7 SELEKTIVITAS MATA JARING EXPERIMENTAL CRIB 4 CM PADA CRIB SERO 7.1 PENDAHULUAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "7 SELEKTIVITAS MATA JARING EXPERIMENTAL CRIB 4 CM PADA CRIB SERO 7.1 PENDAHULUAN"

Transkripsi

1 101 7 SELEKTIVITAS MATA JARING EXPERIMENTAL CRIB 4 CM PADA CRIB SERO 7.1 PENDAHULUAN Perairan pantai yang terdiri dari berbagai ekosistem seperti lamun, terumbu karang, mangrove, dan muara sungai memiliki berbagai peran sebagai darerah pemijahan, perlindungan, pembesaran, dan tempat mencari makanan. Oleh karena itu daerah penangkapan sero di pantai dihuni oleh berbagai jenis dan ukuran biota laut termasuk ikan yang menjadi target penangkapan. Sero yang dioperasikan dengan ukuran tertentu jelas memiliki selektivitas tertentu dan sangat besar kemungkinannya bervariasi menurut spesies dan habitat. Sero dengan ukuran mata jaring tertentu dapat saja selektif terhadap salah satu jenis ikan tertentu tetapi tidak selektif terhadap jenis ikan lainnya pada habitat tertentu. Hal ini disebabkan perbedaan persebaran ukuran berdasarkan habitat. Sehubungan dengan hal itu maka kajian mengenai selektivitas sero yang mengkaji secara simultan berdasarkan jenis ikan dan habitat daerah penangkapan sero sangat penting dilaksanakan agar dapat menentukan tingkat selektivitas sero terhadap jenis ikan berdasarkan habitat yang ada di perairan pantai. Kajian mengenai selektivitas sero yang ada saat ini umumnya terbatas pada habitat tertentu saja dan sangat jarang melihat sekaligus berdasarkan jenis dan habitat daerah penangkapan alat tangkap sero. Mengkaji selektivitas mata jaring sero pada beberapa jenis ikan yang dominan tertangkap pada 3 (tiga) tipe habitat di perairan pantai Pitumpanua maka diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kesesuaian ukuran mata jaring dengan lokasi pemasangan sero di pantai sehingga dari aspek selektivitas mata jaring sero tetap ramah terhadap lingkungan. Apalagi dalam penelitian ini secara serentak juga dilihat perbandingan hasil tangkapan pada ketiga tipe habitat tersebut. Hasil analisis selektivitas yang dihasilkan dari penelitian ini dapat menjadi referensi dan pertimbangan dalam regulasi operasional sero di perairan pantai khususnya kelayakan ukuran mata jaring dan habitat daerah pemasangannya. Meskipun dalam penelitian ini hanya menggunakan satu jenis ukuran mata jaring, namun dapat menunjukkan bahwa apakah ukuran yang digunakan sebaiknya ditingkatkan agar dapat selektif terhadap salah satu atau beberapa jenis ikan yang

2 102 dominan tertangkap apabila sero akan dipasang di muara sungai, perairan di sekitar mangrove atau lamun. Pemasangan alat tangkap sero maupun penggunaan bahan alat tangkap sero oleh nelayan di perairan pantai Pitumpanua tidak didasari pertimbangan yang cermat. Hal ini disebabkan karena selain kurangnya sosialisasi dari pemerintah setempat, juga karena tidak adanya dasar kebijakan yang tepat untuk pengelolaan perikanan sero di daerah ini. Selama ini penangkapan sero di perairan pantai Pitumpanua berlangsung terus menerus sepanjang tahun dengan menggunakan mata jaring ukuran yang sangat kecil (0,5 cm). Bila hal tersebut dibiarkan, maka tentunya berdampak pada berkurangnya stok sumberdaya pada masa akan datang, karena dengan ukuran mata jaring yang sangat kecil tentunya ikan-ikan muda tidak dapat meloloskan diri untuk berkembang biak sebelum ditangkap. Parahnya lagi karena alat tangkap ini di pasang pada daerah pantai yang merupakan daerah pemijahan dan pembesaran bagi juvenile berbagai jenis ikan dan biota lainnya. Kajian ini bertujuan untuk menghitung proporsi ukuran layak tangkap setiap jenis ikan yang tertangkap pada experimental crib dan menganalisis L 50%, setiap jenis ikan yang dominan tertangkap dengan sero di perairan pantai Pitumpanua Kabupaten Wajo Teluk Bone. Manfaat yang diharapkan yaitu sebagai dasar untuk menentukan kebijakan pengelolaan perikanan dalam hal pengaturan mata jaring yang selektif pada daerah penangkapan sero sehingga sumberdaya perikanan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. 7.2 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan pembuatan desain kantong bunuhan (experimental crib) dilakukan pada tanggal 18 Nopember Januari Experimental fishing dilakukan pada tanggal 15 Januari 14 Mei 2011 di perairan pantai Pitumpanua Kabupaten Wajo, Teluk Bone.

3 Alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan untuk pembuatan desain experimental crib dan experimental fishing adalah sebagai berikut : Tabel 13 Jenis alat dan bahan yang digunakan pembuatan desain experimental crib dan experimental fishing selama penelitian No Alat dan bahan Jumlah Kegunaan Pembuatan desain experimental crib 1 Jaring trawl D12x1 1 / 2 7,7 kg Desain jaring pengukuran selektivitas 2 Benang trawl D9 4 rol Benang jahit pembuatan experimental crib 3 Coban 4 buah Untuk menjurai /menjahit jaring 4 Tali nilon no 4 dan 5 4 kg Tali ris experimental crib 5 Gunting 1 buah Untuk keperluan memotong benang 6 Meteran 1 buah Untuk pengukuran Kegiatan experimental fishing Perahu motor 1 unit Sebagai sarana transportasi Sero 3 unit Experimental fishing Serok 3 buah Mengambil hasil tangkapan Tali nilon no 4 dan 5 2 kg Tali kolor experimental crib Measuring Board 4 buah Mengukur panjang ikan Mikrometer skrup (caliper) 1 buah Mengukur mata jaring dan waring Plastik sample * Tempat hasil tangkapan yang sudah disortir Cool Box/kulkas 3 buah Penyimpanan hasil tangkapan Timbangan Analitik 1 unit Menimbang sampel ikan per ekor Kamera digital 1 buah Pengambilan gambar Buku identifikasi ikan * Mengetahui jenis ikan Alat tulis/data sheet * Mencatat data Alat bantu lainnya * Digunakan di lapangan Percobaan Penangkapan Ikan Kegiatan percobaan penangkapan dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu : tahapan desain experimental crib, tahapan pembuatan experimental crib, tahapan pemasangan experimental crib, dan tahapan proses pengambilan hasil tangkapan. Hasil tangkapan yang didapatkan dari experimental crib dan cover-net dianalisis untuk melihat sejauhmana kesesuaian mata jaring yang diujicobakan pada ketiga habitat Tahapan desain experimental crib Percobaan pada alat tangkap sero ini hanya pada bagian bunuhan yang dimodifikasi dengan cara ketiga sero yang telah ditentukan pada daerah penangkapan berbeda diberikan experimental crib yang ukuran mata jaringnya

4 104 sama yaitu 4 cm yang berfungsi sebagai bunuhan percobaan sedangkan jaring bunuhan aslinya berfungsi sebagai cover-net. Ukuran dari experimental crib tersebut yaitu panjang dan lebar jaringnya 2 m x 2 m, sedangkan crib asli berukuran 4 m x 5 m. Jarak dinding experimental crib dengan dinding cover-net sebelah kiri dan kanan yaitu 0,5 m, bagian belakang 1 m dan bagian depan berhimpit sedangkan bagian dasar atau bawah experimental crib dengan cover-net jaraknya 0,5 m. Gambar 17 Proses pembuatan desain experimental crib sero.

5 105 5 m Crib asli 1 m 2 m Experimental crib 0.5 m 4 m A 2 m 0.2 m B 2.5 m 3 m 0.5 m 1 m 3.5 m C 0.7 m 1 m D 20 m 2 m 10 m E 100 m A = Bunuhan (crib ) Exp. Crib Crib asli B = Perut (belly ) C = Badan (body ) D = Sayap (wing ) E = Penaju Gambar 18 Desain experimental crib pada alat tangkap sero Tahapan pembuatan experimental crib Tahapan pembuatan experimental crib pada alat tangkap sero adalah sebagai berikut : (1) Bahan yang digunakan adalah jaring trawl yang terbuat dari polyethylen berwarna hijau dengan ukuran mata jaring 4 cm. (2) Semua jaring tersebut dilakukan pemotongan secara all bar dengan ukuran setiap lembar jaring 2 m (3) Jumlah lembaran jaring yang diperlukan untuk satu experimental crib yaitu 5 lembaran dengan ukuran yang sama besar (4) Tiap lembaran jaring dijurai membentuk empat persegi panjang dengan ukuran (p x l x t) 2 m x 2 m x 3 m, yang berfungsi sebagai experimental crib. (5) Setiap pinggiran jaring yang telah digunting diberikan tali ris sebagai penguat jaring dimana diameter tali sebesar 0,5 cm

6 106 (6) Pada bagian depan jaring experimental crib dan cover-netnya dibuatkan mulut yang berfungsi sebagai pintu masuk ikan dengan lebar pintu yaitu 0,2 m (7) Semua sudut jaring dan bagian depan jaring diberikan tali penarik yang berfungsi untuk mengencangkan experimental crib, agar jaring tertata dengan sempurna bila dipasang di perairan Tahapan pemasangan experimental crib Tahapan pemasangan experimental crib pada bagian bunuhan sero adalah sebagai berikut : (1) Experimental crib yang telah dibuat dipasang pada bagian dalam bunuhan asli dalam hal ini yang berfungsi juga sebagai cover-net yang terbuat dari waring dengan mata jaring 0,5 cm dengan ukuran 4 m x 5 m x 3,5 m (2) Bagian mulut experimental crib dipasang sejajar dengan mulut cover-net (3) Tali penarik yang dipasang pada bagian bawah dan sudut experimental crib melalui sisi cover-net, kemudian tali penarik tersebut dikencangkan dan diikat pada tiang yang terpancang pada sisi cover-net tersebut (4) Jaring experimental crib yang dipasang diberikan jarak, baik dari sisi depan, belakang, kiri dan kanan serta sisi bagian bawah, agar ikan diharapkan untuk memberikan ruang gerak untuk meloloskan diri keluar dari jaring experimental crib bila ukuran girth maximum ikan tersebut lebih kecil dari ukuran mata jaring dari experimental crib (5) Jaring experimental crib dan cover net dari bagian sisi depan berhimpit dan sisi belakang berjarak 1 m, sedangkan bagian sisi kanan dan kiri yaitu 0,5 m, begitu pula dengan sisi bagian bawah jaraknya dari cover-net yaitu 0,5 m. (6) Setelah proses pemasangan experimental crib telah selesai semua tali penarik dari tiap sudut experimental crib yang melewati sisi cover-net, dikencangkan dengan cara ditarik agar experimental crib tertata dengan sempurna atau tidak kendur, kemudian diikat pada tiang yang telah dipasang di samping cover-net.

7 107 Gambar 19 Pemasangan jaring experimental crib pada alat tangkap sero Tahapan pengambilan hasil tangkapan Tahapan pengambilan hasil tangkapan pada experimental crib pada bagian bunuhan sero adalah sebagai berikut : (1) Kegiatan pengambilan hasil tangkapan sero dilakukan hanya sekali sehari yaitu pada pagi hari (2) Pelaksanaan hauling dilakukan di atas bunuhan sero dengan cara yaitu semua tali kolor baik dari tali kolor dari experimental crib (cod-end) maupun tali cover-net dibuka secara bersamaan dengan perlahan-lahan. (3) Mulut depan bunuhan diangkat terlebih dahulu secara bersamaan baik itu codend maupu cover-net dengan tujuan agar ikan-ikan tidak bisa lagi meloloskan diri keluar dari tempat dimana ikan tersebut tersaring/tertahan. (4) Perlahan-lahan kedua jaring tersebut diangkat sampai ketinggian air dalam jaring sekitar 80 cm. (5) Hasil tangkapan pada cod-end terlebih dahulu diambil dengan menggunakan serok (bunre ), disusul hasil tangkapan pada cod-end sero. Hasil tangkapannya dipisahkan.

8 108 (6) Setelah pengambilan hasil tangkapan selesai, jaring kembali dibuang/dipasang untuk proses penangkapan selanjutnya. (7) Kegiatan penangkapan berlangsung pada 3 (tiga) unit sero pada daerah penangkapan yang berbeda Metode Pengukuran Metode pengukuran untuk menentukan kesesuaian mata jaring sero pada 3 (tiga) daerah penangkapan dilakukan dengan cara yaitu dengan cara setiap hasil tangkapan yang tertahan pada mata jaring (experimental crib) yang terpasang dipisahkan dengan yang tertahan pada cover-net sero pada setiap daerah penangkapan. Alat tangkap sero yang mempunyai hasil tangkapan banyak hanya diambil 15% total hasil tangkapan sedangkan sero yang hasil tangkapan sedikit semua diambil untuk keperluan analisis. Sampel yang terambil/terwakili kemudian diidentifikasi berdasarkan jenisnya kemudian dipisahkan, apabila sampel terlalu banyak maka sampel diawetkan sebagian dan dilakukan pengukuran panjang total ikan dan berat ikan secara bertahap. Pengukuran panjang ikan dengan measuring board dan berat ikan menggunakan timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 gram Kegiatan penangkapan selama penelitian untuk keperluan analisis kelayakan mata jaring dilakukan sebanyak 16 kali trip. Pengambilan hasil tangkapan dilakukan hanya sekali seminggu selama 4 bulan pada 3 (tiga) unit sero yang diberikan experimental crib pada masing-masing daerah penangkapan (habitat) Analisis Data Perbandingan komposisi dan proporsi ukuran ikan layak tangkap Untuk menghitung komposisi ukuran ikan layak tangkap yang tertahan pada experimetal crib di setiap habitat dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Hasil tangkapan sero di setiap habitat dipisahkan berdasarkan setiap jenis ikan; 2. Menghitung jumlah dan frekuensi panjang ikan yang tertangkap;

9 Membandingkan ukuran ikan yang tertangkap dengan length at first maturity (Lmat) yang dilaporkan oleh beberapa peneliti sebelumnya; 4. Menghitung proporsi ikan yang layak tangkap berdasarkan length at first maturity dari total ikan yang tertangkap; 5. Membuat tabel dan grafik terhadap ikan yang layak tertangkap dari setiap jenis ikan dominan tertangkap berdasarkan habitat Perbandingan jumlah hasil tangkapan pada experimental crib Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian experimental crib sero adalah rancangan acak kelompok (RAK). Perlakuan adalah tiga habitat (muara sungai, mangrove, dan lamun). Ulangan adalah 16 blok waktu penangkapan hasil tangkapan. Model matematis rancangan tersebut sebagai berikut: Y ij = µ + H i +T j + ε ij...(7) Dimana : i = 1, 2, 3 dan j = 1, 2, Y ij = Respon pengamatan pada experimental crib ke-i dan kelompok ke-j µ = Nilai rataan umum H i = pengaruh experimental crib ke-i (habitat i = 1,2, dan 3); T j = pengaruh kelompok (blok) waktu penangkapan ke-j; εijk = Galat percobaan dari perlakuan ke-i dan kelompok ke-j. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA). Analisis data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SPSS Release Untuk membandingkan antar habitat yang berbeda jika hasil uji F dalam ANOVA signifikan berbeda maka digunakan uji lanjut menggunakan uji beda rerata Tukey (Tukey s HSD Test) (Zar 1984 dan Petersen 1985) Analisis selektivitas mata jaring 4 cm Analisis selektivitas mata jaring 4 cm dalam hal ini sebagai experimental crib dari setiap unit sero didekati dengan menggunakan model logistik seperti yang biasa dilakukan dalam kajian selektivitas trawl (Paloheimo dan Cadima 1964, Kimura 1977 dan Hoydal et al dalam Sparre dan Venema 1999). Pendekatan ini mengandalkan data komposisi ukuran ikan dan proporsi ikan yang tertangkap.

10 110 S ( L) = (8) [ 1+ exp ( a b * L) ] Dimana : ikan dengan length L dalam experimental crib S L =.(9) ikan dengan length L dalam experimental crib & cover net Dari persamaan di atas dapat dituliskan kembali sebagai : 1 ln 1 = a b * L......(10) S L Persamaan di atas dapat mewakili garis lurus. Dengan demikian observasi terhadap bagian yang ditahan dapat digunakan untuk menentukan kurva logistik yang sesuai terhadap observasi-observasi tersebut. Untuk menghitung kisaran panjang total ikan yang tertangkap pada experimental crib sero dengan peluang tertangkap sebesar 50% dengan rumus sebagai berikut : a L 50 % =....(11) b

11 HASIL PENELITIAN Komposisi dan Proporsi Layak Tangkap pada Experimental Crib Komposisi jenis hasil tangkapan yang tertahan pada jaring experimental crib alat tangkap sero yang dioperasikan pada habitat berbeda di perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone (Tabel 15) berikut. Tabel 15 Komposisi jenis hasil tangkapan yang tertahan dan meloloskan diri pada jaring experimental crib sero di habitat berbeda selama penelitian Habitat No Jenis Ikan Muara (%) Mangrove (%) Lamun (%) Tertahan Lolos Tertahan Lolos Tertahan Lolos 1 Rajungan 100,00 0,00 100,00 0,00 100,00 0,00 2 Kerong kerong 72,26 27,74 71,32 28,68 67,78 32,22 3 Barakuda 78,53 21,47 62,44 37,56 55,81 44,19 4 Kuwe 67,86 32,14 68,73 31,27 58,12 41,88 5 Lencam 58,55 41,45 62,78 37,22 73,05 26,95 6 Baronang lingkis 63,51 36,49 61,32 38,68 69,54 30,46 7 Baronang 63,68 36,32 59,17 40,83 62,83 37,17 8 Pepetek 64,49 35,51 62,27 37,73 54,43 45,57 9 Biji nangka 42,92 57,08 34,53 65,47 34,59 65,41 10 Kapas kapas 34,54 65,46 40,08 59,92 34,05 65,95 Adapun proporsi jumlah hasil tangkapan yang layak tangkap yang tertahan pada experimental crib yaitu 5 (lima) jenis ikan tertangkap di atas 50,0% dari ukuran layak tangkap dan selebihnya masih di bawah 50,0% layak tangkap (Tabel 16 dan Gambar 20). Tabel 16 Proporsi ukuran layak tangkap hasil tangkapan yang tertahan pada jaring experimental crib selama penelitian No Jenis ikan Muara Sungai (%) Mangrove (%) Lamun (%) Rata-rata (%) 1 Pepetek 80,21 81,47 71,75 77,81 2 Kapas-kapas 64,93 83,51 42,59 63,68 3 Barakuda 58,59 67,39 61,11 62,36 4 Kerong kerong 54,43 60,14 65,35 59,97 5 Biji nangka 51,83 46,40 51,72 50,00 6 K. rajungan 33,96 33,33 77,97 48,42 7 B. lingkis 30,39 34,02 38,46 34,29 8 Lencam 12,36 16,39 11,43 13,39 9 Baronang 21,48 14,79 11,52 15,93 10 Kuwe

12 112 Gambar 20 Rata-rata ukuran layak tangkap hasil tangkapan yang tertahan pada experimental crib selama penelitian di perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone Nilai L 50% Setiap Jenis Ikan yang Tertangkap pada Experimental Crib Hasil perhitungan parameter kurva selektivitas dengan menggunakan metode Sparre-Venema dengan menutupi experimental crib dengan cover-net yaitu terlihat bahwa L 50% dari setiap jenis ikan yang sama dan jenis lainnya yaitu berbeda pada setiap habitat (Tabel 17, Gambar 21-22, dan Lampiran 28-30). Tabel 17 Nilai L 50% ± standar deviasi (SD) setiap jenis ikan berdasarkan habitat selama penelitian Jenis ikan Muara sungai Mangrove Lamun L mat Biji nangka 10,2 ± 0,55 10,5 ± 0,64 11,4 ± 0,48 12,0 A Baronang lingkis 8,0 ± 1,48 11,9 ± 0,89 12,0 ± 0,67 17,0 B Kerong-kerong 12,8 ± 1,08 13,2 ± 1,57 12,9 ± 2,41 18,0 C Lencam 14,4 ± 0,84 13,4 ± 0,15 14,6 ± 0,94 18,2 D Pepetek 9,3 ± 0,73 9,4 ± 0,79 9,0 ± 0,95 9,0 E Kapas-kapas 10,0 ± 0,42 10,1 ± 0,55 10,0 ± 0,76 10,5 F Kuwe 11,3 ± 1,42 12,1 ± 0,95 11,7 ± 0,70 30,0 G Baronang 15,0 ± 0,90 14,8 ± 0,93 14,7 ± 0,90 21,0 H Barakuda 18,5 ± 1,20 17,8 ± 1,53 22,7 ± 1,24 17,3 I Keterangan : E) Martasuganda et al. (1991) F) Sjafei & Syaputra (2009) F) Wassef & Hady (1997) G) Tharwat & Rahman (2006) G) Situ & Sadovy (2004) H) Sutomo & Juwana (1990) H) Krajangdara (2004) I) Allam et al. (2004) E ) Pauly (1977) dalam Sjafei & Saadah (2001)

13 113 Muara sungai Mangrove Lamun Keterangan : A = Biji nangka B = Baronang lingkis C = Kerong kerong D = Kapas kapas Gambar 21 Kurva selektivitas mata jaring 4 cm untuk jenis ikan biji nangka, baronang lingkis, kerong kerong, dan kapas kapas pada daerah penangkapan yang berbeda.

14 114 Muara sungai Mangrove Lamun Keterangan : E = Biji nangka F = Baronang lingkis G = Kerong kerong H = Kapas kapas I = Barakuda Gambar 22 Kurva selektivitas mata jaring 4 cm untuk jenis ikan lencam, pepetek, kuwe, baronang, dan barakuda pada daerah penangkapan yang berbeda.

15 115 Nilai L 50% pada kurva selektivitas setiap jenis ikan di perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone selama penelitian tidak menunjukkan perbedaan yang jauh bila dibandingkan L 50% setiap jenis ikan berdasarkan habitat (Gambar 19). Keterangan : A = Biji nangka D = Kapas kapas G = Kuwe B = Baronang lingkis E = Lencam H = Baronang C = Kerong kerong F = Pepetek

16 116 Keterangan : I = Barakuda Gambar 23 Kurva selektivitas setiap jenis ikan selama penelitian di perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone.

17 PEMBAHASAN Komposisi dan Proporsi Layak Tangkap pada Experimental Crib Jenis ikan yang dominan tertahan pada experimental sero di perairan pantai Pitumpanua, Teluk Bone umumnya adalah ikan demersal, yaitu: (1) biji nangka (Upeneaus sulphureus), (2) baronang lingkis (Siganus canaliculatus), (3) kerong-kerong (Therapon jarbua), (4) kapas-kapas (Gerres kapas), (5) lencam (Lethrinus lentjam), (6) pepetek (Leiognathus splendens), (7) kuwe (Caranx sexfaciatus), (8) baronang (Siganus guttatus), dan (9) barakuda (Sphyraena sphyraena) (Tabel 16). Spesies nomor 9 adalah jenis ikan pelagis. Dominasi ikan demersal tersebut berkaitan dengan daerah pengoperasian sero, yaitu perairan dangkal. Hal ini diperkuat oleh pernyataan oleh Widodo dan Suadi (2008) bahwa perairan dangkal dengan kedalaman kurang dari 100 meter dengan dasar perairan yang berlumpur serta relatif datar merupakan daerah penangkapan demersal yang baik. Dipertegas Yusof (2002) bahwa hasil tangkapan dari perairan berkedalaman 5-18 meter di perairan Peninsular Malaysia berupa jenis ikan demersal. Jenis ikan yang tertangkap sero ini pada umumnya memiliki aktivitas relatif rendah, gerak ruaya tidak terlalu jauh dan membentuk gerombolan yang tidak terlalu besar, sehingga sebarannya relatif lebih terkonsentrasi jika dibandingkan dengan ikan-ikan pelagis (Boer et al. 2001). Ikan barakuda yang merupakan ikan pelagis satu-satunya dominan tertangkap di perairan pantai Pitumpanua, kemungkinan jenis ikan ini merupakan ikan predator yang mengejar mangsanya sehingga ikut tertangkap. Jumlah ikan yang tertahan pada experimental crib jaring dipengaruhi oleh berbagai faktor; salah satunya adalah bentuk tubuh ikan. Ikan yang berukuran besar cenderung tertangkap oleh alat penangkapan ikan yang dioperasikan dengan metode menyaring air (filtering) sehingga jika ukuran mata jaring relatif kecil maka ragam ukuran ikan dapat menjadi lebih tinggi, yaitu mulai dari yang berukuran kecil hingga besar. Hal ini berbeda dari alat penangkapan ikan yang dirancang untuk menangkap ikan secara menjerat tubuh ikan (gilling), seperti pada jaring insang. Jika ukuran ikan lebih kecil atau lebih besar dari ukuran optimum maka peluang tertangkapnya menjadi lebih rendah sehingga ragam ukuran menjadi lebih rendah (Nielsen dan Lampton 1983). Selain ukuran tubuh,

18 118 bentuk badan dan tingkah laku ikan juga merupakan faktor yang menentukan ikan tertangkap (Pope 1975). Tingginya proporsi hasil tangkapan yang tertahan di experimental crib (Tabel 15) bukan berarti ikan-ikan tersebut secara biologi layak tangkap. Hal ini lebih cenderung disebabkan oleh jenis spesies ikan yang tertangkap. Dalam penelitian ini ada 5 spesies ikan dengan proporsi layak tangkap di atas 50,0%, yaitu pepetek, kapas-kapas, barakuda, kerong-kerong, dan biji nangka (Tabel 16 & Gambar 20). Tingginya proprosi pepetek yang layak tangkap disebabkan ikan ini cepat mencapai dewasa pada ukuran yang relatif kecil (Saadah 2000 dalam Novitriana et al. 2004). Sebaliknya, semua ikan kuwe yang tertangkap berstatus tidak layak tangkap. Hal ini kemungkinan disebabkan habitat ikan kuwe dewasa adalah perairan terumbu karang atau yang lebih dalam dan perairan pantai tempat penelitian adalah habitat untuk ikan-ikan muda, seperti dilaporkan Rudi et al. (2011) dari penelitiannya di perairan Sabang. Ikan kuwe yang tertangkap di perairan pantai Pitumpanua tidak berbeda jauh didapatkan oleh Mardjudo (2002) di perairan pantai Palu yang didapatkan berukuran sangat kecil, sehingga diduga bahwa jenis ikan ini pada masa juvenil lebih banyak menghuni daerah pantai Nilai L 50% Setiap Jenis Ikan yang Tertangkap pada Experimental Crib Nilai L 50% dari experimental crib bermata-jaring 4 cm untuk setiap jenis ikan dominan tidak selalu sama pada setiap habitat (Tabel 17). Seharusnya nilai L 50% untuk suatu jenis ikan adalah sama karena spesifikasi bahan jaring pembentuk crib. Perbedaan-perbedaan nilai tersebut kemungkinan besar ditentukan oleh nilai-nilai proporsi ikan pada setiap kelas ukuran ikan yang tertahan pada crib. Nilai-nilai L 50% dari sembilan jenis ikan dominan umumnya lebih kecil dari panjang (TL) ikan ketika matang gonad pertama kali (L mat ). Tujuh dari sembilan jenis ikan tersebut memiliki L mat kurang dari 20 cm (TL); ikan kwe adalah ikan dengan L mat terbesar (30 cm). Hanya dua jenis ikan yang memiliki L mat lebih kecil dari L 50%, yaitu pepetek dan barakuda. Hal ini berarti sero dengan crib bermata-jaring 4 cm cocok untuk kedua jenis ikan ini karena menangkap ukuran yang layak tangkap secara

19 119 biologis. Kondisi hasil tangkapan ini mirip dengan hasil tangkapan pepetek di Teluk Labuan, Banten yang didominasi oleh ikan-ikan pepetek berukuran 9,5-16,2 cm (lebih dari 80%), seperti dilaporakan oleh Sjafei dan Saadah (2001). Nilai L 50% experimental crib ikan biji nangka dan kapas-kapas mendekati ukuran L mat jenis ikan tersebut (Tabel 17). Pada ikan biji nangka, L 50% pada habitat lamun lebih besar dibandingkan pada muara sungai dan mangrove. Nilai L 50% ini hampir sama dengan yang didapatkan di perairan Teluk Palu antara 7,8-9,9 cm (Mardjudo 2002). Faktor penyebab perbedaan ini kemungkinan adalah morfologi ikan yang berkaitan dengan lingkar tubuh ikan (body girth). Pada panjang yang sama, ikan-ikan biji nangka di muara sungai dan mangrove diperkirakan lebih gemuk sehingga lebih mudah ditangkap (tidak dapat meloloskan dibandingkan dengan yang berada di lamun. Faktor komposisi jenis kelamin ikan tampaknya sulit dianggap sebagai penyebab perbedaan nilai L 50% di antara ketiga habitat tersebut meskipun Saputra et al. (2009) dari penelitiannya di perairan Demak melaporkan bahwa L 50% cantrang untuk biji nangka jantan adalah 15,7 cm sedangkan untuk betina adalah 16,4 cm. Penelitian di Demak ini dapat diinterpretasikan bahwa ikan jantang lebih gemuk dari ikan betina. Nilai L 50% untuk empat jenis ikan lainnya, yaitu baronang lingkis, kerongkerong, lencam, dan baronang adalah lebih rendah dari L mat (Tabel 17). Hal ini merupakan indikasi kuat bahwa semua jenis ikan ini tertangkap experimental sero dalam keadaan masih muda (juvenile) sehingga dapat disimpulkan bahwa sero ini tidak cocok bagi keempat jenis ikan tersebut. Ukuran ikan baronang lingkis yang didapatkan di perairan pantai Pitumpanua tidak berbeda dengan yang ditangkap di perairan Kecamatan Bua, Kabupaten Luwu, yaitu antara 6,2-17,0 cm (Jalil et al. 2003). Kesamaan ini kemungkinan disebabkan oleh kesamaan kondisi ekologi perairan pantai Pitumpanua dan perairan Kecamatan Bua, keduanya saling berdekatan di Teluk Bone. Perbedaan nilai L 50% setiap habitat tidak menunjukkan perbedaan yang terlalu tinggi (Tabel 17). Hal ini kemungkinan disebabkan karena faktor parameter lingkungan perairan dan sumber makanan bagi ikan pada ketiga habitat tersebut hampir sama. Terbukti setelah dibuatkan kurva selektivitas setiap jenis ikan secara keseluruhan (tanpa berdasarkan habitat), nilai L 50% pun diperlihatkan

20 120 tidak jauh berbeda yang didapatkan di ketiga habitat tersebut (Gambar 23). Hal ini menunjukkan bahwa nilai ukuran kelas panjang ikan yang tertangkap di perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone lebih seragam (homogen). Penelitian ini memberikan gambaran bahwa rekomendasi tentang spesifikasi alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan untuk suatu jenis ikan belum tentu cocok untuk ikan lain, terutama pada perikanan yang memiliki sumber daya yang bersifat multispecies. Berdasarkan nilai L 50% dan L mat, sero dengan bunuhan (crib) bermata jaring 4 cm ini cocok untuk meloloskan ikan pepetek dan barakuda namun tidak cocok untuk ikan-ikan lainnya. Perbaikan bisa dilakukan lagi dengan memperbesar mata jaring sehingga nilai-nilai L 50% akan meningkat dan peluang ikan-ikan muda untuk meloloskan diri menjadi semakin tinggi. Pilihan ukuran mata jaring ini akhirnya ditentukan oleh keberpihakan nelayan dalam menentukan karakteristik ikan-ikan yang menjadi sasarannya (target species). Sangat diharapkan para nelayan bersikap menyetujui ide bahwa meloloskan ikan agar tumbuh menjadi lebih besar adalah lebih baik dari menangkap ikan ketika masih berukuran kecil. 7.5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Hasil tangkapan sero dengan bunuhan bermata-jaring 4 cm di pantai Pitumpanua didominasi oleh ikan pepetek, baronang lingkis, kerong kerong, kuwe, biji nangka, baronang, lencam, kapas kapas, dan barakuda dimana lima jenis di antaranya masing-masing memiliki kategori layak tangkap dengan proporsi lebih dari 50%. 2. Nilai L 50% experimental sero untuk ikan pepetek dan barakuda lebih besar dari panjang ketika kedua jenis ikan ini matang gonad pertama kali. 3. Sero dengan bunuhan bermata-jaring 4 cm tidak layak dioperasikan di perairan pantai Pitumpanua.

21 Saran Alat tangkap sero di perairan pantai Pitumpanua sebaiknya menggunakan ukuran mata jaring lebih besar 4 cm. Rekomendasi ukuran tersebut harus disesuaikan dengan karakteristik hasil tangkapan yang diharapkan (target species) oleh nelayan yang memiliki wawasan keberlanjutan sumber daya ikan.

5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan

5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan 5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan Hasil tangkapan yang diperoleh selama penelitian menunjukan bahwa sumberdaya ikan di perairan Tanjung Kerawang cukup beragam baik jenis maupun ukuran ikan yang

Lebih terperinci

6 KOMUNITAS IKAN DI HABITAT BERBEDA 6.1 PENDAHULUAN

6 KOMUNITAS IKAN DI HABITAT BERBEDA 6.1 PENDAHULUAN 71 6 KOMUNITAS IKAN DI HABITAT BERBEDA 6.1 PENDAHULUAN Sero merupakan alat tangkap yang pengoperasiannya di daerah pantai. Sebagaimana kita ketahui bahwa pantai terdiri didalamnya beberapa ekosistem seperti

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Tabel 5 Jenis alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian

3 METODOLOGI. Tabel 5 Jenis alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Pembuatan kantong dan penutup kantong jaring dilaksanakan di laboratorium Alat Penangkap Ikan Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta pada bulan Juni sampai dengan Juli 2010.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perikanan pantai di Indonesia merupakan salah satu bagian dari sistem perikanan secara umum yang berkontribusi cukup besar dalam produksi perikanan selain dari perikanan

Lebih terperinci

8 POSISI JENIS IKAN YANG TERTANGKAP DALAM PIRAMIDA MAKANAN 8.1 PENDAHULUAN

8 POSISI JENIS IKAN YANG TERTANGKAP DALAM PIRAMIDA MAKANAN 8.1 PENDAHULUAN 123 8 POSISI JENIS IKAN YANG TERTANGKAP DALAM PIRAMIDA MAKANAN 8.1 PENDAHULUAN Interaksi trofik merupakan salah satu kunci untuk mengetahui peran ekologis suatu populasi atau spesies di dalam ekosistem.

Lebih terperinci

PERIKANAN SERO DI PERAIRAN PANTAI PITUMPANUA KABUPATEN WAJO - TELUK BONE : SUATU KAJIAN EKOLOGIS TENRIWARE

PERIKANAN SERO DI PERAIRAN PANTAI PITUMPANUA KABUPATEN WAJO - TELUK BONE : SUATU KAJIAN EKOLOGIS TENRIWARE i PERIKANAN SERO DI PERAIRAN PANTAI PITUMPANUA KABUPATEN WAJO - TELUK BONE : SUATU KAJIAN EKOLOGIS TENRIWARE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2 0 12 ii PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu isu penting perikanan saat ini adalah keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya dan lingkungannya. Upaya pemanfaatan spesies target diarahkan untuk tetap menjaga

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Cumi-Cumi Sirip Besar 4.1.1. Distribusi spasial Distribusi spasial cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun yang tertangkap

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Organ reproduksi Jenis kelamin ikan ditentukan berdasarkan pengamatan terhadap gonad ikan dan selanjutnya ditentukan tingkat kematangan gonad pada tiap-tiap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Lokasi Penelitian Cirebon merupakan daerah yang terletak di tepi pantai utara Jawa Barat tepatnya diperbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Teluk Jakarta Secara geografis Teluk Jakarta (Gambar 9) terletak pada 5 o 55 30-6 o 07 00 Lintang Selatan dan 106 o 42 30-106 o 59 30 Bujur Timur. Batasan di sebelah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Letak dan Kondisi Penelitian Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur dan merupakan

Lebih terperinci

3.2.1 Spesifikasi alat tangkap Bagian-bagian dari alat tangkap yaitu: 1) Tali ris atas, tali pelampung, tali selambar

3.2.1 Spesifikasi alat tangkap Bagian-bagian dari alat tangkap yaitu: 1) Tali ris atas, tali pelampung, tali selambar 21 3METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada tanggal 15 September 11 Desember 2010 ini bertempat di TPI Palabuhanratu. Sukabumi Jawa Barat. Kegiatan penelitian meliputi eksperimen langsung

Lebih terperinci

PROPORSI DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN JARING TIGA LAPIS (TRAMMEL NET) DI PELABUHAN RATU

PROPORSI DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN JARING TIGA LAPIS (TRAMMEL NET) DI PELABUHAN RATU Proporsi dan Komposisi Hasil Tangkapan Jaring Tiga Lapis (Trammel Net) di Pelabuhan Ratu (Hufiadi) PROPORSI DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN JARING TIGA LAPIS (TRAMMEL NET) DI PELABUHAN RATU ABSTRAK Hufiadi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan kabupaten administratif yang terletak di sebelah utara Provinsi DKI Jakarta, memiliki luas daratan mencapai 897,71 Ha dan luas perairan mencapai

Lebih terperinci

Jaring Angkat

Jaring Angkat a. Jermal Jermal ialah perangkap yang terbuat dari jaring berbentuk kantong dan dipasang semi permanen, menantang atau berlawanlan dengan arus pasang surut. Beberapa jenis ikan, seperti beronang biasanya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Hasil Tangkapan Jaring Kejer Hasil tangkapan jaring kejer selama penelitian menunjukkan bahwa proporsi jumlah rajungan tertangkap adalah 42,07% dari total hasil

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakasanakan mulai awal bulan Maret sampai bulan Mei, dengan interval pengambilan data setiap dua minggu. Penelitian berupa pengumpulan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jenis Hasil Tangkapan Hasil tangkapan pancing ulur selama penelitian terdiri dari 11 famili, 12 genus dengan total 14 jenis ikan yang tertangkap (Lampiran 6). Sebanyak 6

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan bahan industri. Salah satu sumberdaya tersebut adalah

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis).

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis). 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Kuniran 2.1.1 Klasifikasi Ikan Kuniran Upeneus moluccensis, Bleeker 1855 Dalam kaitan dengan keperluan pengkajian stok sumberdaya ikan, kemampuan untuk mengidentifikasi spesies

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Pesisir Teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jakarta dibatasi oleh garis bujur 106⁰33 00 BT hingga 107⁰03 00 BT dan garis lintang 5⁰48

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai September 2010. Pengambilan data lapangan dilakukan di wilayah Kabupaten Maluku Tenggara, sejak 21 Juli

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian.

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian. 14 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di PPI Labuan, Provinsi Banten. Ikan contoh yang diperoleh dari PPI Labuan merupakan hasil tangkapan nelayan disekitar perairan Selat

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 33 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Unit penangkapan ikan 1) Kapal Kapal yang digunakan merupakan sarana untuk mengangkut nelayan beserta alat tangkap ke daerah penangkapan ikan. Kapal yang biasa

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN PURSE SEINE WARING UNTUK PELESTARIAN SUMBERDAYA IKAN TERI (Stolephorus devisi) DI PERAIRAN WONOKERTO, KABUPATEN PEKALONGAN

ANALISIS HASIL TANGKAPAN PURSE SEINE WARING UNTUK PELESTARIAN SUMBERDAYA IKAN TERI (Stolephorus devisi) DI PERAIRAN WONOKERTO, KABUPATEN PEKALONGAN ANALISIS HASIL TANGKAPAN PURSE SEINE WARING UNTUK PELESTARIAN SUMBERDAYA IKAN TERI (Stolephorus devisi) DI PERAIRAN WONOKERTO, KABUPATEN PEKALONGAN Catch Analyses of Purse Seine Waring for Preservation

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan dangkal Karang Congkak, Kepulauan Seribu, Jakarta. Pengambilan contoh ikan dilakukan terbatas pada daerah

Lebih terperinci

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti Sebuah lagu berjudul Nenek moyangku seorang pelaut membuat saya teringat akan kekayaan laut Indonesia. Tapi beberapa waktu lalu, beberapa nelayan Kepulauan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 16 3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Pola reproduksi ikan swanggi (Priacanthus tayenus) pada penelitian ini adalah tinjauan mengenai sebagian aspek reproduksi yaitu pendugaan ukuran pertama

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian penangkapan rajungan dengan menggunakan jaring kejer dilakukan di perairan Gebang Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (Lampiran 1 dan Lampiran 2). Penelitian

Lebih terperinci

3.3 Pengumpulan Data Primer

3.3 Pengumpulan Data Primer 10 pada bagian kantong, dengan panjang 200 m dan lebar 70 m. Satu trip penangkapan hanya berlangsung selama satu hari dengan penangkapan efektif sekitar 10 hingga 12 jam. Sedangkan untuk alat tangkap pancing

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Pengumpulan Data

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Pengumpulan Data 17 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Juli 2009 bertempat di PPN Tanjungpandan, Kabupaten Belitung, Provinsi Bangka Belitung (Lampiran 1). 3.2 Bahan

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo

5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo 58 5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo Dalam pengoperasiannya, bagan rambo menggunakan cahaya untuk menarik dan mengumpulkan ikan pada catchable area. Penggunaan cahaya buatan yang berkapasitas

Lebih terperinci

Jl. Raya Jakarta Serang Km. 04 Pakupatan, Serang, Banten * ) Korespondensi: ABSTRAK

Jl. Raya Jakarta Serang Km. 04 Pakupatan, Serang, Banten * ) Korespondensi: ABSTRAK Jurnal Perikanan dan Kelautan p ISSN 289 3469 Volume 6 Nomor 2. Desember 216 e ISSN 254 9484 Halaman : 95 13 Efektifitas Celah Pelolosan Pada Bubu Lipat Terhadap Hasil Tangkapan Rajungan di Teluk Banten

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN KEPITING RAJUNGAN (Portunnus pelagicus) DAN UDANG PUTIH (Peneaus marguiensis) PADA ALAT TANGKAP SERO DI HABITAT BERBEDA

ANALISIS HASIL TANGKAPAN KEPITING RAJUNGAN (Portunnus pelagicus) DAN UDANG PUTIH (Peneaus marguiensis) PADA ALAT TANGKAP SERO DI HABITAT BERBEDA ANALISIS HASIL TANGKAPAN KEPITING RAJUNGAN (Portunnus pelagicus) DAN UDANG PUTIH (Peneaus marguiensis) PADA ALAT TANGKAP SERO DI HABITAT BERBEDA Tenriware Staf Pengajar Program Studi Budidaya Perairan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di TPI Cilincing, Jakarta Utara. Pengambilan data primer berupa pengukuran panjang dan bobot ikan contoh yang ditangkap

Lebih terperinci

Gambar 5 Peta daerah penangkapan ikan kurisi (Sumber: Dikutip dari Dinas Hidro Oseanografi 2004).

Gambar 5 Peta daerah penangkapan ikan kurisi (Sumber: Dikutip dari Dinas Hidro Oseanografi 2004). 24 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Oktober 2011. Lokasi penelitian berada di Selat Sunda, sedangkan pengumpulan data dilakukan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Gebang Mekar Kabupaten Cirebon (Lampiran 1). Survey dan persiapan penelitian seperti pencarian jaring,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sebaran frekuensi panjang ikan kuniran (Upeneus sulphureus) betina yang dianalisis dengan menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation)

Lampiran 1. Sebaran frekuensi panjang ikan kuniran (Upeneus sulphureus) betina yang dianalisis dengan menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation) 58 Lampiran 1. Sebaran frekuensi panjang ikan kuniran (Upeneus sulphureus) betina yang dianalisis dengan menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation) menggunakan program FiSAT II 59 Lampiran 1. (lanjutan)

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan

5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan 50 5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan bubu di Kecamatan Mempawah Hilir, Kabupaten Pontianak ditujukan untuk menangkap ikan kakap merah (Lutjanus sanguineus),

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Komposisi Hasil Tangkapan Hasil tangkapan selama periode pengamatan menunjukkan kekayaan jenis ikan karang sebesar 16 famili dengan 789 spesies. Jumlah tertinggi ditemukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Cirebon Tahun Tahun Jumlah Motor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Cirebon Tahun Tahun Jumlah Motor BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perikanan Tangkap di Cirebon Armada penangkapan ikan di kota Cirebon terdiri dari motor tempel dan kapal motor. Jumlah armada penangkapan ikan dikota Cirebon

Lebih terperinci

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974).

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974). 7 spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974). Ikan kembung lelaki terdiri atas ikan-ikan jantan dan betina, dengan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI NELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di bulan Maret hingga bulan April 011. Penelitian ini meliputi pembuatan alat dan pengambilan data di Cisolok. Jaring rampus

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Performa Fyke Net Modifikasi

5 PEMBAHASAN 5.1 Performa Fyke Net Modifikasi 5 PEMBAHASAN 5.1 Performa Fyke Net Modifikasi Fyke net yang didisain selama penelitian terdiri atas rangka yang terbuat dari besi, bahan jaring Polyetilene. Bobot yang berat di air dan material yang sangat

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 9 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kali Baru mulai dari bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaring Arad Jaring arad (mini trawl) adalah jaring yang berbentuk kerucut yang tertutup ke arah ujung kantong dan melebar ke arah depan dengan adanya sayap. Bagian-bagiannya

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan Teluk Banten Perairan Karangantu berada di sekitar Teluk Banten yang secara geografis terletak pada 5 0 49 45 LS sampai dengan 6 0 02

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian penangkapan ikan dengan menggunakan jaring arad yang telah dilakukan di perairan pantai Cirebon, daerah Kecamatan Gebang, Jawa Barat

Lebih terperinci

Universitas Diponegoro ( 2 Staf Pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro ABSTRAK

Universitas Diponegoro (  2 Staf Pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro ABSTRAK ANALISIS SELEKTIVITAS PAYANG AMPERA (Seine Net) MODIFIKASI dengan WINDOW PERMUKAAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN DAUN BAMBU (Chorinemus sp.) di PERAIRAN KABUPATEN KENDAL Analysis of Selectivity of Fishing

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil tangkapan sampingan (bycatch) menjadi masalah ketika bycatch yang dikembalikan ke laut (discarded) tidak semuanya dalam keadaan hidup atau berpeluang baik untuk

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 30 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi perairan Teluk Jakarta Teluk Jakarta terletak di utara kota Jakarta dengan luas teluk 285 km 2, dengan garis pantai sepanjang 33 km, dan rata-rata kedalaman

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Jumlah tangkapan; struktur ukuran; jenis umpan; ikan demersal dan rawai dasar

ABSTRAK. Kata kunci: Jumlah tangkapan; struktur ukuran; jenis umpan; ikan demersal dan rawai dasar RESPON IKAN DEMERSAL DENGAN JENIS UMPAN BERBEDA TERHADAP HASIL TANGKAPAN PADA PERIKANAN RAWAI DASAR Wayan Kantun 1), Harianti 1) dan Sahrul Harijo 2) 1) Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan (STITEK) Balik

Lebih terperinci

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Wilayah Sebaran Penangkapan Nelayan Labuan termasuk nelayan kecil yang masih melakukan penangkapan ikan khususnya ikan kuniran dengan cara tradisional dan sangat tergantung pada

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Perairan Palabuhanratu terletak di sebelah selatan Jawa Barat, daerah ini merupakan salah satu daerah perikanan yang potensial di Jawa

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Kepulauan Selayar merupakan wilayah yang memiliki ciri khas kehidupan pesisir dengan segenap potensi baharinya seperti terumbu karang tropis yang terdapat di

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1. 1.Kondisi umum Perairan Utara Jawa Perairan Utara Jawa dulu merupakan salah satu wilayah perikanan yang produktif dan memilki populasi penduduk yang padat. Panjang

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Sumber Data

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Sumber Data 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian pengaruh periode hari bulan terhadap hasil tangkapan dan tingkat pendapatan nelayan bagan tancap dilakukan selama delapan bulan dari bulan Mei 2009 hingga Desember

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Organ Pencernaan Ikan Kuniran Ikan kuniran merupakan salah satu jenis ikan demersal. Ikan kuniran juga merupakan ikan karnivora. Ikan kuniran memiliki sungut pada bagian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih TINJAUAN PUSTAKA Alat Tangkap Jaring Insang (Gill net) Jaring insang (gill net) yang umum berlaku di Indonesia adalah salah satu jenis alat penangkapan ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi

Lebih terperinci

Randy Aditya, Paulus Taru dan Adnan

Randy Aditya, Paulus Taru dan Adnan STUDI HASIL TANGKAPAN BELAT (Set Net) DAN KETAHANAN BELAT (Set Net) TERHADAP PENGARUH ARUS DAN GELOMBANG DI PERAIRAN TJ. LIMAU KOTA BONTANG (Catches and Resistance Study of Set Net toward Currents and

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004)

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004) 12 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-September 2011 dengan waktu pengambilan contoh setiap satu bulan sekali. Lokasi pengambilan ikan contoh

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PPI Muara Angke, Jakarta Utara dari bulan Januaribulan Maret 2010. Analisis aspek reproduksi dilakukan di Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2006, Agustus 2006 Januari 2007 dan Juli 2007 di Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi dengan sumber air berasal dari

Lebih terperinci

ANALISIS SELEKTIVITAS Gillnet YANG DIOPERASIKAN DI PERAIRAN LENTEA, KECAMATAN KALEDUPA SELATAN KABUPATEN WAKATOBI

ANALISIS SELEKTIVITAS Gillnet YANG DIOPERASIKAN DI PERAIRAN LENTEA, KECAMATAN KALEDUPA SELATAN KABUPATEN WAKATOBI WARTA-WIPTEK, Volume 18 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0667 38 ANALISIS SELEKTIVITAS Gillnet YANG DIOPERASIKAN DI PERAIRAN LENTEA, KECAMATAN KALEDUPA SELATAN KABUPATEN WAKATOBI Oleh: Hasnia Arami dan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alat Tangkap Trawl

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alat Tangkap Trawl 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alat Tangkap Trawl Trawl dasar merupakan pukat kantong berbentuk kerucut dengan mulut lebar yang diberi pemberat pada tali ris bawah (ground rope) dan diberi pelampung pada tali

Lebih terperinci

III. Metode Penelitian

III. Metode Penelitian III. Metode Penelitian A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli hingga September 2013 di Kampung Kalitoko yang berada di kawasan Teluk Mayalibit, Kabupaten Raja Ampat. Contoh

Lebih terperinci

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH 1,2) Urip Rahmani 1, Imam Hanafi 2, Suwarso 3 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas

Lebih terperinci

KOMPOSISI, ASPEK BIOLOGI DAN KEPADATAN STOK IKAN PARI DI LAUT ARAFURA

KOMPOSISI, ASPEK BIOLOGI DAN KEPADATAN STOK IKAN PARI DI LAUT ARAFURA KOMPOSISI, ASPEK BIOLOGI DAN KEPADATAN STOK IKAN PARI DI LAUT ARAFURA Oleh Andina Ramadhani Putri Pane Enjah Rahmat Siswoyo Balai Riset Perikanan Laut Cibinong - Bogor Simposium Hiu Pari ke 2 Jakarta,

Lebih terperinci

KONSTRUKSI DAN UJI-COBA PENGOPERASIAN JUVENILE AND TRASH EXCLUDER DEVICE PADA JARING ARAD DI PEKALONGAN

KONSTRUKSI DAN UJI-COBA PENGOPERASIAN JUVENILE AND TRASH EXCLUDER DEVICE PADA JARING ARAD DI PEKALONGAN Konstruksi dan Uji-Coba Pengoperasian Juvenile and Trash Excluder Device pada Jaring Arad di Pekalongan (Salim, A.) KONSTRUKSI DAN UJI-COBA PENGOPERASIAN JUVENILE AND TRASH EXCLUDER DEVICE PADA JARING

Lebih terperinci

Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian

Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian Lampiran 1. Ilustrasi Peta Lokasi Penelitian 42 Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian Lampiran 3. Alat yang Digunakan GPS (Global Positioning System) Refraktometer Timbangan Digital

Lebih terperinci

PROSIDING Kajian Ilmiah Dosen Sulbar ISBN:

PROSIDING Kajian Ilmiah Dosen Sulbar ISBN: JENJANG TROFIK IKAN PELAGIS DAN DEMERSAL YANG DOMINAN TERTANGKAP DI PERAIRAN KABUPATEN POLEWALI MANDAR Tenriware 1), Nur Fitriayu Mandasari 2), Sari Rahayu Rahman 3) 1) Staf Pengajar PS. Budidaya Perairan

Lebih terperinci

Aspek Biologi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Sebagai Landasan Pengelolaan Teknologi Penangkapan Ikan di Kabupaten Kendal

Aspek Biologi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Sebagai Landasan Pengelolaan Teknologi Penangkapan Ikan di Kabupaten Kendal Aspek Biologi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Sebagai Landasan Pengelolaan Teknologi Penangkapan Ikan di Kabupaten Kendal Nadia Adlina 1, *, Herry Boesono 2, Aristi Dian Purnama Fitri 2 1

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian mengambil tempat di pulau Pramuka Kepulauan Seribu, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Propinsi DKI Jakarta (Peta Lokasi Lampiran

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penangkapan ikan merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan sejumlah hasil tangkapan, yaitu berbagai jenis ikan untuk memenuhi permintaan sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN)

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN) BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN) 2.1 Potensi dan Usaha Perikanan di Indonesia 2.1.1 Perikanan dan Potensi Indonesia Berdasarkan UU. No 31 tahun 2004. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3.4 Jenis dan Sumber Data

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3.4 Jenis dan Sumber Data 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan data dilakukan di wilayah Teluk Jakarta bagian dalam, provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Pengambilan data dilakukan pada Bulan Agustus 2010 dan Januari

Lebih terperinci

Khairani Laila,s.pi. M.agr program studi budidaya perairan Universitas asahan fakultas pertania ABSTRAK

Khairani Laila,s.pi. M.agr program studi budidaya perairan Universitas asahan fakultas pertania ABSTRAK ANALISIS HASIL TANGKAPAN JARING INSANG PERMUKAAN DITINJAU DARI OSEANOGRAFI PADA PAGI, SORE DAN MALAM HARI DITELUK TAPIAN NAULI KOTA SIBOLGA TAPANULI TENGAH Khairani Laila,s.pi. M.agr program studi budidaya

Lebih terperinci

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 131 8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 8.1 Pendahuluan Mewujudkan sosok perikanan tangkap yang mampu mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki luas perairan wilayah yang sangat besar. Luas perairan laut indonesia diperkirakan sebesar 5,4 juta km 2 dengan garis pantai

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 10 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Lokasi penelitian adalah di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Ikan yang didaratkan di PPP Labuan ini umumnya berasal

Lebih terperinci

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali didasarkan atas kelompok ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar, Demersal

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di muara Sungai Citepus, Kecamatan Palabuhanratu dan muara Sungai Sukawayana, Kecamatan Cikakak, Teluk Palabuhanratu, Kabupaten

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan Selat Sunda secara geografis menghubungkan Laut Jawa serta Selat Karimata di bagian utara dengan Samudera Hindia di bagian selatan. Topografi perairan ini secara

Lebih terperinci

KELOMPOK SASARAN. 1. Nelayan-nelayan yang telah mempunyai pengalaman dan keterampilan dalam pengoperasian jaring trammel.

KELOMPOK SASARAN. 1. Nelayan-nelayan yang telah mempunyai pengalaman dan keterampilan dalam pengoperasian jaring trammel. JARING TRAMMEL Trammel net (Jaring trammel) merupakan salah satu jenis alat tangkap ikan yang banyak digunakan oleh nelayan terutama sejak pukat harimau dilarang penggunaannya. Di kalangan nelayan, trammel

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 25 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Perairan Mempawah Hilir Kabupaten Pontianak Propinsi Kalimantan Barat, yang merupakan salah satu daerah penghasil

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat Penelitian 23 3 METODE NELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di bulan Maret hingga bulan April tahun 2011. Penelitian ini meliputi: pembuatan alat dan pengambilan data di Cisolok. Jaring rampus

Lebih terperinci

DESKRIPSI ALAT TANGKAP IKAN DI KECAMATAN BONTOMANAI KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

DESKRIPSI ALAT TANGKAP IKAN DI KECAMATAN BONTOMANAI KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR DESKRIPSI ALAT TANGKAP IKAN DI KECAMATAN BONTOMANAI KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR DESCRIPTION OF FISHING GEARS IN KECAMATAN BONTOMANAI, KEPULAUAN SELAYAR REGENCY Andi Lisdawati 1), Najamuddin 1), Andi Assir

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di perairan sekitar Pulau Semak Daun Kepulauan Seribu. Pulau Semak Daun terletak di sebelah utara Pulau Panggang dan Pulau Karya

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 010 di daerah pantai berlumpur Kuala Tungkal, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi. Udang contoh yang

Lebih terperinci

SELEKTIVITAS JARING ARAD (MINI BOTTOM TRAWL) YANG DILENGKAPI JTEDs TERHADAP IKAN BELOSO (Saurida sp.)

SELEKTIVITAS JARING ARAD (MINI BOTTOM TRAWL) YANG DILENGKAPI JTEDs TERHADAP IKAN BELOSO (Saurida sp.) Selektivitas Jaring Arad (Mini... Ikan Beloso (Saurida sp.) (Hufiadi & Mahiswara) SELEKTIVITAS JARING ARAD (MINI BOTTOM TRAWL) YANG DILENGKAPI JTEDs TERHADAP IKAN BELOSO (Saurida sp.) ABSTRAK Hufiadi dan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PERBEDAAN HANGING RATIO

ANALISIS PENGARUH PERBEDAAN HANGING RATIO Volume III, Edisi 1 ISN.2301 7163 Juli 2014 ANALISIS PENGARUH PERBEDAAN HANGING RATIO PADA JARING INSANG (GILLNET) TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN Abu D. Razak*, Sepri*, Mustasim*, Muhfizar* *) Dosen Program

Lebih terperinci

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Pengamatan Aspek Operasional Penangkapan...di Selat Malaka (Yahya, Mohammad Fadli) PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Mohammad Fadli Yahya Teknisi pada Balai

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN ARAD MODIFIKASI (MODIFIED SMALL BOTTOM TRAWL) DI PERAIRAN PPP TAWANG KENDAL JAWA TENGAH

ANALISIS HASIL TANGKAPAN ARAD MODIFIKASI (MODIFIED SMALL BOTTOM TRAWL) DI PERAIRAN PPP TAWANG KENDAL JAWA TENGAH ANALISIS HASIL TANGKAPAN ARAD MODIFIKASI (MODIFIED SMALL BOTTOM TRAWL) DI PERAIRAN PPP TAWANG KENDAL JAWA TENGAH Analysis of Modified Small Bottom Trawl Catch in Fishery Port Beach (PPP) Tawang Kendal

Lebih terperinci

FISHING GEAR PERFORMANCE ON SKIPJACK TUNA IN BONE BAY DISTRICT LUWU

FISHING GEAR PERFORMANCE ON SKIPJACK TUNA IN BONE BAY DISTRICT LUWU FISHING GEAR PERFORMANCE ON SKIPJACK TUNA IN BONE BAY DISTRICT LUWU Akmaluddin 1, Najamuddin 2 dan Musbir 3 1 Universitas Muhammdiyah Makassar 2,3 Universitas Hasanuddin e-mail : akmalsaleh01@gmail.com

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 26 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum PPP Labuan PPP (Pelabuhan Perikanan Pantai) Labuan, Banten merupakan pelabuhan perikanan pantai terbesar di Kabupaten Pandeglang yang didirikan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 32 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Ikan Kurisi di Perairan Teluk Banten Penduduk di sekitar Teluk Banten kebanyakan memiliki profesi sebagai nelayan. Alat tangkap yang banyak digunakan oleh para nelayan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rajungan merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia. Berdasarkan data ekspor impor Dinas Kelautan dan Perikanan Indonesia (2007), rajungan menempati urutan ke

Lebih terperinci