KARAKTERISTIK MIKROENKAPSULAT PEPTON BERBAHAN DASAR IKAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN (HTS) MULTISPESIES BUSUK DENGAN METODE SPRAY DRYING

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISTIK MIKROENKAPSULAT PEPTON BERBAHAN DASAR IKAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN (HTS) MULTISPESIES BUSUK DENGAN METODE SPRAY DRYING"

Transkripsi

1 KARAKTERISTIK MIKROENKAPSULAT PEPTON BERBAHAN DASAR IKAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN (HTS) MULTISPESIES BUSUK DENGAN METODE SPRAY DRYING DAN BAHAN PENYALUT MALTODEKSTRIN GIRI ROHMAD BAROKAH DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERARAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Karakteristik Mikroenkapsulat Pepton Berbahan Dasar Ikan Hasil Tangkapan Sampingan (HTS) Busuk dengan Metode Spray Drying dan Bahan Penyalut Maltodekstrin adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2014 Giri Rohmad Barokah NIP C

4

5 ABSTRAK GIRI ROHMAD BAROKAH. Karakteristik Mikroenkapsulat Pepton Berbahan Dasar Ikan Hasil Tangkapan Sampingan (HTS) Busuk dengan Metode Spray Drying dan Bahan Penyalut Maltodekstrin. Dibimbing oleh TATI NURHAYATI dan BUSTAMI IBRAHIM. Penelitian ini bertujuan memproduksi pepton dengan bahan dasar ikan hasil tangkapan sampingan multispesies busuk dibalut teknik mikroenkapsulasi dengan bahan penyalut maltodekstrin. Berdasarkan hasil analisis mikroenkapsulat pepton HTS busuk yang dihasilkan memiliki komposisi kimia berupa kadar air 6,28%, kadar abu 9,01%, kadar protein 62,79%, kadar lemak 0,44% dan karbohidrat 21,48%. Karakteristik kimia produk yang dihasilkan adalah kelarutan 98,87%, total nitrogen 10,05%, α amino nitrogen 1,22%, AN/TN sebesar 12,14%, kadar garam 8,04% dan ph 6,69%. Mikroenkapsulat pepton HTS busuk memiliki karakteristik fisik dengan nilai derajat kecerahan 60,01, nilai derajat putih 57,44%, dan derajat warna cenderung kuning kemerahan. Aktivitas air (a w ) mikroenkapsulat pepton HTS busuk pada kondisi penyimpanan suhu ruang selama 5 jam lebih rendah dibandingkan pepton HTS busuk tanpa mikroenkapsulasi dan pepton komersial oxoid. Kandungan asam amino produk terdiri dari 15 asam amino terdiri atas 9 asam amino esensial dan 6 asam amino non esensial. Hasil pengukuran optical density (OD) menunjukkan mikroenkapsulat pepton ikan HTS busuk memiliki pola pertumbuhan bakteri yang lebih baik jika dibandingkan pepton komersial dan pepton ikan HTS busuk tanpa mikroenkapsulasi. Kata kunci : Ikan hasil tangkapan sampingan (HTS), karakteristik, mikroenenkapsulasi, pepton

6 ABSTRACT GIRI ROHMAD BAROKAH.Characteristic of microencapsulate peptone with spoiled by cath fish as a raw material using spray drying methods and maltodekstrin as a coating ingridients. Under direction of TATI NURHAYATI and BUSTAMI IBRAHIM. This research aim is to produce peptone with spoiled by cath fish as a raw materials using microencapsulation technique and maltodeskstin as a coating inngridients.. Microencapsulate of peptone has chemical composition with moisture content 8.95%, ash content 5.26%, protein content 62.79%, fat content 0.44% and carbohydrate content 21.48%. The chemical characteristic peptone bycatch spoiled fish indicate that product has solubility 98.87%, nitrogen total 10.05%, α amino nitrogen 1.22%, AN/TN 12.14%, salt content 8.04% and ph Microencapsulate peptone has physical characteristic with dominatic colour yellow to redness. Water activity of microencapsulate spoiled by cath fish peptone at room temperature of storage during 5 hours was lower than peptone spoiled by cath fish without microencapsulation and comercial product of peptone. The amino acid content of microencapusalate spoiled by cath fish peptone consist of 15 amino acid that consist of 9 esensial amino acid and 6 non esensial amino acid. Microorganism growth kurve with optical density (OD). That indicate microencapsulate spoiled by cath fish peptone has bacterial growth kurve more good than comercial product of peptone and peptone spoiled by cath fish without microencapsulation. Keywords: by-catch fish, characteristic, microencapsulation, peptone

7 Hak Cipta milik IPB, tahun 2014 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

8

9 KARAKTERISTIK MIKROENKAPSULAT PEPTON BERBAHAN DASAR IKAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN (HTS) MULTISPESIES BUSUK DENGAN METODE SPRAY DRYING DAN BAHAN PENYALUT MALTODEKSTRIN GIRI ROHMAD BAROKAH Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan Pada Departemen Teknologi Hasil Perairan DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014

10

11 Judul Skripsi : Karakteristik Mikroenkapsulat Pepton Berbahan Dasar Ikan HasilTangkapan Sampingan (HTS) Multispesies Busuk dengan MetodeSpray Drying dan Bahan Penyalut Maltodekstrin Nama : Giri Rohmad Barokah Nip : C Departemen : Teknologi Hasil Perairan Disetujui oleh Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M. Si NIP Dr. Ir, Bustami Ibrahim, M,Sc NIP Diketahui oleh Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan Dr.Ir. Joko Santoso, M.Si NIP Tanggal lulus :...

12 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT karena telah memberikan rahmat dan hidayah-nya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada: 1. Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si dan Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc. selaku dosen pembimbing,yang telah banyak memberikan bimbingan selama penyelesaian tugas akhir. 2. Dr. Dra. Pipih Suptijah, MBA selaku dosen penguji, yang telah memberikan banyak saran sehingga skripsi saya bisa menjadi lebih baik. 3. Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan. 4. Keluarga terutama ayah dan ibu (Simung dan Sarti), adik (Ambar Muktiningsih) serta Astari Indah Kirana yang telah memberikan doa dan dukungannya terhadap penulis. 5. Teman-teman Teknologi Hasil Perairan 46 dan tim pepton (Risa Nurul Fitra dan Eska Rizky F.) yang telah memberikan bantuan dan atas kerjasamanya selama ini. 6. Mbak Lastri, Mas Ipul, Bu Endang, Bu Rubiyah, dan Bu Eni yang telah membantu penulis dalam penelitian. 7. Pihak lain yang telah banyak membantu dalam pengerjaan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan skripsi ini penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya. Bogor, Januari 2014 Giri Rohmad B

13 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... xiii DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xiv PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 METODE... 3 Waktu dan Tempat Penelitian... 3 Bahan dan Alat... 3 Tahapan Penelitian... 3 Prosedur Analisis... 6 HASIL DAN PEMBAHASAN... 8 Formulasi Mikroenkapsulat Pepton Ikan hasil Tangkapan Sampingan (HTS) Multispesies Busuk... 8 Rendemen Mikroenkapsulat Pepton Ikan Hasil Tangkapan Sampingan (HTS) Multispesies Busuk Komposisi Kimia Mikroenkapsulat Pepton Ikan Hasil Tangkapan Sampingan (HTS) Multispesies Busuk Karakteristik Kimia Produk Mikroenkapsulat Pepton Ikan Hasil Tangkapan Sampingan (HTS) Busuk Karakteristik Sifat Fisik Mikroenkapsulat Pepton Ikan Hasil Tangkapan Sampingan (HTS) Busuk Aktivitas Air Mikroenkapsulat Pepton Ikan Hasil Tangkapan Sampingan (HTS) Busuk Komposisi Asam Amino Mikroenkapsulat Pepton Ikan Hasil Tangkapan Sampingan (HTS) Busuk Aplikasi Mikroenkapsulat Pepton Ikan Hasil Tangkapan Sampingan (HTS) Busuk Sebagai Media Pertumbuhan Bakteri KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 25

14 DAFTAR TABEL 1. Ukuran mikroenkapsulat pepton pada konsentrasi maltodekstrin tertentu dan waktu pengadukan tertentu Komposisi kimia mikroenkapsulat pepton HTS busuk Karakteristik sifat kimia mikroenkapsulat pepton HTS busuk Karakteristrik sifat fisik mikroenkapsulat pepton HTS busuk Komposisi asam amino mikroenkapsulat pepton HTS busuk...17 DAFTAR GAMBAR 1. Diagram alir proses pembuatan pepton, hidrolisis protein secara enzimatis Diagram alir proses pembuatan pepton dengan teknik mikroenkapsulasi Potret formulasi mikroenkapsulat pepton dengan perlakuan konsentrasi maltodekstin dan waktu pengadukan pada perbesaran 40x Visualisasi perbandingan warna produk pepton Perbandingan nilai a w produk pepton selama pendiaman suhu ruang Komposisiasam amino ketiga jenis pepton Hasil pengukuran optical density Staphylococcus aureus Hasil pengukuran optical density Escherichia coli DAFTAR LAMPIRAN 1. Kromatogram analisis asam amino Data analisis warna pada Cromometer Dokumentasi mikroenkapsulat pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk Kategori warna menurut kisaran o Hue... 29

15 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hasil tangkap sampingan (HTS) atau by catch merupakan permasalahan dan isu perikanan yang sangat global semenjak tahun 1990-an. Ikan HTS yang selalu mengalami peningkatan menjadi salah satu penyebab penurunan jumlah stok ikan, secara umum diketahui hampir semua kegiatan perikanan tangkap menghasilkan HTS. Beberapa jenis alat tangkap khususnya pukat udang (shrimp trawl), diketahui memberikan kontribusi yang lebih besar dibandingkan alat tangkap yang lainnya. Ikan-ikan HTS dapat mencapai 5-10 kali lebih berat dari hasil tangkapan udang (Purbayanto et al. 2004). Data Statistik Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap tahun memperlihatkan bahwa hasil tangkapan dari industri penangkapan pukat rata-rata sebesar ton per tahun. Jumlah HTS diperkirakan akan mencapai rata-rata sebesar ton per tahun dengan rasio perbandingan 1:12. Hasil tangkapan sampingan cenderung belum dimanfaatkan. Salah satu penyebabnya adalah adanya kebijakan dari setiap manajemen industri penangkapan pukat udang bahwa yang menjadi target dari suatu operasi penangkapan adalah udang sehingga penanganannya harus diutamakan. Ikan hasil tangkapan sampingan khususnya jenis non ekonomis sebagian besar dibuang kembali ke laut karena tidak tersedia tempat untuk menyimpan serta waktu dan tenaga untuk menanganinya. Pemanfaatan ikan hasil tangkapan sampingan menjadi produk dengan nilai jual yang tinggi sangat diperlukan untuk menanggapi masalah tersebut dan salah satu produk yang dapat dikembangkan dari bahan baku ikan hasil tangkapan sampingan adalah pepton. Dufossé et al. (2001) menyatakan pepton ikan adalah produk turunan atau derivat dari hidrolisat protein yang larut dalam air dan tidak mengalami proses koagulasi pada air panas. Kebutuhan pepton dalam bidang bioteknologi sangat tinggi. Kebutuhan pepton di Indonesia selama ini dipenuhi melalui impor dan dengan harga yang sangat mahal.kebutuhan terhadap pepton untuk negara Indonesia cenderung meningkat setiap tahunnya. Pepton ikan merupakan produk yang sangat memiliki nilai ekonomis penting pada industri perikanan dibandingkan dengan produk sampingan lainnya misalnya silase ikan dan tepung ikan karena memiliki harga pasar yang sangat tinggi. Harga pepton komersial produksi difco dengan merek dagang Bactopeptone per 500 gramnya sebesar US $ 12,50 atau dalam rupiah sekitar Rp ,- (BPS 2012). Produk pepton merupakan produk yang bersifat higroskopis ketika terkena udara dan mudah berikatan dengan air sehingga mudah mengalami kerusakan mutu secara fisik dan kimiawi. Pepton selama penyimpanan mudah mengalami penggumpalan sehingga kemampuannya dalam menumbuhkan (enrichment) bakteri dalam kultivasinya menjadi semakin menurun. Oleh karena itu dibutuhkan suatu metode baru agar pepton lebih tahan dalam kondisi penyimpanan dan memiliki karakteristik yang tidak berbeda jauh dengan pepton komersial. Salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk melindungi kandungan zat padat, cair, atau gas dari kondisi yang tidak dapat dikontrol adalah mikroenkapsulasi. Mikroenkapsulasi merupakan suatu teknik melapisi cairan, padatan, atau gas dengan lapisan tipis berupa material pelindung. Lapisan tipis tersebut berfungsi melindungi produk dari kebusukan, mengurangi penguapan komponen

16 2 aktif, dan menghindari dari kondisi yang tidak diinginkan (Selim et al. 2008). Salah satu keuntungan mikroenkapsulasi adalah bahan yang memiliki sifat higroskopis dapat dilindungi dari kelembaban lingkungan (Paramita 2010). Teknik mikroenkapsulasi membutuhkan bahan penyalut, salah satu bahan penyalut yang sering digunakan dalam teknik mikroenkapsulasi adalah maltodekstrin. Maltodekstrin merupakan bahan yang memiliki sifat tertentu, sifat yang dimiliki maltodekstrin antara lain mengalami proses dispersi yang cepat, memiliki daya larut yang tinggi dalam air, mampu membentuk film, memiliki sifat higroskopis yang rendah, dan mampu menghambat kristalisasi (Hui 1992). Perumusan masalah Ikan hasil tangkapan sampingan merupakan limbah yang cenderung kurang dimanfaatkan karena bukan target tangkapan utama nelayan. Ikan hasil tangkapan sampingan memiliki nilai jual yang rendah. Ikan hasil tangkapan sampingan memiliki protein yang tinggi sehingga dapat dimanfaatkan menjadi bahan baku pembuatan pepton ikan. Produk pepton ikan akan tetapi masih memiliki kelemahan yaitu bersifat higroskopis tinggi atau mudah rusak akibat pengaruh suhu lingkungan, oleh karena itu diperlukan informasi mengenai teknik pembuatan pepton ikan dengan bahan baku ikan hasil tangkapan sampingan menggunakan metode mikroenkapsulasi agar dihasilkan produk yang memiliki kualitas yang baik Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah proses pembuatan pepton dari hasil tangkapan sampingan (HTS) multispesies busuk yang dibalut dengan teknik mikroenkapsulasi dengan maltodekstrin. Tujuan khusus penelitian ini: 1. Mempelajari karakteristik mikroenkapsulat pepton yang dihasilkan. 2. Menentukan konsentrasi maltodekstrin terbaik dalam proses mikroenkapsulasi pepton. 3. Membandingkan karakteristik mikrokapsulat pepton dengan maltodekstrin dengan pepton tanpa proses mikroenkapsulasi dan pepton komersial.

17 3 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan September Penelitian bertempat di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia, Laboratorium Mutu dan Keamanan Pangan, Laboratorium Rekayasa Bioproses Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB), Laboratorium Biologi Mikro Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bahan Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari bahan utama berupa ikan hasil tangkap sampingan (HTS) multispesies busuk yang terdiri dari ikan tongkol, kembung, selar, layang, tembang, layur, cucut, dan pari yang diperoleh dari Muara Angke Jakarta. Enzim papain sebagai bahan penghidrolisis protein ikan dan maltodekstrin sebagai bahan penyalut dalam proses mikroenkapsulasi. Bahan-bahan untuk analisis, yaitu bahan untuk uji proksimat bahan baku ikan serta bahan untuk karakterisasi mikroenkapsulat pepton. Bahan untuk uji pertumbuhan mikroorganisme misalnya yeast extract produksi Difco, pepton komersial(oxoid), dan natrium klorida (NaCl). Mikroorganisme yang digunakan dalam pengujian adalah Staphylococcus aureus dan Eschericia coli, serta bahan lainnya. Alat Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain hot shakerbath (Certomat WR), oven (Memmert), ph meter, High Performance Liquid Chromatography (HPLC) (Waters), mikroskop polarisasi cahaya, dino lite (Axio), homogenizer (Philips), dan Spray Drier (sd-gm 065). Prosedur Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam empat tahap yaitu pembuatan pepton cair, formulasi mikroenkapsulat pepton dengan konsentrasi bahan penyalut (1%-3%) serta waktu homogenisasi terbaik (5 menit-15 menit) dan pembuatan pepton dengan teknik mikroenkapsulasi, tahap karakterisasi mikroenkapsulat pepton, dan aplikasi mikroenkapsulat pepton sebagai media pertumbuhan mikroorganisme. Proses pembuatan pepton cair. Proses pembuatan pembuatan pepton cair diawali dengan tahap preparasi sampel. Ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) yang diambil dari TPI Muara Angke dibusukkan terlebih dahulu selama kurang lebih 12 jam. Sampel ikan tiap tiap jenis dengan berat yang sama dicincang dan diaduk hingga homogen. Tahapan selanjutnya adalah penentuan konsentrasi enzim terbaik dan waktu hirolisis terbaik yang akan digunakan dalam proses pembuatan pepton. Enzim papain yang memiliki aktivitas 3 USP/unit dengan konsentrasi 0% (v/v),

18 4 0,1% (v/v), 0,2% (v/v), 0,3% (v/v), dan 0,4% (v/v) dikombinasikan dengan perlakuan waktu hidrolisis 3 jam, 5 jam, dan 7 jam. Suhu hidrolisis yang digunakan sebesar 60 o C. Konsentrasi dan waktu hidrolisis yang terpilih ditentukan dengan mengukur perbandingan antara total nitrogen terlarut dan total nitrogen bahan (NTT/NTB) (AOAC 2005). Proses hidrolisis dilakukan dengan mencampurkan bahan baku ikan hasil tangkapan sampingan yang telah dicincang dan akuades dengan perbandingan 1:2 dalam erlenmeyer 250 ml. Enzim papain dengan konsentrasi tertentu ditambahkan ke dalam sampel dan dihidrolisis pada suhu 60 o C menggunakan hot shaker bath pada waktu tertentu. Proses inaktivasi enzim dilakukan pada suhu 85 o C menggunakan oven. Sampel yang sudah dihidrolisis didiamkan pada suhu 2-3 o C selama satu malam. Cairan hidrolisat kemudian disentrifuge pada suhu 3 o C dan kecepatan rpm selama 30 menit dengan tujuan menghilangkan lemak. Fase cair diambil untuk diuji kandungan nitrogen terlarut dan digunakan pada tahapan proses selanjutnya. Diagram alir pembuatan pepton cair dapat dilihat pada Gambar 1. Campuran 8 jenis ikan ekonomis rendah dalam kondisi busuk dengan kombinasi sama berat. Sortasi dan pencucian Maserasi bahan dengan air, perbandingan 1:2 dan hidrolisis protein, enzim papain 0; 0,1; 0,2; 0,3; dan 0,4% b/v, t: 60ºC selama 5,6, dan 7 jam* Pencincangan Inaktivasi enzim 85ºC, 15 menit Pemisahan lemak dan cairan t : 2-3ºC selama 12jam dilanjutkan sentrifugasi t : 3ºC, v : rpm selama 30 menit* Pepton cair Gambar 1 Diagram proses pembuatan pepton, hidrolisis protein secara enzimatis (modifikasi Mohammad 2012). Keterangan : * = Modifikasi

19 5 Proses formulasi mikroenkapsulat pepton dan pembuatan mikroenkapsulat pepton Formulasi mikroenkapsulat pepton dilakukan dengan mencampurkan pepton cair dan bahan penyalut maltodekstrin dengan perbandingan 1:3. Maltodekstrin dengan konsentrasi 1%, 2%, 3% dihomogenisasikan dengan pepton cair menggunakan homogenizer dengan kecepatan rpm dengan waktu 5 menit, 10 menit, dan 15 menit. Larutan sampel yang telah homogen kemudian diamati menggunakan mikroskop polarisasi cahaya dengan perbesaran 40x10 dan dipotret menggunakan dino lite untuk mengamati ukuran dan bentuk partikel mikrokapsul terbaik. Larutan campuran pepton dan maltodekstrin dengan kombinasi terbaik kemudian dikeringkan menggunakan spray dryer suhu inlet diatur 80 o C dan suhu outlet diatur 85 o C hingga menjadi bubuk mikroenkapsulat pepton. Diagram alir pembuatan mikroenkapsulat pepton dapat dilihat pada Gambar 2. Pencampuran pepton cair dan maltodekstrin (1:2), konsentrasi maltodekstrin 1%, 2%, dan 3%. Homogenisasi v : rpm dan t: 5menit, 10 menit, dan 15 menit Pengamatan dengan mikroskop perbesaran 4x10 dan pemotretan dengan dino lite Bubuk mikroenkapsulat pepton Pengeringan dengan spray dyer suhu inlet : 80 O C, suhu outlet : 85 O C Gambar 2 Diagram alur proses pembuatan pepton dengan teknik mikroenkapsulasi. Karakterisasi pepton ikan hasil tangkap sampingan (HTS) busuk Karakterisasi mikroenkapsulat pepton meliputi analisis yaitu analisis rendemen, ukuran mikroenkapsulat, proksimat, total nitrogen, ph, α-amino nitrogen bebas, asam amino, kadar NaCl, dan uji kelarutan dalam air, warna, dan derajat putih, dan uji pertumbuhan mikroorganisme. Hasil yang didapat kemudian dibandingkan dengan karakteristik pepton HTS busuk tanpa proses mikroenkapsulasi dan pepton komersial merk Oxoid. Pengujian pengaruh pepton terhadap pertumbuhan bakteri Pengujian kemampuan pepton sebagai sumber nitrogen dalam medium perkembangbiakan mikroorganisme dilakukan dengan metode Poernomo (1997) dengan menggunakan 2 macam mikroba dari media sediaan, yaitu Staphylococcus

20 6 aureus, dan Eschericia coli. Media pertumbuhan dibuat dengan melarutkan mikroenkapsulat pepton, pepton tanpa proses mikroenkapsulasi, dan pepton komersial merk oxoid sebanyak 1% (b/v). Larutan lalu ditambahkan dengan yeast extract sebanyak 0,5% (b/v) dan NaCl 1% (b/v), setelah itu disterilisasi. Pepton komersial merk Oxoid digunakan sebagai pembanding dalam menguji kemampuan mikroenkapsulat pepton sebagai media pertumbuhan bakteri. Inokulasi kultur mikroba murni dilakuan dengan mengambil 4 ml kultur murni yang telah ditumbuhkan pada media Nutrient Broth (NB) kemudian dimasukkan kedalam media yang telah diberi pepton, kultur yang telah dimasukkan ke dalam media diinkubasi dalam suhu 37 o C selama 24 jam. Pengamatan optical density (OD) dengan spektrofotometer pada 650 nm dilakukan untuk mengetahui pola pertumbuhan bakteri setiap 2 jam sekali. Prosedur Analisis Analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisis pada bahan baku ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) dan analisis karakteristik terhadap produk pepton yang telah diproses dengan teknik mikroenkapsulasi. Analisis yang dilakukan terhadap bahan baku ikan hasil tangkapan sampingan adalah analisis proksimat (analisis kadar air, kadar protein, kadar abu, dan kadar lemak) yang dilakukan berdasarkan metode AOAC (2005). Analisis yang dilakukan pada produk pepton yang diproses dengan teknik mikroenkapsulasi adalah analisis rendemen, analisis proksimat, perhitungan ph, analisis α-amino nitrogen bebas, analisis total nitrogen, analisis kelarutan dalam air, analisis kadar garam NaCl, analisis AN/TN, analisis warna, dan analisis derajat keputihan. Analisis rendemen dilakukan untuk mengetahui seberapa persen produk yang dihasilkan apabila dibandingkan dengan bahan baku yang digunakan dalan pembuatan produk tersebut. Rendemen produk pepton yang dihasilkan dapat dihitung dengan rumus : endemen % 100 % Keterangan : A = berat hidrolisat setelah dikeringkan (g) B = berat basah sampel awal setelah perendaman (g) Analisis proksimat yang dilakukan pada produk mikroenkapsulat pepton terdiri dari analisis kadar air, kadar abu, kadar lemak dan kadar protein nitrogen yang didasarkan pada metode AOAC (2005). Perhitungan ph dilakukan dengan menggunakan ph meter. Analisis kadar garam NaCl yang dilakukan berdasarkan metode Volhard. Prinsip dari analisis tersebut adalah mengendapkan semua Cl - dengan Ag + yang ditambahkan berlebihan menjadi AgCl, kemudian Ag + yang tersisa dititrasi dengan ion CNS - Analisis α-amino nitrogen bebas yang dilakukan dengan metode Yunizal et al. (1998). Prinsip pengujian ini adalah dengan menambahkan suspensi kuprifosfat ke dalam filtran yang dibuat dari ekstrak contoh dalam larutan TCA 7% sehingga tembaga (Cu) akan membentuk senyawa

21 7 kompleks dengan gugus asam amino yang berbanding langsung dengan grup amino yang ada. Analisis asam amino dilakukan berdasarkan metode AOAC (1995). Prinsip pengujian ini adalah penentuan komposisi asam amino menggunakan HPLC ini adalah memanfaatkan reaksi pra kolom gugus aminom yaitu pereaksi oktoftaladehida (OPA) yang kemudian akan bereaksi dengan asam amino primer dalam suasana basa dan mengandung merkaptoetanol membentuk senyawa yang berflourensi, sehingga dapat dideteksi dengan detektor flourensi. Analisis total nitrogen dilakukan dengan metode AOAC (2005) dan analisis AN/TN yang dilakukan dengan prinsip membandingkan total nitrogen produk akhir dengan total nitrogen bahan baku yang digunakan. Analisis warna pada produk mikroenkapsulat pepton berdasarkan pada prinsip metode Hunterlab. Prinsip pengujian ini adalah mengukur kadar warna suatu bahan menggunakan chromometer. Derajat keputihan produk pepton dapat diukur dengan metode perhitungan NFI (1991). Rumus pengukuran derajat keputihan produk pepton adalah: W h i t e n e s s = 100-[(100-L*) 2 + a* 2 + b* 2 ] 1/2 Keterangan: L = lightness a = redness/greeness b = yellowness/blueness

22 8 HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Kimia Bahan Baku Ikan Hasil Tangkapan Sampingan (HTS) Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah campuran 8 jenis ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) dan memiliki nilai ekonomis rendah. Campuran ikan tersebut terdiri dari ikan pari, ikan cucut, ikan selar, ikan tongkol, ikan layur, ikan tembang,dan ikan layang. Ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) memiliki kadar air sebesar 70,90%, kadar abu sebesar 5,365%, kadar protein 15,56%, dan kadar lemak 3,06%. Gokce et al. (2004) menyatakan ikan laut memiliki kadar air berkisar 70-86%, kadar protein berkisar 15-20%, kadar lemak <5%, kadar karbohidrat 1-3%, dan sisanya berupa vitamin dan mineral. Formulasi Mikroenkapsulat Pepton Ikan hasil Tangkapan Sampingan (HTS) Multispesies Busuk Mikroenkapsulasi merupakan suatu teknik dimana cairan, padatan, atau gas dilapisi dengan lapisan tipis berupa material pelindung atau sering disebut sebagai bahan penyalut (Selim et al. 2008). Material penyalut yang digunakan pada penelitian ini adalah maltodekstrin. Formulasi pembuatan pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk dilakukan dengan mencampurkan larutan pepton dan maltodekstrin pada konsentrasi berbeda lalu diaduk dengan kecepatan rpm dalam waktu pengadukan yang berbeda. Potret hasil formulasi pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk dengan teknik mikroenkapsulasi dapat dilihat pada Gambar 3. A B C D

23 9 E F G H I Gambar 3 Potret formulasi mikroenkapsulat pepton dengan perlakuan konsentrasi maltodekstrindan waktu pengadukan pada perbesaran 40x10. Keterangan: A : Maltodekstrin 1%, waktu pengadukan 5 menit B : Maltodekstrin 1%, waktu pengadukan 10 menit C : Maltodekstrin 1%, waktu pengadukan 15 menit D : Maltodekstrin 2%, waktu pengadukan 5 menit E : Maltodekstrin 2%, waktu pengadukan 10 menit F : Maltodekstrin 2%, waktu pengadukan 15 menit G : Maltodekstrin 3%, waktu pengadukan 5 menit H : Maltodekstrin 3%, waktu pengadukan 10 menit I : Maltodekstrin 3%, waktu pengadukan 15 menit

24 10 Teknik mikroenkapsulasi dapat membuat bahan aktif terjebak dalam bahan penyalut yang digunakan sehingga menghasilkan partikel-partikel yang berukuran mikron. Perhitungan ukuran mikroenkapsulat pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk dilakukan dengan cara metode sampling 10 sampel mikrokapsulat yang tampak dalam mikroskop polarisasi cahaya. Ukuran mikroenkapsulat pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk pada perlakuan konsentrasi bahan penyalut maltodekstrin tertentu dan waktu pengadukan tertentu dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Ukuran mikroenkapsulat pepton pada konsentrasi maltodekstrin tertentu dan waktu pengadukan tertentu Konsentrasi Waktu 5 menit 10 menit 15 menit 1% 7,64 µm 5,70 µm 5,68 µm 2% 7,1 µm 6,64 µm 7,66 µm 3% 6,4 µm 7,07 µm µm Hasil penelitian menunjukkan bahwa formulasi mikroenkapsulat pepton dengan perlakuan penambahan maltodekstrin dengan konsentrasi maltodekstrin 1% pada waktu pengadukan 10 menit dan 15 menit memiliki ukuran yang hampir sama yaitu 5,70 µm dan 5,68 µm namun perlakuan penambahan maltodekstrin dengan konsentrasi 1% dan waktu pengadukan 10 menit memiliki bentuk yang lebih stabil sehingga pada proses produksi mikroenkapsulat pepton digunakan formulasi tersebut. Finotelli et al.(2009) menyatakan bahwa semakin kecil ukuran mikroenkapsulat maka distribusi partikel akan semakin homogen sehingga stabilitas partikel mikroekapsulat akan semakin baik. Rendemen Mikroenkapsulat Pepton Ikan Hasil Tangkapan Sampingan (HTS) Multispesies Busuk Rendemen merupakan perbandingan produk yang dihasilkan dibandingkan dengan seberapa besar bahan baku yang digunakan dalam pembuatan produk tersebut (Liang 2009). Rendemen mikroenkapsulat pepton ditentukan berdasarkan perbandingan jumlah mikroenkapsulat pepton yang dihasilkan setelah proses pengeringan dengan spray dryer dan bahan baku ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) yang digunakan sebelum proses pengeringan dengan spray dryer. Mikroenkapsulat pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk memiliki rendemen (16,6%) lebih tinggi dibandingkan dengan pepton ikan HTS busuk yang diproses tanpa mikroenkapsulasi (6,67%) dan pepton HTS segar (6,12%). Perbedaan nilai rendemen yang dihasilkan disebabkan proses pengeringan produk yang berbeda yaitu mikroenkapsulat pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk dikeringkan dengan metodespray drying, sedangkan pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk tanpa mikroenkapsulasi diproses dengan metode pengeringan beku (freeze drying). Faktor lain yang dapat mempengaruhi nilai rendemen adalah komposisi bahan yang digunakan dalam proses. Mikroenkapsulat pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk diproses dengan penambahan bahan penyalut maltodekstrin sedangkan pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk tanpa proses mikroenkapsulasi dan pepton segar tidak ditambah maltodekstrin sehingga rendemennya meningkat.

25 11 Komposisi Kimia Mikroenkapsulat Pepton Ikan Hasil Tangkapan Sampingan (HTS) Multispesies Busuk Komposisi kimia suatu produk dapat ditentukan dengan analisis proksimat. Hasil analisis komposisi kimia mikroenkapsulat ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Komposisi kimia mikroenkapsulat pepton HTS busuk Parameter Pepton HTS busuk Pepton HTS (%) 1) segar 2) (%) Pepton HTS busuk mikroenkapsulasi (%) Kadar Air 6,68 8,95 6,28 Kadar Abu 4,94 5,26 9,01 Kadar Protein 71,39 74,36 62,79 Kadar Lemak 0,27 0,08 0,44 Keterangan : 1 ) Fitra (2013) 2) Mohammad (2012) Berdasarkan hasil analisis, mikroenkapsukat pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk memiliki kadar air yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kadar air pada produk pepton HTS segar dan pepton HTS busuk tanpa proses mikroenkapsulasi. Hal ini disebabkan oleh proses mikroenkapsulasi serta penggunaan maltodekstrin sebagai pengisi. Menurut Rahayuni (2001) maltodekstrin memiliki berat molekul sangat kecil dan struktur molekul yang sederhana sehingga dapat diuapkan dengan mudah ketika proses pengeringan sehingga kadar air rendah. Hasil analisis menunjukkan kadar abu mikroenkapsulat pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar abu pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk tanpa mikroenkapsulasi dan pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) segar, hal ini dapat disebabkan oleh kandungan komponen bahan yang terkandung pada produk mikroenkapsulat pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk akibat penambahan maltodekstrin. Menurut Mohammad (2012) kadar abu dipengaruhi oleh kandungan komponen non-mineral pada suatu bahan, semakin tinggi kandungan non-mineral maka semakin tinggi pula kadar abu pada bahan tersebut. Hasil analisis menunjukkan bahwa produk mikroenkapsulat pepton memiliki kadar protein yang lebih rendah jika dibandingkan kadar protein pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk tanpa mikroenkapsulasi dan pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS). Penurunan kadar protein pada mikroenkapsulat pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk dapat disebabkan komposisi bahan yang bertambah setelah penambahan maltodekstrin. Winarno (2008) menyatakan tingkat kehomogenan suatu produk dipengaruhi komposisi kimia bahan dalam produk. Berdasarkan analisis mikroenkapsulat pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk memiliki kadar lemak yang lebih tinggi dibandingkan ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) tanpa mikroenkapsulasi dan pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) segar. Kadar lemak pada mikroenkapsulat pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk lebih tinggi dibandingkan

26 12 dengan produk pembandingnya disebabkan penggunaan bahan penyalut maltodekstrin pada proses mikroenkapsulasi. Westing dan Rennecius (1988) menyatakan bahwa maltodekstrin tidak mempunyai sifat lipofilik sehingga menyebabkan stabilitas emulsi dan retensi lemak rendah, namun lemak yang terenkapsulasi memiliki daya tahan terhadap oksidasi. Karakteristik Kimia Produk Mikroenkapsulat Pepton Ikan Hasil Tangkapan Sampingan (HTS) Busuk Pepton memiliki kemampuan yang berbeda dalam menunjang pertumbuhan bakteri tergantung pada jenis protein yang digunakan dan proses pembuatannya. Kandungan senyawa utama pepton adalah proteosa, asam amino, garam organik, dan vitamin (Heritage et al. 2000). Karakteristik kimia mikroenkapsulat pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk terdapat ada Tabel 3. Tabel 3 Karakteristik sifat kimia mikroenkapsulat pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk Karakteristik Pepton ikan HTS busuk (%) 1) Pepton ikan HTS busuk mikroenkapsulasi (%) Neutralised Bacteriological Peptone (%) 2) Kelarutan (%) 99,96 98,87 99,00 Total nitrogen (%) 11,42 10,05 13,90 α-amino nitrogen (%) 1,76 1,22 2,40 AN/TN (%) 15,41 12,14 17,00 Kadar Garam (%) 7,82 8,04 3,20 ph 7,10 6,69 7,00 1) Keterangan : Fitra (2013) 2) Oxoid Manual 8th Edition (1998) Hasil analisis menunjukkan bahwa mikroenkapsulat pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk memiliki kelarutan yang hampir sama dengan pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk tanpa mikroenkapsulasi dan pepton komersial oxoid. Kelarutan pepton penting diketahui untuk menentukan kualitas dari pepton tersebut. Semakin tinggi nilai kelarutan pepton dalam air maka pepton yang dihasilkan makin baik (Nurhayati et al. 2013). Kelarutan pepton dipengaruhi oleh jumlah gugus bermuatan pada asam aminonya. Menurut Rodwell et al. (1985) Keberadaan gugus-gugus bermuatan banyak pada asam amino menyebabkan gugus-gugus ini dapat larut pada pelarut polar, misalnya air dan etanol, tetapi tidak larut pada pelarut non polar misalnya benzena, heksana, dan eter. Menurut Benjakul dan Morissey (1997) proses hidrolisis menggunakan enzim dapat meningkatkan kelarutan protein. Berdasarkan hasil analisis nilai total nitrogen mikroenkapsulat ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk lebih rendah jika dibandingkan dengan pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk tanpa proses mikroenkapsulasi dan pepton komersial. Saputra (2008) menyatakan bahwa total nitrogen pada produk pepton dipengaruhi oleh kadar protein bahan baku yang digunakan semakin tinggi kadar protein bahan baku yang digunakan semakin tinggi pula kadar total nitrogennya, selain itu proses hidrolisis juga mempengaruhi kadar nitrogen yang terdapat pada pepton.

27 13 Hasil analisis menunjukkan nilai α-amino nitrogen mikroekapsulat pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk lebih rendah jika dibandingkan nilai α-amino nitrogen pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk tanpa mikroenkapsulasi dan pepton komersial oxoid. Nilai α-amino nitrogen mikroenkapsulat pepton ikan hasil tangkapan sampingan sesuai dengan standar pepton komersial yang terdapat pada Bionutrient Technical Manual (2006) yang menyatakan selang α-amino nitrogen pada produk pepton adalah sebesar 1,2-2,5%. Saputra (2008) menyatakan nilai α-amino nitrogen menunjukkan nilai asam amino dalam produk, semakin banyak jumlah α-amino nitrogen maka jumlah asam amino dalam produk akan semakin banyak. Hasil analisis menunjukkan nilai rasio perbandingan antara amino nitrogen dibandingkan dengan total nitrogen (AN/TN) pada produk mikroenkapsulat pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) lebih rendah jika dibandingkan nilai AN/TN pada pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) tanpa proses mikroenkapsulasi dan pepton komersial oxoid. Nilai AN/TN produk mikroenkapsulat pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk sesuai dengan nilai AN/TN pada pepton komesial yaitu sebesar 11-21% Bionutrient Technical Manual (2006). Nilai AN/TN memberikan perkiraan derajat hidrolisis protein dan sangat berkaitan dengan NTT/NTB yaitu jumlah nitrogen terlarut pada saat hidrolisis dengan nitrogen bahan baku. Nilai rasio NTT/NTB yang semakin tinggi akan menyebabkan akan menyebabkan protein yang dapat terhidrolisis menjadi gugus yang lebih sederhana semakin besar, sehingga kandungan α-amino nitrogen pada produk yang dihasilkan juga akan semakin besar. Safari et al. (2009) menyatakan bahwa hidrolisat dari limbah ikan berpeluang menjadi komponen untuk mendukung pertumbuhan bakteri. Kemampuan hidrolisat untuk mendukung beberapa galur bakteri asam laktat dipengaruhi oleh enzim proteolitik yang digunakan untuk menghidrolisis, hal ini diduga karena pengaruh derajat hidrolisis dan panjang rantai peptida. Pemilihan mekanisme hidrolisis tidak hanya menentukan rendemen tetapi juga kinerja produk. Berdasarkan hasil analisis mikroenkapsulat pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk diketahui lebih tinggi dari kadar yang dimiliki oleh pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk tanpa proses mikroenkapsulasi. Kadar garam berasal dari ion-ion dan mineral yang terlepas selama proses hidrolisis berlangsung (Nurhayati et al. 2013). Chen et al. (1998) menyatakan kadar garam pada pepton diperlukan bagi mikroba yang membutuhkan ion Na + dan Cl - pada proses pertumbuhannya. Karakteristik Sifat Fisik Mikroenkapsulat Pepton Ikan Hasil Tangkapan Sampingan (HTS) Busuk Karakteristik sifat fisik suatu produk merupakan, sifat yang paling menentukan daya penerimaan produk secara fisik. Karakteristik fisik produk yang dianalisis pada penelitian ini meliputi analisis warna, kecerahan, dan derajat putih produk. Hasil analisis karakteristik sifat fisik mikroenkapsulat pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk dapat dilihat pada Tabel 4.

28 14 Tabel 4 Karakteristik sifat fisik pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk Karakteristik Pepton ikan HTS busuk 1) Pepton ikan HTS busuk mikroenkapsulasi Neutralised Bacteriological Peptone 2) Kecerahan/Lightness 52,64 60,01 52,54 Derajat putih (%) 51,44 57,44 50,25 Redness/Grennes (a) +2,30 +1,70 +4,49 Yellowness/Blueness(b) Intensitas warna Nilai HUE Keterangan : 1) Fitra (2013) +7,99 8,31 74,03 +10,33 10,46 80,7 2) Oxoid Manual 8th Edition (1998) +14,23 14,93 72,56 Mikroenkapsulat pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk diketahui memiliki warna yang lebih cerah dibandingkan pepton tanpa mikroenkapsulasi dan pepton komersial. Nilai kecerahan berbanding lurus dengan nilai derajat putih produk. Mikroenkapsulat pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk memiliki nilai derajat putih yang lebih tinggi dibandingkan pepton tanpa mikroenkapsulasi dan pepton komersial. Pada saat proses mikroenkapsulasi, pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk diproses menggunakan bahan penyalut maltodekstrin. Menurut Winarno (2008) tingkat kecerahan dan derajat putih suatu bahan dapat dipengaruhi oleh proses pembuatan produk, komposisi bahan penyusun produk dan pengeringan. Komposisi warna produk mikroenkapsulat pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk terdiri dari warna kuning dan merah begitu juga dengan pepton HTS busuk tanpa mikroenkapsulasi dan pepton komersial sehingga dapat disimpulkan ketiga jenis pepton tersebut memiliki warna kuning kemerahan dengan dominasi warna kuning. Warna merah pada produk dipengaruhi oleh kandungan hemoglobin pada produk, sedangkan warna kuning dipengaruhi kandungan lemak pada produk (Francis 2003). Komposisi warna kuning kemerahan dengan dominasi warna kuning pada mikroenkapsulat pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk diperkuat dengan kisaran HUE yang masuk dalam kisaran warna kuning-kemerahan (54-90). Secara visualisasi kepekatan warna yang terlihat dapat dilihat dari intensitas warna. Pepton komesial memiliki nilai intensitas warna yang paling tinggi jika dibandingkan mikroenkapsulat pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk dan pepton HTS busuk tanpa proses mikroenkapsulasi sehingga dominansi warna kuning kemerahan pada peton komersial lebih jelas terlihat. Ahmed et al. (2004) menyatakan semakin tinggi nilai chroma maka intensitas warna atau kepekatan warna produk akan tinggi juga dan begitu sebaliknya. Visualisasi perbandingan warna produk pepton dapat dilihat pada Gambar 4.

29 15 Pepton ikan HTS busuk Pepton komersial oxoid Mikroenkapsulat pepton ikan HTS busuk Gambar 4 Visualisasi perbandingan warna produk pepton. Aktivitas Air Mikroenkapsulat Pepton Ikan Hasil Tangkapan Sampingan (HTS) Busuk Kandungan air dalam bahan pangan akan mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan a w, yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya (Winarno 2008). Nilai a w sangat erat kaitannya dengan ketahanan daya simpan suatu produk. Berbagai mikroorganisme memiliki nilai a w minimum agar dapat tumbuh dengan baik, misalnya bakteri nilai a w minimumnya sebesar 0,90, khamir nilai a w sebesar 0,80-0,90 dan kapang nilai a w sebesar 0,60-0,70 (Angulo- Benjarano 2008). Perubahan nilai a w pada mikroenkapsulat pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk dapat dilihat pada Gambar 5.

30 16 Aktifitas air (a w ) waktu (jam) Gambar 5 Perbandingan nilai a w produk pepton selama pendiaman suhu ruang : pepton HTS mikroenkapsulasi, : pepton HTS tanpa mikroenkapsulasi, : pepton komersial oxoid. Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat bahwa nilai a w pada produk mikroenkapsulat pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk pada penyimpanan suhu ruang lebih rendah dibandingkan nilai a w pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk tanpa mikroenkapsulasi dan pepton komersial oxoid. Hal ini menunjukkan bahwa mikroenkapsulat pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk memiliki daya simpan yang lebih baik dibandingkan pepton komersial oxoid dan pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk tanpa mikroenkapsulasi karena diproses menggunakan teknik mikroenkapsulasi dengan bahan penyalut maltodekstrin. Paramitha (2010) menyatakan proses mikroenkapsulasi dapat melindungi bahan higroskopis dari pengaruh lingkungan dengan cara merubah sifat inti pada bahan. Silva et al. (2006) menyatakan maltodekstrin merupakan zat yang larut dalam air dan dapat melindungi produk yang dienkapsulasi dari oksidasi, selain itu maltodekstrin memiliki viskositas yang rendah dan mampu mengurangi masalah ketebalan serta pengumpalan selama penyimpanan sehingga meningkatkan stabilitas produk. Komposisi Asam Amino Mikroenkapsulat Pepton Ikan Hasil Tangkapan Sampingan (HTS) Busuk Reaksi hidrolisis protein bertujuan untuk mengubah protein menjadi bentuk yang lebih sederhana, yaitu asam amino dan peptida melalui pemutusan ikatan peptida (Vaclavik dan Christian 2008). Komposisi asam amino dari produk mikroenkapsulat pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk dianalisis dengan metode HPLC. Hasil analisis tersebut disajikan pada Tabel 5.

31 17 Tabel 5 Komposisi asam amino mikroenkapsulat pepton HTS busuk Asam Amino Pepton ikan HTS busuk tanpa mikroenkapsulasi 1) Pepton ikan HTS busuk mikroenkapsulasi Neutralised Bacteriological Peptone 2) (% b/b) (% b/b) (% b/b) Alanin 5,57 3,34 4,28 Arginin 1,08 3,27 4,58 Asam aspartat 5,03 4,9 5,86 Asam glutamat 13,08 8,25 10,35 Glisin 5,21 3,49 7,75 Histidin 1,18 1,73 - Isoleusin 3,61 2,05 1,02 Leusin 6,06 3,69 3,65 Lisin 4,96 4,68 4,04 Metionin 2,39 1,38 1,27 Fenilalanin 3,56 1,77 2,68 Prolin - - 6,25 Serin 1,75 2,01 1,76 Sistein - - 0,84 Tirosin 0,9 1,39 0,33 Treonin 1,82 2,41 1,47 Triptofan - - 0,89 Valin 4,06 2,41 3,85 1) Keterangan : Fitra (2013) 2) Oxoid Manual 8th Edition (1998) Mikroenkapsulat pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk mengandung 15 jenis asam amino dengan komposisi berbeda. Jumlah ini sama dengan kandungan asam amino yang terdapat pada pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk tanpa mikroenkapsulasi. Jumlah asam amino mikroenkapsulat pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk masih lebih rendah apabila dibandingkan dengan pepton komersial oxoid yang mengandung 17 jenis asam amino. Asam glutamat merupakan asam amino tertinggi pada mikroenkapsulat pepton HTS busuk tetapi kadar asam glutamat pada mikroenkapsulat pepton HTS busuk masih lebih rendah jika dibandingkan pepton HTS busuk tanpa mikroenkapsulasi dan pepton komersial oxoid. Tirosin merupakan asam amino yang memiliki kadar paling rendah pada mikroenkapsulat pepton ikan HTS busuk, sedikit lebih tinggi dibandingkan kadar tirosin pada pepton HTS busuk tanpa mikroenkapsulasi dan pepton komersial oxoid. Kadar tirosin yang rendah diduga karena ada beberapa asam amino yang tidak stabil dalam hidrolisis asam termasuk tirosin. Bakteri membutuhkan asam amino sebagai sumber nitrogen untuk pertumbuhannya. Menurut Selvarasu et al. (2008) diantara 20 jenis asam amino, perubahan konsentrasi glutamin, sistein, dan triptofan tidak mengalami perubahan yang sangat berarti selama proses hidrolisis karena jumlahnya yang sangat sedikit, namun perubahan yang signifikan terjadi pada 17 asam amino yang lain. Selama

32 18 fase lag, kadar asam amino tidak berubah, hal ini menunjukkan bahwa konsumsi asam amino rendah, tetapi ketika memasuki fase eksponensial kadar asam amino berkurang drastis. Perubahan yang signifikan ditunjukkan oleh asam amino serin yang habis setelah 2 jam diikuti oleh aspartat (5 jam) dan glutamat (8 jam). konsentrasi histidin akan tetapi meningkat selama periode ini. Konsentrasi glutamat, alanin, lisin, tirosin, metionin, glisin, prolin, dan asparagin habis setelah 9-10 jam kultur, namun asam amino jenis lainnya tidak dikonsumsi sepenuhnya oleh bakteri. Profil asam amino ketiga jenis pepton tersebut dapat dilihat pada Gambar Gambar 6 Diagram batang asam amino ketiga jenis pepton ( : pepton HTSbusuk tanpa mikroenkapsulasi, : mikroenkapsulat pepton HTS busuk, : pepton komersial oxoid). Berdasarkan analisis perbandingan nilai asam amino antara mikroenkapsulat pepton HTS busuk dengan pepton HTS busuk tanpa mikroenkapsulasi relatif sama, akan tetapi kadar beberapa asam amino (arginin, serin, tirosin, histidin dan treonin) pada mikroenkapsulat pepton HTS busuk lebih tinggi dari kadar asam amino pepton HTS busuk tanpa mikroenkapsulasi. Analisis asam amino produk mikroenkapsulat pepton HTS busuk memiliki 9 jenis asam amino esensial yaitu histidin, arginin, treonin, valin, metionin, isoleusin, leusin, fenilalanin dan lisin, serta 8 jenis asam amino non esensial yaitu aspartat, asam glutamat, tirosin, serin, glisin, dan alanin. Asam amino triptofan tidak ditemukan pada mikroenkapsulat pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk karena hancur selama proses hidrolisis asam, akan tetapi karena pentingnya hidrolisis asam untuk menentukan jenis asam amino lain, maka hidrolisis asam tetap dilakukan (Cooper et al. 2004) Bakteri membutuhkan asam amino sebagai sumber nitrogen untuk pertumbuhannya. Menurut Selvarasu et al. (2008) asam amino yang sangat dibutuhkan oleh bakteri adalah asam glutamat, serin dan asam aspartat, hal ini ditunjukkan dengan tingkat konsumsi bakteri terhadap ketiga jenis asam amino tersebut. Profil kandungan ketiga jenis pepton menunjukkan bahwa kandungan asam apartat dan asam glutamat pada mikroenkapsulat pepton HTS busuk masih lebih rendah jika dibandingkan dengan pepton HTS busuk tanpa proses

33 19 mikroenkapsulasi dan pepton komersial akan tetapi mikroenkapsulat pepton ikan HTS busuk memiliki kandungan serin yang lebih tinggi dibandingkan kedua jenis pepton tersebut. Menurut Ledenberg (1992) E. coli dapat tumbuh pada media dengan gula dan asam amino yang banyak, baik dalam bentuk tunggal maupun campuran. Pertumbuhan bakteri pada beberapa galur dihambat oleh beberapa asam amino contohnya serin, valin, atau sistein. Ketika media dilengkapi dengan asam amino, nukleosit, gula, dan prekursor vitamin, E. coli tumbuh lebih cepat, mencapai dua kali lipat selama 20 menit pada suhu 37 C. Coulter et al. (2002) menyatakan S. aureus pada sepanjang laju pertumbuhannya mengkonsumsi sebelas jenis asam amino, yaitu valina, leusina, threonina, fenilalanina, tirosina, sisteina, metionina, lisina, prolina, histidina dan arginina. Aplikasi Mikroenkapsulat Pepton Ikan Hasil Tangkapan Sampingan (HTS) Busuk Sebagai Media Pertumbuhan Bakteri Aplikasi mikroenkapsulat pepton HTS busuk sebagai media pertumbuhan bakteri dapat diketahui dengan melakukan pengukuran optical density (OD) terhadap bakteri serta menggunakan pembanding pepton HTS busuk tanpa mikroenkapsulasi dan pepton komersial oxoid. Bakteri yang digunakan pada pengukuran adalah Staphylococcus aureus (bakteri gram positif) dan Escherichia coli (bakteri gram negatif). Bakteri memerlukan nitrogen dalam pertumbuhan sebagai sumber energi khususnya untuk bakteri autotrof. Menurut Jursthuk (2005) beberapa bakteri autotrof mampu megoksidasi bahan organik tanpa menggunakan energi matahari tetapi energi yang dibutuhkan berasal dari NH 3, NO - 2, S 2, dan Fe 2+. Hasil pengamatan laju pertumbuhan bakteri dilihat dari kepadatan bakteri (OD) dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8. Optical Density Gambar 7 Hasil pengukuran Optical Density Staphylococcus aureus : kontrol : pepton oxoid : pepton HTS busuk : mikroenkapsulat pepton HTS busuk.

34 20 2 Optical density Gambar 8 Hasil pengukuran Optical Density Escherichia coli : kontrol :pepton oxoid : pepton HTS busuk : mikroenkapsulat pepton HTS busuk. Gambar 7 dan 8 menunjukkan bahwa pertumbuhan bakteri S.aureus dan E.coli dengan media mikroenkapsulat pepton ikan HTS busuk memiliki pola pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan media pepton ikan HTS busuk tanpa mikroenkapsulasi dan pepton komersial oxoid. Selama pertumbuhannya kedua jenis bakteri memperlihatkan pertumbuhan yang baik, hal ini terlihat dari nilai OD yang semakin meningkat. Bakteri selama pertumbuhannya mampu memecah ikatan-ikan peptida terlarut yang dikandung oleh mikroenkapsulat pepton sehingga konsumsi nitrogen oleh ke dua bakteri tersebut lebih baik bila dibandingkan dengan pepton komersial. Adanya kandungan karbohidrat yang cukup tinggi pada mikroenkapsulat pepton ikan HTS busuk diduga juga mempengaruhi laju pertumbuhan bakteri. Metabolisme bakteri selama pertumbuhannya bersifat fermentatif sehingga dapat memecah gula menjadi asam organik sebagai nutrien untuk pertumbuhannya (Klompong et al. 2010). Menurut Zhao dan Shimizu (2003) E. coli dapat tumbuh secara fermentatif dengan memanfaatkan beberapa komponen sebagai sumber nitrogen, termasuk ion amonia dan asam amino, salah satunya dengan cara mengaktifkan asam amino glutamat dan aspartat sebagai penerima elektron. Asam amino glutamat dan aspartat termasuk asam amino yang bermuatan (polar) dan memiliki titik isoelektrik yang rendah sehingga mudah menangkap elektron. Menurut Haris et al. (2002) S. aureus membutuhkan 11 jenis asam amino untuk pertumbuhannya, asam amino yang paling dibutuhkan oleh S.aureus adalah tirosin. Tirosin berfungsi mengaktifkan beberapa enzim tertentu untuk digunakan S.aureus sebagai sumber nutrien dan perkursor pertumbuhannya. Kathleen (2005) menyatakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri diantaranya adalah kadar nutrien, suhu, ph, tekanan (pressure), tekanan osmotik, aktivitas air (a w ), dan konsentrasi garam. Hasil analisis menunjukkan pertumbuhan E.coli pada media LB dengan penambahan mikroenkapsulat pepton HTS busuk lebih besar dua kali lipat dibandingkan pertumbuhannya pada media yang ditambahkan pepton HTS busuk tanpa proses mikroenkapsulasi dan pepton komersial sedangkan dibandingkan dengan kontrol pertumbuhan E.coli pada media yang ditambahkan mikroenkapsulat pepton HTS busuk mikroenkapsulasi mencapai tiga kali lipat lebih besar. Pertumbuhan S.aureus pada meia LB dengan penambahan mikroenkapsulat pepton HTS busuk lebih besar satu setengah kali lipat

35 21 dibandingkan pepton HTS busuk tanpa mikroenkapsulasi dan pepton komersial sedangkan dibandingkan kontrol media tanpa penambahan pepton pertumbuhan S.aureus lebih besar tiga kali lipat. Menurut Jay (2000) pertumbuhan mikroorganisme memerlukan air, energi, nitrogen, vitamin dan faktor pertumbuhan, mineral. Air yang diperlukan pertumbuhan mikroorganisme ditentukan oleh a w. Sumber energi mikroorganisme memanfaatkan karbohidrat, alkohol, dan asam amino. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Mikroenkapsulat pepton ikan HTS busuk dapat dibuat dengan teknik mikroenkapsulasi menggunakan konsentrasi bahan penyalut maltodekstrin 1% dengan waktu homogenisasi 10 menit. Karakteristik sifat kimia mikroenkapsulat pepton HTS busuk relatif sama jika dibandingkan dengan pepton tanpa mikroenkapsulasi dan pepton komersial. Karakteristik sifat fisik mikroenkapsulat pepton HTS busuk cenderung lebih baik dibandingkan pepton tanpa mikroenkapsulasi dan pepton komersial. Mikroenkapsulat pepton HTS busuk memiliki aktivitas air lebih rendah jika dibandingkan pepton tanpa mikroenkapsulasi dan pepton komersial sehingga lebih tahan dalam penyimpanan suhu ruang. Mikroenkapsulat pepton HTS busuk menunjukkan pertumbuhan E.coli lebih cepat dua kali lipat dan S. aureus satu setengah kali lebih cepat dibandingkan dengan pepton HTS busuk tanpa mikroenkapsulasi dan pepton komersial oxoid. Saran Produk mikroenkapsulat pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) busuk memerlukan pengujian lebih lanjut dalam kondisi penyimpanan sehingga dapat diketahui kestabilan produk dan umur simpan produk. Formulasi lebih lanjut dalam teknik mikroenkapsulasi produk menggunakan bahan penyalut lain perlu diteliti lagi agar dapat diketahui formulasi bahan penyalut terbaik yang dapat menghilangkan sifat higroskopis produk pepton. Berdasarkan hasil analisis OD bakteri yang tumbuh pada media dengan pennambahan mikroenkapsulat pepton ikan hasil tangkapan (HTS) busuk memiliki kecepatan pertumbuhan 2 kali lipat dibandingkan pepton komerisal sehingga pemakaian mikroenkapsulat pepton ikan hasil tangkap sampingan (HTS) busuk dapat dikurangi setengah kali lipat dari pemakaian pepton komersial oxoid. Pengujian pertumbuhan mikroorganisme menggunakan pengukuran OD dinilai kurang akurat sehingga diperlukan pengujian aplikasi pepton sebagai media pertumbuhan mikroorganisme menggunakan metode TPC.

36 22 DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemyst Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist Arlington, Virginia, USA: Published by The Association of Official Analytical Chemist, Inc. Ahmed J, Shivhare UV and Raghavan GSV Thermal degradation kinetics of anthocyanin and visual colour of plum puree. Journal Eur Food Res Technol. 218 : Bactopeptone Manual data sheet. http//merkmanualbook.com [2 September 2013] Benjakul S, Morrissey Protein hydrolysates from Pacific whiting solid wastes. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 45: Bionutrient Technical Manual Bionutrient Technical Manual. [2 September 2013] [BPS] Biro Pusat Statistik Perdagangan Luar Negeri. Jakarta: BPS Chen CM, Wei CL, Kobuger CA, Marshall MR Comparison of four agar media for detection of histamine forming bacteria in tuna. Journal Food Protection. 52: Coulter SN, Schwan WR, Ng EYW, Langhorne MH, Ritchie HD, Wadman SW, Hufnagle WO, Folger KR, Bayer AS, Stover CK Staphylococcus aureus genetic loci impacting growth and survival in multiple infection environments.journal Molecular Microbiology. 30 : Cooper C, Packer N, Williams K Amino Acid Analysis Protocols. Totowa: Humana Press Dufossë L, Denis De La Broise, Fabienne Guerard Evaluation of nitrogenous substrates such as peptones from fish: a new methods on gompertz modeling of microbial growth. Journal Microbiology. 42 : Finotelli G, Rosenberg M, Kopelman IJ, Talmon Y Factors affecting retention in spray drying microencapsulation of volatile materials. Journal Agriculture Food Chemistry. 38 : Fitra R N (2013). Produksi dan karakterisasi pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) multispesies busuk dengan pembanding pepton komersial [skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Francis, F.J Color Analysis. Di dalam: Nielsen, S. S. Food Analysis 3rd Ed. Kluwer Academic, New York. Gokce Y, Ross D Murphy S B Rheological characterisation of gelatins from mammalian and marine sources. Journal Food Hidrocolloids.143: Haris LG, Foster SJ, Richards RG An intorduction to Staphylococcus aureus and techniques for identifying and quantifying Staphylococcus aureus adhesins relation to adhesion to biomaterials. Journal European Cells and Materials. 4 : Heritage, Evans, Killington Introductory Microbilogy. Department of Microbiology University of Leeds. Cambridge University Hui Encyclopedia of Food Science and Technology. Jhon Wiley and Sons Inc. New York

37 23 ICMSF Microorganim In Foods. 5th Edition. Microbiological spesification of food pathogens. London: Blackie Academic & Professional. Jay JM Modern Food M icrobiology. 6th Edition. Maryland: Aspen Publisher Inc. Jurtshuk PJ Bacterial Metabolism. [5 September 2013]. Kathleen D Biofilm formation on intrauterine devices in relation to duration of use. Journal of Medical Microbiology. 18(1) : Klompong V, Benjakul S, Yachai M, Vissesanguan W, Shahidi F, Hayes KD Amino acid composition and antioxidative peptides from protein hydrolysate of yellow stripe trevally (Selaroides leptolepis). Journal Food Science. 74 (2): Lederberg J Encyclopedia of Microbiology. New York: Academic Press, inc. Lim LH, Macdonald DG, Hill GA Hydrolysis of starch particles using immobilized barley α-amylase. Journal Biochemistry. 13: Mohamad Model pemanfaatan perikanan ekonomis rendah dalam perencanaan dan pengembangan industri pepton (kasus: di PPS Nizam Zachman Jakarta) [tesis]. Bogor (ID) : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor (in press). NFI.1991.A Manual of Standard Methods for Measuring and Specifying The Properties of Surimi. National Fisheries Institute : Washington DC. Nurhayati T, Desniar, Suhandana M Pembuatan Pepton Secara Enzimatis Menggunakan Bahan Baku Jeroan Ikan Tongkol. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 16 (1) : 1-11 Paramita V Mikroenkapsulasi dalam Industri Pangan. Journal IPTEK Inovasi. 16: 22. Purbayanto A, Wisudo SH, Santoso J, Wahyu RI, Dinarwan, Zulkarnain, Sarmintohadi, Nugraha AD, Souboer DA, Pramono B, Marpaung A, Riyanto M Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan dan Pemanfaatan Hasil Tangkap Sampingan Pukat Udang di Laut Arafuru. akarta: Sucofindo dan DKP Propinsi Papua. Poernomo A The utilization of cowtail ray viscery. [thesis]. Sidney (AUS) : The University of New South Wales. Purbayanto A, Wisudo SH, Santoso J, Wahyu RI, Dinarwan, Zulkarnain, Sarmintohadi, Nugraha AD, Souboer DA, Pramono B, Marpaung A, Riyanto M Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan danpemanfaatan Hasil Tangkap Sampingan Pukat Udang di Laut Arafuru. Jakarta: Sucofindo dan DKP Propinsi Papua. Rahayuni T Mikroenkapsulasi ekstrak lidah buaya (Aloe vera): Uji karakteristik enkapsulan dan aktivasi antioksidannya. [tesis]. Yogyakarta (ID) : Pascasarjana UGM. odwell VW, Peter AM, Daryl K, David MV iokimia Harper s eview of Biochemistry). Ed ke-20. Darmawan I, penerjemah. Jakarta: EGC. Penerbit Buku Kedokteran. Terjemahan dari: Harper s Review of Biochemistry.

38 24 Safari R, Motmedzadegan A, Ovissipour M. Regenstein JM, Gildberg A, Rasco B Use of hydrolisates from yellowfin tuna (Thunnus albacares) heads as a complex nitrogen source for lactic acid bacteria. food bioproses tecchnol.[online]. [16 November 2013] Saputra D Pembuatan pepton ikan selar (Caranx leptolepis) hasil tangkap sampingan (HTS) pada kondisi post rigor dan busuk [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selvarasu S, Wei Ow DS, Lee SY, Lee MM, Weng Oh SK, Karimi IA, Lee DY Characterizing Escherichia coli DH5α growth and metabolism in a complex medium using genome-scale flux analysis.journal Biotechnology and Bioengineering. 102: Selvarasu S, Wei Ow DS, Lee SY, Lee MM, Weng Oh SK, Karimi IA, Lee DY Characterizing Escherichia coli DH5α growth and metabolism in a complex medium using genome-scale flux analysis. Biotechnology and Bioengineering. 102: Silva MA, Sobral PJA, Kieckbusch TG State diagrams of freeze dried camu-camu (Myrcciaria dubia (hbk) mc vaugh) pulp with and without maltodextrin addition. Journal of Food Engineering. 77(3): Westing L.L. dan Rennecius F Shelf life of Storage Oil : Effect of Encapsulation by Spray drying, Extrusion, and Molecular Inclusion. In Flavor Encapsulation ; ACS Symposium Series 370 ; Risch, S.J, Rennecius GA. (eds.) American Chemical. Society, Washington DC. White J A, Hart R A HPLC analysis of amino acids. Di dalam: Nollet LML, editor. Food Analysis by HPLC. New York: Marcell Dekker. Winarno FG Kimia Pangan dan Gizi. Bogor: M-Brio Press. Zhao J, Shimizu K Metabolic flux analysis of Escherichia coli K12 grown on C-labeled acetate and glucose using GC-MS and powerfull flux calculation method. Journal of Biotechnology. 101 :

39 25 LAMPIRAN

40 26 Lampiran 1 Kromatogram analisis asam amino

41 27

42 28 Lampiran 2 Data analisis warna pada Cromometer Peton tanpa mikroenkapsulasi Mikroenkapsulat pepton Pepton komersial Oxoid

43 29 Lampiran 3 Dokumentasi mikroenkapsulat pepton ikan hasil tangkapan sampingan (HTS) multispesies busuk Lampiran 4 Kategori warna menurut kisaran Hue Warna Kisaran Nilai o Hue Merah-ungu Merah Kuning-merah Kuning Kuning-hijau Hijau Hijau-biru Biru Biru-ungu Ungu Sumber: Hutching (1999)

44 30 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 27 Maret 1991 di Wonogiri sebagai anak pertama dari pasangan Bapak Simung Hadi Sularno dan Ibu Sarti. Penulis memulai jenjang pendidikan formal di SD Negeri 1 Ngadirojo (tahun ), kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 2 Wonogiri (tahun ). Pendidikan menengah atas penulis ditempuh di SMA Negeri 1 Wonogiri dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama, penulis diterima di Perguruan Tinggi Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB). Selama masa perkuliahan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam kegiatan organisasi kemahasiswaan antara lain sebagai anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (tahun ), ketua Departemen Kominfo Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB (tahun ) serta aktif dalam beberapa kepanitiaan dan kegiatan-kegiatan mahasiswa lainnya. Penulis juga aktif juga sebagai asisten praktikum M.K Ekologi Perairan tahun ajaran , koordinator asisten M.K. Ekologi Perairan tahun ajaran serta asisten praktikum M.K. Fisiologi, Formasi, dan Degradasi Metabolit Hasil Perairan tahun ajaran Penulis menyelesaikan penelitian dan menulis skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB dengan judul: Karakteristik Mikroenkapsulat Pepton Berbahan Dasar Ikan Hasil Tangkapan Sampingan (HTS) Multispesies Busuk dengan Metode Spray Drying dan Bahan Penyalut Maltodekstrin, dibawah bimbingan Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si dan Dr.Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Kimia Jeroan ikan tongkol Komposisi kimia ikan tergantung kepada spesies, umur, jenis kelamin, dan musim penangkapan serta ketersediaan pakan di air, habitat dan kondisi

Lebih terperinci

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti yang paling utama) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan A. Protein Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan rucah merupakan ikan-ikan kecil dengan ukuran maksimum 10 cm yang ikut

I. PENDAHULUAN. Ikan rucah merupakan ikan-ikan kecil dengan ukuran maksimum 10 cm yang ikut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan rucah merupakan ikan-ikan kecil dengan ukuran maksimum 10 cm yang ikut tertangkap saat panen raya/ penangkapan ikan (Murtijo, 1997). Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Tahap Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Tahap Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan bulan Juli 2010. Tempat penelitian yang digunakan adalah Laboratorium Karakterisasi Bahan Baku Hasil Perairan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap flavor dan berperan terhadap pembentukan warna.

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap flavor dan berperan terhadap pembentukan warna. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Redistilat asap cair merupakan suatu campuran larutan dan dispersi koloid dari uap asap dalam air yang diperoleh dari pirolisis kayu (Maga,1987). Redistilat asap

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dunia pangan terdapat banyak sekali bahan tambahan pangan (BTP). Salah satu BTP yang paling sering dijumpai di masyarakat adalah bumbu penyedap rasa berbentuk blok.

Lebih terperinci

I. TOPIK PERCOBAAN Topik Percobaan : Reaksi Uji Asam Amino Dan Protein

I. TOPIK PERCOBAAN Topik Percobaan : Reaksi Uji Asam Amino Dan Protein I. TOPIK PERCOBAAN Topik Percobaan : Reaksi Uji Asam Amino Dan Protein II. TUJUAN Tujuan dari percobaan ini adalah : 1. Menganalisis unsur-unsur yang menyusun protein 2. Uji Biuret pada telur III. DASAR

Lebih terperinci

Asam amino merupakan komponen utama penyusun

Asam amino merupakan komponen utama penyusun ANALISIS ASAM AMINO DALAM TEPUNG IKAN DAN BUNGKIL KEDELAI Saulina Sitompul Asam amino merupakan komponen utama penyusun protein, dan dibagi dalam dua kelompok yaitu asam amino esensial dan non-esensial.

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Penampakan Fisik Bumbu Penyedap Blok Spirulina 4.2. Sifat Higroskopis Bumbu Penyedap Blok Spirulina

4. PEMBAHASAN 4.1. Penampakan Fisik Bumbu Penyedap Blok Spirulina 4.2. Sifat Higroskopis Bumbu Penyedap Blok Spirulina 4. PEMBAHASAN 4.1. Penampakan Fisik Bumbu Penyedap Blok Spirulina Bumbu penyedap blok Spirulina yang dibuat menggunakan bahan dasar Spirulina platensis memiliki karakteristik dari Spirulina itu sendiri,

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 21 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Ubi kayu merupakan salah satu hasil pertanian dengan kandungan karbohidrat yang cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai bahan baku pembuatan etanol. Penggunaan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen, Departemen Pertanian, Cimanggu, Bogor. Waktu

Lebih terperinci

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu (Metroxylon sp.) yang diperoleh dari industri pati sagu rakyat di daerah Cimahpar, Bogor. Khamir yang digunakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa, dan (7) Waktu

Lebih terperinci

Asam Amino dan Protein

Asam Amino dan Protein Modul 1 Asam Amino dan Protein Dra. Susi Sulistiana, M.Si. M PENDAHULUAN odul 1 ini membahas 2 unit kegiatan praktikum, yaitu pemisahan asam amino dengan elektroforesis kertas dan uji kualitatif Buret

Lebih terperinci

LAPORAN TETAP PRAKTIKUM BIOKIMIA I

LAPORAN TETAP PRAKTIKUM BIOKIMIA I LAPORAN TETAP PRAKTIKUM BIOKIMIA I UJI ASAM AMINO UJI MILLON UJI HOPKINS-COLE UJI NINHIDRIN Oleh LUCIANA MENTARI 06091010033 PROGRAM PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Lebih terperinci

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. PROTEIN Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringanjaringan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ASAM AMINO DAN KOMPONEN BIOAKTIF SOTONG (Sepia recurvirostra) SUHANA SULASTRI

KARAKTERISTIK ASAM AMINO DAN KOMPONEN BIOAKTIF SOTONG (Sepia recurvirostra) SUHANA SULASTRI KARAKTERISTIK ASAM AMINO DAN KOMPONEN BIOAKTIF SOTONG (Sepia recurvirostra) SUHANA SULASTRI DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan November 2006 sampai dengan Januari 2008. Penelitian bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi,

Lebih terperinci

EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis)

EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis) EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis) Oleh : MARSAID/ 1409.201.717 Pembimbing: Drs.Lukman Atmaja, M.Si.,Ph.D. LATAR BELAKANG PENELITIAN GELATIN Aplikasinya

Lebih terperinci

P FORTIFIKASI KEJU COTTAGE

P FORTIFIKASI KEJU COTTAGE BAB III METODE 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat Peralatan yang akan digunakan pada penelitian ini meliputi alat-alat gelas, neraca analitik, blender, saringan, botol, heater, rotary evaporator, freeze dryer,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Pembiakan Kultur Tahap pertama dari penelitian ini adalah pembiakan kultur bakteri asam laktat hasil isolat dari daging sapi. Bakteri asam laktat yang digunakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rimpang jahe segar yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Aromatik dan Obat (Balitro) Bogor berumur 8

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemanfaatan enzim protease, yaitu pada produksi keju. tinggi sehingga cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi pada tubuh manusia.

BAB I PENDAHULUAN. pemanfaatan enzim protease, yaitu pada produksi keju. tinggi sehingga cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi pada tubuh manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, pemanfaatan enzim protease dalam berbagai industri semakin meningkat. Beberapa industri yang memanfaatkan enzim protease diantaranya industri

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hemiselulosa dan lignin dan telah dikondensasi. Asap cair masih mengandung

PENDAHULUAN. hemiselulosa dan lignin dan telah dikondensasi. Asap cair masih mengandung I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asap cair merupakan hasil pirolisis bahan yang mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin dan telah dikondensasi. Asap cair masih mengandung senyawa tar dan polisiklis

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada 4 April 2016 sampai 16 Agustus 2016. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Material dan Hayati Departemen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Merah Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah atau kacang jogo ini mempunyai nama ilmiah yang sama dengan kacang buncis, yaitu Phaseolus vulgaris

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai Februari 2014, dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai Februari 2014, dengan III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai Februari 2014, dengan tahapan kegiatan, yaitu : bahan baku berupa singkong yang dijadikan bubur singkong,

Lebih terperinci

APLIKASI PEPTON BERBAHAN BAKU IKAN HASIL TANGKAP SAMPINGAN (HTS) BUSUK SEBAGAI KOMPONEN MEDIA PERTUMBUHAN BAKTERI DAN KHAMIR ESKA RIZKY WIJI ASTUTI

APLIKASI PEPTON BERBAHAN BAKU IKAN HASIL TANGKAP SAMPINGAN (HTS) BUSUK SEBAGAI KOMPONEN MEDIA PERTUMBUHAN BAKTERI DAN KHAMIR ESKA RIZKY WIJI ASTUTI APLIKASI PEPTON BERBAHAN BAKU IKAN HASIL TANGKAP SAMPINGAN (HTS) BUSUK SEBAGAI KOMPONEN MEDIA PERTUMBUHAN BAKTERI DAN KHAMIR ESKA RIZKY WIJI ASTUTI DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS. A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006)

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS. A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006) LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006) Pengujian daya serap air (Water Absorption Index) dilakukan untuk bahan

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi. Review IV A. KARBOHIDRAT

KIMIA. Sesi. Review IV A. KARBOHIDRAT KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 24 Sesi NGAN Review IV A. KARBOHIDRAT 1. Di bawah ini adalah monosakarida golongan aldosa, kecuali... A. Ribosa D. Eritrosa B. Galaktosa E. Glukosa C. Fruktosa

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5)

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. poliaromatik hidrokarbon / PAH (Panagan dan Nirwan, 2009). Redestilat asap cair

I. PENDAHULUAN. poliaromatik hidrokarbon / PAH (Panagan dan Nirwan, 2009). Redestilat asap cair I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asap cair tempurung kelapa merupakan hasil pirolisis tempurung kelapa yang komponen penyusunnya berupa selulosa, hemiselulosa dan lignin, yang dimurnikan dengan proses

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Media Kultur. Pendahuluan. Komposisi Media 3/9/2016. Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat

Media Kultur. Pendahuluan. Komposisi Media 3/9/2016. Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat Media Kultur Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat Pendahuluan Medium untuk pertumbuhan skala laboratorium umumnya mahal sehingga dibutuhkan perubahan agar dapat dipakai medium yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggandaan dan penyediaan asam amino menjadi amat penting oleh karena senyawa tersebut dipergunakan sebagai satuan penyusun protein. Kemampuan jasad hidup untuk membentuk

Lebih terperinci

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan didefenisikan sebagai pertambahan kuantitas konstituen seluler dan struktur organisme yang dapat dinyatakan dengan ukuran, diikuti pertambahan jumlah, pertambahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012, bertempat di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI HIDROLISAT PROTEIN DARI KERANG MAS NGUR (Atactodea striata) Oleh : DIAN PURBASARI C

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI HIDROLISAT PROTEIN DARI KERANG MAS NGUR (Atactodea striata) Oleh : DIAN PURBASARI C PRODUKSI DAN KARAKTERISASI HIDROLISAT PROTEIN DARI KERANG MAS NGUR (Atactodea striata) Oleh : DIAN PURBASARI C34103001 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian,

BAB III MATERI DAN METODE. Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian, 11 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian, Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kultivasi Porphyridium cruentum Salah satu faktor lingkungan yang penting dalam kultivasi mikroalga adalah cahaya. Cahaya merupakan faktor utama dalam fotosintesis (Arad dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian dan 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Isolat Lumpur Aktif Penghasil Bioflokulan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Isolat Lumpur Aktif Penghasil Bioflokulan HASIL DAN PEMBAHASAN Isolat Lumpur Aktif Penghasil Bioflokulan Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa bioflokulan dapat bersumber dari mikrob yang ada di dalam lumpur aktif (LA) dan tanah (Shimizu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG 49 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kandungan Klorofil Pada Ekstrak Sebelum Pengeringan dan Bubuk Klorofil Terenkapsulasi Setelah Pengeringan Perhitungan kandungan klorofil pada ekstrak sebelum pengeringan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah daun salam, daun jati belanda, daun jambu biji yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) LPPM-IPB Bogor. Bahan yang digunakan untuk uji

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. selama penyimpanan (teroksidasinya senyawa fenol, perubahan warna), kurang praktis dalam penanganan, distribusi dan aplikasinya.

I. PENDAHULUAN. selama penyimpanan (teroksidasinya senyawa fenol, perubahan warna), kurang praktis dalam penanganan, distribusi dan aplikasinya. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Redestilat asap cair tempurung kelapa merupakan hasil pemurnian asap cair dengan tujuan memisahkan sisa tar hasil pirolisis dan menghilangkan poliaromatik hidrokarbon

Lebih terperinci

KAJIAN AWAL KANDUNGAN GIZI DAN ANTIBAKTERI BEBERAPA IKAN LAUT DALAM DI PERAIRAN SELATAN JAWA. Oleh : Fanni Al Fanany C

KAJIAN AWAL KANDUNGAN GIZI DAN ANTIBAKTERI BEBERAPA IKAN LAUT DALAM DI PERAIRAN SELATAN JAWA. Oleh : Fanni Al Fanany C KAJIAN AWAL KANDUNGAN GIZI DAN ANTIBAKTERI BEBERAPA IKAN LAUT DALAM DI PERAIRAN SELATAN JAWA Oleh : Fanni Al Fanany C34101073 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 9 BAB X AIR Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan kita.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2016 Agustus 2016 di. Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro, Semarang.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2016 Agustus 2016 di. Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro, Semarang. 19 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2016 Agustus 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan Fakultas Peternakan dan Pertanian, dan Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CANGKANG RAJUNGAN (Portunus sp.) SEBAGAI FLAVOR. Oleh : Ismiwarti C

PEMANFAATAN CANGKANG RAJUNGAN (Portunus sp.) SEBAGAI FLAVOR. Oleh : Ismiwarti C PEMANFAATAN CANGKANG RAJUNGAN (Portunus sp.) SEBAGAI FLAVOR Oleh : Ismiwarti C34101018 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 RINGKASAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

Gambar 6. Kerangka penelitian

Gambar 6. Kerangka penelitian III. BAHAN DAN METODOLOGI A. Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan adalah kayu secang (Caesalpinia sappan L) yang dibeli dari toko obat tradisional pasar Bogor sebagai sumber pigmen brazilein dan sinapic

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecap Kedelai 1. Definisi Kecap Kedelai Kecap merupakan ekstrak dari hasil fermentasi kedelai yang dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu, dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Laboratorium Pangan dan Gizi, Laboratorium Mikrobiologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan metode eksperimental menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial. Sampel yang digunakan berjumlah 24, dengan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN GELATIN DARI KULIT IKAN PATIN (Pangasius sp) SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN EDIBLE FILM. Oleh : Melly Dianti C

PEMANFAATAN GELATIN DARI KULIT IKAN PATIN (Pangasius sp) SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN EDIBLE FILM. Oleh : Melly Dianti C PEMANFAATAN GELATIN DARI KULIT IKAN PATIN (Pangasius sp) SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN EDIBLE FILM Oleh : Melly Dianti C03400066 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium sulfat dalam menghasilkan enzim bromelin dan aplikasinya sebagai koagulan pada produksi keju. 3.1

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

Media Kultur. Pendahuluan

Media Kultur. Pendahuluan Media Kultur Materi Kuliah Bioindustri Minggu ke 4 Nur Hidayat Pendahuluan Medium untuk pertumbuhan skala laboratorium umumnya mahal sehingga dibutuhkan perubahan agar dapat dipakai medium yang murah sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam budidaya perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari biaya produksi. Pakan

Lebih terperinci

KARAKTERISASI MUTU FISIKA KIMIA GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) HASIL PROSES PERLAKUAN ASAM. Oleh : Ima Hani Setiawati C34104056

KARAKTERISASI MUTU FISIKA KIMIA GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) HASIL PROSES PERLAKUAN ASAM. Oleh : Ima Hani Setiawati C34104056 KARAKTERISASI MUTU FISIKA KIMIA GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) HASIL PROSES PERLAKUAN ASAM Oleh : Ima Hani Setiawati C34104056 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar 1. Talus Segar Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Gambar 1. Talus Segar Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus. Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Gambar 1. Talus Segar Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus Lampiran 2. Hasil Identifikasi Tumbuhan Lampiran 3. Serbuk Simplisia Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus

Lebih terperinci

BAB IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV Hasil dan Pembahasan BAB IV Hasil dan Pembahasan Dalam penelitian yang dilakukan, dipilih sampel berupa daging teripang hitam (Holothuria edulis) yang sudah dikeringkan. Analisis pendahuluan berupa penentuan kadar protein

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

III.METODOLOGI PENELITIAN

III.METODOLOGI PENELITIAN III.METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT PENELITIAN 1. Kultur Kultur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Enterococcus faecium IS-27526 (Genebank accession no. EF068251) dan Lactobacillus plantarum

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 1 I. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium Biokimia, Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 13 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 hingga Mei 2012 bertempat di Laboratorium Analisis makanan, Laboratorium pengolahan pangan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di 29 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Biomassa Universitas Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan bahan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan fungsinya tidak pernah digantikan oleh senyawa lain. Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana.

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yaitu dengan cara mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. Rancangan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Susu Kedelai Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari kedelai. Protein susu kedelai memiliki susunan asam amino yang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. variasi suhu yang terdiri dari tiga taraf yaitu 40 C, 50 C, dan 60 C. Faktor kedua

BAB III METODE PENELITIAN. variasi suhu yang terdiri dari tiga taraf yaitu 40 C, 50 C, dan 60 C. Faktor kedua BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

Lebih terperinci

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN Oleh : Ermi Sukasih, Sulusi Prabawati, dan Tatang Hidayat RESUME Santan adalah emulsi minyak dalam

Lebih terperinci

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN IV.HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan dilakukan dua kali proses trial and error sintesis nanoselulosa dengan menggunakan metode hidrolisis kimia dan homogenisasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Hidrolisis Kitosan A dengan NaOH

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Hidrolisis Kitosan A dengan NaOH BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-April 2011 di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor (IPB), Laboratorium Kimia Pusat Studi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. pedaging (Budiansyah, 2004 dalam Pratiwi, 2016).

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. pedaging (Budiansyah, 2004 dalam Pratiwi, 2016). I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung selama 20 bulan yaitu dari bulan April 2006 sampai Desember 2007. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Bioindustri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

EKSTRAKSI PEPTON DARI LIMBAH PENGOLAHAN IKAN CUNANG (CONGRESOX TALABON) SEBAGAI NUTRISI PADA MEDIUM PERTUMBUHAN MIKROORGANISME

EKSTRAKSI PEPTON DARI LIMBAH PENGOLAHAN IKAN CUNANG (CONGRESOX TALABON) SEBAGAI NUTRISI PADA MEDIUM PERTUMBUHAN MIKROORGANISME 1 EKSTRAKSI PEPTON DARI LIMBAH PENGOLAHAN IKAN CUNANG (CONGRESOX TALABON) SEBAGAI NUTRISI PADA MEDIUM PERTUMBUHAN MIKROORGANISME Boy Laoli 1), Sukirno 2), Edison 2) Email: boymartinus@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 hingga Juli 2012. Penelitian ini diawali dengan pengambilan sampel yang dilakukan di persawahan daerah Cilegon,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH TULANG IKAN TUNA (Thunnus sp.) SEBAGAI SUMBER KALSIUM DENGAN METODE HIDROLISIS PROTEIN. Oleh : Muhammad Nabil C

PEMANFAATAN LIMBAH TULANG IKAN TUNA (Thunnus sp.) SEBAGAI SUMBER KALSIUM DENGAN METODE HIDROLISIS PROTEIN. Oleh : Muhammad Nabil C PEMANFAATAN LIMBAH TULANG IKAN TUNA (Thunnus sp.) SEBAGAI SUMBER KALSIUM DENGAN METODE HIDROLISIS PROTEIN Oleh : Muhammad Nabil C03400041 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh berbagai kalangan. Menurut (Rusdi dkk, 2011) tahu memiliki

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh berbagai kalangan. Menurut (Rusdi dkk, 2011) tahu memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tahu, merupakan salah satu makanan yang digemari oleh hampir semua kalangan masyarakat di Indonesia, selain rasanya yang enak, harganya pun terjangkau oleh

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci