Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia"

Transkripsi

1 Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia Abstrak Dalam menjamin tersedianya pasokan listrik bagi masyarakat, pemerintah telah melakukan berbagai upaya mendukung PT. PLN Persero dalam meningkatkan layanannya. Kajian ini menyampaikan beberapa dukungan pemerintah tersebut dan evaluasinya terhadap kinerja PLN. Kinerja ini lebih dilihat dari efisiensi dalam pemberian layanan kepada masyarakat. Selain itu juga disampaikan hasil dari upaya penghematan energi listrik yang disampaikan pemerintah sebagai salah satu upaya pengurangan biaya pokok penyediaan listrik. A. Pendahuluan PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero merupakan perusahaan penyedia listrik utama negara. Dalam operasionalnya untuk memberikan pasokan listrik bagi Indonesia, PLN telah melakukan berbagai upaya untuk meringankan beban masyarakat dalam membayar listrik yang telah digunakan. Upaya tersebut juga dibantu oleh Pemerintah agar listrik dapat dinikmati seluruh masyarakat dengan tarif yang relatif rendah. Upaya pemerintah ini dilakukan melalui berbagai cara. Dalam kajian ini akan menyampaikan bagaimana progress dari masing-masing kebijakan pemerintah yang kemudian ditindaklanjuti oleh PLN. B. Dukungan Pemerintah terhadap PLN dan Tindak Lanjutnya Sejak 2010, PLN telah memberikan dukungan yang tidak hanya berupa subsidi. Diantaranya dapat dilihat pada tabel 1 berikut: Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN Setjen DPR-RI 1

2 - Memberikan pinjaman lunak kepada PLN sebesar Rp 7,5 triliun dalam APBNP 2010 dengan jangka waktu pengembalian tahun dengan masa tenggang 5 tahun. Tabel 1. Dukungan Pemerintah terhadap PT. PLN (Persero) Memberikan - Memberikan - Memberikan jaminan penuh jaminan penuh jaminan kepada terhadap atas kewajiban kreditur pembayaran pembayaran perbankan/badan kewajiban PLN pinjaman PLN usaha yang turut kepada kreditur kepada kreditur berperan serta perbankan yang perbankan dalam menyediakan sebesar Rp 623 pembangunan pendanaan/kredit miliar Percepatan untuk proyekproyek Pembangunan Pembangkit pembangunan Tenaga Listrik pembangkit listrik tahap I dan II (FTP MW) - Tambahan margin subsidi listrik sebesar 3% sehingga menjadi 8%, untuk meningkatkan kapasitas pendanaan eksternal PLN. - Pemerintah mengalokasikan dana untuk kewajiban penjaminan sebesar Rp 1.000,0 miliar untuk PLN sebagai jaminan atas kemungkinan terjadinya default. - Meningkatkan kapasitas pendanaan eksternal PLN dengan menaikkan margin subsidi listrik menjadi 8% - Memberikan margin kepada PLN dalam rangka pemenuhan persyaratan pembiayaan investasi sebesar 7% (tujuh persen) - Memberikan margin kepada PLN dalam rangka pemenuhan persyaratan pembiayaan investasi sebesar 7% (tujuh persen) Sumber: - Nota Keuangan, Kementerian Keuangan, , 1. Subsidi Listrik - Memberikan jaminan kepada kreditur perbankan/badan usaha yang turut berperan serta dalam pembangunan Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik tahap I dan II - Memberikan margin kepada PLN dalam rangka pemenuhan persyaratan pembiayaan investasi sebesar 7% (tujuh persen) Subsidi listrik merupakan bagian dari pos belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Subsidi juga diberikan demi terjaganya stabilitas pasokan listrik negara. Alasan lain mengapa subsidi diberikan adalah karena subsidi dapat menutup kerugian yang dialami PLN dalam memproduksi listrik. Dalam menyediakan pasokan listrik, PLN dibebani dengan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik yang cukup tinggi, sementara itu, tarif yang dibebankan kepada pelanggan lebih rendah dari biaya produksinya, yaitu BPP. Meskipun demikian, Pemerintah sendiri berupaya untuk mengurangi nilai subsidi listrik ini, dengan harapan, nilai yang tadinya digunakan untuk subsidi dapat dipindahkan untuk pembiayaan program Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN Setjen DPR-RI 2

3 pembangunan lainnya. Upaya ini dilakukan dengan menaikkan tarif dasar listrik. Tentunya tidak seluruh masyarakat menjadi obyek dari kenaikan tarif listrik ini, mengingat masih banyak penduduk Indonesia yang masih tergolong kurang mampu. Subsidi listrik diprioritaskan bagi konsumen tidak mampu (450 s.d VA), tarif lainnya ditetapkan sesuai BPP dan keekonomian secara bertahap. Bulan Mei 2014 ini merupakan awal dari pemberlakuan Peraturan Menteri ESDM Nomor 09 Tahun 2013 tentang tarif tenaga listrik yang disediakan oleh PLN. Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa untuk pelanggan industri menengah (I-3) daya di atas 200 kva go public, dan pelanggan industri besar (I-4) daya kva akan dilakukan penyesuaian tarif tenaga listrik secara bertahap setiap 2 (dua) bulan. Kenaikan tarif tenaga listrik ini ditujukan hanya untuk Industri menengah dan industry besar, karena kelompok industry tersebut dianggap mampu membiayai pemakaian listriknya tanpa subsidi dari pemerintah. Dengan adanya kenaikan tarif tenaga listrik untuk industri, maka besaran nilai subsidi ini menurun dari tahun 2013 ke Grafik 1. Perkembangan Subsidi Listrik (dalam milyar rupiah) Sumber: -LKPP, BPK RI, Kenaikan tarif ini oleh PLN dapat digunakan untuk meningkatkan layanannya kepada pelanggannya, dengan menambah pasokan listrik sehingga dapat dirasakan di seluruh area Indonesia. Di beberapa daerah di Indonesia masih banyak yang belum menerima pasokan listrik secara optimal, bahkan di daerah pelosok tidak menerima pasokan listrik sama sekali. Distribusi pasokan listrik tahun 2012 dapat dilihat dari rasio elektrifikasi yang disajikan dalam gambar 1. Ratio elektrifikasi nasional pada tahun 2011 sebesar 72,95%, sedangkan pada tahun 2012 mengalami kenaikan menjadi 75,30%. Untuk tahun 2013, rasio elektrifikasi nasional ditargetkan sebesar 77,65%, dan ini akan terus ditingkatkan menjadi 80% pada tahun Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN Setjen DPR-RI 3

4 Gambar 1. Rasio Elektrifikasi Indonesia Tahun 2012 Sumber: Dirjen Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM, Dukungan Pinjaman dan Penjaminan Pinjaman untuk Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Mw Dalam rangka mewujudkan target rasio elektrifikasi di atas dan penyediaan listrik yang tarifnya lebih murah, maka Pemerintah dan PLN merencanakan penambahan kapasitas pembangkit dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga listrik. Berdasarkan RUPTL PLN , pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik diproyeksikan sekitar 8.46% pertahun dan kapasitas pembangkit sebesar MW hingga tahun 2020 atau rata-rata MW pertahun. Untuk memenuhi target penambahan daya, Pemerintah telah menugaskan PLN untuk melaksanakan percepatan pembangunan sejumlah stasiun pembangkit, yang kemudian dikenal dengan Program Pembangunan Pembangkit Mw Tahap 1 (FTP-1), yang disusul dengan program lanjutannya, Program Pembangunan Pembangkit Mw Tahap 2 (FTP-2). Program Percepatan Pembangunan Pembangkit Mw Tahap 1 (FTP-1) dilakukan dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara di 37 lokasi di Indonesia, yang meliputi 10 lokasi dengan jumlah kapasitas Mw di Jawa Bali; 12 lokasi dengan kapasitas Mw di Indonesia Barat dan 15 lokasi dengan kapasitas 885 Mw di Indonesia Timur. Komposisi pendanaan untuk program ini adalah 85% dari pinjaman perbankan yang sepenuhnya dijamin oleh Pemerintah sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia (PP) No. 91 Tahun 2007 pengganti dari PP No. 86 Tahun 2006 Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN Setjen DPR-RI 4

5 tentang Pemberian Jaminan Pemerintah untuk Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik yang Menggunakan Batubara, sedangkan sisanya 15% bersumber dari dana internal PLN. Pinjaman perbankan untuk proyek pembangkitan adalah sebesar US$5,1 miliar untuk kebutuhan pendanaan porsi mata uang asing dan Rp21,7 triliun untuk kebutuhan pendanaan porsi mata uang lokal. Pinjaman perbankan untuk proyek transmisi yang terkait langsung dan tidak langsung dengan proyek percepatan Mw adalah sebesar US$116 juta untuk kebutuhan pendanaan porsi mata uang asing dan Rp4,8 triliun untuk kebutuhan pendanaan porsi mata uang local. 1 Secara keseluruhan, pembangkit program FTP-1 yang telah beroperasi sampai dengan akhir tahun 2012 sebesar Mw, yaitu: 1. PLTU 1 Banten Suralaya 1 x 625 Mw, 2. PLTU 2 Banten Labuan 2 x 300 Mw, 3. PLTU 3 Banten Lontar 3 x 315 Mw, 4. PLTU 1 Jawa Barat - Indramayu 3 x 330 Mw, 5. PLTU 1 Jawa Tengah Rembang 2 x 315 Mw, 6. PLTU 2 Jawa Timur Paiton 1 x 660 Mw, 7. PLTU Sulawesi Utara Amurang 2 x 25 Mw, 8. PLTU Sulawesi Tenggara Kendari 1 x 10 Mw. Dengan kata lain, pernambahan daya menurut lokasi geografis menunjukkan bahwa: (1) Area Jawa-Bali mendapatkan penambahan daya sebesar 4.450Mw, (2) Sistem Indonesia Timur mendapatkan penambahan daya sebesar 60Mw. 2 Berikut jumlah pembangkit yang aktif hingga tahun Tabel 2. Jumlah Unit Pembangkit PT. PLN hingga 2012 Tahun PLTA PLTU PLTG PLTGU PLTP PLTD PLTMG PLT Surya PLT Bayu , , , , , , , , , Sumber: Statistik PLN, 2012 Sementara itu, percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan energi terbarukan (panas bumi dan hidro), batubara, dan gas dipusatkan pada Program Percepatan Pembangunan Pembangkit Mw Tahap 2 (FTP-2). Pendanaan pembangunan pembangkit ini akan bersumber dari APBN, Anggaran PLN, pinjaman lunak dan pinjaman 1 Annual Report PLN, Annual Report PLN, 2012 Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN Setjen DPR-RI 5

6 bentuk lainnya. Hingga saat ini, menurut PLN pembangkit yang sudah beroperasi dari FTP-2 ini hanyalah PLTP Patuha 1x55 Mw, sedangkan mayoritas proyek FTP-2 baru akan selesai di Adapun hal-hal yang menjadi hambatan dalam proses pembangunan antara lain: 1. Aspek Regulasi Perijinan penggunaan lahan: Sebagian besar lokasi pengembangan pembangkit terletak di kawasan hutan lindung / hutan konservasi/ taman nasional, khususnya PLTP. Pembebasan Lahan: Adanya opini bahwa PLN adalah bukan Pemerintah, sehingga pembebasan lahan harus dilakukan dengan pola business-to-business yang lebih menyita waktu dan biaya. Ketidakpastian waktu dan proses perijinan. Pengembang meminta waktu eksplorasi paling lambat 5 tahun (sesuai UU 27/2003 & PP 59/2007), sehingga COD minimal 7 tahun, berdampak mundurnya COD proyek PLTP FTP II. 2. Aspek Pendanaan Alokasi risiko yang belum diatur dengan jelas, menjadikan faktor risiko sebagai terms yang harus dinegosiasikan. Pengembang meminta kepastian bentuk jaminan kelayakan usaha PLN. Kebutuhan dana equity yang besar yang umumnya diperlukan untuk eksplorasi. 3. Aspek Teknis Potensi cadangan uap pada pembangkit PLTP tidak ada atau lebih kecil dari perkiraan. Pemindahan lokasi pembangkit, karena kondisi lokasi tidak memungkinkan dibangun pembangkit baru. 4 Berdasarkan Permen ESDM No.1 Tahun 2012, maka Proyek Percepatan Pembangkit Mw Tahap II berada di 98 lokasi dengan kapasitas Mw, dengan rincian 26 lokasi dan kapasitas Mw akan dibangun oleh PLN, sedangkan 72 lokasi dan kapasitas Mw akan dibangun oleh Indonesia Power Produce (swasta) termasuk jaringan transmisi terkaitnya. 3. Dukungan Peningkatan Margin Usaha dalam Subsidi Listrik Seperti disampaikan sebelumnya, dukungan pemerintah terhadap PLN tidak hanya dalam bentuk pemberian jaminan pinjaman dalam membangun pembangkit baru, namun juga diwujudkan dalam bentuk 3 Investor Daily, 5 Mei PLN targetkan 98% Pembangkit Non-BBM 4 Annual Report PLN, 2012 Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN Setjen DPR-RI 6

7 tambahan margin usha dalam subsidi listrik menjadi 8% pada tahun dan kemudian turun menjadi 7% di tahun 2012 hingga sekarang. Margin subsidi ini diberikan dalam rangka pemenuhan persyaratan pembiayaan investasi PLN. Dalam memasok listrik Indonesia, PLN menghadapi risiko antara lain fluktuasi nilai tukar, suku bunga, harga energi primer dan risiko proyek. Untuk menjaga agar PLN tidak mengalami kesulitan likuiditas dan pendanaan, maka Pemerintah memberikan margin usaha. Pemberian margin usaha merupakan upaya agar kondisi keuangan PLN semakin baik dan bankable, yang antara lain ditunjukkan dengan indikator consolidated interest coverage ratio (CICR) di atas dua persen. Tingkat CICR di atas dua persen diperlukan oleh PLN agar dapat memenuhi syarat untuk melakukan penerbitan global bond di pasar internasional. Pendanaan dari obligasi (pinjaman) di pasar internasional tersebut diperlukan untuk pembangunan pembangkit listrik yang merupakan faktor penting dalam menjamin ketersediaan pasokan listrik dan pertumbuhan penjualan tenaga listrik (growth sales) untuk memenuhi peningkatan kebutuhan masyarakat. Kondisi keuangan PLN masih terpengaruh oleh efek krisis keuangan 1998 yang mengakibatkan kurangnya investasi. Akibat depresiasi mata uang rupiah yang besar pada saat krisis tersebut, modal PLN telah menyusut akibat akumulasi kerugian hingga sebesar Rp15 triliun dalam 5 tahun terakhir (sampai dengan 2008). Sekalipun sejak 2009 PLN telah mendapatkan margin PSO sebesar 5% (2009) dan 8% (2010 dan 2011) sehingga secara laporan keuangan PLN telah mencetak laba, likuiditas yang ada hanya cukup untuk menutupi biaya operasional, sehingga belum ada dana internal yang memadai untuk mendukung kegiatan investasi. Grafik 2. Perbandingan Subsidi Pemerintah, Pendapatan, Biaya, Laba, dan Arus Kas Investasi PT. PLN (Persero) (dalam juta Rupiah) Sumber: Annual Report PLN, Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN Setjen DPR-RI 7

8 Bisa dilihat dalam grafik 2 di atas, bahwa kondisi laba operasi yang kecil kurang mampu menaikkan nilai investasi seperti yang diharapkan. Padahal dalam memberikan subsidi dan margin usaha, harapan pemerintah adalah agar investasi PLN lebih mudah tumbuh sehingga infrastrukturnya cepat bertambah. Namun kondisinya tidak demikian, subsidi yang merupakan sumber utama pendapatan PLN selain penjualan tenaga listrik, dimanfaatkan hampir seluruhnya untuk menutup biaya operasi, sehingga meninggalkan laba operasi yang sedikit dan profit margin PLN relative kecil (<20%) dibanding industry manufaktur lainnya yang idealnya mencapai margin laba 20%. Grafik 3. Perkembangan Profit Margin PT. PLN Persero Jenis Pembangkit Sumber: Data Olahan, Annual Report PLN, C. Pemanfaatan Dukungan Pemerintah dalam Operasional PLN Nilai subsidi dari pemerintah ini merupakan sumber pendapatan terbesar kedua bagi PLN. Dalam operasionalnya pendapatan ini digunakan untuk menutup biaya operasional PLN, yang dimana sebagian besar biaya ini diperuntukkan untuk pembelian bahan bakar. Berikut adalah pemanfaatan pendapatan PLN dalam menyediakan pasokan listrik. Kapasitas Terpasang (MW) Tabel 3. Biaya Operasional PLN Sesuai Jenis Pembangkit Jumlah Pembangkit Energi yg Diproduksi (GWh) Bahan Bakar *) Biaya Operasional Rata-rata (juta Rp/GWh) Pemeliharaan Penyusutan Aktiva Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN Setjen DPR-RI 8 Lainlain Pegawai Jumlah PLTA 351, , PLTU 14, , PLTG 2, ,668 2, , PLTGU 8, , , PLTP ,558 1, , PLTD 2,599 4,576 3,484 12, , Sumber: Statistik PLN, 2012 Dari tabel 3, dapat dilihat bahwa biaya operasional per GWh yang paling tinggi adalah untuk pembangkit listrik berbahan bakar minyak (PLTD) namun energy yang diproduksi sangatlah sedikit. Hal ini karena bahan bakar

9 PLTD merupakan bahan bakar dengan harga tinggi dan sangat dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah terhadap US Dollar yang tidak stabil dan cenderung melemah. Selain itu biaya pemeliharaan per Gwh untuk pembangkit ini sangat tinggi dibandingkan dengan pembangkit lainnya. Hal ini merupakan kondisi inefisiensi yang hingga kini masih terjadi, karena minyak masih digunakan dan pemakaiannya tidak menunjukkan kondisi penurunan bahkan dari tahun ke tahun cenderung bertambah, seperti terlihat di tabel 4. Tabel 4. Pemakaian Bahan Bakar per Jenis Pembangkit Sumber: Statistik Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM, 2012 Hal yang sama seperti pemakaian BBM, di pembangkit listrik dengan tenaga gas (PLTG) juga terjadi inefisiensi, dimana energy yang diproduksi sedikit namun mengeluarkan biaya yang relative tinggi, terutama biaya bahan bakar, mengingat biaya bahan bakar gas merupakan bahan bakar dengan harga paling tinggi. Berikut perbandingan harga tiap bahan bakar. Grafik 4. Perbandingan Harga Bahan Bakar Pembangkit Listrik Sumber: Statistik PLN, Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN Setjen DPR-RI 9

10 Sementara itu untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang berbahan bakar batubara memproduksi energy paling besar dengan biaya per kwh yang relative lebih kecil. Batubara juga menjadi bahan bakar yang porsinya paling banyak memberikan energy bagi PLN di tahun 2012 (grafik 3). Penggunaan batubara sebagai bahan bakar merupakan efek dari percepatan pembangunan pembangkit mw. Dengan ini berarti PLN makin mempertimbangkan efisiensi dalam operasinya dan dengan adanya fasilitas pembangkit baru berbahan bakar batubara diharapkan penggunaan bahan bakar minyak dapat dikurangi. Grafik 5. Produksi Energi per Bahan Bakar Sumber: Statistik PLN, 2012 Selain optimalisasi penggunaan pembangkit listrik berbahan bakar non-bbm, dalam upaya mengurangi subsidi listrik yang terus meningkat, Pemerintah dan PLN telah mengupayakan untuk melakukan program penurunan susut jaringan (losses) dan meningkatkan peran energi baru terbarukan dalam pembangkitan tenaga listrik. Peran energy baru terbarukan baru akan dimulai setelah program percepatan FTP-2 selesai. PLN berusaha mengurangi besaran susut jaringan sebagai salah satu ukuran keberhasilan peningkatan program efisiensi dan upaya menurunkan BPP untuk mengurangi besaran subsidi. Susut jaringan pada tahun 2012 sebesar 9,21% lebih baik dari tahun 2011 sebesar 9,41%. Pada tabel dibawah, terlihat bahwa angka susut jaringan telah menunjukkan ke arah perbaikan yang signifikan dari tahun ke tahun. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN Setjen DPR-RI 10

11 Grafik 6. Susut Jaringan Sumber: Statistik Ketenagalistrikan, 2013 D. Upaya Penghematan Energi Listrik Pemerintah sejak Juni 2012 telah menghimbau masyarakat untuk melaksanakan penghematan BBM dan listrik. Salah satu kebijakan penghematan tersebut adalah agar dilakukan penghematan penggunaan listrik dan air di kantor-kantor pemerintah serta penghematan penerangan jalan umum. Namun hingga 2013 progress dari program ini belum terlihat, sehingga penghematan belum optimal dilaksanakan. Penghematan penerangan jalan umum baru dilakukan di beberapa kota dengan mengganti jenis lampu jalan menjadi lampu yang hemat energy dan program tersebut baru dimulai tahun 2014 ini oleh kota Solo. Sementara gedung pemerintah baru sedikit yang menerapkan penghematan ini dengan menerapkan konsep green building. E. Penutup Dari beberapa informasi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dukungan pemerintah terkait penyediaan pasokan listrik oleh PLN masih memiliki kondisi yang belum optimal. Meskipun di beberapa area telah mengalami perbaikan namun masih perlu ditingkatkan lagi, seperti pemanfaatan subsidi listrik untuk operasional PLN sehingga memacu pengupayaan investasi PLN untuk infrastruktur yang diperlukan ke depannya. Percepatan pembangunan pembangkit Mw merupakan salah satu efek positif dari dukungan pemerintah, namun pelaksanaannya sedikit terlambat karena adanya beberapa kendala dalam regulasi, pendanaan, dan hal teknis. Selain itu, selama solusi energy baru dan terbarukan belum terwujud maka ada baiknya jika program penghematan energy benar-benar ditegakkan demi pasokan listrik yang berkesinambungan. (MN) 5 5 Referensi - Dukungan Pemerintah terhadap PT. PLN (Persero), Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN, 2010 Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN Setjen DPR-RI 11

DUKUNGAN PEMERINTAH TERHADAP PT. PLN (PERSERO)

DUKUNGAN PEMERINTAH TERHADAP PT. PLN (PERSERO) DUKUNGAN PEMERINTAH TERHADAP PT. PLN (PERSERO) 1. Pendahuluan PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) merupakan penyedia listrik utama di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah berkepentingan menjaga

Lebih terperinci

EFISIENSI OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DEMI PENINGKATAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAERAH

EFISIENSI OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DEMI PENINGKATAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAERAH EFISIENSI OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DEMI PENINGKATAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAERAH Abstrak Dalam meningkatkan rasio elektrifikasi nasional, PLN telah melakukan banyak upaya untuk mencapai target yang

Lebih terperinci

Gambar 1. Rata-rata Proporsi Tiap Jenis Subsidi Terhadap Total Subsidi (%)

Gambar 1. Rata-rata Proporsi Tiap Jenis Subsidi Terhadap Total Subsidi (%) SUBSIDI LISTRIK (Tinjauan Dari Aspek Ketersediaan Bahan Bakar) I. Pendahuluan S ubsidi listrik diberikan sebagai konsekuensi penentuan rata-rata harga jual tenaga listrik (HJTL) yang lebih rendah dari

Lebih terperinci

HASIL PEMERIKSAAN BPK ATAS KETEPATAN SASARAN REALISASI BELANJA SUBSIDI ENERGI (Tinjauan atas subsidi listrik)

HASIL PEMERIKSAAN BPK ATAS KETEPATAN SASARAN REALISASI BELANJA SUBSIDI ENERGI (Tinjauan atas subsidi listrik) HASIL PEMERIKSAAN BPK ATAS KETEPATAN SASARAN REALISASI BELANJA SUBSIDI ENERGI (Tinjauan atas subsidi listrik) Pendahuluan Dalam delapan tahun terakhir (2005-2012) rata-rata proporsi subsidi listrik terhadap

Lebih terperinci

Rencana Pengembangan Energi Baru Terbarukan dan Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik Dialog Energi Tahun 2017

Rencana Pengembangan Energi Baru Terbarukan dan Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik Dialog Energi Tahun 2017 Rencana Pengembangan Energi Baru Terbarukan dan Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik Dialog Energi Tahun 2017 Jakarta, 2 Maret 2017 Pengembangan Energi Nasional Prioritas pengembangan Energi nasional

Lebih terperinci

SUBSIDI LISTRIK DAN PERMASALAHANNYA

SUBSIDI LISTRIK DAN PERMASALAHANNYA SUBSIDI LISTRIK DAN PERMASALAHANNYA 1. Subsidi listrik dan belanja pemerintah pusat Proporsi subsidi listrik terhadap belanja pemerintah pusat cenderung meningkat dari hanya 2,5% pada tahun 2005 menjadi

Lebih terperinci

ANALISIS KEUANGAN PT. PLN (Persero)

ANALISIS KEUANGAN PT. PLN (Persero) ANALISIS KEUANGAN PT. PLN (Persero) I. Pendahuluan PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) merupakan penyedia listrik utama di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah berkepentingan menjaga kelayakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prospek pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) sangat besar dan beragam. Berdasarkan data cadangan dan produksi energi terbarukan Indonesia 2007, (http://www.ebtke.esdm.go.id/energi/...pltmh.html)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional, penyediaan tenaga listrik di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional, penyediaan tenaga listrik di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional, penyediaan tenaga listrik di Indonesia tidak hanya semata-mata dilakukan oleh PT PLN (Persero) saja, tetapi juga dilakukan

Lebih terperinci

HASIL PEMERIKSAAN BPK RI TERKAIT INFRASTRUKTUR KELISTRIKAN TAHUN 2009 S.D Prof. Dr. Rizal Djalil

HASIL PEMERIKSAAN BPK RI TERKAIT INFRASTRUKTUR KELISTRIKAN TAHUN 2009 S.D Prof. Dr. Rizal Djalil HASIL PEMERIKSAAN BPK RI TERKAIT INFRASTRUKTUR KELISTRIKAN TAHUN 2009 S.D. 2014 Prof. Dr. Rizal Djalil DEPOK, 30 MARET 2015 LANDASAN HUKUM PERENCANAAN BIDANG ENERGI DAN KETENAGALISTRIKAN UU 30/2007 (Energi)

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT KOMISI VI DPR RI B I D A N G PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN, KOPERASI DAN UKM, BUMN, INVESTASI, BSN DAN KPPU

LAPORAN SINGKAT KOMISI VI DPR RI B I D A N G PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN, KOPERASI DAN UKM, BUMN, INVESTASI, BSN DAN KPPU LAPORAN SINGKAT KOMISI VI DPR RI B I D A N G PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN, KOPERASI DAN UKM, BUMN, INVESTASI, BSN DAN KPPU Tahun Sidang : 2011-2012 Masa Persidangan : I Rapat ke : 16 Jenis Rapat : Rapat

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KEWAJIBAN KONTINJENSI TAHUN ANGGARAN 2011

PENGELOLAAN KEWAJIBAN KONTINJENSI TAHUN ANGGARAN 2011 PENGELOLAAN KEWAJIBAN KONTINJENSI TAHUN ANGGARAN 2011 DIREKTORAT STRATEGI DAN PORTOFOLIO UTANG DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG KEMENTERIAN KEUANGAN DESEMBER 2011 00 Pendahuluan Dalam rangka mendukung

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN FIT (FEED IN TARIFF) ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI INDONESIA. Nanda Avianto Wicaksono dan Arfie Ikhsan Firmansyah

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN FIT (FEED IN TARIFF) ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI INDONESIA. Nanda Avianto Wicaksono dan Arfie Ikhsan Firmansyah EFEKTIVITAS KEBIJAKAN FIT (FEED IN TARIFF) ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI INDONESIA Nanda Avianto Wicaksono dan Arfie Ikhsan Firmansyah Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi

Lebih terperinci

Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program MW: Progres dan Tantangannya

Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program MW: Progres dan Tantangannya Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program 35.000 MW: Progres dan Tantangannya Bandung, 3 Agustus 2015 Kementerian ESDM Republik Indonesia 1 Gambaran Umum Kondisi Ketenagalistrikan Nasional

Lebih terperinci

PLN DAN ISAK 16 (ED) Electricity for a Better Life. Jakarta, Mei 2010

PLN DAN ISAK 16 (ED) Electricity for a Better Life. Jakarta, Mei 2010 PLN DAN ISAK 16 (ED) Electricity for a Better Life Jakarta, Mei 2010 Beberapa Regulasi yang Perlu Dipertimbangkan dalam Penentuan Jasa Konsesi UU No 30 2009 (Menggantikan UU 15 1985) Ketenagalistrikan

Lebih terperinci

PENURUNAN TARIF LISTRIK SEBAgAI DAmPAK TURUNNyA. David Firnando Silalahi Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan

PENURUNAN TARIF LISTRIK SEBAgAI DAmPAK TURUNNyA. David Firnando Silalahi Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan PENURUNAN TARIF LISTRIK SEBAgAI DAmPAK TURUNNyA harga minyak DUNIA David Firnando Silalahi Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan davidf_silalahi@djk.esdm.go.id SARI Kecenderungan penurunan harga minyak

Lebih terperinci

Tanya Jawab Seputar PLN, Menyongsong 2013

Tanya Jawab Seputar PLN, Menyongsong 2013 Tanya Jawab Seputar PLN, Menyongsong 20 Pada 20, PLN merencanakan meningkatkan kemampuan menjual listrik hingga 182 TWh guna mendorong pergerakan perekonomian dan memungkinkan lebih dari 2,5 juta pelanggan

Lebih terperinci

RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK (RUPTL) DAN PROGRAM PEMBANGUNAN PEMBANGKIT MW. Arief Sugiyanto

RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK (RUPTL) DAN PROGRAM PEMBANGUNAN PEMBANGKIT MW. Arief Sugiyanto RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK (RUPTL) 2015-2024 DAN PROGRAM PEMBANGUNAN PEMBANGKIT 35.000 MW Arief Sugiyanto Divisi Perencanaan Sistem, PT PLN (Persero) arief.sugiyanto@pln.co.id S A R I Pembangunan

Lebih terperinci

Sinergi antar Kementerian dan instansi pemerintah sebagai terobosan dalam pengembangan panasbumi mencapai 7000 MW di tahun 2025

Sinergi antar Kementerian dan instansi pemerintah sebagai terobosan dalam pengembangan panasbumi mencapai 7000 MW di tahun 2025 Sinergi antar Kementerian dan instansi pemerintah sebagai terobosan dalam pengembangan panasbumi mencapai 7000 MW di tahun 2025 Disajikan oleh: Roy Bandoro Swandaru A. Pendahuluan Pemerintah telah berkomitmen

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN EBTKE UNTUK MEMENUHI TARGET KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN EBTKE UNTUK MEMENUHI TARGET KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN EBTKE UNTUK MEMENUHI TARGET KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL Direktur Jenderal EBTKE Rida Mulyana Panel Discussion Time To Act : Accelerate The Implementation Of Renewable

Lebih terperinci

Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi 1 Pendahuluan Energi Primer Kelistrikan 3 Energy Resources Proven Reserve Coal 21,131.84 million tons Oil Natural Gas (as of 2010) 3,70

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI Disampaikan pada Dialog Energi Tahun 2017 Jakarta, 2 Maret 2017 1 Outline paparan I. Potensi

Lebih terperinci

KAJIAN EVALUASI RISIKO FISKAL ATAS KEBIJAKAN PSO DAN PEMBENTUKAN HOLDING COMPANY

KAJIAN EVALUASI RISIKO FISKAL ATAS KEBIJAKAN PSO DAN PEMBENTUKAN HOLDING COMPANY KAJIAN EVALUASI RISIKO FISKAL ATAS KEBIJAKAN PSO DAN PEMBENTUKAN HOLDING COMPANY Abstraksi Berdasarkan data realisasi subsidi APBN, selama ini meningkatnya angka subsidi APBN di-drive oleh, salah satunya

Lebih terperinci

TAMBAHAN SUBSIDI LISTRIK RP 24,52 TRILIUN

TAMBAHAN SUBSIDI LISTRIK RP 24,52 TRILIUN TAMBAHAN SUBSIDI LISTRIK RP 24,52 TRILIUN economy.okezone.com Pemerintah berencana menambah anggaran i subsidi ii listrik sebesar Rp10 triliun dari rencana awal alokasi anggaran Rp 44,96 triliun. Luky

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor ketenagalistrikan menjadi bagian yang menyatu dan tak terpisahkan dari pertumbuhan ekonomi suatu negara, juga merupakan komponen yang sangat penting bagi pembangunan

Lebih terperinci

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI INEFISIENSI BBM

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI INEFISIENSI BBM INEFISIENSI BBM Kenaikan harga minyak yang mencapai lebih dari US$100 per barel telah memberikan dampak besaran alokasi dalam APBN TA 2012. Kondisi ini merupakan salah satu faktor yang mendorong pemerintah

Lebih terperinci

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan Direktorat

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 4.1 Profil Perusahaan Pada 1992 Pemerintah Indonesia mengeluarkan deregulasi sector ketenagalistrikan. Proses ini berawal dengan diterbitkannya Keputusan Presiden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta alasan penulis memilih obyek penelitian di PT. X. Setelah itu, sub bab

BAB I PENDAHULUAN. serta alasan penulis memilih obyek penelitian di PT. X. Setelah itu, sub bab BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan dalam tesis ini menguraikan latar belakang dilakukannya penelitian dimana akan dibahas mengenai potensi sumber daya panas bumi di Indonesia, kegiatan pengembangan panas

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI. Disampaikan oleh

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI. Disampaikan oleh KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI REGULASI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ENERGI ANGIN Disampaikan oleh Abdi Dharma Saragih Kasubdit

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK Insider Forum Series Indonesia Energy Roadmap 2017 2025 Jakarta, 25 Januari 2017 I Kondisi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI J. PURWONO Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Disampaikan pada: Pertemuan Nasional Forum

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XIV/2016 Subsidi Energi (BBM) dan Subsidi Listrik dalam UU APBN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XIV/2016 Subsidi Energi (BBM) dan Subsidi Listrik dalam UU APBN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XIV/2016 Subsidi Energi (BBM) dan Subsidi Listrik dalam UU APBN I. PEMOHON Mohamad Sabar Musman II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 47

Lebih terperinci

Pulau Ikonis Energi Terbarukan sebagai Pulau Percontohan Mandiri Energi Terbarukan di Indonesia

Pulau Ikonis Energi Terbarukan sebagai Pulau Percontohan Mandiri Energi Terbarukan di Indonesia TEKNOLOI DI INDUSTRI (SENIATI) 2016 Pulau Ikonis Energi Terbarukan sebagai Pulau Percontohan Mandiri Energi Terbarukan di Indonesia Abraham Lomi Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Nasional Malang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat.

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat. Kenaikan konsumsi tersebut terjadi karena salah satu faktornya yaitu semakin meningkatnya jumlah

Lebih terperinci

Materi Paparan Menteri ESDM

Materi Paparan Menteri ESDM Materi Paparan Menteri ESDM Rapat Koordinasi Infrastruktur Ketenagalistrikan Jakarta, 30 Maret 2015 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Energi Untuk Kesejahteraan Rakyat Gambaran Umum Kondisi Ketenagalistrikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perusahaan merupakan suatu wadah bagi sekumpulan orang untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perusahaan merupakan suatu wadah bagi sekumpulan orang untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan merupakan suatu wadah bagi sekumpulan orang untuk melakukan kegiatan usaha guna mendapatkan keuntungan. Adanya keuntungan atau kerugian dapat diketahui apabila

Lebih terperinci

Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan

Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan Focus Group Discussion Pendanaan Energi Berkelanjutan Di Indonesia Jakarta, 20 Juni 2013 Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan

Lebih terperinci

OPSI NUKLIR DALAM BAURAN ENERGI NASIONAL

OPSI NUKLIR DALAM BAURAN ENERGI NASIONAL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA OPSI NUKLIR DALAM BAURAN ENERGI NASIONAL Konferensi Informasi Pengawasan Oleh : Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Jakarta, 12

Lebih terperinci

ANALISIS ATAS TEMUAN BPK MENEKAN SUBSIDI LISTRIK DENGAN DUKUNGAN BERBAGAI KEBIJAKAN PENDUKUNG

ANALISIS ATAS TEMUAN BPK MENEKAN SUBSIDI LISTRIK DENGAN DUKUNGAN BERBAGAI KEBIJAKAN PENDUKUNG ANALISIS ATAS TEMUAN BPK MENEKAN SUBSIDI LISTRIK DENGAN DUKUNGAN BERBAGAI KEBIJAKAN PENDUKUNG BAGIAN ANALISA PEMERIKSAAN BPK DAN PENGAWASAN DPD BEKERJASAMA DENGAN TENAGA KONSULTAN Dr. HENDRI SAPARINI 1

Lebih terperinci

SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN

SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran/Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) adalah selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berjalannya waktu, permintaan akan tenaga listrik di Indonesia terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berjalannya waktu, permintaan akan tenaga listrik di Indonesia terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Listrik merupakan salah satu kebutuhan penting dalam kehidupan manusia. Seiring dengan berjalannya waktu, permintaan akan tenaga listrik di Indonesia terus meningkat.

Lebih terperinci

MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL Oleh: Kardaya Warnika Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi

Lebih terperinci

Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya ANALISIS KEBUTUHAN LISTRIK BERKAITAN DENGAN PENYUSUNAN TARIF LISTRIK REGIONAL DI DAERAH PROVINSI BALI GUNA MEMENUHI PASOKAN ENERGI LISTRIK 10 TAHUN MENDATANG I Putu Surya Atmaja 2205 100 107 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

Mandatory Spending, SAL dan Kelebihan Pembiayaan (overfinancing) APBN

Mandatory Spending, SAL dan Kelebihan Pembiayaan (overfinancing) APBN Mandatory Spending, SAL dan Kelebihan Pembiayaan (overfinancing) APBN Pendahuluan Dalam penyusunan APBN, pemerintah menjalankan tiga fungsi utama kebijakan fiskal, yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi,

Lebih terperinci

Perkembangan Pengelolaan Kewajiban Kontinjensi Triwulan III 2013

Perkembangan Pengelolaan Kewajiban Kontinjensi Triwulan III 2013 Perkembangan Pengelolaan Kewajiban Kontinjensi Triwulan III 2013 A. Jumlah Eksposur Yang Dimiliki Jumlah eksposur yang timbul dari 4 (empat) program penjaminan yang telah diterbitkan Pemerintah adalah

Lebih terperinci

SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA I. PENDAHULUAN Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu input di dalam meningkatkan ekonomi masyarakat dan pada gilirannya akan mempengaruhi

Lebih terperinci

2 Mengingat Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 70 T

2 Mengingat Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 70 T No.713, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN ESDM. Tenaga Listrik. Uap Panas bumi. PLTP. Pembelian. PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. krisis moneter yang telah melumpuhkan perekonomian di Indonesia sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. krisis moneter yang telah melumpuhkan perekonomian di Indonesia sehingga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang sampai saat ini masih berada dalam sebuah krisis multi dimensional. Krisis ini dimulai dari awal tahun 1998 yang disebut dengan

Lebih terperinci

APAKAH SUBSIDI BBM BEBAN BERAT BAGI APBN?

APAKAH SUBSIDI BBM BEBAN BERAT BAGI APBN? APAKAH SUBSIDI BBM BEBAN BERAT BAGI APBN? Niat pemerintah untuk mengurangi beban subdidi BBM didasari alasan bahwa subsidi BBM semakin memberatkan APBN. Untuk mendukung penyataan tersebut Pemerintah mengajukan

Lebih terperinci

Data yang disajikan merupakan gabungan antara data PLN Holding dan Anak Perusahaan,

Data yang disajikan merupakan gabungan antara data PLN Holding dan Anak Perusahaan, Kata Pengantar Buku Statistik PLN 2015 diterbitkan dengan maksud memberikan informasi kepada publik mengenai pencapaian kinerja perusahaan selama tahun 2015 dan tahun-tahun sebelumnya. Data yang disajikan

Lebih terperinci

EVALUASI KRITIS TERHADAP KEBIJAKAN SUBSIDI LISTRIK PADA PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO)

EVALUASI KRITIS TERHADAP KEBIJAKAN SUBSIDI LISTRIK PADA PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) EVALUASI KRITIS TERHADAP KEBIJAKAN SUBSIDI LISTRIK PADA PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) CRITICAL EVALUATION ON ELECTRICITY SUBSIDY TO THE STATE ELECTRICITY COMPANY (PT PLN) Mahpud Sujai Pusat Kebijakan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1404, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Subsidi Listrik. Penyediaan. Penghitungan. Pembayaran. Pertanggungjawaban. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai perusahaan penyedia listrik milik pemerintah di tanah air, PT.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai perusahaan penyedia listrik milik pemerintah di tanah air, PT. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sebagai perusahaan penyedia listrik milik pemerintah di tanah air, PT. (Persero) Perusahaan Listrik Negara (PLN) berusaha untuk terus meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA 2015-2019 DAN PELUANG MEMANFAATKAN FORUM G20 Siwi Nugraheni Abstrak Sektor energi Indonesia mengahadapi beberapa tantangan utama, yaitu kebutuhan yang lebih besar daripada

Lebih terperinci

Disampaikan pada Seminar Membuka Sumbatan Investasi Efisiensi Energi di Indonesia: Tantangan dan Peluang Kebijakan dan Regulasi

Disampaikan pada Seminar Membuka Sumbatan Investasi Efisiensi Energi di Indonesia: Tantangan dan Peluang Kebijakan dan Regulasi Disampaikan pada Seminar Membuka Sumbatan Investasi Efisiensi Energi di Indonesia: Tantangan dan Peluang Kebijakan dan Regulasi Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral, Badan Kebijakan

Lebih terperinci

ANALISIS INDUSTRI GAS NASIONAL

ANALISIS INDUSTRI GAS NASIONAL ANALISIS INDUSTRI GAS NASIONAL Biro Riset BUMN Center LM FEUI Meningkatnya beban subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) belakangan ini membuat pemerintah berupaya menekan subsidi melalui penggunaan energi alternatif,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1. 1.1 PENDAHULUAN Latar Belakang Listrik merupakan salah satu sumber daya energi dan mempunyai sifat sebagai barang publik yang mendekati kategori barang privat yang disediakan pemerintah (publicly provided

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA MASALAH DAN PEMBAHASAN. PT. PLN P3B sesuai Keputusan Direksi memiliki peran dan tugas untuk

BAB IV ANALISA MASALAH DAN PEMBAHASAN. PT. PLN P3B sesuai Keputusan Direksi memiliki peran dan tugas untuk 30 BAB IV ANALISA MASALAH DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyajian Laporan Keuangan PT. PLN P3B sesuai Keputusan Direksi memiliki peran dan tugas untuk mengelola operasi sistem tenaga listrik Jawa Bali, mengelola

Lebih terperinci

5. GAMBARAN UMUM KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA

5. GAMBARAN UMUM KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 5. GAMBARAN UMUM KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA Pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, memeratakan

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN PLTU SKALA KECIL TERSEBAR 14 MW PROGRAM PT.PLN UNTUK MENGATASI KRISIS

PEMBANGUNAN PLTU SKALA KECIL TERSEBAR 14 MW PROGRAM PT.PLN UNTUK MENGATASI KRISIS PEMBANGUNAN PLTU SKALA KECIL TERSEBAR 14 MW DI MELAK KALIMANTAN TIMUR SEBAGAI PROGRAM PT.PLN UNTUK MENGATASI KRISIS KELISTRIKAN DI INDONESIA TIMUR Oleh : Bayu Hermawan (2206 100 717) Dosen Pembimbing :

Lebih terperinci

ISSN : NO

ISSN : NO ISSN : 0852-8179 NO. 02701-150430 02701-150430 Statistik PLN 2014 Kata Pengantar Buku Statistik PLN 2014 diterbitkan dengan maksud memberikan informasi kepada publik mengenai pencapaian kinerja perusahaan

Lebih terperinci

Tanya Jawab Seputar Tarif Tenaga Listrik 2015

Tanya Jawab Seputar Tarif Tenaga Listrik 2015 Tanya Jawab Seputar Tarif Tenaga Listrik 2015 Mengacu Permen ESDM No. 09 Tahun 2015, Permen ESDM No: 31 Tahun 2014 & Permen ESDM No. 33 Tahun 2014 P T P L N ( P e r s e r o ) J l. T r u n o j o y o B l

Lebih terperinci

UMKM & Prospek Ekonomi 2006

UMKM & Prospek Ekonomi 2006 UMKM & Prospek Ekonomi 2006 Oleh : B.S. Kusmuljono Ketua Komite Nasional Pemberdayaan Keuangan Mikro Indonesia (Komnas PKMI) Komisaris BRI Disampaikan pada : Dialog Ekonomi 2005 & Prospek Ekonomi Indonesia

Lebih terperinci

PENGESAHAN RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK (RUPTL) PT PLN (PERSERO)

PENGESAHAN RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK (RUPTL) PT PLN (PERSERO) KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN PENGESAHAN RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK (RUPTL) PT PLN (PERSERO) 2017-2026 disampaikan oleh: Alihuddin Sitompul

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM Bahan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Pada Acara Mandiri Investment Forum (MIF) 2015- Infrastructure: Executing The Plan KEMENTERIAN ENERGI

Lebih terperinci

REALISASI BELANJA NEGARA SEMESTER I TAHUN 2012

REALISASI BELANJA NEGARA SEMESTER I TAHUN 2012 REALISASI BELANJA NEGARA SEMESTER I TAHUN 2012 Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Pada APBN-P tahun 2012 volume belanja negara ditetapkan sebesar Rp1.548,3 triliun, atau meningkat Rp112,9 triliun (7,9

Lebih terperinci

Perkembangan Pengelolaan Kewajiban Kontinjensi Triwulan II Tahun 2015

Perkembangan Pengelolaan Kewajiban Kontinjensi Triwulan II Tahun 2015 Perkembangan Pengelolaan Kewajiban Kontinjensi Triwulan II Tahun 2015 A. Jumlah Eksposur Kewajiban Kontijensi Penjaminan Pemerintah Jumlah eksposur yang timbul dari program penjaminan yang telah diterbitkan

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Berdasarkan hasil analisis hasil estimasi mode l subsidi harga listrik da n hasil

VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Berdasarkan hasil analisis hasil estimasi mode l subsidi harga listrik da n hasil VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis hasil estimasi mode l subsidi harga listrik da n hasil simulasi dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Produksi tenaga

Lebih terperinci

KRISIS LISTRIK DAN PROGRAM 35 RIBU MW. Oktofriawan Hargiardana

KRISIS LISTRIK DAN PROGRAM 35 RIBU MW. Oktofriawan Hargiardana KRISIS LISTRIK DAN PROGRAM 35 RIBU MW Oktofriawan Hargiardana Biro Perencanaan dan Kerja Sama, Sekretariat Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral argi1010@yahoo.com S A R I Seiring dengan

Lebih terperinci

Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan

Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan DIREKTORAT JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi dan Pembangkitan

Lebih terperinci

Oleh Asclepias R. S. Indriyanto Institut Indonesia untuk Ekonomi Energi. Disampaikan pada Forum Diskusi Sore Hari LPEM UI 5 Agustus 2010

Oleh Asclepias R. S. Indriyanto Institut Indonesia untuk Ekonomi Energi. Disampaikan pada Forum Diskusi Sore Hari LPEM UI 5 Agustus 2010 Kebijakan Energi dan Implementasinya Tinjauan dari Sisii Ketahanan Energi Oleh Asclepias R. S. Indriyanto Institut Indonesia untuk Ekonomi Energi Disampaikan pada Forum Diskusi Sore Hari LPEM UI 5 Agustus

Lebih terperinci

SMI s Insight Triwulan II

SMI s Insight Triwulan II SMI s Insight 2016 - Triwulan II Untuk memenuhi pertumbuhan kebutuhan listrik sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan mencapai target rasio elektrifikasi, diperlukan tambahan kapasitas sekitar

Lebih terperinci

Laporan Kajian Akademis Penanggulangan Krisis Energi Listrik dan Status PLN Kota Tarakan

Laporan Kajian Akademis Penanggulangan Krisis Energi Listrik dan Status PLN Kota Tarakan Laporan Kajian Akademis Penanggulangan Krisis Energi Listrik dan Status PLN Kota Tarakan 1. Pendahuluan Geografis (Harry) Kota Tarakan adalah salah satu pemerintah daerah yang saat ini berada pada provinsi

Lebih terperinci

DI INDONESIA TAHUN Pada bagian ini akan diuraikan mengenai gambaran umum kelistrikan di

DI INDONESIA TAHUN Pada bagian ini akan diuraikan mengenai gambaran umum kelistrikan di IV. GAMBARAN UMUM KELISTRIKAN DAN KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN 1990-2010 Pada bagian ini akan diuraikan mengenai gambaran umum kelistrikan di Indonesia pada periode tahun 1990-2010 seperti produksi dan

Lebih terperinci

KEHANDALAN INFRASTRUKTUR KETENAGALISTRIKAN INDONESIA

KEHANDALAN INFRASTRUKTUR KETENAGALISTRIKAN INDONESIA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEHANDALAN INFRASTRUKTUR KETENAGALISTRIKAN INDONESIA Disampaikan oleh Hasril Nuzahar Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan

Lebih terperinci

INFRASTRUKTUR ENERGI DI PROVINSI BANTEN

INFRASTRUKTUR ENERGI DI PROVINSI BANTEN INFRASTRUKTUR ENERGI DI PROVINSI BANTEN Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Banten Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B) Jl. Raya Palima Pakupatan, Curug Serang; Telp / Fax : 0254

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia bukanlah negara pengekspor besar untuk minyak bumi. Cadangan dan produksi minyak bumi Indonesia tidak besar, apalagi bila dibagi dengan jumlah penduduk. Rasio

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI Disampaikan pada Indonesia Energy Roadmap 2017-2025 Jakarta, 25 Januari 2017 1 1 Daftar Isi I.

Lebih terperinci

POKOK-POKOK PENGATURAN PEMANFAATAN BATUBARA UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK DAN PEMBELIAN KELEBIHAN TENAGA LISTRIK (Permen ESDM No.

POKOK-POKOK PENGATURAN PEMANFAATAN BATUBARA UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK DAN PEMBELIAN KELEBIHAN TENAGA LISTRIK (Permen ESDM No. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral POKOK-POKOK PENGATURAN PEMANFAATAN BATUBARA UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK DAN PEMBELIAN KELEBIHAN TENAGA LISTRIK (Permen ESDM No. 19 Tahun 2017) Direktur Pembinaan

Lebih terperinci

PLN Dari 1973 Sampai 2005

PLN Dari 1973 Sampai 2005 PLN Dari 1973 Sampai 25 Sudaryatno Sudirham Tulisan ini dibuat pada waktu penulis masih aktif sebagai Tenaga Ahli Teknik Dewan Komisaris PT PLN (Persero) 1. Pendahuluan Berikut ini disajikan rangkuman

Lebih terperinci

Perkembangan Pengelolaan Kewajiban Kontinjensi Triwulan IV Tahun 2014

Perkembangan Pengelolaan Kewajiban Kontinjensi Triwulan IV Tahun 2014 Perkembangan Pengelolaan Kewajiban Kontinjensi Triwulan IV Tahun 2014 A. Jumlah Eksposur Kewajiban Kontijensi Penjaminan Pemerintah Jumlah eksposur yang timbul dari program penjaminan yang telah diterbitkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PENGELOLAAN KEWAJIBAN KONTINJENSI TRIWULAN III TAHUN 2015

PERKEMBANGAN PENGELOLAAN KEWAJIBAN KONTINJENSI TRIWULAN III TAHUN 2015 PERKEMBANGAN PENGELOLAAN KEWAJIBAN KONTINJENSI TRIWULAN III TAHUN 2015 A. POSISI EKSPOSUR KEWAJIBAN PENJAMINAN PEMERINTAH (PER 30 SEPTEMBER 2015) 1. Program Penjaminan berdasarkan Jenis Penjaminan: Pihak

Lebih terperinci

Studi Pembangunan PLTGU Senoro (2 x 120 MW) Dan Pengaruhnya Terhadap Tarif Listrik Regional di Sulawesi Tengah

Studi Pembangunan PLTGU Senoro (2 x 120 MW) Dan Pengaruhnya Terhadap Tarif Listrik Regional di Sulawesi Tengah Studi Pembangunan PLTGU Senoro (2 x 120 MW) Dan Pengaruhnya Terhadap Tarif Listrik Regional di Sulawesi Tengah Tedy Rikusnandar NRP 2208 100 643 Dosen Pembimbing Ir. Syariffuddin Mahmudsyah, M. Eng Ir.

Lebih terperinci

STRATEGI EFISIENSI PEMBIAYAAN PEMERINTAH UNTUK MEMACU PELAKSANAAN KONSERVASI ENERGI PADA SEKTOR KETENAGALISTRIKAN. Khalif Ahadi dan M.

STRATEGI EFISIENSI PEMBIAYAAN PEMERINTAH UNTUK MEMACU PELAKSANAAN KONSERVASI ENERGI PADA SEKTOR KETENAGALISTRIKAN. Khalif Ahadi dan M. STRATEGI EFISIENSI PEMBIAYAAN PEMERINTAH UNTUK MEMACU PELAKSANAAN KONSERVASI ENERGI PADA SEKTOR KETENAGALISTRIKAN Khalif Ahadi dan M. Indra Al Irsyad Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN & RPP DI KEBIJAKAN & RPP BIDANG ENERGI BARU TERBARUKAN BARU

KEBIJAKAN & RPP DI KEBIJAKAN & RPP BIDANG ENERGI BARU TERBARUKAN BARU KEBIJAKAN & RPP DI BIDANG ENERGI BARU TERBARUKAN Oleh: Direktur Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Direktorat Jenderal Listrik ik dan Pemanfaatan Energi - DESDM Disampaikan pada: Workshop Peran

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Dari hasil analisis keuangan yang penulis lakukan terhadap penilaian kinerja keuangan pada perusahaan PT Astra Otoparts Tbk, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998 memberikan dampak pada keuangan Indonesia. Berbagai peristiwa yang terjadi pada masa krisis mempengaruhi Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI SAL DALAM RAPBN I. Data SAL

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI SAL DALAM RAPBN I. Data SAL SAL DALAM RAPBN 12 I. Data SAL 4-12 Tabel 1. Saldo Anggaran Lebih (SAL) TA 4-12 (dalam miliar rupiah) 4 5 6 7 8 9 1 11 12 Saldo awal SAL 1) 24.588,48 21.574,38 17.66,13 18.83,3 13.37,51 94.616,14 66.523,92

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada akhir Desember 2011, total kapasitas terpasang pembangkit listrik di

BAB I PENDAHULUAN. Pada akhir Desember 2011, total kapasitas terpasang pembangkit listrik di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi listrik adalah energi yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pada akhir Desember 2011, total kapasitas terpasang pembangkit listrik di Indonesia mencapai

Lebih terperinci

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat 1. INDIKATOR MAKRO 2010 2011 2012 No Indikator Makro Satuan Realisasi Realisasi Realisasi Rencana / Realisasi % terhadap % terhadap APBN - P Target 2012 1 Harga Minyak Bumi US$/bbl 78,07 111,80 112,73

Lebih terperinci

Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi

Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi A. Pendahuluan Volume konsumsi BBM bersubsidi dalam beberapa tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan. Tahun 2008 realisasi konsumsi BBM bersubsidi 1 menjadi

Lebih terperinci

PERSPEKTIF PEMBANGUNAN SEKTOR KETENAGALISTRIKAN INDONESIA. Lia Putriyana dan Arfie Ikhsan Firmansyah

PERSPEKTIF PEMBANGUNAN SEKTOR KETENAGALISTRIKAN INDONESIA. Lia Putriyana dan Arfie Ikhsan Firmansyah PERSPEKTIF PEMBANGUNAN SEKTOR KETENAGALISTRIKAN INDONESIA Lia Putriyana dan Arfie Ikhsan Firmansyah Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN FISKAL PAJAK DITANGGUNG PEMERINTAH. Abstrak

KEBIJAKAN FISKAL PAJAK DITANGGUNG PEMERINTAH. Abstrak KEBIJAKAN FISKAL PAJAK DITANGGUNG PEMERINTAH Abstrak Pajak merupakan sumber pendapatan Negara yang digunakan untuk membiayai penyelenggaran pemerintah. Namun dalam APBN terdapat istilah Pajak Ditanggung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumberdaya alam. Akan tetapi, sumberdaya alam yang melimpah ini belum termanfaatkan secara optimal. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

Perkembangan Pengelolaan Kewajiban Kontinjensi Triwulan I Tahun 2015

Perkembangan Pengelolaan Kewajiban Kontinjensi Triwulan I Tahun 2015 Perkembangan Pengelolaan Kewajiban Kontinjensi Triwulan I Tahun 2015 A. Jumlah Eksposur Kewajiban Kontijensi Penjaminan Pemerintah Jumlah eksposur yang timbul dari program penjaminan yang telah diterbitkan

Lebih terperinci

2015, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi

2015, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi No.1812, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Penyediaan Tenaga Listrik Skala Kecil. Percepatan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat modern saat ini tidak bisa dilepaskan dari energi listrik.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat modern saat ini tidak bisa dilepaskan dari energi listrik. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Peningkatan kebutuhan tenaga listrik dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa energi listrik memiliki peran yang strategis dalam mendukung kehidupan

Lebih terperinci

REGULASI PANAS BUMI DAN KEBIJAKAN INVESTASI DI JAWA BARAT

REGULASI PANAS BUMI DAN KEBIJAKAN INVESTASI DI JAWA BARAT REGULASI PANAS BUMI DAN KEBIJAKAN INVESTASI DI JAWA BARAT LATAR BELAKANG Jumlah penduduk di Jawa Barat 44,28 juta jiwa (2012) dengan tingkat pertumbuhan mencapai 1,7% per tahun dan diprediksi akan mencapai

Lebih terperinci

UPDATE INFRASTRUKTUR BIDANG KETENAGALISTRIKAN

UPDATE INFRASTRUKTUR BIDANG KETENAGALISTRIKAN UPDATE INFRASTRUKTUR BIDANG KETENAGALISTRIKAN Oleh : Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Pada acara : Executive Briefing: Updates on Infrastructure Service Development in Indonesia (Sektor Energi Ketenagalistrikan)

Lebih terperinci