Pengaruh Surfaktan Campuran pada Pembentukan Emulsi untuk Ekstraksi Merkuri (II) dengan Membran Cair Emulsi (MCE)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pengaruh Surfaktan Campuran pada Pembentukan Emulsi untuk Ekstraksi Merkuri (II) dengan Membran Cair Emulsi (MCE)"

Transkripsi

1 Pengaruh Surfaktan Campuran pada Pembentukan Emulsi untuk Ekstraksi Merkuri (II) dengan Membran Cair Emulsi (MCE) Kamarza Mulia*, Elsa Krisanti, Mulyazmi, Fariz Departemen Teknik Gas dan Petrokimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Depok, 16424, Tel , Fax ABSTRAK Penelitian ini mengenai teknik pemisahan pemisahan ion Hg(II) menngunakan sistem Membram Cair Emulsi (MCE) yang komponen penyusunnya adalah fasa akuatik dalam, fasa organik dan surfaktan. Fasa akuatik dalam adalah H 2 S 4 6N. Fasa organik terdiri dari ekstraktan ( asam oleat), pelarut organik (kerosin). Surfaktan yang digunakan terdiri dari span-80 sebagai surfaktan tunggal, span-80 dengan tween (20,80,81,85 ) sebagai surfaktan campuran. Untuk memperoleh suatu membran cair emulsi yang stabil dilakukan beberapa pengamatan yaitu penentukan nilai HLB campuran surfaktan yang tepat berdasarkan kelarutan maksimum fasa air dalam fasa minyak, penentuan nilai tegangan permukaan dan tegangan antarmuka cairan yang digunakan serta pengamatan terhadap kestabilan emulsi emulsi yang dihasilkan dengan variasi jenis dan konsentrasi surfaktan, waktu pengadukan dan konsentrasi ekstraktan. Sistem Membran Cair Emulsi (MCE) dengan komposisi asam oleat 0,3 M, kerosin, 3% (w) surfaktan campuran span-80 dan tween-20 pada nilai HLB campuran 4,8, dapat menghasilkan suatu emulsi yang stabil selama 4 jam. Emulsi ini dapat mengektraksi ion Hg(II) dari larutan umpan sebanyak 97,3%. dengan menggunakan kecepatan pengadukan 300 rpm, rasio volume membran emulsi dengan fasa umpan sebesar 3:8 dan waktu pengadukan 35 menit. 1. Pendahuluan Senyawa aktif permukaan (surface active agent atau surfaktan) adalah suatu senyawa yang telah diketahui dapat menjadi senyawa penstabil emulsi. Surfaktan mempunyai dua jenis gugus molekul yang berbeda kepolarannya, satu jenis gugus bersifat hidrofilik (suka air) sedangkan gugus lain bersifat lipofilik (suka minyak). Surfaktan dalam campuran air-minyak cenderung berada pada antarmuka air-minyak, yaitu gugus hidrofilik pada fasa air dan gugus lipofilik fasa minyak (organik). Pembentukan emulsi w/o melibatkan pelarutan fasa akuatik ke dalam fasa organik yang menghasilkan suspensi tetesan yang stabil secara termodinamika dan transparan(shinoda K., 1977). Dengan demikian pengamatan kelarutan fasa akuatik maksimum dalam suatu emulsi w/o dapat digunakan untuk menentukan surfaktan terbaik pada emulsi w/o yang stabil. Telah diketahui pula bahwa campuran surfaktan tertentu memiliki sifat yang lebih baik dibandingkan surfaktan tunggal dalam berbagai aplikasinya (Rosen, M.J., 1992). Jika suatu campuran surfaktan digunakan sebagai zat pengemulsi, maka HLB (Hydrophile Liphophile Balance) campuran tersebut adalah rata-rata HLB masingmasing surfaktan berbasis berat. Surfaktan yang digunakan dalam pembentukan emulsi biasanya memiliki nilai HLB dalam rentang Surfaktan yang digunakan untuk menstabilkan emulsi tergantung pada jenis emulsi yang dibentuk. Umumnya emulsi w/o menggunakan surfaktan yang memiliki nilai HLB 3-6, sedangkan untuk emulsi o/w digunakan surfaktan dengan nilai HLB

2 Sinergisme dalam surfaktan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana campuran surfaktan memiliki sifat yang lebih baik dibandingkan surfaktan tunggalnya. Umumnya sinergisme ditunjukkan oleh campuran surfaktan anionik-nonionik yang diakibatkan oleh gaya columbik, interaksi ion-dipol atau ikatan hidrogen yang terjadi diantara gugus polar. Surfaktan nonionik dengan interaksi antarmolekular yang minimum memiliki sinergisme terkecil dari semua campuran surfaktan. (Rosen, M.J., 1989). Sinergisme dalam campuran surfaktan nonionik sudah dilaporkan sebelumnya untuk surfaktan dari kelompok senyawa nonylphenylethoxylate (Huibers P.D.T, 1997) Penggunaan surfaktan sorbitol ester (Span) dan polioksietilenasi sorbitol ester (Tween) sebagai campuran emulsifier telah banyak diteliti (Jiao, J., 2003; pawale, F.., 1998; Sepulveda, E.,2003). Pada studi ini diteliti pengaruh campuran surfaktan Span dan Tween sebagai emulsifier pada kestabilan emulsi ganda air-minyak-air (w/o/w) yang digunakan untuk mengekstraksi ion logam merkuri. Jika masing masing kelompok surfaktan nonionik ini digunakan sebagai surfaktan tunggal maka surfaktan sorbitol ester (span) umumnya menghasilkan emulsi tipe W/ sedangkan surfaktan polioksietilenasi sorbitol ester (tween) umumnya menghasilkan emulsi tipe /W. Sorbitol mono-oleat (Span-80) banyak digunakan pada teknik pemisahan membran cair emulsi (ELM) karena tidak beracun dan tidak korosif, gugus polarnya mudah larut dalam air, memiliki kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan karena memiliki gugus hidrofilik dan lipofilik yang berada pada antarmuka fasa akuatik dan fasa organik. (Abou-Nemeh,I., 1992). Pada penelitian ini dilaporkan terdapatnya sinergi campuran surfaktan nonionik melalui pengamatan kelarutan fasa akuatik maksimum dalam emulsi w/o dengan fasa akuatik yang mengandung asam sulfat pekat dan fasa organik terdiri dari kerosen dan surfaktan dari kelompok sorbitol ester (span) dan polioksietilenasi sorbitol ester (tween). Struktur molekul Span-80 dan Tween-20 dapat dilihat pada gambar 1. berikut. Sorbitan oleate (Span-80) 20 Polyoxyethylene(20)sorbitan monolaurate (Tween-20) Gambar 1. Struktur molekul Span-80 dan Tween-20 Kemampuan larut yang tinggi fasa akuatik dalam fasa organik yang mengandung campuran surfaktan menunjukkan keberadaan surfaktan tersebut pada antarmuka dua fasa. Surfaktan yang memiliki gugus molekul lipofilik dan hidrofilik yang seimbang dan jumlahnya banyak akan cenderung sedikit terlarut di dalam fasa ruahnya, sehingga surfaktan tersebut akan berada pada antarmuka kedua fasa. Semakin kuat molekul surfaktan teradsorbsi (terjerap) pada antarmuka maka semakin efisien surfaktan tersebut menurunkan tegangan antarmuka. Kelarutan maksimum fasa akuatik pada fasa organik yang mengandung surfaktan dapat diamati sewaktu penambahan fasa akuatik tidak lagi menghasilkan campuran yang transparan atau berubah menjadi keruh. Surfaktan yang menyebabkan kelarutan maksimum fasa akuatik pada fasa organik menunjukkan surfaktan tersebut mampu menjadi emulsifier yang baik dalam pembentukan emulsi air dalam minyak (w/o) pada sistem tertentu. Menurut Rosen (1989) pada rasio volume fasa akuatik terhadap volume fasa organik dan konsentrasi surfaktan tertentu, terbentuk dispersi fasa akuatik dalam fasa organik yang transparan dan stabil secara termodinamika dengan ukuran tetesan dispersi pada rentang nm. Emulsi transparan tersebut terbentuk bila sifat hidrofil dan lipofil pada surfaktan yang digunakan tersebut seimbang dan tegangan antarmuka mendekati nol. 2

3 Pada studi ini diteliti juga tegangan permukaan dan tegangan antarmuka fasa akuatik dan fasa organik yang mengandung surfaktan untuk menunjukkan adanya surfaktan pada antarmuka/permukaan yang menurunkan tegangan permukaan/antarmuka. Pengamatan kelarutan maksimum fasa akuatik dalam fasa organik untuk campuran surfaktan digunakan untuk membandingkan kinerja surfaktan tunggal dibandingkan surfaktan campuran. Adanya sinergisme pada campuran surfaktan telah dijumpai pada campuran surfaktan dari golongan Igepal C ( nonilfeniletoksilat) (Hubers, P.D.T.,1997). Karena surfaktan digunakan sebagai emulsifier, maka diamati kestabilan emulsi yang menggunakan campuran surfaktan pada beberapa komposisi. 2. Penelitian 2.1. Bahan Surfaktan Span 80, tween ( 20, 80, 81, 85 ) (p.a) produksi Aldrich chemical, pelarut kerosin berfungsi sebagai pembentuk fasa organik. Larutan H2S4 berfungsi sebagai stripper. 2.2 Peralatan Biuret digunakan untuk menentukan kelarutan fasa air. Tensiometer digunakan: mengukur nilai tegangan permukaan dan tegangan antarmuka cairan. Magnetik stirer digunakan untuk mengaduk larutan yang sedang dititrasi serta pengaduk emulsi Prosedur A. Penentuan kelarutan maksimum fasa akuatik dalam fasa organik. Studi penentuan surfaktan terbaik dilakukan menggunakan beberapa jenis surfaktan dengan berbagai nilai HLB untuk mengamati nilai kelarutan optimum fasa akuatik di dalam fasa organik. Surfaktan yang digunakan adalah surfaktan nonionik span-80 dan surfaktan jenis tween (20, 80,81, dan 85). Surfaktan span-80 dicampurkan sejumlah 3% (w/w) dalam fasa organik yang berupa kerosin. Fasa akuatik sebagai penitrasi adalah laruran H 2 S 4 6N dalam aqua DM. Nilai HLB campuran surfaktan dapat dihitung secara aljabar dengan mengetahui HLB masing masing surfaktan murninya. HLB mix = f A. HLB A + (1 f A ). HLB B yang mana f A adalah fraksi berat surfaktan A dalam campuran surfaktan A dan B. Penggunaan metode HLB untuk menentukan surfaktan terbaik sebagai emulsifier memerlukan eksperimen sejumlah surfaktan dengan berbagai nilai HLB. Seringkali campuran surfaktan menyebabkan kestabilan emulsi yang lebih tinggi dibandingkan surfaktan tunggal dengan nilai HLB yang sama. (Myers, D., 1991) Kelarutan maksimum fasa akuatik dalam fasa organik diamati sewaktu terjadi perubahan pada fasa organik dari transparan menjadi keruh. Titrasi larutan organik dilakukan dalam keadaan diaduk perlahan pada suhu ruang 28 C. Kelarutan maksimum ditampilkan sebagai nilai rasio berat fasa akuatik terhadap berat fasa organik yang mengandung surfaktan 3% berat. Nilai kelarutan maksimum di plot sebagai fungsi nilai HLB campuran surfaktan untuk menentukan komposisi campuran surfaktan terbaik yang memiliki kelarutan tertinggi. B. Penentuan tegangan antarmuka fasa organik-fasa akuatik Studi terhadap nilai tegangan permukaan dan tegangan antarmuka cairan dilakukan menggunakan Tensiometer. Hal yang diukur adalah tegangan permukaan larutan satu fasa dan tegangan antarmuka fasa akuatik dan fasa organik dalam larutan dengan dua fasa. Keberadaan molekul surfaktan pada antarmuka akan menyebabkan rendahnya nilai tegangan antarmuka fasa akuatik dan fasa organik yang mengandung surfaktan. Perubahan tegangan permukaan atau antarmuka berdasarkan persamaan adsorpsi Gibbs untuk larutan encer yang mengandung surfaktan nonionik kurang dari 10-2 M dapat ditampilkan dalam persamaan dγ = 2.303RTΓ1 d logc1 3

4 yang mana γ adalah tegangan permukaan atau antarmuka, Γ adalah konsentrasi surfaktan pada permukaan dan C 1 konsentrasi total molar surfaktan. (Rosen, M.J., 1989). C. Penentuan kestabilan emulsi air-minyak Emulsi air-dalam-minyak (w/o) dibentuk dengan menggunakan berbagai surfaktan yang memiliki nilai HLB berbeda. Pengamatan kestabilan dilakukan pada sistem dengan fasa akuatik yang mengandung Asam Sulfat pekat 6N dan fasa organik yang terdiri dari kerosin dan surfaktan 3% berat serta asam oleat sebanyak 0.3M. Rasio volum fasa akuatik dan fasa organik adalah 1:1 dan pengadukan dilakukan pada kecepatan 2000 rpm selama 30 menit. Pengamatan dilakukan setelah pengadukan dihentikan. Fasa organik yang segera terpisah dari fasa emulsi menunjukkan emulsi yang tidak stabil. Volume fasa organik yang terpisah dan volume emulsi tertinggal dapat diukur sebagai fungsi waktu. Pengamatan terpisahnya fasa organik dan akuatik dari fasa emulsi diamati selama 9 jam. D. Ekstraksi ion merkuri (II) melalui emulsi ganda w/o/w Studi ekstraksi kation merkuri (II) dari fasa umpan (eksternal) dilakukan dengan menggunakan membran cair emulsi w/o dari hasil uji kestabilan yang paling optimum. Selanjutnya dilakukan pengamatan pada larutan umpan dan membran cair emulsi I, antara lain dengan mengubah rasio volume umpan terhadap membran cair emulsi I, waktu pengadukan dan kecepatan pengadukan. Ekstraksi ion merkuri (II) ini menggunakan larutan merkuri (II) 50 ppm sebagai fasa akuatik umpan dari kristal Hg(N 3 ) 2.H 2 yang dicampurkan perlahan lahan kedalam emulsi w/o dengan perbandingan tertentu sambil diaduk dengan kecepatan tertentu. Fasa akuatik setelah ekstraksi selesai dianalisis menggunakan metode Spektrofotometri untuk menentukan konsentrasi merkuri(ii) yang tersisa. 3. Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil pengamatan dan pembahasann tentang kestabilan emulsi w/o dan aplikasi emulsi ganda w/o/w pada ekstraksi ion merkuri dilaporkan sebagai berikut Hubungan nilai HLB campuran terhadap nilai kelarutan Melalui komposisi dua surfaktan yang diatur sehingga diperoleh nilai HLB yang bervariasi dilakukan penelitian terhadap kemampuan kelarutan fasa akuatik dalam fasa organik dalam pembentukan emulsi w/o. Dua jenis surfaktan yang digunakan adalah surfaktan untuk emulsi w/o dari sorbitan mono oleat (span-80) sorbitan mono oleat (span- 80) dengan nilai HLB 4,3, dan jenis surfaktan o/w dari polyoxyethylene sorbitol ester (tween; 20, 80, 81dan 85) dengan nilai HLB masing masing berturut-turut adalah 16.7, 15, 10,dan 11). Pada emulsi w/o yang terbentuk dari air dalam kerosin, surfaktan campuran lebih baik dari surfaktan tunggal. Dari gambar 1, terlihat penggunaan span 80 sebagai surfaktan tunggal memiliki kelarutan fasa akuatik dalam fasa organik yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan penggunaan span-80 yang telah dicampur dengan tween-20 dalam komposisi tertentu yang menghasilkan nilai HLB 4,8. Kombinasi campuran surfaktan antara span-80 dan tween 80, 81, 85 tidak menghasilkan kelarutan maksimum setinggi kombinasi span-80 dengan tween-20 pada nilai 0,227, untuk nilai HLB 4,8. 4

5 0.25 Solubilization (water-to-kerosene weight ratio) Span-80 - Tween-20 Span-80 - Tween-80 Span-80 - Tween-81 Span-80 - Tween HLB Gambar 1. : Hubungan nilai HLB campuran surfaktan terhadap kelarutan maksimum dalam air (komposisi: fasa air = H 2 S 4 6N, fasa minyak = 3% (w) surfaktan campuran dan 97%(w) pelarut kerosin ). Hasil ini menunjukkan kombinasi surfaktan span-80 dan tween-20 pada komposisi tersebut memiliki karakteristik hidrofilik dan lipofilik yang seimbang, sehingga campuran surfaktan cenderung lebih senang berada di antarmuka fasa akuatik dan fasa organik yang berasal kerosin Tegangan antarmuka fasa akuatik dan fasa organik Bila surfaktan yang digunakan sebagai emulsifier berada di antarmuka, maka akan semakin rendah tegangan antarmuka kedua fasa. Penggunaan surfaktan yang sesuai yang memiliki sifat hidrofilik dan lipofilik yang seimbang dapat menghasilkan emulsi yang stabil. Semakin tinggi kemampuan larut fasa akuatik dalam fasa organik maka semakin kuat pengaruh surfaktan tersebut pada antarmuka yang dapat diamati dari rendahnya tegangan antarmuka. Tabel 1. tegangan antarmuka air-kerosin Komponen γ =dyne/cm2 Air kerosin Air +H 2 S 4 6N-kerosin H 2 S 4 6N 3%( span-80 & Tween-20) 4,8 dalam kerosin H 2 S 4 6N 3%( span-80 & Tween-80) 4,8 dalam kerosin H 2 S 4 6N 3% (span-80 & Tween-85) 4,8 dalam kerosin H 2 S 4 6N 3% (span-80 & Tween-81) 4,8 dalam kerosin Ketika dua fasa bercampur, air dan kerosin, maka tegangan antar muka yang terukur adalah dyne/cm 2. Sewaktu fasa air dicampur dengan senyawa elektrolit seperti H 2 S 4 yang maka tegangan antarmukanya menurun sedikit menjadi dyne/cm 2. Penambahan surfaktan campuran 3% pada fasa organik (kerosin) menurunkan tegangan antarmuka menjadi sekitar 27 dyne/cm 2. Konsentrasi surfaktan yang rendah (3% berat) menyebabkan tidak terlihat pengaruh penurunan tegangan antarmuka yang besar antara penggunaan surfaktan campuran span-80 dan tween-20 dengan surfaktan tween lainnya. Walaupun kecil, tapi dari data di tabel tersebut tampak bahwa campuran surfaktan span-80 dan tween 20 menghasilkan tegangan antarmuka terendah. 5

6 Hasil ini menunjukkan bahwa komposisi span-80 dan tween-20 dengan nilai HLB 4.8 menghasilkan pengurangan tegangan antarmuka terbesar, sehingga diharapkan emulsi w/o yang dibentuk akan lebih stabil Kestabilan emulsi w/o Berdasarkan pengamatan tentang kelarutan maksimum fasa akuatik dalam fasa organik serta turunnya tegangan antarmuka kedua fasa, maka dilakukan pengamatan kestabilan emulsi w/o sebagai fungsi waktu. Pengamatan dilakukan dengan mendiamkan emulsi w/o yang dibentuk dengan pengadukan 2000 rpm. Setelah pengadukan dihentikan emulsi yang terbentuk dapat terdeemulsifikasi spontan membentuk kembali fasa akuatik dan fasa organiknya, sehingga dapat diamati penurunan volum emulsi w/o sebagai fungsi waktu. Kecepatan pengadukan pada waktu pembentukan emulsi w/o berpengaruh pada kestabilan emulsi. Semakin lama waktu pengadukan semakin lama emulsi w/o bertahan. Dengan memvariasikan waktu pengadukan pada 2000 rpm dari 5 menit sampai 30 menit, tampak bahwa pengadukan selama 30 menit menghasilkan emulsi w/o yang lebih stabil. Menggunakan waktu pengadukan 30 menit dan kecepatan pengadukan 2000 rpm, diperoleh hasil pengamatan selama sembilan jam terhadap kestabilan emulsi w/o menggunakan surfaktan span-80 tunggal dan surfaktan campuran span 80 dan tween-20 dengan nilai HLB 4,8. Volume emulsi (ml) Waktu pengamatan (jam) 3% Surfaktan campuran (Span-80 dan Tween-20) 3% Surfaktan tunggal (Span-80) Gambar 2. Kestabilan emulsi w/o yang menggunakan surfaktan tunggal span-80 dan surfaktan campuran span-80 dan tween-20. Ket.: konsentrasi surfaktan 3% (berat), fasa organik=kerosin, rasio volum fasa akuatik:fasa organik = 1:1, kecepatan pengadukan 2000 rpm dan waktu pengadukan 30 menit. Secara keseluruhan selama waktu pengamatan sembilan jam, kedua emulsi relatif stabil. Akan tetapi untuk aplikasi emulsi w/o akan diperlukan emulsi yang memiliki kestabilan tinggi selama waktu aplikasinya. Dari gambar 2 tampak bahwa emulsi w/o yang menggunakan surfaktan tunggal span-80, setelah pengadukan dihentikan, langsung terde-emulsifikasi perlahan-lahan sehingga setelah tiga jam volume emulsi berkurang dengan signifikan. Pengamatan pada emulsi w/o dengan surfaktan campuran span-80 dan tween- 20 menunjukkan setelah pengadukan selesai emulsi lebih stabil. Pada pengamatan tiga jam setelah pengadukan berhenti, hampir tidak ada emulsi yang terdeemulsifikasi. Hasil pengamatan ini menunjukkan, bahwa kestabilan emulsi w/o dengan surfaktan campuran lebih baik dibandingkan kestabilan emulsi dengan surfaktan tunggal span-80. Penggunaan surfaktan tween-20 dalam jumlah kecil ke dalam span-80 sehingga menghasilkan nilai HLB sebesar 4.8 ternyata mampu meningkatkan kinerja surfaktan sebagai emulsifier pada sistem emulsi air/kerosin. Dengan demikian pada pencampuran dua surfaktan tersebut terjadi sinergisme yang menyebabkan kestabilan emulsi yang lebih tinggi. Kekuatan mekanik lapisan antarmuka adalah faktor utama kestabilan emulsi. Kestabilan emulsi yang lebih tinggi dengan menggunakan emulsi campuran terjadi karena gugus lipofilik dan hidrofilik dari kedua surfaktan pada antarmuka menyusun diri sedemikian rupa sehingga kerapatan gugus tersebut pada antarmuka air/kerosin menjadi tinggi. Kerapatan gugus lipofilik dan hidrofobik yang tinggi menghasilkan kekuatan interaksi lateral dan elastisitas lapisan yang tinggi. 6

7 Penyusunan gugus lipofilik dan hipofilik surfaktan span-80 dan tween-20 dapat terjadi sebagai berikut: 20 water oil Gambar 3. Penyusunan molekul surfaktan Span-80 dan Tween-20 pada antarmuka air-minyak (kerosin) Surfaktan tunggal jenis emulsifier w/o memiliki kelarutan lebih tinggi pada fasa organik dibandingkan fasa akuatiknuya, sebaliknya terjadi dengan surfaktan jenis emulsifier o/w. Pencampuran surfaktan jenis w/o dengan sedikit surfaktan jenis o/w dapat menyebabkan keseimbangan kekuatan sifat hidrofilik dan lipofilik sehingga kedua surfaktan akan cenderung lebih banyak berada di antarmuka dan sedikit yang terlarut pada fasa ruah masing-masing Kemampuan membran cair emulsi mengekstraksi ion Hg(II) Pada tahapan ini dilakukan pengamatan terhadap kemampuan membran cair emulsi mengekstraksi ion merkuri (II) dari larutan umpan. Pengamatan dilakukan terhadap faktor- faktor yang mempengaruhi kemampuan ekstraksi tersebut seperti kecepatan pengadukan, rasio emulsi terhadap fasa umpan dan waktu pengadukan Gambar 4. menunjukan pengamatan kemampuan membran emulsi untuk mengekstraksi ion merkuri (II) dari larutan umpan pada berbagai kecepatan pengadukan dengan rasio volume emulsi terhadap fasa umpan sebesar 3:8. Pada kecepatan pengadukan 300 rpm kemampuan ekstraksi paling tinggi dicapai sebesar 97,24 %. 100 % ekstraksi Hg(II) Waktu pengadukan (menit) 200 rpm 300 rpm 400 rpm Gambar 4. Pengaruh kecepatan pengadukan terhadap kemampuan ekstraksi dengan rasio volume emulsi w/o terhadap fasa umpan sebesar 3:8 Berdasarkan hasil pengamatan pada Gambar 4. dapat disimpulkan bahwa pada kecepatan pengadukan 300 rpm dengan rasio emulsi terhadap fasa umpannya adalah 3:8 kemampuan mengekstraksi ion Hg(II) lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan kecepatan pengadukan 200 dan 400 rpm. Hal ini diperkirakan pada kecepatan 300 lebih sedikit terjadi kebocoran emulsi. 7

8 Kebocoran bisa diakibatkan karena swelling ( penggelembungan), dimana sejumlah air dari fasa umpan masuk kedalam fasa penerima. Selain itu bisa diakibatkan oleh gesekan mekanis antara butiran emulsi yang terjadi pada kecepatan yang tinggi. Akibatnya ion merkuri (II) yang telah terekstraksi atau yang terikat pada fasa penerima kembali lagi ke fasa umpan sehingga kemampuan ekstraksi ion merkuri(ii) yang telah dicapai akan turun (Yinhua dan Xiujuan, 2002). 4. Kesimpulan Hasil pada penelitian menunjukkan kombinasi surfaktan span-80 dan tween-20 pada komposisi dengan nilai HLB 4,8 memiliki kelarutan maksimum air dalam organik tertinggi. Hal ini menyimpulkan bahwa campuran tersebut memiliki karakteristik hidrofilik dan lipofilik yang seimbang, sehingga molekul surfaktan cenderung lebih senang berada pada antarmuka fasa akuatik dan fasa organik (kerosin). Komposisi span-80 dan tween-20 dengan nilai HLB 4.8 menghasilkan pengurangan tegangan antarmuka terbesar, sehingga emulsi w/o yang dibentuk akan lebih stabil. Kestabilan emulsi w/o dengan surfaktan campuran lebih baik dibandingkan kestabilan emulsi dengan surfaktan tunggal span-80. Penggunaan surfaktan tween-20 dalam jumlah kecil ke dalam span-80 yang menghasilkan nilai HLB sebesar 4.8 ternyata mampu meningkatkan kinerja surfaktan sebagai emulsifier pada sistem emulsi air/kerosin. Dengan demikian pada pencampuran dua surfaktan tersebut terjadi sinergisme yang menyebabkan kestabilan emulsi yang lebih tinggi. Kestabilan emulsi yang lebih tinggi dengan menggunakan emulsi campuran terjadi karena gugus lipofilik dan hidrofilik dari kedua surfaktan pada antarmuka menyusun diri sedemikian rupa sehingga kerapatan gugus tersebut pada antarmuka air/kerosin menjadi tinggi. Kerapatan gugus lipofilik dan hidrofobik yang tinggi menghasilkan kekuatan interaksi lateral dan elastisitas lapisan yang tinggi. Sistem Membran Cair Emulsi yang terdiri dari fasa akuatik dalam dengan asam sulfat 6N, fasa organik dengan pelarut kerosin yang mengandung asam oleat 0,3M sebagai ekstraktan, dan surfaktan campuran (span-80 dan tween-20) dapat mengekstraksi ion merkuri (II) sebesar 97,3% dalam waktu ekstraksi 35 menit. Daftar Pustaka 1. Abou-Nemeh,I., and A.P. Van Peteghem, (1992), Kinetic Study of the Emulsion Breakage during Metal Extraction by Liquid Surfactant Membrane (LSM) from Simultaded and Industrial Effluen, Journal of Membrane Science, vol Huibers, P.D.T., and Dinesh.Shah, (1997), Evidence for Synergism in Nonionic Surfactant Mixtures: Enhancement of Solubilization in Water-in-il Microemulsions, Langmuir, 13, Jiao J, and Burgess Dj, (2003), Rheology and stability of water in oilin water multiple emulsions containing Span 83 and Tween 20, AAPS PharmSci, 5(1),E7; 4. pawale F.., and Burgess Dj, (1998), Influence of interfacial rhological properties of mixed emulsifier films on the stability of wate-in-oil-in-water emulsions, J.Pharm Pharmacol. Sep; 50(9):966-73; 5. Rosen, M.J., (1989), Surfactants anda Interfacial Phenomena, 2 nd. Ed, Wiley, New York. 6. Rosen, M.J., (1992), Mixed Surfactant Systems, P.M.Holland and D.N.Rubingh, eds. American Chemical Society, Washington D.C. 7. Sepulveda E, Kildsig DP, and Ghaly ES, (2003), Relationship between internal phase volume and emulsion stability: the cetyl alcohol/stearyl alcohol system, Pharm Dev Technol, 8 (3) : ). 8. Shinoda, K. and H.Kunieda, (1977), Microemulsions: Theory and Practice, L.M. Prince, Ed.: Academic Press, New York, chapter Yinhua, W and Xiujuan, Z., (2002), Swelling Determination of W//W Emulsion Liquid Membranes, Journal of Membrane Science, 195,

PENGGUNAAN SURFAKTAN CAMPURAN TERHADAP PEMBENTUKAN KESTABILAN EMULSI W/O

PENGGUNAAN SURFAKTAN CAMPURAN TERHADAP PEMBENTUKAN KESTABILAN EMULSI W/O PENGGUNAAN SURFAKTAN CAMPURAN TERHADAP PEMBENTUKAN KESTABILAN EMULSI W/O Mulyazmi Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Universitas Bung Hatta Kampus III: Jl. Gajah Mada No.19 Olo Nanggalo Telp(0751)7054257

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN

SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN SIFAT PERMUKAAN Terdapat pada sistem pangan yang merupakan sistem 2 fase (campuran dari cairan yang tidak saling melarutkan immiscible) Antara 2

Lebih terperinci

Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan

Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan Tania S. Utami *), Rita Arbianti, Heri Hermansyah, Wiwik H., dan Desti A. Departemen Teknik

Lebih terperinci

Bilamana beberapa fase berada bersama-sama, maka batas di antara fase-fase ini dinamakan antarmuka (interface).

Bilamana beberapa fase berada bersama-sama, maka batas di antara fase-fase ini dinamakan antarmuka (interface). 2 3 4 Bilamana beberapa fase berada bersama-sama, maka batas di antara fase-fase ini dinamakan antarmuka (interface). Antar muka dapat berada dalam beberapa jenis, yang dapat berwujud padat, cair atau

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS SURFAKTAN DAN RECOVERY MEMBRAN DALAM DIFUSI FENOL ANTAR FASA TANPA ZAT PEMBAWA. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh KHAIRUNNISSA NO.

EFEKTIFITAS SURFAKTAN DAN RECOVERY MEMBRAN DALAM DIFUSI FENOL ANTAR FASA TANPA ZAT PEMBAWA. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh KHAIRUNNISSA NO. EFEKTIFITAS SURFAKTAN DAN RECOVERY MEMBRAN DALAM DIFUSI FENOL ANTAR FASA TANPA ZAT PEMBAWA Skripsi Sarjana Kimia Oleh KHAIRUNNISSA NO.BP : 06132064 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

TRANSPOR ION TEMBAGA (II) MELALUI TEKNIK MEMBRAN CAIR FASA RUAH

TRANSPOR ION TEMBAGA (II) MELALUI TEKNIK MEMBRAN CAIR FASA RUAH J. Ris. Kim. Vol. 1 No. 1, September 2007 TRANSPOR ION TEMBAGA (II) MELALUI TEKNIK MEMBRAN CAIR FASA RUAH Olly Norita Tetra, Admin Alif, Hermansyah A dan Emriadi Laboratorium Elektrokimia/Fotokimia, Jurusan

Lebih terperinci

PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2.

PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2. PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2. Mengetahui dan memahami cara menentukan konsentrasi

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA TEGANGAN PERMUKAAN KELOMPOK 1 SHIFT A 1. Dini Mayang Sari (10060310116) 2. Putri Andini (100603) 3. (100603) 4. (100603) 5. (100603) 6. (100603) Hari/Tanggal Praktikum

Lebih terperinci

4. Emulsifikasi dan homogenisasi

4. Emulsifikasi dan homogenisasi Minggu 4 4. Emulsifikasi dan homogenisasi 4.. Emulsi Emulsi adalah suatu larutan yang terdiri dari fase disperse dan fase continue. Ada dua tipe emulsi yaitu air dalam lemak dan lemak dalam air. Contoh

Lebih terperinci

Lampiran 1. Determinasi Tanaman Jarak Pagar

Lampiran 1. Determinasi Tanaman Jarak Pagar Lampiran 1. Determinasi Tanaman Jarak Pagar Lampiran 2. Penentuan Faktor Koreksi pada Pengukuran Tegangan Permukaan (γ) dengan Alat Tensiometer Du Nuoy Faktor koreksi = ( γ ) air menurut literatur ( γ

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN MESA off grade merupakan hasil samping dari proses sulfonasi MES yang memiliki nilai IFT lebih besar dari 1-4, sehingga tidak dapat digunakan untuk proses Enhanced Oil Recovery

Lebih terperinci

Rendemen APG dihitung berdasarkan berat APG yang diperoleh setelah dimurnikan dengan berat total bahan baku awal yang digunakan.

Rendemen APG dihitung berdasarkan berat APG yang diperoleh setelah dimurnikan dengan berat total bahan baku awal yang digunakan. Lampiran 1 Prosedur analisis surfaktan APG 1) Rendemen Rendemen APG dihitung berdasarkan berat APG yang diperoleh setelah dimurnikan dengan berat total bahan baku awal yang digunakan. % 100% 2) Analisis

Lebih terperinci

TUGAS FISIKA FARMASI TEGANGAN PERMUKAAN

TUGAS FISIKA FARMASI TEGANGAN PERMUKAAN TUGAS FISIKA FARMASI TEGANGAN PERMUKAAN Disusun Oleh : Nama NIM : Anita Ciptadi : 16130976B PROGRAM STUDI D-III FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA 2013/2014 KATA PENGANTAR Puji syukur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surfaktan Surfaktan (surface active agent) adalah senyawa amphiphilic, yang merupakan molekul heterogendan berantai panjangyang memiliki bagian kepala yang suka air (hidrofilik)

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Orientasi formula mikroemulsi dilakukan untuk mendapatkan formula yang dapat membentuk mikroemulsi dan juga baik dilihat dari stabilitasnya. Pemilihan emulgator utama

Lebih terperinci

EMULSI FARMASI. PHARM.DR. JOSHITA DJAJADISASTRA, MS, PhD

EMULSI FARMASI. PHARM.DR. JOSHITA DJAJADISASTRA, MS, PhD EMULSI FARMASI PHARM.DR. JOSHITA DJAJADISASTRA, MS, PhD KEUNTUNGAN Meningkatkan bioavailibilitas obat Controlled rate drug release Memberikan perlindungan terhadap obat yang rentan terhadap oksidasi dan

Lebih terperinci

PENGUJIAN SIFAT FISIK EMULSI

PENGUJIAN SIFAT FISIK EMULSI TEKNOLOGI MINYAK, EMULSI DAN OLEOKIMIA MINGGU 13 PENGUJIAN SIFAT FISIK EMULSI DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 Faktor-faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi jernih yang terbentuk dari fasa lipofilik, surfaktan, kosurfaktan dan air. Dispersi mikroemulsi ke dalam air bersuhu rendah akan menyebabkan

Lebih terperinci

PENGARUH PERSENTASE SURFAKTAN DAN TOPO - KEROSEN PADA EKSTRAKSI MEMBRAN EMULSI TERHADAP KONSENTRAT Ce (IV)

PENGARUH PERSENTASE SURFAKTAN DAN TOPO - KEROSEN PADA EKSTRAKSI MEMBRAN EMULSI TERHADAP KONSENTRAT Ce (IV) 4 ISSN 0216-3128 Suyanti, dkk. PENGARUH PERSENTASE SURFAKTAN DAN TOPO - KEROSEN PADA EKSTRAKSI MEMBRAN EMULSI TERHADAP KONSENTRAT Ce (IV) Suyanti dan MV Purwani Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan sediaan losio minyak buah merah a. Perhitungan HLB butuh minyak buah merah HLB butuh minyak buah merah yang digunakan adalah 17,34. Cara perhitungan HLB

Lebih terperinci

SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt.

SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Sediaan cair banyak dipilih untuk pasien pediatrik dan geriatric karena mudah untuk ditelan, dan fleksibilitas

Lebih terperinci

Abstrak. 1. Pendahuluan. 2. Penelitian

Abstrak. 1. Pendahuluan. 2. Penelitian Perolehan Kembali kel Dari Limbah Baterai -MH Dengan Metode Leaching H 2 S 4 Dan Ekstraksi Cair-Cair Menggunakan Ekstraktan Cyanex 272 Dalam Pelarut Kerosin Ir. Yuliusman, M.Eng dan Andhy Laksono Departemen

Lebih terperinci

Abstrak. Kata kunci: Flotasi; Ozon; Polyaluminum chloride, Sodium Lauril Sulfat.

Abstrak. Kata kunci: Flotasi; Ozon; Polyaluminum chloride, Sodium Lauril Sulfat. Pengaruh Dosis Koagulan PAC Dan Surfaktan SLS Terhadap Kinerja Proses Pengolahan Limbah Cair Yang Mengandung Logam Besi (), Tembaga (), Dan kel () Dengan Flotasi Ozon Eva Fathul Karamah, Setijo Bismo Departemen

Lebih terperinci

PENURUNAN KADAR TEMBAGA DALAM AIR LIMBAH DENGAN PROSES EKSTRAKSI MEMBRAN CAIR

PENURUNAN KADAR TEMBAGA DALAM AIR LIMBAH DENGAN PROSES EKSTRAKSI MEMBRAN CAIR Prayitno dan M.E. Budiyono ISSN 0216-3128 1 PENURUNAN KADAR TEMBAGA DALAM AIR LIMBAH DENGAN PROSES EKSTRAKSI MEMBRAN CAIR Prayitno dan M.E Budiyono Puslitbang Teknologi Maju BATAN ABSTRAK PENURUNAN KADAR

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kelompok Keilmuan (KK) Kimia Analitik, Program Studi Kimia Institut Teknologi Bandung. Penelitian dilakukan mulai Mei 2007 sampai dengan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Membran 4.1.1 Membran PMMA-Ditizon Membran PMMA-ditizon dibuat dengan teknik inversi fasa. PMMA dilarutkan dalam kloroform sampai membentuk gel. Ditizon dilarutkan

Lebih terperinci

STUDI LABORATORIUM PENGARUH KONSENTRASI SURFAKTAN POLIMER TERHADAP RECOVERY FACTOR DENGAN BERBAGAI SALINITAS

STUDI LABORATORIUM PENGARUH KONSENTRASI SURFAKTAN POLIMER TERHADAP RECOVERY FACTOR DENGAN BERBAGAI SALINITAS STUDI LABORATORIUM PENGARUH KONSENTRASI SURFAKTAN POLIMER TERHADAP RECOVERY FACTOR DENGAN BERBAGAI SALINITAS Ricky 1), Sugiatmo Kasmungin 2), M.Taufiq Fathaddin 3) 1) Mahasiswa Magister Perminyakan, Fakultas

Lebih terperinci

PEMISAHAN DENGAN MEMBRAN

PEMISAHAN DENGAN MEMBRAN PEMISAHAN DENGAN MEMBRAN Oleh: Susila K Kompetensi Dasar: Mahasiswa dapat memahami proses pemisahan dengan membran dan dapat mengaplikasikan metode pemisahan ini pada pemisahan analit suatu sampel Proses

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS) terdiri dari minyak, surfaktan, kosurfaktan, dan

Lebih terperinci

Laporan Kimia Fisika Penentuan Tegangan Permukaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak fenomena-fenomena alam yang kurang kita perhatikan akan

Laporan Kimia Fisika Penentuan Tegangan Permukaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak fenomena-fenomena alam yang kurang kita perhatikan akan Laporan Kimia Fisika Penentuan Tegangan Permukaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak fenomena-fenomena alam yang kurang kita perhatikan akan tetapi fenomenafenomena tersbut mempunyai hubungan

Lebih terperinci

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi Rita Arbianti *), Tania S. Utami, Heri Hermansyah, Ira S., dan Eki LR. Departemen Teknik Kimia,

Lebih terperinci

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam JURNAL KELARUTAN D. Tinjauan Pustaka 1. Kelarutan Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam bagian tertentu pelarut, kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa 1 bagian

Lebih terperinci

Pengaruh Kondisi Operasi Reaksi Hidrogenasi Metil Laurat dengan Katalis Nikel untuk Pembuatan Surfaktan Oleokimia

Pengaruh Kondisi Operasi Reaksi Hidrogenasi Metil Laurat dengan Katalis Nikel untuk Pembuatan Surfaktan Oleokimia JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No. 3 Tahun XXII, September 2008, 229-235 ISSN 0215-1685 Pengaruh Kondisi Operasi Reaksi Hidrogenasi Metil Laurat dengan Katalis Nikel untuk Pembuatan Surfaktan Oleokimia Rita Arbianti,

Lebih terperinci

SURFACE TENSION ( Tegangan Permukaan )

SURFACE TENSION ( Tegangan Permukaan ) SURFACE TENSION ( Tegangan Permukaan ) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak fenomena-fenomena alam yang kurang kita perhatikan akan tetapi fenomena-fenomena tersbut mempunyai hubungan dengan adanya

Lebih terperinci

TEGANGAN PERMUKAAN / TEGANGAN ANTAR PERMUKAAN

TEGANGAN PERMUKAAN / TEGANGAN ANTAR PERMUKAAN PENOMENA PERMUKAAN TEGANGAN PERMUKAAN / TEGANGAN ANTAR PERMUKAAN Batasan antara 2 fase biasanya disebut antar permukaan Bila salah satu fasenya merupakan gas maka disebut Permukaan Dalam bidang farmasi

Lebih terperinci

Ngatijo, dkk. ISSN Ngatijo, Pranjono, Banawa Sri Galuh dan M.M. Lilis Windaryati P2TBDU BATAN

Ngatijo, dkk. ISSN Ngatijo, Pranjono, Banawa Sri Galuh dan M.M. Lilis Windaryati P2TBDU BATAN 181 PENGARUH WAKTU KNTAK DAN PERBANDINGAN FASA RGANIK DENGAN FASA AIR PADA EKSTRAKSI URANIUM DALAM LIMBAH CAIR MENGGUNAKAN EKSTRAKTAN DI-2-ETIL HEKSIL PHSPHAT Ngatijo, Pranjono, Banawa Sri Galuh dan M.M.

Lebih terperinci

SINTESIS SURFAKTAN ALKIL POLIGLIKOSIDA DARI GLUKOSA DAN DODEKANOL DENGAN KATALIS ASAM

SINTESIS SURFAKTAN ALKIL POLIGLIKOSIDA DARI GLUKOSA DAN DODEKANOL DENGAN KATALIS ASAM SINTESIS SURFAKTAN ALKIL POLIGLIKOSIDA DARI GLUKOSA DAN DODEKANOL DENGAN KATALIS ASAM Anastasia Wulan Pratidina Swasono, Putri Dei Elvarosa Sianturi, Zuhrina Masyithah Departemen Teknik Kimia, Fakultas

Lebih terperinci

EKSTRAKSI EMAS DARI LIMBAH PAPAN SIRKUIT TELEPON GENGGAM MENGGUNAKAN TEKNIK MEMBRAN CAIR EMULSI

EKSTRAKSI EMAS DARI LIMBAH PAPAN SIRKUIT TELEPON GENGGAM MENGGUNAKAN TEKNIK MEMBRAN CAIR EMULSI Mesomeri Imam Santoso et. al. EKSTRAKSI EMAS DARI LIMBAH PAPAN SIRKUIT TELEPON GENGGAM MENGGUNAKAN TEKNIK MEMBRAN CAIR EMULSI Imam Santoso, Tritiyatma.H.N, Silvana Titian a Jurusan Kimia, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

A. Sifat Fisik Kimia Produk

A. Sifat Fisik Kimia Produk Minyak sawit terdiri dari gliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Dua jenis asam lemak yang paling dominan dalam minyak sawit yaitu asam palmitat, C16:0 (jenuh),

Lebih terperinci

OPTIMASI TRANSPOR Cu(II) DENGAN APDC SEBAGAI ZAT PEMBAWA MELALUI TEKNIK MEMBRAN CAIR FASA RUAH

OPTIMASI TRANSPOR Cu(II) DENGAN APDC SEBAGAI ZAT PEMBAWA MELALUI TEKNIK MEMBRAN CAIR FASA RUAH J. Ris. Kim. Vol. 5, No. 2, Maret 12 OPTIMASI TRANSPOR Cu(II) DENGAN APDC SEBAGAI ZAT PEMBAWA MELALUI TEKNIK MEMBRAN CAIR FASA RUAH Imelda, Zaharasmi Kahar, Maria Simarmata, dan Djufri Mustafa Laboratorium

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

Laporan Praktikum KI3141 Kimia Fisik Percobaan G-3 Tegangan Permukaan Cairan Cara Cincin Du Nouy. : Gayatri Ayu Andari NIM :

Laporan Praktikum KI3141 Kimia Fisik Percobaan G-3 Tegangan Permukaan Cairan Cara Cincin Du Nouy. : Gayatri Ayu Andari NIM : Laporan Praktikum KI3141 Kimia Fisik Percobaan G-3 Tegangan Permukaan Cairan Cara Cincin Du Nouy Nama : Gayatri Ayu Andari NIM : 10511053 Kelompok : 05 Tanggal Percobaan : 29 Oktober 2015 Tanggal Pengumpulan

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PADA PROSES ESTERIFIKASI SORBITOL DENGAN ASAM OLEAT MENGGUNAKAN KATALIS ASAM p-toluene sulfonate

PENGARUH SUHU PADA PROSES ESTERIFIKASI SORBITOL DENGAN ASAM OLEAT MENGGUNAKAN KATALIS ASAM p-toluene sulfonate PENGARUH SUHU PADA PROSES ESTERIFIKASI SORBITOL DENGAN ASAM OLEAT MENGGUNAKAN KATALIS ASAM p-toluene sulfonate Lik Anah Pusat Penelitian Kimia LIPI Jalan Cisitu Sangkuriang, Bandung 40135 Telp. : (022)

Lebih terperinci

Fraksi mol tiga komponen dari sistem terner (C = 3) sesuai dengan X A + X B + Xc =

Fraksi mol tiga komponen dari sistem terner (C = 3) sesuai dengan X A + X B + Xc = DIAGRAM TERNER I. DASAR TEORI erdasarkan hukum fase Gibbs jumlah terkecil peubah bebas yang diperlukan untuk menyatakan keadaan suatu sistem dengan tepat pada kesetimbangan dilengkapkan sebagai : V = C

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surfaktan Surfaktan adalah zat yang dapat mengaktifkan permukaan, karena cenderung untuk terkonsentrasi pada permukaan (antar muka), atau zat yang dapat menaik dan menurunkan

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polimer Emulsi 2.1.1 Definisi Polimer Emulsi Polimer emulsi adalah polimerisasi adisi terinisiasi radikal bebas dimana suatu monomer atau campuran monomer dipolimerisasikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Ekstrak Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) Ekstark buah tomat memiliki organoleptis dengan warna kuning kecoklatan, bau khas tomat, rasa manis agak asam, dan bentuk

Lebih terperinci

STUDY EKSPERIMEN PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN TERHADAP CAMPURAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DAN ETHANOL HYDROUS TERHADAP PERFORMA DIESEL ENGINE

STUDY EKSPERIMEN PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN TERHADAP CAMPURAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DAN ETHANOL HYDROUS TERHADAP PERFORMA DIESEL ENGINE STUDY EKSPERIMEN PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN TERHADAP CAMPURAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DAN ETHANOL HYDROUS TERHADAP PERFORMA DIESEL ENGINE Anggra Fiveriati 1) dan Atok Setiawan 2) 1) Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

Variations of Span-80 Concentration and ph of The External Phase On Lead(II) Extraction Ion by Liquid Membrane Emulsion Method

Variations of Span-80 Concentration and ph of The External Phase On Lead(II) Extraction Ion by Liquid Membrane Emulsion Method J. Akad. Kim. 3(4): 192-197, November 2014 ISSN 2302-6030 VARIASI KONSENTRASI SPAN-80 DAN ph FASA EKSTERNAL PADA EKSTRAKSI ION TIMBAL II DENGAN METODE EMULSI MEMBRAN CAIR Variations of Span-80 Concentration

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH digilib.uns.ac.id xvi DAFTAR SINGKATAN A/M ANOVA BHA BHT CMC CoCl 2 HIV HLB M/A O/W ph SPSS t-lsd UV W/O : Air dalam Minyak : Analysis of Variance : Butylated Hydroxyanisole : Butylated Hydroxytoluen)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN (Ditjen Perkebunan, 2012). Harga minyak sawit mentah (Crude Palm

I. PENDAHULUAN (Ditjen Perkebunan, 2012). Harga minyak sawit mentah (Crude Palm I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia dengan volume ekspor minyak kelapa sawit mencapai16,436 juta ton pada tahun

Lebih terperinci

KELAKUAN FASA CAMPURAN ANTARA RESERVOAR-INJEKSI-SURFAKTAN UNTUK IMPLEMENTASI ENHANCED WATER FLOODING

KELAKUAN FASA CAMPURAN ANTARA RESERVOAR-INJEKSI-SURFAKTAN UNTUK IMPLEMENTASI ENHANCED WATER FLOODING PROCEEDING SIMPOSIUM NASIONAL IATMI 2001 Yogyakarta, 3-5 Oktober 2001 KELAKUAN FASA CAMPURAN ANTARA RESERVOAR-INJEKSI-SURFAKTAN UNTUK IMPLEMENTASI ENHANCED WATER FLOODING Sugihardjo 1, Edward Tobing 1,

Lebih terperinci

FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK KRIM SUSU KUDA SUMBAWA DENGAN EMULGATOR NONIONIK DAN ANIONIK

FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK KRIM SUSU KUDA SUMBAWA DENGAN EMULGATOR NONIONIK DAN ANIONIK FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK KRIM SUSU KUDA SUMBAWA DENGAN EMULGATOR NONIONIK DAN ANIONIK Faridha Yenny Nonci, Nurshalati Tahar, Qoriatul Aini 1 1 Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,

Lebih terperinci

*Nurul Hidayah, Baharuddin Hamzah, dan Purnama Ningsih Pendidikan Kimia/FKIP Universitas Tadulako, Palu Indonesia 94118

*Nurul Hidayah, Baharuddin Hamzah, dan Purnama Ningsih Pendidikan Kimia/FKIP Universitas Tadulako, Palu Indonesia 94118 J. Akad. Kim. 6(3): 165-169, Agustus 2017 ISSN 2302-6030 (p), 2477-5185 (e) PENGARUH KONSENTRASI SURFAKTAN DAN PERBANDINGAN VOLUME EMULSI DENGAN VOLUME FASA EKSTERNAL PADA EKSTRAKSI ION MERKURI MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi yang stabil secara termodinamika dengan ukuran globul pada rentang 10 nm 200 nm (Prince, 1977). Mikroemulsi dapat dibedakan dari emulsi biasa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 28 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Proses produksi glukosa ester dari beras dan berbagai asam lemak jenuh dilakukan secara bertahap. Tahap pertama fermentasi tepung beras menjadi glukosa menggunakan enzim

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK DAN KESTABILAN EMULSI MINYAK MENTAH INDONESIA

STUDI KARAKTERISTIK DAN KESTABILAN EMULSI MINYAK MENTAH INDONESIA 1 STUDI KARAKTERISTIK DAN KESTABILAN EMULSI MINYAK MENTAH INDONESIA Nuki Lindya Susanti (L2C607040) dan Yusrina Arum Rahardian (L2C607061) Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

EKSTRAKSI ION LOGAM Zn(II) MENGGUNAKAN SENYAWA PEMBAWA TANIN TERMODIFIKASI DENGAN METODE MEMBRAN CAIR RUAH

EKSTRAKSI ION LOGAM Zn(II) MENGGUNAKAN SENYAWA PEMBAWA TANIN TERMODIFIKASI DENGAN METODE MEMBRAN CAIR RUAH Ekstraksi Ion Logam Zn ( II )..( Dedi Setiyawan ) 75 EKSTRAKSI ION LOGAM Zn(II) MENGGUNAKAN SENYAWA PEMBAWA TANIN TERMODIFIKASI DENGAN METODE MEMBRAN CAIR RUAH THE EXTRACTION OF Zn(II) METAL IONS USING

Lebih terperinci

Uji Selektifitas Transpor Fenol Melalui Teknik Membran Cair Fasa Ruah

Uji Selektifitas Transpor Fenol Melalui Teknik Membran Cair Fasa Ruah Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 213 Uji Selektifitas Transpor Fenol Melalui Teknik Membran Cair Olly Norita Tetra,* Admin Alif, Refinel, Hermansyah Aziz dan Desniwati Laboratorium Elektro/Fotokimia,

Lebih terperinci

PROFIL KELARUTAN LIMBAH MINYAK BUMI DALAM AIR AKIBAT PENGARUH SURFAKTAN NONIONIK DAN LAJU PENGADUKAN

PROFIL KELARUTAN LIMBAH MINYAK BUMI DALAM AIR AKIBAT PENGARUH SURFAKTAN NONIONIK DAN LAJU PENGADUKAN PROFIL KELARUTAN LIMBAH MINYAK BUMI DALAM AIR AKIBAT PENGARUH SURFAKTAN NONIONIK DAN LAJU PENGADUKAN (Solubility Profile of Petroleum Waste In Water as Effect of Nonionic Surfactant and Stirring Rate)

Lebih terperinci

PENCIRIAN SURFAKTAN NONIONIK ESTER GLUKOSA STEARAT DAN ESTER GLUKOSA OLEAT SEBAGAI PENGEMULSI, DETERGEN, DAN PEMBUSA RINI SUFRIYANI

PENCIRIAN SURFAKTAN NONIONIK ESTER GLUKOSA STEARAT DAN ESTER GLUKOSA OLEAT SEBAGAI PENGEMULSI, DETERGEN, DAN PEMBUSA RINI SUFRIYANI PENCIRIAN SURFAKTAN NONIONIK ESTER GLUKOSA STEARAT DAN ESTER GLUKOSA OLEAT SEBAGAI PENGEMULSI, DETERGEN, DAN PEMBUSA RINI SUFRIYANI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh rasio mol katalis dan suhu pada proses butanolisis Proses sintesis APG dua tahap diawali oleh proses butanolisis. Penggunaan bahan baku sakarida yang memiliki dextrose

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK PERCOBAAN H-3 SOL LIOFIL

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK PERCOBAAN H-3 SOL LIOFIL LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK PERCOBAAN H-3 SOL LIOFIL Nama : Winda Amelia NIM : 90516008 Kelompok : 02 Tanggal Praktikum : 11 Oktober 2017 Tanggal Pengumpulan : 18 Oktober 2017 Asisten : LABORATORIUM

Lebih terperinci

Uji Kinerja Ekstraktan Cyanex 272 dalam Me-recovery Logam Nikel dari Limbah Ni-Cd dengan Metode Ekstraksi Cair-Cair

Uji Kinerja Ekstraktan Cyanex 272 dalam Me-recovery Logam Nikel dari Limbah Ni-Cd dengan Metode Ekstraksi Cair-Cair Uji Kinerja Ekstraktan Cyanex 272 dalam Me-recovery Logam kel dari Limbah - dengan Metode Ekstraksi Cair-Cair Ir.Rita Arbianti,Msi, Ir.Yuliusman,MEng, dan Hendra Syaifuddin Jurusan Teknik Gas dan Petrokimia,

Lebih terperinci

STUDI KESTABILAN BUSA MENGENAI PENGARUH SUHU DAN ELEKTROLITSERTA KONSENTRASI SURFAKTAN DENGAN DAN TANPA MINYAK

STUDI KESTABILAN BUSA MENGENAI PENGARUH SUHU DAN ELEKTROLITSERTA KONSENTRASI SURFAKTAN DENGAN DAN TANPA MINYAK Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : 2460-8696 Buku 1 ISSN (E) : 2540-7589 STUDI KESTABILAN BUSA MENGENAI PENGARUH SUHU DAN ELEKTROLITSERTA KONSENTRASI SURFAKTAN DENGAN DAN TANPA MINYAK

Lebih terperinci

4023 Sintesis etil siklopentanon-2-karboksilat dari dietil adipat

4023 Sintesis etil siklopentanon-2-karboksilat dari dietil adipat NP 4023 Sintesis etil siklopentanon-2-karboksilat dari dietil adipat NaEt C 10 H 18 4 Na C 2 H 6 C 8 H 12 3 (202.2) (23.0) (46.1) (156.2) Klasifikasi Tipe reaksi and penggolongan bahan Reaksi pada gugus

Lebih terperinci

BAB V EKSTRAKSI CAIR-CAIR

BAB V EKSTRAKSI CAIR-CAIR BAB V EKSTRAKSI CAIR-CAIR I. TUJUAN 1. Mengenal dan memahami prinsip operasi ekstraksi cair cair. 2. Mengetahui nilai koefisien distribusi dan yield proses ekstraksi. 3. Menghitung neraca massa proses

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENGARUH WAKTU SULFONASI DALAM PEMBUATAN SURFAKTAN MES (METHYL ESTER SULFONATE) BERBASIS MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (CPO)

LAPORAN AKHIR PENGARUH WAKTU SULFONASI DALAM PEMBUATAN SURFAKTAN MES (METHYL ESTER SULFONATE) BERBASIS MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (CPO) LAPORAN AKHIR PENGARUH WAKTU SULFONASI DALAM PEMBUATAN SURFAKTAN MES (METHYL ESTER SULFONATE) BERBASIS MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (CPO) Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma

Lebih terperinci

ZAT PEMBAWA OKSIN DAN SDS SEBAGAI ADITIF MELALUI TEKNIK MEMBRAN CAIR FASA RUAH

ZAT PEMBAWA OKSIN DAN SDS SEBAGAI ADITIF MELALUI TEKNIK MEMBRAN CAIR FASA RUAH Vol. 5, No. 2, Maret 2012 J. Ris. Kim. UJI SELEKTIFITAS TRANSPOR Cu(II) TERHADAP Mg(II), Ca(II) DAN Sr(II) DENGAN ZAT PEMBAWA OKSIN DAN SDS SEBAGAI ADITIF MELALUI TEKNIK MEMBRAN CAIR FASA RUAH Olly Norita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Korosi merupakan fenomena kimia yang dapat menurunkan kualitas suatu

BAB I PENDAHULUAN. Korosi merupakan fenomena kimia yang dapat menurunkan kualitas suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Korosi merupakan fenomena kimia yang dapat menurunkan kualitas suatu bahan akibat berinteraksi dengan lingkungan yang bersifat korosif. Proses korosi adalah

Lebih terperinci

PROSES RE-EKSTRAKSI URANIUM HASIL EKSTRAKSI YELLOW CAKE MENGGUNAKAN AIR HANGAT DAN ASAM NITRAT

PROSES RE-EKSTRAKSI URANIUM HASIL EKSTRAKSI YELLOW CAKE MENGGUNAKAN AIR HANGAT DAN ASAM NITRAT ISSN 1979-2409 Proses Re-Ekstraksi Uranium Hasil Ekstraksi Yellow Cake Menggunakan Air Hangat dan Asam Nitrat (Torowati, Pranjono, Rahmiati dan MM. Lilis Windaryati) PRSES RE-EKSTRAKSI URANIUM HASIL EKSTRAKSI

Lebih terperinci

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C Lipid Sifat fisika lipid Berbeda dengan dengan karbohidrat dan dan protein, lipid bukan merupakan merupakan suatu polimer Senyawa organik yang terdapat di alam Tidak larut di dalam air Larut dalam pelarut

Lebih terperinci

PENGARUH RASIO MOL REAKTAN DAN LAMA SULFONASI TERHADAP KARAKTERISTIK METHYL ESTER SULFONIC (MES) DARI METIL ESTER MINYAK SAWIT

PENGARUH RASIO MOL REAKTAN DAN LAMA SULFONASI TERHADAP KARAKTERISTIK METHYL ESTER SULFONIC (MES) DARI METIL ESTER MINYAK SAWIT PENGARUH RASIO MOL REAKTAN DAN LAMA SULFONASI TERHADAP KARAKTERISTIK METHYL ESTER SULFONIC (MES) DARI METIL ESTER MINYAK SAWIT Methyl Ester Sulfonic Sri Hidayati 1, Pudji Permadi 2, Hestuti Eni 3 1 2 3

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. I. Definisi

PEMBAHASAN. I. Definisi PEMBAHASAN I. Definisi Gel menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), merupakan sistem semi padat, terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang B. Tinjauan Pustaka

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang B. Tinjauan Pustaka BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Sektor industri termasuk industri kimia di dalamnya, dewasa ini mengalami pertumbuhan yang sangat pesat seiring dengan meningkatnya kebutuhan hidup manusia, baik dari

Lebih terperinci

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets I. Formula Asli R/ Krim Kosmetik II. Rancangan Formula Nama Produk : Jumlah Produk : 2 @ 40 g Tanggal Pembuatan : 16 Januari 2013 No. Reg : No. Bets : Komposisi : Tiap 40 g mengandung VCO 15% TEA 2% Asam

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C 29 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan terhadap bahan baku vitamin C meliputi pemerian, kelarutan, identifikasi dan penetapan kadar. Uji kelarutan dilakukan

Lebih terperinci

TRANSESTERIFIKASI PARSIAL MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN ETANOL PADA PEMBUATAN DIGLISERIDA SEBAGAI AGEN PENGEMULSI

TRANSESTERIFIKASI PARSIAL MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN ETANOL PADA PEMBUATAN DIGLISERIDA SEBAGAI AGEN PENGEMULSI Jurnal Teknik Kimia Indonesia, Vol. 8 No. 1 April 2009, 33-37 TRANSESTERIFIKASI PARSIAL MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN ETANOL PADA PEMBUATAN DIGLISERIDA SEBAGAI AGEN PENGEMULSI Rita Arbianti*, Tania Surya

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 5.1 HASIL PENGAMATAN 5.1.1 Pengenalan Sistem Dispersi a. Larutan Awal Setelah dimasukkan ke dalam air Sampel Tekstur Warna Butiran Warna Kejernihan Homogenitas Garam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aspal adalah material perekat berwarna coklat kehitam hitaman sampai hitam dengan unsur utama bitumen. Aspal merupakan senyawa yang kompleks, bahan utamanya disusun

Lebih terperinci

tetapi untuk efektivitas ekstraksi analit dengan rasio distribusi yang kecil (<1), ekstraksi hanya dapat dicapai dengan mengenakan pelarut baru pada

tetapi untuk efektivitas ekstraksi analit dengan rasio distribusi yang kecil (<1), ekstraksi hanya dapat dicapai dengan mengenakan pelarut baru pada I. TUJUAN PERCOBAAN 1.1 Memahami pemisahan berdasarkan ekstraksi asam asetat. 1.2 Menentukan harga koefisien distribusi senyawa dalam dua pelarut yang tidak saling campur (ekstraksi cair - cair) II. DASAR

Lebih terperinci

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pendahuluan Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pelarut lain yang digunakan adalah etanol dan minyak. Selain digunakan secara oral, larutan juga

Lebih terperinci

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACK... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR ISTILAH... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lemak dan minyak adalah trigliserida yang berarti triester (dari) gliserol. Perbedaan antara suatu lemak adalah pada temperatur kamar, lemak akan berbentuk padat dan

Lebih terperinci

A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin

A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin Kurkumin merupakan senyawa polifenol yang diekstrak dari rimpang kunyit (Curcuma longa Linn.). Kurkumin dilaporkan memiliki efek farmakologi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit (Elaeis Guineesis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit (Elaeis Guineesis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Inti Sawit (PKO) Kelapa sawit (Elaeis Guineesis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan Indonesia yang memiliki masa depan cukup cerah. Perkebunan kelapa sawit semula

Lebih terperinci

RECOVERY PERAK DARI LIMBAH FOTOGRAFI MELALUI MEMBRAN CAIR BERPENDUKUNG DENGAN SENYAWA PEMBAWA ASAM DI-2-ETIL HEKSILFOSFAT (D2EHPA)

RECOVERY PERAK DARI LIMBAH FOTOGRAFI MELALUI MEMBRAN CAIR BERPENDUKUNG DENGAN SENYAWA PEMBAWA ASAM DI-2-ETIL HEKSILFOSFAT (D2EHPA) RECOVERY PERAK DARI LIMBAH FOTOGRAFI MELALUI MEMBRAN CAIR BERPENDUKUNG DENGAN SENYAWA PEMBAWA ASAM DI-2-ETIL HEKSILFOSFAT (D2EHPA) Oleh : Syamsul Anwar J2C002168 RINGKASAN Perak merupakan suatu logam berharga,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit LAMPIRAN Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit 46 Lampiran 2. Diagram alir proses pembuatan Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) Metil Ester Olein Gas SO 3 7% Sulfonasi Laju alir ME 100 ml/menit,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIKO-KIMIA BIJI DAN MINYAK JARAK PAGAR Biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari PT. Rajawali Nusantara Indonesia di daerah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Satu Penentuan Formula Pembuatan Sabun Transparan Penelitian tahap satu merupakan tahap pemilihan formula pembuatan sabun trasnparan. Hasil penelitian tahap satu ini

Lebih terperinci

Larutan dan Konsentrasi

Larutan dan Konsentrasi Larutan dan Konsentrasi Tujuan Pembelajaran Mahasiswa memahami konsep larutan Mahasiswa memahami konsep perhitungan konsentrasi Pentingnya perhitungan konsentrasi Pentingnya memahami sifat larutan dan

Lebih terperinci

KAJIAN LABORATORIUM MENGENAI PENGARUH SALINITAS, PERMEABILITAS DAN KONSENTRASI SURFAKTAN TERHADAP PEROLEHAN MINYAK PADA PROSES INJEKSI SURFAKTAN

KAJIAN LABORATORIUM MENGENAI PENGARUH SALINITAS, PERMEABILITAS DAN KONSENTRASI SURFAKTAN TERHADAP PEROLEHAN MINYAK PADA PROSES INJEKSI SURFAKTAN Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : 2460-8696 Buku 1 ISSN (E) : 2540-7589 KAJIAN LABORATORIUM MENGENAI PENGARUH SALINITAS, PERMEABILITAS DAN KONSENTRASI SURFAKTAN TERHADAP PEROLEHAN

Lebih terperinci

20 % w/w = 100% 26.67% x =

20 % w/w = 100% 26.67% x = massa zat terlarut (g) %w/w = x100% massa larutan (g) Contoh : hitung %berat NaCl yang dibuat dengan melarutkan 20 g NaCl dalam 55 g air Jawab : 20 % w/w = 100% 26.67% 20 + 55 x = Contoh : 50 ml alkohol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lateks pekat sebagai bahan utama pada penelitian ini tetap berada dalam bentuk emulsi sebelum diolah menjadi bahan baku pada industri. Biasanya lateks pekat banyak

Lebih terperinci

Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi Journal of Scientific and Applied Chemistry

Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi Journal of Scientific and Applied Chemistry Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi 12 (3) (2009) : 88 92 88 ISSN: 1410-8917 Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi 12 (3) (2009): 1 5 Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi Journal of Scientific and Applied hemistry Journal

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Surfaktan Gemini 12-2-12 Sintesis surfaktan gemini dilakukan dengan metode konvensional, yaitu dengan metode termal. Reaksi yang terjadi adalah reaksi substitusi bimolekular

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci