BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN. seluruh dunia semakin beraneka ragam dan semakin berkembang pesat penyebaran

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN. seluruh dunia semakin beraneka ragam dan semakin berkembang pesat penyebaran"

Transkripsi

1 BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN 3.1 Analisis Saat ini penelitian akan sel tanaman sedang pesat dilakukan karena penyakit di seluruh dunia semakin beraneka ragam dan semakin berkembang pesat penyebaran penyakit yang ada. Semakin banyak orang yang merita penyakit, dan penyakit yang bermunculan semakin ganas dan semakin banyak variasinya. Oleh karena itu banyak para pakar sel tanaman memulai melakukan penelitian untuk menemukan formulaformula atau bahan penyembuh untuk mengatasi semua penyakit yang ada. Ada pun fungsi zat-zat tanaman lainnya yang ada pada sel tanaman yaitu untuk membantu dalam menjaga fisik tubuh dan memberikan kekebalan tubuh terhadap penyakit. Oleh karena itu penelitian akan fungsi sel tanaman sangatlah penting dalam kehidupan manusia zaman sekarang yang mana karena kesibukan yang tinggi menyebabkan kurangnya asupan gizi yang ada. Dalam penelitian akan sel tanaman, langkah pertama yang dilakukan adalah proses pembagian kelas untuk meringkas data-data sel tanaman yang jumlahnya ada banyak sekali, pembagian kelas tersebut bisa dilihat dari kesamaan fitur yang ada, misalnya dilihat dari bentuk, luas sel, atau bisa juga dari warna sel. Dari fitur itu kita mapatkan kelas-kelas yang nantinya menjadi informasi banyaknya kelas yang selanjutnya dapat diklasifikasikan. 59

2 60 Pada langkah pertama dalam pengelompokkan adalah mengenali fitur morfologi dari sel tanaman yang ada, hal ini yang paling banyak memakan waktu para peniliti jika dilakukan secara manual. Keakuratan penghitungan secara manual akan fitur yang ada pun amat sangat rah, sehingga sering kali kesalahan pengklasterisasian terjadi sehingga mengakibatkan proses klasterisasi menjadi lambat. Misal untuk mengekstrak fitur bentuk, jika hanya dilihat secara langsung dengan mata maka semua tampak sama, dan menyebabkan pembagian klaster yang tidak akurat, maka harus dilakukan perhitungan untuk mapatkan kesamaan yang amat mekati. Karena hal tersebut, penelitian sulit dilakukan jika dilakukan secara manual, maka proses mengekstrak fitur dapat dipermudah dengan teknologi informasi. Dan hal ekstraksi fitur tersebut melibatkan metode-metode image processing. Ditambah lagi dalam pengelompokkan sel tanaman, tidak terlepas dari penggunaan citra sebagai bahan dasar untuk melakukan proses pengelompokkan tersebut, maka image processing merupakan bagian penting dalam proses pengelompokkan sel tanaman. Apa itu proses pengenalan citra? Proses pengenalan citra sekarang mulai banyak digunakan baik dalam bidang biologi, security, entertaiment, komunikasi dan bidang lainnya yang menggunakan citra sebagai proses kegiatannya. Sekarang dalam dunia teknologi, pengenalan citra sedang marak-maraknya dikembangkan dan digunakan dalam semua bidang teknologi, oleh karena itu kami pun menerapkan pengenalan citra pada proses pengelompokan sel tanaman. Lagipula dari dahulu yang namanya penelitian dalam bidang biologi, baik itu berhubungan dengan tanaman tidak lepas dari penggunaan citra. Citra sebagai bahan dasar pengekstraksian fitur tidak mudah jika dilakukan secara manual dan keakuratannya pun sangat kurang, maka dilakukanlah yang namanya

3 61 image processing, karena dari image processing bisa mapatkan fitur yang dibutuhkan untuk proses pengelompokkan lebih cepat dan lebih akurat. Masalah pun timbul dikarenakan metode dalam image processing harus benarbenar metode yang memiliki keakuratan dalam prosesnya. Oleh karena itu semua metode dalam pengelompokkan sel tanaman perlu dicarikan penyelesaiannya agar proses pengelompokkan sel tanaman dapat menghasilkan hasil yang maksimum Perumusan Masalah Berdasarkan analisa diatas, penulis mapatkan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Peran peneliti dalam kehidupan zaman sekarang sangat penting, terutama dalam hal medis, sedangkan pekerjaan mereka masih dilakukan dengan manual karena ilmu bioinformatika belum banyak di terapkan dalam penelitian mereka. 2. Penelitian yang lama akan menghambat perkembagan ilmu medis, sedangkan perkembangan penyakit berkembang dengan pesat 3. Proses pengenalan sel dan pengambilan fitur dari sel tanaman yang dilakukan dengan manual dapat menyebabkan ketidak-telitian dalam penelitian. 4. Sangat sulit untuk mengelompokan sel-sel yang sejenis terutama dalam membedakan setiap sel Pemecahan Masalah Berdasarkan analisis permasalahan yang ada, dapat disimpulkan bahwa kami ingin menerapkan aplikasi yang memiliki kedua topik yang berhubungan dengan teknik informatika yang merupakan jurusan kami. Aplikasi yang akan kami terapkan adalah

4 62 aplikasi dimana kedua topik dalam dunia teknologi informatika yaitu image processing dan klasterisasi terlibat langsung dalam satu aplikasi. Pemilihan metode yang tepat sangat berguna untuk menyelesaikan aplikasi ini sehingga aplikasi yang ada dapat diterapkan tanpa ada masalah dan semua topik yang dibuat ke dalam satu aplikasi dapat melakukan proses secara sempurna. Topik pertama yang akan kita bahas tentang metode yang akan digunakan untuk membuat aplikasi Klasterisasi Otomatis Citra Sel Tanaman Dengan Menggunakan Fitur Morfologi adalah topik pengelompokkan atau klasterisasi. Secara garis besar ada 3 teknik sebenarnya dalam metode pengelompokkan, yaitu distance based, density based dan hierarchy based. Pengelompokkan dengan metode hierarchy based terbagi menjadi 2 jenis, yaitu agglomerative dan divisive. Pekatan secara agglomerative memulai klasterisasi dengan mengambil setiap objek sebagai objek yang terpisah satu sama lainnya dan menggabungkannya satu persatu berdasarkan suatu metric (measurement). Sebaliknya, divisive memulai klasterisasi dengan menganggap bahwa semua objek berada dalam satu klaster kemudian memecahkannya satu persatu sehingga pada akhirnya setiap objek merupakan suatu klaster tersiri. Contoh teknik klasterisasi berdasarkan jarak adalah k-mean dan k-median. Contoh teknik klasterisasi berdasarkan kepadatan yang sangat terkenal adalah DBSCAN dan OPTICS. Dari semua metode klasterisasi yang ada, metode yang paling umum sering digunakan dan dibahas adalah metode clustering berdasarkan jarak yaitu metode K- Means. Kami penulis menggunakan metode K-Means karena metode K-Means metode paling simpel dan dan paling sering digunakan oleh orang banyak. Metode K-means memeliki algoritma yang lebih jelas dan lebih mudah dimengerti dibandingkan dengan

5 63 metode klasterisasi lainnya. Hal tersebut yang menjadi alasan kami penulis untuk mengejar waktu proses pengerjaan yang singkat dikarenakan waktu yang diberikan pun singkat. K-Means merupakan metode klasterisasi yang paling terkenal dan banyak digunakan di berbagai bidang karena sederhana, mudah diimplementasikan, memiliki kemampuan untuk mengklaster data yang besar, mampu menangani data outlier, dan kompleksitas waktunya linear O(nKT) dengan n adalah jumlah dokumen, K adalah jumlah klaster, dan T adalah jumlah iterasi. K-means merupakan metode pengklasteran secara partitioning yang memisahkan data ke dalam kelompok yang berbeda. Dengan partitioning secara iteratif, K-Means mampu meminimalkan rata-rata jarak setiap data ke klasternya. Metode ini dikembangkan oleh Mac Queen pada tahun Adapun karakteristik dari algoritma K-Means salah satunya adalah sangat sensitif dalam penentuan titik pusat awal klaster karena K-Means membangkitkan titik pusat klaster awal secara random. Pada saat pembangkitan awal titik pusat yang random tersebut mekati solusi akhir pusat klaster, K-Means mempunyai posibilitas yang tinggi untuk menemukan titik pusat klaster yang tepat. Sebaliknya, jika awal titik pusat tersebut jauh dari solusi akhir pusat klaster, maka besar kemungkinan ini menyebabkan hasil pengklasteran yang tidak tepat. Akibatnya K-Means tidak menjamin hasil pengklasteran yang unik. Inilah yang menyebabkan metode K-Means sulit untuk mencapai optimum global, akan tetapi hanya minimum lokal. Selain itu, algoritma K- Means hanya bisa digunakan untuk data yang atributnya bernilai numeric. Topik selanjutnya yang merupakan salah satu masalah dalam aplikasi yang akan diterapkan oleh penulis ialah image processing. Image processing di dalam aplikasi ini berfungsi untuk mapatkan fitur morfologi dari citra sel tanaman yang mana nantinya

6 64 akan digunakan sebagai fitur khusus yang akan dibandingkan dengan menggunakan metode K-Means. Karena dalam metode K-Means membutuhkan fitur yang akan dibandingkan dan biasa didefinisikan sebagai K faktor. Image processing yaitu penglohan citra yang mana mempunyai tujuan untuk mengenali citra sehingga nantinya citra tersebut dapat diproses lebih lanjut. Dari citra yang ada kita bisa memproses kecocokan suatu citra dengan citra lain baik dilihat dari segi bentuk citra tersebut ataupun dari ukuran atau pun juga dari fitur fitur yang mungkin hanya terdapat pada citra tersebut. Fitur tersebut digunakan untuk mapatkan citra yang sesuai dengan yang kita inginkan. Image processing yang akan kita bahas lebih terarah ke metode feature extraction suatu citra. Feature extraction amat sangat banyak sekali bisa dari bentuk, ukuran, kejelasan tepi, warna, tekstur dan masih banyak lainnya. Pada aplikasi ini kami hanya menggunakan feature extraction berdasarkan ukuran dan bentuk dari citra yang ada. 3.2 Perancangan Prosedur Pada bagian ini akan dibahas mengenai perancangan untuk sistem pengelompokkan sel tanaman yang akan dibuat menggunakan metode image processing. Langkah-langkah prosedur proses pada sistem pengelompokkan sel tanaman seperti berikut :

7 65 Preprocessing Gambar 3.1 Prosedur sistem aplikasi pengelompokkan Proses pengelompokkan yang dilakukan sesuai Gambar 3.1 yaitu terdiri dari proses memasukkan citra yang nantinya akan dilakukan preprocessing, extraction, feature vector di dalam aplikasi. Lalu dilakukan proses pengelompokkan citra yaitu proses klasterisasi dengan menggunakan K-Means. Pada proses K-Means terdapat beberapa proses, yaitu proses klaster dan proses menghitung nilai centroid berdasarkan value yang telah di klaster. Semua proses tersebut kita menggunakan aplikasi yang sudah disediakan pada program software MATLAB 7.

8 Load Image Pada aplikasi ini membutuhkan citra agar dapat melakukan proses lebih lanjut. Citra citra disiapkan berdasarkan kebutuhan. Pemanggilan citra merupakan faktor penting agar aplikasi ini dapat berjalan hingga akhir pemrosesan. Pemanggilan citra menggunakan format bmp. Pemanggilan citra juga dapat digunakan untuk memanggil hasil citra yang sudah di klaster. Pemanggilan antara citra awal dengan citra hasil kami jadikan satu untuk menyederhanakan penggunaan toolbar yang nantinya bisa membingungkan pengguna. Tujuan pemanggilan kembali citra hasil agar dapat digunakan kembali untuk diolah lebih lanjut Preprocessing Setelah proses pemanggilan citra berhasil maka sebelum citra dapat dikenali dan diproses lebih lanjut harus dilakukan preprocessing sehingga citra yang telah dipanggil dapat diproses. Proses ini berguna untuk mengubah citra sel tanaman agar dapat dijadikan input data yang sederhana dan efektif untuk keberhasilan proses berikutnya. Proses preprocessing terdiri dari beberapa proses. Proses itu dapat dilihat pada blok diagram di bawah ini :

9 67 Preprocessing Prepocessing Grayscale Contrast Streaching Smooth Binary Image Gambar 3.2 Blok Diagram Tahapan Preprocessing Grayscale Proses grayscale, prinsip dari metode grayscale adalah mengubah warna citra yang semula terdiri dari merah, hijau dan biru menjadi warna dengan intensitas 0 sampai 255 dan proses ini disebut juga dengan proses perhitungan derajat keabuan.

10 68 Gambar 3.3 Flowchart grayscale untuk perhitungannya adalah sebagai berikut : (3.1) Dimana s : Nilai derajat keabuan r : Nilai warna merah

11 69 g : Nilai warna hijau b : Nilai warna biru Contrast Stretching Pada tahapan ini citra yang telah di panggil dari data yang ada dapat diatur intensitas warnanya. Intensitas warna mempengaruhi kejelasan objek pada citra. Kejelasan objek mempengaruhi pengenalan objek yang dilakukan. Semakin tinggi contrast dan ketebalan intensitas warna pada objek maka semakin dianggap pula objek pada citra tersebut oleh komputer. Contrast stretching adalah teknik yang digunakan untuk mapatkan citra sel tanaman baru dengan kontras yang lebih baik daripada kontras dari citra asalnya. Dikarenakan citra yang digunakan memiliki kontras yang berberda-beda maka hal kurangnya pencahayaan, kurangnya bidang dinamika atau kesalahan pengambilan gambar sehingga kejelasan gambar berkurang membuat proses contrast stretching amat berguna pada keadaan ini.

12 70 Finish Gambar 3.4 Flowchart Contrast Stretching Smoothing Pada tahapan ini mempunyai fungsi untuk mengatur tekstur citra yang memiliki banyak noise atau gangguan pada citra. Dengan adanya smoothing maka citra mapatkan hasil terbaik untuk dilakukan pemrosesan citra. Dengan semakin halus citra maka noise semakin berkurang. Penghilangan noise dilakukan karena pada proses

13 71 ekstrasi fitur semua objek yang mempunyai nilai pixel 1x1 kebawah tidak dapat dikenali dan diproses lebih lanjut. Oleh karena itu smooth berguna agar proses ektraksi fitur lebih optimal Binary Image Pada tahapan ini citra yang sudah diubah menjadi citra abu-abu, citra diubah menjadi sebuah citra yang hanya terdiri dari warna hitam dan putih. Dengan warna hitam memiliki nilai 0 sedangkan warna puith memiliki nilai 1. Dengan angka biner yang hanya memiliki angka 0 dan 1 maka citra makin mudah di proses untuk menghasilkan hasil yang diinginkan. Maka binary image merupakan proses yang penting agar proses klasterisasi dapat berlanjut.

14 72 True False Finish Gambar 3.5 Flowchart Binary Image

15 Metode Otsu Tujuan dari metode otsu adalah membagi histogram citra gray level kedalam dua daerah yang berbeda secara otomatis tanpa membutuhkan bantuan user untuk memasukkan nilai ambang pekatan yang dilakukan oleh metode otsu adalah dengan melakukan analisis diskriminan yaitu menentukan suatu variabel yang dapat membedakan antara dua atau lebih kelompok yang muncul secara alami. Analisis Diskriminan akan memaksimumkan variable tersebut agar dapat membagi objek latardepan (foreground) dan latarbelakang (background). Formulasi dari metode otsu adalah sebagai berikut. Nilai Ambang yang akan dicari dari suatu citra gray level dinyatakan dengan k. Nilai k berkisar antara 1 sampai dengan L, dengan nilai L = 255. Probabilitas setiap pixel pada level ke i dapat dinyatakan: / (3.2) dengan : ni menyatakan jumlah pixel pada level ke i N menyatakan total jumlah pixel pada citra. Nilai Zeroth cumulative moment, First cumulative moment, dan total nilai mean berturutturut dapat dinyatakan dengan rumus berikut. ω(k) = µ(k) = μ = (3.3). (3.4). (3.5)

16 74 Nilai ambang k dapat ditentukan dengan memaksimumkan persamaan : (k*) = dengan 1 (k) (3.6) (k) = (3.7) Algoritma Otsu Berikut ini disajikan algoritma otsu. tmean = 0; variance = maxvariance = 0; firstcm = zerothcm = 0; for (i = 0; i < h; i++) for (j = 0; j < w; j++) { n = Image[j][i] ; histogram[n]++; } for (k = 0; k < level; k++) tmean += k * histogram[k] / (w * h); for (k = 0; k < level; k++) { zerothcm += histogram[k] / (w * h); firstcm += k * histogram[k] / (w * h); variance = (tmean * zerothcm - firstcm); variance *= variance; variance /= zerothcm * (1 - zerothcm); } if (maxvariance < variance){ maxvariance = variance; T = k; }

17 75 Pada algoritma di atas, nilai ambang yang dicari disimpan dalam variabel T yang digunakan sebagai variable level pada proses thesholding dalam pembentukan citra biner (citra hitam putih) utnuk menentukan nilai ambang yang optimal dalam pembentukan citra biner Penutupan (Closing) Setelah proses pembentukan binary image, tahap selanjutnya adalah melakukan proses closing, proses ini termasuk dalam prosedur aplikasi ini karena setelah proses pembentukan citra biner, masih terdapat noise yang dapat mengakibatkan error. Noise tersebut dapat dihilangkan dengan teknik closing atau dapat disebut dengan operasi penutupan. Operasi penutupan adalah kombinasi antara operasi dilasi dan erosi yang dilakukan secara berurutan. Citra asli didilasi terlebih dahulu, kemudian hasilnya dierosi. Contoh hasil operasi penutupan terlihat pada Gambar 3.6. Operasi ini digunakan untuk menutup atau menghilangkan lubang-lubang kecil yang ada dalam segmen obyek. Terlihat pada gambar tersebut, pada citra hasil, tidak terdapat lubang lagi di dalam segmen obyek. Operasi penutupan juga digunakan untuk menggabungkan 2 segmen obyek yang saling berdekatan (menutup sela antara 2 obyek yang sangat berdekatan). Terlihat pada citra asal terdapat 2 buah segmen obyek, namun pada citra hasil hanya tinggal sebuah segmen obyek gabungan. Operasi penutupan dapat juga dilakukan dalam beberapa rangkaian dilasi-erosi (misalnya 3 kali dilasi, lalu 3 kali erosi) apabila ukuran lubang atau jarak antar obyek cukup besar.

18 76 Program Matlab untuk operasi penutupan diberikan berikut ini yang merupakan gabungan antara operasi dilasi dan erosi. Perhatikan bahwa operasi dilasi dan erosi yang dipakai di sini berbeda dengan pada sub-bab sebelumnya, yakni dengan menggunakan cara alternatif. (a) Citra asli (b) Citra closing terhubung-4 (c) Citra closing terhubung-8 Gambar 3.6 Hasil operasi penutupan (closing) Algoritma untuk operasi penutupan citra biner: % closing.m % operasi closing citra biner citra1 = imread('morp1.bmp'); tinggi = size(citra1,1); lebar = size(citra1,2); temp = double(citra1); temp2 = temp; latar = 1; obyek = 0; for i=2:tinggi-1, for j=2:lebar-1, if ((temp(i,j) == obyek)... (temp(i-1,j) == obyek) (temp(i+1,j) == obyek)... (temp(i,j-1) == obyek) (temp(i,j+1) == obyek)) temp2(i,j) = obyek; else temp2(i,j) = latar; temp = temp2; for i=2:tinggi-1,

19 for j=2:lebar-1, if ((temp(i,j) == latar)... (temp(i-1,j) == latar) (temp(i+1,j) == latar)... (temp(i,j-1) == latar) (temp(i,j+1) == latar)) temp2(i,j) = latar; else temp2(i,j) = obyek; citra2 = logical(uint8(temp2)); temp = double(citra1); temp3 = temp; for i=2:tinggi-1, for j=2:lebar-1, if ((temp(i,j) == obyek)... (temp(i-1,j-1) == obyek) (temp(i-1,j) == obyek)... (temp(i-1,j+1) == obyek) (temp(i,j-1) == obyek)... (temp(i,j) == obyek) (temp(i,j+1) == obyek)... (temp(i+1,j-1) == obyek) (temp(i+1,j) == obyek)... (temp(i+1,j+1) == obyek)) temp3(i,j) = obyek; else temp3(i,j) = latar; temp = temp3; for i=2:tinggi-1, for j=2:lebar-1, if ((temp(i,j) == latar)... (temp(i-1,j-1) == latar) (temp(i-1,j) == latar)... (temp(i-1,j+1) == latar) (temp(i,j-1) == latar)... (temp(i,j) == latar) (temp(i,j+1) == latar)... (temp(i+1,j-1) == latar) (temp(i+1,j) == latar)... (temp(i+1,j+1) == latar)) temp3(i,j) = latar; else temp3(i,j) = obyek; citra3 = logical(uint8(temp3)); subplot(2,2,1);imshow(citra1); subplot(2,2,3);imshow(citra2); subplot(2,2,4);imshow(citra3); 77

20 Dilasi Operasi dilasi dilakukan untuk memperbesar ukuran segmen obyek dengan menambah lapisan di sekeliling obyek. Terdapat 2 cara untuk melakukan operasi ini, yaitu dengan cara mengubah semua titik latar yang bertetangga dengan titik batas menjadi titik obyek, atau lebih mudahnya set setiap titik yang tetangganya adalah titik obyek menjadi titik obyek. Cara kedua yaitu dengan mengubah semua titik di sekeliling titik batas menjadi titik obyek, atau lebih mudahnya set semua titik tetangga sebuah titik obyek menjadi titik obyek. Algoritma dan program Matlab untuk salah satu cara di atas (cara kedua), serta contoh citra hasil operasi dilasi diberikan berikut ini. Algoritma untuk operasi dilasi citra biner Untuk semua titik dalam citra Cek apakah tersebut titik obyek Jika ya maka ubah semua tetangganya menjadi titik obyek Jika tidak maka lanjutkan % dilasi2.m % operasi dilasi citra biner citra1 = imread('morp1.bmp'); tinggi = size(citra1,1); lebar = size(citra1,2); temp = double(citra1); temp2 = temp; latar = 1; obyek = 0; for i=2:tinggi-1, % operasi terhubung-4 for j=2:lebar-1, if (temp(i,j) == obyek) temp2(i-1,j) = obyek; temp2(i+1,j) = obyek; temp2(i,j-1) = obyek; temp2(i,j+1) = obyek;

21 79 citra2 = logical(uint8(temp2)); temp3 = temp; for i=2:tinggi-1, % operasi terhubung-8 for j=2:lebar-1, if (temp(i,j) == obyek) temp3(i-1,j-1) = obyek; temp3(i-1,j) = obyek; temp3(i-1,j+1) = obyek; temp3(i,j-1) = obyek; temp3(i,j+1) = obyek; temp3(i+1,j-1) = obyek; temp3(i+1,j) = obyek; temp3(i+1,j+1) = obyek; citra3 = logical(uint8(temp3)); subplot(2,2,1);imshow(citra1); subplot(2,2,3);imshow(citra2); subplot(2,2,4);imshow(citra3); (a) Citra asli (b) Citra dilasi terhubung-4 (c) Citra dilasi terhubung-8 Gambar 3.7 Hasil operasi dilasi Program operasi dilasi di atas juga tidak mempertimbangkan batas luar dari citra. Untuk menghindari error, maka indeks yang digunakan untuk titik yang ditinjau dimulai dari 2 sampai dengan lebar-1 untuk arah horisontal, serta dari 2 sampai dengan tinggi-1 untuk arah vertikal. Jika semua titik hak dioperasikan, maka program di atas perlu ditambah dengan pemeriksaan untuk mengetahui apakah titik tetangga yang sedang ditinjau ada di luar batas citra. Jika titik tersebut berada di luar batas citra, maka jangan

22 80 dilakukan pengubahan terhadap titik tetangga tersebut. Cara lain yang lebih tepat untuk dilakukan adalah dengan menambah ukuran citra sebanyak 2 titik baik ke arah lebar maupun ke arah tinggi citra kemudian citra asli digeser 1 titik ke kanan dan 1 titik ke bawah. Juga perlu diingat, dengan cara ini, operasi dilasi tidak dilakukan terhadap titiktitik yang ada di bagian tepi citra. Dengan demikian tidak akan terjadi operasi terhadap titik yang ada di luar indeks yang diperbolehkan Erosi Operasi erosi adalah kebalikan dari operasi dilasi. Pada operasi ini, ukuran obyek diperkecil dengan mengikis sekeliling obyek. Cara yang dapat dilakukan juga ada 2. Cara pertama yaitu dengan mengubah semua titik batas menjadi titik latar dan cara kedua dengan menset semua titik di sekeliling titik latar menjadi titik latar. Berikut adalah algoritma dan program Matlab untuk salah satu cara di atas (cara kedua), sedangkan contoh citra hasil operasi erosi diberikan dalam Gambar 3.8. Algoritma untuk operasi erosi citra biner Untuk semua titik dalam citra Cek apakah tersebut titik latar Jika ya maka ubah semua tetangganya menjadi titik latar Jika tidak maka lanjutkan % erosi2.m % operasi erosi citra biner citra1 = imread('morp1.bmp'); tinggi = size(citra1,1); lebar = size(citra1,2); temp = double(citra1); temp2 = temp; latar = 1;

23 81 obyek = 0; for i=2:tinggi-1, % operasi terhubung-4 for j=2:lebar-1, if (temp(i,j) == latar) temp2(i-1,j) = latar; temp2(i+1,j) = latar; temp2(i,j-1) = latar; temp2(i,j+1) = latar; citra2 = logical(uint8(temp2)); temp3 = temp; for i=2:tinggi-1, % operasi terhubung-8 for j=2:lebar-1, if (temp(i,j) == latar) temp3(i-1,j-1) = latar; temp3(i-1,j) = latar; temp3(i-1,j+1) = latar; temp3(i,j-1) = latar; temp3(i,j+1) = latar; temp3(i+1,j-1) = latar; temp3(i+1,j) = latar; temp3(i+1,j+1) = latar; citra3 = logical(uint8(temp3)); subplot(2,2,1);imshow(citra1); subplot(2,2,3);imshow(citra2); subplot(2,2,4);imshow(citra3); (a) Citra asli (b) Citra erosi terhubung-4 (c) Citra erosi terhubung-8 Gambar 3.8 Hasil operasi erosi

24 Ekstraksi Fitur Ekstraksi fitur citra merupakan bagian penting sehingga citra tersebut dapat diproses dan dapat digunakan sebagai perbandingan suatu citra dengan citra lainnya. Ekstraksi fitur citra bisa dilihat dari beberapa fitur morfologi yang ada pada citra. Apa itu fitur morfologi? Fitur morfologi merupakan fitur-fitur yang terdapat pada citra yang merupakan bagian dari ciri-ciri citra. Fitur-fitur yang ada seperti ukuran, bentuk, warna, jarak, perbedaan halus dan kasarnya tampilan citra, perbedaan panjang, ketebalan arsiran citra dan masih banyak lainnya yang bisa di lihat dari citra yang ada. Fitur-fitur tersebut dijadikan sebagai perbandingan untuk menyamakan citra atau juga bisa untuk mengelompokkan citra yang memiliki fitur yang sama tersebut. Semakin banyak fiturfitur yang digunakan maka tingkat kemiripan citra yang satu dengan citra lainnya semakin mekati titik sempurna. Pada proses pembuatan aplikasi ini kelompok kami telah menetapkan fitur-fitur yang akan digunakan untuk pengelompokkan sel tanaman yaitu ukuran dan bentuk Ekstrasi Bentuk Untuk melakukan ekstraksi fitur bentuk, kami penulis menggunakan metode Freeman Chain Code. Metode ini dikenalkan pertama kali oleh Freeman pada tahun 1961 dan biasa dikenal sebagai Freeman Chain Code (FCC). Metode ini melakukan penjejakan batas tepi objek sehingga mapatkan satu bentuk yang utuh akan objek. Penjejakan dilakukan berdasarkan arah mata angin yang berjalan sesuai arah jarum jam.

25 83 (a) (b) Gambar 3.9 Arah mata angin Arah mata angin yang ada pada chain code ada 2 yaitu 4 arah mata angin pada gambar 3.9 (a) dan 8 arah mata angin gambar 3.9 (b). 4 arah mata angin memiliki chain code yang lebih sederhana sehingga pemrosesan dapat dilakukan dengan lebih cepat. Tetapi 4 arah mata angin mengenali bentuk objek lebih kasar sehingga ketepatan membandingkan bentuk lebih kurang akurat. Oleh karena itu kami penulis menghindari menggunakan 4 arah mata angin. 8 arah mata angin memiliki keakuratan akan pengenalan objek yang lebih baik. Setiap lekukan dapat dikenali sehingga penjejakan tepi mekati objek aslinya. Representasi chain code berupa deret bilangan yang melambangkan arah mata angin sesuai dengan penjejakan tepi suatu objek. Contoh hasil dari representasi chain code bisa dilihat pada gambar Jumlah representasi chain code dilihat berdasarkan jumlah piksel objek tersebut atau tergantung dari luas area objek. Oleh karena itu agar setiap objek mapatkan nilai value yang sama maka kami penulis memakai perbandingan antara jumlah masing masing code yang muncul dengan jumlah total keseluruhan code, sehingga nilai value menjadi sama tanpa memperhatikan luas area.

26 84 Gambar 3.10 Histogram Chain Code Pada gambar 3.10 nilai pada histogram dijadikan nilai fitur yang akan digunakan sebagai fitur vektor K-Means Ekstrasi Ukuran Proses ekstraksi fitur dilakukan dengan pencarian pixel tiap objek yang adaa pada citra. Pixel digunakan sebagai penghitungan luas karena setiap citra yang ada dapat terbentuk menjadi ukuran yang adaa berdasarkan pixelnya. Setiap objek terbentuk dari kumpulan pixel yang diberikan nilaii 1. Setiap satu pixel melambangkann 1 nilai padaa satu objek. Jadi cukup menjumlahkan pixel yang ada untuk mapatkann nilai luas pada objek citra Feature vector Setelah semua fitur diekstrasi dan setiap ekstrasi fitur tersebut mapatkan valuenya dalam bentuk numerik maka agar metode K-Means dapat mengolahnya. Metode K-Means yang digunakan bersifat melihat titik titik koordinat yang adaa dan diambil titik titik koordinat yang ada berdasarkan jarak terdekat dari titik koordinat

27 85 awal. Jadi K-Means hanya dapat mengolah data yang sudah berupa koordinat. Jadi feature vector merupakan langkah penting agar proses K-Means dapat berjalan. Feature vector didapat dengan melakukan ploting pada nilai nilai yang telah diperoleh dari ektraksi fitur. Dari nilai nilai tersebut bisa dijadikan sebagai koordinat sumbu. Koordinat sumbu yang digunakan oleh kami penulis bersifat multidimensional, karena value yang didapat dari ekstrasi fitur berjumlah banyak. Karena hasilnya bersifat multidimensional maka muncul pertanyaan apakah hal tersebut dapat diproses? Benar adanya pemrosesan tidak dapat digambarkan oleh manusia secara langsung tetapi bukan berarti tidak bisa diproses, hal ini dapat diproses secara langsung oleh komputer. Oleh karena itu feature vector yang bersifat multidimensional tidak masalah Klasterisasi Klasterisasi adalah proses mengelompokkan objek berdasarkan informasi yang diperoleh dari data yang menjelaskan hubungan antar objek untuk memaksimalkan kesamaan antar anggota satu kelas dan meminimumkan antar kelas. Dengan melakukan klasterisasi kami menggunakan metode K-Means. Dan untuk mengoptimalisasi penentuan kelas yang dibutuhkan untuk pengklasteran, kami menggunakan ilmu statistik. Dari ilmu statistik melakukan perbandingan nilai-nilai statistik tersebut sehingga mapatkan nilai kelas optimum pada klaster yang dilakukan Klasterisasi K-Means Klaster yang digunakan pada proyek ini ada klaster K-Means. Kelebihan K- Means ada pada cepatnya proses klaster yang dilakukan dan memiliki algoritma paling sederhana di antara semua teknik klasterisasi yang ada.

28 86 Dasar algoritma K-means adalah sebagai berikut : 1. Tentukan nilai k sebagai jumlah kelas yang ingin dibentuk. 2. Bangkitkan k centroid (titik pusat kelas) awal secara random. 3. Hitung jarak setiap data ke masing-masing centroid menggunakan rumus korelasi antar dua objek yaitu Euclidean Distance dan kesamaan Cosine. 4. Kelompokkan setiap data berdasarkan jarak terdekat antara data dengan centroidnya. 5. Tentukan posisi centroid baru ( k C ) dengan cara menghitung nilai rata-rata dari data-data yang ada pada centroid yang sama. = (3.8) Dimana k n adalah jumlah dokumen dalam kelas k dan i d adalah dokumen dalam kelas k. 6. Kembali ke langkah 3 jika posisi centroid baru dengan centroid lama tidak sama.

29 87 K Means Tentukan nilai k Bangkitkan Centroid sebanyak k secara random Hitung jarak setiap data ke Centroid Kelompokkan data berdasarkan jarak terdekat dengan centroid True Tentukan letak centroid baru dengan menghitung rata rata data di dalamnya Jika posisi centroid baru berbeda dengan centroid lama Finish False Gambar 3.11 Flowchart K-Means Setelah semua langkah di atas maka semua data yang ada akan mapatkan pengkelasan sesuai fitur morfologi yang digunakan dan dalam hal ini adalah ukuran dan bentuk. Dengan nilai pengkelasan dari data di atas sesuai dengan inputan yang

30 88 diinginkan. Dan jika nilai kelas di masukkan secara suka-suka maka hasil pengkelasan tidak akan sempurna. Sehingga nilai jumlah kelas yang ada dapat didapatkan nilai optimalnya dengan menggunakan teknik statistik Teknik Statistik Silhouette Teknik statistik yang kita gunakan adalah statistik silhouette. Kami menggunakan silhouette karena silhouette memiliki keakuratan yang baik dan silhouette sudah terdapat implementasinya langsung pada program MATLAB 7. Silhouette memiliki algoritma seperti : s(i) =, (3.9) Dapat ditulis sebagai: 1, S(i) = 0, 1, (3.10) Dari definisi di atas jelas bahwa -1 s(i) 1 (3.11) Untuk s(i) untuk dekat dengan 1 kita memerlukan a(i) << b(i). Sebagai a(i) adalah ukuran bagaimana i berbeda dengan klaster siri, nilai kecil artinya serasi. Selain itu,

31 89 besar b(i) menyiratkan bahwa i sangat cocok untuk klaster tetangganya. Jadi sebuah s(i) yang dekat dengan salah satu berarti bahwa data yang tepat berkumpul. Jika s(i) dekat dengan negatif, maka dengan logika yang sama kita melihat bahwa i akan lebih tepat kalau itu berkumpul dalam klaster tetangganya. Sebuah s(i) mekati nol berarti bahwa data berada di perbatasan dua kelompok. Rata-rata s(i) dari sebuah klaster adalah ukuran dari bagaimana erat dikelompokkan semua data di klaster tersebut. Jadi rata-rata s(i) seluruh dataset adalah ukuran dari seberapa tepat data yang telah dikumpulkan. Jika terlalu banyak atau terlalu sedikit klaster, seperti pilihan k yang buruk dalam algoritma K-Means, beberapa kelompok akan menampilkan silhouette jauh lebih sempit dari yang lain. Jadi silhoutte plot dan rata-rata adalah alat yang ampuh untuk menentukan jumlah klaster alam dalam dataset Citra yang digunakan Penulis mengambil beberapa citra sel tanaman yang akan digunakan untuk melakukan uji coba terhadap aplikasi yang telah dibangun dengan prosedur diatas yang telah disampaikan sebelumnya. Citra-citra tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

32 90 Gambar 3.12 Sel Tanaman Albizia falcataria (L.) Fosberg Gambar 3.13 Sel Tanaman Eucalyptus alba Reinw

33 91 Gambar 3.14 Tanaman Pterocarpus indicus Willd Gambar 3.15 Sel Tanaman Duabanga moluccana Bl. B

34 92 Gambar 3.16 Sel Tanaman Shorea kunstleri King Gambar 3.17 Sel Tanaman Upuna borneensis Sym

35 93 Gambar 3.18 Sel Tanaman Nauclea subdita (Korth.) Steud Gambar 3.19 Sel Tanaman Shorea laevifolia Endert

36 94 Gambar 3.20 Sel Tanaman Ganua motleyana Pierre Gambar 3.21 Tanaman Morus macroura Miq

Implementasi Morphology Concept and Technique dalam Pengolahan Citra Digital Untuk Menentukan Batas Obyek dan Latar Belakang Citra

Implementasi Morphology Concept and Technique dalam Pengolahan Citra Digital Untuk Menentukan Batas Obyek dan Latar Belakang Citra Implementasi Morphology Concept and Technique dalam Pengolahan Citra Digital Untuk Menentukan Batas Obyek dan Latar Belakang Citra Eddy Nurraharjo Program Studi Teknik Informatika, Universitas Stikubank

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan jumlah yang sangat banyak sekali. Masing-masing sel mengasumsikan sebuah

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan jumlah yang sangat banyak sekali. Masing-masing sel mengasumsikan sebuah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman di dunia ini banyak sekali jenisnya. Dan tiap-tiap tanaman memiliki sel dengan jumlah yang sangat banyak sekali. Masing-masing sel mengasumsikan sebuah fungsi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SEL DARAH BERBENTUK SABIT PADA CITRA SEL DARAH PENDERITA ANEMIA

IDENTIFIKASI SEL DARAH BERBENTUK SABIT PADA CITRA SEL DARAH PENDERITA ANEMIA IDENTIFIKASI SEL DARAH BERBENTUK SABIT PADA CITRA SEL DARAH PENDERITA ANEMIA IMAM SUBEKTI 2209106021 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Mauridhi Hery Purnomo, M.Eng. Dr. I Ketut Eddy Purnama, ST, MT. Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menginterprestasi sebuah citra untuk memperoleh diskripsi tentang citra tersebut melalui beberapa proses antara lain preprocessing, segmentasi citra, analisis

Lebih terperinci

SYSTEM IDENTIFIKASI GANGGUAN STROKE ISKEMIK MENGGUNAKAN METODE OTSU DAN FUZZY C-MEAN (FCM)

SYSTEM IDENTIFIKASI GANGGUAN STROKE ISKEMIK MENGGUNAKAN METODE OTSU DAN FUZZY C-MEAN (FCM) SYSTEM IDENTIFIKASI GANGGUAN STROKE ISKEMIK MENGGUNAKAN METODE OTSU DAN FUZZY C-MEAN (FCM) Jani Kusanti Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknik Elektro dan Informatika Universitas Surakarta (UNSA),

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR DAN METODOLOGI. Pada bab ini kita akan melihat masalah apa yang masih menjadi kendala

BAB III PROSEDUR DAN METODOLOGI. Pada bab ini kita akan melihat masalah apa yang masih menjadi kendala 52 BAB III PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 ANALISA MASALAH Pada bab ini kita akan melihat masalah apa yang masih menjadi kendala melakukan proses retrival citra dan bagaimana solusi untuk memecahkan masalah

Lebih terperinci

Oleh: Riza Prasetya Wicaksana

Oleh: Riza Prasetya Wicaksana Oleh: Riza Prasetya Wicaksana 2209 105 042 Pembimbing I : Dr. I Ketut Eddy Purnama, ST., MT. NIP. 196907301995121001 Pembimbing II : Muhtadin, ST., MT. NIP. 198106092009121003 Latar belakang Banyaknya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra (image) sebagai salah satu komponen multimedia memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Citra mempunyai karakteristik yang tidak dimiliki oleh

Lebih terperinci

SEGMENTASI CITRA. thresholding

SEGMENTASI CITRA. thresholding SEGMENTASI CITRA Dalam visi komputer, Segmentasi adalah proses mempartisi citra digital menjadi beberapa segmen (set piksel, juga dikenal sebagai superpixels). Tujuan dari segmentasi adalah untuk menyederhanakan

Lebih terperinci

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM Bab ini akan membahas mengenai proses implementasi dari metode pendeteksian paranodus yang digunakan dalam penelitian ini. Bab ini terbagai menjadi empat bagian, bagian 3.1 menjelaskan

Lebih terperinci

BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI. menawarkan pencarian citra dengan menggunakan fitur low level yang terdapat

BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI. menawarkan pencarian citra dengan menggunakan fitur low level yang terdapat BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 Permasalahan CBIR ( Content Based Image Retrieval) akhir-akhir ini merupakan salah satu bidang riset yang sedang berkembang pesat (Carneiro, 2005, p1). CBIR ini menawarkan

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI Bab ini berisi analisis pengembangan program aplikasi pengenalan karakter mandarin, meliputi analisis kebutuhan sistem, gambaran umum program aplikasi yang

Lebih terperinci

By Emy. 2 of By Emy

By Emy. 2 of By Emy 2 1 3 Kompetensi Mampu menjelaskan dan operasi morfologi Mampu menerapkan konsep morfologi untuk memperoleh informasi yang menyatakan deskripsi dari suatu benda pada citra mampu membangun aplikasi untuk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB IV ANALISIS DAN PERANCANGAN BAB IV ANALISIS DAN PERANCANGAN 4.1. Analisa 4.1.1 Analisis Data Pada tahap analisa data ini akan dibahas mengenai citra CT Scan yang akan dilakukan proses segmentasi atau pengelompokan data. Data citra

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menjawab segala permasalahan yang ada dalam penelitian ini.

BAB III METODE PENELITIAN. menjawab segala permasalahan yang ada dalam penelitian ini. BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan bahan yang digunakan dalam membantu menyelesaikan permasalahan, dan juga langkah-langkah yang dilakukan dalam menjawab segala permasalahan yang ada

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM Analisis dan perancangan sistem ini ditujukan untuk memberikan gambaran secara umum mengenai aplikasi yang akan dibuat. Hal ini berguna untuk menunjang pembuatan

Lebih terperinci

Operasi Morfologi. Kartika Firdausy - UAD blog.uad.ac.id/kartikaf. Teknik Pengolahan Citra

Operasi Morfologi. Kartika Firdausy - UAD blog.uad.ac.id/kartikaf. Teknik Pengolahan Citra Operasi Morfologi Kartika Firdausy - UAD pvisual@ee.uad.ac.id blog.uad.ac.id/kartikaf Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan mampu: mengidentifikasi prosedur operasi morfologi menerapkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Waktu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dalam kurun waktu enam bulan terhitung mulai februari 2012 sampai juli 2012. Tempat yang digunakan

Lebih terperinci

Batra Yudha Pratama m111511006@students.jtk.polban.ac.id

Batra Yudha Pratama m111511006@students.jtk.polban.ac.id Operasi Morfologi Pada Citra Biner Batra Yudha Pratama m111511006@students.jtk.polban.ac.id Lisensi Dokumen: Seluruh dokumen di IlmuKomputer.Com dapat digunakan, dimodifikasi dan disebarkan secara bebas

Lebih terperinci

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness 753 GLOSARIUM Adaptive thresholding (lihat Peng-ambangan adaptif). Additive noise (lihat Derau tambahan). Algoritma Moore : Algoritma untuk memperoleh kontur internal. Array. Suatu wadah yang dapat digunakan

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA K-MEANS UNTUK MENETAPKAN KELOMPOK MUTU KARET

PENERAPAN ALGORITMA K-MEANS UNTUK MENETAPKAN KELOMPOK MUTU KARET PENERAPAN ALGORITMA K-MEANS UNTUK MENETAPKAN KELOMPOK MUTU KARET Handi Kurniawan Sohdianata 1, Sushermanto 2 Jurusan Teknik Informatika STMIK Banjarbaru 1, Jurusan Sistem Informasi STMIK Banjarbaru 2 Jl.

Lebih terperinci

Identifikasi Sel Darah Berbentuk Sabit Pada Citra Sel Darah Penderita Anemia

Identifikasi Sel Darah Berbentuk Sabit Pada Citra Sel Darah Penderita Anemia Identifikasi Sel Darah Berbentuk Sabit Pada Citra Sel Darah Penderita Anemia Imam Subekti, I Ketut Eddy Purnama, Mauridhi Hery Purnomo. Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS Penelitian ini mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM. Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut

BAB III PERANCANGAN SISTEM. Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Definisi Masalah Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut sudah terintegrasi dengan komputer, dengan terintegrasinya sistem tersebut

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN APLIKASI PERHITUNGAN JUMLAH OBJEK PADA CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE MATHEMATICAL MORPHOLOGY

PENGEMBANGAN APLIKASI PERHITUNGAN JUMLAH OBJEK PADA CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE MATHEMATICAL MORPHOLOGY PENGEMBANGAN APLIKASI PERHITUNGAN JUMLAH OBJEK PADA CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE MATHEMATICAL MORPHOLOGY DAN TEKNIK CONNECTED COMPONENT LABELING Oleh I Komang Deny Supanji, NIM 0815051052 Jurusan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 26 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengukuran Parameter Mutu Jeruk Pontianak Secara Langsung Dari Hasil Pemutuan Manual Pemutuan jeruk pontianak secara manual dilakukan oleh pedagang besar dengan melihat diameter

Lebih terperinci

BAB 3 PENGENALAN KARAKTER DENGAN GABUNGAN METODE STATISTIK DAN FCM

BAB 3 PENGENALAN KARAKTER DENGAN GABUNGAN METODE STATISTIK DAN FCM BAB 3 PENGENALAN KARAKTER DENGAN GABUNGAN METODE STATISTIK DAN FCM 3.1 Gambaran Umum Gambar 3.1 Gambar Keseluruhan Proses Secara Umum 73 74 Secara garis besar, keseluruhan proses dapat dikelompokkan menjadi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra merupakan salah satu komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Meskipun sebuah citra kaya akan informasi, namun sering

Lebih terperinci

MKB3383 TEKNIK PENGOLAHAN CITRA Pemrosesan Citra Biner

MKB3383 TEKNIK PENGOLAHAN CITRA Pemrosesan Citra Biner MKB3383 TEKNIK PENGOLAHAN CITRA Pemrosesan Citra Biner Dosen Pengampu: Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Genap 2016/2017 Definisi Citra biner (binary image) adalah citra yang hanya mempunyai dua nilai derajat

Lebih terperinci

OPTIMASI ALGORITMA IDENTIFIKASI STRABISMUS

OPTIMASI ALGORITMA IDENTIFIKASI STRABISMUS OPTIMASI ALGORITMA IDENTIFIKASI STRABISMUS PADA MATA MANUSIA BERBASIS IMAGE PROCESSING DENGAN EUCLIDEAN DISTANCE PADA SISTEM MEKANIKAL AUTOMATED OPTICAL INSPECTION (AOI) AHMAD RIFA I RIF AN NRP. 2106 100

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN Rudy Adipranata 1, Liliana 2, Gunawan Iteh Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Informatika, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian 3.1.1 Alat Penelitian a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Prosesor Intel (R) Atom (TM) CPU N550

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seni batik merupakan salah satu warisan budaya yang asli dari Indonesia. Seni batik sendiri juga sudah ada dan dikenal sejak beberapa abad yang lalu di Tanah

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM Dalam bab ini akan dibahas mengenai perancangan dan pembuatan sistem aplikasi yang digunakan sebagai user interface untuk menangkap citra ikan, mengolahnya dan menampilkan

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA K MEANS UNTUK PENENTUAN PENCOCOKAN PEWARNAAN CLUSTERING SECARA OTOMATIS PADA PRODUK FASHION

PENERAPAN ALGORITMA K MEANS UNTUK PENENTUAN PENCOCOKAN PEWARNAAN CLUSTERING SECARA OTOMATIS PADA PRODUK FASHION Konferensi Nasional Ilmu Sosial & Teknologi (KNiST) Maret 2016, pp. 590~595 PENERAPAN ALGORITMA K MEANS UNTUK PENENTUAN PENCOCOKAN PEWARNAAN CLUSTERING SECARA OTOMATIS PADA PRODUK FASHION 590 Indra Gunawan

Lebih terperinci

Segmentasi Dan Pelabelan Pada Citra Panoramik Gigi

Segmentasi Dan Pelabelan Pada Citra Panoramik Gigi Segmentasi Dan Pelabelan Pada Citra Panoramik Gigi Nur Nafi iyah 1, Yuliana Melita, S.Kom, M.Kom 2 Program Pascasarjana Sekolah Tinggi Teknik Surabaya Email: nafik_unisla26@yahoo.co.id 1, ymp@stts.edu

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN 61 BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN 3.1 Analisis 3.1.1 Analisis Permasalahan Proses Segmentasi citra dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan metode konvensional secara statistik maupun

Lebih terperinci

APLIKASI IDENTIFIKASI ISYARAT TANGAN SEBAGAI PENGOPERASIAN E-KIOSK

APLIKASI IDENTIFIKASI ISYARAT TANGAN SEBAGAI PENGOPERASIAN E-KIOSK APLIKASI IDENTIFIKASI ISYARAT TANGAN SEBAGAI PENGOPERASIAN E-KIOSK Wiratmoko Yuwono Jurusan Teknologi Informasi Politeknik Elektronika Negeri Surabaya-ITS Jl. Raya ITS, Kampus ITS, Sukolilo Surabaya 60111

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN METODE PREWITT DAN CANNY UNTUK IDENTIFIKASI IKAN AIR TAWAR

ANALISIS PERBANDINGAN METODE PREWITT DAN CANNY UNTUK IDENTIFIKASI IKAN AIR TAWAR ANALISIS PERBANDINGAN METODE PREWITT DAN CANNY UNTUK IDENTIFIKASI IKAN AIR TAWAR Gibtha Fitri Laxmi 1, Puspa Eosina 2, Fety Fatimah 3 1,2,3 Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

2.Landasan Teori. 2.1 Konsep Pemetaan Gambar dan Pengambilan Data.

2.Landasan Teori. 2.1 Konsep Pemetaan Gambar dan Pengambilan Data. 6 2.Landasan Teori 2.1 Konsep Pemetaan Gambar dan Pengambilan Data. Informasi Multi Media pada database diproses untuk mengekstraksi fitur dan gambar.pada proses pengambilan, fitur dan juga atribut atribut

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 3.1 Metode Perancangan Perancangan sistem didasarkan pada teknologi computer vision yang menjadi salah satu faktor penunjang dalam perkembangan dunia pengetahuan dan teknologi,

Lebih terperinci

SISTEM REKOGNISI KARAKTER NUMERIK MENGGUNAKAN ALGORITMA PERCEPTRON

SISTEM REKOGNISI KARAKTER NUMERIK MENGGUNAKAN ALGORITMA PERCEPTRON 30 BAB IV SISTEM REKOGNISI KARAKTER NUMERIK MENGGUNAKAN ALGORITMA PERCEPTRON 4.1 Gambaran Umum Sistem Diagram sederhana dari program yang dibangun dapat diilustrasikan dalam diagram konteks berikut. Gambar

Lebih terperinci

APLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA

APLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA APLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA Yusti Fitriyani Nampira 50408896 Dr. Karmilasari Kanker Latar Belakang Kanker

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra digital adalah citra yang bersifat diskrit yang dapat diolah oleh computer. Citra ini dapat dihasilkan melalui kamera digital dan scanner ataupun citra yang

Lebih terperinci

BAB IV PREPROCESSING

BAB IV PREPROCESSING BAB IV PREPROCESSING 4.1 Langkah yang Dilakukan Interpretasi visual citra Pap smear merupakan hal yang sangat rumit. Hal ini disebabkan karena citra Pap smear memberikan hasil sel yang beragam mulai dari

Lebih terperinci

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasia ASIA (JITIKA) Vol.9, No.2, Agustus 2015 ISSN: 0852-730X Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Nur Nafi'iyah Prodi Teknik Informatika

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. Dalam pengerjaan tugas akhir ini memiliki tujuan untuk mengektraksi

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. Dalam pengerjaan tugas akhir ini memiliki tujuan untuk mengektraksi BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1 Model Pengembangan Dalam pengerjaan tugas akhir ini memiliki tujuan untuk mengektraksi fitur yang terdapat pada karakter citra digital menggunakan metode diagonal

Lebih terperinci

Modifikasi Algoritma Pengelompokan K-Means untuk Segmentasi Citra Ikan Berdasarkan Puncak Histogram

Modifikasi Algoritma Pengelompokan K-Means untuk Segmentasi Citra Ikan Berdasarkan Puncak Histogram JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-5 1 Modifikasi Algoritma Pengelompokan K-Means untuk Segmentasi Citra Ikan Berdasarkan Puncak Histogram Shabrina Mardhi Dalila, Handayani Tjandrasa, dan Nanik

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengolahan Citra Pengolahan citra adalah kegiatan memanipulasi citra yang telah ada menjadi gambar lain dengan menggunakan suatu algoritma atau metode tertentu. Proses ini mempunyai

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA BAB 4 HASIL DAN ANALISA 4. Analisa Hasil Pengukuran Profil Permukaan Penelitian dilakukan terhadap (sepuluh) sampel uji berdiameter mm, panjang mm dan daerah yang dibubut sepanjang 5 mm. Parameter pemesinan

Lebih terperinci

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital Nurul Fuad 1, Yuliana Melita 2 Magister Teknologi Informasi Institut Saint Terapan & Teknologi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI...

BAB II LANDASAN TEORI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... ii LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN HASIL TESIS... iii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... iv PERSEMBAHAN... v MOTTO... vi KATA PENGANTAR... vii SARI...

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM Program aplikasi ini dirancang dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Visual C# 2008 Express Edition. Proses perancangan menggunakan pendekatan Object Oriented

Lebih terperinci

Klasifikasi Kualitas Keramik Menggunakan Metode Deteksi Tepi Laplacian of Gaussian dan Prewitt

Klasifikasi Kualitas Keramik Menggunakan Metode Deteksi Tepi Laplacian of Gaussian dan Prewitt Klasifikasi Kualitas Keramik Menggunakan Metode Deteksi Tepi Laplacian of Gaussian dan Prewitt Ardi Satrya Afandi Fakultas Teknologi Industri Universitas Gunadarma Depok, Indonesia art_dhi@yahoo.com Prihandoko,

Lebih terperinci

Mengenal Lebih Jauh Apa Itu Point Process

Mengenal Lebih Jauh Apa Itu Point Process Mengenal Lebih Jauh Apa Itu Point Process Faisal Ridwan FaizalLeader99@yahoo.com Lisensi Dokumen: Copyright 2003-2007 IlmuKomputer.Com Seluruh dokumen di IlmuKomputer.Com dapat digunakan, dimodifikasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Tulisan Tangan angka Jawa Digitalisasi Pre-Processing ROI Scalling / Resize Shadow Feature Extraction Output Multi Layer Perceptron (MLP) Normalisasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Pengerjaan tugas akhir ini ditunjukkan dalam bentuk blok diagram pada gambar 3.1. Blok diagram ini menggambarkan proses dari sampel citra hingga output

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permainan catur cina, yang dikenal sebagai xiang qi dalam bahasa mandarin, merupakan sebuah permainan catur traditional yang memiliki jumlah 32 biji catur. Setiap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ada beberapa cara yang telah dilakukan, antara lain : akan digunakan untuk melakukan pengolahan citra.

BAB III METODE PENELITIAN. ada beberapa cara yang telah dilakukan, antara lain : akan digunakan untuk melakukan pengolahan citra. BAB III METODE PENELITIAN Untuk pengumpulan data yang diperlukan dalam melaksanakan tugas akhir, ada beberapa cara yang telah dilakukan, antara lain : 1. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan berupa pencarian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus dan intensitas cahaya pada bidang dwimatra

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pengenalan gender pada skripsi ini, meliputi cropping dan resizing ukuran citra, konversi citra

Lebih terperinci

PERBANDINGAN SEGMENTASI CITRA BERWARNA DENGAN FUZZY CMEANS CLUSTERING PADA BEBERAPA REPRESENTASI RUANG WARNA

PERBANDINGAN SEGMENTASI CITRA BERWARNA DENGAN FUZZY CMEANS CLUSTERING PADA BEBERAPA REPRESENTASI RUANG WARNA PERBANDINGAN SEGMENTASI CITRA BERWARNA DENGAN FUZZY CMEANS CLUSTERING PADA BEBERAPA REPRESENTASI RUANG WARNA Naser Jawas Sistem Komputer STMIK STIKOM Bali Jl Raya Puputan No.86 Renon, Denpasar, Bali 80226

Lebih terperinci

SAMPLING DAN KUANTISASI

SAMPLING DAN KUANTISASI SAMPLING DAN KUANTISASI Budi Setiyono 1 3/14/2013 Citra Suatu citra adalah fungsi intensitas 2 dimensi f(x, y), dimana x dan y adalahkoordinat spasial dan f pada titik (x, y) merupakan tingkat kecerahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Meteran Air Meteran air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi dengan unit sensor, unit penghitung,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan metode penelitian sebagai berikut: 1) Pengumpulan Data Tahap ini dilakukan sebagai langkah awal dari suatu penelitian. Mencari

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN 44 BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN 3.1 Analisa Analisa yang dilakukan terdiri dari : a. Analisa terhadap permasalahan yang ada. b. Analisa pemecahan masalah. 3.1.1 Analisa Permasalahan Pengenalan uang kertas

Lebih terperinci

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra atau image adalah suatu matriks dimana indeks baris dan kolomnya menyatakan suatu titik pada citra tersebut dan elemen matriksnya (yang disebut sebagai elemen gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengolahan citra pada masa sekarang mempunyai suatu aplikasi yang sangat luas dalam berbagai bidang antara lain bidang teknologi informasi, arkeologi, astronomi, biomedis,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus BAB II DASAR TEORI 2.1 Meter Air Gambar 2.1 Meter Air Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi dengan unit sensor,

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM Bab ini menjelaskan tentang analisa data, rancangan sistem, dan skenario pengujian. Bagian analisa data meliputi data penelitian, analisis data, data preprocessing.

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Penentuan Masalah Penelitian Masalah masalah yang dihadapi oleh penggunaan identifikasi sidik jari berbasis komputer, yaitu sebagai berikut : 1. Salah satu masalah dalam

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deteksi Dari citra setting yang telah direkam, dengan menggunakan software Paint Shop Pro v.6, diketahui nilai RGB dari tiap laser yang terekam oleh kamera CCD. RGB yang dicantumkan

Lebih terperinci

JURNAL KLASIFIKASI JENIS TANAMAN MANGGA BERDASARKAN TULANG DAUN MENGGUNAKAN METODE K-MEANS

JURNAL KLASIFIKASI JENIS TANAMAN MANGGA BERDASARKAN TULANG DAUN MENGGUNAKAN METODE K-MEANS JURNAL KLASIFIKASI JENIS TANAMAN MANGGA BERDASARKAN TULANG DAUN MENGGUNAKAN METODE K-MEANS Oleh: Ina Dewi Safitri 12.1.03.02.0275 Dibimbing oleh : 1. Rini Indrianti, M.Kom 2. Resty Wulanningrum, M.Kom

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM PROGRAM APLIKASI HANDS RECOGNIZER

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM PROGRAM APLIKASI HANDS RECOGNIZER BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM PROGRAM APLIKASI HANDS RECOGNIZER Dalam analisis dan perancangan sistem program aplikasi ini, disajikan mengenai analisis kebutuhan sistem yang digunakan, diagram

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 16 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Retrival Citra Saat ini telah terjadi peningkatan pesat dalam penggunaan gambar digital. Setiap hari pihak militer maupun sipil menghasilkan gambar digital dalam ukuran giga-byte.

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS DAUN TEMBAKAU DENGAN PERANGKAT MOBILE BERDASARKAN EKSTRASI FITUR RATA-RATA RGB MENGGUNAKAN ALGORITMA K-NEAREST NEIGHBOR

PENENTUAN KUALITAS DAUN TEMBAKAU DENGAN PERANGKAT MOBILE BERDASARKAN EKSTRASI FITUR RATA-RATA RGB MENGGUNAKAN ALGORITMA K-NEAREST NEIGHBOR PENENTUAN KUALITAS DAUN TEMBAKAU DENGAN PERANGKAT MOBILE BERDASARKAN EKSTRASI FITUR RATA-RATA RGB MENGGUNAKAN ALGORITMA K-NEAREST NEIGHBOR Eko Subiyantoro, Yan Permana Agung Putra Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB III K-MEDIANS CLUSTERING

BAB III K-MEDIANS CLUSTERING BAB III 3.1 ANALISIS KLASTER Analisis klaster merupakan salah satu teknik multivariat metode interdependensi (saling ketergantungan). Metode interdependensi berfungsi untuk memberikan makna terhadap seperangkat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Citra Digital

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Citra Digital 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Bab ini berisi tentang teori yang mendasari penelitian ini. Terdapat beberapa dasar teori yang digunakan dan akan diuraikan sebagai berikut. 2.1.1 Citra Digital

Lebih terperinci

SEGMENTASI CITRA MEDIK MRI (MAGNETIC RESONANCE IMAGING) MENGGUNAKAN METODE REGION THRESHOLD

SEGMENTASI CITRA MEDIK MRI (MAGNETIC RESONANCE IMAGING) MENGGUNAKAN METODE REGION THRESHOLD SEGMENTASI CITRA MEDIK MRI (MAGNETIC RESONANCE IMAGING) MENGGUNAKAN METODE REGION THRESHOLD Murinto, Resa Fitria Rahmawati Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknologi Industri Universitas Ahmad

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengolahan Citra Pengolahan citra (image processing) merupakan proses untuk mengolah pixel-pixel dalam citra digital untuk tujuan tertentu. Beberapa alasan dilakukan pengolahan

Lebih terperinci

VERIFIKASI SESEORANG BERDASARKAN CITRA PEMBULUH DARAH MENGGUNAKAN EKSTRAKSI FITUR CHAIN CODE ABSTRAK

VERIFIKASI SESEORANG BERDASARKAN CITRA PEMBULUH DARAH MENGGUNAKAN EKSTRAKSI FITUR CHAIN CODE ABSTRAK VERIFIKASI SESEORANG BERDASARKAN CITRA PEMBULUH DARAH MENGGUNAKAN EKSTRAKSI FITUR CHAIN CODE Andre Sitorus (0822107) Jurusan Teknik Elektro email: tiantorus11@gmail.com ABSTRAK Pola yang dibentuk oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini akan diuraikan penjelasan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian dan

Lebih terperinci

DETEKSI NOMINAL MATA UANG DENGAN JARAK EUCLIDEAN DAN KOEFISIEN KORELASI

DETEKSI NOMINAL MATA UANG DENGAN JARAK EUCLIDEAN DAN KOEFISIEN KORELASI DETEKSI NOMINAL MATA UANG DENGAN JARAK EUCLIDEAN DAN KOEFISIEN KORELASI Marina Gracecia1, ShintaEstriWahyuningrum2 Program Studi Teknik Informatika Universitas Katolik Soegijapranata 1 esthergracecia@gmail.com,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pendeteksi senyum pada skripsi ini, meliputi metode Viola Jones, konversi citra RGB ke grayscale,

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan proses penyakit yang terjadi karena sel abnormal mengalami mutasi genetik dari DNA seluler. Sel abnormal membentuk klon dan berproliferasi secara abnormal

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK (FT) PROGRAM TEKNIK INFORMATIKA UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI 2016

FAKULTAS TEKNIK (FT) PROGRAM TEKNIK INFORMATIKA UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI 2016 DETEKSI KEMUNCULAN BULAN SABIT MENGGUNAKAN METODE CIRCULAR HOUGH TRANSFORM ARTIKEL Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Komputer (S.Kom) Pada Program

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Iris mata merupakan salah satu organ internal yang dapat di lihat dari luar. Selaput ini berbentuk cincin yang mengelilingi pupil dan memberikan pola warna pada mata

Lebih terperinci

Klasifikasi Daun Dengan Centroid Linked Clustering Berdasarkan Fitur Bentuk Tepi Daun

Klasifikasi Daun Dengan Centroid Linked Clustering Berdasarkan Fitur Bentuk Tepi Daun Klasifikasi Daun Dengan Centroid Linked Clustering Berdasarkan Fitur Bentuk Tepi Daun Febri Liantoni 1, Nana Ramadijanti, Nur Rosyid Mubtada i 3 Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Institut Teknologi

Lebih terperinci

Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1) Anny Yuniarti, S.Kom, M.Comp.Sc

Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1) Anny Yuniarti, S.Kom, M.Comp.Sc Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1), S.Kom, M.Comp.Sc Tujuan Memberikan pemahaman kepada mahasiswa mengenai berbagai teknik perbaikan citra pada domain spasial, antara lain : Transformasi

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDETEKSI UANG LOGAM DENGAN METODE EUCLIDEAN

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDETEKSI UANG LOGAM DENGAN METODE EUCLIDEAN Jurnal Teknik Informatika Vol. 1 September 2012 1 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDETEKSI UANG LOGAM DENGAN METODE EUCLIDEAN Wahyu Saputra Wibawa 1, Juni Nurma Sari 2, Ananda 3 Program Studi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang DAFTAR TABEL Tabel 3-1 Dokumen Term 1... 17 Tabel 3-2 Representasi... 18 Tabel 3-3 Centroid pada pengulangan ke-0... 19 Tabel 3-4 Hasil Perhitungan Jarak... 19 Tabel 3-5 Hasil Perhitungan Jarak dan Pengelompokkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENEITIAN 3. Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data citra tenun yang berasal dari beberapa daerah yang ada di indonesia, yakni tenun dari daerah Bali, Sumatra,

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Contoh Citra yang digunakan

Gambar 3.1 Contoh Citra yang digunakan BAB III DATASET DAN RANCANGAN PENELITIAN Pada bab ini dijelaskan tentang dataset citra yang digunakan dalam penelitian ini serta rancangan untuk melakukan penelitian. 3.1 DATASET PENELITIAN Penelitian

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Dalam pengerjaan perancangan dan pembuatan aplikasi pengenalan karakter alfanumerik JST algoritma Hopfield ini menggunakan software Borland Delphi 7.0. 3.1 Alur Proses Sistem

Lebih terperinci

Modifikasi Algoritma Pengelompokan K-Means untuk Segmentasi Citra Ikan Berdasarkan Puncak Histogram

Modifikasi Algoritma Pengelompokan K-Means untuk Segmentasi Citra Ikan Berdasarkan Puncak Histogram Modifikasi Algoritma Pengelompokan K-Means untuk Segmentasi Citra Ikan Berdasarkan Puncak Histogram Shabrina Mardhi Dalila (5109100049) Dosen Pembimbing 1 Prof. Ir. Handayani Tjandrasa, M.Sc., Ph.D. Dosen

Lebih terperinci

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara. Image Enhancement Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara. Cara-cara yang bisa dilakukan misalnya dengan fungsi transformasi, operasi matematis,

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA

PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA HASNAH(12110738) Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika, STMIK Budidarma Medan Jl. Sisingamangaraja No. 338

Lebih terperinci

PENGHITUNG JUMLAH MOBIL MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA DIGITAL DENGAN INPUT VIDEO DIGITAL

PENGHITUNG JUMLAH MOBIL MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA DIGITAL DENGAN INPUT VIDEO DIGITAL PENGHITUNG JUMLAH MOBIL MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA DIGITAL DENGAN INPUT VIDEO DIGITAL Mawaddah Aynurrohmah, Andi Sunyoto STMIK AMIKOM Yogyakarta email : andi@amikom.ac.id Abstraksi Perkembangan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia kesehatan dewasa ini tidak bisa dipisahkan dengan teknologi yang terus berkembang. Pengembangan teknologi yang erat kaitannya dengan dunia kesehatan atau dunia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 48 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Sistem Sistem yang akan dibangun dalam penelitian ini adalah Implementasi Algoritma Template Matching dan Feature Extraction untuk Pengenalan Pola Angka Untuk

Lebih terperinci

Review Paper. Image segmentation by histogram thresholding using hierarchical cluster analysis

Review Paper. Image segmentation by histogram thresholding using hierarchical cluster analysis Review Paper Image segmentation by histogram thresholding using hierarchical cluster analysis Agus Zainal Arifin a,*, Akira Asano b a Graduate School of Engineering, Hiroshima University, 1-4-1 Kagamiyama,

Lebih terperinci