BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Cayratia trifolia L. ditunjukkan pada gambar 2.1.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Cayratia trifolia L. ditunjukkan pada gambar 2.1."

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Galing-galing (Cayratia trifolia L) Tanaman Cayratia trifolia L. ditunjukkan pada gambar 2.1. Gambar 2.1 Tanaman Galing-galing (Cayratia trifolia L) Klasifikasi Tanaman Galing-galing (Cayratia trifolia L). (Kumar, dkk., 2011) Kingdom Divisio Sub Divisio Kelas Ordo Suku Marga : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledoneae : Vitales : Vitaceae : Cayratia Spesies : Cayratia trifolia L. (Kumar, dkk.,2011) 4

2 Kandungan Kimia Tanaman Cayratia trifolia L. telah dilaporkan mengandung metabolit sekunder seperti flavonoid termasuk sianidin, delfinidin, kaempferol, mirisetin dan kuersetin (Grubben, 2004). Menurut Dinesh dkk (2012), daun galing-galing menunjukkan adanya kandungan flavonoid, tanin, steroid. Selain mengandung metabolit sekunder, tanaman galing-galing juga memiliki kandungan metabolit primer seperti karbohidrat (Dinesh, dkk., 2012). Stem, daun dan akar dilaporkan memiliki asam hidrosianat dan delphinidin. Bijinya dan buah-buahan menunjukkan adanya senyawa sianogen. Buah juga mengandung kalsium oksalat yang bertanggung jawab untuk iritasi parah dalam mulut (Grubben, 2004) Deskripsi Galing-galing Tanaman Galing-galing (Cayratia trifolia L) merupakan tanaman yang berasal dari family vitaceae umumnya dikenal sebagai fox grape. Tanaman ini biasanya ditemukan di dataran rendah baik di daerah tropis maupun subtropics di kawasan Asia, India, dan Australia (Purushothama, dkk., 2001). Tanaman Galinggaling merupakan jenis tanaman herba lemah. Tanaman Galing-galing memiliki daun trifoliated dengan panjang 2-3 cm, tangkai daun panjang dan bulat telur sampai lonjong. Bunga-bunga kecil putih kehijauan dan coklat dalam warna (Tutul, 2010). Buah berdaging, ungu gelap atau hitam, hampir bulat dengan diameter sekitar 1 cm (Vardana, 2008) Khasiat Galing-galing

3 6 Seluruh tanaman dapat digunakan sebagai pengobatan dalam tumor, neuralgia, diuretika, dan keputihan (Gupta dan Sharma, 2007). Daun, akar dan biji digunakan sebagai pengobatan bisul (Vardana, 2008). Fermentasi rebusan panas daun dan akar digunakan sebagai pengobatan demam tinggi (Gaur dan Sharma, 2010). Akar digunakan untuk mengurangi kondisi anemia, dan penyakit perut (Khare, 2007). Kegunaan empiris dari daun tanaman galing galing (Cayratia trifolia L) sering digunakan untuk memandikan atau scrubing hewan ternak seperti sapi atau kambing (Evelyn dan Murdiati, 1991). 2.2 Sampo Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sampo adalah sabun cair untuk mencuci rambut dan kulit kepala. Sampo merupakan sediaan kosmetik pembersih kulit kepala dan rambut sehingga kulit kepala dan rambut menjadi bersih, lembut, mudah diatur dan berkilau (Tranggono dan Latifah, 2007). Tujuan penggunaan sampo adalah untuk membersihkan rambut dan kulit kepala dari berbagai macam kotoran baik berupa minyak, debu, sel-sel yang sudah mati dan kutu secara baik dan aman. Menurut Tranggono dan Fatma (2007), ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar suatu sediaan dapat dikatakan sebagai sampo, yaitu: a. Dapat membersihkan dengan baik. b. Dapat memiliki sifat membasahi. c. Dapat memiliki sifat mengemulsi. d. Dapat membentuk busa. e. Dapat menyehatkan dan membersihkan kulit kepala.

4 7 f. Mudah dicuci atau dibilas. g. Dapat membuat rambut lebih mudah disisir dan dipola. h. Dapat membuat rambut lebih cemerlang. i. Tidak mengiritasi mata. j. Tidak toksik. k. Dapat menyebarkan bau harum. l. Bila diperlukan mengandung bahan obat untuk mengatasi penyakit pada rambut dan kulit kepala (medicated shampoo). Hal terpenting yang perlu dijadikan pertimbangan sebelum memformulasikan suatu sediaan sampo adalah menentukan siapa yang akan menggunakan produk sampo tersebut dan tujuan dari penggunaan sediaan sampo tersebut. Pertimbangan ini menjadi penting karena berkaitan dengan dampak negatif yang mungkin dapat ditimbulkan pada penggunaan sediaan sampo yang salah. Penggunaan sampo manusia pada anjing berpotensi dapat menimbulkan efek negatif seperti, kemerahan (erythema), pengelupasan (scaling) dan retak-retak (fisure). Ini disebabkan karena terdapat perbedaan ph yang cukup signifikan antara kulit hewan dan kulit kepala manusia (Tranggono dan Latifah, 2007). Suatu sediaan sampo selain mengandung air dan surfaktan juga mengandung bahan-bahan tambahan lainnya seperti pewarna, pewangi, pelembab dan jika perlu mengandung bahan aktif tertentu yang bertujuan untuk memperbaiki penampilan sediaan sampo dan menyebabkan suatu sediaan sampo memiliki karakteristik yang khas (Tranggono dan Latifah, 2007).

5 8 Menurut Tranggono dan Latifah secara umum bahan-bahan penyusun suatu sediaan sampo adalah: a. Surfaktan Surfaktan merupakan bahan yang harus ada dalam sediaan sampo. Surfaktan adalah bahan yang memungkinkan tercampurnya lemak atau minyak dengan air menjadi suatu campuran yang homogen. Bahan ini berfungsi untuk mengangkat kotoran yang terdapat pada rambut dan kulit kepala. b. Pengental Pengental merupakan bahan pada sampo yang berfungsi untuk mengatur atau mengontrol viskositas sampo yang dibuat. Dengan adanya bahan pengental pada sampo, akan dihasilkan sampo yang memiliki kemampuan tuang yang baik saat dikeluarkan dari wadahnya. c. Pembentuk dan penstabil busa Salah satu daya tarik dari sampo adalah kandungan busanya. Perilaku konsumen menunjukkan bahwa mereka akan merasa puas jika sampo yang digunakan menghasilkan busa yang banyak. Pada formulasi sampo, penambahan bahan pembentuk dan penstabil busa berfungsi untuk membentuk busa yang stabil. d. Pelembab Tujuan pemakaian bahan pelembab adalah untuk melembabkan kulit dan rambut. Selain itu pelembab juga berfungsi untuk mencegah penguapan air

6 9 yang berlebihan pada kulit yang menyebabkan kulit menjadi kering dan retak-retak. e. Pengawet Sampo yang disimpan dalam jangka waktu yang lama, akan mengalami penurunan stabilitas. Salah satu penurunan stabilitas yang dialami sampo biasanya disebabkan karena kontaminan dari mikroorganisme. Penambahan pengawet pada pembuatan sampo tentu berfungsi un tuk menekan pertumbuhan mikroorganisme pada sampo tersebut sehingga stabilitas sediaan sampo dapat dipertahankan. f. Pewangi dan Pewarna Penambahan bahan pewangi atau pewarna pada sampo berfungsi untuk memperbaiki tampilan dan nilai estetika dari sediaan sampo yang dibuat. Bahan pewangi akan menyebabkan rambut dan kulit kepala menjadi harum saat digunakan sedangkan pewarna berfungsi untuk mengetahui homogenitas dan menambah nilai estetika dari sampo yang dibuat Surfaktan Surfaktan adalah zat aktif permukaan yang mempunyai ujung berbeda yaitu hidrofilik dan hidrofobik atau disebut juga dengan molekuk amfifilik atau menyukai air dan minyak (Lachman dkk., 2007). Surfaktan berfungsi untuk mengangkat atau mengikat kotoran dari suatu permukaan dengan cara menurunkan tegangan antar muka sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan. Selain itu surfaktan juga dapat mendispersikan

7 10 serta menstabilkan dua atau lebih cairan yang tidak bercampur satu sama lain. Fungsi surfaktan ini dipengaruhi oleh sifat dari surfaktan serta kondisi dan sifat dari permukaan pada saat digunakan (Showell, 2006). Terdapat empat jenis surfaktan yaitu anionik, kationik, amfoterik dan nonionik. Golongan anionik misalnya natrium lauril sulfat, trietanolamin lauril sulfat dan potassium stearat. Keunggulan jenis surfaktan anionik adalah harganya murah dan memiliki daya bersih yang kuat bahkan dalam air sadah sekalipun. Jenis surfaktan kationik, misalnya dietilaminoetil-oleil amid asetat yang memiliki daya pembasah kuat tetapi daya pembersihnya kurang baik. Jenis surfaktan amfoterik misalnya trietanolamin-lauril-beta-aminopropionat dan natrium-laurilbeta-aminopropionat. Jenis surfaktan ninionik seperti sorbiton monolaurat tidak pernah dipakai secara tunggal dalam sediaan sampo karena hanya mampu menghasilkan sedikit busa dan harganya mahal (Tranggono dan Latifah, 2007). Perlu diperhatikan bahwa pencampuran jenis surfaktan anionik dengan kationik surfaktan tidak dapat dilakukan karena kedua bahan ini bersifat tidak tercampurkan (Permono, 2002). Pertimbangan pemakaian surfaktan pada formulasi sediaan sampo adalah kemampuan dalam mengangkat kotoran dan jumlah busa yang dapat dihasilkan. Selain itu pemakaian surfaktan pada sediaan sampo juga perlu memperhatikan efek penggunaannya terhadap kulit sehingga tidak menimbulkan iritasi (Showell, 2006) Mekanisme Pengikat Kotoran Mekanisme kerja surfaktan untuk mengikat atau mengangkat kotoran dari suatu permukaan melalui beberapa langkah, mula-mula surfaktan bercampur

8 11 dengan kotoran yang ada pada permukaan dengan gerakan yang cepat (10-5 cm 2 /detik) membentuk suatu kumpulan lapisan-lapisan. Gerakan adsorpsi ini dapat diukur dengan dynamic interfacial tensiometry. Selanjutnya surfaktan yang telah teradsorpsi pada lapisan permukaan akan menurunkan energi tegangan antarmuka yang terdapat pada masing-masing permukaan bahan (Showell, 2006). Secara termodinamik, mekanisme pengikat kotoran adalah kerja energi bebas antar muka yaitu dimasukkan ke dalam kompleks surfaktan-kotoran tersebut. Suatu energi bebas antarmuka yang tinggi cenderung untuk mengurangi daerah antarmuka sehingga menyebabkan tetesan-tetesan bentuk bulat yang bergabung membentuk lapisan misel. Misel adalah hasil dari pembuatan struktur sendiri dari bahan-bahan aktif permukaan agar mencapai suatu keadaan energi minimum (Lachman dkk., 2007). Tahap berikutnya akan terbentuk kompleks surfaktan-kotoran, dimana surfaktan mengelilingi tetesan-tetesan dari fase dalam. Pada kondisi ini molekul amfifilik akan mengatur dirinya pada suatu antarmuka air-minyak dalam sebagian besar posisi yang paling disukai secara energetik, yakni membentuk struktur dengan ujung nonpolar dari beberapa molekul yang saling berhubungan satu sama lain (ikatan hidrofobik) dan dengan ujung polar dipaparkan ke air sekitarnya. Kemudian kompleks surfaktan-kotoran akan ditransportasikan keluar dari permukaan. Pada kasus dimana kotoran berupa lapisan berminyak yang memiliki berat jenis yang lebih rendah daripada lapisan air, kotoran akan mengapung dengan sendirinya ke permukaan. Sedangkan jika kotoran bukan berupa lapisan

9 12 berminyak diperlukan energi mekanik untuk mengangkat kotoran ke lapisan permukaan (Showell, 2006) Mekanisme Terbentuknya Busa Menurut Hargreaves (2003) busa adalah dispersi gas dalam air, dimana setiap bagian gas dilapisi oleh air. Mekanisme terbentuknya busa diawali dengan terbentuknya gelembung-gelembung udara akibat adanya energi mekanik didalam sistem, selanjutnya kandungan surfaktan yang telah teradsorpsi pada permukaan cairan akan melapisi gelembung-gelembung udara pada sistem tersebut menyerupai dinding sel yang tipis (lapisan film) akibat telah terjadinya penurunan tegangan permukaan dalam sistem. Adanya kandungan surfaktan yang teradsorpsi pada bagian permukaan mencegah busa menjadi pecah (Joseph, 1997). 2.3 Ekstraksi Ekstraksi merupakan suatu metode penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Depkes RI, 2000). Proses ekstraksi bahan nabati atau bahan obat alami dapat dilakukan berdasarkan teori penyarian. Penyarian merupakan peristiwa perpindahan massa zat aktif yang semula berada di dalam sel, ditarik oleh cairan penyari sehingga terjadi larutan aktif dalam cairan penyari tersebut (Depkes RI, 1986). Pemilihan metode ekstraksi yang tepat tergantung pada tekstur dan

10 13 kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi dan jenis senyawa yang akan diisolasi (Depkes RI, 1986). Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Maserasi bertujuan untuk menarik zat-zat berkhasiat yang tahan pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan. Secara teknologi meserasi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan (Depkes RI, 2000). 2.4 Metode Pengujian Sediaan Sampo Veteriner Pengujian Daya Bersih Pengujian daya bersih dilakukan dengan menggunakan sampel rambut yang telah ditambahkan kotoran berupa sebum buatan (10%) yang terdiri dari asam oleat, parafin cair, minyak kelapa olive oil dan asam stearat yang dilarutkan dengan N-heksana. Sebum adalah sejenis lemak yang membuat kulit menjadi lentur. Kemudian sampel rambut yang telah mengandung sebum dicuci dengan sampo kemudian dibilas. Selanjutnya dilakukan proses penimbangan jumlah kotoran yang tercucikan dan dihitung persentase jumlah kotoran yang tercucikan, dengan menggunakan persamaan dibawah ini (Aghel, dkk., 2007). Deterjen yang baik memiliki kemampuan membersihkan mendekati 100%. Persentase daya bersih dapat dihitung dengan persamaan 2.2 DP= (1- T/C) x 100%.(Persamaan 2.2) Keterangan:

11 14 DP :Detergency power (daya bersih) T : Berat sebum sampel setelah pencucian C : Berat sebum sampel awal Pengujian Ketinggian Busa Pengecekan busa dilakukan dengan mengambil sediaan deterjen dalam volume tertentu yang dimasukkan ke dalam wadah bening, kemudian ditambahkan air dengan volume tertentu. Aduk kemudian ukur tinggi busa yang dihasilkan. Proses pengadukan dilakukan dengan menggunakan pengaduk mekanik untuk memperoleh kecepatan pengadukan yang seragam (Klein, 2004) Pengujian Stabilitas Busa Untuk mengevaluasi stabilitas busa dilakukan dengan mengambil sediaan deterjen dalam volume tertentu yang dimasukkan ke dalam wadah bening kemudian ditambahkan air sampai 100 ml. Lakukan proses pengadukan dengan pengaduk mekanik untuk memperoleh kecepatan pengadukan yang seragam. Ketinggian busa diukur setelah 1 menit, kemudian ketinggian busa diukur kembali setelah 5 menit (Redmon, 2001). Sediaan deterjen dikatakan memiliki busa yang stabil jika ketinggian busa pada menit pertama (H ) sama dengan ketinggian busa setelah menit kelima (H') atau memiliki persentase stabilitas busa sebesar 100% setelah didiamkan selama lima menit (Klein, 2004). Stabilitas busa = H/H o x 100% (Persamaan 2.3) Keterangan:

12 15 H : Tinggi busa setelah 5 menit H o : Tinggi busa setelah 1 menit Uji Viskositas Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir, makin tinggi viskositas maka semakin besar tahanannya (Martin dkk., 1993). Dalam penelitian dan teknologi farmasetik, pengukuran viskositas digunakan untuk mengkarakterisasi kemudahan penuangan dari botol, pemeliharaan bentuk sesudah pengeluaran, penggosokkan bentuk produk di atas atau kedalam kulit dan penyimpanan kedalam alat pengisian (Lachman, dkk., 1989). Viskometer Brookfield DV-E merupakan viskometer yang dapat digunakan untuk mengukur viskositas bahan non-newton karena memiliki kontrol shearing stress yang bervariasi (Lachman, dkk., 1989). Prinsip kerja alat ini adalah pengukuran viskositas dengan melakukan kontrol terhadap shearing stress dengan menggunakan variasi kecepatan pengadukan. Waktu yang dibutuhkan rotor untuk berputar 100 kali dicatat oleh operator. Alat ini tidak boleh digunakan untuk sistem yang mempunyai viskositas di bawah 20 cps (Martin, dkk., 1993) Uji Persen Padatan Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui persentase partikel yang terdapat di dalam sediaan sampo. Hal ini sekaligus sebagai standar evaluasi dari kemudahan suatu sediaan sampo untuk dibilas, karena semakin tinggi persentase padatan yang terdapat dalam suatu produk sampo maka sediaan tersebut akan semakin sulit untuk dibilas. Metode pengujian yang digunakan adalah dengan dengan metode penguapan, yaitu dengan menimbang sejumlah sediaan sampo kemudian sediaan

13 16 sampo diuapkan hingga tersisa bagian padatan. Partikel padatan yang tersisa kemudian dihitung. Standar persentase partikel padatan yang diperbolehkan adalah kurang dari 30% (Redmon, 2001). Persen padatan dapat dihitung dengan persamaan 2.4 % Padatan = berat sampo setelah diuapkan (gram) berat sampo awal (gram) x 100%.... (Persamaan 2.4) Uji ph ph adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. ph sediaan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam permeabilitas kulit dan penetrasi obat melewati kulit. Semakin jauh beda ph antara sediaan dengan ph fisiologi kulit baik jauh lebih tinggi atau jauh lebih rendah, maka akan semakin besar resiko reaksi negatif yang ditimbulkan. Hal ini menyebabkan kulit menjadi diperlunak dan daya penetrasi suatu senyawa akan dipermudah. Pengujian ph dilakukan dengan menggunakan ph meter. Dengan menggunakan ph meter, maka perubahan ph sediaan perselang waktu tertentu dapat ditentukan (Tranggono dan Fatma, 2007). ph yang diinginkan berada pada rentang antara 7,37 sampai 8,07 (Young et all., 2002) Uji Iritasi Dalam mengevaluasi iritasi kulit, uji dengan punggung kelinci (uji Draize), uji dengan babi dan uji pada tikus telah digunakan sebagai model hewan. Pengujian iritasi dengan punggung kulit kelinci lebih sering digunakan. Pengujian dilakukan pada kulit punggung enam kelinci albino. Setengah gram atau 0,5 ml zat uji ditempatkan pada sebuah perban yang tidak reaktif kemudian ditutup

14 17 hingga 24 jam. Setelah 24 jam, perban dibuka dan area uji dibersihkan dengan air untuk menghilangkan sisa bahan uji. Pada waktu 24 dan 72 jam setelah pemberian sediaan, kedua area uji diperiksa, dan diukur iritasi yang ditimbulkan dengan menggunakan skala meter dan diamati perubahannya sebagai reaksi kulit terhadap zat uji dan dinilai dengan cara memberi skor 0 sampai 4 tergantung tingkat keparahan reaksi kulit yang dilihat (Draize, 1959). Tabel 2.1 Skor Derajat Iritasi pada Eritema REAKSI KULIT SKOR Tanpa eritema 0 Sangat sedikit eritema (hampir tidak terlihat) 1 Eritema jelas terlihat (Diameter 25,1-30 mm) 2 Eritema sedang (Diameter 30,1-35 mm) 3 Eritema berat (gelap merah dengan membentuk eskar, Diameter > 35 mm) 4 Tabel 2.2 Skor Derajat Iritasi pada Edema REAKSI KULIT SKOR Tanpa edema 0 Sangat sedikit edema (hampir tidak terlihat) 1 Edema jelas terlihat (ketebalan < 1 mm) 2 Edema sedang (tepi naik ± 1 mm) 3 Edema berat (tepi naik lebih dari 1 mm dan meluas keluar daerah pejanan) 4 (Atif et al, 2013; Sukandar 2013) 2.5 Eksipien Dalam Formula Sampo

15 Deltametrin Deltametrin berupa serbuk berwarna putih, dengan tekstur padat seperti kristal. Senyawa ini memiliki berat jenis 1,5 g/cm 3 dan titik leleh C. Bahan ini memiliki koefisien partisi log P (oktanol/air) 4,6 (Mofat, dkk., 2005). Bahan yang memiliki nama lain decametrin ini, sangat mudah larut dalam kerosen, isoalkana dan isopropanol, mudah larut dalam etanol, larut dalam xylem, agak sukar larut dalam metilen klorida, sukar larut dalam toluene, aseton, benzene, dimetil sulfoksida, sikloheksan dan dioksan, praktis tidak larut dalam air (Moffat, dkk., 2005). Deltametrin merupakan insektisida yang termasuk dalam kelompok pestisida pyrethroids. Senyawa ini direkomendasikan untuk mengendalikan insektisida. Menurut Siswandono dan Bambang (2002), senyawa ini bersifat selektif karena ada perbedaan kandungan mielin dalam serat saraf vertebrata dan antropoda. Pada serat saraf vertebrata kandungan mielin jauh lebih banyak dibanding antropoda sehingga deltemetrin yang memiliki kelarutan dalam lemak tinggi akan tertahan dalam mielin dan mencegah interaksinya dengan serat saraf. Pada antropoda, kandungan mielin dalam serat saraf sangat rendah, sehingga deltemetrin akan langsung berinteraksi dengan serat saraf, terjadi pemblokan dan menyebabkan paralisis serangga. Berdasarkan penelitian penggunaan deltemetrin 6% efektif untuk mengatasi infeksi kutu anjing (Sudira, 2009). Deltemetrin dipasaran tersedia dalam beberapa merk dagang, salah satunya adalah Butox berupa sediaan cair. Formulasi sediaan sampo harus mempertimbangkan karakteristik fisika dan kimia dari deltametrin.

16 19 Pertimbangan formulasi sediaan sampo juga harus mempertimbangkan aroma deltametrin yang apek sehingga memberikan aroma yang kurang menyenangkan saat digunakan Natrium Lauril Sulfat Natrium Lauril Sulfat merupakan golongan surfaktan anionik yaitu surfaktan yang mengandung muatan ion negatif. Jenis surfaktan ini merupakan surfaktan yang paling banyak dipakai dalam industri (Permono, 2002). Pemanfaatan natrium lauril sulfat dalam formulasi sediaan farmasi sudah sangat luas digunakan pada sediaan nonparenteral dan preparat kosmetik (Behn, 2005). Natrium Lauril Sulfat memiliki efek toksisitas sedangn berupa efek akut seperti iritasi kulit, iritasi mata, iritasi membrane mukosa, dan iritasi pada lambung jika tidak sengaja tertelan. Hal ini berkaitan dengan kemampuan dari kebanyakan surfaktan untuk dapat merusak membrane mukosa (Behn, 2005). Natrium lauril sulfat memiliki berat jenis 1,07 g/ml, ph 7,0-9,5, dengan nilai HLB 40 dan titik leleh berkisar antara o C. Tabel 2.3 Pemakaian Natrium Lauril Sulfat pada Formulasi Farmasi (Behn, 2005). Pemakaian Konsentrasi (%) Anionik emulsifier, emulgator dengan basis fatty alcohols 0,5-2,5 Surfaktan pada sampo yang mengandung obat 10 Bahan pembersih kulit pada sediaan topical 1 Solubilizer in concentrations great than critical micella >0,025

17 20 concentration Tablet lubrikan 1-2 Wetting agen Gom Xanthan Gom xanthan merupakan serbuk berwarna putih kecoklatan dan berbau khas. Bahan ini memiliki berat jenis 0,65-0,85g/cm 3 dan titik leleh 270 C. Bahan ini stabil pada rentang ph 3 sampai 12. Gom xanthan praktis tidak larut dalam etanol dan eter tetapi larut dalam air hangat dan dingin. Sebagai bahan pengental, gom xanthan dipakai dalam konsentrasi 1% (Singh, 2005). Gom xanthan termasuk salah satu tipe serat terlarut (soluble fiber) sehingga mempunyai sifat dapat membentuk gel jika bercampur dengan cairan (Lachke, 2004). Gom xanthan merupakan senyawa anionik. Bahan ini inkompatibel dengan senyawa kationik surfaktan dan polimers. Selain itu, senyawa ini juga inkompatibel dengan bahan pengoksidasi, seperti tablet salut film, CMC Na, Aluminium Hidroksida gel, dan zat aktif lainnya seperti amitriptilin, tamoksifien dan verapamil Aloe phytelene colorless EG-543 Aloe phytelene colorless EG-543 berupa cairan tidak berwarna dengan bau khas lidah buaya. Bahan ini memiliki berat jenis 1,049g/cm 3. Bahan ini larut dalam air dan dalam alkohol. Lidah buaya telah digunakan secara luas bidang

18 21 kosmetik. Bahan ini dapat memberikan efek melembabkan dan mengembalikan kealamian kulit (Padmadisastra, 2003). Kandungan air yang cukup besar dan polisakarida dalam lidah buaya sangat baik digunakan untuk pelembab kulit. Konsentrasi lidah buaya cair yang digunakan pada sediaan sampo sebagai bahan pelembab adalah dengan konsentrasi 5-20% (Moroni, 1982) Gliseril Monostearat Gliseril monostearat adalah senyawa golongan ester dengan rantai asam lemah yang panjang. Gliseril monostearat memiliki rumus kimia C 21 H 4 2O 4. Nilai HLB gliseril monostearat adalah 3,8 dengan titik leleh sebesar 55 C-60 C, berat jenis 0,15 g/cm 3 dan titik nyala pada kisaran suhu 240 C. Gliseril monostearat larut dalam etanol panas, eter, kloroform, aseton panas dan minyak mineral. Praktis tidak larut dalam air, tapi dapat tercampur dalam air jika ke dalam campuran ditambahkan sabun atau surfaktan. (Taylor, 2005). Gliseril monostearat berfungsi sebagai pelembut dengan konsentrasi 1-5%; agen pengemulsi, pelarut, stabiliser, dan bahan pembasah. Gliseril monostearat tidak tercampurkan dengan senyawa asam. Hal ini karena jika gliseril monostearat disimpan pada suhu hangat, akan terjadi peningkatan nilai asam sehingga perlu ditambahkan antioksidan seperti butyl hidroksitoluen dan propol gallat. Gliseril monostearat harus disimpan pada wadah yang tertutup rapat, terlindung dari cahaya, pada tempat yang sejuk dan kering (Taylor, 2005) Lexgard P

19 22 Komposisi Lexgard P terdiri dari 5-bromo-5-nitro-1,3-dioxan dan 1,2- propilen glikol. Bahan ini berupa cairan jernih tidak berwarna dengan berat jenis1,080-1,090 g/cm 3. Pemakaian Lexgard P sebagai pengawet telah digunakan secara luas dalam bidang kosmetik yang menggunakan surfaktan, seperti dalam sediaan sampo dan sabun cair. Penggunaan sebagai pengawet adalah dengan konsentrasi 0,2%. a. Propilen Glikol Propilen glikol berupa cairan kental tidak berwarna dan tidak berbau. Senyawa ini memiliki berat jenis 1,038g/cm 3 dan titik didih 188 C. Propilen glikol dapat tercampur dengan aseton, kloroform, etanol (95%), gliserin dan air, larut dalam eter serta tidak tercampurkan minyak mineral. Penggunaan bahan ini sebagai pengawet dalam sediaan farmasi adalah sebesar 15-30%. Propilen glikol tidak tercampurkan dengan kalium permangat. Propilen glikol bersifat higroskopis sehingga harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat serta hindari kontak dengan sinar matahari langsung (Owen dan Weller, 2005). b. 5-bromo-5-nitro-1,3-dioxan (Bronidox) Bronidox memiliki rumus kimia C 4 H 6 BrNO 4 yang merupakan serbuk kristal putih yang tidak larut dalam air dengan titik leleh 60 C dan ph 6-7. Bahan ini umum digunakan dengan konsentrasi 0,1% sebagai pengawet. Bronidox memiliki kemampuan untuk menghambat aktivitas enzim sehingga menghambat pertumbuhan mikroba (Ghannoum, dkk., 2007).

20 Alfa Tokoferol Alfa tokoferol asam suksinat berupa serbuk berwarna putih. Senyawa ini memiliki rumus kimia C 29 H 50 O 2 dengan berat molekul 430,72, titik didih 235 C dan berat jenis 0,947-0,951 g/cm3. Dalam teknologi sediaan farmasi alfa tokoferol berfungsi sebagai antioksidan dalam konsentrasi 0,001-0,05% (Owen, 2005). Senyawa ini praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut pada aseton, etanol, eter dan vegetable oils. Alfa tokoferol teroksidasi secara lambat oleh oksigen di udara dan teroksidasi secara cepat oleh besi dan perak. Bentuk ester lebih stabil terhadap oksidasi tetapi memiliki efek antioksidan yang lebih rendah. Alfa tokoferol harus disimpan pada wadah yang tertutup rapat, terlindung dari cahaya, pada tempat yang sejuk dan kering (Owen, 2005) Kalium Klorida (KCl) Kalium klorida berupa serbuk kristal berwarna putih, bentuk memanjang, prisma atau kubus, tidak berbau, larutan bereaksi netral terhadap kertas lakmus. Senyawa ini mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air panas dan tidak larut dalam etanol (Depkes RI, 1995). Senyawa ini memiliki berat jenis 1,99 g/cm 3 dan titik leleh 790 C. Dalam teknologi sediaan farmasi KCl berfungsi sebagai stabiliser dan agen pembentuk gel (Owen, 2005) Pearl Concentrate Bahan ini berupa cairan berwarna putih yang berkilau. Penambahan bahan ini dalam sediaan sampo berfungsi untuk memperbaiki penampilan sediaan sampo dan menyebabkan suatu sediaan sampo memiliki penampilan fisik yang menarik.

21 24 Dalam sediaan sampo penambahan pearl concentrate dalam konsentrasi 1-10% (Boyyxen, 2001). 2.6 Analisis Data Salah satu metode yang digunakan untuk melakukan analisis data adalah Analysis of Variance (ANOVA). Varians diartikan sebagai derajat dimana 2 atau lebih hal berbeda dibandingkan. ANOVA digunakan untuk menguji hipotesis bahwa rata-rata antara 2 atau lebih grup apakah sama dengan membandingkan varians pada tingkat kepercayaan tertentu. Asumsinya adalah bahwa sampel memiliki distribusi normal dan memiliki varians yang sama. Hipotesis awal (H 0 ) dari ANOVA adalah dengan menganggap bahwa rata-rata grup adalah sama (faktor tidak signifikan) dan hipotesa alternatif (H 1 ) menganggap bahwa rata-rata grup tidak sama (faktor signifikan) (Santoso, 2010). ANOVA one-way menjelaskan analisis varians yang timbul pada faktor tunggal. ANOVA one-way digunakan ketika data dibagi dalam kelompok berdasarkan 1 jenis faktor untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan antar grup dan jika ada, maka dilanjutkan dengan uji Least Significant Difference (LSD) untuk memperjelas perbedaan pada masing-masing grup (Santoso, 2010).

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 25 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Ekstraksi simplisia segar buah duku dilakukan dengan cara dingin yaitu maserasi karena belum ada data tentang kestabilan komponen ekstrak buah duku terhadap panas.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan sediaan losio minyak buah merah a. Perhitungan HLB butuh minyak buah merah HLB butuh minyak buah merah yang digunakan adalah 17,34. Cara perhitungan HLB

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Evaluasi Krim Hasil evaluasi krim diperoleh sifat krim yang lembut, mudah menyebar, membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat dioleskan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surfaktan Surfaktan (surface active agent) adalah senyawa amphiphilic, yang merupakan molekul heterogendan berantai panjangyang memiliki bagian kepala yang suka air (hidrofilik)

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Dilakukan identifikasi dan karakterisasi minyak kelapa murni menggunakan GC-MS oleh LIPI yang mengacu kepada syarat mutu minyak kelapa SNI 01-2902-1992. Tabel 4.1.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 2 :

Lebih terperinci

STABILITAS BUSA DAN DAYA BERSIH PADA SEDIAAN SAMPO VETERINER

STABILITAS BUSA DAN DAYA BERSIH PADA SEDIAAN SAMPO VETERINER PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI EKSTRAK DAUN GALING-GALING (Cayratia trifolia L) TERHADAP STABILITAS BUSA DAN DAYA BERSIH PADA SEDIAAN SAMPO VETERINER Skripsi NI NYOMAN TRI ANDYANI NAYAKA PUTRI 1108505039

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN. Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah kelinci albino New Zealand yang diperoleh dari peternakan kelinci di Lembang.

BAB 3 PERCOBAAN. Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah kelinci albino New Zealand yang diperoleh dari peternakan kelinci di Lembang. BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan, Alat, dan Hewan Percobaan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah buah duku (Lansium domesticum Corr.), hirdoksipropil metilselulosa (HPMC), carbomer, gliserin, trietanolamin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. Tanaman ini termasuk jenis tumbuhan dari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. Tanaman ini termasuk jenis tumbuhan dari BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini digunakan bahan baku minyak atsiri daun sebagai bahan aktif gel antiseptik. Minyak atsiri daun ini berasal dari Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia.

Lebih terperinci

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets I. Formula Asli R/ Krim Kosmetik II. Rancangan Formula Nama Produk : Jumlah Produk : 2 @ 40 g Tanggal Pembuatan : 16 Januari 2013 No. Reg : No. Bets : Komposisi : Tiap 40 g mengandung VCO 15% TEA 2% Asam

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal formulasi, dilakukan orientasi untuk mendapatkan formula krim yang baik. Orientasi diawali dengan mencari emulgator yang sesuai untuk membentuk krim air

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengumpulan Getah Jarak Pengumpulan getah jarak (Jatropha curcas) berada di Bandarjaya, Lampung Tengah yang berusia 6 tahun. Pohon jarak biasanya dapat disadap sesudah berumur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang menutupi permukaan tubuh. Fungsi kulit secara keseluruhan adalah antara lain kemampuannya sebagai penghadang

Lebih terperinci

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pendahuluan Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pelarut lain yang digunakan adalah etanol dan minyak. Selain digunakan secara oral, larutan juga

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA TEGANGAN PERMUKAAN KELOMPOK 1 SHIFT A 1. Dini Mayang Sari (10060310116) 2. Putri Andini (100603) 3. (100603) 4. (100603) 5. (100603) 6. (100603) Hari/Tanggal Praktikum

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Ekstrak Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) Ekstark buah tomat memiliki organoleptis dengan warna kuning kecoklatan, bau khas tomat, rasa manis agak asam, dan bentuk

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Hewan Percobaan 3 ekor Kelinci albino galur New Zealand dengan usia ± 3 bulan, bobot minimal 2,5 kg, dan jenis kelamin jantan.

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Hewan Percobaan 3 ekor Kelinci albino galur New Zealand dengan usia ± 3 bulan, bobot minimal 2,5 kg, dan jenis kelamin jantan. BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan Air suling, cangkang telur ayam broiler, minyak VCO, lanolin, cera flava, vitamin E asetat, natrium lauril sulfat, seto stearil alkohol, trietanolamin (TEA), asam stearat, propilenglikol,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen). Daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen) sebelum

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah

Lampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah Lampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah Lampiran 2. Gambar tumbuhan jahe merah Lampiran 3. Gambar makroskopik rimpang jahe merah Rimpang jahe merah Rimpang jahe merah yang diiris

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN MESA off grade merupakan hasil samping dari proses sulfonasi MES yang memiliki nilai IFT lebih besar dari 1-4, sehingga tidak dapat digunakan untuk proses Enhanced Oil Recovery

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN I. Latar Belakang Kosmetik menjadi suatu kebutuhan penting dalam kehidupan seharihari dan digunakan terus menerus sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dan kebutuhan pasar.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan dari formula Hair Tonic sari lidah buaya (Aloe vera L.) dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan dari formula Hair Tonic sari lidah buaya (Aloe vera L.) dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan dari formula Hair Tonic sari lidah buaya (Aloe vera L.) dengan berdasarkan variasi konsentrasi bahan peningkat viskositas memberikan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Penelitian ini diawali dengan pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan bahan baku yang akan digunakan dalam formulasi mikroemulsi ini dimaksudkan untuk standardisasi agar diperoleh

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Hasil determinasi Citrus aurantifolia (Christm. & Panzer) swingle fructus menunjukan bahwa buah tersebut merupakan jeruk nipis bangsa Rutales, suku Rutaceae, marga Citrus,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK METIL ESTER SULFONAT (MES) Pada penelitian ini surfaktan MES yang dihasilkan berfungsi sebagai bahan aktif untuk pembuatan deterjen cair. MES yang dihasilkan merupakan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. I. Definisi

PEMBAHASAN. I. Definisi PEMBAHASAN I. Definisi Gel menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), merupakan sistem semi padat, terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan A. PENENTUAN FORMULA LIPSTIK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan A. PENENTUAN FORMULA LIPSTIK BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan membuat sediaan lipstik dengan perbandingan basis lemak cokelat dan minyak jarak yaitu 60:40 dan 70:30

Lebih terperinci

PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2.

PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2. PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2. Mengetahui dan memahami cara menentukan konsentrasi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah Allium shoenoprasum L. yang telah dinyatakan berdasarkan hasil determinasi di Herbarium Bandungense Sekolah Ilmu dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium. B. Tempat Dan Waktu Penelitian ini di lakukan pada tanggal 20 Februari 2016 sampai 30 November

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji ) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Durian 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian Menurut Rahmat Rukmana ( 1996 ) klasifikasi tanaman durian adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I PEMBUATAN DAN CARA EVALUASI CREAM ZETACORT Disusun oleh : Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. mahasiswa : 09.0064 Tgl. Praktikum : 30 April 2010 Hari : Jumat Dosen pengampu

Lebih terperinci

C3H5 (COOR)3 + 3 NaOH C3H5(OH)3 + 3 RCOONa

C3H5 (COOR)3 + 3 NaOH C3H5(OH)3 + 3 RCOONa A. Pengertian Sabun Sabun adalah garam alkali dari asam-asam lemak telah dikenal secara umum oleh masyarakat karena merupakan keperluan penting di dalam rumah tangga sebagai alat pembersih dan pencuci.

Lebih terperinci

FORMULASI LOTION EKSTRAK BUAH RASPBERRY(Rubus rosifolius) DENGAN VARIASI KONSENTRASI TRIETANOLAMIN SEBAGAI EMULGATOR SERTA UJI HEDONIK TERHADAP LOTION

FORMULASI LOTION EKSTRAK BUAH RASPBERRY(Rubus rosifolius) DENGAN VARIASI KONSENTRASI TRIETANOLAMIN SEBAGAI EMULGATOR SERTA UJI HEDONIK TERHADAP LOTION FORMULASI LOTION EKSTRAK BUAH RASPBERRY(Rubus rosifolius) DENGAN VARIASI KONSENTRASI TRIETANOLAMIN SEBAGAI EMULGATOR SERTA UJI HEDONIK TERHADAP LOTION Megantara, I. N. A. P. 1, Megayanti, K. 1, Wirayanti,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi yang stabil secara termodinamika dengan ukuran globul pada rentang 10 nm 200 nm (Prince, 1977). Mikroemulsi dapat dibedakan dari emulsi biasa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Satu Penentuan Formula Pembuatan Sabun Transparan Penelitian tahap satu merupakan tahap pemilihan formula pembuatan sabun trasnparan. Hasil penelitian tahap satu ini

Lebih terperinci

FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK KRIM SUSU KUDA SUMBAWA DENGAN EMULGATOR NONIONIK DAN ANIONIK

FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK KRIM SUSU KUDA SUMBAWA DENGAN EMULGATOR NONIONIK DAN ANIONIK FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK KRIM SUSU KUDA SUMBAWA DENGAN EMULGATOR NONIONIK DAN ANIONIK Faridha Yenny Nonci, Nurshalati Tahar, Qoriatul Aini 1 1 Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Hasil Evaluasi Sediaan a. Hasil pengamatan organoleptis Hasil pengamatan organoleptis menunjukkan krim berwarna putih dan berbau khas, gel tidak berwarna atau transparan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri yang banyak menyebabkan masalah pada kulit, terutama peradangan pada kulit (Daili et al., 2005). Kulit merupakan

Lebih terperinci

Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel. Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel

Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel. Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel Uji dilakukan selama enam hari dalam tempat dengan kelembaban 70% dan suhu 27ºC, setiap hari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kosmetik merupakan sediaan yang digunakan di luar badan guna membersihkan, menambah daya tarik, dan memperbaiki bau badan tetapi tidak untuk mengobati penyakit (Tranggono

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji

BAB I PENDAHULUAN. Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji tumbuhan canola, yaitu tumbuhan asli Kanada Barat dengan bunga berwarna kuning. Popularitas dari

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB IV PROSEDUR KERJA BAB IV PROSEDUR KERJA 4.1. Penyiapan Bahan Bahan tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun alpukat dan biji alpukat (Persea americana Mill). Determinasi dilakukan di Herbarium Bandung Sekolah

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi) Proses Pembuatan Biodiesel (Proses TransEsterifikasi) Biodiesel dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, yang biasanya menggunakan minyak solar. seperti untuk pembangkit listrik, mesinmesin pabrik

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB IV PROSEDUR KERJA BAB IV PROSEDUR KERJA 4.1. Pengumpulan Bahan Bahan berupa minyak kemiri (Aleurites moluccana L.) diperoleh dari rumah industri minyak kemiri dengan nama dagang Minyak kemiri alami 100%, VCO diperoleh di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan kekayaan alamnya. Tanahnya yang subur dan iklimnya yang tropis memungkinkan berbagai jenis tumbuhan dapat dibudidayakan

Lebih terperinci

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH Petunjuk Paktikum I. ISLASI EUGENL DARI BUNGA CENGKEH A. TUJUAN PERCBAAN Mengisolasi eugenol dari bunga cengkeh B. DASAR TERI Komponen utama minyak cengkeh adalah senyawa aromatik yang disebut eugenol.

Lebih terperinci

BAB V PEMBUATAN SABUN TRANSPARAN

BAB V PEMBUATAN SABUN TRANSPARAN BAB V PEMBUATAN SABUN TRANSPARAN 5.1. Tujuan Percobaan Memahami reaksi penyabunan 5.2. Tinjauan Pustaka Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasilgliserida, kedua istilah ini berarti triester dari

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI EKTRAKSI Ekstraksi tanaman obat merupakan suatu proses pemisahan bahan obat dari campurannya dengan menggunakan pelarut. Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL Pada awal penelitian ini, telah diuji coba beberapa jenis bahan pengental yang biasa digunakan dalam makanan untuk diaplikasikan ke dalam pembuatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan untuk membuat sabun transparan berasal dari tiga jenis minyak,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. L.) yang diperoleh dari Pasar Sederhana, Kelurahan. Cipaganti, Kecamatan Coblong dan Pasar Ciroyom, Kelurahan Ciroyom,

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. L.) yang diperoleh dari Pasar Sederhana, Kelurahan. Cipaganti, Kecamatan Coblong dan Pasar Ciroyom, Kelurahan Ciroyom, BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengumpulan Tanaman Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah kulit kentang (Solanum tuberosum L.) yang diperoleh dari Pasar Sederhana, Kelurahan Cipaganti,

Lebih terperinci

Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena. Oleh : Kelompok 3

Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena. Oleh : Kelompok 3 Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena Oleh : Kelompok 3 Outline Tujuan Prinsip Sifat fisik dan kimia bahan Cara kerja Hasil pengamatan Pembahasan Kesimpulan Tujuan Mensintesis Sikloheksena Menentukan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit LAMPIRAN Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit 46 Lampiran 2. Diagram alir proses pembuatan Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) Metil Ester Olein Gas SO 3 7% Sulfonasi Laju alir ME 100 ml/menit,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Alat-alat gelas, Neraca Analitik (Adam AFA-210 LC), Viskometer

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Alat-alat gelas, Neraca Analitik (Adam AFA-210 LC), Viskometer BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. ALAT Alat-alat gelas, Neraca Analitik (Adam AFA-210 LC), Viskometer Brookfield (Model RVF), Oven (Memmert), Mikroskop optik, Kamera digital (Sony), ph meter (Eutech), Sentrifugator

Lebih terperinci

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C Lipid Sifat fisika lipid Berbeda dengan dengan karbohidrat dan dan protein, lipid bukan merupakan merupakan suatu polimer Senyawa organik yang terdapat di alam Tidak larut di dalam air Larut dalam pelarut

Lebih terperinci

Determinasi tanaman pisang raja (Musa paradisiaca L.) dilakukan di. Universitas Sebelas Maret. Tujuan dari determinasi tanaman ini adalah untuk

Determinasi tanaman pisang raja (Musa paradisiaca L.) dilakukan di. Universitas Sebelas Maret. Tujuan dari determinasi tanaman ini adalah untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Determinasi Tanaman Buah pisang raja diperoleh dari Pasar Legi, Surakarta, Jawa Tengah. Determinasi tanaman pisang raja (Musa paradisiaca L.) dilakukan di Laboratorium Biologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kulit yang sering terjadi dikalangan masyarakat adalah jerawat. Jerawat atau Acne vulgaris adalah suatu prosen peradangan kronik kelenjar polisebasea yang

Lebih terperinci

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam JURNAL KELARUTAN D. Tinjauan Pustaka 1. Kelarutan Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam bagian tertentu pelarut, kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa 1 bagian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental laboratorium. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 Disusun Ulang Oleh: Dr. Deana Wahyuningrum Dr. Ihsanawati Dr. Irma Mulyani Dr. Mia Ledyastuti Dr. Rusnadi LABORATORIUM KIMIA DASAR PROGRAM TAHAP PERSIAPAN BERSAMA

Lebih terperinci

II.3 Alasan Penggunaan Bahan 1) Tween 80 dan Span 80 - Tween 80 dan span 80 digunakan sebagai emulgator nonionik dan digunakan untuk sediaan krim

II.3 Alasan Penggunaan Bahan 1) Tween 80 dan Span 80 - Tween 80 dan span 80 digunakan sebagai emulgator nonionik dan digunakan untuk sediaan krim II.3 Alasan Penggunaan Bahan 1) Tween 80 dan Span 80 - Tween 80 dan span 80 digunakan sebagai emulgator nonionik dan digunakan untuk sediaan krim (Faradiba, 2013) - Krim dengan zat pengemulsi nonionik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

Ag2SO4 SIFAT FISIKA. Warna dan bentuk: serbuk putih BM: Titik leleh (derajat C) : tidak ada. Titik didih: 1085 C. Tekanan uap: tidak berlaku

Ag2SO4 SIFAT FISIKA. Warna dan bentuk: serbuk putih BM: Titik leleh (derajat C) : tidak ada. Titik didih: 1085 C. Tekanan uap: tidak berlaku Ag2SO4 Warna dan bentuk: serbuk putih BM: 311.8 Titik leleh (derajat C) : tidak ada Titik didih: 1085 C Tekanan uap: tidak berlaku Specific gravity: 5.45 Kelarutan dalam air: 0.57g/100 cc (0 C) Bahaya

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan Alat yang Digunakan

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan Alat yang Digunakan BAB V METODOLOGI 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan 5.1.1 Alat yang Digunakan Tabel 5. Alat yang Digunakan No. Nama Alat Ukuran Jumlah 1. Baskom - 3 2. Nampan - 4 3. Timbangan - 1 4. Beaker glass 100ml,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengawet Bahan Pengawet adalah bahan yang dapat mengawetkan kosmetika dalam jangka waktu selama mungkin agar dapat digunakan lebih lama. Pengawet dapat bersifat antikuman sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu contoh jenis tanaman obat yang bisa dimanfaatkan yaitu daun pepaya (Carica papaya). Menurut penelitian Maniyar dan Bhixavatimath (2012), menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polimer Emulsi 2.1.1 Definisi Polimer Emulsi Polimer emulsi adalah polimerisasi adisi terinisiasi radikal bebas dimana suatu monomer atau campuran monomer dipolimerisasikan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Penggolongan minyak Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Definisi Lemak adalah campuran trigliserida yang terdiri atas satu molekul gliserol yang berkaitan dengan tiga molekul asam lemak.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung Lawu. Sedangkan pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Biologi dan Kimia

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Metode Penelitian. asetat daun pandan wangi dengan variasi gelling agent yaitu karbopol-tea, CMC-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Metode Penelitian. asetat daun pandan wangi dengan variasi gelling agent yaitu karbopol-tea, CMC- BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental laboratorium. Penelitian ini dilakukan dengan membuat sediaan gel dari ekstrak etil asetat

Lebih terperinci

PEMBUATAN GEL FUEL BERBAHAN DASAR ALKOHOL DENGAN GELLING AGENT ASAM STEARAT DAN METIL SELULOSA

PEMBUATAN GEL FUEL BERBAHAN DASAR ALKOHOL DENGAN GELLING AGENT ASAM STEARAT DAN METIL SELULOSA LABORATORIUM TEKNOLOGI PROSES KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER PEMBUATAN GEL FUEL BERBAHAN DASAR ALKOHOL DENGAN GELLING AGENT ASAM STEARAT DAN METIL SELULOSA DOSEN PEMBIMBING

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Mikroorganisme Uji Propionibacterium acnes (koleksi Laboratorium Mikrobiologi FKUI Jakarta)

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Mikroorganisme Uji Propionibacterium acnes (koleksi Laboratorium Mikrobiologi FKUI Jakarta) BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan Propolis Gold (Science&Nature ), minyak lavender (diperoleh dari PT. Martina Berto), aquadest, Crillet 4 (Trimax), Crill 4 (diperoleh dari PT. Pusaka Tradisi Ibu), setostearil

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Karakteristik Minyak Atsiri Wangi Hasil penelitian menunjukkan minyak sereh wangi yang didapat desa Ciptasari Pamulihan, Kabupaten Sumedang dengan pengujian meliputi bentuk,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, dan (6) Hipotesis. 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. III. 1 Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam proses pembuatan sabun pencuci piring ialah :

BAB III METODOLOGI. III. 1 Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam proses pembuatan sabun pencuci piring ialah : BAB III METODOLOGI III. 1 Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam proses pembuatan sabun pencuci piring ialah : III.1.1 Pembuatan Ekstrak Alat 1. Loyang ukuran (40 x 60) cm 7. Kompor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan kosmetika dekoratif digunakan sehari-hari untuk mempercantik diri. Salah satu contoh kosmetika dekoratif yang sering digunakan adalah lipstik. Lipstik merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. 2. Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Teknik Pengolahan

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN. A. Kategori Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental

BAB II METODE PENELITIAN. A. Kategori Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental 8 BAB II METODE PENELITIAN A. Kategori Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental B. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi konsentrasi minyak atsiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pewarna bibir (lipstik) merupakan salah satu bentuk kosmetik riasan (dekoratif), dimana dalam penggunaannya semata-mata hanya melekat pada bagian tubuh yang dirias

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gigi tersusun atas enamel, dentin, sementum, rongga pulpa, lubang gigi, serta jaringan pendukung gigi. Rongga mulut merupakan batas antara lingkungan luar dan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk peningkatan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu negara

I. PENDAHULUAN. untuk peningkatan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu negara I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang dapat memberikan kontribusi untuk peningkatan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu negara pemasok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk daerah beriklim tropis yang merupakan tempat endemik penyebaran nyamuk. Dari penelitiannya Islamiyah et al., (2013) mengatakan bahwa penyebaran nyamuk

Lebih terperinci

FORMULASI DAN EVALUASI SEDIAAN SHAMPOO MAKALAH

FORMULASI DAN EVALUASI SEDIAAN SHAMPOO MAKALAH FORMULASI DAN EVALUASI SEDIAAN SHAMPOO MAKALAH Disusun Oleh : Apriana Rohman S 07023232 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA 2011 A. LATAR BELAKANG Lebih dari 60 persen populasi di dunia

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I EMULSI FINLAX Disusun oleh : Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. Mahasiswa : 09.0064 Hari : Jumat Tanggal Praktikum : 5 Maret 2010 Dosen Pengampu : Anasthasia Pujiastuti,

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Pragel Pati Singkong Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar berwarna putih. Rendemen pati yang dihasilkan adalah sebesar 90,0%.

Lebih terperinci

METODE. = hasil pengamatan pada ulangan ke-j dari perlakuan penambahan madu taraf ke-i µ = nilai rataan umum

METODE. = hasil pengamatan pada ulangan ke-j dari perlakuan penambahan madu taraf ke-i µ = nilai rataan umum METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Non Ruminansia dan Satwa Harapan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Kimia Fisik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit cantik dan sehat merupakan idaman dari banyak orang terutama bagi wanita, namun kondisi cuaca dengan paparan sinar matahari yang cukup terik, kelembaban udara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan 3.3.1 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemanas listrik, panci alumunium, saringan, peralatan gelas (labu Erlenmayer, botol vial, gelas ukur,

Lebih terperinci

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien)

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien) Defenisi tablet Berdasarkan FI III : Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 3 Garis besar jalannya penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 3 Garis besar jalannya penelitian 3 METODE PENELITIAN 3. 1 Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Protozoologi, Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

PRESENTASI TUGAS AKHIR FINAL PROJECT TK Dosen Pembimbing : Ir. Sri Murwanti, M.T. NIP

PRESENTASI TUGAS AKHIR FINAL PROJECT TK Dosen Pembimbing : Ir. Sri Murwanti, M.T. NIP PRESENTASI TUGAS AKHIR FINAL PROJECT TK 090324 Dosen Pembimbing : Ir. Sri Murwanti, M.T. NIP. 19530226 198502 2 001 INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2011 I.1. Latar Belakang Bab I Pendahuluan

Lebih terperinci