ANATOMI DAN FUNGSI SINUS PARANASAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANATOMI DAN FUNGSI SINUS PARANASAL"

Transkripsi

1 ANATOMI DAN FUNGSI SINUS PARANASAL Dr. DWI RITA ANGGRAINI NIP FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2005

2 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa sehingga atas rahmat dan hidayah-nya kami dapat menyelesaikan tulisan ini. Tulisan ini berisikan tentang anatomi dan fungsi sinus paranasal yang sangat penting diketahui karena susunannya yang kompleks. Diharapkan dengan mengetahui anatomi dan fungsi suatu organ akan menghindarkan kita melakukan kesalahan dalam mengambil tindakan medis. Penulis juga merasa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangannya, untuk itu kritikan ataupun saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan. Akhir kata, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Medan, Nopember 2005 Penulis, Dr. Dwi Rita Anggraini NIP

3 DAFTAR ISI Halaman Pendahuluan. 1 Anatomi Diaphragma Thorax.. 2 Fungsi Diaphragma.. 9 Aspek Klinis Diaphragma Thorax.. 10 Daftar Pustaka 13

4 PENDAHULUAN Kompleksitas dari anatomi sinus paranasal dan fungsinya menjadi topik yang menarik untuk dipelajari. Ada empat sinus paranasal yaitu sinus frontalis, sinus ethmoidalis, sinus maxillaris dan sinus sphenoidalis. Sinus adalah suatu rongga berisi udara dilapisi mukosa yang terletak di dalam tulang wajah dan tengkorak. Perkembangan sinus-sinus ini sudah dimulai sejak dalam kandungan, terutama sinus maxillaris dan sinus ethmoidalis. Perkembangan dari dinding lateral nasal dimulai dengan struktur yang lembut dan undiferensiasi. Perkembangan yang pertama adalah maxilloturbinal yang akan secepatnya menjadi turbinate inferior. Setelah itu, mesenchyme membentuk ethmoturbinal, menjadi turbinate medial, superior dan supreme yang membagi kedua dan ketiga dari ethmoturbinal. Pertumbuhan ini diikuti oleh perkembangan dari sel nasi agger, processus uncinatus dan infundubulum ethmoidalis. Sinus kemudian mulai berkembang. Sistem resultan dari rongga, ostia, dan processus adalah sistem kompleks dari struktur yang harus dipahami supaya penanganan yang berhubungan dengan operasi sinus dapat efektif dan aman. Anatomi, mikroskopik anatomi, fisiologi dan fungsi dari sinus akan dijelaskan.

5 ANATOMI SINUS PARANASAL DINDING LATERAL NASAL. Dinding lateral nasal meliputi bagian dari os ethmoid, os maxilla, os palatina, os lacrimal, lamina pterygoideus medial os sphenoid, os nasal dan turbinate inferior. Tiga dari empat turbine dari dinding supreme, superior dan medial menjadi proyeksi dari os ethmoid. Bagian inferior merupakan suatu struktur yang independen. Masing-masing struktur ini disebut dengan meatus.tulang kecil dari projeksi os ethmoid yang menutup, membuka kesamping menempatkan sinus maxillaris dan membentuk suatu palung di belakang pertengahan turbinate. Sekat bertulang tipis ini dikenal sebagai processus uncinatus. Dinding superior nasal terdiri dari ethmoid sel sinus terletak sebelah lateral dari epithelium olfactorius dan cribiform plate yang mudah pecah. Bagian superior dari sebagian besar sel ethmoid anterior barada pada sinus frontal. Bagian posterior superior dari dinding nasal lateral menjadi dinding anterior dari sinus sphenoidalis yang mendekap dibawah sella turcica dan sinus cavernosus. SINUS MAXILLARIS Perkembangan.

6 Sinus maxillaris (Antrum of Highmore) adalah sinus yang pertama berkembang. Struktur ini adalah pada umumnya berisi cairan pada kelahiran. Pertumbuhan dari sinus ini adalah biphasic dengan pertumbuhan selama 0-3 tahun dan 7-12 tahun. Sepanjang pneumatisasi kemudian menyebar ke tempat yang rendah dimana gigi yang permanen mengambil tempat mereka. Pneumatisasi dapat sangat luas sampai akar gigi hanya suatu lapisan yang tipis dari jaringan halus yang mencakup mereka. Struktur. Sinus maxillaris orang dewasa adalah berbentuk piramida mempunyai volume kira-kira 15 ml ( 34 x 33 x 23mm ). Dasar dari piramida adalah dinding nasal dengan puncak yang menunjuk ke arah processus zygomaticum. Dinding anterior mempunyai foramen infraorbital berada pada bagian midsuperior dimana nervus infraorbital berjalan di atas atap sinus dan keluar melalui foramen itu. Saraf ini dapat dehiscens (14%). Bagian yang tertipis dari dinding anterior adalah sedikit di atas fossa canina. Atap dibentuk oleh dasar orbital dan di transeksi oleh nervus infraorbital. Dinding posterior tidak bisa ditandai. Di belakang dinding ini adalah fossa pterygomaxillaris dengan arteri maxillaris interna, ganglion sphenopalatina dan saluran Vidian, nervus palatina mayor dan foramen rotundum. Dasar dari sinus, seperti dibahas di atas, bervariasi tingkatannya. Sejak lahir sampai umur 9 tahun dasar dari sinus adalah di atas rongga hidung. Pada umur 9 tahun dasar sinus secara umum sama dengan dasar nasal. Dasar sinus berlanjut menjadi peumatisasi sinus maxillaris. Oleh karena itu berhubungan erat dengan penyakit pertumbuhan gigi yang dapat menyebabkan infeksi rahang dan pencabutan gigi dapat mengakibatkan fistula oral-antral. Perdarahan

7 Cabang dari arteri maxillaris internal mendarahi sinus ini. Termasuk infraorbital ( yang berjalan dengan nervus infraorbital ), cabang lateral dari sphenopalatine, palatina mayor, vena axillaris dan vena jugularis sistem dural sinus. Persarafan Sinus maxilla disarafi oleh cabang dari V.2. yaitu nervus palatina mayor dan cabang dari nervus infraorbital Struktur yang terkait. Ductus nasolacrimalis mengalir ke kantung lacrimalis dan berjalan dari fossa lacrimalis di bawah orbita sebelah posterior dari dinding penunjang rahang yang vertikal dan kosong di sebelah depan dari meatus inferior. Saluran ini berada sangat dekat dengan ostium rmaxilla, rata-rata berada pada 4-9mm di depan ostium. 1. Ostium alami. Ostium maxillaris terletak di bagian superior dari dinding medial sinus. Intranasal biasanya terletak pada pertengahan posterior infundibulum ethmoidalis, atau disamping 1/3 bawah processus uncinatus. Tepi posterior dari ostium ini berlanjut dengan lamina paprycea sekaligus ini menjadi tanda (landmark) untuk batas lateral dari diseksi pembedahan. Ukuran ostium ini rata-rata 2,4 mm tetapi dapat bervariasi antara 1 17 mm. Ostium ini jauh lebih kecil dibanding defect pada tulang sebab mcosa mengisi area ini dan menggambarkan tingkat dari pembukaan itu. 88% dari ostium maxilla bersembunyi dibelakang processus uncinatus oleh karena itu tidak bisa dilihat secara endoscopi. 2. Fontanella anterior dan posterior ostium acessorius.

8 Dua tulang dehiscens dari dinding nasal / dinding medial sinus maxillaris kadang-kadang ada satu dehiscence tulang yang besar, pada umumnya ditutup oleh mucosa. Beberapa individu dimana fontanella anterior atau posterior mungkin tetap terbuka mengakibatkan terdapat suatu ostium assesori. Ostium ini biasanya tidak berfungsi, mengalirkan sinus jika ostium yang alami dihalangi dan adanya tekanan/gravitasi gerak intrasinus dari ostium itu. Ostium asesorius pada umumnya ditemukan pada fontanella posterior. SINUS ETHMOIDALIS Perkembangan Sinus ethmoid merupakan struktur yang berisi cairan pada bayi yang baru dilahirkan. Selama masih janin perkembangan pertama sel anterior diikuti oleh sel posterior. Sel tumbuh secara berangsur-angsur sampai dewasa umur 12 tahun. Sel ini tidak dapat dilihat dengan sinar x sampai umur 1 tahun. Septa yang secara berangsur-angsur tipis dan pneumatisasi berkembang sesuai usia. Sel ethmoid bervariasi dan sering ditemukan di atas orbita, sphenoid lateral, ke atap maxilla dan sebelah anterior diatas sinus frontal. Sel ini disebut sel supraorbital dan ditemukan 15% dari pasien. Penyebaran sel ethmoid ke dasar sinus frontal disebut frontal bulla. Penyebaran ke turbinate medial disebut concha bullosa. Sel yang berada pada dasar sinus maxilla ( infraorbita ) disebut Haller s sel dan dijumpai pada 10% populasi. Sel-sel ini dapat menyumbat ostia maxilla dan membatasi infundibulum mengakibatkan gangguan pada fungsi sinus. Sel yang meluas ke anterior lateral sinus sphenoid disebut Onodi sel. Variasi dari sel ini penting pada saat preoperative untuk memperjelas anatomi pasien secara individu

9 Struktur. Gabungan sel anterior dan posterior mempunyai volume 15 ml (3,3 x 2,7 x 1,4 cm). Bentuk ethmoid seperti piramid dan dibagi menjadi multipel sel oleh sekat yang tipis. Atap dari ethmoid dibentuk oleh berbagai struktur yang penting. Sebelah anterior posterior agak miring (15 derajat). 2/3 anterior tebal dan kuat dibentuk oleh os frontal dan faveola ethmoidalis. 1/3 posterior lebih tinggi sebelah lateral dan sebelah medial agak miring kebawah kearah cribiform plate. Perbandingan antara tulang tebal sebelah lateral dan plate adalah sepersepulah kuat atap sebelah lateral. Perbedaan berat antara atap medial dan lateral bervariasi antara mm.sel ethmoid posterior berbatasan dengan sinus sphenoid. Dinding lateralnya adalah lamina paprycea orbita. Perdarahan Sinus ethmoid mendapat aliran darah dari arteri carotis eksterna dan interna. Arteri sphenopalatina dan juga arteri opthalmica mendarahi sinus. Pembuluh vena mengikuti arterinya dan dapat menyebabkan infeksi intracranial. Persarafan. Disarafi oleh nervus V.1 dan V.2, nervus V.1 mensarafi bagian superior sedangkan sebelah inferior disarafi oleh nervus V.2. Persarafan parasimpatis melalui nervus Vidian, sedangkan persarafan simpatis melalui ganglion sympathetic cervical dan berjalan bersama pembuluh darah menuju mukosa sinus. Struktur yang terkait 1. Lamella basal dari turbinate medial Struktur ini dibentuk oleh pemisahan antara sel ethmoid anterior dan posterior merupakan pemasangan dari turbinate medial dan berjalan pada tiga tempat yang berbeda

10 didalamnya dari anterior ke posterior. Sebagian dari bagian anterior adalah vertikal dan menyisip di crista ethmoidalis dan dasar tengkorak. 1/3 tengah berjalan miring menyisip ke lamina papyracea. 1/3 akhir menyisip sejajar dengan lamina papyracea. Ruangan dibawah concha medial disebut meatus medial menuju ethmoid anterior, sinus frontal, dan aliran sinus maxilla. Kesalahan dalam operasi dapat merusak turbinate medial anterior dan posterior dan dibagian anteriornya dapat merusak cribriform plate. 2. Sel ethmoid anterior dan posterior Sel di bagian anterior menuju lamella basal. Pengalirannya ke meatus medial melalui infundibulum ethmoid. Termasuk sel agger nasi, bulla ethmoid dan sel-el anterior lainnya. Sel yang di posterior bermuara ke meatus superior dan berbatasan dengan sinus sphenoid. Sel bagian posterior secara umum lebih sedikit dalam jumlah dan lebih besar dari sel bagian anterior. 3. Sel agger nasi Sel ini dijumpai di os lacrimal anterior dan superior persimpamgan dari turbinate medial dengan dinding nasal. Sel ini tersembunyi di belakang anterior dari processus uncinatus dan mengalirkan ke dalam hiatus semilunaris. Ini merupakan sel yang pertama pneumatisasi pada bayi yang baru lahir sampai masa anak-anak. Terdapat satu sampai tiga sel. Dinding sel posterior membentuk dinding anterior dari recessus frontal. Atap sel agger nasi adalah dasar dari sinus frontal, yang merupakan tanda penting untuk operasi sinus frontal. 4. Bulla ethmoid

11 Ini penting sebagai pertanda untuk kasus operasi. Terletak diatas infundibulum dan permukaaan lateral / inferiornya, dan tepi superior processus uncinatus membentuk hiatus semilunaris. Ini merupakan sel ethmois anterior yang terbesar. Arteri ethmoidalis anterior umumnya menyilang terhadap atap sel ini. Recessus suprabullar dan retrobullar dibentuk ketika bulla ethmoid tidak meluas ke dasar tengkorak. Recessus suprabullar adalah suatu celah antara atap bulla ethmoid dan fovea. Ruang retrobullar dibentuk ketika ada celah antara lamella basal dan bulla. Ruang retrobular ini dikenal sebagai hiatus semilunaris superior. 5. Infundibulum ethmoid Perkembangan infundibulum mendahului sinus. Dibentuk oleh struktur yang kompleks. Dinding anterior dibentuk oleh processus uncinatus, dinding medial dibentuk oleh processus frontalis os maxilla dan lamina papyracea. 6. Arteri ethmoid anterior dan posterior Arteri ethmoid anteior dan posterior berasal dari arteri opthalmica. Arteri ethmoid anterior menyilang ke rektus medial dan menembus lamina papyracea. Arteri ini kemudian menyilang ke atap sinus ethmoid pada sebuah tulang tipis ( biasanya dehisens ), mendarahi cribiform plate dan septum anterior. Arteri ini biasanya besar dan tunggal dan di bagian inferiornya menutupi sel sinus. Letaknya yang tertutup berhubungan dengan letak strukturyang lebih medial yaitu fovea ethmoid. Arteri ethmoid posterior menyilang rektus medial, menembus lamina papyracea dan melalui sel ethmoid posterior menuju septum. Mendarahi sinus ethmoid posterior, turbinate superior dan medial dan sebagian kecil septum posterior. Arteri ini kecil dan bercabang-cabang. Letaknya tertutup kebawah diantara sel-sel sinus, bergabung dengan letak nervus opticus dekat vertex

12 orbita. Sebab perkembangan dari struktur ini mendahului sinus hubungan ke sel ethmoid dapat bervariasi. SINUS FRONTALIS Perkembangan Sinus frontalis sepertinya dibentuk oleh pergerakan keatas dari sebagian besar sel-sel ethmoid anterior. Os frontal masih merupakan selaput (membran) pada saat kelahiran dan tulang mulai untuk mengeras sekitar usia 2 tahun. Secara radiologi jarang bisa terlihat struktur selaput (membran) ini. Perkembangannya mulai uia 5 tahun dan berlanjut sampai usia belasan tahun. Struktur Volume sinus ini sekitar 6-7ml (28 x 24 x 20mm). Anatomi sinus frontalis sangat variasi tetapi secara umum ada dua sinus yang berbentuk seperti corong dan berbentuk point menaik. Kedalaman dari sinus berhubungan dengan pembedahan untuk menentukan batas yang berhubungan dengan pembedahan. Kedua bentuk sinus frontal mempunyai ostia yang bergantung dari rongga itu (posteromedial). Sinus ini dibentuk dari tulang diploe. Bagaimanapun, dinding posterior (memisahkan sinus frontal dari fosa kranium anterior) lebih tipis. Dasar sinus ini juga berfungsi sebagai bagian dari atap rongga mata. Perdarahan

13 Sinus frontalis mendapat perdarahan dari arteri opthalmica melalui arteri supraorbita dan supratrochlear. Aliran pembuluh vena melalui vena opthalmica superior menuju sinus cavernosus dan melalui vena-vena kecil didalam dinding posterior yang mengalir ke sinus dural. Persarafan Sinus frontalis dipersarafi oleh cabang nervus V.1. Secara khusus, nervus-nervus ini meliputi cabang supraorbita dan supratrochlear. Struktur terkait Recessus frontal Recessus frontal adalah ruang diantara sinus frontalis dan hiatus semilunaris yang menuju ke aliran sinus. Bagian anterior dibatasi oleh sel agger nasi, superior oleh sinus frontalis, medial oleh turbinate medial dan bagian lateral oleh lamina papyracea. Rongga yang menyerupai suatu dambel seperti sinus frontalis merupakan ostium atau saluran yang kemudian membuka lagi kedalam recesus. Berdasarkan luasnya pneumatisasi ethmoid, recessus ini dapat kembali menjadi bentuk pipa yang menghasilkan dambel yang lebih panjang. Struktur yang anomali, seperti sinus lateralis (bagian posterior ke recessus frontal di dasar tengkorak) dan bula frontalis (bagian anterior ke receesus di dasar sinus frontalis) menyebabkan salah interpretasi seperti sinus frontalis ketika operasi sinus. SINUS SPHENOIDALIS Perkembangan

14 Sinus sphenoidalis adalah unik oleh karena tidak dibentuk dari kantong rongga hidung. Sinus ini dibentuk didalam kapsul rongga hidung dari hidung janin. Tidak berkembang hingga usia 3 tahun. Usia 7 tahun pneumatisasi telah mencapai sella turcica. Usia 18 tahun, sinus sudah mencapai ukuran penuh. Struktur Usia belasan tahun sinus ini sudah mencapai ukuran penuh dengan volume 7,5ml (23 x 20 x 17mm). Pneumatisasai sinus ini, seperti sinus frontalis, sangat bervariasi. Secara umum merupakan struktur bilateral yang terletak posterosuperior dari rongga hidung. Pneumatisasi dapat meluas sejauh clivus, ala parva dan ala magna os sphenoid sampai ke foramen magnum. Dinding sinus sphenoidalis bervariasi ketebalannya, dinding anterosuperior dan dasar sinus paling tipis (1 1,5mm). dinding yang lain lebih tebal, Bagian paling tipis dari dinding anterior adalah 1 cm dari fovea ethmoidalis. Letak dari sinus oleh karena hubungan anatominya tergantung dengan tingkat pneumatisasi. Sinus bisa terletak jauh di anterior, di anterior atau dengan seketika di bawah sella turcica (conchal, presellar, sellar atau postsellar). Kebanyakan posisi posterior dapat menempatkan sinus bersebelahan ke struktur yang penting seperti arteri carotid, nervus opticus, nervus maxillaris cabang dari nervus trigeminal, nervus vidian, pons, sella turcica dan sinus cavernosus. Struktur ini sering dikenali seperti lekukan di atap dan dinding sinus. Dalam presentase kecil akan mempunyai dehisens tulang di atas struktur yang penting seperti nervus opticus dan arteri carotid. Hati-hati ketika memperbaiki septa

15 sinus ini mungkin di dalam kesinambungan dengan carotid dan canalis opticus yang dapat mengakibatkan kematian dan kebutaan. Ostium sinus sphenoidalis bermuara ke recessus sphenoethmoidalis. Ukurannya sangat kecil ( 0.5-4mm ) dan letaknya sekitar 10 mm di atas dasar sinus. 30 derajat kebawah dari dasar hidung anterior mendekati letak ostium diatas dinding posteriosuperior hidung, merupakan garis tengah persambungan antara 1/3 atas dan 2/3 bawah dari dinding anterior sinus. Biasanya sebelah medial ke turbinate superior dan hanya beberapa milimeter dari cribiform plate. Ostium ini, seperti sinus maxillaris, mempunyai tulang dehisens yang lebih besar yang dibatasi oleh sebuah septum membran. Perdarahan Arteri ethmoid posterior mendarahi atap sinus sphenoidalis. Bagian lain dari sinus mendapat aliran darah dari arteri sphenopalatina. Aliran vena melalui vena maxillaris ke vena jugularis dan pleksus pterigoid. Persarafan Sinus sphenoidalis disarafi oleh cabang nervus V.1 dan V.2. Nervus nasociliaris (cabang nervus V.1) berjalan menuju nervus ethmoid posterior dan mensarafi atap sinus. Cabangcabang nervus sphenopalatina (V.2) mensarafi dasar sinus. Struktur terkait 1. Recessus sphenoethmoidalis Recessus sphenoethmoidalis adalah rongga disampinga dan diatas turbinate superior. Batasan-batasan dari rongga ini dibentuk oleh struktur yang kompleks. Dinding anterior dsinus sphenoidalis membentuk batas posterior. Septum nasi dan cribiform plate membentuk batas medial dan superior. Perluasan anteriolateral ditentukan oleh turbinate

16 superior. Rongga ini keluar ke rongga hidung secara lebih rendah. Sel ethmoid posterior, seperti halnya sinus sphenoidalis mengalir ke daerah ini. 2. Rostrum sphenoid Struktur ini hanya proyeksi garis tengah dari dinding sinus sphenoid anterior, menyambung lamina perpendicular dan os vomer. 3. Onodi sel Telah dijelaskan diatas, sel ini adalah sel-sel ethmoid yang terletak anteolateral menuju sinus sphenoidalis. Struktur penting seperti areteri carotis dan nervus opticus bisa melalui sel ini. Struktur ini sering dehisens. Perlu tindakan pembedahan yang hati-hati di area ini dan pemeriksaan radiograpi yang baik untuk menghindari hasil yang tidak diinginkan.

17 MIKROSKOPIK ANATOMI Sinus-sinus ini dilaisi oleh epitel pseudostratified ciliated columnar yang berkesinambungan dengan mukosa di rongga hidung. Epitel sinus ini lebih tipis dari epitel hidung. Ada 4 tipe sel dasar, yaitu epitel ciliated columnar, non ciliated columnar, sel basal dan sel goblet. Sel-sel ciliated memiliki silia per sel dengan struktur dari 9+2 mikrotubulus dengan dynein lengan. Data penelitian menunjukkan sel ini berdetak kali per menit, pergerakan mucosa pada suatu tingkat 9 mm per menit. Sel yang nonciliated ditandai oleh microvilli yang menutupi daerah apikal sel dan bertugas untuk meningkatkan area permukaan ( mungkin memudahkan pembasahan dan kehangatan dari udara inspirasi ). Ini penting untuk meningkatkan konsentrasi (sampai 50%) dari ostium sinus. Fungsi sel basal belum diketahui, sangat bervariasi baik dalam bentuk dan jumlah. Beberapa teori menjelaskan bahwa sel basal dapat bertindak sebagai suatu stem cell yang dapat membedakan jika dibutuhkan. Sel goblet memproduksi glikoprotein yang berfungsi untuk viskositas dan elastisitas mukosa. Sel goblet ini disarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis. Rangsangan saraf parasimpatis

18 menghasilkan mucous yang lebih kental dan dengan rangsangan saraf simpatis pengeluaran mucous lebih encer. Lapisan epitel disokong oleh suatu basement membran yang tipis, lamina propia, dan periosteum. Keduanya baik kelenjar serous dan mucinous mengalir ke dalam lamina propia. Studi anatomi menunjukkan tentang sel goblet dan kelenjar submucosal di sinus dibandingkan di mukosa hidung. Pada studi tersebut, sinus maxillaris mempunyai sel goblet yang paling tinggi. Ostia dari rahang, sphenoid dan sinus ethmoid anterior meningkat dalam jumlah submucosal yang mengandung kelenjar serous dan mucinous. FUNGSI SINUS PARANASAL Fisiologi dan fungsi dari sinus banyak menjadi penelitian. Berbagai teori dari fungsi ada. Ini meliputi fungsi dari kelembaban udara inspirasi, membantu pengaturan tekanan intranasal dan tekanan serum gas, mendukung pertahanan imun, meningkatkan area permukaan mucosa, meringankan volume tengkorak, memberi resonansi suara, menyerap goncangan dan mendukung pertumbuhan masase muka. Hidung adalah suatu alat pelembab udara yang mengagumkan dan lebih hangat dari udara. Bahkan saat kecepatan aliran udara 7liter / menit, hidung belum mencapai kemampuan maksimalnya untuk melaksanakan fungsi ini. Kelembaban hidung telah ditunjukkan untuk menyokong po2 serum sebanyak 6,9 mmhg. Walaupun mucosa hidung beradaptasi melaksanakan fungsi ini, sinus berperan pada area permukaan mucosa dan kemampuannya untuk menghangatkan. Beberapa peneliti memperlihatkan bahwa bernafas dengan mulut

19 menurunkan volume akhir CO2 yang dapat meningkatkan kadar CO2 serum dan berperan untuk slep apnea. Oleh karena produksi mukosa sinus yang berlimpah mereka berperan pada pertahanan imun / penyaringan udara yang dilakukan oleh hidung. Hidung dan mukosa sinus terdiri dari sel cilia yang berfungsi untuk menggerakkan mukosa ke choana. Lapisan superfisial yang dikentalkan dari mukosa hidung berperan untuk menjerat bakteri dan partikel yang mengandung unsur yang kaya dengan sel imun, antibodi dan protein antibakteri. Perbatasan lapisan sol yang lebih tipis dan berperan untuk menyediakan suatu substrat di mana cilia bisa bergerak dan mendorong. Kecuali jika yang dihalangi oleh penyakit atau perbedaan anatomis, sinus pindah; gerakan lendir melalui rongga dan ke luar dari ostia ke arah choane. Penelitian yang paling terbaru pada fungsi sinus berfokus pada molekul Nitrous Oxide (NO). Studi menunjukkan bahwa produksi Nitrous Oxide intranasal adalah secara primer pada sinus. Telah kita ketahui bahwasanya Nitrous Oxide beracun ke bakteri, jamur dan virus pada tingkatan sama rendah 100 ppb. Konsentrasi dari unsur ini dapat menjangkau ppb dimana beberapa peneliti sudah berteori tentang mekanisme dari sterilisasi sinus. Nitrous Oxide juga meningkatkan pergerakan cilia Fisiologi dan fungsi sinus paranasal sangat kompleks. Penelitian yang berkesinambungan mungkin bisa mengungkapkan bahwa semua dari fungsi ini menjadi bagian dari suatu gambaran yang lebih luas.

20 DAFTAR PUSTAKA 1. Anon, Jack B., etal, Anatomy of the Paranasal Sinuses, Theime, New York, c Bhatt, Nikhil J., Endoscopic Sinus Surgery: New Horizons, Singular Publishing Group, Inc., San Diego, c Bailey, Byron J., et al, Head & Neck Surgery-Otolaryngology., Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, c Lundberg, J., Weitzberg, E. Nasal Nitric Oxide in Man. Thorax McCaffrey, Thomas V., Rhinologic Diagnosis and Treatment, Thieme, New York, c Marks, Steven C. Nasal and Sinus Surgery, W.B. Saunders Co., Philadelphia, c2000.

21 7. Navarro, Joao A.C., The Nasal Cavity and Paranasal Sinuses, Springer, Berlin, c Watelet J.B., Cauwenberge P. Van, Applied Anatomy and Physiology of the nose and Paranasal Sinuses. Allergy 1999.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris, sinus frontalis, sinus sphenoidalis dan sinus ethmoidalis. Setiap rongga sinus ini

Lebih terperinci

Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri.

Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kompleksitas dari anatomi sinus paranasalis dan fungsinya menjadi topik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kompleksitas dari anatomi sinus paranasalis dan fungsinya menjadi topik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kompleksitas dari anatomi sinus paranasalis dan fungsinya menjadi topik yang menarik untuk dipelajari. Sinus paranasalis dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu

Lebih terperinci

Anatomi-Fisiologi SISTEM PERNAFASAN (Respiratory System) by : Hasty Widyastari

Anatomi-Fisiologi SISTEM PERNAFASAN (Respiratory System) by : Hasty Widyastari Anatomi-Fisiologi SISTEM PERNAFASAN (Respiratory System) by : Hasty Widyastari Fungsi Pertukaran gas O2 dengan CO2 Mengambil O2 dari atmosfer ke dalam sel-sel tubuh dan mentranspor CO2 yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB II ANATOMI. Sebelum memahami lebih dalam tentang jenis-jenis trauma yang dapat terjadi pada mata,

BAB II ANATOMI. Sebelum memahami lebih dalam tentang jenis-jenis trauma yang dapat terjadi pada mata, BAB II ANATOMI Sebelum memahami lebih dalam tentang jenis-jenis trauma yang dapat terjadi pada mata, sebaiknya terlebih dahulu dipahami tentang anatomi mata dan anatomi operasinya. Dibawah ini akan dijelaskan

Lebih terperinci

BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH. berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7

BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH. berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7 BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH Sepertiga tengah wajah dibentuk oleh sepuluh tulang, dimana tulang ini saling berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7 2.1 Tulang-tulang yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (simptoms kurang dari 3 minggu), subakut (simptoms 3 minggu sampai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (simptoms kurang dari 3 minggu), subakut (simptoms 3 minggu sampai 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sinusitis Sinusitis adalah proses peradangan atau infeksi dari satu atau lebih pada membran mukosa sinus paranasal dan terjadi obstruksi dari mekanisme drainase normal. 9,15

Lebih terperinci

BAB 2 TUMOR GANAS PADA 2/3 WAJAH. Tumor ganas yang sering terjadi pada wajah terdiri atas dua jenis yaitu: basal

BAB 2 TUMOR GANAS PADA 2/3 WAJAH. Tumor ganas yang sering terjadi pada wajah terdiri atas dua jenis yaitu: basal BAB 2 TUMOR GANAS PADA 2/3 WAJAH Tumor ganas yang sering terjadi pada wajah terdiri atas dua jenis yaitu: basal sel karsinoma dan skuamous sel karsinoma. Tumor ganas yang sering terjadi pada bagian bibir,

Lebih terperinci

Fungsi nervus trokhlearis Fourth Nerve Palsy ( FNP ) Lesi setingkat nukleus

Fungsi nervus trokhlearis Fourth Nerve Palsy ( FNP ) Lesi setingkat nukleus Nervus trochlearis sangat unik karena serabut sarafnya yang berjalan ke dorsal akan menyilang garis tengah sebelum keluar ke brainstem, akibatnya lesi setinggi nukleus akan bersifat kontralateral sedangkan

Lebih terperinci

Sinonasal Anatomy, Function, and Evaluation

Sinonasal Anatomy, Function, and Evaluation Presentator Moderator : Ernest Yoice Yuana : dr. Taufiqurrahman Sinonasal Anatomy, Function, and Evaluation Perkembangan embriologi cavitas nasi & sinus nasalis -> bentuk anatomis SPN Embriologi 1. kepala

Lebih terperinci

Yani Mulyani, M.Si, Apt STFB

Yani Mulyani, M.Si, Apt STFB Yani Mulyani, M.Si, Apt STFB Kegiatan menginhalasi dan mengekshalasi udara dengan tujuan mempertukarkan oksigen dengan CO2 = bernafas/ventilasi Proses metabolisme selular dimana O2 dihirup, bahan2 dioksidasi,

Lebih terperinci

BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA. Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat

BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA. Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat melakukan gerakan meluncur dan rotasi pada saat mandibula berfungsi. Sendi ini dibentuk oleh kondilus mandibula

Lebih terperinci

OSTEOLOGI AXIALE I D R H. H E R L INA P R AT IWI

OSTEOLOGI AXIALE I D R H. H E R L INA P R AT IWI OSTEOLOGI AXIALE I D R H. H E R L INA P R AT IWI SKELETON AXIALIS SKELETON AXIALIS Ossa Craniofascialis Columna Vertebrae Ossa Cranii Ossa Fasciei OSSA CRANII (NEUROCRANII) Os. Occipitale Os. Sphenoidale

Lebih terperinci

ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG DAN SINUS PARANASAL

ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG DAN SINUS PARANASAL REFERAT ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG DAN SINUS PARANASAL PEMBIMBING: Dr. H. Yuswandi Affandi Sp. THT-KL Dr. M. Ivan Djajalaga M.Kes, Sp. THT-KL DISUSUN OLEH: Noer Kamila Dedeh Asliah Bernadeta Rosa Diyana

Lebih terperinci

Kaviti hidung membuka di anterior melalui lubang hidung. Posterior, kaviti ini berhubung dengan farinks melalui pembukaan hidung internal.

Kaviti hidung membuka di anterior melalui lubang hidung. Posterior, kaviti ini berhubung dengan farinks melalui pembukaan hidung internal. HIDUNG Hidung adalah indera yang kita gunakan untuk mengenali lingkungan sekitar atau sesuatu dari aroma yang dihasilkan. Kita mampu dengan mudah mengenali makanan yang sudah busuk dengan yang masih segar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Ras India Penduduk ras India Malaysia merupakan suatu kaum yang berasal dari India selatan. Mereka telah datang ke Malaysia sejak dua ribu tahun lalu.kelompokkelompok seperti

Lebih terperinci

INDERA PENCIUMAN. a. Concha superior b. Concha medialis c. Concha inferior d. Septum nasi (sekat hidung)

INDERA PENCIUMAN. a. Concha superior b. Concha medialis c. Concha inferior d. Septum nasi (sekat hidung) INDERA PENCIUMAN Indera penciuman adalah indera yang kita gunakan untuk mengenali lingkungan sekitar melalui aroma yang dihasilkan. Seseorang mampu dengan mudah mengenali makanan yang sudah busuk dengan

Lebih terperinci

PENUNTUN KETERAMPILAN KLINIS. PEMERIKSAAN HIDUNG Dan PEMASANGAN TAMPON BLOK 2.6 GANGUAN RESPIRASI

PENUNTUN KETERAMPILAN KLINIS. PEMERIKSAAN HIDUNG Dan PEMASANGAN TAMPON BLOK 2.6 GANGUAN RESPIRASI PENUNTUN KETERAMPILAN KLINIS PEMERIKSAAN HIDUNG Dan PEMASANGAN TAMPON BLOK 2.6 GANGUAN RESPIRASI KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI & PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS ANDALAS FAKULTAS KEDOKTERAN PADANG 2016 Konstributor

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Foramen Mentale Foramen mentale adalah suatu saluran terbuka pada korpus mandibula. Melalui foramen mentale dapat keluar pembuluh darah dan saraf, yaitu arteri, vena

Lebih terperinci

Kuantisasi dan analisis citra computed radiography pada pemeriksaan sinus paranasal pasien pediatrik dengan metode line profile

Kuantisasi dan analisis citra computed radiography pada pemeriksaan sinus paranasal pasien pediatrik dengan metode line profile DIAGNOSTIC AND INTERVENTIONAL IMAGING Journal of Medical Physics and Biophysics, Vol. 5, No. 1, February 2018 Kuantisasi dan analisis citra computed radiography pada pemeriksaan sinus paranasal pasien

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanalis Mandibularis Kanalis mandibularis adalah saluran yang memanjang dari foramen mandibularis yang terletak pada permukaan medial ramus. Kanalis ini dialiri oleh inferior

Lebih terperinci

BAB 2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA. 2. Ligamen Sendi Temporomandibula. 3. Suplai Darah pada Sendi Temporomandibula

BAB 2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA. 2. Ligamen Sendi Temporomandibula. 3. Suplai Darah pada Sendi Temporomandibula BAB 2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA Sendi adalah hubungan antara dua tulang. Sendi temporomandibula merupakan artikulasi antara tulang temporal dan mandibula, dimana sendi TMJ didukung oleh 3 : 1. Prosesus

Lebih terperinci

REFERAT DEVIASI SEPTUM NASI

REFERAT DEVIASI SEPTUM NASI REFERAT DEVIASI SEPTUM NASI LANIRA ZARIMA N. H1A 008 038 DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROKAN RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hidung dan Sinus Paranasal 2.1.1. Anatomi Hidung Hidung adalah organ yang terdiri dari dua bagian yaitu hidung luar dan cavum nasi. Hidung luar memiliki dua lubang yang disebut

Lebih terperinci

11/29/2013 PENGINDERAAN ADALAH ORGAN- ORGAN AKHIR YANG DIKHUSUSKAN UNTUK MENERIMA JENIS RANGSANGAN TERTENTU

11/29/2013 PENGINDERAAN ADALAH ORGAN- ORGAN AKHIR YANG DIKHUSUSKAN UNTUK MENERIMA JENIS RANGSANGAN TERTENTU ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENGINDERAAN PENGINDERAAN ADALAH ORGAN- ORGAN AKHIR YANG DIKHUSUSKAN UNTUK MENERIMA JENIS RANGSANGAN TERTENTU BEBERAPA KESAN TIMBUL DARI LUAR YANG MENCAKUP PENGLIHATAN, PENDENGARAN,

Lebih terperinci

VASKULARISASI OTAK PENDARAHAN. Departemen Anatomi Fakultas Kedokteran USU. Pendarahan otak cabang dari : arteri carotis interna dan arteri vertebralis

VASKULARISASI OTAK PENDARAHAN. Departemen Anatomi Fakultas Kedokteran USU. Pendarahan otak cabang dari : arteri carotis interna dan arteri vertebralis VASKULARISASI OTAK Departemen Anatomi Fakultas Kedokteran USU PENDARAHAN Pendarahan otak cabang dari : arteri carotis interna dan arteri vertebralis 1 VARIASI ARCUS AORTA ARTERIA CAROTIS INTERNA sinus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Radiografi Kedokteran Gigi Radiografi adalah alat yang digunakan dalam menegakkan diagnosis dan rencana pengobatan penyakit baik penyakit umum maupun penyakit mulut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Sinus Paranasal Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang

Lebih terperinci

BAB 8 SISTEMA RESPIRATORIA

BAB 8 SISTEMA RESPIRATORIA BAB 8 SISTEMA RESPIRATORIA PENDAHULUAN DESKRIPSI SINGKAT : Bab ini membicarakan tentang sistema respiratoria yang melibatkan organ-organ seperti hidung, pharynx, larynx, trachea, bronchus, bronchiale,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Menurut Gibson et.al. kemampuan seseorang dapat dipengaruhi oleh pengetahuan dan keterampilan, sedangkan pengetahuan dapat diperoleh melalui latihan, pengalaman kerja maupun pendidikan,

Lebih terperinci

ORGAN-ORGAN SYSTEMA RESPIRATORIUM : 1. NASUS 2. PHARYNX 3. LARYNX 4. TRACHEA 5. 2 BRONCHI PRIMARII 6. BRONCHIOLUS & SALURAN-SALURAN UDARA YANG LEBIH

ORGAN-ORGAN SYSTEMA RESPIRATORIUM : 1. NASUS 2. PHARYNX 3. LARYNX 4. TRACHEA 5. 2 BRONCHI PRIMARII 6. BRONCHIOLUS & SALURAN-SALURAN UDARA YANG LEBIH ORGAN-ORGAN SYSTEMA RESPIRATORIUM : 1. NASUS 2. PHARYNX 3. LARYNX 4. TRACHEA 5. 2 BRONCHI PRIMARII 6. BRONCHIOLUS & SALURAN-SALURAN UDARA YANG LEBIH KECIL 7. PULMO DAN PLEURA 8. OTOT-OTOT RESPIRASI DAN

Lebih terperinci

TUTORIAL 2 SISTEM TUBUH 2. Sistem Respirasi Manusia

TUTORIAL 2 SISTEM TUBUH 2. Sistem Respirasi Manusia TUTORIAL 2 SISTEM TUBUH 2 Sistem Respirasi Manusia Sistem Respirasi Manusia Isilah bernapas, seringkali diarikan dengan respirasi, walaupun secara hariah sebenarnya kedua isilah tersebut berbeda. Pernapasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Definisi Rinitis Alergi (RA) menurut ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) merupakan reaksi inflamasi pada mukosa hidung akibat reaksi hipersensitivitas

Lebih terperinci

Rhinosinusitis. Bey Putra Binekas

Rhinosinusitis. Bey Putra Binekas Rhinosinusitis Bey Putra Binekas Anatomi Fisiologi Sebagai pengatur kondisi udara Sebagai penahan suhu Membantu keseimbangan kepala Membantu resonansi suara Sebagai peredam perubahan tekanan udara Membantu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Foramen Mentale Foramen mentale adalah suatu saluran terbuka pada korpus mandibula. Foramen ini dilalui saraf mental, arteri dan vena. Nervus mentalis adalah cabang terkecil

Lebih terperinci

Ketebalan retina kira-kira 0,1 mm pada ora serata dan 0,56 mm pada kutub posterior. Di

Ketebalan retina kira-kira 0,1 mm pada ora serata dan 0,56 mm pada kutub posterior. Di Anatomi Retina Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan yang melapisi bagian dalam 2/3 posterior dinding bola mata. Retina membentang ke anterior hampir sejauh korpus

Lebih terperinci

Gambar klasifikasi Le Fort secara sistematis

Gambar klasifikasi Le Fort secara sistematis Fraktur Le Fort terjadi pada 10-20% dari fraktur wajah. Fraktur ini terjadi karena terpajan kekuatan yang cukup. Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan penyebab utama, penyebab lain yang mungkin yaitu

Lebih terperinci

PENDARAHAN Pendarahan otak cabang arteri carotis interna dan arteri vertebralis

PENDARAHAN Pendarahan otak cabang arteri carotis interna dan arteri vertebralis VASKULARISASI OTAK Departemen Anatomi Fakultas Kedokteran USU PENDARAHAN Pendarahan otak cabang arteri carotis interna dan arteri vertebralis VARIASI ARCUS AORTA ARTERIA CAROTIS INTERNA sinus caroticus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. nasi, kolumela dan lubang hidung (nares anterior). 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. nasi, kolumela dan lubang hidung (nares anterior). 1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Hidung Hidung dari luar berbentuk seperti piramid dengan bagian-bagiannya berupa pangkal hidung (bridge), batang hidung (dorsum nasi), puncak hidung (hip),

Lebih terperinci

Author : Edi Susanto, S.Ked. Faculty of Medicine University of Riau. Pekanbaru, Riau. 0 Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed.

Author : Edi Susanto, S.Ked. Faculty of Medicine University of Riau. Pekanbaru, Riau. 0 Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed. Author : Edi Susanto, S.Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 0 Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed.tk PENDAHULUAN Sinus paranasal merupakan ruang udara yang berada

Lebih terperinci

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI DEDI

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI DEDI ANATOMI FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI DEDI Sal. Nafas Atas ANATOMI SISTEM RESPIRASI Pengaturan pernafasan Sal. Nafas bawah Proses kegiatan ventilasi difusi perfusi PENGERTIAN UMUM Pernafasan juga merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Untuk mengetahui penyakit dan kelainan hidung, perlu diingat kembali

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Untuk mengetahui penyakit dan kelainan hidung, perlu diingat kembali BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Anatomi dan Fisiologi Hidung Dan Sinus Paranasal 2.1.1 Anatomi hidung Untuk mengetahui penyakit dan kelainan hidung, perlu diingat kembali tentang anatomi hidung. Anatomi

Lebih terperinci

Teknik Radiografi Sinus Paranasal

Teknik Radiografi Sinus Paranasal Teknik Radiografi Sinus Paranasal Menurut Biglioli dan Chiapasco (2014) teknik radiografi sinus paranasal yang rutin digunakan untuk kasus sinusitis pada sinus maksilaris ada 2: 1. Proyeksi Parietoacantial

Lebih terperinci

TRAUMA MUKA DAN DEPT. THT FK USU / RSHAM

TRAUMA MUKA DAN DEPT. THT FK USU / RSHAM TRAUMA MUKA DAN HIDUNG DEPT. THT FK USU / RSHAM PENDAHULUAN Hidung sering fraktur Fraktur tulang rawan septum sering tidak diketahui / diagnosis hematom septum Pemeriksaan dapat dilakukan dengan palpasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Hidung Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya sehingga menjadi kavum nasi kanan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak kendala yang sering dijumpai dalam menentukan diagnosis peradangan sinus paranasal. Gejala dan tandanya sangat mirip dengan gejala dan tanda akibat infeksi saluran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hidung 2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Hidung Hidung merupakan organ penting karena fungsinya sebagai salah satu organ pelindung tubuh terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan.

Lebih terperinci

HISTOLOGI SISTEM LIMFATIS

HISTOLOGI SISTEM LIMFATIS Judul Mata Kuliah : Biomedik 1 (7 SKS) Standar Kompetensi : Area Kompetensi 5 : Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran Kompetensi Dasar : Menerapkan ilmu kedokteran dasar pada blok biomedik 1 Indikator : Mampu

Lebih terperinci

Systema Respiratorium (Sistem Pernapasan)

Systema Respiratorium (Sistem Pernapasan) Systema Respiratorium (Sistem Pernapasan) Alat pernapasan pada Vertebrata meliputi: insang (branchia), paru-paru (pulmo). Pada dasarnya alat-alat tersebut berbeda bentuknya tetapi sama fungsinya. Masing-masing

Lebih terperinci

ALAT PERNAFASAN DIBAGI MENJADI 2, YAITU:

ALAT PERNAFASAN DIBAGI MENJADI 2, YAITU: RESPIRATORY SYSTEM histology ALAT PERNAFASAN DIBAGI MENJADI 2, YAITU: Pars Conductoria: Memasukkan udara dari luar menuju komponen yang dapat meneruskan O 2 menuju aliran darah, dan juga sebaliknya. Pars

Lebih terperinci

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SINUSITIS DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SINUSITIS DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014 1 GAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SINUSITIS DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014 Oleh: Sari Wulan Dwi Sutanegara 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Rangka manusia. Axial Skeleton. Apendikular Skeleton. Tengkorak Tulang belakang Tulang iga Tulang dada

Rangka manusia. Axial Skeleton. Apendikular Skeleton. Tengkorak Tulang belakang Tulang iga Tulang dada Mulai Rangka manusia Axial Skeleton Tengkorak Tulang belakang Tulang iga Tulang dada Apendikular Skeleton Gelang bahu Ekstremitas atas Gelang panggul Ekstremitas bawah Selesai Tengkorak Mandible (Rahang

Lebih terperinci

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru Exit Hidung Faring Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia Laring Trakea Bronkus Bronkiolus Alveolus Paru-paru Hidung Hidung berfungsi sebagai alat pernapasan dan indra pembau. Pada hidung

Lebih terperinci

OSTEOSARCOMA PADA RAHANG

OSTEOSARCOMA PADA RAHANG OSTEOSARCOMA PADA RAHANG SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran gigi Oleh : AFRINA ARIA NINGSIH NIM : 040600056 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Gambar 1 urutan tingkat perkembangan divertikulum pernapasan dan esophagus melalui penyekatan usus sederhana depan

Gambar 1 urutan tingkat perkembangan divertikulum pernapasan dan esophagus melalui penyekatan usus sederhana depan EMBRIOLOGI ESOFAGUS Rongga mulut, faring, dan esophagus berasal dari foregut embrionik. Ketika mudigah berusia kurang lebih 4 minggu, sebuah divertikulum respiratorium (tunas paru) Nampak di dinding ventral

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumor rongga hidung dan sinus paranasal atau disebut juga tumor sinonasal adalah tumor yang dimulai dari dalam rongga hidung atau sinus paranasal di sekitar hidung.

Lebih terperinci

SISTEM PEREDARAN DARAH DAN KARDIOVASKULAS

SISTEM PEREDARAN DARAH DAN KARDIOVASKULAS SISTEM PEREDARAN DARAH DAN KARDIOVASKULAS ALAT PEREDARAN DARAH JANTUNG PEMBULUH DARAH KAPILER DARAH JANTUNG JANTUNG ATAU HEART MERUPAKAN SALAH SATU ORGAN YANG PENTING DALAM KELANGSUNGAN HIDUP KITA. TELAH

Lebih terperinci

ANATOMI DAN FISIOLOGI

ANATOMI DAN FISIOLOGI ANATOMI DAN FISIOLOGI Yoedhi S Fakar ANATOMI Ilmu yang mempelajari Susunan dan Bentuk Tubuh FISIOLOGI Ilmu yang mempelajari faal (fungsi) dari Ilmu yang mempelajari faal (fungsi) dari alat atau jaringan

Lebih terperinci

KARSINOMA DEPT. ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN-USU RS. H. ADAM MALIK 2009

KARSINOMA DEPT. ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN-USU RS. H. ADAM MALIK 2009 KARSINOMA NASOFARING DEPT. ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN-USU RS. H. ADAM MALIK 2009 Tumor ganas kepala dan leher yang terbanyak di Indonesia Banyak terjadi di dunia, insidens

Lebih terperinci

KARSINOMA NASOFARING

KARSINOMA NASOFARING KARSINOMA NASOFARING DEPT. ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN-USU RS. H. ADAM MALIK 2009 Tumor ganas kepala dan leher yang terbanyak di Indonesia Banyak terjadi di dunia, insidens

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALatihan Soal 5.1

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALatihan Soal 5.1 SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALatihan Soal 5.1 1. Urutan organ pernapasan yang benar dari dalam ke luar adalah... paru-paru, tenggororkan mulut paru-paru kerongkongan, hidung

Lebih terperinci

M.Biomed. Kelompok keilmuan DKKD

M.Biomed. Kelompok keilmuan DKKD SISTEM PERKEMIHAN By: Tuti Nuraini, SKp., M.Biomed Kelompok keilmuan DKKD TUJUAN PEMBELAJARAN Mhs memahami struktur makroskopik sistem perkemihan (Ginjal, ureter, vesika urinaria dan uretra) dan struktur

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian studi deskriptif analisis, dengan rancangan penelitian Studi Potong Lintang (Cross Sectional Study). 4.2

Lebih terperinci

BAB VII SISTEM PERNAPASAN

BAB VII SISTEM PERNAPASAN BAB VII SISTEM PERNAPASAN PERNAPASAN / RESPIRASI PROSES PERTUKARAN GAS OKSIGEN DAN KARBON DIOKSIDA DALAM TUBUH ORGANISME FUNGSI Mensuplai oksigen ke dalam sel-sel jaringan tubuh dan mengeluarkan karbondioksida

Lebih terperinci

PANDUAN KETERAMPILAN KLINIK (CSL) FOTO X RAY SKULL & LUMBOSACRAL

PANDUAN KETERAMPILAN KLINIK (CSL) FOTO X RAY SKULL & LUMBOSACRAL PANDUAN KETERAMPILAN KLINIK (CSL) FOTO X RAY SKULL & LUMBOSACRAL Disusun Oleh : Prof. Dr. dr. Muhammad Ilyas, Sp.Rad (K) dr. Rafikah Rauf, Sp.Rad., M.Kes DEPARTEMEN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Hidung dan Sinus Paranasal Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya sehingga menjadi kavum

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Hidung Bentuk luar hidung sangat bervariasi dalam hal ukuran dan bentuk, terutama karena perbedaan tulang-tulang rawan hidung. Punggung hidung meluas dari akar hidung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidung luar dan hidung dalam. Struktur hidung luar ada 3 bagian yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidung luar dan hidung dalam. Struktur hidung luar ada 3 bagian yang dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hidung dan Sinus Paranasal 1. Anatomi dan Fisiologi Hidung Hidung merupakan organ yang penting karena fungsinya sebagai pelindung dari lingkungan luar yang tidak menguntungkan.

Lebih terperinci

ANATOMI LIDAH MANUSIA. Oleh : Kelas 1A

ANATOMI LIDAH MANUSIA. Oleh : Kelas 1A ANATOMI LIDAH MANUSIA Oleh : Kelas 1A Putu Diah Sandi Dewi I Made Dwi Tresna Saputra Annisa Pratiwi Ketut Yuni Handayani (P07120216029) (P07120216030) (P07120216031) (P07120216032) KEMENTERIAN KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan

BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan seorang dokter gigi untuk mengenali anatomi normal rongga mulut, sehingga jika ditemukan

Lebih terperinci

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

Gambar 1. Anatomi Palatum 12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Palatum 2.1.1 Anatomi Palatum Palatum adalah sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut. Palatum

Lebih terperinci

Validasi Foto Polos Sinus Paranasal 3 Posisi untuk Diagnosis Rinosinusitis Kronik

Validasi Foto Polos Sinus Paranasal 3 Posisi untuk Diagnosis Rinosinusitis Kronik Validasi Foto Polos Sinus Paranasal 3 Posisi untuk Diagnosis Rinosinusitis Kronik Vimala Acala, Kartono Sudarman, Anton Christanto, Slamet Widodo Bagian Telinga Hidung dan Tenggorok Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada tinjauan pustaka akan diuraikan mengenai suku Batak, foramen mentalis, radiografi panoramik, kerangka teori dan kerangka konsep. 2.1 Suku Batak Penduduk Indonesia termasuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Skeletal Vertikal Wajah Basis kranii anterior (Sella-Nasion) sering digunakan sebagai garis acuan untuk menentukan kemiringan bidang mandibula (MP). Individu dengan

Lebih terperinci

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI Conducted by: Jusuf R. Sofjan,dr,MARS 2/17/2016 1 2/17/2016 2 2/17/2016 3 2/17/2016

Lebih terperinci

OSTEOTOMI LE FORT I PADA BEDAH ORTOGNATI

OSTEOTOMI LE FORT I PADA BEDAH ORTOGNATI OSTEOTOMI LE FORT I PADA BEDAH ORTOGNATI SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh: Diah P Sari NIM : 080600080 UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan sistemik.

Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan sistemik. LAPORAN KASUS RUMAH SAKIT UMUM YARSI II.1. Definisi Epistaksis adalah perdarahan dari hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum (kelainan sistemik). II.2. Etiologi Epistaksis dapat ditimbulkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi merupakan hubungan statis antara gigi atas dan gigi bawah selama interkuspasi dimana pertemuan tonjol gigi atas dan bawah terjadi secara maksimal. Dikenal dua

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pharynx merupakan suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pharynx merupakan suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Pharynx Pharynx merupakan suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti corong yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Pharynx terletak di belakang

Lebih terperinci

Bronkitis pada Anak Pengertian Review Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan

Bronkitis pada Anak Pengertian Review Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan Bronkitis pada Anak 1. Pengertian Secara harfiah bronkitis adalah suatu penyakit yang ditanda oleh inflamasi bronkus. Secara klinis pada ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau gangguan

Lebih terperinci

A. Sistem Sirkulasi pada Hewan Sistem difusi Sistem peredaran darah terbuka Sistem peredaran darah tertutup 2. Porifera

A. Sistem Sirkulasi pada Hewan Sistem difusi Sistem peredaran darah terbuka Sistem peredaran darah tertutup 2. Porifera A. Sistem Sirkulasi pada Hewan Sistem sirkulasi pada hewan dibedakan menjadi 3, yaitu : Sistem difusi : terjadi pada avertebrata rendah seperti paramecium, amoeba maupun hydra belum mempunyai sistem sirkulasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Saluran Pernafasan Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling berhubungan. Pada bagian anterior saluran pernafasan terdapat

Lebih terperinci

Morfologi dan Anatomi Dasar Kelinci

Morfologi dan Anatomi Dasar Kelinci Modul Praktikum Biologi Hewan Ternak 2017 6 Morfologi dan Anatomi Dasar Kelinci Petunjuk Umum Praktikum - Pada praktikum ini digunakan alat-alat bedah dan benda-benda bersudut tajam. Harap berhati-hati

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Definisi Epistaksis Epistaksis adalah perdarahan akut yang berasal dari lubang hidung atau nasofaring. Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala dari penyakit lain yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi 2.1.1. Anatomi Hidung Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagian dari atas ke bawah yaitu: pangkal hidung (bridge), batang hidung (dorsum nasi), puncak hidung

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi 2.1.1. Anatomi Hidung Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagian dari atas ke bawah yaitu: pangkal hidung (bridge), batang hidung (dorsum nasi), puncak hidung

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EMBRIOLOGI KELENJAR SALIVA DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL FKG USU

PERKEMBANGAN EMBRIOLOGI KELENJAR SALIVA DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL FKG USU PERKEMBANGAN EMBRIOLOGI KELENJAR SALIVA LISNA UNITA, DRG.,M.Kes DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL FKG USU KELENJAR SALIVA Perkembangan Embriologi Kelenjar saliva berkembang dari ectoderm. Asal perkembangan kelenjar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Sinus 2.1.1. Sinus Frontalis Bentuk dan ukuran sinus frontal sangat bervariasi, dan seringkali juga sangat berbeda bentuk dan ukurannya dari sinus pasangannya. Ukuran

Lebih terperinci

ANATOMI GIGI. Drg Gemini Sari

ANATOMI GIGI. Drg Gemini Sari ANATOMI GIGI Drg Gemini Sari ANATOMI GIGI Ilmu yg mempelajari susunan / struktur dan bentuk / konfigurasi gigi, hubungan antara gigi dgn gigi yang lain dan hubungan antara gigi dengan jaringan sekitarnya

Lebih terperinci

ANATOMI SISTEM PENGECAPAN & PENGHIDU

ANATOMI SISTEM PENGECAPAN & PENGHIDU ANATOMI SISTEM PENGECAPAN & PENGHIDU Dr. Simbar Sitepu, AAI Dr. Lita Feriyawati, M.Kes DEPARTEMEN ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SISTEM PENGECAPAN PENGECAPAN (Gustation, special

Lebih terperinci

Cara Kerja Fungsi Anatomi Fisiologi Jantung Manusia

Cara Kerja Fungsi Anatomi Fisiologi Jantung Manusia Cara Kerja Fungsi Anatomi Fisiologi Jantung Manusia Editor : Jeanita Suci Indah Sari G1CO15010 PROGRAM STUDI DIV ANALIS KESEHATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

Lebih terperinci

KORELASI VARIASI ANATOMI HIDUNG DAN SINUS PARANASALIS BERDASARKAN GAMBARAN CT SCAN TERHADAP KEJADIAN RINOSINUSITIS KRONIK

KORELASI VARIASI ANATOMI HIDUNG DAN SINUS PARANASALIS BERDASARKAN GAMBARAN CT SCAN TERHADAP KEJADIAN RINOSINUSITIS KRONIK KORELASI VARIASI ANATOMI HIDUNG DAN SINUS PARANASALIS BERDASARKAN GAMBARAN CT SCAN TERHADAP KEJADIAN RINOSINUSITIS KRONIK CORRELATION OF NASAL AND SINUS ANATOMICAL VARIATIONS PARANASALIS CT IMAGE BASED

Lebih terperinci

SYSTEMA CARDIOVASCULARE (Sistem Peredaran)

SYSTEMA CARDIOVASCULARE (Sistem Peredaran) SYSTEMA CARDIOVASCULARE (Sistem Peredaran) Fungsi Umum Sistem peredaran berfungsi untuk mengangkut udara pernafasan (O 2 dan CO 2 ), makanan yang telah diserap dan usus halus menuju bagian tubuh yang memerlukan,

Lebih terperinci

SISTEM PEMBULUH DARAH MANUSIA. OLEH: REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt

SISTEM PEMBULUH DARAH MANUSIA. OLEH: REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt SISTEM PEMBULUH DARAH MANUSIA OLEH: REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt ARTERI Membawa darah bersih (oksigen) kecuali arteri pulmonalis Mempunyai dinding yang tebal Mempunyai jaringan yang elastis Katup hanya

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALATIHAN SOAL

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALATIHAN SOAL 1. Perhatikan gambar berikut! SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALATIHAN SOAL Bagian yang ditunjukan nomor 2 dan 4 adalah... Bronkiolus dan alveolus Bronkus danalveolus Bronkus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Informed consent 2.1.1 Definisi Informed consent Informed consent adalah suatu persetujuan mengenai akan dilakukannya tindakan kedokteran oleh dokter terhadap pasiennya. Persetujuan

Lebih terperinci

Otak dan Saraf Kranial. By : Dyan & Aulia

Otak dan Saraf Kranial. By : Dyan & Aulia Otak dan Saraf Kranial By : Dyan & Aulia Struktur Otak Otak Tengah (Mesencephalon) Otak (Encephalon) Otak Depan (Proencephalon) Otak Belakang (Rhombencephalon) Pons Serebellum Medulla Oblongata Medula

Lebih terperinci

Sistem Peredaran Darah Manusia

Sistem Peredaran Darah Manusia Sistem Peredaran Darah Manusia Struktur Alat Peredaran Darah Pada Manusia Sistem peredaran darah pada manusia tersusun atas jantung sebagai pusat peredaran darah, pembuluh-pembuluh darah dan darah itu

Lebih terperinci

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA A. GINJAL SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA Sebagian besar produk sisa metabolisme sel berasal dari perombakan protein, misalnya amonia dan urea. Kedua senyawa tersebut beracun bagi tubuh dan harus dikeluarkan

Lebih terperinci

CREATIVE THINKING. MANUSIA DAN ILMU PENGETAHUAN Panca Indra

CREATIVE THINKING. MANUSIA DAN ILMU PENGETAHUAN Panca Indra CREATIVE THINKING MANUSIA DAN ILMU PENGETAHUAN Panca Indra HIDUNG Hidung merupakan panca indera manusia yang sangat penting untuk mengenali bau dan juga untuk bernafas. Bagian-Bagian Hidung Dan Fungsinya

Lebih terperinci