TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Keluarga Tingkat Pendidikan Orangtua

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Keluarga Tingkat Pendidikan Orangtua"

Transkripsi

1 6 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Keluarga Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat dan merupakan tempat paling utama bagi pembentukan kepribadian anak. Dalam teori brofenbrener seorang pakar ekologi keluarga menyebutkan bahwa keluarga merupakan lingkungan meso bagi anak atau lingkungan paling terdekat bagi anak yang mempengaruhi tumbuh kembangnya. (Berns 1997). Selain itu menurut teori struktural fungsional keluarga merupakan sebuah sistem yang terkait anggota dalam keluarganya. Dalam hal ini setiap anggota keluarga memiliki peran dan tugas yang harus dijalankan oleh anggota keluarga (Megawangi 1999). Fungsi dan peran tersebut dimiliki oleh setiap angota keluarga. Tanpa pembagian peran dan tugas yang jelas maka fungsi keluarga akan terganggu dan akan mempengaruhi sistem yang lebih besar. Dalam teori struktural fungsional terdapat dua aspek yang saling berkaitan yaitu aspek struktural dan aspek fungsional. Megawangi (1999) menjelaskan bahwa aspek struktural melihat keseimbangan yang diciptakan oleh sistem sosial yang tertib. Ketertiban tersebut dapat tercipta bila keluarga memiliki struktur sehingga mengetahui posisi dan patuh pada sistem yang berlaku dalam keluarga. Terdapat tiga elekmen dalam struktur keluarga yaitu status sosial, fungsi sosial, dan norma sosial (Megawangi 1999). Aspek yang kedua adalah aspek fungsional, aspek fungsional dapat diartikan sebagai bagaimana subsistem dalam keluarga dapat berhubungan dan dan dapat menjadi sebuah kesatuan (Megawangi 1999). Salah satu subsistem yang menjadi sebuah kesatuan adalah karakteristik keluarga yang mendukung untuk perkembangan anak dikeluarga tersebut. Karakteristik keluarga tersebut diantaranya adalah tingkat pendidikan orangtua, pendapatan keluarga, jenis pekerjaan orangtua, dan besar keluarga. Tingkat Pendidikan Orangtua Dari segi jenis dan kualitas, setiap orang memiliki tinkap pendidikan yang berbeda-beda. Tingkat pendidikan orangtua baik secara langsung ataupun tidak langsung akan mempengaruhi komunikasi antara orangtua dan anak dalam lingkungan keluarga (Gunarsa dan Gunarsa 2004). Hasil penelitian menunjukan

2 7 bahwa orang yang memiliki pendidikan formal yang rendah dan tidak bekerja memiliki partisipasi yang sedikit pada segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas sekolah anaknya dibandingkan dengan orangtua yang berpendidikan tinggi, hal ini terjadi karena orantua berperan sebagai pengetahuan, pengembangan karir, dan memberikan fasilitas belajar. Pendapatan Keluarga Keadaan sosial ekonomi merupakan salah satu faktor penting pada kehidupan keluarga. Ekonomi keluarga akan digunakan sebagai salah satu pemelihara anak dalam keluarga. Gunarsa dan Gunarsa (2004) menyatakan kondisi keluarga yang memiliki tingkat pendapatan rendah menyebabkan orangtua memperlakukan anak dengan kurang perhatian, penghargaan, pujian untuk berbuat baik dan mengikuti peraturan, kurangnya latihan dari penanaman nilai moral. Jenis Pekerjaan Orangtua Salah satu yang mempengaruhi pengasuhan terhadap anak adalah peran orangtua. Untuk membimbing anak sebaiknya tidak hanya dilakukan oleh seorang ibu saja tetapi ayah sebaiknya juga mengambil peranan. Ibu masa kini banyak yang tidak hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga saja namun mereka bekerja di sektor publik ataupun di organisasi tertentu untuk menambah pendapatan keluarga. Besar Keluarga Interaksi interpersonal yang semakin kompleks disebabkan oleh semakin banyaknya jumlah anggota keluarga (Hastuti 2008). Adanya kepadatan dalam keluarga akan mempengaruhi pola hubungan antar anggota keluarga sehingga komunikasi antara anggota keluarga tidak berjalan sebagaimana mestinya. Remaja Masa remaja merupakan suatu masa transisi antara masa kanak-kanak dengan msa dewasa (Santrock 2003). Rentan usia masa remasa adalah dari usia 12 tahun sampai 19 tahun. Santrock (2003) membagi masa remaja kedalam dua fase

3 8 yaitu remaja awal (usia 11 tahun sampai 15 tahun) dan remaja akhir (usia 16 tahun sampai 19 tahun). Masa remaja adalah masa yang penting dalam kehidupan karena pada masa ini merupakan peralihan, masa perubahan dan dimana saat individu mencari identitas diri. Remaja disebut juga sebagai suatu masa perkembangan yang rawan karena tugas utama remaja adalah membentuk suatu identitas untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang timbul dari dalam diri. Mencari identitas diri mencakup hal memutuskan apa yang penting dan patut dikerjakan serta memformulasikan standar tindakan dalam mengevaluasi perilaku dalam dirinya. Santrock (2003) meyebutkan tugas perkembangan anak sesuai periode kehidupan manusia. Tugas perkembangan masa remaja antara lain : 1) mencapai hubungan pertemanan atau hubungan dengan lawan jenis yang lebih stabil, 2) mencapai peran sosial maskulin dan feminim, 3) menerima kondisi fisik diri sendiri dan menggunakan atau memanfaatkannya secara efektif, 4) menginginkan, menerima, dan mencapai perilaku bertanggung jawab, 5) mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya, 6) mempersiapkan karir ekonomi, 7) mempersiapkan perkawinan dan kehidupan keluarga, 8) menggunakan sistem nilai dan etika sebagai panduan perilaku, dan mengembangkannya sebagai ideologi. Self-esteem Salah satu faktor yang penting dalam perkembangan kepribadian remaja adalah self-esteem. Self-esteem adalah penilaian seseorang secara umum terhadap dirinya sendiri, baik berupa penilaian negatif maupun penilaian positif yang akhirnya menghasilkan perasaan keberhargaan atau kebergunaan diri dalam menjalani kehidupan (Coopesmith 1967). Masa remaja merupakan masa dimana seseorang dapat mengalami krisis identitas (Santrock 2002). Terjadinya krisis identitas tersebut maka remaja melakukan pencarian identitas diri, dalam hal ini remaja berusaha mencari orientasi hidup yang memenuhi atribut diri yang sesuai dengan harapan sosial. Remaja berusaha menemukan suatu peran yang dapat memenuhi tuntutan biologis, psikologi dan sosial hidupnya serta menemukan apa saja yang mereka percayai, sikap-sikap yang ada pada mereka dan sikap-sikap yang ideal bagi diri

4 9 mereka. Kemudian remaja menyesuaikan diri dengan tuntutan dan harapan masyarakat sesuai peran yang dimainkannya tersebut, jika remaja berhasil mencapai identitas ini, maka self-esteem juga akan tercapai. Self-esteem yang dicapai ini akan mempengaruhi kehidupan selanjutnya (Heseelbein 1997). Pentinganya perkembangan diri pada remaja dapat dilihat dari pengaruh self-esteem tersebut pada remaja. Remaja yang identitas dirinya lemah atau selfesteem maka akan sulit untuk menyesuaikan diri dan cendrung menarik diri dalam pergaulan serta mudah dipengaruhi oleh orang lain (Robinson 1991). Individu yang memiliki self-esteem yang tinggi pada masa kanak-kanak cenderung akan menjadi remaja yang memiliki self-esteem yang tinggi. Beberapa studi menunjukan bahwa sejak masa remaja pertengahan dan masa remaja akhir, dan menuju dewasa muda, self-esteem akan cendrung stabil atau mungkin meningkat. Menurut Heider (1958) faktor yang memperngaruhi self-esteem pada diri seseorang adalah jenis kelamin, atribusi, dan pengasuhan orang tua. Jenis kelamin perempuan lebih mudah dipengaruhi oleh pola asuh orangtua dan tinggi dalam pelajaran bahasa (Harter 1983), sedangkan self-esteem pada laki-laki biasanya dipengaruhi oleh teman sebaya dan lebih tinggi pada bidang olah raga dan matematika (Harter 1983). Faktor yang mempengaruhi keadua adalah atribusi. Menurut Heider (1958) atribusi merupakan penyimpulan terhadap kejadian-kejadian yang lalu. Konsep atribusi ini sangat penting kaitannya dengan cara anak dalam mencari penyebab dari kegagalan dan keberhasilan yang mereka alami. Atribusi ini pun dapat mempengaruhi motivasi seseorang dalam melakukan tingkah laku tertentu. Faktor yang ketiga adalah pola asuh dan sikap orangtua. Pada usia yang rendah proses pembentukan self concept serta self-esteem terjadi. (Baron dan Bryne 1994). Pola asuh dan sikap orangtua serta apa yang dialami anak sangat berpengaruh terhadap pembentukan tersebut. Menurut Baron & Bryne (2000) anak-anak cenderung untuk mengevaluasi dirinya berdasarkan pada evaluasi orangtua terhadap diri mereka. Self-esteem yang dimiliki anak adalah fungsi dari refleksi penghargaan orangtua terhadap keberadaan diri mereka. Selain terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi self-esteem menurut Harter (1983) ada dua sumber yang digunakan oleh anak untuk mengembangkan

5 10 self-esteem pada dirinya yaitu sumber dari dalam diri individu (inner source) yang merupakan perasaan mampu atau kompetisi diri dan sumber dari luar diri individu (outer source) yang merupakan persepsi diri terhadap penerimaan orang lain atas dirinya. Menurut Coopersmith (1967) karakteristik individu berdasarkan selfesteem yang dimilikinya berbeda-beda. Karakteristik individu dengan self-esteem yang tinggi adalah aktif dan dapat mengekspresikan diri dengan baik, berhasil dalam bidang akademik dan dalam mengadakan hubungan sosal, dapat menerima kritik dengan baik, tidak terpaku pada dirinya sendiri atau tidak hanya memikirkan kesulitannya sendiri, yakin pada diri sendiri karena memang memiliki kemampuan, kecakapan sosial dan kualitas diri yang baik, tidak terpengaruh pada penilaian orang lain tentang sifat atau kepribadiannya yang positif ataupun negatif, mudah menyesuaikan diri, lebih banyak menghasilkan suasana yang berhubungan dengan kesukaan sehingga tercipta tercipta tingkat kecemasan yang rendah serta memiliki daya pertahanan yang seimbang. Individu yang memiliki self-esteem yang rendah memiliki karakteristik memiliki perasaan yang inferior, takut dan mengalami kegagalan dalam hubungan sosial, terlihat seperti orang yang putus asa dan depresi, merasa dirinya diasingkan dan tidak diperhatikan, kurang dapat mengekspresikan diri, tidak konsisten, sangat tergantung pada lingkunganm secara pasif akan mengikuti apa yang berada dilingkungannya atau tidak memiliki pendirian, rentan terhadap kritik dan penolakan, serta sulit berkomunikasi dengan orang lain. Self-Efficacy Selain Self-esteem, salah satu yang menjadi faktor penting dalam kepribadian remaja adalah self-efficacy. Menurut Bandura dalam Santrock (2002) self-efficacy adalah belief atau keyakinan seseorang bahwa ia dapat menguasai situasi dan menghasilkan hasil yang positif, sedangkan menurut Pajares 2006 self-efficacy adalah suatu keadaan dimana seseorang yakin dan percaya bahwa mereka dapat mengontrol hasil dari usaha yang telah dilakukan. Siswa dengan self-efficacy yang rendah mungkin menghindari pelajaran yang banyak tugasnya, khususnya untuk tugas-tugas yang menantang, sedangkan siswa dengan self-

6 11 efficacy yang tinggi mempunyai keinginan yang besar untuk mengerjakan tugastugasnya. Menurut Bandura dalam Santrok (2002) self-efficacy memiliki empat macam fungsi yaitu menentukan pilihan tingkah laku, kedua adalah menentukan berapa besar level komitmen, usaha yang dilakukan, dan ketekunan usaha, ketiga adalah mempengaruhi pola pikir dan reaksi emosional, dan yang terakhir adalah menentukan standar yang akan dilakukan selanjutnya. Menentukan pilihan tingkah laku. Setiap individu cenderung memilih tugas yang mampu diselesaikan dengan baik, serta menghindari tugas yang sulit untuk dikerjakan. Perbedaan yang besar antara penilaian seseorang akan kemampuannya dengan kemampuannya yang sebenarnya akan menimbulkan berbagai konsekuensi. Orang yang memiliki overestimate terhadap kemampuannya makan akan melakukan aktivitas-aktivitas yang jauh di atas kemampuannya, akibatnya ia akan menemui berbagai kesulitan, hambatan, dan kegagalan. Sebaliknya, orang yang memiliki underestimate terhadap kemampuannya akan membatasi diri mereka terhadap aktivitas-aktivitas yang ia lakukan. Anak-anak selalu meragukan kemampuannya dan selalu memikirkan hambatan-hambatan yang sebenarnya belum tentu ada (Bandura 1986). Disebutkan pula bahwa orang yang memiliki self-efficacy yang rendah berusaha untuk menghindari tugas-tugas yang sulit sedangkan untuk orang yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan sangat termotivasi untuk menyelesaikan tugas-tugas yang sulit. Menentukan berapa besar level komitmen, usaha yang dilakukan, dan ketekunan usaha. Self-efficacy dapat mempunyai efek terhadap komitmen seseorang akan tugas dan goal yang dia inginnkan. Seseorang yang memiliki selfefficacy tinggi pada suatu tugas, maka akan berusaha secara maksimal dalam menyelesaikan tugas itu dengan baik. Apabila ia menemukan hambatan maka ia tidak akan cepat putus asa dan menyerah. Ia malah akan memperbesar dan lebih semangat dalam usaha yang dilakukannya. Pada orang yang memiliki self effiacy yang rendah terhadap suatu tugas maka ia tidak akan berusaha keras dan bila ia menemukan kesulitan maka akan menyerah begitu saja tanpa mau memperjuangkannya (Pervin 1996). Selain itu, Bandura menyebutkan bahwa

7 12 orang yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan menggunakan strategi belajar yang lebih besar dibandingkan dengan orang yang memiliki self-efficacy yang rendah. Mempengaruhi pola berpikir dan reaksi emosional. Self-efficacy dapat mempengaruhi reaksi emosional dan pola pikir seseorang. Orang yang memiliki self-efficacy yang rendah akan mengalami level stres dan kecemasan yang lebih banyak selama mengerjakan tugasnya daripada orang yang memiliki self-efficacy yang tinggi (Pervin 1996). Orang yang meliki self-efficacy yang rendah pun akan lebih banyak memikirkan kekurangan dirinya dibandingkan untuk memperbaikinya (Pervin 1996). Ketika dihadapkan dengan pengambilan keputusan yang kompleks, maka orang dengan self-efficacy yang rendah maka cara berpikirnya menjadi tidak mampu untuk mengambil keputusan. Menentukan standar yang akan diterapkan selanjutnya. Self-efficacy dapat mempengaruhi reaksi emosional dan kognitif seseorang atas jarak antara stadard yang telah ditetapkan sebelumnya dengan performance. Oleh sebab itu seseorang dapat termotivasi atau tidak dalam menentukan standar selanjutnya. Orang yang menganggap keberhasilannya disebabkan oleh kemampuannya dalam menyelesaikan tugas cendrung menetapkan standard yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang mengangga keberhasilnannya adalaha faktor keberuntungan. Standard yang tinggi dianggap sebagai tantangan yang menghasilkan motivasi baru untuk meyelesaikan tugas dan tantangan tersebut. Self-efficacy dapat mempengarui reaksi seseorang dalam menapai standard yang telah ia buat. Jika memiliki self-efficacy yang tinggi maka ia akan termotivasi untuk memperbesar usahanya untuk meraih hasil yang optimal. (Pervin 1996). Bandura merangkum perbedaaan ciri-ciri antara orang yang memiliki selfefficacy yang tinggi dengan orang yang memiliki self-efficacy yang rendah dalam tabel berikut :

8 13 Tabel 1 Ciri-ciri orang yang memiliki self-efficacy tinggi dan rendah Self-efficacy Tinggi Self-efficacy Rendah Menetapkan target yang tinggi Menetapkan target yang rendah Menunjukan komitmen yang tinggi Menunjukan komitmen yang rendah Mengerahkan banyak usaha Mengerahkan sedikit usaha Tidak mudah menyerah ketika menemukan Mudah menyerah ketika menemukan hambatan hambatan Membayangkan skenario keberhasilan Membayangkan skenario kegagalan yang yang optimis pesimis Menerima tugas-tugas yang sulit Menghindari tugas-tugas yang sulit Bersedia mencoba hal-hal baru Tidak mau mencoba hal-hal baru Selalu mengembangkan diri Selalu membatasi kemampuan diri Melihat kemampuan diri merupakan hal Melihat kemampuan diri merupakan hal yang dapat ditingkatkan yang sudah menetap Mengatribusikan kegagalan sebagai Melihat kegagalan sebagai kurangnya keterampilan atau usaha ketidakmampuan Menekankan pada pengembangan diri dan penyelesaian tugas Menekankan pada perbandingan dengan orang lain Tahan saat menemui kesulitan Tidak dapat mengatasi ancaman Merasa mampu mengatasi masalah lebih Merasa tidak mampu mengatasi masalah baik dari orang lain lebih baik dari orang lain Memikirkan kelebihan yang dimiliki Mengeluhkan kekurangan yang dimiliki Tidak mudah mengalami gangguan Lebih rentan terhadap stres, kecemasan dan emosional, stres, depresi, dan cemas depresi Sumber : Efficacy Mecahanism on Human Agenc, Albert Bandura Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self-efficacy Menurut Bandura (1995) ada beberapa faktor yang mempengaruhi selfefficacy yaitu pengalaman keberhasilan, pengalaman orang lain, Persuasi Sosial, dan terakhir adalah keadan fisiologis dan emosional. Pengalaman Keberhasilan. Keberhasilan yang sering didapatkan akan meningkatkan self-efficacy yang dimiliki seseorang sedangkan kegagalan akan menurunkan self-efficacynya. Apabila keberhasilan yang didapat seseorang seseorang lebih banyak karena faktor-faktor di luar dirinya, biasanya tidak akan membawa pengaruh terhadap peningkatan self-efficacy. Akan tetapi, jika keberhasilan tersebut didapatkan dengan melalui hambatan yang besar dan merupakan hasil perjuangannya sendiri, maka hal itu akan membawa pengaruh pada peningkatan self-efficacynya. Pengalaman Orang Lain. Pengalaman keberhasilan orang lain yang memiliki kemiripan dengan individu dalam mengerjakan suatu tugas biasanya akan meningkatkan self-efficacy seseorang dalam mengerjakan tugas yang sama.

9 14 Self-efficacy tersebut didapat melalui social models yang biasanya terjadi pada diri seseorang yang kurang pengetahuan tentang kemampuan dirinya sehingga mendorong seseorang untuk melakukan modeling. Namun self-efficacy yang didapat tidak akan terlalu berpengaruh bila model yang diamati tidak memiliki kemiripan atau berbeda dengan model. Orang yang melihat keberhasilan orang memiliki karakteristik sama seperti model akan meningkatkan harapan individu tersebut untuk melaksanakan aktivitas yang serupa. Persuasi Sosial. Informasi tentang kemampuan yang disampaikan secara verbal oleh seseorang yang berpengaruh biasanya digunakan untuk meyakinkan seseorang bahwa ia cukup mampu melakukan suatu tugas. Keadaan fisiologis dan emosional. Kecemasan dan stress yang terjadi dalam diri seseorang ketika melakukan tugas sering diartikan sebagai suatu kegagalan. Pada umumnya seseorang cenderung akan mengharapkan keberhasilan dalam kondisi yang tidak diwarnai oleh ketegangan dan tidak merasakan adanya keluhan atau gangguan somatic lainnya. Self-efficacy biasanya ditandai oleh rendahnya tingkat stress dan kecemasan sebaliknya self-efficacy yang rendah ditandai oleh tingkat stress dan kecemasan yang tinggi pula. Strategi untuk Meningkatkan Self-efficacy Bandura 1995 menyebutkan untuk meningkatkan self-efficacy siswa, ada beberapa strategi yang dapat kita lakukan yaitu Mengajarkan siswa suatu strategi khusus sehingga dapat meningkatkan kemampuannya untuk fokus pada tugastugasnya, memandu siswa dalam menetapkan tujuan, khususnya dalam membuat tujuan jangka pendek setelah mereka mebuat tujuan jangka panjang, memberikan reward untuk performa siswa, mengkombinasikan strategi training dengan menekankan pada tujuan dan memberi timbal balik pada siswa tentang hasil pembelajarannya, memberikan support atau dukungan pada siswa, meyakinkan bahwa siswa tidak terlalu aroused dan cemas karena hal itu justru akan menurunkan self-efficacy siswa, dan menyediakan siswa model yang bersifat positif. Modelling efektif untuk meningkatkan self-efficacy khususnya ketika siswa mengobservasi keberhasilan teman sebayanya yang sebenarnya mempunyai kemampuan yang sama dengan anak-anak.

10 15 Motivasi Belajar Self-esteem dan self-efficacy merupakan faktor penting dalam perkembangan remaja, namun ada lagi yang tidak kalh penting yaitu motivasi. Motivasi adalah keadaan internal yang menyebabkan kita bertindak, mendorong kita pada arah tertentu, dan menjaga kita tetap bekerja pada aktivitas tertentu(santrock 2008). Pentingnya peranan motivasi dalam proses belajar perlu dipahami oleh pendidik agar dapat melakukan berbagai bentuk tindakan atau bantuan kepada siswa. Motivasi dirumuskan sebagai dorongan, baik diakibatkan faktor dari dalam maupun luar, untuk mencapai tujuan tertentu guna memenuhi atau memuaskan suatu kebutuhan. Ada beberapa perspektif dari motivasi, diantaranya adalah perspektif behavioral. Perspektif ini menekankan tentang pentingnya motivasi ekstrinsik dalam achievement. Menurut perspektif ini, rewards dan punishment eksternal merupakan kunci yang menentukan motivasi siswa. Hal itu disebabkan karena insentif merupakan suatu stimulus baik positif maupun negatif yang dapat memotivasi tingkah laku siswa. Motivasi dapat juga berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Dengan adanya motivasi belajar yang kuat maka akan menunjukan hasil yang baik pula. Dengan usaha yang tekun dan rajin dan didasari oleh motivasi yang kuat, maka akan memangun siswa untuk mencapai hasil prestasi yang baik. Motivasi belajar dapat dipengaruhi oleh pribadi siswa, pribadi guru, struktur jaringan hubungan sosial di sekolah, sekolah sebagai institusi pendidikan situasi dan kondisi sekolah. (Winkel 1989). Motivasi yang ada pada setiap orang dalam melakukan suatu kegiatan atau dalam mengejar suatu prestasi berbeda-beda setiap orang. Menurut Santrock 2008 motivasi dibedakan menjadi motif intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motif interinsik, yaitu motif yang dapat berfungsi tanpa harus dirangsang dari luar dan dapat mendorong mendorong seseorang melakukan suatu kegiatan tertentu. Dalam diri individu sendiri memang telah ada dorongan itu. Seseorang melakukan sesuatu karena ia ingin melakukannya. Misalnya, orang yang gemar membanca tanpa ada yang mendorong, ia akan mencari sendiri buku-buku untuk dibacanya.

11 16 Motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang berfungsi karena ada perangsangan dari luar. Motivasi ini mendorong seseorang melakukan kegiatan tertentu, tetapi motivasi itu terlepas atau tidak berhubungan langsung dengan kegiatan yang ditekuninya. Strategi untuk Meningkatkan Motivasi Ada beberapa strategi untuk mengkatkan motivasi siswa. Strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi siswa, yaitu menyediakan model yang kompeten yang dapat memotivasi mereka untuk belajar, menciptakan atmosfer yang menantang dan tingkat harapan yang tinggi, mengkomunukasikan pada siswa bahwa mereka akan menerima dukungan akademik dan emosional, mendorong motivasi intrinsik siswa untuk belajar, bekerja sama dengan siswa untuk membantu mereka menetapkan tujuan dan rencana serta memonitor perkembangannya, menyeleksi tugas-tugas pembelajaran yang merangsang ketertarikan dan keingintahuan siswa, dan menggunakan teknologi secara efektif. Prestasi Akademik Dalam kehidupan manusia tidak terlepas dari yang namanya belajar baik secara formal ataupun non formal. Belajar adalah proses aktif untuk menentukan atau memperoleh kemajuan dalam perkembangan intelektual, baik pada bayi maupun pada pada anak dan hal ini dilakukan karena adanya dorongan yang timbul dari dirinya sendiri (Gunarsa & Gunarsa 2004). Semenjak manusia melakukan usaha untuk mendidik anak-anaknya, usaha untuk menilai hasil usaha mereka dilakukan penilaian yang bermacam-macam. Maksud dari penilaian tersebut adalah untuk mengetahui sejauh mana kemajuan dari anak. Dalam hal belajar penilaian yang dilakukan dengan melihat prestasi akademik yang didapatnya. Penilaian prestasi akademik yang dilakukan disekolah dengan melihat hasil rapor. Rapor merupakan perumusan terakhir yang diberikan guru mengenai kemajuan atau hasil akademik murid-muridnya selama masa tertentu (Suryabrata 2005). Ahmadi dan Supriyono (2004) mengatakan prestasi akademik yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor yang

12 17 mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor internal) yaitu faktor jasmaniah dan psikologis maupun dari luar diri (faktor eksternal) individu yaitu faktor sosial, budaya dan lingkungan. Goleman (1999) mengatakan bahwa kecerdasan kognitif dan kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan belajar. Berbagai perubahan terjadi pada diri remaja baik fisik maupun psiskis mempengaruhi keseluruhan pola perilakunya termasuk dalam pencapaian prestasi akademik. Remaja dalam masa perkembangannya memiliki kebutuhan yang berbeda dengan taraf perkembangan lainnya. Slameto (2003) mengemukakan bahwa kebutuhan untuk berprestasi merupakan salah satu kebutuhan yang ada pada masa remaja. Menurunnya motivasi belajar pada remaja erat hubungannya dengan masa perkembangan remaja itu sendiri dalam menghadapi lingkungan sekitarnya yaitu peer group, guru dan orangtua. Motivasi berprestasi salah satu faktor yang sangat berperan dalam pencapaian prestasi seseorang. Menurut Mc. Clelland (1995), motivasi berprestasi berhubungan dengan kebutuhan untuk berprestasi yang mempengaruhi tigkah laku seseorang dalam bertindak. Untuk mendapatkan prestasi yang baik. Motivasi berprestasi pun merupakan kekuatan yang berhubungan dengan pencapaian beberapa standar keunggulan yang merupakan suatu dorongan yang terdapat di dalam diri seseorang untuk hasil yang baik. Model Pembelajaran Akselerasi Pengertian akselerasi adalah suatu proses percepatan pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik yang memiliki kemampuan luar biasa dalam rangka mencapai target kurikulum Nasional dengan mempertahankan mutu pendidikan sehingga mencapai hasil yang optimal. Dalam program akselerasi ini peserta didik dapat menyesuaikan cara belajarnya lebih cepat dari siswa lainnya yang mengikuti program reguler. Menurut Munandar (2004) akselerasi berarti belajar dimungkinkan untuk diterapkan sehingga siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata dapat menyeleseakan pelajarannya lebih cepat dari masa belajar yang ditentukan. Akselerasi belajar tidak sama dengan loncat kelas sebab dalam akselerasi belajar

13 18 setiap siswa tetap harus mempelajari seluruh bahan yang seharusnya dipelajari. Akselerasi dapat dilakukan dengan bantuan modul atau lembar kerja yang disediakan sekolah. Melalui akselerasi belajar peserta didik yang berkemampuan tinggi dapat mempelajari seluruh bahan pelajaran dengan lebih cepat dibandingkan peserta didik yang lain. Perbedaan kurikulum akselerasi dengan reguler terletak pada penyusunan kembali struktur program pengajaran dalam alokasi waktu yang lebih singkat. Program akselerasi ini akan menjadikan kurikulum standar yang biasanya ditempuh siswa SMA dalam tiga tahun menjadi hanya dua tahun. Pada tahun pertama, siswa akan mempelajari seluruh materi kelas satu ditambah dengan setengah materi kelas dua. Di tahun kedua, mereka akan mempelajari materi kelas dua yang tersisa dan seluruh materi kelas tiga. Kurikulum yang digunakan pada program akselerasi adalah kurikulum nasional dan muatan lokal yang dimodifikasi dengan penekanan pada materi yang dikembangkan melalui sistem pembelajaran yang dapat memacu dan mewadahi integrasi pengembangan spiritual, logika, etika, dan estetika serta mengembangkan kemampuan berfikir holistik, kreatif, sistemik, linier, dan konvergen utuk memenuhi tuntutan masa kini dan masa depan. Kurikulum program akselerasi adalah kurikulum yang diberlakukan untuk satuan pendidikan yang bersangkutan, sehingga lulusan program akselerasi memiliki kualitas dan standar kompetensi yang sama dengan lulusan program reguler. Perbedaannya hanya terletak pada waktu keseluruhan yang ditempuh dalam menyelesaikan pendidikannya lebih cepat bila dibanding dengan program reguler. Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) Pengertian Sekolah Bertaraf SBI menurut Permendiknas No. 78 Tahun 2009 yaitu sekolah yang sudah memenuhi seluruh SNP yang diperkaya dengan keunggulan mutu tertentu yang berasal dari negara anggota OECD atau negara maju lainnya. OECD (Organisation for Economic Co-Operation and Development) adalah organisasi internasional yang bertujuan untuk membantu pemerintahan negara anggotanya menghadapi tantangan globalisasi dalam hal masalah ekonomi.

14 19 Sekolah bertaraf internasional merupakan sekolah yang sudah memenuhi dan melaksanakan standar nasional pendidikan yang meliputi standar input, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan standar penilaian. Untuk dapat memenuhi karakteristik dari konsep SBI tersebut, maka sekolah dapat melakukan antara lain dengan dua cara, yaitu adaptasi dan adopsi. Adaptasi, yaitu penyesuaian unsur-unsur tertentu yang sudah ada dalam SNP dengan mengacu dengan standar pendidikan salah satu negara OECD atau negara maju lainnya yang memiliki keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan, diyakini telah memilki reputasi mutu yang diakui secara SBI, serta lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional. Cara yang kedua adalah adopsi, yaitu penambahan dari unsur-unsur tertentu yang belum ada diantara delapan unsur SNP dengan tetap mengacu pada standar pendidikan salah satu negara anggota OECD dan negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan, diyakini telah memiliki reputasi mutu yang diakui secara SBI, serta lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional. Penyelenggaraan kelas SBI meliputi output, proses, dan input. Output/lulusan kelas SBI memiliki kemampuan-kemampuan bertaraf nasional plus SBI sekaligus, yang ditunjukkan oleh penguasaan SNP Indonesia dan penguasaan kemampuan-kemampuan kunci yang diperlukan dalam era global. Proses penyelenggaraan kelas SBI mampu mengakrabkan, menghatatkan dan menerapkan nilai-nilai (religi, ekonomi, seni, solidaritas, dan teknologi). Input adalah segala hal yang diperlukan untuk berlangsungnya roses dan harus memiliki tingkat kesiapan yang memadai meliputi peserta didik baru yang diseleksi secara ketat dan masukan instrumental yaitu kurikulum, pendidik, kepala sekolah, tenaga pendukung, sarana dan prasarana, dana dan lingkungan sekolah. Peserta didik baru diseleksi secara ketat melalui saringan rapor, ujian akhir sekolah, scholactic apptitude test (SAT), kesehatan fisik, dan tes wawancara.

SELF-ESTEEM, SELF-EFFICACY, MOTIVASI BELAJAR DAN PRESTASI AKADEMIK SISWA SMA PADA BERBAGAI MODEL PEMBELAJARAN. Dinda Ayu Novariandhini I

SELF-ESTEEM, SELF-EFFICACY, MOTIVASI BELAJAR DAN PRESTASI AKADEMIK SISWA SMA PADA BERBAGAI MODEL PEMBELAJARAN. Dinda Ayu Novariandhini I SELF-ESTEEM, SELF-EFFICACY, MOTIVASI BELAJAR DAN PRESTASI AKADEMIK SISWA SMA PADA BERBAGAI MODEL PEMBELAJARAN Dinda Ayu Novariandhini I24070034 DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun terakhir terjadi perubahan yang semakin pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari kemajuan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang semakin meningkat. Individu dituntut untuk semakin maju agar dapat mengikuti persaingan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

Kerangka pemikiran oprasional analisis self-esteem, self-efficacy, motivasi belajar dan prestasi akademik siswa disajikan pada gambar 1.

Kerangka pemikiran oprasional analisis self-esteem, self-efficacy, motivasi belajar dan prestasi akademik siswa disajikan pada gambar 1. 20 KERANGKA PEMIKIRAN Menurut seorang pakar ekologi keluarga yaitu Bronfenbrener menyatakan bahwa anak adalah salah sebuah unsur dalam lingkungan. Hal tersebut ditinjau dari sudut pandang dalam perpsektif

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Self Efficacy Konsep mengenai self efficacy ini pada dasarnya melibatkan banyak kemampuan yang terdiri dari aspek kegiatan sosial dan kemampuan untuk bertingkah laku.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu bidang kehidupan yang penting bagi setiap negara. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengutamakan pentingnya pendidikan, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jumlah pengangguran lulusan pendidikan tinggi di Indonesia semakin hari semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai 626.600 orang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (www.dbeusaid.org/publications/index.cfm?fuseaction=throwpub&id..).

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (www.dbeusaid.org/publications/index.cfm?fuseaction=throwpub&id..). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, pertumbuhan di bidang pendidikan kian

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, pertumbuhan di bidang pendidikan kian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi ini, pertumbuhan di bidang pendidikan kian meningkat. Pertumbuhan pesat ini menciptakan persaingan yang ketat antara berbagai pihak. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu kemampuan memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia menjadi bangsa yang kian berkembang adalah harapan seluruh rakyat Indonesia. Masyarakat Indonesia mengharapkan adanya pembaharuan di segala bidang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Universitas adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam upaya meningkatkan Sumberdaya Manusia (SDM) yang berkualitas, bidang pendidikan memegang peranan yang penting. Pendidikan diharapkan mampu meningkatkan mutu pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Contoh peran pendidikan yang nyata bagi perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Contoh peran pendidikan yang nyata bagi perkembangan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Contoh peran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tardif (dalam Muhibbin Syah, 2003) yang dimaksud dengan cara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tardif (dalam Muhibbin Syah, 2003) yang dimaksud dengan cara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cara mengajar 2.1.1 Pengertian Cara mengajar Menurut Tardif (dalam Muhibbin Syah, 2003) yang dimaksud dengan cara mengajar adalah cara yang berisi prosedur baku untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di era globalisasi sangat menuntut sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di era globalisasi sangat menuntut sumber daya manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persaingan di era globalisasi sangat menuntut sumber daya manusia yang kompeten dalam bidangnya dan mampu mengembangkan kemampuan intelektual yang mereka miliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (http://wajahpendidikan.wordpress.com/pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (http://wajahpendidikan.wordpress.com/pentingnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era yang serba maju seperti saat ini, kita dituntut untuk dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya (www.ui.ac.id). Oleh

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya (www.ui.ac.id). Oleh 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Universitas merupakan salah satu institusi yang mempersiapkan sumber daya manusia melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya (www.ui.ac.id). Oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah jenjang pendidikan yang merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk mempersiapkan peserta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self-Efficacy. berhubungan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu atau tidak mampu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self-Efficacy. berhubungan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu atau tidak mampu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self-Efficacy 1. Definisi Self-Efficacy Seseorang bertingkah laku dalam situasi tertentu pada umumnya dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan kognitif, khususnya faktor kognitif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan atau sekolah dapat tercapai dengan lebih efektif dan efisien (Zamroni,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan atau sekolah dapat tercapai dengan lebih efektif dan efisien (Zamroni, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Tujuan pendidikan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Definisi Kecemasan Kecemasan atau anxietas adalah status perasaan tidak menyenangkan yang terdiri atas respon-respon patofisiologis terhadap antisipasi bahaya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia yang selalu berkembang dan berubah sesuai dengan perubahan zaman. Saat ini pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumbangsih bagi bangsa Indonesia di masa yang akan datang. Untuk memajukan

BAB I PENDAHULUAN. sumbangsih bagi bangsa Indonesia di masa yang akan datang. Untuk memajukan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah pendidikan tinggi yang merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk mempersiapkan peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia dalam kehidupannya bisa menghadapi masalah berupa tantangan, tuntutan dan tekanan dari lingkungan sekitar. Setiap tahap perkembangan dalam rentang kehidupan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Remaja merupakan generasi penerus bangsa. Remaja memiliki tugas untuk melaksanakan pembangunan dalam upaya meningkatkan kualitas dari suatu bangsa. Kualitas bangsa dapat diukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia sangat memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas untuk mendukung perkembangan dan pembangunan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan formal yang menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional dan mempunyai tujuan untuk menyiapkan peserta didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia bukan hanya merupakan negara yang sedang berkembang melainkan juga negara yang sedang membangun. Dalam usaha untuk membangun itu dibutuhkan

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu cara mencerdaskan kehidupan bangsa adalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu cara mencerdaskan kehidupan bangsa adalah dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu cara mencerdaskan kehidupan bangsa adalah dengan dilaksanakannya pendidikan formal. Dilihat berdasarkan prosesnya pendidikan formal dilakukan secara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Self-efficacy Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep Self efficacy pertama kali

Lebih terperinci

GEJALA KONASI--MOTIVASI. PERTEMUAN KE 10

GEJALA KONASI--MOTIVASI. PERTEMUAN KE 10 GEJALA KONASI--MOTIVASI PERTEMUAN KE 10 aprilia_tinalidyasari@uny.ac.id MOTIVASI Motivasi adalah sesuatu daya yang menjadi pendorong seseorang bertindak, dimana rumusan motivasi menjadi sebuah kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang diselenggarakan di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih dalam naungan serta pengawasan pemerintah. Tujuan dan fungsi lembaga pendidikan

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas BAB II KAJIAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Sejarah self efficacy pertama kali diperkenalkan oleh Bandura dalam pembelajaran sosial, dimana self efficacy merupakan turunan dari teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dan sepanjang hidup serta segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dan sepanjang hidup serta segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu proses penting yang harus didapatkan dalam hidup setiap individu, yang terdiri dari segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin kompleks. Hal ini disebabkan aspek-aspek dalam dunia pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin kompleks. Hal ini disebabkan aspek-aspek dalam dunia pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan saat ini, dari tahun ke tahun menunjukkan fenomena yang semakin kompleks. Hal ini disebabkan aspek-aspek dalam dunia pendidikan tak terbatas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman sekarang ini kemajuan suatu negara dipengaruhi oleh faktor

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman sekarang ini kemajuan suatu negara dipengaruhi oleh faktor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman sekarang ini kemajuan suatu negara dipengaruhi oleh faktor pendidikan. Suatu pendidikan tentunya akan mencetak sumber daya manusia yang berkualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, keadaan dunia pendidikan di Indonesia mengalami. perkembangan. Salah satu perkembangan terbaru yang terjadi adalah

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, keadaan dunia pendidikan di Indonesia mengalami. perkembangan. Salah satu perkembangan terbaru yang terjadi adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, keadaan dunia pendidikan di Indonesia mengalami perkembangan. Salah satu perkembangan terbaru yang terjadi adalah ditetapkannya standar kurikulum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian No.Daftar : 056/S/PPB/2012 Desi nur hidayati,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian No.Daftar : 056/S/PPB/2012 Desi nur hidayati,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi yang semakin berkembang, perlu dipersiapkan sumber daya manusia yang semakin kompeten dan berkualitas yang mampu menghadapi tantangan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Normative Social Influence 2.1.1 Definisi Normative Social Influence Pada awalnya, Solomon Asch (1952, dalam Hogg & Vaughan, 2005) meyakini bahwa konformitas merefleksikan sebuah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy) Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran penting. Faktor person (kognitif) yang ditekankan Bandura (dalam Santrock,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menengah Pertama individu diberikan pengetahuan secara umum, sedangkan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Menengah Pertama individu diberikan pengetahuan secara umum, sedangkan pada 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya seorang individu, memasuki dunia pendidikan atau masa sekolah formal semenjak masa Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman, saat ini masyarakat semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini didukung pula dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola. Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola. Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola 1. Pengertian Motivasi Berprestasi Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu usaha pada tiap individu dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia mengalami 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia mengalami perkembangan yang pesat dalam berbagai bidang terutama bidang industri dan perdagangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di Indonesia yang terdiri dari beberapa fakultas yang dibagi lagi ke dalam beberapa

Lebih terperinci

PENGERTIAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN adalah tugas - tugas yang harus dilakukan oleh seseorang dalam masa-masa tertentu sesuai dengan norma-norma masyar

PENGERTIAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN adalah tugas - tugas yang harus dilakukan oleh seseorang dalam masa-masa tertentu sesuai dengan norma-norma masyar TUGAS TUGAS PERKEMBANGAN (Developmental Task) PENGERTIAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN adalah tugas - tugas yang harus dilakukan oleh seseorang dalam masa-masa tertentu sesuai dengan norma-norma masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prestasi menjadi suatu hal yang sangat didambakan oleh banyak orang di era globalisasi saat ini. Ketika seseorang mampu mencapai prestasi yang baik maka akan memunculkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA. Skripsi HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan Oleh: SISKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini setiap orang berusaha untuk dapat bersekolah. Menurut W. S

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini setiap orang berusaha untuk dapat bersekolah. Menurut W. S BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini setiap orang berusaha untuk dapat bersekolah. Menurut W. S Winkel 1987 dalam bukunya yang berjudul Psikologi Pengajaran salah satu kemampuan pokok

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy BAB II LANDASAN TEORI A. SELF-EFFICACY 1. Pengertian Self-efficacy Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. Menengan Atas (SMA) saat beralih ke perguruan tinggi. Pada jenjang SMA untuk

BAB I Pendahuluan. Menengan Atas (SMA) saat beralih ke perguruan tinggi. Pada jenjang SMA untuk BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi merupakan salah satu lembaga pendidikan formal dan menjadi salah satu jenjang pendidikan setelah SMA. Setiap jenjang pendidikan memiliki system

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 15 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas merupakan modal dasar untuk mewujudkan manusia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya. Hal ini berarti bahwa kualitas sumberdaya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menyiasati persaingan global, Indonesia berusaha membenahi

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menyiasati persaingan global, Indonesia berusaha membenahi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Untuk menyiasati persaingan global, Indonesia berusaha membenahi pelbagai aspek dalam kehidupan bangsa, satu diantaranya adalah bidang pendidikan. Mutu pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan, terutama

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan, terutama 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, masyarakat Indonesia menganggap pendidikan menjadi sesuatu yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan, terutama dalam hal mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. impian masa depan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. impian masa depan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi seperti saat ini, pendidikan menjadi salah satu aspek penting, baik untuk mengembangkan potensi dalam diri maupun untuk mencapai impian masa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang penting bagi individu, masyarakat dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang penting bagi individu, masyarakat dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang penting bagi individu, masyarakat dan bangsa. Departemen Pendidikan Nasional Indonesia mengeluarkan Undangundang No.20 tahun 2003

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Syabibah Nurul Amalina, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Syabibah Nurul Amalina, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas sangat diperlukan dalam menghadapi era globalisasi, pembentukan manusia yang berkualitas ditentukan oleh kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi (www.freelists.org). Perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi (www.freelists.org). Perguruan tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada jaman sekarang ini, semakin banyak individu yang menempuh pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi (www.freelists.org). Perguruan tinggi (PT) adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan sikap sikap dan keterampilan, serta peningkatan kualitas hidup menuju

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan sikap sikap dan keterampilan, serta peningkatan kualitas hidup menuju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses untuk mendapatkan pengetahuan atau wawasan, mengembangkan sikap sikap dan keterampilan, serta peningkatan kualitas hidup menuju kesuksesan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun yang baik

BAB I PENDAHULUAN. bentuk percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun yang baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh semua orang atau anggota masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional 2.1.1 Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian Kecemasan adalah perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi ini,

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi ini, pendidikan semakin menjadi suatu kebutuhan yang tidak terelakkan. Pendidikan memiliki

Lebih terperinci

BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL UNTUK SELF-EFFICACY SISWA DAN IMPLIKASINYA PADA BIMBINGAN KONSELING SMK DIPONEGORO DEPOK SLEMAN, YOGYAKARTA

BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL UNTUK SELF-EFFICACY SISWA DAN IMPLIKASINYA PADA BIMBINGAN KONSELING SMK DIPONEGORO DEPOK SLEMAN, YOGYAKARTA Bimbingan Pribadi Sosial Untuk BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL UNTUK SELF-EFFICACY SISWA DAN IMPLIKASINYA PADA BIMBINGAN KONSELING SMK DIPONEGORO DEPOK SLEMAN, YOGYAKARTA Atifah Hanum Casmini Abstrak Adanya saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi, tampaknya persaingan bisnis di antara

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi, tampaknya persaingan bisnis di antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi, tampaknya persaingan bisnis di antara perusahaan-perusahaan di Indonesia semakin ketat. Dunia perekonomian berjalan dengan sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi dari anak-anak menuju dewasa, dimana terjadi kematangan fungsi fisik, kognitif, sosial, dan emosional yang cepat pada laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menurut Kunandar (2009) merupakan investasi Sumber Daya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menurut Kunandar (2009) merupakan investasi Sumber Daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan menurut Kunandar (2009) merupakan investasi Sumber Daya Manusia (SDM) jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan hidup manusia di dunia.

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA AKSELERASI. Widanti Mahendrani 1) 2)

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA AKSELERASI. Widanti Mahendrani 1) 2) HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA AKSELERASI Widanti Mahendrani 1) 2) dan Esthi Rahayu Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang ABSTRAKSI Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang dialami Indonesia pada saat ini menyebabkan keterpurukan dunia usaha di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa,

BAB 2 LANDASAN TEORI. Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa, BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Mahasiswa yang Bekerja 2.1.1 Definisi Mahasiswa Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa, 1997), bahwa mahasiswa merupakan individu yang belajar di perguruan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Remaja

TINJAUAN PUSTAKA Remaja TINJAUAN PUSTAKA Remaja Remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescent yang mempunyai arti tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dukungan Sosial Orang Tua Definisi dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diberikan orang lain atau kelompok kepada individu (Sarafino,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke masa lebih banyak bersifat klasikal-massal, yaitu berorientasi kepada kuantitas untuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS A. KEMATANGAN KARIR 1. Pengertian Kematangan Karir Crites (dalam Salami, 2008) menyatakan bahwa kematangan karir sebagai sejauh mana individu dapat menguasai tugas-tugas perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Efikasi Diri A. Efikasi Diri Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam teori sosial kognitif atau efikasi diri sebagai kepercayaan terhadap

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa.

BAB 1. Pendahuluan. Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa. BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa. Menurut Piaget, remaja usia 11-20 tahun berada dalam tahap pemikiran formal operasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi, diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Banyak orang yang mengatakan masa remaja adalah masa yang paling

BAB 1 PENDAHULUAN. Banyak orang yang mengatakan masa remaja adalah masa yang paling 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak orang yang mengatakan masa remaja adalah masa yang paling menyenangkan. Dimana individu tersebut tidak lagi dianggap sebagai anak-anak, mulai diberi kebebasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun. Menurut Peraturan Mentri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya MEA di tahun 2016 dimana orang-orang dengan kewarganegaraan asing dapat bekerja

Lebih terperinci

diri yang memahami perannya dalam masyarakat. Mengenal lingkungan lingkungan budaya dengan nilai-nilai dan norma, maupun lingkungan fisik

diri yang memahami perannya dalam masyarakat. Mengenal lingkungan lingkungan budaya dengan nilai-nilai dan norma, maupun lingkungan fisik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap manusia adalah unik, dan peserta didik yang memasuki masa remaja harus dapat menyadari hal tersebut. Melalui layanan bimbingan konseling disekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi yang dimiliki individu dapat tumbuh dan berkembang secara

BAB I PENDAHULUAN. Potensi yang dimiliki individu dapat tumbuh dan berkembang secara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Potensi yang dimiliki individu dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Optimalisasi potensi ini dapat dicapai melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.

Lebih terperinci