WORKSHOP IMPLEMENTASI INA-CBG KEMENTERIAN KESEHATAN RI DAFTAR ISI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "WORKSHOP IMPLEMENTASI INA-CBG KEMENTERIAN KESEHATAN RI DAFTAR ISI"

Transkripsi

1

2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 KATA PENGANTAR... 2 MODUL I : PENGENALAN CASEMIX/INA-CBG... 3 MODUL II : KOSTING DALAM INA-CBG MODUL III : KODING DALAM INA-CBG MODUL IV : SOFTWARE INA-CBG DAFTAR PUSTAKA

3 KATA PENGANTAR Perubahan metode pembayaran rumah sakit secara paket dengan menggunakan Indonesia Case Base Group (INA-CBG) mendorong rumah sakit dan dokter untuk melakukan penyesuaian baik pada sisi pengelolaan rumah sakit maupun pasien. Pemahaman yang baik tentang metode pembayaran paket dengan INA-CBG oleh rumah sakit sangat diperlukan agar rumah sakit tetap mampu menjalankan fungsinya dengan baik. Perubahan metode pembayaran dari fee for service ke INA- CBG akan menyebabkan potensi risiko keuangan yang lebih besar di sisi rumah sakit. Metode INA-CBG juga mengharuskan rumah sakit lebih baik dalam hal pelayanan sistem rekam mediknya. Modul workshop ini adalah untuk membantu agar rumah sakit lebih memahami dan lebih siap dalam menghadapi dan mengelola risiko metode pembayaran paket INA-CBG. Beberapa materi yang diajarkan dalam workshop ini meliputi Pengenalan sistem casemix/ina-cbg, Kosting dalam INA-CBG, Koding dalam INA-CBG serta Software INA-CBG sehingga rumah sakit dan atau stakeholder lainnya seperti Asuransi Kesehatan dan lain lain dalam mendapat pemahaman secara menyeluruh mengenai sistem INA-CBG yang berlangsung di rumah sakit. Mudah mudahan dengan modul ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi semua pihak sehingga secara umum dapat mendukung kelancaran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Ketua Tim Teknis INA-CBG Ttd dr. Bambang Wibowo, SP.OG (K), MARS 2

4 MODUL I PENGENALAN SISTEM CASEMIX/INA-CBG Sistem Casemix pertama kali dikembangkan di Indonesia pada tahun 2006 dengan nama INA-DRG Casemix dan dijalankan menggunakan grouper milik PT. 3M Indonesia yang disebut dengan "IR-DRG" dimana Grouper tersebut berakhir masa penggunaannya (lisensi) pada tanggal 30 September 2010, untuk mengantisipasi pelaksanaan klaim Jamkesmas agar tidak terhambat Kementerian Kesehatan RI melakukan kajian dan diskusi dengan beberapa pihak agar sistem INA-DRG dapat berjalan kembali. Pada akhirnya Kementerian Kesehatan RI melalui Tim Center for Casemix Direktorat Jenderal Bina Upaya kesehatan menjajaki kerjasama dengan UNU-IIGH (United Nation University International Institute for Global Health) yang merupakan suatu institusi pendidikan dibawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan berkedudukan di Kuala Lumpur Malaysia, dimana salah satu programnya adalah mengembangkan sistem Case-Mix untuk membantu negara-negara berkembang dengan menggunakan UNU Grouper yang berdampak pada perubahan nomenklatur dari INA-DRG (Indonesia Diagnosis Related Groups) menjadi INA-CBGs (Indonesia Case Based Groups). Modul ini membahas tentang definisi Casemix, perbedaan INA DRG dan INA CBGs, dan Costing dalam INA CBGs yang perlu diketahui oleh peserta Pelatihan. DEFINISI CASEMIX Pembiayaan RS pemerintah akan bergeser dari system alokasi anggaran/subsidi (global budget) menjadi pembiayaan berdasar kinerja (output/performance based). Dalam sistem Casemix, alokasi langsung berdasarkan output layanan dan biaya. Pergeseran pola pembiayaan layanan kesehatan di rumah sakit-rumah sakit didunia saat ini mengarah pada pembiayaan prospektif / prospektif payment. Terdapat beberapa perbedaan antara pembiayaan retrospektif dibanding dengan pembiayaan prospektif, diantaranya pada Pembiayaaan berdasar Fee for service : 1. Tidak memiliki pengaruh besar terhadap kualitas penegakan diagnosa. 2. Kurang sensitif terhadap rasionalisasi penggunaan obat, AMHP dll 3. Kurang sensitif terhadap rasionalisasi penggunaan teknologi canggih dan mahal 4. Pemberi Pelayanan Kesehatan baik fasilitas kesehatan maupun dokter menjadi kurang sensitif terhadap biaya 5. Kemungkinan moral hazard oleh penyedia layanan kesehatan yang menimbulkan supply induced demand (unnecessary services) 3

5 Pembiayaan system prospektif ( prospektif payment) : 1. Memiliki pengaruh besar terhadap akurasi diagnosa serta kualitas rekam medik karena sangat terkait dengan tarif 2. Sensitif terhadap rasionalisasi penggunaan obat, AMHP, dll, karena termasuk dalam tarif paket 3. Sensitif terhadap rasionalisasi penggunaan teknologi canggih dan mahal karena termasuk dalam tarif paket 4. Pemberi Pelayanan Kesehatan baik fasilitas kesehatan maupun dokter menjadi sensitif terhadap biaya 5. Peluang moral hazard oleh penyedia layanan kesehatan menjadi kurang karena tidak ada insentif dalam melakukan pelayanan yang tidak diperlukan Beberapa pengertian Casemix, diantaranya : Casemix / DRGs adalah pengklasifikasian setiap tahapan pelayanan kesehatan yang sejenis ke dalam kelompok yang mempunyai arti relatif sama. Casemix merupakan suatu sistem pengelompokkan penyakit berdasarkan ciri klinis serta biaya perawatan yang kurang lebih sama, dikaitkan dengan pembiayaan untuk tujuan meningkatkan mutu dan efektifitas pelayanan. Sistem casemix adalah system pembayaran pelayanan kesehatan secara paket dimana pembayaran / biaya ditentukan sebelum pelayanan diberikan. Beberapa komponen dalam sistem casemix, diantaranya : 1. Coding 2. Costing 3. Clinical Pathway 4. Teknologi Informasi Manfaat implementasi Casemix dalam sistem pembiayaan untuk rumah sakit di Indonesia, dirasakan baik secara umum, maupun bagi rumah sakit selaku penyelenggara pelayanan kesehatan, bagi masyarakat selaku penerima manfaat pelayanan serta bagi Kementerian Kesehatan selaku regulator. Secara Umum : Tarif terstandarisasi dan lebih transparan Penghitungan tarif pelayanan lebih objektif dan berdasarkan kepada biaya yang sebenarnya; RS mendapat pembiayaan berdasarkan kepada beban kerja sebenarnya; Dapat meningkatkan mutu & efisiensi pelayanan RS. Bagi Rumah Sakit : Salah satu cara untuk meningkatkan standar pelayanan kesehatan; 4

6 Secara objektif memantau pelaksanaan Program Quality Assurance ; Bisa mendapatkan informasi mengenai variasi pelayanan; Dapat mengevaluasi kualitas pelayanan; Dapat mempelajari proses perawatan pasien; Adanya rencana perawatan yang tepat. Bagi Masyarakat Memberikan prioritas perawatan pada pasien berdasar tingkat keparahan penyakit Pasien menerima kualitas pelayanan kesehatan yang lebih baik Mengurangi resiko yang dihadapi pasien Mempercepat pemulihan dan meminimalisasi kecacatan Adanya kepastian mutu dan kepastian biaya. Bagi Kementerian Kesehatan Dapat mengevaluasi dan membandingkan kinerja rumah sakit Benchmarking Area untuk audit klinis Mengembangkan clinical pathway dan SPO Menstandarisasi proses pelayanan kesehatan di rumah sakit. Adanya standar untuk pengalokasian biaya jamkesmas. SISTEM INA-CBG Sistem casemix pertama kali dikembangkan di Indonesia pada tahun 2006 dengan nama INA-DRG (Indonesia- Diagnosis Related Group). Implementasi pembayaran dengan INA-DRG dimulai pada 1 September 2008 pada 15 rumah sakit vertikal, dan pada 1 Januari 2009 diperluas pada seluruh rumah sakit yang bekerja sama untuk program Jamkesmas. Pada tanggal 31 September 2010 dilakukan perubahan nomenklatur dari INA- DRG (Indonesia Diagnosis Related Group) menjadi INA-CBG (Indonesia Case Based Group) seiring dengan perubahan grouper dari 3M Grouper ke UNU (United Nation University) Grouper. Dengan demikian, sejak bulan Oktober 2010 sampai Desember 2013, pembayaran kepada Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) Lanjutan dalam Jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) menggunakan INA- CBG. Sejak diimplementasikannya sistem casemix di Indonesia telah dihasilkan 3 kali perubahan besaran tarif, yaitu tarif INA-DRG tahun 2008, tarif INA-CBG tahun 2013 dan tarif INA-CBG tahun Tarif INA-CBG mempunyai kelompok tarif terdiri dari 789 kode grup/kelompok rawat inap dan 288 kode grup/kelompok rawat jalan, menggunakan sistem koding dengan ICD-10 untuk diagnosis serta ICD-9-CM 5

7 untuk prosedur/tindakan. Pengelompokan kode diagnosis dan prosedur dilakukan dengan menggunakan grouper UNU (UNU Grouper). UNU-Grouper adalah Grouper casemix yang dikembangkan oleh United Nations University (UNU). STRUKTUR KODE INA CBG Dasar pengelompokan dalam INA CBG menggunakan sistem kodifikasi dari diagnosis akhir dan tindakan/prosedur yang menjadi output pelayanan, dengan acuan ICD-10 untuk diagnosis dan ICD-9-CM untuk tindakan/prosedur. Pengelompokan menggunakan sistem teknologi informasi berupa Aplikasi INA-CBG sehingga dihasilkan Group/Kelompok Kasus yang terdiri dari 789 kelompok kasus rawat inap dan 288 kelompok kasus rawat jalan. Setiap group dilambangkan dengan kode kombinasi alfabet dan numerik dengan contoh sebagai berikut : Struktur Kode INA-CBG Keterangan : 1. Digit ke-1 merupakan CMG ( Casemix Main Groups) 2. Digit ke-2 merupakan tipe kasus 3. Digit ke-3 merupakan spesifik CBG kasus 4. Digit ke-4 berupa angka romawi merupakan severity level Struktur Kode INA-CBG terdiri atas : a. Case-Mix Main Groups (CMGs) Adalah klasifikasi tahap pertama Dilabelkan dengan huruf Alphabet (A to Z) Berhubungan dengan sistem organ tubuh Pemberian Label Huruf disesuaikan dengan yang ada pada ICD 10 untuk setiap sistem organ Terdapat 30 CMGs dalam UNU Grouper (22 Acute Care CMGs, 2 Ambulatory CMGs, 1 Subacute CMGs, 1 Chronic CMGs, 4 Special CMGs dan 1 Error CMGs) Total CBGs sampai saat ini sebanyak CMGs yang ada dalam INA-CBG terdiri dari : 6

8 7

9 NO Casemix Main Groups (CMG) Case-Mix Main Groups (CMG) CMG Codes 1 Central nervous system Groups G 2 Eye and Adnexa Groups H 3 Ear, nose, mouth & throat Groups U 4 Respiratory system Groups J 5 Cardiovascular system Groups I 6 Digestive system Groups K 7 Hepatobiliary & pancreatic system Groups B 8 Musculoskeletal system & connective tissue Groups M 9 Skin, subcutaneous tissue & breast Groups L 10 Endocrine system, nutrition & metabolism Groups E 11 Nephro-urinary System Groups N 12 Male reproductive System Groups V 13 Female reproductive system Groups W 14 Deleiveries Groups O 15 Newborns & Neonates Groups P 16 Haemopoeitic & immune system Groups D 17 Myeloproliferative system & neoplasms Groups C 18 Infectious & parasitic diseases Groups A 19 Mental Health and Behavioral Groups F 20 Substance abuse & dependence Groups T 8

10 NO Case-Mix Main Groups (CMG) CMG Codes 21 Injuries, poisonings & toxic effects of drugs Groups S 22 Factors influencing health status & other contacts with health services Groups Z 23 Ambulatory Groups-Episodic Q 24 Ambulatory Groups-Package QP 25 Sub-Acute Groups SA 26 Special Procedures YY 27 Special Drugs DD 28 Special Investigations I II 29 Special Investigations II IJ 30 Special Prosthesis RR 31 Chronic Groups CD 32 Errors CMGs X b. Case-Based Groups (CBG) : Sub-group kedua yang menunjukkan tipe kasus (1-9) Group Tipe Kasus dalam INA-CBG TIPE KASUS GROUP a. Prosedur Rawat Inap Group-1 b. Prosedur Besar Rawat Jalan Group-2 c. Prosedur Signifikan Rawat Jalan Group-3 d. Rawat Inap Bukan Prosedur Group-4 e. Rawat Jalan Bukan Prosedur Group-5 f. Rawat Inap Kebidanan Group-6 g. Rawat Jalan kebidanan Group-7 h. Rawat Inap Neonatal Group-8 i. Rawat Jalan Neonatal Group-9 j. Error Group-0 9

11 c. Kode CBG Sub-group ketiga menunjukkan spesifik CBG yang dilambangkan dengan numerik mulai dari 01 sampai dengan 99. d. Severity Level Sub-group keempat merupakan resource intensity level yang menunjukkan tingkat keparahan kasus yang dipengaruhi adanya komorbiditas ataupun komplikasi dalam masa perawatan. Keparahan kasus dalam INA-CBG terbagi menjadi : 1) 0 Untuk Rawat jalan 2) I - Ringan untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 1 (tanpa komplikasi maupun komorbiditi) 3) II - Sedang Untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 2 (denganmild komplikasi dan komorbiditi) 4) III - Berat Untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 3 (dengan major komplikasi dan komorbiditi) Contoh kode INA-CBG Tipe Layanan Kode INA-CBG Deskripsi Kode INA-CBG I 4 10 I Infark Miocard Akut Ringan Rawat Inap I 4 10 II Infark Miocard Akut Sedang I 4 10 III Infark Miocard Akut Berat Rawat Jalan Q Konsultasi atau pemeriksaan lain-lain Q Infeksi Akut Istilah ringan, sedang dan berat dalam deskripsi dari Kode INA CBG bukan menggambarkan kondisi klinis pasien maupun diagnosis atau prosedur namun menggambarkan tingkat keparahan (severity level) yang dipengaruhi oleh diagnosis sekunder (komplikasi dan ko-morbiditi). TARIF INA-CBG DALAM JKN Tarif INA-CBG yang digunakan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) per 1 Januari 2014 diberlakukan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan, dengan beberapa prinsip sebagai berikut : 1. Pengelompokan Tarif 7 kluster rumah sakit, yaitu : Tarif Rumah Sakit Kelas A Tarif Rumah Sakit Kelas B Tarif Rumah Sakit Kelas B Pendidikan Tarif Rumah Sakit Kelas C Tarif Rumah Sakit Kelas D Tarif Rumah Sakit Khusus Rujukan Nasional Tarif Rumah Sakit Umum Rujukan Nasional 10

12 Pengelompokan tarif berdasarkan penyesuaian setelah melihat besaran Hospital Base Rate (HBR) sakit yang didapatkan dari perhitungan total biaya pengeluaran rumah sakit. Apabila dalam satu kelompok terdapat lebih dari satu rumah sakit, maka digunakan Mean Base Rate. 2. Regionalisasi, tarif terbagi atas 5 Regional yang didasarkan pada Indeks Harga Konsumen (IHK) dan telah disepakati bersama antara BPJS Kesehatan dengan Asosiasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan 3. Terdapat pembayaran tambahan (Top Up) dalam sistem INA CBG versi 4.0 untuk kasus kasus tertentu yang masuk dalam special casemix main group (CMG),meliputi : Special Prosedure Special Drugs Special Investigation Special Prosthesis Special Groups Subacute dan Kronis Top up pada special CMG tidak diberikan untuk seluruh kasus atau kondisi, tetapi hanya diberikan pada kasus dan kondisi tertentu. Khususnya pada beberapa kasus atau kondisi dimana rasio antara tarif INA-CBG yang sudah dibuat berbeda cukup besar dengan tarif RS. Penjelasan lebih rinci tentang Top Up dapat dilihat pada poin D. 4. Tidak ada perbedaan tarif antara rumah sakit umum dan khusus, disesuaikan dengan penetapan kelas yang dimiliki untuk semua pelayanan di rumah sakit berdasarkan surat keputusan penetapan kelas yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI. 5. Tarif INA-CBG merupakan tarif paket yang meliputi seluruh komponen sumber daya rumah sakit yang digunakan dalam pelayanan baik medis maupun non-medis. Untuk Rumah Sakit yang belum memiliki penetapan kelas, maka tarif INA-CBG yang digunakan setara dengan Tarif Rumah Sakit Kelas D sesuai regionalisasi masing-masing. Penghitungan tarif INA CBG s berbasis pada data costing dan data koding rumah sakit. Data costing didapatkan dari rumah sakit terpilih (rumah sakit sampel) representasi dari kelas rumah sakit, jenis rumah sakit maupun kepemilikan rumah sakit (rumah sakit swasta dan pemerintah), meliputi seluruh data biaya yang dikeluarkan oleh rumah sakit, tidak termasuk obat yang sumber pembiayaannya dari program pemerintah (HIV, TB, dan lainnya). Data koding diperoleh dari data koding 11

13 rumah sakit PPK Jamkesmas. Untuk penyusunan tarif JKN digunakan data costing 137 rumah sakit pemerintah dan swasta serta 6 juta data koding (kasus). Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 111 tahun 2013, mengamanatkan tarif ditinjau sekurang-kurangnya setiap 2 (dua) tahun. Upaya peninjauan tarif dimaksudkan untuk mendorong agar tarif makin merefleksikan actual cost dari pelayanan yang telah diberikan rumah sakit. Selain itu untuk meningkatkan keberlangsungan sistem pentarifan yang berlaku, mampu mendukung kebutuhan medis yang diperlukan dan dapat memberikan reward terhadap rumah sakit yang memberikan pelayanan dengan outcome yang baik. Untuk itu keterlibatan rumah sakit dalam pengumpulan data koding dan data costing yang lengkap dan akurat sangat diperlukan dalam proses updating tarif. REGIONALISASI Regionalisasi dalam tarif INA-CBG dimaksudkan untuk mengakomodir perbedaan biaya distribusi obat dan alat kesehatan di Indonesia. Dasar penentuan regionalisasi digunakan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari Badan Pusat Statistik (BPS), pembagian regioalisasi dikelompokkan menjadi 5 regional. Kesepakatan mengenai pembagian regional dilaksanakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dengan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) dengan hasil regionalisasi tingkat propinsi sebagai berikut. Daftar regionalisasi tarif INA-CBG REGIONALISASI I II III IV IV Banten Sumatera Barat NAD Kalimantan Selatan Bangka Belitung DKI Jakarta Riau Sumatera Utara Kalimantan Tengah NTT Jawa Barat Sumatera Selatan Jambi Kalimantan Timur Jawa Tengah Lampung Bengkulu Kalimantan Utara DI Yogyakarta Bali Kepulauan Riau Maluku Jawa Timur NTB Kalimantan Barat Maluku Utara Sulawesi Utara Papua Sulawesi Tengah Papua Barat Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Sulawesi Selatan 12

14 SPECIAL CMG DALAM INA CBGs Special CMG atau special group pada tarif INA-CBG saat ini dibuat agar mengurangi resiko keuangan rumah sakit. Saat ini hanya diberikan untuk beberapa obat, alat, prosedur, pemeriksaan penunjang serta beberapa kasus penyakit subakut dan kronis yang selisih tarif INA-CBG dengan tarif rumah sakit masih cukup besar. Besaran nilai pada tarif special CMG tidak dimaksudkan untuk menganti biaya yang keluar dari alat, bahan atau kegiatan yang diberikan kepada pasien, namun merupakan tambahan terhadap tarif dasarnya. Dasar pembuatan special CMG adalah CCR (cost to charge ratio ) yaitu perbandingan antara cost rumah sakit dengan tarif INA-CBG, data masukan yang digunakan untuk perhitungan CCR berasal dari profesional (dokter specialis), beberapa rumah sakit serta organisasi profesi. Rincian special CMG yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1. Special CMG untuk Drugs, Prosthesis, Prosedur serta Investigasi Daftar Special CMG Kode Special CMG DD01 DD02 DD03 DD04 List Item Special CMG Streptokinase Deferiprone Deferoksamin Deferasirox Jenis Peraw atan Rawat Inap Rawat Inap Rawat Inap Rawat Inap Kode INA-CBG I-4-10-I I-4-10-II I-4-10-III D-4-13-I D-4-13-II D-4-13-III D-4-13-I D-4-13-II D-4-13-III D-4-13-I D-4-13-II D-4-13-III Kode ICD 10 dan ICD 9 CM Diagnosis/Prosedur I210,I211,I212,I213,I214,I219,I2 33 D561,D562,D563,D564,D568 D561,D562,D563,D564,D568 D561,D562,D563,D564,D568 Tipe Special CMG Special Drug Special Drug Special Drug Special Drug DD05 Human Albumin Rawat Inap A-4-10-I A-4-10-II A-4-10-III A021,A207,A227,A391,A392,A39 3,A394,A398,A399,A400,A401,A 402,A403,A408,A409,A410,A411, A412,A413,A414,A415,A418,A41 9,A427,B377,R571 Special Drug 13

15 Daftar Special CMG (lanjutan) Kode Special CMG YY01 YY02 YY03 YY04 YY05 YY06 YY08 YY09 YY10 YY11 YY12 YY13 YY14 YY15 YY16 List Item Special CMG Tumor pineal - Endoskopy Hip Replacement /knee replacement PCI Keratoplasty Pancreatectomy Repair of septal defect of heart with prosthesis Stereotactic Surgery & Radiotheraphy Torakotomi Lobektomi / bilobektomi Air plumbage Timektomi Vitrectomy Phacoemulsification Microlaringoscopy Cholangiograph Jenis Peraw atan Rawat Inap Rawat Inap Rawat Inap Rawat Inap Rawat Inap Rawat Inap Rawat Inap Rawat Inap Rawat Inap Rawat Inap Rawat Inap Rawat Inap Kode INA-CBG E-1-01-I E-1-01-II E-1-01-III M-1-04-I M-1-04-II M-1-04-III I-1-40-I I-1-40-II I-1-40-III H-1-30-I H-1-30-II H-1-30-III B-1-10-I B-1-10-II B-1-10-III I-1-06-I I-1-06-II I-1-06-III C-4-12-I C-4-12-II C-4-12-III J-1-30-I J-1-30-II J-1-30-III J-1-10-I J-1-10-II J-1-10-III J-4-20-I J-4-20-II J-4-20-III D-1-20-I D-1-20-II D-1-20-III H-1-30-I H-1-30-II H-1-30-III Kode ICD 10 dan ICD 9 CM Diagnosis/Prosedur 0713,0714,0715, ,8152,8153,8154, ,3607, ,1161,1162,1163,1164, ,5252,5253,5259, ,3551,3552,3553,3555 Z510,9221,9222,9223,9224,9225,9226,9227,9228,9229,9230,923 1,9232,9233, , , ,0781, Tipe Special CMG Special Procedure Special Procedure Special Procedure Special Procedure Special Procedure Special Procedure Special Procedure Special Procedure Special Procedure Special Procedure Special Procedure Special Procedure Rawat Jalan H Special Procedure Rawat Jalan J ,3142,3144 Special Procedure Rawat Jalan B ,5111,5114,5115,5213 Special Procedure 14

16 Daftar Special CMG (lanjutan) Kode Special CMG II01 II02 II03 II04 RR01 RR02 RR03 RR04 RR05 List Item Special CMG Other CT Scan Nuclear Medicine MRI Diagnostic and Imaging Procedure of Subdural grid electrode Cote graft TMJ Prothesis Liquid Embolic (for AVM) Hip Implant/ knee implant Jenis Peraw atan Rawat Kode INA-CBG Kode ICD 10 dan ICD 9 CM Diagnosis/Prosedur Tipe Special CMG Jalan Z ,8801,8838 Special Investigation Rawat Jalan Z ,9215 Special Investigation Rawat Jalan Z ,8893,8897 Special Investigation Rawat Jalan H Special Investigation Rawat Inap Rawat Inap Rawat Inap Rawat Inap Rawat Inap G-1-10-I G-1-10-II G-1-10-III I-1-03-I I-1-03-II I-1-03-III M-1-60-I M-1-60-II M-1-60-III G-1-12-I G-1-12-II G-1-12-III M-1-04-I M-1-04-II M-1-04-III ,8152,8153,8154,8155 Special Prosthesis Special Prosthesis Special Prosthesis Special Prosthesis Special Prosthesis 2. Special CMG untuk Subakut dan Kronis dengan penjelasan sebagai berikut : Special CMG subakut dan kronis diperuntukkan untuk kasus-kasus Psikiatri serta kusta dengan ketentuan lama hari rawat (LOS) dirumah sakit sebagai berikut : Fase Akut : 1 s/d 42 Hari Fase subakute : 43 s/d 103 Hari Fase Kronis : 104 s/d 180 Hari Special CMG subakut dan kronis berlaku di semua rumah sakit yang memiliki pelayanan psikiatri dan kusta serta memenuhi kriteria lama hari rawat sesuai ketentuan diatas. Perangkat yang akan digunakan untuk melakukan penilaian pasien subakut dan kronis dengan menggunakan WHO-DAS (WHO Disability Assesment Schedule) versi 2.0. Penghitungan tarif special CMG subakut dan kronis akan menggunakan rumus sebagai berikut : Fase Akut : Tarif Paket INA-CBG Fase Subakut : Tarif Paket INA-CBG + Tarif Subakut Fase Kronis : Tarif Paket INA-CBG + Tarif Subakut + Tarif Kronis 15

17 WHO-DAS 1. WHO-DAS adalah instrumen yang digunakan untuk mengukur disabilitas. Instrumen ini dikembangkan oleh Tim Klasifikasi, Terminologi, dan standar WHO dibawah The WHO/National Institutes of Health (NIH) Joint Projecton Assesment of Classification of Disability. 2. Dalam konteks INA-CBG : a. Versi yang digunakan adalah versi 2.0, yang mengandung 12 (duabelas) variabel penilaian (s1-s12)dengan skala penilaian 1 (satu) sampai dengan 5 (lima), sehingga total skor 60 (enampuluh) b. Tidak digunakan sebagai dasar untuk pemulangan pasien tetapi sebagai dasar untuk menghitung Resource Intensity Weight (RIW) pada fase subakut dan kronis bagi pasien psikiatri dan pasien kusta c. Penilaian/assessment dilaksanakan pada awal fase subakut (hari ke-43) dan awal fase kronis (hari ke-104) yang dihitung sejak hari pertama pasien masuk. d. Penilaian dilakukan dengan metode wawancara langsung (interview) dan/atau observasi oleh psikiater atau dokter ahli lainnya, dokter umum, maupun perawat yang terlatih e. Lembar penilaian ditandatangani oleh Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) dengan mencantumkan nama jelas (Perangkat lengkap WHO-DAS terlampir) 3. Salinan lembar hasil scoring WHO-DAS yang telah ditandatangani oleh DPJP dilampirkan sebagai bahan pendukung pengajuan klaim. 4. Petugas administrasi klaim atau koder melakukan input hasil scoring WHO- DAS berupa angka penilaian awal masuk pada periode subakut atau kronis ke dalam software INA-CBG pada kolom ADL, selanjutnya software akan melakukan penghitungan tarif secara otomatis. EPISODE Episode adalah jangka waktu perawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai pasien keluar rumah sakit, termasuk konsultasi dan pemeriksaan dokter, pemeriksaan penunjang maupun pemeriksaan lainnya. Pada sistem INA-CBG, hanya ada 2 episode yaitu episode rawat jalan dan rawat inap, dengan beberapa kriteria di bawah ini : 1. Episode rawat jalan Satu episode rawat jalan adalah satu rangkaian pertemuan konsultasi antara 16

18 pasien dan dokter serta pemeriksaan penunjang sesuai indikasi medis dan obat yang diberikan pada hari pelayanan yang sama. Apabila pemeriksaaan penunjang tidak dapat dilakukan pada hari yang sama maka tidak dihitung sebagai episode baru. Pasien yang membawa hasil pada hari pelayanan yang berbeda yang dilanjutkan dengan konsultasi dan pemeriksaan penunjang lain sesuai indikasi medis, dianggap sebagai episode baru. Pemeriksaan penunjang khusus dirawat jalan (MRI, CT Scan) tidak menjadi episode baru karena termasuk dalam special CMG. Pelayanan IGD, pelayanan rawat sehari maupun pelayanan bedah sehari (One Day Care/Surgery) termasuk rawat jalan Pasien yang datang ke rumah sakit mendapatkan pelayanan rawat jalan pada satu atau lebih klinik spesialis pada hari yang sama, terdiri dari satu atau lebih diagnosis, dimana diagnosis satu dengan yang lain saling berhubungan atau tidak berhubungan, dihitung sebagai satu episode. 2. Pasien datang kembali ke rumah sakit dalam keadaan darurat pada hari pelayanan yang sama, maka dianggap sebagai episode baru. 3. Episode rawat Inap adalah satu rangkaian pelayanan jika pasien mendapatkan perawatan > 6 jam di rumah sakit atau jika pasien telah mendapatkan fasilitas rawat inap (bangsal/ruang rawat inap dan/atau ruang perawatan intensif) walaupun lama perawatan kurang dari 6 jam, dan secara administrasi telah menjadi pasien rawat inap. 4. Pasien yang masuk ke rawat inap sebagai kelanjutan dari proses perawatan di rawat jalan atau gawat darurat, maka kasus tersebut termasuk satu episode rawat inap, dimana pelayanan yang telah dilakukan di rawat jalan atau gawat darurat sudah termasuk didalamnya. 5. Dalam hal pelayanan berupa prosedur yang berkelanjutan di pelayanan rawat jalan seperti radioterapi, kemoterapi, rehabilitasi medik dan pelayanan gigi, episode yang berlaku adalah per satu kali kunjungan. 17

19 IMPLEMENTASI DIRUMAH SAKIT Metode pembayaran rumah sakit dengan INA-CBG harus diikuti dengan berbagai perubahan di rumah sakit baik pada level manajemen maupun profesi khususnya dokter. Karena perubahan tidak hanya dilakukan pada cara pandang mengelola pasien tetapi juga cara pandang dalam mengelola rumah sakit. Beberapa upaya yang sebaiknya dilakukan adalah: 1. Membangun tim rumah sakit Manajemen dan profesi serta komponen rumah sakit yang lain harus mempunyai persepsi dan komitmen yang sama serta mampu bekerja sama untuk menghasilkan produk pelayanan rumah sakit yang bermutu dan cost efective. Bukan sekedar untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya. Sebagai tim semua komponen rumah sakit harus memahami tentang konsep tarif paket, dimana dimungkinkan suatu kasus atau kelompok CBG tertentu mempunyai selisih positif dan pada kasus atau kelompok kasus CBG yang sama pada pasien berbeda ataupun pada kelompok CBG lain mempunyai selisih negatif. Surplus atau selisih positip pada suatu kasus atau kelompok CBG dapat digunakan untuk menutup selisih negatif pada kasus lain atau kelompok CBG lain (subsidi silang). Sehingga pelayanan rumah sakit tetap mengedepankan mutu pelayanan dan keselamatan pasien. 2. Meningkatkan efisiensi Efisiensi tidak hanya dilakukan pada sisi proses seperti penggunaan sumber daya farmasi, alat medik habis pakai, lama rawat, pemeriksaan penunjang yang umumnya menjadi area profesi tetapi juga pada sisi input seperti perencanaan dan pengadaan barang dan jasa yang umumnya menjadi area/tanggung jawab menejemen. Sisi proses umumnya lebih menekankan pada aspek efektifitas sedangkan sisi input umumnya lebih menekankan aspek efisiensi. Keduanya harus mampu berinteraksi untuk menghasilkan produk pelayanan yang cost effective. Sisi proses dalam hal melakukan efisiensi juga harus mampu mengurangi atau bahkan menghilangkan pelayanan yang berlebih dan tidak diperlukan (over treatment dan atau over utility). Seperti penggunaan/pemilihan obat yang berlebihan dan pemeriksaan penunjang yang tidak selektif dan tidak kuat indikasinya. Efisiensi juga harus dilakukan pada biaya umum seperti penggunaan listrik, air, perlengkapan kantor dan lain-lain. Inefisiensi pada sisi input maupun proses akan berpengaruh pada ongkos/biaya produksi pelayanan rumah sakit yang mahal. 3. Memperbaiki mutu rekam medis Tarif INA-CBG sangat ditentukan oleh output pelayanan yang tergambar pada diagnosis akhir (baik diagnosis utama maupun sekunder) dan prosedur yang telah dilakukan selama proses perawatan. Kelengkapan dan mutu dokumen rekam medis berpengaruh pada koding, grouping dan tarif INA-CBG. 18

20 4. Memperbaiki kecepatan dan mutu klaim Kecepatan dan mutu klaim akan mempengaruhi cash flow rumah sakit. Kecepatan klaim sangat dipengaruhi oleh kecepatan penyelesaian berkas rekam medis. Sehingga rumah sakit harus menata sistem pelayanan rekam medis yang baik agar kecepatan dan mutu rekam medis bisa memperbaiki dan meningkatkan cash flow rumah sakit. 5. Melakukan standarisasi Perlu terus dibangun standard input dan proses di tingkat rumah sakit. Standard input misalnya farmasi, alat medik habis pakai. Perlu dibuat formularium rumah sakit (perencanaan), perlu dibuat standar pengadaan obat rumah sakit (e katalog dan atau lelang), standar penulisan resep misal dokter hanya menulis nama generik sedangkan obat yang diberikan berdasar hasil/perolehan pengadaan. Standar proses misalnya PPK/SPO dan atau clinical pathway. Keputusan/penetapan standar proses akan sangat berpengaruh pada pembuatan keputusan pada standar input. 6. Membentuk Tim Casemix/Tim INA-CBG rumah sakit Tim Casemix/Tim INA-CBG rumah sakit akan menjadi penggerak membantu melakukan sosialisasi, monitoring dan evaluasi implementasi INA-CBG di rumah sakit. 7. Memanfaatkan data klaim. Data INA-CBG rumah sakit dapat digunakan/dimanfaatkan tidak hanya untuk klaim tetapi juga dapat digunakan untuk menilai performance rumah sakit dan performance SDM khususnya profesi dokter. Data INA-CBG bisa juga digabungkan dengan data HIMS (Health Information Management System) bahkan bisa dibandingkan dengan rumah sakit lain yang sekelas. Jadi data INA- CBG dan data klaim dapat digunakan sebagai bahan untuk pengambilan keputusan/kebijakan tingkat rumah sakit. 8. Melakukan review post-claim Reviu post-claim yang dilakukan secara berkala sangat penting dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan pengendalian biaya dan mutu dalam pelayanan yang akan diberikan. Idealnya kegiatan reviu ini melibatkan seluruh unit yang ada di rumah sakit baik manajemen, tenaga professional, serta unit penunjang maupun pendukung dan dilakukan dengan data yang telah dianalisis oleh tim Casemix rumah sakit. 9. Pembayaran jasa medis Perubahan metode pembayaran rumah sakit dengan metode paket INA-CBG sebaiknya diikuti dengan perubahan pada cara pembayaran jasa medis. Pembayaran jasa medis sebaiknya disesuaikan dengan menggunakan sistem remunerasi berbasis kinerja. 10. Untuk masa yang akan datang diharapkan seluruh rumah sakit provider JKN bisa berkontribusi untuk mengirimkan data koding dan data costing sehingga dapat dihasilkan tarif yang mencerminkan actual cost pelayanan di rumah sakit. 19

21 Apa saja yang sebaiknya TIDAK dilakukan oleh rumah sakit. Implementasi INA-CBG sebaiknya dilakukan dengan benar dan penuh tanggunggung jawab dari semua pihak. Sebaiknya rumah sakit tidak melakukan hal hal dibawah ini: 1. Menambah diagnosis yang tidak ada pada pasien yang diberikan pelayanan untuk tujuan meningkatkan tingkat keparahan atau untuk tujuan mendapatkan grouping pada kelompok tariff yang lebih besar. 2. Menambah prosedur yang tidak dilakukan atau tidak ada bukti pemeriksaan untuk tujuan mendapatkan grouping pada kelompok tariff yang lebih besar. 3. Melakukan input diagnosis dan prosedur hingga proses grouping berkali-kali dengan tujuan mendapatkan kelompok tarif yang lebih besar. 4. Upcoding, yaitu memberikan koding dengan sengaja dengan tujuan meningkatkan pembayaran ke rumah sakit. 5. Melakukan manipulasi terhadap diagnosis dengan menaikkan tingkatan jenis tindakan. Misalnya : appendiectomy tanpa komplikasi ditagihkan sebagai appendiectomy dengan komplikasi, yang memerlukan operasi besar sehingga menagihkan dengan tarif yang lebih tinggi. 6. Memberikan pelayanan dengan mutu yang kurang baik. Misalnya: memperpendek jam pelayanan poliklinik, pelayanan yang bisa diselesaikan dalam waktu satu hari dilakukan pada hari yang berbeda, tidak melakukan pemeriksaan penunjang yang seharusnya dilakukan, tidak memberikan obat yang seharusnya diberikan, serta membatasi jumlah tempat tidur yang tersedia di rumah sakit untuk peserta JKN. 20

22 STRATEGI PENGENDALIAN BIAYA (COST CONTAINMENT) Cost Containment yang memiliki arti penekanan atau pengendalian biaya terhadap berbagai sisi bisnis rumah sakit dari mulai kepegawaian, infrastruktur, peralatan, obat-obatan bahan habis pakai dan seluruh aspek bisnis lainnya di rumah sakit. Cost containment merupakan cara mengendalikan biaya sampai ketitik cost effectiveness bukan ketitik efficiency. Artinya berapa besaran biaya yang secara rasional dibutuhkan untuk pelayanan tertentu dan berapa besar pembiayaan untuk perawatan atau pemeliharan peralatan secara rasional. Sesungguhnya inti dari cost containment adalah bagaimana seluruh karyawan menjadi sadar biaya. Manajemen rumah sakit mengetahui dengan persis, bahwa biaya yang dibebankan kepada pasien adalah akibat dari pekerjaannya dan biaya tesebut yang harus ditanggung oleh pasien. Langkah Langkah Strategis Penekanan Biaya Diperlukan langkah langkah strategis yang memadai dalam merancang penekanan biaya di rumah sakit, agar seluruh karyawan memahami adanya kebijakan berkaitan dengan penekanan biaya yang mengarah kepada cost effectiveness. Sebagai landasan utama adalah dibangunnya suatu komitmen dan membentuk budaya sadar biaya pada semua lini. 1. Perencanaan Seperti layaknya suatu organisasi bisnis, maka rumah sakit diwajibkan memiliki perencanaan antara lain Business plan sebagai dokumen perencanaan suatu rumah sakit, atau beberapa tahun yang lalu cukup hanya rencana strategis. Kemudian setiap unit memiliki Strategic Action Plan, implementation plan dan annual plan serta accountability system. Namun perencanaan dalam suatu rumah sakit adalah sejak rumah sakit itu akan didirikan sehingga streamline perencanaan yang berwawasan penekanan biaya akan menjadi jelas sampai pada perencanaan proses pelayanan. a. Perencanaan Dalam Mendirikan Rumah Sakit Sebelum rumah sakit didirikan, sebaiknya investor memiliki business plan yang jelas, yang kemudian akan diuji dengan studi kelayakan dan jika layak maka disusun suatu master plan. Disinilah sebenarnya awal penekanan biaya bisa bisa dipikirkan. Untuk itu dibutuhkan pemahaman tentang bangunan rumah sakit. Bangunan rumah sakit memiliki dua aspek utama yaitu fungsi dan estetika bangunan. Keduanya harus dipikirkan dengan baik jangan sampai terjadi bangunan hanya mengutamakan estetika akan tetapi mengabaikan fungsi bangunan itu sendiri. Banyak kejadian bahwa bangunan tampak estetik dan menarik akan tetapi kurang fungsional, akibatnya banyak ruangan yang idle dan tidak bisa difungsikan. Hal ini akan berdampak terhadap semakin tinggi 21

23 pembiayaan. Dan jika hal ini terjadi maka biaya tetap atau Fixed cost suatu rumah sakit akan sangat tinggi dan sudah pasti akan berpengaruh terhadap kebijakan pentarifan, terif menjadi sulit bersaing dan tentu saja akan merugikan investornya. Hal lain adalah bagaimana kita mensiasati agar rumah sakit menjadi rumah sakit dengan bangunan yang mampu mengakomodasi fungdi fungsi yang nantinya akan dilaksanakan di rumah sakit tersebut. Tentu saja fungsi harus diterjemahkan menjadai bangunan yang memadai dengan melihat luasan, pencahaayan, ventilasi, akses, integrasi, zoning bahkan ramah lingkungan, dan faktor estetika. Pada saat ini perencanaan bangunan rumah sakit mengarah kepada yang kita kenal green hospital atau khususnya green building. Yang dimaksud disini adalah bagaimana bangunan yang tidak terlalu menghamburkan biaya dan pencemaran. Misalnya one bed one window, jendela yang cukup memadai, sehingga setiap pasien bisa menikmati pencahayaan dan sirkulasi udara yang memadai. Berdasarkan hasil penelitian bahwa pasien yang dirawat pada bangunan rumah sakit yang seperti ini tingkat kesembuhannya lebih cepat dua setengah hari dibanding dirawat pada ruangan yang mengandalkan air kondition dan pencahayaan listrik healing power of nature. Tentunya open space dan pertamanan juga merupakan dukungan yang seharusnya ada di rumah sakit. Menggunakan bahan bahan bangunan yang ramah lingkungan, jika rumah sakit berada pada daerah gempa sebaiknya menggunakan seismic isolation agar bangunan tahan gempa, walaupun harganya tiga kali lipat dari fondasi bangunan tersebut dan setiap kolom bangunan harus dipasang alat ini. b. Perencanaan Pengadaan Peralatan Medis Didalam master plan akan tercantum peralatan medis yang akan digunakan, perlu di listing dan dikelompokkan kemudian lakukan standarisasi peralatan medis, yang diupayakan dengan merek yang sama, atau dari fabrikan yang sama dengan mempertimbangkan sisi harga dan maintenance peralatan medis tersebut. Ada rumah sakit yang menggunakan peralatan medis dari fabrikan yang sangat terkenal, pertimbangannya adalah akurasi, daya tahan alat dan rendah energy, akan tetapi harganya sangat mahal. Adapula yang menggunakan peralatan medis dari fabrikan yang kurang terkenal, harganya murah akan tetapi biasanya boros energy dan daya tahannya tidak sebaik merek terkenal. Namun hal ini berpulang kepada para investor itu sendiri. c. Perencanaan Bisnis Rumah Sakit Business plan sebaiknya memunculkan cost containment didalamnya dengan target atau standar penekanan biaya, misalnya didalam standar atau target 22

24 strategy map, pada kolom internal business process the Balance scorecard, dimunculkan angkanya atau kebijakannya. Kemudian setiap pejabat struktural dan pejabat fungsional menyusun strategic action plan untuk menjabarkan business plan rumah sakit dengan mencantumkan rencana cost containment dan nantinya akan dijabarkan menjadi annual plan yang secara otomatis akan memunculkan cost containment yang harus dilaksanakan oleh unit unit yang memiliki Annual plan unit. Dan disini perencanaan cost containment akan menjadi jelas untuk dilaksanakan. d. Perencanaan Rekruitmen Pegawai Sama halnya dengan perencanaan pada setiap unit, pejabat yang bertanggung jawab pada kepegawaian atau HRD, menyusun Strategic Action Plan, Annual Plan, Accountability System. Yang harus ditekankan disini adalah : Pada saat penerimaan pegawai maka penerimaan pegawai harus sesuai dengan persyaratan kompetensi (skill, knowledge dan attitude) yang diminta oleh jabatan yang akan dipangkunya, termasuk kesehatan fisik, jiwa dan sosialnya. Sistem remunerasinya harus sesuai dengan kompetensinya Pada saat jabatannya akan dikukuhkan maka perlu diikat dengan contractual agreement antara direktur RS dengan karyawan yang bersangkutan. Pendidikan dan latihan harus terprogram dan dilaksanakan, agar pengetahuan, keterampilan dan perilakunya berkembang kearah perbaikan. Kontrolling keadaan karyawan dari mulai kesehatannya dan kinerjanya serta kekeliruannya dalam bekerja Rotasi dan mutasi yang sesuai dengan perkembangan kinerjanya. Pemutusan hubungan kerja termasuk pensiun. 2. Kebijakan Direktur rumah sakit tentang cost containment Kebijakan yang ditandatangani oleh direktur rumah sakit tentang penekanan biaya rumah sakit. Prinsip kebijakan tersebut adalah: Seluruh karyawan harus memiliki budaya sadar biaya Seluruh pejabat cost center maupun pejabat revenue center bertanggung jawab terhadap penerapan kebijakan cost costainment. Seluruh pejabat cost center maupun pejabat revenue center diwajibkan memiliki dokumen SAP, Annual Plan Unit, Accountability System yang didalamnya tercantum standar dan target penekanan biaya lengkap dengan indikator keberhasilannya. Menerapkan Cost containment strategy yang telah disusun oleh unit unit yang bersangkutan. Evaluasi bulanan tentang penerapan CCS. Reward and punishment. 23

25 3. Strategi Aplikasi Penekanan Biaya Dalam Proses Pelayanan Kebijakan tentang Cost containment pada proses pelayanan, yang isinya antara lain: Pelayanan harus mengacu kepada standar pelayanan yang telah ditetapkan oleh rumah sakit. Penggunaan peralatan medis dan non medis sesuai SPO. Pemakaian obat obatan dan BHP sesuai dengan standar obat dan terapi Penggunaan obat generik 100% pada jamkesmas dan kelas III sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan RI Melaksanakan program patient safety Setiap unit pelayanan menyusun strategic action plan, implementation plan, annual plan dan accountability system Setiap unit memiliki dokumen tentang unit cost, pembiayaan, pendapatan dan breakeven point. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan KTD secara kontinu. Melakukan Post Delivery Audit pada setiap unit pelayanan dengan memaparkan hasil proses pelayanan yang telah dilaksanakan Sanksi bagi yang tidak mematuhi dan tidak melaksanakan kebijakan cost containment. Penghargaan bagi yang berhasil menekan pembiayaan berdasarkan evaluasi bulanan. Saling mengingatkan antara anggota tim pemberi pelayanan didalam proses pelayanan, sesuai dengan budaya sadar biaya. Selalu menyadari bahwa selama proses pelayanan diperlukan orientasi terhadap penekanan biaya Menggunakan alat, BHP dan obat obatan secara rasional selama proses pelayanan Menghindari moral hazzard dalam proses pelayanan agar pembiayaan bisa dilaksanakan secara rasional Menumbuhkan stewardship dilingkungan para pemberi pelayanan Menhindari terjadinya error dalam proses pelayanan Pengisian status secara lengkap setiap selesai pelayanan Dengan demikian, SPO di rumah sakit khususnya tentang proses pelayanan harus didukung oleh kebijakan direktur yang memadai agar cost costainment strategi bisa dilaksanakan secara baik. Dalam penggunaan obat obatan dan BHP para profesional seringkali tidak pernah memikirkan penekanan biaya, para pelaksana tidak terbiasa dengan budaya penghematan atau penekanan pembiayaan. Padahal jika penghematan bisa dilakukan akan menekan biaya operasional dan pada akhirnya rumah sakit akan diuntungkan. Sebab jika rumah sakit bisa eksis dan dapat bertahan hidup, hal itu berarti institusi atau lapangan pekerjaan akan menjadi kuat, atau dengan kata lain institusi akan tetap berdiri dengan kokoh. Seperti kita ketahui bahwa didalam organisasi ada istilah Inspiration, culture and institution. Budaya 24

26 yang tidak sadar biaya akan meneggelamkan institusi dan jika institusi tenggelam, maka secara tidak disadari bahwa tempat dimana para prosfesional bekerja akan menjadi cedera dan tidak mampu membiayai perasional. Dengan demikian sebenarnya akan merugikan para profesi itu sendiri, artinya kesinambungan organisasi menjadi uncertainty. Pada sisi lain inspirasi tidak akan bisa diakomodasi oleh institusi, akibatnya banyak keluhan dikalangan para profesi bahwa organisasi tidak mampu memberikan akomodasi yang memadai. Sesungguhnya bisa atau tidaknya suatu organisasi mendukung pengembangan palayanan atas dasar inspirasi para profesi, akan sangat tergantung kepada tersedianya biaya atau tidak. Banyak keluhan seperti ini terjadi di beberapa rumah sakit sebenarnya hal ini akibat ketidak berdayaan rumah sakit dalam pengendalian biaya yang diakibatkan karena budaya sadar biaya sangat lemah di rumah sakit. Jadi apakah rumah sakit mampu berada pada staying in business amat sangat tergantung kepada kesadaran semua pihak yang terkait di rumah sakit itu sendiri. Apakah kita semua telah memiliki kesadaran tentang pentingnya pembiayaan yang efektif atau hanya bekerja sesuai keinginan kita tanpa memperhatikan efektifitas biaya. Karenanya budaya sadar biaya sangat penting untuk dibentuk secara dini, agar rumah sakit mampu berada pada staying in business dan mampu memberikan dukungan penuh terhadap para profesi sesuai dengan ketersediaan dana yang efektif di rumah sakit. Jika budaya sadar biaya sudah terbentuk di rumah sakit, maka secara otomatis institusi menjadi sehat dan inspirasi para karyawan akan berkembang serta mampu terbiayai secara efektif. 25

27 MODUL II KOSTING DALAM INA-CBG Tujuan diadakannya sistem pembiayaan kesehatan diantaranya untuk mendorong peningkatan mutu, mendorong layanan berorientasi pasien, mendorong efisiensi, tidak memberikan reward thd provider yang melakukan overtreatment, undertreatment maupun melakukan adverse event, mendorong terbentuknya pelayanan tim. Metode pembayaran yg digunakan saat ini ada 2 (dua) jenis yaitu sistem prospektif (Prospective Payment) dan retrospektif (Retrospective Payment) Prospective Payment Payment are made or agreed upon in advance before provision of services Case-mix payment Capitation payment Global budget Retrospective Payment Payment are made or agreed upon after provision of services Fee-for-service Payment per itemised bill Payment perdiem BIAYA Pengertian Biaya ( Cost) Biaya (cost) adalah seluruh pengorbanan (sacrifice) untuk memproduksi atau mengkonsumsi suatu komoditas atau produk tertentu yang berwujud barang atau jasa. Bentuk pengorbanan bisa berupa uang, tenaga, barang, kenyamanan, waktu atau kesempatan (yang diukur dengan nilai moneter). Pengertian lainnya, Biaya adalah nilai seluruh input yang dipakai untuk menghasilkan output. Pengelompokan biaya 1. Berdasar fungsi : a. Biaya Investasi (Investment Cost) adalah biaya yang dipakai untuk pembelian barang investasi/barang modal, barang investasi adalah barang yang bisa dipakai berulang- ulang dan harganya lebih dari 500 ribu Rupiah, dipakai lebih dari satu tahun dan tidak untuk dijual. Contoh : biaya investasi gedung, investasi alat medis, investasi alat non medis, investasi saranaprasarana lainya dll. Biaya investasi berhubungan dengan opportunity cost dan depreciation cost. 26

28 b. Biaya Pemeliharaan (Maintenance Cost) adalah biaya yang dipakai untuk melakukan pemeliharaan dan untuk mempertahankan kapasitas barang modal dalam proses produksi. Misal biaya pemeliharaan gedung, biaya pemeliharaan alat, biaya pemeliharaan kendaraan dll. c. Biaya Operasional (Operational Cost) adalah biaya yang dipakai untuk operasionalisasi barang modal dalam suatu proses produksi (pelayanan atau kegiatan). Misal : obat-obatan, bahan habis pakai, reagen, dll. 2. Berdasar lokasi/penggunaannya : a. Biaya Langsung (Direct Cost) adalah biaya yang secara langsung terkait dengan pelayanan pasien di unit produksi. Secara jelas dapat ditelusuri penggunaannya dalam suatu unit kegiatan produksi tertentu misal unit rawat inap, unit rawat jalan, unit radiologi, unit laboratorium dll b. Biaya Tidak Langsung (Indirect Cost) adalah biaya yang tidak terkait secara langsung dengan pelayanan pasien diunit produksi. Tidak dapat secara jelas ditelusuri penggunaannya dalam suatu unit kegiatan produksi tertentu. Misal unit administrasi, keuangan, laundry, security dll. 3. Berdasar hubungan antara biaya dengan volume produksi (Output) a. Biaya tetap (Fixed Cost) adalah biaya yang tidak terpengaruh besaran output/produk. Biaya yang tidak berubah dengan berubahnya volume atau jumlah produksi. Misal : Gedung, Peralatan, Furniture dll b. Biaya variable (Variable Cost) adalah biaya yang terpengaruh besaran output. Biaya berubah sesuai dengan perubahan volume atau jumlah produksi (layanan yang dihasilkan/diberikan ). Misalnya obat, reagen, bahan habis pakai, makanan pasien, utilitas, dll. c. Semi Fixed Cost d. Total Cost e. Annualized Fixed Cost 4. Berdasar masa/ frekuensi pengeluaran : a. Biaya modal adalah biaya yang dikeluarkan sekali saat permulaan menjalankan usaha. Biaya yang digunakan untuk pengadaan barang investasi yang digunakan lebih dari setahun, misal : gedung, kendaraan dll. b. Biaya berulang adalah biaya yang dikeluarkan secara berulang-ulang setiap tahun untuk menjalankan usaha. Misalnya : gaji karyawan, biaya bahan habis pakai, pemeliharaan dll. Karena dikeluarkan secara berulang-ulang disebut juga biaya rutin. 5. Pengelompokan lainnya, yaitu : a. Biaya Penyusutan (Depreciation Cost) b. Biaya Kesempatan (Opportunity Cost) 27

29 c. Biaya penggantian (Replacement Cost) UNIT COST Pengertian Unit Cost Biaya Satuan (Unit Cost) adalah biaya yang dibutuhkan untuk memproduksi atau mengkonsumsi satu barang atau jasa. Ditentukan oleh total biaya dan total produksi. Dipakai sebagai alat untuk mengukur efisiensi, pricing policy, dan profit suatu unit usaha. Unit Cost BIAYA INVESTASI PEMELIHARAAN OPERASIONAL BIAYA TOTAL OUTPUT UNIT COST Dalam menghitung unit cost diperlukan juga penghitungan Annualized investment cost : AIC = IIC (1 + r) t L Keterangan : 1. Suku Bunga Bank/Inflasi BI 2. Usia Teknis Gedung Ditjen Cipta Karya 3. Usia Teknis Alat Medik & Non Medik AHA Contoh : AIC 2004 = Rp ,- AIC 2005 = Rp ,- AIC 2006 = Rp ,- AIC 2007 = Rp ,- AIC 2008 = Rp ,- AIC 2009 = Rp ,- Jumlah Total = Rp ,- Atau menggunakan table WHO Annualization factor. Cara Menghitung Unit Cost a. Metode Top Down Costing : metode simple distribusi, Double Distribusi, metode multiple distribusi. b. Metode Bottom Up Costing : metode ABC (Activity Based Costing) c. Metode Hybrid : 28

30 kombinasi Double distribusi dan metode ABC (Activity Based Costing) 29

31 COSTING DALAM CASEMIX INA-CBGs Prinsip Kosting dalam INA-CBGs Metode Kosting dalam INA-CBGs menggunakan metode top-down/stepdown costing. Namun terkadang, untuk beberapa kasus digunakan metode gabungan antara topdown costing dan bottom up costing / Activity Based Costing (ABC). Metode Top-Down Costing Metode Top down costing menggunakan beberapa indikator untuk mengalokasikan seluruh biaya, mulai dengan mengalokasikan biaya dari pusat biaya overhead ke pusat biaya intermediate dan pusat biaya final serta mengalokasikan biaya dari pusat biaya intermediate ke pusat biaya final. Metode ini menggunakan informasi utama dari rekening atau data keuangan rumah sakit yang telah ada (topdown), untuk itu diperlukan data dasar pembiayaan dan dataset minimal rumah sakit. Hasil penghitungan adalah unit cost rawat jalan per kunjungan dan unit cost rawat inap perhari rawat per unit layanan. Unit cost setelah dikalikan LOS (Length Of Stay) masing-masing kasus secara individual akan menghasilkan individual CBG cost yang kemudian digunakan untuk menghitung costweight masing-masing kelompok CBG. The essence of the Step-down costing methodology is to accurately determine the cost of achieving program outputs or results, by allocating all the costs of running a hospital to departments providing the final output of the hospital. (Lewis et al 1990, Drummond et al 1997) Step-down costing starts with total expenditures & then divides these by a measure of total output to give average cost per patient per visit, per day or per admission. (Creese and Parker 1994) 30

32 Stepdown alocation process OVERHEAD COST CENTRE INTERMEDIATE COST CENTRE FINAL/PATIENT CARE COST CENTRE Metode Gabungan Top-down costing exercises sometimes use bottom-up approaches based on clinical pathway to generate allocation statistics or to cost a limited number of services to validate top-down cost estimates. Bottom up designs within a top down costing exercise typically include bottom up measurement of: Priority services, treatment episodes, activities, or cost items Services that are heterogeneous in their resource use (vary widely in their complexity and cost e.g., ICU services, laboratory tests, surgical procedures Services where precision and accuracy of cost measurement is considered important Services where there is heavy personnel time or overheads that go into a technology Services or technologies where there is extensive sharing of personnel, buildings, or equipment Cost items that are anticipated to have the highest impact on total cost Data that are missing or not routinely captured Data for allocation statistics (e.g., personnel time worked) 31

33 Perbandingan Metode Top-down Dan Bottom-Up Costing Cost Accounting Methodologies Compared A.K.A. Objective Bottom-up Approach Microcosting, Detailed Costing To calculate the individual cost of a service or patient. Top-down Approach Macrocosting, Gross Costing, Average Costing Best For Unit cost point estimates Relative unit costs To calculate the average cost for a volume of services or patients. Process Cost Flow 1. Measure the quantity of resources consumed by a service/patient 2. Attach a unit cost to each resource 3. Sum the unit costs to calculate the total cost per service/patient 4. Construct the average cost for a particular service or patient group Unit cost estimates are built from the individual service or patient level upwards 1. Document the total cost of resources used by a hospital 2. Assign costs to departments directly 3. Allocate costs to departments proportionally according to their consumption of resources 4. Divide department costs by its service volume to estimate unit costs Unit cost estimates are averaged from the facility and department level downwards Resource DRG Forum 5 R4D.org 32

34 Top-down Approach Resource DRG Forum 7 R4D.org Unit Cost Interpretation Top-down results are best for relative cost comparisons and bottom-up results are best for absolute cost estimates. Top-down Costing Results Bottom-up Costing Results The average cost of a Medicine discharge is $80, compared to $140 for Surgery and $110 for Maternity. Assuming the average hospital discharge costs $100, the cost weights are 0.80, 1.40, and 1.10 respectively. On average, a complicated delivery costs $122, ranging from $100 to $140 across patients. Staff time and drugs/medical supplies account for the majority of the cost, at 55% and 23%. Resource DRG Forum 33

35 Data dari rumah sakit yang digunakan dalam proses penghitungan tarif terdiri dari : 1. Data Kosting meliputi dasar kinerja RS selama tiga hingga lima tahun terakhir dan data pembiayaan RS selama satu tahun terakhir 2. Data Koding 14 (empat belas) variable, dalam bentuk txt file Data-data tersebut diverifikasi kelengkapan dan akurasinya, selanjutnya data kosting diisikan sesuai Format Template Kosting, jangan sampai terjadi losscounting atau double counting. Setelah data diisikan dalam format yg tersedia dilakukan analisa data dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut : 1. Analisis data kosting untuk pusat biaya overhead 2. Analisis data kosting untuk pusat biaya intermediate 3. Analisis data kosting untuk pusat biaya final 4. Analisis data dasar yang meliputi data kinerja dan data keuangan agregat 5. Analisis data tambahan 6. Hitung unit cost rawat jalan dan rawat inap 7. Hitung CBGs cost 8. Lakukan analisis statistik untuk data-data tersebut diatas Hal penting dalam costing INA CBGs adalah : Pengumpulan data yg terstandar Metodologi kosting Standar alokasi dan proporsi biaya Kelengkapan dan akurasi data Data koding yang dibutuhkan terdiri dari 14 (empat belas) variable yang terdiri dari : 1. Identitas Pasien 2. Tanggal Lahir 3. Umur 4. Jenis Kelamin 5. Jenis Perawatan 6. Tanggal Masuk RS 7. Tanggal Keluar RS 8. Lama Rawatan(Length Of Stay/LOS) 9. Status Pulang 10. Berat Badan Bayi usia 0 28 hari (Gram) 11. Diagnosis Utama dan Diagnosis Sekunder (bila ada) 12. Prosedur/Tindakan 13. Score ADL 14. Item Special CMG 34

36 Data dasar RS diisikan dalam template yg tersedia dibawah ini : Nama Rumah Sakit : Kode Rumah Sakit : Kelas Rumah Sakit : Data Dasar Rumah Sakit DATA DASAR RUMAH SAKIT Tahun Tahun Tahun Tahun BOR ALOS Turnover Interval (Hari) Throughput/BTO (Pesakit/tempat tidur) Jumlah Tempat Tidur Yang Tersedia Jumlah Tempat Tidur Sebenarnya (Total) Jumlah Tempat Tidur ICU/CCU/HDU Jumlah Tempat Tidur Private Wing Jumlah Hari Rawat Pasien Jumlah PasienRawat Inap (Episode) Jumlah PasienRawat Jalan (Episode) Jumlah Perawat Jumlah Semua Staf Jumlah Biaya Operasional (Bukan Gaji) Jumlah Biaya Operasional (Gaji) Jumlah Biaya Non-Operasional (Investasi Alat) Jumlah Biaya Non Operasional (Investasi Gedung & Sarana FisikLainnya) Total Biaya Rumah Sakit PenerimaanFungsional Rumah Sakit a. Fungsional dari Jamkesmas b. Fungsional dari Jamkesda c. Fungsional dari NonJamkesmas Jamkesda Total Pendapatan 35

37 DATA PEMBIAYAAN RUMAH SAKIT 36

38 Proses pembentukan tarif digambarkan dalam alur dibawah ini. Data Costing DATA DASAR DATA TEMPLATE Langkah Pembentukan Tarif Data Coding TEMPLATE TXT FILE ANALISA EKSPLORING REKAP VARIABEL CLEANING INPUT CCM TRIMING UNIT COST CBGS-N-LOS (14 VAR) CBGs COST COST WEIGHT CMI HBR PRELEMINARY TARIF AF TARIF Tarif INA-CBGs disusun mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut : 1. Struktur tarif stabil (should be as stable as possible) 2. Struktur tarif sederhana (should be as simple as possible) 3. Struktur tarif berbasis pada pelayanan, bukan organisasi (should be based on services not organisations) 4. Seluruh pemangku kepentingan harus dilibatkan dalam proses penyusunan tarif 5. Tarif memiliki rujukan berbasis acuan biaya (should continuous to be based on referrence cost) Tujuan pembentukan tarif : a. To ensure that providers are fairly reimbursed for their work b. To ensure that the price reflects the actual cost of providing services which will promote system sustainability c. To ensure that the price structure support appropriate medical and reward those providing good outcomes Sumber : UNU-IIGH 37

39 Berikut adalah hal-hal yang dapat menjadi akibat pembentukan tarif yg tidak baik : 1. Providers may charge informal payment to compensate for inadequate formal payment. 2. Providers may avoid treating sicker patients. 3. Inappropriate referrals may occur. 4. Providers provide suboptimal care. 5. Services may be over or under utilize. Disain Keputusan strategis Tarif = HBR X Cost Weight X Ajustmen Factor Which services will be included? What costs will be included in the base rate? Will the base rate be the same for all hospitals? Will cost weights be developed or taken off the shelf? Will cost weights be used to give higher priority to some services? Will some hospitals be paid more/less per case? E.g. rural or teaching hospitals 23 38

40 Statistic alocation factor/alocation bases A. Overhead Cost Centre Allocation Statistics 1. Administration No. of staff 2. Maintenance Floor area 3. Utilities Floor area 4. Consumables No. of staff 5. Dietetic Patient days 6. Laundry & Linen Patient days B. Intermediate Cost Centre C. Final Cost Centre 6. Pharmacy Prescribtions/drugs 7. Radiology Tests 8. Laboratory Tests 9. Physiotherapy Exams 10. Operation Theatre (General) Surgeries Inpatient Department 11. Medicine Department Patient days 12. Surgical Department Patient days Outpatient Department 13. Medical Specialist Clinic Visit 14. Surgical Specialist Clinic Visit Total 39

41 Tahapan Lanjutan untuk Unit Cost dan CBGs Cost Unit cost dalam INA-CBG terbagi menjadi 4 (empat) Layanan Kasus yaitu Unit Kos Penyakit Dalam, Anak, Bedah dan Obstetri-Ginekologi. Untuk Rawat Jalan, berlaku unit kos per kunjungan, sedangkan untuk Rawat Inap berlaku unit kos per hari rawat. Unit Cost dalam INA-CBG dihitung menggunakan Clinical Cost Modelling (CCM) Unit kos dari seluruh sampel RS digabung untuk mencari nilai rata-rata yang akan ditetapkan menjadi Unit Kos Nasional UC x individual LOS per CBG = individual CBG Cost Dikelompokkan per CBG dihitung averagenya Sebagai dasar perhitungan CW Formula Tarif INA-CBG dirumuskan sebagai berikut : Tarif = Hospital Based Rate x Cost Weight x Adjustment Factor Tarif tersebut dihitung secara nasional perkelompok kelas RS dan mengacu pada Perpres no12 thn 2013 ttg JKN,tariff harus direview sekurang2nya setiap 2 thn CW = Average Cost for Specific DRG Aggregate Average Cost Relative resource use of one CBG in relation to average cost of all CBGs Also called Resource Intensity Weights or Relative Weights Cost Weights are Unitless Numbers Ideally to be developed from trimmed CBG Cost Meliputi CW ranap dan rajal Dihitung secara nasional Menggambarkan rasio sumber daya yg digunakan antar CBG CW ranap : local CW + Maryland CW CW rajal : Maryland CW Sumber UNU -IIGH 40

42 A Hospital s Case-Mix Index is a Value Which Relates one Hospital s Production to Another Hospital s Production. CMI = Σ (Cost weight X # of cases) Total # of cases for hospital A Merupakan agregat dari CW per RS/perkelas RS Dihitung per RS/per kelas RS Menggambarkan produktifitas suatu RS thd RS lainya Menggambarkan kompleksitas pelayanan di suatu RS thd RS lainya Variabel utk menghitung HBR Sumber UNU-IIGH Overall cost of treating a patient in the hospital by taking into account the complexities of cases managed in the hospital HBR = Total Cost Total # of equivalent cases x CMI Dihitung masing2 RS Dikelompokkan berdasar kelas dan jenis RS Perkelompok RS diambil Mean HBR Menggambarkan total biaya RS ((inpatient,outpatient) dibagi jmlh output (inpatient/outpatient) Meliputi HBR ranap dan rajal Sumber UNU -IIGH 41

43 MENGAPA DIPERLUKAN ADJUSTMENT? Menutup biaya yg belum diperhitungkan dalam sistim casemix Rumah sakit pendidikan Biaya untuk penelitian dan pengembangan Kelas Rumahsakit RS swasta atau pemerintah Memberikan Insentif bagi yang melakukan efisiensi Insentif untuk pelayanan preventif Insentif untuk pelayanan Day Care Surgery Menutup biaya pelayanan yang mahal Kasus yg memerlukan perawatan lama Transplantasi Perbedaan wilayah Inflasi Perbedaan biaya transportasi Adjusment factor dipengaruhi oleh : Location Geographic Local wage rates Direct and indirect health professions education Hospital role in healthcare delivery Metode Adjustment Formula Pass throught of actual cost Hospital spesific rates Peer grouping 42

44 Kelas RS AF INA CBGs 2013 RS Pendidikan non pendidikan Jenis RS : Umum, Khusus Regionalisasi Ketersediaan anggaran agar terlaksana kontinuitas pelayanan. AF INA CBGs 2014 Kelas RS Jenis RS : Umum, Khusus Regionalisasi Ketersediaan anggaran agar terlaksana kontinuitas pelayanan. CBGs ttt utk RS kelas C dan D CBGs ttt utk kelas A-B CBGS ttt vs tarif RS (cost to charge ratio ) Special CMG Who is involves in Tariff Updating? National Level National CasemixTeam Senior Management of Social Health Insurance Agency Senior Management of MOH Hospital Level Profesi Asosiasiprovider (RS dan klinik ) Akademisi HOSPITAL LEVEL Hospital Casemix Team Clinical Specialists Hospital Directors 43

45 MODUL III KODING DALAM INA-CBG Koding adalah kegiatan memberikan kode diagnosis utama dan diagnosis sekunder sesuai dengan ICD-10 serta memberikan kode prosedur sesuai dengan ICD-9-CM. Koding sangat menentukan dalam sistem pembiayaan prospektif yang akan menentukan besarnya biaya yang dibayarkan ke Rumah Sakit. Koding dalam INA CBG menggunakan ICD-10 tahun 2008 untuk mengkode diagnosis utama dan sekunder serta menggunakan ICD-9-CM untuk mengkode tindakan/prosedur. Sumber data untuk mengkoding berasal dari rekam medis yaitu data diagnosis dan tindakan/prosedur yang terdapat pada resume medis pasien. Ketepatan koding diagnosis dan prosedur sangat berpengaruh terhadap hasil grouper dalam aplikasi INA-CBG. Koder adalah profesi rekam medis yang memforkuskan kegiatannya pada pekerjaan koding penyakit dan prosedur/tindakan. Dalam melakukan tugasnya seorang koder harus mengetahui, memahami dan mengimplementasikan pedoman dan aturan pengkalisifikasian penyakit ICD-10 dan prosedur/ tindakan ICD-9CM. berdasarkan hal tersebut, dirasakan perlu disusun modul Koding ICD-10 dan ICD-9 CM pada Sistem INACBG. A. Koding Diagnosis Berdasarkan ICD Sejarah dan Perkembangan Pemakaian ICD. Konferensi di Genewa dilaksanakan berdasarkan atas kejadian yang terus menerus dalam sejarah klasifikasi/statistik yang berlatar belakang peristiwa Abad 18. Pada edisi-edisi awal klasifikasi tersebut hanya menekankan pada sebabsebab kematian, pada revisi ke-6 thun 1948 cakupannya diperluas hingga termasuk penyakit-penyakit yang tidak fatal akibatnya. Perluasan atau pengembangan klasifikasi berlanjut terus hingga pada revisi ke-9, dengan penemuan-penemuan tertentu untuk kebutuhan statistik secara menyuluruh dari organisasi-organisasi yang berbeda. Pada Konferensi Internasional revisi ke-9 (Genewa, 1975) disetujui untuk publikasi ujicoba pemakaian tambahan dari prosedur pengobatan dan kecacatan, ketidak mampuan dan cacat bawaan. Pada Konferensi Internasional revisi ke-10 (Genewa, 1989) disetujui ICD Definisi Suatu klasifikasi penyakit merupakan suatu sistem kategori yang mengelompokkan suatu penyakit menurut kriteria yang telah disepakati. 44

46 3. Tujuan dan Kegunaan ICD-10 ICD mempunyai tujuan untuk mendapatkan rekaman sistematik, melakukan analisa, interprestasi serta membandingkan data morbiditas dan mortalitas dari negara yang berbeda atau antar wilayah dan pada waktu yang berbeda. ICD digunakan untuk menterjemahkan diagnosa penyakit dan masalah kesehatan dari kata-kata menjadi kode alfanumerik yang akan memudahkan penyimpanan, mendapatkan data kembali dan analisa data. Dalam praktek ICD merupakan standar klasifikasi diagnosa internasional yang berguna untuk epidemiologi umum dan manajemen kesehatan, termasuk didalamnya analisa situasi kesehatan secara umum pada sekelompok populasi, monitoring angka kejadian, prevalensi penyakit dan masalah kesehatan dalam hubungannya dengan beberapa variabel seperti ciri dan keadaan dari orang yang terkena. ICD dapat digunakan untuk klasifikasi penyakit dan masalah kesehatan lain yang terdapat pada beberapa macam rekaman tentang kesehatan dan rekaman vital. Mula-mula ICD digunakan untuk klasifikasi penyebab kematian yang tercatat dalam register kematian. Kemudian diperluas hingga mencakup diagnosa morbiditas. Meskipun ICD diutamakan untuk klasifikasi penyakit dan cedera dengan diagnosa formal tetapi tidak semua problem atau alasan yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan dapat digolongkan dengan cara ini. Akibatnya ICD memberikan variasi yang luas mengenai tanda, gejala, temuan abnormal, keluhan dan keadaan sosial yang berbeda dengan diagnosa pada rekaman yang berhubungan dengan kesehatan (lihat buku I bab XVIII dan XXI). Oleh karena itu dapat digunakan untuk klasifikasi data yang tercatat dalam judul diagnosa, alasan MRS, kondisi pengobatan dan alasan untuk konsultasi, yang tampak dalam rekam medis. 4. Struktur Dasar dan Prinsip Klasifikasi ICD-10 Dasar ICD adalah suatu daftar kode tunggal kategori 3 karakter, masingmasing dapat dibagi lagi menjadi hinggal 10 subkategori 4 karakter. Pada revisi sebelumnya digunakan sistem kode numerik. Pada revisi 10 digunakan kode alfanumerik dengan huruf pada posisi pertama dan nomor pada posisi yang kedua,ketiga dan keempat. Dengan demikian kode nomor bervariasi dari A00.0 hingga Z99.9. ICD-10 terdiri dari 3 jilid : Buku jilid I berisi klasifikasi utama; Buku jilid 2 berisi petunjuk pemakaian ICD; dan Buku jilid 3 berisi indeks alfabet klasifikasi. Sebagian besar buku jilid 1 terdiri dari daftar kategori 3 karakter dan daftar tabel inklusi dan subkategori 4 karakter. Inti klasifikasi adalah daftar kategori 3 karakter yang dianjurkan untuk pelaporan ke WHO mortality database dan perbandingan umum internasional. Daftar bab dan judul blok juga termasuk inti klasifikasi. Daftar tabular memberikan seluruh rincian level 4 karakter dan dibagi dalam 21 bab. 45

47 5. Langkah langkah menggunakan ICD-10 a. Identifikasi tipe pernyataan yang akan dikode dan lihat di buku ICD volume 3 (Alphabetical Index). Jika pernyataannya adalah penyakit atau cedera atau lainnya diklasifikasikan dalam bab 1-19 dan 21 (Section I Volume 3). Jika pernyataannya adalah penyebab luar atau cedera diklasifikasikan pada bab 20 (Section II Volume 3) b. Tentukan Lead Term. Untuk penyakit dan cedera biasanya adalah kata benda untuk kondisi patologis. Namum, beberapa kondisi dijelaskan dalam kata sifat atau xxx dimasukkan dalam index sebagai Lead Term. c. Baca dan ikuti semua catatan atau petunjuk dibawah kata kunci. d. Baca setiap catatan dalam tanda kurung setelah kata kunci (penjelasan ini tidak mempengaruhi kode) dan penjelasan indentasi dibawah lead term (penjelasan ini mempengaruhi kode) sampai semua kata dalam diagnosis tercantum. e. Ikuti setiap petunjuk rujukan silang ( see dan see also ) yang ditemukan dalam index. f. Cek ketepatan kode yang telah dipilih pada volume 1. Untuk Kategori 3 karakter dengan.- (point dash) berarti ada karakter ke 4 yang harus ditentukan pada Volume 1 karena tidak terdapat dalam Index. g. Baca setiap inclusion atau exclusion dibawah kode yang dipilih atau dibawah bab atau dibawah blok atau dibawah judul kategori. h. Tentukan Kode. 6. Pedoman Koding Diagnosis Berdasarkan ICD-10 Kriteria diagnosis utama menurut WHO Morbidity Reference Group adalah diagnosis akhir / final yang dipilih dokter pada hari terakhir perawatan dengan kriteria paling banyak menggunakan sumber daya atau hari rawatan paling lama. Diagnosis Sekunder adalah diagnosis yang menyertai diagnosis utama pada saat pasien masuk atau yang terjadi selama episode pelayanan. Diagnosis sekunder merupakan ko-morbiditas ataupun komplikasi. Komorbiditas adalah penyakit yang menyertai diagnosis utama atau kondisi pasien saat masuk dan membutuhkan pelayanan/asuhan khusus setelah masuk dan selama rawat. Komplikasi adalah penyakit yang timbul dalam masa pengobatan dan memerlukan pelayanan tambahan sewaktu episode pelayanan, baik yang disebabkan oleh kondisi yang ada atau muncul akibat dari pelayanan yang diberikan kepada pasien. a. Penentuan diagnosis utama 1) Penulisan diagnosis harus lengkap dan spesifik (menunjukkan letak, topografi, dan etiologinya). Diagnosis harus mempunyai nilai informatif sesuai dengan kategori ICD yang spesifik. Contoh : Acute appendicitis with perforation, Diabetic cataract, insulin-dependent 46

48 2) Kode diagnosis Dagger ( ) dan Asterisk (*) Jika memungkinkan, kode dagger dan asterisk harus digunakan sebagai kondisi utama, karena kode kode tersebut menandakan dua pathways yang berbeda untuk satu kondisi Contoh : - Measles pneumonia = B05.2 J17.1* - Pericarditis tuberculosis = A18.8 I32.0* 3) Symptoms (gejala), tanda dan temuan abnormal dan situasi yang bukan penyakit : Hati hati dalam mengkode diagnosis utama untuk BAB XVIII (kode R ) dan XXI (kode Z ) untuk KASUS RAWAT INAP. - Jika diagnosis yang lebih spesifik (penyakit atau cidera) tidak dibuat pada akhir rawat inap maka diizinkan memberi kode R atau kode Z sebagai kode kondisi utama. - Jika diagnosis utama masih disebut suspect dan tidak ada informasi lebih lanjut atau klarifikasi maka harus dikode seolah-olah telah ditegakkan. Kategori Z03.- (Medical observation and evaluation for suspected diseases and conditions) diterapkan pada Suspected yang dapat dikesampingkan sesudah pemeriksaan. contoh : Kondisi utama : Suspected acute Cholecystitis Kondisi lain : - Diberi kode Acute Cholecystitis (K81.0) sebagai diagnosis utama 4) Kode kondisi multiple Pada suatu episode perawatan dengan kondisi multiple (injury, sequelae, HIV), kondisi yang nyata lebih berat dan membutuhkan resources lebih dari yang lain harus dicatat sebagai kondisi utama. Bila terdapat kondisi Multiple. dan tidak ada kondisi tunggal yang menonjol, diberi kode multiple.. dan kode sekunder dapat ditambahkan untuk daftar kondisi individu Kode ini diterapkan terutama pada yang berhubungan dengan penyakit HIV, Cedera dan Sequelae 5) Kode kategori kombinasi Dalam ICD 10, ada kategori tertentu dimana dua kondisi atau kondisi utama dan sekunder yang berkaitan dapat digambarkan dengan satu kode. Kondisi utama : Renal failure Kondisi lain : Hypertensive renal disease Diberi kode Hypertensive renal disease with renal failure (I12.0) 47

49 6) Kode morbiditas penyebab eksternal Untuk cedera dan kondisi lain karena penyebab eksternal, kedua sifat dasar kondisi dan keadaan penyebab eksternal harus diberi kode. Biasanya sifat dasar diklasifikasi pada BAB XIX (S00-T98). Kode penyebab external pd BAB XX (V01-Y98) digunakan sebagai kode tambahan contoh : Kondisi utama : Fraktur colum femoris karena jatuh tersandung pd trotoar yang tidak rata. Diberi kode Fracture of neck of femur (S72.0) sebagai kode utama. Kode penyebab eksternal pada fall on the same level from slipping, tripping or stumbing on street or hagway (W01.4) sebagai kode sekunder. 7) Kode sequelae pada kondisi tertentu Sequelae of (B90-B94, E64-E68, G09, I69, O97, T90-T98, Y85- Y89) digunakan untuk kondisi yang sudah tidak ada lagi saat ini (telah diobati/diperiksa). Kode utamanya adalah sifat dasar sequelae itu sendiri, kode sequelae of.. (old; no longer present) sebagai kode sekunder opsional. Jika terdapat beberapa sequalae yang sangat spesifik, namun tidak ada yang dominan dalam tingkat keparahan dan penggunaan sumber daya terbanyak, Sequalae of. dapat dicatat sebagai kondisi utama. Contoh : Kondisi utama : Dysphasia dari old cerebral infarction Diberi kode Dysphasia (R47.0) sebagai kode utama. Kode untuk sequelae cerebral infarction (I69.3) sebagai kode sekunder. 8) Kode kondisi Akut dan Kronis Bila kondisi utama adalah akut dan kronis dan dalam ICD dijumpai kategori atau sub kategori yang terpisah, tetapi bukan kode kombinasi, kode kondisi akut digunakan sebagai kondisi utama yang harus dipilih. contoh : Kondisi utama : Cholecystitis akut dan kronis kondisi lain : - Diberi kode acute cholecystitis (K81.0) sebagai kode utama dan chronic cholecystitis (K81.1) digunakan sebagai kode sekunder 9) Kode kondisi dan komplikasi post prosedur Bab XIX (T80-T88) digunakan untuk komplikasi yang berhubungan dengan pembedahan dan tindakan lain, misalnya, Infeksi luka operasi, komplikasi mekanis dari implant, shock dan lainnya. Sebagian besar bab sistem tubuh berisi kategori untuk kondisi yang terjadi baik sebagai akibat dari prosedur dan teknik khusus atau sebagai akibat dari 48

50 pengangkatan organ, misalnya, sindrom lymphoedema postmastectomy, hypothyroidism postirradiation. Beberapa kondisi misalnya pneumonia, pulmonary embolism yang mungkin timbul dalam periode postprocedural tidak dipandang satu kesatuan yang khas dan diberi kode dengan cara yang biasa, tetapi kode tambahan opsional dari Y83-Y84 dapat ditambahkan untuk identifikasi hubungan tersebut dengan suatu prosedur. Bila kondisi dan komplikasi postprocedural dicatat sebagai kondisi utama referensi untuk modifier atau qualifier dalam indeks alfabet adalah penting untuk pemilihan kode yang benar. Contoh : Kondisi utama : Hypothyroidism karena thyroidektomi satu tahun lalu kondisi lain : - Diberi kode postsurgical hypothyroidism (E89.0) sebagai kode utama 10) Aturan Reseleksi Diagnosis MB1 MB5 RULE MB1 : Kondisi minor direkam sebagai diagnosis utama (main condition), kondisi yang lebih bermakna direkam sebagai diagnosis sekunder (other condition). Diagnosis utama adalah kondisi yang relevan bagi perawatan yang terjadi, dan jenis spesialis yang mengasuh, maka pilih kondisi yang relevan sebagai Diagnosis utama. Contoh : Diagnosis utama : Sinusitis akut Diagnosis sekunder : Carcinoma endoservik, Hypertensi Prosedur : Histerektomi Total Spesialis : Ginekologi Reseleksi Carcinoma endoserviks sebagai kondisi utama. RULE MB2 : Beberapa kondisi yang direkam sebagai diagnosis utama : - Jika beberapa kondisi yang tidak dapat dikode bersama dicatat sebagai diagnosis utama dan informasi dari rekam medis menunjukkan salah satu dari diagnosis tersebut sebagai diagnosis utama maka pilih diagnosis tersebut sebagai diagnosis utama. - Jika tidak ada informasi lain, pilih kondisi yang disebutkan pertama Contoh : a) Diagnosis Utama : Osteoporosis Bronchopnemonia 49

51 Rheumatism Diagnosis Sekunder : - Bidang specialisasi : Penyakit Paru Reseleksi Diagnosis utama Bronchopneumonia (J 18.9) b) Diagnosis Utama : Ketuban pecah dini, presentasi bokong, anemia Diagnosis Sekunder : Partus spontan Reseleksi Diagnosis Utama Ketuban pecah dini RULE MB3 : Kondisi yang direkam sebagai diagnosis utama menggambarkan suatu gejala yang timbul akibat suatu kondisi yang ditangani. Suatu gejala yang diklasfikasikan dalam Bab XVIII (R.-), atau suatu masalah yang dapat diklasfikasikan dalam bab XXI (Z) dicatat sebagai kondisi utama, sedangkan informasi di rekam medis, terekam kondisi lain yang lebih menggambarkan diagnosis pasien dan kepada kondisi ini terapi diberikan maka reseleksi kondisi tersebut sebagai diagnosis utama. Contoh: Diagnosis Utama : Hematuria Diagnosis Sekunder : Varises pembuluh darah tungkai bawah, Papiloma dinding posterior kandung kemih Tindakan : Eksisi diatermi papilomata Specialis : Urologi Reseleksi Papiloma dinding posterior kandung kemih (D41.4) sebagai diagnosis utama. RULE MB4 : Spesifisitas Bila diagnosis yang terekam sebagai diagnosis utama adalah istilah yang umum, dan ada istilah lain yang memberi informasi lebih tepat tentang topografi atau sifat dasar suatu kondisi, maka reseleksi kondisi terakhir sebagai diagnosis utama : Contoh: Diagnosis Utama : Cerebrovascular accident Diagnosis Sekunder : Diabetes mellitus, Hypertensi, Cerebral haemorrhage Reseleksi cerebral haemorrhage sebagai diagnosis utama ( I61.9.) RULE MB5 : Alternatif diagnosis utama Apabila suatu gejala atau tanda dicatat sebagai kondisi utama yang karena satu dan lain hal gejala tersebut dipilih sebagai kondisi utama. 50

52 Bila ada 2 atau lebih dari 2 kondisi direkam sebagai pilihan diagnostik sebagai kondisi utama, pilih yang pertama disebut. Contoh : a) Diagnosis Utama : Sakit kepala karena stess dan tegang atau sinusitis akut Diagnosis Sekunder : - Reseleksi sakit kepala headache (R51) sebagai Diagnosis utama b) Diagnosis Utama : akut kolesistitis atau akut pankreatitis Diagnosis Sekunder : - Reseleksi akut kolesistitis K81.0 sebagai diagnosis utama b. Penentuan kode morbiditas penyebab eksternal: Untuk cedera dan kondisi lain karena penyebab eksternal, kedua sifat dasar kondisi dan keadaan penyebab eksternal harus diberi kode. Biasanya sifat dasar diklasifikasi pada BAB XIX (S00-T98). Kode penyebab external pd BAB XX (V01-Y98) digunakan sebagai kode tambahan contoh : Kondisi utama : Fraktur colum femoris karena jatuh tersandung pd trotoar yang tidak rata. Diberi kode Fracture of neck of femur (S72.0) sebagai kode utama. Kode penyebab eksternal pada fall on the same level from slipping, tripping or stumbing on street or hagway (W01.4) sebagai kode sekunder B. Koding Prosedur atau Tindakan Berdasarkan ICD-9CM 1. Definisi ICD-9CM Suatu klasifikasi tindakan/prosedur merupakan suatu sistem kategori yang mengelompokkan suatu tindakan/prosedur menurut kriteria yang telah disepakati. 2. Buku ICD-9CM ICD-9CM terdiri dari 2 jilid : Buku jilid 1 berisi klasifikasi utama; Buku jilid 2 berisi indeks alphabet klasifikasi. Daftar bab dan judul blok juga termasuk inti klasifikasi. Daftar tabular memberikan seluruh rincian level 4 karakter dan dibagi dalam 16 bab. 3. Langkah langkah menggunakan ICD-9CM a. Identifikasi tipe pernyataan prosedur/tindakan yang akan dikode dan lihat di buku ICD-9-CM Alphabetical Index. b. Tentukan Lead Term. Untuk prosedur/tindakan. c. Baca dan ikuti semua catatan atau petunjuk dibawah kata kunci. 51

53 d. Baca setiap catatan dalam tanda kurung setelah kata kunci (penjelasan ini tidak mempengaruhi kode) dan penjelasan indentasi dibawah lead term (penjelasan ini mempengaruhi kode) sampai semua kata dalam diagnosis tercantum. e. Ikuti setiap petunjuk rujukan silang ( see dan see also ) yang ditemukan dalam index f. Cek ketepatan kode yang telah dipilih pada Tabular List. g. Baca setiap inclusion atau exclusion dibawah kode yang dipilih atau dibawah bab atau dibawah blok atau dibawah judul kategori. h. Tentukan Kode 4. Pedoman Koding Prosedur atau Tindakan Berdasarkan ICD-9CM a. Prosedur Operasi Didefinisikan sebagai prosedur diagnostik terapeutik atau besar yang melibatkan penggunaan instrumen atau manipulasi bagian dari tubuh dan pada umumnya terjadi dalam ruang operasi. Beberapa prosedur yang dilakukan dalam ruang operasi dan atau dengan menggunakan general anestesi termasuk pasien melahirkan normal. b. Prosedur Non Operasi Prosedur Investigasi dan terapi lainnya yang tidak termasuk operasi seperti radiologi, laboratorium, fisioterapi, psikologi dan prosedur lainnya. C. Penggunaan Koding ICD-10 dan ICD-9CM pada Aplikasi Software INACBG 1. Pengkodingan Bayi Bayi lahir sehat maka tidak memiliki kode diagnosis penyakit (P), hanya perlu kode bahwa ia lahir hidup di lokasi persalinan, tunggal atau multiple (Z38.-) Bayi yg lahir dipengaruhi oleh faktor ibunya yaitu komplikasi saat hamil dan melahirkan dapat digunakan kode P00-P04 Tetapi yang dapat diklaimkan hanya yang menggunakan kode P03.0 P Penggunaan kode Z pada pasien kontrol ulang Pasien yang datang untuk kontrol ulang dengan diagnosis yang sama seperti kunjungan sebelumnya dan terapi (rehab medik, kemoterapi, radioterapi) di rawat jalan menggunakan kode Z sebagai diagnosis utama dan kondisi penyakitnya sebagai diagnosis sekunder. Contoh : Kondisi utama : Kemoterapi Kondisi lain : Ca. Mammae Diagnosis Utama (DU) : kode kemoterapi (Z51.1) Diagnosis Sekunder (DS) :Ca. Mammae (C50.9) 52

54 Kondisi utama : Kontrol Hipertensi Kondisi lain : - DU : kode kontrol (Z09.8) dan DS : Hipertensi (I10) 3. Dual klasifikasi Apabila ada dua kondisi atau kondisi utama dan sekunder yang berkaitan, maka dalam ICD 10 harus menggunakan satu kode. Contoh : Kondisi utama : Renal failure Kondisi lain : Hypertensive renal disease Diberi kode hypertensive renal disease with renal failure (I12.0) 4. Pengkodean untuk pasien Thalasemia Pasien selain Thalasemia Mayor tidak mendapatkan top-up special drug. Pasien Thalasemia Mayor adalah pasien yang mempunyai diagnosis baik diagnosis primer maupun sekunder mempunyai kode ICD10 : D56.1 Jika pasien Thalasemia Mayor pada saat kontrol tidak diberikan obat kelasi besi (Deferipone, Deferoksamin, dan Deferasirox) maka tetap diinpuntukan sebagai rawat jalan dengan menggunakan kode Z09.8 sebagai diagnosis utama Jika pasien Thalasemia Mayor dirawat inap hanya untuk tranfusi darah tanpa diberikan obat kelasi besi maka tetap menggunakan kode D56.1 sebagai diagnosis utama dan tidak mendapatkan top-up special drug 5. Pengkodean untuk persalinan Kaidah koding dalam ICD-10 kode O80-O84 digunakan sebagai diagnosis sekunder jika ada penyulit dalam persalinan, kecuali jika penyulitnya kode O42.0 dan O42.1 maka O80-O84 digunakan sebagai diagnosis utama. Contoh : Diagnosis utama : Kehamilan (dilahirkan) Diagnosis sekunder : Kegagalantrial of labour Tindakan : Seksiosesarea Diberi kode pada failed trial of labour, unspecified (O66.4) sebagai diagnosis utama. Kode untuk caesarean section delivery, unspecified (O82.9), dapat digunakan sebagai kode diagnosis sekunder Diagnosis utama : Ketuban Pecah Dini kurang 24 jam Diagnosis sekunder : - Tindakan : Seksio sesar Diberi kode caesarean section delivery, unspecified (O82.9) sebagai diagnosis utama dan Premature rupture of membranes, onset of labour 53

55 within 24 hours (O42.0), dapat digunakan sebagai kode diagnosis sekunder. Pasien seksio sesar dalam satu episode rawat dilakukan tindakan sterilisasi maka kode tindakan sterilisasi tidak perlu diinput ke dalam aplikasi INA-CBG. Persalinan normal maupun tidak normal tidak diperbolehkan menginput high risk pregnancy (Z35.5, Z35.6, Z35.7, dan Z35.8) ke dalam aplikasi INA-CBG Kasus umum disertai dengan kehamilan yang tidak ditangani oleh dokter obstetric pada akhir episode perawatan maka diagnosis utamanya adalah kasus umumnya. Contoh : Diagnosis utama : Dengue Hemoragic Fever (DHF) Diagnosis sekunder : Keadaan hamil Dokter yang merawat : dokter penyakit dalam Pasien dalam keadaan hamil, maka diberi kode A91 sebagai diagnosis utama dan O98.5 sebagai diagnosis sekunder. Kasus umum disertai dengan kehamilan yang ditangani oleh dokter obstetric sampai akhir episode perawatan maka diagnosis utamanya adalah kasus kehamilan. Contoh : Diagnosis utama : Keadaan hamil Diagnosis sekunder : Dengue Hemoragic Fever (DHF) Dokter yang merawat : dokter obstetri Pasien dalam keadaan hamil, maka diberi kode O98.5 sebagai diagnosis utama dan A91 sebagai diagnosis sekunder. D. Code Creep Menurut Seinwald dan Dummit (1989) code creep diartikansebagai perubahan dalam pencatatan Rumah Sakit (rekam medis) yang dilakukan praktisi untuk meningkatkan penggantian biaya dalam sistem Casemix. Code Creep sering disebut sebagai upcoding, dan apabila mengacu pada konteks Tagihan RumahSakit (hospital billing) maka disebut DRG Creep. Kurangnya pengetahuan koder juga dapat menimbulkan code creep. Namun, tidak semua variasi yang timbul dalam pengkodingan dapat disebut code creep. Pengembangan, revisi sistem koding dan kebijakan yang diambil oleh suatu negara dalam pengklaiman kasus tertentu dapat menyebabkan variasi pengkodean. 54

56 Contoh: 1. Kode Z dan R dipakai sebagai diagnosis utama, padahalada diagnosis lain yang lebihspesifik. Contoh : Diagnosis Utama : Chest Pain (R07.1) Diagnosis Sekunder : Unstable Angina Pectoris (I20.0), Seharusnya Diagnosis Utama : Unstable Angina Pectoris (I20.0) Diagnosis Sekunder : Chest Pain (R07.1) 2. Beberapa diagnosis yang seharusnya dikode jadi satu, tetapi dikode terpisah Contoh : Diagnosis Utama : Hypertensi (I10) Diagnosis Sekunder : Renal disease (N28.9) Seharusnya dikode jadi satu yaitu Hypertensive Renal Disease (I12.9) 3. Kode asteris diinput menjadi diagnosis utama dan dagger sebagai diagnosis sekunder. Contoh : Diagnosis Utama : Myocardium (I41.0*) Diagnosis Sekunder : Tuberculosis of after specified organs (A18.5 ) Seharusnya Diagnosis Utama : Tuberculosis of after specified organs (A18.5 ) Diagnosis Sekunder : Myocardium (I41.0*) 4. Kode untuk rutin prenatal care Z34-Z35 digunakan sebagai diagnosis sekunder pada saat proses persalinan. Contoh : Diagnosis Utama : Persalinandengan SC (O82.9) Diagnosis Sekunder :Supervision of other high-risk pregnancies (Z35.8) KetubanPecahDini (O42.9) Seharusnya Persalinan dengan SC (O82.9) Ketuban Pecah Dini (O42.9) 5. Diagnosis Utama tidak signifikan dibandingkan diagnosis sekundernya Contoh : Diagnosis Utama : D69.6 Thrombocytopenia Diagnosis Sekunder : A91 Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) Seharusnya Diagnosis Utama : A91 Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) Diagnosis Sekunder : D69.6 Thrombocytopenia 55

57 6. Tindakan/Prosedur seharusnya relevan dengan diagnosis utama Contoh : Diagnosis Utama : K30 Dyspepsia Diagnosis Sekunder : I25.1 Atherocsclerotic heart disease (CAD) Tindakan : Percutaneoustransluminal coronary angioplasty (PTCA) Seharusnya Diagnosis Utama : I25.1 Atherosclerotic heart disease (CAD) Diagnosis Sekunder : K30 Dyspepsia Tindakan : Percutaneoustransluminal coronary angioplasty (PTCA) 56

58 MODUL IV SOFTWARE INA-CBG 4.0 DESKRIPSI SINGKAT Software INA-CBG 4.0 merupakan software yang dikembangkan oleh kementerian kesehatan RI yang merupakan pengembangan dari INACBG versi sebelumnya, untuk mengakomodir perubahan yang terjadi pada sistem INA-CBG yang digunakan pada program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Software INA- CBG saat ini sudah terinstall dirumah sakit yang bekerja sama dalam program JKN. Pengembangan Software INA-CBG 4.0 Bab ini membahas tentang software serta mekanisme kerja INA-CBG dalam melakukan input klaim yang dilakukan oleh petugas RS yang perlu diketahui oleh petugas dirumah sakit yang bertanggung jawab dalam melakukan penginputan data klaim. Metode yang digunakan dalam modul ini adalah demo, praktek dan tanya jawab. Perubahan yang terjadi pada update software INA-CBG 4.0 diantaranya adalah : 1. Penambahan Varibale Spesial CMG 2. Terdapat tarif kelas perawatan rawat inap kelas 1,2 dan 3 3. Terdapat tarif Top Up Spesial CMG 4. Input BHP (Bahan Habis Pakai) ditiadakan 57

59 TATA CARA INSTALASI SOFTWARE INA-CBG Software INA-CBG diberikan secara gratis kepada seluruh rumah sakit atau pihak lain untuk dipergunakan sesuai dengan kegunaannya, software INA-CBG dapat diperoleh dengan cara : 1. Mendownload di website buk.depkes.go.id 2. Mengcopy dari rumah sakit lain yang sudah memiliki software INA-CBG 3. Sekretariat Tim Teknis INA-CBG. Persyaratan bagi rumah sakit untuk dapat menggunakan software INA-CBG sebagai input data klaim adalah sebagai berikut : 1. Mempunyai kode registrasi rumah sakit yang dikeluarkan oleh kementerian kesehatan RI, bagi rumah sakit yang belum memiliki kode registrasi rumah sakit harus melakukan registrasi terlebih dahulu, dengan persyaratan sebagai berikut : a. Surat Izin Operasional Rumah Sakit b. Surat Penetapan Kelas Rumah Sakit yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan (bila ada) c. Persyaratan dapat diantar langsung ke Kementerian Kesehatan RI atau dikirim melalui ke informasi.buk@gmail.com, kode rumah sakit akan langsung dikirim ke rumah sakit. 2. Bekerja sama dengan BPJS Kesehatan Setelah rumah sakit mendapatkan software INA-CBG berupa paket software, dalam paket software terdapat file file sebagai berikut : 1. Folder Extra 2. REGUNU 3. INACBGs-4.exe Persyaratan Laptop atau PC yang akan digunakan untuk proses instalasi software INA-CBG demi kelancaran proses klaim rumah sakit,sebaiknya : 1. Hardware PC/Laptop dalam kondisi baik dan mempunyai tingkat keamanan yang bagus/dilengkapi dengan antivirus. 2. Bagi rumah sakit yang menggunakan PC sebaiknya dlengkapi dengan UPS (baterai cadangan) untuk menghindari PC mati mendadak yang berakibat merusak input data klaim. 3. Dalam PC/Laptop tidak terdapat aplikasi yang menggunakan database yang sama dengan INA-CBG, hal ini dikarenakan dapat terjadi crash. 58

60 Proses Instalasi software INA-CBG Klik file dengan nama INACBGs-4.exe Maka akan otomatis melakukan rangkaian proses instalasi XAMPP, software 4.0 serta grouper. 1 2 Tahap Instalasi Xampp Klik Next :

61 5 6 Klik Yes dan Finish Akan muncul xampp control panel dan Instalasi INACBG 4.0 Tahap Instalasi Software INA-CBG 4.0 Klik next dan Install, ikuti panduan dan klik finish

62 3 Instalasi Grouper : Klik next, kemudian masukkan password nya unucasemix selanjutnya ikuti petunjuk sampai finish

63

64 Tahap Instalasi Registry Masuk kembali ke paket software INA-CBG 4.0, kemudian cari folder REGUNU Klik Registry sesuai dengan regunu32/64 sesuai dengan sistem komputer Jika sudah melakukan registry silahkan re-start komputer. Software INA-CBG sebelum bisa digunakan harus dilakukan setting database tarif sesuai dengan kelas Rumah Sakit yang dimiliki. Saat instalasi setting awal database adalah kelas A regional 1. Cara melakukan setting database tarif rumah sakit : Dalam Aplikasi INA-CBG juga terdapat menu untuk melakukan back up data untuk pasien sudah dimasukkan apabila terjadi kerusakan pada software INA- CBG sehingga data bisa dilakukan restore kembali. 63

65 I. TATA CARA PENGGUNAAN SOFTWARE INA-CBG S TAHAPAN PENGGUNAAN SOFTWARE INA-CBG v Memulai aplikasi INA-CBG 4.0 Klik Icon Xampp dalam desktop, kemudian klik start pada Apache dan Mysql sampai posisi running Buka Browser Mozilla kemudian masukkan alamat dalam url : Apabila berhasil akan timbul tampilan seperti berikut : Masuk (Login ) Kedalam Software INA-CBG. ID : NCC Password : NCC 64

66 2. Masukkan data pasien : Nomer Rekam Medis, Nama Lengkap, Jenis Kelamin dan tanggal Lahir kemudian klik simpan untuk menyimpan data pasien utama dan siap ke proses selanjutnya 3. Jika data yang kita masukkan belum pernah ada klaim/grouping maka akan keluar pesan Belum ada klaim/grouping klik Klaim/grouping baru untuk melanjutkan proses selanjutnya. 65

67 4. Isikan data data klaim pasien kemudian klik simpan, kemudian lanjutkan ke proses selanjutnya : 5. Masukkan diagnosa yang diambil terhadap pasien, masukkan nama penyakit atau kode ICD 10 untuk mencari atau klik browse. Klik Simpan untuk menyimpan data, batal untuk mengulang dan hapus untuk menghapus data yang sudah disimpan. 66

68 6. Lakukan Hal yang sama seperti point nomer 6 untuk kode prosedur/tindakan. 7. Setelah memasukkan kode diagnosis dan prosedur yang ada dalam resume medis, kemudian klik tombol reflesh untuk mengetahui apakah pasuen tersebut mendapat tambahan tarif untuk spesial group. Catatan : Variable ADL akan aktif apabila LOS lebh dari 42 hari dan hanya untuk kasus psikiatri, kusta dan rehabilitasi obat. 67

69 8. Setelah kode diagnosa dan prosedur sudah selesai tersimpan klik Proses CBG Grouper dan apabila sudah sesuai datanya klik final 9. Akan timbul menu konfirmasi. Ya jika telah benar atau klik Tidak jika ingin mengedit ulang datanya 10. Klik Tab Laporan untuk membuat laporan 68

70 11. Isikan data yang akan dibuat laporannya: range pasien pulang, kelas perawatan, rawat inap/rawat jalan, lalu klik tampilkan untuk melihat datanya. Klik klaim pasien (PDF) untuk membuat laporan klaim perpasien dengan format PDF, klik rekap TXT untuk membuat rekapitulasi dalam bentuk TXT, klik Rekap PDF untuk membuat rekapitulasi dalam bentuk PDF atau klik Hasil Grouper TXT untuk melihat hasil grouper dalam bentuk TXT. 12. Hasil Rekap TXT. File hasil Rekap TXT inilah yang akan digunakan untuk persyaratan klaim ke BPJS yang berasal dari software INA-CBG. 69

71 13. Rekap PDF 70

Tim National Casemix Center Kementerian Kesehatan RI 2013

Tim National Casemix Center Kementerian Kesehatan RI 2013 Tim National Casemix Center Kementerian Kesehatan RI 2013 KONSEP PEMBAYARAN PROSPEKTIF : SISTEM CASEMIX METODE PEMBAYARAN RUMAH SAKIT Retrospective Payment Payment are made or agreed upon after provision

Lebih terperinci

Kebijakan Pembiayaan untuk pelayanan Dialisis di FKRTL dalam era JKN. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Jakarta, 08 April 2017

Kebijakan Pembiayaan untuk pelayanan Dialisis di FKRTL dalam era JKN. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Jakarta, 08 April 2017 Kebijakan Pembiayaan untuk pelayanan Dialisis di FKRTL dalam era JKN Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Jakarta, 08 April 2017 METODA PEMBAYARAN Retrospective Payment: Payment are made or agreed upon

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmakoekonomi 2.1.1 Definisi Farmakoekonomi Farmakoekonomi adalah suatu ilmu yang digunakan utuk menganalisis biaya terapi obat pada sistem pelayanan kesehatan, di dalam farmakoekonomi

Lebih terperinci

TARIF INA CBG UNTUK JKN Bambang Wibowo National Casemix Center Kemenkes

TARIF INA CBG UNTUK JKN Bambang Wibowo National Casemix Center Kemenkes TARIF INA CBG UNTUK JKN 2014 Bambang Wibowo National Casemix Center Kemenkes PERSI_JAKARTA 7 NOV 2013 POKOK BAHASAN Sistem casemix Proses pembentukan tarif INA-CBG Besaran tarif JKN Hasil simulasi tarif

Lebih terperinci

MAKALAH SISTEM PEMBAYARAN INA CBGS

MAKALAH SISTEM PEMBAYARAN INA CBGS MAKALAH SISTEM PEMBAYARAN INA CBGS Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pembiayaan Kesehatan Dosen pengampu : dr. Intan Zainafree, MH.Kes Disusun Oleh: 1. Ayu Aulia Septiani (6411411090) 2. Oktaviyani

Lebih terperinci

Optimalisasi Pembayaran Prospektif Dalam JKN. Donald Pardede

Optimalisasi Pembayaran Prospektif Dalam JKN. Donald Pardede Optimalisasi Pembayaran Prospektif Dalam JKN Donald Pardede PDMMI Jakarta, 26 Februari 2016 Metode Pembayaran RS Pembayaran retrospektif Pembayaran yang ditetapkan setelah pelayanan diberikan Fee-for-service

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rekam Medis 1. Pengertian Rekam Medis Berdasarkan PerMenKes Nomor:269/Menkes/PER/III/2008 tentang rekam medis menjelaskan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN SAMPUL... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK... ABSTRACT... i ii

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Sistem Dibentuknya suatu sistem pada dasarnya untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan. Sistem tersebut perlu dirangkai dengan berbagai unsur atau

Lebih terperinci

Prof. Dr. dr. Akmal Taher, Sp.U(K) Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan

Prof. Dr. dr. Akmal Taher, Sp.U(K) Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan Prof. Dr. dr. Akmal Taher, Sp.U(K) Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan 1. Latar Belakang 2. Sistem Pembiayaan dalam SJSN 3. Contoh dari negara lain (US) 4. Kondisi Yang Diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu hak asasi manusia dan juga merupakan pondasi pembangunan bangsa seperti yang tercantum dalam undang undang dasar (UUD 45) pasal 28

Lebih terperinci

RS dan JKN T O N A N G D W I A R D Y A N T O

RS dan JKN T O N A N G D W I A R D Y A N T O RS dan JKN T O N A N G D W I A R D Y A N T O Evolusi Layanan Kesehatan Doing things cheaper (efficiency) Doing things right (Effectiveness) Doing things better (quality improvement) Doing the right things

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENERAPAN INA-CBG DALAM PENYELENGGARAAN JKN

KEBIJAKAN PENERAPAN INA-CBG DALAM PENYELENGGARAAN JKN KEMENKES KEBIJAKAN PENERAPAN INA-CBG DALAM PENYELENGGARAAN JKN PUSAT PEMBIAYAAN DAN JAMINAN KESEHATAN Medan, 7 Desember 2016 JAMINAN KESEHATAN NASIONAL METODA PEMBAYARAN PROVIDER Retrospective Payment:

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI POLA TARIF INA-CBG DALAM ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL. dr. Rudi Yulianto National Casemix Center Kementerian Kesehatan RI

IMPLEMENTASI POLA TARIF INA-CBG DALAM ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL. dr. Rudi Yulianto National Casemix Center Kementerian Kesehatan RI IMPLEMENTASI POLA TARIF INA-CBG DALAM ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL dr. Rudi Yulianto National Casemix Center Kementerian Kesehatan RI Tujuan sistem pembiayaan pel kesehatan: Mendorong peningkatan mutu

Lebih terperinci

PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL Dr. Moch Bachtiar Budianto,Sp.B (K) Onk RSUD Dr SAIFUL ANWAR MALANG PEMBAHASAN REGULASI ALUR PELAYANAN PERMASALAHAN REGULASI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Undang-undang No.40 Tahun 2004 pasal 19 ayat1. 1

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Undang-undang No.40 Tahun 2004 pasal 19 ayat1. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada awal tahun 2014 di Indonesia menyelenggarakan asuransi kesehatan bagi seluruh rakyatnya yakni Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. 1

BAB I PENDAHULUAN. menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit adalah institusi dalam pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Persepsi adalah kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia (Sugihartono, et al. 2007). Sementara menurut Walgito (2004), persepsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa salah satunya dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa salah satunya dipengaruhi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Keberhasilan pembangunan suatu bangsa salah satunya dipengaruhi oleh status kesehatan masyarakat. Kesehatan bagi seseorang merupakan sebuah investasi dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Karakteristik Subjek Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Karakteristik Subjek Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Karakteristik Subjek Penelitian 1. Gambaran karakteristik Pasien Hasil penelitian diperoleh jumlah subjek sebanyak 70 pasien. Subjek penelitian yang memenuhi kriteria

Lebih terperinci

KESIAPAN JAJARAN KESEHATAN MENGHADAPI SJSN

KESIAPAN JAJARAN KESEHATAN MENGHADAPI SJSN IAKMI: Kupang, 5 September 2013 KESIAPAN JAJARAN KESEHATAN MENGHADAPI SJSN BUDI SAMPURNA 1 SISTEMATIKA PENYAJIAN MENTERI KESEHATAN 1. Progress Persiapan Pelaksanaan JKN 2. Kesiapan Faskes dan Sistem Rujukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. 1

BAB I PENDAHULUAN. menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut UU No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan menegaskan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Ada definisi lainnya, yaitu menurut Marelli (2000) Clinical pathway merupakan

BAB II LANDASAN TEORI. Ada definisi lainnya, yaitu menurut Marelli (2000) Clinical pathway merupakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Clinical Pathway Definisi clinical pathway menurut Firmanda (2005) adalah suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu yang merangkum setiap langkah yang diberikan kepada

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENENTUAN BESARAN BIAYA CBG. dr Kalsum Komaryani, MPPM Tim Teknis Ina-CBG Kementerian Kesehatan RI

KEBIJAKAN PENENTUAN BESARAN BIAYA CBG. dr Kalsum Komaryani, MPPM Tim Teknis Ina-CBG Kementerian Kesehatan RI KEBIJAKAN PENENTUAN BESARAN BIAYA CBG dr Kalsum Komaryani, MPPM Tim Teknis Ina-CBG Kementerian Kesehatan RI SISTEMATIKA PENYAJIAN 1. PENDAHULUAN 2. METODE PEMBAYARAN INA-CBG 3. PEMBENTUKAN TARIF INA-CBG

Lebih terperinci

PRAKTEK SPESIALIS DI ERA SJSN. Aru W. Sudoyo Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia PAPDI

PRAKTEK SPESIALIS DI ERA SJSN. Aru W. Sudoyo Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia PAPDI PRAKTEK SPESIALIS DI ERA SJSN Aru W. Sudoyo Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia PAPDI Jumlah Dokter Spesialis/100.000 penduduk menurut Provinsi 26/10/09 Pendidikan KKI 4 NUMBER OF SPECIALISTS

Lebih terperinci

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO, 06 JANUARI 2015 BERITA DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR 11 S A L I N A N PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 11 TAHUN 2015 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WALUYO JATI KRAKSAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjalani kehidupannya dengan baik. Maka dari itu untuk mencapai derajat kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menjalani kehidupannya dengan baik. Maka dari itu untuk mencapai derajat kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan mendasar bagi setiap individu untuk menjalani kehidupannya dengan baik. Maka dari itu untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

KESIAPAN & STRATEGI RUMAH SAKIT SWASTA MENGHADAPI JKN

KESIAPAN & STRATEGI RUMAH SAKIT SWASTA MENGHADAPI JKN KESIAPAN & STRATEGI RUMAH SAKIT SWASTA MENGHADAPI JKN Oleh Dr. Mus Aida, MARS (Ketua ARSSI Pusat) Disampaikan Pada: Seminar Nasional: Mengelola Rumah Sakit Menyesuaikan SJSN Kesehatan 26-27 Juni 2013,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan pokok yang harus diperhatikan setiap

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan pokok yang harus diperhatikan setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan pokok yang harus diperhatikan setiap orang demi mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, rumah sakit sebagai fasilitas kesehatan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.795, 2014 KEMENKES. INA-CBGs. Petunjuk Teknis. Sistem. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK TEKNIS SISTEM INDONESIAN CASE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Universal Health Coverage merupakan sistem penjaminan kesehatan yang memastikan semua orang dapat menerima pelayanan kesehatan yang mereka butuhkan tanpa harus mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Jamkesmas ( Jaminan Kesehatan Masyarakat ) kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Jamkesmas ( Jaminan Kesehatan Masyarakat ) kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jamkesmas ( Jaminan Kesehatan Masyarakat ) Jamkesmas adalah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Program ini diselenggarakan

Lebih terperinci

Cost Containment. dr. M. Bachtiar Budianto, Sp.B (K)OnK

Cost Containment. dr. M. Bachtiar Budianto, Sp.B (K)OnK Cost Containment dr. M. Bachtiar Budianto, Sp.B (K)OnK COST CONTAINMENT merupakan cara atau upaya mengendalikan pembiayaan atau menekan biaya sampai titik Cost Effectiveness, bukan ketitik Efficiency artinya

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT SEBAGAI LEMBAGA USAHA

RUMAH SAKIT SEBAGAI LEMBAGA USAHA Bagian III 129 BAB IX RUMAH SAKIT SEBAGAI LEMBAGA USAHA 9.1 Konsep Biaya dan Aplikasinya di Rumah Sakit Dalam model Circular Flow, firma atau lembaga usaha merupakan salahsatu dari empat faktor pembentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara berkelanjutan, adil dan merata menjangkau seluruh rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. secara berkelanjutan, adil dan merata menjangkau seluruh rakyat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan sosial ekonomi sebagai salah satu pelaksanaan kebijakan pembangunan nasional telah menghasilkan banyak kemajuan, diantaranya telah meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang melaksanakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat baik masyarakat umum maupun peserta asuransi kesehatan misalnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggambarkan unit cost yang berhubungan dengan pelayanan rawat inap

BAB III METODE PENELITIAN. menggambarkan unit cost yang berhubungan dengan pelayanan rawat inap BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancang Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan deskriptif kuantitatif. Penelitian deskriptif di sini bertujuan menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memberikan Jaminan Sosial dalam mengembangkan Universal Health

BAB I PENDAHULUAN. untuk memberikan Jaminan Sosial dalam mengembangkan Universal Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam hal mewujudkan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

Lebih terperinci

09/03/2016 KODING. ICD-10 : International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems 10th Rev

09/03/2016 KODING. ICD-10 : International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems 10th Rev POKOK BAHAN PEMBAHASAN SEMINAR NASIONAL RMIK APIKES CITRA MEDIKA SOLO 9 MARET 2016 1. Tujuan Koding ICD 2. Mengapa Perlu Akurasi Koding Case-Mix 3. Apa yang Bisa Kita Lakukan Untuk Memperbaiki Koding 4.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaminan Kesehatan Nasional 2.1.1 Definisi Jaminan Kesehatan Nasional Jaminan kesehatan merupakan jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi penyakit tidak menular (non communicable diseases) diprediksi akan terus mengalami peningkatan di beberapa negara berkembang. Peningkatan penderita penyakit

Lebih terperinci

Tinjauan Prosedur Penentuan Kode Tindakan Berbasis ICD-9-CM untuk INA CBG di RSUD Dr. Soeroto Ngawi

Tinjauan Prosedur Penentuan Kode Tindakan Berbasis ICD-9-CM untuk INA CBG di RSUD Dr. Soeroto Ngawi Tinjauan Prosedur Penentuan Kode Tindakan Berbasis ICD-9-CM untuk INA CBG di RSUD Dr. Soeroto Ngawi Atik Dwi Noviyanti 1, Dewi Lena Suryani K 2, Sri Mulyono 2 Mahasiswa Apikes Mitra Husada Karanganyar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paripurna yang menyediakan pelayanan rawat jalan, rawat inap dan. rawat darurat. Rustiyanto (2010), mengatakan bahwa pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. paripurna yang menyediakan pelayanan rawat jalan, rawat inap dan. rawat darurat. Rustiyanto (2010), mengatakan bahwa pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Permenkes No. 147 tahun 2010 tentang perizinan rumah sakit, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dilaksan akan secara bertahap sejak 01 Januari 2014 yang membawa kesatuan reformasi dari segi pembiayaan kesehatan (health-care

Lebih terperinci

BUPATI PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

BUPATI PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO, SALINAN BUPATI PROBOLINGGO PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 30 TAHUN 2016 TENTANG JASA PELAYANAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WALUYO JATI KRAKSAAN YANG MENERAPKAN POLA PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem informasi manajemen adalah hal yang saat ini banyak dikembangkan dalam rangka usaha untuk meningkatkan dukungan layanan di rumah sakit. Adanya sistem informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu, keluarga, masyarakat, pemerintah dan swasta. Upaya untuk meningkatkan derajat

BAB I PENDAHULUAN. individu, keluarga, masyarakat, pemerintah dan swasta. Upaya untuk meningkatkan derajat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan suatu komponen vital bagi setiap individu karena kesehatan mempengaruhi berbagai sektor kehidupan. Kesehatan adalah tanggung jawab bersama setiap

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.693,2012

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.693,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.693,2012 PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 029 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 416/MENKES/PER/II/2011 TENTANG

Lebih terperinci

A. Sistem Klaim Pelayanan Pasien BPJS rawat jalan

A. Sistem Klaim Pelayanan Pasien BPJS rawat jalan BAB IV PEMBAHASAN Berdasarkan hasil magang selama 1 (satu) bulan terhitung tanggal 25 Januari 2016 sampai dengan 25 Februari 2016 di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi, maka dibawah ini penulis akan

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAYANAN KESEHATAN

PEDOMAN PELAYANAN KESEHATAN PEDOMAN PELAYANAN KESEHATAN BAGI PESERTA BPJS KESEHATAN Madiun, 11 Maret 2014 KARTU YANG BERLAKU 1. Kartu Askes eksisting ( eks Askes Sosial ) 2. Kartu JPK Jamsostek ( eks Jamsostek ) 3. Kartu Jamkesmas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai sebuah pelayanan yang baik bagi pasien. sesuai dengan klasifikasi yang diberlakukan di Indonesia (ICD-10) tentang

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai sebuah pelayanan yang baik bagi pasien. sesuai dengan klasifikasi yang diberlakukan di Indonesia (ICD-10) tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangan pelayanan kesehatan, rekam medis menjadi salah satu faktor pendukung terpenting. Dalam Permenkes RI Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang rekam medis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya. Untuk memenuhi hak masyarakat miskin dalam. agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya. Untuk memenuhi hak masyarakat miskin dalam. agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia. Setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk masyarakat miskin. Untuk itu negara bertanggung jawab mengatur agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam bidang kesehatan. World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam bidang kesehatan. World Health Organization (WHO) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan zaman yang begitu pesat menuntut perubahan pola pikir bangsa - bangsa di dunia termasuk Indonesia dari pola pikir tradisional menjadi pola pikir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 28H dan pasal 34 Undang-Undang Dasar Dalam Undang Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. 28H dan pasal 34 Undang-Undang Dasar Dalam Undang Undang Nomor 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai dengan falsafah dasar negara Pancasila terutama sila ke-5 mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Hal ini juga termaktub dalam pasal 28H dan pasal 34 Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam meningkatkan mutu pelayanan, rumah sakit harus memberikan mutu pelayanan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam meningkatkan mutu pelayanan, rumah sakit harus memberikan mutu pelayanan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu sarana yang memberikan pelayanan kesehatan. Dalam meningkatkan mutu pelayanan, rumah sakit harus memberikan mutu pelayanan yang sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besarnya biaya yang dibutuhkan maka kebanyakan orang tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN. besarnya biaya yang dibutuhkan maka kebanyakan orang tidak mampu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembiayaan pelayanan kesehatan atau lebih tepatnya disebut pendanaan ppelayanan kesehatan, merupakan suatu cara dalam memungkinkan seseorang memenuhi kebutuhan medisnya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaminan Kesehatan Nasional Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENETAPAN PENGGUNAAN DANA PELAYANAN KESEHATAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROVINSI

Lebih terperinci

Inovasi PERSI dalam Mutu Pelayanan Kesehatan di RS dalam skema Jaminan Kesehatan Nasional

Inovasi PERSI dalam Mutu Pelayanan Kesehatan di RS dalam skema Jaminan Kesehatan Nasional Inovasi PERSI dalam Mutu Pelayanan Kesehatan di RS dalam skema Jaminan Kesehatan Nasional DR Dr.Sutoto M.Kes Dr. Daniel Budi Wibowo M.Kes Forum Mutu IHQN - 2013 Jakarta, 20 November 2013 Visi Persi Persi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah hak dasar setiap individu dan semua warga negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk masyarakat miskin (pasal 28H UUD 1945). Pemerintah

Lebih terperinci

Peran PERSI dalam upaya menyikapi Permenkes 64/2016 agar Rumah sakit tidak bangkrut. Kompartemen Jamkes PERSI Pusat Surabaya, 22 Desember 2016

Peran PERSI dalam upaya menyikapi Permenkes 64/2016 agar Rumah sakit tidak bangkrut. Kompartemen Jamkes PERSI Pusat Surabaya, 22 Desember 2016 Peran PERSI dalam upaya menyikapi Permenkes 64/2016 agar Rumah sakit tidak bangkrut Kompartemen Jamkes PERSI Pusat Surabaya, 22 Desember 2016 KESEIMBANGAN KEPENTINGAN : Pemerintah: Derajat kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka B. Kerangka Teori C. Kerangka Konsep D. Pertanyaan Penelitian...

DAFTAR ISI. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka B. Kerangka Teori C. Kerangka Konsep D. Pertanyaan Penelitian... v DAFTAR ISI Halaman Judul... i Lembar Persetujuan... ii Lembar Pernyataan... iii Kata Pengantar... iv Daftar Isi... v Daftar Tabel... vii Daftar Gambar... viii Daftar Singkatan... ix Daftar Lampiran...

Lebih terperinci

Utilization Review di Tempat Praktek: Alat Untuk Mendukung Pelayanan Kesehatan Efektif dan Efisien. Yulita Hendrartini Universitas Gadjah Mada

Utilization Review di Tempat Praktek: Alat Untuk Mendukung Pelayanan Kesehatan Efektif dan Efisien. Yulita Hendrartini Universitas Gadjah Mada Utilization Review di Tempat Praktek: Alat Untuk Mendukung Pelayanan Kesehatan Efektif dan Efisien Yulita Hendrartini Universitas Gadjah Mada Pendahuluan Pelayanan kesehatan bersifat unik: Asimetri informasi

Lebih terperinci

STUDI KEBIJAKAN PENGGUNAAN SISTEM CASEMIX

STUDI KEBIJAKAN PENGGUNAAN SISTEM CASEMIX STUDI KEBIJAKAN PENGGUNAAN SISTEM CASEMIX BERBASIS KODE INTERNATIONAL CLASSIFICATION OF DISEASES-TEN (ICD-X) PADA PASIEN JAMKESMAS DI RSUD. DR. RASIDIN KOTA PADANG TAHUN 2011 Skripsi Diajukan ke Program

Lebih terperinci

BIAYA RIIL DAN ANALISIS KOMPONEN BIAYA YANG MEMPENGARUHI BIAYA RIIL PADA KASUS SKIZOFRENIA RAWAT INAP DI RSJ SAMBANG LIHUM

BIAYA RIIL DAN ANALISIS KOMPONEN BIAYA YANG MEMPENGARUHI BIAYA RIIL PADA KASUS SKIZOFRENIA RAWAT INAP DI RSJ SAMBANG LIHUM INTISARI SELISIH TARIF PAKET INA-CBGs DENGAN BIAYA RIIL DAN ANALISIS KOMPONEN BIAYA YANG MEMPENGARUHI BIAYA RIIL PADA KASUS SKIZOFRENIA RAWAT INAP DI RSJ SAMBANG LIHUM Noormila Sari 1 ; Ratih Pratiwi Sari

Lebih terperinci

PENGANTAR PERHITUNGAN TARIF INA-CBG. Tim Tarif INA-CBG Kementerian Kesehatan RI Palembang, 1 April 2017

PENGANTAR PERHITUNGAN TARIF INA-CBG. Tim Tarif INA-CBG Kementerian Kesehatan RI Palembang, 1 April 2017 PENGANTAR PERHITUNGAN TARIF INA-CBG Tim Tarif INA-CBG Kementerian Kesehatan RI Palembang, 1 April 2017 PENGERTIAN Adalah nilai suatu jasa pelayanan kesehatan dengan sejumlah uang, dimana berdasarkan nilai

Lebih terperinci

Penampilan rumah sakit dapat diketahui dari beberapa indikator antara lain : a. Cakupan dan mutu pelayanan dilihat melalui indikator :

Penampilan rumah sakit dapat diketahui dari beberapa indikator antara lain : a. Cakupan dan mutu pelayanan dilihat melalui indikator : Rumah Sakit Indikator yang digunakan untuk menilai perkembangan sarana rumah sakit antara lain dengan melihat perkembangan fasilitas perawatan yang biasanya diukur dengan jumlah rumah sakit dan tempat

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2013 NOMOR : 17 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG TARIF PELAYANAN PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2013 NOMOR : 17 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG TARIF PELAYANAN PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2013 NOMOR : 17 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG TARIF PELAYANAN PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA CILEGON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Strategi pemerintah dalam pembangunan kesehatan nasional 2015-2019 bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang. Peningkatan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG TARIF LAYANAN PADA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK ACEH

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG TARIF LAYANAN PADA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG TARIF LAYANAN PADA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 163 TAHUN 2012 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG TARIF PELAYANAN KESEHATAN PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROVINSI DI SUMBAWA

Lebih terperinci

RIWAYAT HIDUP. Nama : dr. Ediansyah,MARS. TTL : Pemangkat (KALBAR), 12 Maret 1974

RIWAYAT HIDUP. Nama : dr. Ediansyah,MARS. TTL : Pemangkat (KALBAR), 12 Maret 1974 RIWAYAT HIDUP Nama : dr. Ediansyah,MARS TTL : Pemangkat (KALBAR), 12 Maret 1974 Pekerjaan : Direktur RS AN-NISA Tangerang Pendidikan Dokter : UGM (Th 2000) KARS : UI (Th 2008) Organisasi Sekretaris PERSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap tahun sekitar setengah juta perempuan dan satu setengah juta bayi baru lahir kehilangan nyawa dikarenakan komplikasi yang terjadi pada persalinan. Kemudahan

Lebih terperinci

KEKHAWATIRAN DAN HARAPAN RUMAH SAKIT PRIVAT TERHADAP PELAKSANAAN UU. SJSN/BPJS. Oleh: Mus Aida (Ketua ARSSI)

KEKHAWATIRAN DAN HARAPAN RUMAH SAKIT PRIVAT TERHADAP PELAKSANAAN UU. SJSN/BPJS. Oleh: Mus Aida (Ketua ARSSI) KEKHAWATIRAN DAN HARAPAN RUMAH SAKIT PRIVAT TERHADAP PELAKSANAAN UU. SJSN/BPJS Oleh: Mus Aida (Ketua ARSSI) ARSSI ( ASOSIASI RUMAH SAKIT SWASTA INDONESIA) BERANGGOTAKAN RS SWASTA BAIK FOR PROFIT MAUPUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) telah menjawab prinsip dasar Universal Health Coverage dengan mewajibkan setiap penduduk

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2012

PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2012 GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG TARIF LAYANAN KESEHATAN PADA RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DAN RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI NUSA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. medis maupun non medis. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan. Republik Indonesia No. 269/Menkes/PER/III/2008 tentang Rekam Medis

BAB I PENDAHULUAN. medis maupun non medis. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan. Republik Indonesia No. 269/Menkes/PER/III/2008 tentang Rekam Medis 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar yang sangat penting untuk diperhatikan. Untuk mewujudkan pelayanan kesehatan secara maksimal, sarana pelayanan kesehatan harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia berupaya meningkatkan akses masyarakat terutama masyarakat miskin pada pelayanan kesehatan, yaitu saat dibentuknya tim penyusun Sistem Jaminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan adalah sesuai dengan standar pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan adalah sesuai dengan standar pelayanan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah Sakit adalah bagian yang integral dari keseluruhan sistem pelayanan kesehatan yang di kembangkan melalui rencana pembangunan kesehatan.sebuah rumah sakit baik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. of Hospital Care yang dikutip Azwar (1996) mengemukakan beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. of Hospital Care yang dikutip Azwar (1996) mengemukakan beberapa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rumah Sakit 1. Pengertian Rumah Sakit Menurut American Hospital Association, Wolper dan Pena, Association of Hospital Care yang dikutip Azwar (1996) mengemukakan beberapa pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan

BAB I PENDAHULUAN. melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar staf medis di RS terjaga profesionalismenya. Clicinal governance (tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. agar staf medis di RS terjaga profesionalismenya. Clicinal governance (tata kelola BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komite medik adalah perangkat RS untuk menerapkan tata kelola klinis agar staf medis di RS terjaga profesionalismenya. Clicinal governance (tata kelola klinis) merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan merupakan prioritas baik bagi pihak penyedia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan merupakan prioritas baik bagi pihak penyedia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan merupakan prioritas baik bagi pihak penyedia jasa maupun bagi masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan kesehatan. Menurut Pohan (2012) pendekatan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian. 4.1. Jenis/Desain

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), sistem INA CBG s (Indonesia Case Base

BAB 1 : PENDAHULUAN. Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), sistem INA CBG s (Indonesia Case Base BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), sistem INA CBG s (Indonesia Case Base Groups) digunakan untuk proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan masyarakat menjadi tugas utama dari pemerintah. Perihal ini tercantum jelas dalam pasal 34 ayat 2 dan 3 Undang-Undang Dasar Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara komprehensif yang

BAB I PENDAHULUAN. menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara komprehensif yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit adalah salah satu institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara komprehensif yang menyediakan pelayanan rawat

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR: 30 TAHUN 2017 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR: 30 TAHUN 2017 TENTANG GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR: 30 TAHUN 2017 TENTANG TARIF PELAYANAN PADA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

TERM OF REFERENCE (TOR) BIMBINGAN TEKNIS COST CONTAINMENT RUMAH SAKIT

TERM OF REFERENCE (TOR) BIMBINGAN TEKNIS COST CONTAINMENT RUMAH SAKIT Kantor : Jl. Taman Sri Rejeki Timur III N0. 39 Semarang, Jawa Tengah 5049 Telp. / Fax : (04) 7645 Email : info@brainmanagement.org Web : www.brainmanagement.org NPWP : 08.799.467.9-503.000 TERM OF REFERENCE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia. Setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk masyarakat miskin. Untuk itu Negara bertanggung jawab mengatur agar

Lebih terperinci

Jenis Jenis Indikator Mutu Rumah Sakit: Haruskah RS Memiliki Semua

Jenis Jenis Indikator Mutu Rumah Sakit: Haruskah RS Memiliki Semua Jenis Jenis Indikator Mutu Rumah Sakit: Haruskah RS Memiliki Semua Indikator Mutu RS? dr. Hanevi Djasri, MARS Kompartemen Mutu, Pengurus Pusat PERSI hanevi_pmpk@yahoo.com www.mutupelayanankesehatan.net

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dari pembangunan nasional. Tujuan utama dari pembangunan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. penting dari pembangunan nasional. Tujuan utama dari pembangunan di bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan dibidang kesehatan merupakan salah satu bagian yang penting dari pembangunan nasional. Tujuan utama dari pembangunan di bidang kesehatan adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

Sosialisasi Kaidah Koding sesuai Permenkes 76 tahun RIRIS DIAN HARDIANI Tim Teknis Ina CBG Kementerian Kesehatan

Sosialisasi Kaidah Koding sesuai Permenkes 76 tahun RIRIS DIAN HARDIANI Tim Teknis Ina CBG Kementerian Kesehatan Sosialisasi Kaidah Koding sesuai Permenkes 76 tahun 2016 RIRIS DIAN HARDIANI Tim Teknis Ina CBG Kementerian Kesehatan PENULISAN DIAGNOSA DAN TINDAKAN LENGKAP DAN SPESIFIK KETEPATAN KODING INA-CBG YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Universal Health Coverage (UHC) sebagai bagian dari reformasi sistem kesehatan pada saat ini telah dilaksanakan oleh hampir setengah negara di dunia dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan adalah dengan memantapkan penjaminan kesehatan melalui. jaminan kesehatan. Permenkes No. 71 tahun 2013 tentang Pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan adalah dengan memantapkan penjaminan kesehatan melalui. jaminan kesehatan. Permenkes No. 71 tahun 2013 tentang Pelayanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu upaya yang ditempuh pemerintah dalam pembiayaan kesehatan adalah dengan memantapkan penjaminan kesehatan melalui jaminan kesehatan. Permenkes No. 71 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara global dalam konstitusi WHO, pada dekade terakhir telah disepakati

BAB I PENDAHULUAN. secara global dalam konstitusi WHO, pada dekade terakhir telah disepakati BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kesehatan merupakan hak fundamental setiap individu yang dinyatakan secara global dalam konstitusi WHO, pada dekade terakhir telah disepakati komitmen global

Lebih terperinci

TERM OF REFERENCE (TOR) BIMBINGAN TEKNIS COST CONTAINMENT RUMAH SAKIT

TERM OF REFERENCE (TOR) BIMBINGAN TEKNIS COST CONTAINMENT RUMAH SAKIT Kantor : Jl. Taman Sri Rejeki Timur III N0. 9 Semarang, Jawa Tengah 5049 Telp. / Fax : (04) 7645 Email : infobrainmanagement@gmail.com Web : www.brainmanagement.org TDP :.0..46.077 TERM OF REFERENCE (TOR)

Lebih terperinci