INHIBISI KOROSI BAJA SS 304 DALAM MEDIA HCl DENGAN SENYAWA PURIN / HASIL KONDENSASI FORMAMIDA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INHIBISI KOROSI BAJA SS 304 DALAM MEDIA HCl DENGAN SENYAWA PURIN / HASIL KONDENSASI FORMAMIDA"

Transkripsi

1 IIBISI KOROSI BAJA SS 304 DALAM MEDIA Cl DEGA SEYAWA PURI / ASIL KODESASI FORMAMIDA Luluk Andriani*, Dra. armami, MS. 1, Drs. Agus Wahyudi, MS. 1,2 Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh opember ABSTRAK Pada penelitian ini telah dipelajari mengenai inhibisi senyawa purin yang disintesis dari formamida pada baja SS 304 dalam media Cl dengan metode gravimetrik dan polarisasi potensiodinamik. Efisiensi inhibisi dari kedua metode menunjukkan hasil yang sama, yaitu akan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi inhibitor dan akan menurun dengan meningkatnya konsentrasi Cl. Inhibitor tersebut mampu menurunkan laju korosi baja SS 304 yang memiliki kandungan Cr sebesar 18% dari 4,42 mm/thn menjadi 3,04 mm/thn pada media Cl 1 M dan 2,73 mm/thn menjadi 1,79 mm/thn pada media Cl 0,5 M dengan efisiensi inhibisi terbesar pada range ppm diperoleh pada konsentrasi inhibitor 1500 ppm mencapai 77,13% dalam media Cl 1 M dan 78,87% dalam media Cl 0,5 M. asil yang diperoleh menunjukkan bahwa senyawa purin dapat berperan sebagai inhibitor korosi untuk baja SS 304 dalam media Cl. Kata kunci: Inhibisi korosi, baja 304, senyawa purin, kemisorpsi. 1. Pendahuluan Baja merupakan salah satu jenis logam paduan yang banyak digunakan dalam perindustrian saat ini. Salah satu jenis baja yang digunakan adalah baja tahan karat (Stainless Steel) 304 atau yang sering dikenal dengan SS 304. Baja SS 304 atau baja nirkarat 304 adalah salah satu jenis baja nirkarat yang ekonomis dengan kandungan logam krom 20%. Keberadaan krom ini yang membuat baja SS 304 menjadi tahan karat karena terbentuknya lapisan oksida di permukaannya (Thretwey, 1991). Beberapa proses yang terdapat pada perindustrian, antara lain proses pencucian dengan asam; baik pickling, cleaning, descaling, maupun pengasaman minyak. Keseluruhan proses ini berlangsung dalam media asam dimana melibatkan penggunaan asam-asam mineral, seperti asam klorida dan asam sulfat (F. Bentiss et al, 2000). Walaupun baja memiliki beberapa kelebihan, yaitu relatif kuat, keras, mengkilap, mudah dibersihkan, dan tahan terhadap kondisi dingin maupun panas (Jones, 1996), tapi asam-asam mineral dengan kereaktifan yang cukup tinggi dapat menyebabkan terjadinya korosi pada baja tersebut (Scendo, 2007a). Oleh karena itu, dibutuhkan suatu pencegahan dan salah satunya adalah dengan menggunakan inhibitor. Inhibitor adalah suatu zat kimia yang dapat menghambat atau memperlambat suatu reaksi kimia. Inhibitor dalam ruang lingkup korosi diartikan sebagai suatu zat kimia yang bila ditambahkan kedalam suatu lingkungan yang agresif, dapat menurunkan laju penyerangan * Corresponding author Phone : p3arl_lucc@chem.its.ac.id 1,2 Alamat sekarang : Jur Kimia, Fak. MIPA,Institut Teknologi 10 opember, Surabaya. lingkungan agresif tersebut terhadap suatu logam (Surya, 2004). Inhibitor dibedakan menjadi dua macam, inhibitor organik dan anorganik. Inhibitor akan membentuk lapisan yang seragam (film), seperti pelapisan (coating), yang berperan sebagai pembatas antara logam dan lingkungannya. Lapisan tersebut dapat mengubah reaktivitas elektrokimia permukaan untuk mereduksi laju korosi (Jones, 1996). Inhibitor berfungsi untuk menurunkan laju korosi dengan cara meningkatkan atau menurunkan reaksi katodik dan/atau anodik, menurunkan laju difusi untuk reaktan pada permukaan logam, dan menurunkan tahanan elektrik permukaan logam (Raja et al, 2007). Inhibitor mempunyai peran penting dalam strategi pengontrolan korosi dan beberapa diantaranya efektif untuk lebih dari satu jenis campuran logam. Kinerja inhibitor dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti p, suhu, dan kondisi lainnya yang bersifat khas untuk masing-masing inhibitor. Salah satu jenis inhibitor yang digunakan adalah inhibitor organik yang merupakan senyawa organik dengan atom nitrogen, oksigen, dan/atau sulfur, senyawa heterosiklik dan elektron pi (Ahamad et al, 2010). Inhibitor tersebut diantaranya adalah benzotriazole (Y. C. Wu, 1993), triazole, imidazole, thiazole (D. Kuron, 1981), indol dan turunannya (Scendo, 2003). Senyawa heterosiklik yang terdiri dari gugus mercapto juga telah dikembangkan seperti 2- mercapto-benzothiazole (Ohsawa, 1978), 2,4- dimercapto-pyrimidine (G. W. Walter, 1986), 2- amino-5-mercapto-thiadiazole, 2-mercaptothiazoline dan potassium ethyl xanthate (Scendo, 2005). Senyawa organik tersebut disarankan sebagai inhibitor karena keefektifannya berdasarkan pada aksi pengkelat dan pembentukan batas/lapisan difusi fisik yang tidak larut pada permukaan elektroda, pencegahan reaksi logam dan

2 pelarutan (Scendo, 2007a). Contoh lain yang telah ditemukan sebagai inhibitor korosi pada baja adalah asam cafeat (F.S. de souza, 2009) dan beberapa basa Mannich, seperti piperidinilmetilindolin-2-on (PMI) yang dilakukan dalam media Cl (Ahamad et al, 2010). Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya untuk pemilihan inhibitor yang tepat diperlukan informasi mekanis pada korosi dan proses inhibisi. Inhibisi tersebut dikarenakan oleh adanya interaksi antara senyawa organik dengan logam (Da-quan et.al, 2004). Interaksi tersebut dapat terjadi melalui beberapa cara, yakni (1)interaksi elektrostatik antara molekul dan logam, (2)interaksi pasangan elektron yang tak digunakan dalam molekul dengan logam, (3)interaksi elektron pi dengan logam dan/atau kombinasi dari tipe 1-3 (Ahamad et.al, 2010). Sifat non-toksik merupakan salah satu hal yang diutamakan pada pengujian dan penerapan senyawa organik sebagai inhibitor dalam industri. Oleh karena itu, dalam dua dekade terakhir penelitian yang dilakukan lebih condong ke arah pengembangan inhibitor korosi yang ramah lingkungan. Termasuk ke dalamnya adalah asam amino dan turunannya (G. Moretti, 2002) seperti sistein (J. B. Matos, 2004), momosa, tannin atau isatin yang telah diuji pada beberapa logam, seperti i (A. Aksut, 1996), Co, dan Cu (G. Quartaron, 2003) dalam media 2 SO 4 atau Cl. Purin merupakan salah satu asam amino yang tidak beracun dan biodegradable karena sifatnya yang ramah lingkungan (green and friendly inhibitors). Berdasarkan pnya, purin dapat berada dalam larutan sebagai spesi kationik terprotonasi, molekul netral, atau spesi anionik terdisosiasi. I + I + I - (1) Dimana I adalah purin (Scendo, 2007a). Beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai aksi inhibisi senyawa purin ini, misalnya pada tembaga dan baja lunak baik dalam larutan sulfat maupun dalam larutan asam klorida. asil yang didapatkan menunjukkan bahwa senyawa purin dapat digunakan sebagai inhibitor korosi pada kedua logam tersebut. Aksi inhibisi purin dan adenin meningkat dengan naiknya konsentrasi inhibitor dengan efisiensi inhibisi purin rata-rata lebih besar dari 70% sementara adenin mencapai 90% (Scendo, 2007a). Dalam penelitian ini dikaji penggunaan senyawa purin yang disintesis dari formamida sebagai inhibitor korosi pada baja SS 304 dalam media Cl. 2. Metodologi 2.1 Sintesis Senyawa Purin Pada penelitian ini digunakan metode refluks dan destilasi (Yamada, 1972). Prosedurnya yang dilakukan adalah larutan formamida sebanyak 250 ml direfluks selama 28 jam pada suhu o C dalam oil bath. Larutan kemudian didistilasi vakum untuk memisahkan sisa formamida. Residu kemudian diuji kualitatif dengan menggunakan CuSO 4 dan dikarakterisasi dengan FTIR. 2.2 Pembuatan Spesimen Baja SS 304 Lempeng Baja SS 304 dipotong dengan dimensi 3x3x0,1 cm 3 untuk digunakan pada metode pengurangan berat, sedangkan untuk polarisasi baja yang digunakan berbentuk silinder dengan diameter 1,4 cm dan tebal 0,1 cm. Permukaan baja terlebih dahulu digosok dengan kertas ampelas berturutturut dengan grade 500 dan Kemudian dicuci dengan aseton, aquabidest dan dikeringkan. 2.3 Pembuatan Media Korosi Larutan Cl 1 M Larutan Cl 1 M dibuat dari pengenceran larutan Cl pekat (37%) kemudian distandarisasi dengan larutan ao yang telah distandarisasi dengan larutan asam oksalat. Larutan Cl 0,5 M dibuat dengan pengenceran dari larutan Cl 1 M Larutan Cl 1M dengan Kandungan Senyawa Purin 1500 ppm 1,5021 gr senyawa purin dimasukkan dalam labu ukur 1L dan ditambahkan Cl 1 M sampai tanda batas. Media korosi dengan variasi konsentrasi senyawa purin 1200 ppm, 900 ppm, 600 ppm, dan 300 ppm dapat dibuat dari media korosi Cl 1 M dengan konsentrasi senyawa purin 1500 ppm menggunakan prinsip pengenceran. Media korosi dengan konsentrasi senyawa purin yang sama dalam larutan Cl 0,5 M dibuat dengan perlakuan yang sama menggunakan larutan Cl 0,5 M. 2.4 Metode Pengurangan Berat Baja SS 304 yang telah dipersiapkan, seperti pada 2.2, ditimbang kemudian direndam menggunakan media dan selama 3 jam pada suhu kamar. Setelah proses perendaman, baja dicuci dengan aquabidest dan aseton secara berturut-turut lalu dikeringkan dan ditimbang berat akhirnya. Perlakuan ini dilakukan truplo. Efisiensi inhibisi dihitung dengan menggunakan persamaan: IE = W W i 100% (2) W dimana W pengurangan berat baja tanpa senyawa purin, dan Wi adalah pengurangan berat baja dengan senyawa purin. Pengukuran fraksi dari permukaan baja yang dilapisi oleh molekul adsorban (θ), maka θ dihitung dengan persamaan: θ = IE (3) Metode Polarisasi Potensiodinamik Metode ini dilakukan dengan Potensiostat type PGS 201 T dengan 3 elektroda. Elektroda acuan adalah tipe calomel (SCE), elektroda bantu

3 berupa platina dan elektroda kerja adalah spesimen baja berbentuk silinder, seperti pada 2.2. Metode polarisasi dilakukan pada suhu kamar. Efisiensi inhibisi (IE) dihitung menggunakan Persamaaan : %IE = Io-Ii 100 % (4) Io dimana I o merupakan densitas arus korosi pada media korosi tanpa inhibitor dan I i pada media korosi dengan inhibitor. 2.6 Metode Analisis FTIR Analisis FTIR Senyawa Purin Larutan inhibitor diteteskan di atas pelet KBr, diratakan, dan kemudian ditutup dengan pelet KBr. Sampel kemudian dikarakterisasi dengan FTIR dan dianalisa spektra yang dihasilkan Analisis FTIR Senyawa Purin pada Permukaan Baja Spesimen baja yang telah direndam dalam media korosi Cl 1 M dengan konsentrasi inhibitor 1500 ppm dikerok dan dicampur dengan bubuk KBr kemudian dijadikan pelet dan dikarakterisasi dengan FTIR. 3. asil dan Diskusi Pada penelitian ini dibahas mengenai inhibisi korosi senyawa purin pada baja SS 304. Inhibisi ini diketahui dari eksperimen yang dilakukan melalui dua metode, yaitu metode polarisasi potensiodinamik dan metode pengurangan berat. Kedua metode ini dilakukan pada spesimen yang telah disiapkan (2.2) dengan media Cl, tanpa maupun dengan inhibitor senyawa purin. asil yang didapatkan adalah efisiensi inhibisi (%EI) dari tiap variabel yang telah dilakukan. ilai dari efisiensi inhibisi akan menunjukkan apakah senyawa tersebut dapat digunakan sebagai inhibitor dan aplikatif di masyarakat. 3.1 Sintesis Senyawa Purin Sintesis senyawa purin dilakukan seperti pada prosedur 2.1, kondisi ini akan menghasilkan purin 20,5% (Yamada, 1972) dan 3,41% untuk tiap gram formamida (Saladino, 2001). Setelah 28 jam, warna larutan akan menjadi coklat kehitaman yang mengindikasikan terbentuknya senyawa purin (purin dan turunannya) yang masih bercampur dengan formamida. Sisa formamida yang tidak bereaksi dipisahkan dengan distilasi vakum. Formamida akan terpisah sebagai distilat jernih tak berwarna karena formamida memiliki titik didih sebesar 210 o C, lebih rendah dari senyawa purin. Residu kemudian disaring untuk memisahkan koloid yang terbentuk. Filtrat (senyawa purin) yang diperoleh sebanyak 48,8604 gr. Filtrat diuji dengan CuSO 4 dan akan membentuk endapan putih yang menunjukkan bahwa terdapat senyawa purin dalam filtrate (Smith, 1917). Formamida akan terdekomposisi menjadi amoniak dan karbon monoksida karena adanya pemanasan pada suhu 180 o C dan pada pemanasan yang lebih kuat dapat terdekomposisi menjadi C. al ini dapat ditunjukkan ketika proses kondensasi berlangsung dapat tercium bau amoniak yang cukup menyengat. Reaksi pembentukan senyawa purin dari proses kondensasi formamida ini belum diketahui secara pasti. Beberapa jurnal hanya menyebutkan bahwa proses ini menghasilkan beberapa senyawa, yakni purin dan turunannya seperti telah dijelaskan pada gambar 3.1. al ini diketahui dari hasil karakterisasi yang dilakukan pada penelitian tersebut. Pada literatur lain disebutkan bahwa senyawa purin terbentuk karena adanya proses tautomerisasi atau pembentukan makromolekul dari C, dimana C berasal dari dekomposisi formamida (Kikuchi, 2000). Filtrat yang didapat kemudian dikarakterisasi menggunakan FTIR. Spektra IR didapatkan seperti pada gambar 3.2. O o C O 3 Gambar 3.1 Reaksi kondensasi formamida. 1: formamida, 2: purin, 3: adenin, 4: sitosin, 5: 4(3)- pirimidinon. %T cm -1 Gambar 3.2 Spektra IR senyawa purin Beberapa puncak pada gambar 3.2 yang menunjukkan gugus-gugus yang terdapat pada senyawa purin hasil sintesis, antara lain: 1052,4 menunjukkan stretching C-; 1389,6 dan 1311,9 cm -1 menunjukkan vibrasi -heteroaromatik cincin purin; 1691 cm -1 menunjukkan gugus karbonil (C=O); dan 3349,9 cm -1 menunjukkan gugus -. Akan tetapi, karena senyawa yang dianalisa bukan purin murni, melainkan senyawa purin (purin dan 5 2 O

4 turunannya), maka spektra yang didapatkan memiliki intensitas yang sedikit berbeda dan mengalami pergeseran bilangan gelombang (ʋ). 3.2 Metode Pengurangan Berat Metode pengurangan berat ini dilakukan dengan merendam baja SS 304 dalam larutan Cl dengan dan tanpa inhibitor selama 3 jam. Gambar 3.3 menunjukkan bahwa efisiensi inhibisi meningkat dengan naiknya konsentrasi inhibitor dan akan turun dengan naiknya konsentrasi Cl. Efisiensi inhibisi berbanding lurus dengan pelingkupan permukaan seperti ditunjukkan pada tabel 3.1. Semakin besar konsentrasi inhibitor yang ditambahkan, maka semakin besar derajat pelingkupan permukaannya. al ini dikarenakan semakin besar konsentrasi inhibitor, semakin banyak molekul yang ada dalam larutan dan semakin banyak pula molekul yang terserap pada permukaan logam sehingga menutupi sisi aktif permukaan logam dan interaksi permukaan logam dengan media semakin kecil. Tabel 3.1 Pengurangan berat baja SS 304 dalam larutan Cl tanpa dan dengan inhibitor. Media Cl 1 M %EI Cl 0,5M Senyawa Purin (ppm) W (mg) %EI θ 0 17,93 ± 0, ,83 ± 0,12 39,59 0, ,63 ± 0,15 51,89 0, ,43 ± 0,06 58,55 0, ,33 ± ,26 0, ,1 ± 0,1 77,14 0, ± ,4 ± 0 43,1 0, ,0 ± 0 48,28 0, ,7 ± 0 65,09 0, ,2 ± 0 71,55 0, ,63 ± 0 78,88 0, [inhibitor] (ppm) 1500 Cl 1 M Cl 0,5 M Gambar 3.3 Grafik hubungan konsentrasi inhibitor dengan efisiensi inhibisi dari metode pengurangan berat. 3.3 Metode Polarisasi Potensiodinamik Metode ini dilakukan untuk mengetahui nilai berbagai parameter korosi (arus korosi, potensial korosi, konstanta Tafel katodik dan anodik). Data yang didapatkan dari polarisasi tersebut dapat dilihat pada tabel 3.2 dan gambar 3.5 yang menunjukkan bahwa terjadi perubahan nilai β c dan β a pada kedua media Cl untuk tiap konsentrasi inhibitor walaupun perubahannya tidak terlihat jelas untuk beberapa konsentrasi inhibitor. al ini menunjukkan bahwa senyawa purin berperan sebagai inhibitor tipe campuran. Perubahan nilai β c menunjukkan adanya perubahan reaksi pada katoda. Sebagian + yang terdapat dalam media digunakan untuk memprotonasi molekul senyawa purin sehingga molekul senyawa purin menjadi bermuatan positif. Sehingga jumlah + dalam media berkurang dan semakin sedikit 2 yang terbentuk dari reduksi +, dengan kata lain reaksi katodik menurun. Molekul senyawa purin yang terprotonasi ini yang kemudian akan berinteraksi dengan permukaan logam dan membentuk film. Adanya film tersebut menyebabkan reaksi anodik menjadi terhambat. ilai I kor yang semakin menurun dengan turunnya konsentrasi Cl disebabkan karena pengaruh tingkat keasaman dari media. Semakin besar konsentrasi Cl, maka semakin besar pula + yang terkandung didalamnya. Jika + semakin besar, tingkat keagresifan media juga semakin besar. Reaksi pembentukan hidrogen juga tinggi karena makin banyak + yang direduksi menjadi 2. al ini akan mempercepat reaksi katodik karena dalam keadaan ini terjadi kesetimbangan reaksi antara katoda dan anoda Pada media Cl 0,5 M tingkat keasamannya menurun. Keagresifan media juga menurun karena kadar + tidak setinggi dalam media Cl 1 M. Laju Korosi (mm/thn) [inhibitor] (ppm) Cl 1 M Cl 0,5 M Gambar 3.4 Grafik hubungan konsentrasi inhibitor dengan laju korosi dari metode polarisasi potensiodinamik Gambar 3.4 menunjukkan bahwa laju korosi (i kor ) semakin turun dengan naiknya konsentrasi inhibitor pada kedua media Cl. Konsentrasi media Cl yang semakin kecil mengakibatkan semakin kecil pula laju korosinya. Sebaliknya, efisiensi inhibisi meningkat dengan naiknya konsentrasi inhibitor dan semakin turun dengan naiknya konsentrasi Cl. Inhibitor tersebut mampu menurunkan laju korosi dari baja SS 304 yang memiliki kandungan Cr sebesar 18% dari 4,42 mm/thn menjadi 3,04 mm/thn pada media Cl 1 M dan 2,73 mm/thn menjadi 1,79 mm/thn pada media Cl 0,5 M dengan efisiensi inhibisi terbesar mencapai 34,04% pada media Cl 0,5 M dengan

5 %EI [inhibitor] (ppm) Cl 0,1 M Cl 0,5 M Gambar 3.6 Grafik hubungan konsentrasi inhibitor dengan efisiensi inhibisi dari metode polarisasi potensiodinamik. konsentrasi inhibitor 1500 ppm pada range konsentrasi inhibitor ppm. al ini jelas terlihat pada Gambar 4.5. Gambar 3.3 dan 3.6 menunjukkan bahwa metode polarisasi potensiodinamik dan metode pengurangan berat menunjukkan hasil yang sama, dimana efisiensi inhibisi meningkat dengan naiknya konsentrasi inhibitor dan akan turun dengan naiknya konsentrasi Cl Tabel 3.2 Parameter korosi baja SS 304 dalam larutan Cl tanpa dan dengan adanya inhibitor senyawa purin dengan konsentrasi yang berbeda. Media [Inhibitor] (ppm) E corr (mv) I corr (µa cm -2 ) -β c (mv dec -1 ) Β a (mv dec -1 ) Laju %EI Korosi (mm/ thn) 0-591,4 424,56 269,4 1222,2 0 4,42 Cl 1 M Cl 0,5 M ,1 393,93 259,4 984,3 7,22 4, ,4 348,57 226,4 788,2 17,90 3, ,5 311,85 212,3 630,8 26,55 3, ,3 304,19 209,5 659,6 28,35 3, ,4 292,57 206,8 586,7 31,09 3, ,2 262,1 232, , ,3 235, ,2 10,26 2, ,97 245,1 655,1 10,73 2, ,4 204,21 247,2 682,9 22,09 2, ,5 185,39 214,1 466,4 29,27 1, ,1 172, ,04 1,79 a) b) c) d) 0 ppm 300 ppm 600 ppm 900 pp 1200 ppm 1500 ppm Gambar 3.5 Grafik hubungan Log I vs E; dalam media Cl 1 M (a) 0 ppm, 300 ppm, 600 ppm, (b) 900 ppm, 1200 ppm, 1500 ppm dan Cl 0,5 M (c) 0 ppm, 300 ppm, 600 ppm, (d) 900 ppm, 1200 ppm, 1500 ppm.

6 Inhibisi ini dikarenakan oleh adanya film yang terbentuk pada permukaan logam. Inhibitor akan terserap ke permukaan logam karena adanya gaya elektrostatik antara molekul inhibitor dengan permukaan logam (M. J. Bahrami, 2010). Energi interaksi inhibitor lebih besar dibandingkan air dengan permukaan logam. Molekul air yang terserap pada permukaan logam akan tergantikan oleh molekul inhibitor yang memiliki ukuran yang lebih besar. al ini dapat dituliskan sebagai berikut: Org (sol) + x 2 O (ads) Org (ads) + x 2 O (sol) Dengan tergantikannya molekul air dengan molekul organik (senyawa purin), maka mekanisme adsorpsi dari senyawa purin terjadi. al ini menyebabkan terbentuknya lapisan pasif (film) pada permukaan logam dan film ini berfungsi sebagai batas yang mengurangi luas kontak permukaan logam dengan agresifitas larutan asam (Scendo, 2007c). Mekanisme adsorpsi senyawa purin ke permukaan logam dapat dilihat seperti pada gambar 3.7. Fe R Gambar 3.7 Mekanisme adsorpsi senyawa purin ke permukaan baja dalam media Cl. Berdasarkan pada diagram distribusi spesi purin yang dihitung menggunakan data untuk equilibrium asam-basa, purin pada p asam (<2) akan ditemui dalam bentuk kationik terprotonasi (PU + ) (Scendo, 2007c). Molekul senyawa purin yang bermuatan positif ini akan mengalami interaksi dengan permukaan logam yang bermuatan negatif. Karena perbedaan muatan ini, maka molekul senyawa purin akan terserap dengan adanya gaya van der walls. Inhibitor ini kemungkinan dapat diserap pada permukaan logam dengan kombinasi dari tipe 1-3, yaitu: (1) interaksi elektrostatik antara molekul dan logam, (2) interaksi pasangan elektron yang tak digunakan dalam molekul dengan logam, (3) interaksi elektron π dengan logam (Ahamad et.al, 2010). Seperti telah dijelaskan pada gambar 3.1 bahwa kondensasi formamida akan menghasilkan beberapa senyawa, yakni purin dan senyawa turunan purin. Senyawa-senyawa tersebut memiliki gugus dan karbonil dengan pasangan elektron bebasnya, serta ikatan π pada cincin heteroatomnya R (Scendo, 2007c). Karena dihasilkan beberapa senyawa, maka kemungkinan inhibisi dari senyawa purin ini dipengaruhi oleh adanya efek sinergisitas dari senyawa-senyawa tersebut. Efek inhibisi antar senyawa satu dengan senyawa yang lain tidak sama karena senyawa-senyawa yang terbentuk memiliki struktur yang berbeda dengan gugus yang berbeda pula walaupun secara umum adalah senyawa turunan purin. Ada senyawa yang memiliki peran besar dalam pelingkupan permukaan logam dan ada senyawa yang hanya berperan kecil saja. Akan tetapi, efek tersebut tidak diketahui secara pasti karena dalam penelitian ini tidak dibahas mengenai senyawa-senyawa apa saja yang dihasilkan dari sintesis. Efek inhibisi dari inhibitor tersebut ke permukaan logam dapat digolongkan menjadi tiga, yakni: (1) Efek pelingkupan geometri dari sisi inhibitif molekul yang terserap pada permukaan logam, (2) Efek pelingkupan sisi aktif pada permukaan logam oleh sisi inhibitif molekul, (3) Efek elektrostatik inhibitor atau produk reaksinya (Lorenz, 1985). Setelah adanya interaksi antara molekul senyawa purin dengan permukaan logam yang mengawali proses adsorpsi dari molekul tersebut, molekul kemudian akan membentuk ikatan koordinasi dengan logam (Scendo, 2008). Proses ini yang dikenal dengan kimisorpsi. al ini dapat terlihat dari spektra IR dari film senyawa purin pada permukaan baja. Gambar 3.8 menunjukkan bahwa pernyataan kimisorpsi molekul senyawa purin pada permukaan baja diperkuat dengan adanya ikatan Fe- pada 474,5 cm -1 dan Fe-O pada 3761,32 cm -1. Spektra ini memiliki kemiripan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Xianghong (2009) yang menggunakan senyawa 6- benzilaminopurin sebagai inhibitor. Perbedaan muatan antara molekul senyawa purin dengan permukaan logam akan menyebabkan interaksi terjadi lebih cepat. Molekul senyawa purin yang bermuatan positif karena terprotonasi oleh +. Pasangan elektron bebas yang paling mudah untuk berinteraksi dengan permukaan baja adalah pasangan elektron bebas pada sp2 dibandingkan dengan sp3.

7 bimbingan dan semangat yang tiada henti, temanteman C-25, mas Ian untuk semua masukannya, Pak amzah dan Pak endro untuk sarannya, dan semua pihak yang telah membantu dalam penelitian ini. Gambar 3.8 Spektra IR lapisan senyawa purin pada permukaan baja SS 304. al ini dikarenakan oleh pasangan elektron bebas pada sp2 tidak ikut terdelokalisasi dengan elektron π pada cincin heteroatom sehingga pasangan elektron bebas ini yang akan membentuk ikatan koordinasi dengan logam. Sedangkan pasangan elektron bebas pada sp3 ikut terdelokalisasi dengan elektron π karena strukturnya yang planar dengan halangan sterik yang lebih besar. Ikatan Fe-O terjadi antara molekul senyawa purin yang mempunyai gugus karbonil, seperti sitosin dan 4(3)-pirimidinon. Meskipun inhibitor yang digunakan merupakan senyawa campuran, akan tetapi efisiensi inhibisi dari senyawa purin ini cukup tinggi dan dapat digolongkan sebagai inhibitor yang baik karena %EI yang mencapai 78% pada konsentrasi 1500 ppm. 4. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa senyawa purin / hasil kondensasi formamida dapat digunakan sebagai inhibitor korosi pada baja SS 304. asil yang didapatkan dari kedua metode, polarisasi potensiodinamik dan metode pengurangan berat menunjukkan hasil yang sama, yakni efisiensi inhibisi meningkat dengan naiknya konsentrasi inhibitor dan menurun dengan naiknya konsentrasi media Cl. Inhibitor tersebut mampu menurunkan laju korosi baja SS 304 yang memiliki kandungan Cr sebesar 18% dari 4,42 mm/thn menjadi 3,04 mm/thn pada media Cl 1 M dan 2,73 mm/thn menjadi 1,79 mm/thn pada media Cl 0,5 M dengan efisiensi inhibisi terbesar diperoleh pada 1500 ppm pada range konsentrasi inhibitor ppm. Pada media Cl 1 M sebesar 77,14% dan Cl 0,5 M dengan sebesar 78,88%. UCAPA TERIMA KASI Ucapan terimakasih ini disampaikan kepada Allah SWT atas semua rahmatya, Ayah dan Bunda, erry atas semua doa dan semangat yang tiada henti, Bu armami dan Pak Agus untuk DAFTAR PUSTAKA A. Aksut, S. Bilgic, (1992), The effect of amino acid on the corrosion of nickel in 2 SO 4, Corrosion Science 33: Ahamad, Istiaque, Prasad, R., Quraishi, M.A., (2010), Adsorption and inhibitive properties of some new Mannich bases of Isatin derivatives on corrosion of mild steel in acidic media, Corrosion science 4: D. Kuron,.J. Rother,. Graefen, (1981), Inhibition of aqueous and alcoholicaqueous heat-carriers, Werkst, Korros. 32: 409 Da-quan, Z., Gao, Li-xin, Zhou, G., (2004), Inhibition of copper corrosion in aerated hydrochloric acid solution by heterocyclic compounds containing a mercapto group, Corrosion Science 46: F. Bentiss, M. Traisnel, M. Lagrenee, (2000), The substituted 1,3,4-oxadiazoles: a new class of corrosion inhibitors of mild steel in acidic media, Corrosion science 42: F. S. de Souza, A. Spinelli, (2009), Caffeic acid as a green corrosion inhibitor for mild steel, Corrosion science 51: G. Moretti, F. Guidi, (2002), Tryptophan as copper corrosion inhibitor in 0.5 M aerated sulfuric acid, Corrosion Science 44: G. Quartarone, T. Bellomi, A. Zingales, (2003), Inhibition of copper corrosion by isatin in aerated 0.5 M 2 SO 4, Corrosion Science 45: 715 G. W. Walter, (1986), A Review of Impedance Plot Methods Used for Corrosion Performance Analysis of Painted Metals, Corrosion Science 26: J. B. Matos, L.P. Pereira, S.M.L. Agostinho, O.E. Barcia, G.G.O. Cordeiro, E. D Elia, (2004), Effect of cysteine on the anodic dissolution of copper in sulfuric acid medium, J. Electroanalytical Chemistry 570: Jones, Denny A., (1996), Principle and Prevention of Corrosion, Second edition M.J. Bahrami, S.M.A. osseini, P. Pilvar, (2010), Experimental and theoretical investigation of organic compounds as inhibitors for mild steel corrosion in sulfuric acid medium, Corrosion Science 52: Ohsawa, M., Suetaka, W., (1979), Spectroelectrochemical studies of the

8 corrosion inhibition of copper by mercaptobenzothiazole, Corrosion Science 19: Raja, P.B., Gopalakrishnan, S., (2007), atural products as corrosion inhibitor for metals in corrosive media A review, 62, Scendo, M., D. Poddebniak, J. Malyszko, (2003), 287Indole and 5-chloroindole as inhibitors of anodic dissolution and cathodic deposition of copper in acidic chloride solutions, Electrochemistry 33: 287 Scendo, M., (2007a), Inhibitive action of the purine and adenin for copper corrosion in sulphate solution, Corrosion Science 49: Scendo, M., (2005), Corrosion inhibition of copper bu potassium ethyl xanthate in acidic chloride solutions, Corrosion Science 47: Scendo, M., (2007c), The effect of purine on the corrosion of copper in chloride solution, Corrosion Science 49: Scendo, M., (2008), Inhibition of copper corrosion in sodium nitrate solutions with nontoxic inhibitors, Corrosion Science 50: Surya, Indra, D., (2004), Kimia Dari Inhibitor Korosi, USUD, Sumatra Utara Thretwey, Kenneth R dan John Camberlein, (1991), Korosi untuk Mahasiswa Sains dan Rekayasa Gramedia Pustaka Utama, Jakarta W. J. Lorenz, F. Mansfeld, (1986), Interface and Interphase Corrosion Inhibition, Electrochimica Acta 31: Xianghong, Li, Deng, Shuduan, ui Fu, Li, Taohong, (2009), Adsorption and inhibition effect of 6-benzylaminopurine on cold rolled steel in 1.0M Cl, Electrochemica Acta 54: Y.C. Wu, P. Zhang,.W. Pickering, D.L. Allara, (1993), Effect of KI on Improving Copper Corrosion Inhibition Efficiency of Benzotriazole in Sulfuric Acid Electrolytes, J. Electrochem. Soc. 140: 2791

KIMIA ANALITIK (Kode : B-14)

KIMIA ANALITIK (Kode : B-14) MAKALAH PEDAMPIG KIMIA AALITIK (Kode : B-14) ISB : 978-979-1533-85-0 SEYAWA PURI YAG DISITESIS DARI FORMAMIDA SEBAGAI IHIBITOR KOROSI YAG MURAH DA RAMAH LIGKUGA PADA BAJA SS 304 DALAM MEDIA HCl Luluk Andriani.

Lebih terperinci

EFISIENSI INHIBITOR SENYAWA PURIN TERHADAP LAJU KOROSI BAJA SS 304 DALAM LARUTAN ASAM DENGAN ADANYA ION I -

EFISIENSI INHIBITOR SENYAWA PURIN TERHADAP LAJU KOROSI BAJA SS 304 DALAM LARUTAN ASAM DENGAN ADANYA ION I - Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 212 ISBN : 978-979-28-55-7 Surabaya, 25 Pebruari 212 EFISIENSI INHIBITOR SENYAWA PURIN TERHADAP LAJU KOROSI BAJA SS 34 DALAM LARUTAN ASAM DENGAN ADANYA ION I - EFFICIENCY

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ION I - TERHADAP INHIBISI KOROSI BAJA SS 304 DALAM LARUTAN HCl 1 M DENGAN SENYAWA PURIN/HASIL KONDENSASI FORMAMIDA

PENGARUH PENAMBAHAN ION I - TERHADAP INHIBISI KOROSI BAJA SS 304 DALAM LARUTAN HCl 1 M DENGAN SENYAWA PURIN/HASIL KONDENSASI FORMAMIDA PEGAU PEAMBAA IO I TEADAP IIBISI KOOSI BAJA SS 34 DALAM LAUTA Cl 1 M DEGA SEYAWA PUI/ASIL KODESASI FOMAMIDA Kartika Anoraga M.*, Dra. armami, MS 1, Drs. Agus Wahyudi, MS 2 Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

STUDI INHIBISI KOROSI BAJA 304 DALAM 2 M HCl DENGAN INHIBITOR CAMPURAN ASAM LEMAK HASIL HIDROLISA MINYAK BIJI KAPUK (Ceiba petandra)

STUDI INHIBISI KOROSI BAJA 304 DALAM 2 M HCl DENGAN INHIBITOR CAMPURAN ASAM LEMAK HASIL HIDROLISA MINYAK BIJI KAPUK (Ceiba petandra) STUDI INHIBISI KOROSI BAJA 304 DALAM 2 M HCl DENGAN INHIBITOR CAMPURAN ASAM LEMAK HASIL HIDROLISA MINYAK BIJI KAPUK (Ceiba petandra) Oleh: Sangya Fitriasih 1405.100.042 ABSTRAK Inhibisi korosi baja 304

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara Untuk mengetahui laju korosi baja karbon dalam lingkungan elektrolit jenuh udara, maka dilakukan uji korosi dengan

Lebih terperinci

KIMIA ANALITIK (Kode : B-03) PENGARUH PENAMBAHAN ION TIOSIANAT TERHADAP EFISIENSI INHIBISI KOROSI BAJA SS 304 DALAM MEDIA ASAM DENGAN INHIBITOR ISATIN

KIMIA ANALITIK (Kode : B-03) PENGARUH PENAMBAHAN ION TIOSIANAT TERHADAP EFISIENSI INHIBISI KOROSI BAJA SS 304 DALAM MEDIA ASAM DENGAN INHIBITOR ISATIN MAKALA PEDAMPIG KIMIA AALITIK (Kode : B-03) ISB : 978-979-1533-85-0 PEGARU PEAMBAA IO TIOSIAAT TERADAP EFISIESI IIBISI KOROSI BAJA SS 304 DALAM MEDIA ASAM DEGA IIBITOR ISATI armami 1,* dan Putri Desiazari

Lebih terperinci

) benzotriazol dan sistein berturut-turut adalah 18,53 dan 23,03 kj/mol. Kata kunci : Inhibitor, EIS, Benzotriazol, Sistein

) benzotriazol dan sistein berturut-turut adalah 18,53 dan 23,03 kj/mol. Kata kunci : Inhibitor, EIS, Benzotriazol, Sistein J. Pijar MIPA Vol. V o.1 Maret : 1-5 ISS 1907-1744 EFISIESI IHIBITOR PADA KOROSI Cu-37Zn Eka Junaidi Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Mataram Jln. Majapahit o. 62 Mataram Abstrak : Salah

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV. 1 Analisis Hasil Pengujian Metalografi dan Spektrometri Sampel Baja Karbon Dari hasil uji material pipa pengalir hard water (Lampiran A.1), pipa tersebut terbuat dari baja

Lebih terperinci

INHIBISI KOROSI BAJA SS 304 DALAM MEDIA H 2 SO 4 DENGAN ISATIN

INHIBISI KOROSI BAJA SS 304 DALAM MEDIA H 2 SO 4 DENGAN ISATIN Prosiding Skripsi Semester Genap 2010/2011 SK SK-091304 IIBISI KRSI BAJA SS 304 DALAM MEDIA 2 S 4 DEGA ISATI Feri urfiyanda*, armami 1, Agus Wahyudi 2 Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

LAJU KOROSI BAJA SS 304 DALAM MEDIA HCL DENGAN INHIBITOR KININA

LAJU KOROSI BAJA SS 304 DALAM MEDIA HCL DENGAN INHIBITOR KININA SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VI Pemantapan Riset Kimia dan Asesmen Dalam Pembelajaran Berbasis Pendekatan Saintifik Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP UNS Surakarta, 21 Juni

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. NaOH dalam metanol dengan waktu refluks 1 jam pada suhu 60 C, diperoleh

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. NaOH dalam metanol dengan waktu refluks 1 jam pada suhu 60 C, diperoleh 37 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sintesis Senyawa Difeniltimah(IV) oksida Hasil sintesis senyawa difeniltimah(iv) oksida [(C 6 H 5 ) 2 SnO] menggunakan senyawa awal difeniltimah(iv) diklorida [(C 6 H 5 )

Lebih terperinci

STUDI INHIBISI KOROSI BAJA SS 304 DALAM MEDIA HCl 1 M DENGAN ISATIN. Adrian Gunawan*, Harmami 1

STUDI INHIBISI KOROSI BAJA SS 304 DALAM MEDIA HCl 1 M DENGAN ISATIN. Adrian Gunawan*, Harmami 1 Prosiding Skripsi Semester Genap 2009 2010 SK - 091304 STUDI INHIBISI KOROSI BAJA SS 304 DALAM MEDIA HCl 1 M DENGAN ISATIN Adrian Gunawan*, Harmami 1 Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Surfaktan Gemini 12-2-12 Sintesis surfaktan gemini dilakukan dengan metode konvensional, yaitu dengan metode termal. Reaksi yang terjadi adalah reaksi substitusi bimolekular

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kajian mengenai korosi dan inhibisi korosi pada logam Cu-37Zn dalam larutan Ca(NO 3 ) 2 dan NaCl (komposisi larutan uji, tiruan larutan uji di lapangan) melalui penentuan laju

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SUPLEMEN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1 M HCl

PEMANFAATAN SUPLEMEN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1 M HCl PEMANFAATAN SUPLEMEN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1 M HCl Abdur Rozak 2709100004 Dosen Pembimbing : Budi Agung Kurniawan ST, M.sc. Latar Belakang

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Pengertian Korosi Korosi berasal dari bahasa Latin corrous yang berarti menggerogoti. Korosi didefinisikan sebagai berkurangnya kualitas suatu material (biasanya berupa logam

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir. Saudah Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA

Laporan Tugas Akhir. Saudah Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA Laporan Tugas Akhir PENGARUH KONSENTRASI INHIBITOR ORGANIK SARANG SEMUT TERHADAP LAJU KOROSI BAJA KARBON API 5L GRADE B DI LINGKUNGAN HCL 0.5M DAN H 2 SO 4 Saudah 2710100113 Dosen Pembimbing Prof. Dr.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Laju Korosi Baja Karbon Pengujian analisis dilakukan untuk mengetahui prilaku korosi dan laju korosi baja karbon dalam suatu larutan. Pengujian ini dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis dan Karakterisasi Karboksimetil Kitosan Spektrum FT-IR kitosan yang digunakan untuk mensintesis karboksimetil kitosan (KMK) dapat dilihat pada Gambar 8 dan terlihat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan sejak bulan Februari hingga Agustus 2015. Ekstraksi hemin dan konversinya menjadi protoporfirin dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan.

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

PENGHAMBATAN KOROSI BAJA BETON DALAM LARUTAN GARAM DAN ASAM DENGAN MENGGUNAKAN CAMPURAN SENYAWA BUTILAMINA DAN OKTILAMINA

PENGHAMBATAN KOROSI BAJA BETON DALAM LARUTAN GARAM DAN ASAM DENGAN MENGGUNAKAN CAMPURAN SENYAWA BUTILAMINA DAN OKTILAMINA Nama : M.Isa Ansyori Fajri NIM : 03121003003 Shift : Selasa Pagi Kelompok : 3 PENGHAMBATAN KOROSI BAJA BETON DALAM LARUTAN GARAM DAN ASAM DENGAN MENGGUNAKAN CAMPURAN SENYAWA BUTILAMINA DAN OKTILAMINA Korosi

Lebih terperinci

PEMANFAATAN OBAT SAKIT KEPALA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3,5% NaCl DAN 0,1M HCl

PEMANFAATAN OBAT SAKIT KEPALA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3,5% NaCl DAN 0,1M HCl PEMANFAATAN OBAT SAKIT KEPALA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3,5% NaCl DAN 0,1M HCl Pandhit Adiguna Perdana 2709100053 Dosen Pembimbing : Budi Agung Kurniawan, S.T.,M.Sc.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 29 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama bulan februari sampai Agustus 2015 di Laboratorium Kimia Material dan Hayati FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia,

Lebih terperinci

Pembimbing: Dr. Ing. Cynthia L. Radiman Dr. Hj. Sadijah Achmad, DEA Dr. H. Bunbun Bundjali. Yayan Sunarya

Pembimbing: Dr. Ing. Cynthia L. Radiman Dr. Hj. Sadijah Achmad, DEA Dr. H. Bunbun Bundjali. Yayan Sunarya Pembimbing: Dr. Ing. Cynthia L. Radiman Dr. Hj. Sadijah Achmad, DEA Dr. H. Bunbun Bundjali Yayan Sunarya 30503005 1. Latar belakang Campuran minyak mentah: o Asam-asam organik o Garam-garam anorganik o

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 sampai Januari 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 sampai Januari 2013 di 27 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 sampai Januari 2013 di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hidupnya. Salah satu contoh diantaranya penggunaan pelat baja lunak yang biasa

I. PENDAHULUAN. hidupnya. Salah satu contoh diantaranya penggunaan pelat baja lunak yang biasa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia telah banyak memanfaatkan logam untuk berbagai keperluan di dalam hidupnya. Salah satu contoh diantaranya penggunaan pelat baja lunak yang biasa digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Korosi dapat didefinisikan sebagai penurunan mutu suatu logam akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungannya, yang melibatkan pergerakan ion logam ke dalam larutan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Korosi adalah suatu proses perusakan logam, dimana logam akan mengalami penurunan mutu (degradation) karena bereaksi dengan lingkungan baik itu secara kimia atau elektrokimia

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TIOUREA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI BAJA KARBON NIKKO STEEL DALAM LARUTAN ASAM KLORIDA PADA SUHU 30 o C

PENGGUNAAN TIOUREA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI BAJA KARBON NIKKO STEEL DALAM LARUTAN ASAM KLORIDA PADA SUHU 30 o C PENGGUNAAN TIOUREA SEBAGAI (Fitri Khoiriatun )1 PENGGUNAAN TIOUREA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI BAJA KARBON NIKKO STEEL DALAM LARUTAN ASAM KLORIDA PADA SUHU 30 o C APPLICATION OF THIOUREA AS CORROSION INHIBITOR

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. korosi pada baja karbon dalam media NaCl jenuh CO 2 dan dalam media NaCl

BAB III METODELOGI PENELITIAN. korosi pada baja karbon dalam media NaCl jenuh CO 2 dan dalam media NaCl 25 BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi tanin sebagai inhibitor korosi pada baja karbon dalam media NaCl jenuh CO 2 dan dalam media NaCl

Lebih terperinci

Penghambatan Korosi Baja Beton dalam Larutan Garam dan Asam dengan Menggunakan Campuran Senyawa Butilamina dan Oktilamina

Penghambatan Korosi Baja Beton dalam Larutan Garam dan Asam dengan Menggunakan Campuran Senyawa Butilamina dan Oktilamina Jurnal Gradien Vol.3 No.1 Januari 2007 : 231-236 Penghambatan Korosi Baja Beton dalam Larutan Garam dan Asam dengan Menggunakan Campuran Senyawa Butilamina dan Oktilamina Samsul Bahri Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Sintesis Cairan Ionik Turunan Imidazolin. Dalam penelitian ini, cairan ionik turunan imidazolin yang digunakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Sintesis Cairan Ionik Turunan Imidazolin. Dalam penelitian ini, cairan ionik turunan imidazolin yang digunakan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis Cairan Ionik Turunan Imidazolin Dalam penelitian ini, cairan ionik turunan imidazolin yang digunakan sebagai inhibitor korosi baja karbon pada kondisi pertambangan

Lebih terperinci

Pengendalian Laju Korosi pada Baja API 5L Grade B N Menggunakan Ekstrak Daun Gambir (Uncaria gambir Roxb)

Pengendalian Laju Korosi pada Baja API 5L Grade B N Menggunakan Ekstrak Daun Gambir (Uncaria gambir Roxb) 172 Pengendalian Laju Korosi pada Baja API 5L Grade B N Menggunakan Ekstrak Daun Gambir (Uncaria gambir Roxb) Eri Aidio Murti 1 *, Sri Handani 1, Yuli Yetri 2 1 Jurusan Fisika Universitas Andalas 2 Politeknik

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Bahan dan Peralatan 3.1.1 Bahan-bahan yang Digunakan Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah metanol, NaBH 4, iod, tetrahidrofuran (THF), KOH, metilen klorida,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Korosi adalah suatu degredasi atau penurunan mutu logam akibat reaksi kimia suatu logam dengan lingkungannya (Priest, 1992). Dampak korosi yang ditimbulkan sangat

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Korosi dapat didefinisikan sebagai penurunan mutu suatu logam akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungannya, yang melibatkan pergerakan ion logam ke dalam larutan

Lebih terperinci

Jurnal Reaksi Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 3 No.5, Juni 2005 ISSN X

Jurnal Reaksi Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 3 No.5, Juni 2005 ISSN X 5 Jurnal Reaksi Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 3 No.5, Juni 2005 ISSN 1693-2X Irwan, Pemanfaatan Ekstrak Daun Tanjung Sebagai Inhibitor Korosi Baja Karbon Dalam Lingkungan Garam

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. Secara umum, proses penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama

BAB III METODA PENELITIAN. Secara umum, proses penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama BAB III METODA PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Secara umum, proses penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama adalah mengekstrak polipeptida dari ampas kecap melalui cara pengendapan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cooling tower system merupakan sarana sirkulasi air pendingin yang

BAB I PENDAHULUAN. Cooling tower system merupakan sarana sirkulasi air pendingin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cooling tower system merupakan sarana sirkulasi air pendingin yang sangat berperan dalam berbagai industri. Air pendingin dalam cooling tower system didistribusikan

Lebih terperinci

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN BAB II : MEKANISME KOROSI dan MICHAELIS MENTEN 4 BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN Di alam bebas, kebanyakan logam ditemukan dalam keadaan tergabung secara kimia dan disebut bijih. Oleh karena keberadaan

Lebih terperinci

PENGARUH PENGERJAAN DINGIN TERHADAP KETAHANAN KOROSI AISI 1020 HASIL ELEKTROPLATING Zn DI MEDIA NaCl. Oleh : Shinta Risma Ingriany ( )

PENGARUH PENGERJAAN DINGIN TERHADAP KETAHANAN KOROSI AISI 1020 HASIL ELEKTROPLATING Zn DI MEDIA NaCl. Oleh : Shinta Risma Ingriany ( ) SIDANG TUGAS AKHIR PENGARUH PENGERJAAN DINGIN TERHADAP KETAHANAN KOROSI AISI 1020 HASIL ELEKTROPLATING Zn DI MEDIA NaCl Oleh : Shinta Risma Ingriany (2706100025) Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Sulistijono,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya.

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya. Salah satu bahan tambang yang banyak fungsinya yaitu batu bara, misalnya untuk produksi besi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Secara umum, penelitian yang dilakukan adalah pengujian laju korosi dari

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Secara umum, penelitian yang dilakukan adalah pengujian laju korosi dari BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Disain Penelitian Secara umum, penelitian yang dilakukan adalah pengujian laju korosi dari senyawa tanin sebagai produk dari ekstraksi kulit kayu akasia (Acacia mangium)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Korosi dapat didefinisikan sebagai penurunan mutu suatu logam akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungannya, yang melibatkan pergerakan ion logam ke dalam larutan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN INHIBITOR EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS TERHADAP PENURUNAN LAJU KOROSI BAJA ST-37

PENGARUH PENAMBAHAN INHIBITOR EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS TERHADAP PENURUNAN LAJU KOROSI BAJA ST-37 PENGARUH PENAMBAHAN INHIBITOR EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS TERHADAP PENURUNAN LAJU KOROSI BAJA ST-37 Lusiana Br Turnip, Sri Handani, Sri Mulyadi Jurusan Fisika, Fakultas MIPA Universitas Andalas, Padang

Lebih terperinci

PENGGUNAAN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA LINGKUNGAN ASAM. Irvan Kaisar Renaldi 1

PENGGUNAAN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA LINGKUNGAN ASAM. Irvan Kaisar Renaldi 1 PENGGUNAAN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA LINGKUNGAN ASAM Irvan Kaisar Renaldi 1 1 Departemen Teknik Material, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara umum, metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi aspek

BAB III METODE PENELITIAN. Secara umum, metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi aspek BAB III METDE PEELITIA 3.1 Desain Penelitian Secara umum, metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi aspek sintesis imidazolin, metilasi imidazolin menjadi imidazolinium (sebagai zat inhibitor),

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Uji Korosi Dari pengujian yang telah dilakukan maka diperoleh hasil berupa data hasil perhitungan weight loss, laju korosi dan efisiensi inhibitor dalam Tabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Korosi merupakan fenomena kimia yang dapat menurunkan kualitas suatu

BAB I PENDAHULUAN. Korosi merupakan fenomena kimia yang dapat menurunkan kualitas suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Korosi merupakan fenomena kimia yang dapat menurunkan kualitas suatu bahan akibat berinteraksi dengan lingkungan yang bersifat korosif. Proses korosi adalah

Lebih terperinci

DEA JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FTI-ITS

DEA JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FTI-ITS SIDANG LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH AGITASI DAN PENAMBAHAN KONSENTRASI INHIBITOR SARANG SEMUT (MYRMECODIA PENDANS) TERHADAP LAJU KOROSI BAJA API 5L GRADE B DI MEDIA LARUTAN 1M HCl Disusun oleh : Dinar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. diekstrak dari limbah pabrik tekstil sebagai inihibitor korosi dalam media yang

BAB III METODE PENELITIAN. diekstrak dari limbah pabrik tekstil sebagai inihibitor korosi dalam media yang 43 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Disain Penelitian Garis besar penelitian ini adalah pengujian potensi senyawa azo yang diekstrak dari limbah pabrik tekstil sebagai inihibitor korosi dalam media yang sesuai

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5 BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini, hasil pengolahan data untuk analisis jaringan pipa bawah laut yang terkena korosi internal akan dibahas lebih lanjut. Pengaruh operasional pipa terhadap laju korosi dari

Lebih terperinci

ANALISA PERBANDINGAN LAJU KOROSI MATERIAL STAINLESS STEEL SS 316 DENGAN CARBON STEEL A 516 TERHADAP PENGARUH AMONIAK

ANALISA PERBANDINGAN LAJU KOROSI MATERIAL STAINLESS STEEL SS 316 DENGAN CARBON STEEL A 516 TERHADAP PENGARUH AMONIAK ANALISA PERBANDINGAN LAJU KOROSI MATERIAL STAINLESS STEEL SS 316 DENGAN CARBON STEEL A 516 TERHADAP PENGARUH AMONIAK * Ir. Soewefy, M.Eng, ** Indra Prasetyawan * Staff Pengajar Jurusan Teknik Perkapalan

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Pengukuran laju korosi logam tembaga dilakukan dengan menggunakan tiga metode pengukuran dalam larutan aqua regia pada ph yaitu 1,79; 2,89; 4,72 dan 6,80. Pengukuran pada berbagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. IV.1 Media uji dan kondisi pertambangan minyak bumi. Media yang digunakan pada pengukuran laju korosi baja karbon dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. IV.1 Media uji dan kondisi pertambangan minyak bumi. Media yang digunakan pada pengukuran laju korosi baja karbon dan 36 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Media uji dan kondisi pertambangan minyak bumi Media yang digunakan pada pengukuran laju korosi baja karbon dan potensial inhibisi dari senyawa metenamina adalah larutan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia, Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia, Jurusan Pendidikan 28 BAB III METODE PENELITIAN III. 1 Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia, Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI 39 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 PENDAHULUAN Hasil eksperimen akan ditampilkan pada bab ini. Hasil eksperimen akan didiskusikan untuk mengetahui keoptimalan arang aktif tempurung kelapa lokal pada

Lebih terperinci

Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena. Oleh : Kelompok 3

Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena. Oleh : Kelompok 3 Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena Oleh : Kelompok 3 Outline Tujuan Prinsip Sifat fisik dan kimia bahan Cara kerja Hasil pengamatan Pembahasan Kesimpulan Tujuan Mensintesis Sikloheksena Menentukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk menguji potensi inhibisi produk dari kitosan yang berasal dari cangkang rajungan sebagai inhibitor korosi baja karbon dalam

Lebih terperinci

Laju Korosi Baja Dalam Larutan Asam Sulfat dan Dalam Larutan Natrium Klorida

Laju Korosi Baja Dalam Larutan Asam Sulfat dan Dalam Larutan Natrium Klorida Laju Korosi Baja Dalam Larutan Asam Sulfat dan Dalam Larutan Natrium Klorida Diah Riski Gusti, S.Si, M.Si, jurusan PMIPA FKIP Universitas Jambi Abstrak Telah dilakukan penelitian laju korosi baja dalam

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. asil dan Pembahasan 4.1 Analisis asil Sintesis Pada penelitian ini aldehida didintesis dengan metode reduksi asam karboksilat menggunakan reduktor ab 4 / 2 dalam TF. 4.1.1 Sintesis istidinal dan Fenilalaninal

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Allium sativum L., bawang putih, EIS, inhibitor korosi, polarisasi, Tafel

ABSTRAK. Kata kunci: Allium sativum L., bawang putih, EIS, inhibitor korosi, polarisasi, Tafel ABSTRAK Pada pertambangan minyak bumi, minyak mentah yang dihasilkan masih bercampur dengan garam-garam anorganik dan gas yang bersifat asam. Campuran material tersebut jika bercampur dengan air akan menjadi

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

4023 Sintesis etil siklopentanon-2-karboksilat dari dietil adipat

4023 Sintesis etil siklopentanon-2-karboksilat dari dietil adipat NP 4023 Sintesis etil siklopentanon-2-karboksilat dari dietil adipat NaEt C 10 H 18 4 Na C 2 H 6 C 8 H 12 3 (202.2) (23.0) (46.1) (156.2) Klasifikasi Tipe reaksi and penggolongan bahan Reaksi pada gugus

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas. 18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Nama Alat Merek Alat-alat Gelas Pyrex Gelas Ukur Pyrex Neraca Analitis OHaus Termometer Fisher Hot Plate

Lebih terperinci

PEMANFAATAN OBAT PARACETAMOL SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1M HCl

PEMANFAATAN OBAT PARACETAMOL SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1M HCl PEMANFAATAN OBAT PARACETAMOL SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1M HCl Saddam Husien NRP 2709100094 Dosen Pembimbing : Budi Agung Kurniawan, ST, M.Sc PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TIOUREA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI BAJA KARBON API 5L X65 DALAM LARUTAN ASAM KLORIDA PADA SUHU 45 o C ARTIKEL JURNAL

PENGGUNAAN TIOUREA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI BAJA KARBON API 5L X65 DALAM LARUTAN ASAM KLORIDA PADA SUHU 45 o C ARTIKEL JURNAL PENGGUNAAN TIOUREA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI BAJA KARBON API 5L X65 DALAM LARUTAN ASAM KLORIDA PADA SUHU 45 o C ARTIKEL JURNAL Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Baja merupakan logam yang paling banyak digunakan untuk penerapan pada konstruksi dan industri karena mudah didapat dan difabrikasikan, serta memiliki kekuatan tarik

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata korosi berasal dari bahasa latin Corrodere yang artinya perusakan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata korosi berasal dari bahasa latin Corrodere yang artinya perusakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Dasar Korosi Kata korosi berasal dari bahasa latin Corrodere yang artinya perusakan logam atau berkarat. Korosi adalah terjadinya perusakan material (khususnya logam)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi 4.1.1 Sol Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan ZrOCl 2. 8H 2 O dengan perbandingan mol 1:4:6 (Ikeda, et al. 1986) dicampurkan

Lebih terperinci

MODUL I SIFAT KOLIGATIF LARUTAN Penurunan Titik Beku Larutan

MODUL I SIFAT KOLIGATIF LARUTAN Penurunan Titik Beku Larutan MODUL I SIFAT KOLIGATIF LARUTAN Penurunan Titik Beku Larutan - Siswa mampu membuktikan penurunan titik beku larutan akibat penambahan zat terlarut. - Siswa mampu membedakan titik beku larutan elektrolit

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei hingga November 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari potensi tanaman rempah andaliman sebagai inhibitor korosi baja pada kondisi yang sesuai dengan pipa sumur minyak

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRSI CaCO 3 TERHADAP SIFAT KOROSI BAJA ST.37 DENGAN COATING PANi (HCl) CaCO 3

PENGARUH KONSENTRSI CaCO 3 TERHADAP SIFAT KOROSI BAJA ST.37 DENGAN COATING PANi (HCl) CaCO 3 Tugas Akhir PENGARUH KONSENTRSI CaCO 3 TERHADAP SIFAT KOROSI BAJA ST.37 DENGAN COATING PANi (HCl) CaCO 3 Oleh: Ahmad Hijazi 1106 100 018 Pembimbing: Drs. Suminar Pratapa, M.Sc., ph.d. JURUSAN FISIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

EKSTRAK DAUN GAMBIR SEBAGAI INHIBITOR KOROSI Oleh: Dr. Ahmad Fadli, Ir.Rozanna Sri Irianty, M.Si, Komalasari, ST., MT. Abstralc

EKSTRAK DAUN GAMBIR SEBAGAI INHIBITOR KOROSI Oleh: Dr. Ahmad Fadli, Ir.Rozanna Sri Irianty, M.Si, Komalasari, ST., MT. Abstralc EKSTRAK DAUN GAMBIR SEBAGAI INHIBITOR KOROSI Oleh: Dr. Ahmad Fadli, Ir.Rozanna Sri Irianty, M.Si, Komalasari, ST., MT Abstralc Secara awam icorosi ditcenai sebagai penglcaratan, merupakan suatu peristiwa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum tentang pemanfaatan daun matoa sebagai adsorben untuk menyerap logam Pb dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1. Preparasi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA 30 BAB 4 HASIL DAN ANALISA 4.1 Hasil Pengujian Polarisasi Potensiodinamik 4.1.1 Data Laju Korosi (Corrosion Rate) Pengujian polarisasi potensiodinamik dilakukan berdasarkan analisa tafel dan memperlihatkan

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH INHIBITOR EKSTRAK RIMPANG JAHE TERHADAP LAJU KOROSI INTERNAL PIPA BAJA ST-41 PADA AIR TANAH

ANALISA PENGARUH INHIBITOR EKSTRAK RIMPANG JAHE TERHADAP LAJU KOROSI INTERNAL PIPA BAJA ST-41 PADA AIR TANAH ANALISA PENGARUH INHIBITOR EKSTRAK RIMPANG JAHE TERHADAP LAJU KOROSI INTERNAL PIPA BAJA ST-41 PADA AIR TANAH M. Fajar Sidiq Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Mesin Universitas Pancasakti Tegal Email:

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Metode Penelitian Adapun langkah-langkah pengerjaan dalam penelitian ini adalah pertama mengambil sampel baja karbon dari pabrik tekstil yang merupakan bagian dari pipa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Karboksimetil selulosa (CMC) merupakan salah satu turunan selulosa yang disebut eter selulosa (Nevell dan Zeronian 1985). CMC dapat larut di dalam air dingin dan air panas dan menghasilkan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Voltametri

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Voltametri 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Voltametri Voltametri merupakan salah satu teknik elektroanalitik dengan prinsip dasar elektrolisis. Elektroanalisis merupakan suatu teknik yang berfokus pada hubungan antara besaran

Lebih terperinci

Elektrokimia. Tim Kimia FTP

Elektrokimia. Tim Kimia FTP Elektrokimia Tim Kimia FTP KONSEP ELEKTROKIMIA Dalam arti yang sempit elektrokimia adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam sel elektrokimia. Sel jenis ini merupakan

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI ph DAN ASAM ASETAT TERHADAP KARAKTERISTIK KOROSI CO 2 BAJA BS 970

PENGARUH VARIASI ph DAN ASAM ASETAT TERHADAP KARAKTERISTIK KOROSI CO 2 BAJA BS 970 TUGAS AKHIR MM091381 PENGARUH VARIASI ph DAN ASAM ASETAT TERHADAP KARAKTERISTIK KOROSI CO 2 BAJA BS 970 Dosen Pembimbing : Budi Agung Kurniawan, ST., M.Sc Oleh : Inti Sari Puspita Dewi (2707 100 052) Latar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTER SENYAWA KOMPLEKS Cu(II)-EDTA DAN Cu(II)- C 6 H 8 N 2 O 2 S Dian Nurvika 1, Suhartana 2, Pardoyo 3

SINTESIS DAN KARAKTER SENYAWA KOMPLEKS Cu(II)-EDTA DAN Cu(II)- C 6 H 8 N 2 O 2 S Dian Nurvika 1, Suhartana 2, Pardoyo 3 SINTESIS DAN KARAKTER SENYAWA KOMPLEKS Cu(II)-EDTA DAN Cu(II)- C 6 H 8 N 2 O 2 S Dian Nurvika 1, Suhartana 2, Pardoyo 3 1 Universitas Diponegoro/Kimia, Semarang (diannurvika_kimia08@yahoo.co.id) 2 Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui potensi senyawa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui potensi senyawa BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui potensi senyawa hasil ekstraksi dari daun lamtoro sebagai inhibitor korosi baja karbon unit heat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juli 2012 di Laboratorium Kimia Fisika

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juli 2012 di Laboratorium Kimia Fisika III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juli 2012 di Laboratorium Kimia Fisika FMIPA dan Laboratorium Biomasa Terpadu Universitas Lampung.

Lebih terperinci

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat Bab III Metodologi Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu isolasi selulosa dari serbuk gergaji kayu dan asetilasi selulosa hasil isolasi dengan variasi waktu. Kemudian selulosa hasil isolasi dan

Lebih terperinci

Gambar 4.2 Larutan magnesium klorida hasil reaksi antara bubuk hidromagnesit dengan larutan HCl

Gambar 4.2 Larutan magnesium klorida hasil reaksi antara bubuk hidromagnesit dengan larutan HCl BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesa Garam Magnesium Klorida Garam magnesium klorida dipersiapkan melalui dua bahan awal berbeda yaitu bubuk magnesium oksida (MgO) puritas tinggi dan bubuk

Lebih terperinci

PELAPISAN BAJA DENGAN SILIKA SECARA ELEKTROFORESIS UNTUK MENCEGAH KOROSI

PELAPISAN BAJA DENGAN SILIKA SECARA ELEKTROFORESIS UNTUK MENCEGAH KOROSI HASIL SKRIPSI : PELAPISAN BAJA DENGAN SILIKA SECARA ELEKTROFORESIS UNTUK MENCEGAH KOROSI Penyusun : NI MADE INTAN PUTRI SUARI (2307.100.020) ANCE LINASARI ORLINTA S.M. (2307.100.030) Laboratorium Elektrokimia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Kurva Pertumbuhan Bakteri Pertumbuhan bakteri (SRB) dalam medium B.Lewis (komposisi disajikan pada Tabel III.2 ) dengan perbandingan volume medium terhadap volume inokulum

Lebih terperinci