HASIL DAN PEMBAHASAN. 4

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. 4"

Transkripsi

1 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4 Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Empang dan Mulyaharja, Bogor Selatan, Jawa Barat (lampiran 1). Kecamatan Bogor Selatan merupakan salah satu kecamatan di wilayah Kota Bogor, dengan luas wilayah 3081 Ha. Adapun batasbatasnya adalah sebagai berikut : 1) sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Bogor Utara; 2) sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Bogor Timur dan Ciawi; 3) sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk Kab. Bogor; dan 4) sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Bogor Barat. Kecamatan Bogor Selatan terbagi dalam enam belas kelurahan, salah satunya adalah Empang dan Mulyaharja. Kondisi fisik Kecamatan Bogor Selatan secara topografi mempunyai lahan yang baik untuk mendukung kegiatan perkotaan seperti pemukiman, perkantoran, perdagangan, industri, pariwisata, pertanian dan lain-lain. Kelurahan Mulyaharja merupakan salah satu bagian unit kerja organisasi yang menjadi perangkat Kecamatan Bogor Selatan. Kelurahan Mulyaharja dulunya merupakan salah satu Desa dibawah pemerintahan Kabupaten Bogor. Dengan adanya pemekaran Kota Bogor (PP No. 2 tahun 1995 dan Instruksi Menteri Dalam Negeri tahun 1995 tanggal 24 Agustus 1995 tentang perubahan batas batas wilayah Kotamadya DT. II Bogor) dan Peraturan Daerah nomor 9 tahun 2001 tentang perubahan Desa menjadi Kelurahan, maka Desa Mulyaharja masuk ke dalam wilayah Kota Bogor dan berubah status menjadi Kelurahan pada tanggal 01 September Batas wilayah Kelurahan Mulyaharja sebelah Utara: Kali Cibeureum (Kelurahan Cikaret), sebelah Selatan: Desa Sukaharja, sebelah Timur : Kali Cipinanggading, Kelurahan Pamoyanan dan Kelurahan Rangga Mekar, dan untuk sebelah Barat : Kali Cibeureum Desa Sukamantri, Desa Kota Batu. Orbitasi, waktu tempuh dan letak Kelurahan Mulyaharja adalah 7 Km jarak ke pusat kecamatan,8 Km jarak ke pusat Kota Bogor, 70 Km jarak ke pusat Ibu Kota Propinsi Jawa Barat dan 60 Km jarak ke pusat Ibu Kota Negara. 4

2 28 Kelurahan Empang yang menjadi lokasi penelitian lain merupakan salah satu pemukiman awal yang menjadi inti dari pertumbuhan Kota Bogor. Sejarah perkembangan kawasan yang cukup panjang serta adanya akulturasi budaya antara etnis Sunda dan etnis Arab sejak masa Kolonial Belanda menjadikan kawasan Empang sebagai kawasan pemukiman yang memiliki karakter khas dan keunikan budaya yang berbeda dengan pemukiman lain yang terdapat di Kota Bogor. Awalnya, kawasan Empang merupakan bagian dari sebuah alun-alun luar Kota Pakuan yang membentang dari tepi Sungai Cisadane sampai ke Cipakancilan. Sejak masa Pemerintahan Belanda, kawasan Empang mulai membentuk pola-pola ruang yang menjadi dasar perkembangan kawasan selanjutnya. Tahun 1754, pemerintah kolonial Belanda menjadikannya sebagai pusat pemerintahan Karesidenan Kampung Baru. Kebijakan wijkenstelsel mengkhususkan kawasan ini sebagai pemukiman bagi masyarakat etnis Arab. Saat ini kawasan Empang berkembang sebagai kawasan pemukiman dan perdagangan dengan nilai sejarah penting bagi perkembangan Kota Bogor serta memiliki potensi budaya khas yang dapat dilihat pada keragaman corak arsitektur, aktivitas budaya dan keagamaan, serta aktivitas ekonomi yang kental dengan kebudayaan masyarakat Arab. Pengembangan tata ruang kawasan Empang tidak lepas dari arahan kebijaksanaan Kota Bogor dan diarahkan untuk dapat mewujudkan fungsi Kecamatan Bogor Selatan sebagai kawasan pemukiman yang ditunjang oleh kegiatan perdagangan dan jasa serta merupakan kawasan konservasi ekologi sungai. Karakteristik Keluarga Besar Keluarga. Besar keluarga contoh dalam penelitian ini terdiri dari lima kelompok besar (Tabel 3) yaitu keluarga dengan jumlah anggota keluarga sebanyak tiga hingga tujuh orang. Dari lima kelompok tersebut dapat digolongkan menjadi tiga bagian yaitu keluarga kecil, sedang, dan besar. Keluarga kecil adalah keluarga dengan jumlah anggota keluarga kurang dari lima orang (<5 orang), keluarga sedang terdiri dari lima hingga tujuh orang anggota keluarga (5-7 orang), dan keluarga besar yang terdiri dari lebih dari tujuh anggota keluarga (> 7 orang).

3 29 Tabel 3 Sebaran keluarga (%) berdasarkan kategori besar keluarga Besar keluarga Perdesaan Perkotaan Total Total Rata-rata ±SD Min-Maks 4.63± ± ± Lebih dari separuh contoh total (51.7%) memiliki besar keluarga yang kecil yaitu <5 orang dengan persentase contoh di perdesaan lebih banyak (53.3%) dibandingkan perkotaan (50.0%). Keluarga di perkotaan memiliki proporsi yang seimbang antara besar keluarga kecil (3-4) dan besar keluarga sedang (5-7) yaitu lima puluh persen. Secara keseluruhan, tidak ada keluarga yang memiliki besar keluarga lebih dari tujuh orang (keluarga besar). Besar keluarga contoh minimal terdiri dari tiga orang dan maksimal tujuh orang. Lama Pernikahan. Lama pernikahan dalam keluarga contoh dikelompokkan menjadi empat kelompok besar dengan rentang interval selama sepuluh tahun yang komposisi hasilnya disajikan pada Tabel 4. Secara keseluruhan, contoh yang memasuki usia pernikahan tiga puluh tahun ke atas merupakan contoh dengan persentase paling kecil yaitu hanya 6.7 persen dimana semuanya berasal dari keluarga contoh di perdesaan. Rata-rata lama pernikahan contoh adalah tahun. Tabel 4 Sebaran keluarga (%) berdasarkan lama pernikahan Lama pernikahan Perdesaan Perkotaan Total <=10 tahun tahun tahun tahun Total Rata-rata ±SD Min-Maks 20.87± ± ± Hampir separuh contoh (48.3%) sudah memasuki sepuluh tahun kedua pernikahan, dimana lebih dari separuh contoh di perkotaan termasuk dalam kategori ini. Sebaliknya, lebih dari separuh contoh di pedesaan sudah memasuki

4 30 usia pernikahan lebih dari dua puluh tahun (56.6%). Usia pernikahan yang paling muda adalah empat tahun dan paling lama adalah selama 37 tahun. Usia Suami dan Istri. Pengelompokan usia suami dan istri contoh dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua berdasarkan kelompok usia dari Papalia dan Old (1986). Berdasarkan Tabel 5, rata-rata usia istri adalah lebih muda dibandingkan usia suami. Begitupun dengan usia minimal dan usia maksimal suami-istri pada keluarga contoh. Tabel 5 Sebaran keluarga (%) berdasarkan kategori usia suami-istri Usia Perdesaan Perkotaan Total Suami Istri Suami Istri Suami Istri tahun (young adulthood) tahun (midlife) Total Rata-rata ±SD Min-Maks 47.30± ± ± ± ± ± Usia suami pada sebagian besar contoh (75%) termasuk pada kategori usia paruh baya atau dewasa madya yaitu pada rentang tahun (Papalia & Old 1986). Persentase suami contoh yang termasuk dalam kategori ini lebih tinggi di perdesaan dibandingkan perkotaan. Lebih dari sama dengan separuh usia istri contoh baik di perdesaan, perkotaan, ataupun secara keseluruhan tergolong usia dewasa muda yaitu pada rentang tahun (Papalia & Old 1986). Usia suami baik secara rata-rata, usia minimal ataupun usia maksimal contoh adalah lebih tua jika dibandingkan dengan usia istri. Pendidikan Suami-Istri. Rata-rata lama pendidikan yang ditempuh suami pada keluarga contoh adalah lebih tinggi daripada istri. Begitupula dengan lama pendidikan maksimal yang dicapai suami pada keluarga contoh adalah delapan belas tahun (S2) sedangkan lama pendidikan istri contoh lebih rendah yaitu enam belas tahun (S1). Sebaran lama pendidikan pada keluarga contoh berdasarkan perdesaan dan perkotaan dapat dilihat pada Tabel 6. Secara keseluruhan jumlah suami contoh yang menempuh pendidikan kurang dari 9 tahun sebanyak 16.7 persen, sedangkan untuk persentase istri contoh yang lama pendidikan kurang dari

5 31 sembilan tahun lebih banyak daripada suami yaitu 31.6 persen. Sisanya sudah menempuh wajib belajar sembilan tahun. Tabel 6 Sebaran keluarga (%) berdasarkan lama pendidikan suami-istri Lama Perdesaan Perkotaan Total (tahun) Suami Istri Suami Istri Suami Istri Total Ratarata 9.83± ± ± ± ± ±4.030 ±SD Min- Maks Persentase tertinggi untuk lama pendidikan baik di perdesaan, perkotaan, ataupun secara keseluruhan berada pada kategori lama pendidikan tahun (SMU sederajat). Jenjang pendidikan yang ditempuh contoh di daerah perkotaan lebih tinggi daripada contoh di perdesaan, terlihat dari persentase suami di perkotaan yang menempuh pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi sebanyak 6.7 persen untuk jenjang S2 (18 tahun), dan 23.3 persen untuk jenjang D1-S1 (13-16 tahun). Persentase istri yang mengenyam jenjang pendidikan hingga perguruan tinggi juga lebih banyak di perkotaan (13.3%) daripada di perdesaan (6.7%). Dual Earner (Pola Nafkah Ganda). Setelah seseorang menikah dan menjadi suami istri, maka secara umum kebutuhan hidup akan bertambah, apalagi jika mereka sudah mempunyai anak. Karena itu, untuk menambah daya dukung keluarga, sudah menjadi hal yang wajar dan banyak ditemui di masyarakat seorang istri yang turut bekerja membantu suami (tidak hanya menjadi ibu rumah tangga saja). Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, jumlah angkatan kerja adalah 107,7 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, jumlah penduduk yang bekerja adalah 104,9 juta jiwa, terdiri dari 66,8 juta orang laki-laki dan 38,1 juta orang perempuan (BPS 2012). Hasil penelitian yang disajikan dalam Gambar 7 menunjukkan bahwa lebih banyak keluarga contoh yang penghasilan dengan pola nafkah tunggal (suami yang bekerja). memperoleh

6 Perdesaan Perkotaan Total Ya Tidak Gambar 7 Sebaran keluarga (%) berdasarkan dual earner (pola nafkah ganda) Secara keseluruhan, tiga per empat keluarga contoh tidak termasuk dalam kelompok dual earner (suami-istri bekerja). Hampir seluruh keluarga contoh di perdesaan dan separuh keluarga contoh di perkotaan tidak tergolong dual earner. Hal ini menandakan bahwa jumlah wanita karir di perkotaan lebih banyak dibandingkan perdesaan. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan jumlah dual earner di perdesaan lebih sedikit daripada perkotaan adalah akses lapangan pekerjaan untuk perempuan lebih banyak di perkotaan dibandingkan perdesaan. Menurut BPS (2012), tingkat pengangguran oleh banyak negara digunakan untuk mengukur tingkat penawaran tenaga kerja yang tidak digunakan. Bila didasarkan pada standar internasional, tingkat pengangguran hanya memberikan gambaran proporsi angkatan kerja yang tidak memiliki pekerjaan tapi bersedia atau secara aktif mencari pekerjaan. Berdasarkan data Sensus Penduduk 2010, tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia adalah 2.6 persen. Berdasarkan jenis kelamin, TPT Laki-laki adalah 2.0 persen, sedangkan TPT Perempuan adalah 3.6 persen. Perkembangan Keluarga. Pengelompokan perkembangan keluarga contoh dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi enam berdasarkan teori Duvall (1971). Gambar 8 menunjukkan bahwa proporsi keluarga contoh tidak terlalu jauh berbeda untuk keluarga dengan anak usia sekolah, keluarga dengan anak remaja, dan keluarga dengan anak lepas dari orang tua. Hampir separuh perkembangan keluarga contoh berada pada tahapan keluarga dengan anak remaja yaitu sebanyak 30 persen. Lebih dari separuh keluarga contoh di perkotaan (73.4%) ternyata masih dalam tahap perkembangan awal keluarga di mana anak

7 33 masih usia sekolah dan remaja. Sedangkan untuk persentase tahapan perkembangan keluarga mulai dari launching stage sampai lansia di daerah perdesaan (56.7%) lebih tinggi dibandingkan daerah perkotaan (26.7%) Tahap 3 Tahap 4 Tahap 5 Tahap 6 Tahap 7 Tahap 8 Perdesaan Perkotaan Total Tahap 3=keluarga dengan anak pra-sekolah ; Tahap 4=keluarga dengan anak usia sekolah; Tahap 5=keluarga dengan anak remaja; Tahap 6=keluarga dengan anak lepas dari keluarga (launching stage); Tahap 7=keluarga dengan orangtua usia menengah; Tahap 8=keluarga lansia Gambar 8 Sebaran keluarga berdasarkan perkembangan keluarga Total Pendapatan. Pengelompokan total pendapatan dalam penelitian ini dibagi menjadi enam kelompok. Sebaran total pendapatan keluarga contoh dapat dilihat pada Tabel 7. Total pendapatan terendah yakni sebesar Rp ,00 dan gaji tertinggi mencapai Rp ,00. Sebaran keluarga contoh berdasarkan gaji cenderung merata di semua rentang nilai. Tabel 7 Sebaran keluarga (%) berdasarkan total pendapatan keluarga Besar pendapatan (Rp) Perdesaan Perkotaan Total <= >= Total Rata-rata (Rp) Min-Maks (Rp) Hal yang menarik adalah hampir separuh keluarga contoh di perkotaan mempunyai rentang gaji yang lebih rendah dibandingkan perdesaan, yaitu pada rentang Rp , ,00.

8 34 Pendapatan per kapita. Sejak Survei Sosial Ekonomi Nasional Maret 2011, Badan Pusat Statistik (BPS) menaikkan batas garis kemiskinan dari gabungan desa-kota Rp pada 2010, menjadi Rp per kapita/bulan. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga telah menerbitkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dimana KHL Kota Bogor 5 adalah Rp ,50 Tabel 8 Sebaran keluarga (%) berdasarkan standar BPS dan KHL Kategori Perdesaan Perkotaan Total Miskin Tidak miskin Tidak Layak Layak Rata-rata (Rp) Min-Maks (Rp) Berdasarkan Tabel 8, didapatkan hasil bahwa jumlah keluarga contoh yang masuk kategori miskin di perkotaan lebih banyak dibandingkan perdesaan. Seluruh keluarga contoh di perdesaan termasuk kategori tidak miskin karena pendapatan per kapita yang lebih besar dari Rp ,00. Berkebalikan dengan standar BPS, sebagian besar keluarga contoh ternyata hidup tidak layak jika dilihat dari standar KHL, dan jumlah keluarga contoh di perkotaan yang hidup tidak layak lebih banyak jika dibandingkan jumlah di perdesaan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2012 mencapai 29,13 juta orang (11.96 persen), berkurang 0.89 juta orang (0.53 persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2011 yang sebesar juta orang (12.49 persen). Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2011 sebesar 9,23 persen, menurun menjadi 8.78 persen pada Maret Begitu juga dengan penduduk miskin di daerah perdesaan, yaitu dari persen pada Maret 2011 menjadi persen pada Maret 2012 (BPS 2012). 5

9 35 Kesejahteraan Subjektif Kesejahteraan subjektif adalah sama dengan Family Subjective Quality Of Life (SQL) yaitu lebih menunjukkan perasaan kepuasan pribadi/keluarga atau rasa syukurnya akan kehidupan keluarganya. Ukuran kepuasan ini dapat berbeda-beda untuk setiap individu atau bersifat subjektif. Puas atau tidaknya seseorang dapat dihubungkan dengan nilai yang dianut oleh orang tersebut dan tujuan yang diinginkan (Puspitawati 2012). Dalam penelitian ini, kesejahteraan subjektif diukur melalui sepuluh item pernyataan dengan skala likert 1-5 (1=sangat tidak puas, 2=tidak puas, 3=cukup puas, 4=puas, dan 5=sangat puas). Skala 1 dan 2 diinvers menjadi tidak puas, dan skala 3, 4, dan 5 diinvers menjadi puas. Sebaran kesejahteraan subjektif keluarga contoh dapat dilihat pada Tabel 9 dan Gambar 9. Pernyataan bahwa keluarga puas dengan tabungan yang dimiliki dan keluarga puas dengan asset/harta lainnya yang dimiliki merupakan pernyataan dengan persentase yang paling rendah jika dibandingkan dengan pernyataan lain. Hal ini mengindikasikan bahwa ketika kepuasan keluarga contoh terhadap tabungan dan asset yang dimiliki cenderung rendah, berarti tingkat kenyamanan dan keamanan akan masa depan keluarga contoh juga cenderung rendah. Tabel 9 Sebaran keluarga (%) yang puas berdasarkan indikator kesejahteraan subjektif No. Pernyataan Perdesaan Perkotaan Total 1. Keluarga puas dengan makanan yang dikonsumsi Keluarga puas dengan kondisi rumah yang ditempati Keluarga puas dengan pakaian yang dimiliki dan digunakan Keluarga puas dengan pelayanan kesehatan Keluarga puas dengan pendidikan anak Keluarga puas dengan tabungan yang dimiliki Keluarga puas dengan asset/harta lainnya yang dimiliki Keluarga puas terkait hubungan dengan keluarga besar Keluarga puas terkait hubungan dengan tetangga / lingkungan sekitar Keluarga puas dengan lingkungan fisik tempat tinggal Lebih banyak keluarga contoh di perkotaan daripada keluarga contoh di perdesaan yang mempunyai kesejahteraan subjektif dengan kategori tinggi (Gambar 9). Keluarga contoh di perdesaan mempunyai persentase yang lebih tinggi dibandingkan perkotaan untuk item pernyataan keluarga puas dengan kondisi rumah yang ditempati, keluarga puas dengan pakaian yang dimiliki dan

10 36 digunakan, keluarga puas dengan tabungan yang dimiliki, keluarga puas terkait hubungan dengan keluarga besar, dan keluarga puas terkait hubungan dengan tetangga/ lingkungan sekitar Rendah 31.7 Tinggi 20 Perdesaan Perkotaan Total Gambar 9 Sebaran keluarga (%) berdasarkan kesejahteraan subjektif Indikator Tipologi Keluarga Ketangguhan keluarga (family hardiness). Ketangguhan dapat didefinisikan sebagai komitmen untuk hidup, melihat perubahan sebagai tantangan, dan memiliki kontrol atas hidup seseorang. Ketangguhan berhubungan dengan hasil yang lebih baik dalam situasi stres (Wiley & Sons 2002). Ketangguhan keluarga diukur dengan sepuluh pernyataan. Semakin banyak pernyataan positif yang dilakukan oleh keluarga contoh dapat menjadi indikasi bahwa ketangguhan keluarga tersebut tinggi. Sebaran ketangguhan keluarga contoh dapat dilihat pada Tabel 10 dan Gambar 10. Tabel 10 Sebaran keluarga (%) yang setuju berdasarkan item family hardiness No. Pernyataan Perdesaan Perkotaan Total 1. Saya sering memikirkan ulang tentang makna ikatan pernikahan Saya sering memikirkan adanya potensi/kemungkinan masalah dalam kehidupan keluarga 3. Saya sering memikirkan untuk meningkatkan hubungan antara orangtua dan anak Saya sering memikirkan untuk meningkatkan keharmonisan suami istri Saya sering merasa yakin akan mampu bertahan jika menghadapi permasalahan keluarga yang besar * Saya sering selama ini merasa tidak perlu merencanakan masa depan keluarga karena tidak yakin bisa mencapainya Keterangan: *pernyataan diinvers

11 37 Tabel 10 Sebaran keluarga (%) yang setuju berdasarkan item family hardiness (lanjutan) No. Pernyataan Perdesaan Perkotaan Total 7.* Saya sering merasa tidak yakin dengan usaha yang dilakukan akan berhasil * Saya lebih senang tinggal di rumah dibanding pergi keluar rumah * Saya sering merasa bosan karena melakukan aktivitas/kegiatan yang sama berulang kali Saya sering percaya bahwa hidup ini bukan sebuah kebetulan dan keberuntungan semata Keterangan: *pernyataan diinvers Ketangguhan keluarga contoh di daerah perkotaan lebih tinggi dibandingkan daerah perdesaan (dapat dilihat pada pernyataan bahwa saya memikirkan ulang tentang makna pernikahan, saya sering memikirkan adanya potensi/ kemungkinan masalah dalam kehidupan keluarga, saya sering memikirkan untuk meningkatkan hubungan antara orangtua dan anak, saya sering merasa yakin akan mampu bertahan jika menghadapi permasalahan keluarga yang besar, dan saya sering percaya bahwa hidup ini bukan sebuah kebetulan dan keberuntungan semata). Keluarga contoh di daerah perkotaan juga lebih tinggi untuk pernyataan negatif yaitu pernyataan bahwa saya sering selama ini merasa tidak perlu merencanakan masa depan keluarga karena tidak yakin bisa mencapainya, saya lebih senang tinggal di rumah dibanding pergi keluar rumah, dan saya sering merasa bosan karena melakukan aktivitas/kegiatan yang sama berulang kali. Sebagian besar keluarga contoh di perdesaan dan seluruh keluarga contoh di perkotaan mempunyai ketangguhan keluarga yang tinggi (Gambar 10) Perdesaan Perkotaan Total Rendah Tinggi Gambar 10 Sebaran keluarga (%) berdasarkan item family hardiness

12 38 Koherensi keluarga (family coherence).koherensi keluarga mengacu pada sejauh mana persepsi orang melihat kehidupan keluarga untuk dipahami, dikelola, dan dimaknai (Antonovsky & Sourani 1988). Koherensi keluarga memberikan penekanan pada penerimaan, kesetiaan, kebanggaan, iman, percaya, rasa hormat, perhatian, dan berbagi nilai-nilai bersama dalam pengelolaan tekanan dan ketegangan. Dimensi koherensi keluarga didefinisikan sebagai strategi mendasar koping keluarga yang digunakan dalam pengelolaan masalah keluarga (McCubbin et al. 1988). Sebaran koherensi keluarga contoh dapat dilihat pada Tabel 11 dan Gambar 11. Tabel 11 Sebaran keluarga (%) yang setuju berdasarkan item family coherence No. Pernyataan Perdesaan Perkotaan Total 1. Saya mampu menerima permasalahan sebagai bagian dalam kehidupan berkeluarga Saya mampu menerima perbedaan pendapat antara anggota keluarga Saya mampu melihat kelebihan pada setiap anggota keluarga Saya mampu memahami cara berfikir anggota keluarga yang berbeda pandangannya Saya memaknai masalah keluarga secara positif Saya memandang masalah sebagai upaya/cara untuk berkembang Saya percaya akan adanya campur tangan Tuhan dalam kehidupan keluarga * Saya percaya bahwa manusia sepenuhnya dapat mengendalikan kehidupan sebagaimana yang diinginkan Saya merasa yakin bahwa setiap anggota keluarga tidak mungkin mengharapkan adanya kesulitan Saya memandang bahwa kesulitan seorang anggota keluarga merupakan kesulitan bagi seluruh anggota keluarga lainnya Keterangan: *pernyataan diinvers Persentase untuk tujuh rasa pernyataan positif yang mengukur koherensi keluarga lebih tinggi di daerah perdesaan dibandingkan daerah perkotaan (saya mampu menerima perbedaan pendapat antara anggota keluarga, saya mampu melihat kelebihan pada setiap anggota keluarga, saya mampu memahami cara berfikir anggota keluarga yang berbeda pandangan, saya memaknai masalah keluarga secara positif, saya percaya akan adanya campur tangan Tuhan dalam kehidupan manusia, saya merasa yakin bahwa setiap anggota keluarga tidak mungkin mengharapkan adanya kesulitan, dan pernyataan saya memandang

13 39 bahwa kesulitan seorang anggota keluarga merupakan kesulitan bagi seluruh anggota keluarga lainnya). Secara keseluruhan, seluruh keluarga contoh di perdesaan dan hampir seluruh keluarga contoh di perkotaan mempunyai koherensi keluarga yang tinggi (Gambar 11) Rendah Tinggi Perdesaan Perkotaan Total Gambar 11 Sebaran keluarga (%) berdasarkan family coherence Ikatan keluarga (family bonding). Indeks ikatan keluarga (family bonding) menggambarkan kesatuan dan kebersamaan keluarga dalam mengukur bagaimana keluarga berfungsi. Ikatan keluarga merupakan tingkat kohesi keluarga dimana anggota keluarga saling berbagi (McCubbin et al. 1988). Tabel 12 Sebaran keluarga (%) yang setuju berdasarkan item family bonding No. Pernyataan Perdesaan Perkotaan Total 1* Saya merasa sangat mudah mendiskusikan masalah dengan orang lain di luar keluarga dibanding dengan keluarga sendiri 2* Saya merasa bahwa anggota keluarga lebih dekat dengan orang lain di luar keluarga dibanding dengan keluarga sendiri Saya menempatkan keluarga diurutan pertama dan menempatkan kepentingan pribadi diurutan kedua * Saya memiliki sedikit waktu kebersamaan Saya merasa perlu memberitahukan seluruh anggota keluarga sebelum mengambil sebuah keputusan yang besar * Saya merasa sulit untuk melakukan kegiatan bersamasama * Saya merasa sulit merencanakan kegiatan bersama yang dapat dilakukan oleh keluarga sebagai bentuk kebersamaan 8* Saya merasa anggota keluarga saling menjauh satu sama lain ketika berada di rumah Saya merasa penting, calon pasangan hidup salah satu anggota keluarga mendapat persetujuan dari seluruh anggota keluarga 10* Saya memendam masalah untuk menghindari konflik/pertengkaran dan ketegangan keluarga Keterangan: *pernyataan diinvers

14 40 Berdasarkan Tabel 12, keluarga contoh di daerah perkotaan mempunyai persentase yang lebih tinggi untuk empat pernyataan negatif (saya merasa bahwa anggota keluarga lebih dekat dengan orang lain di luar keluarga dibanding keluarga sendiri, saya merasa sulit merencanakan kegiatan bersama yang dapat dilakukan oleh keluarga sebagai bentuk kebersamaan, saya merasa anggota keluarga saling menjauh satu sama lain ketika berada dirumah, dan saya memendam masalah untuk menghindari konflik/ pertengkaran dan ketegangan keluarga). Hal ini menunjukkan bahwa nilai untuk item pernyataan tersebut lebih baik pada keluarga contoh di perdesaan. Keluarga contoh di perkotaan juga mempunyai persentase yang lebih tinggi dibandingkan perdesaan untuk dua pernyataan positif (saya menempatkan keluarga diurutan pertama dan menempatkan kepentingan pribadi diurutan kedua; saya merasa penting, calon pasangan hidup salah satu anggota keluarga mendapat persetujuan dari seluruh anggota keluarga). Gambar 12 menunjukkan bahwa secara keseluruhan item pernyataan ikatan keluarga, hampir seluruh keluarga contoh di perdesaan dan perkotaan tergolong mempunyai ikatan keluarga yang tinggi Perdesaan Perkotaan Total Gambar 12 Sebaran keluarga (%) berdasarkan family bonding Rendah Tinggi Fleksibilitas keluarga (family flexibility). Fleksibilitas keluarga merupakan kemampuan keluarga untuk mengubah peran mereka, tanggung jawab, peraturan dan pembuatan keputusan untuk mengakomodasi perubahan kondisi (McCubbin et al. 1988). Semakin tinggi fleksibilitas yang dimiliki oleh seseorang, maka ia akan semakin mudah untuk beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi. Sebaran fleksibilitas keluarga contoh dapat dilihat pada Tabel 13 dan Gambar 13.

15 41 Tabel 13 Sebaran keluarga (%) yang setuju berdasarkan item family flexibility No. Pernyataan Perdesaan Perkotaan Total 1. Dalam keluarga saya antara suami dan istri fleksibel siapa yang lebih dominan dalam pengambilan keputusan Dalam keluarga saya aturan keluarga yang telah disepakati dimungkinkan diubah sepanjang ada alasan yang jelas Dalam keluarga saya kesepakatan tugas suami-istri dimungkinkan diubah sepanjang ada alasan yang jelas Dalam keluarga saya anggota keluarga bebas mengungkapkan ide, pemikiran, dan pertimbangannya Dalam keluarga saya ide dan saran anggota keluarga selalu dihormati dan dihargai Saya dapat mengubah prioritas keluarga jika ditemukan hal baru yang lebih penting Saya dapat mengubah kegiatan yang akan dilakukan manakala ada pertimbangan lain yang dapat diterima Saya dapat mengubah perencanaan pengeluaran manakala ada hal baru yang lebih penting Saya dapat mengubah rencana/agenda kegiatan jika ada agenda yang lebih penting Dalam keluarga saya anggota keluarga fleksibel berbagi tugas yang telah disepakati Secara keseluruhan, keluarga contoh yang setuju berdasarkan item pernyataan fleksibilitas cenderung lebih banyak di daerah perdesaan daripada perkotaan meskipun perbedaannya tidak terlalu jauh, bahkan ada yang persentasenya sama. Hal ini dapat dilihat pada hampir semua pernyataan kecuali dua pernyataan (dalam keluarga saya kesepakatan tugas suami-istri dimungkinkan berubah sepanjang ada alasan yang jelas, dan saya dapat mengubah kegiatan yang akan dilakukan manakala ada pertimbangan lain yang dapat diterima) dimana persentase di daerah perkotaan lebih tinggi daripada perdesaan. Berdasarkan Tabel 13, terdapat satu pernyataan dimana terdapat perbedaan yang cukup jauh untuk daerah perdesaan dan perkotaan yaitu pernyataan bahwa dalam keluarga saya antara suami dan istri fleksibel siapa yang lebih dominan dalam pengambilan keputusan. Persentase keluarga contoh di daerah perdesaan yang lebih tinggi mengindikasikan bahwa mereka lebih fleksibel dalam pengambilan keputusan antara suami-istri dibandingkan keluarga contoh di daerah perkotaan. Jika keseluruhan pernyataan dikelompokkan berdasarkan median, maka seluruh keluarga contoh di perdesaan dan perkotaan tergolong memiliki fleksibilitas keluarga yang tinggi (Gambar 13).

16 Rendah Tinggi Perdesaan Perkotaan Total Gambar 13 Sebaran keluarga (%) berdasarkan family flexibility Waktu dan rutinitas keluarga (family times and routines). Indeks waktu dan rutinitas keluarga terdiri dari delapan sub skala yang menggambarkan kebiasaan keluarga: rutinitas kebersamaan orangtua-anak, rutinitas kebersamaan pasangan, rutinitas anak, rutinitas makan keluarga, rutinitas kebersamaan keluarga, rutinitas keluarga inti, rutinitas terkait kerabat, dan rutinitas manajemen keluarga (McCubbin et al. 1988). Penelitian ini mengukur waktu dan rutinitas keluarga dengan menggunakan sepuluh pernyataan. Nilai sebaran keluarga contoh dapat dilihat pada Tabel 14 dan Gambar 14. Tabel 14 Sebaran keluarga (%) yang setuju berdasarkan item family times and routines No. Pernyataan Perdesaan Perkotaan Total 1. Dalam keluarga saya ada rutinitas ngobrol antar anggota keluarga Dalam keluarga saya ada rutinitas makan bersama Dalam keluarga saya ada rutinitas membersihkan rumah bersama Dalam keluarga saya ada rutinitas menjelang tidur Dalam keluarga saya ada rutinitas olah raga bersama Dalam keluarga saya ada rutinitas melaksanakan ibadah bersama Dalam keluarga saya ada rutinitas mengunjungi keluarga besar Dalam keluarga saya ada rutinitas belanja bersama Dalam keluarga saya ada rutinitas rekreasi bersama Dalam keluarga saya ada rutinitas perawatan diri bersama / potong rambut Keluarga contoh di daerah perkotaan mempunyai persentase waktu dan rutinitas yang lebih tinggi (Gambar 14) dibandingkan keluarga contoh di

17 43 perdesaan kecuali untuk tiga pernyataan (dalam keluarga saya ada rutinitas ngobrol antar anggota keluarga, dalam keluarga saya ada rutinitas makan bersama, dan dalam keluarga saya ada rutinitas melaksanakan ibadah bersama). Rutinitas keluarga yang paling sering dilakukan oleh keluarga contoh di perdesaan dan perkotaan adalah rutinitas ngobrol antar anggota keluarga, sedangkan rutinitas yang paling jarang dilakukan dalam keluarga contoh adalah olahraga dan perawatan diri bersama Rendah 26.7 Tinggi Perdesaan Perkotaan Total Gambar 14 Sebaran keluarga (%) berdasarkan item family times and routines Pemaknaan nilai waktu dan rutinitas keluarga (the valuing times and routines). Dimensi nilai rutinitas dan waktu keluarga didefinisikan sebagai arti dan pentingnya keluarga yang melekat pada nilai waktu dan rutinitas keluarga. Dimensi ini mencoba untuk menilai sejauh mana keluarga percaya pada nilai bahwa kegiatan tersebut dirancang untuk meningkatkan persatuan keluarga (McCubbin et al. 1988). Pernyataan pada dimensi pemaknaan nilai waktu dan rutinitas diukur berdasarkan skala likert 1= tidak penting, 2= cukup penting, dan 3= sangat penting (skala likert 2 dan 3 diinvers menjadi penting). Semakin tinggi nilai yang diberikan, maka keluarga semakin menganggap penting kegiatan tersebut. Penelitian ini mengukur pemaknaan nilai waktu dan rutinitas pada tiga puluh orang di perdesaan dan tiga puluh orang juga di perkotaan. Sebaran keluarga contoh baik di perkotaan, perdesaan dan keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 15 dan Gambar 15.

18 44 Tabel 15 Sebaran keluarga (%) berdasarkan item the valuing family times and routines No. Pernyataan Perdesaan Perkotaan Total TP P TP P TP P 1 Dalam keluarga saya penting ada rutinitas mengobrol antar anggota keluarga 2 Dalam keluarga saya penting ada rutinitas makan bersama Dalam keluarga saya penting ada rutinitas membersihkan rumah bersama 4 Dalam keluarga saya penting ada rutinitas menjelang tidur Dalam keluarga saya penting ada rutinitas olah raga bersama Dalam keluarga saya penting ada rutinitas melaksanakan ibadah bersama 7 Dalam keluarga saya penting ada rutinitas mengunjungi keluarga besar Dalam keluarga saya penting ada rutinitas belanja bersama Dalam keluarga saya penting ada rutinitas rekreasi bersama Dalam keluarga saya penting ada rutinitas perawatan diri bersama / potong rambut Keterangan = TP (Tidak Penting), P(Penting) Untuk sebaran keluarga contoh berdasarkan tiap pernyataan pemaknaan nilai waktu dan rutinitas keluarga dapat dilihat pada Tabel 15. Secara keseluruhan lebih dari separuh keluarga contoh menganggap penting untuk makan bersama, membersihkan rumah bersama, rutinitas menjelang tidur, dan rutinitas mengunjungi keluarga besar. Hampir seluruh keluarga contoh menganggap penting rutinitas mengobrol antar anggota keluarga, dan ibadah bersama, sedangkan lebih dari separuh keluarga contoh menganggap bahwa tidak penting untuk rutinitas olahraga, belanja, rekreasi dan perawatan diri bersama. Jika dibandingkan antara keluarga contoh di perdesaan dan perkotaan, maka keluarga contoh di perkotaan lebih menganggap penting adanya waktu dan rutinitas keluarga dibandingkan keluarga contoh di perdesaan, khususnya untuk rutinitas menjelang tidur, olahraga bersama, belanja bersama, rekreasi bersama,dan perawatan diri bersama. Hal ini terlihat dari persentase keluarga contoh di perdesaan yang lebih banyak menganggap tidak penting kelima rutinitas tersebut. Jika dikelompokkan menjadi rendah dan tinggi berdasarkan median,

19 45 maka hampir seluruh keluarga contoh di perdesaan dan hampir separuh keluarga contoh di perkotaan memiliki pemaknaan nilai waktu dan rutinitas keluarga yang rendah (Gambar 15) Perdesaan Perkotaan Total Rendah Tinggi p-value = Gambar 15 Sebaran keluarga (%) berdasarkan the valuing family times and routines Tradisi keluarga (family tradition).makna tradisi adalah pengetahuan, kebiasaan, dan sebagainya (etiket, kebiasaan, pandangan masa lalu) yang ditransmisikan antar generasi (Suhaimi 2005). Di kalangan masyarakat ada beberapa kegiatan yang sering dan banyak dilakukan diberbagai daerah baik perkotaan maupun perdesaan. Sebaran keluarga contoh dapat dilihat pada Tabel 16 dan Gambar 16. Tabel 16 Sebaran keluarga (%) yang setuju berdasarkan item family tradition No. Pernyataan Perdesaan Perkotaan Total 1. Dalam keluarga saya ada tradisi mendekorasi rumah beserta isinya Dalam keluarga saya ada tradisi memberi hadiah antar anggota keluarga Dalam keluarga saya ada tradisi pergi ke suatu tempat untuk berkumpul Dalam keluarga saya ada tradisi mendoakan keluarga yang sudah meninggal (yasinan) 5. Dalam keluarga saya ada tradisi nyekar di kuburan keluarga Dalam keluarga saya ada peraturan khusus dalam upacara pernikahan Dalam keluarga saya ada peraturan khusus terkait upacara kematian (ngolong, tahlilan) Dalam keluarga saya ada kebiasaan terkait kehamilan (nujuh bulan, dll) Dalam keluarga saya ada tradisi kebiasaan terkait anak gadis yang masuk usia baligh Dalam keluarga saya ada tradisi sunatan bagi anak laki-laki maupun perempuan

20 46 Keluarga contoh di perkotaan mempunyai persentase yang sedikit lebih tinggi dibandingkan perdesaan (Gambar 16). Keluarga contoh di perdesaan lebih banyak memiliki tradisi mengenai peraturan khusus terkait upacara kematian, kebiasaan terkait kehamilan, kebiasaan terkait anak gadis yang masuk usia baligh, dan tradisi sunatan bagi anak laki-laki maupun perempuan. Tradisi keluarga terkait peraturan khusus terkait pernikahan, dan kebiasaan terkait anak gadis yang masuk usia baligh merupakan hal yang hanya dilakukan oleh sebagian kecil keluarga contoh. Persentase keluarga contoh di perkotaan lebih tinggi dari perdesaan dalam melakukan dekorasi rumah, saling memberi hadiah, dan mempunyai peraturan khusus terkait pernikahan. Sebaliknya, persentase keluarga contoh di perdesaan ternyata lebih tinggi dibandingkan perkotaan dalam hal tradisi terkait anak gadis yang masuk usia baligh Perdesaan Perkotaan Total Gambar 16 Sebaran keluarga (%) berdasarkan family tradition Rendah Tinggi Perayaan keluarga (family celebration).perayaan keluarga didefinisikan sebagai perilaku dan praktek keluarga yang dipilih keluarga secara aktif maupun pasif, untuk diadopsi dan dipertahankan dalam upaya untuk menekankan dan menyoroti situasi dan keadaan yang dianggap tepat oleh keluarga untuk diutamakan (McCubbin et al. 1988). Sebaran keluarga contoh untuk perayaan keluarga dapat dilihat pada Tabel 17 dan Gambar 17. Secara keseluruhan, lebih banyak keluarga contoh di perkotaan dalam merayakan berbagai peristiwa seperti ulang tahun, hari besar agama, tahun baru, kesembuhan dari sakit, kenaikan kelas atau kelulusan anak, dan perayaan rumah atau mobil baru daripada keluarga contoh di daerah perdesaan.

21 47 Tabel 17 Sebaran keluarga (%) yang setuju berdasarkan item family celebration No. Pernyataan Perdesaan Perkotaan Total 1. Saya merayakan ulang tahun pasangan Saya merayakan ulang tahun anak Saya merayakan ulang tahun pernikahan Saya merayakan acara special teman keluarga Saya merayakan hari besar agama Saya merayakan tahun baru Saya merayakan kesembuhan dari sakit Saya merayakan kenaikan jabatan / pekerjaan / panen Saya merayakan kenaikan kelas/kelulusan anak Saya merayakan rumah/mobil baru Perayaan hari besar agama merupakan perayaan keluarga yang persentasenya paling tinggi baik di perkotaan ataupun di perdesaan jika dibandingkan dengan perayaan lain. Perayaan ulang tahun pasangan, ulang tahun pernikahan dan rumah/mobil baru hanya dilakukan kurang dari sepuluh persen keluarga contoh di perdesaan Rendah Tinggi 0 Perdesaan Perkotaan Total Gambar 17 Sebaran keluarga (%) berdasarkan family celebration Dimensi Tipologi Keluarga Keluarga Regeneratif. Keluarga vulnerable adalah keluarga yang mempunyai ketangguhan dan koherensi keluarga sama-sama rendah. Jika koherensi keluarga rendah namun ketangguhan keluarga tinggi maka keluarga tersebut termasuk dalam kategori secure. Keluarga secure hampir mirip seperti keluarga rentan (vulnerable), namun keluarga tipe ini memiliki kekuatan utama yang mendasar yaitu rasa tangguh. Sebaliknya jika ketangguhan keluarga rendah namun koherensi tinggi maka keluarga tersebut termasuk dalam keluarga durable.

22 48 Tipe keluarga yang paling baik adalah keluarga regeneratif yaitu keluarga dengan ketangguhan dan koherensi keluarga yang tinggi (McCubbin et al. 1988). Tabel 18 Sebaran keluarga (%) berdasarkan dimensi tipologi keluarga regeneratif Ketangguhan keluarga Tipologi wilayah Perdesaan Perkotaan Koherensi keluarga Koherensi keluarga Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Total Koherensi Rendah 0.0 (vulnerable) 1.7 (secure) keluarga Tinggi 8.3 (durable) 90.0 (regeneratif) Secara keseluruhan, hampir seluruh keluarga contoh (90.0%) termasuk ke dalam tipe keluarga regeneratif. Begitupula untuk sebagian besar keluarga contoh di perdesaan dan perkotaan. Meski persentasenya dalam jumlah kecil, terdapat 16.7 persen keluarga contoh di daerah perdesaan yang termasuk keluarga durable dan 3.3 persen keluarga contoh di perkotaan yang tergolong keluarga secure. Menurut McCubbin et al. (1988), keluarga durable (rapuh) kurang memegang kendali atas apa yang terjadi, tampak kurang aktif dan tidak mendorong anggota keluarganya untuk mempelajari hal baru, akan tetapi, keluarga ini juga memiliki pandangan positif terhadap kemampuan mereka untuk mengatasi masalah. Mereka menekankan pentingnya koherensi dengan membangun kepercayaan, menghormati, mengelola dan menstabilkan emosi. Keluarga secure adalah keluarga dengan koherensi yang rendah namun mempunyai ketangguhan keluarga yang tinggi. Secara umum, keluarga ini aktif, terkontrol, tetapi ketika dihadapkan pada sesuatu yang sulit mereka kurang mampu mendukung satu sama lain, kurang perhatian dan loyalitas, dan kurang menerima sebuah kesulitan. Keluarga Resilient. Keluarga fragile (rapuh) adalah keluarga yang mempunyai ikatan dan fleksibilitas keluarga sama-sama rendah. Tipe keluarga dengan ikatan keluarga rendah namun fleksibilitas tinggi adalah keluarga pliant (lunak). Tipe keluarga dengan fleksibilitas keluarga rendah dan ikatan keluarga tinggi adalah keluarga bonded (terikat). Tipe keluarga yang paling baik adalah

23 49 keluarga resilient yaitu keluarga dengan ikatan dan fleksibilitas keluarga yang tinggi (McCubbin et al. 1988). Tabel 19 Sebaran keluarga (%) berdasarkan dimensi tipologi keluarga resilient Ikatan keluarga Tipologi wilayah Rendah Tinggi Perdesaan Perkotaan Fleksibilitas keluarga Fleksibilitas keluarga Rendah Tinggi Rendah Tinggi Total Fleksibilitas Rendah 0.0 (fragile) 0.0 (bonded) keluarga Tinggi 5.0 (pliant) 95.0 (resilient) Secara keseluruhan, hampir seluruh keluarga contoh (95.0%) termasuk dalam tipe keluarga resilient. Menurut McCubbin et al. (1988), keluarga resilient adalah keluarga yang mampu mengatakan apa yang diinginkan, memiliki masukan dalam keputusan besar, mampu membentuk aturan dan menerapkannya dalam keluarga, mampu berkompromi dan berpengalaman dalam pergeseran tanggung jawab dalam unit keluarga dan bersedia untuk bereksperimen dengan cara-cara baru untuk menangani masalah dan isu. Selain resilient, terdapat pula keluarga dengan tipe pliant di perdesaan dan perkotaan. Keluarga pliant juga memiliki keunggulan dalam kemampuan untuk berubah. Keluarga-keluarga ini mampu berkompromi dan berpengalaman dalam pergeseran tanggung jawab dalam unit keluarga, dan bersedia untuk bereksperimen dengan cara-cara baru menghadapi masalah. Akan tetapi keluarga ini juga memiliki ikatan keluarga yang rendah (McCubbin et al. 1988). Keluarga Tradistionalisti.Keluarga situational adalah keluarga yang mempunyai tradisi dan perayaan keluarga sama-sama rendah. Jika perayaan keluarga rendah namun tradisi keluarga tinggi maka keluarga tersebut termasuk dalam kategori tradistionalistic. Sebaliknya jika tradisi keluarga rendah namun perayaan tinggi maka keluarga tersebut termasuk dalam keluarga celebratory. Keluarga ritualistic yaitu keluarga dengan tradisi dan perayaan keluarga yang tinggi (McCubbin et al. 1988).

24 50 Tabel 20 Sebaran keluarga (%) berdasarkan dimensi tipologi keluarga tradisionalistik Tradisi keluarga Tipologi wilayah Rendah Tinggi Perdesaan Perkotaan Perayaan keluarga Perayaan keluarga Rendah Tinggi Rendah Tinggi Total Perayaan Rendah 23.3 (situational) 51.7 (traditionalistic) keluarga Tinggi 3.3 (celebratory) 21.7 (ritualistic) Secara keseluruhan lebih dari separuh keluarga contoh di perdesaan, dan hampir separuh keluarga contoh di perkotaan tergolong tipe keluarga tradisionalistik. Keluarga contoh di perdesaan yang termasuk keluarga situasional memiliki persentase yang sama dengan keluarga ritualistik di perkotaan. Menurut McCubbin et al. (1988), keluarga tradisionalistik menunjukkan perhatian yang rendah terhadap perayaan sesuatu yang spesial, tetapi memiliki kepercayaan yang besar terhadap tradisi yang diturunkan dari generasi ke generasi. Keluarga situasional menunjukkan kehidupan keluarga yang sedikit perhatian terhadap tradisi dan perayaan. Keluarga ini berkembang dalam kehidupan dengan rutinitas dan aktivitas keluarga yang mengalami perubahan dari situasi ke situasi tertentu dan kurang memperhatikan tradisi dan perayaan. Sebaliknya, keluarga ritualistik memiliki perhatian yang tinggi terhadap tradisi dan perayaan dalam keluarga. Keluarga ini memiliki perhatian akan nilai dan pentingnya suatu peristiwa dalam keluarga. Keluarga Rhytmic. Keluarga unpatterned adalah keluarga yang mempunyai waktu dan rutinitas juga pemaknaan nilai waktu dan rutinitas yang rendah. Jika waktu dan rutinitas rendah namun pemaknaan nilai waktu dan rutinitas tinggi maka keluarga tersebut termasuk dalam kategori intentional. Tipe keluarga dengan pemaknaan nilai waktu dan rutinitas keluarga rendah namun waktu dan rutinitas tinggi adalah keluarga structuralized. Keluarga rhythmic yaitu keluarga dengan waktu dan rutinitas juga pemaknaan nilai akan kedua hal tersebut tinggi (McCubbin et al. 1988).

25 51 Tabel 21 Sebaran keluarga (%) berdasarkan dimensi tipologi keluarga ritmik Tipologi wilayah Perdesaan Perkotaan Waktu dan rutinitas Waktu dan rutinitas Pemaknaan nilai waktu dan rutinitas Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Total Waktu dan Rendah 55.0 (unpatterned) 10.0 (intentional) Rutinitas Tinggi 25.0 (structuralized) 10.0 (rhythmic) Lebih dari separuh keluarga contoh di perdesaan tergolong keluarga unpatterned (tidak berpola). Keluarga contoh di perkotaan memiliki tipe keluarga yang cenderung merata di tiap kuadran, akan tetapi keluarga unpatterned tetap memiliki persentase yang paling tinggi dibandingkan keluarga lain. Jika di perdesaan tidak terdapat keluarga dengan tipe intentional, maka di perkotaan jumlah keluarga intentional adalah sebesar 20 persen. Keluarga ritmik merupakan tipe keluarga dengan persentase yang paling rendah. Menurut McCubbin et al. (1988), keluarga intentional memiliki pemaknaan nilai yang baik akan waktu dan rutinitas keluarga, namun keluarga ini tidak mengimplementasikan dalam bentuk praktek nyata. Keluarga ini tidak memiliki kemampuan untuk menunjukkan ekspresi dari pemahaman tentang pentingnya waktu dan rutinitas keluarga. Keluarga ritmik merupakan keluarga yang anggota keluarganya terlibat dalam sebuah aktivitas dan rutinitas yang dapat diprediksi serta memiliki pemahaman akan pentingnya aktivitas/ rutinitas tersebut. Tabel 22 Sebaran tipe keluarga berdasarkan tipologi wilayah pada dimensi tipologi keluarga kuadran I, II, III dan IV Tipe keluarga Desa Kota Total Tipe keluarga Desa Kota Total Kuadran I Kuadran II Vulnerable Secure Fragile Bonded Situational Traditionalistic Unpatterned Intentional Kuadran III Kuadran IV Durable Regeneratif Pliant Resilient Celebratory Ritualistic Structuralized Rhythmic

26 52 Keluarga contoh di perkotaan cenderung mempunyai dimensi tipologi yang lebih baik dibandingkan keluarga di perdesaan. Hal ini terlihat dari persentase di Kuadran I, persentase keluarga contoh di perdesaan lebih banyak daripada keluarga contoh di perkotaan untuk tipe keluarga situational dan unpatterned. Akan tetapi, sebagian besar keluarga contoh baik di perdesaan dan perkotaan termasuk ke dalam tipe keluarga regeneratif (ketangguhan dan koherensi keluarga tinggi) dan resilient (ikatan dan fleksibilitas keluarga tinggi). Lebih dari separuh keluarga contoh termasuk tipe keluarga tradisionalistik (tradisi keluarga tinggi, perayaan keluarga rendah). Jumlah keluarga tradisionalistik di perdesaan lebih banyak daripada perkotaan. Hubungan Antar Variabel-Variabel Penelitian Uji hubungan yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan korelasi Spearman. Uji hubungan dilakukan untuk mengetahui seberapa besar hubungan antar variabel penelitian. de Vaus dalam Basri (2012) menginterpretasikan jika koefisien korelasi 0.00 (tidak ada hubungan), (hubungan kurang berarti), (hubungan lemah), (hubungan moderat), (hubungan kuat), (hubungan sangat kuat), >0.90 (hubungan mendekati sempurna). Tabel 23 Nilai koefisien korelasi antara indikator tipologi keluarga dengan kesejahteraan subjektif Kesejahteraan Subjektif (1) Ketangguhan Keluarga (2) Koherensi Keluarga (3) * Ikatan Keluarga (4) Fleksibilitas Keluarga (5) -.266* * Waktu dan Rutinitas Keluarga (6).317* * Pemaknaan Nilai Waktu dan Rutinitas Keluarga (7).265* * ** Tradisi Keluarga (8).370** **.459** Perayaan Keluarga (9).314*.362** *.440**.505** Keterangan: *korelasi signifikan (p-value < 0.05) **korelasi sangat signifikan (p-value < 0.01) Kesejahteraan subjektif mempunyai hubungan yang negatif signifikan dengan fleksibilitas keluarga serta hubungan yang positif signifikan dengan waktu dan rutinitas keluarga, pemaknaan nilai waktu dan rutinitas keluarga, dan

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 19 METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini merupakan subsampling dari penelitian utama Hibah Kompetensi DIKTI Sunarti (2012) dengan tema Keragaan Ketahanan Keluarga Indonesia. Disain

Lebih terperinci

PERBEDAAN KONFLIK KERJA-KELUARGA DAN TIPOLOGI KELUARGA BERDASARKAN JENIS PEKERJAAN ISTRI

PERBEDAAN KONFLIK KERJA-KELUARGA DAN TIPOLOGI KELUARGA BERDASARKAN JENIS PEKERJAAN ISTRI 32 PERBEDAAN KONFLIK KERJA-KELUARGA DAN TIPOLOGI KELUARGA BERDASARKAN JENIS PEKERJAAN ISTRI Work-Family Conflict and Family Typology based on Job Characteristic among Dual Earner Families Fitri Meliani,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Populasi dan Teknik Pengambilan Contoh

METODE PENELITIAN. Populasi dan Teknik Pengambilan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan desain cross sectional study, yaitu data dikumpulkan pada satu waktu untuk memperoleh gambaran

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KELURAHAN EMPANG

BAB IV GAMBARAN UMUM KELURAHAN EMPANG 24 BAB IV GAMBARAN UMUM KELURAHAN EMPANG 4.1 Letak dan Keadaan Fisik Kelurahan Empang merupakan kelurahan yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor. Secara administratif, batas-batas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh 17 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan pada satu waktu. Pemillihan tempat dilakukan dengan cara pupossive, yaitu

Lebih terperinci

HASIL. Karakteristik Remaja

HASIL. Karakteristik Remaja HASIL Karakteristik Remaja Jenis Kelamin dan Usia. Menurut Monks, Knoers dan Haditono (1992) kelompok usia remaja di bagi ke dalam empat kategori, yakni usia pra remaja (10-12 tahun), remaja awal (12-15

Lebih terperinci

INTERAKSI DALAM KELUARGA DAN STRATEGI KOPING. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc

INTERAKSI DALAM KELUARGA DAN STRATEGI KOPING. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc INTERAKSI DALAM KELUARGA DAN STRATEGI KOPING Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc Pengertian Hubungan dan Interaksi Suatu hubungan dapat berlangsung tanpa ada interaksi dan juga meliputi aspek-aspek

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah 7 TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah Duvall (1971) menyatakan bahwa kesiapan menikah adalah laki-laki maupun perempuan yang telah menyelesaikan masa remajanya dan siap secara fisik, emosi, finansial, tujuan,

Lebih terperinci

HASIL. Tabel 20 Sebaran nilai minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi karakteristik keluarga Rata-rata ± Standar Deviasi

HASIL. Tabel 20 Sebaran nilai minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi karakteristik keluarga Rata-rata ± Standar Deviasi 43 HASIL Karakteristik Keluarga Tabel 20 menunjukkan data deskriptif karakteristik keluarga. Secara umum, usia suami dan usia istri saat ini berada pada kategori dewasa muda (usia diatas 25 tahun) dengan

Lebih terperinci

golongan ekonomi menengah. Pendapatan keluarga rata-rata berada pada kisaran lima jutaan rupiah perbulan dengan sebagian besar ayah bekerja sebagai

golongan ekonomi menengah. Pendapatan keluarga rata-rata berada pada kisaran lima jutaan rupiah perbulan dengan sebagian besar ayah bekerja sebagai PEMBAHASAN Penelitian ini didasarkan pada pentingnya bagi remaja mempersiapkan diri untuk memasuki masa dewasa sehingga dapat mengelola tanggung jawab pekerjaan dan mampu mengembangkan potensi diri dengan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 37 Umur Contoh HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Suami Isteri Pada Tabel 2 dapat dilihat sebaran contoh menurut umur, dengan rentang berada antara 18 sampai 69 tahun. Teori Papalia dan Olds (1981) membagi

Lebih terperinci

(Elisabeth Riahta Santhany) ( )

(Elisabeth Riahta Santhany) ( ) 292 LAMPIRAN 1 LEMBAR PEMBERITAHUAN AWAL FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS INDONUSA ESA UNGGUL JAKARTA Saya mengucapkan terima kasih atas waktu yang telah saudara luangkan untuk berpartisipasi dalam penelitian

Lebih terperinci

BERITA RESMI. Pusat Kajian Strategis Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Profil Penerima Manfaat BUMI di Sukabumi

BERITA RESMI. Pusat Kajian Strategis Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Profil Penerima Manfaat BUMI di Sukabumi No. 02/02/BR/II/2017, 23 Februari 2017 Profil Penerima Manfaat BUMI di Sukabumi Pada tahun 2012, Sukabumi memulai program zakat produktif yang disebut "Bangkit Usaha Mandiri Sukabumi Berbasis Masjid" (BUMI).

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB V BEBAN GANDA WANITA BEKERJA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB V BEBAN GANDA WANITA BEKERJA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA BAB V BEBAN GANDA WANITA BEKERJA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 5.1 Beban Ganda Beban ganda wanita adalah tugas rangkap yang dijalani oleh seorang wanita (lebih dari satu peran) yakni sebagai ibu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Perkawinan 1. Pengertian Penyesuaian Perkawinan Konsep penyesuaian perkawinan menuntut kesediaan dua individu untuk mengakomodasikan berbagai kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

Strategi Koping Fungsi Ekonomi: Strategi penghematan Strategi penambahan pendapatan. Dukungan Sosial: Keluarga Besar Tetangga. Input Throughput Output

Strategi Koping Fungsi Ekonomi: Strategi penghematan Strategi penambahan pendapatan. Dukungan Sosial: Keluarga Besar Tetangga. Input Throughput Output 34 KERANGKA PEMIKIRAN Kemiskinan yang melanda bangsa Indonesia selama bertahun-tahun menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat Indonesia. Salah satunya adalah meningkatnya harga kebutuhan pokok yang mengakibatkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

HASIL. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

HASIL. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 31 HASIL Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Bubulak, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Jawa Barat. Luas wilayahnya adalah 157,9 Ha. Batas wilayah Kelurahan Bubulak adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dididik, dan dibesarkan sehingga seringkali anak memiliki arti penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. dididik, dan dibesarkan sehingga seringkali anak memiliki arti penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan anugerah terindah dan tak ternilai yang diberikan Tuhan kepada para orangtua. Tuhan menitipkan anak kepada orangtua untuk dijaga, dididik, dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu budaya yang melekat pada diri seseorang karena telah diperkenalkan sejak lahir. Dengan kata lain,

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN 5.1. Usia Usia responden dikategorikan menjadi tiga kategori yang ditentukan berdasarkan teori perkembangan Hurlock (1980) yaitu dewasa awal (18-40), dewasa madya (41-60)

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM Pada bab IV ini penulis akan menyajikan gambaran umum obyek/subyek yang meliputi kondisi geografis, sosial ekonomi dan kependudukan Provinsi Jawa Tengah A. Kondisi Geografis Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN. Dari hasil penelitian ini diperoleh gambaran umum penelitian yang

BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN. Dari hasil penelitian ini diperoleh gambaran umum penelitian yang 4 BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Dari hasil penelitian ini diperoleh gambaran umum penelitian yang meliputi lokasi penelitian dan aktivitas orang lanjut usia di kelurahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah adalah bagian dari ibadah, karena itu tidak ada sifat memperberat kepada orang yang akan melaksanakannya. Perkawinan atau pernikahan menurut Reiss (dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar belakang Dampak dari krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun drastis.

PENDAHULUAN Latar belakang Dampak dari krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun drastis. 1 PENDAHULUAN Latar belakang Dampak dari krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun drastis. Meskipun perekonomian Indonesia mengalami peningkatan, tetapi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh 25 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Data dikumpulkan untuk meneliti suatu fenomena dalam satu kurun waktu tertentu (Umar 2006).

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Secara administratif Kota Yogyakarta berada di bawah pemerintahan Propinsi DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) yang merupakan propinsi terkecil setelah Propinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik (BPS) merupakan Lembaga. kepada Presiden. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 86

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik (BPS) merupakan Lembaga. kepada Presiden. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 86 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Badan Pusat Statistik (BPS) merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan

BAB I PENDAHULUAN. bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hampir separuh dari seluruh kehidupan seseorang dilalui dengan bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan berbagai perasaan dan sikap. Saat ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun dengan lawan jenis merupakan salah satu tugas perkembangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun dengan lawan jenis merupakan salah satu tugas perkembangan tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja memiliki tugas perkembangan yang harus dipenuhi.menjalin hubungan yang baru dan lebih matang dengan teman sebaya baik sesama jenis maupun dengan lawan jenis

Lebih terperinci

Gambar 2 Metode Penarikan Contoh

Gambar 2 Metode Penarikan Contoh 17 METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan disain Cross Sectional Study, yaitu data dikumpulkan pada satu waktu untuk memperoleh gambaran karakteristik contoh

Lebih terperinci

Ani Yunita, S.H.M.H. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Ani Yunita, S.H.M.H. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Ani Yunita, S.H.M.H. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Persoalan nikah bukanlah persoalan baru yang diperbincangkan publik, tetapi merupakan persoalan klasik yang telah dikaji sejak lama.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Kerangka Penarikan Contoh Penelitian. Purposive. Kecamatan Bogor Barat. Purposive. Kelurahan Bubulak

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Kerangka Penarikan Contoh Penelitian. Purposive. Kecamatan Bogor Barat. Purposive. Kelurahan Bubulak 25 METODE PENELITIAN Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Disain yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi antara cross sectional study, yaitu penelitian yang hanya dilakukan pada satu waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia di dunia yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS HASIL Gambaran umum responden. bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai identitas responden.

BAB 4 ANALISIS HASIL Gambaran umum responden. bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai identitas responden. BAB 4 ANALISIS HASIL 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran umum responden Responden dalam penelitian ini adalah anggota dari organisasi nonprofit yang berjumlah 40 orang. Pada bab ini akan dijelaskan tentang

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 35 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Bab ini mendeskripsikan keadaan umum wilayah penelitian dan deskripsi dan analisis tayangan iklan layanan masyarakat. Dalam penelitian ini kondisi potensi sosial

Lebih terperinci

Karakteristik Keluarga : Besar Keluarga Pendidikan Suami Pekerjaan Suami Pendapatan Keluarga Pengeluaran Keluarga. Persepsi Contoh terhadap LPG

Karakteristik Keluarga : Besar Keluarga Pendidikan Suami Pekerjaan Suami Pendapatan Keluarga Pengeluaran Keluarga. Persepsi Contoh terhadap LPG KERANGKA PEMIKIRAN Program konversi minyak tanah ke LPG dilakukan melalui pembagian paket LPG kg beserta tabung, kompor, regulator dan selang secara gratis kepada keluarga miskin yang jumlahnya mencapai.

Lebih terperinci

BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL Pernikahan anak menjadi salah satu persoalan sosial di Kabupaten Gunungkidul. Meskipun praktik pernikahan anak di Kabupaten Gunungkidul kian menurun di

Lebih terperinci

BAB II. KONDISI WILAYAH DESA ONJE A. Letak Geografi dan Luas Wilayahnya Desa Onje adalah sebuah desa di Kecamatan Mrebet, Kabupaten

BAB II. KONDISI WILAYAH DESA ONJE A. Letak Geografi dan Luas Wilayahnya Desa Onje adalah sebuah desa di Kecamatan Mrebet, Kabupaten BAB II KONDISI WILAYAH DESA ONJE A. Letak Geografi dan Luas Wilayahnya Desa Onje adalah sebuah desa di Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga, yang terdapat komunitas Islam Aboge merupakan ajaran Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri, saling membutuhkan dan saling tergantung terhadap manusia lainnya, dengan sifat dan hakekat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan masyarakat secara rata-rata di suatu daerah

I. PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan masyarakat secara rata-rata di suatu daerah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat kesejahteraan masyarakat secara rata-rata di suatu daerah dicerminkan oleh besar kecilnya angka PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) dan PDRB Per Kapita. Kesehatan

Lebih terperinci

Menurut Knox (1985) terdapat tiga faktor yang menentukan kesiapan menikah, yaitu usia menikah, pendidikan, dan rencana karir. Pada dasarnya usia

Menurut Knox (1985) terdapat tiga faktor yang menentukan kesiapan menikah, yaitu usia menikah, pendidikan, dan rencana karir. Pada dasarnya usia 57 PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesiapan menikah dan pelaksanaan tugas perkembangan keluarga dengan anak usia prasekolah. Penelitian ini dilakukan pada keluarga yang memiliki anak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Sebaran jumlah penduduk menurut lokasi penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Sebaran jumlah penduduk menurut lokasi penelitian 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Secara administratif, Desa Kuning Gading dan Desa Rantau Ikil termasuk dalam wilayah Kecamatan Pelepat Ilir dan Kecamatan Jujuhan, Kabupaten Bungo,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir 59 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Responden Responden dalam penelitian ini adalah para pemilih pemula yang tercatat dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir Tengah

Lebih terperinci

Proses Keperawatan pada Remaja dan Dewasa. mira asmirajanti

Proses Keperawatan pada Remaja dan Dewasa. mira asmirajanti Proses Keperawatan pada Remaja dan Dewasa Faktor-faktor yang mempengaruhi Tumbuh Kembang 1. Faktor Genetik. 2. Faktor Eksternal a. Keluarga b. Kelompok teman sebaya c. Pengalaman hidup d. Kesehatan e.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga adalah institusi pendidikan primer, sebelum seorang anak mendapatkan pendidikan di lembaga lain. Pada institusi primer inilah seorang anak mengalami pengasuhan.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Profil Kelurahan Mulyaharja 4.1.1. Keadaan Umum Kelurahan Mulyaharja Kelurahan Mulyaharja terletak di Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

KONDISI SOSIAL EKONOMI

KONDISI SOSIAL EKONOMI Bab 3 KONDISI SOSIAL EKONOMI FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 21 Bab 3 KONDISI SOSIAL EKONOMI Kota Pekanbaru merupakan ibukota dari Provinsi Riau yang mempunyai wilayah seluas 632,26 Km 2 yang pada tahun 2002

Lebih terperinci

PENYULUHAN HUKUM. Upaya Mencegah Terjadinya Pernikahan Anak Usia Dini

PENYULUHAN HUKUM. Upaya Mencegah Terjadinya Pernikahan Anak Usia Dini PENYULUHAN HUKUM Upaya Mencegah Terjadinya Pernikahan Anak Usia Dini Ani Yunita, S.H.M.H. Nasrullah, S.H.S.Ag.,M.CL. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Pendahuluan Persoalan nikah bukanlah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Instansi 4.1.1 Sejarah Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi (RSUD) Kabupaten Bogor pada awalnya merupakan Puskesmas dengan tempat perawatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Negara dapat dikatakan maju apabila memiliki sumberdaya manusia yang berkualitas. Pembangunan sumberdaya manusia sangat penting dan strategis guna menghadapi era persaingan ekonomi

Lebih terperinci

diketahui masalah fungsional utama yang merupakan proses yang terjadi dalam keluarga nelayan. Pada gilirannya, maka dapat diukur output keluarga

diketahui masalah fungsional utama yang merupakan proses yang terjadi dalam keluarga nelayan. Pada gilirannya, maka dapat diukur output keluarga KERANGKA PEMIKIRAN Kesejahteraan merupakan suatu hal yang bersifat subjektif, sehingga setiap keluarga atau individu di dalamnya yang memiliki pedoman, tujuan, dan cara hidup yang berbeda akan memberikan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Contoh dan Cara Pengambilan Contoh

METODE PENELITIAN. Contoh dan Cara Pengambilan Contoh 35 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian adalah cross sectional study. Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor untuk mewakili wilayah perkotaan dan Kabupaten Bogor untuk

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Kerangka pengambilan contoh penelitian. Purposive. Proporsional random sampling. Mahasiswa TPB-IPB 2011/2012 (N=3494)

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Kerangka pengambilan contoh penelitian. Purposive. Proporsional random sampling. Mahasiswa TPB-IPB 2011/2012 (N=3494) 19 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional karena pengumpulan data hanya dilakukan pada satu waktu dan tidak berkelanjutan, serta retrospektif karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini sering terjadi di belahan bumi manapun dan terjadi kapanpun. Pernikahan itu sendiri

Lebih terperinci

2015 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMSI MASYARAKAT

2015 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMSI MASYARAKAT BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, setiap individu maupun masyarakat luas selalu berusaha dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Baik individu maupun masyarakat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan kualitas sumberdaya manusia di Indonesia masih perlu mendapat prioritas dalam pembangunan nasional. Berdasarkan laporan United Nation for Development Programme

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS HASIL

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS HASIL BAB 4 HASIL DAN ANALISIS HASIL Pada bab berikut ini akan dibahas mengenai hasil yang didapatkan setelah melakukan pengumpulan data dan analisis dari hasil. Dalam sub bab ini akan dijabarkan terlebih dahulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu yang belajar di Perguruan Tinggi. Setelah menyelesaikan studinya di

BAB I PENDAHULUAN. individu yang belajar di Perguruan Tinggi. Setelah menyelesaikan studinya di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mahasiswa merupakan individu yang memiliki ijazah Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat yang melanjutkan pendidikan ke sebuah perguruan tinggi. Menurut Kamus Besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan peristiwa penting dalam siklus kehidupan manusia. Setiap orang berkeinginan untuk membangun sebuah rumah tangga yang bahagia bersama orang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011) PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian mempunyai peranan yang strategis dalam penyerapan tenaga kerja yang ada di Indonesia, yaitu dengan tingginya penyerapan tenaga kerja sekitar 44 persen dari

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK RESPONDEN KONSUMEN RESTORAN KHASPAPI

VI. KARAKTERISTIK RESPONDEN KONSUMEN RESTORAN KHASPAPI VI. KARAKTERISTIK RESPONDEN KONSUMEN RESTORAN KHASPAPI Pengunjung restoran yang mengkonsumsi menu makanan dan minuman di Restoran Khaspapi memiliki latar belakang sosial dan ekonomi yang berbedabeda. Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Krisis moneter yang melanda Indonesia pada Tahun 1997 meningkatkan angka kemiskinan dan angka pengangguran. Jumlah penduduk miskin selama periode 1996-2006 berfluktuasi dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya ditentukan oleh komunikasi interpersonal suami istri tersebut. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. satunya ditentukan oleh komunikasi interpersonal suami istri tersebut. Melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keharmonisan hubungan suami istri dalam kehidupan perkawinan salah satunya ditentukan oleh komunikasi interpersonal suami istri tersebut. Melalui komunikasi interpersonal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan manusia, setiap pasangan tentu ingin melanjutkan hubungannya ke jenjang pernikahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi mahasiswa-mahasiswi sangat beragam. Mereka dapat memilih jurusan sesuai

BAB I PENDAHULUAN. bagi mahasiswa-mahasiswi sangat beragam. Mereka dapat memilih jurusan sesuai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswi adalah sebutan bagi wanita yang menuntut ilmu di Perguruan Tinggi sebagai dasar pendidikan untuk mendapatkan pekerjaan yang dapat menopang kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pernikahan dini dapat didefinisikan sebagai sebuah pernikahan yang mengikat pria dan wanita yang masih remaja sebagai suami istri. Lazimnya sebuah pernikahan dilakukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan wanita untuk bekerja adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pernikahan adalah salah satu proses penting dalam kehidupan sosial manusia. Pernikahan merupakan kunci bagi individu untuk memasuki dunia keluarga, yang di dalamnya terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai tingkat produktifitas maksimal. Persaingan yang ketat juga

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai tingkat produktifitas maksimal. Persaingan yang ketat juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia kini menghadapi percepatan pembangunan dalam bidang ekonomi, teknologi, dan infrastruktur. Industrialisasi bangkit dalam skala global dengan melibatkan segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah membuat sebagian besar wanita ikut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah membuat sebagian besar wanita ikut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi di Indonesia yang semakin pesat membuat kebutuhan rumah tangga semakin meningkat. Kurangnya pendapatan yang dihasilkan suami sebagai kepala

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 20 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 3.1. SITUASI GEOGRAFIS Secara geografis, Kota Bogor berada pada posisi diantara 106 derajat 43 30 BT-106 derajat 51 00 BT dan 30 30 LS-6 derajat 41 00 LS, atau kurang

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Cisaat berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 4.

V. GAMBARAN UMUM. Cisaat berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 4. V. GAMBARAN UMUM 5.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Desa Cisaat terletak di Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi dengan luas wilayah 125.625 Ha. Desa Cisaat berbatasan dengan Jalan Raya Cisaat di sebelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal dari keluarga, sifat, kebiasaan dan budaya yang berbeda. Pernikahan juga memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Nikah, menikah, dan pernikahan, tiga kata ini akan selalu menjadi bahasan paling menarik sepanjang masa. Apalagi bagi mereka yang berstatus mahasiswa

Lebih terperinci

4. HASIL DAN ANALISIS HASIL

4. HASIL DAN ANALISIS HASIL 4. HASIL DAN ANALISIS HASIL Pada bab ini, peneliti akan menguraikan hasil yang diperolah dari penelitian. Hasil ini penelitian diperoleh berdasarkan pengolahan data kuesioner dengan menggunakan program

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh 2 METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan disain cross sectional study, yaitu suatu penelitian dengan teknik pengambilan data melalui survei lapang dalam satu titik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan suatu lembaga suci yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi merupakan kebiasaan dalam suatu masyarakat yang diwariskan secara turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam suatu masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan perempuan. Kemudian ketertarikan tersebut, diwujudkan dalam bentuk perkawinan atau pernikahan.

Lebih terperinci

BAB V PROFIL RUMAHTANGGA MISKIN DI DESA BANJARWARU

BAB V PROFIL RUMAHTANGGA MISKIN DI DESA BANJARWARU BAB V PROFIL RUMAHTANGGA MISKIN DI DESA BANJARWARU Secara umum, rumahtangga miskin di Desa Banjarwaru dapat dikatakan homogen. Hal ini terlihat dari karakteristik individu dan rumahtangganya. Hasil tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja sektor informal.tenaga kerja sektor informal merupakan tenaga kerja yang

BAB I PENDAHULUAN. kerja sektor informal.tenaga kerja sektor informal merupakan tenaga kerja yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angkatan kerja (pekerja) terdiri dari tenaga kerja sektor formal dan tenaga kerja sektor informal.tenaga kerja sektor informal merupakan tenaga kerja yang melakukan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Teknik Pemilihan Responden

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Teknik Pemilihan Responden 23 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mempelajari objek dalam satu waktu tertentu, tidak berkesinambungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian merupakan suatu estafet

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 05 TAHUN 2010

LEMBARAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 05 TAHUN 2010 LEMBARAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 05 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan kaum perempuan pada tahap dewasa dini pada saat ini secara umum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan kaum perempuan pada tahap dewasa dini pada saat ini secara umum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan pada saat ini dihadapkan pada berbagai macam peran. Perempuan juga diharapkan dapat memilih dan bertanggung jawab atas peranan yang telah dipilihnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN DAN PROSES KEPUTUSAN PEMBELIAN MOCI KASWARI LAMPION. mengetahui, mengenal serta mengkonsumsi moci Kaswari Lampion.

VI. KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN DAN PROSES KEPUTUSAN PEMBELIAN MOCI KASWARI LAMPION. mengetahui, mengenal serta mengkonsumsi moci Kaswari Lampion. VI. KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN DAN PROSES KEPUTUSAN PEMBELIAN MOCI KASWARI LAMPION 6. Karakteristik Umum Responden Karakteristik umum responden dalam penelitian ini dilihat dari jenis kelamin, alamat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelompok yang disebut keluarga (Turner & Helmes dalam Sarwono & Weinarno,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelompok yang disebut keluarga (Turner & Helmes dalam Sarwono & Weinarno, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah dan memiliki anak adalah salah satu fase yang dialami dalam kehidupan dewasa awal. Alasan utama untuk melakukan pernikahan adalah adanya cinta dan komitmen

Lebih terperinci

Kesiapan menikah hasil identifikasi dari jawaban contoh mampu mengidentifikasi tujuh dari delapan faktor kesiapan menikah, yaitu kesiapan emosi,

Kesiapan menikah hasil identifikasi dari jawaban contoh mampu mengidentifikasi tujuh dari delapan faktor kesiapan menikah, yaitu kesiapan emosi, 61 PEMBAHASAN Hampir seluruh dewasa muda dalam penelitian ini belum siap untuk menikah, alasannya adalah karena usia yang dirasa masih terlalu muda. Padahal ketentuan dalam UU No.1 tahun 1974, seharusnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhlik hidup ciptaan Allah SWT. Allah SWT tidak menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup ciptaan Allah yang lain adalah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuesioner Persepsi Masyarakat di Dalam Kawasan Empang LEMBAR KUESIONER

Lampiran 1. Kuesioner Persepsi Masyarakat di Dalam Kawasan Empang LEMBAR KUESIONER LAMPIRAN 111 112 Lampiran 1. Kuesioner Persepsi Masyarakat di Dalam Kawasan Empang LEMBAR KUESIONER Dengan Hormat, saya memohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/Saudari dalam membantu pengumpulan data penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara administratif, Pulau Samosir adalah adalah pulau vulkanik di tengah Danau Toba, danau terbesar di Asia Tenggara, yang termasuk dalam Kabupaten Samosir, Sumatera

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS 5.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Bogor memiliki kuas wilayah 299.428,15 hektar yang terbagi dari 40 kecamatan. 40 kecamatan dibagi menjadi tiga wilayah yaitu wilayah

Lebih terperinci