MODEL HUBUNGAN MODAL SOSIAL, OCB (ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR), DAN KEPERCAYAAN DI PDAM TIRTA KAHURIPAN KABUPATEN BOGOR DIAH RAHMAWATI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODEL HUBUNGAN MODAL SOSIAL, OCB (ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR), DAN KEPERCAYAAN DI PDAM TIRTA KAHURIPAN KABUPATEN BOGOR DIAH RAHMAWATI"

Transkripsi

1 MODEL HUBUNGAN MODAL SOSIAL, OCB (ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR), DAN KEPERCAYAAN DI PDAM TIRTA KAHURIPAN KABUPATEN BOGOR DIAH RAHMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Model Hubungan Modal Sosial, Organizational Citizenship Behavior (OCB), dan Kepercayaan di PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, April 2011 Diah Rahmawati MAN/H

3 ABSTRACT DIAH RAHMAWATI. The Relationship Models of Social Capital, Organizational Citizenship Behavior (OCB), and Trust at PDAM Tirta Kahuripan Bogor. Supervised by AJI HERMAWAN and MUHAMMAD SYAMSUN. The aims of the research are to analyze the influence of social capital to OCB and the influence of trust as a moderator in the relationship between social capital and OCB in PDAM Tirta Kahuripan Bogor. The research method used was survey by distributing questionnaires to 225 employees, but it was only 214 questionnaires received. The data analysis used Structural Equation Modelling (SEM). The result conclude that social capital has a significant influence on OCB. This research also found that trust is a significant moderator in the relationship between social capital and OCB. Keywords: Social Capital, OCB, Trust, Structural Equation Modelling (SEM), role of moderator

4 MODEL HUBUNGAN MODAL SOSIAL, OCB (ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR), DAN KEPERCAYAAN DI PDAM TIRTA KAHURIPAN KABUPATEN BOGOR DIAH RAHMAWATI Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Manajemen SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

5 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Ma mun Sarma, MS., M.Ec.

6 @ Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

7 Judul Tesis : Model Hubungan Modal Sosial, Organizational Citizenship Behavior (OCB), dan Kepercayaan di PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor. Nama : Diah Rahmawati NIM : H Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Aji Hermawan, MM Ketua Dr. Ir. Muhammad Syamsun, M.Sc. Anggota Mengetahui Ketua Program Studi Ilmu Manajemen Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Abdul Kohar Irwanto, M.Sc. Dr. Ir. Dahrul Syah M.Sc.Agr Tanggal Ujian : 11 Mei 2011 Tanggal Lulus :

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kediri Jawa Timur pada tanggal 9 Desember 1982 sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Muslih dan Aya Shofia. Pada tahun 2010 penulis telah menikah dengan Nukman Hamied. Pada tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 2 Makassar dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Brawijaya Malang melalui jalur UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Penulis memilih Program Studi Statistika, Fakultas MIPA (Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam) dan telah berhasil menyelesaikan pendidikan sarjana pada bulan Januari Pada tahun 2008, penulis diterima di Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Ilmu Manajemen.

9 xix DAFTAR ISI Halaman DARTAR ISI... xix DAFTAR TABEL... xxii DAFTAR GAMBAR... xxiv DAFTAR LAMPIRAN... xxv I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Batasan Masalah Manfaat Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Modal Sosial Dimensi Struktural Modal Sosial Dimensi Relasional Modal Sosial Dimensi Kognitif Modal Sosial Organization Citizenship Behavior (OCB) Definisi OCB Dimensi-dimensi OCB Kepercayaan (Trust) Definisi Kepercayaan Tingkatan Kepercayaan Kepercayaan Dalam Konteks Organisasi Modal Sosial dan Organizational Citizenship Behavior (OCB) Peran Pemoderasian Kepercayaan (Trust)

10 xx 2.6 Kerangka Pemikiran Perumusan Hipotesis... III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Data dan Sumber Data Jenis Data Sumber Data Metode Pengumpulan Data Metode Survei Instrumen Pengumpulan Data Variabel dan Alat Ukur Skala Pengukuran Pengolahan Data Tehnik Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis ANOVA Model Persamaan Struktural (Structural Equation Modeling) Definisi Variabel Penelitian Variabel Moderasi Model Persamaan Struktural Modal Sosial, Trust, dan OCB... IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 4.1 Sejarah dan Perkembangan PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor Maksud dan Tujuan PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor Visi dan Misi PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor Usaha Pokok dan Tugas PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor Struktur Organisasi PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor Modal Sosial yang Ada di Perusahaan Tugas dan Tanggung Jawab Pokok dari Setiap Divisi

11 xxi V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Deskriptif Analisis Deskriptif Responden Lama Bekerja Usia Jenis Kelamin Divisi Kerja Tingkat Pendidikan Analisis Deskriptif Variabel Analisis ANOVA Analisis Model Pengukuran Menggunakan 2 nd CFA Analisis Model Pengukuran Modal Sosial Analisis Model Pengukuran Kepercayaan Analisis Model Pengukuran OCB Analisis Model Struktural Uji Kecocokan Model (Goodness of Fit Statistics) Analisis Pengaruh Antar Variabel Analisis Variabel Individual Variabel Laten Bebas Modal Sosial Variabel Laten Terikat Kepercayaan Variabel Laten Terikat OCB Implikasi Manajerial VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA. LAMPIRAN

12 xxii DAFTAR TABEL Tabel 1 Penelitian-penelitian Tentang Modal Sosial yang Terkait... 2 Peneltian-penelitian Tentang OCB yang Terkait... 3 Penelitian-penelitian Tentang Kepercayaan yang Terkait... 4 Penelitian-penelitian Tentang Hubungan Modal Sosial OCB dan Kepercayaan... 5 Divisi dan Jumlah Pegawai di PDAM Tirta Khuripan Kabupaten Bogor... 6 Skala Likert... 7 Ukuran-ukuran GOF... 8 Variabel Laten dan Indikator Model Persamaan Struktural Modal Sosial, Kepercayaan dan OCB... 9 Model Pengukuran dan Model Struktural yang Terbentuk Nilai Skor Rataan dari Modal Sosial, Kepercayaan dan OCB Posisi Keputusan Penilaian Pegawai Terhadap Tingkat Modal Sosial, Kepercayaan dan OCB Penilaian Pegawai Terhadap Modal Sosial Penilaian Pegawai Terhadap Kepercayaan Penilaian Pegawai Terhadap OCB Hasil Uji ANOVA dari Faktor Demografi Validitas dan Reliabilitas Model Pengukuran 2 nd CFA dari Modal Sosial Validitas dan Reliabilitas Model Pengukuran 2 nd CFA dari Kepercayaan Validitas dan Reliabilitas Model Pengukuran 2 nd CFA dari OCB Hasil Uji Kecocokan Model Struktural Nilai-t, Koefisien Estimasi, dan SMC Model Struktural... Halaman

13 xxiii 21 Hasil Estimasi Variabel Laten Bebas Modal Sosial Hasil Estimasi Variabel Laten Terikat Kepercayaan Hasil Estimasi Variabel Laten Terikat OCB

14 xxiv DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Hubungan Modal Sosial, Kepercayaan (Trust) dan OCB... 2 Hubungan Modal Sosial, Kepercayaan (Trust) dan OCB yang Telah Disesuaikan... 3 Model Persamaan Struktural Modal Sosial, Kepercayaan dan OCB... 4 Diagram Lingkaran Lama Bekerja Responden... 5 Diagram Lingkaran Usia Responden... 6 Diagram Lingkaran Jenis Kelamin Responden... 7 Diagram Lingkaran Divisi Kerja Responden... 8 Diagram Lingkaran Tingkat Pendidikan Responden... 9 Path Diagram Nilai-t 2 nd CFA Modal Sosial Sebelum Diperbaiki Path Diagram Muatan Faktor 2 nd CFA Tahap I Modal Sosial Path Diagram Nilai-t 2 nd CFA Tahap I Modal Sosial Path Diagram Muatan Faktor 2 nd CFA Tahap II Modal Sosial Path Diagram Muatan Faktor 2 nd CFA Tahap I Kepercayaan Path Diagram Nilai-t 2 nd CFA Tahap I Kepercayaan Path Diagram Muatan Faktor 2 nd CFA Tahap II Kepercayaan Path Diagram Muatan Faktor 2 nd CFA Tahap I OCB Path Diagram Nilai-t 2 nd CFA Tahap I OCB l Path Diagram Muatan Faktor 2 nd CFA Tahap II OCB Path Diagram Nilai-t Estimasi Model Struktural Path Diagram Koefisien Estimasi Model Struktural Path Diagram Muatan Faktor Model Struktural... Halaman

15 xxv DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Mengenai Modal Sosial... 2 Kuesioner Penelitian Mengenai Organizational Citizenship Behavior (OCB)... 3 Kuesioner Penelitian Mengenai Kepercayaan (Trust)... 4 Kuesioner Penelitian Mengenai Informasi Umum Responden... 5 GOF 2 nd CFA Modal Sosial... 6 GOF 2 nd CFA Kepercayaan (Trust)... 7 GOF 2 nd CFA Modal OCB... 8 GOF 2 nd CFA Model Struktural... 9 Perhitungan CR dan VE Variabel Modal Sosial Perhitungan CR dan VE Variabel Kepercayaan (Trust) Perhitungan CR dan VE Variabel OCB... Halaman

16 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap perusahaan dalam menjalankan bisnisnya menginginkan untuk memiliki keunggulan-keunggulan kompetitif dengan memaksimalkan semua modal yang dimiliki, seperti diantaranya modal finansial, modal teknologi, sumber daya alam, dan sumber daya manusia yang ada di perusahaan. Namun demikian, ada satu bentuk modal yang sekarang ini mulai mendapat perhatian lebih dari para praktisi manajemen dan perusahaan-perusahaan, terutama perusahaan yang menginginkan untuk meningkatkan kinerja dan efisiensinya yaitu modal sosial. Yang membuat modal sosial ini berbeda dengan bentukbentuk modal yang lain adalah selain berperan sebagai aset dalam suatu perusahaan, modal sosial juga berperan sebagai instrumen sekaligus tujuan dalam pengembangan perusahaan dengan memaksimalkan bentuk-bentuk modal lain yang dimiliki perusahaan. Modal sosial itu sendiri terbentuk dari adanya pola interaksi timbal balik yang terjadi antara para pegawai dengan manajemen perusahaan dan antar sesama keduanya yang didasarkan pada adanya rasa saling percaya antar sesama yang telah mengakar pada suatu budaya organisasi dan etika sosial (Cox, 1997). Yang membuat modal sosial kini mendapat perhatian lebih dan terus dikembangkan dalam suatu perusahaan adalah dengan adanya modal sosial yang melekat pada setiap individu pegawai akan mampu memberikan keunggulan tertentu baik pada individu pegawai yang bersangkutan maupun pada perusahaan secara umum yaitu mampu meningkatkan kinerja pegawai yang merupakan basis dari kinerja perusahaan secara umum (Adler dan Kwon, 2002). Selain itu dengan pengelolaan yang baik dari modal sosial yang kuat yang dimiliki suatu perusahaan, akan membuat perusahaan tersebut memiliki keunggulan kompetitif yang sulit ditiru oleh perusahaan lain. Karena itulah, sangat mungkin suatu perusahaan akan memiliki modal sosial yang berbeda dengan perusahaan yang lain. Menurut Fox (1974), berbicara tentang modal sosial dalam konteks organisasi atau perusahaan, akan memiliki keterikatan sangat erat dengan adanya

17 2 tingkat kepercayaan organisasional (trust) yang dimiliki setiap pegawai di dalamnya. Dimana modal sosial dengan adanya dukungan kepercayaan pada diri setiap individu pegawai akan membuat mereka lebih mudah berinteraksi dan bekerjasama dengan rekan kerjanya maupun dengan pihak perusahaan, sehingga tidak mustahil akan mampu mendorong mereka berkinerja lebih baik lagi salah satunya ditunjukkan dengan kesediaannya melaksanakan Organizational Citizenship Behavior (OCB) dalam bekerja (Quinhong Fu, 2004). Sebaliknya, modal sosial tanpa adanya dukungan dari kepercayaan akan membuat modal sosial menjadi lemah dan tidak bisa dikembangkan untuk memberikan pengaruh positif dalam perusahaan termasuk dalam mendorong pegawai meningkatkan kinerjanya. Bahkan ketiadaan dari kepercayaan akan membuat munculnya berbagai masalah sosial dalam perusahaan seperti perselisihan antar pegawai, sikap individualis dan runtuhnya nilai-nilai kebersamaan yang bisa sangat membahayakan bagi stabilitas perusahaan. OCB merupakan istilah yang digunakan untuk mengidentifikasi perilaku pegawai sehingga dia dapat disebut sebagai anggota yang baik (Sloat, 1999). Perilaku ini cenderung melihat seseorang (individu pegawai) sebagai mahkluk sosial (menjadi anggota organisasi), dibandingkan sebagi mahkluk individual yang mementingkan diri sendiri. Sebagai mahkluk sosial, manusia memiliki empati kepada orang lain dan lingkungannya dan menyelaraskan nilai-nilai yang dianutnya dengan nilai-nilai yang dimiliki lingkungannya untuk menjaga dan meningkatkan interaksi sosial yang lebih baik. Jika pegawai dalam organisasi memiliki OCB, maka usaha untuk mengendalikan dan mengontrol pegawai akan menurun, karena pegawai dapat mengendalikan perilakunya sendiri atau mampu memilih perilaku terbaik untuk kepentingan organisasinya. Borman dan Motowidlo (1997) mengatakan bahwa OCB dapat meningkatkan kinerja organisasi (organizational performance) karena perilaku ini merupakan pelumas dari mesin sosial dalam organisasi, dengan kata lain, dengan adanya perilaku ini maka interaksi sosial pada anggota-anggota organisasi menjadi lancar, mengurangi terjadinya perselisihan, dan meningkatkan efisiensi perusahaan. Jadi bisa dikatakan bahwa untuk perusahaan-perusahaan yang memiliki keinginan untuk terus berkembang dengan meningkatkan efisiensi dan

18 3 kinerjanya, ketiga konstruk baik itu modal sosial, kepercayaan dan OCB merupakan konstruk yang pantas untuk diperhatikan dan terus dikembangkan dalam suatu perusahaan. Permasalahan selanjutnya adalah bagaimana memodelkan ketiga konstruk tersebut dalam suatu model yang paling sesuai, sehingga akan lebih mudah diimplementasikan dalam kebijakan-kebijakan perusahaan. Penelitian-penelitian tentang modal sosial yang telah banyak dilakukan sebelumnya termasuk di Indonesia, lebih sering menyoroti modal sosial dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, dimana modal sosial memiliki peran penting dalam pembangunan sosial dan ekonomi. Belum banyak penelitian yang dilakukan untuk melihat peran modal sosial sebagai konstruk yang penting dalam konteks organisasi atau perusahaan. Penelitian ini akan mengisi kekosongan tersebut, dengan meneliti modal sosial dalam konteks perusahaan. Perusahaan yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah perusahaan atau badan usaha milik pemerintah. Karena yang terjadi di perusahaan-perusahaan atau badan usaha milik pemerintah cenderung memiliki tingkat turn over pegawai yang rendah, sehingga para pegawai yang ada di dalam perusahaan tidak banyak mengalami perubahan personil dan bisa saling berinteraksi dalam jangka waktu yang lama. Kondisi tersebut sangat memungkinkan setiap individu pegawai yang ada di perusahaan memiliki modal sosial yang kuat. Hal lain yang terjadi di perusahaan-perusahaan atau badan usaha milik pemerintah justru memperlihatkan para pegawai yang cenderung menunjukkan kinerja yang kurang maksimal. Mereka hanya melakukan kerja sebagai rutinitas. Banyak cara yang sudah dilakukan untuk meningkatakan kinerja para pegawai. Penelitian ini akan mencoba memberikan alternatif yang bisa digunakan untuk meningkatkan kinerja pegawai salah satunya dengan mendorong mereka bersedia menunjukkan OCB dalam bekerja dengan memanfaatkan modal sosial yang diduga kuat dimiliki setiap individu pegawai di perusahaan-perusahaan atau badan usaha milik pemerintah. PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor merupakan salah satu Badan Usaha Milik Pemerintah Daerah (BUMD), yang mengelola sumber daya air untuk didistribusikan kepada masyarakat di wilayah pelayanannya yaitu wilayah Bogor

19 4 Timur, Bogor Tengah, Bogor Barat dan wilayah Depok. Terhitung sampai dengan September 2010 jumlah pelanggan PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor mencapai sebanyak pelanggan yang tersebar di 22 Kecamatan di Kabupaten Bogor. Cakupan wilayah pelayanan yang sangat luas dan jumlah pelanggan yang semakin bertambah ini menjadi tantangan bagi PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor untuk tetap bisa memberikan pelayanan yang memuaskan, profesional dan berkelanjutan bagi semua masyarakat. Karena itulah PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor menetapkan target untuk bisa memaksimalkan kinerja dari setiap individu pegawai yang ada di perusahaan, salah satunya dengan mendorong mereka untuk bersedia menunjukkan OCB dalam bekerja. Dengan pola interaksi yang terjadi antara 225 orang pegawai yang dimiliki dengan pihak manajemen perusahaan ataupun antara sesamanya selama ini berjalan dengan baik yang diindikasikan salah satunya dengan minimnya (hampir tidak ada) konflik manajemen yang terjadi di perusahaan, membuat PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor diasumsikan memiliki modal sosial dan tingkat kepercayaan organisasional yang kuat yang mempunyai potensi positif untuk terus dikembangkan dan diharapkan akan mampu mendorong pegawainya untuk menunjukkan OCB dalam bekerja. Karena itulah, penelitian ini akan memodelkan hubungan antara modal sosial, OCB, dan kepercayaan yang ada di PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor, untuk mempermudah perusahaan dalam mengimplementasikan ketiga konstruk tersebut ke dalam kebijakan-kebijakan perusahaan dalam rangka menjawab tantangan perusahaan yaitu memaksimalkan kinerja pegawai melalui kesediaannya menunjukkan OCB dalam bekerja. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, masalah utama penelitian ini adalah mengenai model hubungan modal sosial, Organizational Citizenship Behavior (OCB), dan kepercayaan yang ada di PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor. Berdasarkan hal tersebut, maka pertanyaan penelitian dapat dituliskan sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh modal sosial terhadap pelaksanaan OCB di PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor?

20 5 2. Bagaimana pengaruh peran pemoderasian kepercayaan di dalam hubungan antara modal sosial dengan pelaksanaan OCB di PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah: 1. Untuk megetahui pengaruh modal sosial terhadap pelaksanaan OCB di PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor. 2. Untuk mengetahui peran pemoderasian kepercayaan di dalam hubungan antara modal sosial dengan pelaksanaan OCB di PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor. 1.4 Batasan Masalah Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi pada dimensi-dimensi modal sosial menurut definisi Nahapiet dan Ghoshal (1998) karena sesuai dengan tingkat analisis individual yang menjadi fokus tulisan ini, dengan membagi modal sosial ke dalam tiga dimensi yaitu dimensi struktural, dimensi relasional, dan dimensi kognitif. Kerangka kerja tiga dimensional tersebut dilakukan untuk menguji hubungan antara modal sosial dan fenomena-fenomena intraorganisasional yang difokuskan pada OCB. Dalam penelitian ini OCB juga dibedakan dalam lima dimensi (Organ, 1988) yaitu: altruism, conscientiousness, sportsmanship, civic virtue, dan courtesy. Pengelompokan dimensi OCB ini dimaksudkan untuk memperjelas pengaruh dari ketiga dimensi modal sosial, pada kelima dimensi dari OCB. Konstruk kepercayaan yang merupakan faktor yang sangat mempengaruhi modal sosial agar bisa berkembang dan dimanfaatkan dalam suatu organisasi digunakan sebagai variabel pemoderasi dalam hubungan modal sosial dan OCB. Tanpa adanya kepercayaan, maka modal sosial tidak akan bisa dikembangkan dan tentu saja tidak akan bisa memberikan pengaruh pada fenomena-fenomena intraorganisasi seperti pelaksanaan OCB. Pada tingkat analisa individual kepercayaan juga dibagi kedalam tiga dimensinya, yaitu : harmony, reliability, dan concern.

21 6 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan bisa diberikan dari hasil penelitian ini adalah : 1. Memberikan pemahaman empiris tentang model hubungan modal sosial dan OCB dengan faktor kepercayaan sebagai peran pemoderasi secara teoritis. 2. Memberikan pemahaman terutama kepada para praktisi Manajemen bahwa modal sosial, kepercayaan dan OCB merupakan konstruk sosial yang mampu memberikan manfaat bagi efektifitas organisasi dan seharusnya terus dikembangkan.

22 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Modal Sosial Modal sosial adalah sumber daya yang dapat dipandang sebagai investasi untuk mendapatkan sumber daya baru. Seperti diketahui bahwa sesuatu yang disebut sumber daya (resources) adalah sesuatu yang dapat dipergunakan untuk dikonsumsi, disimpan dan diinvestasikan. Sumber daya yang digunakan untuk investasi disebut sebagai modal. Dimensi modal sosial cukup luas dan kompleks. Modal sosial berbeda dengan istilah populer lainnya yaitu modal manusia (human capital). Pada modal manusia segala sesuatunya lebih merujuk ke dimensi individu yaitu daya dan keahlian yang dimiliki oleh seorang individu. Pada modal sosial lebih menekankan pada potensi kelompok dan antar kelompok dengan ruang perhatian pada jaringan sosial, norma, nilai, dan kepercayaan antar sesama yang lahir dari anggota kelompok dan menjadi norma kelompok. Modal sosial (social capital) seringkali diartikan secara berbeda. Beberapa periset menyatakan modal sosial merupakan community-level attribute, meskipun periset lain memperlakukan modal sosial sebagai pendekatan yang berorientasi pada individu. Keberagaman definisi modal sosial muncul dari perbedaan tingkat analisis yang menjadi fokus para periset. Narayan dan Cassidy (2001) yang memiliki fokus pada tingkat analisis makro, membagi modal sosial menjadi beberapa dimensi yang meliputi: 1. Karakteristik kelompok (group characteristics) 2. Norma yang mengikat (generalized norms) 3. Kebersamaan (togetherness) 4. Pergaulan sehari-hari (everyday sociability) 5. Hubungan dalam network (network connections) 6. Kesukarelaan (volunteerism), dan kepercayaan (trust). Di sisi lain, Nahapiet dan Ghoshal (1998) berfokus pada tingkat analisis individu dalam menyusun dimensi modal sosial menjadi tiga dimensi, yaitu : a) Dimensi struktural b) Dimensi relasional

23 8 c) Dimensi kognitif. Secara lebih komperehensif Burt (1992) mendefinsikan, modal sosial adalah kemampuan masyarakat untuk melakukan asosiasi satu sama lain dan selanjutnya menjadi kekuatan yang sangat penting bukan hanya bagi kehidupan ekonomi akan tetapi juga setiap aspek eksistensi sosial yang lain. Sedangkan Putnam (1993) mendefinisikan modal sosial adalah sejenis perekat sosial yang memfasilitasi tindakan di tingkat masyarakat yang pada gilirannya, memungkinkan berbagai manfaat bagi kegiatan sosial kemasyarakatan. Fukuyama (1995) mendefinisikan modal sosial sebagai serangkaian nilainilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjalinnya kerjasama diantara mereka. Sejalan dengan Fukuyama, Cox E. (1997) mendefinisikan modal sosial sebagai hubungan-hubungan yang tercipta dan norma-norma yang membentuk kualitas dan kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat dalam spektrum yang luas, yaitu sebagai perekat sosial (social glue) yang menjaga kesatuan anggota kelompok secara bersama-sama. Pada jalur yang sama Solow (1999) mendefinisikan modal sosial sebagai serangkaian nilai-nilai atau norma-norma yang diwujudkan dalam perilaku yang dapat mendorong kemampuan dan kapabilitas untuk bekerjasama dan berkoordinasi untuk menghasilkan kontribusi besar terhadap keberlanjutan produktivitas. Adler dan Kwon ( 2002) melakukan sintesis atas konsep modal sosial yang berasal dari berbagai perspektif dan memberikan tiga hal yang ditekankan dalam definisi modal sosial, yaitu: a) Modal sosial melekat pada individu ataupun kelompok. b) Sumber modal sosial terletak pada hubungan sosial yang dimiliki oleh individu maupun kelompok. c) Efek modal sosial berkaitan dengan informasi, pengaruh, dan solidaritas yang dimiliki individu atau kelompok yang memungkinkan individu atau kelompok tersebut mendapat keunggulan tertentu dan dapat berkinerja dengan baik. Penelitian ini akan menggunakan definisi Nahapiet dan Ghoshal (1998) karena sesuai dengan tingkat analisis individual yang menjadi fokus tulisan ini,

24 9 dengan membagi modal sosial ke dalam tiga dimensi yaitu dimensi struktural, dimensi relasional, dan dimensi kognitif. Kerangka kerja tiga dimensional tersebut dilakukan untuk menguji hubungan antara modal sosial dan fenomena-fenomena intra-organisasional, seperti pembentukan modal intelektual (Nahapiet dan Ghosal, 1998), pertukaran sumber daya inter-unit (Tsai dan Ghosal, 1998), dan Organizational Citizenship Behavior (Bolino et al. 2000). Hasil-hasil penelitian yang menunjukkan hubungan antara modal sosial dengan fenomena-fenomena intra-organisasi ditunjukkan dalam Tabel 1. Tabel 1 Penelitian-penelitian tentang Modal Sosial yang terkait. No. Penulis Variabel Hasil 1. Robert D. Putnam Modal sosial, Good 1. Besarnya variasi dari kinerja (1993) Government. pemerintahan sangat berhubungan dengan semangat kehidupan sosial di masing-masing wilayah. 2. Modal sosial memiliki pengaruh positif pada pemerintahan karena membuat anggota komunitas mengatasi dilemma tindakan kolektif yang bisa menghambat upaya mereka untuk bekerjasama dengan tujuan melakukan perbaikan kehidupan sosial. 2. Fukuyama (1995) Modal sosial, efektivitas organisasional, biaya transaksi. Modal sosial berhubungan positif dengan efektivitas organisasional melalui pengurangan biaya transaksi organisasional. 3. Wisnu (2003) Prajogo Modal Sosial, Kepemimpinan transaksional, kepemimpinan transformasional. 1. Adanya dukungan pada pengaruh kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan transformasional pada dimensi relasional modal sosial. 2. Tidak memberi dukungan pada pengaruh kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan transformasional pada dimensi struktural modal sosial. 3. Dimensi kognitif modal sosial tidak akan dipengaruhi oleh kepemimpinan transaksional Dimensi Struktural Modal Sosial Dimensi struktural merupakan pola hubungan antar orang dan interaksi sosial yang ada dalam organisasi. Nahapiet dan Ghoshal (1998) mendefinisikan modal sosial struktural sebagai keseluruhan bentuk dari hubungan antar pelakupelaku sosial. Menurut McFayden dan Canella (2004), dimensi struktural

25 10 menyangkut kedekatan dan adanya hubungan antar anggota jaringan kerja baik secara langsung maupun tidak langsung. Dimensi struktural memiliki makna bahwa posisi seseorang dalam struktur interaksi akan memberinya keuntungan tertentu. Dengan demikian, seseorang yang memiliki interaksi yang baik dengan rekan kerjanya akan berkinerja dengan lebih baik. Adanya interaksi yang baik akan sangat kondusif untuk kerjasama yang baik antar anggota organisasi. Interaksi yang baik akan mengakibatkan intensitas hubungan kerja yang semakin baik dan menumbuhkan kedekatan antar karyawan. Dengan demikian, seseorang akan lebih mudah mendapatkan bantuan dan dukungan dari rekan kerjanya, misalnya seseorang akan bisa saling mengakses sumberdaya dan informasi dengan sesama rekan kerja. Hal ini akan memperlancar proses kerja anggota organisasi, yang akan membuat anggota organisasi tersebut berkinerja dengan lebih baik. Dimensi ini juga menjelaskan model hubungan seperti pengukuran keeratan, hubungan, hirarki, dan organisasi yang sesuai Dimensi Relasional Modal Sosial Dimensi kedua dari konsep modal sosial menurut definisi Nahapiet dan Ghosal (1998) adalah dimensi relasional modal sosial. Dimensi relasional merupakan aset yang diciptakan dan tumbuh dalam hubungan antar anggota organisasi yang mencakup kepercayaan (trust), kelayakan dipercaya (trustworthiness), norma dan sangsi, kewajiban dan harapan, identitas dan identifikasi. Kepercayaan adalah atribut yang melekat dalam suatu hubungan. Kelayakan dipercaya merupakan atribut yang melekat pada individu yang terlibat dalam hubungan tersebut. Makin tinggi tingkat kepercayaan antar rekan kerja dalam suatu organisasi, orang-orang dalam organisasi tersebut dikatakan memiliki tingkat kelayakan dipercaya yang tinggi. Dalam kondisi saling mempercayai yang tinggi, orang akan lebih mampu bekerja dengan lebih baik dalam suatu pertukaran sosial dalam bentuk kerja sama dengan orang lain. Dengan demikian, dimensi relasional juga akan mempengaruhi proses kerja seseorang, sehingga akan membuat orang bekerja dengan lebih baik. Dimensi relasional mencakup pertukaran antar individu, rekan-rekan kerja yang saling mengenal atau saling bertukar pendapat (McFayden dan Canella, 2004). Dengan kata lain dimensi relasional lebih merujuk pada sifat hubungan

26 11 (misalnya rasa hormat, saling menghargai, dan persahabatan) yang menentukan perilaku anggota jaringannya Dimensi Kognitif Modal Sosial Dimensi kognitif merupakan sumber daya yang memberikan representasi dan interpretasi bersama, serta menjadi sistem makna (system of meaning) antar pihak dalam organisasi. Nahapiet dan Ghoshal (1998) mendefinisikan dimensi ketiga ini sebagai shared languages (codes), shared narratives dan shared vision yang memfasilitasi pemahaman tentang tujuan kolektif dan cara bertindak dalam suatu sistem sosial. Shared language akan tampak pada penggunaan kata-kata tertentu sebagai kata-kata (istilah-istilah) yang dipahami bersama dalam komunikasi antar anggota organisasi. Shared narratives akan tampak jika anggota organisasi seringkali menceritakan hal-hal yang sama dalam bentuk mitos organisasi ataupun tentang hal-hal yang terjadi dalam kehidupan kerja mereka. Jika ada shared languages dan shared narratives, komunikasi antara anggota organisasi akan lebih baik dan terbuka. Shared languages dan shared narratives juga akan mempengaruhi persepsi anggota organisasi. Adanya shared languages dan shared narratives akan menciptakan persepsi yang sama antar anggota organisasi yang akan mempercepat proses komunikasi untuk menunjang kinerja. Umumnya dimensi kognitif dalam bentuk shared languages dan shared narratives akan mengarah ke pemahaman yang sama tentang tujuan organisasi (shared vision). Jika anggota organisasi memiliki pemahaman yang sama tentang tujuan organisasi,mereka akan bisa bekerja dengan lebih baik. 2.2 Organizational Citizenship Behavior (OCB) Setiap organisasi dituntut selalu meningkatkan kinerja dan efektifitas agar mampu bertahan di dalam globalisasi. Salah satu elemen penting yang dipertimbangkan mampu meningkatkan kinerja dan efektifitas organisasi adalah kemauan karyawan melakukan kinerja extra-role selain kinerja in-role. Smith et al. (1983) menamakan kinerja extra-role dengan istilah Organizational Citizenship Behaviors (OCB). Sementara ada beberapa peneliti lain menamakan

27 12 kinerja extra-role dengan istilah seperti perilaku prososial organisasi (George JM, 1991) dan kinerja kontekstual (Borman dan Motowildo, 1997) Definisi Organizational Citizenship Behavior (OCB) OCB merupakan kontribusi individu yang dilakukan melebihi tuntutan peran di tempat kerja dan di-reward oleh perolehan kinerja tugas. OCB ini melibatkan beberapa perilaku meliputi perilaku menolong orang lain, menjadi sukarelawan untuk tugas-tugas ekstra, patuh terhadap aturan-aturan dan prosedurprosedur di tempat kerja. Perilaku-perilaku ini menggambarkan nilai tambah pegawai dan merupakan salah satu bentuk perilaku prososial, yaitu perilaku sosial yang positif, konstruktif dan bermakna membantu (George JM, 1991). Organ (1988) yang mendefinisikan kinerja extra-role sebagai perilaku individu yang fleksibel, tidak secara langsung diketahui atau dihargai oleh sistem reward yang formal di perusahaan, namun secara keseluruhan memberikan kontribusi terhadap efektifitas perusahaan. Beberapa contoh kinerja extra-role adalah perilaku membantu teman sekerja yang mengalami kesulitan dalam pekerjaan, mencegah terjadinya ancaman bahaya yang dapat merugikan perusahaan, perilaku menjaga kebersihan dan kenyamanan tempat kerja, berpartisipasi aktif dalam kegiatan-kegiatan perusahaan atau menyelesaikan pekerjaan melebihi standar yang dituntut. Sementara Van Dyne et al. (1995) yang mengusulkan konstruksi dari Extra Role Bahavior (ERB), yaitu perilaku yang menguntungkan perusahaan dan atau cenderung menguntungkan perusahaan, secara sukarela dan melebihi apa yang menjadi tuntutan peran. Borman dan Motowidlo (1997) mengkonstruksi Contextual Behavior tidak hanya mendukung inti dari perilaku itu sendiri melainkan mendukung semakin besarnya lingkungan organisasi, sosial dan psikologis, sehingga inti teknisnya berfungsi. Definisi ini tidak dibayangi istilah sukarela, reward atau niat sang pelaku melainkan perilaku seharusnya mendukung lingkungan organisasi, sosial dan psikologis lebih dari sekedar inti teknis. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa OCB merupakan : 1. Perilaku yang bersifat sukarela, bukan merupakan tindakan yang terpaksa terhadap hal-hal yang mengedepankan kepentingan organisasi.

28 13 2. Perilaku individu sebagai wujud dari kepuasan berdasarkan kinerja, tidak diperintahkan secara formal. 3. Tidak berkaitan secara langsung dan terang-terangan dengan sistem reward yang formal. Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan OCB telah banyak dilakukan sebelumnya termasuk penelitian-penelitian mengenai faktor-faktor yang bisa mempengaruhi kecenderungan pegawai untuk menunjukkan OCB dalam bekerja maupun penelitian mengenai keterkaitan OCB dengan fenomena intra-organisasi dalam suatu perusahaan. Hasil-hasil penelitian mengenai OCB yang telah dilakukan bisa dilihat pada Tabel Dimensi-Dimensi Organizational Citizenship Behavior (OCB) Dimensi yang paling sering digunakan untuk mengkonseptualisasi OCB adalah dimensi-dimensi yang telah dikembangkan oleh Organ (1988). Menurut Organ, OCB dibangun dari lima dimensi primer yang masing-masing bersifat unik, yaitu : 1. Altruism, yaitu : kesediaan untuk menolong rekan kerja dalam menyelesaikan pekerjaannya dalam situasi yang tidak biasa (situasi khusus). Misalnya : menggantikan rekan kerja yang tidak masuk atau istirahat, membantu orang lain yang pekerjaannya overload, membantu orientasi pegawai baru meskipun tidak diminta, menjadi volunteer untuk mengerjakan sesuatu tanpa diminta. 2. Conscientiousness, yaitu : prilaku yang menggambarkan pegawai yang melaksanakan tugas dan tanggungjawab lebih dari apa yang diharapkan. Misalnya : tiba lebih awal, sehingga siap bekerja pada saat jadwal kerja dimulai, tepat waktu setiap hari, tidak menghabiskan waktu untuk pembicaraan di luar pekerjaan. 3. Sportsmanship, yaitu : prilaku yang menggambarkan pegawai yang lebih menekankan untuk memandang aspek-aspek positif dibanding aspek-aspek negatif dari perusahaan, sportsmanship menggambarkan sportivitas seorang pegawai terhadap perusahaan.

29 14 Misalnya : menahan diri dari aktivitas-aktivitas mengeluh dan mengumpat, tidak membesar-besarkan masalah diluar proporsinya, tidak mencari-cari kesalahan perusahaan. 4. Civic Virtue, yaitu : prilaku yang menyangkut dukungan pegawai atas fungsifungsi administratif dalam perusahaan. Misalnya :menyimpan informasi tentang kejadian-kejadian maupun perubahan-perubahan dalam organisasi, membaca dan mengikuti pengumuman-pengumuman organisasi, membuat pertimbangan dalam menilai apa yang terbaik untuk organisasi. 5. Courtesy, yaitu : prilaku yang menggambarkan bentuk loyalitas individu pegawai terhadap perusahaan dengan keterlibatannya dalam fungsi-fungsi organisasi. Misalnya : memberikan perhatian terhadap fungsi-fungsi yang membantu image organisasi, menghadiri pertemuan-pertemuan yang dianggap penting, membantu kebersamaan secara departemental. Tabel 2 Penelitian-penelitian Tentang OCB yang Terkait. No. Penulis Variabel Hasil 1. Organ (1988) OCB, tingkat kesejahteraan, kemampuan transformasi sumberdaya, inovasi, adaptasi. OCB memberikan kontribusi positif terhadap kesejahteraan komunitasnya, transformasi sumber daya, keinovasian dan keadaptasian para anggotanya. 2. Podsakoff dan MacKenzie (1997). OCB dan kualitas pelayanan. Membuktikan bahwa semakin tinggi tingkat OCB di kalangan karyawan dlam sebuah perusahaan, akan membuat tingkat kepuasan konsumen terhadap perusahaan tersebut juga tinggi yang ditandai dengan rendahnya tingkat komplain yang diterima perusahaan. 3. Slamet S. Sarwono dan Amiluhur Soeroso (2001) Faktor demografi di Indonesia (jenis kelamin, umur, status kepegawaian, status perkawinan), OCB, OCBI, OCBO 1. Status kepegawaian dan status perkawinan merupakan prediktor yang nyata dengan arah negatif terhadap OCB. 2. Umur berhubungan signifikan negatif dengan OCBI. 3. Jenis kelamin terbukti berhubungan secara signifikan dan negatif dengan OCBO, sedangkan dengan OCB tidak terbukti.

30 15 Tabel 2 Penelitian-penelitian Tentang OCB yang Terkait. (Lanjutan) No. Penulis Variabel Hasil 4. Hubungan positif jenis kelamin dengan OCBO memperlihatkan bahwa tidak ada perbedaan sifat kerelaan antara pria dan wanita. 4. Hannah Dara Vanzuela Garay (2006) Kinerja extra-role, kebijakan kompensasi. Kebijakan kompensasi perlu dipertimbangkan di awal ketika manajemen bermaksud mendorong tumbuhnya kinerja extra-role pada pekerja agar dicapai aspek keadilan bagi kedua pihak. 5. Ferry Novliadi (2007) Persepsi terhadap kualitas interaksi atasan bawahan, persepsi terhadap dukungan organisasional, OCB Kualitas interaksi atasan-bawahan dan dukungan organisasi berpengaruh positif pada pelaksanaan OCB pada karyawaan sesuai dengan teori pertukaran sosial (social exchange theory). 6. Ariani (2008) Motif individu, motif organisasi, kepribadian evaluasi diri, OCB Motif organisasi dan kepribadian evaluasi diri merupakan faktor inti yang dapat mendorong OCB anggota organisasi secara individual 2.3 Kepercayaan (Trust) Definisi Kepercayaan (Trust) Unsur utama dan terpenting dari modal sosial adalah kepercayaan. Atau dapat dikatakan bahwa kepercayaan dapat dipandang sebagai syarat keharusan (necessary condition) dari terbentuk dan terbangunnya modal sosial yang kuat (atau lemah) dari suatu masyarakat. Kepercayaan memiliki kekuatan mempengaruhi prinsip-prinsip yang melandasi kemakmuran sosial dan kemajuan ekonomi yang dicapai oleh suatu komunitas atau bangsa. Hal tersebut sesuai dengan definisi dari Putnam (1993) yang menyatakan bahwa kepercayaan sebagai bentuk keinginan untuk mengambil risiko dalam hubungan-hubungan sosial yang didasari oleh perasaan yakin, bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan saling mendukung. Fukuyama (1995) menyatakan kepercayaan sebagai sesuatu yang amat besar dan sangat bermanfaat bagi penciptaan tatatan ekonomi unggul. Digambarkannya kepercayaan sebagai harapan-harapan terhadap keteraturan,

31 16 kejujuran, dan perilaku kooperatif yang muncul dari dalam sebuah komunitas yang didasarkan pada norma-norma yang dianut bersama-sama oleh anggota masyarakat. Norma-norma tersebut dapat berisi pernyataan-pernyataan yang berkisar pada niai-nilai luhur, seperti hakekat Tuhan atau keadilan, ataupun norma-norma sekuler seperti standar profesional dan kode etik perilaku. Woolcok (1998) mendefiniskan kepercayaan sebagai rasa saling mempercayai antar individu dan antar kelompok di dalam suatu masyarakat (atau bangsa) yang dibangun oleh norma-norma dan nilai-nilai luhur yang melekat pada budaya masyarakat (atau bangsa) tersebut. Adapun Dasgupta dan Ismail (2000) dengan lebih tegas mendefinisikan kepercayaan sebagai daya atau semangat kemanusiaan yang jujur (altruism), berupa keinginan masyarakat untuk saling menghormati, mencintai, dan memperhatikan antar sesama manusia. Melalui kepercayaan orang-orang dapat bekerjama secara lebih efektif, oleh karena ada kesediaan di antara mereka untuk menempatkan kepentingan kelompok di atas kepentingan individu (Fukuyama, 1995). Karena itu diyakini bahwa kepercayaan merupakan sumber energi kolektif suatu masyarakat (atau bangsa) untuk membangun institusi-institusi di dalamnya guna mencapai kemajuan dan mempengaruhi semangat dan kemampuan berkompetisi secara sehat di tengah masyarakat (atau bangsa) Tingkatan Kepercayaan (Trust) Menurut Quinhong Fu (2004) yang merujuk pada beberapa pandangan sosiolog, pada dasarnya kepercayaan dapat dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu: a) Tingkatan individual Kepercayaan pada tingkatan individual merupakan kekayaan batin, norma, dan nilai individual yang merupakan variabel personal dan sekaligus sebagai karakteristik individu. Merujuk Nahapiet dan Ghoshal (1998), pada tingkatan individual kepercayaan bersumber dari nilai-nilai, diantaranya dari: agama yang dianut, kompetensi seseorang, dan keterbukaan, yang telah menjadi norma di masyarakat dan diyakini oleh seseorang. b) Tingkatan relasi sosial. Kepercayaan di dalam tingkatan relasi sosial, merupakan atribut kolektif untuk mencapai tujuan kelompok yang didasari oleh semangat altruism, social

32 17 resiprocity, dan manusia sebagai makhluk sosial. Mengikuti Coleman (1999) pada tingkatan relasi sosial sumber kepercayaan berasal dari norma sosial yang memang telah melekat pada stuktur sosial komunitas (masyarakat/bangsa /organisasi) yang diikat dengan nilai-nilai budaya. Hal ini terutama berkaitan dengan kepatuhan anggota komunitas terhadap berbagai kewajiban bersama yang telah menjadi kesepakatan tidak tertulis pada komunitas tersebut. c) Tingkatan sistem sosial. Kepercayaan pada tingkatan sistem sosial, merupakan nilai publik komunitas, atau masyarakat, atau bangsa, yang perkembangnya difasilitasi oleh sistem sosial yang ada, dimana didasari pada nilai-nilai budaya unggul. Menurut Putnam (1993), di tingkat sistem sosial kepercayaan bersumber dari karakteristik sistem sosial tersebut yang memberi nilai tinggi pada tanggung jawab sosial setiap anggota komunitas (masyarakat/bangsa/organisasi) Kepercayaan (Trust) dalam Konteks Organisasi Kepercayaan adalah wilayah yang spesifik, dan karena itu dibutuhkan pemahaman mengenai prilaku kepercayaan dalam konteks yang spesifik. Kepercayaan dalam konteks keluarga akan berbeda dengan kepercayaan yang akan diteliti dalam konteks organisasi. Kepercayaan organisasional akan lebih menunjukkan kepercayaan individu yang muncul di antara pegawai berdasarkan reputasi dan pengalamannya. Ini bisa terlihat sebagai bagian dari peran, aturan dan struktur yang berhubungan dengan organisasi. Fox (1974) menyatakan bahwa kepercayaan organisasional terdiri dari dua bentuk kepercayaan, yaitu : a) Kepercayaan Lateral (Lateral Trust), yaitu : bentuk hubungan kepercayaan antara sesama rekan kerja yang memiliki situasi kerja yang sama. b) Kepercayaan Vertikal (Vertical Trust), yaitu : bentuk hubungan kepercayaan antara individu pegawai dengan supervisor menengahnya, bawahan dan manajemen puncaknya. Sedangkan Tzafrir dan Dolan (2004) menemukan bahwa konstruk kepercayaan dalam konteks hubungan pegawai, dibedakan dalam tiga dimensi, yaitu:

33 18 a) Harmony Harmony adalah pemikiran untuk memiliki identitas kolektif dan memiliki nilai bersama (shared value) secara umum. b) Reliability Reliability adalah pernyataan bahwa kelompok/pihak yang mempercayai memiliki ekspektasi positif mengenai konsistensi tentang apa yang dikatakan dan tindakan dari kelompok/pihak yang dipercayai. c) Concern Concern adalah pemikiran untuk menyeimbangkan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan pihak lain. Berbagai tindakan kolektif yang di dasari atas rasa saling mempercayai yang tinggi akan meningkatkan partisipasi pegawai dalam berbagai ragam bentuk dan dimensi terutama dalam konteks membangun kemajuan organisasi. Kehancuran rasa saling percaya di antara pegawai akan mengundang hadirnya berbagai problematik sosial yang serius. Pegawai yang kurang memiliki perasaan saling mempercayai akan menyebabkan semangat kolektifitas tenggelam dan partisipasi pegawai untuk membangun bagi kepentingan kehidupan organisasi yang lebih baik akan hilang. Lambat laun akan mendatangkan biaya tinggi bagi keberlangsungan organisasi karena pegawainya cenderung bersikap apatis dan hanya menunggu apa yang ditugaskan oleh organisasi. Mereka tidak akan bersedia untuk melakakukan pekerjaan-pekerjaan di luar tanggung jawab formalnya. Jika rasa saling mempercayai telah luntur maka yang akan terjadi adalah sikap-sikap menyimpang dari nilai dan norma yang berlaku. Tabel 3 akan menunjukkan hasil-hasil penelitian mengenai peran kepercayaan dalam perusahaan/organisasi.

34 19 Tabel 3 Penelitian-penelitian tentang Kepercayaan yang terkait. No. Penulis Variabel Hasil 1. McAllister (1995) Trust, aksi kolektif Trust merupakan anteceden dan sekaligus hasil dari suksesnya aksi kolektif dalam suatu komunitas/organisasi. 2. Shay F. Tzafrir (2006) Trust, kinerja perusahaan, praktek HRM (kompensasi, partisipasi karyawan, pasar tenaga kerja internal, training). 1. Ada hubungan signifikan antara trust dengan praktek HRM. 2. Manajer HR dengan kepercayaan yang tinggi pada karyawannya akan membentuk sistem HRMnya menjadi HPWS. 3. Tingginya trust organisasional akan mempengaruhi secara positif penilaian usaha perbaikan HRM. 2.4 Modal Sosial dan Organizational Citizenship Behavior (OCB) Modal sosial didefinisikan sebagai serangkaian sumber yang melekat pada hubungan sosial antara para pelaku sosial yang bisa dinyatakan sebagai aset yang berharga dan mampu menjamin keuntungan bagi para pelaku sosial baik individu maupun organisasi (Adler dan Kwon, 2002). Modal sosial bukan merupakan konsep unidimensi dan meliputi banyak aspek dari konteks sosial, seperti ikatan sosial, hubungan kepercayaan, dan sistem nilai yang memfasilitasi tindakan individu dalam konteks tersebut (Tsai dan Ghosal, 1998). Putnam (1993), berpendapat bahwa menjelaskan dimensi dari modal sosial merupakan prioritas utama karena modal sosial memiliki hubungan yang rumit dengan konteks sosial. Tiga kerangka kerja dimensional dari modal sosial yang diajukan oleh Nahapiet dan Ghosal (1998) yaitu : struktural, relasional dan kognitif ditujukan untuk menyelidiki hubungan antara modal sosial dengan fenomena-fenomena intraorganisasi, salah satunya adalah OCB. Modal sosial struktural bisa dikonsepkan sebagai keseluruhan bentuk hubungan antara para pelaku sosial dimana semua para pelaku yang ada di dalam jaringan sosial saling terhubung. Jadi, modal sosial struktural menunjukkan adanya hubungan yang dimiliki setiap individu pegawai dengan orang lain di dalam suatu organisasi tertentu baik rekan kerja, bawahan maupun pimpinan. Dengan adanya modal sosial struktural ini memungkinkan individu pegawau untuk lebih terlibat dalam OCB. Seseorang yang memiliki hubungan baik dengan

35 20 orang lain (rekan kerja, bawahan dan pimpinan) akan merasa lebih nyaman dan tidak keberatan untuk melakukan tindakan-tindakan yang bisa memberikan manfaat bagi kepentingan orang lain maupun organisasi secara keseluruhan walaupun itu di luar dari tanggung jawab formal pekerjaannya. Ini terkait pula dengan teori pertukaran sosial, yang menyatakan bahwa seorang individu secara sukarela bersedia menyediakan keuntungan bagi pihak lain (orang maupun organisasi) dalam hubungan timbal balik. Prinsip dasar pertukaran sosial adalah distributive justice, yang menyatakan bahwa : seseorang dalam hubungan pertukaran dengan pihak lain akan mengharapkan imbalan yang yang diterima oleh setiap pihak sebanding dengan pengorbanan yang telah dilakukannya, semakin besar pengorbanan, makin tinggi imbalan dan keuntungan yang diterima (Hogan et al. 1984). Jadi, jika individu pegawai merasa apa yang dia kerjakan akan mendapat penghargaan (reward) dan imbalan dari pihak lain, maka individu tersebut akan dengan senang hati melakukannya, walaupun itu di luar tanggung jawab formal dari pekerjaannya. Modal sosial relasional dikonsepkan sebagai aset yang terbentuk dan terdorong oleh hubungan yang mempengaruhi prilaku para pelaku sosial (Nahapet dan Ghoshal, 1998). Dimensi ini bisa dimanifestasikan melalui kepercayaan, norma, kewajiban dan identifikasi. Tidak seperti sifat dari modal sosial struktural, modal sosial relasional ini lebih menggambarkan kualitas personal dari hubungan interpersonal (Bolino et al. 2000), yang bisa dikelompokkan ke dalam hubungan yang melekat pada modal sosial yang menunjukkan karakteristik motivasional dari pertukaran sosial interpersonal. Salah satu hal yang mendapat perhatian lebih dari modal sosial relasional ini adalah adanya aspek kepercayaan. McAllister (1995) menyatakan bahwa ada dua faktor dari kepercayaan interpersonal yaitu: a) Affect-based trust, yaitu kepercayaan yang didasarkan pada ikatan emosional individu, seperti hubungan pertemanan atau perhatian. b) Cognition-based trust, yaitu kepercayaan yang didasarkan pada pilihan secara kognitif siapa yang akan kita percaya dengan peduli pada keadaannya, dan kita dasarkan pilihan kita pada alasan yang baik terhadap sesuatu yang dapat dipercaya.

36 21 Untuk keterkaitan dengan keterlibatan individu karyawan dalam OCB, lebih didasarkan pada Affect-based trust, karena modal sosial relasional dalam penelitian ini menunjukkan kualitas pengaruh dari hubungan interpersonal (Bolino et al. 2000). Individu pegawai akan cenderung terlibat dalam OCB apabila hubungan interpersonal dalam sebuah organisasi sangat dekat. Mereka akan bersedia melakukan pekerjaan di luar tanggung jawab formal dari tugasnya, jika didukung dengan kondisi adanya kedekatan hubungan dengan individu lain di dalam organisasi tersebut, misalnya adanya rasa saling menghargai, kepercayaan, dan saling menghormati. Modal sosial kognitif menurut Nahapet dan Ghoshal (1998) dikonsepkan sebagai pemahaman bersama diantara para pelaku sosial melalui kesamaan bahasa dan cerita. Ini ditambahkan dalam atribut-atribut seperti kesamaan visi atau kesamaan nilai yang memfasilitasi tindakan individual dan kolektif dan pemahaman bersama tentang tindakan yang tepat dan tujuan kolektif. Semakin tingginya modal sosial kognitif memberikan rekan kerja kesamaan perspektif yang memungkinkan mereka mengembangkan persepsi dan interpretasi yang sama terhadap suatu kejadian. Dikaitkan dengan keterlibatan individu pegawai dalam OCB, bisa dikatakan bahwa individu pegawai akan cenderung melakukan OCB apabila tindakan-tindakan yang akan dia lakukan tersebut merupakan tindakan yang dianggap benar dan bermanfaat oleh organisasi walaupun itu di luar tanggung jawab formal dari pekerjaannya secara sukarela. Tetapi sebaliknya apabila suatu tindakan dinilai salah dan merugikan organisasi maka tindakan tersebut tidak akan dilakukan. 2.5 Peran Pemoderasian Kepercayaan Tidak ada manfaat yang bisa dihasilkan dari modal sosial tanpa adanya tingkat kepercayaan antar pegawai dan di antara pegawai dengan manajernya. Tanpa pondasi dari kepercayaan, modal sosial tidak bisa berkembang, hubunganhubungan penting tidak akan bisa terbentuk. Jadi bisa dikatakan bahwa kepercayaan adalah prekondisi dari modal sosial yang sehat. Salah satu peran kepercayaan terhadap modal sosial adalah dalam hubungannya dengan keterlibatan individu pegawai dalam OCB. Dengan adanya pondasi kepercayaan yang tinggi dalam sebuah organisasi, maka hal itu akan

37 22 memperkuat modal sosial yang dimiliki organisasi tersebut (Quinhong Fu, 2004), yang pada akhirnya akan meningkatkan kesediaan individu pegawai untuk melakukan tindakan-tindakan diluar tanggung jawab formal dari pekerjaannya secara sukarela, karena dilandasi adanya kedekatan hubungan dengan sistem hirarki organisasi, rasa saling menghargai dan kepercayaan antar anggota organisasi dan tentu saja karena adanya kedekatan personal diantara mereka. Tetapi apabila kepercayaan dalam sebuah organisasi rendah, maka hal tersebut juga akan memperlemah modal sosial dari organisasi tersebut. Bahkan lambat laun, dengan rendahnya tingkat kepercayaan justru bisa menimbulkan konflik sosial dalam tubuh organisasi, sehingga bukan hanya tidak memungkinkan bagi individu pegawainya untuk menunjukkan OCB tetapi juga akan berbahaya bagi stabilitas organisasi apabila tidak segera dilakukan usaha perbaikan. Seperti beberapa penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya yang mencoba mengkaitkan hubungan antara modal sosial dan OCB, salah satunya yang dilakukan oleh Prajogo (2001) yang menemukan bahwa hanya dimensi relasioanal dari modal sosial yang memiliki pengaruh signifikan pada pelaksanaan kinerja extra-role atau OCB, sedangkan 2 dimensi modal sosial yang lain tidak berpengaruh signifikan. Hal tersebut salah satunya di karenakan dalam dimensi modal sosial relasional, kepercayaan merupakan faktor pembentuk utama dari dimensi tersebut, sedangkan 2 dimensi modal sosial yang lain tidak berhubungan langsung dengan kepercayaan. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Ariani (2008), yang juga mencoba menghubungkan antara modal sosial dan OCB, justru sama sekali tidak menemukan adanya hubungan signifikan antara ketiga dimensi dari modal sosial (struktural, relasional dan kognitif) terhadap pelaksanaan OCB pegawai dengan mengambil sampel pada pegawai bank yang bekerja pada bagian kasir. Hal tersebut salah satunya disebabkan karena pekerjaan sebagai kasir bukanlah jenis pekerjaan berkelompok yang membutuhkan adanya kepercayaan yang tinggi satu sama lain. Dalam kondisi tersebut, modal sosial menjadi konstruk yang tidak bisa dikembangkan dan tidak bisa dipelajari pengaruh dan hubungannya dengan konstruk-konstruk organisasional yang lain termasuk dengan pelaksanaan OCB pegawai.

38 23 Karena itulah, dalam penelitian ini kepercayaan diambil sebagai peran pemoderasian dalam model hubungan dari modal sosial dan OCB yang ada di PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor. Diharapkan dengan adanya kepercayaan sebagai moderasi, ketiga dimensi dari modal sosial akan menunjukkan pengaruh yang lebih kuat dalam mendorong individu pegawai bersedia menunjukkan OCB dalam bekerja. Sedangkan untuk hasil-hasil penelitian lainnya mengenai hubungan antara konstruk modal sosial, OCB dan kepercayaan dalam suatu perusahaan atau organisasi yang telah dilakukan bisa dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Penelitian-penelitian Tentang Hubungan Modal Sosial, OCB dan Trust. No. Penulis Variabel Hasil 1. Van Dyne (1994) OCB, Modal Sosial, Kinerja Organisasi. Dimensi-dimensi OCB berinteraksi dengan modal sosial yang dimiliki organisasi yaitu struktural, relasional dan kognitif yang berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kinerja organisasi. 2. Adler and Kwon (2000) Modal sosial, efektivitas organisasional, trust. Dalam konteks organisasi, untuk kepentingan efektivitas organisasional modal sosial dan trust berfungsi saling menguatkan. 3. Bolino, Turnley dan Bloodgood ( ) Modal Sosial, OCB Tingginya Modal Sosial yang dimiliki individu akan mendorongnya melakukan kegiatan diluar standar minimal pekerjaannya (OCB), sehingga dapat meningkatkan keefektifan organisasi. 4. Wisnu (2001) Prajogo Dimensi modal sosial, kinerja individu (peran inrole dan extra-role) 1. Dimensi kognitif modal sosial berpengaruh signifikan pada inroleperformance. 2. Dimensi relasional modal sosial juga mempengaruhi in-role performance, walaupun pengaruhnya sangat lemah. 3. Helping behavior, civic virtue, dan sportmanship menjadi satu variabel tunggal extra-role performance. 4. Menemukan dukungan kuat pada pengaruh dimensi relasional modal sosial pada extra-role performance, tetapi tidak pada dimensi struktural dan relasional dari modal sosial. 5. Quinhong Fu (2004). Trust, modal sosial, efektifitas organisasional. Dalam konteks organisasi, trust dan modal sosial merupakan konstruk yang saling menguatkan, dimana modal sosial terbentuk dari trust dan sebaliknya adanya trust dalam sebuah organisasi akan memperkuat modal sosial yang ada

39 24 Tabel 4 Penelitian-penelitian Tentang Hubungan Modal Sosial, OCB dan Trust. (Lanjutan) No. Penulis Variabel Hasil 6. Wisnu Prajogo (2005) Trust, kepemimpinan transformasional, OCB.Kepemimpinan transformasional tidak secara langsung mempengaruhi organizational citizenship behavior (OCB), tetapi akan mempengaruhi trust terlebih dahulu, yang nantinya trust akan mempengaruhi organizational citizenship behavior. 2.6 Kerangka Pemikiran Berdasarkan beberapa studi literatur di atas, setiap organisasi dituntut selalu meningkatkan kinerja dan efektifitas agar mampu bertahan di dalam globalisasi. Salah satu elemen penting yang dipertimbangkan mampu meningkatkan kinerja dan efektifitas organisasi adalah kemauan pegawai menunjukkan OCB dalam bekerja selain kinerja in-role. OCB adalah suatu perilaku individu pegawai yang bersifat sukarela, bukan merupakan tindakan yang terpaksa terhadap hal-hal yang mengedepankan kepentingan organisasi, sebagai wujud dari kepuasan berdasarkan kinerja, tidak diperintahkan secara formal dan tidak berkaitan secara langsung dan terangterangan dengan sistem reward yang formal. Berawal dari pemikiran tersebut, dibutuhkan usaha untuk mengetahui faktor-faktor ataupun konstruk-konstruk lain yang bisa mempengaruhi munculnya OCB dalam prilaku pegawai. Modal sosial muncul sebagai konstruk yang pantas untuk dipertimbangkan sebagai faktor yang bisa mempengaruhi munculnya OCB dalam suatu perusahaan dengan melihat hakekat manusia sebagai makhluk sosial. Karena secara inheren modal sosial mengandung social sense. Hampir semua bentuk modal sosial terbentuk dan tumbuh melalui gabungan atau kombinasi tindakan dari beberapa orang. Keputusan masing-masing pemain atau pelaku memiliki konsekwensi kepada semua anggota kelompok atau group. Sehingga hal tersebut mencerminkan suatu atribut dari struktur sosial. Modal sosial akan tumbuh dan semakin berkembang kalau digunakan secara bersama dan sebaliknya akan mengalami kemunduran atau penurunan bahkan suatu kepunahan dan

40 25 kematian kalau tidak digunakan atau dilembagakan secara bersama. Jadi sangat memungkinkan setiap organisasi akan memiliki modal sosial yang berbeda-beda, dan karena itu pula perlu diteliti pengaruh dari modal sosial yang dimiliki oleh organisasi tersebut dengan melihat dimensi sosial yang lebih fokus pada tingkat analisis individu serta keterkaitannya dengan keterlibatan setiap individu pegawai yang ada di dalamnya untuk melakukan OCB. Kekuatan modal sosial dari suatu perusahaan dalam mempengaruhi munculnya keterlibatan individu pegawai untuk melakukan OCB akan dimoderasi dengan adanya kepercayaan. Karena tanpa adanya pondasi kepercayaan, sangat mustahil konstruk modal sosial bisa berkembang dan bisa membentuk hubunganhubungan dengan konstruk-konstruk lain, termasuk OCB itu sendiri (Quinhong Fu, 2004). Dengan adanya tingkat kepercayaan yang tingi dalam suatu perusahaan, diasumsikan akan memperkuat modal sosial yang dimilikinya, sehingga baik modal sosial struktural, relasional dan kognitif akan memiliki pengaruh yang besar bagi munculnya keterlibatan individu pegawai untuk melakukan OCB dalam perusahaan tersebut. Hubungan antara modal sosial, kepercayaan dan OCB bisa dilihat pada Gambar 1. Harmony Reliability Concern Conscientioussness Struktural TRUST Sportsmanship Altruism Relasional MODAL SOSIAL H 2 OCB Civic Virtue Kognitif H 1 Courtesy Gambar 1 Hubungan Modal Sosial, Kepercayaan (Trust) dan OCB. 2.7 Perumusan Hipotesis Berdasarkan pembagian dimensi modal sosial yang berfokus pada tingkat analisis individu menurut Nahapiet dan Ghoshal (1998) dibagi menjadi tiga dimensi, yaitu : dimensi struktural, dimensi relasional, dan dimensi kognitif. Masing-masing dimensi dari modal sosial tersebut dalam penelitian ini akan

41 26 diasumsikan memiliki pengaruh bagi keterlibatan pegawai untuk menunjukkan OCB dalam bekerja. Dimana OCB sendiri menurut Organ (1988) memiliki lima dimensi, yang masing-masing adalah : altruism, conscientiousness, sportsmanship, civic virtue, dan courtesy. Dalam melihat pengaruh antara konstruk modal sosial dan OCB ini, akan digunakan peran moderasi dari kepercayaan. Maka hipotesis yang dapat dibuat dalam penelitian ini adalah : 1. H 0 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara modal sosial terhadap pelaksanaan OCB. H 1 : Modal sosial berpengaruh signifikan terhadap pelaksanaan OCB. 2. H 0 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara kepercayaan dalam memoderasi hubungan modal sosial terhadap pelaksanaan OCB. H 1 : Kepercayaan berpengaruh signifikan dalam memoderasi hubungan modal sosial dan pelaksanaan OCB.

42 27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Sesuai dengan literatur-literatur mengenai modal sosial yang telah ada, dinyatakan bahwa setiap organisasi atau perusahaan sangat memungkinkan memiliki modal sosial yang berbeda tergantung dari pola interkasi sosial, kerjasama dan tingkat kepercayaan organisasional di antara anggota komunitas tersebut. Demikian juga dengan modal sosial yang dimiliki oleh PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor yang bisa saja berbeda dengan perusahaan yang lain. Dengan jumlah pegawai sebanyak sebanyak 225, PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor selalu dituntut untuk bisa memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Karena itulah perusahaan sangat memperhatikan segala sesuatu yang bisa membuat kinerja pegawainya meningkat. Salah satu usaha yang sekarang dilakukan perusahaan adalah dengan menjaga hubungan diantara para pegawai bisa terjalin dengan baik, karena mereka percaya bahwa hal tersebut akan meminimumkan konflik intern yang mungkin terjadi di perusahaan yang bisa mengganggu kinerja individu pegawai maupun perusahaan secara keseluruhan. Dengan adanya sinergisitas yang baik di antara pegawai dan pihak manajemen perusahaan, diharapkan nantinya PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor memiliki modal sosial dan kepercayaan yang akan mampu mempengaruhi pelaksanaan OCB pegawainya. Karena alasan tersebut, maka PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor dipilih sebagai objek dan lokasi penelitian. PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor bertempat di Jl Raya Tegar Beriman, Cibinong- Bogor, dan penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli 2010 sampai dengan selesai. 3.2 Data dan Sumber Data Jenis Data Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pegawai langsung melalui observasi dan kuisioner, sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi literatur, internet, buku panduan dan data dari perusahaan yang berkaitan dengan modal sosial, kepercayaan dan OCB pegawai.

43 Sumber Data Pada penelitian ini yang menjadi sumber data adalah seluruh pegawai dari PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor yang berjumlah 225 orang, yang bertugas di Kantor Pusat. Dimana seluruhnya akan diikutkan sebagai responden dengan level individu. Dengan kata lain populasi pada penelitian ini adalah seluruh pegawai PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor. Begitu juga halnya dengan sampel yang akan digunakan adalah sebesar populasinya yang berjumlah 225 orang. Jumlah responden ini juga sudah memenuhi kriteria jumlah sampel yang dibutuhkan dalam analisis SEM (Structural Equation Model) yang nantinya akan digunakan sebagai alat analisis data dalam penelitian ini. Dalam analisis SEM dibutuhkan sampel , karena penelitian yang menggunakan sampel < 100 akan menghasilkan kesimpulan yang tidak tepat (Wijanto, 2008). Berdasarkan struktur organisasinya, terdapat 12 divisi/unit kerja yang ada di PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor. Setiap divisi tersebut memiliki jumlah pegawai yang berbeda-beda. Adapun daftar 12 divisi dan jumlah pegawai di PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor bisa dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Divisi dan Jumlah Pegawai di PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor. No. Divisi Kerja Jumlah Pegawai Perawatan Perencanaan Tehnik Humas Administrasi Umum Kepegawaian Keuangan SPI Satpam Sekretariat Lit.Bang dan EDP Produksi Transmisi dan Distribusi Metode Pengumpulan Data Metode Survei Karena penelitian ini akan mengikutkan semua populasi sebagai sumber data, maka metode pengambilan data yang paling sesuai adalah metode survei. Menurut Singarimbun dan Efendi (2005), metodologi penelitian survei adalah

44 29 penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang utama. Metode ini dapat digunakan untuk tujuan penjajagan (eksploratif), deskriptif, penjelasan (explanatory atau confirmatory), evaluasi, prediksi, penelitian operasional, dan pengembangan indikator-indikator sosial. Keuntungan terbesar penelitian survei dengan menggunakan kuesioner adalah kehematan. Penggunaan kuesioner akan memperoleh data yang maksimal dengan biaya relatif kecil. Selain itu, kuesioner adalah alat yang peka, karena data pada kuesioner berbias lebih rendah terhadap jawaban yang diinginkan dibandingkan dengan data yang diperoleh dengan wawancara. Sedangkan keterbatasan dari kuesioner adalah relatif lebih singkat dan kebanyakan responden tidak mempunyai waktu yang cukup untuk mengisi kuesioner (Chadwick, 1991). Penelitian survei yang ideal adalah yang dapat memberikan gambaran yang akurat, jika penelitian tersebut bisa dilakukan pada seluruh populasi tanpa terkecuali. Namun demikian, hal itu sulit untuk dilakukan karena adanya keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya, sehingga memungkinkan adanya ketidaksempurnaan jumlah pengembalian kuesioner. Selain itu, pengumpulan data juga dilakukan dengan observasi, yaitu dengan mempelajari dokumen-dokumen perusahaan, terutama yang terkait dengan job description dari masing-masing pekerjaan, untuk mengetahui tugas formal dari setiap pekerjaan, pola hubungan dan komunikasi dari setiap fungsi kerja yang ada di dalam perusahaan tersebut Instrumen Pengumpulan Data Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data adalah kuesioner yang diberikan kepada setiap responden. Kuisioner sebagai alat untuk menjaring data terdiri dari serangkaian pertanyaan yang mempresentasikan indikatorindikator dari setiap dimensi variabel. Kuisioner yang digunakan terdiri dari empat bagian, yaitu : bagian pertama mengenai modal sosial, bagian kedua mengenai OCB, yang ketiga mengenai kepercayaan yang akan diisi oleh semua pegawai perusahaan, dan bagian keempat mengenai demografi responden. Item pertanyaan dalam kuisioner

45 30 dirancang dengan jawaban tertutup dengan jawaban yang bersifat dikotomi dari sangat tidak setuju sampai dengan sangat setuju Variabel dan Alat Ukur Variabel modal sosial akan diukur melalui ketiga dimensinya, yaitu : dimensi struktural, dimensi relasional dan dimensi kognitif. Alat ukur yang akan digunakan untuk mengukur dimensi-dimensi modal sosial tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Nahapiet dan Ghoshal (1998) dengan mengadopsi itemitem pertanyaan yang dikembangkan oleh Chua (2002). Sedangkan OCB diekspresikan dalam kelima subdimensinya, yaitu : altruism, conscientiousness, sportsmanship, civic virtue, dan courtesy. Alat ukur yang akan digunakan untuk mengukur kelima subdimensi dari OCB akan diadaptasi dari pengukuran yang dikembangkan oleh Morison (1995). Altruism diukur dengan menggunakan 8 item pertanyaan, conscientiousness diukur dengan menggunakan 6 item pertanyaan, sportsmanship diukur dengan menggunakan 3 item pertanyaan, civic virtue diukur dengan menggunakan 4 item pertanyaan, dan courtesy diukur dengan menggunakan 4 item pertanyaan. Untuk mengukur variabel kepercayaan menggunakan model kepercayaan organisasional Tzafrir dan Dolan (2004). Ukurannya khusus di desain untuk menilai dimensi-dimensi dari kepercayaan dalam wilayah organisasional, yaitu harmony, concern dan reliability. Harmony akan diukur menggunakan 5 item pertanyaan, sedangkan concern diukur dengan menggunakan 6 item pertanyaan, dan untuk reliability akan diukur menggunakan 5 item pertanyaan Skala Pengukuran Salah satu cara yang paling sering digunakan untuk menentukan skor adalah menggunakan skala likert. Skala Likert adalah ukuran gabungan yang didasarkan pada struktur intensitas pertanyaan-pertanyaan. Kuisioner untuk penelitian ini dirancang dengan menggunakan Five Point Likert Scale. Umumnya jawaban responden yang diukur dengan menggunakan skala likert dibuat nilainya skornya dengan memberikan nilai numerikal 1,2,3,4, dan 5. Setiap skor memiliki tingkat pengukuran ordinal. Nilai skor dari skala likert yang digunakan pada penelitian ini disajikan dalam Tabel 6.

46 31 Tabel 6 Skala Likert Tingkatan Skor Jawaban Sangat Setuju 5 Setuju 4 Sedang/Rata-rata 3 Tidak Setuju 2 Sangat Tidak Setuju Pengolahan Data Data yang diperoleh diolah dan dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui model hubungan antara modal sosial dan OCB dengan peran pemoderasian dari kepercayaan. Pengolahan dan penganalisisan data ini dilakukan dengan bantuan komputer program Linear Structural Relationship (LISREL). Program ini secara khusus dirancang untuk mengakomodasi bentukbentuk recursive dan reciprocal causation, simultaneity, interdependence, latent variable, dan measurement errors serta mengestimasi koefisien-koefisien dari sejumlah persamaan struktural yang linear. Oleh sebab itu, metode ini dapat menganalisis model-model dari bentuk relatif paling sederhana, seperti multiple regression sampai model yang rumit, seperti path analysis dan full structural equation model (Joreskog dan Sorbom, 1996). 3.5 Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan untuk menjawab tujuan dan rumusan masalah yang ada pada penelitian ini adalah : Analisis Deskriptif Analisis deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai tingkat modal sosial, kepercayaan dan OCB di PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor. Analisis deskriptif ini menggunakan data kuantitatif dari hasil pengukuran dengan kuesioner. Setelah diketahui gambaran secara umum dari variabel-variabel laten yang akan dianalisis, maka akan dianalisis pengaruhnya terhadap variabel karakteristik responden. Di dalam penelitian ini, ada dua jenis analisis deskriptif

47 32 yang dilakukan, yaitu analisis deskriptif responden dan analisis deskriptif variabel. Pada analisis deskriptif responden dilakukan pengelompokan berdasarkan usia, lama bekerja, jenis kelamin, divisi kerja, dan tingkat pendidikan. Sedangkan analisis deskriptif variabel berdasarkan nilai mean dari masing-masing variabel yang diukur. Analisis deskriptif ini menggunakan software SPSS 13. Analisis deskriptif ini digunakan untuk melihat tingkat modal sosial, kepercayaan, dan OCB di PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor. Hasil mean yang diperoleh akan dibandingkan dengan rentang skala rataan sehingga akan didapatkan tingkat dari masing-masing variabel. Rumus rentang Skala (1 5) adalah (Durianto dan Sugiarto, 2003): RS = (m 1) m ( Persamaan 3.1) Dimana m = jumlah alternatif jawaban item Analisis ANOVA Analisis ANOVA ini untuk melihat apakah terdapat perbedaan berdasarkan faktor demografi (usia, lama kerja, jenis kelamin, divisi kerja dan tingkat pendidikan) terhadap tingkat modal sosial, kepercayaan dan OCB. Prosedur yang digunakan dalam analisis ANOVA ini adalah prosedur One Way ANOVA, yang merupakan salah satu alat analisis statistik yang bersifat satu arah (satu jalur). Alat ini untuk menguji apakah dua populasi atau lebih yang independent, memiliki rata-rata yang dianggap sama atau tidak sama. ANOVA lebih dikenal dengan Uji F, sedangkan arti variasi atau varians itu berasal dari konsep Mean Square atau kuadrat rata-rata rumus sistemnya (Sugiyono, 2010). KR = JK/dk (Persamaan 3.2) Dimana : JK = Jumlah Kuadrat dk = derajat kebebasan Menghitung nilai ANOVA atau F hitung dengan menggunakan rumus: F hitung = KR A /KR D (Persamaan 3.3) = varians antar kelompok/varians dalam kelompok

48 33 Lebih lanjut dapat dirumuskan: JK A = Σ (ΣXAi) 2 (ΣXA T ) 2 untuk dk A = A 1 nai N JKD = ΣX 2 T (ΣXAT) 2 untuk dk D = N A N (ΣXA T ) 2 = sebagai faktor koreksi (Persamaan 3.4) N N = Jumlah keseluruhan sampel (jumlah responden dalam penelitian) A = Jumlah keseluruhan kelompok sampel X = rata-rata Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut: a. Penentuan hipotesis : H0 : Diduga bahwa dua (atau lebih) rata-rata populasi sama. H1 : Diduga bahwa dua (atau lebih) rata-rata populasi berbeda. b. Pengambilan kesimpulan: Bila probabilitas > 0.05 atau F hitung F tabel maka H0 diterima atau tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar kedua kelompok. Bila probabilitas < 0.05 atau F hitung F tabel maka H0 ditolak atau terdapat perbedaan yang signifikan antar kedua kelompok. Untuk penelitian ini, hipotesis yang disusun adalah : H 0 : Tidak terdapat perbedaan tingkat modal sosial, kepercayaan dan OCB pada kelompok usia, lama bekerja, jenis kelamin, divisi kerja dan tingkat pendidikan pegawai di PDAM Tirta Kahuripan Kabupaen Bogor. H 1 : Terdapat perbedaan tingkat modal sosial, kepercayaan dan OCB pada kelompok usia, lama bekerja, jenis kelamin, divisi kerja dan tingkat pendidikan pegawai di PDAM Tirta Kahuripan Kabupaen Bogor Model Persamaan Struktural Menurut Joreskog dan Sorbom (1996), model persamaan struktural adalah tehnik variabel ganda yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan keterkaitan hubungan linier secara simultan variabel-variabel pengamatan, sekaligus melibatkan variabel laten yang tidak dapat diukur secara langsung. Dengan kata lain, SEM (Structural Equation Modeling) dapat digunakan untuk menganalisis

49 34 hubungan kausal yang rumit, yang di dalamnya terdapat variabel bebas, terikat, dan laten. Ghozali (2008) menyatakan bahwa variabel di dalam SEM terdiri dari variabel manifest dan variabel laten. Variabel manifest adalah variabel yang dapat diamati dan diukur secara langsung, sedangkan variabel laten adalah variabel yang tidak dapat diamati dan diukur secara langsung, tetapi dapat dibangun atau dibentuk oleh variabel lain yang dapat diukur. Variabel laten diberi simbol ξ (ksi) atau τ (eta). Variabel yang digunakan untuk membangun variabel laten disebut variabel indicators dan diberi simbol x dan y. Pengaruh dari variabel laten terhadap variabel indicators disebut factor loading yang diberi simbol λ (lambda). Parameter yang diduga dalam SEM meliputi parameter pada model pengukuran, parameter pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen, parameter pengaruh antar variabel endogen, parameter korelasi antar variabel eksogen, dan parameter error (Ghozali, 2008). Dengan kata lain, parameter yang diduga cukup banyak, terutama apabila model yang digunakan lebih kompleks, sehingga penerapan SEM dengan aplikasi beberapa program komputer, sangat kritis terhadap pemenuhan besarnya sampel. Beberapa pedoman penentuan besarnya ukuran sampel, yaitu : a) Bila pendugaan parameter menggunakan metode Maximum Likelihood, besar sampel yang disarankan adalah dan minimum absolutnya adalah 50. b) Sebanyak 5 10 kali jumlah parameter yang ada di dalam model yang akan diduga. c) Sama dengan 5 10 kali jumlah variabel manifest (indikator) dari keseluruhan variabel lanten. Prosedur SEM secara umum akan mengandung tahap-tahap sebagai berikut (Wijanto, 2008): 1. Spesifikasi Model (Model Spesification) Tahap ini berkaitan dengan pembentukan model awal persamaan struktural, sebelum dilakukan estimasi. Model awal ini diformulasikan berdasarkan suatu teori atau hasil-hasil dari penelitian sebelumnya.

50 35 2. Identifikasi (Identification) Tahapan ini berkaitan dengan pengkajian tentang kemungkinan diperolehnya nilai yang unik untuk setiap parameter yang ada di dalam model dan kemungkinan persamaan simultan tidak ada solusinya. 3. Estimasi (Estimation) Pada tahap ini berkaitan dengan estimasi terhadap model untuk menghasilkan nilai-nilai parameter dengan menggunakan salah satu metode estimasi yang tersedia. Pemilihan metode estimasi yang digunakan seringkali ditentukan berdasarkan karakteristik dari variabel-variabel yang dianalisis. Metode estimasi yang umum digunakan dalam SEM adalah Maximum Likelihood dan Weighted Least Square. 4. Uji Kecocokan (Testing Fit) Tahap ini berkaitan dengan pengujian kecocokan antara model dengan data. Beberapa kriteria ukuran kecocokan model atau Goodness Of Fit (GOF) dapat digunakan untuk melaksanakan langkah ini. 5. Respesifikasi (Respecification) Tahap ini berkaitan dengan respesifikasi model berdasarkan atas hasil uji kecocokan tahap sebelumnya. Dalam penelitian ini, akan menggunakan pendekatan alternatif yang dikenal dengan Two-Step Approach. Tahap pertama dari Two-Step Approach adalah dengan merespesifikasi sebuah model full SEM sebagai model CFA (Confirmatory Factor Analysis) atau dengan kata lain, hanya komponen model pengukuran dari model full SEM yang dispesifikasikan. Model CFA ini kemudian dianalisis untuk menentukan kecocokannya terhadap data. Jika kecocokan (fit) dari model CFA tidak baik, maka tidak hanya hipotesis peneliti tentang model pengukuran yang salah, tetapi juga kecocokan model full SEM terhadap data akan lebih jelek lagi. Oleh karena itu, pada tahap pertama, yang harus diuji adalah kecocokan data-model yang baik dan juga uji validitas dan reliabilitas. Setelah tahap pertama menghasilkan model CFA dengan kecocokan datamodel, validitas dan reliabilitas yang baik, maka tahap kedua bisa dilaksanakan. Tahap kedua dari Two-Step Approach adalah menambahkan model struktural aslinya pada model CFA hasil tahap pertama untuk menghasilkan model full

51 36 SEM. Model full SEM dianalisis untuk melihat kecocokan model secara keseluruhan serta evaluasi terhadap model strukturalnya. Karena pada penelitian ini menggunakan pendekatan Two-Step Approach, maka analisis awal terhadap hasil estimasi difokuskan kepada model pengukuran dan hal-hal lain sebagai berikut juga harus diperiksa: 1. Offending Estimates, terutama adanya negative error variance. Jika ada varian kesalahan negatif maka varian kesalahan tersebut perlu ditetapkan menjadi 0.01 atau T-values dari muatan faktor hasil estimasi < Jika ada nilai-t dari estimasi muatan faktor < 1.96, berarti estimasi muatan faktor tersebut tidak signifikan dan variabel teramati yang terkait bisa dihapus dari model. 3. Standardized Loading Factors (muatan faktor standar) < 0.50 atau > Jika nilai muatan faktor standar lebih kecil dari batas kritis tersebut, maka variabel terkait bisa dihapuskan dari model. Selain kedua pilihan batas kritikal, Igbaria dalam Wijanto (2008) menambahkan, jika nilai muatan faktor standar < 0.50, tetapi masih > 0.30 maka variabel terkait bisa dipertimbangkan untuk tidak dihapus. Tetapi jika nilai muatan faktor standar < 0.30 maka variabel terkait bisa dihapus dari model. Penggunaan batas kritikal dari ketiga kriteria di atas sepenuhnya diserahkan kepada peneliti dengan mempertimbangkan teori atau substansi yang mendasari model. Setelah analisis awal terhadap estimasi model pengukuran dilakukan, maka dilanjutkan dengan uji kecocokan keseluruhan model. Uji ini berkaitan dengan analisis terhadap GOF statistik yang dihasilkan program. Tabel yang menyajikan ringkasan uji kecocokan yang baik (good fit) bisa dilihat pada Tabel 7. Langkah berikutnya adalah evaluasi atau analisis model pengukuran. Evaluasi ini akan dilakukan terhadap model pengukuran atau konstruk secara terpisah melalui evaluasi terhadap validitas dan reliabilitas dari model pengukuran. Kedua evaluasi ini akan diuraikan sebagai berikut:

52 37 1. Evaluasi terhadap validitas dari model pengukuran. Variabel dikatakan mempunyai validitas yang baik terhadap konstruk atau variabel latennya jika: a. Nilai t-muatan faktornya (factor loading) > nilai kritis ( 1.96). b. Muatan faktor standarnya (standardized factor loading) 0.70 atau 0.50 atau Evaluasi terhadap reliabilitas dari model pengukuran. Dalam mengukur reliabilitas dalam SEM dapat menggunakan : composite reliability measure ( ukuran reliabilitas komposit) dan variance measure (ukuran ekstrak varian). Reliabilitas komposit suatu konstruk dihiting sebagai berikut (Wijanto, 2008): (Σstd.loading) 2 Construct Reliability (CR) = (Σstd. loading) 2 + Σ e j Σstd.loading 2 Variance Extracted (VE) = Σ indikator (Persamaan 3.5) Standar loading (standardized loading) dapat diperoleh dari keluaran program LISREL, dan e j adalah kesalahan untuk setiap indikator atau variabel teramati. Hair et.al dalam Wijanto (2008) menyatakan bahwa sebuah konstruk mempunyai reliabilitas yang baik jika nilai CR-nya 0.70 dan VE-nya Analisis terhadap model struktural mencakup pemeriksaan terhadap signifikansi koefisien-koefisien yang diestimasi. Metode SEM tidak hanya menyediakan nilai koefisien-koefisien yang diestimasi tetapi juga nilai-t hitung untuk setiap koefisien tersebut. Dengan menspesifikasikan tingkat nilai signifikan (lazimnya α = 0.05), maka setiap koefisien yang mewakili hubungan kausal yang dihipotesiskan dapat diuji signifikansinya secara statistik.

53 38 Tabel 7 Ukuran-ukuran GOF (Wijanto, 2008) Ukuran GOF Tingkat Kecocokan yang dapat diterima Statistic Chi-Square (χ 2 ) Mengikuti uji statistik yang berkaitan dengan persyaratan signifikan. Semakin kecil nilainya semakin baik. Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) Rata-rata perbedaan per degree of freedom yang diharapkan terjadi dalam populasi dan bukan sampel. RMSEA 0.08 adalah good fit, sedangkan RMSEA < Expected Cross-Validation Index (ECVI) Tucker-Lewis Index atau Non- Normed Fit Index (TLI atau NNFI) Normed Fit Index (NFI) Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) Relative Fit Index (RFI) Incremental Fit Index (IFI) Comparative Fit Index (CFI) 0.05 close fit. Digunakan untuk perbandingan antar model. Semakin kecil semakin baik. Pada model tunggal, nilai ECVI dari model yang mendekati nilai saturated ECVI menunjukkan good fit. Nilai berkisar antara 0 1, dengan nilai yang lebih tinggi adalah lebih baik. TLI 0.90 adalah good fit, sedang 0.80 TLI 0.90 adalah marginal fit. Nilai berkisar antara 0 1, dengan nilai yang lebih tinggi adalah lebih baik. NFI > 0.90 adalah good fit, sedang 0.80 < NFI < 0.90 adalah marginal fit. Nilai berkisar antara 0 1, dengan nilai yang lebih tinggi adalah lebih baik. AGFI > 0.90 adalah good fit, sedang 0.80 < AGFI < 0.90 adalah marginal fit. Nilai berkisar antara 0 1, dengan nilai yang lebih tinggi adalah lebih baik. RFI > 0.90 adalah good fit, sedang 0.80 < RFI < 0.90 adalah marginal fit. Nilai berkisar antara 0 1, dengan nilai yang lebih tinggi adalah lebih baik. IFI > 0.90 adalah good fit, sedang 0.80 < IFI < 0.90 adalah marginal fit. Nilai berkisar antara 0 1, dengan nilai yang lebih tinggi adalah lebih baik. CFI > 0.90 adalah good fit, sedang 0.80 < CFI < 0.90 adalah marginal fit Definisi Variabel Penelitian Berdasarkan masalah khusus yang dikaji yaitu model hubungan antara modal sosial, kepercayaan dan OCB, maka ditetapkan beberapa variabel yang mewakili variabel indikator dan variabel laten, baik yang bebas maupun terikat yang terdapat pada penelitian ini bisa dilihat pada Tabel 8.

54 39 Tabel 8 Variabel Laten dan Variabel Indikator Model Persamaan Struktural Modal Sosial, Kepercayaan dan OCB. No. Variabel Laten Variabel Indikator / Manifest 1. Variabel Laten Bebas (ξ) : Modal Sosial (Nahapiet dan Ghoshal, 1998). 2. Variabel Laten Terikat (η 1 ): Trust (Tzafir dan Dolan, 2004) 3. Variabel Laten Terikat (η 2 ) : OCB (Organ, 1988). 1. Struktural (X 1 ) a. Rela dan terbuka bekerjasama dengan rekan kerja b. Partisipasi dalam menyelesaikan konflik perusahaan. c. Motivasi untuk besosialisasi. d. Penyebaran informasi di seluruh perusahaan. e. Batasan komunikasi formal dan informal. f. Intensitas mengikuti kegiatan informal. 2. Relasional (X 2 ) a. Kepercayaan pada rekan kerja. b. Empati pada rekan kerja. c. Membantu rekan kerja yang membutuhkan. d. Memahami kesalahan rekan kerja. e. Yakin bahwa rekan kerja akan memberi bantuan. f. Keterbukaan memberi kritik dengan rekan kerja. g. Mentolerir kegagalan. h. Kebersamaan dengan rekan kerja. 3. Kognitif (X 3 ) a. Kesamaan bahasa dengan rekan kerja. b. Kesamaan cerita dan mitos organisasi. c. Kesamaan visi, misi dan tujuan organisasi. d. Kesamaan pemahaman norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam perusahaan. i. Kepatuhan terhadap peraturan perusahaan Harmony (Y 1 ) a. Kebutuhan dan keinginan pegawai. b. Kerjasama di dalam organisasi. c. Kehangatan hubungan manajer dan pegawai. d. Manajer memaafkan kesalahan pegawai. e. Manajer memperhatikan kepentingan pegawai. 2. Reliability (Y 2 ) a. Keberhasilan manajer. b. Tindakan manajer konsisten dengan perkataan. c. Manajer menepati janji yang mereka buat. d. Kepercayaan pada manajer (tidak akan melakukan sesuatu yang merugikan organisasi). e. Manajer selalu konsisten 3. Concern (Y 3 ) a. Berbagi informasi dengan manajer. b. Manajer bisa diandalkan jika pegawai kesulitan. c. Manajer memiliki banyak pengetahuan. d. Manajer bersedia berkorban demi kelompok. e. Kejujuran manajer. f. Keterbukaan manajer. 1. Altruism (Y 4 ) a. Menggantikan rekan kerja yang tidak masuk. b. Membantu rekan kerja yang overload. c. Sukarela membantu orientasi karyawan baru. d. Bersedia membantu tugas orang lain. e. Meluangkan waktu untuk membantu orang lain. f. Menjadi Volunteer. g. Membantu orang lain di luar departemen. h. Melayani pelanggan atau tamu.

55 40 Tabel 8 Variabel Laten dan Variabel Indikator Model Persamaan Struktural Modal Sosial, Kepercayaan dan OCB. (Lanjutan) No. Variabel Laten Variabel Indikator / Manifest 2. Conscientiousnes (Y 5 ) a. Tiba bekerja lebih awal. b. Ketepatan waktu. c. Efisiensi percakapan di telepon. d. Efisiensi percakapan diluar pekerjaan. e. Ada saat dibutuhkan. f. Tidak mengambil kelebihan jam kerja. 3. Sportsmanship (Y 6 ) a. Tidak menemukan masalah dalam organisasi. b. Tidak mengeluh. c. Tidak membesar-besarkan masalah. 4. Civic Virtue (Y 7 ) a. Menyimpan informasi-informasi organisasi. b. Mengikuti perkembangan organisasi. c. Mengikuti pengumuman organisasi. d. Melakukan pertimbangan dalam menilai. 5. Courtesy (Y 8 ) a. Keterlibatan dalam fungsi-fungsi organisasi. b. Perhatian pada pembangunan image organisasi. c. Menghadiri pertemuan-pertemuan organisasi. d. Membantu kebersamaan departemental Variabel Moderasi Variabel moderasi adalah suatu variabel laten yang berpengaruh terhadap hubungan antara variabel laten terikat dan variabel laten bebas (Imam Ghozali, 2008). Sama seperti analisis multivariate lainnya, untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh moderasi terhadap SEM, metode yang paling akurat dan yang paling popular saat ini adalah dengan bentuk interaksi (Cortina et al. 2002; Kenny dan Judd, 1984), yaitu dapat ditulis dalam persamaan 3.6. Y = a + b 1 X 1 +b 2 X 2 + b 3 X 1 X 2 (Persamaan 3.6) Dimana : model interaksi diperoleh dengan mengalikan X 1 dengan moderating X 2. Dalam SEM, terdapat beberapa metode yang dapat untuk menilai pengaruh moderating. Salah satu metode termudah dan dapat mengestimasi pengaruh moderating pada SEM yang kompleks adalah metode Ping (1995) yang menyatakan bahwa indikator tunggal seharusnya digunakan sebagai indikator dari suatu variabel laten moderating seperti yang ditunjukkan pada persamaan 3.7. Misalnya, hubungan antara X dan Y dipengaruhi oleh variabel laten Z. Indikator moderatingnya : (x 1 + x 2 )(z 1 + z 2 ) (Persamaan 3.7)

56 41 Dimana nantinya nilai indikator moderating yang didapatkan tersebut dimasukkan ke dalam proses pengolahan SEM selanjutnya. Menurut Cortina et al. (2002) menyatakan bahwa dengan menetapkan nilai dari indikator moderating dalam SEM bukanlah suatu masalah yang akan menyebabkan estimasi menjadi bias, asalkan variabel laten adalah unidimensi dan bukan multidimensi (second order factor). Untuk kasus variabel laten multidimensi pada SEM, penentuan nilai variabel tunggal sebagai indikator moderating secara manual tudak bisa dilakukan karena indikator pada tingkat pertama juga merupakan variabel laten pada tingkat keduanya sehingga mustahil untuk digantikan oleh satu variabel tunggal. Karena itu, bisa dilakukan pendekatan dengan mencari nilai loading variabel interaksi menggunakan rumus 3.8 (Ping, 1995). λ interaksi = (λ x1 + λ x2 ) (λ z1 + λ z2 ) = (λ x )(λ z ) (Persamaan 3.8) Keterangan : λ x = nilai loading faktor variabel laten bebas λ z = nilai loading faktor variabel laten moderating Jadi, peran moderasi dari suatu variabel laten akan diartikan sebagai pengaruh tidak langsung dari suatu variabel laten bebas terhadap suatu variabel laten terikat melalui suatu variabel laten terikat lainnya. Dalam penelitian ini ketiga konstruk yang diteliti yaitu modal sosial, kepercayaan dan OCB merupakan variabel laten multidimensi, sehingga peran pemoderasian yang dilakukan oleh kepercayaan terhadap hubungan antara modal sosial dan OCB akan menjadi berubah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Harmony Reliabilit Concern Connscientiousne Struktural TRUST H Sportsmanship Relasiona Kognitif MODAL SOSIAL H OCB Altruism Civic Courtesy Gambar 2 Model Hubungan Modal Sosial, Kepercayaan dan OCB yang Telah Disesuaikan.

57 Model Persamaan Struktural Modal Sosial, Kepercayaan dan OCB Model persamaan struktural yang terbentuk antara modal sosial, kepercayaan dan OCB dalam penelitian ini bisa dilihat pada Gambar 3 dan persaman-persamaan yang terbentuk ditampilkan pada Tabel 9. Y41 δ 11 X11 Y42 δ 12 X12 Y X 4 1 Y43 δ 13 X13 ALTRU STRUK Y44 δ 14 X14 Y45 δ 15 λy X15 42 Y46 δ 16 X16 λx 11 Y51 ε 41 ε 42 ε 43 ε 44 ε 45 ε 46 ε 51 δ 21 δ 22 δ 23 δ 24 δ 25 δ 26 δ 27 δ 28 δ 31 δ 32 δ 33 δ 34 X21 X22 X23 X24 X25 X26 X27 X28 X31 X32 X33 X34 X35 X 2 RELASI KOGNI λx 21 λx 31 λy 11 ε 21 ξ 1 η 2 MS ε 22 γ 11 γ 21 TRUST RELIAB ε 24 β 21 OCB λy 31 Y 21 Y 22 Y 23 Y 24 Y 25 ε 25 CONSC SPORTS δ 35 ε 74 Y 1 HARM X 3 Y 2 ε 23 η 1 λy 52 λy 62 λy 72 CONCR Y 5 Y 6 λy 82 CIVIC Y 8 COURT Y 3 Y 7 Y52 Y53 Y54 Y55 Y56 Y57 Y58 Y61 Y62 Y63 Y71 Y72 Y73 Y74 Y81 Y82 Y83 Y84 ε 52 ε 53 ε 54 ε 55 ε 56 ε 57 ε 58 ε 61 ε 62 ε 63 ε 71 ε 72 ε 73 ε 81 ε 82 ε 83 ε 84 Y 11 Y 12 Y 13 Y 14 Y 15 Y 31 Y 32 Y 33 Y 34 Y 35 Y 36 ε 11 ε 12 ε 13 ε 14 ε 15 ε 31 ε 32 ε 33 ε 34 ε 35 ε 36 Gambar 3 Model Struktural antara modal sosial, kepercayaan dan OCB.

58 43 Tabel 9 Model Pengukuran dan Model Struktural Hubungan yang Terbentuk MODEL PENGUKURAN MODEL STRUKTURAL 1. X 1i = λ XiSTRUKTURAL + δ 1i TRUST = γ 11(MODAL) + δ 1 2. X 2i = λ X2iRELASIONAL + δ 2i OCB = γ 21(MODAL) + β 11(TRUST) + β 21(TRUST x MODAL) + δ 2 3. X 3i = λ X3iKOGNITIF + δ 3i 4. Y 1i = λ Y1iHARMONY + ε 1i 5. Y 2i = λ Y2iRELIABILITY + ε 2i 6. Y 3i = λ Y3iCONCERN+ ε 3i 7. Y 4 i= λ Y4iALTRUISM + ε 4i 8. Y 5i = λ Y5iCONSCIENT + ε 5i 9. Y 6i = λ Y6iSPORTSMAN + ε 6i 10. Y 7i = λ Y7iCIVICVIRT + ε 7i 11. Y 8i = λ Y8iCOURTESY + ε 8i 12. STRUKTURAL = λx 11ξ 1 + δ RELASIONAL = λx 21ξ 1 + δ KOGNITIF = λx 31ξ 1 + δ HARMONY = λy 11ε 1 + ε RELIABILITY = λy 21ε 2 + ε CONCERN = λy 31ε 3 + ε ALTRUISM = λy 41ε 4 + ε CONSTIEN = λy 51ε 5 + ε SPORTSMA = λy 61ε 6 + ε CIVICVIRT = λy 71ε 7 + ε COURTESY = λy 81ε 8 + ε 8

59 44 BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 4.1 Sejarah dan Perkembangan PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor PDAM Kabupaten Bogor merupakan Badan Usaha Milik Daerah dalam hal ini adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor yang bergerak dalam bidang pengelolaan air bersih. Secara hukum PDAM Kabupaten Bogor dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor : III/DPRD/Ps.012/III/1981 tanggal 2 Maret Sebelum berdirinya PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) Kabupaten Bogor, pada tanggal 13 Juli 1977 telah dilaksanakan pembangunan prasarana sistem penyediaan air bersih di Kota Administratif Depok, yang dilaksanakan secara bertahap oleh Departemen Pekerjaan Umum (DPU) melalui Proyek Peningkatan Sarana Air Bersih (PPSAB) Propinsi Jawa Barat hingga terbentuk Badan Pengelola Air Minum (BPAM) Kabupaten Bogor yang berdomisili di Kota Administratif Depok. Kemudian, pada tanggal 14 April 1983 didirikan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Bogor yang berkedudukan di Gunung Batu Kabupaten Bogor. Setelah itu dilaksanakan penyerahan pengelolaan prasarana dan sarana air bersih dari Departemen Pekerjaan Umum (DPU) kepada Pemerintah Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Barat, yang selanjutnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor. Sejak terhitung saat itu nama Badan Pengelola Air Minum (BPAM) Kabupaten Bogor dialih statuskan menjadi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Bogor, dan dengan berbagai pertimbangan, maka PDAM baru diputuskan berkedudukan di Jl. Legong Raya No.1 Depok II Tengah Kota Administratif Depok dan resmi menjadi kantor pusat Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Bogor. Kemudian, 11 November 1994 diserah terimakan pengelolaan sumber mata air Ciburial yang dari Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Barat, maka hak dan wewenang sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pemerintah Kabupaten Bogor, dan selanjutnya untuk pengelolaannya dari Pemerintah Kabupaten Bogor diserahkan kepada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Bogor dan dibentuk 1 kantor cabang pelayanan khusus Ciburial yang berlokasi di Jl. Raya Cibinong Kabupaten Bogor dan berlaku

60 45 hingga saat ini. Sumber mata air Ciburial ini kemudian dimanfaatkan untuk melayani kebutuhan air bersih di wilayah Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Depok dan DKI Jakarta. Secara keseluruhan wilayah pelayanan Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Bogor terbagi dalam 11 cabang pelayanan, diantaranya 4 cabang pelayanan berada di wilayah Kota Depok dan 7 cabang pelayanan berada di wilayah Kabupaten Bogor yang tujuannya untuk memudahkan dalam hal pelayanan air bersih kepada masyarakat. Tiap cabang pelayanan diberi hak otonomi untuk melayani daerah di wilayah kerjanya masing masing, baik dalam hal pengelolaan pelayanan maupun dalam hal pemeliharaan yang nantinya dilaporkan ke kantor pusat Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Bogor. Adapun kantor cabang cabang pelayanannya antara lain : 1) Cabang Pelayanan I Depok I Utara, Kota Depok. 2) Cabang Pelayanan II Depok II Tengah, Kota Depok. 3) Cabang Pelayanan III Depok II Timur, Kota Depok. 4) Cabang Pelayanan IV Taman Duta, Kota Depok. 5) Cabang Pelayanan V Leuwiliang, Kabupaten Bogor. 6) Cabang Pelayanan VI Ciomas, Kabupaten Bogor. 7) Cabang Pelayanan VII Kedunghalang, Kabupaten Bogor. 8) Cabang Pelayanan VIII Parung Panjang, Kabupaten Bogor. 9) Cabang Pelayanan IX Cileungsi, Kabupaten Bogor. 10) Cabang Pelayanan X Ciawi, Kabupaten Bogor. 11) Cabang Pelayanan XI Cibinong, Kabupaten Bogor. Dengan luasnya cakupan wilayah pelayanan, PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor memiliki jumlah keseluruhan pegawai sebanyak 666 orang yang terbagi dan bertugas di kantor-kantor cabang pelayanan yang berbeda-beda. Jumlah yang bertugas di setiap kantor cabang pelayanan juga berbeda tergantung kebutuhan dari setiap wilayah. Untuk wilayah pelayanan yang lebih luas tentu saja akan membutuhkan jumlah pegawai yang lebih banyak. Jumlah pegawai paling banyak tentu saja yang berada di kantor pusat PDAM tirta Kahuripan Kabupaten Bogor yang berjumlah 225 pegawai.

61 Maksud dan Tujuan PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor Adapun maksud dan tujuan didirikan PDAM Kabupaten Bogor sebagai tercantum pada pasal 5 Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor: III/DPRD/PS.012/III/1981 adalah sebagai berikut: a. Mewujudkan dan meningkatkan pelayanan umum serta kebutuhan air dengan melaksanakan kegiatan pengelolaan air secara lengkap sehingga siap digunakan oleh masyarakat sebagai sarana kebutuhan air bersih. b. Mengusahakan manfaat sebesar-besarnya dan seluruh kegiatan perusahaan sehingga meningkatkan sumber pendapatan asli daerah. Sesuai dengan maksud dan tujuan PDAM Kabupaten Bogor menumbuhkembangkan pelayanan kepada masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya yang ada selama ini melalui tahapan-tahapan pembangunan untuk peningkatan kapasitas produksi, distribusi dan cakupan pelayanan tanpa melepaskan unsur kualitas, kuantitas, dan kontunuitas. 4.3 Visi dan Misi PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor Visi dari PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor adalah Mewujudkan keunggulan dibidang pelayanan air bersih yang memenuhi standar kehandalan pelayanan untuk kesejahteraan masyarakat. Dan untuk mewujudkan apa yang menjadi visi perusahaan, mereka menyusun 3 misi sebagai berikut: a. Perwujudan perusahaan daerah air minum yang sehat dan mandiri. b. Perwujudan penyelenggaraan air bersih untuk mendukung terpenuhinya kebutuhan dasar hidup manusia dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat yang layak dan bermartabat yang didasari iman dan taqwa. c. Memanfaatkan sebesar-besarnya potensi daerah, dalam upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. 4.4 Usaha Pokok dan Tugas PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor Usaha pokok Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Bogor adalah menyalurkan dan menjual air bersih yang telah memenuhi syarat sebagai air bersih kepada masyarakat. Kegiatan usaha agar dapat berjalan dengan baik, maka pihak perusahaan melakukan tugas tugas sebagai berikut :

62 47 1. Melakukan usaha penyediaan dan pengelolaan air bersih sesuai program Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor. 2. Membangun dan mengelola serta memelihara instalasi pengolahan air bersih. 3. Membangun dan memeliharana jaringan perpipaan transmisi, distribusi, dan retikulasi. 4. Mengatur dan mengawasi pendistribusian air kepada pelanggan. 5. Melakukan pengumpulan data untuk penyusunan perhitungan tarif air. 4.5 Struktur Organisasi PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor Struktur Organisasi PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut : 1. Kepala Daerah (Bupati) Kepala Daerah selaku pemilik Badan Usaha Milik Daerah, dalam hal ini merupakan atas nama dari Pemerintah Kabupaten Bogor. 2. Badan pengawas, yang terdiri dari : a. Bupati selaku Ketua. b. Kepala Bagian Ekonomi dan Pembangunan selaku Sekretaris. c. Kepala Dinas Cipta Karya selaku Anggota. d. Kepala Dinas Kesehatan selaku Anggota. e. Kepala Bagian Pemerintahan selaku Anggota 3. Dewan Direksi, yang terdiri dari : a. Direktur Utama b. Direktur Umum c. Direktur Tehnik Direktur Utama membawahi: I. Satuan Pengawasan Intern (SPI) yang terdiri dari : i. Sub Bagian Pengawasan Keuangan ii. Sub Bagian Pengawasan Peralatan dan Perlengkapan iii. Sub Bagian Pengawasan Pembangunan dan Lapangan iv. Sub Bagian Pengawasan Personalian dan Organisasi

63 48 II. Penelitian dan Pengembangan (Litbang) terdiri dari : i. Sub Bagian Litbang Teknologi ii. Sub Bagian Litbang Administrasi dan Keuangan III. Tenaga Ahli Direktur Umum membawahi : I. Bagian Umum yang membawahi : i. Sub Bagian Administrasi Umum ii. Sub Bagian Rumah Tangga iii. Sub Bagian Pembelian iv. Sub Bagian Pergudangan v. Satuan Pengamanan (SATPAM) vi. Urusan Kendaraan II. Bagian Keuangan yang terdiri dari : i. Sub Bagian Perencanaan Keuangan ii. Sub Bagian Pembukuan iii. Sub Bagian Rekening dan Cetakan iv. Sub Bagian Kas III. Bagian Hubungan Masyarakat (HUMAS) yang terdiri dari : i. Sub Bagian Hubungan Lapangan ii. Sub Bagian Pambaca Meter iii. Sub Bagian Penagih IV. Bagian Kepegawaian yang terdiri dari : i. Sub Bagian Penatausahaan ii. Sub Bagian Pengembangan Karir V. Bagian Kesekretariatan yang terdiri dari: i. Sub Bagian Kesekretariatan ii. Sub Bagian Arsip Direktur Tehnik membawahi: I. Bagian Produksi yang terdiri dari : i. Sub Bagian Sumber ii. Sub Bagian Pengolahan iii. Sub Bagian Laboratorium

64 49 II. Bagian Transmisi dan Distribusi yang terdiri dari : i. Sub Bagian Distribusi ii. Sub Bagian Penyambungan iii. Sub Bagian Segel Meter III. Bagian Perencanaan dan Pengawasan Tehnik yang terdiri dari : i. Sub Bagian Perencanaan Tehnik ii. Sub Bagian Pengawasan Tehnik IV. Bagian Perawatan terdiri dari : i. Sub Bagian Instalasi ii. Sub Bagian Perencanaan Perawatan iii. Sub Bagian Perawatan Meter Air 4. Kepala Cabang yang berada di masing-masing wilayah Kantor Cabang Pelayanan. 4.6 Modal Sosial yang Ada di Perusahaan Seperti yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya bahwa setiap organisasi atau perusahaan sangat memungkinkan memiliki modal sosial yang berbeda-beda, tergantung dari bagaimana pola interaksi yang terbentuk dan terjadi dalam perusahaan tersebut. Seperti halnya dengan PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor, yang memiliki pola interaksi antara perusahaan dengan para pegawai dan antara pegawai dengan pegawai yang lain yang berjalan dengan baik, dimana salah satunya diindikasikan dengan sedikitnya (hampir tidak ada) konflik manajemen yang terjadi diantara mereka. Hal tersebut bisa menjadi suatu kekuatan dan keunggulan kompetitif bagi perusahaan yang akan sulit untuk ditiru oleh perusahaan lain. Rendahnya tingkat turn over pegawai yang ada di PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor ditengarai sebagai salah satu faktor yang memungkinkan proses interaksi yang terjadi di dalam perusahaan bisa berjalan stabil, karena pergantian pegawai yang disebabkan keluar-masuknya pegawai dalam perusahaan jarang terjadi. Hal tersebut menyebabkan para pegawai yang telah ada di perusahaan akan tinggal lama dan saling berinteraksi satu sama lain. Lamanya waktu yang mereka miliki dalam satu perusahaan akan membuat para individu pegawai

65 50 tersebut mulai saling mengenal dan membangun hubungan kerjasama dalam menyelesaikan pekerjaannya. Mereka juga mulai beradaptasi dengan lingkungan kerjanya termasuk dengan visi, misi, pola kerja dan peraturan-peraturan yang berlaku di perusahaan. Bentuk-bentuk modal sosial yang dimiliki oleh PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor yang berarti juga melekat pada setiap individu pegawai yang ada di dalamnya di antaranya adalah : a. Adanya sistem kerja secara team work di perusahaan telah berhasil membangun pola interaksi di antara para pegawainya untuk saling mengenal satu sama lain terutama yang berada di dalam divisi kerja yang sama, tetapi tidak jarang dari mereka juga saling mengenal walaupun berbeda divisi. Kondisi tersebut membuat proses kerjasama dalam bekerja lebih mudah terlaksana, termasuk proses komunikasi dan informasi di dalam perusahaan. Terbukti dengan cepat tanggapnya PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor menangani keluhan-keluhan dari para pelanggannya tentang pelayanan dan pengadaan air bersih. Penanganan kondisi tersebut sebenarnya melibatkan tidak hanya 1 divisi melainkan beberapa divisi sekaligus. Tetapi dengan adanya kerjasama yang baik di antara para pegawai dan juga proses komunikasi antar divisi yang lancar telah menghasilkan kinerja sesuai dengan yang diharapkan. b. Adanya suatu forum bersama yang diadakan PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor secara rutin pada tanggal 29 di setiap bulan yang dihadiri oleh semua pegawai yang ada di perusahaan tanpa terkecuali untuk membahas berbagai macam isu yang berkembang di perusahaan terutama hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaaan. Forum ini sangat berguna untuk mensosialisasikan adanya kebijakan-kebijakan baru yang berlaku di perusahaan, sehingga akan lebih mudah tersampaikan pada semua pihak yang terlibat. Jadi forum ini bisa menjadi alat komunikasi antara pegawai dengan perusahaan dengan mempertemukan hampir keseluruhan pegawai yang ada di kantor-kantor cabang yang berbeda maupun pegawai yang kesehariannya lebih banyak bertugas di luar kantor.

66 51 c. Perusahaan juga memiliki cara lain untuk berkomunikasi secara personal dengan individu pegawainya dengan menempatkan Kepala Divisi (manajer) di dalam ruangan yang sama dengan para pegawai, dimana Kepala Divisi dianggap sebagai penghubung antara pihak perusahaan dengan pegawainya, sehingga diharapkan dengan begitu pegawai tidak akan segan-segan untuk mengajukan pertanyaan maupun pendapat tentang segala sesuatu yang berhububungan dengan pekerjaan maupun kebijakan-kebijakan perusahaan. Hal tersebut bertujuan untuk menghindari penilaian subjektif pegawai yang cenderung negatif terhadap perusahaan yang bisa mengurangi kepercayaan terhadap perusahaan. d. PDAM Tirta kahuripan Kabupaten Bogor memiliki norma dan nilai bersama yang juga mewarnai pola interaksi antara perusahaan dan para pegawainya yaitu kebersamaan, solidaritas, pelayanan prima dan kerja keras. 4.7 Tugas dan Tanggung Jawab Pokok dari Setiap Divisi Untuk mengetahui sejauh mana kinerja yang telah ditunjukkan oleh setiap individu pegawainya, maka perusahaan menetapkan tugas dan tanggung jawab pokok dari setiap pekerjaan dari masing-masing divisi. Dengan begitu perusahaan akan bisa mengetahui apakah kinerja pegawainya sudah memenuhi tugas dan tanggungjawab pokoknya atau bahkan telah melampauinya yang berarti pegawai tersebut melakukan apa yang disebut dengan OCB. Adapun tugas dan tanggungjawab pokok dari setiap divisinya adalah sebagai berikut: 1. Divisi Perawatan, yaitu : melaksanakan kegiatan - kegiatan yang berhubungan dengan penyelenggaraan perawatan bangunan, instalasi serta perbengkelan. 2. Divisi Perencanaan Tehnik, yaitu : melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan survei dan pendataan proyek pengembangan sumber air baru, menyusun rencana konstruksi dan instalasi air serta evaluasi dan dokumentasi di bidang teknik. 3. Divisi HUMAS, yaitu : melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan penyelengaraan, hubungan langganan, pengelolaan rekening, dan tunggakan langganan, serta publikasi dan dokumentasi kegiatan kegiatan perusahaan.

67 52 4. Divisi Administrasi Umum, yaitu : melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pengkoordinasian dan pembinaan pengelolaan administrasi umum, rumah tangga perusahaan, pengadaan barang/jasa serta logistik perusahaan. 5. Divisi Kepegawaian, yaitu : melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan penyelenggaraan administrasi kepegawaian serta pendidikan dan pelatihan pegawai. 6. Divisi Keuangan, yaitu : melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pengkoordinasian dan penyusunan anggaran serta pengelolaan perusahaan. 7. Divisi Satuan Pengawasan Intern (SPI), yaitu : melaksanakan kegiatankegiatan yang berhubungan dengan penilaian atas sistem pengendalian pengelolaan dan manajemen perusahaan serta menyelenggarakan pengawasan. 8. Divisi SATPAM, yaitu : melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan sistem pengamanan dan keamanan perusahaan. 9. Divisi Sekretariat, yaitu : melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan penyiapan konsep rancangan keputusan direksi dan naskah perjanjian kerjasama, inventarisasi peraturan perundang - undangan yang berhubungan dengan perusahaan serta penyelenggaraan kegiatan perusahaan. 10. Divisi LITBANG dan EDP, yaitu : melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan penelitian, dan pengembangan di bidang teknik dan non teknik serta perdesaan. 11. Divisi Produksi, yaitu : melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berhungan dengan pengkoordinasian perencanaan survei pengembangan sumber air dan pengolahan air, monitoring proses pengolahan air setiap unit pengolahan serta pengembangan analisis laboratorium. 12. Divisi Transmisi dan Distribusi, yaitu : melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan penyelenggaraan dan pengkoordinasian distribusi air dan transmisi serta meter air.

68 53 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Deskriptif Deskriptif Responden Lama Bekerja Dari 214 kuesioner yang dikembalikan oleh responden, bisa diketahui bahwa para pegawai telah bekerja di PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor dalam kurun waktu yang berbeda-beda. Hal ini disesuaikan dengan tahun penerimaan pegawai yang menjadi awal seorang pegawai bekerja di perusahaan tersebut, yang juga berbeda. Penerimaan pegawai di PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor dilakukan 2 kali dalam 1 tahun, yaitu pada bulan Juni dan Desember. Penerimaan pegawai yang terakhir dilakukan dan tercatat selama penelitian ini dilakukan adalah pada bulan Juni 2010, sehingga pada informasi Lama Bekerja pegawai akan tercatat rentang waktu mulai setengah tahun (6 bulan) sampai 35 tahun. Secara lebih rinci data tentang informasi lama bekerja pegawai PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor bisa dilihat pada Gambar 4. Gambar 4 Diagram Lingkaran Lama bekerja Responden Dari Gambar 4 bisa diketahui bahwa dari semua pegawai yang bekerja di PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor sebanyak 24% pegawai telah bekerja selama 1 5 tahun, 20 % telah bekerja selama 5-10 tahun, 14% selama tahun, 12% selama 0-1 tahun, 12% juga untuk yang bekerja selama 5-15 tahun,

69 54 8% selama tahun, 7% selama tahun dan yang paling sedikit yaitu 3% pegawai telah bekerja selama tahun Usia Pegawai Informasi mengenai usia dari pegawai yang bekerja di PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor didapatkan dari kuesioner yang telah dikembalikan oleh responden sebanyak 214. Pegawai yang paling muda yang tercatat di PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor adalah berusia 26 tahun, sedangkan pegawai dengan usia paling tua berada pada rentang usia 57 tahun. Tetapi jumlah terbanyak atau rata-rata pegawai yang bekerja di PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor berada pada rentang usia tahun. Secara lebih rinci informasi mengenai usia pegawai bisa dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 Diagram Lingkaran Usia Responden Dari Gambar 5 bisa disimpulkan bahwa responden dalam penelitian ini yang berasal dari karyawan PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor sebanyak 23% berusia tahun. Selanjutnya sebanyak 18% dari responden berusia tahun, 17% berusia tahun, 16% berada pada rentang usia tahun, 14%nya berusia tahun, 9% berusia tahun, dan jumlah paling kecil dengan prosentase sebesar 3% pegawai berusia tahun.

70 Jenis Kelamin Dari 214 responden yang berasal dari pegawai PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor yang telah mengembalikan kuesioner, terdiri dari 54 responden berjenis kelamin wanita atau sekitar 25% dari responden dan 160 responden berjenis kelamin laki-laki atau sekitar 75%. Jumlah responden laki-laki yang ternyata 3 kali lipat lebih bnyak dibandingkan responden yang berjenis kelamin wanita salah satunya disebabkan karena jenis pekerjaan yang ada di PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor sebagian besar merupakan jenis pekerjaan lapang yang membutuhkan tenaga dan keahlian yang dimiliki laki-laki. Seperti misalnya pada divisi Perawatan, Transmisi dan Distribusi, Perencanaan Tehnik dan Satpam yang lebih didominasi pegawai laki-laki. Untuk diagram lingkaran (Pie Chart) yang menggambarkan jumlah pegawai laki-laki dan pegawai wanita bisa dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 Diagram Lingkaran Jenis Kelamin Responden Divisi Kerja Dari keseluruhan kuesioner yang dibagikan pada 12 divisi yang terdapat di PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor, didapatkan 214 kuesioner yang dikembalikan oleh responden. Dari 214 kuesioner tersebut masing-masing berasal dari divisi-divisi yang berbeda. Divisi Satpam yang secara personil memiliki jumlah pegawai paling banyak juga sekaligus merupakan divisi yang paling banyak mengumpulkan kuesioner dan menjadi responden dalam penelitian ini yaitu sebanyak 52 orang. Divisi Satpam memiliki jumlah pegawai yang paling banyak karena pada divisi ini pegawai bekerja secara bergilir dan juga bertugas di kantor-kantor anak cabang yang tersebar di beberapa daerah Kabupaten Bogor.

71 56 Sedangkan untuk divisi Sekretariat hanya 8 orang pegawai yang menjadi responden dalam penelitian ini, tetapi walaupun demikian jumlah itu merupakan jumlah keseluruhan pegawai yang ada di divisi tersebut. Jumlah pegawai yang menjadi responden dari masing-masing divisi dalam penelitian ini disajikan dalam diagram lingkaran yang bisa dilihat pada Gambar 7. Gambar 7 Diagram Lingkaran Divisi kerja Responden Dari Gambar 7 bisa diketahui masing-masing prosentase jumlah karyawan yang ada di setiap divisi dari PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor yang menjadi responden dalam penelitian ini. Prosentase terbesar dengan 24% adalah pegawai yang ada di divisi satpam. 18%nya ada pada divisi administrasi umum dan demikian seterusnya sampai jumlah terkecil dengan 4% ada pada divisi Sekretariat Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan dari 214 pegawai PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor yang menjadi responden dalam penelitian ini beragam mulai dari tingkat SMU, diploma, sarjana dan magister. Dari kuesioner yang dikembalikan oleh responden, diketahui bahwa sebagian besar pegawai PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor berasal dari tingkat pendidikan SMU sebanyak 113 orang dan Sarjana 72 orang. Banyaknya pegawai yang berasal dari tingkat pendidikan SMU karena pada awal berdirinya perusahaan banyak sekali jenis pekerjaan terutama

72 57 jenis pekerjaan teknis yang membutuhkan SDM, sehingga PDAM membuka lowongan besar-besaran kepada lulusan SMU untuk direkrut menjadi pegawai yang tentu saja harus sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan perusahaan. Walaupun hanya berlatar belakang pendidikan setingkat SMU, tetap diberikan pembekalan dan pelatihan-pelatihan yang membuat para pegawai baru tersebut mampu memberikan kinerja yang maksimal pada perusahaan. Tingkat pendidikan dari pegawai PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor secara lebih rinci disajikan dalam Gambar 8. Gambar 8 Diagram Lingkaran Tingkat Pendidikan Responden Dari Gambar 8 bisa disimpulkan bahwa dari pegawai PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor yang menjadi responden dalam penelitian ini sebagian besar yaitu sebanyak 53% berada pada tingkat pendidikan SMU, dimana menurut data yang ada di perusahaan pegawai dengan tingkat pendidikan tersebut banyak berada di divisi satpam dan perawatan yang memang jenis pekerjaannya sangat teknis dan banyak bekerja di lapang. Selanjutnya 34% yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah pegawai yang memiliki tingkat pendidikan sarjana. 12% responden berada pada tingkat pendidikan diplomadan jumlah yang paling kecil dari responden yaitu hanya 1% berada pada tingkat pendidikan magister.

73 Analisis Deskriptif Variabel Analisis deskriptif variabel bertujuan untuk mengetahui bagaimana tingkat modal sosial, kepercayaan dan OCB yang dipresentasikan oleh pegawai dari PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor yang diperoleh dengan cara mencari Nilai Skor Rataan atau rata-rata tertimbang dari ketiga variabel tersebut. Nilai Skor Rataan bisa didapatkan dengan mengalikan antara bobot nilai jawaban berdasarkan skala dengan jumlah responden, kemudian dibagi dengan jumlah respondennya. Dengan menggunakan cara di atas, Nilai Skor Rataan dari modal sosial, kepercayaan dan OCB bisa dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Nilai Skor Rataan dari Modal Sosial, Kepercayaan dan OCB. MODAL SOSIAL VARIABEL a. STRUKTURAL b. RELASIONAL c. KOGNITIF KEPERCAYAAN OCB a. HARMONY b. RELIABILITY c. CONCERN a. ALTRUISM b. CONSCIENTIOUSNESS c. SPORTSMANSHIP d. CIVIC VIRTUE e. COURTESY JUMLAH RESPONDEN (N) NILAI SKOR RATAAN Setelah Nilai Skor Rataan dari ketiga variabel diperoleh, langkah selanjutnya adalah menentukan rentang skala. Karena dalam penelitian ini menggunakan skala likert 1 5 maka rentang skala dihitung dengan cara: RS = (5 1) = Nilai Rentang Skala yang diperoleh akan digunakan untuk membuat selang tingkatan dari modal sosial, kepercayaan dan OCB dengan selang 0.8 pada

74 59 setiap selang tingkatannya. Kemudian selanjutnya bisa ditentukan posisi keputusan penilaian pegawai terhadap tingkat modal sosial, kepercayaan dan OCB yang ada di PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor yang disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Posisi Keputusan Penilaian Pegawai Terhadap Tingkat Modal Sosial, Kepercayaan dan OCB. SKOR RATAAN Keterangan untuk MODAL SOSIAL Sangat Lemah Keterangan untuk KEPERCAYAA N Sangat Rendah Keterangan untuk OCB Sangat Rendah Lemah Rendah Rendah Netral Netral Netral Kuat Tinggi Tinggi Sangat Kuat Sangat Tinggi Sangat Tinggi Selanjutnya dalam menentukan penilaian pegawai mengenai pernyataanpernyataan yang berhubungan dengan modal sosial, kepercayaan dan OCB dilakukan dengan menggunakan Skor Rataan dari Tabel 11 sebagai tolak ukur. Nilai skor rataan yang telah didapatkan dari ketiga variabel akan dibandingkan dengan nilai skor rataan dengan selang 0.8 tersebut. Dari hasil pembandingan tersebut akan didapatkan bagaimana kesimpulan penilaian pegawai terhadap tingkat modal sosial, kepercayaan dan OCB di PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor yang disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Penilaian Pegawai Terhadap Modal Sosial INDIKATOR MODAL SOSIAL NILAI SKOR RATAAN KETERANGAN a. STRUKTURAL 3.62 Kuat b. RELASIONAL 3.37 Netral c. KOGNITIF 3.75 Kuat Dari Tabel 12 diketahui bahwa dua dari ketiga indikator modal sosial yaitu struktural, dan kognitif mendapatkan hasil penilaian yang Kuat dari para pegawai yaitu dengan nilai skor rataan secara berurutan adalah : 3.62 dan Hal ini menunjukkan bahwa para pegawai di PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten

75 60 Bogor merasakan adanya hubungan yang baik terjalin di antara sesama pegawai secara formal maupun informal. Jabatan struktural bukan merupakan faktor penghalang untuk mereka saling berinteraksi satu sama lain. Hal tersebut terlihat dimana setiap harinya semua pegawai akan sering berkumpul di lobby maupun di kantin terutama pada jam-jam istirahat untuk saling ngobrol dan membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan secara santai. Tidak jarang orang-orang yang berada di jabatan struktural ada di antara mereka. Hubungan yang harmonis tersebut akan mampu membuat para pegawai memiliki keterikatan yang kuat dengan perusahaan, sehingga mereka akan dengan suka rela mematuhi peraturan yang berlaku dan berkinerja lebih baik. Sedangkan untuk indikator relasional menunjukkan nilai skor rataan sebesar 3.37 yang artinya bahwa penilaian dari para pegawai secara keseluruhan terhadap modal sosial relasional yang berkaitan dengan jenis hubungan personal yang dikembangkan satu dengan yang lain seperti hubungan pertemanan (friendship), saling menghormati (respect), rasa percayamempercayai, norma dan sanksi, dan juga identitas bersama yang masih dalam tingkat netral. Hal ini sangat dimungkinkan terjadi karena walaupun para pegawai memiliki kedekatan hubungan dalam bekerja, tetapi tidak secara personal di luar masalah pekerjaan. Sedangkan untuk konstruk kepercayaan, penilaian dari para pegawai PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor terhadap ketiga indikatornya yaitu harmony, reliability dan concern masih berada pada tingkatan netral bisa dilihat pada Tabel 13. Dimana masing-masing nilainya secara berurutan adalah 3.32, 3.18 dan Adanya rasa kepercayaan dari para pegawai terhadap perusahaan tempat mereka bekerja salah satunya dilatar belakangi adanya rasa puas dengan apa yang telah mereka alami dan meraka terima selama bekerja di perusahaan tersebut. Jenis pekerjaan yang ada di PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor yang sebagian besar adalah jenis pekerjaan teknis yang memaksa pegawainya lebih sering berada di luar kantor, menyebabkan para pegawai memiliki waktu yang sedikit untuk saling berinteraksi dengan rekan kerjanya di luar divisi dan merasakan fasilitas-fasilitas kerja yang tersedia di kantor, membuat kurang tersebarnya informasi perusahaan kepada seluruh lapisan pegawai diindikasikan menjadi salah satu faktor yang membuat penilaian subyektif pegawai terhadap

76 61 kebijakan-kebijakan perusahaan yang berbeda bahkan cenderung kurang sesuai dengan harapan sehingga menumbuhkan rasa percaya pegawai yang netral. Tabel 13 Penilaian Pegawai Terhadap Kepercayaan INDIKATOR KEPERCAYAAN NILAI SKOR RATAAN KETERANGAN a. HARMONY 3.32 Netral b. RELIABILITY 3.18 Netral c. CONCERN 3.37 Netral Penilaian pegawai terhadap pelaksanaan OCB di PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor dengan kelima indikatornya menunjukkan tiga indikator berada pada tingkatan kuat yaitu conscientiousness, spaortmanship, dan courtesy yang masing-masing nilai secara berurutan 3.64, 3.56, dan 3.54 bisa dilihat pada Tabel 14. Sedangkan dua indikator lainnya yaitu altruism dan civic virtue berada pada tingkat penilaian netral dengan masing-masing nilainya 3.40 dan Hal tersebut menunjukkan bahwa para pegawai memiliki rasa empati dan tanggung jawab yang baik terhadap perusahaan sehingga mereka tidak akan segan-segan memberikan kinerja yang melebihi apa yang menjadi tanggung jawab formal dari pekerjaannya. Terbukti dengan kesediaan dari para pegawai untuk datang tepat waktu dan tidak menghabiskan waktu untuk melakukan hal-hal yang tidak berkaitan dengan pekerjaan sangat membantu dalam penyelesaian pekerjaanpekerjaan yang selalu menumpuk pada setiap divisi. Kondisi tersebut pun ternyata tidak membuat para pegawai mengeluhkan beban pekerjaannya yang menumpuk dan berusaha tetap menyelesaikannya sesuai dengan ketentuan. Akan tetapi, dengan kondisi sekarang, dimana banyak dari para pegawai yang sedang melanjutkan pendidikan ataupun mengikuti pelatihan-pelatihan sehingga tidak bisa hadir secara penuh di kantor, membuat beban pekerjaan semakin menumpuk dan bertambah untuk setiap pegawai yang berada di kantor. Kondisi tersebut membuat para pegawai yang berada di kantor terkadang tidak mampu untuk harus mengambil alih semua pekerjaan yang ada, selain itu kesibukan yang bertambah membuat para pegawai hanya berkutat dengan pekerjaan dan tidak jarang mereka kurang memperhatikan informasi-informasi yang sedang berkembang tentang perusahaan mereka. Disinilah kemuadian peran dari Kepala Divisi sebagi penghubung antara para pegawai dengan perusahaan berperan penting untuk tetap

77 62 menjaga agar informasi apapun diharapkan tetap tersampaikan kepada pegawai, agar pegawai tidak merasa hanya sebagai bawahan tetapi juga sebagai bagian dari perusahaan tempat mereka bekerja. Tabel 14 Penilaian Pegawai Terhadap OCB INDIKATOR OCB a. ALTRUISM b. CONSCIENTIOUSNESS c. SPORTSMANSHIP d. CIVIC VIRTUE a. COURTESY NILAI SKOR RATAAN KETERANGAN Netral Kuat Kuat Netral Kuat Analisis ANOVA Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan berdasarkan faktor demografi terhadap tingkat palaksanaan modal sosial, kepercayaan dan OCB di PDAM Tirta Kahurupan Kabupaten Bogor dalam penelitian ini digunakan Uji F (One Way Anova). Data demografi populasi yang digunakan dalam pengujian ini dikelompokkan berdasarkan lama bekerja, usia, jenis kelamin, divisi dan tingkat pendidikan. Masing-masing dari kelima faktor demografi tersebut akan dilihat bagaimana pengaruhnya terhadap tingkat pelaksanaan modal sosial, kepercayaan dan OCB. Hasil uji ANOVA dari kelima faktor demografi terhadap ketiga konstruk yang diteliti ditampilkan pada Tabel 15. Berdasarkan uji Anova, di PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor variabel lama bekerja tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap ketiga konstruk yang diteliti yaitu modal sosial, kepercayaan dan OCB. Hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas (signifikan) dari ketiga variabel > Maka dapat disimpulkan bahwa lama bekerja tidak memberikan perbedaan rata-rata yang signifikan terhadap pelaksanaan modal sosial, kepercayaan dan OCB di perusahaan.

78 63 Tabel 15 Hasil Uji ANOVA dari Faktor Demografi. FAKTOR DEMOGRAFI LAMA BEKERJA USIA JENIS KELAMIN DIVISI KERJA TINGKAT PENDIDIKAN KELOMPOK 0 1 >1 5 >5 10 >10 15 >15 20 >20 25 >25 30 >30 35 UJI ANOVA MODSOS KEPERCAYAAN OCB Signifikan ( < 0,05) Signifikan ( < 0,05) WANITA LAKI-LAKI Signifikan ( < 0,05) PERAWATAN PRC.TEHNIK HUMAS ADM. UMUM KEPEGAWAIAN KEUANGAN SPI SATPAM SEKRETARIAT LITBANG & EDP PRODUKSI TRANS & DISTR Signifikan ( < 0,05) ,022* 0.011* SMU DIPLOMA SARJANA MAGISTER Signifikan ( < 0,05) * Ket: * = nilai Signifikan dibawah 0.05 yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan. Variabel modal sosial tidak dipengaruhi oleh lama bekerja karena modal sosial yang melekat pada masing-masing individu pegawai bukanlah tergantung dari lama atau tidaknya seseorang telah bekerja di suatu perusahaan. Melainkan bagaimana seseorang tersebut mampu beradapatasi dan berinteraksi dengan lingkungan kerjanya sehingga mampu menciptakan hubungan yang harmonis

79 64 dengan sekitarnya. Dari hal tersebut bisa dikatakan bahwa belum tentu orang yang sudah lama bekerja di perusahaan pasti memiliki modal sosial yang kuat dan demikian juga sebaliknya apabila orang yang baru saja masuk dalam suatu perusahaan akan mustahil memiliki modal sosial yang kuat. Begitu juga dengan kepercayaan yang tidak dipengaruhi oleh lama bekerja. Hal ini dikarenakan lamanya seseorang telah bekerja di suatu perusahaan bukanlah sesuatu yang bisa menjamin orang tersebut memiliki kepercayaan terhadap perusahaan tempat dia bekerja ataupun terhadap sesama rekan kerjanya. Atau bisa dikatakan orang yang lebih lama bekerja di suatu perusahaan belum tentu memiliki rasa percaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang baru saja bekerja di perusahaan tersebut. Dan lama bekerja ternyata juga tidak memberikan pengaruh terhadap OCB. Belum tentu orang yang telah lama bekerja di perusahaan akan bersedia berkinerja melebihi apa yang menjadi tugas formalnya dibandingkan orang baru. Mungkin saja orang-orang baru akan memiliki semangat kerja yang melebihi pegawai yang telah lama bekerja di perusahaan dan mulai jenuh dengan segala rutinitasnya, sehingga orang-orang baru tersebut memiliki OCB yang lebih kuat daripada pegawai lama. Pada uji ANOVA yang telah dilakukan, di PDAM Tirta Khuripan Kabupaten Bogor usia juga memberikan nilai yang tidak signifikan pada ketiga variabel yang diteliti yaitu modal sosial, kepercayaan dan OCB, dimana ketiganya menunjukkan nilai signifikansi > Pada variabel modal sosial menunjukkan nilai signifikansi > 0.05 yang berarti bahwa usia tidak berpengaruh terhadap modal sosial. Seseorang dengan usia lebih tua belum tentu memiliki modal sosial yang lebih kuat dibandingkan dengan pegawai yang muda. Kemungkinan untuk seseorang memiliki modal sosial yang kuat adalah sama di setiap tingkatan umur. Demikian halnya yang terjadi dengan variabel kepercayaan yang memiliki nilai signifikansi > Hal tersebut berarti bahwa usia tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap kepercayaan. Tinggi-rendahnya kepercayaan yang dimiliki seorang pegawai bukanlah ditentukan oleh usia dari pegawai tersebut, atau bisa dikatakan semakin muda atau semakin tua usia seseorang tidak mempengaruhi tingkatan kepercayaan yang dimilikinya. Variabel OCB juga menunjukkan nilai signifikansi > 0.05 yang tentu saja juga memiliki arti

80 65 yang sama yaitu usia tidak berpengaruh terhadap OCB seseorang. Seseorang dengan tingkatan umur yang lebih muda belum tentu menunjukkan OCB yang kuat bila dibandingkan dengan pegawai yang lebih tua dan demikian juga sebaliknya. Jadi berapapun tingkatan umur yang dari seorang pegawai tidak akan menjamin bagaimana tingkatan OCB yang dimilikinya. Jenis kelamin pada uji ANOVA untuk ketiga konstruk baik modal sosial, kepercayaan dan OCB yang ada di PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor menunjukkan hasil yang tidak signifikan. Terhadap konstruk modal sosial, jenis kelamin menunjukkan nilai signifikansi sebesar > 0.05 yang berarti bahwa jenis kelamin tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap modal sosial. Walaupun memiliki perbedaan fisik yang mencolok, tetapi ternyata pegawai lakilaki dan pegawai wanita di perusahaan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap modal sosial. Demikian halnya dengan konstruk kepercayaan, dimana jenis kelamin menunjukkan nilai signifikansi sebesar > 0.05, yang berarti bahwa jenis kelamin tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap tingkat kepercayaan yang dimiliki pegawai. Sedangkan untuk konstruk OCB, jenis kelamin juga tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda terhadap pelaksanaan OCB oleh setiap individu pegawai. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai signifikansi > Jadi kesediaan individu pegawai untuk melakukan OCB tidak berhubungan dengan jenis kelamin baik laki-laki maupun perempuan. Dari hasil pengujian ANOVA menunjukkan bahwa di PDAM Tirta kahuripan kabupaten Bogor, divisi kerja memberikan pengaruh yang signifikan pada dua konstruk yang diteliti yaitu pada konstruk kepercayaan dan OCB. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai signifikansi sebesar < 0.05 untuk kepercayaan, dan < 0.05 untuk OCB. Adanya perbedaan iklim kerja pada masing-masing divisi kerja sangat memungkinkan tumbuhnya tingkat kepercayaan yang berbeda-beda pada setiap divisi. Apabila suatu divisi memiliki iklim kerja yang kondusif dimana rasa kebersamaan terasa sangat kental akan mencerminkan kondisi perusahaan yang dinamis sehingga pegawai akan lebih memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap perusahaan dan sesama rekan kerjanya dibandingkan dengan divisi dengan iklim kerja yang tidak kondusif. Pada akhirnya hal tersebut juga akan mempengaruhi kecenderungan pegawai

81 66 untuk melakukan OCB. Berbeda halnya dengan yang terjadi pada variabel modal sosial, yang memberikan nilai signifikansi > Jadi dikatakan bahwa divisi kerja tidak memberikan pengaruh terhadap konstruk modal sosial. Dimanapun dan bagaimanapun kondisi dari divisi seorang pegawai bekerja tidak mempengaruhi tingkat modal sosial yang melekat padanya. Bisa saja pegawai dari divisi yang sama tetapi memiliki tingkat modal sosial yang berbeda. Tingkat pendidikan pegawai yang ada di PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor berdasarkan Uji ANOVA memberikan pengaruh yang signifikan hanya terhadap konstruk OCB yang ditunjukkan dengan nilai signifikansi < Hal tersebut berarti, dengan tingkat pendidikan yang berbeda sangat mungkin mempengaruhi kesediaan individu pegawai untuk menunjukkan OCB dalam bekerja. Sedangkan untuk dua kontruk lainnya, yaitu modal sosial dan kepercayaan memberikan hasil yang tidak jauh berbeda. Keduanya memiliki nilai signifikansi > 0.05, yaitu secara beurutan dan Yang artinya bahwa tingkat pendidikan dari seorang pegawai tidak memberikan pengaruh terhadap modal sosial dan tingkat kepercayaan yang dimilikinya. Semakin tinggi tingkat pendidikan seorang pegawai bukanlah jaminan pegawai tersebut memiliki modal sosial dan tingkat kepercayaan yang tinggi di perusahaan. 5.2 Analisis Model Pengukuran Menggunakan 2 nd CFA Analisis Model Pengukuran Modal Sosial Model Analisis Faktor Konfirmatori (CFA) merupakan model yang murni berisi model pengukuran. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi model yang tepat yang menjelaskan hubungan antara seperangkat item-item dengan konstruk yang diukur oleh item tersebut. Adapun evaluasi yang dapat dilakukan oleh model pengukuran ini adalah evaluasi validitas dan reliabilitas hubungan antara variabel laten terhadap indikator-indikator pengukuran dalam model pengukuran. Pada penelitian ini, model pengukuran yang digunakan untuk mengukur konstruk modal sosial adalah CFA tingkat kedua (2 nd CFA). Jenis metode pengukuran CFA ini terdiri dari 2 tingkat. Tingkat pertama adalah pengukuran CFA yang menunjukkan hubungan antara variabel-variabel teramati sebagai indikator-

82 67 indikator dari variabel laten terkait. Sedangkan pengukuran tingkat keduanya adalah pengukuran CFA yang menunjukkan hubungan antara variabel-variabel laten pada tingkat pertama sebagai indikator-indikator dari sebuah variabel laten tingkat kedua. Agar model pengukuran dapat dianalisis, maka terlebih dahulu harus dilihat kecocokan keseluruhan model, yaitu mengevaluasi kecocokan antara data dan model. Untuk melihat kecocokan model, dapat ditinjau dari Goodness of Fit Statistics (GOF) model dari modal sosial secara keseluruhan. Hasil GOF untuk model pengukuran modal sosial dapat dilihat pada Lampiran 5. Dari hasil estimasi model modal sosial menunjukkan nilai chi square (df=27) adalah dengan P-value < Berdasarkan nilai chi square, model menunjukkan kecocokan yang kurang baik karena memiliki nilai yang besar dan juga p-value yang menunjukkan nilai yang signifikan karena nilainya kurang dari Nilai probabilitas dari chi square sangat sensitif dimana ketidaksesuaian antara data dengan model sangat dipengaruhi oleh besarnya ukuran sampel (Cochran, 1952). Nilai chi square hanya akan valid apabila asumsi normalitas data terpenuhi dan ukuran sampel adalah besar (Joreskog, 2002). Jadi jika ukuran sampel kecil, maka uji chi square akan menghasilkan nilai yang tidak valid. Karena itulah, prosedur untuk menilai model fit hanya dengan menggunakan chi square dan probabilitasnya kurang dapat dibenarkan (Bentler dan Bonett, 1980). Dengan demikian, diperlukan indikator-indikator lainnya untuk menghasilkan suatu justifikasi yang pasti mengenai model fit. Nilai RMSEA merupakan indikator model fit yang paling informatif. Nilai RMSEA yang diperoleh dari model modal sosial adalah , yang berarti menunjukkan model memiliki kecocokan yang cukup atau closed fit (MacCallum et al.1996). Selain itu ukuran-ukuran GOF yang lain yaitu : GFI, CFI, IFI dan AGFI 0.90 juga menunjukkan kecocokan model yang baik. Dalam mengukur validitas dan reliabilitas pada 2 nd CFA dilakukan evaluasi dua tingkat, yaitu pada tingkat pertama dan tingkat kedua. Untuk melihat suatu indikator dinyatakan valid atau tidaknya dengan melihat nilai t-muatan faktornya dan nilai muatan faktor standar. Nilai t-muatan faktor standar harus di atas 1.96 dan muatan faktor standarnya 0.70, atau 0.50 (Igbaria dalam

83 68 Wijayanto, 2008). Ditambahkan pula jika ada nilai muatan faktor standar bernilai 0.50, tetapi masih 0.30 maka indikator tersebut bisa dipertimbangkan untuk tidak dihapus. Penggunaan batas kritikal sepenuhnya diserahkan kepada peniliti dengan mempertimbangkan teori dan substansi yang mendasari model. Model pengukuran dari konstruk modal sosial bisa dilihat pada Gambar 9. Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa nilai t-muatan faktor variabel laten dan indikator kognitif kurang dari Sedangkan untuk struktural dan relasional > Oleh karena itu, variabel laten kognitif akan dihapus sebagai langkah dari perbaikan model. Setelah dilakukan langkah perbaikan model dengan menghapus variabel laten kognitif dari model pengukuran modal sosial, didapatkan model yang lebih baik dimana indikator-indikator dari variabel latennya baik struktural dan relasional memiliki nilai-t > 1.96 dan muatan faktor standarnya 0.70 atau 0.50 ataupun Sehingga dapat disimpulkan CFA tingkat pertama memiliki validitas yang baik. Demikian juga dengan CFA pada tingkat kedua, dimana variabel laten struktural dan relasional menunjukkan nilai-t > 1.96 dan muatan faktor standar 0.70 atau 0.50 ataupun Bisa disimpulkan pula CFA pada tingkat kedua juga memiliki validitas yang baik. Nilai muatan faktor standart dan nilai-t dari model pengukuran konstruk modal sosial yang sudah diperbaiki ditampilkan pada Gambar 10 dan Gambar 11. Sedangkan untuk nilai muatan faktor standart tingkat II dari model pengukuran modal sosial bisa dilihat pada Gambar 12. Gambar 9 Path Diagram nilai-t 2 nd CFA Modal Sosial Sebelum Diperbaiki

84 69 Gambar 10 Path Diagram Muatan Faktor Standar 2 nd CFA Tingkat I Modal Sosial Gambar 11 Path Diagram Nilai-t 2 nd CFA Modal Sosial Gambar 12 Path Diagram Muatan Faktor Standar 2 nd CFA Tingkat II Modal Sosial

85 70 Reliabilitas adalah konsistensi suatu pengukuran. Reliabilitas tinggi menunjukkan bahwa indikator-indikator dari suatu variabel laten mempunyai konsistensi tinggi dalam mengukur konstruk latennya. Berdasarkan hal tersebut, maka untuk mengukur reliabilitas dalam SEM akan digunakan composite reliability measure (ukuran reliabilitas komposit) dan variance measure (ukuran ekstrak varian), dimana untuk cara penghitungannya bisa dilihat pada Lampiran 9. Nilai muatan faktor standar dan kesalahan CFA pada pengukuran tingkat pertama dan kedua, dilengkapi dengan nilai CR dan VE sebagai indikator reliabilitas model dari model pengukuran modal sosial ditampilkan pada Tabel 16. Tabel 16 Validitas dan Reliabilitas Model Pengukuran 2 nd CFA dari Modal Sosial 1 st CFA Variabel Muatan Faktor Standar Nilai-t Reliabilitas Keterangan CR VE Struktural Reliabilitas kurang Baik MSS Validitas Baik MSS Validitas Baik MSS Validitas Baik Relasional Reliabilitas kurang Baik 2 nd CFA MSR Validitas Baik MSR Validitas Baik MSR Validitas Baik MSR Validitas Baik MSR Validitas Baik MSR Validitas Baik MODAL SOSIAL Reliabilitas Baik STRUKTURAL Validitas Baik RELASIONAL Validitas Baik

86 71 Dari Tabel 16 bisa diketahui bahwa nilai composite reliability measure (CR) dan variance measure (VE) dari indikator-indikator struktural dan relasional pada pengukuran CFA tingkat pertama menunjukkan nilai yang kecil yaitu CR 0.70 dan VE 0.50 yang berarti memiliki tingkat reliabilitas yang kurang baik. Hal tersebut mungkin saja disebabkan karena proses pengisian jawaban kuesioner oleh responden yang terjadi tidak sesuai dengan yang diharapkan. Sedangkan pada evaluasi CFA tingkat kedua menunjukkan nilai CR 0.70 dan VE 0.50 sehingga dikatakan bahwa variabel struktural dan relasional valid dan reliabel. Jadi walaupun nilai reliabilitas dari model pengukuran struktural dan relasional pada tahap pertama kurang baik, indikator-indikator tersebut tetap dipakai dalam model pengukuran karena selain memiliki tingkat validitas yang baik, model pengukuran juga memiliki GOF yang menunjukkan model memiliki tingkat kecocokan yang baik Analisis Model Pengukuran Kepercayaan Konstruk kepercayaan merupakan model pengukuran dua tingkat (2 nd CFA) dengan tiga variabel laten tingkat pertama dan satu variabel laten tingkat kedua. Adapun evaluasi yang dapat dilakukan oleh model pengukuran ini adalah evaluasi validitas dan reliabilitas hubungan variabel laten terhadap indikatorindikator pengukuran yang ada di dalam model. Sebelum dilakukan uji validitas dan reliabilitas, terlebih dahulu dilakukan uji kecocokan model. Uji kecocokan model berkaitan dengan analisis Goodness of Fit (GOF) Statistik. Hasil GOF untuk model pengukuran kepercayaan dapat dilihat di Lampiran 6. Dari GOF keseluruhan model, dapat dilihat bahwa GFI, NNFI, NFI, CFI dan IFI > 0.90 yang menunjukkan bahwa model pengukuran kepercayaan memiliki tingkat kecocokan model yang baik. Dari hasil estimasi model kepercayaan menunjukkan nilai chi square (df=82) adalah dengan P-value < Walaupun berdasarkan nilai chi square, model menunjukkan kecocokan yang kurang baik karena memiliki nilai yang besar dan p-value dengan nilai yang signifikan karena nilainya kurang dari 0.05, tetapi untuk nilai RMSEA yang diperoleh dari model

87 72 kepercayaan adalah , yang berarti menunjukkan model memiliki tingkat kecocokan yang baik atau good fit. Evaluasi validitas dan reliabilitas model pengukuran dua tingkat pada kepercayaan dilakukan dengan melihat nilai-t dan muatan faktor standar. Nilai muatan faktor standart dan nilai-t dari model pengukuran konstruk kepercayaan ditampilkan pada Gambar 13 dan Gambar 14. Sedangkan untuk nilai muatan faktor standart tingkat II dari model pengukuran kepercayaan bisa dilihat pada Gambar 15. Pada Gambar 14 bisa dilihat bahwa nilai-t muatan faktor untuk model pengukuran kepercayaan telah memenuhi syarat, yaitu nilainya > 1.96 untuk masing-masing indikator terhadap variabel latennya pada tingkat pertama maupun tingkat kedua. Selain itu, nilai muatan faktor standarnya 0.70 atau 0.50 atau Sehingga dapat disimpulkan 2 nd CFA untuk model pengukuran kepercayaan memiliki validitas yang baik. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan nilai validitas kepercayaan adalah baik. Uji Reliabilitas digunakan untuk mengetahui sampai sejauh mana hasil pengukura dapat diandalkan untuk dijadikan sebagai alat ukur apabila pengukuran diulangi. Pada tahap ini akan dilihat nilai dari CR dan VE dengan cara penghitungannya disajikan pada Lampiran 10. Dalam SEM suatu pengukuran dikatakan reliabel jika nilai CR 0.70 dan nilai VE Daftar nilai t, muatan faktor standar, CR dan VE dari model pengukuran kepercayaan bisa dilihat pada Tabel 17. Gambar 13 Path Diagram Muatan Faktor Standar 2 nd CFA Tingkat I Kepercayaan

88 73 Gambar 14 Path Diagram Nilai-t Standar 2 nd CFA Kepercayaan Gamba15 Path Diagram Muatan Faktor Standar 2 nd CFATingkat II Kepercayaan Dari Tabel 17 bisa diketahui bahwa tingkat reliabilitas untuk indikatorindikator dari variabel laten harmony, reliability dan concern pada evaluasi CFA tingkat pertama kurang baik. Hal tersebut karena nilai CR 0.70 dan VE Tingkat reliabilitas kurang baik yang ditunjukkan pada tingkat ini sangat dimungkinkan karena adanya proses pengisian kuesioner oleh responden yang kurang sesuai dengan hasil yang diharapkan. Namun demikian indikator-indikator tersebut tetap digunakan dalam model pengukuran kepercayaan, karena selain memiliki validitas yang baik juga karena secara keseluruhan dari model pengukuran kepercayaan memiliki GOF yang menunjukkan model fit (good fit). Sedangkan pada evalusi CFA tingkat kedua menunjukkan hasil reliabilitas dari variabel laten harmony, reliability dan concern yang baik. Nilai CR dan VE dari ketiga variabel laten tersebut masing-masing CR 0.70 dan VE Nilai validitas dan reliabilitas yang baik dari evaluasi CFA tingkat kedua ini

89 74 menunjukkan variabel laten harmony, reliability dan concern merupakan indikator yang baik untuk mengukur konstruk dari kepercayaan. Tabel 17 Daftar Validitas dan Reliabilitas Model Pengukuran 2 nd Kepercayaan. 1 st CFA Variabel Muatan Faktor Standar Nilai-t Reliabilitas Keterangan CR VE CFA dari Harmony Reliabilitas kurang Baik TRH Validitas Baik TRH Validitas baik TRH Validitas baik TRH Validitas Baik TRH Validitas Baik Reliability Reliabilitas kurang Baik TRR Validitas Baik TRR Validitas Baik TRR Validitas Baik TRR Validitas Baik TRR Validitas Baik Concern Reliabilitas kurang Baik 2 nd CFA TRUST TRC Validitas Baik TRC Validitas Baik TRC Validitas Baik TRC Validitas Baik TRC Validitas Baik HARMONY Reliabilitas Baik RELIABILITY Validitas Baik CONCERN Validitas Baik

90 Analisis Model Pengukuran OCB Model pengukuran OCB pada penelitian ini juga menggunakan CFA tingkat kedua (2 nd CFA). Pengukuran ini terdiri dari dua tingkat. Tingkat pertama adalah sebuah CFA yang menunjukkan hubungan antara variabel-variabel teramati (item pertanyaan) sebagai indikator-indikator dari variabel laten terkait. Sedangkan tingkat kedua adalah CFA yang menunjukkan hubungan antara variabel-variabel laten pada tingkat pertama sebagai indikator-indikator dari sebuah variabel laten tingkat kedua. Evaluasi kecocokan antara model dengan data harus dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan uji validitas dan reliabilitas. Untuk mengetahui tingkat kecocokan model dapat dilihat dari Goodness of Fit (GOF) model secara keseluruhan. Hasil GOF untuk model pengukuran OCB dapat dilihat pada Lampiran 7. Dari hasil GOF secara keseluruhan, didapatkan nilai GFI, AGFI, NNFI, CFI dan IFI > Hal tersebut menunjukkan bahwa model pengukuran OCB memiliki tingkat kecocokan yang baik. Dari hasil estimasi model OCB menunjukkan bahwa nilai chi square (201) adalah dengan P-value < Berdasarkan nilai chi square model menunjukkan kecocokan yang kurang baik karena memiliki nilai yang besar dan p-value yang signifikansi karena nilainya kurang dari Sedangkan untuk nilai RMSEA yang diperoleh pada model OCB adalah < 0.05, yang menunjukkan tingkat kecocokan yang baik (good fit). Setelah model pengukuran memiliki nilai kecocokan yang cukup baik, tahap selanjutnya dalam analisis model pengukuran adalah uji validitas. Uji ini dilakukan dengan menganalisis nilai-t > 1.96 dan muatan faktor standar 0.70 atau 0.50 atau Hasil estimasi nilai-t dan muatan faktor standar model pengukuran OCB tingkat I ditampilkan pada Gambar 16 dan Gambar 17. Sedangkan untuk nilai-t untuk model pengukuran OCB tingkat II ditampilkan pada Gambar 18.

91 76 Gambar 16 Path Diagram Muatan Faktor Standar 2 nd CFA Tingkat I OCB Gambar 17 Path Diagram Nilai-t 2 nd CFA OCB Gambar 18 Path Diagram Muatan Faktor Standar 2 nd CFA Tingkat II OCB

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap perusahaan dalam menjalankan bisnisnya menginginkan untuk memiliki keunggulan-keunggulan kompetitif dengan memaksimalkan semua modal yang dimiliki, seperti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Modal Sosial Modal sosial adalah sumber daya yang dapat dipandang sebagai investasi untuk mendapatkan sumber daya baru. Seperti diketahui bahwa sesuatu yang disebut sumber

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Modal Sosial

II. TINJAUAN PUSTAKA Modal Sosial II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Modal Sosial 2.1.1 Pengertian Modal Sosial Modal sosial adalah suatu keadaan yang membuat masyarakat atau sekelompok orang bergerak untuk mencapai tujuan bersama. Modal sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan antar negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan mempengaruhi satu

BAB I PENDAHULUAN. dan antar negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan mempengaruhi satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi adalah suatu proses di mana antar individu, antar kelompok, dan antar negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan mempengaruhi satu sama

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS. diperlukan, maka individu dalam organisasi memerlukan perilaku untuk

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS. diperlukan, maka individu dalam organisasi memerlukan perilaku untuk BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Organizational Citizenship Behavior (OCB) Meningkatkan efektivitas dalam suatu organisasi memang diperlukan, maka individu dalam organisasi memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki berbagai tujuan. Untuk mencapai tujuannya,

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki berbagai tujuan. Untuk mencapai tujuannya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap organisasi memiliki berbagai tujuan. Untuk mencapai tujuannya, organisasi biasanya berusaha meningkatkan produktifitas, kemampuan berinovasi, dan kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara job..., Putriani Pradipta Utami Setiawan, FISIP Universitas UI, 2010 Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara job..., Putriani Pradipta Utami Setiawan, FISIP Universitas UI, 2010 Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Era globalisasi yang selalu ditandai dengan terjadinya perubahanperubahan pesat pada kondisi ekonomi secara keseluruhan, telah menyebabkan munculnya sejumlah tuntutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organizational Citizenship Behavior 2.1.1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational citizenship behavior

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian OCB dan DOCB

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian OCB dan DOCB TINJAUAN PUSTAKA Pengertian OCB dan DOCB Organizational Citizenship Behavior merupakan kontribusi individu yang dalam melebihi tuntutan peran di tempat kerja dan di-reward oleh perolehan kinerja tugas.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior (OCB) Organizational citizenship behavior (OCB) merupakan perilaku yang ada didalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Organisasi yang berhasil mewujudkan perubahan memiliki ciri-ciri mampu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Organisasi yang berhasil mewujudkan perubahan memiliki ciri-ciri mampu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Organisasi yang berhasil mewujudkan perubahan memiliki ciri-ciri mampu bergerak lebih cepat, sadar tentang pentingnya komitmen pada peningkatan mutu produk,

Lebih terperinci

ISSN WAHANA Volume 68, Nomer 1, 1 Juni 2017

ISSN WAHANA Volume 68, Nomer 1, 1 Juni 2017 ANALISA PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIORS (OCB) DENGAN MEDIASI KEPERCAYAAN PADA MANAJEMEN BUMDESA Hasan Ubaididillah Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Organizational Citizenship Behavior

TINJAUAN PUSTAKA Organizational Citizenship Behavior 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organizational Citizenship Behavior 2.1.1 Pengertian Organizational Citizenship Behavior Kinerja karyawan biasanya dinilai berdasarkan pada job description yang telah dirancang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku extra role merupakan perilaku individu dalam bekerja yang tidak terdapat dalam deskripsi kerja formal karyawan tetapi sangat dihargai jika ditampilkan karyawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peran yang sangat penting disamping sumber-sumber daya lain yang dimiliki

BAB I PENDAHULUAN. peran yang sangat penting disamping sumber-sumber daya lain yang dimiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pencapaian tujuan organisasi, (SDM) sumber daya manusia mempunyai peran yang sangat penting disamping sumber-sumber daya lain yang dimiliki organisasi. Studi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Persepsi Dukungan Organisasi 2.1.1.1 Pengertian Persepsi Dukungan Organisasi Persepsi dukungan organisasi mengacu pada persepsi karyawan mengenai sejauh mana

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 53 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Deskriptif 5.1.1 Deskriptif Responden 5.1.1.1 Lama Bekerja Dari 214 kuesioner yang dikembalikan oleh responden, bisa diketahui bahwa para pegawai telah bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak hal, selain kualitas SDM, sistem dalam organisasi, prosedur

BAB I PENDAHULUAN. banyak hal, selain kualitas SDM, sistem dalam organisasi, prosedur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, kemajuan di bidang industri semakin berkembang. Oleh karena itu, maka semakin banyak pula persaingan yang ditandai dengan kompetisi yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat menarik dalam literatur manajemen karena dapat mempengaruhi efektifitas

BAB I PENDAHULUAN. sangat menarik dalam literatur manajemen karena dapat mempengaruhi efektifitas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Organizational citizenship behavior (OCB) saat ini menjadi subjek yang sangat menarik dalam literatur manajemen karena dapat mempengaruhi efektifitas dan kinerja

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Organizational Citizenship Behavior (OCB) telah menjadi konstruk penting dalam studi perilaku organisasi dan manajemen. OCB sebagai sebuah topik penelitian telah mendapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1. Modal Sosial Konsep modal sosial menawarkan betapa pentingnya suatu hubungan. Dengan membagun suatu hubungan satu sama lain, dan memeliharanya agar terjalin terus, setiap individu

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia merupakan salah satu unsur terpenting di dalam suatu organisasi karena merupakan unsur yang mengendalikan organisasi serta mempertahankan dan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zaman. Oleh karena itu sumber daya manusia harus diperhatikan, dijaga dan

BAB I PENDAHULUAN. zaman. Oleh karena itu sumber daya manusia harus diperhatikan, dijaga dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sumber daya manusia merupakan asset yang paling penting dalam suatu organisasi, karena merupakan sumber yang mengendalikan organisasi serta mempertahankan dan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset yang penting dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset yang penting dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset yang penting dalam sebuah organisasi, karena SDM yang akan menggerakan organisasi serta mengembangkan dan mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Era globalisasi yang selalu ditandai dengan terjadinya perubahan-perubahan pesat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Era globalisasi yang selalu ditandai dengan terjadinya perubahan-perubahan pesat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi yang selalu ditandai dengan terjadinya perubahan-perubahan pesat pada kondisi ekonomi secara keseluruhan, telah menyebabkan munculnya sejumlah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pandangan karyawan ketika mereka telah diperlakukan dengan baik oleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pandangan karyawan ketika mereka telah diperlakukan dengan baik oleh BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Pertukaran Sosial Fung et al. (2012) menyatakan bahwa teori pertukaran sosial merupakan pandangan karyawan ketika mereka telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peran karyawannya. Karyawan dalam suatu perusahaan bukan semata-mata obyek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peran karyawannya. Karyawan dalam suatu perusahaan bukan semata-mata obyek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan aset paling penting dalam suatu organisasi karena merupakan sumber yang mengarahkan organisasi serta mempertahankan dan mengembangkan organisasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Visi PT Indofood CBP Sukses Makmur Cabang Makassar yang juga merupakan Visi PT Indofood Sukses Makmur Tbk adalah Perusahaan Total Food Solutions. Diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan akan sumberdaya manusia yang berkualitas saat ini semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan akan sumberdaya manusia yang berkualitas saat ini semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan sumberdaya manusia yang berkualitas saat ini semakin meningkat disegala bidang kehidupan terutama di dunia industri. Pengembangan sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siap terhadap perubahan tersebut. Globalisasi ditandai dengan adanya keterbukaan

BAB I PENDAHULUAN. siap terhadap perubahan tersebut. Globalisasi ditandai dengan adanya keterbukaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini dunia dalam fase globalisasi yang berkembang sangat cepat dengan berbagai perubahan-perubahannya, sehingga organisasi diharuskan untuk selalu siap terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior Definisi OCB telah banyak diungkapkan oleh beberapa ahli, Menurut Organ (1988) OCB didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Organisasi ataupun perusahaan tidak akan dapat bertahan tanpa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Organisasi ataupun perusahaan tidak akan dapat bertahan tanpa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi ataupun perusahaan tidak akan dapat bertahan tanpa meningkatkan produktivitasnya. Sejarah ikut membuktikan bahwa bangsa yang hanya mengandalkan kekayaan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akan menghadapi masalah dalam pencapaian tujuan organisasi. Untuk mengurangi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akan menghadapi masalah dalam pencapaian tujuan organisasi. Untuk mengurangi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia dalam suatu organisasi memiliki peranan yang sangat penting, karena tanpa didukung sumber daya manusia yang baik suatu organisasi akan menghadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari peran karyawannya. Karyawan dalam suatu perusahaan bukan semata-mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari peran karyawannya. Karyawan dalam suatu perusahaan bukan semata-mata 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuan tidak dapat dilepaskan dari peran karyawannya. Karyawan dalam suatu perusahaan bukan semata-mata obyek dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah perilaku individu yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah perilaku individu yang BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB) Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah perilaku individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia sangat berperan dalam usaha organisasi dalam mencapai

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia sangat berperan dalam usaha organisasi dalam mencapai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia masih menjadi sorotan bagi organisasi dalam usaha organisasi untuk bertahan dan dalam persaingan yang semakin kompetitif. Salah satu fokus

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori OCB (Organizational Citizenship Behavior) OCB adalah sebuah konsep yang relatif baru dianalisis kinerja, tetapi itu merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang sangat penting karena faktor manusia sangat berperan dalam

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang sangat penting karena faktor manusia sangat berperan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penelitian Sumber daya manusia sebagai salah satu elemen utama dari perusahaan merupakan hal yang sangat penting karena faktor manusia sangat berperan dalam mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kebutuhan yang cukup penting. Hal ini menjadikan industri jual beli

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kebutuhan yang cukup penting. Hal ini menjadikan industri jual beli BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Barang elektronik dan furnitur dalam kehidupan modern ini sudah menjadi sebuah kebutuhan yang cukup penting. Hal ini menjadikan industri jual beli barang elektronik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh perusahaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia adalah pemeran utama dalam setiap perusahaan. Keberhasilan suatu perusahaan sangat tergantung pada aspek manusia. Aspek manusia menjadi pokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk mengembangkan kemampuan yang dimilikinya dalam melakukan tugastugas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk mengembangkan kemampuan yang dimilikinya dalam melakukan tugastugas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu organisasi ataupun perusahaan diciptakan memiliki sebuah tujuan. Tujuan tersebut akan dicapai apabila sumber daya manusianya memiliki produktivitas atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam sebuah organisasi, adalah perilaku extra-role atau perilaku baik warga

BAB I PENDAHULUAN. dalam sebuah organisasi, adalah perilaku extra-role atau perilaku baik warga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan umum yang dihadapi institusi pendidikan dan guru berkaitan dengan salah satu dari tiga perilaku penting dari seorang pegawai dalam sebuah organisasi,

Lebih terperinci

Judul : Pengaruh Keadilan Organisasional, Komitmen Organisasional, Dan Kepuasan Kerja Terhadap Organizational Citizenship Behavior

Judul : Pengaruh Keadilan Organisasional, Komitmen Organisasional, Dan Kepuasan Kerja Terhadap Organizational Citizenship Behavior Judul : Pengaruh Keadilan Organisasional, Komitmen Organisasional, Dan Kepuasan Kerja Terhadap Organizational Citizenship Behavior Pada Suriwathi Beach Hotel Legian Kuta - Bali Nama : Ni Kadek Setya Prameswari

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Pembahasan mengenai Organizational Citizenship Behavior (OCB)

BAB II URAIAN TEORITIS. Pembahasan mengenai Organizational Citizenship Behavior (OCB) BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Pembahasan mengenai Organizational Citizenship Behavior (OCB) pernah dilakukan Marfirani (2008) dengan judul penelitian Hubungan Kepuasan Kerja dengan Organizational

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Organisasi merupakan sekumpulan orang-orang yang saling bekerja sama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Organisasi merupakan sekumpulan orang-orang yang saling bekerja sama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Organisasi merupakan sekumpulan orang-orang yang saling bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Sebagai suatu organisasi kampus yang bergerak dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan organisasi lain sehingga dapat terus mengembangkan organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. dengan organisasi lain sehingga dapat terus mengembangkan organisasi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Organisasi merupakan suatu susunan dengan penyediaan sumber daya manusia menjadi sebuah kesatuan dan memiliki identitas serta bekerja sama untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memasuki era pemerintahan yang kompetitif tersebut. Kemampuan ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. memasuki era pemerintahan yang kompetitif tersebut. Kemampuan ini sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adanya perubahan politik dan administrasi pemerintahan melalui pemberian otonomi luas kepada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu sendiri, Sebagaimana diketahui sebuah organisasi atau perusahaan,

BAB I PENDAHULUAN. itu sendiri, Sebagaimana diketahui sebuah organisasi atau perusahaan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada berbagai bidang khususnya kehidupan berorganisasi, faktor manusia merupakan masalah utama disetiap kegiatan yang ada didalamnya. Hal ini dikarenakan adanya garis

Lebih terperinci

perusahaan tidak hanya pada sektor produksi, pemasaran, keuangan dan

perusahaan tidak hanya pada sektor produksi, pemasaran, keuangan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam kondisi yang tidak menentu, kejadian di masa mendatang sulit untuk diprediksikan sehingga proses perencanaan untuk mencapai tujuan organisasi menjadi

Lebih terperinci

BAB2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB2 TINJAUAN PUSTAKA BAB2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Work-Family Conflict 2.1.1 Definisi Triaryati (2003) yang mengutip dari Frone, Rusell & Cooper (2000), mendefinisikan work-family conflict sebagai bentuk konflik peran dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memusatkan perhatian pada pengembangan SDM. soft skill yang di dalamnya terdapat unsur behavior dan attitude.

BAB I PENDAHULUAN. untuk memusatkan perhatian pada pengembangan SDM. soft skill yang di dalamnya terdapat unsur behavior dan attitude. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap organisasi selalu berdiri disertai dengan suatu tujuan atau pencapaian. Guna mencapai tujuan tertentu organisasi membutuhkan beberapa faktor yang akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ulrich dalam Novliadin (2007) mengungkapkan bahwa, Kunci sukses

BAB I PENDAHULUAN. Ulrich dalam Novliadin (2007) mengungkapkan bahwa, Kunci sukses 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ulrich dalam Novliadin (2007) mengungkapkan bahwa, Kunci sukses sebuah perubahan adalah pada sumber daya manusia yaitu sebagai inisiator dan agen perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting. Menurut Mangkunegara (2005:67) mengatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting. Menurut Mangkunegara (2005:67) mengatakan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi perusahaan, penilaian terhadap kinerja merupakan suatu kegiatan yang sangat penting. Menurut Mangkunegara (2005:67) mengatakan bahwa kinerja karyawan (prestasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Cascio (2003) mengungkapkan OCB sebagai perilaku kebijaksanaan

BAB II LANDASAN TEORI. Cascio (2003) mengungkapkan OCB sebagai perilaku kebijaksanaan BAB II LANDASAN TEORI A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior (OCB) Cascio (2003) mengungkapkan OCB sebagai perilaku kebijaksanaan karyawan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah suatu institusi yang pengelolaannya ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah suatu institusi yang pengelolaannya ditujukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit adalah suatu institusi yang pengelolaannya ditujukan untuk melayani masyarakat. Sebagai rumah sakit swasta, Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusianya. PT. Trisapta Eka Maju telah menetapkan sasarannya menjadi

BAB I PENDAHULUAN. manusianya. PT. Trisapta Eka Maju telah menetapkan sasarannya menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kunci sukses pertumbuhan setiap organisasi adalah kemampuannya dalam merekrut, mengembangkan dan mempertahankan talenta sumber daya manusianya. PT. Trisapta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perilaku keanggotaan organisasi (Organizational Citizenship Behavior-OCB) telah menjadi topik yang mendapat banyak perhatian dari para akademisi maupun para

Lebih terperinci

Abstrak. Kata Kunci: Kepemimpinan Transformasional, Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasi dan Organizational Citizenship Behavior.

Abstrak. Kata Kunci: Kepemimpinan Transformasional, Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasi dan Organizational Citizenship Behavior. Judul : Pengaruh Kepemimpinan Transformasional, Kepuasan Kerja, dan Komitmen Organisasi terhadap Organizational Citizenship Behavior pada UD. Kariasih di Mengwi Badung Nama : I Putu Adi Satyawan NIM :

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dimiliki, dengan demikian karyawan menjadi aset penting bagi perusahaan. Rasa suka rela

BAB 1 PENDAHULUAN. dimiliki, dengan demikian karyawan menjadi aset penting bagi perusahaan. Rasa suka rela BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesuksesan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki, dengan demikian karyawan menjadi aset penting bagi perusahaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Panjang (RPJP) Pemerintah Republik Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. Panjang (RPJP) Pemerintah Republik Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan pola pikir masyarakat akan pentingnya kesehatan pada era moderenisasi merupakan landasan terpenting dalam perumusan Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) Organizational Citizenship Behavior (OCB) pertama kali dipopulerkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) Organizational Citizenship Behavior (OCB) pertama kali dipopulerkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior (OCB) Organizational Citizenship Behavior (OCB) pertama kali dipopulerkan oleh Organ

Lebih terperinci

telekomunikasi dan informasi kepada masyarakat luas sampai kepelosok daerah di seluruh Indonesia. PT Telkom memiliki 25,011 orang karyawan per

telekomunikasi dan informasi kepada masyarakat luas sampai kepelosok daerah di seluruh Indonesia. PT Telkom memiliki 25,011 orang karyawan per Ikhtisar Skripsi Pengaruh Organizational Citizenship Behavior (OCB) Terhadap Kinerja Karyawan PT Telkom Blimbing Malang Oleh: Sri Annisa NIM : 11510104 Ringkasan BAB I (PENDAHULUAN) 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori pertukaran sosial menurut Staley dan Magner (2003) menyatakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori pertukaran sosial menurut Staley dan Magner (2003) menyatakan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep Teori pertukaran sosial menurut Staley dan Magner (2003) menyatakan bahwa dalam hubungan pertukaran sosial, sifat mendasar yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era globalisasi yang selalu ditandai dengan terjadinya perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era globalisasi yang selalu ditandai dengan terjadinya perubahanperubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi yang selalu ditandai dengan terjadinya perubahanperubahan pesat pada kondisi ekonomi secara keseluruhan, telah menyebabkan munculnya sejumlah tuntutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepuasan Kerja Kepuasan kerja adalah tingkat rasa puas individu bahwa mereka mendapat imbalan yang setimpal dari bermacam-macam aspek situasi pekerjaan dari organisasi tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. SDM merupakan aset penting dalam suatu organisasi, karena merupakan sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. SDM merupakan aset penting dalam suatu organisasi, karena merupakan sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan faktor penting dalam pencapaian keberhasilan organisasi. Tantangan yang dihadapi organisasi pada masa sekarang dan dimasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi saat ini, karyawan merupakan aset yang sangat penting bagi setiap perusahaan karena untuk kelangsungan kemajuan perusahaan, oleh karena

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mampu untuk bekerja sama dan membantu rekan kerja serta melakukan. Orgnizational Citizenship Behavior (OCB) (Steve dan Thomas, 2014)

PENDAHULUAN. mampu untuk bekerja sama dan membantu rekan kerja serta melakukan. Orgnizational Citizenship Behavior (OCB) (Steve dan Thomas, 2014) PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia dan pengelolaannya merupakan salah satu kunci penting yang dapat mempengaruhi kinerja dan menciptakan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan bagi

Lebih terperinci

I. PENGANTAR Latar Belakang. Kualitas sumber daya manusia yang tinggi sangat dibutuhkan agar manusia

I. PENGANTAR Latar Belakang. Kualitas sumber daya manusia yang tinggi sangat dibutuhkan agar manusia I. PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Kualitas sumber daya manusia yang tinggi sangat dibutuhkan agar manusia dapat melakukan peran sebagai pelaksana yang handal dalam proses pembangunan. Sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk berbenah diri untuk bisa menangkap peluang dan menyesuaikan diri dari

BAB I PENDAHULUAN. untuk berbenah diri untuk bisa menangkap peluang dan menyesuaikan diri dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi menyebabkan persaingan bisnis menjadi semakin kompetitif sehingga mengakibatkan perubahan lingkungan bisnis dan organisasi berjalan sangat cepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu untuk bekerja sama dan membantu rekan kerja serta melakukan

BAB I PENDAHULUAN. mampu untuk bekerja sama dan membantu rekan kerja serta melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia dan pengelolaannya merupakan salah satu kunci penting yang dapat mempengaruhi kinerja dan menciptakan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Uji Asumsi Sebelum melakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi. Uji asumsi ini terdiri dari uji normalitas dan uji linearitas. Uji asumsi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS PENELITIAN. melakukan balas budi terhadap organisasi dengan bersikap dan berprilaku lebih

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS PENELITIAN. melakukan balas budi terhadap organisasi dengan bersikap dan berprilaku lebih BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Teori Pertukaran Sosial Blau, (1964) dalam Fung, Ahmad, & Omar (2012) menyatakan bahwa Teori pertukaran sosial merupakan pandangan karyawan ketika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini mengacu pada bagaimana pengaruh OCB terhadap kinerja dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini mengacu pada bagaimana pengaruh OCB terhadap kinerja dan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Penelitian ini mengacu pada bagaimana pengaruh OCB terhadap kinerja dan bagaimana pengaruh itu kemudian dipengaruhi oleh faktor moderator, yaitu task interdependence.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Era globalisasi ditandai dengan terjadinya perubahan-perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Era globalisasi ditandai dengan terjadinya perubahan-perubahan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persaingan dan globalisasi merupakan hal yang tidak dapat dihindari di dalam dunia bisnis dan industri. Ulrich (1997) mengatakan bahwa konsep globalisasi bukanlah

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Konstruk penelitian ini adalah termasuk penelitian eksplanatoris, yaitu

BAB IV METODE PENELITIAN. Konstruk penelitian ini adalah termasuk penelitian eksplanatoris, yaitu 31 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan dan Ruang Lingkup Penelitian Konstruk penelitian ini adalah termasuk penelitian eksplanatoris, yaitu penelitian yang dilakukan dengan maksud memberikan penjelasan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Modal sosial Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang dikembangkan oleh ahli-ahli sosial untuk memperkaya pemahaman kita tentang masyarakat dan komunitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi dinamika perubahan lingkungan. Kondisi tersebut menuntut

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi dinamika perubahan lingkungan. Kondisi tersebut menuntut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi menjadi salah satu isu utama yang mendorong perusahaan menghadapi dinamika perubahan lingkungan. Kondisi tersebut menuntut perusahaan untuk senantiasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan terjadinya perubahan ini adalah globalisasi dalam bidang ekonomi serta

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan terjadinya perubahan ini adalah globalisasi dalam bidang ekonomi serta BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Seiring dengan perkembangan jaman, banyak perubahan yang terjadi dalam dunia kerja, baik dari sisi individu pekerja maupun dari pihak organisasi sendiri. Hal mendasar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat sekarang ini akan membawa dampak terhadap perkembangan di bidang industri dan organisasi. Aspek yang tidak kalah

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Perusahaan pada era globalisasi saat ini dituntut memiliki keunggulan kompetitif agar dapat memenangkan persaingan, atau minimal untuk memertahankan eksistensinya. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau lembaga untuk terus meningkat sehingga setiap pimpinan lembaga pun

BAB I PENDAHULUAN. atau lembaga untuk terus meningkat sehingga setiap pimpinan lembaga pun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi seperti sekarang ini, menuntut persaingan organisasi atau lembaga untuk terus meningkat sehingga setiap pimpinan lembaga pun dituntut mampu menghadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan organisasi dan terdapat orang-orang yang dapat berkomunikasi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. tujuan organisasi dan terdapat orang-orang yang dapat berkomunikasi satu sama BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada zaman globalisasi saat ini, menuntut berbagai pihak untuk selalu berkembang dan berkontribusi banyak dalam perubahan. Organisasi adalah salah satu dari agen perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab pertama, akan terdapat pemaparan mengenai latar belakang permasalahan dan fenomena yang terkait. Berikutnya, rumusan masalah dalam bentuk petanyaan dan tujuan dilakukannya penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini, memaksimalkan kinerja setiap karyawan lebih penting daripada. tindakan lainnya yang pernah dilakukan untuk manajer dan

BAB I PENDAHULUAN. ini, memaksimalkan kinerja setiap karyawan lebih penting daripada. tindakan lainnya yang pernah dilakukan untuk manajer dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam masa yang rentan dengan krisis ekonomi seperti saat ini, memaksimalkan kinerja setiap karyawan lebih penting daripada tindakan lainnya yang pernah dilakukan

Lebih terperinci

2 nasional dengan baik, maka diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap kemajuan di bidang-bidang lain. Sumber daya manusia merupakan aset yang p

2 nasional dengan baik, maka diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap kemajuan di bidang-bidang lain. Sumber daya manusia merupakan aset yang p 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan Pendidikan Nasional sebagaimana yang tercantum dalam Undang Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa pendidikan nasional diarahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalan dengan sangat efektif dan efisien. Efektifitas dan efisiensi proses kerja

BAB I PENDAHULUAN. berjalan dengan sangat efektif dan efisien. Efektifitas dan efisiensi proses kerja 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan organisasi saat ini sangat dipengaruhi oleh berbagai tantangan dan peluang yang hadir setiap saat, yang mendorong setiap organisasi untuk berjalan dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Teori yang melandasi penelitian ini adalah teori pertukaran sosial. Fung et

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Teori yang melandasi penelitian ini adalah teori pertukaran sosial. Fung et BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Pertukaran Sosial Teori yang melandasi penelitian ini adalah teori pertukaran sosial. Fung et al., (2012) menyatakan bahwa teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kemajuan teknologi telah membawa manusia pada era yang ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kemajuan teknologi telah membawa manusia pada era yang ditandai oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi telah membawa manusia pada era yang ditandai oleh perubahan lingkungan yang drastis dan cepat. Kualitas sumber daya manusia menjadi penentu

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA ORGANISASI DAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN (STUDI KASUS DI PT.PETROKIMIA GRESIK) T E S I S

ANALISIS PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA ORGANISASI DAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN (STUDI KASUS DI PT.PETROKIMIA GRESIK) T E S I S ANALISIS PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA ORGANISASI DAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN (STUDI KASUS DI PT.PETROKIMIA GRESIK) T E S I S Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Gelar Magister

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB)

BAB II TINJAUAN TEORI. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB) BAB II TINJAUAN TEORI A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB) Menurut Robbins & Judge (2008) dalam bukunya Organizational Behavior mendefinisikan

Lebih terperinci

S K R I P S I. Diajukan Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen

S K R I P S I. Diajukan Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen PENGARUH ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR TERHADAP SERVICE QUALITY DAN DAMPAKNYA PADA KEPERCAYAAN PELANGGAN DI PT. MILLENIUM PENATA FUTURES SURABAYA S K R I P S I Diajukan Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tinggi Swasta terkemuka di Bandung. UTama secara konsisten berkomitmen untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Tinggi Swasta terkemuka di Bandung. UTama secara konsisten berkomitmen untuk 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Widyatama (UTama) adalah salah satu Institusi Pendidikan Tinggi Swasta terkemuka di Bandung. UTama secara konsisten berkomitmen untuk mewujudkan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kompetisi lingkungan bisnis terkini tengah membutuhkan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. Kompetisi lingkungan bisnis terkini tengah membutuhkan sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kompetisi lingkungan bisnis terkini tengah membutuhkan sumber daya manusia handal yang menguasai lingkup kompetensi kerja secara profesional. Hal tersebut diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor publik dalam pelayanan publik (Nurmandi, 2006). Banyak

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor publik dalam pelayanan publik (Nurmandi, 2006). Banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengetahuan mempunyai peranan penting dalam kemajuan suatu organisasi, khususnya bagi sektor publik dalam pelayanan publik (Nurmandi, 2006). Banyak organisasi semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hunt et al. (2000) menyatakan bahwa ekonomi global sedang dipenuhi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Hunt et al. (2000) menyatakan bahwa ekonomi global sedang dipenuhi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hunt et al. (2000) menyatakan bahwa ekonomi global sedang dipenuhi dengan permasalahan-permasalahan dan peluang-peluang, serta secara terus-menerus memunculkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab 2 ini peneliti akan memaparkan fakta-fakta yang diperoleh dari berbagai sumber terkait variabel penelitian. Pada bab sebelumnya, telah disebutkan bahwa peneliti akan menganalisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi dewasa ini, sebuah perusahaan bertaraf nasional maupun

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi dewasa ini, sebuah perusahaan bertaraf nasional maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi dewasa ini, sebuah perusahaan bertaraf nasional maupun internasional harus bekerja secara kompetitif dengan meningkatkan efektifitas dan efisiensi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1 Sejarah Singkat Berdirinya PT INDOFOOD CBP SUKSES MAKMUR Cabang Makassar PT Indofood CBP Sukses Makmur merupakan perusahaan olahan terkemuka

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Stephen P. (2002:135) Dalam suatu organisasi kepemimpinan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Stephen P. (2002:135) Dalam suatu organisasi kepemimpinan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kepemimpinan 2.1.1.1 Pengertian Kepemimpinan Menurut Stephen P. (2002:135) Dalam suatu organisasi kepemimpinan merupakan

Lebih terperinci