PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI"

Transkripsi

1 i KELANGSUNGAN HIDUP BENIH BAWAL AIR TAWAR Colossoma macropomum Cuvier. PADA SISTEM PENGANGKUTAN TERTUTUP DENGAN PADAT PENEBARAN 43, 86 DAN 129 EKOR/LITER ALFIE SYAUQI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 i PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : KELANGSUNGAN HIDUP BENIH BAWAL AIR TAWAR Colossoma macropomum Cuvier. PADA SISTEM PENGANGKUTAN TERTUTUP DENGAN PADAT PENEBARAN 43, 86 DAN 129 EKOR/LITER adalah benar merupakan karya sendiri dan belum digunakan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Januari 2009 ALFIE SYAUQI C

3 ii RINGKASAN ALFIE SYAUQI. Kelangsungan Hidup Benih Bawal Air Tawar Colossoma macropomum Cuvier. pada Sistem Pengangkutan Tertutup dengan Padat Penebaran 43, 86 dan 129 ekor/liter. Dibimbing oleh TATAG BUDIARDI dan IIS DIATIN. Permasalahan yang sering dihadapi oleh para supplier dalam pengiriman ikan adalah survival rate yang rendah disebabkan oleh kualitas air yang memburuk selama pengangkutan. Untuk itu, maka perlu dilakukan penelitian tentang kelangsungan hidup benih ikan bawal air tawar dengan kepadatan berbeda dalam sistem pengangkutan tertutup dalam waktu lebih dari 24 jam. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Oktober 2008, bertempat di Laboratorium Sistem dan Teknologi Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian terdiri dari beberapa tahap, yaitu penentuan kemampuan puasa ikan, penentuan laju ekskresi TAN, penentuan kapasitas zeolit dalam menyerap TAN, dan kepadatan optimal dalam media pengangkutan. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap yang terdiri dari 3 perlakuan dan 4 ulangan. Parameter yang digunakan dalam mengevaluasi percobaan adalah survival rate, konsentrasi Total Amoniak Nitrogen (TAN), NH 3, ph, suhu, kadar oksigen terlarut, dan efisiensi ekonomi. Analisis data menggunakan Analisis of Variance (ANOVA) dan uji lanjut analisis BNT (Beda Nyata Terkecil). Dari hasil penelitian disimpulkan, bahwa ikan bawal air tawar berukuran 0,5 g/ekor mampu bertahan hidup secara normal sampai 3 hari. TKO ikan bawal air tawar (y, mgo 2.g -1.jam -1 ) dengan bobot rata-rata (x, gram) 0,4 g, 0,5 g dan 0,6 g menghasilkan persamaan y = 0,022x+0,352 dengan R 2 = 0,935 untuk ikan sebelum makan, serta y = 0,013x+0,299 dengan R 2 = 0,996 untuk ikan setelah makan. Konsentrasi TAN (y, mg/l) dalam media pemeliharaan (y, mg/l) menurut waktu (t, jam) berupa persamaan y = 0,921x 0,471 dengan R 2 = 0,941. Penurunan konsentrasi TAN (y, mg/l) akibat penyerapan oleh zeolit menurut waktu (t, detik) digambarkan dalam persamaan y = -0,0184Ln(x)+0,1071 dengan R 2 = 0,9974. Konsentrasi amoniak (y, mg/l) dalam media pemeliharaan (y, mg/l) menurut waktu (t, jam) berturut-turut pada kepadatan 43, 86 dan 129 ekor/liter berupa persamaan y = 0,0003x+0,0019 dengan R 2 = 0,9404; y = 0,004x+0,002 dengan R 2 = 0,9652; y = 0,007x+0,0022 dengan R 2 = 0,9205. Kepadatan optimal bagi pengangkutan benih ikan bawal air tawar ukuran 0,5 g/ekor (1inci up) pada sistem pengangkutan tertutup adalah 129 ekor/liter dengan kelangsungan hidup 93,21%, keuntungan Rp ,93, margin keuntungan 18,96 %, R/C Ratio 1,13, titik impas Rp ,72 per tahun atau ekor per tahun, harga pokok penjualan Rp 135,74 per ekor dan pulang pokok 0,80 tahun. Peningkatan padat penebaran cenderung menurunkan kualitas air media pengangkutan, namun sampai akhir penelitian masih dalam batas kelayakan bagi kehidupan ikan.

4 iii KELANGSUNGAN HIDUP BENIH BAWAL AIR TAWAR Colossoma macropomum Cuvier. PADA SISTEM PENGANGKUTAN TERTUTUP DENGAN PADAT PENEBARAN 43, 86 DAN 129 EKOR/LITER ALFIE SYAUQI SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

5 iv Judul Nama : Kelangsungan Hidup Benih Bawal Air Tawar Colossoma macropomum cuvier. pada Sistem Pengangkutan Tertutup dengan Padat Penebaran 43, 86 dan 129 Ekor/Liter : ALFIE SYAUQI Nomor Pokok : C Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dr. Tatag Budiardi Iis Diatin, M.M. NIP NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Prof. Dr. Indra Jaya NIP Tanggal Lulus :

6 v KATA PENGANTAR Alhamdulillaahirabbil aalamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas karunia-nya. Skripsi yang berjudul Kelangsungan Hidup Benih Bawal Air Tawar Colossoma macropomum Cuvier. pada Sistem Pengangkutan Tertutup dengan Padat Penebaran 43, 86 dan 129 ekor/liter ini dapat diselesaikan. Penulisan Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih yang setulustulusnya kepada : 1. Bapak Dr. Tatag Budiardi selaku Pembimbing I dan Ibu Iis Diatin, M.M. selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Ibu Prof. Dr. Ing Mokoginta selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama studi. 3. Bapak Dr. D. Djokosetiyanto selaku Dosen Penguji Tamu yang telah memberikan banyak masukan dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Ayahanda H. Abdul Chair dan Ibunda Hj. Sriyati, Adinda Azwita Fikri dan Amalia Natasya atas do a dan kasih sayang. 5. Kania Permatasari SE. yang telah menjadikan hidupku lebih berarti. 6. Seluruh staf BDP atas bantuan yang diberikan. 7. Teman seperjuangan yang telah lebih dulu meninggalkan kampus BDP 39,38,37,36,35,34 dan adik BDP 40,41,42,43,44,45 tetap semangat. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi Penulis dan juga bagi semua pihak yang memerlukan informasi yang berhubungan dengan tulisan ini. Amin. Bogor, Januari 2009 Alfie Syauqi

7 vi DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, 26 November 1984, adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Abdul Chair dan Ibu Sriyati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 09 Pagi pada Pada tahun 1999 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan di SLTPN 87 Jakarta. Setelah menyelesaikan pendidikan di SMU Muhammadiyah 3 Jakarta pada tahun 2002, Penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan tinggi ke Intitut Pertanian Bogor di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur melalui Jalur USMI (Ujian Saring Masuk IPB). Selama kuliah, Penulis pernah aktif dalam organisasi HIMAKUA sebagai staf kewirausahaan 2004/2005 dan salah satu pendiri UKM MAX!! (Music Agriculture X-pression) 2005/2006. Untuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, penulis menjalani magang kerja di Ben s Fish Farm, Bogor Juni-Agustus Tugas akhir di perguruan tinggi Penulis selesaikan dengan menulis Skripsi yang berjudul Kelangsungan Hidup Benih Bawal Air Tawar Colossoma macropomum Cuvier. pada Sistem Pengangkutan Tertutup dengan Padat Penebaran 43, 86 dan 129 ekor/liter.

8 vii DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Biologi Ikan Pengangkutan Ikan Kemasan Padat Penebaran Kelangsungan Hidup Zeolit Kualitas Air Efisiensi Ekonomi III. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Tahap Penelitian Alat dan Bahan Penentuan Kemampuan Puasa Ikan Penentuan Tingkat Konsumsi Oksigen Penentuan Laju Ekskresi TAN Penentuan Kapasitas Zeolit dalam Menyerap Total Amonia Nitrogen (TAN) Penentuan Kepadatan Optimal dalam Media Pengangkutan Prosedur Kerja Prosedur Penentuan Kemampuan Puasa Ikan Prosedur Penentuan Tingkat Konsumsi Oksigen (TKO) Prosedur Penentuan Kepadatan Ikan dalam Kemasan Tertutup Prosedur Penentuan Laju Ekskresi TAN Penentuan Kapasitas Zeolit Prosedur Penentuan Kepadatan Optimal dalam Media Pengangkutan Rancangan Penelitian Efisiensi Ekonomi Analisis Data ix x xi

9 viii IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kemampuan Puasa Ikan Tingkat Konsumsi Oksigen (TKO) Laju Ekskresi TAN Kapasitas Serap Zeolit Konsentrasi TAN dan NH 3 Media Air Pengepakan Suhu Media Air Pengepakan Konsentrasi DO Media Air Pengepakan Nilai ph Media Air Pengepakan Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) Efisiensi Ekonomi Pembahasan V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran LAMPIRAN... 38

10 ix DAFTAR TABEL Halaman 1. Kualitas air yang optimal untuk ikan bawal air tawar Colossoma macropomum Cuvier Kemampuan puasa ikan bawal air tawar Konsentrasi TAN rata-rata pada media air pengepakan Konsentrasi NH 3 rata-rata pada media pengepakan Konsentrasi DO rata-rata pada media air pengepakan Tingkat kelangsungan hidup (SR) media air pengepakan Analisis usaha pada tiap perlakuan... 27

11 x DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Tingkat konsumsi oksigen ikan bawal air tawar Laju ekskresi TAN per-24 jam selama 48 jam Laju penurunan konsentrasi TAN dalam menyerap zeolit Konsentrasi TAN pada media air pengepakan Konsentrasi NH 3 pada media air pengepakan Suhu media air pengepakan Konsentrasi DO pada media air pengepakan Nilai ph media air pengepakan... 25

12 xi DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Gambar selama penelitian Tingkat konsumsi oksigen ikan bawal air tawar Ekskresi TAN tiap 24 jam selama 48 jam Laju penurunan TAN pada uji kapasitas serap zeolit Suhu media air pengepakan Konsentrasi DO media air pengepakan Nilai ph media air pengepakan Analisis ragam TAN Analisis ragam NH Analisis ragam SR Analisis ragam DO Perhitungan dalam analisis usaha selama penelitian Analisis usaha Efisiensi ekonomi untuk tiap perlakuan... 51

13 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akuakultur merupakan kegiatan memproduksi biota (organisme) akuatik di lingkungan terkontrol dalam rangka mendapatkan keuntungan (profit). Salah satu produk akuakultur yang potensial untuk terus diproduksi adalah ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum). Ikan ini mempunyai prospek yang baik dan berkelanjutan karena permintaan terhadap kebutuhan protein hewani yang murah dan mudah didapat terus terbuka. Ikan bawal air tawar digolongkan sebagai komoditas ikan konsumsi dan ikan hias. Ikan ini berasal dari Amerika Selatan yakni Brazil, Venezuela, dan Ekuador (Martin dan Gunzman, 1994). Kondisi perairan di Indonesia menunjang untuk pembudidayaan ikan bawal air tawar, karena merupakan daerah tropis. Suhu perairan di habitat asli ikan bawal air tawar yaitu 27,2 29,1 0 C (Eckman, 1987). Keuntungan lainnya, relatif lebih tahan terhadap penyakit dan kadar oksigen rendah (Lagler et.al, 1977). Secara umum, produk akuakultur seringkali dipasarkan dalam bentuk hidup. Oleh karena itu, diperlukan penangan khusus pascapanen sehingga produk akuakultur tersebut tetap hidup dan bermutu tinggi ketika sampai ke tangan konsumen. Ketika produk akuakultur tersebut mati atau bermutu rendah ketika sampai di konsumen maka harganya menjadi rendah atau bahkan tidak berharga sama sekali. Selanjutnya Effendi (2004) menyatakan bahwa kemampuan penanganan pascapanen merupakan bagian dari pemasaran produk akuakultur yang akan menentukan keberhasilan usaha akuakultur itu sendiri. Beberapa kegiatan penanganan pascapanen antara lain adalah pengangkutan (transportasi) ikan hidup, pengumpulan (holding), sortasi dan grading penyajian (pengemasan) dan sebagainya. Permasalahan yang sering dihadapi oleh para supplier dalam pengiriman ikan adalah survival rate yang rendah diantaranya disebabkan karena kualitas air yang memburuk selama pengangkutan. Jhingran dan Pullin (1985) menyatakan bahwa kematian ikan pada sistem pengangkutan umumnya disebabkan oleh tingginya kadar CO 2, akumulasi amoniak, ikan terlalu aktif, infeksi bakteri dan

14 2 luka fisik akibat penanganan yang kasar. Hal ini terjadi karena pengiriman ikan ke daerah memerlukan waktu yang cukup lama yaitu hingga 24 jam. Dengan demikian, maka perlu dilakukan suatu penelitian untuk meningkatkan survival rate pada sistem pengepakan tertutup sebagai upaya untuk meningkatkan keuntungan pada penjualan ikan ke pasar domestik. Teknologi pengepakan menjadi kunci keberhasilan dalam pengiriman ikan dengan kuantitas dan kualitas yang baik dengan biaya yang seminimal mungkin. Amoniak yang timbul dalam media pengangkutan dapat dinetralisir oleh zeolit. Padat penebaran dalam pengepakan sangat diperlukan agar biaya pengangkutan semakin kecil. Untuk itu, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang padat penebaran berbeda pada sistem pengangkutan tertutup dalam waktu lebih dari 24 jam Tujuan Penelitian bertujuan untuk menentukan kepadatan optimal diantara kepadatan 43, 86, dan 129 ekor/liter pada sistem pengangkutan tertutup benih bawal air tawar Colossoma macropomum Cuvier. yang diangkut dalam waktu 48 jam.

15 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Biologi Ikan Klasifikasi dan tata nama ikan bawal air tawar menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum : Craniata Kelas : Pisces Subkelas : Neopterigii Ordo : Cypriniformes Subordo : Cyprimoidea Famili : Characidea Genus : Colossoma Spesies : Colossoma macropomum Ikan bawal air tawar berasal dari Amerika Selatan yakni Brazil, Venezuela, dan Ekuador (Martin dan Gunzman, 1994). Salah satu kelebihan ikan ini mampu berkembang baik di kolam maupun di keramba jaring apung. Pada habitat aslinya, penyebaran ikan ini dimulai dari muara Sungai Orinoko di Venezuela sampai Sungai Rio de la Plata di Argentina. Ikan bawal air tawar juga memiliki banyak keunggulan, diantaranya pada tingkat produksi telur dibandingkan ikan bawal air laut. Ikan bawal air tawar betina dengan bobot tubuh kg dapat melepas telur sebanyak 1-2 juta butir telur. Ikan bawal air tawar termasuk suatu jenis ikan omnivora (Saint-Paul, 1986), serta pakan alaminya berupa plankton, rumput-rumputan, biji-bijian, buah-buahan, dan padi liar (Goulding, 1980). Ikan ini juga dapat diberi pakan buatan dengan kadar protein sekitar 35 % (Melora dan Cantelmo, 1987). 2.2 Pengangkutan Ikan Pengangkutan ikan pada dasarnya adalah usaha menempatkan ikan pada lingkungan baru yang berbeda dengan lingkungan asalnya disertai dengan

16 4 perubahan-perubahan sifat lingkungan yang relatif sangat mendadak sehingga dapat mengancam kehidupan ikan. Keberhasilan mengurangi pengaruh perubahan lingkungan yang mendadak ini akan memberi kemungkinan untuk mengurangi tingkat kematian yang berarti tercapainya tujuan pengangkutan (Huet, 1971). Pada dasarnya, ada dua metode pengangkutan ikan hidup. Pertama pengangkutan dengan menggunakan air sebagai media (sistem basah) dan kedua, pengangkutan tanpa menggunakan media air (sistem kering). Pengangkutan sistem basah terdiri dari dua cara yaitu terbuka dan tertutup. Pada pengangkutan jarak jauh dan lama (lebih dari 24 jam) biasanya digunakan sistem tertutup. Metode yang paling sederhana pada sistem tertutup ini adalah dengan menggunakan kantong plastik yang diisi air dan oksigen murni, dengan perbandingan antara volume air dan oksigen adalah 1 : 2, lalu diikat rapat (Jhingran dan Pullin, 1985). Sebelum transportasi, ikan sebaiknya dipuasakan terlebih dahulu selama 48 jam. Hal ini bertujuan untuk mengosongkan saluran pencernaan agar metabolisme menurun. Faktor yang sangat penting pada pengangkutan ikan adalah tersedianya oksigen terlarut yang memadai. Akan tetapi hanya dengan faktor ini saja tidak cukup menjamin ikan berada dalam kondisi yang baik. Kemampuan ikan untuk mengkonsumsi oksigen juga dipengaruhi oleh toleransi terhadap stres, suhu air, ph, konsentrasi CO 2, akumulasi amoniak, ikan terlalu aktif, infeksi bakteri, dan luka fisik akibat penanganan yang kasar (Jhingran dan Pullin, 1985). Saat ini, transportasi ikan dan distribusinya merupakan hal yang sangat penting sebagai bagian dari akuakultur dan manajemen perikanan. Salah satu bagian dari manajemen transportasi ikan hias adalah manajemen Life-Support System. Pengalaman selama ini desain Life-Support System didasarkan kepada beberapa informasi teknis mengenai respirasi, produk ekskresi toksik, toleransi terhadap stres, dan kualitas air. Kerangka masalah yang berguna untuk mendiskusikan bagaimana informasi teknis tersebut diterapkan adalah dengan memperhatikan kriteria dasar dari Life-Support System yang akan berkaitan dengan kondisi fisiologis yang dibutuhkan ikan yang ditrasportasikan, metode

17 5 trasportasi spesifik, dan teknik yang telah dikembangkan untuk mengurangi stres dan memperbaiki kelangsungan hidup (Wedemeyer, 1996). Pada suatu aktivitas pengangkutan dapat ditarik suatu garis besar masalah yang harus diperhatikan (Nemoto, 1957), yaitu: (a) Meningkatkan suplai oksigen dengan cara mengganti udara dengan oksigen murni, meningkatkan tekanan oksigen pada wadah, dan mengurangi konsumsi oksigen rata-rata. (b) Mengontrol metabolisme, dengan cara mengurangi laju buangan metabolisme dan menetralisasi atau menghilangkan hasil metabolisme. Huet (1971) menyatakan, bahwa faktor utama yang mempengaruhi pengangkutan ikan hidup dengan mempertimbangkan kesediaan oksigen dalam alat pengangkutan antara lain: (a) Spesies ikan: kebutuhan ikan terhadap oksigen bervariasi sesuai dengan spesiesnya. (b) Umur dan ukuran ikan: ikan yang lebih kecil memiliki kebutuhan oksigen lebih tinggi dibandingkan dengan ikan yang lebih besar. (c) Ketahanan relatif ikan: ikan yang diberi pakan alami lebih tahan dibandingkan dengan ikan yang diberi pakan buatan, serta ikan yang dalam kondisi yang siap memijah memiliki daya tahan yang rendah terhadap pengangkutan. (d) Suhu air : pada suhu rendah mengakibatkan kadar oksigen di dalam air lebih tinggi, karena kebutuhan oksigen akan menurun. (e) Lama waktu angkut: makin pendek waktu angkut makin tinggi kepadatannya. (f) Cara angkut dan lama istirahat: makin cepat pengangkutan dan makin baik prasarana serta waktu istirahat yang pendek, kemungkinan keberhasilan pengangkutan semakin besar. (g) Sifat alami alat pengangkut: pengangkutan dengan wadah kayu menyebabkan peningkatan suhu air lebih lamban dibandingkan dengan wadah logam, tetapi wadah kayu dapat mengisolasi panas dalam wadah. (h) Kondisi klimatologik: hal ini berpengaruh terhadap suhu air di dalam wadah maupun kandungan oksigen terlarutnya.

18 6 Liviawaty dan Afrianto (1990) mengatakan bahwa goncangan berdampak positif yaitu membantu difusi oksigen ke dalam air. Selain oksigen yang cukup dalam kantong plastik, yang harus diperhatikan adalah ikan harus sehat, serta kualitas air dan kondisi pengangkutan yang memadai Kemasan Kemasan yang baik dalam pengangkutan sistem tertutup adalah menggunakan plastik jenis polietilen (PE) dengan ketebalan plastik 0,03 mm, karena ringan, mudah didapat, dan murah (Liviawaty dan Afrianto, 1990). Lebih lanjut dinyatakan, penggunaan kantong plastik pada pengangkutan jarak jauh sebaiknya diletakkan dalam kotak styrofoam untuk mengurangi kontak yang terjadi antara air di dalam kantong dengan temperatur lingkungan yang relatif lebih panas. Gerbhards (1965) menyatakan, bahwa penggunaan wadah plastik yang diletakkan pada kotak styrofoam meningkatkan kelangsungan hidup sebesar 99,99% Padat Penebaran Kepadatan ikan adalah bobot ikan yang berada dalam suatu wadah dalam waktu tertentu. Kepadatan ikan yang akan diangkut bergantung pada volume air, berat ikan, spesies, ukuran ikan, lama pengangkutan dan suplai oksigen dan suhu (Jhingran dan Pullin, 1985). Frose (1985) merumuskan jumlah ikan yang diangkut per volume air dalam kantong plastik dan lama pengangkutan tidak lebih dari 48 jam untuk ikan air tawar adalah sebagai berikut : Fq = 38 x W 0,5 Keterangan : Fq = jumlah ikan per volume (g/liter) W = bobot rata-rata ikan per ekor (g) Padat penebaran merupakan jumlah (biomassa) benih yang ditebarkan per satuan luas atau volume. Peningkatan padat penebaran dapat dilakukan sampai batas tertentu bergantung pada jenis ikan yang dibudidayakan yaitu berdasarkan umur dan ukuran masing-masing individu serta metode atau sistem budidaya yang digunakan (Huet, 1994).

19 7 Stickney (1979) menyatakan bahwa kepadatan ikan yang semakin tinggi dapat menyebabkan semakin banyak masalah yang timbul, seperti serangan penyakit, memburuknya kualitas air, terjadinya kompetisi dalam mengambil pakan yang pada akhirnya dapat menimbulkan kanibalisme. Pada kondisi kepadatan ikan yang tinggi, maka ketersediaan oksigen untuk setiap individu makin berkurang, sedangkan akumulasi bahan buangan metabolik ikan akan makin tinggi (Hepher, 1978) Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup merupakan persentase organisme yang hidup pada akhir pemeliharaan dari jumlah seluruh organisme awal yang dipelihara dalam suatu wadah (Effendie, 1985). Royce (1973) menyatakan bahwa kelangsungan hidup sebagai salah satu parameter uji kualitas benih adalah peluang hidup suatu individu dalam waktu tertentu, sedangkan mortalitas adalah kematian yang terjadi pada sesuatu populasi organisme yang dapat menyebabkan turunnya populasi. Peningkatan kepadatan mempengaruhi proses fisiologis dan tingkah laku ikan terhadap ruang gerak. Hal ini pada akhirnya dapat menurunkan kondisi kesehatan dan fisiologis ikan sehingga pemanfaatan makan, pertumbuhan, dan kelangsungan hidup mengalami penurunan (Handajani dan Hastuti 2002). Respon stres terjadi dalam 3 tahap yaitu stres, bertahan, dan kelelahan. Ketika ada stres dari luar ikan mulai mengeluarkan energinya untuk bertahan dari stres. Selama proses bertahan ini pertumbuhan dapat menurun dan selanjutnya terjadi kematian (Wedemeyer, 1996) Zeolit Zeolit merupakan senyawa alumino silikat terhidrasi, dengan unsur utama yang terdiri dari kation alkali dan alkali tanah. Senyawa ini berstruktur tiga dimensi dan mempunyai pori yang dapat diisi oleh molekul air. Ion Na, Ca, dan K merupakan kation yang dapat dipertukarkan, sedangkan atom Al dan Si merupakan struktur kation dan oksigen yang akan membentuk struktur tetrahedral pada zeolit. Molekul-molekul air yang terdapat dalam zeolit merupakan molekul yang mudah lepas (Wikipedia, 2006).

20 8 Selanjutnya Anwar et al. (1985) membagi zeolit menjadi dua golongan yaitu : zeolit alami yang terbentuk secara sedimentasi, yang terjadi karena alterasi asam dan zeolit sintesis yang dibuat berdasarkan gel alumino silikat yang sangat reaktif. Zeolit buatan lebih sering digunakan dibanding zeolit alam karena kemurnian dari zeolit buatan lebih tinggi disbanding zeolit alam. Zeolit alam mengandung modernit [Na 8 (Al 8 Si 40 O 96 ).24H 2 O] dan klinoptilolit [(Na 4 K 4 )(Al 8 Si 40 O 96 ).24H 2 O] yang dapat mempengaruhi penyerapan ion pada zeolit. Senyawa-senyawa ini dapat dihilangkan dengan jalan mengaktifkan zeolit melalui salah satu dari 3 cara berikut, yaitu dengan pengaktifan asam (H 2 SO 4 ), basa (NaOH) dan pemanasan. Zeolit yang telah jenuh oleh NH + 4 dapat diaktivasi pada suhu C dan akan melepaskan NH 3 (Harjono, 2004). Tujuan dari aktifasi adalah untuk mengeluarkan air mekanis (dehidrasi) dan air kristal (dehidratasi), yang terdapat pada pori dan saluran-saluran zeolit dan modifikasi lainnya menjadikan kondisinya lebih baik untuk penyerapan dan pertukaran ion dengan sekelilingnya. Zeolit bersifat selektif dan mempunyai kapasitas tinggi sebagai penyerap, karena zeolit dapat memisahkan molekul-molekul berdasarkan ukuran dan konfigurasi molekul. Selain itu zeolit merupakan penyerap molekul yang memiliki asam dipole permanen dan efek interaksi lainnya (Anwar et al., 1985), sehingga CO 2 yang besifat polar akan disukai untuk diserap oleh zeolit. Dalam hal kapasitas pertukaran ion maka mineral klinoptilolit mempunyai urutan kation yang dapat ditukar sebagai berikut : Cs > Rb > K > NH 4 > Ba > Sr > Na > Ca > Fe > Al > Mg > Li. Dengan demikian klinoptilolit akan lebih mudah melakukan pertukaran dengan NH 4 dibandingkan dengan Na, Mg, dan Ca. Secara kimia kandungan zeolit yang utama adalah : SiO 2 = 62,75%; Al 2 O 3 = 12,71%; K 2 O = 1,28%; CaO = 3,39%;Na 2 O = 1,29%; MnO = 5,58%; Fe 2 O 3 = 2,01%; MgO = 0,85%; Lg loss = 10,2% (Harjono, 2004). Larutan NaOH 1% selain dapat mencuci zeolit juga dapat meningkatkan terjadinya pertukaran ion pada zeolit. Zeolit yang diaktifasi dengan larutan NaOH memberi tingkat penyerapan paling tinggi terhadap NH + 4 dibandingkan dengan larutan asam dan pemanasan (Anwar et al., 1985). Penyerapan ion oleh zeolit juga dipengaruhi oleh ukuran dan luas permukaan dari zeolit tersebut. Lebih lanjut

21 9 dinyatakan bahwa ukuran butiran zeolit -35/+50 mesh adalah ukuran yang baik dalam percobaan penyerapan amoniak di dalam air limbah. Penggunaan zeolit sebagai penyerap TAN sangat efektif, sebab zeolit dalam bekerja tidak bergantung pada suhu, kisaran ph 4-8 dan tidak terpengaruh oleh desinfektan dan zat kemoterapik yang terdapat pada lingkungan perairan tersebut. Menurut Setyawan (2003) selain dapat dipakai sebagai penyerap ion NH + 4, Fe +, Mn +, juga dapat menyerap CO 2 dan dapat mengakibatkan kenaikan ph air. Untuk itu zeolit baik digunakan di dalam wadah pengangkutan karena selain dapat menghilangkan amoniak juga dapat mencegah terjadinya penurunan ph air yang diakibatkan oleh sisa respirasi organisme yang diangkut. Dalam sistem pengangkutan tertutup, kegunaan utama zeolit yang terutama adalah sebagai penyerap ion NH + 4. Sebenarnya yang dimaksud dengan penyerapan ion NH + 4 itu adalah pertukaran ion antara NH + 4 dengan Ca 2+ atau Na + atau ion-ion lainnya. Pertukaran ion merupakan suatu proses dimana ion-ion yang terserap pada suatu permukaan media filter ditukar dengan ion-ion lain yang berada dalam air. Proses ini dimungkinkan melalui suatu fenomena tarik menarik antara permukaan media bermuatan dengan molekul-molekul bersifat polar (O- Fish, 2006) Apabila suatu molekul bermuatan menyentuh suatu permukaan yang memiliki muatan yang berlawanan maka molekul tersebut akan terikat secara kimiawi pada permukaan tersebut. Pada kondisi tertentu molekul-molekul ini dapat ditukar posisinya dengan molekul lain yang berada dalam air yang memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk diikat. Proses pertukaran ion yang berlangsung secara umum di dalam perairan mengikuti dua kaidah. Pertama, kation-kation dengan valensi lebih besar akan dipertukarkan terlebih dahulu sebelum kationkation dengan valensi lebih kecil. Sebagai contoh apabila akuarium terdapat besi (ber-valensi 3), kalsium (ber-valensi 2) dan ammonium (ber-valensi 1) dalam jumlah yang sama, maka besi akan terlebih dahulu diserap oleh zeolit, menyusul kalsium dan terakhir ammonium. Kedua, kation yang konsentrasinya paling tinggi di dalam air akan diserap terlebih dahulu walaupun valensinya lebih kecil. Sebagai contoh dalam kasus tersebut, apabila konsentrasi ammonium jauh lebih banyak dibandingkan dengan besi dan kalsium, maka sesuai dengan aturan 2,

22 10 ammonium akan cenderung diserap terlebih dahulu (O-Fish, 2006). Pemberian zeolit sebesar 20 g/liter pada pengangkutan ikan maanvis, menghasilkan SR sebesar 100 % dengan lama pengangkutan 120 jam (Riza, 2007) Kualitas Air Kualitas air dinyatakan dalam beberapa parameter, yaitu parameter fisika (suhu, kekeruhan, padatan terlarut), parameter kimia (ph, oksigen terlarut, BOD, kadar logam), dan parameter biologi (keberadaan plankton, dan bakteri) (Boyd, 1991). Ikan bawal air tawar termasuk tidak banyak menuntut lingkungan bagus sebagai media hidupnya. Ikan ini mampu bertahan pada perairan yang kondisinya jelek sekalipun, namun akan tumbuh dengan normal dan optimal pada perairan yang sesuai dengan persyaratan habitatnya. Tabel 1 menunjukkan kisaran kualitas yang baik untuk ikan bawal air tawar. Tabel 1. Kualitas air yang optimal untuk ikan bawal air tawar Colossoma macropomum Cuvier. Parameter Nilai Sumber Suhu Oksigen terlarut Karbondioksida C 2,4-6 mg/l Maksimal 5,6 mg/l ph 7-8 Amoniak Nitrit Maksimal 0,1 mg/l Maksimal 1 mg/l Alkalinitas mg/l CaCO 3 Djarijah (2001) Effendi (2003) CO 2 dalam media pengangkutan merupakan hasil respirasi dan dapat mengancam kelangsungan hidup ikan. Jumlah CO 2 yang terlampau banyak akan bersifat racun bagi ikan (Jhingran dan Pullin, 1985). Kadar CO 2 terlarut lebih dapat ditoleransi oleh ikan dibandingkan dengan amoniak, bahkan banyak ikan yang hidup pada air yang mengandung CO 2 lebih besar dari 60 mg/l (Boyd, 1992). Kadar CO 2 sebesar mg/l dapat membunuh ikan dalam waktu relatif lama. Kadar CO 2 dalam air juga mempengaruhi ph air. Pada saat kandungan CO 2 tinggi maka ph air rendah demikian pula sebaliknya jika CO 2 rendah maka ph air tinggi (Boyd, 1990).

23 11 Amoniak adalah suatu produk hasil dari metabolisme protein dan disisi lain amoniak merupakan racun bagi ikan sekalipun konsentrasinya sangat rendah (Zonneveld et al., 1991). Amoniak dan nitrit yang tinggi dalam perairan bersifat berbahaya bagi ikan. Persentase amoniak bebas meningkat dengan meningkatnya nilai ph dan suhu perairan, apabila konsentrasinya tinggi dapat mempengaruhi kehidupan ikan (Boyd, 1991). Selain amoniak, senyawa nitrogen yang dihasilkan ikan berupa NO - 2 (nitrit) dan NO - 3 (nitrat). Jika nitrit NO - 2 terabsorpsi secara terus menerus oleh ikan, maka nitrit akan bereaksi dengan haemoglobin sehingga - membentuk metemoglobin (Hb+NO 2 = Met-Hb). Adapun reaksi yang terjadi adalah unsur besi yang terdapat dalam haemoglobin akan dioksidasi dari ferro menjadi ferri dan akan membentuk Met-Hb. Metemoglobin ini bersifat menurunkan kemampuan haemoglobin dalam mengikat oksigen, sehingga dapat mengakibatkan stres dan kematian pada ikan. Darah yang mengandung metemoglobin berwarna coklat biasanya disebut dengan brown blood disease (Boyd, 1991). Nilai ph (power of hydrogen) merupakan ukuran konsentrasi ion H + di dalam air. Keasaman adalah kapasitas air untuk menetralkan ion-ion hidroksil (OH - ). Nilai ph disebut asam bila kurang dari 7, ph 7 disebut netral dan ph di atas 7 disebut basa. Jaringan insang merupakan target organ pertama akibat stres asam. Ketika ikan berada pada ph rendah, peningkatan lendir akan terlihat pada permukaan insang (Boyd, 1990). Begitu juga dengan ph tinggi, karena insang ikan sangat sensitif dan berbahaya bagi mata ikan. Kriteria ph yang ideal menurut Pescod (1973) adalah 6,5-8, Efisiensi Ekonomi Efisiensi ekonomi atau disebut juga analisis usaha menentukan sejauh mana usaha yang dilakukan menguntungkan atau tidak serta mengukur keberlanjutan usaha tersebut. Menurut Rahardi et al. (1998), analisis usaha dalam bidang perikanan merupakan pemeriksaan keuangan untuk mengetahui sampai dimana keberhasilan usaha yang telah dicapai selama usaha perikanan itu berlangsung. Dengan analisis usaha ini, pengusaha membuat perhitungan dan

24 12 menentukan tindakan untuk memperbaiki dan meningkatkan keuntungan dalam perusahaannya. Beberapa parameter yang digunakan dalam analisis usaha adalah keuntungan, revenue-cost ratio (R/C), break even point (BEP) dan payback periode (PP). Keuntungan adalah selisih dari pendapatan dan biaya total yang dikeluarkan. Menurut Hernanto (1989) dalam Amaliya (2007), keuntungan relatif usaha dapat diketahui dengan analisis imbang penerimaan dan biaya atau revenuecost ratio (R/C). Analisis R/C bertujuan untuk melihat seberapa jauh setiap nilai rupiah biaya yang digunakan dalam kegiatan usaha dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan. Kegiatan usaha yang menguntungkan memiliki nilai R/C yang besar. Rahardi et al. (1998), menyatakan bahwa break even point (BEP) merupakan suatu nilai pada saat hasil penjualan produksi sama dengan biaya produksi sehingga pengeluaran sama dengan pendapatan atau impas. Analisis payback periode (PP) digunakan untuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan untuk menutup biaya investasi (Lukito, 2008). Menurut Effendi (2004), produksi akan mencapai nilai maksimal jika ikan dapat dipelihara dalam padat penebaran tinggi yang diikuti dengan pertumbuhan yang tinggi. Hepher dan Pruginin (1981) menyatakan bahwa hasil panen persatuan luas (yield) merupakan fungsi dari laju pertumbuhan ikan dan tingkat padat penebaran ikan. Peningkatan padat tebar dapat mengakibatkan penurunan pertumbuhan ikan, tetapi selama penurunannya tidak terlalu besar dibandingkan peningkatan padat tebar maka produksi akan tetap meningkat. Produksi yang meningkat akan meningkatkan pula keuntungan. Harga pokok penjualan adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang yang dijual atau harga perolehan dari barang yang dijual. Ada dua manfaat dari harga pokok penjualan yaitu sebagai patokan untuk menentukan harga jual dan untuk mengetahui laba yang diinginkan perusahaan. Apabila harga jual lebih besar dari harga pokok penjualan maka akan diperoleh laba, dan sebaliknya apabila harga jual lebih rendah dari harga pokok penjualan akan diperoleh kerugian (Dikmenkum, 2009).

25 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Oktober 2008, bertempat di Laboratorium Sistem dan Teknologi Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Tahap Penelitian Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu penentuan kemampuan puasa ikan, tingkat konsumsi oksigen, penentuan kepadatan ikan, penentuan laju ekskresi TAN, penentuan kapasitas zeolit dalam menyerap TAN, serta penentuan kepadatan optimal dalam media pengangkutan. 3.3 Alat dan Bahan Penentuan Kemampuan Puasa Ikan Alat yang digunakan adalah 4 akuarium berukuran (25x25x25) cm 3 untuk wadah pemeliharaan ikan. Pengukuran kualitas air berupa erlenmeyer, botol bervolume 30 ml sebanyak 10 buah, alat suntik, termometer, ph-meter. Bahan yang digunakan adalah air dan ikan uji yaitu ikan bawal air tawar dengan bobot rata-rata 0,5 g/ekor serta bahan pengukuran oksigen terlarut berupa MnSO 4, NaOH, H 2 SO 4, dan Na-tiosulfat dengan indikator amilum Penentuan Tingkat Konsumsi Oksigen Alat yang digunakan yaitu stoples bervolume 3 liter sebanyak 8 buah, lakban, karet ban. Pengukuran oksigen terlarut berupa erlenmeyer, botol bervolume 30 ml sebanyak 10 buah, alat suntik. Bahan yang digunakan yaitu air dan ikan bawal air tawar dengan bobot rata-rata 0,5 g/ekor serta bahan pengukuran oksigen terlarut berupa MnSO 4, NaOH, H 2 SO 4, dan Na-tiosulfat.

26 Penentuan Laju Ekskresi TAN Alat yang digunakan yaitu stoples bervolume 3 liter, ph-meter, termometer, gelas piala, pipet Mohr dan spektofotometer. Pengukuran oksigen terlarut berupa erlenmeyer, botol bervolume 30 ml sebanyak 10 buah, alat suntik. Bahan yang digunakan yaitu air, pereaksi uji amoniak per 25 ml (1 tetes MnSO 4, 0,6 ml phenate, 0,5 ml chlorox) dan ikan bawal air tawar Penentuan Kapasitas Zeolit dalam Menyerap Total Amonia Nitrogen (TAN) Alat yang digunakan yaitu botol plastik untuk melewatkan air pada sejumlah zeolit, kain kasa, ph-meter, termometer, gelas piala, pipet Mohr dan spektofotometer. Bahan yang digunakan yaitu air dengan kadar TAN 0,1 mg/l sebanyak 1 liter, pereaksi uji amoniak, 10 g zeolit ukuran -40/+60mesh Penentuan Kepadatan Optimal dalam Media Pengangkutan Alat yang digunakan yaitu kantong plastik ukuran (40x60) cm 2 sebanyak 12 lembar, karet gelang, termometer, ph-meter, spektofotometer. Pengukuran oksigen terlarut berupa erlenmeyer, botol bervolume 30 ml sebanyak 10 buah, alat suntik. Bahan yang digunakan yaitu air bersih, zeolit yang telah dikemas berukuran -40/+60mesh, reagent amoniak, dan ikan uji yaitu ikan bawal air tawar. Bahan pengukuran oksigen terlarut berupa MnSO 4, NaOH, H 2 SO 4, dan Natiosulfat dengan indikator amilum. 3.4 Prosedur Kerja Prosedur Penentuan Kemampuan Puasa Ikan Penentuan puasa ikan dilakukan dengan cara menyiapkan akuarium ukuran (25x25x25) cm 3 yang telah dibersihkan dan dikeringkan selama 2 hari. Kemudian diisi air dengan ketinggian 20 cm yang diaerasi selama 2 hari lalu memasukkan ikan uji sebanyak 20 ekor. Aklimatisasi selama 15 menit dilakukan pada ikan uji. Pergantian air sebanyak 5-20 % dilakukan setiap hari. Kemudian

27 15 mengamati tingkah laku ikan uji setiap hari dan mencatat pada hari ke berapa ikan mulai mengalami lemas dan akhirnya mengalami kematian. Selama pemuasaan dilakukan pengamatan kualitas air yaitu suhu, ph, dan DO Prosedur Penentuan Tingkat Konsumsi Oksigen (TKO) Tingkat konsumsi oksigen (TKO) ditentukan dengan menyiapkan 3 toples bervolume 3 liter yang telah dibersihkan dan dikeringkan, kemudian diisi air yang sebelumnya diberi aerasi selama 3 hari (sampai kandungan oksigen dalam air jenuh) hingga penuh. Ikan uji setelah makan dan pada saat puasa ukuran 0,5 g/ekor dimasukkan ke dalam wadah masing-masing dengan biomassa 3 g/wadah, kemudian ditutup dengan tutup yang sebelumnya sudah dimasukkan selang aerasi sehingga rapat dan tidak ada lagi gelembung udara. Lalu diukur kandungan DO tiap satu jam selama 6 jam Prosedur Penentuan Kepadatan Ikan dalam Kemasan Tertutup Penentuan kepadatan yang tepat dalam kemasan tertutup, bertujuan untuk menghindari kematian akibat kepadatan yang terlalu tinggi karena ruang gerak yang terbatas. Penentuan kepadatan yang tepat untuk pengangkutan selama 48 jam dengan menggunakan rumus : Fq = 38 x W 0,5 Keterangan : Fq = jumlah ikan per volume (g/l) W = berat rata-rata ikan per ekor (g) Bobot rata-rata ikan digunakan adalah 0,5 gram sehingga : Fq = 38 x 0,5 0,5 = 27 g/l atau 54 ekor/l Maka jumlah ikan per kantong = 43 ekor Volume air = 0,8 liter Volume air ditambah 0,2 liter sebagai pengganti kehilangan air akibat pengambilan sampel sebanyak 6 x 30 ml.

28 Prosedur Penentuan Laju Ekskresi TAN Prosedur penentuan laju ekskresi amoniak ikan bertujuan untuk mengetahui jumlah amoniak yang dieksresikan tiap satuan waktu, sehingga dapat diketahui jumlah akumulasi amoniak pada waktu tertentu. Percobaan ini dilakukan dengan menyiapkan 3 stoples bervolume 3 liter yang telah dibersihkan dan dikeringkan selama 2 hari, kemudian diisi air hingga volume 2 liter. Ikan uji dimasukkan ke dalam wadah masing-masing 40 ekor per wadah. Kemudian melakukan pengambilan sampel air sebanyak 30 ml setiap 24 jam untuk mengukur suhu, ph, oksigen, dan konsentrasi TAN Penentuan Kapasitas Zeolit Hal ini bertujuan untuk mengetahui jumlah TAN yang diadsorpsi tiap satuan waktu tertentu, sehingga dapat diketahui jumlah zeolit yang harus diberikan untuk mengadsorpsi akumulasi TAN. Prosedur yang dilakukan adalah dengan cara menyiapkan 2 buah potongan botol plastik yang telah dibersihkan dan dikeringkan, lalu pada masing-masing leher botol tersebut diisi dengan zeolit sebanyak 10 gram. Selanjutnya melakukan pengaliran air yang mengandung TAN 0,1 mg/l dengan volume 1 liter pada masing-masing botol. Langkah ini dilakukan setiap 10 menit selama 7 kali. Setiap setelah pengaliran air, diambil sampel sebanyak 30 ml, kemudian mengukur kadar TAN, ph, dan suhu Prosedur Penentuan Kepadatan Optimal dalam Media Pengangkutan Penentuan dosis optimum dari zeolit diperlukan untuk mengetahui dosis zeolit yang tepat untuk diaplikasikan pada pengepakan tertutup. Prosedur percobaan ini dimulai dengan memuasakan ikan selama 2 hari. Selanjutnya sampel air diambil untuk diukur ph, suhu, kadar okasigen terlarut, dan kadar TAN. Kemudian disiapkan 12 lembar kantong plastik dan karet pengikat. Salah satu ujung plastik dipasang kran untuk mengambil sampel air, sedangkan di ujung lainnya diikat dengan karet untuk menghindari titik mati air. Kantong plastik diisi dengan air masing-masing 1 liter dan ikan uji dimasukkan ke dalam kantong

29 17 plastik dengan padat penebaran 43, 86, dan 129 ekor/l. Zeolit yang telah dibungkus kain dimasukkan ke dalam kantong dengan dosis 20 g/l. Masing masing perlakuan terdiri dari 4 ulangan. Setiap kantong kemudian diisi air dan oksigen dengan perbandingan 1 : 2 dan mengikatnya dengan karet gelang, kemudian dimasukkan ke dalam kotak styrofoam. Selanjutnya styrofoam diberi batu es agar suhu stabil sekitar 20 0 C, kemudian ditutup. Pengamatan keadaan ikan dilakukan setiap 6 jam, dan pengambilan sampel air sebanyak 30 ml per kantong setiap 24 jam. Pengamatan sampel dihentikan hingga 48 jam. Nilai NH 3 diperoleh dari nilai TAN dengan memperhitungakan kondisi ph dan suhu sesuai rumus (Boyd, 1990) : NH 3 N = [(100/(1+antilog (pka-ph))] 3.5 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan masing-masing menggunakan empat ulangan, yaitu : 1) Perlakuan A dengan padat tebar 43 ekor/liter 2) Perlakuan B dengan padat tebar 86 ekor/liter 3) Perlakuan C dengan padat tebar 129 ekor/liter Perhitungan kepadatan pada perlakuan diatas diperoleh dari penentuan kepadatan ikan dalam kemasan tertutup yang diangkut kurang dari 48 jam (Frose, 1985). Model percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Yij = µ + σi + εij (Steel dan Torrie, 1982) Keterangan : Yij = Data hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah dari pengamatan σi = Pengaruh aditif dari perlakuan ke-i εij = Pengaruh galat hasil percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Parameter utama yang digunakan dalam mengevaluasi hasil percobaan adalah kelangsungan hidup dan efisisensi ekonomi. Untuk parameter pendukung adalah oksigen terlarut, ph, suhu, total amoniak nitrogen, dan amoniak.

30 Efisiensi Ekonomi Efisiensi ekonomi dihitung melalui empat parameter, yaitu: 1) Keuntungan (profit), dihitung dengan rumus menurut Martin et al. (1991) : Keuntungan = Penerimaan-Total biaya produksi 2) R/C, dihitung dengan rumus menurut Rahardi et al. (1998): R/C = Penerimaan total/biaya total 3) Break Even Point (BEP), dihitung dengan rumus menurut Martin et al. (1991): BEP (Rp) = Biaya tetap /(1-(biaya variabel/penerimaan total)) BEP (ekor) = Biaya tetap/(harga jual-(biaya variabel/jumlah produksi)) 4) Payback Period (PP), dihitung dengan rumus menurut Martin et al. (1991) : PP = Investasi /keuntungan x 1 tahun 5) Harga Pokok Penjualan (HPP), dihitung dengan rumus menurut Dikmenkum (2009): HPP = Total pengeluaran/volume produksi 3.7 Analisis Data Data yang telah diperoleh kemudian ditabulasi dan dianalisis menggunakan program SPSS 11.5, yang meliputi : 1) Analisis Ragam (ANOVA) dengan uji F pada selang kepercayaan 95 %, digunakan untuk menentukan apakah perlakuan berpengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup. Apabila berpengaruh nyata, untuk melihat perbedaan antar perlakuan akan diuji lanjut dengan menggunakan uji Tukey. 2) Analisis deskripsi kuantitatif, digunakan untuk menentukan efisiensi ekonomi dan kualitas air pada media pengangkutan yang disajikan dalam bentuk tabel.

31 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Kemampuan Puasa Ikan Ikan bawal air tawar dengan bobot rata-rata 0,5 gram/ekor sebanyak 20 ekor mampu bertahan hidup dalam keadaan puasa hingga 3 hari. Kemudian ikan mati mulai ditemukan pada hari ke-4 sebanyak 2 ekor, sedangkan pengamatan pada hari ke-6, SR ikan bawal air tawar sebesar 85 % dengan kondisi ikan yang sudah lemas. Tabel 2. Kemampuan puasa ikan bawal air tawar Σ Ikan Σ Ikan Hari SR Suhu DO Tingkah Laku Hidup Mati ph ke- (%) (ºC) Ikan (ekor) (ekor) (mg/l) ,10 7,60 5,51 Berenang Aktif ,00 7,60 5,01 Berenang Aktif ,10 7,65 4,42 Berenang Aktif ,30 7,70 5,17 Berenang Lemas ,50 7,60 5,09 Berenang Lemas ,30 7,60 4,92 Berenang Lemas Hasil Akhir Tingkat Konsumsi Oksigen (TKO) Gambar 1 menunjukkan nilai TKO rata-rata ikan bawal air tawar tiap ukuran bobot yaitu 0,4, 0,5, dan 0,6 gram. Grafik TKO (y, mg O 2. g -1. jam -1 ) dan bobot (x, gram) tersebut berbentuk linier dengan persamaan y = -0,022x + 0,352 dan R 2 = 0,935 (p<0,05) untuk sebelum makan dan y = -0,013x + 0,299 dan R 2 = 0,996 untuk ikan setelah makan. Dari Gambar 1 terlihat bahwa ikan yang memiliki bobot lebih kecil memiliki nilai TKO yang lebih tinggi daripada ikan berukuran besar. Hal ini dapat dilihat dari TKO rata-rata dari ukuran 0,4 g sebesar 0,33±0,1 mg O 2.g -1.jam -1, kemudian ukuran 0,5 g sebesar 0,30±0,0 mg O 2.g -1.jam - 1 dan ukuran 0,6 g sebesar 0,29±0,0 mg O 2.g -1.jam -1. Selain itu TKO setelah makan lebih tinggi dari pada sebelum makan (puasa).

32 20 Gambar 1. Tingkat konsumsi oksigen ikan bawal air tawar Dari Gambar 1 dapat diketahui TKO ikan bawal air tawar ukuran 0,5 g adalah sebesar 0,27 mg O 2. g -1. jam -1. Jadi dalam waktu pengangkutan selama 48 jam oksigen yang diperlukan untuk respirasi 43 ekor ikan dengan ukuran 0,5 g adalah 279 mg O Laju Ekskresi TAN Grafik ekskresi TAN pada Gambar 2 diambil dari nilai rata-rata ekskresi TAN (Lampiran 2) ikan bawal air tawar per 24 jam selama 48 jam. Grafik ekskresi TAN (y, mg/l) dan waktu (x, jam) tersebut berbentuk linier dengan persamaan y = 0,921x-0,471 dengan R 2 = 0,941 (p<0,05). Gambar 2. Laju ekskresi TAN per-24 jam selama 48 jam

33 21 Dari Gambar 2 dapat diketahui bahwa nilai TAN maksimum yang diekskresikan ikan bawal air tawar ukuran 0,5 g adalah 0,055 mg l jam -1 sehingga dapat diprediksi pada jam ke-48 akumulasi TAN mencapai 2,365 mg/l Kapasitas Serap Zeolit Gambar 3 menunjukkan grafik laju penurunan konsetrasi TAN dalam menyerap zeolit (y, mg/l) dan waktu (x, detik), grafik tersebut berpola logaritmik dengan persamaan y = -0,0184Ln(x)+0,1071 dengan R 2 = 0,9971 (p<0,05). Total Am oniak Nitrogen (m g/l) y = Ln(x) R 2 = Waktu (detik) Gambar 3. Laju penurunan konsentrasi TAN dalam menyerap zeolit Dari Gambar 3 dapat diketahui bahwa air yang mengandung TAN 0,107 mg/l dapat diturunkan hingga mencapai konsentrasi 0 mg/l dalam 295 detik atau sekitar 5 menit. Dengan demikian dalam waktu 1 jam zeolit berukuran -40/+60 mesh dengan berat 10 g mampu menurunkan kandungan TAN sampai 1,2 mg/l Konsentrasi TAN dan NH 3 Media Air Pengepakan Pada Tabel 3 disajikan data konsentrasi TAN rata-rata pada setiap perlakuan dari jam ke-0 sampai jam ke-48. Dari Tabel 3 dapat dilihat terjadi peningkatan TAN seiring dengan pertambahan waktu. Berdasarkan analisis statistik menggunakan sidik ragam terhadap data TAN dan juga menggunakan uji lanjut BNT, dapat dilihat bahwa pada jam ke-24 sudah terjadi perbedaan yang nyata antar perlakuan.

34 22 Tabel 3. Konsentrasi TAN rata-rata pada media air pengepakan Jam ke- Padat Penebaran (ekor/liter) ,3169 0,3169 0, ± a ± b ± c ± a ± b ± c Keterangan : Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0,05). Perbedaan yang paling jelas terjadi pada tiap perlakuan pada jam ke-24. Pada jam tersebut terlihat bahwa masing-masing perlakuan berbeda nyata, sehingga pada jam ke-24 dapat dijadikan bahan evaluasi pengaruh perlakuan terhadap kadar TAN dalam media pengepakan. Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa nilai konsentrasi TAN padat penebaran 43 ekor/l sebesar 2,1606±0,1168 mg/l, kemudian padat penebaran 86 ekor/l nilai konsentrasi TAN sebesar 2,4143±0,0484, dan padat tebar 129 ekor/l nilai konsentrasi TAN sebesar 2,6509±0,0538 mg/l. Peningkatan kepadatan media pengepakan secara nyata dapat meningkatkan nilai konsentrasi TAN (p<0,05). Total Amoniak Nitrogen (mg/l) y = x x R 2 = e/l y = x x e/l 1 R 2 = e/l y = x x R 2 = Waktu (Jam ke-) Gambar 4. Konsentrasi TAN pada media air pengepakan Gambar 4 menunjukan grafik konsentrasi TAN (y, mg/l) dan waktu (x, jam), grafik tersebut berpola polinomial dengan persamaan y = -0,0007x 2 + 0,0721x+0,3097 dengan R 2 = 0,99 (p<0,05) pada perlakuan 43 ekor/liter, kemudian y = -0,0011x 2 +0,0963x+0,3073 dengan R 2 = 0,9952 (p<0,05) pada perlakuan 86 ekor/liter, dan y = -0,0015x 2 +0,1232x+0,3045 dengan R 2 = 0,9969 (p<0,05) pada perlakuan 129 ekor/liter.

35 23 Tabel 4. Konsentrasi NH 3 rata-rata pada media pengepakan Jam ke- Padat Penebaran (ekor/liter) ,0023 0,0023 0, ± a ± b ± c ± a ± b ± c Keterangan : Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0,05). Sama halnya konsentrasi TAN rata-rata pada media air pengepakan, konsentrasi NH 3 terendah terjadi pada padat penebaran 43 ekor/l sebesar 0,0176±0,0028 mg/l, kemudian disusul dengan padat penebaran 86 ekor/l konsentrasi NH 3 sebesar 0,0281±0,0092 mg/l, dan padat penebaran 129 ekor/l konsentrasi NH 3 sebesar 0,0375±0,0077 mg/l. Peningkatan konsentrasi NH 3 terjadi seiring dengan petambahan waktu dan peningkatan kepadatan pada media air pengepakan. Amoniak (mg/l) y = x R 2 = y = x R 2 = y = x R 2 = Waktu (Jam ke-) 43 e/l 86 e/l 129 e/l Gambar 5. Konsentrasi NH 3 pada media air pengepakan Gambar 5 menunjukan grafik konsentrasi NH 3 pada media air pengepakan (y, mg/l) dan waktu (x, jam), grafik tersebut berpola linier dengan persamaan y = 0,0003x+0,0019 dengan R 2 = 0,9404 (p<0,05) pada perlakuan 43 ekor/liter, kemudian y = 0,0004x+0,002 dengan R 2 = 0,9652 (p<0,05) pada perlakuan 86 ekor/liter, dan y = 0,0007x+0,0022 dengan R 2 = 0,9205 (p<0,05) pada perlakuan 129 ekor/liter.

36 Suhu Media Air Pengepakan Suhu air dalam media pengepakan diturunkan dengan penambahan es pada kotak styrofoam. Suhu awal sama untuk setiap unit percobaan yaitu 25 0 C. Gambar 6 menunjukkan bahwa suhu mengalami penurunan dalam waktu sekitar 8 jam sebesar suhu 20 0 C. Pada jam ke-8 sampai jam ke-48 suhu berkisar antara C. Gambar 6. Suhu media air pengepakan Konsentrasi DO Media Air Pengepakan Dari Tabel 5 dapat terlihat bahwa nilai oksigen mengalami kenaikan pada jam ke-8 karena adanya penambahan dan tekanan dari oksigen murni. Penurunan konsentrasi DO mulai pada jam ke-16 sampai akhir penelitian. Pengaruh secara nyata antar perlakuan terjadi pada jam ke-8 sampai akhir penelitian. Tabel 5. Konsentrasi DO rata-rata media air pengepakan Jam ke- Padat Penebaran (ekor/liter) ,34 6,34 6, ±0.11 a 8.36±0.14 b 8.09±0.07 c ±0.08 a 7.99±0.08 b 7.49±0.14 c ±0.15 a 7.65±0.10 b 6.94±0.21 c ±0.11 a 7.22±0.20 b 6.32±0.24 c ±0.07 a 6.86±0.18 b 5.82±0.27 c ±0.08 a 6.45±0.18 b 5.34±0.30 c Keterangan : Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0,05).

37 25 Gambar 7. Konsentrasi DO media air pengepakan Grafik konsentrasi oksigen terlarut pada Gambar 7 menunjukkan penurunan seiring dengan penambahan waktu dan padat penebaran dalam media air pengepakan. Hal ini berarti, bahwa nilai DO akan mempengaruhi kelangsungan hidup benih ikan bawal air tawar. Nilai DO pada akhir penelitian sebesar 7,70 mg/l untuk kepadatan 43 ekor/l, kemudian nilai DO sebesar 6,45 mg/l untuk kepadatan 86 ekor/l, dan nilai DO sebesar 5,34 mg/l untuk kepadatan 129 ekor/l Nilai ph Media Air Pengepakan Gambar 8 menunjukkan kisaran ph masing-masing perlakuan selama pengepakan, adapun kisaran ph selama pengepakan adalah 7,0 7,6. Perubahan nilai ph selama pengamatan pada semua perlakuan tidak terlalu signifikan dan masih layak untuk kehidupan ikan uji. Fluktuasi ph tidak terjadi secara cepat pada media pengepakan. Gambar 8. Nilai ph media air pengepakan

38 Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) Berdasarkan analisis statistik, dapat dilihat bahwa pada jam ke-0 sampai jam ke-16 belum menunjukkan perbedaan SR pada masing-masing perlakuan. Adanya perbedaan SR yang nyata antara tiap perlakuan mulai terjadi pada jam ke- 24 meskipun ada beberapa perlakuan yang tidak berbeda nyata. Pada akhir penelitian (jam ke-48) kepadatan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup ikan (p<0,05) dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Tingkat kelangsungan hidup (SR) media air pengepakan Jam ke- Padat Penebaran (ekor/l) a 100 a 100 a a 99,13±0,58 ab 98,45±0,64 b 32 98,84±1,35 a 97,67±0,95 a 96,70±1,47 a 40 97,67±1,90 a 96,51±1,65 a 95,15±1,47 a 48 95,35±1,90 a 94,48±1,99 a 93,21±1,73 a Keterangan : Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0,05) Efisiensi Ekonomi Efisiensi ekonomi dihitung dalam jangka waktu satu tahun. Analisis usaha pada tiap perlakuan disajikan pada Tabel 7. Asumsi yang digunakan dalam analisis usaha adalah sebagai berikut : a. Harga faktor produksi dianggap tetap selama siklus produksi. b. Penampungan benih ikan bawal air tawar menggunakan 4 bak fiber. c. Dalam media pengangkutan 1 kantong bervolume air 3 liter. Setiap ulangan dalam perlakuan dihitung dengan volume = 12 kantong x 3 liter = 36 liter. d. Dalam satu siklus produksi memerlukan waktu 14 hari dengan 7 hari mencari benih, 4 hari mengaklimatisasi, dan 3 hari melakukan transportasi. e. Dalam 1 tahun terdapat 20 siklus produksi (10 bulan) dengan pertimbangan 2 bulan masa tidak berproduksi karena ketersediaan benih yang menurun. f. Lokasi yang dituju adalah Palembang dengan waktu tempuh selama 8 jam menggunakan pesawat udara dengan jarak ±750 km. g. Biaya penyusutan komponen utama sebesar Rp ,00, sistem aerasi sebesar Rp ,33, dan sarana produksi sebesar Rp ,00.

39 27 h. Jumlah tenaga kerja sebanyak 3 orang dengan waktu efektif kerja sebanyak 8 jam dan gaji Rp ,00/bulan untuk 1 orang. Bonus produksi Rp 2.000/kantong diberikan saat pengepakan berlangsung. i. Biaya listrik Rp 300,00/KWH. j. Harga benih bawal air tawar berukuran 1 inci sebesar Rp 90,00/ekor. k. Setiap 1000 ekor maka dikeluarkan biaya panen sebesar Rp 5.000,00. Biaya plastik packing sebesar Rp 500,00 dan gas packing sebesar Rp 1.000,00. l. Sewa mobil pick-up dari Bogor-Bandara Soekarno-Hatta PP Rp ,00 dan tiket masuk bandara sebesar Rp ,00/orang. m. Dokumen karantina Rp ,00/spesies setiap 1 kali pengiriman. n. Biaya kargo Rp ,00/kg minimal 16 kg/box setiap 1 kali pengiriman. o. Harga pokok penjualan perlakuan B sebesar Rp 153,34/ekor dan perlakuan C sebesar Rp 135,06/ekor dengan harga jual ke bandara yang dituju sebesar Rp 165,00/ekor. Perhitungan analisis usaha disajikan pada Tabel 6. Perlakuan A mengalami kerugian karena tingginya biaya investasi. Keuntungan perlakuan C, karena volume produksi yang tinggi dengan asumsi biaya investasi tiap perlakuan dianggap sama. Tabel 7. Analisis usaha pada tiap perlakuan Uraian Perlakuan 43 ekor/liter 86 ekor/liter 129 ekor/liter Investasi Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Biaya tetap Rp ,67 Rp ,67 Rp ,67 Biaya variabel Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Biaya total Rp ,67 Rp ,67 Rp ,67 Penerimaan Rp ,28 Rp ,64 Rp ,60 Keutungan - Rp ,87 Rp ,97 Rp ,93 R/C Ratio - 1,01 1,13 BEP (Rp) - Rp ,20 Rp ,72 BEP (ekor) HPP (Rp/ekor) - Rp 154,35 Rp 135,74 % Margin Keuntungan - 6,90 18,96 PP (tahun) - 5,99 0, Pembahasan Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa nilai TKO menurun seiring dengan meningkatnya bobot ikan. TKO rata-rata ikan berukuran 0,4 g sebesar 0,29±0,1

40 28 mg O 2. g -1. jam -1, ukuran 0,5 g sebesar 0,27±0,0 mg O 2. g -1. jam -1, dan ukuran 0,6 g sebesar 0,26±0,1 mg O 2. g -1. jam -1. Nilai TKO setelah makan lebih tinggi daripada sebelum makan (puasa). Aktivitas makan pada ikan memerlukan oksigen lebih tinggi. Sesuai dengan pernyataan Boyd (1990), bahwa nilai TKO berbedabeda bergantung pada spesies, ukuran, aktivitas, jenis kelamin, tingkat konsumsi pakan, suhu, dan konsentrasi oksigen terlarut. Tingkat konsumsi oksigen pada perlakuan ikan bawal air tawar sebelum dan sesudah makan menunjukkan bahwa ikan yang mempunyai bobot kecil memiliki TKO lebih tinggi daripada yang berukuran besar. Menurut Boyd (1990) organisme kecil mengkonsumsi oksigen lebih tinggi per satuan waktu dan bobot daripada ikan berukuran besar. Hal ini disebabkan karena pada ikan berukuran kecil lebih banyak memerlukan energi untuk pertumbuhan. Spotte (1970) menyatakan, bahwa laju metabolisme tubuh organisme berukuran kecil lebih tinggi dari pada yang berukuran besar. Dari Gambar 1 dapat diketahui TKO ikan bawal air tawar ukuran 0,5 gram adalah sebesar 0,27 mg O 2. g -1. jam -1. Jadi dalam waktu pengangkutan selama 48 jam oksigen yang diperlukan untuk respirasi 43 ekor ikan ukuran 0,5 g diperkirakan sebesar 279 mg O 2. Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa ikan bawal air tawar ukuran 0,5 g memiliki laju ekskresi TAN sebesar 0,0550 mg/l/48jam sehingga dapat diprediksi bahwa TAN yang diekresikan ikan bawal air tawar dalam media pengepakan dengan jumlah ikan 43 ekor/l per kantong dan dalam waktu 48 jam adalah sekitar 2,365 mg/l. Dalam wadah pengangkutan ekskresi TAN penting diketahui karena akumulasinya akan berakibat fatal terhadap kelangsungan hidup organisme yang diangkut. Pada uji kapasitas serap zeolit terhadap TAN didapat hasil bahwa air yang mengandung TAN 0,107 mg/l dapat diturunkan hingga mencapai konsentrasi 0 mg/l dalam waktu 295 detik atau sekitar 5 menit. Penurunan TAN yang drastis pada detik ke-0 sampai detik ke-80 karena daya serap dari zeolit masih tinggi serta kandungan NH + 4 masih banyak terdapat di air sehingga zeolit dengan mudah bisa menukar ion-ion NH + 4 dengan ion Ca 2+ atan Na + yang terkandung dalam zeolit tersebut, dengan reaksi: zeolit Na NH 4 zeolit NH Na + (Boyd, 1990).

41 29 Konsentrasi TAN rata-rata (Tabel 3) dari setiap perlakuan pada jam ke-0, 24, dan 48 dapat terlihat meningkat seiring dengan bertambahnya waktu. Pada jam ke-24 dapat dilihat bahwa kadar TAN terendah terjadi pada perlakuan padat penebaran 43 ekor/l dengan konsentrasi TAN 1,6378±0,1034 mg/l, kemudian meningkat pada padat penebaran 86 ekor/l dengan konsentrasi TAN 1,9903±0,1188 mg/l, dan konsentrasi TAN tertinggi terdapat pada padat penebaran 129 ekor/liter sebesar 2,3692±0,1019 mg/l. Kenaikan TAN akan meningkat seiring dengan peningkatan padat penebaran pada media pengepakan dan lama waktu pengangkutan. Secara umum 1 g zeolit dapat menyerap 1 mg amoniak, karena zeolit bersifat selektif dan mempunyai efektifitas yang tinggi sebagai adsorban dan penukaran ion terutama ion NH + 4, Fe +, Mn +, dan juga dapat menyerap CO 2 dalam suatu perairan (Setyawan, 2003). Pada jam ke-48 nilai TAN pada perlakuan dengan padat penebaran 43 ekor/l sebesar 2,1606±0,1168 mg/l, kemudian meningkat pada padat penebaran 86 ekor/l sebesar 2,4143±0,0484 mg/l, dan padat penebaran 129 ekor/l sebesar 2,6509±0,0538 mg/l. Nilai TAN akan meningkat seiring dengan peningkatan biomassa karena akumulasi dari hasil buangan metabolisme meningkat pula. Frose (1985) menyatakan bahwa dalam wadah pengangkutan laju metabolisme ikan lebih cepat bahkan sampai tiga kali dari metabolisme rutin, yang menyebabkan laju ekskresi hasil metabolisme selama proses pengangkutan meningkat pula. Di dalam perairan, TAN terdapat dalam dua bentuk yaitu NH + 4 dan NH 3. Menurut Spotte (1970), NH 3 adalah bentuk TAN yang lebih beracun bagi organisme perairan. Rendahnya fraksi NH 3 terhadap TAN disebabkan oleh rendahnya ph dan suhu media air pengepakan. Data NH 3 ini memiliki pola yang sama dengan data TAN, yaitu semakin meningkat konsentrasi NH 3 dengan semakin meningkatnya padat penebaran. Hal ini bisa dilihat pada jam ke-48, nilai NH 3 tertinggi terdapat pada perlakuan dengan padat penebaran 129 ekor/l sebesar 0,0375±0,0077 mg/l, kemudian konsentrasi NH 3 pada padat 86 ekor/l sebesar 0,0281±0,0092 mg/l, dan konsentrasi NH 3 terendah pada padat penebaran 43 ekor/l sebesar 0,0176±0,0028 mg/l.

42 30 Kematian ikan terjadi ketika konsentrasi NH 3 dalam media air pengepakan melebihi 0,1 mg/l. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan McCarty dalam Effendi (2003) bahwa, kadar NH 3 pada perairan tawar sebaiknya tidak melebihi 0,1 mg/l, karena bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan. Konsentrasi NH 3 melebihi 0,1 mg/l dapat menurunkan kapasitas darah untuk membawa oksigen sehingga jaringan akan kekurangan oksigen yang dapat mengakibatkan kematian pada ikan. Selain itu Stickney (1979) menyatakan bahwa kepadatan ikan yang semakin tinggi akan dapat menyebabkan semakin banyak masalah yang timbul, seperti serangan penyakit dan memburuknya kualitas air. Pada kondisi kepadatan ikan yang tinggi, maka oksigen untuk setiap individu makin berkurang, sedangkan akumulasi bahan buangan metabolik ikan akan makin tinggi (Hepher, 1978) Dari data yang diperoleh, SR ikan bawal air tawar semakin rendah tapi tidak berbeda nyata seiring dengan meningkatnya padat penebaran media pengepakan. Peningkatan kepadatan mempengaruhi proses fisiologis dan tingkah laku ikan terhadap ruang gerak. Hal ini pada akhirnya akan mempengaruhi kondisi fisiologis ikan sehingga pemanfaatan makan, pertumbuhan, dan kelangsungan hidup mengalami penurunan (Handajani dan Hastuti, 2002). Selama 48 jam, SR tidak berbeda nyata antar perlakuan. Hal ini berarti, bahwa sampai kepadatan 129 ekor/liter kualitas air belum dipengaruhi oleh perlakuan. Parameter kualitas air lainnya yaitu suhu, ph, dan DO selama penelitian masih dalam kisaran yang baik bagi kehidupan organisme. Suhu media berkisar antara C masih dalam batas kisaran suhu optimum ikan bawal air tawar. Fluktuasi suhu yang terjadi tidak membahayakan bagi kelangsungan hidup ikan karena menurut Stickney (1979), secara umum fluktuasi suhu yang membahayakan ikan adalah 5 0 C dalam waktu 1 jam. Hal ini tidak terjadi selama penelitian berlangsung. Fluktuasi suhu harian hanya berkisar dari C selama 24 jam. Penrunan suhu akan menurunkan metabolisme dan tingkat konsumsi oksigen (TKO), sehingga konsentrasi TAN mengalami penurunan pula. Nilai ph media pengepakan berkisar antara 7,00 7,60 sehingga masih dalam kisaran optimum kehidupan ikan bawal air tawar yaitu berkisar antara 7 8 (Djarijah, 2001). Jadi dapat disimpulkan bahwa fluktuasi nilai ph pada media

43 31 pengepakan tidak berbahaya bagi kelangsungan hidup ikan bawal air tawar. Rendahnya nilai suhu dan ph pada media air pengepakan akan menyebabkan rendahnya konsentrasi NH 3 dalam air. Konsentrasi DO dalam media air pengepakan semakin menurun dengan bertambahnya waktu dan padat penebaran. Pada jam ke-48, konsentrasi DO berkisar antara 5,34±0,30 7,70±0,08 mg/l. Nilai tersebut masih baik untuk kehidupan ikan bawal air tawar dalam media pengepakan seperti yang dikemukan oleh Pescod (1973) bahwa kandungan oksigen terlarut yang baik untuk transportasi ikan harus lebih dari 2 mg/l. Dari pembahasan kualitas air (suhu, ph, dan DO) dapat disimpulkan bahwa selama penelitian, kualitas air tersebut masih layak untuk kehidupan ikan bawal air tawar. Kelayakan kualitas air tersebut digunakan untuk menjaga agar kelangsungan hidup ikan bawal air tawar tetap tinggi dalam media pengepakan. Dari data yang diambil pada jam ke-48 dapat disimpulkan bahwa perlakuan dengan padat tebar paling rendah yaitu 43 ekor/l lebih bagus dibandingkan dengan pelakuan lain jika dilihat dari SR dan kualitas air. Namun demikian, perlakuan 129 ekor/liter menunjukkan efisiensi teknis yang lebih tinggi diantrara dua perlakuan lainnya. Hal ini dapat dilihat dari hasil akhir jumlah ikan yang masih hidup selama transportasi 48 jam, yaitu berturut-turut dari perlakuan 43, 86, dan 129 ekor/liter adalah 41 ekor/liter, 81 ekor/liter, dan 120 ekor/liter. Selama waktu tersebut, kualitas air juga masih mendukung kelayakan hidup bagi ikan yang ditransportasikan. Dari Tabel 7, diketahui keuntungan tertinggi didapat pada perlakuan padat tebar 129 ekor/liter yaitu Rp ,93 sedangkan pada perlakuan 86 ekor/liter keuntungan yaitu Rp ,97. Kerugian terjadi pada perlakuan 43 ekor/liter yaitu - Rp ,87 sehingga perhitungan efisiensi ekonomi tidak perlu dihitung. Pada padat tebar 129 ekor/liter peningkatan produksi lebih tinggi dibandingkan penurunan laju pertumbuhan ikan dan kematian ikan sehingga dicapai keuntungan yang tertinggi. Menurut Effendi (1997), produksi akan mencapai nilai maksimal jika ikan dapat dipelihara dalam padat penebaran tinggi yang diikuti dengan pertumbuhan yang tinggi. Hepher dan Pruginin (1981), menyatakan bahwa hasil panen persatuan luas (yield) merupakan fungsi dari laju

44 32 pertumbuhan ikan dan tingkat padat penebaran ikan. Peningkatan padat tebar dapat mengakibatkan penurunan pertumbuhan ikan, tetapi selama penurunannya tidak terlalu besar dibandingkan peningkatan padat tebar maka produksi akan tetap meningkat. Analisis R/C bertujuan untuk melihat seberapa jauh setiap nilai rupiah biaya yang digunakan dalam kegiatan usaha dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan. Kegiatan usaha yang menguntungkan memiliki nilai R/C lebih dari 1. Nilai R/C tertinggi diperoleh pada perlakuan 129 ekor/liter yaitu 1,13. Nilai R/C sebesar 1,13 artinya setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan akan mendapatkan penerimaan sebesar Rp 1,13. Pada perlakuan 86 ekor/liter nilai R/C yaitu 1,01 artinya setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan akan mendapatkan penerimaan sebesar Rp. 1,01. Dari perhitungan yang dilakukan terhadap nilai R/C dapat diketahui bahwa dengan peningkatan padat tebar akan meningkatkan nilai R/C. Peningkatan kepadatan ikan akan meningkatkan total produksi (Hepher dan Pruginin, 1981) dan menurunkan biaya produksi per unit (Islam et.al, 2006), sehingga nilai R/C meningkat seiring peningkatan padat tebar. Pada perlakuan 86 ekor/liter, nilai HPP (Rp/ekor) sebesar Rp 154,35 dengan persen margin keuntungan sebesar 6,90 %, BEP (ekor) sebesar ekor per tahun, dan BEP (Rp) Rp ,20 per tahun artinya titik impas dicapai saat penjualan mencapai Rp 154,35 dengan produksi benih sebanyak ekor. Rahardi et.al (1998), menyatakan bahwa break even point (BEP) merupakan suatu nilai pada saat hasil penjualan produksi sama dengan biaya produksi sehingga pengeluaran sama dengan pendapatan atau impas. Pada perlakuan 129 ekor/liter HPP (Rp/ekor) sebesar Rp 135,74 dengan persen margin keuntungan sebesar 18,96 %, BEP (ekor) sebanyak ekor per tahun dan BEP (Rp) Rp ,72 per tahun artinya titik impas pada perlakuan 129 ekor/liter dicapai saat penjualan mencapai Rp. 135,74 dengan produksi benih sebanyak ekor. Hal ini berarti, bahwa perlakuan dengan padat penebaran 129 ekor.liter memberikan persen margin keuntungan yang lebih besar dengan harga pokok penjualan yang lebih kecil dibandingkan perlakuan 86 ekor/liter. Harga pokok penjualan digunakan untuk mengetahui keuntungan. Ada dua manfaat dari harga pokok penjualan yaitu sebagai patokan untuk menentukan

45 33 harga jual dan untuk mengetahui laba yang diinginkan perusahaan. Apabila harga jual lebih besar dari harga pokok penjualan maka akan diperoleh laba, dan sebaliknya apabila harga jual lebih rendah dari harga pokok penjualan akan diperoleh kerugian (Dikmenkum, 2009). Padat penebaran yang tinggi pada perlakuan 129 ekor/liter, dapat dikatakan sebagai produksi yang maksimal. Menurut Effendi (2004), produksi akan mencapai nilai maksimal jika ikan dapat dipelihara dalam padat penebaran tinggi yang diikuti dengan pertumbuhan yang tinggi. Analisis payback periode (PP) digunakan untuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan untuk menutup biaya investasi. Nilai PP pada perlakuan padat penebaran 86 ekor/liter yaitu 5,99 tahun artinya nilai investasi yang ditanamkan dalam usaha pendederan dengan perlakuan 86 ekor/liter dapat diperoleh kembali setelah 5,99 tahun (2186 hari atau 156 siklus). Nilai PP perlakuan 129 ekor/liter yaitu 0,80 tahun artinya nilai investasi yang ditanamkan dalam usaha pengangkutan dengan perlakuan 129 ekor/liter dapat diperoleh kembali setelah 0,80 tahun (292 hari atau 21 siklus). Menurut Gomes et al. (2000), padat tebar yang rendah akan menyebabkan produksi per area yang rendah, hal ini berdampak pada tingginya biaya investasi dan rendahnya keuntungan yang diperoleh.

46 34 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5. 1 Kesimpulan Dari hasil penelitian disimpulkan, bahwa ikan bawal air tawar ukuran ratarata 0,5 g/ekor mampu bertahan hidup lebih dari 3 hari. TKO ikan bawal air tawar (y, mgo 2.g -1.jam -1 ) dengan bobot rata-rata (x, gram) 0,4 g, 0,5 g dan 0,6 g menghasilkan persamaan y = 0,022x+0,352 dengan R 2 = 0,935 untuk ikan sebelum makan, serta y = 0,013x+0,299 dengan R 2 = 0,996 untuk ikan setelah makan. Konsentrasi TAN (y, mg/l) dalam media pemeliharaan (y, mg/l) menurut waktu (t, jam) berupa persamaan y = 0,921x 0,471 dengan R 2 = 0,941. Penurunan konsentrasi TAN (y, mg/l) akibat penyerapan oleh zeolit menurut waktu (t, detik) digambarkan dalam persamaan y = -0,0184Ln(x)+0,1071 dengan R 2 = 0,9974. Konsentrasi amoniak (y, mg/l) dalam media pemeliharaan (y, mg/l) menurut waktu (t, jam) berturut-turut pada kepadatan 43, 86 dan 129 ekor/liter berupa persamaan y = 0,0003x+0,0019 dengan R 2 = 0,9404; y = 0,004x+0,002 dengan R 2 = 0,9652; y = 0,007x+0,0022 dengan R 2 = 0,9205. Kepadatan optimal bagi pengangkutan benih ikan bawal air tawar ukuran 0,5 g/ekor (1inci up) pada sistem pengangkutan tertutup adalah 129 ekor/liter dengan kelangsungan hidup 93,21%, keuntungan Rp ,93, margin keuntungan 18,96 %, R/C Ratio 1,13, titik impas Rp ,72 per tahun atau ekor per tahun, harga pokok penjualan Rp 135,74 per ekor dan pulang pokok 0,80 tahun. Peningkatan padat penebaran cenderung menurunkan kualitas air media pengangkutan, namun sampai akhir penelitian masih dalam batas kelayakan bagi kehidupan ikan Saran Disarankan untuk pengepakan sistem tertutup ikan bawal air tawar ukuran 0,5 g/ekor (1inci up) dengan kepadatan 129 ekor/liter menggunakan zeolit dengan dosis 20 g/l. Selain itu juga disarankan penelitian lebih lanjut tentang penggunaan zeolit dengan kepadatan yang lebih tinggi dan sesuai dengan kondisi di lapangan.

47 35 DAFTAR PUSTAKA Amaliya RW Analisis Finansial Usaha Tambak Garam di Desa Pinggir Papas Kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep Provinsi Jawa Timur. Skripsi. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Anwar KP, Suharto S, Syarifudin A Prospek Pemakaian Zeolit sebagai Penyerap NH 4 + dalam Air Limbah. Jakarta: Departemen Pertambangan dan Energi (PPTM). Boyd CE Water Quality in Pond Aquaculture. Alabama: Birmingham Publishing Co Water Quality Management and Aeration in Shirmp Farming. Fisheries and Allied Aquaculture Departement, Auburn University Water Quality in Pond Aquaculture. Alabama: Birmingham Publishing Co. Dikmenkum Laporan Keuangan Perusahaan Dagang. Dikmenkum.go.id.dataapp/e-learning/bahan/kelas2/images. (05 Januari 2009). Djarijah AS Budidaya Ikan Bawal. Yogyakarta: Kanisius. Eckman R Growth and body composition of juvenile Colossoma macropomum Cuvier 1818 (Caracoidea) : Feeding on Artificial Diets. Aquaculture 64: Effendi H Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius. Effendie I, Oktariza W Manajemen Agribisnis Perikanan. Penebar Swadaya, Jakarta. Effendi I Pengantar Akuakultur. Jakarta: Penebar Swadaya. Effendi IM Biologi Perikanan. Bagian I: Studi Natural History. Bogor: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Frose, R Improved fish transport in plastic bag. ICLARM Newsletter 8 (4): 8-9. Gautama A Pengaruh Penambahan Zeolit pada Pra Pengangkutan Ikan Mas Cyprinus carpio Sistem Tertutup Selama 24 Jam. Skripsi. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Gerbhards VS Transport of juvenile trout in sealed containers. The Progessive Culturist. Journal Aquaculture 27 (1):

48 36 Gomes L C, Baldisserotto B, Senhorini JA Effect of stocking density on water quality, survival, and growth of larvae of the matrinxã, Brycon cephalus (characidae), in ponds. Journal Aquaculture 183 (1): Goulding M The Fishes and The Forest. Exploration in Amazonize Natural History. Berkeley: Univ. of California Press. Handajani H, Hastuti SD Budidaya Perairan. Malang: Bayu Media. Hardjono Zeolit Bahan Pembenah Tanah. Suara Merdeka. (23 Februari 2004). Hepher B Nutrition of Fishes. England: Cambridge University Press. Hepher B, Pruginin Y Commercial Fish Farming with Special Reference to Fish Culture in Israel. New York: John Willey and Sons. Hernanto F Ilmu Usaha Tani. Jakarta: Penebar Swadaya Text Book of Fish Culture, Breeding and Cultivated of Fishes. London, Fishing News (Books) Ltd. Husnan S, Pujiastuti E Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Yogyakarta: AMP YKPN. Islam MS, Rahman M, Tanaka M Stocking density positively influences the yield and farm profitability in cage aquaculture of Sutchi Catfish, Pangasius sutchi. Journal of apllied Ichtyology 22(5): Jhingran VG, Pullin, RSV Hatchery Manual of Common Carp, Chinese, and Indian Major Carp. ICLARM Studies and Reviews II. Bangkok: Asian Development Bank. Lagler KF, Bardach JE, Miller LL Ichtyology. New York: John Wiley and Sons Inc. Liviawaty E, Afrianto, E Budidaya Mas Koki dan Pemasarannya. Yogyakarta: Kanisius. Lukito RI Analisis Finansial Usaha Pembenihan Ikan Patin (Pangasius pangasius) (Kasus Bapak Leman di Kelurahan Cilangkap, Kota Jakarta Timur). Skripsi. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Martin JD, Petty JW, Keown AJ, Scott DF Basic Financial Management 5 th Edition. New Jersey USA, Prentice Hall Inc. Martin SN, Gunzman EC Effect of drying method of bovine biod on the performance of growing diets for Tambaqui Colossoma macropomum Cuvier 1818 (Caracoidea) : Feeding on Atrificial Diets. Aquaculture 124:

49 37 Merola N, Cantelmo OA Growth feed conversion and mortality of cagereared Tambaqui Colossoma macropomum Feed Various Dietary Feeding Regimens and Protein Level. Aquaculture 66: Nemoto CM Experiments with Methods for Asia Transport of Live Fish. Proggesive Fish Culturist 19 (4): O-Fish Filter Kimia. (02 Januari 2007). Pescod MB Investigation of Rational Effluent and Stream Standart for Trophical Countries. Bangkok: AIT. Rahardi F, Kristiawati R, Nazarudin Agribisnis Perikanan. Jakarta: Penebar Swadaya. Riza MF Pengaruh Penambahan Zeolit dan Karbon Aktif Terhadap Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Maanvis (Pterophyllum scalare) Pada Pengangkutan Sistem Tertutup. Skripsi. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Royce WF Introduction to Fishery Sciences. New York: Academic Press. Saanin H Taksonomi dan Kuci Identifikasi Ikan. Bandung: Binacipta. Saint-Paul U Potensial for aqculture of South American feshwater fishes. Aquaculture 54: Setyawan DP Aktivitas katalis Cr/Zeolit dalam reaksi konversi katalitik fenol dan metil isobutil keton. Journal. ILMU DASAR 4 (2). FMIPA Universitas Negeri Jember. Steel RGD, Torrie JH Principle and Procedures of Statistics A Biometrical Aprroach 2 nd. Florida: CRC Press. Stickney RR Principles of Warmwater Aquaculture. New York: John Wiley and Sons. Wedemeyer GA Physiology of Fish in Intensive Culture Systems. New York: Champman and Hall. Wikipedia Indonesia Zeolit. (23 Januari 2007) Zonneveld N, Huisman EA, Bonn JH Prinsip-prinsip Budidaya Ikan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

50 38 LAMPIRAN Lampiran 1. Gambar selama penelitian A. Kemasan zeolit B. Wadah pemeliharaan C. Re-pack D. Wadah pengangkutan E. Alat uji kualitas air F. Mortalitas pengangkutan

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan 2.2 Tahap Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan 2.2 Tahap Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah akuarium dengan dimensi 50 x 30 x 30 cm 3 untuk wadah pemeliharaan ikan, DO-meter, termometer, ph-meter, lakban, stoples bervolume 3 L,

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Tahap Penelitian 2.3 Alat dan Bahan Alat dan Bahan untuk Penentuan Kemampuan Puasa Ikan

II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Tahap Penelitian 2.3 Alat dan Bahan Alat dan Bahan untuk Penentuan Kemampuan Puasa Ikan II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2010. Lokasi penelitian bertempat di Laboratorium Basah bagian Lingkungan. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan utama. Metodologi penelitian sesuai dengan Supriyono, et al. (2010) yaitu tahap pendahuluan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011 bertempat di

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011 bertempat di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011 bertempat di Laboratorium Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan utama. Pada tahap pendahuluan dilakukan penentuan kemampuan puasa ikan, tingkat konsumsi oksigen,

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian 2.2 Prosedur Kerja Penelitian Pendahuluan Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian 2.2 Prosedur Kerja Penelitian Pendahuluan Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Kegiatan penelitian ini terbagi dalam dua tahap yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap utama. Penelitian pendahuluan meliputi hasil uji kapasitas serap zeolit,

Lebih terperinci

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan Desember 2011 di Laboratorium Lingkungan dan Laboratorium Kesehatan Ikan, Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Patin Siam ( Pangasius hypopthalmus 2.2. Transportasi Ikan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Patin Siam ( Pangasius hypopthalmus 2.2. Transportasi Ikan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus) Ikan patin siam adalah jenis ikan patin yang diintroduksi dari Thailand (Khairuman dan Amri, 2008; Slembrouck et al., 2005). Ikan patin

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN Pangasius hypophthalmus UKURAN 1 INCI UP (3 CM) DALAM SISTEM RESIRKULASI FHEBY IRLIYANDI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2009 sampai dengan bulan September 2009 bertempat di Laboratorium Sistem Produksi dan Manajemen Akuakultur, Departemen

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Total Amonia Nitrogen (TAN) Konsentrasi total amonia nitrogen (TAN) diukur setiap 48 jam dari jam ke-0 hingga jam ke-120. Peningkatan konsentrasi TAN terjadi pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter)

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter) 9 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan padat tebar yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari parameter biologi, parameter kualitas air dan parameter ekonomi.

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3 II. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2011 bertempat di Laboratorium Teknik Produksi dan Manajemen Akuakultur, pengambilan data penunjang dilaksanakan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Kolam Budidaya Ikan Ciburial, Sumedang selama kurang lebih dua bulan, yaitu sejak April - Juni 2011. 2.2 Alat dan Bahan 2.2.1 Wadah

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur kerja Kemampuan puasa ikan Tingkat konsumsi oksigen Laju ekskresi amoniak

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur kerja Kemampuan puasa ikan Tingkat konsumsi oksigen Laju ekskresi amoniak II. BAHAN DAN METODE Kegiatan penelitian ini terbagi dalam dua tahap yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap utama. Penelitian pendahuluan meliputi hasil uji kapasitas serap zeolit, kapasitas serap

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan ketinggian air yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari beberapa parameter uji (Tabel 5). Tabel 5. Pengaruh perlakuan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 9 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2009. Perlakuan dan pemeliharaan dilaksanakan di Cibanteng Farm, pengambilan data penunjang dilaksanakan

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC.

PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC. PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC. UKURAN 2 CM Oleh : Giri Maruto Darmawangsa C14103056 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan Penelitian dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) tiga perlakuan dengan masing-masing tiga ulangan yaitu : 1) Perlakuan A dengan pergantian air

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1. Penelitian Pendahuluan 3.1.1.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan Kemampuan puasa benih nila BEST sebanyak 30 ekor dapat bertahan hidup dalam keadaan

Lebih terperinci

PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA

PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2 11 METODE PENELITIAN Tempat dan waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan gurami merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan bentuk badan oval

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan gurami merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan bentuk badan oval II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan gurami merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan bentuk badan oval agak panjang, pipih, dan punggung tinggi. Badan berwarna kecoklatan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Akuakultur merupakan kegiatan memproduksi biota (organisme) akuatik di

I. PENDAHULUAN. Akuakultur merupakan kegiatan memproduksi biota (organisme) akuatik di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akuakultur merupakan kegiatan memproduksi biota (organisme) akuatik di lingkungan terkontrol dalam rangka mendapatkan keuntungan (profit). Salah satu produk akuakultur

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE Penelitian tentang budidaya sinodontis dengan densitas yang berbeda ini dilakukan pada bulan Juni sampai Agustus 2010 yang bertempat Laboratorium Teknologi dan Manajemen Produksi Akuakultur,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

IV. HASIL DA PEMBAHASA

IV. HASIL DA PEMBAHASA IV. HASIL DA PEMBAHASA 4.1 Hasil 4.1.1 Pertumbuhan 4.1.1.1 Bobot Bobot rata-rata ikan patin pada akhir pemeliharaan cenderung bertambah pada setiap perlakuan dan berkisar antara 6,52±0,53 8,41±0,40 gram

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Air sebagai Tempat Hidup Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Kualitas air merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan nila.

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Laju Pertumbuhan Bobot Harian Bobot benih ikan nila hibrid dari setiap perlakuan yang dipelihara selama 28 hari meningkat setiap minggunya. Bobot akhir benih ikan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT TERHADAP KINERJA FILTER AIR DALAM SISTEM RESIRKULASI PADA PEMELIHARAAN IKAN ARWANA Sceleropages formosus DI AKUARIUM

EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT TERHADAP KINERJA FILTER AIR DALAM SISTEM RESIRKULASI PADA PEMELIHARAAN IKAN ARWANA Sceleropages formosus DI AKUARIUM EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT TERHADAP KINERJA FILTER AIR DALAM SISTEM RESIRKULASI PADA PEMELIHARAAN IKAN ARWANA Sceleropages formosus DI AKUARIUM ADITYA PRIMA YUDHA DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2013 di Laboratorium Budidaya Perikanan Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kualitas Air Kualitas air merupakan parameter lingkungan yang memegang peranan penting dalam kelangsungan suatu kegiatan budidaya. Parameter kualitas air yang

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Evaluasi teknis budidaya Hasil dari teknologi budidaya penggunaan pakan sepenuhnya pada kolam air tenang dan teknologi budidaya penggunaan pakan pengganti limbah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat 41 METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri atas 2 tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian inti. Penelitian pendahuluan terdiri atas 2 tahap yaitu uji nilai kisaran (range value test) dan uji

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBIUSAN MENGGUNAKAN SUHU RENDAH PADA SISTEM TRANSPORTASI UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) TANPA MEDIA AIR 1

TEKNIK PEMBIUSAN MENGGUNAKAN SUHU RENDAH PADA SISTEM TRANSPORTASI UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) TANPA MEDIA AIR 1 TEKNIK PEMBIUSAN MENGGUNAKAN SUHU RENDAH PADA SISTEM TRANSPORTASI UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) TANPA MEDIA AIR 1 Komariah Tampubolon 1 dan Wida Handini 2 ABSTRAK Penelitian ini mengkaji berbagai

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PENDEDERAN LOBSTER AIR TAWAR CHERAX QUADRICARINATUS

UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PENDEDERAN LOBSTER AIR TAWAR CHERAX QUADRICARINATUS UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PENDEDERAN LOBSTER AIR TAWAR CHERAX QUADRICARINATUS PADA BERBAGAI KEPADATAN DALAM AKUARIUM DENGAN LANTAI GANDA, SERTA PENERAPAN SISTEM RESIRKULASI DEDY AKBAR SKRIPSI PROGRAM

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 19 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian telah dilakukan pada bulan November Desember 2013, bertempat di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 3.2 Alat

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Penelitian Pendahuluan Hasil penelitian pendahuluan menyitir hasil penelitian Handayani (2012). 3.1.1.1 Kemampuan Puasa Ikan Kemampuan puasa benih ikan nila BEST

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian 2.1.1 Pembuatan Media Pembuatan air bersalinitas 4 menggunakan air laut bersalinitas 32. Penghitungan dilakukan dengan menggunakan rumus pengenceran sebagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

MANIPULASI SUHU MEDIA TERHADAP KINERJA PRODUKSI UDANG RED CHERRY (Neocaradina denticulate sinensis) BONNE MARKUS SKRIPSI

MANIPULASI SUHU MEDIA TERHADAP KINERJA PRODUKSI UDANG RED CHERRY (Neocaradina denticulate sinensis) BONNE MARKUS SKRIPSI MANIPULASI SUHU MEDIA TERHADAP KINERJA PRODUKSI UDANG RED CHERRY (Neocaradina denticulate sinensis) BONNE MARKUS SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTERMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran, Jatinangor Sumedang, Jawa Barat. Penelitian

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian berjudul Pengujian Biji Pala (Myristica sp.) sebagai Bahan Anestesi Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) dilaksanakan di Laboratorium Bahan Baku dan Industri

Lebih terperinci

METODOLOGI. = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah dari pengamatan σ i ε ij

METODOLOGI. = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah dari pengamatan σ i ε ij II. METODOLOGI 2.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Balai Benih Ikan Air Tawar (BBIAT), Kecamatan Mempaya, Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka Belitung. Waktu penelitian dimulai dari April

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan tempat Penelitian teknologi budidaya sepenuhnya meggunakan pakan komersil pada kolam air tenang (teknologi 1) dan teknlogi budidaya menggunakan pakan pengganti berupa

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian Persiapan

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian Persiapan 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan bulan Desember 2011 di Laboratorium Bahan Baku Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil Perairan dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data τ i ε ij

BAHAN DAN METODE. = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data τ i ε ij II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 perlakuan dan 2 kali ulangan. Perlakuan yang akan diterapkan yaitu pemakaian

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, tahap pertama dilaksanakan di laboratorium bioteknologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad, tahap

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Nopember

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Nopember III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Nopember 2011, bertempat di laboratorium ikan Clownfish Balai Besar Pengembangan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) Benih Ikan Lele Rata-rata tingkat kelangsungan hidup (SR) tertinggi dicapai oleh perlakuan naungan plastik transparan sebesar

Lebih terperinci

ke dalam bak filter. Berdasarkan Anonim (2011 ) waktu tinggal dapat dihitung dengan rumus :

ke dalam bak filter. Berdasarkan Anonim (2011 ) waktu tinggal dapat dihitung dengan rumus : ke dalam bak filter. Berdasarkan Anonim (2011 ) waktu tinggal dapat dihitung dengan rumus : DT = Dimana : DT = detention time atau waktu tinggal (menit) V = volume wadah (liter) Q = debit air (liter/detik)

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Air Sebagai Tempat Hidup Ikan Bawal Air Tawar Hasil analisis kualitas media air yang digunakan selama penelitian ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil analisis kualitas

Lebih terperinci

PRODUKSI IKAN NEON TETRA Paracheirodon innesi UKURAN L PADA PADAT TEBAR 20, 40 DAN 60 EKOR/LITER DALAM SISTEM RESIRKULASI

PRODUKSI IKAN NEON TETRA Paracheirodon innesi UKURAN L PADA PADAT TEBAR 20, 40 DAN 60 EKOR/LITER DALAM SISTEM RESIRKULASI Jurnal Akuakultur Indonesia, 6(2): 211 215 (2007) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 211 PRODUKSI IKAN NEON TETRA Paracheirodon innesi UKURAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014, III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014, bertempat di Laboratorium Budidaya Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan Universitas

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Hatchery Ciparanje Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Waktu pelaksanaan dimulai dari bulan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp.

PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp. PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp. YENI GUSTI HANDAYANI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011, di Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi, Cibalagung, Bogor. Analisis kualitas

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Ikan nila yang digunakan adalah ikan nila strain BEST yang berasal dari Instalasi Riset Plasma Nutfah, Cijeruk dengan ukuran panjang 4,52±3,9 cm dan bobot 1,35±0,3

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Resirkulasi Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang sudah digunakan dengan cara memutar air secara terus-menerus melalui perantara sebuah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan Bulan Januari sampai Maret 2012 bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan Bulan Januari sampai Maret 2012 bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan Bulan Januari sampai Maret 2012 bertempat di Laboratorium Basah Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. B.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.3 Tahap dan Prosedur Penelitian Penelitian ini terdiri dari persiapan penelitian, penelitian pendahuluan, dan penelitian utama.

3 METODOLOGI. 3.3 Tahap dan Prosedur Penelitian Penelitian ini terdiri dari persiapan penelitian, penelitian pendahuluan, dan penelitian utama. 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2011 bertempat di Laboratorium Bahan Baku Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan dan Laboratorium

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus

PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus DYAH KESWARA MULYANING TYAS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR

Lebih terperinci

EFISIENSI TRANSPORTASI BENIH IKAN PATIN SIAM (Pangasius hypopthalmus) PADA UKURAN DAN KEPADATAN YANG BERBEDA

EFISIENSI TRANSPORTASI BENIH IKAN PATIN SIAM (Pangasius hypopthalmus) PADA UKURAN DAN KEPADATAN YANG BERBEDA EFISIENSI TRANSPORTASI BENIH IKAN PATIN SIAM (Pangasius hypopthalmus) PADA UKURAN DAN KEPADATAN YANG BERBEDA AGUS PURNOMO WIBISONO SKRIPSI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

VI IDENTIFIKASI RISIKO PERUSAHAAN

VI IDENTIFIKASI RISIKO PERUSAHAAN VI IDENTIFIKASI RISIKO PERUSAHAAN 6.1 Sumber-sumber Risiko pada Usaha Pemasaran Benih Ikan Patin PT Mitra Mina Nusantara (PT MMN) dalam menjalankan kegiatan usahanya menghadapi risiko operasional. Risiko

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan dari bulan Maret sampai September 2014 di Laboratorium UPT Kolam Pembenihan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kualitas Air Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada masingmasing perlakuan selama penelitian adalah seperti terlihat pada Tabel 1 Tabel 1 Kualitas Air

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 03 Februari sampai dengan 17

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 03 Februari sampai dengan 17 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 03 Februari sampai dengan 17 Maret 2014, bertempat di Laboratorium Budidaya Perikanan Program Studi Budidaya Perairan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN A2B2 (37;11) A2B1 (37;9) A1B2 (33;11) Tepung ikan

3 METODE PENELITIAN A2B2 (37;11) A2B1 (37;9) A1B2 (33;11) Tepung ikan 17 3 METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Stasiun Lapang Pusat Studi Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (PSIK IPB) Ancol Jakarta Utara pada bulan Juli Oktober

Lebih terperinci

STUDI TEKNIK PENANGANAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO-L) HIDUP DALAM WADAH TANPA AIR

STUDI TEKNIK PENANGANAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO-L) HIDUP DALAM WADAH TANPA AIR STUDI TEKNIK PENANGANAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO-L) HIDUP DALAM WADAH TANPA AIR Satria Wati Pade, I Ketut Suwetja, Feny Mentang Pascasarjana Prodi Ilmu Pangan, UNSRAT, Manado lindapade@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Ikan nilem yang digunakan berasal dari Cijeruk. Pada penelitian ini digunakan ikan nilem berumur 4 minggu sebanyak 3.150 ekor dengan ukuran panjang 5,65 ± 0,62

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan pada bulan September-Oktober 2013,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan pada bulan September-Oktober 2013, 22 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama dua bulan pada bulan September-Oktober 2013, bertempat di Laboratorium Program Studi Budidaya Perairan Fakultas

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2010 sampai Mei 2011. Kegiatan penelitian meliputi tahap persiapan, pengamatan laju pertumbuhan Kappaphycus

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Hatchery Ciparanje Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran pada bulan April sampai Mei 2013. Tahapan yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Derajat Kelangsungan Hidup Derajat kelangsungan hidup atau survival rate (SR) benih ikan patin yang dipelihara dengan masa pemeliharaan 30 hari memiliki hasil

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian 9 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai Juli 2012. Adapun tempat penelitiannya yaitu di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Departemen

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Jl. Peta No. 83, Bandung, Jawa Barat 40232, selama 20 hari pada bulan Maret April 2013. 3.2 Alat dan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Keterangan : Yij = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah

II. BAHAN DAN METODE. Keterangan : Yij = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan, yaitu: a. Lama pemberian pakan berkarotenoid

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1. Persiapan Wadah dan Media Budidaya Persiapan wadah dimulai dengan pembuatan wadah dan pemasangan sistem.wadah budidaya yang digunakan adalah ember dengan ketinggian 17 cm dan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Penelitian Pendahuluan 3.1.1.1 Kemampuan Puasa Ikan Hasil uji kemampuan puasa benih ikan gurame yang dipelihara sebanyak 30 ekor menunjukkan bahwa ikan gurame

Lebih terperinci

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN)

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) 1 RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) Angga Yudhistira, Dwi Rian Antono, Hendriyanto Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli hingga Agustus 2011 yang bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli hingga Agustus 2011 yang bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli hingga Agustus 2011 yang bertempat di Balai Benih Ikan Hias (BBIH) Natar, Lampung Selatan. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus)

PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus) PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus) Rukmini Fakultas Perikanan dan Kelautan UNLAM Banjarbaru Email rukmini_bp@yahoo.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian 2.1.1 Alat dan Bahan Bahan yang akan digunakan pada persiapan penelitian adalah kaporit, sodium thiosulfat, detergen, dan air tawar. Bahan yang digunakan pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada 17 Januari 2016 di UD.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada 17 Januari 2016 di UD. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada 17 Januari 2016 di UD. Populer yang terletak di Jalan Raya Cerme Lor no. 46, Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan April - Juni 2014. 3.2. Alat dan Bahan 3.2.1.

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN BENIH IKAN BAWAL Colossoma macropomum YANG DIPELIHARA DALAM SISTEM RESIRKULASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP

PENGARUH PADAT PENEBARAN BENIH IKAN BAWAL Colossoma macropomum YANG DIPELIHARA DALAM SISTEM RESIRKULASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP PENGARUH PADAT PENEBARAN BENIH IKAN BAWAL Colossoma macropomum YANG DIPELIHARA DALAM SISTEM RESIRKULASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP Oleh : Dewi Yulianti C 14103027 SKRIPSI PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

PRODUKSI IKAN NEON TETRA Paraclreirodon innesi UKURAN L PADA PADAT TEBAR 20,40 DAN 60 EKORLITER DALAM SISTEM RESIRKULASI

PRODUKSI IKAN NEON TETRA Paraclreirodon innesi UKURAN L PADA PADAT TEBAR 20,40 DAN 60 EKORLITER DALAM SISTEM RESIRKULASI 6[v PRODUKSI IKAN NEON TETRA Paraclreirodon innesi UKURAN L PADA PADAT TEBAR 20,40 DAN 60 EKORLITER DALAM SISTEM RESIRKULASI Oleh : Nursyamsi Gemawaty C14101026 PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR

Lebih terperinci

ION EXCHANGE DASAR TEORI

ION EXCHANGE DASAR TEORI ION EXCHANGE I. TUJUAN PERCOBAAN Setelah melakukan praktikum ini diharapkan mahasiswa dapat : 1. Menentukan konsentrasi ion-ion H+, Na+, Mg2+, Zn2+ dengan menggunakan resin penukar kation. 2. Pengurangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Agustus sampai denganseptember 2011

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Agustus sampai denganseptember 2011 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Agustus sampai denganseptember 2011 bertempat di BBPBL(Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut) Lampung. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Fowler (1934) diacu oleh Murtejo (2010), susunan taksonomi

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Fowler (1934) diacu oleh Murtejo (2010), susunan taksonomi TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ikan Redfin (Epalzeorhynchos frenatum) Menurut Fowler (1934) diacu oleh Murtejo (2010), susunan taksonomi dari Redfin adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Kelas Ordo Famili

Lebih terperinci