Ijang Suherman.
|
|
- Yenny Tanuwidjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Kajian Percepatan Peningkatan Peranan Batubara Dalam Bauran Energi Nasional Ijang Suherman Sari Peran minyak bumi dalam bentuk bahan bakar minyak (BBM) untuk memenuhi kebutuhan energi nasional hingga saat ini masih sangat besar yakni sebesar 46,83% dari bauran energi nasional pada akhir tahun Sementara sumber daya dan cadangan minyak bumi di Indonesia semakin lama semakin berkurang dan menipis jumlahnya, yang semula 8,6 milyar SBM (2005) menjadi sekitar 7,2 miliar SBM (2013). Di sisi lain, pangsa batubara secara bertahap meningkat yang semula hanya 12,91% pada tahun 2000 menjadi 29,31% tahun 2013, atau meningkat rata-rata 12,25% pertahun. Tantangan ke depan bagaimana mensinkronkan program pengembangan diversifikasi dari dominasi minyak bumi ke batubara, gas dan EBT yang optimal. Upaya meningkatkan peran batubara dalam bauran energi antara lain mempercepat pembangunan PLTU MW Tahap I dan Tahap II, dan percepatan penerapan teknologi pemanfaatan batubara dan percepatan proyek pembangunan smelter berbasis batubara. Kebijakan terkait yang diperlukan, antara lain pengendalian produksi atau ekspor batubara yang selama ini dikaitkan dengan pemikiran konvensional dalam mengejar target penerimaan negara. Percepatan pembangunan transportasi batubara melalui kereta api double track di Provinsi Sumatera Selatan dan proyek jalur transportasi truk batubara terpisah dari jalan umum seperti di Provinsi Sumatera Selatan dan di Provinsi Jambi demikian pula di wilayah lainnya, serta membangun stockyard akan sangat berarti untuk kelancaran pasokan distribusi batubara dalam negeri. Alokasi pencadangan batubara nasional perlu menjadi masukan kebijakan pemerintah dalam penyediaan energi nasional. Kata Kunci: batubara, bauran, percepatan 1. PENDAHULUAN Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan sumber energi fosil maupun nonfosil. Penggunaan sumber energi fosil, khususnya minyak bumi, yang merupakan sumber energi tidak terbarukan, masih sangat dominan dibandingkan dengan penggunaan sumber ener gi lainnya. Bahkan, di berbagai aspek pemanfaatan, minyak bumi belum tergantikan. Peran minyak bumi dalam bentuk bahan bakar minyak (BBM) untuk memenuhi kebutuhan energi nasional hingga saat ini masih sangat besar, yakni sebesar 47% dari bauran energi nasional pada akhir tahun 2013, sementara sumber daya dan cadangan minyak bumi di Indonesia semakin lama semakin berkurang dan menipis jumlahnya yang semula 8,6 miliar SBM (2005) menjadi sekitar 7,2 miliar SBM (2013). Selain minyak bumi, Indonesia juga memiliki sejumlah sumber energi fosil dan nonfosil lainnya yang tidak terbarukan maupun yang terbarukan, yaitu batubara, gas bumi, panas bumi, tenaga air, bioenergi, dan energi surya. Namun, pemanfaatan dan penggunaan energi di luar BBM sampai saat ini tergolong belum optimal. Apabila pemerintah untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri terus-me- 83
2 nerus bergantung kepada energi BBM, maka hal ini akan menimbulkan kerawanan bahkan dapat berubah menjadi krisis, baik krisis dari sisi penyediaan energi dalam negeri maupun krisis dari sisi ekonomi, khususnya cadangan kekayaan (devisa) negara yang terus tergerus. Tantangan terbesar dalam ketahanan energi adalah daya beli masyarakat masih di bawah keekonomian harga energi sehingga pemerintah mengeluarkan kebijakan subsidi energi (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011). Sehubungan dengan adanya permasalahan dan tantangan dalam pemenuhan kebutuhan energi nasional tersebut di atas, maka ha rus dicari jalan ke luar agar dalam jangka mene ngah dan jangka panjang pemenuhan kebu tuhan energi nasional dapat tertanggulangi dan cadangan devisa negara tidak terus berkurang. Oleh karena itu, kajian peranan batubara dalam penyediaan energi nasional ini bertujuan untuk meningkatkan ketahanan ener gi nasional, dengan sasaran meningkatnya peran batubara dalam bauran energi nasional melalui penguasaan teknologi dan pemanfaatan batubara. 2. METODOLOGI Dalam kegiatan ini, digunakan metode penelitian survei sampling secara langsung ke beberapa perusahaan tambang batubara, industri hilir yang menggunakan bahan bakar batubara dan nonbatubara dalam proses produksinya, serta ditunjang dengan melakukan koordinasi dan pendataan ke instansi terkait. Di samping itu, digunakan metode penelitian nonsurvei, yaitu dilakukan di studio meliputi penelusuran referensi, pengolahan dan ana lisis serta penyu sunan laporan. Pengumpulan data menggunakan teknik observasi dan wawancara berpanduan (interview guide). Adapun instrumen penelitian menggunakan panduan wawancara, sedangkan model pengolahan dan teknik analisis, digunakan pendekatan mo del analisis tren. 2.1 Analisis Tren Data berkala yang sering disebut time series adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu, untuk menggambarkan perkembangan suatu kegiatan, misalnya perkembangan produksi, konsumsi, penjualan batubara dan sebagainya. Analisis data memungkinkan untuk mengetahui perkembangan waktu/beberapa kejadian serta hubungannya atau pengaruhnya terhadap kejadian lainnya. Misalnya, apakah kenaikan penggunaan (konsumsi) diikuti dengan kenaikan produksi batubara nasional. Analisis tren merupakan suatu metode analisis statistika yang ditujukan untuk melakukan pemodelan data berkala dan digunakan untuk suatu estimasi atau peramalan pada masa yang akan datang. Untuk melakukan peramalan dengan baik, dibutuhkan berbagai macam data dan informasi yang cukup banyak dan diamati dalam periode waktu yang rela tif cukup panjang, sehingga dari hasil analisis tersebut dapat diketahui sampai berapa besar fluktuasi yang terjadi dan faktor-faktor yang memengaruhi perubahan tersebut. Beberapa model yang dapat digunakan untuk analisis tren atau sering disebut time series ini adalah: - Linier : Y = a + b T - Metode eksponensial : Y = a (e bt ) Y : variabel dependen (tak-bebas) yang dicari trennya X : variabel independen (bebas) dengan menggunakan waktu (dalam tahun) a : konstanta regresi b : koefisien regresi Untuk memudahkan pengolahan dan analisis data dapat memanfaatkan Program Excell atau Program Statistical Package for the Social Sciences (SPSS). 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Perkembangan Bauran Energi Ketahanan energi adalah suatu upaya pemerintah menjamin seluruh masyarakat memiliki 84
3 akses energi. Akses energi ini lebih di te kankan kepada kemampuan masyarakat memperoleh energi di setiap saat dalam berbagai bentuk, cukup kuantitasnya, harga terjangkau, dan tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Oleh karena itu, menciptakan keamanan pasokan energi nasional me rupakan upaya meningkatkan ketahanan energi yang merupakan aspek penting dan strategis dalam upaya menyukseskan pembangunan nasional. Pembaharuan Kebijakan Energi Nasional (KEN) Tahun 2006 dikeluarkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 79 Tahun 2014 merupakan panduan operasional bagi tata kelola kebijakan energi hingga Salah satu sasaran atau target KEN adalah tercapainya bauran energi yang optimal, yaitu pada tahun 2025 peranan energi baru dan energi terbarukan paling sedikit 23%, minyak bumi kurang dari 25%, batubara minimal 30%, dan gas bumi minimal 22% dan pada tahun 2050 peranan energi baru dan energi terbarukan paling sedikit 31%, minyak bumi kurang dari 20%, batubara minimal 25%, dan gas bumi minimal 24%. Pasokan energi primer nasional hingga tahun 2013 mencapai 1,597 miliar Setara Barel Minyak (SBM), tetapi kalau tanpa biomas mencapai 1,314 SBM, masih didominasi oleh energi fosil (minyak bumi, gas bumi, dan batubara). Tingginya pasokan minyak bumi dikarenakan permintaan yang tinggi terhadap produk minyak bumi berupa BBM, dimana BBM merupakan bentuk produk energi final yang mudah digunakan dan menjangkau konsumen yang luas. Selama tiga belas tahun terakhir ( ), pasokan BBM mengalami kenaikan sebesar 2,83% pertahun (perhitungan didasarkan pendekatan model eksponensial ) atau pada tahun 2013 dibutuhkan energi sebesar 616 juta SBM. Namun pangsa minyak bumi dalam bauran energi nasional mengalami penurunan yang semula 59,64% tahun 2000 menjadi 46,83% tahun 2013 (tanpa biomassa). Di sisi lain, pangsa batubara secara bertahap meningkat yang semula hanya 12,91% pada tahun 2000 menjadi 29,31% tahun 2013 atau sekitar 385 juta SBM. Dalam tiga belas tahun, peranan batubara dalam bauran energi nasional cukup signifikan dengan rata-rata meningkat 12,13% pertahun, hal ini sejalan apa yang diamanatkan dalam program Kebijakan Energi Nasional. Demikian pula pertumbuhan pasokan energi terbarukan pada bauran ener gi nasional meningkat sebesar 6,04% per tahun. Adapun pasokan gas alam kecende rungan meningkat secara fluktuatif sekitar 2,52% pertahun. (Gambar 1 dan Gambar 2). Berdasarkan pendekatan model eksponensial, selama tiga belas tahun terakhir pertumbuhan kebutuhan energi nasional rata-rata pertahun adalah sebesar 5,25%. Sektor yang paling banyak membutuhkan ener gi adalah sektor industri dengan pertumbuhan sebesar 4,38% per tahun. Pada tahun 2013 kebutuhan energi di sektor industri sekitar 429 juta SBM. Di sektor industri ini peranan batubara cukup signifikan dan mempunyai peluang terus meningkat. Sektor transportasi mengalami pertumbuhan sebesar 7,79% pertahun dan pada tahun 2013 dibutuhkan energi sebesar 360 juta SBM. Pada sektor transportasi ini sebagian besar dipasok dengan BBM. Sektor rumah tangga menempati urutan ketiga terbesar mengkonsumsi energi, namun relatif tetap, pada tahun 2013 sektor ini membutuhkan energi sebesar 325 juta SBM. Dari sisi pasokan, energi Indonesia masa men datang hingga tahun 2025 masih akan didominasi oleh batubara diikuti oleh minyak bumi dan gas bumi, walaupun pangsa Energi Baru dan Terbarukan (EBT) juga berkembang cukup pesat. Berdasarkan pendekatan simulasi statistika model linier (Gambar 2) terhadap data historis ( ), bauran energi tahun 2025 untuk minyak bumi menjadi sekitar 43,71%, batubara 32,56%, gas alam 20,03% dan sisanya EBT sekitar 3,69%. Adapun tahun 2050 untuk minyak bumi minyak 38,47%, batubara 37,69%, gas alam 20,21% dan sisanya EBT sekitar 3,63% (Gambar 3). Kondisi tersebut tidak sesuai dengan skenario pada KEN. Target peran batubara dan gas alam dapat tercapai, namun yang bermasalah peran minyak bumi masih tinggi (dua kali lipat dari target) dan peran EBT masih sangat rendah (Pusdatin, 2012). 85
4 Gambar 1. Pertumbuhan konsumsi dan pasokan energi primer 3.2 Kendala dan Upaya Peningkatan Pe ran Batubara Dalam Penyediaan Energi Nasional Bahasan peran batubara untuk penyediaan energi nasional diarahkan bagaimana upaya meningkatkan peran batubara dalam bauran energi dan upaya menekan penggunaan BBM Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Program Percepatan MW merupakan salah satu tonggak penting di dalam mempersiapkan ketersediaan energi nasional saat ini dan di masa depan. Landasan hukum program ini adalah Perpres No. 71 Tahun 2006 tentang penugasan kepada PT PLN (Persero) untuk melakukan percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik dengan menggunakan bahan bakar batubara. Perpres No.71/2006 menjadi dasar bagi pembangunan 10 PLTU dengan kapasitas MW di Pulau Jawa dan 30 PLTU dengan kapasitas MW di Luar Pulau Jawa, yang dikenal dengan nama Proyek Percepatan PLTU MW Tahap I. Pembangunan proyek proyek PLTU tersebut guna mengatasi krisis energi listrik yang terjadi sejak 2003 dan Gambar 2. Model perkembangan pasokan energi primer tahun Gambar 3. Perkiraan perkembangan peran energi primer tahun (tanpa biomassa) 86
5 PLTU Labuhan, Kapasitas 2x300 MW PLTU Suralaya, Kapasitas 8,1x660 MW PLTU Paiton 9, Kapasitas 2x660 MW PLTU Bukit Asam-Asam 3-4, Kapasitas 2x65 MW Gambar 4 : PLTU yang termasuk Program Percepatan Pembangunan PLTU MW Tahap I PLTU Labuhan yang terletak di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten adalah termasuk PLTU Program Pembangunan PLTU MW yang pertama beroperasi yang diresmikan oleh Presiden pada pertengahan tahun PLTU Labuhan mempunyai 2 Unit masing-masing berkapasitas 300 MW, dirancang dengan desain bahan bakar batubara berkalori kkal/kg (Gar). Kebutuhan batubara untuk kedua unit tersebut sekitar 2,31 juta ton pertahun. Sedangkan PLTU Asam-Asam saat ini sudah mempunyai empat unit pembangkit mamenunjang program diversifikasi energi untuk pembangkit tenaga listrik menggunakan bahan bakar non minyak bumi dengan memanfaatkan batubara berkalori rendah yang cadangannya tersedia melimpah di tanah air. Berdasarkan survei tahun 2013 dan tahun sebelumnya, teridentifikasi realisasi pembangunan PLTU MW Tahap I, sampai akhir tahun 2012 dapat diselesaikan pembangkit dengan total kapasitas MW yang tersebar di 8 lokasi di Jawa dan 12 lokasi di luar Jawa (Gambar 4). Lokasi-lokasi proyek tersebut adalah di Jawa dengan total MW meliputi : PLTU Labuan (2x300MW), PLTU Suralaya (625 MW), PLTU Lontar (3x315 MW), PLTU Indramayu Unit 1 (330 MW), PLTU Rembang Unit 1 (315 MW), PLTU Paiton (1x660 MW), dan diperkirakan akhir tahun 2012 ini dapat diselesaikan pembangunan PLTU Paci tan (2x315 MW) dan PLTU Pelabuhan Ratu unit 1 (2x350 MW). Kemudian yang di luar Jawa dengan total 977 MW yaitu PLTU Sumbagut (2x200MW), PLTU Lampung (1x100 MW), PLTU Bangka Belitung (30 MW), PLTU Kalsel (2x65 MW), PLTU Sulsel (2x50 MW), PLTU Lombok (2x25 MW), PLTU Gorontalo (2x25 MW), PLTU Amurang (1x25 MW), PLTU NTT (2x6,5 MW), PLTU Bima (2x10 MW), PLTU Jayapura (2x10MW), dan PLTU Maluku Utara (2x7 MW). 87
6 Tabel 1: Perkiraan Kebutuhan Batubara Pada Pembangunan PLTU MW Tahap I No. Nama Proyek / Lokasi Provinsi Kapasitas (MW) Perkiraan Kebutuhan Batubara (Ton) Pulau Jawa 1 PLTU Labuan Banten PLTU Suralaya Baru Banten PLTU Teluk Naga Banten PLTU Jabar Selatan Jawa Barat PLTU Jabar Utara Jawa Barat PLTU Tanjung Jati Baru Jawa Tengah PLTU Rembang Jawa Tengah PLTU Jatim Selatan, Pacitan Jawa Timur PLTU Tanjung Awar-Awar Jawa Timur PLTU Paiton Baru Jawa Timur Jumlah Di luar Pulau Jawa 1 PLTU Meulaboh NAD PLTU Sibolga Baru Sumatera Utara PLTU Medan Baru Sumatera Utara PLTU Sumbar Pesisir Selatan Sumatera Barat PLTU Mantung Bangka Belitung PLTU Air Anyer Bangka Belitung PLTU Bangka Baru Bangka Belitung PLTU Belitung Baru Bangka Belitung PLTU Bengkalis Riau PLTU Selat Panjang Riau PLTU Tj. Balai Kerimun Baru Kepulauan Riau PLTU Tarahan Baru Lampung PLTU Pontianak Baru kalimantan Barat PLTU Singkawang Baru kalimantan Barat PLTU Asam-Asam Kalimantan Selatan PLTU Palangkaraya Kalimantan Selatan PLTU Sampit Baru Kalimantan Tengah PLTU Amurang Baru Sulawesi Utara PLTU Sulut Baru Sulawesi Utara PLTU Gorontalo Baru Gorontalo PLTU Bone Sulawesi Selatan PLTU Kendari Sulawesi Tenggara PLTU Bima Nusa Tenggara Barat PLTU Lombok Batu Nusa Tenggara Barat PLTU Ende Nusa Tenggara Timur PLTU Kupang Baru Nusa Tenggara Timur PLTU Ambon Baru Maluku PLTU Ternate Maluku Utara PLTU Timika Papua PLTU Jayapura Papua Jumlah Jumlah seluruh sing-masing berkapasitas 65 MW. Kehadiran Unit 3 dan 4 yang termasuk Program Pembangunan MW Tahap I, setidaknya dapat mengurangi krisis kebutuhan energi listrik untuk wilayah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, yang beban puncak pemakaian listrik mencapai 380 MW. Dengan beroperasinya PLTU baru tersebut, penggunaan PLTD berbahan bakar BBM dapat ditekan. Pada tahun 2013 dibangun PLTU Asam-Asam Unit 5-6. Adapun kebutuhan batubara untuk empat unit PLTU Asam-Asam tersebut diperkirakan 88
7 sekitar ton per tahun. Jika semua unit rampung, warga baru bisa merasakan kemerdekaan menikmati listrik yang sesungguhnya. Sebab selama ini Kalimantan Selatan menjadi daerah penyuplai batubara nasional dan internasional namun energi yang didapat masyarakat masih sangat kurang. Data hasil survei sampling tersebut digunakan untuk menghitung perkiraan kebutuhan batubara Program MW Tahap I, yang di desain berbahan bakar batubara mutu rendah (Tabel 1). Perhitungan kebutuhan batubara untuk PLTU yang mempunyai kapasitas di atas 100 MW disandarkan pada PLTU Labuhan dan PLTU yang berkapasitas 100 MW ke bawah disandarkan pada PLTU Asam-Asam. Berdasarkan perhitungan, kebutuhan total bahan bakar batubara untuk PLTU MW Tahap I sekitar 37,5 juta ton, dan untuk PLTU yang sudah rampung dibangun sekitar 20,8 juta ton. Dengan masuknya PLTU program MW hingga tahun 2013 diperkirakan kebutuhan batubara menjadi 74,1 juta ton. Langkah antisifatif jaminan pasokan batubara untuk PLTU MW Tahap I telah dilelangkan dengan pola distribusi sepeti pada Gambar 5. Program Pembangunan PLTU MW Tahap I hingga akhir tahun 2013 masih tersisa 12 PLTU dengan total kapasitas sekitar MW dan kebutuhan batubara sekitar 14,2 juta ton. Proyek pembangunan pembangkit berdaya 10 ribu megawatt yang dicanangkan pemerintah pada 2006 sebelumnya ditargetkan selesai seluruhnya pada Namun karena berbagai kendala teknis, pemerintah memundurkan target penyelesaian Tahap I ditargetkan pada awalnya 2012 namun diundurkan lagi selesai pada Banyak kendala yang dihadapi sehingga mengakibatkan keterlambatan penyelesaian proyek. Hasil identifikasi, ditemukan kendala-kendala seperti : Penyelesaian masalah tanah yang berlarut-larut. Standardisasi peralatan pembangkit yang dibuat oleh China berbeda dengan standar internasional yang selama ini digunakan oleh PLN sehingga harus dilakukan perbandingan standar. Gambar 5. Distribusi batubara mutu rendah untuk proyek percepatan MW Tahap I 89
8 SUMATERA KALIMANTAN SULAWESI PLTA : 476 MW PLTP : MW PLTU : 531 MW PLTGB : 16 MW TOTAL : MW PLTU : 548 MW PLTGB : 8 MW PLTG : 280 MW TOTAL : 836 MW PLTA PLTP PLTU PLTGB TOTAL : 190 MW : 145 MW : 360 MW : 16 MW : 711 MW MALUKU PLTP : 35 MW PLTGB : 16 MW TOTAL : 51 MW JAWA - BALI PLTA : MW PLTP : MW PLTU : MW TOTAL : MW NUSA TENGGARA PLTP : 65 MW PLTU : 70 MW PLTGB : 8 MW TOTAL : 143 MW PAPUA PLTU : 116 MW PLN (26 Proyek) : MW (37%) IPP (72 Proyek) : MW (63%) 1221 MW 1804 MW PLTP 280 MW PLTA PLTU 484 MW 64 MW PLTG 340 MW 4585 MW 1269 MW Gambar 6. Pembangkit Program Pembangunan MW Tahap II Kelemahan kontraktor dalam Engineering, Procurement, Construction (EPC) dari Cina pada umumnya tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan kontrak di luar Cina sehingga molor waktu penyelesaian pemasangan peralatan, pembangunan dermaga, hingga kualitas barang yang tidak sesuai spesifikasi. Lokasi proyek yang merupakan hutan bakau dan harus mengurus izin pinjam pakai dari Kementerian Kehutanan. Demikian pula keberadaan lokasi yang relatif dekat dengan pemukiman penduduk, sehingga terjadi demo penolakan warga. Kesulitan kontrak pasokan batubara, hingga spesifikasi batubara yang tidak sesuai dengan desain boiler. Kalau tidak diantisipasi kendala-kendala tersebut tidak menutup kemungkinan target untuk merampungkan sisa pembangunan PLTU yang sudah molor tersebut tetap tidak tercapai. Akibatnya krisis energi listrik terus berlanjut, peng alihan subsidi BBM melalui konversi ke batubara dan subsidi yang diberikan ke- pada PT PLN belum dapat dikurangi, sehingga peng alihan subsidi tersebut belum dapat dialih kan untuk kepentingan sektor lain yang membutuhkan. Berdasarkan hasil studi PT PLN, Pulau Jawa diperkirakan akan mengalami krisis listrik pada tahun 2018 akibat pertumbuhan beban listrik yang terus meningkat de ngan pertumbuhan per tahun yang mencapai sekitar sembilan persen tidak sejalan dengan tambahan pembangkit listrik ( Keterlambatan ini menyebabkan rencana proyek percepatan pembangunan pembangkit listrik MW tahap II belum bisa berjalan. Program pemerintah tidak sampai di situ karena kebutuhan energi listrik secara nasional dirasa masih kurang, sehingga pada tahun 2012 telah diatur lagi melalui Permen ESDM proyek pembangunan MW Tahap II dalam kurun waktu Dari sumber energinya, program pembangunan MW Tahap II tidak lagi berbasis batubara tertapi melalui diversifikasi sumber 90
9 Gambar 7. PLTU Mulut Tambang PT GH EMM Indonesia, 2x113,5 MW Simpang Belimbing, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan energi dengan tumpuan pada panas bumi, batubara dan air. Yang membangunnya pun bergeser lebih banyak yang dibangun oleh swasta (IPP) dibanding PT PLN (Gambar 6). Di samping program pemerintah tersebut, yaitu Pembangunan PLTU MW Tahap I dan Tahap II, juga ada program pembangunan PLTU batubara mulut tambang, seperti yang terdapat di Provinsi Sumatera Selatan yang dikenal sebagai lumbung energi, yaitu: a. Baru selesai dibangun : Pada Tahun 2012 ini baru beroperasi PLTU swasta (IPP) mulut tambang pertama yang beroperasi di Indonesia, yaitu PLTU Simpang Belimbing PT GH EMM Indonesia dengan investor dari China. PLTU Simpang Blimbing, dengan kapasitas 2x113,5 MW di Muara Enim masuk ke sistem jaringan listrik Sumatera Selatan. PLTU tersebut berhasil mengimplementasikan teknologi Coal Pre-Drying dengan sukses pertama di Indonesia dan pertama di dunia. Penerapan teknologi tersebut, untuk upgrading batubara kualitas rendah dengan nilai TM lebih dari 60% dan nilai kalori yang rendah sekitar kkal/kg, sebelum masuk ke boiler. PLTU tersebut membutuhkan batubara mutu rendah 2,1 juta ton/tahun dan dipasok dari tambang IUP sendiri yang tidak jauh dari lokasi PLTU (1,5 km), dengan ca- dangan tertambang 65 juta ton (Gambar 7). b. Tahap Konstruksi : - PLTU Keban Agung dengan kapasitas 2x113,5 MW di Kabupaten Lahat - PLTU Banjarsari dengan kapasitas 2 X 100 MW di Kabupaten Lahat - PLTU Batu Raja 2x10 MW di Kabupaten Ogan Komiring Ulu c. Tahap Lelang : Proyek pembangunan PLTU batubara yang telah dilelang oleh PT PLN (Persero) dengan skema listrik swasta (IPP) untuk lokasi, yaitu : - PLTU Sumsel 5 (2x150 MW) - PLTU Sumsel 6 (2x300 MW) - PLTU Sumsel 7 (2x150 MW) - PLTU Sumsel 8 ( 2X600 mw) - PLTU Extention 2x300 MW Untuk mempercepat mengatasi krisis energi dan sekaligus diversifikasi BBM ke batubara di sektor kelistrikan tidak lain harus PT PLN bersama-sama dengan kontraktor Cina me lakukan percepatan penuntasan realisasi program pembangunan PLTU Tahap I dengan cara menambah tenaga kerja, jam kerja hingga peralatan pendukung. Pengalaman pada Ta hap I agar menjadi cerminan pengerjaan pembangunan MW Tahap II agar dapat mengeliminir kemungkinan kendala yang akan ter jadi. Proyek 91
10 pendampingan pembangunan PLTU batubara di luar program tersebut, perlu di dukung oleh semua pihak. Ini semua untuk mengurangi subsidi BBM dengan penggunaan ba tubara, merangsang pertumbuhan industri. Ha dirnya PLTU ini akan memberi multiplier effect bagi daerah sekitar Percepatan Penerapan Teknologi Pemanfaatan Batubara Sehubungan dengan pelaksanaan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, menyusul Permen ESDM Nomor 01 Tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah (PNT) Mineral melalui pengolahan dan pemurnian, maka perlu langkah untuk mempercepat upaya penyusunan Permen ESDM tentang PNT Batubara melalui pengolahan. Sumber daya batubara Indonesia cukup banyak serta sebagian besar terdiri atas batubara peringkat rendah, sehingga memiliki peluang untuk dilakukan peningkatan nilai tambah melalui teknologi pengolahan yang ada (Permana, 2011). Jenis Teknologi pengolahan batubara antara lain gasifikasi, upgrading, syngas dan Coal Water Mixture (CWM). Disisi pengguna, terdapat peluang untuk mengkonversi bahan bakar BBM oleh batubara khususnya di sektor industri. Yang menjadi tantangan pengembangan teknologi tersebut di Indonesia baru sampai tahap pilot plant yang mengarah ke demo plant. Oleh karena itu dorongan berupa masukan kepada pemerintah untuk mempercepat penerapan teknologi pemanfaatan batubara di Indonesia. Di samping tinggal sedikit dorongan atau insentif dan menjadi ta hapan komersial, juga dari sisi biaya investasinya relatif terjangkau oleh investor (Hudaya, G.K., dkk., 2013). a. Teknologi Gasifikasi Batubara Saat ini teknologi gasifikasi batubara merupakan salah satu pilihan yang tepat untuk mengkonversi batubara menjadi gas karena produk gas dapat diproses lebih lanjut untuk menjadi berbagai produk akhir se perti synthetic natural gas (SNG), BBM, petroche mical, urea dan listrik melalui teknologi integrated gasification combined cycle (IGCC) yang ramah lingkungan. Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara (Puslitbang tekmira) mengembangkan program gasifikasi batubara PLTD dual fuel, gasifikasi batubara untuk syngas, gasifikasi batubara untuk IKM dan satu program lagi yang baru dikembangkan yaitu underground coal gasification (UCG). Program gasifikasi batubara untuk PLTD akan bekerja sama dengan PT PLN untuk diterapkan di PLTD P. Nias dengan kapasitas sekitar 1 MW. Saat ini pengembangan syngas telah sampai membangun process development unit (PDU) dengan menggunakan rancangan sendiri, dan ditargetkan tahun 2015 dapat menciptakan desain pilot plant sebagai langkah menuju komersialisasi produksi bahan baku pupuk urea. Pengembangan pilot plant gasi fikasi mini untuk IKM telah diaplikasikan di pengeringan tembakau dengan kapasitas 4-10 kg/jam, dan saat ini akan dikembangkan dengan kapasitas 20 kg untuk menghasilkan listrik 1 KW dan akan diperbesar hingga 8 KW, dalam rangka percepatan penerapan komersialisasinya. b. Teknologi Coal Water Mixture "Pabrik" Coal water mixture (CWM) dengan menggunakan bahan baku batubara kalori rendah skala percontohan (demonstration plant) dengan kapasitas ton/tahun baru dibangun di Karawang, Jawa Barat, sebagai sarana penelitian yang dikembangkan pihak Jepang menuju komersialisasi. Puslitbang tekmira saat ini mengembangkan CMW berbahan bahan baku batubara bituminus. Sebenarnya tekmira dapat mempergunakan bahan baku batubara kalori jika telah memiliki teknologi upgrading batubara yang ekonomis. Sebagai bahan bakar baru, CWM perlu diperkenalkan dan disosialisasikan secara luas dan terbuka terutama kepada industri-industri yang biasa menggunakan boiler dengan bahan bakar minyak berat. Apalagi hal tersebut ditunjang analisis finansial pembangunan pabrik komersial CWM di Indonesia menunjukkan hasil yang menguntungkan (Hudaya, G.K dkk., 2011). 92
11 Saat ini kebutuhan minyak berat untuk industri yang berada di sekitar Jabodetabek dan Lampung yang berpotensi untuk beralih ke CWM mencapai 2,45 juta kiloliter/tahun dengan biaya sebesar Rp 8,575 triliun (harga minyak berat = Rp. 3,5 juta/kiloliter). Jika industri tersebut beralih ke CWM, maka kebutuhan CWM adalah 4,9 juta kiloliter/tahun dengan biaya sebesar Rp 7,350 triliun (harga CWM = Rp 1,5 juta/kiloliter). Dari pengalihan minyak berat ke CWM ini akan diperoleh penghematan sebesar Rp 1,225 triliun/tahun. c. Teknologi Upgrading Batubara Upgrading batubara pada umumnya dilakukan untuk menurunkan kadar air yang terdapat di dalam batubara tersebut, sehingga nilai kalori meningkat. Proses UBC merupakan salah satu cara penghilangan kadar air dalam batubara melalui proses penguapan (evaporasi). Teknologi Upgrading Brown Coal (UBC) dirancang khusus untuk menghasilkan produk batubara yang menyerupai batubara peringkat tinggi dengan nilai kalor sekitar 6,000 6,900 kkal/kg (adb) dari batubara peringkat rendah yang mumpunyai nilai kalor berkisar 3,500 5,000 kkal/kg (adb), melalui teknik pengurangan kandungan air total (dari 25 50% menjadi <10%). Setelah sukses dengan UBC pilot plant di Palimanan dengan kapasitas 5 ton/hari hasil kerjasama tekmira dengan Kobe Steel (Jepang) sejak tahun 2000, kemudian pihak Kobe Steel melanjutkan ke tahap demonstration plant dengan kapasitas 600 ton produk (1000 ton umpan) per hari di Satui, Kalimantan Selatan. Pada tahun 2011 pabrik demonstration plant tersebut diratakan dengan tanah untuk menandai kesiapan Kobe Steel ke tahap komersialisasi dan menunggu mitra investor yang bersedia menanamkan modalnya Pembangunan smelter berbasis batubara Peraturan Menteri ESDM No 1 Tahun 2014 diterbitkan dalam rangka untuk mengaman kan terlaksananya amanat Undang-Undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, khususnya terkait dengan kewajiban pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri paling lambat tanggal 12 Januari Perusahaan tambang nantinya tidak boleh lagi ekspor bahan tambang mentah, tetapi harus diolah terlebih dahulu untuk meningkatkan nilai tambang. Pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian, tidak selalu terintegrasi atau dimiliki oleh pemegang konsesi pertambangan, tetapi dapat dalam bentuk kerja sama pengolahan dan pemurnian mineral (custom plant). Kementerian ESDM secara terus-menerus melakukan koordinasi dengan instansi terkait untuk menindaklanjuti pelaksanaan dari Peraturan Menteri ESDM No 1 Tahun Hingga tahun 2014 dari 66 perusahaan, puluhan perusahaan yang telah tuntas mendirikan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) tersebut. Pembangunan pabrik peng olahan dan pemurnian mineral tersebut membutuhkan dukungan energi yang sangat besar (Tabel 2). Secara keseluruhan, kebutuhan ener gi listrik diperkirakan sekitar MW. Hal tersebut merupakan peluang sekaligus tantangan yang perlu direspon oleh PT. PLN untuk menggandeng perusahaan smelter tersebut dalam memenuhi kebutuhan energi listriknya Pengendalian Produksi/Ekspor Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, selama 21 tahun terakhir ( ) produksi batubara Indonesia telah meningkat 30 kali lipat, dari 15,935 juta juta ton menjadi sekitar 474,601 juta ton, atau meningkat rata-rata per tahun 17,67%, jauh di atas rata-rata dunia, 3,8%. Jika diasumsikan pertumbuhan produksi tetap tinggi, maka pada tahun 2025 dapat mencapai 741 juta ton, padahal Kebijakan Energi Nasional memproyeksikan sekitar 421 juta ton. Peningkatan produksi yang pesat didorong oleh meningkat tajamnya permintaan ekspor dan permintaan dalam negeri (Suseno, T., dkk., 2013). Saat ini pasar ekspor terbesar Indonesia adalah Jepang, Korea Selatan dan Taiwan, di samping China dan India yang me- 93
12 Tabel 2. Penggunaan energi pada rencana fasilitas pengolahan dan pemurnian No Komoditas Nama perusahaan Produk Smelter Jenis Kapasitas Investasi (USD) Keterangan 1 Bauksit PT. Indonesia Chemical Alumina CGA 300 rb tpy Awal Bauksit PT. Harita Prima Abadi Mineral SGA Tahap I - IV : Bauksit PT. Karya Utama Tambangjaya SGA Tahap I - III : Bauksit Indo Kapuas Alumina SGA tpy Bauksit Kendawangan Putra Lestari Bauksit Putra Alam Lestari SGA 3 x 600 ribu tpy Bauksit Dutam Mineral Bauksit Tanjung Air Berani SGA tpy Bijih Besi PT. Krakatau Posco Steel Billet, Construction steel) Bijih Besi PT. Meratus Jaya Iron Steel Sponge Iron, Slab, Billet Bijih Besi PT. Delta Prima Steel Steel Bijih Besi PT. SILO Sponge Iron I: T Besi PT. Kapuas Prima Coal Pig iron II: T Bijih Besi Yiwan Mining Pig Iron dan Steel Billet 1 juta tpy Okt Pasir Besi Sumber Suryadaya Prima Pellet (56-58% Fe) : Pellet, 2016 : Pig Iron 16 Zirkon PT. Monochem Surya Powder, Micronize Sudah 17 Zirkon PT. Irvan Prima Pratama Pasir Zirkon 18 Zirkon PT. Tatanan Indah Cemerlang (62-65% ZrO2) (concentrator) 19 Zirkon PT. Karya Res Lisbet 20 Zirkon PT. Katingan Inmas Sarana Powder (62% ZrO2) 3 rb tpm (concentrator) 21 Zirkon CV. Harapan Mandiri (65-66% ZrO2 3-7 rb tpm Zirkon PT. Zirmet Mining (66,6% ZrO 2) 3-5 rb tpm Zirkon CV. Usaha Maju 65-66% ZrO Zirkon Takaras Inti Lestari, PT Zircon Concentrat 65,5% 3000 ton per bulan - 25 Zirkon PT. BUMI KENCANA SENTOSA Sand Zirkon (65,5% ZrO2) tpm - 26 Zirkon PT Borneo Lintas Serawak Zirkonia - - sudah berdiri pabrik pengolahan dan sudah beroperasi Agustus 2013 (masih konsentrat zirkon) 27 Zirkon PT. Lubuk Katingan Perdana Pasir Zirkon I 5 rb tpm (45-55% ZrO2) Zirkon CV. Agung Persada ZrSiO4 (60-65% ZrO2 ) Nikel Cahaya Modern Metal Industri NPI tpy Agu Nikel PT. Indoferro NPI tpy Sudah berdiri Nikel Integra Mining Nusantara NPI (Ni 7-10%) Tahap I NPI tpm; tahap II NPI Tahap I (Rp 91 Miliyar); Tahap tahap 1 (Trial dengan 1 cupola furnace bulan 32 Nikel Bintang Delapan Mineral - FeNi (10-15% Ni) Awal Nikel Bintang Delapan Energi - 34 Nikel Elit Kharisma Utama 35 Nikel Konawe Nikel Nusantara FeNi (10% Ni) Nikel Kembar Emas Sultra NPI (14-16% Ni) rb Akhir 2013 (trial Mini Smelter) 37 Nikel PT Karyatama Konawe Utara NPI tpy Kuartal I Nikel Mingzhu Internasional Co. Ltd (PT Genba Multi Mineral dan PT Hengjaya Mineralindo) NPI 300 tpd Nikel Bhineka Sekarsa Adidaya NPI tpy Nikel Fajar Bhakti Lintas Nusantara 41 Nikel Gebe Sentra Nickel FeNi (Ni 10-16%) Nikel Ang and Fang Brothers FeNi 140 tpd Nikel Aquila Nikel (Solway Group) FeNi 81,400 tpy Nikel PT. Nusajaya Persadatama Mandiri NPI 72,000 tpy Nikel PT PAM METALINDO FeNi tpy Nikel PT. Macika Mineral Industri FeNi tpy Januari 2016 kapasitas 17,893 Ton/th FeNi s.d 47 Nikel PT. Sambas Mineral Mining FeNi tpy Nikel PT. Jilin Metal Indonesia (Billy Group) FeNi Tahap I: ton FeNi, tahap II: Nikel PT BOSOSI PRATAMA Sponge Ni 52,000 tpy Nikel Wanatiara Persada 51 Nikel Rimba Kurnia Alam FeNi (10-16% Ni) Nikel Cinta Jaya Feni (10-14% Ni) Nikel PERNICK SULTRA, PT FeNi (12-15% Ni) 14 rb (tpy) Tahap awal Nikel COR Industri Indonesia (Central Omega Group) NPI tpy Nikel Anugerah Sakti Utama NPI tpy Nikel PT Stargate Pacific Resources tpy FeNi (12%) dan SS Seri Nikel PT. Surya Saga Utama 900 tpm NPI Nikel PT. Putra Mekongga Sejahtera tpy Sponge Nikel Mangan PT. Indotama Ferro Alloy FeMn Mangan PT. Century Metalindo SiMn rb tpy sudah berdiri smelter mangan sudah berdiri smelter mangan 61 Mangan PT. Asia Mangan Group High Carbon FeMn tpy Akhir Timbal dan PT. Lumbung Mineral Sentosa Bullion Lead 80 tpd Akhir 2014 Seng 63 Zeolit PT. Panja Multi Mineralindo Zeolit Powder dan Granul - - Sudah dilakukan pengolahan sesuai batasan 64 Zeolit Bojong Buana Mineralindo, PT Zeolit Granular dan 16 rb tpy - sudah berdiri 2007 Powder (KTK = 108) 65 Kaolin PT. Garuda Artha Resources Powder, Pellet, Lump 36 rb tpy Kaolin WAHAH TEKMINDO, PT Noodle tpy - sudah berdiri dari tahun
13 rupakan buyer baru bagi Indonesia. Meningkatnya permintaan China dan India di masa datang akan menambah tingginya kecenderungan perminta an ekspor. Belum adanya keseimbang an antara permintaan dan pemasokan batubara pada tataran dunia, terlihat dari tingginya tingkat pertumbuhan ekspor Indonesia yang mencapai 16,51%. Lagi-lagi, proyeksi ekspor batubara tanpa adanya pembatasan, pada tahun 2025 akan mencapai 509,3 juta ton, padahal kebijakan ekspor memproyeksikan sekitar 185 juta ton. Ketika semua proyek Percepatan pembangunan PLTU MW telah beroperasi yang ditargetkan pada tahun 2014 (mundur target semula tahun 2010), dan proses konversi pada industri terus berkembang, diperkirakan konsumsi batubara Indonesia akan mencapai 90 juta ton atau meningkat hampir dua setengah kali lipat dibanding tahun Diperkirakan pada tahun 2025 konsumsi batubara dalam negeri mencapai 236 juta ton. Hal ini telah diproyeksikan sebagaimana termuat pada Kebijakan Energi Nasional yang menargetkan peranan batubara pada bauran energi nasional minimal 30%. Trend atau perkembangan peningkatan produksi dan penjualan (konsumsi) dalam ne- geri (domestik) dan ekspor dalam 10 tahun terakhir ( ) secara pendekatan statis tik mengikuti model linear positif artinya ke naikan pertahunnya semakin meningkat. Dengan asumsi mengikuti model linier tersebut, diperoleh gambaran proyeksi untuk masa mendatang ( ) seperti diperlihatkan pada Gambar 8. Pada gambar tersebut gambaran proyeksi masa mendatang disebandingkan dengan rencana yang telah dibuat, terlihat perbedaan yang sangat signifikan. Perbedaan dari kedua proyeksi tersebut terletak pada perbedaan proyeksi ekspor (Suherman I., 2009 dan Saleh R., 2012). Dengan disahkannya UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Permen Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pengutamaan Pemasokan Kebutuhan Mineral dan Batubara Untuk Kepentingan Dalam Negeri, dan Permen Nomor 17 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Mineral dan Batubara, serta di sisi lain gambaran kenaikan tingkat produksi yang cenderung semakin meningkat tajam, merupakan tantangan terutama bagi pemerintah yang memegang kendali kebijakan, bagaimana upaya pengelolaan batubara sebagai komoditi ekspor di samping sebagai sumber energi primer bagi dunia industri di Indonesia. Dengan perkataan 800 PROYEKSI y = 156,6x + 277,2 747 (Juta ton) KONDISI SAAT INI Juta Ton y = 125,8x + 210,6 590 y = 30,1x + 70, JutaTon RENCANA Produksi Domestik Ekspor Domestik Produksi Linear (Ekspor) Ekspor Linear (Domestik) Linear (Produksi) Domestik Ekspor Produksi keterangan : Hasil pengolahan dan analisis Gambar 8 : Gambaran Kondisi Saat Ini, Proyeksi dan Rencana Produksi, Penjualan Domestik dan Ekspor Batubara Indonesia 95
14 lain adalah tantangan mengendalikan tingkat produksi batubara dan ekspor serta jaminan pasokan batubara untuk kepentingan dalam negeri (Suherman I., 2009 dan Saleh R., 2012). Satu hal yang perlu juga disadari adalah bahwa batubara termasuk sumber daya tak terbarukan, berimplikasi terhadap keterbatasan waktu pemanfaatannya, oleh karena itu memerlukan kebijakan dalam pengelolaannya, agar terwujud transformasi manfaat yang dapat dirasakan masyarakat tidak sebatas hanya pada waktu selama umur tambang saja (Ginting, 2010) Pembangunan Infrastruktur Perusahaan tambang batubara yang ada, yang termasuk perusahaan kontraktor PK- P2B (sistem perijinan sebelum menjadi IUP) mempuyai terminal pelabuhan batubara sendiri dengan ditunjuang sarana dan prasarana lainnya seperti jalan tambang, belt conveyor, juga armada dump truck yang cukup lengkap. Demikian pula perusahaan tambang batubara dengan ijin daerah, IUP, mempunyai pelabuhan angkut yang umumnya gabungan beberapa perusahaan, dan bermitra dengan yang punya armada angkutan. Lain halnya dengan perusahaan tambang batubara BUMN, yaitu PT Tambang Bukit Asam (PTBA) yang lokasi tambang yang terpusat di Muara Enim, Kabupaten Tanjung Enim mempunyai terminal pelabuhan batubara yang terpisah cukup jauh yaitu di Kertapati, Kota Palembang dan di Tarahan, Lampung. Selama ini dihubungkan dengan rel kereta api dengan babaranjangnya milik PT KAI. PTBA bermintra dengan mitra investor asing, saai ini sedang merampungkan pembangunan rel kereta api double track. Tantangan sistem transportasi batubara yang sudah sangat mendesak adalah pembangunan jalur transportasi yang terpisah dengan jalan umum, seperti rencana proyek pembangunan jalan khusus batubara di Provinsi Sumatera Selatan dan Jambi. Adapun sistem pemberlakuan jam angkut batubara menggunakan jalan umum dan pembatasan tonase angkut menjadi tantangan tersendiri. 4. KESIMPULAN Peran minyak bumi dalam bauran energi masih dominan, karena karakteristik minyak bumi dalam bentuk BBM merupakan bentuk produk energi final yang mudah digunakan dan menjangkau konsumen yang luas. Keberhasilan konversi minyak tanah ke gas belum mampu mengangkat peran energi gas dalam bauran energi, karena masih terbatasnya pasokan untuk dalam negeri sementara ekspor te rus berkembang. Demikian pula peran energi baru dan terbarukan, meskipun ada kemajuan, namun belum dapat berbicara banyak. Energi gas dan EBT kelihatannya akan prospek di masa mendatang sejalan kebijakan yang diperankan pemerintah saat ini dan program ke depannya yang memprioritaskan dua sumber energi primer tersebut. Tidak seperti energi gas dan EBT, energi batubara telah berperan dalam bauran energi nasional semula 12,91% pada tahun 2000 meningkat menjadi 29,31% tahun Peran batubara dalam bauran ener gi masih akan meningkat hingga puncaknya pada tahun 2025 yang ditargetkan minimal 30%, kemudian perannya diturunkan menjadi minimal 25%, demikian pula peran minyak bumi kurang dari 20% dan digantikan oleh pe ranan energi baru dan energi terbarukan pa ling sedikit 31%, serta peran gas bumi minimal 24% pada tahun Tantangan ke depan bagaimana menyin kronkan program pengembangan diversifikasi dari dominasi minyak bumi ke batubara, gas dan EBT yang optimal. Untuk pengembangan peran gas, antara lain kebijakan menambah pasokan dalam negeri dengan mengendalikan ekspor. Untuk pengembangan peran EBT antara lain menggenjot pengembangan/pembangunan panas bumi, tenaga air, bioenergi, dan energi surya. Untuk meningkatkan peran batubara dalam penyediaan energi nasional secara berkelanjutan, maka batubara harus dicadangkan sebagai energi nasional. Kemudian diintegrasikan dengan konsep penambangan berbasis konservasi melalui pengendalian produksi atau ekspor yang selama ini dikaitkan 96
15 dengan pemikiran konvensional dalam mengejar target penerimaan negara. Keberadaan teknologi dan pemanfaatan teknologi pengolah an yang mampu memberikan revenue lebih besar kepada pelaku usaha, menjadi faktor penentu bagi keberhasilan peningkatan nilai tambah batubara (Permana, 2011). Pemba ngunan transportasi batubara melalui kereta api double track di Provinsi Sumatera Selatan dan proyek jalur transportasi truk batubara terpisah dari jalan umum seperti di Provinsi Sumatera Selatan dan di Provinsi Jambi demikian pula di wilayah lain nya, serta membangun stockyard/stockpile, akan sangat berarti untuk kelancaran pasokan distribusi batubara, baik untuk dalam dan luar negeri (Suseno dkk., 2009). Pencadangan alokasi batubara yang telah dipetakan oleh Pusat Sumber Daya Geologi terutama di wilayah yang masih potensial seperti di Sumatera, Kalimantan dan Papua, dapat dijadikan bagian pen ting bagi masukan kebijakan pemerintah dalam penyediaan energi nasional. DAFTAR PUSTAKA Directorate General of Mineral and Coal, 2014, Indonesia Mineral and Coal Information 2014, Jakarta. Ginting, D, 2010, Kebijakan dan prospek pengelolaan batubara di Indonesia, Buletin Sumber Daya Geologi, Volume 5 No pln-sebut-2018-pulau-jawa-alami-krisis-listrik. html, 12/03/2014. Hudaya G.K. dan Umar, D.F., 2011, Pra Studi Kelayakan Finansial Pembangunan CWM di Indonesia (Proses Upgrading Berteknologi Hot Water Drying), Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara, Vol. 7, No.3, Januari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Tinjauan Ekonomi Dan Keuangan, Volu me 1 Nomor 5 Mei Kementerian Energi dan Sumber Daya Mine ral, 2009, Peraturan Menteri Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pengutamaan Pemasokan Kebutuhan Mineral Dan Batubara Untuk Kepentingan Dalam Negeri. Permana D., 2011, Peluang dan Tantangan Peningkatan Nilai Tambah Batubara, Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara, Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara, Vol. 7, No.1, Januari Republik Indonesia, 2014, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional. Republik Indonesia, 2009, Undang Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Energi Sumber Daya Mineral, 2012, Kajian Supply Demand Energy. Saleh R., 2012, Domestic Market Obligation (DMO) Policy And Its Implementation Strategies, Indonesian Mining Journal Vol. 15, No. 1, February 2012 : Suherman, I., 2009 Masa Kini dan Masa Depan Batubara Indonesia, Prosiding Kolokium Pertambangan 2009, Puslitbang Teknologi Mineral Dan Batubara. Suherman, I., Suhendar, Suseno T, dkk., 2011, Analisis Tata Pemasokan dan Permintaan Batubara Untuk PLTU Eksisting dan Program Pembangunan PLTU MW. Suseno T., Haryadi, H., 2013., Analisis Kebijakan Pengendalian Produksi Batubara Nasional Dalam Rangka Menjamin Kebutuhan Energi Nasional, Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 9, Nomor 1, Januari 2013 : Hudaya, G. K., dkk., 2013, Kajian Percepatan Penerapan Teknologi Pemanfaatan Batubara di Indonesia, Puslitbang Teknologi Mineral Dan Batubara. 97
DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
Bahan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Disampaikan Pada Koordinasi dan Sosialisasi Mineral dan Batubara Jakarta, 6 Februari 2014 DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER
Lebih terperinciREPUBLIK INDONESIA SEKTOR KETENAGALISTRIKAN
REPUBLIK INDONESIA PROGRAM PERCEPATAN SEKTOR KETENAGALISTRIKAN Kamar Dagang dan Industri Indonesia Jakarta, Juli 2006 DAFTAR ISI 1. Taksonomi Sektor Ketenagalistrikan (Berdasarkan UU No. 15/1985 dan PP
Lebih terperinciHASIL PEMERIKSAAN BPK RI TERKAIT INFRASTRUKTUR KELISTRIKAN TAHUN 2009 S.D Prof. Dr. Rizal Djalil
HASIL PEMERIKSAAN BPK RI TERKAIT INFRASTRUKTUR KELISTRIKAN TAHUN 2009 S.D. 2014 Prof. Dr. Rizal Djalil DEPOK, 30 MARET 2015 LANDASAN HUKUM PERENCANAAN BIDANG ENERGI DAN KETENAGALISTRIKAN UU 30/2007 (Energi)
Lebih terperinciREPUBLIK INDONESIA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN HILIRISASI INDUSTRI DALAM RANGKA MENCAPAI TARGET PERTUMBUHAN INDUSTRI NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN HILIRISASI INDUSTRI DALAM RANGKA MENCAPAI TARGET PERTUMBUHAN INDUSTRI NASIONAL Jakarta, 12 Februari 2013 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
Lebih terperinciDUKUNGAN PENYEDIAAN BAHAN BAKU UNTUK PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERBA
DUKUNGAN PENYEDIAAN BAHAN BAKU UNTUK PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERBA Bahan Paparan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Jakarta, 16 Februari 2016 DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN
Lebih terperinciDr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi 1 Pendahuluan Energi Primer Kelistrikan 3 Energy Resources Proven Reserve Coal 21,131.84 million tons Oil Natural Gas (as of 2010) 3,70
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional, penyediaan tenaga listrik di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional, penyediaan tenaga listrik di Indonesia tidak hanya semata-mata dilakukan oleh PT PLN (Persero) saja, tetapi juga dilakukan
Lebih terperinciRingkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009
INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2009 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2009 adalah salah satu publikasi tahunan
Lebih terperinciKebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan
Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan DIREKTORAT JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi dan Pembangkitan
Lebih terperinciARAH KEBIJAKAN ALOKASI SUMBERDAYA MINERAL & BATUBARA UNTUK KEBUTUHAN BAHAN BAKU SEBAGAI SUBSTITUSI IMPOR
ARAH KEBIJAKAN ALOKASI SUMBERDAYA MINERAL & BATUBARA UNTUK KEBUTUHAN BAHAN BAKU SEBAGAI SUBSTITUSI IMPOR DISAMPAIKAN PADA RAPAT KERJA KEMENTRIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2014 DIREKTUR PEMBINAAN PENGUSAHAAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda
Lebih terperinciLaporan Status Progres Pembangunan Fasilitas Pengolahan dan Pemurnian
Laporan Status Progres Pembangunan Fasilitas Pengolahan dan Pemurnian BALI, 21 NOVEMBER 2013 DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL I. Progres Pembangunan Smelter
Lebih terperinciDEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014
OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 23 DESEMBER 2014 METODOLOGI 1 ASUMSI DASAR Periode proyeksi 2013 2050 dimana tahun 2013 digunakan sebagai tahun dasar. Target pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata sebesar
Lebih terperinciKEHANDALAN INFRASTRUKTUR KETENAGALISTRIKAN INDONESIA
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEHANDALAN INFRASTRUKTUR KETENAGALISTRIKAN INDONESIA Disampaikan oleh Hasril Nuzahar Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan
Lebih terperinciEFEKTIVITAS KEBIJAKAN FIT (FEED IN TARIFF) ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI INDONESIA. Nanda Avianto Wicaksono dan Arfie Ikhsan Firmansyah
EFEKTIVITAS KEBIJAKAN FIT (FEED IN TARIFF) ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI INDONESIA Nanda Avianto Wicaksono dan Arfie Ikhsan Firmansyah Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi
Lebih terperinciPOTENSI BATUBARA DI SUMATERA SELATAN
POTENSI BATUBARA DI SUMATERA SELATAN Sumber batubara di Sumsel cukup besar sekitar 22,24 miliar ton (48% dari total sumber daya batubara di Indonesia) tersebar di 8 kabupaten yaitu Kab. Musi Banyuasin,
Lebih terperinciTrenggono Sutioso. PT. Antam (Persero) Tbk. SARI
Topik Utama Strategi Pertumbuhan Antam Melalui Penciptaan Nilai Tambah Mineral Trenggono Sutioso PT. Antam (Persero) Tbk. trenggono.sutiyoso@antam.com SARI Undang-Undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumberdaya alam. Akan tetapi, sumberdaya alam yang melimpah ini belum termanfaatkan secara optimal. Salah satu sumberdaya
Lebih terperinciPEMANFAATAN LOW RANK COAL UNTUK SEKTOR KETENAGA LISTRIKAN
PEMANFAATAN LOW RANK COAL UNTUK SEKTOR KETENAGA LISTRIKAN Di Prersentasikan pada : SEMINAR NASIONAL BATUBARA Hotel Grand Melia,, 22 23 Maret 2006 DJUANDA NUGRAHA I.W PH DIREKTUR PEMBANGKITAN DAN ENERGI
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI
KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI J. PURWONO Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Disampaikan pada: Pertemuan Nasional Forum
Lebih terperinciMateri Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program MW: Progres dan Tantangannya
Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program 35.000 MW: Progres dan Tantangannya Bandung, 3 Agustus 2015 Kementerian ESDM Republik Indonesia 1 Gambaran Umum Kondisi Ketenagalistrikan Nasional
Lebih terperinciLAPORAN KUNJUNGAN PANJA MINERBA KOMISI VII DPR RI KE PROVINSI LAMPUNG PENINJAUN TERMINAL BATUBARA TARAHAN. PT. BUKIT ASAM (Persero) MASA PERSIDANGAN I
LAPORAN KUNJUNGAN PANJA MINERBA KOMISI VII DPR RI KE PROVINSI LAMPUNG PENINJAUN TERMINAL BATUBARA TARAHAN PT. BUKIT ASAM (Persero) MASA PERSIDANGAN I TAHUN SIDANG 2017-2018 KOMISI VII DEWAN PERWAKILAN
Lebih terperinciLUMBUNG ENERGI DAN LISTRIK. Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan. Penerima Penghargaan Energi Prabawa Tahun 2011 S A R I
LUMBUNG ENERGI DAN LISTRIK Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan Penerima Penghargaan Energi Prabawa Tahun 2011 S A R I Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Selatan adalah salah satu Penerima Penghargaan
Lebih terperinciCAPAIAN SUB SEKTOR MINERAL DAN BATUBARA SEMESTER I/2017
CAPAIAN SUB SEKTOR MINERAL DAN BATUBARA SEMESTER I/2017 #energiberkeadilan Jakarta, 9 Agustus 2017 LANDMARK PENGELOLAAN MINERBA 1 No Indikator Kinerja Target 2017 1 Produksi Batubara 477Juta Ton 2 DMO
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini dunia sedang dilanda krisis Energi terutama energi fosil seperti minyak, batubara dan lainnya yang sudah semakin habis tidak terkecuali Indonesia pun kena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Energi adalah bagian yang sangat penting pada aspek sosial dan perkembangan ekonomi pada setiap
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Energi adalah bagian yang sangat penting pada aspek sosial dan perkembangan ekonomi pada setiap bangsa dan negara. Indonesia sebagai negara yang berkembang sangat
Lebih terperinciDisampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan Direktorat
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM. Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar di berbagai pulau
IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Produksi Liquefied Natural Gas (LNG) LNG Indonesia diproduksi dari tiga kilang utama, yaitu kilang Arun, kilang Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan tambang mineral lainnya, menyumbang produk domestik bruto (PDB)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Batubara menempati posisi strategis dalam perekonomian nasional. Penambangan batubara memiliki peran yang besar sebagai sumber penerimaan negara, sumber energi
Lebih terperinciKEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI Disampaikan pada Dialog Energi Tahun 2017 Jakarta, 2 Maret 2017 1 Outline paparan I. Potensi
Lebih terperinciKEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN
KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN Disampaikan pada Diklat Evaluasi RKAB Perusahaan Pertambangan Batam, Juli 2011 Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan minyak bumi dan gas alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan,
Lebih terperinciKAJIAN PERBANDINGAN PENGGUNAAN AKUABAT, MINYAK BERAT (MFO), DAN BATUBARA PADA PEMBANGKIT LISTRIK DI INDONESIA. Gandhi Kurnia Hudaya
KAJIAN PERBANDINGAN PENGGUNAAN AKUABAT, MINYAK BERAT (MFO), DAN BATUBARA PADA PEMBANGKIT LISTRIK DI INDONESIA Gandhi Kurnia Hudaya Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara Gandhi.kurnia@tekmira.esdm.go.id
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK Insider Forum Series Indonesia Energy Roadmap 2017 2025 Jakarta, 25 Januari 2017 I Kondisi
Lebih terperinciNERACA BAHAN BAKAR BATUBARA SAMPAI DENGAN TAHUN 2040
NERACA BAHAN BAKAR BATUBARA SAMPAI DENGAN TAHUN 2040 Oleh : M. Taswin Kepala Subdirektorat Perencanaan Produksi dan Pemanfaatan Mineral dan Batubara Jakarta, 23 Juni 2016 DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kemajuan yang diharapkan oleh setiap negara. Pembangunan adalah perubahan yang terjadi pada semua struktur ekonomi dan sosial. Selain itu
Lebih terperinciOPSI NUKLIR DALAM BAURAN ENERGI NASIONAL
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA OPSI NUKLIR DALAM BAURAN ENERGI NASIONAL Konferensi Informasi Pengawasan Oleh : Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Jakarta, 12
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM PLTU DI INDONESIA
27 IV. GAMBARAN UMUM PLTU DI INDONESIA 4.1. Proses Produksi Listrik PLTU Suralaya PLTU Suralaya merupakan PLTU pertama yang dibangun di Indonesia, berbahan bakar utama batubara dan merupakan PLTU terbesar
Lebih terperinciPEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM
REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM Bahan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Pada Acara Mandiri Investment Forum (MIF) 2015- Infrastructure: Executing The Plan KEMENTERIAN ENERGI
Lebih terperinciPEMBERDAYAAN DAN KEBERPIHAKAN UNTUK MENGATASI KETIMPANGAN. 23 Oktober 2017
PEMBERDAYAAN DAN KEBERPIHAKAN UNTUK MENGATASI KETIMPANGAN 23 Oktober 2017 1 Minyak Solar 48 (Gas oil) Bensin (Gasoline) min.ron 88 Rp.7 Ribu Rp.100 Ribu 59 2 Progress dan Roadmap BBM Satu Harga Kronologis
Lebih terperinciLAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA
2017 LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA BAB I: PELUANG DAN TANTANGAN INDUSTRI BATUBARA 1 1.1. PELUANG INDUSTRI BATUBARA 2 1.1.1. Potensi Pasar 2 Grafik 1.1. Prediksi Kebutuhan Batubara untuk
Lebih terperinciVIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN
185 VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN Ketersediaan produk perikanan secara berkelanjutan sangat diperlukan dalam usaha mendukung ketahanan pangan. Ketersediaan yang dimaksud adalah kondisi tersedianya
Lebih terperinciTentang Pemurnian dan Pengolahan Mineral di Dalam Negeri
Tentang Pemurnian dan Pengolahan Mineral di Dalam Negeri LATAR BELAKANG 1. Selama ini beberapa komoditas mineral (a.l. Nikel, bauksit, bijih besi dan pasir besi serta mangan) sebagian besar dijual ke luar
Lebih terperinciEFISIENSI OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DEMI PENINGKATAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAERAH
EFISIENSI OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DEMI PENINGKATAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAERAH Abstrak Dalam meningkatkan rasio elektrifikasi nasional, PLN telah melakukan banyak upaya untuk mencapai target yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (per-januari 2011). Menyebabkan cadangan minyak akan habis dalam
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cadangan minyak bumi di Indonesia diperkirakan 4,04 miliar barel (per-januari 2011). Menyebabkan cadangan minyak akan habis dalam 12,27 tahun mendatang (Dirjen Migas,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat. Kenaikan konsumsi tersebut terjadi karena salah satu faktornya yaitu semakin meningkatnya jumlah
Lebih terperinciPemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia
Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia Abstrak Dalam menjamin tersedianya pasokan listrik bagi masyarakat, pemerintah telah melakukan berbagai upaya mendukung
Lebih terperinciPENGEMBANGAN PENGUSAHAAN GAS SINTESIS BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKU PUPUK. Sujarwo
PENGEMBANGAN PENGUSAHAAN GAS SINTESIS BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKU PUPUK Sujarwo Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara "tek-mira" sujarwo@tekmira.esdm.go.id S A R I Kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business) minyak dan gas serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat modern saat ini tidak bisa dilepaskan dari energi listrik.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Peningkatan kebutuhan tenaga listrik dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa energi listrik memiliki peran yang strategis dalam mendukung kehidupan
Lebih terperinciOleh: Maritje Hutapea Direktur Bioenergi. Disampaikan pada : Dialog Kebijakan Mengungkapkan Fakta Kemiskinan Energi di Indonesia
Direktorat t Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral STRATEGI DAN PROGRAM KERJA UNTUK MENINGKATKAN AKSES ENERGI DI PERDESAAN DAN PERKOTAAN Oleh:
Lebih terperinciANALISIS STOK BATUBARA DALAM RANGKA MENJAMIN KEBUTUHAN ENERGI NASIONAL. Oleh :
ANALISIS STOK BATUBARA DALAM RANGKA MENJAMIN KEBUTUHAN ENERGI NASIONAL Oleh : Tim Analisis Stok Batubara Dalam Rangka Menjamin Kebutuhan Energi Nasional Drs. Triswan Suseno Drs. Jafril Nugroho W. Wibowo
Lebih terperinciPERSPEKTIF PEMBANGUNAN SEKTOR KETENAGALISTRIKAN INDONESIA. Lia Putriyana dan Arfie Ikhsan Firmansyah
PERSPEKTIF PEMBANGUNAN SEKTOR KETENAGALISTRIKAN INDONESIA Lia Putriyana dan Arfie Ikhsan Firmansyah Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi
Lebih terperinciKekayaan Energi Indonesia dan Pengembangannya Rabu, 28 November 2012
Kekayaan Energi Indonesia dan Pengembangannya Rabu, 28 November 2012 Kebutuhan energi dunia terus mengalami peningkatan. Menurut proyeksi Badan Energi Dunia (International Energy Agency-IEA), hingga tahun
Lebih terperinciINDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI
Juli 2007 INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI Pada Juli 2007, secara tahunan, pertumbuhan tertinggi terjadi pada produksi kendaraan non niaga, sedangkan kontraksi tertinggi terjadi pada penjualan minyak diesel.
Lebih terperinciHILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG
HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG Disampaikan oleh : Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Jakarta, 16 Februari 2016 1 TOPIK BAHASAN A PENDAHULUAN
Lebih terperinciHILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG
HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG Disampaikan oleh : Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Jakarta, 16 Februari 2016 1 TOPIK BAHASAN A PENDAHULUAN
Lebih terperinci5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT
27 5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit yang menjadi salah satu tanaman unggulan
Lebih terperinciLAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA
2016 LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA 2016 Diterbitkan Oleh: PT. Indo Analisis Copyright @ 2016 DISCALIMER Semua informasi dalam Laporan Industri
Lebih terperinciDIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
PROGRAM LISTRIK PERDESAAN DI INDONESIA: KEBIJAKAN, RENCANA DAN PENDANAAN Jakarta, 20 Juni 2013 DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL KONDISI SAAT INI Kondisi
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Analisis Ekonomi dan Kebijakan Bisnis Pemanfaatan Gas Bumi di Indonesia dilatarbelakangi oleh rencana Pemerintah merealokasi pemanfaatan produksi gas bumi yang lebih
Lebih terperinciPerkembangan Pengelolaan Kewajiban Kontinjensi Triwulan II Tahun 2015
Perkembangan Pengelolaan Kewajiban Kontinjensi Triwulan II Tahun 2015 A. Jumlah Eksposur Kewajiban Kontijensi Penjaminan Pemerintah Jumlah eksposur yang timbul dari program penjaminan yang telah diterbitkan
Lebih terperinciLAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA
2017 LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA BAB I: PELUANG DAN TANTANGAN INDUSTRI BATUBARA 1 1.1. PELUANG INDUSTRI BATUBARA 2 1.1.1. Potensi Pasar 2 Grafik 1.1. Prediksi Kebutuhan Batubara untuk
Lebih terperinciMateri Paparan Menteri ESDM
Materi Paparan Menteri ESDM Rapat Koordinasi Infrastruktur Ketenagalistrikan Jakarta, 30 Maret 2015 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Energi Untuk Kesejahteraan Rakyat Gambaran Umum Kondisi Ketenagalistrikan
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PENGELOLAAN KEWAJIBAN KONTINJENSI TRIWULAN III TAHUN 2015
PERKEMBANGAN PENGELOLAAN KEWAJIBAN KONTINJENSI TRIWULAN III TAHUN 2015 A. POSISI EKSPOSUR KEWAJIBAN PENJAMINAN PEMERINTAH (PER 30 SEPTEMBER 2015) 1. Program Penjaminan berdasarkan Jenis Penjaminan: Pihak
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2006 TENTANG
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2006 TENTANG PENUGASAN KEPADA PT. PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) UNTUK MELAKUKAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK YANG MENGGUNAKAN
Lebih terperinciPerkembangan Pengelolaan Kewajiban Kontinjensi Triwulan I 2014
Perkembangan Pengelolaan Kewajiban Kontinjensi Triwulan I 2014 A. Jumlah Eksposur Yang Dimiliki Jumlah eksposur yang timbul dari keempat program penjaminan yang telah diterbitkan Pemerintah adalah sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilakukan dengan mengacu pada Rencana Usaha Penyedian Tenaga Listrik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan Jawa Bagian Barat (UIP JBB) merupakan unit pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan berupa pembangkit tenaga listrik, jaringan
Lebih terperinciBAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI
BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI Indikator yang lazim digunakan untuk mendapatkan gambaran kondisi pemakaian energi suatu negara adalah intensitas energi terhadap penduduk (intensitas energi per kapita)
Lebih terperinciINDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI. Sekretariat Badan Litbang ESDM 2
INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI Andriani Rahayu 1 dan Maria Sri Pangestuti 2 1 Sekretariat Badan Litbang ESDM 2 Indonesian Institute for
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Seiring kemajuan teknologi, kebutuhan akan listrik menjadi kebutuhan utama bagi keberlangsungan hidup manusia, tidak hanya untuk skala rumah tangga terlebih untuk dunia
Lebih terperinciSTRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL
STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL SEMINAR OPTIMALISASI PENGEMBANGAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN MENUJU KETAHANAN ENERGI YANG BERKELANJUTAN Oleh: DR. Sonny Keraf BANDUNG, MEI 2016 KETAHANAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. serta alasan penulis memilih obyek penelitian di PT. X. Setelah itu, sub bab
BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan dalam tesis ini menguraikan latar belakang dilakukannya penelitian dimana akan dibahas mengenai potensi sumber daya panas bumi di Indonesia, kegiatan pengembangan panas
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM. panas yang berlangsung sangat lama. Proses pembentukan (coalification)
IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Pertambangan Batubara Indonesia Batubara merupakan batuan hidrokarbon padat yang terbentuk dari tumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen, serta terkena pengaruh tekanan dan panas yang
Lebih terperinciANALISIS INDUSTRI GAS NASIONAL
ANALISIS INDUSTRI GAS NASIONAL Biro Riset BUMN Center LM FEUI Meningkatnya beban subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) belakangan ini membuat pemerintah berupaya menekan subsidi melalui penggunaan energi alternatif,
Lebih terperinciTUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH : PUTRI MERIYEN BUDI S
TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH NAMA : PUTRI MERIYEN BUDI S NIM : 12013048 JURUSAN : TEKNIK GEOLOGI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2015 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA
Lebih terperinciSOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK
SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK OLEH : SATYA W YUDHA Anggota komisi VII DPR RI LANDASAN PEMIKIRAN REVISI UU MIGAS Landasan filosofis: Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam
Lebih terperinciPulau Ikonis Energi Terbarukan sebagai Pulau Percontohan Mandiri Energi Terbarukan di Indonesia
TEKNOLOI DI INDUSTRI (SENIATI) 2016 Pulau Ikonis Energi Terbarukan sebagai Pulau Percontohan Mandiri Energi Terbarukan di Indonesia Abraham Lomi Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Nasional Malang
Lebih terperinciKEYNOTE SPEECH BIMBINGAN TEKNIS REKLAMASI DAN PASCATAMBANG
KEYNOTE SPEECH BIMBINGAN TEKNIS REKLAMASI DAN PASCATAMBANG Yogyakarta, 19 Juni 2012 DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DAFTAR ISI I. KEBIJAKAN SUBSEKTOR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sumber daya alam atau biasa disingkat SDA adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar hidup lebih sejahtera yang
Lebih terperinciPELUANG PANAS BUMI SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DALAM PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK NASIONAL
PELUANG PANAS BUMI SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DALAM PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK NASIONAL OLEH : SUGIHARTO HARSOPRAYITNO, MSc DIREKTUR PEMBINAAN PENGUSAHAAN PANAS BUMI DAN PENGELOLAAN AIR TANAH DIREKTORAT
Lebih terperinciINSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI
MENUJU KEDAULATAN ENERGI DR. A. SONNY KERAF KOMISI VII DPR RI SEMINAR RENEWABLE ENERGY & SUSTAINABLE DEVELOPMENT IN INDONESIA : PAST EXPERIENCE FUTURE CHALLENGES JAKARTA, 19-20 JANUARI 2009 OUTLINE PRESENTASI
Lebih terperinciPT GOLDEN EAGLE ENERGY Tbk MATERI PAPARAN PUBLIK (PUBLIC EXPOSE)
PT GOLDEN EAGLE ENERGY Tbk MATERI PAPARAN PUBLIK (PUBLIC EXPOSE) JW MARRIOTT HOTEL - 02 JUNI 2016 DAFTAR ISI 1 2 3 4 SEKILAS MENGENAI PERSEROAN TINJAUAN INDUSTRI TINJAUAN KINERJA PERSEROAN STRATEGI PERSEROAN
Lebih terperinciSOSIALISASI DAN SEMINAR EITI PERBAIKAN TATA KELOLA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERBA
SOSIALISASI DAN SEMINAR EITI PERBAIKAN TATA KELOLA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERBA Oleh : Direktur Pembinaan Program Minerba Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM Denpasar, 25
Lebih terperinciKONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040
KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040 Ana Rossika (15413034) Nayaka Angger (15413085) Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai sektor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan perekonomian Indonesia mengalami peningkatan dalam berbagai sektor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2012 sebesar
Lebih terperinciKementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. #Energi Berkeadilan. Disampaikan pada Pekan Pertambangan. Jakarta, 26 September 2017
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral #Energi Berkeadilan Disampaikan pada Pekan Pertambangan Jakarta, 26 September 2017 1 #EnergiBerkeadilan Untuk Kesejahteraan Rakyat, Iklim Usaha dan Pertumbuhan
Lebih terperinciBAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS
BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS 3.1 Kerangka Pemodelan Kajian Outlook Energi Indonesia meliputi proyeksi kebutuhan energi dan penyediaan energi. Proyeksi kebutuhan energi jangka panjang dalam kajian
Lebih terperinciPerkembangan Pengelolaan Kewajiban Kontinjensi Triwulan I Tahun 2015
Perkembangan Pengelolaan Kewajiban Kontinjensi Triwulan I Tahun 2015 A. Jumlah Eksposur Kewajiban Kontijensi Penjaminan Pemerintah Jumlah eksposur yang timbul dari program penjaminan yang telah diterbitkan
Lebih terperinciV. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG
V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA 2015-2019 DAN PELUANG MEMANFAATKAN FORUM G20 Siwi Nugraheni Abstrak Sektor energi Indonesia mengahadapi beberapa tantangan utama, yaitu kebutuhan yang lebih besar daripada
Lebih terperinciProspek dan Tantangan Batubara Indonesia
Prospek dan Tantangan Batubara Indonesia Jeffrey Mulyono PESONA KHATULISTIWA NUSANTARA Seminar Himpunan Mahasiswa Teknik Pertambangan (HMTT) Universitas Trisakti Jakarta, 16 Juni 2015 Bahan Bakar Fosil
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah konsumsi minyak bumi Indonesia sekitar 1,4 juta BOPD (Barrel Oil Per Day), sedangkan produksinya hanya sekitar 810 ribu BOPD (Barrel Oil Per Day). Kesenjangan konsumsi
Lebih terperinciBambang Yunianto. SARI
Implementasi Kebijakan Peningkatan Nilai Tambah Mineral di Indonesia Topik Utama Bambang Yunianto yunianto@tekmira.esdm.go.id SARI Sesuai jiwa Pasal 33 ayat (3) UUD 45, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2006 TENTANG PENUGASAN KEPADA PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) UNTUK MELAKUKAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK YANG MENGGUNAKAN
Lebih terperinciMEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL Oleh: Kardaya Warnika Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan tenaga listrik terus bertambah dari waktu ke waktu, terjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan tenaga listrik terus bertambah dari waktu ke waktu, terjadi peningkatan jumlah pelanggan Perseroan PT PLN (PLN) dari tahun ke tahun, rasio elektrifikasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategi dalam pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk terlibat dalam kegiatan UMKM
Lebih terperinciMenteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015
Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015 Yth. : Para Pimpinan Redaksi dan hadirin yang hormati;
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. batubara sebagai kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Pada saat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki beragam sumber energi, selain minyak bumi juga terdapat gas dan batubara sebagai kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Pada
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki cadangan gas yang cukup besar dan diperkirakan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi hingga 59 tahun mendatang (ESDM, 2014). Menurut Kompas
Lebih terperinci