BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Aspek Hukum Perjanjian Asuransi Surety Bond dalam Kontrak Pemborongan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Aspek Hukum Perjanjian Asuransi Surety Bond dalam Kontrak Pemborongan"

Transkripsi

1 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Aspek Hukum Perjanjian Asuransi Surety Bond dalam Kontrak Pemborongan 1. Dasar Hukum Penjaminan dalam Kontrak Pemborongan Pasal 1601 huruf b KUH Perdata memberikan definisi tentang kontrak pemborongan, yaitu perjanjian dengan mana pihak satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain, pihak yang memborongkan, dengan menerima suatu harga yang ditentukan. Menurut definisi dalam pasal ini, seolah-olah hanya pihak pemborong atau principal yang mengikatkan diri dan wajib memenuhi prestasi dari pemilik proyek atau obligee. Padahal kenyataannya, dalam kontrak pemborongan baik principal maupun obligee saling mengikatkan diri dan memiliki hak dan kewajiban masing-masing dimana telah terjadi kesepakatan harga antara keduanya. Dikarenakan terdapat dua pihak yang saling mengikatkan diri dalam perjanjian ini, maka perlu adanya aturan yang jelas untuk melindungi hak dan kewajiban kedua belah pihak agar pelaksanaan kontrak pemborongan dapat terselenggara sebagaimana yang telah diperjanjikan. Bouwheer sebagai pihak pertama secara hukum berhak atas hasil pekerjaan yang telah diborongkan. Di sisi lain, pihak pertama juga berkewajiban untuk membayar sejumlah uang kepada principal sebagai pihak kedua sebesar jumlah uang yang telah diperjanjikan dalam kontrak. Demikian sebaliknya, principal berkewajiban untuk menyelesaikan tugas menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan yang telah diperjanjikan dan berhak menerima pembayaran atas pekerjaan yang telah dilakukan. Ketentuan Pasal 1604 KUH Perdata menjelaskan bahwa terdapat 2 (dua) jenis kontrak pemborongan. Pasal ini menyatakan bahwa Dalam hal pemborongan pekerjaan dapat ditetapkan dalam perjanjian bahwa si pemborong hanya akan melakukan pekerjaan saja atau bahwa ia akan 44

2 45 menyediakan bahannya. Dua jenis kontrak pemborongan berdasarkan pasal ini yaitu: a. Perjanjian pemborongan dimana pemborong hanya melakukan pekerjaan saja, atau b. Perjanjian pemborongan dimana pemborong selain melakukan pekerjaan juga menyediakan bahan-bahannya. Kedua jenis kontrak pemborngan di atas apabila dikaitkan dengan prinsip korelasi antara tanggung jawab pihak pemborong dengan kesalahan dan penyediaan bahan bangunan teori Munir Fuady (2002: 27) maka dapat disimpulkan bahwa dalam suatu kontrak pemborongan, apabila pihak pemborong hanya melakukan pekerjaan saja bahan bangunan disediakan oleh pihak bouwheer, maka jika pekerjaannya munah pihak pemborong hanya bertanggung jawab untuk kesalannya saja. Sebaliknya, apabila pihak pemborong harus menyediakan bahan bangunannya, maka apabila sebelum diserahkan, pekerjaannya musnah dalam keadaan bagaimanapun, mengakibatkan setiap kerugian yang timbul merupakan tanggung jawab pemborong, kecuali dapat dibuktikan bahwa pihak bouwheer telah melakukan kesalahan yaitu lalai untuk menerima pekerjaan tersebut. Berdasarkan kedua jenis kontrak pemborongan di atas, terdapat unsur pembebanan ganti kerugian bagi para pihak terhadap risiko yang mungkin terjadi dalam kontrak pemborongan. Risiko merupakan suatu hal tak terduga yang tidak dapat dipisahkan dengan pemenuhan suatu prestasi. Guna menghindari kerugian bagi para pihak atas risiko yang tak terduga ini diperlukan adanya jaminan untuk melindungi kepentingan para pihak. Jaminan diatur dalam Pasal 1820 Buku III KUH Perdata tentang penanggungan utang. Pasal ini menyatakan bahwa Penanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si berutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya. Istilah penanggungan di Indonesia disebut juga dengan istilah garansi. Pemberian garansi dapat diartikan sebagai jaminan atas utang atau pekerjaan yang harus dilakukan

3 46 oleh suatu pihak. Selain itu, pemberian garansi kebanyakan juga merupakan salah satu model pembayaran seandainya ada utang yang tidak terbayar atau ada pekerjaan yang tidak terlaksana (Munir Fuady, 2013: 182). Sifat dari jaminan dalam Buku III KUH Perdata ini adalah jaminan perorangan. Selanjutnya, ketentuan Pasal 1821 KUH Perdata menjelaskan bahwa tidak ada penanggungan jika tidak ada suatu perikatan pokok yang sah. Sehingga terlihat bahwa sifat dari perjanjian penanggungan adalah bersifat accessoir atau bersifat ikutan yang melekat pada perjanjian pokok. Apabila dikaitkan dengan kontrak pemborongan, maka kontrak pemborongan adalah perjanjian pokok dari perjanjian penanggungan. Prestasi yang terdapat dalam kontrak pemborongan adalah pekerjaan yang harus dilakukan oleh pemborong sesuai dengan ketentuan kontrak sehingga kedudukan jaminan dalam kontrak pemborongan adalah memberikan jaminan atas pekerjaan yang harus dilakukan oleh pemborong apabila nantinya ada pekerjaan yang tidak dapat terlaksana. Melihat dari ketentuan pasal-pasal dalam KUH Perdata yang sudah dianalisis di atas, maka dapat ditarik benang merah bahwa KUH Perdata memperbolehkan adanya jaminan dalam kontrak pemborongan. Jaminan ini diperlukan untuk meyakinkan bouwheer selaku pemilik proyek bahwa proyek dapat berjalan dengan lancar dan terhindar dari kerugian yang mungkin diderita bouwheer atas risiko yang mungkin terjadi di kemudian hari. Selain ketentuan dalam KUH Perdata, kontrak pemborongan khususnya jasa konstruksi sebagaimana yang dikaji dalam penulihan hukum ini juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Menurut Pasal 1 tentang ketentuan umum dalam undang-undang ini, jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi. Sedangkan kontrak kerja konstruksi adalah keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam menyelenggarakan pekerjaan konstruksi. Pengguna jasa dalam hal ini adalah orang perseorangan atau

4 47 badan sebagai pemberi tugas atau pemilik pekerjaan/ proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi, sedangkan penyedia jasa adalah orang perseorangan atau badan yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi. Berdasarkan Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, dokumen kontrak sekurangkurangnya berisi : 1) Surat Perjanjian; 2) Dokumen Tender; 3) Penawaran; 4) Berita Acara; 5) Surat Pernyataan Pengguna Jasa; dan 6) Surat Pernyataan Penyedia Jasa. Sedangkan isi kontrak sebagaimana tercantum dapam Pasal 23 Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi adalah uraian-uraian yang sekurang-kurangnya harus termuat dalam suatu kontrak konstruksi. Apabila dikaitkan dengan dokumen kontrak dalam Pasal 22 maka yang dimaksud dengan isi kontrak bukanlah uraian yang harus terdapat dalam Perjanjian/ Kontrak tetapi yang harus terdapat dalam dokumen kontrak. Dengan demikian terdapat beberapa dokumen yang akan disusun/ disiapkan antara lain: 1) Perjanjian/ Kontrak; 2) Syarat-syarat (Umum); 3) Syarat-syarat (Khusus); 4) Spesifikasi Teknis; 5) Lampiran-lampiran; dan 6) Gambar-gambar (Kontrak) (Nazarkhan Yasin, 2003: 198). Menurut Nazarkhan Yasin (2003: 202), syarat-syarat (umum) kontrak merupakan salah satu dokumen kontrak yang terpenting dan jika

5 48 dikaitkan dengan Pasal 23 sebagaimana diuraikan di atas, maka syarat-syarat ini sekurang-kurangnya harus memuat uraian tentang: 1) Definisi dan Interpretasi; 2) Para Pihak; 3) Rumusan Pekerjaan; 4) Nilai Pekerjaan/ Harga Borongan; 5) Jangka Waktu Pelaksanaan dan Perpanjangan; 6) Pertanggungan; 7) Jaminan; 8) Tenaga Ahli; 9) Hak dan Kewajiban Para Pihak; 10) Cara Pembayaran; 11) Penyerahan Pekerjaan/ Serah Terima Pekerjaan; 12) Masa Pertanggungan atas Cacat; 13) Ganti Rugi Keterlambatan;dan 14) Pekerjaan Tambah/ Kurang. Berdasarkan urian di atas, maka terlihat bahwa jaminan sebgaimana tercantum dalam poin ketujuh merupakan salah satu bagian dari syarat-syarat (umum) kontrak. Hal ini membuktikan bahwa jaminan merupakan salah satu dokumen terpenting dalam kontrak pemborongan dan kedudukan jaminan juga sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, sebagai peraturan pelaksana dari Undang-Undang Jasa Kontruksi. Meskipun sudah diatur secara terperinci dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Undang-Undang Jasa Kontruksi juga telah mengatur penggunaan jaminan dalam Kontrak Pemborongan. Undang-undang ini telah memberikan

6 49 memberikan tempat bagi jaminan untuk memberikan perlindungan hak dan kewajiban bagi para pihak dalam kontrak pemborongan sebagai bentuk tanggung jawab operasinal dari pihak pemborong. Tanggung jawab operasional dari pemborong sudah diatur dalam Pasal 11 (3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi yang menyatakan bahwa : (1) Badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan orang perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 harus bertanggung jawab terhadap hasil pekerjaannya. (2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilandasi prinsipprinsip keahlian sesuai dengan kaidah keilmuan, kepatutan, dan kejujuran intelektual dalam menjalankan profesinya dengan tetap mengutamakan kepentingan umum. (3) Untuk mewujudkan terpenuhinya tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat ditempuh melalui mekanisme pertanggungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan ketentuan dalam pasal tersebut di atas maka pemborong dalam memborong suatu pekerjaan harus memiliki keahlian tertentu. Sedangkan untuk mempertanggungjawabkan keahliannya ini maka diperbolehkan adanya pertanggungan dari pihak lain, namun tidak diwajibkan. Hal ini merujuk pada makna kata dapat dalam Pasal 11 ayat (3) di atas. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat dalam konteks kalimat pada ayat tersebut memiliki arti bisa atau boleh. Sehingga terlihat bahwa pertanggungan dalam kontrak pemborongan diperbolehkan untuk diadakan maupun tidak diadakan. Akan tetapi, pada prektiknya obligee akan meminta jaminan kepada principal mengingat segala risiko yang mungkin terjadi dalam kontrak pemborongan. 2. Asuransi Surety Bond sebagai Jaminan Kontrak Pemborongan Surety bond merupakan salah satu bentuk usaha penjaminan yang diperbolehkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan yang termuat dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d undang-undang ini.

7 Sebelum dundangkannya Undang-Undang tentang Penjaminan, juga sudah terdapat dasar hukum yang memperbolehkan perusahaan asuransi untuk mengeluarkan lini usaha penjaminan berupa suretyship. Menurut Undang- Undang Nomor 40 tahun 2014 tentang Perasuransian, usaha asuransi umum dapat memberikan jasa pertanggungan risiko dengan memberikan penggantian kepada tertanggung berupa tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti. Surety bond termasuk salah satu lingkup dari usaha asuransi umum dalam lini usaha suretyship. Suretyship adalah lini usaha asuransi umum yang memberikan jaminan atas kemampuan principal dalam melaksanakan kewajiban sesuai perjanjian pokok antara principal dan obligee (Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124 /Pmk.010/2008 tentang Penyelenggaraan Lini Usaha Asuransi Kredit dan Suretyship). Berdasarkan pemaparan di atas, maka terlihat bahwa sebagai sebuah jaminan, surety bond telah memiliki payung hukum yang sah. Menurut pendapat F.X. Djumialdji (1995: 39), surety bond adalah : suatu perikatan jaminan dalam bentuk warkat dimana penjamin yaitu perusahaan surety dengan menerima premi atau servicecharge mengikatkan diri guna kepentingan obligee untuk menjamin pelaksanaan atas suatu kewajiban atau perikatan pokok dari principal, yang mengakibatkan kewajiban membayar atau memenuhi suatu prestasi tertentu terhadap obligee, apabila principal ternyata cidera janji atau wanprestasi, surety merupakan suatu bentuk jaminan bersyarat sedangkan jaminan bank merupakan jaminan tanpa syarat yaitu membayar sebesar pemberian garansi, apabila ternyata pemborong gagal melaksanakan isi perjanjian. Definisi di atas menjelaskan bahwa surety bond termasuk dalam ruang lingkup hukum perikatan yang diatur di dalam Buku III KUH Perdata. Surety bond termasuk dalam perikatan yang lahir karena perjanjian, sebab terdapat dua pihak yang saling mengikatkan diri yaitu perusahaan surety dengan obligee sebagaimana tercantum dalam Pasal 1313 KUH Perdata. Perjanjian surety bond bersifat penanggungan sebagaimana tercantum dalam Pasal 1820 KUH Perdata. Perjanjian surety bond bersifat penanggungan karena dalam 50

8 51 pelaksanaannya, pihak perusahaan surety mengikatkan diri guna kepentingan obligee untuk menjamin kewajiban obligee atas pelaksanaan perikatan pokok dari principal apabila obligee cidera janji atau wanprestasi dalam memenuhi perikatan pokok. Perikatan pokok dari perjanjian surety bond adalah kontrak pemborongan yang disepakati oleh obligee dengan principal. Diperbolehkannya jaminan asuransi surety bond dalam kontrak pemborongan dipertegas lagi dalam Pasal 13 Jasa Konstruksi yang menyatakan bahwa untuk mengembangkan suatu usaha jasa konstruksi diperlukan dukungan dari mitra usaha melalui : a. Perluasan dan peningkatan akses terhadap sumber pendanaan, serta kemudahan persyaratan dalam pendanaan; b. Pengembangan jenis usaha pertanggungan untuk mengatasi risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum kepada pihak lain dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi atau akibat dari kegagalan bangunan. Berdasarkan ketentuan pasal ini maka diperbolehkan adanya pihak ketiga yang dipilih sebgai mitra usaha untuk memberikan penjaminan kepada pemborong. Menurut penjelasan Pasal 13, peningkatan akses terhadap sumber pendanaan dapat diperoleh dari lembaga keuangan yang terdiri dari bank maupun bukan bank. Sedangkan untuk mengatasi risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum kepada pihak lain dapat diperoleh dari pertanggungan pihak ketiga yang dipilih sebagai mitra usaha dengan mengeluarkan jaminan penawaran, jaminan pelaksanaan, jaminan uang muka, jaminan sosial tenaga kerja, Construction All Risk Insurance, Professional Liability Insurance, Professional Indemnity Insurance. Berdasarkan ketentuan ini, surety bond dapat dikategorikan sebagai mitra yang berasal dari lembaga keuangan bukan bank yang memberikan akses dalam sumber pendanaan sebab jaminan dalam kontrak pemborongan merupakan salah satu persyaratan yang diminta oleh obligee terhadap principal untuk menjamin kelancaran pelaksannaan suatu proyek. Jaminan ini dapat diberikan surety bond melalui jaminan penawaran, jaminan pelaksanaan, jaminan uang muka, dan jaminan pemeliharaan. Berikut

9 52 fungsi dari masing-masing jenis jaminan surety bond dalam menjamin terlaksananya prestasi dalam kontrak pemborongan: a. Jaminan Penawaran (Bid Bond/ Tender Bond) Jamninan penawaran berfungsi untuk memberikan jaminan kepada obligee bahwa principal benar-benar bertanggung jawab atas penawaran yang ia ajukan dalam hal principal tersebut memenagkan tender kontrak pemborongan. b. Jaminan Pembayaran Uang Muka (Advance Payment Bond) Jaminan ini berfungsi untuk menjamin agar uang muka biaya pelaksanaan proyek yang telah diterima oleh principal akan digunakan principal sebagaimana mestinya berkaitan dengan keperluan proyek dan dan menjamin pertanggungjawaban principal untuk mengembalikan uang muka tersebut kepada obligee. c. Jaminan Pelaksanaan (Performance Bond) Jaminan ini berfungsi untuk menjamin agar principal bertanggung jawab melaksanakan isi kontrak pemborongan yang telah dimenangkan sesuai dengan ketentuan dalam kontrak pemborongan dari awal hingga akhir. d. Jaminan Pemeliharaan (Maintenance Bond) Jaminan ini berfungsi memberikan jaminan kepada obligee bahwa meskipun principal telah menyelesaikan proyek pekerjaan pemborongan namun principal tetap akan bertanggung jawab terhadap kerusakankerusakan yang timbul dalam masa pemeliharaan hasil pekerjaannya. Guna lebih menegaskan berlakunya jaminan surety bond sebagai jaminan dalam kontrak pemborongan maka dapat dilihat dari berlakunya jaminan ini di negara-negara lain. Selain di Indonesia, surety bond juga sudah lazim digunakan dalam perjanjian kontrak pemborongan di negara-negara lain. Seperti dikutip dari jurnal internasional Public Contract Law Journal Vol. 39, No.1 Winter 2010 yang berjudul The Importance Of Surety Bond Verification karangan Edward G. Gallagher & Mark H. McCallum berikut ini :

10 A surety bond is a contract involving three parties in which the surety promises to answer for the debt or default of another. The party primarily liable is called the principal, and the party protected by the bond is called the obligee. On public construction projects, three types of bonds are routinely required: bid bonds, performance bonds, and payment bonds. Inti dari kutipan jurnal tersebut menyatakan bahwa perjanjian surety bond melibatkan tiga pihak dimana surety berjanji untuk memberikan jaminan bagi para pihak terutama principal dan pihak yang dilindungi akibat adanya perjanjian ini adalah obligee. Sehubungan dengan proyek-proyek konstruksi publik secara rutin diperlukan adanya jaminan penawaran, jaminan pelaksanaan, dan jaminan uang muka. Maka berdasarkan kutipan jurnal ini terlihat bahwa di negara-negara lain jaminan asuransi surety bond sudah biasa dijadikan jaminan rutin dalam kontrak pemborongan. Sehingga di sana juga disahkan adanya jaminan asuransi surety bond. Pengertian dan pihak yang terlibat baik secara langsung atau tidak dalam perjanjian surety bond juga memiliki konsep yang sama seperti di Indonesia. Jaminan asuransi surety bond sebagai perjanjian tambahan dari kontrak pemborongan telah memenuhi unsur-unsur yang harus dipenuhi oleh jaminan dalam kontrak pemborongan mulai dari institusi yang menerbitkan hingga syarat-syarat pencairan kontrak pemborongan. Sehubungan dengan bagaimana syarat-syarat pencairan jaminan surety bond 53 tercantun dalam klausul ketentuan surat jaminan surety bond. Sebagai contoh dalam perjanjian surety bond bentuk jaminan pelaksanaan yang menyatakan bahwa: jika principal menyelesaikan kontrak tersebut pada waktunya dengan baik dan benar, atau membayar, memperbaiki dan mengganti pada obligee, semua kerugian dan kerusakan, yang mungkin diderita oleh obligee dan yang disebabkan oleh kegagalan atau kelalaian dari pihak principal dalam melaksanakan kontrak maka surat jaminan ini menjadi batal dan tidak berlaku lagi; jika tidak, surat jaminan ini tetap berlaku dan mempunyai akibat sepenuhnya dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan berikut ini. Surety berhak atas pemberitahuan lebih dahulu dari setiap perubahan atau perpanjangan waktu bagi penyelesaian kontrak, yang dibuat oleh obligee. Setiap kali jika principal lalai memenuhi ketentuan-ketentuan dari kontrak tersebut dan oleh obligee dinyatakan telah membuat

11 kelalaian, sedangkan obligee telah memenuhi semua kewajibannya, maka surety dapat segera memperbaiki kelalaian itu atau dengan segera: a. Memenuhi kontrak tersebut sampai selesai sesuai dengan syaratsyarat dan ketentuan-ketentuannya, atau b. Membayar dana-dana secukupnya untuk menutup biaya penyelesaiannya, akan tetapi tidak melebihi jumlah yang tersebut dalam ayat satu tersebut di atas. Klausula yang dicantumkan dalam perjanjian surety bond sebagaimana contoh di atas telah menegaskan pentingnya jaminan dalam kontrak pemborongan. Perjanjian asuransi surety bond merupakan jaminan yang sah digunakan dalam kontrak pemborongan dan merupakan satu kesatuan dokumen yang dibutuhkan dalam isi perjanjian pemborongan sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun Meskipun menurut ketentuan dalam Undang-Undang Jasa Konstruksi adanya jaminan dari pihak ketiga sebagai mitra boleh diadakan namun tidak ada kewajiban. Akan tetapi mengingat risiko yang dapat ditimbulkan dalam pelaksanaan kontrak pemborongan maka menurut pendapat penulis jaminan dalam kontrak pemborongan sangatlah penting untuk diadakan. Jaminan asuransi surety bond telah memenuhi aspek hukum dalam kontrak pemborongan sebagaimana telah diuraikan sebelumnya sebab berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan bahwa seluruh perjanjian yang dibuat secara sah merupakan undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian asuransi surety bond telah memenuhi segala unsur yang diperlukan sebagai jaminan yang dapat digunakan dalam kontrak pemborongan. Keberadaan jaminan ini dalalam kontrak pemborongan juga telah diamanatkan oleh undang-undang sehingga telah sah menurut hukum dan ketentuan-ketentuan yang harus tercantum dalam jaminan juga telah diatur. Sehingga terlihat bahwa adanya jaminan dalam kontrak pemborongan telah memenuhi aspek hukum dalam kontrak pemborongan. Jaminan asuransi surety bond termasuk salah satu jaminan yang sah digunakan dalam kontrak pemborongan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan yang mengamanatkan bahwa 54

12 55 perusahaan penjaminan dapat melakukan penjaminan pengadaan barang dan/ atau jasa berupa surety bond. Telah dipenuhinya sapek hukum dalam kontrak pemborongan oleh surety bond telah menegaskan bahwa surety bond dapat memberikan perlindungan hukum bagi para pihak dalam kontrak pemborongan dalam menjamin terselenggaranya prestasi dalam kontrak. B. KEKUATAN HUKUM INDEMNITY LETTER DALAM PERJANJIAN ASURANSI SURETY BOND SEBAGAI JAMINAN KONTRAK PEMBORONGAN PERUSAHAAN SWASTA 1. Dasar Hukum Penerbitan Klaim Indemnity Letter dalam Asuransi Surety Bond Surety bond merupakan suatu produk inovatif yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi guna mengambil alih risiko yang mungin akan diderita oleh salah satu pihak dalam perjanjian pokok yang telah mengikat para pihak sebelum diterbitkannya perjanjian asuransi surety bond. Perjanjian asuransi surety bond merupakan suatu perjanjian yang bersifat accesoir atau perjanjian tambahan, sehingga sebagai dasar penerbitan surety bond oleh perusahaan surety maka terlebih dahulu harus ada perjanjian pokok yang telah dibuat dan ditandatangani oleh principal dan obligee. Tanpa ada perjanjian pokok tersebut maka surety bond tidak dapat diterbitkan, hal tersebut dikarenakan : a. Surety bond merupakan perjanjian tambahan yang mengikuti perjanjian pokok b. Surety bond menjamin semua hak dan kewajiban yang tertera dalam perjanjian pokok (kontrak) c. Di dalam surety bond tercantum data yang harus ada dalam perjanjian pokok (kontrak) seperti : 1) Nama dan Alamat Principal; 2) Nama dan Alamat Obligee; 3) Pekerjaan yang dilaksanakan; 4) Nilai Kontrak; dan

13 56 5) Penal Sum yang ditetapkan oleh Obligee. Guna mengajukan permohonan untuk mendapatkan jaminan dalam bentuk surety bond harus menyertakan data pendukung, tanpa data-data pendukung tersebut jaminan/bond tidak dapat terbit. Data pendukung tersebut adalah : a. Data pendukung Jaminan Penawaran (Bid Bond) berupa Undangan Tender dan Dokumen Tender; b. Data pendukung Jaminan Pelaksanaan (Performance Bond) berupa Surat Penunjukan Pemenang atau Surat Perintah Kerja; c. Data pendukung Jaminan Pembayaran Uang Muka (Advance Payment Bond) berupa Kontrakatau Surat Perjanjian Pemborongan; dan d. Data pendukung Jaminan Pemeliharaan (Maintenance Bond) berupa Kontrak atau Surat Perjanjian Pemborongan dan Berita Acara Serah Terima Pekerjaan I (Haerun Inayah, 2006: 64). Apabila dicermati lebih lanjut, terdapat beberapa ketentuan dalam perjanjian asuransi surety bond yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam perjanjian asuransi pada umumnya. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1. Perbedaan Asuransi dengan Asuransi Surety Bond Asuransi Surety Bond Perjanjian dua pihak antara Perjanjian tida pihak antara surety, tertanggung dan penanggung. principal, dan obligee. Premi merupakan perhitungan untuk mengcover biaya, loss, dan provit. Premi diistilahkan dengan service charge. Dapat dibatalkan secara sepihak. Tidak dapat dibatalkan secara sepihak meskipun service charge telah dibayar. Dapat memperhitungkan Law of Select Your Client and Risk Large Number Tidak ada recovery setelah klaim Melekat hak subrogasi/ recovery dari diselesaikan oleh penanggung surety company pada principal.

14 57 (kalaupun ada biasanya merupakan salvage) Merupakan perjanjian transfer of risk Tidak ada pengalihan risiko, yang ada hanya penjaminan. Adanya indemnity letter dalam asuransi surety bond telah membedakan antara asuransi konvensional dengan asuransi surety bond terkait melekatnya hak subrogasi atau recovery dalam surety bond sebagaimana tercantum dalam poin kelima tabel 1. Digunakannya indemnity letter dalam asuransi surety bond mengakibatkan tidak adanya pengalihan risiko sebagaimana dalam asuransi sebab pihak pirincipal akan membayar kembali sejumlah uang yang telah dibayarkan oleh surety kepada obligee. Sedangkan dalam perjanjian asuransi surety bond pihak principal tetap harus membayar service charge kepada surety namun kegunaan service charge ini berbeda dengan permi pada asuransi pada umumnya sebab tidak digunakan untuk membayar kerugian yang dialami oleh tertanggung. Pencairan klaim pada perjanjian asuransi surety bond diberikan setelah principal terbukti melakukan wanprestasi sedangkan dalam asuransi konvensional diberikan apabila timbul suatu peristiwa yang tidak pasti. Sehingga meskipun jaminan asuransi surety bond dikeluarkan oleh perusahaan asuransi melalui lini usaha suretyship namun mekanisme pelaksanaanya tidak sepenuhnya sama dengan asuransi pada umumnya, Penerbitan indemnity letter merupakan ciri khusus dari jaminan asuransi surety bond yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi atau surety yang juga telah membedakannya dengan jaminan sejenis yang dikeluarkan oleh lembaga perbankan yaitu bank garansi. Baik asuransi surety bond ataupun bank garansi dapat digunakan oleh principal untuk memperoleh jaminan guna melaksanakan suatu proyek. Jaminan ini dapat digunakan untuk memenuhi persyaratan obligee dalam menjamin terselenggaranya kontrak pemborongan. Akan tetapi, meskipun antara keduanya sama-sama dapat digunakan sebagai jaminan kontrak pemborongan, namun tetap terdapat

15 58 perbedaan antara kedua jaminan tersebut. Perbedaan keduanya dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 2. Perbedaan Jaminan Asuransi Surety Bond dengan Jaminan Bank Garansi Asuransi Surety Bond Bank Garansi Suatu bentuk jaminan bersyarat. Suatu bentuk jaminan tanpa syarat. Merupakan kegiatan pokok dalam asuransi. Merupakan kegiatan tambahan pada usaha perbankan. Pada prinsipnya non collateral. Diperoleh dengan menyerahkan collateral. Tidal perlu setor jaminan. Menyetor jaminan uang sejuamlah tertentu. Jangka waktu mengikuti kontrak. Jangka waktu jaminan terbatas. Dapat dikeluarkan dalam segala Hanya dalam valuta rupiah, apabila valuta (mata uang). dalam valuta asing harus memperoleh izin Bank Indonesia dan hanya dalam negeri. Tidak mempunyai hak istimewa Mempunyai hak istimewa sesuai sesuai Pasal 1831 KUH Perdatadan Pasal 1831 KUH Perdata dan perikatan bersifat tanggung renteng. perikatannya masuk pada hukum perikatan sepihak. Berdasarkan rincian perbedaan antara surety bond dengan bank garansi sebagaimana tercantum dalam tabel 2, hal yang paling sering mempengaruhi diplihnya surety bond adalah karena tidak adanya jaminan dan collateral yang harus diserahkan oleh pihak princpal kepada surety. Jaminan asuransi surety bond dapat diperoleh oleh principal tanpa harus memberikan kontra garansi berupa agunan kepada surety sedangkan jaminan yang dkeluarkan oleh lembaga perbankan berupa bank garansi mewajibkan adanya agunan yang sesuai dengan nominal jaminan yang diberikan oleh bank sebagai salah satu persyaratan diterbitkannya jaminan bank garansi oleh pihak

16 bank. Selain itu, pihak bank juga masih meminta setoran jaminan uang tunai atau kolateral dalam jumlah tertentu yang disimpan di bank dengan tidak dikenai bunga dan baru dapat dicairkan setelah berakhirnya bank garansi. Sebagai ganti dari tidak diwajibkannya kontra garansi, surety mewajibkan pembayaran premi dan adanya indemnity letter yang dibuat oleh principal dengan surety dengan dilegalisir oleh notaris. Adanya legalisir oleh notaris ini akan semakin memperkuat kedudukan hukum indemnity letter sebagai jaminan ganti kerugian dari principal kepada surety. Setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak pada dasarnya mengikat kedua belah pihak sebagai undang-undang, begitu pula perjanjian indemnity letter. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata yang berbunyi: Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Mengingat indemnity letter merupakan akta perjanjian yang dibuat di hadapan notaris sehingga merupakan akta autentik dan bukan akta bewah tangan. Menurut Retnowulan Sutantio, S.H. dan Iskandar Oeripkartawinata, S.H., dalam buku Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek, akta otentik mempunyai 3 (tiga) macam kekuatan, yakni: 1) kekuatan pembuktian formil, membuktikan antara para pihak bahwa mereka sudah menerangkan apa yang tertulis dalam akta tersebut; 2) kekuatan pembuktian materiil, membuktikan antara para pihak, bahwa benar-benar peristiwa yang tersebut dalam akta itu telah terjadi. 3) Kekuatan mengikat, membuktikan antara para pihak dan pihak ketiga bahwa pada tanggal yang tersebut dalam akta yang bersangkutan telah menghadap kepada pegawai umum tadi dan menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut (Tri Indriady, S.H Kekuatan Hukum Perjanjian Kredit dengan Akta di Bawah Tangan. 59

17 60 perjanjian-kredit-dibawah-tangan. Diakses pada 22 Juni 2016 Pukul WIB). Ketetntuan mengenai dibuatnya perjanjian indemnity letter di hadapan notaris menentukan bahwa indemnity letter memiliki kekuatan hukum yang mengikat para pihak untuk memenuhi isi perjanjian sehingga menjamin terselenggaranya perjanjian asuransi surety bond dan dapat memberikan perlindungan hukum bagi para pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut dan khususnya dapat melindungi risiko yang mungkin dialami oleh pihak surety. Peranan akta autentik dalam indemnity letter sangat penting, karena mempunyai daya pembuktian kepada pihak ketiga, hal ini tidak dipunyai oleh akta di bawah tangan. Indemnity letter merupaka perjanjian ganti kerugian yang mengatur bahwa principal/ pelaksana, pengurus, pengganti atau orang-orang yang ditunjuk oleh principal menyatakan sanggup untuk membayar kembali seluruh biaya yang telah dan/ atau akan dikeluarkan oleh surety sebagai penjamin dan membebaskan surety dari kerugian terhadap setiap tindakan yang berupa tagihan, tuntutan, tanggung jawab, kehilangan, atau biaya apapun termasuk biaya penasihat hukum yang harus dibayarkan oleh surety sebagai akibat telah diberikannya jaminan pada principal, ataupun yang dikeluarkan oleh surety sehubungan dengan suatu tuntutan, proses peradilan, pemeriksaan, maupun pengeluaran-pengeluaran lainnya, termasuk gugatan untuk memaksakan pelaksanaan kewajiban-kewajiban dari perjanjian ganti kerugian atau indemnity letter ini. Pembayaran tuntutan ganti rugi ini diberikan apabila surety telah memenuhi kewajiban principal untuk untuk membayar tuntutan atau klaim ganti rugi dari obligee terhadap suatu kerugian yang disebabkan oleh keingkaran-keingkaran, kelalaian, atau kegagalan principal dalam melaksanakan kewajiban dalam kontrak pemborongan. Selain ditandatangani oleh principal dan surety, indemnity letter dalam jaminan asuransi surety bond juga harus ditandatangani oleh indemnitor dari principal. Indemnitor merupakan penjamin tambahan dari

18 61 principal yang menjamin bahwa principal akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian indemnity letter. Apabila principal tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana tertuang dalam indemnity letter maka indemnitor berkewajiban mengganti kedudukan principal dalam hal membayar seluruh biaya yang dikeluarkan oleh surety. Indemnitor dapat berasal dari perorangan maupaun badan usaha yang berbentuk badan hukum yang mempunyai kecakapan dalam membuat perjanjian dan memiliki tempat kedudukan di daereh tempat usaha principal atau di daerah dalam wewenang surety. Indemnitor yang berasal dari perorangan harus memenuhi syarat: a. Mempunyai kekayaan yang cukup. b. Dengan sadar dang bertanggung jawab penuh akan kewajibannya. Sedangkan indemnitor yang berasal dari badan hukum harus memenuhi syarat: a. Diutamakan yang mempunyai bidang usaha yang sama dengan Principal. b. Masih aktif. c. Tidak dalam kondisi pailit. d. Telah meyerahkan data perusahaan yang lengkap sebagai persyaratan menjadi nasabah. e. Bonafiditasnya dinilai relatif layak untuk menjadi Indemnitor. Permasalahan hukum yang timbul akibat diberlakukannya indemnity letter pada perjanjian asuransi surety bond yaitu mekanisme berlakunya klaim indemnity letter mengesampingkan tentang pengaturan prinsip subrogasi dalam asuransi. Prinsip ini berlaku sebagai konsekuensi diberlakukannya prinsip indemnitas dalam mekanisme pencairan klaim surety bond pada bouwheer. Prinsip indemnitas bermakna bahwa asuransi kerugian hanya mengganti kerugian sesuai dengan kerugian yang benar-benar disderita tertanggung sehingga tidak boleh melebihi kerugin yang sebenarnya. Prinsip ini berlaku dalam mekanisme penyelesaian klaim asuransi surety bond karena asuransi ini merupakan salah satu jenis asuransi kerugian. Prinsip subrogasi timbul setelah dicairkannya jaminan terhadap principal yang sebagai konsekuensi dari prinsip inemnitas sebab terjadi pengalihan hak dari

19 tertanggung kepada penanggung jika penanggung telah membayar ganti rugi kepada tertanggung. Prinsip subrogasi dalam perjanjian asuransi telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (selanjutnya disebut KUHD). Pasal 284 KUHD menyatakan bahwa: Seorang penanggung yang telah membayar kerugian sesuatu barang yang dipertanggungkan, menggantikan si tertanggung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap orang-orang ketiga berhubung dengan penerbitan kerugian tersebut, dan si tertanggung itu adalah bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang dapat merugikan hak si penanggung terhadap orang-orang ketiga itu. Berdasarkan ketentuan dalam pasal tersebut sebagaimana ketentuan asuransi pada umumnya bahwa pada perjanjian asuransi hanya terdapat dua pihak yaitu penanggung dan tertanggung, tidak ada pihak yang dijamin. Apabila dikaitkan dengan perjanjian surety bond maka pihak penanggung adalah perusahaan surety dan pihak tertanggung adalah principal karena telah membayar premi dan service charge. Sedangkan objek asuransinya adalah kewajiban pemenuhan prestasi dalam kontrak pemborongan. Ketentuan dalam pasal ini menjelaskan bahwa pihak penanggung menggantikan kedudukan pihak tertanggung untuk berhak menagih pihak ketiga yang telah menimbulkan kerugian bagi tertanggung. Sedangkan dalam perjanjian asuransi surety bond pihak surety sebagai penanggung harus mengganti kerugian yang disebabkan oleh principal pada obligee dan setelah itu pihak surety dapat menuntut ganti kerugian melalui klaim indemnity letter pada pihak principal, hal ini bertentangan dengan sifat pertanggungan atau asuransi yang mewajibkan penanggung untuk membayar ganti rugi sesuai dengan persyaratan-persyaratan dalam polis tanpa hak menuntut kembali kepada pihak-pihak lain di dalam perjanjian (Beni Surya, 2015: 46). Surety bond sebagai salah satu produk dari perusahaan asuransi sehingga memiliki fungsi utama yaitu pengalihan risiko sebagaimana dalam perjanjian asuransi. Pengalihan risiko memili arti bahwa risiko yang dimiliki tertanggung beralih kepada pihak penanggung. Namun pengalihan risiko ini 62

20 tidak terjai karena untuk mendapatkan jaminan surety bond, pihak tertanggung harus menandatangani perjanjian ganti rugi atau indemnity letter yang menyatakan bahwa principal sebagai tertanggung harus mengganti kerugian kepada surety sejumlah uang yang sesuai dengan nilai kerugian yang sudah ditimbulkan oleh principal kepada obligee dimana kerugian obligee ini telah diganti oleh surety sebagai pihak penanggung. Hal ini menunjukkan bahwa risiko yang telah dialihkan oleh principal kepada surety dikembalikan lagi kepada principal. Berdasarkan uraian ini maka dapat terlihat bahwa adanya klaim indemnity letter dalam surety bond telah mengakibatkan penyimpangan dalam penerapan prinsip subrogasi dalam asuransi. Akan tetapi, meskipun klaim indemnity letter dalam perjanjian asuransi surety bond mengesampingkan berlakunya asas subrogasi yang tercantum dalam KUHD, namun mekanisme ganti rugi dalam indemnity letter telah sesuai dengan ketentuan subrogasi dalam KUH Perdata. Hal ini tercantum dalam Pasal 1839 KUH Perdata menyatakan bahwa: Si penanggung yang telah membayar, dapat menuntutnya kembali dari si berutang utama, baik penanggungan itu telah diadakan dengan maupun tanpa pengetahuan si berutang utama. Penuntutan kembali ini dilakukan baik mengenai uang pokoknya maupun mengenai bunga serta biaya-biaya. Mengenai biaya-biaya tersebut si penanggung hanya dapat menuntutnya kembali, sekedar ia telah memberitahukan kepada si berutang utama tentang tuntutan-tuntutan yang ditujukan kepadanya, di dalam waktu yang patut. Si penaggung ada juga mempunyai hak menuntut penggantian biaya, rugi dan bunga, jika ada alasan untuk itu. Kemudian dalam Pasal 1840 KUH Perdata menjelaskan bahwa Si penanggung yang telah membayar menggantikan demi hukum segala hak si berpiutang terhadap si berutang. Berdasarkan ketentuan ini, apabila dikaitkan dengan indemnity letter dalam asuransi surety bond akan terlihat bahwa pihak surety yang telah menanggung kepentingan dari principal memiliki hak untuk meminta ganti kerugian pada principal dan principal sebagai pihak berutang utama wajib mengganti segala kerugian atau 63

21 64 mengembalikan dana yang sudah dikeluarkan oleh surety untuk menanggung penyelesaian klaim dari pihak obligee kepada principal. 2. Akibat Hukum Recovery atau Subrogasi dalam Indemnity Letter Recovery merupakan hasil yang diperoleh perusahaan surety dari principal untuk membayar kembali atas klaim yang telah dibayarkan atas nama principal oleh perusahaan surety kepada obligee. Hak perusahaan surety memperoleh recovery ini dituangkan pada sebuah indemnity letter dimana dalam perjanjian surety bond disebut dengan Perjanjian Ganti Rugi Kepada Surety atau Agreement of Indemnity to Surety. Pasal 1840 KUH Perdata mengamanatkan bahwa perusahaan surety yang telah memenuhi kewajiban principal untuk mengganti kerugian kepada obligee melalui perjanjian asuransi surety bond menggantikan hak menuntut dari obligee yang sebelumnya ada pada principal. Obligee yang telah menerima ganti kerugian dari surety karena kegagalan principal melepaskan haknya untuk menuntut principal. Hak obligee untuk menuntut principal ini kemudian beralih demi hukum kepada surety. Pemenuhan recovery melalui perjanjian indemnity letter berkaitan erat dengan bentuk penjaminan dalam perjanjian asuransi surety bond. Awalnya, terdapat kesan yang sangat kuat bahwa produk penjaminan surety bond yang dikeluarkan oleh peruahaan asuransi cederung mengacu pada bentuk penjaminan conditional sedangkan bentuk penjaminan unconditional lebih mengacu pada bentuk jaminan yang dikeluarkan oleh bank garansi. Akan tetapi anggapan tersebut tidak berlaku lagi setelah dikeluarkannya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pebgadaan Barang/ Jasa Pemerintah yang mewajibkan penjaminan dalam bentuk unconditional. Setelah dikeluarkannya aturan ini hampir semua surety bond yang dijual oleh perusahaan asuransi banyak yang mengacu pada prinsip unconditional, bahkan beberapa perusahaan asuransi sudah mulai mengeluarkan produk yang terkait dengan bank garansi yaitu produk kontra garansi bank (Amron, 2013: 74). Bentuk jaminan dalam surety bond ini

22 65 berpengaruh dengan recovery karena berkaitan untuk menentukan berapa besarnya kerugian yang diderita oleh obligee dan hal ini akan berpengaruh pula pada penghitungan recovery melalui klaim indemnity letter. Penyelesaian klaim dalam perjanjian asuransi surety bond atas terjadinya wanprestasi kontrak pemborongan pada prinsipnya harus dibuktikan terlebih dahulu adanya kerugian yang terjadi (loss situation). Hal ini sejalan dengan jaminan surety bond yang berbebtuk conditional. Apabila jaminan berbentuk conditional maka penyelesaian klaim berpegang pada prinsip ganti rugi sehingga perlu diadakan penelitian dan perhitungan terlebih dahulu terkait berapa besarnya kerugian yang diderita dan diperlukan oleh obligee untuk menggantikannya. Hal ini berarti bahwa penjamin atau surety hanya akan membayar maksimum sebesar kerugian yang diderita oleh obligee atau sebesar jumlah yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan pemborongan sehingga tidak semata-mata klaim dikeluarkan setelah pihak principal wanprestasi tanpa memperhatikan seberapa besar kerugian yang diderita. Pencairan klaim asuransi surety bond sebagai akibat hukum dari terjadinya wanprestasi dalam kontrak pemborongan hanya dapat dicairkan apabila kesalahan tersebut berasal dari pihak principal. Akan tetapi, prinsip adanya kerugian ini bisa berubah apabila dalam pengaturannya sudah dengan tegas disebutkan bahwa jaminan diminta bukan berdasarkan kerugian tetapi berdasarkan hukuman (penalty). Penalty berkaitan erat dengan bentuk jaminan unconditional. Mekanisme jaminan unconditional yaitu apabila principal gagal memenuhi kewajibannya sebagaimana tercantum dalam kontrak pemborongan maka penjamin wajib membayar sebesar jaminan. Pembayaran ini dilakukan dengan segera oleh perusahaan surety ketika jaminan diminta oleh obligee tanpa ada kewajiban bagi obligee untuk membuktikan kerugian yang diderita oleh obligee. Nilai recovery yang harus diperoleh dari pihak principal adalah sebesar klaim yang diajukan ditambah biaya lainnya yang terkait biaya pengadilan, biaya tagihan, maupun bunga atas tertundanya pengembalian ganti rugi. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1839 KUH Perdata yang

23 66 menjelaskan bahwa dalam penuntutan kembali pihak penanggung dalam hal ini adalah surety tidak hanya memiliki hak penuntutan yang diperuntukkan pada uang pokoknya saja melainkan juga pada penggantian biaya, rugi, bunga, dan sebagainya, bila ada alasan untuk itu. Adapun besarnya jaminan yang diberikan oleh perusahaan surety kepada principal sesuai jenis asuraansi surety bond yang telah disepakati adalah sebagai berikut: a. Jaminan Penawaran (Bid Bond/ Tender Bond), nilai jaminannya sebesar antara 1% sampai dengan 3% dari harga kontrak pekerjaan pemborongan yang telah ditenderkan. b. Jaminan Pelaksanaan (Performance Bond), nilai jaminannya sebesar antara 5% sampai dengan 10% dari harga kontrak pekerjaan pemborongan yang dilaksanakan. c. Jamninan Pembayaran Uang Muka (Advance Payment Bond), nilai jaminannya sebesar antara 15% sampai dengan 30% dari nilai kontrak pekerjaan pemborongan yang telah dikerjakan. d. Jaminan Pemeliharaan (Maintance Bond), nilai jaminannya sebesar 5% dari nilai kontrak pekerjaan pemborongan yang dikerjakan. Akan tetapi, pada praktiknya dalam pelaksanaan recovery terdapat kemungkinan adanya hambatan yang dapat mempengaruhi kelancaran pembayaran recovry. Hal ini merupakan risiko yang mungkin akan diderita oleh perusahaan surety sehingga dalam hal inilah indemnity agreement memiliki peran penting untuk meminimalisir risiko yang mungkin akan diderita oleh perusahaan surety. Hambatan yang dihadapi oleh Perusahaan Surety dalam pelaksanaan subrogasi atau recovery dalam Perjanjian Surety Bond adalah ketidakmampuan Principal secara keuangan mengakibatkan dibutuhkan waktu yang lama dan tidak optimalnya hasil diperoleh Perusahaan Surety dalam subrogasi atau recovery, untuk mengatasi hambatan tersebut Perusahaan Surety dapat melakukan musyawarah terlebih dahulu dan menghindari penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi dengan bersikap kooperatif dan memberikan kelonggaran kepada Principal untuk membayar secara mencicil dengan jangka waktu yang tidak terbatas sesuai

24 67 kemampuannya (Haerun Inayah, 2006: 74). Selain itu, apabila dalam hal memperoleh hak recovery ini surety memperoleh kendala dari principal terkait principal memiliki itikad tidak baik untuk memenuhinya maka pihak surety bisa memakasakan pemenuhan recovery ini dengan didasarkan oleh perjanjian indemnity letter. Indemnity letter dapat dijadikan dasar oleh surety untuk mengambil upaya terakhir yang dapat ditempuh melalui jalur hukum, yaitu dengan menyelesaikannya di Pengadilan. Penyelesaian ini dapat diselesaikan oleh pihak surety sendiri atau dengan bantuan Pengacara. Apabila dikaitkan dengan analisis underwriting yang digunakan oleh surety untuk menganilsa kelayakan calon principal dalam hal menerima jaminan surety bond maka dapat dilihat dari segi moralitas pihak principal apakah ia memiliki itikad baik pada waktu meminta jaminan surety bond. Jika principal dinilai telah memiliki itikad baik maka dapat terlihat bahwa meskipun terdapat kendala sedemikian rupa, pihak principal akan tetap memenuhi recovery terhadap surety. Didasarkan dari hal ini, pihak surety dapat bersifat koopertif pada principal dalam hal memberikan keringan tempo pembayaran. Berdasarkan ketentuan pembuatan perjanjian indemnity letter dalam surety bond terlihat bahwa perjanjian ini sangat mengutamakan aspek kehati-hatian agar nantinya pada saat terbukti terjadi wanprestasi pihak surety tidak ragu mencairkan jaminan surety bond. Di sisi lain, surety juga menekankan bahwa risiko yang mungkin diderita oleh surety setelah pencairan klaim cukup besar sehingga pihak surety meminta pihak ketiga yakni indemnitor untuk menjamin dipenuhinya prestasi oleh principal. Mengingat tidak adanya kontra garansi dalam perjanjian surety bond, tetapi digantikan dengan perjanjian indemnity letter atau ganti rugi yang akan diberikan principal setelah surety mencairkan jaminan surety bond maka sangatlah penting bagi surety untuk memastikan kelayakan dari principal untuk memperoleh jaminan surety bond agar tidak terjadi kendala saat pemenuhan prestasi dalam perjanjian indemnity letter.

25 Kaitannya dengan memastikan kelayakan dari pihak principal untuk melindungi pemenuhan prestasi ganti kerugian oleh principal, penulis mengutip pada jurnal internasional Under Construction Volune 15 Nomor 2 yang berjudul Letters of Credit, Bonding, Guarantees and Default Insurance: Hedging Bets in a Roller-Coaster Market karangan Jonathan J. Dunn, Esq., Sedgwick, LLP, Irvine, California, yang menyatakan seperti berikut ini : If the surety incurs a loss, the surety is entitled to indemnity from its principal and any other signors of the surety s indemnity agreement. A contractor must qualify for surety credit. Sureties require contractors to execute indemnity agreements and sometimes post collateral. In considering surety lines of credit, surety underwriters analyze the three C's: character, capital and capacity. Character is the bond principal s trust worthiness. Capacity refers to management, experience, knowledge, capability, equipment, and personnel to perform the work program. Capital is the principal s financial condition and financial history. Berdasarkan kutipan jurnal internasional di atas, terlihat bahwa surety berhak mendapatkan ganti kerugian dari principal berdasarkan kesepakatan ganti kerugian. Prinsipal harus melalui tahap kualifikasi untuk memperoleh jaminan dari surety dimana hal ini untuk melindungi surety pada tahap ganti kerugian nantinya. Surety akan melakukan analisis 3C yaitu character, capital dan capacity 68 pada principal agar principal pata memperoleh jaminan. Character atau moralitas merupakan kepercayaan pokok dalam penjaminan, kepercayaan pokok obligasi. Capacity atau kapasitas merujuk pada arah manajemen, pengalaman, pengetahuan, kemampuan, peralatan, dan personil untuk melakukan program kerja. Sedangkan capital berkaitan dengan modal dan kondisi keuangan dari principal. Usaha asuransi di Indonesia menyetbut tahap analisis tersebut dengan istilah underwriting yang berkaitan dengan fungsi asuransi yang bertanggung jawab atas penilaian dan penggolongan tingkat risiko yang dimiliki oleh seorang calon tertanggung, serta pengambilan keputusan yang berhubungan dengan tertanggung atas risiko tersebut. Berdasarkan analisis 3C, apabila dikaitkan dengan pentingnya tahap underwriting dalam pemenuhan indemnity letter maka terlihat bahwa underwriting sangat

26 69 berpengaruh dengan terpenuhinya prestasi dalam indemnity letter sebab dari tahap underwriting ini akan diketahui apakah principal memiliki itikad baik dalam meminta jaminan pada surety, dari sisi moral akan terlihat bagaimana karakter principal dalam mempertanggungjawabakan perbuatannya, namun sisi moral saja tidaklah cukup sebab harus dilihat pula kondisi keuangan dari principal apakah sesuai atau seimbang dengan risiko yang mungkin dialami dalam melaksanakan kontrak pemborongan, mengingat kontrak pemborongan utamanya jasa konstruksi memiliki risiko yang cukup tinggi. Selain dari kedua aspek tersebut aspek dari kecakapan teknis juga akan memperlihatkan sejauh mana keseriusan principal dalam membuat perjanjian. Penandatanganan perjanjian indemnity letter menjadi satu kesatuan dengan pembayaran premi dan analisa underwriting dalam memenuhi persyaratan memperoleh jaminan surety bond, berarti terlihat jelas antara surety bond dengan indemnity letter merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Akan tetapi, meskipun indemnity letter sangat penting untuk menjamin kerugian yang diderita pihak penjamin hingga saat ini masih terdapat para pihak dalam perjanjian surety bond yang tidak menandatangani perjanjian tersebut di muka bersamaan dengan pembuatan perjanjian indemnity letter. Masih terdapat para pihak yang memilih untuk menandatangani indemnity letter saat terjadi wanprestasi atau saat akan dicairkan jaminan asuransi surety bond. Pahahal berdasarkan Pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124 /Pmk.010/2008 tentang Penyelenggaraan Lini Usaha Asuransi Kredit dan Suretyship, perusahaan surety wajib memberikan ganti kerugian pada obligee atas wanperstasi yang dilakukan oleh perincipal. Pasal ini menyatakan bahwa: (1) perusahaan asuransi umum wajib melakukan pembayaran ganti rugi kepada kreditur atau obligee akibat ketidakmampuan atau kegagalan atau tidak terpenuhinya kewajiban debitur atau principal sesuai perjanjian pokok.

KEKUATAN HUKUM INDEMNITY LETTER TERHADAP PELAKSANAAN RECOV- ERY DALAM PERJANJIAN ASURANSI SURETY BOND

KEKUATAN HUKUM INDEMNITY LETTER TERHADAP PELAKSANAAN RECOV- ERY DALAM PERJANJIAN ASURANSI SURETY BOND KEKUATAN HUKUM INDEMNITY LETTER TERHADAP PELAKSANAAN RECOV- ERY DALAM PERJANJIAN ASURANSI SURETY BOND Meryana Dwi Novitasari E-mail: meryana.dwinovita@gmail.com Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Surety Bond memiliki konsep sebagai penyedia jaminan, merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Surety Bond memiliki konsep sebagai penyedia jaminan, merupakan BAB I PENDAHULUAN Surety Bond memiliki konsep sebagai penyedia jaminan, merupakan alternatif lain dari Bank Garansi. Surety Bond diterbitkan oleh Perusahaan Asuransi ditujukan untuk membantu pengusaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah suatu usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karenanya, hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh rakyat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BERITA ACARA PENGAJUAN KLAIM ASURANSI DAN BENTUK JAMINAN

BERITA ACARA PENGAJUAN KLAIM ASURANSI DAN BENTUK JAMINAN BERITA ACARA PENGAJUAN KLAIM ASURANSI DAN BENTUK JAMINAN No: Pada hari ini, Jumat tanggal Delapan Belas bulan April tahun Dua ribu delapan yang bertandatangan dibawah ini Pemerintah Kota Surabaya, Asosiasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemungkinan akan terjadinya suatu kerugian yang biasa disebut juga risiko,

BAB I PENDAHULUAN. Kemungkinan akan terjadinya suatu kerugian yang biasa disebut juga risiko, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemungkinan akan terjadinya suatu kerugian yang biasa disebut juga risiko, merupakan sesuatu yang lumrah dalam kehidupan kita, karena unsur risiko tidak dapat dipisahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prasarana yang berfungsi mendukung perkembangan berbagai bidang,

BAB I PENDAHULUAN. prasarana yang berfungsi mendukung perkembangan berbagai bidang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah diharapkan dapat menghasilkan sarana maupun prasarana yang berfungsi mendukung perkembangan berbagai bidang, terutama bidang ekonomi, sosial

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LAMPIRAN-LAMPIRAN CV. DELTA KONSULTANT

LAMPIRAN-LAMPIRAN CV. DELTA KONSULTANT LAMPIRAN-LAMPIRAN CV. DELTA KONSULTANT A. BENTUK SURAT PENAWARAN KOP PERUSAHAAN Nomor :...,..200 Lampiran : Kepada Yth. Kepala Kantor/Satuan Kerja/Pemimpin Kegiatan/ Bagian Kegiatan... di... Perihal :

Lebih terperinci

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada Pancasila dan Undang Undang Dasar segala bidang tersebut tentu akan membawa banyak perubahan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. kepada Pancasila dan Undang Undang Dasar segala bidang tersebut tentu akan membawa banyak perubahan yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan Pembangunan Nasional Indonesia mempunyai arah dan tujuan yang jelas yaitu mencapai suatu keadaan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur secara

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 68/PMK.04/2009 TENTANG

- 1 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 68/PMK.04/2009 TENTANG - 1 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 68/PMK.04/2009 TENTANG JENIS DAN BESARAN JAMINAN DALAM RANGKA PEMBAYARAN CUKAI SECARA BERKALA DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN CUKAI MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB III BADAN HUKUM SEBAGAI JAMINAN TAMBAHAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BPR ALTO MAKMUR SLEMAN

BAB III BADAN HUKUM SEBAGAI JAMINAN TAMBAHAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BPR ALTO MAKMUR SLEMAN BAB III BADAN HUKUM SEBAGAI JAMINAN TAMBAHAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BPR ALTO MAKMUR SLEMAN A. Pelaksanaan Penanggungan dalam Perjanjian Kredit di BPR Alto Makmur Bank Perkreditan Rakyat adalah bank

Lebih terperinci

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT PERJANJIAN KREDIT Yang bertanda tangan di bawah ini : I. ------------------------------------- dalam hal ini bertindak dalam kedudukan selaku ( ------ jabatan ------- ) dari

Lebih terperinci

Dokumen Perjanjian Asuransi

Dokumen Perjanjian Asuransi 1 Dokumen Perjanjian Asuransi Pada prinsipnya setiap perbuatan hukum yang dilakukan para pihak dalam perjanjian asuransi perlu dilandasi dokumen perjanjian. Dari dokumen tersebut akan dapat diketahui berbagai

Lebih terperinci

serta mengembangkan perangkat peraturan pendukung, serta pengembangan sistem pendanaan perumahan. Salah satu alternatif dalam pendanaan perumahan yang

serta mengembangkan perangkat peraturan pendukung, serta pengembangan sistem pendanaan perumahan. Salah satu alternatif dalam pendanaan perumahan yang BAB I Dalam perkembangan saat ini kehidupan masyarakat sehari-hari tidak dapat dihindari bahwa tingkat kebutuhan manusia semakin lama akan semakin meningkat. Upaya meningkatkan taraf dan standar hidupnya

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 44 BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 4.1 Kedudukan Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Perjanjian yang akan dianalisis di dalam penulisan skripsi

Lebih terperinci

BAB II PEMBERIAN KUASA DIREKTUR PADA PROYEK PEMBANGUNAN JALAN

BAB II PEMBERIAN KUASA DIREKTUR PADA PROYEK PEMBANGUNAN JALAN 23 BAB II PEMBERIAN KUASA DIREKTUR PADA PROYEK PEMBANGUNAN JALAN A. Bentuk dan Isi Pemberian Kuasa Apabila dilihat dari cara terjadinya, perjanjian pemberian kuasa dibedakan menjadi enam macam yaitu: 28

Lebih terperinci

PERLUNYA PEMAHAMAN PENYEDIA DAN PENGGUNA BARANG/JASA TERHADAP PERJANJIAN PEMBORONGAN. Oleh: Taufik Dwi Laksono. Abstraksi

PERLUNYA PEMAHAMAN PENYEDIA DAN PENGGUNA BARANG/JASA TERHADAP PERJANJIAN PEMBORONGAN. Oleh: Taufik Dwi Laksono. Abstraksi PERLUNYA PEMAHAMAN PENYEDIA DAN PENGGUNA BARANG/JASA TERHADAP PERJANJIAN PEMBORONGAN Oleh: Taufik Dwi Laksono Abstraksi Pemahaman terhadap perjanjian pemborongan yang dibuat oleh penyedia dan pengguna

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK 1. Pengaturan Perjanjian Kredit Pengertian perjanjian secara umum dapat dilihat dalam Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu suatu perbuatan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI A. Perjanjian Pemberian Garansi/Jaminan Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang mendahuluinya, yaitu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK 3.1 Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek Dalam pelaksanaan kerja praktek pada Bank Jabar Banten (PT Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten) cabang utama Bandung, penulis

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 16, 1999 BURSA BERJANGKA. PERDAGANGAN. KOMODITI. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. BAPPEBTI. (Penjelasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang bermacam-macam. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus berusaha dengan cara bekerja.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 1400 KUHPerd menetapkan, Subrogasi atau. dapat terjadi karena persetujuan atau karena Undang-undang.

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 1400 KUHPerd menetapkan, Subrogasi atau. dapat terjadi karena persetujuan atau karena Undang-undang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketentuan Pasal 1400 KUHPerd menetapkan, Subrogasi atau perpindahan hak kreditur kepada seseorang yang membayar kepada kreditur, dapat terjadi karena persetujuan

Lebih terperinci

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Dasar Hukum Perseroan Terbatas Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT),

Lebih terperinci

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor Menurut sistem terbuka yang mengenal adanya asas kebebasan berkontrak

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata 23 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM A. Pengertian Pinjam Meminjam Perjanjian Pinjam Meminjam menurut Bab XIII Buku III KUH Pedata mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Dalam perjanjian asuransi Surety Bond khususnya di dalam formulir

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Dalam perjanjian asuransi Surety Bond khususnya di dalam formulir BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Dalam perjanjian asuransi Surety Bond khususnya di dalam formulir Jaminan Pelaksanaan Surety Bond ( Performance Bond ) memuat klausula mengenai ganti kerugian antara pihak

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT Rochadi Santoso rochadi.santoso@yahoo.com STIE Ekuitas Bandung Abstrak Perjanjian dan agunan kredit merupakan suatu hal yang lumrah dan sudah biasa dilakukan dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB II KONTRAK PENGADAAN BARANG. A. Pengertian Kontrak Menurut KUHPerdata Didalam perundang-undangan tidak disebutkan secara tegas pengertian

BAB II KONTRAK PENGADAAN BARANG. A. Pengertian Kontrak Menurut KUHPerdata Didalam perundang-undangan tidak disebutkan secara tegas pengertian BAB II KONTRAK PENGADAAN BARANG A. Pengertian Kontrak Menurut KUHPerdata Didalam perundang-undangan tidak disebutkan secara tegas pengertian kontrak, tetapi menurut Para pakar hukum bahwa kontrak adalah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

BENTUK SURAT PERINTAH KERJA (SPK) [kop surat K/L/D/I] SATUAN KERJA PPK: NOMOR DAN TANGGAL SPK NOMOR DAN TANGGAL DOKUMEN PENGADAAN :

BENTUK SURAT PERINTAH KERJA (SPK) [kop surat K/L/D/I] SATUAN KERJA PPK: NOMOR DAN TANGGAL SPK NOMOR DAN TANGGAL DOKUMEN PENGADAAN : BENTUK SURAT PERINTAH KERJA (SPK) [kop surat K/L/D/I] SURAT PERINTAH KERJA (SPK) SATUAN KERJA PPK: NOMOR DAN TANGGAL SPK NOMOR DAN TANGGAL SURAT PERMINTAAN PENAWARAN: PAKET PEKERJAAN : NOMOR DAN TANGGAL

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Penjelasan Menimbang : Mengingat : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran

Lebih terperinci

ADDENDUM 02. Maksud dan Tujuan

ADDENDUM 02. Maksud dan Tujuan ADDENDUM 02 Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan diterbitkannya Addendum 02 ini adalah untuk memberikan informasi dan ketentuan ketentuan tambahan kepada Peserta lelang mengenai halhal yang belum ada atau

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

AKAD/PERJANJIAN PEMBIAYAAN MURABAHAH

AKAD/PERJANJIAN PEMBIAYAAN MURABAHAH Halaman 1/15 Dengan menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang Yang bertanda tangan dibawah ini: PERJANJIAN ANTARA PT DANA SYARIAH INDONESIA DAN Nomor. I. PT Dana Syariah Indonesia, berkedudukan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN STASIUN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN STASIUN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN SYARAT UMUM SURAT PERINTAH KERJA (SPK) 1. LINGKUP PEKERJAAN Penyedia yang ditunjuk berkewajiban untuk menyelesaikan pekerjaan dalam jangka waktu yang ditentukan, sesuai dengan volume, spesifikasi teknis

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

Jasa Jasa Perbankan. 1. Transfer 2. Inkaso 3. Bank garansi 4. Letter of Credit 5. Waliamanat 6. Kliring

Jasa Jasa Perbankan. 1. Transfer 2. Inkaso 3. Bank garansi 4. Letter of Credit 5. Waliamanat 6. Kliring Jasa Jasa Perbankan 1. Transfer 2. Inkaso 3. Bank garansi 4. Letter of Credit 5. Waliamanat 6. Kliring 1 Jasa Jasa Perbankan TRANSFER Transfer adalah suatu kegiatan jasa bank untuk memindahkan sejumlah

Lebih terperinci

PERJANJIAN PINJAMAN. (Pemberi Pinjaman dan Penerima Pinjaman selanjutnya secara bersama disebut sebagai Para Pihak )

PERJANJIAN PINJAMAN. (Pemberi Pinjaman dan Penerima Pinjaman selanjutnya secara bersama disebut sebagai Para Pihak ) PERJANJIAN PINJAMAN Perjanjian pinjaman ini ( Perjanjian ) dibuat pada hari dan tanggal yang disebutkan dalam Lampiran I Perjanjian ini, oleh dan antara: 1. Koperasi Sahabat Sejahtera Anda, suatu koperasi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK HUKUM DAN PELAKSANAAN BANK GARANSI DALAM JAMINAN KONTRAK JASA KONSTRUKSI

KARAKTERISTIK HUKUM DAN PELAKSANAAN BANK GARANSI DALAM JAMINAN KONTRAK JASA KONSTRUKSI KARAKTERISTIK HUKUM DAN PELAKSANAAN BANK GARANSI DALAM JAMINAN KONTRAK JASA KONSTRUKSI Ade Hari Siswanto Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul Jln. Arjuna Utara Tol Tomang Kebon Jeruk Jakarta adeharisiswanto@gmail.com

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. peraturan-peraturan dan teori-teori yang ada, dapat ditarik kesimpulan sebagai

BAB V PENUTUP. peraturan-peraturan dan teori-teori yang ada, dapat ditarik kesimpulan sebagai BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Setelah membahas lebih mendalam mengenai pertanggungjawaban pihak perbankan atas hilangnya dokumen agunan nasabah melalui komparasi peraturan-peraturan dan teori-teori yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan

Lebih terperinci

PP 9/1999, PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA

PP 9/1999, PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA Copyright (C) 2000 BPHN PP 9/1999, PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA *36161 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 9 TAHUN 1999 (9/1999) TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI

Lebih terperinci

BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK

BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK A. Kekuatan Hukum Memorandum Of Understanding dalam Perjanjian Berdasarkan Buku III Burgerlijke

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Perjanjian Kredit dengan Jaminan Fdusia di PT Bank Perkreditan

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Perjanjian Kredit dengan Jaminan Fdusia di PT Bank Perkreditan BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Perjanjian Kredit dengan Jaminan Fdusia di PT Bank Perkreditan Rakyat Pekanbaru Pelaksanaan pemberian kredit oleh pihak PT Bank Perkreditan Rakyat

Lebih terperinci

Syarat dan Ketentuan Umum Fasilitas Commonwealth KTA PT Bank Commonwealth

Syarat dan Ketentuan Umum Fasilitas Commonwealth KTA PT Bank Commonwealth Syarat dan Ketentuan Umum Fasilitas Commonwealth KTA PT Bank Commonwealth Syarat dan Ketentuan Umum untuk Commonwealth KTA PT Bank Commonwealth 1. Definisi Syarat dan Ketentuan Umum ANGSURAN adalah suatu

Lebih terperinci

KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM

KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM 1 KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING ANTARA KEJAKSAAN TINGGI GORONTALO DENGAN PT. BANK SULAWESI UTARA CABANG GORONTALO DALAM PENANGANAN KREDIT MACET RISNAWATY HUSAIN 1 Pembimbing I. MUTIA CH. THALIB,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kegiatan transfer dana di Indonesia telah menunjukkan

Lebih terperinci

BAB 4 TINJAUAN HUKUM TENTANG PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN UNTUK PELAKSANAAN PEMELIHARAAN JALAN DAN JEMBATAN MERAUKE

BAB 4 TINJAUAN HUKUM TENTANG PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN UNTUK PELAKSANAAN PEMELIHARAAN JALAN DAN JEMBATAN MERAUKE BAB 4 TINJAUAN HUKUM TENTANG PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN UNTUK PELAKSANAAN PEMELIHARAAN JALAN DAN JEMBATAN MERAUKE 4.1.Kasus Posisi Pada tanggal 25 Februari 2008, Panitia Pengadaan Barang/Jasa SNVT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebenarnya tidak terdapat dalam KUHD maupun perundang-undangan lainnya, namun kita dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebenarnya tidak terdapat dalam KUHD maupun perundang-undangan lainnya, namun kita dapat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengaturan Surat Berharga Sebelum kita sampai pada pengaturan mengenai surat berharga, ada baiknya kita terlebih dahulu mengetahui pengertian dari surat berharga, mengenai pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kebutuhan masyarakat baik perorangan maupun badan usaha akan penyediaan dana yang cukup besar dapat terpenuhi dengan adanya lembaga perbankan yang

Lebih terperinci

EKSISTENSI SURETY BOND DALAM LEMBAGA JAMINAN ASURANSI DI INDONESIA

EKSISTENSI SURETY BOND DALAM LEMBAGA JAMINAN ASURANSI DI INDONESIA EKSISTENSI SURETY BOND DALAM LEMBAGA JAMINAN ASURANSI DI INDONESIA Beni Surya Mahasiswa S2 Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Email: Beni_3an@yahoo.com Abstract Indonesia,

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. TINJAUAN YURIDIS SURETY BOND PADA PT. ASKRINDO (Studi Kasus pada Pengadaan Barang/Jasa di Pemerintah Kota Surakarta) SKRIPSI

NASKAH PUBLIKASI. TINJAUAN YURIDIS SURETY BOND PADA PT. ASKRINDO (Studi Kasus pada Pengadaan Barang/Jasa di Pemerintah Kota Surakarta) SKRIPSI NASKAH PUBLIKASI TINJAUAN YURIDIS SURETY BOND PADA PT. ASKRINDO (Studi Kasus pada Pengadaan Barang/Jasa di Pemerintah Kota Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan. BAB III PEMBAHASAN A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan. Semua harta benda dari si pailit untuk kepentingan kreditur secara bersama-sama. Kedudukan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan terhadap identifikasi masalah, dapat dirumuskan beberapa kesimpulan di antaranya : 1. Kedudukan para pihak : a. Hubungan hukum antara

Lebih terperinci

PERJANJIAN SEWA MENYEWA MOBIL No... Perjanjian ini dibuat pada hari... tanggal... bulan... tahun... ( ) oleh dan antara :

PERJANJIAN SEWA MENYEWA MOBIL No... Perjanjian ini dibuat pada hari... tanggal... bulan... tahun... ( ) oleh dan antara : PERJANJIAN SEWA MENYEWA MOBIL No.... Perjanjian ini dibuat pada hari... tanggal... bulan... tahun... (...-...-...) oleh dan antara : I. PT...., sebuah perusahaan yang diatur dan didirikan berdasarkan dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kegiatan transfer dana di Indonesia telah menunjukkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kegiatan transfer dana di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Salah satu tantangan terbesar bagi hukum di Indonesia adalah terus berkembangnya perubahan di dalam masyarakat yang membutuhkan perhatian dan pengaturan

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

SYARAT DAN KETENTUAN

SYARAT DAN KETENTUAN SYARAT DAN KETENTUAN 1. DEFINISI (1) Bank adalah PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk., yang berkantor pusat di Bandung, dan dalam hal ini bertindak melalui kantor-kantor cabangnya, meliputi kantor cabang,

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.05/2017 TENTANG PENYELENGGARAAN LAYANAN PINJAM MEMINJAM UANG BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.05/2017 TENTANG PENYELENGGARAAN LAYANAN PINJAM MEMINJAM UANG BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI -1- SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.05/2017 TENTANG PENYELENGGARAAN LAYANAN PINJAM MEMINJAM UANG BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI Sehubungan dengan amanat Pasal 51 Peraturan Otoritas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan Tentang Kontrak/ Perjanjian a. Pengertian Kontrak/ Perjanjian Kontrak merupakan istilah yang tidak asing lagi kita dengar dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih terperinci

PERJANJIAN KERJASAMA BANGUN GUNA SERAH PEMBANGUNAN

PERJANJIAN KERJASAMA BANGUN GUNA SERAH PEMBANGUNAN PERJANJIAN KERJASAMA BANGUN GUNA SERAH PEMBANGUNAN DI LOKASI Nomor : Pada hari ini senin tanggal sebelas bulan januari tahun dua ribu sepuluh (11 Januari 2010), bertempat di, kami yang bertanda tangan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR: KEP- 412/BL/2010 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dengan semakin pesatnya perkembangan perekonomian di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dengan semakin pesatnya perkembangan perekonomian di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan semakin pesatnya perkembangan perekonomian di Indonesia maka itu pembangunan disegala sektor baik di pusat maupun didaerah tentunya mengalami pertumbuhan yang

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY Atik Indriyani*) Abstrak Personal Guaranty (Jaminan Perorangan) diatur dalam buku III, bab XVII mulai pasal 1820 sampai dengan pasal 1850 KUHPerdata tentang penanggungan utang.

Lebih terperinci

SYARAT DAN KETENTUAN DANA BANTUAN SAHABAT

SYARAT DAN KETENTUAN DANA BANTUAN SAHABAT Living, Breathing Asia SYARAT DAN KETENTUAN DANA BANTUAN SAHABAT Syarat dan Ketentuan Dana Bantuan Sahabat ini berlaku bagi Nasabah yang permohonan Dana Bantuan Sahabat telah disetujui. Harap membaca Syarat

Lebih terperinci

Kinerja Bisnis Penjaminan Surety Bonds di Indonesia

Kinerja Bisnis Penjaminan Surety Bonds di Indonesia Kinerja Bisnis Penjaminan Surety Bonds di Indonesia Amron Staff Ahli Asuransi Ekspor Indonesia Abstrak Setiap negara selalu menginginkan agar perekonomian negaranya selalu berkembang, untuk itu diperlukan

Lebih terperinci

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS CACAT TERSEMBUNYI PADA OBJEK PERJANJIAN JUAL BELI MOBIL YANG MEMBERIKAN FASILITAS GARANSI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK WETBOEK JUNCTO

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan, oleh karena itu dapat dikatakan hukum tentang

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian Arisan Motor Plus

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian Arisan Motor Plus 34 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian Arisan Motor Plus Hak ialah sesuatu yang diperoleh dari pihak lain dengan kewenangan menuntut jika tidak dipenuhi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/KMK.017/2000 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/KMK.017/2000 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/KMK.017/2000 TENTANG SYARAT, TATA CARA DAN KETENTUAN PELAKSANAAN JAMINAN PEMERINTAH TERHADAP KEWAJIBAN PEMBAYARAN BANK UMUM MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

KONTRAK KERJA KONSTRUKSI DI INDONESIA

KONTRAK KERJA KONSTRUKSI DI INDONESIA 1 KONTRAK KERJA KONSTRUKSI DI INDONESIA oleh : Prof. Dr. Y. Sogar Simamora, S.H., M.Hum. (Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga) Disampaikan dalam Sosialisasi Undang-Undnag dan Peraturan Bidang

Lebih terperinci

PEMUTUSAN KONTRAK OLEH PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN Oleh : Abu Sopian (Widyaiswara Balai Diklat Keuangan Palembang)

PEMUTUSAN KONTRAK OLEH PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN Oleh : Abu Sopian (Widyaiswara Balai Diklat Keuangan Palembang) PEMUTUSAN KONTRAK OLEH PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN Oleh : Abu Sopian (Widyaiswara Balai Diklat Keuangan Palembang) Abstrak Dalam pengadaan barang/jasa pemerintah jika nilai pengadaan barang, pekerjaan konstruksi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan dan kegiatan manusia, pada hakikatnya mengandung berbagai hal yang menunjukkan sifat hakiki dari kehidupan itu sendiri. Sifatsifat hakiki yang dimaksud di

Lebih terperinci

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit Kehadiran bank dirasakan semakin penting di tengah masyarakat. Masyarakat selalu membutuhkan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1

Lebih terperinci

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Un

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Un No.1475, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Beban APBN Sebelum Barang/Jasa Diterima. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 145/PMK.05/2017 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN

Lebih terperinci

SUATU TINJAUAN HUKUM TERHADAP RETUR PENJUALAN DALAM ASPEK-ASPEK HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI

SUATU TINJAUAN HUKUM TERHADAP RETUR PENJUALAN DALAM ASPEK-ASPEK HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI SUATU TINJAUAN HUKUM TERHADAP RETUR PENJUALAN DALAM ASPEK-ASPEK HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI Oleh Fery Bernando Sebayang I Nyoman Wita Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Sales Returns

Lebih terperinci

JAMINAN PENAWARAN (Penalty System)

JAMINAN PENAWARAN (Penalty System) JAMINAN PENAWARAN (Penalty System) 1. Dengan ini dinyatakan, bahwa kami : {nama dan alamat}... sebagai Kontraktor, selanjutnya disebut, dan {nama dan alamat}.. sebagai Penjamin, selanjutnya disebut sebagai,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG USAHA PERSEORANGAN DAN BADAN USAHA BUKAN BADAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG USAHA PERSEORANGAN DAN BADAN USAHA BUKAN BADAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG USAHA PERSEORANGAN DAN BADAN USAHA BUKAN BADAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sehubungan

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukm normatife-terapan, karena didalam pelaksanaan

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukm normatife-terapan, karena didalam pelaksanaan BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan tipe penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukm normatife-terapan, karena didalam pelaksanaan penelitian melakukan penelaahan terhadap ketentuan hukum

Lebih terperinci