BAB IV PETUNJUK PRAKTIKUM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV PETUNJUK PRAKTIKUM"

Transkripsi

1 BAB IV PETUNJUK PRAKTIKUM 1. CRUSHING DAN GRINDING Kominusi adalah proses mereduksi ukuran butir atau proses meliberasikan bijih. Yang dimaksud dengan proses meliberasi adalah proses melepaskan bijih tersebut dari ikatannya yang berupa gangue mineral dengan menggunakan alat crusher dan grinding mill. Pada prinsipnya tujuan operasi pengecilan ukuran bijih, mineral atau bahan galian adalah: 1. Membebaskan ikatan mineral berharga dari gangue-nya. 2. Menyiapkan ukuran umpan sesuai dengan ukuran operasi konsentrasi atau ukuran pemisahan. 3. Mengekspos permukaan mineral berharga, Untuk proses hyrometalurgi tidak perlu benar-benar bebas dari gangue. 4. Memenuhi keinginan konsumen atau tahapan berikutnya. Mekanisme peremukan dalam kominusi : Prinsip peremukan adalah adanya gaya luar yang bekerja atau diterapkan pada bijih dan gaya tersebut harus lebih besar dari kekuatan bijih yang akan diremuk. Mekanisme peremukannya tergantung pada sifat bijihnya dan bagaimana gaya diterapkan pada bijih tersebut. Setidaknya ada empat gaya yang dapat digunakan untuk meremuk atau mengecilkan ukuran bijih. 1. Compression, gaya tekan. Peremukan dilakukan dengan memberi gaya tekan pada bijih. Peremukannya dilakukan diantara dua permukaan plat. Gaya diberikan oleh satu atau kedua permukaan plat. Pada Kompresi, energi yang digunakan hanya pada sebagian lokasi, bekerja pada sebagian tempat. Terjadi ketika Energi yang digunakan hanya cukup untuk membebani daerah yang kecil dan menimbulkan titik awal peremukan. Alat yang dapat menerapkan gaya compression ini adalah: Jaw crusher, gyratory crusher dan roll crusher. 2. Impact, gaya banting. Peremukan terjadi akibat adany gaya impak yang bekerja pada bijih. Bijih yang dibanting pada benda keras atau benda keras

2 yang memukul bijih. Gaya impak adalah gaya compression yang bekerja dengan kecepatan sangat tinggi. Dengan gaya Impact, energi yang digunakan berlebihan, berkerja pada seluruh bagian. Terjadi ketika energi yang digunakan berlebih dari yang dibutuhkan untuk peremukan. Banyak daerah yang menerima beban berlebih. Alat yang mampu memberikan gaya impak pada bijih adalah impactor, hummer mill. 3. Attrition atau abrasion. Peremukan atau pengecilan ukuran akibat adanya gaya abrasi atau kikisan. Peremukan dengan Abrasi, Gaya hanya bekerja pada daerah yang sempit (dipermukaan) atau terlokalisasi. Terjadi ketika energi yang digunakan cukup kecil, tidak cukup untuk memecah/meremuk bijih. Alat yang dapat memberikan gaya abrasi terhadap bijih adalah ballmill, rod mill. 4. Shear, potong. Pengecilan ukuran dengan cara pemotongan, seperti dengan gergaji. Cara ini jarang dilakukan untuk bijih. Proses kominusi sendiri terbagi enjadi ada 2 (dua) macam, yaitu : 1. Peremukan / pemecahan (crushing) 2. Penggerusan / penghalusan (grinding) Kominusi terbagi dalam tiga tahap, yaitu : 1. Primary Crushing Merupakan tahap penghancuran yang pertama, dimana umpan berupa bongkah bongkah besar berukuran inchi dan produktannya berukuran 4 inhi. Alat yang digunakan dalam crushing ini adalah : a. Jaw Crusher Alat ini mempunyai dua jaw, yang satu dapat digerakkan ( swing jaw ) dan yang lainnya tidak dapat digerakkan atau diam ( fixed jaw ). Berdasarkan porosnya jaw crusher terbagi dalam dua macam : - Blake Jaw Crusher ( poros di atas ). - Dodge Jaw Crusher ( poros di bawah ). Perbandingan antara Dodge dan Blake Jaw Crusher : - Ukuran produktan blake jaw lebih heterogen sedangkan pada dodge jaw relative seragam.

3 - Pada blake jaw porosnya di atas sehingga gaya yang terbesar mengenai partikel yang berukuran terkecil. - Kapasitas dodge jaw lebih kecil daripada blake jaw pada ukuran yang sama. - Pada dodge jaw sering terjadi penyumbatan / kemacetan. b. Gyratory Crusher Crusher jenis ini mempunyai kapasitas lebih besar dibandingkan jaw crusher. Perbedaan gyratory dan jaw crusher adalah gerakan gyratory crusher berputar dan bergoyang sehingga proses penghancuannya berjalan terus tanpa selang waktu. Sedangkan dalam jaw crusher proses penghancurannya tidak kontinyu ssesuai gerakan swing jaw nya, sehingga ada material material yang tidak mengalami penggerusan. 2. Secondary Crushing Merupakan tahap penghancuran dari kelanjutan primary crushing dimana ukuran umpan lebih kecil dari 6 inchi dan produktannya berukuran 0,5 inchi. Alat yang digunakan adalah : a. Jaw crusher ( kecil ) b. Gyratory crusher ( kecil) c. Cone crusher 3. Fine Crushing ( Grinding Mill ) Milling merupakan lanjutan dari proses primary crushing dan secondary crushing. Proses penghancuran pada milling mengunakan shearing stress. Penggerusan merupakan proses lanjutan pengecilan ukuran yang sudah berukuran 2,5 cm menjadi ukuran yang lebih halus lagi. Grinding diklasifikasikan menjadi beberapa macam berdasarkan: a. Bentuk cell - Cylinder (produk yang ada masih kasar) Contoh untuk mill berbentuk silinder adalah tube mill. Pada tube mill ini produknya masi agak kasar dan pada proses

4 penghancurannya perlu ditambahkan air sehingga bercampurnya material menjadi pulp. - Conical (produk halus) Contoh untuk mill bentuk conical adalah hardinge conical mill. Produknya halus, lebih halus daripada produk yang dihasilkan silinder mill. Untuk hasil akhir grinding memerlukan bola baja dengan diameter 2-3 inchi. Jumlah bola-bola baja pada ball mill berkisar antara % dari volume mill dan kadang-kadang mencapai 80%. - Cylindro Conical Mill jenis ini produknya ada yang halus dan ada yang halus dan ada yang kasar. Bentuk cell merupakan gabungan antara cylinder dan conical. b. Grinding Media - Ball Mill (bola-bola baja) Contoh untuk mill ini adalah ball mill, yang telah diterangkan pada conical mill. - Peable Mill (batu api/flint) - Rod Mill (batang-batang baja) Tujuan Praktikum Adapun tujuan dari praktikum ini adalah : 1. Untuk mengetahui konsep dasar acara ini. 2. Untuk mengetahui prosedur praktikum. 3. Untuk mengetahui aplikasi dalam dunia pertambangan. 4. Untuk mendapatkan parameter : a. Limiting Reduction Ratio (LRR) b. Working Reduction Ratio (WRR) c. Apparent Reduction Ratio (ARR) d. Product 80 (P80)

5 Faktor yang Mempengaruhi 1. Lebar lubang pengeluaran 2. Variasi dari throw 3. Kecepatan 4. Ukuran umpan 5. Reduction ratio 6. Kapasitas yang dipengaruhi oleh jumlah umpan per jam dan berat jenis umpan. Peralatan dan perlengakapan Peralatan yang digunakan dalam proses crushing adalah : 1. Neraca Ohauss 2. Satu set ayakan ( Ukuran lubang ayakan 19mm; 12,5mm; 9,5mm; 4mm; 2mm; dan pan ). 3. Penggaris. 4. Jaw Crusher 5. Jangka Sorong 6. Timer 7. Cawan 8. Ayakan duduk. Perlengakapan yang digunakan dalam proses crushing adalah : 1. Tiga buah conto batuan Peralatan yang dibutuhkan dalam proses grinding adalah : 1. Grinding Mill 2. Neraca Ohauss Perlengkapan yang digunakan dalam proses grinding adalah : 1. Material hasil crushing.

6 Prosedur paraktikum Adapun prosedur yang dilakukan pada proses crushing adalah : 1. Menyiapkan peralatan dan perlengkapan yang akan digunakan. 2. Menyiapkan tiga conto batuan sebagai A, B, dan C. 3. Lakukan pengukuran batu andesit dengan menggunakan jangka sorong. 4. Ukur berat masing masing conto batuan dengan neraca ohauss. 5. Siapkan alat jaw crusher dengan mengatur ukuran close settingnya menggunakan penggaris, untuk primary crushing open settingnya 1 cm, dan close settingnya 0.5 cm. Untuk secondary crushing, open settingnya 0.8 cm dan close settingnya 0.3 cm. 6. Masukkan conto batuan ke mouth ( mulut jaw crusher ). 7. Setelah diremuk melaui primary crushing, pilih batu yang paling besar lalu ukur diameternya dengan jangka sorong. 8. Lakukan secondary crushing. 9. Setelah itu pilih ukuran produk secondary crushing yang terbesar, lalu ukur dengan jangka sorong. Hal ini dilakukan untuk menghitung Limiting Reduction Ratio 10. Lalu hasil dari secondary crushing dilakukan grinding selama menit. 13. Kemudian di ayak menggunakan ayakan gantung, timbang tiap fraksi ayakan. 14. Lalu catat hasilnya dan lakukan perhitungan untuk mendapatkan parameternya. Prosedur dalam melakukan proses grinding adalah : 1. Masukkan sampel hasil dari crushing kedalam mesin grinding. 2. Masukan rod mill kedalam grinding. 3. Nyalakan mesin dan grinding selama 15 menit.

7 4. Kemudian hasil dari grinding masukan kedalam ayakan, yang telah disediakan dan ayak dengan menggunakan ayakan gantung selama 5-10 menit. 5. Timbang berat sampel per mesh. 6. Buat grafik P80 dengan excel dan milimeter blok. Gambar 4.1 Proses Crushing

8 2. SAMPLING DAN ANALISIS AYAKAN Sizing merupakan proses pengelompokan material, terbagi dalam dua cara : a. Screening adalah proses pengelompokkan material berdasarkan ukuran lubang ayakan sehingga ukurannya seragam. b. Classifying adalah proses pengelompokkan material yang mendasarkan pada kecepatan jatuh material dalam suatu media (air atau udara), dipengaruhi oleh densitas, volume dan bentuk material. (Mokh. Winanto Ajie PH; dkk. Pengolahan Bahan Galian, 2001) c. Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti. (Arikunto, 2006:131) d. sampel adalah contoh, yaitu sebagian dari seluruh individu yang menjadi objek penelitian. e. Sampling (Mardalis,2009:55) Sampling adalah proses pengambilan conto dari bahan galian untuk dilakukan proses pengujian conto tersebut. Secara garis besar, sampling dibedakan menjadi 2 yaitu hand sampling dan mechanical sampling. hand sampling adalah sampling yang dilakukan menggunakan tangan secraa sederhana. Dan dibagi mnejadi 5 macam. yaitu : 1). Grab sampling Pengambilan sample yang dilakukan dengan sekop tangan, cara ini dilakukan pada material yang benar-benar homogen namun conto yang diperoleh kuirang representatif.

9 2). Shovel sampling Pengambilan sample dengan menggunakan shovel. Cari ini lebih murah, waktu yang digunakan sedikit dan tempat yangdigunakan tidak begitu luas. Syarat metode sample yang diambil tidak lebih dari 2 inchi. 3). Stream Sample Pengambilan conto dilakukan dengan menggunkan alat yang disebut hand sampling cutter. Conto yang diambil harus berupa pulp basah dan boleh lebih dari 2 inchi. 4). Pipe Sampling Pengambilan conto dilakukan dengan menggunakan pipa atau tabung dengan diameter 0,5 inch, 1 inch dan 1,5 inch. Bentuk pipa yang digunakann salah satu ujungnya runcing dan yang lain utk pegangan. Digunakan pada material yang halus dan tidak terlalu keras. 5). Cone and quartering Dilakukan dengan tahapan : - Pencampuran material conto - Diambil secukupnya dan dibuat kerucut. - Kerucut ditekan atasnya hingga rata, kemudian dibagi 4 bagian sama besar. - Sepermpat bagian yang bersilangan diambil sebagai conto. - Jika masih terllau banyak, lakukan tahapan cone and quartering kembali. Sedangkan mechanical sampling dilakukan untuk mengambil conto dalam jumlah yang besar dan hasil yang diperoleh lebih representatif dibandingkan hand sampling. Alat yang digunaklan yaitu : - Riffle sampler - Vezin sampler Kedua alat tersebut hanya beda bentuknya saja.

10 Tujuan Praktikum Tujuan dari dilaksanakannya praktikum ini adalah: a. Untuk mengetahui efisiensi ayakan duduk apabila dibandingkan dengan efisiensi ayakan gantung b. Untuk mengetahui distribusi partikel pada ukuran tertentu. Parameter yang didapatkan pada praktikum ini adalah : a. Derajat Liberasi, Perbandingan antara jumlah berat mineral bebas dengan jumlah berat mineral yang sama seluruhnya. b. Kadar fraksi c. Efisiensi ayakan (E) d. Fraksi halus didalam umpan (f) e. Produk halus yang terdapat pada produk kasar (a) Faktor yang Mempengaruhi a. Lamanya umpan berada pada screen b. Jumlah lubang yang terbuka c. Kecepatan umpan d. Tebalnya lapisan umpan e. Cocoknya lubang ayakan umpan dengan bentuk dan ukuran rata-rata material yang diolah. Peralatan dan Perlengkapan Peralatan yang digunakan pada praktikum adalah: 1. Neraca Ohauss 2. Cawan 3. Kuas 4. Lup

11 5. Riffle Sampler 6. Satu set ayakan 7. Ayakan duduk 8. Ayakan Gantung Perlengkapan yang digunakan pada praktikum adalah: 1. Pasir Besi 2. Sarung Tangan Prosedur Praktikum Prosedur yang dilakukan pada praktikum adalah: 1. Siapkan pasir (sample) seberat 300 gram 2. Bagi sampel menjadi dua bagian menggunakan riffle sampler 3. Hitung jumlah butir sample yang berada di masing-masing kuadran dengan menggunakan metode cone and quatering 4. Tulis hasil pada tabel yang telah disediakan (tabel riffle sampler) 5. Campur kembali sampel dan letakkan sample pada satu set ayakan kemudian diayak selama menit dengan menggunakan ayakan gantung 6. Timbang berat tertahan disetia ayakan dan hitung jumlah butir sample yang terdapat pada masing-masing kuadran dengan menggunakan metode cone and quatering 7. Campur kembali sample kemudian letakkan kembali sample pada satu set ayakan kemudian ayak sample dengan menggunakan ayakan duduk 8. Timbang berat tertahan pada masing-masing ayakan dan hitung jumlah butir yang terdapat pada masing-masing kuadran dengan menggunakan metode cone and quatering 9. Campur kembali sample dan letakkan pada satu set ayakan dan ayak kembali dengan menggunakan ayakan gantung untuk yang kedua kali

12 10. Hitung jumlah butir yang terdapat pada masing-masing kuadran dengan menggunakan metode cone and quatering. Note : penghitungan jumlah butir dimaksudkan untuk menghitung derajat liberasi Fe3O4 dan SiO4 serta untuk menghitung kadar Fe3O4 dan SiO4 yang terkandung pada sample. Rumus yang digunakan Rumus yang digunakan ( ) ( ) ( ) Dimana a = persentase partikel yang llebih besar dari ukuran yang ditentukan oleh ayakan yangada dalam umpan b = persentase partikel yang lebih halus dari ukuran yangditentukan oleh ayakan yang ada dalam umpan c = persentase partikel yang lebih kasar dari ukuran partikel yang ditentukan oleh ayakan yang ada dalam oversize d = persentase partikel yang lebih halus dari ukuran yangditentukan oleh ayakan yang ada dalam undersize E= efisiensi ayakan untuk undersize sebagai produk akhir (rumus No.1)

13 E = efisiensi ayakan untuk undersize dan oversize sebagai produk akhir (rumus nomer 5) Setelah itu dilakukan analisis mikroskopis untuk mengetahui derajat liberasi. Derajat liberasi adalah perbandingan antara jumlah berat mineral bebas dengan jumlah berat mineral yang sama seluruhnya (bebas dan terikat). Semakin kecil ukuran material maka derajad liberasinya semakin besar. Efisiensi adalah perbandingan antara material undersize yang lolos dengan material undersize yang seharusnya lolos. Perhitungan kadar fraksi : *( ) ( )+ Gambar 4.2 Rifler Sampler

14 3. MINERAL SEPARATOR Magnetic separator adalah alat yang digunakan untuk memisahkan material padat berdasarkan sifat kemagnetan suatu bahan. Alat ini terdiri dari pulley yang dilapisi dengan magnet baik berupa magnet alami maupun magnet yang berada disekitar arus listrik. Alat pemisah fase padat padat ini memiliki prinsip kerja yaitu dengan melewatkan suatu material campuran (padatan nonlogam dan padatan logam) pada suatu bagian dari magnetic separator yang diberi medan magnetik, maka padatan logam akan menempel (tertarik) pada medan magnetik oleh karena adanya garis-garis medan magnetik sehingga padatan logam akan terpisah dari campurannya. Gambar 4.3 Prinsip kerja magnmetic separator Menurut Ulman (2006), magnetik separator merupakan pemisahan secara fisik untuk partikel dengan perbedaan permeability dan susceptbility berdasarkan 3 cara, yaitu kekuatan tarikan magnet (tractive magnetic forces), gravitasi, friksi dan inertial. Feed ke magnetik separator terpecah menjadi dua atau lebih komponen. Jika separator digunakan untuk memproduksi magnet

15 konsentrat dapat digunakan paramagnetik atau diamagnetik. Setiap produk harus ditransportasikan melewati kedalam sepanjang magnet. Pemisahan menggunakan magnet bergantung pada besarnya daya magnet dari bahan yang akan dipisahkan. Effesiensi dari pemisahan menggunakan magnet dapt dilihat dengan adanya recovery dan tingkat magnetic concentrate. Magnetik Separator juga digunakan untuk memisahkan material kering maupun basah dengan menggunakan prinsip gaya magnet dan gaya gravitasi. Berdasarkan sifat gaya magnetnya. Dalam keadaaan dry material, diusahakan ukuran materialnya tidak terlalu halus, hal ini dikarenakan jika material terlalu halus akan menghambat proses kerja dan mengganggu kesehatan akibat banyaknya debu yang ada. logam dapat dibagi menjadi tiga jenis. Pertama, feromagnetik yaitu logam/material yang ditarik dengan kuat oleh magnet. Kedua, paramagnetik yaitu logam/material yang ditarik lemah oleh magnet. Yang terakhir, Diamagnetik yaitu logam/material yang tidak ditarik sama sekali oleh magnet. Faktor-faktor yang mempengaruhi magnetic separator bekerja adalah sifat magnet, derajat liberasi serta laju alir. Magnetik separator dibagi menjadi empat jenis yaitu: 1. Low intensity magnetic separator Memisahkan material karena perbedaan sifat magnet yang sangat besar. (diamagnetik dan ferromagnetik) 2. High Intensity Magnetic Separator Memisahkan material karena perbedaan sifat magnet yang cukup besar (diamagnetik dan para magnetik) 3. High Gradient Memisahkan material karena perbedaan sifat magnetnya yang kecil (paramagnetik dengan paramagnetik atau feromagnetik dengan feromagnetik) 4. Super conducting Memisahkan material yang memiliki perbedaan sifat magnet yang sangat kecil (Feromagnetik dengan feromagnetik yang superkonduktor)

16 perbedaan sifat mudah tidaknya mineral untuk menghantarkan arus listrik. Mineral dibagi dua berdasarkan sifat mudah tidaknya menghantarkan listrik, konduktor dan isolator. Konduktor adalah mineral yang dapat dengan mudah menghantarkan arus listrik. Sedangkan isolator adalah mineral yang sulit menghantarkan arus listrik. Dalam electrostatic separator digunakan dua istilah, pinning dan lifting. Pinning adalah material yang non-konduktif (isolator) yang menempel. Sedangkan lifting adalah material konduktif yang dilontarkan. Panning merupakan salah satu cara dalam pengambilan sampel dalam eksplorasi. Panning memiliki keterbatasan dalam jumlah konsentrat yang dapat terambil, sehingga metode ini tidak digunakan dalam skala besar / skala perusahaan. Panning digunakan untuk mengetahui jumlah mineral berharga yang tertransport oleh aliran air dari batuan induknya. Ada dua macam dulang / panning yang diketahui yaitu dulang emas dan dulang batu. Pemisahan mineral pada Panning berdasarkan perbedaan berat jenis, kecepatan pengendapan mineral berharga dengan pengotornya pada aliran fluida horizontal. (Mokh Winanto Ajie PH, dkk.2001) Tujuan Praktikum Tujuan praktikum Magnetic separator yaitu : 1. Mengetahui cara kerja Magnetic separator dan peristiwa dalam proses Magnetic separator 2. Mengetahui bagian-bagian dari mesin magnetic separator 3. Mengetahui cara pemisahan konsentrasi antara material yang mengandung unsur magnet dan non magnet. Tujuan praktikum Panning yaitu:

17 1. Menghitung berat konsentrat Pasir besi hasil dulang 2. Menghitung derajat kemagnetan Pasir Besi 3. Mengetahui cara kerja kegiatan dulang 4. Membandingkan hasil perolehan konsentrat mana yang lebih besar antara metode panning dengan tidak menggunakan panning. Faktor yang Mempengaruhi Faktor-faktor yang mempengaruhi pemisahan antara lain: 1. Sifat Magnet Sifat magnet berhubungan dengan besarnya gaya magnet untuk menarik mineral bersifat magnetik. Namun dalam penggunaannya Sifat magnet harus digunakan seperlunya tidak boleh terlalu berlebih. Karena jika terlalu berlebihan maka ketika terdapat partikel dengan perbedaan kekuatan magnet yang kecil akan sulit untuk memisahkannya. 2. Derajat Liberasi Semakin besar derajat liberasi mineral akan semakin baik proses pemisahan partikel magnetik dan non-magnetik. 3. Laju alir Laju alir berhubungan dengan seberapa lama mineral berinteraksi dengan magnet. Semakin cepat laju alir, interaksi mineral dengan magnet semakin sedikit membuat pemisahan kurang maksimal. Untuk mengatasi recovery yang bisa dibilang rendah, maka selain dilakukan efisiensi pada faktorfaktor yang mempengaruhi. Perlu dilakukan adalah melihat ukuran material, jika ukurannya terlalu kecil/ halus menyebabkan banyaknya debu yang terjadi dan tidak menempel ke magnet Faktor yang mempengaruhi pada panning : 1. Human error Pada saat menggerakkan pendulang harus benar agar mineral pengotornya keluar. 2. Air

18 Peralatan dan Perlengkapan Peralatan yang digunakan pada praktikum magnetic separator yaitu satu set mesin magnetic separator. Peralatan yang digunakan pada praktikum Panning yaitu: 1. Neraca Ohauss 2. Alat dulang 3. Cawan 4. Magnet 5. Bak Air Perlengkapan yang digunakan pada praktikum adalah: 1. Pasir Besi Prosedur Praktikum Pada praktikum kali ini kita hanya mempraktikkan cara kerja panning (mendulang) yaitu sebagai berikut : 1. Ambil cawan dan timbang dengan neraca ohauss, kemudian cawan diisi pasir besi 150 gram sebagai sampel A dan timbang pasir besi kembali seberat 150 gram sebagai sampel B. 2. Sampel A dimasukkan ke alat dulang, lalu kita bawa ke kolam air untuk dilakukan pendulangan. 3. Pada proses pendulangan, air dimasukkan ke dalam alat dulang, hingga air kira-kira berada 1cm diatas pasir besi. 4. Goyangkan alat pendulang diatas air / permukaan air secara berkelanjutan, jika air dalam alat dulang habis tambahkan kembali.

19 4. FLOTASI Flotasi merupakan suatu cara konsentrasi kimia fisika untuk memisahkan mineral berharga dengan mendasarkan atas sifat permukaan mineral yaitu senang atau tidaknya terhadap udara. Pada proses flotaasi terdapat 3 fase yaitu, padat, cair, dan gas. Secara umum terdapat dua jenis mineral, yaitu : 1. Polar (aerophobic/hidrofilik) : mineral bersifat tidak suka dengan udara tetapi suka dengan air. 2. Non Polar (aerofilik/hydrophobic) : mineral bersifat suka dengna udara tetapi tidak suka denga air. Persyaratan dalam flotasi, yaitu : 1. Diameter partikel sesuai dengan butiran mineral. 2. Persen solid yg baik 25%-45% dan 15%-30%. 3. Sudut kontak yang baik sekitar 60-90, berarti usaha adhesinya besar sehingga udara dapat menempel pada permukaan mineral yang berakibat pada mineral dapat mengapung. 4. ph kadar air merupakan ph larutan yang mengakibatkan mempengaruhi konsentrasi collector yang digunakan dalam pengapungan mineral. Langkah-langkah dalam flotasi, yaitu : 1. liberasi : Material yang akan digunakan dalam flotasi diperkecil ukurannya dengan crushing maupun grinding, kemudian diayak agar didapatkan ukuran butir yang seragam. 2. Conditioning : Proses pembuatan gelembung/pulp, disesuaikan dengan molekul collector yang dapat terionisasi dalam air, atau yang tidak dapat terionisasi dengan air. 3. Proses Flotasi : proses flotasi itu sendiri, dimana mineral yang suka udara akan menempel pada gelembung udara, dan yang tidak suka akan tetap mengendap didasar cell flotasi. Tujuan Praktikum 1. Untuk mengetahui material balance dan nisbah konsentrasi. 2. Untuk mengetahui macam-macam reagen yang digunakan dalam flotasi. 3. Untuk memisahkan mineral dan mineral pengotornya berdasarkan sifat permukaan mineral yaitu senang atau tidaknya terhadap udara.

20 Faktor yang mempengaruhi 1. Laju Udara Sebagai pengikat partikel yang mempunyai sifat hydrophobic. 2. Persen Padatan Penentuan persen padatan pada flotasi tergantung keadaan buih yang dipisahkan. Ada kecenderungan bahwa flotasi untuk partikel kasar dapat dilakukan dengan persen padatan besar, begitu juga sebaliknya. 3. Laju Pengumpanan (Feed Rate) Laju pengumpanan akan mempengaruhi terhadap kapasitas dan waktu tinggal (residence time), semakin tinggi laju pengumpanan maka kapasitas alat semakin tinggi dengan demikian umumnya perolehan menjadi rendah. 4. Laju Air Pembilasan (Wash Water Rate) Laju air pembilasan digunakan (khusus pada flotasi kolam) seperti halnya laju udara, dalam pengendalian air pembilasan diperlukan control yang ketat. Air pembilasan berfungsi untuk membantu mengalirkan konsentrat. 5. Ketebalan Lapisan Buih (froth dept) Lapisan buih pada flotasi kolom merupakan suatu zona dimana berlangsungnya proses pemisahan partikel hidrofilik pada antar gelembung udara oleh adanya air pembilasan. 6. Ukuran Gelembung Udara Semakin besar luas permukaan gelembunng udara, maka semakin banyak pula kemungkinan partikel dapat bertumbukan dan menempel pada gelembung udara. 7. Ukuran Partikel Jika ukuran partikel terlalu halus, maka perolehan akan rendah dan kadar konsentrat menjadi rendah, akibat butiran halus ikut terangkat. Sebaiknya digunakan ukuran partikel yang seragam. Peralatan dan Perlengkapan Peralatan yang digunakan : 1. Cawan 2. Neraca ohaus 3. Cell flotasi 4. Mesin flotasi

21 Perlengkapan yang digunakan : 1. Sarung tangan 2. Masker 3. Galena 4. Reagen (collector, modifier, frother) Prosedur Praktikum 1. Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. 2. Menimbang galena sebanyak 150 gram. 3. Memberi air pada cell flotasi sampai batas yang ditentukan. 4. Memasukkan sampel galena pada cell flotasi. 5. Memasukkan cell flotasi pada alat flotasi. 6. Menurunkan pengaduk pada alat flotasi. 7. Menyalakan alat flotasi dengan mengatur kecepatan pengadukan pada 900 rpm. 8. Pada conditioning I, yaitu 5 menit setelah alat dinyalakan, tambahkan reagen collector kedalam cell flotasi sebanyak 3 tetes. 9. Pada conditioning II, yaitu 3 menit setelah pemberian collector, tambahkan reagen modifier kedalam cell flotasi sebanyak 3 tetes. 10. Pada conditioning III, yaitu 3 menit setelah pemberian modifier, tambahkan reagen frother kedalam cell flotasi sebanyak 3 tetes. 11. Menunggu 2 menit setelah penambahan frother, kemudian buka katup udara. 12. Mengambil over flow berupa buih (konsentrat) selama 5 menit dan masukkan dalam cawan yang telah disediakan. 13. Mengambil tailing yang berada pada cell flotasi dengan membuang air, pindahkan dalam cawan. 14. Mengeringkan konsentrat dan tailing dalam oven. 15. Menimbang hasil pengeringan untuk mengetahui berat konsentrat dan tailing. 16. Mengulangi prosedur praktikum dengan perbedaan pada kecepatan pengadukan 1200 rpm untuk sampel 2.

22 Perhitungan : Percobaan I Material Balance F = C + T Nisbah Konsentrasi K = F / C Kehilangan F (C+T) Percobaan II Material Balance F = C + T Nisbah Konsentrasi K = F / C Kehilangan F (C+T) Mineral polar : Galena (PbS), Spalerit (ZnS), Kalkopirit (CuFeS 2 ), dll Mineral non polar : Kuarsa (SiO 2 ), Kalsit (CaCO 3 ), Dolomit (CaMgCO 2 ), dll Resident time : waktu tinggal agar mineral berharga mendapatkan cukup waktu untuk menempel pada gelembung udara.

23 5. SETTLING TEST Dewatering merupakan proses pemisahan antara cairan dengan padatan. Proses pemisahan ini tidak dapat dilakukan sekaligus tetapi harus secara bertahap, yaitu dengan cara thickening, filtrasi, dan drying. 1. Thickening merupakan tahapan pertama dari dewatering dengan mendasarkan atas kecepatan jatuh material pada media sehingga solid factor mencapai 1 (% solid = 50 %). 2. Filtrasi merupakan operasi pemisahan antara cairan dengan padatan menggunakan saringan (filter) dari kain, solid factor 4 (% solid = 80 %). 3. Drying merupakan operasi pemanasan material sampai 110 c, sehingga didapat % solid = 100 %. Dalam praktikum ini, yang akan dibahas adalah thickening yang terjadi dalam empat tahap : a. Flocculating Dalam pengendapan partikel-partikel yang halus seringkali mengalami kesukaran karena partikel sangat kecil, sehingga tidak cepat mengendap. Untuk itu dilakukan penggumpalan terlebih dahulu, dengan demikian partikel akan membentuk flocs (gumpalan) yang akan relatif lebih cepat mengendap bila dibandingkan dengan sebelum terjadi penggumapalan. Untuk menggumpalkan perlu ditambahkan reagent, yaitu flocculation agent. Ada beberapa flocculating agent, yaitu : - Magnesium sulfida - Lime - Potasium alumunium - Forrous sulfide

24 b. Sedimentasi Merupakan tahap pengendapan dari gumpalan-gumpalan yang terbentuk. Kecepatan pengendapan akan berbeda jika memakai reagent yang berbeda pula. c. Compaction Merupakan tahap pemadatan dari gumpalan-gumpalan yang telah mengendap pada dasar thickener. Endapan yang terbentuk secara perlahan didorong oleh rake dan kemudian dikeluarkan. d. Elemination Merupakan tahap pengeluaran hasil pemisahan cairan yang telah jernih karena telah bebas dari solid dan dikeluarkan sebagai overflow melalui bagian atas, sedangkan underflow dikeluarkan lewat bawah. Pada thickening terjadi beberapa proses, yaitu : 1. Free settling, yaitu proses pengendapan yang terjadi karena tidak ada media yang menghalangi. 2. Hindered settling, yaitu proses pengendapan yang mengalami hambatan dari partikel-partikel yang telah ada dalam cairan. Kecepatan mengendap dari partikel dibagi atas : 1. Rapid settling, yaitu partikel yang cepat pengendapannya. 2. Intermediete settling, yaitu kecepatan pengendapan yang relatif lambat. 3. Slow settling, yaitu partikel yang kecepatannya lambat. Tujuan Praktikum : Adapun tujuan dari praktikum ini adalah : 1. Untuk mengetahui kecepatan pengendapan partikel 2. Untuk mengetahui prosedur praktikum. 3. Untuk mengetahui aplikasi dalam dunia pertambangan. 4. Untuk mendapatkan parameter : Kecepatan rata-rata. Luas thickener.

25 Praktek: Melakukan pengukuran kecepatan pengendapan rata-rata dan luas thickener dengan mengamati kecepatan pengendapan dibeberapa tabung ukur untuk menentukan kecepatan pengendapan terbesar. Peralatan : 1. Tabung Ukur 2. Neraca Ohaus 3. Stopwatch 4. Penggaris 5. Cawan 6. Sendok Pengaduk Prosedur Praktikum : Adapun prosedur yang dilakukan pada praktikum ini adalah : 1. Menyiapkan peralatan dan perlengkapan yang akan digunakan. 2. Menyiapkan 4 buah tabung ukur untuk sampel A, B, C dan D yang kemudian di isi air. 3. Menimbang 4 kaolin masing-masing 50 gram dan 100 gram untuk satu tabung C. 4. Memasukan 4 kaolin tersebut dan ditambah air 450 ml dan 400 ml untuk tabung C. 5. Menambahkan reagen pada tabung B dan mengaduk hingga homogen. 6. Setelah menghentikan adukan, kemudian mengamati ketinggian pegendapan pada setiap 3, 6, 9, 12, 15, dan 18 menit. Aplikasi Hasil pengujian settling test ini dapat digunakan untuk menentukan luas thickener yang berfungsi sebagai analisa pembentukan kolam pengendapan dalam pertambangan dan juga dapat digunakan sebagai penentu proses pengolahan limbah hasil pertambangan.

26 6. GRAVITY CONCENTRATION Konsentrasi gravitasi (Gravity Concentration) merupakan proses pemisahan berdasarkan berat jenis yang dimiliki oleh mineral dengan perbedaan kecepatan pengendapan. Untuk mengetahui tingkat kemudahan suatu mineral jika dipisahkan dengan konsentrasi gravitasi dapat dilihat dari harga / nilai kriteria konsentrasinya (CC), yang ditunjukkan dalam persamaan sebagai berikut. CC = CC D h D l D f = Kriteria Konsentrasi = Berat Jenis Mineral Berat = Berat Jenis Mineral Ringan = Berat Jenis Fluida Tabel penggolongan pemisahan mineral berdasarkan kriteria konsentrasi (CC), (Tanggart, 1976)

27 Konsentrasi gravitasi dapat dikelompokkan menjadi : 1. Konsentrasi yang memanfaatkan alliran tipis horizontal, contohnya meja goyang, sluice box dan humphrey spiral 2. Konsentrasi yang memanfaatkan aliran tipis vertikal, contohnya jigging 3. Konsentrasi yang memanfaatkan media yang relatif tenang, contohnya sink and float separation, heavy liquid separation dan heavy media separation. 6.1 SHAKING TABLE Tabling adalah suatu proses konsentrasi untuk memisahkan antara mineral berharga dengan tak berharga berdasarkan pada perbedaan berat jenis dari mineral melalui aliran fluida tipis. Oleh karena itu proses ini termasuk dalam Flowing Film Concentration. Alat yang digunakan adalah shaking table. Gambar 4.4 Meja Goyang Gaya-gaya yang bekerja dalam tabling : 1. Gaya gesek antara pertikel dengan dek 2. Gaya dorong air 3. Gaya gravitasi

28 Didalam Flowing Film Concentration partikel dipengaruhi oleh beberapa faktor : 1. Kemiringan dek 2. Vikositas fluida 3. Kecepatan aliran air 4. Bentuk pertikel 5. Berat jenis 6. Kekuatan permukaan dek 7. Koefisien gesek antara partikel dan dek Gambar 4.5 Pengaruh Riffle dalam Shaking Table Kapasitas dari tabling dipengaruhi oleh : 1. Ukuran umpan (feed) 2. Operasi yang dikehendaki 3. Perbedaan berat jenis 4. Berat jenis rata-rata Istilah-istilah dalam tabling : 1. Konsentrat (C) : mineral berharga hasil pengolahan 2. Middling (M) : mineral berharga hasil pengolahan = pengotornya 3. Tailling (T) : mineral tak berharga hasil pengolahan

29 4. Derajat liberasi : perbandingan antara jumlah mineral bebas dengan mineral bebas + mineral terikat. 5. Angka perolehan (% Recovery) : perbandingan antara jumlah mineral berharga dalam konsentrat dengan jumlah mineral berharga didalam umpan. 6. Nisbah konsentrasi (K) : perbandingan antara berat umpan dengan berat konsentrat. 7. Material balance : 8. Metallurgical balance : neraca keseimbangan mineral bijih dimana berat umpan yang masuk + kadar akan sama dengan berat produk dengan kadarnya. 9. Persen loose : perbandingan antara jumlah mineral pengotor dalam tabling dengan berat mineral berharga dalam umpan. Tujuan Praktikum Memisahkan mineral berharga dengan pengotornya pada konsentrasi yang mendasarkan pada berat jenis yang dialiri aliran fluidatipis secara horizontal. Alat dan Bahan 1. Shaking table 2. Neraca ohauss 3. Lup 4. Sampel uji (pasir besi sebanyak 300 gr) 5. Cawan 6. Oven 7. Air 8. Riffle sampler Prosedur Praktikum 1. Siapkan alat dan bahan 2. Timbang pasir besi sebanyak 300 gr, lalu di riffler sampler (@150 gr)

30 3. Lakukan liberasi terhadap sample 4. Masing-masing sample di shake dengan kemiringan 5* dan 10* 5. Material diproses menggunakan shaking table dengan mengalirkan air secara konstan dan terus menerus 6. Dari proses ini akan diperoleh produk berupa konsentrat, middling dan tailling 7. Setiap produk di keringkan menggunakan oven 8. Timbang kembali masing-masing produk kemudian lakukan liberasi kembali 9. Lakukan olah data Aplikasi 1. Memisahkan antara mineral berharga dengan mineral tak berharga pada tambang emas, timah, perak dan lain-lain. 2. Pemisahan batubara dalam bentuk serbuk dari pengotornya. 6.2 JIGGING Jingging adalah proses pemisahan mineral berharga dengan pengotornya berdasarkan pada perbedaan berat jenis mineral tersebut dengan aliran fluida vertikal. Syarat-syarat yang harus ada untuk JIG adalah : - Pengatur stroke - Pengatur underwater - Pengatur umpan / konsentrat - Pengatur yang disesuaikan

31 Gambar 2.1 Gambar 4.6 Bagian bagian JIG Dalam JIGG terdapat 3 peristiwa penting. 1. Hindered settling classification Hindered settling classification adalah faktor dimana kecepatan jatuh setelah mineral mencapai kecepatan akhir atau setelah mengendap pada bed (dasar), dimana partikel mineral terangkat dan turun pada saat terjadi pultion dan suction mengalami kesulitan melalu media pemisah didalam jig. Jadi dapat dikatakan faktor pengaturan kerapatan bed. 2. Differential acceleration Diferential acceleration adalah faktor perbedaan kecepatan jatuh partikel mineral ke bed, karena adanya gerakan yang terjadi pada alat Jig. Hal ini akan menyebabkan partikel mineral berat yang memiliki berat jenis besar akan memiliki kecepatan jatuh yang lebih besar. 3. Consolidation trickling Pada tahap akhir dari suction, partikel mineral berat dengan ukuran kecil mempunyai kesempatan untuk menerobos celah-celah lapisan bed, karena partikel tersebut cukup kecil bila dibandingkan dengan mineral yang ringan dan kecil.

32 - Nisbah Konsentrasi (K) = f/c - Material Balance (F) = C+T - Metalurgical Balance = Cc+Tt - Recovery ( R ) = Cc/Ff x 100% = c(f-t)/f(c-t) x 100% Keterangan : F = Feed (umpan) F = Kadar logam pada umpan C = berat Konsentrat C = Kadar logam pada konsentrat T = Berat tailing (ampas) T = Kadar logam pada tailing Parameter yang mempengaruhi dalam proses Jigging 1. Ukuran lubang spigot 2. Amplitudo membran atau frekusnsi stroke 3. Kecepatan aliran vertikal 4. Ketebalan bed dan ukuran batu pada bed yang digunakan 5. Volume air tambahan (Under water) 6. Feeding dan proses padatan 7. Jig screen 8. Motor jig 9. Kemiringan jig 10. Kecepatan aliran didalam jig tank Tujuan Praktikum 1. Untuk mengetahui presentage recovery 2. Untuk mengetahui ratio of concentration 3. Untuk mengetahui concentration criteria 4. Untuk mengetahui material balance 5. Untuk mengetahui metallurgical balance 6. Untuk mengetahui partikel dari contoh

33 Alat dan Bahan 1. Neraca ohauss 2. Mesin jigging 3. Stop watch 4. Conto mineral 5. Air Prosedur Praktikum 1. Timbang material yang akan dianaisis 2. Analisis kadar dari masing-masing material tersebut 3. Lakukan Jigging hingga didapat konsentrat dan taillingnya 4. Konsentrat dan tailing tersebut kemudian dipanaskan dan dikeringkan 5. Setelah kering, konsentrat dan tailing dianalisis kadar dan derajat liberasinya.

BAB II TAHAPAN UMUM PENGOLAHAN BAHAN GALIAN

BAB II TAHAPAN UMUM PENGOLAHAN BAHAN GALIAN BAB II TAHAPAN UMUM PENGOLAHAN BAHAN GALIAN Pengolahan Bahan Galian (Ore Dressing) pada umumnya dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu : preparasi, konsentrasi, dan dewatering. 2.1. PREPARASI Preparasi

Lebih terperinci

BAB V DASAR-DASAR PENGOLAHAN BAHAN GALIAN

BAB V DASAR-DASAR PENGOLAHAN BAHAN GALIAN BAB V DASAR-DASAR PENGOLAHAN BAHAN GALIAN 5.1. Pengolahan Bahan Galian Pengolahan Bahan Galian (Mineral dressing) adalah pengolahan mineral dengan tujuan untuk memisahkan mineral berharga dan gangue-nya

Lebih terperinci

PENGOLAHAN BAHAN GALIAN

PENGOLAHAN BAHAN GALIAN PETUNJUK PRAKTIKUM PENGOLAHAN BAHAN GALIAN Oleh : IR. M. WINANTO AJIE PH, MSc IR. UNTUNG SUKAMTO, MT IR. SUDARYANTO, MT LABORATORIUM PENGOLAHAN BAHAN GALIAN JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN - FTM UPN VETERAN

Lebih terperinci

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN 3.1 Percobaan Percobaan tabling merupakan percobaan konsentrasi gravitasi berdasarkan perbedaan berat jenis dari mineral berharga dan pengotornya. Sampel bijih dipersiapkan

Lebih terperinci

PRAKTIKUM PENGOLAHAN BAHAN GALIAN LABORATORIUM PENGOLAHAN PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

PRAKTIKUM PENGOLAHAN BAHAN GALIAN LABORATORIUM PENGOLAHAN PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT 3.4. Shaking Table 3.4.1. Tujuan Tujuan dari praktikum ini, yaitu: a. Memahami mekanisme dan prosedur kerja alat. b. Menghitung kadar dan recovery. 3.4.2. Dasar Teori Konsentrasi gravitasi adalah proses

Lebih terperinci

PROSEDUR DAN PERCOBAAN

PROSEDUR DAN PERCOBAAN BAB III PROSEDUR DAN PERCOBAAN 3.1 Prosedur Percobaan Prosedur percobaan yang dilakukan selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1. Gambar 3.1 Flow chart prosedur percobaan 24 25 3.1.1 Persiapan Red

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PROSES PERLAKUAN MEKANIK GRINDING & SIZING

LAPORAN PRAKTIKUM PROSES PERLAKUAN MEKANIK GRINDING & SIZING LAPORAN PRAKTIKUM PROSES PERLAKUAN MEKANIK GRINDING & SIZING Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Laporan Praktikum Proses Pemisahan & Pemurnian Dosen Pembimbing : Ir. Ahmad Rifandi, MSc 2 A TKPB Kelompok

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Preparasi dan Laboratorim

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Preparasi dan Laboratorim 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Preparasi dan Laboratorim Flotasi Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara

Lebih terperinci

4 CM HALAMAN PERSEMBAHAN. Times New Roman 14, KAPITAL 4 CM 3 CM. HALAMAN iii, dst (Times New Roman 10 pt. iii 1,5 CM

4 CM HALAMAN PERSEMBAHAN. Times New Roman 14, KAPITAL 4 CM 3 CM. HALAMAN iii, dst (Times New Roman 10 pt. iii 1,5 CM HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN iii, dst (Times New Roman 10 pt iii KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat dan rahmat-nya sehingga praktiakan dapat

Lebih terperinci

BAB II. HAMMER MILL. 2.1 Landasan Teori

BAB II. HAMMER MILL. 2.1 Landasan Teori BAB II. HAMMER MILL 2.1 Landasan Teori Untuk dapat memisahkan mineral berharga dari mineral pengganggunya, material hasil penambangan harus direduksi / digerus hingga berukuran halus. Proses pengecilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2005 menurut penelitian South East Asia Iron and Steel Institute, tingkat konsumsi baja per kapita di Indonesia sebesar 26,2 kg yang lebih rendah dibandingkan

Lebih terperinci

4 CM HALAMAN PERSEMBAHAN. Times New Roman 14, KAPITAL 4 CM 3 CM. HALAMAN iii, dst. iii 3 CM

4 CM HALAMAN PERSEMBAHAN. Times New Roman 14, KAPITAL 4 CM 3 CM. HALAMAN iii, dst. iii 3 CM 4 CM HALAMAN PERSEMBAHAN Times New Roman 14, KAPITAL 4 CM HALAMAN iii, dst iii Times New Roman 14, KAPITAL KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

Lebih terperinci

4 CM BAB I PENDAHULUAN. ( berisi latar belakang penulisan laporan tiap acara ) Jarak antar kalimat terakhir dan sub bab 1 cm

4 CM BAB I PENDAHULUAN. ( berisi latar belakang penulisan laporan tiap acara ) Jarak antar kalimat terakhir dan sub bab 1 cm BAB I PENDAHULUAN 2 CM 1.1. Latar Belakang Ditulis dengan rapido 0,5 dan di 0,5 di 0,3 Suatu bahan galian di alam masih berasosiasi dengan mineral pengotornya, oleh karena itu dibutuhkan suatu proses untuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Sampel tanah yang digunakan adalah tanah lempung yang terdapat yang terdapat di Kecamatan Kemiling,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 23 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Proses Pengolahan Batu Andesit Pengolahan andesit adalah mereduksi ukuran yang sesuai dengan berbagai kebutuhan. Untuk kegiatan ini dilaksanakan melalui unit peremukan (crushing

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 23 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Proses Pengolahan Batu Andesit Pengolahan andesit adalah mereduksi ukuran yang sesuai dengan berbagai kebutuhan. Untuk kegiatan ini dilaksanakan melalui

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Mineragrafi

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Mineragrafi BAB IV PEMBAHASAN Metode tabling adalah metode konsentrasi gravitasi yang digunakan untuk memisahkan dua atau lebih mineral berdasarkan perbedaan berat jenis dari mineral berharga dan pengotornya. Kriteria

Lebih terperinci

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA I SEDIMENTASI

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA I SEDIMENTASI PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA I SEDIMENTASI NAMA KELOMPOK : 1. FITRIYATUN NUR JANNAH (5213412006) 2. FERA ARINTA (5213412017) 3. DANI PRASETYA (5213412037) PRODI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITTAS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi pengamatan dan pengambilan sampel tanah pada penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Lokasi pengamatan dan pengambilan sampel tanah pada penelitian ini III. METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi pengamatan dan pengambilan sampel tanah pada penelitian ini dilakukan sebuah perumahan yang berada di kelurahan Beringin Jaya Kecamatan Kemiling Kota

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah lanau

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah lanau 39 III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah lanau anorganik atau berlempung yang terdapat yang terdapat di Perumahan Bhayangkara Kelurahan

Lebih terperinci

Serba-serbi Lengkap Mesin Pemecah atau Penghancur Batu/Stone Crusher Machine

Serba-serbi Lengkap Mesin Pemecah atau Penghancur Batu/Stone Crusher Machine Serba-serbi Lengkap Mesin Pemecah atau Penghancur Batu/Stone Crusher Machine Mesin penghancur batu atau biasa juga disebut dengan stone crusher machine menjadi alat yang sering dipakai di dunia industri.

Lebih terperinci

12/17/2012 SIZE REDUCTION (PENGECILAN UKURAN) Karakteristik Ukuran. Ukuran yang digunakan dinyatakan dengan mesh maupun mm.

12/17/2012 SIZE REDUCTION (PENGECILAN UKURAN) Karakteristik Ukuran. Ukuran yang digunakan dinyatakan dengan mesh maupun mm. SIZE REDUCTION (PENGECILAN UKURAN) Merupakan pengecilan secara mekanis tanpa mengubah sifat-sifat kimia dari bahan Pengecilan ukuran meliputi pemotongan, penghancuran, dan penggilingan Dewi Maya Maharani

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bauksit Bauksit merupakan bahan yang heterogen, yang mengandung mineral dari oksida aluminium, yaitu berupa mineral buhmit (Al 2 O 3.H 2 O) dan mineral gibsit (Al 2 O 3.3H 2

Lebih terperinci

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN 3.1 Pengambilan Data Operasi di Lapangan Penelitian ini dilakukan berdasarkan kondisi operasi yang sesungguhnya. Oleh karena itu diperlukan pengamatan dan pengambilan

Lebih terperinci

TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM

TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM SNI 03-6798-2002 BAB I DESKRIPSI 1.1 Ruang Lingkup Tata cara ini meliputi prosedur pembuatan dan perawatan

Lebih terperinci

PERALATAN INDUSTRI KIMIA

PERALATAN INDUSTRI KIMIA PERALATAN INDUSTRI KIMIA (SIZE REDUCTION, STORAGE, REACTOR ) Penyusun: Lely Riawati, ST., MT. Agustina Eunike, ST., MT., MBA. PERALATAN INDUSTRI KIMIA YANG DIBAHAS : I Material Handling II III Size Reduction

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel tanah Pasir ini berada di Kecamatan Pasir Sakti,

III. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel tanah Pasir ini berada di Kecamatan Pasir Sakti, III. METODE PENELITIAN A. Metode Pengambilan Sampel Lokasi pengambilan sampel tanah Pasir ini berada di Kecamatan Pasir Sakti, Lampung Timur. Pengambilan sampel tanah pasir menggunakan tabung pipa paralon

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN BAHAN SUSUN BETON

PEMERIKSAAN BAHAN SUSUN BETON PEMERIKSAAN BAHAN SUSUN BETON 2.1. Umum Beton merupakan hasil campuran Semen Portland (PC), agregar halus (pasir), agregat kasar (krikil), dan air dengan atau tanpa bahan tambah (admixtures) dengan proporsi

Lebih terperinci

Penentuan Energi Ball Mill dengan Menggunakan Metode Indeks Kerja Bond. Jl. Tamansari No. 1 Bandung

Penentuan Energi Ball Mill dengan Menggunakan Metode Indeks Kerja Bond. Jl. Tamansari No. 1 Bandung Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Penentuan Energi Ball Mill dengan Menggunakan Metode Indeks Kerja Bond 1 Teja Sukmana 1 Prodi Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Islam Bandung, Jl.

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN

METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN 1. Ruang Lingkup a. Metode ini meliputi pengujian untuk mendapatkan hubungan antara kadar air dan kepadatan pada campuran

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN 4.1 Pengujian Agregat Pengujian agregat bertujuan untuk mengetahui sifat atau karakteristik agregat yang diperoleh dari hasil pemecahan stone crusher (mesin pemecah batu).

Lebih terperinci

Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan

Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan Proses penggerusan merupakan dasar operasional penting dalam teknologi farmasi. Proses ini melibatkan perusakan dan penghalusan materi dengan konsekuensi meningkatnya luas permukaan. Ukuran partikel atau

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Umum Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Beton Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Metode campuran beton yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit III. METODE PENELITIAN A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit merek Holcim, didapatkan dari toko bahan

Lebih terperinci

Berikut ini sedikit informasi beberapa macam jenis mesin stone crusher dan fungsi/ kegunaannya :

Berikut ini sedikit informasi beberapa macam jenis mesin stone crusher dan fungsi/ kegunaannya : Macam Jenis Mesin Pemecah Batu "Stone Crusher" dan Fungsinya trendmesin. Mesin pemecah batu atau "stone crusher machine" secara umum mempunyai pengertian yaitu mesin untuk memecah/ menghancurkan bongkahan-bongkahan

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM MATERIAL KONSTRUKSI

MODUL PRAKTIKUM MATERIAL KONSTRUKSI MODUL PRAKTIKUM MATERIAL KONSTRUKSI FERDINAND FASSA, S.T., M.T. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA 2016 1 I. PEMERIKSAAN KANDUNGAN LUMPUR DALAM PASIR A. Pendahuluan Pasir adalah butiran butiran mineral yang

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Umum Penelitian ini adalah menggunakan metode studi eksperimental yaitu dengan melakukan langsung percobaan di laboratorium. Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengauh

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI 03-1968-1990 RUANG LINGKUP : Metode pengujian ini mencakup jumlah dan jenis-jenis tanah baik agregat halus maupun agregat kasar. RINGKASAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Untuk memperoleh hasil penelitian yang baik dan sesuai, maka diperlukan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Untuk memperoleh hasil penelitian yang baik dan sesuai, maka diperlukan III. METODOLOGI PENELITIAN Untuk memperoleh hasil penelitian yang baik dan sesuai, maka diperlukan langkah-langkah sistematis yang harus dilakukan diantaranya adalah : A. Populasi Populasi adalah subyek

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Bahan Konstruksi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidroksiapatit [Ca 10 (PO 4 ) 3 (OH)] merupakan material biokeramik yang banyak digunakan sebagai bahan pengganti tulang. Salah satu alasan penggunaan hidroksiapatit

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tinjauan Umum Variabel bebas yaitu variasi perbandingan agregat kasar, antara lain : Variasi I (1/1 : 1/2 : 2/3 = 3 : 1 : 2) Variasi II (1/1 : 1/2 : 2/3 = 5 : 1 : 3) Variasi

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN MATERIAL DAN KUAT TEKAN BETON

BAB IV PENGUJIAN MATERIAL DAN KUAT TEKAN BETON BAB IV PENGUJIAN MATERIAL DAN KUAT TEKAN BETON Umum Analisa data dilakukan dengan melakukan pengujian material di laboratorium. Dengan melakukan pekerjaan ini, akan didapatkan karakteristik bahan yang

Lebih terperinci

STUDI KONSENTRASI BIJIH BESI LATERITIK KADAR RENDAH DENGAN METODE TABLING TUGAS AKHIR

STUDI KONSENTRASI BIJIH BESI LATERITIK KADAR RENDAH DENGAN METODE TABLING TUGAS AKHIR STUDI KONSENTRASI BIJIH BESI LATERITIK KADAR RENDAH DENGAN METODE TABLING TUGAS AKHIR Dibuat untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Teknik Metalurgi pada Program Studi Teknik Metalurgi Institut

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 ALAT DAN BAHAN Pada penelitian ini alat-alat yang digunakan meliputi: 1. Lemari oven. 2. Pulverizing (alat penggerus). 3. Spatula/sendok. 4. Timbangan. 5. Kaca arloji

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini didahului dengan perlakuan awal bahan baku untuk mengurangi pengotor yang terkandung dalam abu batubara. Penentuan pengaruh parameter proses dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang diuji menggunakan material tanah lempung yang disubtitusi

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang diuji menggunakan material tanah lempung yang disubtitusi III. METODE PENELITIAN A. Sampel Tanah Sampel tanah yang diuji menggunakan material tanah lempung yang disubtitusi dengan material pasir. Sampel tanah yang akan digunakan adalah dari daerah Belimbing Sari,

Lebih terperinci

UKURAN BUTIRAN TANAH DENGAN HIDROMETER (ASTM D )

UKURAN BUTIRAN TANAH DENGAN HIDROMETER (ASTM D ) VI. UKURAN BUTIRAN TANAH DENGAN HIDROMETER (ASTM D 1140-00) I. MAKSUD : Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan pembagian ukuran butir (gradasi) dari tanah yang lewat saringan no. 10. II. ALAT : 1.

Lebih terperinci

KLASIFIKASI PADATAN MENGGUNAKAN ALIRAN FLUIDA

KLASIFIKASI PADATAN MENGGUNAKAN ALIRAN FLUIDA Yogyakarta, 3 November 212 KLASIFIKASI PADATAN MENGGUNAKAN ALIRAN FLUIDA Ir. Adullah Kuntaarsa, MT, Ir. Drs. Priyo Waspodo US, MSc, Christine Charismawaty Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri

Lebih terperinci

Tujuan pengecilan ukuran :

Tujuan pengecilan ukuran : SIZE REDUCTION RYN Pengecilan ukuran Merupakan pengecilan secara mekanis tanpa mengubah sifat-sifat kimia dari bahan Pengecilan ukuran meliputi pemotongan, penghancuran, dan penggilingan Tujuan pengecilan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur dan Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Adapun cara ilmiah yang dimaksud adalah

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian Bahan RAP diperoleh dari jalan Pantura. Agregat yang digunakan adalah dengan spesifikasi (AC-WC) dapat dilihat pada Tabel 4.1 sebagai berikut : Tabel 4.1 Tabel

Lebih terperinci

PERAKITAN ALAT PENGAYAK PASIR SEMI OTOMATIK

PERAKITAN ALAT PENGAYAK PASIR SEMI OTOMATIK PERAKITAN ALAT PENGAYAK PASIR SEMI OTOMATIK Nama : Hery Hermawanto NPM : 23411367 Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing : Dr. Ridwan, ST., MT Latar Belakang Begitu banyak dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang diuji menggunakan material tanah lempung yang disubtitusi

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang diuji menggunakan material tanah lempung yang disubtitusi III. METODE PENELITIAN A. Sampel Tanah Sampel tanah yang diuji menggunakan material tanah lempung yang disubtitusi dengan material pasir. Sampel tanah yang digunakan dari desabelimbing sari kec. Jabung,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini : III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Adapun bahan yang digunakan

Lebih terperinci

PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations)

PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations) PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations) sedimentasi (pengendapan), pemisahan sentrifugal, filtrasi (penyaringan), pengayakan (screening/sieving). Pemisahan mekanis partikel fluida menggunakan gaya yang

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian mengenai kuat tekan awal beton ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Bahan Konstruksi, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

SEPARATION. (Pengolahan Mineral) RIRINA DARA OLEH : JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SYIAH KUALA DARUSSALAM - BANDA ACEH 2015

SEPARATION. (Pengolahan Mineral) RIRINA DARA OLEH : JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SYIAH KUALA DARUSSALAM - BANDA ACEH 2015 SEPARATION (Pengolahan Mineral) OLEH : RIRINA DARA 1204108010061 JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SYIAH KUALA DARUSSALAM - BANDA ACEH 2015 Separation Merupakan proses pemisahan mineral.

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENGOLAHAN SAMPAH MENJADI RDF

TEKNOLOGI PENGOLAHAN SAMPAH MENJADI RDF TEKNOLOGI PENGOLAHAN SAMPAH MENJADI RDF Emenda Sembiring, ST,MT,MEngSc, PhD Disampaikan pada Training Pengelolaan Sampah: Admire Cement NAMAs 28 Juli 2016 PENGINGAT Properti/Karakteristik yang mudah terbakar

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini seperti mengumpulkan hasil dari penelitian terdahulu yang berkaitan

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini seperti mengumpulkan hasil dari penelitian terdahulu yang berkaitan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Pengumpulan Data Penelitian dimulai dari melakukan studi pustaka tentang embung dan megumpulkan data-data yang digunakan sebagai pedoman dalam penelitian ini seperti mengumpulkan

Lebih terperinci

PENGARUH LIMBAH PECAHAN GENTENG SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN MUTU BETON 16,9 MPa (K.200)

PENGARUH LIMBAH PECAHAN GENTENG SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN MUTU BETON 16,9 MPa (K.200) PENGARUH LIMBAH PECAHAN GENTENG SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN MUTU BETON 16,9 MPa (K.200) Asri Mulyadi 1), Fachrul Rozi 2) Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Palembang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Sampel Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium struktur dan bahan JPTS FPTK UPI. Bentuk sampel penelitian ini berupa silinder dengan ukuran

Lebih terperinci

Laporan Modul X, MG 2213 FLOTASI SULFIDA Moch Iqbal Z M ( ) / Kelompok 7 / Jumat, Asisten : Achmad Aryaseta ( )

Laporan Modul X, MG 2213 FLOTASI SULFIDA Moch Iqbal Z M ( ) / Kelompok 7 / Jumat, Asisten : Achmad Aryaseta ( ) Laboratorioun Pengolahan Bahan Galian Program Studi Teknik Metalurgi Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Laporan Modul X, MG 2213 FLOTASI SULFIDA Moch Iqbal Z M (12512016) / Kelompok 7 / Jumat,

Lebih terperinci

PENANGANAN BAHAN PADAT S1 TEKNIK KIMIA Sperisa Distantina

PENANGANAN BAHAN PADAT S1 TEKNIK KIMIA Sperisa Distantina PENANGANAN BAHAN PADAT S1 TEKNIK KIMIA Sperisa Distantina SIZE REDUCTION Isi kuliah : a. Tujuan b. Variable operasi c. Pemilihan alat dan alat-alat SR d. Kebutuhan energi dan efisiensi alat SR a. TUJUAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI III.1

BAB III METODOLOGI III.1 BAB III METODOLOGI III.1 Alat dan bahan Alat yang digunakan adalah : a. Pembuatan serbuk LiFePO 4 1. Gelas beaker 250 ml 2. Gelas beaker 500 ml 3. Sendok 4. Cawan porselin 5. Magnetic Stirer 6. Pipet volume

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Umum Metode penelitian adalah urutan-urutan kegiatan penelitian, meliputi pengumpulan data, proses rekayasa, pengujian sample, dan diteruskan penarikan kesimpulan. Sedangkan

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Bagan Alir penelitian

Gambar 3.1 Bagan Alir penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Survey Lokasi Pengambilan material sirtu sungai Alo Pengujian Awal : - Pengujian Kadar Air - Pengujian Gradasi - Pengujian Berat Jenis dan Absorpsi - Pengujian

Lebih terperinci

KAJIAN TEKNIS PENGARUH KETEBALAN LAPISAN BED PADA PAN AMERICAN JIG TERHADAP RECOVERY TIMAH DI TB 1.42 PEMALI PT TIMAH (PERSERO) TBK, BANGKA BELITUNG

KAJIAN TEKNIS PENGARUH KETEBALAN LAPISAN BED PADA PAN AMERICAN JIG TERHADAP RECOVERY TIMAH DI TB 1.42 PEMALI PT TIMAH (PERSERO) TBK, BANGKA BELITUNG KAJIAN TEKNIS PENGARUH KETEBALAN LAPISAN BED PADA PAN AMERICAN JIG TERHADAP RECOVERY TIMAH DI TB 1.42 PEMALI PT TIMAH (PERSERO) TBK, BANGKA BELITUNG TECHNICAL STUDY ON THE INFLUENCE OF THE BED LAYER THICKNESS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah lanau

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah lanau 40 III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah lanau anorganik atau berlempung yang terdapat yang terdapat di Perumahan Bhayangkara Kelurahan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. RINGKASAN... v ABSTRACT... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. RINGKASAN... v ABSTRACT... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI RINGKASAN... v ABSTRACT... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv BAB I II III PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

MODUL 1.04 FILTRASI LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILEGON BANTEN

MODUL 1.04 FILTRASI LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILEGON BANTEN MODUL 1.04 FILTRASI LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILEGON BANTEN 2008 2 Modul 1.04 FILTRASI I. Tujuan Praktikum: Mahasiswa dapat memahami tentang

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Pendahuluan Penelitian ini merupakan penelitian tentang kemungkinan pemakaian limbah hasil pengolahan baja (slag) sebagai bahan subfistusi agregat kasar pada TB sebagai lapis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel tanah lempung lunak ini berada di Rawa Seragi,

III. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel tanah lempung lunak ini berada di Rawa Seragi, III. METODE PENELITIAN A. Metode Pengambilan Sampel Lokasi pengambilan sampel tanah lempung lunak ini berada di Rawa Seragi, Lampung Timur. Pengambilan sampel tanah menggunakan tabung pipa paralon sebanyak

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Lokasi Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium, Laboratorium yang digunakan pada penelitian ini adalah Laboratorium Teknologi Bahan, Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN KEPADATAN RINGAN UNTUK TANAH

METODE PENGUJIAN KEPADATAN RINGAN UNTUK TANAH METODE PENGUJIAN KEPADATAN RINGAN UNTUK TANAH SNI 03-1742-1989 BAB I DESKRIPSI 1.1 Maksud Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan hubungan antara kadar air dan berat isi tanah dengan memadatkan di dalam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang akan diuji adalah jenis tanah lempung yang diambil dari

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang akan diuji adalah jenis tanah lempung yang diambil dari III. METODE PENELITIAN A. Sampel Tanah Sampel tanah yang akan diuji adalah jenis tanah lempung yang diambil dari Desa Belimbing Sari, Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Timur. B. Pelaksanaan Pengujian

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Lokasi Lokasi penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Bahan, JurusanTeknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

1. SNI Metoda Uji Keausan Agregat dengan Mesin Abrasi LA. 2. ASTM C Resistance & Degradasi Small-Size Coarse Aggregate.

1. SNI Metoda Uji Keausan Agregat dengan Mesin Abrasi LA. 2. ASTM C Resistance & Degradasi Small-Size Coarse Aggregate. I. REFERENSI LAPORAN REKAYASA BETON II. 1. SNI 03-2417-1991. Metoda Uji Keausan Agregat dengan Mesin Abrasi LA. 2. ASTM C.131-2001. Resistance & Degradasi Small-Size Coarse Aggregate. TUJUAN Dapat menentukan

Lebih terperinci

UJI SARINGAN (SIEVE ANALYSIS) ASTM D-1140

UJI SARINGAN (SIEVE ANALYSIS) ASTM D-1140 1. LINGKUP Metode ini mencakup penentuan dari distribusi ukuran butir tanah yang tertahan oleh saringan No. 200 2. DEFINISI Tanah butir kasar (coarse grained soils) : ukuran butirnya > 0.075 mm (tertahan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik III. METODOLOGI PENELITIAN A. Umum Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Lampung dengan dasar menggunakan amplop gradasi gabungan untuk campuran lapis aspal

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metoda Pelaksanaan Penelitian Mulai Studi literatur Persiapan alat dan bahan Pengujian material pembentuk mortar (uji pendahuluan) : - Uji berat jenis semen - Uji berat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC merek

III. METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC merek 25 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC merek Holcim, didapatkan dari toko bahan bangunan

Lebih terperinci

MAGNETIC SEPARATION DISUSUN OLEH : AVITA AVIONITA DEBORA PASARIBU ESTELA BR GINTING GIKA ARIANI PUTRI M. HAFIDZ FANSHURI SHELMA K.

MAGNETIC SEPARATION DISUSUN OLEH : AVITA AVIONITA DEBORA PASARIBU ESTELA BR GINTING GIKA ARIANI PUTRI M. HAFIDZ FANSHURI SHELMA K. MAGNETIC SEPARATION DISUSUN OLEH : AVITA AVIONITA DEBORA PASARIBU ESTELA BR GINTING GIKA ARIANI PUTRI M. HAFIDZ FANSHURI SHELMA K. SEJARAH Pada pertengahan tahun 1800, Faraday mendemonstrasikan serangkaian

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AIR AGREGAT HALUS

METODE PENGUJIAN BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AIR AGREGAT HALUS METODE PENGUJIAN BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AIR AGREGAT HALUS SNI 03-1970-1990 BAB I DESKRIPSI 1.1 Maksud dan Tujuan 1.1.1 Maksud Metode ini dimaksudkan sebagai pegangan dalam pengujian untuk menentukan

Lebih terperinci

Disusun oleh : RETNO SANTORO MELYANNY SITOHANG INDAH SEPTIANY DWITARETNANI DIMAZ PRASETYO

Disusun oleh : RETNO SANTORO MELYANNY SITOHANG INDAH SEPTIANY DWITARETNANI DIMAZ PRASETYO LAPORAN PRAKTIKUM MEKANIKA TANAH Test konsolidasi Disusun oleh : RETNO SANTORO 5423070321 MELYANNY SITOHANG 5423070322 INDAH SEPTIANY 5423070335 DWITARETNANI 5423070333 DIMAZ PRASETYO 5423073257 1 I. Pendahuluan

Lebih terperinci

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah Standar Nasional Indonesia Cara uji kepadatan ringan untuk tanah ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil Penelitian dan Pembahasan b. Menghitung pengaruh gaya-gaya yang bekerja pada pemisahan materi berat-ringan dalam reaktor jig, yaitu gaya gravitasi (gaya berat), gaya buoyant, dan gaya drag terhadap waktu pemisahan materi. c. Perhitungan

Lebih terperinci

Dasar Teori Tambahan. Pengadukan sampel dilakukan dengan cara mengaduk sampel untuk mendapatkan sampel yang homogen.

Dasar Teori Tambahan. Pengadukan sampel dilakukan dengan cara mengaduk sampel untuk mendapatkan sampel yang homogen. Dasar Teori Tambahan Batubara merupakan mineral bahan bakar yang terbentuk sebagai suatu cebakan sedimenter yang berasal dari penimbunan dan pengendapan hancuran bahan berselulosa yang bersal dari tumbuhtumbuhan.

Lebih terperinci

Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI ) Berat Tertahan (gram)

Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI ) Berat Tertahan (gram) Lampiran 1 Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI 03-1968-1990) 1. Berat cawan kosong = 131,76 gram 2. Berat pasir = 1000 gram 3. Berat pasir + cawan = 1131,76 gram Ukuran Berat Tertahan Berat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PT Antam (Persero) Tbk. UBPE (Unit Bisnis Pertambangan Emas) Pongkor

BAB I PENDAHULUAN. PT Antam (Persero) Tbk. UBPE (Unit Bisnis Pertambangan Emas) Pongkor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT Antam (Persero) Tbk. UBPE (Unit Bisnis Pertambangan Emas) Pongkor merupakan salah satu tambang emas bawah tanah (underground) yang terdapat di Indonesia yang terletak

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. daerah Rawa Sragi, Lampung Timur. Lokasi pengujian dan pengambilan. sampel tanah dapat dilihat pada Gambar 5

METODE PENELITIAN. daerah Rawa Sragi, Lampung Timur. Lokasi pengujian dan pengambilan. sampel tanah dapat dilihat pada Gambar 5 III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian Bahan sampel tanah yang digunakan adalah tanah lempung yang terdapat di daerah Rawa Sragi, Lampung Timur. Lokasi pengujian dan pengambilan sampel tanah dapat

Lebih terperinci

PEMADATAN TANAH (ASTM D a)

PEMADATAN TANAH (ASTM D a) VII. PEMADATAN TANAH (ASTM D 698-00a) I. MAKSUD: 1. Maksud percobaan adalah untuk menentukan hubungan antara kadar air dan kepadatan (berat volume kering) tanah apabila dipadatkan dengan tenaga pemadatan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujian Bahan Dasar 4.1.1. Hasil Pengujian Agregat Halus Pengujian-pengujian yang dilakukan terhadap agregat halus dalam penelitian ini meliputi pengujian

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian BAB IV METODE PENELITIAN Lokasi penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Bahan, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. B. Bahan Penelitian

Lebih terperinci

Praktikum m.k Sedimentologi Hari / Tanggal : PRAKTIKUM-1 PENGENALAN ALAT. Oleh

Praktikum m.k Sedimentologi Hari / Tanggal : PRAKTIKUM-1 PENGENALAN ALAT. Oleh Praktikum m.k Sedimentologi Hari / Tanggal : Nilai PRAKTIKUM-1 PENGENALAN ALAT Oleh Nama : NIM : PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2013-1 -

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mengetahui dan menjelaskan karakteristik suatu komposit beton-polimer agar dapat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mengetahui dan menjelaskan karakteristik suatu komposit beton-polimer agar dapat BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Prinsip Dasar Percobaan Seperti yang telah dijelaskan pada pendahuluan, percobaan kali ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan karakteristik suatu komposit beton-polimer

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia teknik sipil, teknologi mengenai beton merupakan hal yang wajib untuk dipahami secara teoritis maupun praktis mengingat bahwa beton merupakan salah satu

Lebih terperinci