BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Orally disintegrating tablet (ODT) adalah suatu bentuk sediaan padat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Orally disintegrating tablet (ODT) adalah suatu bentuk sediaan padat"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Orally Disintegrating Tablet (ODT) Orally disintegrating tablet (ODT) adalah suatu bentuk sediaan padat mengandung senyawa aktif obat yang dapat hancur secara cepat, biasanya dalam hitungan detik, ketika diletakkan di atas lidah. Orally disintegrating tablet juga disebut dengan Oro-disperse, mouth dissolving, rapidly disintegrating, fast melt, dan quick dissolve (Kundu dan Sahoo, 2008). ODT telah mendapatkan perhatian sebagai alternatif pilihan dari tablet konvensional dan kapsul, karena dapat memberikan kepatuhan pasien yang lebih baik. Teknologi ODT memenuhi beberapa kebutuhan pasien dalam kenyamanan penggunaan obat seperti pada pasien geriatrik, pasien pediatrik dan pasien disfagia (Hirani, et al., 2009). ODT diharapkan cepat terdisintegrasi di mulut ketika kontak dengan air ludah atau saliva dalam waktu kurang dari 60 detik (Kundu dan Sahoo, 2008). Zat aktif kemudian akan melarut atau terdispersi dengan adanya air ludah, lalu ditelan oleh pasien dan obat akan diabsorpsi seperti umumnya. Untuk proses ini, jumlah air ludah yang sedikit telah mencukupi untuk memungkinkan terjadinya disintegrasi tablet. Oleh karena itu, tidak diperlukan air untuk menelan obat (Koseki, et al., 2008). Hal inilah yang akan mempermudah dan meningkatkan kepatuhan pasien anak-anak ataupun orang tua dalam penggunaan obat. Selain itu, sejumlah bagian obat juga mungkin diabsorpsi di daerah pra-gastrik seperti mulut, faring, dan esofagus ketika air ludah turun ke

2 lambung sehingga ketersediaan hayati obat akan meningkat dan pada akhirnya juga meningkatkan efektivitas terapi. 2.2 Karakteristik Ideal ODT Sediaan ODT berbeda dari tablet konvensional umumnya, maka sediaan ODT harus memiliki beberapa karakteristik yang ideal antara lain: a. disintegrasi harus cepat. Secara umum, hal ini berarti bahwa tablet ODT harus terdisintegrasi dalam waktu kurang dari 1 menit. Namun demikian, akan lebih disukai bila disintegrasi terjadi secepat mungkin di dalam rongga mulut. Begitu juga ODT harus terdisintegrasi dengan sedikit atau tanpa meminum air sama sekali dan dimaksudkan untuk terdispersi dengan air ludah pasien sendiri. b. penutupan rasa (taste-masking) dari senyawa aktif. Hal ini dikarenakan ODT akan mengalami disintegrasi di dalam mulut. Setelah melarut, sediaan diharapkan tidak meninggalkan residu serta rasa enak di mulut. Teknologi penutupan rasa yang ideal hendaknya mampu menghasilkan mouthfeel yang baik dan tidak memberikan sensasi berpasir (grittiness) di mulut. c. kekerasan dan porositas tablet yang optimal. Oleh karena ODT dirancang untuk memiliki waktu disintegrasi dan disolusi yang cepat maka dibutuhkan zat tambahan (excipient) dan struktur tablet dengan porositas yang tinggi, yang dimaksudkan untuk absorpsi air yang cepat ke dalam tablet. d. sensitifitas yang rendah terhadap kelembapan. ODT seringkali sensitif terhadap kelembapan, hal ini disebabkan zat tambahan dengan kelarutan dalam air yang tinggi sehingga sangat rentan terhadap kelembapan. Untuk mengatasi

3 hal ini, diperlukan strategi pengemasan yang baik agar tablet terlindungi dari berbagai pengaruh lingkungan (Fu, et al., 2004). 2.3 Kelebihan ODT ODT memiliki semua kelebihan dari bentuk sediaan solida, antara lain ketepatan dosis, kemudahan produksi dan praktis dibawa bepergian. ODT juga memiliki kelebihan lain seperti kemudahan penggunaan obat, tidak ada resiko sesak nafas (tersedak) akibat obstruksi fisik bentuk solida di tenggorokan (Fu, et al., 2004), kecepatan absorpsi dan onset kerja obat yang cepat, serta ketersediaan hayati yang tinggi serta rasa yang enak pada mulut sehingga membantu untukmengubah persepsi bahwa obat itu pahit pada anak-anak. Berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan di atas, zat aktif dapat diabsorpsi baik di daerah bucal, faring maupun esofagus selama larutan obat turun ke lambung. Karena absorpsi pra-gastrik akan menghindarkan zat aktif dari metabolisme lintas pertama di hati, maka dosis obat juga dapat dikurangi bila sejumlah besar zat aktif mengalami metabolisme tersebut selama pemberian tablet konvensional (Fu, et al., 2004). Oleh karena itu dalam kasus terapi tertentu, ODT merupakan obat pilihan untuk mendapatkan konsentrasi sistemik yang tinggi secara cepat atau high drug loading (Kundu dan Sahoo, 2008). ODT menawarkan kemudahan bagi pasien yang mengalami kesulitan menelan (disfagia) terutama pasien pediatri dan geriatri serta untuk pasien yang sedang berlibur dan menempuh perjalanan jauh yang kemungkinan besar air minum mungkin sulit diperoleh. Keuntungan lain seperti pada kasus mabuk

4 perjalanan, dimana diinginkan onset kerja obat yang cepat (Verma dan Garg, 2001; Bhowmik, et al., 2009). 2.4 Metode Formulasi ODT Sifat ODT yang cepat larut (fast-dissolving) berasal dari jalan masuk air yang sangat singkat ke dalam matriks tablet sehingga mengakibatkan disintegrasi yang sangat cepat. Oleh karena itu, pendekatan mendasar dalam mengembangkan tablet jenis ini meliputi: a. memaksimalkan struktur berpori dari matriks tablet. b. menambahkan senyawa penghancur (disintegrant) yang tepat. c. menggunakan zat tambahan (excipient) yang sangat mudah larut air dalam formulasi. Sejauh ini, beberapa metode pembuatan ODT telah dikembangkan dengan berbagai prinsip dasar yang berbeda (Shukla, et al., 2009). Formulasi ODT dapat dibagi menjadi 2 bagian utama yaitu metode yang menggunakan proses pemanasan dan yang tidak menggunakan pemanasan. Menurut Goel, et al. (2008), metode yang menggunakan proses pemanasan antara lain: proses gula kapas (cotton candy process), tekanan leburan (melt extrusion), pencetakan tablet (tablet molding), dan sublimasi (sublimation). Sementara itu, metode yang tidak menggunakan proses pemanasan meliputi pengeringan beku (freeze drying), cetak langsung (direct compression) dan sistem effervescent (effervescent system). Dari beberapa teknologi tersebut, freeze drying (liofilisasi) dianggap yang paling sukses. Tablet yang dihasilkan menggunakan teknologi ini, secara

5 umum memperlihatkan waktu disintegrasi dan disolusi yang cepat karena dapat memaksimalkan struktur berpori dari matriks tablet, sehingga memungkinkan penetrasi saliva melalui matriks tablet yang mengakibatkan tablet terdisintegrasi (Alhusban, et al., 2010; Jones, et al., 2011) Pengertian liofilisasi Liofilisasi merupakan suatu proses yang juga dikenal sebagai freeze drying, adalah suatu proses pengeringan material dengan menyublimasi air dari sampel beku pada tekanan yang sangat rendah. Secara umum, proses ini telah digunakan untuk mengeringkan produk yang termolabil (Ansel,1976). Oleh karena senyawa farmasi dapat diproses dengan tanpa adanya peningkatan temperatur, sehingga menghilangkan efek yang merugikan akibat pengaruh temperatur tinggi dan disimpan dalam keadaan kering sehingga masalah yang berkaitan dengan stabilitas produk dapat dihindari (Khan, et al., 2011) Prinsip liofilisasi Hal yang mendasari proses ini yaitu sampel dibekukan dan diterapkan secara vakum sehingga air akan tersublimasi tanpa meleleh. Oleh sebab itu, proses ini disebut freeze drying (pengeringan beku). Ada dua komponen besar yang terlibat dalam membuat ODT dengan metode ini. Komponen pertama merupakan pembentuk matriks, memberikan bentuk tablet dan beberapa struktrur pendukung selama proses pembuatan dan penanganan pasien. Yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah polimerpolimer yang larut dalam air seperti gelatin, dekstran, dekstrin, polivinilpirolidon dan alginat (Sastry, et al., 2000; Virley dan Yarwood, 1990).

6 Secara fisik, bahan-bahan ini juga dapat membuat bahan aktif terperangkap di dalamnya selama proses freeze drying berlangsung (Darkwah, 2011). Komponen besar kedua mencakup gula-gula (seperti sukrosa, laktosa, glukosa) dan poliol (seperti xylitol, manitol). Bahan-bahan ini bekerja untuk meningkatkan sifat mekanik dari ODT. Bagaimanapun pula, untuk mencapai sifat mekanik yang diinginkan, penambahan gula dan poliol dalam jumlah besar diperlukan (Chandrasekhar, et al., 2009; Seager, 1998) Proses formulasi menggunakan teknik liofilisasi Untuk membuat ODT menggunakan teknologi liofilisasi, bahan aktif farmasi didispersikan ke dalam matriks yang terdiri dari pembetuk struktur polimerik (seperti gelatin) dan sakarida (utamanya manitol) yang dilarutkan di dalam air. Selanjutnya, campuran bahan-bahan tesebut dibekukan menjadi es yang kemudian es tersebut akan diubah fasenya secara sublimasi pada suhu + 15ºC dengan suhu kondensor < -40ºC dan dalam keadaan vakum pada tekanan < 50 mtorr menggunakan freeze dryer (Alhusban, et al., 2010; Jones, et al., 2011). Pada produk akhir, struktur seperti kaca (glassy) berbentuk amorf dari komponen polimerik memberikan kekuatan dan ketahanan walaupun tetap memberikan fleksibilitas. Gelatin dengan kualitas khusus yang biasanya digunakan dan hal itu dapat mempengaruhi karakteristik disolusi, mempercepat waktu hancur di mulut. Manitol mengkristal selama pembekuan, sehingga memberikan tampilan yang elegan yang berkaitan dengan kekerasan tablet serta memastikan bahwa produk tersebut tahan (kuat) untuk penanganan dan

7 transportasi. Oleh karena manitol mudah larut dalam air, sehingga dapat pula berfungsi untuk memperbaiki tekstur, rasa, dan kenyamanan di mulut (mouthfeel) (Alhusban, et al., 2010; Jones, et al., 2011) Keunggulan liofilisasi Keungulan liofilisasi dibandingkan metode lainnya, antara lain (Pujihastuti, 2009): a. Dapat meningkatkan daya rehidrasi karena hasil liofilisasi menghasilkan pori-pori kecil yang banyak sehingga memperlihatkan peningkatan waktu disintegrasi yang cepat ketika kontak dengan saliva dan segera melepaskan obat dari bentuk sediaan. b. Dapat mempertahankan stabilitas produk (menghindari perubahan aroma, warna, dan unsur organoleptik lain). c. Dapat mempertahankan stabilitas struktur bahan (pengkerutan dan perubahan bentuk setelah pengeringan sangat kecil). 2.5 Ibuprofen Sebagai Model Obat Ibuprofen ((±)-2-(p-isobutilfenil) asam propionat) dengan rumus molekul C 13 H 18 O 2 dan berat molekul 206,28. Rumus bangun ibuprofen seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1. HO O Gambar 2.1 Rumus bangun ibuprofen

8 Ibuprofen merupakan OAINS (Obat Anti Inflamsi Non Steroid) derivat asam fenil propionat, yang sering menunjukkan efek samping tukak peptik (tukak duodenum dan tukak lambung). Efek samping ini secara dominan disebabkan oleh penghambatan sintesis prostaglandin, yaitu senyawa yang disintesis di mukosa lambung untuk melindungi fungsi fisiologis tubuh, seperti mukosa lambung. Oleh sebab itu, ibuprofen dijadikan model obat untuk formulasi ODT pada penelitian ini. Alasan lainnya berkaitan dengan kelarutan ibuprofen yang praktis tidak larut dalam air (Ditjen POM, 2005; Misnadiarly, 2009). Ibuprofen berupa serbuk hablur, putih hingga hampir putih, berbau khas lemah. Ibuprofen praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut dalam etanol, metanol, aseton dan dalam kloroform, sukar larut dalam etil asetat, larut dalam larutan alkali hidroksida dan karbonat (Ditjen POM, 1995). Senyawa ini mempunyai titik lebur 75-77ºC dengan pka 4,4; 5,2 dan log P (oktanol/air) 4,0 (Moffat, et al., 2005). Obat ini menunjukkan aksinya sebagai analgetik, anti-inflamasi, dan anti-piretik. Daya anti-inflamasi tidak terlalu kuat dibandingkan dengan sifat analgetiknya. Efek anlagesiknya sama seperti aspirin. Efek anti-inflamasinya terlihat dengan dosis mg sehari. Absorpsi ibuprofen cepat melalui saluran pencernaan dengan bioavailabilitas lebih besar dari 80%, kadar maksimum dalam plasma dicapai setelah 1-2 jam dan waktu paruh dalam plasma sekitar 2 jam (Wilmana dan Gan, 2009). Mekanisme kerja ibuprofen melalui inhibisi sintesa prostaglandin serta menghambat siklooksigenase-i (COX I) dan siklooksigenase-ii (COX II) secara reversible melalui kompetisi dengan substrat, yaitu asam arakhidonat. Ibuprofen dapat digunakan untuk mengurangi nyeri yang ringan

9 hingga sedang, khususnya nyeri oleh karena inflamasi seperti pada arthritis dan gout (Trevor, et al., 2005; Anderson, et al., 2002). Untuk mengurangi nyeri ringan hingga sedang, secara umum dosis penggunaan ibuprofen per oral adalah mg (5-10 mg/kg pada anak-anak) setiap 4-6 jam bila diperlukan, untuk nyeri haid 400 mg per oral jika perlu, untuk arthritis rheumatoid mg, untuk demam pada anak-anak 5 mg/kg berat badan, dan untuk nyeri pada anak-anak 10 mg/kg berat badan (Anderson, et al., 2002). 2.6 Eksipien Eksipien adalah suatu bahan yang digunakan untuk membuat sediaan farmasi yang tidak berefek farmakologis (Wade dan Weller, 2009). Eksipien digolongkan berdasarkan fungsinya dalam membuat sediaan farmasi. Untuk sediaan tablet, eksipien terdiri dari: 1. Pengisi Pengisi merupakan bahan yang ditambahkan untuk mendapatkan bobot tablet yang diharapkan bila dosis obat tidak dapat memenuhinya. Pengisi juga berfungsi untuk memperbaiki daya kohesi sehingga membuat laju alir menjadi baik dan dapat dikempa langsung. Contoh bahan pengisi adalah laktosa, pati dan derivatnya, selulosa dan derivatnya, manitol, sorbitol, dan sebagainya (Lachman, Lieberman, dan Kanig, 1986). 2. Pengikat Pengikat merupakan bahan yang digunakan untuk membentuk granul pada granulasi basah atau kering. Pengikat juga berguna untuk meningkatkan kekompakan kohesi pada tablet kempa langsung. Contoh bahan pengikat

10 adalah gelatin, tragakan, akasia, selulosa dan derivatnya, pati dan derivatnya, alginat, dan sebagainya (Lachman, Lieberman, dan Kanig, 1986). 3. Penghancur (Disintegran) Penghancur merupakan eksipien yang ditambahkan pada pembuatan tablet yang berguna untuk memudahkan pecahnya tablet ketika kontak dengan cairan saluran pencernaan. Penghancur juga berfungsi untuk menarik air ke dalam tablet, mengembang dan menyebabkan pecahnya tablet menjadi bagianbagian kecil yang akan menentukan kelarutan obat dan tercapainya bioavailabilitas yang diharapkan. Konsentrasi dan bahan yang digunakan mempengaruhi kecepatan pecahnya tablet dan lepasnya zat aktif dalam obat untuk melarut. Adanya bahan-bahan lain seperti eksipien yang larut dalam air dapat mempercepat proses disintegrasi (Bhowmik, et al., 2009). Ada empat mekanisme utama penghancur tablet, yaitu (Bhowmik, et al., 2009): a. Mengembang (Swelling) Cairan akan berpenetrasi ke dalam tablet melalui celah antar partikel bahan penghancur sehinga akan membuat tablet mengembang kemudian tablet pecah dan hancur. Pada proses ini partikel mengembang dan menghancurkan matriks tablet secara bersamaan. Mengembang merupakan mekanisme yang secara luas diterima untuk tablet yang terdisintegrasi. Perlu diingat bahwa jika pengempaan terlalu kuat, cairan tidak dapat berpenetrasi ke dalam tablet dan disintegrasi

11 akan menurun. Proses mengembang dari penghancur tablet dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut. Gambar 2.2 Proses mengembang b. Aksi Porositas dan Kapilaritas (Wicking) Disintegrasi dengan aksi kapilaritas merupakan tahapan pertama. Ketika kita meletakkan tablet pada medium cair yang sesuai, medium akan berpenetrasi ke dalam tablet dan menggantikan udara yang ada pada partikel sehingga akan melemahkan ikatan intermolekuler dan merusak tablet menjadi ukuran yang halus. Pengambilan air oleh tablet tergantung pada hidrofilisitas dari obat/eksipien dan kondisi saat pembuatan. Untuk tipe ini bahan penghancur menjaga struktur pori dan menurunkan tegangan permukaan terhadap cairan yang penting untuk membantu proses disintegrasi dengan menciptakan suatu jaringan hidrofilik di sekitar partikel obat. Proses ini dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut ini.

12 Gambar 2.3 Proses aksi porositas dan kapilaritas c. Gaya Repulsif Partikel (Tolak Menolak Antar Partikel) Mekanisme lain dari bahan penghancur dapat dijelaskan pada tablet yang dibuat dengan bahan penghancur yang tidak mengembang. Guyot-Hermann mengajukan suatu teori repulsif partikel berdasarkan penelitian dari partikel yang tidak bisa mengembang juga menyebabkan tablet terdisintegrasi. Gaya elektrik repulsif antara partikel merupakan mekanisme dari disintegrasi dan air dibutuhkan untuk hal itu. Peneliti menemukan bahwa repulse merupakan kejadian yang menyebabkan wicking. Proses penghancur tablet dengan mekanisme di atas dapat dilihat pada Gambar 2.4. Gambar 2.4 Proses gaya repulsif partikel

13 d. Deformasi Selama proses pengempaan kapasitas pengembangan akan mengalami peningkatan. Akibatnya partikel yang terdisintegrasi akan mengalami deformasi. Bentuk deformasi ini akan menjadi bentuk normal jika kontak dengan cairan. Proses deformasi dari penghancur tablet dapat dilihat pada Gambar 2.5 berikut. Gambar 2.5 Proses deformasi 4. Pemanis Bahan pemanis sangat penting dalam pembuatan ODT. Rasa tablet yang dirasakan saat tablet berada dalam rongga mulut berkaitan dengan keterimaan oleh pasien dan berarti pula berpengaruh terhadap kualitas produk. Bahan pemanis yang biasa digunakan seperti aspartam, manitol atau sorbitol. 2.7 Uraian Tentang Manitol Manitol dengan rumus kimia C 6 H 14 O 6 atau D-manitol, merupakan gula alkohol yang terdapat pada banyak tanaman dan hewan serta terdapat dalam jumlah kecil pada hampir setiap tumbuhan. Manitol merupakan isomer dari sorbitol, perbedaannya pada gugus OH pada atom karbon kedua dalam orientasi planar. Manitol stabil dalam keadaan kering dan dalam larutan

14 (Rowe, et al., 2009). Rumus bangun manitol dalam bentuk planar dapat dilihat pada Gambar 2.6. Manitol berupa serbuk putih, tidak berbau, kristalin atau berupa granul yang mudah mengalir dan alirannya dapat ditingkatkan oleh material lain, larut dalam air, sangat sukar larut dalam alkohol dan tidak larut hampir dalam semua pelarut organik. Manitol memiliki rasa manis dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 0,5 sampai dengan 0,7 kali tingkat kemanisan sukrosa, dan memberikan sensasi dingin di mulut. Secara mikroskopik, manitol berbentuk jarum-jarum ketika dikristalisasi dari alkohol. Manitol juga menunjukkan polimorfisme (Rowe, et al., 2009). HO HO H H CH 2 OH C H C H C OH C OH CH 2 OH Gambar 2.6 Rumus bangun D-manitol Manitol biasanya digunakan dalam formula sediaan farmasi dan produk makanan. Dalam formulasi sediaan farmasi, manitol digunakan sebagai diluen (10 90% b/b) dalam formulasi tablet, dimana menjadi nilai lebih karena tidak bersifat higroskopis dan dapat digunakan bersama bahan aktif yang mempunyai kelembaban sensitif. Manitol dapat digunakan pada formulasi tablet cetak langsung dimana manitol terdapat dalam bentuk granul atau bentuk spray-dried dan teknik granulasi basah. Granulasi yang mengandung manitol mempunyai keuntungan yaitu mudah dikeringkan (Rowe, et al., 2009).

15 Manitol mempunyai keunggulan dibandingkan jenis gula lainnya terkait dengan kesehatan, antara lain (Kepala Badan POM RI, 2008): Manitol termasuk dalam kategori GRAS (Generally Recognized as Safe) menurut pengaturan JECFA (The Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives) sehingga aman dikonsumsi manusia. Penggunaan manitol tidak menyebabkan karies gigi. Manitol (gula alkohol) memiliki kalori lebih sedikit daripada gula biasa. Nilai kalori manitol sebesar 1,6 kkal/g atau 6,69 kj/g. Ini berarti bahwa gula alkohol dapat dianggap sebagai pemanis berkalori rendah, dan dapat membantu dalam pengendalian berat badan. Manitol dapat meningkatkan kadar gula darah karena termasuk karbohidrat. Tetapi, karena tubuh tidak menyerap gula alkohol seluruhnya, maka efek pada kenaikan kadar glukosa dalam darah lebih sedikit dibandingkan gulagula lainnya. Penderita diabetes dapat mengkonsumsi manitol tetapi tetap harus memperhatikan jumlah total karbohidrat dalam makanan dan makanan ringan. Seperti pemanis buatan, FDA (Food and Drug Administration) mengatur gula alkohol sebagai bahan tambahan pangan. Gula alkohol diakui aman untuk digunakan dan tidak memerlukan persetujuan FDA sebelum dijual. Namun, ada beberapa masalah kesehatan yang berhubungan dengan alkohol gula. Jika digunakan dalam jumlah besar, biasanya lebih dari 50 gram, gula alkohol dapat memiliki efek pencahar, menyebabkan kembung, dan diare. Pada etiket produk biasanya terdapat peringatan tentang efek pencahar potensial.

16 Dan menurut pengaturan CAC (Codex Alimentarius Commission), batas maksimal penggunaan manitol adalah mg/kg produk (Kepala Badan POM RI, 2008). 2.8 Uraian Tentang Gelatin Gelatin berasal dari bahasa latin, yaitu gelatus yang berarti kuat atau beku. Nama gelatin mulai digunakan secara umum sekitar tahun 1700-an. Menurut Leiner Davis Gelatin Co (2000), gelatin diperoleh dari hidrolisis terkontrol serat protein kolagen yang banyak ditemukan di alam sebagai unsur pokok dari kulit, tulang, dan jaringan ikat. Gelatin merupakan senyawa turunan protein yang tersusun atas asamasam amino. Menurut Fardiaz (1989), molekul-molekul gelatin mengandung tiga kelompok asam amino yang tinggi, yaitu sekitar sepertiganya terdiri dari residu asam amino glisin atau alanin, hampir seperempatnya terdiri atas asam amino basa atau asam, seperempatnya lagi merupakan asam amino prolin dan hidroksiprolin, dan sisanya asam amino lain. Proporsi yang tinggi dari residu polar ini membuat molekul gelatin mempunyai afinitas yang sangat tinggi terhadap air. Oleh karena proporsi yang tinggi dari residu prolin dan hidroksiprolin, molekul-molekul gelatin tidak mampu melilit membentuk coil helix seperti halnya pada kebanyakan molekul protein. Sebaliknya molekulmolekul gelatin ini membentuk molekul yang panjang dan tipis, suatu sifat yang sangat menguntungkan dalam proses pembentukan gel. Adapun komposisi asam amino pada gelatin dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini.

17 Tabel 2.1 Komposisi asam amino pada gelatin (Cole, 2000) Parker (1982) juga menambahkan bahwa gelatin merupakan suatu polimer linear dari asam amino yang umumnya terjadi dari pengulangan asam amino glisin-prolin-prolin atau glisin-prolin-hidroksiprolin. Komposisi asam amino gelatin bervariasi tergantung pada spesies hewan penghasil, sumber kolagen, dan jenis kolagen. Gelatin bukan termasuk protein yang lengkap karena gelatin tidak mengandung asam amino triptofan (Cole, 2000), namun gelatin mengandung sedikit asam amino yang jarang ditemui yaitu hidroksilisin (Glicksman, 1969). Gelatin mengandung asam glutamat dengan jumlah yang cukup tinggi. Asam glutamat ini sangat berperan dalam pengolahan makanan karena dapat menimbulkan citarasa yang lezat (Winarno, 1997). Sifat fisik dan kimia gelatin tergantung dari kualitas bahan baku, ph, keberadaan zat-zat organik, metode ekstraksi, suhu, dan konsentrasinya (Parker, 1982). Secara fisik gelatin dapat berbentuk bubuk, pasta, maupun lembaran gelatin. Gelatin yang berbentuk lembaran atau butiran, harus direndam terlebih dahulu sebelum digunakan, sedangkan gelatin yang

18 berbentuk bubuk dapat langsung digunakan. Gelatin murni biasanya tidak berasa, tidak berbau, dan berwarna sedikit kuning (Mark dan Stewart, 1957). Gelatin dapat berubah dari bentuk sol menjadi gel dan sebaliknya dapat berubah dari bentuk gel menjadi sol kembali. Gelatin juga dapat membengkak atau mengembang dalam air dingin, membentuk film, mempengaruhi viskositas suatu bahan, dan dapat melindungi sistem koloid (Parker, 1982). Menurut Jones (1977), sifat gelatin yang dapat berubah dari sol menjadi gel secara reversible itulah yang membuat gelatin lebih istimewa daripada gel hidrokoloid lain yang tidak dapat berubah secara reversible seperti pati, alginat, protein susu, dan albumin telur. Salah satu sifat fisik gelatin yang penting adalah kekuatan untuk membentuk gel yang disebut kekuatan gel. Gel gelatin terbentuk akibat adanya pembentukan jala atau jaring tiga dimensi oleh molekul polimer yang membentuk ikatan silang di antara sesamanya. Ikatan atau interaksi yang berperan dalam pembentukan ikatan silang ini diperkirakan adalah ikatan hidrogen, ikatan ion, dan ikatan hidrofobik antar rantai (Fardiaz, 1989). Perubahan sol ke gel atau sebaliknya dipengaruhi oleh perubahan suhu, komposisi pelarut, dan tingkat keasaman (ph). Pembentukan atau perubahan menjadi gel ini akan terganggu jika kondisi terlalu asam atau terlalu basa. Berdasarkan cara pembuatannya, gelatin dibedakan atas dua jenis yaitu gelatin tipe A (gelatin A) dan gelatin tipe B (gelatin B) (Hinterwaldner, 1977). Gelatin A dibuat dengan cara ekstraksi menggunakan asam-asam organic. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, asam yang paling baik digunakan adalah asam klorida (HCl) dengan konsentrasi 1-5% (v/v) dan masa

19 perendaman selama jam. Asam klorida memiliki kelebihan yaitu dapat menguraikan serat kolagen lebih banyak dan lebih cepat tanpa mengurangi kualitas gelatin yang dihasilkan, serta mengubah serat kolagen tripel heliks menjadi rantai tunggal (Ward dan Courts, 1977). Gelatin B dihasilkan dari ekstraksi dengan larutan yang bersifat basa seperti air kapur. Waktu perendaman yang diperlukan untuk ekstraksi menggunakan basa biasanya lebih lama, dapat mencapai 12 minggu dan menghasilkan kolagen rantai ganda (Poppe, 1992). Secara umum semua gelatin mempunyai kegunaan yang sama, namun terdapat perbedaan sifat antara gelatin A dan gelatin B, di antaranya adalah dalam hal viskositas, kadar abu, ph, dan titik isoelektrik yang dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Perbedaan gelatin A dan B (GMIA, 2012) Gelatin banyak dimanfaatkan oleh berbagai industri antara lain industri pangan. Salah satu industri lain yang juga menggunakan gelatin dengan jumlah yang cukup besar adalah industri farmasi. Gelatin dalam industri farmasi digunakan untuk membuat kapsul obat sehingga obat lebih mudah ditelan, selain itu juga digunakan dalam pembuatan tablet obat agar bentuk tablet lebih padat, kompak, dan kandungan zat menjadi lebih awet. Gelatin dalam pembuatan tablet biasanya digunakan sejumlah 1-5% (b/b) (Herbert, et al., 1989).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kulit pisang merupakan bahan buangan limbah buah pisang yang jumlahnya cukup banyak. Pada umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan secara nyata, kulit pisang

Lebih terperinci

bebas dari kerusakan fisik, serta stabil cukup lama selama penyimpanan (Lachman et al., 1986). Banyak pasien khususnya anak kecil dan orang tua

bebas dari kerusakan fisik, serta stabil cukup lama selama penyimpanan (Lachman et al., 1986). Banyak pasien khususnya anak kecil dan orang tua BAB 1 PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, terutama dalam bidang farmasi, memberikan kesempatan pada bagian Research and Development di sebuah industri farmasi untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rute pemberian secara oral merupakan rute yang paling umum digunakan hingga 50 60% dari keseluruhan bentuk sediaan. Bentuk sediaan padat pada umumnya lebih disukai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Domperidone 2.1.1 Sifat fisikokimia Menurut BP (2009), sifat fisikokimia domperidone adalah sebagai berikut: Rumus struktur: Gambar 1 Struktur domperidone Nama Kimia : 5-kloro-1-[1-[3-(2-okso-2,3-dihidro-1H-benzimidazol-1-il)

Lebih terperinci

merupakan masalah umum yang menimpa hampir 35% dari populasi umum, khususnya pediatri, geriatri, pasien stroke, penyakit parkinson, gangguan

merupakan masalah umum yang menimpa hampir 35% dari populasi umum, khususnya pediatri, geriatri, pasien stroke, penyakit parkinson, gangguan BAB 1 PENDAHULUAN Saat ini indutri farmasi berfokus pada pengembangan sistem penghantaran obat secara oral yang menawarkan kepatuhan pasien dan dosis yang efektif. Rute pemberian oral tidak diragukan lagi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini, salah satu penyebab masalah lingkungan hidup yang sering dijumpai adalah limbah. Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang kian pesat, produksi limbah juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Orally Disintegrating Tablet (ODT) 2.1.1 Pengertian Rute pemberian obat secara oral adalah rute paling umum dan nyaman digunakan oleh pasien. Tablet dan kapsul merupakan bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tablet adalah sediaan oral dalam bentuk padat yang mengandung bahan aktif dengan atau tanpa bahan tambahan yang sesuai (Departemen Keshatan RI, 2014). Tablet

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Adanya kemajuan teknologi dalam industri farmasi sekarang ini, terutama di bidang sediaan solida termasuk sediaan tablet yang telah mengalami banyak perkembangan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Meloksikam (MEL) merupakan salah satu obat golongan NSAID yang digunakan sebagai terapi penyakit osteoarthritis dan reumatoid arthritis (Mahrouk dkk., 2009).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sediaan farmasi memiliki berbagai macam bentuk dengan cara pemberiannya yang berbeda-beda. Salah satu sediaan yang paling umum digunakan oleh masyarakat yaitu tablet,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, Tablet merupakan sediaan obat yang paling banyak digunakan di masyarakat. Sediaan Tablet merupakan bentuk sediaan solid mengandung bahan obat (zat aktif)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Dari jenis-jenis sediaan obat yang ada di pasaran, tablet merupakan bentuk sediaan yang paling

Lebih terperinci

mempermudah dalam penggunaannya, orally disintegrating tablet juga menjamin keakuratan dosis, onset yang cepat, peningkatan bioavailabilitas dan

mempermudah dalam penggunaannya, orally disintegrating tablet juga menjamin keakuratan dosis, onset yang cepat, peningkatan bioavailabilitas dan BAB 1 PENDAHULUAN Sediaan Tablet merupakan suatu bentuk sediaan solid mengandung bahan obat (zat aktif) dengan atau tanpa bahan pengisi (Departemen Kesehatan RI, 1995). Tablet terdapat dalam berbagai ragam,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi sangat pesat, salah satunya yaitu pengembangan bentuk sediaan obat yang semakin banyak. Namun,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tablet Tablet adalah sediaan padat, kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem penghantaran obat dengan memperpanjang waktu tinggal di lambung memiliki beberapa keuntungan, diantaranya untuk obat-obat yang memiliki absorpsi rendah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rute pemberian oral merupakan rute yang paling digemari dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. Rute pemberian oral merupakan rute yang paling digemari dibandingkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rute pemberian oral merupakan rute yang paling digemari dibandingkan dengan berbagai macam rute pemberian obat lainnya karena pemberiannya mudah sehingga dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konvensional dan pelepasan terkontrol hingga kapsul gelatin keras dan lunak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konvensional dan pelepasan terkontrol hingga kapsul gelatin keras dan lunak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Orally Disintegrating Tablets (ODTs) 2.1.1 Pengertian Rute pemberian obat secara oral adalah rute paling umum dan nyaman digunakan oleh pasien. Tablet dan kapsul telah muncul

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisik Gelatin Pengujian fisik gelatin meliputi rendemen, kekuatan gel dan viskositas. Pengujian fisik bertujuan untuk mengetahui nilai dari rendemen, kekuatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Dari jenis sediaan obat yang ada, tablet dan jenis-jenis modifikasinya merupakan sediaan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tablet merupakan salah satu sediaan farmasi yang sangat digemari, karena bentuknya yang padat, mudah di bawa dan dapat menghasilkan efek yang cepat. Dalam

Lebih terperinci

A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Starch 10% PVP 5% Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5%

A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Starch 10% PVP 5% Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5% A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Asetosal 150 mg Starch 10% PVP 5% Laktosa q.s Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5% Monografi a. Asetosal Warna Bau

Lebih terperinci

bahan tambahan yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik sehingga dapat dicetak langsung. Pada pembuatan tablet diperlukan bahan

bahan tambahan yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik sehingga dapat dicetak langsung. Pada pembuatan tablet diperlukan bahan BAB 1 PENDAHULUAN Tablet merupakan bentuk sediaan padat yang relatif lebih stabil secara fisika kimia dan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang sering dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika

Lebih terperinci

merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan. Tablet ODT merupakan tablet yang larut dimulut, dengan bantuan saliva sampai terdispersi

merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan. Tablet ODT merupakan tablet yang larut dimulut, dengan bantuan saliva sampai terdispersi BAB 1 PENDAHULUAN Zaman yang berkembang ini para ilmuwan farmasi diarahkan mengembangkan bentuk sediaan baru. Salah satu tujuannya yaitu untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sehingga para ilmuwan formulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu sediaan obat yang layak untuk diproduksi harus memenuhi beberapa persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan obat untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bentuk sediaan obat merupakan sediaan farmasi dalam bentuk tertentu sesuai dengan kebutuhan, mengandung satu zat aktif atau lebih dalam pembawa yang digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring perkembangan teknologi, industri farmasi semakin berkembang pesat. Hal ini ditunjukkan dengan pengembangan sistem penghantaran obat secara oral yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teh merupakan salah satu minuman yang sangat popular di dunia. Teh dibuat dari pucuk daun muda tanaman teh. Berdasarkan pengolahannya, secara tradisional produk teh

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008 OPTIMASI FORMULASI SEDIAAN TABLET TEOFILIN DENGAN STARCH 1500 SEBAGAI BAHAN PENGIKAT DAN NATRIUM ALGINAT SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DENGAN MODEL SIMPLEX LATTICE DESIGN SKRIPSI Oleh : YENNYFARIDHA K100040034

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam dunia kesehatan, obat dengan berbagai sediaan sangat dibutuhkan masyarakat untuk mengobati suatu penyakit. Obat-obatan bentuk padat dapat diberikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini, seiring dengan semakin bertumbuhnya jumlah penduduk mengakibatkan sering terjadinya permasalahan dalam lingkungan hidup, seperti salah satunya mengenai

Lebih terperinci

efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan antiinflamasi lainnya. Dosis ibuprofen sebagai anti-inflamasi mg sehari.

efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan antiinflamasi lainnya. Dosis ibuprofen sebagai anti-inflamasi mg sehari. BAB 1 PENDAHULUAN Dewasa ini industri farmasi telah tumbuh dan berkembang dengan pesat. Perkembangan tersebut ditandai dengan adanya kemajuan di bidang teknologi farmasi, khususnya dalam pembuatan sediaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberian obat di Indonesia secara oral sudah sangat umum digunakan oleh masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan maupun di pedesaan. Diantara sediaan beberapa sediaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekayaan alam hutan tropis Indonesia menyimpan beribu-ribu tumbuhan yang berkhasiat obat. Penggunaan obat-obat tradisional memiliki banyak keuntungan yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aloe vera merupakan spesies aloe yang paling banyak dijual dan diproses. Di industri makanan, aloe vera digunakan sebagai sumber makanan fungsional, bahan

Lebih terperinci

struktur yang hidrofobik dimana pelepasannya melalui beberapa tahapan sehingga dapat mempengaruhi kecepatan dan tingkat absorpsi (Bushra et al,

struktur yang hidrofobik dimana pelepasannya melalui beberapa tahapan sehingga dapat mempengaruhi kecepatan dan tingkat absorpsi (Bushra et al, BAB 1 PENDAHULUAN Sediaan farmasi terdapat berbagai macam bentuk berbeda yang didalamnya terkandung suatu bahan obat untuk pengobatan penyakit tertentu. Salah satu bentuk sediaan yang paling populer adalah

Lebih terperinci

Tablet Khusus. (dibuat dalam rangka memenuhi Tugas mata Kuliah TFSP)

Tablet Khusus. (dibuat dalam rangka memenuhi Tugas mata Kuliah TFSP) Tablet Khusus Tablet Khusus (dibuat dalam rangka memenuhi Tugas mata Kuliah TFSP) Disusun oleh : Dicky Wisnu Ariandi (21081012) Dwi Adiguna (21081014) Indri Nugraha (21081020) Irvan Akhmad Fauzi (21081022)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat

BAB I PENDAHULUAN. Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat kedalam tubuh atau menuju ke peredaran darah tubuh setelah melewati sawar biologik (Aiache,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam meningkatkan mutu suatu obat. Tablet adalah sediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi di bidang farmasi begitu pesat, termasuk pengembangan berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tablet merupakan salah satu bentuk sediaan oral berupa sediaan padat, kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya

Lebih terperinci

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien)

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien) Defenisi tablet Berdasarkan FI III : Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin 4. PEMBAHASAN Dalam penelitian ini dilakukan proses ekstraksi gelatin dari bahan dasar berupa cakar ayam broiler. Kandungan protein dalam cakar ayam broiler dapat mencapai 22,98% (Purnomo, 1992 dalam Siregar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1, 35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1, menggunakan metode kering pada kondisi khusus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit degeneratif yang termasuk didalam sepuluh besar penyakit di Indonesia. Diabetes mellitus merupakan suatu jenis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (6) Hipotesa dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (6) Hipotesa dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pikiran, (6) Hipotesa dan (7) Tempat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya

BAB I PENDAHULUAN. Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai. Tablet dapat berbeda dalam ukuran,

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh: HENI SUSILOWATI K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

SKRIPSI. Oleh: HENI SUSILOWATI K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008 OPTIMASI FORMULASI SEDIAAN TABLET TEOFILIN DENGAN STARCH 1500 SEBAGAI BAHAN PENGIKAT DAN EXPLOTAB SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DENGAN MODEL SIMPLEX LATTICE DESIGN SKRIPSI Oleh: HENI SUSILOWATI K100 040 020

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Penyakit hipertensi adalah penyakit tekanan darah tinggi di mana dalam pengobatannya membutuhkan

Lebih terperinci

Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel. Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel

Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel. Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel Uji dilakukan selama enam hari dalam tempat dengan kelembaban 70% dan suhu 27ºC, setiap hari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tulang adalah subtansi hidup yang dapat diperbaharui yang memiliki

TINJAUAN PUSTAKA. Tulang adalah subtansi hidup yang dapat diperbaharui yang memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tulang Tulang adalah subtansi hidup yang dapat diperbaharui yang memiliki pembuluh darah, limpa dan syaraf. Tulang terdiri atas bagian tulang yang kompak atau padat dan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. (Departemen Kesehatan RI, 2006). Obat ini bekerja pada ginjal dengan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. (Departemen Kesehatan RI, 2006). Obat ini bekerja pada ginjal dengan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Hidroklorotiazid (HCT) merupakan obat golongan diuretik tiazid yang umumnya digunakan sebagai lini pertama untuk penanganan hipertensi (Departemen Kesehatan RI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu bentuk sediaan yang sudah banyak dikenal masyarakat untuk pengobatan adalah

Lebih terperinci

FORMULASI. Oleh FAKULTAS

FORMULASI. Oleh FAKULTAS FORMULASI SEDIAAN TABLET FAST DISINTEGRATING ANTASIDAA DENGAN PRIMOJEL SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DAN MANITO L SEBAGAI BAHAN PENGISI SKRIPSI Oleh : IKA WAHYUNINGTYAS K 100 060153 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat

BAB I PENDAHULUAN. Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat kedalam tubuh atau menuju ke peredaran darah tubuh setelah melewati sawar biologik (Aiache,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, kemajuan dibidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan dalam meningkatkan mutu dan kualitas suatu obat, terutama dibidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daun sirih sudah sejak dulu digunakan masyarakat Indonesia sebagai obat tradisional. Tanaman sirih (Piper bettle L.) merupakan salah satu tanaman yang mempunyai daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan produk herbal saat ini semakin banyak diminati oleh masyarakat. Tidak hanya kalangan menengah ke bawah, tetapi kalangan atas pun kini mulai menggunakannya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Rosmawati, 2016), Penentuan formula tablet floating propranolol HCl menggunakan metode simple lattice design

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Selama ini, kemajuan teknologi dalam industri farmasi, terutama dibidang sediaan solida termasuk sediaan tablet telah mengalami banyak perkembangan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah

BAB I PENDAHULUAN. al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberian oral adalah rute terapi yang paling umum dan nyaman (Griffin, et al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah sediaan tablet.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat, maka akan cepat pula terabsorpsi oleh tubuh. Pembuatan bentuk sediaan ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat, maka akan cepat pula terabsorpsi oleh tubuh. Pembuatan bentuk sediaan ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fast Disintegrating Tablet merupakan bentuk sediaan yang dapat terdisintegrasi dengan cepat segera setelah kontak dengan saliva dalam jumlah terbatas (Pahwa dan Gupta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring berjalannya waktu, industri farmasi di Indonesia terus mengalami perkembangan dalam setiap bidangnya, termasuk dalam bidang pengembangan formulasi dan teknologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pisang (Musa paradisiaca L.) adalah salah satu buah yang digemari oleh sebagian besar penduduk dunia. Rasanya enak, kandungan gizinya yang tinggi, mudah didapat dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN . J Pharm Biomed Anal.

PENDAHULUAN . J Pharm Biomed Anal. PENDAHULUAN Tabletasi langsung adalah proses yang menawarkan kemudahan dan penghematan waktu dalam pencetakan tablet. Metode ini memiliki banyak keuntungan dibandingkan proses lainnya. Akan tetapi, banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan jaman yang semakin modern menuntut semua hal yang serba cepat dan praktis, termasuk perkembangan sediaan obat. Bentuk sediaan obat padat berupa

Lebih terperinci

Effervescent system digunakan pada penelitian ini. Pada sistem ini formula tablet mengandung komponen polimer dengan kemampuan mengembang seperti

Effervescent system digunakan pada penelitian ini. Pada sistem ini formula tablet mengandung komponen polimer dengan kemampuan mengembang seperti BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang farmasi semakin pesat, khususnya dalam pengembangan berbagai macam rancangan sediaan obat. Rancangan sediaan obat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan pengisi (Ditjen POM, 1995). Tablet dapat dibuat dengan berbagai ukuran,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan pengisi (Ditjen POM, 1995). Tablet dapat dibuat dengan berbagai ukuran, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi (Ditjen POM, 1995). Tablet dapat dibuat dengan berbagai ukuran, bentuk, berat, kekerasan,

Lebih terperinci

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat;

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat; BAB 1 PENDAHULUAN Seiring dengan kemajuan teknologi dan pengetahuan dalam bidang farmasi, perkembangan terhadap metode pembuatan sediaan obat untuk meningkatkan mutu obat juga semakin maju. Dengan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meloksikam (MEL) merupakan salah satu NSAID (non steroidal antiinflamatory drugs) yang paling sering diresepkan untuk berbagai kondisi inflamasi seperti rheumatoid arthritis,

Lebih terperinci

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat terutama dalam bidang industri farmasi memacu setiap industri farmasi untuk menemukan dan mengembangkan berbagai macam sediaan obat. Dengan didukung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Famotidin 2.1.1 Sifat fisikokimia famotidin Rumus bangun : Nama kimia : 3-([2-(diaminomethyleneamino)thiazol-4-yl]methylthio-N- sulfamoylpropanimidamide Rumus molekul : C 8

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Bahan 2.1.1 Teofilin Rumus Bangun : Nama Kimia : 1,3-dimethylxanthine Rumus Molekul : C 7 H 8 N 4 O 2 Berat Molekul : 180,17 Pemerian : Serbuk hablur, Putih; tidak berbau;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati terdiri dari butiran-butiran kecil yang disebut granula (Jane, 1995). Winarno (2002), menyatakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Formulasi Granul Mengapung Teofilin Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula untuk dibandingkan karakteristiknya, seperti terlihat pada Tabel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KITSAN Kitosan adalah polimer alami yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitin adalah polisakarida terbanyak kedua setelah selulosa. Kitosan merupakan polimer yang aman, tidak

Lebih terperinci

konvensional 150 mg dapat menghambat sekresi asam lambung hingga 5 jam, tetapi kurang dari 10 jam. Dosis alternatif 300 mg dapat meningkatkan

konvensional 150 mg dapat menghambat sekresi asam lambung hingga 5 jam, tetapi kurang dari 10 jam. Dosis alternatif 300 mg dapat meningkatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, penyakit saluran cerna merupakan penyakit yang sangat sering dialami oleh banyak orang karena aktivitas dan rutinitas masingmasing orang, yang membuat

Lebih terperinci

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam BAB 1 PENDAHULUAN Hingga saat ini, kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam meningkatkan mutu suatu obat. Tablet adalah sediaan

Lebih terperinci

Beberapa hal yang menentukan mutu tablet adalah kekerasan tablet dan waktu hancur tablet. Tablet yang diinginkan adalah tablet yang tidak rapuh dan

Beberapa hal yang menentukan mutu tablet adalah kekerasan tablet dan waktu hancur tablet. Tablet yang diinginkan adalah tablet yang tidak rapuh dan BAB I PENDAHULUAN Dewasa ini industri farmasi telah tumbuh dan berkembang dengan pesat. Perkembangan tersebut ditandai dengan adanya kemajuan di bidang teknologi farmasi, khususnya dalam pembuatan sediaan

Lebih terperinci

4.1. Pengaruh Pra Perlakuan dan Jenis Larutan Ekstraksi terhadap Rendemen Gelatin yang Dihasilkan.

4.1. Pengaruh Pra Perlakuan dan Jenis Larutan Ekstraksi terhadap Rendemen Gelatin yang Dihasilkan. 4. PEMBAHASAN Pada penelitian ini, tulang ikan nila mengalami tiga jenis pra perlakuan dan dua jenis ekstraksi untuk mendapatkan ekstrak gelatin yang nantinya akan digunakan sebagai bahan dasar pembuatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Itik Afkir Itik afkir merupakan ternak betina yang tidak produktif bertelur lagi. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan sebagai bahan

Lebih terperinci

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi BAB 1 PENDAHULUAN Sampai saat ini, sediaan farmasi yang paling banyak digunakan adalah sediaan tablet, yang merupakan sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkular,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Tablet Mengapung Verapamil HCl Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih lima formula untuk dibandingkan kualitasnya, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aspirin mencegah sintesis tromboksan A 2 (TXA 2 ) di dalam trombosit dan

BAB I PENDAHULUAN. Aspirin mencegah sintesis tromboksan A 2 (TXA 2 ) di dalam trombosit dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Antiplatelet adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus yang terutama sering ditemukan pada sistem arteri

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Permen jelly merupakan makanan semi basah yang biasanya terbuat dari

PENDAHULUAN. Permen jelly merupakan makanan semi basah yang biasanya terbuat dari PENDAHULUAN Latar Belakang Permen jelly merupakan makanan semi basah yang biasanya terbuat dari campuran sari buah dan air dengan penambahan bahan pembentuk gel yang dapat membuat teksturnya menjadi kenyal.

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti yang paling utama) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan A. Protein Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan kelarutan yang buruk, karena mempunyai struktur hidrofobik

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan kelarutan yang buruk, karena mempunyai struktur hidrofobik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ibuprofen merupakan salah satu obat yang sukar larut dalam air dan menunjukkan kelarutan yang buruk, karena mempunyai struktur hidrofobik (Bushra dan Aslam, 2010; Mansouri,

Lebih terperinci

UJI PERBANDINGAN PELEPASAN PIROKSIKAM NANOPARTIKEL DAN MIKROPARTIKEL DALAM SEDIAAN ORALLY DISINTEGRATING TABLET (ODT)

UJI PERBANDINGAN PELEPASAN PIROKSIKAM NANOPARTIKEL DAN MIKROPARTIKEL DALAM SEDIAAN ORALLY DISINTEGRATING TABLET (ODT) UJI PERBANDINGAN PELEPASAN PIROKSIKAM NANOPARTIKEL DAN MIKROPARTIKEL DALAM SEDIAAN ORALLY DISINTEGRATING TABLET (ODT) OLEH: JUANITA TANUWIJAYA NIM : 097014007 PROGRAM MAGISTER FARMASI FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dikelompokkan sebagai berikut:kingdomanimalia, FilumChordata, KelasAves,

TINJAUAN PUSTAKA. dikelompokkan sebagai berikut:kingdomanimalia, FilumChordata, KelasAves, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler adalah jenis ayam dari luar negeri yang bersifat unggul sesuai dengan tujuan pemeliharaan karena telah mengalami perbaikan mutu genetik. Jenis ayam ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tramadol HCl berikut: Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai Gambar 1. Struktur Tramadol HCl Tramadol HCl dengan rumus molekul C 16 H 25 N 2, HCl

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan sebagian besar wilayahnya adalah daerah hutan yang memiliki banyak kekayaan alam berupa tanaman. Tanaman asli Indonesia

Lebih terperinci

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan di bidang teknologi dan pengetahuan dalam bidang farmasi, memberikan dampak pengembangan terhadap metode untuk meningkatkan mutu suatu obat.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi dalam bidang kefarmasian saat ini telah cukup maju atau dapat dikatakan mengalami modernisasi. Hal ini berkenaan dengan derajat kualitas obat

Lebih terperinci