FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR JERUK LIMA NEGARA ANGGOTA ASEAN (ASEAN-5) DARI CHINA HAMID JAMALUDIN MUHRIM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR JERUK LIMA NEGARA ANGGOTA ASEAN (ASEAN-5) DARI CHINA HAMID JAMALUDIN MUHRIM"

Transkripsi

1 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR JERUK LIMA NEGARA ANGGOTA ASEAN (ASEAN-5) DARI CHINA HAMID JAMALUDIN MUHRIM DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impor Jeruk Lima Negara Anggota ASEAN (ASEAN-5) dari China adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2014 Hamid Jamaludin Muhrim NIM H * Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

4 ii

5 ABSTRAK HAMID JAMALUDIN MUHRIM. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impor Jeruk Lima Negara Anggota ASEAN (ASEAN-5) dari China. Dibimbing oleh AMZUL RIFIN. Perdagangan internasional telah mulai berkembang sejak didirikannya General Agreement on Tarif and Trade (GATT) pada tahun GATT ditujukan untuk memperluas perdagangan internasional. Kemudian berdiri pula World Trade Organization (WTO) yang merupakan organisasi internasional yang juga bertujuan untuk membantu perkembangan perdagangan internasional di negara-negara berkembang. Kegiatan perdagangan internasional antara negara-negara ASEAN dan China telah dimulai sejak lama dan semakin dipermudah semenjak dibentuknya sebuah kesepakatan Asean-China Free Trade Area (ACFTA). Salah satu komoditas yang diperdagangkan antara negara ASEAN dan China adalah jeruk. Kesepakatan ACFTA telah merubah nilai impor jeruk China di negara ASEAN-5 (Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina dan Thailand). Oleh karena itu penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi impor jeruk China ke negara ASEAN-5 serta menganalisis pengaruh penerapan kebijakan ACFTA terhadap aliran perdagangan jeruk China ke negara ASEAN-5. Penelitian ini menggunakan alat analisis Gravity Model. Hasil analisa menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh signifikan terhadap impor jeruk China adalah variabel jarak ekonomi antara negara China dan negara ASEAN-5, nilai tukar, GDPriil China dan GDPriil negara ASEAN-5, sedangkan variabel dummy ACFTA yang merupakan parameter pengaruh penerapan kebijakan ACFTA pada tahun 2006 tidak berpengaruh signifikan. Kata kunci : Impor Jeruk, China, ASEAN-5, ACFTA, Gravity Model ABSTRACT HAMID JAMALUDIN MUHRIM. Determinant of Five ASEAN Countries (ASEAN-5) Oranges Import from China. Supervised by AMZUL RIFIN. International trade has growth since General Agrrement on Tarif and Trade (GATT) established. Then, World Trade Organization (WTO) was established to develop international trade on developing country. International trade between China and ASEAN countries has begun since many years ago, and ACFTA widen the opportunity of international trade. Oranges is one of the traded comodity between China and ASEAN countries. ACFTA agreement has changed the China oranges import value to ASEAN-5 (Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapore, and Thailand). The purpose of this study are (1) to determine the determinant of China oranges import to ASEAN-5 and (2) to analyze the effect of ACFTA policy on China oranges trade balance to the ASEAN-5. The gravity model that has been used showed that economic distance, exchanged rate, China real GDP, and ASEAN real GDP are significantly effected the China oranges import. Meanwhile, ACFTA membership (dummy variable) as an ACFTA policy parameters is not significantly effected the China oranges Import. Keywords: Oranges Import, China, ASEAN-5, ACFTA, Gravity Model

6 iv Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

7 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR JERUK LIMA NEGARA ANGGOTA ASEAN (ASEAN-5) DARI CHINA HAMID JAMALUDIN MUHRIM Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

8 vi

9 Judul Skripsi : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impor Jeruk Lima Negara Anggota ASEAN (ASEAN-5) dari China Nama : Hamid Jamaludin Muhrim NIM : H Disetujui oleh Dr Amzul Rifin, SP MA Pembimbing Diketahui oleh Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen Tanggal:

10 Judul Skripsi : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impor Jeruk Lima Negara Anggota ASEAN (ASEAN-5) dari China Nama : Hamid J amaludin Muhrirn NIM : H Disetujui oleh Dr Arnzul Rifin, SP MA Pembimbing Diketahui oleh Tanggal: 26 FEB 2014

11 viii

12 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impor Jeruk Lima Negara Anggota ASEAN (ASEAN-5) dari China. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Amzul Rifin, SP, MA selaku pembimbing, Ibu Dr Ir Netti Tinaprila, MM dan Ibu Eva Yolynda, SP, MM yang telah banyak memberikan saran pada saat ujian sidang skripsi, serta Ibu Tintin Sarianti, SP, MM yang telah banyak memberikan saran pada saat kolokium, Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu selama pengumpulan data dan proses pembuatan skripsi ini sampai dengan selesai. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis menyadari bahwa kajian mengenai karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Februari 2014 Hamid Jamaludin Muhrim

13 x

14 DAFTAR ISI DAFTAR ISI xi DAFTAR TABEL xiii DAFTAR GAMBAR xiii DAFTAR LAMPIRAN xiii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 6 Tujuan Penelitian 7 Manfaat Penelitian 7 Ruang Lingkup Penelitian 7 TINJAUAN PUSTAKA 8 Perdagangan Internasional 8 ASEAN-China Free Trade Area 9 Agribisnis Jeruk 11 Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu 11 KERANGKA PEMIKIRAN 12 Kerangka Pemikiran Teoritis 12 Teori Perdagangan Internasional 12 Teori Perdagangan Bebas 14 Teori Keunggulan Komparatif 15 Model Gravitasi (Gravity Model) 15 Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP) 17 Kurs 17 Jarak 17 Model Regresi Panel Data 18 Kerangka Pemikiran Operational 18 Hipotesis Penelitian 19 METODE PENELITIAN 20 Jenis dan Sumber Data 20 Metode Analisis Data 20 Formulasi Model 20 Pengujian Asumsi Dasar Analisis Regresi 22 Normalitas 22 Autokorelasi 22 Heteroskedastisitas 23 Multikolinieritas 23 Pemilihan Model untuk Pengolahan Data Panel 23 Chow Test 24 Hausman Test 24 Pengujian Model 24 HASIL DAN PEMBAHASAN 25 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impor Jeruk dari China ke Negara ASEAN-5 25 Estimasi Model Aliran Impor Jeruk dari China ke ASEAN-5 25 Interpretasi Model Aliran Impor Jeruk dari China ke Negara ASEAN-5 27

15 xii Jarak Ekonomi China dengan ASEAN-5 (EDij) 27 Nilai Tukar Yuan Terhadap Local Currency Unit (LCU) (ERij) 28 Gross Domestic Product China (GDPi) 29 Gross Domestic Product Negara ASEAN-5 (GDPj) 31 Pemberlakuan Secara Penuh Kebijakan ACFTA Terhadap Komoditas yang Termasuk Kategori EHP di Tahun 2006 (dummy ACFTAij) 33 Implikasi Kebijakan ACFTA terhadap Perdagangan Jeruk China ke ASEAN-5 33 SIMPULAN DAN SARAN 34 Simpulan 34 Saran 35 DAFTAR PUSTAKA 35 LAMPIRAN 38

16 DAFTAR TABEL 1 Nilai Perdagangan Negara Anggota ASEAN dengan China. Tahun (dalam Milliar US$) 3 2 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Buah-Buahan China ke Negara ASEAN-5, Tahun (dalam US$) 4 3 Perkiraan Permintaan dan Konsumsi Buah di Indonesia 5 4 Perbandingan Produksi Jeruk Indonesia dan China 5 5 Jumlah Ekspor Jeruk China ke Negara ASEAN-5 Tahun (kg) 6 6 Sepuluh Negara Produsen Lima Varietas Jeruk Tertinggi di Dunia Tahun 2010 (Ton) 6 7 Deskripsi Variabel (N=55) 21 8 Distribusi Nilai Statistik Durbin-Watson dan Kesimpulannya 23 9 Hasil Estimasi Model Aliran Perdagangan Impor Jeruk Negara ASEAN-5 dari China Perbandingan Harga Jeruk Impor China dengan Jeruk Impor Australia dan Amerika di Negara ASEAN-5 pada Tahun (US$/Ton) Perkembangan Nilai Tukar Mata Uang Yuan terhadap LCU (LCU/Yuan) Nilai dan Pertumbuhan GDP riil China serta Pertumbuhan Volume Impor Jeruk China tahun DAFTAR GAMBAR 1 Pangsa Ekspor ke China dan Sumber Impor China dari Negara-Negara ASEAN tahun Keseimbangan Parsial Perdagangan Internasional 13 3 Dampak Adanya Tarif Terhadap Harga dan Jumlah Barang Impor 15 4 Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian 19 5 Perkembangan Volume Ekspor Jeruk China ke Seluruh Dunia Tahun (kg/tahun) 30 6 Perkembangan Volume Impor Jeruk Negara ASEAN-5 Tahun dari China, Pakistan, Amerika, Spanyol dan Australia (kg/tahun) 32 7 Pertumbuhan GDPriil Negara ASEAN-5 tahun (US$) 34 DAFTAR LAMPIRAN 1 Uji Chow terhadap Model Awal (cross-section: random) 38 2 Output Hasil Olahan Eviews terhadap Estimasi Model Aliran Perdagangan Jeruk China di Pasar ASEAN Uji Asumsi pada Model 40 4 Perkembangan Nilai Impor Jeruk China di ASEAN-5 (US$) 42 5 Perkembangan Jarak Ekonomi China ke Negara ASEAN-5 (US$) 42 6 Perkembangan GDPriil negara ASEAN-5 (US$) 42

17 xiv

18 PENDAHULUAN Latar Belakang Perdagangan internasional telah mulai berkembang sejak didirikannya General Agreement on Tarif and Trade (GATT) pada tahun GATT ditujukan untuk memperluas perdagangan internasional. Kemudian berdiri pula World Trade Organization (WTO) yang merupakan organisasi internasional yang juga bertujuan untuk membantu perkembangan perdagangan internasional di negara-negara berkembang. Perkembangan teknologi mengakibatkan konektivitas antar daerah mudah. Hal ini berdampak semakin berkembang dengan pesat perekonomian dunia sehingga lalu lintas informasi, barang dan jasa antar negara semakin mudah. Kondisi ini mengakibatkan berubahnya pola hubungan perdagangan antar negara yang sebelumnya bersifat multilateral, maka saat ini cenderung bersifat bilateral atau regional. Era perdagangan bebas di ASEAN salah satunya ditandai dengan adanya kesepakatan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA), hal ini merupakan suatu kesepakatan antara negara-negara ASEAN dengan China untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatanhambatan perdagangan barang baik tarif maupun non-tarif. Peningkatan aspek pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong perkonomian para pihak ACFTA dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan China. Kerangka kerjasama ekonomi secara komprehensif (The Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation) sebagai dasar terbentuknya kesepakatan perdagangan bebas antara ASEAN dan China telah ditandatangani pada November Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation Between ASEAN and The People s Republic of China bertujuan untuk 1 : 1) memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi, perdagangan, dan investasi diantara negara anggota; 2) meliberalisasikan dan mendorong perdagangan barang dan jasa dan juga menciptakan rezim investasi yang fasilitatif dan transparan; 3) mencari area baru dan mengembangkan kerjasama ekonomi yang saling menguntungkan kedua belah pihak; 4) memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dengan negara anggota baru ASEAN dan menjembatani gap yang ada di antara negara anggota. Kemudian pada tahun 2004, para pemimpin ASEAN bertemu kembali dengan China untuk menandatangani Agreement on Trade in Goods of the Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-operation between the Association of Southeast Asian Nations and the People s Republic of China. Perjanjian ini mencakup pengurangan atau penghapusan tarif barang yang dibagi dalam Normal Track dan Sensitive Track, diluar Early Harvest Program (EHP), yang mulai berlaku pada 1 Januari pada tanggal 15 Desember 2012 Diakses

19 2 Early Harvest Program (EHP) adalah program penurunan tarif bea masuk antara ASEAN dan China dengan tujuan mempercepat implementasi penurunan tarif barang. Program ini mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2004 dan diturunkan secara bertahap sehingga menjadi 0% pada tahun Program ini telah diimplementasikan oleh Indonesia dengan menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 355/KMK.01/2004 (EHP ASEAN-China, terdiri dari 527 pos tarif) dan 356/KMK.01/2004 (EHP Bilateral Indonesia-China, terdiri dari 46 pos tarif). Tarif bea masuk produk-produk ini akan menjadi 0% pada tahun 2006, baik di Indonesia maupun di China. Normal Track adalah program penurunan tarif bea masuk antara ASEAN dan China, yang sudah mulai diberlakukan pada tanggal 1 Juli 2005 dan diturunkan secara bertahap sehingga menjadi 0% pada tahun 2010 dengan pengecualian sejumlah pos tarif yang dapat diturunkan menjadi 0% pada tahun Program normal track diperkirakan meliputi lebih dari pos tarif. Sensitive Track (Normal Sensitive dan Highly Sensitive) adalah program penurunan tarif bea masuk antara ASEAN dan China yang dilakukan lebih lambat dari normal track. Sesuai kesepakatan, produk yang masuk sensitive track memiliki tarif maksimum 20% pada tahun 2012 dan diturunkan secara bertahap sehingga menjadi 5% pada tahun Sedangkan tarif bea masuk produk highly sensitive tidak boleh melebihi 50% pada tahun Program ini dirumuskan bersama-sama dengan normal track dan akan ditetapkan dalam satu paket sebagai implementasi dari Agreement on Trade in Goods ASEAN-China FTA yang ditandatangani pada bulan November 2004 di Vientiane, Laos 2. Produk-produk yang masuk dalam kategori EHP antara lain : binatang hidup, ikan, dairy products, tumbuhan, sayuran, buah-buahan, kopi, minyak kelapa/cpo, coklat, barang dari karet, dan perabotan. Produk kategori sensitive list terdiri dari: barang jadi kulit: tas, dompet; alas kaki: sepatu sport, casual, kulit; alat musik: tiup, petik, gesek; mainan: boneka; kacamata; alat olah raga; alat tulis; besi dan baja; spare part; alat angkut; glokasida dan alkaloid nabati; senyawa organik; antibiotik; kaca; barang-barang plastik. Sedangkan produk pertanian : beras, gula, jagung dan kedelai; produk industri tekstil dan produk tekstil (ITPT); produk otomotif; produk ceramic tableware masuk kedalam kategori highly sensitive list 3. Kesepakatan kerjasama ACFTA bagi sebagian pengusaha dan ahli ekonomi merupakan kesepakatan yang dianggap akan mendatangkan keuntungan, akan tetapi sebagian lagi menganggap kesepakatan tersebut akan mengakibatkan kerugian. Produk-produk China yang terkenal murah, menjadi pertimbangan bagi berbagai pihak yang menentang kebijakan tersebut, karena produk-produk impor dari China diperkirakan akan menguasai pasaran. Nilai perdagangan antara negara-negara anggota ASEAN dengan China semakin menunjukkan peningkatan akibat adanya kesepakatan perjanjian ACFTA. Pada Tabel 1 diperlihatkan bahwa pada kurun waktu tahun , nilai perdagangan antara negara-negara anggota ASEAN dengan China cenderung meningkat. 2 Diakses pada tanggal 10 Februari Diakses pada tanggal 10 Februari 2013

20 3 Tabel 1 Nilai Perdagangan Negara Anggota ASEAN dengan China Tahun (dalam Milliar US$) Negara Indonesia Malaysia Singapura Thailand Filipina Myanmar Brunei Darussalam Kamboja Viet Nam Laos Ekspor ASEAN Indonesia Malaysia Singapura Thailand Filipina Myanmar Brunei Darussalam Kamboja Viet Nam Laos Impor ASEAN Sumber: ASEANstats, ASEAN Secretariat 2012 Gambar 1 memperlihatkan bahwa China termasuk mitra dagang penting bagi negara anggota ASEAN sebagai negara tujuan ekspor. Rata-rata pangsa ekspor ke Cina oleh negara ASEAN dari bervariasi namun secara umum cukup tinggi. Pangsa pasar ekspor Indonesia ke Cina tercatat sebesar 7%. Sedangkan negara anggota ASEAN juga merupakan mitra dagang penting bagi China terutama untuk pasokan bahan baku. Pangsa impor China dari Singapura tercatat sebesar 35% dari total impor dari ASEAN atau merupakan pangsa tertinggi di antara negara ASEAN lainnya. Sementara pangsa impor barang dari Indonesia sebesar 13% dari total impor dari ASEAN. Perdagangan antara ASEAN dan Cina mempunyai kecenderungan untuk terus meningkat hal ini menunjukkan pentingnya menjaga aktivitas perdagangan antara ASEAN dan China bagi. Dengan demikian adanya ACFTA merupakan salah satu gerbang terciptanya potensi perdagangan yang semakin besar. Salah satu produk yang diperdagangkan antara China dan negara-negara ASEAN yaitu buah-buahan. Jeruk merupakan salah satu jenis buah-buahan yang menjadi komoditas unggulan China untuk diekspor ke negara lain. Seiring dengan dibukanya jalur perdagangan bebas ACFTA dan penetapan tarif 0% bagi komoditas yang termasuk ke dalam kategori EHP pada tahun 2006 bagi lima negara anggota ASEAN, maka pemenuhan permintaan masyarakat akan buah jeruk semakin dapat dengan mudah dipenuhi. Hal ini karena produk buah-buahan dari China semakin mudah ditemui di pasar domestik sehingga mengakibatkan persaingan antara produk lokal dan produk impor semakin tinggi (Tabel 2).

21 4 Gambar 1 Pangsa Ekspor ke China dan Sumber Impor China dari Negara-Negara ASEAN Tahun Sumber : Ibrahim et al., 2010 Sebagai contoh, angka total impor produk buah-buahan Indonesia sebesar US$ 735 juta pada tahun Sementara itu, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) impor Indonesia terhadap komoditi jeruk mandarin dari China mengalami peningkatan yang signifikan yaitu senilai US$ pada Januari- Maret 2011, sedangkan pada periode yang sama tahun 2010 masih sebesar US$ Hal tersebut menunjukkan peningkatan impor sebesar persen 4. Tabel 2 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Buah-Buahan China ke Negara ASEAN-5, Tahun (dalam US$) Negara Malaysia Thailand Singapura Filipina Indonesia Sumber: UN Comtrade 2012 Peningkatan nilai impor jeruk dari China ini disebabkan karena harga jual jeruk dari China yang lebih rendah dibandingkan jeruk lokal Indonesia. Harga jual jeruk China yang rendah disebabkan China sudah memiliki kawasan produksi buahbuahan dan sayuran yang memadai, baik dari sisi luas maupun teknologi penanamannya. Sehingga mereka bisa memproduksi buah-buahan dan sayuran terus-menerus sepanjang tahun tanpa harus terhambat masalah cuaca. Pada tahun 2008 harga jeruk segar sebesar $0.57 per pound. Sedangkan harga jual jeruk lokal Indonesia ditetapkan berdasarkan pola kemitraan usaha yang closed system, yaitu petani peserta proyek/plasma diharuskan menjual hasil produksi jeruk kepada pihak inti (mitra) dengan harga yang disepakati melalui nota kesepakatan/perjanjian kerjasama dengan berpedoman pada harga pasar dan atau perpatokan pada biaya produksi ditambah keuntungan petani sebesar 10% dari biaya produksi. Hal ini dimaksudkan untuk memperbesar margin pasar yang dapat dinikmati oleh petani, yang selama ini hanya menikmati 22-29% dari harga yang dibayar oleh konsumen 4 Diakses pada tanggal 9 November 2012

22 5 (Kasus di Kalimantan Barat). Untuk jeruk hasil produksi di lahan basah (dataran rendah) harga jual ditingkat petani yang digunakan sebagai dasar perhitungan dalam aspek keuangan dibedakan atas 3 grade yaitu grade A Rp per Kg, grade B Rp per Kg dan grade C Rp Untuk analisis keuangan harga jeruk dataran tinggi diasumsikan rata-rata sebesar Rp per Kg (Balitjestro, 2013). Jika besaran konsumsi buah perkapita sebesar Kg per minggu pada tahun 2010 dengan perkiraan Kg per minggu pada tahun 2015, maka konsumsi jeruk penduduk Indonesia diperkirakan naik dari (1000 ton) pada tahun 2010 menjadi (1000 ton) pada tahun 2015 (Tabel 3). Berdasarkan anjuran FAO, untuk memenuhi kebutuhan buah-buahan per kapita pertahun minimal 60 Kg. Atas dasar anjuran FAO tersebut maka konsumsi buahbuahan di Indonesia masih sangat rendah yakni hanya Kg perkapita pada tahun Tabel 3 Perkiraan Permintaan dan Konsumsi Buah di Indonesia Populasi Total buah Konsumsi Jeruk 10% Tahun Penduduk (Juta) Konsumsi /kapita (Kg) Total Konsumsi (1000 ton) dari Buah Total (1000 ton) Sumber: PKBT-IPB 2005 Jika melihat kondisi jumlah produksinya, produksi jeruk China jauh lebih besar dari jumlah jeruk lokal Indonesia (Tabel 4). Oleh karena itu, jeruk China banyak yang menjadi komoditas ekspor. Tabel 4 Perbandingan Produksi Jeruk Indonesia dan China Tahun Indonesia (ton) China (ton) NA NA Sumber : BPS 2013 dan USDA 2013 Ket : NA= data tidak tersedia

23 6 Perumusan Masalah Kegiatan perdagangan antar negara terjadi karena adanya kebutuhan untuk memenuhi permintaan pasar akan suatu produk dari suatu negara karena produk tersebut tidak dapat dipenuhi oleh produksi dari dalam negeri itu sendiri dan juga karena adanya kemampuan negara lain untuk memproduksi lebih banyak barang tersebut. Pemenuhan kebutuhan akan produk tersebut salah satunya dilakukan dengan cara mengimpor dari negara yang menghasilkan lebih banyak produk tersebut. Banyak sekali bentuk kerjasama antar negara dalam rangka pemenuhan kebutuhan negaranya. Salah satunya yaitu adanya kerjasama ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA). Kerjasama ini melibatkan negara China dan negara-negara anggota ASEAN dimana kerjasama ini mengakibatkan berbagai dampak yang dapat dirasakan oleh kedua belah pihak baik oleh negara-negara anggota ASEAN maupun China. Penerapan ACFTA bagi negara-negara anggota ASEAN akan sangat berdampak terhadap perekonomian masing-masing negara sehingga kemampuan bersaing dari produk dalam negeri harus ditingkatkan demi menghadapi masuknya produk dari China. Peningkatan nilai perdagangan antar negara-negara ASEAN dan China merupakan salah satu indikator karena adanya penerapan perjanjian ACFTA. Salah satu produk China yang nilai perdagangannya mengalami peningkatan yaitu jeruk (Tabel 5), dimana China merupakan salah satu produsen jeruk utama hampir pada semua jenis jeruk dalam produksi jeruk dunia (Tabel 6) Tabel 5 Jumlah Ekspor Jeruk China ke Negara ASEAN-5 Tahun (kg) Negara Tahun Indonesia Malaysia Singapura Filipina Thailand Sumber: UN Comtrade 2013 Tabel 6 Sepuluh Negara Produsen Lima Varietas Jeruk Tertinggi di Dunia Tahun 2010 (Ton) Tangerines, Grapefruit (inc. Citrus fruit, nes Lemons and Limes Oranges Mandarins, Clem. pomelos) Negara Produksi Negara Produksi Negara Produksi Negara Produksi Negara Produksi China China China India Brazil Spanyol Nigeria Amerika Meksiko Amerika Brazil India Meksiko Argentina India Turki Kolombia Afrika Selatan China China Mesir Guinea Thailand Brazil Meksiko Jepang Syria India Amerika Spanyol Korea Filipina Turki Turki Mesir Pakistan Arab Saudi Israel Iran Italia Amerika Sierra Leone Argentina Spanyol Indonesia Maroko Kenya Sudan Italia Turki Sumber : FAOSTAT 2010

24 7 Konsumsi akan buah jeruk di masing-masing negara berbeda-beda, sebagai contoh konsumsi jeruk di Indonesia, berdasarkan hasil penelitian Desain dan Analisis Agribisnis Jeruk IPB, perkiraan konsumsi jeruk di Indonesia sebesar (1000 ton) pada tahun Kebutuhan ini belum bisa terpenuhi karena produksi jeruk lokal di Indonesia sebesar 1 611,784 ton pada tahun Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan jeruk di Indonesia maka dilakukan impor jeruk dari China Tabel 5 menunjukkan peningkatan ekspor komoditas jeruk China ke lima negara anggota ASEAN (ASEAN-5). Berdasarkan tabel tersebut, perubahan jumlah ekspor jeruk China ke lima negara ASEAN-5 sangat dimungkinkan dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor yang dipengaruhi oleh China ataupun oleh negara ASEAN-5. Selain itu dengan adanya peningkatan jumlah ekspor jeruk China kemungkinan besar jeruk dari China akan dapat mendominasi pasar di lima negara tersebut apabila tidak mampu diimbangi oleh keberadaan jeruk lokal ataupun jeruk impor dari negara lain. Berdasarkan pemaparan diatas maka perlu dilakukan analisis mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi impor jeruk China di lima negara ASEAN serta pengaruh kebijakan ACFTA terhadap aliran perdagangan jeruk China ke lima negara anggota ASEAN. Pemilihan lima negara ASEAN tersebut diatas didasari atas status negara tersebut sebagai negara yang telah sepenuhnya menerapkan kebijakan ACFTA terhadap komoditas kategori EHP pada tahun Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dijabarkan sebelumnya, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi impor jeruk negara ASEAN-5 dari China. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta sebagai referensi bagi pihak-pihak berkepentingan sebagai berikut : 1. Pengambil kebijakan strategis baik di tingkat makro seperti Pemerintah dan di tingkat mikro seperti para forecaster bisnis sebagai bahan dalam pengambilan kebijakan baik yang bersifat ekspansif ataupun preventif. 2. Akademisi dan para pembaca umumnya yang membutuhkan informasi mengenai aliran perdagangan jeruk China ke lima negara anggota (ASEAN-5). Ruang Lingkup Penelitian Untuk mempersempit pemaparan hasil analisis pada penelitian ini, maka penelitian ini dibatasi pada ruang lingkup perubahan nilai perdagangan komoditas jeruk antara China dan lima negara anggota ASEAN sebelum dan sesudah diberlakukannya ACFTA untuk komoditas kategori EHP pada tahun Periode tahun analisis yang digunakan yaitu 11 tahun terakhir dari tahun 2002 sampai 2012.

25 8 2. Komoditas jeruk yang dianalisis dalam penelitian ini tidak membedakan jenis jeruk. 3. Kode HS yang digunakan dalam analisis perdagangan jeruk China di pasar internasional adalah HS dengan deskripsi oranges, fresh or dried. 4. Variabel-variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini antara lain GDPriil China, GDPriil negara ASEAN-5, nilai tukar, jarak ekonomi, dan keanggotaan ACFTA dengan nilai impor jeruk China sebagai variabel tak bebasnya. 5. Negara pengimpor jeruk China yang dianalisis adalah Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. TINJAUAN PUSTAKA Perdagangan Internasional Pemenuhan kebutuhan masyarakat pada suatu negara tidak semuanya dapat dipenuhi sendiri oleh negara tersebut sehingga hal ini memicu adanya perdagangan internasional melalui kegiatan ekspor-impor antar negara yang saling membutuhkan. Selain hal tersebut, perdagangan internasional juga timbul karena adanya keinginan dari suatu negara untuk dapat memperluas jaringan pemasaran, dan memperbesar pendapatan negara. Proses perdagangan internasional muncul akibat perbedaan sumber daya yang dimiliki setiap negara di dunia. Dengan asumsi bahwa seluruh faktor produksi domestik seperti lahan, tenaga kerja, dan modal adalah konstan, maka suatu negara yang memiliki sumberdaya melimpah akan memperoleh keuntungan dengan mengekspornya ke negara lain, serta mengimpor sumberdaya yang langka dari negara lain (Muttaqin dan Suroso, 2004). Pelaksanaan perdagangan internasional seringkali dibatasi oleh adanya penerapan pajak dan pemberlakuan regulasi tarif pada barang impor. Akibat adanya pembatasan-pembatasan melalui peraturan yang diberlakukan pada proses perdagangan internasional maka muncullah kerjasama-kerjasama antar negara berupa perdagangan bebas dengan tujuan untuk mempermudah proses perdagangan internasional dari satu negara ke negara lainnya. Terdapat beberapa manfaat yang diperoleh dengan adanya perdagangan bebas, yaitu tersedianya pasar internasional yang luas selain dapat memperluas pasar produk domestik juga dapat memacu pelaku usaha domestik untuk selalu berinovasi dengan efisien dan efektif agar dapat bersaing di pasar dunia (Bowo, 2012). Meiri (2013) melakukan penelitian dengan judul Analisis Daya Saing dan Perdagangan Kopi Indonesia di Pasar Internasional menggunakan analisis RCA untuk mengetahui daya saing kopi Indonesia di pasar internasional, analisis korelasi rank spearman untuk mengetahui tingkat persaingan antar negara eksportir kopi dunia, analisis data panel menggunakan gravity model untuk mengetahui faktorfaktor yang memengaruhi perdagangan atau aliran ekspor kopi Indonesia ke sepuluh negara tujuan, dan rasio potensi perdagangan untuk mengetahui potensi perdagangan kopi di setiap negara tujuan ekspor. Variabel yang digunakan pada analisis data panel dengan menggunakan gravity model yaitu GDP riil per kapita

26 9 negara Indonesia dan sembilan negara tujuan ekspor, jarak ekonomi, kurs rupiah terhadap sembilan mata uang negara tujuan ekspor dan dummy keanggotaan WTO. Penelitian ini menunjukkan bahwa kopi Indonesia masih memiliki keunggulan komparatif atau daya saing di pasar internasional. Variabel-variabel yang berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor kopi Indonesia antara lain GDP riil per kapita Indonesia, GDP riil per kapita negara tujuan, jarak ekonomi antara indonesia dengan negara tujuan ekspor, dan keanggotaan negara tujuan ekspor dalam WTO. Martha (2011) melakukan penelitian dengan judul Analisis Potensi Ekspor Crude Palm Oil (Cpo) Indonesia ke Empat Negara Mitra Dagang Utama dengan Pendekatan Gravity Model menggunakan variabel GDP negara eksportir dan importir, jarak, kurs, dan harga. Variabel yang berpengaruh signifikan adalah GDP Indonesia dan GDP empat negara mitra dagang utama, nilai tukar Indonesia terhadap empat negara mitra dagang utama, sedangkan yang tidak berpengaruh adalah variabel jarak dan harga. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan pengurangan tarif impor CPO Indonesia oleh empat negara mitra dagang utama sebagai salah satu kebijakan WTO dalam mengurangi hambatan perdagangan internasional CPO secara umum membawa efek positif bagi negara Indonesia sebagai negara eksportir karena akan memberikan pengurangan penurunan kesejahteraan nasional akibat adanya penetapan tarif. Sedangkan potensi pasar ekspor CPO Indonesia terbesar adalah India dan Malaysia. Yeboah et al. (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Does the WTO Increase Trade? The Case of U.S. Cocoa Imports from WTO-Member Producing Countries dengan menggunakan gravity model memperoleh hasil bahwa keanggotaan dalam WTO memberikan dampak yang positif terhadap perdagangan kakao antara Amerika dan negara pengekspor. Variabel yang digunakan yaitu GDP negara pengekspor dan negara pengimpor, paritas daya beli dan dummy keanggotaan dalam GATT/WTO dan FTA, variabel-variabel tersebut berpengaruh signifikan. Permadi (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Peramalan dan Faktor-faktor yang Memengaruhi Impor Jeruk di Indonesia. Penelitian tersebut menduga faktor-faktor yang memengaruhi impor jeruk Indonesia untuk periode Januari tahun 2000 sampai dengan November 2006, dengan variabel yang berpengaruh nyata adalah harga impor, pendapatan nasional, nilai tukar lag impor, dan dummy triwulan. Impor jeruk juga memiliki pola berfluktuasi dan acak dari bulan ke bulan akibat faktor yang memengaruhi impor juga berfluktuasi ASEAN-China Free Trade Area ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) merupakan kesepakatan antara negara-negara anggota ASEAN dengan China untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan perdagangan barang baik tarif ataupun non tarif, peningkatan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian para pihak dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan China (DKRDKPI, 2010).

27 10 ACFTA menghasilkan berbagai dampak bagi negara-negara yang terlibat didalamnya, baik dampak positif maupun dampak negatif. Bowo (2012) melakukan penelitian mengenai dampak penerapan ACFTA terhadap nilai perdagangan Indonesia atas China dengan menggunakan model regresi dengan pendekatan data panel. Variabel-variabel yang digunakan yaitu GDPriil China, Kurs, dan dummy variabel ACFTA dimana semua variabel tersebut berpengaruh signifikan. Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberlakuan ACFTA berpengaruh positif terhadap nilai ekspor Indonesia ke China karena rata-rata nilai ekspor beberapa komoditas terpilih ke China setelah pemberlakuan ACFTA lebih besar dibandingkan dengan sebelum pemberlakuan ACFTA. Sedangkan nilai impor juga positif karena nilai impor Indonesia dari China setelah pemberlakuan ACFTA lebih besar dibandingkan dengan sebelum pemberlakuan ACFTA. Wibowo (2009) pada penelitiannya yang membahas mengenai Dampak Perdagangan Bebas ASEAN-China Terhadap Kinerja Ekonomi Indonesia, khususnya sektor pertanian dan kehutanan melakukan penelitian dengan menggunakan metode dan database Global Trade Analysis Project, memperoleh hasil bahwa manfaat ekonomi yang diperoleh Indonesia dari Free Trade Agreement ASEAN-China akan bertambah besar apabila liberalisasi perdagangan tersebut dikombinasikan dengan kebijakan domestik melalui penurunan biaya transaksi perdagangan dan investasi di sektor pertanian dan kehutanan. Kedua kebijakan tersebut dapat mengurangi dampak negatif dari FTA di tingkat produsen (petani) dan konsumen sebab dapat menambah output produksi, tingkat upah dan permintaan tenaga kerja sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan. Penelitian Nugroho (2011) dengan menggunakan analisis SWOT dalam skripsinya yang berjudul Pengaruh Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA) Terhadap Pemasaran Mebel di Kota Bogor menunjukkan bahwa kebijakan ACFTA dengan masuknya mebel impor dari China tidak terlalu mengakibatkan dampak yang berpengaruh terhadap perdagangan mebel di kota Bogor karena konsumen masih lebih memilih produk lokal. Raisa (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor Jeruk Mandarin di Indonesia dalam Skema ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) dengan menggunakan metode model regresi berganda dan metode interpolasi kubik spline menjabarkan bahwa kesepakatan ACFTA sangat menguntungkan bagi Cina karena dapat menurunkan permintaan impor jeruk dari negara lainnya. Faktor-faktor yang memengaruhi substitusi impor jeruk Indonesia periode Januari 2000 hingga Desember 2009 yang berpengaruh nyata yaitu nilai tukar rupiah terhadap dollar, harga konsumen jeruk di pedesaan, PDB, produksi jeruk nasional, harga jeruk impor, substitusi impor tahun sebelumnya, dan dummy ACFTA. Jumlah impor sebelum ACFTA saat tarif impor belum 0% selama tahun , meningkat dengan pesat setelah diberlakukannya EHP tahun Pangsa impor Cina pun mengungguli negara pengimpor lainnya selama periode pasca EHP.

28 11 Agribisnis Jeruk Rokhmawati (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Strategi Pemasaran Berdasar pada Segmentasi dan Preferensi Konsumen Terhadap Jeruk Lokal serta Jeruk Impor menjabarkan bahwa preferensi konsumen yang dianalisis dengan menggunakan metode chi-square dan segmentasi pasar yang dianalisis dengan menggunakan Cluster Analysis dengan metode non-hierarki menunjukkan bahwa terdapat perbedaan preferensi konsumen jeruk lokal terhadap semua atributatribut yang ada pada buah jeruk lokal. Namun pada buah jeruk impor, preferensi konsumen, pada atribut warna memiliki persamaan preferensi yaitu berwarna oranye, sedangkan untuk atribut-atribut lainnya memiliki preferensi yang berbeda. Segmentasi pasar sendiri, diperoleh hasil bahwa konsumen buah jeruk lokal dan buah jeruk impor memiliki ciri-ciri karakteristik konsumen yang hampir sama. Penelitian Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Komoditas Jeruk Siam di Kabupaten Garut yang dilakukan oleh Dewanata (2011) dengan menggunakan policy analysis matrix (PAM) menunjukkan bahwa pengusahaan komoditas jeruk siam dengan teknologi modern memiliki keunggulan komparatif lebih besar dibandingkan dengan komoditas jeruk siam teknologi tradisional. Sedangkan secara keseluruhan kebijakan pemerintah yang berlaku masih belum mendukung dalam hal pengembangan dan peningkatan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif pengusahaan komoditas jeruk siam di Kabupaten Garut. Shanti (2007) pada penelitiannya yang berjudul Analisis Keputusan Konsumen dalam Mengkonsumsi Jeruk Lokal dan Jeruk Impor di Ritel Modern (Kasus Konsumen Giant Botani Square Bogor) dengan menggunakan analisis deskriptif, analisis regresi logistik (logit), dan Importance Performance Analysis (IPA) menunjukkan bahwa variabel yang mempengaruhi keputusan mengkonsumsi jeruk lokal dan jeruk impor adalah variabel rasa, penampilan, jenis kelamin, dan tingkat pendapatan. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu Hasil yang didapat pada penelitian terdahulu mengenai perdagangan internasional menunjukkan bahwa sebagian besar peneliti menggunakan alat analisis data panel dengan gravity model dalam melakukan penelitiannya. Hal ini sama dengan alat analisis yang akan digunakan oleh penulis. Akan tetapi walaupun alat analisis yang digunakan sama, terdapat perbedaan antara penelitian-penelitian terdahulu dengan penelitian yang penulis lakukan, perbedaannya yaitu pada variabel yang digunakan. Variabel yang digunakan oleh penulis sebagian besar sama dengan variabel pada penelitian terdahulu akan tetapi, pada penelitian ini penulis menggunakan variabel dummy ACFTA untuk komoditas yang termasuk kedalam kategori EHP, dimana komoditas yang termasuk pada kategori tersebut sudah sepenuhnya menerapkan kebijakan tarif 0% pada tahun Salah satu komoditas yang masuk kategori EHP yaitu jeruk. Penggunaan variabel-variabel tersebut bertujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang dapat mempengaruhi perdagangan jeruk antara China dan lima negara anggota ASEAN (ASEAN-5), serta dengan adanya variabel dummy ACFTA ditujukan untuk mengetahui apa

29 12 dampak kebijakan ACFTA terhadap perdagangan komoditas kategori EHP khususnya jeruk antara China dan negara ASEAN-5. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian tentang ACFTA pada penelitian terdahulu yaitu pada alat analisis yang digunakan dimana penelitian ini menggunakan analisis data panel dengan grafity model. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Teori Perdagangan Internasional Adanya perbedaan dalam hal sumberdaya antar satu negara dan negara lain dan juga perbedaan penguasaan teknologi mengakibatkan kebutuhan suatu negara tidak semua dapat dipenuhi oleh negara itu sendiri. Sehingga hal ini mengakibatkan adanya hubungan saling membutuhkan dari masing-masing negara dalam hal pemenuhan kebutuhannya. Perdagangan internasional merupakan suatu proses pertukaran barang atau jasa antar negara dimana suatu negara akan memperoleh keuntungan dari perdagangan dengan negara lain apabila negara tersebut berspesialisasi dalam komoditas yang dapat diproduksi dengan lebih efisien dan mengimpor komoditas yang kurang efisien. Teori modern perdagangan internasional menurut Salvatore (1997) yaitu sebuah negara akan mengekspor komoditi yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu bersamaan ia akan mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumberdaya yang relatif langka dan mahal di negara itu. Perdagangan internasional antar negara dilakukan karena merupakan sumber bagi terciptanya keuntungan perdagangan bagi pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Negara-negara berdagang karena terdapat perbedaan antara negara tersebut. Negara-negara di dunia selalu berupaya untuk memperoleh keuntungan dari perbedaan diantara mereka. Hal tersebut dilakukan melalui pengaturan yang dibentuk sedemikian rupa sehingga setiap pihak yang terlibat dalam perdagangan internasional mampu melakukan sesuatu dengan lebih baik. Selain itu dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara akan didorong untuk mampu membatasi kegiatan produksinya untuk menghasilkan sejumlah barang tertentu saja. Maka, setiap negara memiliki peluang untuk lebih fokus dan menggunakan seluruh sumber daya yang dimiliki dalam menghasilkan barang-barang tersebut dengan skala yang lebih besar (Krugman dan Obstfeld, 2000). Ketika harga suatu komoditas di suatu negara lebih tinggi dibandingkan dengan harga di dunia, maka negara tersebut akan melakukan kebijakan untuk mengimpor komoditas tersebut. Begitupun sebaliknya, ketika harga suatu komoditas di suatu negara lebih rendah dibandingkan harga yang terjadi di dunia, maka negara tersebut akan melakukan kebijakan untuk mengekspor produk yang merupakan kelebihan produksi atas permintaan dalam negeri. Kondisi tersebut diilustrasikan melalui keseimbangan parsial perdagangan internasional yang disajikan pada Gambar 2. Kurva Dx dan kurva Sx dalam panel A dan C pada Gambar 2 masing-masing melambangkan kurva permintaan dan penawaran untuk

30 13 komoditas X di negara 1 dan negara 2. Sumbu vertikal pada ketiga panel tersebut mengukur harga-harga relatif untuk komoditas X (Px/Py) atau dengan kata lain jumlah komoditas Y yang harus dikorbankan oleh suatu negara dalam rangka memproduksi satu unit tambahan komoditas X. Sedangkan, sumbu horizontal di ketiga panel mengukur kuantitas komoditas X. Px/Py Px/Py Px/Py S x P 3 P 2 P 1 Ekspor B E A D x S x A B* A* E* S D P 3 B A Impor E D x X X X (Panel A) (Panel B) (Panel C) Gambar 2 Keseimbangan Parsial Perdagangan Internasional Keterangan: Panel A = Pasar di negara 1 untuk komoditas X Panel B = Hubungan perdagangan internasional dalam komoditas X Panel C = Pasar di negara 2 untuk komoditas X Sumber : Salvatore, Panel A menunjukkan bahwa negara 1 akan melakukan produksi dan konsumsi di titik A (kuantitas komoditas X yang ditawarkan akan sama dengan kuantitas yang diminta oleh konsumen di negara 1 berdasarkan harga relatif P1). Hal ini memunculkan titik A* pada kurva penawaran komoditas X negara 2 di panel B. Sedangkan negara 2 pada panel C juga akan berproduksi dan mengkonsumsi komoditas X di titik A (kuantitas komoditas X yang ditawarkan akan sama dengan kuantitas yang diminta oleh konsumen di negara 2 berdasarkan harga relatif P3). Hal tersebut memunculkan titik A yang terletak pada kurva permintaan impor komoditas X negara 2 yang berada di panel B. Jika di negara 1 pada panel A berdasarkan harga relatif P2, maka akan terjadi kelebihan penawaran apabila dibandingkan dengan tingkat permintaan untuk komoditas X sebesar BE. Kuantitas sebesar BE itulah yang merupakan kuantitas komoditas X yang akan diekspor oleh negara 1 pada harga relatif P2. Begitu halnya untuk negara 2 pada panel C jika berdasarkan harga relatif P2 akan terjadi kelebihan permintaan yang lebih besar dari penawarannya, yaitu sebesar B E. Kelebihan itu sama artinya dengan kuantitas komoditas X yang akan diimpor oleh negara 2 berdasarkan harga relatif P2. Kuantitas impor komoditas X yang diminta oleh negara 2 (sebesar B E dalam Panel C) akan dipenuhi dengan kuantitas ekspor komoditas X yang ditawarkan oleh negara 1 (sebesar BE dalam Panel A). Hal tersebut diperlihatkan oleh perpotongan antara kurva D dan kurva S setelah komoditas X diperdagangkan di antara kedua negara yang ditunjukkan pada panel B.

31 14 Teori Perdagangan Bebas Perluasan akses pasar untuk pengembangan ekspor dapat ditopang oleh kebijakan-kebijakan perdagangan bebas dengan menghapuskan hambatanhambatan perdagangan sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hambatan-hambatan dalam perdagangan bebas biasanya berupa adanya pemberian tarif terhadap barang, pembatasan jumlah barang atau kuota serta peraturan administrasi lainnya yang berbeda di masing-masing negara. Perdagangan bebas (laissez-faire) atau liberalisasi perdagangan (trade liberalization) adalah konsep ekonomi yang merujuk kepada sistim perdagangan barang dan jasa antar negara tanpa adanya intervensi pemerintah dalam bentuk tarif dan hambatan perdagangan lainnya, seperti: kuota, subsidi, dan pajak. (Krugman dan Obstfeld, 2000; Husted dan Melvin, 2004). Perdagangan bebas memiliki beberapa keuntungan. Seperti dijelaskan oleh Budiono (2001) dalam Hardono et al. (2004) yaitu: 1. Perdagangan bebas membuka akses pasar lebih luas sehingga memungkinkan diperoleh efisiensi karena liberalisasi perdagangan cenderung menciptakan pusat-pusat produksi baru yang menjadi lokasi berbagai kegiatan industri yang saling terkait dan saling menunjang sehingga biaya produksi dapat diturunkan, 2. Iklim usaha menjadi kompetitif sehingga mengurangi kegiatan yang bersifat rent seeking dan mendorong pengusaha untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam penggunaan sumberdaya, 3. Arus perdagangan dan investasi yang lebih bebas mendorong terjadinya alih teknologi untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi, 4. Perdagangan yang lebih bebas memberikan signal harga yang benar sehingga meningkatkan efisiensi investasi, 5. Dalam perdagangan yang lebih bebas, kesejahteraan konsumen baik ditingkat individu maupun perusahaan akan meningkat Perdagangan bebas secara resmi dimulai sejak adanya kesepakatan GATT pada tahun Sejak tanggal 1 Januari 1995, GATT digantikan dengan lembaga perdagangan multilateral yang disebut WTO (World Trade Organization). Kawasan Perdagangan Bebas (Free Trade Area/FTA) adalah sebuah kawasan preferensi perdagangan dimana negara-negara anggotanya menghapuskan tarif dan kuota antar negara anggota, namun masing-masing negara tetap menerapkan tarif mereka masing-masing terhadap negara bukan anggota. Sedangkan kawasan preferensi perdagangan adalah blok perdagangan yang memberikan keistimewaan untuk produk-produk tertentu dari negara tertentu dengan melakukan pengurangan tarif, namun tidak menghilangkannya sama sekali. (Balassa, 1961). Tarif merupakan bentuk kebijakan perdagangan yang paling tua dan secara tradisional telah digunakan sebagai sumber penerimaan pemerintah. Tujuan utama pengenaan tarif bukan hanya untuk memperoleh pendapatan, tetapi juga untuk melindungi sektor-sektor tertentu di dalam negeri seperti hasil pertanian dari persaingan impor. Tarif meningkatkan harga barang di negara pengimpor sehingga menurunkan jumlah barang yang diimpor (Krugman dan Obstfeld, 2002).

32 15 Harga, P S P W + t P W D S 1 S 2 D 2 D 1 Kuantitas, Q Gambar 3 Dampak Adanya Tarif Terhadap Harga dan Jumlah Barang Impor Keterangan: S 1 D 1 : Jumlah barang yang diimpor sebelum adanya tarif S 2 D 2 : Jumlah barang yang diimpor setelah adanya tarif P W : Harga barang sebelum ditambah tarif P W + t : Harga barang setelah ditambah tarif Sumber : Krugman dan Obstfeld, 2002 Teori Keunggulan Komparatif Teori keunggulan komparatif (theory of comparative advantage) merupakan teori yang dikemukakan oleh David Ricardo, teori ini merupakan penyempurnaan dari teori keunggulan absolut dari Adam Amith. Menurutnya, perdagangan internasional terjadi bila ada perbedaan keunggulan komparatif antarnegara. Ia berpendapat bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara mampu memproduksi barang dan jasa lebih banyak dengan biaya yang lebih murah daripada negara lainnya. Teori keunggulan komparatif menggunakan sejumlah asumsi sebagai berikut: (1) hanya terdapat dua negara dan dua komoditi, (2) perdagangan bersifat bebas, (3) mobilitas tenaga kerja sempurna, (4) biaya produksi konstan, (5) tidak terdapat biaya transportasi, (6) tidak ada perubahan teknologi, dan (7) menggunakan teori nilai tenaga kerja. Teori keunggulan komparatif menyatakan bahwa dalam keadaan perdagangan bebas, apabila salah satu negara kurang efisien dalam memproduksi kedua barang dibandingkan negara lainnya, kedua negara tersebut masih dapat melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara yang pertama harus melakukan spesialisasi dalam produksi komoditas yang keunggulan absolutnya lebih kecil (komoditas ini disebut sebagai keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditas yang keunggulan absolutnya lebih besar (komoditas ini disebut sebagai ketidakunggulan komparatifnya) (Salvatore, 2007). Model Gravitasi (Gravity Model) Gravity model telah banyak digunakan dalam menganalisis perdagangan antar negara. Model ini menunjukkan interaksi antara dua partikel dimana besarnya interaksi dipengaruhi oleh massa dan jarak antara partikel. Penggunaan gravity model dapat menjelaskan pengaruh dari berbagai variabel yang menentukan perdagangan, baik variabel makroekonomi seperti pendapatan agregat, pendapatan per kapita, nilai tukar, biaya transportasi, dan juga

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan sudut pandang ilmu ekonomi, motivasi hubungan antar negara

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan sudut pandang ilmu ekonomi, motivasi hubungan antar negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan sudut pandang ilmu ekonomi, motivasi hubungan antar negara dianggap sebagai proses alokasi sumber daya ekonomi antar negara dalam rangka meningkatkan derajat

Lebih terperinci

ASEAN CHINA FREE TRADE AREA

ASEAN CHINA FREE TRADE AREA ASEAN CHINA FREE TRADE AREA A. PENDAHULUAN ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) merupakan kesepakatan antara negaranegara anggota ASEAN dengan China untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN. CAFTA dibuat untuk mengurangi bahkan menghapuskan hambatan

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN. CAFTA dibuat untuk mengurangi bahkan menghapuskan hambatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang CAFTA merupakan perjanjian area perdagangan bebas antara China dan ASEAN. CAFTA dibuat untuk mengurangi bahkan menghapuskan hambatan perdagangan barang tarif maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua hambatanhambatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekspor merupakan salah satu bagian penting dalam perdagangan internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan sebagai total penjualan barang

Lebih terperinci

SILABUS. : Perdagangan Pertanian Nomor Kode/SKS : ESL 314 / 3(3-0)2

SILABUS. : Perdagangan Pertanian Nomor Kode/SKS : ESL 314 / 3(3-0)2 SILABUS Matakuliah : Pertanian Nomor Kode/SKS : ESL 314 / 3(3-0)2 Semester : 6 (enam) Deskripsi Singkat : Mata kuliah ini membahas konsep, teori, kebijakan dan kajian empiris perdagangan pertanian dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan Judul Nama : Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan NIM : 1306105127 Abstrak Integrasi ekonomi merupakan hal penting yang perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Negara-negara di seluruh dunia saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan. Integrasi dilakukan oleh setiap negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pesat globalisasi dalam beberapa dasawarsa terakhir mendorong terjadinya perdagangan internasional yang semakin aktif dan kompetitif. Perdagangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tanaman Apel Apel adalah jenis buah-buahan, atau buah yang dihasilkan dari pohon buah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan teknis perdagangan (technical barriers to trade) dengan mengurangi atau menghilangkan tindakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sambutan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati pada acara ulang tahun

I. PENDAHULUAN. 1 Sambutan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati pada acara ulang tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Buah merupakan salah satu komoditas pangan penting yang perlu dikonsumsi manusia dalam rangka memenuhi pola makan yang seimbang. Keteraturan mengonsumsi buah dapat menjaga

Lebih terperinci

PENINGKATAN EKSPOR CPO DAN KAKAO DI BAWAH PENGARUH LIBERALISASI PERDAGANGAN (SUATU PENDEKATAN MODEL GRAVITASI) OLEH MARIA SITORUS H

PENINGKATAN EKSPOR CPO DAN KAKAO DI BAWAH PENGARUH LIBERALISASI PERDAGANGAN (SUATU PENDEKATAN MODEL GRAVITASI) OLEH MARIA SITORUS H PENINGKATAN EKSPOR CPO DAN KAKAO DI BAWAH PENGARUH LIBERALISASI PERDAGANGAN (SUATU PENDEKATAN MODEL GRAVITASI) OLEH MARIA SITORUS H14050818 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia pada saat ini tahun 2016 sedang melakukan kerjasama dari berbagai bagian negara, dengan adanya hal ini akan memperlihatkan betapa pentingnya posisi Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sistem perekonomian terbuka, perdagangan internasional merupakan komponen penting dalam determinasi pendapatan nasional suatu negara atau daerah, di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional dalam arti yang sederhana adalah suatu proses yang timbul sehubungan dengan pertukaran

Lebih terperinci

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia 1. ASEAN ( Association of South East Asian Nation Nation) ASEAN adalah organisasi yang bertujuan mengukuhkan kerjasama regional negara-negara di Asia

Lebih terperinci

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. Outline Sejarah dan Latar Belakang Pembentukan AFTA Tujuan Strategis AFTA Anggota & Administrasi AFTA Peranan & Manfaat ASEAN-AFTA The

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sampai saat ini masih mempunyai peranan yang cukup penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap pendapatan nasional, sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari aktivitas perdagangan international yaitu ekspor dan impor. Di Indonesia sendiri saat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb 13 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Definisi Karet Remah (crumb rubber) Karet remah (crumb rubber) adalah karet alam yang dibuat secara khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dunia modern sekarang suatu negara sulit untuk dapat memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri tanpa kerjasama dengan negara lain. Dengan kemajuan teknologi yang sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku pada Tahun Nilai PDB (dalam milyar rupiah) Pertumbuhan (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku pada Tahun Nilai PDB (dalam milyar rupiah) Pertumbuhan (%) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang memiliki kekayaan alam dan keanekaragaman hayati yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pertanian merupakan salah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang dibudidayakan dalam hortikultura meliputi buah-buahan, sayur-sayuran,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Perdagangan Internasional Perdagangan internasional dalam arti sempit adalah merupakan suatu gugus masalah yang timbul sehubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional adalah melalui perdagangan internasional. Menurut Mankiw. (2003), pendapatan nasional yang dikategorikan dalam PDB (Produk

BAB I PENDAHULUAN. nasional adalah melalui perdagangan internasional. Menurut Mankiw. (2003), pendapatan nasional yang dikategorikan dalam PDB (Produk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan pendapatan nasional adalah melalui perdagangan internasional. Menurut Mankiw (2003), pendapatan nasional yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman Jeruk Buah jeruk merupakan salah satu jenis buah-buahan yang paling banyak digemari oleh masyarakat kita. Buah jeruk selalu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan dengan mengurangi atau menghapuskan hambatan perdagangan secara diskriminatif bagi negara-negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori-teori 2.1.1 Perdagangan Internasional Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa yang dilakukan penduduk suatu negara dengan penduduk

Lebih terperinci

DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS ASEAN CINA BAGI PEREKONOMIAN INDONESIA (Studi Kasus : Dampak pada Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia (TPT))

DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS ASEAN CINA BAGI PEREKONOMIAN INDONESIA (Studi Kasus : Dampak pada Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia (TPT)) DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS ASEAN CINA BAGI PEREKONOMIAN INDONESIA (Studi Kasus : Dampak pada Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia (TPT)) Resume Muhammad Akbar Budhi Prakoso 151040071 JURUSAN ILMU HUBUNGAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari nilai devisa yang dihasilkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 1. perubahan perilaku konsumsi dan transaksi dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 1. perubahan perilaku konsumsi dan transaksi dan sebagainya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat saat ini, secara sadar memahami bahwa dalam pola hidup bermasyarakat, penegakan hukum sangat berperan penting, tidak hanya mengatur bagaimana manusia berperilaku,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teh ditemukan sekitar tahun 2700 SM di Cina. Seiring berjalannya waktu, teh saat ini telah ditanam di berbagai negara, dengan variasi rasa dan aroma yang beragam. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan sebuah negara. Hal ini serupa dengan pendapat yang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan sebuah negara. Hal ini serupa dengan pendapat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perdagangan Internasional merupakan salah satu kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan sebuah negara. Hal ini serupa dengan pendapat yang disampaikan Salvatore

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Perdagangan Internasional Teori tentang perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang sangat maju, yaitu dimulai dengan teori klasik tentang keunggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Liberalisasi perdagangan kini telah menjadi fenomena dunia. Hampir di seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok perdagangan bebas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota ASEAN pada ASEAN Summit di Singapura pada Juni Pertemuan tersebut mendeklarasikan pembentukan Asian Free Trade Area

BAB I PENDAHULUAN. anggota ASEAN pada ASEAN Summit di Singapura pada Juni Pertemuan tersebut mendeklarasikan pembentukan Asian Free Trade Area BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dan transportasi dewasa ini semakin mempermudah akses dalam perdagangan, terutama perdagangan internasional. Perkembangan inilah yang

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Daya Saing Perdagangan Internasional pada dasarnya merupakan perdagangan yang terjadi antara suatu negara tertentu dengan negara yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Perdagangan Internasional Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu pendorong peningkatan perekonomian suatu negara. Perdagangan internasional, melalui kegiatan ekspor impor memberikan keuntungan

Lebih terperinci

ANALISIS DETERMINAN EKSPOR KARET INDONESIA DENGAN PENDEKATAN GRAVITY MODEL TESIS. Oleh. Baida Soraya /MAG

ANALISIS DETERMINAN EKSPOR KARET INDONESIA DENGAN PENDEKATAN GRAVITY MODEL TESIS. Oleh. Baida Soraya /MAG 1 ANALISIS DETERMINAN EKSPOR KARET INDONESIA DENGAN PENDEKATAN GRAVITY MODEL TESIS Oleh Baida Soraya 117039030/MAG PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

Kata kunci: China ASEAN Free Trade Area (CAFTA), ekspor, impor, volume, harga

Kata kunci: China ASEAN Free Trade Area (CAFTA), ekspor, impor, volume, harga ANALISIS DAMPAK CAFTA (CHINA ASEAN FREE TRADE AREA) TERHADAP PERDAGANGAN JERUK SUMATERA UTARA MARIA GULTOM 1), TAVI SUPRIANA 2), SALMIAH 3) Program Studi Agribisnis 1) Fakultas Pertanian 2) Universitas

Lebih terperinci

BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE

BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE 5.1. Aliran Perdagangan dan Kondisi Tarif Antar Negara ASEAN Plus Three Sebelum menganalisis kinerja ekspor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007 (Business&Economic Review Advisor, 2007), saat ini sedang terjadi transisi dalam sistem perdagangan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pada penelitian tentang penawaran ekspor karet alam, ada beberapa teori yang dijadikan kerangka berpikir. Teori-teori tersebut adalah : teori

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

IV. PERKEMBANGAN IMPOR BUAH-BUAHAN DI INDONESIA

IV. PERKEMBANGAN IMPOR BUAH-BUAHAN DI INDONESIA IV. PERKEMBANGAN IMPOR BUAH-BUAHAN DI INDONESIA 4.1. Tren Perdagangan Indonesia pada Komoditas Buah-Buahan Selama periode -2010, Indonesia terus meningkatkan aktivitas perdagangan internasional. Seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perdagangan internasional semakin besar peranannya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perdagangan internasional semakin besar peranannya terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional semakin besar peranannya terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sehingga keadaan suatu negara dalam dunia perdagangan internasional menjadi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 57 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Estimasi Model Dalam analisis data panel perlu dilakukan beberapa pengujian model, sebagai awal pengujian pada ketiga model data panel statis yakni pooled least square (PLS),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya perdagangan antar negara. Sobri (2001) menyatakan bahwa perdagangan internasional adalah

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA. selama tahun tersebut hanya ton. Hal ini dapat terlihat pada tabel 12.

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA. selama tahun tersebut hanya ton. Hal ini dapat terlihat pada tabel 12. 54 V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA 5.1 Perkembangan Produksi Teh Indonesia Perkembangan produksi teh Indonesia selama 1996-2005 cenderung tidak mengalami perubahan yang begitu

Lebih terperinci

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa Indonesia. Pada kurun tahun 1993-2006, industri TPT menyumbangkan 19.59 persen dari perolehan devisa

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI EKSPOR KOPI INDONESIA KE WILAYAH ASEAN DAN CHINA DALAM SKEMA EARLY HARVEST PROGRAMME ARIF AGUS NUGROHO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI EKSPOR KOPI INDONESIA KE WILAYAH ASEAN DAN CHINA DALAM SKEMA EARLY HARVEST PROGRAMME ARIF AGUS NUGROHO ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI EKSPOR KOPI INDONESIA KE WILAYAH ASEAN DAN CHINA DALAM SKEMA EARLY HARVEST PROGRAMME ARIF AGUS NUGROHO DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Permintaan Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh konsumen selama periode tertentu (Pappas & Hirschey

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Perkembangan Jagung Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai

Lebih terperinci

Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui Target *Sinyal bahwa FTA/EPA Semakin Efektif dan Pentingnya Diversifikasi Pasar

Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui Target *Sinyal bahwa FTA/EPA Semakin Efektif dan Pentingnya Diversifikasi Pasar SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Telp: 021-3860371/Fax: 021-3508711 www.kemendag.go.id Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan antar negara akan menciptakan pasar yang lebih kompetitif dan mendorong pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Kondisi sumber daya alam Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Penelitian Terdahulu Terdapat penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan topik dan perbedaan objek dalam penelitian. Ini membantu penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ruang lingkup kegiatan ekonominya. Globalisasi menuntut akan adanya

BAB I PENDAHULUAN. ruang lingkup kegiatan ekonominya. Globalisasi menuntut akan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi telah mendorong negara-negara di dunia untuk memperluas ruang lingkup kegiatan ekonominya. Globalisasi menuntut akan adanya keterbukaan, baik keterbukaan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang bekerja di sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut data BPS (2010), jumlah penduduk yang bekerja di sektor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Tarif Bawang Merah Sejak diberlakukannya perjanjian pertanian WTO, setiap negara yang tergabung sebagai anggota WTO harus semakin membuka pasarnya. Hambatan perdagangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian dunia mulai mengalami liberalisasi perdagangan ditandai dengan munculnya General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) pada tahun 1947 yang

Lebih terperinci

VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA

VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA 6.1 Pengujian Asumsi Gravity model aliran perdagangan ekspor komoditas kepiting Indonesia yang disusun dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria pengujian asumsi-asumsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha perkebunan merupakan usaha yang berperan penting bagi perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani, sumber

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penelitian Terdahulu Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa dokumen-dokumen yang terkait dengan judul penelitian, diantaranya

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 39 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Daya Saing Komoditi Mutiara Indonesia di Negara Australia, Hongkong, dan Jepang Periode 1999-2011 Untuk mengetahui daya saing atau keunggulan komparatif komoditi

Lebih terperinci

PERNYATAAN ORISINALITAS...

PERNYATAAN ORISINALITAS... Judul : PENGARUH KURS DOLLAR AMERIKA SERIKAT, LUAS AREA BUDIDAYA, INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR, JUMLAH PRODUKSI TERHADAP EKSPOR UDANG INDONESIA TAHUN 2000-2015 Nama : I Kadek Widnyana Mayogantara NIM

Lebih terperinci

ekonomi KTSP & K-13 PERDAGANGAN INTERNASIONAL K e l a s A. Konsep Dasar Tujuan Pembelajaran

ekonomi KTSP & K-13 PERDAGANGAN INTERNASIONAL K e l a s A. Konsep Dasar Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 ekonomi K e l a s XI PERDAGANGAN INTERNASIONAL Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami tentang teori perdagangan

Lebih terperinci

Boks 1 SURVEI : DAMPAK ASEAN CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA) TERHADAP UMKM DI PROVINSI RIAU I. LATAR BELAKANG

Boks 1 SURVEI : DAMPAK ASEAN CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA) TERHADAP UMKM DI PROVINSI RIAU I. LATAR BELAKANG Boks SURVEI : DAMPAK ASEAN CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA) TERHADAP UMKM DI PROVINSI RIAU I. LATAR BELAKANG Kawasan perdagangan bebas (Free Trade Area/FTA) telah menghasilkan paradigma terhadap keunggulan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder selama enam tahun pengamatan (2001-2006). Pemilihan komoditas yang akan diteliti adalah sebanyak lima komoditas

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN 203 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Analisis terhadap faktor-faktor yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perekonomian negara-negara di dunia saat ini terkait satu sama lain melalui perdagangan barang dan jasa, transfer keuangan dan investasi antar negara (Krugman dan Obstfeld,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan liberalisasi perdagangan barang dan jasa semakin tinggi intensitasnya sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. dan liberalisasi perdagangan barang dan jasa semakin tinggi intensitasnya sehingga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan perekonomian dalam perdagangan internasional tidak lepas dari negara yang menganut sistem perekonomian terbuka. Apalagi adanya keterbukaan dan liberalisasi

Lebih terperinci

BAB II ASEAN CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA) penjelasan mengenai ASEAN, dan terbentuknya Asean Free Trade Area

BAB II ASEAN CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA) penjelasan mengenai ASEAN, dan terbentuknya Asean Free Trade Area BAB II ASEAN CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA) Pada bab sebelumnya telah di paparkan mengenai latar belakang dan tujuan serta arti penting dari penelitian karya ilmiah ini. Dan pada bab ini penulis akan terlebih

Lebih terperinci