HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Sekolah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Sekolah"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Sekolah Sekolah yang diteliti terdiri dari empat sekolah dasar, yaitu dua SDN di Kota Bogor dan dua SDN di Kabupaten Bogor. Sekolah dasar yang terdapat di kota meliputi SDN 01 Lawang Gintung yang berakreditasi A dan SDN Cimanggu Kecil yang berakreditasi B. Sedangkan sekolah dasar yang terdapat di kabupaten meliputi SDN 01 Pajeleran yang berakreditasi A dan SDN 01 Kotabatu yang berakreditasi B. Keempat sekolah dasar ini semuanya memiliki kantin, sedangkan yang mempunyai penjaja luar hanya tiga sekolah yaitu SDN 01 Lawang Gintung, SDN Cimanggu Kecil, dan SDN 01 Kota Batu. Gambaran keadaan kantin dan penjaja luar di kota dan kabupaten dapat dilihat pada Lampiran 1. SDN 01 Lawang Gintung adalah sekolah yang terletak di kota dengan akreditasi A yang beralamat di Jalan Lawang Gintung, berada dekat jalur kendaraan umum. Sekolah ini memiliki luas tanah kurang lebih 1693 m 2, yang terdiri dari bangunan seluas 865 m 2, halaman seluas 728 m 2. Jumlah guru dan staf pegawai sekolah sebanyak 18 orang PNS dan 13 orang Non PNS. Jumlah siswa sebanyak 632 orang dengan jumlah kelas sebanyak 13 kelas. SDN Cimanggu Kecil adalah sekolah yang terletak di kota dengan status akreditasi B yang beralamat di Jalan Cimanggu Kecil No. 35, letaknya berada agak ke dalam sehingga tidak begitu banyak kendaraan umum yang melaluinya. Sekolah ini berdiri sejak tahun 1977 dan mulai beroperasi pada tahun 1978 yang memiliki luas tanah seluas 1660 m 2. Jumlah guru dan staf pegawai sekolah sebanyak 19 orang PNS dan dua orang honorer. Jumlah siswa sebanyak 555 orang yang terdiri dari 276 laki-laki dan 279 perempuan, dengan jumlah kelas sebanyak 16 kelas. SDN 01 Pajeleran adalah sekolah yang terletak di kabupaten dengan status akreditasi A yang beralamat di Jalan Dadi Kusmayadi, letaknya tepat di pinggir jalan raya sehingga banyak dilalui oleh kendaraan umum. Sekolah ini memiliki luas tanah seluas 3697 m 2, dengan luas bangunan seluas 972 m 2. Jumlah guru dan staf pegawai 24 orang PNS dan 10 orang Non PNS. Jumlah siswa sebanyak 1089 orang yang terdiri dari 585 laki-laki dan 504 perempuan, dengan 26 rombel (rombongan belajar). SDN 01 Kotabatu adalah sekolah yang terletak di kabupaten dengan status akreditasi B yang beralamat Jalan Kapten Jusuf No. 01, letaknya tepat di

2 pinggir jalan raya sehingga banyak dilalui oleh kendaraan umum. Jumlah guru 16 orang, sedangkan untuk jumlah siswa sebanyak 353 orang yang terdiri dari 182 laki-laki dan 171 perempuan. Fasilitas Sekolah Fasilitas sekolah merupakan faktor pendukung dalam keamanan pangan di lingkungan sekolah. Kondisi fasilitas sekolah menurut wilayah disajikan pada Tabel 3. Fasilitas - Tempat sampah tertutup di kelas - Tempat sampah tertutup di sekolah - Tempat pembuangan sampah akhir - Jarak saluran pembuangan air/limbah dengan penjaja di luar sekolah (m) - Jarak pembuangan sampah dengan penjaja di luar sekolah (m) Tabel 3 Kondisi fasilitas sekolah menurut wilayah Kota Kabupaten A B A B Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ada Ada Ada Ada Ada Tidak ada Tidak ada Ada Ada Tidak ada penjaja luar Tidak ada penjaja luar Ketersediaan air di sekolah Ada Ada Ada Ada - Sumber air berasal PAM PAM PAM Sumur - Kualitas air Bersih Bersih Bersih Bersih - Ketersediaan air untuk penjaja di luar sekolah - Terdapat tempat cuci tangan - Tersedia sabun Ada Tidak ada Tidak ada penjaja luar Ada Tidak ada Ada Tidak ada Ada Tidak ada - Jumlah tempat cuci tangan Terdapat KM/WC Ada Ada Ada Ada - Jumlah KM/WC Kebersihan KM/WC Sebagian bau dan agak kotor Seluruhnya bau dan kotor Sebagian bau dan agak kotor - Terdapat aliran listrik Ada Ada Ada Ada Tidak ada Ada Tidak ada Seluruhnya bersih - Jumlah daya listrik 3200 Kw 1350 Kw 2200 VA 900 Kw Fasilitas sekolah yang memadai diperlukan untuk peningkatan kualitas mutu pendidikan di Indonesia. Kenyamanan belajar dan keberhasilan proses belajar mengajar suatu sekolah sangat tergantung dari peraturan sekolah yang diterapkan maupun keberadaan fasilitas sekolah (Andarwulan et al 2008).

3 Fasilitas tempat sampah yang disediakan sekolah adalah tempat sampah yang tertutup dan tempat cuci tangan yang tersedia tidak terdapat sabun. Fasilitas sekolah pada wilayah kota dan kabupaten umumnya hampir sama. ng membedakan fasilitas dari masing-masing sekolah adalah jumlah dari fasilitas yang disediakan oleh sekolah. Sekolah yang berakreditasi A umumnya memiliki fasilitas dalam jumlah yang lebih banyak daripada sekolah yang berakreditasi B, hal ini disebabkan karena jumlah murid pada sekolah dengan status akreditasi A juga lebih banyak daripada sekolah yang berakreditasi B. Kondisi Kantin Kondisi lingkungan kantin secara tidak langsung dapat mempengaruhi kondisi makanan dan minuman jajanan yang dijual. Oleh karena itu diperlukan adanya usaha dari pengelola kantin serta warga sekolah lain dalam menjaga kebersihan kantin sekolah. Tiap-tiap sekolah memiliki kondisi kantin yang berbeda-beda, yang dilihat dari kondisi bangunan, kondisi air, tempat penyimpanan, tempat pengolahan dan penyajian, serta sanitasi higiene dan limbah. Berdasarkan kondisi bangunan yang meliputi dinding kantin yang kedap air, kepemilikan ventilasi dan lantai kantin, langit-langit kantin dalam keadaan bersih. Dari tiga bagian kondisi bangunan kantin sekolah yang terletak di kota maupun di kabupaten hampir sama yaitu semua kantin memiliki dinding yang kedap air, tidak memiliki ventilasi dikarenakan kantin berbentuk terbuka. Bentuk kantin yang seperti ini menyebabkan pencemaran udara dari lingkungan sekitar mudah masuk ke dalam ruangan kantin, yang ditambah pula jarak antara kantin dengan jalan raya cukup dekat sehingga sangat mudah terkontaminasi. Menurut Nuraida et al (2009) kantin dengan ruang yang terbuka harus mempunyai tempat tertutup untuk persiapan dan pengolahan serta penyajian makanan dan minuman. Sebagian besar kantin memiliki lantai, dinding, langit-langit kantin dalam keadaan kurang bersih. Dalam hal kondisi air yang terdapat di kantin berdasarkan wilayah kota dan kabupaten, secara keseluruhan sekolah memiliki suplai air yang cukup, tidak berbau dan tidak berwarna yang digunakan untuk pengolahan dan pencucian makanan jajanan yang bersumber dari PDAM. Begitu juga jika dilihat berdasarkan status akreditasi, dapat dikatakan bahwa status akreditasi tidak mempengaruhi kualitas air yang disediakan oleh pihak sekolah.

4 Tempat penyimpanan bahan baku, makanan jadi, serta tempat penyimpanan peralatan juga tidak jauh berbeda antara kota dengan kabupaten, begitu juga jika dilihat berdasarkan status akreditasi. Sebagian besar kantin sekolah mempunyai tempat penyimpanan khusus baik untuk bahan baku, makanan jadi, dan peralatan, hal ini bertujuan untuk meminimalisasi kontaminasi. Berdasarkan tempat pengolahan dan penyajian terdapat perbedaan antara kantin sekolah yang terletak di kota dengan kabupaten, tempat pengolahan dan penyajian lebih baik di kota daripada kantin sekolah di kabupaten. Begitu juga jika dilihat berdasarkan status akreditasi terdapat perbedaan, di mana tempat pengolahan dan penyajian pada kantin akreditasi A lebih baik daripada kantin yang berakreditasi B. Data kondisi kantin sekolah disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Kondisi kantin sekolah menurut wilayah Kondisi Kantin 1. Kondisi Bangunan - Kedap air - Terdapat ventilasi - Lantai, dinding, langit-langit kantin bersih Kota Kab A B A B 2. Kondisi Air - Memiliki suplai air yang cukup untuk pengolahan - Air tidak berbau dan berwarna 3. Tempat Penyimpanan - Terdapat tempat penyimpanan bahan baku - Terdapat tempat penyimpanan makanan jadi - Terdapat tempat penyimpanan peralatan 4. Tempat Pengolahan dan Penyajian - Ruang pengolahan bersih - Terdapat penerangan yang cukup - Terdapat ventilasi udara - Tempat penyajian tersedia meja dan kursi dalam jumlah yang cukup 5. Sanitasi, Higiene dan Pembuangan Limbah - Terdapat bak cuci piring dengan suplai air yang mengalir - Terdapat alat cuci/pembersih - Pengolah menggunakan celemek dan penutup kepala - Terdapat tempat sampah tertutup dan cukup - Kantin bebas sampah di dalam maupun luar - Terdapat saluran pembuangan air

5 Di lihat dari segi sanitasi, higiene, dan pembuangan limbah, kantin yang terletak di kota dan kabupaten hampir sama, namun jika dilihat berdasarkan status akreditasi sedikit berbeda. Kantin sekolah dengan status akreditasi A memiliki sanitasi, higiene, dan pembuangan limbah lebih baik daripada kantin sekolah dengan status akreditasi B. Dengan kata lain status akreditasi mempengaruhi sanitasi, higiene dan pembuangan limbah di kantin. Kantin yang tidak memiliki bak pencucian piring dengan suplai air yang mengalir namun memiliki alat pencuci/pembersih yaitu menggunakan ember dalam melakukan pencucian. Penjaja PJAS Penjaja PJAS adalah orang yang berjualan makanan jajanan anak sekolah baik itu orang yang mengelola kantin maupun yang berjualan di luar sekolah yang masih berada di sekitar lingkungan sekolah. Penjaja kantin yang dijadikan responden adalah orang yang memiliki kantin karena pemilik kantin juga melakukan praktek yang sama dengan orang yang membantu dalam pengolahan, walaupun yang mengolah kantin biasanya lebih dari satu orang. Menurut Muhilal dan Damanyati (2006) penjaja PJAS mempunyai potensi yang menentukan perilaku makan siswa sehari-hari melalui penyediaan makanan jajanan di sekolah. Penjaja kantin yang dijadikan responden hanya pemilik kantin, orang yang membantu dalam proses pengolahan tidak dijadikan responden karena pemilik kantin merupakan perwakilan dari masing-masing kantin. Jumlah penjaja PJAS pada masing-masing sekolah berbeda-beda. Jumlah penjaja PJAS di SD yang terletak di wilayah kota (20 orang) lebih sedikit daripada kabupaten (27 orang). Penjaja PJAS di kota dan kabupaten sebagian besar merupakan penjaja luar dengan masing-masing persentase 80% dan 66.7%. Sedangkan penjaja pada status akreditasi A (19 orang) lebih sedikit daripada akreditasi B (28 orang), penjaja PJAS pada status akreditasi A sebagian besar (53%) merupakan pengelola kantin dan akreditasi B sebagian besar (89.3%) penjaja luar. Kelompok penjual PJAS menurut wilayah dan status akreditasi disajikan pada Tabel 5.

6 Tabel 5 Kelompok penjual PJAS menurut wilayah dan status akreditasi Kelompk Penjual Wilayah Status Akreditasi Kota Kab A B Total n % n % n % n % n % Kantin Penjaja luar Total Karakteristik Penjaja PJAS Karakteristik penjaja PJAS meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pendapatan, dan sarana penjualan. Secara rinci karakteristik penjaja PJAS dapat dilihat pada Lampiran 2. Setiap bagian karakteristik penjaja PJAS dianalisis dengan uji-t untuk melihat perbedaan karakteristik berdasarkan wilayah, status akreditasi, dan kelompok penjual. Secara rinci uji beda karakteristik penjaja PJAS dapat dilihat pada Lampiran 3. Umur Menurut Hurlock (1995) dalam Rahayu (2004) umur dapat mempengaruhi cara berpikir, bertindak, dan emosi seseorang. Dari hasil penelitian diperoleh umur berkisar antara tahun. Umumnya umur responden tergolong pada dewasa awal (68.1%) dan tidak terdapat umur yang tergolong dewasa akhir baik dilihat berdasarkan wilayah, status akreditasi, maupun kelompok penjual. Umur responden berdasarkan letak wilayah, rata-rata responden lebih tua di wilayah kota (37.9 tahun) daripada di kabupaten (34.4 tahun). Sedangkan berdasarkan status akreditasi, rata-rata umur responden pada status akreditasi A lebih muda (33.7 tahun) daripada status akreditasi B (37.4 tahun), pada kelompok penjual rata-rata umur responden di kantin lebih tua (39.4 tahun) daripada penjaja luar (34.6 tahun). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden berada pada usia yang produktif. Menurut Papalia & Old (1986), dewasa awal merupakan masa yang paling ideal dalam periode kehidupan manusia dimana masa penuh vitalitas dan daya tahan paling optimal. Sebaran responden menurut umur disajikan pada Gambar 3. Hasil uji beda statistik menunjukkan tidak adanya perbedaan umur responden berdasarkan wilayah, status akreditasi maupun kelompok penjual.

7 Kelompok Status Penjual Total Akreditasi Penjaja luar Kantin B A Dewasa Menengah Dewasa Awal Wilayah Kab Kota Gambar 3 Sebaran responden menurut umur Jenis Kelamin Jumlah responden dalam penelitian adalah 47 orang. Umumnya responden berjenis kelamin laki-laki sebesar 72.3% sedangkan perempuan hanya 27.7%. Berdasarkan wilayah kota, status akreditasi A dan B, serta penjaja luar terdapat lebih dari 60.0% responden yang berjenis kelamin laki-laki. Sedangkan pada wilayah kabupaten dan kelompok penjual kantin lebih banyak responden yang berjenis kelamin perempuan dengan persentase lebih dari 75.0%. Hasil uji statistik menunjukkan tidak adanya perbedaan jenis kelamin berdasarkan wilayah, namun untuk status akreditasi dan kelompok penjual menunjukkan adanya perbedaan. Sebaran responden menurut jenis kelamin disajikan pada Gambar 4. Kelompok Status Penjual Total Akreditasi Penjaja luar Kantin B A Perempuan Laki-laki Wilayah Kab Kota Gambar 4 Sebaran responden menurut jenis kelamin Pendidikan Tingkat pendidikan responden tersebar dari tidak sekolah hingga perguruan tinggi. Sebagian responden berpendidikan SD (57.4%) baik dilihat berdasarkan wilayah, status akreditasi, maupun kelompok penjual. Sedangkan

8 responden yang memiliki pendidikan perguruan tinggi hanya 4.3%, responden tersebut dengan latar belakang pendidikan S-1 dan D-III. Hasil uji beda statistik menunjukkan tidak adanya perbedaan tingkat pendidikan berdasarkan wilayah, dan kelompok penjual, namun pada status akreditasi menunjukkan adanya perbedaan, hal ini menunjukkan bahwa pada umumnya responden dengan akreditasi A mempunyai pendidikan yang cukup baik jika dibandingkan dengan responden pada akreditasi B. Menurut Sumarwan (2002) tingkat pendidikan dapat mempengaruhi perilaku seseorang dalam menghadapi masalah. Sebaran responden menurut tingkat pendidikan disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Sebaran responden menurut tingkat pendidikan Wilayah Status Akreditasi Kelompok Penjual Total Tingkat Penjaja Kota Kab A B Kantin Pendidikan Luar n % n % n % n % n % n % n % Tidak Sekolah SD SMP SMA PT Total Pendapatan Pendapatan perkapita responden berkisar antara Rp ,00 >Rp ,00. Pendapatan perkapita berdasarkan BPS 2008 dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu, miskin (<Rp ,00) dan tidak miskin (>Rp ,00). Sebagian besar (61.7%) responden umumnya tidak miskin, berdasarkan wilayah, rata-rata pendapatan perkapita responden di kota (Rp ,00) lebih tinggi daripada di kabupaten (Rp ,00), sedangkan pada status akreditasi A (Rp ,00) lebih tinggi daripada B (Rp ,00), dan berdasarkan kelompok penjual kantin (Rp ,00) memiliki pendapatan lebih tinggi daripada penjaja luar (Rp ,00). Berdasarkan wilayah dan kelompok penjual terdapat lebih dari 55.0% responden berkategori tidak miskin. Namun jika dilihat berdasarkan status akreditasi lebih dari 57.0% responden berkategori tidak miskin. Sebaran responden menurut pendapatan disajikan pada Gambar 5.

9 Kelompok Status Penjual Total Akreditasi Penjaja Luar Kantin B A Tidak Miskin Miskin Wilayah Kab Kota Gambar 5 Sebaran responden menurut pendapatan Hasil uji beda statistik menunjukkan tidak adanya perbedaan pendapatan perkapita responden berdasarkan wilayah dan status akreditasi, namun pada kelompok penjual menunjukkan adanya perbedaan. Hal ini diduga karena penjualan di kantin umumnya menjual jenis pangan jajanan lebih bervariasi, sedangkan penjaja luar masing-masing hanya menjual pangan jajanan satu jenis sehingga rata-rata pendapatan perkapita untuk kantin lebih besar daripada penjaja luar. Pendapatan perkapita yang diukur bukan hanya berasal dari pendapatan yang diterima oleh individu, tetapi diukur juga dari pendapatan yang diterima oleh semua anggota keluarga dimana individu itu berada. Sarana Penjualan Dalam Proyek Makanan Jajanan IPB (1993), usaha makanan jajanan dibagi menjadi tiga ketegori berdasarkan cara berjualannya, yaitu pedagang berpangkal (Stationary units), pedagang berpangkal di perkampungan (Residential units), dan berdagang keliling (Ambulatory units). Penjaja makanan dalam kantin sekolah termasuk sebagai pedagang berpangkal, namun untuk penjaja luar merupakan gabungan dari pedagang berpangkal dan keliling karena pada saat jam sekolah penjaja luar berpangkal di sekitar sekolah dan setelah jam sekolah habis mereka berdagang keliling. Sebagian besar sarana penjualan yang digunakan adalah gerobak dan pikulan berkisar 34.0% hingga 36.2%. Sarana pikulan yang digunakan paling banyak terdapat di kabupaten dengan akreditasi B oleh kelompok penjaja luar (berkisar 33.3% hingga 47.1%), sedangkan sarana gerobak banyak digunakan di kota dengan akreditasi A oleh penjaja luar (berkisar 31.6% hingga 47.1%). Sarana meja umumnya banyak digunakan di kota dengan akreditasi A oleh kelompok penjual kantin (berkisar 29.6% hingga 69.2%).

10 Hasil uji beda statistik menunjukkan tidak ada perbedaan sarana penjualan berdasarkan wilayah dan status akreditasi, namun berdasarkan kelompok penjual menunjukkan adanya perbedaan sarana penjualan. Hal ini dikarenakan penjaja luar merupakan pedagang yang berjualan menetap sementara dan berkeliling sehingga lebih banyak menggunakan sarana penjualan pikulan, sedangkan kelompok penjual kantin hampir keseluruhan sarana seperti meja difasilitasi dari sekolah selain tempat yang telah dibuat sedemikian rupa untuk masing-masing penjaja kantin. Sebaran responden menurut sarana penjualan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Sebaran responden menurut sarana penjualan Wilayah Status Akreditasi Kelompok Penjual Sarana Penjaja Kota Kab A B Kantin Penjualan Luar Total n % n % n % n % n % n % n % Gerobak Meja Pikulan Lemari Display Total Profil PJAS Profil PJAS merupakan gambaran pangan jajanan anak sekolah yang meliputi jenis pangan, kemasan, dan jenis register. Secara keseluruhan jenis pangan yang paling banyak dijual adalah makanan camilan sebesar 67.1% dan sebagian kecil (2.2%) menjual buah. Berdasarkan wilayah, status akreditasi, dan kelompok penjual sebagian besar responden menjual makanan camilan dengan persentase bekisar antara 53.7% hingga 75.9%. Hal ini mencerminkan bahwa banyaknya penjaja PJAS menjual makanan camilan disebabkan karena anak sekolah dasar umumnya lebih menyukai makanan camilan sebagai makanan jajanan dibanding jenis pangan lainnya di sekolah. Sebaran profil PJAS menurut jenis pangan disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Sebaran profil PJAS berdasarkan jenis pangan Profil PJAS Wilayah Status Akreditasi Kelompok Penjual Kota Kab A B Kantin Penjaja Total Luar Jenis Pangan n % n % n % n % n % n % n % Makanan Sepinggan Camilan Minuman Buah Total

11 Jenis kemasan pangan jajanan anak sekolah bervariasi, sebagian besar kemasan yang paling banyak digunakan oleh penjaja PJAS adalah plastik dengan persentase 78.4% dan yang paling sedikit digunakan adalah sterofoam dan cup plastik dengan persentase yang sama sebesar 0.3%. Penggunaan kemasan baik dilihat berdasarkan wilayah, status akreditasi, dan kelompok penjual sebagian besar menggunakan plastik dengan persentase berkisar antara 70.1% hingga 83.9%. Hal ini disebabkan karena plastik merupakan kemasan yang paling praktis, sehingga penjaja lebih memilih plastik sebagai kemasan makanan jajanan yang dijual. Sebaran profil PJAS menurut kemasan disajikan pada Gambar 6. Dengan diberlakukannya UU. No. 8 Tahun 1999 yang memberikan suatu jaminan kepastian hukum bagi konsumen untuk menuntut hak-hak kepada pelaku usaha yang tidak benar atau informasi yang menyesatkan melalui label. Register pangan merupakan bagian dari label pangan, oleh karena itu label pangan yang merupakan informasi produk harus jelas dan benar mengenai produk yang bersangkutan. Informasi pada label pada label yang tidak benar dapat menyebabkan kejadian yang dapat berakibat fatal bagi konsumen. Gambar 6 Profil Kemasan PJAS Gambar 7 Profil Register PJAS Menurut hasil penelitian BPOM 2008, jenis register pangan diikelompokkan menjadi MD (produk dalam negeri), ML (produk luar negeri), SS (siap saji), TTD (tidak terdaftar), dan PIRT (industri rumah tangga). Untuk jenis register umumnya memiliki register MD sebanyak 68.5% dan register makanan yang paling sedikit adalah register PIRT. Profil PJAS menurut register berdasarkan wilayah, status akreditasi, maupun kelompok penjual sebagian

12 besar menggunakan register MD dengan persentase berkisar antara 63.3% hingga 71.9%. Makanan jajanan yang paling banyak dijual yaitu dengan register MD, yang berarti makanan ini diproduksi di dalam negeri dan sudah terdaftar. Register pangan merupakan keterangan yang terdapat di kemasan pangan yang menunjukkan keamanan suatu pangan. Jika pangan yang tidak memiliki register atau tidak terdaftar maka pangan tersebut tidak dapat dijamin keamanannya. Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan Pengetahuan gizi dan keamanan pangan adalah aspek kognitif yang menunjukkan pemahaman responden tentang gizi dan keamanan pangan. Tingkat pengetahuan gizi dan keamanan pangan seseorang berpengaruh terhadap praktek dalam pemilihan pangan, pengolahan dan penyimpanan pangan (Andarwulan et al 2008). Sebaran responden menurut pengetahuan gizi dan keamanan pangan disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Sebaran responden menurut pengetahuan gizi dan keamanan pangan Wilayah Status Akreditasi Kelompok Penjual Total Pengetahuan Kota Kab A B Kantin Penjaja Luar n % n % n % n % n % n % n % 1. Gizi Baik Sedang Kurang Total Keamanan Pangan Baik Sedang Kurang Total Gizi & Keamanan Pangan Baik Sedang Kurang Total Pengetahuan yang diteliti terdiri dari dua bagian yaitu pengetahuan gizi dan pengetahuan keamanan pangan. Pengetahuan gizi dan keamanan pangan dianalisis menggunakan uji beda berdasarkan wilayah, status akreditasi dan kelompok penjual, secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 3. Pengetahuan gizi responden berdasarkan wilayah memperoleh skor rata-rata di kota (50) lebih rendah daripada di kabupaten (59.3), responden pada status akreditasi memperoleh skor rata-rata pengetahuan gizi pada akreditasi A (59) lebih baik daripada akreditasi B (52.9), sedangkan pada kelompok penjual memperoleh

13 skor rata-rata pengetahuan gizi pada kantin (63.1) lebih tinggi daripada penjaja luar (52.4). Secara keseluruhan umumnya pengetahuan gizi masih kurang sebesar 68.1% dan persentase terkecil adalah berpengetahuan sedang 14.9%. Berdasarkan wilayah, status akreditasi, maupun kelompok penjual sebagian besar pengetahuan gizi responden berkategori kurang dengan persentase berkisar antara 53.8% hingga 75% responden. Hasil uji beda statistik menunjukkan tidak adanya perbedaan pengetahuan gizi baik berdasarkan wilayah, status akreditasi, maupun kelompok penjual. Hal ini diduga karena tingkat pendidikan dari responden yang relatif sama yaitu SD pada Tabel 6, walaupun jika dilihat berdasarkan skor rata-rata pengetahuan gizi sedikit berbeda antara wilayah, status akreditasi dan kelompok penjual. Berdasarkan hasil uji korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan gizi responden (r=0.463**, p=0.001). Artinya bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka diikuti pula dengan pengetahuan responden. Secara keseluruhan umumnya responden memiliki pengetahuan keamanan pangan berkategori sedang sebesar 40.4% dan sebagian kecil memiliki pengetahuan keamanan baik sebesar 27.7%. Pengetahuan keamanan pangan berdasarkan wilayah memiliki perolehan skor rata-rata di kota (62.3) lebih rendah daripada di kabupaten (78.2), dengan persentase masing-masing di kota sebesar 50.0% masih kurang dan pengetahuan keamanan pangan di kabupaten umumnya berpengetahuan sedang sebesar 48.1%. Dalam hal status akreditasi responden memperoleh skor rata-rata pengetahuan keamanan pangan pada akreditasi A dan B hampir sama, dengan persentase pada akreditasi A sebesar 36.8% berkategori kurang dan akreditasi B memiliki pengetahuan keamanan pangan 46.4% sedang. Sedangkan pada kelompok penjual memiliki skor rata-rata pengetahuan keamanan pangan responden di kantin (77) lebih baik daripada penjaja luar (69.3), berdasarkan kelompok penjual kantin berpengetahuan baik dan sedang sebesar 38.5%, sedangkan pada penjaja luar umumnya tersebar pada pengetahuan keamanan pangan berkategori sedang sebesar 41.2%. Hasil uji beda statistik menunjukkan tidak adanya perbedaan pengetahuan keamanan pangan berdasarkan status akreditasi dan kelompok penjual, namun berdasarkan wilayah menunjukkan adanya perbedaan. Hal ini diduga karena adanya komite sekolah di salah satu SD di wilayah kabupaten,

14 yang diduga berpartisipasi dalam memberikan penyuluhan dan pengawasan secara rutin mengenai keamanan makanan jajanan sehingga pengetahuan keamanan pangan penjaja di kabupaten lebih baik daripada di wilayah kota. Hasil uji korelasi antara tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan keamanan pangan responden diperoleh adanya hubungan positif (r=0.397**, p=0.006). Menurut Notoatmodjo (2003) peningkatan pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang dimiliki baik yang diperoleh secara formal maupun non-formal. Pengetahuan gizi dan keamanan pangan merupakan gabungan dari total nilai pengtahuan gizi dan pengetahuan keamanan pangan. Berdasarkan wilayah responden yang memperoleh skor rata-rata pengetahuan dan gizi dan keamanan pangan di kota (56) lebih rendah daripada di kabupaten (68.7), pada status akreditasi responden memperoleh skor rata-rata pada akreditasi A (66.1) dan B (61.4) hampir sama, sedangkan berdasarkan kelompok penjual responden memperoleh skor rata-rata di kantin (70) lebih baik daripada penjaja luar (60.7). Secara keseluruhan sebagian besar (53.2%) responden memiliki pengetahuan gizi dan keamanan pangan kurang dan sebagian kecil (25.9%) berpengetahuan gizi dan keamanan pangan baik dan sedang dengan persentase yang sama. Berdasarkan wilayah, status akreditasi, maupun kelompok penjual sebagian besar pengetahuan gizi responden berkategori kurang dengan persentase berkisar antara 46.2% hingga 60.0%. Hasil uji beda statistik menunjukkan tidak ada perbedaan pengetahuan gizi dan keamanan pangan baik dilihat berdasarkan wilayah, status akreditasi maupun kelompok penjual. Namun berdasarkan hasil uji korelasi menunjukkan adanya hubungan positif antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan gizi dan keamanan pangan responden (r=0.481**, p=0.001). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin baik pula pengetahuan gizi dan keamanan pangan responden. Pada Tabel 10 dapat dilihat sebaran responden berdasarkan jawaban yang benar dari pertanyaan tentang pengetahuan responden. Pengetahuan responden terbagi atas dua yaitu pengetahuan gizi dan pengetahuan keamaanan pangan yang masing-masingnya terdiri atas 10 pertanyaan. Sebaran responden berdasarkan jawaban yang benar dari pertanyaan tentang pengetahuan gizi dan keamanan pangan disajikan pada Tabel 10.

15 Tabel 10 Sebaran responden berdasarkan jawaban yang benar dari pertanyaan tentang pengetahuan gizi dan keamanan pangan Pengetahuan Gizi & Keamanan Wilayah Status Akreditasi Kelompok Penjual Penjaja Kota Kab A B Kantin Luar n % n % n % n % n % n % A. Gizi 1. Pengertian makanan bergizi Zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh Contoh susunan makanan yang baik Pengertian makanan jajanan yang baik Makanan jajanan sumber karbohidrat Akibat kekurangan sumber karbohidrat Makanan sumber protein Akibat kekurangan zat besi Makanan sumber vitamin A Akibat kekurangan vitamin A B. Keamanan Pangan 11. Es cendol ditemukan sehelai rambut,maka es tersebut Akibat mengkonsumsi pangan yang tidak bersih dan sehat Kebiasaan mencuci tangan Es sirup terasa manis tetapi agak pahit, kemungkinan menggunakan Bahan yang bukan bahan bahan tambahan pangan Akibat es batu terbuat dari air mentah Kegiatan yang menimbulkan cemaran Bersin saat mengolah makanan Informasi yang diperhatikan dari kemasan Jenis kemasan yang baik Pengetahuan Gizi Dari 10 pertanyaan yang diajukan, lima diantaranya yang kurang mampu dijawab oleh responden yang berada di kota, dan tiga pertanyaan di kabupaten. Sedangkan pada status akreditasi A terdapat empat pertanyaan yang kurang mampu dijawab dengan benar dan responden pada status akreditasi B hanya tiga pertanyaan. Berdasarkan kelompok penjual kantin dan penjaja luar hanya tiga pertanyaan kurang mampu dijawab oleh responden dengan baik. Contoh pertanyaan mengenai zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh kurang mampu dijawab dengan benar oleh sebagian besar responden di kota, kabupaten, responden dengan akreditasi B, dan penjaja luar (berkisar 41.2% hingga 48.1%). Sebagian besar responden kurang mampu menjawab dengan benar mengenai makanan sumber protein (berkisar 17.9% hingga 38.5%), dan

16 akibat kekurangan vitamin A (berkisar 30.0% hingga 38.5%) terutama kurang mampu dijawab oleh responden berdasarkan wilayah, status akreditasi, maupun kelompok penjual. Pertanyaan mengenai akibat kekurangan zat besi sebagian besar kurang mampu dijawab dengan benar oleh responden di kota, terutama responden dengan akreditasi A dan pengelola kantin (berkisar antara 40.0% hingga 46.2%). Sedangkan pertanyaan pengertian makanan bergizi kurang mampu dijawab dengan benar oleh responden di kota (45.0%), makanan jajanan sumber karbohidrat juga kurang mampu dijawab dengan benar oleh responden dengan status akreditasi A. Pengetahuan Keamanan Pangan Dari 10 pertanyaan mengenai kemanan pangan yang diajukan, satu diantaranya yang kurang mampu dijawab dengan benar oleh responden yang berada di wilayah kota dan responden dengan status akreditasi B, dua pertanyaan kurang mampu dijawab oleh responden dengan akreditasi A dan penjaja luar. Pertanyaan yang kurang mampu dijawab dengan benar dari masingmasing wilayah, status akreditasi, maupun kelompok penjual hampir sama. Contoh pertanyaan yang kurang mampu dijawab terutama oleh responden yang berada di wilayah kota, status akreditasi B, dan penjaja luar adalah bahan yang bukan bahan tambahan (berkisar 30.0% hingga 38.2%), pertanyaan lain yang kurang mampu dijawab dengan benar oleh responden dengan status akreditasi A dan penjaja luar adalah mengenai es batu yang berasal dari air mentah (berkisar 47.1% hingga 47.4%), dan pertanyaan yang kurang mampu dijawab dengan benar oleh responden dengan status akreditasi A yaitu mengenai sehelai rambut mencemari es cendol (47.4%). Namun pada responden dengan status akreditasi B dan pengelola kantin sebagian besar dapat menjawab pertanyaan cukup baik. Praktek Keamanan Pangan Praktek keamanan pangan dibagi menjadi higiene dan sanitasi penjual, penanganan dan penyimpanan, sarana dan fasilitas. Praktek keamanan pangan dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu, baik, sedang, kurang. Praktek keamanan pangan dianalisis dengan menggunakan uji beda untuk melihat perbedaan praktek keamanan pangan berdasarkan wilayah, status akreditasi, dan kelompok penjual. Secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 3.

17 Praktek Keamanan Pangan Praktek Higiene dan Sanitasi Penjual Secara keseluruhan umumnya (57.4%) praktek higiene dan sanitasi responden masih kurang dan sebagian kecil (4.3%) memiliki praktek higiene dan sanitasi yang baik. Dalam hal praktek higiene dan sanitasi berdasarkan wilayah memperoleh skor rata-rata di kota (63.7) hampir sama dengan di kabupaten (57.9), jika dilihat pada wilayah kota dan kabupaten sebagian besar mempunyai praktek higiene dan sanitasi kurang sebanyak 55.0% dan 59.3%. Berdasarkan status akreditasi, responden dengan akreditasi A (59.5) memperoleh skor ratarata hampir sama dengan akreditasi B (60.9). Pada status akreditasi A maupun B sebagian besar memiliki praktek higiene dan sanitasi kurang 63.2% dan 53.6%. Praktek higiene dan sanitasi penjual pada kelompok penjual kantin memperoleh skor rata-rata (59.5) juga hampir sama dengan penjaja luar (60.6). Pada kelompok penjual kantin maupun penjaja luar memiliki praktek higiene dan sanitasi kurang sebesar 53.8% dan 58.8%. Tabel 11. Sebaran responden menurut praktek keamanan pangan disajikan pada Tabel 11 Sebaran responden menurut praktek keamanan pangan Wilayah Status Akreditasi Kelompok Penjual Penjaja Kota Kab A B Kantin Luar n % n % n % n % n % n % n % 1. Higiene dan Sanitasi Penjual Baik Sedang Kurang Total Penanganan & Penyimpanan Baik Sedang Kurang Total Sarana & Fasilitas Baik Sedang Kurang Total Total Praktek Keamanan Pangan Baik Sedang Kurang Total Total

18 Hasil uji beda statistik menunjukkan tidak adanya perbedaan praktek higiene dan sanitasi penjual baik dilihat berdasarkan wilayah, status akreditasi maupun kelompok penjual. Sedangkan hasil uji korelasi praktek higiene dan sanitasi berhubungan sangat signifikan dengan praktek keamanan pangan lain yaitu praktek penanganan dan penyimpanan pangan (r=0.486**, p=0.001), serta berhubungan sangat signifikan dengan praktek sarana dan fasilitas (r=0.528**, p=0.000). Hal ini menunjukkan bahwa praktek higiene dan sanitasi berhubungan dengan beberapa praktek keamanan pangan lainnya. Praktek higiene dan sanitasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena erat kaitannya, apabila praktek higiene dan sanitasi tidak baik maka praktek penanganan dan penyimpanan pangan juga tidak baik, begitu juga dengan praktek sarana dan fasilitas, apabila higiene seseorang sudah baik karena mau mencuci tangan tetapi fasilitas air bersih tidak tersedia maka praktek higiene dan sanitasi tetap akan rendah (Depkes RI 2001). Praktek Penanganan dan Penyimpanan Pangan Praktek penanganan dan penyimpanan pangan secara keseluruhan sebagian besar (34.0%) responden berkategori baik dan sedang dengan persentase yang sama, dan sebagian kecil (31.9%) memiliki praktek penanganan dan penyimpanan pangan kurang. Berdasarkan wilayah responden memperoleh skor rata-rata praktek penanganan dan penyimpanan pangan di kota (81.1) lebih baik daripada di kabupaten (65), di wilayah kota 50.0% responden berkategori baik dalam hal praktek penanganan dan penyimpanan, sedangkan untuk wilayah kabupaten sebagian besar (40.7%) praktek penanganan dan penyimpanan berkategori kurang. Skor rata-rata praktek penanganan dan penyimpanan pangan pada status akreditasi A (79) lebih baik daripada akreditasi B (67.1), sebagian besar (42.1%) responden dengan akreditasi A memiliki praktek penanganan dan penyimpanan tersebar pada kategori baik dan sedang. Sedangkan pada akreditasi B praktek penanganan dan penyimpanan pangan umumnya berkategori kurang sebesar 42.9%. Skor rata-rata praktek penanganan dan penyimpanan pangan pada kelompok penjual kantin (74.4) hampir sama dengan penjaja luar (70.9), sebagian besar (38.5%) praktek penanganan dan penyimpanan pangan responden di kantin berkategori sedang, sedangkan pada penjaja luar berkategori baik sebesar 35.5%.

19 Hasil uji beda statistik mengenai praktek penanganan dan penyimpanan pangan menunjukkan tidak adanya perbedaan baik dilihat berdasarkan wilayah dan kelompok penjual, sedangkan berdasarkan status akreditasi menunjukkan adanya perbedaan. Hal ini diduga karena pada sekolah yang berakreditasi A umumnya fasilitas yang disediakan oleh pihak sekolah sedikit lebih baik daripada akreditasi B. Praktek Sarana dan Fasilitas Praktek sarana dan fasilitas sebagian besar (76.6%) responden memiliki praktek berkategori kurang, dan sebagian kecil (3.7%) praktek sarana dan fasilitas berkategori baik. Berdasarkan wilayah, skor rata-rata praktek sarana dan fasilitas di kota (48) hampir sama dengan di kabupaten (46.3), sedangkan berdasarkan status akreditasi praktek sarana dan fasilitas memperoleh skor ratarata pada akreditasi A (55.8) lebih baik daripada akreditasi B (41.1), namun jika dilihat pada kelompok penjual praktek sarana dan fasilitas memperoleh skor ratarata responden di kantin (63.1) lebih baik daripada panjaja luar (40.9). Berdasarkan wilayah, status akreditasi, maupun kelompok penjual sebagian besar memiliki praktek sarana dan fasilitas kurang berkisar antara 53.8% hingga 89.3%. Hasil uji beda statistik praktek sarana dan fasilitas menunjukkan tidak adanya perbedaan baik dilihat berdasarkan wilayah, status akreditasi maupun kelompok penjual. Hal ini disebabkan karena sebagian besar praktek sarana dan fasilitas dari masing-masing responden masih sangat kurang. Total Praktek Keamanan Pangan Total praktek keamanan pangan adalah gabungan dari keseluruhan praktek yaitu, praktek higiene dan sanitasi penjual, praktek penanganan dan penyimpanan, serta praktek sarana dan fasilitas. Secara keseluruhan praktek keamanan pangan responden berkategori kurang sebesar 51.1% dan sebagian kecil (10.6%) berkategori baik. Berdasarkan wilayah, skor rata-rata praktek keamanan pangan responden di kota (63.7) lebih baik daripada di kabupaten (56.8). Responden di wilayah kota sebagian besar (45.0%) berkategori praktek keamanan pangan sedang dan kurang dengan persentase yang sama, sedangkan pada wilayah kabupaten sebagian besar (55.6%) memiliki praktek keamanan pangan kurang. Dalam hal status akreditasi, skor rata-rata responden mengenai praktek keamanan pangan pada akreditasi A (62.3) lebih baik daripada akreditasi B (58),

20 sebagian besar (47.4%) responden pada akreditasi A memiliki praktek keamanan pangan sedang, sedangkan pada akreditasi B 57.1% responden memiliki praktek keamanan berkategori kurang. Pada kelompok penjual skor rata-rata responden mengenai praktek keamanan pangan di kantin (63) lebih baik daripada penjaja luar (58.5), pada kelompok penjual kantin dan penjaja luar memiliki praktek keamanan pangan berkategori kurang sebanyak 46.2% dan 52.9%. Hasil uji beda statistik total praktek keamanan pangan menunjukkan tidak adanya perbedaan baik dilihat berdasarkan wilayah, status akreditasi maupun kelompok penjual. Namun berdasarkan uji korelasi menunjukkan adanya hubungan yang sangat signifikan antara total praktek keamanan pangan dengan bagian dari praktek itu sendiri, yaitu dengan praktek higiene dan sanitasi (r=0.901**, p=0.000), berhubungan sangat signifikan dengan praktek penanganan dan penyimpanan pangan (r=0.721**, p=0.000), dan total praktek keamanan pangan juga berhubungan sangat signifikan dengan praktek sarana dan fasilitas (r=0.797**, p=0.000). Hal ini menunjukkan bahwa bagian dari praktek keamanan pangan merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan, apabila satu bagian praktek tidak dilaksanakan dengan baik dan benar maka akan mempengaruhi bagian praktek keamanan pangan lainnya. Praktek keamanan pangan terdiri dari tiga bagian yaitu praktek higiene dan sanitasi penjual yang terdiri dari 30 pernyataan, praktek penanganan dan penyimpanan pangan terdiri dari sembilan pernyataan, praktek sarana dan fasilitas yang terdiri dari 10 pernyataan, total keseluruhan pernyataan adalah 49. Higiene dan Sanitasi Dari 30 penyataan yang diamati, empat diantaranya yang kurang mampu dilakukan oleh responden dengan baik yang berada di kota, dan delapan pernyataan di kabupaten. Sedangkan pada status akreditasi A terdapat lima pernyataan yang kurang mampu dilaksanakan dengan benar dan responden pada status akreditasi B terdapat enam pernyataan. Berdasarkan kelompok penjual responden di kantin terdapat delapan pernyataan dan penjaja luar sembilan pernyataan kurang mampu dijawab oleh responden dengan baik. Dari hasil pengamatan secara langsung terlihat bahwa praktek higiene dan sanitasi penjual di kota lebih baik daripada di kabupaten terlihat dari jumlah pernyataan yang masih belum dilaksanakan dengan benar. Sedangkan berdasarkan status akreditasi A lebih baik daripada akreditasi B. Namun jika dilihat menurut kelompok penjual, praktek higiene dan sanitasi responden di kantin lebih baik

21 daripada penjaja luar. Sebaran responden berdasarkan praktek keamanan pangan mengenai higiene dan sanitasi penjual disajikan pada Lampiran 4a. Pernyataan yang kurang mampu dilakukan dengan benar oleh responden dari masing-masing wilayah, status akreditasi, maupun kelompok penjual hampir sama. Contoh pernyataan mengenai penjual tidak mengobrol saat mengolah makanan kurang mampu dilakukan dengan benar oleh sebagian besar responden di kota, kabupaten, dan pengelola kantin (berkisar 15.4% hingga 48.1%). Pernyataan yang masih belum dilaksanakan dengan benar oleh responden baik berdasarkan wilayah, status akreditasi, maupun kelompok penjual yaitu mengenai penjual selalu mencuci tangan sebelum melayani pembeli /mengolah (berkisar antara 15.0% hingga 23.1%), penjual selalu mencuci tangan sesudah melayani pembeli/mengolah (berkisar antara 0% hingga 11.8%), dan penjual tidak memegang uang secara langsung selama mengolah /menyajikan (berkisar antara 0% hingga 15.4%). Pernyataan lain mengenai penjual tidak menyentuh pangan langsung dengan tangan saat menyajikan melainkan menggunakan sendok (berkisar 42.1% hingga 50.0%) belum dilakukan dengan baik oleh responden yang berada di kabupaten, status akreditasi A, kelompok penjual kantin dan penjaja luar. Pernyataan mengenai tempat penyajian pangan tidak berdekatan dengan saluran pembuangan air masih belum dilakukan oleh responden dengan akreditasi A dan pengelola kantin (berkisar 31.6% dan 38.5%), pernyataan mengenai pencucian peralatan dengan menggunakan air mengalir/selalu diganti masih belum dilaksanakan dengan baik oleh penjaja luar (47.1%), pernyataan mengenai air sabun pembersih selalu diganti masih belum dilakukan dengan baik oleh responden yang berada di kabupaten, dengan status akreditasi B dan penjaja luar (berkisar antara 44.4% hingga 50.0%), pernyataan mengenai tersedia lap kering dan bersih juga masih belum dilaksanakan oleh responden di kabupaten, dengan akreditasi B, kelompok penjual kantin dan penjaja luar (berkisar antara 33.3% hingga 50%), dan pernyataan yang masih belum dilaksanakan dengan baik oleh responden di kabupaten, dengan akreditasi B, dan kelompok penjual kantin mengenai gelas/mangkok/piring dikeringkan terlebih dahulu dengan lap bersih & kering (berkisar antara 37.0% hingga 42.9%). Penanganan dan Penyimpanan Pangan Praktek kemanan pangan mengenai penaganan dan penyimpanan pangan terdiri dari sembilan pernyataan. Sebaran responden berdasarkan

22 praktek keamanan pangan responden mengenai penanganan dan penyimpanan pangan disajikan pada Lampiran 4b. Pada sembilan pernyataan keamanan pangan mengenai penanganan dan penyimpanan umumnya sudah dilakukan dengan baik dan benar dimana rata-rata responden telah melaksanakan praktek dengan baik lebih dari 50.0% responden, namun masih terdapat satu pernyataan yang kurang mampu dilaksanakan dengan baik oleh responden di kabupaten, dengan akreditasi B, kelompok penjual kantin dan penjaja luar yaitu mengenai pangan yang dijual dikemas selalu ditutup (berkisar antara 38.5% hingga 50.0%). Sarana dan Fasilitas Praktek keamanan pangan mengenai sarana dan fasilitas terdiri dari 10 pernyataan. Pada umumnya praktek keamanan mengenai sarana dan fasilitas masih sangat kurang, terlihat pada Lampiran 5 masih banyak responden yang belum mempraktekkan sarana dan fasilitas dengan baik dan benar. Dari 10 pernyataan yang diamati, enam diantaranya yang kurang mampu dilakukan oleh responden dengan baik yang berada di kota, dan lima pernyataan di kabupaten. Sedangkan pada status akreditasi A terdapat empat pernyataan yang kurang mampu dilaksanakan dengan benar dan responden pada status akreditasi B terdapat tujuh pernyataan. Berdasarkan kelompok penjual responden di kantin terdapat tiga pernyataan dan penjaja luar enam pernyataan kurang mampu dijawab oleh responden dengan baik. Dari hasil pengamatan secara langsung terlihat bahwa praktek higiene dan sanitasi penjual di kabupaten lebih baik daripada di kota terlihat dari jumlah pernyataan yang masih belum dilaksanakan dengan benar. Sedangkan berdasarkan status akreditasi A lebih baik daripada akreditasi B. Namun jika dilihat menurut kelompok penjual, praktek higiene dan sanitasi responden di kantin lebih baik daripada penjaja luar. Praktek sarana dan fasilitas terdiri dari 10 pernyataan, pernyataan mengenai praktek sarana dan fasilitas yang masih kurang dilaksanakan dengan baik dan benar hampir sama antara wilayah, status akreditasi, maupun kelompok penjual. Contoh pernyataan mengenai ketersediaan air bersih masih belum di praktekkan dengan baik oleh responden di kota, kabupaten, dengan akreditasi B, dan penjaja luar (berkisar antara 26.0% hingga 48.1%). Pernyataan yang belum dilakukan dengan baik oleh responden di kota, kabupaten, dengan akreditasi A

23 dan B, serta penjaja luar yaitu mengenai air tersedia dalam jumlah yang cukup (berkisar 17.6% hingga 42.1%). Pernyataan lain yang masih belum dilaksanakan dengan baik dan benar oleh responden berdasarkan letak wilayah, status akreditasi, maupun kelompok penjual yaitu mengenai tersedianya tempat cuci tangan (berkisar antara 10% hingga 30.8%) dan pernyataan mengenai tersedianya tempat sampah sementara dan tertutup (berkisar antara 17.9% hingga 36.8%). Sedangkan responden yang masih belum menerapkan pernyataan mengenai tersedianya lap tangan hanya responden kelompok penjual kantin (46.2%), pernyataan mengenai tersedia tempat pencucian peralatan dengan suplai air mengalir masih kurang dilaksanakan oleh responden di kota, kabupaten, dengan akreditasi A dan B, serta penjaja luar (berkisar antara 22.2% hingga 45%), pernyataan mengenai tersedia peralatan yang bersih, tidak berkarat, dan berfungsi baik juga masih belum dilaksanakan dengan baik oleh responden di kota, dengan akreditasi B, dan penjaja luar (berkisar antara 47.1% hingga 50%), dan pernyataan terdapat saluran pembuangan limbah cair belum di praktekkan dengan baik oleh responden dengan akreditasi B. Sebaran pernyatan berdasarkan praktek keamanan pangan responden mengenai sarana dan fasilitas disajikan pada Lampiran 4c. Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Praktek keamanan pangan juga meliputi penggunaan bahan tambahan pangan (BTP). Menurut BPOM (2003), kegunaan BTP di dalam pangan adalah untuk mengawetkan, membentuk pangan lebih baik, memberikan warna, meningkatkan kualitas dan menghemat biaya. Berdasarkan hasil penelitian terdapat beberapa responden yang mengaku masih menggunakan BTP. Umumnya BTP yang paling banyak digunakan yaitu jenis BTP penyedap dengan merk dagang Sasa, Royco, Masako, bumbu penyedap sebanyak 44.7%. Responden yang menggunakan pemanis hanya sedikit yaitu menggunakan Sodium Siklamat, dan pemanis Cap Cangkir sebanyak 4.3%. Sedangkan untuk penggunaan pewarna, umumnya responden mengaku menggunakan pewarna makanan yang diperbolehkan untuk makanan yaitu pewarna dengan merk dagang Cap Kupu-kupu dan Cap Tawon sebanyak 6.4% dan 44.7% responden tidak menggunakan BTP sama sekali. Hanya sebagian kecil responden yang menyatakan menggunakan BTP. Hal ini diduga karena sebagian besar pedagang makanan jajanan di lokasi penelitian mengolah makanan setengah jadi menjadi

METODE PENELITIAN. Kota (n=20) Kabupaten (n=27) Purposive. Gambar 2 Cara Penarikan Contoh Penelitian. SDN Akreditasi A Penjaja (n=11)

METODE PENELITIAN. Kota (n=20) Kabupaten (n=27) Purposive. Gambar 2 Cara Penarikan Contoh Penelitian. SDN Akreditasi A Penjaja (n=11) METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini desain Cross Sectional Study yaitu mengumpulkan informasi dengan satu kali survei yang dilakukan di empat sekolah dasar dengan karakteristik mutu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 24 HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian dilakukan dalam dua tahapan yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan dilakukan pada sepuluh sekolah dasar,

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN LAMPIRAN 58 LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN KARAKTERISTIK SAMPEL Responden adalah penjamah makanan di rumah makan Jumlah responden adalah seluruh penjamah makanan di rumah makan Lembar

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 18 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian dilakukan dalam dua tahapan yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Desain penelitian pendahuluan adalah cross sectional study menggunakan

Lebih terperinci

CHECKLIST PEMBINAAN KANTIN SEKOLAH SEHAT SDN 04 LEBAK BULUS

CHECKLIST PEMBINAAN KANTIN SEKOLAH SEHAT SDN 04 LEBAK BULUS NO SARANA & PRASARANA / TANGGAL 1 LOKASI DAN BANGUNAN A. LANTAI BERSIH, TIDAK LICIN B. DINDING BERSIH, WARNA TERANG, KEDAP AIR C. LANGIT-LANGIT TIDAK BOCOR, TIDAK MENGELUPAS D. PINTU DAPAT DIBUKA TUTUP

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Sekolah Dasar SDN Lawanggintung 01 SDN Lawanggintung 01 terletak di Jalan Lawanggintung No. 22 Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Sekolah dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada era globalisasi keadaan gizi masyarakat yang baik menjadi salah satu cara

I. PENDAHULUAN. Pada era globalisasi keadaan gizi masyarakat yang baik menjadi salah satu cara 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi keadaan gizi masyarakat yang baik menjadi salah satu cara untuk mendukung suksesnya pembangunan kecerdasan dan kesehatan sumber daya manusia. Nutrisi

Lebih terperinci

Gambar 1: Perilaku penjaja PJAS tentang gizi dan keamanan pangan di lingkungan sekolah dasar Kota dan Kabupaten Bogor

Gambar 1: Perilaku penjaja PJAS tentang gizi dan keamanan pangan di lingkungan sekolah dasar Kota dan Kabupaten Bogor KERANGKA PEMIKIRAN Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia untuk memperoleh zat- zat yang diperlukan bagi pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan. Tetapi makanan yang masuk ketubuh beresiko sebagai pembawa

Lebih terperinci

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2012 (Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 942/MENKES/SK/VII/2003) No Objek Pengamatan Prinsip I : Pemilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang Undang No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan mengamanatkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kategori Objek Pengamatan. Keterangan. Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku Tahu. 1. Kacang kedelai dalam kondisi segar dan tidak busuk

Lampiran 1. Kategori Objek Pengamatan. Keterangan. Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku Tahu. 1. Kacang kedelai dalam kondisi segar dan tidak busuk 94 Lampiran 1 Lembar Observasi Higiene Sanitasi Pengolahan Tahu Pada Industri Rumah Tangga Pembuatan Tahu di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia Kota Medan Tahun 2016 (Sumber : Keputusan Menteri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sebelah Barat : berbatasan dengan Sungai Bulango. b. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kelurahan Ipilo

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sebelah Barat : berbatasan dengan Sungai Bulango. b. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kelurahan Ipilo BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Berikut ini adalah deskripsi lokasi penelitian yang dilihat atas dua aspek, yaitu Geografi dan Demografi : 1.1.1 Keadaan Geografis Pasar jajan

Lebih terperinci

UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI

UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI Lampiran 1. LEMBAR KUESIONER UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI A. IDENTITAS INFORMAN Nama :. Alamat : Usia :.Tahun Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan Pendidikan terakhir : Unit Kerja : Masa kerja

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study yaitu mengumpulkan informasi dengan satu kali survei. Penelitian ini mengkaji penerapan kebijakan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI Lampiran 1 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN KARAKTERISTIK RESPONDEN, PENGETAHUAN, LINGKUNGAN, PELATIHAN

Lebih terperinci

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan LAMPIRAN 1 LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI A. IDENTITAS PEKERJA Nama Alamat Usia :... :... :. Tahun Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan Status Perkawinan : 1.Kawin 2.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung berjudul Dampak Program Warung Anak Sehat (WAS) terhadap Perilaku Hygiene-Sanitasi Ibu WAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kualitas SDM merupakan faktor utama yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan nasional, untuk mencapai SDM berkualitas, faktor gizi memegang peranan penting, dimana gizi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN

Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN 97 Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN Sebagai persyaratan untuk menyelesaikan studi di

Lebih terperinci

Isu Pengelolaan Higiene Sanitasi

Isu Pengelolaan Higiene Sanitasi Isu Pengelolaan Higiene Sanitasi Makanan disekolah Lilis Nuraida dan Purwiyatno Hariyadi SEAFAST Center Institut Pertanian Bogor PENDAHULUAN Kualitas SDM yang baik merupakan syarat mutlak untuk keberhasilan

Lebih terperinci

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab :

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab : Sub Lampiran 1 FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA Nama dan alamat fasilitas yang diperiksa Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT Pemilik Fasilitas (Perusahaan atau Perorangan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah menjadi pelengkap kebutuhan pangan manusia yang mempunyai banyak variasi rasa, warna, dan serat yang bermanfaat untuk kesehatan. Selain dikonsumsi secara langsung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. Karanganyar terdapat 13 perusahaan tekstil. Salah satu perusahaan di daerah

BAB IV HASIL PENELITIAN. Karanganyar terdapat 13 perusahaan tekstil. Salah satu perusahaan di daerah BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Berdasarkan data dari kelurahan desa Waru, Kecamatan Kebakkramat, Karanganyar terdapat 13 perusahaan tekstil. Salah satu perusahaan di daerah

Lebih terperinci

KRITERIA KANTIN SEHAT

KRITERIA KANTIN SEHAT KRITERIA KANTIN SEHAT Kantin sekolah sehat memiliki syarat sebagai berikut: Ada persediaan air bersih untuk mengolah makanan, mencuci tangan dan mencuci peralatan makan. Mempunyai tempat penyimpanan bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Gambaran Umum Rumah Makan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Gambaran Umum Rumah Makan HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Jalan Babakan Raya merupakan salah satu jalan yang terdapat di Kelurahan Babakan, Kecamatan Darmaga. Jarak antara kelurahan Babakan dengan Kota Bogor

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Penelitian ini menggunakan data sekunder sehingga memiliki keterbatasan dalam pengambilan variabel-variabelnya. Laik fisik penilaiannya berdasarkan ketentuan Kepmenkes No. 715 tahun

Lebih terperinci

KUESIONER SEKOLAH. 1. Nama Sekolah : 2. NSPN : 3. Alamat Sekolah :

KUESIONER SEKOLAH. 1. Nama Sekolah : 2. NSPN : 3. Alamat Sekolah : KUESIONER SEKOLAH 1. Nama Sekolah : 2. NSPN : 3. Alamat Sekolah : 4. Nama Kepala Sekolah : 5. Status Sekolah : Negeri / Swasta * 6. Status Akreditasi Sekolah : 7. Jumlah Murid Seluruh Kelas : Laki-laki

Lebih terperinci

PERILAKU PENJAJA PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH TERKAIT GIZI DAN KEAMANAN PANGAN DI JAKARTA DAN SUKABUMI

PERILAKU PENJAJA PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH TERKAIT GIZI DAN KEAMANAN PANGAN DI JAKARTA DAN SUKABUMI Jurnal Gizi dan Pangan, 2010, 5(3): 148 157 Journal of Nutrition and Food, 2010, 5(3): 148 157 PERILAKU PENJAJA PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH TERKAIT GIZI DAN KEAMANAN PANGAN DI JAKARTA DAN SUKABUMI (Behaviour

Lebih terperinci

ASPEK HYGIENE SANITASI MAKANAN PADA RUMAH MAKAN DI TERMINAL 42 ANDALAS KOTA GORONTALO 2012 ABSTRAK

ASPEK HYGIENE SANITASI MAKANAN PADA RUMAH MAKAN DI TERMINAL 42 ANDALAS KOTA GORONTALO 2012 ABSTRAK ASPEK HYGIENE SANITASI MAKANAN PADA RUMAH MAKAN DI TERMINAL 42 ANDALAS KOTA GORONTALO 2012 ABSTRAK Lany Mulyani Malango. 811408049. 2012. Aspek Hygiene dan Sanitasi Makanan pada Rumah Makan di Terminal

Lebih terperinci

LEMBAR OBSERVASI ANALISIS

LEMBAR OBSERVASI ANALISIS LEMBAR OBSERVASI ANALISIS HIGIENE SANITASI, KANDUNGAN ZAT WARNA SINTETIS, PEMANIS BUATAN, DAN BAKTERI Eschericia coli PADA MINUMAN ES JERUK PERAS YANG DIJUAL PEDAGANG KELILING DI KEC. MEDAN BARU KOTA MEDAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan lingkungan sekolah merupakan syarat sekolah sehat. Upaya penyelenggaraan kesehatan lingkungan sekolah telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Lebih terperinci

Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah

Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah Berdasarkan PP no.28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan Pangan dapat di kategorikan : PANGAN SEGAR Pangan yang belum mengalami pengolahan yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia remaja merupakan periode rentan gizi karena berbagai sebab, salah satunya ialah remaja memerlukan zat gizi yang lebih tinggi karena peningkatan pertumbuhan fisik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 55 BAB III METODE PENELITIAN A. KERANGKA KONSEP Variabel Bebas Variabel Terikat Pengetahuan pelaku industri Sanitasi Hygiene Hasil monitoring keamanan produk industri rumah tangga (PIRT) pada makanan dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran umum sekolah SDN Kebon Kopi 2 adalah sekolah yang berada di jalan Kebon Kopi Rt.04/09 kelurahan Kebon Kelapa terletak di Kota Bogor Kecamatan Bogor Tengah. Berdiri pada

Lebih terperinci

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) 58 BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) Bab ini mendeskripsikan karakteristik demografi individu petani

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Keadaan Kantin di FIP UPI Bumi Siliwangi

LAMPIRAN. Keadaan Kantin di FIP UPI Bumi Siliwangi LAMPIRAN Keadaan Kantin di FIP UPI Bumi Siliwangi 170 Keadaan Kantin KOPMA UPI Bumi Siliwangi 171 Keadaan kantin PKM UPI Bumi Siliwangi 172 ANALISIS PEMAHAMAN PENERAPAN PRINSIP HYGIENE DAN SANITASI PADA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fokus terhadap peraturan teman, namun orangtua masih berpengaruh dalam. memberikan arahan untuk anak (Santrock, 2008; Wong, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. fokus terhadap peraturan teman, namun orangtua masih berpengaruh dalam. memberikan arahan untuk anak (Santrock, 2008; Wong, 2009). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak usia sekolah mulai melepaskan diri dari kelompok orang dewasa dan memiliki rasa solidaritas terhadap kelompok teman sebaya (Wong, 2009). Peer group atau teman

Lebih terperinci

LAMPIRAN PENYELENGGARAAN MAKANAN, KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI SANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN DARUSALAAM BOGOR

LAMPIRAN PENYELENGGARAAN MAKANAN, KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI SANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN DARUSALAAM BOGOR 53 LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian PENYELENGGARAAN MAKANAN, KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI SANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN DARUSALAAM BOGOR Nomor : Nama : Alamat : Tanggal wawancara : DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 48 telah. kesehatan keluarga, perbaikan gizi, pengawasan makanan dan minuman,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 48 telah. kesehatan keluarga, perbaikan gizi, pengawasan makanan dan minuman, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 48 telah dijelaskan bahwa upaya penyelenggaraan kesehatan dilaksanakan melalui kegiatankegiatan kesehatan keluarga,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal diselenggarakan. makanan dan minuman (UU RI No.

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal diselenggarakan. makanan dan minuman (UU RI No. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun social yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sekolah Dasar yang diteliti Jumlah SD yang diteliti pada data sekunder Monitoring dan Verifikasi Profil Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Nasional Tahun 008 yaitu sebanyak

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian berjudul Dampak Program Warung Anak Sehat terhadap Perubahan Pengetahuan dan Perilaku Hidup Bersih

Lebih terperinci

METODOLOGI. n = 2 (σ 2 ) (Zα + Zβ) δ 2

METODOLOGI. n = 2 (σ 2 ) (Zα + Zβ) δ 2 17 METODOLOGI Desain, Waktu dan Tempat Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah experimental study yaitu percobaan lapang (field experiment) dengan menggunakan rancangan randomized treatment trial

Lebih terperinci

KUISIONER PENELITIAN. A. KARAKTERISTIK RESPONDEN Nama :... Sekolah/Kelas :... Jenis Kelamin : L / P Umur :... Pekerjaan Orang tua :...

KUISIONER PENELITIAN. A. KARAKTERISTIK RESPONDEN Nama :... Sekolah/Kelas :... Jenis Kelamin : L / P Umur :... Pekerjaan Orang tua :... NO. RESPONDEN KUISIONER PENELITIAN A. KARAKTERISTIK RESPONDEN Nama :.... Sekolah/Kelas :.... Jenis Kelamin : L / P Umur :.... Pekerjaan Orang tua :.... 4. Apakah adik-adik sarapan sebelum berangkat ke

Lebih terperinci

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK CARA PRODUKSI PANGAN SIAP SAJI YANG BAIK BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Persyaratan Karyawan

Lebih terperinci

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.7 Kerangka Teori Gambar 3.1 Kerangka Konsep... 24

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.7 Kerangka Teori Gambar 3.1 Kerangka Konsep... 24 DAFTAR TABEL Tabel 5.1 Persentase Analisis Univariat Masing-masing Variabel Berdasarkan Kepmenkes No.715 Tahun 2008 Penelitian di Universitas X (n=100)... 38 Tabel 5.2.1 Hubungan Sanitasi Kantin Dengan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA HIGIENE PERORANGAN, FREKUENSI KONSUMSI DAN SUMBER MAKANAN JAJANAN DENGAN KEJADIAN DIARE

HUBUNGAN ANTARA HIGIENE PERORANGAN, FREKUENSI KONSUMSI DAN SUMBER MAKANAN JAJANAN DENGAN KEJADIAN DIARE HUBUNGAN ANTARA HIGIENE PERORANGAN, FREKUENSI KONSUMSI DAN SUMBER MAKANAN JAJANAN DENGAN KEJADIAN DIARE NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Gizi Pada Fakultas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar

TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar 5 TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar Sekolah merupakan institusi pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, pengolahan sekolah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang luas wilayahnya 64,79 km atau sekitar 0,58 % dari luas Provinsi Gorontalo.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang luas wilayahnya 64,79 km atau sekitar 0,58 % dari luas Provinsi Gorontalo. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah dari Provinsi Gorontalo yang luas wilayahnya 64,79 km atau sekitar 0,58 % dari luas Provinsi Gorontalo.

Lebih terperinci

Lembar Observasi. Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012

Lembar Observasi. Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012 Lampiran 1 Lembar Observasi Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012 Nama : No. sampel : Lokasi : Jenis kelamin : Umur : Lama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu prioritas pangan yang menjadi perhatian serius adalah pangan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu prioritas pangan yang menjadi perhatian serius adalah pangan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu prioritas pangan yang menjadi perhatian serius adalah pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Hal ini dianggap penting mengingat anak sekolah merupakan cikal

Lebih terperinci

1 KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN

1 KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN Lampiran KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN Escherichia coli PADA MAKANAN DI RUMAH MAKAN KHAS MINANG JALAN SETIA BUDI KELURAHAN TANJUNG REJO KECAMATAN MEDAN SUNGGAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi alternatif makanan dan minuman sehari-hari dan banyak dikonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi alternatif makanan dan minuman sehari-hari dan banyak dikonsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan dan minuman merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi dan diupayakan agar lebih tersedia dalam kualitas dan kuantitas secara memadai

Lebih terperinci

HYGIENE SANITASI PADA PEDAGANG MAKANAN JAJANAN DI LINGKUNGAN SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN BONGOMEME KABUPATEN GORONTALO TAHUN 2012

HYGIENE SANITASI PADA PEDAGANG MAKANAN JAJANAN DI LINGKUNGAN SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN BONGOMEME KABUPATEN GORONTALO TAHUN 2012 HYGIENE SANITASI PADA PEDAGANG MAKANAN JAJANAN DI LINGKUNGAN SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN BONGOMEME KABUPATEN GORONTALO TAHUN 2012 GESNAWATI D. AKASE NIM : 811 408 031 ABSTRAK Gesnawati D. Akase. 2012. Hygiene

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Makanan jajanan dapat memberikan kontribusi zat gizi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Makanan jajanan dapat memberikan kontribusi zat gizi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan jajanan sangat beragam jenisnya dan berkembang pesat di Indonesia. Makanan jajanan dapat memberikan kontribusi zat gizi dalam tubuh yaitu berkisar antara 10-20%.

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI ILMU GIZI UNIVERSITAS ESA UNGGUL

PROGRAM STUDI ILMU GIZI UNIVERSITAS ESA UNGGUL PROGRAM STUDI ILMU GIZI UNIVERSITAS ESA UNGGUL Kepada Yth. Ibu Balita Di Tempat Kabanjahe, Juli 2015 Saya mahasiswa Jurusan Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul. Dalam hal ini

Lebih terperinci

ANALISA SANITASI DAN HIGIENE PENYAJIAN MAKANAN DI KANTIN UNIVERSITAS KRISTEN PETRA SURABAYA

ANALISA SANITASI DAN HIGIENE PENYAJIAN MAKANAN DI KANTIN UNIVERSITAS KRISTEN PETRA SURABAYA ANALISA SANITASI DAN HIGIENE PENYAJIAN MAKANAN DI KANTIN UNIVERSITAS KRISTEN PETRA SURABAYA Yessica Febriani Sutanto, Erni Lucyana Kuntani Program Manajemen Perhotelan, Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. atau dikenal dengan kampus induk/pusat, kampus 2 terletak di Jalan Raden Saleh,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. atau dikenal dengan kampus induk/pusat, kampus 2 terletak di Jalan Raden Saleh, 33 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Universitas Negeri Gorontalo merupakan salah satu perguruan tinggi di Gorontalo. Kampus Universitas Negeri Gorontalo terbagi atas 3, yaitu kampus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya yang berkaitan dengan makanan dan minuman masih menjadi masalah yang paling sering ditemukan di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mereka sedang dalam puncak pertumbuhan. Pada anak usia sekolah akan terus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mereka sedang dalam puncak pertumbuhan. Pada anak usia sekolah akan terus BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anak Usia Sekolah Anak usia sekolah yaitu anak yang berusia 6 sampai 12 tahun memiliki fisik lebih kuat dibandingkan dengan balita, memiliki sifat indifidual yang aktif, dimana

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik.. Karakteristik Food Handler Umumnya responden berumur sampai tahun (77.%) dengan rentang umur antara - tahun dan memiliki pengalaman berdagang sampai tahun (7.%). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang saat ini masih mengahadapi masalah sanitasi dan perilaku untuk hidup bersih dan sehat. Untuk mengatasi masalah tersebut pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Mata pelajaran

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Mata pelajaran RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Nama Sekolah Mata pelajaran Kelas Semester Alokasi waktu : SD ALAM PACITAN : IPA : V (Lima) : 1 (Satu) : 4 JP (2 x TM) I. STANDAR KOMPETENSI 1. Mengidentifikasi fungsi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Sampel

METODE PENELITIAN Desain, dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Sampel 15 METODE PENELITIAN Desain, dan Waktu Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain cross sectional study yaitu mengumpulkan informasi dengan satu kali survei. Penelitian ini mengkaji pengetahuan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data 20 METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian Cross sectional study, yaitu data dikumpulkan pada satu waktu. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar Sikap

TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar Sikap TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar Periode pertengahan masa kanak-kanak, yaitu anak usia sekolah (6-12 tahun) merupakan periode yang penting dalam kehidupan anak-anak. Walaupun pertumbuhan fisik anak-anak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 Umur dan Jenis Kelamin HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Contoh Jumlah siswa yang diteliti sebanyak 62 orang, terdiri dari siswa laki-laki yaitu 34 orang dan siswa perempuan yaitu 28 orang. Umur siswa

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Profil Konsumen Emping Jagung KWT Tri Manunggal

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Profil Konsumen Emping Jagung KWT Tri Manunggal V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Konsumen Emping Jagung KWT Tri Manunggal Profil konsumen merupakan gambaran identitas yang dapat menonjolkan karakteristik dari seseorang yang membedakan dirinya dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan nasional, dan untuk mencapai SDM berkualitas, faktor gizi memegang

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan nasional, dan untuk mencapai SDM berkualitas, faktor gizi memegang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kualitas SDM merupakan faktor utama yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan nasional, dan untuk mencapai SDM berkualitas, faktor gizi memegang peranan penting,

Lebih terperinci

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran : Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran 2: saluran limbah yang kotor dan tidak tertutup dekat dengan Pengolahan sambal Gambar lampiran 3: keadaan dapur yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun Negara maju. Di Indonesia sejak tahun 1950 sudah terdapat

BAB I PENDAHULUAN. maupun Negara maju. Di Indonesia sejak tahun 1950 sudah terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini gizi menjadi masalah baik di Negara berkembang maupun Negara maju. Di Indonesia sejak tahun 1950 sudah terdapat kekhawatiran bahwa gizi buruk dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A

II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A LAMPIRAN I LEMBAR OBSERVASI KONDISI HIGIENE DAN SANITASI PENYELENGGARA MAKANAN DAN

Lebih terperinci

4 METODE. Desain, Tempat dan Waktu. Teknik Penarikan Contoh

4 METODE. Desain, Tempat dan Waktu. Teknik Penarikan Contoh 15 4 METODE Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian yang digunakan cross sectional. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Pengembangan Model Pendidikan Makanan Jajanan Sehat Berbasis Sekolah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. n= z 2 1-α/2.p(1-p) d 2

METODE PENELITIAN. n= z 2 1-α/2.p(1-p) d 2 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain dalam penelitian ini adalah cross sectional study. Lokasi penelitian di Desa Paberasan Kabupaten Sumenep. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PELAKSANAAN

BAB III METODE PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan BAB III METODE PELAKSANAAN Kegiatan penelitian Tugas Akhir ini dilaksanakan mulai bulan Maret - Juni 2016 di UKM tahu bakso EQ di Perumahan Singkil Rt 02 Rw 05, Singkil,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang penting. Semakin maju suatu bangsa, tuntutan dan perhatian terhadap kualitas pangan yang akan dikonsumsi

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN FAKTOR RESIKO TERJADINYA DIARE DI KELURAHAN HAMDAN KECAMATAN MEDAN MAIMUN KOTA MEDAN TAHUN : Tidak Tamat Sekolah.

KUESIONER PENELITIAN FAKTOR RESIKO TERJADINYA DIARE DI KELURAHAN HAMDAN KECAMATAN MEDAN MAIMUN KOTA MEDAN TAHUN : Tidak Tamat Sekolah. KUESIONER PENELITIAN FAKTOR RESIKO TERJADINYA DIARE DI KELURAHAN HAMDAN KECAMATAN MEDAN MAIMUN KOTA MEDAN TAHUN 2014 Nama : Umur : Tingkat Pendidikan : Tidak Tamat Sekolah Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN PERBEDAAN SANITASI PENGELOLAAN RUMAH MAKAN DAN RESTORAN BERDASARKAN TINGKAT MUTU (GRADE A,B DAN C) DI KOTA MEDAN TAHUN 2013

KUESIONER PENELITIAN PERBEDAAN SANITASI PENGELOLAAN RUMAH MAKAN DAN RESTORAN BERDASARKAN TINGKAT MUTU (GRADE A,B DAN C) DI KOTA MEDAN TAHUN 2013 KUESIONER PENELITIAN PERBEDAAN SANITASI PENGELOLAAN RUMAH MAKAN DAN RESTORAN BERDASARKAN TINGKAT MUTU (GRADE A,B DAN C) DI KOTA MEDAN TAHUN 2013 I. Identitas Responden 1. Nama Rumah makan : 2. Alamat :

Lebih terperinci

LEMBAR OBSERVASI HYGIENE SANITASI PENGOLAHAN DODOL SALAK Berdasarkan Kepmenkes RI No.942/SK/VII/2003

LEMBAR OBSERVASI HYGIENE SANITASI PENGOLAHAN DODOL SALAK Berdasarkan Kepmenkes RI No.942/SK/VII/2003 LEMBAR OBSERVASI HYGIENE SANITASI PENGOLAHAN DODOL SALAK Berdasarkan Kepmenkes RI No.942/SK/VII/2003 Lokasi industri : Penanggung Jawab : Jumlah Karwan : No OBJEK PENGAMATAN KATEGORI Ya Tidak Prinsip I

Lebih terperinci

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA 5 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.04.12.2207 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA TATA CARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan (Nuraida dkk, 2014). Sedangkan pada kenyataannya masih banyak

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan (Nuraida dkk, 2014). Sedangkan pada kenyataannya masih banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan jajanan yang sehat sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah. Makanan jajanan sehat adalah makanan jajanan yang mengandung zat gizi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa merupakan komoditas penting bagi rakyat Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa merupakan komoditas penting bagi rakyat Indonesia dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kelapa merupakan komoditas penting bagi rakyat Indonesia dan merupakan salah satu sumber devisa negara. Daerah penghasil kelapa di Indonesia antara lain Sulawesi Utara,

Lebih terperinci

MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN

MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu mengolah ikan teri asin kering yang berkualitas dan higienis. Indikator Keberhasilan: Mutu ikan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah 20 BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penyusunan dan penelitian tugas akhir ini dilakukan di Usaha Kecil Menengah (UKM) Chrisna Snack, Perumahan Josroyo 19 RT 7 RW

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung zat gizi, makanan harus baik, dan aman untuk dikonsumsi.

BAB I PENDAHULUAN. mengandung zat gizi, makanan harus baik, dan aman untuk dikonsumsi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyediaan makanan yang sehat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi peningkatan derajat kesehatan. Agar dapat berfungsi dengan baik maka diperlukan berbagai

Lebih terperinci

SUMMARY ASPEK HYGIENE DAN SANITASI MAKANAN DI PASAR JAJAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012 ABSTRAK

SUMMARY ASPEK HYGIENE DAN SANITASI MAKANAN DI PASAR JAJAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012 ABSTRAK 1 SUMMARY ASPEK HYGIENE DAN SANITASI MAKANAN DI PASAR JAJAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012 Ratni Latudi Program Studi Kesehatan Masyarakat, Peminatan Kesehatan Lingkungan, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan,

Lebih terperinci

memerlukan makanan yang harus dikonsumsi setiap hari, karena makanan merupakan sumber energi dan berbagai zat bergizi untuk mendukung hidup

memerlukan makanan yang harus dikonsumsi setiap hari, karena makanan merupakan sumber energi dan berbagai zat bergizi untuk mendukung hidup 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan suatu bangsa adalah suatu usaha yang dirancang secara khusus untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Kesehatan adalah salah satu komponen kualitas manusia,

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.04.12.2207 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Oleh karena itu tingkat kesehatannya perlu dibina dan. Gizi menjadi penting bagi anak sekolah karena selain dapat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Oleh karena itu tingkat kesehatannya perlu dibina dan. Gizi menjadi penting bagi anak sekolah karena selain dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak usia sekolah merupakan generasi penerus bangsa dan modal pembangunan. Oleh karena itu tingkat kesehatannya perlu dibina dan ditingkatkan. Salah satu upaya kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saing manusia akan meningkat yang berpengaruh terhadap kelanjutan serta kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. saing manusia akan meningkat yang berpengaruh terhadap kelanjutan serta kemajuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan sebuah bangsa dalam memajukan pembangunan di segala bidang adalah salah satu wujud dari tercapainya bangsa yang maju dan mandiri. Salah satu faktor yang

Lebih terperinci

PENDAPAT SUPERVISOR TENTANG PENERAPAN SANITASI HIGIENE OLEH MAHASISWA PADA PELAKSANAAN PRAKTEK INDUSTRI

PENDAPAT SUPERVISOR TENTANG PENERAPAN SANITASI HIGIENE OLEH MAHASISWA PADA PELAKSANAAN PRAKTEK INDUSTRI 38 PENDAPAT SUPERVISOR TENTANG PENERAPAN SANITASI HIGIENE OLEH MAHASISWA PADA PELAKSANAAN PRAKTEK INDUSTRI Chairunnisa 1, Sri Subekti 2, Ai Nurhayati 2 Abstrak: Penelitian ini di latar belakangi oleh pentingnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari

I. PENDAHULUAN. sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keamanan pangan, dalam UU RI no 7 tahun 1996 didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Faktor-faktor yang menentukan kualitas makanan baik, dapat ditinjau dari

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Faktor-faktor yang menentukan kualitas makanan baik, dapat ditinjau dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kesehatan masyarakat. Seluruh anggota masyarakat tanpa kecuali adalah konsumen makanan itu sendiri. Faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Universitas Kristen Maranatha BAB 1 Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan di sekolah menyita waktu terbesar dari aktifitas keseluruhan anak sehari hari, termasuk aktifitas makan. Makanan jajanan di sekolah

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sedang istirahat di sekolah. Hal tersebut terjadi karena jarangnya orang tua

BAB 1 PENDAHULUAN. sedang istirahat di sekolah. Hal tersebut terjadi karena jarangnya orang tua BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak-anak dan jajanan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Anak-anak pada umumnya akan membeli aneka jajan terutama saat mereka sedang istirahat di sekolah.

Lebih terperinci

A. Pengetahuan Petunjuk: Jawablah pertanyaan berikut dengan memilih satu jawaban yang benar dengan memberi tanda silang (X).

A. Pengetahuan Petunjuk: Jawablah pertanyaan berikut dengan memilih satu jawaban yang benar dengan memberi tanda silang (X). Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Guru GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP GURU TENTANG PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DAN PELAKSANAAN PHBS PADA GURU SD NEGERIDI PERKEBUNAN TANAH GAMBUS TAHUN 2015 IDENTITAS

Lebih terperinci

II Observasi. No Objek pengamatan. Total skor masing masing setiap kantin Bobot Nilai Lokasi & Bangunan SMA Lokasi : a.

II Observasi. No Objek pengamatan. Total skor masing masing setiap kantin Bobot Nilai Lokasi & Bangunan SMA Lokasi : a. LAMPIRAN I LEMBAR OBSERVASI KONDISI HIGIENE DAN SANITASI PENYELENGGARA MAKANAN DAN MINUMAN PADA KANTIN SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) DI KECAMATAN PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TAHUN 0 I. Indentitas

Lebih terperinci