TRAUMA GINJAL. Batasan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TRAUMA GINJAL. Batasan"

Transkripsi

1 TRAUMA GINJAL Batasan Definisi dari trauma adalah suatu keadaan yang menyebabkan kerusakan tubuh atau organ tubuh dimana faktor penyebab berasal dari luar tubuh. Salah satu trauma yang dapat terjadi pada organ tubuh adalah ginjal. Trauma ginjal terjadi rata- rata 1-5% dari semua trauma. Ginjal paling sering terkena trauma, dengan rasio kejadian 3:1 antara laki- laki dan wanita. Trauma ginjal dapat mengacam jiwa, namun kebanyakan trauma ginjal dapat dikelola secara konservatif. Dengan kemajuan di bidang diagnostik dan terapi telah menurunkan angka intervensi bedah pada penanganan trauma ginjal dan meningkatkan preservasi ginjal. Mekanisme Injuri Mekanisme terjadinya trauma ginjal dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu trauma tumpul dan trauma tajam. Trauma tumpul biasanya diakibatkan karena kecalakaan lalu lintas, kecelakaan pada olah raga, dan lain- lain. Kecelakaan merupakan penyebab trauma tumpul pada ginjal. Laserasi ginjal dan trauma pada vaskuler ginjal kira- kira 10-15% dari trauma tumpul ginjal. Oklusi arteri renal berhunbungan dengan trauma deselerasi secara tiba- tiba. Posisi ginjal berubah yang menyebabkan tarikan pada vaskuler ginjal. Hal tersebut menyebabkan injuri pada intima dan dapat memicu terjadinya trombosis. Kompresi arteri renal yang disebabkan desakan antara vertebra dan dinding anterior abdomen dapat menyebabkan trombosis pada arteri renal sebelah kanan. Luka tembak dan luka tusuk merupakan penyebab utama trauma tajam pada ginjal. Akibat trauma ginjal lebih parah dari pada akibat dari trauma tumpul. Trauma dari peluru dapat mengakibatkan trauma yang lebih parah pada parenkim ginjal akibat dari gaya kinetiknya yang besar. Trauma dengan kekuatan yang lebih kecil mengakibatkan kerusakan jaringan yang lebih luas lagi akibat dari efek ledakan. Pada trauma dengan kekuatan yang lebih besar kerusakan jaringa yang luas disertai dengan kerusakan organ yang lain. Trauma ginjal paling sering terjadi

2 diantara organ urogenital yang lain, biasanya disertai dengan trauma abdomen dan kejadian nefrektomi masih tinggi antara 25-30%. Klasifikasi Trauma Klasifikasi trauma ginjal membantu penentuan terapi dan memperkirakan prognosis. Kira- kira terdapat 26 klasifikasi trauma ginjal. Terdapat kriteria yang digunakan sebagai dasar penyusunan klasifikasi ginjal antara lain: - Patogenesis (trauma tumpul atau tajam) - Morfologi (tipe dan derajat kerusakan) - Keadaan klinis (gejala yang ditemui) The American Association for the Surgery of Trauma (AAST) telah menyusun klasifikasi trauma ginjal. Klasifikasi ini membagi derajat trauma ginjal dari 1-5. CT scan abdomen atau temuan pada saat eksplorasi dapat memastikan derajat klasifikasi lebih tepat. Klasifikasi dari AAST pada saat ini paling banyak digunakan dan dapat menentukan perlu tidaknya tindakan operasi pada trauma ginjal. AAST Renal Injury Grading Scale 1 Contusion or non expanding subcapsular haematome No laceration 2 Non expanding perirenal haematome Cortical laceration < 1 cm deep without extravasation 3 Cortical laceration > 1 cm without urinary extravasation 4 Laceration: though corticomedullary junction into collecting system Or Vascular: segmental renal artery or vein injury with contained haematome

3 5 Laceration: shattered kidney Or Vascular: renal injury or avulsion Diagnosa: Initial Assessment Initial assessment pada pasien trauma termasuk penanganan jalan nafas, kontrol perdarahan, serta penanganan syok. Pemeriksaan fisik lebih lanjut dilakukan bila kondisi pasien telah stabil. Bila dicurigai terjadinya trauma ginjal, perlu dilakukan langkah diagnostik lebih lanjut. 1.1.Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik Anamnesa dapat diperoleh dari pasien yang telah stabil, atau dari saksi kejadian kecelakaan, dari personel medis. Indikasi terjadinya trauma pada ginjal apabila terjadi deselerasi secara tiba- tiba dan trauma langsung pada daerah flank. Pada trauma tembus, perlu diketahui ukuran dari pisau atau kaliber atau jenis dari senjata. Perlu juga diketahui kondisi ginjal sebelum terjadinya trauma, seperti hidronefrosi, kista, atau batu ginjal. Pemeriksaan fisik adalah dasar dari assessment pada setiap pasien dengan trauma. Stabilitas hemodinamik merupakan kriteria utama pada penanganan semua trauma ginjal. Pemeriksaan fisik pada trauma tajam ginjal sangat penting, dimana dapat diketahui luka tusuk atau luka masuk dan keluar dari peluru yang dapat ditemukan di punggung atau abdomen. Trauma tumpul pada flank, abdomenm atau thorax bagian bawah dapat menyebabkan terjadinya trauma ginjal. Temuan berikut pada pemeriksaan fisik dapat menendakan terjadinya traum ginjal: 1 Hematuria 2 Nyeri flank 3 Ekimosis flank 4 Abrasi flank 5 Fraktur costa

4 6 Distensi abdomen 7 Massa abdomen 8 Abdominal tenderness Guidelines Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik - Stabilitas hemodinamik perlu dipastikan pada saat kedatangan penderita - Anamnesa diperoleh dari pasien dengan kondisi stabil, saksi kejadian, atau petugas medis tentang waktu kejadian - Keadaan ginjal sebelum kejadian trauma - Pemeriksaa fisik dari thorax, abdomen, flanks, punggung - Temuan pada saat pemeriksaan fisik seperti hematuria ekimosis dan abrasi flank, fraktur costa, massa atau distensi abdomen kemungkinan terjadinya kerusakan ginjal Guidelines Pemeriksaan Laboratorium - Urine dari pasien dengan kecurigaan trauma ginjal diperiksa secara makros atau menggunakan dipstick - Pemeriksaan hematokrit serial bila dicurigai blood loss, namun tidak dapat dipastikan karena trauma ginjal atau karena trauma penyerta yang lain - Pemeriksaan kreatinin dapat menandakan penurunan fungsi ginjal akibat dari trauma Guidelines Pemeriksaan Radiografi - Pasien trauma tumpul ginjal dengan hematuri makros maupun mikroskopik (5 eritrosit/lapangan pandang) disertai hipotensi (tekanan sistolik < 90 mmhg) harus menjalani pemeriksaan radiografi - Pemeriksaan radiologi direkomendasikan pada pasien dengan riwayat trauma deselerasi

5 - Semua pasien dengan hematuri karena trauma tumpul atau trauma tembus perlu dilakukan imaging pada ginjal - USG dapat dilakukan pada evalusai primer - CT scan dengan kontras merupakan pemeriksaan paling baik untuk diagnosa dan staging trauma ginjal pada pasien dengan hemodinamik stabil - Pasien dengan hemodinamik tidak stabil yang memerlukan tindakan bedah harus diperiksa one shot IVP - IVP, MRI, scintigraphy merupakan alternatif apabila CT Scan tidak tersedia - Angiography dapat digunakan sebagai diagnostik dan embolisasi pada pembuluh darah yang mengalami perdarahan Guidelines Management Trauma Ginjal - Pasien stabil, trauma tumpul, grade 1-4, ditangani secara konservatif; bed rest, antibiotik, dan monitoring vital sign - Pasien stabil, trauma tajam, grade 1-3, ditangani secara elektif - Indikasi operasi: o Hemodinamik tidak stabil o Ekplorasi trauma penyerta o Hematome yang meluas atau pulsatif yang ditemukan pada saat eksplorasi o Trauma grade V o Keadaan ginjal pre- trauma yang memerlukan tindakan bedah - Rekonstruksi ginjal perlu dilakukan apabila bertujuan untuk mengontrol perdarahan dan jumlah parenkim yang viable mencukupi Guidelines Management Post- Operative dan Follow Up - Pemeriksaan ulang radiografi diperlukan 2-4 hari post operasi - Scintigrafi nuklir diperlukan untuk mengetahui fungsi ginjal - Dalam waktu 3 bulan:

6 o Dilakukan pemeriksaan fisik o Urinalisis o Pemeriksaan radiologi o Pengukuran tekanan darah serial o Pemeriksaan fungsi ginjal Guidelines Management Komplikasi - Komplikasi setelah trauma ginjal memerlukan pemeriksaan radiologi - Pengobatan medikamentosa dan minimal invasive merupakan pilihan pertama penanganan komplikasi - Penyelamatan ginjal merupakan tujuan utama apabila diperlukan tindakan pembedahan Guidelines Management Trauma pada Anak- anak - Indikasi pemeriksaan radiologi pada anak- anak dengan kecurigaan traum ginjal: o Trauma tajam dan tumpul dengan hematuri o Trauma disertai trauma abdomen o Trauma langsung pada flank, jatuh dari ketinggian, atau terjadi deselerasi - USG merupakan pemeriksaan paling baik sebagai skrining trauma ginjal - CT scan digunakan pada penentuan staging trauma - Hemodinamik tidak stabil dan trauma grade V merupakan indikasi untuk dilakukan intervensi secara bedah Guidelines Management Trauma Ginjal dengan Trauma Penyerta - Pasien dengan multitrauma perlu dievaluasi berdasarkan trauma yang paling mengancam jiwa

7 - Apabila diputuskan intervensi secara bedah, semua trauma harus dievalusi secara simultan PENATALAKSANAAN PENDERITA TRAUMA GINJAL Sembilan puluh persen penderita trauma tumpul ginjal mengalami kontusio ringan atau laserasi superficial, sehingga tidak memerlukan pembedahan. Penderita ini memerlukan observasi hematuria serta faal ginjal secara berkala. Termasuk dalam kategori ini adalah trauma ginjal grade I dan sebagian besar grade II. Penderita trauma ginjal grde II dapat diterapi secara konservatif apabila tidak ada trauma pada organ yang lain dan penderita stabil selama observasi. Tindakan konservatif pada penderita tersebut pada umunya memberikan hasil yang memuaskan, dengan gambaran ginjal normal pada evaluasi dengan IVP. Secara umum indikasi pembedahan eksplorasi pada penderita trauma tumpul ginjal adalah sebagai berikut: 1. Indikasi absolut: 2. Saat laporotomi eksplorasi dadapatkan hematoma perirenal yang meluas dan pulsatil a. Perdarahan terus menerus yang diyakini berasal dari ginjal b. Trauma pembuluh darah besar ginjal 2. Indikasi relatif: a. Ekstravasasi urine yang nyata.

8 b. Laserasi ginjal multiple dengan jaringan non- viable yang banyak c. Gradasi trauma ginjal tak dapatkan ditentukan dengan jelas d. Ada kelainan lain di ginjal yang perlu pembedahan dan ditentukan secara kebetulan. Ketepatan menentukan indikasi dan saat pembedahan dapat menyelamatkan ginjal dan tindakan nefrektomi dapat dihindari, dengan melakukan rekonstruksi. Penderita dengan trauma tajam ginjal, 70% memerlukan tindakan pembedahan eksplorasi ginjal. Pembedahan dilakukan apabila trauma tajam ginjal tersebut menyebabkan cedera ginjal berat. Dengan pemeriksaanivp dan CT scan yang diteliti, 30% penderita mengalami cedera ginjal ringan sehingga tidak memerlukan pembedahan. Insisi transabdominal merupakan teknik yang paling disukai karena memungkinkan eksplorasi pada organ intraabdominal yang lain serta dapat mencapai kedua ginjal. Perawatan paska bedah merupakan hal yang harus diperhatikan pula. Dengan perawatan yang baik, komplikasi dapat dihindari dan kalau terjadi komplikasi dapat segera diketahui dan dilakukan tindakan segera.

9 Perawatan paska operasi dan komplikasi Setelah operasi penderita istirahat di tempat tidur sampai hematuri tidak ada lagi. Setelah itu penderita melakukan mobilisasi secar bertahap. Drain dipertahankan selama 5-7 hari dan dilepas setelah produksinya minimal. Produksi urine dimonitornya kebocoran setiap jam, kadar kreatinin dalam serum diperiksa setiap hari dan kontrol foto setelah 3 hari. Apabila leakage uein tetap terjadi setelah 5-7 hari, dilakukan pemeriksaan IVP untuk mengetahui adanya kebocoran atau sumbatan pada collecting system atau ureter. Monitor tekanan darah dilakukan secara berkala untuk mengetahui timbulnya renovascular hypertension paska trauma ginjal, baik setelah operasi maupun yang dirawat secara konservatif. Renovascular konstruksi hypertension terjadi pada 5% penderita paska rekonstruksi ginjal, yang disebabkan karena stenosis arteri renalis atau infark parsial parenkim ginjal. Hipertensi ini dapat timbul pada pasien yang sebelumnya tidak didiagnosa adanya trauma ginjal atau ocult trauma. Hipertensi ini biasanya sampai timbul setelah 2 minggu sampai 8 bula paska trauma ginjal. Fungsi ginjal juga mengalami penurunan setelah rekonstruksi. Dengan renal skintigrafi, didapatkan fungsi ginjal setelah rekonstruksi, rata- rata 39,9 % dari fungsi normal. Berkurangnya fungsi ginjal ini disebabkan karena cedera pembuluh darah dan parenkim ginjal, trauma penyerta yang berat serta shock akibat kehilangan darah yang banyak. Pada penderita yang dirawat konservatif, dapat trimbul komplikasi cepat atau lambat. Komplikasi cepat timbul dalam 4 minggu setelah trauma, dapat berupa delayed bleeding, abses, ektravasasi urine, sepsis, fistel urine dan hipertensi. Sedangkan komplikasi lambat dapat berupa hipertensi, fistel arteriovena, hidronefrosis, pembentukan batu ginjal, pielonefritis kronis serta nyeri yang bersifat kronis. Penatalaksanaan non- bedah biasanya memberikan hasil yang baik. Delayed retroperitoneal bleeding bisa terjadi beberapa minggu setelah trauma atau operasi dan biasanya fatal, sehingga perlu diantisipasi dan segera dilakukan tindakan bila terjadi.

10 Abses perinefrik bisa berawal dari hematom atau urinoma dan apabila terjadi, drainase perkutan lebih disukai daripada operasi karena resiko kehilangan ginjal lebih sedikit. Arterio- venous fistel dicurigai bila timbul hematuria yang baru terjadi beberapa hari setelah trauma, dan ini sering terjadi setelah trauma tajam. Penderita ini dapat dilakukan embolisasi perkutan atau pembedahan jika fistelnya membesar Pemeriksaan IVP dilakukan 3 bulan setelah trauma ginjal yang berat untuk mendeteksi adanya hidronefrosis, atrofi ginjal serta kelainan anatomi yang lain, untuk menentukan langkah pengobatan berikutnya. Selain itu dilakukannya juga pemeriksaan fisik, tekanan darah, urinalisis dan kreatinin serum secar berkala dalam waktu 3 bulan sekali.

11 Modul : Trauma Ginjal Mengembangkan kompetensi Sesi didalam kelas Sesi dengan fasilitas pembimbing Sesi praktek dan pencapaian kompetensi Waktu.. x 2 jam (classroom session).. minggu (coaching session) 12 minggu (facilitation and assessment) Tujuan Umum Setelah mengikuti modul ini peserta didik mampu menguraikan latar belakang, melakukan diagnosis, melakukan penatalaksanaan dan menangani trauma ginjal. Tujuan Khusus / Pembelajaran Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu untuk : 1. Menjelaskan patofisiologi trauma ginjal 2. Mengenali gejala, tanda dan komplikasi trauma ginjal 3. Melakukan langkah langkah diagnosis penderita trauma ginjal 4. Melakukan penanganan komplikasi penderita trauma ginjal 5. Melakukan pilihan terapi pada trauma ginjal 6. Melakukan langkah follow up trauma ginjal Proses Pembelajaran Ø Menguatkan proses pembelajaran Kenalkan diri anda, jabatan dan tanggung jawab anda dalam proses pembelajaran serta bagaimana anda berupaya untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan partisipasi penuh dari peserta didik. Ø Tujuan 1 : Menjelaskan patofisiologi dan epidemiologi singkat tentang trauma ginjal Metode pembelajaran :

12 Kuliah singkat dan diskusi tentang patofisiologi trauma ginjal yang mencakup proses terjadinya trauma ginjal secara singkat (must to know pointers) Kuliah singkat dan diskusi tentang trauma ginjal Ø Tujuan 2 : Mengenali gejala, tanda dan komplikasi penderita trauma ginjal Metode pembelajaran : Curah pendapat dan diskusi tentang gejala, tanda dan komplikasi penderita dengan trauma ginjal (must to know pointers) Ø Tujuan 3 : Melakukan langkah langkah diagnosis penderita trauma ginjal Metode pembelajaran : Coaching dan praktek pada pasien sungguhan, yang berupa : Melakukan anamnese gejala penderita trauma ginjal Melakukan pemeriksaan fisik pada penderita trauma ginjal Merencanakan pemeriksaan DL, RFT, SE, Urinalisis dan kultur urin. Merencanakan pemeriksaan foto polos abdomen, IVP dan USG urologi sesuai indikasi/kontraindikasi. Ø Tujuan 4 : Melakukan penanganan komplikasi penderita trauma ginjal Metode pembelajaran : Coaching dan praktek pada pasien sungguhan, yang berupa : Melakukan anamnese gejala komplikasi penderita trauma ginjal Melakukan pemeriksaan fisik pada komplikasi penderita trauma ginjal

13 Merencanakan pemeriksaan DL, RFT, SE, BGA, Urinalisis dan Kultur urin Merencanakan pemeriksaan thoraks foto, USG, IVP, CT Scanning, MRI, Renal arteriografi. Mampu melakukan pembedahan eksplorasi Ø Tujuan 5 : Melakukan pilihan terapi pada trauma ginjal Metode pembelajaran : Kuliah singkat mengenai pilihan terapi pada penderita batu ginjal : terapi konservatif dan pembedahan konservatif. Diskusi dan coaching tentang pilihan penatalaksanaan trauma ginjal Curah pendapat dan diskusi tentang dasar pemilihan terapi dan komplikasi masing masing terapi Ø Tujuan 6 : Melakukan terapi konservatif dan pembedahan ekplorasi pada penderita trauma ginjal Metode pembelajaran : Terapi konservatif dan pembedahan ekplorasi Demo oleh pembimbing pada pasien sungguhan Asistensi operasi membantu pembimbing Operasi sendiri dengan pengawasan Operasi sendiri tanpa pengawasan langsung Ø Tujuan 7 : Melakukan langkah follow up penderita trauma ginjal Metode pembelajaran : Curah pendapat dan diskusi kasus mengenai prosedur follow

14 up penderita trauma ginjal pada setiap pilihan terapi. Persiapan sesi Peralatan audiovisual Materi presentasi : Power Point tentang trauma ginjal Kasus : Penderita trauma ginjal pada pasien KLL Alat bantu latih : model anatomi gambar anatomi dari buku teks model alat peraga Referensi : 1. Campbell s Urology edisi 9 2. Smith's General Urology Edisi 14 Kompetensi Mengenali dan memahami penatalaksanaan tentang trauma ginjal. Kompetensi yang diharapkan adalah K3, P4, A4 dengan tingkat kerja skill competency. Keterampilan Setelah menyelesaikan modul ini, peserta didik diharapkan terampil 1. Menjelaskan patofisiologi dan epidemiologi singkat tentang trauma ginjal 2. Mengenali gejala, tanda dan komplikasi penderita trauma ginjal 3. Melakukan langkah langkah diagnosis penderita trauma ginjal 4. Melakukan penanganan komplikasi penderita trauma ginjal 5. Melakukan pilihan terapi pada trauma ginjal 6. Melakukan terapi konservatif dan pembedahan ekplorasi pada penderita

15 Trauma ginjal 7. Melakukan langkah follow up penderita trauma ginjal Gambaran Umum Trauma tumpul ginjal meliputi 80-90% dari semua trauma ginjal. Biasanya disebabkan karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, olah raga full body contact serta perkelahian. Selain akibat trauma langsung pada abdomen, trauma ginjal dapat juga akibat mekanisme akselerasi dan deselerasi yang cepat. Penderita trauma ginjal biasanya disertai trauma pada organ yang lain sehingga sebagian besar datang dalam kondisi yang kritis. 90% penderita trauma tumpul ginjal mengalami kontusio ringan atau laserasi superficial, sehingga tidak memerlukan tindakan bedah. Sedangkan penderita dengan trauma tajam ginjal, 70 % memerlukan tindakan pembedahan eksplorasi ginjal. Pembedahan dilakukan apabila trauma menyebabkan cedera ginjal berat Penjelasan / Latar Belakang Sehubungan dengan penjelasan pada gambaran umum yang menyatakan bahwa penatalaksanaan trauma ginjal adalah tindakan konservatif dan pembedahan eksplorasi ginjal maka komponen pengetahuan pada modul ini mempunyai kapasitas yang sama dengan komponen psikomotor. Dengan demikian sesi praktik klinik akan sama dengan sesi pengetahuan. Pada akhir sesi praktek peserta didik kompeten untuk menentukan perlu tidaknya tindakan operasi

16 Contoh Kasus Penderita pria 30 tahun datang ke IRD dengan riwayat jatuh dari truk. Penderita mengeluh pinggang kanan terasa nyeri karena terbentur aspal, Pada pemeriksaan fisik didapatkan jejas di daerah pinggang kanan dan nyeri tekan pada pinggang. Pada pemeriksaan urinalisis didapatkan sel darah merah 8-10 pada tiap lapangan pandang besar. Pada CT scan tampak laserasi yang hebat disertai ektravasasi dari ginjal kanan. Diskusi Manakah data penyokong diagnosis saat itu? Data manakah yang membuat pemeriksa perlu membuat diagnosis banding? Apakah tindakan yang terbaik yang dapat dilakukan untuk membuat untuk Mengatasi keadaan tersebut? Rangkuman hasil diskusi Data penyokong diagnosis adalah Gejala dan tanda yang menyebabkan perlunya dibuat diagnosis banding... Tindakan terpilih untuk mengatasi gangguan ini adalah. Pada modul ini peserta didik diharapkan menguasai pengetahuan tentang patofisiologi, gejala dan tanda, serta penatalaksanaan diagnosis dan terapi menyeluruh penderita trauma ginjal

17 Penilaian kompetensi Ø Hasil observasi selama proses alih pengetahuan dan ketrampilan. Ø Hasil kuisioner Ø Hasil penilaian peragaan ketrampila Instrumen Penilaian Kompetensi Kognitif Kuesioner sebelum sesi dimulai 1.. Sebagian besar trauma tumpul ginjal mengalami trauma berat sehingga memerlukan tindakan pembedahan S/B 2. Salah satu keunggulan CT scan dibandingkan sarana diagnosis yang lain Bisa menunjukkan batas jaringan non viable S/B 3. Pada penderita yang dirawat konservatif komplikasi cepat yang timbul dalam 4 minggu setelah trauma adalah delayed bleeding S/B Kuesioner Tengah Pelatihan 1. Pada penanganan trauma ginjal grade IV yang menyebabkan komplikasi paling minimal dan paling baik melindungi fungsi ginjal adalah berikut dibawah ini : a. konservativ b. pemasangan stent c. Renorrhapy d. Nephrectomy

18 e. Embolisasi ginjal via catheter 2. Pasien yang menunjukkan laserasi kurang ginjal yang terbatas pada korteks Sedalam kurang dari 1 cm, denga hematoma pada jaringan sekitar ginjal, tanpa ektravasasi; a. I b. II c. III d. IV 3. Pada pasien trauma ginjal hal yang terpenting dari informasi klinis yang diikuti adalah : A. Nilai serum kreatinin. B. CT ren C. USG renal D. Pengukuran tekanan darah E. Level serum kreatinin.

19 Instrumentasi Penilaian Kompetensi Psikomotor PENUNTUN BELAJAR PROSEDUR TRAUMA GINJAL Nilailah kinerja setiap langkah yang diamati menggunakan skala berikut: 1.Perlu perbaikan ;langkah tidak dikerjakan atau tidak sesuai dengan seharusnya atau urutannya tidak sesuai (jika harus berurutan ) 2.Mampu;langkah yang dikerjakan sesuai dengan yang seharusnya dan urutannya (jika harus berurutan).pelatih hanya membimbing untuk sedikit perbaiakn atau membantu untuk kondisi diluar normal. 3.Mahir ;langkah dikerjakan dengan benar,sesuai urutannya dan waktu kerja sangat efisien T/D Langkah tidak diamati (penilai menganggap langkah tertentu tidak perlu diperagakan) KEGIATAN KASUS I.MENGENALI.. II.PERSIAPAN TINDAKAN 1.Pastikan kelengkapan perlatan,bahan dan obat-obat esensial untuk prosedur.. III.LANGKAH-LANGKAH PROSEDUR

20 Penilaian Kinerja Keterampilan (Ujian Akhir) DAFTAR TILIK PENILAIAN KINERJA TRAUMA GINJAL Berikan penilaian tentang kinerja psikomotorik atau keterampilan yang diperagakanoleh peserta pada saat melaksanakan status kegiatan atau prosedur, dengan ketentuan seperti yang diuraikan dibawah ini: :Memuaskan :Langkah atau kegiatan diperagakan sesuai dengan prosedur atau panduan standar X : Tidak memuaskan :Langkah atau kegiatan tidak dapat ditampilkan sesuai dengan prosedur atau panduan standar T/T : Tidak ditampilkan :Langkah,Kegiatan atau keterampilan tidak diperagakan oleh selama proses evaluasi oleh pelatih. peserta PESERTA: TANGGAL:.. KEGIATAN PENCITRAAN UROLOGI NILAI Persiapan 1.Penjelasan kepada penderita mengenai langkah-langkah pemeriksaan pencitraan urologi,kemungkinan ada efek samping,dan komplikasi setelah prosedur pemeriksaan 2.Meminta persetujuan penderita atau keluarga

21 10. KEGIATAN PENCITRAAN UROLOGI HASIL Komentar /Ringkasan: Rekomendasi : Tanda tangan Penguji Tanggal- - -

Modul: Batu Ureter. Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu untuk :

Modul: Batu Ureter. Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu untuk : Modul: Batu Ureter Mengembangkan kompetensi Sesi didalam kelas Sesi dengan fasilitas pembimbing Sesi praktek dan pencapaian kompetensi Waktu.. x 2 jam (classroom session).. minggu (coaching session) 12

Lebih terperinci

MODUL PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI BATUK DARAH. Oleh

MODUL PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI BATUK DARAH. Oleh MODUL PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI BATUK DARAH Oleh BAGIAN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG NOVEMBER 2014 I. Waktu Mengembangkan kompetensi

Lebih terperinci

CONGINETAL URETHRAL DIVERTICULUM

CONGINETAL URETHRAL DIVERTICULUM CONGINETAL URETHRAL DIVERTICULUM Batasan Kongenital divertikel dari urethra atau biasa di sebut anterior urethral valve, adalah kelainan dengan adanya defek pada korpus spongiosum, defek ini menyebabkan

Lebih terperinci

Fistula Urethra Batasan Gambaran Klinis Diagnosa Penatalaksanaan

Fistula Urethra Batasan Gambaran Klinis Diagnosa Penatalaksanaan Fistula Urethra Batasan Fistula urethra adalah saluran yang menghubungka antara urehtra dengan organ-organ sekitar ynag pada proses normal tidak terbentuk. Fistula urethra dapat merupakan suatu kelainan

Lebih terperinci

195 Batu Saluran Kemih

195 Batu Saluran Kemih 195 Batu Saluran Kemih Waktu : Pencapaian kompetensi: Sesi di dalam kelas : 2 X 60 menit (classroom session) Sesi dengan fasilitasi Pembimbing : 3 X 120 menit (coaching session) Sesi praktik dan pencapaian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ginjal 2.1.1 Anatomi Ginjal Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya

Lebih terperinci

(VUR = Vesikoureteral Refluks)

(VUR = Vesikoureteral Refluks) (VUR = Vesikoureteral ) Batasan Vesikoureteral refluks (VUR) merupakan kejadian aliran balik atau regurgitasi urine dari buli kembali ke traktus urinarius bagian atas (ureter sampai dengan sistem pelviokaliseal

Lebih terperinci

STRIKTURA URETRA Batasan Gejala dan Tanda Terapi / Tindakan

STRIKTURA URETRA Batasan Gejala dan Tanda Terapi / Tindakan STRIKTURA URETRA Batasan Striktur urethra adalah penyempitan lumen uretra karena fibrosis pada dindingnya dengan berbagai kedalaman, densitas dan panjang fibrosis tergantung pada etiologi, luas operasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI PENDAHULUAN Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Normalnya, rongga pleura hanya

Lebih terperinci

Modul : Batu Ginjal. Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu untuk :

Modul : Batu Ginjal. Setelah mengikuti sesi ini, setiap peserta didik diharapkan mampu untuk : Modul : Batu Ginjal Mengembangkan kompetensi Sesi didalam kelas Sesi dengan fasilitas pembimbing Sesi praktek dan pencapaian kompetensi Waktu.. x 2 jam (classroom session).. minggu (coaching session) 12

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lokasinya dan kapsulnya yang tipis Glisson capsule. Cedera organ hepar

BAB I PENDAHULUAN. lokasinya dan kapsulnya yang tipis Glisson capsule. Cedera organ hepar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu penyebab tingginya angka kematian pada pasien trauma tumpul abdomen adalah perdarahan pada organ hepar yang umumnya disebabkan oleh karena kecelakaan lalu

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS Program Studi Kode Blok Blok Bobot Semester Standar Kompetensi : Pendidikan Dokter : KBK403 : UROGENITAL : 4 SKS : IV : Mengidentifikasi dan menyusun

Lebih terperinci

TERAPI INHALASI MODUL PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI. : Prosedur Tidakan pada Kelainan Paru. I. Waktu. Mengembangkan kompetensi.

TERAPI INHALASI MODUL PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI. : Prosedur Tidakan pada Kelainan Paru. I. Waktu. Mengembangkan kompetensi. MODUL PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI NOMOR MODUL TOPIK SUB TOPIK I. Waktu : B02 : Prosedur Tidakan pada Kelainan Paru : Terapi Inhalasi TERAPI INHALASI Mengembangkan kompetensi Sesi Tutorial Diskusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti

BAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kota-kota di Indonesia telah mencapai tingkat perkembangan kota yang pesat dan cukup tinggi. Kecelakan merupakan salah satu faktor penyebab kematian terbesar

Lebih terperinci

Kasus 1 (SGD 1,2,3) Pertanyaan:

Kasus 1 (SGD 1,2,3) Pertanyaan: Kasus 1 (SGD 1,2,3) Seorang wanita Ny. DA usia 32 tahun, pekerjaan ibu rumah tangga datang ke RS mengeluh nyeri pinggang kanan memberat sejak 2 bln sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Nyeri menjalar hingga

Lebih terperinci

Tumor Urogenitalia A. Tumor ginjal 1.Hamartoma ginjal 2. Adenokarsinoma ginjal / grawitz / hipernefroma / karsinoma sel ginjal Staging : Grading :

Tumor Urogenitalia A. Tumor ginjal 1.Hamartoma ginjal 2. Adenokarsinoma ginjal / grawitz / hipernefroma / karsinoma sel ginjal Staging : Grading : Tumor Urogenitalia A. Tumor ginjal - Definisi Massa abnormal yang berkembang di ginjal - Epidemiologi Ketiga terbanyak setelah ca prostat dan ca buli-buli Dekade 5-6 (50-60 tahun) Pria > Wanita : 2 > 1

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA STATUS GLASSGOW COMA SCALE DENGAN ANGKA LEUKOSIT PADA PASIEN TRAUMA KEPALA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD Dr MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA STATUS GLASSGOW COMA SCALE DENGAN ANGKA LEUKOSIT PADA PASIEN TRAUMA KEPALA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD Dr MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA STATUS GLASSGOW COMA SCALE DENGAN ANGKA LEUKOSIT PADA PASIEN TRAUMA KEPALA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD Dr MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Oleh: ADE SOFIYAN J500050044 Kepada : FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu keadaan yang menyebabkan kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan Alatas, 1985).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper &

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper & BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala merupakan salah satu kasus penyebab kecacatan dan kematian yang cukup tinggi dalam bidang neurologi dan menjadi masalah kesehatan oleh karena penderitanya

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG A. DEFINISI CKR (Cedera Kepala Ringan) merupakan cedera yang dapat mengakibatkan kerusakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan dalam masyarakat, terutama pada wanita dan usia lanjut. Walaupun penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan dalam masyarakat, terutama pada wanita dan usia lanjut. Walaupun penyakit ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit batu kandung empedu atau kolelitiasis merupakan penyakit yang lazim ditemukan dalam masyarakat, terutama pada wanita dan usia lanjut. Walaupun penyakit ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis

Lebih terperinci

Trauma urogenitalia.

Trauma urogenitalia. Trauma urogenitalia. Sebagian organ urogenital terletak ekstraperitoneal (kecuali genitalia eksterna). Sehingga bila ada cedera urogenital harus di perkirakan ada juga cedera organ lain yang mengelilinginya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu faktor terpenting dalam kehidupan. Hal tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kerentanan fisik individu sendiri, keadaan lingkungan

Lebih terperinci

Modul 20 RESEKSI/ EKSISI ANEURISMA PERIFER (No. ICOPIM: 5-382)

Modul 20 RESEKSI/ EKSISI ANEURISMA PERIFER (No. ICOPIM: 5-382) Modul 20 Bedah TKV RESEKSI/ EKSISI ANEURISMA PERIFER (No. ICOPIM: 5-382) 1. TUJUAN 1.1. Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi pembuluh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan tindakan pembedahan. Keterlambatan dalam penanganan kasus apendisitis akut sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. darah tersebut melintas kelipatan paha (Oswari, 2000). penurunan fungsi organ (Oswari, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. darah tersebut melintas kelipatan paha (Oswari, 2000). penurunan fungsi organ (Oswari, 2000). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hernia femoralis adalah suatu penonjolan hernia yang melalui kanalis femoralis di sepanjang pembuluh darah femoralis ketika pembuluh darah tersebut melintas kelipatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. transaminase yaitu serum glutamat oksaloasetat transaminase

BAB II KAJIAN PUSTAKA. transaminase yaitu serum glutamat oksaloasetat transaminase BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Enzim Aminotransferase (SGOT / SGPT) Enzim Transaminase atau disebut juga enzim aminotransferase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi transaminasi. Terdapat dua jenis enzim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Menurut Badan Pusat Statistik BPS (2010), diketahui jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Menurut Badan Pusat Statistik BPS (2010), diketahui jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Menurut Badan Pusat Statistik BPS (2010), diketahui jumlah penduduk indonesia mencapai 237 juta jiwa lebih, setelah merdeka hingga sampai tahun 2010 telah dilakukan enam

Lebih terperinci

( No. ICOPIM : )

( No. ICOPIM : ) Modul 13 Bedah TKV TORAKOSTOSMI TERBUKA ( No. ICOPIM : 5-340 ) 1. TUJUAN 1.1. Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta latih mampu untuk menjelaskan anatomi, topografi, dari pleura dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengguna kendaraan bermotor di masyarakat, tingkat kecelakaan di dunia

BAB I PENDAHULUAN. pengguna kendaraan bermotor di masyarakat, tingkat kecelakaan di dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dewasa ini dengan kemajuan teknologi automotif dan meningkatnya pengguna kendaraan bermotor di masyarakat, tingkat kecelakaan di dunia semakin hari semakin meningkat.

Lebih terperinci

Pendahuluan. Cedera kepala penyebab utama morbiditas dan mortalitas Adanya berbagai program pencegahan

Pendahuluan. Cedera kepala penyebab utama morbiditas dan mortalitas Adanya berbagai program pencegahan HEAD INJURY Pendahuluan Cedera kepala penyebab utama morbiditas dan mortalitas Adanya berbagai program pencegahan peralatan keselamatan sabuk pengaman, airbag, penggunaan helm batas kadar alkohol dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sepsis merupakan suatu sindrom kompleks dan multifaktorial, yang insidensi, morbiditas, dan mortalitasnya sedang meningkat di seluruh belahan dunia. 1 Sindrom klinik

Lebih terperinci

Modul : Kelainan adrenal

Modul : Kelainan adrenal Modul : Kelainan adrenal Mengembangkan kompetensi Sesi didalam kelas Sesi dengan fasilitas pembimbing Sesi praktek dan pencapaian kompetensi Waktu.. x 2 jam (classroom session).. minggu (coaching session)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang lebih dari delapan dekade terakhir. Hipertensi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang lebih dari delapan dekade terakhir. Hipertensi merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung dan pembuluh darah, termasuk hipertensi telah menjadi penyakit yang mematikan banyak penduduk di negara maju dan negara berkembang lebih dari delapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkatnya angka harapan hidup pada negara negara berkembang, begitu pula

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkatnya angka harapan hidup pada negara negara berkembang, begitu pula 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu catatan penting dalam beberapa dekade terakhir adalah semakin meningkatnya angka harapan hidup pada negara negara berkembang, begitu pula halnya

Lebih terperinci

Modul Pencitraan Invasif- Kateterisasi Jantung dan Angiografi

Modul Pencitraan Invasif- Kateterisasi Jantung dan Angiografi 5.2.2. Modul Pencitraan Invasif- Kateterisasi Jantung dan Angiografi I WAKTU Mengembangkan Kompetensi Sesi di dalam kelas Sesi dengan fasilitasi Pembimbing Sesi praktik dan pencapaian kompetensi Hari:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti

BAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kota-kota di Indonesia telah mencapai tingkat perkembangan kota yang pesat dan cukup tinggi. Kecelakan merupakan salah satu faktor penyebab kematian terbesar

Lebih terperinci

2. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN

2. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN Modul 5 Bedah Anak BUSINASI (No. ICOPIM: 5-731) 1. TUJUAN : 1.1. Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi dari anal canal, diagnosis dan pengelolaan

Lebih terperinci

- Nyeri dapat menyebabkan shock. (nyeri) berhubungan. - Kaji keadaan nyeri yang meliputi : - Untuk mengistirahatkan sendi yang fragmen tulang

- Nyeri dapat menyebabkan shock. (nyeri) berhubungan. - Kaji keadaan nyeri yang meliputi : - Untuk mengistirahatkan sendi yang fragmen tulang 3. PERENCANAAN TINDAKAN PERAWATAN NO DIAGNOSA KEPERAWATAN Gangguan rasa nyaman TUJUAN DAN HASIL YANG DIHARAPKAN Tujuan : RENCANA TINDAKAN - Kaji keadaan nyeri yang meliputi : RASIONAL - Nyeri dapat menyebabkan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. M DENGAN GANGGUAN SISTEM GASTROINTESTINAL TRAUMA ABDOMEN DI BANGSAL IMC RSU ISLAM KUSTATI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. M DENGAN GANGGUAN SISTEM GASTROINTESTINAL TRAUMA ABDOMEN DI BANGSAL IMC RSU ISLAM KUSTATI 0 ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. M DENGAN GANGGUAN SISTEM GASTROINTESTINAL TRAUMA ABDOMEN DI BANGSAL IMC RSU ISLAM KUSTATI KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai salah satu syarat Mendapatkan Ahli Madya Keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi tubuh, karena di dalam otak terdapat berbagai pusat kontrol seperti pengendalian fisik, intelektual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi bersama dengan manifestasi

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi bersama dengan manifestasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi bersama dengan manifestasi sistemik dikarenakan adanya infeksi. 1 Sepsis merupakan masalah kesehatan dunia karena patogenesisnya

Lebih terperinci

TRAUMA KEPALA. Doni Aprialdi C Lusi Sandra H C Cynthia Dyliza C

TRAUMA KEPALA. Doni Aprialdi C Lusi Sandra H C Cynthia Dyliza C TRAUMA KEPALA Doni Aprialdi C11050165 Lusi Sandra H C11050171 Cynthia Dyliza C11050173 PENDAHULUAN Insidensi trauma kepala di USA sekitar 180-220 kasus/100.000 populasi (600.000/tahunnya) 10 % dari kasus-kasus

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan ginjal akut (GnGA), dahulu disebut dengan gagal ginjal akut,

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan ginjal akut (GnGA), dahulu disebut dengan gagal ginjal akut, BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Gangguan Ginjal Akut pada Pasien Kritis Gangguan ginjal akut (GnGA), dahulu disebut dengan gagal ginjal akut, merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan peningkatan kadar

Lebih terperinci

10 Usaha Kesehatan Sekolah Dan Remaja

10 Usaha Kesehatan Sekolah Dan Remaja 10 Usaha Kesehatan Sekolah Dan Remaja Waktu Pencapaian kompetensi Sesi di dalam kelas : 1 X 50 menit (classroom session) Sesi dengan fasilitasi Pembimbing : 2 X 50 menit (coaching session) Sesi praktik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dalam saluran kemih, meliputi infeksi diparenkim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem perkemihan merupakan salah satu system yang tidak kalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem perkemihan merupakan salah satu system yang tidak kalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem perkemihan merupakan salah satu system yang tidak kalah pentingnya dalam tubuh manusia. Sistem perkemihan terdiri dari ginjal, ureter, vesika urinaria, dan uretra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Profesor Shahryar A. Sheikh, MBBS dalam beberapa dasawarsa terakhir

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Profesor Shahryar A. Sheikh, MBBS dalam beberapa dasawarsa terakhir 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Profesor Shahryar A. Sheikh, MBBS dalam beberapa dasawarsa terakhir ancaman dari pembunuh nomor satu di dunia belum pernah surut. Tidak lagi orang tua yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior

BAB 1 PENDAHULUAN. muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur os nasal merupakan fraktur paling sering ditemui pada trauma muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior wajah merupakan faktor

Lebih terperinci

1 Tumbuh Kembang Anak

1 Tumbuh Kembang Anak 1 Tumbuh Kembang Anak Waktu Pencapaian kompetensi: Sesi di dalam kelas : 2 X 50 menit (classroom session) Sesi dengan fasilitasi Pembimbing : 4 X 50 menit (coaching session) Sesi praktik dan pencapaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya dimana kerusakan disebabkan gaya mekanik dari luar sehingga timbul gangguan

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya dimana kerusakan disebabkan gaya mekanik dari luar sehingga timbul gangguan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cedera kepala adalah trauma yang mengenai calvaria dan atau basis crania serta organ didalamnya dimana kerusakan disebabkan gaya mekanik dari luar sehingga timbul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery Disease (CAD) merupakan suatu penyakit yang terjadi ketika arteri yang mensuplai darah untuk dinding

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan sistem simbol (Wilkinson, 2012) keseluruhan terhenti. Hal ini disebabkan oleh aterosklerosis yaitu

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan sistem simbol (Wilkinson, 2012) keseluruhan terhenti. Hal ini disebabkan oleh aterosklerosis yaitu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG KASUS Hambatan komunikasi verbal adalah penurunan, keterlambatan, atau tidak adanya kemampuan untuk menerima, memproses, menghantarkan, dan menggunakan sistem simbol

Lebih terperinci

Modul 34 EKSISI LUAS TUMOR DINDING ABDOMEN PADA TUMOR DESMOID & DINDING ABDOMEN YANG LAIN (No. ICOPIM: 5-542)

Modul 34 EKSISI LUAS TUMOR DINDING ABDOMEN PADA TUMOR DESMOID & DINDING ABDOMEN YANG LAIN (No. ICOPIM: 5-542) Modul 34 Bedah Digestif EKSISI LUAS TUMOR DINDING ABDOMEN PADA TUMOR DESMOID & DINDING ABDOMEN YANG LAIN (No. ICOPIM: 5-542) 1. TUJUAN 1.1. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Trauma toraks merupakan trauma yang mengenai dinding toraks atau

BAB I PENDAHULUAN. Trauma toraks merupakan trauma yang mengenai dinding toraks atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Trauma toraks merupakan trauma yang mengenai dinding toraks atau organ intra toraks, baik karena trauma tumpul maupun oleh karena trauma tajam. Trauma tumpul toraks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian pada perempuan. Penyakit ini telah merenggut nyawa lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. kematian pada perempuan. Penyakit ini telah merenggut nyawa lebih dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker serviks adalah kanker kedua terbanyak yang menyebabkan kematian pada perempuan. Penyakit ini telah merenggut nyawa lebih dari 250.000 perempuan diseluruh dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm

BAB I PENDAHULUAN. Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar

Lebih terperinci

INFERTILITAS PRIA BATASAN

INFERTILITAS PRIA BATASAN INFERTILITAS PRIA BATASAN Infertilitas adalah ketidak mampuan pasangan yang seksual aktif dan tanpa kontraseptif untuk terjadi kehamilan dalam waktu satu tahun. DIAGNOSIS Diagnosis dari infertilitas pria

Lebih terperinci

Modul 11 BEDAH TKV FIKSASI INTERNAL IGA ( KLIPING KOSTA ) (ICOPIM 5-790, 792)

Modul 11 BEDAH TKV FIKSASI INTERNAL IGA ( KLIPING KOSTA ) (ICOPIM 5-790, 792) Modul 11 BEDAH TKV FIKSASI INTERNAL IGA ( KLIPING KOSTA ) (ICOPIM 5-790, 792) 1. TUJUAN 1.1. Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi, dari

Lebih terperinci

Cedera Spinal / Vertebra

Cedera Spinal / Vertebra Cedera Spinal / Vertebra Anatomi 7 Servikal Anterior 12 Torakal Posterior 5 Lumbal Sakral Anatomi Posterior Anterior Motorik Cedera Spinal Sensorik Otonom Susunan Syaraf ke Ekstremitas Plexus Brachialis

Lebih terperinci

: Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar

: Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar Nama : Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : 19720826 200212 1 002 Departemen Mata Kuliah Topik : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar : Kep. Medikal Bedah : Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan

Lebih terperinci

PORTOFOLIO KASUS MEDIK

PORTOFOLIO KASUS MEDIK PORTOFOLIO KASUS MEDIK Oleh: dr. Sukron Nanda Firmansyah PENDAMPING: dr. Moch Jasin, M.Kes Portofolio Kasus No. ID dan Nama Peserta : dr. SukronNanda Firmansyah No. ID dan Nama Wahana: RSU Dr. H. Koesnadi

Lebih terperinci

15 Gangguan Perilaku Pada Anak: Temper Tantrum

15 Gangguan Perilaku Pada Anak: Temper Tantrum 15 Gangguan Perilaku Pada Anak: Temper Tantrum Waktu Pencapaian kompetensi: Sesi di dalam kelas : 1 X 50 menit (classroom session) Sesi dengan fasilitasi Pembimbing : 1 X 50 menit (coaching session) Sesi

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana S-1. Disusun oleh : ELYOS MEGA PUTRA J FAKULTAS KEDOKTERAN

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana S-1. Disusun oleh : ELYOS MEGA PUTRA J FAKULTAS KEDOKTERAN KESESUAIAN GAMBARAN ULTRASONOGRAFI GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN KADAR KREATININ PLASMA PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RS PEMBINA KESEJAHTERAAN UMAT MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang rawan umumnya di karenakan rudapaksa (Mansjoer, 2008). Dikehidupan sehari hari yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benigna Prostate Hiperplasi (BPH) merupakan kondisi patologis yang paling umum terjadi pada pria lansia dan penyebab kedua untuk intervensi medis pada pria diatas usia

Lebih terperinci

MODUL KEPANITERAAN KLINIK BEDAH

MODUL KEPANITERAAN KLINIK BEDAH MODUL KEPANITERAAN KLINIK BEDAH Topik : Bedah saraf Judul : Cedera Kepala ( 3b) Tujuan pembelajaran Kognitf II. 1. Menjelaskan anatomi kepala 2. Menjelaskan patogenesa cedera kepala 3. Menjelaskan diagnosis

Lebih terperinci

TEKNIK RADIOGRAFI INTRA VENOUS PYELOGRAPHY

TEKNIK RADIOGRAFI INTRA VENOUS PYELOGRAPHY IVP TEKNIK RADIOGRAFI INTRA VENOUS PYELOGRAPHY DEFINISI Ilmu yang mempelajari prosedur /tata cara pemeriksaan ginjal, ureter, dan blass (vesica urinary) menggunakan sinar-x dengan melakukan injeksi media

Lebih terperinci

2. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN

2. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN Modul 3 Bedah Urologi VESIKOLITOTOMI (No. ICOPIM: 5-571) 1. TUJUAN 1.1. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi, topografi, histologi, fisiologi

Lebih terperinci

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Payudara Kanker payudara merupakan kanker yang paling umum diderita oleh para wanita di Hong Kong dan negara-negara lain di dunia. Setiap tahunnya, ada lebih dari 3.500 kasus kanker payudara baru

Lebih terperinci

DEFINISI, KLASSIFIKASI DAN PANDUAN TATALAKSANA INKONTINENSIA URINE

DEFINISI, KLASSIFIKASI DAN PANDUAN TATALAKSANA INKONTINENSIA URINE DEFINISI, KLASSIFIKASI DAN PANDUAN TATALAKSANA INKONTINENSIA URINE Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/ RSCM Definisi Inkontiensia Urine

Lebih terperinci

APPENDICITIS (ICD X : K35.0)

APPENDICITIS (ICD X : K35.0) RUMAH SAKIT RISA SENTRA MEDIKA MATARAM PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) SMF ILMU BEDAH TAHUN 2017 APPENDICITIS (ICD X : K35.0) 1. Pengertian (Definisi) 2. Anamnesis 3. Pemeriksaan Fisik 4. Kriteria Diagnosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah kronik (Asdi, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah kronik (Asdi, 2000). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit heterogen yang serius yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah kronik (Asdi, 2000). Risiko kematian penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saluran pencernaan (gastrointestinal, GI) dimulai dari mulut sampai anus. Fungsi saluran pencernaan adalah untuk ingesti dan pendorongan makanan, mencerna makanan, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jalan operasi atau sectio caesarea hal ini disebabkan karena ibu memandang

BAB I PENDAHULUAN. jalan operasi atau sectio caesarea hal ini disebabkan karena ibu memandang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman modern ini banyak ibu yang memilih melakukan persalinan dengan jalan operasi atau sectio caesarea hal ini disebabkan karena ibu memandang persalinan dengan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukan Oleh : NURHIDAYAH J FAKULTAS KEDOKTERAN

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukan Oleh : NURHIDAYAH J FAKULTAS KEDOKTERAN HUBUNGAN STATUS GIZI BERDASAR KADAR ALBUMIN SERUM DENGAN KEJADIAN INFEKSI LUKA OPERASI PASCA APENDEKTOMI PADA PASIEN APENDISITIS AKUT DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

Mahasiswa mampu: 3. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan kateterisasi jantung

Mahasiswa mampu: 3. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan kateterisasi jantung Wantiyah Mahasiswa mampu: 1. Menjelaskan tentang arteri koroner 2. Menguraikan konsep keteterisasi jantung: pengertian, tujuan, indikasi, kontraindikasi, prosedur, hal-hal yang harus diperhatikan 3. Melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intelektual serta gangguan fungsi fisiologis lainnya. Hal ini disebabkan oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. intelektual serta gangguan fungsi fisiologis lainnya. Hal ini disebabkan oleh karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan teknologi terutama dalam bidang transportasi mengakibatkan meningkatnya jumlah dan jenis kendaraan bermotor dan hal ini berdampak pada meningkatnya kasus

Lebih terperinci

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi,

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi, Fungsi normal kandung kemih adalah mengisi dan mengeluarkan urin secara terkoordinasi dan terkontrol. Aktifitas koordinasi ini diatur oleh sistem saraf pusat dan perifer. Neurogenic bladdre adalah keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cidera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cidera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cidera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan kepala atau otak (Borley & Grace, 2006). Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. multiorgan, ini disebut septic shock. Sepsis merupakan SIRS (Systemic. tempat infeksi, maka ini disebut dengan sepsis berat.

BAB I PENDAHULUAN. multiorgan, ini disebut septic shock. Sepsis merupakan SIRS (Systemic. tempat infeksi, maka ini disebut dengan sepsis berat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Infeksi serius dan kelainan lain yang bukan infeksi seperti pankreatitis, trauma dan pembedahan mayor pada abdomen dan kardiovaskular memicu terjadinya SIRS atau sepsis

Lebih terperinci

REHABILITASI PADA NYERI PUNGGUNG BAWAH. Oleh: dr. Hamidah Fadhil SpKFR RSU Kab. Tangerang

REHABILITASI PADA NYERI PUNGGUNG BAWAH. Oleh: dr. Hamidah Fadhil SpKFR RSU Kab. Tangerang REHABILITASI PADA NYERI PUNGGUNG BAWAH Oleh: dr. Hamidah Fadhil SpKFR RSU Kab. Tangerang SKDI 2012 : LBP Tingkat kompetensi : 3A Lulusan dokter mampu : Membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling sering mengalami cedera dan pada kecelakaan lalu lintas yang fatal, hasil

BAB I PENDAHULUAN. paling sering mengalami cedera dan pada kecelakaan lalu lintas yang fatal, hasil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lebih dari separuh kematian didunia karena cedera, cedera kepala berperan nyata atas outcome. Pada pasien dengan cedera kepala, kepala adalah bagian yang paling sering

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tujuan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, mempertahankan

BAB 1 PENDAHULUAN. tujuan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, mempertahankan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem perkemihan merupakan salah satu sistem yang tidak kalah pentingnya dalam tubuh manusia. Sistem perkemihan terdiri dari ginjal, ureter, vesica urinaria

Lebih terperinci

MONITORING HEMODINAMIK

MONITORING HEMODINAMIK MONITORING HEMODINAMIK DEFINISI Hemodinamik adalah aliran darah dalam sistem peredaran tubuh, baik melalui sirkulasi magna (sirkulasi besar) maupun sirkulasi parva ( sirkulasi dalam paru-paru). Monitoring

Lebih terperinci

Modul 9. (No. ICOPIM: 5-461)

Modul 9. (No. ICOPIM: 5-461) Modul 9 Bedah Digestif SIGMOIDOSTOMI (No. ICOPIM: 5-461) 1. TUJUAN 1.1. Tujuan Pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini, peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi dari kolon dan rektum, mengerti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem persarafan terdiri dari otak, medulla spinalis, dan saraf perifer. Struktur ini bertanggung jawab mengendalikan dan mengordinasikan aktivitas sel tubuh melalui

Lebih terperinci

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic

Lebih terperinci

Modul 26 DETORSI TESTIS DAN ORCHIDOPEXI (No. ICOPIM: 5-634)

Modul 26 DETORSI TESTIS DAN ORCHIDOPEXI (No. ICOPIM: 5-634) Modul 26 Bedah Anak DETORSI TESTIS DAN ORCHIDOPEXI (No. ICOPIM: 5-634) 1. TUJUAN : 1.1. Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi dari testis,

Lebih terperinci

FALL RISK ASSESSMENT

FALL RISK ASSESSMENT FALL RISK ASSESSMENT I. Definisi Jatuh merupakan suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata, yang melihat kejadian mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai/tempat yang

Lebih terperinci

Modul 4 SIRKUMSISI PADA PHIMOSIS (No. ICOPIM: 5-640)

Modul 4 SIRKUMSISI PADA PHIMOSIS (No. ICOPIM: 5-640) Modul 4 Bedah Anak SIRKUMSISI PADA PHIMOSIS (No. ICOPIM: 5-640) 1. TUJUAN : 1.1. Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi preputium penis,

Lebih terperinci

2. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN

2. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN Modul 2 Bedah Anak POLIPEKTOMI REKTAL (No. ICOPIM: 5-482) 1. TUJUAN : 1.1. Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi rektum dan isinya, menegakkan

Lebih terperinci

16 Gangguan Perilaku Pada Anak: Encopresis

16 Gangguan Perilaku Pada Anak: Encopresis 16 Gangguan Perilaku Pada Anak: Encopresis Waktu Pencapaian kompetensi: Sesi di dalam kelas : 1 X 50 menit (classroom session) Sesi dengan fasilitasi Pembimbing : 2 X 50 menit (coaching session) Sesi praktik

Lebih terperinci

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Prostat Kanker prostat merupakan tumor ganas yang paling umum ditemukan pada populasi pria di Amerika Serikat, dan juga merupakan kanker pembunuh ke-5 populasi pria di Hong Kong. Jumlah pasien telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma /ruda paksa atau tenaga fisik yang ditentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan dan kehamilan merupakan kejadian fisiologis yang normal dalam kehidupan. Kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial bagi ibu dan keluarga. Peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan 80% populasi akan mengalami nyeri punggung bawah pada

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan 80% populasi akan mengalami nyeri punggung bawah pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diperkirakan 80% populasi akan mengalami nyeri punggung bawah pada suatu saat dalam hidup mereka. Kerusakan punggung dan tulang belakang, suatu masalah kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil survei kesehatan nasional pada tahun 2001 menunjukkan bahwa: 26,3% penyebab kematian adalah penyakit jantung dan pembuluh darah, kemudian diikuti oleh penyakit

Lebih terperinci