K A T A P E N G A N T A R

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "K A T A P E N G A N T A R"

Transkripsi

1 K A T A P E N G A N T A R Merujuk Kontrak Perjanjian Kerja antara Kepala Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu / Pejabat Pembuat Komitmen Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan dengan PT Indeso Gema Utama (Konsultan) sesuai dengan Kontrak No. HK.08.08/EC-NCEP/EC-5/IBRD-IDA/SNVT-PKP/06/2009 tertanggal 16 Maret 2009 mengenai Jasa Konsultansi Pekerjaan A Study on Community Complaint Handling as Social Control in PNPM UPP, Konsultan diberikan tugas - tugas, salah satunya, menyiapkan dan menyerahkan Laporan Pendahuluan (Inception Report) yang disertai dengan lampiran-lampiran pendukung. Buku ini dimaksudkan sebagai untuk pekerjaan A Study on Community Complaint Handling as Social Control in PNPM UPP yang secara penyusunan memuat laporan hasil pelaksanaan studi dimaksud diatas, meliputi latar belakang, tujuan kajian dan pertanyaan penelitian, strategi dan metode penelitian, temuan kajian, kesimpulan umum dan rekomendasi. Meskipun laporan ini belum sempurna, namun sekiranya dapat dijadikan sebagai masukan dalam upaya penyempurnaan pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di masa mendatang. Untuk itu kami akan sangat terbuka untuk menerima segala kritikan dan saran untuk melakukan perbaikan-perbaikan guna tercapainya maksud dan tujuan dari pekerjaan ini. Jakarta, Desember 2009 PT. INDESO GEMA UTAMA PT. INDESO GEMA UTAMA i

2 DAFTAR ISI Daftar isi... ii Daftar Singkatan... v Daftar Tabel/Matrik... vi Gaftar Gambar... vii Daftar Lampiran... x Ringkasan... xi I. Latar Belakang Gambaran Umum Penanganan pengaduan Masyarakat mekanisme Penanganan Pengaduan Masyarakat Progres PPM Periode Januari 2006 Februari Pwemasalahan... 4 II. Tujuan Kajian dan Pertanyaan Penelitian Tujuan Penelitian Pertanyaan Penelitian... 5 III. Strategi dan Metode Penelitian Strategi Penelitian Metode Penelitian Pelaksanaan Penelitian Lapangan Teknik Pengumpulan Informasi dan Informan Kunci Fokus penelitian... 7 IV. Temuan Kajian A. Hasil Analisi Berdasarkan Crosscase/Variabel Abalysis: Kecenderungan Umum dan Isu Isu dan Kecenderungan Penanganan pengaduan Masyarakat di Kelurahan Lokasi Penelitian Pertanyaan Penelitian Pertanyaan Penelitian Pertanyaan Penelitian B. Hasil Analisis Kontekstual Antar Tipe Kelurahan Kota Bengkulu Kota Medan Kota Pasuruan Kota Surabaya Kota Gorontalo Kota Makasar Antar Tipe Kota Tipologi Kota Sedang (Bengkulu, Pasuruan Gorontalo) Jumlah dan Komposisi Informan Tk Kelurahan Pertanyaan Penelitian Pertanyaan Penelitian Pertanyaan Penelitian Tipologi Kota Besar (Medan, Surabaya, Makasar) Jumlah dan Komposisi Informan Tingkat Kelurahan Pertanyaan Penelitian Pertanyaan Penelitian ii

3 Pertanyaan Penelitian C. Hasil Analisis Mikro dan Jenjang Kota Bengkulu Kelurahan Kandang kecamatan Kampung Melayu Gambaran Umum Ekonomi dan Sosial Kemasyarakatan Hubungan Elit dengan pelaksanaan P2KP Analisis Kontekstual Kelurahan Sukarami Kecamatan Selebar Gambaran Umum Ekonomi dan Sosial Kemasyarakatan Hubungan Elit dengan pelaksanaan P2KP Analisis Kontekstual Pengaruh Tingkat Kota Pengaruh Tingkat Provinsi dan Nasional Kota Medan Kelurahan Tegal Sari 2 Kecamatan Medan Area Gambaran Umum Ekonomi dan Sosial Kemasyarakatan Hubungan Elit dengan pelaksanaan P2KP Analisis Kontekstual Kelurahan Belawan Bahagia Kecamatan Belawan Kota Gambaran Umum Ekonomi dan Sosial Kemasyarakatan Hubungan Elit dengan pelaksanaan P2KP Analisis Kontekstual Pengaruh Tingkat Kota Pengaruh Tingkat Provinsi dan Nasional Kota Pasuruan Kelurahan Purworejo Kecamatan Purworejo Gambaran Umum Ekonomi dan Sosial Kemasyarakatan Hubungan Elit dengan pelaksanaan P2KP Analisis Kontekstual Kelurahan Bangilan Kelurahan Purworejo Gambaran Umum Ekonomi dan Sosial Kemasyarakatan Hubungan Elit dengan pelaksanaan P2KP Analisis Kontekstual Pengaruh Tingkat Kota Pengaruh Tingkat Provinsi dan Nasional Kota Surabaya Kelurahan Romo Kalisari Kecamatan Benowo Gambaran Umum Ekonomi dan Sosial Kemasyarakatan Hubungan Elit dengan pelaksanaan P2KP Analisis Kontekstual Pradah Kalikendal Kecamatan Kalisari Gambaran Umum Ekonomi dan Sosial Kemasyarakatan Hubungan Elit dengan pelaksanaan P2KP Analisis Kontekstual Pengaruh Tingkat Kota Pengaruh Tingkat Provinsi dan Nasional Kota Gorontalo Kelurahan Huongubotu Kecamatan Dungingi Gambaran Umum Ekonomi dan Sosial Kemasyarakatan Hubungan Elit dengan pelaksanaan P2KP Analisis Kontekstual iii

4 5.2. Kelurahan Biawao Kecamatan Kota Selatan Gambaran Umum Ekonomi dan Sosial Kemasyarakatan Hubungan Elit dengan pelaksanaan P2KP Analisis Kontekstual Pengaruh Tingkat Kota Pengaruh Tingkat Provinsi dan Nasional Kota Makasar Kelurahan Bontorano Kecamatan Marriso Gambaran Umum Ekonomi dan Sosial Kemasyarakatan Hubungan Elit dengan pelaksanaan P2KP Analisis Kontekstual Kelurahan Bunga Ejaya Kecamatan Bontoala Gambaran Umum Ekonomi dan Sosial Kemasyarakatan Hubungan Elit dengan pelaksanaan P2KP Analisis Kontekstual Pengaruh Tingkat Kota Pengaruh Tingkat Nasional Hasil Analisis Mikro dan Jenjang Keterkaitan Dengan Pertanyaan Penelitian Keterkaitan dengan Pertanyaan penelitian Keterkaitan Dengan Pertanyaan penelitian D. Kesimpulan Umum Penerapan Sistem Penanganan Pengaduan Masyarakat Kemampuan Sistem Penanganan Pengaduan Masyarakat Menangkap dan Menangani Secara Rata dan Adil Semua Pengaduan Relevan Yang Ada di Semua Strata masyarakat Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Dana di Tingkat Masyarakat Dan Meningkatkan Partisipasi Publik Dalam pengelolaan dana di Tingkat Masyarakat Melalui Kontrol Sosial E. Rekomendasi Penerapan sistem penanganan pengaduan masyarakat Kemampuan sistem penanganan pengaduan masyarakat menangkap dan menangani secara rata dan adil semua pengaduan relevan yang ada di semua strata masyarakat Memperbaiki, transparansi, akuntabilitas dan partisipasi public dalam pengelolaan dana di tingkat masyarakat melalui control sosial Daftar Pustaka iv

5 DAFTAR SINGKATAN APBD APBN Askorkot Bappeda Bappemas BAPPUK BKM BLM BKPD CBD CBO CSS FGD Fasilitator Faskel Kepling KMP KMW Kokot KSM LPD Lansia Mahyani PAD P2KP PAUD PJM PK-BKM PKK RPD RT RW Satker SNVT SSI TA TNA Unit PPM UPK UPL UPS UPP Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Asisten Koordinator Kota Badan perencanaan Pembangunan Daerah Badan Pemberdayaan Masyarakat Berita Acara Penetapan Prioritas Usulan Kegiatan Badan Keswadayaan Masyarakat Bantuan Langsung Masyarakat Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan Community Bases Development Community Based Organization Community Self Survey (Pemetaan Swadaya) Focused group Discussion Tenaga Pengembangan Masyarakat P2KP Fasilitator Kelurahan Ketua Lingkungan Konsiltan Manajemen Pusat Konsultan Manajemen Wilayah Koordinator Kota Kelompok Swadaya Masyarakat Laporan Penggunaan Dana Orang Lanjut Usia Rumah Layak Huni Project Apraisal Document Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan Pendidikan Anak Usia Dini Program Jangka Menengah Pimpinan Kolektif BKM Pembinaan Kesejahteraan Keluarga Rencana Penggunaan Dana Rukun Tetangga Rukun Warga Satuan Kerja Satuan Kerja Non Vertikal tertentu Semi Structured Interfiew Technical Assistance Training Need Assesment Unit Pengelola Pengaduan Masyarakat Unit Pelaksana Keuangan Unit Pengelola Lingkungan Unit Pengelola Sosial Urban Poverty Project, sama dengan P2KP v

6 DAFTAR TABEL/MATRIKS Tabel 1.1. Pengaduan Masyarakat di 6 (enam) Kota Lokasi Studi Status 28 Februari 2009 Tabel.4.1. Tabel.4.2. Analisis Komponesi Terhadap Kecenderungan isu-isu dan Penyelesaian PPM Di Kelurahan Lokasi Penelitian Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Dana di Tingkat Masyarakat Serta PartisipasiPublik Melalui Kontrol Sosial Di Kelurahan Lokasi Penelitian vi

7 DAFTAR GAMBAR Gambar.3.1. Gambar.4.1. Gambar.4.2. Gambar.4.3. Gambar.4.4. Gambar.4.5. Gambar.4.6. Gambar.4.7. Gambar.4.8. Gambar.4.9. Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Kerangka Pikir Studi Tematik Penenganan Pengaduan Masyarakat P2KP Jumlah dan Komposisi Informan Kunci Tingkat Kelurahan di Kota Bengkulu Penerapan Sistem dan Prinsip PPM di Kel. Kandang dan Kel Sukarami Kota Bengkulu Sifat dan Media PPM yang digunakan masyarakat di Kel. Kandang dan Kel. Sukarami Kota Bengkulu Kategori dan Derajat Masalah di Kel. Kandang dan Kel. Sukarami Kota Bengkulu Sumber Pengaduan dan Pelayanan PPM di Kel. Kandang dan Kel Sukarami Kota Bengkulu Transparansi dan Akuntabilitas pengelolaan dana di Tingkat Masyarakat, Serta partisipasi Publik Dalam Pengelolaan dana di Tingkat Masyarakat Melalui Kontrol Sosial di Kel. Kandang dan Kel Sukarami Kota Bengkulu Jumlah dan Komposisi Informan Kunci Tingkat Kelurahan di Kota Medan Penerapan Sistem dan Prinsip PPM di Kel. Tegal Sari 2 dan Kel Belawan Bahagia Kota Medan Sifat dan Media PPM yang digunakan masyarakat di Kel. Tegal Sari 2 dan Kel Belawan Bahagia Kota Medan Kategori dan Derajat Masalah di Kel Tegal Sari 2 dan Kel Belawan Bahagia Kota Medan Sumber Pengaduan dan Pelayanan PPM di Kel Tegal Sari 2 dan Kel Belawan Bahagia Kota Medan Transparansi dan Akuntabilitas pengelolaan dana di Tingkat Masyarakat, Serta partisipasi Publik Dalam Pengelolaan dana di Tingkat Masyarakat Melalui Kontrol Sosial di Kel Tegal Sari 2 dan Kel Belawan Bahagia Kota Medan Jumlah dan Komposisi Informan Kunci Tingkat Kelurahan di Kota Pasuruan Penerapan Sistem dan Prinsip PPM di Kel Purworejo dan Bangilan Kota Pasuruan Sifat dan Media PPM yang digunakan masyarakat di Kel Purworejo dan Bangilan Kota Pasuruan Kategori dan Derajat Masalah di Kel Purworejo dan Bangilan Kota Pasuruan vii

8 Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Sumber Pengaduan dan Pelayanan PPM di Kel Purworejo dan Bangilan Kota Pasuruan Transparansi dan Akuntabilitas pengelolaan dana di Tingkat Masyarakat, Serta partisipasi Publik Dalam Pengelolaan dana di Tingkat Masyarakat Melalui Kontrol Sosial di Kel Purworejo dan Bangilan Kota Pasuruan Jumlah dan Komposisi Informan Kunci Tingkat Kelurahan di Kota Surabaya Penerapan Sistem dan Prinsip PPM di Kel Pradah Kalikendal dan Kel. Romo Kalisari Kota Surabaya Sifat dan Media PPM yang digunakan masyarakat di Kel Pradah Kalikendal dan Kel. Romo Kalisari Kota Surabaya Kategori dan Derajat Masalah di Kel Sumber Pengaduan dan Pelayanan PPM di Kel Pradah Kalikendal dan Kel. Romo Kalisari Kota Surabaya Sumber Pengaduan dan Pelayanan PPM di Kel Sumber Pengaduan dan Pelayanan PPM di Kel Pradah Kalikendal dan Kel. Romo Kalisari Kota Surabaya Transparansi dan Akuntabilitas pengelolaan dana di Tingkat Masyarakat, Serta partisipasi Publik Dalam Pengelolaan dana di Tingkat Masyarakat Melalui Kontrol Sosial di Kel Pradah Kalikendal dan Kel. Romo Kalisari Kota Surabaya Jumlah dan Komposisi Informan Kunci Tingkat Kelurahan di Kota Gorontalo Penerapan Sistem dan Prinsip PPM di Kel Huongubotu dan Kel. Biawao Kota Gorontalo Sifat dan Media PPM yang digunakan masyarakat di Kel Huongubotu dan Kel. Biawao Kota Gorontalo Kategori dan Derajat Masalah di Kel Sumber Pengaduan dan Pelayanan PPM di Kel Huongubotu dan Kel. Biawao Kota Gorontalo Sumber Pengaduan dan Pelayanan PPM di Kel Huongubotu dan Kel. Biawao Kota Gorontalo Transparansi dan Akuntabilitas pengelolaan dana di Tingkat Masyarakat, Serta partisipasi Publik Dalam Pengelolaan dana di Tingkat Masyarakat Melalui Kontrol Sosial di Kel Huongubotu dan Kel. Biawao Kota Gorontalo Jumlah dan Komposisi Informan Kunci Tingkat Kelurahan di Kota Makasar Penerapan Sistem dan Prinsip PPM di Kel Bontorano dan Kel. Bunga Ejaya Kota Makasar viii

9 Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Sifat dan Media PPM yang digunakan masyarakat di Kel Bontorano dan Kel. Bunga Ejaya Kota Makasar Kategori dan Derajat Masalah di Kel Sumber Pengaduan dan Pelayanan PPM di Kel Bontorano dan Kel. Bunga Ejaya Kota Makasar Sumber Pengaduan dan Pelayanan PPM di Kel Bontorano dan Kel. Bunga Ejaya Kota Makasar Transparansi dan Akuntabilitas pengelolaan dana di Tingkat Masyarakat, Serta partisipasi Publik Dalam Pengelolaan dana di Tingkat Masyarakat Melalui Kontrol Sosial di Kel Bontorano dan Kel. Bunga Ejaya Kota Makasar Jumlah dan Komposisi Informan Kunci Tingkat Kelurahan di Tipologi Kota Sedang Penerapan Sistem dan Prinsip PPM di Tipologi Kota Sedang Sifat dan Media PPM yang digunakan masyarakat di Tipologi Kota Sedang Kategori dan Derajat Masalah di Tipologi Kota Sedang Sumber Pengaduan dan Pelayanan PPM di Tipologi Kota Sedang Transparansi dan Akuntabilitas pengelolaan dana di Tingkat Masyarakat, Serta partisipasi Publik Dalam Pengelolaan dana di Tingkat Masyarakat Melalui Kontrol Sosial di Tipologi Kota Sedang Jumlah dan Komposisi Informan Kunci Tingkat Kelurahan di Tipologi Kota Besar Penerapan Sistem dan Prinsip PPM di Tipologi Kota Besar Sifat dan Media PPM yang digunakan masyarakat di Tipologi Kota Besar Kategori dan Derajat Masalah di Tipologi Kota Besar Sumber Pengaduan dan Pelayanan PPM di Tipologi Kota Besar Transparansi dan Akuntabilitas pengelolaan dana di Tingkat Masyarakat, Serta partisipasi Publik Dalam Pengelolaan dana di Tingkat Masyarakat Melalui Kontrol Sosial di Tipologi Kota Besar ix

10 DAFTAR LAMPIRAN I. Dokumentasi Proses Jadwal perjalanan dan kegiatan penelitian 1. Jadwal Kegiatan Penelitian di Kota Bengkulu 2. Jadwal Kegiatan Penelitian di Kota Medan 3. Jadwal Kegiatan Penelitian di Kota Pasuruan 4. Jadwal Kegiatan Penelitian di Kota Surabaya 5. Jadwal Kegiatan Penelitian di Kota Gorontalo 6. Jadwal Kegiatan Penelitian di Kota Makasar II. Instrumen Penelitian 1. Instrumen Wawancara Semi Terstruktur (SSI) 2. Instrumen FGD III. Karakteristik dan Pembagian Tugas Tim Penelitian x

11 RINGKASAN Study on Community Complaint Handling as Social Control in PNPM UPP dilaksanakan dengan mengeksplorasi empat prtanyaan penliian, yaitu : (1) apakah sisten penanganan pengaduan masyarakat yang ada saat ini efektif ; (2) Apakah system penanganan benar-benar mampu menangkap dan menangani secara rata dan adil semua pengaduan relevan yang ada di berbagai strata masyarakat?; (3) Perubahan rancangan apa yang diperlukan untuk memperbaiki transparansi, akuntabilitas dan partisipasi public dalam pengelolaan dana di tingkat masyarakat melalui kontrol sosial?; dan (4) Bagaimana mekanisme kontrol sosial di tingkat masyarakat dapat dilembagakan sehingga berkelanjutan? Keempat pertanyaan penelitian tersebut menaril untuk diamati karena peran strategisnya untuk membangun control social masyarakat penerima manfaat terhadap implementasi pembangunan dilingkungan tempat tinggalnya, sementara sebagaimana diketahui bahwa peran serta masyarakat di tingkat akar rumput masih sangat rendah. Kegiatan studi dilakukan pada enam Kota, yaitu Bengkulu, Medan, Pasuruan, Surabaya, Gorontalo dan Surabaya. Pemilihan kota lokasi studi didasarkan pada, pertama, kota yang memiliki tingkat pengaduan masyarakat terendah dan tingkat pengaduan tertinggi selama Periode januari 2006 hingga Februari 2009; kedua, tipologi kota sedang dan kota besar dalam satu pulau dipilih untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan implementasi penanganan pengaduan masyarakat pada kelurahankelurahan lokasi penelitian yang ada di kota sedang dengan yang berada di tipologi kota besar. Dalam kegiatan studi ini dilakukan eksplorasi kepada sejumlah informan di tingkat kelurahan, kecamatan, kota dan provinsi berdasarkan pemahaman, pengalaman serta isu-isu dan kecenderungan yang ada dalam implementasi penanganan pengaduan masyarakat. Dalam melaksanakan pengumpulan informasi Informan yang dipilih adalah sebagai berikut : Pertama, di tingkat kelurahan : (a) Informan dari unsure masyarakat yang dipilih adalah 20 (dua puluh) Rumah Tangga Miskin (RTM) yang merupakan representative dari warga miskin penerima manfaat langsung maupun tidak langsung; Informan dari unsure kelompok masyarakat dipilih 24 orang anggota KSM laki-laki dan perempuan yang mewakili KSM Sosial, ekonomi dan lingkungan; dan (3) dari unsure kelembagaan masyarakat dipilih pimpinan kolektif BKM. Kedua, dari unsure Aparatur Pemerintah adalah (a) di tingkat kelurahan dipilih Lurah dan atau Sekretaris Kelurahan; (b) di tingkat kecamatan PKOK dan atau Camat; (c) di tingkat kota dipilih Satker dan SKPD; dan (d) di tingkat provinsi dipilih SNVT Provinsi. Ketiga, dari unsure konsultan : (a) Tim Faskel; (b) Korkot dan Askorkot, dan (c) KMW dan T.A. Monev. Berdasarkan hasil eksplorasi di lokasi penlitian, terkait efektifitas system penanganan pengaduan masyarakat, ditemui, pertama, system penanganan pengaduan masyarakat disemua kelurahan belum dilaksnakan sesuai dengan prosedur yang telah diatur dalam P2KP dan penerapan prinsip penanganan pengaduan sudah diterapkan sebagian; kedua, sifat pengaduan di enam kelurahan adalah : (a) pengaduan informative dan (b) penyimpangan prosedur. Sementara di enam kelurahan lainnya adalah (a) pengaduan informative; (b) pengaduan penyimpangan prosedur; dan (c) pengaduan penyimpangan dana BLM; ketiga, Kategor dan Derajat Masalah di empat kelurahan adalah Kategori Masalah 7 dan 2, dengan Derajat Masalah 2 dan 3, sementara di sepuluh kelurahan, kategori Masalah 7 dengan Derajat xi

12 Masalah 1; keempat, penanganan pengaduan masyarakat yang ditemui dapat dibedakan dalam dua kradaan, yaitu : (a) pada tahap pelaksanaan Pembangunan Tridaya disemua kelurahan lokasi penelitian pelayanan penanganan pengaduan masyarakat dilakukan secara rata dan adil; (b) pada tahap pasca pelaksanaan pembangunan prasarana lingkungan dan penyluran Daba BLM Sosial, di kelurahan yang terjadi penyimpangan Dana BLM Ekonomi pelayanan pengaduan masyarakat sudah tidak berjalan secara rata dan adil, mengingat para pelaku penyimpangn dana BLM ekonomi pada umumnya adalah oknum pimpinan kolektif, UPK dan Kolektor UPK. Dengan demikian dalam melaksanakan pelayanan penyelesaian pengaduan masyarakat sudah tidak obyektif; kelima, tingkat transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana di tingkat masyarakat, dapat dibedakan dalam dua tahapan kegiatan, yaitu : (a) pada tahap pelaksanaan pembangunan prasarana longkungan dan penyaluran Dana BLM Sosial dan Ekonomi, pemanfaatan papan informasi sebagai media transparansi. Adapun akuntabilitas pengelolaan dana dilakukan melalui rapat koordinasi bulanan di BKM beserta wakil masyarakat dan dilaksanakannya Audit baik oleh T.A Ekonomi Mikro (tim faskel) maupun pihak ketiga (LPM dari Pergurua Tinggi); (b) pada tahap pasca pelaksanaan pembangunan prasarana lingkungan dan penyluran Daba BLM Sosial, di kelurahan yang terjadi penyimpangan Dana BLM Ekonomi, akuntabilitas pengelolaan dana tidak dikasanakan. Terjadinya penyimpangan Dana BLM di kelurahan-kelurahan tersebut dikarenakan kurangnya control baik dari BKM maupun Tim Faskel terhadap kegiatan di UPK. Factor-faktor yang mempengaruhi implementasi penanganan pengaduan masyarakat dismua kelurahan lokasi penelitian antara lain adalah : (a) belum dilaksanakannya soaialisasi PPM kepada masyarakat luas di tingkat kelurahan, menyebabkan masyarakat tidak mngetahui harus mengadu kemana bila ada persoalan dalam pelaksanaan P2KP; (b) Ada kesan BKM kurang memperhatikan atau kurang memahami bahwa penangaann pengaduan masyarakat merupakan bagian tidak terpisahkan dalam pengelolaan P2KP di tingkat kelurahan; (c) kurangnya dorongan dan fasilitasi dari Tim Faskel dan Korkot kepada BKM dalam membentuk Unit PPM di tngkat kelurahan, sehingga penanganan pengaduan masyarakat masih dikelola oleh BKM secara kolektif dimana mekanisme dan prosedur penangananpengaduan masyarakat tidak diterapkan; (d) rendahnya keterlibatan masyarakat dalam implementasi program secara keselurhan (dari mulai tahap peencanaan, pelaksanaan dan pengawasan), mengakibatkan lemahnya control social terhadap kinarja BKM dan Unit Pengelola; (e) masyarakat mulai terlibat dalam control social terhadap pengelolaan dana, bila sudah terjadi penyimpangan Dana BLM sehingga tidak bersifat antisipasi; (f) pengelolaan BKM dan Unit pengelola yang pada umumnya dilaksanakan oleh para elit di tingkat kelurahan juga merupakan satu kendala bagi masyarakat untuk melakukan control social, disebbkan adanya bebab psikologis seperti perasaan sungkan yang diakibatkan oleh rendahnya status social mupun ekonomi warga miskin. Berdasarkan temuan diatas, dalam pelaksanaan penanganan pengaduan masyarakat agar masyarakat dapat terlibat dalam melakukan control social terhadap pelaksanaan pembangunan TRIDAYA terutama dalam menerapkan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas dalam penerapan mekanisme dan prosedur P2KP serta pengelolaan dana di tingkat masyarakat, diperlukan peningkatan intensitas dan kualitas pendampingan kepada kelembagaan masyarakat (BKM dan Unit Pengelola), kelompok masyarakat penerima manfaat serta sosialisasi PPM secara berkelanjutan, sehingga terbangun tata kelola kelembagaan masyarakat yang baik. xii

13 I. Latar Belakang I.1. Gambaran Umum Penanganan Pengaduan Masyarakat Pengaduan pada program P2KP pada dasarnya merupakan aspirasi yang bersumber dari individu, kelompok masyarakat maupun kelembagaan pemerintah atau swasta, kelompok peduli maupun media massa. Aspirasi yang tumbuh di masyarakat dapat berbentuk dukungan, saran komentar, atau ketidak puasan terhadap suatu keadaan dalam pelaksanaan rogram, baik yang terkait dengan penerapan prosedur, kinerja para pelaku dan bahkan penyimpanganpenyimpangan yang dinilai oleh masyarakat memerlukan perbaikan. Pengaduan masyarakat dalam program P2KP dapat disampaikan dalam bentuk lisan maupun tertulis, baik ke pelaku P2KP, media massa, website dan lainnya. Secara konseptual, pengelolaan pengaduan masyarakat dalam P2KP adalah suatu proses kegiatan untuk menampung, mencatat, menelaah, menyalurkan, mengkonfirmasi, menglarifikasi, memberikan alternative solusi kepada pengadu, mendokumentasi dan mensosialisasikan hasil pengelolaan pengaduan kepada masyarakat. Penanganan pengaduan masyarakat menganut Azas Dari, Oleh, dan Untuk Masyarakat (DOUM), dimana seluruh upaya penanganan masalah harus berawal dari kemauan dan kesadaran kritis masyarakat, dari dan oleh masyarakat untuk kepentingan seluruh masyarakat. Olah karenanya masyarakat harus dimotivasi dan diberi kesempatan seluas-luasnya untuk bertindak pro-aktif dan terlibat dalam setiap tahapan penanganan masalah, sampai masalah dinyatakan selesai oleh masyarakat itu sendiri. Penanganan pengaduan masyarakat didasarkan pada prinsip-prinsip kemudahan, partisipatif, transparan, akuntabilitas, obkyektif, rahasia, cepat dan akurat, obyektif dan berjenjang. Prinsip-prinsip penanganan pengaduan ini harus dilaksanakan dalam setiap tahapan penanganan pengaduan. Penanganan pengaduan masyarakat dalam program P2KP merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat, dimana masyarakat diharapkan memiliki perhatian dan terlibat langsung dalam pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan TRIDAYA dalam upaya pengentasan kemiskinan di wilayah tempat tinggalnya, dimana keterlibatan masyarakat merupakan bagian tidak terpisahkan dalam pembangunan partisipatif dari mulai tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan serta pelestariannya. Disamping itu saran, usulan dan pengaduan masyarakat juga dapat menjadi masukan bagi perbaikan program P2KP dimasa mendatang. Oleh karenanya dituntut peran pelaku (stakeholders) di setiap jenjang P2KP untuk mensosialisasikan, memfasilitasi dan mendorong tumbuhnya kesadaran, perhatian, rasa memiliki dan rasa tanggungjawab dan berperan aktif dalam melakukan kotrol sosial agar tercapai tujuan pembangunan TRIDAYA yang transparan, akuntabilitas dan berkelanjutan I.2. Mekanisme Penanganan Pengaduan Masyarakat Mekanisme penanganan pengaduan masyarakat dilaksanakan secara berjenjang, dari mulai tingkat kelurahan, kecamatan, kota, provinsi dan tingkat nasional. PT.INDESOGEMAUTAMA 1

14 I.2.1. Mekanisme penanganan pengaduan masyarakat di tingkat kelurahan 1. Pengaduan yang masuk dari masyarakat, LSM, Perguruan Tinggi, Kelompok Profesi, Kelompok Peduli dan lain-lain, dapat menggunakan media pengaduan berupa; surat, SMS, Faksimil, , Web, Telepon, Temuan Lapangan, Tatap Langsung, Kotak Pengaduan, Buku pengaduan dan lainnya. 2. Diterima oleh PPM LKM (bila telah terbentuk) atau Faskel/Tim Fasilitator/Relawan (bila BKM belum terbentuk). Pengaduan yang masuk melalui Lurah/Kades, Kantor Kelurahan/Desa dilanjutkan kepada PPM BKM/LKM atau Faskel/Tim Faskel. 3. Masalah pengaduan yang dapat diselesaikan pada tingkat ini, maka akan langsung diinformasikan kepada masyarakat (pengadu). Bila masalah pengaduan tidak dapat diselesaikan di tingkat ini, maka akan di bawa/ditarik ke level di atasnya (di tingkat kecamatan). Pihak-pihak yang dapat mnyelesaikan masalah di tingkat kelurahan/desa, seperti; Lurah/Kades, Camat/PJOK, Masyarakat, BKM/LKM dan pihak-pihak yang berkompeten di tingkatan ini. I.2.2. Mekanisme penanganan pengaduan masyarakat di tingkat kecamatan 1. Pengaduan yang masuk dari masyarakat, LSM, Perguruan Tinggi, Kelompok Profesi, Kelompok Peduli dan lain-lain, dapat menggunakan media pengaduan berupa; surat, SMS, Faksimil, , Web, Telepn, Telepon, Temuan Lapangan, Tatap Langsung, Kotak Pengaduan, Buku pengaduan dan lainnya. Diterima oleh PPM LKM (bila telah terbentuk) atau Faskel/Tim Fasilitator/Relawan (bila LKM belum terbentuk). 2. Pengaduan yang masuk melalui Camat, Kantor Kecamatan dilanjutkan kepada PPM Kecamatan atau Tim faskel. Masalah pengaduan yang dapat diselesaikan pada tingkat ini, maka akan langsung diinformasikan kepada masyarakat (pengadu). 3. Bila masalah pengaduan tidak dapat diselesaikan di tingkat ini, maka akan di bawa/ditarik ke level di atasnya (di Tingkat Kota/Kabupaten). Pihak-pihak yang dapat menyelesaikan masalah di Tingkat Kecamatan, seperti; Camat/PJOK, Masyarakat, FKA LKM dan pihakpihak yang berkompeten di tingkatan ini. I.2.3. Mekanisme penanganan pengaduan masyarakat di tingkat kota 1. Pengaduan yang masuk dari masyarakat, LSM, PT, Kelompok Profesi, Kelompok Peduli dan lain-lain, dapat menggunakan media pengaduan berupa; surat, SMS, Faksimil, , Web, Telepn, Telepon, Temuan Lapangan, Tatap Langsung, Kotak Pengaduan, Buku pengaduan dan lainnya. Diterima oleh PPM LKM (bila telah terbentuk) atau Faskel/Tim Fasilitator/Relawan (bila LKM belum terbentuk). 2. Pengaduan yang diterima di tingkatan ini adalah masalah yang belum dapat diselesaikan di tingat kelurahan/desa dan yang mengadu langsung ke PPM Kota/Kabupaten. Pengaduan yang masuk melalui Camat/PJOK, TKPP Kota/Kab. Dilanjutkan kepada PPM Kota/Kab. (bila telah terbentuk) atau Koordinator Kota (Korkot) bila PPM Kota/Kab. Belum terbentuk. PT.INDESOGEMAUTAMA 2

15 3. Masalah pengaduan yang dapat diselesaikan pada tingkat ini, maka akan langsung diinformasikan kepada masyarakat (pengadu). Bila masalah pengaduan tidak dapat diselesaikan di tingkat ini, maka akan di bawa/ditarik ke level di atasnya (di Tingkat Provinsi/KMW). Pihak-pihak yang dapat mnyelesaikan masalah di tingkat Koat/Kab., seperti; Pemda/Bappeda Propinsi, TKPKD Provinsi, dan pihak-pihak yang berkompeten di tingkatan ini. I.2.4. Mekanisme penanganan pengaduan masyarakat di tingkat provinsi 1. Pengaduan yang masuk dari masyarakat,lsm, PT, Kelompok Profesi, Kelompok Peduli dan lain-lain, dapat menggunakan media pengaduan berupa; surat, SMS, Faksimil, E- mail, Web, Telepn,Temuan Lapangan, Tatap Langsung, Kotak Pengaduan, Buku pengaduan dan lainnya. Diterima oleh PPM LKM (bila telah terbentuk) atau Faskel/Tim Fasilitator/Relawan (bila LKM belum terbentuk). 2. Pengaduan yang diterima di tingkatan ini adalah masalah yang belum dapat diselesaikan di Tingkat Kota/Kab. dan yang mengadu langsung ke PPM PropinsiKMW. Pengaduan yang masuk melalui Pemda Provinsi, TKPKD Proinsi dilanjutkan kepada PPM Propinsi (bila telah terbentuk) atau Konsultan Manajemen Wilayah (KMW) bila PPM Propinsi belum terbentuk. 3. Masalah pengaduan yang dapat diselesaikan pada tingkat ini, maka akan langsung diinformasikan kepada masyarakat (pengadu). Bila masalah pengaduan tidak dapat diselesaikan di tingkat ini, maka akan di bawa/ditarik ke level di atasnya (di tingkat Pusat). Pihak-pihak yang dapat menyelesaikan masalah di tingkat Pusat, yaitu; Tim Pemda Propinsi, TKPKD propinsi dan dan pihak-pihak yang berkompeten di tingkatan ini. I.2.5. Mekanisme penanganan pengaduan masyarakat di tingkat pusat 1. Pengaduan yang masuk dari masyarakat,lsm, PT, Kelompok Profesi, Kelompok Peduli dan lain-lain, dapat menggunakan media pengaduan berupa; surat, SMS, Faksimil, , Web, Telepn, Temuan Lapangan, Tatap Langsung, Kotak Pengaduan, Buku pengaduan dan lainnya. Diterima oleh PPM LKM (bila teah terbentuk) atau Faskel/Tim Fasilitator/Relawan (bila LKM belum terbentuk). 2. Pengaduan yang diterima di tingkatan ini adalah masalah yang belum dapat diselesaikan di Tingat Propinsi dan yang mengadu langsung ke PPM Pusat. 3. Masalah pengaduan yang dapat diselesaikan di tingkatan ini, maka akan langsung dikonfirmasikan kepada masyarakat (pengadu). Pihak-pihak yang dapat mnyelesaikan masalah di tingkat Pusat, yaitu; Tim Koordinasi Nasional, SNVT PNPM Mandiri Perkotaan dan pihak-pihak yang berkompeten di tingkatan ini. PT.INDESOGEMAUTAMA 3

16 I.3. Progres Penanganan Pengaduan Masyarakat Periode Januari 2006 Februari 2009 Penaganan pengaduan masyarakat yang tercatat di pusat telah berjalan dari Bulan Januari 2006 hinga Bulan Februari 2009, menunjukan perkembangan kemajuan yaitu Program P2KP 1,2, dan 3 Jumlah pengaduan kasus, telah diselesaikan kasus atau 99,53%. Pengaduan yang dalam proses penyelesaian 88 kasus atau 0,47%, dengan perincian sebagai berikut : 1. P2KP 1 (Ext) jumlah pengaduan 780 kasus, telah selesai 730 kasua atau 93,59%. Pengaduan yang masih dalam proses penyelesaian 50 kasus atau 6,41%; 2. P2KP 2, jumlah pengaduan kasus, telah selesai kasus atau 99,90%. Pengaduan yang masih dalam proses penyelesaian 13 kasus atau 0,10%; 3. P2KP 3, jumlah pengaduan kasus, telah selesai kasus atau 99,52%. Pengaduan yang masih dalam proses penyelesaian 25 kasus atau 0,48%. (Sumber : Complain Handling Specialist NMC PNPM Mandiri Perkotaan) Progres penanganan pengaduan masyarakat di 6 (enam) kota lokasi penelitian Periode Januari 2006 Februari 2009, dapat dilihat pada Tabel.1.1. dibawah ini : Tabel Pengaduan Masyarakat di 6 (enam) Kota Lokasi Studi Status 28 Februari 2009 STATUS SIFAT PENGADUAN PENGADU AN Informasi Masalah O KOTA P r o s e s Se le sa i Ju m la h Ju m la h Kr iti k Sa ra n Pe rta ny aa n Ju m la h M Pr os Si m pa ng D an a In tn eg ati f K eb ija ka n K d Et ik F M a j e u r La in ny a Ju ml ah 1 Medan Bengkulu Makassar Gorontalo Surabaya Pasuruan Sumber : Complain Handling Specialist NMC PNPM Mandiri Perkotaan) PT.INDESOGEMAUTAMA 4

17 I.4. Permasalahan Permasalahan dalam penanganan pengaduan masyarakat adalah terbukanya pengaduan bagi sumber pelapor baik individu, kelompok masyarakat, kelembagaan pemerintah atau swasta, maupun kelompok peduli. Dengan terbukanya akses bagi seluruh komponen masyarakat untuk menyampaikan pengaduan terhadap pelaksanan P2KP, sementara disatu sisi tingkat partisipasi warga masyarakat di tingkat kelurahan, khususnya warga masyarakat miskin rendah dikarenakan selama ini partisipasi public dalam program-program pemberdayaan masyarakat dinilai lemah, sebagaimana tertuang dalam Tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat miskin karena tidak tepatnya layanan yang hambat diberikan oleh pemerintah, menyentuh langsung persoalan kapabilitas dasar yang kemudian menghambat mereka untuk mencapai harkat martabat Sebagai warga Negara. Gagalnya kapabilitas dasar itu sering muncul dalam berbagai kasus, terkooptasinya masyarakat miskin dari kehidupan sosial dan membuat mereka semakin tidak berdaya untuk menyampaikan aspirasinya. (SNPK, 2005 : 55) Sebagaimana telah disampaikan diatas, bahwa jumlah pengaduan masyarakat yang tercatat di tingkat pusat periode Bulan Januari 2006 hingga Bulan Februari 2009 adalah kasus, telah dapat diselesaikan sebesar 99,53% dan 88 kasus atau 0,47% dalam proses penyelesaian. Sementara di 6 (enam) kota lokasi penelitian sebagaimana Tabel 1.1. diatas, menunjukan bahwa kota dengan jumlah pengaduan tertinggi adalah Kota Medan dengan 77 pengaduan dan yang terendah adalah Kota Pasuruan hanya ada 2 pengaduan. Untuk mengetahui lebih mendalam mengenai pelaksanaan penanganan pengaduan masyarakat di 6 (enam) kota lokasi penelitian, maka penelitian ini dilatar belakangi oleh (4) empat pertanyaan penelitian sebagai berikut dibawah. II. Tujuan Kajian dan Pertanyaan Penelitian II.1. Tujuan Penelitian Tujuan kajian penanganan pengaduan masyarakat adalah, 1. Memberikan gambaran yang komperhensif tentang efektifitas penanganan pengaduan masyarakat di lokasi penelitian dan mengidentifikasi pilihan-pilihan agar kontrol sosial dapat lebih efektif; 2. Memberikan pengertian analitis dari factor-faktor yang menjadi tantangan berkelanjutan pelembagaan mekanisme kontrol sosial di lokasi penelitian; ketiga, mengembangkan rekomendasi untuk perubahan program dan implementasi program di wilayah perluasan PNPM yang tepat untuk mengurangi tantangan yang teridentifikasi. II.2. Pertanyaan Penelitian PT.INDESOGEMAUTAMA 5

18 Pertanyaan penelitian studi tematik penanganan pengaduan masyarakat meliputi adalah : 1. Apakah system penanganan pengaduan yang ada pada saat ini efektif?; 2. Apakah system penanganan benar-benar mampu menangkap dan menangani secara rata dan adil semua pengaduan relevan yang ada di berbagai strata masyarakat?; 3. Perubahan rancangan apa yang diperlukan untuk memperbaiki transparansi, akuntabilitas dan partisipasi public dalam pengelolaan dana di tingkat masyarakat melalui kontrol sosial?; 4. Bagaimana mekanisme kontrol sosial di tingkat masyarakat dapat dilembagakan sehingga berkelanjutan? III. Strategi dan Metode Penelitian III.1. Srtategi Penelitian Studi penanganan pengaduan masyarakat dilaksankan di enam kota wilayah kerja P2KP yaitu Kota Bengkulu, Kota Medan, Kota Pasuruan, Kota Surabaya, Kota Gorontalo dan Kota Makasar. Kota Bengkulu, Kota Pasuruan dan Kota Gorontalo dipilih sebagai lokasi studi yang mewakili kota sedang dan Kota Medan, Kota Surabaya dan Kota Makasar dipilih sebagai lokasi studi yang mewakili kota besar dari tiga pulau lokasi penelitian, yaitu Pulau Sumatera, Pulau Jawa dan Pulau Sulawesi. Kelurahan lokasi penelitian terdiri dari dua belas kelurahan atau dua kelurahan disetiap kota yang dipilih berdasarkan kriteria satu kelurahan yang memiliki tingkat pengaduan masyarakat tinggi dan satu kelurahan yang memiliki tingkat pengaduan masyarakat rendah. Secara terperinci dapat dijelaskan sebagai berikut : pertama, kelurahan yang memiliki tingkat pengaduan masyarakat tinggi adalah Kelurahan Sukarami Kota Bengkulu; Kelurahan Belawan Bahagia Kota Medan; Kelurahan Bangilan Kota Pasuruan; Kelurahan Pradah Kalikendal Knkota Surabaya, Kelurahan Huongubotu Kota Gorontalo; dan Kelurahan Bontorano Kota Makasar. Pemilihan tipologi kota dan tipologi kelurahan tersebut diharapkan dapat mengidentifikasi karakteristik dan dinamika penanganan pengaduan masyarakat pada masing-masing lokasi penelitian. III.2. Metode Penelitian Studi ini dilaksanakan dengan menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan teknik analisis mikro dan teknik analisis mikro jenjang. Teknik analisis mikro dilakukan untuk mmenganalisis implementasi penang.anan pengaduan masyarakat pada tipologi kelurahan dalam satu kota lokasi penelitian, anan pengdan teknik analisis mikro jenjang digunakan untuk menganalisis imlpementasi penanganan pengaduan masyarakat pada masing tipologi kelurahan dalam satu kota dan yang mempengaruhinya dari kota maupun provinsi. Selain kedua teknik analisis diatas, digunakan analisis perandingan implementasi npenanganan pengaduan masyarakat antara tipologi kota sedang (Bengkulu, Pasuruan dan Gorontalo) PT.INDESOGEMAUTAMA 6

19 dengan implementasi penanganan pengaduan masyarakat pada tipologi kota besar (Medan, Surabaya dan Makasar). III.3. Pelaksanaan Penelitian Lapangan Penelitian dilaksanakan di enam kota lokasi penelitian sejak tanggal 18 Mei sampai 31 Juli 2009 dengan perincian sebagai berikut : 1. Kota Bengkulu : 18 Mei - 26 Mei Kota Medan : 28 Mei - 06 Juni Kota Pasuruan : 08 Juni - 17 Juni Kota.Surabaya : 17 Juni - 26 Juni Kota orontalo : 13 Juli - 22 Juli Kota Makasar : 22 Juli - 31 Juli 2009 III.4. Teknik Pengumpulan Informasi dan Informan Kunci Dalam melaksanakan pengumpulan informasi di lapangan digunakan dua teknik pengumpulan informasi, yaitu teknik wawancara semi terstruktur (Semi Strukturd Interview/SSI), dan diskusi kelompok terfokus (Focused Group Discussion/FGD) yang dilaksanakan secara berjenjang dari mulai tingkat kelurahan, kecamatan, kota dan provinsi. Informan terdiri dari tiga komponen program yang mewakili masyarakat, konsultan dan aparatur pemerintah daerah, yaitu : 1. Di tingkat kelurahan terdiri dari unsur : a. Rumah tangga miskin (RTM) terdiri dari dua orang warga miskin penerima manfaat langsung maupun penerima manfaat tidak langsung dari 20 rumah tangga miskin; b. 24 orang anggota KSM laki-laki dan perempuan dari KSM social, ekonomi dan prasarana lingkungan; c. Pimpinan Kolektif BKM; dan d. Aparatur pemerintahan kelurahan; 2. Di tingkat kecamatan adalah aparatur pemerintahan kecamatan terdiri dari Penanggungjawab Operasional Kegiatan (PJOK) dan Camat; 3. Di tingkat kota adalah aparatur pemarintahan kota yaitu Satker P2KP dan SKPD; 4. Di tingkat provinsi aparatur pemerintahan provinsi diwakili oleh SNVT; dan 5. Dari unsur konsultan terdiri dari Fasilitator kelurahan (Faskel), Koordinator Kota (Korkot/Askorkot), dan KMW serta Tenaga Ahli Monev. PT.INDESOGEMAUTAMA 7

20 Selain mengumpulkan informasi melalui teknik wawancara semi terstruktur (SSI) dan diskusi kelompok terfokus (FGD) sebagai data primer, studi penanganan pengaduan masyarakat juga mengumpulkan data sekunder yaitu, di tingkat kelurahan terdiri dari dokumen Profil BKM, Profil Kelurahan; di tingkat kecamatan dokumen Profil Kecamatan; di tingkat kota database pananganan pengaduan masyarakat dari Korkot/Askorkot serta dokumen Profil Kota dan di tingkat provinsi laporan penanganan pengaduan masyarakat dari KMW. III.5. Fokus Penelitian Studi penanganan pengaduan masyarakat dilatar belakangi oleh empat pertanyaan penelitian, oleh karenanya penelitian di fokuskan pada implementasi penanganan pengaduan masyarakat yang berkaitan dengan keempat pertanyaan penelitian, meliputi : A. Pertanyaan penelitian 1, dengan variable-variabel : 1. Variable Penerapan system penanaganan pengaduan masyarakat, dengan indicatorindikator : a. Pengelolaan PPM di tingkat kelurahan; b. Penerimaan/Pelaporan PPM; c. Pencatatan/Pengadministrasian dan Pendistribusian PPM; d. Penanganan Pengaduan Masyarakat; e. Sosialisasi hasil progress; dan f. Pelaporan PPM. 2. Variable Penerapan Prinsip PPM dengan indicator-indikator : a. Penerapan prinsip PPM dalam Pengelolaan PPM; 3. Variabel Sifat PPM, dengan indicator-indokator : a. Pengaduan informatif; b. Pengaduan penyimpangan; 4. Variabel Media PPM, dengan indicator-indikator : a. Media lisan (verbal); b. Media telepon/sms (media komunikasi); c. Media tertulis (surat pengaduan); d. Media massa (surat kabar) dan website PT.INDESOGEMAUTAMA 8

21 5. Variabel Kategori dan Derajat Masalah, dengan indicator-indikator : a. Kategori Masalah yang ada terkait dengan pengaduan masyarakat di tingkat kelurahan; b. Derajat Masalah dalam penyelesaian penanganan penngaduan masyarakat B. Pertanyaan penelitian 2, dengan variable dan indikator sebagai berikut : 1. Variable penanganan penyelesaian PPM dengan indicator-indikator : a. Sumber pengaduan/sumber pelapor b. Penanganan penyelesaian pengaduan masyarakat; C. Pertanyaan penelitian 3, dengan variabel dan indicator sebagai berikut : 1. Transparansi dalam pengelolaan dana di tingkat masyarakat 2. Akuntabilitas dalam pengelolaan dana di tingkat masyarakat 3. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan dana di tingkat masyarakat melalui control sosial : D. Pertanyaan penelitian 4, dengan variable sebagai berikut : 1. Pengalaman terbaik (best bractice) masyarakat dalam melakukan kontrol sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat; 2. Pengalaman terburuk (bad practice)masyarakat dalam melakukan kontrol sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat PT.INDESOGEMAUTAMA 9

22 Gambar.3.1. KerangkaPikirStudiTematikPenengananPengaduanMasyarakatP2KP 10

23 IV. Temuan Kajian Temuan kajian studi penanganan pengaduan masyarakat meliputi hasil analisis berdasarkan cross case / variable analisis yang berisi isu-isu dan kecenderungan pada umumnya serta hasil analisis kontekstua, hasil analisis mikro dan jenjang, kesimpulan umum dan rekomendasi sebagai berikut dibawah ini : A. Hasil analisis berdasarkan cross case / variable analysia : General Trands and Issues Isu-isu yang menonjol selama proses pengumpulan data di setiap kelurahan lokasi penelitian penanganan pengaduan masyarakat, dikelompokan sesuai dengan variabel dan indicator yang digunakan dalam panduan pertanyaan yang digunakan dalam wawancara semi terstruktur (Semi Struktur Interview/SSI) dan Focused Group Discussion (FGD), sebagai berikut : 1. Isu dan Kecenderungan Penanganan Pengaduan Masyarakat di Kelurahan Lokasi Penelitian 1.1. Pertanyaan penelitian 1 Sebagaimana telah disampaikan dimuka, untuk mengetahui bagaimana System PPM diterapkan dalam penanganan pengaduan masyarakat di tingkat kelurahan digunakan 4 (empat) variable. Berdasarkan penggalian informasi di kelurahan lokasi penelitian, isu dan kecenderungan pendapat informan mengenai pertanyaan penelitian Penerapan Sistem PPM Isu dan kecenderungan yang ditemui di kelurahan lokasi penelitian mengenai penerapan sistem penanganan pengaduan masyarakat pada umumnya meliputi : A. Pengalolaan PPM Pengelolaan penanganan pengaduan masyarakat di semua kelurahan lokasi penelitian dilaksanakan oleh pimpinan kolektif BKM. Belum dibentuknya Unit Pengelola (UP) PPM di 11 (sebelas) kelurahan. Adapaun kelurahan yang telah membentuk UP PPM adalah Kelurahan Biawao, namun Unit Pengelola (UP) PPM belum berjalan dikarenakan belum ditunjuk personil untuk mengelola UP PPM di Kelurahan Biawao. Dengan belum terbentuk dan berjalannya UP PPM di semua kelurahan, prasarana dan sarana pengaduan masyarakat yang ditemui baru Kotak Pengaduan dan itu pun di temui di Kelurahan kandang dan Kelurahan Sukarami Kota Bengkulu dan di Kelurahan Pradah Kalikendal Kota Surabaya. Berdasarkan pengakuan dari informan, di sembilan kelurahan lainnya Kotak Pengaduan pernah ada namun karena tidak dimanfaatkan oleh masyarakat saat penelitian dilaksanakan sudah tidak ada lagi. B. Penerimaan Pengaduan 11

24 Penerimaan pengaduan masyarakat di tingkat kelurahan terdiri dari dua macam, yaitu penerimaan pengaduan masyarakat yang diterima langsung oleh BKM dan penerimaan pengaduan masyarakat yang diterima melalui perwakilan. Pengaduan masyarakat yang diterima langsung oleh BKM adalah penkgaduan yang disampaikan oleh para tokoh masyarakat dan warga masyarakat yang memiliki hubungan dekat dengan BKM atau Unit Pengelola (UPK, UPS dan UPL), sedangkan pengaduan masyarakat yang diterima melalui perwakilan pada umumnya adalah pengaduan warga masyarakat miskin yang.disampaikan kepada para Ketua a, RT/RW atau Kepling dan tokoh masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. C. Pencatatan/Pengadministrasian dan Pendistribusian Pencatatan/pengadministrasian dan pendistribusian di kelurahan lokasi penelitian. Penerimaan pengaduan masarakat disemua kelurahan ada dua macam, pertama, penerimaan pengaduan langsung yang diterima oleh BKM adalah pengaduan yang bersumber dari warga masyarakat yang secara social ekonomi tidak termasuk kedalam kategori masyarakat miskin, tokoh masyarakat, relawan, aktivis pemuda, aktivis kelompok perempuan, aktivis pendidikan pendidikan, aktivis kesehatan dan lainnya; kedua, pengaduan yang diterima secara langsung oleh BKM atau pengaduan yang diterima oleh BKM melalui wakil masyarakat (seperti Ketua RT/RW, Kepling, tokoh masyarakat dan relawan) adalah pengaduan dari warga miskin yang terlibat maupun yang tidak terlibat dalam proses pembangunan TRIDAYA. Pendistribusian pengaduan masyarakat di BKM, pada umumnya dilakukan secara kolektif, dimana PK-BKM melaksanakan pertemuan (rapat/musyawarah) untuk membahas dan mendistribusikan pengaduan masyarakat. Pengaduan masyarakat yang di musyawarahkan di BKM antara lain pengaduan yang sifatnya penyimpangan prosedur dan atau pengaduan penyimpangan dana. Pengaduan yang sifatnya informatif, terutama pengaduan dari warga miskin seperti pertanyaan atau usulan biasanya diselesaikan atau dijawab oleh para wakil masyarakat (Ketua RT/RW atau tokoh masyarakat). D. Penanganan Pengaduan Penanganan pengaduan yang ditemui di kelurahan lokasi penelitian terdiri dari dua macam, yaitu pengaduan informatif dan pengaduan penyimpangan prosedur diselesaikan di tingkat komunitas dan BKM. Pengaduan penyimpangan prosedur yang ditemui pada umumnya adalah penyaluran bantuan social dan bantuan ekonomi kepada penerima manfaat tidak sesuai dengan hasil pemetaan social. Masyarakat menilai penyaluran bantuan social dan ekonomi disalurkan kepada keluarga-keluarga yang dekat dengan BKM, Koordinator Unit Pengelola (UPK dan UPS), serta yang dekat dengan Ketua RT/RW setempat. Pengaduan penyimpangan dana di tiga kelurahan lokasi penelitian diselesaikan di tingkat kecamatan, sedangkan di dua kelurahan diselesaikan di tingkat kelurahan dan difasilitasi oleh Lurah. E. Sosialisasi Hasil Progres Sosialisasi hasil dan progress penanganan pengaduan yang ditemui di semua kelurahan lokasi penelian dimana pengaduan informatif dan penyimpangan prosedur tidak disosialisasikan 12

25 kepada masyarakat secara luas. Sementara penanganan pengaduan penyimpangan dana setiap tahapannya disosialisasikan kepada masyarakat secara umum baik melalui perwakilan maupun oleh pimpinan kolektif BKM (PK-BKM) yang tidak terlibat dalam penyalah gunaan Dana BLM dan para pelaku P2KP lainnya. F. Pelaporan PPM Pelaporan pananaganan pengaduan (PPM), secara umum di kelurahan yang tidak terdapat kasus penyimpangan Dana BLM belum dibuat secara khusus atau terpisah dari laporan bulanan BKM. Sementara penanganan pengaduan penyimpangan Dana BLM dibuat laporan pada setiap tahapannya, dari mulai proses identifikasi hingga pada proses usulan Musyawarah Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) BKM Penerapan prinsip PPM Penerapan prinsip penanganan pengaduan masyarakat berdasarkan isu-isu dan kecenderungan yang ditemui di dua belas kelurahan lokasi penelitian, telah dilaksanakan walaupun belum semua dari prinsip-prinsip tersebut. kelurahan lokasi penelitian dalam penerapan prinsipprinsip penanganan pengaduan ini dapat dibedakan dalam dua tipologi, pertama, kelurahan yang tidak ada kasus penyimpangan Dana BLM menerapkan prinsip-prinsip kemudahan, transparansi, partisipatif, cepat dan akurat serta akuntabilitas; kedua, di kelurahan yang terdapat kasus penyimpangan Dana BLM prinsip-prinsip penanganan pengaduan masyarakat terhambat dengan tidak dilaksankannya transparansi, akuntabilitas dan partisipasi masyarakat dalam melaksanakan kontrol sosial Sifat dan Media Pengeduan Sifat dan media pengaduan masyarakat di kelurahan lokasi penelitian ditemui sebagai berikut, pertama, terdapat dua jenis sifat pengaduan masyarakat, yaitu pengaduan informatif dan pengaduan penyimpangan. Pengaduan informatif antara lain menyangkut masalah pertanyaan, usulan dan saran terhadap pengelolaan pembangunan TRIDAYA. sementara pengaduan penyimpangan meliputi pengaduan menyangkut masalah penyimpangan prosedur dan penyimpangan dana. Penyimpangan informatif dan pengaduan penyimpangan prosedur ditemui disemua kelurahan lokasi penelitan. Sedangkan pengaduan penyimpanagan Dana BLM ekonomi yang belum selesai atau masih dalam proses penyelesaian ditemui di lima kelurahan yaitu Kelurahan Sukarami, Kelurahan Belawan Bahagia, Kelurhan Bangilan, Kelurahan Pradah Kalikendal dan Kelurahan Bontorano. Di Kelurahan Huongubotu pernah terjadi kasus penyimpangan Dana BLM namun telah diselesaikan difasilitasi oleh Korkot pada saat itu; kedua, media pengaduan yang ditemui di kelurahan lokasi penelitian adalah media lisan (verbal) dan media telepon/sms. Pengaduan melalui media massa pernah dilakukan di Kota Medan terutama pada tahun 2006 lalu, mapupun pada tahun 2008 dan 2009 akan tetapi pengaduan melalui media massa ini pada umumnya dilakukan oleh para wartawan dari media massa untuk mencari-cari kesalahan BKM. Berbeda dengan di Kota Bengkulu, dimana Korkot dan KMW bekerjasama dengan 13

26 media massa local dalam rangka membuka ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan pengaduannya melalui Kolom SMS Kategori dan Derajat Masalah Derajat dan kategori masalah yang ditemui di kelurahan lokasi penelitian terdiri dari dua macam, yaitu, pertama, pengaduan informatif atau Kategori Masalah 7 pada umumnya dapat diselesaikan di tingkat BKM, masuk dalam Derajat Masalah 1; kedua, pengaduan penyimpangan dana atau Kategori Masalah di 3 (lima) kelurahan diselesaikan di tingkat kecamatan atau Derajat Masalah 2, sedang di 3 (tiga) kelurahan diselesaikan di tingkat kelurahan atau Derajat Masalah Pertanyaan Penelitian 2 Untuk mendapatkan informasi yang akurat terkait dengan pertanyaan penelitian 2, dalam penelitian ini digunakan dua variable yaitu sumber pengaduan/pelapor dan penanganan pengaduan masyarakat dan pelayanan BKM dalam menyelesaikan penanganan pengaduan masyarakat kepada sumber pengadu/pelapor, yaitu, pertama, sumber pengaduan/pelapor terdiri dari berbagai strata masyarakat seperti, warga masyarakat miskin, tokoh masyarakat, relawan dan kelembagaan masyarakat (LPMK, PKK, karang taruna, kelompok masyarakat/ksm), pengaduan yang bersumber dari LSM tidak ditemui. Adanya sumber pelapor dari unsur Ormas dan kepartaian di Kelurahan Belawan Bahagia lebih kebentuk profokasi yang dilakukan untuk menyerang PK-BKM; kedua, penanganan pengaduan masyarakat di kelurahan lokasi penelitian pada umumnya telah dilaksanakan secara rata dan adil, namun di kelurahan-kelurahan yang perdapat kasus penyimpangan Dana BLM dalam menyelesaikan penanganan pengaduan (masalah) Pimpinan Kolektif BKM yang menangani membutuhkan dukungan dari pelaku P2Kp lainnya dan fasilitasi dari Tim Faskel serta Lurah atau Camat, mengingat yang melakukan penyimpangan Dana BLM yaitu Koordinator PK- BKM dan UPK/Sekretaris atau kolektor UPK adalah pemuka masyarakat yang disegani oleh warga setempat Pertanyaan Penelitian 3 Isu-isu dan kecenderungan terkait dengan pertanyaan penelitian 3, dalam penelitian ini digunakan 3 (tiga) variable yaitu, transparansi pengelolaan dana di tingkat masyarakat, akuntabilitas pengelolaan dana di tingkat masyarakat dan partisipasi public terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat melalui kontrol sosial. Berdasarkan ketiga variable tersebut, isu-isu dan kecenderungan yang ditemui di kelurahan lokasi penelitan, pertama, pengelolaan dana di tingkat masyarakat selama pelaksanaan pembangunan TRIDAYA dilaksanakan yakni di UPK, UPS dan UPL dapat dibedakan dalam dua kategori yaitu; (a) di kelurahan yang tidak terdapat penyimpangan Dana BLM, pengelolaan dana di tingkat masyarakat telah dilakukan dengan transparan dan akuntabel; (b) di kelurahan yang terdapat 14

27 kasus penyimpangan Dana BLM, pengelolaan dana di tingkat masyarakat tidak transparan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan (accountable), terutama pengelolaan dana di UPK; kedua, partisipasi public dalam melakukan kontrol sosial terhadap pengelolaan dana disemua kelurahan lokasi penelitian masih sangat rendah, terutama warga masyarakat miskin. Selain daripada itu, ada indikasi bahwa para relawan yang tidak terpilih sebagai pimpinan kolektif BKM pun menjadi tidak peduali terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat dikarenakan diberi kompensasi menjadi penerima manfaat ekonomi. B. Hasil Analisis Kontekstual Hasil analisis kontekstual adalah temuan penelitian di kelurahan lokasi penelitan akan diuraikan berdasarkan tipe kelurahan dalam satu kota, yaitu kelurahan yang tinggi tingkat pengaduan masyarakatnya dan kelurahan yang rendah tingkat pengaduan masyarakatnya. Analisis kontekstual ini akan membandingkan implementasi penanganan pengaduan masyarakat pada dua kelurahan di setiap kota lokasi penelitian sesuai dengan urutan kota dimana dilaksankan penelitian lapangan. 1. Antar Tipe Kelurahan 1.1. Kota Bengkulu Penelitian di Kota Bengkulu dilaksanakan pada tanggal 18 sampai dengan 26 Mei Fokus kegiatan penelitian dilakukan di Kelurahan Kandang Kecamatan Kampung Melayu dan Kelurahan Sukarami Kecamatan Selebar, di tingkat kecamatan, kota dan provinsi. Kegiatan pengumpulan informasi dan data di Kelurahan Kandang dan Kelurahan Sukarami dilaksanakan secara bertahap dan berjenjang, dari kegiatan wawancara semi terstruktur (SSI) dengan rumah tangga miskin penerima manfaat langsung maupun penerima manfaat tidak langsung program P2KP dilanjutkan dengan kegiatan focused group discussion (FGD) dengan Anggota KSM laki-laki dan perempuan dari KSM sosial, ekonomi dan lingkungan Kelurahan Lokasi Penelitian Gambaran Umum Kelurahan Kandang Kecamatan Kampung Melayu. Kelurahan Kandang merupakan lokasi penelitian yang mewakili kelurahan dengan tingkat pengaduan masyarakat rendah dibandingkan dengan kelurahan lainnya di Kota Bengkulu. Jumlah penduduk Kelurahan Kandang adalah KK atau Jiwa terdiri dari orang pria dan orang kaum perempuan. Penduduk miskin di Kelurahan Kangdang 250 KK, jumlah anak keluarga miskin yang putus sekolah 15 anak. Rumah tanga yang membutuhkan santunan sebanyak 87 KK. Kelurahan Kandang merupakan kelurahan yang mendapat bantuan P2KP sejak Tahun 2006, jumlah Dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) merupakan yang tertinggi di Kota Bengkulu yaitu sebesar Rp. 345 Juta rupiah. Pengelolaan kegiatan pembangunan TRIDAYA 15

28 di Kelurahan Kandang dikelola dengan suasana yang kondusif yang melibatkan para pemuka masyarakat setempat yang dikoordinir oleh Koordinator PK-BKM yang juga selaku Ketua Adat Masyarakat Bengkulu di tingkat kelurahan maupun di tingkat kecamatan. Kelurahan Kandang terletak di pinggir pantai panjang dengan warga masyarakatnya yang terdiri dari warga asli Bengkulu dan warga pendatang yang berasal dari berbagai etnis seperti jawa, Sulawesi selatan, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Aceh, dan lainnya yang tinggal dan memiliki mata pencaharian sebagai nelayan, pedagang, penjaja ikan, buruh kasar, penarik ojek dan pegawai kecil. Warga miskin di Kelurahan Kandang rata-rata memiliki pendapatan antara Rp. 300 ribu sampai dengan Rp 350 ribu rupiah perbulan. Kehidupan social masyarakat di Kelurahan Kandang telah terbangun lapisan masyarakat berdasarkan keturunan dan ketokohan. Lapisan masyarakat berdasarkan keturunan tumbuh dalam warga masyarakat asli Bengkulu sedangkan lapisan masyarakat berdasarkan ketokohan tumbuh pada kelompok masyarakat pendatang. Ketokohan bagi warga pendatang berdasarkan pada status social ekonomi, seperti pendidikan, aktivitas social dan kekayaan. Namun demikian warga asli Bengkulu tetap tetap memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan social warga masyarakat, disamping jumlahnya yang banyak juga dikarenakan warga pendatang cukup menghargai warga asli Bengkulu baik dalam kedudukannya sebagai pengurus organisasi mapun sebagai warga masyarakat biasa. Walaupun warga pendatang menghormati warga asli Bengkulu, namun dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam aktivitas organisasi/kelembagaan masyarakat telah dilaksanakan secara demoktratis, dimana warga pendatang banyak terlibat aktif tanpa dibedakan Gambaran Umum Kelurahan Sukarami Kecamatan Selebar Kelurahan sukarami terdiri dari 4 RW yang terbagi dalam 26 RT, terletak di pinggiran timur Kota Bengkulu pada jalur ekonomi yang menghubungkan Kota Bengkulu dengan Kabupaten Seluma dan Kabupaten Bengkulu Selatan. Warga masyarakat Kelurahan Sukarami juga terdiri dari warga asli Bengkulu dan warga pendatang yang terdiri dari berbagai etnis, seperti Jawa, Sumatra Barat, Lampung, Sulawesi Selatan dan lainnya dengan mata mayoritas pencaharian warga masyarakatnya sebagai petani, pedagang, pegawai negeri, pegawai swasta, buruh dan lainnya. Dalam kehidupan social warga masyarakat Kelurahan Sukarami juga telah terbentuk lapisanlapisan social, namun berbeda dengan di Kelurahan Kandang, lapisan-lapisan social di kelurahan sukarami tampak lebih terbuka, dimana warga pendatang lebih menonjol dibandingkan dengan warga asli Bengkulu. Keterbukaan dalam lapisan social masyarakat terbagun disebabkan di Kelurahan Sukarami telah ada dua perumahan BTN yang penghuninya adalah warga pendatang yang memiliki tingkat pendidikan dan keterampilan lebih baik disbanding dengan warga asli, sehingga ketokohan dalam masyarakat cenderung disebabkan oleh factor-faktor pendidikan, status ekonomi dan kedudukan serta aktivitas sosial individu dalam masyarakat. Warga miskin tersebar di semua RW, termasuk mereka yang tinggal sebagai pengontrak di perumahan BTN. Pendapatan warga miskin di kelurahan sukarami berkisar antara Rp. 300 ribu hingga Rp 350 ribu rupiah dan sebagian bahkan tidak 16

29 memiliki penghasilan yaitu mereka yang telah berusia lanjut (lansia), sama dengan di Kelurahan Kandang. Kelurahan Sukarami mendapat batuan P2KP sejak Tahun 2006 dengan jumlah Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) sebesar Rp ,-. Pengelolaan pembangunan TRIDAYA untuk prasarana lingkungan dan penyaluran bantuan social tidak mengzdalami masalah yang seious, pengaduan masyarakat yang muncul adalah pengaduan informatif dan penyimpangan prosedur, yaitu penerima manfaat social dan ekonomi dinilai tidak sesuai dengan hasil pemetaan social (PS). Namun dalam pengelolaan Dana BLM (Bantuan Langsung Masyarakat), pengelolaan di tingkat UPK telah terjadi penyimpangan yang diduga melibatkan unsur Pimpinan Kolektif BKM dan Koordinator UPK Jumlah dan Komposisi Informan Kunci Informan kunci di Kelurahan Kandang berjumlah 53 orang terdiri dari unsur RTM laki-laki 10 orang (18,87%), TRM peremuan 10 orang (18,87%); Anggota KSM laki-laki 12 orang (22,64%), Anggota KSM perempuan 10 orang (22,64%) dan unsur PK-BKM laki-laki 9 orang (16,98%). Sementara jumlah informan kunci di Kelurahan Sukarami berjumlah 56 orang terdiri RTM laki-laki 10 orang atau 17,86%, RTM perempuan 10 orang atau 17,86%, anggota KSM laki-laki 15 orang atau 26,79%, anggota ksm perempuan 9 orang atau 16,07%, PK- BKM laki-laki 9 orang atau 16,07% dan PK-BKM perempuan sebanyak 3 orang atau 5,36%. Keterlibatan informan perempuan di kedua kelurahan cukup tinggi, yaitu di Kelurahan Kandang 41,51% dan di Kelurahan Sukarami 40,29%. Tingginya keterlibatan informan perempuan di kedua kelurahan dikarenakan, mereka adalah penerima manfaat social dan ekonomi dalam program P2KP Pertanyaan Penelitian 1 Sebagaimana disampaikan diatas untuk memperoleh gambaran dan informasi mengenai penerapan prinsip penanganan pengaduan masyarakat di tingkat kelurahan digunakan 4 (empat) variable, yaitu penerapan system PPM, penerapan prinsip PPM, sifat dan media pengaduan, serta kateori dan derajat masalah. Secara terperinci hasil temuan di kedua kelurahan lokasi penelitian di Kota Bengkulu diuraikan sebagai berikut dibawah ini Penerapan System PPM Variabel penerapan system PPM didukung dengan 6 (enam) indicator sebagai berikut. A. Pengelolaan PPM 17

30 Di Kelurahan Kandang maupun di Kelurahan Sukarami Unit Pengelola (UP) PPM belum dibentuk, pengelolaan penanganan pengaduan masyarakat dilakukan di BKM oleh pimpinan kolektif BKM. Dengan belum dibentuknya Unit Pengelola PPM, di tingkat kelurahan tidak ada yang mengelola penanganan pengaduan masyarakat secara khusus atau pengelolaan penanganan pengaduan masyarakat belum ada yang mengelola secara otonom. Kelemahan dari tidak adanya pengelolaan penanganan pengaduan secara otonom, mengakibatkan penaganan pengaduan masyarakat tidak terfokus. Sosialisasi penanganan pengaduan masyarakat baru dilakukan dilingkungan pimpinan kolektif BKM, Unit Pengelola (UPS, UPK dan UPL) dan para Ketua RW, dengan demikian masyarakat luas tidak mengatahui dan memahami bahwa dalam P2KP ada penanganan pengaduan masyarakat. Hasil penggalian informasi melalui wawancara semi terstruktur (SSI) dan focused group discussion (FGD), di Kelurahan Kandang 39,62% informan menjawab bahwa Unit Penglola PPM belum dibentuk, pengelolaan penanganan pengaduan masyarakat (PPM) dilakukan oleh PK-BKM bersama-sama dengan Unit Pengelola (UPK, UPS dan UPL). Sementara informan yang menjawab tidak tahu mengenai pengelolaan PPM sebanyak 60,38%, mewakili unsur RTM dan Anggota KSM. Sedangkan di Kelurahan Sukarami 55,36% informan yang mewakili unsur RTM (12,50%), Anggota KSM (21,23%) dan BKM (21,23%) menyatakan bahwa Unit PPM belum dibentuk di kelurahan. Pengelolaan penanaganana pengaduan masyarakat (PPM) dilakukan oleh PK-BKM. Dan informan yang menjawab tidak tahu sebanyak 44,64%, mewakili unsur RTM dan Anggota KSM. Berdasarkan deskripsi diatas, pengelolaan pengaduan masyarakat PPM di kedua kelurahan memiliki kecenderungan yang sama, yaitu : (1) Belum dibentuk Unit Pengelola PPM di tingkat kelurahan. Pengelolaan PPM dilaksanakan oleh PK-BKM bersama-sama dengan Unit Pengelola sosial, ekonomi dan prasarana lingkungan (UPS, UPK dan UPL) terhadap setiap pengaduan yang dilaporkan kepada PK-BKM. (2) Sarana dan prasarana penanaganan pengaduan masyarakat yang tersedia baru sebatas Kotak Pengaduan yang tidak pernah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mengadukan masalahnya, dan tidak ditemui tersedianya Format Pengaduan dan Buku Catatan penanaganan pengaduan. (3) Berdasarkan pendapat informan yang mewakili unsure BKM, pengelolaan dilaksanakan oleh PK-BKM, karena mereka harus merumuskan, memutuskan dan mendelegasikan penanganan pengaduan secara kolektifitas. (4) Belum dilaksanakannya pengelolaan sesuai dengan prosedur dan mekanisme PPM P2KP, mengingat perhatian PK-BKM maupun Unit-unit dibawahnya terfokus pada pelaksanaan pembangunan TRIDAYA terkait dengan proses pemberdayaan masyarakat. Pengelolaan Penanganan pengaduan masyarakat (PPM) di Kelurahan Kandang telah dilaksanakan sesuai dengan pemahaman PK-BKM dan para pelaku P2KP. Sementara di Kelurahan Sukarami pengelolaan pengaduan masyarakat belum berjalan, terkait dengan adanya dugaan penyimpangan Dana BLM oleh Koordinator PK-BKM. Selain daripada itu menurut unsure PK-BKM (SUM, 35 Tahun), Koordinator PK-BKM selama ini kurang koordinasi dengan pimpinan kolektif lainnya, komunikasi hayna dengan Sekretaris BKM yang juga orang tua dari Koordinator UPK (Almarhumah). 18

31 B. Penerimaan Pengaduan Penerimaan pengaduan masyarakat di Kelurahan Kandang maupun di Kelurahan Sukarami terdiri dari dua macam penerimaan, yaitu penerimaan pengaduan masyarakat yang langsung diterima oleh BKM dan yang diterima melalui perwakilan masyarakat. Pengaduan yang langsung diterima oleh BKM pada umumnya adalah pengaduan dari para pemuka masyarakat, sementara pengaduan yang diterima melalui perwakilan adalah pengaduan yang bersumber dari warga miskin. Sarana dan prasarana yang ditemui di Kelurahan Kandang adalah Kotak Pengaduan, itupun sudah tersimpan di Gudang Kantor Kelurahan/Secretariat BKM. Sementara di Kelurahan Sukarami Kotak Pengaduan terpasang di halaman Kantor Kelurahan/Sekretariat BKM, dengan kondisi yang sama dengan di Kelurahan Kandang. Menurut Koordinator PK-BKM Kelurahan Kandang, Bapak Harmen, SH pada awalnya Kotak Pengaduan disediakan di setiap RW, namun masyarakat tidak pernah ada yang menyampaikan pengaduan secara tertulis sehingga Kotak Pengaduan selalu kosong. Hasil penggalian informasi melalui kegiatan wawancara dan FGD dengan 53 informan kunsi di Kelurahan Kandang, 56,60% informan dari unsur RTM (16,98%), Anggota KSM (22,64%) dan unsur PK-BKM (16,98%) menyatakan bahwa penerimaan pelaporan dan pengaduan belum sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan P2KP. Informan yang menjawan tidak tahu sebanyak 43,40% mewakili unsur RTM dan Anggota KSM. Sementara di Kelurahan Sukarami, 58,93% informan yang mewakili unsur RTM (16,07%), Anggota KSM (21,43%) dan unsur PK-BKM (21,43%) menyatakan bahwa penerimaan pelaporan dan pengaduan belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur penanganan pengaduan yang telah ditetapkan P2KP, dan informan yang menjawab tidak tahu sebanyak 41,07% mewakili unsur RTM dan Anggota KSM. Berdasarkan deskripsi diatas, dikedua kelurahan memiliki kecenderungan yang sama dalam penerimaan pengaduan masyarakat, sebagai berikut : (1) Penerimaan pelaporan dan pengaduan belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan P2KP, antara lain : (a) Pelapor tidak mengisi blanko format pengaduan; (b) Penerimaan pengaduan yang disampaikan masyarakat secara lisan atau tertulis tidak dicatat dalam Buku Catatan Pengaduan; (c) Belum dilaksanakannya sosialisasi penanganan pengaduan masyarakat (PPM) kepada masyarakat, sehingga masyarakat tidak mengetahui harus mengadukan kepada siapa dan dimana. (2) Tingginya jumlah informan yang tidak tahu mengenai penanaganan pengaduan masyarakat di Kelurahan kandang (43,40%) dan Di kelurahan Sukarami (41,07%) menunjukan masyarakat belum mendapatkan informasi dan sosialisasi penanganan pengaduan masyarakat sebagai bagian dari pengelolaan pembangunan TRIDAYA. Di kedua kelurahan juga memiliki kecenderungan yang sama, masyarakat pada umumnya mengadukan masalahnya kepada para Ketua RT/RW atau tokoh masyarakat dilingkungan tempat tinggalnya. Hal ini juga yang menyebabkan Kotak Pengaduan di kedua kelurahan selalu kosong tidak pernah dimanfaatkan oleh masyarakat. Kebiasaan masyarakat mengadukan masalahnya kepada para Ketua RT/RW dan tokoh masyarakat ini sudah menjadi kebiasaan dan membudaya dan telah terbangun sejak lama sebelum P2KP dilaksanakan. 19

32 C. Pencatatan/Pengadministeasian dan Pendistribusian Pengaduan Pencatatan / pengadministrasian dan pendistribusian penanganan pengaduan masyarakat di Kelurahan Kandang maupun di Kelurahan Sukarami belum dilaksanakan, baik pengaduan masyarakat yang diterima langsung oleh BKM maupun yang diterima melalui perwakilan masyarakat tidak tercatat. Dari penggalian informasi di tingkat kelurahan salah satu penyebab kurangnya perhatian BKM terhadap pencatatan pengaduan masyarakat dikarenakan PK-BKM terlalu memfokuskan perhatian pada implementasi pembangunan TRIDAYA. Pendistribusian pengaduan masyarakat di Kelurahan Kandang, dilakukan oleh PK-BKM melalui musyawarah (rapat) dengan Unit Pengelola dan wakil masyarakat (para Ketua RW). Menurut kebiasaan pengaduan yang ditangani langsung oleh BKM atau Unit Pengelola (UPK, UPL atau UPS) adalah pengaduan penyimpangan prosedur. Adapun pengaduan infkormatif dapat diselesaikan di tingkat komunitas. Sementara pendistribusian pengaduan di Kelurahan Sukarami Pimpinan Kolektif BKM yang baru belum dapat menjelaskan proses pendistribusian pengaduan masyarakat. Dari pengumpulan informasi melalui wawancara semi terstruktur (SSI) dan FGD, di Kelurahan Kandang 52,83% informan dari unsur RTM (15,09%), Anggota KSM (20,75%) dan PK-BKM 16,98%) menjawab bahwa pencatatan/pengadministrasian dan pendistribusian pengaduan masyarakat belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan P2KP. Sementara 47,17% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu (lihat Tabel.3.4. pada lampiran). Tingginya informan yang menjawab tidak tahu dikarenakan masyarakat belum tersosialisasi penanganan pengaduan masyarakat. Sementara di Kelurahan Sukarami 55,36% informan dari unsur RTM (7,14%), Anggota KSM (26,79%) dan BKM (21,43%) menjawab bahwa pencatatan dan pendistribusian pengaduan masyarakat belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur P2KP dan 44,64% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, di Kelurahan Kandang dan Kelurahan Sukarami, jawaban informan terhadap pencatatan dan pendistribusian pengaduan masyarakat memiliki kecenderungan yang sama, yaitu belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur P2KP. Belum dilaksanakannya pencatatan dan pendistribusian pengaduan masyarakat ini sebabkan oleh : (1) Pemahaman PK-BKM terhadap pentingnya penanganan pengaduan masyarakat sebagai bagian dari pengelolaan pembangunan TRIDAYA dan masukan untuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan P2KP masih sangat lemah, (2) Belum dilaksanakannya sosialisasi penanganan pengaduan masyarakat (PPM) oleh Tim Faskel kepada masyarakat luas di tingkat kelurahan, menyebabkan masyarakat tidak memahami pentingnya penanganan pengaduan masyarakat (PPM) sebagai alat/instrumen kontrol sosial terhadap pelaksanaan P2KP di lingkungan kelurahannya, (3) Belum tersedianya sarana PPM, seperti blanko format pengaduan masyarakat dan Buku Catatan Pengaduan menyebabkan PK-BKM tidak melaksanakan pengadministrasian laporan masyarakat, (4) Kotak pengaduan di kedua kelurahan ada, tetapi belum dimanfaat oleh masyarakat dikarenakan masyarakat pada 20

33 umumnya menyampaikan pengaduan secara lisan kepada para Ketua RT/RW dan tokoh masyarakat dilingkungan tempat tinggalnya. D. Penanganan Pengaduan Masyarakat Penanganan pengaduan masyarakat di Kelurahan Kandang maupun di Kelurahan Sukarami dilakukan melalui dua cara yaitu, penanganan pengaduan informatif yakni pengaduan yang bersifat pertanyaan, usulan atau saran masyarakat terhadap pelaksanaan pembangunan TRIDAYA selama dapat ditampung dan diselesaikan di tingkat komunitas oleh para Ketua RW, Unit Pengelola (UPK, UPS atau UPL) dan tokoh masyarakat dilingkungan tempat tinggal pelapor maka diselesaikan di tingkat komunitas. Sedangkan pengaduan yang bersifat penyimpangan prosedur di Kelurahan Kandang, seperti pengaduan mengenai penyaluran bantuan sosial atau ekonomi tidak sesuai sasaran atau pengaduan penyimpangan prosedur dalam pembayaran insentif kepada warga masyarakat yang bekerja dalam pembangunan prasarana lingkungan dan pengaduan yang menyangkut masalah kebijakan akan diselesaikan oleh Unit Pengelola terkait atau oleh BKM. Di Kelurahan Sukarami pengaduan penyimpangan Dana BLM ditangani oleh PK-BKM yang tidak terlibat dalam kasus tersebut. Penanganan pengaduan penyimpangan dana BLM ini didukung oleh masyarakat dan seluruh Anggota KSM ekonomi hingga pelaksanaan Musyawarah pertanggungjawaban (LPJ) PK-BKM lama (Tahun ) dengan hasil yaitu bterbentuk PK BKM baru Periode Tahun , dan penyelesaian pengambalian Dana BLM difasilitasi oleh PJOK dan Camat Kecamatan Selebar. Pendapat informan mengenai penanganan pengaduan masyarakat di Kelurahan Kandang adalah 37,74% informan dari unsur RTM (7,55%), Anggota KSM (13,21%) dan PK-BKM (16,98%) di Kelurahan Kandang menjawab bahwa penanganan pengaduan masyarakat belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur P2KP, dan 62,26% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu mengenai penanganan pengaduan masyarakat. Sementara di Kelurahan Sukarami, 57,14% informan dari unsur RTM (16,07%), Anggota KSM (19,64%) dan PK-BKM (21,43%) menjawab penanganan pengaduan masyarakat belum dilaksakan sesuai prosedur P2KP. Sementara 42,86% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, di Kelurahan Kandang, informan yang menjawab penanganan pengaduan belum sesuai dengan prosedur P2KP sebanyak 37,74% terdiri dari 4 (empat) orang yang mewakili RTM, 7 (tujuh orang yang mewakili Anggota KSM dan 9 (sembilan) orang yang mewakili PK-BKM, dapat ditafsirkan bahwa informan yang mewakili masyarakat miskin sebagian besar 16 (enam belas orang) tidak tahu termasuk yang menjawab tidak tahu. Demikian pula dengan Anggota KSM, dari 24 orang yang mengikuti FGD, hanya 7 (tujuh) orang yang menjawab penanganan pengaduan masyarakat tidak sesuai dengan prosedur P2KP, sementara 17 (tujuh belsa) orang Anggota KSM lainnya termasuk kepada yang menjawab tidak tahu. Sementara di kelurahan Sukarami, yang menjawab penanganan 21

34 pengaduan belum sesuai dengan prosedur P2KP sebanyak 57,14% yang terdiri dari warga miskin (RTM) 9 (sembilan) orang, sementara 11 orang lainnya menjawab tidak tahu. Dari unsur Anggota KSM yang menjawab pengelolaan penanganan pengaduan belum sesuai dengan prosedur P2KP sebanyak 11 (sebelas) orang dan 13(tiga belas) orang lainnya menjawab tidak tahu. Dengan demikian dapat difasirkan bahwa informan yang mewakili unsur RTM dan anggota BKM yang mengetahui penanganan pengaduan masyarakat adalah warga miskin (RTM) yang terlibat dalam proses pembangunan TRIDAYA, sementara dari Anggota KSM yang menjawab penanganan pengaduan masyarakat belum sesuai dengan prosedur P2KP adalah para Koordinator KSM sosial, ekonomi dan lingkungan. Di Kelurahan Kandang, informan yang menjawab tidak tahu pelaksanaan penanganan pengaduan cukup tinggi mencapai 62,26% atau 33 orang dari 53 orang informan. Semantara di Kelurahan Sukarami mencapai 42,86% atau 24 (duapuluh empat) orang dari 56 (limapuluh enam) orang informan. Dapat ditafsirkan bahwa banyak masyarakat dikedua kelurahan yang tidak mengetahui penanganan pengaduan masyarakat disebabkan oleh belum adanya sosialisasi PPM kepada masyarakat secara luas. Sosialisasi PPM yang telah dilaksanakan baru dilingkungan PK-BKM, Unit Pengelola (UP Ekonomi, UP Sosial dan UP Lingkungan serta para Ketua RW, dengan demikian masyarakat luas tidak tahu mengenai pelaksanaan penanganan pengaduan masyarakat P2KP yang telah dilaksanakan selama ini. E. Sosialisasi Hasil Progres sosialisasi hasil dan progres penaganan pengaduan di Kelurahan Kandang maupun di Kelurahan Sukarami baru dilaksanakan dilingkungan tempat tinggal pelapor. Dengan belum dilaksanakannya sosialisasi hasil dan progres penanganan pengaduan masyarakat secara luas, pada umumnya warga di kedua kelurahan tidak mengetahui dan paham mengenai persoalan apa saja yang pernah timbul dilingkungan kelurahannya. Terkait dengan kasus penyimpangan Dana BLM di Kelurahan Sukarami, PK-BKM yang tidak terlibat dalam kasus tersebut dan selanjutnya terpilih sebagai PK-BKM Periode Tahun , melaksanakan sosialisasi setiap tahapan penanganan pengaduan kepada para Koordinator KSM dan wakil masyarakat (para ketua RW/RT dan tokoh masyarakat). Dalam melaksanakan sosialisasi hasil dan progres ini PK-BKM Periode Tahun didampingi oleh Tim Faskel dan Lurah Kelurahan Sukarami. Berdasarkan hasil wawancara semi terstruktur (SSI) dan focused group discussion (FGD) di kedua kelurahan. Di Kelurahan Kandang, 35,85% informan dari unsur RTM (7,55%), Anggota KSM (11,32%) dan PK-BKM (16,98%) menjawab bahwa dalam pengelolaan PPM belum dilaksanakan pendokumentasian dan sosialisasi hasil PPM sesuai dengan prosedur P2KP. 64,15% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu menganai pendokumentasian dan sosialisasi hasil PPM yang dilaksanakan oleh BKM. Sementara di Kelurahan Sukarami, 46,43% informan dari unsur RTM (8,93%), Anggota KSM (16,07%) dan PK-BKM (21,43%) menjawab pengelolaan PPM belum melaksanakan pendokumentasian dan sosialisasi hasil sesuai prosedur P2KP, dan 53,57% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. 22

35 Berdasarkan deskripsi diatas, di kedua kelurahan tersebut, memiliki kecenderungan bahwa dalam melaksanakan pengelolaan PPM pendokumentasian dan sosialisasi hasil PPM belum dilaksanakan. Informan yang menjawab pengelolaan PPM belum melaksanakan pendokumentasian dan sosialisasi hasil dari unsur rumah tangga miskin (RTM) sangat kecil yaitu 7,55% atau 4 (empat) orang di Kelurahan Kandang, sementara 16 (enam belas) orang informan lainnya menjawab tidak tahu. Di Kelurahan Sukarami 8,93% atau 5 (lima) orang sementara 15 orang informan lainnya menjawab tidak tahu. Dari unsur RTM di Kelurahan Kandang sebanyak 11,32% atau 6 (enam) orang. Di Kelurahan Sukarami 16,07% atau 9 (sembilan) orang. Dapat ditafsirkan bahwa banyak masyarakat dikedua kelurahan yang tidak mengetahui pendokumentasian dan sosialisasi hasil penanganan pengaduan masyarakat disebabkan oleh belum adanya sosialisasi hasil PPM kepada masyarakat secara luas. Sosialisasi Hasil PPM yang telah dilaksanakan baru dilingkungan PK-BKM, Unit Pengelola (UP Ekonomi, UP Sosial dan UP Lingkungan serta wakil masyarakat yang terdiri dari para Ketua RT/RW dan tokoh masyarakat, dengan demikian masyarakat luas tidak tahu mengenai pendokumentasian dan hasil penanganan pengaduan masyarakat P2KP yang telah dilaksanakan oleh PK-BKM. Perbandingan pendapat informan di Kelurahan kandang dan Kelurahan sukarami mengenai penanganan pengaduan masyarakat. F. Pelaporan PPM BKM Kelurahan Kandang maupun di Kelurahan Sukarami dalam pelaksananaan penanganan pengaduan masyarakat belum membuat laporan penanganan pengaduan secara terpisah. Laporan penanganan dibuat dalam laporan bulanan BKM. Salah satu kesulitan BKM dalam menyusun laporan penanganan pengaduan dikarenakan tidak terdokumentasinya setiap pengaduan yang diterima oleh BKM, baik pengaduan yang langsung maupun pengaduan melalui wakil masyarakat. Hasil wawancara semi terstruktur dan kegiatan FGD dengan informan kunci di Kelurahan Kandang, 45,28% informan yang mewakili unsur RTM (11,32%), Anggota KSM (16,98%) dan PK-BKM (16,98%) menjawab bahwa BKM belum membuat Laporan Penanganan Pengaduan Masyarakat (PPM). 54,72% informan mewakili unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu mengenai Pelaporan PPM yang dibuat PK-BKM. Sementara di Kelurhanan Sukarami, Sementara di Kelurahan Sukarami, 60,71% informan mewakili unsur RTM (14,29%), Anggota KSM (25,00%) dan PK-BKM (21,43%) menjawab bahwa dalam pengelolaan PPM belum dibuat Laporan PPM, dan 39,29% informan menjawab tidak tahu mengenai Laporan PPM yang dibuat PK-BKM. Berdasarkan deskripsi diatas, dapat diinterpretasikan bahwa informan dari unsure RTM yang menjawab pelaporan PPM belum dibuat adalah mereka yang terlibat dalam selapa proses pembangunan TRIDAYA, seperti relawan, mandor pelaksana pembangunan prasarana lingkungan dan warga masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap Pembangunan TRIDAYA. Sementara dari unsure Anggota KSM yang menjawab leporan PPM belum dibuat adalah Koordinartor dan Anggota KSM yang terlibat dalam pembangunan TRIDAYA sisoal, ekonomi maupun lingkungan. Informan yang menjawab tidak tahu di Kelurahan Kandang 23

36 maupun di Kelurahan Sukarami menunjukan kecenderungan yang tinggi yaitu 54,72% di Kelurahan Kandang, dan 39,29% di Kelurahan Sukarami atau 15,43% lebih rendah dibanding dengan jawaban informan di Kelurahan Kandang. Kelompok ini merupakan warga masyarakat dan Anggota KSM yang tidak terlibat dalam proses pembangunan TRIDAYA Penerapan Prinsip PPM Penerapan prinsip penanganan pengaduan dalam pelaksanaan penanganan pengadupan masyarakat di Kelurahan Kandang belum semua diterapkan dalam penanganan pengaduan masyarakat. Prinsip-prinsip penanganan pengaduan yang telah diterapkan antara lain adalah, kemudahan, partisipatif, transparansi dan akuntabilitas. Dalam pelaksanaannya dapat diuraikan sebagai berikut : Kemudahan, penerapan prinsip kemudahan di Kelurahan Kandang telah dilaksanakan dengan telah disediakan Kotak Pengaduan PPM, namun masyarakat mangadukan masalahnya kepada Ketua RT/RW dan tokoh masyarakat dilingkungan tempat tinggalnya. Sementara penerapan prinsip kemudahan di Kelurahan Sukarami belum diterapkan, masyarakat pada umumnya tidak paham ada penanganan pengaduan masyarakat dan harus mengadu kepada siapa bila ada masalah dalam pelaksanaan Program P2KP; Partisipatif, pada umumnya partisipasi masyarakat miskin dalam kegiatan kontrol sosial belum berjalan, bila ada masalah dalam pelaksanaan pembangunan TRIDAYA, masyarakat membahas di lingkungannya sendiri sebagai isu-isu atau merumpi dan tidak di tindak lanjuti; Transparansi, tingkat transparansi di Kelurahan Kandang baru dilaksanakan di lingkungan PK-BKM dan wakil masyarakat (RT/RW, tokoh masyarakat), Akuntabilitas, penerapan prinsip akuntabilitas di Kelurahan Kandang baru dilaksanakan dilingkungan pelaku P2KP Kelurahan (BKM, UPK, UPL, UPS) dengan para wakil masyarakat seperti Ketua RT/RW dan tokoh masyarakat; Obyektif, tingkat obyektifitas dalam pengelolaan penanaganan pengaduan masyarakat di Kelurahan Kandang baru dilaksanakan apabila ada pengaduan dari tokoh masyarakat. Sementara penerapan prinsip penanganan pengaduan di Kelurahan Sukarami dengan terjadinya kasus penyimpangan Dana BLM Ekonomi selama kepemimpinan BKM Periode Tahun menjadi terhambat, baik prinsip kemudahan, partisipatif, transparansi serta akuntabilitas. Saat penelitian ini dilakukan, telah dilaksanakan Musyawarah LPJ dan terpilih PK-BKM Periode Tahun , penerapan prinsip penanganan pengaduan masyarakat mulai dilaksanakan antara lain, kemudahan, partisipatif, transparansi dan akuntabilitas. 24

37 Pendapat informan kunci mengenai penerapan prinsip-prinsip penanganan pengaduan di Kelurahan Kandang, 37,74% informan mewakili unsur RTM (7,55%), Anggota KSM (13,21%) dan PK-BKM (16,98%) menjawab bahwa dalam pengalolaan PPM belum menerapkan semua prinsip-prinsip PPM, dan 62,26% informan mewakili unsur RTM dan anggota KSM menjawab tidak tahu mengenai penarapan prinsip-prinsip PPM. Sementara di Kelurahan Sukarami, 51,79% Informan yang mewakili unsur RTM (10,71%), Anggota KSM (19,64%) dan BKM (21,43%) menjawab bahwa prinsip PPM belum diterapkan seluruhnya dalam penanganan pengaduan masyarakat. Dan 48,21% informan menjawab tidak tahu Sifat dan Media Pengaduan A. Sifat Pengaduan Di Kelurahan Kandang sifat pengaduan masyarakat yaitu pengaduan informatif dan pengaduan penyimpangan. Pengaduan informatif yang ditemui adalah pengaduan yang bersifat pertanyaan, usulan, saran dan lainnya. Sementara pengaduan penyimpangan adalah pengaduan penyimpangan prosedur. Sementara di Kelurahan Sukarami sifat pengaduan masyarakat adalah pengaduan informatif dan pengaduan penyimpangan. Pengaduan penyimpangan meliputi penyimpangan prosedur dan penyimpangan Dana BLM Ekonomi yang diduga melibatkan unsur PK-BKm dan Koordinator UPK. Hasil pengumpulan informasi melalui wawancara dan FGD di Kelurahan Kandang, 52,83% informan dari unsur RTM (13,21%), Anggota KSM (22,64%) dan PK-BKM (16,98%) menjawab bahwa sifat pengaduan masyarakat di Kelurahan Kandang adalah pengaduan informatif. 7,55% informan mewakili unsur RTM menjawab sifat pengaduan masyarakat adalah pengaduan penyimpangan dan 39,62% informan mewakili unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Sukarami, 14,28% informan dari unsur Anggota KSM (7,14%) dan PK-BKM (7,14%) menjawab sifat pengaduan masyarakat adalah pengaduan informatif. Sedangkan 55,36% informan dari unsur RTM (19,64%), Anggota KSM (21,43%) dan PK-BKM (14,29%) menjawab sifat pengaduan masyarakat adalah pengaduan penyimpangan dana, dan 30,36% informan mewakili unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, jawaban informan di Kelurahan Kandang dan Kelurahan Sukarami memiliki kecenderungan yang berbeda : (1) Di Kelurahan Kandang, kecemderungan informan menjawab sifat pengaduan adalah informatif sebanyak 52,83% sementara di Kelurahan Sukarami sebanyak 14,28%. (2) Informan yang menjawab sifat pengaduan penyimpangan di Kelurahan Kandang adalah 7,55% sementara di Kelurahan Sukarami 55,36% menunjukan perbedaan yang signifikan. Dalam menjawab sifat pengaduan penyimpangan di Kelurahan Kandang, informan menjelaskan bahwa penyimpangan yang dilihatnya adalah penyimpangan prosedur dalam pelaksanaan pembangungan TRIDAYA, seperti : penyaluran BLM sosial dan ekonomi tidak sesuai dengan hasil Pemetaan Sosial, atau kepada orang-orang yang dekat dengan PK-BKM dan ketua RT/RW dilingkungannya. Sementara di Kelurahan Sukarami sifat pengaduan penyimpangan yang dimaksud para informan adalah (a) penyimpangan prosedur seperti yang terjadi di Kelurahan Kandang, dan (b) penyimpangan Dana BLM yang diduga dilakukan oleh Koordinator PK-BKM dan 25

38 Koordinator UPK yang telah menyebar dan diketahui oleh masyarakat kebanyakan di Kelurahan Sukarami maupun diluar kelurahan, seperti di kecamatan hingga ke tingkat kota dan provinsi. B. Media Pengaduan Adapun media pengaduan yang digunakan masyarakat di kedua kelurahan adalah media lisan (verbal) dan telepon/sms. Media telepon dan sms digunakan oleh pemuka masyarakat, Koordinator KSM, relawan, dan wrga masyarakat yang dekat dengan BKM. Hasil pengumpulan informasi di Kelurahan Kandang, 66,04% informan yang mewakili unsur RTM (26,42%), Anggota KSM (22,64%) dan PK-BKM (16,98%) menjawab bahwa media yang digunakan oleh masyarakat adalah media lisan. 20,75% informan yang mewakili unsur RTM (0%), Anggota KSM (11,32%) dan PK-BKM (9,43%) menjawab bahwa media pengaduan masyarakat adalah telepon dan sms. Dan 13,21% informan menjawab tidak tahu. Sedangkan di Kelurahan Sukarami, 57,14% informan mewakili unsur RTM (21,43%), anggota KSM (23,21%) dan PK-BKM (12,50%) menjawab bahwa pengaduan yang digunakan masyarakat adalah media lisan. 23,22% informan dari unsur Anggota KSM (14,29) dan PK-BKM (8,93%) menjawab masyarakat juga ada yang menggunakan media telepon, sms, dan tertulis dan 19,64% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, di Kelurahan Kandang dan Kelurahan Sukarami, ditemui bahwa media pengaduan yang digunakan oleh masyarakat di kedua kelurahan pada umumnya media lisan, dimana masyarakat melaporkan pengaduaannya kepada para pemuka masyarakatnya seperti Ketua RT/RW, tokoh agama, tokoh pendidikan dan kepada Unit Pengelola serta PK- BKM. Sedangkan media telepon atau sms dimanfaatkan oleh para tokoh masyarakat di kedua kelurahan. Media tertulis digunakan masyarakat pada saat diketahui adanya dugaan penyimpangan prosedur dan penyimpangan Dana BLM di Kelurahan Sukarami, yang diduga dilakukan oleh Koordinator PK-BKM dan Koordinator UPK. Surat pengaduan disampaikan oleh masyarakat dan para pemuka masyarakat di Kelurahan sukarami kepada Lurah dengan tembusan kepada PJOK Kategori dan Derajat Masalah Kategori dan derajat masalah pengaduan yang ditemui di Kelurahan Kandang adalah Kategori Masalah 7, yaitu pengaduan informatif atau lain-lain dan Derajat Masalah 1, dimana masalah dapat diselesaikan di tingkat BKM atau di kelurarahan. Sementara di Kelurahan Sukarami, Kategori Masalah yang ada adalah Kategori 7 yaitu pengaduan informatif dan Kategori 2 pengaduan penyimpangan prosedur dan pengaduan penyimpangan dana. Derajat Masalah yang ditemui adalah Derajat Masalah 1 yaitu pengaduan informatif dapat diselesaikan di tingkat BKM/Kelurahan dan Derajat Masalah 2, dimana penanganan penyelesaian pengaduan penyimpangan Dana BLM Ekonomi di selesaikan di kecamatan. 26

39 Pendapat informan di Kelurahan Kandang mengenai kategori dan derajat masalah menunjukan 54,72% menjawab bahwa masalah yang dilaporkan oleh masyarakat pada umumnya adalah pengaduan informatif, atau Kategori 7 (K-7) dan penyelesaiannya dilakukan di tingkat BKM atau Derajat -1, dan 45,28 % informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu Sementara di Kelurahan Sukarami, 28,63% informan dari unsur RTM (8,93%), Anggota KSM (14,29%) dan PK-BKM (5,36%) menjawab pengaduan informatif (K-7) dan dapat diselesaikan di kelurahan (Derajat -1). 37,50% informan dari RTM (5,36%), Anggota KSM (21,43%) dan BKM (10,71%) menjawab pengaduan penyimpangan atau Kategori 2 (K-2) dimana penyelesaiannya dilakukan di tingkat kecamatan difasilitasi oleh PJOK dan Camat, masuk dalam Derajat Masalah -2 (D-2). Dan 33,93% informan menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, dari hasil penggalian informasi melalaui wawancara dan FGD, ditemui bahwa kategori masalah yang ada di Kelurahan Kandang adalah Kategori 7, pengaduan lain-lain yaitu pengaduan masyarakat yang sifatnya informative. Pengaduan penyimpangan prosedur, penyimpangan dana BLM, intervensi negative dari pemerintah daerah/kelurahan tidak ditemui. Demikian pula halnya dengan masalah kode etik, force majeur dan kebijakan baik kebijakan Lurah, Camat serta pemda kota dan provinsi tidak ditemui. Informan dari unsure RTM yang menjawab pengaduan informative (K-7) dan dapat diselesaikan di tingkat BKM di Kelurahan Kandang sebanyak 15,09% atau 8 orang dari 20 orang informan yang mewakili unsure RTM, sementara di Kelurahan Sukarami 8,93% atau 5 orang dari 20 orang informan yang mewakili unsure RTM. Informan dari unsure Anggota KSM yang menjawab pengaduan informative (K-7) di Kelurahan Kandang, sebanyak 16,98% atau 9 orang dari 24 orang wakil Anggota KSM sosial, ekonomi dan lingkungan, sementara di Kelurahan Sukarami 14,29% atau 14 orang dari 24 orang informan. Informan dari unsure RTM di Kelurahan Kandang yang menjawab pengaduan penyimpangan tidak ada (0%), sementara di Kelurahan Sukarami 21.43% atau 12 orang. Dan informan yang mewakili unsure PK-BKM yang menjawan pengaduan penyimpangan di kelurahan kandang tidak ada (o%), sementara di Kelurahan Sukarami 10,71% atai 9 orang. Dan Informan yang menjawab tidak tahu mengenai Kategori dan Derajat Masalah di Kelurahan Kandang sebanyak 45,28 atau 24 orang dan di kelurahan Sukarami 33,93% atau 19 orang. Di Kelurahan Kandang, kecenderungan jawaban informan adalah pengaduan informative atau Kategori-1, dengan Derajat Masalah -1 yaitu dapat diselesaikan di tingkat BKM. Sementara di Kelurahan Sukarami 37,50% informan menjawab adanya penyimpangan prosedur dan penyimpangan Dana BLM yang diduga dilakukan oleh Koordinator PK-BKM dan Koordinator UPK. Permasalahan tersebut masuk dalam Kategori-2 (K-2) dan saat ini sedang di selesaikan dengan difasilitasi oleh PJOK dan Camat, masuk dalam Derajat Masalah-2 (D- 2). Warga masyarakat dan para tokoh masyarakat di Kelurahan Bangilan dalam menyelesaiakn masalah penyimpangan Dana BLM tersebut membutuhkan fasilitasi dari Lurah, Tim Faskel dan PJOK/Camat, mengingat Koordinator PK-BKM yang diduga melakukan penyimpangan tersebut adalah tokoh masyarakat yang cukup disegani di lingkungan Kelurahan Sukarami. Sebagai tuntutan masyarakat dalam masalah ini adalah 27

40 dilaksanakannya Musyawarah LPJ PK-BKM untuk mempertanggungjawabkan Dana BLM dan dilaksanakannya pemilihan PK-BKM pengganti Pertanyaan Penelitian 2 Untuk mendapakan informasi terkait dengan pertanyaan penelitian 2 dalam penelitian ini digunakan 2 (dua) variable yaitu sumber pengaduan dan penanganan penyelesaian pengaduan, sebagai berikut dibawah ini Sumber Pengaduan Sumber pengaduan atau pelapor di Kelurahan Kandang maupun di Kelurahan Sukarami terdiri dari berbagai strata masyarakat yaitu, warga masyarakat miskin, pemuka masyarakat, relawan, kelompok perempuan (ibu-ibu PKK, kelompok arisan), kelompok pemuda (karang taruna) dan lainnya yang memiliki perhatian terhadap pembangunan TRIDAYA. Pendapat informan kunci mengenai sumber pengaduan/pelapor di Kelurahan Kandang, 5,28% informan dari unsur RTM (13,21%), Anggota KSM (22,64%) dan PK-BKM (9,43%) menjawab bahwa sumber pengaduan adalah warga miskin. 24,53% informan dari unsur RTM (3,77%), Anggota KSM (13,21%) dan PK-BKM (7,55%) menjawab para tokoh masyarakat sebagai sumber pengaduan, dan 30,19% informanlampir mewakili unsur RTM dan BKM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Sukarami, 33,92% informan dari unsur RTM (10,71%), Anggota KSM (16,07%) dan BKM (7,14%) menjawab warga miskin sebagai sumber pengaduan. 33,93% informan terdiri dari RTM (5,36%), Anggota KSM (19,64) dan PK-BKM (8,93) menjawab sumber pengaduan adalah para pemuka masyarakat, dan 32,14% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM, menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi di atas, kercenderungan sumber pengadu (pelapor) di Kelurahan Kandang dan di Kelurahan Sukarami memiliki kecenderungan yang sama antara lain : (1) warga miskin (RTM) yang pada umumnya sebagai sumber pengaduan informative, yaitu pengaduan lain-lain, seperti pertanyaan, usulan dan saran (pada umumnya nertanya tentang kapan Dana BLM cair, atau kapan mendapatkan bantuan perguliran dana, atau kapan bantuan sosial disalurkan, dan lainnya); (2) Anggota KSM sebagai sumber pengadu informative dan penyimpangan prosedur, seperti : pertanyaan mengenai penambahan modal usaha, bantuan sosial bagi keluarga miskin mengenai bantuan beasiswa dan peralatan sekolah, serta realisasi pembangunan prasarana lingkungan; (3) tokoh masyarakat seperti para Ketua RT/RW, Guru, Pegawai negeri, tokoh agama, tokoh adat, kelompok PKK dan tokoh pemuda/pemudi, pada umumnya sebagai sumber pengaduan penyimpangan Dana BLM. Di Kelurahan Kandang melakukan control sosial dengan UPK, UPS dan UPL. Sementara di kelurahan Sukarami, yang mendukung PK-DBKM untuk melaksanakan Musyawarah LPJ Penanganan Penyelesaian Pengaduan 28

41 Dalam melaksanakan penyelesaian pengaduan masyarakat di Kelurahan Kandang telah dilaksanakan secara rata dan adil teradap semua pelapor. BKM tidak membedakan darimana sumber penaduan, semua dilayani sesuai dengan kebutguhan penyelesaiannya secara proporsional. Sementara di Kelurahan Sukarami pada masa kepengurusan PK-BKM Periode Tahun penanganan pengaduan masyarakat belum dilaksanakan secara rata dan adil mengingat adanya keterlibatan PK-BKM dan Koordinator UPK dalam penyimpangan dana BLM Ekonomi. Penanganan pengaduan masyarakat baru dilaksankan secara rata dan adil setelah ada pergantian PK-BKM melalui Musyawarah LPJ Tahun Terkait dengan penanganan pengaduan penyimpangan BLM Ekonomi, saat ini masih dalam proses penyelesaian yang difasilitasi oleh PJOk dan Camat Kecamatan Selebar, dimana unsu PK- BKM dan Koordinator UPK yang terlibat telah membuat Surat Pernyataan Pengembalian Dana BLM Ekonomi dengan jaminan Sertifikat Tanah Milik. Pendapat informan di Kelurahan Kandang mengenai penyelesaian pengaduan masyarakat di Kelurahan Kandang, 45,28% informan yang terdiri dari unsur RTM (11,32%), Anggota KSM (16,98%) dan PK-BKM (16,98%) menjawab bahwa pelayanan penyelesaian pengaduan kepada semua strata masyarakat sama. 13,21% informan dari unsur Anggota KSM (3,21%) menjawab pelayanan BKM dalam menyelesaikan pengaduan tidak sama (ada diskriminasi), dan 41,51% informan mewakili unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Sementara pendapat informan di Kelurahan Sukarami tentang penanganan pengaduan masyarakat, 35,72% informan dari unsur RTM (7,14%), Anggota KSM (14,29%) dan PK- BKM (14,29%) menjawab bahwa pelayanan BKM terhadap seluruh strata masyarakat sama. 35,71% informan dari unsur RTM (10,71%), Anggota KSM (17,86%) dan PK-BKM (7,14%) menjawab bahwa pelayanan BKM dalam penyelesaian pengaduan terhadap semua strata yang ada di masyarakat belum rata dan adil, dan 28,57% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM, menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, pelayanan BKM di Kelurahan Kandang dan di Kelurahan Sukarami dalam menyelesaikan pengaduan masyarakat dapat diinterpretasikan sebagai berikut : (1) Di Kelurahan Kandang informan yang menjawab pelayanan penanganan pengaduan masyarakat telah dilaksanakan secara adil dan merata sebanyak 45,28%, sementara di Kelurahan Sukarami sebanyak 35,72%; (2) Informan yang menjawab pelayanan penanganan pengaduan masyarakat belum adil dan merata, di Kelurahan Kandang sebanyak 13,21% dan di Kelurahan Sukarami sebanyak 35,71%. Dan informan yang menjawab tidak tahu di Kelurahan Kandang sebanyak 41,51%, di Kelurahan Sukarami sebanyak 28,57%. Maka berdasarkan pendapat informan tersebut, pelayanan penanganan pengaduan masyarakat di Kelurahan Kandang belum dilaksanakan dengan rata dan adil kepada semua strata pengadu, dimana informan yang menjawab belum adil dan merata 13,21% dan yang menjawab tidak tahu 41,51% lebih banyak dibandingkan dengan yang menjawab telah dilaksanakan secara rata dan adil. Demikian pula halnya dengan di Kelurahan Sukarami, pendapat informan memiliki kecenderungan bahwa pelayanan dalam penanganan pengaduan masyarakat belum adil dan rata, dimana pendapat informan yang menjawab belum adil dan merata 35,71% dan yang menjawab tidak tahu 28,57% lebih banyak dibandingkan dengan yang menjawab telah dilaksanakan secara rata dan adil. 29

42 Pertanyaan Penelitian 3 Untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana di tingkat masyarakat serta partisipasi public terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat melalui kontrol sosial dalam penelitian ini digunakan tiga variable, yaitu : (a) variable transparasi pengelolaan dana di yingkat masyarakat, (b) Variabel akuntabilitas pengelolaan dana di tingkat masyarakat, dan (c) Variabel partisipasi public terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat melalui control sosial Transparansi Pengelolaan Dana di Tingkat Masyarakat Transparansi pengelolaan dana di tingkat masyarakat di Kelurahan Kandang maupun di Kelurahan Sukarami dapat dipilah dalam dua kondisi. Pertama, transparansi pengelolaan dana pada tahap pelaksanaan pembangunan TRIDAYA dimana dilaksanakan penyaluran BLM social, ekonomi dan pembangunan prasarana lingkungan. Pada tahap ini pengelolaan dana di tingkat masyarakat di kedua kelurahan dilaksanakan dengan cukup transparan, dimana UPK, UPL dan UPS menerapkan prinsip transparansi melalui Papan informasi dan pertemuan rutin (Rapat Koordinasi Bulanan) yang diselenggarakan oleh BKM, UPK, UPS dan UPL beserta para wakil masyarakat yaitu para Ketua RW/RT tokoh masyarakat dan relawan. Kedua, pada tahap pemeliharaan prasarana lingkungan (sebagai asset kelurahan) dan keberlanjutan usaha ekonomi masyarakat (Anggota KSM Ekonomi), dimana terjadi kemacetan pengembalian pinjaman bergulir dari Anggota KSM kepada UPK, di Kelurahan Kandang telah mampu memperkecil kemacetan pengembalian pinjaman dana bergulir. Namun di Kelurahan Sukarami kemacetan pengembalian Anggota KSM, justru menyebabkan terjadinya penyimpangan dana BLM ekonomi. Menurut Koordinator UPK terkait yang juga merangkap sebagai kolektor, penyimpangan dana dikarenakan untuk melaksanakan penagihan kepada para Anggota KSM yang tersebar di 4 (empat) RW membutuhkan biaya transportasi selama berbulan-bulan, sementara kami (Koordinator UPK/merangkap selaku kolektor) tidak mendapatkan biaya operasional untuk melaksanakan penagihan tersebut, oleh karenanya kami terpaksa menggunakan dana Kas yang ada. Pada tahap ini di kedua kelurahan, pengelolaan dana dilaksanakan oleh UPK, namun di Kelurahan Kandang transparansi pengelolaan danadi UPK ini telah dikelola dengan cukup transparan. Berdasarkan hasil wawancara semi terstruktur (SSI) dan focused group discussion (FGD) di kedua kelurahan. Di Kelurahan Kandang,, 52,83% Informan dari unsur RTM (13,21%), Anggota KSM (22,64%) danpk- BKM (16,98%) menjawab bahwa pengelolaan dana di tingkat masyarakat (UPK,UPL dan UPS) telah dilaksanakan cukup transparan. 9,43% informan dari Anggota KSM menjawab belum transparan, dan 37,74% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Sukarami dari 56 informan yang di wawancarai dan mengikuti FGD, 64,29% informan dari unsur RTM (14,29%), Anggota KSM (28,57%) dan BKM (21,43%) menjawab bahwa pengelolaan dana di tingkat masyarakat belum transparan, dan 35,71% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. 30

43 Berdasarkan deskripsi diatas di Kelurahan Kandang, informan yang menjawab pengelolaan dana di tingkat masyarakat sudah transparan cukup tinggi yaitu 52,83%, yang menjawab belum transparan sebanyak 9,43% dan yang menjawab tidak tahu 37,74%. Informan dari unsure RTM yang merepresentasikan warga miskin yang menjawab sudah transparan sangat kecil yaitu 13,21%. Yang menjawab belum transparan 9,43%. Sementara informan yang menjawab tidak tahu dari unsure RTM dan KSM sebanyak 37,74%. Dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa : (1) warga miskin yang tahu mengenai pengelolaan dana di tingkat masyarakat sangat sedikit bila dibandingkan dengan informan dari unsure RTM yang menjawab tidak tahu sebanyak 13 orang atau 24,53%. (2) anggota KSM yang mengetahui transparansi pengelolaan dana di tingkat masyarakat sebanyak 12 orang (22,64%) yang terdiri dari Koordinator KSM dan para relawan yang mendapat bantuan sosial, ekonomi atau lingkungan. (2) informan yang menjawab tidak tahu sebanyak 37,74% adalah unsure RTM dan Anggota KSM yang tidak terlibat dalam proses pembangunan TRIDAYA, mereka termasuk dalam kelompok penerima manfaat pasif, seperti : pemilik warung, pedagang makanan dan mainan anak-anak di Sekolah Dasar terdekat, pedagang ikan, para janda yang mendapat bantuan sosial (beasiswa/bantuan peralatan sekolah), dan penerima manfaat jamban keluarga. Transparansi pengelolaan dana di tingkat masyarakat dilaksanakan oleh PK-BKM melalui kegiatan-kegiatan : (1) Rapat koordinasi bulanan BKM dengan Unit Pengelola (UPK,UPS dan UPL) dengan dihadiri oleh wakil masyarakat (Ketua RT/RW, tokoh masyarakat dan relawan); (2) Memanfaat kan papan informasi pada saat kegiatan panyaluran bantuan sosial, ekonomi dan prasarana lingkungan dilaksanakan; (3) Pengalolaan Dana BLM ekonomi yang masih berjalan, tidak lagi memanfaatkan papan informasi sebagai media transparansi, namun perputaran dana ekonomi masyarakat berjalan lancer, walaupun ada kemacetan di beberapa KSM; (4) Setelah kegiatan sosial dan pembangunan prasarana lingkungan selesai PK-BKM tidak lagi memanfaatkan papan informasi dalam melaksanakan transparansi pengelolaan dana di tingkat masyarakat. Banyaknya warga miskin yang tidak mengetahui pengelolaan dana di tingkat masyarakat, disebabkan belum dilaksanakan sosialisasi pengelolaan dana. Menurut PK-BKM dan Koordinator Unit Pengelola dengan memanfaatkan papan informasi diharapkan masyarakat dapat melihat langsung di sekretariat BKM. Sebagai kelanjutan pengembangan usaha ekonomi masyarakat, pada Tahun 2009 ini telah disetujui BLM ekonomi untuk kelurahan Kandang sebesar Rp.235 Juta dan merupakan BLM terbesar di Kota Bengkulu dibandingkan dengan kelurahan lainnya. Sementara di kelurahan Sukarami, informan yang menjawab pengelolaan dana di tingkat masyarakat telah dilaksanakan dengan transparan 0% atau tidak ada. Informan yang menjawab pengelolaan dan belum atau tidak transparan 64,29%, dan informan yang menjawab tidak tahu sebanyak 35,71%. Tingginya jawaban informan yang menjawab pengelolaan dana di tingkat masyarakat belum/tidak transparan, dikarenakan di Kelurahan sukarami terjadi penyimpangan Dana BLM yang diduga dilakukan oleh Koordinator PK-BKM dengan Koordinator UPK yang baru diganti (Periode ), dimana informasinya telah menyebar ke warga masyarakat di lingkungan kelurahan dan para pelaku P2KP di tingkat kota maupun provinsi. 31

44 Akuntabilitas Pengelolaan Dana di Tingkat Masyarakat Akuntabilitas pengelolaan dana di tingkat masyarakat di Kelurahan Kandang dan di Kelurahan Sukarami, dapat dibagi dalam dua tahap, yaitu, pertama, pada tahap implementasi pembangunan TRIDAYA social, ekonomi dan prasarana lingkungan dilaksanakan melalui dua pendekatan yaitu dilaksanakan pertemuan rutin (rapat koordinasi bulanan) yang diselenggarakan oleh BKM dengan UPK, UPS dan UPL serta wakil masyarakat yang terdiri dari Ketua RT/RW, pemuka masyarakat dan relawan. Selain rapat koordinasi bulanan dilakukan pemeriksaan (audit) dan pembinaan administrasi keuangan UPK, UPS dan UPL oleh Faskel Keuangan Mikro setiap kunjungan ke kelurahan; kedua, pada tahap pemeliharaan prasarana lingkungnkan dan pengembangan Usaha Ekonomi Mikro para Anggota KSM, di Kelurahan Kandang kedua kegiatan tersebut tetap dilaksanakan. Namun di Kelurahan Sukarami rapat koordinasi bulanan tidak berjalan, dan pembinaan terhadap administrasi keuangan UPK tetap berjalan. Dalam setiap melaksanakan pembinaan administrasi keuangan di UPK, Faskel Ekonomi Mikro mendapat lapornan bahwa pengembalian pinjaman modal bergulir dari Anggota KSM banyak yang macet. Berdasarkan hasil pengumpulan informasi di kedua kelurahan lokasi penelitian melalui kegiatan wawancara semi tersrruktur (SSI) dan focused group discussion (FGD). Di Kelurahan Kandang, 52,83% informan di Kelurahan Kandang terdiri dari unsur RTM (13,21%), Anggota KSM (22,64%) dan PK-BKM (16,98%) menjawab bahwa pengelolaan dana di tingkat masyarakat telah dapat dipertanggungjawabkan. 9,43% informan dari unsur Anggota KSM menjawab belum pengelolaan dana di tingkat masyarakat belum dapat dipertanggungjawabkan, dan 37,74% informan mewakili unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Sukarami, 64,29% informan dari unsur RTM (14,29%), Anggota KSM (28,57%) dan PK-BKM (21,43%) menjawab bahwa pengelolaan dana di tingkat masyarakat pada periode (Tahun ) tidak dapat dipertanggungjawabkan, dan 35,71% informan mewakili unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas di Kelurahan Kandang, informan yang menjawab pengelolaan dana di tingkat masyarakat sudah sudah dapat dipertanggungjawabkan cukup tinggi yaitu 52,83%. Informan yang menjawab belum transparan sebanyak 9,43% dan yang menjawab tidak tahu 37,74%. Informan dari unsure RTM sebagai representasi warga miskin yang menjawab sudah akuntabel sangat kecil yaitu 13,21%. Yang menjawab belum akuntabel 9,43%. Sementara informan yang menjawab tidak tahu dari unsure RTM dan KSM sebanyak 37,74%. Dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa : (1) warga miskin yang tahu mengenai pengelolaan dana di tingkat masyarakat sangat sedikit bila dibandingkan dengan informan dari unsure RTM yang menjawab tidak tahu sebanyak 13 orang atau 24,53%. (2) anggota KSM yang mengetahui akuntabilitas pengelolaan dana di tingkat masyarakat sebanyak 12 orang (22,64%) yang terdiri dari Koordinator KSM dan para para Ketua RT/RW dan relawan yang mendapat bantuan sosial, ekonomi atau lingkungan. (2) informan yang menjawab tidak tahu sebanyak 37,74% adalah unsure RTM dan Anggota KSM yang tidak terlibat dalam proses pembangunan TRIDAYA, mereka termasuk dalam kelompok penerima manfaat pasif, seperti : pemilik warung, pedagang makanan dan mainan anak-anak di Sekolah 32

45 Dasar terdekat, pedagang ikan, para janda yang mendapat bantuan sosial (beasiswa/bantuan peralatan sekolah), dan penerima manfaat jamban keluarga. (3) Akuntabilitas pengelolaan dana di tingkatmasyarakat belum disosialisasikan kepada masyarakat. (4) Akuntabilita spengelolaan dana di tingkat masyarakat dilaksanakan melalui : (a) Sistem Administrasi, system administrasi dan keuangan telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur P2KP baik di tingkat BKM maupun unit-unit pengelola dibawahnya (UPK,UPS dan UPL), seperti Buku Kas, Rencana Penggunaan Dana (RPD), Laporan Penggunaan Dana (LPD), dan lainnya; (b) Audit, system administrasi dan keuangan belum di audit oleh Akuntan Publk, namun selalu dilaksanakan pembimbingan oleh Faskel T.A. ) Ekonomi Mikro secara berjangka kepada BKM, dan Unit Pengelola Keuangan (UPK, UPS dan UPL). Di Kelurahan Sukarami, informan yang menjawab akuntabilitas pengelolaan dana di tingkat masyarakat tidak akuntabel (tidak dapat dipertanggungjawabkan) cukup tinggi yaitu 64,29%. Informan yang menjawab tidak tahu 35,71%. Informan dari unsure RTM sebagai representasi warga miskin yang menjawab tidak akuntabel sangat kecil yaitu 14,29%. Sementara informan yang menjawab tidak tahu dari unsure RTM dan KSM sebanyak 35,71%. Akuntabilitas pengelolaan dana di tingkat masyarakat di Kelurahan Sukarami dilaksanakan melalui : (1) Pengelolaan dana ditingkat masyarakat (UPK) secara administrasi telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dalam Pedomen Teknis P2KP maupun bimbingan dari Tim Faskel; (2) Terjadinya penyimpangan Dana BLM disebabkan oleh banyaknya Anggota KSM yang menunggak pengembalian modal usaha dan kondisi ini memberikan peluang kepada Koordinator-UPK. Dengan alas an banyaknya tunggakan dana setoran dari Anggota KSM disalah gunakan; (3) Menurut pengakuan yang bersangkutan, dalam melaksanakan penagihan ke rumah-rumah anggota KSM membutuhkan transportasi dan waktu untuk berkeliling ke tempat tinggal anggota KSM yang ditagihnya. Dalam kasus penyimpangan Dana BLM di Kelurahan Sukarami, yang aktif melakukan identifikasi dan klarifikasi masalah adah PK-BKM yang tidak terlibat dan Koordinator KSM Partisipasi Publik Dalam Ppengelolaan Dana di Ttingkat Mmasyaraka Melalui Kontrol Sosial. Berdasarkan temuan di lokasi penelitian, keterlibatan warga masyarakat dalam melaksanakan kontrol sosial terhadap pengelolaan dana di UPK, UPS maupun UPL di kedua kelurahan lokasi penelitian sangat rendah disebabkan oleh dua hal, pertama, pelaksanaan pembangunan TRIDAYA, atau implementasi P2KP dari awal menerapkan system perwakilan dari mulai dilaksanakanya sosialisasi awal, pemilihan pimpinan kolektif BKM hingga penetapan penerima manfaat social, ekonomi maupun penetapan lokasi pembangunan prasarana lingkungan. Dengan demikian sejak awal pelaksanaan P2KP warga masyarakat, terutama rumah tangga miskin tidak terlibat, kecuali beberapa orang yang memang aktif dalam berbagai kegiatan social kemasyarakatan dan memiliki perhatian terhadap penanggulangan kemiskinan dilingkungan tempat tinggalnya; kedua, adanya keterbatasan atau hambatan psikologis, social dan ekonomi bagi warga miskin untuk terlibat dalam forum-forum pengambilan keputusan di lingkungan tempat tinggalnya; ketiga, telah terbangunnya lapisan social ekonomi dalam masyarakat dilingkungan kelurahan, dimana peran elit (tokoh masyarakat dan relawan) sebagai wakil masyarakat menguat dalam mempengaruhi 33

46 pengambilan keputusan dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan TRIDAYA di tingkat kelurahan. Berdasarkan hasil pengumpulan informasi kepada informan kunci di kelurahan lokasi penelitian melalui kegiatan wawacara semi terstruktur (SSI) dan focused group discussion (FGD). Di Kelurahan Kandang, 52,83% informan menjawab masyarakat miskin terlibat dalam kontrol sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat, 9,43% informan menjawab masyarakat miskin tidak terlibat dan 37,74% informan menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Sukarami, 64,29% informan menjawab masyarakat belum terlibat dalam kontrol sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat, dan 35,71% informan menjawab masyarakat tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, tingkat partisipasi masyarakat dalam kontrol sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat di Kelurahan Kandang dan Kelurahan Sukarami memiliki kecenderungan yang berbeda. Di Kelurahan Kandang, jawaban dari informan menunjukan bahwa masyarakat miskin terlibat dalam konrol sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat. Keterlibatan warga miskin dalam control sosial tersebut dilakukan melalui perwakilan yaitu mereka mengadukan masalahnya melalui para Ketua RT/RW, para relawan dan tokoh masyarakat. Warga miskin penerima manfaat sosial, ekonomi dan lingkungan, mereka menyampaikan pengaduannya kepada Koordinator KSM atau UPK, UPL dan UPS. Informan yang menjawab masyarakat miskin belum terlibat dalam control sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat, mewakili anggota masyarakat pendatang atau bukan warga asli Bengkulu. Bagi warga pendatang di Kelurahan Kandang yang pada umumnya bekerja sebagai nelayan atau penjual ikan, buruh, dan para pemilik warung serta pengemudi becak, untuk menyampaikan pengaduan kepada para Unit Pengelola atau BKM merupakan beban tersendiri, karena para pelaku P2KP adalah tokoh masyarakat setempat. Perasaan sungkan ini timbul dikarenakan berbagai factor, seperti status sosial, status kekayaan dan ketokohan. Informan dari unsure RTM dan Anggota KSM yang menjawab tidak tahu di Kelurahan Kandang sebanyak 37,74% dapat menunjukan bahwa warga masyarakat miskin di Kelurahan Kandang pada umumnya tidak tahu mengenai pengelolaan dana di tingkat masyarakat. Sementara di Kelurahan Sukarami, 64,29% informan menjawab bahwa masyarakat belum terlibat dalam control sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat, menunjukan bahwa masyarakat, khususnya warga miskin belum terlibat dalam melakukan control sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat. Warga miskin (RTM) yang menjawab bahwa masyarakat miskin belum terlibat dalam control sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat terdiri dari dari para relawan yang tidak terlibat dalam BKM, Ketua RT, yang telbat dalam proses pembangunan TRIDAYA. Sedangkan informan yang menjawab tidak tahu sebanyak 35,71% terdiri dari RTM dan Anggota KSM yang tidak terlibat dalam proses pembangunan TRIDAYA, sehingga mereka tidak tahu tingkat partisipasi masyarakat dalam control sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat 34

47 Rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam melakukan kontrol sosial terhadap pengelolaan dana di UPK, UPS dan UPL disamping karena alasan tersebut diatas, juga dikarenakan kurangnya sosialisasi dari Fasilitator Kelurahan (Faskel) dan pimpinan kolektif BKM serta aparatur pemerintah kelurahan dalam upaya menggarakan masyarakat untuk terlibat dalam proses pembangunan TRIDAYA Pendapat informan kunci tingkat kelurahan terhadap pertanyaan penelitian. Pendapat informan kunci berdasarkan hasil wawancara semi terstruktur dan focused group discussion (FGD) di Kelurahan Kandang dan Kelurahan Sukarami Kota Bengkulu berdasarkan variabel- variabel pertanyaan penelitian dapat dilihat pada gambar dihalaman berikut : 35

48 36

49 37

50 Kegiatan Koordinasi, SSI dan FGD Di Kota Bengkulu KoordinasidenganKMWVII&SNVT KoordinasidenganKorkot/Askorkot SSIdenganRTMKel.Sukarami FGDdenganTimFaskelKota Bengkulu SSIdenganSekretaris Kel.Kandang SSIdenganPejabat BappedaKota 38

51 1.2. Kota Medan Penelitian di Kota Medan dilaksanakan sejak tanggal 28 Mei sampai 6 Juni Pada saat penelitian dilaksanakan di Kota Medan KMW IV telah berakhir masa penugasannya dan sedang dalam proses demobolisasi, oleh karenanya tim peneliti memanfaatkan waktu 1 (satu) hari yang tersedia sebelum Tim KMW meninggalkan Kota Medan ke tempat penugasannya yang baru. Sementara Korkot/Askorkot beserta Tim Faskel sebagaimana di Kota Bengkulu sedang melaksanakan audit dan pembinaan kepada BKM dalam rangka persiapan pencairan Dana BLM Tahap II yang bersumber dari APBD. Salah satu kendala yang dialami di Kota Medan, tim tidak dapat bertemu dan melakukan wawancara dengan Satker PBL Kota, karena beliau beserta rombongan dari Pemda dan Askorkot sedang melaksanakan studi banding PNPM Mandiri Perkotaan ke 3 (tiga) Kota di Provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta (Kota Magelang, Kota Pekalongan dan Kota Yogyakarta). Dengan demikian pemeran pelaku (stakeholder) dari unsur pemerintah daerah yang dapat ditemui adalah Lurah, PJOK dan SNVT PNPM Perkotaan Kelurahan Lokasi Penelitian Gambaran Umum Kelurahan Tegal Sari 2 Kecamatan Medan Area Kelurahan Tegal Sari 2 terletak di pusat Kota Medan dengan penduduknya berjumlah jiwa atau KK yang terdiri dari perempuan dan laki-laki. Tenaga kerja lakilaki berjumlah orang dan perempuan orang. Warga masyarakat Kelurahan Tegal Sari 2 terdiri dari berbagai entis, seperti Melayu, Batak, Aceh, Keturunan Cina, Keturunan Arab, Keturunan India dan Jawa Deli serta hasil perkawinan antar suku/etnis tersebut. Mata pencaharian warga masyarakat Kelurahan Tegal Sari 2 terdiri dari pegawai negeri, pegawai swasta, pedagang, perajin sepatu/selop (home industry), buruh, penarik becak dan penjahit. Warga miskin di Kelurahan Tegal Sari 2 mencapai 30% dari jumlah penduduk, dengan pendapatan antara Rp. 200 ribu hingga Rp. 1,000,000,- rupiah perbulan. Dalam kehidupan social ekonomi warga masyarakat di Kelurahan Tegal Sari 2 telah terbangun lapisan-lapisan masyarakat sejak lama, dimana terbentuk sejalan dengan pertumbuhan Kota Medan, mengingat wilyah Kecamatan Medan Area merupakan bekas pusat Kerajaan Melayu pertama yang berdiri di Kota Medan. Lahirnya ketokohan di keluarahan Tegal Sari 2 khususnya dan Kecamatan Medan Area pada umumnya didasarkan pada status social dan ekonomi serta aktivitas individu dalam kegiatan social kemasyarakatan Gambaran Umum Kelurahan Belawan Bahagia Kecamatan Medan Belawan Kelurahan Belawan Bahagia memiliki luas wilayah 0,54 Km2, dengan jumlah penduduk jiwa (6.545 laki-laki dan perempuan) atau KK yang terdiri dari 48 Rw dan 96 RT. Kelurahan Belawan Bahagian secara geografis terletak di tepi pantai berbatasan 39

52 dengan Pelabuhan Belawan sebagai pintu gerbang perekonomian Kota Medan maupun Povinsi Sumatera Utara. Dalam kehidupan social ekonomi dan dengan perkembangan Pelabuhan Belawan, warga masyarakat Kelurahan Belawan Bahagia tumbuh sangat heterogen yang terdiri dari berbagai etnis, seperti Suku Aceh, Melayu, Batak, Sumatera Barat, Jawa, Sunda, Makasar, Bugis, Menado, Ambon, Madura, Papua dan warga keturunan Arab, India, dan Cina. Mata pencaharian warga masyarakat Kelurahan Belawan Bahagia memiliki keragaman dari mulai pegawai negeri (153 orang), tentara, polisi, pegawai swasta (837 orang), pedagang, pengusaha bengkel, pemilik warung dan agen minyak tanah (1.471 orang), nelayan (752 orang), buruh kasar dan sopir becak/bentor dan lainnya (272 orang). Warga miskin di Kelurahan Belawan Bahagia terdiri dari para nelayan, buruh kasar, sopir becak/bentor, pedagang makanan (gorengan), pedagang kaki lima, penganggur (istrinya bekerja sebagai pembantu rumah tangga) dan orang yang telah lanjut usia (lansia) dengan pendapatan perbulan rata-rata Rp. 350 ribu hinggan 600 ribu rupiah. Lapisan-lapisan masyarakat di lingkungan Kelurahan belawan Belawan Bahagia telah lama tumbuh dilingkungan pelabuhan ditengah persaingan ekonomi yang keras, dimana setiap etnis memiliki hubungan kekerabatan dan kedaerahan yang kuat. Dengan demikian ketohokan (elit) di tingkat masyarakat tumbuh dari kelompok etnis dan ekonomi (kekayaan), sejalan dengan perkembangan penduduk dan ekonomi setempat Jumlah dan Komposisi Informan Kunci di Kelurahan Tegal Sari 2 dan Kelurahan Belawan Bahagia Informan kunci di Kelurahan Tegal Sari 2 adalah 49 orang PK-BKM berjumlah 6 orang (12,24%) dan penerima manfaat 43 orang (87,76%). Jumlah informan rumah tangga miskin yang dapat ditemui 18 0rang, terdiri dari laki-laki 4 orang (8,16%) dan perempuan 14 orang (28,57%). Anggota KSM Ekonomi, Sosial dan Lingkungan yang hadir dalam kegiatan FGD sebanyak 25 orang yang terdiri dari 12 orang laki-laki (24,49%) dan 13 orang perempuan (26,53%). Di Kelurahan Belawan Bahagia, jumlah informan sebanyak 51 orang terdiri dari 26 orang laki-laki (51%) dan 25 orang perempuan (49%), PK-BKM 6 orang (11,76%) dan penerima manfaat 45 orang (88,24%). Rumah tangga miskin yang dapat ditemui sebanyak 20 orang terdiri dari laki-laki 14 orang (27,45%) dan perempuan 6 orang (11,76%). Anggota KSM Ekonomi, Sosial dan Lingkungan yang hadir dalam FGD sebanyak 25 orang, terdiri dari 7 orang laki-laki (13,73%) dan 18 orang perempuan (35,29%) Pertanyaan Penelitian 1 Sebagaimana telah dikamukakan diatas bahwa untuk mendapatkan informasi terkait dengan pertanyaan penelitian 1, diukur melalui 4 (empat) variable yaitu, Penerapan System PPM, 40

53 penerapan Prinsip PPM, Sifat dan Media Pengaduan serta Kategori dan Derajat Masalah sebagai berikut dibawah ini Penerapan System PPM Penerapan system penanganan pengaduan masyarakat didukung dengan 6 (enam) indicator, yaitu Pengelolaan PPM, Penerimaan pengaduan, Pencatatan dan pendistribusian, Penanganan pengaduan, Sosialisasi hasil dan Pelaporan PPM sebagai berikut : A. Pengelolaan PPM Pengelolaan PPM di Kelurahan Tegal Sari 2 maupun di Kelurahan Belawan Bahagia masih dilakukan oleh Pimpinan Kolektif BKM, Unit Pengelola (UPK, UPL dan UPS) serta para Ketua Lingkungan (Kepling). Unit Pengelola PPM belum dibentuk, dengan demikian tidak ada personil BKM yang ditugaskan secara khusus untuk mengelola penanganan pengaduan masyarakat. Pendapat informan mengenai pengelolaan PPM di Kelurahan Tegal Sari 2, dari 49 orang informan yang terdiri dari unsur RTM (14,29%), Anggota KSM (28,57%) dan PK-BKM ( 12,24%) menjawab bahwa Unit Pengelola belum terbentuk, sementara 44,90% informan yang terdiri dari unsur RTM dan KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Belawan Bahagia, 50,92% informan dari unsur RTM (15,69%), Anggota KSM (23,53%) dan PK-BKM (11,76%) menjawab sama dengan di Kelurahan Tegal Sari 2, yaitu Unit Pengelola belum terbentuk dan 49,02% informan dari unsur RTM dan KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, jawaban yang diberikan oleh informan penerima manfaat dan para pelaku program di kedua kelurahan lokasi penelitian memiliki kecenderungan yang sama, yatiu pengelolaan penanganan pengaduan masyarakat dilaksanakan olek pimpinan kolekif BKM dan Unit Pengelola PPM belum terbentuk. Para pelaku program cenderung memberikan informasi bahwa penanganan pengaduan masyarakat telah dilaksanakan, sementara penerima manfaat program P2KP khususnya rumah tangga miskin (RTM) pada umumnya menyatakan tidak tahu dan tidak paham adanya penanganan pengaduan masyarakat dalam Program P2KP. Warga miskin yang mengetahui adanya penanganan pengaduan masyarakat hanya sebagian kecil, yaitu warga masyarakat miskin yang terlibat aktif dalam kegiatan Tridaya, seperti Koordinator KSM, para Ketua Lingkungan (Kepling) dan relawan, cukup mengetahui adanya penanganan pengaduan masyarakat pada Program P2KP, akan tetapi tidak paham bagaimana seharusnya penanganan pengaduan masyarakat dilaksanakan. Pengelolaan PPM di Kelurahan Tegal Sari 2 maupun di Kelurahan Belawan Bahagia dilaksanakan di BKM secara kolektif. Mekanisme pengelolaan dilaksanakan secara bertahap dan berjenjang di lingkungan kelurahan, dengan melibatkan para Ketua Lingkungan (Kepling) dan Unit Pengeloa (UPK, UPL dan UPS) dan tokoh masyarakat. B. Penerimaan Pengaduan 41

54 Penerimaan pengaduan masyarakat di kedua kelurahan memiliki kecenderungan yang sama, yaitu BKM menerima pengaduan langsung dan tidak langsung. Pengaduan langsung adalah pengaduan yang diterima BKM dari sumber pelapor, adapun penerimaan pengaduan tidak langsung adalah penerimaan pengaduan melalui wakil masyarakat, seperti para Kepling, relawan dan tokoh masyarakat lainnya serta kelembagaan masyarakat yang ada di lingkungan kelurahan antara lain LPMK, PKK, Karang Taruna. Hasil wawancara dan FGD dengan informan kunci di Kelurahan Tegal Sari 2 dari 49 orang informan yang mewakili unsur RTM, Anggota KSM dan PK-BKM, 61,28% informan dari unsur RTM (20,41%), Anggota KSM (28,57%) dan PK-BKM (11,76%) menjawab bahwa penerimaan pelaporan dan pengaduan belum sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan P2KP. Informan yang menjawab tidak tahu sebanyak 38,78% mewakili unsur RTM dan Anggota KSM. Sementara di Kelurahan Belawan Bahagia, dari 51 orang informan, 72,55% informan yang mewakili unsur RTM (27,45%), Anggota KSM (33,33%) dan PK-BKM (11,76%) menjawab bahwa penerimaan pengaduan belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur penanganan pengaduan yang telah ditetapkan P2KP, dan informan yang menjawab tidak tahu sebanyak 27,45% mewakili unsur RTM dan Anggota KSM. Berdasarkan deskripsi diatas, maka dikedua kelurahan memiliki kecenderungan yang sama yaitu : (1) Penerimaan pengaduan belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan P2KP, seperti : (a) pelapor tidak mengisi format pengaduan; (b) unit pengelola PPM /BKM tidak mencatat setiap pengaduan pada Buku Catatan pengaduan masyarakat; (c) Belum dilaksanakannya prosedur PPM di kedua kelurahan, disebabkan oleh karena sosialisasi PPM baru dilaksanakan kepada PK-BKM dan para Ketua RW di lingkungan kelurahan dan belum tersedianya format-format PPM; (d) PK-BKM belum melaksanakan sosialisasi PPM kepada masyarakat; sehingga masyarakat tidak tahu harus mengadu kemana dan bagaimana caranya. (2) Tingginya ketidak tahuan informan di kedua kelurahan (38,78% dan 27,45%) mengenai penerimaan pengaduan masyarakat juga sebagai akibat dari belum disosialisasikannya PPM kepada masyarakat pada umumnya. C. Pencatatan dan Pendistribusian Pencatatan dan pendistribusian pengaduan masyarakat di kedua kelurahan belum dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan P2KP, yaitu adanya pencatatan pengaduan (pelapor) dengan menggunakan Blanko Format Pengaduan dan Buku Catatan Pengaduan. Dengan belum dilaksanakannya pencatatan pengaduan masyarakat di kedua kelurahan tidak memiliki dokumen pengaduan masyarakat. Pencatatan pengaduan masyarakat di kedua kelurahan baru dilakukan seperlunya oleh penerima pengaduan (wakil masyarakat/kepling), seperti dicatat pada buku memo pribadi, sebagai catatan pengaduan masyarakat yang akan disampaikan kepada BKM. Pendistribusian pengaduan masyarakat di kedua kelurahan juga memiliki kecenderungan yang sama, yaitu bila ada pengaduan masyarakat yang memerlukan penanganan oleh BKM seperti 42

55 pengaduan penyimpangan prosedur atau yang menyangkut masalah kebijakan BKM, maka BKM akan melakukan rapat koordinasi dengan Unit Pengelola (UPk, UPS dan UPL) serta wakil masyarakat (Kepling, relawan dan tokoh masyarakat lainnya) untuk membahas pengaduan yang diterima (masuk), selanjutnya diputuskan penugasan penyelesaian pengaduan kepada Unit Pengelola (UPK, UPS atau UPL) terkait didampingi oleh Kepling dan tokoh masyarakat dilingkungan tempat tinggal pelapor. Hasil pengumpulan informasi di Kelurahan Tegal Sari 2 dari 49 informan, 65,31% informan dari unsur RTM (24,49%), Anggota KSM (28,57%) dan PK-BKM (12,24%) menjawab bahwa pencatatan dan pendistribusian pengaduan masyarakat belum dilaksanakan sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang telah ditetapkan P2KP, dan 34,69% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Belawan Bahagia, 74,51% informan dari unsur RTM (27,45%), Anggota KSM (35,29%) dan PK- BKM (11,76%) menjawab bahwa pencatatan/pendistribusian pengaduan masyarakat belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur P2KP dan 25,49% informan dari unsur RTM dan KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, di Kelurahan Tegal Sari 2 maupun Kelurahan Belawan Bahagia, memiliki kecenderungan yang sama dalam pencatatan dan pendistribusian pengaduan masyarakat, yaitu belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur P2KP. Belum dilaksanakannya pencatatan dan pendistribusian pengaduan masyarakat ini di BKM disebabkan oleh : (1) Pemahaman PK-BKM terhadap pentingnya penanganan pengaduan masyarakat sebagai bagian tidak terpisahkan dalam pengelolaan kegiatan Tridaya dan masukan untuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan P2KP masih sangat lemah; (2) Belum dilaksanakannya sosialisasi penanganan pengaduan masyarakat (PPM) oleh Tim Faskel kepada masyarakat luas di tingkat kelurahan, menyebabkan masyarakat tidak memahami pentingnya PPM sebagai alat kontrol sosial terhadap pelaksanaan P2KP di lingkungan kelurahannya; (3) Belum tersedianya instrumen PPM, seperti Blanko Format Pengaduan Masyarakat dan Buku Catatan Pengaduan/pelaporan masyarakat; (4) Masyarakat pada umumnya menyampaikan pengaduan secara lisan kepada para Ketua Lingkungan/Kepling dan pemuka masyarakat dilingkungan tempat tinggalnya; (5) Di kedua kelurahan tidak ditemui adanya instrumen PPM, seperti Kotak Pengaduan, Format PPM dan Buku Catatan PPM. D. Penanganan Pengaduan Penanganan pengaduan masyarakat di kedua kelurahan dilaksanakan sesuai dengan klasifikasi pengaduan yang masuk ke Unit pengelola atau ke BKM. Bila pengaduan informatif seperti pertanyaan atau usulan mengenai pelaksankaan pembangunan TRIDAYA biasanya dilakukan langsung oleh Unit Pengelola (UPK, UPS atau UPL) atau oleh Kepling. Akantetapi apabila pengaduan mengenai penyimpangan prosedur atau penyimpangan dana, dan pengaduan masalah kebijakan BKM akan di tangani langsung oleh BKM bersama Unit Pengalola (UPK, UPS atau UPL) dan wakil masyarakat. Terkait dengan masalah penyimpangan prosedur seperti yang terjadi di Kelurahan Belawan Bahagia yang dilakukan oleh unsur pimpinan kolektif BKM, maka upaya penyelesaiannya langsung ditangani oleh pimpinan kolektif BKM 43

56 dengan difasilitasi oleh Tim Faskel dan Lurah. Berdasarkan hasil musyawarah pimpinan kolektif BKM bersama Unit pengelola dan wakil masyarakat, diputuskan bahwa ketiga orang unsur pimpinan kolektif BKM yang melakukan penyimpangan prosedur dalam pengelolaan dana d tingkat masyarakat (UPK) untuk di nonaktifkan. Pendapat Informan dari hasil wawancara semi terstruktur dan FGD di Kelurahan Tegal sari 2, dari 49 informan yang mewakili masyarakat dari unsur RTM, Anggota KSM dan PK-BKM. 61,28% informan dari unsur RTM (24,49%), Anggota KSM (24,49%) dan PK-BKM (12,24%) mejawab bahwa penanganan pengaduan masyarakat belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur P2KP. 38,78% informan dari unsur RTM dan KSM menjawab tidak tahu mengenai penanganan pengaduan masyarakat. Sementara di Kelurahan Belawan Bahagia, 66,77% informan dari unsur RTM (27,49%), Anggota KSM (27,45%) dan PK-BKM (12%). 33,33% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, di Kelurahan Tegalsari 2, informan yang menjawab penanganan pengaduan belum sesuai dengan prosedur P2KP sebanyak 61,28% dan di Kelurahan Belawan Bahagia 66,77%, dapat ditafsirkan bahwa pengetahuan masyarakat terhadap penanganan pengaduan lebih luas di Kelurahan Belawan Bahagia 5,45%. Lebih banyaknya pengetahuan masyarakat di Kelurahan Belawan Bahagia terhadap penanganan pengaduan disebabkan oleh adanya penyimpangan prosedur dan penyimpangan dana BLM yang diduga dilakukan oleh unsur PK- BKM dimana isunya telah meluas dikalangan masyarakat. sementara tingginya masyarakat di kedua kelurahan yang tidak tahu mengenai penanganan pengaduan masyarakat disebabkan oleh belum adanya sosialisasi PPM kepada masyarakat secara luas. Sosialisasi PPM hanya dilaksanakan dilingkungan PK-BKM dan para Ketua Lingkungan (Kepling), dengan demikian masyarakat luas tidak tahu. Sedangkan 24,49% informan dari unsur Anggota KSM yang mengetahui penanganan pengaduan masyarakat, terdiri dari koordinator KSM dan Kepling yang juga sebagai penerima manfaat ekonomi. E. Sosialisasi Hasil Progress Sosialisasi hasil progress penanganan pengaduan masyarakat di kedua kelurahan belum dilaksanakan kepada masyarakat secara luas terhadap semua pengaduan yang timbul selama pelaksanaan pembangunan TRIDAYA, baik dalam pertemuan-pertemuan formal BKM dengan warga masyarakat maupun dalam kegiatan-kegiatan lainnya yang bersifat informal. Demikian pula halnya dengan masalah penyimpangan prosedur yang timbul di Kelurahan Belawan Bahagia, masyarakat luas mengetahui adanya masalah penyimpangan prosedur turut campurnya unsur pimpinan kolektif BKM terhadap pengelolaan dana di UPK justru dari provokasi-provokasi yang dilakukan oleh unsur pimpinan BKM yang di nonaktifkan baik melalui edaran maupun media massa lokal, sebagai BKM tandingan. Masalah tersebut hingga penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Belawan Bahagia masih dalam penyelesaian dengan difasilitasi oleh Tim Faskel, Lurah dan PJOK. Dengan tidak dilaksanakannya sosialisasi hasil progres penanganan pengaduan masyarakat, disamping warga tidak pernah mengetahui masalah apa saja yang timbul selama pelaksanaan pembangunan TRIDAYA di lingkungan kelurahannya juga menimbulkan isu-isu yang negative di kalangan masyarakat terhadap 44

57 pengelolaan penanganan pengaduan masyarakat di tingkat BKM, dimana masyarakat secara luas menilai pengaduan masyarakat tidak pernah di tangani secara transparan oleh BKM. Pendapat informan di Kelurahan Tegal Sari 2, dari 49 orang informan yang mewakili masyarakat penerima manfaat langsung maupun tidak langsung dan pelaku P2KP, 57,14% informan dari unsur RTM (24,49%), Anggota KSM (20,41%) dan PK-BKM (12,24%) menjawab bahwa dalam pengelolaan PPM belum dilaksanakan pendokumentasian dan sosialisasi hasil PPM sesuai dengan prosedur P2KP. 42,86% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu menganai pendokumentasian dan sosialisasi hasil PPM yang dilaksanakan oleh BKM. Sementara di Kelurahan Belawan Bahagia, 64,71% informan dari unsur RTM (27,45%), Anggota KSM (25,49%) dan PK-BKM (11,76%) menjawab bahwa pengelolaan PPM oleh PK-BKM belum melaksanakan pendokumentasian dan sosialisasi hasil PPM. Dan 35,29% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, di kedua kelurahan lokasi penelitian, memiliki kecenderungan yang sama bahwa dalam melaksanakan pengelolaan PPM, pendokumentasian dan sosialisasi hasil PPM belum dilaksanakan. Sejalan dengan temuan di lapangan, di Kelurahan Tegal Sari 2 maupun di Kelurahan Belawan Bahagia : (1) instrumen PPM tidak ditemui, baik kotak pengaduan maupun blanko format PPM; (2) Belum dilaksanakannya sosilisasi hasil PPM, menyebabkan masyarakat luas tidak paham mengenai penanganan pengaduan masyarakat; (3) PK-BKM tidak melakukan pencatatan pengaduan pada Buku Catatan Pengaduan; (4) Hasil penanganan pengaduan tidak disosialisasikan kepada masyarakat. Di Kelurahan Belawan Bahagia, pencatatan dan pendokumentasian penanganan pengaduan masyarakat dibuat adalah yang terkait dengan adanya penyimpangan prosedur dan dugaan penyimpangan dana BLM. F. Pelaporan PPM Pelaporan penanganan pengaduan masyarakat di kedua kelurahan belum dibuat secara khusus/ terpisah dari laporan bulanan BKM. Belum dibuatnya laporan secara khusus ini dikarenakan : (a) tidak dibentuknya Unit Pengelola PPM di BKM, dengan demikian tidak ada petugas (orang) yang menangani dan memiliki otoritas mengelola pengaduan masyarakat; (b) setiap pengaduan masyarakat tidak dicatat baik pelapor maupun masalah yang dilaporkannya dalam Buku Catatan PPM di BKM; (c) BKM belum memahami pentingnya penanganan pengaduan masyarakat sebagai media kontrol sosial masyarakat dalam pelaksanaan pembnangunan TRIDAYA, oleh karenannya tidak memberikan perhatian yang semestinya. Hasil wawancara semi terstruktur dan FGD terhadap 49 orang informan di Kelurahan Tegal Sari 2, 65,31% informan yang mewakili unsur RTM (24,49%), Anggota KSM (28,57%) dan PK-BKM (12,24%) menjawab bahwa pelaporan PPM belum dilaksanakan. Dan 34,69% informan mewakili unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu mengenai pelaporan PPM yang dibuat PK-BKM. Di Kelurahan Belawan Bahagia, 74,51% informan mewakili unsur RTM (27,45%), Anggota KSM (35,29%) dan PK-BKM (11,76%) menjawab bahwa dalam pengelolaan PPM belum dibuat laporan PPM, dan 25,49% informan menjawab tidak tahu mengenai laporan PPM yang dibuat PK-BKM. 45

58 Berdasarkan deskripsi diatas, jawaban informan di kedua kelurahan memiliki kecenderungan yang sama yaitu pelaporan PPM belum dilaksanakan. Komposisi informan di kedua kelurahan yang memberikan jawaban bahwa pelaporan PPM belum dibuat, di kelurahan Belawan Bahagia sedikit lebih tinggi, yaitu dari unsure RTM (24,49% : 27, 45%), dari unsure Anggota KSM (28,57% : 35,29%, dan unsure PK-BKM (12,24 % : 11,76%). Kecuali unsure PK-BKM, di Kelurahan Tegal Sari 2 lebih tinggi, yaitu (12,34% : 111,76%). Unsur RTM yang mengetahui bahwa belum dilaksanakannya peleporan PPM terdiri dari penerima manfaat langsung maupun tidak langsung yang terlibat dalam proses pembangunan Tridaya, seperti para penerima manfaat infrastruktur, para pekerja dan mandor pada saat dilaksanakannya pembangunan prasarana lingkungan, para relawan yang tidak terlibat dalam PK-BKM dan unsur Ketua RT. Sementara dari unsure Anggota KSM yang menjawab bahwa laporan belum dibuat oleh BKM, terdiri dari Anggota KSM sosial,ekonomi dan lingkungan yang terlibat aktif dalam pembangunan tridaya dan Koordinator KSM Penerapan Prinsip PPM Penerapan prinsip penanganan pengaduan masyarakat di Kelurahan Tegal Sari 2 maupun di Kelurahan Belawan Bahagia belum diterapkan secara keseluruhan, pertama, di Kelurahan Tegal Sari 2 prinsip kemudahan, transparansi, partisipatif dan akuntabilitas telah diterapkan sesuai dengan proporsinya; kedua, di Kelurahan Belawan Bahagia prinsip kemudahan, transparansi, partisipatif dan akuntabilitas telah diterapkan, namun dengan adanya provokasi yang dilakukan oleh unsur pimpinan kolektif BKM yang di nonaktifkan terkait dengan kasus penyimpangan prosedur pengelolaan dana di tingkat masyarakat (UPK), penanganan masalahnya tidak dapat diselesaikan oleh pimpinan kolektif BKM bersama Unit Pengelola (UPK, UPS dan UPL) serta relawan dan tokoh masyarakat. Oleh karenanya difasilitasi oleh Tim Faskel, Lurah dan PJOK. Pendapat informan kunci mengenai penerapan prinsip PPM di Kelurahan Tegal Sari 2, dari 49 orang informan yang di wawancarai dan hadir dalam FGD, 65,31% informan mewakili unsur RTM (24,49%), Anggota KSM (28,57%) dan PK-BKM (11,76%) menjawab bahwa dalam pengalolaan PPM di kelurahan belum menerapkan semua prinsip-prinsip PPM, 34,69% informan mewakili unsur RTM dan anggota KSM menjawab tidak tahu mengenai penarapan prinsip-prinsip PPM. Sementara dari 56 informan kunci di Kelurahan Belawan Bahagia, 74,51% Informan yang mewakili unsur RTM (27,45%), Anggota KSM (35,29%) dan PK- BKM (11,76%) menjawab bahwa prinsip PPM belum diterapkan seluruhnya dalam penanganan pengaduan masyarakat. Dan 25,49% informan menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, perbandingan Penerapan Prinsip PPM di Kelurahan Tegalsari 2 dan Belawan Bahagia antara lain adalah : (1) Kemudahan, penerapan prinsip kemudahan di kedua kelurahan memiliki kecenderungan yang sama, yakni masyarakat dapat dengan mudah melaporkan masalah yang dihadapinya kepada BKM, Unit Pengelola dan para Kepling; (2) Partisipatif, prinsip partisipatif dalam pengelolaan pengaduan masyarakat diterapkan dalam penanaganan penyelesaian pengaduan, dimana para kepling dan tokoh masyarakat dilibatkan 46

59 dari mulai penerimaan pengaduan masyarakat, terutama pengaduan yang menyangkut masalah penyimpangan prosedur dan penyimpangan dana seperti Di Kelurahan Belawan Bahagia; (3) Transparansi, prinsip transparansi dalam pengelolaan pananganan pengaduan masyarakat di kedua kelurahan tampak memiliki kecenderungan yang sama, belum dilaksanakan seluruhnya, dimana belum memanfaatkan papan informasi atau media cetak lainnya sebagai media transparansi. Transparansi yang dipahami PK-BKM di kedua kelurahan juga sama, yaitu dengan melibatkan para Kepling sebagai wakil masyarakat. (4) Berjenjang, penerapan prinsip berjenjang dalam penaganan pengaduan masyarakat di Kelurahan Tegal Sari 2 diterapkan di internal lingkungan kelurahan, sementara di Kelurahan Belawan Bahagia, penanganan pengaduan masyarakat mengenai penyimpangan prosedur dan dugaan penyimpangan Dana BLM difasilitasi Lurah dan PJOK Sifat dan Media Pengaduan A. Sifat Pengaduan Sifat pengaduan masyarakat di kedua kelurahan lokasi penelitian pada dasarnya memiliki kecenderungan yang sama pada tahap pelaksanaan pembangunan TRIDAYA social, ekonomi dan prasarana lingkungan yaitu pengaduan informatif dan pengaduan penyimpangan prosedur. Namun pada tahap keberlanjutan pengembangan usaha ekonomi dan pemeliharaan prasarana lingkungan di Kelurahan Belawan Bahagia coordinator pimpinan kolektif BKM menerima pengaduan penyimpangan prosedur yang berdampak kepada penyimpangan Dana BLM Ekonomi. Penyimpangan prosedur tersebut adalah adanya intervensi dari 3 (tiga) orang pimpinan kolektif BKM kepada UPK dalam bentuk melakukan penagihan angsuran dana pinjaman modal usaha kepada para anggota KSM, dengan alasan mereka telah membentuk BKM baru. Pendapat informan kunci mengenai sifat pengaduan masyarakat di Kelurahan Tegal Sari 2, yaitu, 69,39% informan yang terdiri dari unsur RTM (28,57%), Anggota KSM (28,57%) dan PK-BKM (12,24%) menjawab bahwa pengaduan yang ada adalah pengaduan informatif. Dan 30,61% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Di Kelurahan Belawan Bahagia, 78,43% informan dari unsur RTM (31,37%), Anggota BKM (35,29%) dan PK-BKM (11,76%) menjawab bahwa pengaduan yang banyak adalah pengaduan penyimpangan prosedur dan dugaan penyimpangan Dana BLM. Sedangkan 21,57% informan dari unsur RTM dan KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas terdapat perbedaan jawaban informan di Kelurahan Tegal Sari2 sifat pengaduan adalah informatif. Sementara di Kelurahan Belawan Bahagia, pengaduan penyimpangan prosedur dan pengaduan penyimpangan dana. Tingginya prosentase informan dari unsur RTM (31.37%) yang menjawab pengaduan penyimpangan karena isu penyimpangan prosedur oleh unsur PK-BKM yang telah di non-aktifkan telah diketahui masyarakat. B. Media Pengaduan 47

60 Adapun media pengaduan masyarakat di kedua kelurahan adalah sebagai berikut, pertama, masyarakat terutama rumah tangga miskin pada umumnya meng gunakan media lisan (verbal) dalam menyampaikan pengaduannya; kedua, media telepon dan short message service (sms) digunakan oleh lapisan masyarakat yang lebih tinggi, seperti : relawan, tokoh maksyarakat dan mereka yang memiliki hubungan dekat dengan BKM atau Unit Pengelola (UPK, UPS dan UPL); ketiga, media massa di Kelurahan Belawan Bahagia dimanfaatkan oleh pimpinn kolektif BKM yang telah di non aktifkan sebagai media provokasi kepada masyarakat, provokasi ini dilakukan untuk membangun pro-kontra antara masyarakat dengan pimpinan kolektif BKM yang dipilihnya; keempat, selain media tersebut diatas, di Kelurahan Belawan Bahagia, kelembagaan masyarakat seperti Ormas dan Partai Politik (tingkat kelurahan) juga menjadi media provokasi dalam kasus konflik antara pimpinan kolektif BKM tersebut. Pendapat informan kunci mengenai kecenderungan media pengaduan yang digunakan masyarakat di Kelurhan Tegal Sari 2, dari 61,22% orang informan, 62% dari unsur RTM (28,57%), Anggota KSM (24,49%) dan PK-BKM (8,16%) menjawab media pengaduan yang digunakan masyarakat pada umumnya adalah lisan. 16,33% informan menjawab masyarakat juga menggunakan sms dan telepon sebagai media pengaduan. Dan 22,45% informan menjawab tidak tahu. Di Kelurahan Belawan Bahagia, 66,67% informan dari unsur RTM (29,41%), anggota BKM (29,41%) dan PK-BKM (7,84%) menjawab masyarakat melaporkan masalahnya menggunakan media lisan. 11,76% informan dari unsur KSM (7,84%) dan PK- BKM (3,92%) menjawab masyarakat mengadukan masalahnya menggunakan media sms dan telepon, sementara 21,57% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas di kedua kelurahan memiliki kecenderungan yang sama dalam menyampaikan pengaduan, yaitu melalui media lisan dan media telepon dan sms. Media lisan digunakan masyarakat pada umumnya, sementara media telepon dan sms digunakan oleh para tokoh masyarakat dan Anggota KSM. Kecenderungan yang sama di kedua kelurahan dapat diuraikan sebagai berikut : (1) Warga masyarakat miskin menyampaikan pengaduannya secara lisan kepada Kepling dan toma; (2) media telepon dan sms digunakan oleh toma Kategori dan Derajat Masalah Dengan ditemuinya dua sifat pengaduan masyarakat di kedua kelurahan lokasi penelitian, pertama, di Kelurahan Tegal Sari 2 Kategori Masalah yang timbul selama implementasi penanganan pengaduan masyarakat adalah Kategori Masalah 2 yaitu penyimpangan prosedur dalam penetapan penerima manfaat social dan ekonomi, yang dinilai oleh warga masyarakat tidak sesuai dengan hasil Pemetaan Sosial (PS), dan Kategori Masalah 7, yaitu pengaduan informatif yang bersifat pertanyaan, saran dan atau usulan. Kedua kateori masalah tersebut sudah diselesaikan di tingkat BKM, dan masuk dalam Derajat Masalah 1; kedua, di Kelurahan Belawan Bahagia kategori masalah yang ditemui selama implementasi penanganan pengaduan masyarakat adalah Kategori Masalah 2 dan Kategori Masalah 7. Kategori Masalah 7 dapat diselesaikan di tingkat BKM dan masuk dalam Derajat Masalagh 1. Namun masalah 48

61 intervensi unsur pimpinan kolektif BKM (yang kemudian di nonaktifkan) terhadap pengelolaan dana di UPK, masuk dalam Derajat Masalah 2, dimana sedang dalam proses penyelesaian ditingkat kecamatan difasilitasi oleh PJOK dan Tim Faskel. Hasil pengumpulan informasi kepada 49 orang informan di Kelurahan Tegal Sari 2, sebanyak 69,39% informan deri unsur RTM (24,49%), Anggota KSM (32,65%), dan PK-BKM (12,24%) menjawab bahwa pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat pada umumnya adalah pengaduan informatif dan dapat diselesaikan di BKM. 30,61% informan dari unsur RTM dan Anggota BKM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Belawan Bahagia, dari 51 orang informan 58,82% informan dari unsur RTM (19,61%), KSM (15,69%) dan PK- BKM (5,88%) menjawab bahwa pengaduan yang dilaporkan masyarakat adalah pengaduan informatif dan dapat diselesaikan di tingkat BKM. 41,18% informan dari unsur RTM (11,76%), Anggota KSM (23,53%) dan PK-BKM (5,88%) menjawab pengaduan penyimpangan dan diselesaikan di Kecamatan, sementara 17,65% informan menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, di Kelurahan Tegal Sari 2 (69,39%) ditemui bahwa kategori masalah yang ada adalah pengaduan informative (Kategori-7) dengan Derajat Masalah 1, dapat diselesaikan di tingkat BKM. Sementara di Kelurahan Belawan Bahagia pengeduan informative (Kategori-7) sebanyak 41,18% dan yang menjawab pengaduan penyimpangan (Kategori-2) sama, yaitu sebanyak 41,18%, dengan demikian iformasi yang diberikan oleh informan di Kelurahan Belawan Bahagia seimbang, yaitu ada pengaduan informative (K-7) dengan derajat Masalah 2 (D-2) dan pengaduan penyimpangan prosedur dan penyimpangan dana (K-2) dengan Derajat masalah (D-2) diselesaikan di tingkat kecamatan Pertanyaan Penelitian 2 Untuk mendapatkan informasi yang relevan dan akurat terkait dengan pertanyaan penelitian 2, maka dalam melaksanakan wawancara semi terstruktur (SSI) dan focused group discussion (FGD), tim peneliti telah menyusun serangkaian pertanyaan didukung dengan 2 (dua) variable, yaitu Variabel Sumber Pengaduan (Pelapor) dan Variabel Penanganan Pengaduan Masyarakat, masing-masing dilengkapi dengan indilator-indikator yang relevan. A. Sumber Pengaduan Sumber pengaduan atau pelapor di kedua kelurahan lokasi penelitian terdiri dari berbagai strata masyarakat, yaitu unsur rumah tangga miskin, kelompok masyarakat (kelompok arisan, kelompok pengajian), ibu-ibu PKK, kelompok pemuda/pemudi (Karang Taruna), relawan dan tokoh masyarakat. Hasil kegiatan wawancara semi terstruktur dan FGD dengan informan kunci di Kelurahan Tegal Sari 2, dari 49 informan, 68% terdiri dari unsur RTM (28,57%), Anggota KSM (30,611%) dan PK-BKM (8,16%) menjawab bahwa sumber pengaduan adalah masyarakat 49

62 miskin. 16,32% informan dari unsur Anggota KSM (12,24%) dan PK-BKM (4,08%) menjawab sumber pengaduan adalah para pemuka masyarakat, dan 16,33% informan dari unsur RTM dan KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Belawan Bahagia, dari 51 orang informan, 68,62% % informan dari unsur (RTM (29,41%), KSM (31,37%) dan BKM (7,84%) menjawab sumber pengaduan warga miskin, 7,84% informan deari unsur RTM (3,92%) dan KSM (3,92%) menjawab para pemuka masyarakat dan 23,53% informan dari unsur RTM dan KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, di kelurahan Tegal Sari 2 dan Kelurahan Belawan Bahagia memiliki kecenderungan yang sama bahwa sumber pengaduan terdiri dari berbagai strata masyarakat dan menunjukan kecenderungan prosentase yang seimbang. Di Kelurahan Tegal Sari 2 informan yang menjawab sumber pengaduan adalah masyarakat miskin (68,62%) hampir sama dengan di Kelurahan Belawan Bahagia yaitu 68,34%. Informan yang menjawab tokoh masyarakat di Kelurahan Tegal Sari 2 16,32%, dan di Kelurahan Belawan Bahagia 7,84%. Sedangkan yang mejawab tidak tahu di Kelurahahn Tegal Sari 2 sebanyak 16,33% dan di Kelurahan Belawan Bahagia 23,53%. Dalam penyampaian pengaduan di kedua kelurahan memiliki kecenderungan yang sama, yaitu : (1) masyarakat miskin mengadu tidak langsung kepada BKM, melainkan kepada para Ketua Kepling, atau Koordinator Unit Pengelola; (2) para tokoh masyarakat dikedua kelurahan menyampaikan pengaduan secara langsung kepada Koordinator Unit Pengelola maupun kepada PK-BKM. (3) di Kelurahan Belawan Bahagia ada pengaduan melalui media massa, yaitu yang dilakukan oleh PK-BKM yang di non-aktifkan, karena salah seorang mereka adalah wartawan media massa lokal. B. Penanganan Penyelesaian Pengaduan Penanganan penyelesaian pengaduan masyarakat di Kelurahan Tegal Sari 2 maupun di Kelurahan Belawan Bahagia telah dilaksanakan secara rata dan adil kepada semua pelapor sesuai proporsinya, yaitu : (a) pengaduan informatif yang sifatnya pertanyaan, pada umumnya dapat di selesaikan di tingkat komunitas oleh Kepling atau Unit Pengelola (UPK, UPS atau UPL) sesuai dengan jenis pengaduannya; (b) pengaduan penyimpangan prosedur dimana pada umumnya menyangkut masalah penyaluran dana BLM social dan ekonomi, diselesaikan oleh BKM dengan memberikan penjelasan kepada para pelapor didampingi oleh Unit Pengelola dan wakil masyarakat; (c) pengaduan penyimpangan prosedur yang berdampak pada penyimpangan Dana BLM ekonomi di Kelurahan Belawan Bahagia, penyelesaiannya difasilitasi oleh Tim Faskel dan PJOK di tingkat Kecamatan. Informasi yang telah dikumpulkan melalui kegiatan wawancara semi terstruktur dan FGD dengan informan kunci di Kelurahan Tegal Sari 2, dari 49 informan 57,14% informan dari unsur RTM (20,41%), Anggota KSM (24,49%) dan PK-BKM (11,76%) menjawab bahwa pelayanan BKM kepada semua strata pelapor sama, dan 42,86% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Belawan Bahagia dari 51 informan 48,92% informan dari unsur RTM (15,69%), Anggota KSM (21,57%) dan PK- BKM (11,76%) menjawab bahwa penanganan penyelesaian pengaduan kepada semua strata pelapor sama. 19,60% informan dari unsur RTM (7,84%) dan anggota KSM (11,76%) 50

63 menjawab bahwa pelayanan BKM tidak sama kepada setiap pelapor, dan 31,37% informan dari unsur RTM dan KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, pendapat informan di Kelurahan Tegal Sari 2 terhadap pelayanan penyelesaian pengaduan masyarakat secara adil dan merata lebih tinggi (57,14%) dibandingkan dengan pendapat informan di Kelurahan Belawan Bahagia (48,92%). Di Kelurahan Tegal Sari 2, tidak ada informan yang menjawab bahwa pelayanan penyelesaian pengaduan masyarakat tidak rata dan adil, sementara di Kelurahan Belawan Bahagia 19,60% informan dari unsure RTM dan KSM menjawab pelayanan BKM tidak sama kepada setiap pelapor atau belum rata dan adil. Dari penggalian informasi di Kelurahan Bahagia, menurut PK-BKM perlakuan tidak sama dalam penyelesaian penanganan pengaduan masyarakat bukan berarti tidak rata dan adil, akan tetapi penyelesaian pengaduan masyarakat dilaksanakan secara proporsional, artinya bila pengaduan masyarakat bersifat informative, seperti pertanyaan, usulan dan keluhan mengenai teknis pelaksanaan akan diselesaikan oleh Koordinator UPK atau Kepling. Namun bila pengaduannya bersifat penyimpangan prosedur dan atau kebijakan diselesaikan oleh PK-BKM bersama Koordinator Unit Pelaksana dan Kepling, dan apabila diperlukan dapat minta difasilitasi oleh Tim Faskel Pertanyaan Penerlitian 3 Untuk mendapatkan informasi yang relevan dan akurat terkait dengan pertanyaan penelitian 3, tim peneliti telah menyiapkan serangkaian pertanyaan yang digunakan dalam pengumpulan informasi dalam kegiatan wawancara semi terstruktur (SSI) dan focused group discussion (FGD) dengan menggunakan tiga variabel, yaitu : Variabel Transparansi Pengelolaan Dana di Tingkat Masyarakat, Variable Akuntabilitas Penelolaan Danadi Tingnkat Masyarakat, dan Variabel Partisipasi Publik Dalam Kontrol Sosial terhadap Pengelolaan Dana di Tingkat Masyarakat. Ketiga variable tersebut memberikan arah pelaksanaan SSI dan FGD agar sesuai dengan focus penelitian Transparansi Penglolaan Dana di Tingkat Masyarakat Transparansi pengelolaan dana di tingkat masyarakat di kelurahan lokasi penelitian dapat dibedakan dalam dua tahap, yaitu, pertama, tahap implementasi pembangunan TRIDAYA, dari mulai penyaluran Dana BLM dari BKM ke Unit Pengelola (UPK, UPS dan UPL) serta penyaluran Dana BLM dari UPK dan UPS kepada warga miskin penrima manfaat dan pengelolaan Dana BLM selama pelaksanaan pembangunan prasarana lingkungan. Pada tahap ini pengelolaan dana di kedua kelurahan lokasi penelitian telah dilaksanakan secara transparan yaitu dengan memanfaatkan Papan Informasi di secretariat BKM; kedua, pada tahap penyaluran bantuan social dan pembangunan prasarana lingkungan telah selesai dilaksanakan, kegiatan yang masih berjalan adalah pengembangan ekonomi (pelaksanaan perguliran Dana BLM) dan pelestarian/pemeliharaan prasarana yang telah dibangun. Pada tahap ini pengelolaan dana di tingkat masyarakat di Kelurahan Tegal Sari 2 maupun di Kelurahan Belawan Bahagia telah dilaksanakan secara transparan. Kasus adanya intervensi 51

64 pimpinan kolektif BKM yang telah di nonaktifkan kepada UPK tidak mempengaruhi transparansi pengelolaan dana di UPK. Hasil pengumpulan informasi di Kelurahan Tegal Sari 2 dan Kelurahan Belawan Bahagia melalui kegiatan wawancara semi terstruktur dan FGD mengenai penyelesaian pengaduan masyarakat, dapat diuraikan sebagai berikut : Di Kelurahan Tegalsari 2, 67,35% informan yang terdiri dari unsur RTM (20,41%), Anggota KSM (34,69%) dan PK-BKM (12,24%) menjawab bahwa pengelolaan dana telah dilaksanakan cukup transparan, dan 32,65% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Belawan Bahagia, dari 51 informan, 39,22% informan yang mewakili unsur RTM (13,73%), Anggota KSM (13,73%) dan PK-BKM (11,76%) menjawab pengelolaan dana di tingkat masyarakat cukup transparan. 19,60% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab belum transparan, dan 41,18% menjawab tidak tahu. (lihat Table.3.30 pada lampiran). Berdasarkan deskripsi diatas, pendapat informan di Kelurahan Tegal Sari 2, dari jawaban informan diketahui bahwa pengelolaan dana di tingkat masyarakat memiliki kecenderungan telah dilaksanakan cukup transparan (67,35%), sementara di Kelurahan Belawan Bahagia jawaban informan memiliki kecenderungan variatif yaitu pengelolaan dana di tingkat masyarakat telah cukup transparan (39,22%) dan pengelolaan dana di tingkat masyarakat belum transparan (19,60%). Informan yang memberikan jawaban tidak tahu terhadap pengenlolaan dana di tingkat masyarakat di kelurahan Belawan Bahagia lebih tinggi (41,18%), dibandingkan dengan di Kelurahan Tegal Sari 2 yaitu 32,65%. Dari penggalian informasi dalam kegiatan FGD di Kelurahan Belawan Bahagia, dari informan RTM didapat informasi bahwa belum transparannya pengelolaan dana di tingkat masyarakat, dikarenakan : (1) masyarakat tidak mendapatkan informasi baik melalui papan informasi, maupun media lainnya. (2) masyarakat juga belum tahu seberapa besar dana perguliran pinjaman ekonomi) yang macet di anggota KSM maupun KSM yang pengembaliannya lancar. (3) disamping itu pengelolaan dana yang diperuntukan bagi bantuan sosial juga belum di sosialisasikan kepada masyarakat Akuntabilitas Pengelolaan Dana di Tingkat Masyarakat Pengelolaan dana di ringkat masyarakat di kedua kelurahan lokasi penelitian telah dapapat dipertanggungjawabkan baik selama pelaksanaan pembangunan TRIDAYA dilaksanakan maupun pada tahap pengembangan usaha ekonomi anggota KSM. Akuntabilitas pengelolaan dana di tingkat masyarakat dilaksanakan melalui 2 (dua) pendekatan, pertama, pada saat pelaksanaan pembangunan TRIDAYA dimana UPK, UPS dan UPL mempertanggungjawabkan pengelolaan dana melalui rapat koordinasi bulanan yang dilaksanakan di tingkat BKM bersama wakil masyarakat disamping secara berkala administrasi dan keuangan Unit Pengelola diaudit oleh T.A. Ekonomi Mikro; kedua, pengelolaan dana selama tahap pengembangan ekonomi kelompok masyarakat (anggota KSM), system administrasi dan pembukuan UPK selalu dikontrol (audit) oleh Tenagan Ahli 52

65 Ekonomi Mikro (tim faskel) dan dilaporkan secara berkala melalui rapat koordinasi bulanan kepada BKM dan wakil masyarakat. Pendapat informan kunci mengenai akuntabilitas pengelolaan dana di tingkat masyarakat, di Kelurahan Tegalsari 2, bahwa 67,35% informan yang mewakili unsur RTM (20,41%), Anggota KSM (34,69%) dan PK-BKM (12,24%) menjawab bahwa pengelolaan dana telah dapat dipertanggungjawabkan, dan 32,65% informan yang mewakili unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Sedangkan di Kelurahan Belawan Bahagia, dari 51 informan, 39,22% informan yang mewakili unsur RTM (13,73%), Anggota KSM (13,73%) dan PK- BKM (11,76%) menjawab pengelolaan dana di tingkat masyarakat cukup transparan. 19,60% informan dari unsur RTM dan KSM menjawab belum transparan, dan 41,18% menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, informan di Kelurahan Tegal Sari 2 dan Kelurahan Belawan Bahagia memiliki kecenderungan yang berbeda mengenai akuntabilitas pengelolaan dana di tingkat masyarakat, yaitu 6,357% informan di Kelurahan Tegal Sari 2 menjawab bahwa pengelolaan dana di tingkat masyarakat telah dapat dipertanggung jawabkan (akuntable) lebih tinggi bila dibandingkan dengan jawaban di Kelurahan Belawan Bahagia yaitu 39,22%. Di Kelurahan Tegal Sari 2, informan yang mejawab pengelolaan dana belum dapat dipertanggunjawabkan tidak ada, sedangkan di Kelurahan Belawan Bahagia 19,60%, dan yang menjawab tidak tahu di Kelurahan Tegal Sari 2 sebanyak 32,65%, di Kelurahan Belawan Bahagia lebih tinggi yaitu 41,18%. Tingginya jumlah informan yang menjawab tidak tahu mengenai akuntabilitas pengelolaan dana di tingkat masyarakat di Kelurahan Tegal Sari 2 (32,65%) dan di Kelurahan Belawan Bahagia (41,18%). disebabkan oleh belum dilaksanakannya sosialisasi pengelolaan dana BLM kepada masyarakat. Dengan demikian berdasarkan jawaban informan di kedua kelurahan ditemui bahwa di Kelurahan Tegal Sari 2 pengelolaan dana di tingkat masyarakat telah dapat dipertanggungjawabkan (akuntabel), sementara di Kelurahan Belawan Bahagia ada indikasi pengelolaan dana belum dapat dipertanggungjawabkan. Menurut pendapat PK-BKM dan Koordinator Unit Pengelola (UPK, UPL dan UPS) di kedua kelurahan, akuntabilitas pengelolaan dana dilaksanakan melalui 2 (dua) kegiatan, yaitu : (1) dilaksanakannya audit oleh Tim Faskel (T.A. Ekonomi Mikro) terhadap administrasi dan keuangan BKM dan UPK, UPL dan UPS; (2) dilaksanakan sosialisasi pengelolaan dana BKM, UPK, UPL dan UPS kepada para wakil masyarakat, seperti Kepling dan para pemuka masyarakat di lingkungan kelurahan dari masing-masing RW/lingkungan melalui pertemuan bulanan secara berkala; (3) Dalam musyawarah serah terima prasarana lingkungan telah dilaksanakan pertanggungjawaban penggunaan dana yang dihadiri oleh warga masyarakat dilingkungan kelurahan; (4) Di kelurahan Tegal Sari 2 dan Kelurahan Belawan Bahagia belum dilaksanakannya audit terhadap system administrasi keuangan BKM, UPK, UPS dan UPL oleh Akuntan Publik; Partisipasi Public Dalam Kontrol Sosial Terhadap Pengelolaan Dana di Tingkat Masyarakat Partisipasi public dalam kontrol sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat dapat dikatakan sangat rendah, terutama warga masyarakat miskin. Rendahnya tingkat partisipasi 53

66 public disebabkan oleh dua hal, pertama, sejak awal partisipasi public dalam pelaksanaan pembangunan TRIDAYA dilakukan melalui perwakilan, baik pada tahap persiapan, perencanaan maupun implementasi pembangunan TRIDAYA; kedua, pada warga masyarakat miskin ada beban psikologis untuk melakukan kontrol sosial secara langsung mengenai pengelolaan dana di UPK, UPS dan UPL dikarenakan pengelolanya terdiri dari para tokoh masyarakat setempat yang memiliki pengaruh dilingkungan domisilinya. Oleh karenanya warga masyarakat miskin khususnya dalam melakukan kontrol sosial melalui para tokoh masyarakat yang ada di wilayah tempat tinggalnya, seperti Kepling, pemuka agama, relawan dan kelompok ibu-ibu PKK. Disamping dikarenakan kedua alas an diatas, rendahnya partisipasi masyarakat juga disebabkan oleh belum dilaksanakannya Sosialisasi PPM kepada masyarakat secara luas, sehingga warga masyarakat tidak tahu hak-hak dan kewajibannya dalam pelaksanaan pembangunan TRIDAYA di lingkungan kelurahan. Hasil pengumpulan informasi di Kelurahan Tegal Sari 2, dari 49 informan yang diwawancarai dan yang hadir dalam kegiatan FGD, 67,35% informan dari unsur RTM (20.41), Anggota KSM (34,69%) dan PK-BKM (12,24%), dan 32,65% informan menjawab tidak tahu. Di Kelurahan Belawan Bahagia, dari 51 informan, 39,22% informan yang mewakili unsur RTM (13,73%), Anggota KSM (13,73%) dan PK-BKM (11,76%) menjawab masyarakat terlibat dalam kontrol sosial. 19,60% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab masyarakat tidak terlibat, dan 41,18% menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, di kedua kelurahan ditemui kecenderungan pendapat informan yang berbeda tentang partisipasi public dalam kontrol sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat sebagai berikut : (1) di Kelurahan Tegal Sari 2 yang menjawab masyarakat terlibat dalam kontrol sosial dalam pengelolaan dana di tingkat masyarakat lebih tinggi (67,35%) dibandingkan dengan pendapat informan di Kelurahan Belawan Bahagia (39,22%), (2) jawaban informan yang menyatakan bahwa masyarakat tidak terlibat kontrol sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat, di Kelurahan Tegal Sari 2 (0%) sementara di Kelurahan Belawan Bahagia (19,60%), dan (3) informan yang menjawab tidak tahu, di Kelurahan Belawan Bahagia (41,18%) lebih tinggi dibandingkan dengan di Kelurahan Tegal Sari 2 yaitu 32,65%. Dengan demikian di kedua kelurahan terdapat perbedaan kecenderungan, yaitu di Kelurahan Tegal Sari 2 masyarakat miskin mutlak terlibat dalam control sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat, sementara di Kelurahan Belawan Bahagia sebagian masyarakat miskin dalam control sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat. Bentuk keterlibatan masyarakat dalam control sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat di kedua kelurahan memiliki kesamaaan, yaitu pada umumnya melalui perwakilan kepada Kepling dan tokoh masyarakat dilingkungan tempat tinggalnya Pendapat Informan Kunci Tingkat Kelurahan Terhadap Pertanyaan Penelitian. Pendapat informan kunci berdasarkan hasil wawancara semi terstruktur dan focused group discussion (FGD) di Kelurahan Tegal sari 2 dan Kelurahan Belawan Bahagia Kota 54

67 Medan berdasarkan variabel- variabel pertanyaan penelitian, dapat dilihat pada gambar di halaman berikut : 55

68 56

69 57

70 Kegiatan Koordinasi, SSI dan FGD Di Kota Medan ManyusunRKTLdgTimKorkot KotaMedan SSIdenganKMWIVProvSumatera Utara FGDdenganBKMKel.Belawan Bahagia FGDdenganKSMKel.TegalSari2 SSIdenganLurahKel.TegalSari2 SSIdenganCamat/PJOKKec. MedanArea 58

71 1.3. Kota Pasuruan Penelitian di Kota pasuruan dilaksanakan sejak tanggal 8 hingga 17 Juni Pada saat tim penelitian melaksanakan penelitian di Kota Pasuruan Korkot Bapak. Ir. Bambang Tri Leksono baru bertugas selama 1,5 Bulan, mengingat sebelumnya di Kota Pasuruan tidak ada Korkot dan pelaksanaan P2KP didampingi oleh Senior Faskel. Dengan baru bekerja selama 1,5 Bulan, Korkot Kota Pasuruan baru selesai melakukan identifikasi dan inventarisasi terhadap progress pelaksanaan pembangunan TRIDAYA dan semua permasalahan yang ada mengingat pencairan Dana BLM Tahap II akan segera dilaksanakan. Oleh karenanya pada saat penelitian dilaksanakan Korkot/Askorkot beserta Tim Faskel sedang sibuk melaksanakan evaluasi, pembinaan daan pelatihan terkait dengan kelembagaan, administrasi dan keuangan serta usulan kegiatan BKM di wilayah Kota Pasuruan dalam rangka penyerapan Dana BLM tahap II tersebut yang bersumber dari APBD. Selain dari itu Satker PKP Tingkat Kota juga baru 2 (dua) Bulan berada di Badan Pemberdayaan Masyarakat / Bappemas Kota dipindah dari Bappeda Kota yang merupakan pelaksanaan dari PP Nomor 14 Tahun Dengan demikian, pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan difasilitasi oleh pejabat baru baik dari unsur pemerintah daerah maupun konsultan, kecuali Tim Faskel, walaupun ada beberapa tenaga ahli baru namun pada umumnya masih personil lama yang memahami betul progress pembangunan TRIDAYA di tingkat kelurahan penerima manfaat P2KP Kelurahan Lokasi Penelitian Gambaran Umum Kelurahan Purworejo Kecamatan Purworejo Kelurahan Purworejo memiliki luas wilayah 1,05 Km2 terdiri dari 8 RW dan 55 RT dengan jumlah penduduk jiwa terdiri dari laki-laki jiwa dan perempuan5.171 jiwa. Jumlah keluarga miskin 153 KK, jumlah lanjut usia terlantar 23 orang dan jumlah wanita rawan sosok tidak berdaya secara sosial-ekonomi) 78 orang. Jumlah anak jalanan 7 anak dan keluarga yang tinggal di rumah tidak layak huni sebyak 14 KK daqn jumlah keluarga prasejahtera 516 KK. Penduduk Kelurahan Purworejo dapat dikatakan homogeny, dimana pada umumnya adalah warga setempat dan sebagian kecil pendatang yang mayoritas warga Jawa Timur, dengan demikian kehidupan masyarakatnya cukup harmonis. Mata pencaharian warga Kelurahan Purworejo terdiri dari pegawai negeri, pegawai swasta, pengusaha, pedagang (pemilik toko/warung), pedagang keliling, guru, tentara, polisi, petani, pengemudi ojek, pengemudi becak dan buruh kasar. Penghasilan warga miskin di Kelurahan Pueworejo antara Rp. 300 ribu hingga Rp. 750 ribu. Dalam kehidupan sosial ekonomi di Kelurahan Purworejo telah terbangun lapisan-lapisan masyarakat sejak dahulu dengan ketokohan yang beragam dari mulai tokoh agama, tokoh pendidikan, pegawai negeri, tokoh kepartaian (politik), tokoh pemuda dan kalompok perempuan. Tingkat pendidikan warga masyarakat di Kelurahan Purworejo cukup tinggi, telah banyak warga masyarakat yang lulusan sarjana (S1), SMA/MA, SLTP/MTs, dan pada umumnya anakanak dari keluarga miskin telah memenuhi wajib belajar 9 tahun. Dengan kehidupan sosial warga Kota Pasuruan yang religious, tokoh agama (ulama) menjadi tokoh 59

72 sentral di tingkkat kelurahan yang memiliki pengaruh dalam memberikan masukan-masukan kepada masyarakat maupun pemerintahn kelurahan. Koordinator PK-BKM di Kelurahan Purworejo adalah seorang Kepala Sekolah Dasar didukung oleh pimpinan kolektif lainnya yang terdiri dari berbagai latar belakang, dengan demikian komposisi pimpinan kolektif BKM di Kelurahan Purworejo merupakan represestatif dari berbagai unsur lapisan masyarakat termasuk kaum perempuan terlibat aktif baik sebagai pimpinan kolektif BKM maupun di Unit Pengelola (UPK dan UPS) Kelurahan Bangilan Kecamatan Purworejo Kalurahan Bangilan memiliki luas wilayah 0,17 Km2 terdiri dari 4 RW dan 15 RT, dengan jumlah penduduk jiwa terdiri dari laki-laki dan perempuan. Jumlah lanjut usia terlantar 4 orang dan jumlah wanita rawan sosok (tertinggal secara sosial dan ekonomi) sebanyak 6 orang. Jumlah anak jalanan 12 anak dan keluarga yang tinggal di rumah tidak layak huni sebyak 21 KK daqn jumlah KK miskin 12 dan keluarga prasejahtera 222 KK. Penduduk kelurahan bangilan sebagaimana warga di Kelurahan Purworejo dapat dikatakan homogeny, dimana pada umumnya adalah warga setempat dan sebagian kecil pendatang yang mayoritas warga Jawa Timur, dengan demikian kehidupan masyarakatnya cukup harmonis. Mata pencaharian warga Kelurahan Purworejo terdiri dari pegawai negeri, pegawai toko, pengusaha, pedagang (pemilik toko/warung), penjahit, pedagang keliling, guru, tentara, polisi, petani, pengemudi ojek, pengemudi becak dan buruh kasar. Penghasilan warga miskin di Kelurahan Pueworejo antara Rp. 300 ribu hingga Rp. 750 ribu. Dalam kehidupan sosial ekonomi di Kelurahan bangilan telah terbangun lapisan-lapisan masyarakat sejak dahulu dengan ketokohan yang beragam dari mulai tokoh agama, tokoh pendidikan, pegawai negeri, tokoh kepartaian (politik), tokoh pemuda dan kalompok perempuan. Tingkat pendidikan warga masyarakat di Kelurahan Bangilan sebagaimana di kelurahan Purworejo cukup tinggi, telah banyak warga masyarakat yang lulusan sarjana (S1), SMA/MA, SLTP/MTs, dan pada umumnya anakanak dari keluarga miskin telah memenuhi wajib belajar 9 tahun. Dengan kehidupan sosial warga Kota Pasuruan yang religious, tokoh agama (ulama) menjadi tokoh sentral di tingkkat kelurahan yang memiliki pengaruh dalam memberikan masukan-masukan kepada masyarakat maupun pemerintahn kelurahan. Berdasarkan pendapat beberapa informan karakter warga Kelurahan Bangilan lebih keras disbanding warga masyarakat Kelurahan Purworejo, karena berdasarkan sejarah di Kelurahan Bangilan ini merupakan basis perlawanan kepada pemerimtahan Belanda sejak masa penjajahan dulu. Koordinator PK-BKM di Kelurahan Purworejo pada saat penelitian dilaksanakan adalah mantan Anggota DPRD Kota Pasuruan. Dipilihnya pada saat pemilihan PK-BKM, disamping sebagai tokoh masyarakat juga dikarenakan yang bkersangkutan memiliki akses yang luas kepada pemerintah daerah. Namun dalam kepemimpinannya timbul pengaduan masyarakat 60

73 mengenai penyimpangan Dana BLM yang diduga melibatkan Koordinator PK-BKM dan Sekretaris BKM Jumlah dan Komposisi Informan Kunci Jumlah dan komposisi informan kunci di Kelurahan Purworejo dan Kelurahan Bangilan dapat dijelaskan sebagai berikut. Jumlah informan di Kelurahan Purworejo adalah 55 orang yang terdiri dari 17 orang laki-laki dan 38 orang perempuan. Informan dari RTM Laki-laki 4 Orang (7,27%), RTM Perempuan 16 Orang (20,09%), Anggota KSM Laki-laki 9 Orang (16,36%), Anggota KSM Perempuan 15 Orang (27,27%), PK-BKM Laki-laki 4 Orang (7,27%) dan PK- BKM Perempuan 7 Orang (12,73%). Sementara Jumlah informan di Kelurahan Bangilan adalah 55 orang yang terdiri dari 23 orang laki-laki dan 27 orang perempuan. Informan dari RTM Laki-laki 11 Orang (22,00%), RTM Perempuan 9 Orang (18,00%), Anggota KSM Laki-laki 11 Orang (22,00%), Anggota KSM Perempuan 13 Orang (26,00%), PK-BKM Laki-laki 1 Orang (2,00%) dan PK-BKM Perempuan 5 Orang (10,00%) Pertanyaan Penelitian 1 Untuk mengungkap efektivitas system penanganan pengaduan masyarakat panduan pertanyaan wawancara semi terstruktur (SSI) dan FGD terdiri dari 4 (empat ) variable dengan indicator-indikator sebagai berikut dibawah ini Penerapan System PPM A. Pengelolaan PPM Pengelolaan penanganan pengaduan masyarakat (PPM) di Kelurahan Purworejo maupun di Kelurahan Bangilan dilaksanakan oleh BKM. Unit Pengelola PPM belum dibentuk, dengan belum dibentuknya Unit PPM di kedua kelurahan lokasi penelitian, pengelolaan penanganan pengaduan masyarakat tidak terfokus dan tidak ada petugas (pimpinan kolektif BKM) yang ditugaskan khusus untuk mengelola penanganan pengaduan, sementara perhatian pimpinan BKM dalam pelaksanaan pembangunan TRIDAYA sangat luas disamping para pimpinan kolektif BKM sendiri harus bekerja (mencari nafkah) diluar kegiatan BKM karena mereka tidak mendapatkan honor/insentif. Pendapat informan mengenai pengelolaan penanganan pengaduan di Kelurahan Purworejo dari 55 informan, 54,65% informan dari unsur RTM (14,55%), Anggota KSM (20,00%) dan PK-BKM (20,00%) menjawab bahwa penerimaan pengaduan belum sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan P2KP. Informan yang menjawan tidak tahu sebanyak 45,45% mewakili unsur RTM dan Anggota KSM. Sementara di Kelurahan Bangilan, 42,00% informan yang mewakili unsur RTM (12,00%), Anggota KSM (18,00%) dan PK-BKM (12,00%) menjawab bahwa penerimaan pengaduan belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan P2KP. Informan yang menjawab tidak tahu sebanyak 58,00% mewakili unsur RTM dan Anggota KSM. 61

74 Berdasarkan deskripsi diatas, di kedua kelurahan memiliki kecenderungan yang sama yaitu Unit Pengelola PPM belum terbentuk. Di Kelurahan Bangilan yang menjawab Unit Pengelola PPM belum terbentuk adalah 42,00%, di Kelurahan Purworejo 54,65% yaitu : (1) dari unsur RTM terdiri warga miskin calon penerima manfaat, penerima manfaat sosial, ekonomi dan prasarana lingkungan, relawan dan Ketua RT yang terlibat dalam pembangunan TERIDAYA; (2) dari unsur Anggota KSM adalah para Koordinator KSM dan para Anggota KSM yang terlibat dalam proses pembangunan TRIDAYA. Sementara yang menjawab tidak tahu di Kelurahan Bangilan adalah 58,00%, dan di Kelurahan Purworejo sebesar 45,45%, terdiri dari : (1) dari unsur RTM adalah (2) dari unsur Anggota KSM yang hanya menggantungkan informasi kepada para Koordinator KSM-nya. B. Penerimaan Pengaduan Penerimaan pengaduan masyarakat oleh BKM dikedua kelurahan terdiri dari dua bentuk, yaitu pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat langsung dan pengaduan yang disampaikan melalui perwakilan/wakil masyarakat. Pengaduan yang disampaikan langsung pada uumnya bersumber dari para tokoh masyarakat, sedangkan pengaduan yang disampaikan melalui perwakilan adalah pengaduan dari warga miskin. Penyampaian pengaduan melalui perwakilan ini telah membudaya di kedua kelurahan, dimana bila ada permasalahan, usulan atau saran dalam pelaksanaan pembangunan atau kegiatan sosial, masyarakat menyampaikannya kepada para Ketua RT/RW atau tokoh masyarakat dilingkungan tempat tinggalnya. Mengingat belum dibentuknya Unit PPM di tingkat kelurahan, maka pengaduan pun disampaikan kepada siapa saja pimpinan kolektif BKM atau Unit pengelola (UPK, UPS atau UPL) yang ditemuinya. Pendapat informan mengenai penerimaan pemngaduan masyarakat di Kelurahan Purworejo dari 55 informan, 54,65% informan dari unsur RTM (14,55%), Anggota KSM (20,00%) dan PK-BKM (20,00%) menjawab bahwa penerimaan pengaduan belum sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan P2KP. Informan yang menjawan tidak tahu sebanyak 45,45% mewakili unsur RTM dan Anggota KSM. Sementara di Kelurahan Bangilan, 42,00% informan yang mewakili unsur RTM (12,00%), Anggota KSM (18,00%) dan PK-BKM (12,00%) menjawab bahwa penerimaan pengaduan belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan P2KP. Informan yang menjawab tidak tahu sebanyak 58,00% mewakili unsur RTM dan Anggota KSM. Berdasarkan deskripsi diatas, dikedua kelurahan memiliki kecenderungan yang sama sebagai berikut dibawah ini : (1) Penerimaan pelaporan dan pengaduan belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan P2KP, seperti pelapor belum mengisi format pengaduan; (2) PK-BKM belum melaksanakan sosialisasi PPM, sehingga masyarakat tidak tahu prosedur PPM seperti informan yang menjawab tidak tahu adalah 45,45% di Kelurahan Purworejo dan 58,00% di Kelurahan Bangilan. 62

75 C. Pencatatan dan Pendistribusian Pencatatan dan pendistribusian pengaduan masyarakat di kedua kelurahan lokasi penelitian belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah diatur dalam P2KP. Pencatatan pengaduan masyarakat baru dicatat seperlunya pada catatan masing-masing penerima laporan di BKM. Belum tercatatnya setiap pengaduan yang masuk ke BKM atau catatan mengenai pengaduan yang di terima oleh wakil masyarakat dikarenakan di BKM tidak tersedia Blanko Format Pegaduan dan Buku Catatan Pengaduan (lihat Buku Pedoman Umum P2KP). Selain tidak tersedianya blanko format pengaduan dan buku catatan pengaduan, juga tidak adanya petugas yang memiliki otoritas yang menerima dan mencatat setiap pengaduan masyarakat di BKM. Pendapat informan mengenai pencatatan pengaduan masyarakat di Kelurahan Purworejo dari kegiatan pengumpulan informasi, 58,18% informan dari unsur RTM (16,36%), Anggota KSM (21,82%) dan PK-BKM (21,82%) menjawab bahwa pencatatan pendistribusian pengaduan masyarakat belum dilaksanakan sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang telah ditetapkan P2KP. Dan 41,82% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Bangilan, 40% informan dari unsur RTM (12,00%), Anggota KSM (16,00%) dan PK-BKM (12,00%) menjawab bahwa pencatatan pengaduan masyarakat belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur P2KP dan 60% informan dari unsur RTM dan KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, di Kelurahan Bangilan dan Kelurahan Purworejo, pencatatan dan pendistribusian pengaduan masyarakat belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur P2KP. Belum dilaksanakannya pencatatan dan pendistribusian pengaduan masyarakat di BKM disebabkan : (1) pelapor belum mengisi format pengaduan; (2) penerimaan yang disampaikan secara lisan tidak dicatat pada Buku Catatan Pengaduan Masyarakat; (3) Belum tersedianya instrumen PPM, seperti Kotak Pengaduan, Blanko Format Pengaduan Masyarakat dan Buku Catatan Pengaduan Masyarakat. D. Penangnan Pengaduan Di kedua kelurahan lokasi penelitian penanganan pengaduan masyarakat yang bersifat informatif ditangani dan diselesaikan oleh Unit Pengelola (UPK, UPL dan UPS), namun penanganan pengaduan yang mennyangkut masalah kebijakan di Kelurahan Purworejo dilaksanakan secara kolektif oleh BKM, Unit Pengenola (UPK,UPS dan UPL) dengan melibatkan wakil masyarakat seperti Ketua Rt/RW dan tokoh masyarakat dilingkungan tempat tinggal pelapor. Sementara di Kelurahan Bangilan penanganan pengaduan penyimpangan Dana BLM yang diduga melibatkan Koordinator PK-BKM dan Sekretaris BKM, ditangani oleh 6 (enam) orang pimpinan kolektif yang tidak terlibat dalam masalah tersebut didukung oleh wakil masyarakat serta difasilitasi oleh Tim Faskel dan Lurah. Pendapat informan mengenai pencatatan pengaduan masyarakat di Kelurahan Purworejo, dari 55 orang informan yang mewakili masyarakat dari unsur RTM, Anggota KSM dan PK- 63

76 BKM. 57,18% informan dari unsur RTM (16,36%), Anggota KSM (21,82%) dan PK-BKM (20,00%) menjawab bahwa penanganan pengaduan masyarakat belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur P2KP. 41,82% informan dari unsur RTM dan KSM menyatakan tidak tahu mengenai penanganan pengaduan masyarakat. Sementara di Kelurahan Bangilan dari 49 orang informan, 40,00% informan dari unsur RTM (12,00%), Anggota KSM (16,00%) dan PK-BKM (12,00%) menjawab penanaganan pengaduan masyarakat belum sesuai dengan prosedur PPM P2KP, dan 60,00% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, di Kelurahan Purworejo informan yang menjawab penanganan pengaduan belum sesuai dengan prosedur P2KP sebanyak 57,18% dan di Kelurahan Bangilan 40,00%, dapat ditafsirkan bahwa masyarakat yang tahu tengang penanganan pengaduan masyarakat lebih banyak di kelurahan Purworejo. Keterkaitan antara tingginya pemahaman masyarakat di Purworejo terhadap penanganan pengaduan disebabkan oleh pengelolaan BKM secara umum kondusif dan PK-BKM/UPK selalu ada di tempat (Sekretariat BKM) dengan menerapkan piket secara bergilir. Sementara di Kelurahan Bangilan, tingginya masyarakat yang tidak tahu pelaksanaan pengaduan masyarakat, disebabkan oleh kondisi PK-BKM tidak kondusif, terjadi perpecahan disebabkan Koordinator PK-BKM dan Sekretaris BKM diduga melakukan penyimpangan prosedur dan penyimpangan Dana BLM Ekonomi. Sedangkan 28% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM di Kelurahan Bangilan dan 37,18% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM di Kelurahan Purworejo yang mengetahui penanganan pengaduan masyarakat, terdiri dari Koordinator KSM, relawan dan beberapa Ketua RT yang juga sebagai penerima manfaat sosial, ekonomi dan lingkungan maupun calon penerima manfaat. E. Dokumentasi dan Sosialisasi Hasil Progres Kelima, di kedua kelurahan lokasi penelitian pendokumentasian hasil penanganan pengaduan masyarakat belum dilaksanakan. Adapun sosialisasi hasil progress penanganan pengaduan masyarakat bagi pengaduan yang bersifat informatif belum dilaksanakan kepada masyarakat secara luas. Sosialisasi baru dilaksanakan secara informal di lingkungan tempat tinggal pelapor. Dengan adanya kasus penyimpangan Dana BLM di Kelurahan Bangilan, pimpinan kolektif BKM yang tidak terlibat dengan wakil masyarakat mensosialisasikan progress penanganan pengaduan masyarakat tersebut melalui pertemuan-pertemuan dengan Koordinator KSM, Unit Pengelola (UPK, UPS dan UPL), unsur pemuda, LPKM dan Lurah serta Anggota KSM Ekonomi dalam rangka menginventarisasi sisa angsuran para Anggota KSM Ekonomi. Pendapat informan mengenai sosialisasi hasil penanganan pengaduan masyarakat di Kelurahan Purworejo, dari 55 orang informan yang mewakili masyarakat dari unsur RTM, Anggota KSM dan PK-BKM. 57,18% informan dari unsur RTM (16,36%), Anggota KSM (21,82%) dan PK-BKM (20,00%) menjawab bahwa dokumentasi dan sosialisasi hasil PPM belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur P2KP. Dan 41,82% informan dari unsur RTM dan KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Bangilan kepada 49 orang informan, 64

77 40,00% informan dari unsur RTM (12,00%), Anggota KSM (16,00%) dan PK-BKM (12,00%) menjawab dokumentasi dan sosialisasi hasil PPM belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur PPM P2KP, dan 60,00% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, jawaban informan di Kelurahan Purworejo maupun di Kelurahan Bangilan memiliki kecenderungan yang sama bahwa pendokumentasian dan sosialisasi hasil PPM belum dilaksanakan. Kelurahan Purworejo informan yang menjawab belum dilaksanakan pendokumentasian dan sosialisasi hasil PPM sebanyak 57,18% dan di Kelurahan Bangilan 40,00%, dapat ditafsirkan bahwa masyarakat yang tahu tengang pendokumentasian dan sosialisasi hasil PPM lebih banyak di kelurahan Purworejo. Keterkaitan tingginya pemahaman masyarakat di Purworejo disebabkan oleh pengelolaan BKM secara umum kondusif. Sementara di Kelurahan Bangilan, tingginya masyarakat yang tidak tahu dokumentasi dan sosialisasi hasil PPM, disebabkan oleh kondisi PK-BKM tidak kondusif, terjadi perpecahan disebabkan Koordinator PK-BKM dan Sekretaris BKM diduga melakukan penyimpangan prosedur dan penyimpangan Dana BLM Ekonomi. Sedangkan 28% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM di Kelurahan Bangilan dan 37,18% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM di Kelurahan Purworejo yang mengetahui pendokumentasian dan sosialisasi hasil PPM terdiri dari Koordinator KSM, relawan dan beberapa Ketua RT yang juga sebagai penerima manfaat sosial, ekonomi dan lingkungan maupun calon penerima manfaat. F. Pelaporan PPM Pelaporan PPM di kedua kelurahan lokasi penelitian juga belum dilaksanakan secara khusus terpisah dari laporan bulanan BKM. Belum dilaksanakannya pelaporan PPM dikarenakan ketiadaan data/dokumen pengaduan masyarakat. Kurangnya perhatian BKM terhadap penanganan pengaduan masyarakat menyebabkan setiap pengaduan yang ada serta penyelesaiannya tidak didokumentasikan. Lemahnya system pendokumentasian juga salah satu factor penyebabnya karena tidak adanya Unit pengelola PPM di BKM/tingkat kelurahan. Pendapat informan mengenai pelaporan PPM di Kelurahan Purworejo, 58,18% informan yang mewakili unsur RTM (16,36%), Anggota KSM (21,82%) dan PK-BKM (20,00%) menjawab bahwa pelaporan PPM belum dilaksanakan. Laporan PPM dibuat dalam laporan Bulanan BKM. Dan 41,82% informan mewakili unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu mengenai pelaporan PPM. Sementara di Kelurahan Bangilan kepada 50 orang informan, 40,00% informan mewakili unsur RTM (12,00%), Anggota KSM (16,00%) dan PK-BKM (12,00%) menjawab bahwa dalam pengelolaan PPM belum dibuat laporan PPM, dan 60% informan menjawab tidak tahu tidak tahu Penerapan Prinsip PPM Di kelua kelurahan lokasi penelitian, penerapan prinsip PPM baru dilaksanakan sebagaian dalam penanaganan pengaduan masyarakat, beberapa prinsip PPM yang telah diterapkan dalam penanganan pengaduan masyarakat di kedua kelurahan antara lain : (1) Kemudahan, 65

78 penerapan prinsip kemudahan di Kelurahan Purworejo telah diterapkan, dimana masyarakat dapat dengan mudah melaporkan setiap masalah yang dihadapinya dalam pelaksanaan Tridaya kepada PK-BKM dan Unit Pengelola serta Ketua RT/RW di wilayah tempat tinggalnya. Di kelurahan Purworejo, penerapan prinsip kemudahan dapat dilihat dari aktivitas para pimpinan kolektif yang selalu bergilir (piket) di Sekretariat BKM. Sementara di Kelurahan Bangilan, prinsip kemudahan dalam penanganan pengaduan masyarakat oleh PK- BKM belum diterapkan, masyarakat membahas permasalahan yang ada melalui media Cangkru an, yaitu semacam bergosip di warung kopi. Hasil Cangkruan ini ada yang disampaikan kepada para Ketua RT/RW atau tokoh masyarakat setempat, ada pula yang hanya sekedar gossip; (2) Partisipatif, penerapan prinsip partisipatif telah dilaksanakan dalam penanganan pengaduan masyarakat di Kelurahan Purworejo, dimana dalam penanganan pengaduan BKM selalu melibatkan Ketua RT/RW, tokoh masyarakat bersamasama dengan Unit Pengelola terkait (UPK, UPL maupun UPS). Penerapan prinsip partisipatif di Kelurahan Bangilan belum dilaksanakan dalam penanaganan pengaduan masyarakat. Namun setelah diketahui adanya penyimpangan Dana BLM yang melibatkan Koordinator PK-BKM dan Sekretaris BKM, masyarakat mulai terlibat dalam penanganan pengaduan bersama dengan 6 (enam) orang unsur PK-BKM yang masih aktif dan tidak terlibat dalam penyimpangan Dana BLM; (3) Proporsional, penerapan prinsip proporsional dalam penanganan pengaduan masyarakat telah dilaksanakan di Kelurahan Purworejo, bila masalah yang diadukan bersifat pertanyan atau usulan (pengaduan informatif) yang disampaikan kepada Ketua RT/RW, diselesaikan di tingkat RT/RW. Bila pengaduan bersifat teknis (pengaduan masalah prosedur) diselesaikan di tingkat Unit Pengelola, dan bila pengaduan bersifat kebijakan diselesaikan di tingkat BKM. Penerapan prinsip proporsional di Kelurahan Bangilan dilaksanakan sebagaimana di Kelurahan Purworejo, bila pengaduan masyarakat dapat diselesaikan di tingkat RT/RW maka akan diselesaikan di tingkat RT/RW. Pengaduan masyarakat menyangkut penyimpangan Dana BLM oleh Koordinator PK-BKM diselesaikan di tingkat kelurahan, difasilitasi oleh Faskel dan Lurah; (4) Transparansi, penerapan prinsip transparansi dalam pengelolaan pananganan pengaduan masyarakat di kedua kelurahan tampak sama, belum dilaksanakan seluruhnya, dimana di kedua kelurahan belum memanfaatkan papan informasi dan sosialisasi hasil PPM sebagai media transparansi; (5) Berjenjang, penerapan prinsip berjenjang di Kelurahan Bangilan diterapkan dalam penyelesaian pengaduan penyimpangan Dana BLM, permasalahannya dalam proses penyelesaian dengan difasilitasi oleh Lurah dan Tim Faskel. Sementara di Kelurahan Purworejo, penerapan prinsip berjenjang dipahami pada jenjang dilingkungan kelurahan dengan mengoptimalkan peran Ketua RT/RW dan tokoh masyarakat. Pendapat informan mengenai penerapan prinsip PPM di Kelurahan Purworejo, dari 55 orang informan yang di wawancarai dan hadir dalam FGD, 57,18% informan mewakili unsur RTM (16,36%), Anggota KSM (21,82%) dan PK-BKM (20,00%) menjawab bahwa dalam pengalolaan PPM di kelurahan belum menerapkan semua prinsip-prinsip PPM, dan 41,82% informan mewakili unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu mengenai penarapan prinsip-prinsip PPM. Sementara di Kelurahan Bangilan kepada 50 orang informan yang terdiri dari unsur masyarakat penerima manfaat langsung maupun tidak langsung dan pelaku P2KP, 40,00% Informan yang mewakili unsur RTM (12,00%), Anggota KSM (16,00%) dan 66

79 PK-BKM (12,00%) menjawab bahwa prinsip-prinsip PPM belum diterapkan seluruhnya dalam penanganan pengaduan masyarakat. Dan 60,00% informan menjawab tidak tahu Sifat dan Media Pengaduan A. Sifat Pengaduan Pengaduan masyarakat di Kelurahan Purworejo pada umumnya bersifat informatif dan penyimpangan prosedur. Pengaduan informatif adalah pengaduan masyarakat seperti pertanyaan, usulan keluhan dan complain dan pada umumnya disampaikan oleh warga masyarakat miskin, sedangkan pengaduan penyimpangan prosedur yang ada di Kelurahan Purworejo menyangkut masalah penetapan penerima manfaat sosial dan ekonomi yang dinilai oleh masyarakat tidak sesuai dengan hasil Pemetaan Sosial (PS). Di Kelurahan Bangilan sifat pengaduan masyarakat adalah pengaduan informatif, penyimpangan prosedur dan pengaduan penyimpangan Dana BLM. Penyimpangan dana BLM diduga kuat dilakukan oleh Koordinator PK-BKm dengan Sekretaris BKM. Pendapat informan mengenai sifat pengaduan masyarakat di Kelurahan Purworejo, 60,00% % informan yang terdiri dari unsur RTM (14,55%), Anggota KSM (25,45%) dan PK-BKM (20,00%) menjawab bahwa pengaduan masyarakat adalah pengaduan informatif. 10,91% informan dari unsur RTM (3,64%) dan Anggota KSM (2,27%) menjawab, ada penyimpangan prosedur. Dan 29,09% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Bangilan, 20,00% informan dari unsur RTM (6,00%), Anggota KSM (10,00%) dan PK-BKM (4,00%) menjawab bahwa pengaduan masyarakat adalah pengaduan informatif. 40,00% informan dari unsur RTM (14,00%), Anggota KSM (18,00%), dan PK- BKM (8,00%) menjawab pengaduan yang banyak adalah pengaduan penyimpangan prosedur dan penyimpangan Dana BLM. 40,00% informan dari unsur RTM dan KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, di Kelurahan Bangilan, informan yang menjawab pengaduan informative sebanyak 20,00%, informan yang menjawab pengaduan penyimpangan 40,00% dan informan yang mejawab tidak tahu sebanyak 40%. Dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa di Kelurahan Bangilan pengaduan yang banyak dilaporkan adalah pengaduan penyimpangan prosedur dan penyimpangan dana. Sementara di Kelurahan Purworejo, informan yang menjawab pengaduan informative sebanyak 60,00%, pengaduan penyimpangan prosedur 10,91% dan yang menjawab tidak tahu 29,09% dapat diinterpretasikan bahwa pengaduan masyarakat pada umumnya adalah pengaduan informative. Pengaduan masyarakat di kedua kelurahan mulai timbul pada saat : (1) pengaduan informative mulai dilaporkan masyarakat pada saat Dana BLM mulai dicairkan dari Bank ke Rekening BKM dan disalurkan dari BKM ke Unit pengelola (UPK,UPS dan UPL); (2) pengaduan penyimpangan prosedur mulai dilaporkan pada saat penyaluran bantuan sosial, ekonomi dan pelaksanaan pembangunan prasarana lingkungan dilaksanakan. Sementara 67

80 pengaduan penyimpangan Dana BLM di Kelurahan Bangilan mulai dilaporkan setelah Dana BLM ekonomi macet, dan diketahui adanya dugaan penyimpangan dana oleh Koordinator PK-BKM dan Sekretaris BKM. B. Media Pengaduan Media pengaduan masyarakat di kedua kelurahan mememiliki kecenderungan yang sama, yaitu, pertama, media lisan (verbal) dimana pada umumnya masyarakat miskin menyampaikan pengaduannya secara lisan kepada para wakil masyarakat, Unit pengelola maupun yang langsung ke BKM. Penyampain pengaduan melalui media ini, menurut beberapa informan agar mendapatkan tanggapan secepatnya disamping telah menjadi kebiasaan masyarakat setempat; kedua, media telepon dan short service message (sms) pada umumnya dilakukan oleh warga masyarakat pada lapisan menengah dan tokoh masyarakat setempat; ketiga, media cangkruan yaitu warga masyarakat dari berbagai lapisan masyarakat membicarakan permasalahan yang ada dilingkungan tempat tinggalnya, termasuk persoalan-persoalan yang timbul dalam pelaksanaan pembangunan TRIDAYA. Media cangkruan ini biasanya dilakukan di warung kopi pada sore atau malam hari ba da sholat Isya. Pendapat informan mengenai media pengaduan masyarakat informan di Kelurahan Purworejo, 54,55% informan dari unsur RTM (14,55%), Anggota KSM (25,45%) dan BKM (14,55%) menjawab media pengaduan yang digunakan masyarakat pada umumnya adalah lisan. 16,36% informan dari unsur RTM (3,64%), anggota KSM (7,27%) dan BKM (5,45%) menjawab masyarakat menggunakan sms dan telepon sebagai media pengaduan. Dan 29,09% informan menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Bangilan, 40,00% informan dari unsur RTM (14,00%), Anggota KSM (18,00%) dan PK-BKM (8,00%) masyarakat pada umumnya mengadu menggunakan media lisan. 20,00% informan dari unsur RTM (6,00%), Anggota KSM (10,00%) dan PK-BKM (4,00%) menjawab bahwa masyarakat mengadu menggunakan media sms dan telepon, dan 40,00% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, diketahui bahwa masyarakat di Kelurahan Bangilan dan Kelurahan Purworejo memiliki kecenderungan yang sama dalam menyampaikan pengaduan, yaitu melalui media lisan, telepon dan sms. Tidak ditemui adanya pengaduan melalui surat, media massa atau wesite. Masyarakat juga lebih banyak menyampaikan pengaduannya kepada Ketua RT/RW dan tokoh masyarakat dilingkungan tempat tinggalnya. Di kedua kelurahan masyarakat enggan melaporkan masalahnya secara tertulis disebabkan oleh : (1) Masyarakat telah terbiasa menyampaikan pengaduannya kepada orang-orang yang dianggap dapat mewakili untuk menyelesaikan masalahnya, seperti Ketua RT/RW dan tokoh masyarakat, tokoh agama, Ibu-ibu PKK, kelompok pengajian, dan lainnya; (2) Masyarakat enggan melaporkan masalahnya secara tertulis, dikarenakan pengaduan menjadi formal dan menyebabkan hubungan individu dengan orang yang diadukan menjadi terganggu; (3) Di Kelurahan Bangilan pada umumnya masyarakat membahas permasalahannya melalui Cangkru an, atau bergosip yang biasa dilakukan oleh bapak-bapak di warung kopi; (4) Karena PK-BKM terdiri dari tokoh masyarakat, masyarakat miskin pada umumnya memiliki beban 68

81 psikologis untuk menyampaikan pengaduan langsung yang berkaitan dengan penyimpangan prosedur dalam pelaksanaan pembangunan TRIDAYA Kategori dan Derajat Masalah Kecenderungan jawaban informan di Kelurahan Bangilan dan di Kelurahan Purworejo dapat diuraikan sebagai berikut, pertama, di Kelurahan Bangilan sifat pengaduan masyarakat ada dua, yaitu : (a) pengaduan informatif yaitu masalah lain-lain masuk dalam Kategori 7 dapat diselesaikan di BKM masuk dalam Derajat 1; (b) pengaduan penyimpangan masuk dalam Kategori 2 yaitu masalah penyimpangan prosedur dan dugaan penyimpangan dana diselesaikan di tingkat kelurahan masuk dalam Derajat 1; kedua, di Kelurahan Purworejo, pengaduan yang muncul pada umumnya adalah pengaduan informatif atau masalah lain-lain yang masuk dalam Kategori 7, penyelesaiannya dilaksanakan di Tingkat BKM masuk dalam Derajat 1. (3) informan yang mejawab tidak tahu di Kelurahan Bangilan 10,00%, dan di Kelurahan Purworejo 32,73%merupakan representasi informan yang tidak terlibat dalam proses pembangunan TRIDAYA, atau penerima manfaat dan calon yang pasif sehingga tidak mendapatkan informasi perkembangan pembangunan TRIDAYA dilingkungan tempat tinggalnya. Pendapat informan mengenai kategori dan derajat masalah di Kelurahan Purworejo, sebanyak 67,27% informan dari unsur RTM (21,82%), Anggota KSM (25,45%), dan PK-BKM (20,00%) menjawab bahwa pengaduan masyarakat pada adalah pengaduan informatif dan dapat diselesaikan di BKM. 32,73% informan dari unsur RTM dan Anggota BKM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Bangilan, dari 50 orang informan, 44,00% informan dari unsur RTM (16,00%), Anggota KSM (24,00%) dan PK-BKM (4,00%) menjawab bahwa pengaduan yang dilaporkan masyarakat adalah pengaduan informatif dan dapat diselesaikan di tingkat BKM. 46,00% informan dari unsur RTM (18,00%), Anggota KSM (24,00%) dan PK-BKM (8,00%) menjawab pengaduan penyimpangan dan diselesaikan di Kelurahan, dan 10,00% informan menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, kecenderungan jawaban informan di Kelurahan Bangilan dan di Kelurahan Purworejo dapat diuraikan sebagai berikut : (1) di Kelurahan Bangilan sifat pengaduan masyarakat ada dua, yaitu : (a) pengaduan informative (44,00%) yaitu masalah lain-lain masuk dalam Kategori 7 dapat diselesaikan di BKM masuk dalam Derajat 1; (b) pengaduan penyimpangan (46,00%) masuk dalam Kategori 2 yaitu masalah penyimpangan prosedur dan dugaan penyimpangan dana diselesaikan di tingkat kelurahan masuk dalam Derajat 1. (2) Di Kelurahan Purworejo, pengaduan yang muncul pada umumnya adalah pengaduan informative atau masalah lain-lain yang masuk dalam Kategori 7, penyelesaiannya dilaksanakan di Tingkat BKM masuk dalam Derajat 1. (3) informan yang mejawab tidak tahu di Kelurahan Bangilan 10,00%, dan di Kelurahan Purworejo 32,73%merupakan representasi informan yang tidak terlibat dalam proses pembangunan TRIDAYA, atau penerima manfaat dan calon yang pasif sehingga tidak mendapatkan informasi perkembangan pembangunan TRIDAYA dilingkungan tempat tinggalnya. 69

82 Pertanyaan Penelitian 2 Untuk mendapatkan informasi mengenai kemampuan PPM menangkap pengaduan relevan dari berbagai strata masyarakat secara rata dan adil di lokasi penelitian, dalam melakukan wawancara dan FGD, telah disiapkan serangkaian pertanyaan dengan 2 (dua) variable dan indicator-indikator pendukungnya. Kedua variable tersebut adalah : Variabel Sumber pengaduan dan variable penaganan pengaduan masyarakat. A. Sumber Pengaduan Sumber pengaduan masyarakat di kedua kelurahan lokasi penelitian terdiri dari berbagai strata masyarakat dari warga miskin, lapisan menengah masyarakat, pemuka masyarakat, kelompok perempuan (Ibu-Ibu PKK, kelompok pengajian dan kelompok arisan, Penyuluh Kesehatan dan Tutor PAUD), kelompok pemuda dan organisasi kemasyarakatan (LPMK). Pendapat informan mengenai sumber pelapor di Kelurahan Purworejo dari 55 informan, 45,46% informan terdiri dari unsur RTM (14,55%), Anggota KSM (21,82%) dan PK-BKM (9,09%) menjawab bahwa sumber pengaduan adalah masyarakat miskin. 43,64% informan dari unsurrtm (18,18%) Anggota KSM (14,55%) dan PK-BKM (10,91%) menjawab sumber pengaduan adalah toma,toga, relawan, LMPK,dll. Dan 10,91% informan dari unsur RTM dan KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Bangilan dari 50 orang informan, 54,00% informan dari unsur RTM (24,00%), Anggota KSM (24,00%) dan PK-BKM (6,00%) menjawab sumber pengaduan warga miskin. 40,00% informan deari unsur RTM (14,00%) dan Anggota KSM (20,00%) dan PK-BKM (6,00%) menjawab toma, relawan, LMPK,dll dan 6,00% informan dari unsur RTM dan KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, kecenderungan jawaban informan di Kelurahan Bangilan dan di Kelurahan Purworejo dapat diuraikan sebagai berikut : (1) di Kelurahan Bangilan sifat pengaduan masyarakat ada dua, yaitu : (a) pengaduan informative (44,00%) yaitu masalah lain-lain masuk dalam Kategori 7 dapat diselesaikan di BKM masuk dalam Derajat 1; (b) pengaduan penyimpangan (46,00%) masuk dalam Kategori 2 yaitu masalah penyimpangan prosedur dan dugaan penyimpangan dana diselesaikan di tingkat kelurahan masuk dalam Derajat 1. (2) Di Kelurahan Purworejo, pengaduan yang muncul pada umumnya adalah pengaduan informative atau masalah lain-lain yang masuk dalam Kategori 7, penyelesaiannya dilaksanakan di Tingkat BKM masuk dalam Derajat 1. (3) informan yang mejawab tidak tahu di Kelurahan Bangilan 10,00%, dan di Kelurahan Purworejo 32,73%merupakan representasi informan yang tidak terlibat dalam proses pembangunan TRIDAYA, atau penerima manfaat dan calon yang pasif sehingga tidak mendapatkan informasi perkembangan pembangunan TRIDAYA dilingkungan tempat tinggalnya. 70

83 B. Penanganan Pengaduan Penanganan pengaduan masyarakat di kedua kelurahan plokasi penelitian memiliki kecenderungan yang berbeda, pertama, di Kelurahan Purworejo penangnan masyarakat teah dilaksanakan secara rata dan adil kepada semua pelapor sesuai dengan proporsi penanganannya; kedua, di Kelurahan Bangilan penanganan pengaduan masyarakat pada awalnya telah dilaksanakan secara rata dan adil, namun setelah terungkap adanya masalah penyimpangan Dana BLM yang diduga melibatkan Koordinator PK-BKM, penanganan pengaduan masyarakat menjadi tidak obyektif dan transparan. Khususnya mengenai penanganan pengaduan penyimpangan Dana BLM ditindak lanjuti oleh 6 (enam) anggota pimpinan kolektif BKM yang tidak terlibat kasus tersebut. Pada akhir jadwal kerja penelitian di Kelurahan Bangilan, PK-BKM yang masih aktif telah melaksanakan Musyawarah Pertanggungjawaban BKM, dihadiri oleh warga masyarakat, pelaku P2KP, Lurah dan Tim Faskel dengan rekomendasi penetapan Koordinator PK-BKM baru Periode Pendapat informan mengenai penanganan pengaduan masyarakat di Kelurahan Purworejo, dari 55 orang informan 76,36% informan dari unsur RTM (25%), KSM (31%) dan BKM (20%) menjawab bahwa pelayanan BKM kepada semua strata masyarakat pelapor adalah sama, 5,45% informan dari unsur RTM menjawab pelayanan BKM terhadap sumber pengaduan tidak sama, dan 18,18% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu, bagaimana pelayanan BKM dalam melaksanakan penyelesaian penanaganan pengaduan. Sementara di Kelurahan Bangilan dan Kelurahan Purworejo mengenai penangnan penyelesaian pengaduan masyarakat, dapat diuraikan sebagai berikut : Di Kelurahan Bangilan dari 50 informan 52,00% informan dari unsur RTM (12,00%), Anggota KSM (28,00%) dan PK-BKM (12,00%) menjawab bahwa penanganan penyelesaian pengaduan kepada semua strata masyarakat oleh BKM sama. 30,00% informan dari unsur RTM (16,00%) dan Anggota KSM (14,00%) menjawab bahwa pelayanan BKM tidak sama kepada setiap pelapor, dan 18,00% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, berdasarkan jawaban informan di Kelurahan Bangilan dan di Kelurahan Purworejo mengenai penyelesaian penanganan pengaduan masyarakat memiliki kecenderungan yang sama, yaitu : (1) di Kelurahan Bangilan pendapat informan terbagi tiga, 52,00% informan menjawab pelayanan BKM dalam penyelesaian pengaduan masyarakat telah adil dan rata kepada semua pelapor, 30,00% informan menjawab belum adil dan rata dan 18,00% menjawab tidak tahu. Sedangkan di Kelurahan Purworejo, 76,36% informan menjawab penyelesaiabn pengaduan telah dilaksanakan dengan adil dan rata, 5,45% menjawab belum adil dan rata, serta 18,18% menjawab tidak tahu. (2) Perbedaan di kedua kelurahan adalah di Kelurahan Bangilan informan yang menjawab penyelesaian penanganan pengaduan sudah adil dan rata 52,00%, sementara di Kelurahan Purworejo 76,36%; (3) Di Kelurahan Bangilan informan yang menjawab penyelesaian belum rata dan adil 30,00% sementara di Kelurahan Purworejo 5,45%; (4) dan informan yang menjawab tidak tahu di Kelurahan Bangilan 18,00% sementara di Kelurahan Purworejo 18,18%. Dengan demikian dapat diinterpretasikan : (1) Penanganan penyelesaian pengaduan masyarakat di Kelurahan Bangilan belum dapat dirasakan secara adil dan rata oleh semua komponen masyarakat, 71

84 sementara di Kelurahan Purworejo sudah dilaksanaakn secara adil dan rata; (2) informan yang menjawab tidak tahu mengenai penanganan penyelesaian pengaduan masyarakat di kedua kelurahan seimbang, yaitu Di Kelurahan Bangilan 18,00% dan di Kelurahan Purworejo 18,18%; (3) Berdasarkan penggalian informasi lebih lanjut dalam kegiatan FGD kepada informan di Kelurahan Bangilan, tingginya informan yang menjawab penanganan penyelesaian pengaduan masyarakat belum adil dan rata, mengingat penanganan PK-BKM terhadap kasus penyimpangan Dana BLm yang diduga dilakukan oleh Koordinator PK-BKM dan Sekretaris BKM terlambat ditangani, dan sampai penelitian ini dilaksanakan masih belum selesai; Sementara informaqn yang menjawab tidak tahu mengenai penanganan penyelesaian pengaduan masyarakat di Kelurahan Bangilan dan Kelurahan purworejo, terdiri dari Anggota KSM sosial, ekonomi dan lingkungan yang tidak terlibat langsung dalam pembangunan TRIDAYA dan penerima calon manfaat sosial, ekonomi dan lingkungan yang belum mendapat bantuan P2KP Pertanyaan penerlitian 3 Untuk mendapatkan informasi mengenai transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana di tingkat masyarakat serta tingkat partisipasi public terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat lokasi penelitian, dalam melakukan wawancara dan FGD, telah disiapkan serangkaian pertanyaan dengan 3 (tiga) variable dan indicator-indikator pendukungnya. Ketiga variable tersebut adalah : (1) Variabel Transparansi Pengelolaan Dana di Tingkat Masyarakat, (2) Variable Akuntabilitas Pengelolaan Dana di Tingkat Masyarakat, dan (3) Variabel Partisipasi Publik Terhadap Pengelolaan Dana di Tingkat Masyarakat Melalui Kontrol Sosial Transparansi Pengelolaan Dana Pertama, transparansi pengelolaan dana di tingkat masyarakat di kedua kelurahan lokasi penelitian pada tahap implementasi pembangunan TRIDAYA telah dilaksanakan, baik di tingkat BKM maupun Unit Pengelola. Transparansi pengelolaan dana di tingkat masyarakat dilakukan melalui dua cara yaitu : (1) Memanfaatkan papan informasi, dan (2) Laporan keuangan dibuat secara berkala pada setiap tahapan kegiatan selesai dilaksanakan yaitu melalui Laporan Penggunaan Dana (LPD). BKM membuat laporan keuangan bulanan. Transparansi pengelolaan dana di tingkat masyarakat masih belum dilaksanakan kepada masyarakat secara luas. Rapat-rapat bulanan dan papan informasi hanya melibatkan wakil masyarakat seperti Ketua RW, tokoh masyarakat dan relawan. Berdasarkan informas pada saat dilakukan wawancara dan FGD, masyarakat pada umumnya tidak paham mengenai pengelolaan dana di tingkat masyarakat (BKM, UPK, UPS dan UPL). Di Kelurahan Bangilan transparansi pengelolaan dana di tingkat masyarakat tidak berjalan setelah penyaluran BLM untuk kegiatan sosial dan pembangunan prsarana lingkungan selesai dilaksanakan dikarenakan Koordinator UPK meninggal dunia. Diduga penyimpangan dana BLM ekonomi terjadi pada saat Koordinator UPK telah meninggal dunia dan pengelolaan dana dilaksanakan oleh Sekretaris BKM. 72

85 Pendapat informan mengenai transparansi pengelolaan dana di tingkat masyarakat di Kelurahan Purworejo terhadap transparansi pengelolaan dana di tingkat masyarakat dalam pelaksanaan P2KP, 67,27% informan yang terdiri dari unsur RTM (21,82%), Anggota KSM (25,45%) dan PK-BKM (20,00%) menjawab bahwa pengelolaan dana telah dilaksanakan cukup transparan. 14,54% informan dari unsur RTM (7,27%) dan Anggota KSM (7,27%) menjawab pengelolaan dana tidak transparan dan 18,18% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Bangilan, 60,00% informan yang mewakili unsur RTM (12,00%), Anggota KSM (36%) dan PK-BKM (12,00%) menjawab pengelolaan dana di tingkat masyarakat tidak transparan. 40,00% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, kecenderungan jawaban informan mengenai transparansi pengelolaan dana di tingkat masyarakat adalah sebagai berikut : (1) Informan yang menjawab pengelolaan dana di tingkat masyarakat telah dilaksanakan dengan transparan di Kelurahan Purworejo 67,27%, di di Kelurahan Bangilan 0%; (2) informan yang menjawab pengelolaan dana di tingkat masyarakat belum transparan di Kelurahan Purworejo 14,54%, dan di Kelurahan Bangilan 60,00%; (3) informan yang menjawab tidak tahu di Kelurahan Purworejo 18,18% dan di Kelurahan Bangilan 40,00%. Dengan demikian dapat di interpretasikan bahwa pengelolaan dana di tingkat masyarakat di Kelurahan Purworejo telah dilaksanakan secara transparan; (4) Di Kelurahan Bangilan, sebagian besar informan menyatakan bahwa pengelolaan dana di UPK tidak pernah disosialisasikan kepada masyarakat Akuntabilitas Pengelolaan Dana Kedua, akuntabilitas pengelolaan dana di tingkat masyarakat di Kelurahan Purworejo dilaksanakan melalui laporan bulanan keuangan BKM, UPK, UPS dan UPL, serta dilaksanakannya audit oleh T.A Ekonomi Mikro (Faskel). Setelah penyaluran Dana BLM sosial dan pelaksanaan pembangunan prasarana lingkungan selesai, UPK melaksanakan pengelolaan dana dengan transparan. Berbeda dengan di Kelurahan Bangilan, setelah penyaluran Dana BLM sosial dan pembangunan prasarana lingkungan selesai, Koordinator UPK meninggal dunia, sehingga pengelolaan dana dilaksanakan oleh Sekretaris BKM. Diduga pada saat ini terjadi penyimpangan Dana BLM ekonomi di Kelurahan Bangilan, sehingga pengelolaan dana tidak akuntabel. Pendapat informan mengenai akuntabilitas pengelolaan dana di tingkat masyarakat di Kelurahan Purworejo, bahwa 60,10% informan yang mewakili unsur RTM (18,18%), Anggota KSM (21,82%) dan PK-BKM (20,00%) menjawab bahwa pengelolaan dana telah dapat dipertanggungjawabkan, 10,91% informan dari unsur RTM (3,64%) dan Anggota KSM (7,27%) menjawab pengelolaan dana belum dapat di pertanggungjawabkan, dan 29,09% informan yang mewakili unsur RTM dan KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Bangilan, dari 50 informan, 56,00% informan yang mewakili unsur RTM (20,00%), Anggota KSM (24,00%) dan PK-BKM (12,00%) menjawab pengelolaan dana di tingkat masyarakat belum dapat dipertanggungjawabkan, dan 44,00% informan dari unsur RTM dan Anggota BKM menjawab tidak tahu. 73

86 Berdasarkan deskripsi diatas, di kedua kelurahan lokasi penelitian jawaban informan terhadap akuntabilitas pengelolaan dana di tingkat masyarakat memiliki kecenderungan berbeda, sebagai berikut : (1)Di Kelurahan Purworejo jawaban informan menunjukan pengelolaan dana di tingkat masyarakat dapat dipertanggungjawabkan 60,10% Sementara di Kelurahan Bangilan, pengelolaan dana di tingkat masyarakat belum dapat dipertanggungjawabkan 56,00%. Dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa pengelolaan dana di tingkat masyarakat di Kelurahan Bangilan belum dapat dipertanggungjawabkan sebaliknya di Kelurahan Purworejo telah dapat dipertanggungjawabkan. (2) Di Kelurahan Bangilan 44,00% informan dari unsure RTM dan Anggota BKM menjawab tidak tahu sementara di Kelurahan purworejo 29,09% informan yang mewakili unsure RTM dan KSM menjawab tidak tahu, dapat diinterpretasikan bahwa pengelolaan dana di tingkat masyarakat di Kelurahan Bangilan tidak transpparan, sedangkan di Kelurahan Purworejo transparansi pengelolaan dana di tingkat masyarakat telah dilaksanakan Partisipasi Publik Dalam Pengelolaan Dana Melalui Kontrol Sosial Tingkat partisipasi public di kedua kelurahan lokasi penelitian cukup rendah. Rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam melakukan control sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat dikarenakan BKM dan Unit Pengelola tidak pernah mensosialisasikan laporan penggunaan dana (LPD) kepada masyarakat. Sosialisasi LPD dilakukan hanya kepada para wakil masyarakat, dengan demikian masyarakat, terutama warga miskin tidak pernah mengetahui bagaiman pengelolaan dana dilaksanakan oleh BKM dan Unit Pengelola. Pendapat informan mengenai partisipasi public terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat melalui control sosial di Kelurahan Purworejo, dari 55 informan yang diwawancarai dan yang hadir dalam kegiatan FGD, 40,01% informan dari unsur RTM (10,91%), Anggota KSM (14,55%) dan PK-BKM (14,55%) menjawab bahwa masyarakat terlibat dalam kontrol sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat. 41,81% informan dari unsur RTM (16,36%), Anggota KSM (14.55%) dan PK-BKM (5,45%) menjawab masyarakat tidak terlibat dalam kontrol sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat, dan 18,18% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Bangilan dari 50 informan yang diwawancarai dan mengikuti FGD, 36,00% informan dari unsur RTM (12,00%), Anggota KSM (16,00%) dan PK-BKM (8,00%) menjawab masyarakat terlibat dalam kontrol sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat, 44,00% informan dari unsur RTM (16,00%), Anggota KSM (24,00%) dan PK- BKM (4,00%) menjawab masyarakat tidak terlibat dalam kontrol sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat, dan 20,00% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu Pendapat informan kunci tingkat kelurahan terhadap pertanyaan penelitian. Pendapat informan kunci berdasarkan hasil wawancara semi terstruktur dan focused group discussion (FGD) di Kelurahan Purworejo dan Kelurahan Bangilan Kota Pasuruan berdasarkan variabel- variabel pertanyaan penelitian, dapat dilihat pada gambar di halaman berikut : 74

87 75

88 76

89 77

90 Kegiatan Koordinasi, SSI dan FGD Di Kota Pasuruan KoorddgLurah,BKM &LPMKKel.Bangilan SSIdenganRTMKel. Bangilan SSIdenganTimFaskel KotaPasuruan FGDdenganKSM Kel.Bangilan FGDdenganBKM Kel.Purworejo SSIddKetua BappemasKota 78

91 1.4. Kota Surabaya Penelitian di Kota Surabaya dilaksanakan sejak tanggal hingga tanggal 17 sampai 26 Juni Pada saat tim peneliti malaksanakan penelitian di Kota Surabaya baru bertugas selama 1,5 Bulan mengkoordinir 106 orang Faskel, Dengan baru bekerja selama 1,5 Bulan, Korkot Kota Surabaya baru selesai melakukan identifikasi dan inventarisasi terhadap progress pelaksanaan pembangunan TRIDAYA dan semua permasalahan yang ada mengingat pencairan Dana BLM Tahap II akan segera dilaksanakan. Oleh karenanya pada saat penelitian dilaksanakan Korkot/Askorkot beserta Tim Faskel sedang sibuk melaksanakan evaluasi, pembinaan daan pelatihan terkait dengan kelembagaan, administrasi dan keuangan serta usulan kegiatan BKM di wilayah Kota Surabaya dalam rangka penyerapan Dana BLM tahap II tersebut yang bersumber dari APBD Kelurahan Lokasi Penelitian Kelurahan lokasi penelitian di Kota Surabaya adalah Kelurahan Pradah Kalikendal Kecamatan Pradah Kalisari Kota Surabaya Selatan dan Kelurahan Romo Kalisasi Kecamatan Benowo Kota Surabaya Utara. Kelurahan Pradah Kalikendal dipilih sebagai lokasi penelitian ngkelurahan Romo Kalisasi mewakili kelurahan dengan tingkat pengaduan rendah Gambaran Umum Kelurahan Pradah Kalikendal Kelurahan Pradah Kalikendal Kecamatan Dukuh Pakis terletak di pusat Kota Surabaya Selatan, memiliki wilayah seluas 520,670 M2 terdiri dari 43 RT dan 9 RW. Jumlah penduduk jiwa yang terdiri dari laki-laki jiwa dan perempuan jiwa dengan jumlah KK sebanyak KK. Jumlah penduduk miskin adalah 820 jiwa (205 KK) kurang dari 10% dari jumlah KK dilingkungan kelurahan. Warga Kelurahan Pradah Lalikendal lebih dari 70% adalah adalah pendatang dan 6 dari 9 RW merupakan lingkungan perumahan mewah (real estate) dihuni oleh para pengusaha besar dan pejabat yang memiliki kesibukan tinggi sehingga tidak pernah terlibat dalam kegiatan masyarakat setempat, namun lebih banyak berperan sebagai donator bagi kegiatan-kegiatan sosial yang diselenggarakan di tingkat kelurahan. Sementara warga kelas menengah kebawah bkerdomisili di 3 RW, yaitu RW 01, RW02 dan RW03. Mata pencaharian warga masyarakat miskin di Kelurahan Pradah Kalikendal bervariasi, dari mulai pedagang keliling, pemilik warung makanan, pengemudi bentor, juru ojek, pegawai kecil, buruh kasar, pembantu rumah tangga dan juru parkr. Pendapatan warga miskin di Kelurahan Pradah Kalikendal berkisar antara Rp. 350,000,- sampai Rp. 900,000,- perbulan. Kelurahan Pradah Kalikendal mendapat bantuan P2KP I Tahap 1,, BKM telah berbadan hukum, dengan Akte Notaris No. 44/L/Surabaya pada Bulan Agustus Pada tahun 2007 telah dilaksanakan Musyawarah LPJ dikarenakan terdapat penyimpangan dana BLM Ekonomi. Pimpinan Kolektif BKM yang ada sekarang merupakan Pimpinan Kolektif period e 79

92 ke II, dengan jumlah bantuan langsung masyarakat (BLM), pada tahap pertama Rp. 156,000,000,- dan Tahap kedua sebesar Rp. 204,000,000,- untuk bantuan sosial dan pembangunan prasarana lingkungan Gambaran Umum Kelurahan Romo Kalisari Kelurahan Romo Kalisari terletak di daerah pantai Kota Surabaya Utara berbatasan dengan Kabupaten Gresik, memiliki luas wilayah Km2 dengan jumlah penduduk jiwa terdiri dari laki-laki dan perempuan terdiri dai 735 KK. Jumlah penduduk miskin di kelurahan Romo Kalisari 427 jiwa atau 122 KK. Warga masyarakat Kelurahan Pradah Kalikendal terdiri dari berbagai etnis yang telah sejak lama mencari penghidupan dan tinggal di daerah ini sebelum dibangun pemerintahan desa. Mata pencaharian mereka pun beragam, dari mulai nelayan, petani tambak, pedagang, pengusaha, pegawai negeri, guru, petani, sopir angkutan kota, pengemudi becak, pengemudi ojek dan lainnya. Dalam kehidupan sosial ekonomi di Kelurahan Romo Kalisari telah terbentuk sejak lama dari mulai masyarakat membangun desa pertama kali. Ketokohan pada masyarakat Kelurahan Romo Kalisari pada awal pembentukan pemerintahan desa dicirikan berdasarkan aktivitas sosial, namun saat ini telah dua generasi dan ketokohan masyarakat dicirikan oleh keturunan dari para tokoh lama, pendidikan, status sosial dan kekayaan. Para tokoh masyarakat di Kelurahan Romo Kalisari dalam melaksanakan kegiatan pembangunan di tingkat kelurahan menerapkan pembagian kerja yang demokratis, dimana tidak terdapat rangkap jabatan pada satu tokoh masyarakat dalam posisi puncak. Sebagai contoh, Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) tidak menjabat dalam pimpinan kolektif BKM, hal ini untuk menghindarkan terjadinya sentralistik dalam kepengurusan lembaga kemasyarakatan. Kelurahan Romo Kalisari mendapat bantkuan P2KP I Tahap 2, BKM telah memiliki Akte Notaris sejak Tanggal 8 Desember 2007, Nomor : 66/W/XII/2007. Koordinator PK-BKM periode dipercayakan kepada Ibu Umi Faridah, Guru Madrasah Diniyah dan putri salah seorang yang merintis pembentukan pemerintahan desa Romo Kalisari, namun karena ia diangkat menjadi Kepala Sekolah maka Koordinator PK-BKM diserahkan kepada salah seorang pimpinan kolektif yang ada Bapak. Asroni Jumlah dan Komposisi Informan Kunci Tingkat Kelurahan Jumlah dan komposisi informan di Kelurahan Pradah Kalikendal adalah 58 orang yang terdiri dari 45 orang laki-laki dan 13 orang perempuan. Informan dari RTM Laki-laki 18 Orang (31,03%), RTM Perempuan 2 Orang (3,45%), Anggota KSM Laki-laki 14 Orang (24,14%), Anggota KSM Perempuan 10 Orang (17,24%), PK-BKM Laki-laki 13 Orang (22,41%) dan Pimpinan Kolektif Perempuan 1 Orang (1,72%). Sementara Jumlah dan komposisi informan di Kelurahan Romo Kalisasi adalah 48 orang yang terdiri dari 24 orang laki-laki dan 24 orang perempuan. Informan dari RTM Laki-laki 15 Orang (31,25%), RTM Perempuan 5 Orang (10,42%), Anggota KSM Laki-laki 8 Orang (16,67%), Anggota KSM Perempuan 16 Orang 80

93 (33,33%), PK-BKM Laki-laki 1 Orang (2,08%) dan Pimpinan Kolektif Perempuan 3 Orang (6,25%) Pertanyaan Penelitian Penerapan System PPM Untuk mengungkap efektivitas system penanganan pengaduan masyarakat panduan pertanyaan wawancara semi terstruktur (SSI) dan FGD terdiri dari 4 (empat ) variable dengan indicator-indikator sebagai berikut dibawah ini. A. Pengelolaan PPM Pengelolaan PPM di Kelurahan Pradah Kalikendal maupun di Kelurahan Romo Kalisari dikelola oleh BKM, dalam melaksanakan pengelolaan penanganan pengaduan masyarakat (PPM) dilaksanakan secara kolektif tidak ada pimpinan kolektif yang ditugaskan ditugaskan untuk menangani pengaduan masyarakat. Unit Pengelola PPM di tingkat kelurahan/bkm belum dibentuk, dengan belum dibentuknya unit pengelola tersebut, penanganan pengaduan masyarakat dilaksanakan sesuai dengan pengaduan yang masuk ke BKM baik langsung dari pelapor maupun melalui perwakilan para ketua RW, relawan atau tokoh masyarakat dilingkungan tempat tinggal pelapor. Pendapat informan mengenai pengelolaan penanganan pengaduan masyarakat di Kelurahan Pradah Kalikendal, dari 58 orang informan, 55 % informan yang terdiri dari unsur RTM (13,79%), Anggota KSM (18,97%) dan PK-BKM ( 2,41%) menjawab bahwa Unit Pengelola belum terbentuk, sementara 44,83% informan yang terdiri dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Di Kelurahan Romo Kalisari dari 48 orang informan, 46,83% informan dari unsur RTM (14,58%), Anggota KSM (22,92%) dan PK-BKM (8,33%) menjawab sama yaitu Unit Pengelola belum terbentuk dan 54,17% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, di Kelurahan Pradah Kalikendal dan Kelurahan Romo Kalisari jawaban para informan kunci memiliki kecenderungan yang sama, yaitu : (1) Unit Pengelola PPM belum terbentuk. Para pelaku program yang terdiri dari PK-BKM dan Unit Pengelola memberikan informasi penanganan pengaduan masyarakat telah dilaksanakan oleh BKM walaupun Unit Pengelola PPM belum terbentuk; (2) Sementara penerima manfaat program P2KP khususnya rumah tangga miskin (RTM) dan Anggota KSM yang tidak aktif dalam kegiatan TRIDAYA, pada umumnya menjawab tidak tahu dan tidak paham adanya penanganan pengaduan masyarakat; (3) Yang mengetahui adanya penanganan pengaduan masyarakat hanya sebagian kecil warga miskin, yaitu warga masyarakat miskin yang terlibat aktif dalam kegiatan TRIDAYA, para Ketua RT/RW, dan relawan, tetapi tidak paham bagaimana mekanismenya; (4) Pengelolaan PPM di Kelurahan Pradah Kalikendal tidak berjalan pada saat dikelola oleh PK-BKM lama (Periode ). Sedangkan di Kelurahan Romo Kalisari, dilaksanakan di BKM secara kolektif. 81

94 B. Penerimaan Pengaduan Di kedua kelurahan lokasi penelitian penerimaan pengaduan masyarakat terdiri dari dua macam yaitu pengaduan yang diterima langsung dari pelapor dan pengaduan yang diterima melalui wakil masyarakat. Pengaduan yang diterima langsung pada umumnya pengaduan dari para tokoh masyarakat, relawan, kelompok perempuan (Ibu-ibu PKK) dan lapisan masyarakat menengah ke atas dilingkungan kelurahan. Sementara pengaduan yang diterima melalui perwakilan pada umumnya pengaduan yang bersumber dari warga masyarakat miskin. Penerimaan pengaduan masyarakat tidak selalu diterima di Sekretariat BKM, tetapi dimana pun pengadu bertemu dangan pimpinan kolektif BKM atau unit pengelola dapat menyampaikan pengaduannya. Dari hasil wawancara dan FGD di Kelurahan Pradah Kalikendal kepada 58 orang informan dari unsur RTM, Anggota KSM dan PK-BKM, 55,17% informan dari unsur RTM (14,58%), Anggota KSM (18,97%) dan PK-BKM (22,41%) menjawab bahwa penerimaan pelaporan dan pengaduan belum sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan P2KP. Informan yang menjawan tidak tahu sebanyak 44,83% mewakili unsur RTM dan Anggota KSM. Sementara di Kelurahan Romo Kalisari, 45,83% informan yang mewakili unsur RTM (14,58%), Anggota KSM (22,92%) dan PK-BKM (8,33%) menjawab bahwa penerimaan pelaporan dan pengaduan belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur penanganan pengaduan yang telah ditetapkan P2KP, sementara informan yang menjawab tidak tahu sebanyak 54,17% mewakili unsur RTM dan Anggota KSM. Berdasarkan deskripsi diatas, jawaban informan di Kelurahan Pradah Kalikendal maupun di Kelurahan Romo Kalisari memiliki kecenderungan yang sama yaitu : (1) Penerimaan pengaduan masyarakat belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan P2KP, antara lain : (a) Pelapor mengisi blanko format pengaduan; (b) Penerimaan pengaduan belum dicatat pada Buku Catatan Pengaduan masyarakat; (c) Belum tersedianya blanko format PPM dan Buku Catatan PPM. (2) PK-BKM belum melaksanakan sosialisasi PPM kepada masyarakat dan tidak memfasilitasi para Ketua RW untuk melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat pada umumnya, sehingga masyarakat tidak tahu harus mengadu kemana dan caranya seperti apa. (3) Dari pengamatan di Kelurahan Pradah Kalikendal dalam penerimaan pengaduan masyarakat PK-BKM (Periode ) tampak lebih responsif dibandingkan dengan PK-BKM di Kelurahan Romo Kalisari, PK-BKM dan UPK selalu ada di Sekretariat BKM secara bergiliran (piket), dengan demikian bila ada pengaduan dari masyarakat baik langsung maupun melalui Ketua RT/RW dapat diterima oleh PK-BKM. C. Pencatatan dan Pendistribusian Pencatatan dan pendistribusian, pencatatan pengaduan masyarakat di kedua kelurahan lokasi penelitian belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah diatur dalam P2KP. Dengan belum terbentuknya Unit Pengelola PPM dan tiadanya personil yang ditugaskan dan diberi otoritas menangani pengaduan masyarakat, maka pencatatan dan pendokumentasian 82

95 pengaduan belum dilaksanakan. Di Sekretariat BKM tidak ditemui adanya blanko format pengaduan dan buku catatan pengaduan. Adapun pencatatan yang ada adalah pencatatan pribadi dari penerima laporan, baik pimpinan kolektif maupun wakil masyarakat. Sementara pendistribusian pengaduan masyarakat dilaksanakan oleh PK-BKM melalui rapat/musyawarah bersama Unit Pengalola (UPK.UPS dan UPL), wakil masyarakat dan relawan. Pengaduan masyarakat yang dimusyawarahkan bersama pimpinan kolektif BKM tidak semua pengaduan, akan tetapai pengaduan yang bersifat penyimpangan prosedur, penyimpangan dana (di Kelurahan Pradah Kalikendal) dan masalah kebijakan. Bagi pengaduan penyimpangan prosedur atau mekanisme palaksanaan pembangunan TRIDAYA, BKM biasanya menugaskan unit pengelola terkait. Di Kelurahan Pradah Kalikendal dari pengumpulan informasi melalui kegiatan wawancara dan FGD dengan 58 orang informan dari unsur RTM, Anggota KSM dan PK-BKM, 55,17% informan dari unsur RTM (13,79%), Anggota KSM (18,97%) dan PK-BKM (22,41%) menjawab bahwa pencatatan dan pendistribusian pengaduan masyarakat belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan P2KP. Sementara 44,83% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Romo Kalisari, 45,83% informan dari unsur RTM (14,58%), Anggota KSM (22,92%) dan PK-BKM (8,33%) menjawab bahwa pencatatan dan pendistribusian pengaduan masyarakat belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur P2KP dan 54,17% informan dari unsur RTM dan KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, di Kelurahan Pradah Kalikendal dan Kelurahan Romo Kalisari, jawaban informan memiliki kecenderungan yang sama, yaitu pencatatan dan pendistribusian pengaduan masyarakat belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur P2KP. Belum dilaksanakannya pencatatan dan pendistribusian pengaduan masyarakat di BKM disebabkan : (1) PK-BKM belum memiliki perhatian dan memahami terhadap pentingnya penanganan pengaduan masyarakat (PPM) sebagai bagian dari pengelolaan pembangunan TRIDAYA, dan sebagai masukan untuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pembangunan melalui pendekatan TRIDAYA.; (2) Belum dilaksanakannya sosialisasi penanganan pengaduan masyarakat (PPM) oleh BKM kepada masyarakat luas, menyebabkan masyarakat tidak memahami pentingnya PPM sebagai alat/instrumen kontrol sosial terhadap pelaksanaan pembangunan TRIDAYA dilingkungan kelurahannya; (3) Belum tersedianya instrumen PPM, seperti Kotak Pengaduan, Blanko Format PPM dan Buku Catatan Pengaduan/pelaporan masyarakat, di kedua kelurahan. D. Penanganan Pengaduan Penanganan pengaduan masyarakat di kedua kelurahan lokasi penelitian dapat di lihat dalam dua keadaan yaitu pada tahap perencanaan dan pelaksanaan dan pada saat pelestarian prasarana lingkungan dan pengenbangan usaha ekonomi masyarakat. Pada tahap perencanaan dan implementasi pembangunan TRIDAYA, di kedua kelurahan penanganan pengaduan masyarakat dilaksanakan secara proporsional sesuai dengan sifat dan jenis permasalahan yang dilaporkan. Selanjutnya di Kelurahan Pradah Kalikendal pada tahap pembangunan prasarana lingkungan dan penyaluran Dana BLM Sosial selesai, sementara perguliran pinjaman modal 83

96 kerja masih berjalan, penanganan pengaduan masyarakat mulai tidak proporsional, dikarenakan adanya dugaan penyimpangan Dana BLM Ekonomi yang diduga melibatkan Koordinator PK-BKM dan Koordinator UPK. Di kelurahan Romo Kalisari tidak ada masalah yang timbul dikarenakan pada pencairan Dana BLM tahap I tidak ada kegiatan perguliran dana. Pendapat informan di Kelurahan Pradah Kalikendal dari pengumpulan informasi melalui kegiatan wawancara dan FGD dengan 58 orang informan dari unsur RTM, Anggota KSM dan PK-BKM, 55,17% informan dari unsur RTM (13,79%), Anggota KSM (18,97%) dan PK- BKM (22,41%) menjawab bahwa penanganan pengaduan masyarakat belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan P2KP. Sementara 44,83% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Romo Kalisari, 45,83% informan dari unsur RTM (14,58%), Anggota KSM (22,92%) dan PK-BKM (8,33%) menjawab bahwa penanganan pengaduan masyarakat belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur P2KP dan 54,17% informan dari unsur RTM dan KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas dan pengamatan di Kelurahan Pradah Kalikendal, adalah sebagai berikut : (1) Informan yang menjawab penanganan pengaduan belum sesuai dengan prosedur P2KP sebanyak 55,17% dan di Kelurahan Romo Kalisari 44,83%, dapat ditafsirkan bahwa pengetahuan masyarakat terhadap penanganan pengaduan hampir sama; (2) Keterkaitan antara tingginya pemahaman masyarakat di Kelurahan Pradah Kalikendal (55,17%) dibandingkan dengan di Kelurahan Romo kalisari (44,83%) terhadap penanganan pengaduan disebabkan oleh pengelolaan PK-BKM pengganti (Periode ) telah mensosialisasikan proses dan hasil penanganan pengaduan penyimpangan Dana BLM kepada masyarakat; (3) Di Kelurahan Romo Kalisari masyarakat memahami mekanisme P2KP dari Koordinator PK-BKM, yang lama. Beliau seorang Kepala Sekolah yang memiliki hubungan baik dengan semua lapisan masyarakat; (4) Tingginya jawaban informan yang tidak tahu pelaksanaan pengaduan masyarakat di Kelurahan Pradah Kalikendal (44,83%), dan di Kelurahan Romo Kalisari (54,17%) disebabkan oleh belum adanya sosialisasi PPM kepada masyarakat secara luas. Beberapa kendala dalam pelaksanaan PPM di kedua kelurahan lokasi penelitian yang cukup berpengaruh terhadap pengelolan PPM antara lain adalah : (1) PK- BKM belum memahami penanganan pengeduan masyarakat (PPM) sebagai bagian dari pengalolaan pembangunan TRIDAYA dan sebagai alat kontrol bagi pelaksanaan pembangunan; (2) Sering berganti-gantinya Faskel sehingga pendampingan kepada masyarakat sering terputus, sementara faskel baru masih banyak yang belum mengikuti Pelatihan Dasar (Peldas); (3) Adanya anggapan keliru dari PK-BKM dan faskel, kalau pengaduan masyarakat tinggi, khawatir penilaian terhadap kinerja BKM maupun Faskel menjadi buruk. E. Dokumentasi dan Sosialisasi Hasil Dokumentasi pengaduan masyarakat dikedua kelurahan belum dilaksanakan. Sebagaiman telah disinggung diatas, tidak adanya pencatatan pengaduan masyarakat pada buku catatan pengaduan di BKM, menunjukan bahwa tidak adanya dokumentasi mengenai penanganan 84

97 pengaduan masyarakat di BKM. Sosialisasi hasil progress penanganan pengaduan masyarakat di kedua kelurahan lokasi penelitian baru dilaksanakan di kalangan tertentu yaitu para wakil masyarakat, relawan dan tokoh masyarakat. Sosialisasi hasil progress penanganan pengaduan masyarakat kepada warga masyarakat secara umum belum dilaksanakan. Kecuali di Kelurahan Pradah Kalikendal mengenai pengaduan penyimpangan Dana BLM. Hasil penggalian informasi di Kelurahan Pradah Kalikendal dengan 58 orang informan, 55.17% informan dari unsur RTM (13.79%), Anggota KSM (18.97%) dan PK-BKM (22,41%) menjawab bahwa dalam pengelolaan PPM belum dilaksanakan pendokumentasian dan sosialisasi hasil progres sesuai dengan prosedur P2KP. 44,83% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu mengenai pendokumentasian dan sosialisasi hasil PPM yang dilaksanakan oleh BKM.Sementara di Kelurahan Romo Kalisari, 45,83% informan dari unsur RTM (14,58%), Anggota KSM (22,92%) dan PK-BKM (8,33%) menjawab, BKM belum melaksanakan pendokumentasian dan sosialisasi hasil PPM. Sementara 54,15% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, di Kelurahan Pradah Kalikendal maupun di Kelurahan Romo Kalisari memiliki kecenderungan yang sama bahwa pendokumentasian dan sosialisasi hasil PPM belum dilaksanakan. Sejalan dengan pengamatan dan penggalian informasi yang dilaksanakan di kedua kelurahan ditemui : (1) Belum ada instrumen PPM seperti Kotak Pengaduan, Blanko Format Pengaduan dan Buku Catatan Pengaduan; (2) Belum dilaksanakannya sosilisasi hasil PPM menyebabkan masyarakat tidak tahu mengenai penanganan pengaduan yang seharusnya menjadi ruang bagi masyarakat untuk melakukan kontrol sosial terhadap pelakanaan P2KP; (3) Belum dilaksanakannya pendokumentasian PPM di Kelurahan Pradah Kalikendal maupun di Kelurahan Romo Kalisari, menunjukan bahwa penanganan pengaduan masyarakat belum menjadi bagian dalam pengelolaan (manajemen) BKM.; (4) pendokumentasian pengaduan masyarakat dicatat seperlunya pada buku catatan masing-masing penerima pengaduan (Ketua RT/RW, Unit Pengelola/UPK/UPLdan UPS), selanjutnya dilaporkan kepada PK-BKM juga secara lisan. F. Pelaporan PPM Pelaporan PPM di kedua kelurahan belum dilaksanakan secara khusus terpisah dari laporan Bulanan BKM. Tidak dibuatnya laporan penanganan pengaduan masyarakat oleh BKM dikarenakan dua hal, yaitu tidak adanya dokumentasi atau pencatatan atas pengaduan masyarakat yang ada di tingkat kelurahan dan kurangnya perhatiab BKM terhadap penanganan pengaduan masyarakat sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam pengelolaan Pembangunan TRIDAYA di tingkat kelurahan. Hasil penggalian informasi di Kelurahan Pradah Kalikendal dengan 58 orang informan, 55.17% informan dari unsur RTM (13.79%), Anggota KSM (18.97%) dan PK-BKM (22,41%) menjawab bahwa dalam pengelolaan PPM belum dilaksanakan pelaporan sesuai dengan prosedur P2KP. 44,83% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab 85

98 tidak tahu mengenai pelaporan PPM yang dilaksanakan oleh BKM. Sementara di Kelurahan Romo Kalisari, 45,83% informan dari unsur RTM (14,58%), Anggota KSM (22,92%) dan PK-BKM (8,33%) menjawab, BKM belum melaksanakan palaporan PPM, dan 54,15% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, tingginya informan yang menjawab tidak tahu di kedua kelurahan dikarenakan tidak dilaksanakannya sosialisasi hasil PPM di kedua kelurahan. Belum dilaksanakannya pelaporan PPM di kedua kelurahan dikarenakan pengelolaan kelembagaan BKM baru sebatas sebagai pelaksana program P2KP. PK-BKM belum dibekali manajemen organisasi sehingga kelembagaan BKM belum dikelola sebagaimana tujuan P2KP sebagai lembaga kemasyarakatan yang berperan sebagai motor penggerak dalam penanggulangan kemiskinan di kelurahannya. (Pedoman Umum P2KP:2004) Penerapan Prinsip PPM Penerapan prinsip PPM di kedua kelurahan penelitian baru dilaksanakan sebagian dalam penanganan pengaduan masyarakat. Baru dilaksanakannya sebagian dari prinsip-prinsip penanganan pengaduan masyarakat ini disebabkan tidak semua PK-BKM memahami dengan benar bagaimana penanganan pengaduan masyarakat seharusnya diimplementasikan. Di Kelurahan Pradah Kalikendal, dari 58 orang informan yang di wawancarai dan hadir dalam FGD, 44,73% informan mewakili unsure RTM (6,90%), Anggota KSM (13,79%) dan PK-BKM (24,14%) menjawab bahwa dalam pengalolaan PPM di kelurahan belum menerapkan semua prinsip-prinsip PPM, 55,17% informan mewakili unsure RTM dan anggota KSM menjawab tidak tahu mengenai penarapan prinsip-prinsip PPM. Sementara dari 48 informan kunci di Kelurahan Romo Kalisari yang terdiri dari unsure masyarakat penerima manfaat langsung maupun tidak langsung dan pelaku P2KP, 43,75% Informan yang mewakili unsure RTM (10,42%), Anggota KSM (25,00%) dan PK-BKM (8,33%) menjawab bahwa prinsip PPM belum diterapkan seluruhnya dalam penanganan pengaduan masyarakat. Dan 56,25% informan yang mewakili unsure RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas penerapan Prinsip PPM di Kelurahan Pradah Kalikendal (44,73%) dan Kelurahan Romo Kalisari (43,75%), memiliki kecenderungan yang sama yaitu belum semua dilaksanakan. Perbandingan jawaban informan di kedua kelurahan dapat diuraikan sebagai beikut : (1) informan yang menjawab tidak tahu, 55,17% di Kelurahan Pradah Kalikendal dan 56,26% di Kelurahan Romo Kalisari. (2) Informan dari unsure RTM dan Anggota KSM yang menjawab prinsip PPM belum dilaksanakan merupakan warga miskin yang terlibat dalam P2KP, baik selaku penerima manfaat sosial, ekonomi maupun lingkungan yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan kelembagaan di lingkungan kelurahan, seperti : Ibu-ibu PKK, Karang Taruna, Anggota Koperasi dan aktivis pendidikan (PAUD); (3) Para relawan P2KP yang yang terlibat sejak kegiatan awal dari mulai sosialisasi hingga pelaksanaan Pemetaan Soaial P2KP, namun pada waktu pemilihan PK-BKM tidak terpilih; (3) Informan yang menjawab tidak tahu, adalah masyarakat miskin (RTM) dan Anggota KSM 86

99 yang tidak atau kurang aktif dalam kegiatan sosial ekonomi di lingkungan kelurahan, seperti : ibu rumah tangga, pemilik warung, pembantu rumah tangga (sebagai penerima manfaat sosial), ibu-ibu atau Bapak-bapak lanjut usia penerima manfaat sosial atau bantuan alat sekolan bagi putra-putrinya, janda dan buruh serta pengemudi becak. Prinsip-prinsip PPM yang telah dilaksanakan berdasarkan hasil FGD dengan Anggota KSM, di kelurahan Romo Kalisari antara lain adalah : (1) Kemudahan, penerapan prinsip kemudahan dalam pengelolaan PPM dimana masyarakat merasa mudah dalam menyampaikan pengaduan baik melalui Ketua RT/RW maupun kepada UPK dan PK-BKM, dimana saja bertemu warga masyarakat dapat menyampaikan pengaduannya; (2) Partisipatif, penerapan prinsip partisipatif dimana masyarakat dilibatkan dalam menyelesaikan penanganan pengaduan. PK-BKM selalu melibatkan Ketua RT/RW, tokoh masyarakat bersama-sama dengan Unit Pengelola terkait (UPK, UPL maupun UPS) dalam menangani pengaduan masyarakat; (3) Proporsional, penerapan prinsip proporsional dalam penanganan pengaduan masyarakat dimana penanganan pengaduan dilaksanakan secara proporsional, bila masalah yang diadukan bersifat pertanyan atau usulan yang disampaikan kepada Ketua RT/RW, diselesaikan di tingkat RT/RW. Bila pengaduan bersifat teknis diselesaikan di tingkat Unit Pengelola, dan bila pengaduan bersifat kebijakan diselesaikan di tingkat BKM. Sedangkan di Kelurahan Pradah Kalikendal penerapan prinsip baru dilaksanakan oleh PK-BKM yang baru (periode ) terkait dengan pengaduan penyimpangan prosedur dan penyimpangan dana, serta pengaduan lainnya yang dilaporkan masyarakat, antara lain : (1) Kemudahan, penerapan prinsip kemudahan, dimana masyarakat mudah dalam menyampaikan pengaduan, karena PK-BKM dan UPK senantiasa ada di Sekretariat BKM secara bergiliran (piket); (2) Transparansi, penerapan prinsip transparansi dalam pengelolaan PPM, dengan menerapkan pendekatan dialog kepada seluruh lapisan masyarakat yang ada dilingkungan kelurahan; (3) Partisipatif, penerapan prinsip partisipatif dalam pengelolaan PPM, dimana setiap penanganan pengaduan masyarakat dilaksanakan dengan melibatkan para pemuka masyarakat, terutama dari kalangan warga masyarakat yang mampu, seperti dosen, pengusaha, guru, pegawai negeri lainnya serta para pemuka agama Sifat dan Media Pengaduan A. Sifat Pengaduan Sifat pengaduan yang ada di Kelurahan pradak Kalikendal adalah pengaduan informative, pengaduan penyimpangan prosedur dan pengaduan penyimpangan Dana BLM. Sementara di Kelurahan Romo Kalisasi sifat pengaduan yang muncul pada saat pelaksanaan pembangunan TRIDAYA adalah pengaduan informative dan pengaduan penyimpangan prosedur. Hasil pengumpulan informasi di Kelurahan Pradah Kalikendal, 29,31% informan yang terdiri dari unsur RTM (6,90%), Anggota KSM (13,79%) dan PK-BKM (8,62%) menjawab bahwa pengaduan yang ada adalah pengaduan informatif. 49,98% informan dari unsur RTM (10,34%), Anggota KSM (24,14%) dan PK-BKM (15,52%) menjawab, sifat pengaduan penyimpangan prosedur dan penyimpangan dana. Dan 20,69% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Romo Kalisari, 43,75% informan dari unsur RTM (10,42%), Anggota KSM (25,00%) dan PK-BKM (8,33%) 87

100 menjawab sifat pengaduan adalah informatif. 14,58% informan dari unsur RTM (6,25%) dan Anggota KSM (8,33%) menjawab pengaduanyang banyak adalah pengaduan penyimpangan prosedur. 41,67% informan dari unsur RTM dan KSM menjawab tidak tahu. Dari deskripsi diatas, di Kelurahan Pradah Kalikendal informan yang menjawab pengaduan informative sebanyak 29,31%, pengaduan penyimpangan prosedur seperti penyaluran bantuan sosial dan ekonomi tidak sesuai dengan hasil Pemetaan Sosial dan adanya dugaan penyimpangan dana adalah 43,75%, serta informan yang menjawab tidak tahu sebanyak 41,67%. Dengan demikian di Kelurahan Pradah Kalikendal pengaduan terbanyak yang dilaporkan oleh masyarakat adalah penyimpangan dana. Sementara di Kelurahan Romo Kalisari, informan yang menjawab pengaduan informative sebanyak 43,75%. Informan yang menjawab pengaduan penyimpangan prosedur 14,58%, dan informan yang mejawab tidak tahu sebanyak 41,67%. Dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa di Kelurahan Romo Kalisari pengaduan yang banyak diadukan adalah pengaduan informatif. Keterkaitan pengaduan masyarakat dengan siklus pelaksanaan pembangunan, dikedua kelurahan memiliki perbedaan sebagai berikut : (1) Di Kelurahan Pradah Kalikendal pengaduan masyarakat muncul dari mulai pencairan Dana BLM dilaksanakan, yaitu pencairan Dana BLM dari Bank Ke Rekening BKM, dan pelaksanaan penyaluran bantuan dari Unit Pengelola (UPK, dan UPS) kepada masyarakat. Disamping itu setelah diketahui adanya penyimpangan Dana BLM yang diduga melibatkan PK-BKM; (2) Di Kelurahan Romo Kalisari pengaduan muncul pada saat penetapan kegiatan prasarana lingkungan di RW V, dan penyaluran bantuan sosial dalam bentuk tambahan makanan bergizi bagi balita yang dilaksanakan dengan cara pemerataan di semua RW; (3) Masyarakat miskin pada umumnya, melaporkan pengaduan informative, sementara di kelurahan Pradah Kalikendal tokoh masyarakat melaporkan pengaduan penyimpangan Dana BLM ekonomi, sementara di Kelurahan Romo Kalisari tokoh masyarakat menyampaikan pengaduan penyimpangan prosedur. Pendapat informan di Kelurahan Pradah Kalikendal, 60,00% informan dari unsur RTM (24,14%), Anggota KSM (20,69%) dan PK-BKM (15,52%) menjawab media pengaduan yang digunakan masyarakat pada umumnya adalah lisan. 18,96% informan dari unsur RTM (0%), Anggota KSM (10,34%) dan BKM (8,62%) menjawab pengaduan masyarakat juga menggunakan sms dan telepon, dan 20,69% informan menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Romo Kalisari, 75,00% informan dari unsur RTM (33,33%), Anggota BKM 88 B. Media Pengaduan Media pengaduan di kedua kelurahan lokasi penelitian memiliki kecenderungan yang sama yaitu, media verbal (lisan), telepon dan short message service (SMS). Warga masyarakat telah terbiasa melaporkan permasalahannya secara lisan atau telepon/sms. Media lisan (verbal) pada umumnya digunakan oleh warga masyarakat miskin dan media telepon/sms digunakan oleh para tokoh masyarakat, relawan atau lapisan menengah keatas dilingkungan kelurahan. Dengan kebiasaan melaporkan masalah menggunakan media lisan dan telapon, Kotak Pengaduan yang telah disediakan oleh BKM selalu kosong.

101 (35,42%) dan PK-BKM (6,25%) menjawab masyarakat melaporkan masalahnya menggunakan media lisan. 10,41% informan dari unsur RTM (0,00%), Anggota KSM (8,33%) dan BKM (2,08%) menjawab masyarakat dalam mengadukan masalahnya juga menggunakan media sms dan telepon, sementara 14,58% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, jawaban informan di Kelurahan Pradah Kalikendal dan Kelurahan Romo Kalisari memiliki kecenderungan yang sama tentang penyampaian pengaduan, yaitu : (1) Masyarakat dalam menyampaikan pengaduannya menggunakan media lisan kepada Ketua RT/RW; (2) Di kedua kelurahan masyarakat enggan melaporkan masalahnya secara tertulis dan telah terbiasa menyampaikan setiap masalah kepada orangorang yang dianggap dapat mewakili kepentingannya seperti Ketua RT/RW dan tokoh masyarakat; (3) Di Kelurahan Romo Kalisari, masyarakat juga menyampaikan pengaduannya pada saat kegiatan-kegiatan sosial yang diselenggarakan oleh ibu-ibu PKK, atau kegiatan pengajian Kategori dan Derajat Masalah Temuan mengenai kategori dan derajat masalah pengaduan masyarakat di kedua kelurahan lokasi penelitian memiliki kecenderungan yang berbeda sesuai dengan sifat pengaduan masyarakat yang timbul di masing-masing kelurahan. Di Kelurahan Pradah Kalikendal kategori maslah yang ada adalah Kategori Masalah 7 dengan Derajat Masalah 1, yaitu pengaduan informative dan dapat diselesaikan di tingkat kelurahan serta Kategori Masalah 2 dengan derajat Masalah 1, yaitu pengaduan penyimpangan prosedur dan penyimpangan Dana BLM dan dapat diselesaikan di kelurahan.sementara di Kelurahan Romo Kalisari, kategori masalah yang ada adalah Kategori Masalah 7 dengan Derajat Masalah 1. Pendapat informan kunci hasil wawancara semi terstruktur (SSI) dan FGD di Kelurahan Pradah Kalikendal, sebanyak 52,50% informan dari unsure RTM (25,00%), Anggota KSM (29,27%), dan PK-BKM (8,33%) menjawab bahwa pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat pada umumnya adalah pengaduan informative (Kategori-7) dan dapat diselesaikan di BKM (Derajat Masalah-1). dan 37,50% informan dari unsure RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Romo Kalisari dari 48 orang informan 29,31% informan dari unsure RTM (8,62%), Anggota KSM (12,07%) dan PK- BKM (8,62%) menjawab bahwa pengaduan yang dilaporkan masyarakat pada umumnya adalah pengaduan informative (Kategori-7) dan dapat diselesaikan di tingkat BKM (Derajat Masalah-1). 38% informan dari unsure RTM dan Anggota KSM dan menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, dan penggalian informasi dalam kegiatan FGD di kedua kelurahan ditemui : (1) Di Kelurahan Pradah Kalikendal, Kategori masalah -7, pada umumnya adalah masalah lain-lain atau pengaduan informative, seperti pertanyaan, usulan dan saran dapat diselesaikan di BKM, sedangkan Kategori masalah-2 yaitu penyimpangan prosedur dan penyimpangan Dana BLM, yang diduga melibatkan Koordinator PK-BKM 89

102 Periode , saat ini sedang difasilitasimpenyelesaiannya oleh Lurah Pradah Kalikendal (Derajat Masalah-1); (2) Di Kelurahan Romo Kalisari, masalah yang muncul pada umumnya adalah dalam bentuk pertanyaan, usulan/saran atau pengaduan teknis menyangkut masalah kegiatan sosial, ekonomi dan lingkungan, masuk dalam Kategori-7, dan dapat diselesaikan di tingkat BKM masuk dalam Derajat Masalah Pertanyaan penelitian 2 Sebagaimana telah dikemukakan diatas, untuk mendapatkan informasi menganai kemampuan PPM menangkap pengaduan relevan dari berbagai strata masyarakat secara rata dan adil, dalam melaksanakan pengumpulan informasi di kelurahan likasi penelitian digunakan dua variable dengan indicator-indikator pendukungnya, yaitu Variabel Sumber Pengaduan dan Variabel Penanganan Pengaduan Masyarakat. Temuan lapangan dapat dideskripsilkan sebagai berikut : A. Sumber Pengaduan Sumber pengaduan di kedua kelurahan memiliki kecenderunagn yang sama yaitu terdiri dari berbagai strata masyarakat dari mulai individu warga miskin, tokoh masyarakat, kelompok pemuda, ibu-ibu PKK, dan kelembagaan masyarakat (LPMK). Warga masyarakat yang menjadi sumber pelapor di Kelurahan Pradah Kalikendal adalah warga miskin yang tinggal di 3 (tiga) RW lokasi pembangunan TRIDAYA.Sementara 6 (enam) RW lainnya tidak terlibt sama sekali karena terdiri dari perumahan mewah (real estate) bahkan mereka sebelum terjadinya kasus penyimpangan Dana BLM tidak tahu sama sekali bahwa kelurahannya menerima bantuan P2KP. Berbeda dengan di Kelurahan Romo Kalisari, walaupun pelaksanaan pembangunan prasarana di tempatkan di RW 05, namun untuk bantuan sosial disalurkan ke warga miskin di semua RW (5 RW). Dengan demikian sumber pengaduan./pelapor adalah warga ke 5 RW diwilayah kelurahan. Pendapat informan dari wawancara semi terstruktur dan FGD yang dilakukan di kedua kelurahan lokasi penenilian adalah sebagai berikut : Di Kelurahan Pradah Kalikendal, dari 58 orang informan, 46,55% informan dari unsure (RTM (12,07%), Anggota KSM (20,69%) dan PK-BKM (13,79%) menjawab sumber pengaduan warga miskin. 29,31% informan deari unsure RTM (6,90%) dan Anggota KSM (10,34%) dan PK-BKM (12,07%) menjawab sumber pengaduan adalah para pemuka masyarakat dan 24,14% informan dari unsure RTM dan KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Romo Kalisari, dari 48 orang informan, 43,65% informan dari unsure (RTM (12,50%), Anggota KSM (25,00%) dan PK- BKM (4,17%) menjawab sumber pengaduan warga miskin. 33,34% informan deari unsure RTM (12,50%) dan Anggota KSM (16,67%) dan PK-BKM (4,17%) menjawab sumber pengaduan adalah para pemuka masyarakat dan 22,92% informan dari unsure RTM dan KSM menjawab tidak tahu. 90

103 Berdasarkan deskripsi diatas, dapat diinterpretasikan : (1) Di Kelurahan Pradah Kalikendal dan Kelurahan Romo Kalisari memiliki kecenderungan yang sama bahwa sumber pengaduan terdiri dari berbagai strata masyarakat dan menunjukan kecenderungan pengadu yang banyak adalah masyarakat miskin; (2) Di Kelurahan Pradah Kalikendal, informan yang menjawab sumber pengaduan adalah masyarakat miskin adalah 46,55%. Sedangkan di Kelurahan Romo Kalisari adalah 43,65%. Informan yang menjawab tokoh masyarakat di Kelurahan Pradah Kalikendal sebanyak 29,31%, dan di Kelurahan Romo Kalisari sebanyak 33,34%. Sedangkan yang mejawab tidak tahu di Kelurahan Pradah Kalikendal 24,14%, di Kelurahan Romo Kalisari 22,92%. (3) Di Kelurahan Pradah Kelikendal PK-BKM yang baru (Periode ) sedang menangani pengaduan dari masyarakat dan tokoh masyarakat, yaitu kasus penyimpangan Dana BLM yang dilakukan oleh Koordinator PK-BKM (Periode ) difasilitasi oleh Lurah dan Tim Faskel. B. Media Pengaduan Temuan di lokasi penelitian mengenai penanganan pengaduan masyarakat yang telah dilakukan di kedua kelurahan juga memiliki kecenderungan yang berbeda. Di Kelurahan Pradah Kalikendal, pada tahap perencanaan dan pelaksanaan pembangunan TRIDAYA, pelayanan BKM terhadap pengaduan masyarakat rata dan adil, dimana semua pelapor mendapatkan pelayanan yang sama sesuai dengan proporsinya. Namun sejak muncul pengaduan penyimpangan Dana BLM yang diduga melibatkan Koordinator PK-BKM dan Koordinator UPK, pelayanan pengaduan masyarakat tidak berjalan dikarenakan Koordinator PK-BKM dan Koordinator UPK bila ditemui oleh pimpinan kolektif BKM lainnya tertutup. Berbeda dengan penanganan pengaduan masyarjkat di Kelurahan Romo Kalisari, dimana pelayanan BKM terhadap pengaduan masyarakat pada saat implementasi pembangunan TRIDAYA maupun pasca penyaluran Dana BLM Sosial dan pembangunan prasarana lingkungan. Di Kelurahan Romo Kalisari pada pencairan dana BLM Tahap I diperuntukan bagi Bantuan Sosial dan Pembangunan Prasarana Lingkungan. Pendapat informan dari hasil wawancara semi terstruktur (SSI) dan FGD di Kelurahan Pradah Kalikendal, dari 58 orang informan 48,28% informan dari unsure RTM (8,62%), Anggota KSM (15,52%) dan PK-BKM (24,14%) menjawab bahwa pelayanan BKM kepada semua strata masyarakat pelapor adalah sama, dan 51,72% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Romo Kalisari, dari 48 orang informan 56,25% informan dari unsure RTM (12,50%), Anggota KSM (35,42%) dan PK-BKM (8,33%) menjawab bahwa penanganan penyelesaian pengaduan kepada semua strata masyarakat oleh BKM sama, dan 43,75% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, di Kelurahan Pradah Kalisari dan di Kelurahan Romo Kalisari memiliki kecenderungan tang sama, yaitu : (1) informan di kedua kelurahan menjawab bahwa pelayanan BKM dalam penyelesaian pengaduan masyarakat adil dan rata; (2) Jumlah informan yang menjawab penyelesaian penanganan pengaduan adil dan rata di Kel. Pradah Kalikendal 48,28%, sementara di Kel. Romo Kalisari lebih tinggi, yaitu 56,26%, terdiri dari 91

104 unsure Anggota KSM dan Koordinator KSM yang terlibat aktif dalam pembangunan TRIDAYA; (3) Informan yang menjawab tidak tahu mengenai pelayanan penyelesaian pengaduan masyarakat di Kel. Pradah Kalikendal 51,72% lebih tinggi dibandingkan dengan di Kel. Romo Kalisari 43,75%. Informan yang menjawab tidak tahu mengenai penanganan penyelesaian pengaduan masyarakat terdiri dari warga miskin dan calon penerima manfaat sisoal, ekonomi dan lingkungan, yang tidak terlibat dalam pembangunan TRIDAYA, ; (4) Tingginya prosentase informan yang menjawab tidak tahu, merupakan representative unsure warga masyarakat miskin di kedua kelurahan yang belum mendapatkan sosialisasi hasil penanganan pengaduan masyarakat Pertanyaan penerlitian 3 Untuk mendapatkan informasi mengenai transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana di tingkat masyarakat serta tingkat partisipasi public terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat lokasi penelitian, dalam melakukan wawancara dan FGD, telah disiapkan serangkaian pertanyaan dengan 3 (tiga) variable dan indicator-indikator pendukungnya. Ketiga variable tersebut adalah : (1) Variabel Transparansi Pengelolaan Dana di Tingkat Masyarakat, (2) Variable Akuntabilitas Pengelolaan Dana di Tingkat Masyarakat, dan (3) Variabel Partisipasi Publik Terhadap Pengelolaan Dana di Tingkat Masyarakat Melalui Kontrol Sosial. A. Transparansi Pengelolaan Dana di Tingkat Masyarakat Pengelolaan dana di tingkat masyarakat atau di BKM dan Unit Pengelola (UPK, UPS dan UPL) di Kelurahan Pradah Kalikendal pada tahap pelaksanaan pembangunan TRIDAYA dilaksanakan secara transparan melalui dua pendekatan yaitu pemanfaatan papan informasi dan dilaksanaknnya rapat evaluasi di tingkat BKM dengan dihadiri oleh Faskel, Wakil Masyarakat, tokoh masyarat dan relawan. Timbulnya penyimpangan Dana BLM di UPK pada Kelurahan Pradah kalikendal, diduga terjadi pada saat penyaluran dana BLM Sosial dan Pembangunan Prasarana Lingkungan telah selesai. Terjadinya kemacetan pengembalian dana pinjaman bergulir menjadi alasan bagi UPK kepada masyarakat bahwa pengembalian masyarakat banyak yang tertunggak. Dalam kondisi seperti ini UPK mulai idak transparan dalam melaksanakan pengelolaan dana. Berbeda dengan di Kelurahan Romo Kalisari transparansi pengelolaan dana di tingkat masyarakat telah dilaksanakan dengan transparan pada saat implementasi penyaluran dana BLM Sosial dan pembangunan prasarana lingkungan. Transparansi pengelolaan dana di tingkat masyarakat dilaksanakan dengan memanfaatkan papan informasi, laporan bulanan penggunaan dana (LPD) dan rencana penggunaan dana (RPD) pada rapat bulanan dengan BKM, Koordinator KSM, Unit Pengelola dan wakil masyarakat. Selain melalui rapat dengan BKM, Koordinator PK-BKM memanfaatkan pertemuan-pertemuan informal baik di tingjkat RT, RW maupun kelurahan untuk menyampaikan progress kegiatan pembangunan TRIDAYA dan pemanfaatan Dana BLM. 92

105 Pendapat informan mengenai transparansi pengelolaan dana di tingkat masyarakat di Kelurahan Pradah Kalikendal, 72,31% informan yang terdiri dari unsure RTM (10,34%), Anggota KSM (37,93%) dan PK-BKM (24,14%) menjawab bahwa pengelolaan dana tidak transparan. Dan 24,14% informan dari unsure RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Romo Kalisari, dari 48 orang informan, 52,08% informan yang mewakili unsure RTM (18,75%), Anggota KSM (25,00%) dan PK-BKM (8,33%) menjawab pengelolaan dana di tingkat masyarakat sudah transparan. 12,50% informan dari unsure Anggota KSM menjawab tidak transparan, dan 35,42% dari unsure RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, jawaban informan di Pradah Kalikendal dan di Kelurahan Romo Kalisari memiliki kecenderungan yang berbeda, antara lain : (1) Di Kelurahan Pradah Kalikendal 72,31% informan menjawab pengelolaan dana di tingkat masyarakat tidak transpoaran, sementara di Kelurahan Romo Kaslisari 52,08% informan menjawab telah transparan dan 8,33% menjawab tidak transparan; (2) Informan yang menjawab tidak tahu di Kelurahan Pradah Kalikendal 27,59% dan di Kelurahan Romo Kalisari 35,42%; (3) Dari penggalian informasi melalui kegiatan FGD di Kelurahan Pradah Kalikendal, para informan menjelaskan bahwa : (a) PK-BKM dan UPK, UPL, dan UPS (Periode ) tidak transparan dalam melaksanakan pengelolaan dana,; (b) BKM dan UP Periode , belum memanfaatkan papan informasi dan media cetak lainnya untuk melaksanakan transparansi pengelolaan Dana BLM; (c) Masyarakat, khususnya warga miskin tidak mengetahui pengelolaan Dana BLM di BIK, UPK,UPS dan UPL; (4) Dari penggalian informasimelalui kegiatan FGD di Kelurahan Romo Kalisari ditemui : (a) Pengelolaan dana di BKM dan UPL serta UPS telah dilaksanakan dengan transparan dengan memanfaatkan berbagai media, seperti papan informasi, pertemuan-pertemuan warga seperti Arisan ibu-ibu PKK, kelompok pengajian, dan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di tingkat RW maupun di tingkat kelurahan; (b) Kegiatan Tridaya yang dilaksanakan di Kelurahan Romo Kalisari adalah kegiatan sosial yaitu penambahan gizi balita di semua RW, dan kegiatan pembangunan prasarana lingkungan yang dipusatkan di RW 05. Dengan demikian Dana BLM langsung terserap pada kegiatan-kegiatan tersebut. B. Akuntabilitas Pengelolaan dana Di Tingkat Masyarakat Akuntabilitas pengelolaan dana di tingkat masyarakat di kedua kelurahan lokasi penelitian memiliki kecenderungan sebagai berikut : (1) Pada tahap pelaksanaan pembangunan TRIDAYA, pengelolaan dana di BKM, dan Unit Pengelola di kedua kelurahan dilaksanakan dengan baik, yaitu dibuatnya : (a) Laporan Penggunaan Dana (LPD) oleh BKM dan Unit Pengelola, (b) Adanya Sistim Administrasi Keuangan dan Buku Kas Umum, dan (c) dilakukan Audit dan Pembinaan oleh Faskel Ekonomi Mikro. (2) Pada tahap pasca pelaksanaan penyaluran dana BLM Sosial dan pembangunan prasarana lingkungan, dimana pertanggungjawaban pengelolaan dana UPK dan UPS telah selesai, yang masih berjalan pengelolaan dana UPK. Di Kelurahan Pradah Kalikendal dengan adanya kemacetan angsuran pengembalian modal bergulir, terjadi penyimpangan dana BLM yang diduga melibatkan Koordinator BKM dengan Koordinator UPK. Di Kelurahan Romo Kalisari pada pencairan dana tahap I lalu diperuntukan bagi 2 komponen kegiatan yaitu kegiatan sosial dan 93

106 pembangunan prasarna lingkungan, pengelolaan dana di BKM dan Unit Pengelola (UPS dan UPL) telah dipertanggunjawabkan. Pendapat informan mengenai akuntabilits pengelolaan dana di tingkat masyarakat di Kelurahan Pradah Kalikendal, bahwa 72,41% informan yang mewakili unsure RTM (10,34%), Anggota KSM (37,93%) dan PK-BKM (24,14%) menjawab bahwa pengelolaan dana belum dapat dipertanggungjawabkan, dan 27,59% informan yang mewakili unsure RTM dan KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Romo Kalisari, dari 48 informan, 52,08% informan yang mewakili unsure RTM (18,75%), Anggota KSM (25,00%) dan PK- BKM (8,33%) menjawab pengelolaan dana di tingkat masyarakat dapat dipertanggungjawabkan, dan 12,50% informan dari unsure Anggota BKM menjawab beum transparan, dan 35,42% informan dari unsure RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, Di Kelurahan Pradah Kalikendal dan Kelurahan Romo Kalisari jawaban informann terhadap akuntabilitas pengelolaan dana di tingkat masyarakat memiliki kecenderungan yang berbeda, yaitu : (1) Di Kelurahan Romo Kalisari jawaban para informan menunjukan kecenderungan pengelolaan dana di tingkat dapat dipertanggung jawabkan (akuntabel) dikarenakan disamping menggunakan papan informasi, PK-BKM juga selalu memanfaatkan kegiatan warga baik di tingkat RT/RW maupun di tingkat kelurahan untuk sosialisasi pengelolaan dana, seperti kegiatan Arisan Ibu-ibu PKK, pengajian, kegiatan di LPMK maupun dalam kegiatan sosial lainnya; (2) Kelurahan Pradah Kalikendal, PK-BKM dan UPK (Periode ) tidak dapat mempertanggungjawabkan pengelolaan dana di tingkat masyarakat (UPK) dikarenakan ada penyimpangan Dana BLM yang melibatkan Koordinator PK-BKM dan Koordinator UPK, mengakibatkan perputaran pinjaman modal usaha (dana bergulir ekonomi) macet; (3) Di Kelurahan Romo Kalisari system administrasi keuangan (pembukuan) selalu dilakukan audit oleh T.A. Ekonomi Mikro (Tim Faskel) secara berkala. sedangkan di Kelurahan Pradah Kalikendal, setelah pergantian PK-BKM Periode tahun , mulai dilakukan pembenahan pembukuan dan system administrasi dengan dibimbing oleh Faskel (T.A. Ekonomi Mikro); (4) Di Kelurahan Pradah Kalikendal maupun di Kelurahan Romo Kalisari belum dilaksankan audit oleh Akuntan Publik. C. Partisipasi Publik Dalam Pengelolaan Dana di Tingkat Masyarakat Melalui Kontrol Sosial Partisipasi public dalam pengelolaan dana di tingkat masyarakat melalui control sosial di kedua kelurahan lokasi penelitian memiliki kecenderungan yang berbeda yaitu, di Kelurahan Pradah Kalikendal masyarakat terlibat dalam melakukan control sosial terhadap pengelolaan dana di BKM dan Unit Pengelola (UPK, UPS dan UPL), sementara di Kelurahan Romo Kalisari masyarakat tidak terlibat. Hasil pengumpulan informasi di Kelurahan Pradah Kalikendal, 41,37% informan dari unsure RTM (10,34%), Anggota KSM (20,69%) dan PK-BKM (10,34%) menjawab bahwa masyarakat terlibat dalam kontrol sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat. 34,48% informan dari unsure RTM (13,79%), Anggota KSM (6,90%) dan PK-BKM (13,79%) menjawab masyarakat tidak terlibat dalam kontrol sosial terhadap pengelolaan dana 94

107 di tingkat masyarakat, dan 24,14% informan dari unsure RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Sedangkan di Kelurahan Romo Kalisari dari 48 informan, 27,08% informan dari unsure RTM (8,33%), Anggota KSM (12%) dan PK-BKM (6%) menjawab masyarakat terlibat dalam kontrol sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat, 33,33% informan dari unsure RTM (15%), Anggota KSM (17%) dan PK-BKM (2,08%) menjawab masyarakat tidak terlibat dalam kontrol sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat, dan 40% informan dari unsure RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, pendapat informan mengenai partisipasi public dalam Kontrol Sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat di kedua kelurahan adalah sebagai berikut : (1) di Kelurahan Pradah Kalikendal menunjukan kecenderungan masyarakat terlibat sebanyak 41,37%, sementara di Kelurahan Romo Kalisari kecenderungan informan dalam memberikan jawaban keterlibatan masyarakat dalam melakukan control sosial terhadap pengelolaan dana ditingkat masyarakat menunjukan 27,08% masyarakat terlibat dalam kontrol sosial; (2) di Kelurahan Pradah Kalikendal, informan yang menjawab masyarakat tidak terlibat 34,48% sementara di Kelurahan Romo Kalisari 33,3%; dan (3) informan yang menjawab tidak tahu di Kelurahan Pradah Kalikendal 24,14% dan di Kelurahan Romo Kalisari 39,58%. Dari jawaban informan di kedua kelurahan dapat di interpretasikan bahwa partisipasi masyarakat dalam control sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat lebih tinggi di Kelurahan Pradah Kalikendal; (4) Tingginya control sosial masyarakat terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat di Kelurahan Pradah Kalikendal, setelah diketahui bahwa ada penyimpangan Dana BLM yang diduga melibatkan Koordinator dan Koordinator BKM (Periode ). Atas desakan masyarakat (tokoh masyarakat dan warga miskin/anggota KSM serta relawan) dilaksanakan Musyawarah LPJ PK-BKM, dan dilanjutkan dengan pemilihan PK-BKM Periode yang saat ini mengelola BKM. (5) Informan yang menjawab tidak tahu di Kelurahan Pradah Kalikendal dan Kelurahan Romo Kalisari, terdiri dari unsure RTM dan anggota KSM yang tidak terlibat aktif dalam kegiatan pertemuan-pertemuan dengan sesama Anggota KSM maupun di BKM Pendapat informan kunci tingkat kelurahan terhadap pertanyaan penelitian. Pendapat informan kunci berdasarkan hasil wawancara semi terstruktur dan focused group discussion (FGD) di Kelurahan Purworejo dan Kelurahan Bangilan Kota Pasuruan berdasarkan variabel- variabel pertanyaan penelitian, dapat dilihat pada gambar dihalaman berikut : 95

108 96

109 97

110 98

111 Kegiatan Koordinasi, SSI dan FGD Di Kota Surabaya SSIdenganRTMKel. PradahKalikendal SSIdenganLurahKel. RomoKalisari SSIdenganKSM.Kel. RomoKalisari FGDdgBKMKel. PradahKalikendal SSIdenganPJOKKec. Benowo SSIdenganTeam LeaderKMW 99

112 1.5. Kota Gorontalo Penelitian di Kota Gorontalo dilaksanakan mulai tanggal 13 sampai tanggal 22 Juli Kegiatan penelitian di Kota Gorontalo mendapat kunjungan pemantauan dari Team Leader Konsultan Evaluasi Nasional selama 3 (tiga) hari pertama. Sebagaimana di lokasi penelitian sebelumnya, KMW Provinsi Gorontalo baru bertugas selama 2 (dua) Bulan, dengan demikian baru selesai proses konsolidasi baik dengan pemerintahan Kota (Satker), dengan pemerintahan Provinsi (SNT) maupun dengan Korkot dan Tim Faskel. Pada saat penelitian dilaksanakan, Korkot dan Tim Faskel sedang mempersiapkan kelurahan-kelurahan penerima bzantuan PNPM Mandiri Perkotaan dalam rangka penyerapan BLM Tahap II yang dananya bersumber dari APBD Kota dan APBD Proinsi. Dalam rencana penyerapan dana BLM ini terdapat perubahan kebijakan dari Pemerintah Kota, dimana proposal yang telah diusulkan kelurahan ditujukan untuk pembiayaan kegiatan sosial, ekonomi dan prasarana lingkungan (sesuai dengan prinsip pembangunan TRIDAYA), sementara Pemkot menghendaki dana BLM tahap II ini ditujukan untuk pembangunan Rumah Layak Huni (Mahyani). Sementara di pihak lain SNVT telah mengusulkan pembiayaan yang bersumber dari APBN Provinsi dan Pusat sesuai dengan Proposal/usulan dari masyarakat/kelurahan. Hingga penelitian selesai dilaksanakan di Kota Gorontalo, permasalahan kebkijakan Pemkot tersebut masih belum ada penyelesaiannya Kelurahan Lokasi Penelitian Gambaran Umum Kelurahan Huongubotu Kecamatan Dungingi Kelurahan Huongubotu terletak di bagian barat Kota Gorontalo dengan luas wilayah 1,23 Ha, dengan jumlah penduduk jiwa laki-laki dan perempuan atau KK, dengan jumlah KK miskin sebanyak 436 KK (26,53%). Warga masyarakat di Kelurahan Huongubotu dapat dibagi dalam dua kelompok yang terdiri dari warga masyarakat yang tinggal di peerumahan (real estate) dan warga masyarakat yang tinggal di perumahan non real estate. Dengan kondisi lingnkungan sosial warga masyarakat Kelurahan Huongubotu tersebut, maka dilihat sebagai terdapat lapisan-lapisan masyarakat, yaitu masyarakat pendatang dengan tingkat ekonomi menengah yang tingal di perumahan, masyarakat menengah yang tinggal di perumahan non real estate dan warga miskin yang tinggal di perumahan perkampungan. Lapisan-lapisan sosial ekonomi yang tumbuh secara alamiah di Kelurahan Huongubotu dicirikan dengan adanya hierarki kepemimpin informal (non pemerintah) dalam masyarakatnya. Hierarki kepemimpinan informal atau elit di Kelurahan Huongubotu terbangun berdasarkan berdasarkan ketokohan. Eloit dikelurahan Huongubotu terdiri dari berbagai latar belakang seperti aktivis partai, pendidik, pegawai negeri, pengusaha, elit budaya (adat), elit keagamaan, kelompok perempuan dan aktivis pemuda. 100

113 Elit ditingkat kelurahan terbagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari elit pendidikan, kelompok perempuan (Ibu-ibu PKK ) dan aktivis partai. Berdasarkan temuan di lapangan, di Kelurahan Huongubotu terdapat elit sentral yang dinilai dan dirasakan oleh masyarakat telah banyak membantu masyarakat miskin. Ia menjabat sebagai Ketua RW, Ketua Karang Taruna Ketua LPMK, LPM Kecamatan, Ketua Adat warga Gorontalo di tingkat kelurahan, Koordinator PK-BKM dan dalam pemilu legislatif lalu terpilih sebagai Anggota DPRD Kota Gorontalo. Dengan adanya elit kelurahan seperti ini, hampir semua kegiatan kemasyarakatan terpusat pada satu orang dan terjadi ketergantungan dimana elit yang lainnkya tidak otonom lagi. Dengan adanya Program P2KP telah melahirkan elit baru laki-laki maupun perempuan dari kelas warga masyarakat miskin, yaitu mereka yang memiliki perhatian dan waktu untuk memperjuangkan kepentingan warga miskin lainnya di lingkungan tempat tinggalnya, seperti lahirnya Koordinator KSM, relawan, dan unsur pimpinan kolektif BKM. Dalam pelaksanaan P2KP, di Kelurahan Huongubotu para elit kelurahan inilah yang menjadi motor penggerak (agent of change), dalam pembangunan TRIDAYA. Para elit ini telah melaksanakan peran dan fungsinya melaui pemberdayaan masyarakat (people centered development) sesuai dengan pemahamannya terhadap tujuan P2KP Gambaran Umum Kelurahan Biawao Kecamatan Kota Selatan Kelurahan Biawao terletak di tengah Kota Gorontalo dengan luas wilayah 38 Ha. Jumlah penduduk Kelurahan Biawao 1859 jiwa yang terdiri dari 908 laki-laki dan 951 perempuan atau 517 KK dengan jumlah 39 KK miskin. Kelurahan Biawao juga meupakan pusat perdagangan yang merupakan daerah pasar dan pertokoan. Warga miskin di Kelurahan Biawao memiliki mata pencaharian sebagai pedagang kaki lima, pedagang sayur, pedagang ikan, pedagang makanan/warung, buruh kaar, pembantu rumah tangga, pengemudi bentor, pengemudi becak, pengemudi ojek dan lainya, dengan pendapatan rata-rata antara Rp. 350,000,- hingga Rp. 900,000,- perbulan. Dalam kehidupan sosial ekonomi di kelurahan Biawao telah terbangzun lapisan masyarakat yang tumbzuh sejak lama berdasarkan status sosial dan ekonomi. Karena Kelurahan Biawao merupakan salah satu pusat perdagangan (pasar tradisional) dan lingkungan pertokoan yang mayoritas pemiliknya WNI, kegiatan sosial kemasyarakatan di tingkat kelurahan lebih banyak dikelola oleh kaum perempuan yang lebih banyak berinteksi dengan warga masyarakat setempat, walaupun pada beberapa posisi di kelemagaan masyarakat dikelola oleh kaum pria. Ketokohan/elit ditingkat kelurahan terbagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari elit pendidikan yang (terdiri dari para guru dan pensiunan guru), elit ekonomi (pengusaha), elit pemuda dan elit kelompok perempuan (Ibu-ibu PKK ). Berdasarkan temuan di lapangan, dengan adanya Program P2KP telah melahirkan elit baru laki-laki maupun perempuan dari kelas warga masyarakat miskin, yaitu mereka yang memiliki perhatian dan waktu untuk memperjuangkan kepentingan warga miskin lainnya di lingkungan tempat tinggalnya, seperti lahirnya Koordinator KSM, relawan, dan unsur pimpinan kolektif BKM. Dalam pelaksanaan P2KP, di Kelurahan Biawao para elit kelurahan inilah yang menjadi motor penggerak (agent of change), dalam pembangunan TRIDAYA. Para elit ini telah melaksanakan peran dan 101

114 fungsinya melaui pemberdayaan masyarakat (people centered development) sesuai dengan pemahamannya terhadap tujuan P2KP. Di Kelurahan Biawao, elit ditingkat kelurahan terbagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari elit pendidikan, elit keagamaan, elit ekonomi, elit pemuda dan elit kelompok perempuan (Ibu-ibu PKK, Kader Kesehatan). Sebagaimana di Kelurahan Huongubotu, elit kelurahan (tokoh masyarakat di Kelurahan Biawao) ini berasal dari berbagai strata termasuk warga masyarakat miskin. Berdasarkan temuan di lapangan, dengan adanya Program P2KP telah melahirkan elit baru laki-laki maupun perempuan dari kelas warga masyarakat miskin, yaitu mereka yang memiliki perhatian dan waktu untuk memperjuangkan kepentingan warga miskin lainnya di lingkungan tempat tinggalnya, seperti lahirnya Koordinator KSM, relawan, dan unsur pimpinan kolektif BKM. Dalam pelaksanaan P2KP, di Kelurahan Biawao juga para elit kelurahan inilah yang menjadi motor penggerak (agent of change), dalam pembangunan TRIDAYA. Para elit ini telah melaksanakan peran dan fungsinya melaui pemberdayaan masyarakat (people centered development) sesuai dengan pemahamannya terhadap tujuan P2KP Jumlah dan Komposisi Informan Kunci Jumlah informan di Kelurahan Huongubotu adalah 46 orang yang terdiri dari 24 orang lakilaki (52,17%) dan 22 orang perempuan (47,83%). Informan dari RTM Laki-laki 18 Orang (39,13%), RTM Perempuan 2 Orang (4,35%), Anggota KSM Laki-laki tidak ada (0%), Anggota KSM Perempuan 17 Orang (36,96%), PK-BKM Laki-laki 6 Orang (13,04%) dan PK-BKM Perempuan 3 Orang (6,52%). Sementara Jumlah informan di Kelurahan Biawao adalah 43 orang yang terdiri dari 17 orang laki-laki (39,53) dan 26 orang perempuan (60,47). Informan dari RTM Laki-laki 7 Orang (16,28%), RTM Perempuan 13 Orang (30,23%), Anggota KSM Laki-laki 4 Orang (9,30%), Anggota KSM Perempuan 12 Orang (27,91%), PK-BKM Laki-laki 6 Orang (13,95%) dan PK-BKM Perempuan 1 Orang (2,33%) Pertanyaan Penelitian 1 Untuk mengungkap efektivitas system penanganan pengaduan masyarakat panduan pertanyaan wawancara semi terstruktur (SSI) dan FGD terdiri dari 4 (empat ) variable dengan indicator-indikator sebagai berikut dibawah ini Penerapan System PPM A. Pengelolaan PPM Pengelolaan penanganan pengaduan di Kelurahan Huongubotu dan Kelurahan Biawao dilaksanakan oleh BKM. Di Kelurahan Huongubotu, Unit Pengelola PPM bkelum dibentuk, 102

115 sementara di Kelurahan Biawao Unit Pengelola PPM namun belum ditunjuk personil yang mengalola penanganan pengaduan. Pendapat informan dari hasil wawancara dan FGD di Kelurahan Huongubotu, 52,17 % informan yang terdiri dari unsur RTM (13,04%), Anggota KSM (19,57%) dan PK-BKM ( 19,57%) menjawab bahwa Unit Pengelola belum terbentuk, sementara 47,83% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Biawao dari 43 orang informan, 41,84% informan dari unsur RTM (9,30%), Anggota KSM (16,28%) dan PK-BKM (16,28%) menjawab Unit Pengelola belum terbentuk dan 58,14% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, informan di Kelurahan Huongubotu dan di Kelurahan Biawao jawaban para informan kunci memiliki kecenderungan yang sama mengenai pengelolaan enanganan pengaduan masyarakat (PPM), yaitu : (1) Unit Pengelola PPM di tingkat kelurahan belum terbentuk. Para pelaku program yang terdiri dari PK-BKM dan Unit Pengelola (UPK,UPL dan UPS) cenderung memberikan informasi bahwa penanganan pengaduan masyarakat telah dilaksanakan walaupun Unit Pengelola PPM di tingkat kelurahan belum terbentuk; (2) Sementara penerima manfaat program P2KP khususnya rumah tangga miskin (RTM) dan Anggota KSM yang tidak aktif dalam kegiatan rapat-rapat di Sekretariat BKM, pada umumnya menyatakan tidak tahu dan tidak paham adanya penanganan pengaduan masyarakat dalam Program P2KP; (3) Masyarakat warga miskin yang mengetahui adanya penanganan pengaduan masyarakat hanya sebagian kecil, yaitu warga masyarakat miskin yang terlibat aktif dalam kegiatan Tridaya, seperti Anggota KSM yang aktif, Koordinator KSM, para Ketua RT/RW, dan relawan, cukup mengetahui adanya penanganan pengaduan masyarakat pada Program P2KP, tetapi tidak paham bagaimana mekanisme penanganan pengaduan masyarakat; (4) Pengelolaan penanganan pengaduan masyarakat dilaksanakan secara bertahap dan berjenjang di lingkungan kelurahan, dengan melibatkan para Ketua RT/RW dan Unit Pengeloa (UPK, UPL dan UPS) dan tokoh masyarakat sesuai dengan pemahaman para pelaku P2KP di tingkat kelurahan. B. Penerimaan Pengaduan Penerimaan pengaduan masyarakat di kedua kelurahan lokasi penelitian terdiriz dari penerimaan pengaduan langsung dari pelapor dan penerimaan melalui perwakilan (tidak langsung). Pengaduan langsung pada umumnya dilakukan oleh para tokoh masyarakat, relawan dan para pemeran pelaku program. Sedangkan pengaduan tidak langsung pada umumnya dilakukan oleh warga miskin penerima manfaat atau calon penerima manfaat sosial, ekonomi maupun prasarana linkungan. Pengaduan tidak langsung diterima BKM dari para wakil masyarakat, seperti Ketua RW/RT, Relawan dan tokoh masyarakat yang merupakan representative warga miskin. Dari hasil pengumpulan informasi melalui wawancara dan FGD di Kelurahan Huongubotu kepada RTM, Anggota KSM dan PK-BKM, 52,17 % informan yang terdiri dari unsur RTM 103

116 (13,04%), Anggota KSM (19,57%) dan PK-BKM ( 19,57%) menjawab bahwa penerimaan pengaduan masyarakat belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur P2KP, dan 47,83% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Biawao dari 43 orang informan, 41,84% informan dari unsur RTM (9,30%), Anggota KSM (16,28%) dan PK-BKM (16,28%) menjawab penerimaan pengaduan masyarakat belum sesuai dengan prosedur P2KP dan 58,14% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, di Kelurahan Huongubotu maupun di Kelurahan Biawao jawaban yang dibeikan para informan memiliki kecenderungan yang sama yaitu : (1) Penerimaan pengaduan masyarakat belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan P2KP, antara lain : (a) Pelapor belum mengisi blanko format pengaduan, (b) Unit Pengelola PPM/PK-BKM belum mencatat setiap pengaduan pada Buku Catatan Pengaduan masyarakat, (c) Belum tersedianya Blanko Format PPM dan Buku Catatan PPM di Sekretariat BKM, (d) Kotak pengaduan pernah dibuat oleh PK-BKM dan ditempatkan di tempat-tempat yang strategis di setiap RW, namun masyarakat tidak memanfaatkan sehingga selalu kosong, (2) PK-BKM belum melaksanakan sosialisasi PPM kepada masyarakat pada umumnya, sehingga masyarakat tidak tahu harus mengadu kemana dan caranya seperti apa; (3) Pengaduan masyarakat pada umumnya diterima oleh para Ketua RT/RW, Unit Pengelola dan tokoh masyarakat, karena warga masyarakat telah terbiasa mengadukan masalahnya kepada mereka, selanjutnya para ketua RT/RW, tokoh masyarakat atau Unit Pengelola menyampaikan kepada PK-BKM. C. Pencatatan dan Pendistribusian Pencatatan pengaduandi kedua kelurahan lokasi penelitian belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur yag telah di atur dalam P2KP. Belum dibentuknya Unit PPM dan tidak tersedianya prasarana PPM, seperti Blanko Format Penaduan dan Buku Catatan Pengaduan menyebabkan kelalaian BKM untuk mencatat setiap pengaduan yang masuk. Hasil penumpulan informasi melalui kegiatan wawancara dan FGD di Kelurahan Huongubotu kepada RTM, Anggota KSM dan PK-BKM, 52,17 % informan yang terdiri dari unsur RTM (13,04%), Anggota KSM (19,57%) dan PK-BKM ( 19,57%) menjawab bahwa dalam penerimaan pengaduan belum dilakukan pencatatan dan pendistribusian sesuai dengan prosedur P2KP, dan 47,83% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Biawao dari 43 orang informan, 41,84% informan dari unsur RTM (9,30%), Anggota KSM (16,28%) dan PK-BKM (16,28%) menjawab pencatatan dan pendistribusian belum sesuai dengan prosedur P2KP dan 58,14% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, di Kelurahan Huongubotu dan Kelurahan Biawao, jawaban informan memiliki kecenderungan yang sama, yaitu : (1) Pencatatan dan pendistribusian 104

117 pengaduan masyarakat belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur P2KP. Dari unsur RTM, informan yang menjawab bahwa pencatatan dan pendistribusian belum sesuai dengan prosedur P2KP sangat kecil, yaitu 13% di Kelurahan Huongubotu, dan 10% di Kelurahan Biawao; (2) Dari unsur Anggota KSM informan yang memberikan jawaban adalah para penerima manfaat sosial, ekonomi maupun lingkungan yang terlibat aktif dalam proses pembangunan TRIDAYA, seperti Koordinator KSM (Isosial, ekonomi dan lingkungan), mandor pelaksana pembangunan prasarana lingkungan serta Unit Pengelola; (3) Tingginya informan yang tidak tahu mengenai pencatatan dan pendistribusian pengaduan masyarakat, yaitu 47,83% di Kelurahan Huongubotu dan 58,14% di Kelurahan Biawao mengenai pencatatan dan pendistribusian pengaduan masyarakat dikarenakan kurangnya informasi mengenai pengelolaan penanganan pengaduan masyarakat (PPM) kepada warga masyarakat pada umumnya. Belum dilaksanakannya pencatatan dan pendistribusian pengaduan masyarakat di BKM disebabkan oleh : (1) PK-BKM belum memahami pentingnya penanganan pengaduan masyarakat (PPM) sebagai bagian dari pengelolaan pembangunan TRIDAYA, dan sebagai masukan untuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pembangunan yang sedang dilaksankan; (2) Belum dilaksanakan sosialisasi penanganan pengaduan masyarakat (PPM) kepada masyarakat luas, sehingga masyarakat tidak tahu harus mengadu kepana dan bagaimana caranya; (3) Belum tersedianya sarana dan prasarana PPM, seperti Kotak Pengaduan, Blanko Format PPM dan Buku Catatan Pengaduan/pelaporan masyarakat, di kedua kelurahan. D. Penanganan Pengaduan Penanganan pengaduan masyarakat di Kelurahan Huongubotu dan di Kelurahan Biawao dilakukan melalui dua cara yaitu, penanganan pengaduan informatif yakni pengaduan yang bersifat pertanyaan, usulan atau saran masyarakat terhadap pelaksanaan pembangunan TRIDAYA selama dapat ditampung dan diselesaikan di tingkat komunitas oleh para Ketua RW, Unit Pengelola (UPK, UPS atau UPL) dan tokoh masyarakat dilingkungan tempat tinggal pelapor maka diselesaikan di tingkat komunitas. Sedangkan pengaduan yang bersifat penyimpangan prosedur di Kelurahan Huongubotu, seperti pengaduan mengenai penyaluran bantuan sosial atau ekonomi tidak sesuai sasaran atau pengaduan penyimpangan prosedur dalam pembayaran insentif kepada warga masyarakat yang bekerja dalam pembangunan prasarana lingkungan dan pengaduan yang menyangkut masalah kebijakan akan diselesaikan oleh Unit Pengelola terkait atau oleh BKM. Hasil pengumpulan informasi melalui kegiatan wawancara dan FGD di Kelurahan Huongubotu kepada RTM, Anggota KSM dan PK-BKM, 52,17 % informan yang terdiri dari unsur RTM (13,04%), Anggota KSM (19,57%) dan PK-BKM ( 19,57%) menjawab bahwa penanganan pengaduan masyarakat belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur P2KP, dan 47,83% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Biawao dari 43 orang informan, 41,84% informan dari unsur RTM (9,30%), Anggota KSM (16,28%) dan PK-BKM (16,28%) menjawab penanganan pengaduan 105

118 masyarakat belum sesuai dengan prosedur P2KP dan 58,14% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, dalam jawaban informan di Kelurahan Huongubotu dan di Kelurahan Biawao memiliki kecenderungan yang sama, yaitu : (1) Informan yang menjawab penanganan pengaduan belum sesuai dengan prosedur P2KP sebanyak 52,17% di Kelurahan Huongubotu dan 41,84% di Kelurahan Biawao; (2) informan yang memberikan jawaban sangat kecil adalah dari unsur (RTM) yaitu 13,04% di Kelurahan Huongubotu dan 9,30% di Kelurahan Biawao, merupakan warga miskin penerima manfaat sosial,ekonomi dan prasarana lingkungan yang terlibat dalam proses pembangunan TRIDAYA, seperti anggota kelompok pengajian, ibu-ibu PKK, para pengemudi bentor, guru honorer dan pegawai honorer kelurahan; (3) Dari unsur Anggota KSM yang memberikan jawaban antara lain adalah para Koordinator KSM sosial, ekonomi dan lingkungan, mandor pelaksana prasarana lingkungan serta pegawai honorer kelurahan; (4) Dari unsur RTM dan Anggota KSM yang menjawab tidak tahu sebanyak 47,83% di Kelurahan Huongubotu dan 58,14% di Kelurahan Biawao adalah mereka yang dilakukan wawancara (SSI), yang terdiri dari ibu rumah tangga dan lansia penerima manfaat sosial, pemilik warung, pedagang gorengan, dan penerima manfaat prasarana lingkungan yang tidak terlibat dalam proses pembangunan TRIDAYA. Kelompok ini meupakan penerima manfaat pasif yang hanya sebagai penerima manfaat saja. E. Sosialisasi Hasil Progres Sosialisasi hasil dan progres penaganan pengaduan di Kelurahan Huongubotu maupun di Kelurahan Biawao baru dilaksanakan dilingkungan tempat tinggal pelapor. Dengan belum dilaksanakannya sosialisasi hasil progres penanganan pengaduan kepada masyarakat secara luas, pada umumnya warga di kedua kelurahan tidak mengetahui mengenai persoalan apa saja yang pernah timbul dilingkungan kelurahannya. Hasil pengumpulan informasi di Kelurahan Huongubotu, kegiatan wawancara dan FGD di Kelurahan Huongubotu kepada 46 orang informan dari unsur RTM, Anggota KSM dan PK- BKM, 52,17 % informan yang terdiri dari unsur RTM (13,04%), Anggota KSM (19,57%) dan PK-BKM ( 19,57%) menjawab pendokumentasian dan sosialisasi hasil penanganan pengaduan belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur P2KP, dan 47,83% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Biawao dari 43 orang informan, 41,84% informan dari unsur RTM (9,30%), Anggota KSM (16,28%) dan PK-BKM (16,28%) menjawab pendokumentasian dan sosialisasi hasil penanganan pengaduan masyarakat belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur P2KP dan 58,14% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, Jawaban yang diberikan para informan di Kelurahan Huongubotu maupun di Kelurahan Biawao memiliki kecenderungan yang sama, yaitu : (1) Pendokumentasian dan sosialisasi hasil PPM belum dilaksanakan; (2) Informan yang memeberikan jawaban bahwa pendokumentasian dan sosialisasi hasil belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur P2KP dari unsur keluarga miskin (RTM), di Kelurahan Huongubotu (13,04%) dan di Kelurahan Biawao (9,30%), adalah para penerima manfaat dan calon 106

119 penerima manfaat sosial, ekonomi dan prasaran lingkungan yang terlibat aktif selama proses pembangunan TRIDAYA, yaitu seperti anggota kelompok pengajian, ibu-ibu PKK, para pengemudi bentor, guru dan pegawai honorer kelurahan; (3) Unsur Anggota KSM yang memberikan jawaban terdiri dari para Koordinator KSM sosial, ekonomi dan lingkungan dan mandor pelaksana prasarana lingkungan serta pegawai honorer kelurahan; (4) Dan unsur RTM dan Anggota BKM yang menjawab tidak tahu sebanyak 47,83% di Kelurahan Huongubotu dan 58,14% di Kelurahan Biawao adalah mereka diwawancarai (SSI) dan peserta FGD yang terdiri dari penerima manfaat sosial, ekonomi dan prasarana lingkungan, yang terdiri dari ibu rumah tangga dan orang tua lanjut usua (lansia), seperti pemilik warung, pedagang gorengan, dan penerima manfaat prasarana lingkungan yang tidak terlibat dalam proses pembangunan TRIDAYA. Kelompok ini meupakan penerima manfaat pasif yang hanya sebagai penerima manfaat saja. (5) Belum dilaksanakannya pendokumentasian dan sosialisasi hasil PPm di kedua kelurahan juga disebabkan BKM tidak memiliki data-data seperti siapa saja warga masyarakat yang telah mengadu serta apa yang dilaporkannya, karena sejak awal tidak dilakukan pencatatan secara pada Buku Catatan Pengaduan sehingga secara administrasi tidak memiliki data (dokumen). F. Pelaporan PPM BKM Kelurahan Kandang maupun di Kelurahan Huongubotu maupun Kelurahan Biawai dalam pelaksananaan penanganan pengaduan masyarakat belum membuat laporan penanganan pengaduan secara terpisah. Laporan penanganan dibuat dalam laporan bulanan BKM. Salah satu kesulitan BKM dalam menyusun laporan penanganan pengaduan dikarenakan tidak terdokumentasinya setiap pengaduan yang diterima oleh BKM, baik pengaduan yang langsung maupun pengaduan melalui wakil masyarakat. Hasil pengumpulan informasi di Kelurahan Huongubotu, kegiatan wawancara dan FGD di Kelurahan Huongubotu kepada 46 orang informan dari unsur RTM, Anggota KSM dan PK- BKM, 52,17 % informan yang terdiri dari unsur RTM (13,04%), Anggota KSM (19,57%) dan PK-BKM ( 19,57%) menjawab pelaporan PPM belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur P2KP, dan 47,83% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Biawao dari 43 orang informan, 41,84% informan dari unsur RTM (9,30%), Anggota KSM (16,28%) dan PK-BKM (16,28%) menjawab pelaporan PPM belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur P2KP dan 58,14% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, jawaban informan di Kelurahan Huongubotu dan di Kelurahan Biawao memiliki kecenderungan yang sama, yaitu : (1) Informan dari unsure RTM yang menjawab pelaporan PPM belum dilaksanakan yaitu 13,04% di Kelurahan Huongubotu dan 9,30% di Kelurahan Biawao adalah para penerima manfaat sosial, ekonomi dan prasaran lingkungan yang terlibat aktif selama proses pembangunan TRIDAYA, seperti anggota kelompok pengajian, ibu-ibu PKK, para pengemudi bentor, guru honorer dan pegawai honorer kelurahan yang selalu mendapat informasi mengenai perkembangan pembangunan TRIDAYA; (2) Informan dari unsur Anggota KSM yang memberikan jawaban bahwa 107

120 pelaporan PPM belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur P2KP, yaitu 19,57% di Kelurahan Huongubotu dan 16,28% di Kelurahan Biawao adalah para Koordinator KSM sosial, ekonomi dan lingkungan, mandor pelaksana prasarana lingkungan, guru honorer danpegawai honorer kelurahan yang selalu mendapat informasi perkembangan pembangunan TRIDAYA.; (3) informan dari unsur RTM dan Anggota KSM yang menjawab tidak tahu sebanyak 47,83% di Kelurahan Huongubotu dan 58,14% di kelurahan Biawao adalah mereka yang diwawancarai (SSI) dan peserta FGD, yang terdiri dari ibu rumah tangga dan lansia penerima manfaat dan calon peneriman manfaat sosial, ekonomi dan lingkungan seperti ; pemilik warung, pedagang gorengan, dan penerima manfaat prasarana lingkungan yang tidak terlibat dalam proses pembangunan TRIDAYA. Kelompok ini meupakan penerima manfaat pasif yang hanya sebagai penerima manfaat Penerapan Prinsip PPM Penerapan prinsip PPM di kedua kelurahan lokasi penelitian dalam pelaksanaan penanganan pengaduan masyarakat aru dilaksanakan sebagian, antara lain : kemudahan, transparansi, partisipatif dan proorsional. Hasil pengumpulan informasi di Kelurahan Huongubotu, dari 46 orang informan yang di wawancarai dan hadir dalam FGD, 54,35% informan mewakili unsure RTM (15,22%), Anggota KSM (19,57%) dan PK-BKM (19,57%) menjawab bahwa dalam pengalolaan PPM di kelurahan belum menerapkan semua prinsip-prinsip PPM, dan 45,65% informan mewakili unsure RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu mengenai penarapan prinsip-prinsip PPM. Sementara dari 43 orang informan di Kelurahan Biawao, 55,81% Informan yang mewakili unsure RTM (13,95%), Anggota KSM (25,58%) dan PK-BKM (16,28%) menjawab bahwa prinsip PPM belum diterapkan seluruhnya dalam penanganan pengaduan masyarakat, dan 44,19% informan yang mewakili unsure RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, jawaban informan di Kelurahan Huongubotu dan Kelurahan Biawao memiliki kecenderungan yang sama yaitu : (1) Penerapan prinsip-prinsip PPM belum dilaksanakan dalam setiap tahapan penanganan pengaduan masyarakat (PPM); (2) Informan yang memberikan jawaban bahwa penerapan prinsip PPM belum dilaksanakan secara keseluruhan dari unsure RTM di Kelurahan Huongubotu (15,22%) dan di Kelurahan Biawao (13,95%), adalah para penerima manfaat sosial, ekonomi dan prasaran lingkungan yang terlibat aktif selama proses pembangunan TRIDAYA, seperti anggota kelompok pengajian, ibu-ibu PKK, para pengemudi bentor, guru honorer dan pegawai honorer kelurahan; (3) Informan dari unsur Anggota KSM yang memberikan jawaban penerapan prinsip PPM belum semua diterapkan di Kelurahan Huongubotu (19,57%) dan di Kelurahan Biawao (25,58%) terdiri dari para Koordinator KSM sosial, ekonomi dan lingkungan, mandor pelaksana prasarana lingkungan dan pegawai honorer kelurahan; (4) Informan dari unsur RTM dan Anggota BKM yang menjawab tidak tahu mengenai penerapan prinsip PPM dalam penanganan pengaduan masyarakat sebanyak 45,65% di Kelurahan Huongubotu dan 44,19% di Kelurahan Biawao adalah mereka yang diwawancarai (SSI) dan peserta FGD yang terdiri dari ibu rumah tangga dan lansia penerima dan calon penerima manfaat sosial, ekonomi dan 108

121 prasarana lingkungan seperti : pemilik warung, pedagang gorengan, dan penerima manfaat prasarana lingkungan yang tidak terlibat dalam proses pembangunan TRIDAYA. Kelompok ini meupakan penerima manfaat pasif yang hanya sebagai penerima manfaat. Prinsip-prinsip PPM yang telah diterapkan dalam penanganan pengaduan masyarakat (PPM) berdasarkan hasil FGD dengan Anggota KSM dan PK-BKM, di Kelurahan Huongubotu maupun Kelurahan Biawao antara lain adalah : (1) Kemudahan, penerapan prinsip kemudahan dalam pengelolaan PPM dimana masyarakat mudah dalam menyampaikan pengaduan baik melalui Ketua RT/RW, tokoh masyarakat maupun kepada UPK dan PK- BKM, dimana saja bertemu warga masyarakat dapat menyampaikan pengaduannya; (2) Partisipatif, penerapan prinsip partisipatif dimana masyarakat dilibatkan dalam menyelesaikan penanganan pengaduan dan dalam menangani dan menyelesaikan pengaduan masyarakat, PK-BKM selalu melibatkan Ketua RT/RW, tokoh masyarakat bersama-sama dengan Unit Pengelola terkait (UPK, UPL maupun UPS); (3) Transparansi, penerapan prinsip transparansi dalam pengelolaan PPM, dengan menerapkan pendekatan dialog dalam musyawarah kepada seluruh lapisan masyarakat yang ada dilingkungan kelurahan; (4) Proporsional, penerapan prinsip proporsional dalam penanganan pengaduan masyarakat dimana penanganan pengaduan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhannya, bila masalah yang diadukan bersifat pertanyaan atau usulan yang disampaikan kepada Ketua RT/RW, tokoh masyarakat dan atau UPK, UPL dan UPS diselesaikan langsung sepanjang dapat dijawab. Bila pengaduan bersifat teknis diselesaikan di tingkat Unit Pengelola, dan bila pengaduan bersifat kebijakan diselesaikan di tingkat BKM Sifat dan Media Pengaduan A. Sifat pengaduan Sifat pengaduan di kedua kelurahan lokasi penelitian adalah penaduan informative dan pengaduan penyimpangan prosedur. Di Kelurahan Huonguotu pernah ada pengaduan penyimpanan dana, namun telah selesai. Hasil pengumpulan informasi di Kelurahan Huongubotu, 73,91% % informan yang terdiri dari unsur RTM (19,57%), Anggota KSM (34,78%) dan PK-BKM (19,57%) menjawab bahwa pengaduan yang ada adalah pengaduan informatif, dan 26,09% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Biawao, 39,51% informan dari unsur RTM (13,95%), Anggota KSM (18,60%) dan PK-BKM (6,98%) menjawab sifat pengaduan adalah informatif. 34,88% informan dari unsur RTM (16,28%) dan Anggota KSM (9,30%) dan PK-BK (9,30%) menjawab pengaduan adalah pengaduan penyimpangan prosedur. Dan 25,58% informan dari unsur RTM dan KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, jawaban informan di Kelurahan Huongubotu dan di Kelurahan Biawao memiliki kecenderungan yang berbeda, yaitu : (1) Di Kelurahan Huongubotu informan yang menjawab pengaduan informative sebanyak 73,91%, sementara di Kelurahan 109

122 Biawao 39,51%; (2) Informan yang menjawab sifat pengaduan penyimpangan di Kelurahan Huongubotu tidak ada, sementara di Kelurahan Biawao, 34,88%. Di Kelurahan Biawao, pengaduan penyimpangan yang dilaporkan masyarakat pada umumnya adalah penyimpangan prosedur dalam penyaluran bantuan sosial dan ekonomi yang tidak sesuai dengan hasil Pemetaan Sosial; ; (3) Informan yang menjawab tidak tahu di Kelurahan Huongubotu 26,09% dan di Kelurahan Biawao 25,58% terdiri dari dari ibu rumah tangga dan lansia penerima dan calon penerima manfaat sosial, ekonomi dan prasarana lingkungan seperti : pemilik warung, pedagang gorengan, dan penerima manfaat prasarana lingkungan yang tidak terlibat dalam proses pembangunan TRIDAYA. Kelompok ini meupakan penerima manfaat pasif yang hanya sebagai penerima manfaat; (4) Di Kelurahan Huongubotu pengaduan terbanyak yang didukan oleh masyarakat adalah pengaduan informative, seperti pertanyaan, usulan dan saran. B. Media pengaduan Media pengaduan yang digunakan masyarakat di kedua kelurahan adalah media lisan (verbal) dan telepon/sms. Media telepon dan sms digunakan oleh pemuka masyarakat, Koordinator KSM, relawan, dan wrga masyarakat yang dekat dengan BKM. Hasil pengumpulan informasi di Kelurahan Huongubotu, 73,91% % informan yang terdiri dari unsur RTM (19,57%), Anggota KSM (34,78%) dan PK-BKM (19,57%) menjawab bahwa pada umumnya masyarakat mengadu secara lisan, dan 26,09% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Biawao, 39,51% informan dari unsur RTM (13,95%), Anggota KSM (18,60%) dan PK-BKM (6,98%) menjawab media pengaduan masyarakat lisan. 34,88% informan dari unsur RTM (16,28%) dan Anggota KSM (9,30%) dan PK-BK (9,30%) menjawab media pengaduan masyarakat telepon dan sms. Dan 25,58% informan dari unsur RTM dan KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, jawaban informan di Kelurahan Huongubotu dan Kelurahan Biawao memiliki kecenderungan yang sama, yaitu : (1) Masyarakat dalam menyampaikan pengaduannya menggunakan media lisan kepada Ketua RT/RW, tokoh masyarakat dan Unit Pengelola di Kelurahan Huongubotu 73,91% dan di Kelurahan Biawao 39,51%; (2) Informan yang menjawab media pengaduan masyarakat adalah telepon dan sms di Kelurahan Biawao 34,88%, pada umumnya yang menggunakan telepon/sms adalah para tokoh masyarakat dan mereka yang memiliki hubungan dekat dengan PK-BKM; (3) Masyarakat, khususnya warga miskin pada umumnya enggan melaporkan masalahnya melalui media surat (tertulis), dengan alasan : (a) Masyarakat telah terbiasa menyampaikan setiap masalah lingkungannya kepada Ketua RT/RW dan tokoh masyarakat dilingkungan tempat tinggalnya; (b) Khawatir menyebabkan ketersinggungan dan menjadi konflik secara individu dengan pihak yang dilaporkan Kategori dan Derajat Masalah Kategori dan Derajat Masalah di kedua kelurahan adalah Kategori 7, yaitu pengaduan informative dangan Derajat Masalah 1, dapat diselesaikan di tingkat kelurahan. 110

123 Hasil wawancara (SSI) dan FGD dengan 46 orang informan di Kelurahan Huongubotu, sebanyak 65,22% informan deari unsure RTM (19,57%), Anggota KSM (26,09%), dan PK- BKM (19,57%) menjawab bahwa pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat pada umumnya adalah pengaduan informative (Kategori-7) dan dapat diselesaikan di BKM (Derajat Masalah-1). 34,78% informan dari unsure RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Biawao dari 43 orang informan 55,81% informan dari unsure RTM (16,28%), Anggota KSM (23,25%) dan PK-BKM (16,28%) menjawab bahwa pengaduan yang dilaporkan masyarakat pada umumnya adalah pengaduan informative (Kategori -7) dan dapat diselesaikan di tingkat BKM masuk dalam (Derajat Masalah-1). 44,19% informan dari unsure RTM dan Anggota KSM dan menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, jawaban informan di Kelurahan Huongubotu dan Kelurahan Biawao memiliki kecenderungan yang sama, yaitu : (1) Kategori masalah -7, yang muncul pada umumnya adalah pengaduan informative dan dapat diselesaikan di BKM (Derajat Masalah-1); (2) Informan dari unsure RTM yang menjawab bahwa pengaduan adalah Kategori -7 dan Derajat-1 di Kelurahan Huongubotu 19,57% dan di Kelurahan Biawao 16,28% adalah warga masyarakat miskin yang terlibat dalam proses pembangunan TRIDAYA; (3) Informan dari unsure Anggota KSM yang menjawab bahwa pengaduan adalah Kategori -7 dan Derajat-1, di Kelurahan Huongubotu 26,09% dan di Kelurahan Biawao 23,25% adalah penerima manfaat sosial, ekonomi dan lingkungan yang terlibat dalam proses pembangunan TRIDAYA; dan (4) Warga masyarakat miskin (RTM) dan Anggota KSM yang menjawab tidak tahu di Kelurahan Huongubotu 34,78% dan di Kelurahan Biawao 44,19% adalah penerima dan calon penerima manfaat sosial, ekonomi dan lingkungan yang tidak terlibat dalam proses pembangunan TRIDAYA Pertanyaan Penelitian 2 A. Sumber Pengaduan Sumber pengaduan di kedua kelurahan lokasi penelitian memiliki kecenderungan yang sama, yaitu terdiri dari berbagai srata masyarakat, seperti warga miskin,tokoh masyarakat, relawan, kelembagaan masyarakat dan aparat kelurahan. Pendapat informan di Kelurahan Huongubotu, 43,48% informan terdiri dari unsure RTM (10,87%), Anggota KSM (17,39%) dan PK-BKM (15,22%) menjawab bahwa sumber pengaduan adalah masyarakat miskin. 32,61% informan dari unsure RTM (15,22%), Anggota KSM (13,04) dan PK-BKM (4,35%) menjawab sumber pengaduan adalah para pemuka masyarakat, dan 23,91% informan dari unsure RTM dan KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Biawao, dari 48 orang informan, 46,51% informan dari unsure (RTM (11.63%), Anggota KSM (18.60%) dan PK-BKM (16.28%) menjawab sumber pengaduan warga miskin. 32,32% informan deari unsure RTM (16.28%) dan Anggota KSM (13.95%) 111

124 dan PK-BKM (4.65%) menjawab para pemuka masyarakat dan 18.60% informan dari unsure RTM dan KSM menjawab tidak tahu Berdasarkan deskripsi diatas, jawaban informan mengenai sumber pengaduan PPM di Kelurahan Huongubotu dan di Kelurahan Biawao memiliki kecenderungan yang sama, yaitu sumber pengaduan terdiri dari berbagai strata masyarakat. Keterkaitan informan dengan jawaban yang diberikan, yaitu: (1) Informan yang menjawab sumber pengaduan masyarakat miskin di Kelurahan Huongubotu 43,48%, dan di Kelurahan Biawao adalah 46,51% terdiri dari warga masyarakat penerima manfaat sosial, ekonomi dan prasarana lingkungan yang terlibat dalam proses pembangunan TRIDAYA, terdiri dari relawan, Anggota KSM, Ibu-ibu PKK, Kader Kesehatan, pegawai honorer kelurahan, guru honorer dan mandor/ketua kelompok pelaksana pembangunan prasarana lingkungan; (2) Informan yang menjawab sumber pengaduan tokoh masyarakat di Kelurahan Huongubotu 32,61% dan di Kelurahan Biawao sebanyak 32,32% terdiri dari warga masyarakat penerima manfaat sosial, ekonomi dan prasarana lingkungan yang terlibat dalam proses pembangunan TRIDAYA, terdiri dari relawan, Anggota KSM, Ibu-ibu PKK, Kader Kesehatan, pegawai honorer kelurahan, guru honorer dan mandor/ketua kelompok pelaksana pembangunan prasarana lingkungan; (3) Informan yang mejawab tidak tahu di Kelurahan Huongubotu 23,91% dan di Kelurahan Biawao 18.60%, terdiri dari penerima manfat dan calon penerima manfaat sosial, ekonomi dan prasarana lingkungan yang tidak terlibat dalam proses pembangunan TRIDAYA, seperti janda penerima manfaat sosial dan ekonomi, orang tua (lansia) penerima manfaat sosial, janda penerima manfaat beasiswa, para pemilik warung, penjual makanan, buruh dan penerima manfaat prasarana lingkungan. Mereka adalah penerima manfaat pasif yang tidak terlibat dalam kegiatan-kegiatan pemberdayaan, dari mulai kegiatan sosialisasi hingga proses pembangunan TRIDAYA dan mereka hanya mengandalkan informasi dari Ketua RT/RW dan Koordinator KSM. B. Penanganan Penyelesaian Pengaduan Dalam melaksanakan penyelesaian pengaduan masyarakat di kedua kelurahan telah dilaksanakan secara rata dan adil terhadap semua pelapor. BKM tidak membedakan darimana strata sumber pengaduan, semua dilayani sesuai dengan kebutuhan penyelesaiannya secara proporsional. Informasi yang telah dikumpulkan di Kelurahan Huongubotu, dari 46 orang informan 63,04% informan dari unsure RTM (15.22%), Anggota KSM (28.26%) dan PK-BKM (19.57%) menjawab bahwa pelayanan BKM kepada semua strata masyarakat pelapor adalah sama, dan 36.96% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu, bagaimana pelayanan BKM dalam melaksanakan penyelesaian penanaganan pengaduan. Sementara di Kelurahan Biawao, dari 48 orang informan 67,44% informan dari unsure RTM (20,93%), Anggota KSM (20,23%) dan PK-BKM (16,28%) menjawab bahwa penanganan penyelesaian pengaduan kepada semua strata masyarakat oleh BKM sama, dan 32,56% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. 112

125 Berdasarkan deskripsi diatas, di Kelurahan Pradah Kalisari dan di Kelurahan Biawao memiliki kecenderungan tang sama, bahwa dalam melaksanakan penanganan pengaduan masyarakat PK-BKM memberikan pelayanan yang sama kepada semua strata masyarakat, tidak membedakan apakah si pelapor warga mampu atau warga miskin dan apakah ia mewakili individu maupun kelompok masyarakat/kelembagaan. Keterkaitan informan dengan jawaban yang diberikan antara lain sebagai berikut : (1) Informan bukan pelaku P2KP yang memberikan jawaban bahwa pelayanan BKM telah adil dan rata dalam melaksanakan penanganan pengaduan di Kelurahan Huongubotu 63,04% dan di Kelurahan Biawao 67,44% terdiri dari warga miskin (RTM) yang diwawancarai dan Anggota KSM peserta FGD, mereka adalah penerima manfaat dan calon penerima manfaat sosial, ekonomi dan prasarana lingkungan yang terlibat dalam proses pembangunan TRIDAYA; (2) informan yang menjawab tidak tahu terdiri dari unsure RTM dan Anggota KSM yang tidak terlibat dalam proses pembangunan TRIDAYA, dan belum mendapat informasi mengenai penanganan pengaduan masyarakat, seperti : janda penerima manfaat sosial dan ekonomi, orang tua (lansia) penerima manfaat sosial, janda penerima manfaat beasiswa, para pemilik warung, penjual makanan, buruh dan penerima manfaat prasarana lingkungan. Mereka adalah penerima manfaat pasif yang tidak terlibat dalam kegiatan-kegiatan pemberdayaan, dari mulai kegiatan sosialisasi hingga proses pembangunan TRIDAYA dan mereka hanya mengandalkan informasi dari Ketua RT/RW dan Koordinator KSM Pertanyaan Penerlitian 3 A. Transparansi Transparansi pengelolaan dana di tingkat masyarakat di Kelurahan Huongubotu maupun di Kelurahan Biawao dapat dipilah dalam dua kondisi. Pertama, transparansi pengelolaan dana pada tahap pelaksanaan pembangunan TRIDAYA dimana dilaksanakan penyaluran BLM social, ekonomi dan pembangunan prasarana lingkungan. Pada tahap ini pengelolaan dana di tingkat masyarakat di kedua kelurahan dilaksanakan dengan cukup transparan, dimana UPK, UPL dan UPS menerapkan prinsip transparansi melalui Papan informasi dan pertemuan rutin (Rapat Koordinasi Bulanan) yang diselenggarakan oleh BKM, UPK, UPS dan UPL beserta para wakil masyarakat yaitu para Ketua RW/RT tokoh masyarakat dan relawan. Kedua, pada tahap pemeliharaan prasarana lingkungan (sebagai asset kelurahan) dan keberlanjutan usaha ekonomi masyarakat (Anggota KSM Ekonomi), dimana terjadi kemacetan pengembalian pinjaman bergulir dari Anggota KSM kepada UPK, di kedua kelurahan lokasi penelitian telah mampu memperkecil kemacetan pengembalian pinjaman dana bergulir. Hasil pengumpulan informasi di Kelurahan Huongubotu kepada 46 orang informan, 55,52% informan yang terdiri dari unsure RTM (13,04%), Anggota KSM (23,91%) dan PK-BKM (19,57%) menjawab bahwa pengelolaan dana di tingkat masyarakat transparan. 13,05% informan dari unsure RTM (4,35%) dan Anggota KSM (8,70%) menjawab pengelolaan dana di tingkat masyarakat tidak transparan. Dan 30,43% informan dari unsure RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Biawao, dari 43 orang informan, 62,79% informan yang mewakili unsure RTM (18.60%), Anggota KSM (27.91%) dan PK- BKM (16.28%) menjawab pengelolaan dana di tingkat masyarakat transparan. 20,93% 113

126 informan dari unsure RTM (9,30%) dan Anggota KSM (11,63%) menjawab tidak transparan, dan 16,28 % daru unsure RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, jawaban informan di Kelurahan Huongubotu dan Kelurahan Biawao memiliki kecenderungan yang sama, yaitu : (1) Informan yang menjawab pengelolaan dana di tingkat masyarakat sudah transparan di Kelurahan Huongubotu 55,52% sementara di Kelurahan Biawao lebih tinggi, yaitu 62,79%; (2) Informan yang menjawab pengelolaan dana di tingkat masyarakat tidak transparan di Kelurahan Huongubotu 13,05%, sementara di Kelurahan Biawao lebih tinggi yaitu 20,93%; (3) Informan yang menjawab tidak tahu di Kelurahan Huongubotu 30,43% lebih tinggi bila dibandingkan dengan di Kelurahan Biawao, yaitu 16,28 %; (4) Pengetahuan masyarakat terhadap transparansi pengelolaan dana di tingkat masyarakat lebih tinggi di Kelurahan Biawao dibandingkan dengan masyarakat di Kelurahan Huongubotu; (5) Pengelolaan dana di tingkat masyarakat di kedua keluraha sudah dilaksanakan dengan transparan, dengan memanfaatkan papan informasi dan rapat bulanan dengan wakil masyarakat (Ketua RT/RW, tokoh masyarakat dan relawan). B. Akuntabilitas Akuntabilitas pengelolaan dana di tingkat masyarakat di kedua kelurahan lokasi penelitian, dapat dibagi dalam dua tahap, yaitu, pertama, pada tahap implementasi pembangunan TRIDAYA social, ekonomi dan prasarana lingkungan dilaksanakan melalui dua pendekatan yaitu dilaksanakan pertemuan rutin (rapat koordinasi bulanan) yang diselenggarakan oleh BKM dengan UPK, UPS dan UPL serta wakil masyarakat yang terdiri dari Ketua RT/RW, pemuka masyarakat dan relawan. Selain rapat koordinasi bulanan dilakukan pemeriksaan (audit) dan pembinaan administrasi keuangan UPK, UPS dan UPL oleh Faskel Keuangan Mikro setiap kunjungan ke kelurahan; kedua, pada tahap pemeliharaan prasarana lingkungnkan dan pengembangan Usaha Ekonomi Mikro para Anggota KSM, di kedua kelurahan lokasi penelitian tetap dilaksanakan. Informasi yang dikumpulkan dari para informan di Kelurahan Huongubotu kepada 46 orang informan, 55,52% informan yang terdiri dari unsure RTM (13,04%), Anggota KSM (23,91%) dan PK-BKM (19,57%) menjawab bahwa pengelolaan dana di tingkat masyarakat transparan. 13,05% informan dari unsure RTM (4,35%) dan Anggota KSM (8,70%) menjawab pengelolaan dana di tingkat masyarakat tidak transparan. Dan 30,43% informan dari unsure RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Biawao, dari 43 orang informan, 62,79% informan yang mewakili unsure RTM (18.60%), Anggota KSM (27.91%) dan PK-BKM (16.28%) menjawab pengelolaan dana di tingkat masyarakat transparan. 20,93% informan dari unsure RTM (9,30%) dan Anggota KSM (11,63%) menjawab tidak transparan, dan 16,28 % daru unsure RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, jawaban informan di Kelurahan Huongubotu dan Kelurahan Biawao memiliki kecenderungan yang sama, yaitu : (1) Informan yang menjawab 114

127 pengelolaan dana di tingkat masyarakat dapat dipertanggungjawabkan (akuntabel) di Kelurahan Huongubotu 55,52% sementara di Kelurahan Biawao lebih tinggi, yaitu 62,79%; (2) Informan yang menjawab pengelolaan dana di tingkat masyarakat tidak dapat dipertanggungjawabkan (tidak akuntabel) di Kelurahan Huongubotu 13,05%, sementara di Kelurahan Biawao lebih tinggi yaitu 20,93%; (3) Informan yang menjawab tidak tahu di Kelurahan Huongubotu 30,43% lebih tinggi bila dibandingkan dengan di Kelurahan Biawao, yaitu 16,28 %; (4) Pengetahuan masyarakat terhadap akuntabilitas pengelolaan dana di tingkat masyarakat lebih tinggi di Kelurahan Biawao dibandingkan dengan masyarakat di Kelurahan Huongubotu; (5) Pengelolaan dana di tingkat masyarakat di kedua kelurahan sudah dapat dipertanggungjawabkan, dimana : (a) system administrasi keuangan (pembukuan) selalu dilakukan bimbingan dan audit oleh T.A. Ekonomi Mikro (Tim Faskel) secara berkala, walaupun belum dilaksanakan Audit oleh Akuntan Publik; (b) Dilaksanakan Penjelasan kepada wakil masyarakat seperti para Ketua RT/RW, tokoh masyarakat dan relawan dalam pertemuan rutin PK-BKM setiap bulan. C. Partisipasi public Keterlibatan warga masyarakat dalam melaksanakan kontrol sosial terhadap pengelolaan dana di UPK, UPS maupun UPL di kedua kelurahan lokasi penelitian sangat rendah disebabkan oleh dua hal, pertama, pelaksanaan pembangunan TRIDAYA, atau implementasi P2KP dari awal menerapkan system perwakilan dari mulai dilaksanakanya sosialisasi awal, pemilihan pimpinan kolektif BKM hingga penetapan penerima manfaat social, ekonomi maupun penetapan lokasi pembangunan prasarana lingkungan. Dengan demikian sejak awal pelaksanaan P2KP warga masyarakat, terutama rumah tangga miskin tidak terlibat, kecuali beberapa orang yang memang aktif dalam berbagai kegiatan social kemasyarakatan dan memiliki perhatian terhadap penanggulangan kemiskinan dilingkungan tempat tinggalnya; kedua, adanya keterbatasan atau hambatan psikologis, social dan ekonomi bagi warga miskin untuk terlibat dalam forum-forum pengambilan keputusan di lingkungan tempat tinggalnya; ketiga, telah terbangunnya lapisan social ekonomi dalam masyarakat dilingkungan kelurahan, dimana peran elit (tokoh masyarakat dan relawan) sebagai wakil masyarakat menguat dalam mempengaruhi pengambilan keputusan dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan TRIDAYA di tingkat kelurahan. Informasi yang dikumpulkan dari para informan di Kelurahan Huongubotu kepada 46 orang informan, 55,52% informan yang terdiri dari unsure RTM (13,04%), Anggota KSM (23,91%) dan PK-BKM (19,57%) menjawab bahwa masyarakat miskin terlibat dalam kontrol sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat. 13,05% informan dari unsure RTM (4,35%) dan Anggota KSM (8,70%) menjawab bahwa warga miskin belum terlibat dalam control sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat. Dan 30,43% informan dari unsure RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Biawao, dari 43 orang informan, 62,79% informan yang mewakili unsure RTM (18.60%), Anggota KSM (27.91%) dan PK-BKM (16.28%) menjawab bahwa masyarakat miskin terlibat dalam control sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat. 20,93% informan dari unsure RTM (9,30%) dan Anggota KSM (11,63%) menjawab masyarakat miskin belum terlibat dalam 115

128 control sosial terhadap pengelolan dana di tingkat masyarakat, dan 16,28 % daru unsure RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas jawaban informan di Kelurahan Huongubotu dan Kelurahan Biawao memiliki kecenderungan yang sama, yaitu : (1) Informan yang menjawab masyarakat miskin terlibat dalam control sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat, di Kelurahan Huongubotu 55,52% sementara di Kelurahan Biawao lebih tinggi, yaitu 62,79%; (2) Informan yang menjawab masyarakat miskin belum terlibat dalam control sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat, di Kelurahan Huongubotu 13,05%, sementara di Kelurahan Biawao lebih tinggi yaitu 20,93%; (3) Informan yang menjawab tidak tahu di Kelurahan Huongubotu 30,43% lebih tinggi bila dibandingkan dengan di Kelurahan Biawao, yaitu 16,28 % Pendapat informan kunci tingkat kelurahan terhadap pertanyaan penelitian. Pendapat informan kunci berdasarkan hasil wawancara semi terstruktur dan focused group discussion (FGD) di Kelurahan Purworejo dan Kelurahan Bangilan Kota Pasuruan berdasarkan variabel- variabel pertanyaan penelitian, dapat dilihat pada gambar dihalaman berikut : 116

129 117

130 118

131 119

132 Kegiatan Koordinasi, SSI dan FGD Di Kota Gorontalo SSIdenganRTMKel.Huongubotu SSIdenganRTMKel.Biawao FGDdgKSMKel.Biawao FGDdenganBKM.Kel. Huongubotu KoodinasidgLurahKel. Huongubotu KoodinasidgKMWProv Gorontalo 120

133 1.6. Kota Makasar Penelitian di Kota Makasar dilaksanakan mulai tanggal 22 sampai 31 Juli 2009, seperti di kota-kota sebelumnya selama KMW Provinsi Sulawesi Selatan dan Korkot Kota Makasar baru melaksankan tugasnya selama 2 Bulan dan baru selesai melakukan koordinasikoordinasi serta review terhadap progress pelaksanaan kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan di wilayah penguasannya. Pada saat penelitian dilaksanakan, Korkot dan Tim Faskel sedang mempersiapkan kelurahan-kelurahan penerima bantuan PNPM Mandiri Perkotaan dalam rangka penyerapan BLM Tahap II yang dananya bersumber dari APBD Kota dan APBD Provinsi. Dalam melaksanakan penyiapan kelurahan-kelurahan penerima manfaat, Korkot/Askorkot dan Tim Faskel bekerja hingga jam tiap malam dalam melakukan review terhadap proposal/usulan kelurahan, sistem administrasi keuangnan, dan kelembagaan BKM dan KSM. Fokus penelitian akan dilaksanakan di Kelurahan Bontorano dan Kelurahan Bunga Ejaya. Dalam melakukan persiapan kajian, tim peneliti banyak melakukan koordinasi dan diskusi dengan Korkot, dikarenakan Team Leader KMW beserta TA Monev dan lainnya sedang melakukan koordinasi dengkan Korkot di beberapa Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan Kelurahan Lokasi Penelitian Kelurahan Bontorano Kecamatan Marriso Kelurahan Bontorano memiliki luas wilayah 0,58 Km2, dengan jumlah penduduk jiwa (5.435 laki-laki dan perempuan) atau KK yang terdiri dari 22 Rw dan 44 RT. Kelurahan Belawan Bahagian secara geografis terletak di tepi pantai sebagai pintu gerbang perekonomian Kota Makasar maupun Povinsi Sumatera Utara. Dalam kehidupan social ekonomi warga masyarakat Kelurahan Bontorano tumbuh sangat heterogen yang terdiri dari berbagai etnis, seperti Sumatera Barat, Jawa, Sunda, Makasar, Bugis, Menado, Ambon, Madura,. Mata pencaharian warga masyarakat Kelurahan Bontorano memiliki keragaman dari mulai pegawai negeri, tentara, polisi, pegawai swasta pedagang, pengusaha bengkel, pemilik warung dan agen minyak tanah, nelayan, buruh kasar dan sopir becak/bentor dan lainnya. Warga miskin di Kelurahan Bontorano terdiri dari para nelayan, buruh kasar, sopir becak/bentor, pedagang makanan (gorengan), pedagang kaki lima, penganggur (istrinya bekerja sebagai pembantu rumah tangga) dan orang yang telah lanjut usia (lansia) dengan pendapatan perbulan rata-rata Rp. 350 ribu hinggan 900 ribu rupiah. Lapisan-lapisan masyarakat di lingkungan Kelurahan Bontorano telah lama tumbuh dilingkungan pelabuhan ditengah persaingan ekonomi yang keras, dimana setiap etnis memiliki hubungan kekerabatan dan kedaerahan yang kuat. Dengan demikian ketokohan (elit) di tingkat masyarakat tumbuh dari kelompok etnis dan ekonomi (kekayaan), sejalan dengan perkembangan penduduk dan ekonomi setempat. 121

134 Ketokohan/elit ditingkat kelurahan terbagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari elit pendidikan yang (terdiri dari para guru dan pensiunan guru), elit ekonomi (pengusaha), elit pemuda dan elit kelompok perempuan (Ibu-ibu PKK ). Dalam pelaksanaan P2KP, di Kelurahan Bunga Ejaya para elit kelurahan inilah yang menjadi motor penggerak (agent of change), dalam pembangunan TRIDAYA. Para elit ini telah melaksanakan peran dan fungsinya melaui pemberdayaan masyarakat (people centered development) sesuai dengan pemahamannya terhadap tujuan P2KP. Pimpinan Kolektif BKM di Kelurahan Bontorano di isi oleh warga masyarakat menengah yang terdiri dari pegewai negeri, pengusaha, pensiunan dan lainnya. Dalam pelaksanaan P2KP BKM Kelurahan Bontorano sjak Tahun 2007 tidak dapat melaksanakan kegiatan dikarenakan terjadi konflik antara pimpinan ketidak puasan pimpinan kolektif BKM lama, yang diduga terlibat penyimpangan Dana BLM, sehingga semua data dan dokumen seperti Buku Kas BKM, UPK dan Usulan Masyarakat/Proposal tidak diserah terimakan kepada pimpinan kolektif BKM penggantinya. Dengan demikian walaupun di Kas BKM tersedia Dana BLM sebesar Rp. 235 Juta rupiah, BKM belum dapat menggunakannya untuk kepentingan masyarakat miskin disana Kelurahan Bunga Ejaya Kecamatan Bontoala Kelurahan Bunga Ejaya terletak di Kecamatan Bontoala yang strategis di tengah Kota Makasar dengan luas wilayah 20 Km2. Jumlah penduduk jiwa yang terdiri dari laki-laki dan perempuan atau KK dengan jumlah 30% KK miskin, terdiri dari 4 RW dan 21 RT. Kelurahan Bunga Ejaya meupakan pusat perdagangan daerah pasar dan pertokoan. Warga miskin di Kelurahan Bunga Ejaya memiliki mata pencaharian di sector swasta yang dekat dengan tempat tinggal mereka seperti : pedagang kaki lima, pedagang sayur, pedagang ikan, pedagang makanan/warung, buruh kasar, pembantu rumah tangga, pengemudi bentor, pengemudi becak, pengemudi ojek dan lainya, dengan pendapatan ratarata antara Rp. 350,000,- hingga Rp. 900,000,- perbulan, dan PNS. Dalam kehidupan sosial ekonomi di kelurahan Bunga Ejaya telah terbangun lapisan masyarakat yang tumbzh sejak lama berdasarkan status sosial dan ekonomi. Karena Kelurahan Bunga Ejaya merupakan salah satu pusat perdagangan (pasar tradisional) dan lingkungan pertokoan, warung, took, gudang, perkantoran swasta maupun pemerintah, workshop permebelan dan home industry. Ketokohan/elit ditingkat kelurahan terbagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari elit pendidikan yang (terdiri dari para guru dan pensiunan guru), elit ekonomi (pengusaha), elit pemuda dan elit kelompok perempuan (Ibu-ibu PKK ). Berdasarkan temuan di lapangan, dengan adanya Program P2KP telah melahirkan elit baru laki-laki maupun perempuan dari kelas warga masyarakat miskin, yaitu mereka yang memiliki perhatian dan waktu untuk memperjuangkan kepentingan warga miskin lainnya di lingkungan tempat tinggalnya, seperti lahirnya Koordinator KSM, relawan, dan unsur pimpinan kolektif BKM. Dalam pelaksanaan 122

135 P2KP, di Kelurahan Bunga Ejaya para elit kelurahan inilah yang menjadi motor penggerak (agent of change), dalam pembangunan TRIDAYA. Para elit ini telah melaksanakan peran dan fungsinya melaui pemberdayaan masyarakat (people centered development) sesuai dengan pemahamannya terhadap tujuan P2KP. Di Kelurahan Bunga Ejaya, elit ditingkat kelurahan terbagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari tokoh pendidikan, elit keagamaan, tokoh ekonomi, tokoh pemuda dan kelompok perempuan (Ibu-ibu PKK, Kader Kesehatan). Elit kelurahan (tokoh masyarakat) ini berasal dari berbagai strata termasuk warga masyarakat miskin. Berdasarkan temuan di lapangan, dengan adanya Program P2KP telah melahirkan elit baru laki-laki maupun perempuan dari kelas warga masyarakat miskin, yaitu mereka yang memiliki perhatian dan waktu untuk memperjuangkan kepentingan warga miskin lainnya di lingkungan tempat tinggalnya, seperti lahirnya Koordinator KSM, relawan, dan unsur pimpinan kolektif BKM. Dalam pelaksanaan P2KP, para elit kelurahan inilah yang menjadi motor penggerak (agent of change), dalam pembangunan TRIDAYA. Para elit ini telah melaksanakan peran dan fungsinya melaui pemberdayaan masyarakat (people centered development) sesuai dengan pemahamannya terhadap tujuan P2KP Jumlah dan Komposisi informan Kunci Jumlah dan komposisi informan di Kelurahan Bontorano adalah 49 orang yang terdiri dari 37 orang laki-laki dan 16 orang perempuan. Informan dari RTM Laki-laki 8 Orang (16,33%), RTM Perempuan 12 Orang (24,49%), Anggota KSM Laki-laki 25 Orang (51,02%), Anggota KSM Perempuan 0 Orang (0,00%), PK-BKM Laki-laki 4 Orang (8,16%) dan Pimpinan Kolektif Perempuan 0 Orang (0,00%). Sementara Jumlah dan komposisi informan di Kelurahan Bunga Ejaya adalah 51 orang yang terdiri dari 23 orang laki-laki dan 28 orang perempuan. Informan dari RTM Laki-laki 5 Orang (9,80%), RTM Perempuan 5 Orang (10,42%), Anggota KSM Laki-laki 8 Orang (16,67%), Anggota KSM Perempuan 16 Orang (33,33%), PK-BKM Laki-laki 1 Orang (2,08%) dan Pimpinan Kolektif Perempuan 3 Orang (6,25%) Pertanyaan Penelitian 1 Untuk mengungkap efektivitas system penanganan pengaduan masyarakat panduan pertanyaan wawancara semi terstruktur (SSI) dan FGD terdiri dari 4 (empat ) variable dengan indicator-indikator sebagai berikut dibawah ini Penerapan System PPM A. Pengelolaan PPM Penelolaan PPM di kedua kelurahan lokasi penelitian dilaksanakan di BKM secara kolektif, Unit PPM belum terbentuk. Dengan belum terbentuknya Unit PPM di BKM tidak ada personil BKM yang menangani pengaduan masyarakat secara khusus, atau tidak ada yang ditugaskan untuk mengelola pengaduan masyarakat secara otonom, dari mulai penerimaan 123

136 pengaduan, pencatatan dan pendokumentasian. Hal ini sesuai dengzan temuan di kedua kelurahan lokasi penelitian, dimana tidak tersedianya Blanko Pengaduan Masyarakat dan Buku Catatan Pengaduan Masyarakat. Hasil pengumpulan informasi di Kelurahan Bontorano, dari 49 orang informan, 46,94 % informan yang terdiri dari unsur RTM (16,33%), Anggota KSM (22,45%) dan PK-BKM (8,16%) menjawab bahwa Unit Pengelola belum terbentuk, sementara 53,06% informan yang terdiri dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Di Kelurahan Bunga Ejaya dari 51 orang informan, 54,90% informan dari unsur RTM (11,76%), Anggota KSM (23,53%) dan PK-BKM (19,61%) menjawab sama yaitu Unit Pengelola belum terbentuk dan 45,10% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan desripsi diatas, di Kelurahan Bontorano dan Kelurahan Bunga Ejaya jawaban para informan di kedua kelurahan memiliki kecenderungan yang sama, yaitu : (1) Unit Pengelola PPM belum terbentuk. Para pelaku program yang terdiri dari PK-BKM dan Unit Pengelola memberikan informasi penanganan pengaduan masyarakat telah dilaksanakan oleh BKM secara kolektif walaupun Unit Pengelola PPM belum terbentuk; (2) Informan yang menjawab tidak tahu di Kelurahan Bontorano (53,06%) dan di Kelurahan Bunga Ejaya (45,10%) terdiri dari para penerima manfaat dan calon penerima manfaat program P2KP khususnya rumah tangga miskin (RTM) dan Anggota KSM yang tidak terlibat aktif dalam kegiatan TRIDAYA; (3) Informan yang mengetahui adanya penanganan pengaduan masyarakat hanya sebagian kecil warga miskin, yaitu warga masyarakat miskin penerima manfaat P2KP (Anggota KSM dan RTM) yang terlibat aktif dalam kegiatan TRIDAYA; (4) Pengelolaan PPM di Kelurahan Bontorano tidak berjalan pada saat dikelola oleh PK-BKM lama (Periode ). Sedangkan di Kelurahan Bunga Ejaya, dilaksanakan di BKM secara kolektif. B. Penerimaan Pengaduan Di Kelurahan Bontorano penerimaan pengauan masyarakat diterima oleh BKM, dengan kondisi BKM belum berjalan selama 2 (dua) tahun terakhir ini, masyarakat sudah jarang mengadukan masalahnya dikarenakan sudah hilang kepercayaan kepada BKM, walaupun pimpinan kolektif BKM telah mengalami penggantian. Pengaduan yang masuk ke BKM pada umumnya mempertanyakan penyelesaian pengembalian Dana BLM yang telah disimpangkan yang diduga melibatkan kolektor UPK. Di Kelurahan Bunga Ejaya pengaduan yangmasuk ke BKM terdiri dari pengaduan langsung dan tidak langsung. Pengaduan langsung diterima dari para tokoh masyarakat, sementara pengaduan tidak langsung diterima dari para wakil masyarakat. Di kedua kelurahan lokasi penelitian belum dibentuk Unit PPM. Hasil pengumpulan informasi FGD di Kelurahan Bontorano kepada 49 orang informan dari unsur RTM, Anggota KSM dan PK-BKM, 46,94% informan dari unsur RTM (16,33%), Anggota KSM (22,45%) dan PK-BKM (8,16%) menjawab bahwa penerimaan pelaporan dan pengaduan belum sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan P2KP. 53,06% Informan 124

137 mewakili unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Bunga Ejaya, 44,90% informan yang mewakili unsur RTM (11,76%), Anggota KSM (23,53%) dan PK-BKM (19,61%) menjawab bahwa penerimaan pelaporan dan pengaduan belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur penanganan pengaduan sesuai dengan prosedur P2KP, dan 45,10% informan tahu mewakili unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, jawaban informan di Kelurahan Bontorano maupun di Kelurahan Bunga Ejaya memiliki kecenderungan yang sama yaitu : (1) Penerimaan pengaduan masyarakat belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan P2KP, antara lain : (a) Pelapor belum mengisi blanko format pengaduan; (b) Penerimaan pengaduan belum dicatat pada Buku Catatan Pengadua; (2) PK-BKM belum melaksanakan sosialisasi PPM kepada masyarakat dan tidak memfasilitasi para Ketua RW untuk melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat pada umumnya, sehingga masyarakat tidak tahu harus mengadu kemana dan caranya seperti apa; (3) Dari pengamatan di Kelurahan Bontorano dalam penerimaan pengaduan masyarakat PK-BKM (Periode ) saat penelitian dilakukan sedang melakukan identifikasi terhadap pengaduan penyimpangan pengaduan penyimpangan Dana BLM yang macet yang diduga dilakukan oleh Kolektor UPK; (4) Pengaduan masyarakat di kedua kelurahan diterima oleh para Ketua RT/RWU dilingkungan tempat tinggal pengadu. Untuk mendapatkan perbandingan pendapat informan di Kelurahan Bontorano dan Kelurahan Bunga Ejaya mengenai penerimaan pengaduan masyarakat dapat dilihat pada Gambar C. Pencatatan dan Pendistribusian Di kedua kelurahan lokasi penelitian pecatatan pengaduan masyarakat belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur P2KP, hal ini dikarenakan belum terbentuknya Unit PPM dimana tidak ada personil BKM yang ditugaskan untuk menangani penanganan pengaduan masyarakat secara khusus. Sebagaimana di lokasi penlitian sebelumnya di Kelurahan Bontorano maupun Kelurahan Bunga Ejaya tidak ditemui tersedianya Blanko Format Pengaduan dan Buku Catatan Pengaduan. Pendistribusian dilaksanakan melalui mekanisme, pengaduan yang masuk ke BKM selanjutnya dimusyawarahkan oleh BKM dengan unit pengelola dan wakil masyarakat, selanjutnya BKM menunjuk pimpinan kolektif BKM dan Unit Pengelola terkait bersama wakil masyarakat untuk menangani penyelesaian pengaduan. Hasil pengumpulan informasi di Kelurahan Bontorano melalui kegiatan wawancara dan FGD kepada 49 orang informan, 46,94% informan dari unsur RTM (16,33%), Anggota KSM (22,457%) dan PK-BKM (8,16%) menjawab bahwa pencatatan dan pendistribusian pengaduan masyarakat belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan P2KP. Dan 53,06% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Bunga Ejaya 54,90% informan dari unsur RTM (11,76%), Anggota KSM (25,53%) dan PK-BKM (19,61%) menjawab bahwa pencatatan dan pendistribusian pengaduan masyarakat belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur P2KP dan 45,10% informan dari unsur RTM dan KSM menjawab tidak tahu 125

138 Berdasarkan deskripsi diatas, di Kelurahan Bontorano dan Kelurahan Bunga Ejaya, jawaban informan memiliki kecenderungan yang sama, yaitu pencatatan dan pendistribusian pengaduan masyarakat belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur P2KP. Belum dilaksanakannya pencatatan dan pendistribusian pengaduan masyarakat di BKM disebabkan : (1) PK-BKM belum memiliki perhatian dan memahami terhadap pentingnya penanganan pengaduan masyarakat (PPM) sebagai bagian dari pengelolaan pembangunan TRIDAYA, dan sebagai masukan untuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pembangunan melalui pendekatan TRIDAYA.; (2) Belum dilaksanakannya sosialisasi penanganan pengaduan masyarakat (PPM) oleh BKM kepada masyarakat luas, menyebabkan masyarakat tidak memahami pentingnya PPM sebagai alat/instrumen kontrol sosial terhadap pelaksanaan pembangunan TRIDAYA dilingkungan kelurahannya; (3) Belum tersedianya instrumen PPM, seperti Kotak Pengaduan, Blanko Format PPM dan Buku Catatan Pengaduan/pelaporan masyarakat, di kedua kelurahan. D. Penanganan Pengaduan Penanganan pengaduan masyarakat dapat dibedakan antara pengaduan informative dan pengaduan penyimpangan. Pengaduan informative pada umumnya dapat ditangani dan diselesaikan di tingkat komuntas, adapun pengaduan penyimpangan prosedur ditangani langsung oleh BKM bersama unit pengelola terkait dan wakil masyarakat. Khusus mengenai pengaduan penyimpangan Dana BLM di Kelurahan Bontorano, penyelesaiannya dilaksanakan oleh pimpinan kolektif BKM bersama Lurah dan Faskel, Korkot dan KMW. Di Kelurahan Bontorano dari pengumpulan informasi melalui kegiatan wawancara dan FGD dengan 49 orang informan dari unsur RTM, Anggota KSM dan PK-BKM, 46,94% informan dari unsur RTM (16.33%), Anggota KSM (22.45%) dan PK-BKM (8,16%) menjawab bahwa penanganan pengaduan masyarakat belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan P2KP. Sementara 53,06% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Bunga Ejaya, 35,29% informan dari unsur RTM (11,76%), Anggota KSM (23,53%) dan PK-BKM (19,61%) menjawab bahwa penanganan pengaduan masyarakat belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur P2KP dan 45,10% informan dari unsur RTM dan KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas dan pengamatan di Kelurahan Bontorano dapat diuraikan sebagai berikut : (1) Informan yang menjawab penanganan pengaduan masyarakat belum sesuai dengan prosedur P2KP di Kelurahan Bontorano 46,94% dan di Kelurahan Bunga Ejaya 35,29% menunjukan bahwa (a) informasi yang diterima masyarakat di Kelurahan Bontorano lebih tinggi dibandingkan dengan informasi mengenai penanaganan pengaduan masyarakat di Kelurahan Bunga Ejaya (b) masyarakat yang menerima informasi mengenai penanganan pengaduan adalah RTM (Ketua RT) dan Koordinator KSM dan relawan yang terlibat dalam proses pembangunan TRIDAYA; (2) Informan yang menjawab tidak tahu di Kelurahan Bontorano 53,06% dan di kelurahan Bunga Ejaya 45,10% menunjukan bahwa masyarakat secara umum tidak mendapat informasi mengenai penanganan pengaduan masyarakat, 126

139 mereka pada umumnya terdiri dari penerima manfaat dan calon penerima manfaat sosial, ekonomi dan prasarana lingkungan, seperti : (a) para Janda penerima bantuan dana tunai, jamban keluarga dan beasiswa, (b) pedangang makanan, pemilik warung dan pekerja prasarana lingkungan; (3) Tingginya informan yang menjawab tidak tahu mengenai penanganan pengaduan masyarakat di kedua kelurahan dikarenakan : (a) PK-BKM belum memahami penanganan pengeduan masyarakat (PPM) sebagai bagian dari pengalolaan pembangunan TRIDAYA dan sebagai alat kontrol bagi pelaksanaan pembangunan; (b) belum dilaksanakan sosialisasi penanganan pengaduan masyarakat (PPM) kepada masyarakat secara meluas; (c) Sering berganti-gantinya Faskel sehingga pendampingan kepada masyarakat sering terputus, sementara faskel baru masih banyak yang belum mengikuti Pelatihan Dasar (Peldas); (d) Adanya anggapan keliru dari PK-BKM dan faskel, kalau pengaduan masyarakat tinggi, khawatir penilaian terhadap kinerja BKM maupun Faskel menjadi buruk. E. Dokumentasi dan Sosialisasi Hasil Progres Di Kelurahan Bontorano maupun di Kelurahan Bunga Ejaya belum dilaksanakan pendokumentasian pengaduan masyarakat. Belum dilaksanakannya pendokumentasian penanganan pengaduan masyarakat dikarenakan BKM tidak memiliki catatan pengaduan. Demikian pula halnya dengan sosialisasi hasil penanganan pengaduan masyarakat belum dilaksanakan kepada masyarakat secara luas. Di Kelurahan Bontorano prpses penanganan pengaduan penyimpangan Dana BLM Ekonomi yang diduga melibatkan Kolektor UPK, telah diketahui oleh masyarakat secara luas dikarenakan masyarakat miskin khususnya penerima manfaat ekonomi (anggota KSM Ekonomi) merasa sangat dirugikan. Di Kelurahan Bontorano dari pengumpulan informasi melalui kegiatan wawancara dan FGD dengan 49 orang informan dari unsur RTM, Anggota KSM dan PK-BKM, 46,94% informan dari unsur RTM (16.33%), Anggota KSM (22.45%) dan PK-BKM (8,16%) menjawab bahwa belum dilaksanakan pendokumentasian dan sosialisasi hasil PPM. 53,06% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Bunga Ejaya, 35,29% informan dari unsur RTM (11,76%), Anggota KSM (23,53%) dan PK-BKM (19,61%) menjawab bahwa belum dilaksanakan pendokumentasian dan sosialisasi hasil PPM dan 45,10% informan dari unsur RTM dan KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, di kelurahan Bontorano maupun di Kelurahan Bunga Ejaya memiliki kecenderungan yang sama bahwa pendokumentasian dan sosialisasi hasil PPM belum dilaksanakan. Sejalan dengan pengamatan dan penggalian informasi yang dilaksanakan melalui FGD di kedua kelurahan : (1) informan yang menjawab pendokumentasian dan sosialisasi hasil PPM belum dilaksanakan di Kelurahan Bontorano 46,94% dan di Kelurahan Bunga Ejaya 35,29% menunjukan bahwa (a) informasi yang diterima masyarakat di Kelurahan Bontorano lebih tinggi dibandingkan di Kelurahan Bunga Ejaya (b) masyarakat yang menerima informasi mengenai penaganan pengaduan masyarakat (PPM) adalah unsur RTM dan Anggota KSM yang terlibat aktif dalam proses pembangunan TRIDAYA seperti (Ketua RT) dan Koordinator KSM serta relawan; (2) Informan yang menjawab tidak tahu di Kelurahan Bontorano 53,06% dan di kelurahan Bunga Ejaya 45,10% 127

140 menunjukan bahwa masyarakat secara umum tidak mendapat informasi mengenai penanganan pengaduan masyarakat (PPM), mereka pada umumnya terdiri dari penerima manfaat dan calon penerima manfaat sosial, ekonomi dan prasarana lingkungan, seperti para Janda penerima bantuan dana tunai, jamban keluarga dan beasiswa, pedangang makanan, pemilik warung dan pekerja prasarana lingkungan; (3) Tingginya informan yang menjawab tidak tahu mengenai penanganan pengaduan masyarakat di kedua kelurahan dikarenakan : (a) PK-BKM belum memahami penanganan pengeduan masyarakat (PPM) sebagai bagian dari pengalolaan pembangunan TRIDAYA dan sebagai alat kontrol bagi pelaksanaan pembangunan; (b) belum dilaksanakan sosialisasi penanganan pengaduan masyarakat (PPM) kepada masyarakat secara meluas; (c) Sering berganti-gantinya Faskel sehingga pendampingan kepada masyarakat sering terputus, sementara faskel baru masih banyak yang belum mengikuti Pelatihan Dasar (Peldas); (d) Adanya anggapan keliru dari PK-BKM dan faskel, kalau pengaduan masyarakat tinggi, khawatir penilaian terhadap kinerja BKM maupun Faskel menjadi buruk. F. Pelaporan PPM Pelaporan PPM di kedua kelurahan lokasi penelitian belum dilaksanakan secara khusus, laporan penanganan pengaduan masyarakat dibuat dalam laporan BKM. Di Kelurahan Bontorano, laporan kasus penyimpangan Dana BLM Ekonomi dibuat oleh BKM yang baru dan telah disampaikan kepada Wakil masyarakat (setiap RW), Faskel, Lurah, PJOK dan Korkot. Hasil pengumpulan informasi di Kelurahan Bontorano dan Kelurahan Bunga Ejaya mengenai Pelaporan PPM dapat diuraikan sebagai berikut. Di Kelurahan Bontorano dari pengumpulan informasi melalui kegiatan wawancara dan FGD dengan 49 orang informan dari unsur RTM, Anggota KSM dan PK-BKM, 46,94% informan dari unsur RTM (16.33%), Anggota KSM (22.45%) dan PK-BKM (8,16%) menjawab bahwa belum dibuat Laporan PPM. 53,06% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Bunga Ejaya, 35,29% informan dari unsur RTM (11,76%), Anggota KSM (23,53%) dan PK- BKM (19,61%) menjawab bahwa belum dibuat Laporan PPM dan 45,10% informan dari unsur RTM dan KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, jawaban informan di kedua kelurahan memiliki kecenderungan yang sama, yaitu : (1) Di Kelurahan Bontorano maupun di Kelurahan Bunga Ejaya Pelaporan PPM belum dibuat; (2) Informan yang menjawab Laporan PPM belum dibuat diluar PK- BKM terdiri dari unsure RTM dan Anggota KSM yang terlibat aktif dalam proses pembangunan TRIDAYA, di Kelurahan Bontorano 46,94% dan di Kelurahan Bunga Ejaya 35,29%; (3) Informan yang menjawab tidak tahu terdiri dari unsure RTM dan Anggota KSM yang tidak terlibat dalam proses pembangunan TRIDAYA di Kelurahan Bontorano 53,06% dan di kelurahan Bunga Ejaya 45,10%; (3) Tingginya informan yang menjawab tidak tahu mengenai penanganan pengaduan masyarakat di kedua kelurahan dikarenakan : (a) PK-BKM belum memahami penanganan pengeduan masyarakat (PPM) sebagai bagian dari pengalolaan pembangunan TRIDAYA dan sebagai alat kontrol bagi pelaksanaan pembangunan; (b) belum 128

141 dilaksanakan sosialisasi penanganan pengaduan masyarakat (PPM) kepada masyarakat secara meluas; (c) Sering berganti-gantinya Faskel sehingga pendampingan kepada masyarakat sering terputus, sementara faskel baru masih banyak yang belum mengikuti Pelatihan Dasar (Peldas); (d) Adanya anggapan keliru dari PK-BKM dan faskel, kalau pengaduan masyarakat tinggi, khawatir penilaian terhadap kinerja BKM maupun Faskel menjadi buruk Penerapan Prinsip PPM Penerapan prinsip PPM di kedua kelurahan lokasi penelitian dalam pelaksanaan penanganan pengaduan masyarakat aru dilaksanakan sebagian, antara lain : kemudahan, transparansi, partisipatif dan proorsional. Hasil pengumpulan informasi di Kelurahan Bontorano, dari 49 orang informan yang di wawancarai dan hadir dalam FGD, 24,48% informan mewakili unsure RTM (8,16%), Anggota KSM (8,16%) dan PK-BKM (8,16%) menjawab bahwa dalam pengalolaan PPM di kelurahan belum menerapkan semua prinsip-prinsip PPM, 75,51% informan mewakili unsure RTM dan anggota KSM menjawab tidak tahu mengenai penarapan prinsip-prinsip PPM. Sementara dari 51 informan kunci di Kelurahan Bunga Ejaya yang terdiri dari unsure masyarakat penerima manfaat langsung maupun tidak langsung dan pelaku P2KP, 48,02% Informan yang mewakili unsure RTM (11,76%), Anggota KSM (17,65%) dan PK-BKM (19,61%) menjawab bahwa prinsip PPM belum diterapkan seluruhnya dalam penanganan pengaduan masyarakat. Dan 50,98% informan yang mewakili unsure RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, Jawaba informan di kedua kelurahan memiliki kecenderungan yang sama bahwa penerapan prinsip PPM belum semuanya diterapkan. Untuk mendapatkan gambaran perbandingan jawaban informan di kedua kelurahan dapat diuraikan sebagai berikut : (1) informan yang menjawab penerapan prinsip PPM belum semua diterapkan di Kelurahan Bontorano 24,49% dan Kelurahan Bunga Ejaya 48,02%; (2) informan yang menjawab tidak tahu, 75,51% di Kelurahan Bontorano dan 50,98% di Kelurahan Bunga Ejaya. Prinsip-prinsip PPM yang telah dilaksanakan berdasarkan hasil FGD dengan Anggota KSM, di kelurahan Bunga Ejaya antara lain adalah : (1) Kemudahan, Di Kelurahan Bunga Ejaya penerapan prinsip kemudahan dalam pengelolaan PPM dimana masyarakat merasa mudah dalam menyampaikan pengaduan baik melalui Ketua RT/RW maupun kepada UPK dan PK- BKM, dimana saja bertemu warga masyarakat dapat menyampaikan pengaduaninya. Sementara di Kelurahan Bontorano, PK-BKM yang baru sudah membuka diri bagi masyarakat untuk melaporkan masalahnya, namun warga masyarakat disana pasif dan sudah kurang percaya kepada BKM disebabkan adanya penyimpangan Dana BLM oleh Kolektor UPK; (2) Partisipatif, Di Kelurahan Bunga Ejaya prinsip partisipatif diterapkan, dimana masyarakat dilibatkan dalam menyelesaikan pengaduan. PK-BKM selalu melibatkan Ketua RT/RW, tokoh masyarakat bersama-sama dengan Unit Pengelola terkait (UPK, UPL maupun 129

142 UPS) dalam menangani pengaduan masyarakat. Di Kelurahan Bontorano belum diterapkan karena PK-BKM yang baru belum mendapat kepercayaan masyarakat; (3) Proporsional, di Kelurahan Bunga Ejaya penerapan prinsip proporsional dalam penanganan pengaduan masyarakat dimana penanganan pengaduan dilaksanakan secara proporsional, bila masalah yang diadukan bersifat pertanyan atau usulan yang disampaikan kepada Ketua RT/RW, diselesaikan di tingkat RT/RW. Bila pengaduan bersifat teknis diselesaikan di tingkat Unit Pengelola, dan bila pengaduan bersifat kebijakan diselesaikan di tingkat BKM. Di Kelurahan Bontorano penerapan prinsip proporsional belum dilaksanakan mengingat PK-BKM yang baru belum melakukan kegiatan pembangunan TRIDAYA Sifat dan Media Pengaduan A. Sifat pengaduan Sifat pengaduan di kedua kelurahan lokasi penelitian adalah penaduan informative dan pengaduan penyimpangan prosedur. Di Kelurahan Bontorano pengaduan penyimpangan dana BLM Ekonomi belum dapat diselesaikan, dimana Lurah, Tim faskel, PJOK, Korkot dan KMW telah membantu memfasilitasi penyelesaiannya. Hasil pengumpulan informasi di Kelurahan Bontorano, 22,44% informan yang terdiri dari unsur RTM (8,16%), Anggota KSM (12,24%) dan PK-BKM (2,04%) menjawab bahwa pengaduan yang ada adalah pengaduan informatif. 65,30% informan dari unsur RTM (24,49%), Anggota KSM (34,69%) dan PK-BKM (6,12%) menjawab, sifat pengaduan penyimpangan prosedur dan penyimpangan dana. Dan 12,24% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Bunga Ejaya, 68,63% informan dari unsur RTM (23,53%), Anggota KSM (25,49%) dan PK-BKM (19,61%) menjawab sifat pengaduan adalah informatif. 31,37% informan dari unsur RTM dan KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, jawaban informan di kedua kelurahan memiliki kecenderungan yang berbeda, yaitu : (1) Di Kelurahan Bontorano informan yang menjawab pengaduan informative sebanyak 22,44% %, pengaduan penyimpangan prosedur seperti penyaluran bantuan sosial dan ekonomi tidak sesuai dengan hasil Pemetaan Sosial dan adanya dugaan penyimpangan dana adalah serta informan yang menjawab tidak tahu sebanyak 65,30%. Dengan demikian di Kelurahan Bontorano pengaduan terbanyak yang dilaporkan oleh masyarakat adalah penyimpangan dana. (2) Di Kelurahan Bunga Ejaya, informan yang menjawab pengaduan informative 68,63%. Informan yang menjawab pengaduan penyimpangan prosedur tidak ada (0,00%), dan informan yang mejawab tidak tahu sebanyak 31,37%. Dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa di Kelurahan Bunga Ejaya pengaduan yang banyak diadukan adalah pengaduan informatif. Keterkaitan timbulnya pengaduan masyarakat dengan waktu dari siklus pelaksanaan pembangunan TRIDAYA, dikedua kelurahan memiliki kesamaan sebagai berikut : (1) Pengaduan masyarakat muncul pada saat pencairan Dana BLM dilaksanakan, yaitu pencairan Dana BLM dari Bank Ke 130

143 Rekening BKM, dan pelaksanaan penyaluran bantuan dari Unit Pengelola (UPK, dan UPS) kepada masyarakat; (2) Masyarakat miskin pada umumnya, melaporkan pengaduan informative, sementara di kelurahan Bontorano tokoh masyarakat melaporkan pengaduan penyimpangan Dana BLM ekonomi yang diduga dilakukan oleh Kolektor UPK. B. Media pengaduan Media pengaduan yang digunakan masyarakat di kedua kelurahan adalah media lisan (verbal) dan telepon/sms. Media telepon dan sms digunakan oleh pemuka masyarakat, Koordinator KSM, relawan, dan wrga masyarakat yang dekat dengan BKM. Hasil pengumpulan informasi di Kelurahan Bontorano, 53,06% informan dari unsur RTM (24,14%), Anggota KSM (20,69%) dan PK-BKM (15,52%) menjawab media pengaduan yang digunakan masyarakat pada umumnya adalah lisan. 16,32 % informan dari unsur RTM (0%), Anggota KSM (10,34%) dan BKM (8,62%) menjawab pengaduan masyarakat juga menggunakan sms dan telepon, dan 30,61% informan menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Bunga Ejaya, 62,74% informan dari unsur RTM (27,45%), Anggota BKM (23,53%) dan PK-BKM (11,76%) menjawab masyarakat melaporkan masalahnya menggunakan media lisan. 23,52% informan dari unsur RTM (5,88%), Anggota KSM (23,53%) dan BKM (11,76%) menjawab masyarakat dalam mengadukan masalahnya juga menggunakan media sms dan telepon, sementara 13,73% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, jawaban informan di Kelurahan Bontorano dan Kelurahan Bunga Ejaya memiliki kecenderungan yang sama dalam menyampaikan pengaduannya yaitu media lisan dan media telapon/sms. Perbandingan pendapat informan di kedua kelurahan adalah sebagai berikut : (1) Di Kelurahan Bontorano informan yang menjawab media lisan 53,06%, di Kelurahan Bunga Jaya lebih tinggi yaitu 62,74%; (2) Di Kelurahan Bontorano yang menjawab media telepon/sms 16,32 %, di Kelurahan Bunga Ejaya lebih tinggi yaitu 23,52%; (3) Di Kelurahan Bontorano informan yang menjawab tidak tahu 30,61%, lebih tinggi bila dibandingkan dengan di Kelurahan Bunga Ejaya 13,73%; (4) Di kedua kelurahan Informan dari unsur RTM dan anggota KSM yang manjawab media pengaduan masyarakat adalah media lisan dan media telepon/sms di kedua kelurahan terdiri dari warga miskin penerima manfaat dan calon penerima manfaat sosial, ekonomi dan lingkungan yang terlibat aktidf dalam proses pembangunan TRIDAYA. Sedangkan informan yang menjawab tidak tahu terdiri dari unsur RTM dan Anggota KSM yang tidak terlibat aktif dalam proses pembangunan TRIDAYA Kategori dan Derajat Masalah Kategori dan Derajat Masalah di Kelurahan Bunga Eajaya adalah Kategori 7, yaitu pengaduan informative dangan Derajat Masalah 1, dapat diselesaikan di tingkat kelurahan. 131

144 Sedangkan di Kelurahan Bontorano disamping terdapat Kategori Masalah 7 dan 2, serta Derajat Masalah 1. Masalah penyimpangan dana BLM telah masuk ke Derajat Masalah 3 atau 4. Hasil engumpulan informasi di Kelurahan Bontorano, sebanyak 32,65% informan dari unsure RTM (12,24%), Anggota KSM (16,33%), dan PK-BKM (4,08%) menjawab bahwa pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat pada umumnya adalah pengaduan informative (Kategori-7) dan dapat diselesaikan di BKM (Derajat Masalah-1). 57,10% informan dari unsure RTM (12,24%), unsure Anggota KSM (28,57%) dan PK-BKM (4,08%) menjawab bahwa pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat adalah penimpangan (Kategori-2) diselesaikan di Kelurahan (Derajat Masalah-1). 10,20% informan dari unsure RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Bunga Ejaya dari 48 orang informan 66,67% informan dari unsure RTM (23,53%), Anggota KSM (23,53%) dan PK- BKM (19,61%) menjawab bahwa pengaduan yang dilaporkan masyarakat pada umumnya adalah pengaduan informative (Kategori-7) dan dapat diselesaikan di tingkat BKM (Derajat Masalah-1). 33,33% informan dari unsure RTM dan Anggota KSM dan menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, jawaban informan di kedua kelurahan memiliki kecenderungan yang sama, yaitu : (1) Informan yang menjawab Kategori Masalah 7, atau pengaduan informative dengan Derajat Masalah 1, dapat diselesaikan di tingkat kelurahan oleh BKM di Kelurahan Bontorano 32,65%, sementara di Kelurahan Bunga Ejaya 66,67%; (2) Informan yang menjawab Kategori Masalah 2, ayau pengaduan penyimpangan, dengan Derajat Masalah 1, diselesaikan di tingkat kelurahan di Kelurahan Bontorano 57,10%; (3) Informan yang menjawab tidak tahu di Kelurahan Bontorano 10,20% dan di Kelurahan Bunga Ejaya 33,33%. Di Kelurahan Bontorano, Kategori masalah -7, pada umumnya adalah masalah lain-lain atau pengaduan informative, seperti pertanyaan, usulan dan saran dapat diselesaikan di BKM, sedangkan Kategori Masalah 2, yaitu penyimpangan prosedur dan penyimpangan Dana BLM, yang diduga dilakukan oleh Kolektor UPK. Di Kelurahan Bunga Ejaya, masalah yang muncul pada umumnya adalah Kategori 7, seperti pertanyaan, usulan/saran atau pengaduan teknis menyangkut masalah kegiatan sosial, ekonomi dan lingkungan, masuk dalam Kategori- 7, dan dapat diselesaikan di tingkat BKM masuk dalam Derajat Masalah Pertanyaan penelitian 2 A. Sumber Pengaduan Sumber pengaduan di kedua kelurahan lokasi penelitian memiliki kecenderungan yang sama, yaitu terdiri dari berbagai srata masyarakat, seperti warga miskin,tokoh masyarakat, relawan, kelembagaan masyarakat dan aparat kelurahan. 132

145 Hasil pengumpulan informasi di Kelurahan Bontorano, dari 49 orang informan, 34,69% informan dari unsure RTM (12,24%), Anggota KSM (16,33%) dan PK-BKM (6,12%) menjawab sumber pengaduan warga miskin. 8,16% informan deari unsure RTM (0,00%) dan Anggota KSM (6,12%) dan PK-BKM (2,04%) menjawab sumber pengaduan adalah para pemuka masyarakat dan 57,14% informan dari unsure RTM dan KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Bunga Ejaya, dari 51 orang informan, 50,98% informan dari unsure RTM (23,53%), Anggota KSM (15,69%) dan PK-BKM (11,76%) menjawab sumber pengaduan warga miskin. 15,68% informan deari unsure RTM (0,00%) dan Anggota KSM (7,84%) dan PK-BKM (7,84%) menjawab sumber pengaduan adalah para pemuka masyarakat dan 33,33% informan dari unsure RTM dan KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, jawaban informan di Kelurahan Bontorano dan Kelurahan Bunga Ejaya memiliki kecenderungan yang sama bahwa sumber pengaduan masyarakat berasal dari berbagai strata masyarakat. Perbandingan pendapat informan di kedua kelurahan adalah sebagai berikut : (1) Informan yang memberikan jawaban sumber pengaduan adalah warga masyarakat miskin di Kelurahan Bontotano adalah 34,69%, dan di Kelurahan Bunga Ejaya 50,98%. Informan yang memberikan jawaban diatas terdiri dari warga miskin (RTM) dan Anggota KSM yang terlibat aktif dalam proses pembangunantridaya; (2) Informan yang memberikan jawaban sumber pengaduan adalah tokoh masyarakat (toma, relawan, pengurus LMPK, guru, tokoh agama, dll.) di Kelurahan Bontorano 57,14% dan di Kelurahan Bunga Ejaya 33,33%. Informan yang memberikan jawaban tidak tahu terdiri dari warga miskin (RTM) dan Anggota KSM yang tidak terlibat dalam proses pembangu TRIDAYA. Dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa sumber pengaduan di kedua kelurahan terdiri dari berbagai strata masyarakat, dan warga masyarakat di Kelurahan Bunga Ejaya lebih banyak yang mengetahui pengelolaan PPM dibandingkan dengan warga masyarakat di Kelurahan Bontorano. Rendahnya pengatahuan masyarakat di Kelurahan Bontorano disebabkan warga masyarakat sudah tidak percaya kepada BKM akibat adanya penyimpangan Dana BLM ekonomi oleh Kolektor UPK. B. Penanganan penyelesaian masalah Dalam melaksanakan penyelesaian pengaduan masyarakat di kedua kelurahan telah dilaksanakan secara rata dan adil terhadap semua pelapor. BKM tidak membedakan darimana strata sumber pengaduan, semua dilayani sesuai dengan kebutuhan penyelesaiannya secara proporsional. Dalam menyelesaikan masalah penyimpangan Dana BLM Ekonomi di Kelurahan Bontorano, BKM difasilitasi oleh Lurah, Tim faskel, PJOK dan Kotkot. KMW sudah membentuk tim untuk membantu memfasilitasi penylelesaian. Hasil pengumpulan informasi di Kelurahan Bontorano, dari 49 orang informan 34,69% informan dari unsure RTM (12,24%), Anggota KSM (16,33%) dan PK-BKM (6,12%) menjawab bahwa pelayanan BKM kepada semua strata masyarakat pelapor adalah sama. 8,16% informan dari unsure RTM (6,12%) dan Anggota KSM (2,04%) dan 57,14% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Bunga Ejaya, dari 51 orang informan 50,98% informan dari unsure RTM (23,53%), Anggota KSM 133

146 (15,69%) dan PK-BKM (11,76%) menjawab bahwa penanganan penyelesaian pengaduan kepada semua strata masyarakat oleh BKM sama. 15,68% informan dari unsure RTM (0,00%), Anggota KSM (7,84%) dan PK-BKM (7,84%) menjawab penanganan penyelesaian pengaduan belum adil dan rata, dan 33,33% informan dari unsur RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, di Kelurahan Bontorano dan di Kelurahan Bunga Ejaya memiliki kecenderungan yang sama, yaitu : (1) informan di kedua kelurahan menjawab bahwa pelayanan BKM dalam penanganan penyelesaian pengaduan masyarakat adil dan rata; (2) Jumlah informan yang menjawab penyelesaian penanganan pengaduan adil dan rata di Kel. Bontorano 34,69%, sementara di Kel. Bunga Ejaya lebih tinggi, yaitu 50,98%, terdiri dari unsure Anggota KSM dan Koordinator KSM yang terlibat aktif dalam pembangunan TRIDAYA serta PK-BKM; (3) informan yang menjawab pelayanan BKM dalam penyelesaian pengaduan masyarakat belum rata dan adul, di Kelurahan Bontorano 8,16% dan di Kelurahan bunga Ejaya 15,68% (4) Informan yang menjawab tidak tahu mengenai pelayanan penyelesaian pengaduan masyarakat di Kel. Bontorano 57,14% lebih tinggi dibandingkan dengan di Kel. Bunga Ejaya 33,33%. Informan yang menjawab tidak tahu mengenai penanganan penyelesaian pengaduan masyarakat terdiri dari warga miskin dan calon penerima manfaat sisoal, ekonomi dan lingkungan, yang tidak terlibat secara aktif dalam proses pembangunan TRIDAYA, ; (5) Tingginya prosentase informan yang menjawab tidak tahu, merupakan representative rendahnya informasi mengenai penanganan pengaduan masyarakat (PPM) kepada warga masyarakat miskin di kedua kelurahan Pertanyaan penerlitian 3 A. Transparansi Transparansi pengelolaan dana di tingkat masyarakat di Kelurahan Bontorano maupun di Kelurahan Bunga Ejaya dapat dipilah dalam dua kondisi. Pertama, transparansi pengelolaan dana pada tahap pelaksanaan pembangunan TRIDAYA dimana dilaksanakan penyaluran BLM social, ekonomi dan pembangunan prasarana lingkungan. Pada tahap ini pengelolaan dana di tingkat masyarakat di kedua kelurahan dilaksanakan dengan cukup transparan, dimana UPK, UPL dan UPS menerapkan prinsip transparansi melalui Papan informasi dan pertemuan rutin (Rapat Koordinasi Bulanan) yang diselenggarakan oleh BKM, UPK, UPS dan UPL beserta para wakil masyarakat yaitu para Ketua RW/RT tokoh masyarakat dan relawan. Kedua, pada tahap pemeliharaan prasarana lingkungan (sebagai asset kelurahan) dan keberlanjutan usaha ekonomi masyarakat (Anggota KSM Ekonomi) di Kelurahan Bontorano, dimana terjadi penyimpangan Dana BLM Ekonomi yang mengakibatkan kemacetan pengembalian pinjaman bergulir dari Anggota KSM kepada UPK. Dengan adanya kasus penyimpangan dana BLM tersebut, transparansi pengelolaan dana di UPK sudah tidak berjalan. Iinformasi yang dikumpulkan dari 49 orang informan di Kelurahan Bontorano, 75,51% informan yang terdiri dari unsure RTM (28,57%), Anggota KSM (38,78%) dan PK-BKM (8,16%) menjawab bahwa pengelolaan dana tidak transparan. Dan 24,49% informan dari 134

147 unsure RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Bunga Ejaya, dari 51 orang informan, 47,06% informan yang mewakili unsure RTM (11,76), Anggota KSM (15,69%) dan PK-BKM (19,61%) menjawab pengelolaan dana di tingkat masyarakat transparan. 52,94% dari unsure RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, jawaban informan di Bontorano dan di Kelurahan Bunga Ejaya memiliki kecenderungan yang berbeda, antara lain : (1) Di Kelurahan Bontorano 75,51% informan menjawab pengelolaan dana di tingkat masyarakat tidak transparan, sementara di Kelurahan Bunga Ejaya 0,00%; (2) informan menjawab pengelolaan dana di tingkat masyarakat telah transparan di Kelurahan Bontorano 0,00%, sementara di Kelurahan Bunga Ejaya 47,06% ; (3) Informan yang menjawab tidak tahu di Kelurahan Bontorano 24,49% dan di Kelurahan Bunga Ejaya 52,94%. (4) Dari penggalian informasi melalui kegiatan FGD di Kelurahan Bontorano, para informan menjelaskan bahwa : (a) Di Kelurahan Bontorano pengelolaan dana di tingkat masyarakat, PK-BKM periode sebelumnya dan UPK, UPL, dan UPS tidak transparan dalam melaksanakan pengelolaan dana; (b) BKM dan UP yang baru, belum melaksanakan kegiatan pembangunan TRIDAYA, karena Dana BLM yang ada di kas BKM sebesar Ro. 235 juta belum dapat dimanfaatkan, disebabkan Administrasi dan Keuangan PK-BKM periode sebelumnya tidak ada ; (c) Masyarakat, khususnya warga miskin tidak mengetahui pengelolaan Dana BLM di BIK, UPK,UPS dan UPL; B. Akuntabilitas Akuntabilitas pengelolaan dana di tingkat masyarakat di kedua kelurahan lokasi penelitian, dapat dibagi dalam dua tahap, yaitu, pertama, pada tahap implementasi pembangunan TRIDAYA social, ekonomi dan prasarana lingkungan dilaksanakan melalui dua pendekatan yaitu dilaksanakan pertemuan rutin (rapat koordinasi bulanan) yang diselenggarakan oleh BKM dengan UPK, UPS dan UPL serta wakil masyarakat yang terdiri dari Ketua RT/RW, pemuka masyarakat dan relawan. Selain rapat koordinasi bulanan dilakukan pemeriksaan (audit) dan pembinaan administrasi keuangan UPK, UPS dan UPL oleh Faskel Keuangan Mikro setiap kunjungan ke kelurahan; kedua, pada tahap pemeliharaan prasarana lingkungnkan dan pengembangan Usaha Ekonomi Mikro para Anggota KSM, di Kelurahan Bunga Ejaya transparansi pengelolaan Dana BLM berjalan, namun di Kelurahan Bontorano tidak berjalan hingga dilakukan penggantian pimpinan kolektif BKM. Informasi yang dikumpulkan dari 49 orang informan di Kelurahan Bontorano, 75,51% informan yang terdiri dari unsure RTM (28,57%), Anggota KSM (38,78%) dan PK-BKM (8,16%) menjawab bahwa pengelolaan dana di tingkat masyarakat belum dapat dipertanggungjawabkan. Dan 24,49% informan dari unsure RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Sementara di Kelurahan Bunga Ejaya, dari 51 orang informan, 47,06% informan yang mewakili unsure RTM (11,76), Anggota KSM (15,69%) dan PK-BKM (19,61%) menjawab pengelolaan dana di tingkat masyarakat sudah dapat dipertanggung jawabkan. 52,94% dari unsure RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. 135

148 Berdasarkan deskripsi diatas, Di Kelurahan Bontorano dan Kelurahan Bunga Ejaya jawaban informann terhadap akuntabilitas pengelolaan dana di tingkat masyarakat memiliki kecenderungan yang berbeda, yaitu : (1) Di Kelurahan Bunga Ejaya jawaban para informan menunjukan kecenderungan pengelolaan dana di tingkat,asyarakat dapat dipertanggung jawabkan (akuntabel); (2) Kelurahan Bontorano, PK-BKM dan UPK lama tidak dapat mempertanggungjawabkan pengelolaan dana di tingkat masyarakat (UPK) dikarenakan ada penyimpangan Dana BLM yang melibatkan Kolektor UPK; (3) Di Kelurahan Bunga Ejaya system administrasi keuangan (pembukuan) selalu dilakukan audit oleh T.A. Ekonomi Mikro (Tim Faskel) secara berkala. sedangkan di Kelurahan Bontorano, setelah pergantian PK- BKM, mulai dilakukan pembenahan pembukuan dan system administrasi dengan dibimbing oleh Faskel (T.A. Ekonomi Mikro); (4) Di Kelurahan Bontorano maupun di Kelurahan Bunga Ejaya belum dilaksankan audit oleh Akuntan Publik. C. Partisipasi Keterlibatan warga masyarakat dalam melaksanakan kontrol sosial terhadap pengelolaan dana di UPK, UPS maupun UPL di kedua kelurahan lokasi penelitian sangat rendah disebabkan oleh dua hal, pertama, pelaksanaan pembangunan TRIDAYA, atau implementasi P2KP dari awal menerapkan system perwakilan dari mulai dilaksanakanya sosialisasi awal, pemilihan pimpinan kolektif BKM hingga penetapan penerima manfaat social, ekonomi maupun penetapan lokasi pembangunan prasarana lingkungan. Dengan demikian sejak awal pelaksanaan P2KP warga masyarakat, terutama rumah tangga miskin tidak terlibat, kecuali beberapa orang yang memang aktif dalam berbagai kegiatan social kemasyarakatan dan memiliki perhatian terhadap penanggulangan kemiskinan dilingkungan tempat tinggalnya; kedua, di kelurahan Bontorano khususnya dengan terjadinya kasus penyimpangan Dana BLM Ekonomi mengakibatkan ketidak percayaan masyarakat kepada BKM sehingga masyarakat menjadi pasif. Hasil pengumpulan informasi dari 49 informan yang diwawancarai dan yang hadir dalam kegiatan FGD di Kelurahan Bontorano, 32,55% informan dari unsure RTM (12,24), Anggota KSM (16,33%) dan PK-BKM (4,08%) menjawab bahwa masyarakat terlibat dalam kontrol sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat. 59,18% informan dari unsure RTM (24,49%), Anggota KSM (30,61%) dan PK-BKM (4,08%) menjawab masyarakat tidak terlibat dalam kontrol sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat, dan 8,16% informan dari unsure RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Sedangkan di Kelurahan Bunga Ejaya dari 51 informan, 54,91% informan dari unsure RTM (17,65%), Anggota KSM (23,53%) dan PK-BKM (13,73%) menjawab masyarakat terlibat dalam kontrol sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat, 31,37% informan dari unsure RTM (17,65%), Anggota KSM (13,73%) dan PK-BKM (5,88%) menjawab masyarakat miskin tidak terlibat dalam kontrol sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat, dan 13,73% informan dari unsure RTM dan Anggota KSM menjawab tidak tahu. Berdasarkan deskripsi diatas, pendapat informan mengenai partisipasi public dalam Kontrol Sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat di kedua kelurahan adalah sebagai berikut : (1) di Kelurahan Bontorano menunjukan kecenderungan masyarakat terlibat 136

149 sebanyak 32,55%, sementara di Kelurahan Bunga Ejaya lebih tinggi, yaitu 54,91%; (2) di Kelurahan Bontorano, informan yang menjawab masyarakat tidak terlibat 59,18% sementara di Kelurahan Bunga Ejaya 31,37%; dan (3) informan yang menjawab tidak tahu di Kelurahan Bontorano 8,16% dan di Kelurahan Bunga Ejaya 13,73%. Dari jawaban informan di kedua kelurahan dapat di interpretasikan bahwa partisipasi masyarakat dalam control sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat lebih tinggi di Kelurahan Bunga Ejaya; (4). Rendahnya partisipasi public dalam control sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat di Kelurahan Bontorano, dikarenakan PK-BKM lama tidak transparan dalam pengelolaan dana dan adanya penyimpangan prosedur dan penyimpangan Dana BLM oleh Kolektor UPK, menyebabkan warga masyarakat pasif Pendapat informan kunci tingkat kelurahan terhadap pertanyaan penelitian. Pendapat informan kunci berdasarkan hasil wawancara semi terstruktur dan focused group discussion (FGD) di Kelurahan Purworejo dan Kelurahan Bangilan Kota Pasuruan berdasarkan variabel- variabel pertanyaan penelitian, dapat dilihat pada gambar dihalaman berikut : 137

150 138

151 139

152 Kegiatan Koordinasi, SSI dan FGD Di Kota Makasar SSIdgKorkot/AskorkotKotaMakasar KoordinasidenganKMWProv. Sulsel SSIdenganFaskelKel.Bontorano FGDdgKSMKel.Bontorano SSIdenganRTMKel.BungaEjaya SSIdenganCamatBontoala 140

153 Tabel Analisis Komponesi Terhadap Kecenderungan isu-isu dan Penyelesaian PPM Di Kelurahan Lokasi Penelitian Domain Pengaduan Analisis Komponensial Lokasi Sub Domain Pengaduan yang ada Pengaduan Informatif Usulan / Saran Pertanyaan Isu isu Pengaduan Pasyarakat 1. Bantuan sekolah bagi ana-anak keluarga miskin dari uang tunai menjadi perelatan sekolah 2. Bantuan pinjaman modal usaha bagi angota KSM ditambah. 3. Usulan bantuan pembangunan prasarana lingkungan ditambah 1. Mekanisme dan prosedur penyaqaluran BLM sosial dan ekonomi 2. Mekanisme penyaluran dana BLM dari BKM ke Unit Pengelola dan dari Unit pengelola kepada penerima manfaat 1. Kapan pencairan BLM Tahap II 2. Karena angsuran macet, warga miskin calon penerima manfaat menanyakan kapan mendapat giliran pinjaman modal, 1. Koordinator PK-BKM rangkap jabatan dg kelembagaan lainnya di tingkat kelurahan/kecamatan 1. Karena tidak ada lagi prasarana yang rusak, untuk menyerap BLM Lingkungan, prasarana yang masih bagus diperbaiki lagi. Struktur (Pengadu/Pelaku) 4. Warga masyarakat 5. Pemuka masyarakat 6. Relawan 1. Warga masyarakat 2. Pemuka masyarakat 3. Relawan 1. Warga masyarakat 2. Pemuka masyarakat 3. Relawan 1. Warga masy 2. Tokoh masy 3. Relawa 2. Warga masyarakat 3. Tokoh Masy 4. Relawan Kelurahan/Status Selesai Semua Kelurahan lokasi penelitian (Selesai) Semua Kelurahan lokasi penelitian (Selesai) Semua Kelurahan lokasi penelitian (Selesai) Kelurahan Kandang Kelurahan Belawan Bahagia Kelurahan Huongubotu Kelurahan Purworejo & Bangilan 1. Konflik antara pimpinan kolektif BKM Kel. Belawan Bahagia (Dalam Proses) Kota 1. Bengkulu 2. Medan 3. Pasuruan 4. Surabaya 5. Gorontalo 6. Makasar 1. Bengkulu 2. Medan 3. Pasuruan 4. Surabaya 5. Gorontalo 6. Makasar 1. Bengkulu 2. Medan 3. Pasuruan 4. Surabaya 5. Gorontalo 6. Makasar 1. Bengkulu 2. Medan 3. Gorontalo 1. Pasuruan 1. Medan 141

154 Pengaduan Penyimpangan Penyimpan gan Prosedur Penyimpan gan Dana BLM 1. Penerima manfaat tidak sesuai pemetaan sosial (PS) 2. Ada dugaan mark-up RAB pembangunan prasarana lingkungan. 3. PK-BKM terlibat proyek 4. Pembangunan prasarana lingkungan di depan rumah tokoh masyarakat (Ketua RW) 5. Tidak dilakukan sosialisasi relialisasi pemanfaatan Dala BLM Sosial,Ekonomi dan Lingkungan kepada masyarakat secara luas Penyimpangan Dana BLM Ekonomi Penyimpangan Dana BLM Ekonomi UnsurPK-BKM & Koord UPK Unsur PK-BKM & Sekretaris Semua Kelurahan lokasi penelitian (Selesai) Kel. Sukarami : 1. PPK-BKM telah di ganti melalui Musyawarah LPJ 2. Pengembalian Dana BLM dalam proses penyelesaian di tingkat kecamatan Kel. Bangilan : 1. PPK-BKM telah di ganti melalui Musyawarah LPJ 2. Pengembalian Dana BLM dalam proses penyelesaian di tingkat kelurahan 1. Bengkulu 2. Medan 3. Pasuruan 4. Surabaya 5. Gorontalo 6. Makasar 1. Bengkulu 1. Pasuruan Penyimpangan Dana BLM Unsur PK-BKM Kel. Huongubotu (Selesai) 1. Gorontalo Penyimpangan Dana BLM Ekonomi Unsur PK-BKM Kel. Pradah Kalikendal : 1. PPK-BKM telah di ganti melalui Musyawarah LPJ 2. Pengembalian Dana BLM dalam proses penyelesaian di tingkat kelurahan 1. Surabaya Penyimpangan Dana BLM Ekonomi Unsur PK-BKM & Kolektor Kel. Bontorano : 1. PPK-BKM telah di ganti melalui Musyawarah LPJ 2. Pengembalian Dana BLM dalam proses enyelesaian, Korkot & KMW membantu penyelesaian 1. Makasar 142

155 Tabel.4.2. Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Dana di Tingkat Masyarakat Serta PartisipasiPublik Melalui Kontrol Sosial Di Kelurahan Lokasi Penelitian Tahap Pencairan Dana BLM Tahap Penyaluran Dana BLM Tahap Implementasi Pembangunan TRIDAYA Semua Kelurahan Semua Kelurahan Semua Kelurahan Penyerapan Dana BLM dari Bank ke BKM (berdasarkan tahapan/termyn) Penyaluran Dana BLM ke UPS Penyaluran Dana BLM ke UPK Penyaluran Dana BLM ke UPL Pemanfaatan Dana BLM : 1) Beasiswa 2) Peningkatan gizi balita 3) Bantuan lansia Pemanfaatan Dana BLM : 1) Modal bergulir Pemanfaatan Dana BLM untuk pembangunan prasarana lingkungan. 1) Transparansi dilaksanakan melalui papan informasi pada Sekretariat BKM; 2) Akuntabilitas dilaksanakan melalui : a) Rapat Koordinasi Bulanan di tingkat BKM, bersama UPK, UPL dan UPS dan Wakil masyarakat. b) Pembinaan dan audit administrasi keuangan BKM, UPK,UPS dan UPL oleh T.A. Keuangan Mikro (Tim Faskel) 3) Parisipasi public : a) rendah karena melalui perwakilan b) Tinggi setelah diketahui ada penyimpangan dana BLM. Kelurahan Penaduan Rendah 1) Isu penyimpangan prosedur penetapan penerima manfaat. Tahap Pelestarian Dan Pengembangan Ekonomi 1) Kemacetan pengembalian Dana BLM, dikarenakan adanya Isu Dana BLM adalah hibah dan tidak perlu di kembalikan. 2) Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana di tingkat masyarakat bkerjalan dengan baik. 1) isu mark-up biaya pembangunan prasarana. 2) Penempatan lokasi prasarana Kelurahan Pengaduan Tinggi 1) Isu penyimpangan prosedur dan penyimpangan Dana BLM. 1) Terjadi penyimpangan Dana BLM yang melibatkan unsure pimpinan kolektif BKM, Sekretaris BKM, Koordinator UPK dan Kolektor UPK. 2) Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana BLM di UPK tidak bkerjalan. 1) Isu mark-up biaya pembangunan prasarana. 2) Penempatan lokasi prasarana 143

156 2. Antar Tipe Kota Analisis antar tipe kota dimaksudkan untuk mengetahui pelaksanaan penanganan pengaduan masyarakat di kelurahan lokasi penelitian dalam konteks tipologi kota. Dalam penelitian ini tipologi kota dibagi menjadi dua yaitu tipologi kota sedang dan tipologi kota besar. Tipologi kota sedang terdiri dari Kota Bengkulu, Kota Pasuruan dan Kota Gorontalo. Dan tipologi Kota Besar terdiri dari Kota Medan, Kota Surabaya dan Kota Makasar. Tujuan dilakukannya analisis kontekstual antar tipologi kota adalah untuk mengetahui : 1) Adakah relevansi pelaksanaan penanganan pengaduan (PPM) Program P2KP di kelurahan lokasi penelitian dengan perkembangan pembangungan tipologi kota. 2) Adakah perbedaan relevan pelaksanaan penanganan pengaduan masyarakat di antara kelurahan lokasi penelitian berdasarkan tipologi kota. Selanjutnya Analisis kontekstual antar tipologi kota dapat dilihat sebagai berikut dibawah ini : 2.1. Analisis Kontekstual Pelaksanaan Pengaduan Masyarakat di Topologi Kota Sedang (Kota Bengkulu, Kota Pasuruan dan Kota Gorontalo) A. Hasil Analisis Pertanyaan Penelitian 1 : Apakah Sistem penanganan Pengaduan masyarakat yang ada saat ini sudah efektif? Sebagaiman telah disampaikan pada Bab II, bahwa untuk mengukur efektifitas system penenganan pengaduan masyarakat, digunakan 4 (empat) Variable yang berhubungan dengan Sistem Pelaksanaan Penanaganan Pengaduan Masyarakat (PPM) di tingkat kelurahan, yaitu : (1) Variable Pengelolaan Penanaganan Pengaduan Masyarakat; (2) Variable Penerapan Prinsip-Prinsip PPM; (3) Variabel Sifat dan Media Pengaduan, serta (4) Variabel Kategori dan Derajat Masalah Jumlah dan Komposisi Informan Tingkat Kelurahan di Kota Bengkulu, Pasuruan, dan Gorontalo. Jumlah dan komposisi informan kunci tingkkat kelurahan di masing-masing kota tipologi sedang adalah sebagai berikut : a) Kota Bengkulu Jumlah informan di Kota Bengkulu adalah 109 orang terdiri dari 65 orang laki-laki dan 44 orang perempuan. Informan dari unsure RTM Laki-laki 20 orang (18,35%), RTM Perempuan 20 orang (18,35%), Anggota KSM Laki-laki 27 orang (24,77%), Anggota KSM Perempuan 21 orang (19,27%), PK-BKM Laki-laki 18 orang (16,51%) dan PK- BKM Perempuan 3 orang (2,75%). b) Kota Pasuruan 144

157 Jumlah informan di Kota Pasuruan adalah 105 orang, terdiri dari 40 orang laki-laki dan 65 orang perempuan. Informan dari RTM Laki-laki 15 Orang (14,29%), RTM Perempuan 25 orang (23,81%), Anggota KSM Laki-laki 20 orang (19,05%), Anggota KSM Perempuan 28 orang (26,67%), PK-BKM Laki-laki 5 orang (4,76%) dan PK-BKM Perempuan 12 orang (11,43%). c) Kota Gorontalo Jumlah informan di Kota Gorontalo adalah 89 orang terdiri dari 41 orang laki-laki dan 48 orang perempuan. Informan dari RTM Laki-laki 25 orang (28,09%), RTM Perempuan 15 orang (16,85%), Anggota KSM Laki-laki 4 orang (4,49%), Anggota KSM Perempuan 29 orang (32,58%), PK-BKM Laki-laki 12 orang (13,48%) dan PK-BKM Perempuan 4 Orang (4,49%). Berdasarkan deskripsi diatas, peran serta informan perempuan di Kota Bengkulu 44 orang (40,37%), di Kota Pasuruan 65 orang (48,10%), dan di Kota Gorontalo 48 orang (53,93%). Keterlibatan informan perempuan di setiap kota menunjukan prosentasi yang tinggi dimana rata-rata diatas 40% dari jumlah informan di masing-masing Kota. Tingginya keterlibatan kaum perempuan sebagai informan dalam penelitian ini di tipologi kota sedang memiliki kecenderungan yang sama, yaitu : Pertama, kaum perempuan yang mewakili unsure Rumah Tangga Miskin (RTM) terdiri dari calon penerima manfaat dan penerima manfaat sosial, ekonomi dan prasarana lingkungan yang dipilih secara acak dalam kegiatan wawancara semi terstruktur (SSI) di tingkat kelurahan. Kedua, kaum perempuan yang mewakili warga miskin selaku Anggota KSM sosial, ekonomi dan prasarana lingkungan yang terlibat dalam kegiatan diskusi terfokus (focused group discussion/fgd) di tingkat kelurahan. Ketiga, kaum perempuan selaku pelaku P2KP yaitu unsure Pimpinan Kolektif BKM (PK-BKM) yang terlibat dalam kegiatan diskusi terfokus (focused group discussion/fgd) di tingkat kelurahan. Dari sisi status sosial, kaum perempuan yang terlibat sebagai informan di tipologi kota sedang ini, dapat dikelompokan kedalam tiga kelompok, yaitu : Pertama, kaum perempuan warga calon penerima manfaat sosial, ekonomi dan prasarana lingkungan yang memiliki penghasilan tidak tetap antara Rp.250,000 Rp. 300,000 perbulan, terdiri dari janda penerima manfaat perbaikan rumah kumuh, penerima santunan dana tunai, dan penerima beasiswa atau bantuan peralatan sekolah bagi putra-putrinya, para pembantu rumah tangga, pedagang makanan dan pemilik warung. Kedua, kaum perempuan Anggota KSM penerima manfaat sosial, ekonomi dan prasarana lingkungan, yang memiliki penghasilan tidak tetap antara Rp.250,000 Rp. 300,000 perbulan, terdiri dari janda penerima manfaat perbaikan rumah kumuh, penerima santunan dana tunai, dan penerima beasiswa atau bantuan peralatan sekolah bagi putraputrinya, para pembantu rumah tangga, pedagang makanan dan pemilik warung. Ketiga, kaum perempuan selaku PK-BKM, mereka termasuk kelompok yang memiliki pendidikan tinggi dan aktif dalam kegiatan pembangunan di kelurahannya, seperti Kader Kesehatan, Kader Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Guru, Pegawai Honorer Kelurahan, Bidan dan Kelompok Ibu-ibu PKK. 145

158 Tinginya keterlibatan informan kaum perempuan di tingkat kelurahan sebagai penerima manfaat maupun sebagai pelaku P2KP dapat diindikasikan bahwa rata-rata disetiap kota kaum perempuan yang terlibat dalam pembangunan TRIDAYA cukup tinggi diatas 40,00%. Disamping terlibat dalam pembangunan TRIDAYA di tingkat kelurahan, peningkatan kapasitas bagi kaum perempuan dapat dirasakan langsung oleh mereka yang memiliki kesadaran dan perhatian terhadap penanggulangan kemiskinan, seperti diungkapkan oleh Koordinator UPK dan PK-Kolektif BKM Kelurahan Huongubotu, Sebelum ada Program P2KP, kami hanya ibu rumah tangga yang terlibat dalam kegiatan sosial dilingkungan tempat tinggal kami, setelah mengikuti pelatihan komputer yang di fasilitasi P2KP, kami sekarang diangkat menjadi tenaga honorer kelurahan. SebelumadaProgramP2KP,kamihanyaiburumahtanggayangterlibatdalamkegiatan sosialdilingkungantempattinggalkami,setelahmengikutipelatihankomputeryangdi fasilitasip2kp,kamisekarangdiangkatmenjaditenagahonorerkelurahan. KoordinatorUPKdanPK BKMKelurahanHuongubotuKotaBengkulu Kaum perempuan yang terlibat dalam pembangunan TRIDAYA, merasakan manfaat dan adanya peningkatan kemampuan pada diri pribadinya, seperti terungkap dalam kesaksian yang dicatat Moura sebagai berikut : Dulunya saya adalah perempuan yang bodoh. Benar-benar bodoh. Saya tidak tahu apa-apa. Sekarang saya dapat mengutarakan apa yang saya pikirkan. Saya tahu bagaimana harus berbicara didepan umum, dan apa yang saya pikir bisa saya lakukan. Pada awalnya saya sangat pemalu, tapi sekarang saya sudah berhasil dapat mengatasinya, syukurlah. Kini saya telah jadi perempuan baru. (Mariarosa Dalla Costa dan Giovanna F Dalla Costa, 2000:138) Jumlah informan laki-laki tingkat kelurahan di Kota Bengkulu 65 orang (69,63%), di Kota Pasuruan 65 orang (61,90) dan di Kota Gorontalo 41 orang (46,07). Keterlibatan kaum lakilaki selaku informan dalam penelitian ini, dapat dikelompokan kedalam tiga kelompok, yaitu : Pertama, warga miksin selaku calon penerima manfaat dan penerima manfaat sosial, ekonomi dan prasarana lingkungan yang dipilih secara acak dalam kegiatan wawancara semi terstruktur (SSI). Kedua, warga miskin selaku Anggota KSM sosial, ekonomi dan prasarana lingkungan yang terlibat dalam kegiatan diskusi terfokus (focused group discussion/fgd) di Kelurahan. Ketiga, informan laki-laki selaku pelaku P2KP yaitu unsure Pimpinan Kolektif BKM (PK-BKM) yang terlibat dalam kegiatan diskusi terfokus (focused group discussion/fgd) di tingkat kelurahan. 146

159 Dari sisi status sosial, kaum laki-laki yang terlibat sebagai informan di ketiga kota tipologi sedang ini, dapat dikelompokan kedalam tiga kelompok, yaitu : Pertama, kelompok warga miskin calon penerima manfaat sosial, ekonomi dan prasarana lingkungan, terdiri dari para penganggur atau orang lanjut usia (lansia) penerima manfaat perbaikan rumah kumuh, penerima santunan dana tunai, dan penerima beasiswa/peralatan sekolah bagi putra-putrinya, para pengemudi becak dan pengemudi bentor. Kedua, penerima manfaat ekonomi, terdiri dari pedagang makanan (gorengan), pemilik warung kecil, dan pedagang mainan di Sekolah Dasar terdekat. Ketiga, informan laki-laki selaku pelapu P2KP yaitu unsure Pimpinan Kolektif BKM (PK-BKM), mereka termasuk kelompok yang memiliki pendidikan tinggi dan aktif dalam kegiatan pembangunan di tingkat kelurahan, seperti Ketua Karang Taruna, Pengurus LPMK, Ketua Adat, Guru, Pengawai Negeri, Pengusaha Sablon, Pengusaha Material, Pimpinan Ormas, dll. Sementara dari sisi ekonomi, pendapatan informan lak-laki dari unsure RTM pada umumnya memiliki pendapatan sama dengan informan perempuan rata-rata Rp. 250,000 Rp. 300,000 perbulan Pertanyaan Penelitian 1, Apakah system penanganan pengaduan masyarakat yang ada saat ini sudah efektif? Untuk menjawab pertanyaan penelitian 1 diatas, dipilih 4 (empat) variable untuk mengukur apakah system penanganan pengaduan masyarakat telah efektif dalam pelaksanaan pembangunan TRIDAYA di 12 kelurahan lokasi penelitian. Keempat variable tersebut adalah : (1) Penerapan system penanganan pengaduan masyarakat; (2) penerapan prinsip-prinsip penanganan pengaduan masyarakat; (3) Sifat dan media pengaduan; dan (4) Kategori dan derajat masalah Penerapan Sistem PPM Variable penerapan system penanganan pengaduan masyarakat memiliki 6 (enam) indicator untuk mengukur apakah system penanganan pengaduan masyarakat telah diterapkan dalam pelaksanaan pembangunan TRIDAYA, yaitu : (1) Pengelolaan Penanganan Pengaduan Masyarakat (PPM); (2) Penerimaan Pelaporan Pengaduan Masyarakat; (3) Pencatatan dan Pendistribusian Pengaduan masyarakat; (4) Penanganan Pengaduan Masyarakat; (5) Dokumentasi dan Sosialisasi Hasil PPM; dan (6) Pelaporan Pengaduan Masyarakat. Berdasarkan informan yangz telah dikumpulkan di Kota Bengkulu, Kota Pasuruan dan Kota Gorontalo memiliki kecenderungan yang sama yaitu penanganan pengaduan masyarakat belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur P2KP, dengan perinciansebagai berikut : Pengelolaan PPM Informan yang memberikan jawaban Unit Pengelola PPM di tingkat kelurahan telah terbentuk tidak ada di ketiga kota lokasi penelitian. Informan yang menjawab Unit Pengelola PPM belum dibentuk di Kota Bengkulu 47,71%, di Kota Pasuruan 48,57% dan di Kota Gorontalo 47,19% menunjukan informasi yang diterima oleh mwarga dikelurahan lokasi penelitian masing-masing kota memiliki kecenderungan yang sama berkisar diantara 47,00% hingga 147

160 49,00% warga menerima informasi mengenai pengelolaan penanganan pengaduan masyarakat (PPM), dengan demikian warga masyarakat yang belum menerima informasi mengenai pengelolaan penanganan pengaduan berkisar antara 51,00% hingga 53,00% sebagaimana jawaban informan di Bengkulu 52,29%, di Kota Pasuruan 51,43% dan di Kota Gorontalo 52,81%. Berdasarkan pendapat informan diatas dan pengamatan di lapangan, ditemui : Pertama, pengelolaan penanganan pengaduan masyarakat (PPM) tingkat kelurahan dilaksanakan oleh PK-BKM secara kolektif, tidak ada yang menangani secara khusus, atau tidak ada tim yang memiliki otoritas untuk menangani pengaduan masyarakat. Kedua, PK- BKM belum memahami bahwa pengelolaan PPM merupakan bagian tidak terpisahkan dari manajemen pembangunan TRIDAYA di tingkat kelurahan, di tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi dan pusat secara berjenjang yang harus dikelola sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan Program P2KP. Ketiga, pendampingan yang dilaksanakan oleh Tim Faskel, Korkot, KMW dan stakeholders di daerah belum mampu mengubah sikap dan perilaku PK- BKM dalam upaya menerapkan sistem manajemen kelembagaan yang komperhensif terkait dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) kelembagaan BKM sebagai representasi masyarakat warga kelurahan yang bersangkutan. Keempat, dengan belum terbentuknya Unit Pengelola PPM dan belum dilaksanakannya sosialisasi PPM kepada masyarakat di tingkat kelurahan, menjadikan hak-hak warga masyarakat dalam menyampaikan pendapat, usulan, saran dan pengaduan (complaint) menjadi tersumbat dan menghambat proses demokratisasi, transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan pembangunan TRIDAYA. BKMpadadasarnyamerupakanlembagakepercayaanmasyarakatatau BoardofTrusty. PengertianboardoftrustypadasatusisimerujukpadakeberadaanBKMyangharusmengakar, representative,danaspiratif,sertaberanggotakankumpulanwargayangikhlas,adil,jujurdan tidakdibayaruntukpengabdiannya.sehinggamenjaditumpuankepercayaanmasyarakat. Sedangkanpadasisilain,BKMsebagilembagakepercayaanmasyarakatjugaharusmampu diakuidandipercayaolehpihak pihaklainnya. PedomanUmumP2KPTahun2005 Sebagaimana disampaikan diatas, pengelolaan penaganan pengaduan masyarakat dalam Program P2KP merupakan bagian dari proses pemberdayaan yang ditujukan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dan penguatan kapasitas kelembagan masyarakat dalam kaitannya dengan penerapan prinsip-prinsip P2KP yaitu demokratis, transparansi dan akuntabilitas. Dalam peningkatan kapasitas (capacity building) masyarakat dan kelembagaan masyarakat, menurut pendapat Deborah Eade (1996:11) : 148

161 Terdapat tiga sumbangan pemikiran bagi peningkatan kapasitas dan pemberdayaan. Pertama, penting bagi masyarakat belajar dari pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya. Kedua, tumbuhnya kesadaran, belajar, menghargai diri sendiri, dan kapasitas politik yang saling memperkuat. Ketiga, warga miskin dan mereka yang terpinggirkan mendapatkan keadilan sehingga memiliki kemampuan mengorganisasi untuk bersaing dalam membangun masyarakatnya untuk mendapatkan otoritas yang bebas dari eksploitasi dan penindasan Penguatan kemampuan masyarakat ditujukan untuk menentukan nilai dan prioritas mereka sendiri, dan untuk mengorganisasi kegiatan mereka sendiri adalah dasar dari pengembangan masyarakat (Eade and william. 1995:9). Berdasarkan pendapat diatas, pengelolaan penanganan pengaduan masyarakat sebagai bagian dari manajeman pembangunan TRIDAYA merupakan bagian penting dalam proses capacity building dan pemberdayaan masyarakat sebagai masukan bagi perbaikan pelaksanaan program dalam upaya mencapai tujuannya yaitu masyarakat mandiri yang secara bertahap akan memiliki kemampuan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapinya. MasyarakatwargayangdibangundalamP2KPadalahhimpunanmasyarakatyang memilikicirri cirisukarela,kesetaraan,kemitraan,inklusif,demokratik,mandiri,otonom, proaktif,bersemangatsalingmembantu,menghargaikesatuandalamkeragamandan kedamaian. PedomanUmumP2KPTahun Penerimaan Pengaduan, Informan yang memberikan jawaban penerimaan pengaduan sudah sesuai dengan prosedur P2KP di tiga kelurahan lokasi penelitian di Kota Bengkulu, Kota Pasuruan dan Kota Gorontalo tidak ada. Informan yang menjawab bahwa penerimaan pengaduan belum sesuai dengan prosedur P2KP di Kota Bengkulu 57,80% di Kota Pasuruan 48,57% dan di Kota Gorontalo 47,19%. Dalam penerimaan pelaporan jawaban informan di Kota Bengkulu menunjukan kenaikan 9,29% artinya informasi yang diterima atau diketahui warga masyarakat mengenai penerimaan pengaduan lebih tingi dibandingkan dengan informasi yang diterima oleh masyarakat mengenai pengelolaan penanaganan pengaduan masyarakat, sementara di Kota pasuruan dan di Kota Gorontalo informasi yang diterima oleh masyarakat sama dengan pengelolaan penanaganan pengaduan masyarakat, sebagaimana hasil temuan di lokasi penelitian informan yang menjawab tidak tahu mengenai penerimaan pelaporan di Kota Bengkulu adalah 42,20%, di Kota Pasuruan 51,43% dan di Kota Gorontalo 52,81%. Pengaduan dari warga masyarakat pada umumnya diterima oleh para Ketua RT/RW dan tokoh masyarakat dilingkungan tempat tinggal pelapor. Masyarakat, khususnya warga miskin 149

162 tidak ada yang langsung datang melaporkan masalahnya ke Sekretariat BKM secara tatap muka, menulis pengaduan dan memanfaatkan kotak pengaduan. Masyarakat melaporkan masalahnya melalui para ketua RT/RW, tokoh masyarakat dan Unit Pengelola yang dinilai dapat menampung serta menyalurkan aspirasinya kepada PK-BKM. Dengan kondisi seperti ini yang merata di semua kelurahan, seperti ada jarak antara PK-BKM dengan warga masyarakat terutama warga miskin dalam melakukan komunikasi, baik ia selaku penerima manfaat sosial, ekonomi dan lingkungan maupun warga masyarakat (miskin) calon penerima manfaat. Penerimaan pengaduan masyarakat oleh para Ketua RT/RW dan tokoh masyarakat ini telah,membudaya. Warga masyarakat miskin telah terbiasa menyampaikan masalahnya kepada para Ketua RT/RW dan tokoh masyarakat berkaitan dengan permasalahan lingkungan sosial. Dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa pengaduan masyarakat disalurkan menggunakan perwakilan melalui peran elit di tingkat kelurahan. Elit kelurahan ini terbentuk sejalan dengan semakin berkembangnya jumlah penduduk dalam lingkungan kelurahan dan semakin banyak program yang masuk ke tingkat kelurahan yang memerlukan pembagian kerja diantara warga masyarakat nya. Menurut pendapat Suzanne Keller (1995:87) mengenai golongan elit adalah : Golongan elit berkembang disebabkan oleh empat proses sosial yang utama : (1) pertumbuhan penduduk; (2) pertumbuhan spesialisasi jabatan; (3) pertumbuhan organisasi formal atau birokrasi; dan (4) perkembangan keragaman moral. Dengan berjalannya keempat proses itu, kaum elit pun menjadi semakin banyak, semakin beraneka ragam dan lebih bersifat otonom. Elit yang dimaksud oleh Aristoteles adalah pemimpin pemimpinnya bukan hanya kaum elit politis tetapi juga semua mereka yang tindakan dan usahanya berorientasi untuk mengamankan dan memajukan kepentingan-kepentingan masyarakat. Dalam hal ini mereka adalah menyerupai gabungan dari para pemimpin politik, ekonomi, moral dan budaya dari zaman kita sendiri. (Suzanne Keller, 1995:6) Kelompok elit non-pemerintah dibagi dalam tiga tipe.tipe pertama adalah berdasarkan hirarki dari kekayaan; tipe elit kedua berdasarkan kelas ekonomi; dan tipe elit ketiga berdasarkan status sosial. (Gerain Parry, 1969:26). Berdasarkanpendapatdiatas,elitdapatdidefinisikan; sebagaipemimpin pemimpinyang Elit tindakannyadanusahanyaberorientasiuntukmengamankandanmemajukan yang ditemui di enam kelurahan lokasi penelitian cukup beragam terdiri dari tiga tipe elit sebagaimana kepentingan kepentinganmasyarakatyangberasaldariberbagaistatussosial. dikemukakan oleh Gerain Parry, seperti aktivis pemuda, aktivis partai dan ormas, pendidik, pemuka adat, pemuka agama, ketua kelompok perempuan, Ketua PKK, Ketua RT/RW, pegawai negeri, dosen, relawan dan lainnya. Sejalan dengan perannya selaku elit di tingkat kelurahan, para Ketua RT/RW, tokoh masyarakat dan relawan ini menjadi tumpuan bagi masyarakat dalam menampung dan menyalurkan aspirasinya kepada PK-BKM. 150

163 Pencatatan dan Pendistribusian, Informan yang memberikan jawaban bahwa pencatatan dan pendistribusian telah sesuai dengan prosedur P2KP di tiga kota lokasi penelitian tidak ada. Sementara Informan yang menjawab bahwa pencatatan dan pendistribusian pengaduan masyarakat belum sesuai dengan prosedur P2KP di Kota Bengkulu 54.13%, di Kota Pasuruan 49.52% dan di Kota Gorontalo 47,19%. Sementara informan yang menjawab tidak tahu mengenai pencatatan dan pendistribusian pengaduan masyarakat di Kota Bengkulu 49,66%, di Kota Pasuruan 50,485 dan di Kota Gorontalo 52,81%. Berdasarkan pendapat informan diatas, di kelurahan lokasi penelitian Tipologi Kota Sedang memeiliki kecenderungan yang sama sbagai berikut : Pertama, pencatatan pengaduan masyarakat belum dilaksanakan di enam kelurahan tipologi kota sedang. Kedua, PK-BKM tidak memahami bahwa penanganan pengaduan masyarakat bagian dari pengelolaan/manajemen pelaksanaan pembangunan partisipatif melalui pendekatan TRIDAYA di kelurahannya. Ketiga, salah satu kendala belum dilaksanakannya pencatatan dan pendistribusian pengaduan masyarakat oleh BKM adalah tidak tersedianya Blanko Format Pengaduan dan Buku Catatan Pengaduan. Keempat, pendokumentasian pengaduan masyarakat dicatat seperlunya pada buku catatan masing-masing penerima pengaduan (Ketua RT/RW, Unit Pengelola/UPK/UPLdan UPS), selanjutnya dilaporkan kepada PK-BKM juga secara lisan. Salahsatukendalabagikamiadalahseringberganti gantinyafasilitatorkelurahan, sehinggaprosespendampinganterputusdantidakberkelanjutan.fasilitatorkelurahan barusebagaipenggantimembutuhkanwaktuuntukadaptasidalammemberikan pendampingan,danbanyakdiantaranyayangbelummengikutipelatihadasar(peldas). PKBKMKotaBengkulu,KorkotdanAsmandatKotaBengkulu Penanganan pengaduan, Informan yang menjawab penanganan pengaduan masyarakat sudah sesuai dengan prosedur P2KP tidak ada, sementra informan yang menjawab penanganan pengaduan masyarakat belum sesuai dengan prosedur P2KP di Kota Bengkulu 47,71%, di Kota Pasuruan 49,52% dan di Kota Gorontalo 47,19%. Informan yang memberikan jawaban tidak tahu di kota Bengkulu 52,29% di Kota Pasuruan 50,48% dan di Kota Gorontalo 52,81%. Dengan demikian dapat ditafsirkan sebagai berikut : Pertama, penanganan pengaduan masyarakat belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur P2KP, antara lain seperti : pengklasifikasian masalah, investigasi, konfirmasi, rekomendasi dan informasi. Hasil investigasi yang dilakukan oleh Unit Pengaduan Masyarakat (UPM) harus dikonfirmasikan kepada pihak terkait yang tepat. Selanjutnya dari hasil konfirmasi, UPM membuat rekomendasi kepada pihak yang berwenang menangani masalahnya. Kedua, tingginya masyarakat yang tidak mengetahui penanganan pengaduan masyarakat dalam P2KP dapat diinterpretasikan bahwa masyarakat belum mendapatkan informasi tentang penanganan pengaduan masyarakat sebagai ruang bagi masyartakat untuk menyampaikan pendapat, saran, dan usulan serta 151

164 pengaduan (complaint) yang berkaitan dengan pembangunan TRIDAYA dilingkungan kelurahannya. PenangananpengaduanmasyarakatdilaksanakanolehPK BKMsecarakolektif,dengan demikiansemuaunsurepimpinankolektifterlibatdalamupaya upayapenyelesaiannya, teknispelaksanaanyaditanganisecaraproporsionalsesuaidenganpengaduanyang masukkebkm KoordonatorPK BKMKelurahanKandangKotaBengkulu Menurut pendapat Koordinatot PK-BKM di Kelurahan Kandang, Kota Bengkulu dan Koordinator PK-BKM Kelurahan Purworejo Kota Pasuruan, pendistribusian pengaduan masyarakat yang telah dilaksanakan menerapkan pendekatan tupoksi PK-BKM dan Unit Pengelola sebagai berikut : Pertama, bila pengaduan masyarakat sifatnya pengaduan informatif (seperti pertanyaan, saran, masukan dan lain-lain) akan diselesaikan di tingkat RT/RW, Kedua, bila pengaduan penyimpangan prosedur akan ditangani oleh Unit Pengelola terkait (UPK,UPS atau UPL). Ketiga, bila pengaduan menyangkut masalah kebijakan akan di selesaikan oleh PK-BKM. Setiap pengaduan yang masuk terutama yang manyangkut masalah penyimpangan prosedur dan kebijakan akan di musyawarahkan oleh PK-BKM dengan melibatkan para Ketua RT/RW dan tokoh masyarakat stempat. Selanjutnya PK-BKM menugaskan Unit Pengelola terlait untuk menangani pengaduan tersebut atau PK-BKM sendiri yang menyelesaikan penanganan pengaduan yang bersifat kebijakan. Mekanisme penanganan pengaduan, pada dasarnya dilakukan melalui proses investigasi,konfirmasi,rekomendasidaninformasi.hasilinvestigasiyangdilakukanoleh Unit Pengaduan Masyarakat (UPM) harus dikonfirmasikan kepada pihak terkait yang tepat. Selanjutnya dari hasil konfirmasi, UPM membuat rekomendasi kepada pihak yangberwenangmenanganimasalahnya. PedomanUmumP2KPTahun Dokumentasi dan Sosialisasi Hasil Di Kota Bengkulu, Kota Pasuruan dan Kota Gorontalo tidak ada informan yang menjawab BKM telah melaksanakan pendokumentasian dan sosialisasi hasil penanganan pengaduan masyarakat. Di Kota Bengkulu informan yang menjawab belum ada dokumentasi PPM 58,78%, di Kota Pasuruan 49,52% dan di Kota Gorontalo 47,19%. Sementara informan yang menjawab tidak tahu di Kota Bengkulu 58,78%, di Kota Pasuruan 50,48% dan di Kota 152

165 Gorontalo 52,81%. Berdasarkan deskripsi diatas, pendokumentasian dan sosialisasi hasil PPM di ketiga kota lokasi penelitian memiliki kecenderungan yang sama yaitu belum dilaksanakan. Belum dilaksanakannya pendokumentasian dikarenakan : Pertama, dengan belum dibentuknya Unit pengelola PPM, tidak ada yang ditugaskan untuk menanganani pencatatan dan dokumentasi pengaduan masyarakat. Pengaduan masyarakat diterima melalui para wakil masyarakat (Ketua RT/RW dan tokoh masyarakat) secara lisan (verbal). Kedua, tidak tersedianya Blanko Format Pengaduan dan Buku Catatan Pengaduan di sekretariat BKM menyebabkan tidak terbangunnya tanggung jawab untuk mencatat dan mendokumentasikan setiap pengaduan yang masuk ke BKM. Ketiga, waktu pendampingan tim faskel di kelurahan sangat kurang, pada umumnya faskel datang ke kalurahan menyampaikan format yang harus diisi oleh BKM untuk kepentingan proyek dan banyak diantara faskel yang tidak memberikan pendampingan sesuai tupoksinya dan dalam memberikan tugas kepada BKM lebih bersifat instruktif. Keempat, informan yang menjawab belum dilakukan pendokumentasian rata-rata 54,02% menunjukan bahwa warga masyarakat di kelurahan lokasi penelitian di Tipologi Kota Sedang pada umumnya tidak mengetahui pendokumentasian dan sosialisasi hasil PPM. Waktupendampingantimfaskeldikelurahansangatkurang,padaumumnyafaskel datangkekalurahanmenyampaikanformatyangharusdiisiolehbkmuntukkepentingan proyekdanbanyakdiantarafaskelyangtidakmemberikanpendampingansesuai tupoksinyadandalammemberikantugaskepadabkmlebihbersifatinstruktif. KoordinatorPK BKMKelKandang,BangilandanHuongubotu Bila pernyataan informan bahwa pendampingan yang dilaksanakan oleh tim faskel sebagaimana dikemukakan diatas, maka terdapat kesalahan dalam memberikan pendampingan di tingkat kelurahan. Menurut pendapat Edi Suharto, PhD (dalam bahan bacaan pelatih dalam meningkatkan kemampuan (capacity building) para pendamping sosial keluarga miskin pada proyek ujicoba model pemandu di lampung, jateng dan NTB, 2007): Pendampingan sosial sangat menentukan keberhasilan program penanggulangan kemiskinan. Mengacu kepada Ife (1995), peran pendamping umumnya mencakup tiga peran utama, yaitu : fasilitator, pendidik, perwakilan masyarakat, dan peran-peran teknis bagi masyarakat miskin yang didampinginya. (Edi Suharto, 2007) Pelaporan PPM Laporan penanganan pengaduam masyarakat di tingkat kelurahan di Kota Bengkulu, Kota Pasuruan dan Kota Gorontalo belum dibuat secara khusus oleh BKM. Berdasarkan hasil pengumpulan informasi di tiga kota tipologi sedang memiliki kecenderunagn yang sama mengenai Laporan PPM. Pertama, informan yang menjawab Laporan PPM sudah diibuat di tingkat kelurahan tidak ada atau 0,00%. Berdasarkan pendapat diatas, informan dari unsur 153

166 pelaku P2KP yaitu Pimpinan Kolektif BKM sendiri menjawab bahwa belum dibuat laporan PPM secara khusus dalam pengertian terpisah dari Laporan BKM. Laporan mengenai penanganan pengaduan masyarakat yang telah dibuat menjadi bagian dari Laporan BKM. Kedua, informan yang memberikan jawaban Laporan PPM belum dibuat sesuai dengan prosedur P2KP di Kota Bengkulu 53,21%, di Kota pasuruan 49,52% dan di Kota Gorontalo 47,19%, memberikan gambaran bahwa disamping laporan PPM belum diabuat, prosentasi masyarakat pada umumnya yang mendapat informasi mengenai penanganan pengaduan masyarakat di tingkat kelurahan lebih tinggi di Kota Bengkulu disusul oleh Kota Pasuruan dan Kota Gorontalo. Ketiga, informan yang memberikan jawaban tidak tahu di Kota Bengkulu adalah 46,79%, di Kota Pasuruan 50,48% dan di Kota Gorontalo 52,81%, dapat diinterpretasikan bahwa informasi mengenai pelaporan PPM dan pengelolaan penangaduan pengaduan masyarakat belum sampai kepada masyarakat secara merata, di Kota Pasuruan dan Kota Gorontalo lebih dari 50,00% warga masyarakat tidak tahu mengenai laporan PPM khususnya dan tidak tahu ada penanganan pengaduan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan TRIDAYA. Berdasarkan persepsi informan kunci ti tingkat kelurahan terhadap indikator-indikator Penerapan Prosedur dalam Penerapan Sistem Penanganan Pengaduan Masyarakat diatas, dapat diinterpretasikan bahwa Penanganan Pengaduan Masyarakat sebagaimana tertuang dalam Pedoman umum P2KP dan Pedoman Teknis P2KP belum diterapkan dalam implementasi pembangunan TRIDAYA di tingkat kelurahan, dengan penjelasan sebagai berikut : (1) Unit Pengelola PPM di tingkat kelurahan/bkm dari enam kelurahan lokasi penelitian baru di Kelurahan Biawao yang telah terbentuk, akan tetapi belum berjalan dikarenakan PK-BKM yang aktif hanya 6 (enam) orang. Dengan belum dibentuknya Unit Pengelola PPM, berimlikasi kepeda pengelolaan PPM secara umum di tingkat kelurahan; (2) Penerimaan pengaduan masyarakat, di enam kelurahan lokasi penelitian memiliki kecenderunagn yang sama, yaitu dilakukan warga masyarakat, khususnya rumah tangga miskin melalui perwakilan kepada elit di lingkungan tempat tinggalnya. Warga miskin tidak menyampaikan pengaduannya secara langsung datang ke Sekretariat BKM melalui tatap muka, atau tertulis. Dengan demikian penerimaan pengaduan masyarakat di tingkat BKM lebih banyak dari para elit sebagai penyambung lidah warga miskin; (3) Pencatatan dan Pendistribusian pengaduan masyarakat baru dilaksankan sesuai dengan pemahaman PK-BKM di masing-masing kelurahan lokasi penelitian. Kendala utama dalam pencatatan pengaduan masyarakat adalah tidak tersedianya sarana dan prasarana penanganan pengaduan masyarakat, seperti : (a) Kotak Pengaduan hanya ditemui di Kelurahan Kandang dan Kelurahan Sukarami Kota Bengkulu, Kelurahan Bangilan dan Kelurahan Purworejo Kota Pasuruan dalam keadaan kosong tidak dimanfaatkan oleh warga masuarakat, (b) Blanko Format Pengaduan dan Buku Catatabn Pengaduan pada saat penelitian dilaksanakan tidak ditemui di semua kelurahan lokasi penelitian. Pendistribuasian penanganan pengaduan masyarakat dilakukan dari elit ke BKM sebagai laporan pengaduan, dan dari BKM ke Unit Pengelola dalam upaya penanganan penyelesaian pengaduan; (4) Penanganan pengaduan masyarakat diselesaikan berdasarkan sifat pengaduan yang masuk, yaitu bila sifat pengaduan adalah informatif dan dapat diselesaikan di tingkat komunitas oleh elit akan diselesaikan di tingkat komunitas. Bila sifat pengaduan penyimpangan prosedur, PK-BKM melalui musyawarah akan menunjuk/menugaskan Unit Pengelola terkait untuk menyelesaikan didampingi elit setempat. Bila sifat pengaduan menyangkut kebijakan dan atau penyimpangan Dana BLM ditangani oleh PK-BKM bersama Unit Pengelola dan elit di tingkat kelurahan maupun di level 154

167 diatasnya; (5) Sosialisasi hasil progres, pada umumnya di enam kelurahan lokasi penelitian di tipologi kota sedang belum dilakukan kepada masyarakat pada umumnya. Sosialisasi hasil dilaksanakan melalui pendekatan perwakilan kepada para elit di tingkat kelurahan seperti para Ketua RT/RW, toma, toga, tokoh adat, dll; (6) Pelaporan PPM belum dilaksanakan secara khusus, dalam pengertian terpisah dari laporan bulanan BKM sebagai bahan laporan MIS bagi Tim Faskel dan pengelola p2kp dilevel diatasnya. Laporan Pengaduan Masyarakat yang sudah dibuat oleh BKM adalah laporan penyimpangan Dana BLM, seperyi yang terjkadi di Kelurahan Sukarami Kota Bengkulu dan Kelurahan Bangilan di Kota Pasuruan. Laporan yang dibuat BKM terkait dengan adanya penyimpangan Dana BLM merupakan hasil investigasi yang dilakukan kepada berbagai pihak di kelurahan, seperti kepada masyarakat penerima manfaat, relawan, Unit Pengelola dan unsur PK BKM-sendiri. Laporan ini selanjutnya disampaikan kepada Tim Faskel, Lurah dan PJOK selaku pembina dan pengelola P2KP di tingkat kecamatan Penerapan Prinsip PPM Berdasrkan pendapat informan di kelurahan tipologi kota sedang mengenai penerapan prinsip penanganan pengaduan masyarakat (PPM) dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, di kelurahan lokasi penelitian di Kota Bengkulu, Kota Pasuruan dan Kota Gorontalo informan yang memberikan jawaban bahwa Prinsip-prinsip PPM telah diterapkan secara menyeluruh tidak ada atau 0,00%; Kedua, informan yang memberikan jawaban prinsip-prinsip penanganan pengaduan masyarakat belum dilaksanakan secara keseluruhan di Kota Bengkulu 44,95%, di Kota Pasuruan 49,52% dan di Kota Gorontalo 55,06%. Berdasarkan informasi yang disampaikan para informan di tipologi kota sedang, dapat diinterpretasikan bahwa penerapan prinsip-prinsip pananganan pengaduan masyarakat (PPM) di tiga kota yaitu Kota Bengkulu, Kota Pasuruan dan Kota Gotrontalo belum diterapkan secara menyeluruh, namun demikian prinsip-prinsip yang telah diterapkan dalam penanganan pengaduan masyarakat di ketiga kota diatas antara lain adalah kemudahan, partisipatif, cepa, proporsional, obyektif dan aman. Ketiga, tingginya informan yang memberikan jawaban tidak tahu mngenai penerapan prinsip-prinsip penanganan pengaduan masyarakat, dikarenakan masyarakat secara umum belum mendapatkan informasi mengenai penangananan pengaduan masyarakat secara keseluruhan, Sosialisasi Penanganan Pengaduan Pengaduan di ketiga kota tipologi sedang ini baru dilaksanakan di tingkat pelaku P2KP yang terdiri dari PK-BKM, Unit Pengelola dan para elit di tingkat kelurahan, yang menyebabkan terputusnya informasi kepada masyarakat. Untuk mendapatkan gambaran perbandingan pendapat informan mengenai penerapan prinsip PPM di tipologi kota sedang dapat dilihat pada Gambar diatas Sifat dan Media Pengaduan Hasil pengumpulan informasi mengenai Sifat dan Media Pengaduan Masyarakat di kelurahan tipologi kota sedang mengenai sifat dan media pengaduan masyarakat adalah sebagai bkerikut dibawah ini. 155

168 Sifat Pengaduan Informan yang memberikan jawaban sifat pengaduan informatif di lokasi penelitian tipologi kota sedang, memiliki kecenderungan yang berbeda. Jumlah prosentasi jawaban sifat pengaduan informatif akan berkorelasi dengan prosentasi jawaban informan yang menjawab sifat pengaduan adalah penyimpangan. Perbandingan jawaban informan sifat pengaduan pengaduan informatif di masing-masing kota tipologi sedang dapat dijelaskan sebagai berikut: Pertama, informan yang memberikan jawaban sifat pengaduan masyarakat adalah pengaduan informatif di Kota Bengkulu 33,03% mewakili dua kelurahan yaitu Kelurahan Kandang dan Kelurahan Sukarami, di Kota Pasuruan 40,95% mewakili Kelurahan Bangilan dan Kelurahan Purworejo, dan di Kota Gorontalo 57,30% mewakili Kelurahan Huongubotu dan Kelurahan Biawao. Dari ketiga kota di tipologi kota sedang, pengaduan informatif yang tertinggi adalah Kota Gorontalo dan yang terendah Kota Bengkulu. Di Kota Gorontalo, tingginya pendapat informan yang menjawab sifat pengaduan informatif dikarenakan di kedua kelurahan lokasi penelitian yaitu Kelurahan Huongubotu dan Kelurahan Biawao tidak ada pengaduan penyimpangan Dana BLM, pengaduan penyimpangan yang dilaporkan adalah penyimpangan prosedur, seperti penyaluran bantuan sosial dan ekonomi yang dinilai oleh masyarakat tidak sesuai dengan hasil Pemetaan Sosial (PS), bantuan disalurkan kepada orang-orang yang dekat dengan elite. Sementara informan yang menjawab pengaduan informatif rendah dan terendah yaitu Kota Pasuruan dan di Kota Bengkulu, dikedua kota tersebut terdapat penyimpangan Dana BLM yang melibatkan Koordinator PK-BKM, pada saat penelitian dilakukan di Kelurahan Bangilan Kota Pasuruan sedang dalam proses penyelesaian dan akan dilaksanakan Musyawarah Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) BKM difasilitasi oleh Lurah Bangilan. Musyawarah LPJ dengan agenda : (a) Laporan Pertanggung Jawaban PK-BKM dan (b) Pemilihan PK-BKM Periode Sementara di Kelurahan Sukarami Kota Bengkulu, penyelesaian masalah penyimpangan Dana BLM sedang dalam proses penyelesaian difasilitasi oleh PJOK dan Camat Kecamatan Selebar. Di Kelurahan Sukarami, Musyawarah LPJ PK BKM sudah dilaksanakan termasuk penggantian PK-BKM. Kedua, informan yang memberikan jawaban sifat pengaduan penyimpangan di Kota Bengkulu 32,11%, Kota Pasuruan 24,76% dan Kota Gorontalo 16,85%. Dari ketiga kota tipologi kota sedang, prosentasi pengaduan penyimpangan tertinggi adalah di Kota Bengkulu (32,11%) dan terendah adalah Kota Gorontalo (16,85%). Tingginya informan yang menjawab pengaduan penyimpangan di Kota Bengkulu dan Kota Pasuruan, dikarenakan di kedua kota tersebut terjadi penyimpangan Dana BLM Ekonomi yang diduga dilakukan oleh Koordinator PK-BKM dengan Sekretaris BKM di Kelurahan Bangilan Kota Pasuruan, dan di Kelurahan Sukarami diduga dilakukan oleh PK-BKM dengan Koordinator UPK. Ketiga, informan yang menjawab tidak tahu di Kota Bengkulu 34,86%, di Kota Pasuruan 34,29% dan di Kota Gorontalo 25,84%. Pendapat informan yang menjawab tidak tahu mengenai sifat pengaduan masyarakat tertinggi adalah Kota Bengkulu 34,86% dan yang terendah adalah Kota Gorontalo 25,84%. Tingginya informan yang menjawab tidak tahu mengenai sifat pengaduan dikarenakan sosialisasi penanganan pengaduan masyarakat baru dilaksanakan kepada pelaku P2KP dan elit di tingkat kelurahan. 156

169 Media Pengaduan Jawaban informan di kelurahan tipologi kota sedang mengenai media pengaduan masyarakat memiliki kecenderungan yang sama yaitu menggunakan media lisan dan media telepon/sms, dengan penjelasan sebagai berikut : Pertama, Jawaban informan di ketiga kota tipologi sedang mengenai media pengaduan masyarakat memiliki kecenderungan yang sama yaitu media lisan. Di Kota Bengkulu 61,47% informan menjawab media yang digunakan oleh masyarakat terutama warga miskin dalam menyampaikan pengaduannya adalah media lisan, di Kota Pasuruan 47,62% informan menjawab media pengaduan masyarakat adalah lisan dan di Kota Gorontalo 57,30%. Tingginya prosentasi media pengaduan lisan di masing-masing kota disebabkan masyarakat, terutama warga miskin pada umumnya enggan menggunakan media tertulis dikarenakan ada kekhawatiran akan terjadi konflik antara pelapor dan yang dilaporkan. Masyarakat di Kota Pasuruan bila ada masalah dilingkungannya mereka biasanya membicarakan (gosip) di warung kopi yang mereka sebut cangkru an. Yang dibicarakan dalam cangkru an ini adakalanya disampaikan kepada elit dilingkungan tempat tinggalnya. Sementara di Kota Gorontalo masyarakat dan pada umumnya ibu-ibu bila ada masalah mereka ngerumpi atau istilah populer di kalangan mereka carlota. Sama halnya dengan di Pasuruan apa yang diisukan warga biasanya ada yang menyampaikan kepada elit dilingkungan domisilinya. Masyarakat, terutama warga miskin di tingkat kelurahan telah terbiasa mengadukan masalahnya dengan lisan kepada elit dilingkungan domisilinya, disamping telah membudaya bila mengadukan dengan tertulis maka pengaduan telah menjadi formal danberimplikasihukum. KorkotKotaBengkulu Kedua, informan yang menjawab pengaduan masyarakat menggunakan media telepon/sms di Kota Bengkulu 22,02%, di Kota Pasuruan 18,10% dan di Kota Gorontalo 16,85%. Media telepon/sms biasanya digunakan oleh para elit (seperti : Ketua RT/RW, tokoh masyarakat, ibu-ibu PKK, dan mereka yang biasa berkomunikasi dengan PK-BKM atau Unit pengelola). Masyarakar miskin jarang menggunakan media telepon/sms disebabkan adanya hambatan psikologis karena mereka yang menjadi PK-BKM maupun koordinator Unit Pengelola (UPK,UPL, dan UPS) biasanya elit di tingkat kelurahan. 157

170 Ketiga, informan yang menjawab tidak tahu di Kota Bengkulu 16,51%, di Kota Pasuruan 18,10% dan di Kota Gorontalo 25,84%. Banyaknya informan yang menjawab tidak tahu di Kota Gorontalo disebabkan dua keadaan yaitu belum adanya sosialisasi penanganan dan hasil penanganan pengaduan masyarakat dan tidak adanya pengaduan masalah penyimpangan Dana BLM, sementara di Kota Bengkulu dan di Oota pasuruan tingginya informan yang menjawab media pengaduan disebabkan di Kelurahan Sukarami dan Kelurahan Bangilan pengaduan penyimpangan Dana BLM yang ada masih dalam proses penyelesaian dan warga masyarakat miskin pada umumnya terlibat dalam proses pengaduannya. Keempat, kebiasaan masyarakat menyampaikan pengaduannya dengan lisan dan telepon/sms, sehingga Kotak Pengaduan di Sekretariat BKM selalu kosong. Di Kota Bengkulu, di Kelurahan Kandang kotak pengaduan tersimpan di gudang Sekretariat BKM/Kelurahan. Sementara di Kelurahan Sukarami kotak pengaduan terpasang dihalaman Sekretariat BKM/Kelurahan tidak pernah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menyampaikan pengaduan. Demikian pula halnya dengan di Kelurahan Huongubotu Kota Gorontalo, menurut PK-BKM dulu kami memiliki kotak pengaduan di Sekretariat BKM, namun karena tidak pernah dimanfaatkan oleh warga, pada saat Sekretariat BKM pindah ke Kantor Kelurahan tidak dipasang lagi. Karenamasyarakatmenyampaikanpengaduannyasecaralisandanmediatelepo/sms, maka Kotak Pengaduan Masyarakat tidak pernah dimanfaatkan dan selalu dalam keadaankosong. Berdasarkan deskripsi diatas, di ketiga kota tipologi kota sedang memiliki kecenderungan yang sama terhadap media pengaduan yaitu dengan cara lisan dan media telepon/sms. Pengaduan masyarakat yang menggunakan media massa atau website di tingkat kelurahan tidak ditemui. Selama kegiatan penelitian di Kota Pasuruan, terdapat pengaduan menggunakan media website yang melaporkan adanya dugaan penyimpangan dana yang dilakukan oleh Senior Faskel (SF) dan sedang dalam penanganan oleh Korkot. Penggunaan media lisan dan media telepon/sms pada dasarnya memiliki kesamaan yaitu tidak dapat dijadikan data autentik sebagai data pelaporan bagi penanganan pengaduan masyarakat. Sebagaimana telah dikemukakan diatas, penggunaan media lisan dalam menyampaikan pengaduannya telah menjadi kebiasaan dan membudaya pada masyarakat di tingkat kelurahan, dan untuk mengubah kebiasaan ini kepada penyampaian pengaduan secara tertulis sangat sulit disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : Pertama, masyarakat merasa enggan untuk menuliskan pengaduannya disebabkan ada kekhawatiran akan terjadi konflik atau gesekan antara pelapor dan yang dilaporkan serta pengaduan mejadi formal dan berimplikasi hukum bila menyangkut penyimpangan Dana BLM. Kedua, masyarakat khususnya warga miskin dalam menyampaikan pengaduannya melalui perwakilan kepada elit di tingkat kelurahan, dengan demikian dilingkungan masyarakat tingkat kelurahan sebenarnya sudah 158

171 terbangun hirarki kepemimpinan informal melalui peran elit (Ketua Rt/RW, tokoh agama, tokoh pendidikan, tokoh budaya/adat, tokoh pemuda dan tokoh perempuan). Hirarki kepemiminan ini disatu sisi menghambat proses demokratisasi dalam pelaksanaan pembangunan TRIDAYA, dimana posisi warga masyarakat miskin tetap termarjinalkan dan hanya sebagai penerima manfaat sosial, ekonomi dan prasarana lingkunga. Untuk itu dibutuhkan usaha-usaha penyesuaian antara kebiasaan masyarakat yang telah membudaya dengan unsue-unsur baru agar proses-proses perubahan sosial dan kebudayaan dapat berjalan dalam upaya penanggulangan kemiskina di perkotaan. Adakalanya unsur-unsur baru dan lama bertentangan secara bersamaan mempengaruhi norma-norma dan nilai-nilai yang kemudian berpengaruh pula pada warga masyarakat. Itu berarti adanya gangguan yang kontinu terhadap keserasian masyarakat. Keadaan tersebut berarti bahwa ketegangan-ketegangan serta kekecewaan diantara para warga tidak mempunyai saluran pemecahan. Apabila keserasian dapat dipulihkan kembali setelah terjadi perubahan, maka keadaan tersebut dinamakan penyesuaian (adjustment). Bila sebaliknya yang terjadi maka dinamakan ketidak penyesuaian sosial (maladjustment) yang mungkin terjadinya anomie. (Soeryono Soekanto, 2003:384) Kategori dan Derajat Masalah Kategori dan derajat masalah di kota tipologi sedang memiliki kecenderungan yang sama, yaitu : Pertama, masalah yang banyak dilaporkan oleh masyarakat yaitu Kategori Masalah-7 yaitu pengaduan masalah lain-lain atau pengaduan informatif. Kategori Masalah-7, terdapat disemua kelurahan kota tipologi sedang, di Kota Bengkulu informan yang menjawab Kategori Masalah-7 adalah 41,28%, di Kota Pasuruan 56,19% dan di Kota Gorontalo 60,67%. Kategori Masalah-7 atau pengaduan informatif pada umumnya dapat diselesaikan di tingkat BKM atau di kelurahan. Pengaduan mmasyarakat yang dapat diselesaikan di tingkat kelurahan masuk dalam Derajat Masalah-1. Kedua, Kategori Masalah-2 yaitu pengaduan penyimpangan yang terdiri dari penyimpangan prosedur dan penyimpangan Dana BLM. Penyimpangan prosedur pada umumnya yang muncul di kelurahan lokasi penelitian antara lain adalah : (a) penerima manfaat sosial dan ekonomi tidak sesuai dengan hasil Pemetaan Sosial (PS); (b) prosedur pembayaran HOK; (c) mekanisme penyaluran bantuan sosial dan ekonomi, dan lainnya dan dapat diselesaikan di tingkat Unit Pengelola atau BKM. Kategori penyimpangan prosedur pada umumnya masuk dalam Derajat Masalah-1. Sementara Kategori Masalah-2 penyimpangan Dana BLM muncul di Kelurahan Sukarami Kota Bengkulu yaitu penyimpangan Dana BLM ekonomi yang diduga dilakukan oleh Koordinator PK-BKM bersama Koordinator UPK. Masalah ini sedang dalam proses penyelesaian, dimana pelaku telah membuat Surat Pernyataan kesanggupan pengembalian difasilitasi oleh PJOK dan Camat, masalah ini masuk kedalam Derajat Masalah-2, yaitu diselesaikan di tingkat kecamatan. Sedangkan masalah penyimpangan Dana BLM di Kelurahan Bangilan masuk dalam Derajat Masalah-1, diselesaikan di kelurahan difasilitasi oleh Lurah. KamitidaktahuperkembanganpelaksanaanP2KPdikelurahan kelurahankarenabkm tidakpernahmemberikanlaporan.mereka(pk BKM&Faskel)datangkalaumemerlukan tandatangansaja.tapiselamainitidakadalaporanmengenaipenyimpangandanablm yangmasukkepadakami 159

172 2.2. Pertanyaan Penelitian 2 Apakah sistem penanganan benar-benar mampu menangkap dan menangani secara rata dan adil semua relevan yang ada di berbagai strata masyarakat? Untuk menjawab pertanyaan penelitian 2 diatas, digunakan dua variabel yaitu Variabel Sumber Pengaduan dan Variabel Penanganan Penyelesaian Masalah. Variabel Sumber Pengaduan digunakan untuk mengetahui siapa dan apakah pengadu (pelapor) yang ada ditingkat kelurahan telah mewakili seluruh strata masyarakat yang ada. Dan Variabel Penanganan Penyelesaian Pengaduan digunakan untuk mengetahui apakah pelayanan BKM kepada seluruh pelapor dari berbagai strata masyarakat telah rata dan adil Sumber Pengaduan Sumber pengaduan di kelurahan tipologi kota sedang memiliki kecenderungan yang sama yaitu terdiri dari warga masyarakat miskin, elit di tingkat kelurahan. Di Kota Bengkulu 39,45% pendapat informan di kedua kelurahan lokasi penelitian memberikan informasi bahwa sumber pengaduan adalah masyarakat miskin, sementara di Kota Pasuruan pendapat serupa disampaikan oleh 49,52% informan dan di Kota Gorontalo 44,94%. Informan yang memberikan jawaban sumber pengaduan adalah tokoh masyarakat di Kota Bengkulu 29,36%, di Kota Pasuruan 41,90% dan di Kota Gorontalo 33,71%. Sedangkan informan ynag menjawab tidak tahu di Kota Bengkulu 31,19%, di Kota Pasuruan 8,57% dan di Kota Gorontalo 21,35%. Berdasarkan deskripsi diatas, di ketiga kota tipologi sedang ini sumber pengaduan dari warga masyarakat miskin menunjukan prosentasi tertinggi. Selanjutnya untuk Kota Pasuruan dan Kota Gorontalo prosentasi informan yang menjawab tokoh masyarakat (elit) sebagai sumber pengaduan merupakan kedua tertinggi, berbeda dengan di Kota Bengkulu informan yang menjawab tidak tahu menduduki prsentasi kedua tertinggi. Tingginya informan yang memberikan informasi sumber pengaduan adalah tokoh masyarakat di Kota Pasuruan dan Kota Gorontalo, karena dalam persepsi sebagaian informan bahwa pada dasarnya masyarakat banyak yang tidak paham mengenai mekanisme dan prosedur pelaksanaan pembangunan TRIDAYA, dan yang tahu hanya para tokoh masyarakat dilingkungan kelurahan. Oleh karenanya masyarakat, khususnya warga miskin dalam menyampaikan pengaduannya kepada para tokoh masyarakat ini yang dinilai mengatahui dan dapat menjawab persoalan-persoalan yang ada dan atau menjadi media bagi masyarakat untuk meneruskan pengaduannya kepada BKM. Bila dibandingkan informan yang menjawab tidak tahu mengenai sumber pengaduan masyarakat di Kota Bengkulu 31,19%, di Kota Pasuruan 8,57% dan di Kota Gorontalo 21,35% dapat dijelaskan sebagai berikut : Pertama, sosialisasi hasil PPM belum dilaksanakan 160

173 di kelurahan lokasi penelitian tipologi kota sedang. Kedua, di Kota Pasuruan dengan adanya kasus penyimpangan Dana BLM, dimana dalam penanganannya dimotori oleh para tokoh masyarakat di tingkat kelurahan (para Ketua RT/RW, Guru, Kader Kesehatan, Kader PAUD, Ketua LPMK, PKK dan lainnya). Ketiga, di Kota Gorontalo pengaruh elit di tingkat kelurahan sangat kuat baik itu Ketua RT/RW, aktivis partai politik, pengusaha, aktivis perempuan, Guru, pegawai negeri, polisi, tentara dan lainnya. Pengaduan pada dasarnya merupakan aspirasi, keluhan ataupun ketidakpuasan terhadap implementasi P2KP. Terlepas dari siapapun dan dimanapun yang menyampaikanpengaduan... PedomanUmumP2KPtahun Penanganan Penyelesaian Pengaduan Masyarakat Pendapat informan mengenai penanganan penyelesaian pengaduan masyarakat di kota-kota tipologi sedang memiliki kecenderungan yang sama, yaitu : Pertama, mayoritas informan menjawab bahwa dalam penyelesaian pengaduan masyarakat BKM telah memberikan pelayanan yang adil dan rata kepada semua pelapor dari berbagai strata. Di Kota Bengkulu informan yang memberikan jawaban BKM telah memberikan pelayanan yang adil dan rata kepada semua strata pelapor adalah 40,37%, di Kota Pasuruan 64,76% dan di Kota Gorontalo 65,17%. Dari komposisi prosentasi jawaban informan diatas, prosentasi tertinggi terdapat di Kota Gorontalo 65,17% dan yang terendah Kota Bengkulu 40,37%. Kedua, informan yang menjawab belum adil dan rata di Kota Bengkulu 24,77%, di Kota Pasuruan 17,14% dan di Kota Gorontalo 0,00%. Pendapat informan tertinggi yang menyatakan bahwa pelayanan BKM belum adil dan rata adalah di Kota Bengkulu 24,77% dan di Kota 17,14%, sentara di Kota Gorontalo tidak ada yang menjawab atau 0,00%. Ketiga, informan yang menjawab tidk tahu di Kota Bengkulu 34,86%, di Kota Pasuruan 18,10% dan di Kota Gorontalo 34,83%. Perbandingan prosentasi informan yang menjawab tidak tahu di Kota Pasuruan sangat kecil yaitu 18,10% bila dibandingkan dengan kedua kota lainnya (Kota Bengkulu 34,83% dan Kota Gorontalo 34,83%). Kondisi ini disebabkan di Kota Pasuruan, khusunya di Kelurahan Bangilan penyelesaian penanganan pengaduan masyarakat terkait dengan kasus penyimpangan Dana BLM oleh Koordinator PK-BKM dan Sekretaris BKM telah menjadi perhatian seluruh komponen masyarakat, mengingat tingginy angka Dana BLM ekonomi yang belum kembali ke Kas BKM, dan diketahui adanya ketidak cocokan jumlah piutang BKM antara pembukuan di UPK dengan kenyataan sisa angsuran di Anggota KSM. Penanganan penyelesaian pengaduan kepada semua pelapor dari berbagai strata masyarakatdiperlakukansama. 161 KoordinatorPK BKMTipologiKotaSedang

174 2.3. Pertanyaaan Penelitian 3 Perubahan rancangan apa yang diperlukan untuk memperbaiki transparansi, akuntabilitas dan partisipasi publik dalam pengelolaan dana di tingkat masyarakat melalui kontrol sosial?. Untuk menjawab pertanyaan penelitian 3 diatas, dipergunakan tiga variabel yaitu : (1) Variabel Transparansi untuk mengetahui sampai sejauhmana tingkat transparansi (keterbukaan) pengelolaan dana di tingkat masyarakat. (2) Variabel Akuntabilitas untuk mengetahui sampai sejauh mana pengelolaan dana di tingkat masyarakat telah dapat dipertanggungjawabkan (akuntabel), dan (3) Variabel Partisipasi untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat partisipasi masyarakat (publik) dalam melakukan kontrol sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat Transparansi Jawaban informan mengenai transparansi pengelolaan dana di tingkat masyarakat di tipologi kota sedang dapat dijelasakan sebagai berikut : Pertama, informan yang memberikan jawaban pengelolaan dana di tingkat masyarakat telah dilaksanakan dengan terbuka (transparan) di Kota Bengkulu 36,70%, di Kota Pasuruan 35,24% dan di Kota Gorontalo 59.55%. Jika melihat perbandingan jawaban informan tersebut, maka dapat diinterpretasikan tingkat tranparansi pengelolaan dana di tingkat masyarakat yang tertinggi adalah Kota Gorontalo. Selanjutnya tingkat transparansi pengelolaan dana di tingkat masyarakat Di Kota Bengkulu (36,70%) dan Kota Pasuruan (35,24%); Kedua, ukuran transparansi yang digunakan dalam pandangan informan adalah : (a) adanya informasi kepada para wakil masyarakat dari BKM maupun Unit Pengelola, sehingga ketika warga masyarakat menanyakan kepada para wakilnya dapat dijawab danmemberikan penjelasan, (b) Pemanfaatan papan informasi sebagai media transparansi pengelolaan dana, (c) Bantuan Dana BLM ekonomi masih berjalan walaupun ada kemacetan pada beberapa KSM. Pendapat informan serupa juga ditemui di Kelurahan Kandang Kota Bengkulu dan Kelurahan Purworejo Kota Pasuruan; Ketiga, informan yang memberikan jawaban pengelolaan dana di tingkat masyarakat belum transparan di Kota Bengkulu 26,61%, Kota Pasuruan 36,19% dan Kota Gorontalo 16,85%. Jika dibandingkan prosentasi jawaban informan tersebut diatas, maka pendapat informan bahwa pengelolaan dana di tingkat masyarakat belum transaparan adalah di Kota Pasuruan yaitu 36,19%, Kota Bengkulu 26,61% dan di kota Gorontalo 16,85%. Informan yang menjawab belum dilaksanakannya transparansi pengelolaan dana terdiri dari unsur rumah tangga miskin (RTM) dan unsur Anggota KSM yang terlibat dalam pembangunan TRIDAYA, namun menilai pengelolaan dana di tingkat masyarakat belum transparan; Keempat, informan yang memberikan jawaban tidak tahu mengai transparansi pengelolaan dana di tingkat masyarakat terdiri dari unsur rumah tangga miskin (RTM) dan Anggota KSM yang tidak terlibat dalam proses pembangunan TRIDAYA sehingga tidak tahu bagaimana pengelolaan dana di tingkat masyarakat dilaksanakan oleh BKm maupun oleh Unit Pengelola. Trnasparansi merupakan salah satu prinsip P2KP dalam upaya mendukung terbangunnya Good Governance dalam implementasi P2KP di tingkat nasional, regional maupun dalam konteks lokal kelurahan. Oleh karenanya penerapan prinsip transparansi dalam P2KP tidak 162

175 hanya diretapkan dalam pengelolaan dana di tingkat masyarakat, melainkan pada setiap tahapan kegiatan dari mulai tahap persispan, perencanaaan, pelaksanaan dan evaluasi serta disamping merupakan proses pembelajaran bagi masyarakat penerapan prinsip transparansi merupakan salah satu karakteristik good governance dalam domain masyarakat (society). Salah satu karakteristik good governance adalah keterbukaan. Karaekeristik ini sesuai dengan semangat jaman yang serba terbuka akibat adanya revolusi informasi. Keterbukaan tersebut mencakup semua aspek aktivitas yang menyangkut kepentingan publik mulai dari proses pengambilan keputusan penggunaan dana dana publik sampai pada tahapan evaluasi. (Sadu Wasistiono, 2007:55) Selanjutnya menurut Sadu Wasistiono : Menurut UNDP, governance atau tata pemerintahan yang baik memiliki tiga domain yaitu : (1) Negara atau pemerintah (state); (2) Sektor swasta (privat sector), dan (3) masyarakat (society). Ketiga domain tersebut diatas berada dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Sektor pemerintah lebih banyak memainkan peranan sebagai pembuat kebijakan, pengendalian dan pengawasan. Sektor swasta lebih banyak berkecimpung dan menjadi penggerak aktivitas ekonomi. Sedangkan sektor masyarakat merupakan obyekk sekaligus subyek dari sektor pemerintah maupun sektor swasta. Karena didalam masyarakatlah terjadi interaksi di bidang politik, ekonomi maupun sosialbudaya. (Sadu Wasistiono, 2007:55-56) Transparansi dalam pelaksanaan P2KP pada dasarnya dapat diterapkan dengan membrikan akses kepada semua pihak yang berkepantingan ataupun membutuhkan untuk mengetahui informasi informasi mengenai P2KP, kebijakan serta pengambilan keputusan,perkembangankegiatandankeuangansertainformasi informasilainnyadari parapelakup2kp,baikditingkatproyek,pemerintahdanmasyarakat. PedomanUmumP2KPTahun Akuntabilitas Dari jawaban yang disampaikan oleh para informan menunjukan kecenderungan kecenderungan yang sama mengenai akuntabilitas pengelolaan dana di tingkat masyarakat, sebagai berikut : Pertama, jawaban informan di ketiga kota tipologi sedang mengenai akuntabilitas pengelolaan dana di tingkat masyarakat memiliki interval antara 25,00% hingga 60,00%%. Informan di Kota Bengkulu yang menjawab pengelolaan dana ditingkat masyarakat telah dilaksananan secara akuntabel adalah 25,69%, di Kota Pasuruan 31,43% dan di Kota Gorontalo 59,55%. Berdasarkan prosentasi jawaban informan di ketiga kota tipologi 163

176 sedang diatas, informan yang menjawab pengelolaan dana di tingkat masyarakat telah dapat dipertanggungjawabkan (akuntabel) adalah Kota Gorontalo, selanjutnya Kota Pasuruan dan terakhir Kota Bengkulu. Kedua, Informan yang mejawab pengelolaan dana di tingkat masyarakat belum akuntabel memiliki interval antara 16,00% hingga 38,00% relatif lebih rendah dibandingkan dengan jawaban informan yang menjawab bahwa pengelolaan dana di tingkat masyarakat sudah akuntabel. Prosentasi tertinggi informan yang menjawab bahwa pengelolaan dana belum dapat dipertanggungjawabkan adalah Kota Bengkulu 37,61%, selanjutnya Kota Pasuruan 32,28% dan yang terendah adalah Kota Gorontalo 16,85%, dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa tingkat akuntabilitas pengelolaan dana di tingkat masyarakat di Kota Gorontalo lebih baik dibandingkan dengan dua kota lainnya. Ketiga, informan yang memberikan jawaban tidak tahu mengenai pengelolaan dana di tingkat masyarakat di Kota Bengkulu 36,70%, dikota pasuruan 36,19% dan di Kota Gorontalo 23,60%. Berdasarkan prosentasi jawaban informan tersebut, dapat diinterpretasikan bahwa informasi mengenai pengelolaan dana di tingkat masyarakat di Kota Gorontalo lebih tinggi dibandingkan dengan di Kota Bengkulu dan Kota Pasuruan. Sebagaimana transparansi, akuntabilitas merupakan salah satu karakter good governance dalam domain masyarakat (society). Setiap aktivitas yang berkaitan dengan kepentingan publik perlu mempertanggungjawabkannya kepada publik. Tanggung gugat dan tanggung jawab tidak hanya diberikan kepada atasan saja melainkan juga kepada pemegang saham (stakeholder), yakni masyarakat luas. Secara teoritis, akuntabilitas itu sendiri dapat dibedakan menjadi lima macam (Jabbra & Dwivedi, 1988) yaitu sebagai berikut : (1) Akuntabilitas organisasional administratif; (2) Akuntabilitas legal; (3) Akuntabilitas politik; (4) Akuntabilitas profesional; (5) Akuntabilitas moral. (Sadu Wasistiono, 2007:59-60) Pendapat lebih operasional mengenai pengelolaan dana di tingkat masyarakat dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat, sebagaimana di sampaikan oleh Gunawan Sumodiningrat dibawah ini : Dalam kerangka bantuan dana harus menciptakan surplus dan dikelola dengan menggunakan prinsip : (1) mudah diterima dan didayagunakan oleh masyarakat sebagai kelompok sasaran (acceptable), (2) dikelola oleh masyarakat secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan (accountable), (3) memberikan pendapatan yang memadai dan mendidik masyarakat untuk mengelola kegiatan secara ekonomis (profitable), (4) hasilnya dapat dilestarikan oleh masyarakat sendiri (sustainable), dan (5) pengelolaan dana dan pelestarian hasil dapat dengan mudah digulirkan dan dikembangkan oleh masyarakat desa/kelurahan dalam lingkup ynag lebih luas (replicable). (Gunawan Sumodiningrat, 1997:71) Akuntabilitas ini pada dasarnya dapat diterapkan dengan memberikan akses kepada semuapihakyangberkepantinganuntukmelakukanaudit,bertanyadanataumenggugat pertanggungjawaban para pengambil keputusan, baik di tingkat proyek, daerah dan masyarakat. PedomanUmumP2KPTahun

177 D.3. Partisipasi Publik Dari jawaban informan mengenai partisipasi publik dalam kontrol sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat dapat dijelaskan sebagai berikut : Pertama, informan yang menjawab masyarakat terlibat dalam kontrol sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat di Kota Bengkulu 25,59%, di Kota Pasuruan 38,10%, dan Kota Gorontalo 59,55%. Jika dibandingkan berdasarkan prosentasi pendapat informan di tiga kota tersebut diatas, maka pendapat informan di Kota Gorontalo adalah yang tertinggi mengenai partisipasi masyarakat dalam kontrol sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat, dan yang terendah pendapat informan di Kota Bengkulu. Kedua, informan yang menjawab masyarakat tidak terlibat dalam kontrol sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat di Kota Bengkulu 37,61%, di Kota Pasuruan 19,05% dan di Kota Gorontalo 16,85%. Pendapat informan tertinggi berdasarkan prosentasi yang menjawab masyarakat warga miskin tidak terlibat dalam kontrol sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat adalah Kota Pasuruan (42,86%) dan terendah adalah Kota Gorontalo (16,85%). Ketiga, informan yang menjawab tidak tahu di Kota Bengkulu 36,70%, di kota pasuruan 42,86% dan di Kota Gorontalo 23,60%. Jumlah pendapat informan tertinggi berdasarkan prosentasi di setiap kota tipologi sedang yang menjawab tidak tahu adalah Kota Pasuruan yaitu 19,05% dan yang tertinggi adalah Kota Bengkulu 36,70%. Berdasarkan deskripsi diatas, dapat diinterpretasikan bahwa : Pertama, partisipasi masyarakat dalam kontrol sosial tertinggi di kota tipologi sedang adalah di Kota Gorontalo selanjutnya Kota Pasuruan dan yang paling rendah tingkat partisipasinya di Kota Bengkulu. Kedua, masyarakat yang tidak tahu mengenai partisipasi publik dalam kontrol sosial terhadap pengelolaan data di tingkat masyarakat berdasarkan prosentasi jawaban informan di tiga kota tipologi sedang yang tertinggi adalah Kota Bengkulu, selanjutnya Kota Gorontalo dan yang terkecil adalah Kota Pasuruan. Partisipasi merupakan salah satu prinsip P2KP yang harus diterapkan dalam setiap tahapan pelaksanaan pembangungan TRIDAYA dari mulai tahap perencanaan, pelaksanaaan dan evaluasi. Partisipasi masyarakat dalam kontrol sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat merupakan bagian dari penerapan prinsip-prinsip P2KP yaitu transparansi, akuntabilitas dan partisipasi. Penerapan prinsip-prinsip tersebut merupakan bagian dari proses pembelajaran dalam pengelolaan keuangan di tingkat masyarakat dalam mewujudkan good governance pada domain masyarakat (society) yang mana dalam pelaksanaannya merupakan tanggungjawab bersama masyarakat dan seluruh pemeran pelaku (stakeholders) P2KP. Dalam Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK) Bappenas, terkait dengan prinsip partisipasi adalah : 165

178 Penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan keterlibatan aktif semua pihak, termasuk orang miskin baik laki-laki maupun perempuan. (SNPK, 2005:111) Partisipatif menurut pendapat Gunawan Sumodiningrat (1999:257) : Dalam pembahasan mengenai berbagai paradigma kearah pembangunan yang berpusat pada rakyat. Dalam paradigma ini peran individu bukan sebagai obyek, melainkan sebagai pelaku yang menetapkan tujuan, mengendalikan sumberdaya, dan mengarahkan proses yang mempengaruhi kehidupannya. Pembangunan yang berpusat pada rakyat menghargai dan mempertimbangkan prakarsa rakyat dan kekhasan masyarakat setempat Mengacu kepada pendapat diatas dan tujuan jangka panjang P2KP (lihat Box), partisipasi masyarakat dalam kontrol sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat merupakan bagian tidak terpisahkan dalam proses transformasi sosaal bagi masyarakat melalui pembangunan TRIDAYA secara bertahap yaitu dari masyarakat yang tidak berdaya menuju kepada masyarakat berdaya, selanjutnya dari masyarakat berdaya menuju kepada masyarakat mandiri dan dari masyarakat mandiri menuju kepada masyarakat madani. Transparansi pengelolaan dana dalam pelaksanaan P2KP pada hakekatnya bukan hanya tuntutan program agar pelaksaan pengelolaan kegiatan pembangunan TRIDAYA (termasuk pengelolaan dana di tingkat masyarakat) dilaksanakan secara terbuka, namun lebih jauh adalah sebagai proses belajar bagi masyarakat dalam upaya mendukung terbangunnya good governance dalam domain masyarakat (society) dalam upaya mendukung pembangunan nasional yang baik, bersih dan berwibawa. Perbandingan Pendapat Informan Terkait Dengan Fokus Penelitian Di Tipologi Kota Sedang 166

179 167

180 168

181 Kegiatan Koordinasi dan SSI di Tingkat Kota dan Provinsi Tipologi Kota Sedang SSIdenganSatkerKotaBengkulu SSIdenganSatkerKotaPasuruan KoorddgSNVTProvGorontalo SSIdenganSNVTProvBegkulu SSIdenganKorkotKotaPasuruan KoordKMW,Korkot&Faskel SeKotaGorontalo 169

182 2.2. Analisis Kontekstual Pelaksanaan Pengaduan Masyarakat di Topologi Kota Besar (Kota Medan, Kota Surabaya dan Kota Makasar) Jumlah dan Komposisi Informan Tipologi Kota Besar. Jumlah dan komposisi informan kunci tingkkat kelurahan di masing-masing kota tipologi sedang adalah sebagai berikut : a) Jumlah dan komposisi informan di Kota Medan adalah 100 orang terdiri dari 45 orang laki-laki dan 55 orang perempuan. Informan dari unsure RTM Laki-laki 18 orang (18,00%), RTM Perempuan 20 orang (20,00%), Anggota KSM Laki-laki 19 orang (19,00%), Anggota KSM Perempuan 31 orang (31,00%), PK-BKM Laki-laki 8 orang (8,00%) dan PK-BKM Perempuan 4 orang (4,00%). b) Jumlah dan komposisi informan di Kota Surabaya adalah 106 orang, terdiri dari 60 orang laki-laki dan 40 orang perempuan. Informan dari RTM Laki-laki 33 Orang (31,13%), RTM Perempuan 7 orang (6,60%), Anggota KSM Laki-laki 22 orang (20,75%), Anggota KSM Perempuan 26 orang (24,53%), PK-BKM Laki-laki 14 orang (13,21%) dan PK-BKM Perempuan 4 orang (3,77%). c) Jumlah dan komposisi informan di Kota Makasar adalah 100 orang terdiri dari 60 orang laki-laki dan 40 orang perempuan. Informan dari RTM Laki-laki 13 orang (13,00%), RTM Perempuan 27 orang (27,00%), Anggota KSM Laki-laki 54 orang (34,00%), Anggota KSM Perempuan 12 orang (12,00%), PK-BKM Laki-laki 13 orang (13,00%) dan PK-BKM Perempuan 1 Orang (1,00%). Berdasarkan deskripsi diatas, peran serta informan perempuan di Kota Medan 55 orang (55,00%), di Kota Surabaya 40 orang (34,90%), dan di Kota Makasar 40 orang (40,00%). Keterlibatan informan perempuan di setiap kota menunjukan prosentasi yang tinggi dimana, perempuan sebagai informan dalam penelitian ini di tipologi kota sedang memiliki kecenderungan yang sama, yaitu : Pertama, kaum perempuan yang mewakili unsure Rumah Tangga Miskin (RTM) terdiri dari calon penerima manfaat dan penerima manfaat sosial, ekonomi dan prasarana lingkungan yang dipilih secara acak dalam kegiatan wawancara semi terstruktur (SSI) di tingkat kelurahan. Kedua, kaum perempuan yang mewakili warga miskin selaku Anggota KSM sosial, ekonomi dan prasarana lingkungan yang terlibat dalam kegiatan diskusi terfokus (focused group discussion/fgd) di tingkat kelurahan. Ketiga, kaum perempuan selaku pelaku P2KP yaitu unsure Pimpinan Kolektif BKM (PK-BKM) yang terlibat dalam kegiatan diskusi terfokus (focused group discussion/fgd) di tingkat kelurahan. Dari sisi status sosial, kaum perempuan yang terlibat sebagai informan di tipologi kota besar ini, dapat dikelompokan kedalam tiga kelompok, yaitu : Pertama, kaum perempuan warga calon penerima manfaat sosial, ekonomi dan prasarana lingkungan yang memiliki penghasilan 170

183 tidak tetap antara Rp.250,000 Rp. 300,000 perbulan, terdiri dari janda penerima manfaat perbaikan rumah kumuh, penerima santunan dana tunai, dan penerima beasiswa atau bantuan peningkatan gizi balita, peralatan sekolah bagi putra-putrinya, para pembantu rumah tangga, pedagang makanan dan pemilik warung. Kedua, kaum perempuan Anggota KSM penerima manfaat sosial, ekonomi dan prasarana lingkungan, yang memiliki penghasilan tidak tetap antara Rp.250,000 Rp. 300,000 perbulan, terdiri dari janda penerima manfaat perbaikan rumah kumuh, penerima santunan dana tunai, dan penerima beasiswa atau bantuan peralatan sekolah bagi putra-putrinya, para pembantu rumah tangga, pedagang makanan dan pemilik warung. Ketiga, kaum perempuan selaku PK-BKM, mereka termasuk kelompok yang memiliki pendidikan tinggi dan aktif dalam kegiatan pembangunan di kelurahannya, seperti Kader Kesehatan, Kader Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Guru, Kepala Madrasah Dinniyah (MD) Pegawai Honorer Kelurahan, Bidan dan Kelompok Ibu-ibu PKK. Tinginya keterlibatan informan kaum perempuan di tingkat kelurahan sebagai penerima manfaat maupun sebagai pelaku P2KP dapat diindikasikan bahwa rata-rata disetiap kelurahan lokasi penelitian tipologi kota besar kaum perempuan yang terlibat dalam pembangunan TRIDAYA cukup tinggi diatas 30,00%. Di Kelurahan Belawan Bahagia PK-BKM mayoritas kaum perempuan, mereka menjalankan kegiatan pembangunan TRIDAYA bersama-sama dengan laki-laki dalam memecahkan berbgai persoalan sosial ekonomi masyarakat. Sementara di Kelurahan Romo Kalisari, ketika Koordinator PK-BKM seorang perempuan, kegiatan di BKM sangat aktif, tetapi karena kesibukannya sebagai Kepala Sekolah ia mengajukan menjadi pimpinan kolektif BKM saja, kegiatan BKM pun menjadi kurang aktif. Tingginya partisipasi kaum perempuan dalam kegiatan pembangunan TRIDAYA di tingkat kelurahan, disebabkan adanya keinginan dari diri mereka sendiri untuk melakukan sesuatu bagi perubahan dalam kehidupan rumah tangga dan lingkungan tempat tinggalnya. Seperti dikemukakan oleh PK-BKM Kelurahan Belawan Bahagia, keinginan untuk keluar dari persoalan-persoalan kemiskinan dan memperbaiki prasarana lingkungan yang kumuh sedikit terobati dengan adanya program-program di tingkat kelurahan yang dikelola oleh masyarakat di kelurahan, karena mereka (masyarakat) dapat menggagas dan melaksanakannya sendiri. Pendapat diatas senada dengan pengakuan seorang perempuan di Brazil dalam wawancara Alda Britto da Motta (1990) dibawah ini. Sayasungguhinginpergikejalan,sayainginberjuanguntuksesuatu.Sayainginberada ditengahorangbanyak,bercakap cakap,memanfaatkankemampuandankeahlian. (AldaBrittoDaMottadalamMariarosaDallaCostadanGiovannaFDallaCosta,2000:130) Jumlah informan laki-laki tingkat kelurahan di Kota Medan 45 orang (45,00%), di Kota Surabaya 60 orang (56,60%) dan di Kota Makasar 60 orang (60,00%). Keterlibatan kaum laki-laki selaku informan dalam penelitian ini, dapat dikelompokan kedalam tiga kelompok, yaitu : Pertama, warga miksin selaku calon penerima manfaat dan penerima manfaat sosial, 171

184 ekonomi dan prasarana lingkungan yang dipilih secara acak dalam kegiatan wawancara semi terstruktur (SSI). Kedua, warga miskin selaku Anggota KSM sosial, ekonomi dan prasarana lingkungan yang terlibat dalam kegiatan diskusi terfokus (focused group discussion/fgd) di Kelurahan. Ketiga, informan laki-laki selaku pelaku P2KP yaitu unsure Pimpinan Kolektif BKM (PK-BKM) yang terlibat dalam kegiatan diskusi terfokus (focused group discussion/fgd) di tingkat kelurahan. Dari sisi status sosial, kaum laki-laki yang terlibat sebagai informan di ketiga kota tipologi besar ini, juga terdiri dari tiga kelompok, yaitu : Pertama, kelompok warga miskin calon penerima manfaat sosial, ekonomi dan prasarana lingkungan, terdiri dari para penganggur atau orang lanjut usia (lansia) penerima manfaat perbaikan rumah kumuh, penerima santunan dana tunai, dan penerima beasiswa/peralatan sekolah bagi putra-putrinya, para pengemudi becak dan pengemudi bentor. Kedua, penerima manfaat ekonomi, terdiri dari pedagang makanan keliling (soto), pemilik warung kecil, dan pedagang mainan di Sekolah Dasar terdekat. Ketiga, informan laki-laki selaku pelapu P2KP yaitu unsure Pimpinan Kolektif BKM (PK-BKM), mereka termasuk kelompok yang memiliki pendidikan tinggi dan aktif dalam kegiatan pembangunan di tingkat kelurahan, seperti Ketua Karang Taruna, Pengurus LPMK, Ketua Adat, Guru, Pengawai Negeri, Pengusaha Sablon, Pengusaha Material, Pimpinan Ormas, Dosen, dll. Sementara dari sisi ekonomi, pendapatan informan lak-laki dari unsure RTM pada umumnya memiliki pendapatan sama dengan informan perempuan rata-rata Rp. 250,000 Rp. 300,000 perbulan. Keinginanuntukkeluardaripersoalan persoalankemiskinandanmemperbaikiprasarana lingkungan yang kumuh terobati dengan adanya P2KP yang dikelola oleh masyarakat di kelurahan, karena kami dapat menggagas dan melaksanakan sendiri apayang kami butuhkan. PK BKMKelurahanBelawanBahagiaKotaMedan Pertanyaan Penelitian 1, Apakah system penanganan pengaduan masyarakat yang ada saat ini sudah efektif? Untuk menjawab pertanyaan penelitian 1 diatas, dipilih 4 (empat) variable untuk mengukur apakah system penanganan pengaduan masyarakat telah efektif dalam pelaksanaan pembangunan TRIDAYA di 12 kelurahan lokasi penelitian. Keempat variable tersebut adalah : (1) Penerapan system penanganan pengaduan masyarakat; (2) penerapan prinsip-prinsip penanganan pengaduan masyarakat; (3) Sifat dan media pengaduan; dan (4) Kategori dan derajat masalah Penerapan Sistem PPM Variable penerapan system penanganan pengaduan masyarakat memiliki 6 (enam) indicator untuk mengukur apakah system penanganan pengaduan masyarakat telah diterapkan dalam pelaksanaan pembangunan TRIDAYA, yaitu : (1) Pengelolaan Penanganan Pengaduan 172

185 Masyarakat (PPM); (2) Penerimaan Pelaporan Pengaduan Masyarakat; (3) Pencatatan dan Pendistribusian Pengaduan masyarakat; (4) Penanganan Pengaduan Masyarakat; (5) Dokumentasi dan Sosialisasi Hasil PPM; dan (6) Pelaporan Pengaduan Masyarakat. A. Pengelolaan PPM Dari jawaban informan di Kota Medan, Kota Surabaya dan Kota Makasar memiliki kecenderungan yang sama yaitu penerapan prosedur penanganan pengaduan masyarakat belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur P2KP, dengan penjelasan sebagai berikut : Informan yang memberikan jawaban Unit Pengelola PPM di tingkat kelurahan telah terbentuk tidak ada di ketiga kota lokasi penelitian. Informan yang menjawab Unit Pengelola PPM belum dibentuk di Kota Medan 53,00%, di Kota Surabaya 50,94% dan di Kota Makasar 37,00% menunjukan informasi yang diterima oleh warga dikelurahan lokasi penelitian masing-masing kota memiliki kecenderungan yang sama berkisar diantara 37,00% hingga 43,00% warga menerima informasi mengenai pengelolaan penanganan pengaduan masyarakat (PPM), dengan demikian warga masyarakat yang belum menerima informasi mengenai pengelolaan penanganan pengaduan berkisar antara 47,00% hingga 63,00%, dimana sosialisasi penanganan pengaduan masyarakat baru dilaksanakan kepada wakil-wakil masyarakat. Berdasarkan pendapat informan diatas dan pengamatan di lapangan, ditemui : Pertama, dengan belum di bentuknya Unit Pengelola PPM, pengelolaan penanganan pengaduan masyarakat (PPM) tingkat kelurahan dilaksanakan oleh PK-BKM secara kolektif, tidak ada yang menangani secara khusus, atau tidak ada tim yang memiliki otoritas untuk menangani pengaduan masyarakat. Kedua, Seperti di tipologi kota sedang, PK-BKM belum memahami bahwa pengelolaan PPM merupakan bagian tidak terpisahkan dari manajemen pembangunan TRIDAYA di tingkat kelurahan, di tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi dan pusat secara berjenjang yang harus dikelola sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan Program P2KP. Ketiga, pendampingan yang dilaksanakan oleh Tim Faskel, Korkot, KMW dan stakeholders di daerah belum mampu mengubah sikap dan perilaku PK-BKM dalam menerapkan sistem manajemen kelembagaan yang komperhensif terkait dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) kelembagaan BKM sebagai representasi masyarakat warga kelurahan yang bersangkutan. Keempat, dengan belum terbentuknya Unit Pengelola PPM dan belum dilaksanakannya sosialisasi PPM kepada masyarakat di tingkat kelurahan, menjadikan hakhak warga masyarakat dalam menyampaikan pendapat, usulan, saran dan pengaduan (complaint) menjadi tersumbat dan menghambat proses demokratisasi, transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan pembangunan TRIDAYA. BKMjelasmerupakanlembagamasyarakatwarga(CivilSocietyOrganizatin),yangpada hakekatnya mengandung pengertian sebagai wadah masyarakat untuk bersinergi dan menjadi lembaga kepercayaan milik masyarakat, yang diakui baik oleh masyarakat sendiri maupun pihak luar, dalam upaya masyarakat membangun kemandirian menuju tatanan masyarakat madani (civil society), yang dibangun dan dikelola berlandaskan berbasisnilai nilaiuniversal(valuebased) PedomanUmumP2KPTahun

186 Sebagaimana disampaikan diatas, pengelolaan penanganan pengaduan masyarakat dalam Program P2KP merupakan bagian dari proses pemberdayaan yang ditujukan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dan penguatan kapasitas kelembagan masyarakat dalam kaitannya dengan strategi P2KP yaitu mendorong secara bertahap transformasi sosial dari masyarakat tidak berdaya (miskin) menuju kepada masyarakat mdani. Terkait dengan proses transformasi sosial, menurut pendapat Deborah Eade dan Williams proses transformasi sosial adalah : Development is about woman and men becoming empowered to bring about positive changes in their lives; about personal growth together with public action; about both the process and the out come of callenging poverty, oppression, and discrimination; and about the realisation of human potential throught social and economic justice. Above all, it is about the process of transforming lives, and transforming sociaty (Eade and Williams, 1996:24) Berdasarkan pendapat diatas, pengelolaan penanganan pengaduan masyarakat adalah bagian tidak terpisahkan dari manajeman pembangunan TRIDAYA sebagai proses transformasi sosial bagi masyarakat melalui pendekatan pemberdayaan. MasyarakatwargayangdibangundalamP2KPadalahhimpunanmasyarakatyang memilikicirri cirisukarela,kesetaraan,kemitraan,inklusif,demokratik,mandiri,otonom, proaktif,bersemangatsalingmembantu,menghargaikesatuandalamkeragamandan kedamaian. PedomanUmumP2KPTahun2005 B. Penerimaan Pengaduan, Informan yang memberikan jawaban bahwa penerimaan prosedur telah sesuai dengan prosedur P2KP tidak ada atau 0,00%. Informan yang menjawab bahwa penerimaan pengaduan belum sesuai dengan prosedur P2KP di Kota Medan 67,00% di Kota Surabaya 50,94% dan di Kota Makasar 51,00%. Dan Informan yang menjawab tidak tahu mengenai 174

187 penerimaan pelaporan di Kota Medan adalah 33,00%, di Kota Surabaya 49,06% dan di Kota Makasar 49,00%. Berdasarkan deskripsi diatas, penerimaan pengaduan masyarakat di tipologi kota besar, memiliki kecenderungan yang sama yaitu, penerimaan pengaduan masyarakat belum sesusia dengan prosedur yang telah ditetapkan P2KP sebagai berikut. Pertama, penerimaan pengaduan masyarakat belum dicatat dalam Buku Catatan Pengaduan dikarenakan : (a) yang menerima pengaduan langsung dari masyarakat, khususnya warga miskin adalah para elit dilingkungan tempat tinggal pengadu/pelapor, seperti Ketua RT/RW, Kepling, toma, toga, Ketua LPMK, dll. (b) pengaduan masyarakat yang diterima oleh BKM sangat terbatas, yaitu pengaduan yang menyangkut masalah kebijakan berasal dari elit di tingkat kelurahan. (c) rendahnya penerimaan pengaduan masyarakat di tingkat BKM sisebabkan masyarakat belum terbiasa menyampaikan pengaduannya secara langsung ke BKM. Kedua, rendahnya penerimaan pengaduan masyarakat di BKM terdapat dua persoalan yang ditemui dilapangan, yaitu : (a) masyarakat masih senang menggunakan pendekatan lama dalam penyampaikan pengaduannya (kepada para ketua RT/RW atau Kepling dan elit di tingkat kelurahan) disebabkan oleh belum disosialisasikannya penanganan pengaduan masyarakat pada tataran akar rumput (grassroot), sehingga masyarakat pada umumnya tidak tahu bagaimana cara menyampaikan pengaduan dan kepada siapa; (b) pelaku P2KP masih melaksanakan tupoksinya sebatas yang mampu mereka laksanakan, belum tampak upaya-upaya untuk memenuhi aturan main yang telah ditetapkan P2KP. Mekanisme dan prosedur penerimaan pengaduan masyarakat dalam P2KP merupakan proses pembelajaran agar terjadi perubahan dari warga masyarakat yang pasif menjadi warga yang partisipatif dalam proses pembangunan TRIDAYA dilingkungan tempat tinggalnya, dan untuk mengubah sikap dan perilaku masyarakat ini dibutuhkan treatment dalam setiap tahapan kegiatan pemberdayaan masyarakat. Menurut pendapat pendapat Clifford Geertz, dalam Soerjono Soekanto (2003:315) : Perubahan yang dikehendaki atau direncanakan merupakan perubahan yang diperkirakan atau yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang menghendaki perubahan didalam masyarakat. Selanjutnya menurut Soeryono Soekanto : Pihak-pihak yang menghendaki perubahan dinamakan agent of change, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan. Agent of change memimpin masyarakat dalam mengubah sistem sosial. Soerjono Soekanto (2003:315) Masyarakatpadaumumnyamenyampaikanpengaduanmelaluiperwakilankepadapara KetuaKeplingdilingkungantempattinggalnya.BKMmenerimapengaduandariparatokoh masyarakat,sepertikepling,elitdanpararelawan. PK BKMKelurahanBelawanBahagia 175

188 C. Pencatatan dan Pendistribusian, Informan yang menjawab bahwa pencatatan dan pendistribusian pengaduan masyarakat belum sesuai dengan prosedur P2KP di Kota Medan 70,00%, di Kota Surabaya 50,94% dan di Kota Makasar 51,00%. Sementara informan yang menjawab tidak tahu mengenai pencatatan dan pendistribusian pengaduan masyarakat di Kota Medan 30,00%, di Kota Surabaya 49,06% dan di Kota Makasar 49,00%. Berdasarkan pendapat informan diatas, di kelurahan lokasi penelitian Tipologi Kota Besar memiliki kecenderungan yang sama sabagai berikut : Pertama, pencatatan pengaduan masyarakat belum dilaksanakan di enam kelurahan tipologi kota besar. Kedua, salah satu kendala belum dilaksanakannya pencatatan dan pendistribusian pengaduan masyarakat di tingkat kelurahan adalah sosialisasi baru dilaksanakan di tingkat pelaku P2KP dan elit (kepling/ketua RW, UPK,UPL dan UPS dan tidak berkelanjutan. Ketiga, tidak tersedianya Blanko Format Pengaduan dan Buku Catatan Pengaduan. Keempat, pendokumentasian pengaduan masyarakat dicatat seperlunya pada buku catatan masing-masing penerima pengaduan (Kepling/Ketua RW, Unit Pengelola/UPK/UPLdan UPS), selanjutnya dilaporkan kepada PK-BKM juga secara lisan kecuali pengaduan terkait dengan kebijakan. PencatatanpengaduandankeluhanpadatiapUPM(UnitPengaduanMasyarakat)harus dilakukan pada saat penerimaan. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pelaporan dan penangananpenyelesaianpengaduan. PedomanUmumP2KPTahun2005 D. Penanganan Pengaduan Masyarakat, Informan yang menjawab penanganan pengaduan masyarakat belum sesuai dengan prosedur P2KP di Kota Medan 64,00%, di Kota Surabaya 50,94% dan di Kota Makasar 51,00%. Informan yang memberikan jawaban tidak tahu di kota Medan 36,00% di Kota Surabaya 49,06% dan di Kota Makasar 49,00%. Berdasarkan deskripsi diatas, dapat dijelaskan sebagai berikut : Pertama, penanganan pengaduan masyarakat belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur P2KP, antara lain tahapan-tahapan seperti investigasi, konfirmasi, rekomendasi dan informasi baru dikasanakan pada pengaduan penyimpangan dana BLM seperti di Kelurahan Pradah Kalikendal Kota Surabaya, Kelurahan Bontorano Kota Makasar. Khusuanya penanganan pengaduan 176

189 masyarakatdi Kelurahan Bontorano masih dalam proses penyelesaian dengan difasilitasi Lurah, Tim Faskel, Korkot dan KMW. Kedua, tingginya masyarakat yang tidak mengetahui penanganan pengaduan masyarakat dalam P2KP dapat diinterpretasikan bahwa masyarakat belum mendapatkan informasi hasil progres atau hasil penyelesaian penanganan pengduan masyarakat di wilayah kelurahannya. KamimendapatkankesulitandalampengumpulandataterkaitdenganJumlahDana BLMyangadapadamasyarakat,dikarenakanPK BKMlamatidakmaumenyerahkan data datasar(dokumenatasi)yangmerekapegang.sebenarnyadikasbkmadadana BLMsebesRp.235juta,namunkamidapatmelakukankegiatantanpaada,LPD, PembukuandanproposalyangtelahdibuatdandiusulkanolehPK BKMyanglama PK BKMKelurahanBontoranoKotaBengkulu. Permasalahan penyimpangan prosedur dan penyimpangan Dana BLM seperti yang terjadi di Kelurahan Bontorano Kota Makasar tidak dapat diselesaikan dengan cara musyawarah, dimana PK-BKM lama yang terlibat dalam penyimpangan Dana BLM tidak mau menyelesaikan dan bahkan melecehkan PK-BKM yang baru, pada dasarnya dapat diselesaikan melalui pihak ketiga sebagaimana tercantum dalam Pedoman Umum P2KP Tahun 2005, halaman 115 sebagai berikut : Sebetulnya yang paling baik adalah penyelesaian sengketa dengan cara musyawarah danmufakat.namunkenyataannyaupayapenyelesaiansengketadengancarainitidak selalu terjadi dengan cara mudah, sehingga diperlukan campur tangan pihak ketiga. Untuk itu, cara lain yang juga dapat dipakai untuk penyelesaian pengaduan adalah melaluiarbritasedanhukum,dll. PedomanUmumP2KPtahun2005 E. Dokumentasi dan Sosialisasi Hasil Jawaban informan di topologi kota besar memiliki kecenderungan yang sama, yaitu dokumentasi dan sosialisasi hasil penanganan pengaduan masyarakat belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur P2KP. Di Kota Medan informan yang menjawab belum ada dokumentasi PPM 61,00%, di Kota Surabaya 50,94% dan di Kota Makasar 51,00%. Sementara informan yang menjawab tidak tahu di Kota Medan 39,00%, di Kota Surabaya 49,06% dan di Kota Makasar 49,00%. 177

190 Berdasarkan deskripsi diatas, belum dilaksanakannya pendokumentasian dan sosialisasi hasil PPM dikarenakan : Pertama, dengan belum dibentuknya Unit pengelola PPM, tidak ada yang ditugaskan untuk menanganani pencatatan dan dokumentasi pengaduan masyarakat. Pengaduan masyarakat diterima melalui para wakil masyarakat (Kepling, RT/RW dan tokoh masyarakat) secara lisan (verbal). Kedua, tidak tersedianya Blanko Format Pengaduan dan Buku Catatan Pengaduan di sekretariat BKM menyebabkan tidak terbangunnya tanggung jawab untuk mencatat dan mendokumentasikan setiap pengaduan yang masuk ke BKM. Ketiga, waktu pendampingan tim faskel di kelurahan sangat kurang, pada umumnya faskel datang ke kelurahan menyampaikan format yang harus diisi oleh BKM untuk kepentingan proyek dan banyak diantara faskel yang tidak memberikan pendampingan sesuai tupoksinya dan dalam memberikan tugas kepada BKM lebih bersifat instruktif. Keempat, informan yang menjawab belum dilakukan pendokumentasian rata-rata 54,02% menunjukan bahwa warga masyarakat di kelurahan lokasi penelitian di Tipologi Kota Sedang pada umumnya tidak mengetahui pendokumentasian dan sosialisasi hasil PPM. Kami berusaha memfasilitasi BKM sesuai dengan tupoksi yang ada, dengan cakupan wilayah pendampingan yang luas meliputi beberapa kecamatan yang tersebar. Kami tidak disukung oleh biaya operasional yang memadai dan sering terlambat, sehinggaa kami harus menanggulangi dahulu dengan tim semampunya. Belum lagi pada awal tahun 2009 ini gaji kami terlambat 3 Bulan. Di sisi lain, BKM seringkali menunda pekerjaanyangtelahkamibimbing,apalagidalampersiapanpencairandanablmtahap IIsepertisaatini,semuapersyaratanharussesuaidenganjadwalyangtelahdisepakati. TimFaskelKotaSurabaya F. Pelaporan PPM Laporan penanganan pengaduam masyarakat di tingkat kelurahan di Kota Medan, Kota Surabaya dan Kota Makasar belum dibuat secara khusus oleh BKM. Berdasarkan hasil pengumpulan informasi di tiga kota tipologi sedang memiliki kecenderunagn yang sama mengenai Laporan PPM. Pertama, informan yang menjawab Laporan PPM sudah diibuat di tingkat kelurahan tidak ada atau 0,00%. Berdasarkan pendapat diatas, informan dari unsur pelaku P2KP yaitu Pimpinan Kolektif BKM sendiri menjawab bahwa belum dibuat laporan PPM secara khusus dalam pengertian terpisah dari Laporan BKM. Laporan mengenai penanganan pengaduan masyarakat yang telah dibuat menjadi bagian dari Laporan BKM. Kedua, informan yang memberikan jawaban Laporan PPM belum dibuat sesuai dengan prosedur P2KP di Kota Medan 70,00%, di Kota Surabaya 50,94% dan di Kota Makasar 51,00%, memberikan gambaran bahwa disamping laporan PPM belum diabuat, prosentasi masyarakat pada umumnya yang mendapat informasi mengenai penanganan pengaduan masyarakat di tingkat kelurahan lebih tinggi di Kota Medan dibandingkan dengan di Kota Surabaya dan Kota Makasar. Ketiga, informan yang memberikan jawaban tidak tahu di Kota Medan adalah 30,00%, di Kota Surabaya 40,06% dan di Kota Makasar 49,00%, dapat diinterpretasikan bahwa informasi mengenai pelaporan PPM dan pengelolaan penangaduan 178

191 pengaduan masyarakat belum sampai kepada masyarakat secara merata, di Kota Surabaya dan Kota Makasar lebih dari 40,00% warga masyarakat tidak tahu mengenai laporan PPM khususnya dan tidak tahu ada penanganan pengaduan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan TRIDAYA. Berdasarkan persepsi informan kunci di tingkat kelurahan terhadap indikator-indikator Penerapan Prosedur dalam Penerapan Sistem Penanganan Pengaduan Masyarakat diatas, dapat diinterpretasikan bahwa Penanganan Pengaduan Masyarakat sebagaimana tertuang dalam Pedoman umum P2KP dan Pedoman Teknis P2KP belum diterapkan dalam implementasi pembangunan TRIDAYA di tingkat kelurahan, dengan penjelasan sebagai berikut : (1) Unit Pengelola PPM di tingkat kelurahan/bkm dari enam kelurahan lokasi penelitian belum terbentuk. Dengan belum dibentuknya Unit Pengelola PPM, berimplikasi kepeda pengelolaan PPM secara umum di tingkat kelurahan; (2) Penerimaan pengaduan masyarakat, di enam kelurahan lokasi penelitian memiliki kecenderunagn yang sama, yaitu dilakukan warga masyarakat, khususnya rumah tangga miskin melalui perwakilan kepada elit di lingkungan tempat tinggalnya. Warga miskin tidak menyampaikan pengaduannya secara langsung datang ke Sekretariat BKM melalui tatap muka, atau tertulis. Dengan demikian penerimaan pengaduan masyarakat di tingkat BKM lebih banyak dari para elit sebagai penyambung lidah warga miskin; (3) Pencatatan dan Pendistribusian pengaduan masyarakat baru dilaksankan sesuai dengan pemahaman PK-BKM di masing-masing kelurahan lokasi penelitian. Kendala utama dalam pencatatan pengaduan masyarakat adalah tidak tersedianya sarana dan prasarana penanganan pengaduan masyarakat, seperti : (a) Kotak Pengaduan belum tersedia atau sudah tidak ada lagi di Sekretariat BKM; (b) Blanko Format Pengaduan dan Buku Catatabn Pengaduan pada saat penelitian dilaksanakan tidak ditemui di semua kelurahan lokasi penelitian; (4) Pendistribuasian penanganan pengaduan masyarakat dilakukan dari elit ke BKM sebagai laporan pengaduan, dan dari BKM ke Unit Pengelola dalam upaya penanganan penyelesaian pengaduan; (5) Penanganan pengaduan masyarakat diselesaikan berdasarkan sifat pengaduan yang masuk, yaitu : (a) bila sifat pengaduan adalah informatif dan dapat diselesaikan di tingkat komunitas oleh elit. (b) bila sifat pengaduan penyimpangan prosedur, PK-BKM melalui musyawarah akan menunjuk/menugaskan Unit Pengelola terkait untuk menyelesaikan didampingi elit setempat. Bila sifat pengaduan menyangkut kebijakan dan atau penyimpangan Dana BLM ditangani oleh PK-BKM bersama Unit Pengelola dan elit di tingkat kelurahan maupun di level diatasnya; (6) Sosialisasi hasil progres, pada umumnya di enam kelurahan lokasi penelitian di tipologi kota sedang belum dilakukan kepada masyarakat pada umumnya. Sosialisasi hasil dilaksanakan melalui pendekatan perwakilan kepada para elit di tingkat kelurahan seperti para Ketua RT/RW, toma, toga, tokoh adat, dll; (6) Pelaporan PPM belum dilaksanakan secara khusus, dalam pengertian terpisah dari laporan bulanan BKM sebagai bahan laporan MIS bagi Tim Faskel dan pengelola p2kp dilevel diatasnya. Laporan Pengaduan Masyarakat yang sudah dibuat oleh BKM adalah laporan penyimpangan Dana BLM, seperti yang terjkadi di Kelurahan Pradah Kalikendal Kota Surabaya dan Kelurahan Bontorano di Kota Makasar. Laporan yang dibuat BKM terkait dengan adanya penyimpangan Dana BLM merupakan hasil investigasi yang dilakukan kepada berbagai pihak di kelurahan, seperti kepada masyarakat penerima manfaat, relawan, Unit Pengelola dan unsur PK BKM-sendiri. Laporan ini selanjutnya disampaikan kepada Tim Faskel, Lurah dan PJOK selaku pembina dan pengelola P2KP di tingkat kecamatan. 179

192 Penerapan Prinsip PPM Berdasrkan pendapat informan di kelurahan tipologi kota besar mengenai penerapan prinsip penanganan pengaduan masyarakat (PPM) dapat dijelaskan sebagai berikut : Pertama, di kelurahan lokasi penelitian di Kota Medan, Kota Surabaya dan Kota Makasar informan yang memberikan jawaban bahwa Prinsip-prinsip PPM telah diterapkan secara menyeluruh tidak ada atau 0,00%; Kedua, informan yang memberikan jawaban prinsip-prinsip penanganan pengaduan masyarakat belum dilaksanakan secara keseluruhan di Kota Medan 70,00%, di Kota Surabaya 44,34% dan di Kota Makasar 47,00%. Berdasarkan informasi yang disampaikan para informan di tipologi kota besar, dapat diinterpretasikan bahwa penerapan prinsip-prinsip pananganan pengaduan masyarakat (PPM) di tiga kota yaitu Kota Medan, Kota Surabaya dan Kota Makasar belum diterapkan secara menyeluruh, namun demikian prinsip-prinsip yang telah diterapkan dalam penanganan pengaduan masyarakat di ketiga kota diatas antara lain adalah kemudahan, partisipatif, cepa, proporsional, obyektif dan aman; Ketiga, tingginya informan yang memberikan jawaban tidak tahu mngenai penerapan prinsipprinsip penanganan pengaduan masyarakat, dikarenakan masyarakat secara umum belum mendapatkan informasi mengenai penangananan pengaduan masyarakat secara keseluruhan, Sosialisasi Penanganan Pengaduan Pengaduan di ketiga kota tipologi besar ini sama dengan di ketiga kota tipologo kota sedang, baru dilaksanakan di tingkat pelaku P2KP yang terdiri dari PK-BKM, Unit Pengelola dan para elit di tingkat kelurahan, yang menyebabkan terputusnya informasi kepada masyarakat. Untuk mendapatkan gambaran perbandingan pendapat informan mengenai penerapan prinsip PPM di tipologi kota sedang dapat dilihat pada Gambar diatas Sifat dan Media Pengaduan Jawaban informan di kelurahan tipologi kota besar mengenai sifat dan media pengaduan masyarakat dapat dijelaskan sebagai berikut. A. Sifat Pengaduan Informan yang memberikan jawaban sifat pengaduan informatif di lokasi penelitian tipologi kota sedang, memiliki kecenderungan yang sama. Pertama, informan yang memberikan jawaban sifat pengaduan masyarakat adalah pengaduan informatif di Kota Medan 34.00%, di Kota Surabaya 35.85%, dan di Kota Makasar 46.00%. Dari ketiga kota di tipologi kota besar tersebut, pengaduan informatif yang tertinggi adalah Kota Makasar dan yang terendah Kota Medan. Di Kota Makasar, tingginya pendapat informan yang menjawab sifat pengaduan informatif dikarenakan di Bunga Ejaya tidak ada pengaduan penyimpangan Dana BLM, pengaduan penyimpangan yang dilaporkan adalah penyimpangan prosedur dan penyimpangan Dana BLM di Kelurahan Bontorano. Sementara informan yang menjawab pengaduan informatif rendah dan terendah yaitu di Kota Medan, di Kelurahan Belawan Bahagia terdapat penyimpangan Dana BLM yang melibatkan PK-BKM yang dinon-aktifkan. Kedua, informan yang memberikan jawaban sifat pengaduan penyimpangan di Kota Medan 40,00%, Kota Surabaya 33,96% dan Kota Makasar 46,00%. Dari ketiga kota tipologi kota sedang, prosentasi pengaduan penyimpangan tertinggi adalah di Kota Medan (40,00%) dan terendah adalah Kota Makasar (32,00%). Tingginya informan yang menjawab pengaduan 180

193 penyimpangan di Kota Medan dan Kota Surabaya, dikarenakan di Kota medan adanya isu-su penyimpangan dana BLm di Kelurahan Belawan Bahagia, sementara di Kota Makasar penyimpangan Dana BLM di Kelurahan Bontorano. Ketiga, informan yang menjawab tidak tahu di Kota Medan 26,00%, di Kota Surabaya 30,19% dan di Kota Makasar 26.00%. Pendapat informan yang menjawab tidak tahu mengenai sifat pengaduan masyarakat tertinggi adalah Kota Medan 34,86% dan yang terendah adalah Kota Makasar 22,00%. Tingginya informan yang menjawab tidak tahu mengenai sifat pengaduan dikarenakan sosialisasi penanganan pengaduan masyarakat baru dilaksanakan kepada pelaku P2KP dan elit di tingkat kelurahan. B. Media Pengaduan Dari jawaban informan di kelurahan tipologi kota besar mengenai media pengaduan masyarakat memiliki kecenderungan yang sama yaitu menggunakan media lisan dan media telepon/sms, dengan penjelasan sebagai berikut : Pertama, Jawaban informan di Kota Medan 64,00% informan menjawab media yang digunakan oleh masyarakat terutama warga miskin dalam menyampaikan pengaduannya adalah media lisan, di Kota Surabaya 66,98% informan menjawab media pengaduan masyarakat adalah lisan dan di Kota Makasar 58,00%. Tingginya prosentasi media pengaduan lisan di masing-masing kota disebabkan masyarakat, terutama warga miskin pada umumnya enggan menggunakan media tertulis dikarenakan ada kekhawatiran akan terjadi konflik antara pelapor dan yang dilaporkan. Kedua, informan yang menjawab pengaduan masyarakat menggunakan media telepon/sms di Kota Medan 14,00%, di Kota Surabaya 15,09% dan di Kota Makasar 20,00%. Media telepon/sms biasanya digunakan oleh para elit (seperti : Ketua RT/RW, tokoh masyarakat, ibu-ibu PKK, dan mereka yang biasa berkomunikasi dengan PK-BKM atau Unit pengelola). Masyarakar miskin jarang menggunakan media telepon/sms disebabkan adanya hambatan psikologis karena mereka yang menjadi PK-BKM maupun koordinator Unit Pengelola (UPK,UPL, dan UPS) biasanya elit di tingkat kelurahan; Ketiga, informan yang menjawab tidak tahu di Kota Medan 22,00%, di Kota Surabaya 17,92% dan di Kota Makasar 22,00%. Banyaknya informan yang menjawab tidak tahu di Kota Medan dan Kota Makasar disebabkan dilaksanakannya sosialisasi penanganan dan hasil penanganan pengaduan masyarakat; Keempat, Karena masyarakat pada umumnya menyampaikan pengaduannya melalui media lisan dan telapon/sms, sehingga BKM tidak melakukan pencatatan atas setiap pengaduan yang diterima oleh PK-BKM. Karena warga masyarakat miskin menilai bahwa pelaku P2KP adalah elit di tingkat kelurahan, mereka menyampaikan keluhan dan pengaduannya kepada Kepling di lingkungandomisilinya. Pk BKMKelurahanBelawanBahagiaKotaMedan Berdasarkan deskripsi diatas, di ketiga kota tipologi kota besar memiliki kecenderungan yang sama terhadap media pengaduan masyarakat yaitu menggunakan lisan dan media telepon/sms. 181

194 Pengaduan masyarakat yang menggunakan media massa terjadi di Kelurahan belawan Bahagia, namun bukan penaduan dari masyarakat melainkan upaya provokasi dari PK-BKM yang dinonaktifkan setelah diketahui melakukan penyimpangan prosedua dan penyimpangan Dana BLM. Penggunaan media lisan dan media telepon/sms pada dasarnya memiliki kesamaan yaitu tidak dapat dijadikan data autentik sebagai data pelaporan bagi penanganan pengaduan masyarakat. Sebagaimana telah dikemukakan diatas, penggunaan media lisan dalam menyampaikan pengaduannya telah menjadi kebiasaan dan membudaya pada masyarakat di tingkat kelurahan, dan untuk mengubah kebiasaan ini kepada penyampaian pengaduan secara tertulis sangat sulit disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : Pertama, masyarakat merasa enggan untuk menuliskan pengaduannya disebabkan ada kekhawatiran akan terjadi konflik atau gesekan antara pelapor dan yang dilaporkan serta pengaduan mejadi formal dan berimplikasi hukum bila menyangkut penyimpangan Dana BLM. Kedua, masyarakat khususnya warga miskin dalam menyampaikan pengaduannya melalui perwakilan kepada elit di tingkat kelurahan, dengan demikian dilingkungan masyarakat tingkat kelurahan sebenarnya sudah terbangun hirarki / lapisan masyarakat, melalui peran elit (Ketua Rt/RW, Kepling, tokoh agama, tokoh pendidikan, tokoh budaya/adat, tokoh pemuda dan tokoh perempuan). Hirarki kepemiminan ini disatu sisi menghambat proses demokratisasi dalam pelaksanaan pembangunan TRIDAYA, dimana posisi warga masyarakat miskin tetap termarjinalkan dan hanya sebagai penerima manfaat sosial, ekonomi dan prasarana lingkunga. Untuk itu dibutuhkan usaha-usaha penyesuaian antara kebiasaan masyarakat yang telah membudaya dengan unsue-unsur baru agar proses-proses perubahan sosial dan kebudayaan dapat berjalan dalam upaya penanggulangan kemiskina di perkotaan. Lapisan /hierarki masyarakat tidak dapat dihindari dalam semua lingkungan sosial, seperti dikemukakan oleh Soeryono Soekanto dibawah ini : Adanya lapisan masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat itu. Tetapi ada pula yang sengaja disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama. Yang biasa menjadi alasan terbentuknya lapisan masyarakat yang terjadi dengan sendirinya ialah kepandaian, tingkat umur (yang senior), sifat keaslian keanggotaan kerabat seorang kapala masyarakat, dan juga mungkin harta dan batas-batas tertentu. (Soeryono Soekanto, 2003:229) Mengacu pada pendapat diatas, hierarki atau lapisan-lapisan masyarakat di wlayah kelurahan lokasi penelitian sangat mempangaruhi pelaksanaan pembangunan TRIDAYA. Keberhasilan pelaksanaan pembangunantridaya, secara langsusng atau tidak langsung dipengaruhi oleh bagaimana para elit (tokoh masyarakat) setempat menempatkan perannya dalam mensukseskan pembangunan dilingkungan rumah tangganya. Seanjutnya menurut pendapat Soeryono Soekanto mengenai peran (role) para pemimpin (elit) dalam menjalankan organisasi kemasyarakat adalah : Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia 182

195 menjalankan suatu peranan. Peranan dan kedudukan keduanya tidak dapat dipisahpisahkan, karena yang satu tergantung kepada yang lain dan sebaliknya. Tak ada peranan tanpa kedudukan atau kedudukan tanpa peranan Hal itu sekaligus berarti bahwa peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat masyarakat kepadanya. (Soeryono Soekanto, 2003:243) Sebagaimana telah disinggung dimuka, berdasarkan pendapat diatas, pelaku P2KP dan elit yang ada dilingkungan kelurahan memiliki peranan yang kuat dalam melaksanakan pembangunan TRIDAYA, menerapkan sistem yang telah diatur dalam Pedoman Umum maupun Pedoman Teknis untuk tercapainya penanggulangan kemiskinan di wilayah kelurahan dalam upaya mendorong terbangunnya proses transformasi sosial dari masyarakat tidak berdaya menuju kepada masyarakat yang berdaya Kategori dan Derajat Masalah Kategori dan derajat masalah di kota tipologi besar memiliki kecenderungan yang sama, yaitu : Pertama, masalah yang banyak dilaporkan oleh masyarakat adalah Kategori Masalah-7 yaitu pengaduan masalah lain-lain atau pengaduan informatif. Kategori Masalah-7, terdapat disemua kelurahan kota tipologi besar, di Kota Medan informan yang menjawab Kategori Masalah-7 adalah 55,00%, di Kota Surabaya 44,34% dan di Kota Makasar 50,00%. Kategori Masalah-7 atau pengaduan informatif pada umumnya dapat diselesaikan di tingkat BKM atau di kelurahan. Pengaduan masyarakat yang dapat diselesaikan di tingkat kelurahan masuk dalam Derajat Masalah-1. Kedua, Kategori Masalah-2 yaitu pengaduan penyimpangan yang terdiri dari penyimpangan prosedur dan penyimpangan Dana BLM. Penyimpangan prosedur pada umumnya yang muncul di kelurahan lokasi penelitian antara lain adalah : (a) penerima manfaat sosial dan ekonomi tidak sesuai dengan hasil Pemetaan Sosial (PS); (b) prosedur pembayaran HOK; (c) mekanisme penyaluran bantuan sosial dan ekonomi, dan lainnya dan dapat diselesaikan di tingkat Unit Pengelola atau BKM. Kategori penyimpangan prosedur pada umumnya masuk dalam Derajat Masalah-1. Sementara Kategori Masalah-2 penyimpangan Dana BLM muncul di Kelurahan Belawan Bahagia Kota Medan yaitu penyimpangan Dana BLM ekonomi yang diduga dilakukan oleh unsur PK-BKM yang kemudia di nonaktifkan. Di Kelurahan Pradah Kalikendal yang diduga dilakukan oleh Koordinator PK-BKM bersama Koordinator UPK. Masalah ini sedang dalam proses penyelesaian, dimana pelaku telah membuat Surat Pernyataan kesanggupan pengembalian difasilitasi oleh PJOK dan Camat, masalah ini masuk kedalam Derajat Masalah-2, yaitu diselesaikan di kelurahan. Sedangkan masalah penyimpangan Dana BLM di Kelurahan Bontorano masuk dalam Derajat Masalah-3, penyelesaiannya difasilitasi oleh Korkot dan KMW PNPM Mandiri Perkotaan yang baru bertugas 2 Bulan sudah membentuk tim khusus untuk membantu memfasilitasi penyelesaian masalah di Kelurahan Bontorano. Penyimpangan prosedur dan Penyimpangan Dana BLM Ekonomi di Kelurahan BontoranodilakukanolehKolektorUPK,hinggasaatiniPK BKMbarutidakmemilikidata /dokumentasidikarenakanpk KOlekrtifBKMtidakmaumenyerahkanpembukuanyang ada.upayayangkamilakukanadalahmelakukanidentifikasidaninventarisasidatadari masyarakatdibantuolehparakelurarwdifasilitasiolehtimfaskedankorkot. PK BKMKelurahanBontoranoKotaMakasar 183

196 Pertanyaan Penelitian 2 Apakah sistem penanganan benar-benar mampu menangkap dan menangani secara rata dan adil semua relevan yang ada di berbagai strata masyarakat? Untuk menjawab pertanyaan penelitian 2 diatas, digunakan dua variabel yaitu Variabel Sumber Pengaduan dan Variabel Penanganan Penyelesaian Masalah. Variabel Sumber Pengaduan digunakan untuk mengetahui siapa dan apakah pengadu (pelapor) yang ada ditingkat kelurahan telah mewakili seluruh strata masyarakat yang ada. Dan Variabel Penanganan Penyelesaian Pengaduan digunakan untuk mengetahui apakah pelayanan BKM kepada seluruh pelapor dari berbagai strata masyarakat telah rata dan adil. A. Sumber Pengaduan Sumber pengaduan di kelurahan tipologi kota besar memiliki kecenderungan yang sama yaitu terdiri dari warga masyarakat miskin, elit di tingkat kelurahan. Di Kota Medan 68,00% pendapat informan di kedua kelurahan lokasi penelitian memberikan informasi bahwa sumber pengaduan adalah masyarakat miskin, sementara di Kota Surabaya pendapat serupa disampaikan oleh 45,25% informan dan di Kota Makasar 43,00%. Informan yang memberikan jawaban sumber pengaduan adalah tokoh masyarakat di Kota Medan 12,00%, di Kota Surabaya 31,13% dan di Kota Makasar 12,00%. Sedangkan informan ynag menjawab tidak tahu di Kota Medan 31,19%, di Kota Surabaya 23,58% dan di Kota Makasar 45,00%. Berdasarkan deskripsi diatas, di ketiga kota tipologi besar ini sumber pengaduan dari warga masyarakat miskin menunjukan prosentasi tertinggi adalah Kota Medan. Selanjutnya informan yang menjawab tokoh masyarakat (elit) sebagai sumber pengaduan di Kota Medan 12,00%, Kota Surabaya 31,13%, dan Kota Makasar 12,00%. Tingginya informan yang memberikan informasi sumber pengaduan adalah tokoh masyarakat di Kota Surabaya adalah 31,13%, dalam persepsi sebagaian informan bahwa pada dasarnya masyarakat banyak yang tidak paham mengenai mekanisme dan prosedur pelaksanaan pembangunan TRIDAYA, yang tahu hanya elit (para tokoh) masyarakat dilingkungan kelurahan. Oleh karenanya masyarakat, terutama warga miskin dalam menyampaikan pengaduannya kepada para tokoh masyarakat ini yang dinilai mengatahui dan dapat menjawab persoalan-persoalan yang ada dan atau menjadi media bagi masyarakat untuk meneruskan pengaduannya kepada BKM. Bila dibandingkan informan yang menjawab tidak tahu mengenai sumber pengaduan masyarakat di Kota Medan 20,00%, di Kota Surabaya 23,58% dan di Kota Makasar 45,00% dapat dijelaskan sebagai berikut : Pertama, sosialisasi 184

197 hasil PPM belum dilaksanakan di kelurahan lokasi penelitian tipologi kota besar. Kedua, di Kota Surabaya dengan adanya kasus penyimpangan Dana BLM, dimana dalam penanganannya dimotori oleh para tokoh masyarakat di tingkat kelurahan (para Ketua RT/RW, Guru, Kader Kesehatan, Kader PAUD, Ketua LPMK, PKK dan lainnya). Ketiga, di Kota Makasar khususnya di Kelurahan Bontorano, penerima manfaat maupun calon penerima manfaat adalah warga miskin yang tinggal di pemukiman kmuh di sekitar pantai, dengan mata pencaharian sebagai nelayan, tukang becak, buruh dan pedagang keliling yang berasal dari kabupaten disekitar kota makasar, seperti Pangkajene, bantaeng dan lainnya yang kurang memilki perhatian terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat dalam pembangunan TRIDAYA. Pengaduan pada dasarnya merupakan aspirasi, keluhan ataupun ketidakpuasan terhadap implementasi P2KP. Terlepas dari siapapun dan dimanapun yang menyampaikanpengaduan... PedomanUmumP2KPtahun2005 B. Penanganan Penyelesaian Pengaduan Masyarakat Berdasarkan pendapat informan mengenai penanganan penyelesaian pengaduan masyarakat di kota-kota tipologi besar memiliki kecenderungan yang sama, yaitu : Pertama, mayoritas informan menjawab bahwa dalam penyelesaian pengaduan masyarakat BKM telah memberikan pelayanan yang adil dan rata kepada semua pelapor dari berbagai strata. Di Kota Medan informan yang memberikan jawaban BKM telah memberikan pelayanan yang adil dan rata kepada semua strata pelapor adalah 53,00%, di Kota Surabaya 51,81% dan di Kota Makasar 43,00%. Dari komposisi prosentasi jawaban informan diatas, prosentasi tertinggi terdapat di Kota Medan yaitu 53,00% dan yang terendah Kota Makasar 43,00%; Kedua, informan yang menjawab belum adil dan rata di Kota Medan 10,00%, di Kota Surabaya 0,00% dan di Kota Makasar 12,00%. Pendapat informan tertinggi yang menyatakan bahwa pelayanan BKM belum adil dan rata adalah di Kota Makasar 12,00%, sementara di Kota surabaya tidak ada yang menjawab atau 0,00%. Ketiga, informan yang menjawab tidk tahu di Kota Medan 37,00%, di Kota Surabaya 48,11% dan di Kota Makasar 45,00%. Perbandingan prosentasi informan yang menjawab tidak tahu di Kota Medan kecil yaitu 37,00% bila dibandingkan dengan kedua kota lainnya (Kota Surabaya 48,11% dan Kota Makasar 45,00%). Kondisi ini disebabkan di Kota Surabaya, khusunya di Kelurahan Pradah Kalikendal penyelesaian penanganan pengaduan masyarakat terkait dengan kasus penyimpangan Dana BLM oleh Koordinator PK-BKM telah menjadi perhatian seluruh komponen masyarakat, mengingat tingginy angka Dana BLM ekonomi yang belum kembali ke Kas BKM. Sumber pelapor (pengaduan) yang ada di kelurahan lokasi penelitian dapat berasal dari berbagai strata masyarakat antara lain warga miskin, kelompok masyarakat (Anggota KSM, LPMK, PKK) elit dan lainnya. Masalah yang dilaporkan berdasarkan nilai-nilai atau persepsipersepsi dari sumber pelapor, seperti warga masyarakat miskin pada umumnya melaporkan 185

198 pengaduan informatif sesuai dengan nilai-nilai dan persepnsinya. Sementara para elit (tokoh masyarakat) dan kelompok masyarakat atau kelembagaan lain di tingkat kelurahan melaporkan lebih banyak melaporkan masalah-masalah yang berkaitan dengan pengelolaan, penerapan prinsip-prinsip, dan kebijakan dalam pelaksanaan pembangunan TRIDAYA, sesuai dengan nilai-nilai dan persepsi-persepsinya. Munculnya persoalan (masalah) dalam pelaksanaaan pembangunan TRIDAYA di tingkat kelurahan dapat disebabkan oleh beberapa keadaan yang menyebabkan terjadinya konflik (perbedaan nilai-nilai dan persepsi-persepsi) baik diantara pelaku P2KP maupun antara pelaku P2KP dengan masyarakat. Konflik yang timbul diantara PK-BKM, seperti yang terjadi di Kelurahan Belawan Bahagia Kota medan, Kelurahan Pradah Kalikendal Kota Surabaya dan Kelurahan Bontorano Kota Makasar disebabkan oleh adanya perbedaan-perbedaan dalam tujuan, perbedaan-perbedaan dalam nilai-nilai dan persepsi. Menurut pendapat Winardi (1994:71-73): bahwa dalam sub unit organisasi yang cenderung makin terspesialisasi atau didiferensiasi sewaktu mereka mengembangkan tujuan-tujuan tugas-tugas personil yang tidak sama. Diferensiassi demikian kerapkali menyebabkan timbulnya konflik kepentingan atau prioritas-prioritas, sekalipun mereka telah sepakat tentang tujuan-tujuan menyeluruh organisasi yang bersangkutan Perbedaan-perbedaan dalam tujuan-tujuan antara anggota berbagai unit di dalam organisasi tertentu, seringkali disertai oleh perbedaan-perbedaan dalam sikap, nilai dan persepsi yang juga dapat menyebabkan konflik. Oleh karenanya bagi masing-masing strata pelapor membutuhkan penanganan pengaduan yang berbeda sesuai dengan kebutuhan penyelesaiannya. Penanganan pengaduan masyakat di kelurahan lokasi penelitian baru pada tahap penanganan penyelesaian kasuistis, belum sampai pada kesadaran penciptaan iklim kodusif dalam pelaksanaan pembangunan TRIDAYA. Dalam upaya menciptakan iklim kondisif dalam proses pembangunan tridaya dibutuhkan kesadaran atau pemahaman untuk melakukan antisipasi timbulnya permasalahan-permasalahan dalam pengelolaan pembangunan. Sebagai contoh, penerapan prinsip-prinsip P2KP (Seperti : demokratis, transparansi, partisipatif, desentralisasi, akuntabilitas dan lainnya) juga merupakan alat/instrumen untuk mengantisipasi munculnya permasalahan yang disebabkan oleh perbadaan persepsi masyarakat atau kelompok masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan. Dalam pengelolaan penanganan pengaduan masyarakat yang diperlukan oleh para pelaku P2KP di tingkat kelurahan bukan memahami mekanisme dan prosedur pemecahannya, akan tetapi yang lebih penting adalah bagaimana melakukan pemecahan masalah yang terintegrasi (pemecahan masalah integratif), yaitu setiap masalah yang diadukan/dilaporkan baik dari individu maupun kelompok masyarakat ditangani secara bersama sebagai masalah bersama dalam pembangunan TRIDAYA yang dapat diselesaikan dengan menerapkan mekanisme dan prosedur PPM yang telah ada, sebagaimana dikemukakan oleh Prof DR. Winardi, SE. dalam bukunya Manajemen Konflik (Konflik Perubahan dan pengembangan) 186

199 Konflik antar kelompok dialihkan menjadi sebua situasi pemecahan masalah bersama, yang dapat dipecahkan dengan bantuan teknik-teknik pemecahan masalah.. Dalam apa yang dinamakan konsensus, pihak-pihak yang konflik bertemu untuk menemukan pemecahan terbaik bagi problem yang ada, dan mereka bukan berupaya untuk kemenangangan di masing-masing pihak perlu diingat bahwa upaya untuk mengejar sebuah tujuan superordinat bukan saja menyelesaikan konflik antara pihak yang bertentangan satu sama lain, tetapi ia juga dapat membantu mempertebal kerjasama kelompok. (Winardi,1994:87-89) Penanganan penyelesaian pengaduan kepada semua pelapor dari berbagai strata masyarakatdiperlakukansama. KoordinatorPK BKMTipologiKotaSedang Pertanyaaan Penelitian 3 Perubahan rancangan apa yang diperlukan untuk memperbaiki transparansi, akuntabilitas dan partisipasi publik dalam pengelolaan dana di tingkat masyarakat melalui kontrol sosial?. Untuk menjawab pertanyaan penelitian 3 diatas, dipergunakan tiga variabel yaitu : (1) Variabel Transparansi untuk mengetahui sampai sejauhmana tingkat transparansi (keterbukaan) pengelolaan dana di tingkat masyarakat. (2) Variabel Akuntabilitas untuk mengetahui sampai sejauh mana pengelolaan dana di tingkat masyarakat telah dapat dipertanggungjawabkan (akuntabel), dan (3) Variabel Partisipasi untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat partisipasi masyarakat (publik) dalam melakukan kontrol sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat Transparansi Dari jawaban informan mengenai transparansi pengelolaan dana di tingkat masyarakat di tipologi kota besar dapat dijelasakan sebagai berikut : Pertama, informan yang memberikan jawaban pengelolaan dana di tingkat masyarakat telah dilaksanakan dengan terbuka (transparan) di Kota Medan 53,00%, di Kota Surabaya 23,58% dan di Kota Makasar 24,00%. Jika melihat perbandingan jawaban informan tersebut, maka dapat diinterpretasikan tingkat tranparansi pengelolaan dana di tingkat masyarakat yang tertinggi adalah Kota Medan; Kedua, ukuran transparansi yang digunakan dalam pandangan informan adalah : (a) adanya informasi kepada para wakil masyarakat dari BKM maupun Unit Pengelola, sehingga ketika warga masyarakat menanyakan kepada para wakilnya dapat dijawab dan memberikan penjelasan, (b) Pemanfaatan papan informasi sebagai media transparansi pengelolaan dana, (c) Bantuan Dana BLM ekonomi masih berjalan walaupun ada kemacetan pada beberapa KSM. Pendapat informan serupa juga ditemui di Kelurahan Romo Kalisari Kota Surabaya dan Kelurahan Bunga Ejaya Kota Makasar; Ketiga, informan yang memberikan jawaban pengelolaan dana di tingkat masyarakat belum transparan di Kota Medan 10,00%, Kota 187

200 Surabaya 45,28% dan Kota Makasar 37,00%. Jika dibandingkan prosentasi jawaban informan tersebut diatas, maka pendapat informan bahwa pengelolaan dana di tingkat masyarakat belum transaparan yang tertinggi adalah di Kota Surabaya yaitu 45,28%, disusul Kota Makasar 37,00% dan di kota Medanr 10,00%. Informan yang menjawab belum dilaksanakannya transparansi pengelolaan dana terdiri dari unsur rumah tangga miskin (RTM) dan unsur Anggota KSM yang terlibat dalam pembangunan TRIDAYA, namun menilai pengelolaan dana di tingkat masyarakat belum transparan; Keempat, informan yang memberikan jawaban tidak tahu mengenai transparansi pengelolaan dana di tingkat masyarakat di Kota Medan 37,00%, di Kota Surabaya 33,96 dan di Kota Makasar 11,00% terdiri dari unsur rumah tangga miskin (RTM) dan Anggota KSM yang tidak terlibat dalam proses pembangunan TRIDAYA sehingga tidak tahu bagaimana pengelolaan dana di tingkat masyarakat dilaksanakan oleh BKm maupun oleh Unit Pengelola. Transparansi dalam pelaksanaan P2KP pada dasarnya dapat diterapkan dengan membrikan akses kepada semua pihak yang berkepantingan ataupun membutuhkan untuk mengetahui informasi informasi mengenai P2KP, kebijakan serta pengambilan keputusan,perkembangankegiatandankeuangansertainformasi informasilainnyadari parapelakup2kp,baikditingkatproyek,pemerintahdanmasyarakat. PedomanUmumP2KPTahun Akuntabilitas Dari jawaban yang disampaikan oleh para informan menunjukan kecenderungan yang sama mengenai akuntabilitas pengelolaan dana di tingkat masyarakat, sebagai berikut : Pertama, di Kota Medan informan yang menjawab pengelolaan dana ditingkat masyarakat telah dilaksananan secara akuntabel adalah 53,00%, di Kota Surabaya 23,58% dan di Kota Makasar 24,00%. Kedua, Informan yang mejawab pengelolaan dana di tingkat masyarakat belum akuntabel memiliki interval antara 10,00% hingga 45,00% relatif lebih rendah dibandingkan dengan jawaban informan yang menjawab bahwa pengelolaan dana di tingkat masyarakat sudah akuntabel. Prosentasi tertinggi informan yang menjawab bahwa pengelolaan dana belum dapat dipertanggungjawabkan adalah Kota Medan dan Kota Makasar yaitu 37,00% dan yang terendah adalah Kota Medan 10,00%, dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa tingkat akuntabilitas pengelolaan dana di tingkat masyarakat di Kota Surabaya dan Kota Makasar lebih baik dibandingkan dengan dua kota lainnya. Ketiga, informan yang memberikan jawaban tidak tahu mengenai pengelolaan dana di tingkat masyarakat di Kota Medan 37,00%, di Kota Surabaya 31,13%% dan di Kota Makasar 39,00%. Berdasarkan prosentasi jawaban informan tersebut, dapat diinterpretasikan bahwa informasi yang diterima oleh masyarakat mengenai pengelolaan dana di tingkat masyarakat di Kota Surabaya lebih tinggi dibandingkan dengan di Kota Medan dan Kota Makasar. Akuntabilitas ini pada dasarnya dapat diterapkan dengan memberikan akses kepada semuapihakyangberkepantinganuntukmelakukanaudit,bertanyadanataumenggugat pertanggungjawaban para pengambil keputusan, baik di tingkat proyek, daerah dan masyarakat. PedomanUmumP2KPTahun

201 Partisipasi Publik Dari jawaban informan mengenai partisipasi publik dalam kontrol sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat dapat dijelaskan sebagai berikut : Pertama, informan yang menjawab masyarakat terlibat dalam kontrol sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat di Kota Medan 53,00%, di Kota Surabaya 34,91%, dan Kota Makasar 44,00%. Jika dibandingkan berdasarkan prosentasi pendapat informan di tiga kota tersebut diatas, maka pendapat informan di Kota Medan adalah yang tertinggi mengenai partisipasi masyarakat dalam kontrol sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat, dan yang terendah pendapat informan di Kota Surabaya. Kedua, informan yang menjawab masyarakat tidak terlibat dalam kontrol sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat di Kota Medan 10,00%, di Kota Surabaya 33,96% dan di Kota Makasar 45,00%. Pendapat informan tertinggi berdasarkan prosentasi yang menjawab masyarakat warga miskin tidak terlibat dalam kontrol sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat adalah Kota Makasar (45,00%) dan terendah adalah Kota Medan (10,00%). Ketiga, informan yang menjawab tidak tahu di Kota Medan 37,00%, di kota Surabaya 31,13% dan di Kota Makasar 11,00%. pendapat informan tertinggi berdasarkan prosentasi di setiap kota tipologi besar yang menjawab tidak tahu adalah Kota Medan yaitu 37,00% dan yang terendah adalah Kota Makasar 11,00%. Berdasarkan deskripsi diatas, dapat diinterpretasikan bahwa : Pertama, partisipasi masyarakat dalam kontrol sosial tertinggi di kota tipologi besar adalah di Kota Medan selanjutnya Kota makasar dan yang paling rendah tingkat partisipasinya di Kota Surabaya. Kedua, masyarakat yang tidak tahu mengenai partisipasi publik dalam kontrol sosial terhadap pengelolaan dana di tingkat masyarakat berdasarkan prosentasi jawaban informan di tiga kota tipologi besar yang tertinggi adalah Kota Makasar. Sebagaimana telah disinggung diatas, warga miskin pada umumnya memiliki hambatan untuk berpartisipasi terutama warga masyarakat dilapisan paling bawah. Menurut pendapat Huntington dan Joan Nelson : orang-orang miskin biasanya tidak begitu berpartisipasi dalam politik oleh karena partisipasi seringkali kelihatannya tidak relevan dengan urusan mereka yang pokok atau tidak ada gunanya, atau kedua-duanya. Bagi banyak orang miskin, masalah-masalah yang paling mendesak adalah pekerjaan, pangan, dan bantuan medis untuk hari ini, hari esok atau minggu depan Ada beberapa hal yang menyebabkan adanya perasaan efektifitas rendah ini.pertama, orang-orang miskin tidak memiliki sumber-sumber daya untuk berpartisipasi secera efektif, informasi yangmemadai, kontak-kontak yang tepat, uang dan seringkali juga waktu. Kedua, d ilapisan-lapisan berpenghasilan rendah orang sering terbagi-bagi menurut ras, suku bangsa, agama atau bahasa juga dimana garis-garis pemisah itu tidak jelas, Ketiga, orang miskin cenderung untuk beranggapan bahwa permohonan-permohonan atau tekanan-tekanan dari pihak mereka, apakah secara perorangan atau kolektif, akan dianggap sepi atau ditolak pihak berwajib, dan anggapan itu seringkali benar. (Huntington dan Joan Nelson, 1996: ) Menurut pendapat Rafael Raga Maran (2001:147), mengenai partisipasi politik : 189

202 Partisipasi politik berbeda-beda dari masyarakat yang satu ke masyarakat yang lain. Kadar partisipasi politik pun bervariasi. Sementara Michael rush dan Philip Althoff dan Milbrath dalam Rafael Raga Maran (2001: ), mengemukakan : Michael rush dan Philip Althoff mengemukakan bahwa partisipasi politik dianggap sebagai akibat dari sosialisasi politik. Namun kiranya perlu dicatat bahwa partisipasi politik pun berpengaruh terhadap sosialisasi politik Milbrath menyebutkan empat faktor utama yang mendorong orang untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik. Pertama, karena adanya perangsang. Dalam hal iniminat untuk berpartisipasi dipengaruhi oleh sesuatu imbalan atau harapan. Kedua, karena faktor karakteristik pribadi seseorang. Orang-orang yang berwatak sosial, yangpunya kepedulian besar terhadap problem sosial, politik, ekonomi dan lain-lainnyabiasanya mau terlibat dalam aktivitas politik. Ketiga, faktor karakter sosial seseorang. Karakter sosial menyangkut status sosial ekonomi, kelompok, ras, etnis, dan agama seseorang.keempat, faktor situasi atau lingkungan politik itu sendiri. Lingkungan politik yang kondusif membuat orang dengan senang hati berpartisipasi dalam kehidupan politik. Perbandingan Pendapat Informan Terkait Dengan Fokus Penelitian Di Tipologi Kota Besar 190

203 191

204 192

205 Kegiatan Koordinasi dan SSI di Tingkat Kota dan Provinsi Di Tipologi Kota Besar SSIdenganSatkerKotaMakasar SSIdenganSNVTKotaMakasar Koord&SSIdgKMWSumut SSIdenganSNVTProvSumut SSIdenganSNVTProv.Sumut SSIdenganKMWProv.Jatim 193

STUDY ON COMMUNITY COMPLAIN HANDLING AS SOCIAL CONTROL IN PNPM UPP

STUDY ON COMMUNITY COMPLAIN HANDLING AS SOCIAL CONTROL IN PNPM UPP 1 STUDY ON COMMUNITY COMPLAIN HANDLING AS SOCIAL CONTROL IN PNPM UPP PT. INDESO GEMA UTAMA April 2009 September 2009 1. Latar Belakang 2!! Program P2KP sebagai salah satu program penanggulangan kemiskinan

Lebih terperinci

Pembatasan Pengertian Perencanaan Partisipatif

Pembatasan Pengertian Perencanaan Partisipatif 1 Pembatasan Pengertian Perencanaan Partisipatif (a) Perencanaan Partisipatif disebut sebagai model perencanaan yang menerapkan konsep partisipasi, yaitu pola perencanaan yang melibatkan semua pihak (pelaku)

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Kata Pengantar Executive Summary Daftar isi

DAFTAR ISI Kata Pengantar Executive Summary Daftar isi DAFTAR ISI Kata Pengantar i Executive Summary ii Daftar isi vii Daftar Singkatan x Bab 1 Pendahuluan 1 A. Latar belakang masalah 1 B. Maksud dan Tujuan 5 Bab 2 Kegiatan Sosial Dalam P2KP 7 A. Pemikiran

Lebih terperinci

4.1. TINGKAT NASIONAL Project Management Unit (PMU)

4.1. TINGKAT NASIONAL Project Management Unit (PMU) PNPM Mandiri Perkotaan merupakan satu bagian yang tidak terpisahkan dari PNPM Mandiri Nasional oleh sebab itu pengelolaan program ini juga merupakan bagian dari pengelolaan program nasional PNPM Mandiri

Lebih terperinci

Membangun BKM. Membangun BKM. Siklus Kegiatan PNPM Mandiri-P2KP. Membangun BKM DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM PERKOTAAN MANDIRI

Membangun BKM. Membangun BKM. Siklus Kegiatan PNPM Mandiri-P2KP. Membangun BKM DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM PERKOTAAN MANDIRI DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI MANDIRI PERKOTAAN 3 Siklus Kegiatan PNPM Mandiri-P2KP Membangun BKM Membangun BKM Membangun BKM

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Negara Perumahan Rakyat. Perumahan. Pemukiman. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Negara Perumahan Rakyat. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. No.369, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Negara Perumahan Rakyat. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT Nomor 05/PERMEN/M/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 27 TAHUN 2011

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 27 TAHUN 2011 BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN KEGIATAN PENDAMPINGAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN DAN PENDAMPINGAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 05/PERMEN/M/2009

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 05/PERMEN/M/2009 MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 05/PERMEN/M/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERUMAHAN

Lebih terperinci

TATA CARA PELAKSANAAN PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT (PPM) DI TINGKAT KABUPATEN/KOTA

TATA CARA PELAKSANAAN PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT (PPM) DI TINGKAT KABUPATEN/KOTA PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PERKOTAAN (P2KP) TATA CARA PELAKSANAAN PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT (PPM) DI TINGKAT KABUPATEN/KOTA DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM TATA

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT (PPM) PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN

PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT (PPM) PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT () PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN 1 PENANGANAN PENGADUAN UNTUK TATA PEMERINTAHAN YANG LEBIH BAIK TINGKAT KOMUNITI RELAWAN, KSM, BKM, MASYARAKAT

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN TEMUAN KAJIAN

KESIMPULAN DAN TEMUAN KAJIAN KAJIAN PERAN PEMERINTAH DALAM PNPM P2KP TIM 7 KAJIAN PERAN PEMDA PT. DWIKARSA ENVACOTAMA KESIMPULAN DAN TEMUAN KAJIAN 1 KESIMPULAN UMUM KOORDINASI (PP1)!! Koordinasi antar dinas hanya sebatas instansi

Lebih terperinci

Tata Cara Pelaksanaan Pengelolaan Pengaduan Masyarakat (PPM) Di Tingkat Kelurahan/Desa

Tata Cara Pelaksanaan Pengelolaan Pengaduan Masyarakat (PPM) Di Tingkat Kelurahan/Desa Tata Cara Pelaksanaan Pengelolaan Pengaduan Masyarakat (PPM) Di Tingkat Kelurahan/Desa 1. Latar Belakang Kegiatan penanggulangan kemiskinan melalui P2KP akan optimal dan berkesinambungan, apabila semua

Lebih terperinci

MASTER SCHEDULE 1. PNPM-MANDIRI PERKOTAAN 2011

MASTER SCHEDULE 1. PNPM-MANDIRI PERKOTAAN 2011 MASTER SCHEDULE 1. PNPM-MANDIRI PERKOTAAN 2011 KEGIATAN & SUB-KEGIATAN MILESTONE 1.1. PENDAMPINGAN TINGKAT PEMDA KOTA/ KAB 1.1.1. SERANGKAIAN LOBBY-LOBBY, SILATURAHMI SOSIAL DAN SOSIALISASI AWAL TINGKAT

Lebih terperinci

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU SALINAN BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR : 28 TAHUN 2015jgylyrylyutur / SK / 2010 TENTANG MEKANISME PENYALURAN BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT (BLM) PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

AKUNTABILITAS DALAM PELAKSANAAN PNPM MANDIRI PERKOTAAN / P2KP (PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN) Rakor Nasional P2KP, 15 Juni 2015

AKUNTABILITAS DALAM PELAKSANAAN PNPM MANDIRI PERKOTAAN / P2KP (PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN) Rakor Nasional P2KP, 15 Juni 2015 AKUNTABILITAS DALAM PELAKSANAAN PNPM MANDIRI PERKOTAAN / P2KP (PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN) Rakor Nasional P2KP, 15 Juni 2015 Latar Belakang Audit Sempit: Pemenuhan kewajiban Loan/Grant Agreement.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komponen pengembangan kapasitas (Capacity Building) merupakan salah satu pilar program PNPM Mandiri Perkotaan, karena program ini yang meyakini bahwa pembelajaran merupakan

Lebih terperinci

Kurikulum Pelatihan Pelaku PNPM Mandiri Perkotaan

Kurikulum Pelatihan Pelaku PNPM Mandiri Perkotaan 1. Pengantar Kurikulum Pelatihan Pelaku PNPM Mandiri Perkotaan Proses pemberdayaan masyarakat dalam PNPM Mandiri Perkotaan dilakukan untuk menumbuhkembangkan kesadaran kritis masyarakat terhadap nilai-nilai

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA Bappeda Kabupaten Banjarnegara

PEDOMAN WAWANCARA Bappeda Kabupaten Banjarnegara LAMPIRAN 111 PEDOMAN WAWANCARA Bappeda Kabupaten Banjarnegara Nama Responden : Jabatan : Tanggal : Pertanyaan Mengenai Peranan Bappeda 1. Bagaimana kemiskinan di kabupaten Banjarnegara? 2. Bagaimana pemerintah

Lebih terperinci

STRATEGI DAN INSTRUMEN PENELITIAN PT. DWIKARSA ENVACOTAMA

STRATEGI DAN INSTRUMEN PENELITIAN PT. DWIKARSA ENVACOTAMA STRATEGI DAN INSTRUMEN PENELITIAN PT. DWIKARSA ENVACOTAMA Logical Framework PERAN PEMERINTAH DAERAH PERTANYAAN PENELITIAN 1. Bagaimana koordinasi antara berbagai badan pemerintah dengan KBP dapat diperkuat

Lebih terperinci

PROSEDUR OPERASI BAKU PENGELOLAAN PENGEMBANGAN KAPASITAS MASYARAKAT PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN

PROSEDUR OPERASI BAKU PENGELOLAAN PENGEMBANGAN KAPASITAS MASYARAKAT PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN PROSEDUR OPERASI BAKU PENGELOLAAN PENGEMBANGAN KAPASITAS MASYARAKAT PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN 1 I. MENGAPA POB DIPERLUKAN? a. Untuk Meningkatkan kemampuan personil konsultan

Lebih terperinci

Kerangka Acuan Kegiatan PENILAIAN KINERJA BKM (PK-BKM) Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)

Kerangka Acuan Kegiatan PENILAIAN KINERJA BKM (PK-BKM) Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) Kerangka Acuan Kegiatan PENILAIAN KINERJA BKM (PK-BKM) Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) A. LATAR BELAKANG Program KOTAKU sebagai suatu upaya pemerintah untuk membangun kemandirian masyarakat dan pemerintah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI KAJIAN

BAB III METODOLOGI KAJIAN BAB III METODOLOGI KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Dalam menjalankan upaya penanggulangan kemiskinan di wilayah kerjanya, maka Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) membutuhkan suatu kerangka pelaksanaan program

Lebih terperinci

LAPORAN UJI PETIK PELAKSANAAN SIKLUS PNPM MANDIRI PERKOTAAN 2009 PENGELOLAAN DANA BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT (BLM) Bulan Agustus 2009

LAPORAN UJI PETIK PELAKSANAAN SIKLUS PNPM MANDIRI PERKOTAAN 2009 PENGELOLAAN DANA BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT (BLM) Bulan Agustus 2009 LAPORAN UJI PETIK PELAKSANAAN SIKLUS PNPM MANDIRI PERKOTAAN 2009 PENGELOLAAN DANA BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT (BLM) Bulan Agustus 2009 KEGIATAN PENGELOLAAN DANA BLM Dana BLM merupakan dukungan dana stimulan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 15 2015 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 15 TAHUN 2015 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN KESWADAYAAN MASYARAKAT KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 37 TAHUN 2010

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 37 TAHUN 2010 SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBERIAN HIBAH DALAM BENTUK UANG KEPADA BADAN KESWADAYAAN MASYARAKAT DALAM RANGKA PELAKSANAAN PROGRAM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1.1. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN Program Penangulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) telah dimulai sejak Tahun 1999 2004, terdiri dari P2KP-1 Tahun 1999 2004, dan P2KP-2, Tahun 2004 2008. Kemudian dilanjutkan

Lebih terperinci

LAPORAN UJI PETIK SIKLUS MASYARAKAT KEGIATAN PEMANFAATAN BLM (BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT)

LAPORAN UJI PETIK SIKLUS MASYARAKAT KEGIATAN PEMANFAATAN BLM (BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT) PNPM MANDIRI PERKOTAAN 2010 LAPORAN UJI PETIK SIKLUS MASYARAKAT KEGIATAN PEMANFAATAN BLM (BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT) Februari 2011 1 P a g e I. LATAR BELAKANG PELAKSANAAN UJI PETIK PEMANFAATAN BLM (BANTUAN

Lebih terperinci

PNPM MANDIRI PERKOTAAN LAPORAN UJI PETIK SIKLUS MASYARAKAT KEGIATAN TINJAUAN (REVIEW) PARTISIPATIF Agustus 2009 April 2010

PNPM MANDIRI PERKOTAAN LAPORAN UJI PETIK SIKLUS MASYARAKAT KEGIATAN TINJAUAN (REVIEW) PARTISIPATIF Agustus 2009 April 2010 PNPM MANDIRI PERKOTAAN 2009-2010 LAPORAN UJI PETIK SIKLUS MASYARAKAT KEGIATAN TINJAUAN (REVIEW) PARTISIPATIF Agustus 2009 April 2010 1. KEGIATAN REVIEW PARTISIPATIF Tinjauan (Review) Partisipatif merupakan

Lebih terperinci

GBPP PELATIHAN TINGKAT KOTA/KABUPATEN

GBPP PELATIHAN TINGKAT KOTA/KABUPATEN GBPP PELATIHAN TINGKAT KOTA/KABUPATEN Non Pro Poor Policies Pro-Poor Policies Pro-Poor Program & Budgeting Good Local Governance PEMBELAJARAN YANG DIHARAPKAN Merubah cara pandang terhadap pendekatan pembangunan

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 81 TAHUN 2012

SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 81 TAHUN 2012 SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBERIAN BANTUAN SOSIAL DALAM BENTUK UANG KEPADA BADAN KESWADAYAAN MASYARAKAT DALAM RANGKA PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

STUDY ON COMMUNITY-BASED INFRASTRUCTURE DEVELOPMENT IN PNPM UPP KAJIAN KEGIATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR BERBASIS MASYARAKAT PADA PNPM - P2KP

STUDY ON COMMUNITY-BASED INFRASTRUCTURE DEVELOPMENT IN PNPM UPP KAJIAN KEGIATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR BERBASIS MASYARAKAT PADA PNPM - P2KP STUDY ON COMMUNITY-BASED INFRASTRUCTURE DEVELOPMENT IN PNPM UPP KAJIAN KEGIATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR BERBASIS MASYARAKAT PADA PNPM - P2KP Team Leader / Iwan Suharmawan S1 Civil Engineering 10 tahun

Lebih terperinci

Oleh : Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Disampaikan dalam rangka Sosialisasi Nasional APBNP 2013 Jakarta, 21 Agustus 2013

Oleh : Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Disampaikan dalam rangka Sosialisasi Nasional APBNP 2013 Jakarta, 21 Agustus 2013 Oleh : Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Disampaikan dalam rangka Sosialisasi Nasional APBNP 2013 Jakarta, 21 Agustus 2013 DIREKTORAT PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN LATAR BELAKANG Pada Tahun

Lebih terperinci

PROGRESS PPM WILAYAH I 1. Berdasarkan Lingkup Aduan

PROGRESS PPM WILAYAH I 1. Berdasarkan Lingkup Aduan I. PENDAHULUAN Pengelolaan pengaduan masyarakat di PNPM Mandiri Perkotaan wilayah I sampai dengan bulan Juni 2013 telah mencapai 33.417 pengaduan. Pengaduan yang telah selesai mencapai 33.415 pengaduan

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PROGRESS PPM WILAYAH I 1. Berdasarkan Lingkup Aduan

PROGRESS PPM WILAYAH I 1. Berdasarkan Lingkup Aduan I. PENDAHULUAN Sampai dengan periode Juli 2013 pengelolaan pengaduan masyarakat di PNPM Mandiri Perkotaan wilayah I sampai dengan bulan Juli 2013 telah mencapai 34.600 pengaduan. Pengaduan yang telah selesai

Lebih terperinci

Pertanyaan Penelitian dan Informan Kunci. Tim 5 Studi Gender

Pertanyaan Penelitian dan Informan Kunci. Tim 5 Studi Gender Pertanyaan Penelitian dan Informan Kunci Tim 5 Studi Gender Pertanyaan Penelitian 1: Apakah masalah-masalah, hambatanhambatan dan juga peluang-peluang utama yang mempengaruhi pemberdayaan ekonomi-sosial

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI KEMISKINAN DAN LINGKUNGAN MASYARAKAT SERTA PROFIL KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT RUBAH

BAB IV KONDISI KEMISKINAN DAN LINGKUNGAN MASYARAKAT SERTA PROFIL KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT RUBAH 31 BAB IV KONDISI KEMISKINAN DAN LINGKUNGAN MASYARAKAT SERTA PROFIL KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT RUBAH 4.1 Kondisi Kemiskinan Kemiskinan memiliki konsep yang beragam. Kemiskinan tidak sematamata didefinisikan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 14.A 2013 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR : 14. A TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN PARTISIPATIF BERBASIS KOMUNITAS (P3BK) TAHUN 2013

Lebih terperinci

LAPORAN UJI PETIK SIKLUS MASYARAKAT KEGIATAN PEMANFAATAN BLM (BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT)

LAPORAN UJI PETIK SIKLUS MASYARAKAT KEGIATAN PEMANFAATAN BLM (BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT) PNPM MANDIRI PERKOTAAN 2010 LAPORAN UJI PETIK SIKLUS MASYARAKAT KEGIATAN PEMANFAATAN BLM (BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT) Oktober 2010 1 P a g e I. LATAR BELAKANG PELAKSANAAN UJI PETIK PEMANFAATAN BLM (BANTUAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA JAKARTA, 16 JANUARI 2014 Tema Prioritas Penurunan tingkat kemiskinan absolut dari 14,1% pada 2009 menjadi 8 10% pada akhir 2014, yang diikuti dengan: perbaikan distribusi perlindungan sosial, pemberdayaan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT (PPM) PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI - PERKOTAAN

PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT (PPM) PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI - PERKOTAAN PETUNJUK TEKNIS PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT (PPM) PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI - PERKOTAAN Diterbitkan Oleh: Direktorat Jenderal Cipta Karya - Kementerian Pekerjaan Umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari tahun-ketahun, tetapi secara riil jumlah penduduk miskin terus

BAB I PENDAHULUAN. dari tahun-ketahun, tetapi secara riil jumlah penduduk miskin terus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan

Lebih terperinci

STUDY ON COMMUNITY-BASED INFRASTRUCTURE DEVELOPMENT IN PNPM UPP

STUDY ON COMMUNITY-BASED INFRASTRUCTURE DEVELOPMENT IN PNPM UPP STUDY ON COMMUNITY-BASED INFRASTRUCTURE DEVELOPMENT IN PNPM UPP Proses Penelitian & Penerapan Metodologi Trip I - Pulau Jawa : a. Surabaya b. Pasuruan Trip II - Pulau Sulawesi : a. Makasar b. Gorontalo

Lebih terperinci

LAPORAN UJI PETIK SIKLUS MASYARAKAT KEGIATAN PEMANFAATAN BLM (BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT)

LAPORAN UJI PETIK SIKLUS MASYARAKAT KEGIATAN PEMANFAATAN BLM (BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT) PNPM MANDIRI PERKOTAAN 2010 LAPORAN UJI PETIK SIKLUS MASYARAKAT KEGIATAN PEMANFAATAN BLM (BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT) Desember 2010 1 P a g e I. LATAR BELAKANG PELAKSANAAN UJI PETIK PEMANFAATAN BLM (BANTUAN

Lebih terperinci

ACUAN PELAKSANAAN KOMUNITAS BELAJAR PERKOTAAN (KBP) PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

ACUAN PELAKSANAAN KOMUNITAS BELAJAR PERKOTAAN (KBP) PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA ACUAN PELAKSANAAN KOMUNITAS BELAJAR PERKOTAAN (KBP) PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PENGANTAR Acuan pelaksanaan Komunitas Belajar Perkotaan (KBP) bagi aparat pemerintah kabupaten/kota ini dimaksudkan untuk dapat

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR P2KP

PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR P2KP PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR P2KP Bahan Presentasi pada Lokakarya & Pelatihan Tim Peneliti Strudy Tematik Evaluasi P2KP, Maret 2009 I. Mengapa Pembangunan Infrastruktur dilakukan dalam program pemberdayaan

Lebih terperinci

Progres PPM PNPM Mandiri Perkotaan (di Wilayah Ex P2KP 2, Ex KMW Provinsi, Ex P2KP 3, OC 6, OC 7 dan OC 8) Periode Nopember 2009

Progres PPM PNPM Mandiri Perkotaan (di Wilayah Ex P2KP 2, Ex KMW Provinsi, Ex P2KP 3, OC 6, OC 7 dan OC 8) Periode Nopember 2009 Progres PPM PNPM Mandiri Perkotaan (di Wilayah Ex PKP, Ex KMW Provinsi, Ex PKP, OC, OC dan OC 8) Periode Nopember 009 Pendahuluan Berdasarkan surat KMP PNPM Mandiri Perkotaan No. 09/KMP/PNPM/IV/009 tanggal

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 60 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBERIAN BANTUAN SOSIAL DALAM BENTUK UANG KEPADA BADAN KESWADAYAAN MASYARAKAT DALAM

Lebih terperinci

10/9/09. September 2009 PT. DWIKARSA ENVACOTAMA. September 2009 PT. DWIKARSA ENVACOTAMA

10/9/09. September 2009 PT. DWIKARSA ENVACOTAMA. September 2009 PT. DWIKARSA ENVACOTAMA September 2009 PT. DWIKARSA ENVACOTAMA September 2009 PT. DWIKARSA ENVACOTAMA 1 A. PROSES DAN METODOLOGI Proses Koordinasi di lapangan SKPD/ TKPKD FASKEL BKM PROP SNVT PROP BAPEDA RELAWAN KORKOT KMW Proses

Lebih terperinci

Siklus PNPM Mandiri - Perkotaan

Siklus PNPM Mandiri - Perkotaan BUKU 1 SERI SIKLUS PNPM- Mandiri Perkotaan Siklus PNPM Mandiri - Perkotaan 3 Membangun BKM 2 Pemetaan Swadaya KSM 4 BLM PJM Pronangkis 0 Rembug Kesiapan Masyarakat 1 Refleksi Kemiskinan 7 Review: PJM,

Lebih terperinci

BAB VII PERENCANAAN STRATEGI PEMBERDAYAAN BKM DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN.

BAB VII PERENCANAAN STRATEGI PEMBERDAYAAN BKM DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN. BAB VII PERENCANAAN STRATEGI PEMBERDAYAAN BKM DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN. Fungsi BKM pada program penanggulangan kemiskinan di Kelurahan Pakembaran perlu ditingkatkan, sehingga dalam pemberdayaan

Lebih terperinci

TENTANG TUHAN WALIKOTA BEKASI, (P3BK); petunjuk

TENTANG TUHAN WALIKOTA BEKASI, (P3BK); petunjuk BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 15.A 2012 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 15.A TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN PARTISIPATIF BERBASIS KOMUNITAS (P3BK) TAHUN

Lebih terperinci

P2KP REALISASI KEGIATAN KMW-02 P2KP UPP-2 ( PNPM KELURAHAN BARU ) Quick Status. Status data: / 04-Mar-08

P2KP REALISASI KEGIATAN KMW-02 P2KP UPP-2 ( PNPM KELURAHAN BARU ) Quick Status. Status data: / 04-Mar-08 : KMW-2 P2KP UPP-2 ( PNPM KELURAHAN BARU ) KMW-2 : PROPINSI 1. PERSIAPAN OLEH KMW s/d 11. PEMANFAATAN BLM TAHAP-2 kel. SEBARAN PROGRES PER TIM-FASILITATOR ( 1 TIM, Kel. ) 9 () Quick Status P2KP Status

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 45 TAHUN 2013

SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 45 TAHUN 2013 SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBERIAN BANTUAN SOSIAL DALAM BENTUK UANG KEPADA BADAN KESWADAYAAN MASYARAKAT DALAM RANGKA PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL

Lebih terperinci

I. KEGIATAN PENGELOLAAN DANA BLM II. CAKUPAN PELAKSANAAN UJI PETIK III. HASIL UJI PETIK. 1. Capaian Umum

I. KEGIATAN PENGELOLAAN DANA BLM II. CAKUPAN PELAKSANAAN UJI PETIK III. HASIL UJI PETIK. 1. Capaian Umum PNPM MANDIRI PERKOTAAN 2010 LAPORAN UJI PETIK KEGIATAN SIKLUS MASYARAKAT PENGELOLAAN DANA BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT (BLM) Periode : Bulan Juli - September 2010 I. KEGIATAN PENGELOLAAN DANA BLM Dana BLM

Lebih terperinci

Studi Evaluasi Pennganan Pengaduan Masyarakat P2KP 2009 Page 1

Studi Evaluasi Pennganan Pengaduan Masyarakat P2KP 2009 Page 1 Site Report Tim Penanganan Pengaduan Masyarakat Waktu : 18 26 Mei 2009 Lokasi : Kota Bengkulu Provinsi Bengkulu I. Ringkasan Hasil Sangat Sementara Kriteria pemilihan kelurahan sasaran penelitian adalah

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 15 2015 SERI : E A BEKASI PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN PROGRAM PEMBANGUNAN PARTISIPATIF BERBASIS KOMUNITAS TAHUN 2015

Lebih terperinci

Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan UPAYA PENINGKATAN PARTISIPASI PEREMPUAN

Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan UPAYA PENINGKATAN PARTISIPASI PEREMPUAN Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan P2KP UPAYA PENINGKATAN PARTISIPASI PEREMPUAN Upaya Peningkatan Partisipasi Perempuan UPP 1 dan awal UPP 2 ( 1999 2003), belum ada upaya yang jelas dalam konsepnya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 10 2015 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 10 TAHUN 2015 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LAPORAN UJI PETIK SIKLUS MASYARAKAT KEGIATAN TINJAUAN (REVIEW) PARTISIPATIF

LAPORAN UJI PETIK SIKLUS MASYARAKAT KEGIATAN TINJAUAN (REVIEW) PARTISIPATIF PNPM MANDIRI PERKOTAAN 2010 LAPORAN UJI PETIK SIKLUS MASYARAKAT KEGIATAN TINJAUAN (REVIEW) PARTISIPATIF Oktober 2010 P a g e 1 I. LATAR BELAKANG PELAKSANAAN UJI PETIK REVIEW PARTISIPATIF Tinjauan (Review)

Lebih terperinci

REKOMENDASI HASIL UJI PETIK KMP PERIODE 28 November 8 Desember 2007

REKOMENDASI HASIL UJI PETIK KMP PERIODE 28 November 8 Desember 2007 REKOMENDASI HASIL UJI PETIK KMP PERIODE 28 November 8 Desember 2007 Gambaran Umum Secara umum proses kegiatan di lokasi baru mengalami keterlambatan rata-rata 1,5 bulan dari master schedule, sementara

Lebih terperinci

MATRIKS PERTANYAAN PENELITIAN DAN INSTRUMEN PENELITIAN TEAM 4 (STUDY ON COMMUNITY ORGANIZED SOCIAL ACTIVITIES IN PNPM MANDIRI)

MATRIKS PERTANYAAN PENELITIAN DAN INSTRUMEN PENELITIAN TEAM 4 (STUDY ON COMMUNITY ORGANIZED SOCIAL ACTIVITIES IN PNPM MANDIRI) No Pertanyaan Penelitian 1 Pola kegiatan sosial yang diprakarsai dan dilaksanakan oleh BKM MATRIKS PERTANYAAN PENELITIAN DAN INSTRUMEN PENELITIAN TEAM 4 (STUDY ON COMMUNITY ORGANIZED SOCIAL ACTIVITIES

Lebih terperinci

Site Report Tim Penanganan Pengaduan Masyarakat Waktu : Juni 2009 Lokasi : Kota Surabaya Provinsi Jawa Timur

Site Report Tim Penanganan Pengaduan Masyarakat Waktu : Juni 2009 Lokasi : Kota Surabaya Provinsi Jawa Timur Site Report Tim Penanganan Pengaduan Masyarakat Waktu : 17-26 Juni 2009 Lokasi : Kota Surabaya Provinsi Jawa Timur I. Ringkasan Hasil Sangat Sementara Ketika Tim Studi Penanganan Pengaduan Masyarakat berada

Lebih terperinci

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM A. Latar Belakang Dalam Strategi intervensi PNPM Mandiri Perkotaan untuk mendorong terjadinya proses transformasi sosial di masyarakat, dari kondisi masyarakat yang tidak berdaya menjadi berdaya, mandiri

Lebih terperinci

SELESAI Pelatihan pra-tugas KMW Rekruitmen Fasilitator Identifikasi lokasi kelurahan sasaran

SELESAI Pelatihan pra-tugas KMW Rekruitmen Fasilitator Identifikasi lokasi kelurahan sasaran KMW-4 P2KP UPP-2 ( PNPM KELURAHAN BARU ) KMW-4 : PROPINSI 1. PERSIAPAN OLEH KMW s/d 11. PEMANFAATAN BLM TAHAP-2 kel. Quick Status SEBARAN PROGRES PER TIM-FASILITATOR ( 8 TIM, Kel. ) P2KP Status data: 1-28

Lebih terperinci

TATA CARA PEMBENTUKAN UNIT PENGELOLA (UP) BKM P2KP

TATA CARA PEMBENTUKAN UNIT PENGELOLA (UP) BKM P2KP TATA CARA PEMBENTUKAN UNIT PENGELOLA (UP) BKM P2KP 1. PENDAHULUAN BKM adalah lembaga masyarakat warga (Civil Society Organization), yang pada hakekatnya mengandung pengertian sebagai wadah masyarakat untuk

Lebih terperinci

II. PROGRESS PPM WILAYAH I 1. Pengaduan Informatif dan Masalah

II. PROGRESS PPM WILAYAH I 1. Pengaduan Informatif dan Masalah I. PENDAHULUAN Status pengaduan pada periode Juni 2012 sebanyak 815 pengaduan, dengan total pengaduan sampai dengan periode Juni sebanyak 19.677 pengaduan. Pengaduan yang masuk pada periode Juni telah

Lebih terperinci

Thn Thn Thn Thn JUMLAH 91

Thn Thn Thn Thn JUMLAH 91 I. PENDAHULUAN Pada bulan September 2013 direncanakan akan dilakukan penutupan data SIM PPM sampai dengan akhir tahun 2010. Penutupan data tersebut bertujuan data di bawah tahun 2010 tidak ada lagi data

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 67 TAHUN 2011

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 67 TAHUN 2011 SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 67 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBERIAN HIBAH DALAM BENTUK UANG KEPADA BADAN KESWADAYAAN MASYARAKAT DALAM RANGKA PELAKSANAAN PROGRAM

Lebih terperinci

TATACARA PELAKSANAAN PPM

TATACARA PELAKSANAAN PPM TATACARA PELAKSANAAN PPM ( PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT ) PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN FEBRUARI 2008 Pengantar Pengaduan pada dasarnya merupakan aspirasi, keluhan ataupun

Lebih terperinci

Gambar 1. Proses Pembangunan/Pengembangan KSM

Gambar 1. Proses Pembangunan/Pengembangan KSM A. Tahap pelaksanaan kegiatan Pilot Pembekalan kepada Fasilitator mengenai Sosialisasi Konsep dan Substansi kepada Masyarakat oleh Fasiltator FGD Dinamika (berbasis hasil RPK dan PS) 2 Teridentifikasi

Lebih terperinci

PROGRAM DAN PENGANGGARAN PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN DI PERKOTAAN (P2KP) TAHUN 2015

PROGRAM DAN PENGANGGARAN PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN DI PERKOTAAN (P2KP) TAHUN 2015 PROGRAM DAN PENGANGGARAN PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN DI PERKOTAAN (P2KP) TAHUN 2015 Oleh : Kasubdit Perencanaan Teknis Direktorat Pengembangan Kawasan Permukiman Ditjen Cipta Karya Disampaikan

Lebih terperinci

a. Gambaran Umum Kelurahan Tanjung Mulia Hilir

a. Gambaran Umum Kelurahan Tanjung Mulia Hilir 1 LAPORAN KEGIATAN LAPANGAN DI MEDAN TIM KAJIAN PERENCANAAN PARTISIPATIF (PJM PRONANGKIS) A. RINGKASAN HASIL SANGAT SEMENTARA (1) Gambaran Umum Wilayah Studi Kota Medan memiliki luas 26.510 Ha (3,6% dari

Lebih terperinci

II. PROGRESS PPM WILAYAH I 1. Pengaduan Informatif dan Masalah

II. PROGRESS PPM WILAYAH I 1. Pengaduan Informatif dan Masalah I. PENDAHULUAN Berdasarkan progress capaian pengaduan pada periode Maret 2012 jumlah pengaduan yang masuk sebanyak 801 pengaduan dan secara akumulatif sampai dengan bulan Maret 2012 jumlah pengaduan yang

Lebih terperinci

III. PROGRESS PPM WILAYAH I 1. Pengaduan Informatif dan Masalah

III. PROGRESS PPM WILAYAH I 1. Pengaduan Informatif dan Masalah I. Anlist.asp II. PENDAHULUAN Pengelolaan pengaduan masyarakat di wilayah I di bulan Januari 2013 dilaporkan hanya oleh 7 Propinsi. Pada bulan Januari 2013 ini seluruh tenaga ahli telah didemobilisasi

Lebih terperinci

Disampaikan dalam rangka Sosialisasi Nasional P4-IP di Perkotaan Denpasar, Agustus 2013

Disampaikan dalam rangka Sosialisasi Nasional P4-IP di Perkotaan Denpasar, Agustus 2013 DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM Disampaikan dalam rangka Sosialisasi Nasional P4-IP di Perkotaan Denpasar, 28-30 Agustus 2013 Pada Tahun 2013, Pemerintah telah menetapkan berbagai

Lebih terperinci

Studi Evaluasi Pennganan Pengaduan Masyarakat P2KP 2009 Page 1

Studi Evaluasi Pennganan Pengaduan Masyarakat P2KP 2009 Page 1 Site Report Tim Penanganan Pengaduan Masyarakat Waktu : 28 Mei 6 Juni 2009 Lokasi : Kota Medan Provinsi Medan I. Ringkasan Hasil Sangat Sementara Kriteria pemilihan kelurahan sasaran penelitian adalah

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI RENCANA PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LAPORAN UJI PETIK SIKLUS MASYARAKAT KEGIATAN PEMBANGUNAN BKM (BADAN KESWADAYAAN MASYARAKAT) LOKASI BARU 2010

LAPORAN UJI PETIK SIKLUS MASYARAKAT KEGIATAN PEMBANGUNAN BKM (BADAN KESWADAYAAN MASYARAKAT) LOKASI BARU 2010 PNPM MANDIRI PERKOTAAN 2011 LAPORAN UJI PETIK SIKLUS MASYARAKAT KEGIATAN PEMBANGUNAN BKM (BADAN KESWADAYAAN MASYARAKAT) LOKASI BARU 2010 1 P a g e Periode tahun 2011 1.1 LATAR BELAKANG PELAKSANAAN UJI

Lebih terperinci

P E D O M A N T E K N I S PENATAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN BERBASIS KOMUNITAS (PLPBK)

P E D O M A N T E K N I S PENATAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN BERBASIS KOMUNITAS (PLPBK) P E D O M A N T E K N I S PENATAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN BERBASIS KOMUNITAS (PLPBK) PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ( PNPM ) MANDIRI PERKOTAAN PEDOMAN TEKNIS PENATAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN BERBASIS

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR SINGKATAN... DAFTAR ISTILAH...

KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR SINGKATAN... DAFTAR ISTILAH... FINAL REPORT A STUDY ON NATIONAL AND LOCAL GOVERNMENT S ROLE AND REQUIRED CAPACITY BUILDING IN PNPM UPP DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR SINGKATAN... DAFTAR

Lebih terperinci

Diskusi Kota Hari Ketiga ( 8 September 2009 ) MAKASSAR

Diskusi Kota Hari Ketiga ( 8 September 2009 ) MAKASSAR Sosialisasi Masih ada kawasan yang belum tersentuh sehingga tampak kumuh Masih ada kesimpangsiuran kebijakan dari pusat kepada pelaku PNPM (Faskel) dalam menentukan kegiatan sosial Keterlibatan masyarakat

Lebih terperinci

PERUBAHAN JUKNIS MUSRENBANG KOTA SURAKARTA TAHUN 2012

PERUBAHAN JUKNIS MUSRENBANG KOTA SURAKARTA TAHUN 2012 PERUBAHAN JUKNIS MUSRENBANG KOTA SURAKARTA TAHUN 2012 PERUBAHAN UMUM PERUBAHAN 1. Penyebutan Tahun 2012 Perwali dan Lampiran 2. Istilah stakeholder menjadi pemangku kepentingan pembangunan 3. Istilah Persiapan

Lebih terperinci

II. PROGRESS PPM WILAYAH I 1. Pengaduan Informatif dan Masalah

II. PROGRESS PPM WILAYAH I 1. Pengaduan Informatif dan Masalah I. PENDAHULUAN Selama kurun waktu tahun 2012 pengaduan yang berkaitan dengan penyimpangan dana cenderung meningkat dari jumlah dana yang terekam di dalam SIM PPM Pengaduan. Penyimpangan dana hasil temuan

Lebih terperinci

PROGRESS PPM WILAYAH I 1. Berdasarkan informatif dan masalah

PROGRESS PPM WILAYAH I 1. Berdasarkan informatif dan masalah I. PENDAHULUAN Pengaduan sampai dengan status Oktober 2013 telah mencapai 38.094 aduan dengan jumlah pengaduan yang masih berstatus proses sebanyak 97 aduan. Pengaduan yang berstatus proses terbanyak terdapat

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 25 2011 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYALURAN DANA BANTUAN HIBAH STIMULAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR MELALUI BADAN KESWADAYAAN

Lebih terperinci

Matrix Pertanyaan Penelitian, Issue, Informan, Metode, Instrumen, dan Data Sekunder Studi Kerelawanan

Matrix Pertanyaan Penelitian, Issue, Informan, Metode, Instrumen, dan Data Sekunder Studi Kerelawanan Matrix Pertanyaan Penelitian, Issue, Informan, Metode, Instrumen, dan Data Sekunder Studi Kerelawanan Pertanyaan Penelitian Siapakah yang menjadi relawan dan apa saja jenis kemampuan, kapasitas, dan komitmen

Lebih terperinci

P E D O MAN T E K N I S PROGRAM SELARAS PNPM MANDIRI PERKOTAAN

P E D O MAN T E K N I S PROGRAM SELARAS PNPM MANDIRI PERKOTAAN P E D O MAN T E K N I S PROGRAM SELARAS PNPM MANDIRI PERKOTAAN BERSAMA MEMBANGUN KEMANDIRIAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ( PNPM ) MANDIRI PERKOTAAN 2 1.4. 3 Gampong adalah wilayah

Lebih terperinci

Pengaduan tiap provinsi

Pengaduan tiap provinsi SUMATERA UTARA SUMATERA SELATAN BANTEN JAWA BARAT BENGKULU BANGKA BELITUNG LAMPUNG KALIMANTAN BARAT JAMBI Konsultan Manajemen Pusat A. Perkembangan PPM bulan Agustus 2016 Pengaduan pada bulan Agustus 2016

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pernyataan Bebas Plagiarisme... Halaman Pengesahan Skripsi... Halaman Pengesahan Ujian... Halaman Motto...

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pernyataan Bebas Plagiarisme... Halaman Pengesahan Skripsi... Halaman Pengesahan Ujian... Halaman Motto... DAFTAR ISI Halaman Judul... Halaman Pernyataan Bebas Plagiarisme... Halaman Pengesahan Skripsi... Halaman Pengesahan Ujian... Halaman Motto... Halaman Persembahan... Halaman Kata Pengantar... Daftar Isi...

Lebih terperinci

LAPORAN UJI PETIK SIKLUS MASYARAKAT KEGIATAN RWT (REMBUG WARGA TAHUNAN)

LAPORAN UJI PETIK SIKLUS MASYARAKAT KEGIATAN RWT (REMBUG WARGA TAHUNAN) PNPM MANDIRI PERKOTAAN 2010 LAPORAN UJI PETIK SIKLUS MASYARAKAT KEGIATAN RWT (REMBUG WARGA TAHUNAN) Januari 2011 1 P a g e 1.1 LATAR BELAKANG PELAKSANAAN UJI PETIK RWT (REMBUG WARGA TAHUNAN) RWT adalah

Lebih terperinci

LAPORAN UJI PETIK SIKLUS MASYARAKAT KEGIATAN RWT (REMBUG WARGA TAHUNAN)

LAPORAN UJI PETIK SIKLUS MASYARAKAT KEGIATAN RWT (REMBUG WARGA TAHUNAN) PNPM MANDIRI PERKOTAAN 2010 LAPORAN UJI PETIK SIKLUS MASYARAKAT KEGIATAN RWT (REMBUG WARGA TAHUNAN) April 2011 1 P a g e 1.1 LATAR BELAKANG PELAKSANAAN UJI PETIK RWT (REMBUG WARGA TAHUNAN) RWT adalah singkatan

Lebih terperinci

PROGRESS PPM WILAYAH I 1. Berdasarkan Lingkup dan Kategori Masalah

PROGRESS PPM WILAYAH I 1. Berdasarkan Lingkup dan Kategori Masalah I. PENDAHULUAN Pengelolaan pengaduan masyarakat di PNPM Mandiri Perkotaan wilayah I sampai dengan bulan Mei 2013 telah mencapai 31.631 pengaduan. Pengaduan yang telah selesai mencapai 31.581 pengaduan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Study On Community-Organized Social Activities In PNPM Mandiri

Study On Community-Organized Social Activities In PNPM Mandiri Study On Community-Organized Social Activities In PNPM Mandiri Tim Peneliti Sunyoto Usman (Sosiologi) Purwanto (Sosiologi) Derajad S. Widhyharto (Sosiologi) Hempri Suyatna (Sosiatri) Latar Belakang Program

Lebih terperinci

Progres PPM PNPM Mandiri Perkotaan Periode Maret Wilayah II. (OC 5 s/d OC 9)

Progres PPM PNPM Mandiri Perkotaan Periode Maret Wilayah II. (OC 5 s/d OC 9) Wilayah II KMP Jateng DIY Jatim Bali NTB NTT Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Sulbar Maluku Malut Papua Barat Papua Pendahuluan Progres PPM PNPM Mandiri Perkotaan Periode Maret

Lebih terperinci

Konsep Dasar. Mau. Paham. Mampu

Konsep Dasar. Mau. Paham. Mampu Konsep Dasar Paham Mau Pelatihan yang berorientasi pada penumbuhan pemahaman, motivasi, dan kemampuan dari Fasilitator untuk penanganan program secara partisipatif, transparan, akuntabel, mandiri dan berkelanjutan.

Lebih terperinci