BAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial, keberadaannya tidak dapat. dipisahkan dari pengaruh orang lain, berhubungan serta bekerjasama dengan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial, keberadaannya tidak dapat. dipisahkan dari pengaruh orang lain, berhubungan serta bekerjasama dengan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial, keberadaannya tidak dapat dipisahkan dari pengaruh orang lain, berhubungan serta bekerjasama dengan orang lain. Salah satu cara terpenting dalam berhubungan dan bekerjasama dengan orang lain ialah melalui komunikasi. Wilbur schramm menyatakan dalam konteks komunikasi, suatu masyarakat dapat dilihat sebagai sejumlah hubungan (relationship) di mana masing masing orang mengambil bagian (sharing) atas informasi (Suprapto, 2006: 3). Dalam proses belajar, komunikasi merupakan suatu indikator yang menentukan apakah pesan persuasif yang ingin disampaikan guru terhadap siswa tepat pada sasaran. Apakah kebutuhan siswa terpenuhi melalui komunikasi yang terjalin atau apakah masing masing pihak mengambil bagian atas informasi. Hal ini terkait dengan interaksi yang terjalin antara guru sebagai komunikator dan siswa sebagai komunikannya. Pandangan komunikasi sebagai interaksi menyetarakan komunikasi dengan proses sebab akibat atau aksi dan reaksi yang arahnya bergantian. Dalam situasi pendidikan atau pengajaran terjalin interaksi antara siswa dengan guru. Interaksi ini sesungguhnya adalah interaksi antara dua kepribadian. Guru sebagai orang dewasa dan siswa sebagai anak yang sedang berkembang dan mencari bentuk kedewasaan. Kedudukan guru sebagai pendidik tidak dapat dipisahkan dari guru sebagai pribadi. Kepribadian seorang guru sangat mempengaruhi dalam penyampaian dan pembekalan informasi di kelas termasuk

2 di dalamnya pemaknaan pribadi seorang guru terhadap kata belajar. Ketika seorang guru berpandangan bahwa belajar adalah suatu kegiatan menghafal fakta, maka sistem belajar yang diberikannya kepada anak didik tentu akan berbeda dengan seorang guru yang mendefinisikan belajar sebagai suatu proses penerapan prinsip. Jika kita telaah lebih lanjut, kemudian memaparkan mengenai definisi belajar dari masing masing orang, maka kita akan mendapati beragam jawaban yang tentunya berbeda pula. Perbedaan pendapat tiap orang mengenai defenisi belajar disebabkan karena adanya kenyataan, bahwa perbuatan belajar itu sendiri bermacam macam dan begitu banyak jenis kegiatan yang disepakati orang sebagai kegiatan belajar. Bentuk kepribadian guru sangat berpengaruh terhadap perkembangan siswa. Pembentukan kepribadian guru tersebut bisa saja didapat melalui lingkungan, keluarga maupun institusi tempatnya menimba ilmu. Sementara itu, perkembangan peserta didik tidak selalu mulus dan lancar. Banyak hambatan yang terjadi seiring dengan perkembangan pola pikir dan tindakan siswa sebagai individu yang tengah berkembang. Dalam perkembangannya, siswa kerap dihadapkan dengan banyak kendala yang menghalangi transfusi informasi secara tepat guna sebagai landasan kognitif mereka. Hal ini sangat mungkin terjadi disebabkan pewarisan sistem komunikasi pendidikan yang menempatkan pengajar sebagai struktur dominan sedang murid terlahir sebagai resisten. Dalam metode pembelajaran baru, yang diharapkan adalah ketika guru sebagai komunikator berperan menjadi sutradara dalam sistem pendidikan, selanjutnya meletakkan siswa dalam perannya sebagai aktor. Kenyataanya masih didapati peran guru sebagai penguasa sistem pembelajaran, dengan memberikan informasi sebanyak

3 banyaknya kepada siswa dan siswa hanya menerima dan berusaha mencermati informasi. Dalam hal ini yang terjadi siswa seperti mendapat ceramahekspositori. Di mana guru adalah pemain dan murid sebagai penonton. Guru berperan sangat aktif dan siswa menjadi pasif. Ketika guru ingin menjadikan siswa seaktif dirinya, siswa merasa memiliki tidak banyak bekal selain yang di informasikan guru di depan kelas, sampai disitu siswa merasa tidak memiliki kepercayaan diri dalam mengisi sistem komunikasi yang dibangun karena pesimis akan informasi yang dimilikinya. Seyogyanya guru memfasilitasi aktivitas siswa dalam mengembangkan kompetensinya sehingga memiliki kecakapan hidup (life skill) untuk bekal hidup dan penghidupannya sebagai insan mandiri. Demikian pula dalam diri siswa, terbiasa menjadi audience membuat mereka tidak mampu membuat pilihan menerima atau tidak menerima pelajaran. Kondisi ini juga dapat disebabkan dari kemampuan diri seorang guru dalam menyampaikan komunikasi belajar mengajar. Penghargaan yang cukup minim bagi profesi mulia ini, menjadikan guru sebagai team pendidik tidak memiliki waktu atau materi yang cukup untuk mengisi luang mereka dengan mencari informasi teraktual mengenai seluk beluk proses pembelajaran atau membekali diri mereka dengan pendalaman psikologi pendidikan serta perkembangan siswa. Sebaliknya insan guru cukup direpotkan dengan berbagai permasalahan keluarga yang menjadikan mereka bukan tidak ingin meningkatkan mutu pembelajaran, namun lebih kepada keadaan yang bisa jadi tidak memungkinkan. Peran guru dalam proses pendidikan tidak hanya sebatas memberikan materi materi pelajaran, namun juga dalam perkembangan psikologis, sosial dan

4 moral siswa. Dalam perkembangan psikologis, guru berperan membentuk kepribadian siswa yang mandiri, tidak bergantung pada orang lain juga telah mampu bertanggung jawab atas semua perbuatannya serta kemampuan bersikap objektif. Kemampuan seorang guru dalam pembentukan kedewasaan siswa secara sosial membentuk pribadi siswa yang mampu berinteraksi dengan orang lain dan melakasanakan peran peran sosial. Kedewasaan siswa secara moral dibentuk dalam interaksi pendidikan menciptakan perilaku siswa sesuai dengan nilai nilai yang ditanamkan dan menjadi pegangannya. Dalam fungsinya sebagai pembimbing, guru memiliki lembaga atau institusi khusus di dalam sekolah sehingga tanggung jawab pembinaan dan pengawasan perkembangan siswa dapat dilakukan di luar proses belajar mengajar di kelas, lembaga ini disebut Bimbingan Konseling atau guru BK. Guru BK disebut juga konselor pendidikan yang bertanggung jawab memberikan pelayanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik di satuan pendidikan. Konselor pendidikan termasuk profesi tenaga pendidikan sebagaimana tercantum dalam Undang Undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional maupun Undang Undang tentang guru dan dosen yakni Pendidik adalah tenaga pendidikan yang berkualifikasi sebagai guru,dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.. Hampir di setiap sekolah baik SMP maupun SMA terdapat guru BK, guru bagian bimbingan konseling ini bisa jadi tenaga ahli yang terdidik sebagai lulusan program studi bidang bimbingan dan konseling, namun tidak sedikit pula penanggung jawab bimbingan ini bukan tenaga ahli di bidangnya, hanya

5 seseorang yang kebetulan ditunjuk oleh kepala sekolah untuk memegang jabatan sebagai guru BK. Guru BK memiliki tugas yang sama dengan guru bidang studi lainnya, yakni bagaimana berupaya meningkatkan mutu pendidikan. Guru bimbingan dan konseling seharusnya memiliki trik trik tertentu dalam meningkatkan kemampuan dan minat siswa dalam belajar, sehingga sangat disarankan seorang guru BK memiliki pengetahuan dasar mengenai psikologi pendidikan, hal ini berarti tenaga ahli di bidang ini adalah prioritas. Sementara guru dengan latar belakang pendidikan lain yang ditunjuk kepala sekolah sebagai guru BK, bisa jadi kurang efektif. Upaya bimbingan dan konseling ditujukan agar siswa mengenal dan memahami diri sendiri, mampu mengenal dan menerima lingkungannya secara positif dan dinamis serta mampu mengambil keputusan, mengamalkan dan mewujudkan diri sendiri secara efektif dan produktif sesuai dengan keinginannya di masa depan. Sebagai guru bimbingan dan penyuluhan di sekolah, hakikatnya seorang guru BK memahami akan fungsi dan peranannya di sekolah di antaranya mencegah perilaku negative, memberi bantuan dalam penyelesaian konflik dalam diri siswa, memelihara dan mengembangkan potensi yang ada pada siswa. Ketika seorang guru BK telah memahami fungsi maupun peranannya dalam lingkungan sekolah, maka selanjutnya ia harus mampu menjalankan fungsi fungsi yang dimilikinya itu. Seperti halnya guru BK di SMA Swasta Nurul Hasanah. Tenaga yang digunakan di sekolah ini merupakan tenaga ahli yang memiliki kompetensi di bidangnya. Sebagai lulusan program studi bimbingan konseling, guru BK di SMA Nurul Hasanah cukup andil dan berupaya keras untuk

6 terus membantu permasalahan yang dihadapi siswa/i nya terutama yang berkenaan dengan kompetensi atau kemampuan belajar. SMA Nurul Hasanah merupakan salah satu sekolah menengah atas swasta di bawah naungan Yayasan Pendidikan Nurul Hasanah yang berlatar belakang pendidikan Islam. Terletak di pemukiman penduduk membuat sekolah ini cukup populer meski hanya di daerahnya. Dengan fasilitas dan prasarana yang ada, yayasan pendidikan Nurul hasanah yang terdiri dari SD, SMP dan SMA ini berupaya menciptakan generasi muda yang mandiri. Untuk pengembangan minat dan bakat di sekolah ini terdapat beberapa ekstra kulikuler seperti pramuka, paskibra, dan beberapa kegiatan olah raga serta kerap ikut dalam berbagai kegiatan perlombaan yang bersifat eksteren. Tidak ada pembagian jurusan di SMA Nurul Hasanah ini seperti layaknya sekolah menengah pada umumnya. Tiap tingkatan siswa hanya terdiri dari satu kelas dan materi pelajaran diajarkan secara umum. Namun, semangat para pendidik dalam memperjuangkan anak didiknya di sekolah ini tampaknya masih kurang didukung dengan motivasi dan keinginan kuat dari siswa. Hal ini terkait dengan minat dan kompetisi siswa dalam belajar yang cenderung minim. Penggambaran konsep diri yang terbilang rendah (negative) sebagai pemicunya. Siswa kerap dihadapkan dengan masalah tuntutan orang tua yang menginginkan diri mereka secepatnya membantu ekonomi keluarga, hal ini di picu dari tingkat ekonomi rata rata siswa yang tergolong menengah ke bawah, keadaan tersebut menyebabkan motivasi siswa untuk menamatkan program studinya di sekolah menjadi rendah, apalagi untuk berkompetisi meraih prestasi atau nilai terbaik. Belum lagi masalah prilaku

7 negative siswa yang diadaptasinya dari lingkungan sosial. Untuk mengatasi berbagai hal tersebut biasanya guru BK di SMA Nurul Hasanah memanggil siswa yang bersangkutan dan melakukan penedekatan melalui komunikasi antarpribadi. Rendahya persaingan di dalam pelajaran serta masalah prilaku remaja membuat peran guru BK dituntut keras dalam meningkatkan kembali daya saing siswa dalam menuntut ilmu. Hal tersebut merupakan tugas wajib yang harus dilaksanakannya sebagai tujuan pembinaan dan konseling. Ditambah lagi guru BK di SMA Nurul Hasanah merupakan seorang ahli dengan gelar Sarjana Pendidikan di bidang bimbingan dan konseling. Untuk itu, ia berkewajiban dalam membantu siswa meningkatkan kompetensi belajarnya guna memasuki dunia baru yang global dan dinamis, sesuai dengan pengembangan kurikulum yang distandartkan yakni kurikulum berbasis kompetensi. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti sangat tertarik untuk melihat sejauhmana pengaruh komunikasi antarpribadi guru Bimbingan Konseling (guru BK) terhadap pengembangan kompetensi belajar siswa di SMA Nurul Hasanah. I.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Sejauhmana pengaruh komunikasi antarpribadi guru Bimbingan Konseling (guru BK) terhadap pengembangan kompetensi belajar siswa di SMA Nurul Hasanah, Percut Sei Tuan.

8 I.3. Pembatasan Masalah Agar ruang lingkup dalam penelitian dan permasalahan yang diteliti menjadi jelas, terarah dan lebih spesifik, maka peneliti memberikan pembatasan masalah, yakni : 1. Komunikasi antarpribadi sebagai variable bebas dalam penelitian ini terbatas pada faktor faktor yang mempengaruhi hubungan antarpribadi seperti keterbukaan, empati, dukungan, rasa positif dan kesamaan. 2. Kompetensi belajar sebagai variable terikat dalam penelitian ini terbatas pada faktor faktor seperi pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai, sikap dan minat. 3. Objek Penelitian ini adalah siswa SMA Nurul Hasanah dari Yayasan Pendidikan Nurul Hasanah, Percut Sei Tuan. 4. Penelitian dilakukan mulai bulan Januari I.4. Tujuan dan Manfaat penelitian I.4.1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui peranan komunikasi antarpribadi dalam meningkatkan kompetensi belajar siswa. 2. Untuk mencari tahu upaya Guru Bimbingan Konseling dalam peningkatan kompetensi belajar siswa SMA Nurul Hasanah, Percut Sei Tuan. 3. Untuk mengetahui pengaruh komunikasi antarpribadi yang dilakukan Guru Bimbingan Konseling terhadap pengembangan kompetensi belajar siswa SMA Nurul Hasanah, Percut Sei Tuan.

9 I.4.2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang akan diberikan dari penelitian ini adalah : 1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam Ilmu Komunikasi khususnya yang berkaitan dengan Komunikasi Antarpribadi. 2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian dan sumber bacaan di lingkungan FISIP USU. 3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang positif bagi para pelaku pendidikan dalam hal Komunikasi Antarpribadi guru Bimbingan Konseling dan siswa di SMA Nurul Hasanah pada khususnya, serta di dunia pendidikan secara umum. I.5. Kerangka Teori Sebelum malakukan penelitian, seorang peneliti harus menyusun suatu kerangka teori. Kerangka teori adalah landasan berfikir yang digunakan seorang peneliti dalam menyoroti masalah yang akan ditelitinya. Menurut Kerlinger (Rakhmat,1997:6) teori merupakan himpunan kosntruk atau konsep, yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variabel untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut. I.5.1. Komunikasi Kata komunikasi berasal dari kata dalam bahasa latin cum yaitu kata depan yang berati dengan, bersama dengan, dan unus yaitu kata bilangan yang berisi satu. Dari kedua kata itu terbentuk kata communio yang dalam bahasa Inggeris menjadi communion dan berarti kebersamaan, persatuan, gabungan, pergaulan,

10 hubungan. Karena dalam ber- communio diperlukan usaha dan kerja, dari kata itu dibuat kata kerja communicare yang berarti membagi sesuatu dengan seseorang, memberikan sebagian kepada seseorang, saling bertukar, membicarakan sesuatu dengan orang lain, memberikan sesuatu kepada seseorang, bertukar pikiran, bercakap cakap. Kata kerja tersebut kemudian dijadikan kata kerja communicatio yang dalam bahasa Inggris disebut communication dan diartikan sebagai komunikasi. Rumusan komunikasi yang sangat dikenal orang adalah rumusan yang dibuat oleh Harold Laswell. Menurut Laswell komunikasi adalah : who says what in which chanell to whom with what effect ( Mulyana,2007:69). Jika kita pilah, maka akan terdapat lima unsur atau komponen di dalam komunikasi, yaitu : Siapa yang mengatakan komunikator (communocator) Apa yang dikatakan pesan ( massage) Media apa yang digunakan media (channel) Kepada siapa pesan disampaikan komunikan (communicant) Akibat yang terjadi efek (effect) Proses komunikasi meliputi setiap langkah mulai dari saat menciptakan informasi sampai dipahaminya informasi oleh komunikan. Komunikasi merupakan transaksi yakni proses dimana komponen komponennya saling terkait, dan bahwa setiap komunikator beraksi dan bereaksi sebagai suatu kesatuan keseluruhan. Dari defenisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dari komunikator terhadap komunikan

11 melalui media atau saluran tertentu dengan tujuan menyamakan persepsi dan menimbulkan efek tertentu. I.5.2. Komunikasi Antar Pribadi Secara umum komunikasi antarpribadi dapat diartikan sebagai suatu proses pertukaran makna antara orang orang yang saling berkomunikasi. Jud C. Pearson ( Sendjaja : 2005 ) menyebutkan ada enam karakteristik dari komunikasi antarpribadi : 1. komunikasi antarpribadi dimulai dengan diri pribadi ( Self ) 2. Komunikasi antarpribadi bersifat transaksional. Anggapan ini mengacu pada tindakan pihak pihak yang berkomunikasi secara serempak menyampaikan dan menerima pesan 3. Komunikasi antarpribadi mencakup aspek aspek isi pesan dan hubungan antarpribadi. 4. Komunikasi antarpribadi mensaratkan adanya kedekatan fisik antara pihak-pihak yang berkomunikasi. 5. Komunikasi antarpribadi melibatkan pihak pihak yang saling tergantung satu sama lain ( interdependen). 6. Komunikasi antarpribadi tidak dapat diubah maupun diulang. Selanjutnya untuk memperjelas pengertian komunikasi antarpribadi, De Vito dalam Liliweri (1991;13) memberikan beberapa ciri komunikasi antarpribadi, yakni :

12 a. Keterbukaan (openes), komunikator dan komunikan saling mengungkapkan segala ide atau gagasan bahkan permasalahan secara bebas (tidak ditutupi) dan terbuka tanpa rasa takut atau malu. Kedua-duanya saling memahami dan mengerti pribadi masing masing. b. Empati (empaty), kemampuan seseorang untuk memproyeksi dirinya kepada peranan orang lain. c. Dukungan (supportivnes), setiap pendapat, ide atau gagasan yang disampaikan mendapat dukungan dari pihak pihak yang berkomunikasi. Dukungan membantu seseorang untuk lebih bersemangat dalam melaksanakan aktivitas serta meraih tujuan yang didambakan. d. Rasa positif (positifness), setiap pembicaraan yang disampaikan mendapat tanggapan pertama yang positif, rasa positif menghindarkan pihak pihak yang berkomunikasi untuk tidak curiga atau prasangka yang mengganggu jalinan interaksi. e. Kesamaan ( equality), suatu komunikasi lebih akrab dan jalinan antarpribadi lebih kuat, apabila memiliki kesamaan tertentu seperti kesamaan pandangan, sikap, usia, ideologi dan sebagainya. Ketika kita dihadapkan dengan komunikasi antarpribadi maka yang menjadi dasar asumsi pertanyaan kita adalah mengapa kita harus berkomunikasi?. Kerlinger (Liliweri, 1991:45) mengemukakan bahwa hubungan dengan orang lain ternyata mempengaruhi kita. Kita tergantung kepada orang orang yang lain

13 karena mereka juga berusaha mempengaruhi kita melalui pengertian yang diberikannya, informasi yang dibagikannya, semangat yang disumbangkannya dan masih banyak pengaruh yang lainnya. Sehingga kita dapat mengambil kesimpulan bahwa berkomunikasi antarpribadi disebabkan karena dorongan pemenuhan kebutuhan yang belum atau tidak dimiliki seseorang sebelumnya atau belum layak dihadapannya. Komunikasi antarpribadi dianggap paling efektif dalam hal mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang yang sifatnya dialogis yaitu berupa percakapan. Selain itu komunikasi antarpribadi memiliki keuntungan tersendiri, yakni arus balik bersifat langsung sehinggga komunikator mengetahui tanggapan dari komunikannya. Komunikasi antarpribadi dari mereka yang saling mengenal lebih bermutu karena semua pihak lebih mengetahui secara baik tentang lika liku hidup pihak lain, pikiran dan pengetahuannya dan perasaannya menanggapi tingkah laku seseorang yang saling kenal (Liliweri, 1991:30). Artinya bahwa untuk melakukan komunikasi antar pribadi secara efektif, maka harus didahului dengan keakraban. I.5.3. Kompetensi Kata kompetensi biasanya diartikan sebagai kecakapan yang memadai untuk melakukan suatu tugas atau juga diartikan sebagai memiliki keterampilan dan kecakapan yang disyaratkan. Johnson menyatakan bahwa pengajaran berdasarkan kompetensi merupakan suatu sistem di mana siswa baru dianggap telah menyelesaikan

14 pelajaran apabila ia telah melaksanakan tugas yang dipelajarinya untuk dilakukannya. Johnson memandang kompetensi sebagai perbuatan (performance) yang rasional, karena orang yang melakukannya harus mempunyai tujuan atau arah dan ia tahu apa dan mengapa ia berbuat demikian. (Suparno,2001; 27). Menurut McAhsan kompetensi itu adalah suatu pengetahuan keterampilan, dan kemampuan atau kapabilitas yang dimiliki seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya sehingga mewarnai perilaku kognitif, afektif dan psikomotoriknya ( Sanjaya, 2005: 6). Dari pendapat tersebut maka jelas bahwa kompetensi harus didukung oleh pengetahuan, sikap dan apresiasi. Artinya, tanpa pengetahuan dan sikap tidak mungkin muncul suatu kompetensi tertentu. Sejalan dengan pendapat tersebut, Gordon (1988) menjelaskan beberapa aspek yang harus terkandung dalam kompetensi sebagai berikut : 1. Pengetahuan ( knowledge), yaitu pengetahuan seseorang untuk melakukan sesuatu, misalnya akan dapat melakukan proses berfikir ilmiah untuk memecahkan suatu persoalan manakala ia memiliki pengetahuan yang memadai tentang langkah langkah berfikir ilmiah. 2. Pemahaman (Understanding), yaitu kedalaman kognitif dan afektif yang dimiliki oleh individu. 3. Keterampilan (Skill), adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas yang dibebankan. 4. Nilai (Value), adalah suatu standar perilaku yang diyakini dan secara psikologis telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga akan mewarnai dalam segala tindakannya.

15 5. Sikap (Attitude), yaitu perasaan atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar, misalnya perasaan senang atau tidak senang dengan munculnya peraturan baru. 6. Minat (Interes ), yaitu kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau perbuatan. ( Sanjaya, 2005 ; 6 ) Kompetensi yang satu berbeda dengan kompetesi yang lain dalam hal jumlah pembagiannya. Ada kompetensi yang tergantung pada pengetahuan dan ada yang tergantung terhadap proses. Semakin kompleks, kreatif, atau profesional suatu kompetensi, makin besar kemungkinan diterapkannya dengan cara berbeda (different fashion) pada setiap kali dilakukan, bahkan oleh orang yang sama. Hal ini berbeda dengan kompetensi teknis yang diterapkan dengan menggunakan cara yang sama. Pada kompetensi profesional dituntut kreativitas serta kecakapan dalam menyesuaikan pada keadaan yang berbeda beda. Belajar juga dikaitkan dengan konsep kompetensi yang berarti kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu. Untuk berbagai pekerjaan dan profesional diperlukan kemampuan kompetensi yang generik yang melintas batas disiplin ilmu, namun ada pula kompetensi khusus sesuai dengan sifat khusus bidang studi. Tidak mudah dalam menetapkan standart kompetensi, terlebih untuk kegiatan yang hasilnya tidak dapat langsung dilihat dan bersifat sangat kompleks. Kompetensi merupakan suatu gabungan dari berbagai energi dan potensi yang ada pada seseorang. Belajar juga acap dihubungkan dengan tuas perkembangan

16 yakni kecakapan yang diharapkan oleh lingkungan sosial untuk dapat dikuasai (ditunjukkan) oleh individu pada tahap perkembangan tertentu. Dalam meningkatkan kompetensi belajar siswa, terdapat beberapa masalah-masalah yang ditemukan di lapangan yang dikategorisasikan ke dalam dua faktor yaitu yang berasal dari dalam diri pelajar itu sendiri dan faktor faktor yang berasal dari luar subjek yang belajar. A. Faktor yang berasal dari dalam ( Internal ) Faktor ini meliputi : a. Mereka sukar mencerna karena materi dianggap sulit Kompleksitas kajian ilmu dalam satuan pendidikan setingkat sekolah menengah atas menuntut siswa untuk memahami banyak materi pelajaran. Maka muncul kekurang pengetahuan atau tidak dikuasainya suatu pengetahuan, prasyarat ini sebagai defisit yang harus diperbaiki sebelum melanjutkan kegiatan pembelajaran. b. Kehilangan gairah belajar disebabkan memperoleh nilai yang rendah Ini suatu bukti bahwa umpan balik yang diberikan pada akhir suatu masa kegiatan belajar tidak begitu memberikan kontribusi kepada perbaikan belajar siswa. c. Kesulitan mendisiplinkan diri dalam belajar Hal ini berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam mengorganisasikan dirinya, termasuk mengatur waktu, memacu semangat dan memahami kiat kiat belajar yang cocok untuk dirinya yang mungkin berbeda dengan orang lain.

17 d. Tidak bisa berkonsentrasi Melakukan konsentrasi memerlukan latihan yang harus dimulai sejak tingkat tingkat yang lebih dini. Konsentrasi juga dipengaruhi oleh keadaan fisik seseorang. Dalam hal ini termasuk faktor kondisi jasmani seseorang, apakah dia lapar, kenyang, cukup istirahat, kurang tidur akan sangat berpengaruh terhadap proses dan hasil kinerja belajarnya. e. Tidak tekun dalam belajar Hal ini sangat berpengaruh terhadap motivasi, kondisi fisik dan kemampuan untuk konsentrasi tadi. Seseorang harus memiliki target dalam hidupnya dan berusaha mewujudkannya dalam kehidupan. f. Konsep diri yang rendah Konsep diri terbentuk dari pengamatan, dan penilaian terhadap diri sendiri. Di dalam istilah sehari-hari, seorang yang pandai mawas diri akan meraih keuntungan-keuntungan karena dari respons-respons orang lain disekitarnya, dia akan berusaha memperbaiki citranya. g. Gangguan emosi Hal ini terkait dengan masalah pribadi dalam diri siswa, seperti konflik dalam keluarga atau dengan lingkungan permaianan. B. Faktor Faktor Eksternal a. Kemampuan sosial ekonomi b. Kemampuan guru menguasai materi dan strategi pembelajaran c. Kurang memperoleh dukungan dari orang sekitar

18 d. Lingkungan fisik e. Kesulitan belajar dari lembaga pendidikan Bagi seseorang yang ingin mempelajari suatu ilmu atau keahlian sangat penting untuk menyiapkan langkah-langkah agar perjalanan usahnya dapat berlangsung dengan baik. Di antara langkah-langakah tersebut yakni : a. Mengenal diri sendiri Dengan mengenal diri sendiri maka akan dipeoleh gambaran yang lengkap tentang diri sendiri keadaan fisik maupun psikologi serta kemampuan-kemampuan yang dimiliki. b. Memotivasi diri sendiri Motivasi merupakan karakteristik psikologi manusia. Motivasi termasuk berbagai faktor yang meyebabkan, menyalurkan dan mempertahankan tingkah laku manusia. Memotivasi diri sendiri berarti mengupayakan diri sendiri untuk mampu melakukan suatu hal yang baik dan positif sesuai dengan keinginan kita. f. Mempelajari cara-cara belajar efektif Gaya belajar seseorang berbeda-beda dan menjadi keunikan tersendiri dalam dirinya. Beberapa cara dalam mengefektifkan belajar yakni dengan membuat catatan seperti ; pemetaan konsep penting, mencatat hal-hal yang essensial dan membuat komentar atau membaca dengan berbagai konteks yang efektif.

19 I.5.4. Self Disclosure Teori ini diperkenalkan oleh Joseph Luft (1969) yang menekankan bahwa setiap orang bisa mengetahui dan tidak mengetahui tentang dirinya, maupun orang lain. Untuk hal seperti itu dapat dikelompokkan ke dalam empat macam bidang perkenalan yang ditunjukkan dengan jendela johari sebagai berikut : Diketahui diri sendiri Tidak diketahui diri sendiri Diketahui orang lain Tidak diketahui 1 terbuaka 2 buta 3 tersembunyi 4 tidak dikenal orang lain Gambar 1.1.jendela johari Gambar di atas melukiskan bahwa dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain terdapat empat macam kemungkinan yang akan dihadapi. Bidang 1. menggambarkan kondisi di mana dua orang mengembangkan hubungan yang terbuka sehingga dua pihak saling mengetahui masalah dalam hubungan mereka. Bidang 2. menggambarkan masalah hubungan antara kedua pihak yang diketahui oleh orang lain namun tidak oleh diri sendiri. Bidang 3.menggambarkan masalah tersebut diketahui diri sendiri namun tidak dengan orang lain.

20 Bidang 4. dimana komunikan dan komunikator sama-sama tidak mengetahui masalah hubungan di antara mereka Keadaan yang ideal adalah seperti yang ditunjukkan pada bidang 1, di mana komunikan dan komunikator saling mengetahui masing-masing. Namun setiap orang memiliki peluang dalam mengungkapkan maupun tidak mengungkapkan masalah yang dihadapinya. Teori self disclosure mendorong adanya keterbukaan, namun keterbukaan tersebut perlu mempertimbangkan kembali apakah akan menghasilkan efek yang positif dalam hubungan antarpribadi. Keefektifan hubungan antar pribadi adalah taraf seberapa jauh akibat dari tingkah laku kita sesuai yang kita harapkan. Keefektifan hubungan antar pribadi dapat dikembangkan dengan mengungkapkan maksud kita, menerima umpan balik dan memodifikasi tingkah laku sampai orang lain mempersepsikan sebagaimana yang kita maksudkan. I.6. Kerangka Konsep Kerangka konsep merupakan kemampuan seorang peneliti untuk menyusun konsep operasional peneliti yang bertitik tolak pada kerangka teori dan tujuan dari penelitian. Dalam penelitiannya, seorang peneliti harus mampu menggambarkan fenomena dari apa yang ditelitinya yang disusun dalam kerangka konsep. Menurut Singarimbun kerangka konsep merupakan defenisi yang dipakai untuk menggambarkan secara abstrak suatu fenomena alami (1995:17). Berdasarkan kerangka teori yang telah disusun, maka dapat dikemukakan kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

21 a. Variabel Bebas ( indevendent variable ) Variabel bebas adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang menentukan atau mempengaruhi ada atau munculnya gejala atau faktor atau unsur yang lain ( Nawawi, 1995 : 41 ) Variabel bebas dalam hal ini adalah Komunikasi Antarpribadi b. Variabel Terikat ( Dependence Variable ) Variabel terikat adalah variabel yang merupakan akibat atau yang dipengaruhi oleh variabel yang mendahuluinya ( Rakhmat, 1997: 13 ). Variabel terikat dalam hal ini adalah Kompetensi Belajar Siswa. c. Variabel antara ( Intervening Variable ) Variabel antara yang menjembatani atau menghubungkan antara variable bebas dan variable terikat. Variable antara ini mempengaruhi hubungan langsung antara variabel independen dan dependence, sehingga terjadi hubungan yang tidak langsung. Variabel antara dalam penelitian ini adalah karakteristik responden yakni siswa/i SMA Swasta Nurul Hasanah, Percut Sei Tuan.

22 I.7. Model Teoritis Variable Bebas (X) Komunikasi Antar Pribadi Variable Terikat (Y) Kompetensi Belajar Siswa Variable Antara (Z) Karakteristik Responden I.8. Operasional Variabel Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan sebelumnya, maka untuk lebih mempermudah penelitian perlu dibuat operasional variabel variabel terkait sebagai berikut :

23 Tabel 1.1 Variabel Operasional Variable Teoritis 1. Variable Bebas (X) Komunikasi Antar Pribadi Variable Operasional 1. Keterbukaan 2. Empati 3. Dukungan 4. Rasa Positif 5. Kesamaan 2. Variable Terikat (Y) Kompetensi Belajar 1.Pengetahuan 2. Pemahaman 3. Keterampilan 4. Nilai 5. Sikap 6. Minat 3. Variable Antara (Z) Karakteristik Responden 1. Usia 2. Jenis Kelamin 3. Kelas 4. Pekerjaan orang tua

24 I.9 Defenisi Operasional Variable Definisi operasional variable merupakan penjabaran dari konsep lebih lanjut dari kerangka yang telah disusun. Dengan membaca defenisi operasional variable dalam suatu penelitian, dapat diketahui pengukuran suatu konsep. Dalam penelitian ini definisi operasional variabelnya adalah : 1. Variabel Bebas ( Komunikasi Antarpribadi ) a. Keterbukaan, yaitu baik guru BK maupun siswa saling mengungkapkan segala ide atau gagasan bahkan permasalahan secara bebas (tidak ditutupi) dan terbuka tanpa rasa takut atau malu. Kedua-duanya saling memahami dan mengerti pribadi masing-masing. b. Empati, yaitu kemampuan seorang guru BK untuk menempatkan (memproyeksi) dirinya kepada siswa. c. Dukungan, yakni setiap pendapat, ide atau gagasan yang disampaikan guru BK untuk mendukungan apa yang diutarakan siswa. Dukungan yang diberikan guru BK membantu siswa untuk lebih bersemangat dalam melaksanakan aktivitas serta meraih tujuan yang didambakan. d. Rasa positif, setiap pembicaraan yang disampaikan siswa mendapat tanggapan pertama yang positif dari guru BK, rasa positif menghindarkan pihak-pihak yang berkomunikasi untuk tidak curiga atau prasangka yang mengganggu jalinan interaksi. e. Kesamaan, yakni adanya pandangan kesamaan sikap, ideologis, dan persepsi siswa terhadap apa yang disampaikan guru BK.

25 2. Variabel Terikat ( Kompetensi Belajar ) a. Pengetahuan, yaitu pengetahuan siswa untuk melakukan sesuatu setelah mendapat bimbingan dari guru BK, misalnya akan dapat melakukan proses berfikir ilmiah untuk memecahkan suatu persoalan manakala ia memiliki pengetahuan yang memadai tentang langkah-langkah berfikir ilmiah yang diperolehnya melalui komunikasi dengan guru BK. b. Pemahaman, yaitu kedalaman kognitif dan afektif yang dimiliki oleh individu yakni kemampuan siswa untuk memecahkan masalah melalui konsep-konsep yang diberikan guru BK. c. Keterampilan, adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa untuk melakukan tugas yang dibebankan setelah memperoleh bimbingan dari guru BK. d. Nilai, adalah suatu standar perilaku yang ditetapkan oleh guru BK yang diyakini dan secara psikologis telah menjadi bagian dari diri siswa, sehingga akan mewarnai dalam segala tindakan siswa. e. Sikap, yaitu perasaan atau reaksi siswa terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar atau suatu peraturan baru. Bagaimana reaksi atau perasaan siswa ketika di dalam kelas, bersosialisasi dengan teman dan lingkungan sekolah serta ketika berinteraksi dengan guru setelah mendapatkan konseling dari guru BK. f. Minat, yaitu kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau perbuatan. Misalnya minat untuk mempelajari dan memperdalam materi pelajaran, setelah siswa menerima konseling dari guru BK. 3. Variabel Antara (Karakteristik Responden)

26 a. Usia yakni usia siswa SMA Nurul Hasanah b. Jenis kelamin, yakni pria dan wanita. c. Kelas, yakni kelas X, XI, XII d. Pekerjaan orang tua yakni pekerjaan yang dilakukan orang tua siswa dalam menafkahi keluarga, bisa berupa pegawai pemerintahan maupun swasta. I.10 Hipotesis Hipotesis adalah pernyataan yang bersifat dugaan mengenai hubungan antara dua variabel atau lebih. Menurut Champion, hipotesis merupakan penghubung antara teori dan dunia empiris ( Rakhmat, 1997: 14 ) Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah : Ho : tidak terdapat hubungan antara komunikasi antarpribadi yang dilakukan guru Bimbingan Konseling (guru BK) terhadap pengembangan kompetensi belajar siswa di SMA Nurul Hasanah, Percut Sei Tuan Ha : terdapat hubungan antara komunikasi antarpribadi yang dilakukan guru Bimbingan Konseling (guru BK) terhadap pengembangan kompetensi belajar siswa di SMA Nurul Hasanah, Percut Sei Tuan.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya sering dipertemukan satu sama lainnya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya sering dipertemukan satu sama lainnya dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya sering dipertemukan satu sama lainnya dalam suatu wadah baik formal maupun informal. Organisasi adalah sebuah sistem sosial yang

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. adanya bantuan dari orang lain, bantuan tersebut didapatkan melalui

BAB II URAIAN TEORITIS. adanya bantuan dari orang lain, bantuan tersebut didapatkan melalui BAB II URAIAN TEORITIS II.1. Pengertian Komunikasi Manusia tercipta sebagai mahkluk social yang tidak dapat hidup tanpa adanya bantuan dari orang lain, bantuan tersebut didapatkan melalui sebuah komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usaha pencapaian tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Proses

BAB I PENDAHULUAN. usaha pencapaian tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Proses BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan tempat dilakukannya berbagai kegiatan dalam usaha pencapaian tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Proses pencapaian tujuan perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau bagian yang bertugas untuk membina dan mengawasi para siswa yang disebut

BAB I PENDAHULUAN. atau bagian yang bertugas untuk membina dan mengawasi para siswa yang disebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai suatu lembaga atau institusi, didalam sekolah terdapat sebuah seksi atau bagian yang bertugas untuk membina dan mengawasi para siswa yang disebut Bimbingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipertemukan satu sama lainnya dalam suatu wadah baik formal maupun informal.

BAB I PENDAHULUAN. dipertemukan satu sama lainnya dalam suatu wadah baik formal maupun informal. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Manusia di dalam kehidupannya harus berkomunikasi, artinya memerlukan orang lain dan membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelajaran, yang diberikan pada jenjang pendidikan tersebut, yang saat ini

BAB I PENDAHULUAN. pelajaran, yang diberikan pada jenjang pendidikan tersebut, yang saat ini BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Kebijakan yang berlaku di negara kita, standar keberhasilan belajar siswa pada suatu jenjang pendidikan berdasarkan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani sebagai bagian integral dari proses pendidikan secara

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani sebagai bagian integral dari proses pendidikan secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan jasmani sebagai bagian integral dari proses pendidikan secara keseluruhan. Karena dengan pendidikan jasmani dapat mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi antar pribadi merupakan salah satu bentuk komunikasi. Komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi antar pribadi merupakan salah satu bentuk komunikasi. Komunikasi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Komunikasi antar pribadi merupakan salah satu bentuk komunikasi. Komunikasi Antar Pribadi sebenarnya merupakan satu proses sosial dimana orang orang yag terlibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari kompetensi guru sebagai pendidik. Sesuai dengan Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari kompetensi guru sebagai pendidik. Sesuai dengan Undang-undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Keterlibatan guru dalam proses pembelajaran dan mengajar tidak lepas dari kompetensi guru sebagai pendidik. Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah untuk dilaksanakan secara menyeluruh pada setiap sekolah

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah untuk dilaksanakan secara menyeluruh pada setiap sekolah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan tuntutan Kurikulum KTSP yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah untuk dilaksanakan secara menyeluruh pada setiap sekolah mengharapkan agar penguasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan wahana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tercantum dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. tersebut dikaitkan dengan kedudukannya sebagai makhluk individu dan

BAB I PENDAHULUAN. manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. tersebut dikaitkan dengan kedudukannya sebagai makhluk individu dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakikatnya manusia di ciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan di kodratkan sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individual memiliki unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa faktor yang menyebabkan peneliti ingin menelitinya dan menarik untuk

BAB I PENDAHULUAN. beberapa faktor yang menyebabkan peneliti ingin menelitinya dan menarik untuk BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH Peneliti ingin mengambil tema tentang budaya komunikasi di organisasi. Ada beberapa faktor yang menyebabkan peneliti ingin menelitinya dan menarik untuk dikaji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan dan buah pikiran manusia menghasilkan kebudayaan. Tiap kelompok. Setiap suku dan bangsa mempunyai budaya masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan dan buah pikiran manusia menghasilkan kebudayaan. Tiap kelompok. Setiap suku dan bangsa mempunyai budaya masing-masing. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan. Segala kegiatan dan buah pikiran manusia menghasilkan kebudayaan. Tiap kelompok masyarakat mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Narapidana sebagai orang-orang yang dinyatakan bersalah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Narapidana sebagai orang-orang yang dinyatakan bersalah merupakan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang masalah Narapidana sebagai orang-orang yang dinyatakan bersalah merupakan orang-orang yang mengalami kegagalan dalam menjalani hidup bermasyarakat. Mereka gagal memenuhi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KETERAMPILAN KOMUNIKASI DENGAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA

HUBUNGAN ANTARA KETERAMPILAN KOMUNIKASI DENGAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA HUBUNGAN ANTARA KETERAMPILAN KOMUNIKASI DENGAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA Silya Maryanti 1 Zikra 2 Nurfarhanah 3 Abstract, Problems that occur in the field is that there are some students who do not communicate

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi kehidupan manusia diera global seperti saat ini menjadi kebutuhan yang amat menentukan bagi masa depan seseorang dalam kehidupannya, yang menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian, 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan asumsi penelitian, hipotesis, metode penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

KONSEP DIRI DALAM KOMUNIKASI ANTARPRIBADI (Studi Kasus pada Anggota Language and Cultural Exchange Medan) RICO SIMANUNGKALIT

KONSEP DIRI DALAM KOMUNIKASI ANTARPRIBADI (Studi Kasus pada Anggota Language and Cultural Exchange Medan) RICO SIMANUNGKALIT KONSEP DIRI DALAM KOMUNIKASI ANTARPRIBADI (Studi Kasus pada Anggota Language and Cultural Exchange Medan) RICO SIMANUNGKALIT 100904069 ABSTRAK Penelitian ini berjudul Konsep Diri dalam Komunikasi Antarpribadi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu tentang dirinya sendiri inilah yang disebut konsep diri.

BAB I PENDAHULUAN. individu tentang dirinya sendiri inilah yang disebut konsep diri. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari- hari dan dalam hubungannya dengan diri sendiri dan dengan orang lain, setiap individu perlu memahami siapa dirinya dan bagaimana ia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Syabibah Nurul Amalina, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Syabibah Nurul Amalina, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas sangat diperlukan dalam menghadapi era globalisasi, pembentukan manusia yang berkualitas ditentukan oleh kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak usia dini merupakan anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak usia dini merupakan anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anak usia dini merupakan anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun yang mengalami masa keemasan dimana anak mulai peka dan sensistif untuk menerima berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia harus disertai dengan revolusi mental yang sedang gencar dibicarakan saat ini. Karena dengan perbaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyeluruh sehingga anak lebih dewasa. Berbagai upaya telah dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. menyeluruh sehingga anak lebih dewasa. Berbagai upaya telah dilakukan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dimaknai sebagai proses mengubah tingkah laku anak didik agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri dan sebagai anggota masyarakat dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola pikir

TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola pikir II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Belajar adalah proses perubahan seseorang yang diperoleh dari pengalamannya sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara

BAB I PENDAHULUAN. maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peran guru sangat strategis pada kegiatan pendidikan formal, non formal maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara pendidik dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan perubahan yang terjadi kian cepat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum pendidikan harus disusun dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi seperti sekarang ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demi kelangsungan masa depannya. Demikian halnya dengan Indonesia menaruh

BAB I PENDAHULUAN. demi kelangsungan masa depannya. Demikian halnya dengan Indonesia menaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang memperlukan usaha dan dana yang cukup besar, hal ini diakui oleh semua orang atau suatu bangsa demi kelangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majunya perkembangan IPTEK pada era globalisasi sekarang ini membuat dunia terasa semakin sempit karena segala sesuatunya dapat dijangkau dengan sangat mudah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia pada

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia pada tahun 2013 mengimplementasikan kurikulum baru sebagai penyempurnaan kurikulum sebelumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa, pada masa tersebut mahasiswa memiliki tanggung jawab terhadap masa

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa, pada masa tersebut mahasiswa memiliki tanggung jawab terhadap masa BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa sebagai peserta didik yang terdaftar dan belajar pada Perguruan Tinggi pada umumnya berusia antara 18-24 tahun. Mahasiswa merupakan masa memasuki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional.

I. PENDAHULUAN. masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Remaja (adolescense) adalah masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempelajari dan menjalani kehidupan. Era ini memiliki banyak tuntutantuntutan

BAB I PENDAHULUAN. mempelajari dan menjalani kehidupan. Era ini memiliki banyak tuntutantuntutan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era global yang terus berkembang menuntut manusia untuk lebih dapat beradaptasi serta bersaing antara individu satu dengan yang lain. Dengan adanya suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi 2.1.1 Definisi Komunikasi Ada banyak definisi tentang komunikasi yang diungkapkan oleh para ahli dan praktisi komunikasi. Akan tetapi, jika dilihat dari asal katanya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah Service memang bukan produk utama suatu perusahaan. Sebuah perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah Service memang bukan produk utama suatu perusahaan. Sebuah perusahaan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Service memang bukan produk utama suatu perusahaan. Sebuah perusahaan perbankan misalnya, memiliki produk utama funding (tabungan, deposito dan investasi lainnya)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ganda (PSG), sebagai perwujudan kebijaksanan dan Link and Match. Dalam. Dikmenjur (2008: 9) yang menciptakan siswa atau lulusan:

BAB I PENDAHULUAN. Ganda (PSG), sebagai perwujudan kebijaksanan dan Link and Match. Dalam. Dikmenjur (2008: 9) yang menciptakan siswa atau lulusan: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah pendidikan formal yang memiliki pola pelatihan khusus untuk mengarahkan peserta didik agar menjadi lulusan yang siap terjun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rendah. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator. Pertama, lulusan dari

BAB I PENDAHULUAN. rendah. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator. Pertama, lulusan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu hal penting dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Menurut Quisumbing (Kunandar, 2011:10), pendidikan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kembar identik pun masih dapat dibedakan melalui sifat-sifat non-fisik yang

BAB I PENDAHULUAN. kembar identik pun masih dapat dibedakan melalui sifat-sifat non-fisik yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk paling unik di dunia. Sifat individualitas manusia memunculkan perbedaan karakter antara satu dengan yang lainnya. Tidak hanya seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Fase perkembangan tersebut meliputi masa bayi, masa kanak-kanak,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Fase perkembangan tersebut meliputi masa bayi, masa kanak-kanak, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya mengalami beberapa fase perkembangan. Setiap fase perkembangan tentu saja berbeda pengalaman dan dituntut adanya perubahan perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. institusi pendidikan melalui tujuan institusional. Tujuan institusional ini

BAB I PENDAHULUAN. institusi pendidikan melalui tujuan institusional. Tujuan institusional ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses untuk membina dan mengantarkan anak didik agar dapat menemukan kediriannya agar menjadi manusia yang berguna bagi diri sendiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai kodratnya manusia adalah makhluk pribadi dan sosial dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai kodratnya manusia adalah makhluk pribadi dan sosial dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai kodratnya manusia adalah makhluk pribadi dan sosial dengan kebutuhan yang berbeda-beda. Dalam usaha untuk memenuhi kebutuhankebutuhan tersebut manusia memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah air, mempertebal semangat kebangsaan serta rasa kesetiakawanan sosial.

BAB I PENDAHULUAN. tanah air, mempertebal semangat kebangsaan serta rasa kesetiakawanan sosial. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses yang dapat mengubah obyeknya. Pendidikan nasional harus dapat mempertebal iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih dalam naungan serta pengawasan pemerintah. Tujuan dan fungsi lembaga pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai-nilai. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai-nilai. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan selalu berlangsung dalam suatu lingkungan, yaitu lingkungan pendidikan. Lingkungan ini mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya, politis, keagamaan, intelektual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan interaksi sosial yang telah melembaga sejak sejarah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan interaksi sosial yang telah melembaga sejak sejarah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan interaksi sosial yang telah melembaga sejak sejarah manusia itu sendiri. Manusia berlainan dengan makhluk lain seperti binatang yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial, senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Komunikasi Pengertian komunikasi secara umum (Uchjana, 1992:3) dapat dilihat dari dua sebagai: 1. Pengertian komunikasi secara etimologis Komunikasi berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan komunikasi adalah kecemasan komunikasi. masalah-masalah yang banyak terjadi pada remaja maupun dewasa dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. dengan komunikasi adalah kecemasan komunikasi. masalah-masalah yang banyak terjadi pada remaja maupun dewasa dikarenakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan sebagai makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial. Sebagai sosial, manusia senantiasa berinteraksi dan melakukan kontak sosial dengan manusia

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berhubungan dengan

1. PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berhubungan dengan 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya. Seseorang ingin mengetahui lingkungan sekitarnya,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian anak, baik di luar dan di dalam sekolah yang berlangsung seumur hidup. Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ika Gita Nurliana Putri, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ika Gita Nurliana Putri, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu aspek penting bagi seluruh lapisan masyarakat. Pendidikan bertujuan untuk membentuk karakter seseorang yang berkualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Perubahan dan perkembangan yang terjadi pada masyarakat saat ini menimbulkan persaingan yang sangat ketat antar bangsa dalam berbagai bidang kehidupan. Guna

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terpenting dalam bidang pendidikan. Pendidikan yang berkualitas adalah yang. Pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan adalah:

BAB 1 PENDAHULUAN. terpenting dalam bidang pendidikan. Pendidikan yang berkualitas adalah yang. Pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan adalah: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakekatnya bertujuan untuk membentuk sumber daya manusia seutuhnya yang berkualitas. Kualitas pendidikan erat kaitannya dengan proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar, terencana untuk mewujudkan proses belajar dan hasil belajar yang optimal sesuai dengan karekteristik peserta didik. Dalam proses pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 2013, hlm Ismail, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, Rasail Media Group, Semarang, 2008, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 2013, hlm Ismail, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, Rasail Media Group, Semarang, 2008, hlm. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam Dalam bahasa inggris Ilmu Pengetahuan Alam disebut natural science, natural yang artinya berhubungan dengan alam dan science artinya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. (interpersonal communication). Diambil dari terjemahan kata interpersonal, yang

BAB II KAJIAN TEORITIS. (interpersonal communication). Diambil dari terjemahan kata interpersonal, yang BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Komunikasi Antarpribadi Komunikasi antarpribadi disebut juga dengan komunikasi interpersonal (interpersonal communication). Diambil dari terjemahan kata interpersonal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kegiatan-kegiatan belajarnya dan memberi petunjuk atas perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. dalam kegiatan-kegiatan belajarnya dan memberi petunjuk atas perbuatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam proses belajar mengajar aspek motivasi sangat penting, karena motivasi akan menentukan intensitas usaha belajar yang dilakukan mahasiswa. Motivasi dapat mendorong

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. hasil belajar. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku

LANDASAN TEORI. hasil belajar. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku LANDASAN TEORI A. Hasil Belajar Bahasa Indonesia 1. Definisi Hasil belajar Belajar dan mengajar sebagai suatu proses mengandung tiga unsur, yaitu: tujuan pengajaran (instruksional), pengalaman (proses)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dalam pembangunan manusia untuk mengembangkan dirinya agar dapat menghadapi segala permasalahan yang timbul pada diri manusia. Menurut

Lebih terperinci

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS Diajukan Kepada Program Studi Manajemen Pendidikan

Lebih terperinci

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Manusia sebagai pemegang dan penggerak utama dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Melalui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB 1 PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

2016 PERAN BIMBINGAN KARIR, MOTIVASI MEMASUKI DUNIA KERJA DAN PENGALAMAN PRAKERIN TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA SMK

2016 PERAN BIMBINGAN KARIR, MOTIVASI MEMASUKI DUNIA KERJA DAN PENGALAMAN PRAKERIN TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA SMK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar manusia dalam mewujudkan suasana belajar dengan melakukan proses pembelajaran didalamnya menjadikan peserta didik aktif mengembangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sejumlah arti. Kata komunikasi berasal dari bahasa latin yaitu communis,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sejumlah arti. Kata komunikasi berasal dari bahasa latin yaitu communis, 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian teori 1. Komunikasi Komunikasi merupakan sebuah kata yang abstrak dan memiliki sejumlah arti. Kata komunikasi berasal dari bahasa latin yaitu communis, yang berarti

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Dari penelitian yang dilakukan telah mengumpulkan data-data. Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, menganalisis data, memilah-milahnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang kehidupan. Hal ini menuntut adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bantuan dari sesama di sekitarnya, dan untuk memudahkan proses interaksi manusia

BAB I PENDAHULUAN. bantuan dari sesama di sekitarnya, dan untuk memudahkan proses interaksi manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dilahirkan, manusia hidup dalam suatu ruang lingkup sosial tertentu yang menjadi wadah kehidupannya. Manusia dalam aktivitasnya setiap saat memerlukan bantuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu hal terpenting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu hal terpenting bagi kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu hal terpenting bagi kehidupan manusia. Menurut UU No. 20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang berkembang dan mencapai taraf perkembangan pribadi secara optimal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Studi (Wajib) bagi mahasiswa program S-1 Ilmu komputer. Setelah. mendapatkan persetujuan dari tim pembina mata kuliah seminar Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Studi (Wajib) bagi mahasiswa program S-1 Ilmu komputer. Setelah. mendapatkan persetujuan dari tim pembina mata kuliah seminar Ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mata kuliah seminar merupakan Mata Kuliah Keahlian Program Studi (Wajib) bagi mahasiswa program S-1 Ilmu komputer. Setelah mendapatkan persetujuan dari tim pembina

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. sistem pendidikan nasional No.20 tahun 2003 yang menyatakan tegas

1. PENDAHULUAN. sistem pendidikan nasional No.20 tahun 2003 yang menyatakan tegas 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Sekolah adalah wadah pendidikan formal mempunyai tanggung jawab besar untuk mewujudkan cita-cita bangsa, sebagaimana yang diamanahkan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menyatakan bahwa negara bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan kepada setiap warga negara dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang pesat terutama pada era globalisasi seperti sekarang ini, akan membawa dampak kemajuan baik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo, 2005). Komunikasi antar

BAB II KAJIAN TEORI. yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo, 2005). Komunikasi antar BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Komunikasi 2.1.1 Pengertian komunikasi antar pribadi Komunikasi antar pribadi merupakan proses sosial dimana individu-individu yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi Belajar Matematika Prestasi belajar tidak dapat dipisahkan dari masalah belajar. Pada dasarnya, prestasi belajar merupakan hasil yang dicapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benar. Proses yang baik dan benar hampir selalu melalui perjalanan yang panjang,

BAB I PENDAHULUAN. benar. Proses yang baik dan benar hampir selalu melalui perjalanan yang panjang, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Keberhasilan tidak hanya dinilai dari hasil akhir, tetapi proses. Banyak orang yang mendapatkan hasil yang baik tanpa menjalani proses yang baik dan benar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang bisa menjadi apa yang dia inginkan serta dengan pendidikan pula

BAB I PENDAHULUAN. orang bisa menjadi apa yang dia inginkan serta dengan pendidikan pula BAB I PENDAHULUAN.. Latar Belakang Penelitian Telah kita ketahui bersama bahwasannya pendidikan merupakan hal yang paling penting dalam semua aspek kehidupan, karena dengan pendidikan semua orang bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional menyatakan. bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional menyatakan. bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang amat penting untuk menjamin kelangsungan hidup Negara, juga merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah besar dalam bidang pendidikan di Indonesia yang banyak. diperbincangkan, diantaranya adalah rendahnya mutu pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah besar dalam bidang pendidikan di Indonesia yang banyak. diperbincangkan, diantaranya adalah rendahnya mutu pendidikan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah besar dalam bidang pendidikan di Indonesia yang banyak diperbincangkan, diantaranya adalah rendahnya mutu pendidikan yang tercermin dari rendahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju serta terbukanya pasar global akan menstimulus kita untuk selalu meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUHUAN. A. Latar Belakang Masalah. UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan

BAB I PENDAHULUHUAN. A. Latar Belakang Masalah. UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan BAB I PENDAHULUHUAN A. Latar Belakang Masalah UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Konteks Masalah Penyesuaian diri terhadap lingkungan yang baru dijajaki merupakan proses awal untuk dapat bertahan hidup dalam sebuah lingkungan baru. Berbagai masalah-masalah akan

Lebih terperinci

IMPLIKASI MODEL PROBLEM BASED LEARNING

IMPLIKASI MODEL PROBLEM BASED LEARNING IMPLIKASI MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PELAJARAN BIOLOGI KELAS VII-A SMP NEGERI 1 GESI TAHUN AJARAN 2007/2008 SKRIPSI OLEH : NANIK SISWIDYAWATI X4304016 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari dan juga membutuhkan bantuan

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari dan juga membutuhkan bantuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penelitian Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari dan juga membutuhkan bantuan orang lain, untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk siap menjadi tenaga terampil dan pandai matematika melalui penerapan

BAB I PENDAHULUAN. untuk siap menjadi tenaga terampil dan pandai matematika melalui penerapan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang telah berkembang pesat di negara-negara maju. Matematika dianggap penting karena menjadi dasar ilmu dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang terjadi karena adanya usaha untuk memperoleh perubahan dalam diri. Hal ini berarti siswa berperan sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan kuantitatif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam penelitian status

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan kuantitatif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam penelitian status 45 BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam penelitian

Lebih terperinci

GAMBARAN KETERBUKAAN DIRI (Studi Deskriptif pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 48 Jakarta) Dwiny Yusnita Sari 1 Wirda Hanim 2 Dharma Setiawaty R.

GAMBARAN KETERBUKAAN DIRI (Studi Deskriptif pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 48 Jakarta) Dwiny Yusnita Sari 1 Wirda Hanim 2 Dharma Setiawaty R. 51 GAMBARAN KETERBUKAAN DIRI (Studi Deskriptif pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 48 Jakarta) Dwiny Yusnita Sari 1 Wirda Hanim 2 Dharma Setiawaty R. 3 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional mengartikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional mengartikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Sistem Pendidikan Nasional mengartikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan manusia lainnya. Ketika seorang anak masuk dalam lingkungan sekolah, maka anak berperan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan senantiasa menjadi sorotan bagi masyarakat khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan senantiasa menjadi sorotan bagi masyarakat khususnya di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan senantiasa menjadi sorotan bagi masyarakat khususnya di Indonesia yang ditandai dengan adanya pembaharuan maupun eksperimen guna terus mencari kurikulum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didik dalam mengembangkan potensinya. Hal ini didasarkan pada UU RI No

BAB I PENDAHULUAN. didik dalam mengembangkan potensinya. Hal ini didasarkan pada UU RI No BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan potensinya. Hal ini didasarkan pada UU RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dasarnya, manusia berkembang dari masa oral, masa kanak-kanak, masa

I. PENDAHULUAN. dasarnya, manusia berkembang dari masa oral, masa kanak-kanak, masa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Pada dasarnya, manusia berkembang dari masa oral, masa kanak-kanak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekitarnya. Berkaitan dengan Pendidikan, Musaheri (2007 : 48) mengungkapkan,

BAB I PENDAHULUAN. sekitarnya. Berkaitan dengan Pendidikan, Musaheri (2007 : 48) mengungkapkan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan manusia menuju kepribadian mandiri sehingga mampu membangun dirinya dan masyarakat sekitarnya. Berkaitan

Lebih terperinci