OPTIMALISASI PRODUKSI SUSU PASTEURISASI DI KPBS PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "OPTIMALISASI PRODUKSI SUSU PASTEURISASI DI KPBS PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT"

Transkripsi

1 OPTIMALISASI PRODUKSI SUSU PASTEURISASI DI KPBS PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT SKRIPSI MAWAR KHARISMA WARDHANI H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 i

2 RINGKASAN MAWAR KHARISMA WARDHANI. Optimalisasi Produksi Susu Pasteurisasi di KPBS Pangalengan Kabupaten Bandung Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan NUNUNG KUSNADI). Penelitian ini dilatarbelakangi adanya penerapan sistem produksi berdasarkan pesanan (job order) dalam menjalankan usaha pengembangan pengolahan susu segar menjadi susu pasteurisasi di KPBS Pangalengan. Sistem job order membawa dampak positif juga negatif bagi produksi susu pasteurisasi di KPBS Pangalengan. Dengan sistem job order, kuantitas permintaan pasar lebih terjamin sehingga KPBS dapat meminimalisir kerugian akibat tidak terjualnya produk yang dihasilkan. Namun, adanya sistem job order membuat keputusan produksi bergantung pada jumlah pesanan yang belum tentu sesuai dengan kapasitas mesin, tenaga kerja, ketersediaan bahan baku utama yaitu susu segar serta ketersediaan bahan tambahan yang dimiliki KPBS Pangalengan. Adanya sistem job order dalam memproduksi susu pasteurisasi di KPBS Pangalengan, akan mempengaruhi pengalokasian sumberdaya seperti susu segar, mesin, tenaga kerja, serta bahan baku tambahan, yang pada gilirannya akan berpengaruh pada keuntungan yang diperoleh KPBS Pangalengan. Oleh karena itu, yang menjadi tujuan dalam penelitian ini yaitu: (1) Menganalisis alokasi pengunaan sumberdaya (khususnya bahan baku susu segar) untuk memproduksi susu pasteurisasi di KPBS Pangalengan; (2) Menganalisis faktor yang menjadi kendala bagi KPBS Pangalengan dalam memproduksi susu pasteurisasi; (3) Menganalisis dampak sistem job order terhadap keuntungan KPBS Pangalengan. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa daerah Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi susu di Indonesia. MT KPBS dipilih sebagai tempat penelitian karena merupakan salah satu unit usaha pengolahan susu yang merupakan koperasi primer susu teladan tingkat nasional dan mempelopori produksi susu pasteurisasi prepack dan cup. Pengumpulan data ini dilakukan mulai bulan Februari-Maret Berdasarkan hasil analisis Linear Programming (LP) diketahui bahwa selama periode amatan KPBS Pangalengan masih belum mampu memanfaatkan seluruh bahan baku susu segar yang disediakan untuk produk susu pasteurisasi. Rataan persentase susu segar yang diproduksi hanya sebesar 54.8 persen. Peningkatan pemanfaatan susu segar hingga sepuluh persen dari total penerimaan susu segar di MT dapat meningkatkan keuntungan KPBS sebesar persen. Hasil keluaran model juga menunjukan, pada kondisi aktual sumberdaya yang menjadi kendala bagi KPBS Pangalengan dalam memproduksi susu pasteurisasi adalah mesin packaging, job order cup strawberry, serta job order cup cokelat. Sementara sumberdaya lainnya seperti kemasan prepack, kemasan cup strawberry, kemasan cup cokelat, penutup kemasan cup strawberry, penutup kemasan cup cokelat, dan tenaga kerja langsung (TKL) pada kondisi aktual justru mengalami kelebihan dengan persentase kelebihan persediaan rata-rata sebesar persen. Sistem job order juga berdampak negatif pada keuntungan KPBS Pangalengan karena menyebabkan KPBS Pangalengan kehilangan keuntungan ii

3 potensial sebesar empat persen dari total keuntungan pada kondisi aktual. Dampak negatif dari sistem job order ini dapat dihilangkan dengan cara meningkatkan kapasitas jam kerja TKL minimal sebesar 12 persen, dan ketersediaan mesin packaging minimal sebesar 11 persen. Pada kondisi tersebut KPBS memiliki peluang untuk meningkatkan keuntungan sebesar persen dari keuntungan pada kondisi aktual Agar persentase peningkatan keuntungan dari realokasi sumberdaya pada kedua skenario dapat dicapai, KPBS Pangalengan perlu melakukan pengkajian ulang terkait dengan sistem pemasaran produknya. Sehingga produksi susu pasteurisasi tidak hanya bergantung pada permintaan distributor dari sistem job order. iii

4 OPTIMALISASI PRODUKSI SUSU PASTEURISASI DI KPBS PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT MAWAR KHARISMA WARDHANI H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 iv

5 Judul Skripsi Nama NIM : Optimalisasi Produksi Susu Pasteurisasi di KPBS Pangalengan Kabupaten Bandung Jawa Barat. : Mawar Kharisma Wardhani : H Disetujui, Pembimbing Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS. NIP Diketahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS. NIP Tanggal Lulus : v

6 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Optimalisasi Produksi Susu Pasteurisasi di KPBS Pangalengan Kabupaten Bandung Jawa Barat adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juli 2010 Mawar Kharisma Wardhani H vi

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 10 Juni Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Nandang Ruhimat dan Ibunda Imas Rokayah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Pangalengan VIII pada tahun 2000, dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2003 di SLTP Negeri 1 Pangalengan. Pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan di SMU Negeri 1 Pangalengan pada tahun Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2006, kemudian pada tahun 2007, penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen sebagai mayor serta Departemen Ekonomi dan Sumberdaya Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen sebagai minor. Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai pengurus Paduan Suara Mahasiswa Institut Pertanian Bogor Agriaswara sebagai Sekretaris Divisi Kesekretariatan periode , serta beberapa kepanitian yang bersifat sementara. Penulis tercatat sebagai penerima dana hibah PKM bidang Kewirausahaan pada tahun Selain itu penulis juga pernah menjadi Asisten Dosen Mata Kuliah Ekonomi Umum periode Selama menyelesaikan kuliah penulis juga tercatat sebagai penerima Beasiswa dari Tanoto Foundation untuk tahun vii

8 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, serta shalawat dan salam kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Optimalisasi Produksi Susu Pasteurisasi di KPBS Pangalengan Kabupaten Bandung Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis alokasi pengunaan sumberdaya (khususnya bahan baku susu segar) untuk memproduksi susu pasteurisasi di KPBS Pangalengan, menganalisis faktor yang menjadi kendala bagi KPBS Pangalengan dalam memproduksi susu pasteurisasi, serta menganalisis dampak sistem job order terhadap keuntungan KPBS Pangalengan. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Juli 2010 Mawar Kharisma Wardhani viii

9 UCAPAN TERIMAKASIH Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Ir. Burhanuddin, MM selaku dosen penguji utama pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 3. Eva Yolynda Aviny, SP. MM selaku dosen penguji dari wakil komisi pendidikan yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 4. Ir. Lusi Fausiah, MEc yang telah menjadi pembimbing akademik dan seluruh dosen serta staf Departemen Agribisnis atas bantuan yang diberikan selama masa perkuliahan dan penulisan skripsi. 5. Orangtua, kakak, serta keluarga tercinta untuk setiap do a, dukungan, cinta kasih, perhatian serta semangat yang selalu diberikan. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik 6. Tanoto Foundation atas bantuan beasiswa serta dorongan untuk selalu memberikan prestasi terbaik selama masa kuliah. 7. Pihak KPBS Pangalengan atas waktu, kesempatan, informasi, dan dukungan yang diberikan. 8. Petani Peternak Sapi Anggota KPBS Pangalengan atas informasi serta pengalaman luar biasa yang diberikan. 9. Firza Maudi atas kesediannya sebagai pembahas dalam seminar dan saran maupun masukan yang diberikan untuk perbaikan skripsi. 10. Sandi Rengga Firmansyah, Chika, Presti, Egha, Mila, Nidha, Yadoy, Dhea, Mah Atie dan keluarga atas dukungan, semangat, dan motivasi yang diberikan selama penyusunan skripsi. ix

10 11. Teman-teman AGB 43, teman satu bimbingan Evi, Firza, dan Sarwanto serta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, yang tidak dapat dituliskan satu persatu. Bogor, Juli 2010 Mawar Kharisma Wardhani. x

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman xiv xviii I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Manfaat Ruang Lingkup... 8 II TINJAUAN PUSTAKA Peran Koperasi dalam Perkembangan Agribisnis Persusuan Sistem Pemasaran Produk di Koperasi Penelitian Optimalisasi Produksi III KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Teori Produksi Kombinasi Optimum Teori Optimalisasi Produksi Kerangka Pemikiran Operasional IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Pengolahan dan Analisis Data Konstruksi Model Linear Programming V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN Sejarah dan Perkembangan KPBS Pangalengan Visi, Misi, dan Tujuan KPBS Pangalengan Lokasi dan Tata Letak Kantor dan Pabrik Milk Treatment (MT) KPBS Pangalengan Wilayah Kerja KPBS Pangalengan Unit Usaha KPBS Pangalengan Organisasi KPBS Pangalengan Rapat Anggota Penggurus KPBS Pangalengan Pengawas KPBS Pangalengan Manajemen KPBS Pangalengan Manager dan Kepala Bagian Koordinator Tempat Pengumpulan Koperasi (TPK) xix xi

12 5.7. Keanggotaan KPBS Pangalengan Prosedur Menjadi Anggota Kewajiban dan Hak Anggota KPBS Pangalengan Perkembangan Anggota KPBS Pangalengan Selama Lima Tahun Terakhir Milk Treatment (MT) KPBS Pangalengan Profil dan Sejarah Singkat MT KPBS Pangalengan Struktur Operasional dan Ketenagakerjaan di MT KPBS Pangalengan Peralatan Produksi di MT KPBS Pangalengan Peralatan Pengolahan Susu Sarana Penunjang Produksi Proses Pengolahan Susu Proses di Tingkat Peternak Proses di Tingkat TPK Proses Pengangkutan Susu dari TPK ke MT Proses di Laboratorium Pengolahan Susu Pasteurisasi di MT Susu Pasteurisasi Prepack Susu Pasteurisasi Cup Pemasaran Susu di KPBS VI HASIL DAN PEMBAHASAN Menentukan Fungsi Tujuan Menentukan Fungsi Kendala Kendala Ketersediaan Bahan Baku Susu Segar Kendala Ketersediaan Bahan Tambahan Kendala Ketersediaan Kemasan Prepack Kendala Ketersediaan Kemasan Cup Kendala Ketersediaan Penutup Kemasan Cup Kendala Ketersediaan Tenaga Kerja Langsung (TKL) Kendala Ketersediaan Mesin Packaging Kendala Job Order Keluaran Model Linear Programming Pengunaan Sumberdaya Penggunaan Bahan Baku Susu Segar Penggunaan Bahan Tambahan Penggunaan Tenaga Kerja Langsung Penggunaan Mesin Packaging xii

13 6.3.2 Pengaruh Sistem Job Order Terhadap Keuntungan KPBS Pangalengan Pengaruh Sistem Job Order Prepack Pengaruh Sistem Job Order Cup Analisis Sensitivitas Analisis Sensitivitas Nilai Koefisien Fungsi Tujuan Analisis Sensitivitas Nilai Ketersediaan Kendala (RHS) Analisis Pasca Optimal Skenario I : Menghilangkan Dampak Negatif Job Order Skenario II : Peningkatan Pemanfaatan Susu Segar Skenario III : Pengaruh Peningkatan Harga Beli Susu Segar Terhadap Keuntungan KPBS Pangalengan VII KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiii

14 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Jumlah Populasi Sapi, Produksi Susu Segar, dan Produktivitas Sapi di Indonesia ( ) Perkembangan Jumlah Anggota serta Ternak Milik Anggota KPBS Pangalengan ( ) Perbandingan Standar Kualitas Susu di MT KPBS Pangalengan dengan SNI Perkembangan Nilai Keuntungan Penjualan Susu Pasteurisasi Berdasarkan Jenis di KPBS Pangalengan Selama 12 Bulan Kebutuhan Susu Segar Berdasarkan Jenis Susu Pasteurisasi, serta Ketersediaan Susu Segar di KPBS Pangalengan Selama 12 bulan Produksi Susu Pasteurisasi Prepack, Penggunaan, Ketersediaan, serta Nilai Koefisien Kemasan Prepack di KPBS Pangalengan Selama 12 bulan Penggunaan, serta Ketersediaan Kemasan Cup Strawberry, dan Kemasan Cup Cokelat di KPBS Pangalengan Selama 12 bulan Penggunaan, serta Ketersediaan Penutup Kemasan Cup Strawberry,... dan Penutup Kemasan Cup Cokelat di KPBS Pangalengan Selama 12 bulan Ketersediaan, serta Nilai Koefisien TKL untuk Produksi Susu Pasteurisasi Prepack di KPBS Pangalengan Selama 12 bulan Ketersediaan, serta Nilai Koefisien TKL untuk Produksi Susu Pasteurisasi Cup Strawberry, dan Cup Cokelat di KPBS Pangalengan Selama 12 bulan Jumlah Ketersediaan Jam Kerja TKL untuk Produksi Susu Pasteurisasi Prepack, Cup Strawberry, dan Cup Cokelat di KPBS Pangalengan Selama 12 bulan Perbandingan Ketersediaan Jam Kerja TKL Berdasarkan Perhitungan dengan Ketersediaan pada Formulasi Kendala di KPBS Pangalengan Ketersediaan, serta Nilai Koefisien Mesin Packaging untuk Produksi Susu Pasteurisasi Prepack di KPBS Pangalengan Selama 12 bulan xiv

15 14. Ketersediaan, serta Nilai Koefisien Mesin Packaging untuk Produksi Susu Pasteurisasi Cup Strawberry, dan Cup Cokelat di KPBS Pangalengan Selama 12 bulan Jumlah Ketersediaan Jam Kerja Mesin Packaging untuk Produksi Susu Pasteurisasi Prepack, Cup Strawberry, dan Cup Cokelat di KPBS Pangalengan Selama 12 bulan Perbandingan Ketersediaan Jam Kerja Mesin Packaging Berdasarkan Perhitungan dengan Ketersediaan pada Formulasi Kendala di KPBS Pangalengan Selama 12 bulan Jumlah Permintaan Distributor Terhadap Susu Pasteurisasi Prepack, Cup Strawberry, dan Cup Cokelat Melalui Sistem Job Order di KPBS Pangalengan Selama 12 bulan Pemanfaatan Susu Segar Menjadi Susu Pasteurisasi di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model Mendekati Aktual Hasil Analisis Penggunaan Bahan Tambahan Kemasan Prepack di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model Mendekati Aktual Hasil Analisis Penggunaan Bahan Tambahan Kemasan Cup Strawberry di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model Mendekati Aktual Hasil Analisis Penggunaan Bahan Tambahan Kemasan Cup Cokelat di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model Mendekati Aktual Hasil Analisis Penggunaan Bahan Tambahan Penutup Kemasan Cup Strawberry di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model Mendekati Aktual Hasil Analisis Penggunaan Bahan Tambahan Penutup Kemasan Cup Cokelat di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model Mendekati Aktual Hasil Analisis Penggunaan Jam Kerja TKL di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model Mendekati Aktual Hasil Analisis Harga Bayangan Jam Kerja Mesin Packaging di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model Mendekati Aktual Hasil Analisis Harga Bayangan Job Order Prepack di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model Mendekati Aktual xv

16 27. Hasil Analisis Harga Bayangan Job Order Cup Strawberry dan Cup Cokelat di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model Mendekati Aktual Perbandingan Keuntungan KPBS Pangalengan Pada Model dengan Kendala Job Order dan Tanpa Kendala Job Order Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Ketersediaan Kendala Bahan Baku Susu Segar di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model Mendekati Aktual Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Ketersediaan Kendala Bahan Tambahan Kemasan Prepack di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model Mendekati Aktual Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Ketersediaan Kendala Bahan Tambahan Kemasan Cup Strawberry dan Kemasan Cup Cokelat di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model Mendekati Aktual Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Ketersediaan Kendala Bahan Tambahan Penutup Kemasan Cup Strawberry dan Penutup Kemasan Cup Cokelat... di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model Mendekati Aktual Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Ketersediaan Kendala Jam Kerja TKL di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model Mendekati Aktual Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Ketersediaan Kendala Jam Kerja Mesin Packaging di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model Mendekati Aktual Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Batas Produksi Kendala Job Order Prepack di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model Mendekati Aktual Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Batas Produksi Kendala Job Order Cup Strawberry dan Job Order Cup Cokelat di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model Mendekati Aktual Ketersediaan Kendala Jam Kerja TKL Pada Model Awal dan Perhitungan Perubahan Ketersediaan Kendala Jam Kerja TKL Pada Model Skenario I xvi

17 38. Ketersediaan Kendala Jam Kerja Mesin Packaging Pada Model Awal dan Perhitungan Perubahan Ketersediaan Kendala Jam Kerja Mesin Packaging Pada Model Skenario I Ketersediaan Kendala Kemasan Prepack Pada Model Awal dan Perhitungan Perubahan Ketersediaan Kemasan Prepack Pada Model Skenario II Ketersediaan Kendala Kemasan Cup Strawberry Pada Model Awal dan Perhitungan Perubahan Ketersediaan Kemasan Cup Strawberry Pada Model Skenario II Ketersediaan Kendala Kemasan Cup Cokelat Pada Model Awal dan Perhitungan Perubahan Ketersediaan Kemasan Cup Cokelat Pada Model Skenario II Ketersediaan Kendala Penutup Kemasan Cup Strawberry dan Penutup Kemasan Cup Cokelat Pada Model Awal dan Perhitungan Perubahan Ketersediaan Penutup Kemasan Cup Strawberry dan Penutup Kemasan Cup Cokelat Pada Model Skenario II Ketersediaan Kendala Jam Kerja TKL Pada Model Awal dan Perhitungan Perubahan Ketersediaan Jam Kerja TKL Pada Model Skenario II Ketersediaan Kendala Jam Kerja Mesin Packaging Pada Model Awal dan Perhitungan Perubahan Ketersediaan Jam Kerja Mesin Packaging Pada Model Skenario II Perbandingan Nilai Keuntungan Pada Kondisi Awal Dengan Nilai Keuntungan Pada Saat Harga Beli Susu Segar Meningkat Sebesar 1 Persen dan 15 Persen xvii

18 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Skema Proses Produksi Kurva Kemungkinan Produksi Diagram Alur Pemikiran Operasional Pengelompokan Unit-Unit Usaha di KPBS Pangalengan ke dalam Sistem Agribisnis dan Agroindustri Diagram Alir Susu Pasteurisasi Prepack di KPBS Pangalengan Diagram Alir Susu Pasteurisasi Cup Strawberry dan Cup Cokelat di KPBS Pangalengan Rantai Tataniaga Susu di KPBS Pangalengan xviii

19 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Denah Pabrik MT KPBS Pangalengan Peta Wilayah Kerja KPBS Pangalengan Struktur Organisasi KPBS Pangalengan Struktur Operasional MT KPBS Pangalengan Peralatan Produksi Susu Pasteurisasi di MT KPBS Pangalengan Sarana Penunjang Produksi Susu Pasteurisasi di MT KPBS Pangalengan Perhitungan Keuntungan Susu Pasteurisasi Prepack Perhitungan Keuntungan Susu Pasteurisasi Cup Strawberry Perhitungan Keuntungan Susu Pasteurisasi Cup Cokelat Perbandingan Kombinasi Produksi Susu Pasteurisasi Pada Kondisi Aktual dengan Kombinasi Produksi Pada Model Mendekati Aktual Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Koefisien Fungsi Tujuan Pada Kondisi Model Mendekati Aktual Hasil Olahan Model Skenario I Hasil Olahan Model Skenario II xix

20 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian di Indonesia. Subsektor peternakan sebagai bagian dari pertanian dalam arti luas merupakan salah satu komponen yang penting untuk dikembangkan. Sebagian besar hasil peternakan merupakan sumber pangan dan protein yang sangat penting bagi masyarakat. Menurut Daryanto (2007) pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis, antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat akibat bertambahnya jumlah penduduk, peningkatan rata-rata pendapatan penduduk, dan penciptaan lapangan pekerjaan. Salah satu komponen dari subsektor peternakan yang memiliki banyak manfaat dan berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia adalah agribisnis persusuan. Kondisi geografis, ekologi, dan kesuburan lahan di beberapa wilayah Indonesia memiliki karakteristik yang cocok untuk pengembangan agribisnis persusuan. Susu merupakan salah satu komoditas peternakan yang telah dikenal luas oleh masyarakat. Susu mengandung nilai gizi pangan cukup tinggi karena banyak kebutuhan tubuh terkandung di dalamnya. Susu mempunyai keistimewaan dalam mengimbangi kekurangan zat gizi pangan lain. Selain itu, susu mudah dicerna dan diserap oleh tubuh (Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, 2004). Jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan jumlah yang menurut data statistik 2009 sekitar 231 juta jiwa 1. Perubahan pola hidup, serta semakin berkembangnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya mengkonsumsi bahan makanan yang tidak hanya mengenyangkan akan tetapi juga bermanfaat bagi kesehatan, menjadikan Indonesia sebagai pasar yang besar dan potensial untuk berbagai jenis komoditas yang menonjolkan manfaat bagi tubuh dan kesehatan seperti susu. Menurut Sulaeman (2003) permintaan terhadap produk Jumlah Penduduk Indonesia [Januari, 2010] 1

21 peternakan termasuk susu, memiliki sifat normal atau mewah sehingga akan meningkat cepat atau bahkan lebih cepat dari laju peningkatan pendapatan konsumen. Peluang pasar yang begitu besar bagi agribisnis persusuan sejauh ini nampaknya belum dapat dimanfaatkan secara optimal oleh para peternak sapi perah di Indonesia. Hal ini dapat terlihat dari adanya ketidakseimbangan antara konsumsi nasional dan produksi susu nasional. Sebagian besar susu yang tersedia dan beredar di pasaran merupakan produk impor. Menurut Rusdiana (2009) kontribusi produk susu nasional masih sangat kecil, itu pun harus melalui perjuangan dari Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) untuk meningkatkan quota dan harga beli susu segar produksi dalam negeri. Saat ini produksi susu dalam negeri baru bisa memasok tidak lebih dari 30 persen permintaan nasional, sisanya 70 persen berasal dari impor (Daryanto, 2007). Pada periode tahun 2007 jumlah produksi susu segar nasional adalah 567,683 ton/tahun. Padahal tingkat konsumsi susu (baik segar maupun olahan) pada tahun yang sama adalah 7,12 kg per tahun (Ditjennak, 2009). Dengan perhitungan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2007 adalah 224,196 juta (BPS, 2009), maka dapat diperkirakan permintaan susu pada tahun tersebut kurang lebih sebesar ,52 ton/tahun, jauh di atas produksi susu segar nasional. Perkembangan produksi susu segar nasional dipengaruhi oleh jumlah populasi sapi perah di Indonesia. Jumlah populasi sapi, produksi, serta produktivitas sapi di Indonesia dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2009 dilihat pada Tabel 1. 2

22 Tabel 1. Jumlah Populasi Sapi, Produksi Susu Segar, dan Produktivitas Sapi di Indonesia ( ) Tahun Populasi Sapi (ekor) Produksi Susu Segar (ton) Produktivitas (ton/ekor) , , , , , , , , , , * 486, , Rata-Rata 402, , Sumber Keterangan : Direktorat Jenderal Peternakan 2009, diolah : * Data merupakan angka sementara Dari Tabel 1 dapat dilihat dari tahun ke tahun pengembangan jumlah populasi sapi perah Indonesia relatif lambat. Hal ini menjadi salah satu faktor penyebab lambatnya perkembangan produksi susu nasional. Selain karena jumlah populasi sapi perah yang masih sedikit, dengan rataan populasi selama enam tahun terakhir sebanyak 402,176 ekor. Rendahnya produksi susu nasional juga disebabkan oleh rendahnya produktivitas sapi di Indonesia. Dari Tabel 1 juga dapat dilihat bahwa rataan produktivitas sapi Indonesia dalam kurun waktu enam tahun terakhir sebesar 1,50 ton/tahun. Padahal, sapi jenis Friesian Holstein yang terkenal dengan produksi susunya dapat berproduksi lebih dari 6,350 ton/tahun, hingga 25 ton/tahun (Bappenas, 2008). Dengan tingkat produktivitas sapi saat ini maka untuk memenuhi konsumsi nasional Indonesia membutuhkan paling tidak tambahan 920,099 ekor sapi perah. Produksi susu ditentukan oleh skala usaha sapi perah dan kegiatan proses produksinya. Pada umumnya skala usaha peternakan sapi perah di Indonesia merupakan usaha peternakan rakyat (skala kecil) yang memiliki sapi perah kurang dari lima ekor, atau memiliki rata-rata tiga ekor sapi perah betina sehingga pengusahaanya kurang efisien. Usaha ternak sapi perah di Indonesia kebanyakan masih bersifat tradisional, oleh peternak kecil, dan belum mencapai usaha yang berorientasi ekonomi. Daryanto (2007) mengemukakan bahwa skala ekonomis 3

23 pengusahaan sapi perah baru bisa dicapai dengan kepemilikan ekor sapi per peternak. Skala usaha yang kecil ini berpengaruh terhadap lemahnya bargaining power peternak terutama ketika berhadapan dengan pasar. Kepemilikan sapi yang sedikit menyebabkan susu yang dapat diproduksi perharinya pun jumlahnya terbatas. Hal ini jelas menjadi kendala bagi peternakan sapi di Indonesia jika ingin mendapatkan harga jual susu yang lebih tinggi serta penjualan yang kontinu dengan cara memasok susunya ke industri pengolahan susu (IPS). Menjual susu segar ke IPS memang lebih menguntungkan dibandingkan dengan menjualnya langsung ke pasar akan tetapi jarang sekali ada IPS yang bersedia menerima penjualan susu segar langsung dari petani peternak kecil. IPS pada umumnya membutuhkan susu dalam jumlah yang besar, kontinu, dan dengan kualitas tertentu yang memenuhi standar IPS. Dengan kondisi seperti saat ini, akan sangat sulit bagi peternak sapi di Indonesia untuk dapat memenuhi permintaan IPS tersebut. Oleh karena itulah perlu suatu lembaga yang mampu melakukan collective action dengan menampung, dan memberikan perlakuan agar susu segar dari para peternak memenuhi standar kualitas IPS, atau bahkan menjadi IPS dengan menampung susu dari peternak dan melakukan kegiatan produksi sendiri. Instruksi Presiden nomor 2 tahun 1982 menyebutkan bahwa produksi susu dalam negeri ditingkatkan melalui usaha modernisasi peternakan sapi perah rakyat yang dibina dalam wadah koperasi. Selain memudahkan pembinaan peternakan oleh pemerintah, koperasi juga menjadi lembaga yang penting bagi peternak sebagai alat untuk membangun kekuatan ekonominya sekaligus lembaga yang paling dekat dengan peternak. Koperasi merupakan lembaga yang tepat untuk menjembatani antara peternak sapi dengan IPS. Ada beberapa manfaat yang diperoleh peternak dengan bergabung dalam koperasi antara lain: kemudahan pelayanan kesehatan ternak; reproduksi modern; permodalan; kemudahan dalam pemenuhan kebutuhan ternak dan peternak; kemudahan memasarkan susu; akses informasi dalam hal teknis, pasar, maupun teknologi. Dilihat dari perkembangan serta kontribusinya terhadap pendapatan negara, koperasi susu merupakan satu-satunya bentuk koperasi yang dapat dikatakan paling maju di Indonesia. Salah satu koperasi persusuan yang cukup 4

24 terkenal karena merupakan koperasi primer yang menjadi motor penggerak koperasi sekunder persusuan nasional (GKSI) adalah Koperasi Peternak Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan (Baga, 2009). KPBS Pangalengan memiliki dua alternatif dalam mengalokasikan susu segar yang diterima dari anggotanya. Alternatif pertama adalah menjual ke IPS dalam bentuk susu dingin, alternatif kedua adalah mengolah susu yang diterima dari anggota menjadi produk akhir seperti susu pasteurisasi. Dua alternatif ini membawa konsekuensi tersendiri bagi kegiatan usaha KPBS. Menjual susu ke IPS memang menguntungkan jika dilihat dari jaminan permintaan pasar. IPS biasanya secara kontinu membeli susu segar dari koperasi yang menjadi mitranya, selama susu yang disetor koperasi memenuhi standar kualitas yang ditetapkan IPS. Akan tetapi, pada posisi ini koperasi memiliki bargaining power yang lemah karena susu segar merupakan bahan baku bagi IPS yang cenderung dibeli dengan harga yang relatif murah. Koperasi bersaing dengan produk susu dari negara lain yang harganya relatif lebih rendah dibandingkan dengan harga jual susu dari koperasi, dengan kualitas yang biasanya lebih baik dari susu yang dijual koperasi. Dampak negatif lain yang ditimbulkan dari alternatif pertama adalah jatuhnya nilai tambah produk akhir susu ke IPS. Dengan melakukan pengolahan susu segar yang dijual koperasi, IPS memiliki peluang untuk memperoleh laba besar atas pemberiaan nilai tambah pada susu segar. Melakukan pengolahan sendiri terhadap susu segar yang diterima dari anggota sehingga menjadi produk akhir dalam bentuk susu pasteurisasi merupakan alternatif yang dapat ditempuh KPBS Pangalengan untuk meningkatkan harga beli susu dari peternak, dan mengurangi ketergantungan pada Industri Pengolahan Susu (IPS). Meningkatkan harga beli susu ditingkat konsumen akhir dengan cara memberikan nilai tambah lewat serangkaian kegiatan pengolahan memiliki dampak positif bagi KPBS. Pengolahan dapat mengalihkan nilai tambah produk akhir dari IPS ke KPBS, serta memperpendek rantai pemasaran susu. Sehingga, seyogyanya KPBS mampu membayar susu yang disetor oleh para peternak anggotanya dengan harga yang lebih tinggi. Seperti halnya alternatif pertama, mengolah susu segar menjadi produk akhir berupa susu pasteurisasi juga memiliki kendala berupa pemasaran produk akhir. Kendala pasar menyebabkan 5

25 pengalokasian susu segar untuk alternatif pertama tidak dapat optimal dan sesuai dengan keinginan koperasi. Agar usaha pengolahan susu yang dilakukan KPBS dapat berlanjut, diperlukan suatu kemampuan produksi dan pemasaran yang efisien agar produk akhir yang dihasilkan KPBS Pangalengan mampu bersaing dengan produk sejenis yang bisa jadi di produksi oleh IPS. Oleh karena itu, penting untuk mengkaji kinerja pengolahan susu pasteurisasi di KPBS Pangalengan sebagai alternatif dalam mengolah susu segar dari anggotanya Perumusan Masalah Pengolahan susu segar menjadi susu pasteurisasi merupakan upaya KPBS Pangalengan dalam meningkatkan penerimaan melalui peningkatan harga jual susu di tingkat konsumen, dengan cara memberikan nilai tambah pada susu segar yang diterima dari anggotanya. Pengolahan susu pasteurisasi dapat memberikan manfaat yang besar bagi perkembangan KPBS. Selain dapat meningkatkan penerimaan, pengolahan susu segar menjadi susu pasteurisasi juga dapat mengurangi ketergantungan koperasi terhadap Industri Pengolahan Susu (IPS), serta meningkatkan kesempatan kerja. Dalam menjalankan usaha pengembangan pengolahan susu segar menjadi susu pasteurisasi KPBS Pangalengan menerapkan sistem produksi berdasarkan pesanan atau yang mereka sebut dengan istilah job order. Melalui sistem job order jumlah produksi serta kombinasi produk susu pasteurisasi tergantung dari jumlah pesanan (order). Sistem job order membawa dampak positif juga negatif bagi produksi susu pasteurisasi di KPBS Pangalengan. Dengan sistem job order, kuantitas permintaan pasar lebih terjamin sehingga KPBS dapat meminimalisir kerugian akibat tidak terjualnya produk yang dihasilkan. Namun, adanya sistem job order membuat keputusan produksi bergantung pada jumlah pesanan yang belum tentu sesuai dengan kapasitas mesin, tenaga kerja, ketersediaan bahan baku utama yaitu susu segar serta ketersediaan bahan baku lainnya. Adanya sistem job order dalam memproduksi susu pasteurisasi di KPBS Pangalengan akan mempengaruhi pengalokasian sumberdaya seperti susu segar, mesin, tenaga kerja, serta bahan baku tambahan yang pada gilirannya akan 6

26 berpengaruh pada keuntungan yang diperoleh KPBS Pangalengan. Oleh karena itu yang menjadi pertanyaan pada penelitian ini adalah: 1) Bagaimana alokasi pengunaan sumberdaya (khususnya bahan baku susu segar) untuk memproduksi susu pasteurisasi di KPBS Pangalengan? 2) Apa yang menjadi kendala bagi KPBS Pangalengan dalam memproduksi susu pasteurisasi? 3) Bagaimana dampak sistem job order terhadap keuntungan dari penjualan susu pasteurisasi di KPBS Pangalengan? 4) Apa yang harus dilakukan KPBS Pangalengan untuk meningkatkan pemanfaatan susu segar, serta menghilangkan dampak negatif sistem job order? 1.3. Tujuan Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini antara lain : 1) Menganalisis alokasi pengunaan sumberdaya (khususnya bahan baku susu segar) untuk memproduksi susu pasteurisasi di KPBS Pangalengan. 2) Menganalisis faktor yang menjadi kendala bagi KPBS Pangalengan dalam memproduksi susu pasteurisasi. 3) Menganalisis dampak sistem job order terhadap keuntungan KPBS Pangalengan Manfaat Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan dijadikan masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan dalam pengembangan susu terutama susu pasteurisasi. Secara rinci penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: 1. Manajemen KPBS Pangalengan dapat memanfaatkan hasil penelitian sebagai acuan menentukan perencanaan produksi susu pasteurisasi yang optimal 2. Bagi Mahasiswa penelitian ini dapat menjadi ajang penerapan ilmu produksi serta optimalisasi teoritisnya dalam dunia agribisnis yang sebenarnya. 7

27 3. Kalangan akademis dan umum dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai referensi tambahan terhadap aplikasi metode optimalisasi produksi maupun penelitian lanjutan terkait dengan susu pasteurisasi Ruang Lingkup Penelitian ini meliputi produksi susu pasteurisasi berbentuk prepack dan cupyang dihasilkan sebuah koperasi susu di Indonesia yaitu KPBS Pangalengan. Meskipun KPBS Pangalengan merupakan sebuah lembaga berbentuk koperasi namun, pada penelitian ini yang akan dikaji hanyalah salah satu unit produksinya saja. Sehingga, KPBS Pangalengan dipandang sebagai sebuah perusahaan yang menghasilkan susu olahan berupa susu pasteurisasi. Penelitian ini akan berfokus pada produksi susu pasteurisasi dalam bentuk prepack 500 ml dan cup rasa strawberry dan cokelat berukuran 160 ml saja. 8

28 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Koperasi Dalam Perkembangan Agribisnis Persusuan Koperasi memiliki peran penting bagi perkembangan agribisnis persusuan di beberapa negara di dunia termasuk Indonesia. Di Uruguay dan India koperasi susu telah berkembang sedemikian rupa sehingga mampu menghasilkan hampir 90 persen dari total produksi susu nasionalnya. Di Australia dan Selandia Baru, koperasi susu bahkan mampu menghasilkan tiga perempat produk susu yang dikonsumsi dunia. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan Daryanto (2007) dan Rizki (2009). Di Indonesia koperasi juga memegang peranan penting dalam perkembangan agribisnis persusuan. Dilihat dari perkembangan serta kontribusinya terhadap pendapatan negara, koperasi susu merupakan satu-satunya bentuk koperasi yang dapat dikatakan paling maju di Indonesia. Kebanyakan koperasi besar di Indonesia merupakan koperasi persusuan seperti GKSI, KPSBU, KPBS yang beberapa kali membuktikan kinerja serta perannya dengan menjadi koperasi teladan tingkat Nasional. Data dari Dewan Persusuan Nasional (2008) menunjukan bahwa tidak kurang dari 90 ribu peternak yang memelihara sekitar 300 ribu ekor sapi perah dengan rata-rata produksi 1300 ton susu segar bergabung dalam wadah Koperasi. Koperasi merupakan wadah yang digunakan oleh para peternak untuk meningkatkan kesejahteraannya. Ada beberapa manfaat yang diperoleh peternak dengan bergabung dalam koperasi seperti kemudahan dalam hal pengadaan pelayanan kesehatan ternak, reproduksi modern, permodalan, kemudahan dalam pemenuhan kebutuhan ternak juga peternak, kemudahan memasarkan susu, akses informasi dalam hal teknis, pasar maupun teknologi seperti yang dikemukakan oleh Sulaeman (2003). Koperasi mempunyai peran yang cukup strategis untuk menopang perkembangan persusuan di Indonesia. Salah satu peran koperasi dalam mengembangkan agribisnis persusuan adalah dengan melakukan pengolahan. Ada banyak manfaat yang dapat diperoleh baik oleh koperasi maupun oleh peternak dengan melakukan pengolahan. Selain meningkatkan penerimaan, pengolahan juga dapat meningkatkan bargaining power koperasi ketika berhadapan dengan pasar, serta mengurangi ketergantungan koperasi terhadap IPS. Syaiful (2010) 9

29 dalam penelitiannya mengemukakan bahwa pengolahan susu segar yang dilakukan koperasi memiliki dua kelebihan. Pertama dapat memberikan diversifikasi usaha bagi koperasi sehingga dapat melatih kemandirian dan entrepreneur, kedua meningkatkan jangkauan distribusi susu segar di pasar output kepada masyarakat untuk dapat dikonsumsi dengan biaya yang lebih murah dan menyehatkan. Di Indonesia pengolahan susu segar menjadi produk akhir di koperasi salah-satunya terbatas menjadi susu pasteurisasi. Asari et all (2002) menyatakan bahwa mengolah susu segar yang diterima dari anggotanya menjadi susu pasteurisasi merupakan bentuk diversifikasi usaha yang paling banyak dilakukan oleh koperasi peternakan di Indonesia. GKSI (2009) mencatat lebih dari 50 persen koperasi susu di Indonesia memproduksi susu pasteurisasi sebagai alternatif produknya. Alasan koperasi memproduksi susu pasterisasi sebagai alternatif peningkatan nilai tambah terhadap susu segar yang diterima dari anggotanya seperti yang dikemukakan oleh Asari et all (2002) antara lain disebabkan karena: Pertama teknologi yang digunakan dalam proses produksi susu pasteurisasi relatif sederhana. Menurut Ulum dan Danasaputra (2004) Ada dua metoda yang umumnya digunakan pada proses pasteurisasi susu. Pertama adalah metode LTLT (Low Temperature Long Time), dan yang kedua adalah metoda HTST (High Temperature Short Time). Kedua metode membutuhkan alat serta prosedur yang sederhana. Pada dasarnya pasteurisasi susu dilakukan dengan pemanasan susu sampai suhu tertentu kemudian dilanjutkan dengan pendinginan susu dengan cepat agar mikroba yang masih hidup tidak tumbuh kembali. Asari et all (2002) juga mengemukakan alasan kedua koperasi memilih susu pasteurisasi sebagai alternatif produk olahan susu segar yang diterima dari anggotanya adalah karena harga jual susu pasteurisasi lebih terjangkau konsumen, dibandingkan dengan produk olahan susu lainnya seperti susu UHT, yougurt, mantega, dan keju. Proses serta peralatan produksi yang sederhana menyebabkan biaya untuk melakukan proses pengolahan susu pasteurisasi pun relatif lebih rendah dibandingkan dengan proses pengolahan susu menjadi produk akhir lain seperti UHT, mentega, atau keju. Biaya yang rendah akan berdampak pada lebih rendahnya penetapan harga susu pasteurisasi dibandingkan produk olahan lainnya. 10

30 Menurut Halim (2009) salah-satu strategi yang dapat diterapkan koperasi untuk meningkatkan daya saing produknya adalah menetapkan harga yang lebih rendah dibandingkan harga produk sejenis yang dihasilkan pesaing. Karena pada umumnya koperasi memiliki keterbatasan dalam hal pemasaran produk maka sangatlah rasional jika susu pasteurisasi dipilih sebagai salah-satu alternatif pengolahan susu segar di koperasi. Masih menurut Asari et all (2002), alasan terakhir yang menyebabkan kebanyakan koperasi memilih memproduksi susu pasteurisasi sebagai alternatif pengolahan susu segar adalah karena IPS tidak lagi dapat memberikan keuntungan yang layak bagi peternak dan koperasi. Dalam hal pemasaran susu dari peternak dalam negeri, Penandatanganan Letter of Intend (LOI) dengan IMF sebagai upaya memperbaiki kondisi ekonomi akibat krisis ekonomi pada tahun 1997 mengakibatkan posisi peternak lokal menjadi semakin lemah. Boediyana (2008) menyebutkan salah salah butir dari 50 butir LOI tersebut adalah ketentuan bahwa Pemerintah Indonesia harus membatalkan semua ketentuan yang berkaitan dengan perlindungan terhadap peternakan sapi perah rakyat yang tertuang dalam SKB Tiga Menteri serta Inpres No. 4 tahun 1985 yang mengatur mekanisme BUSEP (Bukti Serap Susu Dalam Negeri). Implikasi dari penghapusan peraturan yang mengatur mekanisme BUSEP tersebut adalah status IPS tidak lagi wajib menyerap susu segar dalam negeri seperti ketentuan yang ada sebelumnya. Dapat dikatakan sejak awal 1998 inilah posisi tawar peternak terhadap IPS menjadi sangat lemah. IPS mempunyai pilihan untuk memenuhi bahan baku yang dibutuhkan yaitu susu segar, dari dalam negeri maupun dari impor. Hal ini menyebabkan relatif rendahnya harga susu segar yang diterima oleh perternak dalam negeri. Untuk mengurangi besarnya ketergantungan koperasi terhadap IPS, serta meningkatkan harga beli susu bagi peternak maka koperasi perlu melakukan pengolahan sendiri, dan salah satu alternatif produk yang dapat dihasilkan dari proses pengolahan susu di koperasi adalah susu pasteurisasi. Uraian di atas menunjukan bahwa pengolahan susu segar dapat dilakukan di koperasi sebagai upaya untuk meningkatkan keuntungan dan kesejahteraan anggota. Salah-satu alternatif produk olahan susu yang dapat dihasilkan oleh koperasi adalah susu pasteurisasi. Selain membawa dampak positif bagi koperasi 11

31 dan peternak anggotanya, pengolahan susu segar menjadi susu pasteurisasi juga dapat berdampak pada perkembangan agribisnis persusuan di Indonesia. Proses yang mudah, harga jual yang relatif lebih rendah, serta kandungan gizi yang setara dengan susu segar, membuat susu pasteurisasi mampu diperjualbelikan antar wilayah sehingga lebih jauhnya akan berdampak pada peningkatan daya saing susu olahan nasional Sistem Pemasaran Produk di Koperasi Pengembangan industri pengolahan yang dilakukan oleh koperasi umumnya menerapkan sistem kontrak dalam memasarkan produknya. Penerapan sistem kontrak cenderung merugikan, karena dengan diberlakukannya sistem kontrak koperasi kehilangan keleluasaannya dalam berproduksi. Pada sistem kontrak keputusan produksi bergantung pada pesanan yang belum tentu sesuai dengan sumberdaya yang dimiliki koperasi. Kendati sistem kontrak dalam memasarkan produk cenderung merugikan, sistem kontrak tetap dipilih oleh kebanyakan koperasi di Indonesia karena umumnya koperasi belum menguasai pasar. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Capah(2008), Haris (2008), dan Halim (2009), yang menyatakan bahwa koperasi pada umumnya menerapkan sistem kontrak dalam memasarkan produk dengan tujuan untuk menjamin kontinuitas permintaan pasar akan produk yang mereka produksi, sehingga meminimalisir kerugian tidak terjualnya produk yang dihasilkan. Hasil penelitian dari Capah (2008) dan Haris (2008) menunjukkan bahwa dengan penerapan sistem kontrak koperasi berproduksi di bawah kapasitas yang dimilikinya serta tidak dapat memaksimalkan pengunaan bahan baku utama karena jumlah produksi ditentukan oleh pesanan dalam kontrak. Dampak negatif dari penerapan sistem kontrak terhadap produksi serta alokasi sumberdaya yang dimiliki koperasi diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Ridyawati (2007). Ridyawati membuktikan bahwa koperasi yang tidak melakukan kontrak dalam memasarkan produknya dapat memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki dengan lebih baik, karena keputusan produksi tidak ditentukan oleh pesanan dalam kontrak. 12

32 Dengan sistem kontrak dalam memasarkan produknya diduga KPBS Pangalengan juga mengalami kerugian seperti yang dialami oleh koperasikoperasi pada penelitian terdahulu. Meskipun sistem kontrak merugikan koperasi, namun baik KPBS maupun koperasi lainnya tetap memilih untuk menerapkan sistem kontrak dalam memasarkan produknya. Hal ini diduga karena umumnya koperasi tidak memiliki tenaga pemasar yang memadai. Kebanyakan koperasi terutama koperasi yang memiliki tidak lebih dari tiga unit usaha, hanya memiliki satu orang manajer umum yang mengurusi semua unit usaha yang dijalankan koperasi. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Himpuni (2009) di KUD Sumber Alam Bogor, Panjaitan (2009) di KUD Mandiri Cipanas, Fadhli (2009) di Koperasi Pegawai Republik Indonesia IPB, Halim (2009) di Koperasi Susu Sintari, serta Sulistyo (2010) di Koperasi Perikanan Mina Usaha. Hasil penelitian Himpuni (2009) bahkan menunjukan bahwa di Koperasi tempat penelitiannya hanya terdapat satu manager lulusan SMA yang mengurusi tiga unit usaha koperasi dan membawahi 21 karyawan yang rata-rata merupakan lulusan SMP. Belum tersedianya tenaga pemasar yang memadai inilah yang diduga membuat kebanyakan koperasi memilih untuk menyalurkannya produk yang dihasilkannya ke pasar yang sudah jelas keberadaannya seperti IPS atau distributor dengan sistem kontrak Penelitian Optimalisasi Produksi Penelitian terkait dengan optimaliasi produksi baik dengan menggunakan linier programming (LP) maupun metode lainnya seperi fungsi produksi, dan ekonometrika secara umum bertujuan untuk mencari kombinasi produksi yang dapat menghasilkan tingkat keuntungan yang maksimum dengan tingkat input tertentu yang dimiliki oleh perusahaan. Haerani (2004) mengunakan pendekatan fungsi produksi Cobb-Douglas untuk melihat efisiensi budidaya ikan nila gift yang dapat memaksimumkan penerimaan sesuai dengan input yang tertentu jumlahnya. Gaffar (2007) dalam tesisnya mengunakan model surplus produksi (E MSY atau Effort MSY) untuk menentukan hasil tangkapan ikan yang maksimum tanpa mempengaruhi ketersediaan ikan di laut dalam jangka panjang. Baik LP maupun metode lainnya sama baiknya, dan dapat digunakan untuk menentukan 13

33 kombinasi output optimum yang dapat memaksimumkan keuntungan dengan input yang tertentu jumlahnya. Pada penelitian ini tinjauan pustaka terkait optimalisasi produksi akan lebih mendalami penelitian terdahulu yang mengunakan metode LP. Penelitian terdahulu yang mengunakan LP antara lain Shanntiany (2004), Wiliyandi (2006), Ridyawati (2007), Pratama (2008), Elizabeth (2009), Halim (2009), Nasrun (2009), Harahap (2009), Lestari (2009), serta Yusup (2009). Ridyawati (2007) dan Halim (2009) melakukan penelitian pada komoditas serupa dengan penelitian ini yaitu susu olahan. Yang menjadi variebel keputusan adalah kombinasi susu olahan yang dapat memaksimumkan pendapatan. Dalam penelitian-penelitian terdahulu terkait dengan optimalisasi produksi dengan menggunakan LP, variabel yang digunakan sebagai kendala pada umumnya adalah bahan baku utama, bahan baku penolong, jam kerja mesin, dan jam kerja langsung. Selain kendala-kendala umum yang telah disebutkan sebelumnya Wiliyandi (2006), dan Halim (2009) memasukan kendala pemintaan pasar sehingga terdapat batasan kuantitas yang akan masuk ke pasar. Ridyawati (2007) juga memasukan kendala lainnya yaitu batasan minimum pengiriman susu ke IPS. Pratama (2008), Elizabeth (2009), serta Yusup (2009) memasukan dimensi waktu terhadap analisis optimalisasi produksi yang mereka lakukan. Pratama (2008) melihat pengaruh waktu tanam adenium yang dibagi menjadi dua semester. Elizabeth (2009) membagi waktu menjadi triwulan untuk melihat pengaruh adanya perbedaan musim terhadap produksi getah karet di Perkebunan Widudaren, sementara Yusup (2009) melihat dimensi waktu dalam bulan untuk melihat pengaruh perbedaan bulan terhadap permintaan kain tenun sutera. Dengan memasukan dimensi waktu Pratama(2008), Elizabeth (2009), serta Yusup (2009) mampu menjelaskan perubahan keputusan produksi dari waktu ke waktu. Dalam penelitiannya Shanntiany (2004) juga memasukan pengaruh variabel waktu produksi dengan membandingkan musim tanam pada komoditi teh yang ia amati. Namun, data-data produksi yang terbatas menyebabkan penelitiannya belum dapat mengambarkan dengan jelas pengaruh perbedaan musim terhadap optimalisasi produksi teh. 14

34 Dari hasil penelitian terdahulu mengenai optimalisasi, diketahui bahwa LP merupakan alat analisis kuantitatif yang cukup baik untuk membantu penyusunan perencanaan keputusan yang optimal dalam berproduksi. Penelitian ini juga menggunakan analisis optimalisasi untuk mengetahui pengalokasian sumberdaya yang ada untuk memperoleh tingkat produksi yang optimal, serta sesuai dengan kapasitas dan ketersediaan sumberdaya yang dimiliki KPBS Pangalengan. Penelitian ini juga memasukan pengaruh variabel waktu terhadap analisis optimalisasi produksi susu pasteurisasi prepack dan cup di KPBS Pangalengan. 15

35 BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Teori Produksi Produksi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan atau proses yang mentransformasi masukan (input) menjadi hasil keluaran (output) yang berupa barang atau jasa. Menurut Nicholson (1991) produksi adalah proses kombinasi dan koordinasi material serta input yaitu faktor produksi, sumberdaya, dan jasa produksi untuk membuat suatu output (barang atau jasa). Proses transformasi (pengubahan) input menjadi suatu output (skema proses produksi) dapat dilihat pada Gambar 1. Masukan SDM SDModal SDA Mesin Teknologi Proses transformasi atau konversi Keluaran Barang Jasa Umpan balik informasi Gambar 1. Skema Proses Produksi Sumber: Diacu dari Nicholson (1991) Output berupa produk maupun jasa merupakan hasil pengkombinasian antara faktor-faktor produksi atau input. Hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan yang biasanya berupa output dengan variabel yang menjelaskan yang biasanya berupa input disebut fungsi produksi (Soekartawi, 1990). Masih menurut Soekartawi (1990) dalam fungsi produksi biasanya jumlah output yang dihasilkan dalam proses produksi tergantung pada input yang digunakan berupa jumlah bahan baku, tenaga kerja, mesin, modal, dan manajemen. Nicholson (1991) memformulasikan hubungan antara masukan (input) dengan keluaran (output) berupa barang dan jasa ke dalam fungsi produksi yang berbentuk: q = f (K, L, M,.), dimana q menunjukkan jumlah output yang dihasilkan dalam periode 16

36 tertentu, sedangkan K, L, M mewakili input yang berturut-turut melambangkan input berupa modal, tenaga kerja, dan bahan baku Kombinasi Optimum Pada penelitian ini penentuan kombinasi produksi optimum untuk memperoleh penerimaan maksimum dapat dijelaskan melalui Kurva Kemungkinan Produksi (KKP) seperti terlihat pada Gambar 2. Q 2 TR 1 P 2 TR 2 P 2 Q 2a A TR 3 P 2 Q 2b Е KKP Q 2c C Isorevenue 3 Isorevenue 2 Q 2d B Isorevenue 1 0 Q 1a Q 1c Q 1d Q 1b Q 1 Gambar 2. Kurva Kemungkinan Produksi Sumber: Diacu dari Lipsey (1995) KKP merupakan suatu kurva yang menggambarkan semua kombinasi output yang dapat diproduksi dengan menggunakan sumberdaya yang sudah tertentu jumlahnya. KKP disebut juga isoresource curve karena setiap titik-titik pada kurva tersebut menggambarkan kombinasi output yang dapat dihasilkan dengan menggunakan sejumlah input yang sama (Lipsey, 1995). Sedangkan garis isorevenue adalah garis yang menunjukkan kombinasi produk yang dapat dijual perusahaan yang akan memberikan penerimaan yang sama. Garis isorevenue 17

37 diturunkan dari rumus penerimaan total (TR 1 = P 1 Q 1 +P 2 Q 2 ), atau secara matematis dinyatakan sebagai berikut: Dimana P 1 melambangkan harga jual dari Q 1, dan P 2 melambangkan harga jual untuk Q 2. Sementara Q 1 melambangkan jumlah produk pertama yang dijual perusahaan, dan Q 2 melambangkan jumlah produk kedua yang dijual perusahaan. Pada harga P 1 dan P 2 akan diperoleh kombinasi produk optimum di titik E (titik yang menunjukkan persinggungan antara KKP dengan garis isorevenue 1), dimana diperoleh kombinasi produk sebesar Q 1b dan Q 2b. Kombinasi produk selain pada titik E akan membuat perusahaan memperoleh penerimaan yang lebih kecil dari pada penerimaan yang seharusnya bisa diterima perusahaan dengan tingkat harga yang sama. Kondisi ini bisa terjadi karena adanya kontrak seperti yang dialami KPBS Pangalengan. Adanya sistem produksi berdasarkan pesanan (job order) membuat KPBS tidak leluasa dalam menentukan pilihan kombinasi produksi. Jumlah dari tiap produk ditentukan oleh distributor melalui sistem job order yang belum tentu sesuai dengan kapasitas sumberdaya yang dimiliki KPBS Pangalengan. Kondisi ini misalkan digambarkan pada titik A, pada titik A perusahaan memproduksi produk Q 1 sebesar Q 1a (lebih rendah dari produksi pada titik optimum) dan Q 2 sebesar Q 2a (lebih tinggi dari produksi pada titik optimum). Kombinasi produk pada titik A menyebabkan pada tingkat harga yang sama perusahaan mendapatkan penerimaan yang lebih rendah dari penerimaan pada kondisi kombinasi produk optimum, yaitu sebesar TR 2 /P 2. Q 2 = TR - P 1 Q 1 P 2 P 2 Penerimaan yang dapat diperoleh perusahaan dapat lebih rendah lagi jika perusahaan berproduksi dengan tidak memaksimalkan sumberdaya yang dimilikinya misalkan di titik C. Titik C sering juga disebut pilihan yang tidak efisien karena pada titik ini perusahaan berproduksi di bawah kapasitas produksinya (under capacity). Penerimaan perusahaan pada kondisi ini sebesar TR 3 /P 2 jauh lebih kecil dari penerimaan optimal di TR 1 /P 2. Adanya sistem produksi berdasarkan pesanan (job order) di KPBS Pangalengan diduga membuat KPBS Pangalengan berproduksi dengan 18

38 menghasilkan kombinasi produk seperti pada titik A atau bahkan pada titik C. Berdasarkan teori yang ada, penelitian ini akan mencoba melihat seberapa besar kerugian yang dialami KPBS Pangalengan serta pengalokasian sumberdaya ketika KPBS Pangalengan berproduksi dengan menghasilkan kombinasi produk diluar titik optimal karena adanya sistem job order Teori Optimalisasi Produksi Optimalisasi merupakan pendekatan normatif dengan mengidentifikasi penyelesaian terbaik dari suatu permasalahan yang diarahkan pada titik maksimum atau minimum suatu fungsi tujuan (Nasendi, 1985). Secara umum pengertian optimalisasi adalah pencapaian suatu keadaan yang terbaik. Apabila dikaitkan dengan produksi, maka pengertian optimalisasi produksi berarti pencapaian suatu keadaan terbaik dalam kegiatan produksi. Menurut Soekartawi (1998), optimalisasi produksi adalah pengunaan faktor-faktor produksi yang terbatas seefisien mungkin. Faktor-faktor produksi tersebut dapat berupa modal, tenaga kerja, sumberdaya alam (bahan baku, dan bahan pembantu), mesin, teknologi dan informasi. Nicholson (1991) mengemukakan bahwa persoalan optimalisasi dibagi menjadi dua yaitu tanpa kendala dan dengan kendala. Pada optimalisasi tanpa kendala, faktor-faktor yang menjadi kendala atau keterbatasan pada fungsi tujuan diabaikan sehingga dalam menentukan nilai maksimum atau minimum tidak terdapat batasan terhadap pilihan alternatif yang tersedia. Sementara pada optimalisasi dengan kendala faktor-faktor yang menjadi kendala pada fungsi tujuan diperhatikan. Kendala tersebut menentukan nilai maksimum dan minimum dari fungsi tujuan. Optimalisasi dengan kendala pada dasarnya merupakan persoalan dalam menentukan nilai variabel suatu fungsi menjadi maksimum atau minimum dengan memperhatikan keterbatasan-keterbatasan yang ada. Keterbatasan itu biasanya meliputi faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi, seperti bahan baku, modal, tenaga kerja dan mesin yang merupakan input serta ruang dan waktu (Supranto, 1998). Penelitan ini adalah penelitian optimalisasi dengan kendala dimana model disusun sedemikian rupa sehingga dapat mengambarkan kondisi yang mendekati 19

39 aktual. Penentuan kendala dalam model dilakukan dengan memasukan sumberdaya yang memang ketersediaannya menjadi pembatas bagi KPBS Pangalengan dalam memproduksi susu pasteurisasi. Salah satu teknik optimalisasi yang dapat dipakai untuk menyelesaikan masalah optimalisasi berkendala adalah dengan mengunakan teknik linear programming (LP). Metode LP merupakan metode yang digunakan untuk memecahkan masalah optimalisasi berkendala di mana semua fungsi baik fungsi tujuan atau kendala merupakan fungsi linear. Pada umumnya program linier yang dirancang digunakan panduan untuk mengalokasikan sumberdaya yang terbatas diantara berbagai alternatif penggunaan sumber daya sehingga dapat dicapai tujuan yang telah ditetapkan secara optimal (Siswanto, 2006). Selanjutnya lebih jauh lagi, Supranto (1998) menjelaskan bahwa agar suatu persoalan dapat dipecahkan dengan teknik LP harus memenuhi syarat sebagai berikut : 1. Harus dapat dirumuskan secara matematis 2. Harus jelas fungsi objektif yang linear yang harus dibuat optimum 3. Pembatasan-pembatasan harus dinyatakan dalam ketidaksamaan yang tidak linear. Menurut Siswanto (2006) LP adalah salah satu teknik operation research yang paling banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan di dunia. Pada umumnya metoda programasi matematis dirancang untuk mengalokasikan berbagai sumberdaya yang terbatas di antara berbagai alternatif penggunaan sumberdaya - sumberdaya tersebut agar berbagai tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai atau dioptimalkan. Siswanto (2006) menyatakan bahwa ada tiga unsur utama dalam model LP yaitu variabel keputusan, fungsi tujuan, serta fungsi kendala. 1. Variabel Keputusan. Variabel keputusan tergantung pada tujuan dari perusahaan. Umumnya ada dua variabel keputusan yang dapat dipilih perusahaan dalam model LP yaitu maksimisasi atau minimisasi. Namun pada dasarnya dalam merumuskan model, perusahaan hanya dapat mengunakan satu variabel keputusan saja. 2. Fungsi tujuan. Dalam model LP tujuan yang hendak dicapai harus dirumuskan ke dalam 20

40 fungsi matematika linear. 3. Kendala Kendala dapat diumpamakan sebagai pembatas terhadap keputusan yang mungkin dibuat. Sama halnya dengan fungsi tujuan. Fungsi kendala juga harus dirumuskan ke dalam fungsi matematik linear. Ada tiga macam bentuk kendala dalam pemrograman linear, yaitu: Jumlah maksimum ketersediaan sumberdaya yang dilambangkan dengan tanda lebih kecil sama dengan ( ); jumlah minimum sumberdaya yang harus tersedia (syarat minimum ketersediaan sumberdaya) yang dilambangkan dengan tanda lebih besar sama dengan ( ); serta jumlah yang tepat atau keharusan keberadaan sumberdaya yang dilambangkan dengan notasi sama dengan (=) Secara umum model LP yang memaksimisasi keuntungan adalah sebagai berikut: Maksimisasi dengan batasan: Keterangan: Z = fungsi tujuan. ;, C i = koefisien peubah pengambil keputusan ke-i dalam fungsi tujuan x i a i b i = tingkat kegiatan ke-i = koefisien pengambilan keputusan ke-i = kapasitas sumberdaya i yang tersedia untuk dialokasikan ke setiap unit kegiatan Setelah permasalahan dirumuskan ke dalam model LP, selanjutnya dilakukan analisis terhadap hasil olahan Model LP yaitu analisis primal untuk melihat pilihan produksi, dan analisis dual untuk melihat pengunaan sumberdaya. Sebelum melakukan analisis terhadap hasil keluaran model LP ada beberapa asumsi yang harus diperhatikan. Asumsi-asumsi tersebut antara lain: 21

41 1. Fungsi produksi bersifat linear, tidak ada input yang dapat saling mensubstitusi dan bersifat constant return to scale. (Nasendi, 1985) 2. Deterministik. Artinya setiap aktivitas atau parameter adalah tetap, dan dapat diketahui secara pasti (Doll dan Orazem, 1984). 3. Divisibility. Artinya peubah-peubah pengambil keputusan jika diperlukan dapat dibagi kedalam pecahan-pecahan, yaitu bahwa nilai-nilai tidak perlu integer (hanya 0 dan 1 atau bilangan bulat), tetapi boleh non-integer (Doll dan Orazem, 1984; Nasendi dan Anwar, 1985). 4. Proporsionalitas. Artinya jika peubah pengambil keputusan berubah, maka dampak perubahannya akan menyebar dalam proporsi yang sama terhadap fungsi tujuan dan juga pada kendalanya (Taha, 1993). 5. Additivity. Artinya nilai parameter suatu kriteria optimalisasi (koefisien peubah pengambilan keputusan dalam fungsi tujuan) merupakan jumlah dari nilai individu dalam model program linear tersebut (Taha, 1993). Konsekuensi dari adanya asumsi dalam model LP adalah adanya batasan dalam menginterpretasi solusi, sehingga hasil analisis LP tidak selamanya sama dengan kondisi real yang dihadapi pengambil keputusan Kerangka Pemikiran Operasional KPBS Pangalengan memiliki dua alternatif dalam mengalokasikan susu segar yang diterima dari para anggotanya. Alternatif pertama adalah menampung kemudian menyalurkannya ke IPS dalam bentuk susu dingin. Alternatif kedua adalah mengolahnya menjadi produk olah akhir berupa susu pasteurisasi. Dalam menjalankan usaha pengembangan pengolahan susu segar menjadi susu pasteurisasi KPBS Pangalengan menerapkan sistem produksi berdasarkan pesanan atau yang mereka sebut dengan istilah job order. Melalui sistem job order jumlah produksi susu pasteurisasi tergantung dari jumlah pesanan (order) yang belum tentu sesuai dengan kapasitas mesin, tenaga kerja, ketersediaan bahan baku utama yaitu susu segar serta ketersediaan bahan baku lainnya. Sistem job order diduga membuat KPBS Pangalengan mengalami kerugian karena penentuan kombinasi produksi ditentukan oleh distributor yang melakukan pemesanan tanpa melihat ketersediaan sumberdaya serta kapasitas 22

42 yang dimiliki KPBS Pangalengan. Dengan memformulasikan model untuk mengambarkan kombinasi produksi dan alokasi sumberdaya pada kondisi aktual dengan mengunakan model LP, dapat diketahui alokasi pemanfaatan sumberdaya (terutama susu segar) untuk memproduksi susu pasteurisasi pada kondisi model aktual, sumberdaya yang menjadi kendala bagi KPBS Pangalengan dalam memproduksi susu pasteurisasi, serta dampak dari penerapan sistem job order terhadap keuntungan KPBS Pangalengan. Di samping itu dapat diketahui juga potensi profit yang bisa diraih KPBS Pangalengan jika mampu menjual produk sesuai dengan sumberdaya yang dimiliki KPBS Pangalengan. Hasil optimalisasi dengan menggunakan metode LP selanjutnya dibandingkan dengan kondisi aktual yang terjadi di perusahaan, sehingga dapat dilakukan evaluasi terhadap pengalokasian sumberdaya serta faktor-faktor yang menyebabkan perusahaan belum mencapai hasil optimal. Hasil model LP dapat digunakan untuk menjawab penyelesaian atas permasalahan dalam mengoptimalkan alokasi sumberdaya untuk meningkatkan keuntungan pada periode waktu tertentu. Untuk lebih jelasnya kerangka pemikiran operasional dari penelitian ini dapat dilihat pada alur pemikiran yang terdapat pada Gambar 3. 23

43 Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional. Tujuan KPBS Pangalengan Maksimisasi Keuntungan Menjual Susu Segar ke IPS Diolah Menjadi Susu Pasteurisasi Ketersediaan Susu Segar Kapasitas mesin packaging Kapasitas TKL Ketersediaan Sumberdaya (Kemasan Prepack, Kemasan Cup Strawberry, Kemasan Cup Cokelat, dan Penutup Kemasan Cup Strawberry dan Penutup Kemasan Cup Cokelat) Kontrak Pemesanan (Job order) Hilangnya Keuntungan Potensial Optimalisasi Produksi dan Alokasi Sumberdaya Realokasi Sumberdaya Peningkatan Profit Kesimpulan dan Rekomendasi Gambar 3. Diagram Alur Pemikiran Operasional 24

44 BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di milk treatment (MT) Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan, jalan Raya Koperasi No.1 Pangalengan, Kab. DT II Bandung, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa daerah Jawa Barat merupakan salah satu daerah sentra produksi susu di Indonesia. MT KPBS dipilih sebagai tempat penelitian karena merupakan salah satu unit usaha pengolahan susu yang merupakan koperasi primer susu teladan tingkat nasional dan mempelopori produksi susu pasteurisasi prepack dan cup. Pengumpulan data dilakukan mulai bulan Februari-Maret Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan dan wawancara langsung. Pengamatan langsung dilakukan di lokasi produksi. Wawancara langsung dilakukan dengan memilih responden secara sengaja, yaitu manager dan staf bagian produksi di MT KPBS Pangalengan, serta semua pihak yang terkait dengan produksi susu pasteurisasi di KPBS mulai dari tingkat peternak sampai ke pemasar tingkat akhir. Sedangkan data sekunder diperoleh dari literatur-literatur yang ada, dokumen-dokumen yang terkait dengan topik penelitian, juga dari hasil riset dan tulisan yang berhubungan dengan topik yang dibahas serta informasi informasi dari instansi instansi terkait yang berhubungan dengan tujuan penelitian seperti Biro Pusat Statistik, Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian, dan Gabungan Koperasi Susu Indonesia. Data-data yang diperoleh antara lain : 1. Data tentang keadaan umum lokasi penelitian, yang meliputi sejarah dan perkembangannya, unit bisnis khususnya MT KPBS Pangalengan struktur organisasi dan manajemen, keanggotaan, 2. Data terkait dengan produksi baik proses maupun jumlah produksi aktual, dan penjualan susu pasteurisasi prepack dan cup selama satu tahun terakhir. 25

45 3. Data kebutuhan bahan baku dan bahan penolong untuk memproduksi susu pasteurisasi prepack dan cup selama satu tahun terakhir. 4. Data biaya pembelian bahan baku dan bahan penolong periode selama satu tahun terakhir. 5. Data jadwal produksi susu pasteurisasi selama satu tahun terakhir. 6. Data penggunaan jam tenaga kerja langsung beserta nilainya selama satu tahun terakhir. 7. Data penggunaan jam mesin pengolah susu pasteurisasi prepack dan cup selama satu tahun terakhir. 8. Data permintaan distributor melalui sistem job order selama satu tahun terakhir Pengolahan dan Analisis Data Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif disajikan dengan mengintrepetasikan dan mendeskripsikan data yang diperoleh. Sedangkan metode kuantitatif dilakukan untuk mengetahui perkembangan keuntungan dari penjualan susu pasteurisasi selama periode amatan; perkembangan ketersediaan sumberdaya untuk memproduksi susu pasteurisasi selama periode amatan; analisis pemanfaatan susu segar dan sumberdaya yang digunakan untuk produksi susu pasteurisasi; analisis sumberdaya yang menjadi kendala bagi KPBS Pangalengan dalam mengembangkan susu pasteurisasi; serta analisis dampak penerapan sistem job order terhadap produksi susu pasteurisasi serta keuntungan KPBS Pangalengan Konstruksi Model Linear Programming (LP) Data keuntungan koperasi, nilai koefisien dan ketersediaan sumberdaya ditabulasikan dalam bentuk tabel berdasarkan aktivitas lalu disusun suatu persamaan sebagai suatu fungsi tujuan dan kendala. Selanjutnya persamaan dan pertidaksamaan tersebut diolah dengan menggunakan alat bantu program komputer LINDO (Linear Interactive Discrete Optimizer). Terlebih dahulu dibentuk model LP yang terdiri dari fungsi tujuan yang diperoleh dari hasil perhitungan perkembangan keuntungan penjulan susu pasteurisasi, serta 26

46 pembentukan fungsi kendala dengan memilih sumberdaya yang memang menjadi kendala dalam produksi susu pasteurisasi. Formulasi model LP yang diperoleh pada penelitian ini yaitu: Maks Z = P ij X ij ST Z = P 11 X 11 + P 21 X PijXij Susu segar (BB) Kemasan prepack (KP) Cup Strawberry (CS) Cup Cokelat (CC) Penutup kemasan Cup Strawberry (LCS) Penutup kemasan Cup Cokelat (LCC) Tenaga Kerja Langsung (TKL) Mesin Packaging (PKG) Job Order Prepack (JOP) Job Order Cup Strawberry (JOCS) Job Order Cup Cokelat (JOCC) Dimana : Z Pij Xij i j Y 3 12 i=1 j=1 = keuntungan yang ingin di maksimumkan (Rp) : X ij Yss j : ax 1j Y kpj : b X 2j Y csj : c X 3j Y ccj : dx 2j Y lcsj : ex 3j Y lccj : f j X ij Y tklj : g j X ij Y pkgj : X 1j Y jopj : X 2j Y jocsj : X 3j Y joccj = kontribusi keuntungan persatuan yang dihasilkan dari produk ke-i pada bulan ke-j (Rp/liter) = produksi susu pasteurisasi ke-i pada bulan ke-j = jenis produk susu pasteurisasi (liter). Dimana 1 = susu pasteurisasi prepack ; 2 = susu pasteurisasi cup strawberry ; 3 = susu pasteurisasi cup cokelat = periode produksi selama satu tahun (bulan). Dimana 1 dimulai pada bulan Maret 2009 dan 12 diakhiri dengan bulan Februari = ketersediaan kendala a,b,c,d = koefisien kendala dalam model e,f,g Pada penelitian ini model LP diformulasikan sedemikian rupa untuk dapat mengambarkan kondisi produksi yang sebenarnya sehingga hasil analisis primal model nilainya mendekati nilai kombinasi produksi susu pasteurisasi pada 3 i=1 3 i=1 3 i=1 27

47 keadaan aktual. Kombinasi produksi aktual dijadikan pembatas dengan tujuan agar analisis hasil olahan model dapat lebih bermakna, karena benar-benar menunjukan kondisi produksi yang sebenarnya dihadapi manajemen KPBS Pangalengan. Analisis keluaran model lebih ditekankan pada analisis nilai dual, analisis sensitivitas, dan analisis pasca optimal. 1) Analisis Dual Price (Harga Bayangan) Analisis harga bayangan dilakukan untuk melihat penggunaan sumberdaya yang digunakan untuk memproduksi susu pasteurisasi prepack dan cup di KPBS selama satu tahun terakhir. Dengan mengetahui nilai slack atau surplus dan harga bayangannya, menunjukkan perubahan yang terjadi pada fungsi tujuan jika sumberdaya berubah satu satuan. Sumberdaya yang akan menjadi amatan dalam analisis harga bayangan adalah bahan baku susu segar, bahan baku penolong (kemasan prepack, kemasan cup strawberry, kemasan cup cokelat, penutup kemasan cup strawberry, dan penutup kemasan cup cokelat), tenaga kerja langsung, tenaga kerja mesin packaging, serta kendala permintaan pasar yang digambarkan melalui pesanan distributor (job order). Nilai slack atau surplus lebih besar dari pada nol, dan harga bayangan bernilai nol menunjukkan bahwa sumberdaya yang digunakan merupakan kendala berlebih. Jika harga bayangannya bernilai lebih dari nol, maka sumberdaya yang digunakan merupakan sumberdaya yang membatasi nilai fungsi tujuan atau disebut juga sebagai kendala. Sedangkan jika nilai slack atau surplus dan harga bayangannya adalah nol maka penambahan atau pengurangan sumberdaya tidak akan berpengaruh terhadap nilai solusi optimalnya. 2) Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas pada model LP sangat penting dilakukan mengingat dunia bisnis yang selalu berubah dan bersifat dinamis. Sementara model LP yang dibangun bersifat deterministik dan hanya mampu menghasilkan nilai tunggal (single value expectation). Oleh karena itu, dengan adanya analisis sensitivitas diharapkan model LP yang dibangun dapat menangkap perubahanperubahan yang bersifat dinamis pada kondisi aktual. Pada penelitian ini analisis sensitivitas digunakan untuk melihat batas perubahan susu segar, 28

48 bahan pendukung seperti kemasan prepack, kemasan cup strawberry, kemasan cup cokelat, penutup kemasan cup strawberry, penutup kemasan cup cokelat, jam tenaga kerja langsung, jam kerja mesin packaging, serta permintaan pasar yang digambarkan melalui pesanan distributor (job order) tanpa merubah kondisi optimalnya. 3) Analisis Pasca Optimal Analisis pasca optimal ditujukan untuk memperoleh informasi tentang kondisi optimal yang baru, dan yang mungkin atau sesuai dengan perubahan dalam parameter model melalui perhitungan tambahan. Pada penelitian ini analisis pasca optimal dilakukan dengan merubah beberapa ketersediaan sumberdaya atau nilai sebelah kanan (Right Hand Sides/RHS fungsi kendala) untuk memperoleh dua kondisi yang ditetapkan sebelumnya serta merubah koefisien fungsi tujuan sebagai konsekuensi kenaikan harga bahan baku susu segar yang dibeli dari peternak. Kondisi pertama adalah menghilangkan dampak negatif sistem job order. Kondisi kedua adalah meningkatkan pemanfaatan susu segar menjadi susu pasteurisasi. Sementara kondisi ketiga disusun dengan tujuan untuk memberikan masukan pada manajemen terkait dengan peningkatan harga beli susu di tingkat peternak yang masih diperbolehkan tanpa merubah kondisi aktual. Dengan demikian manfaat adanya pengolahan susu segar menjadi susu pasteurisasi oleh KPBS Pangalengan dapat lebih dirasakan oleh para peternak. 29

49 BAB V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1. Sejarah dan Perkembangan KPBS Pangalengan Pemeliharaan sapi perah di Pangalengan sebenarnya telah ada sejak jaman penjajahan Belanda. Peternakan sapi perah yang ada dikelola oleh perusahaan Belanda, perusahaan tersebut antara lain: De Friesche Terp, Almanak, Van Der Els, Big Man. Untuk pemasaran hasil produksinya, perusahaan tersebut mendirikan BMC (Bandungche Melk Center). Sewaktu pendudukan Jepang, perusahaan tersebut dihancurkan dan sapinya dipelihara oleh penduduk sekitar sebagai usaha keluarga. Dengan kondisi alam yang mendukung, perkembangan pemeliharaan sapi perah di Pangalengan cukup pesat yang akhirnya menimbulkan keinginan para peternak sapi perah untuk membentuk wadah koperasi. Untuk meningkatkan populasi sapi perah serta meningkatkan pendapatannya, pada bulan November 1949 didirikan koperasi dengan nama GAPPSIP (Gabungan Petani Peternak Sapi Indonesia Pangalengan). Mulai tahun 1961, GAPPSIP tidak mampu menghadapi labilnya perekonomian Indonesia, sehingga tata niaga persusuan sebagian besar diambil alih oleh kolektor (tengkulak). Dengan kondisi demikian, peternak mengalami kerugian karena harga susu yang diterima sangat rendah bahkan tidak sedikit jerih payah peternak tidak dibayar. Akhirnya pada tahun 1963 GAPPSIP tidak mampu melakukan kegiatannya. Menyadari keadaan tersebut, atas prakarsa beberapa tokoh masyarakat yang disepakati oleh peternak pada tanggal 22 Maret 1969 didirikanlah koperasi yang diberi nama Koperasi Peternakan Bandung Selatan, atau disingkat KPBS. Pada tanggal 1 April 1969 KPBS diberi Badan Hukum No. 4353/BH/18-18 yang kemudian pada tanggal 30 November 1988 Badan Hukum tersebut diperbaharui menjadi Badan Hukum No. 4353/B/BH/KWK-10/12 dan tanggal tersebut merupakan hari jadi KPBS Pangalengan. Sejak saat itu, KPBS Pangalengan mulai mendapat pembinaan dari berbagai pihak seperti: Pemerintah Kabupaten DT II Bandung, Gubernur Jawa Barat, Dirjen Peternakan, unsur perguruan tinggi, badan-badan usaha, mitra usaha, pakar, serta beberapa tokoh baik tokoh peternak maupun tokoh koperasi. KPBS Pangalengan bahkan juga mendapat bantuan dari UNICEF. 30

50 Tahun 1988 pemerintah memberikan perhatian dan bantuan kredit sapi perah dari New Zealand, Australia, dan Amerika. Kredit sapi perah tersebut direncanakan akan selesai dalam jangka waktu tujuh tahun namun dapat dilunasi dalam waktu 5 tahun. Dalam rangka peningkatan mutu genetik dan skala kepemilikan, pada tahun 1994 KPBS Pangalengan mendatangkan sapi dari New Zealand secara mandiri sebanyak ekor dara bunting dan satu ekor pejantan unggul. Pada tahun 1997 KPBS Pangalengan merintis pemasaran ke konsumen langsung berupa susu pasteurisasi dalam kemasan cup dan prepack dengan merk KPBS Pangalengan. Perkembangan selanjutnya, tahun 2009 dalam pelayanan dan usahanya KPBS Pangalengan menerapkan pola Agribisnis dan Agro-industri dengan tahapan pra-budidaya, proses budidaya, pemasaran hasil budidaya, dan penunjang usaha. Beberapa penghargaan yang berhasil diraih oleh Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan, antara lain: 1) Pada tahun 1976 dari Menteri Pertanian sebagai Unit Usaha di Sektor Pertanian Bidang Peternakan; 2) Pada tahun 1981 dari Menteri Muda Urusan Koperasi sebagai Koperasi Yang Sukses Menangani Bidang Peternakan, serta dari Menteri Perdagangan dan Koperasi sebagai Koperasi Terbaik 1. 3) Pada tahun 1982 dari Menteri Perdagangan dan Koperasi sebagai Koperasi Teladan Nasional; 4) Pada tahun 1984 dan 1985 dari Menteri Koperasi sebagai Koperasi/KUD Teladan Nasional; 5) Pada tahun 1988 dari Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil sebagai Koperasi Mandiri; 6) Pada tahun 1997 menerima Tanda Kehormatan Bintang Jasa Utama dari Presiden Republik Indonesia; 7) Tahun 2004 dari Bupati Bandung sebagai Koperasi berprestasi Bidang Produsen dan Koperasi Berprestasi Kelompok Produsen. 8) Pada tahun 2007 menerima Award dari Menteri Koperasi dan UKM, serta penghargaan sebagai Koperasi Berprestasi dari Menteri Negara. 31

51 5.2. Visi, Misi, dan Tujuan KPBS Pangalengan KPBS Pangalengan dengan wilayah kerja yang cukup luas mampu dengan konsistensi tinggi mewujudkan Visi, Misi, dan Pilar yang dilandasi nilai-nilai moral dan agama sehingga anggota merasakan manfaat yang nyata beternak sapi perah dalam wadah KPBS Pangalengan. Visi Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan adalah: Menjadi Koperasi yang Amaliah, Modern, Sehat Organisasi, Sehat Usaha dan Sehat Mental serta Unggul di Tingkat Regional dan Nasional. Adapun Misi-nya adalah sebagai berikut: 1) Taat dan patuh terhadap Pancasila, UUD 1945, Undang-Undang Perkoperasian serta Peraturan Pelaksanaannya dan Peraturan Perundang- Undangan yang berlaku, serta melaksanakan amanah keputusan Rapat Anggota. 2) Memotivasi anggota secara mandiri untuk meningkatkan harkat derajat sendiri, sekaligus mengangkat citra perkoperasian. 3) Meningkatkan kompetensi sumberdaya koperasi. Sama halnya dengan misi pada point dua misi ini KPBS coba aktualisasikan dengan penetapan bonus serta pemberian penghargaan bagi anggota terbaik yang dinilai dari aktifasi anggota baik dalam hal produksi susu maupun dalam hal keorganisasian 4) Melaksanakan tata kelola operasional dengan baik, efektif dan efisien. 5) Menjadi laboratorium koperasi persusuan. Lima tahun terakhir KPBS mulai aktif melakukan penelitian untuk mengetahui kualitas susu yang dihasilkan anggotanya dengan membuat laboratorium khusus di pabrik MT-KPBS Pangalengan. 6) Mengimplementasikan inovasi, ilmu pengetahuan, teknologi tepat guna yang ramah lingkungan. Tujuan dari Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS Pangalengan) itu sendiri adalah: 1) Mengajak, memotivasi dan mendidik anggota untuk bekerja dan hidup berkoperasi; 2) Meningkatkan pelayanan dan usaha sehingga anggota menjadi tata tengtrem kerta raharja, salieuk beh ; 32

52 3) Memenuhi kebutuhan ternak dan anggotanya; 4) Meningkatkan skala kepemilikan sapi induk produktif dengan jumlah produksi yang memenuhi skala ekonomis; 5) Memperbaiki genetik sapi perah; 6) Memelihara kelestarian dan mencegah pencemaran lingkungan wilayah kerja dan daerah sekitarnya; 7) Berperan aktif membangun kehidupan beragama, pendidikan, ekonomi, sosial dan budaya di wilayah kerja dan sekitarnya serta aktif dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia Indonesia. Ke-tujuh tujuan yang hendak dicapai tersebut didukung oleh pilar-pilar sebagai berikut: 1) Berdoa dan mensyukuri. 2) Menjaga dan meningkatkan kepercayaan anggota. 3) Menjaga dan meningkatkan silaturahmi serta kebersamaan. 4) Memberikan harga susu/ imbalan yang wajar. 5) Terpenuhinya kebutuhan ternak dan anggota. 6) Berpihak kepada keadilan, keseimbangan dan kebenaran. 7) Menjadikan koperasi sebagai rumah bersama Lokasi dan Tata Letak Kantor dan Pabrik KPBS Pangalengan Kantor KPBS Pangalengan terletak di Jalan Raya Pangalengan No 340, sementara Pabrik Milk Treatment (MT) KPBS Pangalengan terletak di Jalan Koperasi No 1 Desa Pangalengan, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung. Jarak pemukiman penduduk dengan pabrik MT KPBS Pangalengan sekitar 25 m dari arah Barat dan 50 m dan dari arah Selatan. Lokasi KPBS Pangalengan berada di dataran tinggi Bukit Priangan yang dikelilingi oleh tiga gunung yaitu Gunung Papandayan, Gunung Malabar, dan Gunung Tilu. Baik kantor maupun pabrik MT berada pada daerah dengan ketinggian m di atas permukaan laut dengan suhu udara sekitar 12ºC-28ºC, dengan tingkat curah hujan mm/tahun (Data Statistik Desa Pangalengan, 2007). Pabrik MT KPBS Pangalengan berdiri di atas tanah seluas m 2 yang terdiri dari luas bangunan sekitar 680,65 m 2 untuk bangunan 33

53 instalasi dan 304,37 m 2 untuk bangunan pabrik. Ruang instalasi terdiri dari pos satpam, ruang administrasi, gudang, bengkel dan mushola. Bangunan pabrik terdiri dari ruang penerimaan susu, ruang pengolahan, laboratorium, instansi pendinginan, dan instansi mesin. Tata letak alat di dalam pabrik MT disusun berdasarkan urutan proses serta fungsi dan luas ruangan pabrik yang tersedia. Hal ini bertujuan agar selama proses pengolahan susu, dapat berjalan secara efisien dan efektif. Denah pabrik MT KPBS Pangalengan dapat dilihat pada Lampiran Wilayah Kerja KPBS Pangalengan Wilayah kerja KPBS Pangalengan terdiri dari tiga kecamatan, yaitu: Kecamatan Pangalengan, Kecamatan Pacet, dan Kecamatan Kertasari. Secara administratif wilayah kerja KPBS Pangalengan berbatasan dengan Kabupaten Garut, dan Kecamatan Paseh sebelah utara dan timur, Kabupaten Pasir Jambu di sebelah barat, dan Kabupaten Garut di sebelah selatan. Dalam melaksanakan kegiatannya untuk memperlancar pelaksanaan usaha, wilayah kerja KPBS Pangalengan dibagi menjadi 35 Komisariat Daerah (KOMDA). Satu KOMDA bisa terdiri dari 3-10 kelompok peternak dan satu kelompok peternak terdiri dari orang peternak. Peta wilayah kerja KPBS Pangalengan dapat dilihat Pada Lampiran Unit Usaha KPBS Pangalengan Dalam pelayanan dan usahanya KPBS Pangalengan menerapkan pola Agribisnis dan Agro-industri dengan tahapan pra-budidaya, proses budidaya, pemasaran hasil budidaya, dan penunjang usaha yang diaktualisasikan dengan membuat unit-unit usaha. Hingga saat ini unit usaha yang ada di KPBS Pangalengan berjumlah delapan unit. Unit-unit ini didirikan dengan tujuan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat di sekitar Pangalengan, khususnya bagi para anggota KPBS Pangalengan. Setiap unit usaha dikelola oleh seorang manajer yang dipilih oleh pengurus dan tetap berada di bawah pengawasan pengurus. Berikut dipaparkan tentang tahapan pola agribisnis dan agroindustri 34

54 yang diterapkan KPBS Pangalengan serta kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh berbagai unit pelayanan dan unit usaha dari masing-masing tahapan. 1) Pra-Budidaya, merupakan Pelayanan dan Usaha Koperasi dan/atau kerja sama dengan pihak ketiga yang meliputi: penyediaan bibit, penyediaan pakan ternak, penyediaan peralatan serta penyediaan obat-obatan. Unit usaha yang masuk ke dalam kegiatan Prabudidaya antara lain: a) Unit Pelayanan Barang Anggota dan Pakan Ternak. Unit usaha ini telah ada sejak berdirinya KPBS Pangalengan. Unit usaha ini memiliki peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan pokok anggota dan ternaknya. Kebutuhan anggota yang utama disediakan adalah beras, sedangkan kebutuhan ternak yang disediakan adalah pakan konsentrat, vaselin, milkcan, dan sarana peternakan lainnya. Kegiatan unit usaha ini meliputi pelayanan kebutuhan ternak dan anggota mulai dari penyediaan, pendistribusian, penentuan harga, hinga penagihan pembayaran. b) Unit Pelayanan Pabrik Makanan Ternak (PMT) Cirebon. Unit usaha PMT KPBS Pangalengan berada di wilayah Cirebon. Awalnya PMT ini adalah milik Gabungan Koperasi Susu Indonesian(GKSI) yang didirikan pada tahun Karena permintaan pakan konsentrat yang tinggi di daerah Pangalengan maka KPBS merasa perlu memiliki PMT sendiri guna memenuhi kebutuhan anggota dan perluasan usaha. Pakan konsentrat RC yang diproduksi oleh PMT-KPBS lebih diutamakan untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak anggota KPBS Pangalengan. Apabila kebutuhan ternak anggota sudah terpenuhi dan mengalami kelebihan produksi maka dilakukan penjualan kepada pihak lain yang membutuhkan. Produk pakan konsentrat PMT-KPBS dikenal dengan nama RC-120 dan dikemas dalam karung dengan berat tiap karung 40 kg. Tahun 2009 rata-rata produksi RC di PMT-KPBS mencapai kg/bulan. Di tahun 2010 unit usaha ini memilki target untuk meningkatkan produksi dengan memodifikasi mesin proses produksi yang telah ada serta mengusahakan 35

55 penyediaan sarana dan prasarana penyimpanan bahan baku dan perbaikan sarana lingkungan. c) Unit Pelayanan Pembibitan Sapi dan Hijauan Makanan Ternak. Unit usaha ini dimulai sejak tahun Tujuan utama unit ini adalah membantu dan memenuhi keinginan anggota untuk menambah jumlah ternak sapi yang dimiliki atau untuk mengganti ternak sapi yang sudah afkir dengan nilai kredit yang lebih murah serta kualitas sapi yang lebih baik. Tahun 2009 unit usaha ini telah melaksanakan program pengguliran sapi mandiri sebanyak 43 ekor, dan bekerjasama dengan pihak lain sebanyak 45 ekor. Unit usaha ini juga telah melaksanakan kerjasama dengan PTPN VIII Kebun Pasir Malang untuk menanam rumput pada lahan seluas 33 hektar guna menjamin ketersediaan hijauan untuk ternak milik anggota. Tahun 2010 mereka menargetkan untuk menjalin kerjasama yang lebih luas dengan perusahan swasta untuk melakukan penanaman lahan-lahan kritis agar mampu menopang kebutuhan hijauan makanan ternak anggota, serta mengusahakan pembinaan dan penyuluhan mengenai pengawetan hijauan makanan ternak dan silase sebagai alternatif pakan pada musim kemarau. Lebih jauh lagi tahun 2010 mereka akan mengusahakan kerjasama dengan PT Agropangan Putera Mandiri untuk melaksanakan program pembesaran pedet sebagai replacement stock. 2) Proses Budidaya, merupakan usaha anggota dan koperasi yang meliputi: manajemen koperasi, penyediaan hijauan, manajemen beternak sapi perah, penyetoran susu ke TPK terdekat, pelaporan sapi sakit atau birahi, kelahiran, mutasi, penampungan susu, angkutan susu, serta pengolahan susu. Unit usaha yang termasuk ke dalam kegiatan proses budidaya antara lain: a) Unit Pelayanan produksi dan pengolahan. Unit usaha produksi dan pengolahan merupakan salah-satu unit yang ada di Pabrik MT yang dikelola sejak KPBS Pangalengan beroperasi. Kegiatan unit usaha ini mencakup semua hal yang terkait langsung dengan produksi 36

56 susu yang disetor oleh anggota ke KPBS. Dimulai dari penerimaan susu di Tempat Pengumpulan Koperasi (TPK), pengujian standarisasi susu yang diterima, proses produksi susu di MT, hingga penentuan harga susu bagi anggota berdasarkan kualitas susu yang diterima. Pada tahun 2009 unit usaha ini berhasil meningkatkan produksi susu sebesar 14,28 persen dengan rata-rata produksi susu sebesar ,2 liter/hari. Peningkatan produksi ini diimbangi dengan peningkatan populasi serta kesediaan hijauan. Tahun 2010, unit usaha ini memiliki target untuk meningkatkan produksi susu yang diterima hingga mencapai 150 ton/hari atau setara dengan ,1 liter/hari. b) Unit Pelayanan Kesehatan Hewan dan Anggota. Unit usaha ini berperan dalam menjaga kesehatan serta meminimalkan risiko terkena penyakit baik bagi ternak maupun keluarga anggota. KPBS Pangalengan menyediakan balai pengobatan di klinik MA-Ageung sebagai sarana untuk pelayanan kesehatan bagi seluruh anggota keluarga peternak. Pusat pelayanan ini juga bekerja sama dengan puskesmas serta dokter umum yang ada di wilayah kerja KPBS. Pelayanan kesehatan hewan serta inseminasi buatan (IB) dibagi menjadi VIII rayon yang masing-masing dipimpin oleh mantri atau dokter hewan dan dikoordinir oleh seorang koordinator yang bertanggung jawab terhadap data populasi ternak. Tahun 2009 dan 2010 unit usaha ini berfokus pada pencegahan beberapa penyakit yang menyebabkan kematian ternak. Langkah yang telah ditempuh antara lain dengan menyediakan tiga unit alat pemotong kuku sapi untuk meminimalisir kematian ternak akibat penyakit kuku seperti Abcess dan Paralisa. 3) Pemasaran Hasil Budidaya, merupakan usaha koperasi atau kerja sama dengan pihak ketiga yang meliputi: pemasaran ke Industri Pengolahan Susu, pemasaran non-ips dan Angkutan. Unit usaha yang termasuk ke dalam kegiatan pemasaran hasil budidaya antara lain: 37

57 a) Unit Pelayanan Angkutan dan Pemasaran. Unit usaha ini dikelola oleh unit produksi sejak tahun 1969 namun, sejak tahun 1990 mulai dikelola sebagai unit usaha sendiri. Tugas utama unit usaha angkutan dan pemasaran adalah bertanggung jawab terhadap pengangkutan susu segar dari TPK menuju pabrik MT KPBS, dan dari Pabrik MT KPBS ke IPS. Kegiatan pengangkutan susu dari TPK ke Pabrik MT dilakukan dua kali sehari. Sementara kegiatan pengangkutan susu dari Pabrik MT ke IPS dilakukan satu kali sehari. Pada tahun 2009 unit usaha ini telah melakukan penambahan dua unit kendaraan untuk angkutan TPK ke MT, dan satu unit untuk pengiriman susu ke IPS. Jumlah kendaraan untuk angkutan susu dari TPK ke MT sebanyak 16 unit, sedangkan jumlah kendaraan untuk pengiriman susu dari MT ke IPS sebanyak 12 unit. Perbedaan kendaran TPK dan IPS ini terletak pada tangki yang digunakan untuk mengangkut. Kendaraan yang digunakan untuk mengangkut susu dari TPK ke MT ukurannya tangkinya lebih kecil dengan kapasitas tangki antara liter, selain itu tangki yang digunakan pun hanya memiliki satu lapisan. Sementara kendaraan yang digunakan untuk mengangkut susu dari Pabrik MT ke IPS memiliki ukuran yang lebih besar dengan kapasitas tangki sebesar liter, dan memiliki dua lapisan untuk menjaga kualitas susu selama diperjalanan. Pemasaran susu lebih dari 90 persen dalam bentuk susu dingin kepada IPS, dan kurang dari 10 persen dipasarkan ke distributor dalam bentuk susu pasteurisasi. Untuk tahun 2010 unit usaha ini memiliki target untuk melakukan peremajaan kendaran serta meningkatkan penjualan susu pasteurisasi baik prepack maupun cup langsung ke konsumen sampai dengan 10 persen. 4) Penunjang Usaha, merupakan pelayanan dan usaha koperasi atau kerja sama dengan pihak ketiga, meliputi: pendidikan dan latihan, penyuluhan dan pendampingan, pelayanan dan usaha kebutuhan anggota, dan Bank 38

58 Perkreditan Rakyat (BPR). Unit Usaha yang termasuk pada kegiatan Penunjang Usaha ini antara lain: a) Unit Pelayanan Pembinaan, Pengembangan dan Pendampingan Kelompok. Unit usaha ini merupakan unit usaha yang baru dikembangkan beberapa tahun belakangan. Kegiatannya meliputi motivasi, pendidikan, serta pembinaan bagi para anggota dalam aspek pembibitan, makanan dan manajemen sapi perah, aspek teknologi persusuan, aspek teknologi pakan, aspek pemanfaatan limbah, aspek manfaat dampak dan perkembangan koperasi, aspek hukum dan aspek lainnya. Tahun 2009 unit usaha ini telah berhasil membina para peternak untuk melakukan pemilihan ketua kelompok guna menjaga dinamisme kelompok. Unit usaha ini juga telah mengadakan beberapa pelatihan pada peternak tentang teknis peternakan dan penanganan susu secara mandiri maupun bekerjasama dengan pihak lain seperti Dinas Peternakan atau Dinas Koperasi. Di tahun 2010 unit usaha ini memiliki target untuk membuat kandang percontohan (demo farm) sebagai pusat pelayanan penyuluhan. b) Unit Usaha PT. Bank Perkreditan Rakyat Bandung Kidul. Unit usaha ini mulai dikelola sejak tahun Unit usaha ini merupakan unit otonom yang berperan sebagai lembaga keuangan bagi anggota KPBS dan masyarakat di wilayah kerja KPBS Pangalengan. Pada tanggal 3 Januari 1994 unit usaha simpanpinjam berubah menjadi sebuah bank yang bernama PT Bank Perkreditan Rakyat Bandung Kidul yang pada saat itu melayani kegiatan simpan pinjam dan perkreditan bagi masyarakat di sekitar wilayah kerja KPBS. Gedung pusat unit usaha ini terletak di dekat kantor utama KPBS Pangalengan. PT BPR Bandung Kidul lebih memfokuskan kegiatannya untuk melayani kebutuhan anggota KPBS, seperti jasa penyimpanan dan jasa pemberian kredit. Jasa penyimpanan yang disediakan pada unit ini adalah tabungan dan 39

59 deposito sementara jasa pinjaman yang disediakan berupa modal kerja, investasi, serta gabungan keduanya. Secara sederhana pengelompokan unit-unit usaha di KPBS Pangalengan ke dalam kegiatan agribisnis dan agroindustri dapat dilihat pada Gambar 4. Pra-Budidaya 1.Unit Pelayanan Barang dan Pakan Ternak 2.Unit Pelayanan Pabrik Makanan Ternak 3.Unit Pelayanan Pembibitan Sapi & Hijauan Makanan Proses Budidaya 1.Unit Pelayanan Produksi & Pengolahan 2.Unit Pelayanan Kesehatan Hewan & Anggota Pemasaran Hasil Budidaya 1.Unit Pelayanan Angkutan & Pemasaran Penunjang Usaha 1. Unit Pelayanan Kesehatan Hewan & Anggota 2. Unit Pelayanan Pembinaan, Pengembangan, & Pendampingan Kelompok 3. Unit Usaha PT. Bank Perkreditan Rakyat Bandung Kidul Gambar 4. Pengelompokan Unit-Unit Usaha di KPBS Pangalengan ke dalam Sistem Agribisnis & Agroindustri 5.6. Organisasi KPBS Pangalengan Sebagai sebuah koperasi yang memiliki beberapa unit usaha dalam upaya untuk mencapai sasaran dan juga untuk menjalankan roda organisasi serta usaha koperasi, maka KPBS Pangalengan membentuk struktur organisasi yang dapat menjamin mekanisme kerja yang efektif dan efisien. Struktur organisasi menunjukkan kedudukan, wewenang dan tanggung jawab dari masing-masing unsur yang ada dalam struktur organisasi tersebut. Berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pada pasal 21, disebutkan bahwa perangkat organisasi koperasi terdiri dari: 40

60 1. Rapat Anggota, 2. Pengurus dan 3. Pengawas. Secara umum Struktur organisasi KPBS mengikuti UU tersebut, kekuasaan tertinggi ada pada rapat anggota. Bagan Struktur organisasi KPBS Pangalengan dapat dilihat pada Lampiran 3. Berikut ini akan diuraikan mekanisme organisasi KPBS Pangalengan yang sesuai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Rapat Anggota KPBS Pangalengan dengan rutin mengadakan rapat anggota tiap tahunnya. Minimal rapat anggota dilaksanakan satu kali dalam setahun akan tetapi, dalam kondisi tertentu pengurus dapat melaksanakan rapat anggota di luar rapat anggota tahunan (RAT). Tanggal 10 Maret 2010 KPBS Pangalengan baru menyelesaikan rapat anggota tahunan untuk tahun buku 2009 (RAT yang ke 41). RAT dilaksanakan selama kurang lebih dua minggu. Untuk menjaga keefektifan RAT, KPBS memilih untuk membagi harian rapat berdasarkan pembagian rayon. Dengan demikian diharapkan jumlah anggota yang hadir dari tiap kelompok tersebar dan terwakili dengan rata, serta materi RAT dapat tersampaikan dan diterima dengan baik oleh para peserta rapat. Adapun yang ditetapkan dalam rapat anggota di KPBS antara lain: anggaran dasar; kebijakan umum di bidang organisasi, manajemen dan usaha koperasi; pemilihan, pengangkatan serta pemberhentian pengurus dan pengawas; rencana kerja, rencana anggaran pendapatan, dan belanja koperasi, serta pengesahan laporan keuangan selama periode tertentu; pengesahan pertanggungjawaban pengurus dalam pelaksanaan tugasnya; pembagian sisa hasil usaha (SHU); penggabungan, peleburan, pembagian dan pembubaran koperasi Pengurus KPBS Pangalengan Pengurus koperasi merupakan personifikasi badan hukum koperasi. Menurut pasal 29 Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 tahun 1992, pengurus koperasi adalah orang-orang yang dipilih dari dan oleh anggota 41

61 koperasi dalam rapat anggota serta diberi mandat untuk mengelola kegiatan usaha dan organisasi koperasi. Apabila suatu saat rapat anggota tidak berhasil memilih pengurus, maka rapat anggota mengangkat orang ketiga sebagai pengurus dengan maksimum tidak lebih dari sepertiga anggota. Pada KPBS pengurus ditetapkan dalam forum rapat anggota tahunan, di mana masa kerja pengurus berlangsung selama lima tahun terhitung sejak rapat pemilihan sampai rapat pemilihan pengurus baru dilaksanakan. Pengurus KPBS Pangalengan berjumlah tujuh orang yang terdiri dari Ketua Umum, Ketua I (Bidang Pra Budidaya dan Penunjang Pelayanan dan Usaha), Ketua II (Bidang Proses Budidaya dan Pemasaran Hasil Budidaya), Ketua III (Bidang Produksi Makanan Ternak), Ketua IV (Bidang Sarana dan Prasarana), Sekretaris, dan Bendahara. Pengurus KPBS Pangalengan mempunyai masa jabatan lima tahun dan dapat dipilih kembali setelah masa jabatannya habis. Pengurus yang dipilih tersebut mempunyai tugas dan kewajiban yang berbeda-beda tetapi saling menunjang untuk bersama-sama menjalankan roda kegiatan koperasi. Susunan kepengurusan untuk tahun baru akan dipilih sekitar bulan April-Mei Pengawas KPBS Pangalegan Secara umum pengawas bertujuan untuk membantu anggota mengawasi organisasi koperasi agar berjalan efektif. Sedangkan secara khusus, pengawas bertujuan antara lain untuk mengamankan asset, mengecek akurasi, mempromosikan efisiensi operasi dan usaha, serta menyempurnakan kebijakankebijakan organisasi (Kusnadi, 2005). Pengawas diangkat dan diberhentikan oleh anggota dalam Rapat Anggota Tahunan. Badan Pengawas bertanggung jawab terhadap rapat anggota dan harus merahasiakan hasil-hasil pengawasannya terhadap pihak ketiga. Di KPBS Pangalengan sendiri pengawas bertugas antara lain: 1) Melakukan pemeriksaan terhadap tata kehidupan koperasi, termasuk organisasi usaha-usaha dan pelaksanaan kebijakan pengurus; 2) Membuat laporan tertulis tentang hasil pemeriksaan. Sedangkan wewenang yang dimiliki oleh Pengawas antara lain: 1) Meneliti catatan yang ada pada koperasi; 42

62 2) Mendapatkan segala keterangan yang diperlukan Manajemen KPBS Pangalengan Dalam rangka menciptakan koperasi yang sehat, perlu dilaksanakan manajemen guna mengoptimalkan organisasi perusahaan. Koperasi sebagai salah satu badan usaha memiliki aturan manajemen yang berbeda dengan badan usaha lainnya. Perbedaannya terletak pada hakekat koperasi yang mencerminkan falsafah demokrasi (dari, oleh dan untuk anggota) dalam kegiatan usahanya yang bersumber dari Pancasila Baga (2009). Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 32, dinyatakan bahwa pengurus koperasi dapat mengangkat pengelola yang diberi wewenang dan kuasa untuk mengelola usaha. Hal tersebut juga diterapkan KPBS Pangalengan dalam mengelola dan menjalankan usahanya KPBS menunjuk orang-orang khusus di luar anggota (lebih diutamakan anggota) yang memang kompeten pada bidangnya. Susunan manajemen KPBS Pangalengan untuk tahun 2010 adalah sebagai berikut: Manajer dan Kepala Bagian Setiap manajer bertangung jawab terhadap semua kegitan dari suatu unit usaha yang mereka pimpin sementara kepala bagian memiliki kewajiban pada bidang pekerjaan yang mereka pimpin. Ada sekitar tujuh jabatan manajemen yang ditempatkan untuk memimpin unit-unit usaha di KPBS Pangalengan yaitu Manajer Operasional Bidang Proses Budidaya dan Pemasaran Hasil Budidaya; Manajer Pelayanan Produksi dan Pengolahan; Manajer Pelayanan Angkutan dan Pemasaran; Manajer Pelayanan Barang dan Pakan Ternak; Manajer Pelayanan PMT Cirebon; Manajer Pelayanan Pembibitan dan Hijauan; Manajer Pelayanan Keswan dan Anggota. Ketujuh jabatan manajemen ini dipegang oleh orang yang berbeda kecuali untuk jabatan manajer operasional bidang proses budidaya dan pemasaran hasil budidaya serta manajer pelayanan produksi dan pengolahan yang dipegang oleh satu orang karena lingkup kerja serta wilayah kerja yang memang berdekatan. 43

63 KPBS Pangalengan juga memiliki sekitar tiga jabatan kepala bagian antara lain Kepala Bagian Personalia dan Pembukuan; Kepala Bagian Pembinaan, Pengembangan dan Pendampingan Kelompok; Kepala Bagian Administrasi Kesekretariatan dan Humas. Masing-masing kepala bagian tersebut ditempatkan untuk memimpin kegiatan operasional KPBS di luar kegiatan yang dilakukan oleh unit usaha yang dimiliki KPBS Pangalengan kecuali kepala bagian pembinaan, pengembangan dan pendampingan kelompok yang ditunjuk untuk memimpin salah satu unit baru yang dibangun KPBS Pangalengan Koordinator Tempat Pengumpulan Koperasi (TPK) Tugas dari koordinator TPK antara lain mengawasi dan mencatat penerimaan susu dari anggota, menampung keluhan-keluhan anggota, serta mencatat dan mengatur pembagian logistik untuk anggota di masing-masing Rayon. Setiap Koordinator TPK membawahi KOMDA yang merupakan ujung dari rantai organisasi KPBS Pangalengan yang berhubungan langsung dengan peternak sapi setiap harinya. Untuk memudahkan koordinasi serta pengaturan kerja KPBS Pangalengan membagi TPK yang ada ke dalam VIII Rayon yang dikepalai oleh kordinator TPK. Pembagian TPK ke dalam rayon didasarkan pada letak TPK yang berdekatan. Pembagian TPK tersebut adalah sebagai berikut: 1. Rayon I : (Kebon Jambu, Pulosari, Warnasari, Cipangisikan) 2. Rayon II : (Lebaksaat, Bojong Waru, Pangkalan, Pangalengan) 3. Rayon III : (Babakan Kiara, Cisangkuy, Citere, Sukamenak) 4. Rayon IV : (Cipanas, Los Cimaung I, Los Cimaung II) 5. Rayon V : (Pintu, Gunung Cupu, Wates) 6. Rayon VI : (Wanasuka, Cisabuk, Citawa) 7. Rayon VII : (Kertasari, Lodaya, Lembangsari, Cikembang) 8. Rayon VIII: (Goha, Cibeureum, Sukapura, Cihawuk) 5.7. Keangotaan KPBS Pangalengan Peran serta anggota sangat esensial dalam membangun koperasi sebagai suatu organisasi ekonomi rakyat sebagaimana tercantum dalam undang-undang koperasi. Dalam organisasi koperasi dituntut adanya partisipasi dari anggotanya 44

64 agar kehidupan koperasi tersebut dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Menurut Kusnadi (2005) partisipasi yang diberikan anggota kepada koperasi dapat berupa partisipasi insentif dan partisipasi kontributif. Partisipasi insentif adalah partisipasi anggota dalam memanfaatkan koperasi sebagai wadah untuk memenuhi kebutuhannya, sedangkan partisipasi kontributif adalah partisipasi anggota dalam bentuk penyerahan sebagian hartanya untuk dijadikan modal baik berupa simpanan pokok, simpanan wajib, maupun simpanan sukarela. Menjadi anggota dari suatu lembaga berbadan hukum seperti koperasi tentulah memiliki prosedur tersendiri, berikut akan dipaparkan persyaratan menjadi anggota, hak dan kewajiban anggota serta perkembangan anggota KPBS Pangalengan selama lima tahun terakhir Prosedur Menjadi Anggota KPBS Pangalengan Beberapa tahun terakhir, KPBS Pangalengan sudah tidak menerima pendaftaran anggota baru. Jika pun ada masyarakat yang berminat menjadi anggota maka yang diberlakukan adalah pemindahan nama atau pembelian keangotaan pada anggota lama yang tercatat sebagai anggota tidak aktif. Untuk dapat menjadi anggota KPBS Pangalengan seseorang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) Tercatat sebagai warga yang berdomisili di wilayah kerja KPBS Pangalengan (Kecamatan Pangalengan, Kecamatan Pacet, dan Kecamatan Kertasari) yang ditunjukan dengan KTP dan Kartu Keluarga. 2) Mendaftarkan diri ke kantor pusat KPBS untuk penggatian nama anggota kemudian melengkapi berkas dan membayar uang administrasi pertama anggota sebesar Rp yang nantinya digunakan untuk pembuatan kartu anggota sebesar Rp , dan sisanya sebesar Rp digunakan untuk simpanan pokok MT (PMT), simpanan Rp 10-, dan simpanan Rp 15-,. 3) Memiliki sapi yang menghasilkan susu (bukan pedet) dengan jumlah minimal yang tidak ditentukan. Setelah melakukan pendaftaran dan tercatat secara resmi sebagai anggota KPBS Pangalengan (ditunjukan dengan keluarnya kartu anggota) maka yang 45

65 bersangkutan baru bisa mulai menyetor hasil susunya secara resmi pada bulan berikutnya Kewajiban dan Hak Anggota KPBS Pangalengan Setiap anggota KPBS Pangalengan mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Kewajiban serta hak yang harus dijalankan oleh anggota KPBS Pangalengan antara lain: 1) Taat pada peraturan baik peraturan kenegaraan seperti undang-undang koperasi maupun peraturan khusus yang disepakati oleh anggota KPBS Pangalengan. Di KPBS Pangalengan penyusunaan serta perbaikan peraturan merupakan salah-satu agenda yang selalu dibahas disetiap RAT. Di dalam rapat anggota (RA), setiap anggota KPBS Pangalengan memiliki hak yang sama untuk mengusulkan perbaikan atau pembentukan peraturan baru demi kepentingan bersama. Kehadiran tiap anggota dalam RA (paling tidak rapat tahunan) juga merupakan salah-satu kewajiban bagi anggota KPBS Pangalengan. Memberi masukan, kritik, sangahan atau penolakan pada hasil pertangungjawaban pengurus atau pengawas dalam rapat anggota merupakan hak bagi seluruh anggota KPBS Pangalengan. Selain itu setiap anggota KPBS Pangalengan juga berhak untuk memilih dan dipilih dalam rapat anggota untuk menjadi pengurus KPBS Pangalengan 2) Menyetor simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan anggota menentukan kepemilikan dan penyetaraan modal penyetaraan partisipasi anggota baru secara langsung atau dikompensasikan dengan hasil penyetoran susu. 3) Melaksanakan usaha ternak sapi perah sesuai dengan SOP, meliputi: a) Menjaga kebersihan kandang dan ternaknya, b) Melaksanakan pemerahan sapi dua kali sehari minimal satu jam sebelum jadwal penerimaan susu di TPK, dengan jeda waktu antar pemerasan jam. c) Menjaga dan meningkatkan kualitas dan kuantitas susu; 46

66 d) Menyetorkan susu sesuai dengan standar yang ditentukan koperasi ke TPK dengan menggunakan Milk Can alumunium atau stainles steel dan sesuai dengan jadwal penerimaan susu di TPK; e) Menyediakan hijauan kebutuhan ternak yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan ternak harian sekurang-kurangnya 10 persen dari berat badan ternak; Imbalan atas pelaksanaan kewajiban ini adalah bayaran yang diperoleh oleh masing-masing anggota atas susu yang disetorkannya. Semakin baik anggota menjalankan kewajibannya untuk menjaga dan memelihara ternak sesuai dengan SOP, maka akan semakin besar pula imbalan yang mereka terima. Karena SOP pemeliharaan ternak berkorelasi positif dengan kualitas susu yang dihasilkan ternak. 4) Setiap anggota KPBS Pangalengan berkewajiban untuk melaporkan mutasi anggota, mutasi ternak, penjualan maupun pembelian ternak, ternak sakit, birahi, kering kandung, mati dan lahir. Pelaporan ini sangat penting karena akan berpengaruh terhadap perhitungan hak dari anggota tersebut. Misalnya ternak anggota yang mati berhak mendapatkan biaya pergantian dari KPBS jika anggota tersebut melapor paling lambat satu minggu dari kematian ternak, akan tetapi jika peraturan ini diabaikan maka anggota akan kehilangan haknya tersebut. 5) Setiap anggota KPBS Pangalengan berkewajiban membeli kebutuhan ternak, serta kebutuhan anggota dari koperasi sesuai ketentuan dan kemampuan anggota, serta berhak mendapat keringanan pembayaran dengan sistem kredit yang diambil dari setoran susu anggota. 6) Membayar dana kesejahteraan ternak dan anggota (DKT/A) senilai empat persen dari jumlah produksi susu yang disetorkan ke koperasi. Dan berhak mendapatkan fasilitas kesehatan baik bagi ternak maupun bagi peternak dan anggota keluarganya. Kewajiban serta hak dari masing-masing anggota KPBS Pangalengan ini sama untuk semua anggota dan tidak tergantung pada lamanya masa keanggotaan ataupun jumlah ternak yang diusahakan. 47

67 Perkembangan Anggota KPBS Pangalengan Selama Lima Tahun Terakhir Anggota koperasi merupakan perseorangan individu yang bekerja pada KPBS Pangalengan. Anggota berperan sebagai pemilik sekaligus sebagai pengguna atas barang dan jasa dalam organisasi koperasi. Pada Tabel 2 dapat dilihat perkembangan jumlah anggota KPBS Pangalengan dari tahun Tabel 2. Perkembangan Jumlah Anggota serta Ternak Milik Anggota KPBS Pangalengan Keterangan 2005 (orang) 2006 (orang) Tahun 2007 (orang) 2008 (orang) 2009 (orang) Anggota Aktif 4,588 4,710 4,838 5,285 5,568 Tidak Aktif 2,568 1,703 2,213 1,720 1,405 Aktif Kembali/Pindah Nama Diberhentikan Jumlah 7,156 7,100 7,051 7,034 6,937 Jumlah Ternak 15,196 15,991 16,098 17,644 19,553 Sumber: Laporan RAT KPBS Pangalengan Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui bahwa anggota KPBS Pangalengan dalam kurun waktu berkurang karena ada anggota yang keluar atau meninggal. Untuk anggota yang ganti nama biasanya melanjutkan keanggotaan pendahulunya agar tidak kehilangan hak keanggotaannya. Sementara untuk jumlah ternak milik anggota dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Hal ini disebabkan karena adanya program kredit berguling sehingga para peternak memiliki kesempatan untuk memperbanyak jumlah sapi miliknya walaupun tidak memiliki modal, serta semakin gencarnya pihak KPBS dalam menangani penyebab-penyebab kematian sapi pada tahun tahun sebelumnya. Keanggotaan KPBS Pangalengan dapat berakhir jika: 1) Meninggal dunia, dan tidak ada ahli waris atau kerabat yang mendaftarkan diri untuk meneruskan keangotaan; 48

68 2) Koperasi bubar dengan sebab membubarkan diri atau dibubarkan pemerintah; 3) Mengundurkan diri; 4) Diberhentikan oleh pengurus disebabkan tidak memenuhi syarat lagi sebagai anggota koperasi dan atau melanggar kewajiban sebagai anggota Milk Treatment (MT) KPBS Pangalengan Kegiatan produksi yang dilakukan oleh MT KPBS Pangalengan merupakan basis kegiatan utama dari KPBS Pangalengan itu sendiri. Berikut akan dijelaskan mengenai profil, ketenagakerjaan, peralatan, serta proses produksi di MT KPBS Pangalengan Profil dan Sejarah Singkat MT KPBS Pangalengan Pada tahun , KPBS Pangalengan mendapat tantangan yang sangat berat, hal tersebut disebabkan beberapa hal sebagai berikut: 1) Penerimaan susu oleh Industri Pengolahan Susu (IPS) hanya pada hari-hari kerja; 2) Permintaan pabrik susu adalah produksi susu yang telah diproses dengan pendinginan/pasteurisasi; 3) Pemasaran susu ke konsumen secara langsung cukup sulit disebabkan kualitas susu tidak terjamin serta adanya pemalsuan susu oleh pengecer; 4) Tingkat kerusakan susu di koperasi dan di peternak cukup tinggi. Untuk mengatasi situasi dan kondisi yang tidak menguntungkan tersebut, RAT 1976 dan 1977 memutuskan untuk mendirikan MT. Didasari keputusan RAT tersebut KPBS Pangalengan menjalin kemitraan dengan PT. Ultra Jaya untuk membangun MT dengan jangka waktu pembayaran lima tahun dengan angsuran saham anggota sebesar Rp. 25,00/liter. Pada tanggal 1 Januari 1979 dimulai pembangunannya dan diresmikan pada tanggal 16 Juli 1979 oleh Menteri Muda Urusan Koperasi. Pada November 1982 disaksikan Menteri Koperasi dan Wakil Gubernur Propinsi Jawa Barat dilaksanakan penandatanganan peralihan manajemen dari PT. Ultra Jaya dan pada Juli 1983 angsuran dapat dilunasi. 49

69 MT KPBS Pangalengan mengolah susu segar menjadi beberapa alternatif produk yang siap dipasarkan baik langsung kepada konsumen maupun kepada IPS. Ada dua produk utama yang dihasilkan oleh MT KPBS Pangalengan yaitu: 1) Susu Chilled yaitu susu sapi segar yang telah mengalami proses pendinginan pada suhu 2-4ºC. Susu ini dipasarkan ke IPS seperti PT. Friesche Flag dan PT Ultra Jaya serta home industry di sekitar Pangalengan yang menggunakan susu sebagai bahan baku utama produknya seperti Milk Caramels TK, Harry s Farm, dan Barokah. 2) Susu pasteurisasi yaitu susu segar yang telah mengalami pemanasan pada suhu kurang lebih 72ºC selama beberapa detik, kemudian didinginkan hingga suhunya mencapai 4-8ºC dan mengalami proses homogenesis yaitu proses memecah lemak menjadi partikel yang lebih kecil untuk menjaga kestabilan lemak agar tidak mengumpal dan menjaga keseimbangan rasa susu yang dihasilkan. Susu pasteurisasi ini dibagi menjadi dua jenis: a) Susu pasteurisasi tanpa rasa (kemasan prepack) b) Susu pasteurisasi rasa (kemasan cup) Struktur Operasional dan Ketenagakerjaan di MT KPBS Pangalengan Struktur organisasi pabrik MT-KPBS Pangalengan berada di bawah adminstrasi dari organisasi KPBS Pangalengan. Seluruh aktivitas yang terdapat pada MT-KPBS Pangalengan berada di bawah dua kendali manajer yang dalam pelaksanaannya dibantu oleh beberapa kepala bagian dan administrasi umum. Masing-masing kepala bagian dibantu oleh tenaga-tenaga pelaksana sesuai dengan kedudukan dan kemampuan kerja. Manajer bertugas memimpin dan mengatur segala permasalahan baik ke luar maupun ke dalam organisasi demi kemajuan MT KPBS Pangalengan. Administrasi umum bertugas untuk mengelola segala kegiatan administrasi MT, mengatasi masalah kepegawaian dan keuangan pabrik, dan bertanggung jawab terhadap arsip serta laporan tertulis mengenai operasional MT. Bagan struktur operasional MT KPBS Pangalengan dapat dilihat pada Lampiran 4. 50

70 KPBS Pangalengan memiliki sistem penerimaan tenaga kerja yang sedikit berbeda karena lebih mengutamakan anggota. Sebagian besar karyawan KPBS Pangalengan merupakan anggota atau keluarga anggota KPBS. Untuk Pabrik MT sendiri ada sekitar 84 karyawan yang terdiri dari bagian produksi, administarsi, kendaraan, serta satpam. Pengaturan jam kerja yang berlaku di MT KPBS Pangalengan mengalami pembagian berdasarkan pembidangannya. Karyawan yang bekerja pada bagian administrasi jam kerja dimulai pada pukul WIB dengan waktu istirahat 30 menit untuk hari Senin sampai Jum at, sedangkan untuk hari Sabtu dari pukul WIB dengan waktu istirahat yang sama yaitu 30 menit. Pada bagian laboratorium proses dan penerimaan, waktu kerja dibagi menjadi dua shift. Shift pertama dimulai pukul WIB sementara shift kedua dimulai pukul WIB. Bagian pengemasan, gudang, dan bengkel hanya dibagi menjadi satu waktu yaitu pukul WIB, sedangkan bagian rumah tangga juga hanya dibagi menjadi satu waktu yaitu pukul WIB. Bagian keamanan dibagi menjadi tiga waktu yaitu pagi WIB, waktu siang yaitu WIB, dan waktu malam yaitu WIB. Pengolahan susu di MT KPBS Pangalengan berjalan selama satu minggu penuh termasuk libur nasional. Setiap karyawan diberikan libur satu hari dalam seminggu dengan waktu yang bergiliran Peralatan Produksi di MT KPBS Pangalengan Peralatan Pengolahan Susu 1) Milk Reception Scale (Timbangan) Milk Reception Scale digunakan untuk menimbang susu segar yang dialirkan dari mobil tangki. Alat ini mengunakan cara perhitungan digital yang dilengkapi dengan komputer sebagai pencatat hasil penimbangan. Pengukuran berat susu menggunakan sensor yang kemudian diubah menjadi tampilan angka secara digital. Alat ini terbuat dari stainless steel dengan kapasitas 500 kg atau setara dengan 488 liter. Penyedotan susu dari tangki mobil pengangkut ke bak timbangan menggunakan pompa sentrifugal dengan kecepatan 500 liter per menit atau setara dengan 513 kg 51

71 per menit. Pada ujung bak penampung terdapat pipa tempat mengalirnya susu dari mobil tangki menuju bak timbangan yang dilengkapi dengan saringan nilon. Fungsi dari saringan tersebut adalah untuk menyaring kotoran pada susu yang berasal dari tangki mobil pengangkut. Kecepatan aliran susu dari timbangan menuju ke bak penampung adalah 500 kg/40 detik. 2) Milk Reception Vat (Bak Penampung) Bak penampungan berfungsi sebagai tempat penampungan susu sementara. Setelah susu ditimbang dan sebelum susu dialirkan ke lempengan pendingin sehingga laju alir susu menjadi lebih teratur. Kapasitas susu yang dapat ditampung kurang lebih sebanyak 750 kg atau setara dengan 731 liter. Alat ini dilengkapi pompa sentrifugal dengan kecepatan 8500 liter/jam dan di atasnya ditutupi saringan nilon untuk mencegah masuknya kotoran ke dalam susu. 3) Plate Cooler (Lempengan Pendingin) Lempeng pendingin adalah alat yang digunakan untuk mendinginkan susu. Alat ini bekerja berdasarkan prinsip pindah panas. Pindah panas terjadi antara susu dengan air dingin dari ice bank, melalui perantara plat logam yang terdapat di dalamnya. Di antara plat-plat tersebut terdapat rongga. Rongga ini akan berisi air dingin dan susu secara berselang-seling. Dalam perjalanannya air dingin menyerap panas dari susu sehingga susu kehilangan panasnya dan menjadi dingin. Susu yang ke luar dari lempeng pendingin suhunya dapat mencapai 2-4ºC. Kapasitas plate cooler yaitu sebesar 8000 liter/jam atau 8208 kg/jam. Bahan plate cooler terbuat dari stainless steel food grade. 4) Plate Heater (Lempengan Pemanas) Fungsi dari lempeng pemanas adalah memanaskan susu hingga suhu tertentu untuk melarutkan bahan tambahan. Lempeng pemanas ini digunakan untuk produksi susu pasteurisasi rasa. Prinsip kerja dari lempeng pemanas ini sama dengan prinsip kerja pada lempeng pendingin, yang membedakannya adalah jenis air yang digunakan adalah air panas yang berasal dari uap yang dihasilkan boiler. 52

72 5) Storege Tank (Tangki Penampung Susu Sementara) Storage tank digunakan untuk menampung susu yang telah didinginkan dan menampung susu yang telah dipasteurisasikan. Penggunaan tangki penyimpanan ini dimaksudkan untuk mempertahankan suhu susu sekaligus mencegah susu terkontaminasi dengan udara luar. Terdapat beberapa jenis tangki penampung susu di MT KPBS Pangalengan yang dibedakan berdasarkan jenis susu yang disimpan dan ukuran tangki tersebut. Untuk menampung susu dingin berkapasitas liter berjumlah dua buah, sedangkan untuk menampung susu pasteurisasi prepack, pasteurisasi cup cokelat, dan pasteurisasi cup strawberry masing-masing mempunyai kapasitas liter, liter, dan liter. Tangki ini terdiri dari tiga lapisan yaitu stainless steel dalam, styrofoam atau busa dan stainless steel luar. 6) Mixing Tank (Tangki Pencampuran) Mixing tank biasa digunakan dalam memproduksi susu pasteurisasi cup baik cokelat maupun strawberry yang berfungsi untuk mencampur susu dengan gula dan bahan tambahan lainnya. Untuk susu pasteurisasi prepack, mixing tank berfungsi sebagai penampung sementara dan mengukur jumlah susu yang akan diproduksi. Mixing tank terbuat dari stainless steel dengan kapasitas 2000 liter dan dilengkapi dengan agitator dengan kecepatan 30 rpm, shower CIP, dan skala ukur. MT KPBS Pangalengan memiliki dua buah mixing tank. 7) Balance Tank (Tangki Keseimbangan) Tangki keseimbangan digunakan untuk mengatur keseimbangan aliran dan tekanan susu yang akan dipasteurisasikan sehingga tercipta keseimbangan antara aliran susu yang masuk dengan susu yang ke luar. Dengan adanya tangki ini proses pasteurisasi dapat dilakukan secara bertahap namun kontinu. Prinsip kerja alat ini berdasarkan tinggi rendahnya pelampung yang berada di tengah tangki. Pelampung ini berfungsi untuk mengatur secara otomatis jumlah susu yang masuk ke dalam tangki terkendali. Tangki ini berkapasitas 100 liter, dan dilengkapi dengan pompa, thermometer, dan barometer. 53

73 8) Plate Heat Exchanger/PHE (Mesin Pasteurisasi dengan Prinsip Pertukaran Panas) Lempeng penukar panas atau plate heat exchanger adalah alat yang digunakan untuk proses pasteurisasi susu. Alat ini bekerja berdasarkan prinsip pindah panas. Pindah panas terjadi antara uap panas dengan susu dingin yang berasal dari balance tank kemudian antara susu hasil pasteurisasi dengan air dingin bersuhu 0ºC-2ºC. 9) Homogenizer (Mesin Penyeragaman) Homogenizer berfungsi untuk memperkecil dan menyeragamkan glukoba lemak pada susu sehingga menjadi butiran lemak yang lebih kecil dan homogen sehingga emulsi lemak susu menjadi lebih stabil serta rasa dari susu pasteurisasi lebih menyatu. Alat ini memiliki kapasitas 3000 liter perjam. 10) Holding Tube Holding tube berfungsi mensirkulasikan susu pada tahap pasteurisasi dalam suhu ± 72-75ºC selama 15 detik. Holding tube berbentuk pipa stainless steel berdiameter ± 3,5 cm dan berbentuk panjang dan berkelok-kelok. 11) Flow Diversion Valve Flow Diversion Valve adalah katup yang berfungsi sebagai pengatur keluaran dari holding tube. Prinsip kerjanya adalah susu yang sudah melewati holding tube diharuskan memiliki suhu 72-75ºC namun jika kurang dari itu maka Flow Diversion Valve tidak akan membiarkan masuk ke proses pendinginan susu di PHE. Susu yang tidak mencapai 72-75ºC akan dikirim ke Homogenizer untuk dipanaskan kembali dalam PHE. 12) Auto Sealing Machine (Mesin Pengemas Otomatis) Terdapat dua jenis mesin pengemas produk di MT KPBS Pangalengan, yaitu mesin pengemasan prepack otomatis dan aotu sealing cup machine. Mesin pengemas prepack bekerja secara kontinu dengan kecepatan produksi 1200 prepack/jam. Alat ini juga dilengkapi dengan lampu ultraviolet yang berfungsi untuk mensterilkan kemasan plastik. Prinsip kerja alat ini berdasarkan tekanan piston yang diatur oleh roda 54

74 sehingga susu masuk tepat ke dalam kemasan sebanyak 500 ml dan mengunakan elemen panas untuk merekatkan bagian tegah kemasan dan memotong seal atas kemasan. Begitu pula dengan pemberian tanda expired date pada kemasan dilakukan menggunakan elemen panas. Mesin pengemas lainnya adalah Auto Sealing Cup Machine. Alat ini terdiri dari tiga bagian utama dengan fungsi berbeda, diantaranya filling machine, automatic sealing machine dan conveyor. Filling machine berfungsi untuk memasukkan susu ke dalam cup sebanyak 160 ml. sedangkan automatic sealing machine berfungsi untuk menutup kemasan yang telah terisi susu dengan penutup kemasan melalui gaya hidrolik, dan panas yang dihasilkan. Konveyor sendiri berfungsi sebagai penyalur dari auto sealing cup machine agar tidak menumpuk di bagian ujung alat. Alat ini dilengkapi dengan sinar ultraviolet untuk mensterilkan kemasan cup. Kapasitas produk yang dapat dihasilkan oleh mesin ini sebanyak 6720 cup/jam. Gambaran peralatan serta mesin-mesin yang digunakan untuk produksi susu di MT KPBS Pangalengan dapat dilihat pada Lampiran Sarana Penunjang Produksi 1) Sumber Air Air merupakan salah satu bahan yang sangat penting di MT KPBS Pangalengan. Air digunakan dalam proses produksi seperti pencucian, sanitasi, dan lain sebagainya. Sumber air di MT KPBS Pangalengan berasal dari sumur bor (pompa) yang telah mengalami proses pelunakan dan proses klorinisasi. Selanjutnya air ditampung dalam suatu penampungan air bersih. Jumlah air bersih yang digunakan MT KPBS Pangalengan mencapai 10 m 3 perhari. 2) Sumber Listrik MT KPBS Pangalengan memperoleh energi untuk memenuhi kebutuhan listrik dari PLN dengan dengan kapasitas tegangan terpasang W. Tegangan ini diperlukan untuk menggerakan peralatan produksi dan penerangan. Selain dari PLN, sumber listrik juga berasal dari dua unit 55

75 generator dengan kapasitas hingga W, yang digunakan jika terjadi pemadaman aliran listrik oleh PLN. 3) Bengkel Dalam pendistribusian susu baik dari TPK ke MT, maupun dari MT ke IPS dan Konsumen KPBS Pangalengan menggunakan alat transportasi berupa truk tangki. Dalam proses pemeliharaannya truk-truk tersebut mendapatkan perawatan di bengkel khusus yang terdapat di dalam kawasan pabrik MT KPBS Pangalengan. Bengkel MT KPBS Pangalengan berfungsi sebagai tempat untuk memperbaiki dan memelihara mesin dan komponen truk pengangkut susu tersebut. 4) Gudang MT KPBS Pangalengan memiliki beberapa gudang yang digunakan untuk menyimpan bahan baku penunjang dan kemasan. Sistem penyimpanan di gudang MT KPBS Pangalengan mengunakan sistem First in First Out (FIFO) dimana bahan baku yang lebih dahulu masuk ke gudang akan diproses terlebih dahulu. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi penumpukan dan mencegah kerusakan bahan baku. Gudang pertama digunakan untuk menyimpan cup, gula rafinasi, dan cokelat bubuk dengan luas ± 40 m 2. Gudang kedua digunakan untuk menyimpan kemasan prepack dan kemasan cup dengan luas ± 20 m 2. Gudang ketiga atau gudang kimia yang digunakan untuk menyimpan bahan-bahan kimia seperti alkohol, kaporit, dan lain sebagainya dengan luas ± 12 m 2. Gudang keempat yang digunakan untuk menyimpan perlengkapan untuk TPK seperti gun tester, BJ meter, dengan luas ± 12 m 2. Gambaran sarana penunjang produksi susu di MT KPBS Pangalengan dapat dilihat pada Lampiran 6. 56

76 5.9. Proses Pengolahan Susu Proses di Tingkat Peternak Kegiatan prapanen (sebelum pemerahan) merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dalam menentukan kualitas susu yang berujung pada penentuan harga susu bagi peternak. Susu merupakan media yang baik sekali untuk perkembangan mikroba. Penanganan susu mulai dari peternak diperlukan untuk memperlambat penurunan kualitas susu serta memperpanjang umur simpan susu. Secara umum peternak di Pangalengan serta wilayah kerja KPBS lainnya kondisinya masih kurang memadai. Kebanyakan kandang belum terlalu teratur dan tidak memenuhi standar seperti tidak adanya lantai atau alas, belum adanya saluran pembuangan, beberapa peternak bahkan membuat kandang berdampingan dengan tempat tinggal mereka. Selain kondisi kandang, sebagian wilayah, peternakan sulit memperoleh air bersih untuk pemberian air minum, pemerahan, serta sanitasi kandang. Pemberian pakan berupa hijauan berbeda untuk setiap wilayah karena sulitnya mencari pakan hijauan. Hal ini disebabkan keterbatasan lahan yang ditanami tanaman untuk pakan ternak. Sebagian besar lahan di wilayah kerja KPBS dimiliki PTPN VIII serta lahan pertanian. Pemerahan dilakukan pada pagi hari dan sore hari. Idealnya jeda waktu dari pemerahan pertama ke pemerahan berikutnya adalah 12 jam, akan tetapi karena pemerahan dilakukan manual dan terlalu berat dirasa oleh para peternak jika harus memerah sapi terlalu pagi, sehingga umumnya jeda waktu pemerahan sapi oleh para peternak KPBS pangalengan adalah jam. Sebelum diperah ambing sapi seharusnya dicuci dengan mengunakan air hangat atau paling tidak air bersih, setelah itu ambing sapi yang akan diperas diberi vaseline untuk memudahkan pemerahan. Susu yang diperah kemudian ditampung pada ember dengan mulut sempit tujuannya untuk mengurangi kuman dalam susu, selanjutnya susu disimpan pada milk can. Milk can dirancang dengan bahan stainless steel dan menyerupai botol leher yang bertujuan untuk mengurangi jumlah mikroba yang masuk pada milk can. 57

77 Proses di Tingkat TPK Susu yang telah disimpan dalam milk can kemudian dibawa ke TPK. Seharusnya sebelum susu dimasukan ke tangki mobil pengangkut, di TPK susu di uji dengan pengujian organoleptik, pengujian berat jenis, serta pengujian alkohol 70 persen dengan mengunakan gun tester, akan tetapi kebanyakan TPK tidak melakukan hal tersebut. Terbatasnya tenaga tester untuk melayani anggota yang begitu banyak, serta tuntutan agar susu segera mendapatkan perlakuan di MT merupakan faktor utamanya. Umumnya petugas di TPK hanya melakukan uji organoleptik dengan melihat warna susu, itupun hanya dilakukan dengan sepintas. Jika warna susu terlihat berbeda barulah petugas mencatat nama anggota yang menyetor dan mengambil sampel susu anggota yang meragukan tersebut untuk di cek lebih lengkap di laboratorium MT. Seharusnya susu yang tidak memenuhi standar di TPK dikembalikan ke peternak. Akan tetapi, karena biasanya peternak tidak mau menerima jika susunya ditolak maka untuk menghindari keributan di TPK susu yang dikira tidak layak akan disampel untuk di uji di laboratorium setelah hasil laboratorium ke luar barulah peternak yang bersangkutan diberi tahu bahwa susunya tidak layak dengan memperlihatkan hasil uji laboratorium susu yang disetornya. Selain pengetesan kebanyakan petugas TPK juga tidak melakukan penghitungan ulang untuk menentukan jumlah susu dari peternak, biasanya jumlah susu hanya dilihat dari banyaknya milk can yang terisi dan berdasarkan angka yang disebutkan peternak. Petugas percaya karena penyetoran susu peternak telah dilakukan sejak lama, maka jarang sekali peternak berbohong terkait dengan jumlah susu yang mereka setorkan. Beberapa TPK memiliki dump tank yang berfungsi untuk menampung susu sementara dari peternak. Dump tank dilengkapi dengan nilon yang bertujuan untuk menyaring benda-benda asing pada susu. Dump tank terbuat dari stainlees steel yang tahan karat, dan berkapasitas 1800 liter susu. 58

78 Proses Pengangkutan Susu dari TPK ke MT Susu yang telah ditampung dari peternak kemudian dialirkan ke truk tangki susu dengan pompa sentrifugal. Pada TPK yang tidak memiliki dump tank, susu dipindahkan melalui lubang pemasukan pada atas tangki yang telah dilengkapi nilon untuk menyaring benda-benda asing pada susu. Tangki yang mengangkut susu dari TPK ke MT KPBS memiliki kapasitas liter dan memiliki tiga sekatan untuk masing-masing TPK. Satu sekatan berkapasitas liter, diameter lubang pemasukan pada atas tangki sebesar 500 mm. Waktu tempuh untuk mengangkut dari tempat pengumpulan koperasi ke MT rata-rata tidak lebih dari 1 jam Proses di Laboratorium Setibanya di MT KPBS, dilakukan pengambilan sampel susu dari tangki. Sebelum pengambilan sampel, susu yang berada dalam truk tangki diaduk terlebih dahulu dengan tujuan menghomogenkan susu, lalu susu diambil dengan menggunakan canting dan dimasukkan ke dalam cup susu yang kosong kemudian dibawa ke laboratorium untuk dilakukan pengujian sebelum diproses lebih lanjut. Pengujian susu di laboratorium ini meliputi pengukuran kadar lemak, pengukuran berat jenis, solid non fat (SNF), pengukuran kadar titik beku, pengukuran kadar protein, pengukuran temperature, uji alkohol, uji resazulin dan total plate count (menghitung jumlah bakteri). Semua uji tersebut dilakukan di laboratorium fisikakimia dan untuk perhitungan jumlah bakteri serta uji rezasulin dilakukan di laboratorium mikrobiologi. Tahap uji yang pertama dilakukan terhadap sampel TPK adalah uji alkohol. Tujuan pengujian alkohol adalah untuk melihat derajat keasaman susu. Jika berdasarkan sampel TPK yang diambil dari tangki lulus uji alkohol maka, mobil pengangkut akan dipersilahkan untuk menuju bagian penerimaan susu. Sampel susu yang telah lulus test alkohol kemudian ditest mengunakan milkana superior untuk melihat berat jenis, kadar lemak, Solid Non Fat (SNF), kadar air, titik beku, dan kadar protein. Syarat mutu standar kualitas susu di MT-KPBS Pangalengan dapat dilihat pada Tabel 3. 59

79 Tabel 3. Perbandingan Standar Kualitas Susu di MT KPBS Pangalengan dengan SNI No Pengujian Standar Kualitas SNI 1 Organoleptik Normal Normal 2 Uji alkohol Negatif (-) Negatif (-) 3 Uji Pemalsuan Negatif (-) Negatif (-) 4 Berat Jenis 1,0260-1,0280 1,0260-1, Kadar lemak -pagi -sore 3,8 % 3,6 % 3,6 % 3,6 % 6 Solid Non Fat (SNF) 7,9 8,0 7 Total Solid (TS) 11,5 % 11,5 % 8 Titik Beku (Freezin Point) -0,520-0,520 sd -0,560 9 Uji Kadar Protein 2,7-3 Min 2,7 10 ph 6,6 6,8 4,5 7,0 11 Temperatur 6 Maks 8 12 Resazulin Mendekati warna dasar susu 13 Total Plate Count (Jumlah Bakteri) Mendekati warna dasar susu < 2 juta / ml - 14 Ros Test Negatif Negatif Sumber: Bagian Laboratorium MT KPBS Pangalengan, 2010 Ros Test merupakan uji yang ditujukan untuk melihat ada atau tidaknya pemalsuan terhadap susu. Sementara uji resazulin adalah uji penilaian jumlah mikroba secara kasar yang didasarkan pada grade warna. Grade warna susu menunjukkan kisaran jumlah mikroba dalam susu. Grade ini disesuaikan dengan adanya perubahan warna pada sampel susu yang sedang diamati. Hasil uji ini akan menentukan berapa harga yang akan diberikan pada peternak. Semakin sedikit jumlah bakteri dalam susu, maka bonus yang diterima peternak akan semakin besar. Sebaliknya semakin tinggi jumlah bakteri maka penalty yang diterima peternak juga akan semakin tinggi Pengolahan Susu Pasteurisasi di MT MT KPBS Pangalengan memproduksi tiga jenis susu pasteurisasi yaitu susu pasteurisasi tawar yang dikemas dalam kemasan prepack berukuran 500 ml, susu pasteurisasi rasa cokelat, dan strawberry yang dikemas dalam cup dengan 60

80 ukuran 160 ml. Proses pasteurisasi yang dilakukan di MT KPBS Pangalengan mengunakan cara HTST (High Temperature Short Time), yaitu suatu cara pasteurisasi dengan mengunakan suhu tinggi dalam waktu singkat. Suhu dipertahankan sekitar 72ºC-75ºC selama 15 detik. Dengan cara ini diharapkan semua mikroorganisme berbahaya dapat dibunuh, sedangkan kehilangan zat gizi akibat pemanasan dapat dikurangi seminimal mungkin, dan cita rasa susu sapi segar dapat dipertahankan semaksimal mungkin. Susu yang telah diperiksa di laboratorium dan telah memenuhi persyaratan selanjutnya dibawa ke ruang penerimaan untuk ditimbang. Susu yang telah ditimbang akan dialirkan ke dalam bak penampung sementara (milk reception vet), di ruang penerimaan ini dilakukan penyaringan dengan menggunakan saringan nilon untuk memisahkan kotoran dan benda asing yang mungkin terbawa selama proses pengambilan susu di tiap TPK. Susu dari bak penampung sementara tersebut kemudian dipompa ke lempeng pendingin untuk didinginkan. Pendinginan dilakukan dengan mengalirkan air dingin bersuhu 0ºC-1ºC yang berasal dari ice bank ke dalam lempeng pendingin, kemudian dari sisi yang lain dialirkan secara berlawanan pada waktu besamaan susu dari milk reception vat dengan suhu 27ºC-30ºC sehingga terjadi perpindahan panas dari susu ke air dingin. Air akan menyerap suhu susu yang lebih tinggi sehingga suhu susu turun menjadi 4ºC. Susu yang sudah dingin ini kemudian dialirkan ke dalam storage tank yang berkapasitas liter. Suhu susu di storage tank dipertahankan agar tetap stabil Susu Pasteurisasi Prepack Susu dingin dari dalam storage tank dialirkan ke dalam mixing tank. Dari mixing tank susu dialirkan ke dalam balance tank dengan pompa sentrifugal. Balance tank dilengkapi dengan bola pelampung yang berfungsi untuk menyeimbangkan aliran susu pada PHE. Proses perpindahan panas pada proses pasteurisasi ini melalui tiga tahapan dengan uraian sebagi berikut. 1) Tahap pertama yaitu ketika susu dari balance tank dialirkan ke dalam lempeng-lempeng PHE I untuk dilakukan pemanasan awal. Di dalam PHE I (PHE Regeneratif) terjadi perpindahan panas karena persinggungan 61

81 antara susu dingin dengan uap panas dalam arah yang berlawanan. Proses tersebut mengakibatkan susu suhunya meningkat menjadi 60ºC-70ºC. Setelah mengalami pemanasan susu dialirkan ke homogenizer. Pada homogenizer glukoba-glukoba lemak dan protein diseragamkan ukurannya sehingga emulsi susu menjadi lebih stabil. 2) Tahap kedua adalah pasteurisasi susu. Susu dipasteurisasi dengan cara mengalirkan susu dari PHE I ke dalam PHE II (PHE Pasteurizer). Di dalam saluran-saluran kecil pada lempeng regenerative II terjadi persinggungan antara susu dengan air panas yang bersuhu 82ºC -85ºC sehingga suhu susu meningkat menjadi 72ºC-75ºC. Pasteurisasi dilakukan selama 15 detik dengan tujuan untuk membunuh bakteri pathogen. Setelah dipasteurisasikan susu akan melewati alat flow diversion valve (FDV) yang berfungsi untuk mendeteksi kesempurnaan pasteurisasi yang dilakukan. Apabila suhu susu ternyata di bawah suhu yang ditentukan, maka susu akan dialirkan kembali ke balance tank untuk mengalami pemanasan ulang di PHE I. Jika suhu susu sesuai dengan yang ditentukan, maka dapat melewati FDV untuk kemudian dilanjutkan dengan proses pendinginan awal. 3) Tahap ketiga yaitu proses pendinginan. Susu yang telah di pasteurisasi melewati PHE III (PHE Cooler). Di dalam PHE III terjadi perpindahan panas antara susu yang sudah dipasteurisasi dengan air dingin bersuhu 0-1º C sehingga suhu susu turun menjadi 2-4ºC. Setelah didinginkan susu kemudian disimpan dalam tangki penyimpanan khusus susu pasteurisasi tanpa rasa untuk kemudian dialirkan ke mesin packaging prepack untuk dikemas. Alur proses pengolahan susu pasteurusasi prepack dapat dilihat pada Gambar 5. 62

82 Susu Segar Penimbangan Penampungan Plate Cooler (Suhu 2-4ºC) Tangki Penampungan Sementara Susu Dingin Mixing Tank Untuk Penakar Jumlah Susu Balance Tank PHE Regeneratif 1(Suhu 60-70ºC) Homogenisasi Tolak PHE Pasteurisasi (Suhu 72ºC -75ºC) Holding Tube (15 Detik) PHE Cooler (Suhu 2ºC -4ºC) Flow Divertion Valve Storage Tank Pengemasan Gambar 5. Diagram Alir Susu Pasteurisasi Prepack di KPBS Pangalengan Sumber : Data Primer Susu Pasteurisasi Cup Cokelat dan Cup Strawberry Proses pembuatan susu rasa (kemasan cup) sebenarnya hampir sama dengan proses pembuatan susu pasteurisasi tanpa rasa (kemasan prepack) hanya saja karena susu cup baik strawberry maupun cup cokelat menggunakan beberapa bahan tambahan/penunjang seperti pewarna, flavor (strawberry dan cokelat bubuk), stabilizer (CM) serta gula rafinasi maka ada tahapan dimana susu segar dicampur dengan bahan-bahan tambahan tersebut. Dari tangki penampung, susu dialirkan ke dalam mixing tank melalui lempeng pemanas dengan suhu 50ºC -60ºC (sumber panas berasal dari broiler air panas). Pemanasan berfungsi untuk mempercepat pelarutan bahan-bahan tambahan terutama gula dengan menaikan suhu susu hingga 50-60ºC. Namun, susu yang dialirkan melalui lempeng panas ini ini tidak semua dari jumlah susu 63

83 yang akan dibuat. Tujuannya adalah agar susu lebih mudah panas dalam sirkulasi. Bila semua bahan telah tercampur, susu yang berada di tangki penampungan sementara akan dialirkan kembali namun tanpa melewati lempengan pemanas. Setelah susu bercampur dengan bahan tambahan lainnya, susu dialirkan ke balance tank. Dan proses selanjutnya sama dengan proses pasteurisasi susu tanpa rasa. Untuk lebih jelasnya tahapan proses produksi susu pasteurisasi rasa dapat dilihat pada Gambar 6. Hal yang perlu diperhatikan adalah urutan dalam memproduksi susu, biasanya yang pertama dibuat adalah susu pasteurisasi tanpa rasa (prepack) kemudian susu pastreurisasi rasa strawberry, lalu kemudian susu pasteurisasi rasa cokelat. Hal ini dilakukan untuk menghindari tercampurnya cita rasa susu dengan susu lainnya. Susu Segar Penimbangan Penampungan Plate Cooler (Suhu 2-4ºC) Tangki Penampungan Sementara Susu Dingin Lempeng Pemanas (Suhu C) Mixing Tank Untuk Menakar & Mencampur Bahan Tambahan Balance Tank Sampai bahan penunjang larut dengan susu PHE Regeneratif 1(Suhu 60-70ºC) Homogenisasi Tolak PHE Pasteurisasi (Suhu 72-75ºC) Holding Tube (15 Detik) PHE Cooler (Suhu 2-4ºC) Flow Divertion Valve Storage Tank Pengemasan Gambar 6. Diagram Alir Susu Pasteurisasi Cup di KPBS Pangalengan Sumber : Data Primer 64

84 5.10. Pemasaran Produk Susu KPBS Pangalengan Pemasaran susu di MT KPBS Pangalengan di mulai dari MT KPBS Pangalengan sebagai produsen yang menghasilkan produk susu olahan, untuk susu dingin langsung dipasarkan ke IPS dan untuk susu pasteurisasi (prepack dan cup) dipasarkan melalui distributor, agen, dan terakhir ke konsumen. Rantai tataniaga susu di MT KPBS Pangalengan dapat dilihat pada Gambar 7. Peternak Anggota Pengumpulan di TPK MT KPBS Pangalengan Susu Dingin Susu Pasteurisasi Susu Dingin Konsumen Tunggal Susu Dingin Distributor Industri Pengolahan Susu Pengolahan Depot Pengolah Konsumen Gambar 7. Rantai Tataniaga Susu di KPBS Pangalengan Sumber : Data Primer Pemasaran susu pasteurisasi berbeda dengan pemasaran susu dingin, untuk meminimalisir kerugian akibat tidak terserapnya susu pasteurisasi yang diproduksi, KPBS Pangalengan menerapkan sistem job order dalam memasarkan susu pasteurisasinya. Dalam sistem job order KPBS hanya akan memproduksi susu pasteurisasi dengan jumlah dan komposisi rasa yang sesuai dengan permintaan distributor. Ada beberapa keuntungan dan kerugiaan yang sebenarnya ditimbulkan dengan adanya sistem pemasaran job order ini. 65

85 Keuntungan penerapan sistem job order ini antara lain adalah adanya kepastian penyerapan pasar bagi tiap produk susu pasteurisasi yang dihasilkan KPBS Pangalengan. Dengan job order, KPBS meminimalisir kerugiaan akibat tidak terjualnya produk yang mereka hasilkan. Aliran produk setelah berada di tangan distributor bukan menjadi wewenang KPBS lagi. Pemasaran susu oleh KPBS berakhir ketika susu berada di tangan distributor. Dengan sistem penjualan seperti ini, KPBS juga memiliki keuntungan karena tidak perlu menyediakan peralatan untuk penjualan susu seperti box pendingin atau roda depot. Namun, di sisi lain job order juga membawa beberapa kerugian bagi KPBS Pangalengan. Melalui sistem job order distributor berhak menentukan harga jual produk pada agen atau konsumennya tanpa campur tangan KPBS. Berapa pun harga jual susu pasteurisasi di tingkat konsumen akhir KPBS akan menerima harga yang sama dari distributor yaitu sebesar Rp 5000/liter untuk susu pasteuriasi prepack, dan Rp 6750/liter untuk susu pasteurisasi cup. Sementara di tingkat akhir (harga berfluktuatif tergantung penetapan harga agen tingkat akhir) harga bisa berkisar antara Rp Rp perliter susu pasteurisasi serta Rp Rp perliter susu pasteurisasi cup. Margin tataniaga yang diterima KPBS sangatlah kecil dibandingkan dengan margin tataniaga di tingkat agen akhir. Penerapan harga produk di tingkat agen yang terlepas dari kontrol KPBS Pangalengan dapat berdampak buruk pada rendahnya daya saing produk di pasar. Konsumen dapat enggan membeli produk karena harganya yang terlalu tinggi. Selain itu adanya sistem pemasaran job order juga membawa kerugiaan pada pengunaan sumberdaya di KPBS Pangalengan. Dalam sistem job order KPBS Pangalengan hanya memproduksi susu pasteurisasi sesuai dengan permintaan distributor. Hal ini menyebabkan KPBS berproduksi di bawah kapasitas produksinya (under capacity) baik dilihat dari sumberdaya mesin, tenaga kerja serta bahan-baku lainnya. Pemanfaatan susu segar menjadi susu pasteurisasi pun tidak dapat dilakukan secara optimal karena besarnya pemanfaatan susu tergantung pada besarnya pesanan distributor melalui sistem job order. 66

86 BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis optimalisasi susu pasteurisasi pada penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memaksimumkan keuntungan yang diterima KPBS Pangalengan dari penjualan ketiga jenis susu pasteurisasi yaitu kemasan prepack, cup strawberry, dan cup cokelat yang dihasilkan KPBS selama periode 12 bulan. Optimalisasi produksi didasarkan pada metode penelitian yang didahului dengan penentuan variabel tujuan dilanjutkan dengan penentuan variabel kendala. Keputusan yang terbentuk pada model persamaan linear terdiri dari 36 variabel. Jumlah variabel keputusan tersebut didasarkan pada tiga jenis produk yang akan dioptimalkan yaitu susu pasteurisasi prepack, susu pasteurisasi cup strawberry, dan susu pasteurisasi cup cokelat selama periode analisis yaitu 12 bulan Menentukan Fungsi Tujuan Koefisien fungsi tujuan menunjukkan keuntungan yang diperoleh KPBS Pangalengan dari tiga jenis susu pasteurisasi yang diproduksi perbulannya. Nilai keuntangan diperoleh dari selisih penerimaan dengan biaya yang dibutuhkan yang rincian lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7 untuk susu pasteurisasi prepack, Lampiran 8 untuk susu pasteurisasi cup strawberry, dan Lampiran 9 untuk susu pasteurisasi cup cokelat. Nilai keuntungan per liter dari masing-masing produk diperoleh dengan membagi nilai keuntungan perbulan dengan jumlah produk (dihitung dalam liter) yang dihasilkan selama satu bulan dalam periode amatan. Perkembangan nilai keuntungan penjualan susu pasteurisasi prepack, cup strawberry, dan cup cokelat di KPBS Pangalengan dapat dilihat pada Tabel 4. 67

87 Tabel 4. Perkembangan Nilai Keuntungan Penjualan Susu Pasteurisasi Berdasarkan Jenis di KPBS Pangalengan Selama 12 Bulan No Tahun Bulan Nilai Keuntungan Per Liter (Rp) Prepack (X 1 ) Cup Strawberry (X 2 ) Cup Cokelat (X 3 ) Maret 1, , , April 1, , , Mei 1, , , Juni 1, , , Juli 1, , , Agustus 1, , , September 1, , , Oktober 1, , , November 1, , , Desember 1, , , Januari 1, , , Februari 1, , , Tabel 4 menunjukkan adanya selisih keuntungan dari penjualan susu pasteurisasi baik prepack, maupun cup strawberry, dan cup cokelat setiap bulannya selama periode 12 bulan, meskipun fluktuasinya tidak terlalu besar. Hal ini disebabkan karena terdapat perbedaan jumlah produk yang dijual yang berimplikasi pada perbedaan angka penjualan untuk ketiga jenis susu pasteurisasi, dan akhirnya berpengaruh terhadap perbedaan keuntungan dari ketiga jenis susu pasteurisasi selama periode amatan. Selain karena perbedaan jumlah susu pasteurisasi yang dijual, perbedaan nilai keuntungan perliter untuk ketiga produk juga disebabkan karena adanya perbedaan harga jual antar susu pasteurisasi kemasan prepack dengan susu pasteurisasi kemasan cup. Susu kemasan prepack berukuran 500 ml dijual dengan harga Rp 2,500 perkemasan atau setara dengan Rp 5,000 perliter. Sementara susu pasteurisasi kemasan cup berukuran 160 ml dijual dengan harga Rp 1,100 perkemasan atau setara dengan Rp 6,850 perliter. Penetapan perbedaan harga antar susu pasteurisasi kemasan prepack dan cup ini didasarkan pada perbedaan struktur biaya untuk memproduksi kedua jenis 68

88 produk. Selain susu segar susu pasteurisasi prepack hanya membutuhkan bahan tambahan berupa kemasan prepack. Sementara susu pasteurisasi kemasan cup membutuhkan beberapa bahan baku tambahan seperti gula rafinasi, cup, penutup kemasan cup, flavor, pewarna Ponceau 4R (untuk susu pasteurisasi cup strawberry) serta cokelat bubuk (untuk susu pasteurisasi cup cokelat). Untuk susu pasteurisasi cup manajemen KPBS Pangalengan belum menetapkan perbedaan harga jual. Susu pasteurisasi cup baik rasa strawberry maupun cokelat dijual dengan harga yang sama yaitu Rp 1,100 perkemasan. Padahal struktur biaya untuk kedua rasa berbeda. Susu pasteurisasi cup rasa cokelat memiliki struktur biaya yang lebih tinggi dibandingkan susu pasteursasi cup rasa strawberry karena susu pasteurisasi cup rasa cokelat membutuhkan bahan tambahan berupa cokelat bubuk dalam setiap produksinya. Selain itu kebutuhan gula rafinasi untuk produksi susu pasteurisasi cup cokelat lebih banyak dibandingkan kebutuhan gula rafinasi untuk produksi susu pasteurisasi cup strawberry dengan perbandingan kg untuk setiap liter susu pasteurisasi cup rasa cokelat, dan 0.06 kg gula rafinasi untuk setiap liter susu pasteurisasi cup rasa strawberry. Hal inilah yang menyebabkan susu pasteurisasi cup strawberry memiliki keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan susu pasteurisasi cup cokelat. Nilai keuntungan pada Tabel 4 merupakan koefisien dari variabel keputusan kombinasi produksi susu pasteurisasi. Susu pasteurisasi kemasan prepack disimbolkan oleh X 1, susu pasteurisasi cup strawberry disimbolkan oleh X 2, sementara susu pasteurisasi cup cokelat disimbolkan oleh X 3. Angka satu, dua, sampai dua belas yang terdapat setelah angka satu, dua dan tiga yang melambangkan jenis produk susu pasteurisasi secara berurutan melambangkan waktu produksi yang dimulai dari angka satu untuk bulan Maret dan diakhiri dengan angka dua belas untuk bulan Februari. Sebagai contoh produksi susu pasteurisasi prepack pada bulan Maret disimbolkan dengan X 11, produksi susu pasteurisasi cup strawberry pada bulan Maret disimbolkan dengan X 21, produksi susu pasteurisasi cup cokelat pada bulan Maret disimbolkan dengan X 31. Berdasarkan perkembangan keuntungan untuk ketiga jenis produk selama 12 bulan seperti yang tercantum pada Tabel 4 serta formulasi persamaan fungsi 69

89 tujuan pada metode penelitian dapat diperoleh model fungsi tujuan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Max Z = X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X Menentukan Fungsi Kendala Kendala merupakan faktor pembatas bagi manajemen sebuah perusahaan dalam mengambil keputusan produksi. Dalam optimalisasi produksi kendala yang dimaksud biasanya berupa ketersediaan sumberdaya yang dimiliki perusahaan yang membatasi perusahaan dalam melakukan produksi. Pada penelitian ini sumberdaya yang akan dijadikan variabel kendala dalam perumusan model LP antara lain adalah bahan baku utama berupa susu segar (BB), tenaga kerja langsung (TKL), mesin packaging (PKG), serta bahan baku tambahan berupa kemasan prepack (KP), kemasan cup strawberry (KCS), kemasan cup cokelat (KCC) serta penutup kemasan cup strawberry (LCS), penutup kemasan cup cokelat (LCC), job order prepack (JOP), job order cup strawberry (JOCS), dan job order cup cokelat (JOCC). Sumberdaya-sumberdaya tersebut sengaja dipilih menjadi variabel kendala karena pada keadaan aktual memang sumberdayasumberdaya tersebutlah yang menjadi constrain (batasan) bagi manajemen dalam mengambil keputusan produksi, baik dilihat dari kemudahan memperolehnya di pasar maupun kontribusi penggunaan sumberdaya-sumberdaya tersebut terhadap biaya produksi susu pasteurisasi Kendala Ketersediaan Bahan Baku Susu Segar Bahan baku utama yang digunakan dalam memproduksi susu pasteurisasi baik prepack maupaun cup rasa strawberry dan cup rasa cokelat adalah susu segar. 70

90 Bahan baku susu segar dipasok tunggal dari 7,034 orang peternak anggota KPBS Pangalengan yang berada di tiga Kecamatan dan tersebar di 21 Desa di Kabupaten Bandung (KPBS, 2009). Manajemen MT KPBS Pangalengan mengalokasikan sekitar 10 persen dari total susu segar yang diterima di MT untuk diolah menjadi susu pasteurisasi. Ketersediaan susu segar sebagai bahan baku utama susu pasteurisasi di KPBS Pangalengan selama periode 12 bulan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Kebutuhan Susu Segar Berdasarkan Jenis Susu Pasteurisasi, serta Ketersediaan Susu Segar di KPBS Pangalengan Selama 12 Bulan Jenis Susu Pasteurisasi Waktu Prepack Cup Strawberry Cup Cokelat Jumlah Ketersediaan (liter) (liter) (liter) (liter) (liter) Maret 95,072 20,600 21, , , April 95,412 20,300 21, , , Mei 101,451 23,100 23, , , Juni 102,149 24,400 26, , , Juli 117,993 22,810 27, , , Agustus 122,266 19,800 20, , , September 95,700 20,000 18, , , Oktober 104,396 28,500 31, , , November 94,301 22,650 24, , , Desember 103,042 25,750 27, , , Januari 92,456 23,450 22, , , Februari 91,413 17,531 16, , , Total Produksi 1,317, , , ,913, ,221, Tabel 5 menunjukkan kebutuhan serta ketersediaan susu segar untuk memproduksi susu pasteurisasi prepack, cup strawberry, dan cup cokelat. Nilai koefisien pada fungsi kendala ketersediaan bahan baku utama berupa susu segar diperoleh dengan cara membandingkan penggunaan susu segar dengan setiap liter susu pasteurisasi yang dihasilkan. Dari perhitungan diperoleh, untuk menghasilkan satu kemasan prepack berukuran 500 ml dibutuhkan 500 ml susu segar begitupun untuk menghasilkan 160 ml susu kemasan cup baik rasa strawberry maupun cokelat dibutuhkan susu segar dengan ukuran yang sama yaitu 71

91 160 ml, sehingga koefisien fungsi kendala bahan baku utama untuk masingmasing produk adalah satu. Nilai sebelah kanan (RHS) kendala diperoleh dari jumlah susu segar yang dialokasikan manajemen KPBS Pangalengan untuk diolah menjadi susu pasteurisasi tiap bulannya. Perumusan model pertidaksamaan fungsi kendala bahan baku susu segar selama periode amatan adalah sebagai berikut: bb_1)x11 + X21 + X31 <= bb_2)x12 + X22 + X32 <= bb_3)x13 + X23 + X33 <= bb_4)x14 + X24 + X34 <= bb_5)x15 + X25 + X35 <= bb_6)x16 + X26 + X36 <= bb_7)x17 + X27 + X37 <= bb_8)x18 + X28 + X38 <= bb_9)x19 + X29 + X39 <= bb_10)x110 + X210 + X310 <= bb_11)x111 + X211 + X311 <= bb_12)x112 + X212 + X312 <= Kendala Ketersediaan Bahan Tambahan Bahan tambahan yang dimasukan ke dalam model adalah kemasan prepack, kemasan cup baik untuk cup strawberry maupun cup cokelat, serta penutup kemasan cup baik penutup kemasan cup strawberry maupun penutup kemasan cup cokelat. Bahan baku tambahan tersebut sengaja dipilih menjadi variabel kendala karena memang keberadaannya merupakan pembatas bagi KPBS Pangalengan dalam melakukan pengolahan susu pasteurisasi. Selain ketersediaannya yang terbatas di pasar karena dipasok tunggal dari distributor di Jakarta, kontribusi bahan baku tambahan tersebut ke dalam biaya produksi juga relatif tinggi mengingat untuk tiap kali pemesanan KPBS melakukan pembelian dalam jumlah besar demi menjaga ketersediaan di gudang serta menghemat biaya pengiriman Kendala Ketersediaan Kemasan Prepack Kemasan prepack yang digunakan sebagai bahan tambahan susu pasteurisasi prepack berbentuk roll. Satu roll kemasan prepack sepanjang 500 m 72

92 dapat menghasilkan 2,500 bungkus susu pasteurisasi prepack. Penggunaan kemasan prepack adalah sebesar 0.4 m untuk setiap liter susu pasteurisasi tanpa rasa (kemasan prepack). Koefisien kemasan prepack diperoleh dengan cara membandingkan penggunaan kemasan prepack dengan jumlah susu yang dihasilkan tiap bulannya. Dari perhitungan diperoleh nilai koefisien kemasan prepack sebesar Sementara nilai ketersediaan (RHS) kendala diperoleh dengan mengitung nilai persediaan ditambah dengan sepuluh persen dari total penggunaan kemasan prepack pada periode waktu tertentu. Hal ini dilakukan untuk membuat model sedemikian rupa sehingga dapat mengambarkan kondisi aktual. Karena pada kenyataannya KPBS Pangalengan tidak menerapkan manajemen persediaan perbulan untuk semua bahan tambahan. Di awal tahun manajemen KPBS Pangalengan melakukan pembelian dalam jumlah yang besar untuk persediaan dalam waktu yang tidak ditentukan. Jika pada bulan-bulan tertentu persediaan kemasan prepack serta bahan tambahan lainnya mulai menipis, manajemen baru melakukan pembelian ulang dengan jumlah yang tidak ditentukan oleh waktu. Penggunaan serta ketersediaan kemasan prepack di KPBS Pangalengan selama periode 12 bulan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Produksi Susu Pasteurisasi Prepack, Penggunaan, Ketersediaan serta Nilai Koefisien Kemasan Prepack di KPBS Pangalengan Selama 12 Bulan. Waktu Produksi (liter) Penggunaan Prepack (roll) Ketersediaan Prepack (roll) Koefisien (roll/liter) Maret 95, April 95, Mei 101, Juni 102, Juli 117, Agustus 122, September 95, Oktober 104, November 94, Desember 103, Januari 92, Februari 91,

93 Dari Tabel 6 dapat diformulasikan fungsi kendala ketersediaan kemasan prepack di KPBS Pangalengan selama 12 bulan adalah sebagai berikut: kp_1)0.0008x11 <= 84 kp_2)0.0008x12 <= 84 kp_3)0.0008x13 <= 89 kp_4)0.0008x14 <= 90 kp_5)0.0008x15 <= 104 kp_6)0.0008x16 <= 108 kp_7)0.0008x17 <= 84 kp_8) x18 <= 92 kp_9)0.0008x19 <= 83 kp_10)0.0008x110 <= 91 kp_11)0.0008x111 <= 81 kp_12)0.0008x112 <= Kendala Ketersediaan Kemasan Cup Berbeda dengan kemasan prepack kemasan cup baik cup strawberry maupun cup cokelat berbentuk satuan cup, berukuran 160 ml. Untuk memproduksi susu pastrurisasi sebanyak satu liter dibutuhkan 6.25 cup baik untuk susu pateurisasi strawberry maupun cokelat. Sehingga koefisien kemasan cup memiliki nilai yang sama yaitu sebesar 6.25 cup persatu liter susu pasteurisasi yang dihasilkan. Sama halnya dengan kemasan prepack ketersediaan kemasan cup juga diperoleh dengan menjumlahkan keperluan pada kondisi aktual ditambah 20 persen dari kebutuhan pada kondisi aktual. Nilai penggunaan, serta ketersediaan kemasan cup baik cup strawberry maupun cup cokelat dapat dilihat pada Tabel 7. 74

94 Tabel 7. Penggunaan, serta Ketersediaan Kemasan Cup Strawberry, dan Kemasan Cup Cokelat di KPBS Pangalengan Selama 12 Bulan Waktu Penggunaan Cup Straw (Pcs) Ketersediaan Cup Straw (Pcs) Penggunaan Cup Cokelat (Pcs) Ketersediaan Cup Cokelat (Pcs) Maret 128, , , ,875 April 126, , , ,250 Mei 144, , , ,425 Juni 152, , , ,375 Juli 142, , , ,875 Agustus 123, , , ,750 September 125, , , ,125 Oktober 178, , , ,625 November 141, , , ,375 Desember 160, , , ,625 Januari 146, , , ,375 Februari 109, , , ,093 Berdasarkan informasi yang terdapat pada Tabel 7 serta uraian sebelumnya dapat dirumuskan formulasi kendala ketersediaan untuk kemasan cup strawberry adalah sebagai berikut: kcs_1)6.25x21 <= kcs_2)6.25x22 <= kcs_3)6.25x23 <= kcs_4)6.25x24 <= kcs_5)6.25x25 <= kcs_6)6.25x26 <= kcs_7)6.25x27 <= kcs_8)6.25x28 <= kcs_9)6.25x29 <= kcs_10)6.25x210 <= kcs_11)6.25x211 <= kcs_12)6.25x212 <= Sementara formlasi variabel kendala untuk kemasan cup cokelat adalah sebagai berikut: 75

95 kcc_1)6.25x31 <= kcc_2)6.25x32 <= kcc_3)6.25x33 <= kcc_4)6.25x34 <= kcc_5)6.25x35 <= kcc_6)6.25x36 <= kcc_7)6.25x37 <= kcc_8)6.25x38 <= kcc_9)6.25x39 <= kcc_10)6.25x310 <= kcc_11)6.25x311 <= kcc_12)6.25x312 <= Kendala Ketersediaan Penutup Kemasan Cup Penutup kemasan cup hanya digunakan untuk produksi susu pasteurisasi cup baik rasa strawberry maupun rasa cokelat. Seperti kemasan prepack, penutup kemasan cup yang digunakan sebagai bahan tambahan susu pasteurisasi cup juga berbentuk roll. Satu roll penutup kemasan cup sepanjang 500 m dapat digunakan untuk 20,000 susu pasteurisasi cup. Dengan membandingkan penggunaan penutup kemasan cup dengan jumlah susu yang dihasilkan tiap bulannya maka diperoleh nilai koefisien penutup kemasan cup sebesar roll penutup kemasan cup untuk setiap liter susu pasteurisasi baik untuk kemasan cup strawberry maupun kemasan cup cokelat. Sementara nilai ketersediaan (RHS) kendala diperoleh dengan menghitung nilai persediaan ditambah dengan 20 persen dari total penggunaan penutup kemasan cup pada periode waktu tertentu selama analisis. Penggunaan serta ketersediaan penutup kemasan cup untuk kemasan cup strawberry dan kemasan cup cokelat di KPBS Pangalengan selama periode 12 bulan dapat dilihat pada Tabel 8. 76

96 Tabel 8. Penggunaan, serta Ketersediaan Penutup Kemasan Cup Strawberry, dan Penutup Kemasan Cup Cokelat di KPBS Pangalengan Selama 12 Bulan Waktu Penggunaan Penutup Kemasan Cup Straw (roll) Ketersediaan Penutup Kemasan Cup Straw (roll) Penggunaan Penutup Kemasan Cup Cokelat (roll) Ketersediaan Penutup Kemasan Cup Cokelat (roll) Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Dari Tabel 8 serta keterangan pada penjelasan sebelumnya dapat diformulasikan fungsi kendala ketersediaan penutup kemasan cup strawberry selama 12 bulan adalah sebagai berikut: lcs_1) x21 <= 7.73 lcs_2) x22 <= 7.61 lcs_3) x23 <= 8.66 lcs_4) x24 <= 9.15 lcs_5) x25 <= 8.55 lcs_6) x26 <= 7.43 lcs_7) x27 <= 7.50 lcs_8) x28 <= lcs_9) x29 <= 8.49 lcs_10) x210 <= 9.66 lcs_11) x211 <= 8.79 lcs_12) x212 <=

97 Sementra formlasi variabel kendala untuk penutup kemasan cup cokelat adalah sebagai berikut: lcc_1) x21 <= 8.04 lcc_2) x22 <= 7.91 lcc_3) x23 <= 8.92 lcc_4) x24 <= 9.77 lcc_5) x25 <= lcc_6) x26 <= 7.84 lcc_7) x27 <= 7.11 lcc_8) x28 <= lcc_9) x29 <= 9.32 lcc_10) x210 <= lcc_11) x211 <= 8.57 lcc_12) x212 <= Kendala Ketersediaan Tenaga Kerja Langsung (TKL) Tenaga kerja langsung (TKL) dalam produksi susu pasteurisasi adalah orang-orang yang terlibat secara langsung dalam kegiatan produksi susu pasteurisasi baik prepack maupun cup. Jumlah TKL pada KPBS Pangalengan selama periode amatan sebanyak 13 orang, dimana 11 orang aktif bekerja setiap harinya dengan jadwal libur bergilir setiap satu minggu sekali. Tiga belas orang tenaga kerja tersebut terbagi menjadi beberapa bagian yaitu: dua orang di penerimaan susu, delapan orang di proses bagian dalam, dua orang di bagian pengemasan, serta satu orang kepala bagian proses yang bertugas mengawasi setiap tahapan proses dimulai dari penerimaan sampai pengemasan. Lamanya jam kerja TKL adalah delapan jam sehari. Jumlah hari orang kerja per periode (satu bulan) pada KPBS Pangalengan adalah hari. KPBS Pangalengan berproduksi setiap hari dalam satu tahun dengan jadwal libur bergilir antar para karyawannya. Ketersediaan dan nilai koefisien TKL untuk proses produksi susu pasteurisasi prepack dapat dilihat pada Tabel 9. 78

98 Tabel 9. Ketersediaan, serta Nilai Koefisien TKL untuk Produksi Susu Pasteurisasi Prepack, di KPBS Pangalengan Selama 12 Bulan Bulan Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Produksi (liter) 95,072 95, , , , ,266 95, ,396 94, ,042 92,456 91,413 Jumlah TKL (orang) Jam kerja/hari Jumlah harian kerja (hari) Ketersediaan (jam) Koefisien (jam/liter) , , , , , , , , , , , , Tabel 9 menunjukkan nilai koefisien setiap bulan terdapat perbedaan meskipun nilai perbedaannya relatif kecil, dan bahkan ada bulan-bulan tertentu yang memiliki nilai koefisien yang sama. Perbedaan nilai koefisien ini disebabkan karena adanaya fluktuasi jumlah susu pasteurisasi prepack yang diproduksi serta ketersediaan jam kerja tiap bulannya. Nilai koefisien jam kerja langsung diperoleh dari hasil pembagian antara jumlah ketersediaan jam kerja dengan jumlah produksi susu pasteurisasi prepack tiap bulannya. Semakin kecil jumlah susu pasteurisasi yang diproduksi maka akan semakin besar nilai koefisiennya begitu juga sebaliknya. Sementara semakin besar nilai ketersediaan tenaga kerja maka akan semakin besar pula nilai koefisien kendala tenaga kerja langsungnya (Ceteris Paribus). Nilai koefisien kendala TKL untuk susu pasteurisasi kemasan prepack (X 1 ) mencapai angka tertinggi pada bulan Januari yaitu sebesar 0.30 dan mencapai angka terendah pada bulan Agustus yaitu sebesar Angka tertinggi terjadi pada bulan Januari karena pada bulan ini produksi susu pasteurisasi prepack rela 79

99 tif lebih rendah dari bulan yang lainnya, sementara ketersediaan jam tenaga kerja pada bulan Januari cukup besar. Angka koefisien terendah terjadi pada bulan Agustus, karena pada bulan ini produksi susu pasteurisasi prepack mencapai angka tertingginya yaitu sebesar 122, liter. Ketersediaan dan nilai koefisien jam tenaga kerja langsung (TKL) untuk proses produksi susu pasteurisasi cup dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Ketersediaan, serta Nilai Koefisien TKL untuk Produksi Susu Pasteurisasi Cup Strawberry dan Cup Cokelat di KPBS Pangalengan Selama 12 Bulan Waktu Jumlah TKL (orang) Jam kerja/ hari Jumlah harian kerja (hari) Ketersediaan (jam) Produksi Cup Strawberry Produksi Cup Cokelat Koef Cup Strwbry Koef Cup Cokelat Mar ,728 20,600 21, Apr ,640 20,300 21, Mei ,728 23,100 23, Jun ,640 24,400 26, Jul ,728 22,810 27, Ags ,728 19,800 20, Sep ,640 20,000 18, Okt ,728 28,500 31, Nov ,640 22,650 24, Des ,728 25,750 27, Jan ,728 23,450 22, Feb ,464 17,531 16, Nilai koefisien kendala ketersediaan TKL untuk produksi susu pasteurisasi cup baik rasa strawberry maupun rasa cokelat lebih berfluktuasi dibandingkan dengan nilai koefisien kendala ketersediaan TKL untuk produksi susu prepack. Koefisien tertinggi baik untuk susu pasteurisasi cup strawberry maupun cokelat terjadi pada bulan Februari. Hal ini disebabkan karena produksi susu pasteurisasi cup baik strawberry maupun cokelat mencapai angka paling rendah pada bulan Februari. Sementara koefisien kendala TKL baik untuk susu pasteurisasi cup strawberry maupun cokelat mencapai angka terendah pada bulan Oktober dimana 80

100 pada bulan ini kedua jenis produk mencapai angka produksi tertingginya yaitu 8,500 liter untuk susu pasteurisasi cup strawberry dan 31,150 liter untuk susu pasteurisasi cup cokelat. Jumlah keseluruhan ketersediaan jam kerja TKL untuk memproduksi susu pasteurisasi di KPBS Pangalengan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Jumlah Ketersediaan Jam Kerja TKL untuk Produksi Susu Pasteurisasi Prepack, Cup Strawberry, dan Cup Cokelat di KPBS Pangalengan Selama 12 bulan. Waktu Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Ketersediaan Prepack (jam) Ketersediaan Cup Strawberry (jam) Ketersediaan Cup Cokelat (jam) Total Ketersediaan (jam) 2,728 2,728 2,728 8,184 2,640 2,640 2,640 7,920 2,728 2,728 2,728 8,184 2,640 2,640 2,640 7,920 2,728 2,728 2,728 8,184 2,728 2,728 2,728 8,184 2,640 2,640 2,640 7,920 2,728 2,728 2,728 8,184 2,640 2,640 2,640 7,920 2,728 2,728 2,728 8,184 2,728 2,728 2,728 8,184 2,464 2,464 2,464 7,392 Sama halnya dengan formulasi kendala bahan baku tambahan, karena pada penelitian ini model LP diformulasi sedemikian rupa sehingga keluarannya dapat menghasilkan nilai primal yang mendekati kondisi aktual. Maka, ketersediaan jam kerja TKL juga mengalami modifikasi dengan menambah serta mengurangi ketersediaan jam kerja TKL pada bulan-bulan tertentu. Ketersediaan jam TKL pada model serta perbandingan perbedaan dengan perhitungan aktual dapat dilihat pada Tabel

101 Tabel 12. Perbandingan Ketersediaan Jam Kerja TKL Berdasarkan Perhitungan dengan Ketersediaan Pada Formulasi Kendala di KPBS Pangalengan Waktu Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Ketersediaan Berdasarkan Perhitungan Ketersediaan Pada Formulasi Kendala 8,184 8,201 7,920 7,949 8,184 8,209 7,920 7,874 8,184 8,380 8,184 8,140 7,920 7,897 8,184 8,192 7,920 7,925 8,184 8,148 8,184 8,078 7,392 7,399 Perbedaan Ketersediaan Berdasarkan Perhitungan dengan Ketersediaan Dalam Model (%) Berdasarkan informasi yang terdapat pada Tabel 12 serta uraian di atas, maka formulsi fungsi kendala untuk ketersediaan jam TKL adalah sebagai berikut: tkl_1)0.029x X X31 <= 8201 tkl_2)0.028x X X32 <= 7949 tkl_3)0.027x X X33 <= 8209 tkl_4)0.026x X X34 <= 7874 tkl_5)0.023x X X35 <= 8380 tkl_6)0.022x X X36 <= 8140 tkl_7)0.028x X X37 <= 7897 tkl_8)0.026x X X38 <= 8192 tkl_9)0.028x X X39 <= 7925 tkl_10)0.026x X X310 <= 8148 tkl_11)0.030x X X311 <= 8078 tkl_12)0.027x X X312 <=

102 Kendala Ketersediaan Mesin Packaging Pada penelitian ini mesin yang dipilih menjadi salah-satu kendala dalam model LP adalah mesin packaging. Mesin packaging dipilih menjadi kendala karena pada kondisi aktual mesin packaging memiliki nilai persentase penggunaan tertinggi yaitu sebesar persen untuk penggunaan mesin packaging prepack dan persen untuk penggunaan mesin packaging cup. Sementara mesin lain yang juga digunakan untuk produksi susu pateurisasi pada kondisi aktual penggunaannya masih relatif di bawah kapasitas yang dimiliki. KPBS Pangalengan memiliki dua unit mesin packaging untuk susu pasteurisasi prepack serta masing-masing satu unit mesin packaging untuk susu pasteurisasi cup strawberry dan cup cokelat. Ketersediaan jam kerja mesin packaging diperoleh dengan mengalikan jumlah unit mesin packaging, dengan jumlah jam kerja perhari dan jumlah hari kerja perbulan selama periode amatan. Koefisien kendala ketersediaan mesin packaging diperoleh dari pembagian nilai ketersediaan dengan jumlah susu pasteurisasi yang dihasilkan pada periode tertentu. Ketersediaan dan koefisien jam kerja mesin packaging untuk susu pasteurisasi prepack dapat dilihat pada Tabel

103 Tabel 13. Ketersediaan serta Nilai Koefisien Mesin Packaging untuk Produksi Susu Pasteurisasi Prepack di KPBS Pangalengan Selama 12 bulan Waktu Produksi Jumlah Mesin Kapasitas (liter/jam) Jam Kerja Perhari Jumlah Hari Ketersediaan (jam) Koefisien (jam/liter) Maret 95, , April 95, , Mei 101, , Juni 102, , Juli 117, , Agustus 122, , September 95, , Oktober 104, , November 94, , Desember 103, , Januari 92, , Februari 91, , Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa nilai koefisien untuk kendala ketersediaan mesin packaging prepack berbeda-beda. Koefisien tertinggi terjadi pada bulan Januari yaitu sebesar 3.22, hal ini disebabkan karena pada bulan Januari produksi susu pasteurisasi prepack relatif rendah sementara ketersediaan jam mesin packaging relatif tinggi. Koefisien terendah terjadi pada bulan Agustus yaitu sebesar 2.43, pada bulan Agustus produksi susu pasteurisasi mencapai angka tertinggi yaitu 122, liter. Sementara produksi, kapasitas, ketersediaan serta koefisien untuk mesin packaging cup selama 12 bulan dapat dilihat pada Tabel

104 Tabel 14. Ketersediaan serta Nilai Koefisien Mesin Packaging untuk Produksi Susu Pasteurisasi Cup Strawberry, dan Cup Cokelat di KPBS Pangalengan Selama 12 Bulan Waktu Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Jumlah HOK Kapasitas Ketersediaan Produksi Produksi Koef Mesin (jam) (liter/jam) (jam) CS CC CS Koef CC , ,650 20,600 21, , ,048 20,300 21, , ,650 23,100 23, , ,048 24,400 26, , ,650 22,810 27, , ,650 19,800 20, , ,048 20,000 18, , ,650 28,500 31, , ,048 22,650 24, , ,650 25,750 27, , ,650 23,450 22, , ,845 17,531 16, Tabel 14 menunjukkan nilai koefisien kendala ketersediaan mesin packaging untuk produksi susu pasteurisasi cup baik rasa strawberry maupun rasa cokelat lebih berfluktuasi dibandingkan dengan nilai koefisien kendala ketersediaan mesin packaging untuk produksi susu prepack. Koefisien tertinggi baik untuk susu pasteurisasi cup strawberry maupun cokelat terjadi pada bulan Februari yaitu sebesar untuk susu pasteurisasi cup strawberry, serta untuk susu pasteurisasi cup cokelat. Tingginya nilai koefisien ini disebabkan karena produksi susu pasturisasi cup baik strawberry maupun cokelat mencapai angka paling rendah pada bulan Februari. Sementara koefisien kendala ketersediaan mein packaging baik untuk susu pasteurisasi cup strawberry maupun cokelat mencapai angka terendah pada bulan Oktober dimana pada bulan ini kedua jenis produk mencapai angka produksi tertingginya yaitu 28,500 liter untuk susu pasteurisasi cup strawberry dan 31,150 liter untk susu pasteurisasi cup cokelat. 85

105 Jumlah keseluruhan ketersediaan jam kerja mesin packaging untuk memproduksi susu pasteurisasi di KPBS Pangalengan dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Jumlah Ketersediaan Jam Kerja Mesin Packaging untuk Produksi Susu Pasteurisasi Prepack, Cup Strawberry, dan Cup Cokelat di KPBS Pangalengan Selama 12 bulan. Waktu Ketersediaan Prepack (jam) Ketersediaan Cup Strawberry (jam) Ketersediaan Cup Cokelat (jam) Total Ketersediaan (jam) Maret 297, , , ,899 April 288, , , ,096 Mei 297, , , ,899 Juni 288, , , ,096 Juli 297, , , ,899 Agustus 297, , , ,899 September 288, , , ,096 Oktober 297, , , ,899 November 288, , , ,096 Desember 297, , , ,899 Januari 297, , , ,899 Februari 268, , , ,490 Sama halnya dengan formulasi kendala ketersediaan jam kerja TKL, ketersediaan jam kerja mesin packaging juga mengalami modifikasi dengan menambah serta mengurangi ketersediaan jam kerja TKL pada bulan-bulan tertentu. Perubahan ini dilakukan untuk membuat model yang dapat mengambarkan kondisi aktual KPBS dalam memproduksi susu pasteurisasi. Ketersediaan jam kerja mesin packaging pada model serta perbandingan perbedaan dengan perhitungan aktual dapat dilihat pada Tabel

106 Tabel 16. Perbandingan Ketersediaan Jam Kerja Mesin Packaging Berdasarkan Perhitungan dengan Ketersediaan Pada Formulasi Kendala di KPBS Pangalengan Selama 12 bulan Waktu Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Total Ketersediaan (jam) Ketersediaan Pada Formulasi Kendala Perbedaan Ketersediaan Berdasarkan Perhitungn Dengan Ketersediaan Dalam Model (%) 830, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Berdasarkan uraian di atas maka formulsi fungsi kendala untuk ketersediaan jam mesin packaging adalah sebagai berikut: pkg_1)3.13x X X31 <= pkg_2)3.02x X X32 <= pkg_3)2.93x X X33 <= pkg_4)2.82x X X34 <= pkg_5)2.52x X X35 <= pkg_6)2.43x X X36 <= pkg_7)3.01x X X37 <= pkg_8)2.85x X X38 <= pkg_9)3.05x X X39 <= pkg_10)2.89x X X310 <= pkg_11)3.22x X X311 <= pkg_12)2.94x X X312 <=

107 Kendala Job Order Perumusan kendala job order digunakan untuk mengetahui batasan produksi yang harus dihasilkan oleh KPBS untuk memenuhi pesanan dari distributor. Jumlah permintaan dari distributor selama 12 bulan dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Jumlah Permintaan Distributor Terhadap Susu Pasteurisasi Prepack, Cup Strawberry, dan Cup Cokelat Melalui Sistem Job Order di KPBS Pangalengan Selama 12 Bulan Waktu JO Prepack (liter) JO Cup Strawberry (liter) JO Cup Cokelat (liter) Maret 95, ,600 21,450 April 95, ,300 21,100 Mei 101, ,100 23,790 Juni 102, ,400 26,050 Juli 117, ,810 27,450 Agustus 122, ,800 20,900 September 95, ,000 18,950 Oktober 104, ,500 31,150 November 94, ,650 24,850 Desember 103, ,750 27,950 Januari 92, ,450 22,850 Februari 91, ,531 16,279 Tabel 17 menunjukkan jumlah pesanan susu pasteurisasi baik prepack maupun cup mencapai angka terendah pada bulan Februari yaitu sebesar 91, liter untuk susu pasteurisasi prepack, 17, liter untuk susu pasteurisasi cup strawberry, serta 16, untuk susu pasteurisasi cup cokelat. Hal ini disebabkan karena Bulan Februari memiliki jumlah hari yang paling sedikit dibandingkan dengan bulan lainnya, sehingga waktu distributor melakukan pesanan serta KPBS berproduksi pun lebih sedikit dibandingkan bulan lainnya. Permintaan susu pasteurisasi prepack mencapai angka tertinggi pada bulan Agustus yaitu sebesar 122, liter, sementara susu pasteurisasi cup baik strawberry maupun cokelat mencapai angka tertinggi pada bulan Oktober. Hal ini diduga terjadi karena bulan Oktober terdapat libur panjang Idul Fitri sehingga 88

108 meningkatkan jumlah wisatawan yang datang ke wilayah Bandung dan sekitarnya (tempat distributor berada). Jumlah pesanan menunjukkan nilai ketersediaan (RHS) kendala Job order pada model LP. Berdasarkan informasi pada Tabel 17 serta uraian di atas, maka fungsi kendala job order untuk produksi susu pasteurisasi dapat disusun sebagai berikut c. JO Prepack X11 >= X12 >= X13 >= X14 >= X15 >= X16 >= X17 >= X18 >= X19 >= X110 >= X111 >= X112 >= b. JO Cup Strawberry X21 >= X22 >= X23 >= X24 >= X25 >= X26 >= X27 >= X28 >= X29 >= X210 >= X211 >= X212 >= a. JO Cup Cokelat X21 >= X22 >= X23 >= X24 >= X25 >= X26 >= X27 >= X28 >= X29 >= X210 >= X211 >= X212 >= Keluaran Model Linear Programming (LP) Pada penelitian ini model LP diformulasikan untuk dapat menghasilkan nilai primal yang mendekati kondisi produksi aktual. Kombinasi produksi aktual dari ketiga produk dijadikan pembatas dalam model. Hal ini dilakukan agar analisis terhadap hasil keluaran model dapat lebih bermakna, karena memang mengambarkan keadaan produksi yang sesunguhnya. Perbandingan kombinasi produksi susu pasteurisasi pada keadaan aktual dengan hasil olahan model pada kondisi model mendekati aktual, dapat dilihat pada Lampiran 10. Analisis hasil keluaran model pada penelitian ini akan lebih di titik beratkan pada analisis nilai dual untuk melihat alokasi penggunaan sumberdaya (khususnya bahan baku susu segar) pada kondisi aktual, serta mengetahui sumberdaya yang menjadi kendala bagi KPBS Pangalengan dalam memanfaatkan susu segar menjadi susu pasteurisasi; analisis sensitivitas untuk mengetahui selang kepekaan ketersediaan sumberdaya pada kondisi aktual; serta analisis pasca optimal untuk mengetahui perubahan apa saja yang harus dilakukan KPBS agar pemanfaatan susu segar 89

109 menjadi susu pasteurisasi dapat ditingkatkan, serta dampak negatif sistem job order dapat dihilangkan Penggunaan Sumberdaya Analisis dual price (harga bayangan) memberikan informasi terkait dengan ketersediaan serta penggunaan sumberdaya dengan melihat nilai slack atau surplus serta harga bayangannya. Nilai sumberdaya yang terbatas dinyatakan dengan nilai slack/surplus yang sama dengan nol. Kendala yang memiliki nilai slack/surplus sama dengan nol biasanya akan memiliki harga bayangan, kendala seperti ini sering disebut kendala aktif. Sebaliknya, kendala yang memiliki harga bayangan sama dengan nol biasanya akan memiliki nilai slack/surplus, kendala seperti ini disebut kendala pasif karena pengurangan atau penambahan ketersediaan kendala selama masih berada dalam selang yang diperbolehkan tidak akan mempengaruhi nilai keuntungan optimal perusahaan. Nilai slack atau surplus menunjukkan penggunaan sumberdaya untuk menghasilkan kombinasi produksi pada keadaan optimal. Dari nilai slack/surplus dapat diketahui pada kondisi optimal berapa jumlah sumberdaya yang sebenarnya dibutuhkan dan benar-benar termanfaatkan untuk memproduksi kombinasi produk tertentu. Sumberdaya yang memiliki nilai slack/surplus yang besar dapat direalokasi untuk menghemat biaya pembelian. Pengurangan ketersediaan sumberdaya yang memiliki slack/surplus tidak akan mengubah kondisi optimal selama masih dalam rentang yang diizinkan yang dapat dilihat pada hasil analisis sensitivitas model. Harga bayangan merupakan harga sumberdaya yang menunjukkan besarnya pengaruh pengurangan atau penambahan ketersediaan sumberdaya terhadap nilai fungsi tujuan. Harga bayangan yang positif pada sumberdaya terbatas menunjukkan bahwa setiap penambahan ketersediaan sumberdaya sebesar satu satuan, maka akan meningkatkan nilai fungsi tujuan sebesar harga bayangannya tersebut. Harga bayangan negatif pada sumberdaya terbatas menunjukkan bahwa sebenarnya ketersediaan kendala pada formulasi model mengalami kelebihan, sehingga penurunan ketersediaan kendala sebesar satu satuan akan meningkatkan nilai fungsi tujuan sebesar harga bayangannya itu. 90

110 Secara umum harga bayangan dapat digunakan untuk mengambarkan berapa potensi keuntungan yang dapat diraih perusahaan dengan menambah ketersediaan sumberdaya yang memiliki harga bayangan positif serta mengurangi ketersediaan sumberdaya yang memiliki harga bayangan yang negatif. Analisis harga bayangan pada penelitian ini dilakukan untuk melihat pemanfaatan bahan baku susu segar serta sumberdaya lainnya yang digunakan untuk memproduksi susu pasteurisasi pada kondisi model aktual Penggunaan Bahan Baku Susu Segar Manajemen KPBS Pangalengan mengalokasikan sekitar 10 persen susu segar untuk diolah menjadi susu pasteurisasi. Angka ini memang kecil dibandingkan dengan susu segar yang tidak diolah (langsung dikirim ke IPS), padahal kapasitas mesin untuk mengolah susu pasteurisasi di KPBS jauh lebih besar dari produksi pada kondisi aktual. Adanya sistem produksi berdasarkan pesanan bahkan membuat KPBS berproduksi jauh di bawah kapasitasnya. Perbandingan pemanfaatan susu segar di KPBS Pangalengan selama kurun waktu 12 bulan dapat dilihat pada Tabel

111 Tabel 18. Pemanfaatan Susu Segar Menjadi Susu Pasteurisasi di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model Aktual Waktu Alokasi Susu Segar Untuk Susu Pasteurisasi Pemanfaatan Susu Segar Pada Kondisi Aktual Persentase Terhadap Alokasi (%) Maret 255, , April 262, , Mei 273, , Juni 261, , Juli 278, , Agustus 279, , September 248, , Oktober 278, , November 270, , Desember 280, , Januari 282, , Februari 250, , Rata-rata 268, , Penggunaan susu segar pada kondisi aktual diperoleh dari perhitungan susu segar yang dialokasikan untuk pengolahan susu pasteurisasi dikurangi dengan nilai slack/ surplus yang tertera pada analisis harga bayangan model LP. Sementara persentase pemanfaatan susu segar diperoleh dari pembagian penggunaan susu segar pada kondisi aktual dengan jumlah susu segar yang dilokasikan manajemen tiap bulannya. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa pada kondisi saat ini menurut model LP, KPBS Pangalengan rata-rata baru memanfaatkan 54.8 persen dari total susu segar yang dialokasikan untuk susu pasteurisasi. Ini berarti sekitar 45.2 persen susu segar yang dialokasikan untuk susu pasteurisasi tidak terolah. Jika KPBS Pangalengan mampu memanfaatkan seluruh susu segar yang telah dialokasikan untuk pengolahan susu pasteurisasi maka, KPBS Pangalengan akan memperoleh peningkatan keuntungan sebesar persen dari keuntungan pada kondisi model aktual. Pemanfaatan susu segar menjadi susu pasteurisasi menunjukkan nilai yang berfluktuasi. Pemanfaatan tertinggi terjadi di bulan Juli dengan persentase 92

112 pemanfaatan sebesar persen, hal ini terjadi karena pada bulan Juli terdapat libur panjang sekolah sehingga diduga berpengaruh pada peningkatan permintaan susu oleh konsumen pada agen-agen penjualan akibat meningkatnya jumlah wisatawan yang datang ke wilayah Bandung dan sekitarnya (tempat distributor berada). Sementara pemanfaatan susu segar menjadi susu pasteurisasi mencapai angka terendah pada bulan Januari yaitu sebesar persen. Pada bulan Januari alokasi susu segar untuk di olah menjadi susu pasteurisasi mencapai angka paling tinggi dibandingkan bulan lainnya sehingga persentase pemanfaatannya pun menjadi lebih kecil dibandingkan dengan persentase pemanfaatan pada bulan lainnya Penggunaan Bahan Tambahan Lainnya Selain pemanfaatan susu segar, analisis harga bayangan juga menunjukkan alokasi penggunaan sumberdaya lain yang dimasukan menjadi kendala dalam model seperti kemasan prepack, kemasan cup strawberry, kemasan cup cokelat, penutup kemasan cup strawberry, penutup kemasan cup cokelat, TKL, serta mesin packaging. 1) Kemasan Prepack Penggunaan kemasan prepack pada kondisi model aktual lebih sedikit dibandingkan dengan ketersediaannya, sehingga terdapat persediaan berlebih yang dalam model ditunjukan oleh nilai slack/surplus yang positif dengan rataan kelebihan sebesar roll. Secara rinci hasil analisis harga bayangan penggunaan bahan tambahan kemasan prepack untuk produksi susu pasteurisasi kemasan prepack dapat dilihat pada Tabel

113 Tabel 19. Hasil Analisis Penggunaan Bahan Tambahan Kemasan Prepack di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model Aktual Waktu Slack/ Surplus Harga Bayangan Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Rata-rata Adanya nilai slack/surplus pada kendala ketersediaan kemasan prepack tiap bulannya menunjukkan bahwa pada kondisi aktual kemasan prepack merupakan kendala berlebih dan tidak akan mempengaruhi nilai fungsi tujuan apabila terjadi penambahan atau pengurangan ketersediaan dalam selang yang diperbolehkan. Nilai kelebihan tertinggi terjadi pada bulan Agustus, disebabkan karena pada bulan ini produksi susu pasteurisasi prepack relatif lebih kecil dibandingkan bulan lainnya dengan ketersediaan kemasan prepack yang sama, sehingga terdapat persediaan kemasan prepack yang cukup besar pada bulan tersebut. Selama ini belum ada kebijakan dari perusahaan untuk memanfaatkan sumberdaya yang berlebih, sehingga kelebihan atau penumpukan persediaan di gudang sering terjadi. 2) Kemasan Cup Strawberry Berdasarkan hasil analisis harga bayangan, penggunaan kemasan cup strawberry sebagai bahan baku tambahan untuk memproduksi susu 94

114 pasteurisasi cup rasa strawberry dalam model LP termasuk kendala berlebih. Sama halnya dengan kemasan prepack penggunaan kemasan cup pada kondisi model aktual lebih sedikit dibandingkan dengan nilai ketersediaannya. Hasil analisis harga bayangan penggunaan bahan tambahan kemasan cup strawberry dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Hasil Analisis Penggunaan Bahan Tambahan Kemasan Cup Strawberry di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model Aktual Waktu Slack/ Surplus Harga Bayangan Maret 25, April 25, Mei 28, Juni 30, Juli 28, Agustus 24, September 25, Oktober 35, November 28, Desember 32, Januari 29, Februari 21, Rata-rata 28, Dari Tabel 20 dapat dilihat, nilai kelebihan terbesar ditunjukkan pada bulan Oktober yaitu sebesar 35, Pcs, sementara nilai kelebihan terendah ditunjukan pada bulan Februari dengan nilai kelebihan sebesar 21, Pcs. 3) Kemasan Cup Cokelat Hasil analisis harga bayangan juga menunjukkan adanya nilai surplus pada penggunaan bahan baku tambahan kemasan cup cokelat. 95

115 Hasil analisis harga bayangan penggunaan bahan baku tambahan kemasan cup cokelat dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Hasil Analisis Penggunaan Bahan Tambahan Kemasan Cup Cokelat di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model Aktual Waktu Slack/ Surplus Harga Bayangan Maret 26, April 26, Mei 29, Juni 32, Juli 34, Agustus 26, September 23, Oktober 38, November 31, Desember 34, Januari 28, Februari 20, Rata-rata 29, Sama halnya dengan ketersediaan kendala kemasan cup strawberry, hasil analisis harga bayangan menunjukkan bahwa ketersediaan kemasan cup cokelat mengalami kelebihan paling besar pada bulan Oktober yaitu sebesar Pcs. Hal ini disebabkan karena ketersediaan kemasan baik cup strawberry maupun cup cokelat pada bulan Oktober memiliki angka tertinggi dibandingkan ketersediaan kemasan cup pada bulan lainnya. Angka ketersediaan terendah untuk kemasan cup cokelat juga dicapai pada bulan Februari dimana ketersediaan kemasan cup cokelat juga memiliki angka terendah pada bulan Februari sehingga selisih ketersediaan dengan penggunaan pada kondisi aktual mencapai nilai terendah pada bulan Februari. 96

116 4) Penutup Kemasan Cup Strawberry Hasil analisis harga bayangan juga menunjukkan bahwa ketersediaan penutup kemasan cup strawberry mengalami kelebihan di setiap bulan selama periode amatan. Kelebihan ini ditunjukan oleh nilai slack dan surplus yang positif. Slack/surplus yang positif juga menunjukkan bahwa pada kondisi aktual ketersediaan penutup kemasan cup strawberry bukan merupakan kendala bagi KPBS Pangalengan dalam berproduksi. Hasil analisis harga bayangan penggunaan bahan baku tambahan penutup kemasan cup strawberry dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Hasil Analisis Penggunaan Bahan Tambahan Penutup Kemasan Cup Strawberry di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model Aktual Waktu Slack/ Surplus Harga Bayangan Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Rata-rata Nilai rataan kelebihan untuk kendala penutup kemasan cup strawberry sebesar roll penutup kemasan cup strawberry atau setara dengan 27, cup susu pasteurisasi cup strawberry. Kelebihan ketersediaan penutup kemasan cup strawberry mencapai angka paling besar juga pada bulam Oktober yaitu sebesar roll. Hal ini disebabkan karena ketersediaan penutup kemasan cup strawberry pada bulan Oktober memiliki angka tertinggi dibandingkan ketersediaan penutup kemasan cup strawberry pada bulan lainnya. Angka ketersediaan 97

117 terendah untuk penutup kemasan cup strawberry juga dicapai pada bulan Februari dengan angka kelebihan sebesar roll. 5) Penutup Kemasan Cup Cokelat Tak berbeda jauh dengan kendala ketersediaan penutup kemasan cup strawberry, hasil analisis harga bayangan juga menunjukkan bahwa kendala ketersediaan penutup kemasan cup cokelat juga mengalami kelebihan di setiap bulan produksi selama periode amatan. Persentase rataan kelebihan ketersediaan penutup kemasan cup cokelat bahkan merupakan yang tertinggi dibandingkan dengna kelebihan ketersediaan kendala lainnya, dengan persentase rataan kelebihan sebesar persen. Hasil analisis harga bayangan penggunaan bahan baku tambahan penutup kemasan cup cokelat dapat dilihat pada Tabel 23 Tabel 23. Hasil Analisis Penggunaan Bahan Tambahan Penutup Kemasan Cup Cokelat di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model Aktual Waktu Slack/ Surplus Harga Bayangan Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Rata-rata Berbeda dengan penutup kemasan cup strawberry, kelebihan ketersediaan penutup kemasan cup cokelat mencapai angka paling besar pada bulan Juli yaitu sebesar roll. Hal ini disebabkan karena ketersediaan penutup kemasan cup cokelat pada bulan Juli memiliki angka 98

118 tertinggi dibandingkan ketersediaan pada bulan lainnya. Sementara untuk angka ketersediaan terendah sama dengan penutup kemasan cup strawberry juga dicapai pada bulan Februari dengan angka kelebihan sebesar roll Penggunaan Tenaga Kerja Langsung (TKL) Tenaga Kerja Langsung (TKL) pada KPBS Pangalengan merupakan tenaga kerja tetap, yang melakukan langsung setiap tahap produksi susu pasteurisasi baik prepack maupun cup. Secara rinci hasil analisis harga bayangan untuk kendala ketersediaan TKL dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24. Hasil Analisis Penggunaan Jam Kerja TKL di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Aktual Waktu Slack/ Surplus Harga Bayangan Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Rata-rata Tabel 24 menunjukkan, kendala ketersediaan TKL juga merupakan kendala yang bersifat berlebih. Hanya saja berbeda dari kendala lainnya yang juga bersifat berlebih, kendala TKL memiliki angka kelebihan yang relatif kecil 99

119 dengan rataan kelebihan sbesar jam per bulan. Angka yang begitu kecil ini menunjukkan bahwa sebenarnya pada kondisi aktual pilihan bagi manajemn dalam mengatur ketersediaan jam kerja TKL terbatas. Pengurangan jumlah ketersediaan jam kerja TKL melebihi batas yang diperbolehkan dapat membuat TKL menjadi kendala aktif (pembatas) dalam memproduksi susu pasteurisasi. Kelebihan ketersediaan jam kerja TKL mencapai angka tertinggi pada bulan Mei dengan nilai kelebihan sebesar jam/ bulan. Hal ini terjadi karena produksi pada bulan Mei lebih sedikit dibandingkan dengan ketersediaan jam kerja TKL pada bulan tersebut. Sementara angka kelebihan ketersediaan terendah terjadi pada Bulan September dimana pada bulan tersebut wilayah Kerja KPBS Pangalengan mengalami bencana gempa bumi, akibatnya ada beberapa hari dimana KPBS tidak melakukan produksi sehingga ketersediaan jam TKL pada bulan September lebih sedikit dibandingkan bulan lainnya. Kelebihan ketersediaan jam kerja TKL pada bulan September sebesar jam/ bulan Penggunaan Mesin Packaging Status penggunaan jam kerja mesin packaging baik untuk susu pasteurisasi prepack maupun cup strawberry, dan cup cokelat dapat dilihat pada Tabel

120 Tabel 25. Hasil Analisis Harga Bayangan Jam Kerja Mesin Packaging di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model Aktual Waktu Slack/ Surplus Harga Bayangan Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Rata-rata Tabel 25 menunjukkan bahwa ketersediaan jam kerja mesin packaging memiliki nilai slack/surplus sama dengan nol dan harga bayangan lebih dari nol (positif) untuk setiap bulan dalam periode amatan. Harga bayangan pada kendala ketersediaan jam kerja mesin packaging ini menunjukkan bahwa pada kondisi model aktual mesin packaging merupakan kendala yang bersifat terbatas (kendala aktif). Rataan harga bayangan untuk kendala mesin packaging sebesar Harga bayangan ini memiliki pengertian bahwa, jika ketersediaan jam kerja mesin packaging ditingkatkan sebesar satu jam tiap bulannnya, maka KPBS Pangalengan memiliki peluang untuk meningkatkan keuntungan sebesar Rp (CP). Harga bayangan tertinggi untuk kendala ketersediaan mesin packaging yaitu sebesar yang terjadi pada bulan Agustus, dan mencapai angka terendah pada bulan Januari yaitu sebesar Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan ketersediaan jam kerja mesin packaging akan lebih menguntungkan bila dilakukan pada bulan Agustus dengan nilai kenaikan 101

121 keuntungan Rp untuk tiap kenaikan ketersediaan jam kerja mesin packaging sebanyak satu jam. Serta akan memberikan kontribusi lebih kecil terhadap peningkatan keuntungan dengan kontribusi peningkatan keuntungan sebesar Rp untuk tiap kenaikan ketersediaan jam kerja mesin packaging sebanyak satu jam, jika dilakukan pada bulan Januari (CP) Pengaruh Sistem Job Order Terhadap Keuntungan KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model Aktual Berbeda dengan kendala lainnya, job order bukan merupakan sumberdaya yang dimiliki perusahaan, melainkan merupakan kendala eksternal yang membatasi KPBS dalam memproduksi susu Pasteurisasi. Job order dijadikan batas produksi yang dilakukan KPBS untuk mencapai keuntungan optimal pada kondisi aktual Pengaruh Sistem Job Order Prepack Hasil olahan model LP terhadap pengaruh sistem job order terhadap keuntungan KPBS Pangalengan pada kondisi model aktual dapat dilihat pada Tabel

122 Tabel 26. Hasil Analisis Harga Bayangan Job Order Prepack di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model Aktual Waktu Slack/ Surplus Harga Bayangan Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Rata-rata Tabel 26 menunjukkan bahwa pada kondisi model aktual keberadaan job order prepack bukan merupakan pembatas bagi KPBS Pangalengan dalam memaksimumkan keuntungan. Nilai slack/surplus disetiap bulan selama periode amatan membuktikan bahwa kendala job order prepack merupakan kendala berlebih (non aktif). Rataan kelebihan kendala job order prepack sebesar liter perbulan. Angka kelebihan ini memang kecil, hal ini mengindikasikan bahwa sebenarnya kendala job order prepack hampir mendekati batas, sehingga pilihan bagi manajemen untuk mengambil keputusan menjadi terbatas. Peningkatan job order prepack sedikit saja (di luar batas yang diizinkan) diduga akan membuat job order prepack menjadi salah satu kendala aktif yang membatasi KPBS Pangalengan dalam memproduksi susu pasteurisasi. 103

123 Pengaruh Sistem Job Order Cup Berbeda dari job order untuk kemasan prepack, job order untuk kemasan cup baik strawberry maupun cokelat memiliki angka harga bayangan yang negatif. Secara rinci. Hasil olahan model LP terhadap pengaruh sistem Job order Cup Strawberry dan Cup Cokelat terhadap keuntungan KPBS Pangalengan pada kondisi model aktual dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27. Hasil Analisis Harga Bayangan Job Order Cup Strawberry, dan Cup Cokelat di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model Aktual Waktu Slack/ Surplus JO Cup Strwberry Harga Bayangan JO Cup Strwberry Slack/ Surplus JO Cup Cokelat Harga Bayangan JO Cup Cokelat Maret , , April , , Mei , , Juni , , Juli , , Agustus , , September , , Oktober , , November , , Desember , , Januari , , Februari , , Rata-rata , , Harga bayangan yang bernilai negatif menunjukkan bahwa adanya kontrak pemesanan (job order) untuk kemasan cup baik strawberry maupun cokelat, sebenarnya membuat KPBS kehilangan potensial profit sebesar nilai harga bayangannya. Harga bayangan yang negatif juga memiliki pengertian bahwa jika job order dikurangi sebesar satu satuan maka sebenarnya KPBS memiliki peluang untuk meningkatkan nilai fungsi tujuan (keuntungan dari penjualan) rata-rata 104

124 sebesar Rp 2, untuk pengurangan tiap satuan job order cup strawberry. Dan peningkatan fungsi tujuan rata-rata sebesar Rp 3, untuk pengurangan job order cokelat sebesar satu satuan. Nilai rataan kerugiaan (yang ditunjukkan oleh harga bayangan yang negatif) lebih besar pada job order cup cokelat dibandingkan dengan job order cup strawberry. Hal ini terjadi karena keuntungan dari penjualan susu pasteurisasi cup cokelat lebih rendah dari keuntungan susu pasteurisasi cup strawberry, mengingat cup cokelat memiliki struktur biaya yang lebih tinggi dari cup strawberry. Sehingga, dengan tingkat harga jual yang sama kontribusi keuntungan dari penjulan cup cokelat akan lebih rendah dibandingkan kontribusi keuntungan dari cup strawberry. Peningkatan keuntungan karena pengurangan kendala job order baik untuk job order cup strawberry maupun cup cokelat akan lebih tinggi jika dilakukan pada bulan Agustus dengan peningkatan keuntungan sebesar Rp 5, untuk tiap pengurangan kendala job order strawberry sebesar satu-satuan, serta peningkatan keuntungan sebesar Rp 5, untuk tiap pengurangan kendala job order cokelat sebesar satu-satuan. Peningkatan keuntungan akibat pengurangan kendala job order baik untuk cup strawberry maupun cup cokelat mencapai angka terendah pada bulan Oktober, dimana pengurangan tiap satuan kendala job order cup strawberry akan meningkatkan keuntungan sebesar Rp 2, Dan pengurangan kendala job order cup cokelat sebesar satu satuan akan meningkatkan keuntungan KPBS Pangalengan sebesar Rp 2, Tanpa adanya job order KPBS Pangalengan dapat meningkatkan keuntungan empat persen dari keuntungan pada kondisi aktual, Ceteris Paribus. Perbandingan nilai fungsi tujuan (keuntungan KPBS Pangalengan) dalam memproduksi susu pasteurisasi dengan dan tanpa kendala Job order dapat dilhat pada Tabel

125 Tabel 28. Perbandingan Keuntungan KPBS Pangalengan Pada Model Dengan Kendala Job Order dan Tanpa Kendala Job Order Model Keuntungan Dengan Kendala Job order Rp 2,782,031,000 Tanpa Kendala Job order Rp 2,894,031,000 Perbedaan Rp 112,000,000 Persentase Perbedaan % Tanpa adanya sistem job order KPBS Pangalengan memiliki peluang untuk memperoleh keuntungan persen lebih tinggi dari keuntungan pada kondisi aktual. Namun, peningkatan keuntungan ini baru bisa diraih jika KPBS Pangalengan mampu memasarkan semua produk yang dihasilkan tanpa bergantung pada pesanan dari distributor Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui kepekaan model atau dengan kata lain, untuk melihat seberapa jauh hasil optimal dapat diterapkan apabila terjadi perubahan pada model. Analsis sensitivitas dilakukan mengingat lingkungan bisnis bersifat dinamis dan dapat berubah setiap saat. Seberapa besar kepekaan model terhadap perubahan dapat dilihat dari selang kepekaan yang terdiri dari batas kenaikan yang diperbolehkan (allowable increase) dan batas penurunan yang diperbolehkan (allowable decrease). Semakin sempit nilai selang kepekaan maka akan semakin peka hasil solusi optimal pada model LP terhadap perubahan. Berikut ini akan dijelaskan analisis sensitivitas nilai koefisien fungsi tujuan dan analisis sensitivitas nilai ketersediaan kendala (RHS) Analisis Sensitivitas Nilai Koefisien Fungsi Tujuan Analisis sensitivitas nilai koefisien fungsi tujuan di KPBS Pangalengan digunakan untuk mengetahui batas kenaikan dan penurunan nilai keuntungan yang masih diperbolehkan tanpa mengubah kondisi optimal. Hasil analisis sensitivitas nilai koefisien fungsi tujuan kondisi model aktual untuk produksi susu pasteurisasi 106

126 prepack, cup strawberry, serta cup cokelat di KPBS Pangalengan dapat dilihat pada Lampiran 11. Dari Lampiran 11 dapat diketahui, susu pasteurisasi prepack secara keseluruhan memiliki batasan kenaikan nilai keuntungan yang tidak terhingga (infinity) dan batas penurunan keuntungan yang diperbolehkan sebesar nilai tertentu. Hal ini menunjukkan seberapa pun kenaikan keuntungan untuk produk susu pasteurisasi prepack tidak akan mempengaruhi solusi optimal pada kondisi model aktual. Sedangkan untuk susu pasteurisasi cup baik rasa strawberry maupun cokelat secara keseluruhan memiliki batasan penurunan keuntungan yang tidak terhingga serta batasan kenaikan yang tertentu jumlahnnya. Nilai batas penurunan yang tak terhingga mengindikasikan bahwa sebenarnya pada kondisi aktual susu pasteurisasi cup tidak menguntungkan bila diproduksi tetapi, adanya sistem job order memaksa KPBS untuk memproduksi susu pasteurisasi cup strawberry dan cokelat. Nilai batas penurunan yang tak terhingga juga memiliki arti bahwa keuntungan susu pasteurisasi baik cup strawberry maupun cup cokelat diturunkan berapa pun nilainya tidak akan berpengaruh pada kondisi optimal. Hasil analisis sensitivitas fungsi tujuan menunjukkan bahwa keuntungan dari susu pateurisasi prepack tidak memiliki selang kepekaan kenaikan, sementara keuntungan dari susu pasteurisasi cup tidak memiliki selang kepekaan penurunan. Jika KPBS ingin meningkatkan daya saing produk di pasar dengan tetap mempertahankan keuntungan pada kondisi aktual maka angka pada kolom batas penurunan dapat digunakan untuk pedoman penurunan harga bagi susu pasteurisasi prepack. Sementara angka pada kolom batas kenaikan dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan penetapan peningkatan harga untuk susu pasteurisasi cup baik cup strawberry maupun cup cokelat Analisis Sensitivitas Nilai Ketersediaan Kendala (RHS) Analisis sensitivitas nilai ketersediaan kendala/nilai sebelah kanan kendala (RHS), dilakukan untuk melihat batas perubahan pada ketersediaan sumberdaya yang dipilih menjadi kendala yang tetap mempertahankan kondisi optimal dan tidak mengubah harga bayangan sumberdaya atau kendala yang bersangkutan. Semakin sempit nilai selang perubahan pada ketersediaan sumberdaya yang 107

127 dipilih menjadi kendala dalam model LP, maka semakin peka sumberdaya tersebut terhadap perubahan ketersediaannnya. Analisis sensitivitas nilai ketersediaan sumberdaya berkaitan dengan status kendala. Suatu kendala dikatakan terbatas (kendala aktif) apabila terdapat nilai batas penurunan dan peningkatan sebesar nilai tertentu. Sedangkan suatu kendala dikatakan bersifat berlebih (kendala pasif) jika adanya nilai tidak terhingga pada nilai batas peningkatan atau penurunan. Nilai tak terhingga pada batas peningkatan menunjukkan bahwa pada kondisi optimal ketersediaan sumberdaya sudah berlebih sehingga peningkatan ketersediaan sumberdaya berapapun jumlahnya tidak akan mempengaruhi solusi optimal. Analisis sensitivitas nilai ketersediaan kendala pada kondisi model aktual dijelaskan sebagai berikut. 1) Kepekaan Ketersediaan Bahan Baku Susu Segar Analisis sensitivitas nilai ketersediaan sumberdaya susu segar digunakan untuk mengetahui sejauh mana perubahan ketersediaan kendala bahan baku susu segar dapat mengubah kondisi optimal. Berdasarkan hasil analisis harga bayangan kondisi produksi aktual menunjukkan bahwa penggunaan bahan baku susu segar lebih sedikit dari ketersediaannya. Ketersediaan susu segar dialokasikan sebesar 10 persen dari total susu segar yang diterima di tingkat MT, namun selama periode amantan KPBS Pangalengan rata-rata baru memanfaatkan sebesar 54.8 persen dari total ketersediaan susu segar yang dialokasikan untuk pengolahan susu pasteurisasi. Untuk mengetahui perubahan ketersediaan bahan baku susu segar yang dapat mengubah kondisi optimal, dapat dilihat pada hasil analisis sensitivitas pada Tabel

128 Tabel 29. Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Ketersediaan Kendala Bahan Baku Susu Segar di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model Aktual Waktu Ketersediaan Batas Kenaikan Batas Penurunan Aktual Yang Diperbolehkan Yang Diperbolehkan Maret 255, Tak Terhingga 118, April 262, Tak Terhingga 125, Mei 273, Tak Terhingga 125, Juni 261, Tak Terhingga 108, Juli 278, Tak Terhingga 109, Agustus 279, Tak Terhingga 116, September 248, Tak Terhingga 113, Oktober 278, Tak Terhingga 114, November 270, Tak Terhingga 128, Desember 280, Tak Terhingga 123, Januari 282, Tak Terhingga 143, Februari 250, Tak Terhingga 125, Dari Tabel 29 dapat diketahui bahwa secara keseluruhan kendala ketersediaan bahan baku susu segar untuk produksi susu pasteurisasi di KPBS Pangalengan termasuk kendala berlebih dan bukan merupakan pembatas bagi KPBS Pangalengan dalam memproduksi susu pasteurisasi. Hal ini ditunjukan dengan adanya nilai tidak terhingga pada batas kenaikan perubahan ketersediaannnya dan adanya nilai pada batas penurunannya sebesar angka yang tertera pada kolom batas penurunan yang diperbolehkan. Nilai batas penurunan yang diperbolehkan terbesar terjadi pada bulan Januari yaitu sebesar 143, Hal ini terjadi karena pada bulan Januari susu segar yang masuk ke MT KPBS Pangalengan relatif banyak sehingga ketersediaan susu segar untuk diolah menjadi susu pasteurisasi juga cukup besar. Sementara susu segar yang benar-benar diolah menjadi susu pasteurisasi relatif kecil dibandingkan bulan-bulan lainnya sehingga kelebihan ketersediaan susu segar pada bulan ini pun menjadi besar. Nilai batas penurunan sebesar 143, juga 109

129 memiliki arti bahwa batasan ketersediaan susu segar pada Bulan Januari tidak boleh lebih rendah dari 138, liter. Nilai ini diperoleh dengan mengurangkan nilai ketersediaan pada kondisi aktual dengan nilai pada batas penurunan yang diperbolehkan. Nilai batas penurunan yang diperbolehkan untuk kendala bahan baku susu segar relatif cukup besar, hal ini menunjukkan bahwa pada kondisi aktual ketersediaan susu segar terlalu besar serta pemanfaatan sumberdaya bahan baku susu segar pada kondisi aktual masih rendah. 2) Kepekaan Ketersediaan Bahan Tambahan Kemasan Prepack Hasil analisis sensitivitas nilai ketersediaan sumberdaya kemasan prepack dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 30. Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Ketersediaan Kendala Bahan Tambahan Kemasan Prepack di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model Aktual Waktu Ketersediaan Batas Kenaikan Batas Penurunan Aktual Yang Diperbolehkan Yang Diperbolehkan Maret Tak Terhingga April Tak Terhingga Mei Tak Terhingga Juni Tak Terhingga Juli Tak Terhingga Agustus Tak Terhingga September Tak Terhingga Oktober Tak Terhingga November Tak Terhingga Desember Tak Terhingga Januari Tak Terhingga Februari Tak Terhingga Sama halnya dengan bahan baku susu segar ketersediaan bahan tambahan kemasan prepack juga bukan merupakan pembatas bagi KPBS 110

130 Pangalengan dalam memproduksi susu pasteurisasi. Secara keseluruhan nilai batas kenaikan yang diperbolehkan untuk kendala bahan tambahan kemasan prepack menunjukkan nilai tak terhingga, artinya penambahan kemasan prepack berapa pun jumlahnya tidak akan mempengaruhi nilai keuntungan yang diterima KPBS Pangalengan. Pada kolom batas penurunan yang diperbolehkan menunjukkan angka yang berfluktuasi dengan nilai terbesar pada bulan Agustus yaitu sebesar Nilai ini memiliki arti bahwa penurunan kemasan prepack yang diperbolehkan agar produksi tetap optimal adalah sebesar roll dari keterseediaan pada kemasan prepack pada bulan Agustus (108 roll). Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan kemasan prepack pada bulan Agustus tidak boleh kurang dari roll. 3) Kepekaan Ketersediaan Bahan Tambahan Kemasan Cup Sama halnya dengan kendala bahan baku susu segar dan kemasan prepack, kemasan cup baik cup strawberry maupun cup cokelat juga merupakan kendala berlebih (kendala pasif) dan bukan merupakan kendala yang menjadi pembatas bagi KPBS Pangalengan dalam menghasilkan susu pasteurisasi. Hasil analisis sensitivitas nilai ketersediaan kemasan cup baik strawberry maupun cokelat dapat dilihat pada Tabel

131 Tabel 31. Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Ketersediaan Kendala Bahan Tambahan Kemasan Cup Strawberry dan Kemasan Cup Cokelat di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model Aktual Waktu Batas Kenaikan Yang Diperbolehkan Untuk Kemasan Cup Strawberry Batas Penurunan Yang Diperbolehkan Untuk Kemasan Cup Strawberry Batas Kenaikan Yang Diperbolehkan Untuk Kemasan Cup Cokelat Batas Penurunan Yang Diperbolehkan Untuk Kemasan Cup Cokelat Maret Tak Terhingga 25, Tak Terhingga 26, April Tak Terhingga 25, Tak Terhingga 26, Mei Tak Terhingga 28, Tak Terhingga 29, Juni Tak Terhingga 30, Tak Terhingga 32, Juli Tak Terhingga 28, Tak Terhingga 34, Agustus Tak Terhingga 24, Tak Terhingga 26, September Tak Terhingga 25, Tak Terhingga 23, Oktober Tak Terhingga 35, Tak Terhingga 38, November Tak Terhingga 28, Tak Terhingga 31, Desember Tak Terhingga 32, Tak Terhingga 34, Januari Tak Terhingga 29, Tak Terhingga 28, Februari Tak Terhingga 21, Tak Terhingga 20, Tabel 31 menunjukkan secara keseluruhan terdapat nilai tak terhingga pada kolom batas kenaikan yang diperbolehkan untuk kendala cup strawberry dan kendala cup cokelat. Nilai terbesar yang ditunjukan oleh kolom batas penurunan yang diperbolehkan baik untuk kendala cup strawberry maupun kendala cup cokelat terdapat pada bulan Oktober dengan maksimum penurunan ketersediaan sebesar 35,625 Pcs untuk kendala cup strawberry, serta 38,937.5 Pcs untuk kendala cup cokelat. Batas kenaikan yang secara keseluruhan bernilai tak terhingga baik untuk kendala kemasan strawberry maupun kemasan cup cokelat menunjukkan berapa pun nilai kenaikan ketersediaan cup strawberry dan cup cokelat tidak akan mengubah nilai keuntungan yang akan diterima perusahaan. 112

132 4) Kepekaan Ketersediaan Bahan Tambahan Penutup Kemasan Cup Hasil analisis sensitivitas nilai ketersediaan sumberdaya kemasan Penutup kemasan Cup Strawberry dan Penutup kemasan Cup Cokelat dapat dilihat pada Tabel 32. Tabel 32. Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Ketersediaan Kendala Bahan Tambahan Penutup Kemasan Cup Strawberry dan Penutup Kemasan Cup Cokelat di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model Aktual Waktu Batas Kenaikan Yang Diperbolehkan Untuk Penutup Kemasan Cup Strawberry Batas Penurunan Yang Diperbolehkan Untuk Penutup Kemasan Cup Strawberry Batas Kenaikan Yang Diperbolehkan Untuk Penutup Kemasan Cup Cokelat Batas Penurunan Yang Diperbolehkan Untuk Penutup Kemasan Cup Cokelat Maret Tak Terhingga Tak Terhingga April Tak Terhingga Tak Terhingga Mei Tak Terhingga Tak Terhingga Juni Tak Terhingga Tak Terhingga Juli Tak Terhingga Tak Terhingga Agustus Tak Terhingga Tak Terhingga September Tak Terhingga Tak Terhingga Oktober Tak Terhingga Tak Terhingga November Tak Terhingga Tak Terhingga Desember Tak Terhingga Tak Terhingga Januari Tak Terhingga Tak Terhingga Februari Tak Terhingga Tak Terhingga Hasil analisis harga bayangan menunjukkan bahwa kendala penutup kemasan cup baik strawberry maupun cokelat merupakan kendala berlebih dan bukan merupakan pembatas bagi KPBS Pangalengan dalam memproduksi susu pasteurisasi. Analisis sensitivitas model juga menunjukkan hasil yang sama yang ditunjukan oleh nilai batas kenaikan yang diperbolehkannya. Secara keseluruhan nilai batas kenaikan yang diperbolehkan untuk kendala bahan tambahan penutup kemasan cup strawberry dan cokelat menunjukkan nilai tak terhingga, artinya penambahan penutup kemasan cup strawberry maupun cokelat berapa pun 113

133 jumlahnya tidak akan mempengaruhi nilai keuntungan yang diterima KPBS. Pada kolom batas penurunan yang diperbolehkan menunjukkan angka yang berfluktuasi dengan batasan nilai penurunan terbesar sebesar untuk penutup kemasan cup strawberry serta sebesar untuk penutup kemasan cup cokelat yang terjadi pada Bulan Oktober. Sementara batas penurunan terkecil baik untuk cup strawberry maupun cokelat terjadi pada bulan Februari dengan nilai batas penurunan sebesar untuk penutup kemasan cup strawberry serta untuk penutup kemasan cup cokelat. Pada bulan Oktober ketersediaan penutup kemasan cup baik untuk strawberry maupun cup paling besar dibandingkan ketersediaan pada bulan lainnya sehingga kelebihan ketersediaan dan batasan penurunanya juga memiliki angka paling besar dibandingkan bulan lainnya. Sementara pada bulan Februari ketersediaan penutup kemasan cup baik untuk strawberry maupun cokelat paling rendah dibandingkan ketersediaan pada bulan lainnya sehingga kelebihan ketersediaan dan batasan penurunnanya juga memiliki angka paling rendah dibandingkan bulan lainnya. 5) Kepekaan Ketersediaan Jam Kerja TKL Hasil analisis sensitivitas nilai ketersediaan kendala TKL untuk memproduksi susu pasteurisasi di KPBS Pangalengan dapat dilihat pada Tabel

134 Tabel 33. Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Ketersediaan Kendala Jam Kerja TKL di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model Aktual Waktu Ketersediaan Batas Kenaikan Batas Penurunan Aktual Yang Diperbolehkan Yang Diperbolehkan Maret 8,184 Tak Terhingga April 7,920 Tak Terhingga Mei 8,184 Tak Terhingga Juni 7,920 Tak Terhingga Juli 8,184 Tak Terhingga Agustus 8,184 Tak Terhingga September 7,920 Tak Terhingga Oktober 8,184 Tak Terhingga November 7,920 Tak Terhingga Desember 8,184 Tak Terhingga Januari 8,184 Tak Terhingga Februari 7,392 Tak Terhingga Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa kendala ketersediaan TKL juga bukan merupakan pembatas bagi KPBS Pangalengan dalam memproduksi susu pasteurisasi atau dengan kata lain TKL merupakan kendala yang ketersediaannya berlebih. Hal ini ditunjukan dengan nilai kepekaan kenaikan yang terdapat pada kolom batas kenaikan yang diperbolehkan yang keseluruhan bernilai tidak terhingga. Meskipun ketersediaan TKL bukan merupakan kendala bagi KPBS Pangalengan dalam memproduksi susu pasteurisasi akan tetapi, kolom batas penurunan yang diperbolehkan menunjukkan batasan penurunan yang relatif kecil dengan nilai rataan penurunan sebesar 1.16 jam perbulan. Toleransi penurunan ketersediaan jam TKL yang rendah ini menunjukkan bahwa ketersediaan jam TKL pada kondisi aktual sebenarnya sudah mendekati batas. Sehingga pilihan kebijakan bagi manajemen juga menjadi terbatas. Penurunan jam ketersediaan TKL 115

135 melebihi nilai yang tertera pada kolom batas penurunan yang diperbolehkan diduga akan membuat kendala ketersediaan jam TKL menjadi pembatas bagi KPBS Pangalengan dalam memproduksi susu pasteurisasi. Toleransi penurunan ketersediaan jam kerja TKL tertinggi terjadi pada bulan Mei. Hal ini disebabkan karena produksi susu pasteurisasi pada bulan Mei relatif lebih rendah dibandingkan dengan ketersediaan jam kerja TKL pada bulan Mei. Sementara toleransi penurunan ketersediaan jam TKL terendah terjadi pada bulan September, hal ini terjadi karena pada bulan September KPBS sempat tidak melakukan produksi selama beberapa hari akibat adanya bencana gempa bumi yang melanda sebagian besar wilayah kerja KPBS Pangalengan. 6) Kepekaan Ketersediaan Jam Kerja Mesin Packaging Hasil analisis sensitivitas ketersediaan jam kerja mesin packaging pada kolom batas kenaikan yang diperbolehkan, dan batas penurunan yang diperbolehkan secara keseluruhan menunjukkan adanya nilai-nilai yang tertentu besarnya. Adanya nilai pada dua kolom kepekaan menunjukkan bahwa pada kondisi aktual ketersediaan jam kerja mesin packaging merupakan kendala aktif atau kendala yang menjadi pembatas bagi KPBS Pangalengan dalam memproduksi susu pasteurisasi. Secara rinci hasil analisis sensitivitas nilai ketersediaan kendala mesin packaging untuk memproduksi susu pasteurisasi di KPBS Pangalengan dapat dilihat pada Tabel

136 Tabel 34. Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Ketersediaan Kendala Jam Kerja Mesin Packaging di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model Aktual Waktu Ketersediaan Batas Kenaikan Batas Penurunan Aktual Yang Diperbolehkan Yang Diperbolehkan Maret 830, April 804, Mei 830, Juni 804, Juli 830, Agustus 830, September 804, Oktober 830, November 804, Desember 830, Januari 830, Februari 750, Dari Tabel 34 dapat diketahui nilai selang kepekaan terkecil terdapat pada bulan September dengan nilai batas kenaikan perubahan ketersediaan jam kerja mesin packaging sebesar , dan nilai batas penurunan perubahannnya sebesar Sehingga nilai selang perubahannya sebesar Sementara nilai selang kepekaan terbesar terdapat pada bulan Mei dengan nilai batas perubahan kenaikan ketersediaan jam kerja mesin packaging sebesar , dan nilai batas penurunan perubahannnya sebesar Sehingga nilai selang perubahannya sebesar jam/bulan. Nilai selang perubahan ini memiliki arti bahwa jika perubahan yang terjadi masih di antara nilai kedua batas tersebut atau antara nilai selang, maka kondisi optimal masih bisa dipertahankan namun, apabila perubahan melebihi nilai selanganya maka kondisi optimal akan berubah. Sebagai contoh peningkatan ketersediaan jam kerja mesin packaging untuk bulan Mei tidak boleh melebihi jam, sementara batas penurunan ketersediaannnya tidak boleh melebihi 0.29 jam. 117

137 7) Kepekaan Pengaruh Job Order Prepack Perubahan permintaan distributor melalui sistem job order dapat mempengaruhi kondisi produksi optimal susu pasteurisasi di KPBS Pangalengan. Untuk mengetahui tingkat kepekaan perubahan permintaan distributor melalui sistem job order terhadap kondisi produksi optimal pada model aktual dapat dilihat dari hasil analisis sensitivitasnya. Hasil analisis sensitivitas nilai kendala job order untuk susu pasteurisasi prepack di KPBS Pangalengan dapat dilihat pada Tabel 35. Tabel 35. Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Batas Produksi Kendala Job Order Prepack di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model Aktual Waktu Ketersediaan Batas Kenaikan Batas Penurunan Aktual Yang Diperbolehkan Yang Diperbolehkan Maret 95, Tak Terhingga April 95, Tak Terhingga Mei 101, Tak Terhingga Juni 102, Tak Terhingga Juli 117, Tak Terhingga Agustus 122, Tak Terhingga September 95, Tak Terhingga Oktober 104, Tak Terhingga November 94, Tak Terhingga Desember 103, Tak Terhingga Januari 92, Tak Terhingga Februari 91, Tak Terhingga Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa kendala job order prepack juga merupakan kendala berlebih (non aktif) dan bukan merupakan pembatas bagi KPBS Pangalengan dalam memproduksi susu pasteurisasi prepack. Namun berbeda bengan kendala lainnya yang juga berstatus berlebih seperti kemasan prepack, kemasan cup, dan penutup kemasan cup. Kendala job order prepack dikatakan berlebih karena hasil 118

138 analisis sensitivitas menunjukkan angka perubahan yang tak terhingga pada kolom batas penurunan yang diperbolehkannya. Hal ini mengindikasikan bahwa pada keadaan model aktual berapa pun penurunan permintaan distributor melalui sistem job order prepack tidak akan mempengaruhi kondisi optimal. Kolom batas kenaikan yang diperbolehkan menunjukkan angka batas kenaikan yang relatif kecil dengan rataan kenaikan sebesar 0.21 liter perbulan. Toleransi kenaikan yang begitu kecil ini mengindikasikan bahwa sebenarnya pada kondisi model aktual, permintaan distributor terhadap susu pasteurisasi prepack sudah mendekati batas. Peningkatan permintaan melebihi batas yang diperbolehkan diduga akan membuat kendala job order prepack menjadi kendala aktif yang membatasi KPBS Pangalengan dalam memproduksi susu pasteurisasi, atau bahkan membuat kendala job order prepack memiliki harga bayangan negatif seperti yang terjadi pada kendala job order cup baik strawberry maupun cokelat. Angka toleransi kenaikan tertinggi untuk kendala job order prepack terjadi pada Bulan Agustus dengan toleransi kenaikan sebesar liter/bulan, sedangkan angka toleransi kenaikan paling rendah terjadi pada bulan April yaitu sebesar liter/bulan. 8) Kepekaan Pengaruh Job order Cup Hasil analisis harga bayangan model menunjukkan bahwa kendala job order cup baik cup strawberry maupun cup cokelat memiliki nilai harga bayangan yang negatif. Adanya harga bayangan yang negative pada analisis harga bayangan menunjukkan bahwa kendala job order cup merupakan pembatas bagi KPBS Pangalengan dalam memproduksi susu pasteurisasi. Hal ini juga didukung dari hasil analisis sensitivitas untuk kendala job order cup yang menujukkan adanya angka tertentu pada keseluruhan kolom batas kenaikan yang diperbolehkan dan batas penurunan yang diperbolehkan. Hasil analisis sensitivitas nilai kendala job order untuk susu pasteurisasi cup strawberry dan cup cokelat di KPBS Pangalengan dapat dilihat pada Tabel

139 Tabel 36. Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Batas Produksi Kendala Job Order Cup Strawberry dan Job Order Cup Cokelat di KPBS Pangalengan Pada Kondisi Model Aktual Waktu Batas Kenaikan Yang Diperbolehkan Untuk Job Order Kemasan Cup Strawberry Batas Penurunan Yang Diperbolehkan Untuk Job Order Kemasan Cup Strawberry Batas Kenaikan Yang Diperbolehkan Untuk Job Order Kemasan Cup Cokelat Batas Penurunan Yang Diperbolehkan Untuk Job Order Kemasan Cup Cokelat Maret , , April , , Mei , , Juni , , Juli , , Agustus , , September , , Oktober November , , Desember , , Januari , , Februari , , Dari Tabel 36 dapat dilihat bahwa secara keseluruhan kendala job order cokelat memiliki selang kepekaan yang lebih lebar dibandingkan dengan selang kepekaan yang dimiliki oleh job order strawberry. Rataan selang kepekaan untuk job order cokelat sebesar 2, sementara rataan selang kepekaan untuk job order strawberry sebesar 2, Hal ini menunjukkan bahwa kendala job order untuk susu pasteurisasi cup strawberry lebih peka terhadap perubahan dibandingkan dengan kendala job order untuk susu pasteurisasi cup cokelat Analisis Pasca Optimal Analisis pasca optimal dilakukan untuk mencari kemungkinankemungkinan dan besarnya perubahan pada solusi optimal apabila terjadi perubahan pada koefisien nilai fungsi tujuan atau ketersediaan nilai sumberdaya 120

140 yang dipilih menjadi kendala (nilai sebelah kanan kendala/rhs). Pada penelitian ini analisis pasca optimal yang dilakukan ditujukan untuk mencapai kondisi pada dua skenario yang telah dipilih. Skenario pertama adalah menghilangkan potensial profit loss karena adanya sistem job order. Skenario kedua adalah meningkatkan pemanfaatan susu segar (sebagai bahan baku susu pasteurisasi) menjadi 10 persen dari total susu segar yang diterima di MT Skenario I: Menghilangkan Potensial Profit Loss Karena Adanya Sistem Job Order Dari hasil analisis harga bayangan diketahui bahwa job order merupakan kendala aktif yang memiliki harga bayangan negatif. Artinya penerapan sistem job order dalam memproduksi susu pasteurisasi di KPBS Pangalengan sebenarnya menimbulkan kerugian karena KPBS Pangalengan kehilangan potensial profit yang bisa diraih tanpa penerapan sistem job order. Meskipun menimbulkan kerugiaan namun sistem job order tetap dipertahankan KPBS Pangalengan untuk memasarkan produknya, sebagai konsekuensi tidak dikuasainya pasar, serta belum siapnya KPBS Pangalengan dalam menyediakan sarana prasarana yang dibutuhkan jika ingin memasarkan produk sendiri di luar sistem job order. Untuk itulah, disusun sebuah skenario dengan mengubah beberapa ketersediaan kendala untuk menghilangkan dampak negatif job order. Mengubah ketersediaan beberapa kendala dirasa lebih rasional dibandingkan dengan melakukan uji perubahan penetapan harga. Karena perubahan ketersediaan sumberdaya lebih mungkin dilakukan KPBS mengingat ketersediaan sumberdaya berada di bawah kewenangan Manajemen KPBS Pangalengan. Menghilangkan potensial profit loss karena adanya sistem produksi berdasarkan pesanan dapat dilakukan KPBS Pangalengan dengan cara: 1) Meningkatkan kapasitas tenaga kerja langsung (TKL) rata-rata minimal sebesar 12 persen dari kondisi model aktual. Mestipun hasil analisis nilai harga bayangan serta analisis sensitivitas menunjukkan bahwa ketersediaan jam kerja TKL berlebih dan bukan merupakan kendala bagi KPBS Pangalengan dalam memproduksi susu pasteurisasi. Namun, untuk 121

141 mencapai skenario pertama perubahan ketersediaan TKL perlu dilakukan karena ketersediaan jam kerja TKL memiliki angka kelebihan paling kecil dibandingkan dengan ketersediaan sumberdaya lainnya. Sehingga kendala ketersediaan jam kerja TKL lebih peka terhadap perubahan dibandingkan dengan ketersediaan sumberdaya pada kendala lainnya. Rataan kelebihan jam kerja TKL sebesar jam/bulan atau setara dengan persen lebih tinggi dari kebutuhan pada kondisi model aktual. Angka kelebihan yang begitu kecil ini menunjukkan bahwa sebenarnya pada kondisi model aktual ketersediaan sumberdaya TKL sudah hampir mendekati batas kebutuhan minimunya. Sehingga ketika terjadi peningkatan ketersediaan sumberdaya untuk menghilangkan dampak negatif job order, ketersediaan TKL merupakan salah satu kendala yang ketersediaannya harus ditingkatkan. Perhitungan kenaikan ketersediaan jam kerja TKL dapat dilihat pada Tabel 37. Tabel 37. Ketersediaan Kendala Jam Kerja TKL Pada Model Awal dan Perhitungan Perubahan Ketersediaan Kendala Jam Kerja TKL Pada Model Skenario I Waktu Ketersediaan Pada Model Awal (jam/bulan) Peningkatan 12% (jam/bulan) Ketersediaan Pada Model Skenario I (jam/bulan) Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Peningkatan ketersediaan jam kerja TKL ini dapat ditempuh dengan menerapkan lembur dengan peningkatan jam lembur serta ketersediaan 122

142 jam kerja minimal sebesar nilai yang terdapat pada kolom peningkatan ketersediaan sebesar 12 persen. Dari kolom tersebut dapat dilihat bahwa angka peningkatan tertinggi terjadi pada bulan Juli dengan peningkatan ketersediaan jam kerja sebesar 1,005.6 jam. Ini terjadi karena memang pada bulan Juli angka pesanan susu pasteurisasi khususnya pasteurisasi prepack relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pesanan pada bulan lainnya. Sementara peningkatan ketersediaan jam kerja TKL terendah terjadi pada bulan Februari dimana angka pesanan (job order) juga mengalami angka terendah. Peningkatan ketersediaan jam kerja pada bulan February sebesar jam. 2) Selain meningkatkan ketersediaan jam kerja TKL skenario pertama juga dapat ditempuh dengan meningkatkan kapasitas jam kerja mesin packaging (PKG) minimal sebesar 11 persen dari kondisi model aktual. Perhitungan kenaikan ketersediaan jam kerja TKL dapat dilihat pada Tabel 38. Tabel 38. Ketersediaan Kendala Jam Kerja Mesin Packaging Pada Model Awal dan Perhitungan Perubahan Ketersediaan Kendala Jam Kerja Mesin Packaging Pada Model Skenario I Waktu Ketersediaan Pada Model Awal (jam/bulan) Peningkatan 11% (jam/bulan) Ketersediaan Pada Model Skenario I (jam/bulan) Maret 830,763 91, ,146.9 April 804,210 88, ,673.1 Mei 830,512 91, ,868.3 Juni 804,369 88, ,849.6 Juli 830,530 91, ,888.3 Agustus 830,497 91, ,851.7 September 804,157 88, ,614.3 Oktober 830,933 91, ,335.6 November 803,546 88, ,936.1 Desember 831,204 91, ,636.4 Januari 830,993 91, ,402.2 Februari 750,398 82, ,

143 Berbeda dengan kendala ketersediaan jam kerja TKL, pada kendala ketersediaan jam kerja mesin packaging peningkatan ketersediaan jam kerja mesin packaging tertinggi terjadi pada bulan Desember dengan peningkatan ketersediaan sebesar 91, jam. Hal ini terjadi karena pada bulan Desember ketersediaan jam kerja mesin packaging pada model awal memang paling tinggi dibandingkan dengan bulan lainnya sehingga penambahan ketersediaan sebesar 11 persen akan lebih tinggi pada bulan Desember. Sementara angka peningkatan ketersediaan jam kerja terendah juga dicapai pada bulan Februari dimana pesanan susu pasteurisasi juga mencapai angka terendahnya. RHS pada kendala lainnya sama dengan RHS pada model LP aktual. Pada skenario ini keuntungan (fungsi tujuan) meningkat sebesar persen dari kondisi model aktual. Keuntungan optimal pada hasil analisis pasca optimal skenario pertama sebesar Rp 3,076,052,000 sementara keuntungan optimal pada kondisi model awal sebesar Rp 2,782,031,000 artinya berdasarkan perhitungan terjadi peningkatan keuntungan sebesar Rp 294,021,000 atau sebesar persen. Kombinasi produksi optimal serta status penggunaan sumberdaya pada hasil pasca optimal skenario pertama mengalami beberapa perubahan. Secara umum kombinasi keputusan produksi optimal baik pada susu pasteurisasi prepack (X 1 ), susu pasteurisasi strawberry (X 2 ), dan susu pasteurisasi cup cokelat (X 3 ) pada skenario satu lebih tinggi dari kombinasi produk pada model awal. Beberapa penggunaan sumberdaya juga mengalami perubahan. Jika pada model awal sumberdaya yang menjadi pembatas (kendala aktif) bagi KPBS Pangalengan dalam memproduksi susu pasteurisasi adalah ketersediaan mesin packaging, job order cup strawberry, serta job order cup cokelat, maka pada skenario pertama ini sumberdaya yang menjadi kendala bagi KPBS Pangalengan dalam memproduksi susu pasteurisasi antara lain: kemasan prepack, penutup kemasan cup strawberry, penutup kemasan cup cokelat (menjadi kendala dibeberapa bulan), serta ketersediaan jam kerja mesin packaging. Secara lengkap hasil olahan model pada skenario pertama dapat dilihat pada Lampiran

144 Skenario II: Peningkatan Pemanfaatan Susu Segar Manajemen KPBS Pangalengan mengalokasikan sepuluh persen dari total susu yang diterima di MT untuk diolah menjadi susu pasteurisasi. Selama ini dari total susu yang dilokasikan rata-rata baru sebesar 54.8 persen benar-benar diaktualisasikan untuk diolah menjadi susu pasteurisasi, sementara 45.2 persen sisanya tidak termanfaatkan. Skenario dua ini disusun untuk melihat realokasi sumberdaya seperti apa saja yang harus dilakukan KPBS Pangalengan agar seluruh susu segar yang dialokasikan untuk pengolahan susu pasteurisasi dapat termanfaatkan. Beberapa sumberdaya yang ketersediaannya harus dirubah untuk mencapai peningkatan pemanfaatan susu segar sebesar sepuluh persen dari total susu segar yang masuk ke MT antara lain kemasan prepack, kemasan cup strawberry, kemasan cup cokelat, penutup kemasan cup strwbeery, penutup kemasan cup cokelat, ketersediaan jam kerja TKL, serta ketersediaan jam kerja mesin packaging. 1) Kemasan Prepack Untuk mencapai skenario dua ketersediaan kemasan prepack harus minimal sebesar 90 persen. Bahkan untuk bulan Januari dan Februari batas minimal kenaikannya sebesar 110 persen dari ketersediaan pada model awal. Perhitungan kenaikan ketersediaan kemasan prepack dapat dilihat pada Tabel

145 Tabel 39. Ketersediaan Kendala Kemasan Prepack Pada Model Awal dan Perhitungan Perubahan Ketersediaan Kemasan Prepack Pada Model Skenario II Waktu Ketersediaan Pada Model Awal (jam/bulan) Peningkatan 90% (jam/bulan) Ketersediaan Pada Model Skenario II (jam/bulan) Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Waktu Ketersediaan Pada Model Awal (jam/bulan) Peningkatan 110% (jam/bulan) Ketersediaan Pada Model Skenario 1 (jam/bulan) Januari Februari Untuk mencapai skenario dua perubahan peningkatan ketersediaan kemasan prepack memang cukup besar dengan angka perubahan sebesar 90 persen kecuali untuk bulan Januari dan Februari yang angka perubahannya mencapai 110 persen. Hal ini terjadi karena realokasi sumberdaya untuk meningkatkan pemanfaatan susu segar akan membuat produksi susu pasteurisasi prepack meningkat lebih besar dari susu pasteurisasi jenis lainnya. Model menunjukkan bahwa susu pasteurisasi prepack lebih menguntungan dibandingkan susu pasteurisasi cup. 2) Kemasan Cup Strawberry Untuk mencapai skenario dua perubahan peningkatan ketersediaan kemasan cup strawberry minimal sebesar 30 persen dari nilai ketersediaan pada model awal. Perhitungan kenaikan ketersediaan kemasan cup strwberry dapat dilihat pada Tabel

146 Tabel 40. Ketersediaan Kendala Kemasan Cup Strawberry Pada Model Awal dan Perhitungan Perubahan Ketersediaan Kemasan Cup Strawberry Pada Model Skenario II Waktu Ketersediaan Pada Model Awal (jam/bulan) Peningkatan 30% (jam/bulan) Ketersediaan Pada Model Skenario II (jam/bulan) Maret 154,500 46, ,850 April 152,250 45, ,925 Mei 173,250 51, ,225 Juni 183,000 54, ,900 Juli 171,075 51, ,398 Agustus 148,500 44, ,050 September 150,000 45, ,000 Oktober 213,750 64, ,875 November 169,875 50, ,838 Desember 193,125 57, ,063 Januari 175,875 52, ,638 Februari 131,483 39, ,928 Tabel 40 menunjukkan bahwa perubahan peningkatan ketersediaan cup strawberry paling besar terjadi pada bulan Oktober dengan angka peningkatan sebesar ini terjadi karena ketersediaan cup prepack pada bulan Oktober memang yang paling besar mengingat bulan ini produski susu pasteurisasi cup strawberry juga mencapai angka tertinggi. Sedangkan peningkatan terkecil terjadi pada bulan Februari dengan nilai sebesar Pcs. 3) Kemasan Cup Cokelat Perhitungan kenaikan ketersediaan kemasan cup cokelat dapat dilihat pada Tabel

147 Tabel 41. Ketersediaan Kendala Kemasan Cup Cokelat Pada Model Awal dan Perhitungan Perubahan Ketersediaan Kemasan Cup Cokelat Pada Model Skenario II Waktu Ketersediaan Pada Model Awal (jam/bulan) Peningkatan 35% (jam/bulan) Ketersediaan Pada Model Skenario II (jam/bulan) Maret 160,875 56, ,181 April 158,250 55, ,638 Mei 178,425 62, ,874 Juni 195,375 68, ,756 Juli 205,875 72, ,931 Agustus 156,750 54, ,613 September 142,125 49, ,869 Oktober 233,625 81, ,394 November 186,375 65, ,606 Desember 209,625 73, ,994 Januari 171,375 59, ,356 Februari 122,093 42, ,826 Rataan peningkatan ketersediaan kemasan cup cokelat untuk mencpai kondisi pada skenario dua sebesar 35 persen. Tabel 41 menunjukkan bahwa perubahan peningkatan ketersediaan cup strawberry paling besar terjadi pada bulan Oktober dengan angka peningkatan sebesar 81,768. Sedangkan peningkatan terkecil terjadi pada bulan Februari dengan nilai sebesar 42, Pcs. 4) Penutup kemasan Cup Perubahan peningkatan kendala ketersediaan penutup kemasan cup baik penutup kemasan cup strawberry maupun penutup kemasan cup cokelat untuk mencapai mencapai skenario dua minimal sebesar 30 persen dari nilai ketersediaan pada model awal. Perhitungan kenaikan ketersediaan penutup kemasan cup strawberry dan penutup kemasan cup cokelat dapat dilihat pada Tabel

148 Tabel 42. Ketersediaan Kendala Penutup kemasan Cup Strawberry dan Penutup Kemasan Cup Cokelat Pada Model Awal dan Perhitungan Perubahan Ketersediaan Penutup kemasan Cup Strawberry dan Penutup kemasan Cup Cokelat Pada Model Skenario II Waktu Ketersediaan Penutup kemasan Cup Strwberry Pada Model Awal Peningkatan Penutup kemasan Cup Strwberry Sebanyak 30% Ketersediaan Pada Model Skenario 2 (jam/bulan) Ketersediaan Penutup kemasan Cup Cokelat Pada Model Awal Peningkatan Penutup kemasan Cup Cokelat Sebanyak 30% Ketersediaan Pada Model Cokelat (jam/bulan) Mar Aprl Mei Juni Juli Ags Sept Okt Nov Des Jan Feb Tabel 42 menunjukkan bahwa perubahan peningkatan ketersediaan penutup kemasan cup baik strawberry maupun cokelat paling besar terjadi pada bulan Oktober dengan angka peningkatan sebesar 3.21 roll untuk penutup kemasan cup strawberry serta sebesar roll untuk penutup kemasan cup cokelat hal ini terjadi karena ketersediaan penutup kemasan cup baik strawberry maupun cokelat pada bulan Oktober memang yang paling besar mengingat bulan ini produksi susu pasteurisasi cup strawberry juga mencapai angka tertinggi. Sedangkan peningkatan terkecil terjadi pada bulan Februari dengan nilai sebesar 1.97 roll untuk penutup kemasan cup strawberry serta sebesar 1.83 roll untuk penutup kemasan cup cokelat. 5) Ketersediaan Jam Kerja TKL Perhitungan kenaikan ketersediaan jam kerja TKL dapat dilihat pada Tabel

149 Tabel 43. Ketersediaan Kendala Jam Kerja TKL Pada Model Awal dan Perhitungan Perubahan Ketersediaan Jam Kerja TKL Pada Model Skenario II Waktu Ketersediaan Pada Model Awal (jam/bulan) Peningkatan 75% (jam/bulan) Ketersediaan Pada Model Skenario II (jam/bulan) Maret 8,201 6, April 7,949 5, , Mei 8,209 6, , Juni 7,874 5, , Juli 8,380 6, , Agustus 8,140 6, , September 7,897 5, , Oktober 8,192 6, , November 7,925 5, , Desember 8,148 6, , Januari 8,078 6, , Februari 7,399 5, , Rataan peningkatan ketersediaan kemasan cup cokelat untuk mencapai kondisi pada skenario dua sebesar 75 persen. Tabel 43 menunjukkan bahwa perubahan peningkatan ketersediaan jam kerja TKL paling besar terjadi pada bulan Januari dengan angka peningkatan sebesar 6, jam. persentase peningkatan ketersediaan jam kerja TKL pada bulan Januari adalah yang paling tinggi sekaligus satu-satunya yang paling berbeda dengan yang lainnya yaitu 80 persen. Hal ini terjadi karean jumlah susu yang dialokasikan pada bulan Januari paling besar dibandingkan dengan bulan lainnya. 6) Ketersediaan Jam Kerja Mesin Packaging Untuk mencapai skenario dua perubahan peningkatan ketersediaan mesin packaging minimal sebesar 70 persen dari nilai ketersediaan pada model awal. Perhitungan kenaikan ketersediaan kemasan cup strawberry dapat dilihat pada Tabel

150 Tabel 44. Ketersediaan Kendala Jam Kerja Mesin Packaging Pada Model Awal dan Perhitungan Perubahan Ketersediaan Mesin Packaging Pada Model Skenario II Waktu Ketersediaan Pada Model Awal (jam/bulan) Peningkatan 75% (jam/bulan) Ketersediaan Pada Model Skenario II (jam/bulan) Maret 830, ,072 1,453,835 April 804, ,158 1,407,368 Mei 830, ,884 1,453,396 Juni 804, ,277 1,407,646 Juli 830, ,898 1,453,428 Agustus 830, ,873 1,453,370 September 804, ,118 1,407,275 Oktober 830, ,200 1,454,133 November 803, ,660 1,406,206 Desember 831, ,403 1,454,607 Januari 830, ,794 1,495,787 Februari 750, ,799 1,313,197 Tabel 44 menunjukkan bahwa perubahan peningkatan ketersediaan cup strawberry paling besar terjadi pada bulan Januari dengan angka peningkatan sebesar 80 persen ini terjadi karena susu yang harus diolah pada bulan Januari memiliki angka paling besar dibandingkan bulan-bulan lainnya sehingga untuk dapat mengolah kelebihan susu yang telah dialokasikan pada bulan Januari peningkatan sumberdayanya pun lebih beasr dari pada bulan lainnya. Kombinasi produksi optimal serta status penggunaan sumberdaya pada hasil post optimal skenario dua mengalami banyak perubahan. Selain peningkatan kombinasi keputusan produksi optimal baik pada susu pasteurisasi prepack (X 1 ), susu pasteurisasi strawberry (X 2 ), dan susu pasteurisasi cup cokelat (X 3 ) perubahan juga terjadi pada penggunaan sumberdaya. Jika pada model awal sumberdaya yang menjadi pembatas (kendala aktif) bagi KPBS Pangalengan dalam memproduksi susu pasteurisasi adalah ketersediaan mesin packaging, job order cup strawberry, serta job order cup cokelat, maka pada skenario dua ini sumberdaya yang menjadi kendala bagi KPBS Pangalengan dalam memproduksi susu pasteurisasi antara lain: kemasan cup cokelat penutup kemasan cup 131

151 strawberry, penutup kemasan cup strawberry, dan penutup kemasan cup cokelat (menjadi kendala di beberapa bulan), serta ketersediaan jam kerja mesin packaging (menjadi kendala di beberapa bulan). Kenaikan keuntungan fungsi tujuan dengan skenario dua ini adalah sebesar Rp 4,969,127,000 atau meningkat sebesar Rp 2,187,096,000 ( persen) dari kondisi aktual dimana tingkat keuntungannya hanya sebesar Rp 2,782,031,000 Peningkatan keuntungan ini sangatlah besar, namun masih bisa dicapai asalkan KPBS mampu memasarkan seluruh susu pasteurisasi yang dihasilkan dengan meningkatkan pemanfaatan susu segar ini. Secara lengkap hasil olahan model pada skenario dua dapat dilihat pada Lampiran Skenario III: Pengaruh Peningkatan Harga Beli Susu Segar Terhadap Keuntungan KPBS Pangalengan Skenario ketiga ini disusun untuk melihat dampak peningkatan biaya produksi karena meningkatnya harga beli bahan utama yaitu susu segar terhadap keuntungan KPBS Pangalengan. Dilakukan pengujian terhadap tiga model yang disusun sebelumnya yaitu model mendekati kondisi aktual, model pada skenario pertama (menghilangkan dampak negatif job order), serta model pada skenario kedua (peningkatan pemanfaatan susu segar hingga sepuluh persen dari total susu segar yang diterima MT KPBS Pangalengan). Hasil keluaran model menunjukkan bahwa kenaikan harga bahan baku utama berupa susu segar sebesar satu persen akan menurunkan keuntungan yang diterima KPBS Pangalengan masing-masing sebesar 2.11 persen jika diterapkan pada model aktual, 2.10 persen jika diterapkan pada model skenario pertama, dan sebesar 2.16 persen jika diterapkan pada model skenario kedua. Batas maksimum kenaikan harga beli susu segar tanpa merubah kombinasi produk serta keputusan optimum pada ketiga model sebesar 15 persen. Jika harga beli susu ke peternak meningkat hingga 15 persen maka keuntungan KPBS Pangalengan akan menurun sebesar persen jika diterapkan pada model aktual, persen jika diterapkan pada model skenario pertama, dan akan menurun sebesar persen jika diterpakan pada model skenario kedua. 132

152 Penurunan keuntungan karena kenaikan harga beli susu segar di KPBS Pangalengan pada ketiga model dapat dilihat pada Tabel 45. Tabel 45. Perbandingan Nilai Keuntungan Pada Kondisi Awal Dengan Nilai Keuntungan Pada Saat Harga Beli Susu Segar Meningkat Sebesar 1 Persen dan 15 Persen. Keuntungan (000) Kenaikan Harga Susu Segar 1 % Kenaikan Harga Susu Segar 15 % Selisih Keuntungan (000) Kenaikan Kenaikan Harga Harga Susu Susu Segar Segar 1 % 15 % Persentase selisih Keuntungan (%) Kenaikan Kenaikan Harga Harga Susu Susu Segar Segar 1 % 15 % Kondisi Model Awal Mendekati Aktual 2,782,031 2,723,250 1,886,509 58, , Skenario 1 3,076,052 3,011,343 2,090,311 64, , Skenario 2 4,969,127 4,861,830 3,336, ,297 1,633, Dari Tabel 45 dapat dilihat bahwa penurunan keuntungan karena meningkatnya harga beli susu segar memiliki pengaruh yang lebih besar jika diterapkan pada model skenario kedua atau saat pemanfaaatan susu segar mencapai 10 persen dari total susu segar yang masuk ke MT KPBS Pangalengan. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin banyak KPBS memanfaatkan susu segar untuk diolah menjadi susu pasteurisasi maka beban yang akan diperoleh KPBS jika ingin meningkatkan harga beli susu ke petani juga akan semakin besar. Artinya jika KPBS ingin meningkatkan kesejahteraan petani dan membuat petani merasakan manfaat adanya pengolahan susu pasteurisasi di KPBS Pangalengan, maka peningkatan pemanfaatan susu bukan merupakan solusi yang tepat. KPBS sebaiknya memperbaiki sistem pemasaran produk serta meningkatkan kapasitas produksi dari beberapa mesin yang sudah full capacity seperti mesin packaging serta meningkatkan ketersediaan jam TKL. 133

153 BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Adanya sistem produksi berdasarkan pesanan (job order) dalam memproduksi susu pasteurisasi, membawa kerugian bagi KPBS Pangalengan baik dalam pemanfaatan sumberdaya maupun keuntungan. Sistem job order menyebabkan KPBS Pangalengan tidak dapat mengoptimalkan pemanfaatan seluruh bahan baku susu segar yang disediakan untuk produk susu pasteurisasi. Selama periode amatan, rataan persentase susu segar yang dapat diolah menjadi susu pasteurisasi hanya sebesar 54.8 persen dari total susu yang dialokasikan manajemen. Padahal, jika KPBS Pangalengan mampu meningkatan pemanfaatan seluruh susu segar yang dialokasikan manajemen untuk pengembangan susu pasteurisasi, KPBS Pangalengan memiliki peluang untuk meningkatkan keuntungan sebesar persen. Sumberdaya lainnya seperti kemasan prepack, kemasan cup strawberry, kemasan cup cokelat, lid cup, dan tenaga kerja langsung juga belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Sumberdaya-sumberdaya tersebut pada kondisi aktual mengalami kelebihan dengan persentase kelebihan persediaan rata-rata sebesar persen. Hanya ada tiga sumberdaya yang ketersediaannya menjadi kendala bagi KPBS Pangalengan dalam memproduksi susu pasteurisasi. Sumberdaya tersebut adalah mesin packaging, job order cup strawberry, serta job order cup cokelat. Sistem job order juga berdampak negatif pada keuntungan KPBS Pangalengan karena menyebabkan KPBS Pangalengan kehilangan keuntungan potensial sebesar empat persen dari total keuntungan pada kondisi aktual. Dampak negatif dari sistem job order ini dapat dihilangkan dengan cara meningkatkan kapasitas jam kerja tenaga kerja langsung minimal sebesar 12 persen, dan ketersediaan mesin packaging minimal sebesar 11 persen. Pada kondisi tersebut KPBS memiliki peluang untuk meningkatkan keuntungan sebesar persen dari keuntungan pada kondisi aktual. 134

154 7.2. Saran Berdasarkan hasil penelitian beberapa hal yang dapat direkomendasikan untuk pengembangan pengolahan susu pasteurisasi di KPBS Pangalengan antara lain : 1) KPBS Pangalengan sebaiknya melakukan pengkajian ulang terhadap sistem pemasaran produk yang diterapkan sekarang. KPBS harus memikirkan sistem pemasaran baru dan sebaiknya meningkatkan penjualan di kios sendiri sehingga ketergantungan terhadap sistem job order dapat dikurangi. Jika KPBS Pangalengan tetap bergantung pada sistem job order dalam memasarkan produk susu pasteurisasi yang dihasilkannya maka, upaya pengolahan susu segar menjadi susu pasteurisasi dapat membawa kerugiaan bagi KPBS Pangalengan akibat inefisiensi dalam memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki serta hilangnya keuntungan potensial. 2) Peningkatan penjulan susu pasteurisasi di kios sendiri perlu diiringi dengan upaya peningkataan promosi agar produk susu pasteurisasi yang dihasilkan bisa lebih dikenal konsumen. Promosi terutama dilakukan di wilayah luar Bandung di mana produk susu pasteurisasi KPBS Pangalengan belum terlalu dikenal masyarakat. 3) KPBS Pangalengan perlu melakukan pengawasan untuk mengontrol penetapan harga produk di tingkat konsumen akhir, untuk menjaga harga yang ditetapkan agen tingkat akhir sesuai dengan kualitas produk yang dihasilkan, sehingga produk susu pasteurisasi yang dihasilkan KPBS dapat bersaing di pasar. 135

155 DAFTAR PUSTAKA Jumlah Penduduk Indonesia [Januari, 2010]. ( ). Laporan Rapat Anggota Tahunan. Pangalengan: Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan. Asari, et al Implementasi quality function deployment dalam peningkatan manajemen mutu (Studi kasus di Milk Treatment KPBS Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat). Bogor: IPB. Baga, et al Revitalisasi Peran Persusuan Nasional. Jakarta: Departemen Pertanian Republik Indonesia. Baga, L.M Koperasi dan Kelembagan Agribisnis (diktat kuliah). Bogor: Departemen Agribisnis IPB. [Bappenas] Budidaya Ternak Sapi. Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas. Jakarta. Boediyana, Teguh. September Menyongsong Agribinis Persusuan yang Prospektif di Tanah Air. Trobos: [BPS] Badan Pusat Statistik Jumlah Penduduk Indonesia [Juni 2010]. Capah, J.E Hubungan Antara Penetapan Harga Susu di Koperasi Dengan Struktur Biaya Produksi dan Pemanfaatan Usaha Ternak Sapi Perah. [skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Danasaputra R, Ulum F Pedoman Teknis Operasional Alat Pasteurisasi Susu. Jakarta: Deptan. Daryanto, Arief Persusuan Indonesia: Kondisi, Permasalahan dan Arah Kebijakan. [Desember, 2009]. Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan Teknologi Pengolahan Susu. Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. Jakarta. Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan Pedoman Teknis Operasional Alat Pasteurisasi Susu. Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. Jakarta. [Ditjennak] Direktorat Jendral Peternakan. Berbagai Edisi. Statistik Peternakan [Januari 2010]. Doll JP, Orazem F Production Economics Theory With Applications 2 nd ed. USA: John Wiley & Sons, Inc. 136

156 [DPN] Dewan Persusuan Nasional Produksi Susu Nasional. susu nasional.asp [28 Juni 2010]. Elizabeth, Juvena Optimalisasi produksi karet olahan Ribbed Smoked Sheet (kasus: Perkebunan Widodaren, Kabupaten Jember, Jawa Timur). [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Peranian Bogor. Fadhli, Ahmad Strategi pengembangan Koperasi Pegawai Republik Indonesia IPB Teko Sumodiwirjo. [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Gaffar, Mukhlisa Optimasi pengembangan perikanan mini purse seine di Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. [GKSI] Gabungan Koperasi Susu Indonesia Koperasi Susu di Indonesia. [Mei 2010]. Haerani, Ira Analisis optimalisasi faktor produksi usaha budidaya ikan nila gift (oreocl~rori~sips) di tambak "tiga delapan windu tani", Desa Gebang Mekar, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Halim, Asmita Y Optimalisasi produksi susu pasteurisasi di Koperasi Susu Sintari, Desa Gunung Perak, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan. [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Harahap, Desty M Optimalisasi usaha produksi kelinci di Istana Rabbit, Kampung Dumpit, Kabupaten Bogor. [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Peranian Bogor. Haris, A.T Strategi pemasaran belimbing manis (Averhoa carambola L) di Pusat Koperasi Pemasaran Belimbing Dewa Depok. [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Hendar, Kusnadi Ekonomi Koperasi. Jakarta: FEUI. Himpuni, Okwan Analisis kinerja Koperasi Unit Desa (KUD) Sumber Alam Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Lestari, Septi B Optimalisasi produksi adenium dan aglaonema pada PT Istana Dewi Tara, Sawangan Kota Depok Provinsi Jawa Barat. [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Lipsey, Richard G Pengantar Makroekonomi 1. Jilid 1 Edisi Ke-10. Jakarta: Binarupa Aksara. Nasendi, et al Program Linear dan Variasinya. Jakarta: Gramedia. 137

157 Nasrun, Nurul Optimalisasi Produksi Nata De Coco Mentah Pada PD. Risna Sari Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat. [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Nicholson, Walter Teori Ekonomi Mikro.Jilid 1 Edisi Ke-5. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Panjaitan, Leonardo Analisis tingkat kepuasan Anggota terhadap kualitas pelayanan Koperasi Unit Desa Mandiri Cipanas Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat. [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Pemerintah Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung Data Statistik Kependudukan Kecamatan Pangalengan. Pangalengan: Pemerintah Kecamatan Pangalengan. Pratama, Nurikhsan Pitra Optimalisasi produksi adenium di Indonursery Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Peranian Bogor. Ridyawati, Sieska Optimalisasi produksi susu olahan (Studi kasus:unit Usaha Sapi Perah KUD Mitrayasa). [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Peranian Bogor. Rizki Ekonomi Koperasi (Peran Koperasi dalam Perekonomian Indonesia). [ 2 Juli 2010]. Rusdiana Pencananan Hari Susu Nasional. Tani Online.co.id [Maret 2010]. Shanntiany Optimalisasi produksi teh pada PT Melania. [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Siswanto Operations Research. Jakarta: Erlangga. Soekartawi Teori Ekonomi Produksi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sulaeman, Aman Membesarkan Koperasi Peternakan Bermodalkan Amanah. KPBS Pangalengan. Bandung. Supranto, Johannes Riset Operasi: Untuk Pengambil Keputusan. Jakarta: UI Press. Sutistyo Analisis kinerja keuangan dan strategi pengembangan Koperasi Perikanan Mina Usaha. [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Syaiful Pemberdayaan Peternakan Sapi Perah Rakyat. [Juni 2010]. Taha, A.Hamdy Riset Operasi. Jakarta: Binarupa Aksara. 138

158 Wiliyandi, Sandi K Optimalisasi Produksi Terung Jepang Beku (Studi Kasus Pada PT Kemfarm Indonesia). [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Yusup, Maulana Optimalisasi Produksi Kain Tenun Sutera Pada CV Batu Gede di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bandung. [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. 139

159 Lampiran 1. Denah Pabrik MT KPBS Pangalengan 140

160 Lanjutan Lampiran 1. Keterangan: 1. Milk Reception Scale 2. Milk Reception Vat 3. Prepack Machine 4. Auto Cup Sealling Machine 5. Lempeng Penukar Panas 6. Storage Tank liter 7. Instalasi Pipa Distribusi Susu 8. Three Blender 9. Mixing Tank 10. Homogenizer 11. Unit Pasteurisasi 12. Bak Air Panas 13. Storage Tank liter 14. Storage Tank liter 15. Storage Tank liter 16. Instalasi CIP 17. Boiler 18. Instalasi pembersih air untuk boiler 19. Hydropur 20. BakAirDingin 21. Pemanas Air (Water Heater) 22. Tempat Penyimpanan Tabung Gas 23. Tangki Solar 24. Bak Penampung Air 25. Tempat Pembuangan Sampah 26. Ruang operator maintenance service 27. Cool storage 28. Ruang sumber tekanan udara 29. Ruang penyimpanan barang 30. Bengkel 31. Kantor dan gudang 32. Pos satpam dan tempat parker pegawai 33. Pintu gerbang MT KPBS Pangalengan 34. Mushollah 35. Tempat pengisian susu untuk pengiriman ke IPS 36. Ruang penerimaan 37. Lab. Mikrobiologi 38. Lab. Fisika 39. Ruang formula 40. Ruang pembuatan Butter 41. Tempat cuci mobil tangki 42. Generator listrik = Jalur mobil tangki 141

161 Lampiran 2. Peta Wilayah Kerja KPBS Pangalengan U Keterangan: : Kota Kecamatan Pacet : Batas Wilayah Kerja : Kota Kecamatan Kertasari : Batas Kecamatan : Kota Kecamatan Pangalengan : Jalan Propinsi : Danau : Komisaris Daerah 142

162 Lampiran 3. Struktur Organisasi KPBS Pangalengan RAPAT ANGGOTA TAHUNAN PEMBINA TIM KONSULTAN PENGURUS PENGAWAS SEKRETARIAT & HUMAS LITBANG PENYULUHAN ADMINISTRASI & KEUANGAN UNIT PEMBIBITAN & HIJAUAN UNIT PRODUKSI & PENGOLAHAN UNIT ANGKUTAN & PEMASARAN UNIT PT. BPR BANDUNG KIDUL UNIT BARANG & PAKAN TERNAK UNIT PABRIK MAKANAN TERNAK KOORDINATOR TPK UNIT PELAYANAN, PENGEMBANGAN, PENDAMPINGAN KELOMPOK UNIT PELAYANAN KESWAN & ANGGOTA Keterangan: : Garis Pembinaan : Garis Koordinasi : Garis Pengawasan : Garis Komando 143

163 Lampiran 4 Struktur Operasional MT KPBS Pangalengan PENGURUS MANAGER PRODUKSI DAN PENGOLAHAN MANAGER PEMASARAN DAN KENDARAAN Bendahara Kasie. Kualitas Kasie. Kuantitas Kasie. Proses Kasie. MS Kasie. Distribusi Kasie. Adamin Kasie. Kendaraan Lab. MT Pencatat MT Fresh Milk MT Chilling Fresh Milk TesterLab. Pencatat Daerah Pasteurisasi Packaging Pasteurisasi Gudang 144

164 Lampiran 5. Peralatan Produksi Susu Pasteurisasi di MT KPBS Pangalengan Milk Reception Scale Milk Reception Vat Plate Cooler/Heater Storege Tank Mixing Tank Balance Tank 145

165 Plate Heat Exchanger Homogenizer Pengemas Prepack Auto Sealing Machine 146

166 Lampiran 6. Sarana Penunjang Produksi Susu Pasteurisasi di MT KPBS Pangalengan Sumber Air Generator Pembangkit Listrik Broiler Penghasil Uap Panas Ice Bank Bengkel Mobil Pengangkut di MT KPBS Mobil Pengangkut Susu 147

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Koperasi Dalam Perkembangan Agribisnis Persusuan Koperasi memiliki peran penting bagi perkembangan agribisnis persusuan di beberapa negara di dunia termasuk Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. [Januari, 2010] Jumlah Penduduk Indonesia 2009.

BAB I. PENDAHULUAN.  [Januari, 2010] Jumlah Penduduk Indonesia 2009. BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian di Indonesia. Subsektor peternakan sebagai bagian dari pertanian dalam arti luas merupakan

Lebih terperinci

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Produksi Produksi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan atau proses yang mentransformasi masukan (input) menjadi hasil keluaran

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR

OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR SKRIPSI MAULANA YUSUP H34066080 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA (Studi Kasus pada Industri Kecil Olahan Carica di Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo) SKRIPSI SHINTA KARTIKA DEWI H34050442 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI SUSU OLAHAN (Studi Kasus : Unit Usaha Sapi Perah KUD Mitrayasa, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat)

OPTIMALISASI PRODUKSI SUSU OLAHAN (Studi Kasus : Unit Usaha Sapi Perah KUD Mitrayasa, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat) OPTIMALISASI PRODUKSI SUSU OLAHAN (Studi Kasus : Unit Usaha Sapi Perah KUD Mitrayasa, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat) Oleh : SIESKA RIDYAWATI A14103047 PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB IV. METODE PENELITIAN

BAB IV. METODE PENELITIAN BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di milk treatment (MT) Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan, jalan Raya Koperasi No.1 Pangalengan, Kab.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Pengusahaan Yoghurt di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Pengusahaan Yoghurt di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Pengusahaan Yoghurt di Indonesia Industri pengolahan susu baik berskala kecil maupun berskala besar memiliki peranan penting dan strategis bagi perkembangan agribisnis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Koperasi primer adalah koperasi yang anggotanya menghasilkan satu atau lebih komoditi. Salah satu contoh koperasi primer yang memproduksi komoditi pertanian adalah koperasi

Lebih terperinci

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A14104024 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN

PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis, antara lain

Lebih terperinci

SKRIPSI ARDIANSYAH H

SKRIPSI ARDIANSYAH H FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PETANI KEBUN PLASMA KELAPA SAWIT (Studi Kasus Kebun Plasma PTP. Mitra Ogan, Kecamatan Peninjauan, Sumatra Selatan) SKRIPSI ARDIANSYAH H34066019

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pasar bebas bukan saja merupakan peluang namun juga ancaman. yang harus dihadapi oleh industri yang berkeinginan untuk terus maju dan

I. PENDAHULUAN. Pasar bebas bukan saja merupakan peluang namun juga ancaman. yang harus dihadapi oleh industri yang berkeinginan untuk terus maju dan I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pasar bebas bukan saja merupakan peluang namun juga ancaman yang harus dihadapi oleh industri yang berkeinginan untuk terus maju dan berkembang. Pasar senantiasa merupakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi adalah suatu kegiatan atau proses yang mentransformasikan masukan (input) menjadi hasil keluaran (output) yang berupa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia saat ini sudah semakin maju. Dilihat dari

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia saat ini sudah semakin maju. Dilihat dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia saat ini sudah semakin maju. Dilihat dari ketersediaan sumberdaya yang ada di Indonesia, Indonesia memiliki potensi yang tinggi untuk menjadi

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor)

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) Skripsi AHMAD MUNAWAR H 34066007 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peternakan saat ini, menunjukan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Usaha peternakan

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT

OPTIMALISASI PRODUKSI OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT 1 OPTIMALISASI PRODUKSI OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT Oleh : NUR HAYATI ZAENAL A14104112 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk menopang perekonomian nasional dan daerah, terutama setelah terjadinya krisis ekonomi yang dialami

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Skripsi SRI ROSMAYANTI H 34076143 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rinadya Yoghurt yang berlokasi di Bukit Asri Ciomas Blok A5 No. 9, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN DOMBA AGRIFARM DESA CIHIDEUNG UDIK KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN DOMBA AGRIFARM DESA CIHIDEUNG UDIK KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN DOMBA AGRIFARM DESA CIHIDEUNG UDIK KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT SKRIPSI MOHAMAD IKHSAN H34054305 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA (Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor) SKRIPSI MADA PRADANA H34051579 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

ANALISIS PERAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN SUBSEKTOR PETERNAKAN DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN CIANJUR

ANALISIS PERAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN SUBSEKTOR PETERNAKAN DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN CIANJUR ANALISIS PERAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN SUBSEKTOR PETERNAKAN DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN CIANJUR SKRIPSI WINWORK SINAGA H34066130 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGUASAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI

HUBUNGAN PENGUASAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI HUBUNGAN PENGUASAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kelompok Tani Harum IV Kelurahan Situmekar, Kecamatan Lembursitu, Kota Sukabumi) SKRIPSI OCTIASARI H34070084 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT SKRIPSI NUR AMALIA SAFITRI H 34066094 PROGRAM SARJANA PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA IKAN HIAS AIR TAWAR PADA ARIFIN FISH FARM, DESA CILUAR, KECAMATAN BOGOR UTARA, KOTA BOGOR

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA IKAN HIAS AIR TAWAR PADA ARIFIN FISH FARM, DESA CILUAR, KECAMATAN BOGOR UTARA, KOTA BOGOR ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA IKAN HIAS AIR TAWAR PADA ARIFIN FISH FARM, DESA CILUAR, KECAMATAN BOGOR UTARA, KOTA BOGOR SKRIPSI OOM ROHMAWATI H34076115 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN KUD (KOPERASI UNIT DESA) GIRI TANI (Kec. Cisarua, Kab. Bogor, Jawa Barat)

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN KUD (KOPERASI UNIT DESA) GIRI TANI (Kec. Cisarua, Kab. Bogor, Jawa Barat) ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN KUD (KOPERASI UNIT DESA) GIRI TANI (Kec. Cisarua, Kab. Bogor, Jawa Barat) SKRIPSI DE AULIA RAMADHAN H34066030 PROGRAM PENYELENGGARAAN KHUSUS AGRIBISNIS DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI KARET OLAHAN RIBBED SMOKED SHEET (Kasus : Perkebunan Widodaren, Kabupaten Jember, Jawa Timur) OLEH JUVENA ELIZABETH A

OPTIMALISASI PRODUKSI KARET OLAHAN RIBBED SMOKED SHEET (Kasus : Perkebunan Widodaren, Kabupaten Jember, Jawa Timur) OLEH JUVENA ELIZABETH A OPTIMALISASI PRODUKSI KARET OLAHAN RIBBED SMOKED SHEET (Kasus : Perkebunan Widodaren, Kabupaten Jember, Jawa Timur) OLEH JUVENA ELIZABETH A14103102 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI. Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI. Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A14103125 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PADA CV DUTA TEKNIK SAMPIT KALIMANTAN TENGAH

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PADA CV DUTA TEKNIK SAMPIT KALIMANTAN TENGAH STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PADA CV DUTA TEKNIK SAMPIT KALIMANTAN TENGAH SKRIPSI NOPE GROMIKORA H34076111 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN NOPE

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR

OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR OLEH ARI MURNI A 14103515 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

EVALUASI KEMITRAAN PETANI PADI DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPUBLIKA DESA CIBURUY, KECAMATAN CIGOMBONG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI

EVALUASI KEMITRAAN PETANI PADI DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPUBLIKA DESA CIBURUY, KECAMATAN CIGOMBONG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI EVALUASI KEMITRAAN PETANI PADI DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPUBLIKA DESA CIBURUY, KECAMATAN CIGOMBONG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI OKTIARACHMI BUDININGRUM H34070027 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PERMINTAAN TEPUNG TERIGU DI INDONESIA (Periode ) OLEH M.

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PERMINTAAN TEPUNG TERIGU DI INDONESIA (Periode ) OLEH M. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PERMINTAAN TEPUNG TERIGU DI INDONESIA (Periode 1982-2003) OLEH M. FAHREZA H14101011 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PENDAPATAN TERHADAP AGROINDUSTRI PEMINDANGAN IKAN DI WILAYAH MUNCAR

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PENDAPATAN TERHADAP AGROINDUSTRI PEMINDANGAN IKAN DI WILAYAH MUNCAR ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PENDAPATAN TERHADAP AGROINDUSTRI PEMINDANGAN IKAN DI WILAYAH MUNCAR SKRIPSI Oleh Yuli Agustiyani NIM. 001510201194 JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH

HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH Studi Kasus Peternak Anggota Koperasi Unit Desa (KUD) Mandiri Cipanas Kabupaten Cianjur

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H14101038 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H14102092 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

PERSEPSI DAN SIKAP KONSUMEN TERHADAP KEAMANAN PANGAN SUSU FORMULA DENGAN ADANYA ISU BAKTERI Enterobacter sakazakii DI KECAMATAN TANAH SAREAL BOGOR

PERSEPSI DAN SIKAP KONSUMEN TERHADAP KEAMANAN PANGAN SUSU FORMULA DENGAN ADANYA ISU BAKTERI Enterobacter sakazakii DI KECAMATAN TANAH SAREAL BOGOR PERSEPSI DAN SIKAP KONSUMEN TERHADAP KEAMANAN PANGAN SUSU FORMULA DENGAN ADANYA ISU BAKTERI Enterobacter sakazakii DI KECAMATAN TANAH SAREAL BOGOR SKRIPSI INTAN AISYAH NASUTION H34066065 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis yang sangat mendukung, usaha peternakan di Indonesia dapat berkembang pesat. Usaha

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA ROTI PADA BAGAS BAKERY, KABUPATEN KENDAL

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA ROTI PADA BAGAS BAKERY, KABUPATEN KENDAL ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA ROTI PADA BAGAS BAKERY, KABUPATEN KENDAL SKRIPSI TRI ARIESSIANA NUSAWANTI H34052048 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) SKRIPSI PUSPA HERAWATI NASUTION H 34076122 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA DAN PROFITABILITAS PRODUKSI ROTI PADA BELLA BAKERY DI PONDOK GEDE, BEKASI. Oleh : TANTRI DEWI PUTRIYANA A

ANALISIS BIAYA DAN PROFITABILITAS PRODUKSI ROTI PADA BELLA BAKERY DI PONDOK GEDE, BEKASI. Oleh : TANTRI DEWI PUTRIYANA A ANALISIS BIAYA DAN PROFITABILITAS PRODUKSI ROTI PADA BELLA BAKERY DI PONDOK GEDE, BEKASI Oleh : TANTRI DEWI PUTRIYANA A14104105 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR ANALISIS RENCANA KEMITRAAN ANTARA PETANI KACANG TANAH DENGAN CV MITRA PRIANGAN (Kasus pada Petani Kacang Tanah di Kecamatan Sindangbarang, Kabupaten Cianjur) SKRIPSI TIARA ASRI SATRIA H34052169 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Oleh : Nandana Duta Widagdho A14104132 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR OLEH AGITA KIRANA PUTRI H

STUDI KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR OLEH AGITA KIRANA PUTRI H STUDI KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR OLEH AGITA KIRANA PUTRI H14104071 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan

Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan Oleh : Feryanto W. K. Sub sektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian serta bagi perekonomian nasional pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk

Lebih terperinci

Oleh : Dewi Mutia Handayani A

Oleh : Dewi Mutia Handayani A ANALISIS PROFITABILITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT LUAS DAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN (Studi Kasus Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh : Dewi Mutia Handayani

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN DEPO PEMASARAN IKAN (DPI) AIR TAWAR SINDANGWANGI Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Oleh : WIDYA ANJUNG PERTIWI A

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN DEPO PEMASARAN IKAN (DPI) AIR TAWAR SINDANGWANGI Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Oleh : WIDYA ANJUNG PERTIWI A ANALISIS STRATEGI PEMASARAN DEPO PEMASARAN IKAN (DPI) AIR TAWAR SINDANGWANGI Kabupaten Majalengka, Jawa Barat Oleh : WIDYA ANJUNG PERTIWI A14104038 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H14050754 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 2 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERENCANAAN PENGADAAN PERSEDIAAN TUNA PADA PT TRIDAYA ERAMINA BAHARI MUARA BARU JAKARTA

ANALISIS PERENCANAAN PENGADAAN PERSEDIAAN TUNA PADA PT TRIDAYA ERAMINA BAHARI MUARA BARU JAKARTA ANALISIS PERENCANAAN PENGADAAN PERSEDIAAN TUNA PADA PT TRIDAYA ERAMINA BAHARI MUARA BARU JAKARTA SKRIPSI ELA ELAWATI H34050118 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KOPERASI UNIT DESA (KUD) SUMBER ALAM KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR PROVINSI JAWA BARAT. Okwan Himpuni H

ANALISIS KINERJA KOPERASI UNIT DESA (KUD) SUMBER ALAM KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR PROVINSI JAWA BARAT. Okwan Himpuni H ANALISIS KINERJA KOPERASI UNIT DESA (KUD) SUMBER ALAM KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR PROVINSI JAWA BARAT Okwan Himpuni H 34066099 PROGRAM SARJANA AGRIBISNIS PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H34076035 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Oleh : AYU LESTARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Oleh : AYU LESTARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA Oleh : AYU LESTARI A14102659 PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN KEBUN RAYA BOGOR SEBAGAI OBJEK WISATA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN KEBUN RAYA BOGOR SEBAGAI OBJEK WISATA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN KEBUN RAYA BOGOR SEBAGAI OBJEK WISATA SKRIPSI MUHAMMAD SALIM R H34076107 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 RINGKASAN

Lebih terperinci

PENGARUH INVESTASI DAN PERTUMBUHAN DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP JUMLAH TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN SKRIPSI MUHAMMAD ISMAIL MAHIR RANGKUTI A

PENGARUH INVESTASI DAN PERTUMBUHAN DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP JUMLAH TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN SKRIPSI MUHAMMAD ISMAIL MAHIR RANGKUTI A PENGARUH INVESTASI DAN PERTUMBUHAN DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP JUMLAH TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN SKRIPSI MUHAMMAD ISMAIL MAHIR RANGKUTI A14104585 PROGRAM EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI SEPEDA MOTOR DI INDONESIA. Oleh DEKY KURNIAWAN H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI SEPEDA MOTOR DI INDONESIA. Oleh DEKY KURNIAWAN H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI SEPEDA MOTOR DI INDONESIA Oleh DEKY KURNIAWAN H14103122 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

STRATEGI PEMASARAN PRODUK JUS JAMBU MERAH JJM KELOMPOK WANITA TANI TURI, KELURAHAN SUKARESMI, KECAMATAN TANAH SAREAL, KOTA BOGOR

STRATEGI PEMASARAN PRODUK JUS JAMBU MERAH JJM KELOMPOK WANITA TANI TURI, KELURAHAN SUKARESMI, KECAMATAN TANAH SAREAL, KOTA BOGOR STRATEGI PEMASARAN PRODUK JUS JAMBU MERAH JJM KELOMPOK WANITA TANI TURI, KELURAHAN SUKARESMI, KECAMATAN TANAH SAREAL, KOTA BOGOR Oleh PITRI YULIAN SARI H 34066100 PROGRAM SARJANA AGRIBISNIS PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KECIL PADA EMPAT PERUSAHAAN NATA DE COCO DI KECAMATAN CIANJUR, KABUPATEN CIANJUR

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KECIL PADA EMPAT PERUSAHAAN NATA DE COCO DI KECAMATAN CIANJUR, KABUPATEN CIANJUR STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KECIL PADA EMPAT PERUSAHAAN NATA DE COCO DI KECAMATAN CIANJUR, KABUPATEN CIANJUR SKRIPSI ITA FUSFITAWATI H34053987 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor peternakan merupakan salah satu pilar dalam pembangunan agribisnis di Indonesia yang masih memiliki potensi untuk terus dikembangkan. Komoditi peternakan mempunyai

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI

ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI (Kasus Petani Binaan Lembaga Pertanian Sehat, Kab. Bogor, Jawa Barat) Oleh : Amir Mutaqin A08400033 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI BHINEKA I, DESA BLENDUNG, KABUPATEN SUBANG

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI BHINEKA I, DESA BLENDUNG, KABUPATEN SUBANG ANALISIS KELAYAKAN USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI BHINEKA I, DESA BLENDUNG, KABUPATEN SUBANG SKRIPSI SYAHRA ZULFAH H34050039 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISA JABATAN DAN KEBUTUHAN TENAGA KERJA PADA DIREKTORAT SUMBERDAYA MANUSIA DAN ADMINISTRASI UMUM INSTITUT PERTANIAN BOGOR.

ANALISA JABATAN DAN KEBUTUHAN TENAGA KERJA PADA DIREKTORAT SUMBERDAYA MANUSIA DAN ADMINISTRASI UMUM INSTITUT PERTANIAN BOGOR. ANALISA JABATAN DAN KEBUTUHAN TENAGA KERJA PADA DIREKTORAT SUMBERDAYA MANUSIA DAN ADMINISTRASI UMUM INSTITUT PERTANIAN BOGOR Oleh : AGUNG HARIBOWO PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN INDUSTRI KECAP DI INDONESIA OLEH RINA MARYANI H

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN INDUSTRI KECAP DI INDONESIA OLEH RINA MARYANI H ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN INDUSTRI KECAP DI INDONESIA OLEH RINA MARYANI H14103070 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN RINA MARYANI. Analisis

Lebih terperinci

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ) Oleh : Apollonaris Ratu

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PISANG AMBON MELALUI PROGRAM PRIMATANI (Kasus: Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PISANG AMBON MELALUI PROGRAM PRIMATANI (Kasus: Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat) ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PISANG AMBON MELALUI PROGRAM PRIMATANI (Kasus: Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat) SKRIPSI TEGUH PURWADI H34050065 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

ALOKASI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PEMBESARAN IKAN GUPPY DI DESA PARIGI MEKAR, KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

ALOKASI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PEMBESARAN IKAN GUPPY DI DESA PARIGI MEKAR, KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT ALOKASI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PEMBESARAN IKAN GUPPY DI DESA PARIGI MEKAR, KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT FANJIYAH WULAN ANGRAINI SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI KEDELAI NASIONAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP STRATEGI PENCAPAIAN SWASEMBADA KEDELAI NASIONAL.

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI KEDELAI NASIONAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP STRATEGI PENCAPAIAN SWASEMBADA KEDELAI NASIONAL. PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI KEDELAI NASIONAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP STRATEGI PENCAPAIAN SWASEMBADA KEDELAI NASIONAL Oleh : DEDY MARETHA A14104530 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

PERENCANAAN KEBUTUHAN DAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU SUSU UHT (Ultra High Temperature) PADA PT. INDOLAKTO - SUKABUMI

PERENCANAAN KEBUTUHAN DAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU SUSU UHT (Ultra High Temperature) PADA PT. INDOLAKTO - SUKABUMI PERENCANAAN KEBUTUHAN DAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU SUSU UHT (Ultra High Temperature) PADA PT. INDOLAKTO - SUKABUMI Oleh : M I A W I D H I A S T U T I A14102009 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

STRATEGI PEMASARAN PRODUK OLAHAN WORTEL (Studi Kasus Kelompok Wanita Tani Kartini Di Kawasan Rintisan Agropolitan Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur)

STRATEGI PEMASARAN PRODUK OLAHAN WORTEL (Studi Kasus Kelompok Wanita Tani Kartini Di Kawasan Rintisan Agropolitan Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur) STRATEGI PEMASARAN PRODUK OLAHAN WORTEL (Studi Kasus Kelompok Wanita Tani Kartini Di Kawasan Rintisan Agropolitan Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur) Oleh : DESTI FURI PURNAMA H 34066032 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI USAHA PEMBESARAN IKAN HIAS AIR TAWAR PADA HERU FISH FARM DESA KOTA BATU, KECAMATAN CIOMAS, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT

OPTIMALISASI PRODUKSI USAHA PEMBESARAN IKAN HIAS AIR TAWAR PADA HERU FISH FARM DESA KOTA BATU, KECAMATAN CIOMAS, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT OPTIMALISASI PRODUKSI USAHA PEMBESARAN IKAN HIAS AIR TAWAR PADA HERU FISH FARM DESA KOTA BATU, KECAMATAN CIOMAS, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT SUSI PUZI ASTUTI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN

Lebih terperinci

ANALISIS POSISI PRODUK SUSU BUBUK WYETH DAN IMPLIKASINYA TERHADAP BAURAN PEMASARAN (Kasus Tiga Supermarket di Kota Bogor)

ANALISIS POSISI PRODUK SUSU BUBUK WYETH DAN IMPLIKASINYA TERHADAP BAURAN PEMASARAN (Kasus Tiga Supermarket di Kota Bogor) ANALISIS POSISI PRODUK SUSU BUBUK WYETH DAN IMPLIKASINYA TERHADAP BAURAN PEMASARAN (Kasus Tiga Supermarket di Kota Bogor) Oleh: NAOMI MUTIARA ERITA S. A14103571 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Koperasi 2.1.1 Pengertian Koperasi Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2 dikatakan bahwa koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

PERANAN KOPERASI UNIT DESA (KUD) TERHADAP P0ENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI PERAH

PERANAN KOPERASI UNIT DESA (KUD) TERHADAP P0ENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI PERAH PERANAN KOPERASI UNIT DESA (KUD) TERHADAP P0ENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus Peternakan Sapi Perah KUD Mandiri Kecamatan Cisurupan Kabupaten Garut) CHICHI RIZKY DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI TENAGA KERJA DALAM KELUARGA UNTUK PENGEMBANGAN USAHATERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG

ANALISIS POTENSI TENAGA KERJA DALAM KELUARGA UNTUK PENGEMBANGAN USAHATERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG ANALISIS POTENSI TENAGA KERJA DALAM KELUARGA UNTUK PENGEMBANGAN USAHATERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG SKRIPSI AYU PRIHARDHINI SEPTIANINGRUM PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR LAMPIRAN... viii

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR LAMPIRAN... viii DAFTAR ISI DAFTAR TABEL........ iv DAFTAR GAMBAR........ vii DAFTAR LAMPIRAN........ viii I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang....... 1.2. Perumusan Masalah.......... 1.3. Tujuan dan Kegunaan..... 1.4. Ruang

Lebih terperinci

RISIKO PRODUKSI DAN HARGA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN PETERNAKAN AYAM BROILER CV AB FARM KECAMATAN BOJONGGENTENG - SUKABUMI

RISIKO PRODUKSI DAN HARGA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN PETERNAKAN AYAM BROILER CV AB FARM KECAMATAN BOJONGGENTENG - SUKABUMI RISIKO PRODUKSI DAN HARGA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN PETERNAKAN AYAM BROILER CV AB FARM KECAMATAN BOJONGGENTENG - SUKABUMI SKRIPSI MUHAMAD SOLIHIN H34067016 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN PEMASARAN NENAS BOGOR Di Desa Sukaluyu, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor SKRIPSI ERIK LAKSAMANA SIREGAR H 34076059 DEPARTEMEN AGRIBIS SNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIR LANGU, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG Oleh : NUSRAT NADHWATUNNAJA A14105586 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia, karena didalamnya mengandung semua komponen bahan yang

I. PENDAHULUAN. manusia, karena didalamnya mengandung semua komponen bahan yang I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Produk susu dikenal sebagai bahan pangan yang sangat dibutuhkan oleh manusia, karena didalamnya mengandung semua komponen bahan yang diperlukan dalam tubuh manusia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. meningkatkan produksi pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan dan

I. PENDAHULUAN. meningkatkan produksi pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran sektor pertanian dalam pembangunan di Indonesia menjadi titik berat dalam pembangunan bidang ekonomi. Konsep pembangunan pertanian diarahkan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan penting pada perekonomian nasional. Untuk mengimbangi semakin pesatnya laju pertumbuhan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Denah Pabrik MT KPBS Pangalengan

Lampiran 1. Denah Pabrik MT KPBS Pangalengan Lampiran 1. Denah Pabrik MT KPBS Pangalengan 140 Lanjutan Lampiran 1. Keterangan: 1. Milk Reception Scale 2. Milk Reception Vat 3. Prepack Machine 4. Auto Cup Sealling Machine 5. Lempeng Penukar Panas

Lebih terperinci

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT JEANNY FRANSISCA SIMBOLON SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

FORMULASI STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS KENTANG (Solanum tuberosum L.) PADA PT. DAFA TEKNOAGRO MANDIRI KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

FORMULASI STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS KENTANG (Solanum tuberosum L.) PADA PT. DAFA TEKNOAGRO MANDIRI KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT FORMULASI STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS KENTANG (Solanum tuberosum L.) PADA PT. DAFA TEKNOAGRO MANDIRI KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT Oleh YANDI ASDA MUSTIKA H 34066131 PROGRAM SARJANA EKSTENSI

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) STUDI KASUS USAHA AGRIBISNIS DI BRI UNIT TONGKOL, JAKARTA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) STUDI KASUS USAHA AGRIBISNIS DI BRI UNIT TONGKOL, JAKARTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) STUDI KASUS USAHA AGRIBISNIS DI BRI UNIT TONGKOL, JAKARTA SKRIPSI EKO HIDAYANTO H34076058 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

SKRIPSI AFIF FAKHRUZZAMAN H

SKRIPSI AFIF FAKHRUZZAMAN H ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN IKAN NILA GESIT (Studi : Unit Pembenihan Rakyat Citomi Desa Tanggulun Barat, Kec. Kalijati, Kab. Subang Jawaa Barat) SKRIPSI AFIF FAKHRUZZAMAN H34076008 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN PANTAI LOMBANG DI KABUPATEN SUMENEP

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN PANTAI LOMBANG DI KABUPATEN SUMENEP ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN PANTAI LOMBANG DI KABUPATEN SUMENEP SKRIPSI MOHAMMAD REZA H34051684 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 0 ANALISIS STRATEGI

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Puyuh Bintang Tiga (PPBT) yang berlokasi di Jalan KH Abdul Hamid Km 3, Desa Situ Ilir Kecamatan Cibungbulang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat diraih apabila suatu perusahaan bisa mengambil keputusan secara

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat diraih apabila suatu perusahaan bisa mengambil keputusan secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendistribusian adalah salah satu kegiatan pemasaran yang bertujuan untuk mempermudah penyampaian barang dan jasa dari produsen kepada konsumen sehingga penggunaannya

Lebih terperinci