TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sintesis Fe 2 O 3 Dari Pasir Besi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sintesis Fe 2 O 3 Dari Pasir Besi"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sintesis Fe 2 O 3 Dari Pasir Besi Dalam rangka meningkatkan nilai ekonomis pasir besi dapat dilakukan dengan pengolahan mineral magnetik (Fe 3 O 4 ) yang diambil dari pasir besi menjadi mineral hematit (α-fe 2 O 3 ) melalui proses oksidasi. Hasil oksidasi mempunyai susceptibility magnetik yang lebih kecil jika dibandingkan dengan mineral magnetit awalnya. Dikarenakan semakin tingginya suhu oksidasi. Beberapa produk industri untuk berbagai keperluan ternyata dibuat dengan bahan dasar magnetit yang banyak terdapat pada pasir besi. Sebagai contoh mesin photo copy dan printer laser terbuat dari magnetit. Sementara untuk maghemit adalah bahan dasar utama untuk pita kaset. Baik magnetit, maghemit, hematit juga digunakan sebagai pewarna serta campuran (filler) untuk cat (Yulianto, 2007). Senyawa Barium Heksaferit memiliki anisotropi uniaksial jauh lebih besar memiliki nilai konstan dan saturasi yang tinggi oleh karena itu menjadi potensi untuk aplikasi magnet permanen. Selain itu, karena senyawa magnet ini tebuat dari bahan berbasis oksida dan nilai resistivitas lebih besar dari magnet permanen lainnya. Ferit dapat diaplikasikan terutama pada teknologi seperti gelombang elektromagnetik dengan frekuensi tinggi berkisar seperti Radar. Namun Penyerapan gelombang membutuhkan subsitusi Fe kation dengan rasio tetap. Pada tingkat subsitusi yang lebih tinggi anisotropi uniaksial berubah menjadi planar magnetocystalline (Wisnu, Azwar, 2012). Magnetit dan maghemit memiliki fasa kubus sedangkan hematite memiliki fasa hexagonal. Fasa maghemit dan hematit diperoleh melalui proses oksidasi pada temperature sintering yang berbeda. Transisi fasa maghemitmenjadi hematittelah terjadi pada suhu 550 C. Ini bisa disebabkan karena kondisi furnanceyang tidak vakum memudahkan oksigen keluar masuk pada furnanceyang mempercepat proses terjadinya oksidasi pada sampel. Pemanasan pelet dilakukan pada suhu 250 C, 300 C, 350 C, 400 C, 450 C, 500 C, dan

2 550 C selama1 jam dalam furnancetidak vakum, sehingga terdapat cukup oksigen yang mendukung terjadinya oksidasi secara cepat. Pada saat suhu pemanasan 250 C dan terus meningkat hingga suhu 350 C dimana pada keadaan tersebut, maghemitmerupakan fasa yang mendominasisampel. Sedangkan pada suhu 550 C, telah muncul hematityaitu fasa Fe 2 O 3 (Mashuri dkk, 2007) Absorpsi Gelombang Elektromagnetik Teknologi penyerapan gelombang elektromagnetik merupakan salah satu teknologi yang perlu dikembangkan untuk mengontrol masalah yang ditimbulkan oleh elctromagnetic interference (EM). Teknologi ini telah melahirkan sebuah material baru yaitu radar absorpsing material (RAM). Material ini bersifat meredam pantulan atau penyerap gelombang mikro, sehingga benda yang dilapisi dengan RAM tidak terdeteksi oleh radio detection and ranging (RADAR). Material nanokomposit merupakan material yang terdiri dari dua komponen yaitu matriks dan material pengisi (filler) yang berukuran kurang dari 100 nm. Batuan besi yang disintesis digunakan sebagai material filler pada material komposit penyerap gelombang mikro. Batuan besi tersebut disintesis menjadi nanopartikel magnetik, seperti Fe 3 O 4. Besi yang teroksidasi tersebut mempunyai permeabilitas yang sangat tinggi (Erika, Astuti, 2012). Menurut Alvin lie, seorang pemerhati penerbangan, dampak gangguan pesawat terbang sebenarnya sangat kecil. Dengan catatan hanya satu ponsel saja yang aktif. Dikarenakan gelombang elektromagnetik yang dipancarkan dari satu ponsel masuk dalam skala mikro. Alvin menyimpulkan bahwa cukup berpengaruh bagi keselamatan penerbangan berpotensi mengganggu komunikasi dan navigasi (Dessy, dkk, 2013). Pada dasarnya analisis jaringan pemancar frekuensi yang dipancarkan pada material akan direfleksikan dan ditransmisikan sepanjang jalur transmisinya. Ketika panjang gelombang dan sinyal gelombang mikro berbeda, maka dengan prinsip yang sama jaringan akan membaca secara akurat frekuensi yang datang kemudian direfleksikan dan ditransmisikan. Energi atau sinyal yang ditransmisikan akan dipantulkan kembali ke bawah jalur transmisi menuju sumber

3 (impedansi yang tidak cocok) dan ditransmisikan ke perangkat akhir. Pengukuran sifat absorpsi material dikarakterisasi menggunakan alat VNA (vector Network Analyzer ) yang membutuhkan kemampuan koreksi vector daan kesalahan akurasi pengukuran. Karakteristik suatu material absorber yang baik yaitu memiliki magnetic dan listrik yang baik pula. Material tersebut harus memiliki nilai impedansi tertentu yang nilai permeabilitas relatif (µr) dan permitivitas relatifnya (εr) sesuai dengan nilai µ dan ε udara atau vakum agar terjadi resonansi impedansi, sehingga nilai dari reflection loss yang yang dihasilkan bahan cukup besar. Selain permeabilitas, permetivitas dan magnetisasi spontan, material absorber harus memiliki nilai resistivitas listrik yang tinggi atau isolator yang baik (Elwindari, 2012). Mekanisme serapan gelombang elektromagnetik pada material secara umum dipengaruhi oleh dua factor yaitu ketebalan dan jenis material. Faktor ketebalan terjadi pada semua material dan semakin tebal material absorbsinya juga semakin besar. Sedangkan serapan radiasi elektromagnetik pada material magnetic disamping karena faktor ketebalan juga terjadi interaksi lain yaitu gelombang elektromagnetik dari luar akan memutar dipol magnetik sehingga terjadi impedansi material. Interaksi juga dapat terjadi bila frekuensi gelombang elektromagnetik tersebut sesuai dengan frekuensi yang dihasilkan sehingga material magnetik akan menyerap gelombang elektromagnetik hanya pada frekuensi yang spesifik (Priyono, Musni, 2010). Keefektifan terhadap kamuflase radar bergantung pada seberapa besar energi gelombang elektromagnetik yang diserap oleh material absorber yang digunakan. Faktor dominan yang mempengaruhi performa material absorber adalah sifat magnetik dan dielektriknya.barium hexaferrite yang memiliki sifat lossy material, mempunyai faktor loss dieletrik dan loss magnetik yang tinggi sehingga membuat material tersebut mempunyai sifat yang baik untuk absorpsi gelombang elektromagnetik(sulistyo, 2012). 2.3 Barium Heksaferit

4 Barium Heksaferit merupakan tipe-m, yang lebih dikenal dengan sebutan barium heksagonal ferit (BaM) merupakan oksida keramik yang paling banyak dimanfaatkan secara komersial dan hingga kini telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengembangkan material tersebut baik dari segi fabrikasinya maupun penggunaannya (Darminto, dkk. 2011). Tipe ferit yang berbeda memiliki karakteristik frekuensi yang berbeda, dan perbedaan karakterisasinya bias dibentuk dengan memilih struktur kimia yang sesuai, penambahan ion doping, dan proses sintesis. Magnet permanen isotropi adalah magnet dimana pada proses pembentukan arah dominan magnet partikel-partikelnya masih acak, sedangkan yang anisotropi pada pembentukan dilakukan di dalam medan magnet sehingga arah dominan magnet partikel-partikelnya mengarah pada satu arah tertentu. Magnet permanen isotropi memiliki sifat magnet atau remanansi magnet yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan magnet permanen anisotropi (Efhana P.D, dkk, 2013). Heksaferit memiliki kristal anisotropi yang besar dan lokasi resonansi yang dapat dimodifikasi pada rentang frekuensi yang luas melalui substitusi ion dalam heksaferit. Selain itu, heksaferit adalah bahan magnetik lunak dengan permeabilitas yang relatif besar. Oleh karena itu, heksaferit sangat menjanjikan untuk pengembangan material anti radar. Material Barium M-Heksaferit (BaFe 12 O 19 ) mempunyai polarisasi magnet saturasi tinggi (78 emu/g), yang terdiri dari kristal uniaxial anisotropi yang kuat, temperatur Curie tinggi (450 C) dan medan koersivitas yang besar (6700 Oe), terkait dengan sangat baik dalam stabilitas kimia dan ketahanannya terhadap korosi. Oleh karena memiliki medan koersivitas yang sangat besar menyebabkan sifat anisotropik material semakin meningkat sehingga sifat absorpsinya menjadi semakin lemah.untuk mereduksi sifat anisotropik tersebut maka diperlukan pendopingan (Findah, Zainuri, 2012). Magnet ferit disamping memilikipermeabilitas, permitivitas dan magnetisasi spontan relatif tinggi, juga tersusun oleh komponen-komponen oksida sehingga juga memiliki resistivitas listrik yang tinggi atau isolator yang baik. Kombinasi sifat intrinsikantara sifatmagnetik dan sifat listrik dari ferit seperti itu menempatkanmaterialmagnet ferit sebagai penyanggah gelombang-gelombang

5 mikro termasuk gelombang dengan frekuensi yang digunakan dalam RADAR(Priyono, Manaf, 2007). Untuk mendapatkan single phase dari bahan magnet berbasis ferrite ini tidak mudah dilakukan. sintesis barium hexaferrite dapat menghasilkan fasa pengotor, yaitu: hematite(fe 2 O 3 ) dan monoferrite (BaFe 2 O 4 ) (Wisnu, 2011).Barium hexaferrite sebagai magnet ferrit, disamping memiliki permeabilitas, permitivitas dan magnetisasi spontan yang relatif tinggi, juga tersusun oleh komponen-komponen oksida sehingga juga memiliki resistivitas listrik yang tinggi atau isolator yang baik. Kombinasi sifat intrinsik antara sifat magnetik dan sifat listrik dari ferit seperti itu menempatkan material magnet ferit sebagai penyanggah gelombang-gelombang mikro termasuk gelombang dengan frekuensi yang digunakan dalam RADAR (Priyono, Manaf, 2007). Magnet pemanen BaFe 12 O 19 sering digunakan dalam aplikasi sebagai perekam magnetik dan absorber material. Subtitusi ion Fe dengan divalen kation seperti Co, Mn dan Ti banyak dilakukan untuk meningkatkan sifat magnetiknya. Subtitusi tersebut dapat mempengaruhi perubahan struktur dan sifat magnetik BaFe 12 O 19 (widiyanto, 2010). Menurut (priyono, 2010) Barium Heksaferit memiliki kelebihan yaitu anisotropi magnetokristalin dan temperatur currie yang tinggi serta saturasi magnetisasi yang besar. Kelebihan lain material tersebut adalah memiliki stabilitas kimia yang baik serta tahan terhadap korosi. Material tersebut masuk ke dalam kelas ferrimagnetik dimana ion Fe menempati kisi yang berbeda. Ferrimagnetik ini memiliki saturasi magnetik total dan koersivitas magnetik yang paling tinggi diantara kelas ferit lainnya. Secara kovensional dapat digunakan dengan metode serbuk menggunakan senyawa BaCO 3 dan Fe 2 O 3 (priyono, 2010). Barium heksaferit BaO.6Fe 2 O 3 yang memiliki parameter kisi a = 5,8920Angstrom, dan c = 23,1830 Angstrom. Gambar struktur kristal barium hexa Ferrite BaO.6Fe2O3 diperlihatkan pada gambar 2.1

6 Gambar 2.1. Struktur kristal BaO.6Fe2O3(E.Afza, 2011) Alumina (Al 2 O 3 ) Alumina adalah penyangga yang paling banyak digunakan karena harganya yang tidak mahal, stabil secara struktur dan dapat dipreparasi dengan ukuran pori dan distribusi pori yang bervariasi. Katalis komersial yang tersedia dengan luas permukaan dari 100 hingga 600 m2/g adalah alumina nonporos. Beberapa Kristal yang berbeda terdapat dalam material ini. Disamping itu, alumina mempunyai sifat yang relatif stabil pada suhu tinggi, mudah dibentuk, memiliki titik leleh yang tinggi, struktur porinya yang besar dan relatif kuat secara fisik. Karakteristik ini menyebabkan alumina digunakan sebagai absorben, katalis, dan pendukung katalis. Katalis dapat menurunkan energi aktivasi reaksi dan meningkatkan laju reaksi melalui peningkatan konstanta laju. Oleh karena itu, katalis sangat penting dalam industri kimia, penanganan gas buang dan reaksi kimia lain. Sintesis katalis baik organik maupun anorganik perlu dikembangkan dan dimodifikasi, sehingga kegunaannya dapat ditingkatkan dan efek samping terhadap lingkungan dapat diminimalisir(indah, dkk, 2012). Biasanya alumina di preparasi melalui dehidrasi berbagai aluminium hidroksida, bahkan jika bentuk dari hidroksidanya merupaka gel, sudah dapat dikonversi menjadi bentuk kristalin dengan cara heating. Bentuk kristalin khusus yang diproleh bergantung pada cara yang kompleks pada waktu temperature lingkungan dimana hidroksida diletakkan, dan hal ini cukup susah untuk dikontrol, khususnya pada skala besar.

7 Alumina pada penggunaan sebagai penyangga adalah alumina transisi γ- Al 2 O 3 adalah material yang paling banyak digunakan karena memiliki luas area yang besar dan stabil pada interval temperatur pada sebagian besar reaksi katalitik. Dahulu, α- Al 2 O 3 juga diminati karena memiliki kesamaan yang lebih tinggi daripada γ-al 2 O 3 sehingga dapat menjadi support yang sangat berguna untuk reaksi catalytic reforming (Ayuko, 2011). Penggunaan alumina sebagai penyangga dapat meningkatkan kinerja kitalis yang dimaksudkan untuk meningkatkan luas permukaan inti aktif dan untuk menambah fungsi katalis itu sendiri (Dora, 2010) Nikel Oksida (NiO) Nikel merupakan logam yang mempunyai sifat asam lewis sehingga logam inicocok digunakan sebagai katalis asam seperti alkilasi friedel-craft. Selain itupadatan NiO juga dapat diaplikasikan sebagai penyimpan energy danelectrochromic windows. Pada penelitian yang pernah dilakukan oleh (Akda, Irmina, 2012) sintesis padatan NiO/CaF 2 denganmetode impregnasi. Variasi loading Ni juga dilakukan untukmengetahui pengaruh loading terhadap struktur padatan.puncak dominan yang terlihat pada difraktogram NiO/CaF 2 adalah puncak-puncak yang dimiliki CaF 2. Intensitas puncak NiOsangat kecil dibandingkan dengan puncak CaF 2. Berdasarkan difraktogram tersebut terlihat jelas bahwa semakin besar jumlah loading Ni maka semakin tinggi intensitas puncak-puncak khas NiO, seperti yang ditunjukkan puncak pada 2θ : 43,38. Hal tersebut menunjukkan bahwa intensitas pada difraktogram dipengaruhi oleh jumlah konsentrasi NiO yang ditambahkan.tiga puncak khas NiO dengan intensitas tertinggi munculpada difraktogram NiO/CaF 2 antara lain daerah 2θ 37,34;43,38 dan 63,02.

8 Gambar Difraktogram: (a) CaF 2, (b) 2,5% NiO/CaF 2, (c) 5% NiO/CaF 2, (d) 7,5% NiO/CaF 2, (e) 10% NiO/CaF 2 dan (f) 15% NiO/CaF 2 (akda, 2012). Kombinasi Fe 2 O 3 dan NiO akan memiliki fase yang jenisnya tergantung pada konsentrasi NiO sebagai aditif. Fase-fase yang terjadi pada keramik kombinasi Fe 2 O 3 dan NiO hasil pembakaran dapat berbeda-beda sesuai konsentrasi NiO yang ditambahkan. Tiga fase yang mungkin terbentuk adalah, pertama, Fe 2 O 3 sebagai matriks dan NiFe 2 O 4 sebagai fase kedua. Kedua, NiO sebagai matriks dan NiFe 2 O 4 sebagai fase kedua dan ketiga, NiFe 2 O 4 sebagai matriks utama tanpa fase kedua atau dengan sedikit fase kedua Fe 2 O 3 atau NiO (Suhendi,dkk, 2015) Sifat-sifat Magnet Sifat-sifat yang terdapat dalam benda magnetic antara lain adalah : Induksi remanen (Br) Induksi magnetik yang tertinggal dalam sirkuit magnetik (besi lunak) menghilangkan pengaruh bidang magnetik. Ketika arus dialirkan pada sebuah kumparan yang melilit besi lunak maka terjadi orientasi pada partikel- partikel yang ada dalam besi. Orientasi ini mengubah/ mengarahkan pada kutub utara dan selatan. Permeabilitas magnet (μ) Daya hantar atau permeabilitas magnet (diberi lambang μ) merupakan parameter bahan yang menentukan besarnya fluks magnetik. Bahan feromagnetik memiliki permeabilitas yang tinggi.

9 μ = μo x μr (2.1) dimana μo = 1,256 G.cm/A Untuk bahan ferromagnetik, permeabilitas relatif μr jenis bahan tersebut lebih besar daripada 1.Permeabilitas dari beberapa media yang hendak diukur pada prinsipnya adalah dengan menempatkannya dalam suatu kawat yang lurus dan panjang atau dalam gulungan yang melingkar atau solenoida, kemudian diukur resultan induksi kemagnetannya, sehingga diperoleh sebuah tetapan baru μ dan diturunkan menjadi suseptibilitas relatif. Dengan nilai suseptibilitas inilah maka akan dapatdiketahui jenis bahan magnet. χ m = μ (2.2) μ0 χ µ = 1 untuk vakum > 1 untuk bahan paramagnetik < 1 untuk bahan diamagnetik >> 1 untuk bahan ferromagnetik Gaya koersif (Hc) Medan daya yang diperlukan untuk menghilangkan induksi remanen setelah melalui proses induksi elektromagnetik. Pada besi lunak atau soft magneticalloys besarnya gaya koersif yang diperlukan lebih kecil daripada magnet permanen. Gaya gerak magnetis (Θ) Gaya gerak magnetis ialah jumlah dari semua arus dalam beberapa penghantar yang dilingkupi oleh medan magnet (atau oleh garis fluks magnet). Fluks magnetik (Φ) Fluks magnetik total ialahjumlah dari semua garis fluks magnetik, ini berartibahwa fluks sama besar disebelah dalam dalam dandi sebelah luar kumparan.

10 Reluktansi magnet (Rm) Relukstansi magnet tergantung dari panjang jejak fluks magnetik, bidang penampang lintang A yang ditembus fluks magnetik dan sifat magnet bahan, tempat medan magnet. Suseptibilitas Magnetik Suatu solenoida panjang dengan n lilitan perpanjang satuan, mengalirkan arus I. Medan magnetik akibat arus dalam solenoida tersebut disebut sebagai medan yang dikerahkan, Bo. Bahan berbentuk silinder kemudian ditempatkan di dalam solenoida. Medan yang dikerahkan solenoida ini akan memagnetkan bahan tersebut sehingga bahan tersebut memiliki magnetisasi M. Medan magnet resultan B di suatu titik di dalam solenoida dan di tempat yang jauh dari ujung-ujungnya akibat arus dalam solenoida ditambah bahan yang dimagnetkan ini ialah : B = B 0 + μ 0 M (2.3) B = μ 0 H + μ 0 M (2.4) Untuk bahan paramagnetik dan ferromagnetik menghasilkan penyearahan dipol magnetik dalam bahan tersebut. Sehingga dapat dituliskan sebagai berikut : M = χ m BB oo μμ oo (2.5) denganχ m merupakan bilangan tanpa dimensiyang disebut suseptibilitas magnetik. Sehingga dapat dituliskan B = B o + µ o M = B(1 + χ m ) (2.6) Suseptibilitas magnetik adalah ukuran dasarbagaimana sifat kemagnetan suatu bahan yangmerupakan sifat magnet bahan yang ditunjukkandengan adanya respon terhadap induksi medanmagnet yang merupakan rasio antara magnetisasidengan intensitas medan magnet. Denganmengetahui nilai suseptibilitas magnetik suatubahan, maka dapat diketahui sifat-sifat magnetiklain dari bahan tersebut. Suseptibilitasmagnetiksebagian besar material tergantung padatemperatur, tetapi beberapa material (ferromagnetikdanferit) tergantung pada H.Secara umum dapat ditulis sebagai berikut:

11 B = µ o (H+M) =µ o H + µ o χ m H = µ o (1+χ m )H (2.7) dan µ r = 1 + χ m (2.8) sehingga dari persamaan 2.1 ; 2.7 dan 2.8 didapatkan : B = μ H (2.9) µ 0 adalah permeabilitas ruang hampa 1,256 gauss.cm/ampere. Logam feromagnetik memiliki permeabilitas magnetik sangat tinggi, mineral dan batuan memiliki suseptibilitas kecil dan permeabilitas magnetik µ~ 1. Untuk bahan paramagnetik, berupaχ m bilangan positif kecil yang bergantung pada temperatur. Untuk bahan diamagnetik χ m berupa konstanta negatif kecil yang tidak bergantung pada temperatur Jenis Kemagnetan Semua bahan dapat diklasifikasikan jenis kemagnetannya menjadi lima kategori yaitu ferromagnetik, paramagnetik, diamagnetik, antiferromagnetik, dan ferrimagnetik. Semuanya dibedakan dari keteraturan arah domain pada bahan magnet tersebut Diamagnetik Bahan diamagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomis masingmasing atom atau molekulnya nol, tetapi orbit dan spinnya tidak nol. Bahan diamagnetik tidak mempunyai momen dipol magnet permanen. Jika bahan diamagnetik diberi medan magnet luar, maka elektron-elektron dalam atom akan berubah gerakannya sedemikian hingga menghasilkan resultan medan magnet atomis yang arahnya berlawanan.

12 Paramagnetik Bahan paramagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomis masingmasing atom/molekulnya tidak nol, tetapi resultan medan magnet atomis total seluruh atom/molekul dalam bahan nol. Hal ini disebabkan karena gerakan atom/molekul acak, sehingga resultan medan magnet atomis masing-masing atom saling meniadakan ( Dyah,Ratih, 2010). Gambar 2.3Arah domain-domain dalam bahan paramagnetik sebelum diberi medan magnet luar Bahan ini jika diberi medan magnet luar, maka elektron-elektronnya akan berusaha sedemikian rupa sehingga resultan medan magnet atomisnya searah dengan medan magnet luar. Sifat paramagnetik ditimbulkan oleh momen magnetik spin yang menjadi terarah oleh medan magnet luar. Pada bahan ini, efek diamagnetik (efek timbulnya medan magnet yang melawan medan magnet penyebabnya) dapat timbul, tetapi pengaruhnya sangat kecil.suseptibilitas magnet dari bahan paramagnetik adalah positif dan berada dalamrentang 10-5 sampai 10-3 m3/kg, sedangkan permeabilitasnya adalah μ > μ 0. Gambar 2.4Arah domain dalam bahan paramagnetik setelah diberi medan magnet luar

13 Ferromagnetik Bahan ferromagnetik adalah bahan yang mempunyai resultan medan atomik besar. Hal ini terutama disebabkan oleh momen magnetik spin elektron. Pada bahan ferromagnetik banyak spin elektron yang tidak berpasangan, misalnya pada atom besi terdapat empat buah spin elektron yang tidak berpasangan. Masingmasing spin elektron yang tidak berpasangan ini akan memberikan medan magnetik, sehingga total medan magnetik yang dihasilkan oleh suatu atom lebih besar. Medan magnet dari masing-masing atom dalam bahan ferromagnetik sangat kuat, sehingga interaksidiantara atom-atom tetangganya menyebabkan sebagian besar atom akan mensejajarkan diri membentuk kelompok-kelompok, kelompok inilah yang dikenal dengan domain. Domain-domain dalam bahan ferromagnetik, dalam ketiadaan medan eksternal, momen magnet dalam tiap domain akan paralel, tetapi domain-domain diorientasikan secara acak, dan yang lain akan terdistorsi karena pengaruh medan eksternal. Domain dengan momen magnet paralel terhadap medan eksternal akan mengembang, sementara yang lain mengerut. Semua domain akan mensejajarkan diri dengan medaneksternal pada titik saturasi, artinya bahwa setelah seluruh domain sudah terarahkan, penambahan medan magnet luar tidak memberi pengaruh karena tidak ada lagi domain yang perlu disearahkan, keadaan ini disebut dengan penjenuhan (saturasi). Bahan ini juga mempunyai sifat remanensi, artinya bahwa setelah medan magnet luar dihilangkan, akan tetap memiliki medan magnet, karena itu bahan ini sangat baik sebagai sumber magnet permanen (E.Afza, 2011). Bahan ferromagnetik mula-mula memiliki magnetisasi nol pada daerah yang bebas medan magnetik, bila mendapat pengaruh medan magnetik yang lemah saja akan memperoleh magnetisasi yang besar. Jika diperbesar medan magnetnya, akan makin besar pula magnetisasinya. Bila medan magnetik ditiadakan, magnetisasi bahan tidak kembali menjadi nol. Jadi bahan ferromagnetik itu dapat mempunyai magnetisasi walaupun tidak ada medan, sehingga bahan dikatakan memiliki magnetisasi spontan. Di atas temperatur Curie, ferromagnetik berubah menjadi paramagnetik.

14 Apabila kurva magnetisasi dilanjutkan dengan mengurangi besarnya medan magnet H maka rapat fluk magnetik B akan turun, tetapi turunnya rapat fluk magnetik B tidak mengikuti kurva naiknya. Rapat fluk magnetik B turun membentuk kurva baru menuju titik Br ketika medan magnet H sama dengan nol, sehingga pada gambar jelas sekali terlihat bahwa ketika medan magnet H = 0, rapat fluk magnetik B tidak sama dengan nol, akan tetapi berada pada titik Br, hal ini menunjukkan bahwa pada bahan tersebut masih terdapat rapat fluk magnetik yang tertinggal. Titik Br disebut sebagai kerapatan fluk remanensi atau remanensi bahan yaitu besarnya rapat fluk magnetik B yang tertinggal pada bahan pada saat medan magnet H samadengan nol. Ketika medan magnet H dibalik arahnya maka rapat fluk magnetik B akan mencapai nilai nol di titik Hc. Titik Hc ini disebut sebagai gaya koersif atau koersivitas bahan yaitu besarnya medan magnet atau intensitas H yang diperlukan unrtuk mengembalikan rapat fluk magnetik menjadi nol. Apabila siklus ini diteruskan maka akan didapat kurva dengan bentuk simetris yang dikenal dengan fenomena hysteresis(istiyono, 2009).Histeresis adalah suatu sifat yangdimiliki oleh sistem dimana sistem tidak secara cepat mengikuti gaya yang diberikan kepadanya, tetapi memberikan reaksi secara perlahan, atau bahkan sistem tidak kembali lagi ke keadaan awalnya.bahan feromagnetik memiliki momen magnetik spontan walaupun berada padamedanmagnet eksternal nol. Keberadaan magnetisasi spontan ini menandakan bahwa spin elektron dan momen magnetik bahanferomagnetik tersusun secara teratur (Ahmad Yani, 2002). Gambar 2.5 Histerisis bahan ferromagnetic (Istiyono, 2009) Antiferromagnetik Jenis ini memiliki arah domain yang berlawanan arah dan sama pada kedua arah. Arah domain magnet tersebut berasal dari jenis atom sama pada suatu kristal. Contohnya MnO, MnS, dan FeS. Pada unsur dapat ditemui pada unsur Cromium,

15 tipe ini memiliki arah domain yang menuju dua arah dan saling berkebalikan. Jenis ini memiliki temperature Curie yang rendah sekitar 37º C untuk menjadi paramagnetik Ferrimagnetik Jenis tipe ini hanya dapat ditemukan pada campuran dua unsur antara paramagnetik dan ferromagnetik seperti magnet barium ferrite dimana barium adalah jenis paramagnetik dan Fe adalah jenis unsur yang masuk ferromagnetik. Gambar 2.6. arah domain (a) diamagnetik (b) paramagnetik (c) ferromagnetik (d) antiferromagnetik (e) ferrimagnetik(dyah, Ratih, 2010) 2.8 Kurva Histerisis Untuk bahan ferromagnetik magnetisasi bahan M tidaklah berbanding lurus dengan intensitas magnet H. Hal ini tampak dari kenyataan bahwa harga suseptibilitas magnetik bergantung dari harga intensitas magnet H. Bentuk umum kurva medan magnet B sebagai fungsi intensitas magnet H terlihat pada Gambar 2.3 kurva B(H) seperti ini disebut kurva induksi normal. Gambar 2.7 Kurva Induksi Normal

16 Gambar 2.8 Kurva Histerisis Magnetik Pada Gambar 2.6 tampak bahwa setelah mencapai nol harga intensitas magnet H dibuat negatif (dengan membalik arus lilitan), kurva B(H) akan memotong sumbu pada harga Hc. Intensitas Hc inilah yang diperlukan untuk membuat rapat fluks B=0 atau menghilangkan fluks dalam bahan. Intensitas magnet Hc ini disebut koersivitas bahan. Bila selanjutnya harga diperbesar pada harga negatif sampai mencapai saturasi dan dikembalikan melalui nol, berbalik arah dan terus diperbesar pada harga H positif hingga saturasi kembali, maka kurva B(H) akan membentuk satu lintasan tertutup yang disebut kurva histeresis. Bahan yang mempunyai koersivitas tinggi kemagnetannya tidak mudah hilang. Bahan seperti itu baik untuk membuat magnet permanen (E.Afza, 2011). 2.9 Bahan Soft Magnetic Ukuran dan bentuk kurva hysterisis untuk bahan ferromagnetic adalah cukup praktis. Daerah dalam lingkaran akan kehilangan energi magnetik per satuan volume bahan per siklus magnetisasi-demagnetisasi kehilangan energi sebagai panas yang dihasilkan dalam spesimen magnetik dan mampu menaikkan suhu. Bahan feromagnetik identik lembut atau keras atas dasar karakteristik histerisis.bahan magnetik lunak yang digunakan dalam perangkat yang mengenai medan magnet di mana kerugian energi menjadi rendah. Untuk alasan ini daerah relatif dalam lingkaran hysterisis harus kecil. Akibatnya, bahan magnetik lunak harus memiliki permeabilitas yang tinggi dan koersivitas rendah. Bahan yang memiliki sifat-sifat ini dapat mencapai magnetisasi saturasi dengan bidang terapan yang relatif rendah dan masih memiliki energi yang hilang histeresis rendah. bidang saturasi atau magnetisasi hanya ditentukan oleh komposisi bahan. misalnya, dalam ferit kubik, penggantian ion logam divalen seperti Ni 2 + untuk

17 Fe 2 + di FeO-Fe 2 O 3 akan mengubah saturasi magnetisasi.penggolongan ini berdasarkan kekuatan medan koersifnya dimana soft magnetic atau material magnetik lemah memiliki medan koersif yang lemah sedangkan material magnetik kuat atau hard magnetic materials memiliki medan koersivitas yang kuat. Namun, kerentanan dan koersivitas (Hc) yang juga mempengaruhi bentuk kurva histerisis, sensitif terhadap variabel struktural lebih untuk komposisi. misalnya rendahnya nilai koersivitas sesuai dengan mudah pergerakan sebagai medan magnet perubahan besar atau arah. cacat struktural seperti partikel dari fase nonmagnetik atau void dalam bahan magnetik cenderung membatasi gerak domain dan dengan demikian meningkatkan koersivitas tersebut. Akibatnya, bahan magnetik lunak harus bebas dari cacat struktural tersebut. karakteristik histerisis bahan magnetik lunak dapat ditingkatkan untuk beberapa aplikasi oleh perlakuan panas yang tepat di hadapan medan magnet Bahan Hard Magnetic Bahan Hard magnetik menggunakan magnet permanen yang harus memiliki resistensi yang tinggi terhadap demagnetisasi. Dalam hal ini perilaku histerisis bahan magnetik keras memiliki remanen tinggi, koersivitas dan saturasi fluks kepadatan, serta permeabilitas yang rendah dan tinggi akan merugikan energi histerisis. Nilai produk energi merupakan perwakilan dari energi yang dibutuhkan untuk demagnetisasi magnet permanen adalah lebih besar (BH) max keras materi dalam hal karakteristik magnet. Diamagnetisme adalah bentuk yang sangat lemah magnet yang tidak tetap dan tetap hanya sementara pada bidang eksternal sedang diterapkan. Hal ini disebabkan oleh perubahan dalam gerakan orbital elektron melewati medan magnet. Besarnya momen magnetik induksi sangat kecil, dan dalam arah yang berlawanan dengan medan yang diterapkan. Dengan demikian, permeabilitas μr relatif kurang dari kesatuan (namun hanya sangat sedikit) dan kerentanan magnet negatif yang besarnya bahan diamagnetik adalah di urutan Ketika

18 ditempatkan di antara kutub dari eletromagnet yang kuat, bahan diamagnetik tertarik ke daerah lemah. Diamagnetisme ditemukan di semua bahan, tetapi karena begitu lemah, dapat diamati hanya ketika jenis magnet sama sekali tidak ada(william D. C, 2011). (a) Soft Magnetic (b)hardmagnetic Gambar 2.9.Skematik kurva magnetisasi untuk bahan soft dan hardmagnetic Material lunak pada gambar (a) dan material magnetik keras pada gambar (b). H adalah medan magnetik yang diperlukan untuk menginduksi medan berkekuatan B dalam material. Setelah medan H ditiadakan, dalam specimen tersisa magnetisme residual Br, yang disebut residual remanen, dan diperlukan medan magnet Hc yang disebut gaya koersif, yang harus diterapkan dalam arah berlawanan untuk meniadakannya. Magnet lunak mudah dimagnetisasi serta mudahpula mengalami demagnetisasi, seperti tampak pada Gambar 2.5 Nilai H yang rendah sudah memadai untuk menginduksi medan B yang kuat dalam logam, dan diperlukan medan Hc yang kecil untuk menghilangkannya. Magnet keras adalah material yang sulit dimagnetisasi dan sulit didemagnetisasi. Karena hasil kali medan magnet (A/m) dan induksi (V.det/m 2 ) merupakan energi per satuan volume, luas daerah hasil integrasi di dalam loop histerisis adalah sama dengan energi yang diperlukan untuk satu siklus magnetisasi mulai dari 0 sampai +H hingga H sampai 0. energi yang dibutuhkan magnet lunak dapat dapat diabaikan; medan magnet keras memerlukan energi lebih banyak sehingga pada kondisiruang, demagnetisasi dapat diabaikan. Dikatakan, magnetisasi permanen (E.Afza, 2011).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sintesis Fe 2 O 3 Dari Pasir Besi Dalam rangka meningkatkan nilai ekonomis pasir besi dapat dilakukan dengan pengolahan mineral magnetik (Fe 3 O 4 ) yang diambil dari pasir besi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fe 2 O 3 dari Pasir Besi Partikel nano magnetik Fe 3 O 4 merupakan salah satu material nano yang telah banyak dikembangkan. Untuk berbagai aplikasi seperti ferrogel, penyerap

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19

KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19 KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19 NOER AF IDAH 1109201712 DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Darminto, MSc Pendahuluan: Smart magnetic materials Barium M-Heksaferit

Lebih terperinci

BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar

BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar 2.1.1 Momen Magnet Arus yang mengalir pada suatu kawat yang lurus akan menghasilkan medan magnet yang melingkar di sekitar kawat, dan apabila kawat tersebut dilingkarkan

Lebih terperinci

Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1]

Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1] BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Momen Magnet Sifat magnetik makroskopik dari material adalah akibat dari momen momen magnet yang berkaitan dengan elektron-elektron individual. Setiap elektron dalam atom mempunyai

Lebih terperinci

Bahan Listrik. Bahan Magnet

Bahan Listrik. Bahan Magnet Bahan Listrik Bahan Magnet Sejarah Magnet Kata magnet berasal dari bahasa yunani magnitis lithos yang berarti batu magnesia. Magnesia adalah nama sebuah wilayah di Yunani pada masa lalu yang kini bernama

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI PUSTAKA Magnet

BAB 2 STUDI PUSTAKA Magnet BAB 2 STUDI PUSTAKA 2.1. Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan untuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 18 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet Secara Umum Magnet adalah suatu benda yang mempunyai medan magnet dan mempunyai gaya tolak menolak dan tarik menarik terhadap benda-benda tertentu. Efek

Lebih terperinci

d) Dipol magnet merupakan sebuah magnet dipol, akselerator partikel, magnet yang dibangun untuk menciptakan medan magnet homogen dari jarak tertentu.

d) Dipol magnet merupakan sebuah magnet dipol, akselerator partikel, magnet yang dibangun untuk menciptakan medan magnet homogen dari jarak tertentu. Tugas Perbaikan Mid Sifat Magnetik Batuan Soal : 1. Jelaskan tentang : a) Magnetisasi b) Permeabilitas Magnetic c) Suseptibilitas Magnetik d) Dipol Magnetik e) Suhu Curie f) Histeresis 2. Ceritakanlah

Lebih terperinci

Bahan Magnetik. oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber)

Bahan Magnetik. oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber) Bahan Magnetik oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber) Historis Magnet Gejala kemagnetan merupakan cikal bakal berkembangnya pengetahuan tentang kelistrikan. Ditemukan sejak 2000 tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Magnet Keramik Bahan keramik yang bersifat magnetik umumnya adalah golongan ferit, yang merupakan oksida yang disusun oleh hematit sebagai komponen utamanya. Bahan ini menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan magnetik adalah suatu bahan yang memiliki sifat kemagnetan dalam komponen pembentuknya. Menurut sifatnya terhadap pengaruh kemagnetan, bahan dapat diklasifikasikan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Asal kata magnet diduga dari kata magnesia yaitu nama suatu daerah di Asia kecil. Menurut

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Mineral Magnetik Alamiah Mineral magnetik di alam dapat digolongkan dalam keluarga oksida besi-titanium, sulfida besi dan oksihidroksida besi. Keluarga oksida besi-titanium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanoteknologi merupakan penelitian dan pengembangan teknologi pada level atom, molekul dan makromolekul, dengan rentang skala 1-100 nm. Nanoteknologi dikembangkan

Lebih terperinci

MEDAN MAGNET SUGIYO,S.SI.M.KOM

MEDAN MAGNET SUGIYO,S.SI.M.KOM MEDAN MAGNET SUGIYO,S.SI.M.KOM PENDAHULUAN Magnet dalam teknologi terapan KEMAGNETAN Macam macam bentuk magnet Magnet batang, U bulat jarum 6.2 HUKUM COLUMB 6.3 PENGERTIAN MEDAN MAGNET Ruangan disekitar

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara

BAB II STUDI PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara BAB II STUDI PUSTAKA 2.1.Meteran Air Ada banyak tipe meter air yang dibuat, salah satunya adalah multi jet. Meter air tipe ini digerakkan oleh putaran turbin di dalam rumah meter. Meteran ini bekerja berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS 4.1 Analisis Hasil Pengujian TGA - DTA Gambar 4.1 memperlihatkan kuva DTA sampel yang telah di milling menggunakan high energy milling selama 6 jam. Hasil yang didapatkan

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Medan Magnet Suatu Material Magnet[5]

Gambar 2.1. Medan Magnet Suatu Material Magnet[5] BAB II DASAR TEORI II.1. Kemagnetan II.1.1. Magnet Magnet adalah suatu benda yang dibuat dari material tertentu yang menghasilkan suatu medan magnet. Medan magnet suatu magnet adalah daerah sekeliling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Magnet permanen adalah salah satu jenis material maju dengan aplikasi yang sangat luas dan strategis yang perlu dikembangkan di Indonesia. Efisiensi energi yang tinggi

Lebih terperinci

SINTESIS SERBUK BARIUM HEKSAFERIT DENGAN METODE KOPRESIPITASI

SINTESIS SERBUK BARIUM HEKSAFERIT DENGAN METODE KOPRESIPITASI SINTESIS SERBUK BARIUM HEKSAFERIT DENGAN METODE KOPRESIPITASI EL INDAHNIA KAMARIYAH 1109201715 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini peran nanoteknologi begitu penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kesejahteraan kehidupan manusia. Nanoteknologi merupakan bidang

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) F-108

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) F-108 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-108 Pengaruh Dopan Co-Zn dengan Variasi Fraksi Mol Dan Variasi Ph terhadap Sifat Magnetik dan Struktur Mikro Barium Heksaferrit

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN DAN KARAKTERISASI INDUKTOR ELEKTROMAGNET MEDAN TINGGI SKRIPSI

RANCANG BANGUN DAN KARAKTERISASI INDUKTOR ELEKTROMAGNET MEDAN TINGGI SKRIPSI RANCANG BANGUN DAN KARAKTERISASI INDUKTOR ELEKTROMAGNET MEDAN TINGGI SKRIPSI Untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Pada Universitas Negeri Semarang Oleh M. Khoirul Zein NIM 4250401035 JURUSAN FISIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

4.2 Hasil Karakterisasi SEM

4.2 Hasil Karakterisasi SEM 4. Hasil Karakterisasi SEM Serbuk yang melewati proses kalsinasi tadi selain dianalisis dengan XRD juga dianalisis dengan menggunakan SEM untuk melihat struktur mikro, sehingga bisa dilihat bentuk dan

Lebih terperinci

Asyer Paulus Mahasiswa Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri ITS

Asyer Paulus Mahasiswa Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri ITS PENGARUH TEKANAN KOMPAKSI DAN WAKTU PENAHANAN TEMPERATUR SINTERING TERHADAP SIFAT MAGNETIK DAN KEKERASAN PADA PEMBUATAN IRON SOFT MAGNETIC DARI SERBUK BESI Asyer Paulus Mahasiswa Jurusan Teknik Material

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014

SIDANG TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 SENIN, 14 MARET 2014 MT 204 SIDANG TUGAS AKHIR TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FTI-ITS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam penciptaan material dan struktur fungsional dalam skala nanometer. Perkembangan nanoteknologi selalu dikaitkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Magnet Secara Umum Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Kata magnet (magnit) berasal dari bahasa Yunani, magnitis lithos yang berarti batu

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 1 PENGARUH DOPAN Co-Zn DENGAN VARIASI FRAKSI MOL DAN VARIASI ph TERHADAP SIFAT MAGNETIK DAN STRUKTUR MIKRO BARIUM HEKSAFERRIT DENGAN METODE SOL-GEL AUTO COMBUSTION

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Vetran Republik Indonesia

Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Vetran Republik Indonesia Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Vetran Republik Indonesia Sub Pokok Bahasan : Magnet Bumi Medan Magnet Luar Akuisisi dan Reduksi Data Pengolahan Data MetodaInterpretasi Metode Geomagnetik didasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanomaterial memiliki sifat unik yang sangat cocok untuk diaplikasikan dalam bidang industri. Sebuah material dapat dikatakan sebagai nanomaterial jika salah satu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Magnet Magnet merupakan benda yang terbuat dari bahan tertentu dengan sifat mampu menarik bahan ferromagnetik dan ferrimagnetik. Nama magnet diambil dari nama daerah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet Magnet adalah suatu benda yang dibuat dari material tertentu yang menghasilkan suatu medan magnet. Medan magnet suatu magnet adalah daerah sekeliling magnet

Lebih terperinci

ANALISIS SIFAT MAGNETIK BAHAN YANG MENGALAMI PROSES ANNEALING DAN QUENCHING

ANALISIS SIFAT MAGNETIK BAHAN YANG MENGALAMI PROSES ANNEALING DAN QUENCHING ANALISIS SIFAT MAGNETIK BAHAN YANG MENGALAMI PROSES ANNEALING DAN QUENCHING Edi Istiyono Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui pengaruh

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Larutan Garam Klorida Besi dari Pasir Besi Hasil reaksi bahan alam pasir besi dengan asam klorida diperoleh larutan yang berwarna coklat kekuningan, seperti ditunjukkan

Lebih terperinci

PENGARUH UKURAN PARTIKEL Fe 3 O 4 DARI PASIR BESI SEBAGAI BAHAN PENYERAP RADAR PADA FREKUENSI X DAN Ku BAND

PENGARUH UKURAN PARTIKEL Fe 3 O 4 DARI PASIR BESI SEBAGAI BAHAN PENYERAP RADAR PADA FREKUENSI X DAN Ku BAND PENGARUH UKURAN PARTIKEL Fe 3 O 4 DARI PASIR BESI SEBAGAI BAHAN PENYERAP RADAR PADA FREKUENSI X DAN Ku BAND Oleh : Henny Dwi Bhakti Dosen Pembimbing : Dr. Mashuri, M.Si PENDAHULUAN Latar Belakang Dibutuhkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Material berukuran nano atau yang dikenal dengan istilah nanomaterial merupakan topik yang sedang ramai diteliti dan dikembangkan di dunia sains dan teknologi. Material

Lebih terperinci

Pengaruh Holding Time Kalsinasi Terhadap Sifat Kemagnetan Barium M-hexaferrite (BaFe 12-x Zn x O 19 ) dengan ion doping Zn

Pengaruh Holding Time Kalsinasi Terhadap Sifat Kemagnetan Barium M-hexaferrite (BaFe 12-x Zn x O 19 ) dengan ion doping Zn JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: 2301-928X B-25 Pengaruh Holding Time Kalsinasi Terhadap Sifat Kemagnetan Barium M-hexaferrite (BaFe 12-x Zn x O 19 ) dengan ion doping Zn Findah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karakteristik dari pasir besi sudah diketahui, namun penelitian ini masih terus

I. PENDAHULUAN. karakteristik dari pasir besi sudah diketahui, namun penelitian ini masih terus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Riset pengolahan pasir besi di Indonesia saat ini telah banyak dilakukan, bahkan karakteristik dari pasir besi sudah diketahui, namun penelitian ini masih terus dilakukan

Lebih terperinci

Sintesis dan Karakterisasi Komposit Isotropik Resin Epoksi- PANi / Barium M-Heksaferit BaFe12-2xCoxZnxO19 sebagai Material Antiradar

Sintesis dan Karakterisasi Komposit Isotropik Resin Epoksi- PANi / Barium M-Heksaferit BaFe12-2xCoxZnxO19 sebagai Material Antiradar 15 Juli 2011 di G202 Sintesis dan Karakterisasi Komposit Isotropik Resin Epoksi- PANi / Barium M-Heksaferit BaFe12-2xCoxZnxO19 sebagai Material Antiradar Oleh : Aghesti Wira Sudati Dosen Pembimbing : Dr

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOSISI BAHAN BAKU SECARA STOIKIOMETRI DAN NON STOIKIOMETRI TERHADAP SIFAT FISIS DAN MAGNET PADA PEMBUATAN MAGNET PERMANEN BaO.

PENGARUH KOMPOSISI BAHAN BAKU SECARA STOIKIOMETRI DAN NON STOIKIOMETRI TERHADAP SIFAT FISIS DAN MAGNET PADA PEMBUATAN MAGNET PERMANEN BaO. PENGARUH KOMPOSISI BAHAN BAKU SECARA STOIKIOMETRI DAN NON STOIKIOMETRI TERHADAP SIFAT FISIS DAN MAGNET PADA PEMBUATAN MAGNET PERMANEN BaO.6Fe 2 O 3 Kharismayanti 1, Syahrul Humaidi 1, Prijo Sardjono 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanoteknologi merupakan ilmu dan rekayasa dalam penciptaan material, struktur fungsional, maupun piranti dalam skala nanometer (Abdullah & Khairurrijal, 2009). Material

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN BAHAN MAGNETIKBERBASIS BaNi x Al 6-x Fe 6 O 19 UNTUK BAHAN ABSORBER GELOMBANGELEKTROMAGNETIK SKRIPSI PRAHMADYANA

PENGEMBANGAN BAHAN MAGNETIKBERBASIS BaNi x Al 6-x Fe 6 O 19 UNTUK BAHAN ABSORBER GELOMBANGELEKTROMAGNETIK SKRIPSI PRAHMADYANA PENGEMBANGAN BAHAN MAGNETIKBERBASIS BaNi x Al 6-x Fe 6 O 19 UNTUK BAHAN ABSORBER GELOMBANGELEKTROMAGNETIK SKRIPSI PRAHMADYANA 110801070 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

Callister, D W Materials Science and Enginering. Eighth Edition. New York : John Willy & Soon.inc

Callister, D W Materials Science and Enginering. Eighth Edition. New York : John Willy & Soon.inc DAFTAR PUSTAKA Abdullah, M. 2009. Karakterisasi Nanomaterial. [Jurnal]. Bandung : Laboratorium Sintesis dan Fungsionalisasi Nanomaterial FMIPA ITB. Jurnal Nanosains dan Nanoteknologi Vol. 2 No. 1 Februari

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN PERNYATAAN PRAKATA DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN PERNYATAAN PRAKATA DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii MOTTO DAN PERSEMBAHAN iii PERNYATAAN iv PRAKATA v DAFTAR ISI vii DAFTAR GAMBAR ix DAFTAR TABEL xiii INTISARI xiv ABSTRACT xv BAB I. PENDAHULUAN 1 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasir besi umumnya ditambang di areal sungai dasar atau tambang pasir (quarry) di pegunungan, tetapi hanya beberapa saja pegunungan di Indonesia yang banyak mengandung

Lebih terperinci

Callister, Rethwisch G Materials Science and Engineering. Eighth Edition. John Wiley & Soon. Inc : Wiley.

Callister, Rethwisch G Materials Science and Engineering. Eighth Edition. John Wiley & Soon. Inc : Wiley. DAFTAR PUSTAKA Adi Wisnu A. 2011. Kajian Struktur Mikro Terhadap Sifat Magnetik Pada Magnet Permanen Ba0,6Fe 2 O 3. Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir-BATAN. Volume 29 (2) ISSN : 0125-9121 : Tangerang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Dunia penelitian sains hari ini dapat dikatakan telah dan akan terus memberikan banyak perhatian pada bidang nanoteknologi. Karakternya yang unik membuat

Lebih terperinci

Analisa Sifat Magnetik dan Morfologi Barium Heksaferrit Dopan Co Zn Variasi Fraksi Mol dan Temperatur Sintering

Analisa Sifat Magnetik dan Morfologi Barium Heksaferrit Dopan Co Zn Variasi Fraksi Mol dan Temperatur Sintering 1 Analisa Sifat Magnetik dan Morfologi Barium Heksaferrit Dopan Co Zn Variasi Fraksi Mol dan Temperatur Sintering dengan Metode Sol-Gel Auto Combustion Putu Ary Kresna Mudra dan Widyastuti Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil-hasil penelitian bidang nanoteknologi telah diaplikasikan diberbagai bidang kehidupan, seperti industri, teknologi informasi, lingkungan, pertanian dan kesehatan.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet secara umum Magnet adalah suatu benda yang mempunyai medan magnet dan mempunyai gaya tolak menolak dan tarik menarik terhadap benda-benda tertentu. Efek tarik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan

Lebih terperinci

Karya Tulis Ilmiah MAGNET

Karya Tulis Ilmiah MAGNET Karya Tulis Ilmiah MAGNET Ditulis oleh : Dina Kurnia Putri 1231120065 POLITEKNIK NEGERI MALANG JURUSAN TEKNIK ELEKTRO PROGRAM STUDI TEKNIK LISTRIK MALANG 2013 1 DAFTAR ISI Daftar Isi...2 Kata Pengantar...3

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Yaghtin (2013), melakukan penelitian tentang efek perlakuan panas terhadap sifat magnetik dari sebuah soft-magnetic composite (SMC-s) dengan dilapisi Al 2 O

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Barium Ferit Magnet keras (ferit) yang banyak digunakan biasanya memiliki komposisi dari barium atau stronsium dengan oksida besi yang telah dikembangkan sejak 1960. Bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Guimaraes, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. (Guimaraes, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanoteknologi adalah teknologi pembuatan dan penggunaan material yang memiliki ukuran nanometer dengan skala (1-100 nm). Perubahan ukuran bulk ke nanomaterial mengakibatkan

Lebih terperinci

Sifat sifat kemagnetan magnet permanen ( hard ferrite ) dipengaruhi oleh kemurnian bahan, ukuran butir (grain size), dan orientasi kristal.

Sifat sifat kemagnetan magnet permanen ( hard ferrite ) dipengaruhi oleh kemurnian bahan, ukuran butir (grain size), dan orientasi kristal. 2.1 Pengertian Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan untuk industri

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK BARIUM M-HEKSAFERRIT DENGAN DOPING ION Zn PADA VARIASI TEMPERATUR RENDAH

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK BARIUM M-HEKSAFERRIT DENGAN DOPING ION Zn PADA VARIASI TEMPERATUR RENDAH SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK BARIUM M-HEKSAFERRIT DENGAN DOPING ION Zn PADA VARIASI TEMPERATUR RENDAH ARIZA NOLY KOSASIH 1108 100 025 PEMBIMBING : Dr. M. ZAINURI M,Si LATAR BELAKANG Barium

Lebih terperinci

PENGARUH SUBSTITUSI ION Ti-Zn TERHADAP SIFAT KEMAGNETAN dan SIFAT PENYERAPAN GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK MATERIAL SISTEM BaFe12-xTix/2Znx/2O19

PENGARUH SUBSTITUSI ION Ti-Zn TERHADAP SIFAT KEMAGNETAN dan SIFAT PENYERAPAN GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK MATERIAL SISTEM BaFe12-xTix/2Znx/2O19 DOI: doi.org/10.21009/spektra.022.02 PENGARUH SUBSTITUSI ION Ti-Zn TERHADAP SIFAT KEMAGNETAN dan SIFAT PENYERAPAN GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK MATERIAL SISTEM BaFe12-xTix/2Znx/2O19 Nenni 1,a), Mutia Delina

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mill Scale Hingga saat ini bahan-bahan oksida besi masih menjadi salah satu fokus kajian penting dalam kegiatan riset. Secara alamiah bahan-bahan tersebut ditemukan dalam bentuk

Lebih terperinci

MAKALAH BAHAN MAGNETIK DAN SUPERKONDUKTOR BAHAN FERROMAGNETIK

MAKALAH BAHAN MAGNETIK DAN SUPERKONDUKTOR BAHAN FERROMAGNETIK MAKALAH BAHAN MAGNETIK DAN SUPERKONDUKTOR BAHAN FERROMAGNETIK Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah bahan magnetik dan superkonduktor NAMA : ERNI YULIANTI NPM : 140310140042 UNIVERSITAS PADJADJARAN

Lebih terperinci

MOTTO DAN PERSEMBAHAN...

MOTTO DAN PERSEMBAHAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv PRAKATA... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xii INTISARI... xiii ABSTRACT...

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan magnetik digunakan pada peralatan tradisional dan modern. Magnet permanen telah digunakan manusia selama lebih dari 5000 tahun seperti medium perekam pada komputer

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI MAGNET SECARA UMUM Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan untuk industri otomotif dan lainnya. Sebuah magnet

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Asal kata magnet diduga dari kata magnesia yaitu nama suatu daerah di Asia kecil. Menurut

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Waktu Milling dan Penambahan Silicon Carbide Terhadap Ukuran Kristal, Remanen, Koersivitas, dan Saturasi Pada Material Iron

Pengaruh Variasi Waktu Milling dan Penambahan Silicon Carbide Terhadap Ukuran Kristal, Remanen, Koersivitas, dan Saturasi Pada Material Iron 1 Pengaruh Variasi Waktu Milling dan Penambahan Silicon Carbide Terhadap Ukuran Kristal, Remanen, Koersivitas, dan Saturasi Pada Material Iron Luthfi Fajriani, Bambang Soegijono Departemen Fisika, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III MAGNETISME. Tujuan Penmbelajaran : - Memahami dan mengerti tentang sifat-sifat magnet, bahan dan kegunaannya.

BAB III MAGNETISME. Tujuan Penmbelajaran : - Memahami dan mengerti tentang sifat-sifat magnet, bahan dan kegunaannya. BAB III MAGNETISME Tujuan Penmbelajaran : - Memahami dan mengerti tentang sifat-sifat magnet, bahan dan kegunaannya. Magnetisme (kemagnetan) tercakup dalam sejumlah besar operasi alat listrik, seperti

Lebih terperinci

PENGARUH ADITIF BaCO 3 PADA KRISTALINITAS DAN SUSEPTIBILITAS BARIUM FERIT DENGAN METODA METALURGI SERBUK ISOTROPIK

PENGARUH ADITIF BaCO 3 PADA KRISTALINITAS DAN SUSEPTIBILITAS BARIUM FERIT DENGAN METODA METALURGI SERBUK ISOTROPIK Berkala Fisika ISSN : 1410-9662 Vol. 18, No. 1, Januari 2015, hal 43-50 PENGARUH ADITIF BaCO 3 PADA KRISTALINITAS DAN SUSEPTIBILITAS BARIUM FERIT DENGAN METODA METALURGI SERBUK ISOTROPIK Priska R. Nugraha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I. BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I.1 Latar Belakang Pasir besi merupakan salah satu sumber besi yang dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan

Lebih terperinci

Pengaruh temperatur sintering terhadap struktur dan sifat magnetik La 3+ - barium nanoferit sebagai penyerap gelombang mikro

Pengaruh temperatur sintering terhadap struktur dan sifat magnetik La 3+ - barium nanoferit sebagai penyerap gelombang mikro ISSN: 2089 0133 Indonesian Journal of Applied Physics (2017) Vol.7 No.2 halaman 91 Oktober 2017 Pengaruh temperatur sintering terhadap struktur dan sifat magnetik La 3+ - barium nanoferit sebagai penyerap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nano material memiliki sifat mekanik, optik, listrik, termal, dan magnetik yang unik. Sifat sifat unik tersebut tidak ditemukan pada material yang berukuran bulk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Perkembangan nanoteknologi telah mendapat perhatian besar dari para ilmuwan dan peneliti. Nanoteknologi secara umum dapat didefinisikan sebagai teknologi

Lebih terperinci

JURNAL PENELITIAN PENDIDIKAN IPA

JURNAL PENELITIAN PENDIDIKAN IPA JURNAL PENELITIAN PENDIDIKAN IPA http://jurnal.unram.ac.id/index.php/jpp-ipa e-issn : 2407-795X p-issn : 2460-2582 Vol 2, No, 1 Januari 2016 SINTESIS SERBUK BARIUM HEKSAFERIT YANG DITAMBAH DENGAN LOGAM

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI

PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI 130801041 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

Bab 4 Data dan Analisis

Bab 4 Data dan Analisis Bab 4 Data dan Analisis 4.1 Hasil XRD Pada penelitian ini dilakukan analisa dengan menggunakan XRD, serbuk yang dihasilkan lewat proses auto-combustion dan telah dikalsinasi dianalisa dengan XRD untuk

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Sifat magnet dari material ditentukan oleh beberapa hal diantaranya adalah sebagai berikut

BAB II DASAR TEORI. Sifat magnet dari material ditentukan oleh beberapa hal diantaranya adalah sebagai berikut 2.1 Material Magnetik BAB II DASAR TEORI Sifat magnet dari material ditentukan oleh beberapa hal diantaranya adalah sebagai berikut 2.1.1 Momen magnet Sifat magnetik dari bahan secara makroskopik timbul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia tidak dapat lepas dari teknologi, seiring dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi maka seiring dengan hal itu juga kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Momen Magnetik dan Magnetisasi Secara makroskopis, magnetisasi adalah respon bahan magnetik terhadap medan magnet luar. Secara mikroskopis, magnetisasi suatu bahan pada dasarnya

Lebih terperinci

JURNAL PENELITIAN PENDIDIKAN IPA

JURNAL PENELITIAN PENDIDIKAN IPA JURNAL PENELITIAN PENDIDIKAN IPA http://jurnal.unram.ac.id/index.php/jpp-ipa e-issn : 2407-795X p-issn : 2460-2582 Vol 2, No, 1 Januari 2016 SINTESIS BARIUM M-HEKSAFERIT DENGAN DOPING LOGAM Zn MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. XRD Uji XRD menggunakan difraktometer type Phylips PW3710 BASED dilengkapi dengan perangkat software APD (Automatic Powder Difraction) yang ada di Laboratorium UI Salemba

Lebih terperinci

02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM

02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM 02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM 2.1. Cacat Kristal Diperlukan berjuta-juta atom untuk membentuk satu kristal. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila terdapat cacat atau ketidakteraturan dalam tubuh kristal.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung

BAB II DASAR TEORI. Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung BAB II DASAR TEORI 2.1 Energi Listrik Energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja. Salah satu bentuk energi adalah energi listrik. Energi listrik adalah energi yang berkaitan dengan akumulasi arus elektron,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi 4.1.1 Sol Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan ZrOCl 2. 8H 2 O dengan perbandingan mol 1:4:6 (Ikeda, et al. 1986) dicampurkan

Lebih terperinci

SINTESIS NANOKOMPOSIT PAni/Fe 3 O 4 SEBAGAI PENYERAP MAGNETIK PADA GELOMBANG MIKRO

SINTESIS NANOKOMPOSIT PAni/Fe 3 O 4 SEBAGAI PENYERAP MAGNETIK PADA GELOMBANG MIKRO SINTESIS NANOKOMPOSIT PAni/Fe 3 O 4 SEBAGAI PENYERAP MAGNETIK PADA GELOMBANG MIKRO Erika Linda Yani Nasution, Astuti Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas e-mail: tuty_phys@yahoo.com ABSTRAK Nanokomposit

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejak ditemukan oleh ilmuwan berkebangsaan Jerman Christian Friedrich

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejak ditemukan oleh ilmuwan berkebangsaan Jerman Christian Friedrich BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sel Bahan Bakar (Fuel Cell) Sejak ditemukan oleh ilmuwan berkebangsaan Jerman Christian Friedrich Schönbein pada tahun 1838, sel bahan bakar telah berkembang dan menjadi salah

Lebih terperinci

SINTESIS BARIUM HEXAFERRITE YANG DISUBSTITUSI ION Mn-Co MELALUI REAKSI PADAT DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERUBAHAN STUKTUR DAN SIFAT MAGNETIK

SINTESIS BARIUM HEXAFERRITE YANG DISUBSTITUSI ION Mn-Co MELALUI REAKSI PADAT DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERUBAHAN STUKTUR DAN SIFAT MAGNETIK 146 Prosiding Pertemuan Ilmiah XXIV HFI Jateng & DIY, Semarang 10 April 2010 hal. 146-150 SINTESIS BARIUM HEXAFERRITE YANG DISUBSTITUSI ION Mn-Co MELALUI REAKSI PADAT DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERUBAHAN

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian yang dilakukan ini menggunakan metode eksperimen. Eksperimen dilakukan di beberapa tempat yaitu Laboratorium Kemagnetan Bahan, Jurusan Fisika, FMIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam menciptakan material, struktur fungsional, maupun piranti dalam skala nanometer. Perkembangan nanoteknologi

Lebih terperinci

PENGERTIAN. Kata magnet (magnit) berasal dari bahasa Yunani magnítis líthos yang berarti batu Magnesian. Apakah magnet itu?

PENGERTIAN. Kata magnet (magnit) berasal dari bahasa Yunani magnítis líthos yang berarti batu Magnesian. Apakah magnet itu? KEMAGNETAN PENGERTIAN Apakah magnet itu? Kata magnet (magnit) berasal dari bahasa Yunani magnítis líthos yang berarti batu Magnesian Magnet adalah benda-benda yang dapat menarik besi atau baja yang berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir-akhir ini banyak dikembangkan penelitian tentang nanopartikel spinel ferrit. Hal ini dikarenakan bidang aplikasinya yang sangat luas yaitu dalam sistem penyimpanan

Lebih terperinci

Erfan Handoko 1, Iwan Sugihartono 1, Zulkarnain Jalil 2, Bambang Soegijono 3

Erfan Handoko 1, Iwan Sugihartono 1, Zulkarnain Jalil 2, Bambang Soegijono 3 SINTESIS DAN KARAKTERISASI MATERIAL MAGNET HIBRIDA BaFe 12 O 19 - Sm 2 Co 17 Erfan Handoko 1, Iwan Sugihartono 1, Zulkarnain Jalil 2, Bambang Soegijono 3 1 Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: X B-41

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: X B-41 JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: 2301-928X B-41 Pengaruh Variasi ph Pelarut HCl Pada Sintesis Barium M-Heksaferrit Dengan Doping Zn (BaFe 11,4 Zn 0,6 ) Menggunakan Metode Kopresipitasi

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI XRD MULTIFERROIK BiFeO 3 DIDOPING Pb

SINTESIS DAN KARAKTERISASI XRD MULTIFERROIK BiFeO 3 DIDOPING Pb SINTESIS DAN KARAKTERISASI XRD MULTIFERROIK BiFeO 3 DIDOPING Pb Oleh: Tahta A 1, Darminto 1, Malik A 1 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya,

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur Sintering Terhadap Struktur dan Sifat Magnetik Ni 2+ - Barium Ferit sebagai Penyerap Gelombang Mikro

Pengaruh Temperatur Sintering Terhadap Struktur dan Sifat Magnetik Ni 2+ - Barium Ferit sebagai Penyerap Gelombang Mikro Pengaruh Temperatur Sintering Terhadap Struktur dan Sifat Magnetik Ni 2+ - Barium Ferit sebagai Penyerap Gelombang Mikro Muhammad Iqbal Ramadhan*, Wahyu Widanarto, Sunardi Jurusan Fisika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Material Magnet Material magnet merupakan material (bahan) yang mempunyai medan magnet. Kata magnet berasal dari bahasa Yunani, magnitis lithos yang berarti batu Magnesian.

Lebih terperinci