Hasil Penelitian dan Pembahasan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Hasil Penelitian dan Pembahasan"

Transkripsi

1 b. Menghitung pengaruh gaya-gaya yang bekerja pada pemisahan materi berat-ringan dalam reaktor jig, yaitu gaya gravitasi (gaya berat), gaya buoyant, dan gaya drag terhadap waktu pemisahan materi. c. Perhitungan energi yang digunakan oleh materi pada saat proses jig d. Analisa data hasil perhitungan dengan metode regresi multilinear untuk melihat parameter-parameter yang paling berpengaruh dalam waktu proses pemisahan dengan jig. III.6 Parameter Operasional Optimum Parameter operasi optimum ditentukan dengan melihat waktu terbaik yang dibutuhkan dalam proses jig sehingga mencapai pemisahan terbesar dengan mempertimbangkan pengaruh variabel yang divariasikan, yaitu pengaruh variasi ukuran, densitas, amplitudo, frekuensi, dan pengaruh gaya yang bekerja pada pemisahan partikel berat dan ringan dalam proses pemisahan dengan jig. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Hasil Percobaan Pendahuluan B-32

2 Percobaan pendahuluan dilakukan untuk mengetahui pengaruh proses jig terhadap pemisahan berbagai jenis plastik dalam air. Sampel plastik dalam fluida air sebelum proses jig terbagi menjadi materi tenggelam dan mengapung. Selanjutnya untuk setiap materi terapung dan tenggelam akan dicoba dalam reaktor jig untuk melihat kemampuan pemisahan antara campuran plastik. Sampel plastik yang diuji adalah HDPE, LDPE, PE, PP, PET, PS, dan ABS. Sampel-sampel tersebut diatas akan diuji dalam fluida sebelum dan setelah proses jig. Hasil percobaan terhadap sampel disajikan dalam Tabel IV.1. Tabel IV.1 Hasil Percobaan Pendahuluan Kondisi dalam Air Jenis Sampel/ Sebelum Proses Setelah Campuran Jig Proses Jig HDPE dan PP Mengapung Mengapung Tidak terpisah Gambar LDPE dan HDPE Mengapung Mengapung Tidak terpisah mengapung mengapung HDPE dan PE Mengapung Mengapung Tidak terpisah mengapung PET Tenggelam terbagi menjadi 2 lapisan : materi berat dan materi ringan B-33

3 Kondisi dalam Air Jenis Sampel/ Sebelum Proses Setelah Campuran Jig Proses Jig ABS Tenggelam terbagi menjadi 2 lapisan : materi berat dan materi ringan Gambar PS Tenggelam terbagi menjadi 2 lapisan : materi berat dan materi ringan Berdasarkan Tabel IV.1 sampel yang akan digunakan untuk penelitian dengan jig separation adalah PET, PS, dan ABS, karena dasar prinsip proses jig adalah mampu memisahkan materi berdasarkan perbedaan densitas sehingga akan diperoleh produk terpisah dalam 2 lapisan, yaitu lapisan materi ringan dan materi berat. Selanjutnya dari setiap lapisan diukur densitasnya untuk melihat pengaruh pemisahan materi campuran. IV.2 Hasil Analisa Saringan Menurut Rcheel, 2004 yang mengutip dari penelitian Middleton dan Murray,1980 mengenai sieving distribusi ukuran kerikil, dinyatakan bahwa uji saringan merupakan metoda yang digunakan untuk mengukur secara langsung ukuran sejumlah besar sampel dan biasanya dibatasi pada partikel dengan rentang mm sampai 64 mm. Partikel dalam saringan akan melewati lubang-lubang saringan akibat ayakan dan getaran, sehingga berat partikel yang terakumulasi dalam setiap media penyaring akan membebani penyaring tersebut. Berdasarkan tes ini diperoleh informasi bahwa berat tertahan bukan merupakan ukuran mutlak untuk setiap partikel tetapi menunjukkan frekuensi partikel (terhadap berat). Gradasi plastik cacahan sesuai Gambar IV.1 dan Tabel pada Lampiran A tidak memenuhi syarat dalam penerimaan sebagai agregat halus yang sesuai dengan nilai ASTM (American Standard Test and Measurement) C33-90 karena ukuran material plastik cacahan lebih besar dan kasar. B-34

4 Persentase lolos kumulatif ukuran saringan (mm) PET PS ABS Gambar IV.1. Distribusi Ukuran Sampel Plastik Analisa saringan dalam penelitian ini dilakukan untuk melihat distribusi ukuran materi sampel, sehingga akan diperoleh kelompok sampel berdasarkan ukuran. Hal ini akan memudahkan melihat pengaruh parameter lain dalam proses jig selain ukuran. Setelah analisa saringan, terdapat 4 kelompok ukuran materi untuk PET dan 1 kelompok ukuran untuk PS dan ABS. Gambar IV.1 menampilkan distribusi ukuran plastik cacahan yang digunakan dalam penelitian, dimana semakin kecil ukuran saringan maka persentase lolos materi semakin kecil, artinya semakin besar berat materi tertahan. Dalam analisa saringan ini materi PET ukuran kecil lebih berat dari pada ukuran tertahan di atasnya. Selanjutnya digunakan sampel yang tertahan di ukuran > 2 mm, > 6.5 mm, > 9.5 mm dan > 12.7 mm. Materi plastik paling banyak lolos pada saringan ukuran > 4.75, sehingga untuk ukuran ini tidak digunakan dalam penelitian. Sampel dari jenis PS dan ABS memiliki ukuran > 6,5 mm dan PET memiliki kisaran ukuran > 2 mm > 12.7 mm. Data hasil analisa saringan dapat dilihat pada Lampiran A. Batasan ukuran untuk setiap kelompok ukuran disajikan dalam Tabel IV.2. Tabel IV.2. Batas Ukuran Kelompok Plastik Jenis Materi Plastik Ukuran Bukaan (mm) Batas Ukuran Ayakan (mm) Batas atas Batas bawah B-35

5 Batas Ukuran Ayakan Jenis Materi Ukuran Bukaan (mm) Plastik (mm) Batas atas Batas bawah PET (kuning) > 12,7 <19,0 >12,7 PET (merah) > 9,5 <12,7 >9,5 PET (biru) PS > 6,5 <9,5 >6,5 ABS PET (hijau) > 2 <4,75 >2,0 Berdasarkan Tabel IV.2 diketahui kisaran ukuran setiap kelompok sampel dengan melihat batas bawah dan batas atas ukuran saringan yang menahan sampel terakumulasi. Batas atas menunjukkan batas kisaran ukuran atau diameter paling besar untuk materi tertahan pada ukuran bukaan tertentu, sedangkan batas bawah menunjukkan kisaran diameter materi paling kecil yang tertahan pada ukuran bukaan tertentu. IV.3 Hasil Pengukuran Densitas Sampel IV.3.1 Densitas Sampel Pengukuran densitas untuk setiap jenis plastik (PET, ABS, dan PS) pada lapisan atas dan lapisan bawah dilakukan setelah setiap jenis melewati proses jig sebagai awal percobaan. Pada proses jig tahap awal, materi di uji dengan jig berdasarkan kelompok ukuran. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan reaktor jig dalam memisahkan plastik dengan ukuran yang sama. Hasil proses menunjukkan dalam setiap jenis dan kelompok ukuran materi memiliki densitas yang berbeda sehingga dikelompokkan dalam 2 bagian yang selanjutnya disebut sebagai materi berat dan materi ringan. Setelah akhir proses materi berat akan tertinggal di dasar reaktor, sedangkan materi ringan terangkat hingga ke permukaan fluida dalam reaktor. Tabel IV.3 Densitas dan Spesifik Gravity Sampel Jenis Densitas (gr/cm 3 ) materi materi berat ringan Spesific Gravity materi materi berat ringan B-36

6 PET > 12,7 mm 2,652 1,919 2,652 1,919 PET > 9,5 mm 2,652 1,913 2,652 1,913 PET > 6,5 mm 2,652 1,919 2,652 1,919 PET > 2 mm 2,652 1,919 2,652 1,919 PS > 6,5 mm 1,689 1,525 1,689 1,525 ABS > 6,5 mm 1,800 1,621 1,800 1,621 *)Keterangan : Specific Gravity = plastik air Data Tabel IV.3 diatas diperoleh dengan pengukuran berat plastik (PS, ABS dan PET) terhadap perubahan volume air dalam gelas ukur. Spesifik Gravity merupakan perbandingan densitas sampel terhadap densitas air, dimana densitas air adalah 1 gr/cm 3, sehingga specific gravity untuk setiap jenis sampel memiliki nilai yang sama dengan densitas sampel basah. Tabel IV.3 menunjukkan densitas setiap jenis plastik dan spesifik gravity. Perbedaan densitas untuk setiap ukuran dihubungkan terhadap waktu per berat materi, ditampilkan dalam Gambar IV menit/gram PET > 2 mm (ringan) PET > 2 mm (berat) PET > 6,5 mm (ringan) PET > 6,5 mm (berat) PET > 9,5 mm (ringan) PET > 9,5 mm (berat) PET > 12,7 mm (ringan) PET > 12,7 mm (berat) PS > 6,5 mm (ringan) PS > 6,5 mm (berat) ABS > 6,5 mm (ringan) ABS > 6,5 mm (berat) Be rat Je nis (gr/cm3) Gambar IV.2 Pengaruh Densitas terhadap Waktu Proses Gambar IV.2 menunjukkan bahwa untuk jenis plastik PET dengan ukuran berbeda memiliki densitas yang sama, tetapi dalam setiap kelompok ukuran dapat diklasifikasikan berdasarkan B-37

7 produk yang terbentuk setelah proses jig, yaitu materi berat (mengendap) dan materi ringan (mengapung). Pengukuran nilai densitas pada plastik sangat penting, karena densitas dapat menunjukkan struktur plastik secara umum. Aplikasi dari hal tersebut yaitu dapat dilihat kemampuan plastik dalam melindungi produk dari beberapa zat seperti air, O 2 dan CO 2. Nurminah, 2002 dari Birley, et al, 1988, mengemukakan bahwa plastik dengan densitas yang rendah menandakan bahwa plastik tersebut memiliki struktur yang terbuka, artinya mudah atau dapat ditembusi fluida seperti air, oksigen atau CO 2. IV.3.2 Persentase Pori Persentase pori menunjukkan besarnya ruang antara materi dan fluida dalam reaktor. Dalam perhitungan persentase pori digunakan rasio antara densitas plastik kering dan densitas plastik basah. Angka persen pori ditampilkan dalam Tabel IV.4, dengan dasar perhitungan yang ditampilkan dalam Lampiran A. Tabel IV.4 Persentase Pori antara Sampel dan Fluida dalam Reaktor Jenis d % pori (mm) Materi berat Materi ringan PET > 12,7 mm PET > 9,5 mm PET > 6,5 mm PET > 2 mm PS > 6,5 mm ABS > 6,5 mm Tabel IV.4 menunjukkan bahwa angka persen pori pada materi berat lebih besar dari pada materi ringan, karena materi ringan dalam fluida lebih rapat dari pada materi berat. Perbedaan persen pori juga menunjukkan rasio densitas kering dan densitas basah untuk materi berat yang lebih kecil dari pada materi ringan. IV.4 Reynold Number (NRe) Reynold Number merupakan bilangan tak berdimensi yang akan menentukan jenis aliran dalam reaktor jig, merupakan aliran laminar atau turbulen. Aliran laminar akan terjadi jika B-38

8 kecepatan dalam reaktor sangat kecil, sedangkan aliran turbulen terjadi jika kecepatan terminal partikel tinggi. Selanjutnya Reynold Number untuk setiap partikel berat dan ringan akan menentukan perhitungan gaya drag. Gambar IV.3 berikut ini menunjukkan besaran Reynold Number yang mempengaruhi waktu pemisahan t (menit) NRe Gambar IV.3 Pengaruh Reynold Number (NRe) terhadap Waktu Proses Pemisahan Campuran Berdasarkan Gambar IV.3, menerangkan bahwa kenaikan Reynold Number akan membuat waktu pemisahan meningkat. Perbedaan rentang waktu terlihat dalam gambar menunjukkan pengaruh variabel lain yaitu concentration criterion dari setiap campuran sampel Besar Reynold Number dalam penelitian ini menunjukkan bahwa aliran dalam reaktor adalah laminer, dengan NRe < Beberapa penelitian terdahulu tentang gravity separation untuk mineral dilakukan perhitungan Reynold Number untuk melihat sifat fluida dalam reaktor (Yang, 1999, Mpandelis, 2006). Dinyatakan juga bahwa pada umumnya proses jigging bisa dilakukan pada kondisi aliran laminer dan turbulen. Selanjutnya dalam analisa gaya yang bekerja pada proses pemisahan, Reynold Number menentukan nilai koefisien drag dalam perhitungan gaya drag, akan dibahas selanjutnya (Mpandelis, 2006). IV.5 Variasi Amplitudo dan Frekuensi B-39

9 Pada frekuensi tinggi (85 siklus/menit) dan Amplitudo tinggi (6 cm), diperoleh waktu pemisahan yang semakin cepat. Hubungan waktu pemisahan terhadap amplitudo dan frekuensi maksimum disajikan secara berturut-turut pada gambar IV.4 dan gambar IV t (menit) PET hijau (> 2 mm) PET biru (> 6,5 mm) PET merah (> 9,5 mm) PET kuning (>12,7 mm) PS ( > 6,5 mm) ABS ( > 6,5 mm) Frekuensi (siklus/menit) Gambar IV.4 Hubungan Waktu Pemisahan terhadap Variasi Frekuensi t (menit) PET Hijau (> 2 mm) PET Biru (> 6,5 mm) PET Merah (> 9,5 mm) PET Kuning (>12,7 mm) PS ( > 6,5 mm) ABS ( > 6,5 mm) % Amplitudo terhadap tinggi media Gambar IV.5. Hubungan Waktu Pemisahan terhadap Variasi Amplitudo Gambar IV.4 menunjukkan bahwa semakin besar frekuensi maka waktu pemisahan akan semakin cepat untuk setiap jenis materi, sedangkan gambar IV.5 menunjukkan bahwa semakin besar amplitudo proses maka semakin cepat proses pemisahan untuk setiap jenis materi. B-40

10 Frekuensi osilasi menggambarkan gaya gerak yang mempengaruhi pemisahan, tanpa frekuensi osilasi maka tidak akan terjadi pemisahan. Dalam penelitian ini, setiap sampel plastik dapat terpisah pada semua frekuensi, yang membedakan adalah waktu pemisahan pada setiap frekuensi. Pada gambar IV.5, amplitudo diartikan sebagai tinggi pantulan materi dalam fluida saat reaktor jig beroperasi. Dalam penelitian ini amplitudo dihasilkan dari pompa piston, dimana pompa piston memiliki fungsi untuk memberikan daya hisap udara dalam fluida yang membuat fluida dalam reaktor turun naik, sebanding dengan tinggi amplitudo materi. Amplitudo terkecil (1 cm) materi masih dapat terpisah karena reaktor beroperasi dengan frekuensi tertentu. Penentuan tinggi dan rendahnya amplitudo akan dipengaruhi oleh pergerakan media dan jarak ruang antara media. Media rapat dan berat membutuhkan amplitudo yang lebih besar. Amplitudo akan berpengaruh besar terhadap kecepatan pemisahan dengan variasi tinggi media dan ukuran materi. Berdasarkan hal tersebut amplitudo dan frekuensi yang digunakan untuk variasi campuran berikutnya adalah amplitudo 6 cm dan frekuensi 85 siklus/menit. IV.6 Proses Jig dengan Perbedaan Ukuran dan Densitas Proses jig pada variasi pertama dilakukan untuk ukuran sama dan densitas berbeda, dengan rasio tinggi campuran yang berbeda, seperti disajikan pada gambar IV.6. Proses ini berjalan pada amplitudo 6 cm dan frekuensi 85 siklus per menit. B-41

11 waktu/berat PET Hijau (> 2 mm) PET Biru (> 6,5 mm) PET Merah (> 9,5 mm) PET Kuning (> 12,7 mm) rasio tinggi media Gambar IV.6. Pengaruh Rasio Tinggi Sampel (Beda Ukuran) terhadap Waktu Pemisahan Gambar IV.6 menerangkan bahwa waktu pemisahan dipengaruhi oleh berat sampel dan ukuran sampel. Angka rasio tinggi media menunjukkan rasio tinggi materi ringan dan materi berat untuk setiap kelompok ukuran, dimana tinggi total media untuk setiap rasio tinggi adalah sama. Semakin banyak jumlah sampel ringan terhadap sample berat, ditunjukkan dengan rasio tinggi media yang semakin kecil, maka waktu pemisahan akan semakin cepat. Namun pada rasio tinggi yang sama antara materi berat dan materi ringan, pemisahan terjadi lebih cepat. PET merah dengan ukuran > 12.7 mm yang merupakan ukuran terbesar mengalami pemisahan dengan waktu pemisahan paling lama dengan rasio densitas paling besar yaitu 1,387. Sedangkan PET ukuran lainnya memiliki rasio densitas yang sama sebesar 1,382. Data perhitungan rasio densitas disajikan dalam Lampiran B. IV.7 Pemisahan dengan Kesamaan Ukuran-Densitas Berbeda IV.7.1 Pemisahan PET Campuran Ukuran Pemisahan PET dalam 1 reaktor terdiri dari 4 (empat) campuran ukuran dilakukan untuk melihat waktu pemisahan yang optimum sampai terbentuk stratifikasi 2 lapisan, yaitu lapisan bawah yang menunjukkan akumulasi materi berat dan lapisan atas yang menunjukkan materi B-42

12 ringan. Waktu untuk pemisahan PET berdasarkan ukuran berbeda-beda dalam amplitudo 6 cm dan frekuensi 85 siklus/menit, ditampilkan dalam Gambar IV Waktu / berat (menit / gram) tinggi media (h),cm PET > 12.7 mm PET > 9.5 mm PET > 6.5 mm PET > 2 mm Gambar IV.7. Pengaruh Tinggi Sampel terhadap Waktu Pemisahan PET Berdasarkan Gambar IV.7, waktu pemisahan paling cepat ditunjukkan oleh rasio waktu/berat yang paling kecil dengan ukuran PET > 9.5 mm dan PET > 12.7 mm. Semakin kecil ukuran PET untuk densitas yang sama, dan semakin tinggi sampel (media) dalam reaktor, proses pemisahan semakin lama yang ditunjukkan oleh rasio waktu / berat yang menurun. IV.7.2 Pemisahan Tiga Campuran Pemisahan dengan kesamaan ukuran dilakukan terhadap 1 campuran materi, 2 campuran materi dan 3 campuran materi. Variasi untuk setiap campuran dilakukan terhadap tinggi media berbeda dengan rasio yang sama (1 : 1), seperti pada gambar IV.7 berikut ini. B-43

13 (t / gram) waktu /berat tinggi sampel (h), cm PET PS-ABS PS-ABS-PET Gambar IV.8 Pengaruh Tinggi Media terhadap Waktu Pemisahan Materi Campuran Menurut Gambar IV.8, semakin tinggi media campuran maka rasio waktu terhadap berat campuran akan semakin besar. Pada campuran media terkecil, waktu pemisahan semakin singkat. Pertambahan berat campuran tidak mempengaruhi waktu pemisahan secara signifikan sehingga semakin besar jumlah materi campuran maka rasio waktu berat akan semakin kecil. Proses terjadi pada amplitudo 6 cm dan frekuensi 85 siklus per menit, berdasarkan pengujian amplitudo sebelumnya kondisi proses merupakan kondisi optimum dengan waktu pemisahan paling cepat. Gambar di atas juga menerangkan bahwa kecepatan waktu pemisahan selain dipengaruhi oleh amplitudo, ditentukan juga oleh tinggi media materi dan densitas campuran materi. Pada tiga campuran pemisahan terjadi lebih cepat, dengan perbedaan densitas yang lebih bervariasi, sedangkan pada 2 campuran kecepatan waktu meningkat, begitupula dengan media 1 campuran yang menunjukkan perbedaan densitas relatif dekat. IV.8 Pengaruh Beban Fluida terhadap Proses Jig Beban fluida di atas sampel menunjukkan kemampuan operasional jig untuk memisahkan sampel hingga ketinggian air maksimum dalam reaktor (Gambar IV.9). B-44

14 t (menit) tinggi air (cm) (t / gram) waktu / berat Frekuensi = 85 siklus/menit Amplitudo= 6 cm Berat materi = gr Tinggi media = 6 cm Gambar IV. 9 Beban Fluida di atas Sampel Gambar IV.9 menunjukkan bahwa tinggi air di atas materi mempengaruhi kecepatan waktu pemisahan materi ringan dan materi berat, semakin besar beban fluida di atas media maka waktu untuk pemisahan akan semakin lama. Meskipun tinggi media tetap (6 cm), penambahan beban fluida akan menghambat proses pemisahan. Pada gambar IV.9 disajikan besar gaya yang dialami oleh fluida. Beban Fluida di atas sampel (F), N tinggi air (cm) Gambar IV. 10 Gaya Berat dalam Fluida Berdasarkan gambar IV.10, besar gaya yang dialami fluida untuk pemisahan materi ringanberat meningkat seiring dengan penambahan berat fluida dan memperpanjang waktu pemisahan. Oleh karena itu, ditentukan tinggi fluida untuk proses selanjutnya berada dalam B-45

15 rentang 10 cm untuk amplitudo 1 dan 2 cm, dan tinggi fluida 15 cm untuk amplitudo 4 cm dan 6 cm. IV. 9 Persentase Pemisahan Campuran Materi Pengamatan pemisahan campuran materi per waktu dilakukan untuk melihat Persentase pemisahan materi ringan dan materi berat per satuan waktu. Pemisahan campuran materi dilakukan pada 2 jenis campuran, yaitu campuran ukuran dengan densitas relatif sama yang ditampilkan dalam Gambar IV.11 dan Gambar IV.12 dan campuran densitas dengan ukuran sama yang ditampilkan dalam Gambar 1V.13 dan 1V.14, dengan berat awal masing-masing kelompok ukuran adalah 15 gram. % Pemisahan Ringan 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% t(detik) PET Kuning (>12,7 mm) PET merah (> 9,5 mm) PET Biru (> 6,5 mm) PET hijau (> 2mm) Gambar IV.11 Persentase Pemisahan Materi Ringan PET Campuran (terhadap berat total) Gambar IV.11 menunjukkan bahwa efisiensi pemisahan materi ringan PET campuran dipengaruhi oleh ukuran. Ukuran besar - tipis banyak ditemui di lapisan atas (materi ringan), sedangkan untuk ukuran kecil, banyak ditemui di lapisan bawah. Pemisahan materi ringan dari campurannya bertambah seiring waktu, sehingga terjadi pengurangan berat terhadap komposisi media awal. Proses ini terjadi dengan amplitudo 6 cm dan frekuensi 85 siklus/menit dan diperoleh kemurnian dari masing-masing ukuran PET, dimana materi ringan terkumpul diperoleh 18.07% PET ukuran > 12.7mm, 17.78% PET ukuran > 9.5 mm, 17.07% PET ukuran > 6.5 mm dan 5.98% PET ukuran > 2mm pada lapisan atas. Sesuai dengan gambar IV.12, persentase kemurnian tersebut sebanding dengan gr PET ukuran > 12.7 mm, gr PET ukuran > 9.5 mm, 10,24 gr PET ukuran > 6.5 mm dan 3.59 gr PET > 2 mm. B-46

16 akumulasi berat komponen ringan (gr) t (detik) PET hijau (> 2 mm) PET biru (> 6,5 mm) PET merah (> 9,5 mm) PET kuning (> 12,7 mm) Gambar IV.12 Akumulasi Materi Ringan Terpisah Gambar IV.12 menerangkan bahwa lebih mudah memisahkan materi ringan dari campuran dibandingkan materi berat. Hal ini akan berhubungan dengan faktor fisik, seperti gaya yang berpengaruh pada pergerakan materi dengan ukuran berbeda. % Pemisahan Berat 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% t(detik) PET Kuning ( > 12,7 mm) PET Merah (> 9,5 mm) PET Biru (> 6,5 mm) PET Hijau (> 2 mm) Gambar 1V.13 Persentase Pemisahan Materi Berat PET Campuran Gambar IV.13 menerangkan bahwa materi kecil-berat (PET > 2 mm) lebih banyak tertinggal di lapisan bawah, hal ini juga dipengaruhi oleh kecepatan terminal dari setiap materi. Materi ukuran > 2 mm memiliki kecepatan terminal yang paling kecil diantara kelompok ukuran lainnya, sehingga lebih banyak tertinggal di lapisan bawah. Akumulasi berat materi berat tertinggal disajikan pada gambar IV.14. B-47

17 Akumulasi Komponen Berat Tertinggal (gr) PET Hijau (> 2 mm) PET Biru (> 6,5 mm) PET Merah (> 9,5 mm) PET Kuning (>12,7 mm) t (detik) Gambar IV.14 Akumulasi Materi Berat Tertingal Sesuai dengan Gambar IV.14, diperoleh akumulasi berat materi tertinggal untuk PET > 12.7 mm, > 9.5 mm, > 6.5 mm dan > 2 mm secara berturut-turut adalah 4.16 gr, 4.33 gr, 4.76 gr, dan gr. PET hijau dengan ukuran paling kecil dengan densitas relatif sama lebih banyak tertinggal / mengendap. Pemisahan PET dapat digunakan untuk memperoleh materi homogen berdasarkan densitas. Selanjutnya dilakukan pemisahan untuk materi 3 campuran yaitu PET ABS dan PS, dengan densitas secara berturut-turut gr/cm 3, gr/cm 3, dan gr/cm 3. Pemisahan dilakukan pada amplitudo dan frekuensi maksimum (6 cm dan 85 siklus/menit) dengan tinggi media total 6 cm dan berat masing- masing jenis plastik adalah 25 gram. Gambar IV.15 dan IV.16 secara berturut - turut menampilkan persentase pemisahan materi ringan dari materi campuran. B-48

18 100% % Pemisahan Ringan 80% 60% 40% 20% PS ABS PET 0% t (detik) Gambar IV.15. Persentase Pemisahan Materi Ringan dari Materi Campuran akumulasi berat komponen ringan (gr) PET ABS PS t (detik) Gambar IV.16 Akumulasi Materi Ringan Terpisah Berdasarkan Gambar IV.15 dan IV.16, materi dengan kesamaan ukuran, dalam pemisahan sangat dipengaruhi oleh densitas. Sesuai dengan urutan densitas terkecil-terbesar adalah PS- ABS-PET, PS banyak ditemukan berada di lapisan atas, selanjutnya ABS, dan PET banyak ditemukan di lapisan bawah. Diperoleh pemisahan dari masing-masing jenis, dimana untuk materi ringan terkumpul di lapisan atas diperoleh % PET, % ABS dan 50.54% PS. Sesuai dengan Gambar IV.15, persentase kemurnian tersebut sebanding dengan 4.39 gr PET, gr ABS dan gr PS. B-49

19 Gambar IV.17 dan IV.18 berikut ini menyajikan persentase dan akumulasi berat materi tertinggal % pemisahan komponen berat 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% waktu (detik) Gambar.IV.17 Persentase Materi Berat Terpisah ABS PS PET 25 akumulasi materi terpisah (gr) t(detik) PET PS ABS Gambar.IV.18 Akumulasi Materi Berat Tertinggal Berdasarkan Gambar IV.17 diketahui bahwa PET dengan densitas terbesar sebanyak 53 % ( gr) ditemui di dasar reaktor. Persentase dan berat materi tertinggal untuk ABS dan PS secara berturut-turut adalah 30.08% ( gr), % (7.02 gr). IV.10 Analisa Tingkat Pemisahan (Separability) berdasarkan Concentration Criterion (CC) dan Initial Percepatan (Ac) B-50

20 Concentration criterion menunjukkan pengaruh densitas materi dalam fluida untuk kelayakan pemisahan materi campuran. Kelayakan pemisahan dengan proses jig ditunjukkan oleh besaran nilai CC, dimana semakin besar perbedaan densitas antara campuran materi yang akan terpisahkan akan memperbesar nilai CC, dan semakin besar nilai CC akan semakin mudah dipisahkan dengan memanfaatkan konsentrasi berat. Pada Gambar IV.19 ditampilkan pengaruh CC terhadap pemisahan campuran materi. Acceleration initial menunjukkan pengaruh densitas terhadap percepatan gerak materi dalam fluida. Pengaruh nilai Ac terhadap waktu pemisahan campuran materi ditampilkan dalam Gambar 1V t (menit) A=6cm A=4cm A=2cm A=1cm Cc Gambar 1V.19 Pengaruh CC pada Pemisahan 2 Campuran Materi Berdasarkan Gambar 1V.19 di atas terlihat bahwa semakin besar nilai CC maka pemisahan semakin cepat, proses pemisahan untuk campuran jenis plastik semakin mudah dilakukan pada amplitudo tertinggi, 6 cm. Data perhitungan untuk nilai CC disajikan dalam lampiran B. Menurut analisa oleh Wills, 1979 Saat kriteria konsentrasi (CC) > 2.5, pemisahan berat akan lebih mudah. Jika nilai CC berkurang maka efisiensi pemisahan juga akan berkurang dan < 1.25 pemisahan berdasarkan perbedaan berat tidak direkomendasikan. B-51

21 9 8 7 t (menit) A=6cm A=4cm A=2cm A=1cm Ac (m/s 2 ) Gambar IV.20. Pengaruh Ac terhadap Pemisahan Materi Campuran Pergerakan materi dengan waktu relatif singkat dan frekuensi cukup, total jarak tempuh materi dipengaruhi oleh perbedaan percepatan inisal, densitas, kemudian oleh kecepatan terminal, dan selanjutnya oleh ukuran. Semakin besar percepatan (Ac) maka pemisahan akan semakin cepat. Berdasarkan Gambar IV.20, percepatan inisial tidak tergantung oleh ukuran, tetapi tergantung oleh densitas materi dan fluida. Tabel IV.5 berikut ini menunjukkan bahwa Ac sebanding dengan Cc dimana semakin besar Cc maka nilai Ac semakin besar yang mempermudah proses jig. Tabel IV.5 Nilai Ac dan CC untuk Campuran Materi Campuran Materi Ac Cc PET > 12, PET > 9, PET > 6, PET > PET berat - PS berat PET ringan - PS berat PET ringan - ABS berat PET berat - ABS ringan PS ringan - ABS berat B-52

22 Campuran Materi Ac Cc PS berat - ABS ringan ABS berat - PET berat ABS ringan - PS ringan PET berat - PS ringan Tabel IV.5 menunjukkan keterkaitan antara CC dan Ac, dimana CC menunjukkan tingkat kelayakan pemisahan suatu materi campuran, sedangkan Ac menunjukkan kecepatan insial materi saat proses jig berlangsung tanpa dipengaruhi ukuran materi untuk jenis plastik sama. Jika inisial percepatan besar maka campuran materi dengan perbedaan densitas mudah dipisahkan menggunakan proses jig. Dengan nilai Cc terbesar pasangan materi PET berat dan PS ringan paling mudah terpisah dalam waktu yang relatif cepat. IV.11 Analisa terhadap Gaya Drag yang bekerja pada Pergerakan Materi Gaya Drag dalam proses jig yang berasal dari percepatan fluida tidak terlepas dari arus pulsa. Saat materi mengalami percepatan, fluida juga akan mengalami percepatan. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Mpandelis tentang pengaruh gaya drag terhadap pemisahan materi, gaya untuk percepatan fluida akan memberikan aksi pada materi sebagai gaya drag dan pada saat bersamaan percepatan fluida juga menpengarui tekanan pada materi dalam media. Gambar IV.21 berikut menunjukkan pengaruh perbedaan diameter dan kecepatan fluida terhadap besar gaya Drag setiap materi pada variasi amplitudo dan frekuensi 85 siklus/menit. B-53

23 Drag Force (N) d(mm) FDmateriringan FDmateriberat (a) Gaya Drag antara Materi Berat dan Materi Ringan Selisih Gaya Drag Materi Berat dan Materi Ringan diameter (mm) (b) Selisih Gaya Drag antara Materi Berat dan Materi Ringan Gambar IV.21 Pengaruh Gaya Drag berdasarkan Perbedaan Ukuran Materi Gambar IV.21 menunjukkan bahwa materi dengan ukuran besar mengalami gaya drag yang lebih kecil dibandingkan materi lainnya yang berukuran lebih kecil, karena gaya drag dipengaruhi oleh luas media. Selisih antara gaya drag materi berat dengan materi ringan sangat kecil, karena diameter antara materi berat dan ringan homogen. Kecepatan fluida menunjukkan hubungan amplitudo dan frekuensi pompa saat proses jig berlangsung. Gaya drag akan meningkat sebanding dengan peningkatan kecepatan. Pada kecepatan yang sama, gaya drag materi berat lebih besar dari pada materi ringan. Setiap nilai B-54

24 kecepatan berbeda, panjang amplitudo akan berbeda untuk frekuensi yang sama, karena semakin tinggi amplitudo maka kecepatan dalam fluida akan semakin tinggi. IV.12 Pengaruh Gaya Gravity terhadap Pemisahan Gaya gravity atau gaya berat merupakan fungsi dari massa materi dan percepatan gravitasi saat materi bergerak, sedangkan massa materi dipengaruhi oleh densitas materi dan volume materi dalam media. Gambar IV.22 menunjukkan pengaruh ukuran materi terhadap besar gaya berat FG (N) d (mm) FG materi ringan FG materi berat Keterangan = Perbedaan gaya dengan nilai CC 1,33, dan waktu pemisahan 6,91 8,44 menit Gambar IV.22 Pengaruh Perbedaan ukuran terhadap Gaya Berat materi Berdasarkan Gambar IV.22, diameter tidak mempengaruhi besar gaya gravity yang dialami oleh materi berat dan ringan. Materi ringan mengalami gaya gravity yang lebih kecil daripada materi berat karena pengaruh densitas antara materi dengan air saat proses pemisahan. Campuran dengan nilai CC > 1.33 mengalami perbedaan gaya gravitasi cukup besar karena perbedaan densitas yang besar pula sehingga mempersingkat waktu pemisahan. Dalam hubungan ini, amplitudo dan frekuensi tidak memiliki pengaruh terhadap besaran gaya berat karena hanya tergantung pada properti materi yaitu massa materi dan percepatan gravitasi. B-55

25 IV.13 Pengaruh Gaya Buoyant terhadap Pemisahan Gaya buoyant atau gaya apung ekivalen terhadap berat fluida yang dipindahkan pada arah berlawanan, menyebabkan partikel berat mengendap, sedangkan partikel ringan dan tipis bergerak terpisah ke lapisan atas Buoyant Force (FB), N d(mm) FB materiringan FB materiberat Keterangan = Perbedaan gaya dengan nilai CC 1,33, dan waktu pemisahan 6,91 8,44 menit Gambar IV.23. Pengaruh Perbedaan ukuran terhadap Gaya Buoyant Gaya buoyant menggambarkan peningkatan tekanan bersamaan dengan naiknya permukaan air (pengaruh amplitudo), sehingga materi secara keseluruhan atau sebagian akan tenggelam dalam fluida. Gaya ke atas berhubungan dengan tekanan bagian bawah materi yang lebih besar daripada gaya ke bawah yang menekan bagian atas materi. Besar gaya buoyant sama dengan berat fluida yang dipindahkan oleh materi (Prinsip Hukum Archimedes) : a. Total materi tenggelam memindahkan sejumlah fluida yang sama dengan volumenya. Materi yang lebih berat memiliki gaya buoyant yang lebih kecil daripada materi ringan, sehingga cenderung mengendap ke bawah. Jika densitas kecil, gaya buoyant akan lebih besar dan materi naik ke permukaan fluida. b. Materi yang mengapung di lapisan atas berada dalam kesetimbangan, yang seharusnya sama besar dengan beratnya. B-56

26 Jika dikaji berdasarkan diameter materi, berdasarkan gambar IV.23, materi ringan mengalami gaya buoyant lebih besar dari pada materi berat hal ini menunjukkan dalam penelitian ini materi ringan banyak ditemukan di lapisan atas. Namun demikian pengaruh perbedaan diameter mempengaruhi besar gaya buoyant, dimana semakin besar diameter materi maka gaya buoyant semakin kecil. IV.14 Resultan Gaya yang Bekerja pada Pemisahan Materi Keseluruhan gaya yang bekerja pada materi dalam reaktor jig dapat digunakan untuk neraca gaya. Neraca gaya menunjukkan kerja gaya berat, gaya drag, dan gaya buoyant pada arah gerak ke bawah dan ke atas. Adapun persamaan neraca gaya mengikuti persamaan sebagai berikut : Gaya materi ringan : Gaya yang dialami materi ringan saat ke atas Fa 1 =- F gravity + F fluida + F drag + F buoyant Gaya yang dialami materi ringan saat ke bawah Fb 2 =-F gravity - F fluida + F drag + F buoyant Gaya materi berat : Gaya yang dialami materi berat saat ke atas Fa 2 =- F gravity + F fluida + F drag + F buoyant Gaya yang dialami materi berat saat ke bawah Fb 2 = -F gravity - F fluida + F drag + F buoyant, sehingga : Resultan Gaya materi ringan = Fa 1 + Fb 1 dan, Resultan Gaya materi berat = Fa 2 + Fb 2 Perbedaan Gaya yang Bekerja pada Materi Berat dan Ringan : df = Resultan F berat Resultan F ringan B-57

27 Gaya yang bekerja terhadap materi berat dan materi ringan disajikan dalam gambar IV.24. Resultan gaya, N Resultan gaya materiringan diameter(mm) Resultan gaya materiberat Keterangan = Perbedaan resultan gaya dengan nilai CC 1,33, dan waktu pemisahan 6,91 8,44 menit Gambar IV.24. Pengaruh Ukuran terhadap Total Resultan Gaya Gambar IV.24 menunjukkan ukuran tidak berpengaruh besar terhadap total resultan gaya pada materi berat dan materi ringan, karena adanya perbedaan nilai CC yang menjelaskan bahwa semakin kecil nilai CC maka waktu pemisahan akan semakin lama. Secara keseluruhan, materi berat mengalami gaya yang lebih besar daripada materi ringan. Nilai negatif menunjukkan bahwa besar gaya gravitasi yang bekerja pada materi mendorong materi untuk bergerak ke bawah (mengendap). Selanjutnya besar gaya akan dikaji untuk melihat pengaruhnya terhadap waktu pemisahan campuran. IV.15 Pengaruh Selisih Gaya Materi Ringan dan Berat terhadap Kecepatan Waktu Pemisahan Selisih antara gaya materi berat dan gaya materi ringan memiliki pengaruh terhadap waktu pemisahan materi campuran densitas, dengan ukuran yang relatif sama. B-58

28 t (menit) df (selisih gaya), N Gambar IV.25. Pengaruh Selisih Gaya terhadap Waktu Pemisahan Selisih gaya merupakan perbedaan antara total gaya yang bekerja pada materi berat dan materi ringan dalam setiap proses pemisahan. Berdasarkan gambar IV.25 waktu pemisahan dipengaruhi oleh selisih gaya, dimana selisih gaya yang besar cenderung mempersingkat waktu proses dimana gaya yang dialami oleh materi berat dalam suatu campuran akan besar pula. Selisih gaya yang kecil menunjukkan proses pemisahan berlangsung lama karena pengaruh dari nilai CC kecil ( nilai CC = 1,1 1,33) dengan diameter materi yang homogen. Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh parameter terhadap waktu pemisahan, maka dilakukan analisa data secara statistik. IV.16 Analisa Pengaruh Parameter Fisik dan Operasi terhadap Waktu Pemisahan dengan Regresi Multilinier Pemisahan materi berat-ringan dalam reaktor jig, dipengaruhi oleh beberapa faktor fisik materi antara lain oleh nilai CC (Concentration Criterion) yang merupakan fungsi dari perbedaan densitas materi dengan densitas fluida, diamater (size) dan kecepatan fluida sebagai parameter operasi merupakan fungsi dari amplitudo terhadap frekuensi. Analisa dilakukan untuk melihat parameter yang paling berpengaruh terhadap kecepatan waktu pemisahan, dilakukan terhadap data jenis materi campuran dengan pengelompokkan data berdasarkan waktu pemisahan terhadap diameter materi, kecepatan fluida, dan CC. B-59

29 Parameter yang digunakan untuk melihat besaran pengaruh adalah nilai koefisien Beta ( ) pada Tabel standarized koefisisen Beta, selanjutnya ditampilkan pada Tabel IV.6. Waktu Operasional Jig (menit) Tabel IV.6 Nilai Koefisien dan Persamaan Regresi Multilinier Jumlah Data (n) PERSAMAAN D V CC (mm) (m/det) Y(t) = X X X Y(t) = X X X Y(t) = X X X Total : Y(t) = X X X 3 Sumber : SPSS, Regresi Multilinear Berdasarkan Tabel IV.6 dapat diketahui pengaruh parameter fisik materi terhadap kecepatan pemisahan materi untuk setiap kelompok berdasarkan waktu. Kelompok 1 dengan jumlah data 16, menunjukkan kelompok data dengan rentang waktu pemisahan tercepat, yaitu 3 menit 4.7 menit, hal ini dipengaruhi oleh diameter materi, dengan nilai negatif terbesar yaitu , merupakan angka korelasi untuk regresi sederhana. Waktu proses terjadi dengan cepat karena ukuran materi homogen yaitu 6.9 mm. Persamaan regresi dimana Y = waktu, X 1 = diameter materi, X 2 = CC, dan X 3 = kecepatan fluida, menerangkan konstanta sebesar (menit) merupakan waktu yang dibutuhkan untuk pemisahan jika tidak ada diameter, CC, dan kecepatan fluida. Koefisien regresi X 1 sebesar menyatakan bahwa setiap penurunan (karena tanda -) 1 mm diameter, waktu akan menurun menit, koefisien regresi X 2 sebesar menyatakan bahwa setiap penurunan (karena tanda -) 1 satuan nilai CC, waktu akan menurun menit, koefisien regresi X 3 sebesar menyatakan bahwa setiap penurunan (karena tanda -) 1 meter/detik, waktu akan menurun menit. Penjelasan terhadap persamaan ini selanjutnya berlaku sama untuk kelompok 2, kelompok 3 dan kelompok 4. Kelompok 2 dengan jumlah data 16 menunjukkan kelompok data dengan rentang waktu pemisahan 5 menit 6 menit dipengaruhi oleh CC, dengan nilai koefisien = Pada B-60

30 kelompok 2, nilai waktu pemisahan dipengaruhi oleh nilai CC > 1.5 yang terjadi pada 1 campuran materi yaitu PET untuk setiap ukuran. Kelompok 3 dengan jumlah data 20 menunjukkan kelompok data dengan rentang waktu pemisahan 7 menit - > 8 menit dengan nilai koefisien = , menunjukkan bahwa waktu pemisahan terbesar dipengaruhi oleh CC. Pada kelompok ini rentang nilai CC terkecil yaitu 1.11 sampai dengan Berdasarkan penelitian terdahulu, angka CC < 1.25 tidak direkomendasikan dipisahkan dengan Jig. Kelompok 4 merupakan keseluruhan data yang dianalisa untuk melihat variabel yang paling berpengaruh terhadap waktu proses. Nilai koefisien = menunjukkan bahwa perbedaan CC menjadi dasar perbedaan waktu proses, dimana semakin besar nilai CC maka waktu proses semakin cepat. IV.17 Analisa Laju Pemisahan Plastik Campuran IV.17.1 Laju Pemisahan PET Campuran Ukuran Analisa laju pemisahan materi campuran ukuran mengikuti penentuan laju reaksi. Laju perubahan komposisi materi pada media saat proses jig akan menjelaskan penurunan berat materi terkumpul atau peningkatan berat materi terkumpul pada lapisan media yang dihubungkan terhadap waktu. Laju pemisahan PET campuran mengikuti laju reaksi orde 1 yang ditampilkan pada Gambar IV y = x R 2 = y = x R 2 = dm/dt y = 0.017x R 2 = y = 0.014x + 0 R 2 = PET > 2 mm PET > 6,5 mm PET > 9,5 mm PET > 12.7 mm M Gambar IV.26 Laju Pemisahan PET Campuran Orde 1 B-61

31 Nilai koefisien korelasi (r) mendekati r = 1 menunjukkan bahwa laju pemisahan PET beda ukuran sesuai dengan reaksi orde 1. Laju pemisahan orde 1 menghasilkan laju yang sebanding dengan perubahan komposisi materi selama proses jig. Saat laju pemisahan tergantung pada komposisi berat materi dan saat komposisi materi berubah terhadap waktu, sehingga semakin banyak materi PET ringan terpisah dari materi berat seiring dengan bertambahnya waktu. Berdasarkan Gambar IV.26 dilakukan analisa dengan melihat konstanta laju pemisahan (k) untuk setiap kelompok PET berdasarkan ukuran, dengan data sesuai Tabel IV.7. Tabel IV.7 Nilai Konstanta Laju Pemisahan Kelompok PET berdasarkan Ukuran Kelompok Materi Ukuran (mm) k (konstanta laju pemisahan) (menit -1 ) PET Kuning > PET Merah > PET Biru > PET Hijau > Berdasarkan Tabel IV.6 nilai konstanta dari setiap kelompok ukuran menunjukkan kecepatan pemisahan berat materi per satuan waktu. Nilai k yang besar yaitu untuk PET merah (> 9.5 mm) menunjukkan pengurangan materi ringan terpisah dari materi berat berubah seiring dengan pertambahan waktu, artinya materi ringan terpisah ke permukaan lebih cepat dan lebih banyak dibandingkan materi lainnya. IV.17.2 Laju Pemisahan PS ABS - PET Laju pemisahan PET campuran mengikuti laju reaksi orde 0, membentuk persamaan garis linier, disajikan pada Gambar IV.27 B-62

32 M y = x R 2 = y = x R 2 = y = x R 2 = t(detik) PET (> 6.5 mm) PS > 6.5 mm ABS > 6.5 mm Gambar IV.27 Laju Pemisahan PET-PS-ABS mengikuti Orde 0 Menurut Benefield, Judkins, dan Weand, 1982, laju pemisahan orde 0 menerangkan proses pemisahan pada laju yang tidak tergantung pada konsentrasi setiap materi. Berdasarkan gambar IV.27, nilai koefisien korelasi mendekati 1 menunjukkan bahwa laju pemisahan PET-PS dan ABS sesuai dengan reaksi orde 0. Berat materi pada keadaan awal menurun per satuan waktu. Tabel IV.8 Nilai Konstanta Laju Pemisahan Kelompok 3 Campuran Kelompok Materi Ukuran (mm) k (konstanta laju pemisahan) (menit -1 ) PET > ABS > PS > Berdasarkan Tabel IV.8 nilai konstanta dari setiap kelompok ukuran menunjukkan kecepatan pemisahan berat materi per satuan waktu. Nilai k yang terbesar yaitu untuk PS menunjukkan pengurangan materi ringan terpisah dari materi berat berubah seiring dengan pertambahan waktu, artinya rata-rata berat materi ringan PS terpisah ke permukaan lebih cepat dan lebih banyak dibandingkan materi lainnya. B-63

33 IV. 18 Penggunaan Energi oleh Materi saat Proses Pemisahan Penggunaan energi oleh materi saat proses pemisahan menunjukkan besar energi yang dibutuhkan oleh setiap materi ringan dan materi berat, yang dipengaruhi oleh amplitudo fluida, kecepatan fluida, densitas materi dan luas media. Hubungan penggunaan energi terhadap waktu proses ditampilkan dalam gambar IV.28. Amplitudo 1 cm Amplitudo 2 cm Amplitudo 4 cm Amplitudo 6 cm t (menit) Energi (Watt) Gambar IV.28 Hubungan Penggunaan Energi oleh Materi terhadap Waktu Proses Jig Berdasarkan Gambar IV.28 diketahui bahwa semakin besar energi yang digunakan oleh materi, maka waktu pemisahan semakin cepat. Selain itu waktu pemisahan untuk setiap besaran energi yang sama dipengaruhi oleh amplitudo dan kecepatan fluida. Semakin besar amplitudo dan kecepatan fluida maka waktu pemisahan akan semakin cepat dengan energi yang besar. Besar energi juga dipengaruhi oleh CC dari setiap campuran materi yang akan dipisahkan yang ditampilkan pada Gambar IV.29. B-64

34 Amplitudo 6 cm Energi(W) Amplitudo 4 cm CC Amplitudo 2 cm Amplitudo 1 cm Gambar IV.29 Hubungan Penggunaan Energi oleh Materi dengan CC Gambar IV.29 menunjukkan bahwa penggunaan energi oleh materi meningkat dengan besarnya nilai CC, yang akan mempercepat proses pemisahan. Tingkatan energi yang tampak pada gambar dipengaruhi oleh amplitudo, dimana untuk energi paling kecil menunjukkan proses terjadi pada amplitudo 1 cm, seterusnya meningkat hingga amplitudo 6 untuk energi yang paling besar. B-65

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian pemisahan plastik dengan jig dilakukan dalam skala laboratorium untuk mengetahui sifat fisik sampel plastik, dan pengamatan proses jig dalam reaktor batch untuk

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. 7. G.H. Tchobanoglous, H. Theissen, S.A. Vigil. (1993). Integrated Solid Waste Management. Mc Graw Hill.

DAFTAR PUSTAKA. 7. G.H. Tchobanoglous, H. Theissen, S.A. Vigil. (1993). Integrated Solid Waste Management. Mc Graw Hill. DAFTAR PUSTAKA 1. Aarve., Vesilind, Alan.,.Rinon. (1981). Unit Operations in Resource Recovery Engineering. Prentice Hall.Inc. USA. 2. Anderson, Michael. (1979). Gravity Separation. Handout 9. Pergamon

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FENOMENA FISIK JIG SEPARATION PROCESS REAKTOR KONTINU PHYSICAL PHENOMENA IDENTIFICATION OF JIG SEPARATION PROCESS IN CONTINUOUS REACTOR

IDENTIFIKASI FENOMENA FISIK JIG SEPARATION PROCESS REAKTOR KONTINU PHYSICAL PHENOMENA IDENTIFICATION OF JIG SEPARATION PROCESS IN CONTINUOUS REACTOR Jurnal Teknik Lingkungan Volume 16 Nomor 1, April 2010 (hal. 31-41) JURNAL TEKNIK LINGKUNGAN IDENTIFIKASI FENOMENA FISIK JIG SEPARATION PROCESS REAKTOR KONTINU PHYSICAL PHENOMENA IDENTIFICATION OF JIG

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujian Bahan Dasar 4.1.1. Hasil Pengujian Agregat Halus Pengujian-pengujian yang dilakukan terhadap agregat halus dalam penelitian ini meliputi pengujian

Lebih terperinci

HUKUM STOKES. sekon (Pa.s). Fluida memiliki sifat-sifat sebagai berikut.

HUKUM STOKES. sekon (Pa.s). Fluida memiliki sifat-sifat sebagai berikut. HUKUM STOKES I. Pendahuluan Viskositas dan Hukum Stokes - Viskositas (kekentalan) fluida menyatakan besarnya gesekan yang dialami oleh suatu fluida saat mengalir. Makin besar viskositas suatu fluida, makin

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS SARINGAN

BAB VII ANALISIS SARINGAN BAB VII ANALISIS SARINGAN 7.1 ANALISIS SARINGAN 7.1.1 Referensi M Das, Braja.1993. Mekanika Tanah Jilid I. Jakarta: Erlangga. Bab 1 Tanah dan Batuan 17-24. 7.1.2 Tujuan Percobaan Menentukan gradasi atau

Lebih terperinci

PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations)

PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations) PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations) sedimentasi (pengendapan), pemisahan sentrifugal, filtrasi (penyaringan), pengayakan (screening/sieving). Pemisahan mekanis partikel fluida menggunakan gaya yang

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN AWAL (VICAT TEST) I. Hasil Uji Vicat Semen Normal (tanpa bahan tambah) Penurunan (mm)

HASIL PENELITIAN AWAL (VICAT TEST) I. Hasil Uji Vicat Semen Normal (tanpa bahan tambah) Penurunan (mm) HASIL PENELITIAN AWAL (VICAT TEST) I. Hasil Uji Vicat Semen Normal (tanpa bahan tambah) Hasil Uji Vicat Semen Normal (tanpa bahan tambah) ( menit ) 42 15 32 28 45 24 6 21 Hasil Uji Vicat untuk Pasta Semen

Lebih terperinci

A. Tujuan Percobaan Menentukan pembagian butir (gradasi) agregat dan modulus. kehalusan. Data distribusi butiran pada agregat serta modulus kehalusan

A. Tujuan Percobaan Menentukan pembagian butir (gradasi) agregat dan modulus. kehalusan. Data distribusi butiran pada agregat serta modulus kehalusan 5. ANALISIS SARINGAN AGREGAT KASAR A. Tujuan Percobaan Menentukan pembagian butir (gradasi) agregat dan modulus kehalusan. Data distribusi butiran pada agregat serta modulus kehalusan diperlukan dalam

Lebih terperinci

BAB 4 DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB 4 DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB 4 DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujian Bahan Dasar 4.1.1. Hasil Pengujian Agregat Halus Pengujian terhadap agregat halus yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pengujian kadar

Lebih terperinci

FLUIDA. Staf Pengajar Fisika Departemen Fisika FMIPA Universitas Indonesia

FLUIDA. Staf Pengajar Fisika Departemen Fisika FMIPA Universitas Indonesia FLUIDA Staf Pengajar Fisika Departemen Fisika FMIPA Universitas Indonesia FLUIDA Fluida merupakan sesuatu yang dapat mengalir sehingga sering disebut sebagai zat alir. Fasa zat cair dan gas termasuk ke

Lebih terperinci

KLASIFIKASI PADATAN MENGGUNAKAN ALIRAN FLUIDA

KLASIFIKASI PADATAN MENGGUNAKAN ALIRAN FLUIDA Yogyakarta, 3 November 212 KLASIFIKASI PADATAN MENGGUNAKAN ALIRAN FLUIDA Ir. Adullah Kuntaarsa, MT, Ir. Drs. Priyo Waspodo US, MSc, Christine Charismawaty Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel tanah Pasir ini berada di Kecamatan Pasir Sakti,

III. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel tanah Pasir ini berada di Kecamatan Pasir Sakti, III. METODE PENELITIAN A. Metode Pengambilan Sampel Lokasi pengambilan sampel tanah Pasir ini berada di Kecamatan Pasir Sakti, Lampung Timur. Pengambilan sampel tanah pasir menggunakan tabung pipa paralon

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Persen lolos saringan (%) 89 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Bahan Dasar Material Pengujian bahan dan benda uji dilaksanakan sesuai dengan tata cara dan standar pengujian yang

Lebih terperinci

MEKANIKA FLUIDA. Ferianto Raharjo - Fisika Dasar - Mekanika Fluida

MEKANIKA FLUIDA. Ferianto Raharjo - Fisika Dasar - Mekanika Fluida MEKANIKA FLUIDA Zat dibedakan dalam 3 keadaan dasar (fase), yaitu:. Fase padat, zat mempertahankan suatu bentuk dan ukuran yang tetap, sekalipun suatu gaya yang besar dikerjakan pada benda padat. 2. Fase

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 51 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Bahan Pembuatan Beton Pemeriksaan bahan penyusun beton dilakukan di laboratorium Teknologi Bahan Konstruksi, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Persen Lolos (%) BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemeriksaan Agregat Halus (Pasir) 1. Gradasi agregat halus (pasir) Dari hasil pemeriksaan gradasi agregat halus pada gambar 5.1, pasir Merapi

Lebih terperinci

Berat Tertahan (gram)

Berat Tertahan (gram) BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemeriksaan Bahan Penyusun Beton Pemeriksaan bahan penyusun beton yang dilakukan di Laboratortium Bahan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Lebih terperinci

PENGARUH PASIR TERHADAP PENINGKATAN RASIO REDAMAN PADA PERANGKAT KONTROL PASIF (238S)

PENGARUH PASIR TERHADAP PENINGKATAN RASIO REDAMAN PADA PERANGKAT KONTROL PASIF (238S) PENGARUH PASIR TERHADAP PENINGKATAN RASIO REDAMAN PADA PERANGKAT KONTROL PASIF (238S) Daniel Christianto 1, Yuskar Lase 2 dan Yeospitta 3 1 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Tarumanagara, Jl. S.Parman

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung anorganik yang. merupakan bahan utama paving block sebagai bahan pengganti pasir.

METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung anorganik yang. merupakan bahan utama paving block sebagai bahan pengganti pasir. III. METODE PENELITIAN A. Metode Pengambilan Sampel 1. Tanah Lempung Anorganik Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung anorganik yang merupakan bahan utama paving block sebagai bahan pengganti

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Agregat Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1. Tabel 5.1 Hasil pengujian agregat kasar dan halus No Jenis Pengujian Satuan Hasil Spesifikasi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Agregat Penelitian ini menggunakan agregat kasar, agregat halus, dan filler dari Clereng, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Hasil pengujian agregat ditunjukkan

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN KEPADATAN BERAT ISI TANAH DI LAPANGAN DENGAN BALON KARET

METODE PENGUJIAN KEPADATAN BERAT ISI TANAH DI LAPANGAN DENGAN BALON KARET METODE PENGUJIAN KEPADATAN BERAT ISI TANAH DI LAPANGAN DENGAN BALON KARET SNI 19-6413-2000 1. Ruang Lingkup 1.1 Metode ini mencakup penentuan kepadatan dan berat isi tanah hasil pemadatan di lapangan atau

Lebih terperinci

Semakin besar nilai MHB, semakin menunjukan butir butir agregatnya. 2. Pengujian Zat Organik Agregat Halus. agregat halus dapat dilihat pada tabel 5.

Semakin besar nilai MHB, semakin menunjukan butir butir agregatnya. 2. Pengujian Zat Organik Agregat Halus. agregat halus dapat dilihat pada tabel 5. BAB V HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Dan Pembahasan Pengujian Bahan 5.1.1. Pengujian Agregat Halus 1. Pemeriksaan Gradasi Pemeriksaan Gradasi agregat dilakukan guna mendapatkan nilai modulus

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Analisis Gradasi Butiran sampel 1. Persentase Kumulatif (%) Jumlah Massa Tertahan No.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Analisis Gradasi Butiran sampel 1. Persentase Kumulatif (%) Jumlah Massa Tertahan No. 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian Pemeriksaan material dasar dilakukan di Laboratorium Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Pasir Ynag digunakan dalam penelitian ini

Lebih terperinci

BAB III UJI MATERIAL

BAB III UJI MATERIAL BAB III UJI MATERIAL 3.1. Uraian Umum Eksperimen dalam analisa merupakan suatu langkah eksak dalam pembuktian suatu ketentuan maupun menentukan sesuatu yang baru. Dalam ilmu pengetahuan dibidang teknik

Lebih terperinci

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA I SEDIMENTASI

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA I SEDIMENTASI PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA I SEDIMENTASI NAMA KELOMPOK : 1. FITRIYATUN NUR JANNAH (5213412006) 2. FERA ARINTA (5213412017) 3. DANI PRASETYA (5213412037) PRODI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITTAS

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. m (2.1) V. Keterangan : ρ = massa jenis, kg/m 3 m = massa, kg V = volume, m 3

BAB II DASAR TEORI. m (2.1) V. Keterangan : ρ = massa jenis, kg/m 3 m = massa, kg V = volume, m 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antar molekul

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode penelitian Metode digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, yaitu metode yang dilakukan dengan mengadakan kegiatan percobaan untuk mendapatkan data.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Sampel tanah yang akan diuji adalah jenis tanah lempung (soft clay) yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Sampel tanah yang akan diuji adalah jenis tanah lempung (soft clay) yang 49 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Sampel Tanah Sampel tanah yang akan diuji adalah jenis tanah lempung (soft clay) yang diambil dari Desa Belimbing Sari, Kecamatan Jabung, Lampung Timur. B. Pelaksanaan

Lebih terperinci

Tinjauan Pustaka. II.1 Penggunaan Plastik

Tinjauan Pustaka. II.1 Penggunaan Plastik Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Penggunaan Plastik Bahan pembuat plastik dari minyak dan gas sebagai sumber alami, dalam perkembangannya digantikan oleh bahan-bahan sintetis sehingga dapat diperoleh sifat-sifat

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK ( LKPD )

LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK ( LKPD ) LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK ( LKPD ) Mata Pelajaran Materi Pokok : FISIKA : Fluida Statik NAMA KELOMPOK : ANGGOTA : 1.. 3. 4. 5. Kompetensi Dasar Menganalisis hukum-hukum yang berhubungan dengan fluida

Lebih terperinci

Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar

Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar Standar Nasional Indonesia Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar ICS 91.100.15; 91.010.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Pengujian Variasi sudut kondensor dalam penelitian ini yaitu : sudut 0 0, 15 0, dan 30 0 serta aliran air dalam kondensor yaitu aliran air searah dengan laju

Lebih terperinci

F L U I D A TIM FISIKA

F L U I D A TIM FISIKA L U I D A TIM ISIKA 1 Materi Kuliah luida dan enomena luida Massa Jenis Tekanan Prinsip Pascal Prinsip Archimedes LUIDA luida merupakan sesuatu yang dapat mengalir sehingga sering disebut sebagai zat alir.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Agregat yang digunakan untuk penelitian ini, untuk agregat halus diambil dari

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Agregat yang digunakan untuk penelitian ini, untuk agregat halus diambil dari BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Uraian Umum Agregat yang digunakan untuk penelitian ini, untuk agregat halus diambil dari Cisauk, Malingping, Banten, dan untuk Agregat kasar (kerikil) diambil dari

Lebih terperinci

PENGARUH PERSENTASE KADAR BATU PECAH TERHADAP NILAI CBR SUATU TANAH PASIR (Studi Laboratorium)

PENGARUH PERSENTASE KADAR BATU PECAH TERHADAP NILAI CBR SUATU TANAH PASIR (Studi Laboratorium) PENGARUH PERSENTASE KADAR BATU PECAH TERHADAP NILAI CBR SUATU TANAH PASIR (Studi Laboratorium) Ferri Kurniadi NRP : 9921075 Pembimbing : Herianto Wibowo, Ir. MT FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. Pada pembuatan aspal campuran panas asbuton dengan metode hot mix (AC

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. Pada pembuatan aspal campuran panas asbuton dengan metode hot mix (AC BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA Pada pembuatan aspal campuran panas asbuton dengan metode hot mix (AC WC), terlebih dahulu melakukan uji coba dalam skala kecil terhadap agregat, aspal dan asbuton yang dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang diuji menggunakan material tanah lempung yang disubtitusi

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang diuji menggunakan material tanah lempung yang disubtitusi III. METODE PENELITIAN A. Sampel Tanah Sampel tanah yang diuji menggunakan material tanah lempung yang disubtitusi dengan material pasir. Sampel tanah yang digunakan dari desabelimbing sari kec. Jabung,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemeriksaan Bahan Penyusun Beton Pemeriksaan bahan penyusun beton yang dilakukan di Laboratortium Bahan Konstruksi, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Lebih terperinci

Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar

Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar Standar Nasional Indonesia Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar ICS 91.100.15; 91.010.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Mortar Mortar didefinisikan sebagai campuran material yang terdiri dari agregat halus (pasir), bahan perekat (tanah liat, kapur, semen portland) dan air dengan komposisi tertentu

Lebih terperinci

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal)

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal) (Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal) LABORATORIUM INTI JALAN RAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS LAMPUNG Jl. Prof. Dr. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung Jurusan PEMERIKSAAN

Lebih terperinci

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet Menurut Kementrian Pekerjaan Umum (Bina Marga revisi 2010), lapis tipis aspal beton (lataston) adalah lapisan penutup yang terdiri dari campuran

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PROSES PERLAKUAN MEKANIK GRINDING & SIZING

LAPORAN PRAKTIKUM PROSES PERLAKUAN MEKANIK GRINDING & SIZING LAPORAN PRAKTIKUM PROSES PERLAKUAN MEKANIK GRINDING & SIZING Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Laporan Praktikum Proses Pemisahan & Pemurnian Dosen Pembimbing : Ir. Ahmad Rifandi, MSc 2 A TKPB Kelompok

Lebih terperinci

Cara uji sifat kekekalan agregat dengan cara perendaman menggunakan larutan natrium sulfat atau magnesium sulfat

Cara uji sifat kekekalan agregat dengan cara perendaman menggunakan larutan natrium sulfat atau magnesium sulfat Standar Nasional Indonesia Cara uji sifat kekekalan agregat dengan cara perendaman menggunakan larutan natrium sulfat atau magnesium sulfat ICS 91.100.15 Badan Standardisasi Nasional Daftar Isi Daftar

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung yang berasal dari. daerah Karang Anyar, Lampung Selatan.

METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung yang berasal dari. daerah Karang Anyar, Lampung Selatan. III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian 1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung yang berasal dari daerah Karang Anyar, Lampung Selatan. Gambar 5. Denah Lokasi Pengambilan Sampel Tanah Lempung

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN PARTIKEL RINGAN DALAM AGREGAT

METODE PENGUJIAN PARTIKEL RINGAN DALAM AGREGAT METODE PENGUJIAN PARTIKEL RINGAN DALAM AGREGAT SNI 03-3416-1994 BAB I DESKRIPSI 1.1 Maksud dan Tujuan 1.1.1 Maksud Metode ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam melakukan pengujian partikel ringan

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI 03-1968-1990 RUANG LINGKUP : Metode pengujian ini mencakup jumlah dan jenis-jenis tanah baik agregat halus maupun agregat kasar. RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hot Rolled Sheet (HRS) Menurut Kementerian Pekerjaan Umum (Bina Marga revisi 2010), lapis tipis aspal beton (lataston) adalah lapisan penutup yang terdiri dari dari campuran agregat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA

BAB IV HASIL DAN ANALISA BAB IV HASIL DAN ANALISA Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil serta analisa dari pengujianpengujian yang telah dilakukan. 4.1. HASIL DAN ANALISA PENGUJIAN TERHADAP AGREGAT 4.1.1. Hasil dan Analisa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (undisturb) dan sampel tanah terganggu (disturb), untuk sampel tanah tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN. (undisturb) dan sampel tanah terganggu (disturb), untuk sampel tanah tidak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Fisik Pengujian sifat fisik tanah adalah sebagai pertimbangan untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan suatu konstruksi. Sampel tanah yang disiapkan adalah tanah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN

BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan pengujian terhadap tanah yang diambil dari proyek jalan tambang Kota Berau Kalimantan Timur, maka pada bab ini akan diuraikan hasil

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. yang dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai. Mulai. Tinjauan Pustaka. Pengujian Bahan/Semen

BAB 3 METODOLOGI. yang dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai. Mulai. Tinjauan Pustaka. Pengujian Bahan/Semen BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian Bagan alir penelitian atau penjelasan secara umum tentang urutan kegiatan yang dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Beton Berdasarkan SNI 03 2847 2012, beton merupakan campuran dari semen, agregat halus, agregat kasar, dan air serta tanpa atau dengan bahan tambah (admixture). Beton sering

Lebih terperinci

DAFTAR ISI UNIVERSITAS MEDAN AREA

DAFTAR ISI UNIVERSITAS MEDAN AREA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR NOTASI... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1. 2 Tujuan Percobaan

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1. 2 Tujuan Percobaan BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Pada industri kimia proses pemisahan sangat diperlukan, baik dalam penyiapan umpan ataupun produk. Umumnya memisahkan dari campuran produk yang keluar dari reaktor. Berbagai

Lebih terperinci

UJI SARINGAN (SIEVE ANALYSIS) ASTM D-1140

UJI SARINGAN (SIEVE ANALYSIS) ASTM D-1140 1. LINGKUP Metode ini mencakup penentuan dari distribusi ukuran butir tanah yang tertahan oleh saringan No. 200 2. DEFINISI Tanah butir kasar (coarse grained soils) : ukuran butirnya > 0.075 mm (tertahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Umum 3.2 Tahapan Penelitian

BAB III METODOLOGI 3.1 Umum 3.2 Tahapan Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Dalam penelitian ini tipe stone crusher yang digunakan adalah tipe stone crusher jaw to jaw yang banyak dan sering digunakan di lapangan dimana jaw pertama sebagai crusher primer

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanggul, jalan raya, dan sebagainya. Tetapi, tidak semua tanah mampu mendukung

I. PENDAHULUAN. tanggul, jalan raya, dan sebagainya. Tetapi, tidak semua tanah mampu mendukung 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah mempunyai peranan yang sangat penting karena tanah adalah pondasi pendukung suatu bangunan atau bahan konstruksi dari bangunan itu sendiri seperti tanggul, jalan

Lebih terperinci

III.METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari Mei

III.METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari Mei 17 III.METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari Mei 2012. Adapun tempat pelaksanaan penelitian ini

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. A : sebuah konstanta, pada Persamaan (5.1)

DAFTAR NOTASI. A : sebuah konstanta, pada Persamaan (5.1) DAFTAR NOTASI A : sebuah konstanta, pada Persamaan (5.1) a c a m1 / 3 a m /k s B : Koefisien-koefisien yang membentuk elemen matrik tridiagonal dan dapat diselesaikan dengan metode eliminasi Gauss : amplitudo

Lebih terperinci

PERTEMUAN III HIDROSTATISTIKA

PERTEMUAN III HIDROSTATISTIKA PERTEMUAN III HIDROSTATISTIKA Pengenalan Statika Fluida (Hidrostatik) Hidrostatika adalah ilmu yang mempelajari perilaku zat cair dalam keadaan diam. Konsep Tekanan Tekanan : jumlah gaya tiap satuan luas

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Fluida

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Fluida BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antarmolekul

Lebih terperinci

VARIASI AGREGAT LONJONG PADA AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1

VARIASI AGREGAT LONJONG PADA AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1 VARIASI AGREGAT LONJONG PADA AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1 Dosen Pada Jurusan Teknik Sipil Universitas Udayana E-mail : agusariawan17@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data Penelitian dimulai dengan mempersiapkan alat dan bahan. Tanah merah diambil dari sebuah lokasi di bogor, sedangkan untuk material agregat kasar dan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi fluida

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi fluida BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antar molekul

Lebih terperinci

PENENTUAN KEPADATAN KERING MAKSIMUM DAN OPTIMUM MOISTURE CONTENT (OMC DENGAN METODE A,B,C DAN D)

PENENTUAN KEPADATAN KERING MAKSIMUM DAN OPTIMUM MOISTURE CONTENT (OMC DENGAN METODE A,B,C DAN D) PENENTUAN KEPADATAN KERING MAKSIMUM DAN OPTIMUM MOISTURE CONTENT (OMC DENGAN METODE A,B,C DAN D) Muhammad Fauzi (1) Ahmad Norhadi (1), Muhammad Badurul Syih Alam (2) (1) Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN SERAT PLASTIK TERHADAP KUAT TARIK BELAH DAN KUAT TEKAN PADA CAMPURAN BETON TANPA AGREGAT KASAR

KAJIAN PENGGUNAAN SERAT PLASTIK TERHADAP KUAT TARIK BELAH DAN KUAT TEKAN PADA CAMPURAN BETON TANPA AGREGAT KASAR KAJIAN PENGGUNAAN SERAT PLASTIK TERHADAP KUAT TARIK BELAH DAN KUAT TEKAN PADA CAMPURAN BETON TANPA AGREGAT KASAR Agustiar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Aceh Email : ampenan70@gmail.com

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA 4.1 Identifikasi Kendaraan Gambar 4.1 Yamaha RX Z Spesifikasi Yamaha RX Z Mesin : - Tipe : 2 Langkah, satu silinder - Jenis karburator : karburator jenis piston - Sistem Pelumasan

Lebih terperinci

1. Tujuan Menentukan massa jenis zat padat dan zat cair berdasarkan hukum Archimedes.

1. Tujuan Menentukan massa jenis zat padat dan zat cair berdasarkan hukum Archimedes. 4. Archimedes 1. Tujuan Menentukan massa jenis zat padat dan zat cair berdasarkan hukum Archimedes. 2. Alat dan Bahan 1. Jangka sorong [15,42 cm, 0,02 mm ] 1 buah. 2. Neraca pegas [ 5 N ] 1 buah 3. Neraca

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ASPAL MODUL J-08 ANALISA SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR

LAPORAN PRAKTIKUM ASPAL MODUL J-08 ANALISA SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR LAPORAN PRAKTIKUM ASPAL MODUL J-08 ANALISA SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR KELOMPOK U21 Dwi Afsari 1306369314 Felicius Wayandhana T 1306369094 Luthfiy Muhaimin 1306401800 Nurul Lathifah 1306369200 Zareeva

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Berat Tertahan Komulatif (%) Berat Tertahan (Gram) (%)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Berat Tertahan Komulatif (%) Berat Tertahan (Gram) (%) BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemeriksaan Bahan Penyusun Beton Pemeriksaan bahan penyusun beton yang dilakukan di Laboratortium Bahan Konstruksi, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang akan diuji adalah jenis tanah lempung yang diambil dari

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang akan diuji adalah jenis tanah lempung yang diambil dari III. METODE PENELITIAN A. Sampel Tanah Sampel tanah yang akan diuji adalah jenis tanah lempung yang diambil dari Desa Belimbing Sari, Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Timur. B. Pelaksanaan Pengujian

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Beton Beton adalah bahan homogen yang didapatkan dengan mencampurkan agregat kasar, agregat halus, semen dan air. Campuran ini akan mengeras akibat reaksi kimia dari air dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari penelitian ini dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu hasil

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari penelitian ini dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu hasil BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari penelitian ini dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu hasil pemeriksaan material (bahan-bahan) pembentuk beton dan hasil pengujian beton tersebut. Tujuan dari pemeriksaan

Lebih terperinci

LATIHAN SOAL MENJELANG UJIAN TENGAH SEMESTER STAF PENGAJAR FISIKA TPB

LATIHAN SOAL MENJELANG UJIAN TENGAH SEMESTER STAF PENGAJAR FISIKA TPB LATIHAN SOAL MENJELANG UJIAN TENGAH SEMESTER STAF PENGAJAR FISIKA TPB Soal No. 1 Seorang berjalan santai dengan kelajuan 2,5 km/jam, berapakah waktu yang dibutuhkan agar ia sampai ke suatu tempat yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian sifat fisik tanah adalah sebagai pertimbangan untuk merencanakan dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian sifat fisik tanah adalah sebagai pertimbangan untuk merencanakan dan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Fisik Pengujian sifat fisik tanah adalah sebagai pertimbangan untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan suatu konstruksi. Pengujian sifat fisik tanah ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. aspal optimum pada kepadatan volume yang diinginkan dan memenuhi syarat minimum

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. aspal optimum pada kepadatan volume yang diinginkan dan memenuhi syarat minimum 25 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 METODE MARSHALL Konsep dasar dari metode campuran Marshall adalah untuk mencari nilai kadar aspal optimum pada kepadatan volume yang diinginkan dan memenuhi syarat

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Fakultas Teknik Program Studi S-1 Teknik Sipil Laboratorium Teknologi Bahan Kontruksi

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Fakultas Teknik Program Studi S-1 Teknik Sipil Laboratorium Teknologi Bahan Kontruksi Lampiran A.1 : Pasir : Kali Progo A. AGREGAT HALUS (PASIR) Jenis Pengujian : Pemeriksaan gradasi besar butiran agregat halus (pasir) Diperiksa : 25 Februari 2016 a. Berat cawan kosong = 213,02 gram b.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA BAB 4 HASIL DAN ANALISA 4.1. HASIL PENGUJIAN MATERIAL Sebelum membuat benda uji dalam penelitian ini, terlebih dahulu dilakukan berbagai pengujian terhadap material yang akan digunakan. Tujuan pengujian

Lebih terperinci

KARAKTERISTIKA ALIRAN DAN BUTIR SEDIMEN

KARAKTERISTIKA ALIRAN DAN BUTIR SEDIMEN KARAKTERISTIKA ALIRAN DAN BUTIR SEDIMEN May 14 Transpor Sedimen Karakteristika Aliran 2 Karakteristika fluida air yang berpengaruh terhadap transpor sedimen Rapat massa, ρ Viskositas, ν Variabel aliran

Lebih terperinci

LABORATORIUM TEKNIK KIMIA SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2015

LABORATORIUM TEKNIK KIMIA SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2015 LABORATORIUM TEKNIK KIMIA SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2015 MODUL : Aliran Fluida PEMBIMBING : Emmanuella MW,Ir.,MT Praktikum : 8 Maret 2017 Penyerahan : 15 Maret 2017 (Laporan) Oleh : Kelompok : 3 Nama

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian sampel tanah asli di laboratorium didapatkan hasil :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian sampel tanah asli di laboratorium didapatkan hasil : IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemeriksaan Sampel Tanah Asli Pengujian sampel tanah asli di laboratorium didapatkan hasil : 1. Hasil Pengujian Kadar Air (ω) Kadar air didefinisikan sebagai perbandingan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Tinjauan Umum Pelaksanaan penelitian ini dimulai dari tahap perencanaan, teknis pelaksanaan, dan pada tahap analisa hasil, tidak terlepas dari peraturan-peraturan maupun referensi

Lebih terperinci

Cara koreksi kepadatan tanah yang mengandung butiran kasar

Cara koreksi kepadatan tanah yang mengandung butiran kasar Standar Nasional Indonesia Cara koreksi kepadatan tanah yang mengandung butiran kasar ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

VARIASI AGREGAT LONJONG SEBAGAI AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) ABSTRAK

VARIASI AGREGAT LONJONG SEBAGAI AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) ABSTRAK Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010 VARIASI AGREGAT LONJONG SEBAGAI AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1 Dosen

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Kinerja Kuat Lentur Pada Balok Beton Dengan Pengekangan Jaring- Jaring Nylon Lampiran

Laporan Tugas Akhir Kinerja Kuat Lentur Pada Balok Beton Dengan Pengekangan Jaring- Jaring Nylon Lampiran PENGUJIAN BERAT JENIS SEMEN Suhu Awal : 25 C Semen : 64 gram Piknometer I A. Berat semen : 64 gram B. Volume I zat cair : 1 ml C. Volume II zat cair : 18,5 ml D. Berat isi air : 1 gr/cm 3 A Berat jenis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Preparasi, Pencetakan dan Penyinteran Varistor

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Preparasi, Pencetakan dan Penyinteran Varistor 39 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Preparasi, Pencetakan dan Penyinteran Varistor 1. Hasil Preparasi Pada proses preparasi sampel yang didopan dengan zat tertentu terlebih dahulu melakukan penimbangan

Lebih terperinci

UJI CALIFORNIA BEARING RATIO (CBR) ASTM D1883

UJI CALIFORNIA BEARING RATIO (CBR) ASTM D1883 1. LINGKUP Percobaan ini mencakup pengukuran nilai CBR di laboratorium untuk tanah yang dipadatkan berdasarkan uji kompaksi. 2. DEFINISI California Bearing Ratio (CBR) adalah rasio dari gaya perlawanan

Lebih terperinci

Sifat Beton Segar 1. Kemudahan Pengerjaan ( Workability /Kelecakan) Kompaktibilitas Mobilitas Stabilitas

Sifat Beton Segar 1. Kemudahan Pengerjaan ( Workability /Kelecakan) Kompaktibilitas Mobilitas Stabilitas Sifat Beton Segar 1. Kemudahan Pengerjaan (Workability/Kelecakan) Sifat ini merupakan ukuran tingkat kemudahan beton segar untuk diaduk, diangkut, dituang dan dipadatkan serta tidak terjadi pemisahan /segregasi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mortar Menurut SNI 03-6825-2002 mortar didefinisikan sebagai campuran material yang terdiri dari agregat halus (pasir), bahan perekat (tanah liat, kapur, semen portland) dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mengetahui dan menjelaskan karakteristik suatu komposit beton-polimer agar dapat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mengetahui dan menjelaskan karakteristik suatu komposit beton-polimer agar dapat BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Prinsip Dasar Percobaan Seperti yang telah dijelaskan pada pendahuluan, percobaan kali ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan karakteristik suatu komposit beton-polimer

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah berbutir halus yang. diambil dari Desa Yoso Mulyo, Kecamatan Metro Timur, Metro.

METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah berbutir halus yang. diambil dari Desa Yoso Mulyo, Kecamatan Metro Timur, Metro. 24 III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian 1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah berbutir halus yang diambil dari Desa Yoso Mulyo, Kecamatan Metro Timur, Metro. 2. Abu ampas tebu (baggase ash)

Lebih terperinci

OLIMPIADE SAINS NASIONAL Manado September 2011 LEMBAR JAWABAN. Ujian Praktikum. Bidang Kimia. 13 September 2011.

OLIMPIADE SAINS NASIONAL Manado September 2011 LEMBAR JAWABAN. Ujian Praktikum. Bidang Kimia. 13 September 2011. OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2011 Manado 11-16 September 2011 LEMBAR JAWABAN Ujian Praktikum Bidang Kimia 13 September 2011 Waktu 270 menit Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Managemen Pendidikan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujian Bahan Dasar 4.1.1. Hasil Pengujian Agregat Halus Untuk hasil pengujian gradasi agregat halus dan syarat batas dari ASTM C-33 dapat dilihat pada Tabel

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Sampel tanah yang akan diuji adalah tanah yang diambil dari Desa Rawa

III. METODOLOGI PENELITIAN. Sampel tanah yang akan diuji adalah tanah yang diambil dari Desa Rawa III. METODOLOGI PENELITIAN A. Sampel Tanah Sampel tanah yang akan diuji adalah tanah yang diambil dari Desa Rawa Sragi, Kabupaten Lampung Timur B. Metode Pengambilan Sampel Pada saat pengambilan sampel

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tahapan Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tanah ekspansif tanpa campuran bahan gypsum atau arang, serta tanah ekspansif yang telah diberi campuran bahan gypsum atau

Lebih terperinci

ANALISIS HIDROMETER ASTM D (98)

ANALISIS HIDROMETER ASTM D (98) ANALISIS HIDROMETER ASTM D-442-63 (98) 1. LINGKUP Metode ini mencakup penentuan dari distribusi ukuran butir tanah yang lolos saringan No. 200 2. DEFINISI Silt/lanau adalah tanah dengan ukuran butir antara

Lebih terperinci