BAB I PENDAHULUAN. Kemungkinan akan terjadinya suatu kerugian yang biasa disebut juga risiko,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Kemungkinan akan terjadinya suatu kerugian yang biasa disebut juga risiko,"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemungkinan akan terjadinya suatu kerugian yang biasa disebut juga risiko, merupakan sesuatu yang lumrah dalam kehidupan kita, karena unsur risiko tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Namum dari pada itu risiko dapat kita kurangi, kita cegah, atau bahkan kita dapat hilangkan. Menghilangkan risiko dapat dengan cara mengalihkan risiko ke asuransi. Asuransi menurut undang-undang No.2 tahun 1992 adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Risiko dan asuransi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan, karena sesuatu yang dapat dilindungi oleh asuransi dari pengertian diatas adalah risiko dari kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan. Jadi asuransi sangat berguna untuk menghilangkan risiko pada kehidupan kita sehari hari, seperti risiko kecelakaan, kebakaran, kematian dsb. Selain berguna dalam kehidupan sehari hari, asuransi juga berguna untuk menunjang pembangunan nasional di bidang sarana dan prasarana bangunan fisik

2 2 seperti jembatan, gedung, jalan raya, perumahan, taman, dan lain-lain. Pembangunan bangunan fisik juga biasa disebut proyek, proyek ini dapat dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak dibidang pemborongan, dan setelah itu perusahaan pemborongan menyerahkan pelaksanaan proyek itu pada kontraktor, dalam proyek yang didanai oleh APBN/APBD dan bantuan luar negeri untuk memulai pelaksanaan suatu proyek tersebut, pemilik proyek harus menyaratkan adanya jaminan kepada kontraktor, jaminan dalam hal ini dapat berupa Bank Garansi yang diterbitkan oleh bank ataupun berupa Surety Bond yang diterbitkan oleh perusahaan asuransi, keduanya dapat digunakan jika kontraktor tersebut wanprestasi. Surety Bond timbul dari adanya kebutuhan bisnis yang semakin meningkat, karenanya bisnis tersebut tidak mungkin dijalankan oleh satu pihak saja melainkan harus ada dua pihak atau lebih, maka dari itu interaksi bisnis harus dilandasi oleh kepercayaan antara pihak yang satu dengan yang lain, maka dari itu Surety Bond muncul sebagai penengah agar kepercayaan antara pihak tersebut dapat terjalin dengan baik dan sekaligus untuk menghindari hal-hal yang tidak dinginkan seperti kegagalan maupun wanprestasi dalam melaksanakan kewajiban antara rekan bisnisnya. Perjanjian Surety adalah merupakan suatu sarana kepercayaan yang pada mulanya dipakai untuk menjamin pemenuhan kewajiban-kewajiban usaha berdasarkan suatu perjanjian pemberian jaminan dimana seseorang menjadi bertanggung jawab melindungi pihak ketiga untuk mengganti kerugian yang ditimbulkan dari kelalaiann pihak kedua di dalam memenuhi perikatannya. Pihak

3 3 yang mengikatkan diri untuk bertanggung jawab atas kerugian itu disebut Surety dan pihak untuk perbuatan siapa Surety bertanggung jawab disebut Principal atau obligor sedangkan orang yang dilindungi adalah pihak yang disebut Obligee 1. Jadi perjanjian Surety tersebut akan memberikan kewajiban untuk melakukan pembayaran oleh pihak asuransi selaku penjamin (Surety) terhadap pihak penerima jaminan (Obligee/kreditur) sebagai konsekuensi terhadap wanprestasi dari pihak yang dijamin (Principal/debitur) tersebut. Kesuksesan perusahaan asuransi dalam memasarkan produk penjaminan atau penanggungan tersebut akan sangat ditentukan oleh kepastian pembayaran oleh pihak asuransi itu sendiri sebagai guarantor atau yang lebih dikenal dengan Surety. Sebagai contoh, proyek-proyek yang dibiayai oleh pemerintah, penawaran pengerjaannya kepada para kontraktor selalu dilakukan melalui tender. Umumnya, selalu mensyaratkan adanya jaminan dari kontraktor yang memenangkan tender tersebut terhadap kepastian dan kualitas dari pelaksanaan proyek yang dimenangkannya tersebut sesuai dengan perjanjian yang disepakati. Surety Bond di Indonesia diperkenalkan sejak tahun 1980 dengan keluarnya Keppres No.14/A/1980 tanggal 14 April 1980 tentang Pelaksanaan APBN/APBD dan bantuan luar negeri. Selanjutnya dikeluarkan surat Keputusan Menteri Keuangan No.271/KMK.011/1980 tanggal 7 Mei 1980 yang isinya mengenai penunjukkan 53 Lembaga Keuangan Bank yang dapat memberikan jaminan bank garansi dan 1 perusahaan asuransi yang memberikan jaminan dalam bentuk Surety 1 Prof.Emmy Pangaribuan Simanjuntak,S.H., 1986, Bentuk Jaminan (Surety-Bond, Fidelity Bond) dan Pertanggungan Kejahatan (Crime Insurance), Liberty, Yogyakarta, hal.8

4 4 Bond. 2 Kini dalam perkembangannya, terdapat 42 perusahaan asuransi di Indonesia yang dapat memberikan jaminan dalam bentuk Surety Bond yang didasarkan melalui keputusan Menteri Keuangan No: KEP-632/KM.10/2012 tentang daftar perusahaan asuransi umum yang dapat memasarkan produk asuransi pada lini usaha Suretyship. Adapun beberapa keputusan pemerintah yang menjadi dasar penerbitan Surety Bond, sebagai berikut: 3 1. Keputusan Presiden RI Nomor 16 tahun 1994 tentang Pelaksanaan APBN yang didalamnya memuat pasal-pasal yang mengatur tentang diperbolehkannya perusahaan asuransi kerugian yang memiliki program Surety Bond untuk menerbitkan jaminan proyek; 2. Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan Nomor KEP- 166/MK.3/1994 dan Ketua Bappenas/Meneg PPN Nomor KEP- 27/KET/8/1994 tentang Petunjuk Pelaksanaan Keppres RI No. 16 Tahun 1994 yang secara khusus mempertegas diperbolehkannya perusahaan asuransi menerbitkan jaminan atau Surety Bond; 3. Khusus untuk kontraktor golongan ekonomi lemah (GEL), besarnya jaminan urang muka maksimum adalah 40% dari nilai kontrak, sesuai dengan Surat Edaran Bersama antara Badan Perencanaan Pembangungn Nasional (BPPN) dengan Departemen Keuangan No. SE- 144/A/21/1098/5522/D.IV/10/ Ramli Samsul, 2014, Mengatas Aneka Masalah Teknis PengadanBarang/Jasa Pemerintah, Visimedia, Jakarta, hlm.9 3 Ibid, hlm,10

5 5 Tujuan yang ingin dicapai pemerintah dengan diperkenalkannya perusahaan asuransi menerbitkan Surety Bond antara lain: 4 1. Memperluas jaminan yang dapat digunakan oleh para kontraktor dengan memberikan alternatif pemilihan jaminan dalam pengerjaan pemborongan dan/atau pembelian, sehingga para kontraktor berkesempatan memakai jaminan dengan biaya lebih murah; 2. Menciptakan pasar jaminan yang kompetitif, sehingga tidak dimonopoli oleh perbankan saja dan mendorong para pemberi jaminan memberikan pelayanan yang lebih baik; 3. Memberikan kesempatan kepada kontraktor yang memiliki kemampuan teknis yang baik, tetapi memiliki kekuarangan modal kerja dengan cara memberikan uang muka; 4. Penunjukan perusahaan asuransi sebagai pengelola Surety Bond dimaksudkan agar insurance minded dikalangan masyarakat, khususnya bagi kontraktor/ pemborong/ pemasok dapat semakin bertambah. Tujuan Surety Bond pada intinya adalah mempermudah dan memberi pilihan kepada masyarakat untuk mendapatkan jaminan untuk proyek pembangunan fisik selain jaminan dari bank garansi yang persaratannya sulit dan membutuhkan jaminan sebesar nilai proyeknya. Surety Bond dapat diartikan sebagai suatu bentuk perjanjian antara dua pihak yaitu antara pemberi jaminan (Surety) yakni perusahaan asuransi yang memberikan jaminan untuk pihak kontraktor atau pelaksana proyek (Principal) 4 Ibid. hlm.11

6 6 untuk kepentingan pemilik proyek (Obligee). Bahwa apabila pihak yang dijamin yaitu Principal yang oleh suatu sebab lalai atau gagal melaksanakan kewajibannya dalam menyelesaikan pekerjaan yang diperjanjikan kepada Obligee, maka pihak Surety sebagai penjamin akan menggantikan kedudukan hukum pihak Principal untuk membayar ganti rugi kepada Obligee maksimum sampai jumlah yang diberikan Surety. 5 Adapun dasar hukum dari pada perjanjian pemberian jaminan dalam bentuk Surety Bond adalah perjanjian pada umumnya sebagaimana diatur di dalam buku ke tiga KUH Perdata tentang perikatan pada umumnya dan karena perjanjian pemberian jaminan ini adalah juga bersifat perjanjian tambahan (asesor) terhadap perjanjian pokok maka ditegaskan pula pengaturannya dalam buku ketiga KUHPerdata pada penjelasan tentang perjanjian/persetujuan yang disebut penanggungan, dalam bahasa Belanda disebut borghtochten seperti yang diatur dalam pasal 1820 sampai dengan pasal 1850 KUHPerdata. 6 Menurut keputusan Menteri Keuangan No: KEP-632/KM.10/2012 tentang daftar perusahaan asuransi umum yang dapat memasarkan produk asuransi pada lini usaha Suretyship, terdapat 42 nama perusahaan asuransi umum yang dapat memasarkan produk Surety Bond konstruksi di Indonesia. Karena Surety Bond merupakan salah satu produk yang dilahirkan oleh asuransi yang sudah mempunyai ketentuan-ketentuan sebagaimana yang sudah diatur dalam KUH Dagang, dan Undang-undang No.2 Tahnun 1992 tentang peansuransian, maka 5 J. Tinggi Sianipar dan Jan Pinontoan, 2003, Surety Bonds Sebagai Alternatif Dari Bank Garansi, CV. Dharmaputera, Jakarta, hlm.11 6 Ibid, hml 13.

7 7 Surety Bond juga tunduk dalam ketentuan sebagaimana yang mengatur asuransi tersebut. Namun pada keyataannya Surety Bond mempunyai permasalahan, hal ini dikarenakan ada beberapa hal yang menyimpang dalam ketentuan Surety Bond yang pada dasarnya harus mengacu pada ketentuan yang terdapat pada asuransi, karena Surety Bond ini merupakan produk asuransi. Adapun ketentuan yang menyimpang yaitu jika dilihat dari pihak pada Surety Bond itu sendiri melibatkan tiga pihak yaitu : Obligee, Principal dan Surety Company, namun Surety Bond ini berbeda dengan asuransi yang hanya memiliki dua pihak yaitu: tertanggung dan penanggung, padahal Surety Bond termasuk dalan suatu produk dari asuransi yang berarti Surety Bond itu sendiri harus mengikuti prinsip dasar yang berlaku pada asuransi. Dari salah satu pemasalahan diatas, mengenai perbedaan pihak dalam asuransi dan pihak salam Surety Bond, muncul permasalahan baru dibidang asas subrogasi asuransi pada Surety Bond, subrogasi asuransi menurut Pasal 284 KUHD menyebutkan seorang penanggung yang telah membayar kerugian sesuatu barang yang dipertanggungkan, menggantikan si tertanggung dengan segala hak yang diperolehnya terhadap orang-orang ketiga berhubungan dengan penerbitan kerugian tersebut, dan tertanggung itu adalah bertangging jawab untuk setiap perbuatan yang dapat merugikan hak penanggung terhadap orang-orang ketiga itu, menurut pasal tersebut subrogasi pada dasarnya adalah pihak penanggung menggantikan kedudukan pihak penganggung untuk menagih pihak ketiga yang menerbitkan kerugian tersebut. Dalam perjanjian Surety Bond pihak Surety harus

8 8 mengganti kerugian berdasarkan Surety Bond kepada pihak Obligee maka kemudian ia dapat menuntut Principal sebagai penganggung jawab yang utama dalam perjanjian. Hal ini bertentangan dengan sifat pertanggungan (asuransi), yang mewajibkan penanggung untuk membayar ganti rugi sesuai dengan persyaratan-persyaratan polis tanpa hak menuntut kembali kepada pihak-pihak lain di dalam kontrak. Pertanggungjawaban dari Principal dilawankan dengan pertanggungjawaban dari pihak ketiga terhadap siapa seorang penanggung dalam asuransi dapat menuntut berdasarkan hak subrogasi. Dalam hal subrogasi dalam asuransi, pihak ketiga bukanlah pihak didalam perjanjian asuransi, sedangkan Principal dalam Surety Bond yang dituntut kemudian oleh Surety yang telah memenuhi kewajibannya oleh Surety yang telah memenuhi kewajibannya merupakan pihak dalam Surety Bond 7. Jadi subrogasi pada asuransi pihak ketiga tidak diketahui dan tidak ikut dalam perjanjian. Permasalahan dibidang asas subrogasi asuransi pada Surety Bond harus dikaji secara mendalam karena adanya perbedaan peraturan antara asuransi dan Surety Bond, untuk mengkaji hal tersebut maka diperlukan suatu objek penelitian yaitu pada perusahaan asuransi yang menyediakan jaminan Surety Bond, oleh karena itu PT. Jasaraharja Putera cabang Yogyakarta menjadi objek penelitian dengan pertimbangan: 1. Merupakan pelopor perusahaan asuransi yang menyediakan jaminan dalam bentuk Surety Bond; 2. Mempunyai reputasi baik dan tekenal dalam masyarakat; 7 Prof.Emmy Pangaribuan Simanjuntak,S.H., 1986, Bentuk Jaminan.Op.cit.,hlm.17

9 9 3. Koorperatif dan terbuka terhadap suatu studi penelitian; 4. Lokasi yang dekat dengan penulis sehinga dapat maksimal dalam penelitian. Untuk mengetahui bagaimana penerapan subrogasi asuransi pada Surety Bond sebenarnya yang digunakan perusahaan asuransi, dan apa permasalahannya, sehingga karena adanya hal yang sudah dijelaskan diatas, asas subrogasi asuransi pada Surety Bond tentunya terdapat ketidak jelasan dan ketidak pastian dalam prakteknya. Atas latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk membahas dalam bentuk penulisan hukum ini dengan judul PENERAPAN ASAS SUBROGASI ASURANSI PADA SURETY BOND DI PT. JASARAHARJA PUTERA CABANG YOGYAKARTA 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka penulis merumuskan tiga pokok permasalahan yang akan menjadi fokus pembahasan, sebagai berikut : 1. Bagaimana penerapan asas subrogasi asuransi pada Surety Bond di perusahaan asuransi PT. Jasaraharja Putera? 2. Apa saja yang menjadi hambatan dalam penerapan asas subrogasi pada Surety Bond? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Objektif Untuk mengetahui praktik penerapan prinsip subrogasi atau penggantian kedudukan pada saat klaim Surety Bond pada pelaksanaannya di PT. Jasaraharja Putera. Selain itu, untuk mengetahui

10 10 hambatan-hambatan yang dihabapi oleh para pihak yang terlibat dalam menerapkan subrogasi pada Surety Bond di PT. Jasaraharja Putera Tujuan Subjektif Penelitian ini bertujuan untuk mencari dan memperoleh data yang akurat dalam kaitannya dengan objek yang akan diteliti guna penyusunan penulisan hukum sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada. 1.4 Keaslian Penelitian Dari hasil observasi penulis terkait hasil penulisan hukum maupun hasil penelitian yang telah dilakukan beberapa pihak. Penulis hanya menemukan satu penulisan hukum berupa Tesis yang membahas tentang asas subrogasi pada Surety Bond. Akan tetapi, tidak ditemukan penulisan hukum ini yang khusus ditinjau dari segi asas subrogasi dalam bidang hukum asuransi. Selain itu, dalam penelitian ini juga fokus pembahasan yang mendalam tentang pelaksanaan asas subrogasai asuransi pada Surety Bond khususnya pada pelaksanaanya pada PT. Jasaraharja Putera. Sebagai perbandingan, penulis telah melakukan beberapa observasi terhadap penulisan hukum dengan tema yang serupa namun memiliki fokus bahasan yang berbeda atau berbeda sama sekali namun terkait dengan asas subrogasi pada Surety Bond, yaitu Tesis yang ditulis oleh Waldiyono pada tahun 1995 yang berjudul Pelaksanaan Subrogasi Perjanian Umum Ganti Rugi Kepada Surety (General Agreement of indemnity to Surety) Pada Surety Bond ( Studi

11 11 Tentang Surety Bond Di Pontianak), memiliki fokus bahasan yang berbeda dengan rumusan masalah yang akan penulis uraikan. Rumusan masalah yang dibuat oleh Waldiyono lebih ditekankan pada faktor yang menyebabkan timbulnya permasalahan subrogasi berdasarkan general agreement if indemnity to Surety pada Surety Bond. Oleh karena itu, penulis menyimpulkan bahwa rumusan masalah yang penulis akan uraikan pada penulisan hukum ini, yaitu terkait pelaksanaan asas subrogasai asuransi pada Surety Bond khususnya karena adanya permasalahan pengaturan antara antara asuransi dan Surety Bond dan dengan penelitian lapangan di PT. Jasaraharja Putera, maka dari itu sripsi tidak termasuk fokus utama pembahasan dalam Tesis yang dibuat oleh Waldiyono. Untuk menjunjung etika dalam penulisan hukum, penulis tidak melakukan plagiarisme terhadap hasil karya orang lain dengan mencantumkan setiap kutipan ataupun pemikiran yang akan penulis olah kembali dengan bahasa penulis dan mencantumkan sumber kutipan pada catatan kaki. 1.5 Kegunaan Penelitian Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan: a. Kontribusi dan sumbangan pemikiran yang bermanfaat dalam perkembangan ilmu pengetahuan secara umum, dan secara khusus perkembangan ilmu hukum dagang atau hukum bisnis yang berkaitan dengan dunia perasuransian;

12 12 b. Ilmu pengetahuan mengenai perkembangan asuransi, terkait dangan adanya prinsip-prinsip di dalam asuransi, sehingga hasil dari penelitian ini dapat menambah kontribusi pemikiran dalam ilmu hukum dagang khususnya pada bidang perasuransian Dari Segi Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi mengenai pelaksanaan subrogasi asuransi pada bidang Surety Bond berlandaskan pada Penelitian di PT. Jasaraharaja Putera, sehingga dapat dijadikan bahan kajian untuk mengevaluasi permasalahan yang ada tentang subrogasi asuransi dengan Surety Bond.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah suatu usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karenanya, hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prasarana yang berfungsi mendukung perkembangan berbagai bidang,

BAB I PENDAHULUAN. prasarana yang berfungsi mendukung perkembangan berbagai bidang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah diharapkan dapat menghasilkan sarana maupun prasarana yang berfungsi mendukung perkembangan berbagai bidang, terutama bidang ekonomi, sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Surety Bond memiliki konsep sebagai penyedia jaminan, merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Surety Bond memiliki konsep sebagai penyedia jaminan, merupakan BAB I PENDAHULUAN Surety Bond memiliki konsep sebagai penyedia jaminan, merupakan alternatif lain dari Bank Garansi. Surety Bond diterbitkan oleh Perusahaan Asuransi ditujukan untuk membantu pengusaha

Lebih terperinci

EKSISTENSI SURETY BOND DALAM LEMBAGA JAMINAN ASURANSI DI INDONESIA

EKSISTENSI SURETY BOND DALAM LEMBAGA JAMINAN ASURANSI DI INDONESIA EKSISTENSI SURETY BOND DALAM LEMBAGA JAMINAN ASURANSI DI INDONESIA Beni Surya Mahasiswa S2 Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Email: Beni_3an@yahoo.com Abstract Indonesia,

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Dalam perjanjian asuransi Surety Bond khususnya di dalam formulir

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Dalam perjanjian asuransi Surety Bond khususnya di dalam formulir BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Dalam perjanjian asuransi Surety Bond khususnya di dalam formulir Jaminan Pelaksanaan Surety Bond ( Performance Bond ) memuat klausula mengenai ganti kerugian antara pihak

Lebih terperinci

Irfan Ahmadi : Tinjauan hukum terhadap fungsi Bank Garansi sebagai jaminan pelaksana tender, 2007 USU Repository 2008

Irfan Ahmadi : Tinjauan hukum terhadap fungsi Bank Garansi sebagai jaminan pelaksana tender, 2007 USU Repository 2008 ABSTRAKSI Untuk menentukan berhasil atau tidaknya suatu pembangunan proyek bergantung kepada adanya Bank Garansi. Bank garansi merupakan unsur yang penting dalam menjamin keberhasilan pembangunan proyek,

Lebih terperinci

Kinerja Bisnis Penjaminan Surety Bonds di Indonesia

Kinerja Bisnis Penjaminan Surety Bonds di Indonesia Kinerja Bisnis Penjaminan Surety Bonds di Indonesia Amron Staff Ahli Asuransi Ekspor Indonesia Abstrak Setiap negara selalu menginginkan agar perekonomian negaranya selalu berkembang, untuk itu diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pasal 1 ayat 4 Undang-Undang Dasar (selanjutnya disebut UUD)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pasal 1 ayat 4 Undang-Undang Dasar (selanjutnya disebut UUD) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pasal 1 ayat 4 Undang-Undang Dasar (selanjutnya disebut UUD) Tahun 1945 menyebutkan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Hukum adalah ketentuan-ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dengan semakin pesatnya perkembangan perekonomian di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dengan semakin pesatnya perkembangan perekonomian di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan semakin pesatnya perkembangan perekonomian di Indonesia maka itu pembangunan disegala sektor baik di pusat maupun didaerah tentunya mengalami pertumbuhan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada Pancasila dan Undang Undang Dasar segala bidang tersebut tentu akan membawa banyak perubahan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. kepada Pancasila dan Undang Undang Dasar segala bidang tersebut tentu akan membawa banyak perubahan yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan Pembangunan Nasional Indonesia mempunyai arah dan tujuan yang jelas yaitu mencapai suatu keadaan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur secara

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan terhadap identifikasi masalah, dapat dirumuskan beberapa kesimpulan di antaranya : 1. Kedudukan para pihak : a. Hubungan hukum antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sektor kehutanan di Indonesia telah memiliki peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sektor kehutanan di Indonesia telah memiliki peranan penting dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor kehutanan di Indonesia telah memiliki peranan penting dalam pembangunan nasional sebagai sumber terbesar perolehan devisa nonmigas, pelopor perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. guna meneruskan cita-cita bangsa Indonesia untuk mewujudkan peningkatan. dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

BAB I PENDAHULUAN. guna meneruskan cita-cita bangsa Indonesia untuk mewujudkan peningkatan. dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. BAB I PENDAHULUAN Pembangunan bangsa Indonesia dalam era globalisasi dilaksanakan secara terpadu dan terencana di segala sektor kehidupan. Pembangunan nasional yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 1400 KUHPerd menetapkan, Subrogasi atau. dapat terjadi karena persetujuan atau karena Undang-undang.

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 1400 KUHPerd menetapkan, Subrogasi atau. dapat terjadi karena persetujuan atau karena Undang-undang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketentuan Pasal 1400 KUHPerd menetapkan, Subrogasi atau perpindahan hak kreditur kepada seseorang yang membayar kepada kreditur, dapat terjadi karena persetujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengingat gerak laju dan pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. mengingat gerak laju dan pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu aspek penting dan vital untuk mempercepat proses pembangunan nasional. Infrastruktur juga memegang peranan penting sebagai

Lebih terperinci

Penyelesaian Klaim Dalam Perjanjian Construction Contract Bond Oleh PT. Asuransi JasaRaharja Putera Cabang Pekanbaru

Penyelesaian Klaim Dalam Perjanjian Construction Contract Bond Oleh PT. Asuransi JasaRaharja Putera Cabang Pekanbaru 1 Penyelesaian Klaim Dalam Perjanjian Construction Contract Bond Oleh PT. Asuransi JasaRaharja Putera Cabang Pekanbaru Deby Muliati Rezeki Maryati Bachtiar Ulfia Hasanah Abstract The realization of a development

Lebih terperinci

BAB I` PENDAHULUAN. hidup daerah tersebut. Pembangunan juga merupakan usaha untuk. berkembang khususnya Indonesia masih menitikberatkan pembangunan

BAB I` PENDAHULUAN. hidup daerah tersebut. Pembangunan juga merupakan usaha untuk. berkembang khususnya Indonesia masih menitikberatkan pembangunan 1 BAB I` PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan pembangunan suatu gedung merupakan kebutuhan yang ada dalam kehidupan modern sekarang ini, hal ini disebabkan karena tingkat pembangunan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu risiko. Risiko yang dihadapi oleh setiap orang dapat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu risiko. Risiko yang dihadapi oleh setiap orang dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Risiko merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan manusia. Kemungkinan manusia menghadapi kehilangan atau kerugian itu merupakan suatu risiko.

Lebih terperinci

PENOLAKAN PENCAIRAN BANK GARANSI OLEH BANK TERKAIT DENGAN WANPRESTASI PEMILIK PROYEK. Oleh: Ref Fitri YentiZ

PENOLAKAN PENCAIRAN BANK GARANSI OLEH BANK TERKAIT DENGAN WANPRESTASI PEMILIK PROYEK. Oleh: Ref Fitri YentiZ PENOLAKAN PENCAIRAN BANK GARANSI OLEH BANK TERKAIT DENGAN WANPRESTASI PEMILIK PROYEK Oleh: Ref Fitri YentiZ 110120130011 Komisi Pembimbing : Dr. Tarsisius Murwadji, S.H.,M.H. Dr. Etty Mulyati, S.H.,M.H.

Lebih terperinci

KEKUATAN HUKUM INDEMNITY LETTER TERHADAP PELAKSANAAN RECOV- ERY DALAM PERJANJIAN ASURANSI SURETY BOND

KEKUATAN HUKUM INDEMNITY LETTER TERHADAP PELAKSANAAN RECOV- ERY DALAM PERJANJIAN ASURANSI SURETY BOND KEKUATAN HUKUM INDEMNITY LETTER TERHADAP PELAKSANAAN RECOV- ERY DALAM PERJANJIAN ASURANSI SURETY BOND Meryana Dwi Novitasari E-mail: meryana.dwinovita@gmail.com Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur. Konsep pembangunan Indonesia dalam Trilogi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur. Konsep pembangunan Indonesia dalam Trilogi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia saat ini sedang giatnya membangun yang ditujukan untuk dapat meninggkatkan kesejahteraan dan taraf hidup rakyat demi terciptanya masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia (SK) No. 23/88/KEP/DIR tanggal 18 Maret 1991 pasal 5 ayat (1) dan (2).

BAB 1 PENDAHULUAN dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia (SK) No. 23/88/KEP/DIR tanggal 18 Maret 1991 pasal 5 ayat (1) dan (2). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan instrumen Bank Garansi dalam bertransaksi semakin hari semakin banyak digunakan bukan saja dalam bertransaksi secara lokal namun sudah secara internasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan umum yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan umum yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelenggaraan kehidupan berbangsa, pemerintah dituntut untuk memajukan kesejahteraan umum yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan hal

Lebih terperinci

JAMINAN PENAWARAN (Penalty System)

JAMINAN PENAWARAN (Penalty System) JAMINAN PENAWARAN (Penalty System) 1. Dengan ini dinyatakan, bahwa kami : {nama dan alamat}... sebagai Kontraktor, selanjutnya disebut, dan {nama dan alamat}.. sebagai Penjamin, selanjutnya disebut sebagai,

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PEMBERIAN BANK GARANSI DALAM PEMBORONGAN PROYEK JALAN LINGKAR DUKU-SICINCIN OLEH PT.BANK NAGARI CABANG UTAMA PADANG

PELAKSANAAN PEMBERIAN BANK GARANSI DALAM PEMBORONGAN PROYEK JALAN LINGKAR DUKU-SICINCIN OLEH PT.BANK NAGARI CABANG UTAMA PADANG PELAKSANAAN PEMBERIAN BANK GARANSI DALAM PEMBORONGAN PROYEK JALAN LINGKAR DUKU-SICINCIN OLEH PT.BANK NAGARI CABANG UTAMA PADANG ( Eka Siani, 07140124, Fakultas Hukum Universitas Andalas, 65 Halaman, 2011

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang baik diantaranya iklim usaha yang kondusif, situasi ekonomi nasional yang stabil

BAB I PENDAHULUAN. yang baik diantaranya iklim usaha yang kondusif, situasi ekonomi nasional yang stabil 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini suatu pertumbuhan dalam dunia usaha membutuhkan beberapa syarat yang baik diantaranya iklim usaha yang kondusif, situasi ekonomi nasional yang stabil dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, globalisasi ekonomi guna mencapai kesejahteraan rakyat berkembang semakin pesat melalui berbagai sektor perdangangan barang dan jasa. Seiring dengan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa BAB I PENDAHULUAN Salah satu perwujudan dari adanya hubungan antar manusia adalah dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa saling percaya satu dengan lainnya. Perjanjian

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. TINJAUAN YURIDIS SURETY BOND PADA PT. ASKRINDO (Studi Kasus pada Pengadaan Barang/Jasa di Pemerintah Kota Surakarta) SKRIPSI

NASKAH PUBLIKASI. TINJAUAN YURIDIS SURETY BOND PADA PT. ASKRINDO (Studi Kasus pada Pengadaan Barang/Jasa di Pemerintah Kota Surakarta) SKRIPSI NASKAH PUBLIKASI TINJAUAN YURIDIS SURETY BOND PADA PT. ASKRINDO (Studi Kasus pada Pengadaan Barang/Jasa di Pemerintah Kota Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

BERITA ACARA PENGAJUAN KLAIM ASURANSI DAN BENTUK JAMINAN

BERITA ACARA PENGAJUAN KLAIM ASURANSI DAN BENTUK JAMINAN BERITA ACARA PENGAJUAN KLAIM ASURANSI DAN BENTUK JAMINAN No: Pada hari ini, Jumat tanggal Delapan Belas bulan April tahun Dua ribu delapan yang bertandatangan dibawah ini Pemerintah Kota Surabaya, Asosiasi

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK 3.1 Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek Dalam pelaksanaan kerja praktek pada Bank Jabar Banten (PT Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten) cabang utama Bandung, penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian nasional senantiasa bergerak cepat dengan tantangan yang semakin kompleks. 1 Peranan perbankan nasional perlu ditingkatkan sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan, oleh karena itu dapat dikatakan hukum tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan transaksi ekonomi pada masa sekarang ini cukup tinggi,

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan transaksi ekonomi pada masa sekarang ini cukup tinggi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan transaksi ekonomi pada masa sekarang ini cukup tinggi, dimana salah satu penyedia layanan jasa transaksi ekonomi adalah Bank. Apabila mendengar dan menyebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibidang ekonomi merupakan salah satu yang mendapat prioritas utama

BAB I PENDAHULUAN. dibidang ekonomi merupakan salah satu yang mendapat prioritas utama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka menunjang pembangunan nasional, pembangunan dibidang ekonomi merupakan salah satu yang mendapat prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan. Atas

Lebih terperinci

BAB II KONTRAK PENGADAAN BARANG. A. Pengertian Kontrak Menurut KUHPerdata Didalam perundang-undangan tidak disebutkan secara tegas pengertian

BAB II KONTRAK PENGADAAN BARANG. A. Pengertian Kontrak Menurut KUHPerdata Didalam perundang-undangan tidak disebutkan secara tegas pengertian BAB II KONTRAK PENGADAAN BARANG A. Pengertian Kontrak Menurut KUHPerdata Didalam perundang-undangan tidak disebutkan secara tegas pengertian kontrak, tetapi menurut Para pakar hukum bahwa kontrak adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam merencanakan harga suatu proyek, perusahaan. transaksi dalam hal ini adalah antara owner dan kontraktor.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam merencanakan harga suatu proyek, perusahaan. transaksi dalam hal ini adalah antara owner dan kontraktor. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam merencanakan harga suatu proyek, perusahaan konstruksi/kontraktor harus dapat memenuhi dua syarat agar dapat sukses. Pertama, harga harus mencerminkan keuntungan

Lebih terperinci

ADDENDUM 02. Maksud dan Tujuan

ADDENDUM 02. Maksud dan Tujuan ADDENDUM 02 Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan diterbitkannya Addendum 02 ini adalah untuk memberikan informasi dan ketentuan ketentuan tambahan kepada Peserta lelang mengenai halhal yang belum ada atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi ekonomi dan kemajuan teknologi membawa dampak timbulnya persaingan usaha yang sangat ketat. Kondisi ekonomi yang semakin terpuruk memaksa pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (social control), akan tetapi juga menjalankan fungsi sebagai pendorong

BAB I PENDAHULUAN. (social control), akan tetapi juga menjalankan fungsi sebagai pendorong 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan hukum secara ideal tidak hanya dalam fungsi pengendalian sosial (social control), akan tetapi juga menjalankan fungsi sebagai pendorong perkembangan

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Aspek Hukum Perjanjian Asuransi Surety Bond dalam Kontrak Pemborongan

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Aspek Hukum Perjanjian Asuransi Surety Bond dalam Kontrak Pemborongan BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Aspek Hukum Perjanjian Asuransi Surety Bond dalam Kontrak Pemborongan 1. Dasar Hukum Penjaminan dalam Kontrak Pemborongan Pasal 1601 huruf b KUH Perdata memberikan

Lebih terperinci

JURNAL. Yulia Ika Putranti NPM :

JURNAL. Yulia Ika Putranti NPM : JURNAL TINJAUAN MENGENAI FORCE MAJEURE (OVERMACHT) PADA FORMULIR JAMINAN PELAKSANAAN SURETY BOND SERTA BATAS KEWENANGAN SUATU PERUSAHAAN SURETY UNTUK MEMERIKSA SECURITY PRINCIPAL DI PT.ASURANSI JASA RAHARJA

Lebih terperinci

DAFTAR REFERENSI. Budiono, Herlien. Kumpulan Tulisan Hukum Perdata Di Bidang Kenotariatan. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2001.

DAFTAR REFERENSI. Budiono, Herlien. Kumpulan Tulisan Hukum Perdata Di Bidang Kenotariatan. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2001. DAFTAR REFERENSI I. Buku Budiono, Herlien. Kumpulan Tulisan Hukum Perdata Di Bidang Kenotariatan. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2001. Djojosoedarso, Soeisno. Prinsip-Prinsip Manajemen Resiko Dan Asuransi.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PERJANJIAN SURETY BOND DALAM LINGKUP HUKUM ASURANSI

KARAKTERISTIK PERJANJIAN SURETY BOND DALAM LINGKUP HUKUM ASURANSI KARAKTERISTIK PERJANJIAN SURETY BOND DALAM LINGKUP HUKUM ASURANSI Ade Hari Siswanto Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul Jakarta Jln. Arjuna Utara Tol Tomang Kebon Jeruk Jakarta adeharisis@gmail.com Abtract

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barang-barang dicuri, dan sebagainya. Kemungkinan akan kehilangan atau

BAB I PENDAHULUAN. barang-barang dicuri, dan sebagainya. Kemungkinan akan kehilangan atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam hidupnya memiliki harta kekayaan sebagai hasil jerih payahnya dalam bekerja. Harta kekayaan tersebut bisa berupa rumah, perhiasan, ataupun kendaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali

BAB I PENDAHULUAN. utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga Perbankan merupakan lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu kebutuhan dasar manusia, sekaligus untuk meningkatkan mutu lingkungan

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu kebutuhan dasar manusia, sekaligus untuk meningkatkan mutu lingkungan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan perumahan dan pemukiman merupakan upaya untuk memenuhi salah satu kebutuhan dasar manusia, sekaligus untuk meningkatkan mutu lingkungan hidup, memberi arah

Lebih terperinci

BAB 3 PELAKSANAAN KONTRA BANK GARANSI di PT. ASURANSI KREDIT INDONESIA (Persero)

BAB 3 PELAKSANAAN KONTRA BANK GARANSI di PT. ASURANSI KREDIT INDONESIA (Persero) BAB 3 PELAKSANAAN KONTRA BANK GARANSI di PT. ASURANSI KREDIT INDONESIA (Persero) 3.1. Pengertian Bank Garansi Garansi berasal dari bahasa Inggris yaitu Guarantee dan dari bahasa Belanda Garantie yang artinya

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 69 /POJK.05/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAN REASURANSI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejenis menimbulkan persaingan usaha yang semakin ketat. Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. sejenis menimbulkan persaingan usaha yang semakin ketat. Perusahaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perusahaan yang bergerak di bidang jasa pengiriman barang di Yogyakarta dari waktu ke waktu jumlahnya semakin bertambah. Pertambahan perusahaan sejenis menimbulkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seperti telah dimaklumi, bahwa dalam mengarungi hidup dan

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seperti telah dimaklumi, bahwa dalam mengarungi hidup dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN Asuransi atau pertanggungan timbul karena adanya kebutuhan manusia. Seperti telah dimaklumi, bahwa dalam mengarungi hidup dan kehidupan ini manusia selalu dihadapan kepada suatu masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong kemajuan bangsa. Pembangunan infrastruktur sendiri sangat

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong kemajuan bangsa. Pembangunan infrastruktur sendiri sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan infrastruktur merupakan suatu hal yang sangat penting untuk mendorong kemajuan bangsa. Pembangunan infrastruktur sendiri sangat diperlukan oleh semua sektor.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu cara bagi pelaku usaha untuk dapat mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu cara bagi pelaku usaha untuk dapat mengembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi saat ini, persaingan usaha dalam pasar perdagangan semakin ketat. Perusahaan dituntut untuk selalu mengembangkan strategi dan menciptakan inovasi-inovasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, undang-undang yang mengatur asuransi sebagai sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, undang-undang yang mengatur asuransi sebagai sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan kendaraan bermotor sebagai sarana transportasi di Indonesia menunjukan pertumbuhan yang cukup pesat karena kebutuhan setiap orang tidak terlepas

Lebih terperinci

PENYELESAIAN KEGAGALAN KONTRAKTOR DALAM MELAKSANAKAN KONTRAK DI BIDANG KONSTRUKSI

PENYELESAIAN KEGAGALAN KONTRAKTOR DALAM MELAKSANAKAN KONTRAK DI BIDANG KONSTRUKSI Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010 PENYELESAIAN KEGAGALAN KONTRAKTOR DALAM MELAKSANAKAN KONTRAK DI BIDANG KONSTRUKSI Bertinus Simanihuruk 1 dan Hikma Dewita 2 1 Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, manusia pasti akan menemui risiko-risiko dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, manusia pasti akan menemui risiko-risiko dalam hidupnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya, manusia pasti akan menemui risiko-risiko dalam hidupnya. Risiko tersebut dapat berupa peristiwa yang dapat diperkirakan maupun peristiwa yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Untuk melaksanakan pembangunan konstruksi memerlukan kontraktor yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Untuk melaksanakan pembangunan konstruksi memerlukan kontraktor yang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Untuk melaksanakan pembangunan konstruksi memerlukan kontraktor yang berkualitas. Untuk pengadaannya dilakukan proses pelelangan tender untuk semua proyek

Lebih terperinci

ABSTRAK. Memasuki era globalisasi, pengusaha berlomba-lomba untuk memajukan

ABSTRAK. Memasuki era globalisasi, pengusaha berlomba-lomba untuk memajukan Judul : Prosedur Pemberian Bank Garansi di PT. Bank Pembangunan Daerah Bali Kantor Cabang Utama Denpasar Nama : I Ketut Agus Adi Wiantara Nim : 1406013047 ABSTRAK Memasuki era globalisasi, pengusaha berlomba-lomba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan diinginkannya. Disamping sifat sifat di atas

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan diinginkannya. Disamping sifat sifat di atas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi seorang pengusaha dalam menjalankan suatu usaha, sangat diperlukan ketekunan, keuletan dan sifat pantang menyerah untuk mencapai suatu tujuan diinginkannya. Disamping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian di Indonesia mempunyai dampak yang sangat positif. Perbaikan sistem perekonomian dalam penentuan kebijakan pemerintah di bidang ekonomi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termaktub dalam dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu. Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. termaktub dalam dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu. Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Katab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Indonesia tidak banyak

BAB I PENDAHULUAN. Katab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Indonesia tidak banyak BAB I PENDAHULUAN Katab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Indonesia tidak banyak mengatur tentang kontrak pemborongan kerja. Yaitu hanya terdapat dalam 14 pasal saja, mulai dari Pasal 1604 sampai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lainnya karena ingin selalu hidup dalam. kebersamaan dengan sesamanya. Kebersamaannya akan berlangsung baik

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lainnya karena ingin selalu hidup dalam. kebersamaan dengan sesamanya. Kebersamaannya akan berlangsung baik 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya kehidupan manusia tidak dapat terlepas dari hubungan dengan manusia lainnya karena ingin selalu hidup dalam kebersamaan dengan sesamanya.

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 124 /PMK.010/2008 TENTANG PENYELENGGARAAN LINI USAHA ASURANSI KREDIT DAN SURETYSHIP

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 124 /PMK.010/2008 TENTANG PENYELENGGARAAN LINI USAHA ASURANSI KREDIT DAN SURETYSHIP PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 124 /PMK.010/2008 TENTANG PENYELENGGARAAN LINI USAHA ASURANSI KREDIT DAN SURETYSHIP Naskah Peraturan ini telah diketik ulang, bila ada keraguan mengenai isinya harap merujuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah Negara yang sedang berkembang dengan salah satu cirinya adalah pembangunan disegala bidang. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas

Lebih terperinci

SOAL JAWAB 110 : HUKUM DAN ASURANSI 26 SEPTEMBER 2000

SOAL JAWAB 110 : HUKUM DAN ASURANSI 26 SEPTEMBER 2000 SOAL JAWAB 110 : HUKUM DAN ASURANSI 26 SEPTEMBER 2000 BAGIAN I 1. Uraikan 2 (dua) bidang usaha perasuransian menurut UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Dalam Bab II yang berjudul Bidang Usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selama orang tersebut memiliki kepentingan tanpa memandang status,

BAB I PENDAHULUAN. selama orang tersebut memiliki kepentingan tanpa memandang status, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap hari kita selalu menjumpai risiko, baik dalam pekerjaan maupun aktivtias kecil yang sepele pun risiko akan selalu membayangi kita kapanpun dan dimanapun.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan khususnya kehidupan ekonomi sangat besar baik itu

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan khususnya kehidupan ekonomi sangat besar baik itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini bahaya kerusakan dan kerugian adalah kenyataan yang harus dihadapi manusia di dunia. Sehingga kemungkinan terjadi risiko dalam kehidupan khususnya

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan bertambahnya populasi kendaraan pribadi yang merupakan faktor penunjang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan bertambahnya populasi kendaraan pribadi yang merupakan faktor penunjang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin meningkat dan diikuti oleh majunya pemikiran masyarakat menyebabkan bertambahnya populasi kendaraan pribadi yang merupakan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa membayarkan sejumlah harga tertentu. mencukupi biaya pendidikan dan lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. berupa membayarkan sejumlah harga tertentu. mencukupi biaya pendidikan dan lainnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk ekonomi atau homo economicus memiliki berbagai macam kebutuhan yang harus dipenuhi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Kebutuhan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melakukan pembangunan, setiap Pemerintah Daerah harus

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melakukan pembangunan, setiap Pemerintah Daerah harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam melakukan pembangunan, setiap Pemerintah Daerah harus mengoptimalkan pembangunan daerah yang berorientasi kepada kepentingan masyarakat dan memiliki nilai budaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua belah pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua belah pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Asuransi Kendaraan Bermotor Berdasarkan Pasal 1 sub (1) UU No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, dinyatakan bahwa pengertian asuransi atau pertanggungan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yaitu terciptanya masyarakat adil dan makmur. Wujud nyata dari

BAB I PENDAHULUAN. negara yaitu terciptanya masyarakat adil dan makmur. Wujud nyata dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini Indonesia sedang melaksanakan kegiatan pembangunan di segala bidang baik fisik maupun nonfisik dalam rangka mencapai tujuan bangsa dan negara yaitu

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 68/PMK.04/2009 TENTANG

- 1 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 68/PMK.04/2009 TENTANG - 1 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 68/PMK.04/2009 TENTANG JENIS DAN BESARAN JAMINAN DALAM RANGKA PEMBAYARAN CUKAI SECARA BERKALA DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN CUKAI MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam

Lebih terperinci

A. INSURED B. INSURER C. ACCIDENT D. INTEREST

A. INSURED B. INSURER C. ACCIDENT D. INTEREST MENURUT PASAL 246 KUHD RI; ASURANSI ATAU PERTANGGUNGAN ADALAH SUATU PERJANJIAN, DENGAN MANA SEORANG PENANGGING MENGIKATKAN DIRI PADA TERTANGGUNG DENGAN MENERIMA SUATU PREMI, UNTUK MEMBERI PENGGANTIAN KEPADANYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia dalam era globalisasi ini sedang giatnya melakukan pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana diberbagai sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia sektor jasa konstruksi selama ini sudah terbukti sebagai salah

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia sektor jasa konstruksi selama ini sudah terbukti sebagai salah 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia sektor jasa konstruksi selama ini sudah terbukti sebagai salah satu sektor usaha yang mampu memberikan sumbangan yang cukup signifikan bagi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatkan pertumbuhan bisnis nasional. Dalam melakukan pengadaan barang

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatkan pertumbuhan bisnis nasional. Dalam melakukan pengadaan barang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pengadaan barang/ jasa BUMN bertujuan untuk mendorong dan meningkatkan pertumbuhan bisnis nasional. Dalam melakukan pengadaan barang dan

Lebih terperinci

PERLUNYA PEMAHAMAN PENYEDIA DAN PENGGUNA BARANG/JASA TERHADAP PERJANJIAN PEMBORONGAN. Oleh: Taufik Dwi Laksono. Abstraksi

PERLUNYA PEMAHAMAN PENYEDIA DAN PENGGUNA BARANG/JASA TERHADAP PERJANJIAN PEMBORONGAN. Oleh: Taufik Dwi Laksono. Abstraksi PERLUNYA PEMAHAMAN PENYEDIA DAN PENGGUNA BARANG/JASA TERHADAP PERJANJIAN PEMBORONGAN Oleh: Taufik Dwi Laksono Abstraksi Pemahaman terhadap perjanjian pemborongan yang dibuat oleh penyedia dan pengguna

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam KUHD asuransi jiwa diatur dalam Buku 1 Bab X pasal pasal 308

I. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam KUHD asuransi jiwa diatur dalam Buku 1 Bab X pasal pasal 308 8 I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perjanjian Asuransi Jiwa 1. Dasar Hukum dan Pengertian Asuransi Jiwa Dalam KUHD asuransi jiwa diatur dalam Buku 1 Bab X pasal 302 - pasal 308 KUHD. Jadi hanya 7 (tujuh)

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI A. Perjanjian Pemberian Garansi/Jaminan Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang mendahuluinya, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan hubungan satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan tersebut dapat dilakukan antara individu

Lebih terperinci

BAB X ASURANSI A. DEFINISI ASURANSI

BAB X ASURANSI A. DEFINISI ASURANSI BAB X ASURANSI Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) pada saat ini sangat memberikan manfaat dan kemudahan bagi kehidupan manusia, dampak positif yang ada sangat mendukung manusia modern

Lebih terperinci

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2017 PEMBANGUNAN. Konstruksi. Jasa. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di Indonesia sekarang ini menitikberatkan pada. pembangunan ekonomi. Berbicara mengenai masalah pembangunan, maka

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di Indonesia sekarang ini menitikberatkan pada. pembangunan ekonomi. Berbicara mengenai masalah pembangunan, maka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, pemerintah berusaha menggalakkan pembangunan di segala bidang baik pembangunan fisik maupaun non fisik Pembangunan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HUKUM ANTARA PERJANJIAN GARANSI (INDEMNITY) DENGAN PERJANJIAN PENANGGUNGAN HUTANG DITINJAU DARI KONSEP HUKUM DAN PELAKSANAANNYA

PERBANDINGAN HUKUM ANTARA PERJANJIAN GARANSI (INDEMNITY) DENGAN PERJANJIAN PENANGGUNGAN HUTANG DITINJAU DARI KONSEP HUKUM DAN PELAKSANAANNYA PERBANDINGAN HUKUM ANTARA PERJANJIAN GARANSI (INDEMNITY) DENGAN PERJANJIAN PENANGGUNGAN HUTANG DITINJAU DARI KONSEP HUKUM DAN PELAKSANAANNYA Ade Hari Siswanto 1 Steven Sofjan 1 1 Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran, guna menunjang

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran, guna menunjang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jasa Konstruksi merupakan salah satu kegiatan bidang ekonomi yang mempunyai peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran, guna menunjang terwujudnya tujuan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi tersebut adalah Penyedia Jasa atau sering juga disebut dengan istilah

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi tersebut adalah Penyedia Jasa atau sering juga disebut dengan istilah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam suatu kegiatan pengadaan barang dan jasa, khususnya bidang jasa konstruksi yang dibiayai oleh Pemerintah, dimana pelaksana pekerjaan jasa konstruksi tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggembirakan. Perbankan Syariah mampu tumbuh +/- 37% sehingga total

BAB I PENDAHULUAN. menggembirakan. Perbankan Syariah mampu tumbuh +/- 37% sehingga total BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank Indonesia dalam buku Outlook Perbankan Syariah 2013, menjelaskan perkembangan perbankan syariah sampai dengan bulan Oktober 2012 cukup menggembirakan. Perbankan

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dari hasil penelitian yang dilakukan di perusahaan PT. Jasaraharja Putra kota gorontalo

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dari hasil penelitian yang dilakukan di perusahaan PT. Jasaraharja Putra kota gorontalo BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 3.1 Deskripsi Hasil Penelitian Dari hasil penelitian yang dilakukan di perusahaan PT. Jasaraharja Putra kota gorontalo maka data dan informasi yang diperoleh sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari penjualan polis atau penerimaan premi dapat ditanamkan sebagai investasi yang

I. PENDAHULUAN. dari penjualan polis atau penerimaan premi dapat ditanamkan sebagai investasi yang I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Asuransi sebagai lembaga Keuangan non bank mempunyai peranan penting dalam ikut membantu pertumbuhan perekonomian Indonesia. Lembaga asuransi sebagai salah satu penghimpun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rakyat. Oleh karena itu, hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh

I. PENDAHULUAN. rakyat. Oleh karena itu, hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh rakyat sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan-perusahaan lain dari seluruh dunia. Makin itensifnya persaingan yang

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan-perusahaan lain dari seluruh dunia. Makin itensifnya persaingan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menghadapi era globalisasi abad 21 ini, setiap perusahaan dituntut untuk siap menghadapi persaingan yang akan menjadi semakin ketat dengan perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci