BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tablet Hancur di Mulut / Orally Disintegrating Tablet (ODT)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tablet Hancur di Mulut / Orally Disintegrating Tablet (ODT)"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet Hancur di Mulut / Orally Disintegrating Tablet (ODT) Pengertian Rute pemberian obat secara oral adalah rute paling umum dan nyaman digunakan oleh pasien. Tablet dan kapsul telah lama digunakan sebagai bentuk sediaan obat padat (solida) yang populer hingga saat ini, termasuk di dalamnya tablet konvensional dan pelepasan terkontrol, kapsul gelatin keras dan lunak (hard and soft gelatin capsules) (Sharma, et.al., 2005). Namun di antara penggunaan keduanya, tablet merupakan bentuk sediaan yang paling disukai karena mudah diproduksi, mudah pengemasan begitu juga penggunaannya (Rao, et.al., 2009). Adanya berbagai perubahan fungsi fisiologis terkait usia, termasuk kesulitan menelan tablet secara utuh, akan menurunkan tingkat kepatuhan dan efektifitas terapi. Kelompok pasien yang menjadi perhatian atas isu ini terutama adalah pediatri dan geriatri (Rao, et.al., 2009). Banyak penelitian yang kemudian dikembangkan untuk mengatasi masalah ini dan tablet hancur di mulut (orally disintegrating tablet) telah ditemukan sebagai salah satu bentuk sediaan paling bermanfaat (Koseki, et.al., 2008). Dikenal oleh FDA sebagai orally disintegrating tablet (ODT), bentuk sediaan ini disebut juga mouth-dissolving, fast-dissolving, rapid-melt, porous, orodispersible, quick-dissolving, atau rapidly disintegrating tablet (Kaushik, et.al., 2004). Istilah ODT diadaptasi oleh Komite Pelabelan dan Tatanama (Nomenclature and Labelling Committee) pada USP dan ODT adalah singkatan umum untuk 13

2 suatu tablet yang hancur (disintegrasi) dengan cepat atau serta-merta dalam rongga mulut dan partikel zat yang ditelan menunjukkan karakteristik pelepasan segera (immediate-release). Sementara itu, Farmakope Eropa (European Pharmacopoeia) mengadopsi istilah orodispersible tablet sebagai suatu tablet yang diletakkan di atas lidah dan akan terdispersi secara cepat sebelum ditelan (Kundu dan Sahoo, 2008). Tablet ini dimaksudkan agar cepat terdisintegrasi di mulut ketika kontak dengan air ludah atau saliva dalam waktu kurang dari 60 detik atau lebih disukai kurang dari 40 detik (Kundu dan Sahoo, 2008). Zat aktif kemudian akan melarut atau terdispersi ke dalam air ludah, lalu ditelan oleh pasien dan obat akan diabsorpsi seperti umumnya (Sharma, et.al., 2005). Untuk proses ini, jumlah air ludah yang sedikit telah mencukupi untuk memungkinkan terjadinya disintegrasi tablet. Oleh karena itu, tidak diperlukan air untuk menelan obat. (Koseki, et.al., 2008). Hal inilah yang akan mempermudah dan meningkatkan kepatuhan pasien pediatri ataupun geriatri dalam penggunaan obat. Selain itu, sejumlah bagian obat juga mungkin diabsorpsi di daerah pra-gastrik seperti mulut, faring, dan esofagus ketika air ludah turun ke lambung (Sharma, et.al., 2005) sehingga ketersediaan hayati obat akan meningkat dan pada akhirnya juga meningkatkan efektivitas terapi Karakteristik Ideal ODT Sediaan ODT berbeda dari tablet konvensional umumnya, maka sediaan ODT harus memiliki beberapa karakteristik yang ideal antara lain: 14

3 a. disintegrasi harus cepat. Secara umum, hal ini berarti bahwa tablet ODT harus terdisintegrasi dalam waktu kurang dari 1 menit. Namun demikian, akan lebih disukai bila disintegrasi terjadi secepat mungkin di dalam rongga mulut. Begitu juga ODT harus mengalami terdisintegrasi dengan sedikit atau tanpa meminum air sama sekali dan dimaksudkan untuk melarut dengan air ludah pasien sendiri. b. penutupan rasa (taste-masking) dari senyawa aktif. Hal ini dikarenakan obat ODT akan melarut atau mengalami disintegrasi di dalam mulut. Setelah melarut, sediaan diharapkan tidak atau sedikit meninggalkan residu serta rasa enak di mulut. Teknologi penutupan rasa yang ideal hendaknya mampu menghasilkan mouth-feel yang baik dan tidak memberikan sensasi berpasir (grittiness) di mulut. c. kekerasan dan porositas tablet yang optimal. Oleh karena ODT dirancang untuk memiliki waktu disintegrasi dan disolusi yang cepat maka dibutuhkan zat tambahan (excipient) dengan derajat keterbasahan (wettability) yang tinggi dan struktur tablet dengan porositas yang tinggi pula dimaksudkan untuk absorpsi air yang cepat ke dalam tablet. Kekerasan tablet berbanding terbalik dengan porositasnya maka adalah hal yang penting untuk mendapatkan porositas tablet dengan absorpsi air yang cepat tanpa mengurangi kekerasan tablet sehingga tidak mudah rusak selama pengemasan dan pendistribusian dalam blister atau botol tablet konvensional. d. sensitifitas yang rendah terhadap kelembapan. ODT seringkali sensitif terhadap kelembapan, hal ini disebabkan zat tambahan dengan kelarutan dalam air yang tinggi sehingga sangat rentan terhadap kelembapan. Untuk 15

4 mengatasi hal ini, diperlukan strategi pengemasan yang baik agar tablet terlindungi dari berbagai pengaruh lingkungan (Fu, et.al., 2004) Kelebihan dan Kekurangan Formulasi ODT ODT memiliki semua kelebihan dari bentuk sediaan solida, antara lain stabilitasnya yang baik, ketepatan dosis, kemudahan produksi, ukuran pengemasan yang kecil, dan praktis dibawa bepergian. ODT juga memiliki kelebihan formulasi seperti kemudahan penggunaan obat, tidak ada resiko sesak nafas (tersedak) akibat obstruksi fisik bentuk solida di tenggorokan (Fu, et.al., 2004), kecepatan absorpsi dan onset obat yang cepat, serta ketersediaan hayati yang tinggi. Berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan di atas, zat aktif dapat diabsorpsi baik di daerah bukal, faring maupun esofagus selama larutan obat turun ke lambung. Karena absorpsi pra-gastrik akan menghindarkan zat aktif dari metabolisme lintas pertama di hati, maka dosis obat juga dapat dikurangi bila sejumlah besar zat aktif mengalami metabolisme tersebut selama pemberian tablet konvensional (Fu, et.al., 2004). Oleh karena itu dalam kasus terapi tertentu, ODT merupakan obat pilihan untuk mendapatkan konsentrasi sistemik yang tinggi secara cepat atau high drug loading (Kundu dan Sahoo, 2008). ODT menawarkan kemudahan bagi pasien yang mengalami kesulitan menelan (dysphagia) terutama pasien pediatri dan geriatri serta untuk pasien yang sedang berlibur dan menempuh perjalanan jauh yang kemungkinan besar air minum mungkin sulit diperoleh (Verma dan Garg, 2001). Di samping berbagai kelebihan ODT seperti yang telah disebutkan di atas, sediaan ODT juga memiliki 16

5 kekurangan yaitu keterbatasan jumlah obat yang dapat diformulasi dalam setiap unit dosisnya. Selain itu, terkait sifat bentuk sediaan ODT yang rapuh (fragile), diperlukan pengemasan khusus dan ini tentu akan menambah biaya produksi (Ghost, et.al., 2005) Metode Formulasi ODT Sifat ODT yang cepat larut (fast-dissolving) berasal dari jalan masuk air yang sangat singkat ke dalam matriks tablet sehingga mengakibatkan disintegrasi yang sangat cepat. Oleh karena itu, pendekatan mendasar dalam mengembangkan tablet jenis ini meliputi: a. memaksimalkan struktur berpori dari matriks tablet. b. menambahkan senyawa penghancur (disintegrant) yang tepat. c. menggunakan zat tambahan (excipient) yang sangat mudah larut air dalam formulasi. Sejauh ini, beberapa metode pembuatan ODT telah dikembangkan dengan berbagai prinsip dasar yang berbeda (Shukla, et.al., 2009). Formulasi ODT dapat dibagi menjadi 2 bagian utama yaitu metode yang menggunakan proses pemanasan dan yang tidak menggunakan pemanasan. Menurut Goel, et.al. (2008), metode yang menggunakan proses pemanasan antara lain: proses gula kapas (cotton candy process), tekanan leburan (melt extrusion), pencetakan tablet (tablet molding), dan sublimasi (sublimation). Sementara itu, metode yang tidak menggunakan proses pemanasan meliputi pengeringan beku (freeze drying), cetak langsung (direct compression) dan sistem efervesen (effervescent system). 17

6 Metode formulasi ODT dengan menggunakan proses pemanasan, secara skematis diringkas dalam Gambar 2.1. Sedangkan metode formulasi ODT tanpa menggunakan proses pemanasan, secara skematis diringkas dalam Gambar 2.2. Gambar 2.1 Skema metode formulasi ODT menggunakan proses pemanasan. (Sumber: Goel, H., Rai, P., Rana, V. dan A.K. Tiwary, 2008, Orally Disintegrating Systems: Innovations in Formulation and Technology, Recent Pat. Drug Deliv. Formul. 2(3): ) 18

7 Gambar 2.2 Skema metode formulasi ODT tanpa menggunakan proses pemanasan. (Sumber: Goel, H., Rai, P., Rana, V. dan A.K. Tiwary, 2008, Orally Disintegrating Systems: Innovations in Formulation and Technology, Recent Pat. Drug Deliv. Formul. 2(3): ) Berdasarkan sudut pandang industri farmasi, metode cetak langsung (direct compression) merupakan metode pembuatan tablet yang paling mudah dan murah. Industri dapat menggunakan peralatan produksi konvensional, bahan-bahan tambahan yang umumnya telah tersedia, menempatkan dosis yang cukup tinggi dalam sediaan, dan prosedur kerja yang singkat (Kundu dan Sahoo, 2008). Metode ini juga merupakan pilihan utama untuk membuat tablet dengan 19

8 kandungan zat aktif yang termolabil dan sensitif terhadap kelembapan (Goel, et.al., 2008). Metode cetak langsung dapat digunakan untuk membuat sediaan ODT dengan cara memilih kombinasi bahan tambahan yang tepat sehingga dapat menghasilkan disintegrasi yang cepat tetapi memiliki daya tahan fisik tablet yang baik. Bahan tambahan yang dimaksudkan adalah bahan penghancur (disintegrant). Beberapa peneliti menggunakan bahan effervescent sebagai disintegrant, sementara yang lain mengkombinasi berbagai disintegrant yang ada (Fu, et.al., 2004). Menurut Dobetti (2000) beberapa non-effervescent disintegrant yang dapat digunakan antara lain: a. amilum dan amilum termodifikasi (modified amylum). Kelompok ini meliputi amilum alamiah (seperti amilum jagung dan amilum kentang), amilum cetak langsung (seperti starch 1500), amilum termodifikasi (seperti carboxymethylstarches dan natrium amilum glikolat/sodium starch glycolate) dan turunan amilum (seperti amilosa) b. polivinilpirolidon terkait silang (cross-linked polyvinyl pyrrolidone) c. selulosa termodifikasi seperti natrium CMC terkait silang (cross-linked sodium carboxymethylcellulose) d. asam alginat dan natrium alginat e. selulosa mikrokristal (microcrystalline cellulose) f. garam kopolimer asam metakrilat-divinilbenzene (methacrylic aciddivinylbenzene copolymer salts) 20

9 Selulosa termodifikasi (modified cellulose) merupakan bahan yang sangat penting dalam sistem disintegrasi oral karena bahan ini menghasilkan disintegrasi yang cepat sehingga disebut juga sebagai superdisintegrant (Goel, et.al., 2008). Natrium kroskarmelosa merupakan garam natrium terkait silang dari karboksimetil selulosa, yang memiliki kapasitas mengembang yang besar serta efektif digunakan pada kadar rendah yakni antara 0,5-2,0% (Goel, et.al., 2008). Krospovidon merupakan turunan polyvinyl pyrrolidone yang tak larut dalam air, cepat menyebar dan mengembang di dalam air, namun tidak akan membentuk gel bahkan dalam jangka waktu yang lama sekalipun di dalam air. Bahan ini merupakan disintegrant yang paling baik dan memiliki rasio luas permukaanvolume yang paling besar dibandingkan dengan yang lain. Konsentrasi efektifnya dicapai pada 1-3% (Goel, et.al., 2008). Pendekatan lain formulasi ODT dengan metode cetak langsung adalah dengan menggunakan zat tambahan berbahan dasar gula seperti dekstrosa, fruktosa, isomalt, laktitol, maltitol, maltosa, manitol, sorbitol, starch hydrolysate, polidekstrosa, dan xylitol (Shukla, et.al., 2009). Bahan tambahan berbahan dasar gula banyak digunakan dalam formulasi sediaan ODT sebagai bulking agent dengan alasan kelarutan yang tinggi dalam air dan pemberi rasa manis sehingga menghasilkan mouth-feel yang menyenangkan dan penyalutan rasa yang baik (Fu, et.al., 2004). Mizumoto, et.al. (1996) mengelompokkan bahan tambahan berbahan dasar gula yang dapat digunakan dalam formulasi ODT ke dalam 2 jenis berdasarkan tingkat kompresibilitas dan laju disolusinya yaitu: 21

10 a. sakarida jenis I (misalnya laktosa dan manitol). Jenis ini memiliki kompresibilitas yang rendah tetapi dengan laju disolusi yang tinggi, b. sakarida jenis II (misalnya maltosa dan maltitol). Jenis ini memiliki kompresibilitas yang tinggi namun laju disolusinya rendah. Adapun kelemahan metode cetak langsung dalam formulasi ODT ialah kapasitas disintegrasinya sangat tergantung pada ukuran dan tingkat kekerasan tablet (Dobetti, 2000). 2.2 Pengurangan Ukuran Partikel Senyawa Aktif Obat yang Sukar Larut Air dengan Nanoteknologi Nanoteknologi merupakan kemampuan untuk memproduksi dan memproses materi berukuran nano (nanosized) atau memanipulasi objek dalam skala nano (nanoscale). Nanoscale umumnya menyatakan rentang ukuran dari 1 hingga 100 nm. Akan tetapi, beberapa ilmuwan menganggap ukuran nanoscale adalah antara 1 hingga 200 nm, bahkan hingga 1000 nm (Jin, 2008). Nanoteknologi berkembang semakin pesat seiring dengan meningkatnya kebutuhan industri akan ukuran partikel yang semakin kecil. Dalam industri farmasi dan bioteknologi, nanoengineering telah mempengaruhi setiap segmen dan subspesialisasi yang ada. Pengurangan ukuran partikel ini menawarkan suatu kesempatan bermakna bagi perancang formula untuk mengatasi hambatan dalam pengembangan produk terkait senyawa aktif obat yang sukar larut dalam air (Lee, et.al., 2008). Kelarutan yang rendah merupakan masalah utama dalam pengembangan formulasi obat. Dalam banyak kasus, kelarutan yang rendah akan mengakibatkan rendahnya ketersediaan hayati. Selain itu, obat dengan kelarutan yang rendah 22

11 memiliki laju disolusi yang rendah pula. Pada dasarnya, obat dapat memiliki kelarutan yang rendah baik dalam air maupun pelarut organik. Bila zat aktif sukar larut dalam air, pendekatan formulasi yang dilakukan adalah dengan menggunakan solubilizing agent, chelating agent seperti siklodekstrin atau mengkombinasikan air dengan pelarut organik seperti air-etanol dan air-propilen glikol (Müller, et.al., 2000). Alternatif lain yang cukup penting adalah dengan mengurangi ukuran partikel. Mikronisasi digunakan untuk meningkatkan luas permukaan partikel sehingga akan meningkatkan laju disolusi dan absorpsi. Mikronisasi dimaksudkan untuk mengubah serbuk zat aktif menjadi kristal berukuran mikro (berkisar 2 hingga 5 μm) dengan menggunakan colloid mills atau jet mills (Möschwitzher dan Müller, 2007). Namun bila zat aktif tersebut praktis tidak larut atau mempunyai kelarutan yang sangat rendah, mikronisasi tidak akan memberikan efek bermakna. Untuk alasan ini, alternatif berikutnya adalah mengurangi ukuran partikel menjadi yang lebih kecil yaitu skala nano (Möschwitzher dan Müller, 2007). Ukuran nanopartikel berkisar 10 hingga 1000 nm dan kebanyakan metode menyarankan sebaiknya diameter partikel antara 200 dan 400 nm (Müller dan Keck, 2004). Menurut Müller dan Keck (2004), ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk memproduksi nanopartikel dengan bentuk dan ukuran yang diinginkan, yaitu: a. mudah dikerjakan, b. dapat diaplikasikan dalam pembuatan sebanyak mungkin jenis zat aktif obat atau dengan kata lain bersifat universal, c. memberikan hasil yang stabil secara fisik, 23

12 d. diformulasi dengan bahan-bahan tambahan yang inert dan telah disetujui oleh badan regulasi, e. dapat dikerjakan dalam skala besar, f. prosedur produksi hendaknya dapat divalidasi dan memenuhi ketentuan yang berlaku. Secara umum, metode pembuatan nanopartikel terbagi atas 3 prinsip utama yaitu metode presipitasi, penggilingan (milling methods), dan homogenisasi Metode Presipitasi Salah satu metode presipitasi yang pertama adalah teknologi pembuatan Hydrosol. Teknologi ini dikembangkan oleh Sucker dan merupakan hak cipta milik Sandoz (sekarang bernama Novartis). Teknologi ini sesungguhnya merupakan metode presipitasi klasik yang dikenal sebagai via humida paratum. Dalam metode ini, zat aktif dilarutkan ke dalam pelarut, lalu larutan tersebut dimasukkan ke dalam larutan lain yang bukan pelarut zat aktif tersebut sehingga menghasilkan presipitasi zat aktif yang halus. Kelemahan metode ini adalah nanopartikel yang terbentuk harus distabilisasi untuk mencegah timbulnya kristal berukuran mikro dan zat aktif yang hendak dibuat nanopartikelnya harus larut setidaknya dalam salah satu jenis pelarut, sementara diketahui bahwa banyak zat aktif memiliki kelarutan rendah baik di air maupun pelarut organik. Lyophilization harus dilakukan untuk mempertahankan ukuran nanopartikel tersebut. Metode presipitasi yang lain adalah pembuatan nanopartikel amorf. Teknologi ini digunakan dalam bidang farmasetika oleh perusahaan Soliqs (Ludwigshafen, 24

13 Jerman) dan dipasarkan dengan merek dagang NanoMorph (Junghanns dan Müller, 2008) Metode Penggilingan Penggilingan merupakan teknik standar yang telah digunakan dalam beragam bidang aplikasi industri untuk mengurangi ukuran partikel. Pengurangan ukuran partikel lewat penggilingan dapat dijelaskan oleh tiga mekanisme kunci yang saling mempengaruhi yakni gesekan antara dua permukaan karena tekanan yang dihasilkan melampaui kekuatan inheren partikel sehingga mengakibatkan frakturasi (patahan atau retakan), gaya gesek yang dihasilkan (shear force) mengakibatkan pecahnya partikel menjadi beberapa bagian, dan deagregasi terkait kolisi (tabrakan) antar agregat pada laju diferensial yang tinggi (Gour, 2010). Metode penggilingan dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara yaitu berdasarkan kondisi medium penggilingan atau berdasarkan mekanisme fraktur yang terjadi selama penggilingan berlangsung. Berdasarkan kondisi medium ketika partikel digiling, metode dibagi 2 yaitu metode penggilingan kering dan metode penggilingan basah (Burcham, et.al., 2009). Sedangkan berdasarkan mekanisme fraktur yang terjadi, metode dapat dibagi menjadi pemotongan (cutting), kompresi (compression), impaksi (impaction), dan erosi (attrition) (Staniforth, 2002). Metode penggilingan kering (dry milling) merupakan suatu proses memperkecil ukuran partikel tanpa adanya larutan. Hal ini dicapai lewat penggilingan atau penggerusan dengan tenaga tinggi menggunakan suatu baut 25

14 (pin) atau pelatuk (hammer) yang berputar. Peralatan yang dapat digunakan antara lain hammer mill, universal/pin mill, dan jet mill (Burcham, et.al., 2009). Kelemahan utama metode ini adalah kemampuannya menghasilkan distribusi ukuran partikel yang luas berkisar beberapa ratus nanometer hingga 25 μm atau dengan kata lain, hanya beberapa persen produknya yang berupa nanopartikel (Müller, et.al., 2000). Metode berikutnya adalah metode penggilingan basah (wet atau slurry milling) yaitu proses penggilingan suatu zat padat yang disuspensikan dalam suatu larutan. Penggunaan penggilingan basah memiliki beberapa keuntungan dibandingkan penggilingan kering, di antaranya: a. penggillingan basah dapat dikerjakan bersamaan dengan tahapan isolasikristalisasi bahan aktif sehingga tidak menggunakan unit operasi yang terpisah-pisah seperti halnya penggilingan kering sehingga dapat mengurangi waktu penggilingan dan biaya produksi, b. dapat digunakan untuk zat aktif yang memperlihatkan perubahan sifat fisik atau fase pada suhu tinggi, seperti memiliki titik leleh yang rendah. Hal ini dikarenakan peningkatan kapasitas panas larutan pembawa yang akan menghasilkan fluktuasi suhu yang lebih rendah selama proses penggilingan. Beberapa jenis penggilingan basah yang umum digunakan dalam farmasetika yakni toothed-rotor-stator mill, colloid mill, dan media mill (Burcham, et.al., 2009). Media mill merupakan metode yang paling umum digunakan (Möschwitzher dan Müller, 2007). Media mill seringkali disebut juga pearl mill atau bead mill. Komponennya terdiri dari suatu ruang penggilingan (milling chamber), poros penggiling (milling 26

15 shaft), dan ruang resirkulasi produk (product recirculation chamber). Ruang ini berisi media penggiling berbentuk sferis (spherical milling media) yang berdiameter kurang dari 2 mm (Burcham, et.al., 2009). Media penggiling ini dapat dibuat dari bahan gelas, logam, keramik seperti zirkonium oksida, dan polimer seperti resin polistiren. Pemilihan media yang tepat merupakan hal yang penting diperhatikan berhubung erosi dari material media (umumnya gelas dan logam) dapat terjadi selama proses penggilingan sehingga meninggalkan residu pada bahan yang digiling (Burcham, et.al., 2009). Shaft dirancang untuk berputar pada kecepatan tinggi kurang lebih rpm (Lee, et.al., 2008). Perputaran shaft akan menggerakkan media sehingga akan memberikan energi dan gesekan yang kuat kepada suspensi zat aktif yang dipompakan ke dalam ruang sehingga ukuran partikelnya berkurang. Dengan menggunakan media yang lebih kecil (kurang dari 100 μm) maka akan dapat diperoleh partikel yang berukuran nano (Burcham, et.al., 2009). Larutan medium yang digunakan untuk mensuspensi zat aktif dapat memiliki beberapa tujuan di antaranya untuk lubrikasi dan penyalutan partikel melalui berbagai interaksi fisikokimia (elektrostatik, hidrofobik, dan lain-lain) (Lee, et.al., 2008). Metode penggilingan basah (wet milling) merupakan teknologi pengecilan ukuran partikel yang mampu terus berkembang dan bertahan (viable). Keunggulannya telah dibuktikan dengan persetujuan registrasi 4 jenis produk obat yang menggunakan metode ini oleh FDA (Möschwitzher dan Müller, 2007). Dapat ditambahkan, perusahaan bernama NanoSystems (Collegeville, Pennsylvania, AS) menghasilkan nanopartikel obat juga dengan metode pearl mill ini dengan nama dagang NanoCrystals (Müller, et.al., 2000). 27

16 Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu penggilingan antara lain kekerasan zat aktif, kandungan surfaktan, temperatur, viskositas medium pendispersi, masukan energi spesifik, dan ukuran media penggiling. Waktu yang diperlukan dalam penggilingan ini berkisar antara 30 menit hingga beberapa hari (Möschwitzher dan Müller, 2007) Metode Homogenisasi Homogenisasi bertekanan tinggi merupakan pendekatan lain untuk memperkecil ukuran partikel senyawa yang sukar larut. Ada 3 teknologi penting yang dikenal yaitu teknologi mikrofluidisasi (microfluidizer technology atau IDD- P TM technology), homogenisasi di celah piston dalam air (piston gap homogenization in water atau Dissocubes technology), dan di dalam campuran air atau media non-air (Nanopure technology) (Junghanns dan Müller, 2008). Kelebihan dan kekurangan masing-masing metode ini dapat dilihat pada Tabel 2.1. Selain ketiga metode utama di atas, beragam metode kombinasi juga telah dikembangkan seperti Nanoedge technology yang menggabungkan presipitasi dengan homogenisasi celah piston dan Nanopure XP (Extended Performance) technology antara mikrofluidisasi dengan homogenisasi celah piston. 28

17 Tabel 2.1 Kelebihan dan Kekurangan 3 Metode Pembuatan Nanopartikel Teknologi Kelebihan Kekurangan Presipitasi a. zat aktif terdispersi halus b. mudah mengendalikan ukuran partikel seperti yang diinginkan a. hasil nanopartikel harus distabilisasi b. adanya kemungkinan residu pelarut organik c. tidak dapat diaplikasikan secara universal, karena hanya dapat dilakukan pada zat aktif yang larut sedikitnya dalam 1 pelarut Penggilingan Homogenisasi a. membutuhkan energi yang rendah bila dibandingkan dengan metode homogenisasi b. telah diaplikasikan untuk 4 jenis obat yang telah disetujui oleh FDA a. dapat diaplikasikan secara universal b. dapat diaplikasikan pada produksi berskala besar c. membutuhkan waktu relatif singkat (memungkinkan hanya beberapa menit) d. memungkinkan produksi dalam kondisi bebas air a. adanya kemungkinan residu dari media penggiling b. membutuhkan waktu cukup lama (beberapa hari) c. hasil nanopartikel perlu distabilisasi d. tidak dapat diaplikasikan pada produksi berskala besar karena terbatasnya ukuran ruang penggilingan a. membutuhkan energi besar b. membutuhkan pengalaman yang banyak dalam proses pembuatannya (Sumber: Junghanns, J.U.A.H. dan R.H. Müller, 2008, Nanocrystal Technology, Drug Delivery and Clinical Applications, Int. J. Nanomedicine 3(3): ) 2.3 Piroksikam sebagai Model ODT Beberapa faktor harus dipertimbangkan ketika memilih model senyawa obat yang akan diformulasi dalam bentuk sediaan ODT. Secara umum, sediaan ODT 29

18 obat sekurang-kurangnya harus bioekivalen dengan bentuk sediaan oral lainnya yang telah ada. Senyawa obat yang dianggap ideal untuk diformulasi sediaan ODT adalah yang dapat berdifusi dan berpenetrasi ke dalam epitelium saluran pencernaan atas (log P > 1 atau lebih disukai > 2) serta mampu berpermeasi ke dalam jaringan mukosa mulut. Senyawa obat dengan waktu paruh pendek, frekuensi pemberian dosis yang tinggi, memiliki rasa sangat pahit atau yang membutuhkan pelepasan terkontrol, bukanlah kandidat yang sesuai untuk dibuat sediaan ODT (Hirani, et.al., 2009). Para peneliti telah memformulasikan ODT dari berbagai kategori obat pada terapi untuk meningkatkan kadar puncak plasma yang cepat agar mendapatkan respon farmakologi yang diinginkan. Kategori itu termasuk di antaranya neuroleptik, obat kardiovaskular, analgesik, antialergi, ansiolitik, sedatif hipnotik, diuretik, anti-parkinson, antibakteri, dan obat yang digunakan untuk memperbaiki disfungsi ereksi (Hirani, et.al., 2009). Dalam penelitian ini, digunakan piroksikam sebagai model dalam formulasi ODT Sifat Fisikokimia Piroksikam Piroksikam (4-hidroksi-2-metil-N-2-piridil-2H-1,2-benzotiazin-3-karboksa mida 1,1-dioksida) berupa serbuk berwarna hampir putih atau coklat terang atau kuning terang dan tidak berbau, sedangkan bentuk monohidratnya berwarna kuning. Senyawa ini memiliki rumus molekul C 15 H 13 N 3 O 4 S dan berat molekul 331,35 dengan rumus bangun seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3 (FI, 1995). 30

19 Gambar 2.3 Rumus bangun piroksikam. Piroksikam sangat sukar larut dalam air, dalam asam encer dan sebagian besar pelarut organik; sukar larut dalam etanol dan dalam larutan alkali yang mengandung air (FI, 1995); larut dalam metilen klorida (BP, 2009) serta sedikit larut dalam etanol anhidrat. Senyawa ini memiliki titik leleh 198 hingga 200 C dengan pka 6,3 dan log P (oktanol/air) 3,1 (Moffat, et.al., 2004). Piroksikam memiliki sifat asam dikarenakan adanya gugus substitusi dari asam 4-hidroksi enolat (ASHP, 2002) Farmakokinetika Absorpsi. Piroksikam diabsorpsi dengan baik jika diberikan per oral. Kadar obat akan muncul dalam waktu menit setelah pemberian dosis oral tunggal 20 mg piroksikam dan kadar puncak plasma sekitar 1,5-2 μg/ml umumnya dicapai dalam waktu 3-5 jam. Aktivitas antiinflamasi yang optimum akan diperoleh pada kadar plasma sedikitnya 5 μg/ml (ASHP, 2002). Distribusi. Pada konsentrasi plasma 5-30 μg/ml, piroksikam akan terikat dengan protein plasma sebesar 99,3%. Pada manusia sehat, volume distribusi piroksikam dilaporkan berkisar 0,12 hingga 0,14 L/kg. Pada pemberian oral, piroksikam juga didistribusikan ke dalam air susu ibu dengan kadar 1-3% dari kadar plasma sang ibu (ASHP, 2002). 31

20 Metabolisme dan ekskresi. Waktu paruh plasma piroksikam dilaporkan berkisar antara 14 hingga 158 jam pada orang dewasa sehat, sementara produsen menyatakan rerata waktu paruhnya adalah 50 jam. Pada kondisi steady-state, 50% dosis piroksikam akan dimetabolisme di hati dengan cara proses hidroksilasi gugus samping piridinil pada posisi 5 dan konjugasi glukoronida dari metabolit hidroksi tersebut. Piroksikam dan metabolitnya diekskresikan melalui urin dan feses, ekskresi obat lewat urin berjumlah dua kali lipatnya dibandingkan lewat feses. Piroksikam diekskresikan dalam bentuk metabolitnya dan hanya 5% dari dosis yang diekskresikan dalam bentuk tidak berubah (ASHP, 2002) Farmakodinamika Piroksikam memiliki efek farmakologi sama halnya obat antiinflamasi nonsteroid lainnya. Senyawa ini memiliki aktivitas antiinflamasi, analgesik, dan antipiretik. Obat ini bekerja dengan cara menghambat sintesis prostaglandin dalam jaringan tubuh yaitu dengan menghambat isoenzim siklooksigenase yaitu siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2) (juga dikenal sebagai prostaglandin G/H synthase-1 [PGHS-1] dan -2 [PGHS-2]). Enzim ini diketahui mengkatalisis pembentukan prostaglandin pada jalur asam arakidonat. Meskipun mekanisme yang sesungguhnya belum diketahui secara pasti, aktivitas antiinflamasi, analgesik, dan antipiretik dari obat AINS secara mendasar merupakan efek penghambatan isoenzim COX-2, sedangkan efeknya dalam penghambatan COX-1 umumnya merupakan efek samping yang tak diinginkan pada terapi seperti iritasi mukosa gastrointestinal dan penghambatan agregasi platelet (ASHP, 2002). 32

21 2.3.4 Indikasi dan Dosis Terapi Terkait dengan efek farmakologinya sebagai antiinflamasi nonsteroid dan analgesik, piroksikam digunakan dengan indikasi untuk terapi simptomatik pada rematoid artritis, osteoartritis, ankilosing spondilitis, gangguan muskuloskeletal akut, dan gout akut (IONI, 2008). Dosis awal terapi rematoid artritis, osteoartritis, dan ankilosing spondilitis adalah 20 mg sebagai dosis tunggal. Dosis pemeliharaan pada umumnya 20 mg sehari atau jika diperlukan dapat diberikan mg dalam dosis tunggal atau terbagi. Dosis lebih dari 20 mg sehari akan meningkatkan efek samping gastrointestinal. Pada terapi gout akut, mula-mula diberikan 40 mg sehari sebagai dosis tunggal, diikuti 4-6 hari berikutnya 40 mg sehari dosis tunggal atau terbagi. Sedangkan pada gangguan muskuloskeletal akut, dosis awalnya 40 mg sehari sebagai dosis tunggal atau terbagi selama 2 hari, selanjutnya 20 mg sehari selama 7-14 hari (IONI, 2008). 33

UJI PERBANDINGAN PELEPASAN PIROKSIKAM NANOPARTIKEL DAN MIKROPARTIKEL DALAM SEDIAAN ORALLY DISINTEGRATING TABLET (ODT)

UJI PERBANDINGAN PELEPASAN PIROKSIKAM NANOPARTIKEL DAN MIKROPARTIKEL DALAM SEDIAAN ORALLY DISINTEGRATING TABLET (ODT) UJI PERBANDINGAN PELEPASAN PIROKSIKAM NANOPARTIKEL DAN MIKROPARTIKEL DALAM SEDIAAN ORALLY DISINTEGRATING TABLET (ODT) OLEH: JUANITA TANUWIJAYA NIM : 097014007 PROGRAM MAGISTER FARMASI FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

bebas dari kerusakan fisik, serta stabil cukup lama selama penyimpanan (Lachman et al., 1986). Banyak pasien khususnya anak kecil dan orang tua

bebas dari kerusakan fisik, serta stabil cukup lama selama penyimpanan (Lachman et al., 1986). Banyak pasien khususnya anak kecil dan orang tua BAB 1 PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, terutama dalam bidang farmasi, memberikan kesempatan pada bagian Research and Development di sebuah industri farmasi untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kulit pisang merupakan bahan buangan limbah buah pisang yang jumlahnya cukup banyak. Pada umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan secara nyata, kulit pisang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rute pemberian secara oral merupakan rute yang paling umum digunakan hingga 50 60% dari keseluruhan bentuk sediaan. Bentuk sediaan padat pada umumnya lebih disukai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konvensional dan pelepasan terkontrol hingga kapsul gelatin keras dan lunak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konvensional dan pelepasan terkontrol hingga kapsul gelatin keras dan lunak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Orally Disintegrating Tablets (ODTs) 2.1.1 Pengertian Rute pemberian obat secara oral adalah rute paling umum dan nyaman digunakan oleh pasien. Tablet dan kapsul telah muncul

Lebih terperinci

merupakan masalah umum yang menimpa hampir 35% dari populasi umum, khususnya pediatri, geriatri, pasien stroke, penyakit parkinson, gangguan

merupakan masalah umum yang menimpa hampir 35% dari populasi umum, khususnya pediatri, geriatri, pasien stroke, penyakit parkinson, gangguan BAB 1 PENDAHULUAN Saat ini indutri farmasi berfokus pada pengembangan sistem penghantaran obat secara oral yang menawarkan kepatuhan pasien dan dosis yang efektif. Rute pemberian oral tidak diragukan lagi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini, salah satu penyebab masalah lingkungan hidup yang sering dijumpai adalah limbah. Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang kian pesat, produksi limbah juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Orally Disintegrating Tablet (ODT) 2.1.1 Pengertian Rute pemberian obat secara oral adalah rute paling umum dan nyaman digunakan oleh pasien. Tablet dan kapsul merupakan bentuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sediaan farmasi memiliki berbagai macam bentuk dengan cara pemberiannya yang berbeda-beda. Salah satu sediaan yang paling umum digunakan oleh masyarakat yaitu tablet,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tablet adalah sediaan oral dalam bentuk padat yang mengandung bahan aktif dengan atau tanpa bahan tambahan yang sesuai (Departemen Keshatan RI, 2014). Tablet

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Adanya kemajuan teknologi dalam industri farmasi sekarang ini, terutama di bidang sediaan solida termasuk sediaan tablet yang telah mengalami banyak perkembangan dalam

Lebih terperinci

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat;

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat; BAB 1 PENDAHULUAN Seiring dengan kemajuan teknologi dan pengetahuan dalam bidang farmasi, perkembangan terhadap metode pembuatan sediaan obat untuk meningkatkan mutu obat juga semakin maju. Dengan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tablet merupakan salah satu sediaan farmasi yang sangat digemari, karena bentuknya yang padat, mudah di bawa dan dapat menghasilkan efek yang cepat. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam dunia kesehatan, obat dengan berbagai sediaan sangat dibutuhkan masyarakat untuk mengobati suatu penyakit. Obat-obatan bentuk padat dapat diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Meloksikam (MEL) merupakan salah satu obat golongan NSAID yang digunakan sebagai terapi penyakit osteoarthritis dan reumatoid arthritis (Mahrouk dkk., 2009).

Lebih terperinci

mempermudah dalam penggunaannya, orally disintegrating tablet juga menjamin keakuratan dosis, onset yang cepat, peningkatan bioavailabilitas dan

mempermudah dalam penggunaannya, orally disintegrating tablet juga menjamin keakuratan dosis, onset yang cepat, peningkatan bioavailabilitas dan BAB 1 PENDAHULUAN Sediaan Tablet merupakan suatu bentuk sediaan solid mengandung bahan obat (zat aktif) dengan atau tanpa bahan pengisi (Departemen Kesehatan RI, 1995). Tablet terdapat dalam berbagai ragam,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Domperidone 2.1.1 Sifat fisikokimia Menurut BP (2009), sifat fisikokimia domperidone adalah sebagai berikut: Rumus struktur: Gambar 1 Struktur domperidone Nama Kimia : 5-kloro-1-[1-[3-(2-okso-2,3-dihidro-1H-benzimidazol-1-il)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi sangat pesat, salah satunya yaitu pengembangan bentuk sediaan obat yang semakin banyak. Namun,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini, seiring dengan semakin bertumbuhnya jumlah penduduk mengakibatkan sering terjadinya permasalahan dalam lingkungan hidup, seperti salah satunya mengenai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aloe vera merupakan spesies aloe yang paling banyak dijual dan diproses. Di industri makanan, aloe vera digunakan sebagai sumber makanan fungsional, bahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bentuk sediaan obat merupakan sediaan farmasi dalam bentuk tertentu sesuai dengan kebutuhan, mengandung satu zat aktif atau lebih dalam pembawa yang digunakan sebagai

Lebih terperinci

obat tersebut cenderung mempunyai tingkat absorbsi yang tidak sempurna atau tidak menentu dan seringkali menghasilkan respon terapeutik yang minimum

obat tersebut cenderung mempunyai tingkat absorbsi yang tidak sempurna atau tidak menentu dan seringkali menghasilkan respon terapeutik yang minimum BAB 1 PENDAHULUAN Seiring berjalannya waktu, teknologi farmasi telah berkembang pesat. Hal ini dibuktikan dengan munculnya berbagai metode baru dalam industri farmasi yang memiliki tujuan akhir untuk mendapatkan

Lebih terperinci

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi BAB 1 PENDAHULUAN Sampai saat ini, sediaan farmasi yang paling banyak digunakan adalah sediaan tablet, yang merupakan sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkular,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rute pemberian oral merupakan rute yang paling digemari dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. Rute pemberian oral merupakan rute yang paling digemari dibandingkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rute pemberian oral merupakan rute yang paling digemari dibandingkan dengan berbagai macam rute pemberian obat lainnya karena pemberiannya mudah sehingga dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Penyakit hipertensi adalah penyakit tekanan darah tinggi di mana dalam pengobatannya membutuhkan

Lebih terperinci

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam BAB 1 PENDAHULUAN Hingga saat ini, kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam meningkatkan mutu suatu obat. Tablet adalah sediaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, Tablet merupakan sediaan obat yang paling banyak digunakan di masyarakat. Sediaan Tablet merupakan bentuk sediaan solid mengandung bahan obat (zat aktif)

Lebih terperinci

merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan. Tablet ODT merupakan tablet yang larut dimulut, dengan bantuan saliva sampai terdispersi

merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan. Tablet ODT merupakan tablet yang larut dimulut, dengan bantuan saliva sampai terdispersi BAB 1 PENDAHULUAN Zaman yang berkembang ini para ilmuwan farmasi diarahkan mengembangkan bentuk sediaan baru. Salah satu tujuannya yaitu untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sehingga para ilmuwan formulasi

Lebih terperinci

mudah ditelan serta praktis dalam hal transportasi dan penyimpanan (Voigt, 1995). Ibuprofen merupakan obat analgetik antipiretik dan anti inflamasi

mudah ditelan serta praktis dalam hal transportasi dan penyimpanan (Voigt, 1995). Ibuprofen merupakan obat analgetik antipiretik dan anti inflamasi BAB 1 PENDAHULUAN Dalam dunia farmasi saat ini berkembang dengan pesatnya yang memberikan dampak berkembangnya metode dalam meningkatkan mutu suatu obat. Mutu dijadikan dasar acuan untuk menetapkan kebenaran

Lebih terperinci

struktur yang hidrofobik dimana pelepasannya melalui beberapa tahapan sehingga dapat mempengaruhi kecepatan dan tingkat absorpsi (Bushra et al,

struktur yang hidrofobik dimana pelepasannya melalui beberapa tahapan sehingga dapat mempengaruhi kecepatan dan tingkat absorpsi (Bushra et al, BAB 1 PENDAHULUAN Sediaan farmasi terdapat berbagai macam bentuk berbeda yang didalamnya terkandung suatu bahan obat untuk pengobatan penyakit tertentu. Salah satu bentuk sediaan yang paling populer adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan jaman yang semakin modern menuntut semua hal yang serba cepat dan praktis, termasuk perkembangan sediaan obat. Bentuk sediaan obat padat berupa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Orally disintegrating tablet (ODT) adalah suatu bentuk sediaan padat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Orally disintegrating tablet (ODT) adalah suatu bentuk sediaan padat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Orally Disintegrating Tablet (ODT) Orally disintegrating tablet (ODT) adalah suatu bentuk sediaan padat mengandung senyawa aktif obat yang dapat hancur secara cepat, biasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi di bidang farmasi begitu pesat, termasuk pengembangan berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring perkembangan teknologi, industri farmasi semakin berkembang pesat. Hal ini ditunjukkan dengan pengembangan sistem penghantaran obat secara oral yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu bentuk sediaan yang sudah banyak dikenal masyarakat untuk pengobatan adalah

Lebih terperinci

anti-inflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak. Obat golongan ini mempunyai efek

anti-inflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak. Obat golongan ini mempunyai efek BAB 1 PENDAHULUAN Saat ini, rasa sakit karena nyeri sendi sering menjadi penyebab gangguan aktivitas sehari-hari seseorang. Hal ini mengundang penderita untuk segera mengatasinya baik dengan upaya farmakoterapi,

Lebih terperinci

A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Starch 10% PVP 5% Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5%

A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Starch 10% PVP 5% Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5% A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Asetosal 150 mg Starch 10% PVP 5% Laktosa q.s Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5% Monografi a. Asetosal Warna Bau

Lebih terperinci

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan di bidang teknologi dan pengetahuan dalam bidang farmasi, memberikan dampak pengembangan terhadap metode untuk meningkatkan mutu suatu obat.

Lebih terperinci

terbatas, modifikasi yang sesuai hendaknya dilakukan pada desain formula untuk meningkatkan kelarutannya (Karmarkar et al., 2009).

terbatas, modifikasi yang sesuai hendaknya dilakukan pada desain formula untuk meningkatkan kelarutannya (Karmarkar et al., 2009). BAB 1 PENDAHULUAN Tablet merupakan bentuk sediaan yang paling popular di masyarakat karena bentuk sediaan tablet memiliki banyak keuntungan, misalnya: massa tablet dapat dibuat dengan menggunakan mesin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan kelarutan yang buruk, karena mempunyai struktur hidrofobik

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan kelarutan yang buruk, karena mempunyai struktur hidrofobik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ibuprofen merupakan salah satu obat yang sukar larut dalam air dan menunjukkan kelarutan yang buruk, karena mempunyai struktur hidrofobik (Bushra dan Aslam, 2010; Mansouri,

Lebih terperinci

(AIS) dan golongan antiinflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak.

(AIS) dan golongan antiinflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak. BAB 1 PENDAHULUAN Di era globalisasi saat ini, rasa sakit atau nyeri sendi sering menjadi penyebab salah satu gangguan aktivitas sehari-hari seseorang. Hal ini mengundang penderita untuk segera mengatasinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sirih merah merupakan tanaman yang diketahui tumbuh di berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sirih merah merupakan tanaman yang diketahui tumbuh di berbagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Sirih merah merupakan tanaman yang diketahui tumbuh di berbagai daerah di Indonesia, seperti di lingkungan Keraton Yogyakarta dan di lereng Merapi sebelah timur,

Lebih terperinci

efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan antiinflamasi lainnya. Dosis ibuprofen sebagai anti-inflamasi mg sehari.

efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan antiinflamasi lainnya. Dosis ibuprofen sebagai anti-inflamasi mg sehari. BAB 1 PENDAHULUAN Dewasa ini industri farmasi telah tumbuh dan berkembang dengan pesat. Perkembangan tersebut ditandai dengan adanya kemajuan di bidang teknologi farmasi, khususnya dalam pembuatan sediaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberian obat di Indonesia secara oral sudah sangat umum digunakan oleh masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan maupun di pedesaan. Diantara sediaan beberapa sediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aspirin mencegah sintesis tromboksan A 2 (TXA 2 ) di dalam trombosit dan

BAB I PENDAHULUAN. Aspirin mencegah sintesis tromboksan A 2 (TXA 2 ) di dalam trombosit dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Antiplatelet adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus yang terutama sering ditemukan pada sistem arteri

Lebih terperinci

konvensional 150 mg dapat menghambat sekresi asam lambung hingga 5 jam, tetapi kurang dari 10 jam. Dosis alternatif 300 mg dapat meningkatkan

konvensional 150 mg dapat menghambat sekresi asam lambung hingga 5 jam, tetapi kurang dari 10 jam. Dosis alternatif 300 mg dapat meningkatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, penyakit saluran cerna merupakan penyakit yang sangat sering dialami oleh banyak orang karena aktivitas dan rutinitas masingmasing orang, yang membuat

Lebih terperinci

diperlukan pemberian secara berulang. Metabolit aktif dari propranolol HCl adalah 4-hidroksi propranolol yang mempunyai aktifitas sebagai β-bloker.

diperlukan pemberian secara berulang. Metabolit aktif dari propranolol HCl adalah 4-hidroksi propranolol yang mempunyai aktifitas sebagai β-bloker. BAB 1 PENDAHULUAN Pemberian obat oral telah menjadi salah satu yang paling cocok dan diterima secara luas oleh pasien untuk terapi pemberian obat. tetapi, terdapat beberapa kondisi fisiologis pada saluran

Lebih terperinci

bahan tambahan yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik sehingga dapat dicetak langsung. Pada pembuatan tablet diperlukan bahan

bahan tambahan yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik sehingga dapat dicetak langsung. Pada pembuatan tablet diperlukan bahan BAB 1 PENDAHULUAN Tablet merupakan bentuk sediaan padat yang relatif lebih stabil secara fisika kimia dan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang sering dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika

Lebih terperinci

sediaan tablet cukup kecil dan wujudnya padat sehingga memudahkan pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutannya (Siregar, 1992). Telah diketahui bahwa

sediaan tablet cukup kecil dan wujudnya padat sehingga memudahkan pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutannya (Siregar, 1992). Telah diketahui bahwa BAB I PENDAHULUAN Seiring berjalannya waktu, sintesis obat dengan tingkat kelarutan rendah terus meningkat. Beberapa obat yang kelarutannya rendah seperti ibuprofen, piroxicam, carbamazepine, furosemid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meloksikam (MEL) merupakan salah satu NSAID (non steroidal antiinflamatory drugs) yang paling sering diresepkan untuk berbagai kondisi inflamasi seperti rheumatoid arthritis,

Lebih terperinci

enzim dan ph rendah dalam lambung), mengontrol pelepasan obat dengan mengubah struktur gel dalam respon terhadap lingkungan, seperti ph, suhu,

enzim dan ph rendah dalam lambung), mengontrol pelepasan obat dengan mengubah struktur gel dalam respon terhadap lingkungan, seperti ph, suhu, BAB 1 PENDAHULUAN Dalam sistem penghantaran suatu obat di dalam tubuh, salah satu faktor yang penting adalah bentuk sediaan. Penggunaan suatu bentuk sediaan bertujuan untuk mengoptimalkan penyampaian obat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, kemajuan dibidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan dalam meningkatkan mutu dan kualitas suatu obat, terutama dibidang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketoprofen merupakan senyawa obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) turunan asam fenilalkanoat yang bekerja sebagai antiinflamasi, antipiretik, analgetik, dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Penelitian Asma adalah suatu penyakit obstruksi saluran pernafasan yang bersifat kronis dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan dan kemajuan zaman, teknologi di bidang farmasi saat ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Dari jenis-jenis sediaan obat yang ada di pasaran, tablet merupakan bentuk sediaan yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teh merupakan salah satu minuman yang sangat popular di dunia. Teh dibuat dari pucuk daun muda tanaman teh. Berdasarkan pengolahannya, secara tradisional produk teh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gliklazid adalah agen anti hiperglikemia yang digunakan secara oral untuk pengobatan non-insulin dependent diabetes mellitus. Gliklazid termasuk dalam golongan sulfonilurea.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid. (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang.

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid. (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang. Obat ini dapat menyebabkan masalah gastrointestinal

Lebih terperinci

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat terutama dalam bidang industri farmasi memacu setiap industri farmasi untuk menemukan dan mengembangkan berbagai macam sediaan obat. Dengan didukung

Lebih terperinci

Effervescent system digunakan pada penelitian ini. Pada sistem ini formula tablet mengandung komponen polimer dengan kemampuan mengembang seperti

Effervescent system digunakan pada penelitian ini. Pada sistem ini formula tablet mengandung komponen polimer dengan kemampuan mengembang seperti BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang farmasi semakin pesat, khususnya dalam pengembangan berbagai macam rancangan sediaan obat. Rancangan sediaan obat

Lebih terperinci

Tablet Khusus. (dibuat dalam rangka memenuhi Tugas mata Kuliah TFSP)

Tablet Khusus. (dibuat dalam rangka memenuhi Tugas mata Kuliah TFSP) Tablet Khusus Tablet Khusus (dibuat dalam rangka memenuhi Tugas mata Kuliah TFSP) Disusun oleh : Dicky Wisnu Ariandi (21081012) Dwi Adiguna (21081014) Indri Nugraha (21081020) Irvan Akhmad Fauzi (21081022)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Dari jenis sediaan obat yang ada, tablet dan jenis-jenis modifikasinya merupakan sediaan yang

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh: HENI SUSILOWATI K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

SKRIPSI. Oleh: HENI SUSILOWATI K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008 OPTIMASI FORMULASI SEDIAAN TABLET TEOFILIN DENGAN STARCH 1500 SEBAGAI BAHAN PENGIKAT DAN EXPLOTAB SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DENGAN MODEL SIMPLEX LATTICE DESIGN SKRIPSI Oleh: HENI SUSILOWATI K100 040 020

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem penghantaran obat dengan memperpanjang waktu tinggal di lambung memiliki beberapa keuntungan, diantaranya untuk obat-obat yang memiliki absorpsi rendah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam meningkatkan mutu suatu obat. Tablet adalah sediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring berjalannya waktu, industri farmasi di Indonesia terus mengalami perkembangan dalam setiap bidangnya, termasuk dalam bidang pengembangan formulasi dan teknologi

Lebih terperinci

Beberapa hal yang menentukan mutu tablet adalah kekerasan tablet dan waktu hancur tablet. Tablet yang diinginkan adalah tablet yang tidak rapuh dan

Beberapa hal yang menentukan mutu tablet adalah kekerasan tablet dan waktu hancur tablet. Tablet yang diinginkan adalah tablet yang tidak rapuh dan BAB I PENDAHULUAN Dewasa ini industri farmasi telah tumbuh dan berkembang dengan pesat. Perkembangan tersebut ditandai dengan adanya kemajuan di bidang teknologi farmasi, khususnya dalam pembuatan sediaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber pemenuhan kebutuhan tubuh untuk melakukan metabolisme hingga

I. PENDAHULUAN. sumber pemenuhan kebutuhan tubuh untuk melakukan metabolisme hingga I. PENDAHULUAN Saluran pencernaan merupakan gerbang utama masuknya zat gizi sebagai sumber pemenuhan kebutuhan tubuh untuk melakukan metabolisme hingga aktivitas sehari-hari. Lambung merupakan tempat yang

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu sediaan obat yang layak untuk diproduksi harus memenuhi beberapa persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan obat untuk

Lebih terperinci

identik dengan semua campuran unit lainnya dalam campuran serbuk. Metode campuran interaktif dapat digunakan dengan mencampur partikel pembawa yang

identik dengan semua campuran unit lainnya dalam campuran serbuk. Metode campuran interaktif dapat digunakan dengan mencampur partikel pembawa yang BAB 1 PENDAHULUAN Dewasa ini, kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam peningkatkan mutu dan kualitas suatu obat, terutama di bidang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi dalam bidang kefarmasian saat ini telah cukup maju atau dapat dikatakan mengalami modernisasi. Hal ini berkenaan dengan derajat kualitas obat

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008 OPTIMASI FORMULASI SEDIAAN TABLET TEOFILIN DENGAN STARCH 1500 SEBAGAI BAHAN PENGIKAT DAN NATRIUM ALGINAT SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DENGAN MODEL SIMPLEX LATTICE DESIGN SKRIPSI Oleh : YENNYFARIDHA K100040034

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. (Departemen Kesehatan RI, 2006). Obat ini bekerja pada ginjal dengan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. (Departemen Kesehatan RI, 2006). Obat ini bekerja pada ginjal dengan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Hidroklorotiazid (HCT) merupakan obat golongan diuretik tiazid yang umumnya digunakan sebagai lini pertama untuk penanganan hipertensi (Departemen Kesehatan RI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pentagamavunon-0 (PGV-0) atau 2,5-bis-(4ʹ hidroksi-3ʹ metoksibenzilidin) siklopentanon adalah salah satu senyawa analog kurkumin yang telah dikembangkan oleh

Lebih terperinci

menyebabkan timbulnya faktor lupa meminum obat yang akhirnya dapat menyebabkan kegagalan dalam efektivitas pengobatan. Permasalahan ini dapat diatasi

menyebabkan timbulnya faktor lupa meminum obat yang akhirnya dapat menyebabkan kegagalan dalam efektivitas pengobatan. Permasalahan ini dapat diatasi BAB 1 PENDAHULUAN Pada saat ini, semakin banyak manusia yang terkena penyakit reumatik, baik orang dewasa maupun anak muda. Upaya manusia untuk mengatasi hal tersebut dengan cara farmakoterapi, fisioterapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelarutan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia yang penting untuk diperhatikan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tablet Tablet adalah sediaan padat, kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan perkembangan dunia dewasa ini, industri farmasi mengalami kemajuan yang pesat.

Lebih terperinci

FORMULASI. Oleh FAKULTAS

FORMULASI. Oleh FAKULTAS FORMULASI SEDIAAN TABLET FAST DISINTEGRATING ANTASIDAA DENGAN PRIMOJEL SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DAN MANITO L SEBAGAI BAHAN PENGISI SKRIPSI Oleh : IKA WAHYUNINGTYAS K 100 060153 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Pragel Pati Singkong Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar berwarna putih. Rendemen pati yang dihasilkan adalah sebesar 90,0%.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1, 35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1, menggunakan metode kering pada kondisi khusus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, dunia

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, dunia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, dunia pengobatanpun mengalami perkembangan pesat. Hal ini dapat dibuktikan dengan jumlah dan macam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Tablet Mengapung Verapamil HCl Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih lima formula untuk dibandingkan kualitasnya, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyerupai flubiprofen maupun meklofenamat. Obat ini adalah penghambat

BAB I PENDAHULUAN. menyerupai flubiprofen maupun meklofenamat. Obat ini adalah penghambat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Natrium diklofenak merupakan derivat sederhana fenilasetat yang menyerupai flubiprofen maupun meklofenamat. Obat ini adalah penghambat siklooksigenase yang kuat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daun sirih sudah sejak dulu digunakan masyarakat Indonesia sebagai obat tradisional. Tanaman sirih (Piper bettle L.) merupakan salah satu tanaman yang mempunyai daya

Lebih terperinci

waktu tinggal sediaan dalam lambung dan memiliki densitas yang lebih kecil dari cairan lambung sehingga obat tetap mengapung di dalam lambung tanpa

waktu tinggal sediaan dalam lambung dan memiliki densitas yang lebih kecil dari cairan lambung sehingga obat tetap mengapung di dalam lambung tanpa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dewasa ini, kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan dalam meningkatkan mutu dan kualitas suatu obat, utamanya di bidang sediaan

Lebih terperinci

TUGAS SOLIDA PRAFORMULASI SEDIAAN TABLET ROPINIROLE. Dosen Pengampu: Eka Deddy Irawan, S.Si., M.Sc., Apt. Oleh : : Nur Fatjria Susilowati

TUGAS SOLIDA PRAFORMULASI SEDIAAN TABLET ROPINIROLE. Dosen Pengampu: Eka Deddy Irawan, S.Si., M.Sc., Apt. Oleh : : Nur Fatjria Susilowati TUGAS SOLIDA PRAFORMULASI SEDIAAN TABLET ROPINIROLE Dosen Pengampu: Eka Deddy Irawan, S.Si., M.Sc., Apt. Oleh : Nama : Nur Fatjria Susilowati NIM : 122210101004 BAGIAN FARMASETIKA FARMASI FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KITSAN Kitosan adalah polimer alami yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitin adalah polisakarida terbanyak kedua setelah selulosa. Kitosan merupakan polimer yang aman, tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketoprofen merupakan obat OAINS dari turunan asam propionat yang memiliki khasiat sebagai antipiretik, antiinflamasi dan analgesik pada terapi rheumatoid arthritis

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi jernih yang terbentuk dari fasa lipofilik, surfaktan, kosurfaktan dan air. Dispersi mikroemulsi ke dalam air bersuhu rendah akan menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaptopril adalah senyawa aktif yang berfungsi sebagai inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) yang banyak digunakan untuk pasien yang mengalami gagal jantung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Masalah Obat anti-inflamasi non steroid (AINS) banyak dimanfaatkan pada pengobatan kelainan

Lebih terperinci

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien)

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien) Defenisi tablet Berdasarkan FI III : Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis

Lebih terperinci

atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin, tetapi dapat

atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin, tetapi dapat 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin, tetapi dapat juga terbuat dari pati atau bahan lain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekayaan alam hutan tropis Indonesia menyimpan beribu-ribu tumbuhan yang berkhasiat obat. Penggunaan obat-obat tradisional memiliki banyak keuntungan yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketoprofen secara luas telah digunakan sebagai obat analgetika antiinflamasi

I. PENDAHULUAN. Ketoprofen secara luas telah digunakan sebagai obat analgetika antiinflamasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketoprofen secara luas telah digunakan sebagai obat analgetika antiinflamasi nonsteroidal turunan asam propionat yang mempunyai aktivitas kerja menghambat enzim siklooksigenase

Lebih terperinci

Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi

Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi Farmakokinetik - 2 Mempelajari cara tubuh menangani obat Mempelajari perjalanan

Lebih terperinci