BAB II LANDASAN TEORI Sekolah Menengah Kejuruan Bertaraf Internasional (SMKBI)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI Sekolah Menengah Kejuruan Bertaraf Internasional (SMKBI)"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Sekolah Menengah Kejuruan Bertaraf Internasional (SMKBI) Berdasarkan peraturan yang dikeluarkan oleh Dirjen Manajemen Diknas tahun 2006 bahwa SMKBI adalah merupakan sekolah nasional dengan standar mutu internasional. Proses belajar mengajar di sekolah ini menekankan pengembangan daya kreasi, inovasi dan eksperimentasi untuk mengacu ide-ide baru yang belum pernah ada. Standar internasional yang dituntut dalam SMKBI adalah Standar Kompetensi Lulusan, Kurikulum, Proses Belajar Mengajar, Sumber Daya Manusia, Fasilitas, Manajemen, Pembiayaan, dan Penilaian Standar Internasional. Pada sekolah bertaraf internasional, proses belajar mengajar disampaikan dalam dua bahasa yaitu bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Standar keberhasilan SMKBI ada 12 indikator yaitu : 1. Memiliki Sertifikat Manajemen Mutu ISO Versi Minimal 4 Pelajaran Produktif Menggunakan Bahasa Inggris 3. Memiliki Standard Training Workshop 4. Memiliki dan Mengembangkan Advance Training 5. Mampu Mengembangkan Teaching Factory 6. Mempunyai Komitmen dan Kepedulian Terhadap Masalah Lingkungan 7. Mampu Mengembangkan dan Mengimplementasikan Self Acces Study dan Komunikasi Asing 8. Memiliki Partner Asing dalam pengembangan Sekolah

2 9. Lulusan SMK mampu bekerja di Luar Negeri 10. Guru, Siswa dan Lulusan Menguasai Bahasa Inggris (Skor TOEIC > 400) 11. Mampu Menerapkan Proses Bisnis Sekolah Berbasis ICT 12. Memiliki TUK (Tempat Uji Kompetensi) (Dirjen Pembinaan SMK, 2007) 2.2. Pembina Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa pembina berasal dari kata bina yang berarti membangun atau mengusahakan supaya lebih baik, sedangkan Pembina adalah orang yang membina. Jadi seorang Pembina adalah orang yang mengusahakan atau melakukan kegiatan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik sesuai dengan target yang diharapkan. Seorang Pembina bersama-sama dengan seluruh sumber daya yang ada melakukan perencanaan, perbaikan / penyempurnaan, pembimbingan, konsolidasi internal dan eksternal, serta mencari terobosan baru untuk meningkatkan kinerja. Arti pembinaan sendiri adalah memberikan arahan, bimbingan, contoh dan saran dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah, untuk itu diperlukan keteladanan dari pihak pembina sekolah dalam melaksanakan tugasnya. Dengan kemampuan-kemampuan tersebut diharapkan pembina sekolah dapat menjadi partner kerja yang serasi dengan pihak sekolah dalam memajukan sekolahnya Widyaiswara Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No:PER/66/M.PAN/6/2005 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya, Pasal 1 mengatakan bahwa

3 Widyaiswara adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diangkat sebagai pejabat fungsional oleh pejabat yang berwenang dengan tugas, tanggung jawab, wewenang untuk mendidik, mengajar, dan/atau melatih Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Pemerintah. Tugas, tanggung jawab dan wewenang widyaiswara meliputi (1) Pendidikan (2) Pengembangan dan Pelaksanaan diklat, (3) Pengembangan profesi, dan (4) Kegiatan penunjang. Pendidikan yaitu mengikuti pendidikan formal yang diakreditasi dan memperoleh ijazah / gelar yang relevan dengan spesialisasinya dan mengikuti pendidikan dan pelatihan dan memperoleh Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan (STTPP). Pengembangan dan Pelaksanaan Diklat yaitu penganalisaan kebutuhan diklat, penyusunan kurikulum diklat, penyusunan bahan diklat, pelaksanaan diklat atau mengajar dan melatih, pengelolaan program diklat, pemberian bimbingan dan konsultasi, pengevaluasian program diklat dan pelaksanaan ujian. Pengembangan Profesi yaitu pembuatan karya tulis/karya ilmiah dalam lingkup kediklatan, penerjemahan / penyaduran buku dan bahan lainnya dalam lingkup kediklatan, pembuatan buku pedoman / petunjuk pelaksanaan/petunjuk teknis dalam lingkup kediklatan dan pelaksanaan orasi ilmiah. Kegiatan Penunjang yaitu seminar / lokakarya dan menjadi anggota organisasi profesi, mengajar PNS diluar instansi, mengajar peserta diklat bukan PNS dalam rangka pengabdian masyarakat, menjadi anggota delegasi ilmiah dalam pertemuan internasional, memperoleh gelar kesarjanaan lainnya yang diakreditasikan dan memperoleh penghargaan / tanda jasa. Menurut peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Standar Kompetensi Widyaiswara bahwa kompetensi widyaiswara terdiri atas (1) Kompetensi

4 pengelolaan pembelajaran, (2) Kompetensi Kepribadian; (3) Kompetensi sosial, (4) Kompetensi substansif Mengacu pada peraturan LAN bab I pasal 1 bahwa standar kompetensi widyaiswara adalah kemampuan minimal yang secara umum dimiliki oleh seorang widyaiswara dalam melaksanakan tugas, tanggungjawab dan wewenangnya untuk mendidik, mengajar, dan/atau melatih PNS. Artinya bahwa kompetensi widyaiswara harus dikembangkan untuk dapat memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan pengguna (customer). Widyaiswara merupakan sumber daya manusia yang ada di lembaga diklat. Disebut sumber daya karena widyaiswara mempunyai kompetensi dan integritas yang dapat didayagunakan untuk mencapai visi-misi dan tujuan lembaga diklat. Oleh sebab itu, setiap widyaiswara seharusnya dikembangkan kualitasnya. Ada berbagai alasan mengapa widyaiswara harus dikembangkan kualitasnya. Alasan tersebut antara lain: (1) Widyaiswara dituntut mampu melaksanakan tugasnya secara profesional, (2) Widyaiswara harus mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, (3) Widyaiswara harus mengikuti perkembangan Kebijakan substansi diklat, (4) Widyaiswara harus dapat mempersepsi dan mengantisipasi perkembangan masyarakat dan permasalahan sosial, (5) Widyaiswara harus mampu beradaptasi dengan perubahan karakteristik peserta diklat. Ada dua aspek yang perlu dikembangkan widyaiswara, yaitu aspek kompetensi dan integritas. Aspek kompetensi berkaitan dengan wawasan, pengetahuan, dan keterampilan, sedang aspek integritas berkaitan dengan sikap mental, semangat, karakter, dan perilakunya. Kedua aspek tersebut merupakan satu kesatuan yang terintegrasi dan saling mempengaruhi, serta harus berbanding lurus. Artinya, yang diharapkan dari seorang widyaiswara adalah sosok yang

5 mempunyai kompetensi dan integritas tinggi, bukan kompetensinya tinggi tetapi integritasnya rendah, atau sebaliknya, kompetensinya rendah integrasinya tinggi. Widyaiswara yang khusus diberikan tugas tambahan sebagai Konsultan / Pembina Sekolah Menengah Kejuruan Bertaraf Internasional (SMKBI) mempunyai kompetensi yang mengacu kepada kebutuhan SMKBI mulai dari perencanaan, pembuatan proposal, pelaksanaan dan pengembangan sekolah seutuhnya sehingga profil SMKBI dapat tercapai. Oleh karena itu seorang widyaiswara sebagai Pembina SMKBI sebaiknya memiliki kompetensi yang lebih dari standar kompetensi minimal yaitu meliputi Kemampuan Berprestasi (Merencanakan dan Mengimplementasi), Kemampuan Memimpin, Kemampuan Melayani, Kemampuan Mengelola, Kemampuan Berpikir dan kemampuan bersikap dewasa yang tinggi agar sekolah dapat segera mencapai profil SMKBI yang telah ditetapkan Seleksi Proses seleksi merupakan salah satu bagian yang terpenting dalam Manajemen Sumber Daya Manusia, karena pelaksanan proses seleksi ini akan menimbulkan dampak bagi pencapaian tujuan organisasi. Menurut Handoko (1985) pengertian seleksi adalah serangkaian langkah kegiatan yang digunakan untuk memutuskan apakah pelamar diterima atau tidak. Menurut Gomes (1995) pengertian seleksi adalah serangkaian langkah kegiatan yang dilaksanakan untuk memutuskan apakah seorang pelamar diterima ditolak, tetap / tidaknya seorang pekerja ditempatkan pada posisi - posisi tertentu yang ada di dalam organisasi.

6 Proses seleksi merupakan salah satu fungsi terpenting dalam manajemen sumber daya manusia, karena tersedia / tidaknya pekerja dalam jumlah dan kualitas yang sesuai dengan kebutuhan tugas / organisasi, diterima / tidaknya pelamar yang telah lulus proses rekrutmen, tepat / tidaknya penempatan seorang pekerja pada posisi tertentu, sangat ditentukan oleh fungsi seleksi dan penempatan ini. Jika fungsi ini tidak dilaksanakan dengan baik maka dengan sendirinya akan berakibat fatal terhadap pencapaian tujuan - tujuan organisasi. Tujuan proses seleksi menurut Nitisemito (1996) tujuan dilaksanakan proses seleksi adalah untuk mendapatkan "The Right Man In The Right Place". Didalam proses seleksi perusahaan harus mendapatkan tenaga kerja yang tepat di dalam posisi yang tepat pula. Untuk keperluan tersebut perusahaan harus menetapkan faktor - faktor / kriteria kompetensi yang perlu diseleksi, serta menentukan proses seleksi yang dapat dilaksanakan secara maksimal Kompetensi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) pengertian kompetensi adalah kemampuan, kecakapan. Kompetensi sumber daya manusia dalam arti sempit, tidak dapat dilepaskan dari persyaratan pekerjaan yang ada. Maksudnya adalah sebuah organisasi harus mengetahui terlebih dahulu bagaimana pekerjaan itu harus dilaksanakan dan kompetensi apa yang dibutuhkan dalam melaksanakan pekerjaan tersebut. Kompetensi ini bisa meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku karyawan. Dalam arti luas, kompetensi akan terkait dengan strategi organisasi dan pengertian kompetensi ini dapat diintegrasikan dengan

7 soft skill, hard skill, social skill, dan mental skill. Hard skill mencerminkan pengetahuan dan keterampilan, soft skill menunjukkan intuisi, kepekaan. Social skill menunjukkan keterampilan dalam hubungan sosial, sedangkan mental skill menunjukkan ketahanan mental. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000, kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang PNS berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya. Sedangkan menurut Baso (2003), kompetensi adalah suatu uraian keterampilan, pengetahuan dan sikap yang utama diperlukan untuk mencapai kinerja yang efektif dalam pekerjaan. Selanjutnya Amstrong dan Baron (1998), mengatakan bahwa competency is some time difined as referring to the dimensions of behavior that lie behind competence performance (kadangkadang terbentuk sebagai dimensi-dimensi dari perilaku dan tingkah laku yang terletak dari kompetensi kinerja). Prayitno dan Suprapto dalam kertas kerjanya (2002), mengatakan bahwa standar kompetensi adalah spesifikasi atau sesuatu yang dibakukan, memuat persyaratan minimal yang harus dimiliki seseorang yang akan melakukan pekerjaan tertentu agar yang bersangkutan mempunyai kemampuan melaksanakan pekerjaan dengan hasil baik. Hal senada juga dikemukakan oleh Mitrani (1995) bahwa kompetensi adalah suatu sifat dasar seseorang yang dengan sendirinya berkaitan dengan pelaksanaan suatu pekerjaan secara efektif atau sangat berhasil.

8 Menurut Spencer & Spencer (1993), kompetensi didefinisikan sebagai: A competency is underlying characteristic of an individual that is causally related to criterion-referenced effective and / or superior performance in a job situation. Berdasarkan definisi tersebut, kata "underlying characteristics" mengandung arti bahwa kompetensi adalah bagian kepribadian yang mendalam dan melekat pada diri seseorang serta perilaku yang diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan. Sedangkan kata "Criterion Referenced" mengandung arti bahwa kompetensi sebenarnya memprediksi siapa yang berkinerja baik dan kurang baik, yang diukur dari kriteria atau standar yang digunakan. Dengan demikian, dapatlah kita artikan bahwa kompetensi adalah kemampuan individual / orang perorangan untuk mengerjakan suatu tugas / pekerjaan yang dilandasi oleh ilmu pengetahuan, ketrampilan dan sikap, sesuai unjuk kerja yang dipersyaratkan. Menurut Spencer and Spencer (1993), Mitrani (1992), terdapat 5 karakteristik kompetensi,yaitu : 1. Motives (Motivasi) Adalah sesuatu dimana seseorang secara konsisten berpikir sehingga ia melakukan tindakan. Mitrani et al, menambahkan bahwa motives adalah "drive, direct, and select behavior toward certain action or goals and away from others". Sebagai contoh, seseorang yang memiliki motivasi berprestasi secara konsisten akan mengembangkan tujuan-tujuan yang memberi tantangan pada dirinya dan bertanggung jawab penuh untuk mencapai tujuan tersebut serta mengharapkan "feedback" untuk memperbaiki dirinya.

9 2. Traits (Ciri) Adalah watak yang membuat orang berperilaku atau merespon sesuatu dengan cara tertentu, seperti percaya diri (self confidence), kontrol diri (self control) dan ketabahan (stress resistance). Karakter dan bawaan seseorang dapat mempengaruhi prestasi di tempat kerja. Karakter dan unsur bawaan ini dapat berupa bawaan fisik (seperti postur atletis, penglihatan yang baik), maupun bawaan sifat yang lebih kompleks yang dimiliki seseorang sebagai karakter, seperti kemampuan mengendalikan emosi, perhatian terhadap hal yang sangat detail, dan sebagainya. 3. Self-Concept (Konsep Diri) Adalah sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang. Konsep diri seseorang mencakup gambaran atas diri sendiri, sikap dan nilai-nilai yang diyakininya. Misalnya, seseorang yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi menggambarkan dirinya sendiri sebagai orang yang dapat mencapai sesuatu yang diharapkan, yang menurutnya, baik dalam berbagai situasi, baik situasi sulit maupun mudah. 4. Knowledge (Pengetahuan) Adalah informasi yang dimiliki oleh seseorang dalam bidang tertentu. Contohnya pengetahuan ahli bedah tentang syaraf otot dalam tubuh manusia. Nilai akademis atau indeks prestasi akademis seringkali kurang bermanfaat untuk memprediksi performansi di tempat kerja, karena sulitnya mengukur kebutuhan pengetahuan dan keahlian yang secara nyata digunakan dalam pekerjaan. Pengetahuan dapat memprediksikan apa yang mampu dilakukan seseorang,

10 bukan apa yang akan dilakukan. Hal ini disebabkan pengukuran pengetahuan lebih banyak menghafal, jika yang dipentingkan adalah kemampuan untuk mencari informasi. 5. Skills (Ketrampilan / Keahlian) Adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu baik secara fisik maupun mental. Kompetensi keterampilan mental atau kognitif meliputi pemikiran analitis (memproses pengetahuan atau data, menentukan sebab dan pengaruh, mengorganisasi data dan rencana) serta pemikiran konseptual (pengenalan pola data yang kompleks. Dari kelima karakteristik kompetensi tersebut kompetensi pengetahuan dan kompetensi ketrampilan / keahlian cenderung bersifat lebih nyata (visible) dan relatif berada di permukaan sebagai salah satu karakteristik yang dimiliki manusia. Sedangkan konsep diri (Self Concept), watak atau ciri (traits) dan motivasi (motives) cenderung lebih tersembunyi dan berada pada titik sentral kepribadian seseorang. Sebab akibat yang berhubungan berarti bahwa kompetensi menyebabkan atau memprediksi perilaku dalam berbagai situasi dan performansi. Kompetensi motif, ciri pembawaan, dan konsep diri memprediksi perilaku tindakan yang kemudian memprediksi hasil performansi pekerjaan, yang secara jelas dapat dilihat pada Gambar 1. berikut:

11 Intent Action Outcome Personal Characteristic Behavior Job Performance Motivasi Trait Self Concept Knowledge Skill (Sumber: Alain Mitrani, 1992) Gambar 1. Klausal Aliran Kompetensi Kompetensi dapat digunakan untuk menilai apakah seseorang itu bekerja dengan baik atau tidak, bila dibandingkan dengan standar atau kriteria tertentu yang telah ditentukan oleh suatu organisasi (Spencer, 1993). Berdasarkan rumpun referensi kemampuan, Spencer mengelompokkan kompetensi menjadi enam kelompok, yaitu : 1. Kemampuan Berprestasi (Merencanakan dan Mengimplementasi) a. Achievement orientation (Semangat Untuk Berprestasi) b. Concern for order, quality, and accuracy (Perhatian Terhadap Kejelasan Tugas, Kualitas Dan Ketelitian Kerja) c. Initiative (Proaktif) d. Information Seeking (Mencari Informasi)

12 2. Kemampuan Melayani a. Interpersonal Understanding (Empati) b. Customer Service Orientation (Berorientasi Kepada Kepuasan Pelanggan) 3. Kemampuan Memimpin a. Impact and Influence (Mempengaruhi) b. Organizational Awareness (Kesadaran Berorganisasi) c. Relationship Building (Membangun Hubungan) 4. Kemampuan Mengelola a. Developing Others (Mengembangkan Orang Lain) b. Directiveness (Kemampuan Mengarahkan) c. Team Leadership (Memimpin Kelompok) d. Teamwork and Cooperation (Kerjasama Kelompok) 5. Kemampuan Berpikir a. Analytical Thinking (Berpikir Analitis) b. Conceptual Thinking (Berpikir Konseptual) c. Expertise (Keahlian Teknikal / Profesional / Manajerial) 6. Kemampuan Bersikap Dewasa a. Self control (Pengendalian Diri)

13 b. Self confidence (Percaya Diri) c. Flexibility (Fleksibilitas) d. Organizational Commitment (Komitmen Terhadap Organisasi) Mengingat tugas widyaiswara sebagai pembina SMKBI mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi setiap kegiatan dari seluruh komponen yang ada di sekolah dan diluar sekolah baik di dalam maupun di luar negeri untuk mencapai dan melestarikan profil SMKBI yang telah ditetapkan, sehingga kompetensi seorang calon Pembina harus dilihat dari keenam kelompok kompetensi yang disampaikan oleh Spencer Analytical Hierarchy Process (AHP) Analytical Hierarchy Process (AHP) yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty merupakan suatu alat yang dirancang untuk membantu pembuat keputusan dalam memecahkan masalah yang rumit termasuk masalah dengan banyak dengan banyak kriteria. Prosesnya meminta pembuat keputusan untuk memilih kepentingan relatif dari setiap kriteria dan kemudian memspesifikasikan tingkat ketertarikannya untuk setiap alternatif keputusan relatif terhadap setiap kriteria. Output dari AHP adalah peringkat yang menunjukkan tingkat ketertarikan menyeluruh dari setiap alternatif keputusan. Pada penyelesaian persoalan dengan AHP ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami antara lain: (Thomas L. Saaty, 1993) 1. Dekomposisi

14 Setelah mendefinisikan permasalahan atau persoalan yang akan dipecahkan, maka dilakukan dikomposisi, yaitu memecahkan persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika menginginkan hasil yang akurat, maka dilakukan pemecahan unsur-unsur tersebut sampai tidak dapat dipecah lagi, sehingga didapatkan beberapa tingkatan persoalan. AHP menyusun hierarki secara fungsional, dimana setiap elemen dalam hierarki fungsional dikelompokkan kedalam tiap-tiap tingkat. Tingkat tertinggi yang disebut fokus hanya terdiri dari sebuah elemen yang menunjukkan tujuan dari sistem secara keseluruhan. Tingkattingkat berikutnya dapat terdiri dari beberapa elemen atau kriteria, karena setiap elemen pada satu tingkat harus dibandingkan satu sama lain berdasarkan kriteria pada tingkat diatasnya, maka elemen-elemen pada setiap kriteria harus mempunyai karakteristik yang sama. Strukturisasi hierarki biasanya dilakukan dengan cara bergerak dari arah fokus untuk menguraikan elemenelemenya sedapat mungkin kebawah, kemudian dari arah alternatif bergerak keatas sampai diperoleh suatu tingkat dimana keduanya saling berhubungan. 2. Comparative Judgement Prinsip ini memberikan penilaian tentang kepentingan relatif diantara dua elemen pada suatu tingkatan tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen yang disajikan dalam bentuk matriks Pairwise Comparison. Hasil dari penilaian ini disajikan dalam bentuk matriks dan selanjutnya dinamakan perbandingan berpasangan. Pertanyaan yang biasa diajukan dalam penyusunan skala kepentingan adalah seperti elemen mana yang lebih (penting / disukai / mungkin / ), dan berapa kali lebih (penting / disukai / mungkin / ) seperti terlihat pada Tabel 1. berikut:

15 Tabel 1. Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan Derajat Kepentingan Definisi Variabel 1 Kedua elemennya sama pentingnya 3 Sebuah elemen sedikit lebih penting dibandingkan elemen lainnya 5 Sebuah elemen lebih penting dibandingkan elemen lainnya 7 Sebuah elemen jauh lebih penting dibandingkan elemen lainnya Keterangan Kedua elemen mempunyai pengaruh yang sama pentingnya Pendapat sedikit memihak pada sebuah elemen dibandingkan elemen lainnya Pendapat sangat memihak pada sebuah elemen dibandingkan elemen lainnya Sebuah elemen secara kuat disukai dan dominasinya tampak dalam praktek Lanjutan Tabel 1. Derajat Kepentingan Definisi Variabel Keterangan 9 Sebuah elemen mutlak lebih penting dibandingkan elemen lainnya 2,4,6,8 Nilai-nilai tengah diantara dua pendapat berdampingan Satu elemen terbukti mutlak lebih disukai dibandingkan dengan pasangannya, pada tingkat keyakinan tertinggi Nilai-nilai ini diberikan bila diperlukan 3. Synthesis Of Priority Langkah selanjutnya adalah melakukan sintesis prioritas dari setiap matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, oleh karena itu untuk melakukan prioritas global harus dilakukan sisntesis diantara prioritas lokal. Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui sintesis dinamakan priority setting. 4. Logical Consistency Konsistensi memiliki dua makna, yaitu pertama adalah bahwa objek-objek serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Contohnya, anggur dan kelereng

16 dapat dikelompokkan dalam himpunan yang seragam jika bulat merupakan kriterianya, tetapi tidak dapat jika rasa sebagai kriterianya. Pengertian kedua adalah menyangkut tingkat hubungan antara objek-objek yang didasarkan menurut kriteria tertentu. 5. Consistency Index (CI) dan Consistency Ratio (CR) Hubungan preferensi yang dikenakan antara dua elemen tidak mempunyai masalah konsistensi relasi. Bila elemen A adalah dua kali lebih penting dari elemen B, maka elemen B adalah ½ kali pentingnya dari elemen A. Konsistensi seperti ini tidak berlaku jika terdapat banyak elemen yang harus dibandingkan. Keterbatasan kemampuan numerik manusia menyebabkan prioritas yang diberikan untuk sekumpulan elemen tidaklah selalu konsisten secara logis. Secara numeris, terdapat kemungkinan suatu rangkaian penilaian untuk menyimpang dari konsistensi. Penyimpangan dari konsistensi dinyatakan dengan Indeks Konsistensi (Consistecy Index) atau CI yaitu: CI max n n 1 Dimana : λ max n : Nilai Eigen Maksimum : Ukuran matriks Nilai CI tidak akan berarti jika tidak terdapat patokan untuk menyatakan apakah apakah CI menunjukkan suatu matriks yang konsisten, dimana patokan diperoleh dengan melakukan

17 perbandingan random. Dari matriks random tersebut dapat juga dinilai Consistency Index yang disebut dengan Random Index (RI). Dengan membandingkan CI dengan RI maka diperoleh patokan untuk menentukan tingkat konsistensi suatu matriks, yang disebut dengan Consistency Ratio (CR), dengan rumus sebagai berikut: CI CR RI Suatu tingkat konsistensi yang tertentu memang diperlukan dalam penentuan prioritas untuk mendapatkan hasil yang sah. Nilai CR semestinya tidak lebih dari 0,1, jika tidak penilaian yang telah dibuat mungkin dilakukan secara random dan perlu direvisi. Tabel 2. Random Indeks (RI) N RI 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1, Produktivitas Menurut Mali (1978), produktivitas adalah bagaimana menghasilkan atau meningkatkan hasil barang dan jasa setinggi mungkin dengan memanfaatkan sumber daya secara efisien. Gasperz (1998) mengemukakan pengukuran produktivitas sebagai berikut: Output yang dihasilkan Produktivitas = Input yang dipergunakan Pencapaian tujuan = Penggunaan Sumber-sumber daya

18 Efektivitas pelaksanaan tugas = Efisiensi penggunaan Sumber-sumber daya Efektifitas = Efisiensi Produktivitas mencakup 2 konsep, yaitu daya guna (efisiensi) dan hasil guna (efektifitas). Daya guna menggambarkan modal yang diperlukan untuk memperoleh hasil tertentu. Sedangkan hasil guna menggambarkan akibat dan kualitas dari hasil yang diusahakan. Hasil Utama Masukan Proses Produksi Kualitas & Effisiensi Kualitas Produktivitas Hasil Sampingan Kualitas Efektifitas Sumber : Sedarmayanti (2009) Gambar 2. Keterkaitan Efisiensi, Efektifitas, Kualitas dan Produktivitas Dari bagan tersebut dapat dilihat bahwa produktivitas mencakup efisiensi, efektifitas, dan kualitas. Beberapa konsep dan petunjuk mengenai penerapan produktivitas dalam organisasi

19 bertujuan untuk mengarahkan pemikiran bahwa didalam suatu organisasi itu terdapat beberapa variabel-variabel determinan produktivitas yang dapat dimodifikasi dan dikembangkan untuk mencapai kultur kerja produktif. Pengertian produktivitas menurut Adam dan Ebert dalam Gasperz (1998) adalah efficiency a ratio of outputs to inputs. Total factor productivity is the ratio of outputs to the total inputs of labor, capital, material and energy; partial factor productivity is the ratio of outputs to one, two or three of these inputs Menurut D.J. Sumanth (1976) produktivitas dapat dibedakan atas : a. Produktivitas Parsial Rasio antara output yang dihasilkan dan jumlah penggunaan salah satu faktor input b. Produktivitas Total Faktor Rasio antara net output dan penjumlahan nilai tenaga kerja dan nilai biaya kapital yang dioperasikan. c. Produktivitas Total Rasio antara jumlah output yang dihasilkan dan penjumlahan semua faktor produksi yang digunakan. Variabel-variabel determinan produktivitas dalam organisasi tersebut adalah : 1. Lingkungan 2. Karakteristik Organisasi 3. Karakteristik Individu Variabel-variabel penentu produktivitas dalam organisasi dimodifikasi, selanjutnya dapat dikembangkan dan diarahkan untuk mencapai hasil akhir yang ditetapkan organisasi, yaitu :

20 1. Pola tingkah laku kerja, yaitu segala aktifitas organisasi yang secara khusus memperlihatkan keikut sertaan dan keterlibatan individu-individu didalamnya. 2. Pelaksanaan tugas, yaitu evaluasi terhadap prestasi individu mengenai tugas-tugas, kewajiban-kewajiban dan tanggung jawabnya. 3. Efektifitas organisasi, yaitu suatu indeks mengenai hasil akhir yang dicapai terhadap tujuan organisasi. Manfaat peningkatan produktivitas pada tingkat individu dapat dilihat dari : 1. Meningkatnya pendapatan (income) dan jaminan sosial lainnya. 2. Meningkatnya hasrat dan martabat serta pengakuan terhadap potensi individu 3. Meningkatkan motivasi kerja dan keinginan berprestasi. Secara skematis, manfaat peningkatan produktivitas pada tingkat individu dapat digambarkan sebagai berikut :

21 PENINGKATAN NASIONA PERUSAH INDIVID BERTAMBAHN YA PENDAPATAN NASIONAL MENINGKATN YA KEUNTUNGAN SEBAGIAN PENDAPATAN DITABUNG UNTUK PERLUASAN Sumber : Sedarmayanti (2009) Gambar 3. Manfaat Peningkatan Produktivitas Pada Tingkat Individu Pengukuran Produktivitas Pengukuran produktivitas adalah evaluasi tinggi rendahnya rasio-rasio output terhadap input. Sebuah rasio lebih tinggi atau lebih rendah dari rata-rata industri, atau berkaitan dengan tingkat produktivitas periode tertentu. Produktivitas berarti kekuatan / kemampuan menghasilkan sesuatu, karena didalam suatu organisasi kerja yang akan dihasilkan adalah perwujudan tujuannya. Karena produktivitas berhubungan dengan sesuatu yang materiel dan nonmateriel, baik yang dapat/tidak dapat dinilai dengan uang. Produktivitas bukanlah ukuran produksi/keluaran yang diproduksi, tetapi adalah ukuran seberapa baik kita menggunakan sumber daya dalam mencapai hasil yang diinginkan.

22 Pengukuran Produktivitas pada Sumber Daya Manusia Hafid (1995) mengemukakan bahwa produktivitas bukan semata-mata ditujukan untuk mendapatkan hasil kerja sebanyak-banyaknya (output), melainkan kualitas unjuk kerja penting diperhatikan. Perhatian berlebihan pada produktivitas sering kali mengorbankan kualitas, begitupun sebaliknya. Langkah yang paling ideal tentu bila ada keseimbangan antara produktivitas dan kualitas dalam kaitan itu maka sangat tepat bila setiap perusahaan membuat perencanaan secara rinci mengenai program kualitas dan produktivitas, yang didukung partisipasi seluruh karyawan. Upaya memperbaiki produktivitas dan kualitas perlu dilakukan secara terencana (terprogram) dengan melakukan rencananya secara rinci, dan melibatkan partisipasi aktif dari semua unsur terkait didalam perusahaan, agar pelaksanaannya dapat berjalan dengan lancar sebagi mana diharapkan. Selain itu perlu diterapkan beberapa langkah-langkah yang tepat agar upaya perbaikan produktivitas dan kualitas ini dapat berjalan dengan baik, yaitu: 1. Menetukan arah perbaikan. 2. Mendorong terbentuknya perubahan sikap dan kepribadian para eksekutif dan karyawan yang dapat menopang peningkatan produktivitas dan kualitas. 3. Melaksanakan program pendidikan dan pelatihan bagi karyawan. 4. Menentukan proses perbaikan yang akan dilaksanakan, termasuk metode atau sistem yang akan digunakan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas. 5. Implementasi program perbaikan kualitas produk pemasok 6. Penyusunan dan pelaksanaan program perbaikan produktivitas dan kualitas tahunan.

23 Departemen Sumber Daya Manusia (Human Resource Departement) dari suatu perusahaan ketika ingin menetapkan sistem pengukuran produktivitasnya dapat mempertimbangkan beberapa indikator produktivitas, yang pada dasarnya mengacu pada konsep bagian sumber daya manusia, diantaranya : Tabel 3. Keluaran dan Masukan No Keluaran (Output) Masukan (Input) 1 Total jam kerja efektif Total jam kerja seharusnya perwaktu tertentu perkaryawan 2 Banyaknya karyawan yang berhenti (keluar) Banyaknya karyawan perusahaan 3 Banyaknya karyawan yang memperoleh pelatihan Banyaknya karyawan perusahaan Sumber: Syarif (1991), Gasperz (1998) Pengukuran Produktivitas Widyaiswara Untuk menghitung produktivitas widyaiswara, dapat dihitung secara parsial dan total. Produktivitas parsial dihitung sesuai dengan sistem penilaian yang dilakukan oleh Tim Penilai Angka Kredit Widyaiswara Lembaga Administrasi Negara yang terdiri dari empat kelompok yaitu: 1. Pendidikan, dihitung dengan rumus: P1 ( AK1 WIxAKI1) 2. Pengembangan dan Pelaksanaan Diklat, dihitung dengan rumus:

24 P2 ( AK2 WIxAKI 2) 3. Pengembangan Profesi, dihitung dengan rumus: P3 ( AK3 WIxAKI3) 4. Unsur Penunjang Tugas Widyaiswara, dihitung dengan rumus: P4 ( AK4 WIxAKI 4) Penjelasan : P = Produktivitas Wi = Widyaiswara AK = Perolehan Angka Kredit AKI = Total Peluang Angka Kredit Yang Diberikan Oleh Lembaga Terhadap Widyaiswara Setelah dilakukan pengukuran produktivitas maka selanjutnya dilakukan perhitungan indeks produktivitas. Untuk membandingkan antara produktivitas periode yang diukur dengan produktivitas pada periode dasar. Indeks produktivitas widyaiswara dapat dihitung berdasarkan rumus berikut: Pr oduktivitasperiodetertentu IndeksPr oduktivitas x100% Pr oduktivitasperiodedasar Berdasarkan Petunjuk Operasional Penyusunan Daftar Usulan Angka Kredit (DUPAK) jabatan Fungsional Widyaiswara P4TK dan LPMP (Diknas, 2007) serta yang terdapat dalam

25 Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran P4TK Medan, pada masing-masing kelompok kegiatan yang memberikan perolehan angka kredit terhadap setiap widyaiswara adalah sebagai berikut: 1. Pendidikan Dari data-data yang terdapat pada P4TK Medan bahwa rata-rata widyaiswara mengikuti diklat sebanyak tiga (3) kali dalam satu tahun dengan pola jam, sehingga perolehan angka kredit dari unsur pendidikan adalah 3x1 kredit = 3 kredit 2. Pengembangan dan Pelaksanaan Diklat Diklat yang dilaksanakan di P4TK secara umum ada tiga (3) paket pada setiap departemen, masing-masing dengan pola 300 jam. Setiap satu paket diklat dapat dihitung perolehan angka kreditnya adalah sebagai berikut: Tabel 4. Daftar Perolehan Angka Kredit Kegiatan Pelaksanaan Diklat NO KEGIATAN PEROLEHAN ANGKA KREDIT Widyaiswara Ka. Departemen 1 Penganalisaan kebutuhan diklat - 0,75 2 Penyusunan kurikulum diklat 0,50 0,50 3 Menyusun bahan ajar diklat 0,75 0,75 4 Menyusun GBPP, SAP, transparansi 0,50 0,50 5 Menyusun modul diklat 7,50 7,50 6 Menyusun tes hasil belajar diklat 0,10 0,10 7 Mengajar dan Melatih 5,16 5,16 8 Penanggung jawab program - 2,50 9 Anggota penanggung jawab program 1,25-10 Penulisan kertas kerja peserta diklat Membimbing PKL Sebagai nara sumber/ fasiltator Memberikan konsultasi Pengevaluasian Program Diklat - -

26 15 Mengawas ujian 0,10 0,10 16 Memeriksa jawaban ujian 1,00 1,00 JUMLAH 16,86 18,86 Sumber: (Diknas, 2007) Karena dalam satu tahun ada tiga paket diklat maka widyaiswara memperoleh kredit dari pengembangan dan pelaksanaan diklat sebesar 3 x 16,86 = 50,58 per tahun. 3. Pengembangan Profesi Seorang widyaiswara berpeluang untuk membuat karya tulis ilmiah dalam bentuk naskah yang diakui lembaga P4TK Medan minimal satu naskah dalam satu tahun, yang dihargai dengan angka kredit sebesar 4 4. Penunjang Tugas Widyaiswara Unsur penunjang tugas widyaiswara mempunyai 20 % dari angka kredit yang dibutuhkan dalam kenaikan satu pangkat. Namun perolehan angka kredit tersebut boleh maksimal atau tidak karena perolehannya dapat diganti/ diisi oleh perolehan angka kredit dari unsur pendidikan, pengembangan dan pelaksanaan diklat. Dari unsur ini, widyaiswara mendapat angka kredit dari : Tabel 5. Daftar Perolehan Angka Kredit Kegiatan Penunjang Tugas Widyaiswara NO KEGIATAN PEROLEHAN ANGKA KREDIT 1 Mengikuti seminar sebagai peserta Menjadi anggota delegasi Keanggotaan dalam organisasi profesi Perolehan gelar keserjanaan lainnya Perolehan piagam kehormatan Sumber :Diknas, 2007)

27 Pada unsur penunjang yang dapat memberikan angka kredit terhadap widyaiswara P4TK Medan adalah mengikuti seminar dua (2) kali dalam setahun, menjadi anggota delegasi yang mewakili lembaga dan keanggotaan dalam orgasisasi profesi sehingga perolehan angka kredit sebesar 4. Dari uraian kegiatan P4TK Medan, peluang perolehan angka kredit tersebut diatas maka seorang widyaiswara akan memperoleh 61,58 kredit per tahun.

ANALISIS KRITERIA KOMPETENSI DALAM PEMILIHAN/ PENUGASAN WIDYAISWARA DI PPPPTK BIDANG BANGUNAN DAN LISTRIK TESIS. Oleh /TI

ANALISIS KRITERIA KOMPETENSI DALAM PEMILIHAN/ PENUGASAN WIDYAISWARA DI PPPPTK BIDANG BANGUNAN DAN LISTRIK TESIS. Oleh /TI ANALISIS KRITERIA KOMPETENSI DALAM PEMILIHAN/ PENUGASAN WIDYAISWARA DI PPPPTK BIDANG BANGUNAN DAN LISTRIK TESIS Oleh SRI MURNIATI 067025004/TI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 ANALISIS

Lebih terperinci

Kompetensi Sumber Daya Manusia Oleh: Indra Mulya, MSE

Kompetensi Sumber Daya Manusia Oleh: Indra Mulya, MSE 1 Kompetensi Sumber Daya Manusia Oleh: Indra Mulya, MSE K ita tentunya sering mendengar pernyataan bahwa Sumber Daya Manusia adalah aset terpenting di dalam perusahaan. Namun demikian pada pelaksanaannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor produksi yang terpenting dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor produksi yang terpenting dalam suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor produksi yang terpenting dalam suatu perusahaan, merekalah yang menentukan maju mundurnya suatu perusahaan, dengan

Lebih terperinci

(PSIKOLOGI SDM) MSDM

(PSIKOLOGI SDM) MSDM PSIKOLOGI PERSONEL (PSIKOLOGI SDM) PSIKOLOGI PERSONEL BERBASIS KOMPETENSI PSIKOLOGI PERSONEL PSIKOLOGI ORGANISASI PSIKOLOGI KONSUMEN PSIKOLOGI KEREKAYASAAN PSIKOLOGI SDM BERBASIS KOMPETENSI Serangkaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perubahan yang terjadi, maka perusahaan mulai mencari

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perubahan yang terjadi, maka perusahaan mulai mencari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kompetisi di era globalisasi mengharuskan manusia untuk memiliki pengetahuan yang luas dan pengalaman yang cukup sebagai modal untuk menjadi manusia yang

Lebih terperinci

Prof. Dr. Irmawati, Psikolog

Prof. Dr. Irmawati, Psikolog Prof. Dr. Irmawati, Psikolog Underlying characteristics of individual that is causally related to criterion referenced effective and/or superior performance in a job or situation Spencer & Spencer Sifat-sifat

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini berjudul Studi Deskriptif mengenai Model Kompetensi pada Guru di SMPN X Bandung. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui gambaran mengenai model kompetensi pada guru di SMPN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran sehingga menimbulkan hasil yang sesuai dengan proses yang telah

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran sehingga menimbulkan hasil yang sesuai dengan proses yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan manusia. Pendidikan tidak diperoleh begitu saja dalam waktu yang singkat, namun memerlukan suatu proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP)

BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP) BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK 3.1 Pengertian Proses Hierarki Analitik Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP) pertama kali dikembangkan oleh Thomas Lorie Saaty dari Wharton

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan atau organisasi dituntut untuk dapat menyesuaikan diri

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan atau organisasi dituntut untuk dapat menyesuaikan diri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah Suatu perusahaan atau organisasi dituntut untuk dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan usaha dan kondisi sosial masyarakat agar dapat berkompetisi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan kepada 7 orang terapis dan 4

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan kepada 7 orang terapis dan 4 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan kepada 7 orang terapis dan 4 orang staff maka dapat diambil kesimpulan bahwa profil kompetensi yang muncul untuk

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENGGUNAKAN MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMBERIAN BONUS KARYAWAN

RANCANG BANGUN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENGGUNAKAN MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMBERIAN BONUS KARYAWAN RANCANG BANGUN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENGGUNAKAN MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMBERIAN BONUS KARYAWAN Yosep Agus Pranoto Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha i ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai model kompetensi pada sales agent di PT. X Kota Bandung. Variabel penelitian ini adalah model kompetensi dengan menggunakan metode

Lebih terperinci

EVALUASI URUTAN FAKTOR YANG BERPENGARUH PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA DENGAN PENDEKATAN AHP

EVALUASI URUTAN FAKTOR YANG BERPENGARUH PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA DENGAN PENDEKATAN AHP EVALUASI URUTAN FAKTOR YANG BERPENGARUH PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA DENGAN PENDEKATAN AHP Abdul Azis Syarif 1 * 1 Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas Al Azhar Medan Jl. Pintu Air IV, Kwala Bekala

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Terapi untuk anak berkebutuhan khusus merupakan salah satu kebutuhan

BAB I. PENDAHULUAN. Terapi untuk anak berkebutuhan khusus merupakan salah satu kebutuhan BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Terapi untuk anak berkebutuhan khusus merupakan salah satu kebutuhan yang harus dipenuhi, dengan diberikannya terapi sedari dini dapat membantu anak menjadi

Lebih terperinci

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT Multi-Attribute Decision Making (MADM) Permasalahan untuk pencarian terhadap solusi terbaik dari sejumlah alternatif dapat dilakukan dengan beberapa teknik,

Lebih terperinci

TABEL DIMENSI TINGKAT KOMPETENSI (Sumber : Competence at Work, Spencer & Spencer 1993)

TABEL DIMENSI TINGKAT KOMPETENSI (Sumber : Competence at Work, Spencer & Spencer 1993) TABEL DIMENSI TINGKAT KOMPETENSI (Sumber : Competence at Work, Spencer & Spencer 1993) 1. KOMPETENSI : SEMANGAT UNTUK BERPRESTASI (ACHIEVEMENT ORIENTATION, ACH) : Derajat kepedulian seseorang terhadap

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui gambaran mengenai model kompetensi guru di SMAN X Bandung. Variabel penelitian ini adalah model kompetensi guru dengan menggunakan metode deskriptif.

Lebih terperinci

ABSTRAK Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh model kompetensi final dari CSO terkait dengan peran CSO yang masih menampilkan kerja belum optimal sesuai dengan tujuan perusahaan. Belum adanya kejelasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen 2.1.1 Pengertian Manajemen Istilah manajemen dalam kehidupan masyarakat dewasa ini bukanlah merupakan istilah atau masalah baru. Manajemen berasal dari kata to manage

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hidup di era globalisasi sekarang ini, informasi merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Hidup di era globalisasi sekarang ini, informasi merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hidup di era globalisasi sekarang ini, informasi merupakan salah satu kebutuhan manusia dalam kesehariannya. Tidak heran apabila begitu banyak media penyedia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen dan Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Organisasi merupakan suatu sistem sosial yang terdiri dari berbagai individu yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah industri jasa yang serba kompleks, dimana diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah industri jasa yang serba kompleks, dimana diharapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumah sakit adalah industri jasa yang serba kompleks, dimana diharapkan dapat memberikan pelayanan medik yang memuaskan sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. Kinerja adalah suatu konstruk multidimensional yang sangat kompleks, dengan banyak

BAB II KAJIAN TEORITIS. Kinerja adalah suatu konstruk multidimensional yang sangat kompleks, dengan banyak BAB II KAJIAN TEORITIS 1.1 Pengertian Kinerja Kinerja adalah suatu konstruk multidimensional yang sangat kompleks, dengan banyak perbedaan dalam arti tergantung pada siapa yang sedang mengevaluasi, bagaimana

Lebih terperinci

ANALISIS DATA Metode Pembobotan AHP

ANALISIS DATA Metode Pembobotan AHP ANALISIS DATA Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan konsumen dan pakar serta tinjauan langsung ke lapangan, dianalisa menggunakan metode yang berbeda-beda sesuai kebutuhan dan kepentingannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia pada saat ini perlu ditingkatkan kualitasnya,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia pada saat ini perlu ditingkatkan kualitasnya, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia pada saat ini perlu ditingkatkan kualitasnya, terutama bagi guru dan murid dalam upaya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara pesat. Ditambah lagi dengan pertumbuhan Ilmu Pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. secara pesat. Ditambah lagi dengan pertumbuhan Ilmu Pengetahuan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini, perindustrian di berbagai bidang berkembang secara pesat. Ditambah lagi dengan pertumbuhan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang

Lebih terperinci

DIMENSI KOMPETENSI DAN PRODUKTIVITAS KERJA DIKANTOR PT JAMSOSTEK CABANG GORONTALO. ZUCHRI ABDUSSAMAD Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK

DIMENSI KOMPETENSI DAN PRODUKTIVITAS KERJA DIKANTOR PT JAMSOSTEK CABANG GORONTALO. ZUCHRI ABDUSSAMAD Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK DIMENSI KOMPETENSI DAN PRODUKTIVITAS KERJA DIKANTOR PT JAMSOSTEK CABANG GORONTALO ZUCHRI ABDUSSAMAD Universitas Negeri Gorontalo A. Pengantar ABSTRAK Produktivitas kerja dalam perusahaan merupakan hasil

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. Indonesia saat ini sedang dalam era globalisasi. Pada masa ini, adanya

Bab I PENDAHULUAN. Indonesia saat ini sedang dalam era globalisasi. Pada masa ini, adanya 1 Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia saat ini sedang dalam era globalisasi. Pada masa ini, adanya hubungan kerja sama dengan luar negeri sudah menjadi hal yang biasa. Salah bentuknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, dengan

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada pembangunan di sektor ekonomi. Untuk itu, Indonesia membutuhkan dunia

BAB I PENDAHULUAN. pada pembangunan di sektor ekonomi. Untuk itu, Indonesia membutuhkan dunia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kompetisi di era globalisasi mengharuskan manusia untuk memiliki pengetahuan yang luas dan pengalaman yang cukup sebagai modal untuk menjadi manusia yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Sistem Pendukung Keputusan Pada dasarnya sistem pendukung keputusan merupakan pengembangan lebih lanjut dari sistem informasi manajemen terkomputerisasi. Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia merupakan suatu sistem pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Pujawan dan Erawan (2010) memilih supplier merupakan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Pujawan dan Erawan (2010) memilih supplier merupakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pemilihan Supplier Menurut Pujawan dan Erawan (2010) memilih supplier merupakan kegiatan strategis terutama apabila supplier tersebut memasok item yang kritis atau akan digunakan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN USULAN SOLUSI SISTEM UNTUK MENDUKUNG KEPUTUSAN PENILAIAN KINERJA DOSEN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

ANALISIS DAN USULAN SOLUSI SISTEM UNTUK MENDUKUNG KEPUTUSAN PENILAIAN KINERJA DOSEN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) ANALISIS DAN USULAN SOLUSI SISTEM UNTUK MENDUKUNG KEPUTUSAN PENILAIAN KINERJA DOSEN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Petrus Wolo 1, Ernawati 2, Paulus Mudjihartono 3 Program Studi

Lebih terperinci

BAB III SOLUSI BISNIS

BAB III SOLUSI BISNIS BAB III SOLUSI BISNIS Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa beberapa materi yang ada di kamus kompetensi saat ini tidak terdapat pada materi yang ada dalam form penilaian saat ini sehingga perlu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI Analytial Hierarchy Process (AHP) Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP)

BAB 2 LANDASAN TEORI Analytial Hierarchy Process (AHP) Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP) BAB 2 LANDASAN TEORI 2 1 Analytial Hierarchy Process (AHP) 2 1 1 Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP) Metode AHP merupakan salah satu metode pengambilan keputusan yang menggunakan faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan dalam skala internasional, sehingga memudahkan barang-barang

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan dalam skala internasional, sehingga memudahkan barang-barang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi sudah diterapkan di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Era globalisasi ini membuka peluang bagi berbagi negara untuk melakukan perdagangan dalam

Lebih terperinci

ABSTRAK Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK Program Magister Psikologi  Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh model kompetensi dari dosen Fakultas Ekonomi Universitas X Bandung. Fakultas Ekonomi ini mengalami kesulitan dalam menggambarkan kompetensi yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Pendukung Keputusan 1. Pengertian Sistem Pendukung Keputusan Menurut Alter (dalam Kusrini, 2007), Sistem pendukung keputusan merupakan sistem informasi interaktif yang

Lebih terperinci

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Definisi AHP (Analytic Hierarchy Process) merupakan suatu model pengambil keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty yang menguraikan masalah multifaktor

Lebih terperinci

RINCIAN KEGIATAN JABATAN FUNGSIONAL WIDYAISWARA DAN ANGKA KREDIT

RINCIAN KEGIATAN JABATAN FUNGSIONAL WIDYAISWARA DAN ANGKA KREDIT RINCIAN KEGIATAN JABATAN FUNGSIONAL WIDYAISWARA DAN ANGKA KREDIT LAMPIRAN I : PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR : PER/ 66 /M.PAN/6/2005 TANGGAL : 9 Juni 2005 NO UNSUR SUB UNSUR 1 PENDIDIKAN

Lebih terperinci

RINCIAN KEGIATAN JABATAN FUNGSIONAL WIDYAISWARA DAN ANGKA KREDITNYA

RINCIAN KEGIATAN JABATAN FUNGSIONAL WIDYAISWARA DAN ANGKA KREDITNYA LAMPIRAN I : PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR : 14 TAHUN 2009 TANGGAL : 2 SEPTEMBER 2009 RINCIAN KEGIATAN JABATAN FUNGSIONAL WIDYAISWARA DAN ANGKA KREDITNYA UNSUR SUB-UNSUR

Lebih terperinci

ISSN VOL 15, NO 2, OKTOBER 2014

ISSN VOL 15, NO 2, OKTOBER 2014 PENERAPAN METODE TOPSIS DAN AHP PADA SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PENERIMAAN ANGGOTA BARU, STUDI KASUS: IKATAN MAHASISWA SISTEM INFORMASI STMIK MIKROSKIL MEDAN Gunawan 1, Fandi Halim 2, Wilson 3 Program

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Herfina (2006), Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pengaruhnya

BAB II URAIAN TEORITIS. Herfina (2006), Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pengaruhnya BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Herfina (2006), Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Kinerja di Balai Ternak Embrio Bogor. Hasil penelitian ini menunjukkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dari kata to perform yang mempunyai beberapa masukan (entries), yakni (1)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dari kata to perform yang mempunyai beberapa masukan (entries), yakni (1) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja 2.1.1 Definisi Kinerja Secara etimologi, kinerja berasal dari kata performance. Performance berasal dari kata to perform yang mempunyai beberapa masukan (entries), yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan pelatihan pada hakikatnya adalah suatu sub sistem

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan pelatihan pada hakikatnya adalah suatu sub sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dan pelatihan pada hakikatnya adalah suatu sub sistem pendidikan, yang berfungsi menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin bergantung pada sumber daya manusia (SDM). Sesuai dengan kegiatan utamanya

BAB I PENDAHULUAN. makin bergantung pada sumber daya manusia (SDM). Sesuai dengan kegiatan utamanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan makin dituntut untuk memberikan kualitas pendidikan yang lebih baik. Dalam menjawab tuntutan tersebut, sekolah juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya yang dimiliki perusahaan, tanpa dukungan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya yang dimiliki perusahaan, tanpa dukungan sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi, peran SDM (Sumber Daya Manusia) dalam organisasi bisnis menjadi isu penting. Sumber daya manusia memegang peran utama dalam setiap kegiatan

Lebih terperinci

Abstract. Universitas Kristen Maranatha

Abstract. Universitas Kristen Maranatha Abstract This research was conducted to produce the competency model required by surgery nurses. This competency model will be use as a reference for selection process, performance appraisal, and training

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Kompetensi a. Pengertian Kompetensi Menurut Wibowo (2011:95) kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan akan selalu dituntut untuk dapat menyesuaikan diri

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan akan selalu dituntut untuk dapat menyesuaikan diri 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Suatu perusahaan akan selalu dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan usaha dan social agar dapat berkompetisi dalam era globalisasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pengambilan keputusan baik yang maha penting maupun yang sepele.

BAB II LANDASAN TEORI. pengambilan keputusan baik yang maha penting maupun yang sepele. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manusia dan Pengambilan Keputusan Setiap detik, setiap saat, manusia selalu dihadapkan dengan masalah pengambilan keputusan baik yang maha penting maupun yang sepele. Bagaimanapun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, menciptakan keunggulan bersaing (Competitive Advantage)

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, menciptakan keunggulan bersaing (Competitive Advantage) BAB I PENDAHULUAN 1.1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, menciptakan keunggulan bersaing (Competitive Advantage) menjadi prioritas utama bagi organisasi dalam mengelola organisasi mereka agar dapat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1919, 2015 KEMENAG. Diklat. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PEGAWAI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR : PER/ 66 /M.PAN/6/2005 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL WIDYAISWARA DAN ANGKA KREDITNYA

PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR : PER/ 66 /M.PAN/6/2005 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL WIDYAISWARA DAN ANGKA KREDITNYA PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR : PER/ 66 /M.PAN/6/2005 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL WIDYAISWARA DAN ANGKA KREDITNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Balai X merupakan suatu lembaga pemerintah yang bergerak dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Balai X merupakan suatu lembaga pemerintah yang bergerak dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Balai X merupakan suatu lembaga pemerintah yang bergerak dalam bidang pendidikan non formal. Seiring adanya tuntutan pembangunan, pendidikan non formal memiliki

Lebih terperinci

PENILAIAN PRESTASI KINERJA PEGAWAI MAKNANYA BAGI WISYAISWARA Oleh : Sumaryono, SE, M.Si, Widyaiswara Madya pada Badan Diklat Provinsi Papua

PENILAIAN PRESTASI KINERJA PEGAWAI MAKNANYA BAGI WISYAISWARA Oleh : Sumaryono, SE, M.Si, Widyaiswara Madya pada Badan Diklat Provinsi Papua PENILAIAN PRESTASI KINERJA PEGAWAI MAKNANYA BAGI WISYAISWARA Oleh : Sumaryono, SE, M.Si, Widyaiswara Madya pada Badan Diklat Provinsi Papua Jumat, 27 Februari 2015 Abstrak Perkembangan teknologi, serta

Lebih terperinci

Sesi XIII AHP (Analytical Hierarchy Process)

Sesi XIII AHP (Analytical Hierarchy Process) Mata Kuliah :: Riset Operasi Kode MK : TKS 4019 Pengampu : Achfas Zacoeb Sesi XIII AHP (Analytical Hierarchy Process) e-mail : zacoeb@ub.ac.id www.zacoeb.lecture.ub.ac.id Hp. 081233978339 Pendahuluan AHP

Lebih terperinci

2. Memberikan informasi untuk memperoleh pengaruh tertentu. 3. Menggunakan keterampilan kelompok dalam memimpin suatu kelompok

2. Memberikan informasi untuk memperoleh pengaruh tertentu. 3. Menggunakan keterampilan kelompok dalam memimpin suatu kelompok Lampiran 1- Kisi-kisi Alat Ukur Aspek Indikator Item 1. Menggunakan alasan, Saya menggunakan contoh-contoh nyata dalam fakta, data-data, contoh menerangkan suatu materi dalam kegiatan nyata, dan demonstrasi

Lebih terperinci

PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III (PERSERO)

PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III (PERSERO) PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III (PERSERO) Disampaikan pada Kongres Nasional IV Assessment Center Bandung, 17 September 2015 Curriculum Vitae Ahmad Gusmar Harahap Tempat/Tgl Lahir : Medan, 26 Agustus 1965

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Model Kompetensi Menurut Schoonover Associates, kompetensi adalah perilaku atau sekumpulan perilaku yang mengambarkan kinerja yang bagus dalam pekerjaan. Sedangkan model

Lebih terperinci

PERANCANGAN PENILAIAN KINERJA INSTRUKTUR KOMPUTER BERDASARKAN KOMPETENSI DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

PERANCANGAN PENILAIAN KINERJA INSTRUKTUR KOMPUTER BERDASARKAN KOMPETENSI DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) PERANCANGAN PENILAIAN KINERJA INSTRUKTUR KOMPUTER BERDASARKAN KOMPETENSI DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) TUGAS SARJANA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-Syarat Sarjana Teknik

Lebih terperinci

PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODA ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) (STUDI KASUS DI PT. EWINDO BANDUNG)

PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODA ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) (STUDI KASUS DI PT. EWINDO BANDUNG) PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODA ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) (STUDI KASUS DI PT. EWINDO BANDUNG) Hendang Setyo Rukmi Hari Adianto Dhevi Avianti Teknik Industri Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoretis 2.1.1 Kompetensi 1. Pengertian Kompetensi Kompetensi sebagai kemampuan seseorang untuk menghasilkan pada tingkat yang memuaskan di tempat kerja, termasuk diantaranya

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN FUNGSIONAL ASSESSOR SUMBER DAYA MANUSIA APARATUR

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN FUNGSIONAL ASSESSOR SUMBER DAYA MANUSIA APARATUR 2013, No.1242 4 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN FUNGSIONAL ASSESSOR SUMBER DAYA MANUSIA APARATUR PEDOMAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 193/XIII/10/6/2001 TENTANG PEDOMAN UMUM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

KEPUTUSAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 193/XIII/10/6/2001 TENTANG PEDOMAN UMUM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL KEPUTUSAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 193/XIII/10/6/2001 TENTANG PEDOMAN UMUM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang tujuannya untuk menyajikan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. PNS. Pokok- Pokok. Pembinaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. PNS. Pokok- Pokok. Pembinaan. No.175, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. PNS. Pokok- Pokok. Pembinaan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN NOMOR 09 TAHUN 2009 TENTANG POKOK-POKOK PEMBINAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Kinerja secara umum banyak digunakan sebagai variabel penelitian dan umumnya

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Kinerja secara umum banyak digunakan sebagai variabel penelitian dan umumnya BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 1.1. Landasan Teori 1.1.1. Pengertian Kinerja Karyawan Kinerja secara umum banyak digunakan sebagai variabel penelitian dan umumnya digunakan sebagai variabel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Sugiyono (008 : 3) mengemukakan secara umum penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode yang

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENERIMA BERAS UNTUK KELUARGA MISKIN ( RASKIN ) MENGGUNAKAN METODE AHP (ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS) Ilyas

IMPLEMENTASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENERIMA BERAS UNTUK KELUARGA MISKIN ( RASKIN ) MENGGUNAKAN METODE AHP (ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS) Ilyas IMPLEMENTASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENERIMA BERAS UNTUK KELUARGA MISKIN ( RASKIN ) MENGGUNAKAN METODE AHP (ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS) Ilyas Program Studi Sistem Informasi, Fakultas Teknik dan Ilmu

Lebih terperinci

APLIKASI AHP SEBAGAI MODEL SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN TEMPAT KULIAH DI BANGKA BELITUNG

APLIKASI AHP SEBAGAI MODEL SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN TEMPAT KULIAH DI BANGKA BELITUNG APLIKASI AHP SEBAGAI MODEL SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN TEMPAT KULIAH DI BANGKA BELITUNG Fitriyani Jurusan Sistem Informasi, STMIK Atma Luhur Pangkalpinang Jl.Raya Selindung Baru Pangkalpinang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Vendor Dalam arti harfiahnya, vendor adalah penjual. Namun vendor memiliki artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam industri yang menghubungkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analytic Hierarchy Process (AHP) Sumber kerumitan masalah keputusan bukan hanya dikarenakan faktor ketidakpasatian atau ketidaksempurnaan informasi saja. Namun masih terdapat penyebab

Lebih terperinci

METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN GALANGAN KAPAL UNTUK PEMBANGUNAN KAPAL TANKER DI PULAU BATAM

METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN GALANGAN KAPAL UNTUK PEMBANGUNAN KAPAL TANKER DI PULAU BATAM METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN GALANGAN KAPAL UNTUK PEMBANGUNAN KAPAL TANKER DI PULAU BATAM Oleh : Yuniva Eka Nugroho 4209106015 Jurusan Teknik Sistem Perkapalan

Lebih terperinci

ID No EQUIS Input Proses Output Predecessors. Membuat Visi. 3 N/A Membuat Misi 2

ID No EQUIS Input Proses Output Predecessors. Membuat Visi. 3 N/A Membuat Misi 2 ID No EQUIS Input Proses Output Predecessors 1 N/A Perencanaan Visi, Misi, Nilai 2 1.d.2 Daftar pemegang kepentingan, deskripsi organisasi induk, situasi industri tenaga kerja, dokumen hasil evaluasi visi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih berarti bagi yang menerimanya. Definisi atau pengertian sistem secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih berarti bagi yang menerimanya. Definisi atau pengertian sistem secara BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sistem Informasi Informasi adalah data yang diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi yang menerimanya. Definisi atau pengertian sistem secara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Sistem Pendukung Keputusan Sistem pendukung keputusan ( decision support systems disingkat DSS) adalah bagian dari sistem informasi berbasis computer termasuk sistem berbasis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI Penelitian Terdahulu dan Penelitian Sekarang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI Penelitian Terdahulu dan Penelitian Sekarang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1.Tinjauan Pustaka 2.1.1. Penelitian Terdahulu dan Penelitian Sekarang Penelitian mengenai evaluasi sistem penggjian dan pengupahan sudah banyak dilakukan salah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL ANALIS KEBIJAKAN DAN ANGKA KREDITNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDAYAGUNAAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.174, 2014 PENDIDIKAN. Pelatihan. Penyuluhan. Perikanan. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5564) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI METODE AHP UNTUK REKOMENDASI TEMPAT KOST PADA APLIKASI KOST ONLINE

IMPLEMENTASI METODE AHP UNTUK REKOMENDASI TEMPAT KOST PADA APLIKASI KOST ONLINE IMPLEMENTASI METODE AHP UNTUK REKOMENDASI TEMPAT KOST PADA APLIKASI KOST ONLINE Galang Bogar Santos 1, Hendra Pradipta 2, Mungki Astiningrum 3 1,2 Program Studi Teknik Informatika, Jurusan Teknologi Informasi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Proyek Konstruksi Menurut Ervianto (2005), suatu proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka waktu pendek.

Lebih terperinci

PENERAPAN AHP UNTUK SELEKSI MAHASISWA BERPRESTASI

PENERAPAN AHP UNTUK SELEKSI MAHASISWA BERPRESTASI bidang TEKNIK PENERAPAN AHP UNTUK SELEKSI MAHASISWA BERPRESTASI SRI NURHAYATI, SRI SUPATMI Program Studi Teknik Komputer Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Komputer Indonesia Tujuan dari Perguruan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. MCDM (Multiple Criteria Decision Making) Multi-Criteria Decision Making (MCDM) adalah suatu metode pengambilan keputusan untuk menetapkan alternatif terbaik dari sejumlah alternatif

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN LBB PADA KAMPUNG INGGRIS PARE MENGGUNAKAN METODE AHP

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN LBB PADA KAMPUNG INGGRIS PARE MENGGUNAKAN METODE AHP SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN LBB PADA KAMPUNG INGGRIS PARE MENGGUNAKAN METODE AHP Mayang Anglingsari Putri 1, Indra Dharma Wijaya 2 Program Studi Teknik Informatika, Jurusan Teknik Elektro, Politeknik

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 19 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analytic Hierarchy Process (AHP) Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 70 an ketika di Warston school. Metode AHP merupakan salah

Lebih terperinci

DIKLAT SEBAGAI SUATU SISTEM. Abstrak

DIKLAT SEBAGAI SUATU SISTEM. Abstrak DIKLAT SEBAGAI SUATU SISTEM Oleh: Puji Iswari *) Abstrak Keterkaitan antar unsur (bagian) dalam penyelenggaraan diklat bagaikan sebuah sistem dengan susunan terpadu dan terdiri atas bagian-bagian yang

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Seiring berkembangnya kemajuan jaman maka setiap perusahaan dituntut

BAB I. Pendahuluan. Seiring berkembangnya kemajuan jaman maka setiap perusahaan dituntut 1 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya kemajuan jaman maka setiap perusahaan dituntut untuk selalu memenuhi kebutuhan konsumen yang selalu berubah setiap saat. Perubahan teknologi

Lebih terperinci

Sistem Pendukung Keputusan Seleksi Ketua Osis Dengan Metode AHP SMK PGRI 23 Jakarta

Sistem Pendukung Keputusan Seleksi Ketua Osis Dengan Metode AHP SMK PGRI 23 Jakarta Sistem Pendukung Keputusan Seleksi Osis Dengan Metode AHP SMK PGRI Jakarta Imam Sunoto, Fiqih Ismawan, Ade Lukman Nulhakim,, Dosen Universitas Indraprasta PGRI Email : raidersimam@gmail.com, vq.ismaone@gmail.com,

Lebih terperinci

TUGAS SARJANA Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik. oleh Deny Irawan NIM:

TUGAS SARJANA Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik. oleh Deny Irawan NIM: PERANCANGAN PENILAIAN KINERJA KARYAWAN BERDASARKAN KOMPETENSI SPENCER DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (Studi Kasus Di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. Cash Outlet Medan USU) TUGAS SARJANA Diajukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Pegawai 2.1.1 Pengertian Pengembangan Pegawai Pengembangan pegawai dirasa semakin penting manfaatnya karena tuntutan pekerjaan atau jabatan akibat kemajuan ilmu

Lebih terperinci

KUESIONER MODEL KOMPETENSI PADA PERAWAT PELAKSANA RUANG RAWAT INAP PENYAKIT DALAM

KUESIONER MODEL KOMPETENSI PADA PERAWAT PELAKSANA RUANG RAWAT INAP PENYAKIT DALAM RAHASIA KUESIONER MODEL KOMPETENSI PADA PERAWAT PELAKSANA RUANG RAWAT INAP PENYAKIT DALAM Dalam kuesioner ini disajikan pernyataan yang menggambarkan berbagai kegiatan dalam pekerjaan sebagai perawat pelaksana.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di tengah arus persaingan baik dengan kompetitor dalam dan luar negeri.

BAB I PENDAHULUAN. di tengah arus persaingan baik dengan kompetitor dalam dan luar negeri. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengaruh globalisasi dewasa ini memungkinkan berbagai negara untuk melakukan perdagangan internasional secara bebas. Hal tersebut membuat persaingan antar perusahaan

Lebih terperinci

Techno.COM, Vol. 12, No. 4, November 2013:

Techno.COM, Vol. 12, No. 4, November 2013: Techno.COM, Vol. 12, No. 4, November 2013: 223-230 MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENILAIAN KARYAWAN PADA INSTANSI KESATUAN BANGSA POLITIK DAN PELINDUNGAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN. evaluasi terhadap Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan STMIK Terbaik Di

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN. evaluasi terhadap Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan STMIK Terbaik Di BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN III.1. Analisis Masalah Analisis masalah bertujuan untuk mengidentifikasi serta melakukan evaluasi terhadap Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan STMIK Terbaik Di Medan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. (Kuesioner Tahap 1)

LAMPIRAN 1. (Kuesioner Tahap 1) LAMPIRAN 1 (Kuesioner Tahap 1) Pengisi : Fakultas/Jurusan : KUESIONER TAHAP 1 Bapak/Ibu yang terhormat, Dalam rangka penelitian untuk penyusunan Tugas Akhir pada program Strata Satu Jurusan Teknik Industri

Lebih terperinci

ANALISIS PEMILIHAN SUPPLIER MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)

ANALISIS PEMILIHAN SUPPLIER MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 10, No. 1, Juni 2011 ISSN 1412-6869 ANALISIS PEMILIHAN SUPPLIER MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) Pendahuluan Ngatawi 1 dan Ira Setyaningsih 2 Abstrak:

Lebih terperinci

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Definisi AHP (Analytic Hierarchy Process) merupakan suatu model pengambil keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty yang menguraikan masalah multifaktor

Lebih terperinci