ABSTRACT. Keywords : The Application of Food Safety Policy, Food Safety Behavior, Manager at School s Canteen and Street Food Vendor

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ABSTRACT. Keywords : The Application of Food Safety Policy, Food Safety Behavior, Manager at School s Canteen and Street Food Vendor"

Transkripsi

1

2 ABSTRACT Nuning Hidayati. The Application of Food Safety Policy and Relationship With Behaviour of Manager at School s Canteen and Street Food Vendor for Elementary Students in Jakarta and Bogor. Under the direction of Siti Madanijah and Ikeu Ekayanti. The purpose of this research is to identity and to analyze the application of food safety policy concerened behaviour of manager at school s canteen and street food vendor. This research use secondary data from Survey National Monitoring and Verification Food Safety of Elementary student Street Food 2008 by SEAFAST Center, LPPM IPB. The subjects of this research are 123 consist of 33 manager at school s canteen in Jakarta and 8 manager at school s canteen in Bogor, 52 street food vendor in Jakarta and 30 in Bogor. The process of data analyzing was done by descriptive and inferencial methode. The correlation between variables were analyzed with chi-square, where as the difference between variables were analyzed by independent sampel t-test. The result of this research are most of the application of food safety was sufficient, where the school has rules about street food vandor, gived sanction. Had control and founding or counseling. The knowledge and practise of manager at school s canteen was better than street food vendor. There are no difference between attitude of head master, the application of food safety, knowledge and food safety practise of manager at school s canteen and street food vendor based on location. There are no difference between knowledge, higiene, handling and food storage, pest control, place sanitation and tools of manager at school s canteen and street food vendor. However, there is difference between facilities and infrastructure of facilities and infrastructure and street food vendor There are no correlation between the application of food safety policy concerned knowledge (p=0.415), but there are significant correlation between the application of food safety concerned higiene (p=0.024), handling and food storage (p=0.022), pest control place sanitation and tools (p=0.040) and total of safety practice (p=0.004) of manager at school s canteen. There are no significant correlation between the application of food safety policy concerned is knowledge (p=0.0457), higiene (p=0.533), handling and food storage (p=0.218), facilities and infrastructure (p=0.909), pest control sanitation of place and tools (p=0.813) and total of food safety practice (p=0.733) of street food vendor. Keywords : The Application of Food Safety Policy, Food Safety Behavior, Manager at School s Canteen and Street Food Vendor

3 RINGKASAN NUNING HIDAYATI. Penerapan Kebijakan Keamanan Pangan dan Hubungannya dengan Perilaku pada Pengelola Kantin dan Penjaja Jajanan Anak Sekolah di Jakarta dan Bogor. Di bawah bimbingan SITI MADANIJAH dan IKEU EKAYANTI. Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis penerapan kebijakan keamanan pangan dan perilaku pada pengelola kantin dan penjaja PJAS di Jakarta dan Bogor. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah (1) Mengidentifikasi karakteristik sekolah dasar (SD), (2) Mengidentifikasi karakteristik contoh, (3) Mengidentifikasi sikap kepala sekolah, (4) Mengidentifikasi penerapan kebijakan keamanan pangan sekolah, (5) Mengidentifikasi perilaku (pengetahuan, persepsi dan praktek) pengelola kantin dan penjaja PJAS di Jakarta dan Bogor, (6) Menganalisis perbedaan sikap kepala sekolah, penerapan kebijakan keamanan pangan sekolah dan perilaku pengelola kantin dan penjaja PJAS, (7) Menganalisis hubungan karakteristik contoh, karakteristik sekolah, sikap kepala sekolah terhadap perilaku (pengetahuan dan praktek) keamanan pangan pada pengelola kantin dan penjaja PJAS, (8) Menganalisis hubungan antara penerapan kebijakan keamanan pangan terhadap perilaku (pengetahuan dan praktek) pada pengelola kantin dan penjaja PJAS. Desain penelitian ini yaitu cross-sectional study. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari survei Monitoring dan Verifikasi Profil Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Nasinal Tahun 2008, yang dilakukan oleh Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center, LPPM IPB. Analisis data penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-Juli Penelitian ini mengkhususkan pada wilayah jakarta dan bogor dengan total 82 SD dengan rincian 52 SD di Jakarta dan 30 SD di Bogor. Contoh dalam penelitian ini adalah pengelola kantin dan penjaja PJAS. Jumlah total contoh yaitu sebanyak 123 contoh dengan rincian 33 orang pengelola kantin di Jakarta dan 8 orang pengelola kantin di Bogor serta 52 orang penjaja PJAS di Jakarta dan 30 orang penjaja PJAS di Bogor. Data sekunder diolah dan dianalisis dengan menggunakan program Microsoft Excell 2007 dan SPSS 16.0 for windows. SD yang dianalisis berjumlah 82 SD dengan rincian 52 SD di Jakarta dan 30 SD di Bogor. Secara umum, sebagian besar SD berstatus negeri (59.8%) dan berakreditasi B (47.6%). Sekolah yang berada di wilayah Jakarta umumnya memiliki sarana dan prasarana yang lebih baik daripada Bogor. Secara umum, sebagian besar kepala sekolah di wilayah Jakarta dan Bogor memiliki sikap mengenai keamanan pangan berkategori sedang dan penerapan kebijakan keamanan pangan sekolah dengan kategori baik. Sekolah yang menjadi lokasi penelitian sebagian besar (73.2%) telah memiliki peraturan mengenai penjaja makanan. Berdasarkan hasil jawaban dari pihak sekolah, peraturan lebih banyak dikeluarkan oleh pihak sekolah itu sendiri (97.6%). Sebanyak 50.0% pengawasan di Jakarta dilakukan oleh guru UKS dan 53.3% di Bogor dilakukan oleh guru piket. Secara umum, pengelola kantin (65.9%) dan penjaja PJAS (84.1%) berjenis kelamin laki-laki, dimana pendidikan pengelola kantin (41.5% SMA/sederajat) lebih baik daripada penjaja PJAS (62.2% SD/sederajat). Pengetahuan pengelola kantin lebih baik daripada penjaja PJAS. Hal ini dapat dilihat dari pengetahuan yang berkategori baik pada pengelola kantin sebanyak 17.1% sedangkan pada penjaja PJAS sebanyak 9.8%. Namun hasil uji t- test menunjukkan tidak terdapat perbedaan pengetahuan pengelola kantin dan penjaja PJAS berdasarkan wilayah (p 0.05) dan tidak terdapat perbedaan pengetahuan pada pengelola kantin dan penjaja PJAS. Sebagian besar pengelola kantin dan penjaja PJAS memiliki persepsi bahwa telah menjual makanan yang bergizi, pangan yang dijual aman dan tidak menyebabkan sakit serta telah menjaga kebersihan di sekitar lingkungan penjualan. Secara umum praktek keamanan pangan pengelola kantin lebih baik daripada penjaja PJAS. Hal ini dapat dilihat dari praktek higiene, penanganan dan penyimpanan makanan dan minuman, sarana dan prasarana serta pengendalian hama, sanitasi tempat dan peralatan penjaja PJAS lebih rendah dibandingkan dengan pengelola kantin. Praktek higiene pengelola kantin dan penjaja PJAS

4 masih banyak yang memegang uang selama pengolahan serta sangat kurang dalam hal mencuci tangan sebelum dan sesudah melayani pembeli. Praktek penanganan dan penyimpanan makanan dan minuman, masih banyak pengelola kantin dan penjaja PJAS yang tidak menutup makanan/minuman yang dijual serta masih penggunaan bahan tambahan kimia atau alami yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sarana dan prasarana masih kurang dalam hal tempat cuci tangan, lap peralatan, tempat sampah dan tempat pencucian peralatan dengan suplai air mengalir. Hal tersebut dapat menjelaskan tentang rendahnya praktek pengelola kantin dan penjaja PJAS dalam hal mencuci tangan sebelum dan sesudah melayani pembeli. Pada praktek pengendalian hama, sanitasi tempat dan peralatan, masih banyak pengelola kantin dan penjaja PJAS yang tidak membuang sampah secara teratur, pencucian peralatan tidak menggunakan air yang mengalir dan detergen disimpan terpisah dan diberi label. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik sekolah, karakteristik contoh, sikap kepala sekolah dengan perilaku keamanan pangan pada pengelola kantin dan penerapan kebijakan keamanan pangan dengan pengetahuan pengelola kantin. Namun, terdapat hubungan yang signifikan antara penerapan kebijakan keamanan pangan dengan higiene (p=0.024), dengan penanganan dan penyimpanan makanan dan minuman (p=0.022), dengan pengendalian hama, sanitasi tempat dan peralatan (p=0.004). Menurut Notoatmodjo (2003), dengan adanya peraturan-peraturan yang harus dipatuhi, maka dapat membantu perubahan perilaku seseorang. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik sekolah, karakteristik contoh, sikap kepala sekolah dan penerapan kebijakan keamanan pangan dengan perilaku (pengetahuan dan praktek) keamanan pangan pada penjaja PJAS.

5 PENERAPAN KEBIJAKAN KEAMANAN PANGAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERILAKU PADA PENGELOLA KANTIN DAN PENJAJA PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH DI JAKARTA DAN BOGOR NUNING HIDAYATI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

6 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, nikmat serta hidayah-nya sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. Skripsi yang berjudul Penerapan Kebijakan Keamanan Pangan dan Hubungannya dengan Perilaku pada Pengelola Kantin dan Penjaja Pangan Jajanan Anak Sekolah di Jakarta dan Bogor merupakan satu syarat untuk menyelesaikan studi di Program Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Atas selesainya skripsi ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS, dan Dr. Ir ikeu Ekayanti, M.Kes, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan dukungan, masukan, petunjuk, serta kesabaran dan perhatian yang sangat besar dalam proses penyusunan skripsi hingga selesai. 2. Tiurma Sinaga, B.Sc., MFSA, selaku dosen pemandu seminar dan penguji yang telah memberikan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. 3. Hilma Syafly, Yulia Puspita Sari, Ani Maria dan Lina Sugita yang telah menjadi pembahas seminar dan memberikan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. 4. Harisa Totelesi, Hilma Syafly, Revida Rosa, Shelly Gita Perdani dan Shinta Junita Fitri yang telah memberikan dukungan dalam pembuatan skripsi ini. 5. Papa, Mama, Kakak dan Adik yang selalu mendokan dan mendukung penulis. 6. Seluruh teman-teman Program Penyelenggaraan Khusus Ilmu Gizi Angkatan 02 yang telah memberikan dukungan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, penulis berharap saran dan kritik dari semua pihak. Bogor, Januari 2011

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sungai Apit, Kabupaten Siak Sri Indrapura Provinsi Riau pada tanggal 18 Februari Penulis merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara, putri dari pasangan M. Isyak Rasyidi dan Yusmalidar Karim. Penulis menyelesaikan pendidikan SDN 045 Siak Sri Indrapura pada tahun Pada tahun 2002, penulis menyelesaikan pendidikan di MTS Darul Hikmah Pekanbaru. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di MA Darul Hikmah Pekanbaru dan lulus pada tahun Penulis diterima di Politeknik Kesehatan Padang Jurusan Gizi Program D-III Departemen Kesehatan pada tahun 2005 dan lulus pada tahun Penulis pernah mengikuti praktikum lapang di RSUD Abdoel Moeloek Lampung dan Hotel Pusako Bukittinggi. Penulis melanjutkan kuliah di Institut Pertanian Bogor Program Penyelenggaraan Khusus S1 Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia pada tahun 2008.

8 PENDAHULUAN Latar Belakang Undang-undang No 7 Tahun 1996 tentang Pangan menyebutkan bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia. Sistem pangan tidak hanya dituntut untuk memberikan pasokan produk pangan dalam jumlah dan gizi yang cukup (nutritionally adequate), tetapi juga aman (safe). Peraturan Pemerintah no 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, memberikan wewenang kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia untuk melakukan pengawasan keamanan, mutu, dan gizi pangan yang beredar di Indonesia. Salah satu indikator Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) adalah kesehatan. Faktor gizi memegang peranan yang sangat penting dalam meningkatkan derajat kesehatan. Meningkatnya derajat kesehatan akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia yaitu manusia yang sehat, cerdas dan produktif. Perbaikan dan peningkatan gizi harus selalu dilakukan pada setiap siklus kehidupan manusia, yaitu mulai dari dalam kandungan, bayi, balita, anak-anak, remaja, dewasa, hingga usia lanjut. Anak usia sekolah merupakan investasi bangsa, karena anak sekolah adalah generasi penerus bangsa. Kualitas bangsa di masa depan ditentukan oleh kualitas anak-anak saat ini. Upaya peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) harus dilakukan sejak dini, sistematis dan berkesinambungan. Tumbuh kembangnya anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian asupan zat gizi dengan kualitas dan kuantitas yang baik. Namun, pemberian makanan pada anak tidak selalu dilaksanakan dengan baik, yang dapat mengakibatkan gangguan pada organ-organ dan sistem tubuh anak (Judarwanto 2006). Masa usia sekolah merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan anak menuju masa remaja sehingga asupan zat gizi yang cukup dan keamanan makanan yang dikonsumsi sangat penting untuk diperhatikan, salah satunya adalah makanan jajanan. Makanan jajanan sangat banyak dijumpai di lingkungan sekitar sekolah dan umumnya dikonsumsi oleh anak sekolah. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Februhartanty (2004) di Bogor, bahwa makanan jajanan yang dikonsumsi oleh

9 pelajar pada waktu sekolah menyumbang asupan gizi sebanyak 36.0% energi, 29.0% protein dan 52.0% zat besi. Makanan jajanan sekolah perlu mendapatkan perhatian yang serius karena sangat berisiko terhadap cemaran biologi dan kimia. BPOM tahun 2004 menemukan 60.0% jajanan yang dijual di Sekolah Dasar (SD) di Indonesia tidak memenuhi standar keamanan mutu dan keamanan. Di Jakarta ditemukan dari 800 pedagang yang berjualan di sekolah, 340 diantaranya menjual makanan jajanan yang mengandung zat kimia yang berbahaya (Eunike 2009). Pada tahun 2007 terjadi 28 Kejadian Luar Biasa (KLB) di Bogor merupakan keracunan pangan (16.0%), dimana terjadi di lingkungan sekolah dan pangan jajanan berkontribusi sebesar 28.5% sebagai pangan penyebab KLB. Siswa SD merupakan kelompok yang paling sering (67.0%) mengalami keracunan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) (BPOM 2008). Berdasarkan hasil Monitoring dan Verifikasi Profil Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Nasional Tahun 2008, yang dilakukan oleh SEAFAST Center, LPPM IPB, sebagian besar (>70%) penjaja PJAS menerapkan praktek keamanan pangan yang kurang. Sebanyak 14.3% memiliki persepsi bahwa pangan jajanan yang dijual tidak aman (Andarwulan et al 2008). Wijaya (2009) menyatakan bahwa dari 47 sekolah di Kota dan Kabupaten Bogor, pengetahuan tentang keamanan pangan dengan kategori baik masih sedikit yaitu pada pengelola kantin sebanyak 38.5% dan penjaja PJAS sebanyak 23.5%. Penyediaan makanan jajanan anak sekolah sangat dipengaruhi oleh kebijakan keamanan dari kepala sekolah. Berdasarkan penelitian BPOM 2009 dalam skala nasional, pada umumnya setiap sekolah memiliki peraturan tentang PJAS. Sebanyak 55.0% sekolah yang disurvei telah memiliki peraturan tentang PJAS. Peraturan tersebut sebagian besar dikeluarkan oleh pihak sekolah (95.0%) meskipun ada juga yang dikeluarkan oleh Dinas Kecamatan maupun Dinas Kabupaten/Kota/Pusat. Peraturan tersebut sebagian besar mengatur tentang siswa (68.7%) kemudian mengatur tentang penjaja PJAS (65.7%) dan mengatur tentang pengelola kantin (57.0%).

10 Perumusan Masalah Makanan jajanan merupakan alternatif dalam memenuhi kebutuhan pangan, namun banyak terdapat permasalahan mengenai perilaku yaitu pengetahuan dan praktek keamanan pangan yang meliputi higiene, penanganan dan penyimpanan makanan dan minuman, sarana dan prasarana, serta pengendalian hama, sanitasi tempat dan peralatan. Permasalahan tersebut bisa diakibatkan oleh kurangnya perhatian dari pihak sekolah. Penerapan kebijakan keamanan pangan sekolah sangat mempengaruhi dalam mengurangi bahaya kesehatan terhadap anak sekolah akibat makanan yang tidak sehat dan aman. Dengan demikian, untuk mengetahui sejauh mana faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi praktek keamanan pangan pengelola kantin dan penjaja PJAS, perlu diketahui penerapan kebijakan keamanan pangan dan hubungannya dengan perilaku pada pengelola kantin dan penjaja PJAS di Jakarta dan Bogor. Tujuan Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis penerapan kebijakan keamanan pangan dan perilaku pengelola kantin dan penjaja PJAS di Jakarta dan Bogor. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi karakteristik sekolah dasar di Jakarta dan Bogor. 2. Mengidentifikasi karakteristik contoh (jenis kelamin dan pendidikan terakhir) di Jakarta dan Bogor. 3. Mengidentifikasi sikap kepala sekolah di Jakarta dan Bogor. 4. Mengidentifikasi penerapan kebijakan keamanan pangan sekolah dasar di Jakarta dan Bogor. 5. Mengidentifikasi perilaku (pengetahuan, persepsi dan praktek) pengelola kantin dan penjaja PJAS di Jakarta dan Bogor.

11 6. Menganalisis perbedaan sikap kepala sekolah, penerapan kebijakan keamanan pangan sekolah dan perilaku pada pengelola kantin dan penjaja PJAS di Jakarta dan Bogor. 7. Menganalisis hubungan karakteristik contoh, karakteristik sekolah dan sikap kepala sekolah dengan perilaku (pengetahuan dan praktek) keamanan pangan pada pengelola kantin dan penjaja PJAS. 8. Menganalisis hubungan antara penerapan kebijakan keamanan pangan dengan perilaku (pengetahuan dan praktek) pada pengelola kantin dan penjaja PJAS. Hipotesis 1. Tidak ada hubungan karakteristik contoh, karakteristik sekolah dan sikap kepala sekolah dengan perilaku pada pengelola kantin dan penjaja PJAS di Jakarta dan Bogor. 2. Tidak ada hubungan penerapan kebijakan keamanan pangan dengan perilaku pada pengelola kantin dan penjaja PJAS di Jakarta dan Bogor. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan pengetahuan di bidang keamanan pangan dan gizi kepada masyarakat luas terutama pada pihak sekolah, pengelola kantin, penjaja PJAS, siswa sekolah dan orangtua terkait keamanan pangan jajanan. Selain itu, diharapkan dapat memberikan informasi kepada kepada pihak sekolah dalam menentukan penerapan kebijakan mengenai keamanan pangan kepada penjaja makanan yaitu pada pengelola kantin dan penjaja PJAS. Sedangkan bagi pemerintah, hasil ini diharapkan bermanfaat untuk menyusun kebijakan program di bidang pangan dan gizi khususnya makanan jajanan pada anak sekolah.

12 TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar Periode pertengahan masa kanak-kanak, yaitu anak usia sekolah (6-12 tahun) merupakan periode yang penting dalam kehidupan anak-anak. Walaupun pertumbuhan fisik anak-anak pada usia sekolah relatif lambat, tetapi terdapat perubahan yang mencengangkan dalam hal intelektualnya dan dalam hal membina hubungan dengan orang lain (Harris & Liebert 1991). Jika dibandingkan dengan periode awal masa kanak-kanak, pertumbuhan fisik berjalan dengan lambat. Walaupun kemampuan motoriknya terus meningkat, perubahannya tidak sedramatis perubahan selama enam tahun pertama kehidupan. Hal ini dikarenakan tingkat perubahan dari hari ke hari anak-anak usia sekolah tidak terlihat begitu nyata (Papalia & Olds 1986). Kelompok anak sekolah pada umumnya mempunyai kondisi gizi yang lebih baik daripada kelompok balita, karena kelompok umur sekolah sudah mudah dijangkau oleh berbagai upaya perbaikan gizi yang dilakukan oleh pemerintah melalui Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) maupun oleh kelompok swasta berupa program suplementasi makanan tambahan di sekolah atau program makan siang sekolah (School Lunch Program). Kelompok anak sekolah merupakan kelompok yang mudah menerima upaya pendidikan gizi melalui sekolahnya (Sediaoetama 2008). Gizi yang diperoleh seorang anak melalui konsumsi makanan setiap hari berperan besar untuk kehidupan anak tersebut. Untuk dapat memenuhi dengan baik dan cukup, ada beberapa masalah yang berkaitan dengan konsumsi zat gizi untuk anak. Masalah gizi masyarakat mencakup berbagai defisiensi zat gizi. Seorang anak juga dapat mengalami defisiensi zat gizi tersebut yang berakibat pada berbagai aspek fisik maupun mental. Masalah ini dapat ditanggulangi secara cepat, jangka pendek dan jangka panjang serta dapat dicegah oleh masyarakat sendiri sesuai dengan klasifikasi dampak defisiensi zat gizi antara lain melalui pengaturan makan yang benar (Santoso 2004). Sikap Sikap adalah kecenderungan seseorang untuk bertingkah laku dalam menghadapi suatu rangsangan. Sikap ini bisa terjadi terhadap benda, situasi, orang,

13 kelompok, nilai-nilai dan semua hal yang terdapat disekitar manusia (Muljono 2000 dalam Fitriyanti 2009). Sikap merupakan suatu kuadran jiwa (mental) dan keadaan pikiran atau daya nalar yang disiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap sesuatu hal, sehingga secara langsung dapat mempengaruhi perilaku, begitu juga halnya dengan sikap terhadap makanan (Engel et al. 1994). Sikap manusia terhadap makanan banyak dipengaruhi oleh pengalamanpengalaman dan respon-respon yang diperlihatkan oleh orang lain terhadap makanan. Pengalaman yang diperoleh ada yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, sehingga setiap individu dapat mempunyai sikap suka atau tidak suka terhadap makanan (Suhardjo 2003). Kebijakan Keamanan Pangan Di Indonesia, secara formal nilai strategis dari mutu, gizi, dan keamanan pangan ini telah menjadi perhatian pemerintah. Hal ini dibuktikan dengan diberlakukannya undang-undang tentang pangan yaitu Undang-undang No. 7 Tahun Kondisi mutu, gizi dan keamanan pangan yang ada masih kurang memadai bahkan sering membahayakan, hal ini disebabkan 1) Infrastruktur yang belum mantap, 2) Tingkat pendidikan produsen, 3) Sumber dana yang terbatas, dan 4) Produksi makanan masih didominasi oleh industri kecil dan menengah. Namun demikian, harus diakui bahwa akar masalah utamanya adalah arti strategis mutu, gizi dan keamanan pangan ini belum sepenuhnya disadari oleh pembuat dan pelaksana kebijakan. Perlu disadari oleh pembuat kebijakan bahwa isu mutu, gizi dan keamanan pangan di suatu negara merupakan isu daya saing yang sangat strategis. Secara mendasar, upaya jaminan mutu, gizi dan kondisi keamanan pangan berarti pula menjamin pemenuhan hak-hak masyarakat. Disamping itu, peningkatan status dan kondisi mutu, gizi dan keamanan pangan suatu negara akan menyebabkan peningkatan status kesehatan masyarakat, dan pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas individu. Peraturan makanan jajanan di sekolah pada umumnya diatur dalam kebijakan yang dibuat oleh pihak sekolah. Kepala sekolah adalah pejabat berwenang tertinggi dalam penentuan kebijakan di setiap sekolah. Keamanan pangan di sekolah, termasuk keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS), juga

14 menjadi lingkup yang seharusnya juga menjadi tanggung jawab pihak sekolah dengan kepala sekolah sebagai pimpinan pengawasan PJAS di lingkungan sekolah (Andarwulan et al. 2009). Selanjutnya, Andarwulan et al (2009) menyatakan bahwa berdasarkan penelitian BPOM 2009 dalam skala nasional, pada umumnya setiap sekolah memiliki peraturan tentang PJAS. Sebanyak 55.0 % sekolah yang disurvei telah memiliki peraturan tentang PJAS. Peraturan tersebut sebagian besar (95.0%) dikeluarkan oleh pihak sekolah meskipun ada juga yang dikeluarkan oleh Dinas Kecamatan maupun Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota/Pusat. Peraturan tersebut sebagian besar (68.7%) mengatur tentang siswa kemudian mengatur tentang penjaja PJAS (65.7%) dan mengatur tentang kantin sekolah (57.0%). Pengawasan pangan merupakan faktor penting untuk meningkatkan keamanan dan mutu pangan. Program pengawasan pangan di indonesia belum dapat dilaksanakan secara optimum dengan adanya berbagai hambatan diantaranya belum mantapnya kelembagaan dan koordinasi pengawasan pangan, peraturan dan pedoman yang masih belum lengkap, jumlah dan kualitas SDM yang terbatas. Keterbatasan dalam jumlah tenaga pengawasan pangan dan dana pengawasan mengakibatkan rendahnya jumlah sarana produksi pangan yang mendapat pengawasan (Yusuf 2004). Untuk mengatasi masalah keamanan PJAS, peran pemerintah untuk mengawasi penjualan makanan jajanan di sekolah sangat diperlukan. Misalnya dalam memberikan penyuluhan kepada penjual makanan jajanan, melatih penjaja agar membuat pangan jajanan yang aman, melarang penjualan pangan jajanan yang mengandung bahan tambahan pangan yang berbahaya dan lain sebagainya. Peran sekolah, yaitu kepala sekolah dan guru juga dapat membantu mengatasi masalah ini dengan cara mengatur makanan yang diperbolehkan untuk dijual di sekitar lingkungan sekolah (Muhilal dan Damayanti 2006). Kantin dan Penjaja PJAS Kantin atau warung sekolah merupakan salah satu tempat jajan anak sekolah selain penjaja makanan jajanan di luar sekolah. Kantin sekolah mempunyai peranan yang penting dalam mewujudkan pesan-pesan kesehatan dan dapat menentukan perilaku makan siswa sehari-hari melalui penyediaan makanan jajanan

15 sekolah. Kantin sekolah dapat menyediakan makanan sebagai pengganti makan pagi dan makan siang di rumah serta camilan dan minuman sehat. Mengingat pentingnya asupan makanan pada saat jam sekolah, maka anak perlu mengkonsumsi makanan jajanan. Makanan jajanan ini dapat diperoleh dengan dibeli di lingkungan sekolah baik pada penjaja di sekitar sekolah maupun di kantin sekolah. Hasil beberapa studi menujukkan bahwa anak sekolah di perkotaan lebih sering membeli makanan jajanan di kantin sekolah. Sedangkan di pedesaan, anakanak lebih sering membeli makanan/minuman pada penjaja. Adapun tujuan dari kantin sekolah adalah untuk memenuhi keperluan murid dengan menyediakan makanan yang enak, bergizi, terjamin kebersihannya dengan harga yang terjangkau. Beberapa manfaat yang diperoleh dari adanya kantin sekolah adalah : a. meningkatkan kesehatan murid dengan menyediakan makanan yang bernilai gizi tinggi dan terjamin kebersihannya. Makanan jajanan di sekolah sangat potensial di dalam memberikan kontribusi gizi. Kantin berada di bawah pengelolaan guru atau orang tua murid, maka dalam menentukan makanan yang disajikan dapat lebih leluasa memilih makanan yang berasal dari sumber bahan makanan yang bernilai gizi tinggi. Selain itu, kebersihan lebih mudah diawasi baik terhadap peralatan yang dipakai, air yang digunakan dan makanan yang disajikan. b. Dapat digunakan sebagai sarana penyuluhan dan pendidikan gizi. Penyuluhan dan pendidikan gizi dapat dilakukan berbagai cara seperti lewat penyajian poster yang ditempel di dinding kantin, dengan gambar-gambar sumber makanan yang bernilai gizi tinggi, atau kalimat yang berisi pesan-pesan gizi yang sederhana dan mudah dimengerti oleh murid. Adapun hal yang perlu diperhatikan di dalam kantin adalah pengelola kantin, dimana pengelola kantin perlu mempunyai pengetahuan mengenai gizi dan kesehatan (Nuraida 2008). Penjaja PJAS mempunyai potensi yang menentukan perilaku makan siswa sehari-hari melalui penyediaan makanan jajanan di sekolah. Kantin sekolah mempunyai peranan penting dalam mendorong pesan-pesan kesehatan dari kelas dan rumah. Ada kantin yang menyediakan makanan yang sehat dan bergizi. Namun banyak juga kantin yang belum menyediakan makanan yang bergizi. Kepala sekolah dan guru belum maksimal dalam mengarahkan kantin sekolah yang menyediakan

16 makanan yang sehat, bergizi dan aman bagi kesehatan (Muhilal dan Damayanti 2006). Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, dimana sebagian besar dari pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui indera mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domein yang sangat penting bagi terbentuknya suatu tindakan. Tindakan yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan (Notoatmodjo 1993). Pengetahuan merupakan kesan dalam fikiran manusia sebagai hasil panca indera. Pengetahuan diperoleh oleh seseorang melalui pendidikan formal dan informal. Tingkat pengetahuan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seseorang karena berhubungan dengan daya nalar, pengalaman dan kejelasan mengenai objek tertentu. Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi, serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan. Pengetahuan gizi yang baik dapat menghindarkan seseorang dari konsumsi pangan yang salah atau buruk. Pengetahuan gizi dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun informal. Selain itu, juga dapat diperoleh dengan melihat, mendengar sendiri atau melalui alatalat komunikasi, selain membaca surat kabar dan majalah, mendengar siaran radio dan menyaksikan siaran televisi ataupun melalui penyuluhan kesehatan/gizi (Suhardjo 1996). Pengetahuan yang baik dapat menghindarkan seseorang dari konsumsi pangan yang salah. Pengetahuan gizi dapat diperoleh dari pendidikan formal maupun pendidikan informal. Selain itu, melalui media komunikasi seperti televisi, majalah, koran, radio atau melalui penyuluhan kesehatan, masyarakat dapat memperoleh pengetahuan. Keterbatasan informasi dan tingkat pengetahuan gizi seseorang dapat menyebabkan tujuan akhir dalam membeli dan mengkonsumsi pangan berubah menjadi asal kenyang (Suharjo 1989) Hasil penelitian Rika (2009) yang dilakukan di Kota dan Kabupaten Bogor menunjukkan bahwa secara umum penjaja PJAS memiliki pengetahuan keamanan pangan berkategori sedang sebesar 40.4% dan sebagian kecil memiliki pengetahuan keamanan baik sebesar 27.7%. Selanjutnya pengetahuan keamanan

17 pangan berdasarkan wilayah memiliki perolehan skor rata rata di kota (62.3) lebih rendah daripada di Kabupaten (78.2), sekitar 50% penjaja PJAS di kota memiliki pengetahuan dengan kategori kurang dan di kabupaten dengan kategori sedang. Persepsi Persepsi dapat dinyatakan sebagai proses menafsirkan sensasi-sensasi dan memberikan arti kepada stimuli. Persepsi merupakan penafsiran realitas dan masing-masing orang memiliki persepsi yang berbeda dalam memandang realitas (Winardi 1991). Persepsi menurut Ely (1972), diacu dalam Pranadji (1988) adalah proses yang berhubungan dengan penggunaan indera untuk memperoleh petunjuk yang membimbing kegiatan motorik. Petunjuk ini dimulai dari kesadaran terhadap adanya stimulus sampai memilih tugas yang relevan untuk menerjemahkan persepsi tersebut ke dalam kegiatan dalam suatu kegiatan. Menurut Stanton, diacu dalam Setiadi (2003) persepsi dapat didefinisikan sebagai makna yang kita pertalikan berdasarkan pengalaman masa lalu dan stimuli yang kita terima melalui panca indera. Pengenalan terhadap suatu objek, gerakan, intensitas, dan aroma adalah petunjuk yang mempengaruhi persepsi. Persepsi merupakan proses yang terjadi karena adanya sensasi. Sensasi merupakan aktivitas merasakan atau penyebab keadaan yang menggembirakan. Persepsi manusia dapat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu karakteristik dari stimuli, hubungan stimuli dengan sekelilingnya dan kondisi-kondisi di dalam diri manusia itu sendiri Praktek Keamanan Pangan Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Pangan yang aman serta bermutu dan bergizi sangat penting peranannya bagi pertumbuhan, pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan serta peningkatan kecerdasan masyarakat. Sistem pangan yang ada saat ini meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan peraturan, pembinaan atau pengawasan terhadap kegiatan atau proses produksi makanan dan peredarannya sampai siap dikonsumsi manusia. Setiap orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan produksi pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi sesuai dengan ketentuan peraturan

18 perundangan-undangan yang berlaku. Keamanan pangan didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat menggangu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia (Undang-undang RI no.7 tentang Pangan Tahun 1996). Keamanan pangan merupakan suatu faktor yang penting disamping mutu fisik, gizi dan cita rasa. Menurut Fardiaz (1994), makanan siap santap dianggap mempunyai mutu yang baik jika dapat memuaskan konsumen dalam hal rasa, penampakan dan keamanannya. Kandungan dan komposisi gizi seringkali tidak menjadi faktor penentu pemilihan jenis makanan kecuali bagi konsumen yang sangat memperhatikan bagi kesehatan dan berat badan. Food safety (Keamanan pangan) akhir-akhir ini telah menjadi isu nasional dan internasional. Semakin tinggi pengetahuan dan kemampuan ekonomi masyarakat, semakin tinggi pula kecenderungan menuntut pangan yang lebih aman untuk dikonsumsi. Kemungkinan-kemungkinan bahaya pangan dapat terjadi karena beberapa sebab, antara lain : 1) Adanya residu bahan kimia yang terbawa pada bahan pangan akibat teknologi pertanian misalnya insektisida, pestisida, fungisida, antibiotik dan hormon; 2) Adanya kesalahan dalam penggunaan bahan kimia tambahan baik jenis maupun dosisnya; 3) Penyerapan logam yang berbahaya oleh tanaman dan hewan akibat pencemaran lingkungan dan industri; 4) Terjadinya kontaminasi mikroba dan bahan kimia terhadap bahan pangan dan produk pangan sejak pertama sampai tingkat pengolahan akibat kurangnya sanitasi; 5) Kurang cukupnya kondisi proses pengolahan menyebabkan mikroba aktif kembali pada saat penyimpanan dan pemasaran; dan 6) Ekses dari penggunaan teknologi yang belum tuntas penelitiannya, misalnya senyawa-senyawa baru, teknik radiasi dan sebagainya (Tjahja 2008). Pangan yang aman adalah pangan yang tidak mengandung bahaya keamanan pangan yang terdiri atas bahaya biologi/mikrobiologis, kimia dan fisik. Bahaya makanan terdiri dari (Depdiknas 2009) : 1. Bahaya mikrobiologis, adalah bahaya mikroba yang dapat menyebabkan penyakit seperti salmonella, E.coli, virus, parasit dan kapang penghasil mikotoksin.

19 2. Bahaya kimia, adalah bahan kimia yang tidak diperbolehkan digunakan untuk pangan, misalnya logam dan polutan lingkungan, bahan tambahan pangan (BTP) yang tidak digunakan semestinya, peptisida, bahan kimia pembersih, racun/toksin asal tumbuhan/hewan dan sejenisnya. 3. Bahaya fisik, adalah bahaya benda-benda yang dapat tertelan dan dapat menyebabkan luka, misalnya pecahan gelas, kawat steples, potongan tulang, potongan kayu, kerikil, rambut, kuku, sisik dan sebagainya. Badan POM RI mengidentifikasikan beberapa faktor yang diduga turut mempengaruhi rendahnya mutu dan keamanan PJAS, antara lain pada saat ini program nasional pengawasan jajanan anak sekolah belum optimal, fasilitas yang tidak memadai, dan sumberdaya manusia (guru tidak melakukan komunikasi risiko, anak sekolah jajan sembarangan, orangtua tidak menyediakan bekal, pedagang penjual PJAS tidak aman, IRTP/produsen menghasilkan PJAS yang tidak aman) (Andarwulan et al 2009). Berdasarkan hasil monitoring PJAS yang dilakukan oleh POM RI pada tahun 2006 di 26 ibukota provinsi di Indonesia, dari 478 SD dengan jumlah sebanyak 2903 sampel, jumlah PJAS yang memenuhi syarat adalah sebesar 50.6% dan sebanyak 49.3% sampel jajanan anak sekolah tidak memenuhi persyaratan terhadap satu atau lebih dari beberapa parameter yang diuji. Selain itu, lebih dari 39.0% sampel tidak memenuhi syarat mikrobiologi (BPOM 2007) Hasil penelitian Rika (2009) yang dilakukan di Kota dan Kabupaten Bogor menunjukkan bahwa total praktek keamanan PJAS berkategori kurang sebesar 51.1% dan hanya sebagian kecil (10.6%) berkategori baik. Total praktek keamanan pangan adalah gabungan dari keselurahan praktek yaitu praktek higiene, praktek penanganan dan penyimpanan serta praktek sarana dan fasilitas.

20 KERANGKA PEMIKIRAN Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang diperlukan setiap saat dan harus ditangani dan dikelola dengan baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Namun, apabila penanganan dan pengelolaannya tidak baik dan benar maka makanan tersebut tidak terjamin dalam hal aspek gizi dan keamanan pangannya. Makanan tersebut jika dikonsumsi manusia dapat menyebabkan penyakit akut maupun kronis yang pada akhirnya dapat mempengaruhi status gizi dan kesehatan seseorang. Sebagian besar anak sekolah mengkonsumsi makanan jajanan yang dijajakan di lingkungan sekolah, yaitu di kantin sekolah atau penjaja pangan jajanan di sekitar sekolah. Namun, banyak terdapat permasalahan mengenai praktek keamanan pangan yang meliputi kurangnya higiene dari penjual atau penyaji, penanganan dan penyimpanan makanan serta pengendalian hama, sanitasi tempat dan peralatan. Permasalahan keamanan pangan disebabkan kurangnya perhatian dari pihak sekolah dalam membuat kebijakan mengenai keamanan pangan untuk pengelola kantin dan penjaja PJAS. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi perilaku keamanan pangan pengelola kantin dan penjaja PJAS. Faktor pertama merupakan faktor internal, yaitu karakteristik pengelola kantin dan penjaja PJAS. Yang kedua adalah faktor eksternal, diantaranya adalah karakteristik sekolah, sikap kepala sekolah dan penerapan kebijakan keamanan pangan sekolah. Penerapan kebijakan yang dibuat oleh pihak sekolah mengenai keamanan pangan yang ditujukan kepada pengelola keamanan pangan jajanan anak sekolah. Kebijakan sekolah dapat mempengaruhi perilaku pada pengelola kantin dan penjaja PJAS. Dengan demikian, untuk mengetahui sejauh mana faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi perilaku keamanan pangan pengelola kantin dan penjaja PJAS, perlu diketahui melalui penelitian. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan saran yang mendukung dalam peningkatan perilaku keamanan pangan pengelola kantin dan penjaja PJAS.

21 Karakteristik sekolah Status sekolah Mutu sekolah Sarana dan prasarana Perilaku Perilaku gizi gizi dan dan keamanan keamanan pangan pangan Pengetahuan Persepsi Karakteristik contoh Pendidikan Jenis kelamin Penerapan kebijakan keamanan pangan Praktek : Higiene Penanganan dan penyimpanan makanan dan minuman Sarana dan prasarana Pengendalian hama, sanitasi tempat dan peralatan Sikap kepala sekolah : Variabel yang diteliti : Hubungan yang diteliti : Hubungan yang tidak diteliti Gambar 1 Kerangka pemikiran penerapan kebijakan keamanan pangan pada pengelola kantin dan penjaja PJAS di sekolah

22 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study yaitu mengumpulkan informasi dengan satu kali survei. Penelitian ini mengkaji penerapan kebijakan keamanan pangan dan hubungannya dengan perilaku pengelola kantin dan penjaja PJAS di Jakarta dan Bogor. Data penelitian ini merupakan sebagian dari data Survei Monitoring dan Verifikasi Profil Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Nasional Tahun 2008, yang dilakukan oleh SEAFAST Center, LPPM IPB. Analisis data penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Contoh dalam penelitian ini adalah pengelola kantin dan penjaja PJAS di wilayah Jakarta dan Bogor yang ditetapkan secara purposive, dengan kriteria sebagai berikut : 1) Mendapatkan rekomendasi dari Kantor Depdiknas setempat; 2) Pihak sekolah bersedia untuk dijadikan tempat penelitian. Berdasarkan persyaratan tersebut diambil 52 SD di wilayah Jakarta dan 30 SD di wilayah Bogor. Dalam penelitian ini diambil 123 contoh yang terdiri dari 33 pengelola kantin di Jakarta dan delapan pengelola kantin di Bogor serta 52 penjaja PJAS di Jakarta dan 30 penjaja PJAS di Bogor. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan berupa data sekunder. Data sekunder diperoleh melalui data Survei Monitoring dan Verifikasi Profil Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Nasional Tahun Data tersebut meliputi karakteristik contoh (jenis kelamin dan pendidikan), karakteristik sekolah (status sekolah, mutu sekolah serta sarana dan prasarana). Data tentang sikap kepala sekolah berupa sepuluh pertanyaan tingkat kesetujuan, data tentang penerapan kebijakan keamanan pangan terdiri dari enam pertanyaan yang terdiri dari peraturan, sanksi, pengawasan dan pembinaan/penyuluhan. Data tentang pengetahuan gizi dan keamanan pangan terdiri dari 14 pertanyaan yang dilakukan dengan menggunakan instrumen berbentuk pertanyaan pilihan berganda (multiple choice test). Data tentang persepsi contoh terdiri dari tiga pertanyaan meliputi makanan yang dijual

23 bergizi, aman dan tidak menyebabkan sakit, serta menjaga kebersihan di lingkungan sekitar penjualan. Data tentang praktek contoh dilakukan dengan menggunakan instrumen berbentuk pertanyaan pilihan berganda (multiple choice test) yang meliputi higiene penjual/penyaji, penanganan dan penyimpanan makanan dan minuman, sarana dan prasarana, serta pengendalian hama, sanitasi tempat dan peralatan. Pengolahan dan Analisis Data Data yang telah dikumpulkan dientri dengan menggunakan Microsoft Exel For Windows. Proses pengolahan data yaitu editing dan analisis data. Data dianalisis secara deskriptif statistik dan inferensial dengan program SPSS (Statistical Program for Social Science) versi 16.0 for windows. Data karakteristik contoh (jenis kelamin dan pendidikan) serta karakteristik sekolah (status sekolah, mutu sekolah serta sarana dan prasarana) disajikan secara deskriptif. Data sikap kepala sekolah, penerapan kebijakan keamanan pangan, pengetahuan serta praktek keamanan pangan dihitung dengan cara menjumlahkan skor yang dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu baik apabila skor >80%, sedang apabila skor 60-80% dan kurang apabila <60% (Khomsan 2000). Hubungan antara variabel dianalisis dengan menggunakan chi square. Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik contoh, karakteristik sekolah, sikap kepala sekolah dan penerapan kebijakan keamanan pangan dengan perilaku keamanan pangan pada pengelola kantin dan penjaja PJAS di Jakarta dan Bogor. Uji independent sampel t-test digunakan untuk menguji perbedaan variabel berdasarkan wilayah. Secara lebih jelas, pengkategorian variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.

24 Tabel 1 Kategori variabel penelitian No Variabel Kategori 1 Karakteristik contoh Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Pendidikan Tidak sekolah SD SMP SMA Perguruan Tinggi 2 Karakteristik sekolah Status sekolah Negeri Swasta Mutu sekolah A B C Belum terakreditasi Sarana dan prasarana Baik (>80%) Sedang (60-80%) Kurang (<60%) 3 Sikap kepala sekolah Baik (>80%) Sedang (60-80%) Kurang (<60%) 4 Penerapan kebijakan keamanan pangan 5 Perilaku Baik (>80%) Sedang (60-80%) Kurang (<60%) Pengetahuan gizi dan keamanan pangan Praktek keamanan pangan Baik (>80%) Sedang (60-80%) Kurang (<60%) (Khomsan 2000) Baik (>80%) Sedang (60-80%) Kurang (<60%)

25 Definisi Operasional Pengelola kantin adalah orang yang secara langsung atau tidak langsung mengelola kantin dan berhubungan langsung dengan makanan dan peralatan makanan mulai dari persiapan bahan pangan, pengolahan, pengangkutan sampai penyajian Pengelola PJAS adalah orang yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan PJAS dan peralatan makanan mulai dari persiapan bahan pangan, pengolahan, pengangkutan sampai penyajian Praktek keamanan pangan adalah tanggapan pihak pengelola kantin dan penjaja PJAS untuk mencegah pangan dari bahaya, yaitu meliputi higiene, penanganan dan penyimpanan, sarana dan prasarana serta pengendalian hama, sanitasi tempat dan peralatan. Pengetahuan keamanan pangan adalah informasi yang disimpan dalam bentuk ingatan mengenai keamanan pangan pada pengelola kantin dan penjaja PJAS. Sikap adalah perasaan, keyakinan dan kecendrungan untuk bertindak pada pihak sekolah terhadap keamanan pangan. Persepsi adalah anggapan seseorang tentang keamanan pangan yang menyatakan ya atau tidak Higiene adalah upaya kesehatan dan cara memelihara dan melindungi kebersihan diri. Penyimpanan adalah cara menyimpan bahan pangan, makanan setengah jadi dan makanan matang di suatu tempat atau wadah dalam upaya memelihara keamanan pangan. Sarana dan fasilitas adalah sarana yang dimiliki oleh pengelola kantin dan penjaja PJAS yang digunakan untuk praktek keamanan pangan Pengendalian hama, sanitasi tempat dan peralatan adalah upaya kesehatan dan cara memelihara dan melindungi kebersihan yang meliputi pengendalian hama, sanitasi tempat dan peralatan Kebijakan adalah peraturan, sanksi, pengawasan dan pembinaan tentang keamanan pangan.

26 Penerapan kebijakan adalah diberlakukannya peraturan, sanksi, pengawasan dan pembinaan tentang keamanan pangan yang telah ditetapkan oleh pihakpihak terkait.

27 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Sekolah Dasar Sekolah Dasar (SD) yang dianalisis berjumlah 82 SD dengan rincian 52 SD di Jakarta dan 30 SD di Bogor. Pada analisis ini, sekolah dikelompokkan menjadi beberapa kategori, yaitu berdasarkan wilayah, status sekolah, mutu sekolah (akreditasi) serta sarana dan prasarana sekolah. Sebaran SD berdasarkan kategorikategori tersebut disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Sebaran SD berdasarkan status, mutu serta sarana dan prasarana sekolah di Jakarta dan Bogor Wilayah Kategori SD Jakarta Bogor Total (n=52) (n=30) (n=82) n % n % n % Status Negeri Swasta Total Mutu (akreditasi) A B C Belum terakreditasi Total Sarana dan prasarana Baik Sedang Kurang Total Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa sebagian besar SD yang menjadi tempat penelitian di wilayah Jakarta maupun Bogor berstatus negeri dan berakreditasi B. Jika dilihat berdasarkan sarana dan prasarana sekolah, SD di wilayah Jakarta memiliki sarana dan prasarana yang lebih baik daripada SD di wilayah Bogor. Hal ini dapat dilihat pada SD yang memiliki sarana dan prasarana yang berkategori baik di wilayah Jakarta sebanyak 94.2% sedangkan di Bogor hanya 33.3%. SD dengan sarana dan prasarana yang baik akan menunjang proses belajar mengajar siswa di sekolah. Selain itu juga dapat mendukung perilaku pengelola kantin dan penjaja PJAS. Sarana dan prasarana yang terdiri dari tempat sampah di kelas, tempat sampah di lingkungan sekolah, tempat penampungan sampah

28 sementara, bentuk penampungan sampah sementara di sekolah, keberadaan air, keberadaan WC dan kualitas air.merupakan faktor pendukung dalam keamanan pangan di lingkungan sekolah. Hal ini dapat dilihat dari Sebaran SD berdasarkan kondisi sarana dan prasarana di Jakarta dan Bogor disajikan pada Tabel 3 Tabel 3 Sebaran SD berdasarkan kondisi sarana dan prasarana di Jakarta dan Bogor Wilayah No Sarana dan Prasarana Jakarta Bogor Total n % n % n % 1 Keberadaan tempat sampah di kelas Keberadaan tempat sampah sekolah Tempat penampungan sampah sementara di sekolah 4 penampungan sampah sementara yang tertutup di sekolah Ketersediaan air Sumber air dari PAM Kualitas air bersih Tempat cuci tangan Ketersediaan listrik Ketersediaan WC Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa penampungan sampah sementara yang tetutup di Jakarta (30.8%) dan Bogor (6.7%) sangat sedikit. Keberadaan tempat cuci tangan di wilayah Bogor (10.0%) juga masih sangat kurang. Andarwulan et al (2008) menyatakan bahwa fasilitas sekolah yang memadai diperlukan untuk meningkatkan kualitas mutu pendidikan di Indonesia. Kenyamanan belajar dan keberhasilan proses belajar mengajar suatu sekolah sangat tergantung dari peraturan sekolah yang diterapkan dan keberadaan fasilitas sekolah. Sekolah yang berada di wilayah Jakarta umumnya memiliki fasilitas yang lebih baik daripada Bogor. Hal ini mungkin karena wilayah Jakarta yang memiliki sekolah dengan mutu (akreditasi) A lebih banyak dan Jakarta merupakan wilayah metropolitan, sehingga akses untuk sarana dan prasarana yang tersedia lebih memadai. Karakteristik Contoh Contoh dalam penelitian ini berjumlah 123 orang, yang terdiri dari 41 orang pengelola kantin yang berjualan di kantin atau warung sekolah dan 82 orang penjaja

29 PJAS yang berjualan di sekitar atau luar sekolah. Contoh tersebut berasal dari 82 SD dengan rincian 52 SD di Jakarta dan 30 SD di Bogor. Jumlah pengelola kantin di Jakarta sebanyak 33 orang dan Bogor 8 orang, sedangkan penjaja PJAS di Jakarta sebanyak 52 orang dan Bogor 30 orang. Pendidikan Contoh Tingkat pendidikan merupakan jenjang pendidikan formal yang telah ditempuh oleh contoh. Pendidikan gizi merupakan salah satu upaya penanggulangan masalah gizi. Dengan pendidikan gizi, diharapkan terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik dalam hal mengkonsumsi makanan dan status gizi. Perilaku konsumsi pangan berasal dari proses sosialisasi dalam sistem keluarga melalui proses pendidikan maupun sebagai dampak penyebaran informasi (Madanijah 2004). Tingkat pendidikan akan berhubungan dengan jenis pekerjaan, semakin tinggi tingkat pendidikan, maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak akan semakin besar (Engel et al 1994 diacu dalam Lusiana 2008). Tingkat pendidikan contoh tersebar dari tidak sekolah hingga perguruan tinggi. Secara umum, pendidikan pengelola kantin lebih baik daripada penjaja PJAS. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4, dimana sebagian besar pendidikan pengelola kantin adalah SMA/sederajat (41.5%) sedangkan penjaja PJAS adalah SD/sederajat (62.2%). Sebaran contoh berdasarkan pendidikan di Jakarta dan Bogor disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan di Jakarta dan Bogor Pengelola kantin Penjaja PJAS Pendidikan Jakarta Bogor Total Jakarta Bogor Total n % n % n % n % n % n % Tidak sekolah SD/sederajat SMP/sederajat SMA/sederajat Perguruan tinggi Total Jenis Kelamin Contoh Secara umum, sebagian besar jenis kelamin pengelola kantin dan penjaja PJAS adalah laki-laki. Laki-laki sebagai kepala rumah tangga atau orang yang bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehingga perlu

TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar Sikap

TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar Sikap TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar Periode pertengahan masa kanak-kanak, yaitu anak usia sekolah (6-12 tahun) merupakan periode yang penting dalam kehidupan anak-anak. Walaupun pertumbuhan fisik anak-anak

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study yaitu mengumpulkan informasi dengan satu kali survei. Penelitian ini mengkaji penerapan kebijakan

Lebih terperinci

Gambar 1: Perilaku penjaja PJAS tentang gizi dan keamanan pangan di lingkungan sekolah dasar Kota dan Kabupaten Bogor

Gambar 1: Perilaku penjaja PJAS tentang gizi dan keamanan pangan di lingkungan sekolah dasar Kota dan Kabupaten Bogor KERANGKA PEMIKIRAN Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia untuk memperoleh zat- zat yang diperlukan bagi pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan. Tetapi makanan yang masuk ketubuh beresiko sebagai pembawa

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kota (n=20) Kabupaten (n=27) Purposive. Gambar 2 Cara Penarikan Contoh Penelitian. SDN Akreditasi A Penjaja (n=11)

METODE PENELITIAN. Kota (n=20) Kabupaten (n=27) Purposive. Gambar 2 Cara Penarikan Contoh Penelitian. SDN Akreditasi A Penjaja (n=11) METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini desain Cross Sectional Study yaitu mengumpulkan informasi dengan satu kali survei yang dilakukan di empat sekolah dasar dengan karakteristik mutu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kualitas SDM merupakan faktor utama yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan nasional, untuk mencapai SDM berkualitas, faktor gizi memegang peranan penting, dimana gizi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada era globalisasi keadaan gizi masyarakat yang baik menjadi salah satu cara

I. PENDAHULUAN. Pada era globalisasi keadaan gizi masyarakat yang baik menjadi salah satu cara 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi keadaan gizi masyarakat yang baik menjadi salah satu cara untuk mendukung suksesnya pembangunan kecerdasan dan kesehatan sumber daya manusia. Nutrisi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 18 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian dilakukan dalam dua tahapan yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Desain penelitian pendahuluan adalah cross sectional study menggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan nasional, dan untuk mencapai SDM berkualitas, faktor gizi memegang

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan nasional, dan untuk mencapai SDM berkualitas, faktor gizi memegang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kualitas SDM merupakan faktor utama yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan nasional, dan untuk mencapai SDM berkualitas, faktor gizi memegang peranan penting,

Lebih terperinci

PENERAPAN PERATURAN DAN PRAKTEK KEAMANAN PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH DI SEKOLAH DASAR KOTA DAN KABUPATEN BOGOR RIKA WIJAYA I

PENERAPAN PERATURAN DAN PRAKTEK KEAMANAN PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH DI SEKOLAH DASAR KOTA DAN KABUPATEN BOGOR RIKA WIJAYA I PENERAPAN PERATURAN DAN PRAKTEK KEAMANAN PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH DI SEKOLAH DASAR KOTA DAN KABUPATEN BOGOR RIKA WIJAYA I 14076032 DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keamanan pangan memegang peranan yang sangat strategis. Terjaminnya kondisi keamanan pangan di Indonesia berarti telah memenuhi hak-hak masyarakat Indonesia untuk memperoleh

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Sampel

METODE PENELITIAN Desain, dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Sampel 15 METODE PENELITIAN Desain, dan Waktu Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain cross sectional study yaitu mengumpulkan informasi dengan satu kali survei. Penelitian ini mengkaji pengetahuan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai

BAB 1 : PENDAHULUAN. orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang UU RI No. 36 Tahun 2009 pasal 3 yaitu pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud

Lebih terperinci

Isu Pengelolaan Higiene Sanitasi

Isu Pengelolaan Higiene Sanitasi Isu Pengelolaan Higiene Sanitasi Makanan disekolah Lilis Nuraida dan Purwiyatno Hariyadi SEAFAST Center Institut Pertanian Bogor PENDAHULUAN Kualitas SDM yang baik merupakan syarat mutlak untuk keberhasilan

Lebih terperinci

PERILAKU PENJAJA PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH TERKAIT GIZI DAN KEAMANAN PANGAN DI JAKARTA DAN SUKABUMI

PERILAKU PENJAJA PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH TERKAIT GIZI DAN KEAMANAN PANGAN DI JAKARTA DAN SUKABUMI Jurnal Gizi dan Pangan, 2010, 5(3): 148 157 Journal of Nutrition and Food, 2010, 5(3): 148 157 PERILAKU PENJAJA PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH TERKAIT GIZI DAN KEAMANAN PANGAN DI JAKARTA DAN SUKABUMI (Behaviour

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 48 telah. kesehatan keluarga, perbaikan gizi, pengawasan makanan dan minuman,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 48 telah. kesehatan keluarga, perbaikan gizi, pengawasan makanan dan minuman, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 48 telah dijelaskan bahwa upaya penyelenggaraan kesehatan dilaksanakan melalui kegiatankegiatan kesehatan keluarga,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu prioritas pangan yang menjadi perhatian serius adalah pangan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu prioritas pangan yang menjadi perhatian serius adalah pangan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu prioritas pangan yang menjadi perhatian serius adalah pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Hal ini dianggap penting mengingat anak sekolah merupakan cikal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekolah dasar (SD) adalah membeli jajanan di sekolah. Ketertarikan

BAB I PENDAHULUAN. sekolah dasar (SD) adalah membeli jajanan di sekolah. Ketertarikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hal yang menjadi kebiasaan anak sekolah, terutama anak sekolah dasar (SD) adalah membeli jajanan di sekolah. Ketertarikan dengan jajanan sekolah dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dikonsumsi. Maka dari itu, dalam hal ini higienitas sangat berperan penting

BAB I PENDAHULUAN. untuk dikonsumsi. Maka dari itu, dalam hal ini higienitas sangat berperan penting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan yang bergizi sangat penting untuk kebutuhan tubuh tetapi makanan yang aman atau terjamin mutunya juga sangat penting agar tidak merusak tubuh karena penularan

Lebih terperinci

KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK DAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI KOTA SUNGAI PENUH KABUPATEN KERINCI PROPINSI JAMBI

KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK DAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI KOTA SUNGAI PENUH KABUPATEN KERINCI PROPINSI JAMBI 1 KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK DAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI KOTA SUNGAI PENUH KABUPATEN KERINCI PROPINSI JAMBI Oleh: FRISKA AMELIA PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah

Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah Berdasarkan PP no.28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan Pangan dapat di kategorikan : PANGAN SEGAR Pangan yang belum mengalami pengolahan yang dapat

Lebih terperinci

PERILAKU PENJAJA PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH TENTANG GIZI DAN KEAMANAN PANGAN DI LINGKUNGAN SEKOLAH DASAR KOTA DAN KABUPATEN BOGOR

PERILAKU PENJAJA PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH TENTANG GIZI DAN KEAMANAN PANGAN DI LINGKUNGAN SEKOLAH DASAR KOTA DAN KABUPATEN BOGOR PERILAKU PENJAJA PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH TENTANG GIZI DAN KEAMANAN PANGAN DI LINGKUNGAN SEKOLAH DASAR KOTA DAN KABUPATEN BOGOR ACI DEBBY OKTORI NASUTION DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI

Lebih terperinci

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK GIZI SERTA TINGKAT KONSUMSI IBU HAMIL DI KELURAHAN KRAMAT JATI DAN KELURAHAN RAGUNAN PROPINSI DKI JAKARTA

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK GIZI SERTA TINGKAT KONSUMSI IBU HAMIL DI KELURAHAN KRAMAT JATI DAN KELURAHAN RAGUNAN PROPINSI DKI JAKARTA PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK GIZI SERTA TINGKAT KONSUMSI IBU HAMIL DI KELURAHAN KRAMAT JATI DAN KELURAHAN RAGUNAN PROPINSI DKI JAKARTA NADIYA MAWADDAH PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan perkembangan (www.yayasan.amalia.org, 2013)

BAB I PENDAHULUAN. gangguan perkembangan (www.yayasan.amalia.org, 2013) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia sekolah baik tingkat pra sekolah, sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas adalah satu masa usia anak yang sangat berbeda

Lebih terperinci

PENGETAHUAN GIZI DAN KEAMANAN PANGAN JAJANAN SERTA KEBIASAAN JAJAN SISWA SEKOLAH DASAR DI DEPOK DAN SUKABUMI

PENGETAHUAN GIZI DAN KEAMANAN PANGAN JAJANAN SERTA KEBIASAAN JAJAN SISWA SEKOLAH DASAR DI DEPOK DAN SUKABUMI i PENGETAHUAN GIZI DAN KEAMANAN PANGAN JAJANAN SERTA KEBIASAAN JAJAN SISWA SEKOLAH DASAR DI DEPOK DAN SUKABUMI REVIDA ROSA DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diperlukan dalam melaksanakan pembangunan nasional. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang diperlukan dalam melaksanakan pembangunan nasional. Untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kualitas Sumber Daya Manusia ( SDM ) merupakan faktor utama yang diperlukan dalam melaksanakan pembangunan nasional. Untuk mencapai SDM yang berkualitas, faktor

Lebih terperinci

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK PEMBERIAN ASI SERTA STATUS GIZI BAYI USIA 4-12 BULAN DI PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK PEMBERIAN ASI SERTA STATUS GIZI BAYI USIA 4-12 BULAN DI PERDESAAN DAN PERKOTAAN i PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK PEMBERIAN ASI SERTA STATUS GIZI BAYI USIA 4-12 BULAN DI PERDESAAN DAN PERKOTAAN ASRINISA RACHMADEWI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung berjudul Dampak Program Warung Anak Sehat (WAS) terhadap Perilaku Hygiene-Sanitasi Ibu WAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Sekolah

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Sekolah HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Sekolah Sekolah yang diteliti terdiri dari empat sekolah dasar, yaitu dua SDN di Kota Bogor dan dua SDN di Kabupaten Bogor. Sekolah dasar yang terdapat di kota meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Universitas Kristen Maranatha BAB 1 Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan di sekolah menyita waktu terbesar dari aktifitas keseluruhan anak sehari hari, termasuk aktifitas makan. Makanan jajanan di sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan Balai Besar Pengawas Obat dan. Makanan (BPOM) per 2013 menyatakan PJAS (Panganan Jajanan Anak

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan Balai Besar Pengawas Obat dan. Makanan (BPOM) per 2013 menyatakan PJAS (Panganan Jajanan Anak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan survei yang dilakukan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) per 2013 menyatakan PJAS (Panganan Jajanan Anak Sekolah) yang tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI MASA LALU ANAK DAN PARTISIPASI IBU DI POSYANDU DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PADA MURID TAMAN KANAK-KANAK NINA TRIANA

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI MASA LALU ANAK DAN PARTISIPASI IBU DI POSYANDU DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PADA MURID TAMAN KANAK-KANAK NINA TRIANA HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI MASA LALU ANAK DAN PARTISIPASI IBU DI POSYANDU DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PADA MURID TAMAN KANAK-KANAK NINA TRIANA PROGRAM STUDI S1 GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Oleh karena itu tingkat kesehatannya perlu dibina dan. Gizi menjadi penting bagi anak sekolah karena selain dapat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Oleh karena itu tingkat kesehatannya perlu dibina dan. Gizi menjadi penting bagi anak sekolah karena selain dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak usia sekolah merupakan generasi penerus bangsa dan modal pembangunan. Oleh karena itu tingkat kesehatannya perlu dibina dan ditingkatkan. Salah satu upaya kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan harga mutlak bagi setiap orang. Menurut Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan harga mutlak bagi setiap orang. Menurut Undangundang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan harga mutlak bagi setiap orang. Menurut Undangundang Kesehatan No 36 tahun 2009, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kualitas bangsa yang akan datang sangat tergantung dengan kualitas anak-anak saat ini, salah satunya yaitu anak sekolah. Upaya peningkatan kualitas anak sekolah salah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sedang istirahat di sekolah. Hal tersebut terjadi karena jarangnya orang tua

BAB 1 PENDAHULUAN. sedang istirahat di sekolah. Hal tersebut terjadi karena jarangnya orang tua BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak-anak dan jajanan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Anak-anak pada umumnya akan membeli aneka jajan terutama saat mereka sedang istirahat di sekolah.

Lebih terperinci

4 METODE. Desain, Tempat dan Waktu. Teknik Penarikan Contoh

4 METODE. Desain, Tempat dan Waktu. Teknik Penarikan Contoh 15 4 METODE Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian yang digunakan cross sectional. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Pengembangan Model Pendidikan Makanan Jajanan Sehat Berbasis Sekolah

Lebih terperinci

PERUBAHAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU JAJAN ANAK SEKOLAH MELALUI PENYULUHAN GIZI DI SDN PASANGGRAHAN 2, PURWAKARTA MAHARANI JULFRINA RAHMA

PERUBAHAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU JAJAN ANAK SEKOLAH MELALUI PENYULUHAN GIZI DI SDN PASANGGRAHAN 2, PURWAKARTA MAHARANI JULFRINA RAHMA 1 PERUBAHAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU JAJAN ANAK SEKOLAH MELALUI PENYULUHAN GIZI DI SDN PASANGGRAHAN 2, PURWAKARTA MAHARANI JULFRINA RAHMA DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fokus terhadap peraturan teman, namun orangtua masih berpengaruh dalam. memberikan arahan untuk anak (Santrock, 2008; Wong, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. fokus terhadap peraturan teman, namun orangtua masih berpengaruh dalam. memberikan arahan untuk anak (Santrock, 2008; Wong, 2009). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak usia sekolah mulai melepaskan diri dari kelompok orang dewasa dan memiliki rasa solidaritas terhadap kelompok teman sebaya (Wong, 2009). Peer group atau teman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saing manusia akan meningkat yang berpengaruh terhadap kelanjutan serta kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. saing manusia akan meningkat yang berpengaruh terhadap kelanjutan serta kemajuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan sebuah bangsa dalam memajukan pembangunan di segala bidang adalah salah satu wujud dari tercapainya bangsa yang maju dan mandiri. Salah satu faktor yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Disain eksperimental penelitian Motivasi Pesan Faktor. positif dan dengan cara penyajian tanpa penjelasan.

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Disain eksperimental penelitian Motivasi Pesan Faktor. positif dan dengan cara penyajian tanpa penjelasan. 23 METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian Disain eksperimental yang digunakan dalam penelitian ini adalah faktorial 2x2 dengan pre test dan post test. Disain penelitian ini melibatkan dua

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA HIGIENE PERORANGAN, FREKUENSI KONSUMSI DAN SUMBER MAKANAN JAJANAN DENGAN KEJADIAN DIARE

HUBUNGAN ANTARA HIGIENE PERORANGAN, FREKUENSI KONSUMSI DAN SUMBER MAKANAN JAJANAN DENGAN KEJADIAN DIARE HUBUNGAN ANTARA HIGIENE PERORANGAN, FREKUENSI KONSUMSI DAN SUMBER MAKANAN JAJANAN DENGAN KEJADIAN DIARE NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Gizi Pada Fakultas

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 Hak Cipta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendekatan penanggulangnya harus melibatkan berbagai sektor terkait.

BAB I PENDAHULUAN. pendekatan penanggulangnya harus melibatkan berbagai sektor terkait. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja.

Lebih terperinci

ABSTRAK DUKUNGAN SEKOLAH BERHUBUNGAN DENGAN PRAKTEK KEAMANAN PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH DI KANTIN SEKOLAH DASAR KECAMATAN GIANYAR

ABSTRAK DUKUNGAN SEKOLAH BERHUBUNGAN DENGAN PRAKTEK KEAMANAN PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH DI KANTIN SEKOLAH DASAR KECAMATAN GIANYAR ABSTRAK DUKUNGAN SEKOLAH BERHUBUNGAN DENGAN PRAKTEK KEAMANAN PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH DI KANTIN SEKOLAH DASAR KECAMATAN GIANYAR Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) merupakan makanan siap saji yang ditemui

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KEPATUHAN MEMBACA LABEL PANGAN PADA MAHASISWA GIZI INSTITUT PERTANIAN BOGOR PUTRI SWASTANTI PANE

ANALISIS TINGKAT KEPATUHAN MEMBACA LABEL PANGAN PADA MAHASISWA GIZI INSTITUT PERTANIAN BOGOR PUTRI SWASTANTI PANE ANALISIS TINGKAT KEPATUHAN MEMBACA LABEL PANGAN PADA MAHASISWA GIZI INSTITUT PERTANIAN BOGOR PUTRI SWASTANTI PANE DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 1 N

METODE PENELITIAN 1 N 32 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini merupakan bagian dari data baseline pada kajian Studi Ketahanan Pangan dan Coping Mechanism Rumah Tangga di Daerah Kumuh yang dilakukan Departemen

Lebih terperinci

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu data dikumpulkan pada satu waktu yang tidak berkelanjutan untuk menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Makanan jajanan dapat memberikan kontribusi zat gizi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Makanan jajanan dapat memberikan kontribusi zat gizi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan jajanan sangat beragam jenisnya dan berkembang pesat di Indonesia. Makanan jajanan dapat memberikan kontribusi zat gizi dalam tubuh yaitu berkisar antara 10-20%.

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, SERTA TINGKAT KECUKUPAN GIZI SISWI SMA DI PESANTREN LA TANSA, BANTEN SYIFA PUJIANTI

ANALISIS BIAYA KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, SERTA TINGKAT KECUKUPAN GIZI SISWI SMA DI PESANTREN LA TANSA, BANTEN SYIFA PUJIANTI ANALISIS BIAYA KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, SERTA TINGKAT KECUKUPAN GIZI SISWI SMA DI PESANTREN LA TANSA, BANTEN SYIFA PUJIANTI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS AKSES PANGAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN IDA HILDAWATI A

ANALISIS AKSES PANGAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN IDA HILDAWATI A ANALISIS AKSES PANGAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN IDA HILDAWATI A54104039 PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila

BAB I PENDAHULUAN. demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program kesehatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan dalam tiga dekade ini telah cukup berhasil meningkatkan derajat kesehatan. Namun demikian derajat kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak sakit akan tetapi juga tidak sehat. Memasuki era globalisasi, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tidak sakit akan tetapi juga tidak sehat. Memasuki era globalisasi, Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada saat ini, sebagian besar atau 50% penduduk Indonesia dapat dikatakan tidak sakit akan tetapi juga tidak sehat. Memasuki era globalisasi, Indonesia menghadapai

Lebih terperinci

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian Preferensi Pangan Anak Sekolah Dasar di Kota Bogor

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian Preferensi Pangan Anak Sekolah Dasar di Kota Bogor 12 KERANGKA PEMIKIRAN Preferensi terhadap makanan didefinisikan sebagai derajat kesukaan atau ketidaksukaan terhadap makanan dan preferensi akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan (Suhardjo 1989). Preferensi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang Undang

BAB 1 : PENDAHULUAN. bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang Undang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan masyarakat merupakan salah satu modal pokok dalam rangka pertumbuhan dan kehidupan bangsa.kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

Lebih terperinci

METODOLOGI. n = (Z /2) 2 X σ 2. n = X n = 54 siswa

METODOLOGI. n = (Z /2) 2 X σ 2. n = X n = 54 siswa METODOLOGI Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian Cross Sectional Study yang dilakukan pada siswa sekolah dasar di SD Negeri Empang 1 Bogor. Pengambilan data dilakukan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh: RUDI SETIAWAN J

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh: RUDI SETIAWAN J HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG PEMILIHAN MAKANAN JAJANAN DENGAN PERILAKU ANAK SEKOLAH DASAR DALAM MEMILIH MAKANAN JAJANAN DI SD N KARANGASEM III SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh: RUDI SETIAWAN J.300

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung zat gizi, makanan harus baik, dan aman untuk dikonsumsi.

BAB I PENDAHULUAN. mengandung zat gizi, makanan harus baik, dan aman untuk dikonsumsi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyediaan makanan yang sehat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi peningkatan derajat kesehatan. Agar dapat berfungsi dengan baik maka diperlukan berbagai

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN PEDAGANG DENGAN HIGIENE SANITASI MAKANAN JAJAN ANAK SEKOLAH DASAR DI KABUPATEN KULON PROGO-DIY

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN PEDAGANG DENGAN HIGIENE SANITASI MAKANAN JAJAN ANAK SEKOLAH DASAR DI KABUPATEN KULON PROGO-DIY HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN PEDAGANG DENGAN HIGIENE SANITASI MAKANAN JAJAN ANAK SEKOLAH DASAR DI KABUPATEN KULON PROGO-DIY Usman Nasikhin, Chatarina Wariyah, Sri Hartati Candra Dewi Fakultas Agroindustri,

Lebih terperinci

BAB 1. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh. ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang

BAB 1. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh. ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki ketangguhan fisik, mental

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan akan pangan merupakan salah satu kebutuhan fisiologis manusia. Dengan demikian, ketersediaan pangan yang aman merupakan hak dasar manusia yang harus dipenuhi. Namun,

Lebih terperinci

Gambar 1. Kerangka pemikiran tingkat kecukupan energi zat gizi anak usia sekolah Keterangan : = Variabel yang diteliti = Hubungan yang diteliti

Gambar 1. Kerangka pemikiran tingkat kecukupan energi zat gizi anak usia sekolah Keterangan : = Variabel yang diteliti = Hubungan yang diteliti KERANGKA PEMIKIRAN Usia sekolah adalah periode yang sangat menentukan kualitas seorang manusia dewasa nantinya. Kebutuhan gizi pada masa anak-anak harus dipenuhi agar proses pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar

TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar 5 TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar Hurlock (1999) mengelompokkan anak usia sekolah berdasarkan perkembangan psikologis yang disebut sebagai Late Childhood. Usia sekolah dimulai pada usia 6 tahun dan

Lebih terperinci

ANALISIS AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI PANGAN, DAN STATUS GIZI DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PEKERJA WANITA DI INDUSTRI KONVEKSI FARAH AZIIZA

ANALISIS AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI PANGAN, DAN STATUS GIZI DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PEKERJA WANITA DI INDUSTRI KONVEKSI FARAH AZIIZA ANALISIS AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI PANGAN, DAN STATUS GIZI DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PEKERJA WANITA DI INDUSTRI KONVEKSI FARAH AZIIZA PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Cara Pemilihan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian mengenai Pemberian Makanan Tambahan (PMT) biskuit yang disubstitusi tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) pada balita gizi kurang dan gizi buruk

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian 17 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai pengaruh pola penggunaan jejaring sosial terhadap motivasi dan alokasi waktu belajar siswa SMPN 1 Dramaga, menggunakan desain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, kesehatan perlu dijaga dari hal-hal

BAB I PENDAHULUAN. menentukan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, kesehatan perlu dijaga dari hal-hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hak dasar manusia dan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, kesehatan perlu

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kota Bandar Lampung yaitu di beberapa

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kota Bandar Lampung yaitu di beberapa 30 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kota Bandar Lampung yaitu di beberapa kantin Sekolah Dasar (Negeri dan Swasta) Kota Bandar Lampung, pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Makanan jajanan sekolah merupakan masalah yang perlu menjadi perhatian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Makanan jajanan sekolah merupakan masalah yang perlu menjadi perhatian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan jajanan sekolah merupakan masalah yang perlu menjadi perhatian masyarakat, khususnya orang tua, pendidik, dan pengelola sekolah. Makanan dan jajanan sekolah

Lebih terperinci

PENGARUH POLA ASUH BELAJAR, LINGKUNGAN PEMBELAJARAN, MOTIVASI BELAJAR DAN POTENSI AKADEMIK TERHADAP PRESTASI AKADEMIK SISWA SEKOLAH DASAR

PENGARUH POLA ASUH BELAJAR, LINGKUNGAN PEMBELAJARAN, MOTIVASI BELAJAR DAN POTENSI AKADEMIK TERHADAP PRESTASI AKADEMIK SISWA SEKOLAH DASAR 63 PENGARUH POLA ASUH BELAJAR, LINGKUNGAN PEMBELAJARAN, MOTIVASI BELAJAR DAN POTENSI AKADEMIK TERHADAP PRESTASI AKADEMIK SISWA SEKOLAH DASAR KARTIKA WANDINI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang dibutuhkan setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan atau kelebihan dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KEPATUHAN DAN KEMANDIRIAN SANTRI REMAJA DI PONDOK PESANTREN ASSHIDDIQIYAH NURLAILI RAHMAH DINI

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KEPATUHAN DAN KEMANDIRIAN SANTRI REMAJA DI PONDOK PESANTREN ASSHIDDIQIYAH NURLAILI RAHMAH DINI 1 HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KEPATUHAN DAN KEMANDIRIAN SANTRI REMAJA DI PONDOK PESANTREN ASSHIDDIQIYAH NURLAILI RAHMAH DINI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT

Lebih terperinci

METODE. PAUD Cikal Mandiri. PAUD Dukuh. Gambar 2 Kerangka pemilihan contoh. Kls B 1 :25. Kls A:20. Kls B 2 :30. Kls B:25. Kls A:11

METODE. PAUD Cikal Mandiri. PAUD Dukuh. Gambar 2 Kerangka pemilihan contoh. Kls B 1 :25. Kls A:20. Kls B 2 :30. Kls B:25. Kls A:11 METODE Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study (sebab akibat diteliti dalam satu waktu). Pemilihan PAUD dilakukan secara purposive, dengan kriteria memiliki

Lebih terperinci

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.7 Kerangka Teori Gambar 3.1 Kerangka Konsep... 24

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.7 Kerangka Teori Gambar 3.1 Kerangka Konsep... 24 DAFTAR TABEL Tabel 5.1 Persentase Analisis Univariat Masing-masing Variabel Berdasarkan Kepmenkes No.715 Tahun 2008 Penelitian di Universitas X (n=100)... 38 Tabel 5.2.1 Hubungan Sanitasi Kantin Dengan

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III ( Tiga ) Kesehatan Bidang Gizi.

KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III ( Tiga ) Kesehatan Bidang Gizi. 0 HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI DENGAN SIKAP ANAK SEKOLAH DASAR DALAM MEMILIH MAKANAN JAJANAN DI MADRASAH IBTIDAIYAH TANJUNGANOM, KECAMATAN BATURETNO, KABUPATEN WONOGIRI KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 4257 = 97, (0.1 )

METODE PENELITIAN 4257 = 97, (0.1 ) METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross sectional study, yakni cara mempelajari objek riset dalam suatu waktu tertentu saja atau tidak berkesinambungan dalam jangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah keamanan pangan (food safety) masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. Masalah keamanan pangan (food safety) masih merupakan masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah keamanan pangan (food safety) masih merupakan masalah utama dibidang pangan dan gizi di Indonesia. Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 ditegaskan bahwa salah

Lebih terperinci

SOSIALISASI PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH (PJAS) YANG AMAN DI SDN 8 LANGKAI KOTA PALANGKARAYA.

SOSIALISASI PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH (PJAS) YANG AMAN DI SDN 8 LANGKAI KOTA PALANGKARAYA. ARTIKEL PENGABDIAN SOSIALISASI PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH (PJAS) YANG AMAN DI SDN 8 LANGKAI KOTA PALANGKARAYA Rabiatul Adawiyah 1, Umar Saifuddin 2 dan Rezqi Handayani 1 1 Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan bangsa khususnya pada Program Pendidikan Dasar, anak usia

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan bangsa khususnya pada Program Pendidikan Dasar, anak usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui upaya mencerdaskan bangsa khususnya pada Program Pendidikan Dasar, anak usia sekolah merupakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross sectional study, dilakukan di SDN 09 Pagi Pademangan Barat Jakarta Utara. Pemilihan lokasi sekolah dasar dilakukan secara

Lebih terperinci

Cindy K Dastian 1, Idi Setyobroto 2, Tri Kusuma Agung 3 ABSTRACT

Cindy K Dastian 1, Idi Setyobroto 2, Tri Kusuma Agung 3 ABSTRACT EFFECT OF SANITATION STANDARD OPERATING PROCEDURE (SSOP) SOCIALIZATION TO KNOWLEDGE ON SANITATION HYGIENE OF FOOD PROCESSING STAFF AT NUTRITION INSTALLATION OF PROF. DR. W. Z JOHANES HOSPITAL KUPANG Cindy

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Gorontalo, dan memiliki batas-batas administrasi sebagai berikut :

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Gorontalo, dan memiliki batas-batas administrasi sebagai berikut : 4.1 Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian a. Kondisi Demografi Secara administratif Desa Tabumela terletak di wilayah Kecamatan Tilango Kabupaten

Lebih terperinci

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL DENGAN EFEK KOMUNIKASI DALAM PEMASARAN LANTING UBI KAYU

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL DENGAN EFEK KOMUNIKASI DALAM PEMASARAN LANTING UBI KAYU 68 BAB VI HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL DENGAN EFEK KOMUNIKASI DALAM PEMASARAN LANTING UBI KAYU 6.1 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Efek Komunikasi dalam Pemasaran Lanting Ubi Kayu

Lebih terperinci

PENGETAHUAN Pangan Rekayasa Genetika HARAPAN. PENERIMAAN Pangan Rekayasa Genetika

PENGETAHUAN Pangan Rekayasa Genetika HARAPAN. PENERIMAAN Pangan Rekayasa Genetika KERANGKA PEMIKIRAN Pangan rekayasa genetika merupakan produk hasil pencangkokan dari satu gen ke gen yang lain. Pangan rekayasa genetika juga merupakan suatu produk yang mempunyai kemampuan untuk memenuhi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh 19 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini bersifat deskriptif dan menggunakan metode survey dengan desain cross sectional study. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 6 Bogor. Penentuan

Lebih terperinci

PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI SNACK DAN PANGAN LAINNYA, PADA MURID SD BINA INSANI BOGOR YANG BERSTATUS GIZI NORMAL DAN GEMUK

PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI SNACK DAN PANGAN LAINNYA, PADA MURID SD BINA INSANI BOGOR YANG BERSTATUS GIZI NORMAL DAN GEMUK i PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI SNACK DAN PANGAN LAINNYA, PADA MURID SD BINA INSANI BOGOR YANG BERSTATUS GIZI NORMAL DAN GEMUK DENI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan khususnya bidang gizi terus berkembang dari waktu ke waktu sehingga memberikan dampak bagi pelayanan gizi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan kimia

BAB I PENDAHULUAN. harus aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan kimia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan dan minuman merupakan satu faktor yang cukup besar pengaruhnya terhadap derajat kesehatan masyarakat. Makanan dan minuman harus aman dalam arti tidak mengandung

Lebih terperinci

DINATIA BINTARIA S NIM.

DINATIA BINTARIA S NIM. PENGARUH PENYULUHAN DENGAN METODE CERAMAH DAN POSTER TERHADAP PERILAKU KONSUMSI MAKANAN JAJANAN MURID DI SD KELURAHAN PINCURAN KERAMBIL KECAMATAN SIBOLGA SAMBAS KOTA SIBOLGA TAHUN 2011 Oleh: DINATIA BINTARIA

Lebih terperinci

PENGARUH PENYULUHAN MAKANAN JAJANAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP MENGENAI MAKANAN JAJANAN PADA SISWA SD NEGERI DI SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

PENGARUH PENYULUHAN MAKANAN JAJANAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP MENGENAI MAKANAN JAJANAN PADA SISWA SD NEGERI DI SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI PENGARUH PENYULUHAN MAKANAN JAJANAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP MENGENAI MAKANAN JAJANAN PADA SISWA SD NEGERI DI SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umur termasuk murid Sekolah Dasar (SD) (Kepmenkes, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. umur termasuk murid Sekolah Dasar (SD) (Kepmenkes, 2010). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan perkembangan (www.yayasan-amalia.org, 2013)

BAB I PENDAHULUAN. gangguan perkembangan (www.yayasan-amalia.org, 2013) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia sekolah baik tingkat pra sekolah, sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas adalah suatu masa usia anak yang sangat berbeda dengan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN ANAK TENTANG MAKANAN JAJANAN DENGAN KEJADIAN DIARE DI SDN 001 TERATAK KECAMATAN RUMBIO JAYA TAHUN 2015

HUBUNGAN PENGETAHUAN ANAK TENTANG MAKANAN JAJANAN DENGAN KEJADIAN DIARE DI SDN 001 TERATAK KECAMATAN RUMBIO JAYA TAHUN 2015 HUBUNGAN PENGETAHUAN ANAK TENTANG MAKANAN JAJANAN DENGAN KEJADIAN DIARE DI SDN 001 TERATAK KECAMATAN RUMBIO JAYA TAHUN 2015 Syafriani Lecturer STIKes Tambusai Riau Syafrianifani@ymail.com ABSTRAK Menurut

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan waktu Jumlah dan Cara penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan waktu Jumlah dan Cara penarikan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan waktu Penelitian mengenai hubungan antara kepatuhan konsumsi biskuit yang diperkaya protein tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dengan status gizi dan morbiditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan (Nuraida dkk, 2014). Sedangkan pada kenyataannya masih banyak

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan (Nuraida dkk, 2014). Sedangkan pada kenyataannya masih banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan jajanan yang sehat sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah. Makanan jajanan sehat adalah makanan jajanan yang mengandung zat gizi

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan sebagai pedoman pelaksanaan penelitian studi akhir pada Program Studi Gizi FIK UMS. Disusun Oleh :

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan sebagai pedoman pelaksanaan penelitian studi akhir pada Program Studi Gizi FIK UMS. Disusun Oleh : NASKAH PUBLIKASI PERBEDAAN TINGKAT PENDIDIKAN IBU, PENGETAHUAN GIZI IBU, PENGELUARAN PANGAN DAN NON PANGAN KELUARGA PADA ANAK SD YANG STUNTED DAN NON STUNTED DI WILAYAH KECAMATAN KARTASURA KABUPATEN SUKOHARJO

Lebih terperinci

berturut-turut sebesar 10,7 persen dan 7,7 persen.

berturut-turut sebesar 10,7 persen dan 7,7 persen. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak sekolah merupakan generasi penerus bangsa dan merupakan modal pembangunan. Oleh karena itu tingkat kesehatannya perlu dibina dan ditingkatkan. Upaya kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan atau makanan merupakan kebutuhan primer setiap. manusia.keamanan serta kebersihan makanan tersebut menjadi faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. Pangan atau makanan merupakan kebutuhan primer setiap. manusia.keamanan serta kebersihan makanan tersebut menjadi faktor yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pangan atau makanan merupakan kebutuhan primer setiap manusia.keamanan serta kebersihan makanan tersebut menjadi faktor yang penting untuk diperhatikan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbagi menjadi dua macam yaitu komersial dengan orientasi pada profit dan non

BAB I PENDAHULUAN. terbagi menjadi dua macam yaitu komersial dengan orientasi pada profit dan non 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan merupakan kebutuhan yang paling dasar untuk dapat bertahan hidup. Seiring bertambahnya waktu dan pengaruh perubahan zaman serta perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Pemilihan Pondok Pesantren Modern Purposive. Santri telah tinggal 1 tahun di pondok pesantren. Laki-laki. Perempuan.

METODE PENELITIAN. Pemilihan Pondok Pesantren Modern Purposive. Santri telah tinggal 1 tahun di pondok pesantren. Laki-laki. Perempuan. 27 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study yaitu penelitian yang dilakukan dalam satu waktu. Pemilihan tempat dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci