BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Pendahuluan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Pendahuluan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Cedera kolumna vertebralis, dengan atau tanpa defisit neurologis harus tetap selalu dipikirkan pada pasien dengan trauma multipel. Kurang lebih dari 5% pasien dengan cedera kepala juga mengalami cedera spinal, sementara 25% pasien dengan cedera spinal mengalami setidaknya cedera kepala ringan. Kurang lebih 55% trauma spinal terjadi pada regio servikal, 15% pada regio torakal, 15% di regio sendi torakalumbal, dan 15% di area lumbosakral.1,2 Spinal cord injury merupakan trauma pada medulla spinalis yang merupakan susunan saraf pusat yang terletak di dalam kanalis vertebra dan menjulur dari foramen magnum ke bagian atas region lumbalis, trauma dapat bervariasi berupa trauma berupa jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olah raga, luka tusuk dan sebagainya yang dapat menyebabkan paralisis, quadriplegi hingga kematian. Trauma medulla spinalis diklasifikasikan sebagai komplet : kehilangan sensasi fungsi motorik volunter total, dan tidak komplet : campuran kehilangan sensasi dan fungsi motorik volunteer. 1,2 Dokter dan petugas medis lain yang menangani pasien dengan cedera spinal harus selalu berhati hati bahwa manipulasi yang berlebihan dan imobilisasi yang tidak adekuat akan menyebabkan kerusakan neurologis tambahan dan memperburuk kondisi pasien. 5% pasien mengalami gejala neurologis atau perburukan kondisi setelah sampai di unit gawat darurat. Hal ini disebabkan iskemia atau terjadinya edema pada medulla spinalis, tetapi bisa juga disebabkan akibat gagalnya pemasangan imobilisasi yang adekuat. Selama tulang belakang pasien diproteksi dengan baik, pemeriksaan tulang belakang dan ekslusi trauma spinal dapat ditunda dengan aman, terutama bila terjadi instabilitas sistemik seperti hipotensi dan respirasi yang tidak adekuat. 1

2 BAB II ILUSTRASI KASUS 3.1. Identitas Penderita Nama : An.HBI Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 21 Tahun (01 Juli 1994) Alamat : Desa Padanng Sari, Kab.Ogan Komering Pendidikan : SLTA Pekerjaan : Belum bekerja Agama : Islam Suku : Sumatera Bangsa : Indonesia No. Rekam medis : MRS : Anamnesis Keluhan utama : Luka tusuk di leher dan bahu belakang sebelah kiri Keluhan tambahan : Tidak dapat berjalan Riwayat perjalanan penyakit : ± 1,5 bulan yang lalu os datang dibawa keluarganya dengan keluhan luka tusuk dileher dan bahu belakang kiri, os juga mengeluh kakinya tidak dapat digerakkan, os dibawa ke RS Muara dua lalu dirujuk ke RS Baturaja. Os kemudian langsung di rujuk ke RSMH dan ditangani oleh spesialis bedah thorak, os mengeluh sesak (+), demam (-), BAK dan BAB biasa. Dilakukan pemeriksaan dikatakan os mengalami pneumothoraks dan dilakukan pemasangan chest tube, keluhan sesak berkurang. 2

3 ± 3 minggu yang lalu, os dirawat alih dari bagian bedah thorak ke bagian bedah orthopedi, os mengeluh kesemutan pada kedua kakinya dan terasa kebas dari ujung kaki hingga setengah badan, belum dapat berjalan, nyeri luka post operasi (+), demam (+), BAB dan BAK biasa. ± 2 minggu yang lalu, os mengatakan nyeri luka operasi berkurang, mengeluh kesemutan hilang timbul pada kedua kakinya, terasa kebas dari ujung kaki hingga setengah badan (+), belum dapat berjalan, os tidak dapat duduk mandiri, demam (-), sulit BAB, BAK biasa. ± 1 minggu yang lalu, os mengatakan nyeri luka operasi (-), mengeluh sering kesemutan pada kedua kakinya, terasa kebas dari ujung kaki hingga setengah badan (+), belum dapat berjalan, os tidak dapat duduk mandiri, demam (-), BAB dan BAK biasa. Riwayat penyakit dahulu Tuberkulosis : (-) Alergi : (-) Riwayat Penyakit Keluarga Disangkal 3.3. Pemeriksaan Fisik Primary Survey ( ) 1. Airway : snoring (-), gargling (-), os dapat mengeluarkan suara dengan baik, tanpa hambatan Clear. 2. Breathing : Inspeksi : jejas (+) pada leher dan bahu belakang, deviasi trakea (-), pergerakan dinding dada kiritertinggal, RR: 28 x/menit Palpasi : krepitasi (-), nyeri tekan (-), stemfremitus paru kiri menurun Perkusi : sonor pada paru kanan dan hipersonor pada paru kiri Auskultasi : Vesikuler paru kiri menurun 3

4 Clear Pasang Pulse oksimetri (saturasi O2100%), dan beri O2sungkup 8L/menit 3. Circulation : Perdarahan aktif eksternal (+), TD : 90/60 mmhg, Nadi : 80 x/menit isi cukup, kuat dan teratur, pucat pada wajah dan ektremitas (-) Stabil Pasang IV line dengan cairan Ringer Laktat 30gtt/I, pasang kateter. 4. Disability : GCS= E4M5V6 = 15 Pupil bulat Ø 3mm/3mm, isokor, RC +/+, Baik 5. Exposure : Seluruh pakaian os dibuka, lalu os diselimuti. Reevaluasi ABCDE Stabil Secondary survey Anamnesis : A : Alergi : tidak ada M : Medikasi : tidak ada obat-obatan yang diminum saat ini P : Past Illness : tidak ada penyakit penyerta lainnya L: Last meal : sebelum kejadian os belum makan. E: Event/environment : os ditusuk pisau dari arah belakang Pemeriksaan Fisik ( ) Keadaan Umum Kesadaran GCS Tanda Vital : tampak sakit sedang : Composmentis : E4V5M6 15 : TD: 90/60, Nadi: 80x/menit, RR:28x/menit,T: 36,8 C 4

5 Kepala Mata Leher Thoraks : normocephale, jejas (-) : CA -/-, sklera ikterik (-/-), ukuran Pupil 3mm/3mm, isokor, reflex cahaya +/+ : deviasi trakea (-), JVP 5±2cmH2O, scar (+) v. laceratum setinggi vertebra Th-2 dan v. laceratum di bahu kiri : Pulmo : Inspeksi : jejas (+) pada leher dan bahu kiri belakang, deviasi trakea (-), pergerakan dinding dada kiri tertinggal, RR: 20 x/menit Palpasi : krepitasi (-), nyeri tekan (-), stemfremitus paru teraba sama kanan dan kiri Perkusi Auskultasi : Suara napas vesikuler (+) normal, wh : sonor pada paru kanan dan kiri (-/-), rh (-/-) Cor : - Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat Palpasi : ictus cordis tidak teraba Perkusi : Batas jantung dalam batas normal Auskultasi : BJ I- II reguler, murmur (-), gallop (-) Abdomen Ekstremitas : - Inspeksi : jejas (-), distensi (-), lemas Palpasi : soepel, Nyeri tekan (-), defans muscular - (-), datar Perkusi : timpani (+) Auskultasi : Bising usus +/+ Normal : akral hangat, edema (-), deformitas (-), krepitasi (-) Kekuatan motorik ekstremitas superisor 5/5, sensibilitas +/+ Refeleks fisiologis (+): Refleks biceps (+) refleks triceps (+), Kekuatan motorik ekstremitas inferior 0/0 sensibilitas -/-Refeleks fisiologis (-): Refleks patella (-), reflex achiles (-), reflex Babinski (-) Pemeriksaan Penunjang a. Rontgen 5

6 Sebelum pemasangan chest tube b. MRI ( ) 6

7 7

8 Kesan : Fraktur pada middle dan posterior column Th 2 sisi kanan dengan bone marrow edema. Gambaran spinal cord injury pada setinggi korpus vertebra Th 2 Pemeriksaan Laboratorium Darah rutin - Leukosit : /mm3 ( mm3) - Eritrosit : 4,69.103/ mm3 (3,8-5,8 x 106/mm3) - Hemoglobin : 13,4 gr/dl (11-16,5 gr/dl) - Hematokrit : 41,2 % (35-50 %) - Trombosit : mm3 ( mm3) - GDS : 107 mg/dl 3.5. Diagnosis Kerja Spinal cord injury frankle A e.c post luka tusuk posterior + lesi medulla spinalis setinggi vertebra Th Tatalaksana Diet NB IVFD RL gtt xx/ menit Inj Ketorolac 2x 1 gr iv Paracetamol tab 3x500 mg p.o Neurodex tab 1x1 Pasang kateter 8

9 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Anatomi Columna Vertebralis(1,2,3) Columna vertebralis terdiri dari 7 tulang servikal, 12 tulang torakal, dan 5 tulang lumbal serta terdiri juga dari 5 tulang sacrum dan 4 tulang coccigys. Tulang vertebra memiliki korpus yang terletak di anterior, yang membentuk bangunan utama sebagai tumpuan beban. Korpus vertebrae dipisahkan oleh diskus intervetebralis, dan disangga disebelah anterior dan posterior oleh ligamentum longitudinal anterior dan posterior. Disebelah posterolateral, dua pedikel membentuk pilar tempat atas kanalis vertebralis (lamina) berada. 9

10 Gambar 1. anatomi collumna vertebralis (1) Fungsi dari columna vertebralis sebagai pendukung badan yang kokoh dan sekaligus bekerja sebagai penyangga dengan perantaraan tulang rawan cakram intervertebralis yang lengkungnya memberikan fleksibilitas dan memungkinkan membungkuk tanpa patah. Cakramnya juga berguna untuk menyerap goncangan yang terjadi bila menggerakkan berat badan seperti waktu berlari dan meloncat, dan dengan demikian otak dan sumsum belakang terlindung terhadap goncangan. Disamping itu juga untuk memikul berat badan, menyediakan permukaan untuk otot dan membentuk tapal batas pasterior yang kukuh untuk rongga-rongga badan dan memberi kaitan pada iga. 10

11 Gambar 2. Vertebrae Torakal dan collumna vertebralis proyeksi Lateral(1) Anatomi medulla spinalis (1,3,6) Medulla spinalis merupakan bagian dari susunan saraf yang berbentuk silindris memanjang dan menempati ⅔ atas canalis vertebra yaitu dari batas superior atlas (C1) sampai batas atas vertebra lumbalis kedua (L2), kemudian medulla spinalis akan berlanjut menjadi medulla oblongata. Pada waktu bayi lahir, panjang medulla spinalis setinggi ± Lumbal ketiga (L3). Medulla spinalis dari luar kedalam dilindungi antara lain; dinding kanalis vertebralis, ekstradura, durameter, arachnoid, ruangan subarachnoid yang berisi liquor cerebrospinalis, dan piameter yang kaya dengan pembuluh-pembuluh darah. Gambar 3. Susunan pelindung medulla spinalis Fungsi sumsum tulang belakang adalah mengadakan komunikasi antara otak dan semua bagian tubuh dan bergerak refleks. Gambar 4.Segmen segmen Medulla spinalis (3) 11

12 Medulla spinalis berawal dari ujung bawah medulla oblongata di foramen magnum. Pada dewasa biasanya berakhir disekitar tulang L1 berakhir menjadi konus medularis. Selanjutnya akan berlanjut menjadi kauda equina yang lebih tahan terhadap cedera. Medula spinalis ditiap segmennya memiliki empat radix, sebuah radix ventralis dan sebuah radix posterior pada sisi kiri dan sepasang di sisi kanan. Radix saraf ini keluar dari kolumna vertebralis melalui foramina intervetebralis. Pada spina servikalis, radix keluar melewati bagian atas kolumna vertebralis, sedangkan pada segmen bawah T1 radix keluar melewati bagian bawah korpus vertebralis. Radix ventralis berfungsi sebagai traktus motoris yang keluar dari medula spinalis, sedangkan radix posterior bersifat sensoris terhadap struktur superfisial dan profunda tubuh. Dari berbagai traktus di medulla spinalis, ada 3 traktus yang telah dipelajari secara klinis, yaitu traktus kortikospinalis, traktus sphinotalamikus, dan kolumna posterior. Setiap pasang traktus dapat cedera pada satu sisi atau kedua sisinya. Traktus kortikospinalis, yang terletak dibagian posterolateral medulla spinalis, termasuk salah satu jalur desenden yang mengatur kekuatan motorik tubuh ipsilateral dan diperiksa dengan melihat kontraksi otot volunter atau melihat respon involunter dengan rangsangan nyeri. Traktus spinotalamikus, termasuk salah satu jalur asenden yang terletak di anterolateral medula spinalis, membawa sensasi nyeri, suhu, getaran dan raba dari sisi kontralateral tubuh. Diameter bilateral medulla spinalis selalu lebih panjang dibandingkan diameter ventrodorsal. Hal ini terutama terdapat pada segmen medulla spinalis yang melayani ekstremitas atas dan bawah. Pelebaran ke arah bilateral ini disebut intumesens, yang terdapat pada segmen C4-T1 dan segmen L2-S3 (intumesens lumbosakral). Pada permukaan medulla spinalis dapat dijumpai fisura mediana ventalis, dan empat buah sulkus, yaitu sulkus medianus dorsalis, sulkus dorsolateralis, sulkus intermediodorsalis dan sulkus ventrolateralis. 12

13 Gambar 5. Penampang trasversal medulla spinalis Pada penampang transversal medulla spinalis, dapat dijumpai bagian sentral yang berwarna lebih gelap (abu-abu) yang dikenal dengan istilah gray matter. Gray matter adalah suatu area yang berbentuk seperti kupu-kupu atau huruf H. Area ini mengandung badan sel neuron beserta percabangan dendritnya. Di area ini terdapat banyak serat-serat saraf yang tidak berselubung myelin serta banyak mengandung kapiler-kapiler darah. Hal inilah yang mengakibatkan area ini berwarna menjadi lebih gelap. Gambar 6. Bagian-bagian gray matter Gray matter dapat dibagi kedalam 10 lamina atau 4 bagian, yaitu : 1. kornu anterior/dorsalis, yang mengandung serat saraf sensorik, terdiri atas lamina VIII, IX, dan bagian dari lamina VII. 13

14 2. Kornu posterior/ventralis, yang membawa serat serat saraf motorik, terdiri atas lamina I-IV. 3. Kornu intermedium, yang membawa serat-serat asosiasi, terdiri atas lamina VII. 4. Kornu lateral, merupakan bagian dari kornu intermedium yang terdapat pada segmen torakal dan lumbal yang membawa serat saraf simpatis. 3.1 Spinal Cord Injury Definisi Spinal cord injury (SCI) merupakan trauma pada medulla spinalis yang merupakan susunan saraf pusat yang terletak di dalam kanalis vertebra dan menjulur dari foramen magnum ke bagian atas region lumbalis, trauma dapat bervariasi berupa trauma berupa jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olah raga, luka tusuk dan sebagainya yang dapat menyebabkan paralisis, quadriplegi hingga kematian.1, Etiologi Penyebab SCI menurut Batticaca, antara lain; Kecelakaan di jalan raya Olahraga Menyelam pada air yang dangkal Luka tembak atau luka tusuk Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera medulla spinalis seperti spondiliosis sevikal dengan mielopati, yang menghasilkan saluran sempit dan mengakibatkan cedera progresif terhadap medulla spinalis dan akar, mielitis akibat proses inflamasi infeksi maupun non infeksi, osteoporosis yang disebabkan oeh fraktur kompresi pada vertebra, tumor infiltrasi, maupun kompresi. Klasifikasi Cedera medulla spinalis diklasifikasikan berdasarkan tipe trauma, sindroma medulla spinalis, dan derajat keparahan. Tipe Trauma Complete injury, Tidak terdapat fungsi dibawah level trauma, tidak ada sensasi dan tidak ada pergerakan yang disadari. Incomplete injury, Masih terdapat beberapa fungsi di bawah level trauma primer. 14

15 Berdasarkan sindrom medulla spinalis Pola karakteristik cedera neurologis tertentu sering ditemukan pada pasien dengan cedera medulla spinalis. Pola-pola ini harus dikenali sehingga tidak membingungkan pemeriksa. 1. Central cord syndrome Ditandai dengan hilangnya kekuatan motorik lebih banyak pada ekstremitas atas dibandingkan dengan ekstremitas bawah, dengan kehilangan sensorik yang bervariasi. Biasanya sindrom ini terjadi setelah adanya trauma hiperekstensi pada pasien yang telah mengalami kanalis stenosis servikal sebelumnya. Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat jatuh kedepan dengan dampak pada daerah wajah. Dapat terjadi dengan atau tanpa fraktur tulang servikal atau dislokasi. Gambaran khas Central Cord Syndrome adalah kelemahan yang lebih prominen pada ekstremitas atas dibanding ektremitas bawah. Pemulihan fungsi ekstremitas bawah biasanya lebih cepat, sementara pada ekstremitas atas (terutama tangan dan jari) sangat sering dijumpai disabilitas neurologic permanen. Hal ini terutama disebabkan karena pusat cedera paling sering adalah setinggi VC4-VC5 dengan kerusakan paling hebat di medulla spinalis C6 dengan lesi LMN. 2. Anterior Cord Syndrome Sindrom ini ditandai dengan paraplegi dan kehilangan sensorik disosiasi dengan hilangnya sensasi nyeri dan suhu. Fungsi kolumna posterior (posisi, vibrasi, dan tekanan dalam) tetap bertahan. Biasanya anterior cord syndrome disebabkan infark pada daerah medulla spinalis yang diperdarahi oleh arteri spinalis anterior. Prognosis sindrom ini paling buruk dibandingkan cedera lainnya. 3. Brown Sequard Syndrome Sindrome ini terjadi akibat hemiseksi medulla spinalis, biasanya akibat luka tembus. Namun variasi gambaran klasik tidak jarang terjadi. Pada kasus murni, sindrom ini terdiri dari kehilangan sistem motorik ipsilateral (traktus kortikospinalis) dan hilangnya sensasi posisi (kolumna posterior), disertai dengan hilangnya sensasi suhu serta nyeri 15

16 kontralateral mulai satu atau dua level di bawah level trauma (traktus spinothalamikus). Walaupun sindrom ini disebabkan trauma tembus langsung ke medulla spinalis, biasanya masih mungkin untuk terjadi perbaikan. Berdasarkan Derajat Keparahan Trauma neurologis digambarkan sebagai trauma lengkap (complete injury) jika tidak terdapat perbaikan fungsi neurologis distal ketika tahap syok spinal telah berlalu. The American Spinal Injury Asociation dan The International Medical Society of Paraplegia menemukan klasifikasi Frankel: (5) 1. Klasifikasi Frankel a. Grade A : Motoris (-), sensoris (-) b. Grade B : Motoris (-), sensoris (+) c. Grade C : Motoris (+) dengan ROM 2/5 atau 3/5, sensoris (+) d. Grade D : Motoris (+) dengan ROM 4, sensoris (+) e. Grade E : Motoris (+) 5/5, sensoris (+) 2. Klasifikasi ASIA (American Spinal Injury Asociation) Grade Description A Motoris (-), sensoris (-) B Motoris (+), sensoris (-) C Motoris (+) <3, sensoris (+) D Motorik (+) 3, sensoris (+) E Fungsi sensorik dan motorik normal Tabel : ASIA impairment scale Patofisiologi Trauma pada permukaan medula spinalis dapat memperlihatkan gejala dan tanda yang segera ataupun dapat timbul kemudian. Trauma mekanik yang terjadi untuk pertama kalinya sama pentingnya dengan traksi dan kompresi yang terjadi selanjutnya. Cedera spinal cord terjadi 16

17 akibat fraktur tulang belakang, dan kasus terbanyak mengenai cervical dan lumbal. Cedera dapat terjadi akibat hiperfleksi, hiperekstensi, kompresi atau rotasi pada tulang belakang. Kompresi yang terjadi secara langsung pada bagian-bagian saraf oleh fragmen-fragmen tulang, ataupun rusaknya ligamen-ligamen pada sistem saraf pusat dan perifer. Pembuluh darah rusak dan dapat menyebabkan iskemik. Ruptur axon dan sel membran neuron bisa juga terjadi. Mikrohemoragik terjadi dalam beberapa menit di substansia grisea dan meluas beberapa jam kemudian sehingga perdarahan masif dapat terjadi dalam beberapa menit kemudian. Efek trauma terhadap tulang belakang bisa bisa berupa frakturdislokasi, fraktur, dan dislokasi. Frekuensi relatif ketiga jenis tersebut adalah 3:1:1. Fraktur tidak mempunyai tempat predileksi, tetapi dislokasi cenderung terjadi pada tempat-tempat antara bagian yang sangat mobil dan bagian yang terfiksasi, seperti vertebra C1-2, C5-6 dan T Gambar 7 : manifestasi plegi pada trauma medulla spinalis (6) Dislokasi bisa ringan dan bersifat sementara atau berat dan menetap. Tanpa kerusakan yang nyata pada tulang belakang, efek traumatiknya bisa mengakibatkan lesi yang nyata di medulla spinalis. Efek trauma yang tidak dapat langsung bersangkutan dengan fraktur dan 17

18 dislokasi, tetapi dapat menimbulkan lesi pada medulla spinalis dikenal sebagai trauma tak langsung. Tergolong dalam trauma tak langsung ini ialah whiplash (lecutan), jatuh terduduk atau dengan badan berdiri, atau terlempar oleh gaya eksplosi bom. Fraktur servikal subaxial dan thorakolumbal diklasifikasikan ke dalam Magerl dkk, AO dan Orthopedic Trauma Asociation mengadopsi klasifikasi berikut : Tipe A, Kompresi oleh tulang, ligamentum, herniasi diskus intervertebralis dan hematom. Yang paling berat adalah kerusakan akibat kompresi tulang dan kompresi oleh korpus vertebra yang mengalami dislokasi tulang dan kompresi oleh korpus vertebra yang mengalami dislokasi ke posterior dan trauma hiperekstensi. Tipe B, Regangan jaringan yang berlebihan akan menyebabkan gangguan pada jaringan, hal ini biasanya terjadi pada hiperfleksi. Toleransi medulla spinalis terhadap regangan akan menurun dengan bertambahnya usia. Trauma Tipe A atau Tipe B dengan rotasi, fraktur kompleks dan dislokasi Gambar 8. Mekanisme Cedera 18

19 3.1.5 Manifestasi Klinis Manifestasi Klinis bergantung pada lokasi yang mengalami trauma dan apakah trauma terjadi secara parsial atau total. Berikut ini adalah manifestasi berdasarkan lokasi trauma: 1. C1 sampai C5 Respiratori paralisis dan kuadriplegi, biasanya pasien meninggal 2. C5 sampai C6 Paralisis kaki, abduksi bahu dan fleksi siku yang lemah; kehilangan reflex brahioradialis Gambar 8 : manifestasi klinis dan lokasi spinal injury (7) 3. C6 sampai C7 Paralisis kaki, pergelangan dan tangan, tapi pergerakan bahu dan fleksi siku masih bisa dilakukan 4. C8 sampai T1 Paralisis kaki, tangan dan badan, ptosis, facial anhidrosis 5. Antara T2 sampai T4 Paralisis kaki dan badan, kehilangan sensori hingga dibawah putting susu 6. T5 sampai T8 19

20 Kaki dan dibawah badan mengalami paralisis, kehilangan sensasi di bawah tulang rusuk 7. T9 sampai T11 Paralisis kaki, kehilangan sensasi dibawah umbilikus 8. T12 sampai L1 Paralisis dan kehilangan sensasi dibawah paha (lutut) 9. L2 sampai L5 Perbedaan pola kelemahan pada kaki dan terdapat keluhan baal 10.S1 sampai S2 Perbedaan pola kelemahan pada kaki dan terdapat keluhan baal 11.S3 sampai S5 Kehilangan kontrol bowel dan bladder secara total, terdapat mati rasa pada perineum Selain hal di atas berdasarkan anamnesis, keluhan yang sering muncul adalah nyeri akut pada belakang leher yang menyebar sepanjang saraf yang terkena, kehilangan kontrol kandung kemih (retensi urine, distensi kandung kemih), penurunan keringat dan tonus vasomotor, penurunan fungsi pernapasan hingga gagal nafas Pemeriksaan penunjang(6,8) Pemeriksaan penunjang yang sebaiknya dikerjakan meliputi pemeriksaan laboratorium darah dan pemeriksaan radiologis. Dianjurkan melakukan pemeriksaan 3 posisi standar (anteroposterior, lateral, odontoid) untuk vertebra servikal, dan posisi AP dan lateral untuk vertebra thorakal dan lumbal. Pada kasus-kasus yang tidak menunjukkan kelainan radiologis, pemeriksaan lanjutan dengan CT Scan dan MRI sangat dianjurkan. Magnetic Resonance Imaging merupakan alat diagnostik yang paling baik untuk mendeteksi lesi di medulla spinalis akibat cedera/trauma Radiologik Foto polos posisi antero-posterior dan lateral pada daerah yang diperkirakan mengalami trauma akan memperlihatkan adanya fraktur dan mungkin disertai dengan dislokasi. 20

21 Pada trauma daerah servikal foto dengan posisi mulut terbuka dapat membantu dalam memeriksa adanya kemungkinan fraktur vertebra C1-C2. MRI Pemeriksaan ini sudah menjadi metode imaging pilihan untuk daerah servikal. MRI dapat mendeteksi kelainan ligament maupun diskus. Seluruh daerah medulla spinalis, radiks saraf dan tulang vertebra dapat divisualisasikan Penatalaksanaan(5)(6)(11) Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah cedera medulla spinalis lebih lanjut dan untuk mengobservasi gejala perkembangan deficit neurologis. A-B-C :Pada lesi servikal bagian atas, ventilasi spontan akan hilang, sehingga perlu intubasi, atasi syok, bila dicurigai ada cedera servikal dilakukan imobilisasi Pemeriksaan radiologi diawali dengan foto polos servikal, kemudian dapat dilakukan CT scan/ MRI. Bila cedera terjadi sebelum 8 jam, metilprednisolon dosis tinggi 30 mg/kgb iv perlahan selama 15 menit disusul 5,4 mg/kg/jam selama 23 jam sesuai anjuran dalam studi NASCIS-III. Tonus kandung kencing mungkin menghilang pada pasien cedera spinal sehingga digunakan kateter foley untuk mengeluarkan urin dan memantau fungsi ginjal. Indikasi operasi pada cedera medulla spinalis adalah: - Perburukan progresif karena retropulsi tulang diskus atau hematoma epidural - Untuk restorasi dan realignment kolumna vertebralis - Dekompresi struktur saraf - Vertebra yang tidak stabil Tindakan rehabilitasi medik, fisioterapi, terapi okupasi, dan bladder training pada pasien ini dikerjakan seawal mungkin. Tujuan utama fisioterapi adalah untuk mempertahankan ROM (Range of Movement) dan kemampuan mobilitas, dengan memperkuat fungsi otot-otot yang ada. Pasien dengan Central 21

22 Cord Syndrome / CSS biasanya mengalami pemulihan kekuatan otot ekstremitas bawah yang baik sehingga dapat berjalan dengan bantuan ataupun tidak. Terapi okupasional terutama ditujukan untuk memperkuat dan memperbaiki fungsi ekstremitas atas, mempertahankan kemampuan aktivitas hidup sehari-hari/ activities of daily living (ADL). Pembentukan kontraktur harus dicegah seoptimal mungkin. Penggunaan alat bantu disesuaikan dengan profesi dan harapan pasien Komplikasi(9) Neurogenik shock Hasil dari kerusakan jalur simpatik yang descending pada medulla spinalis. Kondisi ini mengakibatkan kehilangan persarafan simpatis pada jantung sehingga menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah visceral serta ekstremitas bawah maka terjadi penumpukan darah dan konsekuensinya terjadi hipotensi. Syok spinal Keadaan flaksid dan hilangnya reflex, terlihat setelah terjadi cedera medulla spinalis. Pada syok mungkin akan tampak seperti lesi komplit walaupun tidak seluruh bagian rusak. Hipoventilasi Paralisis otot interkostal yang merupakan hasil dari cedera yang mengenai medulla spinalis bagian daerah servikal bawah atau torakal atas Prognosis(5) Sebuah penelitian prospektif selama 27 tahun menunjukkan bahwa rata-rata harapan hidup pasien cedera medula spinalis lebih rendah dibanding populasi normal. Penurunan rata-rata lama harapan hidup sesuai dengan beratnya cedera % pasien dengan SCI tidak dapat bertahan 22

23 untuk mencapai rumah sakit, sementara 3% pasien meninggal selama perawatan. Beberapa pasien yang berumur 20 tahun memiliki angka harapan hidup dapat mencapai umur 33 tahun (pasien dengan tetraplegi), 39 tahun (pasien dengan low tetraplegi), atau 44 tahun (pasien dengan paraplegi). Penyebab kematian utama yaitu : pneumonia, bunuh diri, emboli paru, septikemia, dan gagal ginjal. BAB IV ANALISIS KASUS 23

24 Tn. HBI, usia 21 tahun, datang dengan keluhan luka tusuk dileher dan bahu belakang sebelah kiri, os juga mengeluh kakinya tidak dapat digerakkan, os dibawa ke RS Muara dua lalu dirujuk ke RS Baturaja. Os kemudian langsung di rujuk ke RSMH dan ditangani oleh spesialis bedah thorak, os mengeluh sesak (+), demam (-), BAK dan BAB biasa. Dilakukan pemeriksaan dikatakan os mengalami pneumothoraks dan dilakukan pemasangan chest tube, keluhan sesak berkurang. ± 3 minggu yang lalu, os dirawat alih dari bagian bedah thorak ke bagian bedah orthopedi, os mengeluh kesemutan pada kedua kakinya dan terasa kebas dari ujung kaki hingga setengah badan, belum dapat berjalan, nyeri luka post operasi (+), demam (+), BAB dan BAK terpasang kateter ± 2 minggu yang lalu, os mengatakan nyeri luka operasi berkurang, mengeluh kesemutan hilang timbul pada kedua kakinya, terasa kebas dari ujung kaki hingga setengah badan (+), belum dapat berjalan, os tidak dapat duduk mandiri, demam (-), sulit BAB, buang angin (+), BAK terpasang kateter. ± 1 minggu yang lalu, os mengatakan nyeri luka operasi (-), mengeluh sering kesemutan pada kedua kakinya, terasa kebas dari ujung kaki hingga setengah badan (+), belum dapat berjalan, os tidak dapat duduk mandiri, demam (-), BAB seminggu sekali, buang angin (+), dan BAK terpasang kateter. Luka tusuk di bahu belakang kiri menyebabkan udara lingkungan luar masuk ke dalam rongga pleura melalui luka tusuk sehingga udara dapat keluar masuk dengan bebas melalui rongga pleura selama proses respirasi atau disebut penumotoraks spontaneous atau pneumohoraks terbuka ini ditandai dengan keluhan sesak nafas. Sedangkan luka tusuk di leher belakang setinggi vertebra T2 dan keluhan pasien tidak dapat berjalan, rasa kesemutan hingga mati rasa sampai setinggi nipple kemungkinan telah terjadi trauma medulla spinalis dimana didapatkan klinis defisit neurologi pada pasien ini berupa paraplegi, kesemutan setinggi lutut hingga mati rasa dari ujung kaki sampai nipple. Seperti yang telah di bahas pada bab tinjauan pustaka, manifestasi klinis yang terjadi 24

25 pada lesi T2 sampai T4 adalah paralisis kaki dan badan, kehilangan sensori hingga dibawah putting susu. Keluhan sulit BAB, flatus (+), menandakan bahwa fungsi otonom masih berfungsi dengan baik. Pada pemeriksaan fisik, fungsi motorik dan sensorik didapatkan kekuatan kedua ekstremitas inferior 0/0, sensiiblitas (-), refleks fisiologis (-), refleks patologis (-). bila dihubungkan dengan teori yakni lokasi cedera medulla spinalis berada pada lesi T2-T4, dimana pasien akan mengalami paraplegi dan kehilangan fungsi sensorisnya. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, cedera medulla spinalis dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat keparahannya yaitu Frankel Grade A, dimana tidak terdapat fungsi motoris dan fungsi sensoris. Berdasarkan Tipe trauma kasus ini termasuk complete injury. Berdasarkan sindrom medulla spinalis, kasus ini merupakan Brown Sequard Syndrom yang terjadi akibat hemiseksi medulla spinalis akibat luka tembus atau luka tusuk. Pada kasus ini, terdiri dari kehilangan sistem motorik ipsilateral (traktus kortikospinalis) dan hilangnya sensasi posisi (kolumna posterior), disertai dengan hilangnya sensasi suhu serta nyeri kontralateral mulai satu atau dua level di bawah level trauma (traktus spinothalamikus). Pada pemeriksaan penunjang MRI didapatkan kesan fraktur pada middle dan posterior columna T2 sisi kanan dengan bone marrow edema dan terdapat gambaran spinal cord injury pada setinggi korpus vertebra T2, sehingga dapat disimpulkan lukua tusuk dari arah belakang mengenai medulla spinalis setinggi T2 tembus ke posterior dan medial columna vertebra, dimana terdapat traktus kortikospinalis, yang terletak dibagian posterolateral medulla spinalis yang mengatur kekuatan motorik tubuh ipsilateral dan traktus spinotalamikus yang terletak di anterolateral medula spinalis yang membawa sensasi nyeri, suhu, getaran dan raba dari sisi kontralateral tubuh. Dengan demikian diagnosis spinal cord injury Frankel Grade A e.c luka tusuk posterior dengan lesi medulla spinalis setinggi vertebra T2 dapat ditegakkan. 25

26 Tatalaksana berupa pemberian obat simptomatik dan suportif sudah benar pada pasien ini berupa analgetik dan antipiretik, sedangkan pemberian neurodex tidak terlalu berperan penting pada pasien ini. Terapi operatif pada grade A maupun B tidak berpengaruh pada perbaikan defisit neurologis pasien dikarenakan belum ada evidence based yang mumpuni didunia kedokteran. Prognosis pada pasien ini menunjukkan bahwa rata-rata harapan hidup pasien cedera medula spinalis lebih rendah dibanding populasi normal. Penurunan rata-rata lama harapan hidup sesuai dengan beratnya cedera % pasien dengan SCI tidak dapat bertahan untuk mencapai rumah sakit, sementara 3% pasien meninggal selama perawatan. Beberapa pasien yang berumur 20 tahun memiliki angka harapan hidup dapat mencapai umur 33 tahun (pasien dengan tetraplegi), 39 tahun (pasien dengan low tetraplegi), atau 44 tahun (pasien dengan paraplegi). Penyebab kematian utama yaitu : pneumonia, bunuh diri, emboli paru, septikemia, dan gagal ginjal. DAFTAR PUSTAKA 1 Advance Trauma Life Support for Doctor, ATLS Student Course Manual, Eight Edition. Trauma Medulla Spinalis 26

27 2 York JE. Approach to The Patient with Acute Nervous System Trauma, 3 Best Practice of Medicine, September 2000 G.B Tjokorda. Diagnosis dan tatalaksana kegawatdaruratan tulang 4 5 belakang. Jakarta Schreiber D. Spinal Cord Inuries, emedicine Journal, April, 2002 C.L Colton, A. Fernandez Dell Oca, U. Holz,dkk. AO Principles of 6 Fracture Management. AO Publishing Sidharta P, Mardjono M, Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. 8 Jakarta : EGC; Adams RD, Victor M, Ropper AH. Disease of Spinal Cord in Principles of Neurology, 7th ed. McGraw-Hill, New York, Alpert MJ. Central Cord Syndrome. emedicine Journal 2001; 2 10 Hurlbert RJ. Methylprednisolone for Acute Spinal Cord Injury: An Inappropriate Standard of Care. J Neurosurg (Spine). 2000;93: Braken MB. Steroid For Acute Spinal Cord Injury (Cochrane Review): Cochrane Library, Issue 3, s.shtml

Cedera medulla spinalis yang disebabkan trauma terjadi karena : Axial loading Hiperfleksi Hiperekstensi Rotasi Lateral bending

Cedera medulla spinalis yang disebabkan trauma terjadi karena : Axial loading Hiperfleksi Hiperekstensi Rotasi Lateral bending Cedera medulla spinalis adalah cedera pada medulla spinalis yang dapat mempengaruhi fungsi motorik, sensorik, dan otonom. Perubahan ini dapat sementara atau permanen. Cedera medulla spinalis paling banyak

Lebih terperinci

CEDERA SPINAL DANIEL, PUTU DEASY, APRIL, MURNI, DESI, JERRY, DAVID, HERNA, SARI, VANI, OCTA, ESTER,

CEDERA SPINAL DANIEL, PUTU DEASY, APRIL, MURNI, DESI, JERRY, DAVID, HERNA, SARI, VANI, OCTA, ESTER, CEDERA SPINAL DANIEL, PUTU DEASY, APRIL, MURNI, DESI, JERRY, DAVID, HERNA, SARI, VANI, OCTA, ESTER, Medula Spinalis Medula spinalis merupakan bagian dari susunan saraf pusat Kendali untuk sistem gerak

Lebih terperinci

Seorang laki-laki umur 30 tahun dibawa ke UGD RSAL. Kesadaran menurun, tekanan darah 70/50, denyut nadi 132 kali/menit kurang kuat, repirasi rate 32

Seorang laki-laki umur 30 tahun dibawa ke UGD RSAL. Kesadaran menurun, tekanan darah 70/50, denyut nadi 132 kali/menit kurang kuat, repirasi rate 32 KELOMPOK 9 Seorang laki-laki umur 30 tahun dibawa ke UGD RSAL. Kesadaran menurun, tekanan darah 70/50, denyut nadi 132 kali/menit kurang kuat, repirasi rate 32 kali/menit suara ngorok dan seperti ada cairan

Lebih terperinci

Cedera Spinal / Vertebra

Cedera Spinal / Vertebra Cedera Spinal / Vertebra Anatomi 7 Servikal Anterior 12 Torakal Posterior 5 Lumbal Sakral Anatomi Posterior Anterior Motorik Cedera Spinal Sensorik Otonom Susunan Syaraf ke Ekstremitas Plexus Brachialis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk salah satunya di bidang kesehatan. Pembangunan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk salah satunya di bidang kesehatan. Pembangunan di bidang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan Nasional adalah pembangunan yang meliputi segala aspek kehidupan termasuk salah satunya di bidang kesehatan. Pembangunan di bidang kesehatan, pada hakekatnya adalah untuk

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA POST OPERASI FRAKTUR KOMPRESI VERTEBRA THORAKAL XII LUMBAL 1 dengan FRANKLE A

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA POST OPERASI FRAKTUR KOMPRESI VERTEBRA THORAKAL XII LUMBAL 1 dengan FRANKLE A PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA POST OPERASI FRAKTUR KOMPRESI VERTEBRA THORAKAL XII LUMBAL 1 dengan FRANKLE A Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli Madya Fisioterapi Disusun Oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN Hakekat pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajad kesehatan yang optimal sebagai

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS BEDAH PLASTIK

LAPORAN KASUS BEDAH PLASTIK LAPORAN KASUS BEDAH PLASTIK SEORANG LAKI-LAKI 17 TAHUN DENGAN FRAKTUR SEGMENTAL MANDIBULA DEXTRA TERTUTUP NON KOMPLIKATA Pembimbing dr. Benny Issakh, Sp.B, SpB.Onk Disusun Oleh Hj Mutiara DPR 22010111200152

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Penulisan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Penulisan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penulisan Trauma medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan seringkali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila cedera itu mengenai daerah

Lebih terperinci

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Dislokasi Sendi Panggul Dislokasi sendi panggul banyak ditemukan di Indonesia akibat trauma dan sering dialami oleh anak-anak. Di Negara Eropa, Amerika dan Jepang, jenis dislokasi sendi panggul yang sering

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN NY. S DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI IGD RS HAJI JAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN NY. S DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI IGD RS HAJI JAKARTA ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN NY. S DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI IGD RS HAJI JAKARTA A. PENGKAJIAN 1. IDENTITAS No. Rekam Medis : 55-13-XX Diagnosa Medis : Congestive Heart Failure

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti

BAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kota-kota di Indonesia telah mencapai tingkat perkembangan kota yang pesat dan cukup tinggi. Kecelakan merupakan salah satu faktor penyebab kematian terbesar

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH. Oleh : AJENG PUSPITASARI PUTRI J

KARYA TULIS ILMIAH. Oleh : AJENG PUSPITASARI PUTRI J KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA PARAPLEGI KARENA POST OPERASI BURST FRAKTUR VERTEBRA THORAKAL XII FRANKLE A DI RSO Dr. SOEHARSO SURAKARTA Oleh : AJENG PUSPITASARI PUTRI J10007007 Diajukan

Lebih terperinci

REHABILITASI PADA NYERI PUNGGUNG BAWAH. Oleh: dr. Hamidah Fadhil SpKFR RSU Kab. Tangerang

REHABILITASI PADA NYERI PUNGGUNG BAWAH. Oleh: dr. Hamidah Fadhil SpKFR RSU Kab. Tangerang REHABILITASI PADA NYERI PUNGGUNG BAWAH Oleh: dr. Hamidah Fadhil SpKFR RSU Kab. Tangerang SKDI 2012 : LBP Tingkat kompetensi : 3A Lulusan dokter mampu : Membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan

Lebih terperinci

SISTEM NEUROPSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016

SISTEM NEUROPSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016 Bahan Ajar VIII Supervisor : Dr. dr. Jumraini Tammasse, Sp. S (K) SISTEM NEUROPSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016 Laki-laki : kebanyakan pria beraktivitas di luar dan lebih

Lebih terperinci

PORTOFOLIO KASUS MEDIK

PORTOFOLIO KASUS MEDIK PORTOFOLIO KASUS MEDIK Oleh: dr. Sukron Nanda Firmansyah PENDAMPING: dr. Moch Jasin, M.Kes Portofolio Kasus No. ID dan Nama Peserta : dr. SukronNanda Firmansyah No. ID dan Nama Wahana: RSU Dr. H. Koesnadi

Lebih terperinci

Instabilitas Spinal dan Spondilolisthesis

Instabilitas Spinal dan Spondilolisthesis Instabilitas Spinal dan Spondilolisthesis Akhmad Imron*) Departemen Bedah Saraf FK.Unpad/RSHS Definisi Instabilitas Spinal : adalah hilangnya kemampuan jaringan lunak pada spinal (contoh : ligamen, otot

Lebih terperinci

ADHIM SETIADIANSYAH Pembimbing : dr. HJ. SUGINEM MUDJIANTORO, Sp.Rad FAKULTAS KEDOKTERAN UNIV. MUHAMMADIYAH JAKARTA S t a s e R a d i o l o g i, R u

ADHIM SETIADIANSYAH Pembimbing : dr. HJ. SUGINEM MUDJIANTORO, Sp.Rad FAKULTAS KEDOKTERAN UNIV. MUHAMMADIYAH JAKARTA S t a s e R a d i o l o g i, R u ADHIM SETIADIANSYAH Pembimbing : dr. HJ. SUGINEM MUDJIANTORO, Sp.Rad FAKULTAS KEDOKTERAN UNIV. MUHAMMADIYAH JAKARTA S t a s e R a d i o l o g i, R u m a h S a k i t I s l a m J a k a r t a, P o n d o k

Lebih terperinci

Trauma Lahir. dr. R.A.Neilan Amroisa, M.Kes., Sp.S Tim Modul Tumbuh Kembang FK Unimal 2009

Trauma Lahir. dr. R.A.Neilan Amroisa, M.Kes., Sp.S Tim Modul Tumbuh Kembang FK Unimal 2009 Trauma Lahir dr. R.A.Neilan Amroisa, M.Kes., Sp.S Tim Modul Tumbuh Kembang FK Unimal 2009 Jenis trauma lahir 1. Trauma lahir pada kepala Ekstrakranial Intrakranial 2. Trauma Medulla Spinalis 3. Trauma

Lebih terperinci

Presentasi Kasus Spinal Cord Injury

Presentasi Kasus Spinal Cord Injury Presentasi Kasus Spinal Cord Injury Evan Pramudito Mulyadi 1110103000049 Audi Fikri Aulia 1111103000025 Kepanitraan Klinik SMF Rehabilitasi Medik Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2016

Lebih terperinci

BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI

BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI 1 BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI Judul mata Kuliah : Neuropsikiatri Standar Kompetensi : Area Kompetensi 5 : Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran Kompetensi dasar : Menerapkan ilmu Kedokteran klinik pada sistem

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI PENDAHULUAN Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Normalnya, rongga pleura hanya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Definisi Traktus Spinotalamikus Anterior Traktus Spinotalamikus Lateral Daftar Pustaka

DAFTAR ISI. Definisi Traktus Spinotalamikus Anterior Traktus Spinotalamikus Lateral Daftar Pustaka DAFTAR ISI Definisi 2 Traktus Spinotalamikus Anterior 2 Traktus Spinotalamikus Lateral 4 Daftar Pustaka 8 1 A. Definisi Traktus Spinotalamikus adalah traktus yang menghubungkan antara reseptor tekanan,

Lebih terperinci

Manifestasi Klinis a. b. c. d. Asuhan Keperawatan Pengkajian

Manifestasi Klinis a. b. c. d. Asuhan Keperawatan Pengkajian Manifestasi Klinis a. Nyeri akut pada belakang leher yang menyebar sepanjang saraf yang terkena b. Paraplegi c. Tingkat neurologis: - Paralisis sensorik dan motorik total di bawah tingkat neurologis -

Lebih terperinci

Agnesia Naathiq H1A Brown Sequard Syndrome

Agnesia Naathiq H1A Brown Sequard Syndrome Agnesia Naathiq H1A012004 Brown Sequard Syndrome Pendahuluan Brown Sequard Syndrome (BSS) merupakan kumpulan gejala yang muncul karena cedera medulla spinalis yang meliputi kelumpuhan atau gangguan neuron

Lebih terperinci

Portofolio Kasus 1 SUBJEKTIF OBJEKTIF

Portofolio Kasus 1 SUBJEKTIF OBJEKTIF Portofolio Kasus 1 SUBJEKTIF Pasien Tn.D, 22 tahun datang dengan keluhan nyeri pinggang kiri sejak 3 hari yang lalu, mual dan muntah sebanyak 3 kali sejak 2 malam yang lalu. Selain itu os juga mengeluhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai penyanggah berat badan, yang terdiri dari beberapa bagian yakni salah

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai penyanggah berat badan, yang terdiri dari beberapa bagian yakni salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tubuh manusia dibentuk oleh struktur tulang belakang yang sangat kuat dimana berfungsi sebagai penyanggah berat badan, yang terdiri dari beberapa bagian yakni

Lebih terperinci

BAHAN AJAR I. Level kompetensi COMPLETE SPINAL TRANSACTION. 1. Tujuan Instruksional Umum (TIU) : spinal transaction

BAHAN AJAR I. Level kompetensi COMPLETE SPINAL TRANSACTION. 1. Tujuan Instruksional Umum (TIU) : spinal transaction BAHAN AJAR I Nama Mata Kuliah/Bobot SKS : NeuropsikiatriI/ 8 SKS Standar Kompetensi : Area kompetensi 5 : Landasan Ilmiah kedokteran Kompetensi dasar : Menerapkan ilmu kedokteran klinik pada sistem neuropsikaitri

Lebih terperinci

PANDUANTRIASE RUMAH SAKIT

PANDUANTRIASE RUMAH SAKIT PANDUANTRIASE RUMAH SAKIT BAB I PENDAHULUAN... Definisi Triase adalah cara pemilahan penderita untuk menentukan prioritas penanganan pasien berdasarkan tingkat kegawatanya dan masalah yang terjadi pada

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN

LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama Umur Negeri asal Suku Agama Jenis Kelamin Pekerjaan Alamat : A : 6 tahun : Jambi : Minang : Islam : Laki-laki : Pelajar : Sungai Penuh, Jambi Seorang pasien anak laki-laki,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Spondylitis tuberculosis atau yang juga dikenal sebagai Pott s disease

BAB I PENDAHULUAN. Spondylitis tuberculosis atau yang juga dikenal sebagai Pott s disease BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Spondylitis tuberculosis atau yang juga dikenal sebagai Pott s disease merupakan suatu penyakit yang banyak terjadi di seluruh dunia. Terhitung kurang lebih 3 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. motorik maupun sensoris. Di Amerika sekitar 8000 kasus spinal cord injury (SCI)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. motorik maupun sensoris. Di Amerika sekitar 8000 kasus spinal cord injury (SCI) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Spinal cord injury( SCI) adalah trauma yang menyebabkan kerusakan pada spinal cord sehingga menyebabkan menurunnya atau menghilangnya fungsi motorik maupun sensoris.

Lebih terperinci

MIELOPATI SISTEM NEUROPSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR Supervisor : Dr. dr. Jumraini Tammasse, Sp.

MIELOPATI SISTEM NEUROPSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR Supervisor : Dr. dr. Jumraini Tammasse, Sp. Bahan Ajar 2 MIELOPATI Supervisor : Dr. dr. Jumraini Tammasse, Sp. S (K) SISTEM NEUROPSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016 PENDAHULUAN Mielopati istilah u/ menggambarkan setiap

Lebih terperinci

BAB III LAPORAN KASUS REHABILITASI MEDIK DOKUMEN MEDIK

BAB III LAPORAN KASUS REHABILITASI MEDIK DOKUMEN MEDIK BAB III LAPORAN KASUS REHABILITASI MEDIK DOKUMEN MEDIK A. Identitas Pasien Nama : Ny. F Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 51 tahun Suku : Jawa Agama : Islam Pekerjaan : Pedagang Pakaian Alamat : Bojonegoro

Lebih terperinci

Pathway. Paksaan : Jatuh, benda tumpul, kompresi, dll. Benda tajam : Pisau, peluru, ledakan, dll

Pathway. Paksaan : Jatuh, benda tumpul, kompresi, dll. Benda tajam : Pisau, peluru, ledakan, dll Pathway Paksaan : Jatuh, benda tumpul, kompresi, dll Benda tajam : Pisau, peluru, ledakan, dll Gaya predisposisi trauma > elastisitas & viskositas tubuh Ketahanan jaringan tidak mampu mengkompensasi Kurang

Lebih terperinci

trauma pada flexsus brachialis, fraktur klavikula, dan fraktur humerus

trauma pada flexsus brachialis, fraktur klavikula, dan fraktur humerus Asuhan neonatus, bayi, dan balita trauma pada flexsus brachialis, fraktur klavikula, dan fraktur humerus Oleh: Witri Nofika Rosa (13211388) Dosen Pembimbing Dian Febrida Sari, S.Si.T STIKes MERCUBAKTIJAYA

Lebih terperinci

BAHAN AJAR I COMPLETE SPINAL TRANSECTION. Nama Mata Kuliah/Bobot SKS : Sistem Neuropsikiatri / 8 SKS

BAHAN AJAR I COMPLETE SPINAL TRANSECTION. Nama Mata Kuliah/Bobot SKS : Sistem Neuropsikiatri / 8 SKS 1 BAHAN AJAR I COMPLETE SPINAL TRANSECTION Nama Mata Kuliah/Bobot SKS : Sistem Neuropsikiatri / 8 SKS Standar Kompetensi : area kompetensi 5: landasan ilmiah kedokteran Kompetensi Dasar : menerapkan ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang lebih modern masyarakat juga mengalami perubahan dan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang lebih modern masyarakat juga mengalami perubahan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era yang lebih maju dan berkembang disertai dengan peningkatan teknologi yang lebih modern masyarakat juga mengalami perubahan dan perilaku hidup, hal ini mengakibatkan

Lebih terperinci

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain Demam berdarah dengue 1. Klinis Gejala klinis harus ada yaitu : a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlagsung terus menerus selama 2-7 hari b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan

Lebih terperinci

HEMISEKSI MEDULA SPINALIS

HEMISEKSI MEDULA SPINALIS HEMISEKSI MEDULA SPINALIS Author : Yayan A. Israr, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Arifin Achmad General Hospital of Pekanbaru Pekanbaru, Riau 2008 1 Avaliable in : Files of DrsMed FK UNRI

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TRAUMA SPINAL DAN SERVIKAL

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TRAUMA SPINAL DAN SERVIKAL ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TRAUMA SPINAL DAN SERVIKAL A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. DEFINISI Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma ;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Dalam pembukaan UUD 1945 tercantum bahwa cita cita bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. negara. Dalam pembukaan UUD 1945 tercantum bahwa cita cita bangsa yang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan Nasional merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Dalam pembukaan UUD 1945 tercantum bahwa cita cita

Lebih terperinci

EMG digunakan untuk memastikan diagnosis dan untuk menduga beratnya sindroma kubital. Juga berguna menilai (8,12) :

EMG digunakan untuk memastikan diagnosis dan untuk menduga beratnya sindroma kubital. Juga berguna menilai (8,12) : Sindrom Kanalis Cubitalis (Cubital Tunnel Syndrome) Kesemutan atau baal biasanya terjadi di jari manis. Atau terjadi di wilayah saraf ulnaris. Gejalanya seperti sindrom ulnaris. Baal biasanya terjadi tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi tertinggi menyerang wanita (Hoy, et al., 2007). Di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi tertinggi menyerang wanita (Hoy, et al., 2007). Di Indonesia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri leher adalah masalah yang sering dikeluhkan di masyarakat. Prevalensi nyeri leher dalam populasi umum mencapai 23,1% dengan prevalensi tertinggi menyerang

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. MS DENGAN SYOK SEPTIK DI IGD RSUD WANGAYA TANGGAL 8 DESEMBER 2015

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. MS DENGAN SYOK SEPTIK DI IGD RSUD WANGAYA TANGGAL 8 DESEMBER 2015 ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. MS DENGAN SYOK SEPTIK DI IGD RSUD WANGAYA TANGGAL 8 DESEMBER 2015 Identitas Pasien Nama : Tn.MS Umur : 80 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Tidak bekerja Agama : Hindu

Lebih terperinci

Pembimbing Residen : dr. Praharsa Akmaja Chaetajaka Supervisor : dr. Taufiqqulhidayat, Sp.Rad. Anggota : Monareza Restantia Shirly D.

Pembimbing Residen : dr. Praharsa Akmaja Chaetajaka Supervisor : dr. Taufiqqulhidayat, Sp.Rad. Anggota : Monareza Restantia Shirly D. OSTEOARTHRITIS Pembimbing Residen : dr. Praharsa Akmaja Chaetajaka Supervisor : dr. Taufiqqulhidayat, Sp.Rad Anggota : Monareza Restantia Shirly D. C 111 11 178 Uswah Hasanuddin C 111 11 206 Citra Lady

Lebih terperinci

BAB I REKAM MEDIS I. IDENTIFIKASI

BAB I REKAM MEDIS I. IDENTIFIKASI BAB I REKAM MEDIS I. IDENTIFIKASI Nama : Tn. A Umur : 28 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Status : Belum Menikah Bangsa : Indonesia Alamat : Luar Kota Pekerjaan : Pedagang MRS : 1 Agustus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Berdasarkan laporan WHO, kasus baru tuberkulosis di dunia lebih dari 8 juta pertahun. Diperkirakan 20-33% dari penduduk dunia terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.

Lebih terperinci

Fraktur Mandibula. Oleh : Uswatun Hasanah Radinal. Pembimbing : dr. Irzal. Supervisor : dr. John Pieter. Jr, Sp.B(K) Onk

Fraktur Mandibula. Oleh : Uswatun Hasanah Radinal. Pembimbing : dr. Irzal. Supervisor : dr. John Pieter. Jr, Sp.B(K) Onk Fraktur Mandibula Oleh : Uswatun Hasanah Radinal Pembimbing : dr. Irzal Supervisor : dr. John Pieter. Jr, Sp.B(K) Onk Identitas Pasien Nama Umur JK : Nn. K : 18 tahun : Perempuan Alamat : Kukku Enrekang

Lebih terperinci

Anatomi Vertebra. Gambar 1. Anatomi vertebra servikalis. 2

Anatomi Vertebra. Gambar 1. Anatomi vertebra servikalis. 2 Anatomi Vertebra Tulang belakang (vertebra) dibagi dalam dua bagian. Di bagian ventral terdiri atas korpus vertebra yang dibatasi satu sama lain oleh discus intervebra dan ditahan satu sama lain oleh ligamen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kemajuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. dan kemajuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang BAB I PENDAHULUAN Pada dasarnya Pembangunan kesehatan merupakan salah satu dari upaya pembangunan nasional yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemajuan hidup sehat bagi setiap orang

Lebih terperinci

Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan berat ringannya fraktur.

Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan berat ringannya fraktur. Definisi fraktur Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa

Lebih terperinci

makalah low back pain akibat kerja LOW BACK PAIN ( NYERI PUNGGUNG BAWAH) AKIBAT KERJA

makalah low back pain akibat kerja LOW BACK PAIN ( NYERI PUNGGUNG BAWAH) AKIBAT KERJA makalah low back pain akibat kerja LOW BACK PAIN ( NYERI PUNGGUNG BAWAH) AKIBAT KERJA PENDAHULUAN 1). Latar Belakang Low back pain (LBP) merupakan permasalah yang sering muncul dalam suatu asuhan keperawatan

Lebih terperinci

Patofisiologi Tulang yang mengalami fraktur biasanya diikuti kerusakan jaringan di sekitarnya, seperti di ligamen, otot tendon, persarafan dan pembulu

Patofisiologi Tulang yang mengalami fraktur biasanya diikuti kerusakan jaringan di sekitarnya, seperti di ligamen, otot tendon, persarafan dan pembulu Fraktur Femur Fraktur Femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang atau osteoporosis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti

BAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kota-kota di Indonesia telah mencapai tingkat perkembangan kota yang pesat dan cukup tinggi. Kecelakan merupakan salah satu faktor penyebab kematian terbesar

Lebih terperinci

Primary Survey a) General Impressions b) Pengkajian Airway

Primary Survey a) General Impressions b) Pengkajian Airway Primary Survey Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang mengancam kehidupan. Tujuan dari Primary survey adalah

Lebih terperinci

ANATOMI FISIOLOGI TULANG BELAKANG

ANATOMI FISIOLOGI TULANG BELAKANG ANATOMI FISIOLOGI TULANG BELAKANG Tulang punggung atau vertebra adalah tulang tak beraturan yang membentuk punggung yang mudah digerakkan. Terdapat 33 tulang punggung pada manusia, 5 di antaranya bergabung

Lebih terperinci

dengan processus spinosus berfungsi sebagai tuas untuk otot-otot dan ligamenligamen

dengan processus spinosus berfungsi sebagai tuas untuk otot-otot dan ligamenligamen 6 ke lateral dan sedikit ke arah posterior dari hubungan lamina dan pedikel dan bersama dengan processus spinosus berfungsi sebagai tuas untuk otot-otot dan ligamenligamen yang menempel kepadanya. Processus

Lebih terperinci

Laporan Kasus. Water Sealed Drainage Mini dengan Catheter Intravena dan Modifikasi Fiksasi pada kasus Hidropneumotoraks Spontan Sekunder

Laporan Kasus. Water Sealed Drainage Mini dengan Catheter Intravena dan Modifikasi Fiksasi pada kasus Hidropneumotoraks Spontan Sekunder Laporan Kasus Water Sealed Drainage Mini dengan Catheter Intravena dan Modifikasi Fiksasi pada kasus Hidropneumotoraks Spontan Sekunder Martin Leman, Zubaedah Thabrany, Yulino Amrie RS Paru Dr. M. Goenawan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau perempuan, tua atau muda. Berdasarkan data dilapangan, angka kejadian stroke meningkat secara

Lebih terperinci

ADVANCED TRAUMA LIFE SUPPORT REFRESHER* )

ADVANCED TRAUMA LIFE SUPPORT REFRESHER* ) ADVANCED TRAUMA LIFE SUPPORT REFRESHER* ) *) Executive Summary oleh : dr. Maya Setyawati, MKK, Sp.Ok Advanced Trauma Life Support (ATLS) merupakan pelatihan/training yang dikembangkan oleh American College

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian yakni salah satunya bagian leher yang mempunyai peranan sangat

BAB I PENDAHULUAN. bagian yakni salah satunya bagian leher yang mempunyai peranan sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tubuh manusia dibentuk oleh struktur tulang belakang yang sangat kuat dimana berfungsi sebagai penyanggah berat badan, yang terdiri dari beberapa bagian yakni

Lebih terperinci

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA Fraktur tibia umumnya dikaitkan dengan fraktur tulang fibula, karena gaya ditransmisikan sepanjang membran interoseus fibula. Kulit dan jaringan subkutan sangat tipis pada bagian

Lebih terperinci

Genoveva dan Kharunnisa ǀ Diagnosis dan Tatalaksana Trauma Medula Spinalis

Genoveva dan Kharunnisa ǀ Diagnosis dan Tatalaksana Trauma Medula Spinalis Diagnosis dan Tatalaksana Trauma Medula Spinalis Genoveva Maditias Dwi Pertiwi, Kharunnisa Berawi Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Abstrak Trauma medula spinalis adalah cedera pada tulang belakang

Lebih terperinci

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita Saat menemukan penderita ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk menentukan tindakan selanjutnya, baik itu untuk mengatasi situasi maupun untuk mengatasi korbannya. Langkah langkah penilaian pada penderita

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma /ruda paksa atau tenaga fisik yang ditentukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem persarafan terdiri dari otak, medulla spinalis, dan saraf perifer. Struktur ini bertanggung jawab mengendalikan dan mengordinasikan aktivitas sel tubuh melalui

Lebih terperinci

PANDUAN SKRINING PASIEN RSU BUNDA JEMBRANA

PANDUAN SKRINING PASIEN RSU BUNDA JEMBRANA PANDUAN SKRINING PASIEN RSU BUNDA JEMBRANA 2015 BAB I DEFINISI Skrining merupakan pemeriksaan sekelompok orang untuk memisahkan orang yang sehat dari orang yang memiliki keadaan fatologis yang tidak terdiagnosis

Lebih terperinci

LAMPIRAN FORMULIR PERSETUJUN MENJADI RESPONDEN

LAMPIRAN FORMULIR PERSETUJUN MENJADI RESPONDEN LAMPIRAN FORMULIR PERSETUJUN MENJADI RESPONDEN HUBUNGN PENGETAHUAN TENTANG TRAUMA KEPALA DENGAN PERAN PERAWAT (PELAKSANA) DALAM PENANGANAN PASIEN TRAUMA KEPALA DI UNIT GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT QADR TANGERANG

Lebih terperinci

BED SITE TEACHING. Dani Dania D Siti Fatimah Lisa Valentin S Perceptor dr. Octo Indradjaja, Sp.

BED SITE TEACHING. Dani Dania D Siti Fatimah Lisa Valentin S Perceptor dr. Octo Indradjaja, Sp. BED SITE TEACHING Dani Dania D - 12100113044 Siti Fatimah - 12100113045 Lisa Valentin S - 12100113001 Perceptor dr. Octo Indradjaja, Sp.PD SMF ILMU PENYAKIT DALAM P3D FAKULTAS KEDOKTERAN UNISBA RS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS BEDAH SEORANG PRIA 34 TAHUN DENGAN TUMOR REGIO COLLI DEXTRA ET SINISTRA DAN TUMOR REGIO THORAX ANTERIOR

LAPORAN KASUS BEDAH SEORANG PRIA 34 TAHUN DENGAN TUMOR REGIO COLLI DEXTRA ET SINISTRA DAN TUMOR REGIO THORAX ANTERIOR LAPORAN KASUS BEDAH SEORANG PRIA 34 TAHUN DENGAN TUMOR REGIO COLLI DEXTRA ET SINISTRA DAN TUMOR REGIO THORAX ANTERIOR Diajukan guna melengkapi tugas Komuda Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

CASE REPORT SESSION OSTEOARTHRITIS. Disusun oleh: Gisela Karina Setiawan Abednego Panggabean

CASE REPORT SESSION OSTEOARTHRITIS. Disusun oleh: Gisela Karina Setiawan Abednego Panggabean CASE REPORT SESSION OSTEOARTHRITIS Disusun oleh: Gisela Karina Setiawan 1301-1210-0072 Abednego Panggabean 1301-1210-0080 Pembimbing: Vitriana, dr., SpKFR BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI

Lebih terperinci

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi,

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi, Fungsi normal kandung kemih adalah mengisi dan mengeluarkan urin secara terkoordinasi dan terkontrol. Aktifitas koordinasi ini diatur oleh sistem saraf pusat dan perifer. Neurogenic bladdre adalah keadaan

Lebih terperinci

PENILAIAN KETERAMPILAN KELAINAN THORAX (ANAMNESIS + PEMERIKSAAAN FISIK)

PENILAIAN KETERAMPILAN KELAINAN THORAX (ANAMNESIS + PEMERIKSAAAN FISIK) PENILAIAN KETERAMPILAN KELAINAN THORAX (ANAMNESIS + PEMERIKSAAAN FISIK) Nama Mahasiswa : Tanggal Pemeriksaan : No. 1. 2. 3. 4. Aspek yang dinilai Membina sambung rasa, bersikap baik dan sopan, serta menunjukkan

Lebih terperinci

IDENTITAS PASIEN. Tanggal Lahir : 17 September 1964 Status Perkawinan : Sudah menikah

IDENTITAS PASIEN. Tanggal Lahir : 17 September 1964 Status Perkawinan : Sudah menikah ACS STEMI IDENTITAS PASIEN Nama : Tn.T Jenis Kelamin : Laki-Laki Usia : 46 tahun Tanggal Lahir : 17 September 1964 Status Perkawinan : Sudah menikah Agama : Islam Pekerjaan : Pengendara sepeda Alamat :

Lebih terperinci

STRUKTUR ANATOMI TULANG BELAKANG

STRUKTUR ANATOMI TULANG BELAKANG POTT S DISEASE POTT S DISEASE? Pott s disease atau Spondilitis tuberkulosis merupakan salah satu penyakit tertua pada manusia, ditemukan pada mumi kuno di Mesir dan Peru. Percival Pott menunjukkan gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam menjalankan kehidupan sehari-harinya seorang individu memerlukan interaksi atau dengan kata lain memerlukan suatu hubungan sosial dengan masyarakat disekitarnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper &

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper & BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala merupakan salah satu kasus penyebab kecacatan dan kematian yang cukup tinggi dalam bidang neurologi dan menjadi masalah kesehatan oleh karena penderitanya

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG A. DEFINISI CKR (Cedera Kepala Ringan) merupakan cedera yang dapat mengakibatkan kerusakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menuju Indonesia Sehat 2010 merupakan program pemerintah dalam mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai macam kondisi yang dapat

Lebih terperinci

Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat sakit serupa sebelumnya, batuk lama, dan asma disangkal Riwayat Penyakit Keluarga: Riwayat TB paru dan Asma

Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat sakit serupa sebelumnya, batuk lama, dan asma disangkal Riwayat Penyakit Keluarga: Riwayat TB paru dan Asma Identitas Pasien Nama: An. J Usia: 5 tahun Alamat: Cikulak, Kab Cirebon Jenis Kelamin: Perempuan Nama Ayah: Tn. T Nama Ibu: Ny. F No RM: 768718 Tanggal Masuk: 12-Mei-2015 Tanggal Periksa: 15-Mei-2015 Anamnesis

Lebih terperinci

Carpal tunnel syndrome

Carpal tunnel syndrome Carpal tunnel syndrome I. Definisi Carpal tunnel syndrome adalah keadaan nervus medianus tertekan di daerah pergelangan tangan sehingga menimbulkan rasa nyeri, parestesia, dan kelelahan otot tangan. Tempat

Lebih terperinci

LAPORAN JAGA 24 Maret 2013

LAPORAN JAGA 24 Maret 2013 LAPORAN JAGA 24 Maret 2013 Kepaniteraan Klinik Pediatri Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta 2013

Lebih terperinci

PENGKAJIAN PRIMER DAN SEKUNDER

PENGKAJIAN PRIMER DAN SEKUNDER PENGKAJIAN PRIMER DAN SEKUNDER A. Pengertian Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek keperawatan kegawatdaruratan yang diberikan pada klien oleh perawat yang berkompeten untuk

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS POLIKLINIK Carpal Tunnel Syndrome (CTS) Oleh : Pandu Respati. : Ngelembu Rt 007/ Rw 001 Jawa Tengah. No MasalahAktif Tanggal No

LAPORAN KASUS POLIKLINIK Carpal Tunnel Syndrome (CTS) Oleh : Pandu Respati. : Ngelembu Rt 007/ Rw 001 Jawa Tengah. No MasalahAktif Tanggal No LAPORAN KASUS POLIKLINIK Carpal Tunnel Syndrome (CTS) Oleh : Pandu Respati 1.1. IdentitasPasien Nama Umur Jeniskelamin Alamat Pekerjaan Pendidikan : Ny GW : 42 tahun : Perempuan : Ngelembu Rt 007/ Rw 001

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BAGIAN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BAGIAN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI Data Diri DokterMuda NamaPasien Alamsyah JenisKelamin Laki-laki 59 tahun No. CM 1-07-96-69 Soal 1 ReferensiLiteratur Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sebelah kanan. Nyeri dada dirasakan sekitar

Lebih terperinci

Tinjauan Pustaka. Tanda dan Gejala

Tinjauan Pustaka. Tanda dan Gejala Tinjauan Pustaka A. Pendahuluan Insiden dari metastasi tulang menempati urutan kedua setelah metastase ke paru-paru dan hati. Frekuensi paling sering pada tulang adalah metastase ke kolumna vertebra. Di

Lebih terperinci

MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT

MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT TEAM BASED LEARNING MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT Diberikan pada Mahasiswa Semester IV Fakultas Kedokteran Unhas DISUSUN OLEH : Prof. Dr. dr. Syarifuddin Rauf, SpA(K) Prof. dr. Husein Albar, SpA(K) dr.jusli

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KASUS. Pengkajian dilakukan pada tanggal 8 Mei 2007 jam : Jl. Menoreh I Sampangan Semarang

BAB III TINJAUAN KASUS. Pengkajian dilakukan pada tanggal 8 Mei 2007 jam : Jl. Menoreh I Sampangan Semarang BAB III TINJAUAN KASUS A. Pengkajian Pengkajian dilakukan pada tanggal 8 Mei 2007 jam 14.30 1. Identitas klien Nama Umur Jenis kelamin Alamat Agama : An. R : 10 th : Perempuan : Jl. Menoreh I Sampangan

Lebih terperinci

Pendahuluan. Cedera kepala penyebab utama morbiditas dan mortalitas Adanya berbagai program pencegahan

Pendahuluan. Cedera kepala penyebab utama morbiditas dan mortalitas Adanya berbagai program pencegahan HEAD INJURY Pendahuluan Cedera kepala penyebab utama morbiditas dan mortalitas Adanya berbagai program pencegahan peralatan keselamatan sabuk pengaman, airbag, penggunaan helm batas kadar alkohol dalam

Lebih terperinci

LAPORAN TUTORIAL BLOK MUSKULOSKELETAL SKENARIO II MENGAPA LUTUT NENEK NYERI DAN BENGKAK?

LAPORAN TUTORIAL BLOK MUSKULOSKELETAL SKENARIO II MENGAPA LUTUT NENEK NYERI DAN BENGKAK? LAPORAN TUTORIAL BLOK MUSKULOSKELETAL SKENARIO II MENGAPA LUTUT NENEK NYERI DAN BENGKAK? KELOMPOK II AJENG APSARI UTAMI G 0013013 AKBAR DEYAHARSYA G 0013015 BAGUS HIDAYATULLOH G 0013055 ELIAN DEVINA G

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS: PENATALAKSANAAN LOW BACK PAIN e.c SPONDYLOSIS LUMBALIS DENGAN SWD DAN WILLIAM FLEXION EXERCISE

LAPORAN KASUS: PENATALAKSANAAN LOW BACK PAIN e.c SPONDYLOSIS LUMBALIS DENGAN SWD DAN WILLIAM FLEXION EXERCISE LABORATORIUM ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI RSSA LAPORAN KASUS: PENATALAKSANAAN LOW BACK PAIN e.c SPONDYLOSIS LUMBALIS DENGAN SWD DAN WILLIAM FLEXION EXERCISE KALAICHELVI REGUNATHAN 0710714014

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN S IDENTITAS PASIEN S NAMA: MUH FARRAZ BAHARY S TANGGAL LAHIR: 07-03-2010 S UMUR: 4 TAHUN 2 BULAN ANAMNESIS Keluhan utama :tidak

Lebih terperinci

SEORANG LAKI-LAKI USIA 21 TAHUN DENGAN FRAKTUR TERTUTUP CLAVICULA DEXTRA 1/3 TENGAH

SEORANG LAKI-LAKI USIA 21 TAHUN DENGAN FRAKTUR TERTUTUP CLAVICULA DEXTRA 1/3 TENGAH PRESENTASI KASUS SEORANG LAKI-LAKI USIA 21 TAHUN DENGAN FRAKTUR TERTUTUP CLAVICULA DEXTRA 1/3 TENGAH Oleh : De yang WPP G99141092 Pembimbing: dr. Tito Sumarwoto, Sp. OT (K) KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan sindrom klinis dengan gejala gangguan fungsi otak

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan sindrom klinis dengan gejala gangguan fungsi otak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan sindrom klinis dengan gejala gangguan fungsi otak secara fokal dan atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih dan dapat mengakibatkan kematian atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Definisi Spinal Cord Injury Spinal Cord Injury (SCI) adalah cidera yang terjadi karena trauma spinal cord atau tekanan pada spinal cord karena kecelakaan. Trauma pada tulang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama terjadinya fraktur pada medula spinalis/thorako lumbal. Selain itu

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama terjadinya fraktur pada medula spinalis/thorako lumbal. Selain itu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Trauma merupakan keadaan dimana individu mengalami cidera oleh suatu sebab keran kecelakaan baik lalu lintas, olahraga, industri, jatuh dari pohon, dan penyebab utama

Lebih terperinci

Profesi _Keperawatan Medikal Bedah_cempaka

Profesi _Keperawatan Medikal Bedah_cempaka PNEUMOTHORAX A. Definisi Pneumotoraks adalah suatu kondisi adanya udara dalam rongga pleura akibat robeknya pleura (Price & Willson, 2003). Pneumotoraks terjadi ketika pleura parietal ataupun visceral

Lebih terperinci

BAB II RESUME KEPERAWATAN WIB, pasien dirawat dengan Fraktur Femur pada hari ke empat:

BAB II RESUME KEPERAWATAN WIB, pasien dirawat dengan Fraktur Femur pada hari ke empat: 11 BAB II RESUME KEPERAWATAN A. Pengkajian Pengkajian dilakukan pada hari Senin tanggal 22 Januari 20007 jam 07.30 WIB, pasien dirawat dengan Fraktur Femur pada hari ke empat: 1. Biodata. a. Identitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, tingkat aktivitas masyarakat Indonesia semakin tinggi. Hal ini disebabkan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga

Lebih terperinci