BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu, dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, baik indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain kognitif yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan dapat diperoleh secara alami maupun terencana yaitu melalui proses pendidikan. 12,13 Pengetahuan merupakan ranah kognitif yang mempunyai tingkatan, yaitu : Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau terhadap suatu rangsangan tertentu. Oleh karena itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa seseorang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. 2. Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 3. Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi di sini diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. 4. Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih berkaitan satu dengan lainnya. Kemampuan analisis ditandai dengan penggunaan kata kerja diantaranya dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. 5. Sintesis yaitu kemampuan menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Sintesis juga dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang sudah ada, misalnya dapat menyusun,

2 merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori yang telah ada. 6. Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada, misalnya dapat membandingkan, menanggapi, menafsirkan, dan sebagainya. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan memalui wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur, dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas. 12,13, Pencabutan Gigi Pencabutan gigi merupakan suatu prosedur bedah yang dapat dilakukan dengan tang pencabutan, atau secara transalveolar. Pencabutan ataupun dengan secara pembedahan melibatkan jaringan keras dan jaringan lunak dari rongga mulut, akses yang dibatasi oleh bibir dan pipi, serta hubungan gerakan lidah dan rahang. Definisi pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan tanpa rasa sakit dengan gigi utuh dan trauma minimal terhadap jaringan pendukung gigi, sehingga bekas pencabutan dapat sembuh dengan sempurna dan tidak terdapat masalah prostetik di masa mendatang. 1,5 Pada tindakan pencabutan gigi perlu dilaksanakan prinsip-prinsip keadaan steril dan prinsip-prinsip pembedahan. Untuk pencabutan lebih dari satu gigi secara bersamaan tergantung pada keadaan umum penderita serta keadaan infeksi yang ada ataupun yang mungkin akan terjadi. 8 Pencabutan gigi dengan pembedahan harus dilakukan apabila pencabutan dengan biasa tidak mungkin dilakukan, atau apabila gigi tersebut impaksi (terpendam). Prinsip-prinsip pembedahan biasanya relatif sama, diawali dengan pembuatan flep, di teruskan pengambilan tulang kemudian pengambilan gigi. Gigi dapat diambil secara utuh atau separasi. Pada akhir prosedur ini jaringan lunak dikembalikan ke tempatnya dan dilakukan jahitan. 1,10,11 Pembedahan sebaiknya dilakukan dengan hati-hati agar terhindar dari efek samping/komplikasi yang tidak diinginkan seperti perdarahan, edema, trismus, dry socket dan masih banyak lagi. Dokter gigi harus mengusahakan agar setiap pencabutan gigi yang ia lakukan merupakan suatu tindakan yang ideal, dan untuk mencapai tujuan itu dokter gigi

3 harus menyesuaikan tekniknya agar dapat menghadapi kesulitan-kesulitan dan komplikasi yang mungkin timbul akibat pencabutan dari tiap gigi. 1-3, Indikasi dan Kontraindikasi Pencabutan Gigi Indikasi Ada beberapa indikasi dilakukannya tindakan pencabutan gigi. Indikasi dilakukan pencabutan gigi adalah pada gigi supernumerary, gigi impaksi, gigi yang diduga sebagai fokal infeksi, gigi yang mengalami nekrosis, infeksi periapikal yang tidak dapat dilakukan terapi endodontik, gigi yang terlibat kista dan tumor, dan gigi sulung yang persistensi. 5,18 Selain itu tindakan pencabutan gigi juga dapat dilakukan pada gigi yang sehat dengan tujuan memperbaiki maloklusi untuk kepentingan perawatan orthodontik dan prostodonsia. 5 Sedangkan menurut Starhak (1980) dan Kruger (1974), indikasi dilakukan pencabutan gigi adalah sebagai berikut : 5,18 1. Gigi dengan patologis pulpa, baik akut ataupun kronik, yang tidak mungkin dilakukan terapi endodontik harus dicabut. 2. Gigi dengan karies yang besar, baik dengan atau tanpa penyakit pulpa atau periodontal. 3. Penyakit periodontal yang terlalu parah untuk dilakukan perawatan merupakan indikasi. Pertimbangan ini juga meliputi keinginan pasien untuk kooperatif dalam rencana perawatan total dan untuk meningkatkan oral hygiene sehingga menghasilkan perawatan yang bermanfaat. 4. Gigi malposisi. 5. Gigi yang mengalami trauma harus dicabut untuk mencegah kehilangan tulang yang lebih besar lagi. 6. Beberapa gigi yang terdapat pada garis fraktur rahang harus dicabut untuk mengurangi kemungkinan infeksi, penyembuhan yang tertunda atau tidak menyatunya rahang. 7. Keperluan ortodontik (misalnya gigi premolar) dan keperluan prostetik Kontraindikasi Ada beberapa kontraindikasi untuk dapat dilakukannya tindakan pencabutan gigi: 18

4 1. Faktor lokal Perikoronitis akut pada molar 3 dengan fasial selulitis, gingivitis, stomatitis, sinusitis akut maksila pada molar dan premolar atas. 2. Faktor sistemik a. Diabetes melitus tidak terkontrol. b. Kelainan darah ( hemofili, leukemia, anemia). c. Kehamilan pada trimester ke-1 dan trimester ke-3. d. Kelainan kardiovaskular ( hipertensi). e. Pasien dengan kelainan hati (hepatitis). 2.3 Perawatan Pasca Pencabutan Berdasarkan prosedur setelah dilakukan pencabutan gigi, ada beberapa hal yang harus di instruksikan kepada pasien, sebagai berikut : 1,5 1. Pasien dianjurkan beristirahat setelah pencabutan gigi. 2. Untuk mengontrol perdarahan, gigit tampon, kasa atau kapas 30 menit 1 jam setelah pencabutan. 3. Untuk menghilangkan rasa sakit resepkan analgesik. 4. Resepkan antibiotik bila di butuhkan. 5. Anjurkan makan makanan yang lunak, tidak panas, dan tidak pedas. 6. Jangan sering meludah di jam-jam pertama pasca pencabutan. 7. Jangan menghisap daerah bekas pencabutan. 8. Jangan sikat gigi di sekitar bekas pencabutan. 9. Jika terjadi pembengkakan, lakukan kompres dingin. 10. Jika dilakukan penjahitan instruksikan pasien untuk kembali lagi setelah satu minggu untuk membuka jahitan. 2.4 Proses Penyembuhan Soket Proses perbaikan jaringan setelah terjadi luka secara fisiologi terdiri dari tiga fase yaitu: 1. Fase inflamasi/fase reaktif Fase ini berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira hari ke-lima, dan terdiri atas fase vaskuler dan seluler. Pada fase vaskuler, pembuluh darah yang ruptur pada luka akan

5 menyebabkan perdarahan dan tubuh akan mencoba menghentikannya melalui vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh darah yang putus, dan reaksi homeostasis. Pada fase ini terjadi aktivitas seluler yaitu dengan pergerakan leukosit menembus dinding pembuluh darah (diapedesis) menuju luka karena daya kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri dan debris pada luka. Beberapa jam setelah luka, terjadi invasi sel inflamasi pada jaringan luka. Sel polimorfonuklear (PMN) bermigrasi menuju daerah luka dan setelah jam terjadi transisi sel PMN menjadi sel mononuklear atau makrofag yang merupakan sel paling dominan pada fase ini selama lima hari dengan jumlah paling tinggi pada hari ke-dua sampai hari ke-tiga. Pada fase ini, luka hanya dibentuk oleh jalinan fibrin yang sangat lemah. Setelah proses inflamasi selesai, maka akan dimulai fase proliferasi pada proses penyembuhan luka. 1,23 2. Fase proliferasi Fase ini disebut juga fase fibroplasia, karena yang menonjol adalah proses proliferasi fibroblas. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ketiga yang ditandai dengan deposisi matriks ekstraselular, angiogenesis, dan epitelisasi. Fibroblas memproduksi matriks ekstraselular, kolagen primer, dan fibronektin untuk migrasi dan proliferasi sel. Fibroblas berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asam amino-glisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar serat kolagen yang akan mempertautkan tepi luka. Proses angiogenesis juga terjadi pada fase ini yang ditandai dengan terbentuknya formasi pembuluh darah baru dan dimulainya pertumbuhan saraf pada ujung luka. Pada saat ini, keratinosit berproliferasi dan bermigrasi dari tepi luka untuk melakukan epitelisasi menutup permukaan luka, menyediakan barier pertahanan alami terhadap kontaminan dan infeksi dari luar. Epitel tepi luka yang terdiri atas sel basal, terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis. Proses ini baru terhenti ketika sel epitel saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka. Dengan tertutupnya permukaan luka dan dengan pembentukan jaringan granulasi, maka proses fibroplasia akan berhenti dan dimulailah proses pematangan dalam fase remodeling. 1,23 3. Fase remodeling/fase pematangan Fase ini merupakan fase terakhir dari proses penyembuhan luka pada jaringan lunak dan kadang-kadang disebut fase pematangan luka. Pada fase ini terjadi perubahan bentuk, kepadatan, dan kekuatan luka. Selama proses ini, dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis, lemas, dan mudah digerakkan dari dasarnya. Terlihat pengerutan maksimal dari luka, terjadi

6 peningkatan kekuatan luka, dan berkurangnya jumlah makrofag dan fibroblas yang berakibat terhadap penurunan jumlah kolagen. Secara mikroskopis terjadi perubahan dalam susunan serat kolagen menjadi lebih terorganisasi. Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan dan dinyatakan berakhir apabila semua tanda radang sudah hilang. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang abnormal karena adanya proses penyembuhan. 1,23 Penyembuhan pada soket pencabutan hampir sama dengan penyembuhan secara umum, hanya saja ada sedikit karakteristik khusus karena melibatkan tulang dan jaringan lunak. Tahap penyembuhan dari soket setelah pencabutan adalah : 17,19 1. Sesaat setelah dilakukan pencabutan akan terjadi pembentukan bekuan darah pada soket alveolar. Selama jam setelah pencabutan terjadi dilatasi pembuluh darah, migrasi leukemik, dan pembentukan lapisan fibrin. 2. Minggu pertama setelah pencabutan bekuan darah akan membentuk tahanan sementara, dimana pada saat yang sama sel-sel inflamasi melakukan migrasi. Epitel dipinggir luka mulai tumbuh, osteoklas menumpuk pada puncak tulang alveolar yang akan menyebabkan resopsi tulang serta terjadi angiogenesis pada sisa ligamen periodontal. 3. Pada minggu kedua setelah pencabutan, pembuluh darah yang baru mulai masuk kedalam bekuan darah, trabekula osteoid meluas dari alveolar ke bekuan darah, serta resorbsi margin kortikal soket alveolar terlihat lebih jelas. 4. Minggu ketiga setelah pencabutan, soket telah terisi jaringan granulasi, epitel permukaan telah terbentuk sempurna, dan remodeling tulang terus berlanjut sampai beberapa minggu berikutnya. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan penyembuhan tulang secara total akan selesai 4-6 bulan setelah pencabutan. Dan apabila pada proses penyembuhan tersebut, tidak terbentuknya bekuan darah akan menyebabkan terjadinya dry socket dan memperlambat penyembuhan soket.

7 Gambar 1. Penyembuhan soket pasca pencabutan Komplikasi Pasca Pencabutan Komplikasi pasca pencabutan adalah suatu respon pasien tertentu yang dianggap sebagai kelanjutan abnormal dari pembedahan, yaitu perdarahan, rasa sakit, edema dan dry socket. Tetapi apabila berlebihan maka perlu ditinjau apakah termasuk morbiditas yang biasa terjadi atau termasuk komplikasi. 1-8,17,21 Komplikasi-komplikasi lain yang mungkin terjadi yaitu kegagalan dalam anastesi dan mencabut gigi baik dengan tang atau dengan bein, fraktur dari gigi maupun mahkota yang dicabut, fraktur tulang alveolar, fraktur tuberositas maksila, fraktur gigi tetangga, fraktur mandibula, perforasi sinus maksilaris, dan laserasi. 1,21 Perdarahan merupakan komplikasi yang paling sering terjadi setelah pencabutan gigi. Perdarahan ringan dari alveolar adalah normal apabila terjadi pada jam pertama setelah pencabutan atau pembedahan gigi. 1,7,17,21 Rasa sakit pada seseorang selalu merasa berbeda, dimana rasa sakit tersebut memiliki ambang atau tingkatan yang berbeda tiap manusia. Pengontrolan rasa sakit sangat tergantung pada dosis dan cara pemberian obat terhadap pasien. Rasa sakit pada awal pencabutan gigi, terutama sesudah pembedahan untuk gigi erupsi maupun impaksi sangat mengganggu. 1,21 Edema merupakan kelanjutan normal dari setiap pencabutan dan pembedahan gigi, serta merupakan reaksi normal dari jaringan terhadap cedera. Edema adalah reaksi individual, yaitu trauma yang besarnya sama, tidak selalu mengakibatkan derajat pembengkakan yang sama baik pada pasien yang sama atau pasien yang berbeda. Usaha-usaha untuk mengontrol edema mencakup termal (dingin), fisik (penekanan), dan obat-obatan. 1,21

8 2.6 Dry Socket Dry socket merupakan komplikasi umum setelah pencabutan gigi, terbukanya dinding soket disebabkan adanya gangguan pembentukan bekuan darah normal yang terjadi pada tahap proliferasi dari jaringan granulasi dan pembentukan jaringan osteoid sehingga menyebabkan terjadinya infeksi. Peradangan akut tulang lapisan soket disebabkan oleh invasi mikroba pada soket, penghalang pelindung alami terhadap invasi adalah bekuan darah yang mengisi soket segera setelah ekstraksi. 1-9,15-20,23 Dry socket ini juga dikenal dengan nama lain alveolar osteitis, localized alveolitis, alveolitis sicca dolorosa, localized osteitis, postoperative osteitis, localized acute osteomyelitis dan fibrinolytic alveolitis. 2,6,16,24 Gambar 2. Gambaran klinis dry socket Etiologi Etiologi dry socket merupakan multifaktorial dan masih belum jelas diketahui, tetapi terdapat beberapa faktor predisposisi. Etiologi yang diketahui adalah terjadinya peningkatan aktivitas fibrinolisis sehingga melarutkan bekuan darah yang sudah terbentuk. Faktor-faktor penyebab peningkatan aktifitas fibrinolisis ini antara lain anastesi yang mengandung vasokonstriktor yang berlebihan menyebabkan suplai darah terhalang ke tulang dan daerah pencabutan sehingga bekuan darah sulit terbentuk, obat-obatan sistemik, aktivator cairan tubuh, aktivator jaringan dan bakteri yang menghasilkan rasa nyeri, bau mulut, dan rasa tidak enak. Fibrinolisis terbagi dua yaitu tanpa bakteri dan keterlibatan bakteri,yaitu: 1,4,11,22,23 a. Fibrinolisis tanpa keterlibatan bakteri

9 Kerusakan bekuan darah disebabkan oleh mediator yang keluar selama inflamasi, mediator ini secara langsung atau tidak langung mengaktifkan plasminogen kedalam darah. Ketika mediator dikeluarkan oleh sel tulang alveolar yang mengalami trauma, plasminogen berubah menjadi plasmin dan menyebabkan kerusakan pada bekuan darah dengan memisahkan benang-benang fibrin. Perubahan ini terjadi pada proaktivator selular atau plasma dan aktivator lainnya. 11,22 b. Fibrinolisis dengan keterlibatan bakteri Sebuah penelitian mengemukakan bahwa anaerob penyebab dari terjadinya dry socket yang dilihat dari aktifitas fibrinolitik dari Treponema denticola yang menyebabkan penyakit periodontal. Actinomyces viscosus and Streptococcus mutans dapat memperlambat penyembuhan pasca pencabutan gigi. Beberapa spesies bakteri mensekresikan pirogen yang menjadi aktivator tidak langsung dari fibrinolisis in vivo. Ketika diinjeksi pirogen intravena didapatkan hasilnya bahwa hal tersebut meningkatkan aktivitas fibrinolitik. 11,22, Gambaran Klinis Gambaran klinis yang sering terjadi pada dry socket adalah : 10,11,21,24 1. Dry socket biasanya muncul pada hari ke 2-4 setelah pencabutan gigi, nyeri hebat yang menyebar sampai ke telinga 2. Hilangnya bekuan darah pada soket bekas pencabutan dan biasanya dipenuhi oleh debris 3. Pada soket bekas pencabutan, tulang alveolar sekitar diselimuti oleh lapisan jaringan nekrotik berwarna kuning keabu-abuan 4. Inflamasi margin gingiva disekitar soket bekas pencabutan 5. Mukosa sekitar biasanya berubah warna menjadi kemerahan dibanding jaringan sekitarnya 6. Demam ringan 7. Halitosis Patofisiologi Dry Socket terjadi karena meningkatnya aktifitas dari fibrinolitik yang menjadi faktor etiologi dry socket. Hasil pengamatan Birn pada jurnal Review Artice Alveolar Osteitis : a Comprehensive Review of Concepts and Controversies, terjadinya peningkatan aktivitas fibrinolitik pada alveolus dengan dry socket dibandingkan dengan alveolus normal. Birn juga menyatakankan bahwa lisis total atau partial dan hancurnya bekuan darah disebabkan oleh

10 pelepasan mediator selama inflamasi oleh aktivitas plasminogen direct (fisiologik) dan indirect (nonfisiologik) kedalam darah. Plasminogen akan berubah menjadi plasmin yang menyebabkan pecahnya bekuan darah oleh disentegrasi fibrin. 17,30 Rasa sakit yang khas pada dry socket berhubungan dengan pembentukan senyawa kinin di dalam alveolus. Kinin mengaktifkan terminal nervus primer afferen yang peka terhadap mediator inflamasi dan substansi allogenik lainnyayang pada konsentrasi 1ng/ml dapat menyebabkan rasa sakit yang hebat. Plasminogen menyebabkan perubahan kallikrein menjadi kinin di dalam sumsum tulang alveolar. Sehingga, adanya plasmin menjelaskan kemungkinan terjadinya dry socket dengan berbagai aspek (seperti neuralgia dan disintegrasi bekuan darah). 17,30 Pada penelitian Nitzan dalam jurnal Modern Concepts in Understanding and Management of the Dry Socket Syndrome : Comprehensive Review of the Literature menyatakan bahwa Treponema denticola diketahui berkembang biak dan menghancurkan bekuan darah tanpa menghasilkan gejala klinis yang khas pada infeksi, seperti kemerahan, bengkak atau terbentuknya pus dan sebelumnya telah diisolasi dari dry socket. Treponema denticola merupakan bakteri anaerob yang berimplikasi pada penyakit periodontal dan dapat menghasilkan bau busuk yang khas dari dry socket dan Treponema denticola ini juga menunjukkan aktivitas fibrinolitik seperti plasmin sedangkan bakteri rongga mulut lainnya pada umumnya hanya memiliki aktivitas yang minim. 4,17,24 Gambar 3. Patofisiologi dry socket 17

11 2.6.4 Insidensi Penelitian yang dilakukan oleh Khatab U et al ( ), bahwa dry socket dapat terjadi sebanyak 0,5%-5% pada kasus pencabutan gigi dan sebanyak 1%-37,5% pada kasus pembedahan molar 3 atau odontektomi, dimana berdasarkan jenis kelamin laki -laki lebih banyak dibandingkan perempuan dengan persentase pada laki-laki 53% dan perempuan 47,6%, sedangkan untuk berdasarkan rahang, bahwa dry socket lebih tinggi pada rahang bawah sebanyak 73,3% dan rahang atas sebanyak 26,7%, dan berdasarkan umur pasien persentase lebih tinggi pada umur yaitu sebanyak 36,6%. 9 Penelitian yang dilakukan oleh Kasumaningrum A pada tahun 2008 di RSGM-P FKG UI, bahwa sebanyak 828 kasus pencabutan gigi terdapat 0,6% kasus dry socket Faktor Resiko 1. Trauma pada saat pencabutan Peningkatan terjadinya dry socket dapat di sebabkan oleh pencabutan gigi yang sulit dan trauma pada saat pencabutan. Dry socket lebih sering terjadi pada pencabutan gigi molar terutama pada molar ketiga mandibula. Trauma bedah yang cukup besar menyebabkan tulang alveolar melepaskan aktivator-aktivator jaringan dan merubah plasminogen menjadi plasmin yang menghancurkan bekuan fibrin sehingga menghasilkan soket yang kering dan rasa nyeri. 4,11,17 2. Usia Sebagian besar literatur mengatakan bahwa dry socket jarang terjadi di masa kecil dan insiden yang meningkat pada usia yang berkelanjutan. Penelitian Khitab U (2012) mengemukakan bahwa 2,2% pada kelompok usia tahun, 22,2% pada kelompok usia tahun, 36,6% pada usia kelompok tahun, 16,7% pada kelompok usia 41-50%, 13,4% pada kelompok usia tahun, dan 8,9% pada kelompok usia lanjut. Banyaknya terjadi pada usia tahun tersebut dikarenakan pembentukan tulang alveolar sudah sempurna dan banyak terjadi penyakit periodontal sehingga adanya trauma pencabutan yang kemungkinan menimbulkan terjadinya dry socket Jenis kelamin dan penggunaan kontrasepsi Perbedaan jenis kelamin menunjukkan perbedaan angka prevalensi terjadinya dry socket yang menggambarkan pada wanita lebih besar dibandingkan pada pria. Penggunaan tablet kontrasepsi menunjukkan peningkatan terhadap terjadinya dry socket. Hal ini disebabkan

12 karena di dalam tablet kontrasepsi terdapat estrogen yang memiliki peranan terhadap terjadinya dry socket sehingga mengakibatkan tingginya level plasminogen dalam darah dan menstimulasi aktivitas fibrinolisis. Aktivitas fibrinolisis meningkat maksimum pada pertengahan siklus tablet kontrasepsi dan menurun mendekati normal pada masa tidak aktif sebab siklus penggunaan tablet kontrasepsi dijadwalkan selama 21 hari dengan diikuti masa aktif selama 7 hari. Pada hari 2-3 setelah penggunaan tablet kontrasepsi dihentikan maka siklusnya akan terjadi penurunan. Oleh karena itu, resiko terjadinya dry socket pasien yang mengkonsumsi tablet kontrasepsi dapat diperkecil jika melaksanakan pencabutan gigi pada minggu terakhir dari siklus yaitu pada hari ,21,25 4. Kebiasaan merokok Menurut penelitian bahwa merokok mempunyai hubungan yang signifikan dengan terjadinya dry socket. Hal ini dikarenakan masuknya benda asing yang mengkontaminasi daerah pencabutan sehingga melarutkan bekuan darah dari alveolus dan menghambat penyembuhan sebab bahan-bahan yang terkandung dalam rokok dapat menimbulkan masalah terhadap mekanisme pembekuan darah yang terjadi. Bahan dasar rokok adalah tembakau, yang mengandung tar, nikotin, dan karbon monoksida (CO). Pasca pencabutan gigi, pasien yang merokok menunjukkan keterlambatan dalam penyembuhan luka. Pada nikotin kemungkinan akan mengganggu suplai oksigen yang menyebabkan berkurangnya aliran darah pada jaringan melalui efek vasokonstriksi. Nikotin juga dapat meningkatkan viskositas darah yang disebabkan oleh aktivitas fibrinolitik yang menurun dan augmentasi daya lekat platelet. Selain nikotin, karbon monoksida dalam rokok dapat menyebabkan putusnya aliran oksigen ke jaringan, sehingga menyebabkan turunnya jumlah hemoglobin oksigenasi dalam aliran darah. Serta pada hidrogen sianida juga telah diketahui merupakan komponen dalam rokok yang dapat merusak metabolisme oksigen seluler dan menyebabkan oksigen yang membahayakan bagi jaringan. 4,17,26,30 5. Gigi yang dicabut Pembedahan molar tiga mandibular relatif sulit dilakukan dan memakan waktu yang lama, sehingga kemungkinan memicu terjadinya dry socket. Hal ini disebabkan tulang mandibula yang padat dan vaskularisasi nya lebih sedikit dari pada maksila sehingga pencabutan gigi geligi mandibula biasanya lebih sulit dibandingkan gigi geligi maksila dan gaya berat menyebabkan soket pada mandibula lebih cenderung untuk terkontaminasi terhadap sisa-sisa makanan. 21,25 6. Penggunaan anastesi lokal

13 Penggunaan anastesi lokal lebih meningkat resiko terjadinya dry socket dibandingkan dengan anastesi umum, jenis bahan anastesi lokal juga berpengaruh. Dengan menggunakan xylocaine yang mengandung vasokonstriktor (bahan adrenalin) dapat menyebabkan kemungkinan terjadinya terjadinya dry socket lebih besar dibanding dengan citanest Oral higien yang buruk Peranan mikroorganisme pada pasien dengan oral hygiene yang buruk dan adanya inflamasi secara signifikan dapat meningkatkan insidens terjadinya dry socket. Sebuah teori mengemukakan bahwa adanya mikroorganisme dalam flora normal mulut dapat menyebabkan luka pencabutan gigi terinfeksi. 4,11,17, Pencegahan Ada beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya dry socket adalah : a. Pencabutan gigi pada waktu yang tepat Melakukan pencabutan gigi pada saat adanya inflamasi sangat tidak dianjurkan karena akan menimbulkan komplikasi pasca pencabutan, seperti terjadinya dry socket. Hal ini terjadi karena pada dinding alveolus terdapat jaringan yang meradang sehingga menghalangi suplai darah ke tulang dan daerah pencabutan. Untuk itu ada baiknya menunda pencabutan gigi terlebih dahulu sampai inflamasi sembuh dan memberikan obat-obatan. 2,3,15 b. Teknik pencabutan yang tepat Sebuah teori menyatakan bahwa trauma yang besar terhadap tulang dapat merusak tulang alveolar sehingga resistensi terhadap infeksi menurun dan enzim bakteri menghancurkan bekuan darah. Pada kasus yang sukar pencabutan gigi dengan pembukaan flep dapat meminimalkan trauma sehingga penyembuhan primer akan lebih cepat terjadi. 3,15,20,25 c. Sterilisasi alat yang baik Mensterilkan alat-alat sebelum melakukan pencabutan sangat penting, seperti skapel, elevator, tang, dan jarum jahit dapat berpotensi terhadap terjadinya infeksi. Sebab alat-alat ini berkontak langsung dengan jaringan lunak, tulang, darah, dan saliva. Jika pada saat melakukan tindakan alat tersebut dalam keadaan tidak steril kemungkinan akan terjadi kontaminasi oleh mikroorganisme yang terdapat pada alat dengan darah dan saliva pada daerah pencabutan gigi. Oleh karena itu, sebaiknya alat-alat dalam keadaan steril sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme sehingga memperkecil terjadinya dry socket setelah pencabutan gigi. 2,3,15,20,25 d. Anastesi yang cukup pada pasien

14 Dengan menggunakan anastesi yang mengandung vasokonstriktor dapat mengurangi perdarahan pada saat pencabutan atau pembedahan, menghasilkan daerah kerja yang darahnya sedikit dan anastesi yang lama. Akan tetapi apabila jumlah anastesi dengan vasokonstriktor terlalu banyak sehingga dapat mengurangi suplai darah ke tulang daerah pencabutan sehingga menghilangkan bekuan darah yang mengakibatkan kuman-kuman masuk ke dalam alveolus. Oleh karena itu, sebaiknya jumlah anastesi dengan vasokonstriktor diberikan dengan dosis yang cukup, agar alveolus tidak kering dan tidak menimbulkan rasa nyeri yang hebat pasca pencabutan. 15,19,20 e. Penggunaan antibiotik Penggunaan antibiotik dapat mencegah luka pencabutan gigi terinfeksi dan terkontaminasi baik yang ada di rongga mulut maupun dari alat-alat yang digunakan. Dengan menggunakan antibiotik efektif untuk mencegah dry socket. Biasanya dengan menggunakan bubuk, suspensi, atau dengan diletakan di kasa. 3,15,20 f. Penggunaan klorheksidin Penggunaan klorheksidin baik dengan obat kumur atau irigasi efektif mengurangi soket yang kering. Dengan menggunakan klorheksidin 0,2% dapat mencegah gangguan bakteri dari membran sel serta efektif melawan berbagai bakteri gram (-) dan gram (+) yang dapat mengakibatkan terjadinya dry socket. 3,4,11,30 g. Penggunaan saline isotonik (NaCl 0,9%) Dengan menggunakan saline isotonik (NaCl 0,9%) pada pencabutan gigi dapat membebaskan rongga mulut secara menyeluruh dari bakteri yang merupakan faktor terjadinya dry socket. Larutan saline isotonik ini tidak menghambat penyembuhan, dan tidak menyebabkan alergi pada soket pencabutan. 3,19,28 Penatalaksaan Perawatan dry socket karena adanya lisis pada fibrin, yaitu 26,27,29 : a. Fibrinolisis keterlibatan bakteri 1. Pertama soket diirigasi dengan larutan saline dengan tujuan untuk membersihkan sisa jaringan nekrotik pada soket bekas pencabutan gigi. Soket tidak boleh di kuretase sampai ke tulang bagian dalam, karena dapat mengenai tulang yang terbuka dan meningkatkan rasa sakit pada pasien. Soket yang diirigasi dengan larutan saline sebaiknya disedot dengan hati-hati agar bagian yang utuh dapat dipertahankan. 2. Buatlah pendarahan pada soket untuk merangsang terjadinya bekuan darah.

15 3. Letakkan alvogyl pada soket bekas pencabutan gigi. Kandungan alvogyl yaitu iodoform dapat memberikan efek antimikroba, eugenol atau benzokain dapat memberikan efek analgesik saat dimasukkan ke dalam soket dan butamben dapat memberikan anastesi moderate yang efektif. Penggunaan obat lain yaitu meletakkan kasa yang telah diberi iodoform dimasukkan ke dalam soket bekas pencabutan gigi. Kandungan pada obat tersebut eugenol atau benzokain yang dapat menurunkan rasa sakit pada pasien. 4. Kasa diganti setiap hari untuk 3-6 hari ke depan, tergantung keparahan rasa sakit oleh pasien. Untuk penggantian kasa sebaiknya diirigasi terlebih dahulu dengan larutan saline. 5. Jika rasa sakit pasien sudah berkurang, kasa dapat dilepas karena apabila kasa diletakkan terlalu lama pada soket akan bertindak sebagai benda asing dan penyembuhan soket akan lebih lama. 6. Setelah kasa dilepas instruksikan pasien untuk menjaga kebersihan rongga mulut dan pemberian obat non steroid anti inflamasi (NSAID) analgesik, jika pasien tidak ada kontraindikasi dalam riwayat medis. b. Fibrinolisis tanpa keterlibatan bakteri, yaitu: Dengan meresepkan multivitamin yang dapat meningkatkan imunitas dan daya tahan tubuh pasien seperti vitamin c. Vitamin c dapat menjaga dan meningkatkan sistem imun tubuh, vitamin c juga suatu benteng pertahanan tubuh yang memiliki tugas menghalangi serta memusnahkan virus dan bakteri yang membahayakan tubuh.

16 2.6 Kerangka Teori Pencabutan Perawatan Pasca Pencabutan Proses Penyembuhan Komplikasi Dry Socket Etiologi Patofisiologi Gambaran Klinis Faktor Resiko Insidens Penatalaksanaan Pencegahan

17 2.7 Kerangka Konsep Pengetahuan Mahasiswa Kepanitraan Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU Pencegahan terjadinya Dry Socket Defenisi Etiologi Gambaran Klinis Patofisiologi Pencegahan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu dan terjadi setelah seseorang mengalami penginderaan terhadap suatu objek tertentu, baik indera pengelihatan, pendengaran, penciuman,

Lebih terperinci

Dry Socket Elsie Stephanie DRY SOCKET. Patogenesis Trauma dan infeksi adalah penyebab utama dari timbulnya dry soket.

Dry Socket Elsie Stephanie DRY SOCKET. Patogenesis Trauma dan infeksi adalah penyebab utama dari timbulnya dry soket. DRY SOCKET Definisi Dry Socket adalah suatu kondisi hilangnya blood clot dari soket gigi. Komplikasi yang paling sering terjadi, dan paling sakit sesudah pencabutan gigi adalah dry socket. Setelah pencabutan

Lebih terperinci

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama Lengkap Tempat/ Tanggal Lahir Jenis Kelamin Agama Alamat Orangtua Ayah Ibu Riwayat Pendidikan : Ganesh Dorasamy : Kuala Lumpur, Malaysia / 25September1986 : Laki-laki

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode survei yang bertujuan untuk menggambarkan prevalensi dry socket pada rahang atas dan rahang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terakhir dalam perawatan gigi dan mulut karena berbagai alasan, antara lain untuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terakhir dalam perawatan gigi dan mulut karena berbagai alasan, antara lain untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dan tulang alveolar. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang sering dilakukan oleh dokter gigi (Adeyemo dkk.,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pencabutan Gigi Pencabutan gigi merupakan suatu proses pengeluaran gigi dari alveolus, dimana pada gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan lagi. Pencabutan

Lebih terperinci

BAB 2 EKSTRAKSI GIGI. Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang

BAB 2 EKSTRAKSI GIGI. Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang BAB 2 EKSTRAKSI GIGI 2.1 Defenisi Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang alveolar. Ekstraksi gigi dapat dilakukan dengan dua teknik yaitu teknik sederhana dan teknik

Lebih terperinci

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Definisi Menurut Pedlar dan Frame (2001) pencabutan gigi merupakan suatu prosedur bedah yang dapat dilakukan dengan tang, elevator, atau penekanan trans alveolar. 1 Pencabutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Pedersen, 1966). Selama melakukan prosedur pencabutan gigi sering ditemukan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Pedersen, 1966). Selama melakukan prosedur pencabutan gigi sering ditemukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Odontektomi atau pencabutan gigi dengan pembedahan merupakan tindakan pembedahan yang sering dilakukan oleh spesialis bedah mulut (Rahayu, 2014). Pencabutan gigi

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Gigi dan Mulut - Pendidikan (RSGM-P FKG UI) pada periode 6 Oktober 2008-10 November 2008. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi rongga mulut. Lapisan ini terdiri dari epitel gepeng berlapis baik yang berkeratin maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II. 1. Definisi Menurut Pedlar (2001) Pencabutan gigi merupakan suatu prosedur bedah yang dapat dilakukan dengan tang (forceps), elevator atau pendekatan transalveolar. Ekstraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pencabutan gigi merupakan salah satu jenis perawatan gigi yang

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pencabutan gigi merupakan salah satu jenis perawatan gigi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pencabutan gigi merupakan salah satu jenis perawatan gigi yang dilaksanakan di Poli Gigi dan Mulut Puskesmas. 1 Pencabutan gigi merupakan suatu tindakan mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB 2 OSTEOMIELITIS KRONIS PADA RAHANG. infeksi yang terjadi dapat disebabkan oleh infeksi odontogenik. Osteomielitis dibagi

BAB 2 OSTEOMIELITIS KRONIS PADA RAHANG. infeksi yang terjadi dapat disebabkan oleh infeksi odontogenik. Osteomielitis dibagi BAB 2 OSTEOMIELITIS KRONIS PADA RAHANG Osteomielitis adalah inflamasi yang terjadi pada tulang dan sumsum tulang, infeksi yang terjadi dapat disebabkan oleh infeksi odontogenik. Osteomielitis dibagi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang kedokteran gigi. Indikasi pencabutan gigi bervariasi seperti pernyakit periodontal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar 2013, perokok aktif mulai dari usia 15 tahun ke

Lebih terperinci

Sumber: dimodifikasi dari Wagner et al.

Sumber: dimodifikasi dari Wagner et al. Komplikasi Odontektomi Odontektomi tergolong minor surgery, namun tetap mengandung risiko. Komplikasi dapat timbul pada saat dan setelah pembedahan, akibat faktor iatrogenik. Odontektomi dengan tingkat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang kemudian, secara normal, terjadi setiap bulan selama usia reproduktif.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang kemudian, secara normal, terjadi setiap bulan selama usia reproduktif. 17 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Walaupun perempuan, umumnya, memiliki umur harapan hidup (UHH) lebih tinggi daripada pria, mereka menghadapi masalah kesehatan yang lebih rumit. Secara kodrati, perempuan mengalami

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilakukan jika menutupi gigi yang akan dicabut (Archer, 1975). Pencabutan gigi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilakukan jika menutupi gigi yang akan dicabut (Archer, 1975). Pencabutan gigi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencabutan gigi adalah tindakan pengambilan gigi pada soketnya tanpa atau dengan pembukaan jaringan lunak dan jaringan keras. Pengurangan tulang dilakukan jika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Luka merupakan kerusakan fisik yang ditandai dengan terganggunya kontinuitas struktur jaringan yang normal. 1 Luka sering terjadi dalam rongga mulut, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komplikasi yang sering terjadi pasca prosedur dental adalah infeksi yang

BAB I PENDAHULUAN. Komplikasi yang sering terjadi pasca prosedur dental adalah infeksi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prosedur dental yang invasif sering diikuti dengan berbagai macam komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor dan tidak semua dapat

Lebih terperinci

Dry Socket. 1. Pendahuluan

Dry Socket. 1. Pendahuluan Dry Socket 1. Pendahuluan Pencabutan gigi adalah suatu tindakan yang biasa dilakukan pada bidang bedah mulut dan Dry Socket merupakan salah satu komplikasi yang sering terjadi setelah pencabutan gigi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cepat di masa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang, seperti

BAB I PENDAHULUAN. cepat di masa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang, seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lanjut usia (lansia) adalah proses alamiah yang pasti akan dialami oleh setiap manusia. Pertumbuhan penduduk lanjut usia (lansia) diprediksi akan meningkat cepat di

Lebih terperinci

BAB 2 DAMPAK MEROKOK TERHADAP PERIODONSIUM. penyakit periodontal. Zat dalam asap rokok seperti; nikotin, tar, karbon monoksida

BAB 2 DAMPAK MEROKOK TERHADAP PERIODONSIUM. penyakit periodontal. Zat dalam asap rokok seperti; nikotin, tar, karbon monoksida BAB 2 DAMPAK MEROKOK TERHADAP PERIODONSIUM Kebiasaan merokok sejak lama telah diasosiasikan sebagai penyebab berbagai macam perubahan dalam rongga mulut, seperti kaitannya dengan kanker mulut dan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2006). Kanker leher kepala telah tercatat sebanyak 10% dari kanker ganas di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2006). Kanker leher kepala telah tercatat sebanyak 10% dari kanker ganas di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker leher kepala merupakan kanker yang terdapat pada permukaan mukosa bagian dalam hidung dan nasofaring sampai trakhea dan esophagus, juga sering melibatkan

Lebih terperinci

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Penyakit pulpa dan periapikal Kondisi normal Sebuah gigi yang normal bersifat (a) asimptomatik dan menunjukkan (b) respon ringan sampai moderat yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengobatan, gigi impaksi dan untuk keperluan prosedur ortodontik. 1, 2

BAB I PENDAHULUAN. pengobatan, gigi impaksi dan untuk keperluan prosedur ortodontik. 1, 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencabutan gigi merupakan salah satu prosedur bedah minor pada mulut yang dapat dilakukan dengan tang, elevator ataupun pendekatan transalveolar. Pencabutan gigi tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Koloni bakteri pada plak gigi merupakan faktor lokal yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Koloni bakteri pada plak gigi merupakan faktor lokal yang mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal merupakan penyakit infeksi kronis rongga mulut dengan prevalensi 10 60% pada orang dewasa. Penyakit periodontal meliputi gingivitis dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat

BAB I PENDAHULUAN. semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gingivitis sering ditemukan di masyarakat. Penyakit ini dapat menyerang semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat dengan kebersihan

Lebih terperinci

Odontektomi. Evaluasi data radiografi dan klinis dari kondisi pasien

Odontektomi. Evaluasi data radiografi dan klinis dari kondisi pasien Odontektomi Odontektomi menurut Archer adalah pengambilan gigi dengan prosedur bedah dengan pengangkatan mukoperiosterial flap dan membuang tulang yang ada diatas gigi dan juga tulang disekitar akar bukal

Lebih terperinci

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA Oleh Kelompok 7 Vera Tri Astuti Hsb (071101030) Nova Winda Srgh (071101031) Hafizhoh Isneini P (071101032) Rini Sri Wanda (071101033) Dian P S (071101034) Kulit merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan pendekatan transalveolar (pembedahan). Sebelum dilakukan pengangkatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan pendekatan transalveolar (pembedahan). Sebelum dilakukan pengangkatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencabutan Gigi Pencabutan gigi merupakan suatu prosedur pengangkatan gigi beserta akarnya dari dalam soket tulang alveolaris menggunakan tang, elevator ataupun dengan pendekatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu gigi utuh atau akar gigi dari alveolus dengan alat-alat ekstraksi (forceps),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu gigi utuh atau akar gigi dari alveolus dengan alat-alat ekstraksi (forceps), 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekstraksi gigi 2.1.1 Definisi Ekstraksi Gigi Ekstraksi gigi merupakan suatu proses pengeluaran gigi yang melibatkan satu gigi utuh atau akar gigi dari alveolus dengan alat-alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terapi ortodontik belakangan ini menjadi populer. 1 Kebutuhan akan perawatan

BAB I PENDAHULUAN. Terapi ortodontik belakangan ini menjadi populer. 1 Kebutuhan akan perawatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terapi ortodontik belakangan ini menjadi populer. 1 Kebutuhan akan perawatan ortodontik akhir- akhir ini semakin meningkat karena semakin banyak pasien yang sadar akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh, terhitung sekitar 16% dari berat badan manusia dewasa. Kulit memiliki banyak fungsi penting, termasuk sebagai sistem pertahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel yang tak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan lainnya, baik

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. imunitas gingiva yang salah satu penyebabnya adalah infeksi. Infeksi disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. imunitas gingiva yang salah satu penyebabnya adalah infeksi. Infeksi disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gingivitis adalah peradangan pada gingiva, yang merupakan suatu respon imunitas gingiva yang salah satu penyebabnya adalah infeksi. Infeksi disebabkan oleh mikroorganisme

Lebih terperinci

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Definisi Ekstraksi Gigi Menurut Pedlar dkk (2001) pencabutan gigi merupakan suatu prosedur bedah yang dapat dilakukan dengan tang, elevator, atau pendekatan transalveolar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karies parah, nekrosis pulpa, impaksi gigi, untuk tujuan perawatan ortodontik, 3

BAB I PENDAHULUAN. karies parah, nekrosis pulpa, impaksi gigi, untuk tujuan perawatan ortodontik, 3 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pencabutan gigi merupakan prosedur yang umum dilakukan di kedokteran gigi. 1 Pencabutan gigi adalah suatu tindakan pengangkatan gigi dari soketnya pada tulang alveolar.

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Preparat jaringan yang telah dibuat, diamati dibawah mikroskop multinokuler dengan perbesaran 4x dan 10x. Semua preparat dapat dibaca berdasarkan tolok ukur skor tingkat peradangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ortodontik berdasarkan kebutuhan fungsional dan estetik. Penggunaan alat

BAB I PENDAHULUAN. ortodontik berdasarkan kebutuhan fungsional dan estetik. Penggunaan alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan meningkatnya gaya hidup dan perubahan pandangan mengenai konsep estetika, masyarakat dewasa ini memilih perawatan ortodontik berdasarkan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 2 IMPLAN GIGI. perlindungan gigi tetangga serta pengembangan rasa percaya diri (9).

BAB 2 IMPLAN GIGI. perlindungan gigi tetangga serta pengembangan rasa percaya diri (9). BAB 2 IMPLAN GIGI 2.1 Definisi Implan Gigi Implan gigi merupakan salah satu cara untuk mengganti gigi yang hilang sehingga diperoleh fungsi pengunyahan, estetik dan kenyamanan yang ideal. Implan gigi adalah

Lebih terperinci

Perdarahan Pasca Ekstraksi Gigi, Pencegahan dan Penatalaksanaannya

Perdarahan Pasca Ekstraksi Gigi, Pencegahan dan Penatalaksanaannya Perdarahan Pasca Ekstraksi Gigi, Pencegahan dan Penatalaksanaannya Abstrak Tindakan ekstraksi gigi merupakan suatu tindakan yang sehari-hari kita lakukan sebagai dokter gigi. Walaupun demikian tidak jarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tindakan perawatan dalam bidang kedokteran gigi yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tindakan perawatan dalam bidang kedokteran gigi yang paling sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tindakan perawatan dalam bidang kedokteran gigi yang paling sering dilakukan adalah ekstraksi atau pencabutan gigi. 1 Ekstraksi gigi merupakan bagian paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengganggu kesehatan organ tubuh lainnya (Kemenkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengganggu kesehatan organ tubuh lainnya (Kemenkes, 2013). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan investasi bagi kesehatan seumur hidup seseorang, mengingat fungsi gigi dan mulut yang sangat berpengaruh dalam fungsi pencernaan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies merupakan masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di Indonesia. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan RI tahun 2004,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor Penyebab Kehilangan Gigi Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan penyakit periodontal. Faktor bukan penyakit seperti gaya hidup dan faktor

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Diabetes Melitus Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. trauma, penyakit periodontal, impaksi dan kebutuhan perawatan. dipisahkan dari jaringan lunak yang mengelilinginya menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. trauma, penyakit periodontal, impaksi dan kebutuhan perawatan. dipisahkan dari jaringan lunak yang mengelilinginya menggunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ekstraksi gigi dilakukan untuk sejumlah alasan, termasuk karies, trauma, penyakit periodontal, impaksi dan kebutuhan perawatan ortodontik. 1 Ekstraksi dicapai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luka bakar merupakan masalah kesehatan masyarakat global. Hal ini disebabkan karena tingginya angka mortalitas dan morbiditas luka bakar, khususnya pada negara dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan pada 90% dari populasi dunia. Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit gigi dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya mikroorganisme yang normal pada konjungtiva manusia telah diketahui keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan populasi mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radiografi dental merupakan salah satu bagian terpenting dari diagnosis oral moderen. Dalam menentukan diagnosis yang tepat, setiap dokter harus mengetahui nilai dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi dan Etiologi Trauma gigi sulung anterior merupakan suatu kerusakan pada struktur gigi anak yang dapat mempengaruhi emosional anak dan orang tuanya. Jika anak mengalami

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan sosialnya (Monica, 2007). Perawatan ortodontik merupakan salah

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan sosialnya (Monica, 2007). Perawatan ortodontik merupakan salah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estetika merupakan salah satu tujuan dalam perawatan ortodontik dimana seseorang dapat memperbaiki estetika wajah yang berharga dalam kehidupan sosialnya (Monica,

Lebih terperinci

1. Mitos: Menyikat gigi beberapa kali sehari merugikan enamel.

1. Mitos: Menyikat gigi beberapa kali sehari merugikan enamel. 1. Mitos: Menyikat gigi beberapa kali sehari merugikan enamel. Fakta: Mungkin saja sebagian mitos ini benar. Biasanya, itu sudah cukup untuk menyikat gigi dua kali sehari, tapi jika Anda memiliki kesempatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN X O-1

BAB III METODOLOGI PENELITIAN X O-1 27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan posttest only control group design. 23 R : X O-1 ( ) O-2 Dalam rancangan

Lebih terperinci

Grafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8

Grafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Distribusi Trauma Gigi Trauma gigi atau yang dikenal dengan Traumatic Dental Injury (TDI) adalah kerusakan yang mengenai jaringan keras dan atau periodontal karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kimia, kini penggunaan obat-obatan herbal sangat populer dikalangan

BAB I PENDAHULUAN. kimia, kini penggunaan obat-obatan herbal sangat populer dikalangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan di bidang kedokteran juga semakin berkembang. Selain pengembangan obat-obatan kimia, kini penggunaan obat-obatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satu contoh luka terbuka adalah insisi dengan robekan linier pada kulit dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satu contoh luka terbuka adalah insisi dengan robekan linier pada kulit dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Luka adalah suatu diskontinuitas jaringan yang disebabkan karena trauma, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. Bentuk dari

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN PENCABUTAN GIGI PADA PASIEN HIPERTENSI, DIABETES MELLITUS DAN POST STROKE. Oleh : Rozario N. Ramandey

PENATALAKSANAAN PENCABUTAN GIGI PADA PASIEN HIPERTENSI, DIABETES MELLITUS DAN POST STROKE. Oleh : Rozario N. Ramandey PENATALAKSANAAN PENCABUTAN GIGI PADA PASIEN HIPERTENSI, DIABETES MELLITUS DAN POST STROKE Oleh : Rozario N. Ramandey 200852089 PENCABUTAN GIGI Pencabutan gigi yang ideal pencabutan tanpa rasa sakit satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi nasional masalah gigi dan mulut adalah 23,5%. Menurut hasil RISKESDAS tahun 2013, terjadi peningkatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan mulut merupakan hal yang sangat penting dan berpengaruh pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut sering kali menjadi prioritas

Lebih terperinci

Awal Kanker Rongga Mulut; Jangan Sepelekan Sariawan

Awal Kanker Rongga Mulut; Jangan Sepelekan Sariawan Sariawan Neng...! Kata-kata itu sering kita dengar pada aneka iklan suplemen obat panas yang berseliweran di televisi. Sariawan, gangguan penyakit pada rongga mulut, ini kadang ditanggapi sepele oleh penderitanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia harapan hidup perempuan Indonesia semakin meningkat dari waktu ke

BAB I PENDAHULUAN. Usia harapan hidup perempuan Indonesia semakin meningkat dari waktu ke BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia harapan hidup perempuan Indonesia semakin meningkat dari waktu ke waktu. Menurut sensus penduduk tahun 2000 oleh Badan Pusat Statistik, usia harapan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat mikrobiologi. Inflamasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gingiva merupakan bagian dari mukosa rongga mulut yang menutupi tulang alveolar pada kedua rahang dan mengelilingi leher gigi (Reddy, 2008). Perlukaan pada gingiva sering

Lebih terperinci

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY (SKILL LAB 4) PENANGANAN ABSES DAN PERIKORONITIS

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY (SKILL LAB 4) PENANGANAN ABSES DAN PERIKORONITIS PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY (SKILL LAB 4) PENANGANAN ABSES DAN PERIKORONITIS JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN Purwokerto,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang cedera. Keadaan akut

BAB I PENDAHULUAN. mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang cedera. Keadaan akut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung (sekuester)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencabutan gigi didefinisikan sebagai tindakan pembedahan dengan tujuan penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan karena berbagai hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan terapi saluran akar bergantung pada debridement

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan terapi saluran akar bergantung pada debridement BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan terapi saluran akar bergantung pada debridement chemomechanical pada jaringan pulpa, debris pada dentin, dan penggunaan irigasi terhadap infeksi mikroorganisme.

Lebih terperinci

Komplikasi Diabetes Mellitus Pada Kesehatan Gigi

Komplikasi Diabetes Mellitus Pada Kesehatan Gigi Komplikasi Diabetes Mellitus Pada Kesehatan Gigi Komplikasi diabetes mellitus pada kesehatan gigi masalah dan solusi pencegahannya. Bagi penderita diabetes tipe 2 lebih rentan dengan komplikasi kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan suatu diskontinuitas dari suatu jaringan. Luka merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan suatu diskontinuitas dari suatu jaringan. Luka merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka merupakan suatu diskontinuitas dari suatu jaringan. Luka merupakan suatu reaksi inflamasi karena adanya proses yang terhambat, atau proses penyembuhan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Kesehatan Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar wilayah di Indonesia adalah wilayah dengan dataran rendah yaitu berupa sungai dan rawa yang di dalamnya banyak sekali spesies ikan yang berpotensi tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan gigi dan mulut semakin kompleks seiring dengan perkembangan zaman. Epidemiologi masalah kesehatan dan penyakit yang dipelajari dari beberapa populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan perawatan dalam bidang kedokteran gigi dapat berisiko menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya sebagian dari jaringan tubuh.

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Mulut. Lingkup disiplin ilmu penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Gigi dan 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gigi impaksi adalah gigi yang gagal untuk erupsi secara utuh pada posisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gigi impaksi adalah gigi yang gagal untuk erupsi secara utuh pada posisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gigi impaksi adalah gigi yang gagal untuk erupsi secara utuh pada posisi yang seharusnya. Hal ini dapat terjadi karena tidak tersedianya ruangan yang cukup pada rahang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi tubuh. Fungsi gigi berupa fungsi fonetik, mastikasi dan. ataupun yang hilang bisa berdampak pada kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. bagi tubuh. Fungsi gigi berupa fungsi fonetik, mastikasi dan. ataupun yang hilang bisa berdampak pada kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gigi merupakan salah satu organ tubuh yang memiliki fungsi yang penting bagi tubuh. Fungsi gigi berupa fungsi fonetik, mastikasi dan estetik (Fernatubun dkk., 2015).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Nurdiana dkk., 2008). Luka bakar merupakan cedera yang mengakibatkan

I. PENDAHULUAN. (Nurdiana dkk., 2008). Luka bakar merupakan cedera yang mengakibatkan I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Luka bakar merupakan salah satu insiden yang sering terjadi di masyarakat khususnya rumah tangga dan ditemukan terbayak adalah luka bakar derajat II (Nurdiana dkk., 2008).

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pencabutan Pencabutan gigi merupakan suatu proses pengeluaran gigi dari dalam soket dari tulang alveolar, di mana pada gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (D = decayed (gigi yang karies), M = missing (gigi yang hilang), F = failed (gigi

BAB I PENDAHULUAN. (D = decayed (gigi yang karies), M = missing (gigi yang hilang), F = failed (gigi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang paling sering ditemui dalam kesehatan gigi dan mulut yaitu karies gigi dan penyakit periodontal. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2000,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kesehatan dan mempunyai faktor risiko terjadinya beberapa jenis

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kesehatan dan mempunyai faktor risiko terjadinya beberapa jenis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan kebiasaan yang memiliki daya merusak cukup besar terhadap kesehatan dan mempunyai faktor risiko terjadinya beberapa jenis penyakit, baik lokal seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras. 7 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak rongga mulut dilindungi oleh mukosa yang merupakan lapisan terluar rongga mulut. Mukosa melindungi jaringan dibawahnya dari kerusakan dan masuknya mikroorganisme

Lebih terperinci

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN Purwokerto, 2012 1 Blok M e d i c a

Lebih terperinci

b) Luka bakar derajat II

b) Luka bakar derajat II 15 seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Kerusakan jaringan yang disebabkan api dan koloid (misalnya bubur panas) lebih berat dibandingkan air panas. Ledakan dapat menimbulkan luka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti kesehatan, kenyamanan, dan rasa percaya diri. Namun, perawatan

BAB I PENDAHULUAN. seperti kesehatan, kenyamanan, dan rasa percaya diri. Namun, perawatan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodontik dapat meningkatkan mastikasi, bicara dan penampilan, seperti kesehatan, kenyamanan, dan rasa percaya diri. Namun, perawatan ortodontik memiliki

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

a. b. c. Gambar 1.2 Kompresi neurovaskular pada N. Trigeminus Sumber:

a. b. c. Gambar 1.2 Kompresi neurovaskular pada N. Trigeminus Sumber: Bab 1 Pendahuluan 1.1 Definisi Trigeminal neuralgia atau yang dikenal juga dengan nama Tic Douloureux merupakan kelainan pada nervus trigeminus (nervus kranial V) yang ditandai dengan adanya rasa nyeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Periodontitis adalah inflamasi dan infeksi yang terjadi pada jaringan periodontal dan tulang alveolar penyangga gigi. Periodontitis terjadi apabila inflamasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka jaringan lunak rongga mulut banyak dijumpai pada pasien di klinik gigi. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Intensive Care Unit (ICU). Tingginya biaya perawatan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA mulut. 7 Gingiva pada umumnya berwarna merah muda dan diproduksi oleh pembuluh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penyakit periodontal adalah inflamasi yang dapat merusak jaringan melalui interaksi antara bakteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulut secara sengaja maupun tidak sengaja. Ulkus traumatikus pada mukosa

BAB I PENDAHULUAN. mulut secara sengaja maupun tidak sengaja. Ulkus traumatikus pada mukosa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prosedur perawatan gigi terkadang dapat menyebabkan luka pada mukosa mulut secara sengaja maupun tidak sengaja. Ulkus traumatikus pada mukosa mulut adalah luka terbuka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan dengan lokal anastesi jika gigi terlihat jelas tampak mudah dicabut. Definisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan dengan lokal anastesi jika gigi terlihat jelas tampak mudah dicabut. Definisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENCABUTAN GIGI 2.1.1 Defenisi Pencabutan Gigi Pencabutan gigi adalah pengangkatan gigi dari soketnya. Pencabutan gigi dapat dilakukan dengan lokal anastesi jika gigi terlihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan mukosa rongga mulut dapat disebabkan oleh banyak hal, antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan mukosa rongga mulut dapat disebabkan oleh banyak hal, antara lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan mukosa rongga mulut dapat disebabkan oleh banyak hal, antara lain perubahan kadar hormon seksual yang terjadi pada saat pubertas, kehamilan, menstruasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. stomatitis apthosa, infeksi virus, seperti herpes simpleks, variola (small pox),

BAB I PENDAHULUAN. stomatitis apthosa, infeksi virus, seperti herpes simpleks, variola (small pox), BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ulserasi adalah lesi berbentuk seperti kawah pada kulit atau mukosa mulut. Ulkus adalah istilah yang digunakan untuk menyebut luka pada jaringan kutaneus atau mukosa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering ditemukan pada orang dewasa, merupakan penyakit inflamasi akibat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering ditemukan pada orang dewasa, merupakan penyakit inflamasi akibat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit infeksi bakteri yang sering ditemukan pada orang dewasa, merupakan penyakit inflamasi akibat bakteri pada jaringan pendukung

Lebih terperinci