I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terakhir dalam perawatan gigi dan mulut karena berbagai alasan, antara lain untuk

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dan tulang alveolar. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang sering dilakukan oleh dokter gigi (Adeyemo dkk., 2006). Tindakan ini biasanya dilakukan sebagai pilihan terakhir dalam perawatan gigi dan mulut karena berbagai alasan, antara lain untuk tujuan perawatan ortodontik, gigi geraham bungsu atau molar 3 (M3) yang tidak tumbuh sempurna, karies gigi yang sudah tidak dapat dirawat, trauma, penyakit periodontal, supernumerary tooth, fraktur akar, dan gigi sulung yang ankilosis (Wray dkk., 2003). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, indeks DMFT masyarakat Indonesia secara nasional sebesar 4,6 dengan komponen terbesar adalah gigi yang dicabut (missing) sebesar 2,9. Hal tersebut menunjukkan bahwa rata-rata penduduk Indonesia mempunyai 3 gigi yang sudah dicabut atau menjadi indikasi tindakan pencabutan. Pencabutan gigi akan menyebabkan luka berupa terbukanya tulang alveolar pada rongga mulut. Kesulitan pencabutan gigi meningkat pada kondisi tertentu, seperti kondisi kepadatan tulang penyangga gigi yang berbeda pada masing-masing individu, morfologi akar gigi yang tidak normal, gigi dengan restorasi yang besar atau rusak, dan gigi yang telah dirawat endodontik (Le dan Woo, 2007). Pada kondisi-kondisi tersebut, pencabutan gigi berisiko lebih tinggi karena dapat menimbulkan berbagai komplikasi jika tidak ditangani dengan tepat. 1

2 2 Komplikasi pasca pencabutan gigi yang biasa terjadi disebut dengan dry socket. Istilah ini pertama kali dideskripsikan oleh Crawford pada tahun 1876 dan merujuk pada istilah lain, seperti alveolar osteitis, localized osteitis, alveolalgia, alveolitis sicca dolorosa, septic socket, necrotic socket, localized osteomyelitis, fibrinolitic alveolitic, dan sebagainya (Cardoso dkk., 2010 sit Blum, 2002). Faktor penyebab terjadinya dry socket belum diketahui secara pasti. Secara umum penyebab terjadinya dry socket diyakini karena tidak terbentuknya bekuan darah pasca pencabutan di soket gigi, yang biasa disebut dengan proses fibrinolisis. Fibrinolisis menyebabkan luka bekas pencabutan terbuka dan tidak terjadi proses penyembuhan. Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya dry socket seperti jenis kelamin, pemakaian kontrasepsi secara oral, lokasi gigi, manajemen preoperatif dan postoperatif, serta kemampuan dokter gigi. Kebiasaan merokok juga dianggap mempengaruhi terjadinya dry socket karena gerakan menghisap yang dapat memecah jendalan darah yang terbentuk (Parthasaranthi, 2011). Kondisi ini terjadi 2-4 hari setelah tindakan pencabutan ditandai rasa nyeri dengan frekuensi dan intensitas yang berbeda-beda, mulai dari sedang hingga berat, disertai berbagai macam gejala seperti sakit kepala, halitosis, dan insomnia (Cardoso dkk., 2010; Adeyemo dkk., 2006). Faktor etiopatologi dry socket belum diketahui secara secara lengkap hingga saat ini sehingga penanganan kasus yang spesifik dan efektif belum dapat ditentukan. Berbagai penanganan kasus dry socket telah banyak dilaporkan menggunakan variasi bahan, larutan irigasi, dan prosedur tindakan terhadap tulang alveolus. Tindakan yang umum dilakukan adalah kuretase, penggunaan pasta

3 3 dressing, dan larutan antiseptik yang mengandung iodoform dan eugenol (Cardoso dkk., 2010). Beberapa dokter gigi tidak menyarankan tindakan kuretase karena dapat meningkatkan risiko infeksi dan meningkatkan rasa nyeri. Pemberian analgesik antiinflamasi dilakukan untuk menghilangkan nyeri mulai dari antinflamasi nonsteroid hingga narkotika seperti codeine, hydroxylcodone, atau oxycodone (Noroozi dan Philbert, 2009). Pemberian antibiotik secara sistemik maupun topikal, seperti metronidazol, digunakan sebagai salah satu medikasi untuk mengontrol bakteri yang terdapat pada dry socket (Cardoso dkk., 2010). Antibiotik dipercaya mampu memberikan efek antifibrinolitik dengan menurunkan muatan bakteri gram-negatif sehingga menurunkan insidensi dry socket. Namun pemberian medikasi dengan antibiotik ini harus mempertimbangkan risiko terjadinya resistensi bakteri (Parthasaranthi, 2011). Berdasarkan penjelasan di atas, timbul kekhawatiran mengenai penanganan kasus dry socket yang tidak tepat, tidak sesuai dengan kebutuhan pasien, dan tidak sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh komite medis suatu instansi kesehatan. Suatu upaya diperlukan untuk mengawasi peresepan obat dan penanganan kasus untuk kasus dry socket di suatu klinik atau instansi pelayanan kesehatan gigi dan mulut secara berkala. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang ada di rekam medis dan memberikan data mengenai pola peresepan obat dan penanganan kasus dry socket di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Prof. Soedomo Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada

4 4 sehingga mengoptimalkan perawatan kasus dry socket pada pasien di masa mendatang. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan: Bagaimanakah pola peresepan dan penanganan kasus dry socket di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Prof. Soedomo Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada pada periode 2012? C. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai penanganan kasus dry socket pernah dilakukan oleh Kaya dkk. (2011) yang membandingkan penggunaan Alvogyl, Salicept Patch, dan terapi laser dengan judul Comparison of Alvogyl, SaliCept Patch, and Low-Level Laser Therapy in the Management of Alveolar Osteitis. Penelitian mengenai pola peresepan obat dan penanganan kasus dry socket di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Prof. Soedomo Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada pada periode 2012 sejauh yang penulis ketahui belum pernah dilakukan. D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola peresepan obat dan penanganan kasus dry socket di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Prof. Soedomo Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada periode E. Manfaat Penelitian

5 5 Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Memberikan sumbangan informasi ilmiah di bidang kedokteran gigi khususnya dan dunia ilmu pengetahuan pada umumnya. 2. Mendapatkan sumber informasi dan mengevaluasi pola peresepan obat dan penanganan kasus dry socket di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Prof. Soedomo Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada periode 2012.