Fungsi Alat Tulang dari Situs Gua Kidang, Kabupaten Blora, Jawa Tengah: Kajian Jejak Pakai

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Fungsi Alat Tulang dari Situs Gua Kidang, Kabupaten Blora, Jawa Tengah: Kajian Jejak Pakai"

Transkripsi

1 Fungsi Alat Tulang dari Situs Gua Kidang, Kabupaten Blora, Jawa Tengah: Kajian Jejak Pakai Dita Ayu Suhari 1, Karina Arifin 2 1. Departemen Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia 2. Departemen Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia ditaayushr@gmail.com, karina_arifin@yahoo.com Abstrak dita 8/2/14 2:28 PM Deleted:, Artikel ini membahas mengenai analisis jejak pakai pada alat tulang dari situs Gua Kidang, Blora, Jawa Tengah. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui fungsi alat tulang situs Gua Kidang. Penelitian ini dimulai dari kegiatan klasifikasi analitik dan klasifikasi taksonomik. Klasifikasi taksonomik pada alat tulang situs Gua Kidang, menghasilkan tiga tipe alat, yaitu lancipan, spatula, dan serut. Dari 290 alat tulang, 79 alat memperlihatkan adanya jejak pakai, dan 15 alat di antaranya yang diamati dan direkam menggunakan mikroskop stereo. Hasil pengamatan kemudian dibandingkan dengan penelitian para ahli mengenai eksperimen dan analisis jejak pakai pada alat tulang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alat tulang situs Gua Kidang digunakan untuk aktivitas menusuk dan mengebor, menggali, mengikis dan menggosok, serta meraut. Bone Tools Function from Gua Kidang Site, Blora, Jawa Tengah: Use Wear Study Abstract In this article the results of use-wear analysis of bone tools assemblage from Gua Kidang Site, Blora, Central Java, are presented. The aim of this study is to find out the function of these bone tools. The research is started by classifying the bone tools through analytic and taxonomic classifications. Result of taxonomic classification shows that there are three types of bone tools: point, spatulae, and scraper. From 290 bone tools, 79 of them showed use-wear traces, and 15 of them are chosen to be examined and recorded with stereomicroscope. Use-wear traces recorded from the examination are compared with those reported by experts from their experiments and use-wear analysis on bone tools. Result shows that bone tools of Gua Kidang site are probably used for piercing, boring, digging, scraping, smoothing, and whittling. Keywords: bone tools, use-wear, pembesaran rendah (low power magnification), function, prehistory, Gua Kidang. Pendahuluan hp 9/7/14 5:52 PM Formatted: Font:(Default) Times New Roman, 10 pt Di masa lalu, beberapa bagian hewan, seperti tulang, gigi, tanduk dimanfaatkan sebagai alat setelah hewan tersebut diambil dagingnya untuk kebutuhan konsumsi. Hal tersebut dapat terlihat dari sisa-sisa hewan yang ditemukan di suatu situs. Sisa-sisa hewan tersebut, khususnya yang ditemukan di situs hunian dapat memberikan informasi mengenai interaksi manusia dengan lingkungan sekitarnya di masa lalu (Renfrew & Bahn, 2004: 231). Selain itu, sisa-sisa hewan dapat memberikan pengetahuan mengenai aktivitas konsumsi dan ekonomi, serta aktivitas pembuatan benda-benda budaya (Reitz & Wing, 2008: 6). Sisa-sisa

2 hewan yang dimanfaatkan sebagai alat, selanjutnya disebut sebagai alat tulang. Alat tulang merupakan bagian hewan, seperti tulang, gigi, tanduk yang dipakai dan/atau sengaja dibuat manusia untuk mempermudah aktivitasnya sehari-hari (Reitz & Wing, 2008: 267). Alat tulang ada yang dibuat secara tidak sengaja maupun disengaja. Alat yang dibuat secara tidak sengaja adalah pecahan tulang yang tidak berhubungan dengan proses pembuatan alat tetapi memiliki bentuk pecahan yang dapat digunakan. Sementara alat tulang yang dibuat dengan sengaja adalah sisa-sisa hewan yang mengalami pengerjaan lebih lanjut sesuai dengan fungsi dan kebutuhannya. Modifikasi pada tulang tersebut meninggalkan jejak, baik itu jejak pengerjaan pada saat proses pembuatan alat maupun jejak pemakaian ketika alat tersebut digunakan. Jejak pengerjaan pada alat antara lain penajaman, penggosokan, pemangkasan, pembakaran, kilapan, peretusan, dan patahan. Sementara, jejak pemakaian, antara lain patahan akibat proses pemakaian, penumpulan, kilapan, pecahan-pecahan kecil/primping, dan goresan-goresan halus searah/striasi pada permukaan alat tulang. Identifikasi jejak pengerjaan dan jejak pemakaian dapat menjadi cara untuk membedakan alat tulang, antara fragmen tulang hasil aktivitas manusia dengan pseudotools (tulang hewan yang mengalami modifikasi akibat proses alamiah, secara sekilas mirip dengan alat tulang) (Lyman, 1984:315). Analisis jejak pakai dan fungsional alat tulang telah banyak dilakukan oleh para ahli, seperti Sergei Semenov (1976), Genevieve M. LeMoine (1994), C. Webb dan J. Allen (1990), serta Ryan J. Rabett (2005). Para ahli tersebut melakukan analisis jejak pakai dengan menggunakan mikroskop, baik pada alat tulang yang ditemukan di situs-situs arkeologi maupun kegiatan eksperimen pembuatan dan pemakaian alat tulang. Hasil identifikasi bentuk jejak pakai pada alat tulang dari situs arkeologi kemudian dibandingkan dengan hasil kegiatan eksperimen yang sebelumnya telah mereka lakukan, sehingga dapat diketahui fungsi alat tulang tersebut. Penelitian ini membahas mengenai fungsi alat tulang dari Situs Gua Kidang, Kabupaten Blora, Jawa Tengah berdasarkan tipe dan bentuk jejak pakai pada alat. Gua Kidang di kawasan karst Blora, Jawa Tengah merupakan salah satu situs prasejarah di Indonesia yang memiliki temuan alat tulang. Penelitan di situs tersebut telah dilakukan sejak tahun 2005 hingga tahun 2013 sebanyak tujuh tahap oleh Balai Arkeologi Yogyakarta. Ekskavasi Gua Kidang tahun 2011 dan 2012 berhasil menemukan 290 alat tulang. Akan tetapi, dari 290 alat tulang tersebut hanya 79 alat saja yang digunakan sebagai data utama di dalam penelitian ini. Ketujuh puluh sembilan alat tulang tersebut dipilih karena memiliki jejak pakai yang dapat teramati dengan baik dan kondisinya cukup baik. Dari 79 alat tulang tersebut

3 diambil 15 alat untuk diamati dengan menggunakan mikroskop stereo (stereo microscope) dengan pembesaran 7X-100X. Metode Penelitian Metode penelitian meliputi tahap pengumpulan, pengolahan dan penafsiran data. Pada tahap pengumpulan data dilakukan kegiatan pengecekan data terlebih dahulu, yaitu membandingkan daftar temuan alat tulang yang tercantum pada laporan penelitian dengan alat tulang yang tersimpan di ruang artefak Balai Arkeologi Yogyakarta, guna memperoleh kesesuaian jumlah data alat tulang. Selain itu, dilakukan kegiatan pendeskripsian alat tulang meliputi asal alat tulang, keadaan dan kondisi alat, warna dan gradasi tulang, bentuk umum alat, ukuran, jumlah tajaman, jejak pemangkasan tajaman, bentuk tajaman, dan jejak pakai pada alat. Metode pengukuran alat tulang mengacu pada metode yang digunakan oleh Camps- Fabrer (1974 dalam Setiagama, 2006), yaitu pengukuran yang membagi alat tulang menjadi tiga bagian yang meliputi distal, mesial, dan proksimal. Pada tahap pengolahan data dilakukan kegiatan klasifikasi 1 dan analisis khusus/specific analysis. Klasifikasi yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan klasifikasi taksonomik yang diajukan oleh Rouse (1960). Klasifikasi taksonomik merupakan klasifikasi yang dilakukan untuk menentukan tipe 2 benda. Sebelum melakukan kegiatan klasifikasi taksonomik, terlebih dahulu dilakukan kegiatan klasifikasi analitik. Dalam melakukan klasifikasi analitik, mode-mode 3 terlebih dahulu ditetapkan, selanjutnya ditentukan ciri-ciri yang terdapat pada artefak yang mengacu pada mode tertentu. Mode yang dihasilkan dari klasifikasi analitik, digunakan untuk menentukan tipe alat. Mode yang dipakai di dalam penelitian ini adalah mode yang bersifat prosedural, yaitu atribut yang berhubungan dengan teknik pembuatan dan pemakaian. Penentuan mode tersebut dilakukan dengan cara memahami proses alat tersebut dibuat, yaitu mulai dari pemilihan bahan, teknik yang digunakan untuk membuat alat, bentuk, hiasan, serta fungsi alat (Rouse, 1960: 314). 1 Klasifikasi adalah kegiatan mengelompokan artefak ke dalam kelas-kelas yang sesuai (Neilson, Knott, & Earhart, 1940: 496 dalam Rouse, 1960: 313). 2 Tipe merupakan kombinasi dari dua atau lebih mode yang disesuaikan dengan tujuan penelitian (Rouse, 1960: 318). 3 Mode adalah standar, konsep atau adat istiadat yang dianut oleh pembuat artefak, yang tersebar dari komunitas satu ke komunitas lain dalam jangkauan yang luas (Rouse, 1939 dalam Rouse, 1960: 313). Mode dapat berupa: 1) konsep yang dipakai oleh pembuat artefak mengenai bahan baku, bentuk dan dekorasi pada artefak; atau 2) kebiasaan dalam pembuatan dan penggunaan artefak (Rouse,1960: 315). Mode tersebut direpresentasikan dalam bentuk atribut yang tampakpada artefak. Rouse (1960: 315) mengajukan tiga jenis mode, yaitu technological modes (cara pembuatan artefak), stylistic modes (gaya), dan modes of uses (fungsi artefak).

4 Identifikasi awal terhadap 79 alat tulang situs Gua Kidang menunjukkan ciri-ciri sebagai alat lancipan 4, spatula 5, dan serut 6. Setelah dilakukan klasifikasi yang menghasilkan tipe alat dilakukan kegiatan analisis khusus/specific analysis, yaitu analisis bentuk jejak pakai dengan menggunakan mikroskop stereo (stereo microscope). Analisis bentuk jejak pakai yang digunakan di dalam penelitian ini memakai pendekatan pembesaran rendah (low power approach), yaitu pembesaran mikroskop 7X-100X. Analisis bentuk jejak pakai dilakukan dengan menggunakan mikroskop stereo digital Nikon SMZ1500 inventaris Laboratorium Terpadu Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Dengan menggunakan mikroskop stereo Nikon SMZ1500 tersebut hasil fotomikrografi dapat langsung dilihat di layar komputer dan dapat direkam. Pada penelitian ini, 15 alat dari 79 alat tulang diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop stereo. Kelima belas alat tersebut dipilih karena mewakili masing-masing tipe alat dan memiliki bentuk jejak pakai yang beragam dilihat secara makroskopis, dan kondisinya cukup baik untuk dilakukan pengamatan mikroskop. Pada tahap penafsiran, hasil dari kegiatan klasifikasi dan analisis bentuk jejak pakai selanjutnya dianalogikan dengan menggunakan hasil penelitian dan kegiatan eksperimen yang telah dilakukan oleh para ahli. Selanjutnya, dilakukan penarikan kesimpulan untuk mencari jawaban penelitian mengenai fungsi alat tulang dari situs Gua Kidang. Terminologi Alat Tulang Penamaan morfologi alat dimaksudkan untuk mempermudah pada saat proses pengamatan. Secara umum morfologi pada alat tulang, adalah: a) Bagian pangkal/zona pasif/proksimal: bagian yang paling tidak aktif pada saat aktivitas pembuatan dan pemakaian alat. Bagian tersebut paling dekat dengan tangan pengguna alat. b) Bagian tengah/zona peralihan/mesial: bagian yang terdapat di antara bagian distal dan proksimal. Secara umum bagian tersebut memperlihatkan sisa-sisa epifisis, kilapan, dan pangkasan. 4 Lancipan dicirikan oleh bagian distal yang meruncing dan dihasilkan melalui proses pengerjaan (pemangkasan atau penggosokan) (Simanjuntak, Handini & Prasetyo, 2004: 179). 5 Spatula adalah alat tulang yang memiliki tajaman yang pipih dan lebar, terbuat dari bahan tulang berukuran relatif besar (Simanjuntak, Handini, & Prasetyo, 2004: ). 6 Serut adalah serpihan tulang yang dilepaskan dari induknya, akibat dari pelepasan tersebut terbentuk dataran pukul dan luka pukul. Pinggiran alat serut tersebut tersebut memiliki bentuk yang tidak beraturan yang disebut retus, yang digunakan sebagai mata tajaman. Retus tersebut ada yang terbentuk dari proses pengerjaan maupun pemakaian.

5 c) Bagian ujung/zona aktif/distal: bagian yang paling bersentuhan atau dipakai pada saat pembuatan dan pemakaian alat. Bagian tersebut dicirikan dengan adanya jejak pembuatan maupun jejak pakai, serta berbentuk tajaman. Gambar 1. Morfologi alat tulang dengan bidang penampang pipih (sumber: Setiagama, 2006: 14) d) Bagian ventral: bagian ini memperlihatkan tanda pembelahan pada saat proses pembuatan alat tulang dan masih memperlihatkan permukaan dalam tulang (medullary surface) dan sisa kanal sumsum tulang (canal medullaire). Pada alat tulang berbentuk silindris berlubang/helical, bagian yang disebut bagian ventral adalah bagian alat yang memperlihatkan bagian dalam tajaman (gambar 2). e) Bagian dorsal: bagian ini umumnya masih memiliki permukaan luar tulang pada bagian distal, mesial, dan (sisa-sisa epifisial) pada bagian pangkal proksimal. Pada alat tulang berbentuk silindris berlubang/helical, bagian dorsal alat adalah bagian yang tidak memperlihatkan bagian dalam alat (gambar 2). f) Bagian sisi kanan (lateral kanan): sisi kanan alat yang dilihat dari tampak ventral. g) Bagian sisi kiri (lateral kiri): sisi kiri alat yang dilihat dari tampak ventral. Morfologi alat tulang tersebut berlaku pada alat tulang berbentuk pipih dan silindris berlubang/helical (gambar 1 dan 2), tetapi tidak berlaku bagi alat tulang berbentuk silindris membulat, karena bagian dorsal atau ventral alat tidak terlihat jelas atau tidak dapat dibedakan.

6 Gambar 2. Morfologi Alat Tulang Berbentuk Silindris (gambar: Setiagama, 2006: 42) Aktivitas Pemakaian Alat Tulang Aktivitas pemakaian alat berkaitan erat dengan fungsinya. Berikut ini dijelaskan beberapa definisi mengenai aktivitas menggunakan alat, yaitu: a) Memotong/cutting Aktivitas memotong dilakukan dengan cara mengarahkan mata tajaman dengan posisi vertikal dan menggerakkan mata tajam searah (uni-directional) atau didorong dan ditarik (bi-directional) sejajar dengan bidang yang dikerjakan (Grace, 2012: 84). b) Mengikis (scraping) Aktivitas mengikis dilakukan dengan cara mengarahkan dan menggerakkan sisi tajaman, baik searah (uni-directional) maupun didorong dan ditarik (bi-directional) dengan tekanan tertentu ke bidang yang akan dikerjakan (Grace, 2012: 85). Mata tajaman digerakkan dengan posisi yang agak tegak. Berbeda dengan aktivitas meraut, materi yang dikerjakan lebih banyak yang hilang ketika aktivitas mengikis (scraping). c) Meraut (whittling) Aktivitas meraut dilakukan dengan menggerakkan mata tajaman ke satu arah (unidirectional) dengan kemiringan dan tekanan tertentu (Grace, 2012: 85). Posisi mata tajaman dengan materi yang dikerjakan membentuk sudut lancip. Aktivitas tersebut mengakibatkan hilangnya bagian permukaan pada bidang yang dikerjakan. d) Melubangi (piercing) Grace (2012: 86-87) membedakan antara aktivitas melubangi (piercing) dan mengebor (drilling). Aktivitas melubangi dilakukan dengan alat dengan ujung tajaman yang meruncing. Melubangi merupakan aktivitas yang dilakukan dengan menekankan dan

7 menggerakkan ujung tajaman ke arah kiri dan kanan (rotasi) atau dengan menekankan ujung tajaman pada bidang yang dikerjakan (Grace, 2012: 86; Buc, 2011: 551). Bidang yang dilubangi biasanya benda dengan tingkat kekerasan yang lunak. e) Mengebor (drilling) Berbeda dengan melubangi, aktivitas mengebor dilakukan dengan menekankan dan menggerakkan ujung tajaman yang runcing ke kiri dan kanan, didorong dan ditarik hingga terbentuk lubang (Grace, 2012: 87). Materi yang dikerjakan dengan cara mengebor biasanya benda dengan tingkat kekerasan yang tinggi. f) Menggosok (smoothing) Aktivitas menggosok dilakukan dengan cara mengarahkan dan menggerakkan salah satu sisi tajaman (transversal motions) dengan didorong dan ditarik (bi-directional) (Buc, 2011: 511). Posisi tajaman dengan materi yang dikerjakan miring (oblique angle). Teknik Memegang Alat Tulang Alat tulang dapat digunakan dengan cara digenggam langsung menggunakan tangan (hand held) dan dengan tangkai (hafting). Penggunaan alat dengan cara digenggam disesuaikan dengan bentuk dan ukuran alat. Ujung proksimal (zona pasif) seringkali dibuat berbentuk membundar (rounded) agar nyaman digenggam, khususnya ketika menggunakan alat tulang berukuran kecil (Griffitts, 2006: 259). Penggunaan alat tulang tidak selalu digenggam menggunakan semua jari tangan, tetapi juga menyesuaikan dengan aktivitas yang dilakukan. Kajian yang dilakukan Olsen (1984: 207) menunjukkan pada saat menganyam (weaving), alat lancipan dipegang menggunakan jari telunjuk dan ibu jari, sementara tiga jari tangan yang lain hampir tidak menyentuh bagian alat. Alat tulang bertangkai dibuat dengan cara membuat pangkasan berbentuk v bertakik (v-shapped notch) pada tangkai sebagai tempat untuk melekatkan alat dengan menggunakan getah (pine resin), lilin (beeswax), tali, otot (sinew wrapping) (Olsen, 1984: ). Hasil kegiatan eksperimen yang dilakukan Olsen (1984: ) menunjukkan penggunaan tangkai yang direkatkan pada alat tulang mengurangi efek hantaman alat (shock absorption effect) dengan materi yang dikerjakan, sehingga mengurangi timbulnya kerusakan pada ujung tajaman.

8 Materi yang Dikerjakan Aktivitas penggunaan alat pada jenis materi yang dikerjakan, meninggalkan jejak pakai pada alat yang digunakan. Grace (2012: 88) membagi materi menjadi tiga jenis berdasarkan tingkat kekerasannya, yaitu lunak (soft), sedang (medium), dan keras (hard). Materi yang lunak, misalnya daging, kulit kayu segar, kayu segar, dan kulit hewan segar. Materi sedang, misalnya kayu kering, ikan, tanduk basah (soaked antler), dan kulit hewan kering (dry hide). Materi keras, misalnya tanduk yang kering (dry antler), tulang, cangkang kerang, dan batu. Pada kegiatan eksperimen alat tulang, LeMoine (1994: 323) menggunakan alat tulang untuk mengerjakan materi basah (wet/saturated materials), materi kayu dan sejenisnya (wood and wood-like materials), sisik ikan atau bulu, dan materi yang abrasif. Materi yang basah, yaitu salju, es, daging, tanduk segar, dan kulit hewan basah. Materi kayu dan sejenisnya, meliputi tulang, tanduk kering, dan kayu. Materi yang abrasif, yaitu batu dan pasir. Bentuk Jejak Pakai Pada Alat Tulang Alat tulang yang digunakan untuk melakukan aktivitas tertentu akan memiliki jejak pakai. Setiap bentuk jejak pakai pada alat dapat menunjukkan intensitas pemakaian dan fungsi alat. Bentuk jejak pakai yang terdapat pada alat tulang, adalah: primping (microflaking/microdamage), garis-garis halus/striasi (striation), kilapan, penumpulan (rounding), dan patahan akibat proses pemakaian. a) Primping (microflaking/microdamage) adalah pecahan-pecahan kecil yang biasanya terdapat pada bagian ujung dan tepi alat (Johnson, 1985:216). Pecahan-pecahan kecil tersebut terjadi akibat penggunaan alat pada bahan yang keras atau intensitas pemakaian yang lama yang mengakibatkan permukaan tulang menjadi lebih rapuh. b) Garis-garis halus/striasi pada alat tulang adalah setiap goresan/garis yang dalam pada permukaan tulang (Buc, 2011: 547). Berdasarkan distribusi (pembesaran X), striasi terbagi menjadi (Buc, 2011: 547): Distribusi striasi (relatif, menyesuaikan dengan sumbu alat): transversal, longitudinal, dan acak/random. Bentuk susunan striasi: pararel (parallel), bersilang (crossed), dan tidak beraturan (irregular). c) Kilapan adalah terbentuknya permukaan yang mengilap, halus, goresan dan garis sudah tidak tampak dengan/tanpa pembesaran (Coes,1971: 29 dalam LeMoine, 1994:

9 320). Permukaan yang mengilap tersebut terbentuk sebagai hasil dari pemakaian yang intensif pada bahan yang lebih lunak daripada tulang hingga menyebabkan keausan pada permukaan alat (Del Bene, 1979 dalam Johnson, 1985: 216). d) Penumpulan (rounding) adalah terbentuknya tajaman yang membundar padaalat (lihat foto 2.3). Penumpulan terjadi akibat dari reduksi ujung tajaman hingga membentuk ujung tajaman yang melengkung (Johnson, 1985: 216). e) Patahan adalah kerusakan yang biasanya tampak pada tajaman alat. Kerusakan tersebut terjadi akibat proses pemakaian yang berupa hilangnya pecahan tulang sebagai akibat dari bertumbuknya alat tulang dengan bahan lain yang lebih keras daripada tulang. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Interpretasi Bentuk Jejak Pakai Alat Tulang Dalam melakukan interpretasi terhadap bentuk jejak pakai yang tampak pada alat, terdapat beberapa faktor yang harus dipertimbangkan, seperti lubrikasi (lubrication) dan pembesaran (magnification). a) Lubrikasi (lubrication) Bentuk jejak pakai yang terlihat pada alat tulang seringkali tidak dapat mengidentifikasi jenis materi yang dikerjakan secara akurat. Acapkali, bentuk jejak pakai terlihat mirip satu sama lain. LeMoine (1994: 322) melakukan kegiatan eksperimen pengerjaan materi yang basah atau mengandung air dengan menggunakan alat tulang. Materi yang dikerjakan, antara lain es, salju, daging, kulit hewan yang segar (raw/fresh hide), dan tanduk yang basah (wet antler). Hasil eksperimen menunjukkan jejak pakai yang terlihat pada alat cenderung mirip, yaitu kilapan dan striasi, serta bagian osteon tulang yang terekspos (LeMoine, 1994: 324). Jejak pakai yang terlihat mirip tersebut disebabkan air dapat berperan sebagai penggerus (etchant) atau pelicin (lubricant). Air berperan sebagai penggerus (etchant) karena air sedikit mengandung asam yang menghasilkan jejak pakai hasil dari proses kimiawi. Meskipun demikian, jejak pakai yang dihasilkan dari proses yang melibatkan air sebagai pelicin memiliki persamaan dengan jejak pakai yang dihasilkan dari aktivitas pengerjaan kulit rusa (chamois) maupun pengerjaan tumbuh-tumbuhan yang mengandung silika (LeMoine, 1994: 325). Air dapat berperan sebagai pelicin (lubricant) yang melapisi atau membentuk lapisan tipis antara materi yang dikerjakan dengan alat yang dikerjakan. Lapisan tipis tersebut berfungsi untuk mengurangi jejak pakai yang dihasilkan pada saat interaksi alat dengan materi yang

10 dikerjakan. Air sebagai pelicin (lubricant) menghasilkan kilapan seperti yang terdapat pada pengerjaan materi kering yang halus, meskipun tingkat kekerasan dan tekstur permukaan juga mempengaruhi bentuk jejak pakai yang dihasilkan. Materi yang sama yang dikerjakan tanpa adanya lubrikasi dapat menghasilkan jejak pakai yang sangat berbeda (LeMoine, 1994: 325). b) Pembesaran Mikroskop (Magnification) Secara umum, terdapat beberapa pendekatan untuk mengidentifikasi jejak pakai secara mikroskopis, yaitu pembesaran rendah (low power magnification), pembesaran tinggi (high power magnification), dan scanning electron magnification (SEM). Masing-masing pendekatan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan dalam identifikasi jejak pakai (lihat tabel 5.1). Sebagian besar penelitian jejak pakai pada alat tulang menggunakan pembesaran rendah (low power magnification) dengan menggunakan mikroskop stereo atau mikroskop metalurgi (Griffitts, 2006: 150; Byrd, 2011: 3). Tabel 1. Kelebihan dan kekurangan identifikasi jejak pakai berdasarkan jenis pembesarannya Pembesaran Kelebihan Kekurangan Pembesaran rendah (low power magnification) a) Efektif untuk jejak pakai berukuran besar (larger traces) (Griffitts, 2006: 149). b) Letak atau distribusi jejak pakai dapat teridentifikasi dengan akurat (Odell & Odell Vereecken, 1980: 119). c) Efektif untuk alat yang mengalami sedikit perubahan bentuk (volume deformation) akibat proses pemakaian alat, serta jejak pakai yang terlihat dengan jelas (well developed) (Legrand & Sidera, 2007: 75). d) Mudah dipelajari dan diaplikasikan (Odell, 2004 dalam Griffitts, 2006: 150). e) Waktu yang dibutuhkan relatif lebih cepat, sehingga sesuai untuk jumlah sampel yang besar (Odell & Vereecken, 1980: 120). a) Kurang efektif untuk identifikasi jejak pakai tertentu, seperti kilapan dan striasi (Griffitts, 2006: 150). b) Kurang efektif untuk menentukan jenis aktivitas dan materi yang dikerjakan(odell & Odell Vereecken, 1980: 119) hp 9/7/14 5:43 PM Formatted: Space Before: 12 pt dita 5/26/14 6:51 AM Formatted Table hp 5/24/14 6:10 PM Deleted: Identifikasi l hp 5/24/14 6:17 PM Deleted: baik hp 5/24/14 6:21 PM Deleted: secara hp 5/24/14 6:48 PM Deleted:, hp 5/24/14 6:21 PM Deleted: nya hp 5/24/14 6:48 PM Deleted: dengan menggunakan alat Pembesaran tinggi (high power magnification) a)efektif untuk identifikasi jejak pakai, seperti kilapan dan striasi (Griffitts, 2006: 150). b) Efektif untuk identifikasi jejak pakai yang perubahan bentuknya (volume deformation) hanya tampak sedikit (lightly developed) sehingga perlu a) Seringkali, jejak pakai tertentu terlalu besar untuk diidentifikasi dengan menggunakan pembesaran tinggi (high power magnification) (Griffitts, 2006: 152).

11 Pembesaran Kelebihan Kekurangan Scanning Electron Microscope (SEM) Hasil dan Pembahasan diamati kilap dan striasinya (Legrand & Sidera, 2007: 75). a) Citra atau foto yang dihasilkan lebih jelas dan mendetail dibandingkan dengan menggunakan pembesaran rendah maupun pembesaran tinggi (Griffitts, 2006: 150). b) Identifikasi letak dan faktor penyebab terbentuknya jejak pakai, residu yang tertinggal, dan jejak pakai yang mikro dapat ditentukan dengan baik (Olsen, 1984: 30). b) Waktu yang dibutuhkan lebih lama dibandingkan dengan menggunakan pembesaran rendah (Griffitts, 2006: 152). c) Biaya yang dibutuhkan lebih besar daripada menggunakan pembesaran rendah (Griffitts, 2006: 152) a) Biaya sangat mahal. b) Prosedur identifikasi lebih rumit, harus mempersiapkan replika alat yang akan diidentifikasi dengan menggunakan resin (LeMoine, 1994: 321). c) Jika alat terlalu besar, tidak dapat masuk ke chamber/ruangan SEM (Griffitts, 2006: 150) Klasifikasi taksonomik yang dilakukan terhadap 79 alat tulang menghasilkan tiga tipe alat, yaitu tipe lancipan, tipe spatula, dan tipe serut. Dari ketiga tipe tersebut terbagi lagi menjadi sembilan subtipe dan 12 varian. Akan tetapi, pada penelitian ini hanya 15 alat tulang yang diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop stereo (tabel 2). Kelima belas alat tulang tersebut dipilih, sebab secara umum kondisi alat cukup baik, bentuk jejak pakai dapat teramati dengan baik, dan memiliki jumlah bentuk jejak pakai yang beragam. Berikut adalah penjelasan bentuk jejak pakai berdasarkan masing-masing tipe alat. dita 5/26/14 6:51 AM Formatted Table dita 5/26/14 6:32 AM Moved (insertion) [1] dita 5/26/14 6:32 AM Moved up [1]: (Legrand & Sidera, 2007: 75). dita 5/26/14 6:32 AM Deleted: terlihat secara kasat mata (lightly developed) SEBAIKNYA DIPAKAI...YANG PERUBAHAN BENTUKNYA (VOLUME DEFORMATION) HANYA TAMPAK SEDIKIT (LIGHTLY DEVELOPED), SEHINGGA PERLU DIAMATI KILAP DAN STRIASINYA hp 5/24/14 6:25 PM Deleted: yang LEBIH hp 5/24/14 6:23 PM Deleted: e hp 5/24/14 6:23 PM Deleted: m dita 5/26/14 6:35 AM Formatted: Font:(Default) Times New Roman, Italic dita 5/26/14 6:34 AM Deleted: KALAU ALAT TERLALU BESAR SEHINGGA TIDAK DAPAT MASUK KE DALAM CHAMBER.LIHAT GRIFFITTS HAL 150 hp 9/7/14 5:43 PM Formatted: Indonesian hp 9/7/14 5:43 PM Formatted: Indent: First line: 0 cm hp 9/7/14 5:43 PM Deleted: beberapa hp 9/7/14 5:44 PM Deleted: yang a) Tipe lancipan (foto 1a) adalah alat tulang dengan bentuk distal yang meruncing. Pada penelitian ini, tipe lancipan yang diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop stereo berjumlah lima alat (tabel 2). Secara umum, bentuk jejak pakai yang tampak pada alat tipe lancipan, yaitu patahan, primping, kilapan, penumpulan, dan striasi. Jejak-jejak pakai tersebut, terutama patahan dan primping terkonsentrasi pada ujung tajaman alat. b) Tipe spatula (foto 1b) yaitu alat tulang yang memiliki bentuk distal yang menumpul, pipih, dan melebar. Tipe spatula yang diidentifikasi menggunakan secara mikroskopis berjumlah delapan alat. Sebagian besar spatula tersebut tidak lagi dalam keadaan yang

12 utuh dan memiliki lebar distal 3-5 cm. Bentuk jejak pakai yang tampak pada alat tipe spatula, yaitu primping, penumpulan, patahan pada ujung tajaman. Selain itu, terdapat kilapan dan striasi pada bagian tajaman alat. c) Tipe serut (foto 1c) adalah alat tulang yang memiliki bentuk distal yang tidak beraturan, serta memiliki dataran pukul dan luka pukul. Tipe serut yang diidentifikasi menggunakan mikroskop stereo berjumlah dua alat. Jejak pakai yang terlihat pada alat tipe serut, yaitu primping, patahan, penumpulan halus, dan kilapan buram pada tajaman alat. a b c Foto 1. Alat tulang situs Gua Kidang: a) tipe lancipan, b) tipe spatula, c) tipe serut Fungsi Alat Tulang Situs Gua Kidang Eksperimen penggunaan alat tulang yang dilakukan oleh para ahli dan pemahaman mengenai lubrikasi serta pembesaran mikroskop dapat membantu dalam memperkirakan fungsi alat tulang situs Gua Kidang. Hal tersebut dapat dilakukan dengan membandingkan bentuk dan jenis jejak pakai pada alat tulang situs Gua Kidang dengan hasil eksperimen yang dilakukan para ahli. Arah pemakaian (wear direction) pada saat pemakaian alat dapat diketahui berdasarkan jenis striasi yang terlihat pada alat. Sementara, jenis materi yang dikerjakan alat dan intensitas pengerjaan dapat diketahui berdasarkan jenis kilapan yang tampak. Keadaan ujung tajaman pada alat dapat memberikan perkiraan tentang tingkat kekerasan materi yang dikerjakan. Alat tipe lancipan diperkirakan digunakan untuk aktivitas melubangi dan mengebor. Hal tersebut terlihat dari bentuk jejak pakai berupa patahan dan penumpulan pada tajaman alat hp 5/24/14 6:52 PM Deleted: intensitas pemakaian hp 5/24/14 6:52 PM Deleted: (wear intensity) dita 5/26/14 6:37 AM Deleted: JENIS KILAPAN LEBIH TEPAT UNTUK MENENTUKAN JENIS MATERI YANG DIKERJAKAN, MENGINGAT KILAPAN BURAM DAN KILAPAN TERANG BUKAN BERARTI INTENSITAS PEMAKAIANNYA YANG BERBEDA, TAPI MATERI YANG DIKERJAKAN BERBEDA. KALAU MATERI YANG DIKERJAKAN MENGANDUNG SILIKA MAKA KILAPANNYA AKAN TERANG.

13 (foto 2). Patahan yang teridentifikasi pada bagian tajaman lancipan situs Gua Kidang tergolong dalam patahan terjal (stepped fractures), menunjukkan bahwa alat digunakan untuk mengerjakan materi dengan tingkat kekerasan rendah hingga sedang, seperti kulit kayu segar, kulit kayu kering, kulit hewan segar, dan kulit hewan kering. Selain itu, patahan terjal juga menunjukkan aktivitas yang dilakukan dengan alat tersebut cenderung repetitif (berulangulang). Foto 2. Jejak pakai berupa patahan terjal dan penumpulan halus pada lancipan 159/U31T49/-86/2012 dengan pembesaran 30X (kiri) dan jejak pakai berupa patahan terjal, primping, penumpulan halus pada lancipan 36/B2U7/-99/2011 dengan pembesaran 10X (kanan). Dua dari lima alat lancipan yang diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop stereo terdapat striasi yang sejajar (longitudinal striations), striasi yang miring (oblique striations) yang saling bersilangan dan kilapan yang buram (dull polish) pada bagian tajaman alat (foto 3). Striasi tersebut terbentuk pada saat ujung tajaman melakukan penetrasi pada materi yang dikerjakan saat aktivitas melubangi. Kegiatan tersebut membutuhkan tekanan dan menimbulkan gesekan antara ujung tajaman alat dengan materi yang dikerjakan, sehingga menghasilkan jejak pakai striasi yang sejajar. Striasi tersebut juga menunjukkan posisi alat yang miring atau tegak lurus pada saat materi dikerjakan. Sementara itu, penumpulan pada bagian ujung tajaman alat menunjukkan posisi alat yang tegak lurus dengan materi yang dikerjakan pada saat alat tersebut didorong dan diputar ketika melakukan aktivitas mengebor. Alat tipe lancipan yang diperkirakan digunakan untuk aktivitas melubangi, yaitu alat 159/U31T49/-86/2012, T6S2/-90-98/2012, dan 145/U31T49/-70-80/2012. Lancipan yang diperkirakan digunakan untuk mengebor, yaitu alat 36/B2U7/-99/2011 dan 32/T6S2/-93/2011. Alat tipe lancipan digunakan dengan cara dipegang langsung dengan jari-jari yaitu, ibu jari dan telunjuk sementara tiga jari lain hampir tidak menyentuh alat.

14 Foto 3. Jejak pakai berupa penumpulan halus dan kilapan buram pada lancipan 159/U31T49/-86/2012 dengan pembesaran 40X (kiri) dan jejak pakai berupa striasi miring yang saling bersilangan dengan pembesaran 100X (kanan) Pada alat tipe spatula, distribusi jejak pakai kilapan pada bagian ujung dan tengah tajaman menunjukkan bahwa ujung dan bagian tengah permukaan tajaman berinteraksi langsung dengan materi yang dikerjakan (foto 4). Striasi yang miring (oblique striations) berasosiasi dengan kilapan menunjukkan pada saat penggunaan alat, posisi tajaman miring dengan materi yang dikerjakan (foto 4 kiri). Kilapan dihasilkan sebagai hasil dari gesekan langsung tajaman alat dengan materi yang dikerjakan. Pada beberapa spatula terlihat jejak pakai berupa kilapan yang terang (bright polish) yang berasosiasi dengan penumpulan. Foto 4. Jejak pakai berupa striasi miring, kilapan terang, dan primping pada spatula 72/U31T49/-66/2012 (pembesaran 7X) (kiri) dan kilapan terang (bright polish) dan penumpulan pada alat tulang situs Gua Kidang (80/U31T49/-17/2011) (pembesaran 100X) (kanan) hp 9/7/14 5:46 PM Formatted: Indent: First line: 0 cm

15 Pada beberapa spatula terdapat kilapan yang terang, tipis, dan terlihat menempel pada permukaan tajaman alat. Kilapan tersebut diduga sebagai kilapan aditif7(additive polish), yang diduga hasil pengerjaan tanaman yang mengandung silika (foto 5). Selain kilapan, terlihat jejak pakai lain berupa patahan dan primping pada bagian tajaman alat. Patahan dan primping terbentuk dari gerakan yang dilakukan berulang-ulang yang terkonsentrasi pada bagian ujung tajaman. Pada salah satu alat tipe spatula, terlihat adanya jejak pemangkasan yang diperkirakan digunakan sebagai tempat gagang dilekatkan di bagian proksimal alat (foto 6). Selain itu, juga terlihat adanya jejak yang diduga sebagai akibat dari penggunaan tangkai, yaitu berupa kilapan dan penumpulan pada bagian ujung proksimal alat. Alat tersebut diduga diikat dengan menggunakan tali. Foto 5. Kilapan buram (dull polish) (pembesaran 50X) pada spatula 202/U31T49/-83/2012 (kiri) dan kilapan terang (bright polish) (pembesaran 100X) (kanan) yang terlihat tipis, dan menempel pada spatula yang diduga sebagai additive polish pada spatula 73/U31T49/-67/2012 Foto 6. Jejak yang diduga akibat penggunaan tangkai pada spatula T6S2/ / Kilapan yang tergolong additive polish dapat terbentuk dari aktivitas pengerjaan tumbuh-tumbuhan (plant processing/working), pembuatan keranjang (basket making), dan pengerjaan cangkang kerang (shell working). Additive polish memiliki permukaan yang mengilap hasil dari residu materi yang dikerjakan (additional material) pada permukaan alat. Additive polish dapat mengisi permukaan alat yang tidak rata (Griffitts & Bonsall, 2001: 215). hp 9/7/14 5:46 PM Deleted:

16 Beberapa alat tipe spatula situs Gua Kidang diperkirakan digunakan untuk dua aktivitas sekaligus, yaitu aktivitas mengikis dan menggosok (alat 72/U31T49/-66/2012, 73/U31T49/-67/2012, 202/U31T49/-40/2011, 1/U31T49/-67/2012, 97/U31T49/-40/2011, 80/U31T49/-17/2011. Akan tetapi, terdapat dua spatula yang diperkirakan digunakan untuk aktivitas menggali tanah, yaitu alat 106/U31T49/-36/2011 dan T6S2/ /2012. Sebagian spatula tersebut digunakan dengan menggunakan tangan secara langsung, kecuali alat T6S2/ /2012 yang diperkirakan digunakan dengan menggunakan tangkai. Pada alat tipe serut, distribusi jejak pakai berupa kilapan yang buram (dull polish) dan striasi yang miring (oblique striations), primping pada bagian ujung tajaman (alat T6S2/ /2012, 145/U31T49/-49/2011) (foto 7). Striasi yang miring (oblique striations) terhadap sumbu alat menunjukkan pada saat penggunaan alat, tajaman diarahkan dengan kemiringan dan tekanan tertentu. Striasi tersebut memanjang miring searah pada bagian ujung tajaman menunjukkan tajaman digerakkan searah (uni-directional). Alat tipe serut diperkirakan untuk aktivitas meraut. Kilapan yang terlihat pada alat adalah kilapan yang buram, yang diperkirakan digunakan untuk pengerjaan materi kayu. Alat tipe serut digunakan dengan cara dipegang langsung dengan tangan. hp 5/24/14 7:04 PM Deleted: h hp 5/18/14 1:40 PM Deleted: aktifitas Foto 7. Primping, kilapan buram, dan penumpulan halus pada tajaman serut 145/U31T49/-76/2011 dengan pembesaran 30X (kiri) dan kilapan buram bagian tengah tajaman serut 145/U31T49/-76/2011 pembesaran 30X (kanan) Kesimpulan Hasil pengamatan mikroskopis menunjukkan bentuk jejak pakai tertentu berkaitan erat dengan tipe alat tertentu. Tipe lancipan memiliki jejak pakai yang sebagian besar berada pada bagian ujung tajaman alat, seperti patahan, striasi yang sejajar (longitudinal striations)

17 dan striasi yang miring (oblique striations). Sementara, pada tipe spatula mayoritas jejak pakai terdistribusi pada bagian ujung dan tengah tajaman alat. Jejak pakai yang terlihat berupa kilapan yang berasosiasi dengan penumpulan serta striasi yang miring (oblique striations). Pada serut, jejak pakai yang terlihat terdistribusi pada bagian ujung dan tengah tajaman, seperti striasi yang miring (oblique striations) dan kilapan yang buram (dull polish). Pada penelitian ini, analisis jejak pakai dilakukan dengan pembesaran rendah (low power magnification). Penentuan jejak pakai dengan pembesaran yang rendah (low power magnification) memberi keuntungan dalam mengidentifikasikan bagian alat yang memiliki jejak pakai. Keuntungan penggunaan pembesaran rendah (low power magnification) efektif untuk mengidentifikasi jejak pakai yang berukuran besar (Griffitts, 2006: 149). Selain itu, bagian alat yang memiliki jejak pakai dapat teridentifikasi dengan baik dan efektif untuk alat yang memiliki jejak pakai yang sudah terlihat sangat jelas. Pembesaran rendah (low power magnification) lebih cepat dilakukan dan dipelajari daripada pembesaran tinggi (high power magnification). Meskipun demikian, beberapa jejak pakai tertentu hanya dapat terlihat dengan pembesaran yang tinggi (high power magnification). Selain itu, pembesaran rendah (low power magnification) kurang efektif untuk memperkirakan jenis aktivitas dan materi yang dikerjakan secara tepat (Odell & Odell-Vereecken, 1980: 119). Mikroskop yang dipakai pada penelitian ini adalah mikroskopstereo Nikon SMZ1500 yang memiliki spesifikasi zoom range 0,75X-11,25X dengan HR Plan Apo 1X dan lensa okular (eye piece) C-W10X berdiameter menghasilkan pembesaran 7,5-112,5X. Dengan demikian, pengamatan hanya bisa dilakukan dengan pembesaran rendah (low power magnification). Pada penelitian ini, dalam melakukan interpretasi fungsi alat, penulis hanya menggunakan analogi eksperimen dan hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli sebelumnya. Kegiatan eksperimen pembuatan dan penggunaan alat tidak dilakukan, sebab untuk saat ini hasil analogi eksperimen dan penelitian yang dilakukan para ahli sudah dianggap cukup untuk menjawab rumusan masalah penelitian ini, yaitu fungsi alat berdasarkan bentuk jejak pakai dan tipe alat. Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya, adalah melakukan kegiatan eksperimen buat dan pakai alat tulang dan identifikasi jejak pakai dengan pembesaran tinggi (high power magnification) untuk mempertajam dan memperdalam analisis yang sebelumnya telah dilakukan. Selain itu, pemahaman mengenai konsep tribologi menjadi penting dalam penelitian arkeologi, khususnya analisis fungsional artefak. Tribologi merupakan ilmu yang mengkaji perubahan yang tampak pada permukaan alat, akibat berinteraksi dengan benda lain, baik itu pada proses pembuatan maupun pemakaian alat. Tribologi dapat menjadi cara untuk hp 5/24/14 8:36 PM Deleted: Sehingga

18 membantu arkeolog di dalam menginterpretasikan fungsi artefak, mengidentifikasi dan mempertimbangkan faktor-faktor yang turut mempengaruhi proses terbentuknya jejak pakai, serta morfologi dan distribusi jejak pakai. Hasil identifikasi jejak pakai dengan menggunakan pendekatan tribologi idealnya dikombinasikan dengan kegiatan arkeologi eksperimental dan etnografi. Dengan mengkombinasikan hal-hal tersebut, diharapkan identifikasi fungsi artefak dapat dilakukan secara akurat.

Tipologi Alat Cangkang Pelecypoda Situs Prasejarah Gua Kidang, Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Tengah

Tipologi Alat Cangkang Pelecypoda Situs Prasejarah Gua Kidang, Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Tengah Tipologi Alat Cangkang Pelecypoda Situs Prasejarah Gua Kidang, Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Tengah Rindy Gita Wahyuni 1 dan R. Cecep Eka Permana 2 1. Departemen Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia BAB V PENUTUP Manusia prasejarah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dalam hal ini makanan, telah mengembangkan teknologi pembuatan alat batu. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan mereka untuk dapat bertahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1972: 150). Adapun manusia pada saat itu, juga mempertimbangkan faktor-faktor

BAB I PENDAHULUAN. 1972: 150). Adapun manusia pada saat itu, juga mempertimbangkan faktor-faktor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada periode Mesolitik, manusia telah bercocok tanam secara sederhana dan memilih gua atau ceruk sebagai tempat berlindung sementara (Heekeren, 1972: 150). Adapun

Lebih terperinci

POLA OKUPASI GUA KIDANG: HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA Penelitian ini telah memasuki tahap ke delapan, yang dilakukan sejak tahun 2005.

POLA OKUPASI GUA KIDANG: HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA Penelitian ini telah memasuki tahap ke delapan, yang dilakukan sejak tahun 2005. POLA OKUPASI GUA KIDANG: HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA 2014 Indah Asikin Nurani Penelitian ini telah memasuki tahap ke delapan, yang dilakukan sejak tahun 2005. A. Hasil Penelitian Sampai Tahun

Lebih terperinci

POLA OKUPASI GUA KIDANG, HUNIAN MASA PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA. Indah Asikin Nurani

POLA OKUPASI GUA KIDANG, HUNIAN MASA PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA. Indah Asikin Nurani POLA OKUPASI GUA KIDANG, HUNIAN MASA PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA A. Hasil Penelitian Selama Enam Tahap Indah Asikin Nurani Hasil penelitian sampai pada tahap keenam (2012), dapat disimpulkan beberapa

Lebih terperinci

ALAT BATU DARI SITUS GUA GEDE,

ALAT BATU DARI SITUS GUA GEDE, 1 ALAT BATU DARI SITUS GUA GEDE, KECAMATAN NUSA PENIDA, KABUPATEN KLUNGKUNG, BALI (KAJIAN TIPOLOGI DAN FUNGSI) Esa Putra Bayu Gusti Gineung Patridina Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Alat tulang merupakan salah satu jenis produk teknologi manusia. Alat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Alat tulang merupakan salah satu jenis produk teknologi manusia. Alat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Alat tulang merupakan salah satu jenis produk teknologi manusia. Alat tulang digunakan sebagai alat bantu dalam suatu pekerjaan. Alat tulang telah dikenal manusia sejak

Lebih terperinci

ANGKA UKUR. Angka ukur diletakan di tengah-tengah garis ukur. Angka ukur tidak boleh dipisahkan oleh garis gambar. Jadi boleh ditempatkan dipinggir.

ANGKA UKUR. Angka ukur diletakan di tengah-tengah garis ukur. Angka ukur tidak boleh dipisahkan oleh garis gambar. Jadi boleh ditempatkan dipinggir. PEMBERIAN UKURAN ANGKA UKUR Angka ukur diletakan di tengah-tengah garis ukur. Angka ukur tidak boleh dipisahkan oleh garis gambar. Jadi boleh ditempatkan dipinggir. ANGKA UKUR Jika angka ukur ditempatkan

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB 4 PENUTUP. Universitas Indonesia BAB 4 PENUTUP Tembikar merupakan salah satu tinggalan arkeologi yang penting dalam mempelajari kehidupan manusia masa lalu. Berbagai informasi dapat diperoleh dari artefak berbahan tanah liat ini, mulai

Lebih terperinci

MODUL 6 ALAT KERJA TANGAN DAN MESI N (MENGI KI R) TINGKAT X PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K DISUSUN OLEH : Drs.

MODUL 6 ALAT KERJA TANGAN DAN MESI N (MENGI KI R) TINGKAT X PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K DISUSUN OLEH : Drs. MODUL 6 ALAT KERJA TANGAN DAN MESI N (MENGI KI R) TINGKAT X PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K DISUSUN OLEH : Drs. SOEBANDONO LEMBAR KERJA SISWA 6 Macam macam kikir Dibuat dari baja

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini akan dibahas analisis dan interpretasi hasil yang dilakukan dalam penelitian ini berdasarkan pengolahan data. Analisis dan interpretasi hasil bertujuan

Lebih terperinci

Kayu lapis Istilah dan definisi

Kayu lapis Istilah dan definisi Standar Nasional Indonesia Kayu lapis Istilah dan definisi (ISO 2074:2007, IDT) ICS 79.060.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Jenis kayu lapis...

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN SITUS GUA PAWON

BAB II GAMBARAN SITUS GUA PAWON BAB II GAMBARAN SITUS GUA PAWON 2. 1. Wilayah situs Gua Pawon terletak di wilayah Desa Masigit, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung berdasarkan laporan penelitian (Yondri et.al. 2005) dan data geografis.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Ilham Abdullah

PENDAHULUAN. Ilham Abdullah ALAT TULANG SITUS PLESTOSEN JAWA: BAHAN BAKU, TEKNOLOGI, DAN TIPOLOGI (Bone tools from Pleistocene Site of Java: Raw Materials, Technology, and Typology) Ilham Abdullah Balai Pelestarian Situs Manusia

Lebih terperinci

Keg. Pembelajaran 2 : Praktik Mekanik dan Tindakan Keselamatan Kerja di Bengkel

Keg. Pembelajaran 2 : Praktik Mekanik dan Tindakan Keselamatan Kerja di Bengkel Keg. Pembelajaran 2 : Praktik Mekanik dan Tindakan Keselamatan Kerja di Bengkel 1. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah mempelajari materi kegiatan pembelajaran ini mahasiswa/peserta PPG akan dapat : 1)

Lebih terperinci

ALAT TULANG DARI SITUS SANGIRAN (Bone Tools From Sangiran Site)

ALAT TULANG DARI SITUS SANGIRAN (Bone Tools From Sangiran Site) ALAT TULANG DARI SITUS SANGIRAN (Bone Tools From Sangiran Site) Ilham Abdullah Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran ilhamabdullah9969@gmail.com ABSTRACT Some of bone tools from Sangiran Site

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari 2012 sampai dengan Mei 2012 di bengkel Apppasco Indonesia, cangkurawo Dramaga Bogor. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. B. Tujuan Tujuan kami menulis makalah ini ialah untuk menginformasikan lebih dalam mengenai karya seni rupa dua dimensi.

BAB I PENDAHULUAN. B. Tujuan Tujuan kami menulis makalah ini ialah untuk menginformasikan lebih dalam mengenai karya seni rupa dua dimensi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Latar belakang kami menulis makalah ini ialah untuk menjelaskan karya seni rupa dua dimensi secara lebih rinci. Penjelasan karya seni rupa dua dimensi akan meliputi

Lebih terperinci

BAB VI MESIN FRIS DAN PEMOTONG FRIS

BAB VI MESIN FRIS DAN PEMOTONG FRIS BAB VI MESIN FRIS DAN PEMOTONG FRIS Mesin fris melepaskan logam ketika benda kerja dihantarkan terhadap suatu pemotong berputar seperti terlihat pada gambar 2. Gambar 2. Operasi fris sederhana. Pemotong

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) F-316

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) F-316 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-316 Studi Eksperimental Stick-Slip Friction Akibat Multi-Directional Contact Friction dengan Material Uji Ultra High Molecular

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS VOL.5, No.2, (2016) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS VOL.5, No.2, (2016) ISSN: ( Print) Studi Eksperimental Stick-Slip Friction Akibat Multi-Directional Contact Friction dengan Material Uji Ultra High Molecular Weight Polyethylene (UHMWPE) Terhadap Stainless Steel (AISI 304) Roy Yamsi Kurnia

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA No.: BAK/TBB/SBG313 Revisi: 00 Tgl: 1 Januari 2013 Hal. 1 dari 14 I. KOMPETENSI A. Menyiapkan bahan dan peralatan samir B. Melapisi styrofoam dengan daun pisang C. Menyiapkan hiasan tepi samir D. Merangkai

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TULANG SEBAGAI ARTEFAK DARI SITUS GUA KIDANG BLORA JAWA TENGAH KOLEKSI BALAR YOGYAKARTA. Michael Angello Winarko

PEMANFAATAN TULANG SEBAGAI ARTEFAK DARI SITUS GUA KIDANG BLORA JAWA TENGAH KOLEKSI BALAR YOGYAKARTA. Michael Angello Winarko 1 PEMANFAATAN TULANG SEBAGAI ARTEFAK DARI SITUS GUA KIDANG BLORA JAWA TENGAH KOLEKSI BALAR YOGYAKARTA Michael Angello Winarko Program Studi Arkeologi Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

BAHAN AJAR. Tata Rias Korektif Wajah

BAHAN AJAR. Tata Rias Korektif Wajah BAHAN AJAR Tata Rias Korektif Wajah 1. Pengertian tata rias korektif wajah. Tata rias koreksi wajah adalah menonjolkan bagian wajah yang indah dan menutupi bagian wajah yang kurang sempurna. 2. Tujuan

Lebih terperinci

PERTEMUAN 13 TOLERANSI GEOMETRI DAN KONFIGURASI PERMUKAAN

PERTEMUAN 13 TOLERANSI GEOMETRI DAN KONFIGURASI PERMUKAAN PERTEMUAN 13 TOLERANSI GEOMETRI DAN KONFIGURASI PERMUKAAN 13.1. Toleransi geometri Toleransi geometri atau toleransi bentuk adalah batas penyimpangan yang diizinkan, dari dua buah garis yang sejajar, atau

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN

METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN 1. Ruang Lingkup a. Metode ini meliputi pengujian untuk mendapatkan hubungan antara kadar air dan kepadatan pada campuran

Lebih terperinci

BAB IV. KONSEP RANCANGAN

BAB IV. KONSEP RANCANGAN BAB IV. KONSEP RANCANGAN A. TATARAN LINGKUNGAN / KOMUNITAS Dalam tataran lingkungan, produk rancangan yang dibuat dengan memanfaatkan limbah kayu palet secara maksimal. Palet kayu biasa digunakan sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Filamen Sutera Beberapa atribut yang berperan pada penentuan kualitas filamen sutera diantaranya panjang filamen, bobot filamen, tebal filamen, persentase bobot filamen, dan

Lebih terperinci

BAB 4 ALAT PERIODONTAL KLASIFIKASI ALAT PERIODONTAL

BAB 4 ALAT PERIODONTAL KLASIFIKASI ALAT PERIODONTAL Alat Periodontal 30 BAB 4 ALAT PERIODONTAL Alat yang digunakan dalam bidang Periodonsia terdiri atas beberapa jenis dengan tujuan penggunaan yang berbeda satu dengan lainnya. Ada juga jenis alat yang dapat

Lebih terperinci

TIPOLOGI MOTIF CAP TANGAN PRASEJARAH DI LEANG UHALLIE, KABUPATEN BONE, SULAWESI SELATAN

TIPOLOGI MOTIF CAP TANGAN PRASEJARAH DI LEANG UHALLIE, KABUPATEN BONE, SULAWESI SELATAN Irsyad Leihitu, Tipologi Motif Cap Tangan Prasejarah di Leang Uhallie, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan PARADIGMA JURNAL KAJIAN BUDAYA Vol. 6 No. 2 (2016): 207 218 207 TIPOLOGI MOTIF CAP TANGAN PRASEJARAH

Lebih terperinci

JENIS-JENIS KAMERA & TEKNIK KAMERA DALAM PENGAMBILAN GAMBAR

JENIS-JENIS KAMERA & TEKNIK KAMERA DALAM PENGAMBILAN GAMBAR JENIS-JENIS KAMERA & TEKNIK KAMERA DALAM PENGAMBILAN GAMBAR PRIAMBODOTOMMY.BLOGSPOT.COM Lisensi dokumen: Copyright @2012 by Priambodotommy.blogspot.com Seluruh dokumen yang ada di Priambodotommy.blogspot.com

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantiatif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian

Lebih terperinci

1. PENGENALAN ALAT KERJA BANGKU

1. PENGENALAN ALAT KERJA BANGKU 1. PENGENALAN ALAT KERJA BANGKU A. Tujuan 1. Menyebutkan macam-macam jenis alat tangan dan fungsinya. 2. Menyebutkan bagian-bagian dari alat-alat tangan pada kerja bangku. 3. Mengetahui bagaimana cara

Lebih terperinci

4. VISUALISASI DAN GAMBAR SKET

4. VISUALISASI DAN GAMBAR SKET 4. VISUALISASI DAN GAMBAR SKET Standar Kompetensi : Peserta didik dapat mengidentifikasi cara menggambar dengan cara: isometri, dimetri, trimetri, prespektif, gambar sket dengan menggunakan tangan, dan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG KUMIHIMO

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG KUMIHIMO BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG KUMIHIMO 2.1 Sejarah Kumihimo Kumihimo dikenal mulai sejak zaman Edo. Kumihimo pertama kali diciptakan oleh suatu bentuk jari loop mengepang. Kemudian alat takaida seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam di sekitarnya. Pemanfaatan ini dilakukan sebagai upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. alam di sekitarnya. Pemanfaatan ini dilakukan sebagai upaya untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak dulu manusia memiliki kecenderungan untuk memanfaatkan hasil alam di sekitarnya. Pemanfaatan ini dilakukan sebagai upaya untuk mempertahankan hidup mereka.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Artefak obsidian..., Anton Ferdianto, FIB UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Artefak obsidian..., Anton Ferdianto, FIB UI, 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Penelitian Pada awal abad ke 20, Pulau Jawa menjadi pusat penelitian mengenai manusia prasejarah. Kepulauan Indonesia, terutama Pulau Jawa memiliki bukti dan sejarah

Lebih terperinci

ANALISIS BATU BATA. A. Keletakan

ANALISIS BATU BATA. A. Keletakan ANALISIS BATU BATA Berdasarkan pada hasil penelitian ini dapat dipastikan bahwa di Situs Sitinggil terdapat struktur bangunan berciri masa prasejarah, yaitu punden berundak. Namun, berdasarkan pada hasil

Lebih terperinci

GERGAJI TANGAN PADA KERJA BANGKU

GERGAJI TANGAN PADA KERJA BANGKU GERGAJI TANGAN PADA KERJA BANGKU Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mempelajari bahan ajar ini peserta diklat akandapat : 1. Menjelaskan jenis-jenis gergaji tangan 2. Menjelaskan karakteristik gergaji

Lebih terperinci

MASA BERCOCOK TANAM DAN DAN BERTERNAK a. Kehidupan sosial-ekonomi Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam Kehidupan manusia senantiasa mengalami

MASA BERCOCOK TANAM DAN DAN BERTERNAK a. Kehidupan sosial-ekonomi Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam Kehidupan manusia senantiasa mengalami MASA BERCOCOK TANAM DAN DAN BERTERNAK a. Kehidupan sosial-ekonomi Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam Kehidupan manusia senantiasa mengalami perkembangan. Perkembangan itu dapat disebabkan karena ada

Lebih terperinci

Geometri Serat Kertas

Geometri Serat Kertas Geometri Serat Kertas Rita Kertas sebagai media penyampaian dan pencarian ide,sebenarnya memiliki keunikan yang terabaikan. Selembar kertas memiliki serat serat yang berperan sebagai struktur dari kertas

Lebih terperinci

MODUL 8 ALAT KERJA TANGAN DAN MESI N (MEMAHAT) TINGKAT X PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K DISUSUN OLEH : Drs.

MODUL 8 ALAT KERJA TANGAN DAN MESI N (MEMAHAT) TINGKAT X PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K DISUSUN OLEH : Drs. MODUL 8 ALAT KERJA TANGAN DAN MESI N () TINGKAT X PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K DISUSUN OLEH : Drs. SOEBANDONO LEMBAR KERJA SISWA 8 Bentuk-bentuk pahat Dibuat dari baja karbon

Lebih terperinci

Ditinjau dari macam pekerjan yang dilakukan, dapat disebut antara lain: 1. Memotong

Ditinjau dari macam pekerjan yang dilakukan, dapat disebut antara lain: 1. Memotong Pengertian bengkel Ialah tempat (bangunan atau ruangan) untuk perawatan / pemeliharaan, perbaikan, modifikasi alt dan mesin, tempat pembuatan bagian mesin dan perakitan alsin. Pentingnya bengkel pada suatu

Lebih terperinci

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN SEJARAH PENEMUAN SITUS Keberadaan temuan arkeologis di kawasan Cindai Alus pertama diketahui dari informasi

Lebih terperinci

MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM

MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM Materi ini membahas tentang pembuatan besi tuang dan besi tempa. Tujuan instruksional khusus yang ingin dicapai adalah (1) Menjelaskan peranan teknik pengecoran dalam perkembangan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3.1.Lokasi Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 3.1.Lokasi Penelitian III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2014 di Kecamatan Kepenuhan, Kepenuhan Hulu Dan Kecamatan Rambah Hilir di Kabupaten Rokan Hulu.

Lebih terperinci

BAB II TEORI KEAUSAN. 2.1 Pengertian keausan.

BAB II TEORI KEAUSAN. 2.1 Pengertian keausan. BAB II TEORI KEAUSAN 2.1 Pengertian keausan. Definisi paling umum dari keausan yang telah dikenal sekitar 50 tahun lebih yaitu hilangnya bahan dari suatu permukaan atau perpindahan bahan dari permukaannya

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) B-108

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) B-108 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-108 Studi Eksperimental Keausan Permukaan Material Akibat Adanya Multi-Directional Contact Friction Muhammad Hasry dan Yusuf

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM SIFAT SIFAT FISIK TANAH KELAS A PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI. OLEH I Wayan Narka

PENUNTUN PRAKTIKUM SIFAT SIFAT FISIK TANAH KELAS A PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI. OLEH I Wayan Narka 0 PENUNTUN PRAKTIKUM SIFAT SIFAT FISIK TANAH KELAS A PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI OLEH I Wayan Narka FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 1 I. PENDAHULUAN Tanah merupakan akumulasi tubuh

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN DESAIN

IV. PENDEKATAN DESAIN IV. PENDEKATAN DESAIN A. Kriteria Desain Alat pengupas kulit ari kacang tanah ini dirancang untuk memudahkan pengupasan kulit ari kacang tanah. Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa proses pengupasan

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

III. KEGIATAN BELAJAR 3 PEMBUATAN POLA DAN INTI. Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu menjelaskan pembuatan pola dan inti pada proses pengecoran.

III. KEGIATAN BELAJAR 3 PEMBUATAN POLA DAN INTI. Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu menjelaskan pembuatan pola dan inti pada proses pengecoran. III. KEGIATAN BELAJAR 3 PEMBUATAN POLA DAN INTI A. Sub Kompetensi Pembuatan pola dan inti dapat dijelaskan dengan benar B. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu menjelaskan

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN UJI BASAH DAN KERING CAMPURAN TANAH SEMEN DIPADATKAN

METODE PENGUJIAN UJI BASAH DAN KERING CAMPURAN TANAH SEMEN DIPADATKAN METODE PENGUJIAN UJI BASAH DAN KERING CAMPURAN TANAH SEMEN DIPADATKAN SNI 13-6427-2000 1. Ruang Lingkup 1.1 Metode pengujian ini meliputi prosedur penentuan kehilangan campuran tanah semen, perubahan kadar

Lebih terperinci

07. Bentangalam Fluvial

07. Bentangalam Fluvial TKG 123 Geomorfologi untuk Teknik Geologi 07. Bentangalam Fluvial Salahuddin Husein Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada 2010 Pendahuluan Diantara planet-planet sekitarnya, Bumi

Lebih terperinci

Mesin Perkakas Konvensional

Mesin Perkakas Konvensional Proses manufaktur khusus digunakan untuk memotong benda kerja yang keras yang tidak mudah dipotong dengan metode tradisional atau konvensional. Dengan demikian, bahwa dalam melakukan memotong bahan ada

Lebih terperinci

Ciri Litologi

Ciri Litologi Kedudukan perlapisan umum satuan ini berarah barat laut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 60 o hingga 84 o (Lampiran F. Peta Lintasan). Satuan batuan ini diperkirakan mengalami proses deformasi

Lebih terperinci

BENTANG ALAM KARST. By : Asri Oktaviani

BENTANG ALAM KARST. By : Asri Oktaviani http://pelatihan-osn.blogspot.com Lembaga Pelatihan OSN BENTANG ALAM KARST By : Asri Oktaviani Pengertian tentang topografi kars yaitu : suatu topografi yang terbentuk pada daerah dengan litologi berupa

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGECORAN LOGAM Membuat Pola Arianto Leman Soemowidagdo KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

TEKNIK GAMBAR DASAR A. PERALATAN DAN PERLENGKAPAN GAMBAR

TEKNIK GAMBAR DASAR A. PERALATAN DAN PERLENGKAPAN GAMBAR TEKNIK GAMBAR DASAR A. PERALATAN DAN PERLENGKAPAN GAMBAR 1. MEJA GAMBAR Meja gambar yang baik mempunyai bidang permukaan yang rata tidak melengkung. Meja tersebut dibuat dari kayu yang tidak terlalu keras

Lebih terperinci

3.1. MATERI 1 - GAMBAR DAUN

3.1. MATERI 1 - GAMBAR DAUN BAB 3: TANAMAN POHON Dalam proses belajar menggambar, umumnya dapat dimulai dengan belajar menggambar alam benda yang ada di sekitar kita dan yang paling dekat dan sering di temui adalah tanaman pohon,

Lebih terperinci

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS A. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menerapkan Hukum I Newton untuk menganalisis gaya-gaya pada benda 2. Menerapkan Hukum II Newton untuk menganalisis gerak objek 3. Menentukan pasangan

Lebih terperinci

PUNTIRAN. A. pengertian

PUNTIRAN. A. pengertian PUNTIRAN A. pengertian Puntiran adalah suatu pembebanan yang penting. Sebagai contoh, kekuatan puntir menjadi permasalahan pada poros-poros, karena elemen deformasi plastik secara teori adalah slip (geseran)

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Keausan Permukaan Material Akibat Adanya Multi-Directional Contact Friction

Studi Eksperimental Keausan Permukaan Material Akibat Adanya Multi-Directional Contact Friction JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1 Studi Eksperimental Keausan Permukaan Material Akibat Adanya Multi-Directional Contact Friction Muhammad Hasry, Yusuf Kaelani Jurusan Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

biasanya dialami benda yang tidak tembus cahaya, sedangkan pembiasan terjadi pada benda yang transparan atau tembus cahaya. garis normal sinar bias

biasanya dialami benda yang tidak tembus cahaya, sedangkan pembiasan terjadi pada benda yang transparan atau tembus cahaya. garis normal sinar bias 7.3 Cahaya Cahaya, apakah kamu tahu apa itu cahaya? Mengapa dengan adanya cahaya kita dapat melihat lingkungan sekitar kita? Cahaya Matahari yang begitu terang dapat membentuk pelangi setelah hujan berlalu?

Lebih terperinci

KONSTRUKSI DINDING BATU BATA

KONSTRUKSI DINDING BATU BATA KONSTRUKSI DINDING BATU BATA Mengambar Rekayasa HSKK 208 Pendahuluan Batu bata adalah salah satu jenis bahan bangunan yang dibuat dari tanah liat (lempung) dengan atau tanpa bahan lain, yang dibakar pada

Lebih terperinci

Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan

Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan Standar Nasional Indonesia Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMBUATAN ALAT DAN PERHIASAN DI GUA KIDANG, BLORA THE TECHNOLOGY OF TOOLS AND ORNAMENTS PRODUCTION AT GUA KIDANG, BLORA

TEKNOLOGI PEMBUATAN ALAT DAN PERHIASAN DI GUA KIDANG, BLORA THE TECHNOLOGY OF TOOLS AND ORNAMENTS PRODUCTION AT GUA KIDANG, BLORA TEKNOLOGI PEMBUATAN ALAT DAN PERHIASAN DI GUA KIDANG, BLORA THE TECHNOLOGY OF TOOLS AND ORNAMENTS PRODUCTION AT GUA KIDANG, BLORA Indah Asikin Nurani Balai Arkeologi D.I. Yogyakarta anikardani@gmail. com

Lebih terperinci

DASAR PROSES PEMOTONGAN LOGAM

DASAR PROSES PEMOTONGAN LOGAM 3 DASAR PROSES PEMOTONGAN LOGAM 1. PENGANTAR Pelat-pelat hasil produksi pabrik umumnya masih dalam bentuk lembaran yang ukuran dan bentuknya bervariasi. Pelat-pelat dalam bentuk lembaran ini tidak dapat

Lebih terperinci

Kompetensi Kerja Nasional Indonesia). Salah satunya adalah Metode UJI MATERIAL GEDUNG melalui suatu pelatihan khusus.

Kompetensi Kerja Nasional Indonesia). Salah satunya adalah Metode UJI MATERIAL GEDUNG melalui suatu pelatihan khusus. Seorang Pelaksana Pekerjaan Gedung memiliki : keahlian dan ketrampilan sebagaimana diterapkan dalam SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia). Salah satunya adalah Metode UJI MATERIAL GEDUNG

Lebih terperinci

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah Standar Nasional Indonesia Cara uji kepadatan ringan untuk tanah ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

PEMBERIAN UKURAN DIMENSI

PEMBERIAN UKURAN DIMENSI PEMBERIAN UKURAN DIMENSI Dodi Sofyan Arief, ST., MT 17 Desember 2008 Tujuan Pembelajaran : Menggunakan teknik-teknik pemeberian dimensi untuk menguraikan dan bentuk secara baik pada gambar teknik. Membuat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Rambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Rambut HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Rambut Landak Hystrix javanica memiliki tiga macam bentuk rambut: rambut halus (seperti rambut pada mamalia lain), rambut peraba, dan duri. Rambut halus dan duri terdapat di

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Rencana Penelitian

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Rencana Penelitian BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Rencana Penelitian Mulai Input Data Angka Manning Geometri Saluran Ukuran Bentuk Pilar Data Hasil Uji Lapangan Diameter Sedimen Boundary Conditions - Debit -

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulanjuni sampai Juli 2012 di Desa

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulanjuni sampai Juli 2012 di Desa I. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulanjuni sampai Juli 2012 di Desa Air Tiris Kecamatan Kampar Kabupaten Kampar Provinsi Riau. 3.2.Bahan dan Alat Bahan yang

Lebih terperinci

III RANCANGAN DAN PROFIL GIG! GERGAJI A. Tipe Gigi

III RANCANGAN DAN PROFIL GIG! GERGAJI A. Tipe Gigi III RANCANGAN DAN PROFIL GIG! GERGAJI A. Tipe Gigi Meskipun mungkin banyak terdapat bentuk-bentuk gigi gergaji, padaa dasarnya hanya terdapat tiga atau empat bentuk pokok. Empat bentuk atau tipe gigi gergaji

Lebih terperinci

MESIN FRIS DAN PEMOTONG FRIS. Yefri Chan,ST.MT (Universitas Darma Persada

MESIN FRIS DAN PEMOTONG FRIS. Yefri Chan,ST.MT (Universitas Darma Persada MESIN FRIS DAN PEMOTONG FRIS BAB 20 MESIN FRIS DAN PEMOTONG FRIS Gambar 20. 2. Operasi fris sederhana. Pemotong fris memiliki satu deretan mata potong pada kelilingnya yang masing-masing berlaku sebagai

Lebih terperinci

DM-ST (Bahasa Indonesia) Panduan Dealer. Tuas kontrol ganda ST-9001 ST-9000 ST-6800 ST-5800 ST-4700 ST-4703

DM-ST (Bahasa Indonesia) Panduan Dealer. Tuas kontrol ganda ST-9001 ST-9000 ST-6800 ST-5800 ST-4700 ST-4703 (Bahasa Indonesia) DM-ST0002-04 Panduan Dealer Tuas kontrol ganda ST-9001 ST-9000 ST-6800 ST-5800 ST-4700 ST-4703 DAFTAR ISI PENGUMUMAN PENTING... 3 UNTUK MENJAGA KESELAMATAN... 4 PEMASANGAN... 6 Daftar

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. harus mempunyai sebuah perencanaan yang matang. Perencanaan tersebut

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. harus mempunyai sebuah perencanaan yang matang. Perencanaan tersebut BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH Proses pembuatan rangka pada mesin pemipih dan pemotong adonan mie harus mempunyai sebuah perencanaan yang matang. Perencanaan tersebut meliputi gambar kerja, bahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Ruang Lingkup Penggunaan mesin sekrap Penggunaan alat-alat perkakas tangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Ruang Lingkup Penggunaan mesin sekrap Penggunaan alat-alat perkakas tangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Praktek kerja bangku merupakan usaha sadar membekali individu dengan pengetahuan dan kemampuan untuk menghasilkan skill yang sesuai standar untuk bekerja di industri

Lebih terperinci

KONSTRUKSI DINDING BAMBU PLASTER Oleh Andry Widyowijatnoko Mustakim Departemen Arsitektur Institut Teknologi Bandung

KONSTRUKSI DINDING BAMBU PLASTER Oleh Andry Widyowijatnoko Mustakim Departemen Arsitektur Institut Teknologi Bandung MODUL PELATIHAN KONSTRUKSI DINDING BAMBU PLASTER Oleh Andry Widyowijatnoko Mustakim Departemen Arsitektur Institut Teknologi Bandung Pendahuluan Konsep rumah bambu plester merupakan konsep rumah murah

Lebih terperinci

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA .1 PETA TOPOGRAFI..2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA . Peta Topografi.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini,

Lebih terperinci

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya 5. Peta Topografi 5.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini, disamping tinggi rendahnya permukaan dari pandangan

Lebih terperinci

V. POLA DAN TEHNIK PEMBELAHAN

V. POLA DAN TEHNIK PEMBELAHAN V. POLA DAN TEHNIK PEMBELAHAN Sebelum diuraikan mengenai pola dan tehnik pembelahan kayu bulat, terlebih dahulu akan diuraikan mengenai urut-urutan proses menggergaji, dan kayu bulat sampai menjadi kayu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Situs Manusia Purba Sangiran merupakan sebuah situs prasejarah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Situs Manusia Purba Sangiran merupakan sebuah situs prasejarah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Situs Manusia Purba Sangiran merupakan sebuah situs prasejarah yang mengandung temuan fosil yang sangat banyak jumlahnya, seperti fosil Hominid purba, fosil fauna dan

Lebih terperinci

BENTUK DAN FUNGSI GERABAH KAWASAN DANAU SENTANI

BENTUK DAN FUNGSI GERABAH KAWASAN DANAU SENTANI BENTUK DAN FUNGSI GERABAH KAWASAN DANAU SENTANI Hari Suroto (Balai Arkeologi Jayapura) Abstract Based on the research done, earthenware is found in Sentani Lake. The earthenware which is found in pieces,

Lebih terperinci

7.4 Alat-Alat Optik. A. Mata. Latihan 7.3

7.4 Alat-Alat Optik. A. Mata. Latihan 7.3 Latihan 7.3 1. Bagaimanakah bunyi hukum pemantulan cahaya? 2. Bagaimanakah bunyi hukum pembiasan cahaya? 3. Apa hubungan pembiasan dengan peristiwa terebntuknya pelangi setelah hujan? Jelaskan! 4. Suatu

Lebih terperinci

FORMAT GAMBAR PRAKTIKUM PROSES MANUFAKTUR ATA 2014/2015 LABORATURIUM TEKNIK INDUSTRI LANJUT UNIVERSITAS GUNADARMA

FORMAT GAMBAR PRAKTIKUM PROSES MANUFAKTUR ATA 2014/2015 LABORATURIUM TEKNIK INDUSTRI LANJUT UNIVERSITAS GUNADARMA FORMAT GAMBAR PRAKTIKUM PROSES MANUFAKTUR ATA 2014/2015 LABORATURIUM TEKNIK INDUSTRI LANJUT UNIVERSITAS GUNADARMA A. Perlengkapan Gambar 1. Drawing Pen ukuran 0,3 dan 0,5 mm 2. Maal 3 mm 3. Penggaris /

Lebih terperinci

A. Pendahuluan. Dalam cabang ilmu fisika kita mengenal MEKANIKA. Mekanika ini dibagi dalam 3 cabang ilmu yaitu :

A. Pendahuluan. Dalam cabang ilmu fisika kita mengenal MEKANIKA. Mekanika ini dibagi dalam 3 cabang ilmu yaitu : BAB VI KESEIMBANGAN BENDA TEGAR Standar Kompetensi 2. Menerapkan konsep dan prinsip mekanika klasik sistem kontinu dalam menyelesaikan masalah Kompetensi Dasar 2.1 Menformulasikan hubungan antara konsep

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Fotogrametri dapat didefisinikan sebagai ilmu untuk memperoleh

2. TINJAUAN PUSTAKA. Fotogrametri dapat didefisinikan sebagai ilmu untuk memperoleh 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fotogrametri Fotogrametri dapat didefisinikan sebagai ilmu untuk memperoleh pengukuran-pengukuran yang terpercaya dari benda-benda di atas citra fotografik (Avery, 1990). Fotogrametri

Lebih terperinci

PERTEMUAN 6 PENYAJIAN GAMBAR KHUSUS

PERTEMUAN 6 PENYAJIAN GAMBAR KHUSUS PERTEMUAN 6 PENYAJIAN GAMBAR KHUSUS 6.1. Cara menunjukkan bagian khusus Disamping gambar-gambar yang dihasilkan dengan cara proyeksi orthogonal biasa, terdapat juga cara-cara khusus untuk memperjelas gambar

Lebih terperinci

PENGENALAN VARIETAS LADA, PALA, dan CENGKEH. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat November 2015

PENGENALAN VARIETAS LADA, PALA, dan CENGKEH. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat November 2015 PENGENALAN VARIETAS LADA, PALA, dan CENGKEH Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat November 2015 DESKRIPSI VARIETAS LADA LADA VAR. NATAR 1 SK Menteri Pertanian nomor : 274/Kpts/KB.230/4/1988 Bentuk Tangkai

Lebih terperinci

Tiori terbentuknya sesar

Tiori terbentuknya sesar FAULT Literatur: 1. Structural Geology, J.G. Dennis, 1972 2. Structural Geology of Rocks & Regions, G.H. Davis & S.J. Reynolds, 1996 3. Structural Geology, M.P. Billings, 1975 Tiori terbentuknya sesar

Lebih terperinci

A. Anatomi dan morfologi Gigi Permanen 1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas

A. Anatomi dan morfologi Gigi Permanen 1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas A. Anatomi dan morfologi Gigi Permanen 1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas Gigi Incisivus sentral atas adalah gigi kesatu di rahang atas, yang terletak dikiri kanan dari garis tengah / median (Itjingningsh,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Alat-alat Pembantu Untuk Meningkatkan Produksi Pada Mesin. dan kecepatannya sayatnya setinggi-tingginya.

BAB II LANDASAN TEORI Alat-alat Pembantu Untuk Meningkatkan Produksi Pada Mesin. dan kecepatannya sayatnya setinggi-tingginya. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Alat-alat Pembantu Untuk Meningkatkan Produksi Pada Mesin 2.1.1. Bubut Senter Untuk meningkatkan produksi, pada tahap pertama kita akan berusaha memperpendek waktu utama. Hal

Lebih terperinci

BAB 3 DINAMIKA. Tujuan Pembelajaran. Bab 3 Dinamika

BAB 3 DINAMIKA. Tujuan Pembelajaran. Bab 3 Dinamika 25 BAB 3 DINAMIKA Tujuan Pembelajaran 1. Menerapkan Hukum I Newton untuk menganalisis gaya pada benda diam 2. Menerapkan Hukum II Newton untuk menganalisis gaya dan percepatan benda 3. Menentukan pasangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyamplung Nyamplung memiliki sebaran yang luas di dunia, dari Afrika, India, Asia Tenggara, Australia Utara, dan lain-lain. Karakteristik pohon nyamplung bertajuk rimbun-menghijau

Lebih terperinci

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PADJADJARAN TEKNIK PENGECORAN DAN PEMBUATAN SEGI TUJUH

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PADJADJARAN TEKNIK PENGECORAN DAN PEMBUATAN SEGI TUJUH TEKNIK PENGECORAN DAN PEMBUATAN SEGI TUJUH BAGIAN ORTODONTI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI 1 1 CARA PENGECORAN GIPS 2 2 Cetakan disemprot dengan udara dengan hati-hati. Dimaksudkan untuk menghilangkan sisa-sisa

Lebih terperinci

Pengertian Videografy

Pengertian Videografy Videografy Pengertian Videografy Videografi adalah media untuk merekam suatu moment/kejadian yang dirangkum dalam sebuah sajian gambar dan suara yang dapat kita nikmati dikemudian hari baik sebagai sebuah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2011 pada PT Socfindo yang berlokasi di Jalan KL. Yos Sudarso No.27 Medan

Lebih terperinci