Kinerja Bisnis Penjaminan Surety Bonds di Indonesia
|
|
- Ade Muljana
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Kinerja Bisnis Penjaminan Surety Bonds di Indonesia Amron Staff Ahli Asuransi Ekspor Indonesia Abstrak Setiap negara selalu menginginkan agar perekonomian negaranya selalu berkembang, untuk itu diperlukan suatu formula yang dapat menjadikan rangsangan bagi pelaku usaha agar dapat berpartisipasi dalam setiap proyek yang ditenderkan baik oleh pemerintah maupun non pemerintah. Perusahaan asuransi melalui produk surety bonds memiliki posisi yang strategis di dalam menjembatani kebutuhan Obligee dalam mengamankan proyek yang dikerjakan oleh Principal. Di Indonesia sendiri penggunaaan surety bonds sudah menjadi alternative dari bank garansi yang diterima oleh Obligee khususnya Obligee yang bersumber dana dari Pemerintah melalui APBN, APBD, BUMN dan BUMD. Dengan surety bonds Obligee dan Principal lebih tertantang untuk mengerjakan pekerjaan dengan skala yang lebih besar dan tingkat kesulitan yang cukup tinggi tanpa harus mengorbankan profesionalisme karena Perusahaan Asuransi sebagai Surety akan memberikan penjaminan atas wanprestasi yang dilakukan Principal sesuai dengan syarat dan kondisi surety bonds yang diterbitkan. Kata kunci : Obligee, Principal, Penjaminan, Surety. 1. Pendahuluan Bidang usaha surety bonds pada perinsipnya adalah bukan merupakan bentuk bisnis baru khususnya di negara barat seperti Amerika, Inggris dan negara maju lainnya. Di Amerika pada tahun 1894 telah berdiri berbagai perusahaan surety bonds yang memberikan berbagai penjaminan yang diakui oleh pemerintah Amerika pada saat itu. Di Inggris juga berdiri perusahaan sejenis yaitu General Surety & Gurantee Corporation (GSG) yang memberikan pelayanan penjaminan konstruksi dan jaminan fidelity kepada klien mereka yang membutuhkan jenis produk penjaminan. Bahkan pada tahun 1908 telah didirikan The Surety Association of America yaitu suatu asosiasi yang beranggotakan para perusahaan pemberi penjaminan di Amerika. Perkembangan produk surety bonds kemudian mulai memasuki wilayah di luar Amerika dan Eropa dimana untuk wilayah Asia berkembang cukup pesat khususnya di 70 P a g e
2 Jepang serta tidak ketinggalan di Indonesia dan kawasan Negara ASEAN. Pertamakali penjaminan di Indonesia dilakukan oleh Pihak Perbankan dengan menerbitkan produk yang disebut dengan nama Bank Garansi. Namun kemudian Pemerintah Republik Indonesia memberikan ijin kepada salah satu Perusahaan Asuransi yaitu Asuransi Kerugian Jasa Raharja melalui Peraturan Pemerintah R.I.No.34 tahun 1978 tertanggal 6 Desember 1978 dalam bentuk ijin perluasan usaha surety bonds, sebagai alternatif dari jaminan bank garansi. Pada awalnya penjaminan surety bonds dimaksudkan oleh pemerintah sebagai sarana untuk meningkatkan daya saing pengusaha bawah dengan memberikan bantuan penjaminan yang terjangkau. Perkembangan selanjutnya keluar Keputusan Menteri Keuangan R.I. Nomor KMK/271/011/1980 tertanggal 7 Mei 1980 berisi penunjukkan 53 Lembaga Keuangan Bank yang dapat menerbitkan bank garansi. Sejak tahun 1992 dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian, maka Asuransi Kerugian Jasa Raharja kembali ke bidangnya semula yaitu asuransi sosial, sehingga tidak lagi menerbitkan produk surety bonds. Kemudian Pemerintah menunjuk Perusahaan asuransi umum sebagai penerbit surety bonds. Penunjukan dilakukan oleh Pemerintah melalui tahapan evaluasi yang kemudian hasilnya dicantumkan dalam suatu keputusan menteri keuangan. Sebagai contoh adalah Keputusan Menteri Keuangan nomor KEP-565/KM.10/2010 tanggal 30 September 2010 disebutkan bahwa per tanggal 3 September 2010 terdapat 38 perusahaan asuransi umum yang terdaftar dapat memasarkan program surety bonds. Produk surety bonds yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi di Indonesia memiliki fungsi sebagai penjaminan yang berbeda dengan produk polis asuransi yang secara konvensional dipasarkan oleh perusahaan asuransi. Disamping itu apabila diteliti lebih lanjut juga memiliki perbedaan dengan produk bank garansi yang dikeluarkan oleh perbankan walaupun dari segi fungsi dan perannya adalah sama. 2. Konsep dasar Surety Bonds Surety bonds adalah suatu bentuk janji dari pihak Pemberi jaminan (Surety) yang memberikan jaminan untuk Pelaksana Pekerjaan (Principal) untuk kepentingan Pemilik Pekerjaan (Obligee). Apabila pihak Principal melakukan wanprestasi dalam menyelesaikan pekerjaan yang diperjanjikan dalam kontraknya dengan Obligee (Pemilik Proyek), maka pihak Surety sebagai penjamin akan membayar ganti rugi maksimum 71 P a g e
3 sampai dengan batas jumlah jaminan yang tercantum dalam sertifikat penjaminan surety bonds. Berdasarkan definisi tersebut di atas maka produk surety bonds terkait dengan 3 (tiga) pihak yaitu, (1) Surety Adalah pihak yang menjamin Principal yang mendapatkan pekerjaan dari pihak Obligee, dalam hal ini yang bertindak sebagai Surety adalah perusahaan asuransi. Di Indonesia daftar perusahaan asuransi umum yang dapat memasarkan produk surety bonds dibuat dalam sebuah lampiran Keputusan Menteri Keuangan yang menyebutkan nama perusahaan asuransi serta program yang dipasarkan baik konstruksi maupun non konstruksi; (2) Principal. Principal adalah pihak yang melaksanakan pekerjaan dari Obligee yaitu dapat berupa kontraktor, supplier, agen dan sejenisnya. Dalam hal ini adalah sebagai pihak yang dijamin oleh Surety; (3) Obligee. Obligee adalah sebagai pihak pemberi pekerjaan atau biasa disebut sebagai pemilik proyek atau bouwheer. Pemberian pekerjaan dari Obligee kepada Principal umumnya dibuat dalam suatu perjanjian yang disebut kontrak kerja. Kontrak kerja akan menjadi dasar Principal untuk mengajukan permohonan surety bonds kepada Surety. Perjanjian antara Obligee dan Principal disebut sebagai perjanjian pokok yang menjadi sebab adanya sertifikat surety bonds, sedangkan apabila terdapat perjanjian antara Surety dan Principal tentang hak dan kewajiban dan sejenisnya akan menjadi kontrak tambahan. Jadi hubungan antara pihak Surety, Principal dan Obligee adalah sebagai berikut (1) Obligee sebagai pemilik proyek memberikan pekerjaan kepada principal sebagai kontraktor untuk melaksanakan proyek sesuai dengan kontrak pekerjaan (merupakan kontrak pokok); (2) Atas dasar kontrak yang diberikan oleh Obligee kemudian Principal mengajukan penerbitan surety bonds kepada Surety. Surety kemudian menerbitkan surety bonds atas nama Principal yang ditujukan kepada Obligee, dimana Surety berjanji bahwa kalau Principal wanprestasi maka Surety akan membayar kepada Obligee stinggi-tingginya sesuai dengan nilai yang tercantum di dalam sertifikat surety bonds; (3) Dalam hal terjadi wanprestasi Obligee mengajukan klaim pencairan surety bonds kepada Surety, kemudian Surety akan membayar pencairan sesuai dengan syarat dan kondisi surety bonds yang diterbitkan. Dalam perkembanganya surety bonds selain jenis produk konvensional seperti jaminan penawaran, pelaksanaan, uang muka dan pemeliharaan telah berkembang 72 P a g e
4 menjadi berbagai jenis produk penjaminan yang demikian bervariasi seperti yang masuk dalam kategori jenis customs bond antara lain Jaminan Bea Masuk untuk Barang Impor, Jaminan Pembayaran Bea Masuk Barang Impor Untuk Diekspor Kembali, Jaminan Pembayaran Cukai (Excise Bonds). Bahkan saat ini telah berkembang jenis penjaminan seperti Jaminan Pengadaan (Supply Bonds), Jaminan Pembayaran Secara Angsuran (lnstallment Sales Bonds), jaminan kontra garansi bank dan masih banyak jenis lainnya. 3. Pasar Surety Bonds di Indonesia Pasar surety bonds di Indonesia potensinya masih sangat terbuka luas baik dari proyek yang bersumber dari Pemerintah seperti APBN, APBD, BUMN serta BUMN dan proyek yang bersumber dari swasta non Pemerintah. Berikut adalah contoh potensi proyek pembangunan pada Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia periode tahun dengan sumber dananya : Tabel 1. Alokasi Pendanaan Bidang Infrastruktur di Kementerian PU (Rp. Milliar) Direktorat Jenderal Pemerintah Swasta Total Sumber Daya Air Bina Marga Cipta Karya Lainnya Sumber : Bappenas, Bisnis Indonesia (2010) Pasar produk penjaminan surety bonds pada dasarnya sangat luas dan tidak terbatas karena akan selalu dibutuhkan oleh Principal dan Obligee. Hal itu didasarkan kepada konsep bahwa sebagai Pemilik Proyek Obligee selalu berkeinginan untuk memperoleh rasa aman dari setiap pekerjaan yang dilaksanakan oleh Principal. Apabila tidak ada Penjaminan maka baik Principal maupun Obligee secara langsung atau tidak langsung akan merasa tidak aman dan berdampak kepada penurunan keberanian untuk melakukan proyek baru, yaitu dapat mengakibatkan pelaku usaha akan menghindari usaha-usaha yang mengandung resiko besar. Dalam jangka panjang mengakibatkan 73 P a g e
5 terhambatnya perkembangan proyek-proyek baru, bahkan aktifitas kegiatan untuk pelaksanaan proyek besar yang mengandung risiko besar tidak akan tumbuh. Principal dan Obligee menjadi pasar yang potensial bagi perusahaan asuransi dengan cara mereka mengalihkan penerbitan penjaminan kepada perusahaan asuransi yang lebih kompetitif dibandingkan dengan perbankan, Principal akan lebih berani berusaha di bidang proyek yang ditekuninya secara profesional, yang menjanjikan keuntungan yang lebih besar, sehingga dapat mendorong terciptanya keseimbangan ekonomi yang optimal. 4. Permasalahan Surety Bonds di Indonesia Terdapat berbagai permasalahan yang sedemikian kompleks dalam bisnis surety bonds di Indonesia, namun dari sedemikian banyak permasalahan yang sering muncul ke permukaan adalah masalah bentuk penjaminan conditional dan unconditional yang sangat berdampak kepada proses penyelesaian klaim penjaminan oleh Perusahaan Asuransi. Sebelumnya di pasar ada kesan yang cukup kuat bahwa produk penjaminan surety bonds yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi lebih cenderung mengacu kepada bentuk conditional sedangkan bentuk penjaminan dari Perusahaan Perbankan lebih mengacu kepada bentuk unconditional. Namun hal ini tidak bertahan lama sejak pemerintah melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang / jasa Pemerintah yang mewajibkan penjaminan dalam bentuk unconditional. Sehingga saat ini hampir semua surety bonds yang dijual oleh perusahaan asuransi telah banyak yang mengacu kepada perinsip unconditional seperti yang diperlakukan oleh pihak perbankan, bahkan beberapa perusahaan asuransi sudah mulai mengeluarkan produk yang terkait dengan bank garansi yaitu produk kontra garansi bank yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi. Conditional VS Unconditional Perbedaan utama antara surety bonds dan Bank Garansi adalah surety bonds sebagai produk asuransi yang lebih mengedepankan ganti rugi atau yang lebih dikenal dengan nama conditional, yaitu pihak Obligee diminta memberikan data-data kerugian yang akan diajukan sebagai ganti rugi klaim kepada Surety. Hal ini berbeda dengan Bank Garansi yang lebih berpegang kepada perinsip Unconditional yang berarti bank akan segera mencairkan jaminan jika diminta oleh Obligee. Dalam hal ini Obligee tidak 74 P a g e
6 diharuskan untuk membuktikan kerugian yang diderita Obligee. Berikut adalah beberapa alasan Pihak Bank lebih senang menggunakan kondisi unconditional : - Bank lebih naik gengsinya dari segi kecepatan pembayaran pencairan serta adanya bonafiditas Bank yang perlu dibangun. - Kecepatan pembayaran pencairan didukung oleh adanya agunan. - Bank lebih suka tidak terlibat lebih dalam dalam konflik yang terjadi antara Obligee dan principal. - Fasilitas jaminan yang diberikan oleh Bank biasanya didasarkan atas suatu plafond limit yang telah ditentukan oleh Bank. Umumnya dikaitkan dengan fasilitas kredit lainnya baik yang bersifat cash loan maupun non cash loan. - Penyelesaian pencairan jaminan Bank Garansi lebih bertindak untuk kepentingan Obligee. Perbedaan antara Surety Bonds dan Bank Garansi : Surety Bonds : a. Perusahaan asuransi memiliki pilihan untuk menerbitkan sertifikat penjaminan dalam bentuk conditional atau non conditional tergantung kepentingan nasabah. b. Untuk meningkatkan kemampuan akseptasinya perusahaan asuransi lebih lebih fleksibel karena adanya dukungan reasuransi sebagai metode penyebaran risiko. c. Dimungkinkan menutup penjaminan tanpa agunan. d. Jangka waktu dapat mengikuti ketentuan yang ada dalam perjanjian kontrak. e. Dalam penetapan valuta surety bonds lebih fleksibel. Bank Garansi a. Bentuk jaminan yang dipergunakan menggunakan unconditional / tanpa syarat. b. Umumnya merupakan produk tambahan perbankan dan ditahan sendiri bisnisnya sehingga portofolionya cukup terbatas. c. Mengharuskan tersedianya agunan. d. Ada beberapa pembatasan antara lain masalah jangka waktu Bank Garansi. f. Keterikatan dengan perizinan Bank Indonesia dalam hal mata uang bukan dalam bentuk rupiah. 75 P a g e
7 Walaupun dalam perbedaan antara Surety Bonds dan Bank Garansi tersebut di atas terdapat point-point yang menjadi pembeda antara ke duanya yaitu : a. Disamping surety bond dapat menggunakan ketentuan unconditional tetapi surety bonds juga dapat mengacu kepada prinsip Conditional, yaitu memberikan pembayaran berdasarkan ganti kerugian, sehingga mewajibkan Obligee untuk merinci kerugian yang akan diklaim kepada Surety. b. Bank garansi berpegang pada prinsip Unconditional yaitu bank akan segera mencairkan jaminan jika diminta oleh Obligee. Tidak ada pembuktian kerugian untuk menentukan ganti rugi. 5. Kesimpulan Perkembangan surety bonds di Indonesia sebagai sebuah produk yang memberikan penjaminan atas gagalnya suatu transaksi / proyek memang masih lekat dengan kendala-kendala keberadaan surety bonds itu sendiri. Berbeda dengan negara barat yang telah memiliki sarana kelembagaan dan kekuatan ekonomi serta politik yang kuat. Namun demikian Perusahaan Asuransi di Indonesia harus selalu optimis mengingat potensi pasar produk surety bonds adalah sangat luas mengingat secara konsep penjaminan, produk surety bonds akan selalu dibutuhkan oleh para Principal dan Obligee dalam memberikan rasa aman dalam melaksanakan proyeknya. Pembayaran pencairan jaminan dari pihak Surety yang didasarkan kepada ganti rugi (conditional) sering ditolak oleh Obligee walaupun dari segi teknis bersifat fair. Banyaknya Obligee yang memaksakan kondisi unconditional sering menyebabkan perbedaan persepsi pasar terhadap perusahaan asuransi, disamping itu menyebabkan pula pasar menjadi tidak kondusif. Secara akumulasi dampaknya akan terasa secara menyeluruh kepada para penerbit penjaminan. Daftar Pustaka Djojosoedarso, Soeisno, 1999, Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko dan Asuransi, Jakarta, Penerbit Salemba Empat. 76 P a g e
8 Park, John. E, Holloway B. and Robert Deitz, 2005, The Benefits Of Sales Force Automation: An Empirical Examination Of SFA Usage On Relationship Quality and Performance, Proceeding of The National Conference In Sales Management, pp Sianipar dan Pinontoan, 2003, Surety Bonds Sebagai Alternatif dari Bank Garansi, Jakarta, CV. Dharmaputra. Swan, John. E and Johannah Jones Nolan, Gaining Customer Trust: A Conceptual Guide For The Salesperson, Journal Personal Selling Sales Manager (November) no.5, pp Wong, Amy and Sohal Amrick, 2002, An Examination Of The Relationship Between Trust, Commitment And Relationship Quality, International Journal Of Retail & Distribution Management, Vol. 20, no. 1, pp P a g e
BAB I PENDAHULUAN. Kemungkinan akan terjadinya suatu kerugian yang biasa disebut juga risiko,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemungkinan akan terjadinya suatu kerugian yang biasa disebut juga risiko, merupakan sesuatu yang lumrah dalam kehidupan kita, karena unsur risiko tidak dapat dipisahkan
Lebih terperinciBAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK
BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK 3.1 Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek Dalam pelaksanaan kerja praktek pada Bank Jabar Banten (PT Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten) cabang utama Bandung, penulis
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinci- 1 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 68/PMK.04/2009 TENTANG
- 1 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 68/PMK.04/2009 TENTANG JENIS DAN BESARAN JAMINAN DALAM RANGKA PEMBAYARAN CUKAI SECARA BERKALA DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN CUKAI MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah suatu usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karenanya, hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh rakyat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. prasarana yang berfungsi mendukung perkembangan berbagai bidang,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah diharapkan dapat menghasilkan sarana maupun prasarana yang berfungsi mendukung perkembangan berbagai bidang, terutama bidang ekonomi, sosial
Lebih terperinciGUBERNUR KEPULAUAN RIAU
GUBERNUR KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAERAH KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN RIAU,
Lebih terperinciPT. JAMKRIDA NTB BERSAING mulai melakukan kegiatan operasional penuh pada tanggal 15 Februari 2013.
PT. JAMKRIDA NTB BERSAING adalah Lembaga Keuangan Non Bank yang bergerak dalam bidang jasa Penjaminan Kredit dan Penjaminan lainnya. PT. JAMKRIDA NTB BERSAING adalah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5896 KEUANGAN OJK. Efek. Perantara. Agen. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 127). PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN TENTANG PEMBENTUKAN PERSEROAN TERBATAS PENJAMINAN KREDIT DAERAH BANTEN
PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2013... TENTANG PEMBENTUKAN PERSEROAN TERBATAS PENJAMINAN KREDIT DAERAH BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa Koperasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepada Pancasila dan Undang Undang Dasar segala bidang tersebut tentu akan membawa banyak perubahan yang sangat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan Pembangunan Nasional Indonesia mempunyai arah dan tujuan yang jelas yaitu mencapai suatu keadaan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur secara
Lebih terperinci-1- PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 2 /BC/2011 TENTANG PENGELOLAAN JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN
-1- PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 2 /BC/2011 TENTANG PENGELOLAAN JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN Menimbang DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan
Lebih terperincicommit to user BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permohonan dalam pengajuan jaminan bagi suatu perusahaan adalah kewajiban yang harus dipenuhi untuk melakukan kegiatan pengolahan produk yang akan diekspor maupun
Lebih terperinci2 meningkatkan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi terutama yang berpihak kepada usaha mikro, kecil, dan menengah; d. bahwa berdasarkan pertimbangan
No.198, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. Kehati-hatian. Perekonomian Nasional. Bank Umum Syariah. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5735). PERATURAN
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5835 EKONOMI. Penjaminan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 9). PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Surety Bond memiliki konsep sebagai penyedia jaminan, merupakan
BAB I PENDAHULUAN Surety Bond memiliki konsep sebagai penyedia jaminan, merupakan alternatif lain dari Bank Garansi. Surety Bond diterbitkan oleh Perusahaan Asuransi ditujukan untuk membantu pengusaha
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Istilah dan pengertian kepabeanan menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun
7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Kepabeanan Istilah dan pengertian kepabeanan menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pada akhir bab ini dari semua penelitian dan pengumpulan data yang
82 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pada akhir bab ini dari semua penelitian dan pengumpulan data yang diperoleh dari karyawan Bank X maka penulis memperoleh kesimpulan bahwa : Bank Garansi adalah
Lebih terperinciBAB 3 PELAKSANAAN KONTRA BANK GARANSI di PT. ASURANSI KREDIT INDONESIA (Persero)
BAB 3 PELAKSANAAN KONTRA BANK GARANSI di PT. ASURANSI KREDIT INDONESIA (Persero) 3.1. Pengertian Bank Garansi Garansi berasal dari bahasa Inggris yaitu Guarantee dan dari bahasa Belanda Garantie yang artinya
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan
Lebih terperinciOOTORITAS JASA KEUANGAN ReREPUBLIK INDONESIA
REPUBLIK INDONESIA OOTORITAS JASA KEUANGAN ReREPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 /POJK.03/2015 TENTANG KETENTUAN KEHATI-HATIAN DALAM RANGKA STIMULUS PEREKONOMIAN NASIONAL
Lebih terperinciPEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan
Lebih terperinciPENOLAKAN PENCAIRAN BANK GARANSI OLEH BANK TERKAIT DENGAN WANPRESTASI PEMILIK PROYEK. Oleh: Ref Fitri YentiZ
PENOLAKAN PENCAIRAN BANK GARANSI OLEH BANK TERKAIT DENGAN WANPRESTASI PEMILIK PROYEK Oleh: Ref Fitri YentiZ 110120130011 Komisi Pembimbing : Dr. Tarsisius Murwadji, S.H.,M.H. Dr. Etty Mulyati, S.H.,M.H.
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar
Lebih terperinci-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2017 PEMBANGUNAN. Konstruksi. Jasa. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciDEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-26/BC/2009 TENTANG
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-26/BC/2009 TENTANG TATA CARA PENUNDAAN PEMBAYARAN CUKAI DIREKTUR JENDERAL BEA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dengan semakin pesatnya perkembangan perekonomian di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan semakin pesatnya perkembangan perekonomian di Indonesia maka itu pembangunan disegala sektor baik di pusat maupun didaerah tentunya mengalami pertumbuhan yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia (SK) No. 23/88/KEP/DIR tanggal 18 Maret 1991 pasal 5 ayat (1) dan (2).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan instrumen Bank Garansi dalam bertransaksi semakin hari semakin banyak digunakan bukan saja dalam bertransaksi secara lokal namun sudah secara internasional.
Lebih terperinciRekening Dana Investasi (RDI)
Rekening Dana Investasi (RDI) A. Latar Belakang Pada awal pelaksanaan Pelita I, kegiatan investasi unit-unit usaha produktif pemerintah semakin meningkat. Ketersediaan dana untuk pembiayaan kegiatan-kegiatan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 124 /PMK.010/2008 TENTANG PENYELENGGARAAN LINI USAHA ASURANSI KREDIT DAN SURETYSHIP
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 124 /PMK.010/2008 TENTANG PENYELENGGARAAN LINI USAHA ASURANSI KREDIT DAN SURETYSHIP Naskah Peraturan ini telah diketik ulang, bila ada keraguan mengenai isinya harap merujuk
Lebih terperinciBERITA ACARA PENGAJUAN KLAIM ASURANSI DAN BENTUK JAMINAN
BERITA ACARA PENGAJUAN KLAIM ASURANSI DAN BENTUK JAMINAN No: Pada hari ini, Jumat tanggal Delapan Belas bulan April tahun Dua ribu delapan yang bertandatangan dibawah ini Pemerintah Kota Surabaya, Asosiasi
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.9, 2016 EKONOMI. Penjaminan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5835) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG
Lebih terperinciDAFTAR PERTANYAAN. 1. Bagaimana pengertian Bank Garansi di PT. Bank Negara Indonesia
DAFTAR PERTANYAAN 1. Bagaimana pengertian Bank Garansi di PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Kabanjahe)? Garansi Bank adalah graransi yang diberikan kepada pihak ketiga (beneficiary) untuk
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 2 /POJK.05/ TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA PENJAMIN
PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 2 /POJK.05/2017016 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA PENJAMIN I. UMUM Pada tanggal 19 Januari 2016, telah diundangkan Undang- Undang Nomor 1 Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur. Konsep pembangunan Indonesia dalam Trilogi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia saat ini sedang giatnya membangun yang ditujukan untuk dapat meninggkatkan kesejahteraan dan taraf hidup rakyat demi terciptanya masyarakat
Lebih terperinciRANGKUMAN TUGAS AKHIR
1 PELAKSANAAN PEMBERIAN BANK GARANSI DI BANK X KCU TANJUNG PERAK SURABAYA RANGKUMAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Penyelesaian Program Pendidikan Diploma III Jurusan Manajemen Program
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERSEROAN TERBATAS PENJAMINAN KREDIT DAERAH KALIMANTAN BARAT
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERSEROAN TERBATAS PENJAMINAN KREDIT DAERAH KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN BARAT,
Lebih terperinciDEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-27/BC/2009 TENTANG
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-27/BC/2009 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PEMBAYARAN SECARA BERKALA Menimbang DIREKTUR
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN. Kebijakan Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 1 Kebijakan Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah Rp LATAR BELAKANG PINJAMAN DAERAH Kebutuhan pendanaan infrastruktur sangat
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. tahun 1994 didirikanlah sebuah usaha dengan nama PT SUPRAJAYA 2001
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Perusahaan Perusahaan ini dirintis oleh suami istri Ngadiman di Jakarta. Maka tahun 1994 didirikanlah sebuah usaha dengan nama PT
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini adalah adanya sertifikasi keagenan. Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wacana yang mengemuka di kalangan pelaku industri asuransi kerugian saat ini adalah adanya sertifikasi keagenan. Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) sebagai
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Dalam perjanjian asuransi Surety Bond khususnya di dalam formulir
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Dalam perjanjian asuransi Surety Bond khususnya di dalam formulir Jaminan Pelaksanaan Surety Bond ( Performance Bond ) memuat klausula mengenai ganti kerugian antara pihak
Lebih terperinciKeputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas
Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas No. : 459 / KMK. 03/1999 No. : KEP 264/KET/09/1999 Tentang Perubahan Atas Surat Keputusan Bersama
Lebih terperinciMENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 422/KMK.06/2003 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KEUANGAN OJK. Bank. Modal. Jaringan Kantor. Kegiatan Usaha. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 18) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA
Lebih terperinciRINGKASAN ILUSTRASI ANDA (Pertanggungan Dasar dan Pertanggungan Tambahan)
Ilustrasi ini disiapkan khusus untuk: Nama Tertanggung: ISNAL FARDI Jenis Kelamin: Laki-laki Tanggal Lahir: - Usia: 35 Status Merokok: Bukan Perokok RINGKASAN ILUSTRASI ANDA (Pertanggungan Dasar dan Pertanggungan
Lebih terperinciKlikACC P2P Lending Solusi Pembiayaan untuk UMKM
KlikACC P2P Lending Solusi Pembiayaan untuk UMKM Agenda Peluang Pasar UMKM saat ini Filosofi KlikACC Siapa KlikACC? Cara Kerja P2P KlikACC Kunci Sukses Langkah Berikutnya Pasar Pembiayaan UMKM: Sela antara
Lebih terperinciTata Kerja Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan; 7. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 259/KMK.017/1993 tanggal 27 Pebruari 1993
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 346 /KMK.017/2000 TENTANG PENGELOLAAN REKENING DANA INVESTASI MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan penerapan sistem pencatatan
Lebih terperinci2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentan
No.197, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. Kehati-hatian. Perekonomian Nasional. Bank Umum. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5734). PERATURAN OTORITAS
Lebih terperinci-2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA PENJAMIN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Perat
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.7, 2017 KEUANGAN OJK. Lembaga Penjamin. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6014) PERATURAN OTORITAS JASA
Lebih terperinciJasa perbankan untuk menjamin terlaksananya transaksi yang terjadi antara pihak luar bank dari kemungkinan risiko yang timbul dikemudian hari semakin
TUJUAN PENGAJARAN: Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu untuk: 1. Menjelaskan tentang bank 2. Mengidentifikasi jenis bank 3. Menjelaskan perlakuan akuntansi bank www.pu.go.id 153 Jasa perbankan
Lebih terperinciEKSISTENSI SURETY BOND DALAM LEMBAGA JAMINAN ASURANSI DI INDONESIA
EKSISTENSI SURETY BOND DALAM LEMBAGA JAMINAN ASURANSI DI INDONESIA Beni Surya Mahasiswa S2 Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Email: Beni_3an@yahoo.com Abstract Indonesia,
Lebih terperinciS U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA
No. 6/43/DPNP Jakarta, 7 Oktober 2004 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Kerjasama Pemasaran dengan Perusahaan Asuransi
Lebih terperinciF A Q OBLIGASI NEGARA RITEL SERI ORI-012
F A Q OBLIGASI NEGARA RITEL SERI ORI-012 1. Apakah yang dimaksud dengan Surat Utang Negara? Yaitu surat berharga yang berupa surat pengakuan hutang dari pemerintah dalam mata uang Rupiah maupun Valuta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang baik diantaranya iklim usaha yang kondusif, situasi ekonomi nasional yang stabil
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini suatu pertumbuhan dalam dunia usaha membutuhkan beberapa syarat yang baik diantaranya iklim usaha yang kondusif, situasi ekonomi nasional yang stabil dan
Lebih terperinci2 Keseluruhan kondisi tersebut menyebabkan meningkatnya risiko penurunan capacity to repay (default) dari ULN Korporasi Nonbank. Selain itu, sebagian
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERBANKAN. BI. Prinsip. Kehati-Hatian. Utang Luar Negeri. Korporasi. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 394) PENJELASAN ATAS PERATURAN
Lebih terperinciRINGKASAN ILUSTRASI ANDA (Pertanggungan Dasar dan Pertanggungan Tambahan)
Ilustrasi ini disiapkan khusus untuk: Nama Tertanggung: LILI Jenis Kelamin: Laki-laki Tanggal Lahir: 10/05/1975 Usia: 38 Status Merokok: Bukan Perokok RINGKASAN ILUSTRASI ANDA (Pertanggungan Dasar dan
Lebih terperinciFAQ. bahasa indonesia
FAQ bahasa indonesia Q: Apa itu PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) A: PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero), atau PT PII, adalah Badan Usaha Milik Negara yang dibentuk dan berada
Lebih terperinci2 Bank dan pertumbuhan ekonomi, kebijakan dimaksud perlu disesuaikan kembali. Kebijakan countercyclical ini difokuskan untuk mendorong pertumbuhan Pem
No.5735 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEUANGAN. OJK. Kehati-hatian. Perekonomian Nasional. Bank Umum Syariah. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 198). PENJELASAN ATAS PERATURAN
Lebih terperinciNo. 15/6/DPNP Jakarta, 8 Maret 2013 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA
No. 15/6/DPNP Jakarta, 8 Maret 2013 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Kegiatan Usaha Bank Umum Berdasarkan Modal Inti Sehubungan
Lebih terperinci2017, No Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1995 tent
No.570, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Keberatan di Bidang Kepabeanan dan Cukai. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51/PMK.04/2017 TENTANG KEBERATAN DI BIDANG
Lebih terperinciDAFTAR REFERENSI. Budiono, Herlien. Kumpulan Tulisan Hukum Perdata Di Bidang Kenotariatan. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2001.
DAFTAR REFERENSI I. Buku Budiono, Herlien. Kumpulan Tulisan Hukum Perdata Di Bidang Kenotariatan. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2001. Djojosoedarso, Soeisno. Prinsip-Prinsip Manajemen Resiko Dan Asuransi.
Lebih terperinciMENTERI KEUANGAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 461/KMK.05/1997 TENTANG
MENTERI KEUANGAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 461/KMK05/1997 TENTANG PENGGUNAAN CUSTOMS BOND SEBAGAI JAMINAN PEMBAYARAN PUNGUTAN BEA MASUK, CUKAI, DENDA ADMINISTRASI, DAN PAJAK
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 426 /KMK.06/2003
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 426 /KMK.06/2003 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI Keputusan ini telah diketik ulang, bila ada keraguan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Bisnis alat berat / alat konstruksi semakin bergairah seiring dengan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bisnis alat berat / alat konstruksi semakin bergairah seiring dengan semakin surutnya dampak krisis ekonomi moneter. Dalam tiga tahun terakhir, lahan usaha alat-alat
Lebih terperinciBAB III BERBAGAI KEBIJAKAN UMKM
BAB III BERBAGAI KEBIJAKAN UMKM Usaha Kecil dan Mikro (UKM) merupakan sektor yang penting dan besar kontribusinya dalam mewujudkan sasaran-sasaran pembangunan ekonomi nasional, seperti pertumbuhan ekonomi,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar
Lebih terperinciBAB III PEMBAHASAN. 3.1 Tinjauan Teori atas Penyelesaian BM & PDRI pada Pekerjaan Subkontrak dari Kawasan Berikat ke TLDDP pada KPPBC TMC Kudus.
BAB III PEMBAHASAN 3.1 Tinjauan Teori atas Penyelesaian BM & PDRI pada Pekerjaan Subkontrak dari Kawasan Berikat ke TLDDP pada KPPBC TMC Kudus. 3.1.1 Pengertian Kepabeanan Menurut UU No.17 Tahun 2006 Pasal
Lebih terperinciRINGKASAN ILUSTRASI ANDA (Pertanggungan Dasar, Pertanggungan Tambahan dan Alokasi Investasi)
Ilustrasi ini disiapkan khusus untuk: Nama Tertanggung: DEDY Jenis Kelamin: Laki-laki Tanggal Lahir: - Usia: 35 Status Merokok: Tidak Merokok RINGKASAN ILUSTRASI ANDA (Pertanggungan Dasar, Pertanggungan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.746, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Hibah. Millenium Challenge Corporation. Pengelolaan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 124/PMK.05/2012 TENTANG MEKANISME
Lebih terperinciPERAN BUMN DALAM PENGEMBANGAN UMKM DI INDONESIA MELALUI ASURANSI DAN PENJAMINAN KREDIT
PERAN BUMN DALAM PENGEMBANGAN UMKM DI INDONESIA MELALUI ASURANSI DAN PENJAMINAN KREDIT Biro Riset LM FEUI Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan segmen terbesar pelaku ekonomi nasional. Menurut
Lebih terperinciXXI. Resume Investasi Obligasi Ritel Indonesia Seri 10danSimulasi Perhitungan ORI 10. PPA Univ. Trisakti
PPA Univ. Trisakti XXI Resume Investasi Obligasi Ritel Indonesia Seri 10danSimulasi Perhitungan ORI 10 Tugas Mata Kuliah : Manajemen Keuangan dan Pasar Modal Dosen Pengajar : Ibu Susi Muchtar Mahasiswa
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAERAH KALIMANTAN SELATAN
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAERAH KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tenggara atau yang lebih dikenal dengan sebutan MEA (MasyarakatE konomi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tahun 2016 adalah tahun dimana kebijakan Pasar bebas Asia Tenggara atau yang lebih dikenal dengan sebutan MEA (MasyarakatE konomi ASEAN) sudah mulai diberlakukan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2011 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAERAH JAWA BARAT
FINAL DRAFT 15092011 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2011 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAERAH JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang
Lebih terperinciStrategi Pemberdayaan Lembaga Keuangan Rakyat BPR
Strategi Pemberdayaan Lembaga Keuangan Rakyat BPR Oleh : Marsuki Disampaikan dalam Seminar Serial Kelompok TEMPO Media dan Bank Danamon dengan Tema : Peran Pemberdayaan dalam Pengembangan Ekonomi Daerah.
Lebih terperinciPenyelesaian Klaim Dalam Perjanjian Construction Contract Bond Oleh PT. Asuransi JasaRaharja Putera Cabang Pekanbaru
1 Penyelesaian Klaim Dalam Perjanjian Construction Contract Bond Oleh PT. Asuransi JasaRaharja Putera Cabang Pekanbaru Deby Muliati Rezeki Maryati Bachtiar Ulfia Hasanah Abstract The realization of a development
Lebih terperinci2 Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4957); 4. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 ten
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1054. 2015 KEMENKEU. Lembaga Ekspor Indonesia. Penungasan Khusus. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 134 /PMK. 08/2015 TENTANG PENUGASAN KHUSUS KEPADA
Lebih terperinciIrfan Ahmadi : Tinjauan hukum terhadap fungsi Bank Garansi sebagai jaminan pelaksana tender, 2007 USU Repository 2008
ABSTRAKSI Untuk menentukan berhasil atau tidaknya suatu pembangunan proyek bergantung kepada adanya Bank Garansi. Bank garansi merupakan unsur yang penting dalam menjamin keberhasilan pembangunan proyek,
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA Nomor : 14/Per/M.KUKM/VII/2006 TENTANG
nis 2006 11-08-2006 1.2005Draft tanggal, 28 Juli 2006 PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA Nomor : 14/Per/M.KUKM/VII/2006 TENTANG PETUNJUK TEKNIS DANA PENJAMINAN
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.51, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SUMBER DAYA ALAM. Perkebunan. Kelapa Sawit. Dana. Penghimpunan. Penggunaan.Perubahan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN
Lebih terperinciRonny Kusnandar ISSN Nomor
TINJAUAN HUKUM TERHADAP PEMBERIAN KREDIT OLEH BANK PERKREDITAN RAKYAT ( BPR) BERKAITAN DENGAN JAMINAN Oleh: Ronny Kusnandar, SH, SpN Dosen tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Kredit merupakan salah satu program
Lebih terperinciPERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciOTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
ITAS JASA K OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN INDONESIA SA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 11/POJK.03/2015 TENTANG KETENTUAN KEHATI-HATIAN DALAM RANGKA STIMULUS PEREKONOMIAN NASIONAL
Lebih terperinciINDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER
PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah
Lebih terperinciSYARAT DAN KETENTUAN DANA BANTUAN SAHABAT
SYARAT DAN KETENTUAN DANA BANTUAN SAHABAT Syarat dan Ketentuan Dana Bantuan Sahabat ini berlaku bagi Nasabah Dana Bantuan Sahabat yang sebelumnya adalah Nasabah aktif ANZ Personal Loan pada saat produk
Lebih terperinciPasar Modal SMAK BPK Penabur, Cirebon 30 April 2015
Pasar Modal SMAK BPK Penabur, Cirebon 30 April 2015 Pasar Modal Pasar Modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain dan sebagai sarana bagi kegiatan berinvestasi. 2 Fungsi Pasar
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI. TINJAUAN YURIDIS SURETY BOND PADA PT. ASKRINDO (Studi Kasus pada Pengadaan Barang/Jasa di Pemerintah Kota Surakarta) SKRIPSI
NASKAH PUBLIKASI TINJAUAN YURIDIS SURETY BOND PADA PT. ASKRINDO (Studi Kasus pada Pengadaan Barang/Jasa di Pemerintah Kota Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-syarat
Lebih terperinciNo. 11/ 35 /DPNP Jakarta, 31 Desember Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA
No. 11/ 35 /DPNP Jakarta, 31 Desember 2009 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Pelaporan Produk atau Aktivitas Baru Sehubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. produk dan ragam yang dihasilkan dan yang menjadi sasaran dari produk-produk
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dan industri dapat dilihat tolak ukur keberhasilannya dari beberapa faktor, antara lain ditandai dengan banyaknya produk dan ragam yang dihasilkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengingat gerak laju dan pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu aspek penting dan vital untuk mempercepat proses pembangunan nasional. Infrastruktur juga memegang peranan penting sebagai
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2011 TENTANG PEMBIAYAAN PROYEK MELALUI PENERBITAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2011 TENTANG PEMBIAYAAN PROYEK MELALUI PENERBITAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kesimpulan dan saran berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bagian akhir dari laporan penelitian ini, akan disampaikan beberapa kesimpulan dan saran berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan. 5.1 Kesimpulan Kesimpulan
Lebih terperinci- 2 - PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Pasal 2. Cukup jelas. Pasal 3. Cukup jelas.
PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 67 /POJK.05/2016 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAN REASURANSI, DAN PERUSAHAAN REASURANSI
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 228/PMK.04/2014 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 228/PMK.04/2014 TENTANG IMPOR SEMENTARA DENGAN MENGGUNAKAN CARNET ATAU EKSPOR YANG DIMAKSUDKAN UNTUK DIIMPOR
Lebih terperinci