PENGEMBANGAN KITOSAN SEBAGAI ABSORBEN PENGOTOR DALAM APLIKASI PEMURNIAN AGAR DAN KARAGENAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN KITOSAN SEBAGAI ABSORBEN PENGOTOR DALAM APLIKASI PEMURNIAN AGAR DAN KARAGENAN"

Transkripsi

1 DISERTASI PENGEMBANGAN KITOSAN SEBAGAI ABSORBEN PENGOTOR DALAM APLIKASI PEMURNIAN AGAR DAN KARAGENAN PIPIH SUPTIJAH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KELAUTAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 PERNYATAAN MENGENAI DESERTASI DAN SUMBER INFORMASI Bersama ini saya menyatakan bahwa disertasi Pengembangan Kitosan sebagai Absorben Pengotor dalam Aplikasi Pemurnian Agar dan Karagenan, adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun, kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutif dari karya yang diterbikan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir disertasi ini. Bogor, Januari 2012 Pipih Suptijah NRP C

3 PIPIH SUPTIJAH. C Pengembangan Kitosan sebagai Absorben Pengotor dalam Aplikasi Pemurnian Agar dan Karagenan. Dibimbing oleh: LINAWATI HARDJITO. JOHN HALUAN dan MAGGY T SUHARTONO. RINGKASAN Kitosan adalah polimer glukosamin yang sangat banyak dialam setelah selulosa. Sebagai polimer alami kitosan mempunyai muatan ionik yang reaktif sehingga dapat mengikat dan mengabsorbsi komponen lain yang bermuatan berlawanan, oleh karena itu kitosan mempunyai kemampuan sebagai absorben. Kitosan dimanfaatkan sebagai absorben terhadap pengotor dalam proses pemurnian rumput laut sehingga dihasilkan produk (agar dan karagenan) yang bermutu baik. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Menentukan karakteristik fisika, kimia dan mikroskopis kitosan yang akan dikembangkan sebagai absorben (2) Menguji kemampuan kitosan sebagai absorben logam berat (Fe Cu, Pb), pigmen ekstrak wortel dan bakteri Escherichia coli (E. coli) (3) Mengaplikasikan kitosan sebagai absorben terhadap pengotor pada ekstraksi agar dan karagenan (4) Menganalisis mutu agar dan karagenan yang dihasilkan dari metoda tersebut. Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan yang meliputi: tahap preparasi, tahap karakterisasi, dan tahap aplikasi. Tahap preparasi yaitu tahap produksi kitosan dengan memodifikasi kondisi proses, melalui 36 perlakuan diantaranya variasi larutan NaOH (0,5-2N) dan waktu proses deproteinisasi (2-5 jam) serta deasetilasi dengan NaOH (1,5-6N) dilanjutkan dengan analisis mutu hasilnya. Tahap karakterisasi meliputi penentuan sifat fisika (ukuran dan viskositas), kimia (proksimat dan derajat deasetilasi) dan mikroskopis (morfologi permukaan-poripori) dari kitosan serta uji kemampuan absorbsinya terhadap logam (Fe, Cu, Pb), pigmen ekstrak wortel, dan bakteri (E. coli). Tahap aplikasi meliputi tahap penggunaan absorben pada ekstraksi agar dan karagenan serta uji mutu hasil aplikasinya dengan viskometer (viskositas), rheoteks (gel strength), FTIR (gugus fungsi), SEM (morfologi), autosorp (distribusi pori), ONPG: Orto Nitro Phenil Glikosida (bakteri) dan HPLC (untuk uji komponen pengotor yang tersisa dan komponen utama/β-galaktosa yang sudah bersih). Hasil kitosan yang dibuat dengan kondisi deproteinisasi: NaOH 1N, waktu proses 4jam, dan deasetilasi: NaOH 6N, waktu 2jam, terpilih sebagai absorben, adalah kitosan dengan derajat deasetilasi 90%, mempunyai karakteristik fisikakimia sebagai berikut: rendemen 13,5%, tidak berwarna, lebih transparan, kadar N 4%, kadar mineral 0,2%, kadar air 10%, viskositas 247 cps, gugus fungsi amin terdeteksi oleh FTIR pada bilangan gelombang 1639 cm -1 dan gugus fungsi hidroksi pada bilangan gelombang 3410 cm -1. Analisis SEM menunjukan morfologi kitosan yang ber pori- pori dan melalui analisis autosorp menunjukkan distribusi pori dengan variasi diameter pori antara 37,2 Å sampai Å. Kitosan 0,1% mempunyai kemampuan mengabsobsi 1% larutan logam Fe 32%, logam Cu 26%, logam Pb 22%, ekstrak wortel sebanyak 50% (100% b/v) pewarna minuman bersoda 55% dan 2% b/v biomas E. coli 80,58%. Hasil aplikasi kitosan pada ekstraksi agar menunjukkan bahwa penambahan 0,1% kitosan sebagai absorben menghasilkan kualitas agar (dengan

4 pembanding bakto agar sebagai standar) adalah sebagai berikut: Total Plate Count 1,25 x10 2 CFU (bakto agar 2,04 x10 2 CFU), kadar sulfat 0,1% (bakto agar 0,3%), kadar air 21,1 % (bakto agar 16,9 %), kekuatan gel 275,10 gf (bakto agar 350,15 gf). Hasil aplikasi kitosan pada ekstraksi karagenan menunjukkan kualitas karagenan sebagai produk: kadar sulfat 12,40%, kekuatan gel 80gF, kadar air15% dan viskositas 26,4cPs. Hasil analisis FTIR pada karagenan mengkonfirmasi tujuh gugus fungsi (OH terdeteksi pada cm -1, CH pada 2920 cm -1, amida pada 1650 cm -1, sulfat ester pada cm -1, glikosidik pada 1150 cm -1, 3.6 anhidro galaktan pada 930 cm -1 dan C2-O-S dalam galaktan pada 830 cm -1 ), sementara gugus fungsi sulfat terdeteksi pada bilangan gelombang 1350 cm -1. Hasil analisis HPLC karagenan menunjukkan karakteristik serapan paling bersih pada penambahan kitosan 0,1%. Dengan demikian penggunaan kitosan 0,1% baik diaplikasikan sebagai absorben dalam pemurnian agar dan karagenan. Kata kunci: kitosan, absorben, pengotor, ekstrak wortel, ONPG.

5 PIPIH SUPTIJAH. C Development of Chitosan as Impurity Absorbent on Agar and Carrageenan Purification. Supervised by LINAWATI HARDJITO. JOHN HALUAN and MAGGY T SUHARTONO. ABSTRACT Chitosan, a polymer of glucosamine is the largest polysaccharides after cellulose. A natural polymer chitosan has reactive ionic charge that has ability to bind and absorb other components of opposite charge as an absorbent. This research utilized chitosan in the process of seaweed purification. The purpose of this study were (1) To determine physical, chemical and microscopic characteristics of chitosan that will be developed as an absorbent (2) To test the ability of chitosan as an absorbent of heavy metals (Fe, Cu, Pb), pigments (carrot extract) and bacteria (E. coli ) (3) To apply chitosan to absorb impurity in the extraction of agar and carrageenan (4) To analyze the quality of agar and carrageenan produced from these methods. This study consisted of several stages which included: preparation, characterization and application phase. Preparation of chitosan production was conducted by modifying the process conditions, through 36 variations treatment NaOH concentrations (0.5-2N) and deproteinisation time (2-5 hours) and deacetylation with NaOH (1.5-6N), followed by quality analysis. The characterization phase involved determining the physical properties (size and viscosity), chemical (proximate and degree of deacetylation) and microscopic (morphology-surface pores) of chitosan.in addition the chitosan was tested to absorp metal (Fe, Cu, Pb), pigments (carrot extract), and bacteria (Escherichia coli). Stage of the application included the use of chitosan product on agar and carrageenan extraction, the product was analysed using viscometer for viscosity, rheotex for gel strength, FTIR for functional group, SEM for morphology, Autosorp for pore distribution, ONPG: Ortho Nitro Phenil glycosides for bacteria and HPLC for analysis of the remaining components of impurities and main components/β-galactose. The selected results were obtained using chitosan with deacetylation degree 90%,which was made by using NaOH 1N for 4 hours of deproteinization and deacetylation time for 2 hours with 6N NaOH. The chitosan showed a physical-chemical characteristics as follows: 13.5% yield, colorless, transparent, N concentration of 4%, 0.2% mineral content, water content 10%, viscosity 247cPs at 1.5%, have amine functional groups detected at 1639cm-1 and hydroxy group at 3410 cm-1. SEM analysis showed the morphology of chitosancontaining pores and through autosorp analysis showed the distribution of pores with pore diameter variation between 37.2 Å up to 1,802,205 Å 0.1% chitosan has the ability to absorb 1% solution of (Fe 32%), Cu ( 26%), Pb (22%), carrot extract (100% w/v) by 50%, soft drinks pigment (55%) and 2% w/v biomass of E. coli (by 80.58%). 0.1% chitosan treatment for agar extraction as absorbent resulted agar quality (bacto agar as a comparison) as follows: TPC 1.25 x 10 2 CFU (2.04 x10 2 CFU of bacto agar), 0.1% sulphate content (0.3% of bacto agar), water content 21.1% (16, 9% of bacto agar), gel strength of gf (350.15gF of bakto agar). The application to the extraction of carrageenan resulted : 12.40% sulphate content, gel strength of 80gF, 15% water concentration and viscosity of 26.4 cps. FTIR analysis showed seven functional groups (OH at cm -1, CH at 2920 cm - 1, amide at 1650 cm -1, sulphate ester at cm -1, glycosidic bond at 1150 cm -1, 3.6 anhidro galaktan at 930 cm -1 and C2-OS and galaktan at

6 830 cm -1 ), while the sulphate functional groups was detected only at 1350 cm-1. The result of HPLC analysis showed the clear pick at 0.1% chitosan treatment. Thus the use of 0.1% chitosan was selected in the purification of agar and carrageenan as it is cheaper, simpler and non-chemical. Key words: chitosan, absorbent, impurity, carrot extract, ONPG.

7 Hak cipta milik IPB, tahun 2010 Hak cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

8 PENGEMBANGAN KITOSAN SEBAGAI ABSORBEN PENGOTOR DALAM APLIKASI PEMURNIAN AGAR DAN KARAGENAN PIPIH SUPTIJAH C Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Kelautan PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KELAUTAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

9 Ujian Tertutup Penguji Luar Komisi : 1. Prof Dr Ir Latifah Kadarusman MS. Guru Besar Dept Kimia Analitik Fakultas MIPA. Institut Pertanian Bogor 2. Prof Dr Ir Mulyono S. Baskoro. M.Sc Guru Besar Dept Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Ujian Terbuka Penguji Luar Komisi : 1. Prof Dr Ir Bambang Prasetyo M.Sc Guru Besar Deputi Ilmu Pengetahuan Hayati Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 2. Dr Ir Kiagus Dahlan M.Sc Wakil Dekan Fakultas MIPA Dosen Pada Departemen Fisika Fakultas MIPA Institut Pertanian Bogor

10 Judul Disertasi Nama NIM Program Studi : Pengembangan Kitosan Sebagai Absorben Pengotor dalam Aplikasi Pemurnian Agar dan Karagenan : Pipih Suptijah : C : Teknologi Kelautan Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Linawati Hardjito, M.Sc. Ketua Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc. Anggota Prof. Dr. Ir. Maggy T. Suhartono Anggota Mengetahui Ketua Program Studi Teknologi Kelautan Dekan Pascasarjana Prof. Dr. Ir. Mulyono S Baskoro. M.Sc. Dr. Ir. Dahrul Syah. M.Sc Agr. Tanggal Ujian: 14 September 2011 Tanggal Lulus:...

11 PRAKATA Dengan segala kerendahan dan ke ikhlasan hati, penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Taufik dan Hidayah Nya kepada penulis hingga selesainya penulisan disertasi dengan judul Pengembangan Kitosan sebagai Absorben Pengotor dalam Aplikasi Pemurnian Agar dan Karagenan, sebagai persyaratan dalam memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Kelautan Sekolah Pascasarjana IPB Bogor. Dalam penulisan disertasi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak,baik secara langsung maupun tidak langsung oleh karena itu perkenankan penulis menyampaikan rasa hormat dan terimakasih yang tidak terhingga kepada: 1. Dr Ir. Linawati Hardjito MSc. selaku Ketua Komisi Pembimbing, Prof Dr Ir. John Haluan MSc, Prof Dr Ir. Maggy T Suhartono. Sebagai anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan dan arahannya. 2. Prof Dr Ir. John Haluan MSc. selaku Ketua Program Studi Tekhnologi Kelautan yang telah memberi kesempatan menyelesaikan studi di program Strata Tiga, kepada penulis. 3. Prof Dr Ir Bambang Prasetyo M.Sc. dan Dr Ir Kiagus Dahlan M.Sc. selaku Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka, atas kesediaannya menguji di sidang terbuka. 4. Prof Dr Ir Latifah Kadarusman MS dan Prof Dr Ir Mulyono S Baskoro M.Sc. atas kesediaannya menguji, di sidang tertutup. 5. Prof Dr Drh. Daniel R Monintja MSc. ( mantan KPS TKL ) atas dukungan dan rekomendasinya untuk melanjutkan studi S3 di TKL. 6. Prof Dr Drh Maria Bintang MS, yang telah memberi bantuan dan fasilitas laboratorium dalam melakukan penelitian selama penyelesaian disertasi. 7. Dekan dan Wakil Dekan FPIK-IPB atas kesediaannya memimpin sidang 8. Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc. Selaku Komisi Pendidkan Pascasarjana TKL dan selaku penguji sidang. 9. Prof Dr Ir. Enang Haris (Dekan FPIK Tahun 2002) dan Dr Ir Wini Trilaksani MSc (Kajur THP tahun 2002) atas rekomendasi dan dukungannya untuk melanjutkan studi S3 di TKL. 10. Orang tua (Almarhum) serta kakak di Bandung, Cianjur, Bogor, Saudara, Keluarga, dan Teman-teman atas segala Do a, pengertian dan bantuan moril ataupun materil. Pada kesempatan ini penulis haturkan terimakasih kepada pimpinan IPB terutama pimpinan Program Pasca Sarjana, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh program doktor, dan kepada BPPS Dikti atas dukungan pembiayaan selama studi dan Hibah mahasiswa program doktor Dikti atas bantuannya dalam penyelesaian disertasi. Semoga segala bantuan, dorongan dan kebaikan yang diberikan senantiasa mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Penulis menyadari akan kekurangan dan keterbatasan oleh karena itu sangat di harapkan kritik dan sarannya untuk penyempurnaan disertasi ini akhirul kata semoga disertasi ini dapat memberi manfaat bagi yang membacanya

12 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tasikmalaya Jawa Barat Pada tanggal 20 oktober tahun 1953 dari pasangan Alm Bapak Aan Shabana dengan Alm ibu Mimi, sebagai anak ke 7 dari 7 bersaudara. Penulis telah menikah dengan bapak Irianto dan dikaruniai seorang putri bernama Irfi Panrephi. Penulis memulai pendidikan di SD Negeri 7, SMP Negeri 1 dan SMA Negeri 1 Tasikmalaya. Tahun 1972 penulis melanjutkan studi di jurusan kimia Fakultas MIPA, UNPAD Bandung. Tahun 2000 penulis mengikuti pendidikan bidang managemen di Saint John Institute of Management Studies filial Indonesia Jakarta. Pada tahun ajaran penulis di terima sebagai mahasiswa program S3 Pasca Sarjana IPB pada program studi Teknologi kelautan dengan beasiswa BPPS. Pada tahun 1985 penulis memulai jenjang karir sebagai staf pengajar dijurusan Pengolahan Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor yang sekarang menjadi Departemen Teknologi Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Karya ilmiah yang dihasilkan penulis antara lain berjudul: Amobilisasi Bakteri (E. coli) dengan Matriks Kitosan yang telah diajukan di Jurnal MPHPI (Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia). Efektivitas Kitosan sebagai Matriks Amobil dalam Memerangkap Enzim β-galaktosidase. Telah diajukan untuk di publikasi di Jurnal Ilmu Perikanan dan Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan Universitas Persatuan Guru Republik Indonesia. Palembang. Aplikasi Kitosan sebagai Absorben pada Pembuatan Agar Bakto yan telah di terbitkan di jurnal Aquatik, Fakultas Perikanan Universitas Bangka Belitung. Recovery dan manfaat Nano Kalsium Hewan Perairan (dari cangkang udang) yang yang sudah diterbitkan di Jurnal Logika (Tema : Pangan, Obat dan Kesehatan). PPST.DPPM Universitas Islam Indonesia.

13 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv DAFTAR ISTILAH... xvi 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Perumusan Masalah Hipotesis Ruang Lingkup Manfaat Penelitian Kerangka Pemikiran TINJAUAN PUSTAKA Serapan (Adsorpsi dan Absorpsi) Kitosan Sumber kitosan Sifat-sifat kitosan Kitosan dan kegunaannya Kitosan sebagai absorben Agar-Agar Karagenan Penelitian Terdahulu Originalitas dan Kebaharuan METODOLOGI Waktu dan Tempat Bahan Alat Metode... 29

14 3.4.1 Tahap preparasi kitosan sebagai absorben Tahap karakterisasi kitosan sebagai absorben Tahap aplikasi kitosan sebagai absorben Prosedur analisis hasil HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Kitosan Sebagai Absorben Karakterisasi Kitosan Sebagai Absorben Karakteristik mutu kimia dan rendemen Karakteristik absorbsi berbagai derajat deasetilasi kitosan Karakteristik gugus fungsi kitosan hasil analisis FTIR Karakteristik fisik hasil analisis SEM Karakteristik absorbsi logam berat Karakteristik absorbsi ekstrak wortel Karakteristik absorbsi E coli Aplikasi Kitosan Dalam Pemurnian Agar-Agar Kadar sulfat agar Nilai viskositas agar Nilai TPC agar Nilai kekuatan gel agar Kadar garam agar Nilai proksimat agar Aplikasi Absorben Dalam Pemurnian Karagenan Hasil analisis fisiko-kimia karagenan Hasil analisis FTIR karagenan Hasil analisis HPLC karagenan Hasil analisis SEM pada kitosan setelah ekstraksi KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN. 86

15 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka penelitian Kristal kitin dan kitosan (Rudall 1976) Struktur molekul kitin (a) dan kitosan (b) Diagram alir proses pembuatan kitosan Bentuk senyawa kompleks logam (Cu) dengan kitosan Ukuran matriks kitosan pada suhu kamar (A) dan mengembang pada suhu 90 O C (B) Struktur agar-agar (Phillips 2000) Struktur karagenan, kappa (a), iota (b) dan lambda (c) (Falshave 2003) Skema penelitian Diagram alir proses pembuatan kitosan (hasil modifikasi) Diagram alir proses absorbsi logam berat oleh kitosan Diagram alir ekstraksi agar-agar dengan perlakuan kitosan sebagai absorben Diagram alir ekstraksi karagenan dengan perlakuan kitosan sebagai absorben Grafik pembacaan sifat gel pada Recorder Curd Tension Meter Gambaran reaksi deproteinisasi Gambaran reaksi demineralisasi Gambaran reaksi deasetilasi Spektrum FTIR kitosan hasil modifikasi proses Scanning elektron mikroskop dari (a) kitosan (b) pori kitosan Mekanisme pengikatan berbagai komponen pada gugus aktif Histogram absorbsi ekstrak wortel pada berbagai konsentrasi kitosan Histogram sisa absorbsi ekstrak wortel dan pewarna minuman Histogram absorbsi E. coli oleh kitosan Histogram kadar sulfat agar-agar dengan perlakuan kitosan Histogram nilai viskositas agar-agar dengan perlakuan kitosan Histogram nilai TPC agar-agar dengan perlakuan kitosan Histogram kekuatan gel agar-agar dengan perlakuan kitosan... 66

16 28. Histogram proksimat agar-agar dengan perlakuan kitosan Histogram kadar sulfat karagenan dengan perlakuan kitosan Histogram viskositas karagenan dengan perlakuan kitosan Histogram kekuatan gel karagenan dengan perlakuan kitosan Histogram nilai ph karagenan dengan perlakuan kitosan Histogram proksimat karagenan dengan perlakuan kitosan Spektrum FTIR ekstrak karagenan hasil absorbsi kitosan Kromatogram HPLC karagenan hasil absorbsi kitosan Hasil analisis SEM pada kitosan (A) sebelum digunakan dalam ekstraksi dan (B) sesudah digunakan... 76

17 DAFTAR TABEL Halaman 1. Spesifikasi mutu kitin kitosan Komponen kimiawi penyusun alga merah Komponen mineral pada alga merah Mikroorganisme yang ditemukan dalam alga merah Karakteristik gugus fungsi ekstrak wortel hasil deteksi FTIR Perbandingan kondisi proses pembuatan kitosan metode terdahulu dan modifikasi Perlakuan konsentrasi-naoh dan waktu proses pada deproteinisasi dan deasetilasi Karakteristik mutu kitosan hasil modifikasi terbaik Karakteristik mutu kitosan terpilih Karakteristik gugus fungsi dari kitosan Hasil deteksi AAS pada logam terabsorbsi Absorbsi ekstrak wortel pada berbagai konsentrasi kitosan Karakteristik mutu agar bakto (pembanding) Karakteristik mutu agar-agar hasil absorbsi kitosan Karakteristik mutu karagenan hasil absorbsi kitosan Karakteristik gugus fungsi ekstrak karagenan hasil deteksi FTIR... 73

18 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Tabel US Paten mengenai pengunaan kitosan sebagai absorben Hasil analisis karotenoid teradsobsi Komposisi kimia buffer pospat Gambar alat SEM dan AAS Spektrogram FTIR dari kitosan terpilih Spektogram FTIR dari kitosan komersil Hasil analisis Autosorp Hasil analisis spektrofotometer dari FeSO Hasil analisis spektrofotometer dari CuSO Hasil analisis spektrofotometer dari Pb Asetat Hasil Analisis Spektrofotometer dari E. coli Struktur karagenan dan typical bend dari karagenan Gambar spektrum HPLC dari karagenan Diagram alir proses produksi kitosan dengan sistem zero waste Diagram alir proses produksi karagenan (Brian 2000)

19 DAFTAR ISTILAH Kitin : Adalah polisakarida alam, terdapat, pada karapas / cangkang udang, kepiting, rajungan juga pada insekta, bakteri dan fungi, tidak larut dalam pelarut organik kecuali asam format atau asam sulfat pekat panas, contoh kitin murni di alam adalah eksoskelet dari cumi-cumi. Kitosan : Polisakarida beramin, turunan dari kitin (hasil deasetilasi kitin) larut dalam asam organik diantaranya asam asetat dan asam sitrat, mempunyai fungsi sebagai bahan pengikat, penstabil, koagulan, flokulan, absorben dan adsorben serta tidak toksik dengan LD 50 = 16g/kg berat badan. Absorben : Komponen organik atau anorganik yang mempunyai struktur berpori, dapat menyerap komponen lain yang mempunyai ukuran sesuai dengan ukuran pori-porinya. Contoh absorben antara lain: arang aktif, bentonit, zeolit dan kitosan. Impurity : Komponen pengotor yang terdapat dalam suatu campuran khususnya pada proses isolasi atau ekstraksi yang umumnya harus dihilangkan untuk memperoleh komponen murni yang diinginkan. FTIR : Fourrier Transformation Infra Red adalah Alat yang dapat menganalisis gugus fungsi dari suatu senyawa berdasarkan pendeteksian dengan sinar infra merah, dengan prinsip kerja adanya vibrasi dari pasangan gugus atom dalam suatu senyawa. SEM : Scanning Electron Miscroscopy Alat yang dapat mendeteksi morfologi suatu permukaan benda yang sudah dilapisi dahulu dengan emas/perak malalui mekanisme light scattering, alat ini mempunyai resolusi sangat tinggi dapat mencapai perbesaran kali. Autosorp : Alat yang dapat mendeteksi pori-pori suatu benda (matriks) sehingga dapat di ketahui ukuran, diameter, volume dan distribusi pori-porinya. Derajat deasilasi : Besaran kualitas untuk kitin dan kitosan yang menunjukkan persentasi (%) tereliminasinya gugus asetil dari kitin atau kitosan. Kitin mempunyai derajat deasetilasi <70% dan kitosan >70%. ONPG : Ortho Nitro Phenol Glukosida suatu senyawa organik yang dapat bereaksi dengan enzym β galaktosidase membentuk Ortho Nitro Phenol (ONP) yang berwarna kuning dan dapat dideteksi dengan spektrophotometer UV-VIS pada panjang gelombang 425 nm.

20 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan adalah polimer glukosamin yang merupakan selulosa beramin, nomer dua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitosan ditemukan pada cangkang invetebrata hewan perairan. Sumber potensial bahan kitosan adalah limbah pengolahan udang dan rajungan yang diprediksi mencapai ton limbah udang dan ton limbah rajungan (Irianto 2010). Kitosan banyak diaplikasikan diberbagai bidang, diantaranya dalam penanganan limbah industri sebagai adsorben dan absorben terutama logam berat. Sebagai adsorben atau absorben yang efektif kitosan dibuat dalam bentuk campuran dengan komponen lain yaitu konjugat: kitosan dengan poliamid (Kawamura 1993, Silva 2005), kopolimerkitosan dengan polivinil alkohol atau EDTA (Liu 2003, Rahayu 2003), krosling kitosan dengan grup karboksil, glutaraldehid atau asam glutarat (Knorr 1982, Liang 2009), kitosan butiran campuran dengan asam asetat (Kim and Cho 2005). Melalui pembentukan campuran/konjugat, interaksi molekuler kitosan menjadi lebih kuat, kekuatan ion meningkat serta porositas meningkat sehingga dapat meningkatkan kemampuannya dalam berikatan dengan komponen lain untuk di adsorbsi atau absorbsi, pada gugus aktifnya yaitu grup hidroksil, amin atau karboksilat. Kitosan serpihan belum dimanfaatkan sebagai absorben karena strukturnya yang padat dengan porositas yang lebih kecil, yang mengakibatkan daya absorbsinya rendah. Penelitian ini menggunakan kitosan serpihan sebagai absorben dengan alasan bahwa kitosan serpihan apabila dimasukan ke dalam air dapat meningkatkan kekuatan ioniknya dan dapat mengembangkan strukturnya, menyebabkan terjadinya pengembangan seluruh pori-porinya sehingga dapat meningkatkan daya absorbsinya, yang dilakukan pada suhu proses 100 C, karena daya absorbsi kitosan dipengaruhi oleh temperatur (Jansen 1992). Rumput laut merupakan salah satu komoditas hasil perairan yang potensial sebagai penghasil komponen hidrokoloid (agar dan karagenan), budi dayanya sudah berkembang dengan pesat dan hasilnya pun sudah menembus pasar ekspor 1

21 2 (Husain 2011). Sudah saatnya rumput laut yang berlimpah itu diolah sendiri menjadi produk (agar dan karagenan) untuk kebutuhan lokal bahkan prospektif untuk ekspor. Dengan demikian diperlukan suatu alternatif metode produksi yang tepat guna dan efisien supaya masyarakat pengolah, petani atau produsen rumput laut dapat menerapkannya. Mengingat karakteristik kitosan yang cukup unik dengan gugus amin dan hidroksilnya yang sangat reaktif, ditunjang dengan struktur porositasnya yang membentuk matriks (Higuera et al. 2003), serta dapat mengembang dalam media air, pada suhu tinggi, maka kitosan digunakan sebagai absorben pengotor dalam proses ekstraksi agar dan karagenan dalam media air pada suhu 100 o C. Adapun komponen pengotor tersebut diantaranya pigmen, logam berat dan bakteri atau mikroorganisme, yaitu komponen yang dapat berpengaruh pada penurunan mutu produk akhir. Dengan demikian agar dan karagenan dapat diperoleh dengan cara yang mudah, sederhana, bermutu baik dan aman bagi kesehatan. 1.2 Tujuan (1) Memproduksi kitosan dengan variasi konsentrasi NaOH dan waktu proses (2) Menentukan karakteristik fisika, kimia dan mikroskopik kitosan sebagai absorben. (3) Menguji kemampuan kitosan dalam mengabsorbsi senyawa yang identik dengan komponen pengotor pada rumput laut (pigmen, logam, E.coli). (4) Mengaplikasikan kitosan sebagai absorben dalam pemurnian agar-agar dan karagenan. (5) Menganalisis mutu produk agar dan karagenan hasil absorbsi kitosan. 1.3 Perumusan Masalah Kitosan banyak digunakan sebagai adsorben pada pengolahan limbah industri diantaranya penyerap logam transisi (Son et al, 2004, Wu et al. 2001). Sebagai adsorben umumnya kitosan direaksikan dengan bahan kimia atau dilapiskan pada suatu suport, membentuk kompolimer atau komposit. Kitosan dalam bentuk bubuk atau serpihan belum banyak dimanfaatkan, karena dalam bentuk serpihan kitosan mempunyai beberapa kekurangan dibanding dengan kitosan kopolimer atau komposit diantaranya porositasnya yang rendah dan jarak

22 3 antar polimernya pendek sehingga daya difusi antar partikelnya menjadi rendah (Guibal 1997) tapi kitosan dapat mengembang dalam air dan dapat meningkat porositasnya dengan meningkatnya temperatur (Kim dan Cho 2005). Ekstraksi agar dan karagenan umumnya dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu dekolorasi, ekstraksi, filtrasi, pengendapan dan pengeringan. Proses ekstraksi dan penjendalan biasanya sarat dengan penggunaan bahan kimia. Untuk mengurangi penggunaan bahan kimia dan menyempurnakan keamanan pangannya, maka dikembangkan kitosan sebagai absorben pengotor pada proses ekstraksi agar dan karaginan. Kitosan serpihan dapat dimanfaatkan sebagai absorben pengotor pada ekstraksi agar dan karagenan yang berlangsung pada temperatur C. Pada suhu tinggi itulah kitosan dapat mengembang dan meningkatkan porositasnya sehingga dapat mengabsorbsi dengan baik komponen pengotor yang berukuran lebih kecil dari agar dan karagenan. Dengan demikian dapat diproduksi agar dan karagenan melalui metode absorbsi oleh kitosan dalam media air. 1.4 Hipotesis (1) Perlakuan konsentrasi larutan NaOH dan waktu proses pada deproteinisasi dan deasetilasi akan mempengaruhi karakteristik mutu kitosan yang dihasilkan. (2) Penggunaan kitosan dengan konsentrasi yang berbeda berpengaruh terhadap kemampuan absorbsi. (3) Kitosan dapat diaplikasikan sebagai absorben pada ekstraksi agar dan karagenan (4) Penggunaan kitosan pada ekstraksi agar dan karagenan melalui absorbsi pengotormerupakan alternatif ekstraksi agar atau karagenan dengan air yang sederhana dan tanpa bahan kimia. 1.5 Ruang Lingkup Kajian yang dilakukan penelitian ini: (1) Memproduksi kitosan dengan perlakuan konsentrasi NaOH, waktu proses deproteinisasi dan deasetilasni. (2) Karakterisasi kitosan yang dihasilkan sebagai absorben

23 4 (3) Mengaplikasikan kitosan sebagai absorben dalam ekstraksi agar dan karagenan. (4) Karakterisasi mutu agar dan karagenan hasil absorbsi oleh kitosan dengan HPLC, FTIR dan SEM 1.6 Manfaat Penelitian 1. Kitosan serpihan dapat dikembangkan sebagai absorben dalam suhu tinggi. 2. Metode ekstraksi komponen primer rumput laut dengan media air seperti: ekstraksi karagenan, agar dan lainnya, dapat dilakukan dengan sederhana menggunakan kitosan sebagai absorben pengotor, sehingga lebih sederhana dan efisien, disamping itu kitosan yang sudah digunakan dapat dicuci dan digunakan ulang. 3. Kitosan serpihan yang diperoleh (sebagai adsorben) dapat dikembangkan sebagai absorben untuk keperluan lain diantaranya dalam pemisahan dan pemurnian komponen aktif dari hasil-hasil perairan seperti: pemisahan komponen anti bakteri, anti tumor, pigmen, enzim, dan lain-lain. Juga dapat digunakan sebagai matriks amobil untuk menyimpan enzim dan bakteri. 4. Produk agar dapat ditingkatkankan sebagai media kultur bakteri atau kultur jaringan. 5. Pemanfaatan limbah cair produksi kitosan, dari setiap tahapan prosesnya dapat dilakukan untuk memperoleh produk bernilai tambah (diantaranya limbah demineralisasi dapat menghasilkan mineral dan limbah deproteinisasi menghasilkan protein serta limbah campuran yang berupa larutan NaCl, dapat menghasilkan larutan hipoklorit melalui proses elektrolisis dengan bantuan elektroda gelas. Limbah produksi kitosan dapat digunakan untuk menghasilkan nano kalsium.

24 5 Manfaat penelitian terhadap pengelolaan perikanan tangkap. 1. Bahan baku kitosan adalah limbah krustasea maka pemanfaatan limbah krustasea yang terus meningkat akan memacu peningkatan armada serta teknologi penangkapan krustasea yang lebih berkembang. 2. Memacu sistem transportasi hasil tangkapan yang efisien, dengan kitosan sebagai pengawet dalam es termal (es germisida). 3. Kitosan dapat digunakan sebagai desinfektans bagi peralatan penangkapan sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dan kualitas transportasi hasil tangkapan. 1.7 Kerangka Pemikiran Kitosan adalah polimer alami yang tersusun dari unit glukosa beramin, mempunyai muatan positif dan mempunyai struktur seperti matriks. Kitosan dapat berfungsi sebagai penstabil, pengkelat (pengikat), koagulan, flokulan adsorben dan lain-lain. Selama ini kitosan banyak dimanfaatkan untuk penanganan limbah industri logam, kimia, tekstil dan limbah pangan. Umumnya kitosan yang digunakan dalam bentuk kopolimer (Boddu and Smith 1999), krosling (Bailey et al. 1997, Liang et al. 2009), kitosan butiran (Shahidi et al 1999, Kim and Cho 2005, Liu 2003), Komposit (Olin et al 1996, Nam 1999, Rahayu 2007), kitosan larutan (Bought 1975, Alfian 2003) dan juga kitosan dalam bentuk bubuk untuk penanganan limbah logam (Kumar et al 1998, Alfian 2003, Rachdiati et al. 2007). Sehubungan penggunaan kitosan dalam bentuk bubuk atau serpihan masih sedikit maka penulis memilih kitosan serpihan untuk dimanfaatkan sebagai absorben, mengingat karakteristiknya yang seperti matriks, dapat mengembang dalam air dan kapasitas porinya meningkat pada suhu tinggi. Dengan demikian kitosan bubuk atau serpihan cocok diaplikasikan pada proses suhu tinggi seperti pada ekstraksi komponen primer rumput laut (agar, karagenan, alginat) Produksi agar dari rumput laut Gracillaria selama ini lebih difokuskan untuk makanan dengan kualitas yang beragam, di bawah kualitas agar impor. Melalui metoda absorbsi pengotornya dengan kitosan di harapkan dapat di hasilkan agar dengan kualitas yang lebih baik. Begitu pula produksi karagenan murni yang membutuhkan bahan kimia dalam prosesnya. Dengan metoda absorbsi

25 6 pengotor oleh kitosan, maka metoda produksi karagenan dapat dilakukan lebih sederhana, efisien dan tanpa bahan kimia penjendal. Kerangka penelitian disajikan pada Gambar 1. Penelitian yang Melatarbelakangi Penggunaan Kitosan sebagai Absorben Kitosan ko-polimer untuk penanganan Limbah Kimia Kitosan kross link untuk penanganan Limbah Isotop Kitosan Butiran untuk penanganan Limbah Logam Kitosan Larutan Untuk Limbah Pangan Absorben dan Koagulan Kitosan Komposit Untuk Limbah Logam Aplikasi kitosan serpihan sebagai absorben Kitosan Serpihan Sebagai Absorben Uji coba pada logam, pigmen dan bakteri Absorben Metode Modifikasi Ektraksi Agar Ekstraksi Karagenan Agar dan Karagenan berkualitas Kualitas Agar Kualitas Karagenan Gambar 1 Kerangka penelitian.

26 7 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Serapan (Adsorpsi dan Absorbsi) Serapan adalah suatu proses dimana suatu partikel menempel pada suatu permukaan akibat adanya perbedaan muatan lemah diantara kedua benda (gaya Van Der Walls), sehingga terbentuk suatu lapisan tipis dari partikel-partikel halus pada permukaan. Permukaan karbon yang mampu menarik molekul organik merupakan salah satu contoh mekanisme serapan antara air, gas dan juga menyerap molekul protein yang polar (Boshi et al. 2003). Penetrasi adsorbat kedalam adsorben dapat terjadi pada ketebalan beberapa lapis. Jika penetrasi molekul terjadi pada seluruh bagian material padat, maka prosesnya disebut absorbsi (absorbtion). Dalam banyak kasus sulit dibedakan antara absorbsi dan adsorbsi sehingga munculah istilah sorbsi (sorbtion) yang mengacu pada proses absorbsi dan adsorbsi (Van Tessel et al. 1994). Absorbsi merupakan suatu proses dimana suatu partikel terperangkap ke dalam suatu media dan seolah-olah menjadi bagian dari keseluruhan media tersebut. Absorbsi terdiri dari dua jenisyaitu: 1) Absorbsi fisika (physical absorbtion) 2) Absorbsi kimia (chemosorbtion). Absorbsi fisika dicirikan dengan tarik menarik antara absorbat dan absorben sangat lemah dengan energi kurang dari 40 Kj/mol dan antar keduanya tidak membentuk senyawa kimia. Absorbsi fisika umumnya reversible dan irreversible. Sifat ini ditemukan dalam batas antar muka kimia dengan medium gas, dimana ikatan yang terjadi diakibatkan dari gaya Van Der Walls dan gaya London (Prutton1982). Absorbsi kimia (chemosorbtion) ditandai dengan pertukaran elektron/electron exchange antara absorbat dengan absorben. Interaksi yang terjadi sangat kuat sehingga terbentuk senyawa kimia dengan energi ikatnya sekitar 300 Kj/mol (Nieuwenhuizen dan Barendez 1987). Akibat dari berbagai sebab/perlakuan, ikatan dalam absorbsi fisik dan kimia dapat lepas, proses ini disebut desorbsi. Absorben adalah padatan berpori dengan berbagai ukuran. Contoh absorben yang sudah banyak digunakan diantanya: bentonit, zeolit, tanah

27 8 diatomea dan arang aktif. Suatu absorben dapat memisahkan molekul berdasarkan ukurannya. Proses absorbsi molekul dipengaruhi oleh beberapa hal (Doffner 1991) antara lain: (1) Ukuran molekul: ukuran pori suatu absorben menentukan ukuran molekul yang melewatinya. (2) Efek pertukaran ion: pasangan rangka kation membentuk ukuran efektif tertentu dengan menyatukan kation melalui proses pertukaran kation. (3) Efek suhu: baik molekul absorbat maupun kisi host menjadi tidak rigid, dan dapat terpolarisasi, keduanya bergetar secara kontinu sehingga ikatan yang menjaga keduanya melentur oleh pengaruh suhu. (4) Konsep pori-efektif : molekul terbesar yang dapat lolos atau masuk secara efektif terhadap absorben melalui efek difusi dan faktor lain. Pertukaran ion merupakan suatu proses dimana ion-ion yang terserap pada suatu media polar ditukar dengan ion-ion lain yang berada dalam air. Proses ini dimungkinkan melalui fenomena tarik menarik antara permukaan media bermuatan dengan molekul-molekul bersifat polar (Sanford 1987). Apabila suatu molekul bermuatan menyentuh suatu permukaan yang memiliki muatan berlawanan, maka molekul tersebut akan terikat secara kimiawi pada permukaan tersebut. Pada kondisi tertentu molekul-molekul ini dapat ditukar posisinya dengan molekul lain yang memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk diikat, dengan demikian maka proses pertukaran dapat terjadi (Domard 1998). Proses pertukaran mengikuti kaidah-kaidah tertentu (Jansen 1992), sebagai berikut: 1) Kation dengan valensi besar akan dipertukarkan lebih dahulu sebelum kation valensi kecil. Contoh : dalam air terdapat Fe 3+, Ca 2+, NH + 4 dalam jumlah yang sama kemudian diberi adsorben (zeolit) maka besi akan lebih dulu diserap oleh zeolit menyusul Ca dan NH 4 2) Kation yang konsentrasinya paling tinggi dalam air akan diserap lebih dahulu walaupun valensi lebih kecil, misal konsentrasi amonium lebih besar dari yang lain. Tingkat pertukaran ion tergantung pada beberapa hal antara lain: (1) Sifat-sifat dan jenis kation

28 9 (2) Konsentrasi kation yang dipertukarkan (3) Jenis anion yang yang berhubungan dengan kation (4) Jenis pelarut (5) Temperatur (6) Sifat khas struktur kerangka 2.2 Kitosan Kitosan adalah produk alami turunan dari kitin, polisakarida yang ditemukan dalam eksoskeleton krustasea seperti udang, rajungan dan kepiting. Secara kimiawi, kitosan adalah selulosa seperti serat tanaman yang mempunyai sifat-sifat sebagai serat tetapi punya kemampuan untuk mengikat lemak seperti busa penyerap lemak dalam saluran pencernaan. Sebagaimana serat tanaman, kitosan tidak dapat dicerna, oleh karena itu tidak bernilai kalori tetapi kitosan dapat difungsikan sebagai penyerap dan pengikat lemak sehingga, mencegah dan menghambat LDL dan meningkatkan HDL. Kitosan bersifat antasid (menyerap zat racun), mencegah pembentukan plak atau kerusakan gigi, membantu mengontrol tekanan darah, membantu menjaga pengkayaan kalsium (Ca) atau memperkuat tulang, dan bersifat antitumor (Shahidi 1999). Dalam tiga dekade terakhir kitosan digunakan dalam proses detoksifikasi air. Apabila kitosan disebarkan di atas permukaan air, mampu menyerap lemak, minyak, logam berat dan zat yang berpotensi toksik lainnya (Kumaret al 1998) Sumber kitosan Kitin merupakan polisakarida panjang yang tidak bercabang, bernama 2-asetil-2-amino dioksi-d-glukosa, yang monomernya berikatan satu sama lain melalui ikatan 1-4. Kitin diproduksi dari kulit udang melalui proses isolasi dan purifikasi yang didahului proses demineralisasi dan dilanjutkan dengan proses deproteinasi (Muzzarelli 1977). Kitin adalah polisakarida yang membentuk kristal, dan terdapat di alam dalam tiga bentuk kristal kitin yang dibedakan berdasarkan susunan rantai molekul yang membangun kristalnya. Jenis-jenis kristal tersebut adalah sebagai berikut: (1) α kitin yang mempunyai susunan anti paralel.

29 10 (2) β kitin yang mempunyai susunan paralel. (3) γ kitin yang mempunyai tiga rantai dan dua diantaranya tersusun paralel. (4) γ kitin yang mempunyai tiga rantai dan satu rantai lainnya tersusun antiparalel. Adapun contoh bentuk kristal kitin dapat dilihat pada Gambar 2. αkitin βkitin βkitin γ kitin αkitin Gambar 2 Kristal kitin dan kitosan (Rudall 1976). Fungsi utama kitin pada krustasea atau pada fungi, adalah sebagai struktur kerangka dalam yang mendukung eksoskelet hewan tersebut atau bagian dari dinding sel fungi. Kitin dari kulit krustasea sebagai komponon eksoskelet, berbentuk jaring yang kompleks (matriks), yang mengandung protein dan mineral (CaCO 3 ), sedangkan kompleks jaring kitin dari fungi adalah polisakarida lain seperti α dan β glukan, manan dan selulosa (Knorr 1982). Kitin mempunyai banyak kegunaan diantaranya bahan talk yang digunakan pada sarung tangan saat dilakukan operasi bedah. Selain itu kitin dapat digunakan sebagai absorben seperti arang aktif dan campuran pupuk pada

30 11 pertanian. Apabila ditambahkan pada pakan ikan hias, kitin dapat meningkatkan pertumbuhan dan warna ikan yang cemerlang, hal ini diduga oleh kandungan protein dan pigmen yang terdapat dalam kitin tersebut (Brezki 1987). Kristal kitin tidak larut dalam air dan dalam pelarut organik tetapi larut dalam asam kuat pekat panas. Arai et al. (1968) menyatakan bahwa kitin mudah mengalami degradasi secara biologis, tidak beracun, tidak larut dalam air dan asam organik, tetapi larut dalam larutan dimetilasetamida dan lithium klorida. Contoh struktur molekul kitin kitosan dapat dilihat pada Gambar 3. a. Kitin b. Kitosan Gambar 3 Struktur molekul kitin (a), kitosan (b) Sumber: Muzarelli (1977). Kerangka utama penyusun kitin dan kitosan adalah grup heksosa (glukosa) sama dengan selulosa, oleh karena itu kitin kitosan dikelompokan pada selulosa alam tetapi mempunyai muatan berlawanan dengan selulosa lainnya. Polimer kitin atau kitosan terdiri dari monomer, sehingga menpunyai banyak muatan yang akan mempengaruhi sifat biologi dan sifat fungsionalnya melalui kemampuan berikatan dengan molekul lain (Ornum 1992). Perbedaan struktur kitin dan kitosan hanya pada kandungan gugus asetil saja, pada kitosan gugus asetilnya sebagian besar (lebih dari 70%) sudah dihilangkan dan terbentuklah gugus fungsi NH (amin) yang reaktif. Semakin banyak gugus asetil yang hilang, semakin tinggi mutu kitosan (Muzarelli 1985). Melalui proses deasetilasi kitin dengan NaOH pekat akan terbentuk turunannya yaitu kitosan yang mempunyai sifat berbeda dengan kitin. Penggunaan

31 12 NaOH 50% dengan perbandingan 1: 20 disertai dengan pemanasan 140 o C selama 1 jam, dapat menghasilkan padatan yang hampir sama dengan bahan awalnya (kitin) dan dengan penetralan dan pencucian sampai ph netral menghasilkan serbuk putih yang disebut kitosan (Johnson 1982). Skema proses pembuatan kitosan disajikan pada Gambar 4. Limbah Udang Demineralisasi HCl 1N/ 1: C, 1 jam. Pencucian dengan air (Netralisasi) Deproteinisasi NaOH 3N,1:10, C, 1jam Pencucian sampai netral Kitin Deasetilasi NaOH 50%, 1:10, 130 o C, 1jam Pencucian (Netralisasi) Kitosan Gambar 4 Diagram alir proses pembuatan kitosan Sumber: Suptijah et al. (1992). Mutu kitosan ditentukan berdasarkan parameter fisika dan kimia, parameter fisis diantaranya penampakan, ukuran (mesh size) dan viskositas,

32 13 sedangkan parameter kimia yaitu nilai Proksimat dan Derajat Deasetilasi (DD). Semakin baik mutu kitosan semakin tinggi nilai derajat deasetilasinya dan semakin banyak fungsinya dalam aplikasinya. Adapun spesifikasi mutu kitin kitosan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Tabel 1 Spesifikasi mutu kitin kitosan. Spesifikasi Kitin (Pangan) Kitosan (Farmasi) Larutan Kitosan (Teknis) Penampakan Serpihan putih/ kekuningan Serpihan/Bubuk putih/kekuningan Cairan bening/kekuningan Kadar air <10% 10% - Kadar abu <2,5% 0,2% <0,5% Kadar N <1% 0,3% <0,5% Derajat Deasetilasi <70% % >90% Viskositas 600cPs <50 cps 50 cps Ketidaklarutan >90% < 1% <0,5% Logam berat Arsenik (As) <10ppm <10 ppm <10 ppm <10 Timbal (Pb) <10 ppm <10 ppm ppm ph <5,5 Sumber : Subasinghe (1999) Sifat-sifat kitosan Kitosan adalah polimer glukosamin yang larut dalam asam tetapi tidak larut asam sulfat pada suhu kamar, juga tidak larut dalam pelarut organik tetapi larut baik dalam poliol dengan suasana asam. Pelarut kitosan yang baik adalah asam format dengan konsentrasi 0,2% sampai pekat, namun demikian kitosan sering dipakai dengan dilarutkan terlebih dahulu pada asam asetat (Filer and Wirik 1978). Menurut Knorr (1984) berat molekul kitosan tergantung dari degradasi yang terjadi pada proses pembuatan kitosan. Kitosan mempunyai sifat mudah mengalami degradasi secara biologis, tidak beracun, mempunyai berat molekul yang tinggi, tidak larut pada ph 6,5 berat molekul rata-rata Dalton (Protan Laboratories 1987).

33 14 Menurut Knorr (1982) serpihan kitosan dalam air mempunyai gugus amino bebas (NH + 3 ) sebagai polikationik, pengkelat dan pembentuk dispersi dalam larutan asam asetat. Ornum (1992), menambahkan bahwa gugus amino bebas (NH + 3 ) inilah yang banyak memberikan kegunaan pada kitosan. Apabila dilarutkan dalam asam, kitosan akan menjadi polimerkationik dengan struktur linier sehingga dapat digunakan dalam proses flokulasi, pembentuk film atau imobilisasi dalam beberapa agen biologi termasuk enzim. Bought (1975) menambahkan bahwa karakter kitosan sebagai polielektrolit dapat digunakan untuk bahan pengkoagulasi limbah secara fisika dan kimia. Hirano (1989) mengemukakan kelebihan kitin dan kitosan yaitu:. (1) Merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui. (2) Merupakan senyawa biopolimer yang dapat terdegradasi dan tidak mencemari lingkungan. (3) Tidak bersifat toksik (LD gram per kg berat badan tikus). (4) Konformasi molekulnya dapat dirubah. (5) Mempunyai fungsi biologis. (6) Dapat membentuk gel, koloid dan film (dari larutan). (7) Mengandung gugus amino (NH 2 ) dan gugus hidroksil (OH) yang dapat dimodifikasi. Kitosan merupakan kerangka heksosa yang memiliki gugus amin bermuatan, sehingga menunjukan sifat yang unik yaitu bermuatan positif, berlainan dengan polisakarida alam lainnya yang bermuatan negatif atau netral. Boddu et al. (1999) menyatakan bahwa muatan positif pada polimer kitosan mengakibatkan afinitas atau daya tarik menarik yang sangat baik dengan suspensi dalam cairan selulosa dan polimer glikoprotein. Mengingat banyak bahan memiliki gugus negatif seperti protein, anion polisakarida, asam nukleat, dan lain-lain. Maka gugus kitosan berpengaruh kuat dengan gugus negatif sehingga membentuk ion netral (Sanford 1989). Kekuatan ion berpengaruh terhadap struktur kitosan dengan kata lain peningkatan kekuatan ion meningkatkan sifat kekakuan matriks kitosan, daya gembung dan ukuran poripori matriks. Sementara porositas granula dari kitosan berpengaruh terhadap peningkatan keaktifan grup grup amino terhadap kitosan (Suhartono 2000).

34 15 Proses penyerapan berhubungan dengan adanya gugus hidrofilik (OH) dalam molekul kitosan, sehingga kitosan mempunyai kemampuan untuk mengikat air dan bahan-bahan yang tersuspensi dalam air. Berdasarkan survei literatur, Olin et al. (1996) dan Bailey et al. (1997) telah mengidentifikasi penyerap yang murah untuk penanganan kontaminasi logam berat pada air dan limbah cair. Mereka mengidentifikasi dua belas penyerap yang potensial untuk Pb, Cd, Cu, Zn, dan Hg, diantaranya kitosan mempunyai kapasitas serapan yang tinggi untuk ion-ion metal (Masri et al. 1974). Kitosan mengikat atau mengkelat sejumlah logam lima kali lebih besar dari kitin, hal ini ditandai oleh adanya grup amino bebas (NH + 3 ) dalam kitosan (Muzarelli 1977) Kitosan dan kegunaannya. Kitosan mempunyai bentuk spesifik mengandung gugus amin dalam rantai karbonnya yang bermuatan positif, sehingga dalam keadaan cair sensitif terhadap kekuatan ion tinggi, daya repulsif antara fungsi amin menurun sesuai dengan fleksibilitas rantai kitosan dan pendekatannya dalam ruang distabilkan oleh ikatan hidrogen di dalam dan di luar rantai (Sanford 1989), artinya kitosan dalam bentuk polimer memanjang mempunyai daya repulsif yang menurun dibanding kitosan yang bentuk polimernya menggulung (Shahidi et al. 1999, Suptijah et al.1992). Kitosan dapat digunakan dalam berbagai bidang diantaranya: (1) Klarifikasi pada limbah pengolahan industri buah, pengolahan wine dan minuman beralkohol, penjernihan air minum, penjernihan kolam renang, penjernihan zat warna dan penjernihan tanin. (2) Pertanian untuk pelapis biji-bijian dan enkapsulasi. (3) Biomedik untuk menurunkan kadar kolesterol, mempercepat penyembuhan luka dan dapat digunakan sebagai lensa kontak. (4) Pengembalian protein dalam mengendapkan bahan-bahan protein dari limbah industri. (5) Detoksifikasi limbah industri untuk menghilangkan logam-logam berbahaya dan bahan kimia berbahaya lainnya. (6) Dalam fotografi berfungsi sebagai pengikat film dan melindungi film dari kerusakan.

35 16 (7) Bioteknologi untuk proses pembuatan enzim teramobilisasi, pembentuk senyawa kompleks dengan protein. (8) Kertas dan tekstil sebagai zat aditif. (9) Pembungkus makanan berupa film khusus. (10) Kulit sebagai perekat. (11) Cat, sebagai koagulan, pensuspensi dan flokulan. (12) Makanan sebagai aditif. Penggunan kitosan begitu meluas karena karakteristik kationiknya yakni mempunyai muatan listrik positif unik. Disamping itu, sifat-sifat kimia yang lain juga sangat menunjang penggunaannya. Karena kitosan merupakan hasil sintesis senyawa alami dan bukan dari bahan kimia sintetik, maka keamanan penggunaan kitosan dapat dijamin. Penggunaan kitosan paling luas dan sudah begitu mapan dalam pengolahan limbah air. Melalui reaksi pengikatan (chelating), kitosan mampu menarik limbah beracun dan logam berat seperti plumbum, merkuri, cadmium, uranium, arsenik dan lain-lain (Alfian 2003, Rahayu 2007). Zat pembentuk kelat mempunyai kemampuan untuk mengikat ion logam dengan selektif dan dapat menyebabkan logam kehilangan aktifitas biologisnya. Konsentrasi ion logam bebas dalam cairan ekstra sel menurun dengan jelas karena pengikatan ion ini oleh pembentuk kelat, karena itu dapat juga ditarik (diserap) dari jaringan. Pembentukan kelat melalui reaksi antara pembentuk kelat dengan ion logam, dapat menyebabkan ion logam tersebut kehilangan sifat ionnya,dengan demikian akan menyebabkan kehilangan sebagian besar sifat toksiknya (Kawamura et al. 1993). Oleh karena itu kitosan dapat digunakan sebagai agen detoksifikasi. Kitosan bersifat sebagai pembentuk kelat (zat pengikat) yang dapat mengikat logam dalam bentuk ikatan kompleks sehingga dapat mengalahkan sifat dan pengaruh negatif dari logam berat yang terdapat dalam suatu bahan. Molekul atau ion dengan pasangan elektron bebas dapat membentuk kompleks dengan ion logam, karena itulah senyawa-senyawa yang mempuyai dua atau lebih gugus fungsional seperti OH, -SH, -COOH, -PO 3 H 2, -C=O, -NR 2, -S- dan O- dapat mengkelat logam dalam lingkungan yang sesuai. Proses pengikatan logam ini merupakan proses keseimbangan pembentukan kompleks ion logam dengan

36 17 sekuestran (Winarno 1993). Melalui reaksi pengikatan (chelating), kitosan mampu menyerap logam berat, hal ini dimungkinkan dengan adanya gugus CH 2 OH dan NHCOCH 3, yang merupakan gugus reaktif dari kitosan yang dapat mengikat ion logam, bentuk senyawa kompleks logam Cu dengan kitosan dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 Bentuk senyawa kompleks logam (Cu) dengan kitosan Sumber : Hirano (1989). Dalam bidang pertanian penggunaan kitosan sangat luas dan banyak negara telah mempraktekannya. Kitosan yang dicampurkan ke dalam tanah dapat mengurangi resiko serangan cacing parasit tanah terhadap tanaman.senyawa kitosan ini, tidak menimbulkan masalah lebih lanjut seperti residu, pencemaran dan lain-lain. Aplikasi kitosan dalam bidang industri pangan antara lain sebagai pengisi, penstabil, film, pembentuk tekstur dan pengawet (anti bakteri). Senyawa kompleks Microcrystalline Chitin (MCC), merupakan salah satu turunan kitosan yang banyak digunakan dalam industri pangan (Shahidi et al. 1999). Kitosan juga digunakan sebagai immobilizing agents pada enzim tubuh, untuk memberikan efek lebih tinggi pada laju metabolisme sel dan meningkatkan permeabilitas sel. Kitosan dapat menyaring dengan efektif terhadap zat-zat yang tak diinginkan seperti tanin pada kopi (Bought 1975). Kegunaan kitosan dalam bidang kesehatan antara lain untuk penyembuhan luka tubuh, untuk benang jahit operasi karena dapat terurai dengan sendirinya (biodegradable), demikian juga lembaran tipis kitosan dapat digunakan untuk menambal luka tanpa harus meninggalkan bekas. Sifat-sifat khas seperti kuat, menyerap air dan dapat bergabung secara harmonis dengan jaringan tubuh

37 18 sehingga sangat ideal untuk penyembuhan luka bakar pada kulit. Karena sifatnya itu pula kitosan dapat digunakan sebagai pembungkus kapsul sehingga di dalam tubuh mampu melepaskan kandungan obatnya secara terkontrol (Kumar 2000). Kitosan juga dapat digunakan untuk bahan pembuatan lensa kontak (soft lens) maupun hard lens karena lebih murah dan awet, dapat digunakan sebagai obat anti kolesterol, karena pada binatang percobaan pemberian zat ini mampu menurunkan kadar kolesterol tubuh. Kitosan bersifat non-thrombogenic (tidak menggumpalkan darah) maka kitosan dapat digunakan sebagai pengganti tulang atau tulang rawan dan juga pengganti saluran darah diantaranya arteri maupun vena. Kitosan (khususnya nano kitosan) dapat menggumpalkan sel-sel leukemia, zat ini cocok untuk agent anti tumor. Kitosan juga diusulkan untuk digunakan sebagai bahan pembuatan membran ginjal buatan (Shahidi et al. 1999) Kitosan sebagai adsorben. Model keseimbangan sorpsi terdiri dari 3 jenis: Model Langmuir Freundlich dan Sips isoterm (Kim and Cho 2005). Absorbsi dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya ph, temperatur, entalpi dan entropi, sedangkan kinetika sorpsi dipengaruhi oleh ukuran partikel dan kondisi polimer, dimana kondisi polimer tersebut berkaitan erat dengan porositas dan jarak antar lapisan polimer yang akan mempengaruhi gejala difusi. Difusi yang terjadi meliputi difusi eksternal dan difusi antar partikel. Kitosan sebagai makropolimer, mempunyai sifat yang unik (Guibal1995): Berstruktur rombis, Mempunyai bentuk matriks (berongga dengan poripori yang banyak). Merupakan makromolekul yang dengan air dapat meningkatkan kapasitas adsorpsinya (mengembang), tahan panas tapi dapat mengembang dengan meningkatkan kapasitas porositasnya, serta dapat didaur ulang. Kitosan serbuk mempunyai sifat-sifat: Rendah porositasnya. Jarak antar lapisan polimernya rendah, sehingga mekanisme difusinya menjadi rendah (difusi eksternal maupun difusi antar partikel). Oleh karena itu untuk meningkatkan kapasitas sorpsinya maka kitosan biasa direaksikan dengan asam organik, agar daya adsorpsinya meningkat karena pada keadaan campuran terjadi subsitusi site sorpsi yang baru dan terjadi pula reorganisasi jaringan polimer serta terjadi

38 19 modifikasi kristal. Hasil tersebut dapat dikembangkan untuk meningkatkan sifat transfer masa. Misal: membentuk formasi gel, meningkatkan pembukaan jaringan polimer untuk akses ke site sorpsinya dan membentuk gel kitosan dalam bentuk speris (Kawamura 1993). Liu (2003) menggunakan kitosan dalam bentuk membran dan menyatakan bahwa dalam bentuk membran luas permukaan jadi lebih besar sehingga dapat meningkatkan kapasitas adsorbsinya. Kawamura (1993) dan Kim (2005) menyatakan bahwa butiran kitosan gel menunjukan absorbsi dan kecepatan pengikatan yang lebih besar daripada kitosan serpihan, sehingga kitosan butiran dapat meningkatkan sifat sorbsinya melalui ekspansi jaringan polimernya. Penggunaan kitosan campuran sudah banyak diteliti dalam penanganan limbah logam berat dan pewarna (Rahayu 2007). Rahmi (2007) menggunakan kitosan komposit dalam penanganan limbah fenol dan membuktikan bahwa gugus H + dan gugus amin dapat mempengauhi laju adsorpsi yang semakin meningkat dengan meningkatnya konsentrasi H +. Sementara Rahayu dan Purnavita (2007) mengatakan semakin meningkat ph media yang digunakan semakin tinggi adsorbsi logam Hg (merkuri) oleh kitosan serbuk yang dibuat dari cangkang rajungan, hal tersebut menunjukan bahwa ph media pengadsobsi harus diobservasi saat dilakukan pengadsorpsian oleh kitosan. Alfian (2003) melaporkan bahwa absorbsi logam Cu +2 dalam limbah oleh kitosan bubuk dan kitosan larutan. Hasilnya menunjukkan bahwa kitosan bubuk lebih tinggi daya absorsinya terhadap logam Cu 2+ (76,7%) dibandingkan kitosan larutan (45,5%). Rachdtati et al (2007) menggunakan kitosan serbuk untuk menghilangkan Crom 4+ dalam air limbah dan menunjukkan hasil bahwa kitosan dapat menyerap 9,1-9,5 mg Cr 4+ per gram kitosan pada ph 4-7,3. Hermanto dan Santoso 2006 meneliti adsorpsi logam Pb 2+ pada membran selulosa kitosan (membran komposit dengan agen saling silang PEG) dan menghasilkan bahwa kitosan 1% memiliki kapasitas absorpsi yang paling baik pada membran komposit selulosa-kitosan. Semakin bertambah banyak agen saling silang justru dapat menurunkan kapasitas absorpsinya dimana model isotherm absorpsi logam Pb 2+ adalah model isotherm Freundliech.

39 20 Efek temperatur terhadap kitosan dalam media air Kitosan yang mempunyai bentuk matriks dapat mengembang dalam media air. Peningkatan temperatur media dapat menimbulkan peningkatan pengembangan porositas dan jarak antar layer polimer kitosan (Guibal 1995), sehingga meningkatkan kapasitas site sorbsinya, dan meningkatkan difusi eksternal serta difusi antar partikelnya. Dengan demikian dapat meningkatkan absorbsi ke dalam kitosan (Kim 2005). Kitosan yang mengembang dalam media air dan pada suhu 90 o C, dapat dilihat pada Gambar 6. A B Gambar 6 Ukuran matriks kitosan pada suhu kamar (A) dan mengembang pada suhu 90 o C (B) 2.3 Agar-agar Sumber : dokumen pribadi. Agar adalah polisakarida yang terdapat dalam dinding sel alga agarofit, berstruktur fiber dari polisakarida. Kandungan agar dalam rumput laut bervariasi tergantung spesis dan musim tanamnya. Bentuk monomer agar dengan berat molekul yang kecil dan bersulfat dihasilkan oleh badan golgi dari sel rumput laut, juga berkumpul dalam dinding sel yang secara enzimatik terpolimerisasi dan desulfatisasi selama berubah menjadi agarosa yang membuat agar tersebut mempunyai kekuatan gel, sisanya adalah bentuk agaropektin. Matsuhashi (1990) menduga agar-agar dapat berikatan dengan fiber selulosa melalui ion Ca 2+. Agar merupakan polisakarida dengan struktur unitnya hanya mempunyai grup

40 21 semipolar sulfat yang berikatan dengan galaktosa pada ikatan 3,6-anhidro-Lgalaktosa. Struktur agar-agar disajikan dalam Gambar 7. Gambar 7 Struktur agar-agar (Phillip 2000). Agarobiosa sebagai gel esensial, merupakan fraksi dari agar yang mempunyai bobot molekul lebih dari Dalton bahkan lebih dari Dalton dengan kandungan sulfat yang rendah 0.5%.Agaropektin sisa dari agarobiosa mempunyai bobot molekul< Dalton ( Dalton) dengan komponen sulfat yang lebih besar 5%-8% (Armisen et al. 2000). Karagenan mengandung sulfat 24% - 53% dan fulselaran 17%. Seperti halnya karagenan, dalam agar komponen-komponen selain agar merupakan pengotor yang akan mempengaruhi mutu produk agar-agar dan kekuatan gelnya. Oleh karena itu, berbagai cara yang tepat dan efisien dibutuhkan untuk mendapatkan agar yang lebih baik mutunya dengan daya gel yang lebih baik sehingga dapat diterapkan dalam pembuatan agar, agar media, agarosa dan agar termodifikasi. 2.4 Karagenan Karagenan mempunyai berat molekul yang besar seperti polisakarida yang terdiri dari unit-unit galaktosa dan 3,6-anhidro-L-galaktosa (3,6 AG), keduanya bersulfat atau tidak bersulfat yang dihubungkan melalui ikatan glikosidik L (1,3) dan D (1,4). Tipe-tipe karagenan meliputi Kappa (K), Iota (I) dan Lamda (L) (Gambar 8) Struktur yang membedakan karagenan adalah 3,6-anhidro-L-galaktosa yang mengandung ester sulfat. Variasi komponen tersebut mempengaruhi hidrasi, kekuatan gel, tekstur, temperatur pelelehan, sineresis dan sinergis, perbedaannya ada pada contoh spesies rumput laut, proses dan blending pada ekstraksi.

41 22 κ OH ί - λ Gambar 8 Struktur karagenan kappa (A), iota (B) dan lambda (C) (Falshave 2003). Kandungan ester sulfat dari 3,6-anhidro-L-galaktosa pada karagenan sekitar 25% - 35%. Pada kappa karagenan kandungan sulfat 32% - 36% dan iota karagenan (karagenan bersulfat sebanyak 24% - 53% dan fulselaran 17%) (Martin et al. 2000). Karagenan mengandung 35% ester sulfat dengan sedikit atau tanpa, pada 3,6-anhidro-L-galatosa. Kandungan sulfat dalam rumput laut terdiri dari dua jenis yaitu yang terikat dalam struktur yang umumnya 1,5%-2,5% dan sebagai garam sulfat. Untuk aplikasi pangan karagenan yang baik mengandung ester sulfat 20% (Navarro and Stortz 2003). Pengolahan rumput laut jenis Euchema cottonii secara ekstraksi tradisional menghasilkan karagenan dengan 0,5% zat tak larut asam yang terdiri dari sebagian besar selulosa. Kandungan logam berat pada rumput laut Euchema cottoni lebih besar daripada ekstrak karagenannya (Glicksman 1983). Karagenan mempunyai berat molekul yang besar ( kda). Ekstrak kappa karagenan komersil mempunyai bobot molekul kda. Sedangkan rumput laut Euchema bobot molekulnya sekitar 615 kda. Secara keseluruhan karagenan mengandung 5% fraksi zat dengan bobot molekul lebih kecil dari 100 kda, seperti disajikan dalam Tabel 2, 3 dan 4. Komponen dengan bobot molekul rendah ini akan mempengaruhi sifat-sifat rumput laut (Phillips 2000).

42 23 Sifat gel dan pengisi dari jenis-jenis karagenan berbeda beda. Karagenan membentuk gel yang baik dengan adanya ion kalium. Karagenan hanya sedikit pengaruh interaksinya dengan ion Ca 2+ yang menghasilkan gel lembut yang elastis, sedangkan NaCl tidak menimbulkan efek perubahan pada sifat-sifat karagenan (Falshave 2003). Dalam proses ekstraksi jaringan selulosa akan mengurangi kecepatan hidrasi, sehingga membutuhkan waktu proses yang lama dan dengan pemanasan yang cukup tinggi. Adanya selulosa pada produk akhir akan menimbulkan rendahnya kekuatan gel. Partikel selulosa menimbulkan produk dengan bentuk dan gel yang kurang jernih dalam aplikasinya. Karagenan murni harus tidak bau dan tidak berwarna (Phillips 2000), komposisi kimiawi rumput laut disajikan dalam Tabel 2 dan 3, sedangkan jenis mikroorganisme yang ditemukan dalam alga merah ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 2 Komponen-kimiawi penyusun alga merah Komponen BM (dalam Dalton) % Ester sulfat 96 3,5 D-Glokusa D/L-Galaktosa 180 2,5-0,83 D-Manosa D-as Glukoronat 193 9,5-11 D-as Galakturonat O-Gliserol- D-α Galaktopiranosida Galaktosida 266-2D as Gliserat α-d -manopiranosida D- Silosa O fluoridosida α D-manopiranosida β- karotin 536 utama α- karotin 536 kecil Lutein Klorofil a 1972 utama Klorofil d 1972 kecil As poliuronat Mannan ,8 Xylen Ficosianin kecil Ficoeritrin utama Karageenan Jt Sellulosa Sumber: Phillips and Williams (2000); Martinet al. (2000)

43 24 Tabel 3 Komponen mineral pada alga merah Mineral Berat Molekul Na 23 Mg 24 K 39 Ca 48 Fe 56 Cu 63,5 Cd 112 Hg 200 Pb 207 I Sumber: Chapman (1979) Tabel 4 Mikroorganisme yang ditemukan dalam alga merah Mikroorganisme Ukuran-Diameter (µm) Keterangan Bakteri (0,5-1x 2-5) - Mikoplasma (panjang ) - Riketsia Virus Dinding sel gram positif Dinding sel gram negatif Staphylococcus 0,75-1,25 bentuk bola Streptococcus 0,75-1,25 - Bakteri tifoid 0,5-1 (lebar) batang Sumber: Martin et al. (2000) 2.5 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh penulis berkaitan dengan kitosan antara lain: (1) Optimasi proses pembuatan kitosan dengan reagen teknis. (2) Modifikasi proses pembuatan kitosan dengan perlakuan variasi suhu dan konsentrasi NaOH untuk menghasilkan produk dengan mutu bervariasi. (3) Uji kemampuan kitosan dalam mengabsorbsi zat warna pada limbah cair serta absorbsi logam berat pada limbah industri, daging kerang, mikroorganisme E.coli, enzim β galaktosidase, ekstrak wortel dan klorofil A (murni). (4) Uji penurunan kadar kolesterol pada mencit. (5) Pembuatan agar bakto dengan proses absorbsi oleh kitosan. Adapun hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut: Pada awalnya proses pembuatan kitosan dilakukan dengan reagen berkualitas PA (Pro Analis), setelah

44 25 diuji coba dengan reagen teknis diperoleh kondisi proses yang optimum sebagai berikut: Proses demineralisasi dengan larutan HCl 1 N pada suhu 90 0 C selama 1 jam, proses deproteinisasi dengan larutan NaOH 3 N pada suhu 90 0 C selama 1 jam proses deasetilasi dengan larutan NaOH 50% pada suhu140 0 C selama 1 jam, dengan demikian biaya proses dapat ditekan. Kondisi inilah yang dijadikan proses baku pembuatan kitosan. Dengan memodifikasi proses melalui variasi suhu dan konsentrasi NaOH diperoleh variasi mutu produk diantaranya: grade farmasi, pangan, kosmetik dan industri. Penanganan campuran limbah industri (logam dan pewarna tekstil) yang berwarna hitam dapat diperlakukan dengan penambahan larutan kitosan pada konsentrasi 0,1% - 1%. Diperoleh penurunan warna yang cukup efektif yaitu reduksi warna sampai 85%, dari warna hitam menjadi kuning muda. Walaupun belum optimum masih dapat dioptimumkan dengan dugaan dua kali proses. Uji kemampuan kitosan mengabsorbsi logam berat dalam limbah buatan, (1%), diperoleh penurunan konsentrasi Fe 3+ mencapai rata-rata 54,78%, untuk logam tembaga (Cu) mencapai 49,90% dan untuk logam merkuri (Hg) mencapai 80% dalam waktu absorbsi satu jam. Uji absorbsi sel E.coli pada konsentrasi 0,2 g sel/10 ml menghasilkan daya absorbsi terbaik pada kitosan 0,3 mg dengan rata-rata 80,58% dalam waktu absorbsi 30 menit. Untuk absorbsi enzim β galaktosidase murni 1% diperoleh kemampuan kitosan dalam mengabsorbsi enzim mencapai rata-rata 70%. Penambahan kitosan pada pembuatan agar bakto, optimum pada perlakuan kitosan 1% dengan waktu proses absorbsi 45 menit, diperoleh mutu fisika-kimia hasil yang hampir sama dengan agar bakto komersial produksi Difco yaitu: rendemen 21,35%, kadar sulfat 1,10%, kadar air 16,89%, kadar abu 3,15%, kadar garam 0,0215%, ph 5,88, kekuatan gel 341,01gF, totalplate count (TPC) 1,25 CFU dengan pembanding agar Difco mempunyai TPC 2,04CFU. Hasil uji kitosan dalam absorbsi ekstraks karotenoid menunjukkan bahwa perlakuan 1% - 6% kitosan menghasilkan rendemen 0,006% - 0,0981%, yang meningkat pada konsentrasi semakin tinggi yaitu 98 mg/100 gram. Hasil analisis FTIR menunjukkan terdapatnya 4 gugus fungsi pada bilangan gelombang yang bersamaan dibandingkan dengan β karoten komersil, diantaranya pada bilangan

45 26 gelombang 670 cm -1 (alkena), 758 cm -1 (aromatik), 1217cm cm -1 (alkena). (ester) dan Tabel 5 Karakteristik gugus fungsi ekstrak wortel hasil deteksi FTIR Karotenoid ekstrak wortel Βkarotin komersial Bil. Gelombang cm -1 Gugus fungsi Gugus Fungsi CH alkena - CH alkena OH alkohol C-O ester - C-O ester -CH iso propil =C-H aromatik -=C-H aromatik C=C aromatik 670 -RCH-CHR alkena -R 2 CH-CH 2 alkena - CH 3 alkana =CHsubstit meta RCH-CH 3 alkana 2.6 Originalitas dan Kebaharuan Berdasarkan penelusuran pustaka-pustaka pada umumnya proses produksi kitosan dilakukan dalam berbagai metode antara lain metode kimiawi, enzimatis, elektro kimia dan irradiasi. Metode paling sederhana adalah metode kimiawi, karena itu telah dicoba proses produksi dengan metode kimiawi yang awalnya menggunakan reagen ProAnalis (PA) yang cukup mahal, dengan pemanas hot plate, kemudian dilanjutkan dengan modifikasi proses menggunakan reagen teknis dengan pemanas uap (boiller), dengan kapasitas 30 liter. Untuk meningkatkan keamanan proses pembuatan, maka diupayakan menurunkan konsentrasi reagen yang digunakan, tetapi dengan menambah waktu proses dan akhirnya diperoleh kondisi proses yang optimum sehingga dapat menurunkan biaya produksi. Adapun kondisi tersebut disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Perbandingan kondisi proses pembuatan kitosan metode terdahulu dengan metode modifikasi Proses Pembuatan Metode terdahulu (Knorr 1984) (Suptijah 1992) 1 N 1N Metode modifikasi Demineralisasi dengan HCl 0,5 N Deproteinasi dengan 3 N 1N NaOH 2 N Deasetilasi dengan NaOH 50% 50% 25% Waktu proses 60 menit 60 menit 180 menit Suhu 65 o C C C

46 27 Dari penelusuran pustaka terbaru bahwa kitosan dapat berfungsi sebagai absorben seperti halnya arang aktif, bentonit, zeolit dan lain-lain. Dengan didukung oleh struktur kristal kitosan yaitu berbentuk matriks dengan poriporinya dan keunikan gugus fungsi NH 2 (gugus amin) yang reaktif. Dengan proses dalam media air pada suhu tinggi, dapat diasumsikan bahwa dalam keadaan tersebut kitosan mampu mengembangkan seluruh polimernya dan meningkatkan kapasitas pori-porinya untuk digunakan sebagai absorben berbagai molekul yang bermuatan berlawanan dan yang ukuran molekulnya sesuai dengan ukuran pori-pori kitosan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan uji coba absorbsi molekul-molekul yang mempunyai berat molekul bervariasi melalui uji spektroskopis. Hasil uji absorbsi dapat diaplikasikan pada pemurnian komponen primer rumput laut yang mempunyai berat molekul cukup besar (nomor dua setelah selulosa). Tetapi dalam rumput laut tersebut terdapat lebih dari dua puluh komponen lain dengan berat molekul lebih kecil selain komponen primer. Melalui pemanfaatan kitosan yang mempunyai berat molekul hampir sama dengan komponen primer rumput laut, tetapi kitosan mempunyai pori-pori yang mampu mengabsorbsi komponen yang bermuatan dan berukuran sesuai dengan pori-pori kitosan, maka kitosan dapat dikembangkan sebagai absorben pengotor dalam pemurnian agar dan kaaragenan. Berdasarkan penelusuran paten yang sudah diterbitkan dari tahun 1981 sampai tahun 2003, terdaftar ratusan paten mengenai pemanfaatan kitosan di bidang pangan dan non pangan. Terdaftar sekitar 41 paten (Lampiran 1) yang menggunakan kitosan yang pada umumnya sebagai absorben dan adsorben serta aplikasinya sebagai pengkelat lemak, pereduksi kolesterol, pengolah limbah cair industri, pengekelat logam berat dalam limbah dan lain-lain. Dari 41 paten tersebut ditemukan 17 paten kitosan sebagai adsorben dan adsorben yang lebih difokuskan dalam bentuk campuran, terikat pada komponen lain sebagai binder (keramik dan bahan kimia lainnya) atau dalam bentuk fiber krosling, kopolimer, konjugat, komposit dan butiran, umumnya kitosan berperan sebagai adsorben. Selain itu digunakan juga membran diantaranya membran millipore yang cukup selektif menurunkan kadar logam, pengotor berukuran kecil sementara membran

47 28 harganya mahal, tidak bisa berukuran besar, tidak tahan lama (hanya dapat digunakan beberapa kali), dan mudah terjadi efek foulling apabila suhu menurun serta tidak tahan panas. Oleh karena itu metode penggunaan kitosan serpihan sebagai absorben dapat dikembangkan karena cukup efisien untuk pemurnian komponen-komponen alami, lebih sederhana dan dapat diregenerasi. Contoh 17 US paten dapat dilihat pada Lampiran 1.

48 29 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dimulai pada bulan Juni tahun 2004 di Laboratorium Kimia dan Biokimia Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Laboratorium Biokimia FMIPA IPB. Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Laboratorium Biokimia UPI Bandung, Laboratorium Teknik Kimia Universitas Indonesia, dan Laboratorium Analisis BRKP-DKP Jakarta. 3.2 Bahan Bahan baku yang digunakan adalah cangkang udang jenis udang windu, yang berasal dari industri pembekuan udang Muara Baru Jakarta. Bahan kimia: natrium hidroksida, asam klorida, asam asetat, ammonium fosfat, natrium klorida, natrium karbonat, timbal sulfat, tembaga sulfat, fero sulfat, merkuri sulfat, kloroform, media TPC, media kultur E. coli, pewarna minuman, metilen biru, klorofil, ekstrak wortel, reagen analisis: nitrogen Kjeldahl, reagen Nesler, asam sulfat, tiosulfat, ONPG (Ortho Nitro Phenyl Glycoside) 3.3 Alat Peralatan yang digunakan meliputi alat gelas, plastik dan alat analisis: tanur, boiller, hotplate, filter, blender, inkubator Memert, centrifuge, Kjelteks, Spektrofotometer UV-VIS Shimadzu, Autosorp Quantachrome, AAS Perkin Elmer, FTIR IR-480 easy deep, HPLC Shimadzu, SEM. 3.4 Metode Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan yang meliputi: tahap preparasi absorben, tahap karakterisasi dan tahap aplikasi. Proses masing masing tahapan dapat dilihat pada Gambar Tahap preparasi kitosan sebagai absorben Tahap pertama merupakan tahap persiapan bahan absorben yaitu produksi kitosan dengan prosedur sebagai berikut:

49 30 a. Pencucian bahan baku limbah udang. b. Demineralisasi (penghilangan mineral) dengan asam klorida 0,5-1 N dengan perbandingan 1:7, b/v disertai pemanasan 90 0 C selama satu jam, setelah proses demineralisasi selesai dilakukan pemisahan residu dengan cairannya dan residu dicuci sampai netral. c. Deproteinisasi dengan perlakuan NaOH 1,5-2N pada perbandingan 1 : 10 disertaipemanasan dengan suhu 90 0 C selama 3 5jam. Setelah pemanasan, residu dipisah dan dicuci sampai netral sebagai kitin. d. Deasetilasi dengan larutan NaOH 1,5-6N pada perbandingan 1 : 10 dengan suhu pemanasan sekitar C selama 2-4 jam. Netralisasi dilakukan dengan pencucian berulang sampai ph 7, untuk mempercepat penetralan maka pencucian pertama dilakukan dengan air panas. Preparasi absorben Karakterisasi Aplikasi Kulit udang Isolasi Kitosan Analisis Air, abu, N - Proksimat DD - FTIR Viscositas - Viscometer Pori - SEM Karakterisasi Uji Absorbsi Fisika Kimia Mikroskopis Analisis Fe, Cu, Pb - UV-VIS Karotenoid - UV-VIS Bakteri - ONPG EkstraksiRL Agar- agar karagenan Metode absorbsi pengotor Analisis mutu fiskim SEM HPLC FTIR METODE EFISIEN ABSORBEN Metode ekstraksi dengan absorben Agar bermutu baik Karagenan non kimiawi Gambar 9 Skema penelitian.

50 31 Pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran atau dapat juga dengan pengovenan untuk memperoleh produk kitosan. Modifikasi kondisi proses dilakukan melalui berbagai perlakuan konsentrasi NaOH (0,5N 2N) pada proses deproteinisasi dan NaOH (1,5N - 6N) pada poses deasetilasi, waktu proses dan suhu proses deasetilasi. Total perlakuan adalah 36, disajikan pada Tabel 7. Hasil dari ke-36 perlakuan tersebut diuji kelarutannya dengan asam asetat 1%-2%, hasil kelarutan yang sempurna dalam asam asetat 2% disertai terjadinya pembentukan gel adalah terbentuknya kitosan. Diagram alir proses pembuatan kitosan termodifikasi disajikan pada Gambar 10. Tabel 7 Perlakuan konsentrasi NaOH dan waktu proses pada deproteinasi dan deasetilasi Deproteinisasi Deasetilasi Deproteinisasi Deasetilasi No. NaOH Waktu NaOH Waktu No. NaOH Waktu NaOH Waktu (N) (Jam) (N) (Jam) (N) (Jam) (N) (Jam) ,5 3 1, ,5 3 1, ,5 4 1, , , ,

51 32 Limbah Udang Demineralisasi HCl 0,5 N/ 1:7, 90 0 C, 1 jam Pencucian dengan air (Netralisasi) Deproteinasi NaOH 1 N, 90 0 C, 1 jam Kriteria : Warna lebih putih Ukuran mengecil Tekstur lebih kaku Tidak larut dalam asam asetat 2% Larut dalam H 2 SO 4 pekat panas Kriteria : Warna putih Ukuran lebih homogen Tekstur lebih lembut Larut dalam asam asetat 1% Pencucian dengan air (Netralisasi) Kitin Perendaman NaOH 3N, 1:5, 1 hari Deasetilasi NaOH 1,5 N, C, 3 jam Pencucian (Netralisasi) Kitosan Parameter mutu : Warna putih Ukuran 10 mesh Tekstur agak kaku dan kasar Kadar air 10% kadar abu 1% kadar N 5% Parameter mutu : Warna putih mengkilat Ukuran 10 mesh Kadar air 10% kadar abu 0,1% kadar N 4% DD 85-95% Gambar 10 Diagram alir proses pembuatan kitosan (hasil modifikasi) Tahap karakterisasi kitosan sebagai absorben Tahap karakterisasi merupakan tahap analisis fisika dan kimia kitosan yang dihasilkan serta pemilihan salah satu kitosan terbaik untuk aplikasi, melalui uji absorbsi klorofil dan larutan Pb asetat. Pada tahap ini dilakukan pengujian fisikokimia dan mikroskopik pada kitosan yang terbaik, serta diuji kemampuannya

52 33 dalam mengabsorbsi beberapa senyawa yang mempunyai bobot molekul bervariasi. Dalam hal ini diuji cobakan pada zat warna ekstrak wortel, logam berat Pb 2+, Cu 2+, Fe 2+ dan mikroba E.coli. Analisis hasil dideteksi dengan spektrofotometer UV-VIS, FTIR dan AAS. Analisis kimia kitosan meliputi parameter-parameter warna, kadar air, kadar abu, kadar nitrogen, dan derajat deasetilasi. Analisis fisika kitosan meliputi parameter-parameter rendemen, ukuran, dan viskositas. Disamping karakteristik fisika kimia, ditentukan pula karakteristik mikroskopiknya untuk mengetahui gambarsan morfologi permukaan kitosan yang berhubungan dengan sifat kemampuannya sebagai adsorben dan absorben. Uji distribusi pori dengan autosorp untuk mengetahui kapasitas absorbsi kitosan. Tahap uji absorbsi merupakan tahap pembuktian bahwa kitosan dalam bentuk kristal dapat mengabsorsi berbagai molekul yang bervariasi bobotnya. Kristal kitosan adalah suatu bentuk matriks yang mempunyai struktur rambah. Oleh karena itu, kristal kitosan mempunyai sifat mengabsorsi molekulmolekul yang bermuatan berlawanan dan mempunyai ukuran sesuai dengan ruang antara dalam matriks. Hal ini dibuktikan dengan cara memasukkan kitosan ke dalam larutan yang mengandung molekul murni, kemudian dihomogenkan selama 30 menit dan dipisahkan antara kitosan dan larutannya, kemudian dilakukan analisis dengan spektrofotometer UV-VIS, untuk uji mikroorganisme (E coli) dilakukan dengan metode enzimatis ONPG (Ortho Nitro Phenol Glycoside). Prosedur : 1) Absorbsi Fe, Cu, Pb oleh kitosan(holme and Peck 1993) Dibuat seri larutan FeSO 4, CuSO 4, PbCl 2, masing-masing 1% b/v, selanjutnya pada 100 ml masing masing seri larutan logam diperlakukan dengan penambahan kitosan 0,1%. 0,3%. 0,5% dan 1%, disertai pengadukan, kemudian dibiarkan 30 menit, selanjutnya dilakukan pemisahan dan supernatannya diuji dengan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 280 nm. Diperoleh absorbansi larutan logam yang belum terserap oleh kitosan, dengan demikian dapat diketahui persentase yang sudah terserap oleh kitosan, dengan acuan

53 34 absorbansi larutan logam sebelum digunakan adalah 100%. Diagram alir proses absorbsi logam berat dapat dilihat pada Gambar 11. Larutan 1% b/v: FeS0 4, CuS0 4, PbCl 2. Penambahan kitosan (0,1%. 0,3%. 0,5%. 1%) Pengabsorbsian 30 menit Pemisahan supernatan Pengujian dengan spektrofotometer A. Supernatan Gambar 11 Diagram alir proses absorbsi logam berat oleh kitosan. Perhitungan absorbansi (A) terabsorbsi A k = A Supernatan + A Terabsorbsi A.Terabs = A k A supernatan A k = Absorbans kontrol (tanpa penambahan kitosan) A = Absorbans 2) Absorbsi zat warna ekstrak wortel dan klorofil oleh kitosan Ekstrak wortel diperoleh dari hasil ekstraksi wortel dan klorofil A diperoleh dari ekstrak klorofil suplemen. Ekstrak wortel : 500 gr wortel yang sudah dikupas dihancurkan menggunakan blender dengan penambahan 250 ml akuades, kemudian disaring dengan kertas saring Wattman 40, filtrat ditampung sebagai ekstrak wortel, ekstraksi dilakukan2 kali. Hasil ekstraksi ditambah akuades menjadi 500 ml. Selanjutnya dibagi untuk lima perlakuan masing-masing 100 ml. Kepada masing-masing ekstrak wortel ditambahkan kitosan : 0,1 %, 0,3%, 0,5%, 1% dan tanpa kitosan sebagai kontrol. Dilakukan pengadukan dan dibiarkan 30 menit, kemudian dilakukan pemisahan kitosan dan dilakukan desorbsi ekstrak wortel dari kitosan dengan aseton, untuk kemudian dideteksi dengan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 525 nm, absorban

54 35 kontrol menunjukkan konsentrasi ekstrak wortel awal (sebelum absorbsi oleh kitosan). Untuk mengetahui kadarekstrak wortel, absorbansi ekstrak diplot ke kurva standar ekstrak wortel murni yang dapat dilihat di Lampiran 2. 2) Pengukuran Absorbsi E.coli oleh kitosan Pengukuran absorbsi dimulai dari produksi biomasa kultur E.coli. Selanjutnya biomas dalam buffer fosfat diabsorbsi dengan kitosan dan diuji aktivitas enzim ß galaktosidase yang diproduksi E.coli dengan ONPG (ortho nitro phenyl glycoside). (1) Kultur E.coli Sebanyak 1 ose E.coli yang sudah disegarkan dan siap digunakan, dimasukkanke dalam medium induktif dalam erlenmeyer 250 ml ditempatkan pada shaker selama 24 jam pada suhu 37 C. Setelah 24 jam dituangkan kedalam tabung sentrifuge 500 ml dilakukan sentrifuge pada kecepatan 5000 rpm dengan temperatur 2 ºC sampai 4 ºC selama 15 menit. Sel atau biomass yang diperoleh, dicuci dengan H 2 O dingin untuk menghilangkan sisa medium dan dilakukan kembali sentrifuge sampai diperoleh sel E.coli yang bersih dari media. (2) Absorbsi E coli dalam kitosan(trevan 1988) Sel E. coli (0,2 g) disuspensikan dalam buffer fosfat (Lampiran 3), lalu ditambahkan kitosan sebanyak 0,1%, 0,3%, 0,5%, dan 1%. Dibuat pula kontrol tanpa kitosan. Campuran diaduk agar kitosan homogen, didiamkan selama 15 menit, lalu kitosan dipisahkan dan dicuci dengan buffer fosfat 3x. Kitosan siap diuji. Komposisi buffer fosfat disajikan pada Lampiran 3. (3) Uji aktivitas E coli dengan ONPG(Alexander 1993) Aktifitas E coli diuji dengan ONPG (30mM ONPG dalam aseton) sebagai substrat dalam suasana alkali ph 8. Hasil penguraian ONPG oleh enzim β- galaktosidase akan membentuko-nitrophenil berwarna kuning yang dapat diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm. Aktivitas enzim didefinisikan sebagai jumlah ONPG yang direaksikan dalam µmol atau milimol per mililiter enzim per menit pada kondisi optimum.

55 Tahap aplikasi kitosan sebagai absorben Tahap aplikasi merupakan tahap pemanfaatan kitosan sebagai absorben dalam pemurnian komponen primer rumput laut untuk memperoleh agar-agar, dan karagenan dengan cara yang mudah dan sederhana. Analisis hasil dilakukan dengan alat uji proksimat, viskositas, kekuatan gel, ph, FTIR dan HPLC. Aplikasi absorbsi komponen pengotor (pengotor) pada ekstraksi agar-agar dari rumput laut jenis Gracillaria dan pada ekstraksi karagenan dari rumput laut jenis Euchema cottonii, dimana kitosan difungsikan sebagai absorben molekulmolekul pengotor yang mempunyai berat molekul lebih kecil tetapi berukuran yang sesuai dengan pori-pori kitosan. Tahap awal aplikasi yaitu sebelum ekstraksi berupa pretreatment yaitu dilakukan pengembangan rumput laut dalam larutan alkali encer dari rumput laut kering. Tahap ini sekaligus dapat menurunkan kandungan sulfat dan pigmen, Netralisasi mutlak dilakukan sebelum ekstraksi melalui pencucian dengan air sampai ph netral. Kitosan ditambahkan pada saat ekstraksi agar dan karagenan, tepatnya pada filtrat setelah tahap pemisahan selulosa melalui penyaringan kasar. Penyaringan kasar berguna untuk memisahkan selulosa yaitu komponen yang berbobot molekul lebih besar dari agar-agar dan karagenan. Proses absorbsi komponen pengotor dengan perlakuan penambahan berbagai konsentrasi kitosan (0,05%-0,2%) dilakukan terhadap filtrat setelah tahap pemisahan selulosa, dilanjutkan dengan pemanasan pada suhu 90 o C selama 30 menit sambil diaduk dan diakhiri dengan pemisahan kitosan (absorben) dengan cara penyaringan. Pengujian hasil dilakukan dengan analisis mutu produk yang diperoleh (ekstrak rumput laut). Diagram alir proses ekstraksi agar-agar dan karagenan dengan perlakuan kitosan dapat dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13.

56 37 Untuk membuka jalan pelepasan agar mereduksi kandungan sulfat melenturkan tekstur agar mudah dalam ekstraksi Rumput laut 100g Gracillaria Pretreatment dengan NaOH1%semalam Pemotongan (Blender) untuk mereduksi pengotor mengembangkan tekstur Ekstraksi akuades 1 : menit Pemisahan/filtrasi Filtrat Proses absorbsi yang baik dipengaruhi oleh waktu, suhu dan ukuran molekul yang sesuai dengan pori-pori kitosan Pemanasan 80º + Kitosan 0,05% s/d 0,2% 30 menit Pemisahan/filtrasi Absorbsi pengotor Komponen ber BM < agar, mineral dan logam berat Filtrat Agar Pengeringan Agar Agar Gambar 12 Diagram alir ekstraksi agar-agar dengan perlakuan kitosan sebagai absorben.

57 38 RUMPUT LAUT 100g Eucheuma cottonii Perendaman air 5 jam Pencucian Untuk : -Mereduksi pengotor -Membuka pori-pori/ mengembangkan tekstur -Mempermudah pelepasan kandungan sulfat Perendaman dengan NaOH 1 % Selama 15 menit Netralisasi/pencucian Pemotongan Untuk : - Membuka jalan pelepasan agar - Mereduksi kandungan sulfatyang tidak terlepas darikomponennya - Melembutkan tekstur agar mempermudah ekstraksi Ekstraksi akuades 1:30 selama 1 jam (s.d. homogen) Residu penyaringan dengan kain blacu Ekstraksi II KARAGENAN Pengeringan Filtrat Filtrat Penambahan Kitosan 0,05% -0,2% pemanasan 30 menit pemisahan kitosan dengan penyaringan kasar Untuk absorbsi pengotor (molekul-molekul ber BM < dari karagenan : logam berat, pigmen, mineral, silosa, manosa. Untuk memberi waktu absorbsi Gambar 13 Diagram alir ekstraksi karagenan dengan perlakuan kitosan sebagai absorben.

58 Prosedur analisis hasil Kadar Air (AOAC 1995) Prinsip analisis kadar air adalah sampel dikeringkan dalam oven pada suhu C sampai diperoleh bobot konstan. Sampel sebanyak 2 gram dimasukan dalam cawan porselen yang telah diketahui bobotnya kemudian dipanaskan dalam oven dengan suhu C sampai terjadi pengeringan. Selanjutnya, cawan dipindahkan ke dalam desikator untuk didinginkan, setelah dingin cawan ditimbang, kadar air diperoleh dengan perhitungan sebagi berikut : Kadar Abu (AOAC 1995) Prinsip analisis kadar abu adalah menghitung berat mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu sekitar 550 C, sebelum pengabuan dalam furnace. Sampel sudah dipanaskan dahulu sampai terjadi pengabuan dengan kadar airnya paling minimum. Pemanasan sampel dalam tungku pengabuan bersuhu 550 C dilangsungkan selama 1-2 jam sampai dengan diperoleh abu yang berwarna putih, kemudian cawan dikeluarkan dari furnace dan dimasukan kedalam desikator, setelah dingin ditimbang, perlakuan di ulang sampai diperoleh bobot konstan, kadar abu dihitung melalui rumus berikut : Kadar Nitrogen(AOAC 1995) Prinsip : Nitrogen Ammonia ditentukan berdasarkan metode Nessler. Reagen Nessler : K 2 HgI 4 bereaksi dengan ammonia dalam larutan yang bersifat basa, reaksi menghasilkan larutan berwarna kuning, coklat, intensitas warna yang terjadi berbanding lurus dengan konsentrasi ammonia yang ada dalam contoh. Intensitas dapat dibaca dengan spektofotometer pada panjang gelombang 420 nm. Sampel diproses dengan metode Kjeldahl diawali dengan tahap destruksi dilanjutkan tahap destilasi : 30 ml air + larutan Na 2 S 2 O 4, NaOH 6 N, didestilasi, distilat ditampung dalam erlenmeyer 50 ml yang berisi 30 ml larutan asam borat

59 40 uji dengan kertas lakmus s/d negatif, selanjutnya ditambah akuades sampai volume 500ml. Sebanyak 50 ml sampel ditambahkan 2-3 tetes larutan Nessler, dikocok dan dibiarkan ± 10 menit. Uji Spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm dengan blanko larutan Nessler dan akuades. Kurva baku dibuat dengan standar asam ammonia, dibuat 5 perlakuan konsentrasi seperti pada sampel, lalu ditentukan kurva baku dan dihitung nilai slope. Perhitungan kadar Nitrogen sebagai berikut : Kadar sulfat (AOAC1995) Agar/karagenan sebanyak 1 gram dimasukan ke dalam labu Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 50 ml HCl 0,20 N dan direfluks sampai mendidih selama 1 jam. Ditambahkan 25 ml larutan H 2 O 2 (1:10) dan direfluks selama 5 jam sampai larutan menjadi jernih. Larutan ini dipindahkan ke dalam gelas piala dan dipanaskan sampai mendidih. Selanjutnya ditambahkan 10 ml larutan BaCl 2 (tetes demi tetes sambil diaduk) diatas penangas air selama 2 jam. Endapan yang terbentuk disaring dengan kertas saring tak berbau dan dicuci dengan aquades mendidih hingga bebas klorida. Kertas saring dikeringkan ke dalam oven pengering, kemudian diabukan pada suhu 1000 ºC sampai didapat abu berwarna putih. Abu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Perhitungan kadar sulfat adalah sebagai berikut : Keterangan : P = Berat endapan BaSO4 (gram) Viskositas (AOAC 1995) Larutan karagenan/agar dengan konsentrasi 1,50% dipanaskan dalam bak air mendidih sambil diaduk secara teratur sampai suhu mencapai ºC. vikositas diukur dengan menggunakan Viscosimeter Brookfield. Spindel terlebih dahulu dipanaskan pada suhu 75 ºC kemudian dipasangkan ke alat ukur Viscosimeter Brookfield. Posisi spindel dalam larutan panas diatur sampai tepat, viscometer dihidupkan dan suhu larutan diukur. Ketika suhu larutan mencapai

60 41 75 ºC, termometer dikeluarkan dan nilai viskositas diketahui dengan pembacaan viskosimeter pada skala 1 sampai 100. Pembacaan dilakukan setelah satu menit putaran penuh. Hasil bacaan digandakan 5 kali untuk spindel no.1 dengan kecepatan 12 rpm, dan digandakan 2 untuk spindel yang sama dengan kecepatan 30 rpm. Hal ini berfungsi untuk menyatakan viskositas mutlak dalam satuan centipoises (cps). Kekuatan Gel (Marine Colloids 1977) Berdasarkan acuan Marine Colloids, untuk pengukuran kekuatan gel perlu ditambahkan garam potassium (KCl) yang disebut juga dengan potassium kekuatan gel. Larutan karagenan 1,60% dan KCl 0,16% dipanaskan dalam bak air mendidih (water bath) dengan pengadukan secara teratur sampai suhu 80 ºC. Volume larutan dibuat sekitar 50 ml. Pengukuran kekuatan gel dapat juga dilakukan tanpa penambahan KCI yang disebut juga dengan kekuatan gel dalam air. Larutan karagenan 1,60% dipanaskan dalam bak air mendidih dengan pengadukan secara teratur sampai suhu 80 ºC. Larutan panas dimasukan ke dalam cetakan berdiameter kira-kira 4 cm dan dibiarkan pada suhu 10 ºC selama 2 jam. Gel dalam cetakan berdiameter ditempatkan alat ukur kekuatan gel (curd tension meter), kemudian alat diaktifkan sampai dengan batang penekan plunger menembus permukaan gel. Pembacaan dilakukan melalui grafik rekorder dapat dilihat pada Gambar 14 Derajat invasi garis normal Grafik F Waktu (detik) Gambar 14 Grafik pembacaan sifat gel pada Recorder Curd Tension Mete

61 42 Pada penelitian ini kekuatan gel diukur dengan menggunakan Steven-LFRA Texture Analyzer dan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Keterangan : Berat beban = 98 gr Diameter Pluger = 0,1923 cm Logam Berat Pb (AOAC 1984 dimodifikasi) Kitosan dikeringkan dalam oven pada suhu ºC selama 6-16 jam untuk menghilangkan kadar airnya. Sampel kering ditumbuk sampai halus, kemudian sampel kering ditimbang 1-3 gram dan dimasukan dalam labu dekstruktif. Setelah itu dilakukan penambahan H 2 SO % sebanyak 10 ml dan asam klorida 65% sebanyak 5 ml. Sampel didekstruksi menggunakan Digestions System (DS) sampai asap kuning dari sampel habis dan diganti asap putih. Sampel diangkat dari digestions system, dan dibiarkan beberapa menit hingga agak dingin, lalu ditambahkan perklorat % sebanyak 5 ml. Sampel kembali diletakan pada digestions system. Sampel diangkat jika telah berwarna jernih. Sampel dimasukan kedalam labu Erlenmeyer 50 ml dan volume dijadikan 50 ml dengan penambahan HCl 1N. Sampel siap dianalisis dengan menggunakan AAS (Lampiran 4). Untuk penetuan konsentrasi Pb, AAS di siapkan pada kondisi sebagai berikut : Gas inert : Asetilen (C 2 H 2 ) Slit (celah) Sumber cahaya Aliran lampu Panjang gelombang Tekanan gas oksidan : 1,3 nm : Lampu Pb katoda hampa : 7.5 ma : 283,3 nm : 1,6 kg/cm²

62 43 Tekanan bahan bakar gas : 0,3 kg/cm² Limit deteksi bawah dan atas : 0,1 ppm dan 200 ppm Perhitungan Logam Berat : Dari absorban yang terbaca, ditentukan konsentrasi dengan cara memasukan nilai absorban kedalam persamaan yang diperoleh dari standar. Keterangan : Lbs = Konsentrasi logam berat pada sampel Lbp = Logam berat pada persamaan Bs = Berat sampel Derajat Deasetilasi (Domsay 1985) Kitosan sebanyak 0,2 gram digerus dengan KBr dalam mortar agate sampai homogen, kemudian dimasukkan dalam cetakan pelet, dicetak dengan dipadatkan dan divakum sampai optimum, selanjutnya pelet ditempatkan dalam sel dan dimasukkan ke dalam tempat sel pada spektrofotometer inframerah IR- 408 yang sudah dinyalakan dan stabil. Pendeteksian akan menghasilkan histogram FTIR pada rekorder yang memunculkan puncak-puncak dari gugus fungsi yang terdapat pada sampel kitosan. Histogram yang diperoleh dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif misalnya analisis kuantitatif derajat deasetilasi dari kitosan. Pengukuran derajat deasetilasi berdasarkan kurva yang tergambar oleh spektrofotometer FTIR. Puncak tertinggi (P 0 ) dan puncak terendah (P) dicatat dan diukur dengan garis dasar yang dipilih. Nisbah absorbansi dihitung dengan rumus: A = Absorbansi pada bilangan gelombang tertentu. P 0 = Jarak antara garis dasar dengan garis singgung antara dua puncak tertinggi dengan panjang gelombang 1.655cm -1 atau cm -1. P = Jarak antara garis dasar dengan lembah terendah dengan panjang gelombang 1.655cm -1 atau cm -1.

63 44 Perbandingan absorbansi pada 1.655cm -1 dengan absorbansi cm -1 digandakan satu per standar N-deasetilasi kitosan (1,33). Dengan mengukuran absorbansi pada puncak yang berhubungan, nilai persen N-deasetilasi dapat dihitung dengan rumus: A % N-deasetilasi = 1- X A ,33 Keterangan: A = Absorbansi pada panjang gelombang cm -1. A = Absorbansi pada panjang gelombang cm -1. 1,33 = konstanta untuk derajat deasetilasi yang sempurna. Analisis HPLC (Holme and Peck 1993) Analisis komponen kimiawi dari karagenan ( Galaktosa, anhidro-galaktosa, galaktosa sulfata) setelah mengalami perlakuan absorbsi kitosan dilakukan dengan HPLC. Melalui tahapan derivatisasi, metilasi dan deteksi dengan HPLC. Sampel karagenan diderivatisasi dengan asam klorida 6 N pada suhu 60 0 C selama 12 jam. Selanjutnya dimetilasi dengan metanol. Hasil hidrolisis disaring dengan kertas saring whatman 40, dan dikeringkan dibawah vakum. Sampel kering dilarutkan dalam larutan pengencer Na asetat, siap diinjek. Kondisi HPLC. Temperatur Kolom : 38 0 C Jenis Kolom : Pico tag coulomb Tekanan : 3000 Psi Fase Gerak : Aseto nitril 60% Buffer asam borat ph 6,7 Detektor : UV. λ 254 nm Analisis SEM (Fujitaet al. 1971) Mikroskop pendeteksi elektron menggunakan kemampuan elektron dalam mendeteksi preparat/spesimen, menimbulkan gambar permukaan spisemen dalam tiga dimensi, dengan daya fokus yang sangat tajam akibat ketajaman pancaran elektron yang tinggi yang dihasilkan oleh electrongun. Elektron dengan muatannya yang negatif, dapat berinteraksi dengan komponen bermuatan positif

64 45 (konduktor) dari spisemen. Perbesaran pada SEM dapat mencapai kali. Gambar alat SEM dapat dilihat pada Lampiran 4. Preparasi sampel untuk pendeteksian SEM: preparat harus dalam keadaan kering, kitosan serpihan diletakkan diatas sel objek dalam ketebalan 0,2 mm, kemudian dibombardir dengan emas sampai membentuk lapisan emas yang homogen pada permukaan kitosan, kemudian dimasukan ke dalam alat SEM untuk dilakukan pendeteksian pada perbesaran yang bervariasi sampai diperoleh gambar yang baik. Hasil deteksi dapat tergambar dalam layar, berupa gambar permukaan atau morfologi kitosan sesuai dengan perbesaran yang dipilih. Analisis FTIR (Fourier Transformation Infra Red) (Holme and Peck 1993) Preparasi sampel: Kitosan sebanyak 0,02 gr di homogenkan dengan 1gr KBr dalam mortar agate, selanjutnya dimasukkan ke dalam cetakan sel dan di padatkan dengan press vakum sampai berbentuk chip, kemudian chip diletakan dalam ruang sel FTIR, kitosan sudah terpasang dalam sel siap dideteksi FTIR. Alat dinyalakan dan di stabilkan selama 15 menit. Selanjutnya kitosan yang sudah dalam sel dimasukkan ke dalam ruang sampel FTIR. Kemudian tekan tombol start, selama pendeteksian berlangsung hasil deteksi akan muncul terekor sebagai kromatogram FTIR.

65 46

66 47 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Preparasi Kitosan sebagai Absorben Kitosan sebagai bahan absorben berasal dari bahan baku berupa limbah pengolahan udang beku, yang diperoleh dari perusahaan pembekuan udang di Muara Baru, dalam bentuk kering utuh. Dengan kadar air sekitar 10%. Persyaratan utama bahan baku adalah kesegaran yang prima. Dari hasil uji proksimat bahan baku diperoleh kadar abu 32%, kadar nitrogen 30%, lemak 1,8%, dan lainnya sekitar 26,2%, termasuk di dalamnya kitin, dari batasan-batasan mutu bahan baku inilah dimodifikasi proses produksi kitosan untuk memperoleh produk kitosan yang berfungsi baik sebagai absorben. Proses produksi dimodifikasi untuk memperoleh kondisi yang paling efisien agar dihasilkan mutu kitosan yang baik sebagai absorben, melalui uji secara visual dan fisiko-kimiawi yang meliputi penampakan yang putih mengkilat, ringan dengan ukuran yang cukup homogen sekitar 10 mesh. Mutu fisik adalah viskositas dengan kategori nilai sedang (viskositas medium cps) yang menunjukkan besarnya polimer dalam keadaan terlarut (Navaro 2003). Viskositas sangat dipengaruhi oleh suhu proses pembuatan. Melalui suhu proses yang tinggi (sekitar C) dapat diperoleh kitosan yang mempunyai viskositas rendah, berarti polimer yang terbentuk adalah pendek-pendek, sedangkan kitosan yang diproduksi dengan suhu dibawah C (biasanya waktu proses lebih lama) akan diperoleh nilai viskositas yang lebih besar (lebih besar dari 200 cps) bahkan bisa sampai ribuan. Proses produksi didasari oleh eliminasi komponen-komponen yang terkandung dalam bahan baku sebagai pengotor selain protein dan mineral juga yang lainnya seperti pigmen dan logam berat. Semakin besar jumlah komponenkomponen tersebut semakin sulit proses yang harus dilakukan, misalnya pada tahapan-tahapan prosesnya diperlukan konsentrasi reagen, suhu dan waktu yang lebih besar. Tahap deproteinasi yaitu tahap penghilangan protein, melalui ekstraksi protein dengan NaOH, karena protein dapat larut dengan baik dalam larutan NaOH 3N membentuk larutan Na-proteinat. Proses tersebut terjadi akibat kerja

67 48 larutan NaOH dalam memecah ikatan-ikatan antara protein dengan N-asetil pada struktur kitosan, dimana protein hasil pecahannya berikatan dengan Na membentuk Na-proteinat dan air, sehingga terbentuklah kitin yang masih mengandung mineral yang berikatan pada gugus asetil atau pada gugus aldehid pada atom C ke 6, yang selanjutnya dapat dihilangkan melalui proses demineralisasi (Muzarelli 2000). Reaksi yang terjadi pada proses deproteinasi dapat dilihat pada Gambar 15. Kulit udang + NaOH Na-proteinat(larut) +Kulit+ H 2 O CH 2 OH 0 N-C-C- 0 protein + NaOH Na-Proteinat + Ca-Mg- Gambar 15 Gambaran reaksi deproteinisasi. CH 2 OH 0 N-C-C- 0 Ca-Mg- Proses demineralisasi ditujukan untuk mengeliminir mineral, khususnya yang dominan yaitu kalsium dan sebagian kecil Mg posphat serta logam berat sebagai kontaminan. Komponen mineral larut baik dalam asam kuat. Dalam hal ini digunakan asam klorida 1 N dengan ph yang cukup rendah < 1, asam ini terpilih karena lebih murah dan lebih aman untuk proses selanjutnya. Kandungan mineral dalam bahan baku (kulit udang) mencapai 32%, maka untuk mempercepat proses demineralisasi digunakan asam klorida yang disertai suhu tinggi tetapi waktu lebih pendek. Dalam penelitian ini dipilih konsentrasi HCl 1N pada suhu 90 0 C selama waktu proses 1 jam agar dapat menurunkan kadar mineral dibawah 1%. Mekanisme reaksi demineralisasi dapat dilihat pada Gambar 16. CH CH 2 OH 2 OH HCl + CaCl 2 larut + H 2 O N C - Ca-Mg- N-C-CH 0 0 kitin Gambar 16 Gambaran reaksi demineralisasi.

68 49 Pembentukan kitosan terjadi saat dilakukan proses deasetilasi yaitu proses penghilangan gugus asetil dari group aminnya, sehingga terbentuklah gugus amin yang reaktif yang menyebabkan kitosan mempunyai banyak fungsi dan kegunaan, adapun reaksinya disajikan pada Gambar 17. CH 2 OH 0 N-C-CH H O Kitin C + NaOH + + CH 1 jam 3 C + H 2 O 0 Na H- N-H Kitosan CH 2 OH 0 0 Gambar 17 Gambaran reaksi deasetilasi. Proses tersebut diperoleh melalui berbagai perlakuan konsentrasi reagen, waktu dan suhu proses sebagai modifikasi kondisi proses. Tabel 7 menunjukkan kondisi tahap deproteinasi dan deasetilasi yang menghasilkan parameterparameter mutu bervariasi. Hasil modifikasi konsentrasi reagen dan waktu proses pada tahap deproteinasi dan deasetilasi, menunjukkan bahwa proses deproteinasi dan deasetilasi membutuhkan kondisi yang ekstrim, baik dari segi konsentrasi reagen ataupun suhu apabila diinginkan proses yang cepat. Kondisi proses masih bisa diturunkan (konsentrasi reagen dan suhu) tetapi waktu proses menjadi lebih panjang, hal ini dikarenakan kandungan komponen yang akan dieliminir cukup tinggi (mineral 32%, protein 35% bahkan juga pigmen dan gugus asetil) 4.2 Karakterisasi Kitosan Sebagai Absorben Dari ke-36 perlakuan kondisi proses, dihasilkan sebelas kondisi yang memenuhi persyaratan kelarutan kitosan. Selanjutnya hasil uji mutu ke-sebelas produk ini melalui FTIR terpilih yang paling efisien dari segi kondisi (konsentrasi NaOH dan waktu proses), sebagai kondisi termodifikasi disajikan pada Tabel Karakteristik mutu kimia kitosan dan rendemen Sesuai dengan produk yang diperoleh dari 36 kondisi perlakuan hanya terdapat 11 perlakuan yang dapat menghasilkan kitosan yang baik (larut dalam asetat). Hasil pengujian mutu menunjukkan kecenderungan semua bermutu baik, dengan derajat deasetilasi mulai dari 84% sampai 94%, tetapi dari ke-sebelas

69 50 perlakuan tersebut diambil salah satu yang paling tinggi kemampuan absorbsinya melalui uji absorbsi terhadap logam berat dan pigmen. Kitosan yang mempunyai daya absorbsi yang baik, dengan kondisi proses efisien yang digunakan dalam aplikasi pemurnian agar dan karagenan. Tabel 8 Karakteristik mutu kitosan hasil modifikasi terbaik Kondisi Proses Mutu Kitosan Deproteinisasi Deasetilasi Kadar Air Kadar Abu Kadar N DD NaOH Waktu NaOH Waktu (N) (Jam) (N) (Jam) % % % % ,7 0,48 4, ,1 0,15 4, ,0 0,21 3, ,8 0,20 4, ,1 0,1 4, ,9 0,11 3, ,0 0,02 4, ,5 0,40 4, ,5 0,4 4, ,4 0,41 4, ,1 0,45 4,11 84 Rendemen hasil untuk setiap ton kulit udang berat kering meliputi 265 kg kitin dengan derajat deasetilasi rata-rata 73% dan 138 kg kitosan dengan derajat deasetilasi yang bervariasi Karakteristik absorbsi pada berbagai derajat deasetilasikitosan Untuk mengetahui kemampuan absorbsi dari kitosan melalui uji absorbsi terhadap logam Pb dan klorofil, menunjukkan hasil bahwa meningkatnya persen derajat deasetilasi, semakin meningkat pula kemampuannya mengabsorbsi Pb dan klorofil. Absorbsi yang paling tinggi terhadap logam Pb adalah kitosan dengan derajat deasilasi 90%, 91% dan 93%, begitu pula untuk absorbsi klorofil pada derajat deasetilasi tersebut, lebih baik dari pada derajat deasetilasi yang lebih rendah. Hasil dari kedua uji absorbsi oleh kitosan pada berbagai derajat deasetilasi menunjukkan bahwa kitosan yang mempunyai DD 90% keatas mempunyai daya

70 51 absorbsi yang baik. Semakin tinggi derajat deasetilasi semakin terbuka gugusgugus ionnya yaitu tidak terhalang oleh komponen pengotor. Menurut Muzarelli (1977) dan Sanford (1987), bahwa gugus ion tersebut (OH dan NH + ) mempunyai kemampuan berikatan dengan ion lain yang berlawanan (sebagai penukar ion) diantaranya pigmen dan juga dengan logam berat. Berdasarkan pertimbangan efisiensi maka dipilih kitosan dengan derajat deasetilasi 90%, yang dikarakterisasi melalui uji kemampuan absorbsinya terhadap pigmen, logam berat, dan bakteri. Hasil uji sifat-sifat fisik dan uji absorbsi yang selanjutnya diaplikasi pada ekstraksi rumput laut yaitu pembuatan/pemurnian agar-agar dan karagenan. dalam Karakteristik visual dan fisika kimia kitosan yang terpilih sebagai absorben disajikan pada Tabel 9 berikut Tabel 9 Karakteristik mutu kitosan terpilih. Parameter Karakteristik Warna putih/tidak berwarna Tekstur halus, ringan, transparan Ukuran 10 mesh Bau tidak berbau Kelarutan 99% (dalam asam asetat 2%) Kadar air 10% Kadar abu 0,2% Kadar N 4% Viskositas 274 cps DD 90% Rendemen 13,8% (rata-rata) Karakteristik gugus fungsi kitosan Analisis spektrofotometer FTIR Hasil analisis FTIR diperoleh puncak-puncak spektrogram yang menunjukan gugus-gugus fungsi dari kitosan, terdiri dari gugus OH, CH, NH, amida dan karbonil pada bilangan gelombang 3414cm -1, 2480 cm -1, 1639 cm -1, 1384 cm -1 dan 1075 cm- 1 yang disajikan pada Tabel 10. Gambar 18 menunjukan puncak paling tinggi berwarna biru yaitu kitosan dengan DD paling tinggi sebesar 94% dan berurutan menurun hingga puncak

71 52 paling rendah yaitu kitosan dengan DD terendah adalah 84%. Dan kitosan terpilih adalah yang mempunyai Derajat Deasetilasi 90%. Transmitan Bilangan gelombang (cm -1 ) Gambar 18 Spektrum FTIR kitosan hasil modifikasi proses. Spectrum FTIR dari kitosandengan Derajat Deasetilasi (DD) mulai 84% (puncak terendah berwarna abu)s/d DD 94% (puncak tertinggi berwarna biru paling atas), puncak berwarna merah kitosan dengan DD 93% dan yang berwarna hijau adalah kitosan dengan DD 90%. Hasil deteksi FTIR yang dibandingkan dengan standar menunjukkan kesamaan gugus fungsinya, hal ini menunjukkan bahwa proses modifikasi sudah dapat menghasilkan kitosan dengan gugus fungsi yang identik dengan standar, sedikit pergeseran bilangan gelombangnya dikarenakan sedikit perbedaan kadar air dan kondisi lingkungan pengujian yang berbeda (Lampiran 5). Tabel 10 Karakteristik gugus fungsi dari kitosan Standar Bilangan gelombang (cm -1 ) 3450 cm cm cm cm cm -1 Gugus Fungsional OH CH NH amida C=O Hasil penelitian Bilangan Gelombang (cm -1 ) 3410 cm cm cm cm cm

72 Karakteristik fisikhasil analisis SEM dan Autosorp Karakteristik fisik kitosan meliputi gambar permukaan atau penampakan kristal kitosan melalui pendeteksian dengan mikroskop elektron, serta diameter, luas, volume dan distribusi ukuran pori-pori dideteksi dengan autosorp. a 25 KV b 50 KV Gambar 19 Scanning elektron mikroskop dari (a) kitosan (b) pori kitosan. Gambar 19 (a), menunjukkan morfologiserpihan kitosan dari struktur α, β dan γ. Pada kulit udang hanya terdapat struktur α dan β saja, hal ini merupakan ciri khas dari kitosan udang dimana pada permukaan itulah terjadinya proses adsorpsi komponen yang bermuatan berlawanan dengan kitosan. Gambar 19 (b) menunjukkan penampakan salah satu pori pori pada permukaan kitosan yang diduga melalui pori tersebutlah terjadi proses absorbsi komponen yang bermuatan berlawanan dengan muatan yang ada dalam pori pori, sehingga komponen tersebut masuk terabsorbsi kedalam pori pori kitosan, semakin tinggi derajat deasetilasinya semakin tinggi kapasitas porinya dikarenakan strukturnya semakin teratur dengan hilangnya sebagian besar gugus asetil. Karakteristik pori kitosan sebagai absorben diuji secara langsung dengan alat autosorp. Autosorp menganalisis sifat-sifat fisik kitosan dengan menunjukkan parameter-parameter: diameter pori, luas pori, volume pori dan distribusi ukuran pori-pori. Analisis autosorp menggambarkan kapasitas dan kemampuan kitosan dalam mengabsorpsi serta mendesorbsi suatu komponen ke dalam pori-porinya,

73 54 disamping itu diketahui pula luas pori, diameter pori (dalam satuan Angstrom) dan volume pori-pori kitosan (dalam satuan cc/g) (Lampiran 6). Hasil pengujian autosorp menunjukkan bahwa kitosan yang digunakan sebagai absorben mempunyai pori-pori yang banyak dengan diameter yang bervariasi, hal ini menunjukkan bahwa kitosan dapat difungsikan sebagai absorben bagi molekul molekul yang menpunyai kecocokan ukuran dan muatan dengan pori tersebut, pori -pori kitosan yang terdistribusi mempunyai diameter yang bervariasi mulai 37,30 Å sampai 18022,05 Å tersebut mempunyai kemampuan mengabsorpsi berbagai komponen serta mampu mendesorbsinya. Kemampuan kitosan sebagai absorben ditunjukkan dengan berbagai perlakuan absorbsi terhadap komponen-komponen yang identik dengan pengotor, diantaranya logam berat (Fe, Cu, Pb), pigmen (ekstrak wortel dan pewarna makanan), serta bakteri (E. coli). Dengan terabsorbsinya komponen tersebut di atas oleh kitosan terbukti bahwa kitosan dapat berfungsi sebagai absorben bagi komponenyang mempunyai kecocokan dan keterikatan yang sesuai. Hal ini didasari oleh kekuatan ionik masing-masing komponen karena ikatan ionik itulah yang menyebabkan saling terikat antar komponen, yang dalam hal ini adalah ikatan antara ion positif pada komponen yang satu dengan ion negatif pada komponen lainnya (antara kitosan dengan komponen lainnya yang berlawanan) dengan mekanisme sebagai berikut seperti pada Gambar 20. NH 2 NH - NH H 2 O NH 2 NH 2 NH 3 + NH - NH - NH 3 + NH 3 + NH - + Fe 2+ Cu 2+ Pb 2+ Hg 2+ E coli βkarotin pewarna minuman NH NFe -- NH 3 + NH 3 + NH NPb - Gugus-gugus yang bermuatan positif akan berikatan dengan gugus -NH - pada kitosan Gugus-gugus yang bermuatan negatif akan berikatan dengangugus -NH 3 + pada kitosan Gambar 20 Mekanisme pengikatan berbagai komponen pada gugus aktif.

74 55 Mekanisme tersebut yang menyebabkan komponen yang mempunyai ukuran sama dengan pori-pori kitosan dapat masuk ke dalam pori-pori kitosan dan terabsorbsi dengan cukup stabil di dalamnya selama kondisinya tetap. Tetapi apabila kondisi tersebut berubah maka komponen-komponen yang terabsorbsi dapat keluar lagi dari kitosan (terdesorbsi). Hal inilah yang dijadikan prinsip desorbsi yang menyebabkan kitosan yang sudah digunakan mengabsorbsi dapat didaur ulang dengan cara didesorbsi Karakteristik absorbsi logam berat Salah satu aplikasi yang potensial dari kitosan adalah kemampuannya dalam berikatan dengan logam berat, umumnya kitosan yang digunakan dalam mengadsobsi logam berat adalah kitosan bentuk gabungan atau campuran yang disebut komposit, krosling, kopolimer ataupun bead. Kitosan dicampurkan atau diikatkan dengan komponen lain sebagai suport, sehingga kemampuannya dalam mengikat/mengadsorbsi menjadi lebih tinggi. Kitosan krosling hasil reaksi dengan glutaraldehid, kitosan kopolimer hasil reaksi dengan EDTA dan kitosan butiran hasil pengikatan dengan selulosa atau poliuretan (Boddu et al. 2000). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kitosan dalam bentuk serpihan mampu berikatan dengan logam berat baik dalam keadaan cairan murni ataupun campuran. Perlakuan absorpsi kitosan terhadap 100 ppm larutan logam berat Cu 2+, Fe 2+, dan Pb 2+, dengan konsentrasi kitosan sekitar 0,05-0,5%, diperoleh hasil absorpsi yang cukup potensial dalam waktu absorpsi sekitar 30 menit dan apabila absorpsi dilakukan lebih lama, maka absorpsi akan lebih sempurna sampai ke tingkat maksimum. Dari masing-masing perlakuan dihasilkan absorpsi Fe 2+ ratarata 50,2% terbaik pada konsentrasi kitosan terendah 0,05%. Absorpsi Cu 2+ ratarata 47% terbaik pada konsentrasi 0,1%, Absorbsi logam Cu 2+ tersebut menunjukkan rata-rata nilai absorpsi dalam waktu 30 menit. Absorpsi tertinggi diperoleh pada penambahan kitosan 0.5% tetapi apabila waktu diperpanjang maka pada konsentrasi kitosan yang ditambahkan 0,1 % pun dapat mencapai absorpsi yang cukup tinggi. Absorbsi Pb 2+ yang optimum adalah 40%, terdapat pada perlakuan kitosan 0,1%. Logam berat Pb 2+ ini diduga merupakan cemaran paling tinggi bagi perairan tempat budi daya rumput laut, dengan demikian logam berat Pb 2+ dapat

75 56 mengkontaminasi rumput laut bahkan sampai ke produk akhirnya. Dengan memanfaatkan kitosan sebagai absorben pengotor pada ekstraksi rumput laut kiranya kontaminasi logam berat dapat dihindari dengan mudah. Hasil uji spektrometer serapan atom (AAS) terhadap absorbsi Cu 2+, Fe 2+, dan Pb 2+, oleh kitosandisajikan pada Tabel 11. Absorbsi Cu 2+, Fe 2+, dan Pb 2+, yang terdeteksi AAS yaitu Cu %, Fe % dan Pb 2+ 22%, dengan demikian 0,1 gr kitosan dapat mengabsorbsi 26 ppm Cu 2+, 32ppm Fe 2+, dan 22ppm Pb 2+, dari larutan masing masing 100 ppm. Kurva standar dapat dilihat pada Lampiran 8, 9 dan 10. Tabel 11 Hasil deteksi AAS pada logam terabsorbsi Logam AAS Cu 26 % Fe 32 % Pb 22 % Kemampuan kitosan dalam mengabsorsi logam tersebut berdasarkan kekuatan ion dari masing-masing logam, berat molekul serta besar kecilnya struktur molekul terabsorbsi (Bailey 1999). Semakin tinggi kekuatan ion logam, semakin cepat dan besar kapasitas pengikatannya. Begitu pula berat molekul dan besar kecilnya struktur ruang, semakin berat dengan struktur ruang besar (seperti karagenan) semakin sulit memasuki pori-pori kitosan (Falshave 2003). Kitosan dengan diameter pori-pori yang bervariasi, akan mempengaruhi kemampuan mengabsorsi molekul lain yang sesuai dengan pori-pori tersebut, oleh karena itu kristal kitosan yang digunakan sebagai absorben membutuhkan spesifikasi tertentu, terutama parameter derajat deasetilasi, diameter pori dan ukuran kristal. Semakin besar derajat deasetilasi semakin terbuka pori-pori, artinya tidak terhalangnya gugus nitrogen yang reaktif untuk berikatan dengan molekul lain yang bermuatan berlawanan, termasuk logam berat. Semakin kecil ukuran kristal kitosan semakin luas permukaannya berarti semakin luas pula kesempatan pengikatannya, walaupun umumnya kitosan yang digunakan sebagai absorben dilapiskan pada suatu suport, namun dalam penelitian ini kitosan yang digunakan sebagai absorben adalah dalam bentuk alaminya yaitu serpihan yang berukuran rata-rata 10 mesh, untuk memudahkan pemisahannya dalam pemurnian.

76 57 Dari hasil yang diperoleh terbukti bahwa kitosan dalam bentuk serpihan cukup baik (mampu) mengabsorbsi logam berat dalam larutan 100 ppm. Apabila dibandingkan dengan hasil yang diperoleh Boddu (1999), absorbsi logam berat dalam air limbah 1% yang menunjukkan absorbsi Fe 2+ mencapai 74%, Cu 2+ 35% dan Hg 2+ 81%, umumnya lebih tinggi dari hasil penelitian, tetapi Boddu menggunakan kitosan komposit. Hasil penelitian Alfian (2003) yang menggunakan kitosan serbuk dan larutan untuk penyerapan limbah Cu 2+ dan menunjukkan bahwa serbuk kitosan lebih baik mengabsorbsi Cu 2+ dari pada kitosan larutan. Hasil penelitian ini masih sangat kecil apabila dibandingkan dengan hasil Boddu dan Alfian tetapi dalam aplikasi selanjutnya penelitian ini menggunakan suhu proses yang tinggi yaitu 100 o C, yaitu pada proses ekstraksi agar dan karagenan. Pada suhu tinggi kitosan dapat meningkatkan kapasitas porinya sehingga kemampuan mengabsorbsinya jadi meningkat. Logam berat terikat pada gugus N yang reaktif dan juga kemungkinan pada gugus dari cabang yang lain, sehingga logam tersebut menjadi stabil di dalam kitosan. Semakin tinggi derajat deasetilasi semakin besar pori-pori kitosan tersebut dan semakin mudah komponen lain untuk berikatan dengan gugus N reaktif dari kitosan. Begitu pula dalam hal waktu, semakin panjang waktu kontak semakin banyak komponen yang terabsorpsi. Pada konsentrasi kitosan yang lebih besar diduga terjadi efek penyumbatan. Sehingga dibutuhkan waktu kontak yang lebih panjang serta perlu pengadukan, supaya energi Van Der Walls meningkat untuk mempercepat absobsi dan mengurangi efek fouling (penyumbatan). Dari hasil tersebut maka terpilih konsentrasi kitosan 0,1% yang lebih efisien dalam mengabsorpsi logam berat Karakteristik absorbsi ekstrak wortel Absorbsi pigmen yang dideteksi dilakukan pada ekstrak wortel yang terabsorpsi (30 menit) oleh kitosan setelah dilakukan desorbsi, pengukuran rendemen terabsorpsi dilakukan pada ekstrak wortel hasil desorbsi setelah mengalami evaporasi dan pengeringan. Absorbsi ekstrak worteldalam penelitian ini mewakili absorbsi pigmen yang terkandung dalam rumput laut. Pigmen dalam alga coklat terdiri dari beberapa jenis diantaranya klorofil, β karoten, fikoeritrin, fikosantin dan dapat juga fikosianin (Martin 2000), dengan konsentrasi yang

77 58 beragam. Pigmen dalam rumput laut agak sulit dipisahkannya tetapi dapat menimbulkan dampak kurang baik pada produk akhir terutama pada penyimpanan yang lebih panjang, yaitu menimbulkan warna kecoklatan atau kusam. Hasil disajikan pada Tabel 12 dan Gambar 21. Tabel 12 Absorbsi ekstrak wortel pada berbagai konsentrasi kitosan Konsentrasi kitosan Absorbansi Rata-rata Standar deviasi 0,1 0,0860 0,0861 0,0001 0,0862 0,2 0,9770 0,0972 0,0085 0,9650 0,3 0,1224 0,1224 0,0000 0,1224 0,4 0,1401 0,1402 0,0001 0,1403 0,5 0,1639 0,1642 0,0004 0,1645 Absorbsi Ekstrak Wortel ± ± ± ± ± Konsentrasi Kitosan (%) Gambar 21 Histogram absorbsi ekstrak wortel pada berbagai konsentrasi kitosan Gambar 21 menunjukkan nilai absorbsi ekstrak wortel oleh kitosan setelah mengalami desorbsi dengan pelarut aseton, untuk selanjutnya diplot ke kurva baku ekstrak wortel komersial. Hasil plot ke kurva baku diperoleh absorbsi rata rata pigmen ekstrak wortel adalah 50% untuk waktu absorbsi 30 menit. Gambar 22 menunjukkan absorpsi pigmen ekstrak wortel pada panjang gelombang 525 nm dan pewarna minuman pada panjang gelombang 425 nm semakin meningkat dengan meningkatnya perlakuan kitosan. Absorbsi ekstrak

78 59 wortel mencapai rata rata 50% setelah diekstrapolasi ke kurva baku (Lampiran 2) dan absorbsi pewarna minuman mencapai rata rata 55%, dalam waktu absorbsi 30 menit. Gambar 22 Histogram sisa absorbsi ekstrak wortel ( ) dan pewarna minuman ( ) Dari hasil tersebut diketahui bahwa absorbsi pigmen yang mewakili pigmen dari rumput laut cenderung hampir sama. Absorbsi suatu komponen dipengaruhi oleh ukuran partikel dan muatan ionik dari komponen tersebut serta porositas dan jarak antar polimer dari absorben (Knorr 1987), dengan demikian pigmen dalam rumput laut tersebut mempunyai sifat fisis dan kimiawi yang hampir bersamaan. Rendemen ekstrak wortel yang dihasilkan adalah 9,11 mg/0,1 gram kitosan, dengan kata lain dapat diperoleh sekitar 1 gram hasil absorbsi untuk setiap pemakaian 10 gram absorben (kitosan) Karakteristik absorbsi E. coli Bakteri E. coli yang mengandung enzim β galaktosidase dapat dideteksi keberadaannya melalui uji dengan ONPG (Orto Nitro Phenil Glukosida), yang akan menghasilkan warna kuning dari ONP (Orto Nitro Phenol) sebagai hasil reaksi dari enzim β galaktosidase dengan ONPG yang dapat dideteksi dengan spektrometer pada panjang gelombang 420 nm (Lapige et al. 1973, Maniatis et al. 1976).

79 60 Gambar 23 menunjukkan terjadinya absorbsi sel E. coli oleh kitosan. Perlakuan penambahan kitosan 0,05-0,5 % ke dalam hasil kultur E.coli dengan konsentrasi 0,2 gr sel per 10 ml dan waktu kontak 30 menit menunjukkan absorpsi sel yang meningkat sebesar 24% dari 62-86%, dengan semakin tingginya konsentrasi kitosan yang ditambahkan semakin tinggi pula absorpsi yang terjadi dengan rata-rata mencapai 75%. Gambar 23 Histogram absorbsi E. coli oleh kitosan Berdasarkan kurva standar (Lampiran 11) yang diplot antara absorban dengan konsetrasi biomasa E. coli menunjukkan bahwa walaupun nilai absorpsi E. coli yang paling tinggi terjadi pada konsentrasi kitosan 0,5% dan terendah pada konsentrasi kitosan 0,05% tetapi perlakuan kitosan 0,05% sebenarnya paling tinggi daya absorbsinya terhadap sel E.coli, hal tersebut disebabkan adanya effek kepekatan, semakin tinggi kepekatan absorben dalam larutan semakin terbatas gerak molekul dalam larutan, akibatnya semakin rendah kemampuan molekul memasuki absorben (difusi eksternal), begitu juga difusi antar partikelnya menjadi melemah. Dari hasil absorbsi E.coli yang diperoleh, maka untuk efisiensi dapat dipilih konsentrasi kitosan terbaik dalam mengabsorbsi E.coli adalah 0,05%. 4.3 Aplikasi Absorben Kitosan dalam Pemurnian Agar-Agar Aplikasi absorbsi dalam pemurnian agar dari jenis rumput laut Gracillaria, menghasilkan agar-agar, dengan karakteristik hampir mendekati kontrol (agar bakto). Hasil penelitian dapat ditingkatkan sebagai penyediaan agar-agar untuk media kultur mikroorganisme atau media kultur jaringan yang sampai saat ini

80 61 pengadaan agar bakto tersebut hampir 100% diperoleh dari produk import. Karakteristik fisika kimia agar bakto sebagai pembanding disajikan pada Tabel 13, dan karakteristik fisika kimia agar yang dihasilkan melalui perlakuan absorbsi pengotor oleh kitosan disajikan pada Tabel 14. Tabel 13 Karakteristik mutu agar bakto (pembanding) No Parameter Kadar 1 Sulfat (%) 0,35 2 Viskositas (cps) 12,5 3 Kekuatan gel (gforce) 350,15 4 TPC (CFU) 2,04x Protein (%) 1,5 6 Air (%) 16,9 7 Abu (%) 3,11 8 Lemak (%) - 9 KH (%) - Karakteristik mutu agar-agar yang dihasilkan meliputi kadar sulfat 0,15% s/d 0,28% (bakto 0,35%), viscositas 9,1cPs s/d 12,5cPs (bakto 17,5cPs), nilai TPC 1,25x10 2 CFU (bakto 2,04x10 2 CFU), kekuatan gel 261,26 gf s/d 297,8 gf dengan kadar air 20,9% s/d 23,9% lebih besar dari agar bakto 16,9%. Karakteristik fisik agar yang dihasilkan umumnya masih dibawah agar bakto (difco). Hal tersebut disebabkan karena kadar air yang masih tinggi. Parameter kadar air masih perlu ditekan lebih rendah misalnya dengan metode pengeringan yang lebih baik untuk mencapai kadar air yang sesuai dengan kadar air agar bakto, selain itu pengeringan yang baik dapat menjaga sterilitas produk agar yang dihasilkan. Pertumbuhan CFU melalui uji TPC pada perlakuan kitosan 0,1% diperoleh nilai TPC 1,25x10 2 CFU, perlakuan lainnya negatif, sedangkan nilai

81 62 Tabel 14 Karakteristik mutu agar-agar hasil absorbsi kitosan No Keterangan Rendemen (%) Sulfat (%) Viskositas (cps) Kekuatan gel (gforce) TPC (CFU) Protein (%) Air (%) Abu (%) Lemak (%) KH (%) 1 Kitosan ,59x ,5 0,2-3 Kontrol agar 4 Kitosan 0,1% 26,07±0,21 0,61±0,14 12,5±0,57 291,02±1,24 3,38x10 2 1,9± ,70±0,54 6,90±0,04 0,12±0,01 79,32± ,04±0,06 0,28±0,014 10,8±0,42 275,18±0,11 1,25x10 2 1,4± ,05±0,47 5,05±0,23 0,15±0,01 72,25± ,5% 25,00±0,28 0,18±0,014 10,0±0,28 261,26±1,00-1,41± ,79±0,96 4,25±0,28 0,13±0,00 71,46± ,0% 25,10±0,54 0,15±0,10 8,9±0,42 287,62±4,74-1,24± ,94±1,26 4,42±0,007 0,09±0,00 69,37± ,5% 23,31±1,27 0,16±0,014 8,5±0,78 297,78±3,18-1,25± ,17±0,49 4,35±0,08 0,10±0,00 71,15± ,0% 23,02±0,03 0,15±0,010 9,1±0,14 279,02±0,71-1,32± ,85±0,31 4,02±0,21 0,11±0,00 72,57±1.85

82 63 TPC agar bakto 2,04x10 2 CFU, dengan demikian perlakuan 0,1% kitosan sudah cukup baik digunakan sebagai absorben. Begitu juga nilai sulfatnya yang lebih rendah dari agar bakto yaitu 0,28% untuk perlakuan kitosan 0,1%. Kadar sulfat sangat menentukan warna, bau dan keasaman produk (Falshave et al. 2003) Kadar sulfat agar Sulfat dalam rumput laut adalah komponen yang berperan dalam pembentukan flavor, pigmen dan garam-garam mineral. Umumnya kadar sulfat rumput laut mencapai 40%, tetapi dalam pengadaan komponen primer rumput laut (agar dan karagenan), kadar sulfat tersebut harus diturunkan sedemikian rupa sesuai dengan standar yang diizinkan yaitu sekitar 15%, supaya kualitas prodak menjadi baik dan lebih tahan lama. Kadar sulfat agar-agar hasil perlakuan absorbsi dengan kitosan disajikan pada Gambar 24, yang menunjukkan nilai yang bervariasi, mulai dari 0,15% sampai 0,28%. Kadar sulfat tersebut lebih rendah dari agar tanpa perlakuan (0,61% ), juga lebih rendah dari agar bakto sebagai pembanding (0,35%) ±0.01 Kadar Sulfat Agar ± ± ± ± ± Kontrol agar Konsentrasi Kitosan (% ) Gambar 24 Histogram kadar sulfat agar-agar dengan perlakuan kitosan. Penurunan kadar sulfat agar-agar akibat perlakuan kitosan adalah sekitar 33% (dibandingkan dengan tanpa perlakuan kitosan), hal tersebut menunjukkan bahwa kitosan cukup aktif mengabsorbsi komponen sulfat saat ekstraksi. Kadar

83 64 sulfat kontrol yang cukup rendah (0.61 %) dibandingkan dengan kadar sulfat rumput laut (30%-40%) adalah merupakan kadar sulfat bahan baku hasil treatment, yang sudah menunjukkan penurunan kadar yang sangat besar. Hasil perlakuan alkalin menunjukkan keberhasilan eliminasi komponen sulfat yang cukup signifikan, sampai mencapai kadar yang harus dipenuhi oleh agar media Nilai viskositas agar Viskositas adalah kekentalan dari suatu cairan, semakin tinggi nilai viskositas semakin kental cairan tersebut. Rumput laut (Agar dan karagenan) pada umumnya bersifat hidrokoloid yang mempunyai sifat viscous, semakin tinggi viskositas agar dan karagenan semakin efisien kegunaanya apabila diaplikasikan sebagai pengental. Gambar 25 menunjukkan nilai viskositas agar-agar yang termasuk rendah. Hal ini diduga akibat absorbsi komponen sakarida pendek bermuatan yang sinergis dengan agar-agar (silosa, fukosa dan lain lain) (Alexander 1993) yang menimbulkan agar-agar dalam bentuk larutan netral kurang bermuatan, sehingga tarik menarik antar ionnya jadi lemah, serta berpengaruh pada ukuran polimernya yang lebih pendek yang akhirnya viskositas menjadi lebih kecil, untuk meningkatkan viskositas agar-agar tersebut, pada penggunaannya konsentrasi dinaikkan supaya tidak encer. Nilai Viskositas Agar (cps) ±0. Kontrol agar 10.8± ±0. 8.9± ±0. 9.1± Konsentrasi Kitosan (% ) Gambar 25 Histogram nilai viskositas agar-agar dengan perlakuan kitosan

84 Nilai TPC agar Total Plate Count atau angka lempeng total, merupakan jumlah keberadaan mikroorganisme secara total dalam suatu sapel, terdiri dari bakteri, kapang/jamur dan kamir, dapat menentukan/indikasi kebusukan atau kerusakan suatu bahan. (%) Gambar 26 Histogram nilai TPC agar-agar dengan perlakuan kitosan Gambar 26 menunjukkan bahwa analisis TPC pada perlakuan kitosan 0,1% adalah 1,25x10 2 CFU lebih kecil dari nilai TPC bakto agar (2,04x10 2 CFU), konsentrasi kitosan > 0.1 % menunjukkan nilai TPC yang tidak terdeteksi. Perlakuan kitosan 0,1 % sudah memenuhi ketentuan nilai TPC pada suatu media yang merupakan parameter terpenting yang harus dipenuhi dan harus sesuai standar. Dalam penelitian ini nilai TPC agar sudah mendekati nilai standar (bakto agar) bahkan cenderung lebih kecil, hal ini diduga agar media yang dihasilkan mempunyai tekstur dan kerapatan yang sudah memenuhi syarat sebagai media pertumbuhan mikroorganisme Nilai kekuatan gelagar Nilai kekuatan gel berhubungan erat dengan kualitas dari suatu bahan seperti agar, karagenan dan lain-lain. Tingginya nilai kekuatan gel menunjukkan kualitas yang baik dari suatu produk yang membutuhkan kekenyalan yang cukup tinggi dan porositas yang sesuai untuk keperluan tertentu. Pada agar media dibutuhkan kekuatan gel dan porositas yang sesuai untuk pertumbuhan bakteri ataupun kultur tanaman. Analisis kekuatan gel pada agar hasil penelitian (Gambar 27), menunjukkan bahwa perlakuan absorpsi kitosan menghasilkan kekuatan gel

85 66 rata-rata 80 gf, begitu juga bila dibandingkan dengan standar bakto agar, kontrol, dan yang tanpa perlakuan kitosan,sehingga perlakuan 0,1% kitosan dapat dipilih sebagai perlakuan yang paling efisien untuk diaplikasikan sebagai agar media ± ± ± ± ± ± Kontrol Konsentrasi Kitosan (%) Gambar 27 Histogram kekuatan gel agar-agar dengan perlakuan kitosan Kekuatan gel dari suatu agar media dipengaruhi oleh besar kecilnya polimer agar penyusun media tersebut serta kemurniannya. Hal ini berarti kerapatan dan kemurnian agar hasil penelitian sudah setara dengan agar bakto sebagai standar. Apabila dibandingkan secara visual, agar hasil perlakuan kitosan 0,1% sedikit lebih rendah dari standar. Hal tersebut dapat diperbaiki dengan meningkatkan konsentrasi agar Kadar garam agar Kadar garam agar-agar yang mengalami perlakuan kitosan, menunjukkan nilai yang hampir sama antar perlakuannya dan apabila dibandingkan dengan standar sudah memenuhi ketentuan standar. Apabila dibandingkan dengan kontrol, perlakuan kitosan dapat dikatakan mampu menurunkan kadar garam dari 0,064% menjadi 0,021%. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam pemurnian agar-agar, kitosan mempunyai kemampuan mengabsorbsi komponen garam selama ekstraksi dengan kapasitas absorpsi garam mencapai 50%, karena itu kitosan sangat mungkin digunakan dalam pemurnian komponen primer rumput

86 67 laut untuk mereduksi garam, dengan asumsi bahwa molekul-molekul garam mempunyai kecocokan muatan dan ukuran dengan pori-pori kitosan Nilai proksimat agar Nilai proksimat agar hasil penelitian (Gambar 28) hampir sama dengan agar bakto di semua parameter uji (Tabel 13) kecuali kadar air yang sedikit lebih tinggi, karena waktu dan metode pengeringannya yang berbeda. Kadar air yang tinggi akan berhubungan erat dengan viskositas medium, yaitu akan menyebabkan viskositas menjadi lebih rendahpada konsentrasi media yang sama dengan kadar air yang lebih rendah. Perbaikan metode ekstraksi (menambah waktu absorbsi pengotor oleh kitosan) dan waktu pengeringan produk agar, akan diperoleh mutu agar yang lebih baik dengan viskositas yang lebih tepat untuk aplikasinya. Sementara metode produksi agar yang sudah ada memerlukan biaya yang lebih besar dan lebih rumit akibat penggunaan bahan kimia pada tahap ekstraksi dan tahap koagulasi. Gambar 28 Histogram proksimat agar-agar dengan perlakuan kitosan. 4.4 Aplikasi Absorben Kitosan dalam Pemurnian Karagenan Aplikasi absorbsi pada ekstraksi karagenan menghasilkan karagenan non kimiawi yang dapat diaplikasikan untuk produk organik. Karagenan yang dihasilkan dikarakterisasi mutu fisikokimia dan gugus fungsinya yang meliputi nilai proksimat, kekuatan gel, viskositas, gugus fungsi dan karakteristik komponen unhidrogalaktosa.

87 Hasil analisis fisikokimia karagenan Analisis fisikokimia karagenan yang dihasilkan meliputi: analisis fisika yaitu viskositas dan kekuatan gel serta analisis kimia yang meliputi kadar sulfat, kadar air, kadar protein, kadar abu, dan kadar lemak seperti yang disajikan pada Tabel 15, selain itu dilakukan analisis: gugus fungsi dengan FTIR, komponen utama karagenan yaitu galaktosa dan anhidro galaktosa dengan HPLC, serta morfologi permukaan kitosan yang dilapisi karagenan (sesudah ekstraksi) dengan SEM. 1) Kadar sulfat karagenan. Komponen sulfat dalam rumput laut terdapat dalam tiga bentuk, yaitu bentuk garam sulfat, komponen flavor dan bagian dari struktur karagenan (Martin 2000). Komponen sulfat ini bersenyawa membentuk komponen dimetil sulfat (DMS) dan trimetilsulfat (TMS) sebagai flavor rumput laut serta garam-garam Ca, K dan Mg-Sulfat. Dalam pemurnian komponen primer rumput laut, komponen sulfat ini harus direduksi sesuai standar komersil (15%-25%). Adapun dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh adanya sulfat berlebih, biasanya dalam penyimpanan dapat menimbulkan keasaman, warna yang semakin terlihat kecoklatan akibat dari terjadinya oksida sulfur serta bau dari terbentuknya hidrogen sulfida. Hasil perlakuan kitosan terhadap kadar sulfat disajikan pada Gambar 29 Kadar SUlfat Karagenan (% ± ± ± ± ± ± Konsentrasi Kitosan (% ) Gambar 29 Histogram kadar sulfat karagenan dengan perlakuan kitosan.

88 Tabel 15 Karakteristik mutu karagenan hasil absorbsi kitosan No Keterangan Rendemen (%) Kadar Sulfat (%) Viskositas (cps) Kekuatan gel (gf) Kadar Air (%) Kadar Protein (%) Kadar Abu (%) Kadar Lemak (%) Kadar Karbohidrat (%) 1 Euchema 18 2 Kontrol 26,22±1,20 15,08±0,84 35,01±3,20 61± ,8±0,42 3,20±0,11 12,52±1,13 1,20± ,40± Kitosan 0,1% 25,00±0,86 13,58±0,82 25,00±1,57 82± ,91±0,16 1,61± ,11±0,01 0,51± ,98± ,5% 25,67±1,49 13,05±0,07 27,8±1,13 87± ,00±0,28 1,54± ,24±1,16 0,47± ,99± ,0% 25,50±1,77 13,02±0,64 24,55±0,38 89± ,00±0,85 0,80± ,00±0,34 0,41± ,59± ,5% 25,15±1,47 12,52±0,42 22,61±0,71 90± ,00±1,41 1,10±0.01 9,60±0,51 0,42± ,08± ,0% 25,48±0,66 12,24±0,18 22,02±1,41 92± ,00±00,3 1,00±0.01 9,31±0,40 0,40± ,10±

89 70 Gambar 29 menunjukkan kadar sulfat karagenan adalah 12,24%-13,06% sudah memenuhi standar yang ditentukan yaitu 15%. Kadar sulfat terbaik pada perlakuan kitosan 0,2% tetapi perlakuan kitosan 0,1% pun tidak berbeda jauh. Untuk memenuhi efisiensinya, sebaiknya perlakuan kitosan 0,1% yang perlu diaplikasikan. Kadar sulfat dari karagenan tersebut masih dapat diturunkan dengan perlakuan pretreatment yang optimal, supaya karagenan yang dihasilkan dapat lebih tahan lama dalam penyimpanan dengan kualitas yang tidak berubah. 1) Nilai viskositas karagenan Hasil perlakuan kitosan terhadap viskositas karagenan disajikan pada Gambar 30 yang menunjukkan viskositas karagenan antara 21 cps sampai dengan 32 cps, sementara kontrol mempunyai viskositas 28 cps. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlakuan kitosan hanya berpengaruh sedikit terhadap viskositas karagenan yang dihasilkan, apabila dibandingkan antara perlakuan 0,1% dengan kontrol terdapat penurunan viskositas karagenan sekitar 14%. Viskositas Karagenan (cps) ± ± ± ± ± ± Konsentrasi Kitosan (% ) Gambar 30 Histogram viskositas karagenan dengan perlakuan kitosan. 2) Nilai kekuatan gel karagenan Gambar 31 menunjukkan kekuatan gel rata-rata hasil perlakuan tidak berbeda. Hasil tersebut menunjukkan proses ekstraksi dengan perlakuan kitosan masih harus dimodifikasi untuk meningkatkan kekuatan gel yang lebih baik.

90 71 Gel Strength Karagenan (gf/cm 2 ) ± ± ± ± ± ± Konsentrasi Kitosan (%) Gambar 31 Histogram kekuatan gel karagenan dengan perlakuan kitosan Penambahan bahan kimia tertentu dapat meningkatkan kekuatan gel, tetapi dalam penelitian ini, diupayakan proses yang tidak menggunakan bahan kimia, sehingga untuk meningkatkan kekuatan gel dibutuhkan cara ekstraksi yang lebih optimum (diulang pada residu), dengan waktu absorbsi oleh kitosan diperpanjang dan metode filtrasi dengan filter yang lebih halus supaya hanya zat pengotor yang akan lolos. Proses ekstraksi dilakukan pada suhu 80 0 C supaya polimer yang terbentuk lebih panjang. 3) Nilai ph Karagenan Peranan ph dalam menentukan mutu suatu produk akan berpengaruh pada standar keamanan produk, khususnya pada penggunaannya dalam pangan. Nilai ph karagenan pada berbagai konsentrasi kitosan disajikan pada Gambar 32. Nilai ph netral karagenan yang dihasilkan diakibatkan oleh prosesnya tanpa perlakuan bahan kimia apapun, sehingga karagenan yang dihasilkan dapat dimanfaatkan dalam berbagai produk yang membutuhkan berbagai macam kekuatan gel, tinggal dimodifikasi dengan bahan penguat gel seperti KCl atau STPP dan lain lain. Karagenan yang paling aman untuk makanan khususnya sebagai suplemen serat adalah karagenan yang diproduksi tanpa bahan kimia. 4) Nilai proksimat karagenan Gambar 33 menunjukkan hampir semua parameter uji mempunyai nilai yang sesuai dengan standar, kecuali kadar air yang masih tinggi. Kadar air dipengaruhi oleh kemurnian, metode dan waktu proses pengeringan. Tingginya kadar air karagenan yang dihasilkan disebabkan oleh cara pengeringan yang

91 72 kurang efisien yaitu menggunakan oven biasa yang sebaiknya dengan oven blower. Gambar 32 Histogram nilai ph karagenan dengan perlakuan kitosan Komponen lemak dan protein dalam karagenan sudah cukup rendah, hal ini dapat merupakan jaminan dalam mempertahankan keawetan produk. Kerusakan protein dan lemak dapat berlangsung lebih cepat dan akan menurunkan mutu produk dari segi warna dan bau. Gambar 33 Histogram nilai proksimat karagenan dengan perlakuan kitosan Hasil analisis FTIR karagenan Analisis FTIR pada karagenan hasil perlakuan menunjukkan terdeteksinya gugus gugus fungsi dan dibandingkan dengan standar disajikan pada Tabel 16.

92 73 Hasil analisis FTIR pada ekstrak karagenan yang mengalami perlakuan penambahan kitosan menunjukkan gugus fungsi yang terdeteksi mempunyai bilangan gelombang yang sama dengan pembanding (Falshave et al. 2003) dengan tinggi puncak yang bervariasi (Lampiran 12). Terdapat tujuh (7) gugus fungsi yang terdiri dari: gugus O H pada 3450 cm -1, gugus CH pada 2920 cm -1, gugus amida pada 1650 cm -1, gugus sulfat ester pada 1350 cm -1, sedangkan pada pembanding gugus sulfat ester ini terdeteksi pada bilangan gelombang 1200 cm -1. Ikatan glikosidik C-C, C-C-O, C-OH dan C=O terdeteksi pada bilangan gel 1150 cm -1, gugus 3 6 anhidro galaktan pada 930 cm -1, sedangkan gugus ester sulfat posisi C2 terdeteksi pada bilangan gelombang 830 cm -1, dengan demikian perlakuan kitosan mampu mengeliminir komponen-komponen lain sebagai pengotor, sehingga gugus fungsi yang terdeteksi merupakan gugus galaktosa sulfat. Spektrum FTIR ekstrak karagenan hasil absorbsi kitosan disajikan pada Gambar 34. Tabel 16 Karakteristik gugus fungsi ekstrak karagenan hasil deteksi FTIR No Gugus Fungsi Karagenan Karagenan Fernandez hasil (cm -1 ) standar (cm -1 ) (cm -1 ) 1 OH stretching ,1 2 CH stretching Amide ,7 4 Sulfat ester ,7 5 ikatan Glikosidik , anhidro galaktan ,2 7 C4-O-S dalam galaktan ,7 8 C2 O S dalam galaktan anhidro D gal 2sulfat ,3 10 O-S-O ,5 Gugus sulfat seharusnya terdeteksi pada bilangan gelombang 1200 cm -1 (Fernandez et al. 2007). Sedangkan pada hasil perlakuan terdeteksi pada bilangan gelombang 1350 cm -1 perubahan ini disebabkan ester sulfat pada karagenan hasil

93 74 Gambar 34 Spektrum FTIR ekstrak karagenan hasil absorbsi kitosan Keterangan: Histogram berwarna merah adalah perlakuan terbaik (0,1%) ditunjukkan oleh puncak d-galaktosa tertinggi. penelitian sudah berkurang (tinggal sedikit), dan ester sulfat tersebut hanya ada pada galaktan dengan posisi C nomer 2, tidak ada pada galaktan dengan posisi C nomer 4. Hal tersebut ditunjang dengan rendahnya kadar sulfat karagenan hasil perlakuan absorbsi oleh kitosan Hasil analisis HPLC karagenan HPLC dapat mendeteksi komponen dalam ekstrak rumput laut diantaranya ialah komponen primer (d-galaktosa sulfat dan an-hidrogalaktosa) serta komponen sekundernya yaitu gugus sakarida rantai pendek (glukosa, fruktosa, silosa, arabinosa, dan manitol) (Lampiran 13). Kromatogram HPLC karagenan hasil absorbsi kitosan disajikan pada Gambar 35. Hasil deteksi HPLC pada ekstrak karagenan dengan perlakuan kitosan sebagai absorben pengotor (Gambar 35) menunjukkan sejumlah puncak yang beragam tingginya pada rentang waktu antara menit yang menunjukkan keragaman komponen sekunder dari ekstrak (sakarida pendek), dan antara menit yang menunjukkan puncak dari komponen primer yaitu galaktosa khususnya d-galaktosa (Navarro 2003).

94 75 Gambar 35 Kromatogram HPLC karagenan hasil absorbsi kitosan Keterangan: Puncak-puncak berwarna merah menunjukkan komponen sakarida (glukosa, manosa, silosa, arabinosa, inositol, dan lain-lain) yang masih tinggi. Perlakuan kitosan 0,1% menunjukkan d-galaktosa yang lebih bersih dari koponen sakarida maka kitosan 0,1% terpilih sebagai perlakuan terbaik. Pengaruh penggunaan kitosan sebagai absorben menunjukkan, bahwa perlakuan kitosan 0,1% menghasilkan puncak yang paling bersih dibandingkan dengan yang lain, hal ini memberikan gambaran bahwa perlakuan kitosan 0,1% dapat diaplikasikan dalam ekstraksi karagenan karena menghasilkan lebih dominan komponen galaktosa sulfat. Dengan demikian pemanfaatan kitosan sebagai absorben dapat dikembangkan lebih luas baik pada suhu kamar, ataupun pada suhu tinggi, termasuk metode produksinya yang lebih ramah lingkungan, misalnya berkurangnya penggunaan bahan kimia dalam proses, dan dapat memanfaatkan limbah proses untuk pupuk, serat atau bahan bioetanol, bahkan dapat mengembangkan proses dengan sistem Zero Waste (Lampiran 14) Hasil analisis SEM pada kitosan setelah ekstraksi. Kitosan sebagai absorben yang ditambahkan saat ekstraksi akan mengalami absorbsi komponen sampai ke dalam ataupun hanya pada permukaan saja. Terbukti dari hasil SEM pada kitosan sesudah ekstraksi (Gambar 36 B) dibandingkan dengan sebelum ekstraksi (Gambar 36 A), terjadi perbedaan morfologi permukaan yang berpori sebelum ekstraksi dan pori pori jadi tertutup setelah ekstraksi, yang artinya terjadi adsorbsi karagenan secara merata pada permukaan kitosan. Hal tersebut menunjukkan adanya efek fouling, yang akan segera terjadi apabila terjadi penurunan temperatur ekstraksi, oleh karena itu

95 76 penggunaan kitosan sebagai absorben sangat cocok pada proses dengan suhu tinggi diantaranya pada saat ekstraksi karagenan dan ekstraksi agar. A B Gambar 36 Hasil analisis SEM pada kitosan (A) sebelum digunakan dalam ekstraksi dan (B) sesudah ekstraksi. Gambar 36 menunjukkan morfologi permukaan kitosan sebelum ekstraksi (A) yang terlihat dengan jelas pori-porinya pada perbesaran 25 kv, sedangkan (B) adalah gambaran permukaan kitosan setelah digunakan dalam ekstraksi yang menunjukkan terjadinya adsorbsi karagenan pada permukaan kitosan sampai membentuk lapisan yang homogen sehingga menutupi pori pori kitosan.

96 77 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kitosan serpihan mempunyai bentuk matriks dengan pori porinya yang cukup banyak serta bermuatan negatif dari gugus OH - dan NH - yang reaktif. Produksi kitosan terbaik pada kondisi NaOH 6 N dengan waktu proses 2 jam. Diameter pori kitosan bervariasi dari 37,30 Å sampai 18022,0 Å dengan volume absorbsi 2,305 cc/g - 2,158 cc/g, yang dapat mengembang dalam air pada suhu 90 O C. Kitosan dengan derajat deasetilasi semakin tinggi, semakin baik dapat menyerap komponen seperti logam berat, pigmen, bakteri, yang dalam hal ini optimum pada kitosan dengan derajat deasetilasi 90%. Kitosan mampu mengabsorbsi logam Cu 2+, Fe 2+, Pb 2+ masing masing sebesar 26%, 32% dan 22% dari larutan 100 ppm, pigmen ekstrak wortel 50%, dan E.coli 75% dari 0,2 g biomass. Hasil terbaik diperoleh pada perlakuan perlakuan kitosan 0,1%. Kitosan yang ditambahkan pada proses ekstraksi agar-agar menghasilkan rendemen 13,5% agar-agar dengan viskositas 9,1 cps-12,5 cps, kadar sulfat 1,5%- 0,28% dan nilai TPC 1,25x10 2 CFU. Ekstraksi karagenan dengan kitosan sebagai absorben menghasilkan rendemen 25% dengan kadar sulfat 13,50% dan kekuatan gel 225 gf. Hasil deteksi HPLC dan FTIR menunjukkan komposisi karagenan lebih bersih dari pengotor pada perlakuan kitosan 0,1%. Hasil SEM pada absorben setelah ekstraksi menunjukkan morfologi permukaan kitosan yang dilapisi karagenan secara merata. 5.2 Saran 1) Kitosan serpihan sebagai absorben lebih baik digunakan dengan ukuran 10 mesh. Daur ulang dapat dilakukan dengan pencucian 90 O C dengan air atau dengan larutan asam klorida encer. 2) Perlu dilakukan penelitian aplikasi kitosan sebagai absorben pengotor pada bahan alam lainnya. 3) Proses ekstraksi dengan kitosan sebagai absorben perlu diuji coba pada skala yang lebih besar.

97 78

98 79 DAFTAR PUSTAKA Alfian Z Study Perbandingan Penggunan Kitosan Sebagai Adsorben dalam Analisis Logam Tembaga dengan Metoda Pelarutan dan Perendaman. Jurnal Sains Kimia Universitas Medan1 (7): Alexander RR, and Griffiths JM Basic Biochemical Methods. New York, Second Ed. A John Wiley and Sons Inc. p Anderson CG, NDe Pablo, Remo CR Antartic Krill (Eupaushio Superba) as a Sourse of Chitin and Chitosan Proceeding of The First International Conference Chitin/ Chitosan Editor R.A.A. Muzzarelly and E.R. Parises MIT. Sea Grant Programme Gambridge. p Anggadiredja TJ, Zatnika A, Heri P, Istiani S Rumput Laut. Jakarta. Penebar Swadaya. p AOAC Official Methode of Analysis of Analytical Chemist. AOAC International. UK. Editor Cunniff PA. Elsevier Science Ltd.p AOAC Official Methode of Analysis of Analytical Chemist. Virginia.14 th AOAC.Int, Arlington. p Arai K, Numaki T,Fujitti T Toxicity of Chitosan. Bulletin of Tokai Regional Fisheries Research Laboratory. 56: Armisen R, and Galatas F Agar in Hand Book of Hydrocolloid. Phillip GO William P A. Ed. England. Woodhead Publishing Ltd. p Bailey SE, Olin TJ, Bricka RM, Adrian DD Review of Potentially Low Cost Sorbents for Heavy Metals.Water Res11 (33): Boddu VM, and Smith ED A Composite Chitosan Biosorbent for Adsorption of Heavymetal from Waste Waters. Champaign. US Army Eng Research and Development Center. p Boshi QH, Y Tim Xy Dong, Bay S, Sin Y Chitosan coated silica bead as immobilized metes affinity support for protein absorption. Biochem Eng J 3 (16) : BoughtWA Coagulation with chitosan an aid tor ecovery of by product fro egg breaking waste.poultrysci54 : BoughtWA Chitosan a Polymer From Seafood Waste for Use in Treatment of Food Processing Waste and Activated Sludge InProceeding Biochemistry 11. p Brezki MM Chitin dan Chitosan, puting waste to good use. Infofish.com. 5. p Chandeckrachang S, Chinandit U, Chandayot P, Supasiri P Prototable spin offs from shrimp seaweed policulture. Infofish. 6. p Chapman VJ Agar-agar. In Seaweed and their Uses. London Methuen Co Ltd. p

99 80 Darbon P, and Vincent C Marine Biotechnology.Biofutur J of Eur Biotechnol France. France.p Departemen Kelautan dan Perikanan Data Perkembangan Ekspor Rumput Laut Indonesia. Ditjen Perikanan Pemanfaatan Kepala dan Kulit Udang sebagai Sumber Khitin. Jakarta. Buletin Warta Mina. Edisi Agustus Doffner K Ion Exchange.Water de Greyter Berlatin. New York. p Domard A Physicochemical Properties of Chitinous Material. Adv in Chitosan Sci Taiwan. National Taiwan Ocean Univ. Vol 3. p Domsay TM, and Robert Evaluation of Infra Red Spectroscopic Techniques for Analyzing Chitosan. Macromol Chem 186: Draget KI, Skjak BR, and Smidsrod G Alginic acid gels.. The Effect of Alginate Chemical Composition and Molecular Weight. Carbohydrate Polymer. Norwegian. p FalshaveR, Bixter HJ, and Johndoo K Structure and Performance of Comercial κ, ί Karageenan Extract. J Food Hydrocolloid 17: Fernandez JP, Vazquez JAR, Tojo E, Andrade JM Quantitation of κ.ί and λ-carrageenans by mid-infrared spectroscopy and PLS regression.anal Chim Acta. Elsevier 480: Filler IR, and Wirick BG Bulk Solution Properties of Chitosan. Macsachusett Institute of Technology. Cambridge.Proceeding 1 st International Conference on Chitin Chitosan. p Fujita T, Tokunaga J, Hajime I Atlas of Scanning Electron Microcoopy. Amsterdam. Elsevier Pbl Co. p Glicksman M Food Hydrocolloid. Florida. CRS Press Inc, Boca Raton. Vol 3. p Guibal E, Milot C, Roussy J Chitosan Gel Beads for Metal Ion Recovery. Chitin Handbook. Muzarelli. European Chitin Sosiety. p Herwanto B dan Santoso E Adsorpsi ion logam PB II pada Membran Selulosa Kitosan Perekat Silang. Akta Kimia Indonesia, Surabaya. Vol 2. No Higuera CI, Fetro L,Valenzuela FN, Goyeroles W, Morel A Microencapsulation of Astaxantine In Chitosan Matrix In Carbohydrate Polymers. Elsevier. Ltd. Mexico. Hirano S Productionand Application of Chitin and Chitosan in Japan. In Chitin and Chitosan Chemistry, Biochemistry, Physical Properties and Application. New York. Sanford Ed. Elsevier Science Publ. Co. Inc. p Hong KN, Meyer SP, Lee KS Isolation and Caracterization of Chitin from Crowfish Sheel Waste. J Agr Food Chem 23: Holme DJ, and Peck H Analytical Biochemistry. England. Second Edition. Longman Scientifik and Technology. p

100 81 Irianto EH dan Chasanah E Potensi, Peluang dan Tantangan Pemanfaan Biomaterial Kitosan di Indonesia. Pross Seminar Nano Technology BPPT Jakarta IzumiK Chemical Heterogeneity of the Agar from Gracillaria Verrucosa. J Biochem 72: Jansen JC Cristal Growth and the Structure on an Atomic Scale. (dissertation) TUD Tech Univ Delf. JohnsonEL and Peniston Q Utilization of Shellfish Wastes for Production of Chitin and Chitosan Production. Chemistry and Biochemistry of marine and food product. The AVI Publishing Co., West Port, Connecticut. p Kawamura M, Mitsuhashi H, Tanibe H, Yoshi Adsorbstion of metal ion on polyaminated highly porous chelating resin. Ind Eng Chem Res 32: KimTY, and Cho SY Adsorpsi rquilibria of reactive ye onto highly polyaminatid porous chitosan bead. Korean J Chem Eng 22 (5) : Knorr D Functional Properties Chitin and Chitosan. J Food Sci 47: KnorrD Use of Chitinous Polimery in Food. Food Tecknol 38 (1): 85-97p. Kumar RMNV Chitin and Chitosan Fibries an Overview on Chitin and Chitosan application. React Funct Polym Kumar RMNV. Pradiv Kumar Dutta and S. Nakamura Methods Of Metal Capture From Wastewater In Advances In Wastewater Technology. Global Science Publication. p Liang S, Leu L, Huang Q, Yan KL Preparation of Single or Double- Network Chitosan / Poly Unit Alcohol Gel Film s Throngh Selectively Cross Lingking Method, JCarbohyd Polym. Elsevier. 77: LiuJ Preparation and Characteritation of Chitosan/CuII. Affnity Membrane for Urea Adsorption. J Appl Poly Sci 90 : Maniatis T, Jeffrey A and Kleid DG Nucleotide Sequence of the Rightward Operation of Phage. Proc Nat Acad Sci. USA. 72 (3): Martin RE, Carter EP, Flick G J, Jr, Davis LM Marine and fresh Water Product Handbooks. USA. Technomic Publ Co. p Masri MS, Reuter F, Wand, Friedman M Binding of the Metal Oxalat Complexes. Chem Rev. p Matshuhashi T Acid Pretreatment of Agarophites Provides Improvement in agar Extraction. J Food Sci42 (5) : MohammedR, KasuaiG, CharlaetP, Paquin Fragmentation of Chitosan by Microfluidization Process. J Carbohyd Polym 4: Mulyono HAM Membuat Reagen Kimia di laboratorium. Jakarta. PT. Bumi Aksara. p Muzarelli RAA Chitin In Nature and Technology. Plenum Press. New York.

101 82 Muzarelli RAA and Chocheti R Determination of the Degree of acetylation of Chitosan by First Derivative Ultra Violet Spectrophotometry. J Carbohyd Polym5: Muzarelli RAA Chitin. Oxford. UK. Pergamon Press. Nam SY. (1999). PervaporationSeparation of Methanal/Methyl t-butyl ether. Through Chitosan Composite Membrane Modified With Surfactants. J Membr Sci 157: Navarro DA, and Strortz CA Determination of the Configuration of 3,6- anhydrogalaktose and Cyclizable ά-gal-6 sulfat units in Red Seaweed Galactans. J Carbohyd Res 338: Nieuwenhuizen MS, and Barendez AW Processed Involved at the Chemical Interface of S A W. Chemosensor and Actuation. 11. p 45. Ornum, VJ Shrimp Waste Must It Be Waste? Info fish Information Olin TJ, Rasado JM, Bailey SE, and Bricka RM Low Cost Sorbent Screening and Engineering Analysis of Zeolit for Treatment of Metals, Contaminated Water and Soil Extract. Report SERDP Parajo JC, Santos SV, and Vasquez M Production Biotechnology de Astaxantine from Phaffiarodozyma. Alimentation Equip of Technology. Pelegrin FY, and Murano E Agars From the Three Species of Gracillaria (Rhodophyta) from Yucatan Peninsula. JBioresource Technol 96: Phililps GO, and Williams PA Handbook of Hydrocolloid. New York. CRC Press. Protan Lab Cation Polymer for Recovery Valuable by Products from Processing Waste. Burgess. Prutton M Surface Physics. Oxford Physics Series. Second Editions. Purwatiningsih Isolasi kitin dan senyawaan kimia dari limbah udang windu (Pennaeus monodon). Bul kimia no 6. tahun Bogor. FMIPA IPB. Putro S Penanganan dan Pengolahan Rumput Laut, dalam Prosiding Temu Karya Ilmiah Teknologi Pasca Panen Rumput Laut Maret. Jakarta. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Departemen Perikanan Rachdiati H, Citro RPS, Iskandar R Penggunaan Kitosan untuk Penghilangan Krom v dalam Air. J Metalurgi 22 (2) Rahayu LH dan Purnavita S Optimasi pembuatan kitosan dari limbah cangkang rajungan (Portunus Pelagicus) untuk adsorben ion logam mercury. Reaktor 11(1): Rahmi Adsorpsi fenol pada membran komposit khitosan berikatan silang. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan 1(6): ISSN Rotman B Regulation of enzymatic activity in the intact cell, the β-galactosidase of Escherichia coli. J Bacretiol 76: 1-14.

102 83 Rudall KM Moleculair Structure in Arthopod Cuticules in the Insect Integument. Amsterdam. HR Hepburn Ed. Elsevier Sci Publ. 40 ps. Rudolph B Seaweed Products Red Algae of Economic Significance. Dalam Marine and Fresh Water aproducts Handbook. Martin R E Ed. Washington DC: CRC Press. p Sanford PA Chitosan comercial uses and potentialapplication. Dalam Gudman et al. Chitin and Chitosan Sources. Chemistry Biochemistry, Phycical Properties and Application (Elsevier Applied Science Published Ltd.) p Shahidi F, Arachi JKV, Yon JJ Food aplication of chitin and chitosan. Food Science and Technology 10: Silva SS Physical properties and biocompatibility of chitosan/ soy blended membranes. J Mater Sci 16: Son BC, Park KM, Song SH, Yoo YZ Selective biosorption of mixed heavy metal ion using polisaccharides. Korean J Chem Eng 21: Subasinghe S Chitin from shellfish waste, health, benefits over shadowing industrial uses. Info Fish International. No 3: p Suhartono MT Bioteknologi Hasil Laut. Bogor. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB. SuptijahP, Salamah E, Sumaryanto H, Purwaningsih S, Santoso J PengaruhBerbagai Isolasi Khitin Kulit Udang TerhadapMutunya. Bogor. Laporan Penelitian Jurusan Teknologi Hasil Perikanan.Fakultas Perikanan.IPB.hal Trevan MD Immobilized Enzymes. An Introduction and Application in Biotechnology. New York. John Wiley. p Enzyme Immobilization by Adsorption in New Protein Techniques..John M. Walker. New Jersey. Humana Press. p Van Tessel PR, Davis HT, and Mc Cormick AV New lattice model foradsorption of small molecules in zeolite micropores. AIChE J. 40: Winarno FG Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. Wu FC, Tseng RL, Juang RS Enhanced abilities of highly swollen chitosan beads for color removal and tyrosinase immobilization. J Hazard Mater. 81: ZaidsevVI, KizavetlerL, LagunovT, Makarova L, Minder andpodsevalov V Fish Curing and Processing. Mir Publisher. Moscowa.

103 84

104 LAMPIRAN 85

105 86 Lampiran 1 Tabel US Paten mengenai penggunaan kitosan sebagai absorben No No patent Inventor Tahun Judul patent 1 4,895,724 Cardinal;John R. (Old Lyme, CT); Curatolo; William J. (Old Lyme, CT); Ebert; Charumput lautes(brewster, NY) 2 6,800,789 Kasai; Takao (Haga-gun, JP); Kondo; Megumi (Haga-gun, JP); Sato; Noriko (Haga-gun, JP); Matsui; Manabu (Hagagun, JP) 3 6,786,336 Boddu;Veera M. (Champaign, IL); Smith;Edgar Dean (Seymour, IL) 4 6,753,179 Tsuciya; Akihito (Shiga-ken, JP) 1985 Chitosan composition for controlled and prolonged release of macromolecules 2001 Absorbent article 2003 Composite biosorbent for treatment for waste aqueous system(s) containing heavy metals 2000 Method for purification treatment of environmental pollutants 5 5,993,668 Duan; Hailing (Allendele, NJ) 1997 Methode for removing metal ions and/or complexes containing metal ions for a solution 6 6,465,521 Rosenberg; Melvyt (Ramat- Gan, IL) 7 6,599,290 Nakatani; Masaru(Kobe, JP); Furuyoshi; Shigeo(Kobe, JP); Takata; Satoshi(Takasgo, JP) 8 5,516,569 Veith;Michael W.(Oshkosh,WI);Abuto;Francis P.(Alpharetta,GA);Werner;Edw ard E.(Oshkosh,WI);Wisneski;Anth ony J.(Kimberumput lauty,wi) 9 5,750,065 Kilbane,II;John J. (Woodstock,IL) 1994 Composition for desorbing bacteria 1997 Methode for removing a chemokine 1993 High absorbency composite 1993 Adsorption of PCB s using biosorbents

106 87 Lampiran 1 (lanjutan) Lanjutan tabel US Paten mengenai penggunaan kitosan sebagai absorben 10 5,789,204 Kogtev;Leonid Semionovich (Moscow,RU);Park;Jin Kyu (Seoul,KR);Pyo;Jin Kyuk (Seoul,KR);Mo;Young Keun (Chungbook,KR) 1996 Biosorbent for heavy metals prepared from 11 4,651,725 Kifune;Koji (Nara,JP);Yamaguchi;Yasuhiko (Kyoto,JP)Tanae;Hiroyuki (Kyoto,JP) 12 5,051,293 Mayer;Jean M. (Smithfield,RI);Kaplan;David L. (Stow,MA) 13 6,833,487 Pesce; Antonella (Pescara, IT); Tordone; Adelia Alessandra (Pescara, IT); Carumput lautucci; Giovanni (Chieti,IT); Di Cintio; Achille (Pescara,IT) biomass 1986 Wound dressing 1989 Method of forming a crosslinked chitosan polymer and product thereof 2002 Articles compirising a cationic polysaccharide and silica 14 6,844,430 Pesce;Antonella (Pescara,IT);Tordone; Adelia Alessandra (Pescara,IT); Carumput lautucci; Giovanni (Chieti,IT); Di Cintio; Achille (Pescara,IT) 2002 Articles compirising cationic polysaccharides and acidic ph buffering means 15 5,110,733 Kim; Chan W. (Cambridge, MA); Robinson; Elizabeth M. (Cambridge, MA);Rha; Chokyun (Boston, MA) 16 4,971,698 Weber; Alfred (Berumput lautin, DE); Klages; Uwe (Berumput lautin, DE); Donner; Cristoph (Berumput lautin, DE) 17 4,424,346 Hall; Laurance D. (Vancouver, Ca); Yalpani; Mansur (Vancouver, CA) 1989 Liquid-liquid extraction with particulate polymer adsorbent 1989 Process for wastewater puritfication 1981 Derivative of chitins, chitosans and other polysaccharides

107 88 Lampiran 2 Hasil analisis karotenoid terabsorbsi Konsentrasi kitosan Absorbansi Rata-rata Standar deviasi Konsentrasi karotenoid 0,1 0,0860 0,0861 0,0001 ±9,11 mg 0,0862 0,2 0,9770 0,0972 0,0085 ±10,2 mg 0,9650 0,3 0,1224 0,1224 0,0000 ±12,5 mg 0,1224 0,4 0,1401 0,1402 0,0001 ±17,4 mg 0,1403 0,5 0,1639 0,1642 0,0004 ±20,1 mg 0,1645 Absorbsi Ekstrak Wortel ± ± ± ± ± Konsentrasi Kitosan C β karotin (mg) Absorben 10 0, , , ,2644

108 89 Lampiran 3 Komposisi Kimia Buffer Pospat Metoda Pembuatan Buffer Posfat ph7 Buffer Posfat dibuat melalui pencampuran larutan A dan Larutan B, masingmasing larutan terdiri dari komposisi sebgai berikut : Larutan A Penimbangan : Na 2 HPO 4 2H 2 O sejumlah gram dimasukan kedalam labu takar 1 liter dan dilarutkan dengan akuades serta dihomogenkan kemudian dijadikan 1 liter. Larutan B Penimbangan : NaH 2 PO 4 2H 2 O sejumlah gram dimasukan kedalam labu takar 1 liter dan dilarutkan dengan akuades serta dihomogenkan kemudian dijadikan 1 liter. Campurkan 61.1 ml larutan A dengan 38.9 ml larutan B, menjadi 100 ml buffer posfat ph 7 yang siap digunakan.

109 90 Lampiran 4 Gambar alat SEM dan AAS.

110 91 Lampiran 5 Spektrogram FTIR dari kitosan terpilih

111 92 Lampiran 6 Spektrogram FTIR dari kitosan komersil.

112 93 Lampiran 7 Hasil analisis Autosorp.

113 94 Lampiran 8 Hasil Analisis Spektrofotometer dari FeSO4 a. Tabel standar FeSO4 b. Tabel dan kurva absorbsi FeSO4

114 95 Lampiran 9 Hasil Analisis Spektrofotometer dari CuSO4 a. Tabel dan kurva standar CuSO4 b. Tabel dan histogram absorbsi CuSO4

115 96 Lampiran 10 Hasil Analisis Spektrofotometer dari Pb asetat b) Tabel dan kurva baku Pb asetat b. Histogram absorbsi Pb Asetat

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan adalah polimer glukosamin yang merupakan selulosa beramin, nomer dua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitosan ditemukan pada cangkang invetebrata hewan perairan.

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Struktur molekul kitin (a), kitosan (b), Muzzarelli (1977).

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Struktur molekul kitin (a), kitosan (b), Muzzarelli (1977). 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Kitosan Kitosan adalah produk alami turunan dari kitin, polisakarida yang ditemukan dalam eksoskleton krustacea seperti udang, rajungan, dan kepiting. Secara kimiawi,

Lebih terperinci

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI Pipih suptijah* ) Abstrak Kitosan adalah turunan dari kitin yang merupakan polimer alam terdapat pada karapas/ limbah udang sekitar 10 % - 25%.

Lebih terperinci

TINGKATAN KUALITAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

TINGKATAN KUALITAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak TINGKATAN KUALITAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI Pipih suptijah* ) Abstrak Kitosan adalah turunan dari kitin yang merupakan polimer alam terdapat pada karapas/ limbah udang sekitar 10 % - 25%.

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Serapan (Adsorpsi dan Absorbsi)

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Serapan (Adsorpsi dan Absorbsi) 7 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Serapan (Adsorpsi dan Absorbsi) Serapan adalah suatu proses dimana suatu partikel menempel pada suatu permukaan akibat adanya perbedaan muatan lemah diantara kedua benda (gaya

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

Makalah Pendamping: Kimia Paralel E PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT

Makalah Pendamping: Kimia Paralel E PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT 276 PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT Antuni Wiyarsi, Erfan Priyambodo Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY Kampus Karangmalang, Yogyakarta 55281

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 53 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Mutu Kitosan Hasil analisis proksimat kitosan yang dihasilkan dari limbah kulit udang tercantum pada Tabel 2 yang merupakan rata-rata dari dua kali ulangan.

Lebih terperinci

Gambar 1. Struktur molekul kitin (a), kitosan (b). Suptijah (1992)

Gambar 1. Struktur molekul kitin (a), kitosan (b). Suptijah (1992) 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Kitosan Kitosan adalah produk alami turunan dari kitin, polisakarida yang ditemukan dalam eksoskleton krustacea misalnya udang, rajungan, dan kepiting. Secara kimiawi,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI digilib.uns.ac.id Pembuatan Kitosan dari Cangkang Keong Mas untuk Adsorben Fe pada Air BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka A.1. Keong mas Keong mas adalah siput sawah yang merupakan salah satu hama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - :

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri tapioka merupakan industri rumah tangga yang memiliki dampak positif bila dilihat dari segi ekonomis. Namun dampak pencemaran industri tapioka sangat dirasakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong pesatnya perkembangan di berbagai sektor kehidupan manusia terutama sektor industri. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Ginjal Puyuh yang Terpapar Timbal (Pb)

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Ginjal Puyuh yang Terpapar Timbal (Pb) 48 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Ginjal Puyuh yang Terpapar Timbal (Pb) Hasil penelitian kadar kalsium (Ca) pengaruh pemberian kitosan pada ginjal puyuh yang terpapar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring

I. PENDAHULUAN. serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran lingkungan karena logam berat merupakan masalah yang sangat serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring dengan perkembangan di bidang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) Reaktor, Vol. 11 No.2, Desember 27, Hal. : 86- PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) K. Haryani, Hargono dan C.S. Budiyati *) Abstrak Khitosan adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan perairan yang disebabkan oleh logam-logam berat seperti kadmium, timbal dan tembaga yang berasal dari limbah industri sudah lama diketahui. Untuk

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4

PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4 PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4 Yuliusman dan Adelina P.W. Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia Kampus UI, Depok

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti TINJAUAN PUSTAKA Tanah Ultisol Tanah-tanah yang tersedia untuk pertanian sekarang dan akan datang adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti ordo Ultisol. Ditinjau dari

Lebih terperinci

PENGARUH ph DAN LAMA KONTAK PADA ADSORPSI ION LOGAM Cu 2+ MENGGUNAKAN KITIN TERIKAT SILANG GLUTARALDEHID ABSTRAK ABSTRACT

PENGARUH ph DAN LAMA KONTAK PADA ADSORPSI ION LOGAM Cu 2+ MENGGUNAKAN KITIN TERIKAT SILANG GLUTARALDEHID ABSTRAK ABSTRACT KIMIA.STUDENTJOURNAL, Vol.1, No. 1, pp. 647-653, UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Received 9 February 2015, Accepted 10 February 2015, Published online 12 February 2015 PENGARUH ph DAN LAMA KONTAK PADA ADSORPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama dengan kitin, terdiri dari rantai molekul yang panjang dan berat molekul yang tinggi. Adapun perbedaan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat kaya hasil alam terlebih hasil perairan. Salah satunya rumput laut yang merupakan komoditas potensial dengan nilai ekonomis tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah pencemaran belakangan ini sangat menarik perhatian masyarakat banyak.perkembangan industri yang demikian cepat merupakan salah satu penyebab turunnya kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang perindustrian. Penggunaan logam krombiasanya terdapat pada industri

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang perindustrian. Penggunaan logam krombiasanya terdapat pada industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Logam krom (Cr) merupakan salah satu logam berat yang sering digunakan dalam bidang perindustrian. Penggunaan logam krombiasanya terdapat pada industri pelapisan logam,

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial potensial

BAB I PENDAHULUAN. Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial potensial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial potensial dalam berbagai bidang dan industri. Kitin dan kitosan merupakan bahan dasar dalam bidang biokimia,

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi UPAYA PENINGKATAN KELARUTAN KITOSAN DALAM ASAM ASETAT DENGAN MELAKUKAN PERLAKUAN AWAL PADA PENGOLAHAN LIMBAH KULIT UDANG MENJADI KITOSAN Ani Purwanti 1, Muhammad Yusuf 2 1 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas

Lebih terperinci

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.2 ; November 2015 PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR Noor Isnawati, Wahyuningsih,

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM Cd DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM Cd DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM Penggunaan Kitosan dari Tulang Rawan Cumi-Cumi (Loligo pealli) untuk Menurunkan Kadar Ion Logam (Harry Agusnar) PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL

BAB I PENDAHULUAN. Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL (low density lipoprotein), HDL (high density lipoprotein), total kolesterol dan trigliserida.

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis dari monomer stiren melalui reaksi polimerisasi adisi dengan inisiator benzoil peroksida. Pada sintesis polistiren ini, terjadi tahap

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu, tahap isolasi kitin yang terdiri dari penghilangan protein, penghilangan mineral, tahap dua pembuatan kitosan dengan deasetilasi

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan I.1 Deskripsi Penelitian dan Latar Belakang

BAB I Pendahuluan I.1 Deskripsi Penelitian dan Latar Belakang BAB I Pendahuluan I.1 Deskripsi Penelitian dan Latar Belakang Material tekstil dari serat selulosa merupakan material tekstil yang banyak diminati dibanding material tekstil lainnya. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. akumulatif dalam sistem biologis (Quek dkk., 1998). Menurut Sutrisno dkk. (1996), konsentrasi Cu 2,5 3,0 ppm dalam badan

I. PENDAHULUAN. akumulatif dalam sistem biologis (Quek dkk., 1998). Menurut Sutrisno dkk. (1996), konsentrasi Cu 2,5 3,0 ppm dalam badan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat merupakan komponen alami yang terdapat di kulit bumi yang tidak dapat didegradasi atau dihancurkan (Agustina, 2010). Logam dapat membahayakan bagi kehidupan

Lebih terperinci

METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh WENI ASTUTI

METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh WENI ASTUTI METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase Skripsi Sarjana Kimia Oleh WENI ASTUTI 07132011 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk keperluan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selulosa merupakan polisakarida yang berbentuk padatan, tidak berasa, tidak berbau dan terdiri dari 2000-4000 unit glukosa yang dihubungkan oleh ikatan β-1,4 glikosidik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya (2014), menyatakan bahwa udang vannamei (Litopenaeus vannamei) tertinggi sehingga paling berpotensi menjadi sumber limbah.

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya (2014), menyatakan bahwa udang vannamei (Litopenaeus vannamei) tertinggi sehingga paling berpotensi menjadi sumber limbah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udang diekspor 90% berada dalam bentuk beku tanpa kulit dan kepala sehingga dari proses pembekuan tersebut dihasilkan limbah berupa kulit dan kepala udang (Natsir

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Membran 4.1.1 Membran PMMA-Ditizon Membran PMMA-ditizon dibuat dengan teknik inversi fasa. PMMA dilarutkan dalam kloroform sampai membentuk gel. Ditizon dilarutkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Isolasi Kitin dari Kulit Udang 5.1.1 Tepung kulit udang Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota Mataram dibersihkan kemudian dikeringkan yang selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACK... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR ISTILAH... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi yang pesat dalam dua dekade terakhir ini telah

I.PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi yang pesat dalam dua dekade terakhir ini telah I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi yang pesat dalam dua dekade terakhir ini telah membawa pengaruh yang sangat luas dalam berbagai kehidupan manusia terutama dalam bidang ilmu sains

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perkembangan yang cukup pesat dibidang riset dan teknologi menghasilkan penemuan penemuan bermanfaat, salah satunya adalah nanofiber. Nanofiber disintesis menggunakan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KITOSAN DARI LIMBAH KULIT UDANG SEBAGAI INHIBITOR TERHADAP KEASAMAN TUAK SKRIPSI. Oleh: FIKRIATUN NURHIKMAWATI NIM.

PENGGUNAAN KITOSAN DARI LIMBAH KULIT UDANG SEBAGAI INHIBITOR TERHADAP KEASAMAN TUAK SKRIPSI. Oleh: FIKRIATUN NURHIKMAWATI NIM. PENGGUNAAN KITOSAN DARI LIMBAH KULIT UDANG SEBAGAI INHIBITOR TERHADAP KEASAMAN TUAK SKRIPSI Oleh: FIKRIATUN NURHIKMAWATI NIM.0608105023 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

et al., 2005). Menurut Wan Ngah et al (2005), sambung silang menggunakan glutaraldehida, epiklorohidrin, etilen glikol diglisidil eter, atau agen

et al., 2005). Menurut Wan Ngah et al (2005), sambung silang menggunakan glutaraldehida, epiklorohidrin, etilen glikol diglisidil eter, atau agen PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kitosan merupakan senyawa dengan rumus kimia poli(2-amino-2-dioksi-β-d-glukosa) yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitosan serta turunannya sangat bermanfaat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ditemukan sangat banyak dalam kehidupan sehari-hari, sehingga banyak orang

I. PENDAHULUAN. ditemukan sangat banyak dalam kehidupan sehari-hari, sehingga banyak orang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Polimer saat ini telah berkembang sangat pesat. Berbagai aplikasi polimer ditemukan sangat banyak dalam kehidupan sehari-hari, sehingga banyak orang yang sudah mengenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk kelompok senyawa polisakarida, dimana gugus asetilnya telah hilang sehingga menyisakan gugus amina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan kontribusi dalam peningkatan kualitas hidup manusia,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Tahap Pertama Tahap pertama penelitian ini dilakukan untuk mengetahui mutu kitosan komersil yang digunakan, antara lain meliputi kadar air, kadar abu, kadar nitrogen,

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Prosedur penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, tahap pertama sintesis kitosan yang terdiri dari isolasi kitin dari kulit udang, konversi kitin menjadi kitosan. Tahap ke dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Limbah dari berbagai industri mengandung zat pewarna berbahaya, yang harus dihilangkan untuk menjaga kualitas lingkungan. Limbah zat warna, timbul sebagai akibat langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin meningkat seiring dengan perkembangan kehidupan manusia. Perkembangan tersebut diikuti dengan meningkatnya aktivitas

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis dan Karakterisasi Karboksimetil Kitosan Spektrum FT-IR kitosan yang digunakan untuk mensintesis karboksimetil kitosan (KMK) dapat dilihat pada Gambar 8 dan terlihat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pencemaran lingkungan oleh logam berat cukup membahayakan kehidupan. Salah satu logam berbahaya yang menjadi bahan pencemar tersebut adalah Timbal (Pb). Timbal

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif Hasil analisis karakterisasi arang dan arang aktif berdasarkan SNI 06-3730-1995 dapat dilihat pada Tabel 7. Contoh Tabel 7. Hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekosistem di dalamnya. Perkembangan industri yang sangat pesat seperti

I. PENDAHULUAN. ekosistem di dalamnya. Perkembangan industri yang sangat pesat seperti I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan industri dan teknologi beberapa tahun terakhir ini menyebabkan peningkatan jumlah limbah, baik itu limbah padat, cair maupun gas. Salah satunya adalah pencemaran

Lebih terperinci

PEMURNIAN AIR SUMUR DENGAN KITOSAN MELALUI TAHAPAN KOAGULASI DAN FILTRASI

PEMURNIAN AIR SUMUR DENGAN KITOSAN MELALUI TAHAPAN KOAGULASI DAN FILTRASI PEMURNIAN AIR SUMUR DENGAN KITOSAN MELALUI TAHAPAN KOAGULASI DAN FILTRASI Application of Chitosan on Purification Ground Water With Coagulation and Filtration Treatment Pipih Suptijah *, Winarti Zahiruddin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini penggunaan pestisida dari tahun ke tahun semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini penggunaan pestisida dari tahun ke tahun semakin meningkat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini penggunaan pestisida dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini dikarenakan adanya perkembangan hama dan penyakit pada tanaman baik dari jenis maupun

Lebih terperinci

Gambar 2 Penurunan viskositas intrinsik kitosan setelah hidrolisis dengan papain.

Gambar 2 Penurunan viskositas intrinsik kitosan setelah hidrolisis dengan papain. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh konsentrasi papain terhadap hidrolisis kitosan Pengaruh papain dalam menghidrolisis kitosan dapat dipelajari secara viskometri. Metode viskometri merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 67 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH... xii ABSTRAK...

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimasukkannya makluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam

BAB I PENDAHULUAN. dimasukkannya makluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan atau berubahnya tatanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberadaan logam berat di sistem perairan dan distribusinya, diatur oleh

I. PENDAHULUAN. Keberadaan logam berat di sistem perairan dan distribusinya, diatur oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan logam berat di sistem perairan dan distribusinya, diatur oleh kesetimbangan dinamik dan interaksi fisika-kimia. Logam berat dalam perairan antara lain

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KITOSAN DARI LIM`BAH CANGKANG KERANG BULU(Anadara inflata) SEBAGAI BAHAN PENJERNIH AIR SUNGAI

PEMANFAATAN KITOSAN DARI LIM`BAH CANGKANG KERANG BULU(Anadara inflata) SEBAGAI BAHAN PENJERNIH AIR SUNGAI PEMANFAATAN KITOSAN DARI LIM`BAH CANGKANG KERANG BULU(Anadara inflata) SEBAGAI BAHAN PENJERNIH AIR SUNGAI Rosliana Lubis 1, Muhammad Usman 2 1Staf Pengajar Fakultas Biologi Universitas Medan Area; 2 Mahasiswa

Lebih terperinci

2. Tinjauan Pustaka Sel Bahan Bakar (Fuel Cell)

2. Tinjauan Pustaka Sel Bahan Bakar (Fuel Cell) 2. Tinjauan Pustaka 2.1 2.1 Sel Bahan Bakar (Fuel Cell) Sel bahan bakar merupakan salah satu solusi untuk masalah krisis energi. Sampai saat ini, pemakaian sel bahan bakar dalam aktivitas sehari-hari masih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selulosa merupakan bahan atau materi yang sangat berlimpah di bumi ini. Selulosa yang dihasilkan digunakan untuk membuat perabot kayu, tekstil, kertas, kapas serap,

Lebih terperinci

Karakterisasi Kitosan dari Limbah Kulit Kerang Simping (Placuna placenta) Characterization of Chitosan from Simping Shells (Placuna placenta) Waste

Karakterisasi Kitosan dari Limbah Kulit Kerang Simping (Placuna placenta) Characterization of Chitosan from Simping Shells (Placuna placenta) Waste Karakterisasi Kitosan dari Limbah Kulit Kerang Simping (Placuna placenta) Characterization of Chitosan from Simping Shells (Placuna placenta) Waste Nur Laili Eka Fitri* dan Rusmini Department of Chemistry,

Lebih terperinci

Karakterisasi Kitosan dari Cangkang Rajungan dan Tulang Cumi dengan Spektrofotometer FT-IR Serta Penentuan Derajat Deasetilasi Dengan Metode Baseline

Karakterisasi Kitosan dari Cangkang Rajungan dan Tulang Cumi dengan Spektrofotometer FT-IR Serta Penentuan Derajat Deasetilasi Dengan Metode Baseline Karakterisasi Kitosan dari Cangkang Rajungan dan Tulang Cumi dengan Spektrofotometer FT-IR Serta Penentuan Derajat Deasetilasi Dengan Metode Baseline Risfidian Mohadi, Christina Kurniawan, Nova Yuliasari,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan industri tekstil dan industri lainnya di Indonesia menghasilkan

I. PENDAHULUAN. Perkembangan industri tekstil dan industri lainnya di Indonesia menghasilkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan industri tekstil dan industri lainnya di Indonesia menghasilkan banyak limbah organik golongan senyawa azo, yang akan menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini menunjukkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini menunjukkan kecenderungan yang mengarah pada green science, yaitu penguasaan ilmu pengetahuan yang membantu pelestarian

Lebih terperinci

DERAJAT DEASETILASI DAN KELARUTAN CHITOSAN YANG BERASAL DARI CHITIN IRRADIASI

DERAJAT DEASETILASI DAN KELARUTAN CHITOSAN YANG BERASAL DARI CHITIN IRRADIASI SEMIAR ASIAL KIMIA DA PEDIDIKA KIMIA V Kontribusi Kimia dan Pendidikan Kimia dalam Pembangunan Bangsa yang Berkarakter Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP US Surakarta, 6 April 2013 MAKALAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan makanan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas karena faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Penurunan kualitas bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran lingkungan menjadi masalah yang cukup serius khususnya dengan pemakaian logam berat di industri atau pabrik yang semakin pesat. Meningkatnya kegiatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum mengenai pemanfaatan tulang sapi sebagai adsorben ion logam Cu (II) dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1 berikut

Lebih terperinci

16! 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

16! 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Baku Chitosan dan Larutan Chitosan-PVA Bahan dasar yang digunakan pada pembuatan film adalah chitosan. Menurut Khan et al. (2002), nilai derajat deasetilasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberadaan logam berat sebagai polutan bagi lingkungan hidup diawali dengan meningkatnya populasi dan industrialisasi dari proses modernisasi manusia dan lingkungan

Lebih terperinci

KEGUNAAN KITOSAN SEBAGAI PENYERAP TERHADAP UNSUR KOBALT (Co 2+ ) MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

KEGUNAAN KITOSAN SEBAGAI PENYERAP TERHADAP UNSUR KOBALT (Co 2+ ) MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM KEGUNAAN KITOSAN SEBAGAI PENYERAP TERHADAP UNSUR KOBALT (Co 2+ ) MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM Harry Agusnar, Irman Marzuki Siregar Departemen Kimia FMIPA Universitas Sumatera Utara

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1 Diagram Alir Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dalam tiga bagian. Bagian pertama adalah penelitian laboratorium yaitu mensintesis zeolit K-F dari kaolin dan

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 Disusun Ulang Oleh: Dr. Deana Wahyuningrum Dr. Ihsanawati Dr. Irma Mulyani Dr. Mia Ledyastuti Dr. Rusnadi LABORATORIUM KIMIA DASAR PROGRAM TAHAP PERSIAPAN BERSAMA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai Agustus 2013 di Laboratorium Riset dan Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

DESAIN DAN SINTESIS AMINA SEKUNDER RANTAI KARBON GENAP DARI ASAM KARBOKSILAT RANTAI PANJANG RAHMAD FAJAR SIDIK

DESAIN DAN SINTESIS AMINA SEKUNDER RANTAI KARBON GENAP DARI ASAM KARBOKSILAT RANTAI PANJANG RAHMAD FAJAR SIDIK DESAIN DAN SINTESIS AMINA SEKUNDER RANTAI KARBON GENAP DARI ASAM KARBOKSILAT RANTAI PANJANG RAHMAD FAJAR SIDIK SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN TENTANG TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Secara garis besar penelitian dibagi menjadi tiga, yaitu pembuatan kertas dengan modifikasi tanpa tahap penghilangan lemak, penambahan aditif kitin, kitosan, agar-agar, dan karagenan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Total produksi penangkapan dan perikanan udang dunia menurut Food and Agriculture Organization pada tahun 2009 berkisar 6 juta ton pada tahun 2006 [1] dan mempunyai

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK NAMA NIM KEL.PRAKTIKUM/KELAS JUDUL ASISTEN DOSEN PEMBIMBING : : : : : : HASTI RIZKY WAHYUNI 08121006019 VII / A (GANJIL) UJI PROTEIN DINDA FARRAH DIBA 1. Dr. rer.nat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai flokulan alami yang ramah lingkungan dalam pengolahan

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai flokulan alami yang ramah lingkungan dalam pengolahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bioflokulan DYT merupakan material polimer alami yang telah diuji dapat digunakan sebagai flokulan alami yang ramah lingkungan dalam pengolahan limbah cair

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang penting dalam perawatan luka. Prinsip dasar dalam memilih

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang penting dalam perawatan luka. Prinsip dasar dalam memilih BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Dressing (balutan) luka merupakan suatu material yang digunakan untuk menutupi luka. Tujuan dari penutupan luka ini adalah untuk melindungi luka dari infeksi

Lebih terperinci

TRANSFORMASI KITIN DARI HASIL ISOLASI LIMBAH INDUSTRI UDANG BEKU MENJADI KITOSAN

TRANSFORMASI KITIN DARI HASIL ISOLASI LIMBAH INDUSTRI UDANG BEKU MENJADI KITOSAN Marina Chimica Acta, Oktober 2004, hal. 28-32 Vol. 5 No.2 Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Hasanuddin ISSN 1411-2132 TRANSFORMASI KITIN DARI HASIL ISOLASI LIMBAH INDUSTRI UDANG BEKU MENJADI KITOSAN Mustari

Lebih terperinci

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik

Lebih terperinci

KAJIAN PENGOLAHAN DAN TOKSISITAS KHITOSAN LARUT AIR DENGAN MENGGUNAKAN TIKUS PUTIH ( Rattus norvegicus ) MUNAWWAR KHALIL

KAJIAN PENGOLAHAN DAN TOKSISITAS KHITOSAN LARUT AIR DENGAN MENGGUNAKAN TIKUS PUTIH ( Rattus norvegicus ) MUNAWWAR KHALIL KAJIAN PENGOLAHAN DAN TOKSISITAS KHITOSAN LARUT AIR DENGAN MENGGUNAKAN TIKUS PUTIH ( Rattus norvegicus ) MUNAWWAR KHALIL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Beberapa jenis polimer superabsorben mempunyai beberapa kelemahan, yaitu kapasitas absorpsi yang kecil, kurang stabil terhadap perubahan ph, suhu dan sifat fisik yang kurang baik.

Lebih terperinci