SELF-ESTEEM, SELF-EFFICACY, MOTIVASI BELAJAR DAN PRESTASI AKADEMIK SISWA SMA PADA BERBAGAI MODEL PEMBELAJARAN. Dinda Ayu Novariandhini I

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SELF-ESTEEM, SELF-EFFICACY, MOTIVASI BELAJAR DAN PRESTASI AKADEMIK SISWA SMA PADA BERBAGAI MODEL PEMBELAJARAN. Dinda Ayu Novariandhini I"

Transkripsi

1 SELF-ESTEEM, SELF-EFFICACY, MOTIVASI BELAJAR DAN PRESTASI AKADEMIK SISWA SMA PADA BERBAGAI MODEL PEMBELAJARAN Dinda Ayu Novariandhini I DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Self-Esteem, Self-Efficacy, Motivasi Belajar dan Prestasi Akademik Siswa SMA pada Berbagai Model Pembelajaran adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing skripsi dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, November 2011 Dinda Ayu Novariandhini NIM I

3 ABSTRACT DINDA AYU NOVARIANDHINI. Self-Esteem, Self-Efficacy, Learning Motivation, and Academic Achievement in High School Students on Various Learning Models. Supervised by Melly Latifah. This study aims was to analyze the self-esteem, self-efficacy, learning motivation, and academic achievement of high school students in various learning models. The study involved 26 students of the acceleration class, 30 students of the international class and 30 students of the regular class in the city of Bogor. Primary data in this study were selfesteem, self-efficacy, and learning motivation which include internal and external motivatio. Students achievement data was collected through report card. Data was collected by observation techniques and self-report with the help of a questionnaire. The Study using descriptive analysis and inference analysis. The results showed different intrinsic motivation between the three classes (p < 0,05) where the regular class has the best intrinsic motivation, the second is the SBI and the third is the acceleratio n class. The results also indicated a difference in the report value of the three classes (p<0,05) where accelerated class have the highest value of cognitive and psychomotor, the second is the SBI and the last is the regular class. The highest affective value owned by the regular classroom. The study also found a positive relationship between self-esteem with self-efficacy (r=0,567), intrinsic motivation (r=0,520), and extrinsic motivation (r=0,289). In addition it also found a positive relationship between self-efficacy with intrinsic motivation (r=0,451) and extrinsic motivation (r=0,420). The results also showed a negative relationship between intrinsic motivation with cognitive value (r=- 0,217) and the psychomotor (r=-0,256). Key words: self-esteem, self-efficacy, motivation to learn, and academic achievement ABSTRAK DINDA AYU NOVARIANDHINI. Self-Esteem, Self-Efficacy, Motivasi Belajar dan Prestasi Akademik Siswa SMA pada Berbagai Model Pembelajaran. Dibimbing oleh MELLY LATIFAH. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis self-esteem, self-efficacy, motivasi belajar, dan prestasi akademik siswa SMA pada berbagai model pembelajaran. Penelitian melibatkan 26 siswa kelas akselerasi, 30 siswa kelas internasional dan 30 Siswa kelas reguler di Kota Bogor. Data primer dalam penelitian ini adalah self-esteem, self-efficacy, serta motivasi belajar yang meliputi motivasi internal dan eksternal, sedangkan untuk data sekunder adalah nilai rapor yang meliputi nilai kognitif, nilai psikomotorik, dan nilai afektif. Pengambilan data dilakukan dengan teknik observasi dan self-report dengan alat bantu kuesioner. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan inferensia. Hasil penelitian menunjukan adanya perbedaan motivasi intrinsik pada ketiga kelas (p<0,05) dengan kelas reguler memiliki motivasi intrinsik paling baik, kedua adalah kelas SBI dan ketiga adalah kelas akselerasi. Hasil penelitian pun menunjukan adanya perbedaan nilai rapor di ketiga kelas (p<0,05) dengan kelas akselerasi memiliki nilai kognitif dan psikomotorik paling tinggi, kedua adalah kelas SBI dan terakhir adalah kelas reguler. Nilai afektif tertinggi dimiliki oleh kelas reguler. Penelitian ini juga menemukan hubungan yang postif antara self-esteem dengan self-efficacy (r=0,567), motivasi intrinsik (r=0,520), dan motivasi ekstrinsik (r=0,289). Selain itu ditemukan pula hubungan yang positif antara self-efficacy dengan motivasi intrinsik (r=0,451) dan ekstrinsik (r=0,420). Hasil penelitian pun menunjukan adanya hubungan yang negatif antara motivasi intrinsik dengan nilai kognitif (r=-0,217) dan nilai psikomotorik (r=-0,256). Kata kunci : self-esteem, self-efficacy, motivasi belajar, prestasi akademik

4 RINGKASAN DINDA AYU NOVARIANDHINI. Self-Esteem, Self-Efficacy, Motivasi Belajar, dan Prestasi Akademik Siswa SMA pada Berbagai Model Pembelajaran Dibimbing oleh MELLY LATIFAH. Menurut HDI (Human Development Index) 2008 sumberdaya manusia di Indonesia masih berada dalam kategori yang rendah yaitu urutan 119 dari 179 negara. Salah satu upayauntuk meningkatkan sumberdaya manusia yang ada di Indonesia adalah dengan melakukan peningkatan dalam sektor pendidikan. Pemerintah melakukan peningkatan sektor pendidikan dengan melakukan otonomi dalam sektor pendidikan dan setiap daerah bebas untuk membuka model pembelajaran di sekolah yang berada di daerahnya. Model pembelajaran tersebut antara lain adalah kelas akselerasi, kelas internasional, dan kelas reguler. Dengan adanya pebedaan di ketiga kelas tersebut diduga menyebabkan self-esteem (penilaian diri sendiri), self-efficacy (keyakinan terhadap diri sendiri), motivasi belajar, serta prestasi siswa diketiga kelas tersebut berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk 1) menganalisis karakteristik siswa dan keluarga pada kelas akselerasi, kelas SBI, dan kelas reguler; 2) menganalisis self-esteem, self-efficacy, motivasi, dan prestasi akademik siswa pada kelas akselerasi, kelas SBI, dan kelas reguler; 3) menganalisis hubungan karakteristik siswa dengan self-esteem dan selfefficacy; 4) menganalisis hubungan self-esteem dan self-efficacy dengan motivasi; 5) menganalisis hubungan motivasi dengan prestasi akademik siswa. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan dalam satu waktu tertentu. Pemilihan tempat dalam penelitian ini dilakukan secara purposive yaitu di SMA Kota Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan mulai bulan April hingga Mei Populasi contoh dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas akselerasi, kelas SBI, kelas reguler yang berada di Kota Bogor dengan rentang usia tahun. Jumlah contoh yang diambil adalah 26 contoh yang merupakan siswa akselerasi, 30 contoh siswa kelas SBI dan 30 contoh kelas reguler yang dipilih secara purposive di kelas yaitu kelas XI. Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data skunder. Data primer yang digunakan untuk penelitian ini meliputi karakteristik siswa, karakteristik keluarga siswa, self-esteem, self-efficacy, dan motivasi belajar, sedangkan data sekunder yang digunakan adalah data prestasi belajar yang berada dalam rapor siswa. Self-esteem pada penelitian ini menggunakan kuesioner Ariyani yang mengacu pada Moris Rosenberg (1967) Texas Social Behavior Inventory-Form kemudian dimodifikasi oleh peneliti, terdiri dari 20 item pertanyaan dengan skala Likert 1-4. Self-efficacy siswa diukur menggunakan kuesioner oleh Hambawany (2007) kemudian dimodifikasi oleh peneliti, terdiri dari 30 pertanyaan yang diukur dengan skala Likert 1-4. Motivasi belajar diukur menggunakan kuesioner hasil adaptasi dari Rahmaisya (2011) yang mengacu kepada Pelletier,et al. (1995) yang dimodifikasi oleh peneliti, kuesioner motivasi belajar yang terdiri dari motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Variabel motivasi belajar ini terdiri atas 30 pertanyaan dengan skala Likert 1-4.

5 Diketahui reliabilitas nilai cronbach alpha untuk self-esteem adalah 0,646, selfefficacy 0,867 dan motivasi belajar 0,805. Data yang diperoleh diolah dan dianalisis secara deskriptif dan inferensial menggunakan proses editing, coding, scoring, entry data, cleaning data dan analisis data. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis korelasi Spearman dan Pearson, serta analisis uji beda one way annova. Hasil penelitian menggunakan uji one way anova menunjukan menunjukan bahwa tidak ada perbedaan self-esteem dan self-efficacy antara kelas akselerasi, kelas SBI dan kelas reguler (p > 0,05). Motivasi yang diukur meliputi motivasi internal dan motivasi eksternal. Hasil uji beda one way annova menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang nyata motivasi intrinsik yang dimiliki contoh antara kelas akelerasi, kelas SBI dan kelas reguler (p < 0,05) dengan motivasi intrinsik paling baik dimiliki oleh kelas reguler, kedua adalah kelas SBI, dan ketiga adalah kelas akselerasi. Selain itu, hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan motivasi yang dimiliki contoh antara kelas akelerasi, kelas SBI dan kelas reguler (p > 0,05). Prestasi akademik siswa yang diukur menggunakan nilai rapot memiliki tiga aspek penilaian yaitu kognitif, psikomotorik dan afektif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara nilai kognitif, nilai psikomotorik, dan nilai afektif di kelas akselerasi, kelas SBI, dan kelas reguler (p < 0,05). Nilai kognitif dan nilai psikomotorik yang paling baik adalah kelas akselerasi, kedua adalah kelas SBI, dan ketiga adalah kelas reguler, sedangkan untuk nilai afektif paling baik dimiliki oleh kelas reguler. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara usia anak dengan self-esteem, artinya semakin tinggi usia anak maka akan semakin baik self-esteem yang dimilikinya. Selain itu terdapat hubungan positif dan signifikan antara selfesteem dan self-efficacy dengan motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik, artinya semakin tinggi self-esteem dan self-efficacy anak maka semakin tinggi pula motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik anak. Hasil penelitian pun menunjukan terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara motivasi intrinsik dengan prestasi yaitu nilai kognitif dan nilai psikomotorik, artinya semakin tinggi motivasi intrinsik anak maka semakin rendah nilai kognitif dan psikomotorik anak.

6 Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian dan seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

7 SELF-ESTEEM, SELF-EFFICACY, MOTIVASI BELAJAR DAN PRESTASI AKADEMIK SISWA SMA PADA BERBAGAI MODEL PEMBELAJARAN DINDA AYU NOVARIANDHINI Skripsi Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

8 Judul Skripsi : Self-Esteem, Self-Efficacy, Motivasi Belajar dan Prestasi Akademik Siswa SMA pada Berbagai Model Pembelajaran Nama : Dinda Ayu Novariandhini NIM : I Dosen Pembimbing Ir. Melly Latifah, M.Si Pembimbing I Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc Tanggal Lulus :

9 PRAKATA Puji syukur yang atas Hidayah diberikan kepada Allah SWT yang telah memberikan kesempatan penulis dalam penyusunan skripsi ini. Dalam kesempatan ini saya ingin mengucapkan terimakasih kepadaorang-orang yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini : 1. Ir. Melly Latifah, M.Si sebagai pembimbing skripsi yang selalu memberikan bimbingan, saran, dan nasihat-nasihat selama penulisan skripsi ini dilakukan. 2. Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si sebagai Pembimbing Akademik penulis selama masa perkuliahan yang selalu memberikan saran serta motivasinya. 3. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc, M.Sc dan Nety Herawati, SP, M.Si sebagai desen penguji skripsi ini serta Alfiasari, SP, M.Si sebagai dosen pemandu seminar untuk masukan dan sarannya agar skripsi ini lebih baik lagi. 4. Kelas akselerasi, kelas SBI, dan Kelas Reguler SMA di Kota Bogor tempat melakukan penelitian atas bantuannya dalam melaksanakan penelitian. 5. Orangtua Bapak H. Singgih Budi Setiawan dan Ibu Hj. Chairina Selfiati yang telah memberikan doanya, mendukung dan memotivasi. Selain itu untuk adik penulis Dhyanti Ayu Febiriandhini yang selalu memberikan semangat. 6. Seluruh keluarga besar serta eyang yang selalu memberikan doa serta dukungannya kepada penulis. 7. Teman-teman seperjuangan Restu Dwi Prihatina, Herti Herniati dan Nadia Nandana Lestari sebagai teman berbagi suka dan duka dalam penelitian payung ini serta saling memberikan masukan dan semangat kepada penulis. 8. Teman-teman IKK 44 yang telah menjadi keluarga selama perkuliahan berlangsung, tempat mencurahkan perasaan dan berbagi suka serta duka serta selalu memberikan kekompakan. 9. Gumilar Sulistiawan yang telah memberikan doa, perhatian, motivasi serta selalu mengingkatkan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. November 2011 Dinda Ayu Novariandhini

10 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... Halaman vii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 3 Tujuan... 5 Kegunaan Penelitian... 5 TINJAUAN PUSTAKA... 7 Karakteristik Keluarga... 7 Remaja... 8 Self-Esteem... 9 Self-Efficacy Motivasi Belajar Prestasi Akademik Model Pembelajaran KERANGKA PEMIKIRAN METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan data Pengolahan dan Analisis data Definisi Operasional HASIL PENELITIAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Karakteristik Keluarga Usia Orangtua Besar keluarga Pendidikan Orangtua Pekerjaan Orangtua Pendapatan Orangtua Karakteristik Contoh Jenis Kelamin Usia Contoh Urutan dalam keluarga Self-Esteem Self-Efficacy Motivasi Belajar Prestasi Akademik Hubungan Antar Variabel Hubungan antara Karakteristik Keluarga dan Karakteristik Anak dengan Self-esteem dan Self-efficacy... 44

11 Halaman Hubungan antara self-esteem dengan self-efficacy Hubungan antara self-esteem dengan motivasi Hubungan antara self-efficacy dengan motivasi Hubungan self-esteem dengan prestasi akademik Hubungan self-efficacy dengan prestasi akademik Hubungan motivasi dengan prestasi PEMBAHASAN SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 65

12 DAFTAR TABEL Halaman 1. Ciri-ciri orang yang memiliki self-efficacy tinggi dan rendah Jenis dan cara pengambilan data Jenis data dan pengkategoriannya Sebaran contoh berdasarkan usia ayah Sebaran contoh berdasarkan usia ibu Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan ayah Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan ibu Seb Sebaran contoh bedasarkan pekerjaan ayah Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan ibu Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin Sebaran contoh berdasarkan usia Sebaran contoh berdasarkan self-esteem Sebaran contoh berdasarkan self-efficacy Sebaran contoh berdasarkan motivasi intrinsik Sebaran contoh berdasarkan motivasi ekstrinsik Sebaran contoh berdasarkan motivasi Sebaran contoh berdasarkan prestasi akademik Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dan karakteristik anak dengan self-esteem dan self-efficacy Sebaran self-esteem berdasarkan self-efficacy Sebaran motivasi intrinsik berdasarkan self-esteem Sebaran motivasi ekstrinsik berdasarkan self-esteem Sebaran motivasi intrinsik berdasarkan self-efficacy Sebaran motivasi intrinsik berdasarkan self-efficacy Sebaran prestasi akademik berdasarkan self-esteem Sebaran prestasi akademik berdasarkan self-efficacy Sebaran prestasi akademik berdasarkan motivasi intrinsik Sebaran prestasi akademik berdasarkan motivasi ekstrinsik... 51

13 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka pemikiran Cara pemilihan contoh Sebaran contoh berdsarkan besar keluarga Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga Sebaran contoh berdasarkan urutan anak dalam keluarga DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Sebaran jawaban contoh berdasarkan instrumen self-esteem pada ketiga kelompok contoh Sebaran jawaban contoh berdasarkan instrumen self-efficacy pada ketiga kelompok contoh Sebaran jawaban contoh berdasarkan instrumen motivasi belajar pada ketiga kelompok contoh Hasil uji beda one way anova dan post hoc test usia ayah contoh pada ketiga kelompok contoh Hasil uji beda one way anova dan post hoc test usia ibu contoh pada ketiga kelompok contoh Hasil uji beda one way anova dan post hoc test pendapatan keluarga pada ketiga kelompok contoh Hasil uji beda one way anova dan post hoc test usia contoh pada ketiga kelompok contoh Hasil uji beda one way anova dan post hoc test motivasi intrinsik pada ketiga kelompok contoh Hasil uji beda one way anova dan post hoc test prestasi akademik (nilai kognitif) pada ketiga kelompok contoh Hasil Uji beda one way anova dan post hoc test prestasi akademik (nilai psikomotorik) pada ketiga kelompok contoh Hasil Uji beda one way anova dan post hoc test prestasi akademik (nilai afektif) pada ketiga kelompok contoh Koefisien korelasi karakteristik keluarga dan karakteritik anak dengan self-esteem dan self-efficacy Koefisien korelasi antar variabel... 79

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya yang berkualias merupakan salah satu modal penting untuk pembangunan suatu bangsa. Bangsa yang memiliki sumberdaya yang bermutu tinggi maka akan lebih maju dan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Untuk mengukur kualitas sumberdaya yang terdapat di dalam suatu negara menggunakan suatu indikator yang dikenal dengan HDI (Human Development Index). Menurut Human Development Report (2008) HDI Indonesia menempati urutan yang rendah yaitu urutan ke 119 dari 179 negara. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia harus mengejar ketinggalannya dibandingkan negara lain di dunia. Untuk mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain, perlu dikembangkan sumberdaya manusia yang berkualitas, yang mampu menggerakkan roda pembangunan bangsa sehingga bangsa Indonesia mampu bersaing di tingkat global. Sumberdaya manusia yang berkulitas bisa didapatkan apabila sektor pendidikannya diperhatikan. Sejak tahun 2001 otonomi daerah sudah diberlakukan dan menjadikan sektor pendidikan mengalami perubahan dalam aspek pendanaan dan aspek penyelenggaraan pendidikan. Hal tersebut menyebabkan adanya desentralisasi pendidikan meliputi pemberian kewenangan yang lebih luas di bidang kebijakan pendidikan dan aspek pendanaannya dari pemerintah pusat ke pemerintah lokal (Alisjahbana 2000). Pemerintah daerah berhak menuntukan model pembelajaran untuk sekolah yang ada di daerahnya seperti dengan membuka kelas akselerasi, kelas SBI, dan kelas reguler. Kelas akselerasi merupakan kelas yang dikhususkan untuk anak-anak yang memiliki nilai dan IQ di atas rata-rata dan hanya menempuh masa pendidikannya selama dua tahun sedangkan kelas SBI adalah kelas yang mengunakan standar internasional dengan menggunakan dua bahasa pengantar yaitu bahasa inggris dan indonesia. Fasilitas di kedua kelas tersebut juga sangat memadai seperti adanya pendingin ruangan, kelas yang cukup luas, dan kenyamanan lainnya. Berbeda sekali dengan keadaan kelas reguler yang biasa-biasa saja sarana prasarananya. Perbedaan yang sangat menonjol dalam hal fasilitas antar ketiga kelas tersebut

15 2 diduga akan mempengaruhi pencapaian berbagai macam prestasi baik itu prestasi akademik maupun prestasi non akademik. Prestasi yang baik dapat dilihat dari bagaimana seseorang dapat meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia mampu dan bisa mendapatkan hasil yang baik serta memuaskan. Pengenalan akan diri sendiri dapat meningkatkan prestasi seseorang. Pengenalan terhadap diri sendiri dan keyakinan kuat yang dimiliki oleh seseorang dapat terbentuk dari lingkungan terkecilnya yaitu keluarga. Keluarga merupakan suatu unit terkecil dalam suatu ekosistem. Selain dari keluarga hal tersebut juga bisa terbentuk karena pengaruh lingkungan lebih besarnya lagi yaitu teman sebaya dan sekolah tempat mereka mencari ilmu. Penilaian seseorang secara umum terhadap dirinya sendiri, baik berupa penilaian negatif maupun penilaian positif yang akhirnya menghasilkan perasaan keberhargaan atau kebergunaan diri dalam menjalani kehidupan disebut dengan self-esteem. Individu dengan self-esteem tinggi tidak mudah terpengaruh pada penilaian orang lain mengenai sifat dan kepribadiannya, baik itu positif maupun negatif. Penilaian terhadap diri sendiri dapat membantu seseorang untuk dapat lebih mengenal dirinya sendiri dan potensi apa yang menonjol dari diri sendiri sehingga seseorang dapat mengetahui sejak dini potensi yang dimilikinya dan dapat mengasah poensi tersebut untuk membentuk manusia yang memiliki kualitas sumberdaya yang tinggi. Selain penilaian terhadap diri sendiri hal lain yang penting dalam peningkatan kualitas sumberdaya manusia untuk pencapaian prestasi yang tinggi adalah keyakinan seseorang bahwa ia dapat menguasai situasi dan menghasilkan hasil (outcomes) yang positif (Santrock 2002). Keyakinan seseorang dalam penguasaan situasi ini disebut dengan Self-efficacy. Self-efficacy merupakan suatu keadaan dimana seseorang yakin dan percaya bahwa mereka dapat mengontrol hasil dari usaha yang telah dilakukan. Dengan adanya kepercayaan tersebut, pretasi dan potensi yang dimiliki dapat dikontrol dengan baik sehingga pengoptimalan potensi tersebut dapat meningkatan kualitas sumberdaya manusia yang ada di Indonesia. Hal ini dapat menyebabkan kekuatan pemikirannya dan kebergunaan pemikirannya sehingga dapat menyebabkan pencapaian segala sesuatu yang diinginkannya dapat terorganisir dengan baik menggunakan

16 3 kekuatan penilaian terhadap dirinya sendiri dan juga keyakinan akan kemampuan dirinya sendiri. Self-esteem dan self-efficacy yang berada didalam diri seseorang akan menciptakan suatu motivasi yang baik sehingga dapat meningkatkan pencapaian prestasi seseorang. Motivasi bukan merupakan suatu kondisi namun motivasi timbul dari dalam diri manusia sendiri yaitu dengan adanya keinginan untuk dapat mengerjakannya dan menyelesaikan sesuatu dengan baik dan benar. Motivasi dirumuskan sebagai dorongan, baik diakibatkan faktor dari dalam maupun luar, untuk mencapai tujuan tertentu guna memenuhi atau memuaskan suatu kebutuhan. Peran motivasi dalam proses belajar dapat dianalogikan sebagai bahan bakar untuk menggerakkan mesin, motivasi belajar yang memadai akan mendorong siswa berperilaku aktif untuk berprestasi, tetapi motivasi yang terlalu kuat justru dapat berpengaruh negatif terhadap keefektifan usaha belajar dan yang nantinya akan mempengaruhi pencapaian prestasi yang akan didapatkan oleh anak. Berdasarkan pemikiran yang dipaparkan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian self-esteem, self-efficacy, motivasi belajar dan prestasi akademik siswasiswi SMA pada berbagai model pembelajaran. Perumusan Masalah Sistem umum pendidikan yang sedang dijalankan di Indonesia saat ini memiliki berbagai model pembelajaran yaitu, kelas akselerasi dan kelas SBI. Di Indonesia, terdapat terdapat 311 sekolah dari sekolah umum yang ada dan 12 sekolah madrasah di seluruh Indonesia yang mewadahi kelas akselerasi (Anonim 2010). Untuk tingkat SMA terdapat sebanyak kelas SBI yang izinnya diberikan pada (Amang 2011). Program-program tersebut memiliki keunggulan dan kelemahannya masing-masing. Keunggulan tersebut bisa berupa keungulan dalam bidang prestasi akademik maupun dalam bidang prestasi non akademik, selain itu pada kelas akselerasi dan kelas SBI didukung oleh fasilitas dan sarana penunjang yang sangat memadai berbeda dengan kelas reguler yang biasa-biasa saja. Kelemahan dari kelas akselerasi dan kelas SBI adalah terkadang siswa pada kedua kelas tersebut merasa lebih eksklusif dari siswa kelas reguler.

17 4 Ketiga kelas tersebut yaitu kelas akselerasi, kelas SBI, dan kelas reguler memiliki lingkungan serta metode pembelajaran yang berbeda-beda sehingga menghasilkan prestasi akademik yang didapatkan oleh siswa pada ketiga kelas tersebut pun berbeda. Pencapain prestasi akademik tersebut dapat dilihat pada hasil penguasaan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Matematika, dan Bahasa Inggris yang merupakan kunci dalam menguasai dan mengembangakan iptek. Pencapaian prestasi yang berbeda-beda tersebut diduga karena motivasi yang mendorongnya untuk mencapai prestasi tersebut pun berbeda pada setiap kelas. Motivasi merupakan dorongan baik dalam diri sendiri ataupun dari luar untuk pencapaian suatu hasil. Untuk mendapatkan motivasi tersebut seseorang harus memiliki penilian terhadap diri sendiri atau yang sering disebut dengan selfesteem. Pada jurnal Self-Esteem and Self-Motivational Needs of Disabled and Non-Disabled oleh Omolayo 2009 menyebutkan bahwa self-esteem memiliki hubungan dengan motivasi seseorang. Keyakinan terhadap diri sendiri atau yang sering disebut dengan self-efficacy pun diduga memiliki hungan dengan motivasi yang akan meningkatkan prestasi akademik. Seperti pada jurnal self-efficacy for Learning and Achivment oleh Schunk Pajares 2001 menyebutkan bahwa selfefficacy baik secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi prestasi akademik yang diperoleh oleh anak. Karakteristik siswa, karakteristik keluarga, penilaian terhadap diri sendiri (self-esteem) serta keyakinan kemampuan diri sendiri (self-efficacy) diduga akan berbeda pada setiap siswa di berbagai model pembelajaran tersebut. Self-esteem dan self-efficacy pada setiap model pembelajaran akan mempengaruhi motivasi mereka dalam belajar. Untuk itu permasalahan-permasalahan yang akan diteliti untuk mendapatkan jawabannya adalah 1. Bagaimana karakteristik siswa dan karakterisik keluarga dari berbagai model pembelajaran? 2. Bagaimana perbedaan self-esteem, self-efficacy, motivasi belajar, dan prestasi akademik pada berbagai model pembelajaran? 3. Bagaimana hubungan karakteristik siswa dan karakterisik keluarga terhadap self-esteem dan self-efficacy?

18 5 4. Bagaimana hubungan self-esteem dan self-efficacy terhadap motivasi belajar siswa serta motivasi dengan prestasi akademik siswa? Tujuan Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis self-esteem, selfefficacy dan motivasi berprestasi terhadap prestasi akademik siswa SMA pada kelas akselerasi, kelas SBI, dan kelas reguler. Tujuan Khusus 1. Menganalisis karakteristik siswa dan keluarga pada kelas akselerasi, kelas SBI, dan kelas reguler. 2. Menganalisis self-esteem, self-efficacy, motivasi, dan prestasi akademik siswa pada kelas akselerasi, kelas SBI, dan kelas reguler. 3. Menganalisis hubungan karakteristik siswa dengan self-esteem dan selfefficacy. 4. Menganalisis hubungan self-esteem dan self-efficacy dengan motivasi. 5. Menganalisis hubungan motivasi dengan prestasi akademik siswa. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak terkait. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan wawasan bagi pihak sekolah, dan orangtua mengenai self-esteem, self-efficacy dan motivasi belajar terhadap prestasi akademik siswa pada kelas akselerasi, kelas SBI, dan kelas reguler. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang perkembangan anak dan menjadi landasan bagi pengembangan penelitian-penelitian sejenis di masa yang akan datang.

19 6 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Keluarga Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat dan merupakan tempat paling utama bagi pembentukan kepribadian anak. Dalam teori brofenbrener seorang pakar ekologi keluarga menyebutkan bahwa keluarga merupakan lingkungan meso bagi anak atau lingkungan paling terdekat bagi anak yang mempengaruhi tumbuh kembangnya. (Berns 1997). Selain itu menurut teori struktural fungsional keluarga merupakan sebuah sistem yang terkait anggota dalam keluarganya. Dalam hal ini setiap anggota keluarga memiliki peran dan tugas yang harus dijalankan oleh anggota keluarga (Megawangi 1999). Fungsi dan peran tersebut dimiliki oleh setiap angota keluarga. Tanpa pembagian peran dan tugas yang jelas maka fungsi keluarga akan terganggu dan akan mempengaruhi sistem yang lebih besar. Dalam teori struktural fungsional terdapat dua aspek yang saling berkaitan yaitu aspek struktural dan aspek fungsional. Megawangi (1999) menjelaskan bahwa aspek struktural melihat keseimbangan yang diciptakan oleh sistem sosial yang tertib. Ketertiban tersebut dapat tercipta bila keluarga memiliki struktur sehingga mengetahui posisi dan patuh pada sistem yang berlaku dalam keluarga. Terdapat tiga elekmen dalam struktur keluarga yaitu status sosial, fungsi sosial, dan norma sosial (Megawangi 1999). Aspek yang kedua adalah aspek fungsional, aspek fungsional dapat diartikan sebagai bagaimana subsistem dalam keluarga dapat berhubungan dan dan dapat menjadi sebuah kesatuan (Megawangi 1999). Salah satu subsistem yang menjadi sebuah kesatuan adalah karakteristik keluarga yang mendukung untuk perkembangan anak dikeluarga tersebut. Karakteristik keluarga tersebut diantaranya adalah tingkat pendidikan orangtua, pendapatan keluarga, jenis pekerjaan orangtua, dan besar keluarga. Tingkat Pendidikan Orangtua Dari segi jenis dan kualitas, setiap orang memiliki tinkap pendidikan yang berbeda-beda. Tingkat pendidikan orangtua baik secara langsung ataupun tidak langsung akan mempengaruhi komunikasi antara orangtua dan anak dalam lingkungan keluarga (Gunarsa dan Gunarsa 2004). Hasil penelitian menunjukan

20 7 bahwa orang yang memiliki pendidikan formal yang rendah dan tidak bekerja memiliki partisipasi yang sedikit pada segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas sekolah anaknya dibandingkan dengan orangtua yang berpendidikan tinggi, hal ini terjadi karena orantua berperan sebagai pengetahuan, pengembangan karir, dan memberikan fasilitas belajar. Pendapatan Keluarga Keadaan sosial ekonomi merupakan salah satu faktor penting pada kehidupan keluarga. Ekonomi keluarga akan digunakan sebagai salah satu pemelihara anak dalam keluarga. Gunarsa dan Gunarsa (2004) menyatakan kondisi keluarga yang memiliki tingkat pendapatan rendah menyebabkan orangtua memperlakukan anak dengan kurang perhatian, penghargaan, pujian untuk berbuat baik dan mengikuti peraturan, kurangnya latihan dari penanaman nilai moral. Jenis Pekerjaan Orangtua Salah satu yang mempengaruhi pengasuhan terhadap anak adalah peran orangtua. Untuk membimbing anak sebaiknya tidak hanya dilakukan oleh seorang ibu saja tetapi ayah sebaiknya juga mengambil peranan. Ibu masa kini banyak yang tidak hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga saja namun mereka bekerja di sektor publik ataupun di organisasi tertentu untuk menambah pendapatan keluarga. Besar Keluarga Interaksi interpersonal yang semakin kompleks disebabkan oleh semakin banyaknya jumlah anggota keluarga (Hastuti 2008). Adanya kepadatan dalam keluarga akan mempengaruhi pola hubungan antar anggota keluarga sehingga komunikasi antara anggota keluarga tidak berjalan sebagaimana mestinya. Remaja Masa remaja merupakan suatu masa transisi antara masa kanak-kanak dengan msa dewasa (Santrock 2003). Rentan usia masa remasa adalah dari usia 12 tahun sampai 19 tahun. Santrock (2003) membagi masa remaja kedalam dua fase

21 8 yaitu remaja awal (usia 11 tahun sampai 15 tahun) dan remaja akhir (usia 16 tahun sampai 19 tahun). Masa remaja adalah masa yang penting dalam kehidupan karena pada masa ini merupakan peralihan, masa perubahan dan dimana saat individu mencari identitas diri. Remaja disebut juga sebagai suatu masa perkembangan yang rawan karena tugas utama remaja adalah membentuk suatu identitas untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang timbul dari dalam diri. Mencari identitas diri mencakup hal memutuskan apa yang penting dan patut dikerjakan serta memformulasikan standar tindakan dalam mengevaluasi perilaku dalam dirinya. Santrock (2003) meyebutkan tugas perkembangan anak sesuai periode kehidupan manusia. Tugas perkembangan masa remaja antara lain : 1) mencapai hubungan pertemanan atau hubungan dengan lawan jenis yang lebih stabil, 2) mencapai peran sosial maskulin dan feminim, 3) menerima kondisi fisik diri sendiri dan menggunakan atau memanfaatkannya secara efektif, 4) menginginkan, menerima, dan mencapai perilaku bertanggung jawab, 5) mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya, 6) mempersiapkan karir ekonomi, 7) mempersiapkan perkawinan dan kehidupan keluarga, 8) menggunakan sistem nilai dan etika sebagai panduan perilaku, dan mengembangkannya sebagai ideologi. Self-esteem Salah satu faktor yang penting dalam perkembangan kepribadian remaja adalah self-esteem. Self-esteem adalah penilaian seseorang secara umum terhadap dirinya sendiri, baik berupa penilaian negatif maupun penilaian positif yang akhirnya menghasilkan perasaan keberhargaan atau kebergunaan diri dalam menjalani kehidupan (Coopesmith 1967). Masa remaja merupakan masa dimana seseorang dapat mengalami krisis identitas (Santrock 2002). Terjadinya krisis identitas tersebut maka remaja melakukan pencarian identitas diri, dalam hal ini remaja berusaha mencari orientasi hidup yang memenuhi atribut diri yang sesuai dengan harapan sosial. Remaja berusaha menemukan suatu peran yang dapat memenuhi tuntutan biologis, psikologi dan sosial hidupnya serta menemukan apa saja yang mereka percayai, sikap-sikap yang ada pada mereka dan sikap-sikap yang ideal bagi diri

22 9 mereka. Kemudian remaja menyesuaikan diri dengan tuntutan dan harapan masyarakat sesuai peran yang dimainkannya tersebut, jika remaja berhasil mencapai identitas ini, maka self-esteem juga akan tercapai. Self-esteem yang dicapai ini akan mempengaruhi kehidupan selanjutnya (Heseelbein 1997). Pentinganya perkembangan diri pada remaja dapat dilihat dari pengaruh self-esteem tersebut pada remaja. Remaja yang identitas dirinya lemah atau selfesteem maka akan sulit untuk menyesuaikan diri dan cendrung menarik diri dalam pergaulan serta mudah dipengaruhi oleh orang lain (Robinson 1991). Individu yang memiliki self-esteem yang tinggi pada masa kanak-kanak cenderung akan menjadi remaja yang memiliki self-esteem yang tinggi. Beberapa studi menunjukan bahwa sejak masa remaja pertengahan dan masa remaja akhir, dan menuju dewasa muda, self-esteem akan cendrung stabil atau mungkin meningkat. Menurut Heider (1958) faktor yang memperngaruhi self-esteem pada diri seseorang adalah jenis kelamin, atribusi, dan pengasuhan orang tua. Jenis kelamin perempuan lebih mudah dipengaruhi oleh pola asuh orangtua dan tinggi dalam pelajaran bahasa (Harter 1983), sedangkan self-esteem pada laki-laki biasanya dipengaruhi oleh teman sebaya dan lebih tinggi pada bidang olah raga dan matematika (Harter 1983). Faktor yang mempengaruhi keadua adalah atribusi. Menurut Heider (1958) atribusi merupakan penyimpulan terhadap kejadian-kejadian yang lalu. Konsep atribusi ini sangat penting kaitannya dengan cara anak dalam mencari penyebab dari kegagalan dan keberhasilan yang mereka alami. Atribusi ini pun dapat mempengaruhi motivasi seseorang dalam melakukan tingkah laku tertentu. Faktor yang ketiga adalah pola asuh dan sikap orangtua. Pada usia yang rendah proses pembentukan self concept serta self-esteem terjadi. (Baron dan Bryne 1994). Pola asuh dan sikap orangtua serta apa yang dialami anak sangat berpengaruh terhadap pembentukan tersebut. Menurut Baron & Bryne (2000) anak-anak cenderung untuk mengevaluasi dirinya berdasarkan pada evaluasi orangtua terhadap diri mereka. Self-esteem yang dimiliki anak adalah fungsi dari refleksi penghargaan orangtua terhadap keberadaan diri mereka. Selain terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi self-esteem menurut Harter (1983) ada dua sumber yang digunakan oleh anak untuk mengembangkan

23 10 self-esteem pada dirinya yaitu sumber dari dalam diri individu (inner source) yang merupakan perasaan mampu atau kompetisi diri dan sumber dari luar diri individu (outer source) yang merupakan persepsi diri terhadap penerimaan orang lain atas dirinya. Menurut Coopersmith (1967) karakteristik individu berdasarkan selfesteem yang dimilikinya berbeda-beda. Karakteristik individu dengan self-esteem yang tinggi adalah aktif dan dapat mengekspresikan diri dengan baik, berhasil dalam bidang akademik dan dalam mengadakan hubungan sosal, dapat menerima kritik dengan baik, tidak terpaku pada dirinya sendiri atau tidak hanya memikirkan kesulitannya sendiri, yakin pada diri sendiri karena memang memiliki kemampuan, kecakapan sosial dan kualitas diri yang baik, tidak terpengaruh pada penilaian orang lain tentang sifat atau kepribadiannya yang positif ataupun negatif, mudah menyesuaikan diri, lebih banyak menghasilkan suasana yang berhubungan dengan kesukaan sehingga tercipta tercipta tingkat kecemasan yang rendah serta memiliki daya pertahanan yang seimbang. Individu yang memiliki self-esteem yang rendah memiliki karakteristik memiliki perasaan yang inferior, takut dan mengalami kegagalan dalam hubungan sosial, terlihat seperti orang yang putus asa dan depresi, merasa dirinya diasingkan dan tidak diperhatikan, kurang dapat mengekspresikan diri, tidak konsisten, sangat tergantung pada lingkunganm secara pasif akan mengikuti apa yang berada dilingkungannya atau tidak memiliki pendirian, rentan terhadap kritik dan penolakan, serta sulit berkomunikasi dengan orang lain. Self-Efficacy Selain Self-esteem, salah satu yang menjadi faktor penting dalam kepribadian remaja adalah self-efficacy. Menurut Bandura dalam Santrock (2002) self-efficacy adalah belief atau keyakinan seseorang bahwa ia dapat menguasai situasi dan menghasilkan hasil yang positif, sedangkan menurut Pajares 2006 self-efficacy adalah suatu keadaan dimana seseorang yakin dan percaya bahwa mereka dapat mengontrol hasil dari usaha yang telah dilakukan. Siswa dengan self-efficacy yang rendah mungkin menghindari pelajaran yang banyak tugasnya, khususnya untuk tugas-tugas yang menantang, sedangkan siswa dengan self-

24 11 efficacy yang tinggi mempunyai keinginan yang besar untuk mengerjakan tugastugasnya. Menurut Bandura dalam Santrok (2002) self-efficacy memiliki empat macam fungsi yaitu menentukan pilihan tingkah laku, kedua adalah menentukan berapa besar level komitmen, usaha yang dilakukan, dan ketekunan usaha, ketiga adalah mempengaruhi pola pikir dan reaksi emosional, dan yang terakhir adalah menentukan standar yang akan dilakukan selanjutnya. Menentukan pilihan tingkah laku. Setiap individu cenderung memilih tugas yang mampu diselesaikan dengan baik, serta menghindari tugas yang sulit untuk dikerjakan. Perbedaan yang besar antara penilaian seseorang akan kemampuannya dengan kemampuannya yang sebenarnya akan menimbulkan berbagai konsekuensi. Orang yang memiliki overestimate terhadap kemampuannya makan akan melakukan aktivitas-aktivitas yang jauh di atas kemampuannya, akibatnya ia akan menemui berbagai kesulitan, hambatan, dan kegagalan. Sebaliknya, orang yang memiliki underestimate terhadap kemampuannya akan membatasi diri mereka terhadap aktivitas-aktivitas yang ia lakukan. Anak-anak selalu meragukan kemampuannya dan selalu memikirkan hambatan-hambatan yang sebenarnya belum tentu ada (Bandura 1986). Disebutkan pula bahwa orang yang memiliki self-efficacy yang rendah berusaha untuk menghindari tugas-tugas yang sulit sedangkan untuk orang yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan sangat termotivasi untuk menyelesaikan tugas-tugas yang sulit. Menentukan berapa besar level komitmen, usaha yang dilakukan, dan ketekunan usaha. Self-efficacy dapat mempunyai efek terhadap komitmen seseorang akan tugas dan goal yang dia inginnkan. Seseorang yang memiliki selfefficacy tinggi pada suatu tugas, maka akan berusaha secara maksimal dalam menyelesaikan tugas itu dengan baik. Apabila ia menemukan hambatan maka ia tidak akan cepat putus asa dan menyerah. Ia malah akan memperbesar dan lebih semangat dalam usaha yang dilakukannya. Pada orang yang memiliki self effiacy yang rendah terhadap suatu tugas maka ia tidak akan berusaha keras dan bila ia menemukan kesulitan maka akan menyerah begitu saja tanpa mau memperjuangkannya (Pervin 1996). Selain itu, Bandura menyebutkan bahwa

25 12 orang yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan menggunakan strategi belajar yang lebih besar dibandingkan dengan orang yang memiliki self-efficacy yang rendah. Mempengaruhi pola berpikir dan reaksi emosional. Self-efficacy dapat mempengaruhi reaksi emosional dan pola pikir seseorang. Orang yang memiliki self-efficacy yang rendah akan mengalami level stres dan kecemasan yang lebih banyak selama mengerjakan tugasnya daripada orang yang memiliki self-efficacy yang tinggi (Pervin 1996). Orang yang meliki self-efficacy yang rendah pun akan lebih banyak memikirkan kekurangan dirinya dibandingkan untuk memperbaikinya (Pervin 1996). Ketika dihadapkan dengan pengambilan keputusan yang kompleks, maka orang dengan self-efficacy yang rendah maka cara berpikirnya menjadi tidak mampu untuk mengambil keputusan. Menentukan standar yang akan diterapkan selanjutnya. Self-efficacy dapat mempengaruhi reaksi emosional dan kognitif seseorang atas jarak antara stadard yang telah ditetapkan sebelumnya dengan performance. Oleh sebab itu seseorang dapat termotivasi atau tidak dalam menentukan standar selanjutnya. Orang yang menganggap keberhasilannya disebabkan oleh kemampuannya dalam menyelesaikan tugas cendrung menetapkan standard yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang mengangga keberhasilnannya adalaha faktor keberuntungan. Standard yang tinggi dianggap sebagai tantangan yang menghasilkan motivasi baru untuk meyelesaikan tugas dan tantangan tersebut. Self-efficacy dapat mempengarui reaksi seseorang dalam menapai standard yang telah ia buat. Jika memiliki self-efficacy yang tinggi maka ia akan termotivasi untuk memperbesar usahanya untuk meraih hasil yang optimal. (Pervin 1996). Bandura merangkum perbedaaan ciri-ciri antara orang yang memiliki selfefficacy yang tinggi dengan orang yang memiliki self-efficacy yang rendah dalam tabel berikut :

26 13 Tabel 1 Ciri-ciri orang yang memiliki self-efficacy tinggi dan rendah Self-efficacy Tinggi Self-efficacy Rendah Menetapkan target yang tinggi Menetapkan target yang rendah Menunjukan komitmen yang tinggi Menunjukan komitmen yang rendah Mengerahkan banyak usaha Mengerahkan sedikit usaha Tidak mudah menyerah ketika menemukan Mudah menyerah ketika menemukan hambatan hambatan Membayangkan skenario keberhasilan Membayangkan skenario kegagalan yang yang optimis pesimis Menerima tugas-tugas yang sulit Menghindari tugas-tugas yang sulit Bersedia mencoba hal-hal baru Tidak mau mencoba hal-hal baru Selalu mengembangkan diri Selalu membatasi kemampuan diri Melihat kemampuan diri merupakan hal Melihat kemampuan diri merupakan hal yang dapat ditingkatkan yang sudah menetap Mengatribusikan kegagalan sebagai Melihat kegagalan sebagai kurangnya keterampilan atau usaha ketidakmampuan Menekankan pada pengembangan diri dan penyelesaian tugas Menekankan pada perbandingan dengan orang lain Tahan saat menemui kesulitan Tidak dapat mengatasi ancaman Merasa mampu mengatasi masalah lebih Merasa tidak mampu mengatasi masalah baik dari orang lain lebih baik dari orang lain Memikirkan kelebihan yang dimiliki Mengeluhkan kekurangan yang dimiliki Tidak mudah mengalami gangguan Lebih rentan terhadap stres, kecemasan dan emosional, stres, depresi, dan cemas depresi Sumber : Efficacy Mecahanism on Human Agenc, Albert Bandura Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self-efficacy Menurut Bandura (1995) ada beberapa faktor yang mempengaruhi selfefficacy yaitu pengalaman keberhasilan, pengalaman orang lain, Persuasi Sosial, dan terakhir adalah keadan fisiologis dan emosional. Pengalaman Keberhasilan. Keberhasilan yang sering didapatkan akan meningkatkan self-efficacy yang dimiliki seseorang sedangkan kegagalan akan menurunkan self-efficacynya. Apabila keberhasilan yang didapat seseorang seseorang lebih banyak karena faktor-faktor di luar dirinya, biasanya tidak akan membawa pengaruh terhadap peningkatan self-efficacy. Akan tetapi, jika keberhasilan tersebut didapatkan dengan melalui hambatan yang besar dan merupakan hasil perjuangannya sendiri, maka hal itu akan membawa pengaruh pada peningkatan self-efficacynya. Pengalaman Orang Lain. Pengalaman keberhasilan orang lain yang memiliki kemiripan dengan individu dalam mengerjakan suatu tugas biasanya akan meningkatkan self-efficacy seseorang dalam mengerjakan tugas yang sama.

27 14 Self-efficacy tersebut didapat melalui social models yang biasanya terjadi pada diri seseorang yang kurang pengetahuan tentang kemampuan dirinya sehingga mendorong seseorang untuk melakukan modeling. Namun self-efficacy yang didapat tidak akan terlalu berpengaruh bila model yang diamati tidak memiliki kemiripan atau berbeda dengan model. Orang yang melihat keberhasilan orang memiliki karakteristik sama seperti model akan meningkatkan harapan individu tersebut untuk melaksanakan aktivitas yang serupa. Persuasi Sosial. Informasi tentang kemampuan yang disampaikan secara verbal oleh seseorang yang berpengaruh biasanya digunakan untuk meyakinkan seseorang bahwa ia cukup mampu melakukan suatu tugas. Keadaan fisiologis dan emosional. Kecemasan dan stress yang terjadi dalam diri seseorang ketika melakukan tugas sering diartikan sebagai suatu kegagalan. Pada umumnya seseorang cenderung akan mengharapkan keberhasilan dalam kondisi yang tidak diwarnai oleh ketegangan dan tidak merasakan adanya keluhan atau gangguan somatic lainnya. Self-efficacy biasanya ditandai oleh rendahnya tingkat stress dan kecemasan sebaliknya self-efficacy yang rendah ditandai oleh tingkat stress dan kecemasan yang tinggi pula. Strategi untuk Meningkatkan Self-efficacy Bandura 1995 menyebutkan untuk meningkatkan self-efficacy siswa, ada beberapa strategi yang dapat kita lakukan yaitu Mengajarkan siswa suatu strategi khusus sehingga dapat meningkatkan kemampuannya untuk fokus pada tugastugasnya, memandu siswa dalam menetapkan tujuan, khususnya dalam membuat tujuan jangka pendek setelah mereka mebuat tujuan jangka panjang, memberikan reward untuk performa siswa, mengkombinasikan strategi training dengan menekankan pada tujuan dan memberi timbal balik pada siswa tentang hasil pembelajarannya, memberikan support atau dukungan pada siswa, meyakinkan bahwa siswa tidak terlalu aroused dan cemas karena hal itu justru akan menurunkan self-efficacy siswa, dan menyediakan siswa model yang bersifat positif. Modelling efektif untuk meningkatkan self-efficacy khususnya ketika siswa mengobservasi keberhasilan teman sebayanya yang sebenarnya mempunyai kemampuan yang sama dengan anak-anak.

28 15 Motivasi Belajar Self-esteem dan self-efficacy merupakan faktor penting dalam perkembangan remaja, namun ada lagi yang tidak kalh penting yaitu motivasi. Motivasi adalah keadaan internal yang menyebabkan kita bertindak, mendorong kita pada arah tertentu, dan menjaga kita tetap bekerja pada aktivitas tertentu(santrock 2008). Pentingnya peranan motivasi dalam proses belajar perlu dipahami oleh pendidik agar dapat melakukan berbagai bentuk tindakan atau bantuan kepada siswa. Motivasi dirumuskan sebagai dorongan, baik diakibatkan faktor dari dalam maupun luar, untuk mencapai tujuan tertentu guna memenuhi atau memuaskan suatu kebutuhan. Ada beberapa perspektif dari motivasi, diantaranya adalah perspektif behavioral. Perspektif ini menekankan tentang pentingnya motivasi ekstrinsik dalam achievement. Menurut perspektif ini, rewards dan punishment eksternal merupakan kunci yang menentukan motivasi siswa. Hal itu disebabkan karena insentif merupakan suatu stimulus baik positif maupun negatif yang dapat memotivasi tingkah laku siswa. Motivasi dapat juga berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Dengan adanya motivasi belajar yang kuat maka akan menunjukan hasil yang baik pula. Dengan usaha yang tekun dan rajin dan didasari oleh motivasi yang kuat, maka akan memangun siswa untuk mencapai hasil prestasi yang baik. Motivasi belajar dapat dipengaruhi oleh pribadi siswa, pribadi guru, struktur jaringan hubungan sosial di sekolah, sekolah sebagai institusi pendidikan situasi dan kondisi sekolah. (Winkel 1989). Motivasi yang ada pada setiap orang dalam melakukan suatu kegiatan atau dalam mengejar suatu prestasi berbeda-beda setiap orang. Menurut Santrock 2008 motivasi dibedakan menjadi motif intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motif interinsik, yaitu motif yang dapat berfungsi tanpa harus dirangsang dari luar dan dapat mendorong mendorong seseorang melakukan suatu kegiatan tertentu. Dalam diri individu sendiri memang telah ada dorongan itu. Seseorang melakukan sesuatu karena ia ingin melakukannya. Misalnya, orang yang gemar membanca tanpa ada yang mendorong, ia akan mencari sendiri buku-buku untuk dibacanya.

29 16 Motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang berfungsi karena ada perangsangan dari luar. Motivasi ini mendorong seseorang melakukan kegiatan tertentu, tetapi motivasi itu terlepas atau tidak berhubungan langsung dengan kegiatan yang ditekuninya. Strategi untuk Meningkatkan Motivasi Ada beberapa strategi untuk mengkatkan motivasi siswa. Strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi siswa, yaitu menyediakan model yang kompeten yang dapat memotivasi mereka untuk belajar, menciptakan atmosfer yang menantang dan tingkat harapan yang tinggi, mengkomunukasikan pada siswa bahwa mereka akan menerima dukungan akademik dan emosional, mendorong motivasi intrinsik siswa untuk belajar, bekerja sama dengan siswa untuk membantu mereka menetapkan tujuan dan rencana serta memonitor perkembangannya, menyeleksi tugas-tugas pembelajaran yang merangsang ketertarikan dan keingintahuan siswa, dan menggunakan teknologi secara efektif. Prestasi Akademik Dalam kehidupan manusia tidak terlepas dari yang namanya belajar baik secara formal ataupun non formal. Belajar adalah proses aktif untuk menentukan atau memperoleh kemajuan dalam perkembangan intelektual, baik pada bayi maupun pada pada anak dan hal ini dilakukan karena adanya dorongan yang timbul dari dirinya sendiri (Gunarsa & Gunarsa 2004). Semenjak manusia melakukan usaha untuk mendidik anak-anaknya, usaha untuk menilai hasil usaha mereka dilakukan penilaian yang bermacam-macam. Maksud dari penilaian tersebut adalah untuk mengetahui sejauh mana kemajuan dari anak. Dalam hal belajar penilaian yang dilakukan dengan melihat prestasi akademik yang didapatnya. Penilaian prestasi akademik yang dilakukan disekolah dengan melihat hasil rapor. Rapor merupakan perumusan terakhir yang diberikan guru mengenai kemajuan atau hasil akademik murid-muridnya selama masa tertentu (Suryabrata 2005). Ahmadi dan Supriyono (2004) mengatakan prestasi akademik yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor yang

30 17 mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor internal) yaitu faktor jasmaniah dan psikologis maupun dari luar diri (faktor eksternal) individu yaitu faktor sosial, budaya dan lingkungan. Goleman (1999) mengatakan bahwa kecerdasan kognitif dan kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan belajar. Berbagai perubahan terjadi pada diri remaja baik fisik maupun psiskis mempengaruhi keseluruhan pola perilakunya termasuk dalam pencapaian prestasi akademik. Remaja dalam masa perkembangannya memiliki kebutuhan yang berbeda dengan taraf perkembangan lainnya. Slameto (2003) mengemukakan bahwa kebutuhan untuk berprestasi merupakan salah satu kebutuhan yang ada pada masa remaja. Menurunnya motivasi belajar pada remaja erat hubungannya dengan masa perkembangan remaja itu sendiri dalam menghadapi lingkungan sekitarnya yaitu peer group, guru dan orangtua. Motivasi berprestasi salah satu faktor yang sangat berperan dalam pencapaian prestasi seseorang. Menurut Mc. Clelland (1995), motivasi berprestasi berhubungan dengan kebutuhan untuk berprestasi yang mempengaruhi tigkah laku seseorang dalam bertindak. Untuk mendapatkan prestasi yang baik. Motivasi berprestasi pun merupakan kekuatan yang berhubungan dengan pencapaian beberapa standar keunggulan yang merupakan suatu dorongan yang terdapat di dalam diri seseorang untuk hasil yang baik. Model Pembelajaran Akselerasi Pengertian akselerasi adalah suatu proses percepatan pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik yang memiliki kemampuan luar biasa dalam rangka mencapai target kurikulum Nasional dengan mempertahankan mutu pendidikan sehingga mencapai hasil yang optimal. Dalam program akselerasi ini peserta didik dapat menyesuaikan cara belajarnya lebih cepat dari siswa lainnya yang mengikuti program reguler. Menurut Munandar (2004) akselerasi berarti belajar dimungkinkan untuk diterapkan sehingga siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata dapat menyeleseakan pelajarannya lebih cepat dari masa belajar yang ditentukan. Akselerasi belajar tidak sama dengan loncat kelas sebab dalam akselerasi belajar

31 18 setiap siswa tetap harus mempelajari seluruh bahan yang seharusnya dipelajari. Akselerasi dapat dilakukan dengan bantuan modul atau lembar kerja yang disediakan sekolah. Melalui akselerasi belajar peserta didik yang berkemampuan tinggi dapat mempelajari seluruh bahan pelajaran dengan lebih cepat dibandingkan peserta didik yang lain. Perbedaan kurikulum akselerasi dengan reguler terletak pada penyusunan kembali struktur program pengajaran dalam alokasi waktu yang lebih singkat. Program akselerasi ini akan menjadikan kurikulum standar yang biasanya ditempuh siswa SMA dalam tiga tahun menjadi hanya dua tahun. Pada tahun pertama, siswa akan mempelajari seluruh materi kelas satu ditambah dengan setengah materi kelas dua. Di tahun kedua, mereka akan mempelajari materi kelas dua yang tersisa dan seluruh materi kelas tiga. Kurikulum yang digunakan pada program akselerasi adalah kurikulum nasional dan muatan lokal yang dimodifikasi dengan penekanan pada materi yang dikembangkan melalui sistem pembelajaran yang dapat memacu dan mewadahi integrasi pengembangan spiritual, logika, etika, dan estetika serta mengembangkan kemampuan berfikir holistik, kreatif, sistemik, linier, dan konvergen utuk memenuhi tuntutan masa kini dan masa depan. Kurikulum program akselerasi adalah kurikulum yang diberlakukan untuk satuan pendidikan yang bersangkutan, sehingga lulusan program akselerasi memiliki kualitas dan standar kompetensi yang sama dengan lulusan program reguler. Perbedaannya hanya terletak pada waktu keseluruhan yang ditempuh dalam menyelesaikan pendidikannya lebih cepat bila dibanding dengan program reguler. Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) Pengertian Sekolah Bertaraf SBI menurut Permendiknas No. 78 Tahun 2009 yaitu sekolah yang sudah memenuhi seluruh SNP yang diperkaya dengan keunggulan mutu tertentu yang berasal dari negara anggota OECD atau negara maju lainnya. OECD (Organisation for Economic Co-Operation and Development) adalah organisasi internasional yang bertujuan untuk membantu pemerintahan negara anggotanya menghadapi tantangan globalisasi dalam hal masalah ekonomi.

32 19 Sekolah bertaraf internasional merupakan sekolah yang sudah memenuhi dan melaksanakan standar nasional pendidikan yang meliputi standar input, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan standar penilaian. Untuk dapat memenuhi karakteristik dari konsep SBI tersebut, maka sekolah dapat melakukan antara lain dengan dua cara, yaitu adaptasi dan adopsi. Adaptasi, yaitu penyesuaian unsur-unsur tertentu yang sudah ada dalam SNP dengan mengacu dengan standar pendidikan salah satu negara OECD atau negara maju lainnya yang memiliki keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan, diyakini telah memilki reputasi mutu yang diakui secara SBI, serta lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional. Cara yang kedua adalah adopsi, yaitu penambahan dari unsur-unsur tertentu yang belum ada diantara delapan unsur SNP dengan tetap mengacu pada standar pendidikan salah satu negara anggota OECD dan negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan, diyakini telah memiliki reputasi mutu yang diakui secara SBI, serta lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional. Penyelenggaraan kelas SBI meliputi output, proses, dan input. Output/lulusan kelas SBI memiliki kemampuan-kemampuan bertaraf nasional plus SBI sekaligus, yang ditunjukkan oleh penguasaan SNP Indonesia dan penguasaan kemampuan-kemampuan kunci yang diperlukan dalam era global. Proses penyelenggaraan kelas SBI mampu mengakrabkan, menghatatkan dan menerapkan nilai-nilai (religi, ekonomi, seni, solidaritas, dan teknologi). Input adalah segala hal yang diperlukan untuk berlangsungnya roses dan harus memiliki tingkat kesiapan yang memadai meliputi peserta didik baru yang diseleksi secara ketat dan masukan instrumental yaitu kurikulum, pendidik, kepala sekolah, tenaga pendukung, sarana dan prasarana, dana dan lingkungan sekolah. Peserta didik baru diseleksi secara ketat melalui saringan rapor, ujian akhir sekolah, scholactic apptitude test (SAT), kesehatan fisik, dan tes wawancara.

33 20 KERANGKA PEMIKIRAN Menurut seorang pakar ekologi keluarga yaitu Bronfenbrener menyatakan bahwa anak adalah salah sebuah unsur dalam lingkungan. Hal tersebut ditinjau dari sudut pandang dalam perpsektif ekologi, karena seorang anak dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan sosial yang langsung yaitu orangtua, saudara, sekolah, kemudian lingkungan luar lain yang lebih luas seperti tetangga, teman orangtua dan lainnya. Teori tersebut tertuang dalam suatu model yang dikenal dengan An Ecological Model of Child Development yang menjelaskan interaksi antar lingkungan dengan anak, sebagai hasil interaksi lingkungan mikro, meso, ekso, dan makro (Berns 1997). Keluarga adalah tempat pertama setiap anak untuk melakukan proses tumbuh dan berkembang. Menurut teori struktural fungsional keluarga merupakan sebuah sistem yang terkait anggota dalam keluarganya. Dalam hal ini setiap anggota keluarga memiliki peran dan tugas yang harus dijalankan oleh anggota keluarga (Megawangi 1999). Fungsi dan peran tersebut dimiliki oleh setiap angota keluarga. Proses tersebut dapat membentuk seorang anak hingga mempunyai penilaian terhadap dirinya sendiri yang sering disebut dengan self-esteem. Penilaian yang timbul dalam dirinya bisa berupa penilaian yang negatif ataupun penilaian yang positif. Baron dan Bryne (1994) menyatakan bahwa pola asuh orangtua serta apa yang dialami oleh anak pada masa kecil merupakan hal yang penting karena anak mengalami proses pembentuk self-esteem yang pertama dan utama di dalam lingkungan keluarga. Selain itu kemampuan seseorang seseorang yakin dan percaya bahwa mereka dapat mengontrol hasil dari usaha yang telah dilakukan (self-efficacy) Menurut Bandura (1986) self-efficacy mempengaruhi siswa dalam memilih kegiatannya. Siswa dengan self-efficacy yang rendah mungkin menghindari pelajaran yang banyak tugasnya, khususnya untuk tugas-tugas yang menantang, sedangkan siswa dengan self-efficacy yang tinggi mempunyai keinginan yang besar untuk mengerjakan tugas-tugasnya. Bandura pun menyebutkan bahwa selfefficacy memiliki hubungan yang sangat kuat dengan motivasi seseorang untuk berprestasi.

34 21 Self-esteem dan self-efficacy yang dimiliki oleh anak akan mempengaruhi anak tersebut dalam memotivasi dirinya untuk mendapatkan suatu prestasi yang baik dalam sekolahnya. Apabila anak tidak memiliki motivasi belajar, maka tidak akan terjadi kegiatan belajar pada diri anak tersebut. Walaupun begitu hal itu kadang-kadang menjadi masalah, karena motivasi bukanlah suatu kondisi. Apabila motivasi anak itu rendah umumnya diasumsikan bahwa prestasi siswa yang bersangkutan akan rendah. Mc. Cleland (1953) menyatakan bahwa orang yang memiliki motivasi tinggi mempunyai sifat yang positif terhadap suatu situasi yang mengacu kearah prestasi. Prestasi belajar yang dicapai seorang individu merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor internal) maupun dari luar diri (faktor eksternal) individu. Pengenalan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar penting sekali artinya dalam rangka membantu murid dalam mencapai prestasi belajar yang sebaik-baiknya. Selain self-esteem, self-efficacy, dan motivasi berprestasi anak, prestasi belajar anak pun dipengaruhi oleh pola dan fasilitas belajar yang disediakan dirumah ataupun disekolah. Pola dan fasilitas belajar berhubungan dengan karakteristik keluarga yang terdiri dari pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, pendapatan keluarga, dan besar keluarga. Menurut Slameto (2003) bahwa salah satu yang mempengaruhi prestasi belajar anak adalah lingkungan keluarga. Hal ini berkaitan dengan peran orangtua dalam memikul tugas dan tanggung jawab sebagai pendidik, guru dan pemimpin bagi anak-anaknya. Selain itu desentralisasi pendidikan yang sudah dilakukan di Indonesia yang memungkinkan setiap daerah membuka berbagai model pembelajaran di sekolah pada daerahnya seperti kelas akselerasi, kelas SBI, dan kelas reguler itu sendiri pun membuat perbedaaan antara self-esteem, self-efficacy, motivasi serta prestasi yang di miliki oleh setiap anak pada berbagai model pembelajaran. Model-model pembelajaran tersebut berbeda dari segi jam pelajaran, fasilitas hingga cara belajar yang diterapkan sehingga di duga menimbulkan perbedaanperbedaan tersebut. Kerangka pemikiran oprasional analisis self-esteem, self-efficacy, motivasi belajar dan prestasi akademik siswa disajikan pada gambar 1.

35 22 Karakteristik Contoh : Umur Jenis kelamin Urutan anak dalam keluarga Self esteem Karakteristik Keluarga : Pendidikan Orangtua Pekerjaan Orangtua Pendapatan Keluarga Besar Keluarga Motivasi Intrinsik Motivasi Ekstrinsik Prestasi Akademik Self efficacy Model Pembelajaran : Kelas Akselerasi Kelas SBI Kelas Reguler Gambar 1 Kerangka pemikiran self-esteem, self-efficacy, motivasi belajar, dan prestasi akademik pada berbagai model pembelajaran 23

36 23 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan dalam satu waktu tertentu. Pemilihan tempat dalam penelitian ini dilakukan secara purposive yaitu di salah satu SMA di Bogor yang memiliki kelas akselerasi dan kelas SBI, serta salah satu SMA di Bogor yang memiliki kelas reguler. Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan mulai bulan April hingga Mei Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Contoh dalam penelitian ini berjumlah 86 Siswa yang berasalah dari 26 siswa SMA kelas XI akselerasi, 30 siswa SMA kelas SBI, dan 30 siswa SMA kelas reguler di Kota Bogor yang dipilih secara purposive. Sebelumnya di pilih sekolah yang memiliki kelas akselerasi, kelas SBI, dan kelas reguler yang ada di kota Bogor secara purposive. Setalah terpilih sekolah yang di dalamnya terdapat kelas-kelas tersebut maka di pilih kelas secara purposive juga. Jenis dan cara pengumpulan data disajikan dalam Tabel 1. Kota Bogor SMA X Bogor SMA Y Bogor Purposive Kelas Akselerasi n = 26 Siswa Kelas SBI n = 224 Siswa Kelas Reguler n = 195 Siswa Purposive Kelas XI n = 26 Siswa Kelas XI n = 30 Siswa Kelas XI n= 30Siswa Purposive Gambar 1 Kerangka sampling penelitian

37 24 Jenis dan Cara Pengumpulan data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data skunder. Data primer yang digunakan untuk penelitian ini meliputi karakteristik siswa, karakteristik Keluarga, self-esteem, self-efficacy, dan motivasi belajar sedangkan data sekunder yang digunakan adalah data prestasi belajar yang berada dalam rapor siswa serta profil sekolah SMA. Tabel 2. Primer Tabel 2 Peubah, skala, jenis data, dan cara pengumpulannya Jenis Data Variabel Alat Bantu Skala Data Karakteristik keluarga: - Besar keluarga Rasio Kuesioner - Pendidikan orangtua Ordinal - Pekerjaan orangtua Nominal - Pendapatan orangtua Rasio Primer Primer Karakteristik individu - Umur - Jenis kelamin - Urutan kelahiran Self-esteem Kuesioner Kuesioner Rasio Nominal Nominal Oradinal Primer Self-efficacy Kuesioner Ordinal Primer Motivasi belajar Kuesioner Ordinal Sekunder Prestasi belajar Keadaan umum sekolah Rapor siswa Rasio - Self-esteem siswa diukur menggunakan kuesioner hasil adaptasi dari Ariyani yang mengacu pada Moris Rosenberg (1967) Texas Social Behavior Inventory-Form dan kemudian dimodifikasi oleh peneliti. Variabel ini terdiri atas 15 pertanyaan dengan skala Likert 1-4 dengan STS=sangat tidak sesuai; TS=tidak sesuai; S= sesuai SS=sangat sesuai. Self-efficacy siswa diukur menggunakan kuesioner hasil adaptasi dari Hambawany (2007) kemudian dimodifikasi oleh peneliti. Variabel ini terdiri dari 30 pertanyaan yang diukur dengan skala Likert 1-4 dengan keterangan STS=sangat tidak sesuai; TS=tidak sesuai; S=setuju SS=sangat sesuai.

38 25 Motivasi belajar diukur menggunakan kuesioner hasil adaptasi dari Rahmaisya (2011) yang mengacu kepada Pelletier,et al. (1995) yang dimodifikasi oleh peneliti, kuesioner motivasi belajar yang terdiri dari motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Variabel motivasi belajar ini terdiri atas 30 pertanyaan dengan skala Likert dengan keterangan: STS=sangat sesuai; TS=tidak sesuai; S= sesuai SS=sangat sesuai. Reliabilitas alat ukur yang akan digunakan pada penelitian diketahui reliabilitas nilai cronbach alpha untuk self-esteem adalah 0.646, self-efficacy 0.867, dan motivasi belajar 0,805. Jenis Data Karakteristik keluarga: - Besar keluarga - Umur orangtua - Pendidikan orangtua - Pekerjaan orangtua - Pendapatan orangtua Karakteristik individu - Umur - Jenis kelamin - Urutan kelahiran Self-esteem Self-efficacy Motivasi belajar Prestasi belajar Nilai Kognitif Nilai Psikomotorik Nilai Afektif Tabel 3 Jenis data dan pengkategorian data Pengkategorian Data Keluarga kecil, Keluarga sedang, Keluarga besar Dewasa Muda (18-40 tahun), Dewasa Madya (41-60 tahun), Dewasa Akhir (>60 tahun) Tidak Tamat SD, SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, D1/D2/D3, S1/S2/S3 Tidak Bekerja, Wiraswasta, PNS, Swasta, TNI/ABRI, Buruh, Pensiunan, Dokter, Supir Rp ,00 ; Rp Rp ; Rp Rp ; Rp Rp ; Rp ,00 15 tahun, tahun, 18 tahun Laki-laki, Perempuan Anak Sulung, Anak tengah, Anak bungsu Tinggi : >80 % Sedang : 60 % - 80 % Rendah : < 60 % Tinggi : >80 % Sedang : 60 % - 80 % Rendah : < 60 % Tinggi : >80 % Sedang : 60 % - 80 % Rendah : < 60 % Tinggi : >80 % Sedang : 60 % - 80 % Rendah : < 60 %

39 26 Pengolahan dan Analisis data Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis secara deskriptif dan inferensial dengan menggunakan proses editing, coding, scoring, entry data, cleaning data dan analisis data. Pengolahan dan analisis data menggunakan program komputer yang sesuai. Uji coba kuesioner sebelum pengumpulan data dilakukan, hal ini bertujuan untuk mengetahui pilihan bentuk kuesioner (pernyataan atau pertanyaan), kedalaman pertanyaan, ketepatan pemilihan kata, dapat tidaknya suatu pertanyaan ditanyakan, pilihan jawaban yang dimungkinkan, serta lama maksimal wawancara dan mengukur reabilitas kuesioner (cronbach s Alpha). Data self-esteem, self effacacy, motivasi dan prestasi akademik diberi skor, dipersentase kemudian masing-masing dikategorikan menjadi tinggi, sedang, dan rendah. Setelah diberi skor untuk maing-masing pertanyaan dari tiap variabel lalu variabel tersebut dikategorikan berdasarkan nilai skor yang didapat dengan menggunakan teknik cut off point yaitu : a) Tinggi > 80 %, b) Sedang 60 % - 80 %, c) Rendah < 60 %. Prestasi belajar dilihat dari rata-rata nilai rapor mata pelajaran B.Indonesia, B.inggris, IPA, IPS, Matematika, Pendidikan Agama, PKN, TIK, dan olahraga dari semester satu kelas sepuluh sampai semester 1 kelas sebelas. Nilai rapor dilihat dari aspek kognitif, aspek psikomotorik dan aspek afektif. Analisis hubungan antar variabel secara statistik deskriptif digunakan tabulasi silang (Crosstab). Analisis secara statistik inferensial yang digunakan sebagai berikut: 1. Uji beda one way anova digunakan untuk melihat perbedaan antara setiap variabel yang ada pada contoh yaitu siswa kelas akselerasi, kelas SBI dan kelas reguler. 2. Uji korelasi spearman dan pearson digunakan untuk melihat hubungan antara karakteristik contoh, self-esteem, self-efficacy, motivasi dan prestasi akademik yang diperoleh.

40 27 Definisi Operasional Karakteristik Contoh adalah ciri-ciri khas contoh yang diteliti yang meliputi umur, jenis kelamin, dan urutan anak dalam keluarga. Contoh adalah siswa-siswi kelas XI yang berada di kelas akselerasi dan kelas SBI SMA di Bogor. Karakteristik Keluarga adalah keadaan keluarga yang meliputi pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, pendapatan keluarga, dan besar keluarga. Besar Keluarga adalah jumlah orang yang memiliki hubungan keluarga, yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang hidup dari sumberdaya yang sama. Pendidikan Orangtua adalah pendidikan formal yang pernah ditempuh orangtua contoh (ayah dan ibu), dinyatakan dalam tamatan sekolah. Pekerjaan Orangtua adalah pekerjaan utama yang dilakukan oleh orangtua yang memberikan penghasilan terbesar meliputi Wiraswasta/Pedagang, Swasta, Pegawai Negeri Sipil (PNS), Pensiunan, Buruh, ABRI, PNS, Dokter, Supir, Ibu Rumah Tangga. Pendapatan Keluarga adalah jumlah uang yang diterima oleh anggota keluarga, dapat berasal dari kepala keluarga, istri, anak ataupun anggota keluarga lain yang berpenghasilan ataupun sumbangan setiap bulannya. Model Pembelajaran adalah kondisi umum sekolah yang dibedakan dengan lingkungan, kurikulum dan metode pembelajaran. Dipakai tiga model pembelajaran yaitu kelas akselerasi, kelas SBI, dan kelas reguler. Self-Esteem adalah penilaian seseorang secara umum terhadap dirinya sendiri, baik berupa penilaian negatif maupun penilaian positif. Self-Efficacy adalah keyakinan seseorang bahwa ia dapat menguasai situasi dan menghasilkan hasil yang positif. Motivasi adalah dorongan yang bisa berasal dari dalam ataupun luar diri untuk melakukan suatu aktivitas tertentu. Motivasi dibagi kedalam dua kategori yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi Intrinsik adalah dorongan yang berasal dari dalam diri sendiri untuk melakukan dan menyelesaikan sesuatu.

41 28 Motivasi Ekstrinsik adalah dorongan yang berasal dari luar diri, seperti dari orang lain, guru, teman atau lingkungan untuk menyelesaikan dan mengerjakan sesuatu. Prestasi Akademik adalah Hasil dari belajar siswa-siswi dilihat dari nilai rapor untuk mata pelajaran B.Indonesia, B.inggris, IPA, IPS, Matematika, Pendidikan Agama, dan PKN dari semester satu kelas sepuluh sampai semester 1 kelas sebelas. Nilai Kognitif adalah nilai rapor untuk mata pelajaran yang bersifat akademis dan dinyatakan dengan angka. Nilai Psikomotorik adalah nilai rapor yang diperoleh dari hasil praktikum mata pelajaran tertentu dan dinyatakan dengan angka. Nilai Afektif adalah nilai rapor yang diperoleh berdasarkan sikap dan minat siswa terhadap mata pelajaran dan dinyatakan dalam huruf mutu.

42 29 HASIL PENELITIAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kelas Akselerasi Kelas akselerasi bertujuan untuk memberikan layanan kepada anak berbakat untuk mewujudkan bakat dan kemampuannya secara optimal, memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan pendidikan lebih awal selama dua tahun, mengembangkan kemampuan intelektual, emosional dan spiritual secara komprehensif dan optimal sesuai dengan potensi siswa, dan mengembangkan kreativitas siswa secara optimal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dan hidup di masyarakat secara mandiri. Untuk kelas XI akselerasi dalam penelitian ini hanya terdapat satu kelas akselerasi yang didalamnya terdapat 26 siswa. Kelas SBI Kelas SBI yang berada Bogor bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang berkelas Nasional dan SBI serta untuk meletakan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia dan keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Latar belakang penyelenggaraannya adalah adanya keinginan untuk menjadi wadah dalam upaya mewujudkan inovasi di bidang pendidikan yang mencetak lulusan berdaya saing tinggi, daya saing internasional. Program pendidikan yang akan dilaksanakan oleh kelas SBI meliputi lama peserta didik belajar adalah tiga tahun; untuk mata pelajaran matematika, fisika, kimia, biologi dan bahasa inggris menggunakan kurikulum nasional dan internasional; menggunakan bahasa pengantar bilingual yaitu bahasa inggris dan bahasa indonesia; dan menggunakan teknologi komunikasi informasi dan model pembelajaran mendorong siswa kreatif, inovatif, dinamis dan Mandiri. Fasiltas yang disediakan adalah ruang kelas yang memenuhi standar internasional, pembelajaran berbasis ICT, laboratorium IPA dan bahasa, tersedia akses internet, serta ruang multi media.

43 30 Karakteristik Keluarga Usia Orangtua Pada penelitian usia orangtua mengacu pada pembagian usia menurut Papalia dan Old (2001) yang dibagi menjadi tiga kategori yaitu dewasa muda (18-40 tahun), dewasa madya (41-60), dan dewasa akhir (>60 tahun). Tabel 8 menunjukkan usia ayah contoh siswa kelas akselerasi yaitu tahun, kelas SBI yaitu tahun dan kelas reguler yaitu tahun. Lebih dari separuh contoh orangtua siswa dalam kelas akselerasi, kelas SBI maupun kelas reguler berada dalam kategori dewasa madya. Sebaran usia ayah kelas akselerasi dalam kategori dewasa madya sebesar 96,2 persen, kelas SBI sebesar 96,4 persen dan kelas reguler sebesar 93,3 persen seperti yang terlihat pada tabel 4. Hasil uji beda one way menunjukan tidak terdapat perbedaaan usia ayah antara kelas akselerasi, kelas SBI dan kelas reguler (p > 0,05). Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan usia ayah Usia Ayah Akselerasi SBI Reguler n % n % n % Dewasa Muda (18-40 tahun) 1 3, ,7 Dewasa Madya (41-60 tahun) 25 96, , ,3 Dewasa Akhir (>60 tahun) 0 0,0 1 3,6 0 0,0 Total , , ,0 Min-Max (tahun) Mean±SD (tahun) 47,77±5,078 50,00±6,475 46,73±3,600 P Value 0,900 Keterangan : ayah siswa SBI dua orang sudah meninggal (n seharusnya 30 orang) Sama dengan usia ayah, usia ibu dalam penelitian ini pun menggunakan acuan pembagian usia menurut Papalia dan Old (2001) yang dibagi menjadi tiga kategori yaitu dewasa muda (18-40 tahun), dewasa madya (41-60), dan dewasa akhir (>60 tahun). Untuk kategori usia ibu dapatdilihat pada tabel 4. Kisaran usia ibu contoh untuk kelas akselerasi yaitu tahun, kelas SBI yaitu tahun dan kelas reguler yaitu tahun. Dari hasil penelitian ini pun didapatkan hasil bahwa usia ibu contoh baik untuk kelas akselerasi, SBI maupun reguler usia ibu lebih dari separuh berada dalam kategori dewasa madya. Untuk usia ibu kelas akselerasi sebesar 92,3 persen, kelas SBI sebesar 93,3 persen dan kelas reguler sebesar 73,3 persen. Hasil uji beda one way menunjukan terdapat perbedaaan usia

44 31 ibu antara kelas akselerasi, kelas SBI dan kelas reguler (p < 0,05) dengan usia ibu contoh kelas SBI lebih tinggi dibandingkan dengan usi ibu contoh kelas reguler dan akselerasi.. Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan usia ibu Usia Ibu Akselerasi SBI Reguler n % n % n % Dewasa Muda (18-40 tahun) 2 7,7 2 6,7 8 26,7 Dewasa Madya (41-60 tahun) 24 92, , ,3 Dewasa Akhir (>60 tahun) 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Total , , ,0 Min-Max (tahun) Mean±SD (tahun) 44,19±3,666 45,43±4,248 41,83±2,925 P value 0,001 Besar keluarga Menurut BKKBN besar keluarga dibagi menjadi tiga kategori yaitu, keluarga kecil (jumlah anggota keluarga kurang dari atau sama dengan empat orang), keluarga sedang (jumlah anggota keluarga lima sampai dengan enam orang), dan keluarga besar (jumlah anggota keluarga lebih dari atau sama dengan tujuh orang). Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga dapat dilihat pada gambar 3. Hasil penelitian menunjukan lebih dari setengah persen contoh dalam kelas akselerasi (57,7%), kelas SBI (73,3%) dan kelas reguler (53,3%) berasal dari keluarga sedang yaitu dengan jumlah anggota keluarga 5-7 orang. Berdasarkan uji beda one way tidak terdapat perbedaan besar keluarga antara kelas akselerasi, kelas SBI dan kelas reguler (p > 0,05) Akselerasi Internasional Reguler Keluarga kecil (<4 orang) Keluarga sedang (5 7 orang) Keluarga Besar (>7 orang) Gambar 3 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga

45 32 Pendidikan Orangtua Pendidikan orangtua dilihat dari jenjang pendidikan terakhir yang ditempuh oleh ayah dan ibu. Pendidikan orangtua pun menentukan seberapa luas pola pikir yang dimiliki oleh orangtua dalam menjalankan kehidupan seperti memberikan motivasi dan semangat kepada anak. Pendidikan orangtua contoh pada penelitian ini sangat beragam dimulai dari tamatan SD, tamatan SMP, tamatan SMA ataupun tamatan perguruan tinggi. Tabel 6 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan ayah. Hasil penelitian menunjukan lebih dari separuh contoh (73,1%) contoh kelas akselerasi memiliki ayah yang tingkat pendidikannya tamat S1/S2/S3. Hal yang sama pun terjadi pada kelas SBI, lebih dari separuh ayah contoh (63,3%) berada di tingkat pendidikan tamatan S1/S2/S3. Berbeda dengan kelas akselerasi dan kelas SBI, pada sebaran ayah contoh kelas reguler didapatkan hasil separuh ayah contoh (50%) merupakan tamatan SMA/sederajat. Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan ayah Tingkat Pendidikan Ayah Akselerasi SBI Reguler n % n % n % Tidak Tamat SD ,7 0 0 SD/sederajat ,7 SMP/sederajat ,3 2 6,7 SMA/sederajat 3 11,5 6 20, ,0 D1/D2/D3 4 15,4 2 6,7 1 3,3 S1/S2/S , , ,3 Total P value 0,003 Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi perkembangan yang terjadi pada anak. Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan ibu dapat lihat pada tabel 7. Pada penelitian ini pun pendidikan ibu sangat beragam. Hasil penelitian menunjukan lebih dari separuh contoh (69,2%) kelas akselerasi memiliki ibu yang tingkat pendidikannya tamat S1/S2/S3. Berbeda dengan pedidikan ayah pada kelas SBI, pendidikan ibu pada kelas SBI memiliki persentase yang sama yaitu kurang dari separuh contoh (43,3%) berada pada sebaran tamat SMA/sederajat dan tamat S1/S2/S3. Untuk sebaran ibu contoh kelas reguler memiliki sebaran yang sama dengan sebaran ayah contoh yaitu separuh ibu contoh (50%) merupakan tamatan SMA/sederajat.

46 33 Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan ibu Pendidikan ibu Akselerasi SBI Reguler n % n % n % Tidak Tamat SD SD/sederajat ,7 3 10,0 SMP/sederajat ,3 SMA/sederajat 3 11, , ,0 D1/D2/D3 5 19,2 2 6,7 2 6,7 S1/S2/S , ,3 3 10,0 Total P value 0,000 Pekerjaan Orangtua Pekerjaan orangtua yang dimiki oleh orangtua contoh pada penelitian ini antara lain wiraswasta, pegawai swasta, PNS, dokter, supir dan lain-lain. Pekerjaan orangtua ini berbeda-beda daklam setiap kelas baik kelas akselerasi, kelas SBI maupun kelas reguler. Persentase terbesar sebaran pekerjaan ayah berdasarkan hasil penelitian menunjukan kurang dari separuh (46,3%) ayah contoh kelas akselerasi, kurang dari separuh (36,7%) ayah contoh kelas SBI dan kurang dari separuh contoh (40%) ayah contoh kelas reguler bekerja di swasta. Tabel 8 Sebaran contoh bedasarkan pekerjaan ayah Pekerjaan Ayah Akselerasi SBI Reguler n % n % n % Tidak Bekerja 0 0,0 3 10,0 0 0 Wiraswasta 1 3,8 6 20,0 3 10,0 PNS 11 42,3 7 23,3 9 30,0 Swasta 12 46, , ,0 TNI/ABRI 0 0,0 2 6,7 3 10,0 Buruh 0 0,0 0 0,0 2 6,7 Pensiunan 1 3,8 1 3,3 0 0,0 Dokter 1 3, ,0 Supir ,3 Total , , ,0 Hasil penelitian menunjukan bahwa persentase terbesar sebaran pekerjaan ibu contoh merupakan ibu tidak bekerja baik untuk kelas akselerasi, kelas SBI maupun kelas reguler. Untuk kelas akselerasi persentase tertinggi untuk sebaran pekerjaan ibu yaitu sebesar 30,8 persen merupakan ibu tidak bekerja. Lebih dari setengah (56,7%) ibu contoh pada kelas SBI pun merupakan ibu tidak bekerja. Dari ketiga kelas yaitu akselerasi, kelas SBI dan kelas reguler, kelas reguler

47 34 memiliki persentase terbesar untuk ibu tidak bekerja yaitu hampir seluruh (90%) ibu contoh merupakan ibu tidak bekerja. Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan ibu dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan ibu Pekerjaan ibu Akselerasi SBI Reguler n % n % n % Tidak Bekerja 8 30, , ,0 Wiraswasta 3 11,5 2 6,7 1 3,3 PNS 7 26,9 8 26,7 2 6,7 Swasta 7 26,9 2 6,7 0 0,0 TNI/ABRI 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Buruh 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Pensiunan 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Dokter 1 3,8 1 3,3 0 0,0 Supir 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Total , , ,0 Pendapatan orangtua Pendapatan keluarga contoh yang diukur dalam penelitian ini menggunakan rentang interval. Hasil penelitian menunjukan berdasarkan gambar 4, lebih dari separuh keluarga contoh kelas akselerasi (69,2%) dan kelas SBI (60,0%) memiliki pendapatapan lebih dari Rp Sedangkan kurang dari separuh (23,3%) keluarga contoh kelas reguler memiliki pendapatan dalam rentang Rp Rp Hasil uji beda one way anova menunjukan terdapat perbedaan antara pendapatan keluarga kelas akselerasi, kelas SBI dan kelas reguler (p < 0,05) Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp > Rp Akselerasi Internasional Reguler Gambar 4 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga

48 35 Karakteristik Contoh Jenis Kelamin Persentase terbesar jenis kelamin contoh pada penelitian ini adalah berjenis kelamin perempuan seperti yang terlihat pada tabel 10. Hasil penelitian menunjukan bahwa lebih dari separuh contoh kelas akselerasi (61,5%), kelas SBI (60%) dan kelas reguler (62,8%) berjenis kelamin perempuan. Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin contoh Akselerasi SBI Reguler n % n % n % Laki-laki 10 38, , ,3 Perempuan 16 61, , ,8 Total , , ,0 Usia Contoh Usia contoh pada penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 11. Usia terbanyak yang berada di kelas akselerasi adalah usia 15 tahun yaitu sebesar 65,4% atau lebih dari separuh contoh. Terdapat persentase yang sama antara sebaran usia contoh pada kelas SBI dan kelas reguler yaitu sebesar 53,3 persen atau lebih dari setengah contoh berusia 15 tahun. Contoh kelas akselerasi memiliki usia yang lebih muda dari contoh yang berada di kelas SBI atau pun contoh kelas reguler karena pada kelas akselerasi mereka mengalami percepatan lama pendidikan sehingga umur mereka lebih muda walaupun sama-sama berada pada kelas 11 SMA. Hasil uji beda one way menunjukan bahwa terdapat perbedaan usia contoh pada kelas akselerasi, dibamndingkan kelas kelas SBI dan kelas reguler (p < 0,05).

49 36 Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan usia Usia Contoh Akselerasi SBI Reguler n % n % n % 14 Tahun 1 3,8 0 0,0 0 0,0 15 Tahun 17 65,4 0 0,0 0 0,0 16 Tahun 8 30, , ,3 17 Tahun 0 0, , ,7 18 Tahun 0 0,0 1 3,3 0 0,0 Total , , ,0 Min-mak (tahun) Rataan ± standar deviasi 15,27 ± 0,533 16,50 ± 0,572 16,47 ± 0,507 P value 0,000 Urutan dalam keluarga Setiap anak dalam keluarga memiliki kedudukan masing-masing sesuai urutan kelahiran, yaitu, anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu. Penelitian ini menunjukkan bahwa pada siswa dari berbagai kelas baik kelas akselerasi, kelas SBI dan kelas reguler persentase terbesar merupakan anak sulung. Lebih dari separuh contoh siswa kelas akselerasi merupakan anak sulung yaitu sebesar 61,5 persen. Untuk siwa kelas SBI hampir separuh persen merupakan anak sulung yaitu dengan presentasi sebesar 46,7 persen dan untuk siswa kelas reguler separuhnya (50%) merupakan anak sulung seperti yang terlihat pada gambar Anak sulung Anak tengah Anak bungsu Akselerasi SBI Reguler Gambar 5 sebaran contoh berdasarkan urutan anak dalam keluarga

50 37 Self-Esteem Setiap anak pasti memiliki penilaian terhadap dirinya sendiri secara umum. Penilaian tersebut disebut dengan self-esteem. Self-esteem seseorang dipengaruhi oleh reaksi orang lain dan perbandingan dengan orang lain (Mcilveen & Gross 1997). Hasil penelitian menunjukan lebih dari separuh contoh kelas akselarasi (76,9%), kelas SBI (66,7%) dan kelas reguler (83,3%) memiliki selfesteem dengan kategori sedang. Rata-rata tertinggi terdapat pada kelas SBI, kedua adalah kelas reguler dan terakhir adalah kelas akselerasi. Namun sebaran selfesteem dalam kategori sedang paling banyak berada pada kelas reguler dengan tidak adanya kelas reguler yang berada pada kategori rendah. Anak-anak yang memiliki self-esteem dengan kategori tinggi mereka antara lain merasa dirinya berharga, merasa mempunyai sifat-sifat yang baik pada dirinya, selalu bersikap positif terhadap dirinya sendiri, merasa sering ditiru oleh orang lain, dan merasa mempunyai sesuatu yang dapat dibanggakan pada dirinya. Anak-anak yang self-esteem nya rendah mereka merasa tidak berguna, merasa tidak diperhatikan oleh orang lain, merasa tidak memiliki sesuatu yang dapat dibanggakan, meraasa tidak diperhatikan oleh orang-orang disekelilingnya, dan merasa tanggungjawab tidak pernah diberikan kepada dirinya (Lampiran 1). Hasil uji beda one way anova menunjukan bahwa tidak ada perbedaan self-esteem antara kelas akselerasi, kelas SBI dan kelas reguler (p > 0,05). Sebaran contoh berdasarkan self-esteem dapat dilihat pada tabel 12. Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan self-esteem Self-esteem Akselerasi SBI Reguler n % n % n % Tinggi (>80%) 2 7,7 8 26,7 5 16,7 Sedang (60-80%) 20 76, , ,3 Rendah (<60%) 4 15,4 2 6,7 0 0,0 Total , , ,0 Min-max Mean±SD 41,96±6,27 45,23±5,27 43,50±4,97 P value 0,089 Self-Efficacy Setiap orang memiliki kayakinan untuk pencapaian prestasi agar prestasinya tinggi dan dapat menguasai situasi yang dihadapinya (Bandura 1986).

51 38 Keyakinan seperti ini disebut dengan self-efficacy. Bandura menekankan bahwa self-efficacy merupakan suatu proses kognitif dimana seseorang melakukan penilaian yang subyektif terhadap kemampuannya dalam tuntutan situasi tertentu. Hasil penelitian pada tabel 13 menunjukan bahwa lebih dari separuh contoh (80,3%) contoh kelas akselerasi memiliki self-efficacy yang sedang, hampir seluruh (93,3%) contoh kelas SBI memiliki self-efficacy yang sedang dan lebih dari separuh (86,7%) contoh kelas reguler juga memiliki self-efficacy yang masuk dalam kategori sedang. Rata-rata untuk sebaran self-efficacy terbesar adalah pada kelas SBI, kedua adalah kelas akselerasi dan rata-rata terendah berada pada kelas reguler. Anak-anak yang memiliki self-efficacy tinggi merasa yakin untuk menghadapi tantangan masa depan, merasa mampu menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya, merasa semakin semangat mengerjakan tugas yang dianggapnya sulit, dan mengetahui bagaimana kiat-kiat yang pas untuk menyelesaikan berbagai macam tugas dengan baik. Anak-anak yang memiliki self-efficacy yang rendah mereka merasa tidak yakin dapat menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya, tidak dapat menyelesaikan tugas dengan baik apabila tidak dibatu oleh orang lain, mudah menyerah apabila menghadapi kesulitan, dan sering kali rendah diri melihat temannya yang dapat menyelesaikan tugas dengan baik (Lampiran 1). Hasil uji beda one way anova menunjukan bahwa tidak ada perbedaan self-efficacy antara kelas akselerasi, kelas SBI dan kelas reguler (p> 0,05). Tabel 13. Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan self-efficacy Self-efficacy Akselerasi SBI Reguler n % n % n % Tinggi (>80%) 4 15,4 2 6,7 4 13,3 Sedang (60-80%) 21 80, , ,7 Rendah (<60%) 1 3,8 0 0,0 0 0,0 Total , , ,0 Min-max Mean±SD 85,46±10,16 85,67±7,88 84,73±9,12 P value 0,916

52 39 Motivasi Belajar Dalam melakukan sesuatu seseorang memiliki dorongan baik dari dalam dirinya atupun dari luar diriya. Keadaan ini menyebabkan seseorang untuk bertindak dan beraktivitas. Hal tersebut sering disebut dengan motivasi. Motivasi yang dimiliki oleh seseorang sangat berpengaruh dengan tindakan yang akan dilakukannya dan apa yang akan menjadi tujuannya serta menjaga seseorang untuk tetap bekerja pada aktivitas tertentu. Motivasi yang diukur dalam penelitian ini adalah motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi Intrinsik. Motivasi intrinsik adalah dorongan yang berasal dari dalam dirinya sendiri untuk menyelesaikan dan mengerjakan sesuatu. Anak-anak yang memiliki motivasi intrinsik dalam kategoi tinggi mereka cendrung ingin tahu dan belajar pelajaran yang belum diketahui sebelumnya, berusaha untuk menjadi juara kelas, berkomitmrn dengan tugas yang sedang dikerjakannya, mereka tidak perlu diingatkan untuk belajar, merasa belajar merupakan kemampuan untuk dirinya sendiri, dan selalu ingin menunjukan kemampuan yang dimilikinya kepada orang lain (Lampiran 1). Hasil penelitian menunjukan lebih dari separuh contoh kelas akselerasi (88,5%), kelas SBI (73,3%), dan kelas reguler (63,3%) memiliki motivasi intrinsik dalam kategori sedang dan pada kelas akselerasi tidak ada yang masuk kedalam kategori yang tinggi. Rata-rata terbesar untuk motivasi interisik berada pada kelas reguler, lalu kelas SBI dan untuk rata-rata terendah berada pada kelas akselerasi. Hasil uji beda one way anova menunjukan terdapat perbedaan yang nyata motivasi intrinsik yang dimiliki contoh antara kelas akelerasi, kelas SBI dan kelas reguler (p < 0,05) denga kelas reguler yang memilki motivavi intrinsik paling baik, kedua adalah kelas SBI, dan yang ketiga adalah kelas akselerasi. Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan motivasi intrinsik Motivasi Intrinsik Akselerasi SBI Reguler n % n % n % Tinggi (>80) 2 7,7 8 26, ,3 Sedang (60-80) 23 88, , ,3 Rendah (<60) 1 3,8 0 0,0 1 3,3 Total , , ,0 Rata-rata ± SD 43,35 ± 4,039 47,60 ± 4,628 47,93 ± 7,766 P-Value 0,000

53 40 Motivasi Ekstrinsik. Selain motivasi intrinsik terdapat pula motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang didapatkan dari dorongan luar seperti orangtua, teman, guru dan lainnya. Anak-anak yang memliki motivasi ekstrinsik dalam kategori yang tingi mereka cenderung dipengaruhi oleh orang-orang disekitarnya untuk berprestasi, mengharapkan hadiah ketika mampu mencapai target tertentu, merasa bersemangat untuk mengerjakan tugas karena mendapat dukungan penuh dari orangtua, dan merasa belajar adalah tuntutan (Lampiran 1). Hasil penelitian menunjukan bahwa lebih dari separuh contoh baik dari kelas akselerasi (76,9%), kelas SBI (76,7%), dan kelas reguler (80,0%) memiliki motivasi ektrinsik yang masuk kedalam kategori sedang. Rata-rata tertinggi untuk motivasi ektrinsik berada pada kelas akelerasi, kedua adalah kelas SBI dan ratarata terendah berada pada kelas reguler. Hasil uji beda one way annova menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan motivasi yang dimiliki contoh antara kelas akelerasi, kelas SBI dan kelas reguler (p > 0,05). Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan motivasi ekstrinsik Motivasi Ekstrinsik Akselerasi SBI Reguler n % n % n % Tinggi (>80) 6 23,1 6 20,0 6 20,0 Sedang (60-80) 20 76, , ,0 Rendah (<60) 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Total , , ,0 Rata-rata ± SD 46,12 ± 4,484 45,40 ± 4,065 45,33 ± 5,690 P-Value 0,724 Motivasi secara keseluruhan didapatkan hasil bahwa lebih dari setengah contoh pada kelas akselerasi (84,6%) berada pada kategori sedang dan lebih dari setengahnya juga contoh pada kelas SBI dan reguler berada pada kategori sedang dengan presentasi yang sama yaitu 66,7 persen. Untuk motivasi, semua contoh dari berbagai kelas tidak ada yang memiliki motivasi dengan kategori rendah. Hasil uji beda one way menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan motivasi yang dimiliki contoh antara kelas akelerasi, kelas SBI dan kelas reguler (p > 0,05). Tabel 16.

54 41 Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan motivasi Motivasi Akselerasi SBI Reguler n % n % n % Tinggi (>80%) 4 15, , ,3 Sedang (60-80%) 22 84, , ,7 Total Min-max Mean±SD 85,46±7,62 93±7,46 93,17±7,13 P value 0,120 Prestasi Akademik Prestasi akademik siswa disekolah dilihat dengan nilai rapot dengan tiga aspek penilaian yaitu nilai kognitif, nilai psikomotorik dan nilai afektif. Nilai kognitif adalah nilai yang bersifat akademisdidapatkan dari hasil ujian dan nilai tugas-tugas harian mereka disekolah. Nilai psikomotorik adalah nilai yang berasal dari praktikum anak-anak disekolah. Terakhir adalah nilai afektif adalah nilai yang didapatkan dari sikap dan minat mereka terhadap pada pelajaran di sekolah. Hasil penelitian menunjukan bahwa seluruh (100%) contoh kelas akselerasi memiliki nilai kognitif, nilai psikomotorik dan nilai afektif yang masuk dalam kategori yang tinggi. Sedangkan untuk contoh kelas SBI lebih dari setengah (56,7%) memiliki nilai kognitif yang masuk dalam kategori sedang. Hampir seluruh (96,7%) contoh kelas SBI memiliki nilai psikomotorik yang tinggi dan seluruh (100%) contoh kelas SBI memiliki nilai afektif yang masuk dalam kategori tinggi. Seluruh contoh kelas reguler memiliki nilai kognitif dan nilai psikomotorik yang masuk dalam kategori sedang dan seluruh contoh kelas reguler memiliki nilai afektif yang masuk dalam kategori yang tingi. Untuk nilai kognitif, nilai psikomotorik dan nilai Hasil ujibeda one way annova menunjukan terdapat perbedaan antara nilai kognitif, nilai psikomotorik, dan nilai afektif dikelas akselerasi, kelas SBI dan kelas reguler (p < 0,05). Nilai kognitif dan nilai psikomotorik paling baik didapatkan oleh kelas akselerasi kedua adalah kelas SBI, dan ketiga adalah kelas reguler, sedangkan untuk nilai afektif yang paling baik adalah dari kelas reguler. Tabel 17.

55 42 Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan prestasi akademik (nilai kognitif dan nilai psikomotorik) Kategori Akselerasi SBI Reguler n % n % n % Kognitif Tinggi (>80) 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Sedang (60-80) 0 0, , ,0 Rendah (<60) , ,3 0 0,0 Total , , ,0 Min-maks Mean±SD 83,07±1,840 80,30±2,050 76,93±0,868 p value 0,000 Psikomotorik Tinggi (>80) 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Sedang (60-80) 0 0,0 1 3, ,0 Rendah (<60) , ,7 0 0,0 Total , , ,0 Min-maks Mean±SD 84,00±0,864 81,16±0,936 77,79±0,779 p value 0,000 Afektif 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Tinggi (>80) 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Sedang (60-80) 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Rendah (<60) , , ,0 Total , , ,0 Min-maks 3,3-3,8 3,1-3,8 3,5-3,9 Mean±SD 3,57±0,171 3,40±0,171 3,72±0,119 p value 0,000 Hubungan Antar Variabel Hubungan antara Karakteristik Keluarga dan Karakteristik Anak dengan Self-esteem dan Self-efficacy Untuk mengukur ada atau tidaknya hubungan antara karakteristik keluarga dan karakteristik anak dengan self-esteem dan self-efficacy digunakan uji korelasi. Hasil korelasi antara karakteristik keluarga dengan self-esteem dan self-efficacy menunjukan bahwa terdapat hubungan yang positif dan nyata usia anak dengan self-esteem. Hubungan ini bersifat positif, artinya semakin tinggi usia anak maka semakin besar pula self-esteem yang dimiliki oleh anak. Dengan usia anak yang semakin tinggi maka seseorang pun lebih mengenal dirinya sendiri sehingga bisa menilai kemampuan yang dimiliki oleh dirinya sendiri. Hasil korelasi tersebut dapat dilihat pada tabel 18.

56 43 Tabel 18 Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dan karakteristik anak dengan self-esteem dan self-efficacy Variabel Koefisien korelasi Self-esteem Self-efficacy Besar keluarga -0,010-0,005 Usia ayah -0,123-0,151 Usia ibu 0,044-0,080 Pendidikan ayah 0,045 0,118 Pendidikan ibu -0,140 0,033 Pekerjaan ayah -0,182-0,063 Pekerjaan ibu 0,065 0,014 Usia anak 0,232* 0,037 Urutan kelahiran -0,135-0,150 Keterangan : * = Signifikan pada selang kepercayaan 95%, ** = Signifikan pada selang kepercayaan 99% Hubungan antara self-esteem dengan self-efficacy Hasil korelasi antara self-esteem dengan self-efficacy menunjukan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara self-esteem dengan selfefficacy (r=0,567), (p=0,000). Artinya semakin tinggi self-esteem yang dimiliki seseorang maka semakin tinggi pula self-efficacy yang dimilikinya. Lebih dari separuh contoh (69,8%) memiliki self-esteem dalam kategori sedang dan selfefficacy yang berada dalam kategori sedang. Tabel 19. Tabel 19 Sebaran self-esteem berdasarkan self-efficacy Self-efficacy Self-esteem Tinggi Sedang Rendah Total n % n % n % n % Tinggi 5 5, ,6 0 0, ,4 Sedang 4 4, ,8 1 1, ,6 Rendah 1 1,2 5 5,8 0 0,0 6 7,0 Total 10 11, ,2 1 1, ,0 Hubungan antara self-esteem dengan motivasi Hasil uji hubungan antara self-esteem dengan motivasi dibagi menjadi dua kategori yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara selfesteem dengan motivasi intrinsik (r=0,520) (p=0,000). Artinya semakin tinggi self-esteem yang dimiliki seseorang maka semakin tingi pula motivasi intrinsik yang dimilikinya. Lebih dari separuh contoh (62,8%) memiliki self-esteem dalam kategori sedang dan memiliki motivasi dalam kategori sedang. Tabel 20.

57 44 Motivasi intrinsik Tabel 20 Sebaran motivasi intrinsik berdasarkan self-esteem Self-esteem Tinggi Sedang Rendah total n % n % n % n % Tinggi 10 11,6 5 5,8 0 0, ,4 Sedang 10 11, ,8 1 1, ,6 Rendah 0 0,0 5 5,8 1 1,2 6 7,0 Total 20 23, ,4 2 2, ,0 Untuk hubungan self-esteem dengan motivasi ekstrinsik hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara selfesteem dengan motivasi ektrinsik (r=0,289) (p=0,000). Artinya semakin tinggi self-esteem yang dimiliki seseorang maka semakin tingi pula motivasi ekstrinsik yang dimilikinya. Lebih dari separuh contoh (64,0%) memiliki self-esteem dalam kategori sedang dan memiliki motivasi dalam kategori sedang. Tabel 21. Tabel 21 Sebaran motivasi ekstrinsik berdasarkan self-esteem Self-esteem Motivasi ekstrinsik Tinggi Sedang Rendah total n % n % n % n % Tinggi 7 8,1 8 9,3 0 0, ,4 Sedang 10 11, ,0 0 0, ,6 Rendah 1 1,2 5 5,8 0 0,0 6 7,0 Total 18 20, ,1 0 0, ,0 Hubungan antara self-efficacy dengan motivasi Seperti halnya dengan self-esteem, hasil uji hubungan antara self-efficacy dengan motivasi dibagi menjadi dua kategori yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara self-efficacy dengan motivasi intrinsik (r=0,451) (p=0,000). Artinya semakin tinggi self-efficacy yang dimiliki seseorang maka semakin tingi pula motivasi intrinsik yang dimilikinya. Lebih dari separuh contoh (70,9%) memiliki self-efficacy dalam kategori sedang dan memiliki motivasi dalam kategori sedang. Tabel 22.

58 45 Motivasi intrinsik Tabel 22 Sebaran motivasi intrinsik berdasarkan self-efficacy Self-efficacy Tinggi Sedang Rendah total n % n % n % n % Tinggi 7 8,1 2 2,3 1 1, ,6 Sedang 13 15, ,9 1 1, ,2 Rendah 0 0,0 1 1,2 0 0,0 1 1,2 Total 20 23, ,4 2 2, ,0 Selain dilakukan uji hubungan antara self-efficacy dengan motivasi intrinsik, dilakukan juga uji hubungan antara self-efficacy dengan motivasi ekstrinsik. Uji hubungan self-efficacy dengan motivasi ekstrinsik hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara selfefficacy dengan motivasi ekstrinsik (r=0,420) (p=0,000). Artinya semakin tinggi self-efficacy yang dimiliki seseorang maka semakin tingi pula motivasi ekstrinsik yang dimilikinya. Lebih dari separuh contoh (73,3%) memiliki self-efficacy dalam kategori sedang dan memiliki motivasi ekstrinsik dalam kategori sedang. Tabel 23 Sebaran motivasi intrinsik berdasarkan self-efficacy Self-efficacy Motivasi ekstrinsik Tinggi Sedang Rendah total n % n % n % n % Tinggi 6 7,0 4 4,6 0 0, ,6 Sedang 12 13, ,3 0 0, ,2 Rendah 0 0,0 1 1,2 0 0,0 1 1,2 Total 18 20, ,1 0 0, ,0 Hubungan self-esteem dengan prestasi Uji hubungan antara self-esteem dengan prestasi menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara self-esteem dengan prestasi baik nilai kognitif, nilai psiokomotorik, dan nilai afektif. Persentase terbesar yaitu sebanyak 43,3 persen siswa memiliki self-esteem dengan kategori sedang dan nilai kognitif yang berada dalam kategori yang sedang juga. Berbeda dengan nilai kognitif, untuk nilai psikomotorik persentase terbesar siswa yaitu 46,5 persen memiliki self-esteem dengan kategori sedang, namun nilai psikomotorik dengan kategori

59 46 yang tinggi. Lebih dari separuh contoh (75,6%) memiliki nilai afektif dan selfesteem dalam kategori yang tinggi. Tabel 24. Tabel 24 Sebaran prestasi akademik berdasarkan self-esteem Self-esteem Prestasi Tinggi Sedang Rendah Total n % n % n % n % Kognitif Tinggi 6 7, ,6 5 5, ,3 Sedang 9 10, ,0 1 1, ,6 Rendah 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0 Total 15 17, ,6 6 7, ,0 Psikomotorik Tinggi 9 10, ,5 6 7, ,0 Sedang 6 7, ,1 0 0, ,0 Rendah 0 0, ,0 0 0 Total 15 17, ,6 6 7, ,0 Afektif Tinggi 15 17, ,6 6 7, ,0 Sedang 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Rendah 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Total 15 17, ,6 6 7, ,0 Hubungan self-efficacy dengan prestasi akademik Uji hubungan antara self-efficacy dengan prestasi akademik menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara self-efficacy dengan prestasi akademik baik nilai kognitif, nilai psikomotorik, dan nilai afektif. Persentase terbesar yaitu sebanyak 48,8 persen siswa memiliki self-efficacy dengan kategori sedang dan nilai kognitif yang berada dalam kategori yang sedang juga. Berbeda dengan nilai kognitif, untuk nilai psikomotorik persentase terbesar siswa yaitu 46,5 persen memiliki self-esteem dengan kategori sedang, namun nilai psikomotorik dengan kategori yang tinggi. Lebih dari separuh contoh (87,2%) memiliki nilai afektif dan self-efficacy dalam kategori yang tinggi. Tabel 25.

60 47 Tabel 25 Sebaran prestasi akademik berdasarkan self-efficacy self-efficacy Prestasi Tinggi Sedang Rendah Total n % n % n % n % Kognitif Tinggi 5 5, ,4 1 1, ,4 Sedang 5 5, ,8 0 0, ,6 Rendah 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Total 10 11, ,2 1 1, ,0 Psikomotorik Tinggi 6 7, ,8 1 1, ,0 Sedang 4 4, ,4 0 0, ,0 Rendah 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Total 10 11, ,2 1 1, ,0 Afektif Tinggi 10 11, ,2 1 1, ,0 Sedang 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Rendah 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Total 10 11, ,2 1 1, ,0 Hubungan motivasi dengan prestasi Uji hubungan antara untuk motivasi dipakai dua kategori yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Hasil penelitian menunjukan terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara motivasi intrinsik denagn niali kognitif (r=- 0,217) (p=0,045). Artinya semakin tinggi motivasi intrinsik yang dimiliki oleh seseorang maka semakin rendah nilai kognitifnya. Hasil penelitian pun menunjukan bahwa terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara motivasi intrinsik dengan nilai psikomotorik (r=-0,256) (p=0,017). Artinya semakin tinggi motivasi intrinsik yang dimiliki oleh seseorang maka semakin rendah nilai psikomotoriknya. Lebih dari separuh contoh (51,6%) memiliki motivasi intrinsik dalam kategori yang sedang dan nilai kognitif dalam kategori yang sedang juga. Hal yang berbeda terjadi pada nilai psikomotorik, lebih dari separuh contoh (51,2%) memiliki motivasi intrinsik dalam kategori yang sedang namun nilai psikomotoriknya berada dalam kategori yang tinggi. Lebih dari separuh contoh (74,4%) memiliki motivasi intrinsik dalam kategori yang sedang dan nilai afektif dalam kategori yang tinggi. Tabel 26.

61 48 Tabel 26 Sebaran prestasi akademik berdasarkan motivasi intrinsik Motivasi Intrinsik Prestasi Tinggi Sedang Rendah Total n % n % n % n % Kognitif Tinggi 7 8, ,4 1 1, ,4 Sedang 13 15, ,6 1 1, ,6 Rendah 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Total 20 23, ,4 2 2, ,0 Psikomotorik Tinggi 10 11, ,2 1 1, ,0 Sedang 10 11, ,2 1 1, ,0 Rendah 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Total 20 23, ,4 2 2, ,0 Afektif Tinggi 20 23, ,4 2 2, ,0 Sedang 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Rendah 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Total 20 23, ,4 2 2, ,0 Hasil penelitian menunjukan tidak terdapat hubungan antara motivasi ekstrinsik dengan prestasi akademik baik nilai kognitif, nilai psikomotorik, dan nilai afektif. Presentasi terbesar yaitu 43 persen memiliki motivasi ekstrinsik dalam kategori yang sedang dan nilai kognitif dalam kategori yang sedang juga. Separuh contoh (50%) memiliki motivasi ekstrinsik dalam kategori yang sedang namun niali psikomotoriknya berada dalam kategori yang tinggi. Lebih dari separuh contoh (79,1%) memiliki motivasi ekstrinsik dalam kategori yang sedang dan nilai afektif dalam kategori yang tinggi. Hasil tersebut dapat dilihat pada tabel 27.

62 49 Tabel 27 Sebaran prestasi akademik berdasarkan motivasi ekstrinsik Motivasi ekstrinsik Prestasi Tinggi Sedang Rendah Total n % n % n % n % Kognitif Tinggi 8 9, ,1 0 0, ,4 Sedang 10 11, ,0 0 0, ,6 Rendah 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Total 18 20, ,1 0 0, ,0 Psikomotorik Tinggi 12 66, ,0 0 0, ,0 Sedang 6 33, ,1 0 0, ,0 Rendah 0 0, ,0 0 0,0 Total 18 20, ,1 0 0, ,0 Afektif 0,0 Tinggi 18 20, ,1 0 0, ,0 Sedang 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Rendah 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Total 18 20, ,1 0 0, ,0

63 51 PEMBAHASAN Hasil penelitian ini menunjukan bahwa keseluruhan contoh baik dari kelas akselerasi, kelas SBI, dan kelas reguler memiliki self-esteem yang masuk ke dalam kategori sedang dengan kelas reguler yang memiliki persentase tertinggi self-esteemnya berada pada kategori sedang dan tidak ada contoh kelas reguler yang memiliki self-esteem yang rendah. Emler (2001) menjelaskan bahwa individu yang memliki self-esteem yang rendah memiliki masalah dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Ada pula pendapat menurut Santrock (2003) anak yang memiliki prestasi yang tinggi cendrung ingin mempertahankan prestasinya dan lebih study oriented dan lebih jarang bersosialisasi dengan lingkungannya. Dapat dilihat dari kedua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa anak-anak kelas reguler memiliki nilai prestasi yang lebih rendah dibandingkan kelas-kelas lainnya tetapi mereka memiliki selfesteem yang lebih tinggi dibandingkan kelas-kelas lainnya. Secara keseluruhan menurut Kartono (1982) terdapat krisis atau pancaroba pada anak usia empat belas sampai dengan delapan belas tahun, yaitu anak jauh dari orangtua dan lebih ingin mencari identitas diri secara mandiri, hal ini sejalan dengan yang diutarakan oleh Coopersmith (1967) yaitu salah satu yang menyebabkan tinggi atau rendahnya self-esteem pada anak adalah hubungan kedekatan dengan orangtua, perlakuan terhadap anak dan sikap demokrasi orangtua. Sehingga contoh pada penelitian ini sedang berada dalam masa krisis dan kedekatannya dengan orangtua sedang tidak erat sehingga memiliki selfesteem yang tidak tergolong tinggi hanya dalam kategori yang sedang. Dalam penelitian ini tidak ditemukan perbedaaan yang nyata self-esteem antara berbagai model pembelajaran. Hasil penelitian terhadap self-efficacy yang didapatkan pada penelitian ini menunjukan bahwa seluruh contoh memiliki self-efficacy yang berada dalam kategori sedang dengan persentase tertinggi dari kelas SBI dan tidak ada contoh dari kelas SBI dan reguler yang memiliki self-efficacy yang rendah. Menurut Bandura (1986) self-efficacy adalah keyakinan seseorang akan kemampuannya dalam mengelola dan menjalankan serangkaian kegiatan yang dibutuhkan untuk mengatasi situasi yang terjadi. Faktor-faktor yang mempengaruhi self-efficacy

64 52 adalah pencapaian prestasi, pengalaman orang lain, bujukan lisan, dan kondisi emosional, faktor tersebut dianggap penting sebab ketika seseorang melihat orang lain berhasil maka akan berusaha mengikuti jejak keberhasilan orang tersebut (Bandura 1982). Menurut Santrock (2008) motivasi terdapat dua macam motivasi, yaitu motivasi ekstrinsik dan intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain (cara untuk mencapai tujuan) dan dipengaruhi oleh dorongan dari luar. Motivasi intrinsik merupakan motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri). Motivasi yang diukur dalam penelitian meliputi motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Rata-rata motivasi ekstrinsik yang tertinggi adalah di kelas akslerasi. Hal ini membuktikan bahwa siswa dan siswi kelas akselerasi motivasi terbesarnya adalah motivasi ekstrinsik yaitu dorongan dari luar seperti guru, lingkungan, dan teman sebayanya. Hal ini sejalan dengan penelitian dari Kurniawan (2010) yang menyatakan bahwa anak-anak yang masuk ke dalam kelas akselerasi lebih banyak karena kehendak orangtua sehingga motivasi belajar yang dimilikinya pun lebih banyak merupakan dorongan dari luar tidak dari dalam dirinya sendiri. Selain itu persaingan pada kelas akselerasi pun sangat tinggi karena anak-anak di kelas tersebut merupakan anak-anak yang memiliki IQ tinggi sehingga mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dan hal tersebut menyebabkan persaingan pun semakin tinggi. Standar yang ditetapkan oleh sekolah di kelas akselerasi pun lebih tinggi dibandingkan kelas lain, hal ini menyebabkan dorongan dari luar yaitu sekolah mereka pun semakin tinggi. Rata-rata tertinggi motivasi ekstrinsik didapatkan oleh siswa-siswi dari kelas reguler. Hal ini terjadi karena lingkungan kelas reguler seperti fasilitas belajar mengajarnya pun tidak sebaik kelas akselerasi dan kelas SBI, sehingga dorongan belajar terkuat didapatkannya dari dalam dirinya sendiri. Menurut Suryabrata (1995) motivasi seseorang didorong oleh keinginan dirinya sendiri dan juga oleh dorongan dari luar. Salah satu yang berhubungan dengan motivasi dalam penelitian ini adalah self-esteem (penilaian terhadap dirinya) dan selfefficacy (keyakinan diri seseorang). Seseorang yang memiliki self-esteem dan self-

65 53 efficacy yang tinggi maka akan memiliki motivasi yang tinggi pula. Penelitian ini menunjukan bahwa self-esteem dan self-efficacy contoh dalam penelitian ini berada dalam kategori sedang, begitu juga dengan motivainya berada dalam keadaan sedang pula. Selain itu penelitian ini juga mengukur prestasi akademik siswa-siswi yang menjadi contoh penelitian dengan melihat hasilnya dari nilai rapot mereka. Di dalam nilai raport prestasi akademik terdiri dari tiga aspek penilaian yaitu nilai kognitif, nilai psikomotorik, dan nilai afektif. Penelitian menunjukan bahwa terdapat perbedaan nilai kognitif, nilai psikomotorik, dan nilai afektif pada ketiga kelompok pembelajaran. Untuk nilai kognitif dan nilai psikomotorik, kelas akselerasi merupakan kelas yang memiliki nilai kognitif dan nilai psikomotorik yang paling baik, terbaik kedua adalah kelas SBI, dan kelas reguler berada pada urutan ketiga. Menurut Depdikbud (2006) siswa-siswi yang masuk ke dalam kelas akselerasi dan adalah siswa-siswi yang memiliki kemampuan di atas rata-rata karena untuk masuk kedalam kelas tersebut harus memiliki nilai rata-rata yang tinggi dan nilai IQ yang tinggi juga. Nilai afektif yang didapatkan oleh ketiga kelompok contoh juga menunjukan adanya perbedaan. Kelas reguler memiliki nilai afektif yang paling baik diantara kelompok lainnya.perbedaan perolehan prestasi yang didapatkan pada kelas akselerasi, kelas SBI, dan kelas reguler ini diduga karena adanya perbedaan lingkungan atau metode pembelajaran serta kemampuan terhadap penguasaan materi antara kelas akselerasi dengan kelas SBI dan reguler. Selanjutnya penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia anak dengan self-esteem yaitu semakin tinggi usia anak maka semakin baik pula self-esteem yang dimiliki oleh anak. Menurut Frey (1983) ketika lahir bayi tidak dilengkapi dengan self-esteem dan tidak dapat membedakan dirinya dengan lingkungannya. Self-esteem diperoleh melalui interaksi sosial dengan keluarga dan orang lain yang dijumpainya selama hidup, oleh sebab itu semakin tinggi usia yang mereka miliki maka semakin banyak orang yang dijumpai dan penilaian mereka terhadap dirinya sendiri pun akan semakin terlihat dan semakin baik. Semakin tinggi usia seseorang mereka dapat mengevaluasi dari perilaku dan penampilan sehingga membentuk penilaian mengenai diri sendiri.

66 54 Pada usia lebih dewasa, seseorang cenderung memiliki self-esteem yang tinggi untuk menggapai cita-citanya. Self-esteem memiliki hubungan yang nyata dan positif terhadap motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik yaitu semakin baik self-esteem yang dimiliki oleh seseorang, maka semakin tinggi motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik yang dimilikinya. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Harter (1983) yang menyebutkan bahwa ada dua sumber yang digunakan oleh anak untuk membangun self-esteem yaitu sumber dari dalam diri sendiri dan dari luar individu itu sendiri. Sumber-sumber tersebut merupakan motivasi seseorang untuk membangun self-esteem yang dimilikinya sehingga self-esteem berhubungan dengan motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Selain self-esteem, penelitian ini pun menunjukan bahwa self-efficacy berhubungan nyata dan positif terhadap motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Artinya semakin baik self-efficacy yang dimiliki seseorang maka semakin tinggi motivasi intrinsik dan ekstrinsik yang dimilikinya. Keyakinan terhadap kemampuan diri sendiri akan membuat seseorang memiliki motivasi untuk mengerjakan segala sesuatunya dan menyelesaikan pekerjaannya dengan baik karena ia yakin bahwa dirinya mampu untuk menyelessaikan tugas tersebut (Bandura 1982). Menurut Morris dan Summers (1995) karena self-efficacy mempunyai hubungan yang erat dengan motivasi maka selain berpengaruh terhadap performa, self-efficacy juga berpengaruh terhadap motivasi individu. Menurut Mc. Clelland (1995) motivasi belajar berhubungan dengan kebutuhan untuk berprestasi yang mengarahkan seseorang dalam bertindak untuk mencapai prestasi, selain itu motivasi belajar juga menjadi dorongan seseorang untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya. Dalam penelitian ini didapatkan hubungan antara motivasi belajar intrinsik dengan prestasi belajar yaitu nilai kognitif dan nilai psikomotorik, namun hubungan dalam penelitian ini bersifat negatif. Artinya semakin tinggi motivasi intrinsik yang dimiliki oleh anak, maka semakin rendah nilai kognitif dan psikomotorik mereka. Hal ini diduga terjadi karena rata-rata terbesar motivasi intrinsik yang dimiliki oleh siswa kelas reguler, sedangkan rata-rata prestasi mereka yaitu nilai kognitif dan nilai psikomotoriknya berada dalam rata-rata yang paling rendah dari ketiga kelas tersebut. Selain itu

67 55 menurut Adi dalam Gunarsa dan Gunarsa (2006), motivasi memang merupakan salah satu faktor yang menentukan prestasi tetapi diantara itu jangan pula dilupakan terdapat kemampuan anak untuk menyerap pelajaran sehingga walaupun merepa memiliki motivasi yang tinggi di dalam dirinya, belum tentu memiliki kemampuan menyerap pelajaran yang baik pula untuk mendapatkan prestasi yang tinggi. Berdasarkan kerangka penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara usia anak dengan self-esteem, artinya semakin tinggi usia anak maka akan semakin baik self-esteem yang dimilikinya. Selain itu terdapat hubungan positif dan signifikan antara self-esteem dan selfefficacy dengan motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik, artinya semakin tinggi self-esteem dan self-efficacy anak maka semakin tinggi pula motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik anak. Hasil penelitian pun menunjukan terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara motivasi intrinsik dengan prestasi yaitu nilai kognitif dan nilai psikomotorik, artinya semakin tinggi motivasi intrinsik anak maka semakin rendah nilai kognitif dan psikomotorik anak.

68 56 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh berjenis kelamin perempuam. Lebih dari separuh contoh merupakan anak sulung, dan ratarata contoh berusia 16.2 tahun. Lebih dari separuh contoh berasal dari keluarga sedang dan sisanya berasal dari keluarga kecil, rata-rata usia ayah contoh hampir mencapai 50 tahun, sedangkan hampir separuh ibu contoh juga berkisar antara usia 40 tahun. Lebih dari separuh ayah contoh mencapai jenjang pendidikan tertinggi S1/S2/S3 sedangkan lebih dari seperempat ibu contoh merupakan tamatan S1/S2/S3. Untuk pekerjaan orangtua, hampir separuh contoh memiliki ayah yang bekerja di sektor swasta dan ibu contoh yang tidak bekerja menempati posisi terbanyak di ketiga kelas yakni mencapai lebih dari separuh contoh. Hampir separuh contoh memperoleh pendapatan keluarga lebih dari Rp per bulan. Lebih dari separuh contoh kelas akselarasi kelas SBI dan kelas reguler memiliki self-esteem, self-efficacy dan motivasi yang berada ada dalam kategori sedang. Motivasi belajar kelas akselerasi memiliki motivasi yang cenderung bersifat ekstrinsik, sedangkan SBI dan reguler memiliki motivasi yang cenderung bersifat intrinsik. Contoh pada kelas akselerasi memiliki prestasi yang lebih tinggi dibanding kelas SBI dan reguler dalam aspek kognitif dan psikomotorik, sedangkan pada aspek afektif kelas reguler memiliki prestasi yang lebih tinggi dibandingkan kelas akselerasi dan SBI. Hal ini didukung dengan hasil uji beda yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar antara kelas akselerasi dengan kelas SBI dan reguler. Penelitian ini juga menunjukan bahwa terdapat hubungan yang positif dan nyata usia anak dengan self-esteem. Hubungan ini bersifat positif, artinya semakin tinggi usia anak maka semakin besar pula self-esteem yang dimiliki oleh anak. Dengan usia anak yang semakin tinggi maka seseorang pun lebih mengenal dirinya sendiri sehingga bisa menilai kemampuan yang dimiliki oleh dirinya sendiri. Jenis kelamin berhubungan dengan self-esteem, self-efficacy dan motivasi.

69 57 Hasil penelitian menunjukan bahwa Self-esteem dan self-efficacy berhubungan positif dan nyata tehadap motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Artinya semakin tinggi self-esteem dan self-efficacy yang dimiliki seseorang maka motivasi intrinsik dan ekstrinsik yang dimiliki oleh seseorang pun semakin tinggi. Penilaian baik yang dimiliki seseorang terhadap dirinya sendiri akan meningkatkan motivasi yang dimilikinya karena dirinya sendiri yang mengetahui kemampuan yang dimilikinya, sedangkan kayakinan diri seseorang terhadap kemampuannya pun dapat meningkatkan motivasi yang dimilikinya. Dengan keyakinan diri yang tinggi maka seseorang pun akan memiliki motivasi yang tinggi baik motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik untuk menyelesaikan tugasnya. Hasil penelitian menunjukan adanya hubungan yang negatif dan signifikan antara motivasi intrinsik dengan prestasi akademik yaitu nilai kognitif dan nilai psikomotorik. Motivasi ekstrinsik tidak menunjukan hubungan dengan prestasi akademik. Saran Self-esteem berhungan sangat signifikan dengan self efficacy dan motivasi baik motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik, artinya semakin tingi self-esteem yang dimiliki oleh seorang siswa maka akan meningkatkan self-efficacy dan motivasinya sehingga sebaiknya sekolah memfasilitasi dan memberikan programprogram yang dapat meningkankan self-esteem siswa yaitu dengan adanya pembinaan yang berkesinambungan mengenai pengenalan dan penlilaian terhadap kemampuan diri sendiri sehingga seorang siswa sudah tau dan memiliki penilaian yang positif terhadap dirinya sendiri. Penilaian yang positif akan menghasilkan seseorang anak memiliki keyakinan yang positif pula terhadap kemampuannya sehingga seorang anak akan mendapatkan nilai yang baik dan mengerjakan tugasnya dengan baik. Sebaiknya dalam penelitian selanjutnya apabila ingin mengukur prestasi anak, jangan hanya mengukur prestasi akademik dari nilai rapor saja tetapi dilihat juga dari prestasi lain seperti lomba-lomba tingkat nasional atau SBI yang pernah diikuti oleh anak dan prestasi lainnya dalam bidang seni, olahraga, ataupun dalam bidang lain.

70 58 Penelitian lanjutan yang disarankan adalah meneliti faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi model pembelajaran seperti denga melihat IQ siswa sehingga model pembelajaran dapat berpengaruh terhadap prestasi akademik.

71 59 DAFTAR PUSTAKA Adi J Aspirasi pada Remaja. Di dalam: Gunarsa SD, Gunarsa YSD, editor. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta (ID): Gunung Mulia Alisjahbana, S. Takdir Antropologi Baru, Jakarta (ID): Dian Rakyat. Amang Izin Bari RSBI Dihentikan. [3 November 2011] Anonim Menyemai Bibit Unggul Kelas Akselerasi. [3 November 2011] Bandura Albert Self-efficacy Mecahanism on Human Agency. Amarican Psychologist. New Jersey : Prentice Hall. Bandura Albert Social Foundation of Tought and Action : A social Cognitive Theory. New Jersey : Prentice-Hall. Bandura Albert Self-Efficacy in Changing Societies. United Kingdom : Cambridge University Press. Baron, Robert A& Hyme, D Social Psyhology, Understanding Human Interaction (7 th ). Boston : Allyn & Bacon. Berns R Child, Family, School,Community: Socialization and Support. New York (US): McGraw-Hill Coopersmith S The Antecendent Of Self Esteem. San Fransisco : C. H. Freeman and Compeny. [Depdikbud] Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta (ID): WIPRESS. Dalyono M Psikologi Pendidikan. Jakarta (ID): Rineka Cipta. Djamarah SB Psikologi Belajar. Jakarta (ID): Rineka Cipta. Emler N The Costs and Cuses of Low Self Estem. Frey D Enchancing Self Esteem. Indiana : Accelerated Development Inc. Fitts H. William The Self Concept and The Self Actualization, Research Monograph, First Printing, Western, Psychological Service. Los Angles Goleman D Kecerdasan Emosional: Mengapa EI Lebih Penting dari IQ. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Gunarsa SD, Gunarsa YSD Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan Keluarga. Jakarta (ID): Gunung Mulia Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan Keluarga. Jakarta (ID): Gunung Mulia Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta (ID): Gunung Mulia.

72 60 Gunawan Pengaruh Keharmonisan keluarga dan Rasa Percaya Diri terhadap Prestasi Belajar PKnSiswa Kelas VIII SLTP Negeri III Kebakkramat Karanganyar Tahun Pelajaran 2009/2010[Skripsi]. Surakarta (ID). Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhannadiyah Surakarta. Gunawan AW Genius Learning Strategy, petunjuk Praktis untuk Menerapkan accelerated Learning. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama Hastuti D Pengasuhan: Teori dan Prinsip serta Aplikasinya di Indonesia. Bogor (ID): Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen. Fakultas Ekologi Manusia IPB. Hambawany, E Hubungan Antara Self Efficacy dan Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dengan Prestasi Belajar pada Penyandang Tuna Daksa. [Skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Muhammdiyah Surakarta. Harter S Development Perspective on The Self System. Paul H. Museen (Editor). Handbook of Child Psychology (4 th ). New York (US): John Hawadi RA Psikologi Perkembangan Anak: Mengenal Sifat, Bakat, dan Kemampuan Anak. Jakarta (ID): PT.Grasindo. Heider F The Psychology Of Interpersonal Relation. New York (US): Wiley Hurlock E Psikologi Perkembangan. Istiwidayanti, Soejarwo, penerjemah; Sijabat RM, editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Developmental Psychology Perkembangan Anak. Jilid I.Tjandrasa M, Zakarsih M, penerjemah; Dharma A, editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Child Development. Hesselbein F, Marshal Goldsmith & Richard Beckhard The Organization of The Future In the Information Age. San Franscisco : Jossey-Bass Publisher. Kurniawan Evaluasi Program Akselerasi : Kelas Siswa Cerdas Istimewa Berbakat Istimewa [Tesis] Bogor (ID). Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Megawangi R Membiarkan Berbeda, Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender. Jakarta (ID) : Penerbit Mizan. McClelland DC Memacu masyarakat Berprestasi : Mempercepat Laju Pertumbuhan Ekonomi Melalui Peningkatan Motif Berprestasi. Jakarta (ID) : Intermedia. Mcilveen, Rob & Gross, Richard Development Psycology. London : Hodder & Stoughton. Morgan, Clifford T Introduction to Psycology, Second Edition, McGraw- Hill Company, Inc., N.Y., Toronto, London.

73 61 Morris T & Summer J Sport Psychology: Theory, Applications and Issues. Brisbane: John Wiley & Sons. Mudzakir S Psikologi Pendidikan. Jakarta(ID): PT Rineka Cipta. Munandar U Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta (ID): Rineka Cipta. Nurhayati S Analisis Kecerdasan Emosional, Kematangan sosial, Selfesteem, dan Prestasi Akademik pada Mahasiswa Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) IPB [skripsi] Bogor (ID). Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen. Fakultas Ekologi Manusia. Nurkholis A Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Mata Pelajaran Ekonomi pada Siswa Kelas VIII MTs Nurussalam Tersono Kabupaten Batang [Skripsi] (ID). Departemen Manajemen. Fakultas Ekonomi. Omolayo B Self-Esteem and Self-Motivational Needs of Disabled and Non- Disabled: A Comparative Analysis. Journal of Alternative Perspectives in the Social Sciences. Vol 1, No 2, Pajares F Journal of The Development of Academic Self-Efficacy.(Eds) 4-5 Pajares F Self-efficacy Beliefs Of Adolescents. Greenwich Connecticut : Information Age Publishing, Inc. Papalia DE, Old SW, Feldman RD Human development (8th Ed.). Boston: McGraw Hill. Pelletier et al Te Sport Motivation scale. Journal of Sport & Exercise Psychologi, 17, Pervin LA The Scince of Personality. Canada : John Wiley & Soem inc Rahmaisya R Pengaruh persepsi gaya pengasuhan orangtua dan konsep diri terhadap motivasi berprestasi atlet muda di SMA Negeri Ragunan Jakarta. [skripsi] Bogor (ID): Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Robinson JP Measures Of Personality and Social Psychological Attitudes. California : Academic Press Rosenberg M Texas Social Behavior Inventory. Santrock JW Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Damanik, J, Chusairi a, penerjemah. Kristiaji, WC, Sumiharti, Y, editor. Jakarta(ID): Erlangga Perkembangan Remaja. Adelar BS, Saragih S, penerjemah; Kristiadji, Sumiharti Y, editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Adolescence Remaja, edisi kesebelas. Widyasinta B, penerjemah; Hardani, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Adolenscence, Eleventh Ed Psikologi Pendidikan Cetakan Kedua. Jakarta (ID): Kencana.

74 62 Slameto Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta (ID): Rineka Cipta. Sobur Alex Psikologi Umum. Bandung (ID): Pustaka Setia Stenberg L Adolescence (edisi ke-3). New York (US): Mc.Graww Hill.Inc Sunaryo Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta (ID): Buku Kedokteran EGC. Suryabrata, Sumandi Psikologi Pendidikan. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada. Wahyuni A Pengaruh Motivasi Belajar dan Metode Pembelajaran terhadap Prestasi Belajar Akuntansi Siswa Kelas I Jurusan akuntansi SMK Pelita Nusantara 1 Semarang [Skripsi]. Semarang (ID). Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Semarang. Winkel Psikologi Pengajaran. Jakarta(ID): Gramedia Wulandari A Analisis persepsi gaya pengasuhan orangtua, keterampilan sosial, prestasi akademik, dan self esteem mahasiswa tingkat persiapan bersama (TPB) Institut Pertanian Bogor. [skripsi] Bogor (ID): Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen. Fakultas Ekologi Manusia. IPB Yusuf LNS Psikologi Perkembangan anak dan Remaja. Bandung (ID): PT.Remaja Resdaya Karya. Zanden JWV Human Development (5 th ). New York (US): Mc.Graww Hill.Inc

75 LAMPIRAN 63

76 64 Lampiran 1 Sebaran jawaban contoh berdasarkan instrumen self-esteem pada ketiga kelompok contoh NO PERNYATAAN JAWABAN SS S TS STS 1. Saya merasa diri saya berharga, setidaktidaknya sejajar dengan orang lain (+) 34,9% 64,0% 1,2% 0% 2. Saya mempunyai sifat-sifat yang baik (+) 5,8% 79,1% 5,8% 0 3. Saya cenderung melihat diri saya sebagai 0 19,8% 54,7% 25,6% orang yang gagal dalam banyak hal (-) 4. Saya mampu melakukan suatu pekerjaan 12,8% 67,4% 17,4% 2,3% sebaik orang lain (+) 5. Saya merasa tidak punya sesuatu yang 5,8% 16,3% 48,8% 29,1% bisa dibanggakan (-) 6. Saya bersikap positif terhadap diri saya 29,1% 66,3% 4,7% 0 sendiri (+) 7. Kadang-kadang saya merasa tidak 22,1% 30,2% 41,9 5,8% berguna (-) 8. Kadang-kadang saya merasa tidak 2,3% 26,7% 51,2 19,8% berguna (-) 9. Saya merasa percaya diri dengan 1,2% 11,6% 68,6% 18,6% kemampuan saya (+) 10. Saya merasa dapat berteman dengan 1,2% 14,0% 67,4% 17,4 siapa saja (+) 11. Jika saya tidak setuju dengan orang lain, 5,8% 53,5% 38,4% 2,3% pendapat saya biasanya diterima (+) 12. Orang lain seringkali meniru saya (+) 3,5% 44,2% 48,8 3,5% 13. Tampaknya susah sekali membuat orang 8.1% 60,0% 27,9% 3,5% lain memperhatikan saya (-) 14. Lebih baik saya tidak punya tanggung 16,3% 52,3% 23,3% 8,1% jawab untuk orang lain (-) 15. Gambaran tentang diri saya adaah raguragu (-) 14,0% 52,3% 29,1% 4,7% Sumber : Disusun oleh Ariyani yang mengacu pada Moris Rosenberg (1967) Texas Social Behavior Inventory-Form kemudian dimodifikasi oleh peneliti. Keterangan : STS = sangat tidak setuju, TS = tidak setuju, S = setuju, SS = sangat setuju

77 65 Lampiran 2 Sebaran jawaban contoh berdasarkan instrumen self-efficacy pada ketiga kelompok contoh NO PERNYATAAN JAWABAN SS S TS STS Saya tidak dapat mengandalkan 0 19,8% 68,6% 11,6% 1. kemampuan saya untuk mencoba tugas lain yang belum saya kerjakan sebelumnya. (-) Kegagalan saya terhadap 0 17,4% 67,4% 15,1% 2. pekerjaanpekerjaan tertentu membuat saya tidak yakin dapat mencapai keberhasilan pada jenis pekerjaan lain (-) Saya sering kali tidak mampu 0 29,1% 58,1% 12,8% 3. menyelesaikan suatu tugas meski saya punya pengalaman dalam menyelesaikan tugas-tugas tersebut. (-) 4. Saat mengalami kegagalan saya merasa 2,3% 19,8% 54,7% 23,3% takut untuk mencoba lagi. (-) 5. Saya yakin mampu bersaing untuk 31,4% 65,1% 3,5% 0 menghadapi tantangan masa depan. (+) Saya sering kali rendah diri melihat 12,8% 41,9% 37,2% 8,1% 6. temanteman yang sukses dalam beberapa pekerjan. (-) 7. Saya yakin dapat mewujudkan cita-cita 40,7% 51,2% 7,0% 1,2% setelah lulus (+) 8. Saya mudah menyerah saat mengalami 3,5% 19,8% 54,7% 22,1% beberapa kesulitan. (-) 9. Saya merasa tidak mampu menghadapi 0 24,4% 59,3% 16,3% situasi sulit dalam kehidupan. (-) Saya sering kali tidak mampu dalam 2,3% 48,8% 39,5% 9,3% 10. menyelesaikan tugas sulit walaupun sebenarnya saya memiliki motivasi yang kuat untuk melakukannya. (-) Saya mengetahui dan dapat 7,0% 74,4% 17,4% 1,2% 11. menggunakan kiat-kiat yang pas untuk menyelesaikan tugas-tugas dengan tepat (+) Semakin sulit tugas yang diberikan saya 10,5% 44,2% 43,0% 2,3% 12. semakin bersemangat mengerjakannya (+) Saya sering kali tidak dapat 3,5% 39,5% 53,5% 100% 13. menyelesaikan tugas dengan baik tanpa bantuan orang lain. (-) 14. Saya sering cemas menunggu nilai hasil 26,6% 50,0% 18,6% 5,8% ujian. (-) Saya tahu hal-hal yang harus saya 24,4% 57,0% 17,4% 1,2% 15. kerjakan tapi seringkali sulit untuk memprektekkannya (-)

78 66 Lampiran 2 (lanjutan) NO PERNYATAAN Saat timbul masalah dalam belajar saya mampu melakukan tindakan penyelesaian sendiri tanpa bantuan orang lain (+) Saya yakin dapat mengerjakan tugas dengan baik sehingga mendapatkan hasil yang optimal. (+) Bila diberi tugas yang sulit, sering kali saya tidak mampu melakukannya (-) Saya merencanakan dengan baik setiap akan melakukan pekerjaan demi masa depan saya. (+) Saya menetapkan target kesuksesan dalam setiap tugas dan bisa mencapainya. (+) Saya merasa tidak bisa membuat sesuatu yang baru. (-) Jika prestasi saya turun maka saya akan belajar lebih baik lagi. (+) Saya tidak tertarik mencoba hal-hal baru yang dpt mempengaruhi prestasi saya (-) Saya yakin dapat mempersiapkan ujian meskipun mengalami banyak hambatan. (+) Persaingan tidak membuat saya takut gagal. (+) Bagi saya kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda. (+) Saya yakin akan mendapat nilai ujian yang tinggi walaupun soal-soalnya sangat sulit. (+) Saya merasa tidak percaya diri jika harus bersaing dengna orang yang lebih pandai dari saya. (-) Saya merasa tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas saya tepat waktu karena hambatan-hambatan yang saya alami. (-) Saya yakin akan mendapat nilai yang tinggi walau dengan jam belajar yang padat. (+) JAWABAN SS S TS STS 5,8% 46,5% 46,5% 1,2% 18,6% 68,6% 12,8% 0 4,7% 46,5% 44,2% 4,7% 24,4% 60,5% 15,1% 0 17,4% 61,6% 20,9% 0 2,3% 26,7% 61,6% 9,3% 44,2% 48,8% 7,0% 0 2,3% 16,3% 62,8% 18,6% 20,9% 72,1% 7,0% 0 36,0% 57,0% 5,8% 1,2% 53,5% 39,5% 3,5% 3,5% 18,6% 54,7% 24,4% 2,3% 4,7% 40,7% 48,8% 5,8% 8,1% 34,9% 50,0% 7,0% 14,0% 60,5% 24,4% 1,2% Sumber : Disusun oleh Hambawany (2007), dimodifikasi oleh peneliti Keterangan : STS = sangat tidak setuju, TS = tidak setuju, S = setuju, SS = sangat setuju

79 67 Lampiran 3 Sebaran jawaban contoh berdasarkan instrumen motivasi belajar pada ketiga kelompok contoh No Pernyataan Pilihan Instrinsik SS S TS STS 1. Saya ingin tahu dan belajar pelajaran yang belum saya ketahui sebelumnya 34,9% 54,7% 9,3% 1,2% 2. Saya mendapatkan banyak pengetahuan dan pengalaman tentang pelajaran yang saya pelajari di sekolah 46,5% 40,7% 11,6% 1,2% 3. Saya ingin meningkatkan kemampuan 34,9% 58,1% 7,0% 0 dan keterampilan di bidang akademik 4. Saya melakukan aktivitas belajar yang saya sukai dengan penuh semangat 31,4% 65,1% 3,5% 0 5. Saya berkomitmen dengan aktivitas belajar yang saya lakukan 27,9% 59,3% 11,6% 1,2% 6. Saya yakin bahwa saya akan sukses di 33,7% 64,0% 2,3% 0 bidang yang saya tekuni sekarang 7. Sekolah merupakan cara untuk berinteraksi dengan orang lain 32,6% 59,3% 8,1% 0 8. Saya ingin mempelajari banyak hal yang mungkin berguna bagi kehidupan saya 0 50% 47,7% 98,8% 9. Saya ingin menunjukkan kemampuan 20,9% 72,1% 5,8% 1,2% yang saya miliki pada orang banyak 10 Saya berusaha keras mempelajari sesuatu yang belum saya kuasai 22,1% 70,9% 7,0% Saya tidak mudah menyerah saat 11,6% 53,5% 30,2% 4,7% dihadapkan pada soal-soal yang sulit 12. Saya selalu berusaha untuk menjadi 19,8% 69,8% 10,5% 0 juara kelas 13. Saya yakin akan menjadi juara 12,8% 561,2% 36,0% Saya tidak perlu diingatkan untuk belajar 11,6% 37,2% 38,4% 12,8% 15. Belajar merupakan kebutuhan bagi saya 16,3% 55,8% 22,1% 5,8% Ekstrinsik 16. Orang di sekitar saya yang mempengaruhi saya untuk berprestasi 17. Jika saya mampu mencapai target, saya ingin mendapatkan hadiah/bonus 18. Saya ingin menang dan menjadi juara diantara teman-teman 19. Belajar di sekolah merupakan salah satu cara untuk mengembangkan aspek lain dalam diri saya 20. Saya tidak mau mengecewakan orangtua saya denagn nilai-nilai yang tidak memuaskan 21 Saya merasa bersemangat untuk mencapai prestasi 23,3% 59,3% 17,4% 0 36,0% 61,6% 2,3% 0 23,3% 73,3% 3,5% 0 23,3% 73,3% 3,5% 0 51,2% 43,0% 4,7% 1,2% 30,2% 62,8% 5,8% 1,2%

80 68 Lampiran 3 (Lanjutan) No Pernyataan Pilihan Ekstrinsik SS S TS STS 22. Saya bersaing dalam pelajaran karena 27,9% 65,1% 4,7% 2,3% tidak ingin kalah dari teman-teman 23. Guru selalu mengingatkan saya untuk terius belajar 25,6% 72,1% 2,3% Guru selalu memberikan arahan agar 26,7% 60,5% 12,8% 0 saya bisa terus berprestasi 25. Wali kelas selalu mendukung saya untuk 25,6% 64,0% 10,5% 0 berprestasi di bidang akademik maupun non akademik 26. Saya bersemangat belajar ketika ada 11,6% 38,4% 44,2% 5,8% imbalan 27. Saya mempelajari sesuatu yang memang 31,4% 55,8% 11,6% 1,2% harus saya pelajari 28. Saya suka merasa terpaksa saat belajar 9,3% 43,0% 40,7% 7,0% 29. Saya masuk sekolah ini karena pilihan 7,0% 29,1% 41,9% 22,1% orangtua 30. Saya sering merasa bahwa belajara adalah tuntutan 17,4% 58,1% 19,8% 4,7% Sumber : disusun oleh Rahmaisya (2011), mengacu pada Pelletier, Fortier, Vellerand, Tuson, Blais (1995), dimodifikasi oleh peneliti. Keterangan : STS = sangat tidak setuju, TS = tidak setuju, S = setuju, SS = sangat setuju

81 69 Lampiran 4 Hasil uji beda one way anova dan post hoc test usia ayah antar ketiga kelompok contoh Anova Usia Ayah Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups Within Groups Total (I) Kelas (J) Kelas Post hoc tests Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound Scheffe akselerasi SBI reguler SBI akselerasi reguler reguler akselerasi SBI Bonferroni akselerasi SBI reguler SBI akselerasi reguler reguler akselerasi SBI

82 70 Lampiran 5 Hasil uji beda one way anova dan post hoc test usia ibu antar ketiga kelompok contoh Anova Usia Ibu Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups Within Groups Total (I) Kelas (J) Kelas Post hoc tests Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Bound Scheffe akselerasi SBI reguler SBI akselerasi reguler * reguler akselerasi SBI * Bonferroni akselerasi SBI reguler SBI akselerasi reguler * reguler akselerasi SBI * Upper Bound

83 71 Lampiran 6 Hasil uji beda one way anova dan post hoc test pendapatan keluarga antar ketiga kelompok contoh Pendapatan Keluarga Anova Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups Within Groups Total (I) Kelas (J) Kelas Post hoc tests Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound Scheffe akselerasi SBI reguler * SBI akselerasi reguler * reguler akselerasi * SBI * Bonferroni akselerasi SBI reguler * SBI akselerasi reguler * reguler akselerasi * SBI *

84 72 Lampiran 7 Hasil uji beda one way anova dan post hoc test usia antar ketiga kelompok contoh Anova Usia Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups Within Groups Total (I) Kelas (J) Kelas Post hoc tests Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound Scheffe akselerasi SBI * reguler * SBI akselerasi * reguler reguler akselerasi * SBI Bonferroni akselerasi SBI * reguler * SBI akselerasi * reguler reguler akselerasi * SBI

85 73 Lampiran 8 Hasil uji beda one way anova dan post hoc test motivasi intrinsik antar ketiga kelompok contoh Anova Motivasi Intrinsik Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups Within Groups Total (I) Kelas (J) Kelas Post hoc tests Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound Scheffe akselerasi SBI * reguler * SBI akselerasi * reguler reguler akselerasi * SBI Bonferroni akselerasi SBI * reguler * SBI akselerasi * reguler reguler akselerasi * SBI

86 74 Lampiran 9 Hasil uji beda one way anova dan post hoc test prestasi akademik (nilai kognitif) antar ketiga kelompok contoh Anova Nilai Kognitif Sum of Squares df Mean square F Sig. Between Groups Within Groups Total (I) Kelas (J) Kelas Mean Difference (I-J) Post hoc test Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound akselerasi SBI * Reguler * SBI Akselerasi * Reguler * Reguler Akselerasi * SBI * Lampiran 10 Hasil uji beda one way anova dan post hoc test prestasi akademik (nilai psikomotorik) antar ketiga kelompok contoh Anova Nilai Psikomotorik Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups Within Groups Total (I) Kelas (J) Kelas Mean Difference (I-J) Post hoc test Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound akselerasi SBI * Reguler * SBI akselerasi * Reguler * Reguler akselerasi * SBI *

87 75 Lampiran 11 Hasil uji beda one way anova dan post hoc test prestasi akademik (nilai afektif) antar ketiga kelas contoh Anova Nilai Afektif Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups Within Groups Total (I) Kelas (J) Kelas Mean Difference (I-J) Post hoc test Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound akselerasi SBI.161 * Reguler * SBI akselerasi * Reguler * Reguler akselerasi.150 * SBI.311 *

88 76 Lampiran 12 Koefisien korelasi spearman antara karakteristik contoh dan karakteristik keluarga dengan self-esteem dan self-efficacy VAR Selfesteeefficacy Self- Umur ayah Umur ibu Self-esteem 1 Self-efficacy 0,589** 1 Umur ayah -0,123-0,151 1 Umur ibu 0,044-0,080 0,477** 1 Pendidikan Pendidikan ayah 0,045 0,118 0,076 0,056 1 Pendidikan ibu Besar keluarga Usia Pekerjaan ayah Pekerjaan ibu ayah Pendidikan ibu -0,140 0,033 0,079 0,345** 0,584** 1 Besar keluarga -0,010-0,005 0,037 0,023-0,134-0,073 1 Usia 0,232* 0,037-0,061 0,001-0,297** -0,404** 0,170 1 Pekerjaan ayah -0,182-0,63 0,109-0,254** 0,308** 0,143-0,150-0,274* 1 Pekerjaan ibu 0,065 0,014-0,640 0,277** 0,261* 0,507** -0,096-0,320** 0,024 1 Urutan anak -0,135-0,150 0,454** 0,242** -0,103 0,045 0,105-0,027-0,122-0,267* 1 Keterangan : * = Signifikan pada selang kepercayaan 95%, ** = Signifikan pada selang kepercayaan 99% Lampiran 13 Koefisien korelasi pearson antar variabel VAR Self-esteem Self-efficacy Motivasi intrinsik Motivasi ekstrinsik Urutan anak Nilai kognitif Nilai psikomotorik Nilai afektif Self-esteem 1 Self-efficacy 0,567** 1 Motivasi intrinsik 0,520** 0,451* 1 Motivasi ekstrinsik 0,289** 0,420** 0,437** 1 Nilai kognitif -0,107 0,022-0,217* 0,038 1 Nilai psikomotorik -0,081 0,066-0,256* 0,087 0,929** 1 Nilai afektif -0,083-0,041 0,145 0,026 0,028-0,182 1 Keterangan : * = Signifikan pada selang kepercayaan 95%, ** = Signifikan pada selang kepercayaan 99% 79

89 82 RIWAYAT PENULIS Penulis merupakan putri pertama Bapak H. Singgih Budi Setiawan dan Ibu Hj. Chairina Selfianti Winata yang lahir di Depok pada tanggal 5 November Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Adik penulis bernama Dhyanti Ayu Febiriandhini. Penulis merukan Lulusan dari SD Negeri Anyelir 1 Depok (2001), SMP Negeri 1 Depok (2004), dan SMA Labschool Cinere (2007). Pada tahun 2007 penulis diterima sebagai maasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB), Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK) melalui jalur USMI. Selama di IPB penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Ilmu Keluarga dan Konsumen (HIMAIKO) yaitu sebagai anggota divisi Human Resource pada kepengurusan tahun dan kepengurusan tahun Selain itu penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan kepanitian seperti Conference of Human Ecology in Indonesia, Family and Consumer Day, Masa Perkenalan Departemen serta berbagai kegiatan HIMAIKO.

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Keluarga Tingkat Pendidikan Orangtua

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Keluarga Tingkat Pendidikan Orangtua 6 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Keluarga Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat dan merupakan tempat paling utama bagi pembentukan kepribadian anak. Dalam teori brofenbrener seorang pakar ekologi

Lebih terperinci

Kerangka pemikiran oprasional analisis self-esteem, self-efficacy, motivasi belajar dan prestasi akademik siswa disajikan pada gambar 1.

Kerangka pemikiran oprasional analisis self-esteem, self-efficacy, motivasi belajar dan prestasi akademik siswa disajikan pada gambar 1. 20 KERANGKA PEMIKIRAN Menurut seorang pakar ekologi keluarga yaitu Bronfenbrener menyatakan bahwa anak adalah salah sebuah unsur dalam lingkungan. Hal tersebut ditinjau dari sudut pandang dalam perpsektif

Lebih terperinci

METODE Desain, Lokasi dan Waktu Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

METODE Desain, Lokasi dan Waktu Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Teknik Pengumpulan Data 29 METODE Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan desain cross sectional study. Penelitian dilakukan di dua Sekolah Menengah Atas Negeri di Kota Bogor, terdiri dari tiga

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 Hak Cipta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

TINGKAT PERKEMBANGAN NILAI MORAL, MOTIVASI BELAJAR, KECERDASAN INTRAPERSONAL, DAN KECERDASAN INTERPERSONAL SISWA SMA PADA BERBAGAI MODEL PEMBELAJARAN

TINGKAT PERKEMBANGAN NILAI MORAL, MOTIVASI BELAJAR, KECERDASAN INTRAPERSONAL, DAN KECERDASAN INTERPERSONAL SISWA SMA PADA BERBAGAI MODEL PEMBELAJARAN TINGKAT PERKEMBANGAN NILAI MORAL, MOTIVASI BELAJAR, KECERDASAN INTRAPERSONAL, DAN KECERDASAN INTERPERSONAL SISWA SMA PADA BERBAGAI MODEL PEMBELAJARAN NADIA NANDANA LESTARI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun terakhir terjadi perubahan yang semakin pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari kemajuan di

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Cara Pemilihan Contoh METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini berjudul Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan Strategi Koping Remaja pada Berbagai Model Pembelajaran di SMA. Disain penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang semakin meningkat. Individu dituntut untuk semakin maju agar dapat mengikuti persaingan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMENUHAN TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA REMAJA TERHADAP PENCAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA. Lia Nurjanah

PENGARUH PEMENUHAN TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA REMAJA TERHADAP PENCAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA. Lia Nurjanah PENGARUH PEMENUHAN TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA REMAJA TERHADAP PENCAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA Lia Nurjanah DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

Karakteristik Anak Umur Jenis Kelamin Urutan anak Kepribadian Cita-cita dan tujuan. Tingkat Stres Menghadapi UN SMA Negeri SMA Swasta

Karakteristik Anak Umur Jenis Kelamin Urutan anak Kepribadian Cita-cita dan tujuan. Tingkat Stres Menghadapi UN SMA Negeri SMA Swasta 44 KERANGKA PEMIKIRAN Salah satu ciri yang paling sering muncul pada remaja untuk menjalani penanganan psikologisnya adalah stres. Stres pada remaja yang duduk dibangku sekolah dapat dilanda ketika mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, keadaan dunia pendidikan di Indonesia mengalami. perkembangan. Salah satu perkembangan terbaru yang terjadi adalah

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, keadaan dunia pendidikan di Indonesia mengalami. perkembangan. Salah satu perkembangan terbaru yang terjadi adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, keadaan dunia pendidikan di Indonesia mengalami perkembangan. Salah satu perkembangan terbaru yang terjadi adalah ditetapkannya standar kurikulum

Lebih terperinci

GAYA PENGASUHAN, KONSEP DIRI, MOTIVASI BELAJAR DAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMA PADA BERBAGAI MODEL PEMBELAJARAN HERTI HERNIATI

GAYA PENGASUHAN, KONSEP DIRI, MOTIVASI BELAJAR DAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMA PADA BERBAGAI MODEL PEMBELAJARAN HERTI HERNIATI 1 GAYA PENGASUHAN, KONSEP DIRI, MOTIVASI BELAJAR DAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMA PADA BERBAGAI MODEL PEMBELAJARAN HERTI HERNIATI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu bidang kehidupan yang penting bagi setiap negara. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengutamakan pentingnya pendidikan, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (www.dbeusaid.org/publications/index.cfm?fuseaction=throwpub&id..).

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (www.dbeusaid.org/publications/index.cfm?fuseaction=throwpub&id..). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah

Lebih terperinci

ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI

ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Oleh: NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Remaja merupakan generasi penerus bangsa. Remaja memiliki tugas untuk melaksanakan pembangunan dalam upaya meningkatkan kualitas dari suatu bangsa. Kualitas bangsa dapat diukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Contoh peran pendidikan yang nyata bagi perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Contoh peran pendidikan yang nyata bagi perkembangan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Contoh peran

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Cara Pemilihan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yakni data yang dikumpulkan pada suatu waktu dan tidak berkelanjutan (Singarimbun & Efendi 1995). Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia menjadi bangsa yang kian berkembang adalah harapan seluruh rakyat Indonesia. Masyarakat Indonesia mengharapkan adanya pembaharuan di segala bidang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi, diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tardif (dalam Muhibbin Syah, 2003) yang dimaksud dengan cara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tardif (dalam Muhibbin Syah, 2003) yang dimaksud dengan cara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cara mengajar 2.1.1 Pengertian Cara mengajar Menurut Tardif (dalam Muhibbin Syah, 2003) yang dimaksud dengan cara mengajar adalah cara yang berisi prosedur baku untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, pertumbuhan di bidang pendidikan kian

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, pertumbuhan di bidang pendidikan kian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi ini, pertumbuhan di bidang pendidikan kian meningkat. Pertumbuhan pesat ini menciptakan persaingan yang ketat antara berbagai pihak. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (http://wajahpendidikan.wordpress.com/pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (http://wajahpendidikan.wordpress.com/pentingnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era yang serba maju seperti saat ini, kita dituntut untuk dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di era globalisasi sangat menuntut sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di era globalisasi sangat menuntut sumber daya manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persaingan di era globalisasi sangat menuntut sumber daya manusia yang kompeten dalam bidangnya dan mampu mengembangkan kemampuan intelektual yang mereka miliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Universitas adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia yang selalu berkembang dan berubah sesuai dengan perubahan zaman. Saat ini pendidikan

Lebih terperinci

PENGARUH GAYA PENGASUHAN DAN POLA ASUH AKADEMIK TERHADAP PRESTASI SISWA SMP PADA DAERAH PANTAI DAN PEGUNUNGAN DI KABUPATEN FAKFAK PAPUA BARAT

PENGARUH GAYA PENGASUHAN DAN POLA ASUH AKADEMIK TERHADAP PRESTASI SISWA SMP PADA DAERAH PANTAI DAN PEGUNUNGAN DI KABUPATEN FAKFAK PAPUA BARAT PENGARUH GAYA PENGASUHAN DAN POLA ASUH AKADEMIK TERHADAP PRESTASI SISWA SMP PADA DAERAH PANTAI DAN PEGUNUNGAN DI KABUPATEN FAKFAK PAPUA BARAT ULFAH MUSHLIHA ADHANI PUARADA DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

ANALISIS POLA AKTIVITAS, TINGKAT KELELAHAN DAN STATUS ANEMIA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA WIWIK WIDAYATI

ANALISIS POLA AKTIVITAS, TINGKAT KELELAHAN DAN STATUS ANEMIA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA WIWIK WIDAYATI ANALISIS POLA AKTIVITAS, TINGKAT KELELAHAN DAN STATUS ANEMIA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA WIWIK WIDAYATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Definisi Kecemasan Kecemasan atau anxietas adalah status perasaan tidak menyenangkan yang terdiri atas respon-respon patofisiologis terhadap antisipasi bahaya yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Self Efficacy Konsep mengenai self efficacy ini pada dasarnya melibatkan banyak kemampuan yang terdiri dari aspek kegiatan sosial dan kemampuan untuk bertingkah laku.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jumlah pengangguran lulusan pendidikan tinggi di Indonesia semakin hari semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai 626.600 orang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumbangsih bagi bangsa Indonesia di masa yang akan datang. Untuk memajukan

BAB I PENDAHULUAN. sumbangsih bagi bangsa Indonesia di masa yang akan datang. Untuk memajukan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Dengan menggunakan rumus dan margin error 0,1 diperoleh jumlah contoh sebagai berikut:

METODE PENELITIAN. Dengan menggunakan rumus dan margin error 0,1 diperoleh jumlah contoh sebagai berikut: METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross sectional study dengan metode survei. Penelitian dengan desain cross sectional study adalah penelitian yang dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian

HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian 37 HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua sekolah berbeda di Kota Bogor dan melibatkan tiga kelas yaitu kelas akselerasi, SBI dan reguler Kelas akselerasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu kebutuhan dalam kehidupan manusia untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia dalam kehidupannya bisa menghadapi masalah berupa tantangan, tuntutan dan tekanan dari lingkungan sekitar. Setiap tahap perkembangan dalam rentang kehidupan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah jenjang pendidikan yang merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk mempersiapkan peserta

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN 67 BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN 5.1 Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kecemasan dengan motivasi berprestasi dalam menghadapi Ujian Nasional pada siswa SMAN unggulan berdasarkan

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENGARUH STIMULASI PSIKOSOSIAL, PERKEMBANGAN KOGNITIF, DAN PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSI TERHADAP PERKEMBANGAN BAHASA ANAK USIA PRASEKOLAH DI KABUPATEN BOGOR GIYARTI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di Indonesia yang terdiri dari beberapa fakultas yang dibagi lagi ke dalam beberapa

Lebih terperinci

ILMU KELUARGA DAN PERKEMBANGAN ANAK

ILMU KELUARGA DAN PERKEMBANGAN ANAK Meraih masa depan berkualitas bersama Sekolah Pascasarjana IPB ILMU KELUARGA DAN PERKEMBANGAN ANAK Ketua Program Studi/Koordinator Mayor: Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc Staf Pengajar: Prof. Dr.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini setiap orang berusaha untuk dapat bersekolah. Menurut W. S

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini setiap orang berusaha untuk dapat bersekolah. Menurut W. S BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini setiap orang berusaha untuk dapat bersekolah. Menurut W. S Winkel 1987 dalam bukunya yang berjudul Psikologi Pengajaran salah satu kemampuan pokok

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Tehnik Pengambilan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Tehnik Pengambilan Contoh 29 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini menggunakan cross sectional study yaitu suatu penelitian yang dilakukan pada saat dan waktu tertentu. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. SMP Negeri 1 Dramaga. Siswa kelas 8 (9 kelas) Siswa kelas 8.4 dan 8.6 n= siswa laki-laki 30 siswa perempuan

METODE PENELITIAN. SMP Negeri 1 Dramaga. Siswa kelas 8 (9 kelas) Siswa kelas 8.4 dan 8.6 n= siswa laki-laki 30 siswa perempuan 18 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian interaksi keluarga yang memfokuskan pada interaksi antara ibu dengan anak. Desain yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan formal yang menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional dan mempunyai tujuan untuk menyiapkan peserta didik

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Pemilihan Pondok Pesantren Modern Purposive. Santri telah tinggal 1 tahun di pondok pesantren. Laki-laki. Perempuan.

METODE PENELITIAN. Pemilihan Pondok Pesantren Modern Purposive. Santri telah tinggal 1 tahun di pondok pesantren. Laki-laki. Perempuan. 27 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study yaitu penelitian yang dilakukan dalam satu waktu. Pemilihan tempat dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 19 METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Disain penelitian adalah cross sectional study, yakni data dikumpulkan pada satu waktu (Singarimbun & Effendi 1995. Penelitian berlokasi di Kota

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sugiyono (2008:119) mengemukakan bahwa metode komparatif atau ex post facto

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sugiyono (2008:119) mengemukakan bahwa metode komparatif atau ex post facto BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, karena dalam proses penelitiannya menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu kemampuan memahami

Lebih terperinci

PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA

PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA NUR IKHSANIFA Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda INTISARI Penelitian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy BAB II LANDASAN TEORI A. SELF-EFFICACY 1. Pengertian Self-efficacy Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang dialami Indonesia pada saat ini menyebabkan keterpurukan dunia usaha di Indonesia.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 15 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas merupakan modal dasar untuk mewujudkan manusia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya. Hal ini berarti bahwa kualitas sumberdaya manusia

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik dan Cara Pemilihan Sampel

METODE PENELITIAN Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik dan Cara Pemilihan Sampel 15 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional study yaitu suatu teknik pengambilan data yang dilakukan melalui survey lapang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu 1 BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG MASALAH Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu selalu belajar untuk memperoleh berbagai keterampilan dan kemampuan agar dapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Self-efficacy Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep Self efficacy pertama kali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber. daya manusia untuk pembangunan bangsa. Whiterington (1991, h.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber. daya manusia untuk pembangunan bangsa. Whiterington (1991, h. 17 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia untuk pembangunan bangsa. Whiterington (1991, h. 12) menyatakan bahwa pendidikan

Lebih terperinci

NILAI ANAK, STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA 2-5 TAHUN PADA KELUARGA RAWAN PANGAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA, JAWA TENGAH

NILAI ANAK, STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA 2-5 TAHUN PADA KELUARGA RAWAN PANGAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA, JAWA TENGAH NILAI ANAK, STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA 2-5 TAHUN PADA KELUARGA RAWAN PANGAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA, JAWA TENGAH CHANDRIYANI I24051735 DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prestasi menjadi suatu hal yang sangat didambakan oleh banyak orang di era globalisasi saat ini. Ketika seseorang mampu mencapai prestasi yang baik maka akan memunculkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hasil Belajar Setiap individu terus melakukan proses belajar dalam hidupnya. Banyak para ahli yang menjelaskan definisi dari belajar sebagai berikut : a) Lefrancois, G. R.

Lebih terperinci

Abstrak. i Universitas Kristen Maranatha

Abstrak. i Universitas Kristen Maranatha Abstrak Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui motivasi berprestasi dalam bidang akademik pada siswa pecandu game online yang berusia 13-17 tahun di warnet X kota Y. Pemilihan sampel menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang diselenggarakan di dalamnya.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Teori Komunikasi Keluarga Pengertian Komunikasi

TINJAUAN PUSTAKA Teori Komunikasi Keluarga Pengertian Komunikasi 7 TINJAUAN PUSTAKA Teori Komunikasi Keluarga Pengertian Komunikasi Komunikasi merupakan suatu cara untuk memengaruhi individu agar si pemberi pesan (sender) dan si penerima pesan (receiver) saling mengerti

Lebih terperinci

ABSTRAK Pearson Alpha Cronbach

ABSTRAK Pearson Alpha Cronbach ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Self-Regulation Akademik pada siswa kelas 10 SMA X Bandung. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan teknik survei. Populasi sasaran adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menyiasati persaingan global, Indonesia berusaha membenahi

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menyiasati persaingan global, Indonesia berusaha membenahi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Untuk menyiasati persaingan global, Indonesia berusaha membenahi pelbagai aspek dalam kehidupan bangsa, satu diantaranya adalah bidang pendidikan. Mutu pendidikan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU MEMBELI BUKU BAJAKAN PADA MAHASISWA IPB PUSPA WIDYA UTAMI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU MEMBELI BUKU BAJAKAN PADA MAHASISWA IPB PUSPA WIDYA UTAMI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU MEMBELI BUKU BAJAKAN PADA MAHASISWA IPB PUSPA WIDYA UTAMI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya (www.ui.ac.id). Oleh

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya (www.ui.ac.id). Oleh 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Universitas merupakan salah satu institusi yang mempersiapkan sumber daya manusia melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya (www.ui.ac.id). Oleh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam upaya meningkatkan Sumberdaya Manusia (SDM) yang berkualitas, bidang pendidikan memegang peranan yang penting. Pendidikan diharapkan mampu meningkatkan mutu pendidikan,

Lebih terperinci

PENGARUH NILAI DAN GAYA HIDUP TERHADAP PREFERENSI DAN PERILAKU PEMBELIAN BUAH-BUAHAN IMPOR ASTARI SUKMANINGTYAS

PENGARUH NILAI DAN GAYA HIDUP TERHADAP PREFERENSI DAN PERILAKU PEMBELIAN BUAH-BUAHAN IMPOR ASTARI SUKMANINGTYAS 1 PENGARUH NILAI DAN GAYA HIDUP TERHADAP PREFERENSI DAN PERILAKU PEMBELIAN BUAH-BUAHAN IMPOR ASTARI SUKMANINGTYAS DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman, saat ini masyarakat semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini didukung pula dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dan sepanjang hidup serta segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dan sepanjang hidup serta segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu proses penting yang harus didapatkan dalam hidup setiap individu, yang terdiri dari segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi (www.freelists.org). Perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi (www.freelists.org). Perguruan tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada jaman sekarang ini, semakin banyak individu yang menempuh pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi (www.freelists.org). Perguruan tinggi (PT) adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin kompleks. Hal ini disebabkan aspek-aspek dalam dunia pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin kompleks. Hal ini disebabkan aspek-aspek dalam dunia pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan saat ini, dari tahun ke tahun menunjukkan fenomena yang semakin kompleks. Hal ini disebabkan aspek-aspek dalam dunia pendidikan tak terbatas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tentunya memerlukan pendidikan sebaik dan setinggi

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tentunya memerlukan pendidikan sebaik dan setinggi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu sebagai salah satu sumber daya yang sangat penting dalam rangka pembangunan nasional tentunya memerlukan pendidikan sebaik dan setinggi mungkin agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal penting bagi generasi muda bangsa untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal penting bagi generasi muda bangsa untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah Pendidikan merupakan hal penting bagi generasi muda bangsa untuk memperoleh ilmu pengetahuan serta menambah wawasan. Oleh karena itu setiap orang berlomba-lomba

Lebih terperinci

HASIL BELAJAR KOGNITIF BIOLOGI DIPREDIKSI DARI EMOTIONAL QUOTIENT

HASIL BELAJAR KOGNITIF BIOLOGI DIPREDIKSI DARI EMOTIONAL QUOTIENT HASIL BELAJAR KOGNITIF BIOLOGI DIPREDIKSI DARI EMOTIONAL QUOTIENT (EQ) DAN KESIAPAN BELAJAR SISWA KELAS X SMA NEGERI 7 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2011/2012 SKRIPSI Oleh : RESTY HERMITA NIM K4308111 FAKULTAS

Lebih terperinci

PERSEPSI MAHASISWA TENTANG METODE PENGAJARAN DOSEN DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA KEPERAWATAN STIKES AISYIYAH SURAKARTA

PERSEPSI MAHASISWA TENTANG METODE PENGAJARAN DOSEN DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA KEPERAWATAN STIKES AISYIYAH SURAKARTA PERSEPSI MAHASISWA TENTANG METODE PENGAJARAN DOSEN DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA KEPERAWATAN STIKES AISYIYAH SURAKARTA Sri Hartutik, Irma Mustikasari STIKES Aisyiyah Surakarta Ners_Tutty@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. impian masa depan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. impian masa depan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi seperti saat ini, pendidikan menjadi salah satu aspek penting, baik untuk mengembangkan potensi dalam diri maupun untuk mencapai impian masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia sangat memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas untuk mendukung perkembangan dan pembangunan negara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan segala usia (Soedijarto,2008). Di Indonesia, pendidikan terdiri

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan segala usia (Soedijarto,2008). Di Indonesia, pendidikan terdiri BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana mewujudkan proses belajar sepanjang hayat, menyentuh semua sendi kehidupan, semua lapisan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang menentukan perkembangan suatu bangsa ke arah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang menentukan perkembangan suatu bangsa ke arah BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu faktor yang menentukan perkembangan suatu bangsa ke arah yang lebih baik sehingga mampu bersaing dengan negara maju lainnya adalah tersedianya Sumber

Lebih terperinci

GAYA PENGASUHAN, INTERAKSI AYAH-REMAJA, KELEKATAN, DAN KEPUASAN AYAH

GAYA PENGASUHAN, INTERAKSI AYAH-REMAJA, KELEKATAN, DAN KEPUASAN AYAH GAYA PENGASUHAN, INTERAKSI AYAH-REMAJA, KELEKATAN, DAN KEPUASAN AYAH HUSFANI ADHARIANI PUTRI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 ABSTRACT Husfani

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR i ANALISIS MANAJEMEN KEUANGAN, TEKANAN EKONOMI, STRATEGI KOPING DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN KELUARGA NELAYAN DI DESA CIKAHURIPAN, KECAMATAN CISOLOK, KABUPATEN SUKABUMI HIDAYAT SYARIFUDDIN DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KEPATUHAN DAN KEMANDIRIAN SANTRI REMAJA DI PONDOK PESANTREN ASSHIDDIQIYAH NURLAILI RAHMAH DINI

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KEPATUHAN DAN KEMANDIRIAN SANTRI REMAJA DI PONDOK PESANTREN ASSHIDDIQIYAH NURLAILI RAHMAH DINI 1 HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KEPATUHAN DAN KEMANDIRIAN SANTRI REMAJA DI PONDOK PESANTREN ASSHIDDIQIYAH NURLAILI RAHMAH DINI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini akan dipaparkan hasil pengolahan data dari penelitian

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini akan dipaparkan hasil pengolahan data dari penelitian BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengolahan Data Berikut ini akan dipaparkan hasil pengolahan data dari penelitian mengenai hubungan antara cara mengajar guru dengan self-efficacy siswa pada pemerolehan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. studi di Perguruan Tinggi. Seorang siswa tidak dapat melanjutkan ke perguruan

BAB I PENDAHULUAN. studi di Perguruan Tinggi. Seorang siswa tidak dapat melanjutkan ke perguruan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Akhir belajar di Sekolah Menengah Atas (SMA) merupakan awal untuk studi di Perguruan Tinggi. Seorang siswa tidak dapat melanjutkan ke perguruan tinggi apabila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke masa lebih banyak bersifat klasikal-massal, yaitu berorientasi kepada kuantitas untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rendah. Data laporan pembangunan manusia yang dikeluarkan United Nation

BAB I PENDAHULUAN. rendah. Data laporan pembangunan manusia yang dikeluarkan United Nation BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kualitas sumber daya manusia (SDM) di Indonesia dapat dikatakan cukup rendah. Data laporan pembangunan manusia yang dikeluarkan United Nation Development Programme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Elsa Sylvia Rosa, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Elsa Sylvia Rosa, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Remaja, dalam hal ini pelajar dipandang sebagai generasi muda yang memegang peranan penting sebagai generasi penerus dalam pembangunan masyarakat, bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian No.Daftar : 056/S/PPB/2012 Desi nur hidayati,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian No.Daftar : 056/S/PPB/2012 Desi nur hidayati,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi yang semakin berkembang, perlu dipersiapkan sumber daya manusia yang semakin kompeten dan berkualitas yang mampu menghadapi tantangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai

Lebih terperinci