III. KERANGKA PEMIKIRAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. KERANGKA PEMIKIRAN"

Transkripsi

1 32 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Teori Produksi Produksi adalah suatu kegiatan yang mengubah input menjadi output. Menurut Beattie dan Taylor (1985) produksi adalah proses mengkombinasikan dan mengkoordinasikan material dan kekuatan (input dan sumberdaya) untuk menghasilkan barang dan jasa. Output dalam suatu proses dapat menjadi input untuk proses produksi lainnya atau menjadi barang konsumsi. Menurut Nicholson (2002) proses produksi yang terjadi selalu melibatkan faktor-faktor yang memiliki hubungan erat dalam menghasilkan suatu produk. Tidak ada suatu barang atau jasa yang diproduksi dengan hanya menggunakan satu faktor produksi. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi besar kecilnya produk yang dihasilkan. Proses produksi dibedakan atas tiga periode waktu yaitu jangka waktu sangat pendek, jangka pendek, dan jangka panjang. Jangka sangat pendek dicirikan dengan semua inputnya adalah tetap, sementara jangka panjang semua input variabel. Produsen dapat menambah hasil produksi dengan berbagai alternatif, yaitu menambah semua input produksi atau menambah satu atau beberapa input produksi. Penambahan input produksi mengikuti hukum The law of diminishing marginal returns yang merupakan dasar dalam ekonomi produksi. The law of diminishing marginal returns terjadi jika jumlah input variabel ditambah penggunaannya, maka output yang dihasilkan meningkat, tapi setelah mencapai satu titik tertentu penambahan output semakin lama semakin berkurang, (Debertin, 1986).

2 33 Total Physical Product (TPP) merupakan produksi total yang dihasilkan oleh suatu proses produksi. Marginal Physical Product (MPP) mengacu pada perubahan output yang diakibatkan oleh perubahan penggunaan satu satuan input, sedangkan Average Physical Product (APP) didefinisikan sebagai perbandingan atau rasio antara output dan input. Kegiatan produksi dalam ekonomi biasa dinyatakan dalam fungsi produksi. Doll dan Orazem (1984) mendefinisikan fungsi produksi sebagai suatu fungsi yang menggambarkan hubungan teknis antara faktor input dan output yang ditandai dengan jumlah output maksimal yang diproduksi dengan satu set kombinasi input tertentu. Secara umum produksi dalam usahatani ditentukan oleh faktor-faktor produksi seperti tanah, tenaga kerja, modal, dan manajemen. Hubungan teknis antara input dan output dapat dinyatakan dalam bentuk fungsi produksi. Fungsi produksi menerangkan hubungan teknis yang menstransformasikan input atau sumberdaya menjadi output atau komoditas (Debertin, 1986). Untuk mengetahui secara tepat karakteristik fungsi produksi tidak mungkin dilakukan, yang dapat dilakukan hanyalah dengan mengabstraksikan proses produksi ke dalam bentuk yang telah disederhanakan. Bentuk sederhana ini merupakan suatu model yang diharapkan dapat menerangkan mekanisme produksi yang sesungguhnya. Menurut Beattie dan Taylor (1985) secara matematik hubungan teknis antara input variabel dan output direpresentasikan oleh fungsi produksi sebagai berikut : y = f (x 1 x 2 )... (1)

3 34 dimana y adalah output, x 1 merupakan input variabel dan x 2 input tetap. Untuk menyederhanakan notasi, diasumsikan output dihasilkan hanya dengan satu input variabel, yang direpresentasikan oleh fungsi produksi berikut : y = f (x) (2) x adalah input variabel dan y adalah output yang bisa disebut juga Total Physical Product (TPP). Dari persamaan (2) dapat diperoleh Average Physical Product (APP) sebagai berikut : y f(x) APP = =. (3) x x Konsep yang juga penting adalah Marginal Physical Product (MPP), yang didefinisikan sebagai berikut : d (TPP) dy df(x) MPP = = = = f (x) (4) dx dx dx Konsep lain yang penting dalam ekonomi produksi adalah elastisitas produksi. Menurut Debertin (1986) elastisitas produksi menunjukkan rasio antara persentase perubahan jumlah output dengan persentase perubahan jumlah input. Formulasi Elastisitas Produksi (E p ) adalah sebagai berikut : E p = ( y/y ) / ( x/x ) (5) y/ x = MPP. (6) x/y = 1/APP (7) E p = MPP/APP. (8) Pada saat MP > AP diperoleh Elastisitas Produksi > 1. Hal ini berarti jika input dinaikkan satu persen maka output akan naik lebih besar dari satu persen. Sebaliknya, jika MP < AP maka Elastisitas Produksi < 1, yang berarti jika input

4 35 ditambah satu persen maka output naik kurang dari satu persen. Saat MP = AP, Elastisitas Produksi = 1, dimana pada saat ini APP maksimum. Jika MP = 0, berarti Elastisitas Produksi = 0. Petani yang maju dalam melakukan usahatani akan selalu berfikir bagaimana mengalokasikan input atau faktor produksi seefisien mungkin untuk memperoleh produksi yang maksimum. Hubungan antara tingkat produksi dengan jumlah input variabel yang digunakan dapat dibedakan dalam tiga tahap daerah produksi seperti yang ditunjukkan Gambar 1 berikut. Y C B TP A 0 X Stage I Stage II Stage I AP MP X Sumber : Doll dan Orazem (1984) Gambar 1. Fungsi Produksi Kurva total produksi selalu berawal dari titik nol, ini menunjukkan bila tidak ada kontribusi input variabel satupun, maka tidak ada output yang dihasilkan atau nol produksi. Bila kemudian dalam proses produksi input termanfaatkan

5 36 maka total produksi akan bergerak ke atas. Dengan bertambahnya input kurva produksi total atau TP (total product) semakin meningkat tapi tambahannya atau MP (marginal product) mulai menurun. Pola ini mengacu pada hukum pertambahan hasil yang semakin menurun (law of diminishing returns). Pada saat TP meningkat, kurva produksi marginal bergerak meningkat dan melebihi besarnya produksi rata-rata. Pada MP dan AP (average product) berpotongan, merupakan awal dari tahap kedua dan produksi rata-rata mencapai puncak yang tertinggi. Pada saat MP dan AP berpotongan, merupakan awal dari tahap kedua dan produksi rata-rata mencapai tingkat yang tertinggi. Pada saat produksi total mencapai titik puncak, kurva MP memotong sumbu horisontal dan untuk selanjutnya berada di bawahnya (MP mencapai nilai negatif). Penurunan total produksi menunjukkan bahwa semakin banyak input yang digunakan justru akan mengurangi produksi totalnya. Kondisi ini masuk pada tahap tiga bahwa penambahan input menyebabkan penurunan produksi total. AP dan MP yang mula-mula menaik, kemudian mencapai puncak (titik maksimum) dan setelah itu menurun. Secara singkat dapat digambarkan ciri-ciri tiga tahapan produksi sebagai berikut: 1. Tahap I, di mana MP > AP; pada daerah ini penambahan input sebesar 1 persen akan menyebabkan penambahan produk yang selalu lebih besar dari 1 persen, sehingga merupakan tahap yang tidak rasional (increasing returns, dimana nilai EP > 1 ). 2. Tahap II, dimana MP = AP; produk total menaik tetapi produk rata-rata menurun dan produk marginal juga menurun sampai nol. Pada daerah ini penambahan input sebesar 1 persen akan menyebabkan penambahan komoditas

6 37 paling tinggi sama dengan 1 persen dan paling rendah 0 persen (0 < EP < 1), merupakan daerah rasional (decreasing returns). 3. Tahap III, dimana MP < AP; produk total dan produk rata-rata sama-sama menurun sedang produk marginal nilainya negatif. Pada daerah ini, penambahan pemakaian input akan menyebabkan penurunan produksi total (negative decreasing returns, dimana EP < 1). Efisiensi diartikan sebagai perbandingan antara nilai output terhadap input. Suatu kegiatan produksi dikatakan lebih efisien dari kegiatan produksi lainnya bila kegiatan produksi tersebut menghasilkan output yang lebih besar nilainya untuk tingkat korbanan yang sama. Dengan kata lain suatu kegiatan produksi lebih efisien dari yang lainnya bila untuk nilai output yang sama, kegiatan produksi tersebut memerlukan korbanan yang lebih kecil. Bila diasumsikan bahwa produsen bertujuan memaksimumkan keuntungan, mempunyai pengetahuan teknis dan menghadapi harga yang sama baik input maupun output, maka produsen akan berupaya untuk mengalokasikan input secara optimal. Menurut Doll dan Orazem (1984), efisiensi ekonomi akan tercapai bila dipenuhi dua syarat : (1) syarat yang menunjukkan hubungan fisik antara input dan output, bahwa proses produksi harus berada pada tahap II dimana terjadi efisiensi secara teknis, yaitu saat Marginal Physical Product (MPP) menurun, dan (2) syarat kecukupan yang berhubungan dengan tujuan bahwa seorang produsen diasumsikan untuk memaksimumkan keuntungannya. Keuntungan maksimum akan diperoleh bila Value Marginal Product (VMP) sama dengan harga input yang menunjukkan efisiensi ekonomi. Beattie dan Taylor (1985) menunjukkan keuntungan maksimum dicapai pada saat :

7 38 VMP xi = P x atau VMP xi / P x = 1... (9) karena input produksi yang digunakan lebih dari satu maka persamaan (9) menjadi VMP x1 VMP x2 VMP xn = =...= = 1... (10) P x1 P x2 Pxn Dalam mempelajari masalah efisiensi ada dua konsep fungsi produksi yang perlu diperjelas perbedaannya, yaitu fungsi produksi frontier (fungsi produksi batas) dan fungsi produksi rata-rata. Fungsi produksi frontier menunjukkan produk maksimum yang dapat diperoleh dari kombinasi faktor produksi tertentu pada tingkat teknologi tertentu. Fungsi produksi rata-rata menunjukkan bahwa usahatani yang berproduksi pada tingkat produksi tertentu belum tentu yang efisien. Fungsi produksi Cobb-Douglas adalah fungsi yang sering dipakai sebagai model analisis produksi dalam penelitian usahatani, karena penggunaannya yang lebih sederhana dan mudah untuk melihat hubungan input-output. Metode pengukuran efisiensi dengan menggunakan fungsi produksi yang telah digunakan secara luas untuk analisis usahatani, salah satunya adalah dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas yang secara matematis dituliskan sebagai berikut : dimana : n y i = β 0 x βj ij... (11) j=1 y = output β 0 = intersep fungsi produksi β j = parameter dari setiap faktor produksi i dan j = individu petani dan faktor produksi (input) yang digunakan Beberapa asumsi dalam penggunaan fungsi ini adalah : (1) tiap variabel x adalah perfect competition (2) masing-masing parameter menunjukkan elastisitas

8 39 produksi yang bersifat tetap, (3) tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan, dan (4) adanya interaksi antara faktor produksi yang digunakan (Debertin, 1986). Keterbatasan dalam penggunaan fungsi produksi Cobb-Douglas diantaranya : (1) elastisitas produksinya konstan, (2) elastisitas substitusi input bersifat elastis sempurna, (3) elastisitas harga silang untuk semua faktor dalam kaitannya dengan harga input lain mempunyai arah dan besaran yang sama, (4) elastisitas harga permintaan input terhadap harga output selalu elastis, dan (5) tidak dapat menduga pengamatan yang bernilai nol atau negatif (Heady dan Dillon, 1964). Menurut Debertin (1986), walaupun memiliki beberapa keterbatasan, penggunaan fungsi produksi Cobb-Douglas didasarkan atas pertimbangan : (1) secara metodologis lebih representatif dibandingkan dengan fungsi keuntungan, misalnya karena variabel bebas yang dimasukkan adalah kuantitas dari input, data cross section akan lebih tepat dianalisis dengan fungsi produksi dibandingkan dengan fungsi keuntungan, (2) dalam penerapan secara empiris lebih sederhana dan lebih mudah karena nilai parameter dugaan sekaligus juga menunjukkan elastisitas produksi dan ekonomi skala usaha, dan (3) dari fungsi tersebut dapat diturunkan fungsi permintaan input. Bentuk lain yang biasa digunakan adalah fungsi produksi translog. Fungsi produksi translog diperkenalkan oleh Berndt and Christensen (1973) kemudian diaplikasikan oleh Christensen, et al. (1973) dengan bentuk umum sebagai berikut : Ln Y n = β 0 + β ij Ln X ijt + ½ j k β jk Ln X ijt Ln Xikt... (12)

9 40 dimana Y adalah output, dan X adalah input (j dan k), pada usahatani i, pada tahun t. Beberapa karakteristik dari fungsi produksi translog : (1) parameter β jk diasumsikan positif, (2) fungsi tidak pernah mencapai maksimum jika tingkat input yang digunakan terbatas, (3) nilai elastisitas substitusi tidak selalu satu, dan (4) bentuk isoquant translog tergantung pada parameter β ik, jika parameter β ik bernilai nol maka bentuk isoquant-nya seperti Cobb-Douglas dan elastisitas substitusinya sama dengan satu, tetapi jika parameter β ik meningkat, maka output juga akan meningkat secara nyata jika input-input yang digunakan tetap. Fungsi produksi translog tidak menetapkan batasan terhadap elastisitas input dan substitusi serta nilai pengembalian hasil (return to scale) seperti yang dikenakan pada fungsi Cobb-Douglas. Keunggulan menggunakan bentuk fungsi translog antara lain : (1) bentuk fungsi produksi fleksibel, (2) restriksi lebih sedikit pada elastisitas produksi dan elastisitas substitusi, dan (3) telah memasukkan kontribusi interaksi antar faktor diperhitungkan. Sedangkan keterbatasannya antara lain adalah : (1) lebih sulit untuk menginterpretasi, dan (2) bentuk fungsi ini sulit dimodifikasi secara matematis dan dapat mengalami masalah multikolinear serta masalah derajat bebas (Coelli et al. 1998). Penelitian ini menggunakan fungsi produksi frontir dalam analisis, dengan tujuan untuk melihat tingkat produksi maksimum yang mungkin dicapai dan membandingkannya dengan kondisi aktual yang ada. Disamping itu model produksi frontir yang digunakan adalah stochastic frontier, dimana menurut Mahadevan (2002) fungsi stochastic frontier memungkinkan : (1) pergeseran nonneutral yang disebabkan oleh perubahan marginal rate substitution faktor produksi. Kondisi ini memungkinkan seorang produsen memperoleh hasil

10 41 produksi yang berbeda meskipun dengan penggunaan input yang sama sebagai akibat penggunaan metode produksi yang berbeda, dan (2) adanya variasi proses produksi yang akan berimplikasi terhadap variasi efisiensi teknis produsen, menyebabkan tidak perlu adanya asumsi distribusi normal kondisi efisiensi teknis antar produsen atau perusahaan. Banyak faktor yang mempengaruhi tidak tercapainya efisiensi teknis dalam produksi. Penentuan sumber inefisiensi teknis ini tidak hanya memberikan informasi tentang sumber potensial dari inefisiensi, tetapi juga saran bagi kebijakan yang harus diterapkan atau dihilangkan untuk mencapai tingkat efisiensi total. Fungsi produksi frontir memiliki definisi yang tidak jauh berbeda dengan fungsi produksi dan umumnya banyak digunakan saat menjelaskan konsep pengukuran efisiensi. Konsep fungsi produksi frontir menggambarkan output maksimal yang dapat dihasilkan dalam suatu proses produksi. Fungsi produksi frontir merupakan fungsi produksi yang paling praktis atau menggambarkan produksi maksimal yang dapat diperoleh dari variasi kombinasi faktor produksi pada tingkat pengetahuan dan teknologi tertentu (Doll dan Orazem, 1984). Pengukuran fungsi produksi frontir dibedakan atas empat cara yaitu : 1) deterministic nonparametric frontier, (2) deterministic parametric frontier, (3) deterministic satistical frontie, dan (4) stochastic statistical frontier. Model fungsi produksi deterministic frontier dinyatakan sebagai berikut : Y i = f (xi ; β) e ui, I = 1, 2,...,N... (13) dimana f (xi ; β) adalah bentuk fungsi yang cocok (Cobb-Douglas atau Traslog), parameter β adalah parameter yang dicari nilai dugaannya dan u i adalah variabel acak yang tidak bernilai negatif yang diasosiasikan dengan faktor-faktor spesifik

11 42 perusahaan yang memberikan kontribusi terhadap tidak tercapainya efisiensi maksimal dari proses produksi (Battese, 1992). Kelemahan dari model ini adalah tidak dapat menguraikan komponen residual u i menjadi pengaruh efisiensi dan pengaruh ekternal yang tidak tertangkap (random shock). Akibatnya nilai inefisiensi teknis cenderung tinggi karena dipengaruhi sekaligus oleh dua komponen error yang tidak terpisah. Model stochastic frontier merupakan perluasan dari model asli deterministik untuk mengukur efek-efek yang tak terduga didalam batas produksi. Pendekatan frontir deterministik yang telah diuraikan terdahulu, ternyata tidak mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan bahwa variasi efisensi ditingkat usahatani dapat juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang di luar kontrol petani. Dalam model frontir stokastik, output diasumsikan dibatasi (bounded) dari atas oleh suatu fungsi produksi stokastik. Pada kasus Cobb-Douglas, model tersebut dapat dituliskan sebagai berikut : Ln y i = β 0 + β j ln x ji + ( v i u i )... (14) Stochastic frontier disebut juga composed error model karena error term terdiri dari dua unsur yaitu: (1) v i merupakan komponen simetrik yang memungkinkan keragaman acak dari frontier antar pengamatan dan menangkap pengaruh kesalahan pengukuran, kejutan acak, dan (2) u i sebagai komponen satu-sisi (onesided) dari simpangan yang menangkap pengaruh inefisiensi. Variabel acak v i berguna untuk menghitung ukuran kesalahan dan faktor-faktor yang tidak pasti seperti cuaca, serangan hama dan penyakit dan faktor tak terduga lain di dalam nilai variabel output, bersama-sama dengan efek gabungan dari variabel input yang tidak terdefinisi di dalam fungsi produksi. Variabel acak v i merupakan

12 43 variabel random shock yang secara identik terdistribusi normal dengan rataan (µ i ) bernilai 0 dan variansnya konstan atau N (0, σ 2 v ), simetris serta bebas dari u i. Variabel acak u i merupakan variabel non negatif dan diasumsikan terdistribusi secara bebas. Komponen yang pasti dari model batas yaitu f (xi ; β) digambarkan dengan asumsi memiliki karakteristik skala pengembalian yang menurun. Misal petani i menggunakan input sebesar x i dan memperoleh output sebesar y i melampaui nilai pada bagian yang pasti dari fungsi produksi yaitu f (xi ; β). Hal ini bisa terjadi karena aktivitas produksinya dipengaruhi oleh kondisi yang menguntungkan, dimana variabel v i bernilai positif. Sementara itu petani j menggunakan input sebesar x j dan memperoleh hasil sebesar y j, tetapi batas dari petani berada dibawah bagian yang pasti dari fungsi produksi (Coelli et al. 1998). y Output batas (y i ) y = f ((xi ; β) exp (v i ), jika v i > 0 Output observasi (y i ) Output observasi (y j ) f ((xi ; β) Output batas (y j ) y = f ((x j ; β) exp (v j ), jika v j < 0 x i x j Sumber : Coelli et al. (1998) Gambar 2 : Fungsi Produksi Stochastic Frontier Sebagaimana disajikan oleh Coelli et al. (1998) yang dikutip dari Aigner et al. (1977), persamaan fungsi produksi stochastic frontier secara ringkas adalah :

13 44 dimana : Ln y it = βx it + (v it u it ), i = 1, 2, 3,...,n... (15) y it = produksi yang dihasilkan petani-i pada waktu-t x it = vektor masukan yang digunakan petani-i pada waktu-t β i = vektor parameter yang akan diestimasi v it = variabel acak yang berkaitan dengan faktor-faktor eksternal u it = variabel acak non negatif dan diasumsikan mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis dan berkaitan dengan faktor-faktor internal Variabel acak non negatif terkait dengan inefisiensi teknis petani dan diasumsikan terdistribusi secara identik dan independen sebagai distribusi eksponensial setengah normal direfleksikan oleh u i. Komponen ini sebenarnya asimetris (one-side) yakni u i > 0. Jika proses produksi berlangsung efisien (sempurna) maka keluaran yang dihasilkan berimpit dengan potensi maksimalnya berarti u i = 0. sebaliknya jika u i > 0 berarti berada dibawah potensi maksimumnya. Distribusi menyebar setengah normal (u it ~ ( N(0, σ v 2 ) dan menggunakan metode pendugaan Maximum Likelihood. Metode pendugaan Maximum Likelihood Estimation (MLE) pada model stochastic frontier dilakukan melalui proses dua tahap. Tahap pertama menggunakan metode OLS untuk menduga parameter teknologi dan input produksi (β m ). Tahap kedua menggunakan metode MLE untuk menduga keseluruhan parameter faktor produksi (β m ), intersep (β 0 ) dan varians dari kedua komponen kesalahan v i dan u i (σ v 2 dan σ u 2 ). Fungsi produksi frontir oleh beberapa penulis diturunkan dari fungsi produksi Cobb-Douglas, dimana menurut Teken dan Asnawi (1981) dikemukakan bahwa apabila peubah-peubah yang terdapat dalam fungsi Cobb-Douglas dinyatakan dalam bentuk logaritma, maka fungsi tersebut akan menjadi fungsi linier additive. Fungsi produksi frontir diturunkan dengan menghubungkan titik-

14 45 titik output maksimum untuk setiap tingkat penggunaan input. Jadi fungsi tersebut mewakili kombinasi input-output secara teknis paling efisien. Menurut Lau dan Yotopoulus (1971) konsep efiiensi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu : (1) efisiensi teknis (technical efficiency), (2) efisiensi harga (price efficiency), dan (3) efisiensi ekonomis (economic efficiency). Efisiensi teknis mengukur tingkat produksi yang dicapai pada tingkat penggunaan input tertentu. Seorang petani secara teknis dikatakan lebih efisien dibandingkan petani lain, apabila dengan penggunaan jenis dan jumlah input yang sama, diperoleh output fisik yang lebih tinggi. Efisiensi harga atau efisiensi alokatif mengukur tingkat keberhasilan petani dalam usahanya untuk mencapai keuntungan maksimum yang dicapai pada saat nilai produk marginal setiap faktor produksi yang diberikan sama dengan biaya marginalnya atau menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menggunakan input dengan proporsi yang optimal pada masing-masing tingkat harga input dan teknologi yang dimiliki. Efisiensi ekonomis adalah kombinasi antara efisiensi teknis dan efisiensi harga. Efisiensi teknis dianggap sebagai kemampuan untuk berproduksi pada isoquant batas, sedangkan alokatif mengacu pada kemampuan untuk berproduksi pada tingkat output tertentu dengan menggunakan rasio input pada biaya minimum. Sebaliknya, inefisiensi teknis mengacu pada penyimpangan dari rasio input pada biaya minimum. Efisiensi dapat diukur dengan pendekatan pengukuran dengan orientasi input dan pengukuran orientasi output. Pendekatan input misalkan perusahaan menggunakan dua input X1 dan X2 untuk memproduksi output Y (Farrel, 1957 dalam Coelli et al., 1998).

15 46 x 2 /y A S P Q R Q 0 A S x 1 /y Sumber : Farrel (1957) dalam Coelli et al. (1998) Jika harga input tersedia, efisiensi alokatif (AE) dapat ditentukan. Garis Gambar 3. Ukuran Efisiensi Pada gambar 3, kurva isoquant frontier SS menunjukkan kombinasi penggunaan input per output (x i / y dan x 2 / y) yang efisien secara teknis untuk menghasilkan output Y 0 = 1. Titik P dan Q menggambarkan dua kondisi suatu perusahaan dalam berproduksi menggunakan kombinasi input dengan proporsi x i / y dan x 2 / y yang sama. Keduanya berada pada garis yang sama dari titik 0 untuk memproduksi satu unit Y 0. Titik P berada diatas kurva isoquant, sedangkan titik Q menunjukkan perusahaan beroperasi pada kondisi secara teknis efisien (karena beroperasi pada kurva isoquant frontier). Titik Q mengimplikasikan bahwa perusahaan memproduksi sejumlah output yang sama dengan perusahaan di titik P, tetapi dengan jumlah input yang lebih sedikit. Jadi rasio 0Q/0P menunjukkan efisiensi teknis (TE) perusahaan P, yang menunjukkan proporsi dimana kombinasi input pada P dapat diturunkan, rasio input per output (x i / y dan x 2 / y) konstan, sedangkan output tetap. Jika harga input tersedia, efisiensi alokatif (AE) dapat ditentukan. Garis Isocost (AA) digambarkan menyinggung Isoquant SS di titik Q dan memotong garis 0P di titik R. Titik R menunjukkan rasio input-output optimal yang

16 47 meminimukan biaya produksi pada tingkat output tertentu karena slope isoquant sama dengan slope garis isocost. Titik Q secara teknis efisien tetapi secara alokatif inefisien karena perusahaan pada titik Q berproduksi pada tingkat biaya yang lebih tinggi dari pada di titik Q. Jarak 0R-0Q menunjukkan penurunan biaya produksi jika produksi terjadi di titik Q (secara alokatif dan teknis efisien). Sehingga efisiensi alokatif (AE) untuk perusahaan yang beroperasi di titik P adalah rasio 0R/0Q. Menurut Kumbakhar dan Lovell (2000), produsen dikatakan efisien secara teknis jika dan hanya jika tidak mungkin lagi memproduksi lebih banyak output dari yang telah ada tanpa mengurangi sejumlah output lainnya atau dengan menambah sejumlah input tertentu. Menurut Bakhshoodeh dan Thomson (2001), petani yang efisien secara teknis adalah petani yang menggunakan lebih sedikit input dari petani lainnya untuk memproduksi sejumlah output pada tingkat tertentu atau petani yang dapat menghasilkan output yang lebih besar dari petani lainnya dengan menggunakan sejumlah input tertentu. Berdasarkan definisi di atas, efisiensi teknis dapat diukur dengan pendekatan dari sisi output dan sisi input. Pengukuran efisiensi teknis dari sisi output merupakan rasio antara output observasi terhadap output batas. Indeks efisiensi ini digunakan sebagai pendekatan untuk mengukur efisiensi teknis di dalam analisis stochastic frontier. Pengukuran efisiensi teknis dari sisi input merupakan rasio dari input atau biaya batas (frontier) terhadap input atau biaya observasi. Bentuk umum dari ukuran efisiensi teknis yang dicapai oleh observasi ke-i pada waktu ke-t didefinisikan sebagai berikut (Coelli et al.,1998) :

17 48 y i exp(x i β u i ) TE i = = = exp(-ui)... (16) Exp (x i β) exp(x i β) dimana nilai TE i antara 0 dan 1 atau 0 TE i 1. Ada dua pendekatan alternatif untuk menguji faktor-faktor determinan (sumber-sumber) efisiensi teknis dan sekaligus inefisiensi teknis (Daryanto, 2000). Pertama adalah prosedur dua tahap. Tahap pertama adalah estimasi fungsi produksi frontier. Tahap kedua adalah estimasi model regresi dimana nilai efisiensi (inefisiensi) diekspresikan sebagai suatu fungsi dari variabel-variabel sosial ekonomi yang diasumsikan mempengaruhi inefisiensi. Metode kedua adalah prosedur satu tahap (simultan) dimana efek-efek inefisiensi di dalam stokastik frontier dimodelkan di dalam variabel-variabel yang relevan di dalam menjelaskan inefisiensi produksi. Pendekatan ini diperkenalkan di dalam model yang diaplikasi oleh Bettese dan Coelli (1992), dan Coelli et al. (1998). Persoalan pendekatan mana yang lebih baik, apakah prosedur dua tahap atau satu tahap, di dalam literatur frontier masih belum terselesaikan dan membutuhkan penelitian empiris yang lebih lanjut (Bravo-Ureta et al., 1993). Untuk mengukur efisiensi alokatif dapat dilakukan dengan menggunakan fungsi biaya dual dari fungsi produksi Cobb-Douglas yang homogenous (Debertin, 1986). Asumsinya bahwa bentuk fungsi produksi Cobb-Douglas dengan menggunakan dua input adalah sebagai berikut : Y = β 0 x 1 β1 x 2 β2... (17) Dari fungsi biaya input adalah sebagai berikut : C = p 1 x 1 + p 2 x 2... (18)

18 49 Bentuk fungsi biaya dual dapat diturunkan dengan asumsi minimisasi biaya dengan kendala Y = Y 0. Untuk memperoleh fungsi biaya dual harus diperoleh nilai expansion path (perluasan skala usaha) yang dapat diperoleh dengan fungsi lagrange sebagai berikut : L = p 1 x 1 + p 2 x 2 + λ(y - β 0 x β1 1 x β2 2 )... (19) Untuk memperoleh nilai x 1 dan x 2 dapat diturunkan (first-order condition) sebagai berikut : L x 1 = P 1 λ x 1 β1-1 x 2 β2 = 0... (20) L x 2 = P 2 λ x 1 β1 x 2 β2-1 = 0... (21) L = Y β 0 x β1 1 x β2 2 = 0... (22) λ Dari persamaan (20) dan (21) diperoleh nilai x 1 dan x 2 (expansion path) sebagai berikut : P 2 x 2 P 1 x 1 x 1 = dan x 2 =... (23) P 1 P 2 Kemudian persamaan (23) disubstitusikan ke persamaan (17) menjadi : P 2 Y = β 0 [ ] β1 x 2 β1+ β2... (24) P 1 Dari persamaan (24) dapat diperoleh fungsi permintaan input untuk x 1 * dan x 2 * adalah : 1 * - X 1 = (β 0 Yp β2 1 p β2 2 ) β1+ β2... (25) 1 * X 2 =(β 0 Yp β1 1 p -β1 2 ) β1+ β2... (26)

19 50 Persamaan (25) dan (26) disubstitusikan ke dalam persamaan (18) sehingga diperoleh fungsi biaya dual menjadi : 1-1 β 1 β 2 C = Y β1+ β2 β 0 β1+ β2 (β 1-1 β 2 p 1 + p 1 ) β1+ β2 (β 2-1 β 1 p 2 + p 2 ) β1+ β2 (27) Secara lebih sederhana dapat juga ditulis sebagai berikut : C = f (Y, P 1, P 2 )... (28) β 1 merupakan hasil estimasi fungsi produksi stochastic frontier, P xj merupakan harga dari input-input produksi ke-j. Harga tersebut diperoleh dari harga input yang berlaku di daerah penelitian ketika penelitian berlangsung. Variabel Y merupakan tingkat output observasi dari petani responden. Efisiensi ekonomi (economic efficiency) didefinisikan sebagai rasio total biaya produksi minimum yang diobservasi (C*) dengan total biaya produksi aktual (C) (Jondrow et al., 1982 dalam Ogundari dan Ojo, 2006). C* E(C i u i = 0, Y i, P i ) EE = = = E[exp (U i / ε]... (29) C E(C i u i, Y i, P i ) dimana EE bernilai 0 EE i 1. Efisiensi ekonomis ini merupakan gabungan dari efisiensi teknis dan alokatif. Pengukuran efisiensi teknis, alokatif dan ekonomis dengan menggunakan kedua pendekatan tersebut secara terintegrasi, membutuhkan sebuah fungsi produksi yang bersifat homogen. Fungsi produksi yang memenuhi kriteria homogenitas adalah fungsi produksi Cobb-Douglas Teori Daya Saing Konsep daya saing sesungguhnya berakar dari konsep keunggulan komparatif yang pertama kali dikenal dengan Model Ricardian. Dalam konsep tradisional, teori keunggulan komparatif didefinisikan sebagai bentuk keunggulan

20 51 nilai produk suatu negara yang ditentukan oleh banyaknya tenaga kerja yang dipekerjakan untuk memproduksi barang tersebut. Ricardo menganggap keabsahan teori nilai berdasar tenaga kerja (labor theory of value) yang menyatakan hanya satu faktor produksi yang penting yang menentukan nilai suatu komoditas yaitu tenaga kerja. Nilai suatu komoditas adalah proporsional dengan jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkannya. Dengan demikian cara pandang Model Ricardian lebih menekankan unsur produktivitas dan sebagai faktor pentingnya (Krugman dan Obstfeld, 2000). Teori keunggulan komparatif Ricardo disempurnakan oleh teori biaya imbangan (theory of opportunity cost). Argumentasi dasarnya adalah bahwa harga relatif dari komoditas yang berbeda ditentukan oleh perbedaan biaya imbangannya. Pada tahun 1993, Heckscher dan Ohlin (H-O) melakukan pengembangan terhadap konsep keunggulan komparatif. Hal ini didasarkan pada pengaruh timbal balik perbedaan sumberdaya antara negara-negara atau daerahdaerah. Melalui model ini dinyatakan bahwa perdagangan internasional atau daerah dipengaruhi oleh perbedaan sumberdaya antar negara. Teori H-O menganggap bahwa tiap negara akan mengekspor komoditas yang secara relatif mempunyai faktor produksi berlimpah dan murah, serta mengimpor komoditas faktor produksi yang relatif langka dan mahal. Penggunaan teori Ricardian dan H- O biasanya didasarkan pada model sederhana dengan asumsi : (1) hanya ada dua negara, dua komoditas, dan menggunakan satu atau dua faktor produksi, (2) tidak ada mobilitas faktor produksi, (3) penawaran faktor tetap, (4) keseimbangan dalam pembayaran (balance of pyment), dan (5) tidak ada barang antara dan barang yang diperdagangkan (Salvatore, 1996).

21 52 Salvatore (1996) keunggulan komparatif yang dimiliki dalam perdagangan memiliki sifat yang dinamis bukan statis. Sifat yang dinamis tersebut membuat suatu negara yang memiliki keunggulan komparatif di sektor tertentu secara potensial harus mampu mempertahankannya agar tidak tersaingi oleh negara lain atau digantikan oleh komoditi substitusinya. Asumsi perekonomian yang tidak mengalami hambatan atau distorsi sama sekali sulit ditemukan pada dunia nyata, khususnya di Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang. Oleh karena itu keunggulan komparatif tidak dapat digunakan sebagai indikator untuk mengukur keuntungan suatu aktivitas ekonomi dari sudut pandang badan atau orang-orang yang berkepentingan langsung dalam suatu proyek. Konsep yang lebih cocok untuk mengukur kelayakan secara finansial adalah keunggulan kompetitif. Konsep keunggulan kompetitif dikembangkan pertamakali oleh Porter pada tahun 1980, yang bertitik tolak dari kenyataan-kenyataan perdagangan internasional yang ada. Menurut Porter (1990), kekuatan kompetitif menentukan tingkat persaingan dalam suatu industri, baik domestik ataupun internasional yang menghasilkan barang dan jasa. Dalam aturan persaingan tersebut terdapat lima faktor persaingan, yaitu : (1) persaingan diatara perusahaan yang ada, (2) masuknya para pendatang baru (barrier-entry), (3) kekuatan tawar-menawar (bargaining power) para pembeli, (4) kekuatan tawar-menawar para pemasok, dan (5) ancaman dari barang jasa pengganti (substitusi). Porter menyatakan bahwa keunggulan perdagangan antar negara dengan negara lain di dalam perdagangan internasional secara spesifik untuk produkproduk tertentu sebenarnya tidak ada. Fakta yang ada adalah persaingan antara kelompok-kelompok kecil industri yang ada dalam suatu negara. Oleh karena itu

22 53 keunggulan kompetitif dapat dicapai dan dipertahankan dalam suatu sub sektor tertentu di suatu negara dengan meningkatkan produktivitas penggunaan sumberdaya-sumberdaya yang ada. Porter (1990) menyatakan bahwa penentu daya saing adalah persaingan yang sehat antar industri, adanya diferensiasi produk, dan kemampuan teknologi. Michael Porter mengemukakan bahwa istilah keunggulan kompetitif adalah bahasan dalam perspektif mikro (bisnis). Sedangkan istilah keunggulan komparatif merupakan kajian yang bergerak dalam dataran makro. Asian Development Bank (1992) menyatakan bahwa di bawah asumsi adanya sistem pemasaran dan intervensi pemerintah, maka suatu negara akan dapat bersaing di pasar internasional jika negara tersebut mempunyai keunggulan kompetitif dalam menghasilkan suatu komoditas. Dengan demikian keunggulan kompetitif mulai digunakan sebagai alat ukur kelayakan suatu aktivitas berdasarkan keuntungan privat (privat profitability) yang dihitung atas harga pasar dan nilai uang resmi yang berlaku. Dalam perencanaan atau pengembangan produksi suatu komoditas tertentu, sebaiknya dipakai kedua konsep tersebut yaitu konsep keunggulan komparatif digunakan untuk mengkaji secara ekonomi berdasarkan harga bayangan (shadow price) yang menunjukkan nilai faktor-faktor input dan output pada kondisi pasar persaingan sempurna, sedangkan konsep keunggulan kompetitif untuk menganalisis secara finansial berdasarkan harga pasar dari faktor input dan output pada kondidi pasar terdistorsi. Suatu komoditas dapat mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif sekaligus, yang berarti komoditas tersebut menguntungkan untuk diproduksi atau diusahakan dan dapat bersaing di pasar internasional. Akan tetapi apabila

23 54 komoditas yang diproduksi di suatu negara hanya mempunyai keunggulan komparatif namun tidak memiliki keunggulan kompetitif, maka di negara tersebut dapat diasumsikan terjadi distorsi pasar atau terdapat hambatan-hambatan yang mengganggu kegiatan produksi sehingga merugikan produsen seperti prosedur administrasi, perpajakan dan lain-lain (Novianti, 2003). Hal sebaliknya juga dapat terjadi bila suatu komoditas hanya memiliki keunggulan kompetitif dan tidak memiliki keunggulan komparatif. Kondisi ini terjadi apabila pemerintah memberikan proteksi terhadap komoditas tersebut seperti misalnya jaminan harga, kemudahan perizinan dan kemudahan fasilitas lainnya (Sudaryanto et al., 1993) Analisis Kebijakan Pemerintah Kebijakan pemerintah ditetapkan dengan tujuan untuk meningkatkan ekspor ataupun sebagai usaha untuk melindungi produk dalam negeri agar dapat bersaing dengan produk luar negeri. Kebijakan tersebut diberlakukan untuk output maupun input yang menyebabkan terjadinya perbedaan harga input dan harga output yang diminta produsen (harga privat) dengan harga yang sebenarnya terjadi (harga sosial) Kebijakan Harga Output Kebijakan harga output diterapkan pada produsen yang menghasilkan komoditas yang merupakan barang substitusi impor dan barang yang berorientasi ekspor. Gambar 4(a) mengilustrasikan adanya subsidi positif untuk produsen barang impor. Sebelum ada kebijakan subsidi harga di dalam negeri adalah sama dengan harga dunia P w. Pada tingkat harga P w jumlah produksi domestik sebesar

24 55 Q 1 sedangkan jumlah permintaan konsumen sebesar Q 3. Akibatnya terjadi kelebihan permintaan sebesar Q 3 -Q 1, sehingga untuk memenuhi kelebihan tersebut dilakukan impor. Untuk mengurangi impor dan memotivasi peningkatan produksi dalam negeri pemerintah menetapkan kebijakan subsidi positif kepada produsen (domestik) barang impor. Kebijakan subsidi sebesar P p -P w akan meningkatkan produksi domestik dari Q 1 ke Q 2 dan menurunkan jumlah impor dari Q 3 -Q 1 menjadi Q 3 -Q 2. Hal ini menunjukkan adanya transfer total dari pemerintah kepada produsen (domestik) barang impor sebesar Q 2 x (P p -P w ) atau sebesar P p ABP w. Kebijakan ini menyebabkan hilangnya efisiensi ekonomi sebesar selisih antara biaya sumberdaya untuk meningkatkan sumberdaya domestik sebesar Q 1 CAQ 2, dan biaya imbangan berproduksi Q 1 CBQ 2 atau seluas CAB. P S P S P p P w C A B P w P p B A F E G H D D Q 1 Q 2 Q 3 Q Q 2 Q 1 Q 3 Q 4 Q (a) Sumber : Monke dan Pearson (1995) Keterangan : Pw : harga di pasar dunia pada kondisi pasar bebas Pp : harga di pasar domestik setelah diberlakukan subsidi positif P d : harga di pasar domestik setelah diberlakukan subsidi positif untuk konsumen barang impor S + P i : subsidi positif kepada produsen untuk barang impor S + CI : subsidi positif kepada konsumen untuk barang impor Gambar 4. Dampak Subsidi Positif terhadap Konsumen dan Produsen pada Barang Impor (b)

25 56 Gambar 4 (b) menjelaskan adanya subsidi positif untuk konsumen barang impor. Kondisi awal sebelum kebijakan, harga di dalam negeri sama dengan harga dunia P w pada tingkat harga P w jumlah produksi domestik sebesar Q 1 sedangkan jumlah yang diminta sebesar Q 3. Untuk meningkatkan konsumsi domestik diterapkan kebijakan subsidi sebesar P w -P d akan mengurangi produksi domestik dari Q 1 ke Q 2 dan meningkatkan konsumsi domestik dari Q 3 ke Q 4, dan impor meningkat dari dari Q 3 -Q 1 ke Q 4 -Q 2. Terdapat transfer S + CI yang mencakup dua bagian, yaitu dari pemerintah ke konsumen sebesar (P w -P d ) (Q 4- Q 2 ) atau luas AGBH dan transfer dari produsen ke konsumen sebesar P w ABP d. Efisiensi yang hilang terjadi pada dua sisi yaitu produksi dan konsumsi. Pendapatan bersih yang hilang sebesar AFB dan efisiensi konsumen yang hilang sebesar EGH. Kebijakan selain subsidi pada output adalah kebijakan restriksi perdagangan pada barangbarang impor (Gambar 5). P S P w C B F G S P d P w G E F A B C D P d A E D Q1 Q2 Q4 Q3 Q1 Q2 Q4 Q3 (a) (b) Sumber : Monke dan Pearson (1995) Keterangan : TPI : hambatan perdagangan pada produsen untuk barang impor TCE : hambatan perdagangan pada produsen untuk barang ekspor Gambar 5. Restriksi Perdagangan pada Komoditas Impor

26 57 Gambar 5 (a) menunjukkan adanya hambatan perdagangan pada barang impor dimana terdapat tarif sebesar P d -P w sehingga menaikkan harga di dalam negeri baik untuk produsen maupun konsumen. Output domestik meningkat dari Q1 ke Q2 dan turunnya konsumsi dari Q3 ke Q4. Dengan demikian impor turun dari Q3-Q1 menjadi Q4-Q2. Terdapat transfer penerimaan dari konsumsi sebesar PdABPw yaitu kepada produsen sebesar PdEFPw dan kepada pemerintah sebesar FEAB. Efisiensi ekonomi yang hilang dari konsumen adalah perbedaan antara opportunity cost konsumen dalam mengubah konsumsi sebesar Q4BCQ3 dengan kemampuan membayar pada tingkat yang sama Q4ACQ3. Sehingga efisiensi ekonomi yang hilang pada konsumen sebesar ABC dan pada produsen sebesar EFG. Untuk Gambar 5 (b) adalah kebalikan dari Gambar 5 (a) Kebijakan Harga Input Kebijakan pemerintah juga diberlakukan pada variabel input tradable dan non tradable. Pada kedua input tersebut, kebijakan dapat berupa subsidi positif dan subsidi negatif (pajak), sedangkan kebijakan hambatan perdagangan tidak diterapkan pada input domestik (non tradable). Sebagai ilustrasi intervensi berupa subsidi dan pajak pada input dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6(a) menunjukkan efek pajak terhadap input tradable yang digunakan. Dengan adanya pajak menyebabkan biaya produksi meningkat sehingga pada tingkat harga output yang sama, output domestik turun dari Q1 ke Q2 dan kurva supply bergeser ke atas. Efisiensi ekonomi yang hilang adalah ABC, merupakan perbedaan antara nilai output yang hilang Q1CAQ2 dengan ongkos produksi dari output Q2BCQ1.

27 58 S S C S S P w C A P w A B B Q2 Q1 Q3 Q1 Q2 Q3 (a) S II Sumber : Monke dan Pearson (1995) Keterangan : Pw : harga Q di pasar dunia S II : Pajak input impor S + II : Subsidi untuk input impor (b) S + II Gambar 6. Subsidi dan Pajak pada Input Gambar 6(b) memperlihatkan dampak subsidi input menyebabkan harga input lebih rendah dan biaya produksi lebih rendah sehingga kurva supply bergeser ke bawah dan produksi adalah ABC perbedaan antara biaya produksi yang bertambah dengan meningkatnya output dengan peningkatan nilai input. Pada input non tardable, intervensi pemerintah berupa halangan perdagangan tidak tampak karena input non tradable hanya diproduksi di dalam negeri. Intervensi pemerintah adalah subsidi poisitif dan subsidi negatif (pajak) dapat dilihat pada Gambar 7. Pada Gambar 7(a) dengan pajak (Pc-Pp) menyebabkan produk yang dihasilkan turun menjadi Q2. Efisiensi ekonomi dari produsen yang hilang sebesar BCA dan dari konsumen yang hilang sebesar DBA. Pada subsidi positif (Gambar 7b) adanya subsidi menyebabkan produk meningkat dari Q1 ke Q2, harga yang diterima produsen naik menjadi Pp dan harga yang diterima konsumen turun menjadi Pc. Kehilangan efisiensi dapat dilihat dari

28 59 perbandingan antara peningkatan nilai output dengan meningkatnya ongkos produksi dan meningkatnya keinginan konsumen untuk membayar. P C S P S P c P w B A P p P d A C B P p D P c D Q2 Q1 (a) S N Sumber : Monke dan Pearson (1995) Keterangan : S N : pajak untuk barang non-tradable S + N : subsidi untuk barang non-tradable D (b) S + N Q1 Q2 D Gambar 7. Dampak Subsidi dan Pajak terhadap Input tradable 3.4. Konsep Sensitivitas Analisis sensitivitas digunakan untuk melihat pengaruh-pengaruh yang terjadi akibat keadaan yang beubah-ubah terhadap suatu analisis. Analisis sensitivitas merupakan salah satu perlakukan terhadap ketidakpastian (Gittinger, 1986). Analisis sensitivitas dilakukan dengan cara merubah besarnya variabelvariabel yang penting, masing-masing dapat terpisah atau beberapa dalam kombinasi dengan suatu persentase tertentu yang sudah diketahui atau diprediksi. Dampak perubahan harga output dan input dapat juga dapat dilihat dari nilai elastisitasnya. Penelitian Kariyasa (2004) menghasilkan bahwa nilai elastisitas jangka pendek maupun jangka panjang menunjukkan bahwa perubahan produksi daging

29 60 sapi dalan negeri relatif paling respon terhadap perubahan harga daging sapi dalam negeri dan harga ternak sapi, dan secara teori untuk peternakan rakyat memang kedua peubah ini yang paling berpengaruh. Jika terjadi kenaikan harga daging sapi dalam negeri sebesar 10 persen maka akan menyebabkan kenaikan produksi daging sapi dalan negeri masing-masing dalam jangka pendek 10,6 persen dan dalam jangka panjang 13,6 persen. Penelitian Priyanti (2007) menunjukkan bahwa peningkatan 10 persen harga output sapi akan meningkatkan produksi usaha ternak sapi sebesar 13 persen. Hasil lainnya terkait dengan usaha ternak sapi adalah kenaikan harga input produksi sebesar 10 persen pada usaha ternak sapi menurunkan produksi sebesar 5.2 persen Kerangka Konseptual Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta semakin tingginya tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya protein hewani, maka permintaan daging sapi terus meningkat. Permintaan terhadap daging sapi tidak dapat diimbangi oleh produksi dalam negeri, sehingga terjadi kesenjangan antara produksi dan konsumsi. Pemerintah mengambil kebijakan impor daging sapi dalam rangka memenuhi kebutuhan daging sapi dalam negeri. Sistem perdagangan internasional menghadapkan konsumen pada banyak pilihan, sehingga produksi yang berkualitas bagus dengan harga bersaing yang akan menguasai pasar. Dengan adanya liberalisasi perdagangan, maka komoditas daging sapi dalam negeri harus mampu bersaing dengan produk-produk sejenis asal luar negeri.

30 61 Usaha ternak sapi dalam negeri dihadapkan pada beberapa kendala, yaitu : produktivitas ternak yang rendah, ketersediaan bibit unggul yang terbatas, serta ketersediaan pakan yang tidak kontinu. Disamping itu usaha ternak sapi dilakukan dengan manajemen pemeliharaan yang kurang memadai, mengingat usaha ternak sapi merupakan usaha peternakan rakyat yang bersifat sampingan. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk melindungi usaha ternak sapi dalam negeri, seperti pemberlakuan kebijakan tarif impor, kuota, subsidi dan pajak. Berdasarkan kondisi dan kenyataan tersebut maka perlu diketahui faktorfaktor apa yang mempengaruhi produksi sapi potong, dan bagaimana tingkat daya saing usaha ternak tersebut. Daya saing dilihat dari keunggulan komparatif dan kompetitif serta kebijakan input-output. Secara ringkas penelitian ini dapat digambarkan dalam kerangka konseptual, seperti terlihat pada Gambar 8.

31 62 Ternak Sapi Komoditas Unggulan Sumatera Barat dan Kabupaten Agam merupakan Sentra Produksi Sapi Potong ISU PERMASALAHAN Ketersediaan sapi potong dan pasar yang dihadapi : 1. Kesenjangan antara produksi dan konsumsi daging sapi. 2. Impor daging sapi dan sapi bakalan meningkat. 3. Persaingan sapi potong lokal dengan sapi asal impor. 4. Kebijakan Pasar bebas (Free Trade Area). Kondisi Usaha Peternakan Sapi Potong saat ini : 1. Produktivitas sapi potong masih rendah. 2. Skala Usaha kecil dan Sebagian besar sebagai usaha sambilan. 3. Keterbatasan akses teknologi. 4. Periode Pemeliharaan terlalu lama. Produksi dan Daya Saing Usaha Peternakan sapi Potong ANALISIS PRODUKSI : STOCHASTIC FRONTIER 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi 2. Tingkat efiisiensi teknis 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis. ANALISIS DAYA SAING : POLICI ANALYSIS MATRIX (PAM) 1. Keunggulan Kompetitif (PCR) 2. Keunggulan Komparatif (DRC) 3. Kebijakan Output : Output Transfer (OT), Nominal Protection Coefficient on Output (NPCO) 4. Kebijakan Input : Input Transfer (IT) Nominal Protection Coefficient on Input (NPCI), Factor Transfer (FT) 5. Kebijakan Input-Output : Effective Protection Coefficient (EPC), Net Taransfer (NT), Profitability Coefficient (PC), Subsidy Ratio to Prroducer (SRP) IMPLIKASI KEBIJAKAN Gambar 8. Kerangka Konseptual

32 Hipotesis Penelitian Dalam penelian ini dirumuskan hipotesis sebagai berikut : 1. Diduga faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi usaha penggemukan sapi adalah: penggunaan hijauan, konsentrat, tenaga kerja, obat-obatan, umur bakalan, dan periode pemeliharaan. 2. Diduga usaha penggemukan sapi potong di Kabupaten Agam belum efisien secara teknis.

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Daya Saing Perdagangan Internasional pada dasarnya merupakan perdagangan yang terjadi antara suatu negara tertentu dengan negara yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi susu sapi lokal dalam

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi gula lokal yang dihasilkan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 35 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep dan Pengukuran Efisiensi Asumsi dasar dari efisiensi adalah untuk mencapai keuntungan maksimum dengan input tertentu. Perolehan keuntungan maksimum berkaitan erat

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur berfikir dalam menjalankan penelitian. Penelitian ini mencakup teori produksi, konsep efisiensi,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.. Penentuan Daerah Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Asembagus dan Kecamatan Jangkar, Kabupaten Situbondo, Propinsi Jawa Timur. Pemilihan kecamatan dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal yang berdasar pada teori yang digunakan dalam penelitian. Penelitian

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT 83 VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT 8.1. Struktur Biaya, Penerimaan Privat dan Penerimaan Sosial Tingkat efesiensi dan kemampuan daya saing rumput laut di

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada petani tebu di wilayah kerja Pabrik Gula Sindang Laut Kabupaten Cirebon Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Usaha Sapi Potong di Kabupaten Indrgiri Hulu 5.1.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Usaha Sapi Potong Usaha peternakan sapi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi merupakan suatu proses transformasi atau perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fungsi produksi adalah hubungan di antara faktor-faktor produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fungsi produksi adalah hubungan di antara faktor-faktor produksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1. Fungsi Produksi Fungsi produksi adalah hubungan di antara faktor-faktor produksi terhadap jumlah output yang dihasilkan. Kegiatan produksi bertujuan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI

VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI Daya saing usahatani jambu biji diukur melalui analisis keunggulan komparatif dan kompetitif dengan menggunakan Policy

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Daya Saing Daya saing merupakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditi dengan mutu yang baik dan biaya produksi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 26 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Usahatani merupakan salah satu ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM VI ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM 6.1. Analisis Daya Saing Analisis keunggulan kompetitif dan komparatif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan kemampuan jeruk

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Definisi usahatani telah banyak diuraikan oleh beberapa pakar. Usahatani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERNGK PEMIKIRN 3.1. Kerangka Teoritis Kerangka teoritis berisi teori-teori dan konsep yang berkaitan dengan penelitian analisis keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani jambu biji. kerangka

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Teori Produksi Produksi merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Dengan pengertian ini dapat dipahami bahwa kegiatan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Menurut Schroeder (1999), Pappas (1995), Joesran dan Fathorrozi (2003) dan Putong (2002) dalam Herawati (2008) produksi adalah

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Karangasem dengan lokasi sampel penelitian, di Desa Dukuh, Kecamatan Kubu. Penentuan lokasi penelitian dilakukan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN Aktivitas usahatani sangat terkait dengan kegiatan produksi yang dilakukan petani, yaitu kegiatan memanfaatkan sejumlah faktor produksi yang dimiliki petani dengan jumlah yang terbatas.

Lebih terperinci

ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG

ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG VI. 6.1 Analisis Dayasaing Hasil empiris dari penelitian ini mengukur dayasaing apakah kedua sistem usahatani memiliki keunggulan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Bagian ini berisi mengenai konsep usahatani, teori produksi, konsep analisis efisiensi teknis, fungsi produksi frontier, faktor-faktor penentu

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi teori dan konsep kajian ilmu yang akan digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Pasir Penyu dan Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau. Kabupaten Indragiri Hulu terdiri

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan Usahatani Suratiyah (2006), mengatakan bahwa usahatani sebagai ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM DEDDY FISH FARM

VI. ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM DEDDY FISH FARM VI. ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM DEDDY FISH FARM Analisis keunggulan komparatif dan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

3.5 Teknik Pengumpulan data Pembatasan Masalah Definisi Operasional Metode Analisis Data

3.5 Teknik Pengumpulan data Pembatasan Masalah Definisi Operasional Metode Analisis Data DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii ABSTRAK... xiii ABSTRACT...

Lebih terperinci

Modul 5. Teori Perilaku Produsen

Modul 5. Teori Perilaku Produsen Modul 5. Teori Perilaku Produsen A. Deskripsi Modul Seorang produsen atau pengusaha dalam melakukan proses produksi untuk mencapai tujuannya harus menentukan dua macam keputusan: berapa output yang harus

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1.a. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata/signifikan terhadap produksi usahatani jagung

Lebih terperinci

Volume 12, Nomor 1, Hal ISSN Januari - Juni 2010

Volume 12, Nomor 1, Hal ISSN Januari - Juni 2010 Volume 12, Nomor 1, Hal. 55-62 ISSN 0852-8349 Januari - Juni 2010 DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING DAN EFISIENSI SERTA KEUNGGULAN KOMPETITIF DAN KOMPARATIF USAHA TERNAK SAPI RAKYAT DI KAWASAN

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 45 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kepulauan Tanakeke, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan daerah tersebut dilakukan secara purposive

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2 ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2 email: mardianto.anto69@gmail.com ABSTRAK 9 Penelitian tentang Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Struktur Biaya Produksi Usahaternak Sapi Perah

KERANGKA PEMIKIRAN Struktur Biaya Produksi Usahaternak Sapi Perah III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Faktor-faktor Produksi Usahaternak Sapi Perah Produksi adalah suatu proses penting dalam usahaternak, menurut Raharja (2000), produksi adalah

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK

VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK 6.1 Analisis Keuntungan Sistem Komoditas Belimbing Dewa di Kota Depok Analisis keunggulan komparatif

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Usahatani didefinisikan sebagai satuan organisasi produksi di lapangan pertanian dimana terdapat unsur lahan yang mewakili

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur pikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Komoditas pertanian erat kaitannya dengan tingkat produktivitas dan efisiensi yang rendah. Kedua ukuran tersebut dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. fungsi permintaan, persamaan simultan, elastisitas, dan surplus produsen.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. fungsi permintaan, persamaan simultan, elastisitas, dan surplus produsen. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Komponen utama pasar beras mencakup kegiatan produksi dan konsumsi. Penelitian ini menggunakan persamaan simultan karena memiliki lebih dari satu

Lebih terperinci

PERILAKU KONSUMEN. A. Pengertian Konsumen dan Perilaku Konsumen

PERILAKU KONSUMEN. A. Pengertian Konsumen dan Perilaku Konsumen PERILAKU KONSUMEN A. Pengertian Konsumen dan Perilaku Konsumen Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang

Lebih terperinci

V. TEORI PERILAKU PRODUSEN

V. TEORI PERILAKU PRODUSEN Kardono -nuhfil V. TEORI PERILAKU PRODUSEN 5.. Fungsi Produksi Seorang produsen atau pengusaha dalam melakukan proses produksi untuk mencapai tujuannya harus menentukan dua macam keputusan: ) berapa output

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan 33 III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional dan Konsep Dasar Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS

III. KERANGKA TEORITIS III. KERANGKA TEORITIS 3.. Penurunan Fungsi Produksi Pupuk Perilaku produsen pupuk adalah berusaha untuk memaksimumkan keuntungannya. Jika keuntungan produsen dinotasikan dengan π, total biaya (TC) terdiri

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi,

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, III. KERANGKA TEORI Pasar jagung, pakan dan daging ayam ras di Indonesia dapat dilihat dari sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, keterkaitan ketiga pasar tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Data Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data tersebut diambil dari beberapa instansi negara yakni Departemen Keuangan, Badan Kepegawaian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Menurut penelitian Fery (2013) tentang analisis daya saing usahatani kopi Robusta di kabupaten Rejang Lebong dengan menggunakan metode Policy Analiysis

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin 22 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Analisis Dewasa ini pengembangan sektor pertanian menghadapi tantangan dan tekanan yang semakin berat disebabkan adanya perubahan lingkungan strategis

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. pertanian yang memberikan arti sebagai berikut. Suatu ilmu yang mempelajari

BAB II URAIAN TEORITIS. pertanian yang memberikan arti sebagai berikut. Suatu ilmu yang mempelajari BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Definisi Ekonomi Pertanian Ekonomi pertanian merupakan gabungan dari ilmu ekonomi dengan ilmu pertanian yang memberikan arti sebagai berikut. Suatu ilmu yang mempelajari dan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Produksi Produksi merupakan serangkaian proses dalam penggunaan berbagai input yang ada guna menghasilkan output tertentu. Produksi

Lebih terperinci

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis, maka pada penelitian ini

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis, maka pada penelitian ini BAB VII SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis, maka pada penelitian ini diperoleh beberapa simpulan, implikasi kebijakan dan saran-saran seperti berikut. 7.1 Simpulan 1. Dari

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan kecamatan Cigombong ini dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Di Indonesia, tanaman jagung sudah dikenal sekitar 400 tahun yang lalu, didatangkan oleh orang Portugis dan Spanyol. Daerah sentrum produksi jagung di Indonesia

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive). Alasan pemilihan Kabupaten

Lebih terperinci

TINJAUAN TEORI EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN

TINJAUAN TEORI EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN TINJAUAN TEORI EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN Prinsip-Prinsip Efisiensi Usahatani Usahatani ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data 4.3. Metode Pengambilan Sampel

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data 4.3. Metode Pengambilan Sampel IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan

Lebih terperinci

sesuaian harga yang diterima dengan cost yang dikeluarkan. Apalagi saat ini,

sesuaian harga yang diterima dengan cost yang dikeluarkan. Apalagi saat ini, RINGKASAN Kendati Jambu Mete tergolong dalam komoditas unggulan, namun dalam kenyataannya tidak bisa dihindari dan kerapkali mengalami guncangan pasar, yang akhirnya pelaku (masyarakat) yang terlibat dalam

Lebih terperinci

Pengantar Ekonomi Mikro

Pengantar Ekonomi Mikro Modul ke: 06 Pusat Pengantar Ekonomi Mikro Teori Perilaku Produsen Bahan Ajar dan E-learning TEORI PERILAKU PRODUSEN (Analisis Jangka Pendek) 2 Basic Concept Inputs Production Process Outputs Produksi

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. transformasi input (resources) ke dalam output atau yang melukiskan antara

KERANGKA PEMIKIRAN. transformasi input (resources) ke dalam output atau yang melukiskan antara III. KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan di atas, menganalisis harga dan integrasi pasar spasial tidak terlepas dari kondisi permintaan, penawaran, dan berbagai kebijakan

Lebih terperinci

DAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP

DAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP DAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP PURWATI RATNA W, RIBUT SANTOSA, DIDIK WAHYUDI Fakultas Pertanian, Universitas Wiraraja Sumenep ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Produksi Produksi adalah kegiatan menghasilkan output dengan berbagai kombinasi input dan teknologi terbaik yang tersedia (Nicholson,

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Cilembu (Kecamatan Tanjungsari) dan Desa Nagarawangi (Kecamatan Rancakalong) Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier 7.1.1. Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori produksi Menurut Pindyck and Rubinfeld (1999), produksi adalah perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam kaitannya dengan pertanian,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Menurut Arikunto (2010: 161) objek penelitian adalah variabel atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Hal ini karena objek penelitian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang. jagung per musim tanam yang, diukur dalam satuan ton.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang. jagung per musim tanam yang, diukur dalam satuan ton. III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis terhadap tujuan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi atau memproduksi menurut Putong (2002) adalah menambah kegunaan (nilai-nilai guna) suatu barang. Kegunaan suatu barang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... ii iii iv v vii

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Analisis Daya Saing Dalam sistem perekonomian dunia yang semakin terbuka, faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan dunia (ekspor dan impor)

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 29 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Produksi Kegiatan produksi dalam kegiatan ekonomi tidak lepas dalam peranan factor-faktor dalam perekonomian dengan factor-faktor produksi.produksi menerangkan hubungan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Untuk mengetahui dampak kenaikan harga kedelai sebagai bahan baku (input) dalam industri tempe, akan digunakan beberapa teori yang berkaitan dengan hal tersebut.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional merupakan teori yang digunakan untuk mengkaji dasar-dasar terjadinya perdagangan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu alur pemikiran yang bersifat teoritis dengan mengacu kepada teori-teori yang berkaitan dengan penelitian.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tingkat Produksi Kedelai Peluang peningkatan produksi kedelai di dalam negeri masih terbuka

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Teori Produksi Penelitian ini akan mengukur bagaimana dampak penggunaan faktorfaktor produksi terhadap risiko produksi yang ditunjukkan dengan adanya variasi hasil produksi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produksi merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa inggris to

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produksi merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa inggris to BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Produksi Produksi merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa inggris to produce yang artinya menghasilkan. Produksi adalah proses dimana input diubah menjadi

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Peranan Kredit dalam Kegiatan Usahatani Ada dua sumber permodalan usaha yaitu modal dari dalam (modal sendiri) dan modal dari luar (pinjaman/kredit).

Lebih terperinci

Pengantar Ekonomi Mikro

Pengantar Ekonomi Mikro Pengantar Ekonomi Mikro Modul ke: 09Fakultas Ekonomi & Bisnis Menjelaskan Bentuk Organisasi Perusahaan, Fungsi Produksi dan Input 2 Variabel Abdul Gani, SE MM Program Studi Manajemen TUJUAN PERUSAHAAN

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 28 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari Bulan Pebruari sampai April 2009, mengambil lokasi di 5 Kecamatan pada wilayah zona lahan kering dataran rendah

Lebih terperinci

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani paprika hidroponik di lokasi penelitian adalah model fungsi Cobb-Douglas dengan pendekatan Stochastic Production

Lebih terperinci

MACAM-MACAM ANALISA USAHATANI

MACAM-MACAM ANALISA USAHATANI MACAM-MACAM ANALISA USAHATANI Pendahuluan Sebelum melakukan analisis, data yang dipakai harus dikelompokkan dahulu : 1. Data Parametrik : data yang terukur dan dapat dibagi, contoh; analisis menggunakan

Lebih terperinci

Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Kelapa di Kabupaten Flores Timur

Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Kelapa di Kabupaten Flores Timur Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Kelapa di Kabupaten Flores Timur Krisna Setiawan* Haryati M. Sengadji* Program Studi Manajemen Agribisnis, Politeknik Pertanian Negeri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat dikerjakan oleh konsumen terdapat komoditi itu. Iswandono

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat dikerjakan oleh konsumen terdapat komoditi itu. Iswandono BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Produksi Produksi diartikan sebagai atau penggunaan atau pemanfaatan sumber daya yang mengubah suatu komoditi menjadi komoditi lainnya yang sama sekali berbeda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Perkembangan Jagung Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai

Lebih terperinci

Bab II. Teori Produksi Pertanian Neo Klasik

Bab II. Teori Produksi Pertanian Neo Klasik Bab II. Teori Produksi Pertanian Neo Klasik A. Pengambilan Keputusan Usahatani Dalam pendekatan analisis pengambilan keputusan usahatani neoklasik, petani dipandang sebagai pengambil keputusan yang menentukan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Perdagangan Internasional Teori tentang perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang sangat maju, yaitu dimulai dengan teori klasik tentang keunggulan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Bachtiar Rivai (1980) yang dikutip oleh Hernanto (1996),

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Bachtiar Rivai (1980) yang dikutip oleh Hernanto (1996), III. KERANGKA PEMIKIRAN 3. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.. Konsep Usahatani Menurut Bachtiar Rivai (980) yang dikutip oleh Hernanto (996), mengatakan bahwa usahatani merupakan sebuah organisasi dari alam,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis terdiri dari dua hal. Pertama, kebijakan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis terdiri dari dua hal. Pertama, kebijakan 3.1. Kerangka emikiran Teoritis III. KERNGK EMIKIRN Kerangka pemikiran teoritis terdiri dari dua hal. ertama, kebijakan pemerintah terhadap output dan input. Kedua, konsep keunggulan komparatif dan kompetitif

Lebih terperinci

Siviardus Marjaya Program Studi Manajemen Agribisnis Politeknik Pertanian Negeri Kupang Jl. Adisucipto Penfui Kupang, P.O. Box 1152, Kupang 85011

Siviardus Marjaya Program Studi Manajemen Agribisnis Politeknik Pertanian Negeri Kupang Jl. Adisucipto Penfui Kupang, P.O. Box 1152, Kupang 85011 Ilmu Pertanian Vol. 18 No.3, 2015 : 164-174 Analisis Efisiensi dan Daya Saing Komoditas pada Sistem Usahatani Integrasi Jagung-Sapi di Kabupaten Kupang Analysisof Efficiency and Competitiveness Commodities

Lebih terperinci

TINGKAT EFISIENSI EKONOMI DAN DAYA SAING USAHATANI JAGUNG DI KABUPATEN DAIRI PROVINSI SUMATERA UTARA HELENTINA SITUMORANG

TINGKAT EFISIENSI EKONOMI DAN DAYA SAING USAHATANI JAGUNG DI KABUPATEN DAIRI PROVINSI SUMATERA UTARA HELENTINA SITUMORANG TINGKAT EFISIENSI EKONOMI DAN DAYA SAING USAHATANI JAGUNG DI KABUPATEN DAIRI PROVINSI SUMATERA UTARA HELENTINA SITUMORANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PENGENALAN SOFTWARE FRONTIER 4.1 DAN DEA 2.1. Oleh : AHMAD ZAINUDDIN

PENGENALAN SOFTWARE FRONTIER 4.1 DAN DEA 2.1. Oleh : AHMAD ZAINUDDIN PENGENALAN SOFTWARE FRONTIER 4.1 DAN DEA 2.1 Oleh : AHMAD ZAINUDDIN DAFTAR ISI 2 APA ITU FRONTIER DAN DEA? KONSEP EFISIENSI KONSEP PENGUKURAN EFISIENSI PENDEKATAN PENGUKURAN EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR YANG

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Sistem Budidaya Padi Konvensional Menurut Muhajir dan Nazaruddin (2003) Sistem budidaya padi secara konvensional di dahului dengan pengolahan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi

IV. METODE PENELITIAN. Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Studi kasus penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Sukaresmi dan Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara purpossive

Lebih terperinci

3 KERANGKA PEMIKIRAN

3 KERANGKA PEMIKIRAN 19 3 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Perdagangan Internasional Pola perdagangan antar negara disebabkan oleh perbedaan bawaan faktor (factor endowment), dimana suatu negara akan mengekspor

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Metode Dasar Penelitian

METODE PENELITIAN. A. Metode Dasar Penelitian II. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode deskriptif analitis. Menurut Nazir (2014) Metode deskriptif adalah suatu metode dalam

Lebih terperinci