MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 96/PUU-XIV/2016

Transkripsi

1 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 96/PUU-XIV/2016 PERIHAL PENGUJIAN PERPU NOMOR 51 TAHUN 1960 TENTANG LARANGAN PEMAKAIAN TANAH TANPA IZIN YANG BERHAK ATAU KUASANYA TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN PRESIDEN DAN DPR (III) J A K A R T A SELASA, 29 NOVEMBER 2016

2 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 96/PUU-XIV/2016 PERIHAL Pengujian Perpu Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya [Pasal 2, Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 6 ayat (1) butir a, butir b, butir c, dan butir d, serta Pasal 6 ayat (2)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Rojiyanto 2. Mansur Daud P. 3. Rando Tanadi ACARA Mendengarkan keterangan Presiden dan DPR (III) Selasa, 29 November 2016 Pukul WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Anwar Usman (Ketua) 2) Aswanto (Anggota) 3) I Dewa Gede Palguna (Anggota) 4) Manahan MP Sitompul (Anggota) 5) Maria Farida Indrati (Anggota) 6) Patrialis Akbar (Anggota) 7) Suhartoyo (Anggota) 8) Wahiduddin Adams (Anggota) Saiful Anwar Panitera Pengganti i

3 Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Mansur Daud P. B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Matthew Michele Lenggu 2. Nelson Nikodemus Simamora 3. Rezky Yuda 4. Sony Gusti Anasta 5. Cindy Iqbalini Fortuna C. Pemerintah: 1. Erwin Fauzi 2. Karsono 3. Bahrunsyah 4. Sudarsono 5. Iing R. Sadikin Arifin ii

4 1. KETUA: ANWAR USMAN Sidang Perkara Nomor 96/PUU-XIV/2016 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum. Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang. Salam sejahtera untuk kita semua. Dipersilakan Pemohon untuk memperkenalkan diri. 2. PEMOHON: MANSUR DAUD P Saya, nama, Mansur Daud Pangaribuan, Pemohon dari Duri Kepa, Yang Mulia. 3. KETUA: ANWAR USMAN Ya, diwakili oleh Kuasa Hukumnya? 4. PEMOHON: MANSUR DAUD P Mansur Daud sendiri, Yang Mulia. 5. KUASA HUKUM PEMOHON: MATTHEW MICHELE LENGGU Mohon maaf, Yang Mulia, diwakili oleh Kuasanya dengan Matthew Michele Lenggu, Yang Mulia, dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta bersama dengan rekan saya, Nelson Nikodemus Simamora, S.H. Lalu dengan asisten pengacara publik dengan Rezky Yuda dan dengan Sony Gusti Anasta dan dengan Cindy Iqbalini Fortuna, Yang Mulia. 6. KETUA: ANWAR USMAN SIDANG DIBUKA PUKUL WIB KETUK PALU 3X Baik. Dari DPR berhalangan. Dari Kuasa Presiden dipersilakan. 7. PEMERINTAH: ERWIN FAUZI Terima kasih, Yang Mulia. Dari Pemerintah hadir, saya sendiri Erwin Fauzi dari Kementerian Hukum dan HAM. Kemudian, masingmasing dari sebelah kiri saya, Pak Karsono, Kepala Bagian Advokasi hukum dari Kementerian ATR. Kemudian, Pak Bahrunsyah, Staf Ahli Bidang Madya Adat, kemudian Sudarsono, Staf Ahli Bidang Ekonomi Pertanahan, kemudian yang terakhir Bapak Iing R. Sadikin Arifin, Tenaga 1

5 Ahli Menteri Agraria dan Tata Ruang sekaligus yang membacakan keterangan Presiden. Terima kasih, Yang Mulia. 8. KETUA: ANWAR USMAN Ya, terima kasih. Karena dari DPR berhalangan, silakan langsung dari Kuasa Presiden, silakan. 9. PEMERINTAH: IING R. SADIKIN ARIFIN Bismilahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang, salam sejahtera Yang Mulia Ketua Majelis, Yang Mulia para Anggota Majelis, Bapak, Ibu sekalian. Saya akan jawaban dari Pemerintah. Keterangan Presiden atas permohonan Pengujian Undang- Undang Nomor 51 PRP Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya terhadap Undang-Undang Dasar Negara Repubik Indonesia Tahun Kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Repubik Indonesia di Jakarta. Dengan hormat, yang bertanda tangan di bawah ini: 1. Nama: Yasonna H. Laoly, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. 2. Sofyan A. Djalil, Menteri Agraria dan Tata Ruang Kepala Badan Pertanahan Nasional. Dalam hal ini baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri bertindak dan atas nama Presiden Repubik Indonesia selanjutnya disebut sebagai pemerintah. Perkenankan kami menyampaikan keterangan Presiden, baik lisan maupun tertulis yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan atas permohonan konstitusional review Ketentuan Pasal 2, Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 6 ayat (1) butir a, butir b, butir c, dan butir d, serta Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 51 PRP Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya selanjutnya disebut Undang-Undang 51 PRP Tahun 1960 terhadap Ketentuan Pasal 1 ayat (3), Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 28H ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Repubik Indonesia Tahun 1945, selanjutnya disebut Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang dimohonkan oleh Rojiyanto dengan kawan-kawan, dalam hal ini memberikan kuasa kepada Alghiffari Aqsa, S.H., dan kawan-kawan, kesemuanya adalah advokat pengacara publik dan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta beralamat di Jalan Diponegoro Nomor 74, Menteng, Jakarta Pusat untuk selanjutnya disebut Pemohon sesuai dengan registrasi di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Nomor 96/PUU-XIV/2016 tanggal 20 Oktober 2016 dengan perbaikan permohonan tanggal 15 November

6 Selanjutnya, perkenankanlah Pemerintah menyampaikan keterangan atas permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 51 PRP Tahun 1960 sebagai berikut. I. Pokok permohonan para Pemohon. Mohon izin dianggap dan dibacakan Yang Mulia. Terima kasih. II. Kedudukan hukum atau legal standing para Pemohon. Terhadap kedudukan hukum atau legal standing para Pemohon menurut Pemerintah pada dasarnya permasalahan yang dihadapi Para Pemohon merupakan implementasi norma. Seharusnya Para Pemohon mengajukan gugatan ke peradilan umum untuk menyelesaikan kasus dihadapi oleh Para Pemohon. Selain itu, menurut Pemerintah permasalahan Para Pemohon lebih merupakan konstitusional komplain daripada konstitusional review sehingga menurut Pemerintah tidak menjadi kompetensi Mahkamah Konstitusi untuk mengujinya. Terkait objek tanah Para Pemohon dalam pemohon uji materi tidak jelas apakah merupakan tanah aset negara, BUMN, BUMD, maupun BUMD... maupun tanah milik perorangan atau badan hukum. Berdasarkan hal tersebut, menurut Pemerintah adalah tepat sudah selanjutnyalah jika Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi secara bijaksana menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard). Namun demikian, Pemerintah menyerahkan sepenuhnya Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk mempertimbangkan dan menilai apakah Para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) atau tidak sebagaimana ditentukan oleh ketentuan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2009, maupun berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi yang terdahulu vide Putusan Nomor 66/PUU-III/2005 dan Putusan Nomor 11/PUU- V/2007. III. Keterangan Pemerintah atas materi permohonan yang dimohon. Sebelumnya Pemerintah menyampaikan keterangan terkait materi yang dimohon oleh... diuji oleh Para Pemohon. Pemerintah terlebih dahulu menyampaikan landasan filosofi Undang-Undang PRP 51 Tahun 1960 sebagai berikut. 1. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Tanah kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat penting untuk kehidupan serta memiliki nilai religius. Selain mempunyai arti penting bagi manusia, tanah juga mempunyai kedudukan yang strategis sebagai pembangunan bangsa. Atas dasar hak menguasai dari negara sebagaimana yang dinyatakan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh 3

7 negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 2. Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang 5 Tahun 1960 UUPA menyatakan bahwa atas dasar ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan sebagaimana dimaksud Pasal 1, Bumi, air, dan ruang angkasa termasuk kekayaan yang di dalamnya pada tingkat tertinggi dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Berdasarkan hal tersebut, maka menjadi kewajiban bagi Pemerintah: a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan, persediaan, pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa. b. Menentukan, mengatur hubungan hukum antara orangorang dengan bumi, air, dan ruang angksa. c. Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa. 3. Bahwa Undang-Undang PRP a quo merupakan pelaksanaan atas amanat Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menyatakan, Bumi, air, dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan demikian, tujuan dari penguasaan oleh negara atas bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah untuk mewujudkan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia dengan memberikan jaminan perlindungan hukum atas warga negara, tercapainya tujuan itu, yaitu ketertiban, keadilan, dan kepastian hukum termasuk di dalamnya adalah perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah. Salah satu tujuan hukum adalah ketertiban (order). Tertib hukum ada dimaksud pemakaian atas pemilikan tanah. Bahwa pendudukan tanah dikenal dua jenis, yakni pendudukan sah dan yang tidak sah. Sedangkan yang diatur Undang-Undang PRP a quo adalah pemakaian penguasaan pemakaian tanah yang tidak sah terhadap larangan penguasaan atau pemakaian tanpa izin yang berhak atau kuasanya, tidak saat negara sedang berada dalam keadaan bahaya (staat van oorlog en beleg), namun bersifat mengikat. Juga kepada negara tidak sedang dalam keadaan negara bahaya atau keadaan damai, penggunaan tanah haruslah secara yang teratur, pemakaian tanah secara tidak teratur melanggar norma-norma hukum dan tata tertib, menghambat, dan bahkan mengakibatkan tidak dapat dilaksanakannya pembangunan yang mendorong bagi perekonomian negara. 4

8 Bahwa larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya mencegah adanya perbuatan mengambil hak seseorang dengan sewenang-wenang atau tidak mengindahkan hukum dan aturan, seperti penempatan tanah atau rumah orang lain yang bukan merupakan haknya. Undang-Undang PRP a quo merupakan tindakan Pemerintah dalam melakukan pencegahan yang menyatakan larangan pemakaian tanah tanpa izin dari yang berhak atau kuasanya yang dikenakan sanksi pidana atas perbuatan-perbuatan dimaksud. Sehubungan dalil Para Pemohon yang pada intinya menganggap ketentuan pasal a quo bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28 ayat (1), Pasal 28G ayat (1), Pasal 28H ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945, Pemerintah memberikan penjelasan sebagai berikut. 1. Para Pemohon menganggap Undang-Undang PRP a quo mengadopsi asas kolonial yang sudah tidak berlaku setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 atau UUPA. Undang-undang a quo masih tidak langsung mengadopsi domein verklaring karena ketentuan memposisikan pemerintah seolah memiliki hak yang sama dengan pemerintah kolonial untuk mengklaim pemerintah secara sepihak tanpa pembuktian terlebih dahulu. Terhadap dalil tersebut Pemerintah memberikan penjelasan sebagai berikut. Bahwa anggapan Para Pemohon tersebut menurut Pemerintah merupakan sesuatu kekeliruan karena Undang-Undang PRP a quo tidak menggunakan asas domein verklaring seperti dinyatakan Pasal 1 agrarias disbluit staatsblad yang pada intinya bahwa setiap... terhadap semua tanah yang pihak lain tidak dapat mempunyai sebagai hak endumnya atau domainnya, atau miliknya negara. Sedangkan tanah yang menjadi objek daripada Undang- Undang PRP Tahun 1960 adalah tanah yang sudah ada hubungan hukumnya dengan pemilik tanah, baik sudah bersertifikat maupun yang belum bersertifikat yang dijamin oleh konstitusi dalam Pasal 28H Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan, Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil oleh sewenang-wenang oleh pihak siapa pun. Undang-Undang PRP a quo merupakan amanah Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1, Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) UUPA yang memberikan kewenangan negara untuk mengatur (regelen), mengurus (bestuuren), dan mengawasi (tozichthouden). Pemerintah diberi kewenangan untuk mengatur, menyelenggarakan, peruntukan, penggunaan, pemanfaatan, serta mengatur hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa. Dengan demikian, dalil Para Pemohon yang menganggap bahwa Undang-Undang PRP a quo keliru, dengan 5

9 jelas Undang-Undang PRP a quo menghapus ketentuan lama, staatblas 1948 Nomor 110 dan mendukung amanat yang terkandung pada Pasal 2 UUPA yang mewujudkan kesejahteraan masyarakat dengan mengatur dan memberikan perlindungan terhadap hubungan-hubungan hukum antara orang dan perbuatanperbuatan hukum atas tanah agar tidak terjadi pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya, vide penjelasan Undang- Undang PRP a quo. 2. Bahwa Para Pemohon mendalilkan Undang-Undang PRP a quo mengakibatkan ketidakpastian hukum karena tetap digunakan sebagai landasan hukum untuk melakukan penggusuran paksa meskipun negara tidak sedang dalam keadaan bahaya. Pasal 2, Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) Undang- Undang PRP a quo sama sekali tidak mengatur bahwa norma tersebut baru dapat dilaksanakan setelah situasi pernyataan keadaan bahaya oleh Presiden. Pasal a quo juga membuka peluang ketertiban TNI membantu penggusuran paksa oleh Pemerintah yang bertentangan dengan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI juncto Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, terhadap dalil tersebut Pemerintah memberikan penjelasan sebagai berikut. Bahwa larangan penguasaan atau pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya tercantum dalam penjelasan Undang-Undang PRP a quo, tidak hanya negara sedang dalam keadaan bahaya, (staat van oorlog en beleg) namun juga bersifat mengikat negara sedang tidak berada dalam keadaan bahaya atau keadaan damai. Larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya bertujuan untuk mencegah adanya perbuatan mengambil hak seseorang dengan sewenang-wenang dengan tidak mengindahkan hukum dan aturan, dan bukan merupakan haknya. Undang-Undang PRP Tahun 1960 merupakan tindakan pemerintah dalam melakukan pencegahan, yang menyatakan larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya dikenakan sanksi pidana atas perbuatan-perbuatan dimaksud. Bahwa terkait dengan keterlibatan TNI yang dimaksud Para Pemohon, telah sejalan dengan tugas pokok TNI yang tertera dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 9 dan angka 10 Undang- Undang Nomor 34 Tahun 2004 yang menyatakan sebagai berikut, Pasal Tugas pokok sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan dengan: b, operasi militer selain perang yaitu; 9, membantu tugas pemerintah daerah. 10, membantu Kepolisian Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang. Bahwa yang dimaksud dengan pembantu tugas pemerintah di daerah adalah membantu pelaksanaan fungsi pemerintah dalam 6

10 kondisi dan situasi yang memerlukan sarana, alat, dan kemampuan TNI untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi. Antara lain, membantu mengatasi akibat bencana alam, merehabilitasi infrastruktur, serta mengatasi masalah akibat pemogokan dan konflik komunal. 3. Para Pemohon mendalilkan Undang-Undang PRP Tahun 1960 dijadikan landasan yang abash bagi pemerintah untuk tidak melaksanakan proses relokasi yang dengan prinsip-prinsip HAM bahwa pasal a quo tidak sesuai dengan Covenant International Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya yang telah diraktifikasi melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun Yang mengatur mengenai standar prosedur relokasi bagi setiap warga negara yang sesuai dengan prinsip-prinsip HAM terhadap dalil tersebut. Pemerintah memberikan penjelasan sebagai berikut. Bahwa dalam Undang-Undang PRP Tahun 1960 hanya mengatur larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya, tidak mengatur relokasi. Hal tersebut merupakan kewenangan pemerintah daerah untuk menyelesaikan, sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, lampiran huruf j mengenai penyelesaian sengketa tanah garapan. Bahwa pada dasarnya dalam penertiban pemakaian tanah tanpa izin yang berhak kuasanya, Pemerintah selalu memperhatikan prinsip-prinsip HAM yaitu universal dan tidak dicabut, saling terkait, tidak dapat dibagi, kesetaraan, dan nondiskriminatif, partisipasi dan inklusi, dan akuntibilitas rule of law, serta proses penertiban penyelesaiannya due the process of law. 4. Bahwa Para Pemohon mendalilkan Undang-Undang PRP Tahun 1960 memberikan legitimasi bagi pemerintah untuk mengklaim pemilikan tanah dari warga yang telah menduduki tanah dalam jangka waktu lama. Karena pemerintah tidak dibebankan kewajiban untuk membuktikan hak atas tanahnya. Bahwa Pasal 19 ayat (4) UUPA melindungi hak Para Pemohon sebagai warga negara untuk menempati lahan secara sah sesuai dengan asas publisitas hukum, yaitu dengan membebaskan biaya pendaftaran tanah bagi rakyat tidak mampu. Terhadap dalil tersebut, Pemerintah memberikan penjelasan sebagai berikut. Bahwa Undang-Undang PRP Tahun 1960 dengan jelas dan limitatif mengatur tentang penguasaan tanah, yaitu tanah yang langsung dikuasai oleh negara dan tanah yang dilekati suatu hak. Bahwa ketentuan Pasal 19 ayat (4) UUPA sebagaimana yang didalilkan oleh Para Pemohon, tidak relevan dengan argumentasi Pemohon karena pasal tersebut hanya mengatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran tanah dan pembebasan 7

11 pembayaran, biaya-biaya untuk rakyat tidak mampu saja. Tidak dimaksudkan untuk melindungi penguasaan pendudukan tidak sah. 5. Bahwa Para Pemohon mendalilkan Undang-Undang PRP Tahun 1960 bertentangan dengan prinsip negara hukum karena memberikan pemerintah wewenang untuk melampaui kewenangan lembaga yudikatif. Bahwa pasal a quo berpotensi menciptakan absolutisme kekuasaan dalam konteks penyelesaian sengketa. Terhadap dalil tersebut, Pemerintah memberikan penjelasan sebagai berikut. Bahwa Undang-Undang PRP Tahun 1960 tidak melampaui kewenangan lembaga yudikatif tetapi justru memberikan kepastian hukum bagi pemegang hak yang sah. Menurut ketentuan perundang-undangan dengan mencegah pemakaian tanah oleh pihak lain yang tidak pernah. Tidak benar bahwa Undang-Undang PRP Tahun... menciptakan absolutisme kekuasaan karena terhadap pihak keberatan atas pelaksanaan ketentuan dalam Undang-Undang PRP Tahun 1960 terbuka kesempatan untuk mengajukan gugatan melalui peradilan umum. Seperti halnya dalam kasus ini, Pemohon telah mengajukan gugatan pengadilan, sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. 6. Bahwa Para Pemohon mendalilkan pasal pemidanaan, Pasal 6 ayat (1) butir a, b, c, dan d serta Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang PRP Tahun 1960 memberikan landasan bagi pemerintah untuk (suara tidak terdengar jelas) tindakan pengkriminalkan ataupun pemidanaan ganda terhadap warga negara sedang menghadapi sengketa tanah atau menjadi objek penggusuran paksa, pemidanaan tersebut menimbulkan kepastian hukum dalam penerapannya, terhadap ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum yang tidak mengatur norma pidana bagi pengadaan tanah oleh pemerintah. Terhadap dalil tersebut, Pemerintah memberi penjelasan sebagai berikut. Bahwa Undang-Undang PRP Tahun 1960 tidak mengandung unsur kriminalisasi, hal ini jelas termuat dalam penjelasan Undang- Undang PRP Tahun 1960 dinyatakan bahwa sebagai dasar kebijaksanaan dalam menggunakan wewenang-wewenang yang dimaksud terlebih dahulu haruslah diusahakan tercapaikan dengan jalan musyawarah dengan pihak-pihak yang bersangkutan. Vide Pasal 5 ayat (4) Undang-Undang PRP a quo dan vide Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah lampiran huruf j mengenai penjelasan sengketa tanah garapan. Undang-Undang PRP Tahun 1960 memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum atas pemilikan tanah yang sah dan sebaiknya memberikan sanksi pidana kepada pihak yang tidak sah dan/atau 8

12 melawan hukum, menguasai tanah milik orang lain tanpa izin yang berhak atau kuasanya. Bahwa Undang-Undang PRP Tahun 1960 mengandung ketentuan pidana adalah dalam rangka penegakan hukum, selain isu telah sesuai dengan ketentuan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan, yaitu materi muatan mengenai ketentuan pidana dapat dimuat dalam undang-undang. Bahwa penyertaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 adalah tidak relevan dengan permohonan uji materi yang diajukan karena fokus Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 adalah untuk pengadaan tanah, untuk kepentingan umum. Sementara Undang- Undang PRP Tahun 1960 untuk perlindungan pemilikan tanah dari pendudukan penguasaan yang tidak sah. 7. Bahwa Para Pemohon mendalilkan Undang-Undang PRP mengakibatkan ketidakpastian hukum karena bertentangan berbagai peraturan lain yang terkait dengan penggusuran, seperti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pengadaan Tanah, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan dan Gedung, dan Konvenan Internasional yang diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 terhadap dalil tersebut, Pemerintah memberikan penjelasan sebagai berikut. Bahwa penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012, Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2007, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002, dan Konvenan Internasional yang diratifikasi dengan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2005 tidak relevan dengan Pemohon uji materi yang diajukan. Menurut Pemerintah, Undang-Undang PRP Tahun 1960 justru memberikan kepastian hukum bagi pemegang hak yang sah menurut ketentuan perundang-undangan dengan mencegah pemakaian tanah oleh pihak yang berhak. Selain itu, pihak yang berkeberatan atas pelaksanaan ketentuan Undang- Undang PRP Tahun 1960 terbuka kesempatan untuk mengajukan gugatan melalui peradilan umum seperti halnya dalam kasus Pemohon telah mengajukan gugatan ke pengadilan. Petitum. Berdasarkan penjelasan dan argumentasi tersebut di atas, Pemerintah memohon kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Konstitusi Republik Indonesia yang memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan pengujian constitutional review, ketentuan a quo Undang- Undang Nomor 51 PRP Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak atau Kuasanya terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dapat memberikan putusan sebagai berikut. 1. Menyatakan bahwa Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum (legal standing). 9

13 2. Menolak permohonan pengujian Para Pemohon seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan pengujian Pemohon tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard). 3. Menerima keterangan Presiden secara keseluruhan. 4. Menyatakan ketentuan Pasal 2, Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 6 ayat (1) butir a, butir b, butir c, dan butir d serta Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 51 PRP Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak atau Kuasanya tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 1 ayat (3), Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28 ayat c... ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 28 ayat (1), dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Atas perkenan dan perhatian Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, kami mengucapkan terima kasih. Jakarta, November 2016, Kuasa Hukum Presiden Republik Indonesia, Menteri Agraria dan Tata ruang, Kepala Badan Pertanahan Nasional (Sofyan Djalil), Menteri Hukum dan HAM (Yasonna H. Laoly). Terima kasih. Assalamualaikum wr. wb 10. KETUA: ANWAR USMAN Ya, terima kasih, silakan duduk. Dari meja Hakim enggak ada pertanyaan? Ya, rupanya tidak ada pertanyaan. Pemohon, apakah akan mengajukan Ahli atau Saksi? 11. KUASA HUKUM PEMOHON: NELSON NIKODEMUS Kami akan mengajukan Ahli maupun Saksi, Yang Mulia. Tapi kita mohon agar waktunya bisa lebih panjang sekitar dua minggu karena dari awal kita mengajukan, kita sudah punya daftar saksi maupun ahli, tapi banyak dari antara mereka yang membatalkan kesediaannya, gitu. Jadi, kita harus mencari lagi dan mempersiapkan lagi. Terima kasih. 12. KETUA: ANWAR USMAN Baik. Sesuai dengan permohonan dari Pemohon, ya, dan kebetulan juga ini sidang yang padat dan mau akhir tahun lagi, jadi ini Perkara Saudara ditunda setahun, ya? Ya, kan dari 2016 sampai 2017, jadi ditun... ditunda hari Selasa, tanggal 10 Januari 2017, pukul WIB dengan acara mendengar keterangan DPR dan Ahli Pemohon. Nah, nanti untuk Pemohon disilakan langsung menyampaikan ke Kepaniteraan, ya, ya maksimal tiga orang dulu, CV-nya jangan lupa, ya. 10

14 13. KUASA HUKUM PEMOHON: NELSON NIKODEMUS Siap, Yang Mulia. 14. KETUA: ANWAR USMAN He eh, sudah jelas, ya? 15. KUASA HUKUM PEMOHON: NELSON NIKODEMUS Ya. 16. KETUA: ANWAR USMAN Baik. Jadi begitu Kuasa Presidennya. Dengan demikian, sidang selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL WIB Jakarta, 29 November 2016 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d. Rudy Heryanto NIP Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya. 11