BAB II GAYA BELAJAR SISWA BERPRESTASI. yang menjelaskan mengenai bagaimana individu belajar atau cara yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II GAYA BELAJAR SISWA BERPRESTASI. yang menjelaskan mengenai bagaimana individu belajar atau cara yang"

Transkripsi

1 BAB II GAYA BELAJAR SISWA BERPRESTASI A. Gaya Belajar 1. Pengertian Gaya Belajar Menurut M. Nur Ghufron dan Rini Risnawati S. dalam bukunya Gaya Belajar menjelaskan bahwa gaya belajar merupakan sebuah pendekatan yang menjelaskan mengenai bagaimana individu belajar atau cara yang ditempuh oleh masing-masing orang untuk berkonsentrasi pada proses, dan menguasai informasi yang sulit dan baru melalui persepsi yang berbeda. James dan Gardner berpendapat bahwa gaya belajar adalah cara yang kompleks di mana para siswa menganggap dan merasa paling efektif dan efisien dalam memproses, menyimpan dan memanggil kembali apa yang telah mereka pelajari. Definisi Keefe mengenai gaya belajar adalah faktor-faktor kognitif, afektif, dan fisiologis yang menyajikan beberapa indikator yang relatif stabil tentang bagaimana siswa merasa, berhubungan dengan lainnya dan berinteraksi terhadap lingkungan belajar. Menurut Kolb bahwa gaya belajar merupakan metode yang dimiliki individu untuk mendapatkan informasi, sehingga pada prinsipnya gaya belajar merupakan bagian integral dalam siklus belajar aktif. 1 Sedangkan Menurut Eric Jensen dalam bukunya Guru Super dan Super 1 M. Nur Ghufron dan Rini Risnawati S., Gaya Belajar: Kajian Teoritik (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hlm

2 21 Teaching menjelaskan bahwa gaya belajar adalah satu cara yang disukai untuk memikirkan, mengolah, dan memahami informasi. 2 Menurut Bobbi DePorter dan Mike Hernacki dalam bukunya Quantum Learning menjelaskan bahwa gaya belajar adalah kombinasi dari menyerap, mengatur, dan mengolah informasi Macam-Macam Gaya Belajar a. Visual (Visual Learners) Modalitas ini mengakses citra visual, yang diciptakan maupun diingat. Warna, hubungan ruang, potret mental, dan gambar menonjol dalam modalitas ini. Seseorang yang sangat visual bercirikan sebagai berikut: 1) Teratur, memperhatikan segala sesuatu, menjaga penampilan 2) Mengingat dengan gambar, lebih suka membaca daripada dibacakan 3) Membutuhkan gambaran dan tujuan menyeluruh dan menangkap detail: mengingat apa yang dilihat. 4 4) Berbicara dengan cepat 5) Perencana dan pengatur jangka panjang yang baik 6) Teliti pada detail 2 Eric Jensen, Guru Super & Super Teaching, terjemahan Benyamin Molan (Jakarta: Indeks, 2010), hlm Bobbi DePorter dan Mike Hernacki, Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, terjemahan Alwiyah Abdurrahman (Bandung: Kaifa, 2000), hlm Bobbi DePorter, Mark Reardon dan Sarah Singer-Nourie, Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum Teaching di Ruang-Ruang Kelas, terjemahan Ary Nilandari (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2000), hlm. 85.

3 22 7) Pengeja yang baik dan dapat melihat kata- kata yang sebenarnya dalam pikiran mereka 8) Mengingat apa yang dilihat dari pada yang didengar 9) Biasanya tidak terganggu oleh keributan 10) Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis, dan sering kali minta bantuan orang untuk mengulanginya 11) Pembaca cepat dan tekun 12) Mencoret-coret tanpa arti selama berbicara di telepon dan dalam rapat 13) Lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain 14) Sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat ya atau tidak 15) Lebih suka melakukan demonstrasi daripada berpidato 16) Lebih suka seni daripada musik 17) Sering kali mengetahui apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai memilih kata- kata 18) Kadang-kadang kehilangan konsentrasi ketika mereka ingin memperhatikan 5 19) Cenderung melihat sikap, gerakan, dan bibir guru yang sedang mengajar 5 Bobbi DePorter dan Mike Hernacki, op. cit., hlm. 116.

4 23 20) Saat mendapat petunjuk untuk melakukan sesuatu, biasanya akan melihat teman-teman lainnya baru kemudian dia sendiri yang bertindak 21) Tak suka bicara di depan kelompok dan tak suka pula mendengarkan orang lain. Terlihat pasif dalam kegiatan diskusi. Gaya Belajar Visual (Visual Learners) menitikberatkan pada ketajaman penglihatan. Artinya, bukti-bukti konkret harus diperlihatkan terlebih dahulu agar mereka paham. 6 Gaya belajar seperti ini mengandalkan penglihatan atau melihat dulu buktinya untuk kemudian bisa mempercayainya. Ada beberapa karakteristik yang khas bagi orang-orang yang menyukai gaya belajar visual ini. Pertama adalah kebutuhan melihat sesuatu (informasi/pelajaran) secara visual untuk mengetahuinya atau memahaminya, kedua memiliki kepekaan yang kuat terhadap warna, ketiga memiliki pemahaman yang cukup terhadap masalah artistik, keempat memiliki kesulitan dalam berdialog secara langsung, kelima terlalu reaktif terhadap suara, keenam sulit mengikuti anjuran secara lisan, ketujuh sering kali salah menginterpretasikan kata atau ucapan. 7 b. Auditori (Auditory Learners ) Modalitas ini mengakses segala jenis bunyi dan kata diciptakan maupun diingat. Musik, nada, irama, rima, dialog internal, dan suara 6 Haryanto. Macam-macam Gaya Belajar. Diakses [13/09/2014] 7 Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hlm. 181.

5 24 menonjol di sini. Seseorang yang sangat auditorial dapat bercirikan sebagai berikut: 1) Perhatiannya mudah terpecah 2) Berbicara dengan pola berirama 3) Belajar dengan cara mendengarkan, menggerakkan bibir/bersuara saat membaca 4) Berdialog secara internal dan eksternal. 8 5) Senang membaca dengan keras dan mendengarkan 6) Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, birama, dan warna suara 7) Merasa kesulitan untuk menulis, tetapi hebat dalam bercerita 8) Biasanya pembicara yang fasih 9) Lebih suka musik dari pada seni 10) Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan dari pada yang dilihat 11) Suka berbicara, suka berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu panjang lebar 12) Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan visualisasi, seperti memotong bagian-bagian hingga sesuai satu sama lain 13) Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya 14) Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik 9 8 Bobbi DePorter, Mark Reardon dan Sarah Singer-Nourie, loc. cit.

6 25 15) Tak suka membaca dan umumnya memang bukan pembaca yang baik karena kurang dapat mengingat dengan baik apa yang baru saja dibacanya 16) Kurang cakap dalam mengerjakan tugas mengarang/ menulis 17) Kurang tertarik memperhatikan hal-hal baru di lingkungan sekitarnya, seperti hadirnya anak baru, adanya papan pengumuman di pojok kelas, dan lain-lain. Gaya belajar Auditori (Auditory Learners) mengandalkan pada pendengaran untuk bisa memahami dan mengingatnya. Karakteristik model belajar seperti ini benar-benar menempatkan pendengaran sebagai alat utama menyerap informasi atau pengetahuan. Artinya, kita harus mendengar, baru kemudian kita bisa mengingat dan memahami informasi itu. Karakter pertama orang yang memiliki gaya belajar ini adalah semua informasi hanya bisa diserap melalui pendengaran, kedua memiliki kesulitan untuk menyerap informasi dalam bentuk tulisan secara langsung, ketiga memiliki kesulitan menulis ataupun membaca. 10 c. Kinestetik (Kinesthetic Learners) Modalitas ini mengakses segala jenis gerak dan emosi - diciptakan maupun diingat. Gerakan, koordinasi, irama, tanggapan emosional, dan 9 Bobbi DePorter dan Mike Hernacki, op. cit., hlm Hamzah B. Uno, loc. cit.

7 26 kenyamanan fisik menonjol di sini. Seseorang yang sangat kinestetik bercirikan: 1) Menyentuh orang dan berdiri berdekatan, banyak bergerak 2) Belajar dengan melakukan, menunjuk tulisan saat membaca, menanggapi secara fisik 3) Mengingat sambil berjalan dan melihat. 11 4) Berbicara dengan perlahan 5) Mudah terganggu oleh keributan 6) Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka 7) Mempunyai perkembangan awal otot-otot yang besar 8) Belajar melalui memanipulasi dan praktek 9) Banyak menggunakan isyarat tubuh 10) Tidak dapat duduk diam untuk waktu lama 12 11) Mengerjakan segala sesuatu yang memungkinkan tangannya aktif. Contoh: saat guru menerangkan pelajaran, dia mendengarkan sambil tangannya asyik menggambar 12) Suka menggunakan objek nyata sebagai alat bantu belajar 13) Sulit menguasai hal-hal abstrak seperti peta, simbol dan lambang 14) Menyukai praktek/ percobaan 15) Menyukai permainan dan aktivitas fisik. 11 Bobbi DePorter, Mark Reardon dan Sarah Singer-Nourie, loc. cit. 12 Bobbi DePorter dan Mike Hernacki, loc. cit.

8 27 Gaya belajar Kinestetik (Kinesthetic Learners) mengharuskan individu yang bersangkutan menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar ia bisa mengingatnya. Tentu saja ada beberapa karakteristik model belajar seperti ini yang tak semua orang bisa melakukannya. Karakter pertama adalah menempatkan tangan sebagai alat penerima informasi utama agar bisa terus mengingatnya. Kedua, hanya dengan memegangnya saja, seseorang yang memiliki gaya ini bisa menyerap informasi tanpa harus membaca penjelasannya. Karakter ketiga adalah kita termasuk orang yang tidak bisa/tahan duduk terlalu lama untuk mendengarkan pelajaran. Keempat, kita merasa bisa belajar lebih baik apabila disertai dengan kegiatan fisik. Karakter terakhir, orang yang memiliki gaya belajar ini memiliki kemampuan mengoordinasikan sebuah tim dan kemampuan mengendalikan gerak tubuh (athletic ability) Memanfaatkan Gaya Belajar Semua orang belajar dengan cara yang berbeda-beda, dan semua cara sama baiknya. Dalam kenyataannya, kita semua memiliki ketiga gaya belajar itu (visual, auditorial, dan kinestetik), hanya saja biasanya satu gaya mendominasi. 14 Tip-tip yang bisa diberikan untuk membantu pelajar dengan masing-masing gaya belajarnya, yaitu: 13 Hamzah B. Uno, op. cit., hlm Bobbi DePorter, Mark Reardon dan Sarah Singer-Nourie, op. cit., hlm. 165.

9 28 a. Pelajar visual Dorong pelajar visual membuat banyak simbol dan gambar dalam catatan mereka. Dalam matematika dan ilmu pengetahuan, tabel dan grafik akan memperdalam pemahaman mereka. Peta pikiran dapat menjadi alat yang bagus bagi para pelajar visual dalam mata pelajaran apa pun. Karena para pelajar visual belajar terbaik saat mereka mulai dengan gambaran keseluruhan, melakukan tinjauan umum mengenai bahan pelajaran akan sangat membantu. Membaca bahan secara sekilas, misalnya, memberikan gambaran umum mengenai bahan bacaan sebelum mereka terjun ke dalam perinciannya. b. Pelajar auditorial Mendengarkan kuliah, contoh, dan cerita serta mengulang informasi adalah cara-cara utama belajar mereka. Para pelajar auditorial mungkin lebih suka merekam pada kaset daripada mencatat, karena mereka suka mendengarkan informasi berulang-ulang. Mereka mungkin mengulang sendiri dengan keras apa yang anda katakan. Mereka tentu saja menyimak, hanya saja mereka suka mendengarkannya lagi. Jika anda melihat mereka kesulitan dengan peta konsep, bantulah mereka berbicara dengan diri mereka sendiri untuk memahaminya. Anda dapat membuat fakta panjang yang mudah diingat oleh siswa auditorial dengan mengubahnya menjadi lagu, dengan melodi yang sudah dikenal baik. Ada pelajar auditorial yang suka mendengarkan musik sambil belajar, ada yang menganggapnya sebagai gangguan. Pelajar

10 29 auditorial harus diperbolehkan berbicara dengan suara perlahan pada diri mereka sendiri sambil bekerja. c. Pelajar kinestetik Pelajar-pelajar ini menyukai proyek terapan. Lakon pendek dan lucu terbukti dapat membantu. Pera pelajar kinestetik suka belajar melalui gerakan, dan paling baik menghafal informasi dengan mengasosiasikan gerakan dengan setiap fakta. Tunjukkan caranya kepada mereka. Banyak pelajar kinestetik menjauhkan diri dari bangku, mereka lebih suka duduk di lantai dan menyebarkan pekerjaan di sekeliling mereka. 15 Bisa juga dengan membuat tulisan dan sebentuk pencatatan mengubah input auditori (suatu kuliah atau ceramah) ke dalam bentuk fisik, belajar bersama dengan orang lain dalam kelompok, buatlah tanda-tanda dari stabilo pada akhir setiap paragraf untuk menunjukkan bahwa telah memahaminya, selanjutnya dapat mengidentifikasi di mana mulai kehilangan kaitan dengan materi sebelumnya, membaca ulang wacana-wacana yang sulit, bila perlu membaca dengan lantang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gaya Belajar Rita Dunn, seorang pelopor di bidang gaya belajar, telah menemukan banyak variabel yang mempengaruhi gaya belajar siswa. Ini mencakup faktor-faktor fisik, faktor emosional, faktor sosiologis, dan 15 Bobbi DePorter, Mark Reardon dan Sarah Singer-Nourie, op. cit., hlm Colin Rose dan Malcolm J. Nicholl, Accelerated Learning for The 21 St Century: Cara Belajar Cepat Abad XXI, terjemahan Dedy Ahimsa (Bandung: Nuansa, 2012), hlm

11 30 lingkungan. Sebagian orang, misalnya dapat belajar paling baik dengan cahaya yang terang, sedang sebagian yang lain dengan pencahayaan yang suram. Ada siswa yang belajar paling baik secara berkelompok, sedangkan yang lain lagi memilih adanya figur yang otoriter seperti orang tua atau guru, yang lain lagi merasa bahwa bekerja sendirilah yang paling efektif bagi mereka. Sebagian orang memerlukan musik sebagai iringan belajar, sedang yang lain tidak dapat berkonsentrasi kecuali dalam keadaan ruangan sepi. Ada siswa yang memerlukan lingkungan kerja yang teratur dan rapi, tetapi yang lain lagi lebih suka menggelar segala sesuatunya supaya dapat dilihat. 17 B. Siswa Berprestasi 1. Pengertian Siswa Berprestasi Siswa adalah sekelompok orang dengan usia tertentu yang belajar baik secara kelompok atau perorangan. Siswa juga disebut murid atau pelajar. Ketika kita bicara mengenai siswa maka pikiran kita akan tertuju kepada siswa di lingkungan sekolah, baik sekolah dasar maupun menengah. Siswa berprestasi dia selalu bermotivasi untuk menuntut ilmu yang ingin dia capai untuk meraih kesuksesan atau menjadi anak yang berprestasi, itu perincian arti anak berprestasi. Beda dengan arti dari seorang siswa arti secara detailnya anak berprestasi itu seorang anak atau murid yang terdidik dengan daya pikir yang selalu berpikiran ke depan 17 Bobbi DePorter dan Mike Hernacki, op. cit., hlm. 110.

12 31 dalam artian selalu bermotivasi di mana pun dia berada. Ketika dia di lingkungan masyarakat maka pola pikir dia selalu mengikuti apa yang harus di kembangkan di lingkungannya. Biasanya hal itu terlihat dalam hal berikut : a. Selalu aktif bermasyarakat b. Banyak dikenal oleh masyarakat atas prestasinya c. Dan selalu menjadi anak kebanggaan ketua masyarakat Dan ketika dia di lingkungan pendidikan atau sekolah dia selalu bermotivasi memajukan atau mengharumkan nama sekolahnya dan membuat bangga kepala sekolah dan guru-guru yang telah mengajarnya. Biasanya hal itu terlihat dalam hal berikut : a. Terutama dia selalu tekun beribadah dan berdoa b. Selalu mengikuti kegiatan-kegiatan sekolah c. Rajin belajar untuk memotivasi menjadi anak yang berprestasi d. Tidak pernah mengeluh ketika dia menemukan kesulitan. 18 Tingkat kecerdasan atau inteligensi (IQ) siswa tak dapat diragukan lagi, sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. 19 Mengenai kecerdasan, Danah Zohar dan Ian Marshall, dalam bukunya yang disebutsebut menerobos, SQ: Spiritual Intelligence, menegaskan bahwa kecerdasan itu beragam. Menurutnya ada tiga ragam kecerdasan, IQ 18 Prasojo Dwi Utomo. Arti Siswa dan Anak Berprestasi. (16 Mei 2013). Diakses, 15 Juni Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999), hlm.

13 32 (Intelligence Quotient), EQ (Emotional Quotient), dan SQ (Spiritual Quotient). Mengenai hal ini Danah Zohar dan Ian Marshall menulis, ada pengorganisasian saraf yang memungkinkan kita berpikir rasional, logis dan taat asa. Ini kita sebut IQ. Jenis yang lain memungkinkan kita berpikir asosiatif, yang terbentuk oleh kebiasaan, dan membuat kita mampu mengenali pola-pola emosi. Ini kita sebut EQ. 20 Kecerdasan emosional ini secara teknis, pertama kali digagas dan ditemukan oleh Daniel Goleman. Dalam bukunya, Emotional Intelligence, Daniel Goleman menyatakan bahwa kontribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20% dan sisanya yang 80%, ditentukan oleh sederetan faktor yang disebutnya sebagai kecerdasan emosional. 21 Jenis ketiga memungkinkan kita untuk berpikir secara kreatif, berwawasan jauh, membuat dan bahkan mengubah aturan. Inilah jenis pemikiran yang memungkinkan kita menata kembali dan mentransformasikan dua jenis pemikiran sebelumnya. Ini kita sebut SQ Pengertian Belajar Belajar menurut Gagne sebagaimana dikutip Ratna Willis Dahar dalam bukunya Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran didefinisikan sebagai 20 Agus Efendi, Revolusi Kecerdasan Abad 21: Kritik MI, EI, SQ, AQ & Successful Intelligence atas IQ (Bandung: Alfabeta, 2005), hlm Akhmad Muhaimin Azzet, Mengembangkan Kecerdasan Sosial bagi Anak (Jogjakarta: Katahati, 2011), hlm Agus Efendi, loc. cit.

14 33 suatu proses di mana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. 23 Bimo Walgito dalam bukunya Pengantar Psikologi Umum mengatakan bahwa mengenai pengertian belajar dapat dikemukakan sebagai berikut: a. Belajar merupakan suatu proses, yang mengakibatkan adanya perubahan perilaku (change in behavior of performance). Ini berarti sehabis belajar individu mengalami perubahan dalam perilakunya. Perilaku dalam arti yang luas dapat over behavior atau inner behavior. Karena itu perubahan itu dapat dalam segi kognitif, afektif dan dalam segi psikomotorik. b. Perubahan perilaku itu dapat aktual, yaitu yang menampak, tetapi juga dapat bersifat potensial, yang tidak menampak pada saat itu, tetapi akan nampak di lain kesempatan. c. Perubahan yang disebabkan karena belajar itu bersifat relatif permanen, yang berarti perubahan itu akan bertahan dalam waktu yang relatif lama. Tetapi perubahan itu tidak akan menetap terus menerus, sehingga pada suatu waktu hal tersebut dapat berubah lagi sebagai akibat belajar. d. Perubahan perilaku, baik yang aktual maupun yang potensial, yang merupakan hasil belajar, merupakan perubahan yang melalui pengalaman atau latihan. Ini berarti bahwa perubahan itu bukan terjadi karena faktor kematangan yang ada pada diri individu, bukan karena hlm Ratna Willis Dahar, Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: Erlangga, 2011),

15 34 faktor kelelahan dan juga faktor temporer individu seperti keadaan sakit serta pengaruh obat-obatan. 24 Menurut Oemar Hamalik dalam bukunya Proses Belajar Mengajar mengatakan bahwa belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan. 25 Adapun belajar bercirikan adanya kemampuan baru atau perubahan. Perubahan tingkah laku tersebut bersifat pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor), maupun nilai dan sikap (afektif). Perubahan itu tidak berlangsung sesaat saja, melainkan menetap atau dapat disimpan. Perubahan itu tidak terjadi begitu saja, melainkan harus dengan usaha. Perubahan terjadi akibat interaksi dengan lingkungan. Perubahan tidak semata-mata disebabkan oleh pertumbuhan fisik atau kedewasaan, tidak karena kelelahan, penyakit atau pengaruh obat-obatan. 26 Secara pragmatis teori belajar dapat dipahami sebagai prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan hlm Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, Cet. 5 (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2005), 25 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2013), hlm Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 5-6.

16 35 penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar. Di antara sekian banyak teori yang berdasarkan hasil eksperimen terdapat tiga macam yang sangat menonjol, yakni: Connectionism, Classical Conditioning, dan Operant Conditioning. a. Connectionism (Koneksionisme) Teori koneksionisme (connectionism) adalah teori yang ditemukan dan dikembangkan oleh Edward L. Thorndike berdasarkan eksperimen yang ia lakukan pada tahun 1890-an. Eksperimen Thorndike ini menggunakan hewan-hewan terutama kucing untuk mengetahui fenomena belajar. Berdasarkan eksperimennya, Thorndike berkesimpulan bahwa belajar adalah hubungan antara stimulus dan respons. Itulah sebabnya, teori koneksionisme juga disebut S-R Bond Theory dan S-R Psychology of Learning. Selain itu, teori ini juga terkenal dengan sebutan Trial and Error Learning. Istilah ini menunjuk pada panjangnya waktu atau banyaknya jumlah kekeliruan dalam mencapai suatu tujuan. b. Classical Conditioning (Pembiasaan Klasik) Teori pembiasaan klasik (classical conditioning) ini berkembang berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan oleh Ivan Pavlov, seorang ilmuwan besar Rusia yang berhasil menggondol hadiah Nobel pada tahun Pada dasarnya classical conditioning

17 36 ini adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut. Dalam eksperimennya, Pavlov menggunakan anjing untuk mengetahui hubungan antara conditioned stimulus (CS), unconditioned stimulus (UCS), conditioned respons (CR), dan unconditioned respons (UCR). CS adalah rangsangan yang mampu mendatangkan respons yang dipelajari, sedangkan respons yang dipelajari itu sendiri disebut CR. Adapun UCS berarti rangsangan yang menimbulkan respons yang tidak dipelajari, dan respons yang yang tidak dipelajari itu disebut UCR. Berdasarkan eksperimennya, semakin jelas bahwa belajar adalah perubahan yang ditandai dengan adanya hubungan antara stimulus dan respons. Jadi, pada prinsipnya hasil eksperimen E. L. Thorndike di muka kurang lebih sama dengan hasil eksperimen Pavlov yang memang dianggap sebagai pendahulu dan anutan Thorndike yang behavioristik itu. Kesimpulan yang dapat kita tarik dari hasil eksperimen Pavlov ialah apabila stimulus yang diadakan (CS) selalu disertai dengan stimulus penguat (UCS), stimulus tadi (CS) cepat atau lambat akhirnya akan menimbulkan respons atau perubahan yang kita kehendaki yang dalam hal ini CR. Selanjutnya, Skinner berpendapat bahwa proses belajar yang berlangsung dalam eksperimen Pavlov itu tunduk terhadap dua macam hukum yang berbeda, yakni: law of responden conditioning dan law of

18 37 responden extinction. Secara harfiah, law of responden conditioning berarti hukum pembiasaan yang dituntut, sedangkan law of responden extinction adalah hukum pemusnahan yang dituntut. c. Operant Conditioning (Pembiasaan Perilaku Respons) Teori pembiasaan perilaku respons (operant conditioning) ini merupakan teori belajar yang berusia paling muda dan masih sangat berpengaruh di kalangan para ahli psikologi belajar masa kini. Penciptanya bernama Burrhus Frederic Skinner, seorang penganut behaviorisme yang dianggap kontroversial. Operant adalah sejumlah perilaku atau respons yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan yang dekat. Tidak seperti dalam responden conditioning (yang responsnya didatangkan oleh stimulus tertentu), respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri sesungguhnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical responden conditioning. Dalam salah satu eksperimennya, Skinner menggunakan seekor tikus yang ditempatkan dalam sebuah peti yang kemudian terkenal dengan nama Skinner Box. Eksperimen Skinner mirip sekali dengan trial and error learning yang ditemukan oleh Thorndike. Dalam hal ini, fenomena tingkah laku belajar menurut Thorndike selalu

19 38 melibatkan satisfaction (kepuasan), sedangkan menurut Skinner, fenomena tersebut melibatkan reinforment (penguatan). Dengan demikian, baik belajar dalam teori S-R Bond maupun dalam teori operant conditioning langsung atau tidak, keduanya mengakui arti penting law of effect. Selanjutnya, proses belajar dalam teori operant conditioning juga tunduk kepada dua hukum operant yang berbeda, yakni: law of operant conditioning dan law of operant extinction. Menurut law of operant conditioning jika timbulnya tingkah laku operant diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan tingkah laku tersebut akan meningkat. Sebaliknya, menurut law of operant extinction, jika timbulnya tingkah laku operant yang telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan tingkah laku tersebut akan menurun atau bahkan musnah. Hukumhukum ini pada dasarnya sama saja dengan hukum-hukum yang melekat dalam proses belajar menurut teori pembiasaan yang klasik Pengertian Prestasi Belajar Prestasi belajar terdiri dari dua kata, yaitu prestasi dan belajar. Menurut Departemen Pendidikan Nasional, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dari yang telah Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999), hlm.

20 39 dilakukan, dikerjakan dan sebagainya). 28 Sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. 29 Pengertian prestasi belajar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah hasil belajar yang diperoleh dari kegiatan yang bersifat kognitif dan biasanya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian. 30 Menurut M. Nur Ghufron dan Rini Risnawita dalam bukunya Gaya Belajar menjelaskan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh siswa atau mahasiswa setelah melakukan aktivitas belajarnya yang dinyatakan dalam bentuk nilai angka atau huruf Macam-Macam Prestasi Belajar Benyamin S. Bloom secara garis besar membagi prestasi belajar dalam 3 ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. 32 a. Ranah kognitif Untuk mengukur keberhasilan siswa dalam ranah kognitif dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik dengan tes tertulis, tes lisan, maupun tes perbuatan. Akan tetapi untuk mengetahui kemampuan siswa bidang kognitif ini lebih tepat menggunakan tes pencocokan 28 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. 3 (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), hlm Ibid., hlm Ibid., hlm M. Nur Ghufron dan Rini Risnawita, op. cit., hlm M. Daryanto, Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm. 39.

21 40 (matching test), tes isian dan tes esai. 33 Menurut Bloom, kemampuan berpikir secara hierarkis yang terdiri dari pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. 34 1) Tingkat pengetahuan (knowledge), pada tahap ini menuntut siswa untuk mampu mengingat (recall) berbagai informasi yang telah diterima sebelumnya, misalnya fakta, rumus, terminologi strategi problem solving dan lain sebagainya. 2) Tingkat pemahaman (comprehension), pada tahap ini kategori pemahaman dihubungkan dengan kemampuan untuk menjelaskan pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri. Pada tahap ini peserta didik diharapkan menerjemahkan atau menyebutkan kembali yang telah didengar dengan kata-kata sendiri. 3) Tingkat penerapan (application), penerapan merupakan kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan informasi yang telah dipelajari ke dalam situasi yang baru, serta memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari. 4) Tingkat analisis (analysis), analisis merupakan kemampuan mengidentifikasi, memisahkan dan membedakan komponenkomponen atau elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, 33 Muhibbin Syah, op. cit., hlm Mimin Haryati, Sistem Penilaian Berbasis Kompetensi, Cet. 2 (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), hlm. 22.

22 41 hipotesa atau kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat ada atau tidaknya kontradiksi. Dalam tingkat ini peserta didik diharapkan menunjukkan hubungan di antara berbagai gagasan dengan cara membandingkan gagasan tersebut dengan standar, prinsip atau prosedur yang telah dipelajari. 5) Tingkat sintesis (synthesis), sintesis merupakan kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh. 6) Tingkat penilaian (evaluation), evaluasi merupakan level tertinggi yang mengharapkan peserta didik mampu membuat penilaian dan keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode, produk, atau benda dengan menggunakan kriteria tertentu. 35 b. Ranah afektif Pengukuran ranah afektif tidaklah semudah mengukur ranah kognitif. Pengukuran ranah afektif tidak dapat dilakukan setiap saat (dalam arti pengukuran formal) karena perubahan tingkah laku siswa tidak dapat berubah sewaktu-waktu. Pengubahan sikap seseorang memerlukan waktu yang relatif lama. Demikian juga pengembangan minat dan penghargaan serta nilai-nilai. Pertanyaan afektif tidak menuntut jawaban benar atau salah, tetapi jawaban yang khusus tentang dirinya 35 Ibid., hlm

23 42 mengenai minat, sikap, dan internalisasi nilai. Untuk mengetahui prestasi siswa yang berdimensi afektif dapat menggunakan bentuk tes yang berupa skala likert (likert scale). Bentuk skala ini disusun dalam bentuk suatu pernyataan dan diikuti oleh lima respons yang menunjukkan tingkatan dan mencerminkan sikap sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju dan sangat tidak setuju. 36 Krathwohl membagi hasil belajar afektif menjadi lima tingkat yaitu penerimaan, partisipasi, penilaian, organisasi dan internalisasi. 37 1) Penerimaan (receiving) atau menaruh perhatian (attending) adalah kesediaan menerima rangsangan dengan memberikan perhatian kepada rangsangan yang datang kepadanya. 2) Partisipasi atau merespons (responding) adalah kesediaan memberikan respons dengan berpartisipasi. Pada tingkat ini siswa tidak hanya memberikan perhatian kepada rangsangan tapi juga berpartisipasi dalam kegiatan untuk menerima rangsangan. 3) Penilaian atau penentuan sikap (valuing) adalah kesediaan untuk menentukan pilihan sebuah nilai dari rangsangan tersebut. 4) Organisasi adalah kesediaan mengorganisasikan nilai-nilai yang dipilihnya untuk menjadi pedoman yang mantap dalam perilaku. 5) Internalisasi nilai atau karakterisasi (characterization) adalah menjadikan nilai-nilai yang diorganisasikan untuk tidak hanya 36 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Cet. 2 (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hlm Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, Cet. 5 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar: 2013), hlm. 51.

24 43 menjadi pedoman perilaku tetapi juga menjadi bagian dari pribadi dalam perilaku sehari-hari. 38 c. Ranah psikomotorik Pengukuran ranah psikomotorik dilakukan terhadap hasil-hasil belajar yang berupa penampilan. Namun demikian biasanya pengukuran ranah ini disatukan atau dimulai dengan pengukuran ranah kognitif sekaligus. Misalnya, penampilannya dalam menggunakan termometer diukur mulai dari pengetahuan mengenai alat tersebut, pemahaman tentang alat dan penggunaannya (aplikasi), kemudian baru cara menggunakannya dalam bentuk keterampilan. Untuk pengukuran yang terakhir ini harus diperinci antara lain: cara memegang, cara meletakkan/menyelipkan ke dalam ketiak atau mulut, cara membaca angka, cara mengembalikan dalam tempatnya, dan sebagainya. Ini semua tergantung dari kehendak kita, asal tujuan pengukuran dapat tercapai. Instrumen yang digunakan mengukur keterampilan biasanya berupa matriks. Ke bawah menyatakan perperincian aspek (bagian keterampilan) yang diukur dan ke kanan menunjukkan besarnya skor yang dapat dicapai. 39 Menurut Simpson hasil belajar psikomotorik dapat diklasifikasikan menjadi enam: persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks dan kreativitas. 38 Ibid., hlm Suharsimi Arikunto, op. cit., hlm. 198.

25 44 1) Persepsi (perception) adalah kemampuan hasil belajar psikomotorik yang paling rendah. Persepsi adalah kemampuan membedakan suatu gejala dengan gejala lain. 2) Kesiapan (set) adalah kemampuan menempatkan diri untuk memulai suatu gerakan. 3) Gerakan terbimbing (guided response) adalah kemampuan melakukan gerakan meniru model yang dicontohkan. 4) Gerakan terbiasa (mechanism) adalah kemampuan melakukan gerakan tanpa ada model contoh. Kemampuan dicapai karena latihan berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan. 5) Gerakan kompleks (adaptation) adalah kemampuan melakukan serangkaian gerakan dengan cara, urutan dan irama yang tepat. 6) Kreativitas (origination) adalah kemampuan menciptakan gerakangerakan baru yang tidak ada sebelumnya atau mengombinasikan gerakan-gerakan yang ada menjadi gerakan baru yang orisinal Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono dalam bukunya Psikologi Belajar menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar ada 3, yaitu: 41 a. Faktor-faktor stimuli belajar 40 Ibid., hlm. 53. hlm Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 1991),

26 45 Yang dimaksud stimuli belajar yaitu segala hal di luar individu itu untuk mengadakan reaksi atau perbuatan belajar. Stimuli dalam hal ini mencakup material, penugasan, serta suasana lingkungan eksternal yang harus diterima atau dipelajari oleh pelajar. b. Faktor-faktor metode belajar Metode mengajar yang dipakai oleh guru sangat mempengaruhi metode belajar yang dipakai oleh pelajar. Faktor-faktor metode belajar ini menyangkut; kegiatan berlatih atau praktek, overlearning dan drill, resitasi selama belajar, pengenalan tentang hasil-hasil belajar, belajar dengan keseluruhan dan dengan bagian-bagian, penggunaan modalitet indera, bimbingan dalam belajar, kondisi-kondisi intensif. c. Faktor-faktor individual Kecuali faktor-faktor stimuli dan metode belajar, faktor-faktor individual sangat besar pengaruhnya terhadap belajar seseorang. Adapun faktor-faktor individual dua itu menyangkut kematangan fisiologis, faktor usia kronologis, faktor perbedaan jenis kelamin, pengalaman sebelumnya, kapasitas mental, kondisi kesehatan jasmani dan rohani, dan motivasi. Menurut Wasliman sebagaimana dikutip Ahmad Susanto dalam bukunya Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, bahwa hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi, baik faktor internal maupun eksternal:

27 46 a. Faktor internal Faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik, yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal ini meliputi: kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan. b. Faktor eksternal Faktor yang berasal dari luar diri peserta didik yang mempengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Keadaan keluarga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Keluarga yang morat-marit keadaan ekonominya, pertengkaran suami istri, perhatian orang tua yang kurang terhadap anaknya, serta kebiasaan sehari-hari berperilaku yang kurang baik dari orang tua dalam kehidupan seharihari berpengaruh dalam hasil belajar peserta didik. 42 Menurut Djaali dalam bukunya Psikologi Pendidikan, mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar terbagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal: a. Faktor Internal 1) Kesehatan Apabila orang selalu sakit (sakit kepala, pilek, demam) mengakibatkan tidak bergairah belajar dan secara psikologi sering mengalami gangguan pikiran dan perasaan kecewa karena konflik. 2) Inteligensi 42 Ahmad Susanto, Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar (Jakarta: Kencana, 2013), hlm

28 47 Faktor inteligensi dan bakat besar sekali pengaruhnya terhadap kemajuan belajar. 3) Minat dan motivasi Minat yang besar (keinginan yang kuat) terhadap sesuatu merupakan modal yang besar untuk mencapai tujuan. Motivasi merupakan dorongan diri sendiri, umumnya karena kesadaran akan pentingnya sesuatu. Motivasi juga dapat berasal dari luar dirinya yaitu dorongan dari lingkungan, misalnya guru dan orang tua. 4) Cara belajar Perlu diperhatikan teknik belajar, bagaimana bentuk catatan yang dipelajari dan pengaturan waktu belajar, tempat serta fasilitas belajar lainnya. b. Faktor Eksternal 1) Keluarga Situasi keluarga (ayah, ibu, saudara, adik, kakak, serta famili) sangat berpengaruh terhadap keberhasilan anak dalam keluarga. Pendidikan orang tua, status ekonomi, rumah kediaman, persentase hubungan orang tua, perkataan, dan bimbingan orang tua, mempengaruhi pencapaian hasil belajar anak. 2) Sekolah Tempat, gedung sekolah, kualitas guru, perangkat instrumen pendidikan, lingkungan sekolah, dan rasio guru dan murid per kelas (40-50 peserta didik), mempengaruhi kegiatan belajar siswa.

29 48 3) Masyarakat Apabila di sekitar tempat tinggal keadaan masyarakat terdiri atas orang-orang yang berpendidikan, terutama anak-anaknya rata-rata bersekolah tinggi dan moralnya baik, hal ini akan mendorong anak lebih giat belajar. 4) Lingkungan Sekitar Bangunan rumah, suasana sekitar, keadaan lalu lintas, dan iklim dapat mempengaruhi pencapaian tujuan belajar, sebaliknya tempat-tempat dengan iklim yang sejuk dapat menunjang proses belajar. 43 Menurut Morgan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi. Faktor-faktor tersebut antara lain: a. Tingkah laku dan karakteristik model yang ditiru oleh anak melalui observational learning. Motivasi berprestasi dipengaruhi oleh tingkah laku dan karakteristik model yang ditiru anak melalui observational learning. Melalui observational learning anak mengambil beberapa karakteristik dari model, termasuk kebutuhan untuk berprestasi. b. Harapan orang tua Harapan orang tua terhadap anaknya berpengaruh terhadap perkembangan motivasi berprestasi. Orang tua yang mengharapkan 43 Djaali, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008) hlm

30 49 anaknya bekerja keras akan mendorong anak tersebut untuk bertingkah laku yang mengarah pada pencapaian prestasi. c. Lingkungan Faktor yang menguasai dan mengontrol lingkungan fisik dan sosial sangat erat dengan motivasi berprestasi, bila menurun akan merupakan faktor pendorong dalam menuju kondisi depresi. d. Penekanan kemandirian Terjadi sejak tahun-tahun awal kehidupan. Anak didorong mengandalkan dirinya sendiri, berusaha keras tanpa pertolongan orang lain, serta diberikan kebebasan untuk mengambil keputusan penting bagi dirinya akan meningkatkan motivasi berprestasi yang tinggi. e. Praktek pengasuhan anak Pengasuhan anak yang demokratis, sikap orang tua yang hangat dan sportif, cenderung menghasilkan anak dengan motivasi berprestasi yang tinggi atau sebaliknya, pola asuh yang cenderung otoriter menghasilkan anak dengan motivasi berprestasi yang rendah Mubiar Agustin, Permasalahan Belajar dan Inovasi Pembelajaran (Bandung: PT. Refika Aditama, 2011), hlm

BAB II LANDASAN TEORI. Slameto (2010:2), bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan

BAB II LANDASAN TEORI. Slameto (2010:2), bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Belajar 2.1.1 Pengertian Belajar Belajar tidak hanya dapat dilakukan di sekolah saja, namun dapat dilakukan di mana-mana, seperti di rumah ataupun di lingkungan masyarakat. Menurut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia

TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Belajar Gaya Belajar adalah cara atau pendekatan yang berbeda yang dilakukan oleh seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia pendidikan, istilah gaya

Lebih terperinci

PENGARUH GAYA BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN PRODUKTIF

PENGARUH GAYA BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN PRODUKTIF 291 PENGARUH GAYA BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN PRODUKTIF Ibnu R. Khoeron 1, Nana Sumarna 2, Tatang Permana 3 Departemen Pendidikan Teknik Mesin Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Belajar Secara psikologis belajar adalah suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi

Lebih terperinci

MENGENAL GAYA BELAJAR PESERTA DIDIK. Oleh Mansur HR Widyaiswara LPMP Provinsi Sulawesi Selatan

MENGENAL GAYA BELAJAR PESERTA DIDIK. Oleh Mansur HR Widyaiswara LPMP Provinsi Sulawesi Selatan MENGENAL GAYA BELAJAR PESERTA DIDIK Oleh Mansur HR Widyaiswara LPMP Provinsi Sulawesi Selatan Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 19 disebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS GAYA BELAJAR SISWA BERPRESTASI DI SMP NEGERI 14 PEKALONGAN. A. Analisis Gaya Belajar Siswa Berprestasi di SMP Negeri 14 Pekalongan

BAB IV ANALISIS GAYA BELAJAR SISWA BERPRESTASI DI SMP NEGERI 14 PEKALONGAN. A. Analisis Gaya Belajar Siswa Berprestasi di SMP Negeri 14 Pekalongan BAB IV ANALISIS GAYA BELAJAR SISWA BERPRESTASI DI SMP NEGERI 14 PEKALONGAN A. Analisis Gaya Belajar Siswa Berprestasi di SMP Negeri 14 Pekalongan Analisis terhadap gaya belajar siswa berprestasi di SMP

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Analisis Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Analisis Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita 8 BAB II KAJIAN TEORITIK 1. Deskripsi Konseptual a. Analisis Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita Analisis kesalahan dalam menyelesaikan masalah matematika perlu dilakukan, agar kesalahan-kesalahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nasution (2008: 93) mengemukakan bahwa gaya belajar atau learning style

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nasution (2008: 93) mengemukakan bahwa gaya belajar atau learning style 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Belajar Nasution (2008: 93) mengemukakan bahwa gaya belajar atau learning style siswa yaitu cara ia bereaksi dan menggunakan perangsang-perangsang yang diterimanya dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Representasi Matematis. a) Pengertian Kemampuan Representasi Matematis

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Representasi Matematis. a) Pengertian Kemampuan Representasi Matematis BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Representasi Matematis a) Pengertian Kemampuan Representasi Matematis Menurut NCTM (2000) representasi adalah konfigurasi atau sejenisnya yang berkorespondensi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN. penulis akan memaparkan mengenai analisis hasil penelitianyang terdiri dari analisis

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN. penulis akan memaparkan mengenai analisis hasil penelitianyang terdiri dari analisis BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan dipaparkan analisis hasil penelitian, berdasarkan hasil penelitian pada bab tiga yang akan didasarkan pada teori di bab dua. Pada keempat ini penulis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hasil Belajar 1. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya, hasil belajar dibagi menjadi tiga

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI GAYA BELAJAR (VISUAL, AUDITORIAL, KINESTETIK) MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIVERSITAS BUNG HATTA

IDENTIFIKASI GAYA BELAJAR (VISUAL, AUDITORIAL, KINESTETIK) MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIVERSITAS BUNG HATTA JPPM Vol. 10 No. 2 (2017) IDENTIFIKASI GAYA BELAJAR (VISUAL, AUDITORIAL, KINESTETIK) MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIVERSITAS BUNG HATTA Yusri Wahyuni Pendidikan Matematika FKIP Universitas Bung Hatta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu faktor penting dalam perkembangan suatu negara. Dengan pendidikan yang lebih baik akan mengarah pada perkembangan suatu negara yang

Lebih terperinci

Available online at Jurnal KOPASTA. Jurnal KOPASTA, 2 (2), (2015) 13-17

Available online at  Jurnal KOPASTA. Jurnal KOPASTA, 2 (2), (2015) 13-17 82 Available online at www.journal.unrika.ac.id Jurnal KOPASTA Jurnal KOPASTA, 2 (2), (2015) 13-17 Pengaruh Gaya Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa Junierissa Marpaung* Division of Counseling and

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Gaya Belajar 1.1 Defenisi Menurut Winardi A (2008) Gaya belajar adalah cara yang digunakan seseorang dalam menyerap informasi baru dan sulit, bagaimana mereka berkosentrasi, memperoses

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. seseorang sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan dalam memenuhi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. seseorang sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan dalam memenuhi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1 Belajar dan Tipe Belajar 1.1 Defenisi Belajar Belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku seseorang sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan dalam

Lebih terperinci

PEDOMAN OBSERVASI GAYA BELAJAR. Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Instrumen dan Media Bimbingan Konseling

PEDOMAN OBSERVASI GAYA BELAJAR. Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Instrumen dan Media Bimbingan Konseling PEDOMAN OBSERVASI GAYA BELAJAR Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Instrumen dan Media Bimbingan Konseling Dosen Pengampu: Prof. Dr. Edi Purwanta, M.Pd Dr. Ali Muhtadi, M.Pd Oleh: DESY

Lebih terperinci

BAB II GAYA BELAJAR DAN PRESTASI BELAJAR

BAB II GAYA BELAJAR DAN PRESTASI BELAJAR 19 BAB II GAYA BELAJAR DAN PRESTASI BELAJAR A. Gaya Belajar 1. Pengertian Gaya Belajar Gaya adalah sikap, tingkah laku, ragam dan cara melakukan. 1 Sedangkan pengertian belajar adalah berusaha memperoleh

Lebih terperinci

MODUL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH ( PROBLEM-BASED INSTRUCTION) DILIHAT DARI GAYA BELAJAR DAN KECERDASAN EMOSIONAL

MODUL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH ( PROBLEM-BASED INSTRUCTION) DILIHAT DARI GAYA BELAJAR DAN KECERDASAN EMOSIONAL MODUL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH ( PROBLEM-BASED INSTRUCTION) DILIHAT DARI GAYA BELAJAR DAN KECERDASAN EMOSIONAL RATRI CANDRA HASTARI 1 1 STKIP PGRI TULUNGAGUNG 1 ratricandrahastari@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

individu dengan lingkungannya (Sugihartono, 2007: 74).

individu dengan lingkungannya (Sugihartono, 2007: 74). BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi teori 1. Prestasi belajar listrik otomotif a. Pengertian prestasi belajar Belajar merupakan hal terpenting yang harus dilakukan manusia untuk menghadapi perubahan lingkungan

Lebih terperinci

Universitas Negeri Malang

Universitas Negeri Malang LANDASAN TEORETIK-KONSEPTUAL Pemanfaatan Multimedia dalam pembelajaran Nyoman S. Degeng Teknolog Pembelajaran Universitas Negeri Malang Kita ada di mana sekarang????????????? Era pertanian Era industri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gaya belajar adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang murid

TINJAUAN PUSTAKA. Gaya belajar adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang murid 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Belajar (Learning Styles) Gaya belajar adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang murid dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, berfikir dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK 8 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Pemodelan Matematika Model sebagai kata benda dalam kamus besar bahasa indonesia merupakan pola dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan.

Lebih terperinci

MODALITAS BELAJAR. Nama : Faridatul Fitria NIM : Prodi/SMT : PGMI A1/ V. : Ringkasan :

MODALITAS BELAJAR. Nama : Faridatul Fitria NIM : Prodi/SMT : PGMI A1/ V. : Ringkasan : 1 MODALITAS BELAJAR Nama : Faridatul Fitria NIM : 152071200008 Prodi/SMT : PGMI A1/ V Email Ringkasan : : faridatulfitria05@gmail.com Artikel ini membahas tentang modalitas belajar. Definisi model belajar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Belajar 1.1. Definisi Belajar Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. siswa. Kemampuan seseorang untuk memahami dan menyerap pelajaran sudah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. siswa. Kemampuan seseorang untuk memahami dan menyerap pelajaran sudah BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Gaya Belajar 2.1.1 Pengertian Gaya Belajar Gaya belajar menurut Winkel (2005) adalah cara belajar yang khas bagi siswa. Kemampuan seseorang untuk memahami dan menyerap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era informasi instan dewasa ini, setiap masyarakat membutuhkan informasi,

BAB I PENDAHULUAN. Di era informasi instan dewasa ini, setiap masyarakat membutuhkan informasi, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era informasi instan dewasa ini, setiap masyarakat membutuhkan informasi, baik informasi yang berupa ilmu pengetahuan umum, teknologi, maupun yang lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan model utama untuk meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan model utama untuk meningkatkan kualitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan model utama untuk meningkatkan kualitas bangsa, karena dengan pendidikan dapat meningkatkan Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Peran

Lebih terperinci

DESKRIPSI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP DAN GAYA BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP

DESKRIPSI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP DAN GAYA BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP Prosiding Seminar Nasional Volume 02, Nomor 1 ISSN 2443-1109 DESKRIPSI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP DAN GAYA BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP Ary Herlina Kurniati HM

Lebih terperinci

BY: METTY VERASARI MENGENAL TIPE BELAJAR ANAK (AUDITORY, VISUAL, & KINESTETIK)

BY: METTY VERASARI MENGENAL TIPE BELAJAR ANAK (AUDITORY, VISUAL, & KINESTETIK) BY: METTY VERASARI MENGENAL TIPE BELAJAR ANAK (AUDITORY, VISUAL, & KINESTETIK) MENGAPA PERLU IDENTIFIKASI BELAJAR ANAK??? Dengan mengenali gaya belajar anak maka : 1. Menciptakan cara belajar yang menyenangkan

Lebih terperinci

STUDI GAYA BELAJAR MAHASISWA ANGKATAN 2014 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA UM MATARAM PADA MATA KULIAH ELEKTRONIKA DASAR I TAHUN AKADEMIK 2015/2016

STUDI GAYA BELAJAR MAHASISWA ANGKATAN 2014 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA UM MATARAM PADA MATA KULIAH ELEKTRONIKA DASAR I TAHUN AKADEMIK 2015/2016 STUDI GAYA BELAJAR MAHASISWA ANGKATAN 2014 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA UM MATARAM PADA MATA KULIAH ELEKTRONIKA DASAR I TAHUN AKADEMIK 2015/2016 1 Linda Sekar Utami 1 Dosen Progran Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam membangun bangsa dan negara. Dengan demikian dalam program pembangunan masalah pendidikan mendapatkan

Lebih terperinci

This study entitled "Analysis of Student Learning Styles And Regular Featured In SMP N 2 Bangkinang"

This study entitled Analysis of Student Learning Styles And Regular Featured In SMP N 2 Bangkinang This study entitled "Analysis of Student Learning Styles And Regular Featured In SMP N 2 Bangkinang" Guslaini) Elni Yakub 2) Prof. Dr. H. Zulfan Saam, Ms)Email:gusliani@gmail.com 1)Mahasiswa Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Strategi Pembelajaran Menguji Hipotesis. bagian dari pembelajaran kooperatif.

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Strategi Pembelajaran Menguji Hipotesis. bagian dari pembelajaran kooperatif. BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis 1. Strategi Pembelajaran Menguji Hipotesis a. Strategi Pembelajaran Menguji Hipotesis sebagai salah satu bagian dari pembelajaran kooperatif. Dalam proses pembelajaran

Lebih terperinci

TEORI BELAJAR BEHAVIORISME (TINGKAH LAKU)

TEORI BELAJAR BEHAVIORISME (TINGKAH LAKU) TEORI BELAJAR BEHAVIORISME (TINGKAH LAKU) Penguatan (+) Stimulus Respon Reinforcment Penguatan (-) Faktor lain ialah penguatan (reinforcement) yang dapat memperkuat timbulnya respons. Reinforcement bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efisien. 1 Untuk mempermudah siswa dalam menerima materi

BAB I PENDAHULUAN. efisien. 1 Untuk mempermudah siswa dalam menerima materi efisien. 1 Untuk mempermudah siswa dalam menerima materi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembelajaran adalah seperangkat kegiatan belajar yang dilakukan siswa dibawah bimbingan guru. Siswa sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teoretis. 1. Pengertian Belajar. Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teoretis. 1. Pengertian Belajar. Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk 10 BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis 1. Pengertian Belajar Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses

BAB II KAJIAN TEORI. mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis 1. Hasil Belajar Keberhasilan proses belajar mengajar dapat dilihat dari hasil belajar yang dicapai, yaitu perubahan yang menjadi semakin baik setelah melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. suatu maksud atau tujuan tertentu. Maka strategi identik dengan teknik, siasat

BAB II KAJIAN TEORI. suatu maksud atau tujuan tertentu. Maka strategi identik dengan teknik, siasat BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoritis 1. Strategi Berikan Uangnya Bambang warsita menjelaskan strategi adalah; a) ilmu siasat perang; b) siasat perang; c) bahasa pembicaraan akal (tipu muslihat) untuk

Lebih terperinci

Teori-teori Belajar. Teori Behavioristik. Afid Burhanuddin. Memahami teori-toeri belajar dan implementasinya dalam proses pembelajaran.

Teori-teori Belajar. Teori Behavioristik. Afid Burhanuddin. Memahami teori-toeri belajar dan implementasinya dalam proses pembelajaran. Teori-teori Belajar Teori Behavioristik Afid Burhanuddin Belajar Mengajar Kompetensi Dasar Memahami teori-toeri belajar dan implementasinya dalam proses pembelajaran Indikator Memahami hakikat teori pembelajaran

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Fiqih dengan melalui penerapan model pembelajaraan kooperatif tipe picture and

BAB V PEMBAHASAN. Fiqih dengan melalui penerapan model pembelajaraan kooperatif tipe picture and BAB V PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas II di MIN Sumberjati Kademangan Blitar pada mata pelajaran Fiqih dengan melalui penerapan model

Lebih terperinci

BAB II VARIASI PEMBELAJARAN DAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB II VARIASI PEMBELAJARAN DAN HASIL BELAJAR SISWA BAB II VARIASI PEMBELAJARAN DAN HASIL BELAJAR SISWA A. Variasi Pembelajaran 1. Pengertian Variasi Pembelajaran Membuat variasi adalah suatu hal yang sangat penting dalam mengajar. Yang dimaksud dengan

Lebih terperinci

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN QUANTUM LEARNING

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN QUANTUM LEARNING Pedagogy Volume 2 Nomor 1 ISSN 252-382 PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN QUANTUM LEARNING Irfawandi Samad 1 Progam Studi Pendidikan Matematika 1, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belajar Banyak ahli pendidikan yang mengungkapkan pengertian belajar menurut sudut pandang mereka masing-masing. Berikut ini kutipan pendapat beberapa ahli pendidikan tentang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Belajar Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Slameto

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gaya belajar setiap orang itu dipengaruhi oleh faktor alamiah (pembawaan)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gaya belajar setiap orang itu dipengaruhi oleh faktor alamiah (pembawaan) 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Belajar (Learning Styles) Gaya belajar setiap orang itu dipengaruhi oleh faktor alamiah (pembawaan) dan faktor lingkungan. Jadi ada hal-hal tertentu yang tidak dapat diubah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Metode Diskusi 1. Pengertian Diskusi Dalam kegiatan pembejaran dengan metode diskusi merupakan cara mengajar dalam pembahasan dan penyajian materinya melalui suatu problema atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. adalah teori belajar behaviorisme, kognitivisme, dan konstruktivisme.

II. TINJAUAN PUSTAKA. adalah teori belajar behaviorisme, kognitivisme, dan konstruktivisme. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Teori Belajar Terdapat tiga kategori utama yang berkaitan dengan teori belajar, diantaranya adalah teori belajar behaviorisme, kognitivisme, dan konstruktivisme.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Konsep Belajar 2.1.1.1 Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku melalui interaksi dengan lingkungan. Hamalik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Hakikat Hasil Belajar Energi Panas 2.1.1 Pengertian Hasil Belajar Energi Panas Mengenai hasil belajar dalam penelitian ini yang diteliti adalah hasil belajar

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. menghadapi dan menyesuaikan kedalam situasi yang baru dengan cepat dan

II. KERANGKA TEORETIS. menghadapi dan menyesuaikan kedalam situasi yang baru dengan cepat dan II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Intelegensi Intelegensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan kedalam situasi yang baru dengan cepat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Sebagai suatu disiplin ilmu, matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang memiliki kegunaan besar dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu, konsepkonsep dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori Dalam Bab II ini akan diuraikan kajian teori yang merupakan variabel dalam penelitian yang dilakukan yaitu hasil belajar, pendekatan CTL, dan alat peraga. 2.1.1 Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan secara makro menurut Sumaatmadja (1997:56) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan secara makro menurut Sumaatmadja (1997:56) merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan secara makro menurut Sumaatmadja (1997:56) merupakan proses yang dialami oleh tiap orang mulai dari masa anak-anak sampai menjadi dewasa. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Aspek tingkah laku tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Aspek tingkah laku tersebut BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar Dan Pembelajaran Menurut Hamalik (2001:28), belajar adalah Sesuatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Aspek tingkah laku tersebut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Belajar Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan hasil belajar ditunjukkan dalam bentuk berubah pengetahuannya,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Model Pembelajaran Cooperative Tipe Talking Stick dan CIRC a. Pengertian model pembelajaran Cooperative tipe Talking Stick Cooperative learning adalah belajar yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teoretis. 1. Hasil Belajar. a. Pengertian Hasil Belajar

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teoretis. 1. Hasil Belajar. a. Pengertian Hasil Belajar BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis 1. Hasil Belajar a. Pengertian Hasil Belajar Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pergantian dari suatu stimulus kepada yang lain (Djiwandono,2002:29). Proses

BAB II LANDASAN TEORI. pergantian dari suatu stimulus kepada yang lain (Djiwandono,2002:29). Proses BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Belajar 2.1.1 Pengertian Belajar Belajar adalah suatu proses dari konditioning reflect ( respons) melalui pergantian dari suatu stimulus kepada yang lain (Djiwandono,2002:29).

Lebih terperinci

Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. IX. No. 1 Tahun 2011, Hlm PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI. Oleh Sukanti 1.

Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. IX. No. 1 Tahun 2011, Hlm PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI. Oleh Sukanti 1. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. IX. No. 1 Tahun 2011, Hlm. 74-82 PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI Oleh Sukanti 1 Abstrak Terdapat empat karakteristik afektif yang penting dalam

Lebih terperinci

Belajar yang Efektif dan Kreatif

Belajar yang Efektif dan Kreatif Belajar yang Efektif dan Kreatif http://staff.uny.ac.id/dosen/agus-triyanto-mpd Pertanyaan-Pertanyaan Apa yang Anda harapkan sebelum memasuki SMKN 6 Yogyakarta? Apakah harapan Anda sudah sebagian atau

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. lingkungan. Lingkungan menyediakan rangsangan (stimulus) terhadap individu

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. lingkungan. Lingkungan menyediakan rangsangan (stimulus) terhadap individu BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Hakekat Belajar Belajar pada hakekatnya adalah suatu interaksi antara individu dengan lingkungan. Lingkungan menyediakan rangsangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. akumulasi dari berbagai faktor dimulai dari faktor awal proses sampai denga hasil.

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. akumulasi dari berbagai faktor dimulai dari faktor awal proses sampai denga hasil. BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Hakikat Hasil Belajar Hasil belajar merupakan salah satu faktor penting untuk mengukur keberhasilan seseorang dalam belajar, hasil

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Metode Pembelajaran Diskusi Kelompok 1. Metode Pembelajaran Pada dasarnya guru adalah seorang pendidik. Pendidik adalah orang dewasa dengan segala kemampuan yang dimilikinya

Lebih terperinci

Cara setiap siswa untuk berkonsentrasi, memproses dan menyimpan informasi yang baru dan sulit

Cara setiap siswa untuk berkonsentrasi, memproses dan menyimpan informasi yang baru dan sulit PENDAHULUAN 1 Cara setiap siswa untuk berkonsentrasi, memproses dan menyimpan informasi yang baru dan sulit 2 Setiap siswa memproses informasi secara berbeda Jika guru hanya menggunakan satu gaya belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikemas secara formal maupun non-formal. Inti dari sebuah belajar adalah

BAB I PENDAHULUAN. dikemas secara formal maupun non-formal. Inti dari sebuah belajar adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan suatu keharusan bagi setiap insan manusia, baik itu dikemas secara formal maupun non-formal. Inti dari sebuah belajar adalah pengalaman dan

Lebih terperinci

TEORI BELAJAR TINGKAH LAKU

TEORI BELAJAR TINGKAH LAKU TEORI BELAJAR TINGKAH LAKU 1. Teori Belajar Tingkah Laku (Behaviorisme) Paham behaviorisme memandang belajar sebagai perkayaan/penambahan materi pengetahuan (material) dan atau perkayaan pola-pola respon

Lebih terperinci

Jurnal Akademis dan Gagasan matematika Edisi Ke Dua Tahun 2015 Halaman 45 hingga 53

Jurnal Akademis dan Gagasan matematika Edisi Ke Dua Tahun 2015 Halaman 45 hingga 53 PEMBELAJARAN MATEMATIKA MENGGUNAKAN TPS (THINK- PAIR-SHARE) DENGAN MEDIA PAPAN TEMPEL DAN ULAR TANGGA YANG DIPENGARUHI OLEH GAYA BELAJAR Alfian Nur Ubay 1, Wagino, dan Ridam Dwi Laksono 3 1,,3 Prodi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. yang terarah pada penyelesaian tugas-tugas belajar) yang dilakukan oleh anak. 2

BAB II KAJIAN TEORI. yang terarah pada penyelesaian tugas-tugas belajar) yang dilakukan oleh anak. 2 7 BAB II KAJIAN TEORI A. Hasil Belajar Matematika 1. Pengertian Hasil Belajar Matematika Kasful Anwar menyatakan bahwa hasil belajar adalah suatu proses untuk menggambarkan perubahan dari diri siswa setelah

Lebih terperinci

PROFIL GAYA BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS X DI SMA ADABIAH 2 PADANG JURNAL

PROFIL GAYA BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS X DI SMA ADABIAH 2 PADANG JURNAL PROFIL GAYA BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS X DI SMA ADABIAH 2 PADANG JURNAL Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Strata Satu (S1) LENDA PUTRI NEKSI NIM. 10060093 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. memperoleh pemecahan terhadap masalah yang timbul. Oleh karena itu strategi ini dimulai

BAB II KAJIAN TEORI. memperoleh pemecahan terhadap masalah yang timbul. Oleh karena itu strategi ini dimulai BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis 1. Stategi Problem Solving Strategi problem solving adalah strategi yang mengajarkan kepada siswa bagaimana cara memperoleh pemecahan terhadap masalah yang timbul.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Menurut Gagne (dalam Slameto, 2007:43) lima kategori hasil belajar yaitu

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Menurut Gagne (dalam Slameto, 2007:43) lima kategori hasil belajar yaitu BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Pengertian Hasil Belajar Menurut Gagne (dalam Slameto, 2007:43) lima kategori hasil belajar yaitu (1) informasi verbal; (2) keterampilan

Lebih terperinci

PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI. Sukanti. Abstrak

PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI. Sukanti. Abstrak PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI Sukanti Abstrak Terdapat empat karakteristik afektif yang penting dalam pembelajaran yaitu: (1) minat, 2) sikap, 3) konsep diri, dan 4) nilai. Penilaian afektif

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. baik guru maupun siswa pada proses pembelajaran. Bagi guru, strategi

BAB II KAJIAN TEORI. baik guru maupun siswa pada proses pembelajaran. Bagi guru, strategi BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian Strategi Pembelajaran Aktif Made Wena menjelaskan bahwa strategi pembelajaran sangat berguna, baik guru maupun siswa pada proses pembelajaran. Bagi guru, strategi pembelajaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dalam pembangunan manusia untuk mengembangkan dirinya agar dapat menghadapi segala permasalahan yang timbul pada diri manusia. Menurut

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN WHOLE BRAIN PADA MATAA KULIAH TELAAH MATEMATIKA SD

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN WHOLE BRAIN PADA MATAA KULIAH TELAAH MATEMATIKA SD PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN WHOLE BRAIN PADA MATAA KULIAH TELAAH MATEMATIKA SD Siti Napfiah IKIP Budi Utomo Malang napfiahsiti@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini ditujukan untuk menerapkan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tepat untuk diterapkan guna mencapai apa yang diharapkan yaitu menciptakan manusia

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tepat untuk diterapkan guna mencapai apa yang diharapkan yaitu menciptakan manusia BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu startegi pembelajaran yang paling tepat untuk diterapkan guna mencapai apa yang diharapkan yaitu menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang relatif tetap. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang relatif tetap. Dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang relatif tetap. Dalam proses ini perubahan tidak terjadi sekaligus tetapi secara bertahap tergantung pada

Lebih terperinci

TEORI PENGUATAN OLEH SKINNER

TEORI PENGUATAN OLEH SKINNER TEORI PENGUATAN OLEH SKINNER A. Bentuk Teori Skinner B.F. Skinner (104-1990) berkebangsaan Amerika dikenal sebagai tokoh behavioris dengan pendekatan model instruksi langsung (directed instruction) dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. tanggap, mengerti benar, pandangan, ajaran. 7

BAB II KAJIAN TEORI. tanggap, mengerti benar, pandangan, ajaran. 7 BAB II KAJIAN TEORI A. Pemahaman 1. Pengertian Pemahaman Pemahaman ini berasal dari kata Faham yang memiliki tanggap, mengerti benar, pandangan, ajaran. 7 Disini ada pengertian tentang pemahamn yaitu kemampuan

Lebih terperinci

Kata kunci : Gaya Belajar, Siswa Kinestetik, Hasil Belajar

Kata kunci : Gaya Belajar, Siswa Kinestetik, Hasil Belajar ANALISIS GAYA BELAJAR MATEMATIKA SISWA KINESTETIK KELAS VIII.3 SMP PERTIWI 2 PADANG TAHUN PELAJARAN 2016/2017 Oleh Irawati*, Zulfaneti**, Ratulani Juwita*** *) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

Untuk pemahaman yang lebih mendalam, perlu diuraikan definisi belajar tersebut melalui penjelasan dari komponen-komponen dan istilah-istilah serta

Untuk pemahaman yang lebih mendalam, perlu diuraikan definisi belajar tersebut melalui penjelasan dari komponen-komponen dan istilah-istilah serta WHAT IS LEARNING? Belajar adalah salah satu bidang kajian terpenting dalam psikologi dan merupakan suatu konsep yang benar-benar sulit didefinisikan. Dalam American Heritage Dictionary, belajar diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hlm. 2. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses mengembangkan pembelajaran potensi dirinya, agar untuk peserta memiliki didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Depok: Intuisi Press,1998) Cet 2, hlm. 2-3

BAB I PENDAHULUAN. (Depok: Intuisi Press,1998) Cet 2, hlm. 2-3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tantangan kehidupan selalu muncul secara alami seiring dengan berputarnya waktu. Berbagai tantangan bebas bermunculan dari beberapa sudut dunia menuntut untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional termasuk didalamnya bidang pendidikan, itulah sebabnya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional termasuk didalamnya bidang pendidikan, itulah sebabnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman dari waktu ke waktu, tentu ikut memengaruhi usaha pembangunan nasional termasuk didalamnya bidang pendidikan, itulah sebabnya pemerintah senantiasa

Lebih terperinci

Teori Belajar Behavioristik

Teori Belajar Behavioristik Teori Belajar Behavioristik Pandangan tentang belajar : Belajar merupakan perubahan tingkah laku yang terjadi berdasarkan paradigma S-R (stimulus- respon) Ciri-ciri teori belajar behavioristik : a. Mementingkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan salah metode yang sering

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan salah metode yang sering II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Inkuiri Terbimbing Pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan salah metode yang sering digunakan oleh para guru. Khususnya pembelajaran biologi, ini disebabkan karena kesesuaian

Lebih terperinci

PENYUSUNAN SKALA PSIKOLOGIS GAYA BELAJAR SISWA. Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Instrumen dan Media Bimbingan Konseling

PENYUSUNAN SKALA PSIKOLOGIS GAYA BELAJAR SISWA. Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Instrumen dan Media Bimbingan Konseling PENYUSUNAN SKALA PSIKOLOGIS GAYA BELAJAR SISWA Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Instrumen dan Media Bimbingan Konseling Dosen Pengampu: Prof. Dr. Edi Purwanta, M.Pd Dr. Ali Muhtadi,

Lebih terperinci

PERBEDAAN GAYA BELAJAR SISWA KELAS UNGGUL DENGAN KELAS REGULER DI SMP N 12 PADANG. Oleh: ABSTRACK

PERBEDAAN GAYA BELAJAR SISWA KELAS UNGGUL DENGAN KELAS REGULER DI SMP N 12 PADANG. Oleh: ABSTRACK PERBEDAAN GAYA BELAJAR SISWA KELAS UNGGUL DENGAN KELAS REGULER DI SMP N 12 PADANG Oleh: Rani Okta Tiara * Drs. Afrizal Sano, M.Pd., Kons** Rila Rahma Mulyani, M.Psi., Psikolog** Mahasiswa Bimbingan dan

Lebih terperinci

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN PLPG PGSD UAD 2016

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN PLPG PGSD UAD 2016 TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN PLPG PGSD UAD 2016 Kompetensi Inti : Memahami teori belajar dan prinsip pembelajaran yang dapat diterapkan pada Pendidikan Anak Usia Dini Kompetensi Dasar : 1. Menjelaskan

Lebih terperinci

MATEMATIKOMIK SEBAGAI ALTERNATIF MEDIA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA

MATEMATIKOMIK SEBAGAI ALTERNATIF MEDIA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA 1 MATEMATIKOMIK SEBAGAI ALTERNATIF MEDIA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA MAULANA Dosen Matematika Universitas Pendidikan Indonesia E-mail: nofearofmath@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Berdasarkan Gaya Belajar Visual

BAB V PEMBAHASAN. A. Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Berdasarkan Gaya Belajar Visual BAB V PEMBAHASAN A. Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Berdasarkan Gaya Belajar Visual Seorang yang bertipe visual, akan cepat mempelajari bahan-bahan yang disajikan secara tertulis, bagan, grafik, gambar.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diberikan. Setiap anak merupakan individu yang unik, dimana masing-masing dari. menceritakan hal tersebut dengan cara yang sama.

BAB 1 PENDAHULUAN. diberikan. Setiap anak merupakan individu yang unik, dimana masing-masing dari. menceritakan hal tersebut dengan cara yang sama. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia membutuhkan pendidikan dan sekaligus pembelajaran. Pendidikan dan pembelajaran dapat diberikan sejak anak masih kecil sampai anak menjadi dewasa.

Lebih terperinci

TEORI BELAJAR SKINNER

TEORI BELAJAR SKINNER TEORI BELAJAR SKINNER A. ALIRAN PSIKOLOGI TINGKAH LAKU (BEHAVIOR) Banyak teori tentang belajar yang telah berkembang mulai abad ke 19 sampai sekarang ini. Pada awal abad ke-19 teori belajar yang berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap individu memiliki ciri khasnya sendiri-sendiri, selain itu setiap individu

BAB I PENDAHULUAN. setiap individu memiliki ciri khasnya sendiri-sendiri, selain itu setiap individu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Allah SWT menciptakan manusia berbeda satu dengan lainnya, karena setiap individu memiliki ciri khasnya sendiri-sendiri, selain itu setiap individu juga memiliki kelebihan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teoritis. 1. Pengertian Belajar. Beberapa ahli dalam dunia pendidikan memberikan definisi belajar

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teoritis. 1. Pengertian Belajar. Beberapa ahli dalam dunia pendidikan memberikan definisi belajar 9 BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoritis 1. Pengertian Belajar Beberapa ahli dalam dunia pendidikan memberikan definisi belajar secara berbeda, namun pada prinsipnya mempunyai maksud yang sama. Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada subyek didik setelah mengalami proses pendidikan. Perubahan-perubahan itu

BAB I PENDAHULUAN. pada subyek didik setelah mengalami proses pendidikan. Perubahan-perubahan itu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum menurut Gagne dan Briggs (2009:3) yang disebut konstruktivisme

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum menurut Gagne dan Briggs (2009:3) yang disebut konstruktivisme BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Teori Belajar 1. Teori Belajar a. Teori Belajar Konstruktivisme Secara umum menurut Gagne dan Briggs (2009:3) yang disebut konstruktivisme menekankan kontribusi seseorang pembelajar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. sebagai suatu susunan, pendekatan, atau kaidah-kaidah untuk mencapai

BAB II KAJIAN TEORI. sebagai suatu susunan, pendekatan, atau kaidah-kaidah untuk mencapai BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis 1. Tinjauan Tentang Teknik Cek Kosong a. Pengertian Teknik Pembelajaran Hamdani menjelaskan bahwa teknik pembelajaran diartikan sebagai suatu susunan, pendekatan,

Lebih terperinci