SINTESIS BIPHASIC CALCIUM PHOSPHATE- HIGH DENSITY POLYETHYLENE SCAFFOLD RIFKA DINA PUTRI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SINTESIS BIPHASIC CALCIUM PHOSPHATE- HIGH DENSITY POLYETHYLENE SCAFFOLD RIFKA DINA PUTRI"

Transkripsi

1 SINTESIS BIPHASIC CALCIUM PHOSPHATE- HIGH DENSITY POLYETHYLENE SCAFFOLD RIFKA DINA PUTRI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 ABSTRACT RIFKA DINA PUTRI. Synthesis of Biphasic Calcium Phosphate-High Density Polyethylene Scaffold. Under direction of Drs. M. Nur Indro, M.Sc, and Drs. Giat Sulistioso S, M.T. Biphasic Calcium Phosphate (BCP) - High Density Polyethylene (HDPE) scaffold has been synthesized by using raw material from the shells of green mussels as a source of calcium to synthesize BCP. The shells are calcined at a temperature of 1000 C for 5 hours to form a single phase of CaO. Ca(OH) 2 is formed through the binding of H 2 O by CaO. CaO and Ca(OH) 2 is reacted with P 2 O 5 through milling process at a speed of 600 rpm for 6 hours and sintering process at a temperature of 900 C for 3 h. The BCP resulted from these processes is a composition of 47,80% hydroxyapatite (HAp), 44,60% β-tricalcium phosphate (β-tcp) and 7,600% impurity of Ca(OH) 2. This composition value is obtained by manual calculated using the direct comparison method based on XRD data. The lattice parameter of HAp is a = 9,436 Å and c = 6,906 Å, and lattice parameter of β-tcp is a = 10,44 Å and c = 37,45 Å. BCP has 1,244 to 2,723 of Ca/P ratio. BCP crystal grains become more homogeneous after sonication process. Milling process is performed on a rotary speed of 1325 rpm for 20 minutes result in a homogeneous BCP in the HDPE matrix. The increasing of sonication time and used BCP will increase scaffold hardness value. Keywords: hydroxyapatite, β-tricalcium phosphate, biphasic calcium phosphate, high density polyethylene, scaffold

3 ABSTRAK RIFKA DINA PUTRI. Sintesis Biphasic Calcium Phosphate-High Density Polyethylene Scaffold. Dibimbing oleh Drs. M. Nur Indro, M.Sc dan Drs. Sulistioso Giat S, M.T. Telah dilakukan sintesis Biphasic Calcium Phosphate (BCP) - High Density Polyethylene (HDPE) scaffold dengan menggunakan bahan dasar cangkang kerang hijau sebagai sumber kalsium untuk sintesis BCP. Cangkang kerang dikalsinasi pada suhu 1000 o C selama 5 jam untuk membentuk fasa tunggal CaO. Ca(OH) 2 terbentuk melalui proses pengikatan H 2 O oleh CaO. CaO dan Ca(OH) 2 yang direaksikan dengan P 2 O 5 melalui proses milling pada kecepatan 600 rpm selama 6 jam dan sintering pada suhu 900 o C selama 3 jam mampu menghasilkan BCP yang terdiri dari 47,80% Hydroxyapatite (HAp), 44,60% β-tricalcium Phosphate (β-tcp) dan 7,600% impuritas Ca(OH) 2. Komposisi ini diperoleh melalui perhitungan secara manual dengan menggunakan metode perbandingan langsung. Parameter kisi HAp, yaitu a = 9,436 Å dan c = 6,906 Å, dan untuk β-tcp, yaitu a = 10,44 Å dan c = 37,45 Å. BCP memiliki rasio Ca/P antara 1,244 sampai dengan 2,723. Melalui sonikasi, ukuran butir BCP menjadi lebih homogen. Semakin lama waktu sonikasi, ukuran butir semakin seragam. Proses milling yang dilakukan pada kecepatan putar 1325 rpm selama 20 menit telah menghasilkan BCP yang terikat secara homogen pada matriks HDPE. Nilai kekerasan scaffold dapat ditingkatkan dengan semakin ditingkatkannya waktu sonikasi dan banyaknya BCP yang digunakan. Kata kunci: hydroxyapatite, β-tricalcium phosphate, biphasic calcium phosphate, high density polyethylene, scaffold

4 SINTESIS BIPHASIC CALCIUM PHOSPHATE- HIGH DENSITY POLYETHYLENE SCAFFOLD RIFKA DINA PUTRI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Fisika DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

5 Judul : Sintesis Biphasic Calcium Phosphate-High Density Polyethylene Scaffold Nama : Rifka Dina Putri NIM : G Pembimbing I Disetujui Pembimbing II Drs. M. Nur Indro, M.Sc Drs. Sulistioso Giat S, M.T NIP NIP Diketahui Ketua Departemen Fisika Dr. Akhiruddin Maddu NIP Tanggal Lulus :

6 KATA PENGANTAR Alhamdulliah, segala puji bagi Allahu Rabb tempat bergantungnya segala harapan. Penelitian tugas akhir yang berjudul Sintesis Biphasic Calcium Phosphate-High Density Polyethylene Scaffold dapat diselesaikan, juga atas sumbangan kerja keras yang diberikan orang-orang di sekitar penulis. Maka sepatutnyalah penulis menghaturkan terima kasih kepada: 1. Ayah, Ibu, dan kedua kakak penulis, Nina Haryati dan Rakhmat Alfian untuk segala dukungan dan doanya yang tulus, 2. Drs. Mohammad Nur Indro, M.Sc selaku pembimbing I dan Drs. Sulistioso Giat Sukaryo, M.T selaku pembimbing II yang banyak memberikan bimbingan, nasehat, dan arahan kepada penulis, 3. Dr. Akhiruddin Maddu dan Drs. Sidikrubadi Pramudito, M.Si. selaku dosen penguji atas masukan dan saran yang sangat bermanfaat, 4. Drs. Bambang Sugeng, M.Si atas bantuannya dalam mempelajari XRD, 5. Inggit Radesiyani, Hema Nur Amalia, Ayu Wardani, Dwi Utami Septiana, Virnakimlin Frigustini, Vivi Fauzi, Gita Tanelvi, Nissa Sukmawati, Yustiyani, Epa Rosidah Apipah, Riska Dwi Nurjayanti, Neri Petri Anti, Kurniawati, Masitoh, Sri Utari Saraswati, Jalimas Sabastini, Wyanda Arnafia, Eka Sari, Meriza Fitri, Mulyana, Puriyani Hasanah, Rida Tiffarent, Hezti Wiranata, Ewinso Rajagukguk, Andrianes, Bobby Kurniawan, Reza Ansari, Ainul Yaqin, Zainal Muttaqim, Kadapi Lubis untuk semua bantuan dan semangatnya, 6. Seluruh civitas Departemen Fisika IPB, Fisika 45, staf BATAN Serpong, Wisma Fairus, Serum-G FMIPA, B27, MAT17, A2, lorong 1 asrama TPB, 144, 145, anakanak Bengkulu di IPB untuk kenangannya selama penulis menjalani kuliah di IPB, 7. Seluruh pihak yang telah berjasa besar selama proses penelitian hingga penulisan skripsi. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Bogor, Agustus 2012 Rifka Dina Putri

7 RIWAYAT HIDUP Rifka Dina Putri dilahirkan di Bengkulu sebagai bungsu dari pasangan Asmir dan Siti Nurlela. Penulis adalah alumni TK Islam Al-Muhajirin Bengkulu pada tahun 1996, SD Negeri 94 Bengkulu tahun 2002, SMP Negeri 4 Bengkulu tahun 2005, dan SMA Negeri 5 Bengkulu tahun Penulis melanjutkan pendidikan pada tahun yang sama di Departemen Fisika, Institut Pertanian Bogor. Selama perkuliahan, penulis tergabung dalam kegiatan pertamanan asrama Greda-C tahun 2009, staf di Human Resource Development Serum-G tahun , dan staf di Class Rohis Management Serum-G tahun Sejak tahun 2011, penulis melakukan penelitian tugas akhir terkait implantasi tulang.

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 1 Rumusan Masalah... 1 TINJAUAN PUSTAKA... 1 Biphasic Calcium Phosphate... 1 Sumber Kalsium dari Cangkang Kerang Hijau... 2 High Density Polyethylene... 3 BCP-HDPE Scaffold... 3 X-Ray Diffraction... 3 Scanning Electron Microscopy dan Energy Dispersive X-Ray... 5 Uji Kekerasan... 6 METODOLOGI PENELITIAN... 6 Waktu dan Tempat... 6 Bahan dan Alat... 6 Metode... 7 Preparasi Bahan Dasar... 7 Sintesis... 7 Sintesis BCP... 7 Sintesis BCP/HDPE Scaffold... 8 Karakterisasi... 8 X-Ray Diffractometer... 8 Analisis Kualitatif XRD... 8 Analisis Kuantitatif XRD... 8 Scanning Electron Microscope dan Energy Dispersive X-Ray Analyzer... 8 Uji Kekerasan... 9 HASIL DAN PEMBAHASAN... 9 Preparasi Bahan Dasar... 9 Sintesis... 9 Sintesis BCP... 9 Sintesis BCP-HDPE Scaffold Karakterisasi BCP-HDPE Scaffold Karakterisasi Menggunakan XRD Karakterisasi Menggunakan SEM Karakterisasi Menggunakan SEM-EDXA Uji Kekerasan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 20

9 DAFTAR TABEL Halaman 1 Komposisi kimia cangkang kerang setelah dikalsinasi Data sampel BCP yang disonikasi Data sampel untuk sintesis scaffold Data sampel scaffold yang dikarakterisasi Posisi 2θ untuk puncak tertinggi HAp, β-tcp, dan Ca(OH) 2 pada BCP Parameter kisi JCPDS Parameter kisi fasa pada BCP Fraksi berat HAp, β-tcp, dan Ca(OH) 2 pada BCP I dan BCP II Posisi 2θ untuk puncak tertinggi HAp, β-tcp, dan Ca(OH) 2 pada scaffold Ukuran diameter rata-rata BCP pada scaffold Ukuran diameter rata-rata pori scaffold Perbandingan Ca/P pada sampel A Perubahan massa cangkang kerang sebelum dikalsinasi, setelah dikalsinasi dan dibiarkan selama seminggu Identifikasi fasa sampel cangkang kerang hijau Identifikasi fasa sampel hasil kalsinasi cangkang kerang hijau Identifikasi fasa sampel hasil kalsinasi cangkang kerang hijau setelah seminggu dibiarkan di lingkungan lembab Identifikasi fasa sampel BCP I Identifikasi fasa sampel BCP II Identifikasi fasa sampel A Identifikasi fasa sampel A Identifikasi fasa sampel A Identifikasi fasa sampel B Identifikasi fasa sampel B Identifikasi fasa sampel B Penentuan indeks Miller pada fasa HAp untuk l = 0 (BCP I) Penentuan indeks Miller pada fasa HAp untuk l 0 (BCP I) Penentuan indeks Miller pada fasa β-tcp untuk l = 0 (BCP I) Penentuan indeks Miller pada fasa β-tcp untuk l 0 (BCP I) Penentuan indeks Miller pada fasa Ca(OH) 2 untuk l = 0 (BCP I) Penentuan indeks Miller pada fasa Ca(OH) 2 untuk l 0 (BCP I) Penentuan indeks Miller pada fasa HAp untuk l = 0 (BCP II) Penentuan indeks Miller pada fasa HAp untuk l 0 (BCP II) Penentuan indeks Miller pada fasa β-tcp untuk l = 0 (BCP II) Penentuan indeks Miller pada fasa β-tcp untuk l 0 (BCP II) Penentuan indeks Miller pada fasa Ca(OH) 2 untuk l = 0 (BCP II) Penentuan indeks Miller pada fasa Ca(OH) 2 untuk l 0 (BCP II) Perhitungan parameter kisi HAp (BCP I) Perhitungan parameter kisi β-tcp (BCP I) Perhitungan parameter kisi Ca(OH) 2 (BCP I) Perhitungan parameter kisi HAp (BCP II) Perhitungan parameter kisi β-tcp (BCP II) Perhitungan parameter kisi Ca(OH) 2 (BCP II) Posisi atom HAp Posisi atom β-tcp Posisi atom Ca(OH)

10 46 Perhitungan fraksi berat HAp, β-tcp, dan Ca(OH) 2 pada BCP I Perhitungan fraksi berat HAp, β-tcp, dan Ca(OH) 2 pada BCP II Data ukuran BCP pada scaffold Data ukuran pori pada scaffold Perhitungan Ca/P Data uji kekerasan... 84

11 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Pola difraksi HAp oleh Kim et al Pola difraksi HDPE Diagram yang digunakan untuk membuktikan 2d sin (θ) = nλ Posisi sampel uji kekerasan Shore A Pola difraksi (a) serbuk cangkang kerang hijau, (b) serbuk hasil kalsinasi cangkang kerang hijau, (c) hasil kalsinasi setelah dibiarkan selama seminggu Pola difraksi (a) BCP I, (b) BCP II BCP-HDPE Scaffold Pola difraksi 70% BCP-30% HDPE scaffold (a) A1, (b) A2, dan (c) A Pola difraksi 80% BCP-20% HDPE scaffold (a) B1, (b) B2, dan (c) B Mikrograf SEM dengan perbesaran 1000x pada sampel (a) A1, (b) A3, (c) B1, dan (d) B Mikrograf SEM dengan perbesaran 1000x pada sampel (a) A1, (b) A3, (c) B1, dan (d) B Mikrograf SEM-EDX sampel A3 dengan perbesaran 2500x Nilai kekerasan pada masing-masing sampel scaffold... 16

12 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Diagram alir penelitian Bahan dan alat penelitian Massa cangkang kerang sebelum dikalsinasi, setelah dikalsinasi, dan dibiarkan selama seminggu Perhitungan massa senyawa pembentuk BCP Database fasa XRD Analisis kualitatif XRD Analisis kuantitatif XRD Data ukuran BCP dan pori pada scaffold berdasarkan morfologi SEM Data SEM-EDXA Perhitungan Ca/P Data uji kekerasan... 84

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Hilangnya sebagian massa tulang akibat fraktur dapat mempengaruhi fungsi tulang sebagai penyokong intern tubuh. Karena memiliki daya regenerasi yang baik, maka pada kasus tersebut, perbaikan tulang dapat dilakukan oleh sel-sel tulang itu sendiri. Akan tetapi, pertumbuhan sel ini sulit untuk mengembalikan posisi tulang ke bentuk semula. 1 Oleh karenanya, diperlukan suatu matriks agar pertumbuhan sel tulang dapat mengikuti bentuk matriks ini. Matriks haruslah memiliki pori agar aktivitas sel tetap terjadi. Matriks berpori ini dikenal dengan istilah scaffold. 2 Scaffold memiliki karakteristik seperti tulang, yakni keras dan elastis. Kekerasan pada tulang disebabkan oleh adanya pengendapan mineral tulang, terutama dalam bentuk kalsium fosfat Hydroxyapatite (HAp); sedangkan elastisitasnya disebabkan oleh matriks kolagen. 3 Scaffold yang terdiri dari keramik Biphasic Calcium Phosphate (BCP) dan polimer berjenis High Density Polyethylene (HDPE) sering digunakan dalam aplikasi perbaikan tulang. Hal ini dikarenakan karakteristik BCP mirip dengan mineral tulang dan HDPE mirip dengan matriks kolagen. 4 BCP umumnya terdiri dari HAp dan β-tricalcium Phosphate (β-tcp). Keduanya bersifat bioaktif dan osteointegratif ketika diimplan ke dalam tubuh. 4,5,6 Komposisi HAp dan β-tcp perlu disesuaikan dengan laju pembentukan tulang baru sebab HAp lebih lambat diresorpsi oleh tulang dibandingkan dengan β-tcp. 5 Sementara itu, HDPE aman digunakan karena HDPE hampir tidak bereaksi dengan jaringan tubuh. 4 Selama ini, kebutuhan scaffold sebagai matriks penumbuh tulang di dalam negeri masih bergantung pada produk impor. Akibatnya, harga scaffold yang ditawarkan pun menjadi lebih tinggi. Padahal di Indonesia bahan dasar untuk sintesis scaffold sangat melimpah keberadaannya. BCP pada scaffold dapat disintesis dengan memanfaatkan kerang hijau sebagai sumber kalsium dan pupuk sebagai sumber fosfat. Salah satu metode yang umum digunakan dalam sintesis BCP adalah dengan metode kering. Meskipun prosesnya sederhana, namun dengan metode ini, BCP dapat dihasilkan dalam jumlah yang besar. 7 HDPE banyak terdapat di pasaran dan harganya relatif murah. Oleh karena itu, melalui penelitian ini diharapkan scaffold dapat diproduksi sendiri di dalam negeri. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. melakukan sintesis BCP dengan memanfaatkan cangkang kerang hijau; 2. melakukan sintesis BCP-HDPE scaffold; dan 3. mempelajari karakteristik BCP-HDPE scaffold melalui data X-Ray Diffractometer (XRD), Scanning Electron Microscope (SEM), Energy Dispersive X-Ray Analyzer (EDXA), dan uji kekerasan. Rumusan Masalah Masalah yang diangkat dalam penelitian ini, yaitu: 1. Bagaimana cara melakukan sintesis BCP dengan memanfaatkan cangkang kerang hijau? 2. Bagaimana cara melakukan sintesis BCP-HDPE scaffold? 3. Bagaimana karakteristik BCP-HDPE scaffold yang telah disintesis? TINJAUAN PUSTAKA Biphasic Calcium Phosphate BCP terdiri dari gabungan HAp (Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 ) dan β-tcp (β-ca 3 (PO 4 ) 2 ). 5,6 Komposisi serta struktur kimia HAp dan β-tcp mirip dengan mineral pada tulang. Oleh karena itu, keduanya dapat berinteraksi dan berikatan dengan jaringan tulang serta jaringan di sekitarnya guna mendukung aktivitas seluler. Kemampuan ini disebut bioaktivitas. 4,6

14 2 Dalam BCP, HAp berperan sebagai matriks sementara selama proses regenerasi tulang, sedangkan β-tcp berperan sebagai penyedia ion Ca 2+ dan 3 PO 4 yang dapat mempercepat pembentukan tulang baru. 6 Perbedaan HAp dan β-tcp terletak pada tingkat resorpsinya, dimana HAp lebih lambat diresorpsi oleh tulang dibandingkan dengan β-tcp. 5 Berdasarkan sifat ini, maka perbandingan HAp dan β-tcp merupakan parameter penting dalam menentukan laju resorpsi BCP. Idealnya, laju resorpsi BCP harus sesuai dengan laju pertumbuhan tulang baru. Umumnya, BCP mengandung komposisi 60% HAp dan 40% β-tcp. 6 Sintesis BCP dapat diawali dengan sintesis HAp dan dilanjutkan dengan sintering sampai pada suhu di atas 800 o C. Tujuannya agar HAp terdekomposisi membentuk β-tcp berdasarkan reaksi 6 : Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 (padat) 3β-Ca 3 (PO 4 ) 2 (padat) + CaO (padat) + H 2 O (cair) (1) Dalam penelitian ini, HAp disintesis dengan menggunakan metode kering. Metode ini hanya melibatkan senyawa dalam bentuk padat. Kim et al 8 melakukan sintesis HAp dengan menggunakan senyawa kalsium oksida (CaO), kalsium hidroksida (Ca(OH) 2 ), dan difosfor pentaoksida (P 2 O 5 ), menurut persamaan: 9CaO (padat) + Ca(OH) 2 (padat) + 3P 2 O 5 (padat) Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 (padat) (2) Senyawa pembentuk tersebut diaduk menggunakan High Energy Ball Milling dengan kecepatan putar 790 rpm. Proses ini dinamakan sebagai mekanokimia. Adapun pola XRD HAp diperlihatkan oleh Gambar 1. HAp yang terbentuk melalui proses ini disebabkan oleh adanya peningkatan tumbukan antara senyawa pembentuk dengan dinding vial serta bola-bola milling saat diputar dengan kecepatan yang sangat tinggi. Energi yang terbentuk pada proses milling dapat Gambar 1 Pola difraksi HAp oleh Kim et al 8 memutus ikatan senyawa pembentuk dan membentuk ikatan yang baru dengan ukuran tertentu. 9 Tingkat kekerasan BCP lebih rendah dibandingkan tulang. Dengan mereduksi ukuran BCP ke dalam skala nano, kekerasan bulk-nya dapat ditingkatkan. 10 Semakin kecil ukuran BCP, maka luas permukaan totalnya semakin meningkat. Peningkatan luas permukaan ini dapat mempengaruhi laju bioaktivitas dan osteointegrativitas BCP ketika diimplan ke tubuh. 11 Salah satu upaya untuk mereduksi ukuran partikel BCP adalah dengan sonikasi. Frekuensi yang tinggi pada sonikator akan menghasilkan gelembung mikroskopi dalam larutan dan menimbulkan efek kavitasi. Gelembung dengan energi yang sangat besar ini dapat mengakibatkan ukuran BCP tereduksi sehingga menjadi lebih kecil dan seragam. 12 Sumber Kalsium dari Cangkang Kerang Hijau Cangkang kerang hijau mengandung sekitar 95% kalsium karbonat (CaCO 3 ) dalam bentuk mineral kalsit atau aragonit, atau keduanya. 13 Proses kalsinasi CaCO 3 pada suhu o C dapat menghasilkan senyawa CaO berdasarkan reaksi berikut 14 : CaCO 3 (padat) CaO (padat) + CO 2 (gas) (3) Adapun senyawa yang terbentuk setelah dikalsinasi pada suhu tersebut diperlihatkan pada Tabel CaO yang bereaksi dengan H 2 O akan membentuk Ca(OH) 2 menurut reaksi 14 : CaO (padat) + H 2 O (cair) Ca(OH) 2 (padat) (4)

15 3 Tabel 1 Komposisi kimia cangkang kerang setelah dikalsinasi 13 Oksida Persentase (%) Hilang saat dipanaskan 43,37% CaO 51,35% SiO 2 3,630% Al 2 O 3 0,1800% Fe 2 O 3 0,1400% MgO 0,3300% SO 3 0,3100% Na 2 O 0,6500% K 2 O 0,4600% Cl - 0,07800% Senyawa CaO dan Ca(OH) 2 ini nantinya akan digunakan sebagai bahan dasar dalam sintesis HAp (Persamaan (2)). High Density Polyethylene HDPE (0,9410 gr/cm 3 < densitas < 0,9650 gr/cm 3 ) merupakan polimer yang tersusun atas atom-atom C dan H yang saling berikatan membentuk produk bahan dengan bobot molekul yang tinggi. 15 HDPE tidak mengalami perubahan susunan kimia saat dicetak dan tidak menjadi keras meskipun diberi penekanan. HDPE memiliki beberapa kelebihan, di antaranya: (1) ringan; (2) tahan kelembaban; (3) tidak korosif; dan (4) mudah dibentuk. 15 Jika diimplan, HDPE bersifat sangat inert karena hampir tidak bereaksi dengan jaringan tubuh. Oleh karenanya, HDPE sering digunakan sebagai material pengganti tulang. 16 Pengamatan dengan XRD memberikan gambaran pola difraksi HDPE seperti diperlihatkan pada Gambar BCP-HDPE Scaffold Scaffold didefinisikan sebagai struktur tiga dimensi yang berfungsi sebagai matriks ekstraseluler untuk adhesi, migrasi, proliferasi, dan regenerasi sel tulang. 2 Karena digunakan dalam aplikasi perbaikan tulang, maka setidaknya scaffold harus memenuhi syarat berikut: (1) biokompatibel, tidak beracun, dan tidak bersifat karsinogenik; (2) memiliki permukaan bioaktif guna meningkatkan laju regenerasi jaringan; Gambar 2 Pola difraksi HDPE 17 (3) laju resorpsinya dapat dikontrol sesuai dengan pertumbuhan jaringan tulang; dan (4) kekerasannya mirip dengan tulang. 2 BCP memberikan sifat kekerasan pada scaffold. Ketika diimplan, BCP yang berikatan dengan jaringan tulang dan jaringan di sekitarnya dapat mendukung aplikasi pembebanan. Namun karena BCP bersifat rapuh, maka diperlukan suatu pengikat bagi BCP. BCP dengan matriks HDPE diyakini dapat meningkatkan kekerasan pada scaffold. 4 Terdapat tiga aspek penting terkait kekerasan scaffold. Pertama, komposisi BCP dan HDPE yang digunakan. Semakin banyak BCP di dalam scaffold, maka kekerasan semakin meningkat, juga demikian dengan kerapuhannya. 18 Kedua, homogenitas BCP di dalam HDPE. Semakin homogen, maka kekerasannya juga akan meningkat. Homogenisasi BCP di dalam HDPE dapat dilakukan, misalnya dengan proses milling. 9 Ketiga, pori pada scaffold. Pori ini dapat terbentuk melalui proses kompaksi. 19 Pori berfungsi untuk merangsang pertumbuhan tulang. 2 Namun, semakin banyak pori dan semakin besar ukurannya, tingkat kerapuhan scaffold akan semakin meningkat. 19 X-Ray Diffraction Sinar-X merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang antara 0,5 2,5 Å. Sinar ini bergerak menurut garis lurus, tidak terdiri dari partikel bermuatan, sehingga tidak dibelokkan

16 4 oleh medan magnet. Sinar-X terjadi bila suatu sasaran logam ditembaki oleh berkas elektron berenergi tinggi, kemudian elektron-elektron tersebut mengalami pengurangan kecepatan dengan cepat, dan energinya diubah menjadi energi foton. Berkas foton ini merupakan sinar-x primer dari logam sasaran yang digunakan. Spektrum sinar- X yang digunakan untuk menganalisis struktur adalah spektrum yang diskrit. 20 Pada tahun 1912, Laue melakukan percobaan berdasarkan hipotesis: bila kristal terdiri dari atom yang berjarak teratur, maka atom-atom tersebut dapat berfungsi sebagai pusat penghambur untuk sinar-x, dan bila sinar-x merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang yang kirakira sama dengan jarak antar-atom dalam kristal, maka sinar-x tersebut dapat didifraksi oleh kristal. Bragg dan putranya kemudian menganalisis percobaan Laue dan menyusun bentuk matematik untuk menerangkan struktur kristal. 20 Bila sinar-x jatuh pada kisi kristal, maka sinar akan didifraksi, artinya sinar yang sefasa akan saling memperkuat (Gambar 3). Garis horizontal menggambarkan bidang-bidang dalam kristal yang terpisah oleh jarak d. Bidang ABC tegak lurus pada berkas masuk sinar-x dan bidang LMN tegak lurus pada berkas yang direfleksikan. Bila sudut masuk θ diubah, berkas pantul hanya diperoleh jika gelombang sefasa pada bidang LMN, artinya bila perbedaan jarak antara bidang ABC dan LMN yang diukur sepanjang sinar yang kristal Gambar 3 Diagram yang digunakan untuk membuktikan 2d sin θ = nλ direfleksikan dari panjang gelombang, memenuhi: FS + SG = nλ (5) Karena sin θ = FS/d = SG/d, maka 2d sin θ = nλ (6) Persamaan ini dikenal dengan hukum Bragg yang memberikan hubungan antara jarak antara bidang dalam kristal dan sudut refleksinya menunjukkan intensitas maksimum untuk panjang gelombang tertentu, yaitu jika sinar-x yang masuk sefasa. Jika λ lebih panjang dari 2d, tidak ada penyelesaian untuk n dan tidak terjadi difraksi. 20 Refleksi yang sesuai dengan n = 1 disebut refleksi orde satu, n = 2 adalah refleksi orde dua, dan seterusnya. Makin meningkat ordenya, maka makin besar sudutnya. Persamaan (6) dapat ditulis sebagai 20 : λ = 2d sin θ, dengan d = d /n (7) Secara umum, refleksi orde n dari bidang (hkl) dengan jarak d dapat dianggap sebagai refleksi orde satu dari bidang (nh nk nl) dengan jarak d = d /n. Konversi ini sesuai dengan definisi indeks Miller, karena (nh nk nl) adalah indeks Miller dari bidang yang paralel dengan bidang (hkl), tetapi dengan jarak 1/n. 20 Informasi pola difraksi sinar-x meliputi posisi puncak dan intensitas. Posisi puncak mengindikasikan fasa dan struktur kristal yang ada di bahan tersebut, sedangkan intensitas menunjukkan total hamburan balik dari masing-masing bidang dalam struktur kristal. 21 Intensitas puncak difraksi bergantung pada fraksi berat suatu fasa di dalam campuran. Namun, hubungan antara intensitas dan fraksi berat ini tidak linier karena intensitas difraksi bergantung pada koefisien absorpsi campuran, sedangkan koefisien absorpsi bervariasi terhadap fraksi berat fasa tersebut. 21

17 5 Intensitas difraksi dari serbuk fasa polikristal mengandung butir yang berorientasi secara acak dalam bentuk plat datar pada sebuah difraktometer, seperti diperlihatkan oleh Persamaan (8) berikut. I = I oaλ 3 32πr μ 2 o e 4 4π m 2 1 V 2 [ F 2 p( 1 + cos2 2θ sin 2 θ cos θ )] e-2m 2μ (8) dimana I adalah intensitas terintegrasi dari puncak difraksi, I o adalah intensitas berkas yang masuk, A adalah luas permukaan melintang sinar yang masuk (m 2 ), λ adalah panjang gelombang sinar yang masuk, r adalah jari-jari lingkaran difraktometer, μ o adalah konstanta dengan harga 4π x 10 7 m kg C 2, e adalah muatan elektron, m adalah massa elektron, V adalah volume unit sel, F adalah faktor struktur, p adalah multiplisitas bidang, θ adalah sudut Bragg, e 2M adalah faktor suhu, dan μ adalah koefisien absorpsi linier (m 1 ). Dan (1 + cos 2 2θ)/(sin 2 θ cos θ) adalah faktor polarisasi Lorentz. 21 Pada metode perbandingan langsung dapat dimisalkan: K = ( I oaλ 3 32πr )[( μ o 4π )2 e 4 m 2 ] (9) R = 1 [ F 2 p( 1+cos2 2θ e-2m )] V 2 sin 2 θ cos θ 2μ Persamaan (8) menjadi: I = KR 2μ (10) (11) dimana K merupakan suatu konstanta yang tidak bergantung pada jenis dan jumlah unsur difraksi, melainkan hanya bergantung pada difraktometer. Dan R hanya bergantung pada sifat fasa, θ, dan hkl. Persamaan (11) dapat ditulis untuk dua fasa yang berbeda α dan β sebagai berikut: I α = KR α'c α 2μ m (12) Dan persamaan 13: I β = KR β'c β 2μ m (13) Dengan membagi persamaan 12 dengan persamaan 13, maka K dan μ m (koefisien absorpsi linier campuran) dapat dihilangkan, sehingga menjadi Persamaan 14 berikut: I α I β = R αc α R β C β (14) Harga C α /C β dapat diperoleh dari perhitungan I α /I β dan kalkulasi dari R α dan R β yang diperoleh dari informasi tentang struktur kristal dan parameter kisi dari dua fasa. Jika perbandingan C α /C β diperoleh, maka C α atau C β akan diketahui nilainya dari persamaan berikut 21 : C α + C β = 1 (15) Jika campuran terdiri dari tiga fasa, maka berlaku hubungan 21 : C α + C β + C γ = 1 (16) Scanning Electron Microscopy dan Energy Dispersive X-Ray SEM adalah salah satu teknik yang paling banyak digunakan dalam karakterisasi nanomaterial dan nanostruktur. Pencitraan pada SEM dapat diatur sampai dengan perbesaran x. SEM tidak hanya memberikan informasi topografi seperti pada mikroskop optik, tetapi juga komposisi kimia pada permukaan sampel. 22 Pada prinsipnya, sumber elektron pada SEM difokuskan menjadi suatu berkas elektron primer dengan energi mulai dari beberapa ratus ev hingga 50 kev dan ditembakkan pada permukaan sampel melalui kumparan defleksi. Karena elektron tersebut menumbuk dan menembus permukaan, sejumlah interaksi terjadi. Interaksi ini menghasilkan elektron dan foton dari sampel. Mikrograf SEM dihasilkan dengan cara mengumpulkan elektron yang dipancarkan pada tabung sinar

18 katoda. Teknik pencitraan pada SEM dibedakan berdasarkan apa yang dideteksi dan dicitrakan, di antaranya: elektron sekunder, elektron hamburan balik, dan sinar-x karakteristik. Berkas elektron primer dapat mengalami tumbukan inelastik dengan elektron atom atau tumbukan elastik dengan inti atom. Pada tumbukan inelastik, elektron primer mentransfer sebagian energinya ke elektron sampel. Ketika energi yang ditransfer cukup besar, elektron pada atom sampel akan dipancarkan. Jika elektron yang dipancarkan memiliki energi kurang dari 50 ev, maka jenis elektron ini disebut elektron sekunder. Elektron hamburan balik adalah elektron berenergi tinggi yang terhambur secara elastis. Energi elektron hamburan balik sama dengan elektron primer. Peluang hamburan balik akan meningkat seiring dengan meningkatnya bobot atom pada sampel. Meskipun elektron hamburan balik tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi unsur, namun elektron ini dapat memberikan informasi terkait topografi sampel. Selain interaksi elektron primer dengan elektron atom sampel, elektron atom sampel dapat tereksitasi menuju ke tingkat energi yang lebih rendah sambil memancarkan foton sinar-x karakteristik. Perangkat tambahan yang digunakan untuk mendeteksi energi sinar-x karakteristik ini disebut Energy Dispersive X-Ray Analyzer (EDXA). 22 Uji Kekerasan Gambar 4 merepresentasikan suatu lekukan pada permukaan tipis neocartilage oleh kaki penekan. Mekanisme pengukuran kekerasan Shore A, yaitu: lekukan pada sampel menyebabkan suatu distorsi dengan kaki penekan, dan tekanan dihasilkan oleh beban pegas. Kata kekerasan berarti nilai penekanan di lekukan pada suatu waktu saat gaya pegas sama dengan tekanan per satuan luas tertentu. Nilai tersebut merefleksikan jumlah fisik tanpa satuan. 23 Gambar 4 Posisi sampel uji kekerasan Shore A METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan selama bulan Agustus 2011 Februari 2012 di Laboratorium Biofisika Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor dan PT Bahan Industri Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional, Serpong. Bahan dan Alat Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini, yaitu: cangkang kerang hijau, difosfor pentaoksida (P 2 O 5 98%, Merck), HDPE, dan alkohol 5 dan 20%. Adapun alat yang digunakan, antara lain: crucible, mortar, sarung tangan, masker, tong, neraca (Ohaus, USA), furnace (Indotherm HT-16S, India), High Energy Ball Milling (HEBM, BIPs & PW 700i Mixer), X-Ray Diffractometer (XRD, Shimadzu XD-610, Japan), Scanning Electron Microscope (SEM, JEOL JSM- 6510, Germany), sonikator jenis bath (Branson, USA, pada frekuensi 42 khz dan daya 130 Watt), alat kompaksi (Carver, USA), alat uji kekerasan (Zwick Shore A).

19 8 Sintesis BCP-HDPE Scaffold Sampel A1, A2, dan A3 ditambahkan dengan 1,000 gr HDPE, sehingga komposisinya menjadi 80% BCP dan 20% HDPE di dalam 5,000 gr sampel. Penambahan massa HDPE pada sampel B1, B2, dan B3 sebesar 1,500 gr di dalam 5 gr sampel, sehingga komposisi BCP sebesar 70% dan HDPE sebesar 30% di dalam 5,000 gr sampel. Tabel 3 menunjukkan data sampel untuk sintesis scaffold. Tiap sampel dimasukkan ke dalam vial berisi 5 buah bola milling, kemudian diputar menggunakan HEBM PW 700i Mixer dengan kecepatan 1325 rpm selama 20 menit agar HDPE terisi oleh partikel BCP. Setelah itu, campuran dibagi 2 dan masing-masing dikompaksi dengan tekanan 2,069 x 10 7 N/m 2, sehingga membentuk 2 pellet. Salah satu pellet dibagi menjadi tiga bagian untuk dikarakterisasi menggunakan XRD, SEM, dan SEM-EDXA, sedangkan pellet lainnya digunakan untuk uji kekerasan. Karakterisasi yang dilakukan pada sampel tercantum dalam Tabel 4. Tabel 3 Kode sampel Data sampel untuk sintesis scaffold m m % BCP HDPE BCP (gr) (gr) % HDPE A1 3,500 1, A2 3,500 1, A2 3,500 1, B1 4,000 1, B2 4,000 1, B3 4,000 1, Tabel 4 Data sampel scaffold yang dikarakterisasi Karakterisasi XRD SEM Kode sampel SEM- EDXA Uji kekerasan A1 - A2 - - A3 B1 - B2 - - B3 - Karakterisasi X-Ray Diffractometer Sampel yang dikarakterisasi menggunakan XRD masing-masing ditempatkan pada holder berukuran 2 x 2 cm 2. Untuk pengujian serbuk cangkang kerang hijau, hasil kalsinasi cangkang kerang hijau serta hasil kalsinasi setelah dibiarkan selama seminggu digunakan 2θ antara 15 o 55 o. Untuk sampel BCP I, BCP II, dan keenam sampel scaffold lainnya, sudut pengujiannya pada 2θ antara 10 o 70 o. Hasil karakterisasi berupa pola difraksi hubungan intensitas terhadap 2θ. Analisis Kualitatif XRD Analisis kualitatif XRD yang dilakukan meliputi: identifikasi fasa, penentuan indeks Miller, dan perhitungan parameter kisi. Semua sampel diidentifikasi fasanya lewat perbandingan posisi 2θ sampel dengan database. Pada sampel BCP I dan BCP II, setelah diidentifikasi fasanya, indeks Miller dapat ditentukan melalui informasi 2θ pada setiap fasa yang terbentuk. Dari posisi 2θ dan indeks Miller ini, parameter kisi fasa dapat dihitung dengan menggunakan metode Cohen. Analisis Kuantitatif XRD Analisis kuantitatif hanya dilakukan pada sampel BCP I dan BCP II. Analisis ini diawali dengan perhitungan faktor struktur F hkl dan R hkl masing-masing dua bidang indeks Miller pada setiap fasa yang terbentuk, kemudian dikombinasikan. Selanjutnya, perhitungan fraksi berat fasa yang terbentuk pada BCP dihitung dengan menggunakan metode perbandingan langsung. Scanning Electron Microscope dan Energy Dispersive X-Ray Analyzer Sampel yang dikarakterisasi menggunakan SEM adalah 6 sampel scaffold. Tujuannya untuk mempelajari morfologi masing-masing scaffold. Scaffold dibuat berukuran maksimal 0,5 x 0,5 cm 2. Sebelum dipindai, scaffold harus

20 7 Metode Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yang meliputi tahap preparasi bahan dasar, sintesis, dan karakterisasi. Tahap sintesis terdiri dari sintesis BCP dan BCP-HDPE scaffold. Tahap karakterisasi dilakukan dengan menggunakan XRD, SEM, SEM-EDXA, dan alat uji kekerasan. Preparasi Bahan Dasar Kerang hijau dicuci dan direbus selama 30 menit pada air bersuhu 100 o C yang telah ditambahkan jeruk nipis dengan tujuan agar cangkang kerang terpisah dari bagian dagingnya serta tidak menimbulkan bau. Proses ini dilakukan sebanyak 2 kali. Selanjutnya cangkang kerang dikeringkan pada suhu 30 o C selama 1 jam. Untuk menghilangkan kotoran mikro yang masih melekat, cangkang dicuci lagi menggunakan alkohol 20% dan dikeringkan pada suhu 27 o C selama 15 menit. Setelah kering, sebanyak 2,000 gr cangkang diambil dan dihaluskan untuk diidentifikasi fasanya menggunakan XRD. Sekitar 71,00 gr cangkang kerang hijau yang sudah bersih lainnya dimasukkan ke dalam crucible dan dikalsinasi pada suhu 1000 o C selama 5 jam untuk menghasilkan senyawa CaO. Hasil kalsinasi dibiarkan sampai suhunya turun menjadi 27 o C, baru kemudian dihaluskan. Sebanyak 2,000 gr serbuk hasil kalsinasi tersebut diambil untuk dikarakterisasi menggunakan XRD. Tujuannya adalah untuk memastikan apakah bahan dasar CaO murni telah terbentuk. CaO yang diletakkan di ruangan yang lembab akan membentuk Ca(OH) 2. Untuk melihat perubahan fasa yang terjadi, serbuk CaO dibiarkan selama seminggu dan diambil sebanyak 2,000 gr untuk dikarakterisasi menggunakan XRD. Reaksi perubahan CaO menjadi Ca(OH) 2 merupakan reaksi bolak-balik, sehingga untuk menghasilkan kembali CaO dari Ca(OH) 2, Ca(OH) 2 dipanaskan pada suhu 850 o C selama 50 menit. Sintesis Sintesis BCP Berdasarkan stoikiometri Persamaan (2), komposisi HAp dapat dibuat dengan mencampurkan 12,56 gr serbuk CaO, 1,840 gr Ca(OH) 2, dan 10,60 gr P 2 O 5 (Lampiran 4). Campuran ini selanjutnya diaduk menggunakan HEBM BIPs dengan kecepatan putar 600 rpm selama 6 jam. Bola milling yang digunakan berjumlah 5 buah. Proses milling perlu dimonitor untuk memastikan apakah campuran menempel pada dinding vial dan bolabola milling, atau tidak. Jika menempel, maka campuran perlu diaduk secara manual agar campuran tidak menempel lagi, sehingga efektivitas pembentukan HAp dapat ditingkatkan. Setelah itu, hasil milling didiamkan semalam dan kemudian dipanaskan pada suhu 900 o C selama 3 jam agar sebagian HAp terdekomposisi membentuk β-tcp. Hasil sintering disiapkan sebanyak 2,000 gr untuk dikarakterisasi menggunakan XRD. Dengan cara yang sama, BCP disintesis kembali. Akan dilihat apakah BCP yang terbentuk (BCP II) memiliki karakteristik yang sama atau tidak dengan BCP sebelumnya (BCP I). Karakteristik ini dilihat melalui analisis XRD. Agar ukuran partikel BCP yang terbentuk seragam, dilakukan proses sonikasi. Dibuat 3 replikat BCP 4,000 gr dan 3 replikat BCP 3,500 gr. Replikat 1 disonikasi selama 1 jam, replikat 2 selama 2 jam, dan replikat 3 selama 3 jam dalam pelarut alkohol 5% (Tabel 2). Setelah disonikasi, sampel dikeringkan. Tabel 2 Data sampel BCP yang disonikasi Massa BCP (gr) A1 3,500 1 A2 3,500 2 A3 3,500 3 B1 4,000 1 B2 4,000 2 B3 4,000 3 Kode sampel Waktu sonikasi (jam)

21 dilapisi bahan konduktif terlebih dahulu agar tidak terjadi akumulasi muatan listrik pada permukaan scaffold. Bahan konduktif yang digunakan dalam penelitian ini adalah karbon. Permukaan scaffold diperbesar sampai 1000x dan 4000x. Adapun sampel yang akan dikarakterisasi menggunakan SEM- EDXA adalah sampel A3 dengan perbesaran 2500x. Uji Kekerasan Pengujian kekerasan dilakukan berdasarkan standar ISO/R866. Sampel yang diuji, yaitu 6 sampel scaffold, masing-masing diletakkan di atas permukaan yang rata. Di bagian atas sampel diletakkan alat uji kekerasan Shore A. Kemudian di atas alat tersebut diletakkan baja bermassa 1 kg selama 15 detik dan dibaca nilai kekerasan yang ditunjukkan pada alat. Nilai kekerasan ini berkisar antara Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali pada masing-masing sampel, kemudian dihitung nilai rata-ratanya. HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar Pola difraksi serbuk cangkang kerang hijau yang dikarakterisasi menggunakan XRD diperlihatkan pada Gambar 5(a). Berdasarkan gambar tersebut, terlihat bahwa fasa kristalin utama cangkang kerang hijau berupa CaCO 3. Fasa ini hadir dalam dua bentuk mineral, yaitu kalsit (2θ = 28,06 o ) dan aragonit (2θ = 33,21 o ). Namun, mineral yang lebih mendominasi adalah aragonit. Fasa lain juga muncul dalam jumlah kecil, yaitu SiO 2 (silika, 2θ = 42,59 o ). 14 Kalsinasi pada cangkang kerang hijau menghilangkan sekitar 50,29% massa mula-mula, sehingga massa hasil kalsinasi yang terbentuk sebesar 35,22 gr (perhitungan terdapat pada Lampiran 3). Kalsinasi mengakibatkan warna pada cangkang kerang hijau berubah menjadi putih. Hasil kalsinasi yang dikarakterisasi menggunakan XRD ditunjukkan oleh Gambar 5(b). Pada gambar tersebut, tampak bahwa hasil kalsinasi membentuk fasa tunggal CaO, yang ditandai dengan puncak tertinggi pada 2θ = 37,22 o. Terjadi peningkatan bobot massa setelah CaO dibiarkan selama seminggu di ruangan yang lembab, yaitu sebesar 42,32 gr (Lampiran 3). Dari Gambar 5(c) terlihat bahwa peningkatan massa ini disebabkan adanya pengikatan H 2 O oleh CaO, sehingga terbentuk Ca(OH) 2 yang dicirikan oleh 2θ = 34,04 o dan memiliki puncak yang lebar. Namun, CaO belum mengikat H 2 O sampai batas jenuhnya karena pola difraksi yang terbentuk masih mengindikasikan adanya CaO. Sintesis Sintesis BCP Dari total 25,00 gr massa campuran CaO, Ca(OH) 2, dan P 2 O 5 yang melewati tahap milling dan sintering, BCP yang dihasilkan sebanyak 24,50 gr. Pola difraksi sampel BCP I dan BCP II ditunjukkan oleh Gambar 6(a) dan (b). Berdasarkan gambar tersebut, BCP yang terbentuk terdiri dari fasa HAp, β-tcp, dan Ca(OH) 2. Posisi 2θ dilihat dari puncak tertinggi masing-masing fasa diperlihatkan oleh Tabel 5. HAp memiliki struktur kristal heksagonal. β-tcp dan Ca(OH) 2 keduanya berstruktur trigonal, namun parameter kisinya heksagonal. Penentuan indeks Miller terdapat pada Lampiran 6.2 dan perhitungan parameter kisi pada Lampiran 6.3. Parameter kisi database ditunjukkan oleh Tabel 6, sedangkan parameter kisi BCP I dan BCP II tunjukkan oleh Tabel 7. Tabel 5 Posisi 2θ untuk puncak tertinggi HAp, β-tcp, dan Ca(OH) 2 pada BCP BCP Fasa Posisi 2θ I HAp 31,68 o β-tcp 30,98 o Ca(OH) 2 54,26 o II HAp 31,87 o β-tcp 31,13 o Ca(OH) 2 18,07 o

22 10 Gambar 5 Pola difraksi (a) serbuk cangkang kerang hijau, (b) serbuk hasil kalsinasi cangkang kerang hijau, (c) hasil kalsinasi setelah dibiarkan selama seminggu Gambar 6 Pola difraksi (a) BCP I, (b) BCP II

23 11 Tabel 6 Parameter kisi JCPDS Fasa No. a (Å) c (Å) Database (= b) HAp ,418 6,884 β-tcp ,42 37,38 Ca(OH) ,593 4,909 Tabel 7 Parameter kisi fasa pada BCP BCP Fasa a (Å) Ketepatan (= b) (%) I HAp 9,577 98,31 β-tcp 10,38 99,62 Ca(OH) 2 3,893 91,64 Fasa c (Å) Ketepatan (%) HAp 7,016 98,08 β-tcp 37,19 99,50 BCP Ca(OH) 2 5,507 87,81 a (Å) Ketepatan Fasa (= b) (%) II HAp 9,436 99,81 β-tcp 10,44 99,77 Ca(OH) 2 3,590 99,92 Fasa c (Å) Ketepatan (%) HAp 6,906 99,68 β-tcp 37,45 99,81 Ca(OH) 2 4,911 99,95 Nilai ketepatan parameter kisi fasa HAp, β-tcp, dan Ca(OH) 2 pada BCP II lebih tinggi dibandingkan dengan BCP I. Ini berarti bahwa BCP II memiliki struktur kristal yang lebih mendekati struktur kristal database. Perhitungan fraksi berat HAp, β-tcp, dan Ca(OH) 2 dalam BCP I dan BCP II dengan menggunakan metode perbandingan langsung disajikan dalam Lampiran 7. Komposisi BCP I dan BCP II terdapat pada Tabel 8. Dari data pada tabel tersebut, terlihat adanya perbedaan komposisi HAp, β-tcp, dan Ca(OH) 2 pada kedua BCP. Semakin banyak β-tcp yang terbentuk, komposisi HAp akan menurun dan komposisi Ca(OH) 2 akan meningkat. BCP I mengandung komposisi HAp yang lebih sedikit, β-tcp, dan Ca(OH) 2 yang lebih banyak dibandingkan dengan BCP II. Tabel 8 Fraksi berat HAp, β-tcp dan Ca(OH) 2 pada BCP I dan BCP II BCP Fasa % Fraksi Berat I HAp 44,56 β-tcp 43,48 Ca(OH) 2 11,96 II HAp 47,80 β-tcp 44,60 Ca(OH) 2 7,600 BCP yang dipilih untuk proses selanjutnya adalah BCP II karena parameter kisi pada fasa BCP II lebih mendekati nilai parameter kisi database. Selain itu juga karena BCP II mengandung Ca(OH) 2 yang lebih sedikit daripada BCP I. Ca(OH) 2 dapat dianggap sebagai impuritas karena kehadirannya diketahui dapat menimbulkan tekanan internal yang mengakibatkan terjadinya cracking ketika sampel digunakan. 6 Sampel BCP II menjadi lebih halus setelah disonikasi. Namun secara kasat mata, perubahan ini tidak dapat diamati meskipun diberi variasi waktu sonikasi. Ukuran BCP II akan diukur dari pengamatan mikrograf SEM. Sintesis BCP-HDPE Scaffold Scaffold yang disintesis melalui tahap milling dan kompaksi menghasilkan dua replikat berbentuk pellet masing-masing bermassa 2,500 gr dengan diameter 2,500 cm dan tebal sekitar 0,300 cm untuk masing-masing sampel. Scaffold yang terbentuk diperlihatkan oleh Gambar 7. Gambar 7 BCP-HDPE Scaffold

24 12 Karakterisasi BCP-HDPE Scaffold Karakterisasi Menggunakan XRD Pola difraksi scaffold A1, A2, dan A3 yang mengandung 70% BCP dan 30% HDPE ditunjukkan oleh Gambar 8, dan scaffold B1, B2, dan B3 dengan komposisi 80% BCP dan 20% HDPE ditunjukkan oleh Gambar 9. Posisi 2θ untuk HDPE tidak diketahui secara pasti karena hanya dibandingkan dengan posisi puncak pada Gambar 2. Namun dua puncak tertinggi HDPE terletak pada 2θ antara 20 o 25 o. Adapun posisi 2θ untuk masing-masing puncak tertinggi HAp, β- TCP, Ca(OH) 2 diperlihatkan oleh Tabel 9. Berdasarkan Gambar 8 dan Gambar 9, tampak bahwa variasi waktu sonikasi serta variasi komposisi BCP dan HDPE tidak mengakibatkan terjadinya perubahan fasa pada scaffold. Akan tetapi terdapat perbedaan posisi 2θ pada HAp, β-tcp, dan Ca(OH) 2 yang menunjukkan bidang-bidang yang berbeda. Perbedaan ini tidak mempengaruhi kualitas fasa yang terbentuk karena fasa tersebut memang mengandung bidang-bidang ini. Tabel 9 Kode Sampel Posisi 2θ untuk puncak tertinggi HAp, β-tcp, dan Ca(OH) 2 pada scaffold Posisi 2θ pada Fasa puncak tertinggi A1 HAp 31,66 o β-tcp 29,50 o Ca(OH) 2 47,52 o A2 HAp 31,94 o β-tcp 29,78 o Ca(OH) 2 59,09 o A3 HAp 31,81 o β-tcp 29,59 o Ca(OH) 2 47,09 o B1 HAp 31,73 o β-tcp 29,56 o Ca(OH) 2 18,02 o B2 HAp 31,90 o β-tcp 29,62 o Ca(OH) 2 18,08 o B3 HAp 31,78 o β-tcp 29,51 o Ca(OH) 2 18,07 o Karakterisasi Menggunakan SEM Sampel yang dikarakterisasi menggunakan SEM adalah A1, A3, B1, dan B3. Permukaan sampel diamati pada perbesaran 1000x dan 4000x. Gambar 10 menunjukkan mikrograf SEM pada perbesaran 1000x. Dari gambar terlihat adanya perbedaan topografi pada permukaan sampel. Bahkan pada beberapa bagian tertentu, permukaan tersebut tampak seperti mengalami penggumpalan. SEM menghasilkan citra gambar dalam skala abu-abu. Oleh karena itu, diperlukan pengelompokan bahan berdasarkan tingkat ketajaman warna. Pengelompokan ini didasarkan pada bobot atomnya. Semakin besar bobot atom, maka warna yang dihasilkan akan semakin tajam. 22 Dengan demikian, BCP yang memiliki bobot atom terbesar ditunjukkan oleh warna terang; HDPE dengan bobot atom lebih kecil dibandingkan dengan BCP ditunjukkan oleh warna abu; dan pori ditunjukkan oleh warna gelap. Dari mikrograf sampel, tampak bahwa variasi waktu sonikasi mempengaruhi homogenitas ukuran BCP. 12 Pada BCP yang disonikasi selama 3 jam (Gambar 10 (b), (d)), ukuran BCP terlihat sedikit lebih homogen dibandingkan dengan BCP yang disonikasi selama 1 jam (Gambar 10 (a), (c)). Dari perbesaran 1000x ini pula terlihat bahwa BCP telah terikat secara homogen pada matriks HDPE. Homogenisasi merupakan konsekuensi dari proses milling. Terdapatnya pori diakibatkan oleh terjerapnya udara di dalam campuran BCP dan HDPE saat kedua bahan ini dikompaksi. 19 Jumlah pori yang terbentuk dipengaruhi oleh banyaknya komposisi HDPE yang ditambahkan. Karena bentuk HDPE yang fleksibel, maka selama proses kompaksi, keberadaan sebagian pori terisi oleh HDPE. Jumlah pori scaffold dengan komposisi 30% HDPE dan 70% BCP (Gambar 10 (a, b)) lebih sedikit dibandingkan dengan komposisi 20% HDPE dan 80% BCP (Gambar 10 (c, d)).

25 13 Gambar 8 Pola difraksi 70% BCP-30% HDPE scaffold (a) A1, (b) A2, dan (c) A3 Gambar 9 Pola difraksi 80% BCP-20% HDPE scaffold (a) B1, (b) B2, dan (c) B3

26 14 Gambar 10 (a) (b) (c) (d) Mikrograf SEM perbesaran 1000x pada sampel (a) A1, (b) A3, (c) B1, dan (d) B3 Gambar 11 merupakan mikrograf sampel dengan perbesaran 4000x. Dari gambar tersebut, pengukuran diameter BCP dan pori dapat dilakukan. BCP dan pori dipilih secara acak sebanyak 5 buah, kemudian dilingkari dengan warna yang berbeda untuk kemudian dihitung diameter rata-ratanya. BCP diberi warna hijau dan pori diberi warna merah. Pengukuran diameter BCP dan pori disajikan pada Lampiran 8. Sementara itu, data ukuran diameter rata-rata BCP tercantum pada Tabel 10 dan diameter rata-rata pori pada Tabel 11. Menurut data pada Tabel 10, ukuran diameter rata-rata BCP semakin kecil untuk sampel yang disonikasi selama 3 jam. Namun pada sampel B1, diameternya sama dengan diameter ratarata sampel B3. Hal ini menunjukkan bahwa intensitas frekuensi sonikator berjenis bath masih cukup rendah sehingga belum dapat mereduksi ukuran BCP menjadi lebih homogen untuk waktu sonikasi yang lebih lama. Akibatnya ukuran diameter BCP belum menunjukkan suatu perbedaan yang signifikan. Variasi sonikasi selama 3 jam bahkan belum dapat membuat BCP berskala nano. Pada Tabel 11, diameter pori rata-rata tidak menunjukkan suatu pola ukuran yang signifikan. Akibatnya, pengaruh variasi waktu sonikasi serta komposisi BCP dan HDPE yang digunakan belum dapat diamati. Tabel 10 Ukuran diameter rata-rata BCP pada scaffold Kode sampel D rata-rata (μm) A1 2,880 A3 2,280 B1 2,610 B3 2,610 Tabel 11 Ukuran diameter rata-rata pori scaffold Kode sampel D rata-rata (μm) A1 2,270 A3 3,400 B1 2,960 B3 2,710

27 15 (a) (b) (c) Karakterisasi Menggunakan SEM- EDXA Sampel yang dipilih untuk dikarakterisasi menggunakan SEM- EDXA adalah A3. Melalui karakterisasi ini, komposisi unsur pada scaffold dapat diketahui. Karena scaffold harus memiliki karakteristik seperti tulang, maka komposisi unsur yang penting untuk diketahui adalah Ca dan P. Dengan menghitung perbandingan mol Ca/P, dapat dipelajari kualitas scaffold yang telah disintesis. Mikrograf sampel dapat dilihat pada Gambar 12 dengan perbesaran 2500x, perhitungan Ca/P dapat dilihat pada Lampiran 10, dan nilai perbandingan Ca/P sendiri dirangkum pada Tabel 12. Liu, et al 24 menyebutkan bahwa Ca/P untuk fasa tunggal β-tcp antara 1 1,33. Jika sejumlah kecil HAp hadir pada fasa dominan β-tcp, perbandingan Ca/P menjadi sekitar 1,5. Jika Ca/P sebesar 1,67, maka fasa HAp lebih dominan. Untuk Ca/P sebesar 2 2,50, fasa CaO mulai terbentuk pada fasa dominan HAp. Berdasarkan Tabel 12 terlihat bahwa Ca/P sampel berada pada kisaran 1,244 2,723. Perbandingan ini cukup besar karena dari keterangan Corbridge 25, perbandingan Ca/P untuk tulang bervariasi antara 1 sampai dengan 1,67. Ini artinya, scaffold yang telah disintesis belum tepat digunakan sebagai implan tulang. Hal tersebut merupakan konsekuensi terbentuknya Ca(OH) 2 (sebagai bentuk transformasi CaO) pada reaksi pembentukan BCP. Tabel 12 Perbandingan Ca/P pada sampel A3 Wilayah Ca/P I 2,520 II 2,360 III 1,891 IV 1,244 V 2,723 Gambar 11 (d) Mikrograf SEM perbesaran 4000x pada sampel (a) A1, (b) A3, (c) B1, dan (d) B3

28 16 I II III IV V Gambar 12 Mikrograf SEM-EDX sampel A3 dengan perbesaran 2500x Uji Kekerasan Scaffold Nilai kekerasan scaffold dipengaruhi oleh bahan dan proses sintesisnya. Bahan yang digunakan tetap, yaitu BCP dan HDPE. Proses sintesisnya meliputi proses non-variatif dan variatif. Dilakukannya sintesis non-variatif bertujuan untuk menghasilkan tingkat kekerasan yang tinggi dan serupa akibat diberikannya perlakuan yang sama pada tiap sampel scaffold. Sintesis non-variatif meliputi empat proses. Pertama, melalui milling CaO, Ca(OH) 2, dan P 2 O 5. Proses ini mengakibatkan ukuran partikel tereduksi, sehingga luas permukaan totalnya meningkat. 9 Peningkatan luas permukaan ini sebanding dengan nilai kekerasannya. 19 Kedua, proses sintering setelah milling mengakibatkan terjadinya pemadatan partikel BCP yang terbentuk disertai dengan penyusutan ukuran pori. 26 Hal tersebut mempengaruhi tingkat kekerasan sampel. Semakin padat partikel yang terbentuk, tingkat kekerasannya pun semakin meningkat. 26 Ketiga, melalui milling BCP dan HDPE. Proses ini bertujuan agar BCP terikat secara homogen pada HDPE. Homogenitas BCP pada matriks ini dapat mempengaruhi distribusi tingkat kekerasan scaffold. 19 Terakhir, melalui kompaksi. Kompaksi merupakan proses pemadatan yang dapat meningkatkan nilai kekerasan scaffold. 19 Pada sintesis variatif, terdapat variasi perlakuan pada sampel, sehingga perubahan nilai kekerasan pun dapat diamati. Variasi ini terdiri dari lamanya waktu sonikasi serta komposisi BCP dan HDPE yang digunakan. Data uji kekerasan terlampir pada Lampiran 11. Data tersebut dihitung nilai rata-ratanya dan kemudian diolah dalam bentuk grafik seperti disajikan pada Gambar 13. Skala Shore A Gambar 13 A1 A2 A3 B1 B2 B3 Nilai kekerasan pada masing-masing sampel scaffold

29 Dari grafik tersebut, perbedaan nilai kekerasan pada tiap sampel tidak menunjukkan angka yang signifikan, baik dengan divariasikannya waktu sonikasi, maupun dengan divariasikannya komposisi BCP dan HDPE. Namun secara umum, nilai kekerasan sampel semakin meningkat dengan semakin ditingkatkannya waktu sonikasi. Ini ditunjukkan oleh sampel A1, A2, B2, dan B3, berturut-turut memberikan nilai kekeras-an 96,50; 97,00; 97,00; dan 97,50. Semakin lama BCP disonikasi, maka ukuran partikelnya semakin kecil dan seragam. Akibatnya, luas permukaan partikel pun semakin meningkat. Karena luas permukaan berbanding lurus dengan nilai kekerasan, maka untuk partikel yang ukurannya lebih kecil, nilai kekerasannya semakin meningkat. 19 Penyimpangan nilai kekerasan terjadi pada sampel A3 dan B1. Sampel A3 memiliki nilai kekerasan terkecil, yaitu 90,00; sedangkan nilai kekerasan untuk sampel B1 sama dengan B2, yaitu 97,00. Penyimpangan ini diduga karena saat dilakukan uji kekerasan, bagian yang diuji adalah bagian yang rapuh, sehingga nilai kekerasannya pun rendah. Nilai kekerasan juga meningkat pada scaffold yang memiliki BCP lebih banyak, yaitu B3 dengan nilai kekerasan 97,50. Karena BCP merupakan bahan kristal, sementara HDPE merupakan bahan semi-kristalin, maka nilai kekerasan untuk komposisi 80% BCP dan 20% HDPE lebih besar dibandingkan dengan komposisi 70% BCP dan 30% HDPE. Dari mikrograf SEM, scaffold dengan komposisi 80% BCP dan 20% HDPE memiliki jumlah pori yang relatif lebih banyak dibandingkan dengan komposisi 70% BCP dan 30% HDPE. Porositas mempengaruhi tingkat kekerasan. Semakin banyak pori yang terbentuk, maka tingkat kekerasannya semakin menurun. 19 Sampel B3 memiliki tingkat kekerasan yang paling tinggi, padahal pori yang terbentuk lebih banyak. Namun perlu diperhatikan bahwa pori yang terbentuk adalah pori dalam satuan mikro, sehingga dapat dikatakan bahwa karakteristik pori dengan ukuran tersebut tidak terlalu mempengaruhi tingkat kekerasan sampel. Darmanis 23 menyebutkan bahwa nilai kekerasan tulang rawan jika diukur dengan menggunakan Shore A, yaitu sekitar 95. Ini sesuai dengan nilai kekerasan scaffold BCP-HDPE yang telah disintesis. Namun dengan nilai kekerasan tersebut, scaffold belum dapat digunakan sebagai matriks penumbuh tulang keras. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal berikut: - Cangkang kerang hijau dapat digunakan sebagai bahan dasar dalam sintesis BCP melalui proses kalsinasi. - BCP yang dihasilkan melalui metode kering meliputi fasa HAp dan β-tcp serta impuritas Ca(OH) 2. Karena Hap terdekomposisi membentuk β-tcp dan Ca(OH) 2, maka fraksi berat HAp semakin menurun dan fraksi berat β-tcp dan Ca(OH) 2 semakin meningkat. Struktur kristal BCP telah mendekati struktur pada database. Sampel BCP yang disonikasi menyebabkan ukurannya menjadi lebih kecil. Semakin lama waktu sonikasi, maka ukuran BCP semakin homogen. - BCP-HDPE scaffold yang dikarakterisasi memiliki karakter, yakni: (1) variasi waktu sonikasi serta komposisi BCP dan HDPE pada scaffold tidak mempengaruhi pola difraksi yang terbentuk; (2) diameter BCP semakin menurun saat BCP diberi variasi sonikasi yang lebih lama; (3) melalui proses milling, tampak bahwa BCP telah terikat secara homogen di dalam matriks HDPE; (4) semakin banyak HDPE dan semakin sedikit BCP yang terdapat pada scaffold, maka pori yang terbentuk akan semakin sedikit,

Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar

Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar dilapisi bahan konduktif terlebih dahulu agar tidak terjadi akumulasi muatan listrik pada permukaan scaffold. Bahan konduktif yang digunakan dalam penelitian ini adalah karbon. Permukaan scaffold diperbesar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material FMIPA Unila, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 6 Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 900⁰C dengan waktu penahanannya 5 jam. Timbang massa sampel setelah proses sintering, lalu sampel dikarakterisasi dengan menggunakan XRD dan FTIR. Metode wise drop

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BATAN Bandung meliputi beberapa tahap yaitu tahap preparasi serbuk, tahap sintesis dan tahap analisis. Meakanisme

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi serbuk. 3.2

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yang dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap pembuatan magnet barium ferit, tahap karakterisasi magnet

Lebih terperinci

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g) 22 HASIL PENELITIAN Kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek perlu dilakukan sebelum cangkang telur digunakan sebagai prekursor Ca. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kombinasi suhu

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN ADITIF Ca DARI BATU KAPUR ALAM DENGAN METODE PENCAMPURAN LARUTAN

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN ADITIF Ca DARI BATU KAPUR ALAM DENGAN METODE PENCAMPURAN LARUTAN LAPORAN TUGAS AKHIR SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN ADITIF Ca DARI BATU KAPUR ALAM DENGAN METODE PENCAMPURAN LARUTAN Oleh: Lisma Dian K.S (1108 100 054) Pembimbing: Drs. Suminar Pratapa, M.Sc., Ph.D. 1

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN METODE IN-SITU DAN EX-SITU ASTRI LESTARI

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN METODE IN-SITU DAN EX-SITU ASTRI LESTARI SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN METODE IN-SITU DAN EX-SITU ASTRI LESTARI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 ABSTRAK

Lebih terperinci

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA NANOSILIKA PASIR Anggriz Bani Rizka (1110 100 014) Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat Triwikantoro M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

3.5 Karakterisasi Sampel Hasil Sintesis

3.5 Karakterisasi Sampel Hasil Sintesis 7 konsentrasi larutan Ca, dan H 3 PO 4 yang digunakan ada 2 yaitu: 1) Larutan Ca 1 M (massa 7,6889 gram) dan H 3 PO 4 0,6 M (volume 3,4386 ml) 2) Larutan Ca 0,5 M (massa 3,8449) dan H 3 PO 4 0,3 M (volume

Lebih terperinci

Bab III Metoda Penelitian

Bab III Metoda Penelitian 28 Bab III Metoda Penelitian III.1 Lokasi Penelitian Sintesis senyawa target dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik dan Laboratorium Kimia Fisik-Material Departemen Kimia, Pengukuran fotoluminesens

Lebih terperinci

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab ini memaparkan hasil sintesis, karakterisasi konduktivitas listrik dan struktur kirstal dari senyawa perovskit La 1-x Sr x FeO 3-δ (LSFO) dengan x = 0,2 ; 0,4 ; 0,5 ; 0,6

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah KH 2 PO 4 pro analis, CaO yang diekstraks dari cangkang telur ayam dan bebek, KOH, kitosan produksi Teknologi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat yang Digunakan Alat yang akan digunakan dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb. unit) Intensitas 7 konstan menggunakan buret. Selama proses presipitasi berlangsung, suhu larutan tetap dikontrol pada 7 o C dengan kecepatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimen. Pembuatan serbuk CSZ menggunakan cara sol gel. Pembuatan pelet dilakukan dengan cara kompaksi dan penyinteran dari serbuk calcia-stabilized

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013 di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material dan Laboratorium Kimia Instrumentasi FMIPA Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA

ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA Oleh : Frischa Marcheliana W (1109100002) Pembimbing:Prof. Dr. Darminto, MSc Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN LARUTAN MgCl 2 PADA SINTESIS KALSIUM KARBONAT PRESIPITAT BERBAHAN DASAR BATU KAPUR DENGAN METODE KARBONASI

PENGARUH PENAMBAHAN LARUTAN MgCl 2 PADA SINTESIS KALSIUM KARBONAT PRESIPITAT BERBAHAN DASAR BATU KAPUR DENGAN METODE KARBONASI PENGARUH PENAMBAHAN LARUTAN MgCl 2 PADA SINTESIS KALSIUM KARBONAT PRESIPITAT BERBAHAN DASAR BATU KAPUR DENGAN METODE KARBONASI Nurul Fitria Apriliani 1108 100 026 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam. Sampel Milling 2 Jam. Suhu C

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam. Sampel Milling 2 Jam. Suhu C 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI HASIL 4.1.1 Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam Pengujian untuk mengetahui densitas sampel pellet Abu vulkanik 9,5gr dan Al 2 O 3 5 gr dilakukan

Lebih terperinci

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Pelarutan Pengendapan Evaporasi 350 0 C 1 jam 900 0 C 10 jam 940 0 C 20 jam Ba(NO 3 ) Pelarutan Pengendapan Evaporasi Pencampuran Pirolisis Kalsinasi Peletisasi Sintering Pelet YBCO Cu(NO 3

Lebih terperinci

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER)

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER) MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER) Oleh: Kusnanto Mukti / M0209031 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta 2012 I. Pendahuluan

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen. Penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan yang digambarkan dalam diagram alir

Lebih terperinci

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN METODE PENCAMPURAN DAN PENGGILINGAN SERBUK. Abstrak

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN METODE PENCAMPURAN DAN PENGGILINGAN SERBUK. Abstrak SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN METODE PENCAMPURAN DAN PENGGILINGAN SERBUK 1) Luluk Indra Haryani, 2) Suminar Pratapa Jurusan Fisika, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB III EKSPERIMEN. 1. Bahan dan Alat

BAB III EKSPERIMEN. 1. Bahan dan Alat BAB III EKSPERIMEN 1. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah Ca(NO 3 ).4H O (99%) dan (NH 4 ) HPO 4 (99%) sebagai sumber ion kalsium dan fosfat. NaCl (99%), NaHCO 3 (99%),

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1 Diagram Alir Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dalam tiga bagian. Bagian pertama adalah penelitian laboratorium yaitu mensintesis zeolit K-F dari kaolin dan

Lebih terperinci

Spektroskopi Difraksi Sinar-X (X-ray difraction/xrd)

Spektroskopi Difraksi Sinar-X (X-ray difraction/xrd) Spektroskopi Difraksi Sinar-X (X-ray difraction/xrd) Spektroskopi difraksi sinar-x (X-ray difraction/xrd) merupakan salah satu metoda karakterisasi material yang paling tua dan paling sering digunakan

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bubuk magnesium oksida dari Merck, bubuk hidromagnesit hasil sintesis penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 Penganalisa Ukuran Partikel (PSA) (Malvern 2012) Analisis ukuran partikel, pengukuran ukuran partikel, atau hanya ukuran partikel adalah nama kolektif prosedur teknis, atau teknik laboratorium yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimental dan pembuatan keramik film tebal CuFe 2 O 4 dilakukan dengan metode srcreen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dimulai pada bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun 2012. Tempat penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

WULAN NOVIANA ( )

WULAN NOVIANA ( ) PENGARUH VARIASI WAKTU DAN MASSA SINTESIS APATITE DARI TULANG SAPI MENGGUNAKAN METODE GELOMBANG MIKRO DAYA 900 WATT WULAN NOVIANA (2710100097) DOSEN PEMBIMBING: YULI SETIYORINI ST, M.Phil L/O/G/O Latar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pori

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pori HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Morfologi Analisis struktur mikro dilakukan dengan menggunakan Scanning Electromicroscope (SEM) Philips 515 dengan perbesaran 10000 kali. Gambar 5. menunjukkan morfologi hidroksiapatit

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT DARI LIMBAH CANGKANG KERANG BULU (Anadara antiquata) SKRIPSI SRI ANUGRAH WATI

SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT DARI LIMBAH CANGKANG KERANG BULU (Anadara antiquata) SKRIPSI SRI ANUGRAH WATI SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT DARI LIMBAH CANGKANG KERANG BULU (Anadara antiquata) SKRIPSI SRI ANUGRAH WATI 100801026 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

ANALISIS KRISTAL DAN MORFOLOGI PERMUKAAN KOMPOSIT PARTIKEL MARMER KALSIT ANA ARMALIA K

ANALISIS KRISTAL DAN MORFOLOGI PERMUKAAN KOMPOSIT PARTIKEL MARMER KALSIT ANA ARMALIA K ANALISIS KRISTAL DAN MORFOLOGI PERMUKAAN KOMPOSIT PARTIKEL MARMER KALSIT ANA ARMALIA K DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ANALISIS KRISTAL

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR KALSINASI PADA PEMBENTUKAN LITHIUM IRON PHOSPHATE (LFP) DENGAN METODE SOLID STATE

PENGARUH TEMPERATUR KALSINASI PADA PEMBENTUKAN LITHIUM IRON PHOSPHATE (LFP) DENGAN METODE SOLID STATE 1 PENGARUH TEMPERATUR KALSINASI PADA PEMBENTUKAN LITHIUM IRON PHOSPHATE (LFP) DENGAN METODE SOLID STATE Arum Puspita Sari 111010034 Dosen Pembimbing: Dr. Mochamad Zainuri, M. Si Kamis, 03 Juli 2014 Jurusan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Desember 2014 sampai dengan Mei

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Desember 2014 sampai dengan Mei 27 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Desember 2014 sampai dengan Mei 2015. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Material FMIPA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan 20 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Desain Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan menggunakan metode tape

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidroksiapatit adalah sebuah molekul kristalin yang intinya tersusun dari fosfor dan kalsium dengan rumus molekul Ca10(PO4)6(OH)2. Molekul ini menempati porsi 65% dari

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. analisis komposisi unsur (EDX) dilakukan di. Laboratorium Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN) Batan Serpong,

III. METODOLOGI PENELITIAN. analisis komposisi unsur (EDX) dilakukan di. Laboratorium Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN) Batan Serpong, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biomassa, Lembaga Penelitian Universitas Lampung. permukaan (SEM), dan Analisis difraksi sinar-x (XRD),

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1. Tahap Penelitian Penelitian ini terbagai dalam empat tahapan kerja, yaitu: a. Tahapan kerja pertama adalah persiapan bahan dasar pembuatan LSFO dan LSCFO yang terdiri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 1 Ikan alu-alu (Sphyraena barracuda) (www.fda.gov).

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 1 Ikan alu-alu (Sphyraena barracuda) (www.fda.gov). pati. Selanjutnya, pemanasan dilanjutkan pada suhu 750 ºC untuk meningkatkan matriks pori yang telah termodifikasi. Struktur pori selanjutnya diamati menggunakan SEM. Perlakuan di atas dilakukan juga pada

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CANGKANG TELUR AYAM UNTUK SINTESIS HIDROKSIAPATIT DENGAN REAKSI KERING FITRIANI PRASETYANTI

PEMANFAATAN CANGKANG TELUR AYAM UNTUK SINTESIS HIDROKSIAPATIT DENGAN REAKSI KERING FITRIANI PRASETYANTI PEMANFAATAN CANGKANG TELUR AYAM UNTUK SINTESIS HIDROKSIAPATIT DENGAN REAKSI KERING FITRIANI PRASETYANTI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian 28 Bab III Metodologi Penelitian III.1 Tahap Penelitian Penelitian ini terbagi dalam empat tahapan kerja, yaitu : Tahapan kerja pertama adalah persiapan bahan dasar pembuatan film tipis ZnO yang terdiri

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI Fase KOMPOSIT OKSIDA BESI - ZEOLIT ALAM

IDENTIFIKASI Fase KOMPOSIT OKSIDA BESI - ZEOLIT ALAM IDENTIFIKASI Fase KOMPOSIT OKSIDA BESI - ZEOLIT ALAM HASIL PROSES MILLING Yosef Sarwanto, Grace Tj.S., Mujamilah Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir - BATAN Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang 15314.

Lebih terperinci

STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS

STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS SKRIPSI Oleh : Ahsanal Holikin NIM 041810201063 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. preparsai sampel dan pembakaran di furnace di Laboratorium Fisika Material

III. METODE PENELITIAN. preparsai sampel dan pembakaran di furnace di Laboratorium Fisika Material III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian terhitung sejak bulan Maret 2015 sampai dengan Mei 2015. Tempat penelitian dilaksanakan dibeberapa tempat yang berbeda

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR DAN HASIL PERCOBAAN

BAB III PROSEDUR DAN HASIL PERCOBAAN BAB III PROSEDUR DAN HASIL PERCOBAAN 3.1 BAHAN DAN ALAT Bahan yang di gunakan dalam pembuatan sampel bata skala lab adalah : 1. Lumpur Sidoarjo yang sudah dipasahkan dan dikeringkan dari airnya, 2. Lempung

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas 29 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. Analisis difraksi sinar-x dan analisis morfologi permukaan

Lebih terperinci

STUDI PENGUJIAN SEM DAN EDX HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM CIKALONG DENGAN 0

STUDI PENGUJIAN SEM DAN EDX HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM CIKALONG DENGAN 0 TUGAS AKHIR STUDI PENGUJIAN SEM DAN EDX HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM CIKALONG DENGAN 0.5 M DIAMONIUM HIDROGEN FOSFAT SEBELUM DAN SESUDAH KALSINASI DAN SINTERING Disusun : AMIN MUSTOFA NIM : D 200 05

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG BAB I

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG BAB I DAFTAR ISI ABSTRAK... Error! Bookmark not ABSTRACT... Error! Bookmark not KATA PENGANTAR... Error! Bookmark not DAFTAR ISI... i DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR ISTILAH... v DAFTAR SINGKATAN

Lebih terperinci

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah.

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. 1 D49 1. Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. Hasil pengukuran adalah. A. 4,18 cm B. 4,13 cm C. 3,88 cm D. 3,81 cm E. 3,78 cm 2. Ayu melakukan

Lebih terperinci

Pengaruh Sintering dan Penambahan Senyawa Karbonat pada Sintesis Senyawa Kalsium Fosfat

Pengaruh Sintering dan Penambahan Senyawa Karbonat pada Sintesis Senyawa Kalsium Fosfat Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Pengaruh Sintering dan Penambahan Senyawa Karbonat pada Sintesis Senyawa Kalsium Fosfat Kiagus Dahlan, Setia Utami Dewi Departemen Fisika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis 41 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Serapan Fourier Transform Infrared (FTIR) Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis FTIR. Analisis serapan FTIR dilakukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

METODE X-RAY. Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :

METODE X-RAY. Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut : METODE X-RAY Kristalografi X-ray adalah metode untuk menentukan susunan atom-atom dalam kristal, di mana seberkas sinar-x menyerang kristal dan diffracts ke arah tertentu. Dari sudut dan intensitas difraksi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis

Lebih terperinci

2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO

2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO 2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO 3 Pendahuluan ZnO merupakan bahan semikonduktor tipe-n yang memiliki lebar pita energi 3,37 ev pada suhu ruang dan 3,34 ev pada temperatur rendah dengan nilai

Lebih terperinci

Gambar 4.2 Larutan magnesium klorida hasil reaksi antara bubuk hidromagnesit dengan larutan HCl

Gambar 4.2 Larutan magnesium klorida hasil reaksi antara bubuk hidromagnesit dengan larutan HCl BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesa Garam Magnesium Klorida Garam magnesium klorida dipersiapkan melalui dua bahan awal berbeda yaitu bubuk magnesium oksida (MgO) puritas tinggi dan bubuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti dari dunia akademik maupun dari dunia industri. Para peneliti seolah berlomba untuk mewujudkan karya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada September hingga Desember 2015 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada September hingga Desember 2015 di 24 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada September hingga Desember 2015 di Laboratorium Fisika Material, Laboratorium Kimia Fisika, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 METODOLOGI PENELITIAN Proses pembuatan sampel dilakukan dengan menggunakan tabung HEM dan mesin MILLING dengan waktu yang bervariasi dari 2 jam dan 6 jam. Tabung HEM

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di beberapa tempat yang berbeda yaitu ; preparasi

III. METODE PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di beberapa tempat yang berbeda yaitu ; preparasi III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di beberapa tempat yang berbeda yaitu ; preparasi sampel dan uji sifat fisis akan dilakukan di Laboratorium Fisika Material

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Karakterisasi Awal Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 sebagai bahan utama membran merupakan hasil pengolahan mineral pasir zirkon. Kedua serbuk tersebut

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS BAB 4 HASIL DAN ANALISIS Sehubungan dengan prekursor yang digunakan yaitu abu terbang, ASTM C618 menggolongkannya menjadi dua kelas berdasarkan kandungan kapur (CaO) menjadi kelas F yaitu dengan kandungan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PENGARUH VARIASI UKURAN BUTIRAN TERHADAP UNSUR DAN STRUKTUR KRISTAL CANGKANG TELUR AYAM RAS

IDENTIFIKASI PENGARUH VARIASI UKURAN BUTIRAN TERHADAP UNSUR DAN STRUKTUR KRISTAL CANGKANG TELUR AYAM RAS Prosiding SNaPP2012 : Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN 2089-3582 IDENTIFIKASI PENGARUH VARIASI UKURAN BUTIRAN TERHADAP UNSUR DAN STRUKTUR KRISTAL CANGKANG TELUR AYAM RAS DENGAN MENGGUNAKAN X-RAY FLUORESCENCE

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS 4.1 Analisis Hasil Pengujian TGA - DTA Gambar 4.1 memperlihatkan kuva DTA sampel yang telah di milling menggunakan high energy milling selama 6 jam. Hasil yang didapatkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen secara langsung. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit pelet CSZ-Ni

Lebih terperinci

Keywords: Blood cockle shell, characterization, hydroxyapatite, hydrothermal.

Keywords: Blood cockle shell, characterization, hydroxyapatite, hydrothermal. Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit dari Cangkang Kerang Darah dengan Proses Hidrotermal Variasi Suhu dan ph Bona Tua 1), Amun Amri 2), dan Zultiniar 2) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Kimia 2) Dosen

Lebih terperinci

BAB 4 DATA DAN ANALISIS

BAB 4 DATA DAN ANALISIS BAB 4 DATA DAN ANALISIS 4.1. Kondisi Sampel TiO 2 Sampel TiO 2 disintesa dengan memvariasikan jenis pelarut, block copolymer, temperatur kalsinasi, dan kelembaban relatif saat proses aging. Kondisi sintesisnya

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Untuk mempelajari sintesis geopolimer maka dibuat sampel yang selanjutnya akan dikarakterisasi dimana langkah pembuatan dan pengujiannya tertera pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK SERBUK 4.1.1. Serbuk Fe-50at.%Al Gambar 4.1. Hasil Uji XRD serbuk Fe-50at.%Al Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan

Lebih terperinci

SOAL UN FISIKA DAN PENYELESAIANNYA 2005

SOAL UN FISIKA DAN PENYELESAIANNYA 2005 2. 1. Seorang siswa melakukan percobaan di laboratorium, melakukan pengukuran pelat tipis dengan menggunakan jangka sorong. Dari hasil pengukuran diperoleh panjang 2,23 cm dan lebar 36 cm, maka luas pelat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium. Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium. Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa, III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 33 Bab IV Hasil dan Pembahasan Pada bab ini dilaporkan hasil sintesis dan karakterisasi dari senyawa yang disintesis. Senyawa disintesis menggunakan metoda deposisi dalam larutan pada temperatur rendah

Lebih terperinci

PEMBUATAN KERAMIK BETA ALUMINA (Na 2 O - Al 2 O 3 ) DENGAN ADITIF MgO DAN KARAKTERISASI SIFAT FISIS SERTA STRUKTUR KRISTALNYA.

PEMBUATAN KERAMIK BETA ALUMINA (Na 2 O - Al 2 O 3 ) DENGAN ADITIF MgO DAN KARAKTERISASI SIFAT FISIS SERTA STRUKTUR KRISTALNYA. PEMBUATAN KERAMIK BETA ALUMINA (Na 2 O - Al 2 O 3 ) DENGAN ADITIF MgO DAN KARAKTERISASI SIFAT FISIS SERTA STRUKTUR KRISTALNYA. Ramlan 1, Masno Ginting 2, Muljadi 2, Perdamean Sebayang 2 1 Jurusan Fisika

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING I Dewa Gede Panca Suwirta 2710100004 Dosen Pembimbing Hariyati Purwaningsih,

Lebih terperinci

Konversi Kulit Kerang Darah (Anadara granosa) Menjadi Serbuk Hidroksiapatit

Konversi Kulit Kerang Darah (Anadara granosa) Menjadi Serbuk Hidroksiapatit TPM 14 Konversi Kulit Kerang Darah (Anadara granosa) Menjadi Serbuk Hidroksiapatit Silvia Reni Yenti, Ervina, Ahmad Fadli, dan Idral Amri Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Riau Kampus

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini pada intinya dilakukan dengan dua tujuan utama, yakni mempelajari pembuatan katalis Fe 3 O 4 dari substrat Fe 2 O 3 dengan metode solgel, dan mempelajari

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. HASIL 4.1.1. Difraksi Sinar-X Sampel Analisis XRD dilakukan untuk mengetahui fasa apa saja yang terkandung di dalam sampel, menghitung derajat kristalinitas sampel, parameter

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil XRD

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil XRD 9 Hasil XRD HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi dengan difraktometer sinar-x bertujuan untuk mengetahui fasa kristal yang terdapat dalam sampel, mengetahui parameter kisi dan menentukan ukuran kristal.

Lebih terperinci

METODE SOL-GEL RISDIYANI CHASANAH M

METODE SOL-GEL RISDIYANI CHASANAH M SINTESIS SUPERKONDUKTOR Bi-Sr-Ca-Cu-O/Ag DENGAN METODE SOL-GEL RISDIYANI CHASANAH M0204046 (Bi-Sr-Ca-Cu-O/Ag Superconductor Synthesis with Sol-Gel Method) INTISARI Telah dibuat superkonduktor sistem BSCCO

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Struktur Kristal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Struktur Kristal 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Struktur Kristal Hasil karakterisasi struktur kristal dengan menggunakan pola difraksi sinar- X (XRD) keramik komposit CS- sebelum reduksi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di beberapa tempat yang berbeda yaitu : preparasi sampel dilakukan di Laboratorium Fisika Material FMIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik CSZ-NiO untuk elektrolit padat

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik CSZ-NiO untuk elektrolit padat 28 BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Metode yang Digunakan Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik CSZ-NiO untuk elektrolit padat SOFC.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Partikel Magnetik Terlapis Polilaktat (PLA)

HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Partikel Magnetik Terlapis Polilaktat (PLA) 10 1. Disiapkan sampel yang sudah dikeringkan ± 3 gram. 2. Sampel ditaburkan ke dalam holder yang berasal dari kaca preparat dibagi dua, sampel ditaburkan pada bagian holder berukuran 2 x 2 cm 2, diratakan

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Modal utama yang harus dimiliki seorang dokter gigi dalam menjalankan praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan restorasi yang sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekitar 40% kerusakan jaringan keras tubuh karena tulang rapuh, kanker tulang atau kecelakaan banyak terjadi di Indonesia, sisanya karena cacat bawaan sejak

Lebih terperinci

Potensi Kerang Ranga sebagai Sumber Kalsium dalam Sintesis Biomaterial Substitusi Tulang

Potensi Kerang Ranga sebagai Sumber Kalsium dalam Sintesis Biomaterial Substitusi Tulang Potensi Kerang Ranga sebagai Sumber Kalsium dalam Sintesis Kiagus Dahlan Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan IPA, Institut Pertanian Bogor Kampus IPB Darmaga, Bogor E-mail: kiagusd@yahoo.com Abstrak.

Lebih terperinci