sintesa kolagen oleh fibroblas, pembentukan lapisan dermis ini akan disempurnakan kualitasnya dengan mengatur keseimbangan jaringan granulasi dan dermis. Untuk membantu jaringan baru tersebut menutup luka, fibroblas akan merubah strukturnya menjadi myofibroblas yang mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada jaringan. Fungsi kontraksi akan lebih menonjol pada luka dengan defek luas dibandingkan

12 16 dengan defek luka minimal. Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth factor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet (Astika, 2012: h.1-13) Matriks Remodelling Merupakan fase terakhir yang tidak ditentukan sampai kapan selesainya, dikenal juga sebagai fase maturitas luka. Pada fase ini, kolagen yang sebelumnya dideposisi dalam jumlah yang sangat banyak dihancurkan, yang akan diganti dengan serat kolagen baru yang lebih tahan terhadap tekanan tarik, dengan ini kekuatan luka bertambah sedikit, meskipun tidak dapat lebih besar dari 80-85% dari asalnya. Karena serat kolagen yang orientasinya lebih baik, maka lebih sedikit yang diperlukan, dan kelebihan dihilangkan, yang memberikan kesempatan bagi bekas parut untuk menjadi lebih lunak. Karena metabolisme luka yang berkurang maka vaskularisasi berkurang, yang menghilangkan eritema pada sisa luka. Elastin yang ditemukan pada kulit dan ligamen normal tidak ada, sehingga hilangnya fleksibilitas pada luka akan hilang (Astika 2012: h.1-13; Peterson, 2004: pp.78-79) Penyembuhan Luka Pasca-Ekstraksi Gigi Penyembuhan luka pencabutan gigi pada dasarnya tidak berbeda dengan penyembuhan luka pada bagian tubuh lainnya (Astika, 2012: h.1-13). Berikut ini merupakan tahapan penyembuhan pada bekas pencabutan gigi:

13 17 a. Terjadi proses epitelialisasi pada hari ke-4 b. Pergantian bentukan bekuan darah oleh jaringan granulasi pada hari ke-7 c. Pembentukan osteoid pada dasar soket gigi pada hari ke-14 d. Penggantian jaringan granulasi oleh jaringan ikat pada hari ke-20 e. Pengisian 2/3 soket gigi oleh trabekula pada hari ke-38 Menurut Bhaskar (1973), kesembuhan luka cabut gigi termasuk pergantian jaringan baru dan sehat. Adapun secara berurutan prosesnya berlangsung sebagai berikut: a. Segera setelah pencabutan gigi terjadi perdarahan pada soket gigi dan diikuti oleh terbentuknya bekuan darah. Dalam sehari pinggiran bekuan darah nampak terjadi oedema dan infiltrasi neutrofil PMN. b. Pada hari ke-2 sampai ke-4, aktivitas dimulai dari tepi bekuan darah, fibroblas, dan endotel masuk ke tengah dari tepi soket gigi. Proses ini disebut sebagai organisasi dari pada bekuan darah. Kemudian perubahan tersebut diikuti oleh kegiatan sel-sel neutrofil, makrofag, dan osteoklas, untuk memusnahkan selsel yang nekrotik, serpihan tulang, atau fragmen tulang yang tajam. c. Pada hari ke-7, epitel akan tumbuh menutupi permukaan soket gigi, diikuti penurunan jumlah sel radang dan disertai peningkatan jumlah jaringan ikat. d. Pada hari ke 10 sampai ke-15, tepian soket gigi mulai terbentuk osteoid dan immature bone. Pada saat tersebut dimulai pembentukan osteoid dan jaringan tulang primer dari dasar soket menuju ke permukaan koronal luka, dan dari tepian soket menuju ke tengan soket. e. Pada minggu ke-3 hingga ke-6, organisasi trabekula tulang pada soket gigi telah terjadi. Yang kemudian diisi dengan jaringan tulang sekunder. Dan

14 18 diikuti pembentukan jaringan tulang primer pada keseluruhan soket gigi sebagai parameter tercapainya kesembuhan luka bekas pencabutan gigi. (Astika, 2012: h.1-13; Peterson, 2003: pp ) Kriteria tercapainya proses penyembuhan luka pada soket bekas pencabutan diawali dengan pembentukan bekuan darah pada soket tersebut, karena kualitas dan kuantitas bentukan bekuan darah mempengaruhi kelanjutan proses penyembuhan seperti reepitelialisasi, angiogenesis, deposisi matriks, dan remodelling, yang mendukung proses penyembuhan luka pada soket bekas pencabutan gigi. Kualitas dan kuantitas bekuan darah yang terbentuk pada soket bekas pencabutan dipengaruhi baik faktor lokal maupun sistemik (Astika, 2012: h.1-13; Florman, 2004: p.1 ). 2.3 Faktor Resiko a. Umur Peranan umur sangat mempengaruhi dalam kualitas dan kuantitas reaksi Inflamasi dan kesembuhan. Pada usia yang lebih tua, proses penyembuhan akan terjadi lebih lambat apabila dibandingkan pada usia muda. Pada usia tua, kemungkinan terjangkit infeksi lebih mudah, akibat penurunan daya tahan tubuh. Pada usia tua, kecenderungan peningkatan tekanan darah dan peningkatan tekanan perifer juga dapat bermanifestasi terhadap lambatnya penyembuhan luka sehingga dapat menyebabkan dry-socket. b. Kondisi Hormonal Kontrasepsi oral adalah satu-satunya obat yang berhubungan dengan dry-socket. Kontrasepsi oral popular pada tahun 1960-an dan penelitian pada

15 19 tahun 1970-an menunjukkan peningkatan dry-socket yang signifikan pada perempuan. Peningkatan penggunaan kontrasepsi oral berkorelasi positif dengan insiden dry-socket. Estrogen dianggap berpengaruh signifikan pada proses fibrinolitik. Estrogen dipercaya secara tidak langsung mengaktifkan sistem fibrinolitik dengan meningkatkan faktor II, VII, VIII, X dan plasminogen sehingga meningkatkan lisis pada bekuan darah. Kemungkinan perkembangan dry-socket dengan peningkatan dosis estrogen pada kontrasepsi oral. Maka, kondisi hormonal sangat berpengaruh penting terhadap keseimbangan metabolisme di dalam tubuh, khususnya hormon pertumbuhan. Salah satu sumber menyarankan untuk menurunkan resiko dry-socket, siklus hormonal sebaiknya diperhatikan ketika melakukan eksodonsi (Astika, 2012: h.1-13; Kolokythas, 2010: p.2). c. Vaskularisasi Aliran darah lokal yang cukup sangat berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas reaksi inflamasi dan proses penyembuhan luka. Adanya kelainan atau penyakit yang melibatkan pembuluh arteri dapat mengakibatkan penurunan aliran darah, sedangkan kelainan pada pembuluh darah vena dapat mengakibatkan kemunduran drainase yang dapat menghambat proses inflamasi dan penyembuhan jaringan (Kolokythas, 2010: p.2). d. Benda Asing pada Luka Benda-benda asing yang masuk dari luar ke sekitar socket dapat menimbulkan rangsangan terjadinya inflamasi yang berlebihan dan menghambat proses kesembuhan jaringan. Sebagai contoh yang tergolong

16 20 benda asing pada luka bekas pencabutan gigi adalah merokok, karena dengan merokok, selain itu komponen gas asap rokok adalah karbonmonoksida, amoniak, asam hidrosianat, nitrogen oksida dan formaldehid. Nikotin adalah zat yang paling sering dibicarakan dan diteliti orang, menyebabkan dapat meracuni saraf tubuh, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan penyempitan pembuluh darah tepi, dan menyebabkan ketagihan dan ketergantungan pada pemakainya. Pada aktivitas meningkatkan tekanan darah sehingga nikotin dapat meningkatkan inflamasi yang mana pembekuan darah berkurang dan penyempitan pembuluh darah. Hal ini dapat mengakibatkan kurangnya pemenuhan darah pada socket pasca ekstraksi gigi sehingga akan terjadi dry-socket (Aliahyar,2010: h.6; John, 2002: p ). Gambar 2.3 Bahan-bahan berbahaya pada rokok e. Mobilisasi Luka Imobilisasi luka penting sekali peranannya dalam percepatan terjadinya dry-socket. Jika perlukaan yang terjadi pada socket yang cukup luas

17 21 dan didapatkan pergerakan/mobilisasi yang tinggi, akan menyebabkan timbulnya perdarahan sekunder serta dislokasi dari tepi jaringan luka, sehingga menyebabkan dry-socket. (Astika, 2012: h.1-13; John, 2002: p.34) f. Area Perlukaan Area perlukaan mempengaruhi jenis perlukaan yang terjadi. Ini ditunjukkan dry-socket sering terjadi pada ekstraksi molar ketiga. Beberapa peneliti percaya bahwa peningkatan densitas tulang, penurunan vaskularisasi dan berkurangnya kapasitas untuk memproduksi jaringan granulasi juga memungkinkan bagian spesifik. Bagaimanapun ini tidak membuktikan penunjukan hubungan antara dry-socket dan tidak cukup suplai darah. Area yang spesifik mungkin disebabkan persentase besar pada ekstraksi bedah molar pada mandibula dan kemungkinan menimbulkan efek trauma bedah dibandingkan dengan bagian yang lainnya (Astika, 2012: h.1-13; Kolokythas, 2010: p.2). g. Infeksi Bakteri Banyak penelitian yang memaparkan bahwa infeksi bakteri merupakan resiko utama berkembang terjadinya dry-socket. Frekuensi meningkatnya drysocket disebabkan dari Oral Hygiene yang buruk, sebelum infeksi lokal seperti pericoronitis dan penyakit periodontal yang berbahaya lainnya, alat yang tidak steril juga memicu terjadinya infeksi lokal. Spesifik bakteri yang memicu adalah Actinomyces viscosus dan Streptococcus mutans, dimana bakteri tersebut menunjukkan penyembuhan lambat pada bagian ekstraksi setelah inokulasi mikroorganisme masuk ke jaringan (Kolokythas, 2010: p.4).

18 Dry-socket Pengertian Dry-socket Dry-socket pertama kali diperkenalkan oleh Crawford pada tahun 1896, yang sering disebut sebagai alveolalgia, necrotic alveolar socket, alveolitis sicca dolorosa, fibrinolitic alveolitis, alveolar osteitis, local osteomyelitis, post operative osteitis, localized acute alveolar osteomyelitis, painful socket, slouging sockets, necrotic sockets, post extraction osteomyelitis syndrome adalah penundaan kesembuhan tetapi tidak dihubungkan dengan suatu infeksi. Ini komplikasi setelah operasi, menyebabkan tanda seperti demam, pembengkakan, erythema, dan lain-lain. Hampir semua dry-socket terjadi setelah kehilangan pada molar rahang bawah. Pada pemeriksaan soket gigi dihasilkan menjadi soket yang kosong dengan sebagian atau keseluruhan permukaan tulang pada soket dipaparkan. Paparan tulang menjadi sensitif dan sumber nyeri. Nyeri yang berlebihan dari sedang ke berat, biasanya berdenyut, dan seringnya menalar menuju telinga penderita. Area pada soket berbau tidak enak, dan penderita seringnya merasa tidak enak pada indera pengecap. Penyebab dari alveolar osteitis belum jelas, tapi ini muncul dihasilkan dari tingkatan tinggi pada aktivitas fibrinolitik berlebihan yang menghasilkan dari infeksi subklinis, inflamasi pada sumsum tulang (James et al. 2008: p.53; Meechan, 2007: p.2). Infeksi yang sudah ada sebelumnya pada lamina dura soket yang berasal dari infeksi gigi merupakan salah satu penyebab teradinya dry-socket juga. Diduga trauma yang besar berperan karena mengurangi vaskularisasi terutama bila terjadi pada tulang yang mengalami mineralisasi tinggi. Kejadian pada dry-socket setelah ekstraksi gigi pada gigi molar ketiga lebih sering frekuensinya daripada gigi lainnya (Pederson, 2011: p.122 ; Reza, 2007: h.7).

19 23 Beberapa metode mengurangi insidens pada dry-socket mencakup penggunaan obat kumur antiseptic, antifibrinolitic agents, antibiotik, penggumpalan yang berpengaruh agent, dan permukaan intra-alveolar lain dan pengobatan. Ketika kondisi ini tidak dapat diterapi secara lengkap selama etiologi pada ekstraksi yang tidak menentukan dengan pasti, pengolahannya tampak simple dan efektif. Biasanya melibatkan kepastian pada pasien, membersihkan dan irigasi pada pengaruh socket, dan insersi pada paket pengobatan (Nusair,2007: p.1; Florman, 2004: p.1) Beberapa ahli memaparkan insiden dry-socket terbesar pada area molar mandibula (yang mana regional anastesi digunakan). Ada juga Lehner memaparkan insiden lebih tinggi pada kasus dry-socket ketika infiltrasi anastesi digunakan dan infiltrasi anastesi memberikan ischemia temporer pada suplai darah yang buruk di soket. Bagaimanapun juga, studi yang mengindikasikan ischemia akhir hanya untuk satu hingga dua jam dan diikuti oleh reaktif hyperemia yang membuat ischemia tidak penting untuk pembekuan darah. Tidak dispesifikkan gigi yang diinfiltrasi anastesi dan blok regional (keduanya diikuti dengan adrenalin). Pada peningkatan dry-socket dengan menggunakan anestesi dengan vasokonstriktor, belum ada hasil signifikan jumlah local anastesi yang digunakan (kurang dari dua catridge atau lebih dari dua catridge). Bagaimanapun juga, hasilnya harus diartikan dengan waspada dan anggapan tidak menyimpulkan bahwa blok regional anastesi digunakan pada mayoritas local anastesi, jadi hasil yang didapat ischemia tidak dapat dilokalisir dari socket (James, 2008: p. 53)

20 Gejala dan Tanda Klinis Dry-Socket Penderita biasanya merasakan sakit pada hari ketiga hingga keempat paska ekstraksi gigi dengan keluhan sakit yang hebat pada daerah bekas pencabutan dan rasa sakitnya dapat menjalar hingga ke telinga pada sisi yang sama atau bagian lain dari wajah. Kadang-kadang dijumpai lymphadenitis regional, rasa sakit dirasakan berdenyut dan kadangkala rasa sakit tidak hilang dengan obat-obatan analgesic. (Duhsia, 2000: p.1) Selain itu, sisa makanan yang menumpuk di dalam soket dapat menghasilkan rasa dan bau yang tidak enak pada rongga mulut. Secara keseluruhan gejalanya timbul pada hari ke 3 sampai dengan hari ke 5 setelah ekstraksi gigi dan apabila tidak ditangani gejalanya akan berlanjut sampai dengan hari ke 7 atau sampai hari ke 14. Menurut Dhusia tanda klinis yang dapat dilihat seperti Bare Bone dan margin ginggiva. (Duhsia, 2000; p.1) a) Bare bone Pada pemeriksaan Probe Test dengan menggunakan sonde lurus, tanda yang sangat khas sekali adalah rasa sakit sekali apabila sonde menyentuh Bare Bone. Dimana awalnya terdapat gambaran bekuan darah yang berwarna abu abu kehitaman dan ketika bekuan darahnya hilang akhirnya terdapat jaringan granulasi dari Bone Bare yang berwarna kuning keabu-abuan. (Duhsia, 2000; p.1)

21 25 b) Margin gingiva. Biasanya margin ginggiva pada daerah sekitar socket agak bengkak dan berwarna merah tua. (Duhsia, 2000; p.1) Terapi dan pencegahan Perawatan dry-socket diperintahkan oleh tujuan perawatan individu untuk membantu nyeri penderita selama periode penyembuhan. Jika penderita tidak menerima terapi, lanjutan yang lainnya yang dapat membuat nyeri tersebut terus berjalan (terapi tidak cepat menyembuhkan), maka terapi pada dasarnya ditujukan untuk mengurangi rasa sakit melalui penggunaan analgesik dan pemberian antiseptik. Terapi permulaan dengan irigasi dan insersi pada permukaan luka. Pertama, soket gigi diirigasi secara perlahan dengan larutan steril. Soket tidak harus dikuret hingga bare bone karena meningkatkan jumlah pada spesifik tulang dan nyeri. Biasanya seluruh gumpalan darah tidak akan lisis. Dan bagian keseluruhan harus disimpan. Socket perlahan-lahan dihisap pada larutan yang berlebihan, dan jalur kecil di kain kasa direndam iodoform dengan pengobatan diinsersi hingga jaringan granulasi melindungi tulang. Karena ini adalah benda asing yang harus dihilangkan sehingga penderita keluar dari nyeri. Pengobatan mengandung bahan seperti: eugenol, yang mana dapat menghilangkan nyeri dari jaringan tulang, anastesi topikal, seperti Benzocaine, dan bahan yang berguna lain, seperti balsam Peru. Pengobatan kain kasa secara rutin diinsersikan hingga soket, dan pasien biasanya merasakan bantuan mendalam selama 5 menit. Kain tersebut diganti setiap harinya selama 3 hingga 6 hari mendatang, tergantung pada kasus tersebut. Soket perlahan-lahan diirigasi dengan larutan di tiap permukaan berubah.

22 26 Sekali nyeri penderita menurun, kain tidak harus diganti, karena ini melakukan sebagai benda asing dalam tubuh dan memperpanjang penyembuhan (James, 2008: p.53). Berkumur dengan larutan garam hangat setiap hari hingga 2-3 hari agar sisa-sisa makanan hilang dan menutup soket tersebut agar terlindung dari kontaminasi dan rangsangan yang dapat menimbulkan rasa sakit dengan obatobatan yang mengandung Bismuth, Iodoform, pasta Paraffin dan pasta Liqnocain sangat efektif untuk melindungi soket. Antibiotik secara topikal, antibiotic sistemik, antibiotik sistemik atau topikal, pengaruh antimikroba, dan intraoperative sudah digunakan. Hasil yang terbaik didapatkan kombinasi irigasi intraoperative dengan antibiotik hingga ke soket, atau chlorhexidine kumur sebelum dan sesudah prosedur pembedahan. Tetracyclin pilihan antiotik yang terbaik, tetapi Penicillin, Lincomycin, Clindamycin, dan Metronidazole juga menunjukkan hasil yang baik. Antibiotik tidak harus berupa salep, karena penggunaannya sebagai reaksi asing tubuh seperti myospheulosis (Neville, 2002: p.34; Nusair, 2007: p.1). Pembelajaran baru ditunjukkan teknik Matthews (1982) dan Mitchell s (1986) menjadi sangat efektif. Mereka menggunakan dextranomer geranul (debrisan) dan kolagen pasta (formula K) tanpa mengamati suatu reaksi asing pada tubuh seperti pengamatan pada campuran zinc-oxide atau eugenol. Dengan terapi, penyakit berangsur keluar, dan pasien diberi instruksi untuk menjauhkan mastikasi pada dipengaruhi oral hygiene baik ditekankan (Fragiskos, 2007: p.199; Peterson, 2004: p.161). Perawatan lainnya menggunakan Alvogyl, merupakan bahan yang berisi analgesik yang dapat mengurangi rasa sakit pada kasus komplikasi pasca cabut gigi terutama dry-socket. Bahan ini juga mengandung antiseptik yang dapat mempercepat proses penyembuhan jaringan

23 27 pada dry-socket dan membantu dalam regenerasi jaringan. Beradaptasi baik, biokompatible dan tidak menyebabkan iritasi pada jaringan. (Syranen, 2011)

Dry Socket Elsie Stephanie DRY SOCKET. Patogenesis Trauma dan infeksi adalah penyebab utama dari timbulnya dry soket.

Dry Socket Elsie Stephanie DRY SOCKET. Patogenesis Trauma dan infeksi adalah penyebab utama dari timbulnya dry soket. DRY SOCKET Definisi Dry Socket adalah suatu kondisi hilangnya blood clot dari soket gigi. Komplikasi yang paling sering terjadi, dan paling sakit sesudah pencabutan gigi adalah dry socket. Setelah pencabutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terakhir dalam perawatan gigi dan mulut karena berbagai alasan, antara lain untuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terakhir dalam perawatan gigi dan mulut karena berbagai alasan, antara lain untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dan tulang alveolar. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang sering dilakukan oleh dokter gigi (Adeyemo dkk.,

Lebih terperinci

BAB V HEMOSTASIS Definisi Mekanisme hemostasis Sistem koagulasi

BAB V HEMOSTASIS Definisi Mekanisme hemostasis Sistem koagulasi BAB V HEMOSTASIS Definisi Hemostasis adalah mekanisme tubuh untuk menghentikan perdarahan karena trauma dan mencegah perdarahan spontan. Hemostasis juga menjaga darah tetap cair. Mekanisme hemostasis Jika

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu, dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, baik indera penglihatan, pendengaran, penciuman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi rongga mulut. Lapisan ini terdiri dari epitel gepeng berlapis baik yang berkeratin maupun

Lebih terperinci

Mekanisme Pembekuan Darah

Mekanisme Pembekuan Darah Mekanisme Pembekuan Darah Pada pembuluh darah yang rusak, kaskade koagulasi secara cepat diaktifasi untuk menghasilkan trombin dan akhirnya untuk membentuk solid fibrin dari soluble fibrinogen, memperkuat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu dan terjadi setelah seseorang mengalami penginderaan terhadap suatu objek tertentu, baik indera pengelihatan, pendengaran, penciuman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Luka merupakan kerusakan fisik yang ditandai dengan terganggunya kontinuitas struktur jaringan yang normal. 1 Luka sering terjadi dalam rongga mulut, yang

Lebih terperinci

Urutan mekanisme hemostasis dan koagulasi dapat dijelaskan sebagai berikut:

Urutan mekanisme hemostasis dan koagulasi dapat dijelaskan sebagai berikut: MEKANISME HEMOSTASIS Urutan mekanisme hemostasis dan koagulasi dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Segera setelah pembuluh darah terpotong atau pecah, rangsangan dari pembuluh darah yang rusak itu menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pencabutan gigi merupakan salah satu jenis perawatan gigi yang

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pencabutan gigi merupakan salah satu jenis perawatan gigi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pencabutan gigi merupakan salah satu jenis perawatan gigi yang dilaksanakan di Poli Gigi dan Mulut Puskesmas. 1 Pencabutan gigi merupakan suatu tindakan mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang kedokteran gigi. Indikasi pencabutan gigi bervariasi seperti pernyakit periodontal,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode survei yang bertujuan untuk menggambarkan prevalensi dry socket pada rahang atas dan rahang

Lebih terperinci

Dry Socket. 1. Pendahuluan

Dry Socket. 1. Pendahuluan Dry Socket 1. Pendahuluan Pencabutan gigi adalah suatu tindakan yang biasa dilakukan pada bidang bedah mulut dan Dry Socket merupakan salah satu komplikasi yang sering terjadi setelah pencabutan gigi.

Lebih terperinci

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Definisi Menurut Pedlar dan Frame (2001) pencabutan gigi merupakan suatu prosedur bedah yang dapat dilakukan dengan tang, elevator, atau penekanan trans alveolar. 1 Pencabutan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Gigi dan Mulut - Pendidikan (RSGM-P FKG UI) pada periode 6 Oktober 2008-10 November 2008. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN X O-1

BAB III METODOLOGI PENELITIAN X O-1 27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan posttest only control group design. 23 R : X O-1 ( ) O-2 Dalam rancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar wilayah di Indonesia adalah wilayah dengan dataran rendah yaitu berupa sungai dan rawa yang di dalamnya banyak sekali spesies ikan yang berpotensi tinggi

Lebih terperinci

BAB 2 OSTEOMIELITIS KRONIS PADA RAHANG. infeksi yang terjadi dapat disebabkan oleh infeksi odontogenik. Osteomielitis dibagi

BAB 2 OSTEOMIELITIS KRONIS PADA RAHANG. infeksi yang terjadi dapat disebabkan oleh infeksi odontogenik. Osteomielitis dibagi BAB 2 OSTEOMIELITIS KRONIS PADA RAHANG Osteomielitis adalah inflamasi yang terjadi pada tulang dan sumsum tulang, infeksi yang terjadi dapat disebabkan oleh infeksi odontogenik. Osteomielitis dibagi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencabutan gigi didefinisikan sebagai tindakan pembedahan dengan tujuan penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan karena berbagai hal

Lebih terperinci

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama Lengkap Tempat/ Tanggal Lahir Jenis Kelamin Agama Alamat Orangtua Ayah Ibu Riwayat Pendidikan : Ganesh Dorasamy : Kuala Lumpur, Malaysia / 25September1986 : Laki-laki

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pencabutan Gigi Pencabutan gigi merupakan suatu proses pengeluaran gigi dari alveolus, dimana pada gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan lagi. Pencabutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal adalah kondisi patologis yang ditandai adanya kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen periodontal

Lebih terperinci

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA Oleh Kelompok 7 Vera Tri Astuti Hsb (071101030) Nova Winda Srgh (071101031) Hafizhoh Isneini P (071101032) Rini Sri Wanda (071101033) Dian P S (071101034) Kulit merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah terdiri atas 2 komponen utama yaitu plasma darah dan sel-sel darah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah terdiri atas 2 komponen utama yaitu plasma darah dan sel-sel darah. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Darah Darah merupakan komponen esensial makhluk hidup, mulai dari binatang hingga manusia. Dalam keadaan fisiologik, darah selalu berada dalam pembuluh darah sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka jaringan lunak rongga mulut banyak dijumpai pada pasien di klinik gigi. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras. 7 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak rongga mulut dilindungi oleh mukosa yang merupakan lapisan terluar rongga mulut. Mukosa melindungi jaringan dibawahnya dari kerusakan dan masuknya mikroorganisme

Lebih terperinci

Perdarahan Pasca Ekstraksi Gigi, Pencegahan dan Penatalaksanaannya

Perdarahan Pasca Ekstraksi Gigi, Pencegahan dan Penatalaksanaannya Perdarahan Pasca Ekstraksi Gigi, Pencegahan dan Penatalaksanaannya Abstrak Tindakan ekstraksi gigi merupakan suatu tindakan yang sehari-hari kita lakukan sebagai dokter gigi. Walaupun demikian tidak jarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gingiva merupakan bagian dari mukosa rongga mulut yang menutupi tulang alveolar pada kedua rahang dan mengelilingi leher gigi (Reddy, 2008). Perlukaan pada gingiva sering

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilakukan jika menutupi gigi yang akan dicabut (Archer, 1975). Pencabutan gigi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilakukan jika menutupi gigi yang akan dicabut (Archer, 1975). Pencabutan gigi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencabutan gigi adalah tindakan pengambilan gigi pada soketnya tanpa atau dengan pembukaan jaringan lunak dan jaringan keras. Pengurangan tulang dilakukan jika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II. 1. Definisi Menurut Pedlar (2001) Pencabutan gigi merupakan suatu prosedur bedah yang dapat dilakukan dengan tang (forceps), elevator atau pendekatan transalveolar. Ekstraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencabutan gigi adalah salah satu tindakan bedah minor yang dilakukan oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan perlukaan (Wray dkk.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan perawatan dalam bidang kedokteran gigi dapat berisiko menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya sebagian dari jaringan tubuh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh, terhitung sekitar 16% dari berat badan manusia dewasa. Kulit memiliki banyak fungsi penting, termasuk sebagai sistem pertahanan

Lebih terperinci

Sumber: dimodifikasi dari Wagner et al.

Sumber: dimodifikasi dari Wagner et al. Komplikasi Odontektomi Odontektomi tergolong minor surgery, namun tetap mengandung risiko. Komplikasi dapat timbul pada saat dan setelah pembedahan, akibat faktor iatrogenik. Odontektomi dengan tingkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. udara maupun zat buangan yang ada di dalam tubuh. Volume darah pada manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. udara maupun zat buangan yang ada di dalam tubuh. Volume darah pada manusia BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Darah 2.1.1 Pengertian darah Darah merupakan jaringan cair yang merupakan bagian terpenting dari sistem transportasi zat dalam tubuh. Darah berfungsi mengangkut semua nutrisi,

Lebih terperinci

BAB 2 EKSTRAKSI GIGI. Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang

BAB 2 EKSTRAKSI GIGI. Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang BAB 2 EKSTRAKSI GIGI 2.1 Defenisi Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang alveolar. Ekstraksi gigi dapat dilakukan dengan dua teknik yaitu teknik sederhana dan teknik

Lebih terperinci

b) Luka bakar derajat II

b) Luka bakar derajat II 15 seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Kerusakan jaringan yang disebabkan api dan koloid (misalnya bubur panas) lebih berat dibandingkan air panas. Ledakan dapat menimbulkan luka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa tipe dari luka, diantaranya abrasi, laserasi, insisi, puncture,

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa tipe dari luka, diantaranya abrasi, laserasi, insisi, puncture, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Luka merupakan rusaknya permukaan kulit/mukosa yang menghasilkan perdarahan. Luka dapat disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor fisik dan kimia. Terdapat beberapa

Lebih terperinci

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Penyakit pulpa dan periapikal Kondisi normal Sebuah gigi yang normal bersifat (a) asimptomatik dan menunjukkan (b) respon ringan sampai moderat yang bersifat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami penyembuhan luka (Fedi dkk., 2004). Proses penyembuhan luka meliputi beberapa fase yaitu fase inflamasi,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami penyembuhan luka (Fedi dkk., 2004). Proses penyembuhan luka meliputi beberapa fase yaitu fase inflamasi, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka adalah terputusnya kontinuitas sel dan jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma (Fedi dkk., 2004). Luka dapat disebabkan oleh trauma mekanis, suhu dan kimia (Chandrasoma

Lebih terperinci

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang)

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang) Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang) Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan dari

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Preparat jaringan yang telah dibuat, diamati dibawah mikroskop multinokuler dengan perbesaran 4x dan 10x. Semua preparat dapat dibaca berdasarkan tolok ukur skor tingkat peradangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komplikasi yang sering terjadi pasca prosedur dental adalah infeksi yang

BAB I PENDAHULUAN. Komplikasi yang sering terjadi pasca prosedur dental adalah infeksi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prosedur dental yang invasif sering diikuti dengan berbagai macam komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor dan tidak semua dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies merupakan masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di Indonesia. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan RI tahun 2004,

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan pencabutan gigi adalah sebesar 1:6 bahkan di beberapa daerah lebih besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan pencabutan gigi adalah sebesar 1:6 bahkan di beberapa daerah lebih besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angka pencabutan gigi di Indonesia relatif masih tinggi. Rasio penambalan dan pencabutan gigi adalah sebesar 1:6 bahkan di beberapa daerah lebih besar daripada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat

BAB I PENDAHULUAN. semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gingivitis sering ditemukan di masyarakat. Penyakit ini dapat menyerang semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat dengan kebersihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendalaman sulkus gingiva ini bisa terjadi oleh karena pergerakan margin gingiva

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendalaman sulkus gingiva ini bisa terjadi oleh karena pergerakan margin gingiva BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Poket periodontal didefinisikan sebagai pendalaman sulkus gingiva secara patologis, merupakan gejala klinis paling penting dari penyakit periodontal. Pendalaman sulkus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat mikrobiologi. Inflamasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. trauma, penyakit periodontal, impaksi dan kebutuhan perawatan. dipisahkan dari jaringan lunak yang mengelilinginya menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. trauma, penyakit periodontal, impaksi dan kebutuhan perawatan. dipisahkan dari jaringan lunak yang mengelilinginya menggunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ekstraksi gigi dilakukan untuk sejumlah alasan, termasuk karies, trauma, penyakit periodontal, impaksi dan kebutuhan perawatan ortodontik. 1 Ekstraksi dicapai

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan pendekatan transalveolar (pembedahan). Sebelum dilakukan pengangkatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan pendekatan transalveolar (pembedahan). Sebelum dilakukan pengangkatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencabutan Gigi Pencabutan gigi merupakan suatu prosedur pengangkatan gigi beserta akarnya dari dalam soket tulang alveolaris menggunakan tang, elevator ataupun dengan pendekatan

Lebih terperinci

Odontektomi. Evaluasi data radiografi dan klinis dari kondisi pasien

Odontektomi. Evaluasi data radiografi dan klinis dari kondisi pasien Odontektomi Odontektomi menurut Archer adalah pengambilan gigi dengan prosedur bedah dengan pengangkatan mukoperiosterial flap dan membuang tulang yang ada diatas gigi dan juga tulang disekitar akar bukal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan mengelilingi gigi. Gingiva terbagi menjadi gingiva tepi, gingiva cekat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan mengelilingi gigi. Gingiva terbagi menjadi gingiva tepi, gingiva cekat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gingiva merupakan bagian mukosa oral yang menutupi prosesus alveolaris dan mengelilingi gigi. Gingiva terbagi menjadi gingiva tepi, gingiva cekat dan gingiva

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulut secara sengaja maupun tidak sengaja. Ulkus traumatikus pada mukosa

BAB I PENDAHULUAN. mulut secara sengaja maupun tidak sengaja. Ulkus traumatikus pada mukosa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prosedur perawatan gigi terkadang dapat menyebabkan luka pada mukosa mulut secara sengaja maupun tidak sengaja. Ulkus traumatikus pada mukosa mulut adalah luka terbuka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma tajam, tumpul, panas ataupun dingin. Luka merupakan suatu keadaan patologis yang dapat menganggu

Lebih terperinci

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Definisi Ekstraksi Gigi Menurut Pedlar dkk (2001) pencabutan gigi merupakan suatu prosedur bedah yang dapat dilakukan dengan tang, elevator, atau pendekatan transalveolar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti kesehatan, kenyamanan, dan rasa percaya diri. Namun, perawatan

BAB I PENDAHULUAN. seperti kesehatan, kenyamanan, dan rasa percaya diri. Namun, perawatan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodontik dapat meningkatkan mastikasi, bicara dan penampilan, seperti kesehatan, kenyamanan, dan rasa percaya diri. Namun, perawatan ortodontik memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2006). Kanker leher kepala telah tercatat sebanyak 10% dari kanker ganas di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2006). Kanker leher kepala telah tercatat sebanyak 10% dari kanker ganas di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker leher kepala merupakan kanker yang terdapat pada permukaan mukosa bagian dalam hidung dan nasofaring sampai trakhea dan esophagus, juga sering melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Koloni bakteri pada plak gigi merupakan faktor lokal yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Koloni bakteri pada plak gigi merupakan faktor lokal yang mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal merupakan penyakit infeksi kronis rongga mulut dengan prevalensi 10 60% pada orang dewasa. Penyakit periodontal meliputi gingivitis dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyembuhan luka merupakan proses yang dinamis, meliputi empat fase, yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan luka

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) A. Identitas Nama Sekolah : SMA Negeri 1 Cirebon Mata Pelajaran : Biologi Kelas/Program/Semester : XI IPA/1 Standar Kompetensi : 3. Menjelaskan struktur dan fungsi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jintan hitam (Nigella sativa) terhadap jumlah sel Neutrofil pada proses. Tabel 1. Hasil Perhitungan Angka Neutrofil

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jintan hitam (Nigella sativa) terhadap jumlah sel Neutrofil pada proses. Tabel 1. Hasil Perhitungan Angka Neutrofil BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh pemberian gel biji jintan hitam (Nigella sativa) terhadap jumlah sel Neutrofil pada proses penyembuhan luka gingiva.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Proses Penyembuhan Fraktur Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Poket infraboni dan poket suprabonimerupakan dua tipe poket periodontal yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Poket infraboni dan poket suprabonimerupakan dua tipe poket periodontal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Poket periodontal merupakan gejala klinis utama dari penyakit periodontal. Poket infraboni dan poket suprabonimerupakan dua tipe poket periodontal yang dikenal, supraboni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. imunitas gingiva yang salah satu penyebabnya adalah infeksi. Infeksi disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. imunitas gingiva yang salah satu penyebabnya adalah infeksi. Infeksi disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gingivitis adalah peradangan pada gingiva, yang merupakan suatu respon imunitas gingiva yang salah satu penyebabnya adalah infeksi. Infeksi disebabkan oleh mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kimia, kini penggunaan obat-obatan herbal sangat populer dikalangan

BAB I PENDAHULUAN. kimia, kini penggunaan obat-obatan herbal sangat populer dikalangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan di bidang kedokteran juga semakin berkembang. Selain pengembangan obat-obatan kimia, kini penggunaan obat-obatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel yang tak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan lainnya, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. trauma dan tindakan bedah mulut dan maksilofasial. Tindakan bedah mulut dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. trauma dan tindakan bedah mulut dan maksilofasial. Tindakan bedah mulut dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera saraf tepi merupakan salah satu komplikasi yang dapat terjadi pasca trauma dan tindakan bedah mulut dan maksilofasial. Tindakan bedah mulut dan maksilofasial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. normal (Nagori and Solanki, 2011). Berdasarkan sifatnya luka dibagi menjadi 2,

BAB I PENDAHULUAN. normal (Nagori and Solanki, 2011). Berdasarkan sifatnya luka dibagi menjadi 2, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka merupakan kerusakan fisik sebagai akibat dari terbukanya atau hancurnya kulit yang menyebabkan ketidakseimbangan fungsi dan anatomi kulit normal (Nagori and

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. I. PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Luka jaringan lunak rongga mulut banyak dijumpai pada pasien di klinik gigi. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB 2 DAMPAK MEROKOK TERHADAP PERIODONSIUM. penyakit periodontal. Zat dalam asap rokok seperti; nikotin, tar, karbon monoksida

BAB 2 DAMPAK MEROKOK TERHADAP PERIODONSIUM. penyakit periodontal. Zat dalam asap rokok seperti; nikotin, tar, karbon monoksida BAB 2 DAMPAK MEROKOK TERHADAP PERIODONSIUM Kebiasaan merokok sejak lama telah diasosiasikan sebagai penyebab berbagai macam perubahan dalam rongga mulut, seperti kaitannya dengan kanker mulut dan penyakit

Lebih terperinci

HEMOSTASIS SISTEM PEMBEKUAN DARAH

HEMOSTASIS SISTEM PEMBEKUAN DARAH HEMOSTASIS SISTEM PEMBEKUAN DARAH D I S U S U N OLEH : KELOMPOK 1 ABDIANSYAH AGUSTY AYU VIRGITA ALAPTIA SURLA ANIS REFIANA APRETA HUSNUL HOTIMA AYU DWI HARYATI BILLY BETHA NAGARA BRENDA FELLICIA SUNDANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mengenainya. Terdapat tipe - tipe dari luka, diantaranya luka insisi, memar,

BAB I PENDAHULUAN. yang mengenainya. Terdapat tipe - tipe dari luka, diantaranya luka insisi, memar, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tindakan perawatan dalam bidang kedokteran dapat berisiko menimbulkan luka, hal ini yang membuat ketidaknyamanan pasien. Luka dapat terjadi secara sengaja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Nurdiana dkk., 2008). Luka bakar merupakan cedera yang mengakibatkan

I. PENDAHULUAN. (Nurdiana dkk., 2008). Luka bakar merupakan cedera yang mengakibatkan I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Luka bakar merupakan salah satu insiden yang sering terjadi di masyarakat khususnya rumah tangga dan ditemukan terbayak adalah luka bakar derajat II (Nurdiana dkk., 2008).

Lebih terperinci

I.! PENDAHULUAN. A.!Latar Belakang Masalah. Kasus kerusakan tulang pada bidang kedokteran gigi dapat disebabkan oleh

I.! PENDAHULUAN. A.!Latar Belakang Masalah. Kasus kerusakan tulang pada bidang kedokteran gigi dapat disebabkan oleh I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Kasus kerusakan tulang pada bidang kedokteran gigi dapat disebabkan oleh berbagai hal. Nekrosis jaringan pulpa dan penyakit periodontal, misalnya, dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakkan jaringan untuk menghancurkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka merupakan rusak atau hilangnya sebagian dari jaringan tubuh. Penyebab keadaan ini dapat terjadi karena adanya trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN PENCABUTAN GIGI PADA PASIEN HIPERTENSI, DIABETES MELLITUS DAN POST STROKE. Oleh : Rozario N. Ramandey

PENATALAKSANAAN PENCABUTAN GIGI PADA PASIEN HIPERTENSI, DIABETES MELLITUS DAN POST STROKE. Oleh : Rozario N. Ramandey PENATALAKSANAAN PENCABUTAN GIGI PADA PASIEN HIPERTENSI, DIABETES MELLITUS DAN POST STROKE Oleh : Rozario N. Ramandey 200852089 PENCABUTAN GIGI Pencabutan gigi yang ideal pencabutan tanpa rasa sakit satu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Area pengamatan dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Area pengamatan dan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian didapatkan dari perhitungan jumlah fibroblas dengan menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Area pengamatan dan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Intensive Care Unit (ICU). Tingginya biaya perawatan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin meningkat yaitu tidak lagi terbatas pada tumpatan dan pencabutan gigi, namun salah satunya adalah perawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aktivasi koagulasi dan fibrinolitik merupakan bagian dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. Aktivasi koagulasi dan fibrinolitik merupakan bagian dari sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivasi koagulasi dan fibrinolitik merupakan bagian dari sistem hemostasis dalam upaya menjaga homeostasis tubuh terhadap terjadinya perdarahan atau trombosis. 1 Trombosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ortodontik berdasarkan kebutuhan fungsional dan estetik. Penggunaan alat

BAB I PENDAHULUAN. ortodontik berdasarkan kebutuhan fungsional dan estetik. Penggunaan alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan meningkatnya gaya hidup dan perubahan pandangan mengenai konsep estetika, masyarakat dewasa ini memilih perawatan ortodontik berdasarkan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian mengenai hubungan antara jumlah trombosit dengan kejadian pada pasien DBD (DSS) anak ini dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Bantul pada tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas walaupun perkembangan terapi sudah maju. Laporan World Health

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas walaupun perkembangan terapi sudah maju. Laporan World Health 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hingga saat ini luka bakar masih dapat menjadi penyebab mortalitas dan morbiditas walaupun perkembangan terapi sudah maju. Laporan World Health Organization

Lebih terperinci

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu.

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu. Kelompok 2 : INDRIANA ARIYANTI (141810401016) MITA YUNI ADITIYA (161810401011) AYU DIAH ANGGRAINI (161810401014) NURIL NUZULIA (161810401021) FITRI AZHARI (161810401024) ANDINI KURNIA DEWI (161810401063)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengganggu kesehatan organ tubuh lainnya (Kemenkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengganggu kesehatan organ tubuh lainnya (Kemenkes, 2013). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan investasi bagi kesehatan seumur hidup seseorang, mengingat fungsi gigi dan mulut yang sangat berpengaruh dalam fungsi pencernaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Harty,2003). Perlukaan sering terjadi di dalam rongga mulut, khususnya pada gingiva (Newman dkk, 2002). Luka merupakan kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. (Harty,2003). Perlukaan sering terjadi di dalam rongga mulut, khususnya pada gingiva (Newman dkk, 2002). Luka merupakan kerusakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gingiva merupakan jaringan ikat fibrosa, ditutupi epitel yang mengelilingi dan melekat ke gigi dan tulang alveolar dan meluas ke pertautan mukogingiva (Harty,2003).

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang kemudian, secara normal, terjadi setiap bulan selama usia reproduktif.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang kemudian, secara normal, terjadi setiap bulan selama usia reproduktif. 17 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Walaupun perempuan, umumnya, memiliki umur harapan hidup (UHH) lebih tinggi daripada pria, mereka menghadapi masalah kesehatan yang lebih rumit. Secara kodrati, perempuan mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, terlihat adanya ketertarikan pada polypeptide growth factor

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, terlihat adanya ketertarikan pada polypeptide growth factor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, terlihat adanya ketertarikan pada polypeptide growth factor (PGFs) sebagai mediator biologis dalam proses regenerasi periodontal. Bahan-bahan tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan sosialnya (Monica, 2007). Perawatan ortodontik merupakan salah

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan sosialnya (Monica, 2007). Perawatan ortodontik merupakan salah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estetika merupakan salah satu tujuan dalam perawatan ortodontik dimana seseorang dapat memperbaiki estetika wajah yang berharga dalam kehidupan sosialnya (Monica,

Lebih terperinci

Apa itu Darah? Plasma Vs. serum

Apa itu Darah? Plasma Vs. serum Anda pasti sudah sering mendengar istilah plasma dan serum, ketika sedang melakukan tes darah. Kedua cairan mungkin tampak membingungkan, karena mereka sangat mirip dan memiliki penampilan yang sama, yaitu,

Lebih terperinci

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK Dokter gigi saat merawat endodontik membutuhkan pengetahuan tentang anatomi dari gigi yang akan dirawat dan kondisi jaringan gigi setelah perawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Luka merupakan rusaknya integritas kulit, permukaan mukosa atau suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Luka merupakan rusaknya integritas kulit, permukaan mukosa atau suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Luka merupakan rusaknya integritas kulit, permukaan mukosa atau suatu jaringan organ (Harper dkk., 2014). Luka trauma pada jaringan lunak rongga mulut umumnya

Lebih terperinci

1. Mitos: Menyikat gigi beberapa kali sehari merugikan enamel.

1. Mitos: Menyikat gigi beberapa kali sehari merugikan enamel. 1. Mitos: Menyikat gigi beberapa kali sehari merugikan enamel. Fakta: Mungkin saja sebagian mitos ini benar. Biasanya, itu sudah cukup untuk menyikat gigi dua kali sehari, tapi jika Anda memiliki kesempatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Skrining Fitokimia Hasil pengujian skrining fitokimia menunjukan bahwa ekstrak yang dioleskan pada hewan coba mengandung tannin, saponin, dan flavonoid (Tabel 1). Pada

Lebih terperinci

Awal Kanker Rongga Mulut; Jangan Sepelekan Sariawan

Awal Kanker Rongga Mulut; Jangan Sepelekan Sariawan Sariawan Neng...! Kata-kata itu sering kita dengar pada aneka iklan suplemen obat panas yang berseliweran di televisi. Sariawan, gangguan penyakit pada rongga mulut, ini kadang ditanggapi sepele oleh penderitanya.

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci