8 POSISI JENIS IKAN YANG TERTANGKAP DALAM PIRAMIDA MAKANAN 8.1 PENDAHULUAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "8 POSISI JENIS IKAN YANG TERTANGKAP DALAM PIRAMIDA MAKANAN 8.1 PENDAHULUAN"

Transkripsi

1 123 8 POSISI JENIS IKAN YANG TERTANGKAP DALAM PIRAMIDA MAKANAN 8.1 PENDAHULUAN Interaksi trofik merupakan salah satu kunci untuk mengetahui peran ekologis suatu populasi atau spesies di dalam ekosistem. Mengingat trofik level mengambarkan hubungan keterkaitan antar organisme mulai tingkatan trofik terendah sampai dengan tingkatan trofik tertinggi. Chassot et al. (2005) mengemukakan bahwa tingkatan trofik dalam jejaring makanan terdapat mekanisme yang saling mempengaruhi antara tingkatan trofik paling atas terhadap tingkatan trofik di bawahnya (top down effect) dan sebaliknya dari tingkatan trofik paling bawah ke tingkatan trofik di atasnya (bottom up effect). Aktivitas penangkapan sero di perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone berlangsung secara terus menerus. Dampaknya bisa diprediksi bahwa telah terjadi perubahan struktur trofik yang ada dalam ekosistem tersebut. Perubahan yang biasanya terjadi meliputi perubahan kelimpahan, produktivitas, dan struktur komunitas seperti perubahan dominansi spesies, spektra ukuran, dan hasil tangkapan. Akibatnya, hasil tangkapan perikanan secara bertahap berubah dari spesies yang berada di tingkat trofik atas menjadi spesies yang berada pada tingkat trofik bawah dalam jejaring makanan (Jaureguizar & Milessi 2008). Mengkaji struktur trofik pada daerah pantai seperti di habitat muara sungai, mangrove, dan lamun sangat diperlukan. Mengingat pada daerah pantai merupakan daerah yang kaya dengan keanekaragaman hayati, sehingga dalam ekosistem tersebut banyak sistem interaksi pemangsaan yang terjadi. Kaitannya dengan penangkapan bahwa bisa saja ikan tertangkap pada alat tangkap bukan karena target spesies alat tangkap tersebut, melainkan ikan jenis tertentu bermigrasi atau beruaya di sekitar alat tangkap karena terkait item makanan spesies tersebut berada di sekitar wilayah penangkapan, sehingga ikan tersebut turut tertangkap. Pengetahuan tentang trofik level setiap jenis ikan di setiap habitat dimaksudkan untuk melengkapi dan memperjelas hasil kajian mengenai hasil tangkapan dan selektivitas sebagai bagian utama dalam penelitian ini. Analisis trofik level ini diharapkan dapat memperjelas faktor penyebab tertangkapnya jenis

2 124 ikan (target spesies) pada berbagai habitat berdasarkan tingkatan trofik setiap jenis ikan hasil tangkapan yang dominan pada alat tangkap sero. Sehingga analisis ini dapat dijadikan informasi pendukung untuk melengkapi hasil analisis selektivitas alat tangkap sero yang dioperasikan di pantai. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui jenis makanan ikan yang dominan tertangkap dengan sero dan mengetahui posisi trofik level ikan yang dominan tertangkap dengan sero. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai informasi mengenai indikator dampak perikanan sero terhadap sumberdaya ikan di perairan pantai Pitumpanua Kabupaten Wajo, Teluk Bone. 8.2 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Pelaksanaan penelitian pendahuluan untuk melihat waktu kebiasaan makan ikan yang tertangkap di alat tangkap sero dilakukan pada tanggal Desember Pengambilan sampel isi lambung ikan dilakukan selama 4 (bulan) terhitung tanggal 22 Januari 14 Mei Lokasi pengambilan sampel dilakukan di 3 (tiga) habitat (muara sungai, mangrove, dan lamun) daerah penangkapan sero di perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan selama pengambilan dan pengamatan isi lambung ikan adalah sebagai berikut : perahu motor, alat tangkap sero, serok, measuring board, timbangan, cool box, toples, pisau, gunting, pinset, botol sampel, pipet tetes, larutan lugol, formalin 90%, mikroskop, buku identifikasi ikan dan plankton, kamera digital, dan alat tulis/data sheet Teknik Pengumpulan Data Pengamatan kebiasaan waktu makan ikan Waktu penangkapan ikan untuk isi lambung ikan terlebih dahulu dilakukan penelitian pendahuluan. Penangkapan ikan dilakukan selama 3 hari berturut dengan frekuensi penangkapan selama sehari yaitu sebanyak 3 (tiga) kali

3 125 yaitu pagi ( Wita), siang ( Wita), dan sore hari ( Wita) untuk melihat isi lambung (makanan) yang dicerna dengan tingkat kesegaran terbaik terutama pada isi lambung ikan-ikan predator Pengamatan Isi Lambung Ikan Penangkapan ikan untuk data isi lambung dilakukan pada pagi hari bersamaan dengan pengambilan hasil tangkapan sero. Untuk keperluan analisis isi lambung diambil sampel secara acak sebanyak 15% dari total sampel setiap unit sero. Jenis ikan yang jumlahnya sedikit pada hasil tangkapan dominan, semua dijadikan sampel untuk mewakili setiap jenis ikan. Pengambilan hasil tangkapan untuk analisis isi lambung dilakukan sebanyak 8 (delapan) kali bersamaan pada saat pengukuran parameter lingkungan. Perut ikan dibedah dengan menggunakan pisau bedah, kemudian dilakukan pengguntingan lambung, lambung ikan diangkat dengan menggunakan pinset. Isi lambung ikan karnivora diamati secara langsung karena jenis makanan dalam lambung sebagian besar jenis makanan dalam lambungnya dapat dikenali jenisnya, sedangkan lambung ikan herbivora dan planktivora disimpan di botol sampel terlebih dahulu, kemudian ditambahkan larutan lugol tetes untuk selanjutnya diamati dengan menggunakan mikroskop. Jenis makanan yang didapatkan di dalam lambung ikan diidentifikasi dengan buku identifikasi Analisis Data Analisis Trofik Level ikan Struktur trofik level setiap jenis ikan yang dominan tertangkap dianalisis dengan menggunakan software TrophLab2K. Penentuan trofik level suatu spesies ikan ditentukan berdasarkan komposisi makanan dan trofik level masing-masing fraksi makanannya (food item) yang diperoleh dari hasil analisis isi lambung (Pauly et al. 2000). Nilai trofik level suatu jenis ikan adalah 1 (satu) ditambah dengan rata-rata trofik level jenis makanannya, sehingga untuk ikan yang makanannya terdiri dari berbagai trofik level dapat dinyatakan dengan formula sebagai berikut :

4 126 G troph = 1 + DC xtroph...(12) j 1 ij dimana : DC ij adalah fraksi mangsa ke-i dalam makanan konsumer ke-j; troph j adalah trofik level ke-j dan G adalah jumlah group atau kelompok makanan dari i. j 8.3 HASIL PENELITIAN Jenis Makanan Ikan Dominan Pada identifikasi lambung ikan yang dominan tertangkap dengan sero ditemukan isi lambung (jenis makanan) yang sama di setiap jenis ikan pada semua habitat. Jenis makanan setiap jenis ikan selama penelitian dan item makanan setiap jenis ikan berdasarkan TrophLab2K seperti pada Tabel 18 dan Lampiran Tabel 18 Jenis makanan ikan dominan dan item makanan menurut klasifikasi food item III menurut TrophLab2K No Jenis ikan Jenis makanan Fraksi Makanan *) 1 Biji nangka Teri, udang, cacing, dan bentik invertebrata lainnya. 2 Baronang lingkis Alga bentik, cacing, pecahanpecahan daun, dan bentik invertebrata lainnya. 3 Kerong-kerong Pepetek, kapas-kapas, biji nangka, udang, dan larva kepiting 4 Lencam Cumi-cumi, biji nangka, pepetek, kapas-kapas, cacing, molluska, dan crustacea 5 Pepetek Alga bentik, dinoflagellates, larva-larva kerang, larva siput, pecahan daun-daun, larva molluska, cacing, dan diatom Bony fish, other benth. invertebrates, shrimps/prawns, polychaetes Benthic algae/weeds, polychaetes, debris, bony fish, other benth. invertebrates Bony fish, shrimps/prawns, plank. copepoda, crabs Squids/cuttlefish, bony fish, other finfish, polychaetes, other mollusks, other benth. crustaceans benthic algae/weeds, dinoflagellates, other plank. invertebrates, debris, other mollusks, polychaetes, diatoms Other benth. invertebrates, 6 Kapas-kapas Bentik invertebrata, pecahan daun-daun, dan cacing debris, polychaetes 7 Kuwe Larva ikan, biji nangka, kapaskapas, Fish eggs/larvae, benth. teri, senangin,dan copepods, bony fish, udang, shrimps/prawns, other finfish 8 Baronang Alga bentik, larva invertebrata, Benthic algae/weeds, plank. dan cacing invertebrates, polychaetes 9 Baracuda Teri, pepetek, larva udang, Fish eggs/larvae, bony fish, udang, cumi-cumi, biji nangka, shrimps/prawns, kapas-kapas, squids/cuttlefish Keterangan : *) sesuai klasifikasi food item III menurut TrophLab2K

5 Trofik Level Ikan Dominan Berdasarkan hasil analisis isi lambung dan perhitungan trofik level didapatkan rata-rata trofik level setiap jenis ikan berdasarkan habitat selama penelitian di perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone (Tabel 19) dan tingkat trofik ikan dominan tertangkap dengan sero di perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone (Tabel 20). Tabel 9 Rata-rata ± standar deviasi (SD) trofik level setiap jenis ikan berdasarkan habitat selama penelitian No Jenis ikan Muara sungai Mangrove Lamun 1 Baronang lingkis 2,56 ± 0,21 2,65 ± 0,22 2,67 ± 0,22 2 Baronang 2,50 ± 0,18 2,69 ± 0,23 2,64 ± 0,22 3 Pepetek 2,73 ± 0,19 2,71 ± 0,25 2,76 ± 0,28 4 Kapas-kapas 2,88 ± 0,25 2,72 ± 0,21 2,93 ± 0,25 5 Biji nangka 3,60 ± 0,49 3,53 ± 0,46 3,62 ± 0,51 6 Kerong-kerong 3,80 ± 0,64 3,77 ± 0,62 3,84 ± 0,65 7 Lencam 4,02 ± 0,18 3,95 ± 0,54 4,04 ± 0,54 8 Kuwe 4,19 ± 0,71 4,24 ± 0,72 4,22 ± 0,72 9 Baracuda 4,27 ± 0,70 4,23 ± 0,70 4,28 ± 0,72 Tabel 20 Kisaran tingkatan trofik ikan dominan yang tertangkap dengan sero di perairan pantai Pitumpanua No Jenis ikan Troph i Kategori 1 Baronang 2,32-2,92 Planktivora 2 Baronang lingkis 2,35-2,89 Planktivora 3 Pepetek 2,46-3,04 Omnivora 4 Kapas-kapas 2,51-3,18 Omnivora 5 Biji nangka 3,07-4,13 Omnivora 6 Kerong-kerong 3,15-4,49 Omnivora 7 Lencam 3,41-4,58 Karnivora 8 Kuwe 3,48-4,96 Karnivora 9 Barakuda 3,53-5,00 Karnivora

6 PEMBAHASAN Jenis Makanan Ikan Dominan Jenis makanan setiap ikan dominan yang tertangkap dengan sero yaitu sama di setiap habitat (Tabel 8). Hal ini memberikan indikasi bahwa kondisi perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone memiliki ketersediaan jenis makanan yang sama pada setiap habitat. Ikan-ikan yang berukuran kecil pada spesies yang sama menunjukkan perbedaan jenis makanan yang dimakannya. Jenis ikan kerong-kerong misalnya pada ukuran kecil memiliki jenis makanan cacing, larva kepiting, dan plankton copepoda, tetapi pada ukuran dewasa makanannya berubah menjadi nekton dan udang-udangan. Hal yang sama yang ditemukan oleh Asriyana (2011) bahwa ikan kurisi saat berukuran kecil menyukai fitoplankton kemudian pada ukuran sedang sampai besar berubah menjadi pemakan ikan teri (S. commersonii) dan tergolong ikan karnivora. Begitu halnya ikan kurisi yang ditemukan di perairan Teluk Labuan Banten yang mengalami perubahan kebiasaan makanan menjadi karnivora pada ukuran besar (Sjafei & Robiyani 2001). Perubahan kebiasaan jenis makanan tersebut berkaitan dengan perkembangan ukuran tubuh ikan terutama akibat peningkatan ukuran bukaan mulut dan kemampuan alat percernaan dalam mencerna makanan. Selain itu perubahan tersebut juga berhubungan dengan tingkat perkembangan gonad ikan itu sendiri. Selain faktor tersebut ikan biasanya melakukan pengalihan menu makanan ataupun berpindah tempat untuk menghindari terjadinya kompetisi. Hal ini dilaporkan oleh Szedlmayer & Lee (2004) pada ikan kakap merah (Lutjanus campechanus) di Teluk Meksiko. Ikan tersebut melakukan perpindahan tempat dan mengganti komposisi makanannya untuk menghindari terjadinya tumpang tindih dalam mendapatkan makanan dan berlindung dari predator.

7 Trofik Level Ikan Dominan Berdasarkan hasil identifikasi isi lambung setiap jenis ikan selama penelitian maka terlihat bahwa setiap jenis ikan cenderung memiliki jenis makanan yang tidak berbeda menurut habitat. Variasi komposisi jenis makanan berdasarkan waktu pengamatan relatif sangat kecil. Kesamaan jenis makanan antara ketiga habitat dapat terjadi dalam 2 (dua) mekanisme yaitu : (1) ikan menggunakan semua habitat sebagai daerah mencari makan (feeding ground); atau (2) ikan hanya menggunakan salah satu atau dua dari ketiga habitat sebagai daerah mencari makan. Dalam penelitian ini sangat sulit untuk memastikan mekanisme mana yang terjadi karena faktanya bahwa setiap jenis ikan tertangkap di ketiga habitat (muara sungai, lamun, dan sekitar mangrove) dan jenis-jenis makanan dalam isi lambung semua jenis ikan juga terdapat dalam ketiga habitat. Penjelasan yang mendukung apabila mekanisme kedua yang terjadi adalah bahwa terjadi migrasi ikan secara harian di dalam ketiga habitat sehingga meskipun hanya menggunakan salah satu atau dua dari ketiga habitat sebagai tempat mencari makan namun karena bermigrasi dan tertangkap di habitat lain yang bukan daerah feeding groundnya. Kejadian migrasi ikan dalam ketiga habitat sangat mungkin terjadi karena lokasi antar ketiga habitat yang jaraknya relatif dekat. Mengacu fraksi makanan penting (Tabel 11) maka jenis-jenis ikan yang tertangkap di lokasi penelitian dapat diklasifikasikan dalam 3 (tiga) kelompok yaitu : (1) ikan planktivor yang dominan makan alga bentik seperti yaitu ikan baronang dan baronang lingkis; (2) ikan omnivor yang mengkonsumsi plankton, debris, dan beberapa jenis nekton diantaranya ikan kapas-kapas, pepetek, kerongkerong, dan biji nangka; dan (3) ikan karnivor yang mengkonsumsi berbagai jenis nekton, udang-udangan, cumi-cumi seperti pada ikan lencam, kuwe, dan barakuda. Berdasarkan hasil perhitungan rata-rata trofik level setiap jenis ikan dari semua habitat (Tabel 12) terlihat bahwa semua jenis ikan yang tertangkap dengan sero di perairan pantai Kecamatan Pitumpanua berkisar antara 2,50± 0,18 (ikan baronang) sampai 4,28 ± 0,72 (ikan baracuda). Hasil perhitungan trofik level

8 130 ikan yang tertangkap dengan sero relatif lebih tinggi dibanding yang didapatkan oleh Asriyana (2011) di perairan Teluk Kendari dengan alat tangkap pukat pantai. Ikan planktivor yang tertangkap berada pada kisaran trofik level 2,32-2,92; ikan omnivor berkisar antara 2,46-4,49; dan ikan karnivor 3,41-5,00. Rata-rata trofik level (dihitung dari semua waktu pengamatan) setiap jenis ikan relatif sama antara ketiga habitat. Kemiripan rata-rata trofik level ikan spesies yang sama antara ketiga habitat diduga terkait dengan pola migrasi harian jenis ikan yang terjadi diantara ketiga habitat sehingga jenis makanan yang menjadi dasar penentuan trofik level juga mirip. Mengacu pada komposisi berat hasil tangkapan (Tabel 4) maka diketahui bahwa komposisi biomassa ikan planktivor, omnivor, dan karnivor hampir berimbang dengan persentase biomassa secara berurut 27,13%, 36,94% dan 35,93%. Apabila komposisi biomassa total hasil tangkapan dari semua habitat dihitung berdasarkan trofik level maka didapatkan bahwa persentase ikan trofik level < 3, 3-4 dan > 4 secara berurut adalah 34,87%, 29,20% dan 35,93%. Proporsi biomassa hasil tangkapan yang relatif berimbang antar ketiga trofik level mengindikasikan bahwa kondisi ekologis ketiga ekosistem pantai di perairan pitumpanua dilihat dari trofik level ikan yang tertangkap dengan sero relatif masih baik. Masih tingginya proporsi ikan karnivor pada trofik level > 4 khususnya barakuda merupakan indikator penting bahwa rantai makanan (food chain) relatif masih baik dan mendukung untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikanikan pada trofik level lebih tinggi. Berbeda dengan yang didapatkan Hatta (2010) dan Sudirman (2003) yang mendapatkan proporsi trofik level ikan karnivor yang tertangkap dengan bagan rambo sangat rendah di Perairan pantai Kabupaten Barru yang menunjukkan bahwa telah terjadi overfishing di wilayah tersebut. Kesenjangan proporsi ikan karnivor yang cukup jauh antara ikan barracuda dengan ikan kuwe, dan lencam pada trofik level yang hampir sama dengan barracuda mengindikasikan bahwa jejaring makanan (food web) di lokasi penelitian sedikit terganggu. Fakta dari kesenjangan ini menunjukkan bahwa meskipun terjadi perpindahan energi dan biomassa dari trofik level rendah sampai ke trofik level lebih tinggi (> 4) namun hanya intensif pada salah satu jalur rantai makanan saja yaitu rantai pada ikan baracuda. Rantai makanan pada jalur yang

9 131 menuju pada ikan kuwe dan lencam menunjukkan aliran biomassa dan energi yang sangat kecil. Kondisi ketidak seimbangan proporsi antara ketiga jenis ikan karnivor dengan asumsi bahwa proporsi ketiga jenis ikan karnivor tersebut yang tertangkap proporsional dengan populasinya di alam dapat terjadi karena beberapa faktor diantaranya : 1. Pengaruh parameter lingkungan yang menyebabkan perbedaan terhadap : kelimpahan item makanan pokok baik larva maupun dewasanya, kelangsungan hidup fase larva dan juvenil ketiga jenis ikan karnivor tersebut. 2. Toleransi terhadap fluktuasi di lingkungan pantai yang berbeda antara ketiga jenis ikan karnivor. 3. Perbedaan fekunditas antara ketiga jenis ikan karnivor. 4. Kemampuan kompetisi yang berbeda antara ketiga jenis ikan karnivor baik terhadap ruang maupun terhadap makanan. 5. Laju mortalitas dan laju tangkap yang berbeda oleh alat tangkap lain selain sero terhadap ketiga jenis ikan karnivor. Mengacu pada hasil yang didapatkan dalam penelitian ini maka dari analisis isi lambung maka dapat dijelaskan bahwa sangat besar kemungkinan bahwa ikan barracuda memiliki kemampuan kompetisi yang lebih unggul dibanding kedua jenis ikan karnivor lainnya yaitu ikan kuwe dan lencam. Fakta yang mendukung dugaan ini adalah kemiripan dan overlap item makanan diantara ketiga jenis ikan tersebut. Fraksi makanan bony fishes dimakan oleh ketiga jenis ikan, telur/larva ikan, dan udang-udangan dikonsumsi bersama oleh ikan barracuda dan ikan kuwe, cepalophoda (cumi-cumi) dikonsumsi oleh ikan barracuda bersama ikan lencam. Melihat dari item makanan barracuda yang kesemuanya overlap dengan kedua jenis ikan lainnya maka seharusnya ikan barracuda yang paling rendah populasinya (proporsional yang tertangkap) apabila kemampuan kompetisinya sama. Karena sebaliknya menunjukkan fakta yang terbalik dimana proporsi ikan barrcuda lebih tinggi maka hanya sangat mungkin terjadi apabila kemampuan kompetisi ikan barracuda lebih tinggi dibanding kedua ikan lainnya terutama dalam mendapatkan makanan dengan asumsi faktor lain yang mempengaruhi seperti dijelaskan di atas dianggap sama.

10 132 Secara teoritis apabila kemampuan kompetitif antara ketiga jenis ikan karnivor sama maka yang berpeluang memiliki populasi yang lebih tinggi adalah ikan lencam karena memiliki spektrum makanan yang lebih luas dibanding ikan barracuda dan kuwe. Sesuai fakta ini pula maka dapat diduga bahwa kemungkinan besar bony fishes sebagai fraksi makanan yang dikonsumsi oleh ketiga jenis ikan karnivor menjadi item makanan utama dari ketiga jenis ikan tersebut. Jika tidak maka semestinya ikan lencam yang spektrum makanannya lebih luas memiliki populasi yang lebih tinggi karena apabila bony fishes terbatas maka dia dapat mengkonsumsi jenis lainnya yang tidak bersaing dengan ikan kuwe maupun barracuda. Keunggulan kompetitif ikan barakuda sangat ditunjang oleh morfologi dan fisik terkait dalam mendapatkan makanan. Ikan barracuda merupakan ikan pelagis yang dilengkapi gigi-gigi yang tajam, mata, dan kemampuan renang yang lebih cepat sangat memungkinkan ikan ini lebih unggul dibandingkan dengan lencam dan kuwe dalam mencari dan memperebutkan makanan yang umumnya terdiri dari nekton yang aktif bergerak. 8.5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Setiap jenis ikan cenderung memiliki fraksi makanan yang tidak berbeda menurut habitat dan variasi komposisi item makanan berdasarkan waktu pengamatan relatif sangat kecil. 2. Kondisi ekologis ketiga ekosistem pantai di perairan pitumpanua dilihat dari trofik level ikan yang tertangkap dengan sero relatif masih baik. 3. Ikan planktivor yang tertangkap berada pada kisaran trofik level 2,32-2,92, ikan omnivor pada kisaran 2,46-4,49, dan ikan karnivor pada kisaran 3,41-5,00.

11 Saran Sebaiknya perlu penelitian lanjutan mengenai trofik level pada hasil tangkapan alat tangkap lain untuk melihat jalur rantai makanan yang terjadi di perairan pantai Pitumpanua Kabupaten Wajo, Teluk Bone.

PROSIDING Kajian Ilmiah Dosen Sulbar ISBN:

PROSIDING Kajian Ilmiah Dosen Sulbar ISBN: JENJANG TROFIK IKAN PELAGIS DAN DEMERSAL YANG DOMINAN TERTANGKAP DI PERAIRAN KABUPATEN POLEWALI MANDAR Tenriware 1), Nur Fitriayu Mandasari 2), Sari Rahayu Rahman 3) 1) Staf Pengajar PS. Budidaya Perairan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perikanan pantai di Indonesia merupakan salah satu bagian dari sistem perikanan secara umum yang berkontribusi cukup besar dalam produksi perikanan selain dari perikanan

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Perairan di Kabupaten Barru

5 PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Perairan di Kabupaten Barru 5 PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Perairan di Kabupaten Barru Perairan Kabupaten Barru terletak di pantai barat pulau Sulawesi dan merupakan bagian dari Selat Makassar. Perairan ini merupakan salah satu pintu masuk

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Suaka Margasatwa Muara Angke yang di

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Suaka Margasatwa Muara Angke yang di BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di Suaka Margasatwa Muara Angke yang di tumbuhi mangrove pada bulan Februari 2013. Analisis organ pencernaan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Semak Daun merupakan salah satu pulau yang berada di Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara. Pulau ini memiliki daratan seluas 0,5 ha yang dikelilingi

Lebih terperinci

7 SELEKTIVITAS MATA JARING EXPERIMENTAL CRIB 4 CM PADA CRIB SERO 7.1 PENDAHULUAN

7 SELEKTIVITAS MATA JARING EXPERIMENTAL CRIB 4 CM PADA CRIB SERO 7.1 PENDAHULUAN 101 7 SELEKTIVITAS MATA JARING EXPERIMENTAL CRIB 4 CM PADA CRIB SERO 7.1 PENDAHULUAN Perairan pantai yang terdiri dari berbagai ekosistem seperti lamun, terumbu karang, mangrove, dan muara sungai memiliki

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Pengambilan Data

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Pengambilan Data 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober 2011-April 2012 yang meliputi survei, pengambilan data dan analisis di laboratorium. Pengambilan data dilakukan pada

Lebih terperinci

6 KOMUNITAS IKAN DI HABITAT BERBEDA 6.1 PENDAHULUAN

6 KOMUNITAS IKAN DI HABITAT BERBEDA 6.1 PENDAHULUAN 71 6 KOMUNITAS IKAN DI HABITAT BERBEDA 6.1 PENDAHULUAN Sero merupakan alat tangkap yang pengoperasiannya di daerah pantai. Sebagaimana kita ketahui bahwa pantai terdiri didalamnya beberapa ekosistem seperti

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jenis Hasil Tangkapan Hasil tangkapan pancing ulur selama penelitian terdiri dari 11 famili, 12 genus dengan total 14 jenis ikan yang tertangkap (Lampiran 6). Sebanyak 6

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah penangkapan ikan merupakan wilayah perairan tempat berkumpulnya ikan, dimana alat tangkap dapat dioperasikan sesuai teknis untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Organ Pencernaan Ikan Kuniran Ikan kuniran merupakan salah satu jenis ikan demersal. Ikan kuniran juga merupakan ikan karnivora. Ikan kuniran memiliki sungut pada bagian

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian Biologi Laut

Metodologi Penelitian Biologi Laut Metodologi Penelitian Biologi Laut BIOTA LAUT diklasifikasikan menurut ukuran, sifat hidup dan habitatnya menjadi 3 : * plankton * nekton * benthos 1. METODE PENELITIAN PLANKTON A. Pengumpulan sampel :

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem laut merupakan suatu kumpulan integral dari berbagai komponen abiotik (fisika-kimia) dan biotik (organisme hidup) yang berkaitan satu sama lain dan saling berinteraksi

Lebih terperinci

J. Sains & Teknologi, Agustus 2017, Vol. 17 No. 2 : ISSN

J. Sains & Teknologi, Agustus 2017, Vol. 17 No. 2 : ISSN J. Sains & Teknologi, Agustus 2017, Vol. 17 No. 2 : 187 192 ISSN 1411-4674 MAKANAN IKAN PELAGIS PLANKTIVOR PADA BAGAN TANCAP DENGAN INTENSITAS CAHAYA LAMPU BERBEDA Food of Planktivor Pelagic Fish in the

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekologis ekosistem padang lamun di perairan pesisir dapat berperan sebagai daerah perlindungan ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan baronang dan penyu, menyediakan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN UMUM 1.1. Latar belakang

1. PENDAHULUAN UMUM 1.1. Latar belakang 1. PENDAHULUAN UMUM 1.1. Latar belakang Estuari merupakan daerah pantai semi tertutup yang penting bagi kehidupan ikan. Berbagai fungsinya bagi kehidupan ikan seperti sebagai daerah pemijahan, daerah pengasuhan,

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian Sumber Dinas Hidro-Oseanografi (2004)

Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian Sumber Dinas Hidro-Oseanografi (2004) 12 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini merupakan program penelitian terpadu bagian Manajemen Sumberdaya Perikanan yang dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Oktober

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan kabupaten administratif yang terletak di sebelah utara Provinsi DKI Jakarta, memiliki luas daratan mencapai 897,71 Ha dan luas perairan mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di daerah beriklim tropis dan merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya perairan. Laut tropis

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KELIMPAHAN FITOPLANKTON DENGAN ZOOPLANKTON DI PERAIRAN SEKITAR JEMBATAN SURAMADU KECAMATAN LABANG KABUPATEN BANGKALAN

HUBUNGAN ANTARA KELIMPAHAN FITOPLANKTON DENGAN ZOOPLANKTON DI PERAIRAN SEKITAR JEMBATAN SURAMADU KECAMATAN LABANG KABUPATEN BANGKALAN HUBUNGAN ANTARA KELIMPAHAN FITOPLANKTON DENGAN ZOOPLANKTON DI PERAIRAN SEKITAR JEMBATAN SURAMADU KECAMATAN LABANG KABUPATEN BANGKALAN Novi Indriyawati, Indah Wahyuni Abida, Haryo Triajie Jurusan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan mempunyai kemampaun berenang yang lemah dan pergerakannya selalu dipegaruhi oleh gerakan massa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut di Indonesia memegang peranan penting, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan jasajasa lingkungan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 11 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu pengambilan contoh ikan dan analisis kebiasaan makanan. Pengambilan contoh dilakukan selama enam bulan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Lokasi Penelitian Cirebon merupakan daerah yang terletak di tepi pantai utara Jawa Barat tepatnya diperbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS ISI LAMBUNG IKAN SENANGIN (Eleutheronema tetradactylum Shaw) DI PERAIRAN DUMAI

ANALISIS ISI LAMBUNG IKAN SENANGIN (Eleutheronema tetradactylum Shaw) DI PERAIRAN DUMAI ANALISIS ISI LAMBUNG IKAN SENANGIN (Eleutheronema tetradactylum Shaw) DI PERAIRAN DUMAI Titrawani 1*, Roza Elvyra 1 dan Ririk Ulfitri Sawalia 2 1 Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

7. PEMBAHASAN UMUM 7.1 Dinamika Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil

7. PEMBAHASAN UMUM 7.1 Dinamika Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil 7. PEMBAHASAN UMUM 7.1 Dinamika Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil Terdapat 3 komponen utama dalam kegiatan penangkapan ikan, yaitu 1) teknologi (sumberdaya manusia dan armada), 2) sumberdaya ikan, 3)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perairan Pulau Pramuka terletak di Kepulauan Seribu yang secara administratif termasuk wilayah Jakarta Utara. Di Pulau Pramuka terdapat tiga ekosistem yaitu, ekosistem

Lebih terperinci

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan ix M Tinjauan Mata Kuliah ata kuliah ini merupakan cabang dari ekologi dan Anda telah mempelajarinya. Pengetahuan Anda yang mendalam tentang ekologi sangat membantu karena ekologi laut adalah perluasan

Lebih terperinci

Komponen rantai makanan menurut nicia/jabatan meliputi produsen, konsumen, dan pengurai. Rantai makanan dimulai dari organisme autotrof dengan

Komponen rantai makanan menurut nicia/jabatan meliputi produsen, konsumen, dan pengurai. Rantai makanan dimulai dari organisme autotrof dengan Rantai Makanan Rantai makanan adalah perpindahan materi dan energi dari suatu mahluk hidup ke mahluk hidup lain dalam proses makan dan dimakan dengan satu arah. Tiap tingkatan dari rantai makanan disebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai merupakan suatu perairan yang airnya berasal dari air tanah dan air hujan, yang mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 12 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - Juli 2011 dalam selang waktu 1 bulan sekali. Pengambilan contoh dilakukan sebanyak 5 kali (19 Maret

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013 hingga Januari 2014. Pengambilan sampel dilakukan di Rawa Bawang Latak, Desa Ujung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Panjang garis pantai di Indonesia adalah lebih dari 81.000 km, serta terdapat lebih dari 17.508 pulau dengan luas

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Pesisir Teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jakarta dibatasi oleh garis bujur 106⁰33 00 BT hingga 107⁰03 00 BT dan garis lintang 5⁰48

Lebih terperinci

LAMUN. Project Seagrass. projectseagrass.org

LAMUN. Project Seagrass. projectseagrass.org LAMUN Project Seagrass Apa itu lamun? Lamun bukan rumput laut (ganggang laut), tetapi merupakan tumbuhan berbunga yang hidup di perairan dangkal yang terlindung di sepanjang pantai. Lamun memiliki daun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. seperti analisis fisika dan kimia air serta biologi. Analisis fisika dan kimia air

PENDAHULUAN. seperti analisis fisika dan kimia air serta biologi. Analisis fisika dan kimia air 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penentuan kualitas suatu perairan dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti analisis fisika dan kimia air serta biologi. Analisis fisika dan kimia air kurang memberikan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di muara Sungai Citepus, Kecamatan Palabuhanratu dan muara Sungai Sukawayana, Kecamatan Cikakak, Teluk Palabuhanratu, Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al., I. PENDAHULUAN Segara Anakan merupakan perairan estuaria yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa, termasuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap, dan memiliki mangroveestuaria terbesar di Pulau Jawa (7 o

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 31 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 cahaya Menurut Cayless dan Marsden (1983), iluminasi atau intensitas penerangan adalah nilai pancaran cahaya yang jatuh pada suatu bidang permukaan. cahaya dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Organ reproduksi Jenis kelamin ikan ditentukan berdasarkan pengamatan terhadap gonad ikan dan selanjutnya ditentukan tingkat kematangan gonad pada tiap-tiap

Lebih terperinci

PERIKANAN SERO DI PERAIRAN PANTAI PITUMPANUA KABUPATEN WAJO - TELUK BONE : SUATU KAJIAN EKOLOGIS TENRIWARE

PERIKANAN SERO DI PERAIRAN PANTAI PITUMPANUA KABUPATEN WAJO - TELUK BONE : SUATU KAJIAN EKOLOGIS TENRIWARE i PERIKANAN SERO DI PERAIRAN PANTAI PITUMPANUA KABUPATEN WAJO - TELUK BONE : SUATU KAJIAN EKOLOGIS TENRIWARE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2 0 12 ii PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Morotai yang terletak di ujung utara Provinsi Maluku Utara secara geografis berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik di sebelah utara, sebelah selatan berbatasan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelecypoda merupakan biota bentik yang digunakan sebagai indikator biologi perairan karena hidupnya relatif menetap (sedentery) dengan daur hidup yang relatif lama,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

FOOD HABITS KUALITAS DAN KUANTITAS MAKANAN YANG DI MAKAN IKAN - BESARNYA POPULASI IKAN DI TENTUKAN MAKANAN YG TERSEDIA

FOOD HABITS KUALITAS DAN KUANTITAS MAKANAN YANG DI MAKAN IKAN - BESARNYA POPULASI IKAN DI TENTUKAN MAKANAN YG TERSEDIA FOOD HABITS KEBIASAAN MAKANAN ( FOOD HABITS ) : KUALITAS DAN KUANTITAS MAKANAN YANG DI MAKAN IKAN - BESARNYA POPULASI IKAN DI TENTUKAN MAKANAN YG TERSEDIA DARI MAKANAN YG TERSEDIA diperairan TERSEBUT,

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Unit Penangkapan Ikan Alat penangkapan ikan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Unit Penangkapan Ikan Alat penangkapan ikan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Unit Penangkapan Ikan Definisi unit penangkapan ikan berdasarkan statistik perikanan tangkap Indonesia adalah kesatuan teknis dalam suatu operasi penangkapan

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI PERAIRAN MOROSARI, KECAMATAN SAYUNG, KABUPATEN DEMAK

STRUKTUR KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI PERAIRAN MOROSARI, KECAMATAN SAYUNG, KABUPATEN DEMAK Journal of Marine Research. Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 19-23 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr STRUKTUR KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI PERAIRAN MOROSARI, KECAMATAN SAYUNG, KABUPATEN

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Iluminasi cahaya Cahaya pada pengoperasian bagan berfungsi sebagai pengumpul ikan. Cahaya yang diperlukan memiliki beberapa karakteristik, yaitu iluminasi yang tinggi, arah pancaran

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem mangrove tergolong ekosistem yang unik. Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem dengan keanekaragaman hayati tertinggi di daerah tropis. Selain itu, mangrove

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan Ikan yang tertangkap selama penelitian di bulan Januari dan Maret 2012 berjumlah 69 ekor yang terdiri dari 12 spesies (10 famili). Frekuensi tertinggi

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Danau Lido

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Danau Lido 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Danau Lido Situ, danau, waduk dan rawa dapat dikatagorikan sebagai salah satu jenis lahan basah, yang mempunyai sistem perairan tergenang dan berair tawar. Situ dapat terbentuk

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 26 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum PPP Labuan PPP (Pelabuhan Perikanan Pantai) Labuan, Banten merupakan pelabuhan perikanan pantai terbesar di Kabupaten Pandeglang yang didirikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rajungan merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia. Berdasarkan data ekspor impor Dinas Kelautan dan Perikanan Indonesia (2007), rajungan menempati urutan ke

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam pesisir merupakan suatu himpunan integral dari komponen hayati (biotik) dan komponen nir-hayati (abiotik) yang dibutuhkan oleh manusia untuk hidup dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009).

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan salah satu kawasan pesisir terletak di wilayah bagian utara Jakarta yang saat ini telah diberikan perhatian khusus dalam hal kebijakan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar wilayah di Indonesia adalah perairan, perairan tersebut berupa laut, sungai, rawa, dan estuari. Pertemuan antara laut dengan sungai disebut dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai berlindung, laguna, dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian telah dilaksanakan di perairan Pulau Biawak Kabupaten Indramayu dan Laboratorium Manajemen Sumberdaya dan Lingkungan Perairan Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem padang lamun (seagrass) merupakan suatu habitat yang sering dijumpai antara pantai berpasir atau daerah mangrove dan terumbu karang. Padang lamun berada di daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam ekosistem perairan termasuk danau. Fitoplankton berperan sebagai

I. PENDAHULUAN. penting dalam ekosistem perairan termasuk danau. Fitoplankton berperan sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plankton (fitoplankton dan zooplankton) merupakan organisme yang berperan penting dalam ekosistem perairan termasuk danau. Fitoplankton berperan sebagai produsen dalam

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alongi et al. (1993) dan Alongi (1996) mengemukakan bahwa ekosistem mangrove merupakan daerah hutan pantai yang produktif, asosiasi rantai makan dan siklus nutriennya

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di perairan sekitar Pulau Semak Daun Kepulauan Seribu. Pulau Semak Daun terletak di sebelah utara Pulau Panggang dan Pulau Karya

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 0 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk mengetahui toleransi dan kemampuan ikan untuk hidup dan dinyatakan sebagai perbandingan

Lebih terperinci

Lampiran 3. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Ekologi

Lampiran 3. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Ekologi 106 Lampiran 3. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Ekologi 1. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa energi matahari akan diserap oleh tumbuhan sebagai produsen melalui klorofil untuk kemudian diolah menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keadaan Umum Pulau Biawak Pulau Biawak terletak di sebelah utara pantai Indramayu secara geografis berada pada posisi 05 0 56 002 LS dan 108 0 22 015 BT. Luas pulau ± 120 Ha,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan zat yang sangat penting bagi kehidupan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Hampir 71%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak pada garis

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi perairan Teluk Jakarta Teluk Jakarta, terletak di sebelah utara kota Jakarta, dengan luas teluk 285 km 2, dengan garis pantai sepanjang 33 km, dan rata-rata

Lebih terperinci

PRAKTIKUM PLANKTONOLOGI

PRAKTIKUM PLANKTONOLOGI KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN PRAKTIKUM PLANKTONOLOGI Pertemuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi plankton sampai tingkat genus pada tambak udang Cibalong disajikankan pada Tabel 1. Hasil identifikasi komunitas plankton

Lebih terperinci

BAB IV KEMANFAATAN PEMETAAN ENTITAS ENTITAS EKOSISTEM DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR

BAB IV KEMANFAATAN PEMETAAN ENTITAS ENTITAS EKOSISTEM DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR BAB IV KEMANFAATAN PEMETAAN ENTITAS ENTITAS EKOSISTEM DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR Bab mengenai kemanfaatan pemetaan entitas-entitas ekosistem dalam perspektif pembangunan wilayah pesisir

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Performa Fyke Net Modifikasi

5 PEMBAHASAN 5.1 Performa Fyke Net Modifikasi 5 PEMBAHASAN 5.1 Performa Fyke Net Modifikasi Fyke net yang didisain selama penelitian terdiri atas rangka yang terbuat dari besi, bahan jaring Polyetilene. Bobot yang berat di air dan material yang sangat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Metabolisme Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor mulai bulan Oktober sampai dengan Nopember 2011. Tahapan meliputi

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 30 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi perairan Teluk Jakarta Teluk Jakarta terletak di utara kota Jakarta dengan luas teluk 285 km 2, dengan garis pantai sepanjang 33 km, dan rata-rata kedalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang terdapat di antara daratan dan lautan. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan pasang surut,

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3.4 Jenis dan Sumber Data

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3.4 Jenis dan Sumber Data 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan data dilakukan di wilayah Teluk Jakarta bagian dalam, provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Pengambilan data dilakukan pada Bulan Agustus 2010 dan Januari

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luas terumbu karang Indonesia kurang lebih 50.000 km 2. Ekosistem tersebut berada di wilayah pesisir dan lautan di seluruh perairan Indonesia. Potensi lestari sumberdaya

Lebih terperinci

Penyusunan Model untuk Penangkapan Berkelanjutan Ikan Pelagis dengan Pendekatan Jenjang Trofik di Selat Makassar

Penyusunan Model untuk Penangkapan Berkelanjutan Ikan Pelagis dengan Pendekatan Jenjang Trofik di Selat Makassar Jurnal Natur Indonesia 12(1), Oktober 2009: 67-74 ISSN 1410-9379, Keputusan Akreditasi Penyusunan No 65a/DIKTI/Kep./2008 Model untuk Penangkapan Berkelanjutan Ikan Pelagis 67 Penyusunan Model untuk Penangkapan

Lebih terperinci

TINGKAT TROFIK IKAN HASIL TANGKAPAN BERDASARKAN ALAT TANGKAP YANG DIGUNAKAN OLEH NELAYAN DI TELUK JAKARTA NURMASITA ADISTIANI PUSPITA NINGRUM

TINGKAT TROFIK IKAN HASIL TANGKAPAN BERDASARKAN ALAT TANGKAP YANG DIGUNAKAN OLEH NELAYAN DI TELUK JAKARTA NURMASITA ADISTIANI PUSPITA NINGRUM TINGKAT TROFIK IKAN HASIL TANGKAPAN BERDASARKAN ALAT TANGKAP YANG DIGUNAKAN OLEH NELAYAN DI TELUK JAKARTA NURMASITA ADISTIANI PUSPITA NINGRUM PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Cirebon Tahun Tahun Jumlah Motor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Cirebon Tahun Tahun Jumlah Motor BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perikanan Tangkap di Cirebon Armada penangkapan ikan di kota Cirebon terdiri dari motor tempel dan kapal motor. Jumlah armada penangkapan ikan dikota Cirebon

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilakukan di kawasan perairan Pulau Biawak, Kabupaten Indramayu. Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan, dimulai dari bulan

Lebih terperinci

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur Potensi Terumbu Karang Luwu Timur Kabupaten Luwu Timur merupakan kabupaten paling timur di Propinsi Sulawesi Selatan dengan Malili sebagai ibukota kabupaten. Secara geografis Kabupaten Luwu Timur terletak

Lebih terperinci

Sistem Populasi Hama. Sistem Kehidupan (Life System)

Sistem Populasi Hama. Sistem Kehidupan (Life System) Sistem Populasi Hama Dr. Akhmad Rizali Materi: http://rizali.staff.ub.ac.id Sistem Kehidupan (Life System) Populasi hama berinteraksi dengan ekosistem disekitarnya Konsep sistem kehidupan (Clark et al.

Lebih terperinci

Beberapa contoh air, plankton, makrozoobentos, substrat, tanaman air dan ikan yang perlu dianalisis dibawa ke laboratorium untuk dianalisis Dari

Beberapa contoh air, plankton, makrozoobentos, substrat, tanaman air dan ikan yang perlu dianalisis dibawa ke laboratorium untuk dianalisis Dari RINGKASAN SUWARNI. 94233. HUBUNGAN KELOMPOK UKURAN PANJANG IKAN BELOSOH (Glossogobircs giuris) DENGAN KARASTERISTIK HABITAT DI DANAU TEMPE, KABUPATEN WAJO, SULAWESI SELATAN. Di bawah bimbingan Dr. Ir.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk meningkatkan produksi perikanan adalah melalui budidaya (Karya

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk meningkatkan produksi perikanan adalah melalui budidaya (Karya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan salah satu sumber makanan yang sangat digemari masyarakat karena mengandung protein yang cukup tinggi dan dibutuhkan oleh manusia untuk pertumbuhan.

Lebih terperinci

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti Sebuah lagu berjudul Nenek moyangku seorang pelaut membuat saya teringat akan kekayaan laut Indonesia. Tapi beberapa waktu lalu, beberapa nelayan Kepulauan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan bahan industri. Salah satu sumberdaya tersebut adalah

Lebih terperinci

Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013

Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013 KOMPOSISI DAN KELIMPAHAN MEROPLANKTON DI PERAIRAN PESISIR KABUPATEN PEMALANG, PROVINSI JAWA TENGAH pms-25 Hanung Agus Mulyadi 1, Muhammad Zainuri 2, Ita Widowati 2 dan Jusup Suprijanto 2 1 Mahasiswa double

Lebih terperinci

INTERAKSI PREDASI TERI (Stolephorus spp.) SELAMA PROSES PENANGKAPAN IKAN DENGAN BAGAN RAMBO: HUBUNGANNYA DENGAN KELIMPAHAN PLANKTON AMIRUDDIN

INTERAKSI PREDASI TERI (Stolephorus spp.) SELAMA PROSES PENANGKAPAN IKAN DENGAN BAGAN RAMBO: HUBUNGANNYA DENGAN KELIMPAHAN PLANKTON AMIRUDDIN INTERAKSI PREDASI TERI (Stolephorus spp.) SELAMA PROSES PENANGKAPAN IKAN DENGAN BAGAN RAMBO: HUBUNGANNYA DENGAN KELIMPAHAN PLANKTON AMIRUDDIN SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 ii PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastropoda atau dikenal sebagai siput merupakan salah satu kelas dari filum

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastropoda atau dikenal sebagai siput merupakan salah satu kelas dari filum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastropoda atau dikenal sebagai siput merupakan salah satu kelas dari filum molusca yang memiliki cangkang tunggal, biasa tumbuh dalam bentuk spiral. Gastropoda berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang yang merupakan salah satu ekosistem wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting baik dari aspek ekologis maupun ekonomis. Secara ekologis

Lebih terperinci