5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "5 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 31 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 cahaya Menurut Cayless dan Marsden (1983), iluminasi atau intensitas penerangan adalah nilai pancaran cahaya yang jatuh pada suatu bidang permukaan. cahaya dipengaruhi oleh intensitas cahaya dan jarak antara sumber cahaya dengan permukaan bidang (Ben Yami, 1987). Intensitas cahaya adalah kekuatan cahaya yang berasal dari satu sumber dengan satuan candela. Hubungan antara nilai iluminasi cahaya, intensitas cahaya dan jarak dari sumber cahaya dirumuskan dengan : Keterangan : E : cahaya (lux) ; I : Intensitas cahaya (candela) ; dan r : Jarak dari sumber cahaya (m). Nilai iluminasi cahaya akan menurun jika jaraknya semakin jauh dari sumber cahaya atau melewati medium tertentu. Indeks bias cahaya berbeda-beda pada setiap medium tertentu. Pembiasan cahaya menyebabkan pembelokkan, sehingga iluminasi cahaya menjadi berkurang. Indeks bias cahaya pada medium udara adalah 1, sedangkan pada medium air sebesar 1, Medium udara Menurut Cayless dan Marsden (1983), cahaya dapat merambat pada medium udara. Frekuensi cahaya tidak mengalami perubahan saat merambat di udara. Cepat rambat dan panjang gelombangnya saja yang berubah. 1) Lampu tabung Data hasil pengukuran iluminasi lampu tabung pada berbagai sudut dijelaskan pada Tabel 1, sedangkan grafiknya disajikan pada Gambar 14. cahaya pada setiap sudut pengukuran berbeda.

2 32 Tabel 1. cahaya lampu tabung pada berbagai sudut pengukuran Sudut ( o ) (lux) Sudut ( o ) (lux) Sudut ( o ) (lux) Gambar 14. cahaya lampu tabung pada medium udara cahaya pada sudut pengukuran 0 30 sangat rendah dibandingkan dengan sudut lainnya. Hal ini disebabkan posisi pengukuran iluminasi agak terhalang oleh kepala lampu. Selanjutnya, iluminasi cahaya mulai dari sudut 45 hingga 120 terus mengalami kenaikan yang cukup besar. Intensitas cahaya dari tabung tidak terhalang oleh apapun. cahaya antara sudut terus berkurang. Pengurangan tersebut disebabkan bidang yang memancarkan cahaya langsung mengecil. Nilai iluminasi tertinggi cenderung berada pada sudut pengukuran 120. Pada posisi ini terjadi interferensi cahaya dari tabung lampu.

3 33 Pada Gambar 14, sebagian besar arah pancaran cahaya lampu tabung yang memiliki iluminasi tinggi berada pada posisi , atau cenderung ke arah horizontal. Pola sebaran demikian tidak dapat dimanfaatkan secara optimal pada perikanan bagan. Cahaya tidak dapat mengumpulkan ikan dibawah bagan, tetapi menyebar di sekitar bagan. Alat tangkap bagan memerlukan lampu beriluminasi tinggi dengan pancaran cahaya ke arah bawah bagan, atau pada sudut antara Pola arah penyinaran lampu tabung beriluminasi tinggi yang cenderung mengarah ke samping dan ke bawah pada sudut 90 o -150 o dan mengharuskan penempatan lampu tidak jauh dari permukaan air. Ini dimaksudkan agar cahaya yang masuk ke dalam air lebih banyak dari pada yang tersebar di medium udara. 2) Lampu tabung dengan reflektor Pengukuran iluminasi cahaya lampu tabung dengan reflektor dapat dilihat hasilnya pada Tabel 2, dan diilustrasikan pada gambar 15 sebagai berikut: Tabel 2. cahaya lampu tabung dengan reflektor pada berbagai sudut pengukuran Sudut ( o ) (lux) Sudut ( o ) (lux) Sudut ( o ) (lux)

4 34 Gambar 15. cahaya lampu tabung dengan reflektor pada medium udara cahaya antara sudut 0-90 dan tidak dapat diukur, karena terhalang oleh reflektor. Adapun pada sudut pengukuran 105 dan 255, iluminasi cahaya masih dapat diukur meskipun bernilai kecil yaitu 28 lux. ini dimungkinkan berasal dari pantulan cahaya di ujung sisi bagian dalam reflektor yang tidak sempurna. Dari seluruh sudut pengukuran, iluminasi tertinggi terdapat pada sudut 180, yaitu sebesar 562 lux. Pada posisi ini terjadi akumulasi cahaya yang berasal dari lampu dan pantulan reflektor berwarna perak. Persentase pantulan cahaya datang dari reflektor perak adalah sebesar % dan putih % ( Penggunaan reflektor pada lampu tabung sangat baik jika dioperasikan di bagan. Pemusatan cahaya di bawah bagan dengan reflektor memberi peluang ikan banyak terkumpul di atas jaring. Reflektor membantu cahaya lampu agar lebih memusat ke arah bawah, sehingga tidak terbuang ke arah lainnya. 3) Lampu dalam air Hasil pengukuran terhadap iluminasi cahaya lampu dalam air memberikan hasil yang berbeda dengan lampu tabung tanpa perlakuan. cahayanya lebih rendah. Penyebabnya cahaya yang memancar ke luar setoples telah direduksi oleh lapisan kaca. cahaya terbesar pada posisi pengukuran 90 o. Semakin

5 35 jauh dari sudut pengukuran tersebut, nilai iluminasi akan semakin kecil, karena ketebalan kaca setoples yang dilewati oleh cahaya semakin tebal. Tabel 3 menjelaskan data iluminasi cahaya lampu dalam air dan grafiknya disajikan pada Gambar 16. Tabel 3. cahaya lampu dalam air pada berbagai sudut pengukuran Sudut ( o ) (lux) Sudut ( o ) (lux) Sudut ( o ) (lux) Gambar 16. cahaya lampu dalam air pada medium udara Berdasarkan hasil pengukuran, nilai iluminasi bernilai 0 pada sudut Cahaya lampu terhalang oleh penutup setoples sehingga nilai iluminasi tidak terukur pada sudut tersebut. bernilai 46 lux terukur pada sudut 45. Nilai ini berasal dari hasil pembiasan cahaya lampu pada bagian leher setoples yang berbentuk ulir. Penyinaran kearah samping pada sudut pengukuran 90 o -150 o dan 210 o 270 o memberikan nilai iluminasi yang tinggi. cahaya ke arah bawah antara 165 o o lebih rendah dari iluminasi cahaya ke arah samping, tetapi

6 36 lebih tinggi dibandingkan dengan kearah atas 0 o -90 o dan 270 o -360 o. Hal ini mengindikasikan bahwa lampu dalam air sangat sesuai digunakan untuk mengumpulkan ikan yang berada di sekitar sumber cahaya. Selain itu, iluminasi cahaya yang rendah ke arah atas mengharuskan penempatan lampu tidak terlalu dalam. Sebab, pancaran cahaya pada sudut 105 o -150 o dan 210 o -255 o tidak dapat secara maksimal digunakan untuk mengumpulkan ikan. 4) Perbandingan ketiga lampu Bagan memerlukan alat bantu cahaya yang berfungsi sebagai pengumpul ikan. Berdasarkan arah pancaran cahaya yang beriluminasi tinggi, lampu tabung kurang efektif untuk mengumpulkan ikan, karena hampir semua cahaya terpancar ke arah samping dan hanya sedikit cahaya yang masuk ke dalam air. Pada lampu tabung bereflektor, seluruh pancaran cahaya mengarah ke bawah. Cara ini juga kurang efektif untuk mengumpulkan ikan yang berada di sekitar bagan. Lampu hanya memiliki kemampuan mengumpulkan ikan yang berada tidak jauh dari bagan. Lampu dalam air lebih efektif karena cahayanya memancar ke arah samping dan sebagian kebawah. Hanya permasalahannya, keberadaan kaca setoples mengurangi iluminasi cahaya yang masuk ke dalam air. Nilai intensitas cahaya di dalam air tertinggi dengan lampu dalam air, karena dengan lampu tabung dan reflektor cahaya mengalami pemantulan saat di permukaan air. Oleh karena itu, lampu dalam air sangat baik dioperasikan untuk memanggil ikan yang berada jauh dari bagan Medium air Medium air memiliki indeks bias yang lebih tinggi dibandingkan dengan udara. Menurut Cayless dan Marsden (1983), indeks bias cahaya di medium air sebesar 1,3 dan udara 1. Inilah yang menyebabkan mengapa cahaya lebih mudah merambat melalui medium udara dibandingkan dengan air. Cahaya yang merambat dari medium udara ke air akan mengalami penurunan iluminasi. 1) Lampu tabung Ketinggian lampu tabung dari permukaan air ditetapkan sejauh 1 m. Ini sesuai dengan pengoperasian yang biasa dilakukan oleh nelayan. Hasil

7 37 pengukuran iluminasi cahaya pada sudut tersebut dituliskan pada Tabel 4. Gambar 17 menjelaskan grafik iluminasi cahaya berdasarkan sudut pengukuran. Tabel 4. cahaya lampu tabung pada medium air D Titik Pengukuran -3,9-2,6-1,3 0 1,3 2,6 3,9-1 7,8 33,3 54,5 51,7 54,5 33,3 7,8-2 9,2 23,7 33,7 27,7 33,7 23,7 9,2-3 6,4 12,3 17, ,8 12,3 6,4-4 3,3 9,9 6,8 5,9 6,8 9,9 3,3-5 1,1 6,6 3,3 2 3,3 6,6 1,1-6 0,1 2 1,8 1,3 1,8 2 0,1 Gambar 17. cahaya lampu tabung pada medium air Sesuai dengan Gambar 17, iluminasi cahaya lampu tabung di dalam air cenderung semakin berkurang dengan cepat seiring dengan bertambahnya kedalaman. Penetrasi cahaya secara umum hanya mencapai kedalaman 6 m. Pengurangan intensitas cahaya tidak hanya terjadi secara vertikal, tetapi juga

8 38 secara horizontal. Penurunan iluminasi cahaya secara horizontal lebih besar dibandingkan dengan vertikal. Hal ini disebabkan selain karena jaraknya yang semakin jauh dari lampu, cahaya juga mengalami pembelokan. Cahaya maksimal pada posisi pengukuran 1,3 m. Hal ini sesuai dengan arah pancaran maksimum pada medium udara yaitu di sudut pengukuran 120 o. Nilai iluminasi pada posisi ini adalah hasil interferensi cahaya dari tabung lampu. Artinya telah terjadi penumpukan berkas sinar yang jatuh pada luxmeter sehingga nilai iluminasinya meningkat. Pada kedalaman 4 m telihat nilai sebaran cahaya yang semakin tinggi secara horizontal di titik 1,3 dan 2,6 m. Perubahan ini terjadi sebagai bukti adanya hasil akumulasi cahaya sudut pengukuran 120 o. Hal ini membuat cahaya pada sudut pengukuran 120 memiliki nilai yang tinggi. 2) Lampu tabung dengan reflektor Reflektor dirancang agar cahaya menerangi permukaan air dengan radius 8 meter. Penggunaan pelapis perak pada reflektor dimaksudkan agar memberikan efek pantulan cahaya yang semakin tinggi. Hasil pengukuran iluminasi lampu dengan reflektor disajikan pada Tabel 5 dan grafik pada Gambar 18. Tabel 5. cahaya lampu tabung dengan reflektor pada medium air D Titik Pengukuran -3,9-2,6-1,3 0 1,3 2,6 3,9-1 5,5 19,3 63,0 162,5 63,0 19,3 5,5-2 4,8 16,5 41,3 78,3 41,3 16,5 4,8-3 3,5 13,3 33,3 29,0 33,3 13,3 3,5-4 3,3 11,3 22,0 19,7 22,0 11,3 3,3-5 1,8 9 12,8 10,3 12,8 9 1,8-6 0,8 6,3 7,3 2,3 7,3 6,3 0,8-7 3,5 3,8 1,8 3,8 3,5-8 1, ,8-9 0,5 0,3 0,8 0,3 0,5

9 39-1 (Meter) (Lux) -3,9-2,6-1, ,31 2,6 2 3, (Meter) Gambar 18. cahaya lampu tabung dengan reflektor pada medium air cahaya tertinggi sebesar 162,5 lux terdapat pada titik pengukuran 0. Pada titik ini terjadi interferensi cahaya yang berasal dari cahaya pantulan reflektor dan pancaran cahaya langsung dari lampu. Pada kedalaman 3 7 m, nilai iluminasi cahaya pada titik pengukuran 1,3 lebih tinggi dibandingkan dengan di titik 0. Nilai iluminasi pada titik tersebut merupakan akumulasi pantulan cahaya dari reflektor, sedangkan di titik 0 hanya berasal dari lampu. cahaya dengan menggunakan reflektor lebih terfokus ke arah bawah. Hal ini terlihat pada kemampuan daya tembus cahaya yang mencapai kedalaman 9 m. Pola sebaran tersebut lebih terfokus dan terang dibandingkan dengan lampu tabung tanpa reflektor. Hal ini terjadi karena reflektor memantulkan sebagian besar sinar cahaya ke perairan.

10 40 3) Lampu dalam air Lampu dalam air memiliki nilai pancaran yang besar baik secara vertikal maupun horizontal. Hal ini terlihat dari nilai iluminasi pada posisi pengukuran terjauh (3,9 m) dan kedalaman 10 m yang masih cukup besar. Secara horizontal terjauh nilai iluminasi tertinggi berada pada kedalaman 5 m sebesar 4,5 lux. Nilai sebaran iluminasi selengkapnya pada lampu dalam air terdapat di Tabel 6 dibawah ini : Tabel 6. cahaya lampu dalam air pada medium air D Titik Pengukuran -3,9-2,6-1,3 0 1,3 2,6 3,9-1 1,6 3,9 95, ,2 3,9 1,6-2 2,2 16,8 48,2 209,6 48,2 16,8 2,2-3 3,4 22,4 30,8 91,6 30,8 22,4 3,4-4 3,7 17, , ,7-5 4,5 11,2 19,6 25,8 19,6 11,2 4,5-6 3,5 7,9 12,1 14,6 12,1 7,9 3,5-7 3,2 5,0 7,6 8,5 7,6 5,0 3,2-8 1,6 3,2 4,3 5,1 4,3 3,2 1,6-9 0,8 1,7 3,5 2,7 3,5 1,7 0, ,1 0,9 1,1 1 0 Gambar 19. cahaya lampu dalam air pada medium air

11 41 Nilai iluminasi cahaya maksimum pada lampu dalam air mencapai 263 lux. Hasil pengukuran ini relatif tinggi dibandingkan lampu lainnya karena letak lampu yang dekat dengan luxmeter (berada didalam air). Cahaya lampu dalam air terhindar dari reduksi akibat pemantulan di permukaan air. Sebaran cahaya pada lampu dalam air menyebar ke segala arah. Secara vertikal, cahaya lampu menembus kedalaman 10 m. Terjadi penurunan pada setiap kedalaman akibat pembiasan dan pengaruh kandungan partikel di air laut. Seperti terlihat pada data diatas, nilai iluminasi pada kedalaman 1 dan 2 m terjadi penurunan dari 263 menjadi 209,3 lux. Hasil pengukuran diatas membuktikan bahwa lampu dalam air tidak cocok untuk pengumpul tangkapan diatas jaring. Hal ini disebabkan sifat cahaya lampu yang menyebar kesegala arah. lampu pada titik pengukuran 3,9 (kedalaman 5 m) yang bernilai 4,5 lux masih cukup tinggi dan dapat mengakibatkan ikan berkumpul di sekitar jaring. Lampu dalam air baik untuk memanggil ikan agar mendekati bagan. Selain itu, cahaya dalam air relatif lebih tenang karena lampu tidak banyak bergoyang yang biasa disebabkan oleh angin di medium udara. 5.2 Komposisi Hasil Tangkapan Berdasarkan jenis ikan a. Berat total tangkapan Bagan menghasilkan jenis ikan tangkapan yang berbeda. Jenis ikan yang dominan tertangkap adalah tembang (Sardinella fimbriata). Adapun jenis lainnya yang cukup banyak tertangkap adalah kembung (Rastrelliger spp), teri (Stelophorus spp), dan rebon. Jenis-jenis ikan lainnya yang tertangkap dalam jumlah relatif sedikit meliputi layur, bawal, cumi-cumi (Loligo spp), dan tongkol. Jenis-jenis ikan tembang, kembung, teri, cumi-cumi, menurut Subani (1972) sering tertangkap oleh bagan. Komposisi berat hasil tangkapan bagan berdasarkan jenis organisme disajikan pada Gambar 20.

12 42 Berat tangkapan (kg) Tembang Kembung Teri Rebon Layur Bawal Cumi Tongkol Jenis organisme Gambar 20. Komposisi berat hasil tangkapan bagan berdasarkan jenis organisme Jenis ikan yang terbanyak tertangkap adalah tembang, yakni seberat 95 kg atau 30% dari total berat tangkapan. Pengoperasian bagan di sekitar pantai dengan menggunakan bantuan cahaya sangat memungkinkan tembang tertangkap dalam jumlah banyak. Tembang memiliki habitat di daerah pantai, hidup di permukaan secara bergerombol dan mengejar plankton sebagai makanannya (Amiruddin, 2006). Selain itu, musim tembang di perairan Palabuhanratu, menurut Chaira (2010), berlangsung sepanjang tahun. Hal ini juga didukung oleh data perikanan PPN Palabuhanratu tahun 2007 yang menyatakan bahwa jenis tembang selalu didaratkan oleh nelayan setempat. Jenis ikan berikutnya yang banyak tertangkap adalah kembung. Ikan ini tertangkap seberat 57,8 kg (18%). Ikan ini termasuk famili scombridae, yaitu jenis ikan yang suka hidup bergerombol di permukaan air yang dekat dengan pantai dan membentuk gerombolan besar. Makanannya berupa plankton halus dan biasanya tertangkap pada malam hari (Basmi, 1995). Kembung cenderung berenang mendekati permukaan air pada malam hari dan pada siang hari turun ke lapisan yang lebih dalam. Gerakan vertikal ini dipengaruhi oleh gerakan harian plankton dan mengikuti perubahan suhu, faktor hidrografis dan salinitas (Pasaribu, 1967). Hal ini menguntungkan nelayan yang melakukan penangkapan pada malam hari dengan menggunakan bagan.

13 43 Ikan jenis lainnya yang tertangkap cukup banyak adalah teri seberat 44,4 kg (14%). Teri merupakan jenis ikan yang memakan plankton. Keberadaan plankton sebagai respon terhadap cahaya lampu membuat ikan ini tertarik untuk berada di areal kerangka jaring (Tobing, 2008). Jenis ikan teri memiliki variasi yang jelas tentang pergerakan renang ikan di kedalaman tertentu pada waktu siang hari. Jenis ikan ini akan berenang atau berada lebih dekat ke permukaan pada waktu pagi dan sore hari bila dibandingkan pada saat tengah hari (Gunarso, 1985). Amiruddin (2006) menambahkan teri biasanya muncul ke permukaan pada malam hari dan merupakan jenis ikan yang tertarik pada cahaya atau fototaksis positif. Rebon merupakan udang kecil yang tertangkap seberat 34,5 kg (11%). Jenis rebon tergolong organisme demersal yang berada di dasar perairan. Udang jenis ini akan mendekati sumber cahaya (Baeza, 2011). Tujuannya untuk memakan fitoplankton dan zooplankton yang berada di sekitar lampu ( Menurut Subani (1978), teri dan rebon merupakan target tangkapan utama bagan. Layur tertangkap seberat 29,5 kg (9%). Ikan jenis layur hidup di perairan pantai yang dalam dengan dasar berlumpur. Meskipun digolongkan dalam jenis ikan demersal, layur biasanya muncul ke pemukaan pada waktu senja. Layur tergolong ikan buas. Makanannya berupa ikan, udang dan berbagai cumi-cumi (Matsuda, 1975). Ikan ini menyebar dan dapat dijumpai pada semua perairan pantai di Indonesia (Dirjen Perikanan, 1979). Beberapa jenis layur banyak terdapat di perairan pantai Pulau Jawa, misalnya Trichiurus savala, Trichiurus haumela, dan Trichiurus muticus (Nontji, 1987). Cumi merupakan organisme diurnal yang banyak ditemukan di perairan pantai. Pada penelitian ini, cumi-cumi tertangkap sebanyak 17 kg (5%). Cumicumi digolongkan sebagai hewan karnivora, karena memakan udang dan ikanikan pelagis. Selain ikan-ikan kecil, cumi-cumi juga memangsa organisme lainnya, seperti rebon, diatome, protozoa dan larva kepiting (Tasywiruddin, 1999). Jenis ikan berikutnya yang ikut tertangkap adalah bawal dengan berat 20,5 kg (7%). Bentuk gigi-giginya yang tajam cukup menyimpulkan bahwa jenis ikan ini merupakan jenis predator. Keberadaan bawal dimungkinkan karena mengejar mangsa berupa ikan teri dan rebon. Adanya rantai makanan menjadi salah satu alasan keberadaan ikan di bagan.

14 44 Jenis ikan yang paling sedikit tertangkap adalah tongkol, yaitu 14,5 kg (5%). Tongkol merupakan ikan perenang cepat dan beruaya sepanjang tahun. Ikan ini banyak tersebar di Atlantik, Indian dan Pasifik (Anonymous, 2011). Makanannya berupa ikan-ikan kecil, cumi-cumi, krustacea planktonik yang banyak terkumpul di bawah lampu bagan. Oleh karena itu, keberadaan tongkol di sekitar bagan pada sore hari sangat beralasan, karena banyak terdapat ikan-ikan kecil. b. Berat hasil tangkapan berdasarkan jenis lampu Penggunaan jenis lampu yang berbeda pada pengoperasian bagan apung menghasilkan jenis dan berat hasil tangkapan yang cukup berbeda. Bagan yang menggunakan lampu tabung menghasilkan ikan tangkapan seberat 65,6 kg. jenisjenis ikannya terdiri atas teri seberat 5 kg, layur (8 kg), kembung (14 kg), tembang (22 kg), tongkol (5 kg), rebon (3 kg) dan cumi-cumi (9 kg). Pemakaian lampu tabung bereflektor mendapatkan tangkapan seberat 95,9 kg. Ikan ikan tersebut adalah kembung (14,4 kg), tembang (44 kg), tongkol (9 kg), bawal (20,5 kg). Jenis cumi-cumi dapat tertangkap seberat 8 kg. Sementara pemakaian lampu tabung dalam air memberikan berat tangkapan 151,7 kg. Rinciannya adalah teri seberat 39,4 kg, layur (21,5 kg), kembung (29,55 kg), tembang (29,2 kg), dan tongkol (0,5 kg). Rebon yang tertangkap beratnya mencapai 31,5 kg. Pada Gambar 21 dijelaskan berat tangkapan per jenis ikan berdasarkan jenis lampu.

15 45 Gambar 21. Komposisi berat tangkapan berdasarkan jenis ikan per lampu Jenis teri dan rebon banyak dihasilkan oleh lampu tabung dan lampu dalam air. cahaya yang dihasilkan oleh kedua lampu ini sangat menyebar, sehingga keberadaan teri dan rebon juga menyebar. Sebagian teri dan rebon yang tidak dimangsa oleh ikan predator akan tertangkap. Dari hasil pengamatan lapang, keberadaan teri dan rebon sebenarnya lebih banyak terkumpul di bawah lampu bereflektor yang memiliki iluminasi yang tinggi. Menurut Gunarso (1988), kedua jenis organisme ini sangat menyukai intensitas cahaya yang tinggi. Kedatangan ikan predator menyebabkan teri dan rebon melarikan diri. Akibatnya, teri dan rebon sama sekali tidak tertangkap. Bagan justru menangkap jenis-jenis ikan predator, seperti tongkol, bawal dan cumi-cumi. Kembung dan tembang cukup banyak tertangkap oleh bagan yang menggunakan, baik lampu tabung, lampu dalam air, maupun lampu bereflektor. Kedua jenis ikan ini memiliki ukuran yang lebih besar dari teri dan rebon, sehingga ikan predator mengalami kesulitan ketika akan memangsa kedua ikan ini. Inilah yang menyebabkan kenapa kembung dan tembang juga cukup banyak tertangkap oleh bagan yang menggunakan lampu bereflektor. Menurut Hasan dan Widipangestu (2000), komposisi ikan hasil tangkapan secara langsung dipengaruhi oleh penggunaan lampu yang dipasang di dalam air. Pemasangan lampu pada kedalaman 0 1 m adalah posisi yang paling baik. Penggunaan lampu pada posisi ini menghasilkan tangkapan dalam jumlah banyak.

16 46 c. Berat hasil tangkapan per hauling Banyaknya ikan yang tertangkap pada setiap penarikan jaring, menunjukkan keterkaitan antara waktu pengoperasian bagan seperti terlihat pada Gambar 22 dibawah ini: Berat tangkapan (kg) ( ) ( ) ( ) Teri Layur Kembung Tembang Tongkol Rebon Bawal Cumi Jenis organisme Gambar 22. Komposisi berat hasil tangkapan terhadap jenis ikan per hauling Berdasarkan waktu pengangkatan jaring, jumlah ikan teri yang tertangkap pada jam ( ) adalah seberat 31,4 kg. Ini jauh berbeda dengan pengangkatan pada jam ( ) yang hanya 3,4 kg, dan pada jam ( ) 9,6 kg. Ikan layur terjaring seberat 12 kg pada jam ( ). Jumlah ini lebih besar bila dibandingkan dengan pengangkatan pada jam ( ) yaitu seberat 10 kg, dan pada jam ( ) seberat 8 kg. Ikan kembung tertangkap seberat 27,2 kg pada jam ( ). Adapun jaring yang diangkat pada jam ( ) menangkap ikan seberat 12,6 kg dan pada jam ( ) 11,5 kg. Ikan tembang yang tertangkap pada jam ( ) adalah 42,4 kg, pada jam ( ) 11,8 kg, sedangkan pada jam ( ) 25,4 kg. Ikan tongkol tertangkap seberat 8,1 kg pada jam ( ), dan 6,4 kg pada jam ( ). Rebon tertangkap seberat 4 kg pada jam ( ), dan seberat 27,5 kg pada jam ( ). Ikan bawal tertangkap seberat 20,5 kg

17 47 pada jam ( ), dan seberat 8,5 kg pada jam ( ). Cumi-cumi yang tertangkap beratnya mencapai 6,5 kg pada jam ( ). Ikan-ikan jenis teri, rebon dan cumi banyak tertangkap pada jam ( ). Sedangkan ikan-ikan jenis layur, kembung, tembang, tongkol dan bawal banyak tertangkap pada jam ( ). Menurut Gunarso (1988), ikan berfamili clupidae seperti ikan teri, aktif mencari makan pada malam hari. Tertangkapnya ikan pada waktu tertentu disebabkan karena waktu makan ikan (feeding habit) yang disesuaikan dengan kebiasaan hidupnya. Tembang banyak tertangkap pada jam ( ). Ikan ini memiliki sifat fototaksis positif sehingga akan mudah berkumpul bila mendapatkan cahaya lampu. Tembang merupakan jenis ikan yang paling mendominasi, memiliki ciri pemakan plankton dan hidup bergerombol. Ben Yami (1987), mengatakan bahwa untuk membuat gerombolan besar, tembang membutuhkan cahaya. Plankton dan zooplankton dapat hidup dan berkembang biak dengan cahaya yang cukup (Basmi, 1995). Penangkapan bagan menggunakan cahaya, mengakibatkan tembang memasuki area jaring dengan cepat. Selain tertarik oleh cahaya, tembang memasuki area bagan untuk makan berupa plankton Berdasarkan waktu hauling Pengangkatan jaring dilakukan berdasarkan lamanya waktu setting yaitu 3 jam. Hal ini bersumber dari waktu makan ikan yang dibagi kedalam 3 kategori, yakni : ( ), ( ) dan ( ). Saat-saat berkumpulnya ikan terkait dengan waktu makan serta aktifitas renang ikan. Setiap jenis ikan memiliki waktu makan (feeding habit) yang teratur. Menurut Gunarso (1988) menyatakan bahwa ikan dalam keadaan lapar akan lebih mudah terpikat oleh cahaya dari pada ikan dalam keadaan kenyang, sehingga ikan tersebut akan muncul mendekati cahaya. Oleh karena itu, perlu diketahui secara pasti saat-saat ikan dalam keadaan lapar. Hal ini sejalan dengan kutipan dalam salah satu situs komunitas pemancing (Anonymous, 2011) yang menyatakan bahwa faktor penentu keberhasilan menangkap ikan adalah dengan mengetahui kebiasaan makan ikan (food habits) dan cara makan ikan (feeding habits).

18 48 a. Total tangkapan per hauling Waktu pengangkatan jaring dilakukan pada jam 22.00, dan Dari ketiga penangkapan tersebut, pengangkatan pada jam menunjukkan hasil tangkapan yang paling banyak yaitu seberat 125,2 kg. Jumlah tersebut berbeda saat jaring diangkat pada jam yaitu seberat 119,8 kg. Sedangkan pada jam ikan yang tertangkap seberat 41,3 kg. Hasil tangkapan berdasarkan ketiga waktu hauling tersebut dapat dilihat pada Gambar 23 dibawah ini : Gambar 23. Total tangkapan per hauling Berdasarkan Gambar 23 dapat dilihat bahwa hasil tangkapan banyak terdapat pada waktu pengangkatan jam dan Hal ini terjadi karena pada waktu tersebut merupakan waktu makan ikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ikan - ikan tangkapan bagan cenderung memiliki waktu makan pada jam dan karena terlihat pada waktu-waktu tersebut ikan ini banyak tertangkap. Menurut Tupamahu (2001), komposisi makanan ikan tembang pada jam memiliki nilai indeks kandungan isi lambung sebanyak 0,41, menurun ke 0,28 (20.00) dan 0,2 (21.00). Adapun menjelang periode tengah malam sampai menjelang pagi hari berfluktuasi pada nilai 0,16 dan 0,22. Periode waktu yang diamati (jam 20.00, 21.00, 22.00, dan jam 05.00), indeks isi

19 49 lambung ikan tongkol berkisar antara 0,1 dan 0,2 dengan variasi yang menonjol pada jam Selain itu Pagalay (1986) menambahkan bahwa hasil tangkapan bagan pada jam lebih banyak dibandingkan dengan waktu-waktu lainnya. Hal itu merupakan relevansi dari keadaan biologis ikan dimana pada periode tangkapan merupakan tahapan untuk melakukan adaptasi dari keadaan terang ke gelap. Pada waktu tersebut keadaan lingkungan berubah menjadi gelap sehingga ikan dapat tertarik oleh penyinaran buatan (lampu TL). b. Berdasarkan pangangkatan jaring tiap lampu Pengaruh penggunaan lampu terhadap berat hasil tangkapan dengan waktu pengangkatan jaring yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 24. Berdasarkan gambar tersebut, pengoperasian bagan antara jam dengan lampu tabung menghasilkan tangkapan seberat 24,2 kg. Jumlah ini lebih sedikit bila dibandingkan dengan lampu bereflektor yang memperoleh tangkapan seberat 41,9 kg dan lampu dalam air seberat 53,65 kg. Waktu pengoperasian antara jam dengan dengan lampu tabung mendapatkan tangkapan seberat 12,9 kg, lampu bereflektor 23,4 kg, dan lampu dalam air seberat 28,4 kg. Adapun pengoperasian jaring pada jam dengan lampu tabung menghasilkan tangkapan seberat 28 kg, lampu bereflektor 30,6 kg, sedangkan dengan lampu dalam air 69,6 kg. Gambar 24. Perbandingan hasil tangkapan dengan lampu per hauling

20 50 Total tangkapan tiap jenis lampu memperlihatkan bahwa lampu dalam air memiliki berat tangkapan yang paling banyak. Hal ini disebabkan karena sinarnya yang memancar kesegala arah dalam radius yang lebih luas. Menurut Gunarso (1988), keberadaan cahaya merupakan indikator adanya makanan. Selain itu, kondisi ikan yang lapar membuatnya merespon cahaya dengan lebih cepat. Ini berbeda dengan lampu tabung yang hanya memancar dalam area yang sempit dan lampu reflektor yang terfokus khusus pada kerangka jaring bagan. Berdasarkan pengamatan saat jaring ditarik ke permukaan, ikan-ikan ada yang cenderung tenang atau agresif ketika ditangkap. Penggunaan lampu reflektor memberikan peluang pelolosan ikan yang lebih kecil karena cahayanya yang terfokus Berdasarkan jenis lampu Total hasil tangkapan bagan dengan lampu tabung adalah 65,6 kg dan lampu tabung bereflektor 95,9 kg. Bagan dengan lampu dalam air menghasilkan tangkapan seberat 151,7 kg. Perbandingan jumlah total hasil tangkapan dapat dilihat pada Gambar 25. Gambar 25. Perbandingan berat total tangkapan bagan per jenis lampu

21 51 Gambar 25 menunjukkan bahwa bagan yang dioperasikan dengan lampu dalam air memperoleh tangkapan yang paling banyak dibandingkan dengan lampu jenis lainnya. Ini berarti untuk meningkatkan hasil tangkapan bagan diperlukan lampu pemanggil yang dapat mencapai area yang jauh di dalam air. Lampu tabung memiliki cahaya yang menyebar ke segala arah tetapi tidak mencakup wilayah yang luas. Lampu ini hanya mampu menyinari perairan dengan jarak tertentu baik secara vertikal maupun horizontal. Hal ini menyebabkan ikan yang tertangkap dengan lampu ini berjumlah lebih sedikit. Menurut Ben Yami (1976), pola reaksi ikan terhadap cahaya disebut fototaksis yang terbagi atas 2 jenis yakni fototaksis positif dan negatif. Fototaksis merupakan gerak spontan ikan mendekati atau menjauhi cahaya. Selanjutnya dikatakan bahwa semakin tinggi intensitas cahaya, maka semakin tinggi pula aktivitas ikan tersebut.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Iluminasi cahaya Cahaya pada pengoperasian bagan berfungsi sebagai pengumpul ikan. Cahaya yang diperlukan memiliki beberapa karakteristik, yaitu iluminasi yang tinggi, arah pancaran

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN POSISI PENEMPATAN LAMPU TABUNG TERHADAP HASIL TANGKAPAN BAGAN APUNG NELA INDAH ERMAWATI

PENGARUH PERBEDAAN POSISI PENEMPATAN LAMPU TABUNG TERHADAP HASIL TANGKAPAN BAGAN APUNG NELA INDAH ERMAWATI PENGARUH PERBEDAAN POSISI PENEMPATAN LAMPU TABUNG TERHADAP HASIL TANGKAPAN BAGAN APUNG NELA INDAH ERMAWATI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo

5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo 58 5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo Dalam pengoperasiannya, bagan rambo menggunakan cahaya untuk menarik dan mengumpulkan ikan pada catchable area. Penggunaan cahaya buatan yang berkapasitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN tangkapan yang berbeda. Untuk hari pertama tanpa menggunakan lampu, hari ke menggunakan dua lampu dan hari ke menggunakan empat lampu. Dalam satu hari dilakukan dua kali operasi penangkapan. Data yang

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Bagan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Bagan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bagan Bagan merupakan suatu alat tangkap yang termasuk kedalam kelompok jaring angkat dan terdiri atas beberapa komponen, yaitu jaring, rumah bagan, dan lampu. Jaring bagan umumnya

Lebih terperinci

2.2. Reaksi ikan terhadap cahaya

2.2. Reaksi ikan terhadap cahaya H. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bagan apung Bagan adalah alat tangkap yang menggunakan cahaya sebagai alat untuk menarik dan mengumpulkan ikan di daerah cakupan alat tangkap, sehingga memudahkan dalam proses

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Macam-macam lampu tabung (http://www.kumpulanistilah.com/2011/06/pengertian-lampu-tl.html)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Macam-macam lampu tabung (http://www.kumpulanistilah.com/2011/06/pengertian-lampu-tl.html) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lampu Tabung (Tubular Lamp) Lampu adalah alat untuk menerangi atau pelita, sedangkan lampu tabung sama halnya dengan lampu neon yaitu lampu listrik berbentuk tabung yang berisi

Lebih terperinci

4 HASIL 4.1 Proses penangkapan

4 HASIL 4.1 Proses penangkapan 30 4 HSIL 4.1 Proses penangkapan Pengoperasian satu unit rambo membutuhkan minimal 16 orang anak buah kapal (K) yang dipimpin oleh seorang juragan laut atau disebut dengan punggawa laut. Juragan laut memimpin

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 14 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dalam tiga tahap yaitu pengukuran iluminasi cahaya pada medium udara, pengoperasian bagan apung, dan pengukuran iluminasi

Lebih terperinci

SELEKSI UMPAN DAN UKURAN MATA PANCING TEGAK. (Selection on bait and hook number of vertical line) Oleh:

SELEKSI UMPAN DAN UKURAN MATA PANCING TEGAK. (Selection on bait and hook number of vertical line) Oleh: Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 3, No.2, November 2012 Hal: 169-175 SELEKSI UMPAN DAN UKURAN MATA PANCING TEGAK (Selection on bait and hook number of vertical line) Oleh: Noor Azizah 1 *, Gondo Puspito

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan tempat 4.2 Alat dan bahan 4.3 Metode pengambilan data

4 METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan tempat 4.2 Alat dan bahan 4.3 Metode pengambilan data 21 4 METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilakukan antara bulan Juli 2010 Juli 2011 bertempat di laboratorium Teknologi Alat Penangkapan Ikan, PSP, IPB ; dan perairan Teluk Palabuhanratu,

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bagan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bagan 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bagan Bagan merupakan salah satu alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan pelagis kecil, dioperasikan pada malam hari dan menggunakan cahaya lampu sebagai atraktor untuk

Lebih terperinci

4 HASIL 4.1 Proses penangkapan

4 HASIL 4.1 Proses penangkapan 4 HASIL 4.1 Proses penangkapan Pengoperasian satu unit bagan rambo membutuhkan minimal 16 orang anak buah kapal (ABK) yang dipimpin oleh seorang juragan laut atau disebut dengan punggawa laut. Juragan

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Perairan di Kabupaten Barru

5 PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Perairan di Kabupaten Barru 5 PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Perairan di Kabupaten Barru Perairan Kabupaten Barru terletak di pantai barat pulau Sulawesi dan merupakan bagian dari Selat Makassar. Perairan ini merupakan salah satu pintu masuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Lokasi Penelitian Cirebon merupakan daerah yang terletak di tepi pantai utara Jawa Barat tepatnya diperbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN IKAN TERI (Stolephorus sp.) DENGAN ALAT TANGKAP BAGAN PERAHU BERDASARKAN PERBEDAAN KEDALAMAN DI PERAIRAN MORODEMAK

ANALISIS HASIL TANGKAPAN IKAN TERI (Stolephorus sp.) DENGAN ALAT TANGKAP BAGAN PERAHU BERDASARKAN PERBEDAAN KEDALAMAN DI PERAIRAN MORODEMAK ANALISIS HASIL TANGKAPAN IKAN TERI (Stolephorus sp.) DENGAN ALAT TANGKAP BAGAN PERAHU BERDASARKAN PERBEDAAN KEDALAMAN DI PERAIRAN MORODEMAK Analysis of Catching Anchovy (Stolephorus sp.) by Boat Lift Nets

Lebih terperinci

STUDI PENDAHULUAN PENGGUNAAN LAMPU TABUNG BEREFLEKTOR TERHADAP HASIL TANGKAPAN BAGAN APUNG SITI ROHANAH

STUDI PENDAHULUAN PENGGUNAAN LAMPU TABUNG BEREFLEKTOR TERHADAP HASIL TANGKAPAN BAGAN APUNG SITI ROHANAH STUDI PENDAHULUAN PENGGUNAAN LAMPU TABUNG BEREFLEKTOR TERHADAP HASIL TANGKAPAN BAGAN APUNG SITI ROHANAH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Visi

I. PENDAHULUAN Visi I. PENDAHULUAN 1.1. Visi Cahaya merupakan salah satu faktor keberhasilan dalam kegiatan penangkapan ikan yang memiliki sifat fototaksis positif. Penggunaan cahaya, terutama cahaya listrik dalam kegiatan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN LIGHT EMITTING DIODE PADA LAMPU CELUP BAGAN. The Use of Light Emitting Diode on Sunked Lamps of Lift Net. Oleh:

PENGGUNAAN LIGHT EMITTING DIODE PADA LAMPU CELUP BAGAN. The Use of Light Emitting Diode on Sunked Lamps of Lift Net. Oleh: Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 4, No. 2, November 2013 Hal: 141-151 PENGGUNAAN LIGHT EMITTING DIODE PADA LAMPU CELUP BAGAN The Use of Light Emitting Diode on Sunked Lamps of Lift Net Oleh: Imanuel

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metode penangkapan ikan dengan menggunakan cahaya sudah sejak lama diketahui sebagai perlakuan yang efektif untuk tujuan penangkapan ikan tunggal maupun berkelompok (Ben-Yami,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KELIMPAHAN FITOPLANKTON DENGAN ZOOPLANKTON DI PERAIRAN SEKITAR JEMBATAN SURAMADU KECAMATAN LABANG KABUPATEN BANGKALAN

HUBUNGAN ANTARA KELIMPAHAN FITOPLANKTON DENGAN ZOOPLANKTON DI PERAIRAN SEKITAR JEMBATAN SURAMADU KECAMATAN LABANG KABUPATEN BANGKALAN HUBUNGAN ANTARA KELIMPAHAN FITOPLANKTON DENGAN ZOOPLANKTON DI PERAIRAN SEKITAR JEMBATAN SURAMADU KECAMATAN LABANG KABUPATEN BANGKALAN Novi Indriyawati, Indah Wahyuni Abida, Haryo Triajie Jurusan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

PENGUATAN CAHAYA PADA BAGAN MENGGUNAKAN REFLEKTOR KERUCUT SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN CUMI-CUMI

PENGUATAN CAHAYA PADA BAGAN MENGGUNAKAN REFLEKTOR KERUCUT SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN CUMI-CUMI Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 4, No. 2, November 2013 Hal 163-173 PENGUATAN CAHAYA PADA BAGAN MENGGUNAKAN REFLEKTOR KERUCUT SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN CUMI-CUMI Light Strengthening

Lebih terperinci

UJI COBA PENANGKAPAN IKAN DENGAN BAGAN TANCAP MENGGUNAKAN LAMPU LED (LIGHT EMITTING DIODE) DAVID JULIAN

UJI COBA PENANGKAPAN IKAN DENGAN BAGAN TANCAP MENGGUNAKAN LAMPU LED (LIGHT EMITTING DIODE) DAVID JULIAN UJI COBA PENANGKAPAN IKAN DENGAN BAGAN TANCAP MENGGUNAKAN LAMPU LED (LIGHT EMITTING DIODE) DAVID JULIAN DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN LAMPU BAWAH AIR SEBAGAI ALAT BANTU PADA BAGAN TANCAP DI DESA TAMBAK LEKOK KECAMATAN LEKOK PASURUAN

PENGEMBANGAN LAMPU BAWAH AIR SEBAGAI ALAT BANTU PADA BAGAN TANCAP DI DESA TAMBAK LEKOK KECAMATAN LEKOK PASURUAN PENGEMBANGAN LAMPU BAWAH AIR SEBAGAI ALAT BANTU PADA BAGAN TANCAP DI DESA TAMBAK LEKOK KECAMATAN LEKOK PASURUAN DEVELOPMENT OF UNDER WATER LAMP AS A TOOL TO LIFT NET IN TAMBAK LEKOK VILLAGE PASURUAN Fuad

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jenis Hasil Tangkapan Hasil tangkapan pancing ulur selama penelitian terdiri dari 11 famili, 12 genus dengan total 14 jenis ikan yang tertangkap (Lampiran 6). Sebanyak 6

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Jumlah tangkapan; struktur ukuran; jenis umpan; ikan demersal dan rawai dasar

ABSTRAK. Kata kunci: Jumlah tangkapan; struktur ukuran; jenis umpan; ikan demersal dan rawai dasar RESPON IKAN DEMERSAL DENGAN JENIS UMPAN BERBEDA TERHADAP HASIL TANGKAPAN PADA PERIKANAN RAWAI DASAR Wayan Kantun 1), Harianti 1) dan Sahrul Harijo 2) 1) Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan (STITEK) Balik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Morotai yang terletak di ujung utara Provinsi Maluku Utara secara geografis berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik di sebelah utara, sebelah selatan berbatasan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS LAMPU TABUNG PADA PERIKANAN BAGAN HENDRAWAN SYAFRIE

EFEKTIVITAS LAMPU TABUNG PADA PERIKANAN BAGAN HENDRAWAN SYAFRIE EFEKTIVITAS LAMPU TABUNG PADA PERIKANAN BAGAN HENDRAWAN SYAFRIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

Gambar 3 Lampu tabung.

Gambar 3 Lampu tabung. 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat Penelitian dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama penelitian yaitu pengukuran nilai iluminasi pada medium udara yang dilakukan di Laboratorium Teknologi Alat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih TINJAUAN PUSTAKA Alat Tangkap Jaring Insang (Gill net) Jaring insang (gill net) yang umum berlaku di Indonesia adalah salah satu jenis alat penangkapan ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi

Lebih terperinci

JURNAL PEMANFAATAN SUBERDAYA PERIKANAN

JURNAL PEMANFAATAN SUBERDAYA PERIKANAN JURNAL PEMANFAATAN SUBERDAYA PERIKANAN Vol. 4 No. 1 Hal. 14 Ambon, Mei 215 ISSN. 28519 HASIL TANGKAPAN BAGAN APUNG BERDASARKAN PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA LAMPU FLOURESCENT DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

Lebih terperinci

J. Sains & Teknologi, Agustus 2017, Vol. 17 No. 2 : ISSN

J. Sains & Teknologi, Agustus 2017, Vol. 17 No. 2 : ISSN J. Sains & Teknologi, Agustus 2017, Vol. 17 No. 2 : 187 192 ISSN 1411-4674 MAKANAN IKAN PELAGIS PLANKTIVOR PADA BAGAN TANCAP DENGAN INTENSITAS CAHAYA LAMPU BERBEDA Food of Planktivor Pelagic Fish in the

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Zooplankton adalah hewan berukuran mikro yang dapat bergerak lebih bebas di

I. PENDAHULUAN. Zooplankton adalah hewan berukuran mikro yang dapat bergerak lebih bebas di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plankton adalah organisme mikroskopis yang hidup melayang bebas di perairan. Plankton dibagi menjadi fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton adalah organisme berklorofil

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi SPL secara Spasial dan Temporal Pola distribusi SPL sangat erat kaitannya dengan pola angin yang bertiup pada suatu daerah. Wilayah Indonesia sendiri dipengaruhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sehingga, Indonesia disebut sebagai Negara Maritim. alamnya mayoritas mata pencaharian masyarakat indonesia setelah petani adalah

I. PENDAHULUAN. sehingga, Indonesia disebut sebagai Negara Maritim. alamnya mayoritas mata pencaharian masyarakat indonesia setelah petani adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terdiri dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 81.000 Km yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, dengan wilayah laut seluas 5,8

Lebih terperinci

Balai Diklat Perikanan Banyuwangi

Balai Diklat Perikanan Banyuwangi Menangkap ikan, adalah kegiatan perburuan seperti halnya menangkap harimau, babi hutan atau hewan-hewan liar lainnya di hutan. Karena sifatnya memburu, menjadikan kegiatan penangkapan ikan mengandung ketidakpastian

Lebih terperinci

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah perairan. Sumberdaya hayati (ikan) merupakan bagian dari sumberdaya alam yang

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah perairan. Sumberdaya hayati (ikan) merupakan bagian dari sumberdaya alam yang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah perairan mencapai 213 dari seluruh luas wilayah Indonesia. Luas perairan yang mencapai 5,8 juta km2 yang terbagi atas

Lebih terperinci

MAKALAH ILUMINASI DISUSUN OLEH : M. ALDWY WAHAB TEKNIK ELEKTRO

MAKALAH ILUMINASI DISUSUN OLEH : M. ALDWY WAHAB TEKNIK ELEKTRO MAKALAH ILUMINASI DISUSUN OLEH : M. ALDWY WAHAB 14 420 040 TEKNIK ELEKTRO ILUMINASI (PENCAHAYAAN) Iluminasi disebut juga model refleksi atau model pencahayaan. Illuminasi menjelaskan tentang interaksi

Lebih terperinci

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5.1 Jenis dan Volume Produksi serta Ukuran Hasil Tangkapan 1) Jenis dan Volume Produksi Hasil Tangkapan Pada tahun 2006, jenis

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Teluk Jakarta Secara geografis Teluk Jakarta (Gambar 9) terletak pada 5 o 55 30-6 o 07 00 Lintang Selatan dan 106 o 42 30-106 o 59 30 Bujur Timur. Batasan di sebelah

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Mentawai adalah kabupaten termuda di Propinsi Sumatera Barat yang dibentuk berdasarkan Undang-undang No.49 Tahun 1999. Kepulauan ini terdiri dari empat pulau

Lebih terperinci

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Migrasi ikan adalah adalah pergerakan perpindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain yang mempunyai arti penyesuaian terhadap kondisi alam yang menguntungkan

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan p ISSN Volume 7 Nomor 2. Desember 2017 e ISSN Halaman :

Jurnal Perikanan dan Kelautan p ISSN Volume 7 Nomor 2. Desember 2017 e ISSN Halaman : Jurnal Perikanan dan Kelautan p ISSN 2089 3469 Volume 7 Nomor 2. Desember 2017 e ISSN 2540 9484 Halaman : 167 180 Perbedaan Hasil Tangkapan Bagan Tancap dengan Menggunakan Lampu CFL dan LED Dalam Air (Leda)

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya pada Penangkapan Ikan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya pada Penangkapan Ikan 8 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya pada Penangkapan Ikan Pada mulanya penggunaan lampu untuk penangkapan masih terbatas pada daerah-daerah tertentu dan umumnya dilakukan hanya di tepi-tepi

Lebih terperinci

PENGARUH ILUMINASI ATRAKTOR CAHAYA TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN PADA BAGAN APUNG

PENGARUH ILUMINASI ATRAKTOR CAHAYA TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN PADA BAGAN APUNG PENGARUH ILUMINASI ATRAKTOR CAHAYA TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN PADA BAGAN APUNG EFFECT OF LIGHT ILLUMINATION OF ATTRACTOR ON CATCH OF LIFT NET IN PELABUHAN RATU ABSTRAK Regi Fiji Anggawangsa, Ignatius

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan layur (Trichiurus lepturus) (Sumber :

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan layur (Trichiurus lepturus) (Sumber : 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Layur (Tricihurus lepturus) Layur (Trichiurus spp.) merupakan ikan laut yang mudah dikenal dari bentuknya yang panjang dan ramping. Ikan ini tersebar di banyak perairan dunia.

Lebih terperinci

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Kota Serang Kota Serang adalah ibukota Provinsi Banten yang berjarak kurang lebih 70 km dari Jakarta. Suhu udara rata-rata di Kota Serang pada tahun 2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan mempunyai kemampaun berenang yang lemah dan pergerakannya selalu dipegaruhi oleh gerakan massa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Gangguan Pada Audio Generator Terhadap Amplitudo Gelombang Audio Yang Dipancarkan Pengukuran amplitudo gelombang audio yang dipancarkan pada berbagai tingkat audio generator

Lebih terperinci

Menwut Direktorat Jenderal (Dirjen) Perikanan (1991), purse seine adalah

Menwut Direktorat Jenderal (Dirjen) Perikanan (1991), purse seine adalah TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Usaha Perikanan Purse seine Menwut Direktorat Jenderal (Dirjen) Perikanan (1991), purse seine adalah sejenis alat tangkap yang terdiri dari jaring yang membentang antara tali ris

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Organ Pencernaan Ikan Kuniran Ikan kuniran merupakan salah satu jenis ikan demersal. Ikan kuniran juga merupakan ikan karnivora. Ikan kuniran memiliki sungut pada bagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) dan berdasarkan habitatnya di laut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA Pengaruh Lampu terhadap Hasil Tangkapan... Pemalang dan Sekitarnya (Nurdin, E.) PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA Erfind Nurdin Peneliti

Lebih terperinci

DISTRIBUSI CAHAYA LAMPU DAN TINGKAH LAKU IKAN PADA PROSES PENANGKAPAN BAGAN PERAHU DI PERAIRAN MALUKU TENGAH. Haruna *)

DISTRIBUSI CAHAYA LAMPU DAN TINGKAH LAKU IKAN PADA PROSES PENANGKAPAN BAGAN PERAHU DI PERAIRAN MALUKU TENGAH. Haruna *) DISTRIBUSI CAHAYA LAMPU DAN TINGKAH LAKU IKAN PADA PROSES PENANGKAPAN BAGAN PERAHU DI PERAIRAN MALUKU TENGAH Haruna *) *) Staf pengajar FPIK Univ.Pattimura E-mail ; har_flash@yahoo.co.id Abstract : The

Lebih terperinci

Sifat gelombang elektromagnetik. Pantulan (Refleksi) Pembiasan (Refraksi) Pembelokan (Difraksi) Hamburan (Scattering) P o l a r i s a s i

Sifat gelombang elektromagnetik. Pantulan (Refleksi) Pembiasan (Refraksi) Pembelokan (Difraksi) Hamburan (Scattering) P o l a r i s a s i Sifat gelombang elektromagnetik Pantulan (Refleksi) Pembiasan (Refraksi) Pembelokan (Difraksi) Hamburan (Scattering) P o l a r i s a s i Pantulan (Refleksi) Pemantulan gelombang terjadi ketika gelombang

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA

TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA Agus Salim Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregistrasi I tanggal: 29 Mei 2008; Diterima

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya Untuk Penangkapan Ikan. daerah-daerah tertentu dan umumnya dilakukan hanya di tepi-tepi pantai dengan

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya Untuk Penangkapan Ikan. daerah-daerah tertentu dan umumnya dilakukan hanya di tepi-tepi pantai dengan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Penggunaan Cahaya Untuk Penangkapan Ikan Pada awal mulanya penggunaan lampu untuk penangkapan masih terbatas pada daerah-daerah tertentu dan umumnya dilakukan hanya di

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi SPL Dari pengamatan pola sebaran suhu permukaan laut di sepanjang perairan Selat Sunda yang di analisis dari data penginderaan jauh satelit modis terlihat ada pembagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai merupakan suatu perairan yang airnya berasal dari air tanah dan air hujan, yang mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran tersebut dapat

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN MATA PANCING GANDA PADA RAWAI TEGAK TERHADAP HASIL TANGKAPAN LAYUR

PENGARUH PENGGUNAAN MATA PANCING GANDA PADA RAWAI TEGAK TERHADAP HASIL TANGKAPAN LAYUR Pengaruh Penggunaan Mata Pancing.. terhadap Hasil Tangkapan Layur (Anggawangsa, R.F., et al.) PENGARUH PENGGUNAAN MATA PANCNG GANDA PADA RAWA TEGAK TERHADAP HASL TANGKAPAN LAYUR ABSTRAK Regi Fiji Anggawangsa

Lebih terperinci

Efektivitas Alat Tangkap Mini Purse Seine Menggunakan Sumber Cahaya Berbeda Terhadap Hasil Tangkap Ikan Kembung (Rastrelliger sp.)

Efektivitas Alat Tangkap Mini Purse Seine Menggunakan Sumber Cahaya Berbeda Terhadap Hasil Tangkap Ikan Kembung (Rastrelliger sp.) Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 3,No. 1, April 2011 Efektivitas Alat Tangkap Mini Purse Seine Menggunakan Sumber Cahaya Berbeda Terhadap Hasil Tangkap Ikan Kembung (Rastrelliger sp.) Fishing

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Total Data Sebaran Klorofil-a citra SeaWiFS Total data sebaran klorofil-a pada lokasi pertama, kedua, dan ketiga hasil perekaman citra SeaWiFS selama 46 minggu. Jumlah data

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Penangkapan Ikan. Ayodhyoa (1981) mengatakan bahwa penangkapan ikan adalah suatu usaha

II. TINJAUAN PUSTAKA Penangkapan Ikan. Ayodhyoa (1981) mengatakan bahwa penangkapan ikan adalah suatu usaha II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penangkapan Ikan Ayodhyoa (1981) mengatakan bahwa penangkapan ikan adalah suatu usaha manusia untuk menghasilkan ikan dan organisme lainnya di perairan, keberhasilan usaha penangkapan

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Perairan Palabuhanratu terletak di sebelah selatan Jawa Barat, daerah ini merupakan salah satu daerah perikanan yang potensial di Jawa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi komunitas plankton sampai tingkat genus di Pulau Biawak terdiri dari 18 genus plankton yang terbagi kedalam 14 genera

Lebih terperinci

PENENTUAN RESPON OPTIMAL FUNGSI PENGLIHATAN IKAN TERHADAP PANJANG GELOMBANG DAN INTENSITAS CAHAYA TAMPAK

PENENTUAN RESPON OPTIMAL FUNGSI PENGLIHATAN IKAN TERHADAP PANJANG GELOMBANG DAN INTENSITAS CAHAYA TAMPAK PENENTUAN RESPON OPTIMAL FUNGSI PENGLIHATAN IKAN TERHADAP PANJANG GELOMBANG DAN INTENSITAS CAHAYA TAMPAK Fita Fitria, Welina Ratnayanti K, Tri Anggono P Laboratorium Biofisika, Departemen Fisika, Fakultas

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang paling selatan di negara Republik Indonesia. Kabupaten ini memiliki 27 buah pulau, dan 19 buah pulau

Lebih terperinci

Untuk terang ke 3 maka Maka diperoleh : adalah

Untuk terang ke 3 maka Maka diperoleh : adalah JAWABAN LATIHAN UAS 1. INTERFERENSI CELAH GANDA YOUNG Dua buah celah terpisah sejauh 0,08 mm. Sebuah berkas cahaya datang tegak lurus padanya dan membentuk pola gelap terang pada layar yang berjarak 120

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU Zulkhasyni Fakultas Pertanian Universitas Prof. Dr. Hazairin, SH Bengkulu ABSTRAK Perairan Laut Bengkulu merupakan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Reaksi Pengumpulan Pepetek terhadap Warna Cahaya dengan Intensitas Berbeda Informasi mengenai tingkah laku ikan akan memberikan petunjuk bagaimana bentuk proses penangkapan yang

Lebih terperinci

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan ix M Tinjauan Mata Kuliah ata kuliah ini merupakan cabang dari ekologi dan Anda telah mempelajarinya. Pengetahuan Anda yang mendalam tentang ekologi sangat membantu karena ekologi laut adalah perluasan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN HasU Hasil Tangkapan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN HasU Hasil Tangkapan 4.1. HasU 4.1.1.Hasil Tangkapan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1.1. Biomassa atau berat basah basil tangkapan (kg) Biomassa atau berat basah hasil tangkapan selama tujuh hari penangkapan sebanyak 1435 kg.

Lebih terperinci

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PANCING ULUR UNTUK PENANGKAPAN IKAN TENGGIRI (Scomberomorus commerson) DI PERAIRAN PULAU TAMBELAN KEPULAUAN RIAU

PRODUKTIVITAS PANCING ULUR UNTUK PENANGKAPAN IKAN TENGGIRI (Scomberomorus commerson) DI PERAIRAN PULAU TAMBELAN KEPULAUAN RIAU PRODUKTIVITAS PANCING ULUR UNTUK PENANGKAPAN IKAN TENGGIRI (Scomberomorus commerson) DI PERAIRAN PULAU TAMBELAN KEPULAUAN RIAU Productivity of Hand Line for Fishing of Mackerel (Scomberomorus commerson)

Lebih terperinci

Jenis dan Sifat Gelombang

Jenis dan Sifat Gelombang Jenis dan Sifat Gelombang Gelombang Transversal, Gelombang Longitudinal, Gelombang Permukaan Gelombang Transversal Gelombang transversal merupakan gelombang yang arah pergerakan partikel pada medium (arah

Lebih terperinci

PENGARUH INTENSITAS CAHAYA LAMPU BAWAH AIR DENGAN SENTER LIGHT EMITTING DIODE PADA REAKSI FOTOTAKSIS IKAN DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU

PENGARUH INTENSITAS CAHAYA LAMPU BAWAH AIR DENGAN SENTER LIGHT EMITTING DIODE PADA REAKSI FOTOTAKSIS IKAN DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU PENGARUH INTENSITAS CAHAYA LAMPU BAWAH AIR DENGAN SENTER LIGHT EMITTING DIODE PADA REAKSI FOTOTAKSIS IKAN DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU MARTUA EDISON SIHOMBING DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA

PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA Materi Penyebaran Komunitas Fauna di Dunia Keadaan fauna di tiap-tiap daerah (bioma) tergantung pada banyak kemungkinan yang dapat diberikan daerah itu untuk memberi

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LAMPU LISTRIK UNTUK PENINGKATAN HASIL TANGKAPAN PADA BAGAN APUNG TRADISIONAL DI PELABUHAN RATU

PEMANFAATAN LAMPU LISTRIK UNTUK PENINGKATAN HASIL TANGKAPAN PADA BAGAN APUNG TRADISIONAL DI PELABUHAN RATU PEMANFAATAN LAMPU LISTRIK UNTUK PENINGKATAN HASIL TANGKAPAN PADA BAGAN APUNG TRADISIONAL DI PELABUHAN RATU UTILIZATION OF ELECTRIC LAMPS TO INCREASE CATCH OF TRADITIONAL LIFT NET IN PELABUHAN RATU WATERS

Lebih terperinci

Cahaya sebagai media Fotografi. Syarat-syarat fotografi. Cahaya

Cahaya sebagai media Fotografi. Syarat-syarat fotografi. Cahaya Cahaya sebagai media Fotografi Pencahayaan merupakan unsur dasar dari fotografi. Tanpa pencahayaan yang optimal, suatu foto tidak dapat menjadi sebuah karya yang baik. Pengetahuan tentang cahaya mutlak

Lebih terperinci

HIDROSFER VI. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER VI. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER VI Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami kedalaman laut dan salinitas air laut. 2.

Lebih terperinci

SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT PROVINSI Waktu: 180 menit Soal terdiri dari 30 nomor pilihan ganda, 10 nomor isian dan 2 soal essay

SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT PROVINSI Waktu: 180 menit Soal terdiri dari 30 nomor pilihan ganda, 10 nomor isian dan 2 soal essay SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT PROVINSI Waktu: 180 menit Soal terdiri dari 30 nomor pilihan ganda, 10 nomor isian dan 2 soal essay A. PILIHAN GANDA Petunjuk: Pilih satu jawaban yang paling benar. 1. Grafik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) (Gambar 1) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat potensial

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum aktivitas perikanan tangkap di Indonesia dilakukan secara open access. Kondisi ini memungkinkan nelayan dapat bebas melakukan aktivitas penangkapan tanpa batas

Lebih terperinci

DINAS PENDIDIKAN KOTA PADANG SMA NEGERI 10 PADANG Cahaya

DINAS PENDIDIKAN KOTA PADANG SMA NEGERI 10 PADANG Cahaya 1. EBTANAS-06-22 Berikut ini merupakan sifat-sifat gelombang cahaya, kecuali... A. Dapat mengalami pembiasan B. Dapat dipadukan C. Dapat dilenturkan D. Dapat dipolarisasikan E. Dapat menembus cermin cembung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak pada garis

Lebih terperinci

Harry Kurniawan 1), Ir. Arthur Brown, M.Si 2), Dr. Pareg Rengi, S.Pi, M.Si 2) ABSTRAK

Harry Kurniawan 1), Ir. Arthur Brown, M.Si 2), Dr. Pareg Rengi, S.Pi, M.Si 2)   ABSTRAK KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN PUKAT TERI (PURSE SEINE) SEBELUM DAN SESUDAH TENGAH MALAM DI DESA KWALA GEBANG KECAMATAN GEBANG KABUPATEN LANGKAT PROVINSI SUMATERA UTARA Harry Kurniawan 1), Ir. Arthur Brown,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaring Arad Jaring arad (mini trawl) adalah jaring yang berbentuk kerucut yang tertutup ke arah ujung kantong dan melebar ke arah depan dengan adanya sayap. Bagian-bagiannya

Lebih terperinci

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 131 8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 8.1 Pendahuluan Mewujudkan sosok perikanan tangkap yang mampu mempertahankan

Lebih terperinci

5 HASIL PENELITIAN. 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil

5 HASIL PENELITIAN. 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil Komposisi hasil tangkapan ikan pelagis kecil menurut ketentuan Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan No. KEP.38/MEN/2003 tentang produktivitas

Lebih terperinci

PENGOPERASIAN LAMPU CELUP BAWAH AIR PADA BAGAN TANCAP DI PERAIRAN LEKOK. Application of Underwater Lamp for Bagan Tancap at Lekok

PENGOPERASIAN LAMPU CELUP BAWAH AIR PADA BAGAN TANCAP DI PERAIRAN LEKOK. Application of Underwater Lamp for Bagan Tancap at Lekok PENGOPERASIAN LAMPU CELUP BAWAH AIR PADA BAGAN TANCAP DI PERAIRAN LEKOK Application of Underwater Lamp for Bagan Tancap at Lekok 1 Sukandar dan 2 Fuad 1,2 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan - Universitas

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial 5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial Hasil pengamatan terhadap citra SPL diperoleh bahwa secara umum SPL yang terendah terjadi pada bulan September 2007 dan tertinggi pada bulan Mei

Lebih terperinci

Effect of Lights Color Difference On The Squid Catch (Loligo spp) Using Lift Net In Palabuhanratu Sukabumi, West Java

Effect of Lights Color Difference On The Squid Catch (Loligo spp) Using Lift Net In Palabuhanratu Sukabumi, West Java Pengaruh Perbedaan Warna Cahaya Lampu Terhadap Hasil Tangkapan Cumi-Cumi (Loligo spp) Pada Bagan Apung Di Perairan Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi Jawa Barat Effect of Lights Color Difference On The Squid

Lebih terperinci

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Pengamatan Aspek Operasional Penangkapan...di Selat Malaka (Yahya, Mohammad Fadli) PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Mohammad Fadli Yahya Teknisi pada Balai

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT CAHAYA. 1. Cahaya Merambat Lurus

SIFAT-SIFAT CAHAYA. 1. Cahaya Merambat Lurus SIFAT-SIFAT CAHAYA Dapatkah kamu melihat benda-benda yang ada di sekelilingmu dalam keadaan gelap? Tentu tidak bukan? Kita memerlukan cahaya untuk dapat melihat. Benda-benda yang ada di sekitar kita dapat

Lebih terperinci

WARNA UMPAN TIRUAN PADA HUHATE

WARNA UMPAN TIRUAN PADA HUHATE WARNA UMPAN TIRUAN PADA HUHATE Imitation Bait Colour of Skipjack Pole and Line Gondo Puspito 1 1 Staf Pengajar pada Bagian Teknologi Alat Penangkapan Ikan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, FPIK

Lebih terperinci