BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. (Departemen Kesehatan RI, 2006). Obat ini bekerja pada ginjal dengan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. (Departemen Kesehatan RI, 2006). Obat ini bekerja pada ginjal dengan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Hidroklorotiazid (HCT) merupakan obat golongan diuretik tiazid yang umumnya digunakan sebagai lini pertama untuk penanganan hipertensi (Departemen Kesehatan RI, 2006). bat ini bekerja pada ginjal dengan meningkatkan ekskresi air dan natrium sehingga curah jantung berkurang. Hal ini menyebabkan tekanan darah menjadi turun (Nugroho, 2012). Penggunaan HCT sebagai antihipertensi memiliki kelemahan, yaitu bioavailabilitas yang rendah sekitar 65-70% (Moffat dkk., 2011). HCT umumnya tersedia dalam bentuk sediaan tablet konvensional. Bentuk sediaan ini dapat menimbulkan permasalahan bagi pasien yang memiliki kesulitan menelan tablet. Resiko untuk menderita hipertensi pada populasi usia 55 tahun yang awalnya memiliki tekanan darah normal adalah 90% dan lebih dari 2/3 individu yang berusia >65 tahun mengalami hipertensi (Departemen Kesehatan RI, 2006). Fakta tersebut menunjukkan bahwa obat antihipertensi banyak dikonsumsi oleh geriatri. Kelompok pasien ini umumnya mengalami perubahan fisiologi dan kondisi neurologi yang menyebabkan kesulitan menelan, tremor tangan, dan memiliki resiko tersedak yang lebih tinggi (Pahwa dan Gupta, 2011). Berdasarkan alasan di atas, diperlukan sistem penghantaran obat lain yang dapat mengatasi permasalahan tersebut. Salah satu solusi yang dapat dilakukan, yaitu memformulasikan HCT dalam 1

2 2 bentuk sediaan fast disintegrating tablet (FDT). Menurut Allen dkk. (2011), FDT merupakan sediaan tablet yang didesain untuk terdisintegrasi dalam waktu kurang dari 1 menit ketika kontak dengan cairan saliva yang terbatas. Tablet yang terdisintegrasi cepat di dalam mulut akan segera melepaskan zat aktifnya. Zat aktif selanjutnya akan melarut atau terdispersi dalam cairan saliva. Selain itu, sejumlah bagian obat ada yang dapat diabsorpsi di daerah pregastric seperti mulut, faring, dan esofagus ketika saliva turun ke lambung sehingga dapat meningkatkan bioavailabilitas obat (Bhowmik dkk., 2009). FDT juga menawarkan kemudahan dalam penggunaannya, khususnya untuk pasien yang mengalami disfagia. Tablet cukup diletakkan di atas lidah yang akan segera hancur menjadi bentuk granul kecil kemudian melarut dalam saliva sehingga mudah ditelan (Fu dkk., 2004). Formulasi FDT dapat dilakukan dengan penambahan superdisintegrant yang dapat memfasilitasi hancurnya matriks tablet dengan cepat. Superdisintegrant dipilih karena daya disintegrasinya sangat baik dengan penambahan pada konsentrasi kecil (Sulaiman, 2007). Ada beberapa superdisintegrant yang dapat ditambahkan dalam pembuatan FDT, antara lain crospovidone (CP) dan croscarmellose sodium (CCS). CP sebagai bahan penghancur mempunyai mekanisme utama, yaitu penyerapan air (water wicking). Hal ini disebabkan struktur partikelnya yang sangat berpori sehingga dapat dengan cepat mengabsorpsi medium ke dalam tablet melalui aksi kapiler dan mempercepat waktu pembasahan. Selain itu, CP menunjukkan kompaktibilitas dan kompresibilitas yang lebih baik dibandingkan dengan CCS (Battu dkk., 2007; Gohel dkk., 2007). CCS sebagai bahan penghancur mempunyai mekanisme utama, yaitu pengembangan (swelling).

3 3 CCS dapat mengembang 4-8 kali dari ukuran semula sehingga tablet dapat cepat terdisintegrasi (Guest, 2009). CCS konsentrasi 2% sudah dapat menghasilkan waktu disintegrasi yang optimum, sedangkan CP pada konsentrasi 5% (Zhang dkk., 2010). Penggabungan mekanisme dari CP dan CCS dapat meningkatkan kecepatan disintegrasi dan memperbaiki sifat fisik FDT HCT. Penelitian ini dilakukan untuk mengoptimasi formula FDT HCT dengan menggunakan kombinasi superdisintegrant CP dan CCS yang kemudian dianalisis dengan menggunakan simplex lattice design. Perumusan Masalah 1. Bagaimana pengaruh kombinasi kadar superdisintegrant CP dan CCS terhadap sifat fisik kekerasan, kerapuhan, waktu disintegrasi, waktu pembasahan, rasio absorpsi air, dan disolusi FDT HCT? 2. Pada perbandingan berapakah kombinasi superdisintegrant CP dan CCS menghasilkan FDT HCT dengan sifat fisik yang optimum? Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh kombinasi kadar superdisintegrant CP dan CCS terhadap sifat fisik kekerasan, kerapuhan, waktu disintegrasi, waktu pembasahan, rasio absorpsi air, dan disolusi FDT HCT. 2. Memperoleh formula FDT yang memberikan sifat fisik optimum dengan menggunakan kombinasi superdisintegrant CP dan CCS.

4 4 Pentingnya Penelitian Penelitian ini dapat digunakan untuk memperoleh formula FDT HCT yang mempunyai sifat fisik optimum. Hal ini diharapkan dapat membantu meningkatkan efektifitas serta kenyamanan penggunaan HCT sebagai obat antihipertensi pada pasien geriatri. Tinjauan Pustaka 1. Fast disintegrating tablet (FDT) FDT merupakan sediaan tablet yang didesain untuk terdisintegrasi dalam waktu kurang dari 1 menit ketika kontak dengan cairan saliva yang terbatas (Allen dkk., 2011). Sementara British Pharmacopoeia (2014) mensyaratkan waktu disintegrasi FDT adalah kurang dari 3 menit. Teknologi FDT menawarkan kenyamanan penggunaan obat lebih baik terutama untuk pasien pediatrik dan geriatrik yang umumnya mengalami kesulitan dalam menelan tablet konvensional. FDT cukup diletakkan di atas lidah yang akan segera hancur menjadi bentuk granul kecil kemudian melarut dalam saliva sehingga mudah ditelan (Fu dkk., 2004). FDT dapat hancur dalam mulut dengan cairan saliva yang terbatas, tanpa membutuhkan air, dan tidak perlu dikunyah (Gandhi, 2012). Hal inilah yang akan mempermudah dan meningkatkan kepatuhan pasien pediatrik dan geriatrik dalam penggunaan obat. Tablet yang terdisintegrasi cepat di dalam mulut akan segera melepaskan zat aktifnya. Zat aktif selanjutnya akan terdisolusi atau terdispersi

5 5 dalam cairan saliva kemudian ditelan dan diabsorpsi sehingga onset obat akan meningkat. Beberapa zat aktif dapat diabsorpsi di daerah pregastric seperti mulut, faring, dan esofagus ketika saliva turun ke lambung sehingga bioavailabilitas obat akan meningkat (Bhowmik dkk., 2009). Menurut Gandhi (2012), FDT juga memiliki beberapa kekurangan, yaitu terkait dengan bentuk sediaannya yang memiliki kekerasan yang lebih rendah dari tablet konvensional dan lebih rapuh sehingga diperlukan penanganan yang hati-hati. Selain itu, jika tidak diformulasikan dengan baik maka FDT dapat memberikan rasa yang tidak menyenangkan di mulut seperti sensasi berpasir (grittiness) ketika tablet terdisintegrasi di mulut. Menurut Gandhi (2012), ada beberapa kriteria ideal yang harus dipenuhi untuk FDT antara lain: a. Tidak memerlukan air untuk terdisintegrasi atau terdispersi di mulut dan dapat segera terdisintegrasi dalam waktu beberapa detik dengan cairan saliva yang terbatas, b. Memberikan rasa yang menyenangkan di mulut (pleasant mouthfeel). Teknologi penutupan rasa yang ideal diharapkan mampu menghasilkan FDT yang memberikan mouthfeel yang baik dan tidak memberikan sensasi berpasir (grittiness), c. Memiliki kekerasan tablet yang optimal walaupun struktur tablet memiliki porositas yang tinggi. Hal ini dimaksudkan untuk absorpsi air yang cepat ke dalam tablet. Dengan kekerasan yang optimal, tablet diharapkan tidak pecah atau rusak selama proses manufakturing,

6 6 d. Sensitivitas yang rendah terhadap kondisi lingkungan terutama kelembaban, e. Dapat dibuat dengan metode pembuatan tablet yang konvensional serta mudah dikemas, f. Harus cost effective. Sejumlah teknik atau metode telah diterapkan untuk pembuatan tablet jenis ini. Beberapa metode yang dapat digunakan antara lain : a. Direct compression (Kempa langsung) Kempa langsung merupakan proses pembuatan tablet yang dilakukan dengan mengempa secara langsung campuran serbuk zat aktif dan eksipien yang sesuai tanpa dilakukan proses sebelumnya kecuali penimbangan dan pencampuran (Sulaiman, 2007). Pembuatan tablet FDT dengan metode kempa langsung merupakan teknik yang paling mudah dan cost effective karena cukup dengan menambahkan suatu superdisintegrant dan eksipien turunan gula kemudian dikempa (Pahwa dan Gupta, 2011). Penggunaan eksipien turunan gula seperti manitol, sorbitol, maltiol, dan xylitol dapat memberikan kelarutan yang baik dalam air dan memberikan rasa manis yang menyenangkan di dalam mulut (Bhowmik dkk., 2009). Metode ini mengharuskan bahan-bahan yang digunakan memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang tinggi (Gohel dkk., 2007) sehingga diharapkan serbuk akan mengalir dengan seragam ke dalam lubang kempa dan dihasilkan tablet dengan komposisi yang seragam.

7 7 b. Freeze drying (Liofilisasi) Liofilisasi merupakan teknik pembuatan tablet dimana air disublimasikan dari produk setelah didinginkan sehingga menghasilkan struktur yang sangat berpori dan dapat terdisintegrasi dengan cepat. Metode ini cocok digunakan untuk bahan yang tidak tahan panas karena proses pengeringannya tanpa menggunakan panas (Fu dkk., 2004). c. Molding Pada metode molding, campuran serbuk pertama-tama dibasahkan terlebih dahulu dengan hidroalkoholik solven kemudian dikempa dengan tekanan rendah menjadi massa yang basah. Selanjutnya solven yang mudah menguap tersebut dihilangkan dengan air drying (Gandhi, 2012). d. Cotton candy process Pembuatan FDT dengan metode ini dilakukan dengan membentuk matriks polisakarida melalui teknik pelelehan dan putaran cepat sehingga diperoleh candy floss matrix yang selanjutnya dicampur dengan zat aktif dan eksipien lain. Matriks kemudian dikompres menjadi tablet (Gandhi, 2012; Deepak dkk., 2012). 2. Superdisintegrant Superdisintegrant merupakan suatu eksipien yang berfungsi sebagai bahan penghancur dalam formulasi tablet. Bahan penghancur akan membantu hancurnya tablet menjadi granul selanjutnya menjadi partikel-partikel yang lebih kecil agar memudahkan suatu zat aktif terdisolusi ketika kontak dengan

8 8 cairan. Superdisintegrant hanya dibutuhkan dalam konsentrasi kecil, biasanya 1-10% dari bobot total tablet untuk menghasilkan efek disintegrasi yang cepat (Pahwa dan Gupta, 2011). Beberapa superdisintegrant yang sering digunakan dalam pembuatan FDT antara lain: sodium starch glycolate, croscarmellose sodium, dan crospovidone (Deepak dkk., 2012). Aksi superdisintegrant dalam menghancurkan tablet ada beberapa mekanisme, yaitu : a. Pengembangan (swelling) Swelling merupakan mekanisme umum kebanyakan superdisintegrant. Ketika tablet kontak dengan air maka bahan penghancur yang ada di dalam tablet akan mengembang akibatnya partikel penyusun lainnya akan terdesak dan kemudian tablet hancur (Mohanachandran dkk., 2011). Tablet dengan struktur pori yang besar maka waktu disintegrasinya semakin lama karena pengembangan yang terjadi tidak cukup kuat untuk mendesak partikel lainnya (Gandhi, 2012). Mekanisme swelling ditunjukkan pada Gambar 1. Tablet Superdisintegrant kontak dengan air kemudian mengembang Superdisintegrant yang mengembang mendesak partikel penyusun lain sehingga tablet hancur Gambar 1. Mekanisme swelling (Gandhi, 2012)

9 9 b. Penyerapan air melalui aksi kapiler (wicking) Tablet yang merupakan hasil pengempaan granul atau serbuk memiliki pori-pori kapiler (Sulaiman, 2007). Ketika tablet kontak dengan air maka air berpenetrasi ke dalam tablet melalui pori-pori kapiler ini dan melemahkan ikatan antarpartikel penyusun tablet sehingga tablet hancur (Mohanachandran dkk., 2011). Mekanisme wicking ditunjukkan pada Gambar 2. Tablet dengan pori-pori kapiler Air berpenetrasi ke dalam tablet melalui pori-pori kapiler Penetrasi air melemahkan ikatan antarpartikel penyusun tablet sehingga tablet hancur Gambar 2. Mekanisme wicking (Gandhi, 2012) Kecepatan penyerapan tablet dipengaruhi oleh hidrofilisitas dari eksipien. Eksipien yang bersifat hidrofilik akan mempercepat penyerapan air. Selain itu, kecepatan penyerapan juga dapat ditingkatkan dengan meningkatkan struktur porous dari tablet sehingga saluran hidrofilik (hydrophilic channels) yang akan dilalui cairan semakin banyak (Gandhi, 2012). c. Perubahan bentuk (deformation) Proses pengempaan tablet akan merubah bentuk partikel superdisintegrant. Ketika tablet kontak dengan air maka partikel superdisintegrant ini akan kembali ke bentuk asalnya seperti sebelum

10 10 pengempaan. Akibatnya partikel penyusun tablet lainnya akan terdesak sehingga menyebabkan tablet terdisintegrasi (Gandhi, 2012). Mekanisme deformation ditunjukkan pada Gambar 3. Superdisintegrant mengalami perubahan bentuk akibat pengempaan tablet Tablet kontak dengan air sehingga superdisintegrant kembali ke bentuk asal sebelum pengempaan Deformation menyebabkan partikel penyusun tablet lainnya terdesak sehingga tablet hancur Gambar 3. Mekanisme deformation (Gandhi, 2012) 3. Parameter sifat fisik FDT Beberapa parameter sifat fisik tablet perlu diketahui untuk menjamin kualitas tablet, antara lain : a. Keseragaman sediaan Keseragaman sediaan didefinisikan sebagai derajat keseragaman jumlah zat aktif dalam satuan sediaan. Menurut Farmakope Indonesia (2014), keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan salah satu dari 2 metode, yaitu keseragaman bobot dan keseragaman kandungan. Tablet dengan kandungan zat aktif lebih kecil dari 25 mg atau 25% dari bobot total tablet maka keseragaman sediaan perlu dilakukan dengan uji keseragaman kandungan. Uji keseragaman kandungan dilakukan dengan penetapan kadar masing-masing kandungan zat aktif dalam satuan sediaan untuk menjamin bahwa kandungan zat aktif dalam tiap tablet

11 11 terletak dalam batasan yang ditentukan. Persyaratan keseragaman kandungan pada sediaan tablet dipenuhi jika nilai penerimaan (NP) dari 10 tablet yang diuji lebih kecil atau sama dengan 15. b. Kekerasan tablet Kekerasan merupakan parameter yang menggambarkan ketahanan tablet dalam melawan tekanan mekanik seperti goncangan dan benturan. Faktor yang mempengaruhi kekerasan tablet adalah tekanan kompresi dan sifat bahan yang akan dikempa. Semakin besar tekanan yang diberikan saat penabletan akan meningkatkan kekerasan tablet. Penambahan bahan pengikat juga akan meningkatkan kekerasan tablet meskipun tekanan kompresinya sama. Kekerasan FDT yang baik adalah 3-5 kg/cm 2 (Panigrahi dan Behera, 2010). c. Kerapuhan tablet Kerapuhan merupakan parameter yang menggambarkan kekuatan permukaan tablet dalam melawan berbagai perlakuan yang menyebabkan abrasi pada permukaan tablet. Uji kerapuhan berhubungan dengan kehilangan bobot akibat abrasi yang terjadi pada permukaan tablet. Semakin besar nilai persentase kerapuhan maka semakin besar massa tablet yang hilang (Sulaiman, 2007). Menurut Allen dkk. (2011), tablet dianggap baik bila persen kerapuhan tidak lebih dari 1 %. d. Waktu disintegrasi Waktu disintegrasi merupakan waktu yang diperlukan tablet untuk hancur menjadi granul atau partikel-partikel penyusunnya yang lebih

12 12 halus. Allen dkk. (2011) menyebutkan bahwa FDT setidaknya memiliki waktu disintegrasi kurang dari 1 menit sementara British Pharmacopoiea (2014) mensyaratkan waktu disintegrasi FDT tidak lebih dari 3 menit. e. Waktu pembasahan Waktu pembasahan digunakan untuk mengetahui seberapa cepat FDT dapat menyerap air, dimana kecepatan penyerapan air ini akan mempengaruhi kecepatan disintegrasi tablet. Semakin cepat waktu pembasahan tablet maka semakin cepat waktu disintegrasinya (Gohel dkk., 2007). f. Rasio absorpsi air Rasio absorpsi air merupakan parameter untuk mengetahui kemampuan tablet menyerap dan menampung air di dalam matriksnya. Semakin besar rasio absorpsi air suatu tablet maka semakin besar jumlah air yang dapat ditampung dalam matriks tablet. Hal ini berarti akan meningkatkan tekanan hidrostatik sehingga tablet cepat terdisintegrasi (Battu dkk., 2007). Uji ini dilakukan dengan menggunakan serangkaian alat uji daya serap air seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4. Pada Gambar 4, tablet diletakkan diatas kertas saring yang telah dijenuhkan pada daerah A. Tablet akan menyerap air yang berarti air pada botol penampung di atas neraca analitik (daerah B) berkurang. Berkurangnya bobot air di atas neraca analitik inilah yang nantinya dihitung sebagai bobot air yang diserap tablet (Soebagyo dkk., 2013).

13 13 STK Keran TABLET A Penyangga B Penyangga Neraca Analitik Gambar 4. Skema rangkaian alat uji rasio absorpsi air (Soebagyo dkk., 2013) g. Disolusi Disolusi adalah proses melarutnya zat aktif (bahan obat) dalam sediaan obat ke dalam suatu medium. Setelah kontak dengan cairan badan, mula-mula tablet akan mengalami proses disintegrasi, yaitu hancurnya tablet menjadi granul/agregat, lalu diteruskan dengan deagregasi yang berupa hancurnya agregat menjadi partikel penyusunnya (Fudholi, 2013). Disolusi sering merupakan faktor penentu proses absorpsi obat dalam tubuh manusia, terutama apabila zat aktif tersebut mempunyai kelarutan yang kecil. Kecepatan disolusi obat dapat mempengaruhi kecepatan absorpsi obat ke dalam sirkulasi sistemik (Fudholi, 2013). Suatu obat untuk dapat diabsorpsi maka harus dapat terlarut dalam cairan dimana obat tersebut akan diabsorpsi. Adanya peningkatan kecepatan disolusi maka diharapkan bioavailabilitas obat juga akan meningkat (Sulaiman, 2007).

14 14 4. Simplex lattice design Model simplex lattice design (SLD) merupakan salah satu model aplikasi yang paling sederhana yang biasa digunakan untuk optimasi campuran dalam bahan sediaan padat, semipadat, atau optimasi pelarut baik untuk campuran biner atau lebih. Metode ini dapat digunakan untuk menentukan proporsi relatif bahan-bahan yang digunakan dalam suatu formula sehingga diharapkan akan didapatkan formula yang paling baik sesuai kriteria yang ditentukan (Kurniawan dan Sulaiman, 2013). Implementasi dari simplex lattice design dengan menyiapkan berbagai macam formula yang mengandung konsentrasi berbeda dari beberapa bahan. Konsentrasi komponen-komponen penyusun berbeda tetapi jumlah totalnya harus sama untuk tiap formula. Hasil eksperimen digunakan untuk membuat persamaan polinomial (simplex), dimana persamaan ini dapat digunakan untuk memprediksi respon (Bolton dan Bon, 2010). Persamaan simplex lattice design ditunjukkan pada persamaan (1) Y = a(a) + b(b) + ab(a)(b)... (1) Keterangan dari persamaan (1) : Y = respon atau efek yang dihasilkan a,b,ab = koefisien yang dapat dihitung dari hasil percobaan (A) dan (B) = fraksi komponen, dengan jumlah (A) + (B) harus satu bagian Hasil persamaan dari percobaan merupakan suatu persamaan empiris yang sekiranya dapat menggambarkan pola respon dalam suatu ruang simplex (Bolton dan Bon, 2010).

15 15 Gambar 5. Simplex lattice design model linier (Armstrong dan James, 1996) Keterangan : Kurva 1 = kurva melengkung ke atas, interaksi positif Kurva 2 = kurva linier, tidak ada interaksi Kurva 3 = kurva melengkung ke bawah, interkasi negatif A dan B = fraksi komponen ; Angka 50% menunjukkan titik tersebut terdiri dari fraksi komponen A 50% dan B 50% Kurva simplex lattice design 2 komponen ditunjukkan pada Gambar 5. Kurva 1 pada gambar di atas menunjukkan adanya interaksi yang positif, yaitu masing-masing komponen saling mendukung, kurva 2 menunjukkan bahwa tidak ada interaksi, yaitu masing-masing komponen tidak saling mempengaruhi, sedangkan kurva 3 menunjukkan bahwa adanya interaksi negatif, yaitu masing-masing komponen saling meniadakan respon (Armstrong dan James, 1996). 5. Monografi bahan a. Hidroklorotiazid Hidroklorotiazid (HCT) memiliki rumus molekul C7H8ClN34S2 dengan nama kimia 6-Chloro-3,4-dihydro-2H-1,2,4- benzothiadiazine-7-sulphonamide 1,1-dioxide. HCT berbentuk serbuk berwarna putih dengan berat molekul 297,7. HCT bersifat sangat sukar larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol (96%), larut dalam

16 16 aseton, dan mudah larut dalam larutan natrium hidroksida (Departement of Health, 2014). Struktur molekul HCT ditunjukkan pada Gambar 6. Cl H N H 2 N S S NH Gambar 6. Struktur molekul hidroklorortiazid (Moffat dkk., 2011) HCT merupakan obat golongan diuretik tiazid yang beraksi menghambat co-transporter Na + /Cl - pada tubulus distal sehingga menghambat reabsorpsi Na + dan Cl - yang menyebabkan peningkatan ekskresi air dan natrium. Kondisi ini menyebabkan curah jantung berkurang dan tekanan darah menjadi turun. HCT termasuk obat lini pertama untuk penanganan hipertensi yang digunakan untuk kasus hipertensi ringan sampai sedang (Departemen Kesehatan RI, 2006). HCT juga dapat digunakan untuk menurunkan oedema pada pasien gagal jantung, penyakit ginjal, dan hati. HCT tergolong dalam BCS kelas 3 yang memiliki kelarutan baik dan permeabilitas rendah (WH, 2005). Kelarutannya dalam air murni sebesar 0,7 mg/ml (Trivedi dkk., 2011). Titik leburnya cukup tinggi yaitu C. Bioavailabilitas oral HCT sekitar 65-70% (Moffat dkk., 2011). Efek diuresis muncul 2 jam setelah pemberian obat

17 17 dan mencapai maksimal setelah 4 jam. HCT diberikan secara oral dengan dosis pemakaian untuk hipertensi sebesar 12,5 mg sekali dalam sehari dan dapat ditingkatkan hingga mg dalam sehari. Dosis pemakaian untuk menurunkan oedema sebesar 25 mg mg dalam sehari. Sediaan yang sudah ada di pasaran Indonesia yaitu HCT dalam bentuk tablet dan tablet salut selaput, baik dalam bentuk tunggal maupun kombinasi (MIMS, 2013). b. Crospovidone Crospovidone (CP) merupakan homopolimer sintetik dari crosslinked N-vinyl-2-pyrrolidone. Pemeriannya berupa serbuk halus, putih sampai putih kekuningan, mudah mengalir, praktis tidak berasa, dan tidak berbau. CP tidak larut dalam air tetapi bersifat sangat hidrofilik. Struktur molekul CP ditunjukkan pada Gambar 7. N C H C H 2 n Gambar 7. Struktur molekul crospovidone (Kibbe, 2009) Keterangan : Jumlah n > Semakin besar ukuran partikel CP, porositas per partikelnya semakin besar dan saluran hidrofilik (hydrophilic channels) semakin

18 18 banyak sehingga penyerapan air melalu aksi kapiler (wicking) semakin cepat (Shah dan Augburger, 2001; Battu dkk., 2007). Hal ini akan mempercepat waktu pembasahan tablet dan menyebabkan tablet semakin cepat terdisintegrasi (Gohel dkk., 2007). Dalam formulasi tablet, CP banyak digunakan sebagai superdisintegrant dengan konsentrasi antara 2-5% untuk metode granulasi basah, granulasi kering, dan kempa langsung. CP juga dapat digunakan untuk meningkatkan kecepatan disolusi obat yang kelarutannya rendah (Kibbe, 2009). c. Croscarmellose sodium Croscarmellose sodium (CCS) merupakan carboxymethyl cellulose yang mempunyai crosslinked internal. Pemeriannya berupa serbuk putih sampai putih keabu-abuan dan tidak berbau. CCS sebagai bahan penghancur mempunyai mekanisme ganda yaitu penyerapan air (water wicking) dan pengembangan (swelling) sehingga tablet dapat terdisintegrasi semakin cepat. CCS dapat mengembang 4-8 kali dari ukuran semula. Dalam formulasi tablet, CCS umumnya digunakan dalam konsentrasi 0,5-5% dan biasanya pada metode kempa langsung cukup digunakan konsentrasi 2% (Guest, 2009). Penggunaan pada konsentrasi lebih dari 5% dapat memperlama waktu disintegrasi dikarenakan adanya pembentukan gel. Menurut penelitian yang dilakukan Gohel dkk. (2007), CCS menunjukkan kompaktibilitas dan kompresibilitas

19 19 yang kurang baik jika dibandingkan CP. Struktur molekul CCS ditunjukkan pada Gambar 8. Na H H H H Na H H Na H H H H H crosslinked Na H H H H H H H H Na n Gambar 8. Struktur molekul croscarmellose sodium (Guest, 2009) Keterangan : Crosslinked internal berupa ester karboksilat d. Microcrystalline cellulose PH 102 Microcrystalline cellulose (MCC) merupakan eksipien yang biasanya digunakan sebagai filler-binder dengan konsentrasi 20-90% b/b. Pemeriannya berupa serbuk berwarna putih dengan bentuk partikel yang berpori, tidak berasa, dan tidak berbau (Guy, 2009). MCC biasanya digunakan pada pembuatan tablet dengan metode kempa langsung karena ukuran partikel dan kandungan airnya telah dirancang untuk digunakan sebagai filler-binder untuk metode kempa langsung. MCC PH 102 memiliki ukuran partikel dengan diameter rata-rata 100 μm yang berguna dalam meningkatkan sifat aliran campuran bahan.

20 20 Selain itu, MCC PH 102 memiliki kandungan air sekitar 5% yang dapat memperbaiki kompresibilitas massa granul (Agoes, 2008). MCC stabil walaupun bersifat higroskopis dan harus disimpan pada wadah yang tertutup rapat dengan suhu yang sejuk ditempat kering (Guy, 2009). e. Manitol Manitol atau sering disebut D-manitol berbentuk serbuk kristal berwarna putih dan tidak berbau. Manitol digunakan secara luas dalam formulasi sediaan obat dan makanan. Dalam bidang farmasi, manitol biasa digunakan sebagai bahan pengisi dan pemanis. Manitol memiliki rasa manis dengan tingkat kemanisan setara dengan glukosa dan setengah dari tingkat kemanisan sukrosa serta menimbulkan efek dingin (cooling sensation) di dalam mulut (Armstrong, 2009). f. Sukralosa (dalam Tropicana slim ) Sukralosa merupakan eksipien yang biasanya digunakan sebagai bahan pemanis dalam formulasi sediaan obat dengan konsentrasi 0,03-0,24% b/b. Tingkat kemanisan sukralosa sekitar kali lebih manis dari sukrosa. Pemeriannya berupa serbuk kristal berwarna putih dan memiliki sifat alir yang baik (Langdon dan Mullarney, 2009). g. Cab--Sil Cab--Sil merupakan produk merk dagang dari Wacker Chemicals yang komponen penyusunnya silikon dioksida dalam bentuk

21 21 koloid. Pemeriannya berupa serbuk amorf dengan ukuran partikel ratarata sekitar 15 nm, tidak berbau, dan tidak berasa. Cab--Sil biasa digunakan sebagai glidan dan antiadherent dalam formulasi sediaan obat dengan konsentrasi 0,1-1% b/b (Hapgood, 2009). h. PEG 6000 PEG atau polietilen glikol merupakan polimer dari etilen dioksida. PEG memiliki beberapa jenis diantaranya PEG 400, PEG 1500, PEG 4000, PEG 6000, dan PEG Angka yang mengikuti PEG menunjukkan rata-rata bobot molekul dari polimer tersebut. PEG dengan bobot molekul sekitar biasanya berupa cairan, sedangkan PEG dengan bobot molekul diatas 1000 biasanya berbentuk padatan. PEG bersifat hidrofilik sehingga mudah larut dalam air. Pada formulasi sediaan tablet, PEG biasa digunakan sebagai lubrikan (Wallick, 2009). Landasan Teori HCT merupakan obat golongan diuretik tiazid yang digunakan sebagai lini pertama untuk penanganan hipertensi ringan sampai sedang (Departemen Kesehatan RI, 2006). HCT dalam bentuk sediaan FDT akan memberikan kemudahan dalam penggunannya dan bioavailabilitas yang lebih baik dengan mempercepat waktu disintegrasi dan disolusinya sehingga obat dapat diabsorpsi di daerah pregastric (Bhowmik dkk., 2009; Fu dkk., 2004). Pembuatan FDT HCT untuk menghasilkan FDT yang memenuhi kriteria dapat dilakukan dengan menggunakan kombinasi superdisintegrant.

22 22 Superdisintegrant umumnya digunakan pada konsentrasi 1-10% dari bobot total tablet untuk menghasilkan efek disintegrasi yang cepat (Pahwa dan Gupta, 2011). Crospovidone (CP) memiliki aksi penyerapan air (water wicking) yang dominan dan efek pembentukan gel yang kecil (Kibbe, 2009). Bentuk struktur yang sangat berpori dari CP dapat mempercepat waktu disintegrasi karena banyaknya saluran hidrofilik (hydrophilic channels). Hydrophilic channels menyebabkan terjadinya penyerapan air melalui aksi kapiler (wicking) sehingga tablet semakin cepat terbasahi dan kemudian terdisintegrasi (Shah dan Augsburger, 2001; Battu dkk., 2007). Menurut Kibbe (2009), CP juga dapat digunakan untuk meningkatkan kecepatan disolusi obat yang kelarutannya rendah. Croscarmellose sodium (CCS) sebagai bahan penghancur mempunyai mekanisme utama yaitu pengembangan (swelling). CCS dapat mengembang 4-8 kali dari ukuran semula sehingga menyebabkan tablet dapat terdisintegrasi semakin cepat (Guest, 2009). Menurut penelitian yang dilakukan Zhang dkk. (2010), penggunaan tunggal CCS optimum digunakan pada konsentrasi 2%, sedangkan CP pada konsentrasi 5%. Namun, CCS menunjukkan kompaktibilitas dan kompresibilitas yang kurang baik jika dibandingkan CP (Gohel dkk., 2007). Menurut penelitian yang dilakukan Thulluru dkk. (2012), kombinasi superdisintegrant CP-CCS 2,5 : 2,5% pada FDT ibuprofen menghasilkan FDT dengan sifat fisik yang lebih baik daripada penggunaan tunggal CP dan CCS. Mekanisme dari CP dan CCS dapat saling melengkapi, CP melalui aksi kapiler (wicking action) dan CCS dengan mekanisme pengembangan (swelling) menyebabkan tablet cepat terbasahi dan terdisintegrasi (Gohel dkk., 2007).

23 23 Penggunaan konsentrasi optimum pada kombinasi superdisintegrant CP-CCS dapat menghasilkan FDT dengan sifat fisik optimum yang memenuhi persyaratan. Hipotesis 1. Penggunaan kombinasi superdisintegrant CP-CCS pada konsentrasi 1-10% dapat mempengaruhi sifat fisik FDT HCT. Semakin tinggi proporsi CP dapat mempercepat waktu pembasahan, waktu disintegrasi, dan disolusi tablet, sedangkan penggunaan CCS pada proporsi tinggi dapat menurunkan respon kekerasan, meningkatkan respon kerapuhan dan rasio absorpsi air. 2. Kombinasi CP-CCS 5% : 2% terhadap bobot total tablet diperkirakan mampu memberikan respon sifat fisik yang optimum pada FDT HCT.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat, maka akan cepat pula terabsorpsi oleh tubuh. Pembuatan bentuk sediaan ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat, maka akan cepat pula terabsorpsi oleh tubuh. Pembuatan bentuk sediaan ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fast Disintegrating Tablet merupakan bentuk sediaan yang dapat terdisintegrasi dengan cepat segera setelah kontak dengan saliva dalam jumlah terbatas (Pahwa dan Gupta,

Lebih terperinci

merupakan masalah umum yang menimpa hampir 35% dari populasi umum, khususnya pediatri, geriatri, pasien stroke, penyakit parkinson, gangguan

merupakan masalah umum yang menimpa hampir 35% dari populasi umum, khususnya pediatri, geriatri, pasien stroke, penyakit parkinson, gangguan BAB 1 PENDAHULUAN Saat ini indutri farmasi berfokus pada pengembangan sistem penghantaran obat secara oral yang menawarkan kepatuhan pasien dan dosis yang efektif. Rute pemberian oral tidak diragukan lagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik melebihi 140

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik melebihi 140 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik melebihi 140 mmhg dan diastolik melebihi 90 mmhg (Depkes RI, 2008 a ). Salah satu obat antihipertensi yang populer

Lebih terperinci

bebas dari kerusakan fisik, serta stabil cukup lama selama penyimpanan (Lachman et al., 1986). Banyak pasien khususnya anak kecil dan orang tua

bebas dari kerusakan fisik, serta stabil cukup lama selama penyimpanan (Lachman et al., 1986). Banyak pasien khususnya anak kecil dan orang tua BAB 1 PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, terutama dalam bidang farmasi, memberikan kesempatan pada bagian Research and Development di sebuah industri farmasi untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kulit pisang merupakan bahan buangan limbah buah pisang yang jumlahnya cukup banyak. Pada umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan secara nyata, kulit pisang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Meloksikam (MEL) merupakan salah satu obat golongan NSAID yang digunakan sebagai terapi penyakit osteoarthritis dan reumatoid arthritis (Mahrouk dkk., 2009).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tablet adalah sediaan oral dalam bentuk padat yang mengandung bahan aktif dengan atau tanpa bahan tambahan yang sesuai (Departemen Keshatan RI, 2014). Tablet

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rute pemberian secara oral merupakan rute yang paling umum digunakan hingga 50 60% dari keseluruhan bentuk sediaan. Bentuk sediaan padat pada umumnya lebih disukai

Lebih terperinci

efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan antiinflamasi lainnya. Dosis ibuprofen sebagai anti-inflamasi mg sehari.

efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan antiinflamasi lainnya. Dosis ibuprofen sebagai anti-inflamasi mg sehari. BAB 1 PENDAHULUAN Dewasa ini industri farmasi telah tumbuh dan berkembang dengan pesat. Perkembangan tersebut ditandai dengan adanya kemajuan di bidang teknologi farmasi, khususnya dalam pembuatan sediaan

Lebih terperinci

bahan tambahan yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik sehingga dapat dicetak langsung. Pada pembuatan tablet diperlukan bahan

bahan tambahan yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik sehingga dapat dicetak langsung. Pada pembuatan tablet diperlukan bahan BAB 1 PENDAHULUAN Tablet merupakan bentuk sediaan padat yang relatif lebih stabil secara fisika kimia dan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang sering dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008 OPTIMASI FORMULASI SEDIAAN TABLET TEOFILIN DENGAN STARCH 1500 SEBAGAI BAHAN PENGIKAT DAN NATRIUM ALGINAT SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DENGAN MODEL SIMPLEX LATTICE DESIGN SKRIPSI Oleh : YENNYFARIDHA K100040034

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Adanya kemajuan teknologi dalam industri farmasi sekarang ini, terutama di bidang sediaan solida termasuk sediaan tablet yang telah mengalami banyak perkembangan dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini, salah satu penyebab masalah lingkungan hidup yang sering dijumpai adalah limbah. Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang kian pesat, produksi limbah juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pasien yang kesulitan dalam menelan. Air sangat berperan penting dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pasien yang kesulitan dalam menelan. Air sangat berperan penting dalam proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tablet merupakan bentuk sediaan padat yang paling populer di masyarakat dengan segala kelebihannya dibandingkan dengan bentuk sediaan lain seperti, kenyamanan pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tablet merupakan sediaan farmasi yang paling populer di masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tablet merupakan sediaan farmasi yang paling populer di masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tablet merupakan sediaan farmasi yang paling populer di masyarakat dibandingkan dengan sediaan farmasi lain karena berbagai keuntungan seperti mudah digunakan, memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, Tablet merupakan sediaan obat yang paling banyak digunakan di masyarakat. Sediaan Tablet merupakan bentuk sediaan solid mengandung bahan obat (zat aktif)

Lebih terperinci

merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan. Tablet ODT merupakan tablet yang larut dimulut, dengan bantuan saliva sampai terdispersi

merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan. Tablet ODT merupakan tablet yang larut dimulut, dengan bantuan saliva sampai terdispersi BAB 1 PENDAHULUAN Zaman yang berkembang ini para ilmuwan farmasi diarahkan mengembangkan bentuk sediaan baru. Salah satu tujuannya yaitu untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sehingga para ilmuwan formulasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring perkembangan teknologi, industri farmasi semakin berkembang pesat. Hal ini ditunjukkan dengan pengembangan sistem penghantaran obat secara oral yang bertujuan

Lebih terperinci

mempermudah dalam penggunaannya, orally disintegrating tablet juga menjamin keakuratan dosis, onset yang cepat, peningkatan bioavailabilitas dan

mempermudah dalam penggunaannya, orally disintegrating tablet juga menjamin keakuratan dosis, onset yang cepat, peningkatan bioavailabilitas dan BAB 1 PENDAHULUAN Sediaan Tablet merupakan suatu bentuk sediaan solid mengandung bahan obat (zat aktif) dengan atau tanpa bahan pengisi (Departemen Kesehatan RI, 1995). Tablet terdapat dalam berbagai ragam,

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh: HENI SUSILOWATI K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

SKRIPSI. Oleh: HENI SUSILOWATI K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008 OPTIMASI FORMULASI SEDIAAN TABLET TEOFILIN DENGAN STARCH 1500 SEBAGAI BAHAN PENGIKAT DAN EXPLOTAB SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DENGAN MODEL SIMPLEX LATTICE DESIGN SKRIPSI Oleh: HENI SUSILOWATI K100 040 020

Lebih terperinci

struktur yang hidrofobik dimana pelepasannya melalui beberapa tahapan sehingga dapat mempengaruhi kecepatan dan tingkat absorpsi (Bushra et al,

struktur yang hidrofobik dimana pelepasannya melalui beberapa tahapan sehingga dapat mempengaruhi kecepatan dan tingkat absorpsi (Bushra et al, BAB 1 PENDAHULUAN Sediaan farmasi terdapat berbagai macam bentuk berbeda yang didalamnya terkandung suatu bahan obat untuk pengobatan penyakit tertentu. Salah satu bentuk sediaan yang paling populer adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sediaan farmasi memiliki berbagai macam bentuk dengan cara pemberiannya yang berbeda-beda. Salah satu sediaan yang paling umum digunakan oleh masyarakat yaitu tablet,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aloe vera merupakan spesies aloe yang paling banyak dijual dan diproses. Di industri makanan, aloe vera digunakan sebagai sumber makanan fungsional, bahan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tablet Tablet adalah sediaan padat, kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam dunia kesehatan, obat dengan berbagai sediaan sangat dibutuhkan masyarakat untuk mengobati suatu penyakit. Obat-obatan bentuk padat dapat diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem penghantaran obat dengan memperpanjang waktu tinggal di lambung memiliki beberapa keuntungan, diantaranya untuk obat-obat yang memiliki absorpsi rendah

Lebih terperinci

FORMULASI. Oleh FAKULTAS

FORMULASI. Oleh FAKULTAS FORMULASI SEDIAAN TABLET FAST DISINTEGRATING ANTASIDAA DENGAN PRIMOJEL SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DAN MANITO L SEBAGAI BAHAN PENGISI SKRIPSI Oleh : IKA WAHYUNINGTYAS K 100 060153 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberian obat di Indonesia secara oral sudah sangat umum digunakan oleh masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan maupun di pedesaan. Diantara sediaan beberapa sediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan jaman yang semakin modern menuntut semua hal yang serba cepat dan praktis, termasuk perkembangan sediaan obat. Bentuk sediaan obat padat berupa

Lebih terperinci

OPTIMASI FORMULA SEDIAAN TABLET TEOFILIN DENGAN STARCH 1500 SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DAN CMC

OPTIMASI FORMULA SEDIAAN TABLET TEOFILIN DENGAN STARCH 1500 SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DAN CMC OPTIMASI FORMULA SEDIAAN TABLET TEOFILIN DENGAN STARCH 1500 SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DAN CMC Na SEBAGAI BAHAN PENGIKAT DENGAN MODEL SIMPLEX LATTICE DESIGN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan produk herbal saat ini semakin banyak diminati oleh masyarakat. Tidak hanya kalangan menengah ke bawah, tetapi kalangan atas pun kini mulai menggunakannya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini, seiring dengan semakin bertumbuhnya jumlah penduduk mengakibatkan sering terjadinya permasalahan dalam lingkungan hidup, seperti salah satunya mengenai

Lebih terperinci

OPTIMASI FORMULA TABLET DISPERSIBLE CAPTOPRIL DENGAN KOMBINASI BAHAN PENGHANCUR STARCH 1500 DAN BAHAN PENGISI STARLAC SKRIPSI

OPTIMASI FORMULA TABLET DISPERSIBLE CAPTOPRIL DENGAN KOMBINASI BAHAN PENGHANCUR STARCH 1500 DAN BAHAN PENGISI STARLAC SKRIPSI OPTIMASI FORMULA TABLET DISPERSIBLE CAPTOPRIL DENGAN KOMBINASI BAHAN PENGHANCUR STARCH 1500 DAN BAHAN PENGISI STARLAC SKRIPSI Oleh : ULIN FATKHIYATUL JANNAH K 100 050 091 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Domperidone 2.1.1 Sifat fisikokimia Menurut BP (2009), sifat fisikokimia domperidone adalah sebagai berikut: Rumus struktur: Gambar 1 Struktur domperidone Nama Kimia : 5-kloro-1-[1-[3-(2-okso-2,3-dihidro-1H-benzimidazol-1-il)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bergerak (Anonim, 2012). Salah satu obat pilihan untuk menangani rheumatoid

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bergerak (Anonim, 2012). Salah satu obat pilihan untuk menangani rheumatoid BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rheumatoid arthritis adalah gangguan yang ditandai dengan peradangan pada bagian sendi sehingga penderita mengalami nyeri dan kesulitan dalam bergerak (Anonim, 2012).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Dari jenis-jenis sediaan obat yang ada di pasaran, tablet merupakan bentuk sediaan yang paling

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam BAB 1 PENDAHULUAN Hingga saat ini, kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam meningkatkan mutu suatu obat. Tablet adalah sediaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi sangat pesat, salah satunya yaitu pengembangan bentuk sediaan obat yang semakin banyak. Namun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam penyimpanan. Akan tetapi obat yang bersifat lipofil dalam bentuk tablet

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam penyimpanan. Akan tetapi obat yang bersifat lipofil dalam bentuk tablet BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sediaan tablet merupakan sediaan yang disukai dalam pengobatan penyakit kronis. Hal ini disebabkan bentuk sediaan tablet mudah digunakan dan praktis dalam penyimpanan.

Lebih terperinci

A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Starch 10% PVP 5% Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5%

A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Starch 10% PVP 5% Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5% A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Asetosal 150 mg Starch 10% PVP 5% Laktosa q.s Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5% Monografi a. Asetosal Warna Bau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh vestibular apparatus menuju vomiting centre di medula dan memicu mual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh vestibular apparatus menuju vomiting centre di medula dan memicu mual BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Motion sickness merupakan mual muntah sindrom yang terjadi pada orang sehat akibat gerakan selama perjalanan melalui darat, laut, maupun udara. Pergerakan yang terjadi

Lebih terperinci

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat;

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat; BAB 1 PENDAHULUAN Seiring dengan kemajuan teknologi dan pengetahuan dalam bidang farmasi, perkembangan terhadap metode pembuatan sediaan obat untuk meningkatkan mutu obat juga semakin maju. Dengan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Dari jenis sediaan obat yang ada, tablet dan jenis-jenis modifikasinya merupakan sediaan yang

Lebih terperinci

Beberapa hal yang menentukan mutu tablet adalah kekerasan tablet dan waktu hancur tablet. Tablet yang diinginkan adalah tablet yang tidak rapuh dan

Beberapa hal yang menentukan mutu tablet adalah kekerasan tablet dan waktu hancur tablet. Tablet yang diinginkan adalah tablet yang tidak rapuh dan BAB I PENDAHULUAN Dewasa ini industri farmasi telah tumbuh dan berkembang dengan pesat. Perkembangan tersebut ditandai dengan adanya kemajuan di bidang teknologi farmasi, khususnya dalam pembuatan sediaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tablet merupakan salah satu sediaan farmasi yang sangat digemari, karena bentuknya yang padat, mudah di bawa dan dapat menghasilkan efek yang cepat. Dalam

Lebih terperinci

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat terutama dalam bidang industri farmasi memacu setiap industri farmasi untuk menemukan dan mengembangkan berbagai macam sediaan obat. Dengan didukung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pembuatan Amilum Biji Nangka. natrium metabisulfit agar tidak terjadi browning non enzymatic.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pembuatan Amilum Biji Nangka. natrium metabisulfit agar tidak terjadi browning non enzymatic. 28 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembuatan Amilum Biji Nangka Pada penelitian ini didahulu dengan membuat pati dari biji nangka. Nangka dikupas dan dicuci dengan air yang mengalir kemudian direndam larutan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam meningkatkan mutu suatu obat. Tablet adalah sediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. ialah dengan menghambat enzim siklooksigenase (COX) agar tidak terbentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. ialah dengan menghambat enzim siklooksigenase (COX) agar tidak terbentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Natrium diklofenak merupakan salah satu derivat dari asam fenilasaetat yang tergolong sebagai non-steroidal anti-infalmatory drug (NSAID) yang umum digunakan

Lebih terperinci

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien)

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien) Defenisi tablet Berdasarkan FI III : Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut: 4.1.1 Pemeriksaan bahan baku Hasil pemeriksan bahan baku ibuprofen, Xanthan Gum,Na CMC, sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang biasanya diderita oleh geriatri (Mohanachandran dkk., 2010). Amlodipin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang biasanya diderita oleh geriatri (Mohanachandran dkk., 2010). Amlodipin 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Amlodipin besilat merupakan obat golongan calsium channel blocker aksi panjang yang digunakan dalam pengobatan angina pektoris dan hipertensi yang biasanya diderita

Lebih terperinci

IFNA ANGGAR KUSUMA K

IFNA ANGGAR KUSUMA K OPTIMASI FORMULA SEDIAAN TABLET TEOFILIN DENGAN STARCH 1500 SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DAN GELATIN SEBAGAI BAHAN PENGIKAT DENGAN MODEL SIMPLEX LATTICE DESIGN SKRIPSI Oleh : IFNA ANGGAR KUSUMA K100040029

Lebih terperinci

OPTIMASI FORMULA TABLET DISPERSIBLE CAPTOPRIL DENGAN KOMBINASI BAHAN PENGHANCUR EXPLOTAB DAN BAHAN PENGISI AVICEL PH 102 SKRIPSI

OPTIMASI FORMULA TABLET DISPERSIBLE CAPTOPRIL DENGAN KOMBINASI BAHAN PENGHANCUR EXPLOTAB DAN BAHAN PENGISI AVICEL PH 102 SKRIPSI OPTIMASI FORMULA TABLET DISPERSIBLE CAPTOPRIL DENGAN KOMBINASI BAHAN PENGHANCUR EXPLOTAB DAN BAHAN PENGISI AVICEL PH 102 SKRIPSI Oleh : NOOR NGAZIZATUL MAZIYYAH K 100.050.072 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

terbatas, modifikasi yang sesuai hendaknya dilakukan pada desain formula untuk meningkatkan kelarutannya (Karmarkar et al., 2009).

terbatas, modifikasi yang sesuai hendaknya dilakukan pada desain formula untuk meningkatkan kelarutannya (Karmarkar et al., 2009). BAB 1 PENDAHULUAN Tablet merupakan bentuk sediaan yang paling popular di masyarakat karena bentuk sediaan tablet memiliki banyak keuntungan, misalnya: massa tablet dapat dibuat dengan menggunakan mesin

Lebih terperinci

OPTIMASI FORMULA TABLET DISPERSIBLE CAPTOPRIL DENGAN KOMBINASI BAHAN PENGHANCUR STARLAC DAN BAHAN PENGISI AVICEL PH 102 SKRIPSI

OPTIMASI FORMULA TABLET DISPERSIBLE CAPTOPRIL DENGAN KOMBINASI BAHAN PENGHANCUR STARLAC DAN BAHAN PENGISI AVICEL PH 102 SKRIPSI OPTIMASI FORMULA TABLET DISPERSIBLE CAPTOPRIL DENGAN KOMBINASI BAHAN PENGHANCUR STARLAC DAN BAHAN PENGISI AVICEL PH 102 SKRIPSI Oleh : RINI MARYATUN K 100 050 049 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl) adalah salah satu tanaman obat Indonesia yang memiliki khasiat sebagai antibakteri dan antiradang. Isolat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Orally Disintegrating Tablet (ODT) 2.1.1 Pengertian Rute pemberian obat secara oral adalah rute paling umum dan nyaman digunakan oleh pasien. Tablet dan kapsul merupakan bentuk

Lebih terperinci

Tablet Khusus. (dibuat dalam rangka memenuhi Tugas mata Kuliah TFSP)

Tablet Khusus. (dibuat dalam rangka memenuhi Tugas mata Kuliah TFSP) Tablet Khusus Tablet Khusus (dibuat dalam rangka memenuhi Tugas mata Kuliah TFSP) Disusun oleh : Dicky Wisnu Ariandi (21081012) Dwi Adiguna (21081014) Indri Nugraha (21081020) Irvan Akhmad Fauzi (21081022)

Lebih terperinci

SKRIPSI DENIAR K SURAKARTAA Oleh :

SKRIPSI DENIAR K SURAKARTAA Oleh : OPTIMASI FORMULA TABLET DISPERSIBLE NATRIUM DIKLOFENAK DENGAN BAHAN PENGHANCUR EXPLOTAB DAN BAHAN PELICIN MAGNESIUM STEARAT SKRIPSI a Oleh : DENIAR WINARDANI K 1000500700 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

kurang dari 135 mg. Juga tidak boleh ada satu tablet pun yang bobotnya lebih dari180 mg dan kurang dari 120 mg.

kurang dari 135 mg. Juga tidak boleh ada satu tablet pun yang bobotnya lebih dari180 mg dan kurang dari 120 mg. PEMBAHASAN TABLET Setelah dilakukan uji granul dan granul dinyatakan layak untuk dikempa, proses yang selanjutnya dilakukan adalah pencetakan tablet sublingual famotidin. Sebelum pencetakan, yang dilakukan

Lebih terperinci

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan di bidang teknologi dan pengetahuan dalam bidang farmasi, memberikan dampak pengembangan terhadap metode untuk meningkatkan mutu suatu obat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan populasi sebesar 256 juta jiwa. Indonesia menjadi negara terbesar kedua se-asia-pasifik yang sebagian besar penduduknya

Lebih terperinci

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi BAB 1 PENDAHULUAN Sampai saat ini, sediaan farmasi yang paling banyak digunakan adalah sediaan tablet, yang merupakan sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkular,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu contoh jenis tanaman obat yang bisa dimanfaatkan yaitu daun pepaya (Carica papaya). Menurut penelitian Maniyar dan Bhixavatimath (2012), menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu sediaan obat yang layak untuk diproduksi harus memenuhi beberapa persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan obat untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bentuk sediaan obat merupakan sediaan farmasi dalam bentuk tertentu sesuai dengan kebutuhan, mengandung satu zat aktif atau lebih dalam pembawa yang digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1, 35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1, menggunakan metode kering pada kondisi khusus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meloksikam (MEL) merupakan salah satu NSAID (non steroidal antiinflamatory drugs) yang paling sering diresepkan untuk berbagai kondisi inflamasi seperti rheumatoid arthritis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan sebagian besar wilayahnya adalah daerah hutan yang memiliki banyak kekayaan alam berupa tanaman. Tanaman asli Indonesia

Lebih terperinci

OPTIMASI FORMULA TABLET DISPERSIBLE NATRIUM DIKLOFENAK DENGAN BAHAN PENGHANCUR EXPLOTAB DAN BAHAN PELICIN PEG 6000 SKRIPSI

OPTIMASI FORMULA TABLET DISPERSIBLE NATRIUM DIKLOFENAK DENGAN BAHAN PENGHANCUR EXPLOTAB DAN BAHAN PELICIN PEG 6000 SKRIPSI OPTIMASI FORMULA TABLET DISPERSIBLE NATRIUM DIKLOFENAK DENGAN BAHAN PENGHANCUR EXPLOTAB DAN BAHAN PELICIN PEG 6000 SKRIPSI Oleh : TIAS FAYUKTIKA K.100.050.065 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

baik berada di atas usus kecil (Kshirsagar et al., 2009). Dosis yang bisa digunakan sebagai obat antidiabetes 500 sampai 1000 mg tiga kali sehari.

baik berada di atas usus kecil (Kshirsagar et al., 2009). Dosis yang bisa digunakan sebagai obat antidiabetes 500 sampai 1000 mg tiga kali sehari. BAB I PENDAHULUAN Saat ini banyak sekali penyakit yang muncul di sekitar lingkungan kita terutama pada orang-orang yang kurang menjaga pola makan mereka, salah satu contohnya penyakit kencing manis atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara internasional obat dibagi menjadi 2 yaitu obat paten dan obat generik. Obat paten adalah obat yang baru ditemukan berdasarkan riset dan memiliki masa

Lebih terperinci

FORMULASI TABLET PARACETAMOL SECARA KEMPA LANGSUNG DENGAN MENGGUNAKAN VARIASI KONSENTRASI AMILUM UBI JALAR (Ipomea batatas Lamk.) SEBAGAI PENGHANCUR

FORMULASI TABLET PARACETAMOL SECARA KEMPA LANGSUNG DENGAN MENGGUNAKAN VARIASI KONSENTRASI AMILUM UBI JALAR (Ipomea batatas Lamk.) SEBAGAI PENGHANCUR As-Syifaa Vol 08 (02) : Hal. 64-74, Desember 2016 ISSN : 2085-4714 FORMULASI TABLET PARACETAMOL SECARA KEMPA LANGSUNG DENGAN MENGGUNAKAN VARIASI KONSENTRASI AMILUM UBI JALAR (Ipomea batatas Lamk.) SEBAGAI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tablet merupakan salah satu bentuk sediaan oral berupa sediaan padat, kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rute pemberian oral merupakan rute yang paling digemari dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. Rute pemberian oral merupakan rute yang paling digemari dibandingkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rute pemberian oral merupakan rute yang paling digemari dibandingkan dengan berbagai macam rute pemberian obat lainnya karena pemberiannya mudah sehingga dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring berjalannya waktu, industri farmasi di Indonesia terus mengalami perkembangan dalam setiap bidangnya, termasuk dalam bidang pengembangan formulasi dan teknologi

Lebih terperinci

mudah ditelan serta praktis dalam hal transportasi dan penyimpanan (Voigt, 1995). Ibuprofen merupakan obat analgetik antipiretik dan anti inflamasi

mudah ditelan serta praktis dalam hal transportasi dan penyimpanan (Voigt, 1995). Ibuprofen merupakan obat analgetik antipiretik dan anti inflamasi BAB 1 PENDAHULUAN Dalam dunia farmasi saat ini berkembang dengan pesatnya yang memberikan dampak berkembangnya metode dalam meningkatkan mutu suatu obat. Mutu dijadikan dasar acuan untuk menetapkan kebenaran

Lebih terperinci

Khasiatnya diketahui dari penuturan orang-orang tua atau dari pengalaman (Anonim, 2009). Salah satu tanaman yang telah terbukti berkhasiat sebagai

Khasiatnya diketahui dari penuturan orang-orang tua atau dari pengalaman (Anonim, 2009). Salah satu tanaman yang telah terbukti berkhasiat sebagai BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan hayati terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman tingkat tinggi. Hingga saat ini tercatat 7000 spesies tanaman

Lebih terperinci

PENGARUH KOMBINASI PEARLITOL 400 DC DAN CROSCARMELLOSE SODIUM TERHADAP SIFAT FISIK FAST DISINTEGRATING TABLET HIDROKLOROTIAZID

PENGARUH KOMBINASI PEARLITOL 400 DC DAN CROSCARMELLOSE SODIUM TERHADAP SIFAT FISIK FAST DISINTEGRATING TABLET HIDROKLOROTIAZID Margareta Anindya Christianti, Teuku Nanda Saifullah Sulaiman PENGARUH KOMBINASI PEARLITOL 400 DC DAN CROSCARMELLOSE SODIUM TERHADAP SIFAT FISIK FAST DISINTEGRATING TABLET HIDROKLOROTIAZID THE EFFECT OF

Lebih terperinci

2.1.1 Keseragaman Ukuran Kekerasan Tablet Keregasan Tablet ( friability Keragaman Bobot Waktu Hancur

2.1.1 Keseragaman Ukuran Kekerasan Tablet Keregasan Tablet ( friability Keragaman Bobot Waktu Hancur PEMBUATAN GRANUL 1. Cara Basah Zat berkasiat,zat pengisi dan pengkancur dicampur baik bai,laludibasahi dengan larutan bahan pengikat,bila perlu ditambah bahan pewarna.setelah itu diayak menjadi granul,dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Penyakit hipertensi adalah penyakit tekanan darah tinggi di mana dalam pengobatannya membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya

BAB I PENDAHULUAN. Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai. Tablet dapat berbeda dalam ukuran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sediaan obat alam merupakan warisan budaya Indonesia yang dipercaya oleh masyarakat dapat memberikan manfaat bagi kesehatan, sehingga masyarakat semakin terbiasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Selama ini, kemajuan teknologi dalam industri farmasi, terutama dibidang sediaan solida termasuk sediaan tablet telah mengalami banyak perkembangan dalam

Lebih terperinci

obat tersebut cenderung mempunyai tingkat absorbsi yang tidak sempurna atau tidak menentu dan seringkali menghasilkan respon terapeutik yang minimum

obat tersebut cenderung mempunyai tingkat absorbsi yang tidak sempurna atau tidak menentu dan seringkali menghasilkan respon terapeutik yang minimum BAB 1 PENDAHULUAN Seiring berjalannya waktu, teknologi farmasi telah berkembang pesat. Hal ini dibuktikan dengan munculnya berbagai metode baru dalam industri farmasi yang memiliki tujuan akhir untuk mendapatkan

Lebih terperinci

Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel. Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel

Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel. Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel Uji dilakukan selama enam hari dalam tempat dengan kelembaban 70% dan suhu 27ºC, setiap hari

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang:

BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang: BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang: Inflamasi adalah respon lokal pada jaringan mamalia hidup terhadap luka yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, parasit, reaksi antigen-antibodi, trauma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Loratadin merupakan obat anti histamin non-sedatif yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Loratadin merupakan obat anti histamin non-sedatif yang biasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Loratadin merupakan obat anti histamin non-sedatif yang biasa digunakan untuk pengobatan alergi rhinitis dan seringkali ditujukan untuk anak-anak. Loratadin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Tablet Mengapung Verapamil HCl Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih lima formula untuk dibandingkan kualitasnya, seperti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak zaman dahulu, masyarakat Indonesia telah mengenal dan memanfaatkan berbagai tanaman yang berkhasiat sebagai obat dalam mengatasi berbagai masalah kesehatan. Kebiasaan

Lebih terperinci

bioavailabilitasnya meningkat hingga mencapai F relsl = 63 ± 22 %

bioavailabilitasnya meningkat hingga mencapai F relsl = 63 ± 22 % BAB 1 PENDAHULUAN Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskular yang paling lazim. Prevalensinya bervariasi menurut umur, ras, pendidikan dan banyak variabel lain. Hipertensi arteri yang berkepanjangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak hanya orang tua tetapi para remaja sekarang ini juga banyak yang menderita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak hanya orang tua tetapi para remaja sekarang ini juga banyak yang menderita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus merupakan salah satu penyakit yang banyak dialami masyarakat Indonesia pada saat ini. Seiring dengan gaya hidup yang tidak sehat, tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi di bidang farmasi begitu pesat, termasuk pengembangan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelarutan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia yang penting untuk diperhatikan pada

Lebih terperinci

SKRIPSI UMI SALAMAH K Oleh :

SKRIPSI UMI SALAMAH K Oleh : OPTIMASI FORMULASI SEDIAAN LEPAS LAMBAT TABLET TEOFILIN DENGAN MATRIKS ETIL SELULOSA (EC) DAN HIDROKSIETIL SELULOSA (HEC) DENGAN METODE SIMPLEX LATTICE DESIGN SKRIPSI Oleh : UMI SALAMAH K 100 030 007 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi dalam bidang kefarmasian saat ini telah cukup maju atau dapat dikatakan mengalami modernisasi. Hal ini berkenaan dengan derajat kualitas obat

Lebih terperinci