Bab IV Hasil dan Pembahasan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab IV Hasil dan Pembahasan"

Transkripsi

1 Bab IV Hasil dan Pembahasan Kajian mengenai korosi dan inhibisi korosi pada logam Cu-37Zn dalam larutan Ca(NO 3 ) 2 dan NaCl (komposisi larutan uji, tiruan larutan uji di lapangan) melalui penentuan laju korosi yang dilakukan secara Spektroskopi Impedansi Elektrokimia (EIS). Untuk menganalisis lapisan hasil korosi dan efektivitas inhibisi pada permukaan logam, terhadap kupon Cu-37Zn, dilakukan analisis permukaan dengan SEM. Kinerja inhibitor terhadap korosi Cu-37Zn dalam lingkungan larutan uji dibandingkan satu sama lain, dengan memperhatikan aspek konsentrasi inhibitor, muatan, gejala pembentukan misel molekul inhibitor dan isoterm adsorpsinya. IV.1 Penentuan Larutan Uji Komposisi Larutan Tiruan Paling Korosif Terhadap Runner Turbin di Lingkungan PLTA Saguling Untuk mengetahui komposisi larutan tiruan paling korosif terhadap perilaku korosi logam Cu-37Zn yang disebabkan keberadaan ion klorida (sebagai larutan NaCl) dan ion sulfida, dilakukan pengukuran impedansinya pada berbagai variasi konsentrasi ion-ion tersebut. Untuk larutan NaCl, variasi konsentrasinya dimulai dari 53 ppm sampai 98 ppm. Pada rentang variasi konsentrasi tersebut diperoleh konsentrasi paling korosif untuk larutan NaCl adalah 78 ppm (setara dengan 47,3 ppm ion klorida). Sedangkan untuk ion sulfida, variasi konsentrasinya dimulai dari 5 ppm sampai 25 ppm. Hasil yang diperoleh pada rentang variasi konsentrasi tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi ion sulfida paling korosif adalah 15 ppm. Penentuan besarnya konsentrasi paling korosif ion-ion tersebut terhadap logam Cu-37Zn dilakukan berdasarkan besarnya tahanan polarisasi (R P ) permukaan logam. Jika nilai tahanan polarisasinya (R P ) besar berarti laju korosinya rendah, namun sebaliknya jika nilai tahanan polarisasinya (R P ) kecil berarti laju korosinya akan tinggi.

2 IV.1.1 Larutan Tiruan yang Mengandung NaCl Perilaku korosi dan inhibisi suatu logam (Cu-37Zn) akan sangat bergantung pada komposisi anion dari elektrolit dalam larutan. Dalam larutan yang mengandung ion klorida (Cl - ), logam dapat mengalami kerusakan akibat korosi setempat (Frankel, 1998 dalam Yatiman, 2006) karena ion klorida (Cl - ) merupakan ion yang agresif yang menyebabkan pecahnya selaput pasif protektif dan menimbulkan serangan korosi setempat pada potensial di atas potensial korosi sumuran (Bundjali, 2005). Oleh karena itu dalam penelitian ini dilakukan penentuan konsentrasi ion klorida (sebagai larutan NaCl) sebagai acuan kondisi paling korosif pada lingkungan di PLTA Saguling. Data hasil pengukuran impedansi optimasi larutan NaCl (ion klorida) yang memberikan kondisi larutan tiruan paling korosif di lingkungan PLTA Saguling terhadap korosi logam Cu-37Zn (Lampiran C.2 dan C.3) yang disajikan pada Gambar IV.1, memperlihatkan bahwa tahanan (R P ) permukaan logam semakin menurun dengan meningkatnya konsentrasi NaCl sampai konsentrasi 78 ppm (sebanding dengan ion klorida ~ 47,3 ppm) yang berarti laju korosi material runner turbin semakin meningkat. Meningkatnya laju korosi pada material runner turbin menunjukkan adanya proses pelarutan Cu oleh ion klorida dalam larutan membentuk produk korosi, CuCl. 200 Rp (kohm.cm2) Konsentrasi NaCl (ppm) Gambar IV.1 Optimasi larutan NaCl (ion klorida) yang memberikan kondisi larutan tiruan paling korosif di lingkungan PLTA Saguling.

3 Ketika konsentrasi NaCl ditambahkan lagi (> 78 ppm), tahanan polarisasi (R P ) pada permukaan logam cenderung meningkat, hal ini mengindikasikan bahwa produk korosi berupa CuCl hasil pelarutan logam Cu oleh ion klorida akan menempel pada permukaan logam membentuk lapisan tipis sehingga dapat menghalangi proses korosi lebih lanjut pada permukaan material uji. (Antonijevic dkk., 2005). Berdasarkan hasil pengukuran yang sudah dilakukan, diperoleh bahwa kondisi tiruan larutan uji paling korosif di lingkungan PLTA Saguling adalah ketika konsentrasi larutan uji mengandung NaCl 78 ppm (sebanding dengan ion klorida ~ 47,3 ppm). IV.1.2 Penentuan Konsentrasi Ion Sulfida Paling Korosif Ion sulfida termasuk salah satu anion yang sangat agresif menyebabkan terjadinya korosi pada logam Cu-37Zn. Keberadaan ion sulfida di lingkungan sering dijumpai pada daerah-daerah perbukitan/pegunungan sebagaimana halnya di lingkungan PLTA Saguling yang berada di daerah perbukitan. Untuk mengetahui pengaruh ion sulfida yang dapat memberikan kondisi paling korosif di lingkungan PLTA Saguling maka dilakukan optimasi konsentrasi ion sulfida paling korosif pada kondisi larutan kalsium nitrat dan larutan NaCl paling korosif. Berdasarkan data hasil pengukuran impedansi terhadap logam Cu-37Zn (Lampiran C.4 dan C.5) yang disajikan pada Gambar IV.2, menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ion sulfida dalam larutan uji, laju korosi logam Cu- 37Zn juga akan semakin tinggi. Kenyataan ini dapat dilihat dari besarnya tahanan polarisasi (R P ) permukaan logam yang semakin menurun dengan meningkatnya konsentrasi ion sulfida (sampai 15 ppm). Efek ion sulfida akan mulai melemah terhadap laju korosi Cu-37Zn dalam larutan uji ketika konsentrasi ion sulfida lebih besar dari 15 ppm (tahanan polarisasi permukaan logam semakin

4 meningkat). Hal ini disebabkan oleh mulai terbentuknya produk korosi Cu 2 S hasil pelarutan Cu oleh ion sulfida yang stabil dan akan menempel pada permukaan elektroda membentuk lapisan tipis yang dapat menghalangi proses korosi lebih lanjut meskipun konsentrasi ion sulfida ditambahkan lagi (> 15 ppm). Fakta lain yang dapat diterangkan adalah besarnya nilai OCP yang menjadi lebih negatif dengan meningkatnya konsentrasi ion sulfida yang ditambahkan pada larutan uji. Indikasi ini menunjukkan bahwa ion sulfida akan meningkatkan proses pelarutan anodik logam Cu dari pada penurunan reaksi katodiknya. 80 Rp (kohm.cm2) Konsentrasi Ion Sulfida (ppm) Gambar IV.2 Pengaruh ion sulfida terhadap korosifitas larutan tiruan kondisi air lingkungan di PLTA Saguling. Fakta ini sejalan dengan hasil pengukuran yang dilakukan oleh Gudas dan Hack (1979) (dalam Rahmouni dkk., 2005) yang menunjukkan bahwa keberadaan ion sulfida dapat meningkatkan laju korosi yang signifikan pada campuran tembaga (Cu-10Ni). Kehadiran ion sulfida 0,01 ppm, mampu memperlemah ikatan antara Cu dan O atau Cu dengan (OH) yang mengakibatkan laju korosi logam Cu akan semakin cepat, karena ikatan logam Cu dengan ion sulfida dapat membentuk Cu(H 2 S) ads kompleks atau pembentukan ikatan logam Cu dan ion sulfida. (Panasenko, 1972) (dalam Rahmouni dkk., 2005). Fakta ini diperkuat dengan hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh Rahmouni dkk., 2005 pada medium 3% NaCl yang menunjukkan bahwa laju korosi logam Cu akan semakin meningkat dengan penambahan ion sulfida sampai 10 ppm.

5 Dari hasil penentuan kondisi larutan tiruan paling korosif di lingkungan PLTA Saguling diperoleh ketika komposisi larutan uji mengandung kalsium nitrat, Ca(NO 3 ) 2 : 5,3 ppm, NaCl : 78 ppm dan ion sulfida : 15 ppm. IV.2 Efisiensi Daya Inhibisi Beberapa Inhibitor yang digunakan Pada Korosi Cu-37Zn Kinerja inhibitor korosi terhadap material uji dilakukan dengan menggunakan metode EIS yang memantau aspek-aspek seperti tahanan larutan (R s ), tahanan polarisasi (R P ) elektroda dan kapasitansi lapisan rangkap listrik (C DL ). Semua aspek tersebut peka terhadap adsorpsi dan pembentukan selaput tipis pada permukaan material uji, oleh karena itu dengan metode EIS diperoleh informasi mengenai perilaku korosi material uji dengan hadirnya inhibitor. Terbentuknya selaput tipis pada permukaan material uji dapat berfungsi sebagai lapisan isolator listrik, dengan demikian hambatan polarisasi (R P ) tersebut akan meningkat yang disertai dengan penurunan kapasitansi lapisan rangkap listriknya. Parameter kinerja inhibitor dinyatakan dengan % Efisiensi (% EI) atau % Perlindungan (% P) yang diungkapkan sebagai : R % EI = p( inh ) R - p( inh ) R p x 100 (IV.1) dengan R P(inh) dan R P berturut-turut adalah tahanan polarisasi dengan inhibitor dan tahanan polarisasi tanpa inhibitor. IV.2.1 Pengukuran Efisiensi Daya Inhibisi Benzotriazol (BTAH) Benzotriazol merupakan inhibitor konvensional yang banyak digunakan sebagai inhibitor untuk logam tembaga maupun campurannya dengan daya inhibisi mencapai 84% pada kondisi NaCl 0,58 M, ion sulfida 2,0 ppm dengan konsentrasi benzotriazol sebesar 10-3 M, yang diuji menggunakan metode pengurangan berat sampel (Hegazy dkk., 2001). Tingginya daya inhibisi benzotriazol pada logam

6 tembaga maupun campurannya dapat dijelaskan melalui dua mekanisme yaitu : pertama adalah pembentukan lapisan tipis protektif dari Cu(I)BTA pada permukaan logam, dengan terjadinya reaksi : + Cu (aq) + Cu(I)BTAH (s) + H (aq) BTAH (aq) + (IV.2) Sedangkan mekanisme yang kedua diduga melalui dua tahap yakni penyerapan benzotriazol oleh logam Cu membentuk Cu:BTAH (ads) terlebih dahulu kemudian spesi itu akan teroksidasi membentuk senyawa komplek Cu(I)BTA. Berdasarkan data hasil pengukuran impedansi logam Cu-37Zn pada kondisi larutan tiruan paling korosif Ca(NO 3 ) 2 5,3 ppm, NaCl 78 ppm dan ion sulfida 15 ppm (Lampiran C.6 dan C.7), yang disajikan pada Gambar IV.3, diperoleh bahwa daya inhibisi optimum benzotriazol pada korosi campuran logam Cu-37Zn diperoleh pada penambahan inhibitor sebesar 80 ppm dengan daya inhibisi sebesar 40,74%. 45 Efisiensi Inhibitor (%EI) Konsentrasi BTAH (ppm) Gambar IV.3 Efisiensi daya inhibisi benzotriazol pada kondisi larutan tiruan paling korosif di lingkungan PLTA Saguling Fakta tersebut ditunjukkan dengan adanya peningkatan tahanan polarisasi (R P ) material uji yang berarti menurunnya laju korosi Cu-37Zn dengan semakin meningkatnya konsentrasi benzotriazol yang ditambahkan dalam larutan uji.

7 Adanya pergeseran OCP dari potensial korosi yang negatif menuju kearah potensial yang lebih positif menunjukkan bahwa benzotriazol berlaku sebagai inhibitor anodik. Inhibitor jenis ini mampu menghambat proses anodik yang berarti mencegah proses terjadinya pelarutan Cu menjadi Cu 2+. Rendahnya daya inhibisi benzotriazol juga diduga karena adanya persaingan antara ion sulfida (15 ppm) dan benzotriazol (80 ppm) dalam berikatan dengan logam Cu. Hegazy dkk. (2001) menyatakan bahwa antara ion sulfida dan benzotriazol mengalami persaingan dalam menyerang sisi aktif dari permukaan logam Cu dalam medium yang sama. Benzotriazol akan mampu menginhibisi permukaan logam Cu yang mengandung ion sulfida ketika konsentrasi benzotriazol yang ditambahkan sangat besar. (besarnya konsentrasi benzotriazol yang ditambahkan sekitar 40 kali lebih besar dari besarnya konsentrasi ion sulfida). Pernyataan yang sama juga diungkapkan oleh Al Kharafi dkk. (2007) yang menyimpulkan bahwa keberadaan ion sulfida dalam medium klorida pada korosi logam Cu akan dapat menurunkan kemampuan benzotriazol dalam memproteksi logam Cu dari serangan korosi. Fakta ini didukung pula oleh kenyataan bahwa konstanta kestabilan senyawa Cu 2 S adalah 10 47, sedangkan konstanta kestabilan senyawa Cu(I)BTA komplek adalah 10 2, indikasi ini menunjukkan bahwa ion sulfida dapat berikatan dengan Cu(I) jauh lebih mudah dibandingkan dengan benzotriazol. Akibatnya ion sulfida dapat memisahkan ion Cu(I) dari Cu(I)BTA kompleks sesuai reaksi : Cu(I)BTA + HS - (aq) CuS + BTAH + e - (IV.3) Sedangkan pengaruh konsentrasi inhibitor benzotriazol terhadap tegangan permukaan pada suhu kamar (Lampiran D) disajikan dalam Gambar IV.4. Bila dibandingkan dengan Gambar IV.3, yang merupakan data hasil pengukuran impedansi menunjukkan bahwa konsentrasi kritis misel benzotriazol adalah sekitar 40 ppm. Akan tetapi berdasarkan data hasil pengukuran impedansi pada inhibitor benzotriazol memiliki daya inhibisi terbesar pada konsentrasi 80 ppm.

8 Hasil ini sedikit berbeda kalau dihubungkan dengan konsentrasi kritis misel surfaktan, namun secara umum pola serapan logam terhadap inhibitor benzotriazol relatif konstan mulai pada konsentrasi penambahan inhibitor sebesar 40 ppm (sesuai dengan konsentrasi kritis misel surfaktan). Tegangan Permukaan (mn/m) Konsentrasi BTAH (ppm) Gambar IV.4 Pengaruh konsentrasi inhibitor benzotriazol terhadap tegangan permukaan larutan tiruan paling korosif di lingkungan PLTA Saguling IV.2.2 Pengukuran Efisiensi Daya Inhibisi Sistein (Cys) Sistein merupakan salah satu inhibitor korosi yang efektif pada korosi tembaga dalam medium netral dan asam klorida (Ismail, 2007) dan sudah mulai banyak digunakan sebagai inhibitor karena sistein termasuk senyawa organik yang ramah lingkungan dengan daya inhibisi yang sangat tinggi. Secara umum sistein dapat berfungsi sebagai inhibitor karena molekulnya dapat teradsorpsi pada permukaan logam. Sistein hadir sebagai senyawa zwiter ion dalam medium netral. Struktur zwiter ion ini dapat tertarik pada sisi katoda dari permukaan logam. Ion klorida akan teradsorpsi pada permukaan logam dengan membentuk jembatan penghubung antara logam dengan muatan sistein yang sangat positif dan keadaan ini akan memfasilitasi proses adsorpsi sistein pada permukaan logam. Menurut Zhang dkk. (2005) sistein dapat menjadi inhibitor yang baik karena adanya gugus SH (gugus merkapto), hal ini disebabkan karena atom S memiliki

9 orbital 3d yang jarak elektronnya sangat jauh dari inti sehingga daya tarik ke inti sangat kecil. Akibatnya elektron ini cenderung dipakai untuk berikatan dengan elektron yang tidak berpasangan pada orbital 3d dari atom Cu. Faktor inilah yang memberikan kemampuan daya inhibisi sistein sangat tinggi karena akan mampu menutupi sisi permukaan logam Cu yang berpeluang mengalami korosi. Berdasarkan data hasil pengukuran impedansi logam Cu-37Zn (Lampiran C.8 dan C.9) pada kondisi larutan tiruan paling korosif Ca(NO 3 ) 2 5,3 ppm, NaCl 78 ppm dan ion sulfida 15 ppm, diperoleh bahwa daya inhibisi optimum sistein pada korosi campuran logam Cu-37Zn diperoleh pada penambahan inhibitor sebesar 25 ppm dengan daya inhibisi sebesar 68,16%. Fakta ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan tahanan polarisasi (R P ) material uji yang berarti menurunnya laju korosi Cu-37Zn dengan semakin meningkatnya konsentrasi sistein yang ditambahkan dalam larutan uji. Adanya pergeseran OCP dari potensial korosi yang negatif menuju kearah potensial yang lebih positif menunjukkan bahwa sistein berlaku sebagai inhibitor anodik. Inhibitor jenis ini mampu menghambat proses anodik yang berarti mencegah proses terjadinya pelarutan Cu menjadi Cu Efisiensi Inhibitor (%EI) Konsentrasi Sistein (ppm) Gambar IV.5 Efisiensi daya inhibisi sistein pada kondisi larutan tiruan paling korosif di lingkungan PLTA Saguling

10 Sedangkan pengaruh konsentrasi inhibitor sistein terhadap tegangan permukaan pada suhu kamar (Lampiran D) disajikan dalam Gambar IV.6. Bila dibandingkan dengan Gambar IV.5, yang merupakan data hasil pengukuran impedansi menunjukkan bahwa konsentrasi kritis misel sistein adalah sekitar 25 ppm. Hasil ini sesuai dengan hasil pengukuran impedansi inhibitor sistein yang memiliki daya inhibisi terbesar dengan penambahan sampai 25 ppm. Hasil tersebut juga mendukung fakta bahwa dengan penambahan konsentrasi surfaktan dapat menjadi indikator untuk menentukan konsentrasi kritis misel berdasarkan data hasil pengukuran impedansinya. Tegangan Permukaan (mn/m Konsentrasi Sistein (ppm) Gambar IV.6 Pengaruh konsentrasi inhibitor sistein terhadap tegangan permukaan larutan tiruan yang paling korosif di lingkungan PLTA Saguling Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan komposisi larutan uji yang mengadung Ca(NO 3 ) 2 5,3 ppm, NaCl 78 ppm dan ion sulfida 15 ppm, diperoleh fakta bahwa daya inhibisi sistein pada konsentrasi 25 ppm sebesar 68,16%, sedangkan benzotriazol pada konsentrasi 80 ppm sebesar 40,74%. Dengan demikian daya inhibisi sistein lebih baik dibandingkan dengan daya inhibisi benzotriazol dalam medium netral. Fakta ini melengkapi informasi yang telah disimpulkan oleh Zhang dkk. (2005) yang menyatakan bahwa daya inhibisi sistein lebih besar dari pada benzotriazol dalam medium asam (HCl 0,5 M).

11 IV.3 Isoterm Adsorpsi Secara umum, molekul inhibitor dapat terikat pada permukaan logam melalui adsorpsi yang tergolong adsorpsi fisik (fisisorpsi) dan/atau adsorpsi kimia (khemisorpsi). Pada adsorpsi fisik, molekul inhibitor terikat oleh gaya van der Waals yang pada interaksi ini menghasilkan ikatan yang lemah antara inhibitor dengan permukaan logam. Molekul-molekul yang terserap secara fisik tetap mempertahankan identitasnya karena energi yang tersedia tidak cukup untuk membentuk ikatan kimia dengan logam. Sedangkan pada khemisorpsi proses serapan terjadi dengan pembentukan ikatan kovalen hasil interaksi molekulmolekul inhibitor tersebut dengan permukaan logam membentuk ikatan yang lebih kuat. Besarnya bagian permukaan logam yang tertutupi inhibitor (benzotriazol dan sistein) Θ, pada berbagai konsentrasi dihitung berdasarkan data impedansi hasil pengukuran, dengan persamaan : % Θ = R p( inh ) R - p( inh ) R p (IV.4) dengan Θ adalah fraksi permukaan logam yang tertutupi inhibitor, R P(inh) dan R P berturut-turut adalah tahanan polarisasi dengan inhibitor dan tahanan polarisasi tanpa inhibitor. Untuk memperoleh lebih banyak informasi tentang interaksi antara inhibitor (benzotriazol dan sistein) dengan permukaan logam dapat di uji menggunakan persamaan isoterm Langmuir : Θ = 1 K.c + K.c (IV.5) Isoterm adsorpsi Langmuir didasarkan pada tiga asumsi: adsorpsi molekulmolekul inhibitor pada permukaan logam membentuk lapisan molekul tunggal, semua sisi permukaan logam bersifat homogen dan tidak ada antaraksi lateral antar molekul yang teradsopsi.

12 Persamaan (IV.5) dapat disederhanakan menjadi : c Θ = 1 K + c (IV.6) dengan c adalah konsentrasi inhibitor dan K adalah konstanta kesetimbangan adsorpsi yang berkaitan dengan energi bebas adsorpsi ΔG ads oleh ungkapan : K = c 1 pelarut ΔG exp ( - RT ads ) (IV.7) dengan C pelarut menunjukkan konsentrasi pelarut (air), 55,5 mol/l, R adalah konstanta gas universal (8,314 J/mol. K), dan T adalah suhu mutlak (K). Dengan membuat grafik c/θ sebagai fungsi c (konsentrasi inhibitor, mol/l) akan diperoleh nilai 1/K yang merupakan titik potong garis grafik pada sumbu c/θ (pada c 0) Berdasarkan hasil pengukuran impedansi efisiensi inhibisi benzotriazol dan sistein pada logam Cu 37Zn diperoleh data yang ditunjukkan pada Tabel IV.1 sebagai berikut : Tabel IV.1 Permukaan yang tertutupi pada Cu-37Zn sebagai fungsi konsentrasi benzotriazol dan sistein pada kondisi tiruan larutan paling korosif di lingkungan PLTA Saguling. Konsentrasi inhibitor BTAH (mm) Permukaan logam yang tertutupi (Θ ) Konsentrasi inhibitor Sistein (mm) Permukaan logam yang tertutupi (Θ ) Blanko - Blanko , , , , , , , , , , , ,6752

13 Berdasarkan Persamaan IV.6 dan data pada Tabel IV.1, hasil pengaluran c/θ sebagai fungsi c diperoleh nilai 1/K grafik untuk benzotriazol dan sistein berturutturut adalah 0,0314 dan 0,0051, sehingga akan diperoleh harga K sebesar 31,847 untuk benzotriazol dan 196,078 untuk sistein. Konsentrasi BTAH (M) / y = x R 2 = E E E E E E E-01 Konsentrasi BTAH (M) Gambar IV.7 Adsorpsi isoterm Langmuir dari Cu-37Zn yang mengandung inhibitor benzotriazol pada kondisi larutan tiruan paling korosif di lingkungan PLTA Saguling 0.06 Konsentrasi Sistein (M)/ y = x R 2 = E+00 5.E-03 1.E-02 2.E-02 2.E-02 3.E-02 3.E-02 4.E-02 4.E-02 Konsentrasi Sistein (M) Gambar IV.8 Adsorpsi isoterm Langmuir dari Cu-37Zn yang mengandung inhibitor sistein pada kondisi larutan tiruan paling korosif di lingkungan PLTA Saguling

14 Dengan menggunakan Persamaan IV.7 akan diperoleh hubungan besarnya nilai K dengan besarnya energi bebas adsorpsi (ΔG ads ) untuk setiap inhibitor. Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan diperoleh energi bebas adsorpsi (ΔG ads ) untuk benzotriazol dan sistein berturut-turut adalah 18,53 kj/mol dan 23,03 kj/mol. Jika besarnya ΔG ads adalah 20 kj/mol atau lebih kecil hal ini menunjukkan bahwa interaksi antara inhibitor dan permukaan logam adalah fisisorpsi. Ini berarti bahwa molekul inhibitor terikat menggunakan gaya van der Waals yang pada interaksi ini menghasilkan ikatan yang lemah. Jika energi bebas adsorpsinya, ΔG ads sebesar 40 kj/mol atau lebih besar menunjukkan bahwa interaksi yang terjadi antara inhibitor dan permukaan logam adalah khemisorpsi membentuk ikatan yang lebih kuat secara kimiawi. (Kosec dkk., 2007 dan Ismail, 2007) Dari hasil perhitungan berdasarkan data pada Tabel IV.1, menggunakan Persamaan (IV.6) dan Persamaan (IV.7) diperoleh besarnya energi bebas adsorpsi (ΔG ads ) dari benzotriazol dan sistein pada kondisi larutan tiruan paling korosif di lingkungan PLTA Saguling secara berurutan adalah 18,53 kj/mol dan 23,03 kj/mol. Hal ini menunjukkan bahwa baik benzotriazol maupun sistein teradsorpsi pada permukaan logam secara fisisorpsi. Fakta ini juga sesuai dengan apa yang disimpulkan oleh Ismail (2007), yang menyatakan bahwa adsorpsi sistein pada logam Cu menunjukkan adsorpsi secara fisik. IV.4 Pengaruh Suhu Terhadap Efisiensi Daya Inhibisi Beberapa Inhibitor yang digunakan Pada Korosi Cu-37Zn Suhu merupakan salah satu faktor penting dalam proses korosi terutama dalam lingkungan yang mengandung air. Dengan adanya kenaikan suhu perlakuan pada larutan uji menyebabkan mobilisasi ion dalam larutan semakin tinggi karena adanya peningkatan energi kinetik, hal ini memungkinkan ion-ion dalam larutan akan semakin agresif dalam menyerang logam (terutama bagi ion-ion agresif korosi) akibatnya laju korosi pada logam akan semakin tinggi.

15 Takasaki dan Yamada (2007), melaporkan bahwa laju korosi pada baja karbon di lingkungan anion agresif (ion klorida, Cl - dan ion sulfat, SO 2-4 ) meningkat seiring dengan meningkatnya temperatur. Pada konsentrasi anion dan temperatur yang rendah, laju korosi juga akan rendah demikian pula sebaliknya jika konsentrasi anion dan temperaturnya tinggi maka laju korosi suatu logam juga akan semakin tinggi. Sedangkan pada logam Cu dan campuran logamnya yang mengandung lebih dari 15% seng akan mengalami peluruhan seng (dezincification) sebagai akibat adanya pengaruh lingkungan yang mengandung sulfida yang tinggi. Proses hilangnya seng biasanya dipercepat oleh tingginya temperatur dan naiknya kandungan klorida. Fakta ini sesuai dengan informasi yang diperoleh dalam penelitian ini dimana semakin tinggi suhu perlakuan pada logam Cu-37Zn dalam larutan yang mengandung Ca(NO 3 ) 2 5,3 ppm, NaCl 78 ppm dan ion sulfida 15 ppm, menunjukkan bahwa laju korosi semakin meningkat dengan meningkatkan suhu perlakuan dari 25 C sampai 55 C. IV.4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Efisiensi Daya Inhibisi Benzotriazol (BTAH) Berdasarkan data hasil pengukuran impedansi logam Cu-37Zn (Lampiran C.10) yang disajikan pada Gambar IV.9, menunjukkan bahwa dengan naiknya suhu perlakuan dari 25 C sampai 55 C diperoleh kemampuan inhibitor benzotriazol melindungi permukaan logam semakin berkurang (besarnya tahanan polarisasi (R P ) material uji semakin menurun). Hal ini dapat dijelaskan karena dengan naiknya suhu perlakuan pada larutan uji akan menyebabkan naiknya energi kinetik pada larutan dan akan mengakibatkan mobilisasi ion dalam larutan semakin tinggi sehingga ion-ion dalam larutan akan semakin agresif dalam menyerang logam.

16 Kenyataan ini diperkuat oleh fakta bahwa benzotriazol teradsorpsi pada permukaan logam secara fisik (fisisorpsi) yang berarti tidak ada interaksi yang kuat secara kimiawi antara inhibitor dengan permukaan logam karena hanya menggunakan gaya van der Waals. Oleh karena itu adanya kenaikan suhu perlakuan akan semakin memperlemah ikatan van der Waals yang terjadi antara inhibitor dengan permukaan logam Cu-37Zn. Hal ini yang diduga akan memberikan pengaruh terhadap menurunnya kemampuan inhibitor dalam melindungi permukaan logam dari serangan ion-ion agresif korosi. Efisiensi Inhibisi BTAH (%EI) Suhu (C) Gambar IV.9 Pengaruh suhu terhadap efisiensi daya inhibisi 80 ppm benzotriazol pada kondisi larutan tiruan paling korosif di lingkungan PLTA Saguling IV.4.2 Pengaruh Suhu Terhadap Efisiensi Daya Inhibisi Sistein (Cys) Berdasarkan data hasil pengukuran impedansi logam Cu-37Zn (Lampiran C.11) yang disajikan pada Gambar IV.10, menunjukkan bahwa dengan naiknya suhu perlakuan dari 25 C sampai 55 C diperoleh kemampuan inhibitor sistein melindungi permukaan logam semakin berkurang (besarnya tahanan polarisasi (R P ) material uji semakin menurun). Hal ini dapat dijelaskan karena dengan naiknya suhu perlakuan pada larutan uji akan menyebabkan naiknya energi kinetik pada larutan dan akan mengakibatkan mobilisasi ion dalam larutan semakin tinggi sehingga ion-ion dalam larutan akan semakin agresif dalam menyerang logam.

17 Kenyataan ini diperkuat oleh fakta bahwa sistein teradsorpsi pada permukaan logam secara fisik (fisisorpsi) yang berarti tidak ada interaksi yang kuat secara kimiawi antara inhibitor dengan permukaan logam karena hanya menggunakan gaya van der Waals. Oleh karena itu adanya kenaikan suhu perlakuan akan semakin memperlemah ikatan van der Waals yang terjadi antara inhibitor dengan permukaan logam Cu-37Zn. Hal ini yang diduga akan memberikan pengaruh terhadap menurunnya kemampuan inhibitor dalam melindungi permukaan logam dari serangan ion-ion agresif korosi. Efisiensi Inhibisi Sistein (%EI) Suhu (C) Gambar IV.10 Pengaruh suhu terhadap efisiensi daya inhibisi 25 ppm sistein pada kondisi tiruan larutan paling korosif di lingkungan PLTA Saguling IV.5 Analisis permukaan hasil korosi dengan menggunakan SEM Hasil pengamatan menggunakan SEM pada penampang lintang kupon Cu-37Zn sesudah 24 jam corrosion wheel test pada perlakuan suhu 25 C dan 55 C baik dengan penambahan inhibitor maupun tanpa inhibitor sistein dengan pembesaran sampai 7500 X ditunjukkan pada Gambar IV.11. Pada Gambar IV.11, terlihat bahwa kerusakan permukaan pada logam dengan meningkatnya suhu perlakuan akan semakin meningkat. Pada kupon logam terjadi korosi dan erosi sehingga permukaan logam terkorosi melebar hampir seragam pada permukaan logam.

18 (a) (b) (c) (d1) (d2) (e) Inset d2 Gambar IV.11 Penampang lintang kupon Cu-37Zn sesudah 24 jam corrosion wheel test pada kondisi tiruan larutan paling korosif di lingkungan PLTA Saguling. (a) Blanko (pembesaran 1.500x), (b) Suhu 25 C tanpa inhibitor (pembesaran 7.500x), (c) Suhu 25 C dengan inhibitor sistein 25 ppm (pembesaran 7.500x), (d1) Suhu 55 C tanpa inhibitor (pembesaran 2.500x), (d2) Suhu 55 C tanpa inhibitor (pembesaran 7.500x), dan (e) Suhu 55 C dengan inhibitor sistein 25 ppm (pembesaran 7.500x) Hasil pengamatan penampang lintang menggunakan analisis SEM menunjukkan hasil yang bersesuaian dengan hasil data pengukuran impedansinya (Lampiran C.11), yang memperlihatkan berkurangnya tahanan polarisasi (R P ) logam Cu- 37Zn dengan naiknya suhu perlakuan dari 25 C sampai 55 C yang berarti laju korosi yang terjadi pada logam Cu-37Zn semakin tinggi. Fakta ini dapat terlihat dengan jelas ketika membandingkan bentuk kerusakan permukaan logam yang terkorosi pada suhu 25 C (Gambar IV.11.b) dan pada suhu 55 C (Gambar IV.11.d1 dan Gambar IV.11.d2).

) benzotriazol dan sistein berturut-turut adalah 18,53 dan 23,03 kj/mol. Kata kunci : Inhibitor, EIS, Benzotriazol, Sistein

) benzotriazol dan sistein berturut-turut adalah 18,53 dan 23,03 kj/mol. Kata kunci : Inhibitor, EIS, Benzotriazol, Sistein J. Pijar MIPA Vol. V o.1 Maret : 1-5 ISS 1907-1744 EFISIESI IHIBITOR PADA KOROSI Cu-37Zn Eka Junaidi Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Mataram Jln. Majapahit o. 62 Mataram Abstrak : Salah

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV. 1 Analisis Hasil Pengujian Metalografi dan Spektrometri Sampel Baja Karbon Dari hasil uji material pipa pengalir hard water (Lampiran A.1), pipa tersebut terbuat dari baja

Lebih terperinci

Bab III Pelaksanaan Penelitian

Bab III Pelaksanaan Penelitian Bab III Pelaksanaan Penelitian Untuk menentukan jenis korosi, laju korosi dan inhibitor yang sesuai pada korosi material runner turbin di lingkungan PLTA Saguling, dilakukan pengukuran dan pengujian laboratorium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara Untuk mengetahui laju korosi baja karbon dalam lingkungan elektrolit jenuh udara, maka dilakukan uji korosi dengan

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Pengertian Korosi Korosi berasal dari bahasa latin corrous yang berarti menggerogoti. Korosi didefinisikan sebagai berkurangnya kualitas suatu material (biasanya berupa logam

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Surfaktan Gemini 12-2-12 Sintesis surfaktan gemini dilakukan dengan metode konvensional, yaitu dengan metode termal. Reaksi yang terjadi adalah reaksi substitusi bimolekular

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. IV.1 Media uji dan kondisi pertambangan minyak bumi. Media yang digunakan pada pengukuran laju korosi baja karbon dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. IV.1 Media uji dan kondisi pertambangan minyak bumi. Media yang digunakan pada pengukuran laju korosi baja karbon dan 36 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Media uji dan kondisi pertambangan minyak bumi Media yang digunakan pada pengukuran laju korosi baja karbon dan potensial inhibisi dari senyawa metenamina adalah larutan

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Pengukuran laju korosi logam tembaga dilakukan dengan menggunakan tiga metode pengukuran dalam larutan aqua regia pada ph yaitu 1,79; 2,89; 4,72 dan 6,80. Pengukuran pada berbagai

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Pengertian Korosi Korosi berasal dari bahasa Latin corrous yang berarti menggerogoti. Korosi didefinisikan sebagai berkurangnya kualitas suatu material (biasanya berupa logam

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU, ION KLORIDA DAN ION SULFIDA PADA KOROSI Cu-37Zn DALAM MEDIUM NETRAL

PENGARUH SUHU, ION KLORIDA DAN ION SULFIDA PADA KOROSI Cu-37Zn DALAM MEDIUM NETRAL PENGARUH SUHU, ION KLORIDA DAN ION SULFIDA PADA KOROSI Cu-37Zn DALAM MEDIUM NETRAL TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh EKA JUNAIDI

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir. Saudah Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA

Laporan Tugas Akhir. Saudah Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA Laporan Tugas Akhir PENGARUH KONSENTRASI INHIBITOR ORGANIK SARANG SEMUT TERHADAP LAJU KOROSI BAJA KARBON API 5L GRADE B DI LINGKUNGAN HCL 0.5M DAN H 2 SO 4 Saudah 2710100113 Dosen Pembimbing Prof. Dr.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya.

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya. Salah satu bahan tambang yang banyak fungsinya yaitu batu bara, misalnya untuk produksi besi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Sintesis Cairan Ionik Turunan Imidazolin. Dalam penelitian ini, cairan ionik turunan imidazolin yang digunakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Sintesis Cairan Ionik Turunan Imidazolin. Dalam penelitian ini, cairan ionik turunan imidazolin yang digunakan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis Cairan Ionik Turunan Imidazolin Dalam penelitian ini, cairan ionik turunan imidazolin yang digunakan sebagai inhibitor korosi baja karbon pada kondisi pertambangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cooling tower system merupakan sarana sirkulasi air pendingin yang

BAB I PENDAHULUAN. Cooling tower system merupakan sarana sirkulasi air pendingin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cooling tower system merupakan sarana sirkulasi air pendingin yang sangat berperan dalam berbagai industri. Air pendingin dalam cooling tower system didistribusikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Uji Korosi Dari pengujian yang telah dilakukan maka diperoleh hasil berupa data hasil perhitungan weight loss, laju korosi dan efisiensi inhibitor dalam Tabel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Kurva Pertumbuhan Bakteri Pertumbuhan bakteri (SRB) dalam medium B.Lewis (komposisi disajikan pada Tabel III.2 ) dengan perbandingan volume medium terhadap volume inokulum

Lebih terperinci

PENGHAMBATAN KOROSI BAJA BETON DALAM LARUTAN GARAM DAN ASAM DENGAN MENGGUNAKAN CAMPURAN SENYAWA BUTILAMINA DAN OKTILAMINA

PENGHAMBATAN KOROSI BAJA BETON DALAM LARUTAN GARAM DAN ASAM DENGAN MENGGUNAKAN CAMPURAN SENYAWA BUTILAMINA DAN OKTILAMINA Nama : M.Isa Ansyori Fajri NIM : 03121003003 Shift : Selasa Pagi Kelompok : 3 PENGHAMBATAN KOROSI BAJA BETON DALAM LARUTAN GARAM DAN ASAM DENGAN MENGGUNAKAN CAMPURAN SENYAWA BUTILAMINA DAN OKTILAMINA Korosi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya inhibitor korosi berasal dari senyawa-senyawa organik dan

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya inhibitor korosi berasal dari senyawa-senyawa organik dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Umumnya inhibitor korosi berasal dari senyawa-senyawa organik dan anorganik seperti nitrit, kromat, fospat, urea, fenilalanin, imidazolin, dan senyawa-senyawa amina.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peristiwa korosi sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dan tanpa

BAB I PENDAHULUAN. Peristiwa korosi sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dan tanpa 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Peristiwa korosi sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dan tanpa disadari begitu dekat dengan kehidupan kita, misalnya paku berkarat, tiang listrik berkarat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Korosi merupakan fenomena kimia yang dapat menurunkan kualitas suatu

BAB I PENDAHULUAN. Korosi merupakan fenomena kimia yang dapat menurunkan kualitas suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Korosi merupakan fenomena kimia yang dapat menurunkan kualitas suatu bahan akibat berinteraksi dengan lingkungan yang bersifat korosif. Proses korosi adalah

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SUPLEMEN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1 M HCl

PEMANFAATAN SUPLEMEN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1 M HCl PEMANFAATAN SUPLEMEN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1 M HCl Abdur Rozak 2709100004 Dosen Pembimbing : Budi Agung Kurniawan ST, M.sc. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5 BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini, hasil pengolahan data untuk analisis jaringan pipa bawah laut yang terkena korosi internal akan dibahas lebih lanjut. Pengaruh operasional pipa terhadap laju korosi dari

Lebih terperinci

ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra

ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra 3.3 KOROSI Korosi dapat didefinisikan sebagai perusakan secara bertahap atau kehancuran atau memburuknya suatu logam yang disebabkan oleh reaksi kimia

Lebih terperinci

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Oleh : Agus Solehudin Dipresentasikan pada : Seminar Nasional VII Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Diselenggarakan

Lebih terperinci

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Pengaruh Arus Listrik Terhadap Hasil Elektrolisis Elektrolisis merupakan reaksi yang tidak spontan. Untuk dapat berlangsungnya reaksi elektrolisis digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, minyak bumi masih memegang peranan penting bagi perekonomian indonesia, baik sebagai penghasil devisa maupun sebagai pemasok kebutuhan masyarakat dalam negeri.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Laju Korosi Baja Karbon Pengujian analisis dilakukan untuk mengetahui prilaku korosi dan laju korosi baja karbon dalam suatu larutan. Pengujian ini dilakukan dengan

Lebih terperinci

INHIBITOR KOROSI BAJA KARBON DALAM LARUTAN 1% 4 JENUH CO2

INHIBITOR KOROSI BAJA KARBON DALAM LARUTAN 1% 4 JENUH CO2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegagalan yang terjadi pada suatu material bisa disebabkan oleh beberapa faktor, salah satu penyebabnya adalah korosi. Korosi adalah suatu kerusakan yang terjadi pada

Lebih terperinci

Pembimbing: Dr. Ing. Cynthia L. Radiman Dr. Hj. Sadijah Achmad, DEA Dr. H. Bunbun Bundjali. Yayan Sunarya

Pembimbing: Dr. Ing. Cynthia L. Radiman Dr. Hj. Sadijah Achmad, DEA Dr. H. Bunbun Bundjali. Yayan Sunarya Pembimbing: Dr. Ing. Cynthia L. Radiman Dr. Hj. Sadijah Achmad, DEA Dr. H. Bunbun Bundjali Yayan Sunarya 30503005 1. Latar belakang Campuran minyak mentah: o Asam-asam organik o Garam-garam anorganik o

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Metode Penelitian Adapun langkah-langkah pengerjaan dalam penelitian ini adalah pertama mengambil sampel baja karbon dari pabrik tekstil yang merupakan bagian dari pipa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan.

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

PEMANFAATAN OBAT SAKIT KEPALA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3,5% NaCl DAN 0,1M HCl

PEMANFAATAN OBAT SAKIT KEPALA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3,5% NaCl DAN 0,1M HCl PEMANFAATAN OBAT SAKIT KEPALA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3,5% NaCl DAN 0,1M HCl Pandhit Adiguna Perdana 2709100053 Dosen Pembimbing : Budi Agung Kurniawan, S.T.,M.Sc.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Boiler merupakan salah satu unit pendukung yang penting dalam dunia

BAB I PENDAHULUAN. Boiler merupakan salah satu unit pendukung yang penting dalam dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Boiler merupakan salah satu unit pendukung yang penting dalam dunia industri. Boiler berfungsi untuk menyediakan kebutuhan panas di pabrik dengan mengubah air menjadi

Lebih terperinci

Elektrokimia. Tim Kimia FTP

Elektrokimia. Tim Kimia FTP Elektrokimia Tim Kimia FTP KONSEP ELEKTROKIMIA Dalam arti yang sempit elektrokimia adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam sel elektrokimia. Sel jenis ini merupakan

Lebih terperinci

Penghambatan Korosi Baja Beton dalam Larutan Garam dan Asam dengan Menggunakan Campuran Senyawa Butilamina dan Oktilamina

Penghambatan Korosi Baja Beton dalam Larutan Garam dan Asam dengan Menggunakan Campuran Senyawa Butilamina dan Oktilamina Jurnal Gradien Vol.3 No.1 Januari 2007 : 231-236 Penghambatan Korosi Baja Beton dalam Larutan Garam dan Asam dengan Menggunakan Campuran Senyawa Butilamina dan Oktilamina Samsul Bahri Program Studi Teknik

Lebih terperinci

Handout. Bahan Ajar Korosi

Handout. Bahan Ajar Korosi Handout Bahan Ajar Korosi PENDAHULUAN Aplikasi lain dari prinsip elektrokimia adalah pemahaman terhadap gejala korosi pada logam dan pengendaliannya. Berdasarkan data potensial reduksi standar, diketahui

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penyamakan kulit dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS Mini

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penyamakan kulit dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS Mini 43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Proses elektrokoagulasi terhadap sampel air limbah penyamakan kulit dilakukan dengan bertahap, yaitu pengukuran treatment pada sampel air limbah penyamakan kulit dengan menggunakan

Lebih terperinci

Sulistyani, M.Si.

Sulistyani, M.Si. Sulistyani, M.Si. sulistyani@uny.ac.id Reaksi oksidasi: perubahan kimia suatu spesies (atom, unsur, molekul) melepaskan elektron. Cu Cu 2+ + 2e Reaksi reduksi: perubahan kimia suatu spesies (atom, unsur,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia, Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia, Jurusan Pendidikan 28 BAB III METODE PENELITIAN III. 1 Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia, Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI T6 21 2l 2T 30 30

DAFTAR ISI T6 21 2l 2T 30 30 DAFTAR ISI Pengesahan Ringkasan Daftar Isi Daftar Gambar Daftar Tabel BAB I Pendahuluan I.l Latar Belakang I.2 Rumusan Masalah I.3 Tujuan Penelitian I.4 Manfaat Penelitian BAB II Studi Pustaka ; II. 1

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata korosi berasal dari bahasa latin Corrodere yang artinya perusakan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata korosi berasal dari bahasa latin Corrodere yang artinya perusakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Dasar Korosi Kata korosi berasal dari bahasa latin Corrodere yang artinya perusakan logam atau berkarat. Korosi adalah terjadinya perusakan material (khususnya logam)

Lebih terperinci

I. Judul : Membandingkan Kenaikan Titik Didih Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit.

I. Judul : Membandingkan Kenaikan Titik Didih Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit. I. Judul : Membandingkan Kenaikan Titik Didih Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit. II. Tujuan : Membandingkan Kenaikan Titik Didih Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit pada konsentrasi larutan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hidupnya. Salah satu contoh diantaranya penggunaan pelat baja lunak yang biasa

I. PENDAHULUAN. hidupnya. Salah satu contoh diantaranya penggunaan pelat baja lunak yang biasa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia telah banyak memanfaatkan logam untuk berbagai keperluan di dalam hidupnya. Salah satu contoh diantaranya penggunaan pelat baja lunak yang biasa digunakan sebagai

Lebih terperinci

Elektrokimia. Sel Volta

Elektrokimia. Sel Volta TI222 Kimia lanjut 09 / 01 47 Sel Volta Elektrokimia Sel Volta adalah sel elektrokimia yang menghasilkan arus listrik sebagai akibat terjadinya reaksi pada kedua elektroda secara spontan Misalnya : sebatang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Korosi dapat didefinisikan sebagai penurunan mutu suatu logam akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungannya, yang melibatkan pergerakan ion logam ke dalam larutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya perubahan metalurgi yaitu pada struktur mikro, sehingga. ketahanan terhadap laju korosi dari hasil pengelasan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya perubahan metalurgi yaitu pada struktur mikro, sehingga. ketahanan terhadap laju korosi dari hasil pengelasan tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelasan merupakan proses penyambungan setempat dari logam dengan menggunakan energi panas. Akibat panas maka logam di sekitar lasan akan mengalami siklus termal

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis dan Karakterisasi Karboksimetil Kitosan Spektrum FT-IR kitosan yang digunakan untuk mensintesis karboksimetil kitosan (KMK) dapat dilihat pada Gambar 8 dan terlihat

Lebih terperinci

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal. Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1)

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal. Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1) Sudaryatno Sudirham ing Utari Mengenal Sifat-Sifat Material (1) 16-2 Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1) BAB 16 Oksidasi dan Korosi Dalam reaksi kimia di mana oksigen tertambahkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN BAB II : MEKANISME KOROSI dan MICHAELIS MENTEN 4 BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN Di alam bebas, kebanyakan logam ditemukan dalam keadaan tergabung secara kimia dan disebut bijih. Oleh karena keberadaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 29 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama bulan februari sampai Agustus 2015 di Laboratorium Kimia Material dan Hayati FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia,

Lebih terperinci

D. 4,50 x 10-8 E. 1,35 x 10-8

D. 4,50 x 10-8 E. 1,35 x 10-8 1. Pada suatu suhu tertentu, kelarutan PbI 2 dalam air adalah 1,5 x 10-3 mol/liter. Berdasarkan itu maka Kp PbI 2 adalah... A. 4,50 x 10-9 B. 3,37 x 10-9 C. 6,75 x 10-8 S : PbI 2 = 1,5. 10-3 mol/liter

Lebih terperinci

TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI

TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Korosi Dosen pengampu: Drs. Drs. Ranto.H.S., MT. Disusun oleh : Deny Prabowo K2513016 PROGRAM

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya. 8 kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya. HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Kapasitas Tukar Kation Kapasitas tukar kation

Lebih terperinci

Redoks dan Elektrokimia Tim Kimia FTP

Redoks dan Elektrokimia Tim Kimia FTP Redoks dan Elektrokimia Tim Kimia FTP KONSEP ELEKTROKIMIA Dalam arti yang sempit elektrokimia adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam sel elektrokimia. Sel jenis

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. memberikan rahmat dan hidayah-nya sehingga skripsi yang disusun sebagai

KATA PENGANTAR. memberikan rahmat dan hidayah-nya sehingga skripsi yang disusun sebagai KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya sehingga skripsi yang disusun sebagai laporan hasil penelitian yang telah dilakukan yang berjudul

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. NaOH dalam metanol dengan waktu refluks 1 jam pada suhu 60 C, diperoleh

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. NaOH dalam metanol dengan waktu refluks 1 jam pada suhu 60 C, diperoleh 37 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sintesis Senyawa Difeniltimah(IV) oksida Hasil sintesis senyawa difeniltimah(iv) oksida [(C 6 H 5 ) 2 SnO] menggunakan senyawa awal difeniltimah(iv) diklorida [(C 6 H 5 )

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya.

30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya. 30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya. 1. Semua pernyataan berikut benar, kecuali: A. Energi kimia ialah energi

Lebih terperinci

Mengubah energi kimia menjadi energi listrik Mengubah energi listrik menjadi energi kimia Katoda sebagi kutub positif, anoda sebagai kutub negatif

Mengubah energi kimia menjadi energi listrik Mengubah energi listrik menjadi energi kimia Katoda sebagi kutub positif, anoda sebagai kutub negatif TUGAS 1 ELEKTROKIMIA Di kelas X, anda telah mempelajari bilangan oksidasi dan reaksi redoks. Reaksi redoks adalah reaksi reduksi dan oksidasi. Reaksi reduksi adalah reaksi penangkapan elektron atau reaksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit Penelitian ini menggunakan zeolit alam yang berasal dari Lampung dan Cikalong, Jawa Barat. Zeolit alam Lampung

Lebih terperinci

Elektroda Cu (katoda): o 2. o 2

Elektroda Cu (katoda): o 2. o 2 Bab IV Pembahasan Atom seng (Zn) memiliki kemampuan memberi elektron lebih besar dibandingkan atom tembaga (Cu). Jika menempatkan lempeng tembaga dan lempeng seng pada larutan elektrolit kemudian dihubungkan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Secara garis besar, penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu penentuan spektrum absorpsi dan pembuatan kurva kalibrasi dari larutan zat warna RB red F3B. Tahap

Lebih terperinci

STUDI INHIBISI KOROSI BAJA 304 DALAM 2 M HCl DENGAN INHIBITOR CAMPURAN ASAM LEMAK HASIL HIDROLISA MINYAK BIJI KAPUK (Ceiba petandra)

STUDI INHIBISI KOROSI BAJA 304 DALAM 2 M HCl DENGAN INHIBITOR CAMPURAN ASAM LEMAK HASIL HIDROLISA MINYAK BIJI KAPUK (Ceiba petandra) STUDI INHIBISI KOROSI BAJA 304 DALAM 2 M HCl DENGAN INHIBITOR CAMPURAN ASAM LEMAK HASIL HIDROLISA MINYAK BIJI KAPUK (Ceiba petandra) Oleh: Sangya Fitriasih 1405.100.042 ABSTRAK Inhibisi korosi baja 304

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan sejak bulan Februari hingga Agustus 2015. Ekstraksi hemin dan konversinya menjadi protoporfirin dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

1. Bilangan Oksidasi (b.o)

1. Bilangan Oksidasi (b.o) Reaksi Redoks dan Elektrokimia 1. Bilangan Oksidasi (b.o) 1.1 Pengertian Secara sederhana, bilangan oksidasi sering disebut sebagai tingkat muatan suatu atom dalam molekul atau ion. Bilangan oksidasi bukanlah

Lebih terperinci

BAB 8. ELEKTROKIMIA 8.1 REAKSI REDUKSI OKSIDASI 8.2 SEL ELEKTROKIMIA 8.3 POTENSIAL SEL, ENERGI BEBAS, DAN KESETIMBANGAN 8.4 PERSAMAAN NERNST 8

BAB 8. ELEKTROKIMIA 8.1 REAKSI REDUKSI OKSIDASI 8.2 SEL ELEKTROKIMIA 8.3 POTENSIAL SEL, ENERGI BEBAS, DAN KESETIMBANGAN 8.4 PERSAMAAN NERNST 8 BAB 8 BAB 8. ELEKTROKIMIA 8.1 REAKSI REDUKSI OKSIDASI 8.2 SEL ELEKTROKIMIA 8.3 POTENSIAL SEL, ENERGI BEBAS, DAN KESETIMBANGAN 8.4 PERSAMAAN NERNST 8.5 SEL ACCU DAN BAHAN BAKAR 8.6 KOROSI DAN PENCEGAHANNYA

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI 39 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 PENDAHULUAN Hasil eksperimen akan ditampilkan pada bab ini. Hasil eksperimen akan didiskusikan untuk mengetahui keoptimalan arang aktif tempurung kelapa lokal pada

Lebih terperinci

SOAL KIMIA 2 KELAS : XI IPA

SOAL KIMIA 2 KELAS : XI IPA SOAL KIMIA KELAS : XI IPA PETUNJUK UMUM. Tulis nomor dan nama Anda pada lembar jawaban yang disediakan. Periksa dan bacalah soal dengan teliti sebelum Anda bekerja. Kerjakanlah soal anda pada lembar jawaban

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Teknik Voltametri dan Modifikasi Elektroda

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Teknik Voltametri dan Modifikasi Elektroda 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Teknik Voltametri dan Modifikasi Elektroda Teknik elektrometri telah dikenal luas sebagai salah satu jenis teknik analisis. Jenis teknik elektrometri yang sering digunakan untuk

Lebih terperinci

Skala ph dan Penggunaan Indikator

Skala ph dan Penggunaan Indikator Skala ph dan Penggunaan Indikator NAMA : ENDRI BAMBANG SUPRAJA MANURUNG NIM : 4113111011 KELAS PRODI : DIK A : PENDIDIKAN JURUSAN : MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Korosi adalah suatu proses perusakan logam, dimana logam akan mengalami penurunan mutu (degradation) karena bereaksi dengan lingkungan baik itu secara kimia atau elektrokimia

Lebih terperinci

Pengendalian Laju Korosi pada Baja API 5L Grade B N Menggunakan Ekstrak Daun Gambir (Uncaria gambir Roxb)

Pengendalian Laju Korosi pada Baja API 5L Grade B N Menggunakan Ekstrak Daun Gambir (Uncaria gambir Roxb) 172 Pengendalian Laju Korosi pada Baja API 5L Grade B N Menggunakan Ekstrak Daun Gambir (Uncaria gambir Roxb) Eri Aidio Murti 1 *, Sri Handani 1, Yuli Yetri 2 1 Jurusan Fisika Universitas Andalas 2 Politeknik

Lebih terperinci

Pengaruh Lingkungan Terhadap Efisiensi Inhibisi Asam Askorbat (Vitamin C) pada Laju Korosi Tembaga

Pengaruh Lingkungan Terhadap Efisiensi Inhibisi Asam Askorbat (Vitamin C) pada Laju Korosi Tembaga JURNAL TEKNIK MESIN Vol. 1, No. 2, Oktober 1999 : 100-107 Pengaruh Lingkungan Terhadap Efisiensi Inhibisi Asam Askorbat (Vitamin C) pada Laju Korosi Tembaga Soejono Tjitro, Juliana Anggono Dosen Fakultas

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 32 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Data Eksperimen dan Perhitungan Eksperimen dilakukan di laboratorium penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia, ITB. Eksperimen dilakukan dalam rentang waktu antara

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Klasifikasi Baja [7]

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Klasifikasi Baja [7] BAB II DASAR TEORI 2.1 BAJA Baja merupakan material yang paling banyak digunakan karena relatif murah dan mudah dibentuk. Pada penelitian ini material yang digunakan adalah baja dengan jenis baja karbon

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Baja merupakan logam yang paling banyak digunakan untuk penerapan pada konstruksi dan industri karena mudah didapat dan difabrikasikan, serta memiliki kekuatan tarik

Lebih terperinci

Moch. Novian Dermantoro NRP Dosen Pembimbing Ir. Muchtar Karokaro, M.Sc. NIP

Moch. Novian Dermantoro NRP Dosen Pembimbing Ir. Muchtar Karokaro, M.Sc. NIP Pengaruh Variasi Bentuk dan Ukuran Scratch Polyethylene Wrap Terhadap Proteksi Katodik Anoda Tumbal Al-Alloy pada Baja AISI 1045 di Lingkungan Air Laut Moch. Novian Dermantoro NRP. 2708100080 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

Fe Fe e - (5.1) 2H + + 2e - H 2 (5.2) BAB V PEMBAHASAN

Fe Fe e - (5.1) 2H + + 2e - H 2 (5.2) BAB V PEMBAHASAN 63 BAB V PEMBAHASAN 5. 1. KETAHANAN KOROSI SUS 316L 5.1.1 Uji Celup SUS 316L Baja tahan karat mendapatkan ketahanan korosi hasil dari terbentuknya lapisan pasif pada permukaan logam. Lapisan pasif adalah

Lebih terperinci

DEA JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FTI-ITS

DEA JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FTI-ITS SIDANG LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH AGITASI DAN PENAMBAHAN KONSENTRASI INHIBITOR SARANG SEMUT (MYRMECODIA PENDANS) TERHADAP LAJU KOROSI BAJA API 5L GRADE B DI MEDIA LARUTAN 1M HCl Disusun oleh : Dinar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proses akhir logam (metal finishing) merupakan bidang yang sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proses akhir logam (metal finishing) merupakan bidang yang sangat luas, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses akhir logam (metal finishing) merupakan bidang yang sangat luas, yang dimana tujuan utamanya adalah untuk mencegah logam dengan korosifnya, namun juga mendapatkan

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI ph DAN ASAM ASETAT TERHADAP KARAKTERISTIK KOROSI CO 2 BAJA BS 970

PENGARUH VARIASI ph DAN ASAM ASETAT TERHADAP KARAKTERISTIK KOROSI CO 2 BAJA BS 970 TUGAS AKHIR MM091381 PENGARUH VARIASI ph DAN ASAM ASETAT TERHADAP KARAKTERISTIK KOROSI CO 2 BAJA BS 970 Dosen Pembimbing : Budi Agung Kurniawan, ST., M.Sc Oleh : Inti Sari Puspita Dewi (2707 100 052) Latar

Lebih terperinci

EFISIENSI INHIBITOR SENYAWA PURIN TERHADAP LAJU KOROSI BAJA SS 304 DALAM LARUTAN ASAM DENGAN ADANYA ION I -

EFISIENSI INHIBITOR SENYAWA PURIN TERHADAP LAJU KOROSI BAJA SS 304 DALAM LARUTAN ASAM DENGAN ADANYA ION I - Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 212 ISBN : 978-979-28-55-7 Surabaya, 25 Pebruari 212 EFISIENSI INHIBITOR SENYAWA PURIN TERHADAP LAJU KOROSI BAJA SS 34 DALAM LARUTAN ASAM DENGAN ADANYA ION I - EFFICIENCY

Lebih terperinci

ELEKTROKIMIA Konsep Dasar Reaksi Elektrokimia

ELEKTROKIMIA Konsep Dasar Reaksi Elektrokimia Departemen Kimia - FMIPA Universitas Gadjah Mada (UGM) ELEKTROKIMIA Konsep Dasar Reaksi Elektrokimia Drs. Iqmal Tahir, M.Si. Laboratorium Kimia Fisika, Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

Sel Volta (Bagian I) dan elektroda Cu yang dicelupkan ke dalam larutan CuSO 4

Sel Volta (Bagian I) dan elektroda Cu yang dicelupkan ke dalam larutan CuSO 4 KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 04 Sesi NGAN Sel Volta (Bagian I) Pada sesi 3 sebelumnya, kita telah mempelajari reaksi redoks. Kita telah memahami bahwa reaksi redoks adalah gabungan dari reaksi

Lebih terperinci

D. 2 dan 3 E. 2 dan 5

D. 2 dan 3 E. 2 dan 5 1. Pada suhu dan tekanan sama, 40 ml P 2 tepat habis bereaksi dengan 100 ml, Q 2 menghasilkan 40 ml gas PxOy. Harga x dan y adalah... A. 1 dan 2 B. 1 dan 3 C. 1 dan 5 Kunci : E D. 2 dan 3 E. 2 dan 5 Persamaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. elektrokimia (Fontana, 1986). Korosi merupakan masalah besar bagi peralatan

I. PENDAHULUAN. elektrokimia (Fontana, 1986). Korosi merupakan masalah besar bagi peralatan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Korosi merupakan suatu peristiwa kerusakan atau penurunan kualitas suatu bahan logam yang disebabkan oleh reaksi logam dengan lingkungan yang terjadi secara elektrokimia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk menguji potensi inhibisi produk dari kitosan yang berasal dari cangkang rajungan sebagai inhibitor korosi baja karbon dalam

Lebih terperinci

Jurnal Reaksi Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 3 No.5, Juni 2005 ISSN X

Jurnal Reaksi Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 3 No.5, Juni 2005 ISSN X 5 Jurnal Reaksi Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 3 No.5, Juni 2005 ISSN 1693-2X Irwan, Pemanfaatan Ekstrak Daun Tanjung Sebagai Inhibitor Korosi Baja Karbon Dalam Lingkungan Garam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Baja atau besi banyak digunakan di masyarakat, mulai dari peralatan rumah

I. PENDAHULUAN. Baja atau besi banyak digunakan di masyarakat, mulai dari peralatan rumah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Baja atau besi banyak digunakan di masyarakat, mulai dari peralatan rumah tangga, sekolah, gedung, mobil, motor, dan lain-lain. Tidak hanya dalam masyarakat, penggunaan

Lebih terperinci

Review I. 1. Berikut ini adalah data titik didih beberapa larutan:

Review I. 1. Berikut ini adalah data titik didih beberapa larutan: KIMIA KELAS XII IPA KURIKULUM GABUNGAN 06 Sesi NGAN Review I Kita telah mempelajari sifat koligatif, reaksi redoks, dan sel volta pada sesi 5. Pada sesi keenam ini, kita akan mereview kelima sesi yang

Lebih terperinci

kimia ASAM-BASA III Tujuan Pembelajaran

kimia ASAM-BASA III Tujuan Pembelajaran KTSP K-13 kimia K e l a s XI ASAM-BASA III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami mekanisme reaksi asam-basa. 2. Memahami stoikiometri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Korosi adalah suatu degredasi atau penurunan mutu logam akibat reaksi kimia suatu logam dengan lingkungannya (Priest, 1992). Dampak korosi yang ditimbulkan sangat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya. 5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 :

Lebih terperinci

SOAL SELEKSI NASIONAL TAHUN 2006

SOAL SELEKSI NASIONAL TAHUN 2006 SOAL SELEKSI NASIONAL TAHUN 2006 Soal 1 ( 13 poin ) KOEFISIEN REAKSI DAN LARUTAN ELEKTROLIT Koefisien reaksi merupakan langkah penting untuk mengamati proses berlangsungnya reaksi. Lengkapi koefisien reaksi-reaksi

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan Kebutuhan energi dalam kehidupan makin meningkat, sementara sumber energi yang tak dapat terbarukan menjadi makin berkurang. Oleh karena itu perlu

Lebih terperinci