5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "5 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan Ikan yang tertangkap selama penelitian di bulan Januari dan Maret 2012 berjumlah 69 ekor yang terdiri dari 12 spesies (10 famili). Frekuensi tertinggi hasil tangkapan terdapat pada bulan Maret 2012 yaitu berjumlah 41 ekor yang terdiri dari 11 spesies (9 famili) jika dibandingkan dengan hasil tangkapan pada bulan Januari 2012 dengan jumlah 28 ekor yang terdiri dari 8 spesies (10 famili). Berat total hasil tangkapan mencapai gr atau 15,413 kg. Perbandingan frekuensi hasil tangkapan ini dapat dilihat pada histogram berikut (Gambar 12). Gambar 12 Jumlah hasil tangkapan pada bulan Januari dan bulan Maret 2012 Hasil tangkapan pada bulan Maret 2012 lebih banyak daripada bulan Januari 2012 karena berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan, bulan Januari-Februari adalah musim paceklik dan bulan Maret adalah musim biasa dimana pasang lebih tinggi, sehingga ikan lebih banyak tertangkap. Hal ini dihubungkan dengan pendapat Elliott dan Hemingway (2002) yang menyatakan bahwa tingginya pasang surut memengaruhi ukuran populasi ikan. Data hasil tangkapan diuji dengan metode statistik non parametrik menggunakan Uji Mann-Whitney U test dan hasilnya menunjukkan bahwa nilai asymp. Sig/asymptotic significance yaitu

2 39 0,276 atau probabilitas di atas 0,05 (0,276 > 0,05) maka berdasarkan hipotesis, dapat disebutkan bahwa distribusi hasil tangkapan menyebar normal. Analisis data dengan metode parametrik menggunakan Uji-F (ANOVA) juga digunakan untuk mengetahui perbandingan hasil tangkapan setiap bulan dan hasilnya menunjukkan nilai P-value yaitu 0,427 atau lebih besar di atas 0,05 (0,427 > 0,05). Jadi, dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan untuk jumlah hasil tangkapan pada bulan Januari dan bulan Maret Hasil wawancara dengan nelayan menjelaskan bahwa 61 % responden menyebutkan hasil tangkapan utama di padang lamun yaitu ikan baronang dari famili Siganidae; kemudian 23 % responden menyebutkan ikan lingkis yang masih satu famili dengan ikan baronang sebagai hasil tangkapan utama. Sisanya yaitu ikan cendro dari famili Belonidae. Menurut data statistik perikanan Provinsi DKI Jakarta tahun 2010, jenis ikan yang terhitung nilai produksinya di Kepulauan Seribu dan juga terdapat di padang lamun adalah ikan cendro (Belonidae), lencam (Lethrinidae), kerapu lumpur/sunu (Serranidae) dan baronang (Siganidae). Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa famili Holocentridae dan Belonidae merupakan hasil tangkapan utama. Perbedaan ini disebabkan oleh waktu dan metode penangkapan ikan yang berbeda. Tabel 14 Komposisi hasil tangkapan nelayan pada habitat padang lamun di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu No. Nama Umum Spesies Famili Jumlah Panjang Total Berat ± (ekor) ± SD (cm) SD (gr) 1 Baronang Siganus guttatus Siganidae 1 18, Belanak Mugil cephalus Mugilidae 1 28, Cendro Tylosurus strongylura Belonidae 18 65,9 ± 21,7 584 ± Jarang gigi Choerodon anchorago Labridae 5 16,9 ± 4,6 106 ± 78 5 Kalam pute Leiognathus nuchalis Leiognathidae 1 14, Kerapu koko Epinephelus quoyanus Serranidae 2 20,9 ± 3,3 147 ± 76 7 Lencam Lethrinus reticulatus Lethrinidae 4 17,8 ± 0,6 71 ± 29 8 Lingkis Siganus canaliculatus Siganidae 5 18,1 ± 0,8 81 ± 19 9 Pasir Pentapodus trivittatus Nemipteridae 1 18, Serak Scolopsis lineata Nemipteridae 10 17,4 ± 1,4 77 ± Swanggi Sargocentron rubrum Holocentridae 18 16,5 ± 1,6 87 ± Tanda-tanda Lutjanus ehrenbergii Lutjanidae 3 24,3 ± 1,4 103 ± 30 Tabel 14 menunjukkan komposisi hasil tangkapan secara detail. Spesies dominan yang tertangkap adalah ikan swanggi (Sargocentron rubrum) dengan jumlah 18 ekor atau setara dengan 1,574 kg. Selain ikan swanggi, hasil tangkapan

3 40 dengan jumlah dan proporsi yang sama dari total hasil tangkapan, yaitu cendro (Tylosurus strongylura). Jumlah cendro yang tertangkap setara dengan 10,507 kg, merupakan penyumbang terbesar bagi berat total hasil tangkapan. Hasil tangkapan dominan berikutnya adalah ikan serak (Scolopsis lineata). Ikan serak berjumlah 10 ekor yang setara dengan 0,770 kg. Famili Holocentridae dengan proporsi 26 % dari total hasil tangkapan merupakan hasil tangkapan dominan. Selain Holocentridae, hasil tangkapan dengan proporsi yang sama dari total hasil tangkapan yaitu famili Belonidae. Hasil tangkapan dominan berikutnya adalah famili Nemipteridae dengan proporsi 15,9 % dari total hasil tangkapan yang terdiri dari 2 spesies, yaitu ikan pasir (Pentapodus trivittatus) dan ikan serak (Scolopsis lineata). Bentuk grafik proporsi spesies yang tertangkap dikelompokkan dalam kategori famili dan ditampilkan secara detail pada Gambar 13. Gambar 13 Persentase hasil tangkapan total selama penelitian Menurut Tomascik et al. (1997), ikan yang banyak ditemukan di padang lamun Indonesia adalah dari famili Siganidae, Lethrinidae dan Labridae. Ketiga spesies ini termasuk dalam komunitas lamun yang terbentuk pada habitat padang lamun yang berdekatan dengan terumbu karang atau terkadang bersatu dengan terumbu karang. Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa spesies terbanyak

4 41 yang tertangkap berasal dari famili Holocentridae dan Belonidae. Hal ini disebabkan Holocentridae menggunakan padang lamun sebagai tempat untuk mencari makan, sehingga Holocentridae termasuk penghuni berkala yang menggunakan padang lamun sebagai tempat untuk mencari makan (occasional residents) berdasarkan pengelompokan Tomascik et al. (1997). Metadata FishBase (Froese dan Pauly 2012) mendukung pendapat ini dengan mengemukakan bahwa habitat Holocentridae adalah di padang lamun. Pernyataan Setipermana (1996) vide Andriana et al. (2011) yang menyebutkan bahwa Holocentridae termasuk ikan nokturnal (aktif pada malam hari) juga dapat dijadikan penyebab banyaknya Holocentridae yang tertangkap karena alat tangkap nelayan (set gillnet) dioperasikan dari pukul WIB. Famili Belonidae juga banyak tertangkap karena menggunakan padang lamun sebagai tempat pengasuhan (nursery grounds). Banyak ditemukan juvenil Belonidae di daerah lamun yang berdekatan dengan mangrove. Hal ini juga didukung oleh ditemukannya telur-telur Belonidae pada waktu ikan tersebut dibedah. Jumlah Belonidae yang tertangkap adalah 18 ekor, namun 12 lambung diantaranya ditemukan dalam keadaan kosong. Hal ini berarti Belonidae ke daerah lamun memang bukan untuk mencari makan. Selanjutnya, famili Nemipteridae yang bersifat diurnal dan pada malam hari beristirahat di antara karang (Andriana et al. 2011) banyak tertangkap di padang lamun karena sedang mencari makan. Famili Siganidae, Labridae dan Lethrinidae yang tertangkap merupakan spesies lamun yang termasuk penghuni yang ada di padang lamun hanya selama tahapan juvenilnya (Tomascik et al. 1997), terutama Siganidae yang dijelaskan oleh Kuncoro (2008) yaitu bersifat herbivora (memakan tumbuhan laut), sehingga sering terdapat di daerah padang lamun maupun tempat yang banyak ditumbuhi rumput lautnya. Namun, ketiga spesies ini tertangkap dalam jumlah yang sedikit. Effendie (1997) menjelaskan alasan yang dapat menjawab hal ini, yaitu mengenai besarnya populasi ikan dalam suatu perairan itu antara lain ditentukan oleh jumlah dan kualitas makanan yang tersedia, mudahnya tersedia makanan dan lama masa pengambilan makanan ikan. Khusus untuk jenis ikan yang berasosiasi dengan padang lamun, Lestari (2010) mengungkapkan bahwa keanekaragaman dan

5 42 kelimpahan kumpulan ikan berubah sesuai dengan perubahan kondisi struktur lamun, sebab perubahan dalam indeks luas daun akan mengubah laju pemangsaan yang memengaruhi kelimpahan juvenil ikan dan distribusi ikan predator besar. 5.2 Perbandingan Panjang dan Berat Ikan Hasil analisis hubungan panjang dan berat ikan swanggi (Sargocentron rubrum) menggunakan Solver pada Microsoft Excel mendapatkan nilai b sebesar 3,23 yang menunjukkan bahwa pola pertumbuhan ikan swanggi yang ditangkap oleh nelayan di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu adalah alometrik positif (pertambahan berat relatif lebih besar dari pertambahan panjang). Hasil perhitungan ini dibandingkan dengan data yang dimiliki oleh metadata FishBase (Froese dan Pauly 2012), nilai b ikan swanggi di perairan Thailand yaitu 2,65 dan di perairan Turki yaitu 3,01. Namun dalam buku yang ditulis bersama Pauly dan Martosubroto (1996), disebutkan bahwa nilai b ikan swanggi sebesar 2,99 atau berarti pertumbuhannya alometrik negatif (pertambahan berat relatif lebih kecil dari pertambahan panjang). Hubungan panjang dan berat spesies yang lain beserta perbandingannya dengan metadata FishBase (Froese dan Pauly 2012) dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Hubungan panjang dan berat ikan hasil tangkapan nelayan pada habitat padang lamun di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu No. Nama Umum Spesies Jumlah Nilai b (ekor) Perhitungan Metadata FishBase 1 Cendro Tylosurus strongylura 18 1,22 3,00 2 Jarang gigi Choerodon anchorago 5 2,67-3 Kerapu koko Epinephelus quoyanus 2 3,41-4 Lencam Lethrinus reticulatus 4 3,84-5 Lingkis Siganus canaliculatus 5 2,66 3,01 6 Swanggi Sargocentron rubrum 10 3,23 2,65 7 Serak Scolopsis lineata 18 2,69-8 Tanda-tanda Lutjanus ehrenbergii 3 0,60 3,33 Keterangan: - = tidak ada data pada pustaka Keempat spesies lainnya yaitu ikan pasir (Pentapodus trivittatus), ikan baronang (Siganus guttatus), ikan kalam pute (Leiognathus nuchalis) dan ikan belanak (Mugil cephalus) tidak dapat dianalisis hubungan panjang dan beratnya karena hanya terdapat satu spesies pada masing-masing jenis ikan tersebut. Nilai b untuk ikan tanda-tanda (Lutjanus ehrenbergii) menunjukkan pertumbuhan

6 43 alometrik negatif yang sangat kecil. Hal ini disebabkan oleh jumlah spesies (tiga ekor) yang terbatas tidak memperlihatkan panjang dan berat yang bervariasi. 5.3 Komposisi Makanan Ikan Komposisi makanan famili Siganidae Famili Siganidae yang tertangkap terdiri dari dua spesies, yaitu ikan baronang (Siganus guttatus) dan ikan lingkis (Siganus canaliculatus). Jenis organisme makanan yang dikonsumsi oleh ikan baronang berdasarkan hasil penelitian diperlihatkan pada Tabel 16. Tabel 16 Jenis dan nilai IP organisme makanan ikan baronang No. Kelompok Makanan Indeks Bagian Terbesar (IP) 1 Zygnema pectinatum (Chlorophyceae) 52 2 Oedocladium (Chlorophyceae) 48 Jenis makanan yang ditemukan pada ikan baronang lebih sedikit daripada ikan lingkis. Perbedaan dominansi jenis organisme yang dimakan oleh ikan lingkis dan ikan baronang disebabkan oleh adanya kompetisi dalam mencari makan di antara kedua spesies tersebut. Daftar makanan ikan baronang memang tidak begitu bervariasi berdasarkan metadata FishBase (Froese dan Pauly 2012), yaitu tanaman berupa alga atau rumput laut dan zooplankton berupa avertebrata air. Hasil penelitian menemukan jenis-jenis tanaman laut dari kelas alga hijau (Chlorophyceae), yaitu Zygnema pectinatum dan Oedocladium. Komposisi makanan yang didapatkan dari hasil penelitian tersebut dapat memberikan pernyataan bahwa feeding guilds dari ikan baronang adalah herbivorous, yaitu pemakan alga atau tumbuhan laut lainnya. Kuncoro (2008) juga menyebutkan hal yang sama, bahwa baronang merupakan ikan herbivora. Apabila dibandingkan, ikan lingkis lebih banyak tertangkap (5 ekor) daripada ikan baronang (1 ekor). Jenis organisme makanan yang dikonsumsi oleh ikan lingkis berdasarkan hasil penelitian diperlihatkan pada Tabel 17. Menurut nilai Indeks Bagian Terbesar yang didapat, makanan utama ikan lingkis adalah hancuran lamun (tumbuhan). Siganidae merupakan ikan khas daerah padang lamun yang makanannya hampir keseluruhan adalah lamun.

7 44 Tabel 17 Jenis dan nilai IP organisme makanan ikan lingkis No. Kelompok Makanan Indeks Bagian Terbesar (IP) 1 Enteromorpha sp. (Chlorophyceae) 14 2 Hancuran lamun 39 3 Enhalus acoroides (Liliopsida) 36 4 Halodule uninervis (Liliopsida) 1 5 Gracilaria (Rhodophyceae) 3 6 Hydroides elegans (Polychaeta) 2 7 Eucheuma sp. (Rhodophyceae) 3 8 Caulerpa sp. (Chlorophyceae) 1 9 Thalassia hemprichii (Liliopsida) 1 Hasil yang hampir sama ditemukan pada metadata FishBase (Froese dan Pauly 2012), yang menunjukkan bahwa daftar makanan ikan lingkis di perairan Hongkong adalah tumbuhan, zooplankton dan zoobentos. Lebih lanjut dijelaskan bahwa komposisi makanan yang berupa tumbuhan terdiri atas Enhalus sp., Enteromorpha sp., Eucheuma sp., Gracilaria dan Hypnea spinella serta komposisi makanan yang berupa zoobentos terdiri atas Balanus amphitrite, Bugula neritina, Hydroides elegans, Limnoria tripunctata dan Ophiura kinbergii. Kuncoro (2008) juga mengemukakan bahwa makanan Siganidae adalah tumbuhan laut. Organisme makanan dominan yang dikonsumsi oleh ikan lingkis yaitu jenisjenis lamun dari kelas Liliopsida. Liliopsida termasuk tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae) yang mempunyai biji berkeping satu (Monocotyledoneae). Jenisjenis lamun yang ditemukan sebagai makanan ikan lingkis berasal dari dua famili yang berbeda, yaitu Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii dari famili Hydrocharitaceae serta Halodule uninervis dari famili Cymodoceaceae berdasarkan klasifikasi tumbuhan lamun yang terdapat di perairan pantai Indonesia oleh Kuriandewa (2009). Persentase Indeks Bagian Terbesar sebagai makanan ikan lingkis selanjutnya merupakan kelas alga hijau (Chlorophyceae), yaitu Enteromorpha sp. dan Caulerpa sp. Hasil penelitian Genisa (1999) juga menunjukkan terdapat Eucheuma sp dan Caulerpa sp di dalam isi perut spesies ini. Selanjutnya, di dalam lambung ditemukan rumput laut jenis Eucheuma sp. dari kelas Rhodophyceae (ganggang merah) dan zoobentos jenis Hydroides elegans dari kelas Polychaeta (Filum Anelida). Komposisi makanan yang

8 45 didapatkan dari hasil penelitian tersebut dapat memberikan pernyataan bahwa feeding guilds dari ikan lingkis adalah herbivorous, yaitu pemakan alga atau tumbuhan laut lainnya Komposisi makanan famili Mugilidae Famili Mugilidae yang tertangkap yaitu ikan belanak (Mugil cephalus). Jenis organisme makanan yang dikonsumsi oleh ikan belanak berdasarkan hasil penelitian diperlihatkan pada Tabel 18. Tabel 18 Jenis dan nilai IP organisme makanan ikan belanak No. Kelompok Makanan Indeks Bagian Terbesar (IP) 1 Caulerpa sp Detritus 28 Menurut nilai Indeks Bagian Terbesar yang didapat, makanan utama ikan belanak adalah Caulerpa sp dari kelas alga hijau (Chlorophyceae). Penelitian yang dilakukan oleh Genisa (1999) di Pulau Handeuleum, Taman Nasional Ujung Kulon menunjukkan bahwa isi perut ikan belanak terdiri atas Hypnea, Gracilaria, Chaetomorpha dan fragmen ophiurid. Ikan belanak di Segera Anakan, Cilacap memanfaatkan detritus mangrove sebagai makanannya. Komposisi makanan yang didapatkan dari hasil penelitian tersebut dapat memberikan pernyataan bahwa feeding guilds dari ikan belanak adalah herbivorous, yaitu pemakan alga atau tumbuhan laut lainnya. Genisa (1999) menyimpulkan hasil yang sama dan menyatakan bahwa alga yang tumbuh di perairan merupakan makanan ikan belanak. Namun, metadata FishBase (Froese dan Pauly 2012) mengelompokan kebiasaan makan ikan belanak berdasarkan tingkat hidup sebagai pemangsa, yaitu zooplanktonic ketika larva, benthophagous dan detritivores ketika juvenil serta herbivorous ketika dewasa Komposisi makanan famili Belonidae Famili Belonidae yang tertangkap yaitu ikan cendro (Tylosurus strongylura). Jenis organisme makanan yang dikonsumsi oleh ikan cendro berdasarkan hasil penelitian diperlihatkan pada Tabel 19.

9 46 Tabel 19 Jenis dan nilai IRP organisme makanan ikan cendro No. Kelompok Makanan Indeks Relatif Penting 1 Phasmida (Nematoda) 1156, Enhalus acoroides (Hydrocharitaceae) 279, Sisik dan duri Pisces (Chordata) 4391, Potongan Moluska 280,1957 Menurut nilai Indeks Relatif Penting yang didapat, makanan utama ikan cendro adalah sisik dan duri nekton (Pisces). Hal ini sesuai dengan metadata FishBase (Froese dan Pauly 2012) yang menunjukkan bahwa makanan ikan cendro di Australia adalah nekton. Nematoda yang ditemukan dalam perut ikan cendro merupakan parasit bagi spesies ini. Enhalus acoroides (Hydrocharitaceae) tidak sengaja termakan ketika ikan cendro menerkam mangsanya dengan cepat karena cara makannya dilakukan dengan pelan-pelan, kemudian sampai jarak yang memungkinkan melompati dan menerjang dengan cepat. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ikan cendro menjadikan Moluska sebagai pilihan makanan, akan tetapi Indeks Relatif Pentingnya menunjukkan bahwa makanan ini tidak terlalu penting bagi ikan cendro. Jika menurut Hobson (1975) vide Andriana et al. (2011) kebiasaan makan spesies ini termasuk ke dalam ikan karnivora yang menggunakan cara mengintai untuk mendapatkan mangsanya, maka berdasarkan komposisi makanan yang didapatkan dari hasil penelitian, dapat dinyatakan bahwa feeding guilds dari ikan cendro adalah piscivorous, yaitu pemangsa dan pemakan ikan Komposisi makanan famili Labridae Famili Labridae yang tertangkap yaitu ikan jarang gigi (Choerodon anchorago). Menurut Setipermana (1996) vide Andriana et al. (2011) Labridae termasuk ikan diurnal (aktif mencari makan pada siang hari) dan pada malam hari masuk ke dalam pasir dan akan keluar lagi pada pagi hari (Kuncoro 2008). Jenis organisme makanan yang dikonsumsi oleh ikan jarang gigi berdasarkan hasil penelitian diperlihatkan pada Tabel 20. Menurut nilai Indeks Relatif Penting yang didapat, makanan utama ikan jarang gigi adalah Copepoda dari Filum Crustacea. Nematoda yang ditemukan dalam perutnya merupakan parasit bagi spesies ini.

10 47 Tabel 20 Jenis dan nilai IRP organisme makanan ikan jarang gigi No. Kelompok Makanan Indeks Relatif Penting 1 Copepoda (Crustacea) 14559, Nematoda 5440,4707 Hasil yang hampir sama ditemukan pada metadata FishBase (Froese dan Pauly 2012), yang menunjukkan bahwa daftar makanan ikan jarang gigi di perairan Ryuku Island adalah zoobentos berupa Moluska, Crustacea, cacing dan Echinodermata. Kuncoro (2008) juga berpendapat sama, bahwa spesies ini memiliki gigi yang kuat untuk memecah karang, lobster dan beberapa Moluska. Jonna (2003) menambahkan pada umumnya, Labridae berperan sebagai penggali pasir, karnivora terhadap avertebrata dasar, planktivor dan sebagian kecil adalah ekto parasit untuk ikan-ikan yang lebih besar. Namun, Khalifa (2011) menyebutkan bahwa spesies ini termasuk ikan pemakan alga di karang mati. Komposisi makanan yang didapatkan dari hasil penelitian tersebut dapat memberikan pernyataan bahwa feeding guilds dari ikan jarang gigi adalah zooplanktonic, yaitu pemakan plankton, khususnya Copepoda dengan ukuran meroplankton (larva atau organisme bentik). Namun, komposisi makanan yang ditunjukkan oleh metadata FishBase (Froese dan Pauly 2012) di perairan Ryuku Island dan Filipina menyatakan bahwa ikan jarang gigi adalah benthophagous Komposisi makanan famili Leiognathidae Famili Leiognathidae yang tertangkap yaitu ikan kalam pute (Leiognathus nuchalis). Jenis organisme makanan yang dikonsumsi oleh ikan kalam pute berdasarkan hasil penelitian hanya satu, yaitu larva Crustacea dengan nilai Indeks Relatif Penting sebesar Hasil yang hampir sama ditemukan oleh metadata FishBase (Froese dan Pauly 2012), yang menunjukkan bahwa daftar makanan ikan kalam pute di perairan Jepang adalah zooplankton, zoobentos dan detritus. Lebih lanjut dijelaskan bahwa komposisi makanan yang berupa zooplankton terdiri atas plankton dan Crustacea (Copepoda dan Cladocerans) serta zoobentos berupa ostracods. Komposisi makanan yang didapatkan dari hasil penelitian tersebut dapat memberikan pernyataan bahwa feeding guilds dari ikan kalam pute

11 48 adalah zooplanktonic, yaitu pemakan plankton, khususnya Copepoda dengan ukuran meroplankton (larva atau organisme bentik) Komposisi makanan famili Serranidae Famili Serranidae yang tertangkap yaitu ikan kerapu koko (Epinephelus quoyanus). Jenis organisme makanan yang dikonsumsi oleh ikan kerapu koko berdasarkan hasil penelitian hanya satu, yaitu ikan betok hitam (Neoglyphidodon crossi) dengan nilai Indeks Relatif Penting sebesar Setipermana (1996) vide Andriana et al. (2011) juga menyebutkan bahwa spesies ini tergolong karnivora yang memakan ikan dan Crustacea. Daftar makanan yang sama diungkapkan oleh metadata FishBase (Froese dan Pauly 2012), yaitu nekton dan zoobentos (termasuk Crustacea dan Anelida). Komposisi makanan yang didapatkan dari hasil penelitian tersebut dapat memberikan pernyataan bahwa feeding guilds dari ikan kerapu koko adalah piscivorous, yaitu pemangsa dan pemakan ikan. Hutomo (1995) vide Ramadan (2011) menyebutkan hal yang sama, bahwa ikan kerapu koko termasuk ikan piscivorous, yaitu pemangsa dan pemakan ikan. Komposisi makanan yang ditunjukkan oleh metadata FishBase (Froese dan Pauly 2012) di perairan Australia juga menyatakan bahwa ikan kerapu koko adalah piscivorous Komposisi makanan famili Lethrinidae Famili Lethrinidae yang tertangkap yaitu ikan lencam (Lethrinus reticulatus). Jenis organisme makanan yang dikonsumsi oleh ikan lencam berdasarkan hasil penelitian diperlihatkan pada Tabel 21. Tabel 21 Jenis dan nilai IRP organisme makanan ikan lencam No. Kelompok Makanan Indeks Relatif Penting 1 Potongan Malacostraca (Crustacea) 17341, Sisik dan duri Pisces (Chordata) 886,1327 Menurut nilai Indeks Relatif Penting yang didapat, makanan utama ikan lencam adalah potongan Malacostraca dari Filum Crustacea. Hasil yang hampir sama ditemukan pada metadata FishBase (Froese dan Pauly 2012), yang menunjukkan bahwa daftar makanan ikan lencam di perairan Australia adalah

12 49 bentos, Crustacea dan nekton. Lebih lanjut dijelaskan, ikan lencam bersifat karnivora, mencari makan pada malam hari di dasar perairan dan memakan bentos atau ikan. Komposisi makanan yang didapatkan dari hasil penelitian tersebut dapat memberikan pernyataan bahwa feeding guilds dari ikan lencam adalah demersal feeders, yaitu pemakan avertebrata yang hidup dan bergerak di atas substrat, terutama Crustacea kecil (udang/kepiting). Penelitian Hutomo (1995) vide Ramadan (2011) mengungkapkan bahwa ikan lencam termasuk ikan piscivorous, yaitu pemangsa dan pemakan ikan. Namun, komposisi makanan yang ditunjukkan oleh metadata FishBase (Froese dan Pauly 2012) di perairan Australia menyatakan bahwa ikan lencam adalah benthophagous Komposisi makanan famili Nemipteridae Famili Nemipteridae yang tertangkap terdiri dari dua spesies, yaitu ikan pasir (Pentapodus trivittatus) dan ikan serak (Scolopsis lineata). Jenis organisme makanan yang dikonsumsi oleh ikan pasir berdasarkan hasil penelitian diperlihatkan pada Tabel 22. Tabel 22 Jenis dan nilai IRP organisme makanan ikan pasir No. Kelompok Makanan Indeks Relatif Penting 1 Potongan Polychaeta (Anelida) 12345, Potongan Cephalopoda (Moluska) 7654,3419 Apabila dibandingkan, ikan serak lebih banyak tertangkap (sepuluh ekor) daripada ikan pasir (satu ekor). Jenis organisme makanan yang dikonsumsi oleh ikan serak berdasarkan hasil penelitian diperlihatkan pada Tabel 23. Tabel 23 Jenis dan nilai IRP organisme makanan ikan serak No. Kelompok Makanan Indeks Relatif Penting 1 Potongan Holothuria 327, Pterygota (Uniramia) 290, Potongan Gastropoda (Moluska) 3066, Potongan Crustacea 1069, Potongan Polychaeta (Anelida) 1023, Sisik dan duri Pisces (Chordata) 169,6121 Menurut nilai Indeks Bagian Terbesar yang didapat, makanan utama ikan pasir adalah potongan Polychaeta dari Filum Anelida. Hasil yang hampir sama

13 50 ditemukan pada metadata FishBase (Froese dan Pauly 2012), yang menunjukkan bahwa daftar makanan ikan pasir adalah nekton dan zoobentos. Lebih lanjut dijelaskan bahwa komposisi makanan yang berupa zoobentos terdiri atas Crustacea dan Polychaeta. Selanjutnya, di dalam lambung ditemukan Cephalopoda dari Filum Gastropoda. Komposisi makanan yang didapatkan dari hasil penelitian tersebut dapat memberikan pernyataan bahwa feeding guilds dari ikan pasir adalah benthophagous, yaitu pemakan avertebrata bentik. Jenis makanan yang ditemukan pada ikan serak lebih beragam. Perbedaan dominansi jenis organisme yang dimakan oleh ikan pasir dan ikan serak disebabkan oleh adanya kompetisi dalam mencari makan di anatara kedua spesies tersebut. Organisme makanan dominan yang dikonsumsi oleh ikan serak (ditunjukkan oleh Indeks Relatif Penting yang tertinggi), yaitu potongan Gastropoda dari Filum Moluska. Namun, daftar makanan ikan serak sama dengan ikan pasir berdasarkan metadata FishBase (Froese dan Pauly 2012), yaitu nekton dan zoobentos (termasuk Crustacea). Hasil penelitian menunjukkan spesies ini lebih memilih Moluska sebagai makanannya daripada Crustacea dan ditemukan pula bentos lainnya, yaitu Polychaeta dan Holothuria. Pterygota dari Filum Uniramia merupakan jenis serangga bersayap yang hidup di habitat perairan, sehingga adanya Pterygota di dalam salah satu spesies ikan serak karena tidak sengaja termakan ketika ikan tersebut sedang mencari makan. Komposisi makanan yang didapatkan dari hasil penelitian tersebut dapat memberikan pernyataan bahwa feeding guilds dari ikan serak adalah benthophagous, yaitu pemakan avertebrata bentik. Komposisi makanan yang ditunjukkan oleh metadata FishBase (Froese dan Pauly 2012) di perairan Ryuku Island juga menyatakan bahwa ikan serak adalah benthophagous Komposisi makanan famili Holocentridae Famili Holocentridae yang tertangkap yaitu ikan swanggi (Sargocentron rubrum). Jenis organisme makanan yang dikonsumsi oleh ikan swanggi berdasarkan hasil penelitian diperlihatkan pada Tabel 24. Menurut nilai Indeks Relatif Penting yang didapat, makanan utama ikan swanggi adalah Crustacea.

14 51 Tabel 24 Jenis dan nilai IRP organisme makanan ikan swanggi No. Kelompok Makanan Indeks Relatif Penting 1 Potongan Malacostraca (Crustacea) 17007, Nematoda 39, Sisik dan duri Pisces (Chordata) 41, Potongan Lamun (Liliopsida) 37,2673 Hasil yang hampir sama ditemukan oleh De Bruin et al. (1995) vide Fitriyanti (2000) yang menyatakan bahwa makanan ikan swanggi adalah zooplankton yang besar, cacing Polychaeta, Crustacea dan ikan kecil. Nematoda ditemukan di dalam lambung ikan ini bukan sebagai makanannya, tetapi sebagai parasit karena sebagian besar Nematoda hidup sebagai endoparasit pada ikan (Suwignyo et al. 2005). Pendapat ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Fitriyanti (2000) yang menemukan Nematoda sebagai salah satu parasit pada ikan swanggi. Lamun tidak sengaja termakan, namun menandakan bahwa ikan ini memang mencari makan di daerah padang lamun. Komposisi makanan yang didapatkan dari hasil penelitian tersebut dapat memberikan pernyataan bahwa feeding guilds dari ikan swanggi adalah demersal feeders, yaitu pemakan avertebrata yang hidup dan bergerak di atas substrat, terutama Crustacea kecil (udang/kepiting). Namun, Hutomo (1995) vide Ramadan (2011) mengungkapkan bahwa ikan swanggi termasuk ikan piscivorous, yaitu pemangsa dan pemakan ikan. Sisik ikan memang ditemukan di dalam perutnya, tetapi dalam nilai Indeks Relatif Penting yang relatif kecil (41,37) jika dibandingkan dengan nilai Crustacea yang mencapai 17007,83. Metadata FishBase (Froese dan Pauly 2012) menyebutkan hal yang berbeda, bahwa dalam hal kebiasaan makan, spesies ini termasuk ke dalam benthophagous, yaitu pemakan avertebrata bentik. Menurut De Bruin et al. (1995) vide Fitriyanti (2000), ikan swanggi bersifat soliter tetapi ada juga yang berkelompok sehingga kompetisi dalam mencari makan dapat menjadi penyebab perbedaan komposisi makanan dan kebiasaan makan ini Komposisi makanan famili Lutjanidae Famili Lutjanidae yang tertangkap yaitu ikan tanda-tanda (Lutjanus ehrenbergii). Ikan ini disebut nelayan sebagai ikan tanda-tanda karena

15 52 mempunyai bintik hitam besar di dekat sirip ekornya. Jenis organisme makanan yang dikonsumsi oleh ikan tanda-tanda berdasarkan hasil penelitian hanya satu, yaitu potongan Crustacea dengan nilai Indeks Relatif Penting sebesar Menurut Setipermana (1996) vide Andriana et al. (2011), spesies ini merupakan predator ikan, Crustacea dan plankton. Daftar makanan yang sama diungkapkan oleh metadata FishBase (Froese dan Pauly 2012), yaitu nekton dan zoobentos yang terdiri dari cumi-cumi, kepiting dan udang. Komposisi makanan yang didapatkan dari hasil penelitian tersebut dapat memberikan pernyataan bahwa feeding guilds dari ikan tanda-tanda adalah demersal feeders, yaitu pemakan avertebrata yang hidup dan bergerak di atas substrat, terutama Crustacea kecil (udang/kepiting). Namun, Hutomo (1995) vide Ramadan (2011) mengungkapkan bahwa ikan tanda-tanda termasuk ikan piscivorous, yaitu pemangsa dan pemakan ikan. Komposisi makanan yang ditunjukkan oleh metadata FishBase (Froese dan Pauly 2012) di perairan Solomon juga menyatakan bahwa ikan tanda-tanda adalah piscivorous. Perbedaan komposisi makanan dan feeding guilds dapat terjadi karena ada beberapa faktor yang memengaruhi kebiasaan makan ikan, diantaranya ukuran, umur, jenis kelamin, morfologi, tingkah laku, waktu dan lokasi yang berbeda (Elliott dan Hemingway 2002). Jika ikan tumbuh, maka kemampuannya untuk memangsa akan berubah. Ikan yang lebih besar biasanya makan lebih banyak dan berkemungkinan untuk bergerak dan memangsa lebih cepat daripada ikan yang berukuran kecil. Effendie (1997) juga menambahkan umumnya makanan pertama untuk semua ikan ialah plankton bersel tunggal yang berukuran kecil. Selain itu, spesies yang mencari makan secara individu akan berbeda tingkah laku pemangsaannya dengan spesies yang bergerombol. Ketersediaan makanan juga berperan penting karena akan memengaruhi kompetisi intraspesies dan interspesies. 5.4 Trofik Level Hasil Tangkapan Hasil analisis trofik level menunjukkan bahwa delapan spesies yang tertangkap berada pada TL2 dan empat spesies pada TL3. Spesies-spesies pada

16 53 TL2 pun memiliki nilai trofik level yang bervariasi. Nilai trofik level ditampilkan secara lebih jelasnya oleh Tabel 25. Tabel 25 Nilai trofik level hasil tangkapan nelayan pada habitat padang lamun di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu No. Nama Umum Panjang Total Panjang Lm Nilai Trofik Trofik Keterangan* ± SD (cm) Maksimum (cm)** (cm)** Level Level** 1 Baronang 18,0 42,0-2,00 TL2 2,68 2 Belanak 28,5 100,0 35,4 2,00 TL2 2,48 3 Cendro 65,9 ± 21,7 40,0-2,60 TL2 4,20 4 Jarang gigi 16,9 ± 4,6 38,0 23,0 3,00 TL3 3,32 5 Kalam pute 14,1 25,0-3,00 TL3 2,97 6 Kerapu koko 20,9 ± 3,3 40,0 18,0 3,68 TL3 4,02 7 Lencam 17,8 ± 0,6 40,0-2,25 TL2 3,78 8 Lingkis 18,1 ± 0,8 30,0 18,0 2,00 TL2 2,76 9 Pasir 18,1 25,0-2,50 TL2 3,61 10 Serak 17,4 ± 1,4 23,0-2,50 TL2 3,18 11 Swanggi 16,5 ± 1,6 32,0-2,06 TL2 3,53 12 Tanda-tanda 24,3 ± 1,4 35,0 12,0 3,00 TL3 4,44 Keterangan: * Klasifikasi trofik level menurut Stergiou et al. (2007) ** Nilai menurut metadata FishBase (Froese dan Pauly 2012) - = tidak ada data pada pustaka Keseluruhan ikan tertangkap dengan rata-rata panjang total lebih kecil daripada panjang maksimumnya, namun ada tiga spesies ikan yang tertangkap dengan ukuran rata-rata panjang total di atas ukuran ikan pertama kali matang gonad (length at first maturity). Ukuran ikan ini dipengaruhi oleh kecepatan pertumbuhan ikan, tingkat mortalitas atau kematian ikan dan selektivitas dari alat penangkapan (Effendie 1997). Penurunan ukuran hasil tangkapan menunjukkan bahwa alat tangkap yang tidak selektif menyebabkan ikan-ikan yang sedang tumbuh ikut tertangkap, padahal belum mencapai ukuran yang baik atau layak tangkap. Ikan hasil tangkapan yang mempunyai nilai trofik level 2 adalah ikan baronang, belanak dan lingkis. Ikan yang mempunyai nilai trofik lebih dari 2 dan kurang dari 3 yaitu ikan swanggi, pasir, serak dan cendro. Ikan yang mempunyai nilai trofik level 3 adalah ikan jarang gigi, kalam pute dan tanda-tanda. Ikan yang mempunyai nilai trofik lebih dari 2 hanya satu jenis, yaitu ikan kerapu koko. Gambar 14 menjelaskan trofik level setiap jenis ikan yang menunjukkan bahwa rata-rata ikan yang tertangkap oleh nelayan memiliki nilai trofik level antara 2 sampai dengan 3.

17 54 Gambar 14 Grafik trofik level hasil tangkapan setiap jenis ikan yang tertangkap pada habitat padang lamun di perairan Pulau Pramuka Teori mengatakan ikan yang berada di trofik level bawah harus lebih sedikit tertangkap daripada ikan pada trofik level diatasnya. Namun, kegiatan penangkapan pada habitat padang lamun ini menyebabkan ikan-ikan di trofik level bawah lebih banyak tertangkap, hal ini diperlihatkan oleh Gambar 15 yang menunjukkan bahwa total biomassa hasil tangkapan pada TL2 jauh lebih besar daripada total biomassa hasil tangkapan di TL3. Gambar 15 Grafik total biomassa hasil tangkapan pada setiap tingkat rantai makanan di habitat padang lamun perairan Pulau Pramuka

18 55 Banyaknya hasil tangkapan ikan yang tertangkap pada TL2 menyebabkan trofik level hasil tangkapan nelayan menjadi tidak seimbang. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan penangkapan ikan berpotensi merusak keseimbangan ekosistem pada habitat padang lamun di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Estimasi trofik level berhubungan dengan tingkat hidup ikan (juvenil atau dewasa). Gambar 16 menunjukkan hubungan antara spesies ikan, rata-rata trofik levelnya dengan panjang total ikan tersebut. Gambar 16 Grafik hubungan antara trofik level dengan panjang maksimum spesies ikan hasil tangkapan di habitat padang lamun perairan Pulau Pramuka Analisis regresi atau persamaan linear menghasilkan nilai slope atau kemiringan sebesar 2,220. Nilai slope yang positif ini menunjukkan bahwa spesies yang lebih besar cenderung menjadi piscivorous atau pemakan ikan daripada spesies yang lebih kecil. Hubungan makan dan dimakan ini dapat dilihat lebih jelas pada rantai makanan. Gambar 17 menunjukkan rantai makanan pada habitat tersebut.

19 56 Larva Crustacea Leiognathus nuchalis Fitoplankton Copepoda Choerodon anchorago Zooplankton Zooplanktonic Mugil cephalus Diatoms dan Macrophtyes Siganus canaliculatus Siganus guttatus Ikan herbivora Neoglyphidodon crossi Lutjanus ehrenbergii Epinephelus quoyanus Crustacea kecil Lethrinus reticulatus Sargocentron rubrum Tylosurus strongylura Moluska Pentapodus trivittatus Anelida Scolopsis lineata Detritus Echinodermata I II III IV Gambar 17 Gambar rantai makanan pada habitat padang lamun di perairan Pulau Pramuka berdasarkan analisis feeding guilds hasil tangkapan Keterangan: = hasil pengukuran = sumber pustaka = teridentifikasi = tidak teridentifikasi

20 57 Studi lebih lanjut perlu dilakukan untuk memperoleh gambaran yang lebih baik tentang struktur rantai makanan (food chain). Studi ini dilakukan dengan meningkatkan intensitas penangkapan agar diperoleh sampel ikan yang lebih mewakili populasi di lokasi tersebut. Berbagai alat tangkap dan metode penangkapan perlu diterapkan untuk memperoleh data yang lebih baik namun penangkapan untuk memperoleh sampel ini pun harus memperhatikan prinsipprinsip ekologis agar tidak berpotensi merusak keseimbangan ekologi pada habitat tersebut. Berkaitan dengan tanggung jawab kegiatan penangkapan ikan yang harus disertai dengan manajemen, salah satu prinsip yang terkait dalam pengelolaan perikanan menurut FAO (2005) yaitu pendekatan ekosistem harus seimbang antara konservasi dan pemanfaatan. Pilihan-pilihan yang dapat dilakukan dalam mengimplementasikan pendekatan ekosistem yaitu pengaturan alat tangkap yang digunakan oleh nelayan serta pengaturan secara spasial dan temporal. Pengaturan alat tangkap dapat dilakukan dengan mengatur ukuran mata jaring, dalam hal ini berarti memperbesar ukuran mata jaring agar ikan-ikan yang berukuran kecil tidak ikut tertangkap. Pengubahan ukuran mata jaring juga harus memperhatikan ukuran ikan untuk pertama kali matang gonad sehingga dapat dipastikan ikan-ikan yang tertangkap minimal sudah pernah memijah. Penyesuaian metode penangkapan yang lebih ramah lingkungan perlu dilakukan untuk mengurangi dampak negatif terhadap habitat dan spesies yang dilindungi, misalnya tidak menangkap ikan di daerah pengasuhan. Pengaturan secara spasial dapat dilakukan apabila habitat sudah dalam kondisi sangat terancam. Kawasan yang dulunya daerah penangkapan ikan untuk selanjutnya dijadikan kawasan konservasi laut dan nelayan diberi alternatif daerah penangkapan lain yang belum dimanfaatkan atau masih dalam status baik. Pengaturan secara temporal dilakukan dengan memperhatikan musim pemijahan ikan dan waktu migrasi ikan. Menurut Effendie (1997), hal ini dilakukan dengan tujuan agar jumlah induk ikan tidak berkurang dan tingkah lakunya pada waktu pemijahan tidak terganggu.

DAMPAK PENANGKAPAN IKAN TERHADAP KESEIMBANGAN TROFIK LEVEL PADA HABITAT LAMUN DI KEPULAUAN SERIBU, PROVINSI DKI JAKARTA RISTIANI

DAMPAK PENANGKAPAN IKAN TERHADAP KESEIMBANGAN TROFIK LEVEL PADA HABITAT LAMUN DI KEPULAUAN SERIBU, PROVINSI DKI JAKARTA RISTIANI DAMPAK PENANGKAPAN IKAN TERHADAP KESEIMBANGAN TROFIK LEVEL PADA HABITAT LAMUN DI KEPULAUAN SERIBU, PROVINSI DKI JAKARTA RISTIANI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Pengambilan Data

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Pengambilan Data 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober 2011-April 2012 yang meliputi survei, pengambilan data dan analisis di laboratorium. Pengambilan data dilakukan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perairan Pulau Pramuka terletak di Kepulauan Seribu yang secara administratif termasuk wilayah Jakarta Utara. Di Pulau Pramuka terdapat tiga ekosistem yaitu, ekosistem

Lebih terperinci

8 POSISI JENIS IKAN YANG TERTANGKAP DALAM PIRAMIDA MAKANAN 8.1 PENDAHULUAN

8 POSISI JENIS IKAN YANG TERTANGKAP DALAM PIRAMIDA MAKANAN 8.1 PENDAHULUAN 123 8 POSISI JENIS IKAN YANG TERTANGKAP DALAM PIRAMIDA MAKANAN 8.1 PENDAHULUAN Interaksi trofik merupakan salah satu kunci untuk mengetahui peran ekologis suatu populasi atau spesies di dalam ekosistem.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah penangkapan ikan merupakan wilayah perairan tempat berkumpulnya ikan, dimana alat tangkap dapat dioperasikan sesuai teknis untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan kabupaten administratif yang terletak di sebelah utara Provinsi DKI Jakarta, memiliki luas daratan mencapai 897,71 Ha dan luas perairan mencapai

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekologis ekosistem padang lamun di perairan pesisir dapat berperan sebagai daerah perlindungan ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan baronang dan penyu, menyediakan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Komposisi Hasil Tangkapan Hasil tangkapan selama periode pengamatan menunjukkan kekayaan jenis ikan karang sebesar 16 famili dengan 789 spesies. Jumlah tertinggi ditemukan

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Perairan di Kabupaten Barru

5 PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Perairan di Kabupaten Barru 5 PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Perairan di Kabupaten Barru Perairan Kabupaten Barru terletak di pantai barat pulau Sulawesi dan merupakan bagian dari Selat Makassar. Perairan ini merupakan salah satu pintu masuk

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Posisi Geografis dan Kondisi Perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terdiri atas dua kecamatan, yaitu Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dan Kecamatan Kepulauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sebuah sistem dinamis yang kompleks dimana keberadaannya dibatasi oleh suhu, salinitas, intensitas cahaya matahari dan kecerahan suatu perairan

Lebih terperinci

EKOLOGI IKAN KARANG. Sasanti R. Suharti

EKOLOGI IKAN KARANG. Sasanti R. Suharti EKOLOGI IKAN KARANG Sasanti R. Suharti PENGENALAN LINGKUNGAN LAUT Perairan tropis berada di lintang Utara 23o27 U dan lintang Selatan 23o27 S. Temperatur berkisar antara 25-30oC dengan sedikit variasi

Lebih terperinci

II. Tinjuan Pustaka. A. Bulu Babi Tripneustes gratilla. 1. Klasifikasi dan ciri-ciri

II. Tinjuan Pustaka. A. Bulu Babi Tripneustes gratilla. 1. Klasifikasi dan ciri-ciri II. Tinjuan Pustaka A. Bulu Babi Tripneustes gratilla 1. Klasifikasi dan ciri-ciri Bulu babi Tripneustes gratilla termasuk dalam filum echinodermata dengan klasifikasi sebagai berikut (Anon 2011 ) : Kingdom

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Organ Pencernaan Ikan Kuniran Ikan kuniran merupakan salah satu jenis ikan demersal. Ikan kuniran juga merupakan ikan karnivora. Ikan kuniran memiliki sungut pada bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya yang sangat tinggi. Nybakken (1988), menyatakan bahwa kawasan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya yang sangat tinggi. Nybakken (1988), menyatakan bahwa kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir dikenal sebagai ekosistem perairan yang memiliki potensi sumber daya yang sangat tinggi. Nybakken (1988), menyatakan bahwa kawasan pesisir terdapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jenis Hasil Tangkapan Hasil tangkapan pancing ulur selama penelitian terdiri dari 11 famili, 12 genus dengan total 14 jenis ikan yang tertangkap (Lampiran 6). Sebanyak 6

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Padang Lamun 2.2. Faktor Lingkungan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Padang Lamun 2.2. Faktor Lingkungan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Padang Lamun Lamun merupakan tumbuhan tingkat tinggi yang mampu hidup terbenam dalam air di lingkungan perairan dekat pantai. Secara taksonomi, lamun termasuk ke dalam kelompok

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN UMUM 1.1. Latar belakang

1. PENDAHULUAN UMUM 1.1. Latar belakang 1. PENDAHULUAN UMUM 1.1. Latar belakang Estuari merupakan daerah pantai semi tertutup yang penting bagi kehidupan ikan. Berbagai fungsinya bagi kehidupan ikan seperti sebagai daerah pemijahan, daerah pengasuhan,

Lebih terperinci

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan ix M Tinjauan Mata Kuliah ata kuliah ini merupakan cabang dari ekologi dan Anda telah mempelajarinya. Pengetahuan Anda yang mendalam tentang ekologi sangat membantu karena ekologi laut adalah perluasan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem padang lamun (seagrass) merupakan suatu habitat yang sering dijumpai antara pantai berpasir atau daerah mangrove dan terumbu karang. Padang lamun berada di daerah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Cumi-Cumi Sirip Besar 4.1.1. Distribusi spasial Distribusi spasial cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun yang tertangkap

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Semak Daun merupakan salah satu pulau yang berada di Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara. Pulau ini memiliki daratan seluas 0,5 ha yang dikelilingi

Lebih terperinci

Angin memiliki pola pergerakan yang bervariasi sesuai dengan musim yang. berlangsung di suatu perairan akibat adanya perbedaan tekanan udara.

Angin memiliki pola pergerakan yang bervariasi sesuai dengan musim yang. berlangsung di suatu perairan akibat adanya perbedaan tekanan udara. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Arah dan Kecepatan Angin Angin memiliki pola pergerakan yang bervariasi sesuai dengan musim yang berlangsung di suatu perairan akibat adanya perbedaan tekanan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang berfungsi sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah pengasuhan dan berlindung biota laut, termasuk bagi beragam jenis ikan karang yang berasosiasi

Lebih terperinci

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelecypoda merupakan biota bentik yang digunakan sebagai indikator biologi perairan karena hidupnya relatif menetap (sedentery) dengan daur hidup yang relatif lama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau

BAB I PENDAHULUAN. Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau berbintil yang termasuk dalam filum echinodermata. Holothuroidea biasa disebut timun laut (sea cucumber),

Lebih terperinci

ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. Oleh : Indra Ambalika Syari C

ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. Oleh : Indra Ambalika Syari C ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Oleh : Indra Ambalika Syari C64101078 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang yang merupakan salah satu ekosistem wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting baik dari aspek ekologis maupun ekonomis. Secara ekologis

Lebih terperinci

5 HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Tangkapan Total hasil tangkapan Hasil tangkapan bubu tali selama 10 kali operasi adalah 520 ekor dengan berat

5 HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Tangkapan Total hasil tangkapan Hasil tangkapan bubu tali selama 10 kali operasi adalah 520 ekor dengan berat 33 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Tangkapan 5.1.1 Total hasil tangkapan Hasil tangkapan bubu tali selama 10 kali operasi adalah 520 ekor dengan berat seluruhnya sebesar 43,595 kg. Hasil tangkapan didapatkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem laut merupakan suatu kumpulan integral dari berbagai komponen abiotik (fisika-kimia) dan biotik (organisme hidup) yang berkaitan satu sama lain dan saling berinteraksi

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Performa Fyke Net Modifikasi

5 PEMBAHASAN 5.1 Performa Fyke Net Modifikasi 5 PEMBAHASAN 5.1 Performa Fyke Net Modifikasi Fyke net yang didisain selama penelitian terdiri atas rangka yang terbuat dari besi, bahan jaring Polyetilene. Bobot yang berat di air dan material yang sangat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam laut. Menurut Den Hartog (1976) in Azkab (2006)

Lebih terperinci

KOMPOSISI JENIS DAN TINGKAT TROFIK (TROPHIC LEVEL) HASIL TANGKAPAN BAGAN DI PERAIRAN DESA OHOILILIR, KABUPATEN MALUKU TENGGARA

KOMPOSISI JENIS DAN TINGKAT TROFIK (TROPHIC LEVEL) HASIL TANGKAPAN BAGAN DI PERAIRAN DESA OHOILILIR, KABUPATEN MALUKU TENGGARA KOMPOSISI JENIS DAN TINGKAT TROFIK (TROPHIC LEVEL) HASIL TANGKAPAN BAGAN DI PERAIRAN DESA OHOILILIR, KABUPATEN MALUKU TENGGARA Species Composition and Trophic Level Of Lift Net Catch in Ohoililir Village

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009).

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan salah satu kawasan pesisir terletak di wilayah bagian utara Jakarta yang saat ini telah diberikan perhatian khusus dalam hal kebijakan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki jumlah pulau yang sangat banyak dan dilintasi garis khatulistiwa. Wilayah Indonesia yang

Lebih terperinci

INVENTARISASI JENIS, KELIMPAHAN DAN BIOMAS IKAN DI PADANG LAMUN PULAU BARRANGLOMPO MAKASSAR ABSTRACT

INVENTARISASI JENIS, KELIMPAHAN DAN BIOMAS IKAN DI PADANG LAMUN PULAU BARRANGLOMPO MAKASSAR ABSTRACT INVENTARISASI JENIS, KELIMPAHAN DAN BIOMAS IKAN DI PADANG LAMUN PULAU BARRANGLOMPO MAKASSAR Species inventory, abundance and biomass of fishes in seagrass beds of Barranglompo Island, Makassar Supriadi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) (Gambar 1) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat potensial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan IV. Hasil dan Pembahasan A. Hasil 1.Komposisi Jenis Ekosistem lamun, baik yang luas maupun sempit adalah habitat yang penting bagi bermacammacam spesies ikan. Hasil penelitian pada ekosistem padang lamun

Lebih terperinci

II. Tinjauan Pustaka A. Defenisi Padang lamun

II. Tinjauan Pustaka A. Defenisi Padang lamun II. Tinjauan Pustaka A. Defenisi Padang lamun Lamun (seagrass) merupakan satu- satunya tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang memiliki rhizome, daun dan akar sejati yang hidup terendam di dalam laut (Bengen,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perikanan pantai di Indonesia merupakan salah satu bagian dari sistem perikanan secara umum yang berkontribusi cukup besar dalam produksi perikanan selain dari perikanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi dan Peranan Lamun 2.1.1 Biologi Lamun Lamun (seagrass) termasuk dalam sub kelas monocotyledonae dan merupakan tumbuhan berbunga (kelas Angiospermae) (Yulianda 2002).

Lebih terperinci

7 EFEKTIVITAS PENANGKAPAN IKAN KERAPU TERHADAP UMPAN

7 EFEKTIVITAS PENANGKAPAN IKAN KERAPU TERHADAP UMPAN 7 EFEKTIVITAS PENANGKAPAN IKAN KERAPU TERHADAP UMPAN 7.1 Pendahuluan Bubu merupakan alat tangkap yang bersifat pasif. Secara umum, menangkap ikan dengan bubu adalah agar ikan berkeinginan masuk ke dalam

Lebih terperinci

Korelasi Kelimpahan Ikan Baronang (Siganus Spp) Dengan Ekosistem Padang Lamun Di Perairan Pulau Pramuka Taman Nasional Kepulauan Seribu

Korelasi Kelimpahan Ikan Baronang (Siganus Spp) Dengan Ekosistem Padang Lamun Di Perairan Pulau Pramuka Taman Nasional Kepulauan Seribu Jurnal Perikanan Kelautan Vol. VII No. /Juni 06 (6-7) Korelasi Kelimpahan Ikan Baronang (Siganus Spp) Dengan Ekosistem Padang Lamun Di Perairan Pulau Pramuka Taman Nasional Kepulauan Seribu Saiyaf Fakhri

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3.4 Jenis dan Sumber Data

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3.4 Jenis dan Sumber Data 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan data dilakukan di wilayah Teluk Jakarta bagian dalam, provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Pengambilan data dilakukan pada Bulan Agustus 2010 dan Januari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang tinggi dan memiliki ekosistem terumbu karang beserta hewan-hewan laut

I. PENDAHULUAN. yang tinggi dan memiliki ekosistem terumbu karang beserta hewan-hewan laut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perairan laut Indonesia memiliki keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi dan memiliki ekosistem terumbu karang beserta hewan-hewan laut yang hidup di sekitarnya. Ekosistem

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di perairan sekitar Pulau Semak Daun Kepulauan Seribu. Pulau Semak Daun terletak di sebelah utara Pulau Panggang dan Pulau Karya

Lebih terperinci

DAMPAK PENANGKAPAN TERHADAP STRUKTUR DAN TINGKAT TROFIK HASIL TANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN MALUKU TENGGARA

DAMPAK PENANGKAPAN TERHADAP STRUKTUR DAN TINGKAT TROFIK HASIL TANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN MALUKU TENGGARA Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 4. No. 2 November 2013: 117-125 ISSNN 2087-4871 DAMPAK PENANGKAPAN TERHADAP STRUKTUR DAN TINGKAT TROFIK HASIL TANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN MALUKU TENGGARA (IMPACT

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Ponelo merupakan Desa yang terletak di wilayah administrasi Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu adalah kawasan pelestarian alam bahari di Indonesia yang terletak kurang lebih 150 km dari pantai Jakarta Utara. Kepulauan Seribu terletak pada 106

Lebih terperinci

KAJIAN EKOLOGIS EKOSISTEM SUMBERDAYA LAMUN DAN BIOTA LAUT ASOSIASINYA DI PULAU PRAMUKA, TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU (TNKpS)

KAJIAN EKOLOGIS EKOSISTEM SUMBERDAYA LAMUN DAN BIOTA LAUT ASOSIASINYA DI PULAU PRAMUKA, TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU (TNKpS) KAJIAN EKOLOGIS EKOSISTEM SUMBERDAYA LAMUN DAN BIOTA LAUT ASOSIASINYA DI PULAU PRAMUKA, TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU (TNKpS) Gautama Wisnubudi 1 dan Endang Wahyuningsih 1 1 Fakultas Biologi Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Panjang garis pantai di Indonesia adalah lebih dari 81.000 km, serta terdapat lebih dari 17.508 pulau dengan luas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki sekitar 13.000 pulau yang menyebar dari Sabang hingga Merauke dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 km yang dilalui

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Pengamatan Desa Otiola merupakan pemekaran dari Desa Ponelo dimana pemekaran tersebut terjadi pada Bulan Januari tahun 2010. Nama Desa Otiola diambil

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai keanekaragaman biologi yang tinggi dan berfungsi sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah pengasuhan dan berlindung bagi berbagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Komposisi Ikan Hasil Tangkapan Selama Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Komposisi Ikan Hasil Tangkapan Selama Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Ikan Hasil Tangkapan Selama Penelitian Ikan yang tertangkap selama penelitian di Perairan Suaka Margasatwa Muara Angketepatnya yang berlokasi disekitar pesisir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup yang berada di suatu lingkungan akan saling berinteraksi, interaksi terjadi antara makhluk hidup dengan makhluk hidup itu sendiri maupun makhluk

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan dangkal Karang Congkak, Kepulauan Seribu, Jakarta. Pengambilan contoh ikan dilakukan terbatas pada daerah

Lebih terperinci

PENGARUH PENANGKAPAN IKAN TERHADAP KOMPOSISI TINGKAT TROFIK (TROPHIC LEVEL) DI KEPULAUAN SERIBU KUSNADI

PENGARUH PENANGKAPAN IKAN TERHADAP KOMPOSISI TINGKAT TROFIK (TROPHIC LEVEL) DI KEPULAUAN SERIBU KUSNADI PENGARUH PENANGKAPAN IKAN TERHADAP KOMPOSISI TINGKAT TROFIK (TROPHIC LEVEL) DI KEPULAUAN SERIBU KUSNADI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Komposisi Jenis, Kerapatan Dan Tingkat Kemerataan Lamun Di Desa Otiola Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara

Komposisi Jenis, Kerapatan Dan Tingkat Kemerataan Lamun Di Desa Otiola Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 3, Desember 2013 Komposisi Jenis, Kerapatan Dan Tingkat Kemerataan Lamun Di Desa Otiola Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara

Lebih terperinci

ANALISIS SUMBERDAYA BIVALVIA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DAN PEMANFAATANNYA DI DESA PENGUDANG KABUPATEN BINTAN

ANALISIS SUMBERDAYA BIVALVIA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DAN PEMANFAATANNYA DI DESA PENGUDANG KABUPATEN BINTAN ANALISIS SUMBERDAYA BIVALVIA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DAN PEMANFAATANNYA DI DESA PENGUDANG KABUPATEN BINTAN Devi Triana 1, Dr. Febrianti Lestari, S.Si 2, M.Si, Susiana, S.Pi, M.Si 3 Mahasiswa 1, Dosen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al., I. PENDAHULUAN Segara Anakan merupakan perairan estuaria yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa, termasuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap, dan memiliki mangroveestuaria terbesar di Pulau Jawa (7 o

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR 1.1.Latar Belakang

BAB I PENGANTAR 1.1.Latar Belakang BAB I PENGANTAR 1.1.Latar Belakang Wilayah kepesisiran dihuni oleh berbagai organisme dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi. Wilayah tersebut merupakan suatu sistem sosioekologis yang dinamis dengan

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 31 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 cahaya Menurut Cayless dan Marsden (1983), iluminasi atau intensitas penerangan adalah nilai pancaran cahaya yang jatuh pada suatu bidang permukaan. cahaya dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Suaka Margasatwa Muara Angke yang di

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Suaka Margasatwa Muara Angke yang di BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di Suaka Margasatwa Muara Angke yang di tumbuhi mangrove pada bulan Februari 2013. Analisis organ pencernaan

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian Biologi Laut

Metodologi Penelitian Biologi Laut Metodologi Penelitian Biologi Laut BIOTA LAUT diklasifikasikan menurut ukuran, sifat hidup dan habitatnya menjadi 3 : * plankton * nekton * benthos 1. METODE PENELITIAN PLANKTON A. Pengumpulan sampel :

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Pesisir Teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jakarta dibatasi oleh garis bujur 106⁰33 00 BT hingga 107⁰03 00 BT dan garis lintang 5⁰48

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rajungan merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia. Berdasarkan data ekspor impor Dinas Kelautan dan Perikanan Indonesia (2007), rajungan menempati urutan ke

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem mangrove tergolong ekosistem yang unik. Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem dengan keanekaragaman hayati tertinggi di daerah tropis. Selain itu, mangrove

Lebih terperinci

1. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Padang Lamun, Fungsi dan Manfaat

1. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Padang Lamun, Fungsi dan Manfaat 1. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Padang Lamun, Fungsi dan Manfaat Lamun tumbuh di perairan dangkal terlindung pada batu yang lunak dan hidup pada habitat pantai seperti estuari. Istilah lamun pertama kali diperkenalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastropoda atau dikenal sebagai siput merupakan salah satu kelas dari filum

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastropoda atau dikenal sebagai siput merupakan salah satu kelas dari filum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastropoda atau dikenal sebagai siput merupakan salah satu kelas dari filum molusca yang memiliki cangkang tunggal, biasa tumbuh dalam bentuk spiral. Gastropoda berasal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisik dan Kimiawi Perairan Parameter fisik dan kimiawi perairan yang diukur pada stasiun penelitian meliputi suhu, salinitas, kecerahan dan kecepatan arus (Lampiran

Lebih terperinci

2.2. Struktur Komunitas

2.2. Struktur Komunitas 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobentos Hewan bentos dibagi dalam tiga kelompok ukuran, yaitu makrobentos (ukuran lebih dari 1,0 mm), meiobentos (ukuran antara 0,1-1 mm) dan mikrobentos (ukuran kurang

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Jumlah tangkapan; struktur ukuran; jenis umpan; ikan demersal dan rawai dasar

ABSTRAK. Kata kunci: Jumlah tangkapan; struktur ukuran; jenis umpan; ikan demersal dan rawai dasar RESPON IKAN DEMERSAL DENGAN JENIS UMPAN BERBEDA TERHADAP HASIL TANGKAPAN PADA PERIKANAN RAWAI DASAR Wayan Kantun 1), Harianti 1) dan Sahrul Harijo 2) 1) Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan (STITEK) Balik

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

6 KOMUNITAS IKAN DI HABITAT BERBEDA 6.1 PENDAHULUAN

6 KOMUNITAS IKAN DI HABITAT BERBEDA 6.1 PENDAHULUAN 71 6 KOMUNITAS IKAN DI HABITAT BERBEDA 6.1 PENDAHULUAN Sero merupakan alat tangkap yang pengoperasiannya di daerah pantai. Sebagaimana kita ketahui bahwa pantai terdiri didalamnya beberapa ekosistem seperti

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Ikan Lencam

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Ikan Lencam 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Ikan Lencam Ikan lencam (Gambar 1) merupakan salah satu jenis ikan karang yang termasuk dalam kelompok ikan target konsumsi dan memiliki nilai ekonomis penting. Menurut

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan layur (Trichiurus lepturus) (Sumber :

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan layur (Trichiurus lepturus) (Sumber : 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Layur (Tricihurus lepturus) Layur (Trichiurus spp.) merupakan ikan laut yang mudah dikenal dari bentuknya yang panjang dan ramping. Ikan ini tersebar di banyak perairan dunia.

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun Kepulauan Seribu (Gambar 2). Lokasi pengambilan contoh dilakukan di perairan yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Kepulauan Selayar merupakan wilayah yang memiliki ciri khas kehidupan pesisir dengan segenap potensi baharinya seperti terumbu karang tropis yang terdapat di

Lebih terperinci

PROSIDING Kajian Ilmiah Dosen Sulbar ISBN:

PROSIDING Kajian Ilmiah Dosen Sulbar ISBN: JENJANG TROFIK IKAN PELAGIS DAN DEMERSAL YANG DOMINAN TERTANGKAP DI PERAIRAN KABUPATEN POLEWALI MANDAR Tenriware 1), Nur Fitriayu Mandasari 2), Sari Rahayu Rahman 3) 1) Staf Pengajar PS. Budidaya Perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan terletak di daerah beriklim tropis. Laut tropis memiliki

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Jenis Ikan Dua pendekatan digunakan untuk melihat komposisi jenis ikan di sekitar Pulau Semak Daun, yaitu berdasarkan pengambilan contoh menggunakan alat tangkap dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam pesisir merupakan suatu himpunan integral dari komponen hayati (biotik) dan komponen nir-hayati (abiotik) yang dibutuhkan oleh manusia untuk hidup dan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Larva Ikan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Larva Ikan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Larva Ikan Ichthyoplankton merupakan cabang ilmu yang membahas tentang larva ikan yang hidup plantonik, merupakan cabang ilmu ichthyologi yang membahas tentang stadia larva

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga dari kelompok monokotil yang telah beradaptasi dengan lingkungan laut (Marlin 2011). Hartog (1970) in Dahuri (2003) menjelaskan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Lokasi Penelitian. Kawasan Perairan Pantai Desa Ponelo secara administratif termasuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Lokasi Penelitian. Kawasan Perairan Pantai Desa Ponelo secara administratif termasuk 25 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian Kawasan Perairan Pantai Desa Ponelo secara administratif termasuk wilayah di Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi

Lebih terperinci

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Iluminasi cahaya Cahaya pada pengoperasian bagan berfungsi sebagai pengumpul ikan. Cahaya yang diperlukan memiliki beberapa karakteristik, yaitu iluminasi yang tinggi, arah pancaran

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang dan asosiasi biota penghuninya secara biologi, sosial ekonomi, keilmuan dan keindahan, nilainya telah diakui secara luas (Smith 1978; Salm & Kenchington

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup yang panjang. Oleh karena itu peran bentos dalam

TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup yang panjang. Oleh karena itu peran bentos dalam TINJAUAN PUSTAKA Benthos Bentos merupakan kelompok organisme yang hidup di dalam atau di permukaan sedimen dasar perairan. Bentos memiliki sifat kepekaan terhadap beberapa bahan pencemar, mobilitas yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimia Perairan Parameter fisika dan kimia memegang peranan penting bagi kehidupan lamun.parameter fisika dan kimia yang mempengaruhi distribusi dan

Lebih terperinci

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Teluk Jakarta Secara geografis Teluk Jakarta (Gambar 9) terletak pada 5 o 55 30-6 o 07 00 Lintang Selatan dan 106 o 42 30-106 o 59 30 Bujur Timur. Batasan di sebelah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

SELEKTIVITAS CELAH PELOLOSAN (ESCAPE VENT) TERHADAP IKAN KUPAS-KUPAS (Cantherhines fronticinctus)

SELEKTIVITAS CELAH PELOLOSAN (ESCAPE VENT) TERHADAP IKAN KUPAS-KUPAS (Cantherhines fronticinctus) BULETIN PSP ISSN: 0251-286X Volume 20 No. 2 Edisi April 2012 Hal 167-179 SELEKTIVITAS CELAH PELOLOSAN (ESCAPE VENT) TERHADAP IKAN KUPAS-KUPAS (Cantherhines fronticinctus) Oleh: Dahri Iskandar 1*, Didin

Lebih terperinci